Anda di halaman 1dari 25

Public Private Mix (PPM) Tuberkulosis

Disampaikan pada :
Peningkatan Kapasitas bagi FE dan TO PPM
di Kabupaten/Kota Prioritas PPM

12 Mei 2022
OUTLINE
LATAR BELAKANG PPM

KONSEP PPM

JEJARING LAYANAN TBC

STRATEGI DAN IMPLEMENTASI PPM TBC

LANGKAH DAN INDIKATOR PPM

5/12/2022 FOOTER GOES HERE 2


LATAR BELAKANG PPM
POLA PENEMUAN KASUS TBC DAN KONTRIBUSI FASYANKES

Patient Pathway Analysis, Inventory Study oleh Studi tentang TB di sektor


2017 Balitbangkes, 2017 swasta, BCG/USAID, 2018
74% masyarakat 62% kasus TB 65% kasus TB
dengan gejala TB lebih tidak dilaporkan oleh mendapatkan diagnosis di
memilih fasyankes swasta rumah sakit fasilitas pelayanan
ketika mencari pengobatan → kasus TB yang dilaporkan hanya 38% kesehatan primer
awal dari estimasi total kasus
→ 44% di puskesmas
96% kasus TB yang 82% kasus TB
Rasio pencarian pengobatan
tidak dilaporkan
di fasyankes swasta paling menyelesaikan
besar ada di apotek/toko dari DPM/Klinik/Lab
→ kasus TB yang dilaporkan hanya 4% pengobatan di rumah
obat (52%), dari estimasi total kasus sakit
DPM/klinik (19%) dan RS → 79% rumah sakit swasta
(3%).
DEFINISI :
• Pendekatan komprehensif untuk melibatkan
semua fasyankes, baik pemerintah dan
swasta, dalam penanggulangan
TBC secara sistematis
• District Public Private Mix (DPPM) → jejaring
layanan TBC dalam satu kabupaten/kota yang
melibatkan seluruh faskes pemerintah dan swasta
KONSEP PUBLIC dan dikoordinasikan oleh Dinkes kabupaten/Kota

PRIVATE MIX
TUJUAN:
Mengorganisasikan layanan TBC untuk memastikan
layanan terpadu yang berpusat pada pasien (patient-
centered care) di tingkat kabupaten/kota dengan
koordinasi yang substansial.
JEJARING LAYANAN TUBERKULOSIS
Jejaring internal maupun jejaring eksternal TBC dengan kompleksitas
yang berbeda, mencakup :
1) Alur Diagnosis TBC
Jejaring Layanan TBC
2) Alur Rujukan Pasien Pindah Pengobatan dan Pasien
Mangkir
3) Pengelolaan Logistik
4) Pencatatan dan Pelaporan TBC
Jejaring Internal TBC
Jejaring internal TBC adalah jejaring di dalam fasyankes yang
• FKTP
Terdiri dari

meliputi seluruh unit yang menangani pasien tuberkulosis, semakin


• FKRTL besar fasyankes maka semakin besar jejaring internal antar unit
layanan di dalamnya
:

Jejaring eksternal TBC adalah jejaring layanan tuberkulosis yang


melibatkan seluruh fasilitas pelayanan kesehatan baik pemerintah
Jejaring Eksternal maupun swasta di tingkat kabupaten/kota dibawah koordinasi Dinas
TBC Kesehatan Kab/Kota agar seluruh kasus TBC yang ditemukan dapat
ditatalaksana sesuai standar dan dilaporkan ke sistem informasi
nasional.
JEJARING INTERNAL LAYANAN TBC
Jejaring Internal dalam hal:
1) Penemuan terduga/skrining terduga TBC
2) Alur Diagnosis TBC
3) Alur Penanganan Pasien Mangkir
4) Pengelolaan Logistik
5) Pencatatan dan Pelaporan TBC

Tujuan
• Memastikan semua pasien TB di faskes tersebut terdiagnosis dan diobati dengan tepat sesuai dengan kebijakan nasional
• Meningkatkan kegiatan kolaborasi layanan antar unit layanan, misalnya antara unit pelayanan umum, gigi, MTBS, KIA, HIV
dan unit lainnya di dalam puskesmas;
• Mengurangi terjadinya keterlambatan diagnosis TBC (delayed-diagnostic) dan kasus TBC yang tidak terlaporkan (under-
reporting);
• Memastikan kasus TBC dilaporkan secara berkala melalui sistem informasi program tuberkulosis

Jejaring internal layanan TBC dapat dituangkan dalam SOP di masing-masing faskes yang mencakup
peran dari unit/poli lain, serta mekanisme dan periode pengumpulan data dari unit/poli terkait
JEJARING EKSTERNAL LAYANAN TBC
Jejaring eksternal
TBC

Alur rujukan pasien


pindah pengobatan Pengelolaan • DPM/Klinik memiliki
Alur diagnostik TBC
dan pelacakan logistik akses terhadap logistik
pasien mangkir termasuk OAT jika sudah
berjejaring (MoU) dengan
Puskesmas

• Fasyankes yang tidak memiliki


fasilitas pemeriksaan dapat merujuk • Pasien Pindah →Koordinasi antara fasyankes pengirim, fasyankes tujuan
pasien/ spesimen ke fasyankes lain untuk dan Dinkes dengan formulir TB.09 dan TB.10
diagnosis maupun follow up pasien
• Pasien Mangkir → Koordinasi antara DPM/Klinik dengan Puskesmas
TB dan TB resistan obat
dan Dinkes, Puskesmas sebagai Pembina wilayah akan melakukan
• Pengaturan jejaring rujukan pelacakan
pasien/spesimen ke fasyankes TCM
dilakukan oleh Dinkes
1. JEJARING KASUS

2. JEJARING LABORATORIUM
Jejaring
Layanan TBC
3. JEJARING LOGISTIK

4. JEJARING PENCATATAN DAN


PELAPORAN
Jejaring Diagnosis

• Penemuan pasif intensif (di dalam fasyankes) :


jejaring internal dan kolaborasi layanan
• Penemuan aktif (di luar fasyankes): investigasi
kontak, populasi berisiko, skrining massal
1. JEJARING Jejaring Pengobatan
KASUS • Jejaring dari DPM/klinik ke puskesmas atau RS
• Jejaring rujuk balik dari RS ke FKTP
• Jejaring TB RO dari fasyankes ke RS rujukan TB RO
• Kesinambungan pengobatan pasien TB:
rujukan/pindah, pelacakan pasien TB yang
mangkir.
Jejaring
Pindah
Pengobatan • Fasyankes asal rujukan merujuk data pasien pindah ke fasyankes tujuan di dalam SITB

antar • Pasien yang dirujuk dari fasyankes, dibuatkan surat pengantar atau formulir TB.09
dengan menyertakan TB.01 dan OAT (bila telah mulai pengobatan) dan diberikan
kepada pasien untuk diserahkan kepada fasyankes tujuan.
Fasyankes • Fasyankes yang telah menerima pasien rujukan segera mengisi dan mengirimkan
kembali TB.09 (lembar bagian bawah) ke fasyankes asal.
• Form TB.10 dibuat jika pasien sudah menyelesaikan pengobatan dan diserahkan
kepada fasyankes asal.
• Fasyankes tujuan melakukan konfirmasi pasien pindah di SITB
Jejaring Pelacakan Pasien Mangkir

• Pasien mangkir WASOR DINKES WASOR DINKES


Informasi
berobat bila tidak KAB/KOTA KAB/KOTA LAIN
datang untuk periksa Konfirmasi
ulang/mengambil obat
pada waktunya.
• Bila mangkir masih
berlanjut hingga 2 hari
pada fase awal atau 7
hari pada fase
lanjutan, maka petugas Informasi Pasien
di fasyankes perlu TBC mangkir
RS/Klinik/DPM/
memberikan informasi BPKM
Puskesmas
data pasien ke
Puskesmas atau Dinas Hasil Pelacakan
Kesehatan.
1. Jejaring rujukan diagnosis :
• Jejaring dari fasyankes non TCM ke fasyankes TCM
• Jejaring mikroskopis dari puskesmas satelit/DPM/klinik ke
puskesmas rujukan mikroskopis.
• Jejaring dari FKTP ke FKRTL untuk pemeriksaan radiologis/ p
enunjang lain
2. JEJARING 2. Jejaring evaluasi pengobatan :
• Jejaring mikroskopis dari puskesmas satelit/DPM/klinik ke
LABORATORIUM puskesmas rujukan mikroskopis
• Jejaring pemeriksaan laboratorium dari fasyankes
(FKTP/FKRTL) ke RS rujukan TB RO
3. Jejaring pemantapan mutu eksternal
• Jejaring dari lab mikroskopis ke laboratorium intermediate
kabupaten/kota
Dinas kesehatan kabupaten/kota melakukan
distribusi logistik OAT dan non OAT ke
puskesmas dan rumah sakit.

Puskesmas mendistribusikan logistik OAT


3. JEJARING ataupun non OAT ke dokter praktik
mandiri/klinik pratama.
LOGISTIK
Permintaan logistik setiap 3 bulan sekali dari
fasyankes ke Dinkes Kabupaten/Kota. Dinkes
Kabupaten/Kota juga melakukan permintaan
logistik setiap 3 bulan sekali dari Dinkes Provinsi
PKM dan RS menggunakan
pelaporan elektronik (SITB)
4. JEJARING
PENCATATAN
DPM/klinik menggunakan : PELAPORAN

• SITB, atau
• Wifi TB
IDENTIFIKASI AWAL KONTRIBUSI FASYANKES
PENEMUAN INISIASI PENGOBATAN SAMPAI
OPSI PENEGAKAN DIAGNOSIS
TERDUGA PENGOBATAN SELESAI
1 TB.05, TB.06, WIFI TB
2 TB.05, TB.06, SITB/WIFI TB
3 TB.05, TB.06, TB.01, TB.03, TB.09, SITB/WIFI TB*
4 TB.05, TB.06, TB.01, TB.03, SITB/WIFI TB
Catatan:
Puskesmas Opsi 4 1. Seluruh fasyankes didorong memberikan tatalaksana TBC secara komprehensif sampai
dengan selesai pengobatan (opsi 4);
RS Pemerintah Opsi 4, 3, 2 2. Fasyankes yang belum mampu melaksanakan opsi 4, dapat diidentifikasi opsi maksimal
RS Swasta Opsi 4, 3, 2 lainnya untuk kontribusi awal. Secara bertahap, opsi kontribusi fasyankes perlu
ditingkatkan;
Klinik Pemerintah Opsi 4, 3 3. Seluruh fasyankes (seluruh opsi) wajib mencatat dan melaporkan seluruh terduga/kasus
Klinik Swasta Opsi 4, 3, 2 TBC ke sistem informasi TBC;
4. Secara ideal, seluruh kasus TBC tanpa penyulit dapat ditatalaksana di FKTP;
Dokter Praktik Mandiri Opsi 4, 3, 2, 1 5. (*) Kasus TBC tanpa penyulit perlu dirujuk balik dari FKRTL ke FKTP dengan
mempertimbangkan preferensi pasien

SITB WIFI TB
Diperuntukkan untuk Hanya untuk DPM/Klinik yang belum menggunakan SITB dan
berkontribusi sampai opsi 1 dan/atau memiliki keterbatasan
seluruh fasyankes SDM dan sapras pelaporan
STRATEGI IMPLEMENTASI PPM 2020-2024 PERKEMBANGAN PPM

Meningkatkan keterlibatan dan menguatkan Bersama BPJS K dan stakeholder terkait


mekanisme jejaring antara seluruh fasilitas → uji coba Strategic Health Purchasing untuk TB,
termasuk pembayaran non-kapitasi untuk
pelayanan kesehatan FKTP; inisiasi integrasi PCare/VClaim-SITB;
Meningkatkan kualitas layanan TBC
Akses peningkatan kapasitas (learning series) ke FKTP
Menguatkan peran lintas program, lintas sektor swasta;
dan komunitas dalam penerapan PPM
Menguatkan implementasi wajib notifikasi TBC
Inisiasi pendekatan big chain hospitals
Menguatkan kolaborasi DPPM melalui skema
pembiayaan kesehatan
Bersama PERSI, OP/KOPI dan stakeholder terkait →
Memperluas dukungan akses pasien TBC dari mekanisme reward khususnya layanan swasta;
layanan swasta

Membangun jejaring antara layanan kesehatan Konsep Coach TB (pendampingan) dan Champion TB
(reward untuk RS)
swasta dengan organisasi masyarakat

Dalam proses pengembangan mekanisme dan


tools/sistem rujukan terduga TBC bagi apotek/farmasi
IMPLEMENTASI PPM TINGKAT PUSAT
1. Menyusun kebijakan terkait
District-Based Public-Private
Mix (DPPM);
2. Mengidentifikasi dan
mengembangkan mekanisme
koordinasi dengan
stakeholders PPM di tingkat
nasional termasuk organisasi
profesi, lintas program dan
sektor;
3. Melakukan pembinaan,
monitoring dan evaluasi
pelaksanaan PPM tingkat
pusat, provinsi dan
kabupaten/kota secara
berkala dan berkelanjutan.
IMPLEMENTASI PPM TINGKAT PROVINSI

Peran:
1. Mengidentifikasi dan mengembangkan mekanisme koordinasi dengan stakeholder tingkat provinsi;
2. Memfasilitasi, mendorong, membina, memantau dan mengevaluasi pembentukan struktur PPM dan implementasi intervensi PPM pada
tingkat provinsi dan kabupaten/kota;
3. Membangun dan memperkuat jejaring termasuk melakukan fasilitasi kerjasama lintas batas wilayah;
4. Memastikan ketersediaan regulasi dan anggaran untuk intervensi
PPM.
IMPLEMENTASI PPM TINGKAT KAB/KOTA
Key Person Peran dan Tanggung Jawab
1. Mengidentifikasi dan mengembangkan mekanisme
koordinasi dengan stakeholder.
2. Memfasilitasi, mendorong, membina, memant
au dan mengevaluasi pembentukan struktur D
PPM dan implementasi intervensi DPPM.
3. Mengidentifikasi, mengembangkan, membina, meman
tau dan mengevaluasi jejaring PPM / jejaring eksternal l
Dinas ayanan TB yang melibatkan seluruh fasyankes di kabupat
Kesehatan en/kota;
Kabupaten 4. Memastikan terbentuknya jejaring internal layanan TB ya
ng melibatkan seluruh unit/poli terkait pada tingkat fasya
/ Kota nkes
5. Membangun dan memperkuat jejaring termasuk ke
rjasama lintas batas wilayah;
6. Memastikan ketersediaan regulasi dan anggara
n untuk intervensi PPM.
Pelaksanaan fungsi teknis akan dilakukan oleh Pengelola
Program TB dan didukung oleh Technical Officer PPM.
IMPLEMENTASI PPM TINGKAT KAB/KOTA (2) Key Person Peran dan Tanggung Jawab
1)
Mengembangkan rencana aksi PPM
2)
Mengorganisasikan intervensi/kegiatan PPM,
3)
Memastikan jejaring DPPM berfungsi dengan baik
4)
Mengembangkan mekanisme koordinasi di tingkat
kabupaten/kota
Tim DPPM 5) Berperan sebagai advokator untuk mendorong
peran dan kontribusi dari stakeholder terkait
6) Melakukan pembinaan, pendampingan dan evaluasi
7) Mendukung Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota untuk
melaksanakan peningkatan kapasitas terkait layanan TB
dan DPPM TB.
KOPI TB / Sebagai advokator, fasilitator, motivator
Organisasi dan pelaksana pelayanan TB dan kegiatan PPM
profesi
Mengadvokasi dan mendorong semua fasilitas kesehatan
untuk terlibat dalam jejaring PPM untuk memberikan diagnosis
Asosiasi dan pengobatan TB sesuai standar dan melaksanakan wajib
fasyankes (P notifikasi TB.
ERSI, ARSSI,
dsb)
IMPLEMENTASI PPM TINGKAT KAB/KOTA (3)
Key Person Peran dan Tanggung Jawab
Sebagai patient supporter untuk memastikan kepatuhan
pengobatan TB dan menyediakan pelacakan kasus TB mangkir d
CSO an investigasi kontak, serta menyediakan materi kampanye TB
baik untuk faskes pemerintah dan swasta.

1. Melakukan tata laksana penemuan dan pengobatan pasien


TBC sesuai standar;
2. Membentuk Tim TB dan memastikan adanya manajer kasus
TB yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan program
TB;
3. Menjalankan fungsi sebagai fasyankes sesuai opsi PPM;
4. Membentuk kolaborasi layanan antar unit (jejaring
internal) di fasyankes;
Fasyankes 5. Melakukan pertemuan rutin dengan melibatkan semua unit
(jejaring internal);
6. Menerapkan wajib lapor pasien TB yang ditemukan dan
diobati melalui sistem pelaporan TB (SITB/WiFi TB);
7. Terlibat dalam jejaring layanan TB berbasis kabupaten/kota
(jejaring eksternal) dengan fasilitas kesehatan lainnya dan
Dinas Kesehatan.
LANGKAH PEMBENTUKANTIM DPPM
Analisis situasi: Rancangan Tim DPPM
Status Pembentukan Tim DPPM
Terdiri atas:

Sudah Belum
1. Struktur organisasi
tim DPPM
Apakah Tim DPPM aktif? Identifikasi unsur-unsur untuk terlibat
dalam Tim DPPM, termasuk KOPI TB 2. Anggota tim DPPM
3. Tugas pokok dan
Ya Tidak fungsi tim DPPM
Bentuk rancangan Tim DPPM
4. Mekanisme kerja
Lanjutkan Revitalisasi tim DPPM
Pengesahan Tim DPPM oleh Kepala
Daerah/Kepala Dinas Kesehatan
5. Pembiayaan
Kab/Kota
INDIKATOR DAN TARGET PPM
BERDASARKAN STRANAS TB2020-2024
Target
No Penjelasan Indikator
2020 2021 2022 2023 2024
1 Proporsi Kab/Kota yang membentuk Tim DPPM TB 50% 70% 90% 100% 100%
2 Proporsi Puskesmas dan B/BKPM Lapor Kasus TB 100% 100% 100% 100% 100%
Keterlibatan 3 Proporsi Klinik dan RS Pemerintah Lapor Kasus TB 75% 82% 87% 92% 100%
Fasyankes
Jumlah Rumah Sakit Swasta yang sudah bekerja sama dengan
dalam 4 925 1156 1388 1542 1542
Pelaporan BPJS yang melaporkan kasus TBC
TB
Jumlah DPM/Klinik Swasta yang sudah bekerja sama dengan BPJS
5 yang melaporkan kasus TBC 250 500 750 1000 1200
Kontribusi
notifikasi Proporsi notifikasi kasus TBC dari Klinik dan Rumah Sakit
per jenis 6 17% 18% 20% 22% 23%
Pemerintah
fasyankes
diantara 7 Proporsi Notifikasi Kasus TB dari RS Swasta 23% 28% 30% 31% 31%
total
8 Proporsi Notifikasi Kasus TB dari DPM/Klinik 1% 1% 1% 1% 1.4%
notifikasi
Persentase treatment success rate di fasilitas pelayanan
9 75% 80% 85% 85% 90%
kesehatan swasta
Referensi

• Peraturan Presiden RI No. 67 Tahun 2021 tentang


Penanggulangan Tuberkulosis
• Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 67 Tahun 2016 tentang
Penanggulangan Tuberkulosis.
• Strategi Nasional Penanggulangan TBC di Indonesia 2020 - 2024
• Panduan Penerapan Jejaring Layanan TB di FKTP Pemerintah dan
Swasta Berbasis Kabupaten/Kota, 2019 Kemenkes RI.
5/12/2022 FOOTER GOES HERE 25

Anda mungkin juga menyukai