Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN DEMAM TYPHOID

Disusun Oleh:

Santri Handayani

22222067

CI Pembimbing:
Msy. Fitrinda Meifitasari, S. Kep, Ners

PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS ILMU


KESEHATAN INSTITUT ILMU KESEHATAN DAN TEKNOLOGI

MUHAMMADIYAH PALEMBANG

TAHUN 2022
A.Konsep Medis Demam Typhoid

1. Pengertian Demam Typhoid

Typhoid adalah suatu penyakit infeksi usus halus yang disebabkan oleh
Salmonella tipe A,B, dan C yang dapat menular melalui oral,fekal, makanan,
dan minumanyang terkontaminasi (Wulandari dan Erawati 2016).

Demam typhoid adalah penyakit infeksi bakteri yang menyerang sistem


pencernaan manusia yang disebabkan oleh Salmonella typhidengan gejala
demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan dan
dengan atau tanpa gangguan kesadaran (Ulfa dan Handayani 2018).

2. Etiologi Demam Typhoid

Menurut (Wulandari dan Erawati 2016) penyakit typhoid disebabkan oleh


infeksi kuman Salmonella thposa / Eberthela thyposa yang merupakan kuman
negatif, motil dan tidak menghasilkan spora, hidup baik sekali pada suhu tubuh
manusia maupun suhu yang lebih rendah sedikit serta mati pada suhu 70℃ dan
antiseptik.

Salmonella thyphosa mempunyai 3 macam antigen yaitu:

a. Antigen O:Ohne Hauch,yaitu somatik antigen (tidak menyebar)

b. Antigen H: Hauch (menyebar), terdapat pada flagella dan bersifat termolabil.

c. Antigen V: kapsul,merupakan kapsul yang meliputi tubuh kuman dan


melindungi O antigen terdapat fagositosis.

Salmonella parathyphi terdiri 3 jenis yaitu A, B, dan C. Ada dua sumber


penularan Salmonella typhi yaitu pasien dengan demam thypoid dan pasien
dengan carrier Carrier adalah orang yang sembuh dengan demam typoid dan
masih terus mengekskresi Salmonella typhi dalam tinja dan air kemih selama
lebih dari satu tahun.
3. Manifestasi Klinis Demam Typhoid

Gejala klinis demam typhoid menurut (Wulandari dan Erawati 2016)


yang terjadi ialah pada anak biasanya lebih ringan jika dibandingkan dengan
penderita dewasa. Masa tunas rata-rata 10-20 hari. Masa tunas tersingkat
adalah empat hari, jika infeksi terjadi melalui makanan. Sedangkan, jika
infeksi melalui minuman masa tunas terlama berlangsung 30 hari. Selama
masa inkubasi, mungkin ditemukan gejala prodromal, yaitu perasaan yang
tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat, yang
kemudian disusul dengan gejala-gejala klinis sebagai berikut.

a. Demam

Demam khas (membentuk pelana kuda) berlangsung 3 minggu, sifat


febris remitten dan suhu seberapa tinggi. Minggu pertama suhu meningkat
setiap hari, menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam
hari. Minggu ketiga suhu tubuh berangsur turun dan normal pada akhir
minggu ketiga.

b. Gangguan pada saluran pencernaan

Napas berbau tidak sedap, bibir kering, dan pecah-pecah, lidah tertutup
selaput putih kotor, ujung dan tepi kemerahan, jarang diseratai tremor,
anoreksia, mual, dan perasaan tidak enak di perut. Abdomen kembung,
hepatomegali, dan spenomegali, kadang normal, dapat terjadi diare.

c. Gangguan keasadaran

Kesadaran menurun yaitu apatis sampai somnolen. Jarang terjadi supor,


koma atau gelisah. (Ardiansyah, 2012). Masa tunas typhoid adalah sekitar 10-
14 hari dengan rincian sebagai berikut :

1)Minggu 1

Pada umumnya demam berangsur naik, terutama pada sore hari dan malam
hari. Dengan keluhan dan gejala demam, nyeri otot, nyeri kepala, anoreksia,
dan mual batuk, epistaksis, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak diperut.
2)Minggu ke-2

Pada minggu ke-2 gejala sudah jelas dapat berupa demam, bradikardi, lidah
yang khas (putih, kotor, pinggirnya hiperemi), hepatomegali,meteorismus,
penurunan kesadaran.

4. Patofisiologi Demam Typhoid

Penyebab demam tifoid adalah bakteri Salmonella typhi atau


Salmonella paratyphi. Bakteri Salmonella typhi merupakan bakteri basil gram
negatif ananerob fakultatif. Bakteri Salmnonella akan masuk kedalam tubuh
melalui oral bersama dengan makanan atau minuman yang terkontaminasi.
Sebagian bakteri akan dimusnahkan dalam lambung oleh asam lambung.
Sebagian bakteri Salmonella yang lolos akan segera menuju ke usus halus
tepatnya di ileum dan jejunum untuk berkembang biak. Bila sistem imun
humoral mukosa (IgA) tidak lagi baik dalam merespon, maka bakteri akan
menginvasi kedalam sel epitel usus halus (terutama sel M) dan ke lamina
propia. Di lamina propia bakteri akan difagositosis oleh makrofag. Bakteri
yang lolos dapat berkembang biak didalam makrofag dan masuk ke sirkulasi
darah (bakterimia I). Bakterimia I dianggap sebagai masa inkubasi yang dapat
terjadi selama 7-14 hari Bakteri Salmonella juga dapat menginvasi bagian
usus yang bernama plak payer.Setelah menginvasi plak payer, bakteri dapat
melakukan translokasi ke dalam folikel limfoid intestin dan aliran limfe
mesenterika dan beberapa bakteri melewati sistem retikuloendotelial di hati
dan limpa. Pada fase ini bakteri juga melewati organ hati dan limpa. Di hati
dan limpa, bakteri meninggalkan makrofag yang selanjutnya berkembang biak
di sinusoid hati. Setelah dari hati, bakteri akan masuk ke sirkulasi darah untuk
kedua kalinya (bakterimia II). Saat bakteremia II,makrofag mengalami
hiperaktivasi dan saat makrofag memfagositosis bakteri, maka terjadi
pelepasan mediator inflamasi salah satunya adalah sitokin. Pelepasan sitokin
ini yang menyebabkan munculnya demam, malaise, myalgia,sakit kepala, dan
gejala toksemia. Plak payer dapat mengalami hyperplasia pada minggu
pertama dan dapat terus berlanjut hingga terjadi

nekrosis di minggu kedua. Lama kelamaan dapat timbul ulserasi yang pada
akhirnya dapat terbentuk ulkus diminggu ketiga. Terbentuknya ulkus ini dapat
menyebabkan perdarahan dan perforasi. Hal ini merupakan salah satu komplikasi
yang cukup berbahaya dari demam typhoid (Levani dan Prastya 2020).
5. Pathway

Basil salmonella tphosa

Menginfeksi saluran
pencernaan Demam Hipotermi

Tifus abdominalis

Mual, Nafsu makan Diserap usus halus Tukak di usus Nyeri


menurun
Masuk dalam peredaran Perdarahaan dan perforasi
darah

Resiko syok hipovolumia


Cairan kurang
dari kebutuhan Menyebar keseluruh
tubuh

Badan lemah, lesu Intoleransi aktivitas


6. Pemeriksaan Penunjang Demam TyphoiD

Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid menurut (Wulandari dan


Erawati 2016) adalah pemeriksaan laboratorium yang terdiri dari:

a. Pemeriksaan leukosit

Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam thypoid terdapat


leucopenia dan limpositosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah
sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam thypoid, jumlah leukosit
pada sediaan darah tetapi pada batas-batas normal bahkan kadang-kadang
terdapat leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder.

b. Pemeriksaan SGOT dan SGPT

SGOT dan SGPT pada demam thypoid sering kali meningkat tetapi dapat
kembali normal setelah sembuhnya typhoid.

c. Biakan darah

Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila
biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan terjadi demam typhoid.
Hal ini karena hasil biakan darah tergantung dari beberapa faktor yaitu:

1) Teknik pemeriksaan laboratorium

Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium


yang lain. Hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan
yang digunakan. Waktu pengambilan darah yang baik adalah pada saat
demam tinggi, yaitu pada saat Bakterimia berlangsung.

2) Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit

Biakan darah terdapat Sallmonella typhi terutama positif pada minggu


pertama dan berkurang pada minngu-minggu berikutnya. Pada waktu
kambuh biarkan darah dapat positif kembali.
3) Vaksinasi dimasa lampau

Vaksinasi terdapat demam typhoid dimasa lampau dapat menimbulkan


antibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan bakterimia
sehingga biakan darah negatif.

4)Pengobatan dengan obat antimikroba

Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti mikroba
pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan
mungkin negatif.

d. Uji widal

Uji widaladalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antiodi (aglutinin).
Aglutinin yang spesifik terdapat Salmonella thypi terdapat dalam serum klien
dengan typhoid juga terdapat pada organ yang pernah divaksinasikan. Antigen
yang digunakan pada uji widal adalah suspensi Salmonella yang sudah
dimatikan dan diolah dilaboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk
menentukan adanya aglutini dalam serum klien yang disangka menderita
typhoid. Terdapat 2 macam pemeriksaan Tes Widal,yaitu:

1) Widal care tabung (konvensional)

2) Salmonella Slide Test (cara slides)

Nilai sensitivitas, spesifisitas serta ramal reaksi widal tes sangat bervariasi
dari satu laboratorium dengan laboratorium lainnya. Disebut tidak sensitif
karena adanya sejumlah penderita dengan hasil biakan positif tetapi tidak
pernah dideteksi adanya titer antibody sering titer naik sebelum timbul
gejala klinis, sehingga sulit untuk memperlihatkan terjadinya kenaikan titer
yang berarti. Disebut tidak spesifikasi oleh karena semua grup D
Salmonella mempunyai antigen O, demikian juga grup A dan B
Salmonella. Semua grup D salmonella mempunyai fase H antigen yang
sama dengan Salmonella tyfosa, titer H tetap meningkan dalam waktu
sesudah infeksi. Untuk dapat memberikan hasil yang akurat,widal tes
sebaiknya tidak hanya dilakukan satu kali saja melainkan perlu

satu seri pemeriksaan, kecuali bila hasil tersebut sesuai atau melewati
nilai standar setempat. Nilai titer pada penderita typoid adalah:

a) Jika hasil titer widal tes terjadi pada antigen O positif(+) lebih dari
1/200 maka sedang aktif.

b) Jika hasil titer widal tes terjadi pada antigen H dan V1 positif (+)
lebih dari 1 / 200 maka dikatan infeksi lama. (Wijaya & Putri,2013)

7. Komplikasi Demam Typhoid

Menurut (Wulandari dan Erawati 2016) komplikasi demam typhoid dapat


dibagi dalam dua bagian,yaitu:

a. Komplikasi intestinal

1) Perdarahan usus: diketahui dengan pemeriksaan tinja dengan benzidin.


Dapat terjadi melena,disertai nyeri perut dengan tanda renjatan.

2) Perforasi usus: biasa terjadi pada minggu ke III bagian distal ileum.
Perforasi yang tidak disertai peritonitis terjadi bila ada udara di hati dan
diafragma pada foto RO abdomen posisi tegak.

3) Perionitis: gejala akut abdomen yang ditemui nyeri perut hebat,


dinding abdomen tegang,dan nyeri tekan.

b. Komplikasi ekstraintestinal

1) Komplikasi kardiovaskuler: kegagalan sirkulasi perifer


(renjatan,sepsis),miokarditis, trombosis, dan tromboflebitis.

2) Komplikasi darah: anemia hemolitik, trompositopenia, atau koagulasi


intravaskuler diseminata dan sindrom uremia himolitik.
3) Komplikasi paru:pneumonia, empiema, dan pleuritis.

4) Komplikasi hepar dan kandung kemih: hepatitis dan kolelitiasis.

5) Komplikasi ginjal: glomerulonefritis, pielonefritis, dan perinefritis.

6) Komplikasi tulang: osteomielitis, periostitis, spondilitis, dan arthritis.

7) Komplikasi neuropsikiatrik: delirium, meningismus, meningitis,


polyneuritis perifer, dan sindrom katstonia.

8. Penatalaksanaan Demam Typhoid

Penatalaksanaan penyakit typhoid menurut (Wulandari dan Erawati 2016)


dibagi menjadi tiga yaitu:

a. Istirahat dan perawatan

Tirah baring dan perawatan profesional bertujuan untuk mencegah


komplikasi. Tirah baring dengan perawatan sepenuhnya di tempat seperti
makanan, minuman, mandi, buang air kecil dan besar akan mempercepat
masa penyembuhan dalam perawatan perlu sekali dijaga kebersihan
tempat tidur, pakaian dan perlengkapan yang dipakai. Posisi pasien perlu
diawasi untuk mencegah dekubitus dan pneumonia ortostatik serta
hygiene perorangan tetap perlu diperhatikan dan dijaga.

b. Diet dan terapi penunjang

Diet merupakan hal yang cukup penting dalam proses penyembuhan


penyakit dalam typhoid, karena makanan yang kurang akan menurunkan
keadaan umum dan gizi penderita akan semakin turundan proses
penyembuhan penyakit dalam typhoid diberi bubur saring, kemudian
ditingkatkan menjadi bubur kasar dan akhirnya diberi nasi, perubahan
diet tersebut disesuaikan dengan tingkat kesembuhan pasien. Pemberian
bubur saring tersebut ditujukan untuk menghindari komplikasi
pendarahan saluran cerna atau perforasi usus. Hal ini disebabkan ada
pendapat bahwa usus harus diistirahatkan. Beberapa peneliti menunjukan
bahwa pemberian makanan padat dini yaitu nasi demgan lauk pauk
rendah selulosa (menghindari sementara sayuran yang berserat) dapat
diberikan dengan aman pada penderita demam typhoid.

c. Pemberian antibiotik

1) Antimikroba

a) klroramfenikol 4 x 500 mg sehari/IV

b) Tiamfenikol 4x 500 mg sehari oral

c) Kortrimoksazol 2x2 tablet sehari oral (1 tablet = sulfa metoksazol 400


mg + trimetropin 80 mg atau dosis yang sama IV, dilarutkan dalam
250 ml cairan infus)

d) Ampisislin ataua Atmoksilin 100 mg/kg BB sehari oral;.IV dibagi dala


3 atau 4 dosis

e) Antimikroba diberikan selama 14 hari atau sampai 7 hari bebas


demam.

2) Antipieritik seperlunya.

3) Vitamin B kompleks dan vitamin C.

9.Terapi Komplementer
Dari penelitian (Farizal 2018) menyarankan kepada masyarakat untuk
dapat menggunakan bawang putih sebagai tanaman obat alternatif Salmonella
typhi untuk demam tifoid dengan cara merebus bawang putih sebanyak 100
gram dalam 100 ml air Dari penelitian tersebut dapat disarankan kepada
masyrakat untuk dapat menggunakan bawang putih sebagai tanaman obat
alternatif Salmonella typhi untuk demam tifoid dengan cara merebus bawang
putih sebanyak 100 gram dalam 100 ml air.

Komponen utama dalam bawang putih yang dipercaya bertanggung


jawab atas potensi antibakteri dan potensi terapeutik lain pada bawang putih
ialah kandungan sulfur dalam bawang putih. Diantaranya ialah
Diallythiosulfat (Allicin) dan juga Diallydisulfide (Ajone). Zat allicin adalah
komponen aktif utama bawang putih. Pertama kali dilaporkan oleh CJ
Cavalito pada tahun 1944, zat aliicin adalah bahan utama yang bertanggung
jawab atas spektrum luas dari aktivitas antibakteri dalam bawang putih
(Moghadam, Navidifar and Amin, 2014). Alisin merupakan komponen sulfur
bioaktif utama yang terkandung dalam bawang putih. Komponen ini hanya
akan muncul apabila bawang putih dipotong atau dihancurkan. Pada saat
bawang putih dihancurkan atau dipotong. Pada saat bawang putih
dihancurkan, kerusakan membrane sel bawang putih ini akan mengaktifkan
enzim ellinase, yang akan membantu proses metabolisme alliin yang
terkandung dalam sel lain, menjadi allicin

Konsep Keperawatan Demam Typhoid

1. Pengkajian

a. Identitas

b. Riwayat keperawatan

1) Keluhan utama
Demam lebih dari 1 minggu, gangguan kesadaran: apatis sampai
somnolen, dan gangguan saluran pencernaan seperti perut kembung
atau tegang dan nyeri pada perabaan, mulut bau, konstipasi atau
diare, tinja berdarah atau dengan tanpa lendir, anoreksia, dan
muntah.

2) Riwayat kesehatan lingkungan.

3) Imunisasi

4) Riwayat pertumbuhan dan perkembangan.

5)Nutrisi

c. Pemeriksaan fisik

1) Sistem kardiovaskuler.

2) Sistem pernapasan.

3) Sistem pencernaan.

4) Sistem genitourinus

5) Sistem saraf

6) Sistem lokomotor/musculoskeletal

7) Sistem endokrin

8) Sistem integument

d. Pemeriksaan diagnostik dan hasil:

1) Jumlah leukosit normal/leukopenia/leukositosis.

2) Anemia ringan, LED meningat,SGOT,SGPT, dan fosfatalkali


meningkat.

3) Minggu pertama biarkan darah S.Typhi positif, dalam minggu


berikutnya menurun.
4) Biarkan tinja positif dalam minggu kedua dan ketiga

5) Kenaikan titer reaksi widal 4 kali lipat pada pemeriksaan ulung


memastikan diagnosis. Pada reaksi widal titer aglutinin O dan H meningkat sejak
minggu ke dua. Titer reaksi widal diatas 1:200 menyokong diagnosis.

2. Diagnosis Keperawatan

Diagnosa keperawatan (PPNI 2017) sebagai berikut:

a. Hipertermi berhubungan dengan inflamasi penyakit

b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan

C. Resiko defisit nutrisi berhubungan dengan kehilangan nafsu makan


3. Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan (PPNI 2018) sebagai berikut:

No Diagnosa Intervensi Rasional

1 Hipertermi 1. Manajemen Observasi


Hipertermia Obeservasi
berhubungan 1. Jika mengetahui
2. Identifikasi penyebab
dengan penyebabnya,
hipertermia
2. intervensi yang akan
inflamasi 3. Monitor suhu tubuh
dilakukan bisa secara
penyakit 4. Terapeutik
mudah dilakukan untuk
5. longgarkan/lepaskan
mencapai hasil yang di
pakaian
inginkan
6. Edukasi
3. Untuk mengetahui apakah
7. Anjurkan tirah baring
setelah intervensi adakah
8. Kolaborasi Kolaborasi
perubahan suhu tubuh atau
pemberian cairan dan
tidak
elektrolit intravena, jika
4. Terapeutik
perlu
Untuk menjaga agar pasien
merasa nyaman, dan
melonggarkan/melepaskan
pakaian untuk membantu
penguapan tubuh
5. Edukasi
6. -Untuk menghindari
aktivitas fisik yang dapat
membuat suhu tubuh

meningkat

7. Kolaborasi
Peningkatan suhu
tubuh
mengakibatkan
penguapan tubuh
meningkat sehingga
perlu diimbangi
dengan asupan cairan
yang banyak untuk
mencegah terjadinya
dehidrasi

2 Intoleransi aktivitas Observasi

berhubungan dengan -Membatasi aktifitas


yang ingin dilakukan
kelemahan
8. Manajemen Energi -Untuk mengatur
9. Obeservasi Identifikasi kebutuhan istirahat tidur
gangguan fungsi tubuh yang yang cukup
mengakibatkan kelelahan
Terapeutik
10. Monitor pola jam tidur
11. Terapeutik -Agar pasien merasa
12. Sediakan lingkungan nyaman dan tenang
nyaman dan rendah pada saat beristirahat
stimulus(misl.cahaya,suara,
Edukasi
13. Edukasi
14. Anjurkan tirah baring Untuk menghindari
15. Kolaborasi kolaborasi aktivitas fisik yang
dengan ahli gizi tentang cara berlebih
meningkatkan asupan makan
Kolaborasi

-Agar dapat menambah


energi jika asupan
makan terpenuhi
3 Observasi

Manajemen Nutrisi - Untuk mengetahui


apakah setelah
Obeservasi
intervensi adakah
-Monitor asupan makanan perubahan

-Monitor berat badan - Agar mengetahui tidak


adanya penurunan berat
Terapeutik
badan
- Berikan makanan tinggi serat
Terapeutik
Resiko defisit untuk mencegah konstipasi
nutrisi berhubungan -Untuk menghindari
-Berikan suplemen makanan,
terjadinya komplikasi
Kehilangan nafsu jika perlu
Untuk menambah nafsu
Makan Edukasi
makan
-Anjurkan posisi duduk, jika
Edukasi
mampu
Sebaiknya jika makan
Kolaborasi
dengan posisi duduk
-Kolaborasi dengan ahli gizi
kolaborasi
untuk menentukan jumah kalori
dan jenis nutrisi yang Untuk memenuhi
dibutuhkah, jika perlu kebutuhan nutrisi

yang seimbangan

4. Implementasi Keperawatan
Pada diagnosa keperawatan yang pertama, semua rencana tindakan dapat
dilakukan seluruhnya. Pada saat kompres seharusnya dilakukan pada lipatan
ketiak, lipat paha dan dahi yang banyak pembuluh darahnya tetapi hanya
dilakukan di dahi karena pasien merasa risih. Mengukur tanda-tanda vital
dilakukan setiap 6 jam sekali. Kolaborasi dengan dokter dalam memberikan anti
piretik (paracetamol 3 x 500 mg) dan anti biotik (injeksi ampicillin 2 x I gr).
Injeksi antibiotik dilakukan sampai hari ke-6 dan diganti anti biotik oral (amoxilin
3 x 500 mg).
Dalam diagnosa keperawatan ke dua, diberikan cairan parenteral (dextrose
5% 20 tetes/menit) dan anti emetik (primperan 1/2 cth). Semua tindakan dapat
dilakukan bersama perawat dan keluarga terutama dalam memberikan makanan
tambahan.
Untuk diagnosa keperawatan yang ketiga dan kelima rencana tindakan
keperawatan dapat dilakukan sepenuhnya.
Kompres dingin, tehnik relaksasi dan distraksi dilakukan pasien men jelang
tidur agar atau saat nyerinya datang dapat beristirahat dengan  cukup dan untuk
mengurangi rasa nyeri.
Diagnosa keperawatan yang ke empat dilakukan tidak hanya sekali, tetapi
setiap pagi dan sore selama pasien dirawat.

5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan.


Evaluasi digunakan sebagai tolak ukur berhasil tidaknya tindakan keperawatan
yang telah dilakukan. Evaluasi dari keseluruhan diagnosa keperawatan adalah
sebagai berikut :
1. Hypertermi berhubungan dengan pengaruh endotoksin pada hipotalamus.
Masalah dapat diatasi sepenuhnya tanggal  13 Juli 2005, suhu tubuh kembali
normal menjadi normal 37°C dan tetap diobservasi sampai pasien diperbolehkan
pulang.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake yang kurang.
Masalah dapat teratasi pada tanggal 16 Juli 2005 dengan kenaikan berat badan
pasien yang semula 24 kg menjadi 24,1 kg
3. Nyeri akut berhubungan dengan peradangan pada usus halus.
Masalah dapat teratasi sepenuhnya pada tanggal 14 Juli 2005, dari skala nyeri 3
menjadi skala nyeri 0. Rencana tindakan dihentikan.

DAFTAR PUSTAKA
Farizal, Jon. 2018. “UJI DAYA HAMBAT EKSTRAK BAWANG PUTIH
(ALLIUM SATIVUM) TERHADAP SALMOENELLA TYPHI.”Journal of
Nursing and Public Health 6:46-49.

Levani, Yelvi dan Aldo Prastya. 2020.“DEMAM TIFOID:MANIFESTASI


KLINIS,PILIHAN TERAPI DAN PANDANGAN DALAM
ISLAM.”JURNAL BERKALA ILMIAH KEDOKTERAN 3:10-16.

PPNI,Tim Pokja SDKI DPP.2017.Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.1 ed.


Jakarta:Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

PPNI, Tim Pokja SIKI DPP. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.1
ed.Jakarta:Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Ulfa, Farissa dan Oktia Handayani. 2018.“KEJADIAN DEMAM TIFOID DI


WILAYAH KERJA PUSKESMAS PAGIYANTEN.”HIGEIA JOURNAL
OF PUBLIC HEALTH RESEARCH AND DEVELOPMENT 2:227-38.

Wilkinson,J. M. 2016. Diagnosa Keperawatan: Diagnosis NANDA-1,Intervensi


NIC,Hasil NOC. Jakarta:EGC.

Wulandari, Dewi dan Meira Erawati. 2016.BUKU AJAR KEPERAWATAN.


Pustaka Pelajar.

Anda mungkin juga menyukai