Anda di halaman 1dari 12

NAMA: BETI ISLAMI

NPM: 1910013411196

RESUME PEMBELAJARAN MATEMATIKA 2

Matematika mengkaji benda abstrak (benda pikiran) yang disusun dalam suatu sistem aksiomatis
dengan menggunakan simbol (lambang) dan penalaran deduktif (Sutawijaya,1997:176). Menurut
Hudoyo (1990:3) matematika berkenan dengan ide (gagasan-gagasan), aturan-aturan,
hubungan-hubungan yang diatur secara logis sehingga matematika berkaitan dengan konsep-
konsep abstrak. Sebagai guru matematika dalam menanamkan pemahaman seseorang belajar
matematika utamanya bagaimana menanamkan pengetahuan konsep-konsep dan pengetahuan
prosedural.

untuk dapat memahami konsep-konsep dan prosedural, guru perlu mengetahui berbagai teori
belajar matematika. Dalam unit akan membicarakan bagaimana cara kondi siswa dengan
memahami teori belajar yang dikemukakan oleh Bruner, Dienes, Gagne dan Van Hielle. Unit ini
akan terbagi empat sub unit, yakni sub unit 1 dasar dan konsep teori belajar Bruner, sub unit 2
dasar dan konsep teori belajar Dienes, sub unit 3 dasar dan konsep teori belajar Gagne dan sub
unit 4 dasar dan konsep teori belajar dasar Hielle.

Sub Unit 1: TEORI BELAJAR BRUNER

Mata pelajaran Matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah
dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis,
kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Sebagai guru kelas di sekolah dasar di suatu
sekolah, kita akan selalu terkait dan terlibat dalam pembelajaran matematika sekolah.
Keterlibatan ini menjadikan pembelajaran matematika sekolah begitu penting bagi kita. Karena
matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern,
mempunyai peran dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia.

A. Konsep Teori Belajar Bruner


Menurut Bruner (dalam Hudoyo,1990:48) belajar matematika adalah belajar mengenai konsep-
konsep dan struktur-struktur matematika yang terdapat di dalam materi yang dipelajari, serta
mencari hubungan antara konsep-konsep dan struktur-struktur matematika itu. Siswa harus
dapat menemukan keteraturan dengan cara mengotak-atik bahan-bahan yang berhubungan
dengan keteraturan intuitif yang sudah dimiliki siswa. Dengan demikian siswa dalam belajar,
haruslah terlibat aktif mentalnya agar dapat mengenal konsep dan struktur yang tercakup dalam
bahan yang sedang dibicarakan, anak akan memahami materi yang harus dikuasainya itu. Ini
menunjukkan bahwa materi yang mempunyai suatu pola atau struktur tertentu akan lebih
mudah dipahami dan diingat anak. Dalam setiap kesempatan, pembelajaran matematika
hendaknya dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi (contextual
problem). Bruner, melalui teorinya itu, mengungkapkan bahwa dalam proses belajar anak
sebaiknya diberi kesempatan memanipulasi benda-benda atau alat peraga yang dirancang
secara khusus dan dapat diotak-atik oleh siswa dalam memahami suatu konsep matematika.
Peran guru dalam penyelenggaraan pelajaran tersebut, (a) perlu memahami sturktur mata
pelajaran,(b) pentingnya belajar aktif suapaya seorang dapat menemukan sendiri konep- konsep
sebagai dasar untuk memahami dengan benar, (c) pentingnya nilai berfikir induktif.
Bila dikaji ketiga model penyajian yang dikenal dengan teori Belajar Bruner, dapat diuraikan
sebagai berikut:

1. Model Tahap Enaktif


Dalam tahap ini penyajian yang dilakukan melalui tindakan anak secara langsung terlibat dalam
memanipulasi (mengotak-atik) objek. Pada tahap ini anak belajar sesuatu pengetahuan di mana
pengetahuan itu dipelajari secara aktif, dengan menggunakan benda-benda konkret atau
menggunakan situasi yang nyata, pada penyajian ini anak tanpa menggunakan imajinasinya atau
kata-kata. Ia akan memahami sesuatu dari berbuat atau melakukan sesuatu.

2. Model Tahap Ikonik


Dalam tahap ini kegiatan penyajian dilakukan berdasarkan pada pikiran inter-nal dimana
pengetahuan disajikan melalui serangkaian gambar- gambar atau grafik yang dilakukan anak,
berhubungan dengan mental yang merupakan gambaran dari objek-objek yang dimanipulasinya.

3. Model Tahap Simbolis


Dalam tahap ini bahasa adalah pola dasar simbolik, anak memanipulasi simbul-simbul atau
lambang-lambang objek tertentu. Anak tidak lagi terikat dengan objek-objek seperti pada tahap
sebelumnya. Anak pada tahap ini sudah mampu menggunakan notasi tanpa ketergantungan
terhadap objek riil. Pada tahap simbolik ini, pembelajaran direpresentasikan dalam bentuk
simbol-simbol abstrak (abstract symbols), yaitu simbol-simbol arbiter yang dipakai berdasarkan
kesepakatan orang- orang dalam bidang yang bersangkutan, baik simbol-simbol verbal (misalnya
huruf-huruf, kata-kata, kalimat-kalimat), lambang-lambang matematika, maupun lambang-
lambang abstrak yang lain. Bruner dan Kenney, pada tahun 1963 mengemukakan empat
teorema/dalil- dalil berkaitan dengan pengajaran matematika yang masing-masing mereka sebut
sebagai ”teorema atau dalil”.

Keempat dalil tersebut adalah :

1. Dalil Konstruksi / Penyusunan (Contruction Theorem)


Di dalam teorema kontruksi dikatakan bahwa cara yang terbaik bagi seseorang siswa untuk
mempelajari sesuatu atau prinsip dalam Matematika adalah dengan mengkontruksi atau
melakukan penyusunan sebagai sebuah representasi dari konsep atau prinsip tersebut. Siswa
yang lebih dewasa mungkin bisa memahami sesuatu konsep atau sesuatu prinsip dalam
matematika hanya dengan menganalisis sebuah representasi yang disajikan oleh guru mereka;
akan tetapi, untuk kebanyakan siswa, khususnya untuk siswa yang lebih muda, proses belajar
akan lebih baik atau melekat jika para siswa mengkonstruksi sendiri representasi dari apa yang
dipelajari tersebut. Alasannya, jika para siswa bisa mengkontuksi sendiri representasi tersebut
mereka akan lebih mudah menemukan sendiri konsep atau prinsip yang terkandung dalam
representasi tersebut, sehingga untuk selanjutnya mereka juga mudah untuk mengingat hal-hal
tesebut dan dapat mengaplikasikan dalam situaContoh untuk memahami konsep penjumlahan
misalnya 5 + 4 = 9, siswa bisa melakukan dua langkah berurutan, yaitu 5 kotak dan 4 kotak, cara
lain dapat direpresentasikan dengan garis bilangan. Dengan mengulang hal yang sama untuk dua
bilangan yang lainnya anak-anak akan memahami konsep penjumlahan dengan pengertian yang
mendalam.

si-situasi yang sesuai.


2. Dalil Notasi (Notation Theorem)
Menurut apa yang dikatakan dalam terorema notasi, representasi dari sesuatu materi
matematika akan lebih mudah dipahami oleh siswa apabila di dalam representasi itu digunakan
notasi yang sesuai dengan tingkat perkembangan kognitif siswa. Sebagai contoh, untuk siswa
sekolah dasar, yang pada umumnya masih berada pada tahap operasi kongkret, soal berbunyi;
”Tentukanlah sebuah bilangan yang jika ditambah 3 akan menjadi 8”, akan lebih sesuai jika
direpresentasikan dalam diberikan bentuk ... + 3 = 8 atau + 3 = 8 atau a + 3 = 8

Notasi yang diberikan tahap demi tahap ini sifatnya berurutan dari yang paling sederhana
sampai yang paling sulit. Penyajian seperti dalam matematika merupakan pendekatan spiral.
Dalam pendekatan spiral setiap ide-ide matematika disajikan secara sistimatis dengan
menggunakan notasi-notasi yang bertingkat. Pada tahap awal notasi ini sederhana, diikuti
dengan notasi berikutnya yang lebih kompleks.

3. Dalil Kekontrasan dan Variasi (Contrast and Variation Theorem)


Di dalam teorema kekontrasan dan variasi dikemukakan bahwa sesuatu konsep Matematika
akan lebih mudah dipahami oleh siswa apabila konsep itu dikontraskan dengan konsep-konsep
yang lain, sehingga perbedaan antara konsep itu dengan konsep-konsep yang lain menjadi jelas.
Sebagai contoh, pemahaman siswa tentang konsep bilangan prima akan menjadi lebih baik bila
bilangan prima dibandingkan dengan bilangan yang bukan prima, menjadi jelas. Demikian pula,
pemahaman siswa tentang konsep persegi dalam geometri akan menjadi lebih baik jika konsep
persegi dibandingkan dengan konsep-konsep geometri yang lain, misalnya persegipanjang,
jajarangenjang, belahketupat, dan lain-lain. Dengan membandingkan konsep yang satu dengan
konsep yang lain, perbedaan dan hubungan (jika ada) antara konsep yang satu dengan konsep
yang lain menjadi jelas.

4. Dalil Konektivitas atau Pengaitan (Connectivity Theorem)


Di dalam teorema konektivitas disebutkan bahwa setiap konsep, setiap prinsip, dan setiap
ketrampilan dalam matematika berhubungan dengan konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan
ketrampilan-ketrampilan yang lain.

Adanya hubungan antara konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan ketrampilan- ketrampilan itu


menyebabkan struktur dari setiap cabang matematika menjadi jelas. Adanya hubungan-
hubungan itu juga membantu guru dan pihak-pihak lain (misalnya penyusun kurikulum, penulis
buku, dan lain- lain) dalam upaya untuk menyusun program pembelajaran bagi siswa.

Dengan memahami hubungan antara bagian yang satu dengan bagian yang lain dari matematika,
pemahaman siswa terhadap struktur dan isi matematika menjadi lebih utuh.

Perlu dijelaskan bahwa keempat dalil tersebut di atas tidak dimaksudkan untuk diterapkan satu
per satu seperti di atas. Dalam penerapan (implementasi), dua dalil atau lebih dapat diterapkan
secara bersaa dalam proses pembelajaran sesuatu materi matematika tertentu. Hal tersebut
bergantung pada karakteristik dari materi atau topik matematika yang dipelajari dan
karakteristik dari siswa yang belajar. Misalnya konsep Dalil Pythagoras diperlukan untuk
menentukan Tripel Pythagoras. Guru perlu menjelaskan bagaimana hubungan antara sesuatu
yang sedang dijelaskan dengan objek atau rumus lain. Apakah hubungan itu dalam kesamaan
rumus yang digunakan, sama-sama dapat digunakan dalam bidang aplikasi atau dalam hal-hal
lainnya.

B. Metode Penemuan
Satu hal menjadikan Bruner terkenal karena dia lebih peduli terhadap proses belajar dari pada
hasil belajar. Oleh karena itu, menurut Bruner metode belajar merupakan faktor yang
menentukan dalam pembelajaran dibandingkan dengan pemerolehan khusus. Metode yang
sangat didukungnya yaitu metode penemuan (discovery). Discovery learning dari Buner,
merupakan model pengajaran yang di-kembangkan berdasarkan pada pandangan kognitif
tentang pembelajaran dan prinsip-prinsip konstruktivis. Di dalam discovery learning siswa
didorong untuk belajar sendiri secara mandiri. Siswa belajar melalui keterlibatan aktif dengan
konsep-konsep dan prinsip-prinsip dalam memecahkan masalah, dan guru mendorong siswa
untuk mendapatkan pengalaman dengan melakukan kegiatan yang memungkinkan siswa
menemukan prinsip-prinsip untuk diri mereka sendiri, bukan memberi tahu tetapi memberkan
kesempatan atau dengan berdialog agar siswa menemukan sendiri. Metoda penemuan adalah
metoda mengajar yang mengatur pengajaran sedemikan rupa sehingga anak memperoleh
pengetahuan yang sebelumnya belum diketahuinya itu tidak melalui pemberitahuan; sebagian
atau seluruhnya ditemukan sendiri.

Dengan metode ini anak didorong untuk memahami suatu fakta dan hubungannya yang belum
dia paham sebelumnya, dan yang belum diberikan kepadanya secara langsung oleh orang lain.
Manfaat belajar penemuan adalah sebagai berikut:

 Belajar penemuan dapat digunakan untuk menguji apakah belajar sudah


bermakna;

 Pengetahuan yang diperoleh siswa akan tertinggal lama dan mudah diingat;

 Belajar penemuan sangat diperlukan dalam pemecahan masalah


sebab yang diinginkan dalam belajar adar siswa dapat
mendemonstrasikan pengetahuan yang diterima;
 Transfer dapat ditingkatkan dimana generalisasi telah ditemukan
sendiri oleh siswa dari pada disajikan dalam bentuk jadi;
 Penggunaan belajar penemuan mungkin mempunyai pengaruh dalam
menciptakan motivasiswa;
 Meningkatkan penalaran siswa dan kemampuanuntuk berpikir secara
bebas.
Adapun tahap-tahap Penerapan Belajar Penemuan

1. Stimulus ( pemberian perangsang/simuli); kegiatan belajar di mulai


dengan memberikan pertanyaan yang merangsang berpikir siswa,
menganjurkan dan mendorongnya untuk membaca buku dan aktivitas
belajar lain yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah;
2. Problem Statement (mengidentifikasi masalah); memberikan kesempatan
kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin masalah yang
relevan dengan bahan pelajaran kemudian memilih dan merumuskan
dalam bentuk hipotesa (jawaban sementara dari masalah tersebut);
3. Data collecton ( pengumpulan data); memberikan kesempatan kepada
para siswa untuk mengumpulkan informasi yang relevan sebanyak-
banyaknya untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesa tersebut;
4. Data Prosessing (pengolahan data); yakni mengolah data yang telah
diperoleh siswa melalui kegiatan wawancara, observasi dll. Kemudian
data tersebut ditafsirkan;
5. Verifikasi, mengadakan pemerksaan secara cermat untuk membuktikan
benar tidaknya hipotesis yang ditetapkan dan dihubungkan dengan hasil dan processing;

6. Generalisasi, mengadakan penarikan kesimpulan untuk dijadikan prinsip


umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama
dengan memperhatikan hasil verivikasi. (Muhibbin Syah,1995) dalam
Paulina Panen (2003; Hal.3.16).

Sub Unit 2: TEORI BELAJAR DIENES

Teori belajar Dienes ini juga sangat terkait dengan teori belajar Piaget dan
Pendekatan Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan (PAKEM). Oleh
karena itu dalam tulisan ini juga dibahas tentang teori belajar Dienes dan PAKEM.

A. Konsep Dasar Teori Belajar Dienes

Teori belajar Dienes pada prinsipnya sangat relevan dengan teori


perkembangan intelektual Piaget dan konsep Pembelajaran Aktif, kreatif, efektif
dan menyenangkan (PAKEM). Oleh karena itu, agar pemahaman Anda tentangi
teori belajar Dienes lebih mudah Anda dapatkan, ada baiknya Anda pahami dulu
teori perkembangan intelektual Piaget dan PAKEM ini.

1. Teori Perkembangan Intelektual Piaget


Teori belajar Dienes sangat terkait dengan teori belajar yang dikemukakan oleh
Piaget, yaitu mengenai teori perkembangan intelektual. Jean Piaget berpendapat
bahwa proses berpikir manusia sebagai suatu perkembangan yang bertahap dari
berpikir intelektual konkret ke abstrak berurutan melalui empat periode. Urutan
periode itu tetap bagi setiap orang, namun usia atau kronologis pada setiap
orang yang memasuki setiap periode berpikir yang lebih tinggi berbeda-beda
tergantung kepada masing-masing individu.

Piaget adalah orang pertama yang menggunakan filsafat konstruktivis dalam


proses belajar mengajar. Piaget (dalam Bell, 1981), berpendapat bahwa proses
berpikir manusia merupakan suatu perkembangan yang bertahap dari berpikir
intelektual kongkret ke abstrak berurutan melalui empat tahap perkembangan,
sebagai berikut:

 Periode Sensori Motorik (0 – 2) tahun

 Periode Pra-operasional (2 – 7) tahun

 Periode operasi kongkret (7 – 12) tahun

 Periode Operasi Formal (> 12) tahun

B. Konsep PAKEM
Teori belajar Dienes yang menekankan pada tahapan permainan yang berarti
pembelajaran yang diarahkan pada proses melibatkan anak didik dalam belajar. Hal ini
berarti proses pembelajaran dapat membangkitkan dan membuat anak didik senang
dalam belajar. Oleh karena itu teori belajar Dienes ini sangat terkait dengan konsep
pembelajaran dengan pendekatan PAKEM (Pembelajaran Aktif, kreatif, efektif dan
menyenangkan). Berikut ini akan dijelaskan secara singkat tentang PAKEM. Menurut
Siswono (2004), PAKEM bertujuan untuk menciptakan suautu lingkungan belajar yang
lebih melengkapi peserta didik dengan ketrampilan- keterampilan, pengetahuan dan
sikap bagi kehidupan kelak. Aktif diartikan peserta didik maupun berinteraksi untuk
menunjang pembelajaran. Kreatif diartikan guru memberikan variasi dalam kegiatan
belajar mengajar dan membuat alat bantu baljar, bahkan mencipta teknik-teknik
mengajar tertentu sesuai dengan tingkat kemampuan peserta didik dan tujuan
belajarnya. Peserta didik akan kreatif, bila diberi kesempatan merancang/membuat
sesuatu, menuliskan ide atau gagasan. Menyenangkan diartikan sebagai suasana belajar
mengajar yang ”hidup”, semarak, terkondisi untuk trus berlanjut, ekspresif, dan
mendorong pemusatan perhatian peserta didik terhadap belajar. Efektif yang diartikan
sebagai ketercapaian suatu tujuan (kompetensi) merupakan pijakan utama suatu
rancangan pembelajaran. Pembelajaran yang tampaknya aktif dan menyenangkan,
tetapi tidak efektif akan tampak hanya sekedar permainan belaka.

Secara garis besar PAKEM menggambarkan kondisi-kondisi sebagai berikut:

a. Perserta didik terlibat dalam berbagai kegiatan (aktifitas) yang mengembangan


keterampilan, kemampuan dan pemahamannya dengan menekankan pada
belajar dengan berbuat (learning by doing).

b. Guru menggunakan berbagai stimulus/motivasi dan alat peraga, termasuk


lingkungan sebagai sumber belajar agar pengajaran lebih menarik,
menyenangkan dan relevan bagi peserta didik.

c. Guru mengatur kelas untuk memajang buku-buku dan materi-materi yang


menarik dan membuat ”pojok bacaan”.

d. Guru menggunakan cara belajar yang lebih kooperatif dan interaktif, termasuk
belajar kelompok.

e. Guru mendorong peserta didik untuk menemukan caranya sendiri dalam


menyelesaikan suatu masalah, mengungkapkan gagasannya, dan melibatkan
peserta didik dalam menciptakan lingkungan sekolahnya sendiri.

Dalam pelaksanaan PAKEM perlu diperhatikan beberapa hal, yaitu:

a. memahami sifat anak


b. mengenal peserta didik secara individu/perorangan
a. memanfaatkan perilaku anak dalam pengorganisasian belajar
b. mengembangkan kemampuan bepikir kritis, kreatif dam kemampuan
memecahkan masalah
c. mengembangkan ruang kelas sebagai lingkungan belajar yang menarik
d. memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar
e. memberikan umpan balik yang bertanggung jawab untuk meningkan
kegiatan belajar mengajar
f. membedakan antara aktif fisik dn aktif mental.
Sub Unit 3: TEORI BELAJAR DIENES
Zoltan P. Dienes adalah seorang matematikawan yang memusatkan
perhatiannya pada cara-cara pengajaran terhadap siswa-siswa. Dasar teorinya bertumpu
pada Piaget, dan pengembangannya diorientasikan pada siswa-siswa, sedemikian rupa
sehingga sistem yang dikembangkannya itu menarik bagi siswa yang mempelajarinya.

Dienes (dalam Ruseffendi, 1992) berpendapat bahwa pada dasarnya matematika dapat
dianggap sebagai studi tentang struktur, memisah-misahkan hubungan-hubungan di antara
struktur-struktur dan mengkategorikan hubungan- hubungan di antara struktur-struktur.
Seperti halnya dengan Bruner, Dienes mengemukakan bahwa tiap-tiap konsep atau prinsip
dalam matematika yang disajikan dalam bentuk yang konkret akan dapat dipahami dengan
baik. Ini mengandung arti bahwa jika benda-benda atau objek-objek dalam bentuk permainan
akan sangat berperan bila dimanipulasi dengan baik dalam pengajaran matematika.
Konsep PAKEM teori belajar dienes yang menekankan pada tahapan permainan yang
berarti pembelajaran yang diarahkan pada proses melibatkan anak didik dalam belajar.
1.Hukum kekekalan bilangan (6-7 tahun) anak-anak yang telah memahami hokum
kekekalan bilangan sudah siap untuk menerima pelajaran konsep bilangan dan operasi
ya
2. Hukum kekekalan materi(7-8 tahun) anka yang sudah memahami hokum ini akan
mengatakan bahwa materi atau zat akan tetap sama banyaknya meskipun diubah
bentuknya atau dipindah tempatnya.
3. Hokum kekekalan luas (8-9 tahun)anak yang sudah memahami hokum ini bahwa luas
daerah yang ditutupi suatu benda akan tetap sama meskipun letal benda nya diubah.
4. Hokum kekekalan berat (9-10 tahun)menyatakan bahwa berat suatu benda akan tetap
meskipun bentuk,tempat atau penimbanagn benda akan berbeda.
5. Hokum kekekalan isi(14-15tahun) menyatakan bahwa jika suatu bak atau bejana yang
penuh dengan air dimasukan suatu benda maka air yang ditumpahkan dari bak atau
bejana tersebut sama dengan isi benda yang dimasukan.
B. Penerapan Teori Belajar Dienes
Di dalam belajar, anak diberi kesempatan merencanakan dan menggunakan cara
belajar yang mereka senangi. Pendapat ini juga berlaku bagi anak SD yang belajar
matematika. Belajar matematika akan efektif jika dilakukan dalam suasana yang
menyenangkan. Agar dapat memenuhi kebutuhan untuk dapat belajar matematika
dalam suasana yang menyenangkan, maka guru harus mengupayakan adanya
sutuasi dan kondisi yang menyenangkan Untuk itu guru memahami tentang
perkembangan anak didik dalam belajar matematika, yang menyenangkan untuk
dipelajari, maupun trik-trik yang menjadikan anak didik senang dan tidak bosan
belajar matematika.
Menurut Ruseffendi (1992), untuk dapat mengajarkan konsep matematika pada anak
dengan baik dan mudah dimengerti, maka materi yang akan disampaikan hendaknya
diberikan pada anak yang sudah siap intelektualnya untuk menerima materi tersebut.
Contoh, meskipun anak berumur 3 tahun sudah dapat menghitung angka 1 –10, tetapi
dia belum mengerti bilangan 1, 2, dan seterusnya. Oleh karena itu, dia akan kesulitan
jika harus belajar tentang bilangan.
Belajar anak yang disebut dengan hukum kekekalan, sebagai berikut:
1. Hukum Kekekalan Bilangan (6 – 7 tahun)
2. Hukum Kekekalan Materi ( 7 – 8 tahun) .
3. Hukum Kekekalan Panjang (8 - 9 tahun) .
4. Hukum Kekekalan Luas (8 – 9 tahun)
5. Hukum Kekekalan Berat (9 – 10 tahun)
6. Hukum Kekekalan Isi (14 – 15 tahun)
Hukum kekekalan isi menyatakan bahwa jika pada suatu bak atau bejana yang penuh
dengan air dimasukan suatu benda, maka air yang ditumpahkan dari bak atau bejana
tersebut sama dengan isi benda yang dimasukannya.
TEORI BELAJAR VAN HIELE
Van Hiele adalah seorang pengajar matematika Belanda yang telah mengadakan
penelitian di lapangan, melalui observasi dan tanya jawab, kemudian hasil penelitiannya
ditulis dalam disertasinya pada tahun 1954.
Konsep Dasar Teori Belajar Van Hiele
Penelitian yang dilakukan Van Hiele melahirkan beberapa kesimpulan mengenai tahap-
tahap perkembangan kognitif anak dalam memahami geometri. Van Hiele (dalam Ismail,
1998) menyatakan bahwa terdapat 5 tahap pemahaman geometri yaitu: Tahap
pengenalan, analisis, pengurutan, deduksi, dan keakuratan.
Lima Tahap Pemahaman Geometri
Tahap Pengenalan
Pada tahap ini siswa hanya baru mengenal bangun-bangun geometri seperti bola,
kubus, segitiga, persegi dan bangun-bangun geometri lainnya
Tahap Analisis
Pada tahap ini anak sudah mengenal sifat-sifat bangun geometri, seperti pada
sebuah kubus banyak sisinya ada 6 buah, sedangkan banyak rusuknya ada 12.
Tahap Pengurutan
Pada tahap ini pemahaman siswa terhadap geometri lebih meningkat lagi dari
sebelumnya yang hanya mengenal bangun-bangun geometri beserta sifat- sifatnya,
maka pada tahap ini anak sudah mampu mengetahui hubungan yang terkait antara
suatu bangun geometri dengan bangun geometri lainnya.
Tahap Deduksi
Pada tahap ini anak sudah dapat memahami deduksi, yaitu mengambil kesimpulan
secara deduktif.
Tahap Keakuratan
Pada tahap ini anak sudah memahami betapa pentingnya ketepatan dari prinsip-
prinsip dasar yang melandasi suatu pembuktian.

Fase-Fase Pembelajaran Geometri


Menurut teori Pierre dan Dina Van Hiele (dalam Muharti, 1993) tingkat-tingkat
pemikiran geometrik dan fase pembelajaran siswa berkembang atau maju menurut
tingkat-tingkat sebagai berikut: dari tingkat visual Gestalt-like melalui tingkat-tingkat
sophisticated dari deskripsi, analisis, abstraksi dan bukti. Teori ini mempunyai
karakteristik sebagai berikut:
Belajar adalah suatu proses yang diskontinu, yaitu ada loncatan-loncatan dalam
kurva belajar yang menyatakan adanya tingkat-tingkat pemikiran yang diskrit dan
berbeda secara kualitatif.
Tingkat-tingkat itu berurutan dan berhirarki. Supaya siswa dapat berperan dengan
baik pada suatu tingkat yang lanjut dalam hirarki van Hiele, ia harus menguasai
sebagian besar dari tingkat yang lebih rendah.Setiap tingkat mempunyai bahasanya
sendiri, mempunyai simbol linguistiknya sendiri dan sistem relasinya sendiri yang
menghubungkan simbol-simbol itu.
Fase-fase pembelajaran tersebut adalah:
1. fase informasi
Pada awal tingkat ini, guru dan siswa menggunakan tanya-jawab dan kegiatan
tentang objek-objek yang dipelajari pada tahap berpikir siswa.
2. fase orientasi
Siswa menggali topik yang dipelajari melalui alat-alat yang dengan cermat telah
disiapkan guru.
3. fase eksplisitasi
Berdasarkan pengalaman sebelumnya, siswa menyatakan pandangan yang muncul
mengenai struktur yang diobservasi.
4. fase orientasi bebas
Siswa menghadapi tugas-tugas yang lebih kompleks berupa tugas yang memerlukan
banyak langkah, tugas yang dilengkapi dengan banyak cara, dan tugas yang open-
ended.
5. fase integrasi.
Siswa meninjau kembali dan meringkas apa yang telah dipelajari.

IMPLEMENTASI TEORI BELAJAR VAN HIELE DALAM PEMBELAJARAN GEOMETRI


Kegiatan belajar di sini dimaksudkan untuk meningkatkan tahap berpikir siswa dari 0
(visualisasi) ke tahap 1 (analitik). Ciri-ciri dari tahap visualisasi adalah sebagai berikut:
Siswa mengidentifikasi, memberi nama, membandingkan, dan mengoperasikan gambar-
gambar geometri seperti: segitiga, sudut, dan perpotongan garis berdasarkan
penampakannya. Sedangkan ciri-ciri tahap analitik adalah: Siswa menganalisis bangun
berdasarkan sifat-sifat dari komponen dan hubungan antar komponen, menyusun sifat-
sifat pada sebuah kelas bangun-bangun secara nyata, dan menggunakan sifat-sifat
tersebut untuk memecahkan persoalan.Guru dapat mengambil manfaat dari tahap-
tahap perkembangan kognitif anak yang dikemukakan Van Hiele.

LATIHAN

1. Jelaskan perkembangan kognitif manusia menurut Bruner?


2. Sebutkan 4 teorema yang berkaiatan dengan pengajaran matematika yang
dikembangkan Bruner?
Jawab:
a. Dalil Konstruksi / Penyusunan (Contruction Theorem)
b. Dalil Notasi (Notation Theorem)
c. Dalil Kekontrasan dan Variasi (Contrast and Variation Theorem)
d. Dalil Konektivitas atau Pengaitan (Connectivity Theorem)

3. Jelaskan secara singkat tentang teorema Notasi menurut Bruner?

Anda mungkin juga menyukai