Anda di halaman 1dari 61

2.

Tinjauan Pustaka

2.1.1 Pengertian Pariwisata


Dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan, pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata, termasuk pengusahaan obyek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait dengan bidang tersebut. Sementara itu menurut sumber lain, pariwisata adalah segala kegiatan dalam masyarakat yang berhubungan dengan wisatawan (R.G. Soekadijo, 1995 : 2). Pariwisata juga dapat diartikan perpindahan orang untuk sementara dan dalam jangka waktu pendek ke tujuan-tujuan di luar tempat dimana mereka biasanya hidup dan bekerja dan kegiatan-kegiatan mereka selama tinggal di tempat-tempat tujuan tersebut. Sebagai salah satu bentuk kegiatan, pariwisata memiliki karaktersitik khusus, yaitu; kegiatan yang bertujuan untuk kesenangan dan bukan kegiatan yang bertujuan untuk menghasilkan pendapatan. Kegiatan tersebut dilakukan di dalam masyarakat artinya bahwa pariwisata melibatkan masyarakat sebagai tempat berlangsungnya kegiatan wisata. Sedangkan yang dimaksud berhubungan dengan wisatawan adalah bahwa pariwisata terkait dengan wisatawan sebagai pelaku kegiatan dengan segala kebutuhannya. Pengertian-pengertian tentang pariwisata dapat dilihat dibawah ini. Agen Perjalanan Wisata : Badan usaha yang menyelenggarakan usaha perjalanan yang bertindak sebagai perantara di dalam menjual dan mengurus jasa untuk melakukan perjalanan. Lingkup kegiatannya meliputi: (i) menjadi perantara di

RIPPDA Kabupaten Majalengka

2-1

dalam pemesanan tiket angkutan darat, laut dan udara, (ii) mengurus dokumen perjalanan, (iii) menjadi perantara dalam pemesanan akomodasi, restoran dan sarana wisata lainnya, (iv) menjualkan paket-paket wisata yang dibuat Biro Perjalanan Wisata. Agropolitan : konsepsi pengembangan wilayah yang berbasis pada pedesaan tempat sumberdaya pertanian dengan cara mengadaptasikan elemen-elemen pertanian modern dan meningkatkan akses ke jaringan ekonomi regional yang lebih luas. Amenitas : Konsep maupun Aksesibilitas Angkutan Wisata ASITA Bentang Alam : : : : Abstrak buatan) tentang yang kualitas lingkungan (alam memberikan suatu tempat kesenangan, dari tempat untuk

kelimpahan dan kepuasan. kemudahan angkutan pencapaian pada lainnya, bisa diukur dari dimensi jarak, waktu dan biaya. umumnya yang digunakan keperluan mengangkut wisatawan. Association of Indonesian Tours and Travel Agencies "landscape" dalam bahasa Inggris; a) suatu hamparan pemandangan yang dapat dilihat dalam satu pandangan (misalnya sekitarnya); hamparan b) sawah, aspek kebun, gunung dan suatu karakter khas/unik

(permukaan) alam dari suatu tempat yang dapat dilihat secara langsung (kasat mata); c) lahan yang sudah ditata, dirancang Biro Perjalanan Wisata : Badan usaha yang menyelenggarakan kegiatan usaha perjalanan baik di dalam negeri maupun ke luar negeri. Lingkup kegiatannya : membuat, menjual dan menyelenggarakan paket wisata mengurus dan melayani jasa angkutan bagi

perorangan atau kelompok melayani pemesanan akomodasi, restoran dan sarana wisata
RIPPDA Kabupaten Majalengka

lainnya mengurus dokumen perjalanan 2-2

Cabang Biro Perjalanan Wisata :

menyelenggarakan pemanduan perjalanan wisata melayani penyelenggaraan konvensi

Salah satu unit usaha Biro Perjalanan Wisata yang berkedudukan di wilayah yang sama atau lain dengan kantor pusatnya dan yang melakukan kegiatan kantor pusatnya.

Cenderamata

Oleh-oleh/kenang-kenangan makanan khas daerah, dll.

yang

diperoleh

jika

bepergian, dapat berupa benda-benda khas daerah, Cluster Objek Dan Daya Tarik Wisata Daerah Tujuan Wisata : : Suatu kumpulan daya tarik wisata di satu daerah, yang terhubungkan dengan koridor wisata. Suatu satuan wilayah geografis yang dikunjungi oleh para wisatawan. Dapat berupa suatu tempat yang memiliki fasilitas pariwisata lengkap, atau suatu desa, kota, bagian kota, wilayah, pulau, negara atau bahkan benua. Daya Dukung : Kemampuan kaitannya kehadiran belum/tidak lingkungan hidup untuk mendukung dimana terhadap perikehidupan manusia dan makhluk hidup lain; dalam dengan pariwisata: dan batas-batas gangguan wisatawan fasilitas pendukungnya

menimbulkan

lingkungan fisik atau kehidupan masyarakat dimana wisatawan juga mendapat kepuasan kunjungan tanpa gangguan akibat kepadatan pengunjung. Daya Tarik Wisata Destinasi : : Segala sesuatu yang dapat menarik pengunjung untuk datang berwisata ke suatu tempat tertentu. Suatu mereka tertentu. Suatu lokasi di mana terdapat sekumpulan daya tarik serta fasilitas fasilitas untuk wisatawan, yang dapat menjadi pilihan kunjungan bagi wisatawan atau menjadi objek yang dipromosikan oleh penyedia jasa wisata. Ekosistem : Sebuah entitas yang terdiri dari tumbuhan, hewan serta lingkungan di sekitarnya, serta pertukaran energi dan materi pada lingkungan tersebut. Ekosistem merupakan tatanan
RIPPDA Kabupaten Majalengka

wilayah

tertentu

yang

dipilih

oleh di

pelaku mana waktu

perjalanan

sebagai

tempat

kunjungannya

meluangkan/menghabiskan

sejumlah

unsur

lingkungan

hidup

yang

merupakan 2-3

kesatuan hukum menyeluruh dan saling mempengaruhi dalam Ekowisata : membentuk keseimbangan, stabilitas, dan produktivitas lingkungan hidup. Kunjungan dengan rasa tanggung jawab ke suatu wilayah yang masih alami untuk menikmati dan mengapresiasi keadaan alamnya (beserta segala aspek budaya yang ada baik pada masa lalu maupun saat ini), mengembangkan kegiatan konservasi, menimbulkan dampak kunjungan yang minimal serta ada keterlibatan penduduk setempat dalam memperoleh keuntungan secara sosial-ekonomi. Pariwisata yang didasarkan pada (prinsip-prinsip) ekologi merupakan salah satu bentuk kekhususan dari wisata alam; menekankan pada kegiatan wisata berskala kecil ke wilayah-wilayah alami; bias termasuk kunjungan ke tempat-tempat tradisional. Events : Suatu kegiatan yang (dengan sengaja) diselenggarakan, yang dalam banyak hal dikaitkan kepada upaya untuk menarik wisatawan. Daya tarik event mendorong orang datang ke suatu tempat oleh karena peristiwa yang tejadi di tempat tersebut, bukan karena sesuatu yang berada di tempat itu. Event diciptakan dan diselenggarakan oleh manusia.

Core Event : Event utama yang menjadi unggulan


bagi negara atau daerah yang diselenggarakan baik secara tahunan (yearly event), bulanan (monthly event) dan harian (daily event).

Major Event : Event yang bersifat kekhususan dalam


satu kegiatan yang mendukung terhadap berbagai atraksi secara berkesinambungan, baik secara tahunan, bulanan dan harian.

Supplementing
sendiri Factory Outlet : Tempat secara (berupa

Event

Event

penunjang baik

yang

memiliki kekhasan sesuai dengan tema event itu berkesinambungan, toko) penjualan tahunan, dan bulanan dan harian. pakaian aksesorisnya yang seringkali merupakan sisa bahan
RIPPDA Kabupaten Majalengka

2-4

ekspor (rejected) yang dipasok dari industri garmen; biasanya dijual dengan harga lebih murah dibanding harga pasaran. Fasilitas Akomodasi : fasilitas yang digunakan wisatawan/pengunjung untuk menginap, selama dalam perjalanan wisatanya, bisa berupa komersial (dengan membayar sejumlah uang), atau non komersial (tidak perlu membayar). Fasilitas Rekreasi Fasilitas/Sarana Penunjang Wisata Focus Group Discussion : : : Fasilitas yang digunakan wisatawan/pengunjung untuk melakukan kegiatan rekreasi. Sarana ekonomi, sosial, dan budaya, yang secara keseluruhan atau sebagian menghasilkan produk wisata yang dapat dimanfaatkan oleh wisatawan. Diskusi Kelompok Terfokus, merupakan suatu metoda untuk mengumpulkan pendapat/masukan secara intensif dari orang/kelompok orang yang terkait dengan permasalahan tertentu yang ingin dipecahkan atau perumusan sesuatu. Hotel : Suatu jenis akomodasi yang mempergunakan sebagian atau seluruh bangunan untuk menyediakan jasa pelayanan penginapan, makan dan minum serta jasa lainnya bagi umum, yang dikelola secara komersial serta memenuhi ketentuan persyaratan yang ditetapkan di dalam keputusan ini. Hotel Bintang : Salah satu penggolongan tingkat pelayanan hotel di Indonesia bangunan, berdasarkan peralatan, kelengkapan pengelolaan dan serta kondisi mutu

pelayanan; terkelompokkan dalam hotel bintang 1 (satu) hotel dengan tingkat pelayanan paling rendah, hingga bintang 5 (lima) dengan tingkat pelayanan paling tinggi. Hotel Melati : Kelompok hotel yang tidak termasuk dalam kategori bintang karena belum memenuhi persyaratan sebagai hotel bintang, tetapi telah memenuhi kriteria sebagai hotel; sering pula disebut dengan non bintang. Hotel Nonbintang : Kelompok hotel yang tidak termasuk dalam kategori bintang; termasuk hotel melati dan pengkategorian yang lain. HPI Intangible
RIPPDA Kabupaten Majalengka

: :

Himpunan Pramuwisata Indonesia; organisasi profesi pramuwisata tingkat nasional. Tidak berwujud fisik; daya tarik wisata intangible seperti 2-5

sejarah, budaya masyarakat tradisional, maupun event. Jati Diri Jumlah Wisatawan Karakteristik Wisatawan : Kunjungan : : Ciri, gambaran atau keadaan khusus seseorang, benda atau daerah yang mencerminkan identitas. Banyaknya pengunjung/wisatawan yang mendatangi suatu tempat berdaya tarik wisata, atau objek wisata, biasanya dihitung berdasarkan tiket masuk yang terjual. Berkaitan dengan berbagai aspek yang melatarbelakangi perjalanan seseorang (wisatawan), bisa dilihat dari berbagi aspek sosio demografis, sebagai penentuan dan penyediaan kebutuhan mereka di masa mendatang sejalan dengan pengalaman mereka ke satu daerah wisata. Kawasan Andalan : kawasan-kawasan kawasan Kawasan Pariwisata : yang dapat serta berperan dapat mendorong mewujudkan pertumbuhan ekonomi bagi kawasan itu sendiri dan sekitarnya, pemerataan pemanfaatan ruang di wilayah nasional. Kawasan dengan luas tertentu yang dibangun atau disediakan Kawasan Wisata : untuk memenuhi kebutuhan pariwisata (Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1990). Kawasan yang secara teknis digunakan untuk kegiatan pariwisata yang ramah lingkungan dengan batasanbatasan tertentu. Kawasan Unggulan Kebijakan : Wisata : Kawasan wisata yang memiliki keunggulan dalam hal daya tarik, lokasi, dan dan atau intensitas dari kunjungan badan wisatawan. Rencana, strategi tindakan dalam suatu pengambil keputusan yang diperhitungkan akan dapat mewujudkan Kepariwisataan Konservasi : : Segala Suatu bentuk tujuan-tujuan yang bidang pariwisata dengan dalam yang telah ditentukan. sesuatu bentuk upaya berhubungan cenderung penyelenggaraan pariwisata. pelestarian, penghematan/pengurangan kegiatan-kegiatan

yang dapat mempercepat kerusakan terhadap suatu benda, peninggalan bersejarah, artefak, budaya ATAU dengan memperkenalkan kegiatan baru yang dianggap dapat membantu pelestarian. Misalnya: konservasi bangunan bersejarah dengan memperkenalkan fungsi

RIPPDA Kabupaten Majalengka

2-6

baru sebagai toko/factory outlet di Bandung Kompepar MICE : : Kelompok Penggerak Pariwisata Meeting, Incentive Tour, Conference and Exhibition Adalah diikuti penyelenggaraan peserta setempat rapat, perjalanan dari insentif, kota. konferensi, pameran, dan kegiatan semacam itu yang maupun luar Kegiatan-kegiatan ini dipandang sebagai salah satu bentuk kegiatan wisata karena memiliki interaksi yang kuat dengan industri pariwisata. Merupakan suatu rangkaian kegiatan, di mana para pengusaha atau profesional berkumpul pada suatu tempat yang terkondisikan oleh suatu permasalahan, pembahasan, atau kepentingan bersama. Misi : terkait dengan cara bertindak, semangat kerja, dan keyakinan tentang apa yang dapat dilakukan atau diwujudkan Nonspasial : untuk menunjukkan makna dari keberadaannya kepada pihak-pihak terkait. bukan keruangan; menyangkut hal-hal yang terkait dengan aspek bukan keruangan suatu pengembangan wilayah. Objek Wisata : Adalah tempat atau keadaan alam yang memiliki sumberdaya wisata yang dibangun dan dikembangkan sehingga mempunyai daya tarik dan diusahakan sebagai tempat yang dikunjungi wisatawan. Suatu tempat yang menjadi tujuan kunjungan seorang wisatawan karena mempunyai sumber-sumber, baik sumber alamiah, manusiawi maupun buatan manusia, seperti keindahan alam/pegunungan, pantai, flora, fauna, kebun binatang, bangunan kuno atau bersejarah, monumen-monumen, candi-candi, taritarian, atraksi maupun kebudayaan khas lainnya. Catatan: definisi ini digunakan oleh Biro Pusat Statistik dalam penelitian tahun 1981-1984. Suatu tempat yang menjadi tujuan kunjungan karena mempunyai sumber daya tarik alamiah, buatan manusia ataupun faktor budaya penduduk. Catatan: definisi ini digunakan oleh Biro Pusat Statistik

RIPPDA Kabupaten Majalengka

2-7

dalampenelitian tahun 1991. Paket Wisata : Perjalanan wisata yang (biasanya) meliputi pengaturan transportasi, akomodasi, makanan, objek wisata yang dikunjungi, atau hal-hal lain yang termasuk dalam ketentuan; biasanya ditawarkan oleh biro perjalanan wisata dengan harga tertentu. Pariwisata : Segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata termasuk pengusahaan objek dan daya tarik wisata, usaha sarana pariwisata, dan usaha lain di bidang tersebut. (Meliputi :) arus pergerakan sementara manusia ke tempat tujuan tertentu di luar tempat tinggal atau tempat kerja sehari-harinya; jenis kegiatan yang dilakukan selama berada di tempat tujuan tersebut; serta sarana/fasilitas yang diciptakan untuk memenuhi kebutuhannya. Keseluruhan rangkaian kegiatan yang berhubungan

dengan gerakan manusia yang melakukan perjalanan atau persinggahan sementara dari tempat tinggal ke suatu atau beberapa tempat tujuan di luar lingkungan tempat tinggal, yang didorong oleh beberapa keperluan tanpa bermaksud mencari nafkah tetap. Catatan : definisi ini digunakan oleh Biro Pusat Statistik. Perjalanan meninggalkan tempat tinggal/rumah untuk jangka waktu lebih dari 24 jam, baik untuk tujuan rekreasi maupun bisnis. Alasan kunjungan keluarga, pendidikan, dalamnya. Pariwisata Berkelanjutan Yang : Adalah kegiatan pariwisata yang pengelolaan semua sumberdayanya dilakukan dengan suatu cara di mana pada satu sisi kebutuhan-kebutuhan ekonomi, sosial dan estetis dapat dipenuhi, sementara di sisi lain integritas budaya, proses-proses dasar biologi, keanekaragaman hayati serta daya dukung kehidupan tetap terpelihara. (Kegiatan pariwisata di mana) kebutuhan wisatawan pada saat ini dipenuhi dan pada saat yang sama tetap melindungi dan memperkuat kesempatan-kesempatan
RIPPDA Kabupaten Majalengka

atau

kesehatan

dapat

termasuk

di

2-8

(untuk pemanfaatan) di masa mendatang. Pasar Wisatawan : Sekumpulan pembeli (wisatawan) yang aktual maupun potensial membeli produk wisata Pengertian pasar wisatawan tidak terlepas dari pemahaman mengenai permintaan pariwisata (tourism demand). Pemberdayaan Masyarakat : (Community based tourism); Peran serta dan keterlibatan masyarakat secara langsung dan menjadi penting; pengembangan yang berlandaskan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Perencanaan Pariwisata : Suatu proses untuk menentukan keadaan pariwisata di masa depan yang dilakukan melalui analisis terhadap keadaan saat ini, identifikasi tujuan, serta menetapkan strategi pencapaian tujuan. Perjalanan Wisata : Kegiatan bepergian meninggalkan rumah, baik bermalam atau tidak, dengan atau tanpa menggunakan alat angkutan secara perorangan atau rombongan, dengan tujuan ;

a) Mengunjungi obyek wisata tempat rekreasi yang


biasanya dikunjungi umum tanpa memperhatikan jarak tempat tersebut dari rumah tempat dia bepergian, atau

b) Bukan mengunjungi objek wisata/tempat rekreasi,


misalnya keperluan dinas, mengunjungi keluarga dengan jarak perjalanan paling sedikit 50 km. Catatan : definisi ini digunakan oleh Biro Pusat Statistik dalam Penelitian tahun 1981 dan 1984. Kegiatan bepergian meninggalkan rumah/tempat tinggal sampai kembali lagi untuk pertama kali ke rumah (atau disebut dengan perjalanan selesai), dimana kegiatan tersebut tidak ditujukan untuk mencari nafkah ditempat yang dikunjungi, serta bukan merupakan kegiatan rutin. Kegiatan yang dimaksud meliputi kegiatan bepergian ke : a) Objek Wisata

b) Selain

objek

wisata,

namun

dengan

menginap

(lamanya lebih dari 24 jam dan kurang dari 6 bulan).

RIPPDA Kabupaten Majalengka

2-9

Catatan : definisi ini digunakan oleh Biro Pusat Statistik dalam penelitian tahun 1991 Permintaan Pariwisata PHRI : (Demand) : Jumlah (dan karakteristik) orang yang berpergian atau ingin berpergian, menggunakan fasilitas wisata di tempat yang jauh dari tempat ia biasa tinggal Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia; organisasi profesi perhotelan tingkat nasional yang dalam pelaksanaann fungsinya dilakukan oleh Badan Pimpinan Pusat (BPP PHRI). Potensi Wisatawan Pasar : Bagian dari populasi yang belum atau tidak berwisata karena suatu alasan tertentu, tetapi sebenarnya mereka akan berwisata jika dimasa yang akan datang terjadi perubahan kondisi, misalnya peningkatan pendapatan. Prasarana Wisata Penunjang : Bangunan, merupakan alat dan/atau pelayanan pokok umum yang unsur-unsur untuk melayani

kebutuhan masyarakat dan melandasi pembangunan wilayah seperti: jalan, penyediaan air, listrik. Preservasi : Suatu bentuk upaya pelestarian dengan mempertahankan keadaan suatu benda, peninggalan sejarah dalam bentuk apa adanya, dan ditempatkan pada kondisi seideal mungkin agar benda/peninggalan sejarah tersebut dapat bertahan dalam kondisi terbaik selama Produk Wisata : Seluruh mungkin. unsur Contoh: penempatan baik bendabenda berupa jasa bersejarah di dalam museum. kepariwisataan, pelayanan dan fasilitas-fasilitas wisata serta kemudahankemudahannya maupun atraksi wisata yang dinikmati wisatawan selama berwisata, sejak mulai meninggalkan tempat tinggalnya sampai kembali lagi. Profil Wisatawan : karakteristik descriptor), wisatawan, misalnya yang bisa dibedakan jenis berdasarkan karakteristik pelaku/wisatawannya (tourist sosio-eko-demografis: kelamin, usia, pekerjaan, tingkat pendidikan, golongan pendapatan dll), atau karakteristik perjalanannya (trip descriptor) misalnya tujuan

perjalanan, frekuensi perjalanan, lama, waktu, moda transportasi, akomodasi, pengaturan, teman perjalanan, pengeluaran dll.

RIPPDA Kabupaten Majalengka

2-10

PUTRI Rata-Rata Tinggal Lama

: :

Perhimpunan Usaha Taman Rekreasi Indonesia Jumlah malam menginap seluruh wisatawan disuatu daerah tertentu dibagi dengan jumlah wisatawan di daerah tersebut, dalam satu periode waktu tertentu, dinyatakan dalam hari.

Recreationist Rekreasi

: :

Orang yang melakukan kegiatan rekreasi. Tindakan dan kegiatan orang pada waktu senggangnya yang dilakukan untuk hal-hal yang konstruktif dan dapat menyenangkan diri sendiri. Rekreasi dapat merupakan keterlibatan secara aktif maupun pasif, perorangan maupun berkelompok, sejarah, pada berbagai non aspek formal, kebudayaaan, pendidikan

perjalanan untuk bersenang-senang, pesiar, dan melihat pertunjukan, baik secara aktif maupun pasif, perorangan maupun berkelompok. Rekreasi Perkotaan Restoran : : Kegiatan rekreasi yang dilakukan di kawasan perkotaan. Tempat makan/minum di dengan itu bangunan juga yang permanen di mana makanan yang disajikan harus diproses/dimasak tempat berdasarkan pesanan pengunjung. Klasifikasi restoran: a) Gangsa 1 (sendok-garpu perunggu) b) Gangsa 2 (sendok-garpu perak) c) Gangsa 3 (sendok-garpu emas Catatan : klasifikasinya didasarkan pada ketersediaan fasilitas fisik dan peralatan serta mutu pelayanan. Kriteria fisik: lokasi, tempat lingkungan, parkir, bangunan, ruang pelayanan, utilitas, komunikasi,

keamanan, pembuangan limbah, kamar kecil, dapur, gudang, Kriteria Rumah Makan : Tempat ruang administrasi, dan ruang karyawan.

manajemen: makan

pelayanan, bangunan

penyelenggaraan yang mungkin sudah suatu 2-11

hiburan, serta kemampuan dan penampilan karyawan. dengan permanen, Saujana


RIPPDA Kabupaten Majalengka

dan

makanan dalam

disajikan Inggris;

diproses/dimasak terlebih dahulu, siap dihidangkan. : "cultural landscape" bahasa

hamparan bentuk alam yang terbentuk sebagai hasil interaksi/hubungan antara kegiatan budaya manusia dengan alam/lingkungannya. Contoh: terbentuknya terasiring sebagai hasil budaya bertani terbakar masyarakat sebagai Dayak; Pulau Jawa; hamparan pembukaan hutan lahan hasil budaya

masyarakat

pemandangan

rumah-rumah

tradisional sebagai hasil budaya penataan masyarakat Kampung Naga, Jawa Barat. Sediaan Pariwisata (Supply) : Sesuatu yang ditawarkan kepada (calon) wisatawan, yang terdiri dari daya tarik wisata (attraction), fasilitas kenyamanan (amenities), dan kemudahan pencapaian (accessibilitity). Segmen Wisatawan : Suatu kelompok wisatawan yang memiliki kesamaan karakteristik tertentu, biasanya dilihat dari karakteristik sosiodemografis. Spasial : Menyangkut hal-hal yang terkait dengan perencanaan wilayah tata ruang. Stakeholders Strategi Sumber Wisatawan Tangible Target Wisatawan Pasar : : Pasar : : : Orang/kumpulan orang/organisasi atau pihak-pihak yang terkait dengan suatu keterkaitan yang sama. Satu rencana yang diutamakan untuk mencapai tujuan. Tempat asal wisatawan, biasanya merupakan daerah tempat tinggal wisatawan Berwujud Wisatawan berkunjung Tingkat Kamar Usaha Wisata Perjalanan : Penghunian : fisik; yang ke daya tarik yang sasaran bersifat dalam tangible kegiatan biasanya (berwujud), seperti daya tarik wisata pantai, museum. dijadikan daerah pemasaran dan promosi, yang diharapkan untuk datang wisata tertentu; dinyatakan dalam karakteristik sosio demografis. Jumlah malam kamar terhuni (di suatu akmodasi) dibagi dengan jumlah kamar yang tersedia dalam perioda waktu tertentu, biasanya dinyatakan dalam persentase. Suatu usaha bersifat komersil yang mengatur, menyediakan dan menyelenggarakan pelayanan bagi seseorang atau sekelompok orang untuk melakukan perjalanan dengan tujuan utama untuk berwisata. Visi : Gambaran yang menantang dan imajinatif tentang peran dan tujuan masa depan suatu organisasi, atau daerah, yang secara signifikan mampu melewati situasi

RIPPDA Kabupaten Majalengka

2-12

lingkungan dan posisi bersaingnya pada masa sekarang. Weekenders Wisata Agro : : Wisatawan yang melakukan perjalanan wisatanya pada akhir pekan (weekend), yaitu Jumat-Sabtu-Minggu. Kegiatan pariwisata yang memanfaatkan usaha agro sebagai objek wisata dengan tujuan untuk memperluas pengetahuan, pengalaman rekreasi dan hubungan usaha di bidang agro. Wisata Alam : Kegiatan wisata dengan tujuan menikmati kehidupan alam liar atau lingkungan alamiah yang masih asli; wisata alam merupakan pemasaran lingkungan alamiah serta kehidupan alam liar kepada wisatawan. Wisatawan alam (nature tourist) : bisa berupa orangorang yang secara kebetulan melintasi hutan belantara, para penyelam berscuba yang memburu keindahan susunan batu karang, atau para pengamat burung. Wisata Belanja Wisata Bisnis Wisata Budaya : : : Kegiatan wisata yang memanfaatkan aktivitas berbelanja sebagai daya tarik utama. Kegiatan wisata yang memanfaatkan aktivitas bisnis sebagai daya tarik utama. (Kegiatan mengenai wisata) suatu untuk cara/ mendapatkan gaya hidup pengalaman yang sedang

mengalami kepunahan, atau bahkan turut serta hidup dalam cara/ gaya hidup dimaksud. Kegiatan pariwisata yang diarahkan pada (apresiasi) kejayaan masa silam dari suatu masyarakat atau suatu daerah sebagaimana diabadikan di monumen-monumen, situs bersejarah, arsitektur tradisional serta artefakartefak. Wisata Gunung : Kegiatan wisata yang memanfaatkan daya tarik pegunungan, dengan segala atributnya (pemandangan, budaya agro pergunungan). Wisata Kuliner : Kegiatan wisata yang memanfaatkan daya tarik makanan/masakan, termasuk proses pembuatan dan budaya yang menyertainya. Wisata Minat Khusus : (Kegiatan wisata di mana) wisatawan bepergian ke suatu daerah untuk mempelajari dan memperoleh pengalaman mengenai suatu hal tertentu yang dapat dikaitkan dengan
RIPPDA Kabupaten Majalengka

minat

khusus

dari

wisatawan

tersebut. 2-13

Pariwisata minat khusus bisa berupa focus perhatian pada berbagai aspek budaya, alam, dan bidang keahlian dari wisatawan. Wisata Pantai : Salah satu bentuk kegiatan pariwisata di mana pengunjungnya, baik domestik maupun internasional, didominasi oleh wisatawan yang bermaksud mencari daerah-daerah pantai yang bermandikan sinar matahari. Wisata Pendidikan : Kegiatan pariwisata di mana kegiatan utamanya memiliki kaitan dengan pendidikan, seni dan budaya, baik secara aktif maupun pasif, seperti :

a) program pertukaran remaja dari berbagai bangsa


atau budaya yang berbeda. b) menikmati pertunjukkan seni/ budaya atau peristiwa khusus.

c) mengunjungi
atau budaya.

tempat-tempat

peninggalan

sejarah

d) melihat pola kehidupan masyarakat di tempat lain.


Wisata Perkotaan/Kota : Suatu paket wisata yang seluruh elemennya, baik transportasi, akomodasi, kesempatan pesiar, serta elemen-elemen lain, terdapat hanya di suatu kota. Suatu paket wisata, biasanya mencakup transportasi dan jasa pemanduan (dalam bentuk narasi). Tempat-tempat atau hal-hal menarik yang ada di kota dan sekitarnya pada umumnya dicakup oleh paket wisata ini. Paket wisata bisa dilakukan dalam satu hari penuh ataupun beberapa jam. Wisata Sejarah Wisata Tirta Wisata Warisan Budaya : : : Kegiatan wisata yang berbasis pada interpretasi nilainilai sejarah masa lalu. Kegiatan wisata yang berbasis air/perairan, seperti berenang, selancar, menyelam, dan lain-lain. (cultural-heritage daya tarik tourism) dapat : Kegiatan wisata yang memanfaatkan warisan atau pusaka budaya sebagai wisata; berupa tangible (seperti monumen, bangunan bersejarah) atau intagible (taritarian, musik). Wisata Perdesaan : Wisata perdesaan adalah jenis produk wisata di wilayah perdesaan
RIPPDA Kabupaten Majalengka

yang

mempertemukan

kebutuhan

dan 2-14

ekspektasi pengunjung dan wisatawan dengan karakterkarakter:

Akomodasi dan catering umumnya menggunakan


rumah-rumah penduduk di daerah pertanian perdesaan, area perkemahan, atau holiday villages.

Aktivitas olah raga di ruang terbuka, misalnya


bersepeda, berburu, memancing, berenang, berlayar, canoeing, crosscountry, dsb.

Aktivitas budaya lokal, misalnya mengunjungi pusat


pertanian/peternakan dan sentra kerajinan setempat.

Aktivitas

wisatawan

dapat

berorientasi

spiritual

ataupun rekreatif. Produk ini dilengkapi juga dengan fasilitas penunjang lainnya Wisata Ziarah : Kegiatan fasilitas lainnya. Wisatawan : Seseorang yang melakukan perjalanan sementara, pergi dari rumahnya dengan jarak sekurang-kurangnya 50 mil dalam satu kali jalan untuk tujuan bisnis, bersenangsenang, urusan pribadi, atau tujuan apapun selain bekerja untuk mencari nafkah tetap, baik dengan bermalam atau pulang pada hari yang sama. Wisatawan Mancanegara Wisatawan Nusantara : : Istilah resmi di Indonesia untuk penyebutan wisatawan internasional. Wisatawan orang Indonesia yang berwisata di wilayah Indonesia. seperti wisata toko yang dan pusat/kantor informasi acara religius pariwisata. dikaitkan dengan keagamaan, misalnya kunjungan/ ziarah ke fasilitasperibadatan atau tempat-tempat

2.1.2 Pariwisata Sebagai Suatu Bentuk Kegiatan Dalam mencermati pengertian pariwisata sebagai suatu bentuk kegiatan terdapat istilah yang disebut motif kegiatan wisata. Motif kegiatan wisata merupakan suatu dorongan atau alasan untuk melakukan kegiatan wisata yang kemudian melahirkan

RIPPDA Kabupaten Majalengka

2-15

tipe atau jenis kegiatan wisata. Menurut McIntosh, berdasarkan jenis dorongan atau alasannya dikenal beberapa klasifikasi motif wisata, antara lain (McIntosh, 1972 : 52): 1. Motif Fisik, yaitu: motif yang berhubungan dengan kebutuhan badaniah, seperti olahraga, kesehatan dan sebagainya 2. Motif Budaya, yaitu: motif yang terkait dengan tujuan untuk mengenal, mempelajari, memahami tata cara dan kebudayaan di suatu daerah, seperti: adat istiadat, kehidupan sehari-hari, bangunan tradisional, musik, tarian dan sebagainya. 3. Motif Interpersonal, yaitu: motif yang berhubungan dengan keinginan untuk bertemu dengan keluarga, teman, tetangga, atau berkenalan dengan orang-orang tertentu, berjumpa atau sekedar melihat tokoh-tokoh terkenal. 4. Motif Status/Prestise, yaitu: motif yang terkait dengan status atau gengsi. Motif ini didasarkan pada anggapan bahwa orang yang pernah mengunjungi tempattempat lain dianggap melebihi sesamanya yang tidak pernah bepergian. Klasifikasi motif wisata di atas masih dapat disubklasifikasikan ke dalam kelompok motif yang lebih kecil guna menentukan tipe perjalanan wisata, sebagai berikut: 1. Motif Tamasya Motif tamasya atau bersenang-senang akan melahirkan tipe wisata tamasya (pleasure tourism). Jenis kegiatan wisata ini pada umumnya wisatawan ingin mengumpulkan pengalaman sebanyak-banyaknya, mendengarkan dan menikmati apa saja yang menarik perhatiannya. Ia tidak terikat dengan satu sasaran yang telah ditentukan di tempat asalnya. Wisatawan ini umumnya berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain dengan tujuan untuk ganti suasana/ pemandangan. 2. Motif Rekreasi Motif rekreasi akan melahirkan tipe wisata rekreasi (recreations tourism). Jenis kegiatan wisata ini pada umumnya dilakukan untuk memulihkan kesegaran jasmani dan rohani manusia. Kegiatan yang dilakukan dapat berupa olahraga, membaca, mengerjakan hobi, dan sebagainya. Jenis kegiatan wisata ini dapat juga dilakukan dengan cara melakukan perjalanan singkat untuk menikmati keadaan di sekitar tempat menginap (sightseeing) atau sekedar bersantai menikmati hari libur. 3. Motif Kebudayaan Motif budaya akan melahirkan jenis wisata budaya (cultural tourism). Jenis kegiatan wisata ini bukan hanya sekedar mengunjungi atraksi wisata akan tetapi
RIPPDA Kabupaten Majalengka

2-16

lebih dari itu, seperti mempelajari atau mengadakan penelitian tentang budaya setempat, memperkaya dan memepertajam kemampuan penghayatan atau mencari objek lukisan (bagi seniman). Kegiatan wisata budaya ini termasuk pula melakukan kunjungan ke berbagai peristiwa khusus seperti: penobatan raja, upacara keagamaan, pemakaman tokoh terkemuka, pertunjukan rombongan kesenian dan sebagainya.

4.

Motif Olah Raga Motif olah raga ini akan melahirkan jenis kegiatan wisata olah raga. Jenis kegiatan wisata ini pada umumnya dilakukan dengan tujuan untuk menyaksikan segala sesuatu yang terkait dengan dengan peristiwa atau pertandingan olah raga seperti olimpiade, piala dunia, formula-1, dan sebagainya.

5.

Motif Bisnis Motif bisnis akan melahirkan jenis wisata bisnis. Jenis kegiatan wisata ini pada umumnya dilakukan bersamaan dengan pertemuan bisnis, pekan raya perdagangan dan sebagainya.

6.

Motif Konvensi Motif konvensi akan melahirkan jenis wisata konvensi. Jenis wisata ini umumnya terjadi dengan skala global seperti membicarakan masalah kelaparan dunia, pelestarian hutan, pemberantasan penyakit tertentu, pertemuan antara ahli-ahli di bidang tertentu dan lain sebagainya.

2.1.3 Wisatawan Sebagai Pelaku Kegiatan Secara konseptual, wisatawan dapat diartikan orang yang mengadakan perjalanan dari tempat kediamannya tanpa menetap di tempat yang didatanginya, atau hanya untuk sementara waktu tinggal di tempat yang didatanginya. Sedangkan secara operasional pengertian wisatawan dapat diartikan bermacam-macam dan sangat dipengaruhi oleh kebutuhan dan kepentingan dari pihak yang memberikan batasan. Namun secara umum batasan tentang defenisi wisatawan dapat dibatasi secara tegas dari aspek waktu dan jarak. Menurut Liga Bangsa-bangsa, wisatawan dapat diartikan sebagai berikut:

Orang yang mengadakan perjalanan untuk bersenang-senang (pleasure) karena alasan keluarga, kesehatan dan sebagainya.

RIPPDA Kabupaten Majalengka

2-17

Orang yang mengadakan perjalanan untuk mengunjungi pertemuan-pertemuan atau sebagai utusan (ilmiah, administratif, diplomatik, keagamaan, atletik dan sebagainya).

Orang yang mengadakan perjalanan bisnis. Orang yang datang dalam rangka pelayaran pesiar, juga kalau ia tinggal kurang dari 24 jam.

Akan tetapi istilah wisatawan tidak termasuk orang-orang sebagai berikut: Orang yang datang untuk memangku jabatan atau mengadakan usaha di suatu negara. Orang yang datang untuk tujuan menetap. Penduduk di daerah perbatasan dan orang yang tinggal di negara yang satu, akan tetapi bekerja di negara tetangganya. Pelajar, mahasiswa dan kaum muda di tempat-tempat pemondokan dan disekolahsekolah. Orang yang dalam perjalanan melalui sebuah negara tanpa berhenti di situ, meskipun di negara tersebut lebih dari 24 jam,

2.1.4 Pariwisata Sebagai Mobilitas Spasial Pariwisata sebagai suatu mobilitas spasial pada dasarnya merupakan kegiatan yang dilakukan agar wisatawan meninggalkan tempat kediamannya dan melakukan perjalanan ke tempat tujuan. Oleh karena, pariwisata pada hakikatnya merupakan perpindahan tempat, dari tempat kediaman wisatawan ke tempat tujuan wisata. Wisatawan yang melakukan perjalanan tentu mempunyai alasan atau motif perjalanan yang kemudian disebut motif wisata. Wisatawan hanya akan melakukan perjalanan ke tempat tertentu kalau di tempat tersebut terdapat sesuatu yang sesuai dengan motif wisata. Kondisi yang sesuai dengan motif wisata tersebut akan merupakan daya traik bagi wisatawan untuk mengunjungi tempat tersebut. Daya tarik bagi wisatawan ini disebut atraksi wisata. Atraksi wisata ini dapat berupa fasilitas olahraga, tempat hiburan, museum, pesta rakyat, pertunjukan kesenian, peninggalan sejarah dan sebagainya. Antara motif wisata dan atraksi wisata harus ada kesesuaian atau saling mengisi (komplementaritas). Oleh karena itu, kesesuaian antara motif wisata dengan atraksi wisata merupakan komponen pertama pembentuk kegiatan wisata.

RIPPDA Kabupaten Majalengka

2-18

Kesesuaian antara motif wisata dengan atraksi wisata saja belum menghasilkan perjalanan wisata. Wisatawan selama meninggalkan kediamannya dan selama perjalanan mempunyai kebutuhan-kebutuhan yang disebut kebutuhan wisatawan (tourist needs). Kalau kebutuhan tersebut tidak terpenuhi tidak mungkin terjadi perjalanan wisata. Oleh karena itu, diperlukan pihak lain yang menyediakan kebutuhan wisatawan tersebut yang disebut jasa wisata. Jasa wisata ini dapat berupa hotel, restoran, pemandu wisata, biro perjalanan dan sebagainya. Antara jasa wisata dengan wisatawan juga pelu ada kesesuaian (komplementaritas). Kesesuaian antara jasa wisata dengan wisatawan inilah yang merupakan komponen kedua. Terdapat empat komponen pariwisata, bila pariwisata dipandang sebagai suatu mobilitas spasial, yaitu: kesesuaian antara motif wisata dengan atraksi wisata, kesesuaian antara wisatawan dengan jasa wisata, kemudahan berpindah tempat (transferabilitas) dan pemasaran. Secara diagram komponen pariwisata sebagai mobilitas spasial dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Model Pariwisata Sebagai Mobilitas Spasial

Aktualisasi Perjalanan

Motif Wisata

Kebutuhan Wisata

Atraksi Wisata

Jasa Wisata

Daerah Tujuan Wisata

RIPPDA Kabupaten Majalengka

Angkutan

Wisatawan

Transferabilitas

Pemasaran

2-19

2.1.5 Pariwisata Sebagai Industri Bila pariwisata dipandang sebagai suatu industri maka dalam suatu industri dikenal adanya produk industri, dalam hal ini produk kepariwisataan dan ada konsumen, dalam hal ini wisatawan. Dengan demikian, dalam industri kepariwisataan dikenal adanya konsumen atau aspek permintaan (demand) dan produsen atau aspek penawaran (supply). Keduanya merupakan komponen pariwisata. Aspek permintaan (demand) dari konsumen wisata didalamnya meliputi: motif wisata, kebutuhan wisatawan selama melakukan perjalanan dan angkutan. Ketiganya harus terjadi kesesuaian seperti yang telah dijelaskan dalam pendekatan pariwisata sebagai suatu mobilitas spasial. Sedangkan aspek penawaran (supply) dari produsen wisata di dalamnya meliputi atraksi wisata, jasa wisata dan angkutan wisata. Demikian pula dengan aspek penawaran juga harus terdapat kesesuaian dengan apa yang dibutuhkan dan diinginkan oleh konsumen. Selengkapnya komponen pariwisata sebagai suatu industri dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Model Pariwisata Sebagai Industri


Konsumen

Demand

Pemasaran

Kebutuhan Dalam
Motif Perjalanan

Perjalanan

Angkutan

Atraksi Wisata

Jasa Wisata

Angkutan Wisata

Supply

Produsen
RIPPDA Kabupaten Majalengka

2-20

Sebagai suatu industri, pariwisata memiliki karakteristik yang sangat khas, antara lain: 1. Produk yang dihasilkan tidak dapat dibawa ke tempat kediaman wisatawan, akan tetapi harus dinikmati di tempat dimana produk itu tersedia. 2. Wujud dari produk wisata pada akhirnya ditentukan oleh konsumennya sendiri, yaitu : wisatawan. Bagaimana bentuk komponen dari produk wisata itu tersusun menjadi dan jenis produk wisata yang utuh, pada dasarnya wisatawanlah sendiri yang yang menyusunnya. Atraksi wisata yang dipilih, angkutan yang digunakan, lama tinggal akomodasi yang digunakan semuanya wisatawan menentukan. 3. Produk yang dibeli oleh wisatawan tidak lain adalah pengalaman yang diperoleh dari perjalanan wisata. Dengan adanya karakteristik yang khas dari produk wisata tersebut maka dalam mengembangkannya perlu mempertimbangkan karaktersitik dari calon konsumennya.

2.1.6 Aspek Penyediaan Aspek penyediaan (supply) merupakan segala sesuatu yang dikonsumsi atau dinikmati oleh wisatawan yang dibentuk oleh beberapa faktor yang kemudian hasilnya dapat dikatakan sebagai produk kepariwisataan (tourism product). Sebagaimana telah disebutkan pada bagian sebelumnya bahwa aspek penyediaan ini terdiri dari komponen atraksi wisata, jasa wisata dan angkutan wisata. Ketiganya akan menghasilkan apa yang disebut daya tarik wisata. A. Pengertian Daya Tarik Wisata Daya tarik wisata adalah suatu kekuatan atau pengaruh yang diberikan oleh suatu objek atau lokasi wisata, yang dapat mempengaruhi wisatawan sehingga tertarik dan menyenangi suatu objek atau lokasi wisata (Tulung, dikutip dari Koswara, 1993:45). Menurut Inskeep, daya tarik wisata merupakan dasar bagi pengembangan pariwisata. Daya tarik wisata merupakan elemen yang sangat penting dari produk pariwisata (Inskeep, 1991:75). Walaupun elemen lain seperti transportasi, akomodasi, promosi juga penting, tetapi tanpa suatu alasan untuk mengunjungi daerah tersebut, maka pariwisata tidak dapat dikembangkan. Besarnya daya tarik wisata suatu objek akan mempengaruhi jumlah wisatawan yang datang berkunjung. Besarnya jumlah pengunjung yang datang merupakan salah satu hal yang akan berpengaruh terhadap perkembangan suatu objek wisata. Daya tarik wisata dapat terdiri dari beberapa komponen yang akhirnya akan membentuk kekuatan untuk mempengaruhi wisatawan untuk datang.
RIPPDA Kabupaten Majalengka

2-21

Menurut Robinson, atraksi wisata dan fasilitas-fasilitas/ kenikmatan (amenities) merupakan dasar utama pariwisata. Tanpa adanya hal-hal tersebut pada suatu tempat maka wisatawan tidak akan mempunyai motivasi untuk mengunjungi tempat tersebut (Tulung, 1984 dalam Herlina Koswara, 1993). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa daya tarik wisata merupakan salah satu faktor penting dalam pengembangan suatu objek wisata. B. Faktor-Faktor Daya Tarik Wisata Daya tarik wisata dapat terbentuk dari beberapa faktor yang kemudian disebut faktor-faktor daya tarik wisata. Terdapat beberapa pendapat mengenai faktorfaktor daya tarik wisata. Berikut ini akan diuraikan faktor-faktor pembentuk daya tarik wisata menurut pembagian yang dilakukan oleh beberapa ahli pariwisata, antara lain : Pearce (Pearce, 1989), Robinson, Mc Intosh, Gearing, dan Peters (Tulung, 1984 dalam Herlina Koswara, 1993), Prof. Mariotti (Yoeti, 1988:160-163 dalam Herlina Koswara, 1993) dan Inskeep (Inskeep, 1991:77). 1. Menurut Douglas G. Pearce

Douglas G. Pearce mengatakan bahwa pengelompokkan faktor-faktor pembentuk data tarik wisata adalah sebagai berikut (Pearce, 1989:2): a. Atraksi wisata, meliputi (Pearce, 1989:26):

Natural feature (morfologi tanah, flora dan fauna dan lain-lain).


Objek-objek buatan manusia (monumen, gedung bersejarah, taman
hiburan, dan lain-lain).

Kebudayaan (misalnya bahasa, musik, cerita rakyat, tari-tarian dan lainlain). b. Transportasi. c. Akomodasi. d. Fasilitas Penunjang. e. Kebudayaan. Atraksi wisata menyebabkan wisatawan mengunjungi suatu lokasi, fasilitas transportasi memungkinkan wisatawan untuk mengadakan kunjungan tersebut, akomodasi dan fasilitas penunjang (misalnya toko-toko, restoran dan lain-lain) memenuhi kesejahteraannya selama berada di lokasi wisata, sedangkan prasarana menjamin berfungsinya hal-hal pokok tersebut.

RIPPDA Kabupaten Majalengka

2-22

2.

Menurut H. Robinson

Robinson mengatakan bahwa ada 6 elemen utama dalam pengembangan pariwisata, sebagai pembentuk daya tarik wisata di suatu lokasi wisata. Keenam faktor tersebut adalah : a. Cuaca, merupakan suatu ciri khusus pada pariwisata karena menyebabkan suatu lokasi menjadi potensian bagi pariwisata. b. Pemandangan, atraksi pemandangan yang menarik di suatu tempat

merupakan basis bagi suatu industri pariwisata. c. Fasilitas, terdiri dari 2 jenis, yaitu :

Alam: pantai dengan kemungkinan berenang di laut, memancing dan


lain-lain.

Buatan: hiburan dan pertunjukan-pertunjukan serta fasilitas-fasilitas yang


memenuhi kebutuhan khusus wisatawan. d. Sejarah dan budaya, peninggalan sejarah atau seni budaya merupakan daya tarik yang kuat bagi banyak wisatawan. e. Aksesibilitas, semakin mudah suatu lokasi wisata dapat dicapai, semakin tinggi kemungkinannya untuk dikunjungi wisatawan. Banyak lokasi wisata memiliki faktor daya tarik lain tetapi jarang dikunjungi, karena sukar dicapai. f. Akomodasi, menyengkut tempat menginap dan makan. Akomodasi juga merupakan daya tarik wisata, karena sering terjadi wisatawan mengunjungi suatu lokasi wisata hanya karena adanya penginapan/ hotel yang jenis makanan, kamar, dan pelayanannya sangat baik. 3. Menurut Robert W. Mc. Intosh

Robert G. Mc Intosh mengatakan bahwa faktor-faktor pembentuk daya tarik wisata dapat diklasifikasikan menjadi 5 kategori utama, yaitu: a. Sumber alam, merupakan faktor penilaian utama bagi suatu lokasi sebagai daya tarik wisata. Sumber alam ini mencakup elemen-elemen yang berupa iklim, morfologi dan topologi, flora dan fauna, pantai, dan keindahan alam. b. Prasarana, terdiri dari semua jenis pembangunan, baik di atas maupun di dalam tanah seperti sistem air minum, sistem pembuangan kotoran, gas, listrik dan komunikasi, sistem drainase, jalan, parkir, taman, landasan pacu di pelabuhan udara, fasilitas dok di pelabuhan, fasilitas pelayanan wisatawan lainnya. c. Transportasi dan perlengkapannya, termasuk di dalamnya adalah kapal laut, kereta api, bus, taksi dan fasilitas transport umum lainnya.
RIPPDA Kabupaten Majalengka

2-23

d.

Sarana (superstruktur), berupa fasilitas-fasilitas seperti bangunan pelabuhan udara, hotel, motel, restoran, pusat perbelanjaan, tempat hiburan, museum, dan bangunan sejenis lainnya.

e.

Keramahtamahan, terhadap

termasuk

disini

adalah

sikap dengan

penduduk

setempat tolong-

wisatawan.

Keiningan

berbagul

wisatawan,

menolong dan sebagainya, juga sumber berupa kebudayaan termasuk dalam faktor ini seperti seni, arsitektur, literatur, sejarah, musik, seni drama, tari dan perbelanjaan. 4. Menurut Charles Gearing

Charles Gearing melakukan suatu studi untuk meneliti faktor-faktor pemebntuk daya tarik wisata. Studi tersebut menghasilkan kriteria-kriteria yang dapat dikelompokkan menjadi 5 faktor utama, hasil studi tersebut kemudian diterapkan dalam perencanaan pengembangan pariwisata Turki. Kelima faktor tersebut adalah: a. Alam, keindahan alam seperti topografi umum, flora dan fauna, jarak terhadap danau, pulau, mata air panas, gua-gua, air terjun; matahari, temperatur, hujan dan angin. b. Sosio-budaya, penonjolan artistik/ arsitektur dari bangunan setempat, rumah ibadah, monumen-monumen, museum seni, festival-festival musik dan tari, pertandingan olah raga, kompetisi, ciri tertentu yang menonjol ; pakaian adat, makanan daerah, kerajinan rakyat, produk-produk khusus, tingkah laku dan keserasian terhadap wisatawan/ pengunjung. c. Sejarah, peninggalan/ sisa-sisa bangunan kuno: keberadaan , kondisi dan daya capai peninggalan tersebut, kepentingan keagamaan dalam hubungannya dengan ibadah dan ketaatan terhadap agama ; penonjolan dalam sejarah : keadaan di mana suatu tempat bisa jadi terkenal karena suatu kejadian bersejarah atau legenda. d. Fasilitas rekreasi, fasilitas olah raga seperti memacing, berenang, ski, berlayar/ berperahu, golf, berkuda, berburu, jalur hiking ; fasilitas pendidikan seperti museum arkeologi dan etnografi, kebun raya, akuarium ; tempat piknik, teater, bioskop ; fasilitas berbelanja seperti toko souvenir, toko kerajinan tangan, toko sandang dan kebutuhan lainnya. e. Prasarana dan akomodasi, jalan raya dan jalan lainnya, air, listrik, pelayanan kesehatan, pelayanan keamanan, komunikasi, transportasi umum, fasilitas akomodasi seperti hotel, restoran, bungalow, pondok dan perkemahan. iklim : lama pancar

RIPPDA Kabupaten Majalengka

2-24

5.

Menurut Peter

Peters mengatakan bahwa faktor pembentuk daya tarik wisata adalah sebagai berikut: a. Budaya, meliputi budaya modern, museum, agama, tempat-tempat bersejarah, bangunan dan peristiwa sejarah, lokasi/ area arkeologi, dan hal lain yang mengandung nilai sejarah. b. Tradisi, seperti festival, musik-musik tradisional, cerita rakyat, seni dan benda kerajinan. c. Pemandangan, seperti panorama yang indah dan alami, taman nasional, flora dan fauna, objek wisata pantai, maupun objek wisata gunung. d. Hiburan, seperti kegiatan olah raga baik hanya sekedar menonton maupun ikut berpartisipasi ; taman rekreasi dan hiburan, bioskop dan teater, kehidupan malam, santapan (rumah makan). e. Daya tarik lainnya, iklim, kegiatan rekreasi untuk kesehatan, atraksi lain yang unik yang jarang atau sulit ditemukan di tempat lain. 6. Menurut Prof. Mariotti

Prof. Marioti mengatakan bahwa faktor pembentuk daya tarik yang mendorong wisatwan untuk melakukan kegiatan wisata adalah (Yoeti, 1988:160-163): a. Kenyamanan yang bersifat alami, termasuk dalam kelompok ini adalah :

Iklim, misalnya cuaca cerah, banyak pancaran sinar matahari, panas,


sejuk, dingin.

Bentuk tanah dan pemandangan, seperti topografi, tanah yang datar


atau bergelombang, ppegunungan, danau, sungai, pantai, air terjun, gunung berapi, pemandangan yang menarik.

Hutan belukar, seperti hutan yang luas dan masih perawan. Flora dan fauna, seperti lokasi cagar alam, lokasi perburuan, binatang
langka, dan lain sebagainya.

Pusat kesehatan, sumber wisata yang termasuk dalam kelompok ini


seperti mandi lumpur, sumber air panas. Sumber daya tersebut diharapkan dapat menyembuhkan penyakit. b. Hasil ciptaan manusia. Kelompok ini terbagi dalam dua bagian yaitu benda yang mempunyai nilai sejarah dan keagamaan, serta kegiatan yang bersifat kebudayaan, seperti:

RIPPDA Kabupaten Majalengka

2-25

Monumen bersejarah dan sisa peradaban masa lampau, rumah ibadah,


miseum, art gallery.

Acara tradisional, pameran, festival, upacara perkawinan, upacara


khitanan, dan kesenian rakyat. c. Tata cara hidup masyarakat secara tradisional merupakan daya tarik yang dapat ditawarkan kepada wisatawan. 7. Menurut Edward L. Inskeep

Edward L. Inskeep mengatakan bahwa faktor-faktor pembentuk daya tarik wisata antara lain dapat diketegorikan sebagai berikut (Inskeep, 1991:77): a. Daya tarik alami Didasarkan pada bentuk-bentuk lingkungan alamiah yang terdiri dari : iklim ; cuaca yang hangat, dan cerah ; pemandangan yang indah, daerah pantai, flora dan fauna, special environmental feature (gua, geyser, mata air panas, dan lain-lain), taman dan daerah konservasi. b. Daya tarik budaya Didasarkan pada kegiatan manusia, yang terdiri dari : lokasi arkeologi, sejarah dan budaya ; pola-pola kebudayaan khusus, seni dan kerajinan, aktivitas ekonomi yang menarik (seperti pasar tradisional, penangkapa ikan, dan teknik-teknik pertanian, dan lain-lain) museum dan fasilitas kebudayaan lainnya, festival kebudayaan, dan keramahtamahan penduduk asli. c. Daya tarik khusus/ artificial Terdiri dari taman hiburan, sirkus, pertokoan, meeting, conferences dan konvensi, peristiwa khusus, casino, entertaiment, rekreasi dan sport. Selain itu, fasilitas dan pelayanan wisata seperti hotel, sarana transportasi, dan hidangan/ masakan bisa menjadi daya tarik wisata pula. Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor pembentuk daya tarik wisata antara lain adalah:

Daya tarik alami, seperti pemandangan, iklim/ cuaca dan lain-lain. Daya tarik budaya, seperti tradisi, budaya, sejarah dan lain-lain. Daya tarik khusus yang sengaja dibuat/ artificial. Fasilitas dan pelayanan wisata termasuk akomodasi dan lain-lain. Aksesibilitas, seperti sarana dan prasarana trasportasi dan lain-lain.

RIPPDA Kabupaten Majalengka

2-26

Selanjutnya,

dalam

perencanaan

pariwisata,

kelima

faktor

tersebut

kemudian disebut komponen dari aspek sediaan, mengingat kelimanya adalah segala sesuatu yang dikonsumsi oleh wisatwan. 2.1.7 Aspek Permintaan Aspek permintaan (demand) adalah wisatawan dan segala sesuatu yang melekat pada diri wisatawan yang ditimbulkan oleh beberapa faktor yang kemudian membentuk apa yang disebut dengan tourist image. Sebagaimana halnya dengan aspek penyediaan, aspek permintaan juga terbentuk dari beberapa faktor yang berasal dari karakteristik dari wisatawan, antara lain: 1. 2. 3. 4. 5. Daerah Asal; Usia; Kondisi Ekonomi; Latar Belakang Pendidikan; Pekerjaan/ Profesi.

2.1.8 Perencanaan Pariwisata Perencanaan pariwisata merupakan suatu proses yang berbasiskan pada penelitian dan evaluasi tentang pemanfaatan sumber daya alam, sosial, dan budaya untuk pariwisata. Sebagaimana lazimnya suatu perencanaan maka dalam perencanaan pariwisata dikenal adanya lingkup perencanaan pariwisata. Lingkup perencanaan pariwisata dapat dibedakan atas lingkup wilayah rencana pariwisata dan lingkup isi rencana pariwisata. Lingkup wilayah dalam perencanaan pariwisata dapat dibatasi oleh batas administrasi seperti: negara (nasional), regional (satu atau gabungan beberapa propinsi/ kabupaten/ kota). Lingkup wilayah dalam perencanaan pariwisata dapat pula dibatasi oleh fungsi tertentu yang menonjol, misalnya; kawasan wisata pantai, resort wisata pantai, kawasan objek dan daya tarik wisata tertentu dan sebagainya. Lingkup wilayah dalam perencanaan pariwisata juga dapat dibatasi oleh batas alam, misalnya sungai atau danau. Selain itu ada pula batasan wilayah dalam perencanaan pariwisata yang didasarkan pada kriteria lain sesuai dengan kepentingan. Sementara itu lingkup isi dalam perencanaan pariwisata dapat bermacam-macam tergantung pada tujuan rencana itu dibuat. Ada rencana pemasaran, rencana kawasan wisata, dan sebagainya. Namun secara garis besar isi dari perencanaan pariwisata meliputi penyiapan produk (supply) dan meraih pasar (demand). Dengan kata lain isi

RIPPDA Kabupaten Majalengka

2-27

perencanaan pariwisata pada dasarnya adalah rencana menyatukan antara supply dengan demand.

2.2

Konsep Pengembangan Pariwisata

2.2.1 Konsep Dasar Pengembangan Pariwisata


A. Community - Based Tourism Development Community-Based Tourism (CBT) atau konsep pengembangan pariwisata berbasis masyarakat ini terinisiasi berdasarkan perspektif Bank Dunia tentang cara menanggulangi masalah kemiskinan melalui sektor pariwisata. Ada tiga kegiatan pariwisata yang dapat mendukung konsep CBT yakni adventure travel, cultural travel dan ecotourism. Dibahas pula kaitannya dengan akomodasi yang dimiliki oleh masyarakat atau disebut small family-owned hotels yang biasanya berkaitan erat dengan tiga jenis kegiatan tersebut. Seiring dengan prediksi perubahan tren konsumsi wisatawan -peningkatan wisata adventure, ecology dan budaya, maka konsep ini diyakini akan mampu meningkatkan pendapatan masyarakat setempat dan sekitarnya sekaligus memelihara budaya, kesenian dan cara hidup masyarakat di sekitarnya. Selain itu, CBT akan melibatkan masyarakat dalam proses pembuatan keputusan, dan dalam perolehan bagian pendapatan terbesar secara langsung dari kehadiran para wisatawan. CBT akan dapat menciptakan kesempatan kerja, mengurangi kemiskinan dan membawa dampak positif terhadap pelestarian lingkungan dan budaya asli setempat yang pada akhirnya diharapkan akan mampu menumbuhkan jati diri dan rasa bangga dari penduduk setempat yang tumbuh akibat peningkatan kegiatan pariwisata. Dengan demikian, CBT ekivalen dengan konsep ekonomi kerakyatan di sektor riil yang langsung dilaksanakan oleh masyarakat dan hasilnya pun langsung dinikmati oleh mereka. Konsep CBT memberikan perhatian khusus dan pertama pada upaya penggarapan wisatawan domestik (wisnus) yang perannya sangat besar dalam menumbuhkan dan mengembangkan objek-objek wisata yang nantinya diharapkan akan dikunjungi oleh wisman. Objek-objek wisata yang sering dan padat dikunjungi oleh wisnus akan memperoleh manfaat lebih besar dibandingkan dengan yang jarang dikunjungi wisnus. Makin banyak wisnus berkunjung, makin terkenal objek tersebut dan pada akhirnya merupakan promosi untuk menarik datangnya wisman. Dengan dilaksanakannya otonomi daerah, maka pengembangan dan pembangunan objek wisata atas dasar CBT ini adalah merupakan salah satu tugas pemerintah

RIPPDA Kabupaten Majalengka

2-28

daerah, meskipun tetap diupayakan agar hanya sampai sebatas sebagai fasilitator untuk menarik investor swasta melakukan kegiatan-kegiatan tersebut. Event-event pariwisata harus disusun secara konsisten sehingga dapat dijadikan acuan para pelaku pariwisata menjual ke berbagai pasar pariwisata dunia. Tanpa event yang tetap dan berkualitas maka akan sulit menarik pengunjung ke lokasi tersebut. Selain itu prasarana pariwisata pun harus ditingkatkan kualitasnya terutama yang terkait dengan kesehatan, kebersihan, keamanan dan kenyamanan. B. Sustainable Tourism Development Sustainable Tourism Development atau Pembangunan Pariwisata Berkelanjutan yaitu perencanaan pembangunan produk wisata yang mengakomodasi eksistensi lingkungan alam dan sosial. Konsep ini mengedepankan pengembangan pariwisata ramah lingkungan dengan tidak menghabiskan atau merusak sumberdaya alam dan sosial, melainkan keduanya dipertahankan sehingga dapat tetap eksis di masa mendatang. Identifikasi ekosistem kritis (critical ecosystem) serta penentuan ambang batas (carrying capasity) sangat penting dalam perencanaan dan pengambangan pariwisata pendekatan lingkungan hidup dan pembangunan berkelanjutan. Menurut Piagam Pariwisata Berkelanjutan tahun 1995, pembangunan pariwisata yang berkelanjutan adalah pembangunan yang didukung secara ekologis dalam jangka panjang, sekaligus layak secara ekonomi, adil secara etika dan sosial terhadap masyarakat. Prinsip-prinsip pembangunan dan pembangunan yang berkelanjutan adalah: a. Terjaminnya keberlanjutan sumber daya pendukung pembangunan pariwisata yang memungkinkan terciptanya manajemen pariwisata yang memadai dan handal. b. Apapun perubahan yang ditimbulkan oleh pengembangan pariwisata harus tetap menjamin kelestarian sumber daya alam, keanekaragaman hayati, budaya, dan kultur masyarakat. c. Pemerintah dan otoritas yang berwenang dengan partisipasi lembaga swadaya masyarakat dan masyarakat setempat, harus melakukan tindakan untuk memadukan perencanaan pariwisata sebagai kontribusi pada pembangunan berkelanjutan. d. Pemerintah dan organisasi multilateral harus memprioritaskan dan

memperkuat bantuan langsung dan tidak langsung untuk proyek-proyek pariwisata yang berkontribusi pada perbaikan kualitas lingkungan.

RIPPDA Kabupaten Majalengka

2-29

e. Ruang-ruang yang peka lingkungan dan budaya, saat ini dan masa depan, harus diberi prioritas khusus dalam kerjasama teknis dan bantuan keuangan untuk pembangunan berkelanjutan. f. Memprioritaskan promosi pariwisata yang selaras dengan pembangunan berkelanjutan sama artinya dengan jaminan terhadap stabilitas dalam jangka menengah dan panjang. g. Pemerintah harus mempromoasikan dan berpartisipasi dalam penciptaan jaring penelitian yang terbuka, penyebarluasan informasi dan pengetahuan tepat guna dalam priwisata dan berbagai teknologi pariwisata yang berkelanjutan. h. Pengembangan kebijakan pariwisata berkelanjutan membutuhkan dukungan sistem pengelolaan pariwisata yang ramah lingkungan, studi kelayakan untuk transformasi sektor, dan promosi melalui pelaksanaan proyek-proyek percontohan dan pengembangan berbagai kerjasama internasional.

2.2.2 Konsep Pengembangan Pemasaran dan Promosi


Dalam upaya pengembangan kepariwisataan, fungsi pemasaran pariwisata menjadi amat penting karena dalam rangka memupuk keuntungan demi pengembangan usahanya dan memberi kepuasan kepada pelanggan, terkandung upaya produsen menyesuaikan produk dengan keinginan dan kebutuhan konsumen/wisatawan. Pemasaran pariwisata dikatakan berhasil apabila dapat mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya sebagai tolok ukur keberhasilan. Oleh karena itu, pemasaran pariwisata sebagai suatu upaya pengembangan kepariwisataan harus mengacu pada tujuan-tujuan yang telah dirumuskan dengan baik. Sementara itu, tujuan-tujuan yang ditetapkan hendaknya:

1.

Realistis, maksudnya bahwa tujuan-tujuan itu harus ambisius tetapi

mampu dicapai dengan sumber-sumber tenaga manusia, bahan-bahan, sumbersumber teknis dan keuangan yang tersedia dan mungkin tersedia.

2.

Cakupan luas, dalam arti bahwa tujuan itu harus meliputi semua

keinginan organisasi atau perusahaan yang akan dicapai melalui pemasaran sebagai kebijakan manajemennya.

3.

Luwes, dalam arti bisa disadari bahwa ujuan-tujuan yang sudah itu tidak mungkin tercapai karena hambatan yang tidak

ditetapkan

diperhitungkan sebelumnya, tujuan-tujuan itu dapat dengan mudah disesuaikan dan diupayakan se-realitis mungkin, namun ambisius.

RIPPDA Kabupaten Majalengka

2-30

4.

Khas/unik, sedapat mungkin bersifat khas, cocok dengan waktu target

pencapaian dan strategi kerja guna mencapainya [Wahab et.al. 1992;29] Upaya yang dilakukan dalam usaha pemasaran terhadap wisatawan nusantara adalah melalui publikasi dan informasi mengenai objek dan daya tarik wisata di Kabupaten Majalengka. Publikasi dan pelayanan informasi tersebut, harus mudah didapat oleh para lain. wisatawan/pengunjung. Pemasaran pariwisata Melalui pusat-pusat pelayanan dalam informasi menarik maupun publikasi di tempat umum seperti stasiun, terminal, pusat perbelanjaan, halte dan lainKabupaten Majalengka kunjungan wisatawan baik nusantara maupun mancanegara, tidak bisa lepas dari Cirebon sebagai market atau distribusi wisatawan. Selain itu, perlu dijalin juga kerjasama dengan pengelola pariwisata daerah lainnya yang berdekatan dengan Kabupaten Majalengka. Salah satu cara untuk mempromosikan objek wisata di Kabupaten Majalengka dengan mengadakan paket wisata. Paket wisata ini didasarkan pada potensi objek wisata baik yang telah berkembang maupun belum berkembang.

2.2.3 Konsep Pengembangan Produk Wisata Pada umumnya wisatawan mempunyai pengetahuan atau informasi yang kurang memadai mengenai tempat wisata. Pemahaman wisatawan terhadap suatu tempat, dalam hal ini adalah destinasi wisata sangat dipengaruhi oleh citra atau image yang ditampilkan dalam berbagai produk wisatanya. Produk-produk wisata yang digambarkan melalui sebuah tanda ataupun kode merepresentasikan sebuah arti atau makna tertentu. Pengemasan sebuah produk wisata yang kurang tepat tentunya dapat dimaknai secara berbeda oleh wisatawan. Kabupaten Majalengka merupakan wilayah yang mempunyai potensi besar dalam pengembangan objek dan daya tarik wisata. Selama ini permasalahan yang terdapat dalam pengembangan wisata Kabupaten Majalengka adalah belum optimalnya pengembangan produk wisata yang dilihat dari: kurang memadainya sarana dan prasarana penunjang bagi kegiatan wisata, kurangnya apreasiasi para stakeholder terhadap kegiatan wisata yang dapat dilakukan, faktor SDM yang masih terbatas, serta kurangnya ketersediaan transportasi dan aksesibilitas. Oleh karena pengembangan produk wisata hendaknya direncanakan secara tepat dalam arti disesuaikan dengan karakteristik dan komponen sumber daya maupun daya dukungnya. Sangatlah penting untuk menampilkan produk wisata Kabupaten Majalengka yang mampu menggambarkan keunikan karakter suatu destinasi wisata yang bermakna dan mempunyai signifikansi yang tinggi dengan konteks lingkungannya, baik secara alami maupun kultural. Keunikan karakter ini direpresentasikan dalam kondisi
RIPPDA Kabupaten Majalengka

2-31

geografis, bentang alam, sejarah, kebudayaan, heritage/warisan pusaka, tradisi, gaya hidup, kepercayaan, perayaan/event, masyarakat, tempat dan seni budaya. Penyusunan konsep pengembangan pariwisata Kabupaten Majalengka dilakukan sesuai dengan kondisi dan potensi pariwisata yang dimiliki. Selain itu, konsep pengembangan juga disusun berdasarkan kebijakan dan strategi dasar pengembangan serta prinsip dan pokok-pokok dasar konsep pengembangan yang berakar pada visi kepariwisataan Kabupaten Majalengka. 2.2.4 Konsep Pengembangan Ekowisata Ekowisata lebih populer dan banyak dipergunakan dibanding dengan terjemahan yang seharusnya dari istilah ecotourism, yaitu ekoturisme. Terjemahan yang seharusnya dari ecotourism adalah wisata ekologis. Yayasan Alam Mitra Indonesia (1995) membuat terjemahan ecotourism dengan ekoturisme. Pengertian tentang ekowisata mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Namun, pada hakekatnva, pengertian ekowisata adalah suatu bentuk wisata yang bertanggungjawab terhadap kelestarian area yang masih alami (natural area), member manfaat secara ekonomi dan mempertahankan keutuhan budava bagi masyarakat setempat. Atas dasar pengertian ini, bentuk ekowisata pada dasarnya merupakan bentuk gerakan konservasi yang dilakukan oleh penduduk dunia. Ecotraveler ini pada hakekatnya konservasionis. A. Pendekatan Pengelolaan Ekowisata

Ekowisata merupakan bentuk wisata yang dikelola dengan pendekatan konservasi. Apabila ekowisata pengelolaan alam dan budaya masyarakat yang menjamin kelestarian dan kesejahteraan, sementara konservasi merupakan upaya menjaga kelangsungan pemanfaatan sumberdaya alam untuk waktu kini dan masa mendatang. Hal ini sesuai dengan definisi yang dibuat oleh The International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (1980), bahwa konservasi adalah usaha manusia untuk memanfaatkan biosphere dengan berusaha memberikan hasil yang besar dan lestari untuk generasi kini dan mendatang. Sementara itu destinasi yang diminati wisatawan ecotour adalah daerah alami. Kawasan konservasi sebagai obyek daya tarik wisata dapat berupa Taman Nasional, Taman Hutan Raya, Cagar Alam, Suaka Margasatwa, Taman Wisata dan Taman Buru. Tetapi kawasan hutan yang lain seperti hutan lindung dan hutan produksi bila memiliki obyek alam sebagai daya tarik ekowisata dapat dipergunakan pula untuk pengembangan ekowisata.

RIPPDA Kabupaten Majalengka

2-32

Area alami suatu ekosistem sungai, danau, rawa, gambut, di daerah hulu atau muara sungai dapat pula dipergunakan untuk ekowisata. Pendekatan yang harus dilaksanakan adalah tetap menjaga area tersebut tetap lestari sebagai areal alam. Pendekatan lain bahwa ekowisata harus dapat menjamin kelestarian lingkungan. Maksud dari menjamin kelestarian ini seperti halnya tujuan konservasi (UNEP, 1980) sebagai berikut:

1. Menjaga tetap berlangsungnya proses ekologis yang tetap mendukung sistem


kehidupan. 2. 3. B. Untuk Melindungi keanekaragaman hayati. Menjamin kelestarian dan pemanfaatan spesies dan ekosistemnya. Pengembangan Ekowisata mengembangkan ekowisata dilaksanakan dengan cara pengembangan

pariwisata pada umumnya. Ada dua aspek yang perlu dipikirkan. Pertama, aspek destinasi, kemudian kedua adalah aspek market. Untuk pengembangan ekowisata dilaksanakan dengan konsep product driven. Meskipun aspek market perlu dipertimbangkan namun macam, sifat dan perilaku obyek dan daya tarik wisata alam dan budaya diusahakan untuk menjaga kelestarian dan keberadaannya. Pada hakekatnya ekowisata yang melestarikan dan memanfaatkan alam dan budaya masyarakat, jauh lebih ketat dibanding dengan hanya keberlanjutan. Pembangunan ekowisata berwawasan lingkungan jauh lebih terjamin hasilnya dalam melestarikan alam dibanding dengan keberlanjutan pembangunan. Sebab ekowisata tidak melakukan eksploitasi alam, tetapi hanya menggunakan jasa alam dan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pengetahuan, fisik/ dan psikologis wisatawan. Bahkan dalam berbagai aspek ekowisata merupakan bentuk wisata yang mengarah ke metatourism. Ekowisata bukan menjual destinasi tetapi menjual filosofi. Dari aspek inilah ekowisata tidak akan mengenal kejenuhan pasar. C. Prinsip Ekowisata

Pengembangan ekowisata di dalam kawasan hutan dapat menjamin keutuhan dan kelestarian ekosistem hutan. Ecotraveler menghendaki persyaratan kualitas dan keutuhan ekosistem. Oleh karenanya terdapat beberapa butir prinsip pengembangan ekowisata yang harus dipenuhi. Apabila seluruh prinsip ini dilaksanakan maka ekowisata menjamin pembangunan yang ecological friendly dari pembangunan berbasis kerakyatan (commnnity based). The Ecotourism Society (Eplerwood/1999) menyebutkan ada delapan prinsip, yaitu:

RIPPDA Kabupaten Majalengka

2-33

Mencegah dan menanggulangi dampak dari aktivitas wisatawan terhadap alam dan budaya, pencegahan dan penanggulangan disesuaikan dengan sifat dan karakter alam dan budaya setempat.

Pendidikan konservasi lingkungan. Mendidik wisatawan dan masyarakat setempat akan pentingnya arti konservasi. Proses pendidikan ini dapat dilakukan langsung di alam.

dapat

Pendapatan langsung untuk kawasan. Mengatur agar kawasan yang digunakan untuk ekowisata dan manajemen pengelola kawasan pelestarian menerima tax langsung dapat penghasilan atau secara pendapatan. langsung Retribusi dan conservation dipergunakan untuk membina,

melestarikan dan meningkatkan kualitas kawasan pelestarian alam. Partisipasi masyarakat dalam perencanaan. Masyarakat diajak dalam merencanakan pengembangan ekowisata. Demikian pula di dalam pengawasan, peran masyarakat diharapkan ikut secara aktif. Penghasilan masyarakat. Keuntungan secara nyata terhadap ekonomi masyarakat dari kegiatan ekowisata mendorong masyarakat menjaga kelestarian kawasan alam. Menjaga keharmonisan dengan alam. Semua upaya

pengembangan termasuk pengembangan fasilitas dan utilitas harus tetap menjaga keharmonisan dengan alam. Apabila ada upaya disharmonize dengan alam akan merusak produk wisata ekologis ini. Hindarkan sejauh mungkin penggunaan minyak, mengkonservasi flora dan fauna serta menjaga keaslian budaya masyarakat. Pada umumnya lingkungan alam mempunyai daya dukung yang lebih rendah dengan daya dukung kawasan buatan. Meskipun mungkin permintaan sangat banyak, tetapi daya dukunglah yang membatasi. Peluang penghasilan pada porsi yang besar terhadap negara. Apabila suatu kawasan pelestarian dikembangkan untuk ekowisata, maka devisa dan belanja wisatawan didorong sebesar-besarnya dinikmati oleh negara atau negara bagian atau pemerintah daerah setempat.

D.

Unsur-unsur Pengembangan Ekowisata

Pengembangan ekowisata sangat dipengaruhi oleh keberadaan unsur-unsur yang harus ada dalam pengembangan itu sendiri, yaitu:

1.

Sumber Daya Alam, Peninggalan Sejarah dan Budaya Kekayaan keanekaragaman hayati merupakan daya tarik utama bagi pangsa

RIPPDA Kabupaten Majalengka

2-34

pasar ekowisata sehingga kualitas, keberlanjutan dan pelestarian sumber daya alam, peninggalan sejarah dan budaya menjadi sangat penting untuk pengembangan ekowisata. Ekowisata juga memberikan peluang yang sangat besar untuk mempromosikan pelestarian keanekaragaman hayati Indonesia di tingkat internasional, nasional maupun lokal. 2. Masyarakat Pada dasarnya pengetahuan tentang alam dan budaya serta daya tarik wisata kawasan dimiliki oleh masyarakat setempat. Oleh karena itu pelibatan masyarakat menjadi mutlak, mulai dari tingkat perencanaan hingga pada tingkat pengelolaan. 3. Pendidikan Ekowisata meningkatkan kesadaran dan apresiasi terhadap alam, nilai-nilai peninggalan sejarah dan budaya. Ekowisata memberikan nilai tambah kepada pengunjung dan masyarakat dalam bentuk pengetahuan dan pengalaman. Nilai tambah ini mempengaruhi perubahan perilaku dari pengunjung, masyarakat dan pengembang pariwisata agar sadar dan lebih menghargai alam, nilai-nilai peninggalan sejarah dan budaya. 4. Pasar Kenyataan memperlihatkan kecendrungan meningkatnya permintaan terhadap produk ekowisata baik di tingkat internasional dan nasional. Hal ini disebabkan meningkatnya promosi yang mendorong orang untuk berperilaku positif terhadap alam dan berkeinginan untuk mengunjungi kawasan-kawasan yang masih alami agar dapat meningkatkan kesadaran, penghargaan dan kepeduliannya terhadap alam, nilai-nilai sejarah dan budaya setempat. 5. Ekowisata Ekonomi memberikan peluang untuk mendapatkan keuntungan bagi penyelenggara, pemerintah dan masyarakat setempat, melalui kegiatan-kegiatan yang non ekstraktif, sehingga meningkatkan perekonomian daerah setempat. Penyelenggaraan yang memperhatikan kaidah-kaidah ekowisata mewujudkan ekonomi berkelanjutan. 6. Kelembagaan Pengembangan ekowisata pada mulanya lebih banyak dimotori oleh Lembaga Swadaya Masyarakat, pengabdi masyarakat dan lingkungan. Hal ini lebih banyak didasarkan pada komitmen terhadap upaya pelestarian lingkungan, pengembangan ekonomi dan pemberdayaan masyarakat secara berkelanjutan. Namun kadang kala komitmen tersebut tidak disertai dengan pengelolaan yang baik dan profesional, sehingga tidak sedikit kawasan ekowisata yang hanya
RIPPDA Kabupaten Majalengka

2-35

bertahan sesaat. Sementara pengusaha swasta belum banyak yang tertarik menggarap bidang ini, karena usaha seperti ini dapat dikatakan masih relatif baru dan kurang diminati karena harus memperhitungkan social cost dan ecological-cost dalam pengembangannya.

2.2.5 Konsep Pengembangan Agrowisata Pemanfaatan potensi sumber daya alam sering kali tidak dilakukan secara optimal dan cenderung eksploitatif. Kecenderungan ini perlu segera dibenahi salah satunya melalui pengembangan industri pariwisata dengan menata kembali berbagai potensi dan kekayaan alam dan hayati berbasis pada pengembangan kawasan secara terpadu. Potensi wisata alam, baik alami maupun buatan, belum dikembangkan secara baik dan menjadi andalan. Banyak potensi alam yang belum tergarap secara optimal. Pengembangan kawasan wisata alam dan agro mampu memberikan kontribusi pada pendapatan asli daerah, membuka peluang usaha dan kesempatan kerja serta sekaligus berfungsi menjaga dan melestarikan kekayaaan alam dan hayati. Apalagi kebutuhan pasar wisata agro dan alam cukup besar dan menunjukkan peningkatan di seluruh dunia. Sekitar 52% aset wisata Indonesia sebenarnya berupa sumber daya alam. Australia memiliki 55% aset wisata yang juga merupakan jenis wisata alam. Tercatat lebih dari 29 juta penduduk Amerika melakukan sejumlah 310 juta perjalanan yang dimotivasi oleh wisata alam. Sebagai negara agraris yang memiliki kekayaan sumber daya alam berlimpah, pengembangan industri agrowisata seharusnya memegang peranan penting di masa depan. Pengembangan industri ini akan berdampak sangat luas dan signifikan dalam pengembangan ekonomi dan upaya-upaya pelestarian sumber daya alam dan lingkungan. Melalui perencanaan dan pengembangan yang tepat, agrowisata dapat menjadi salah satu sektor penting dalam ekonomi daerah. Pengembangan industri pariwisata khususnya agrowisata memerlukan kreativitas dan inovasi, kerjasama dan koordinasi serta promosi dan pemasaran yang baik. Pengembangan agrowisata berbasis kawasan berarti juga adanya keterlibatan unsurunsur wilayah dan masyarakat secara intensif. Sebagai bagian dari pengembangan pariwisata bahwa tujuan pengembangan kawasan agrowisata adalah: Mendorong tumbuhnya visi jangka panjang pengembangan industri pariwisata, khususnya agrowisata, sebagai salah satu sarana peningkatan ekonomi dan pelestarian sumber daya alam masa depan.

RIPPDA Kabupaten Majalengka

2-36

Memberikan

kerangka

dasar

untuk

perencanaan

dan

pengembangan agrowisata secara umum. budaya daerah. Perencanaan pengembangan kawasan agrowisata berbasis kawasan ini ditujukan untuk meningkatkan kegiatan Pemerintah Daerah, dunia usaha dan masyarakat umum, dimana sasaran yang hendak dicapai adalah: Terwujudnya panduan awal bagi Pemerintah Daerah dalam perencanaan pengembangan kawasan agrowisata; Terwujudnya pengembangan kawasan agrowisata sebagai bahan masukan kebijakan dan pengembangan kawasan pariwisata di daerah; Terwujudnya motivasi bagi Pemerintah Daerah dan Mendorong upaya-upaya untuk pengembangan industri wisata yang terpadu berbasis kawasan dan potensi-potensi kewilayahan, sosial dan

swasta/masyarakat untuk pengembangan kawasan agrowisata. Terwujudnya kawasan yang mendukung kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan hidup di daerah; Terwujudnya peningkatan kesempatan kerja dan pendapatan daerah/masyarakat. Pengembangan agrowisata sebagai salah satu sektor pembangunan secara umum menjadi sangat relevan, sesuai dengan potensi daerah masing-masing. Pengembangan agrowisata berbasis kawasan akan mampu mendorong berbagai sektor lain baik ekonomi, sosial maupun budaya. Dan perencanaan pengembangan kawasan agrowisata harus dilihat dalam bingkai hubungan faktor pemintaaan (demand) dan faktor penawaran (supply factor). Demand Factor adalah profil dan situasi pasar wisata baik internasional maupun domestik, kecenderungan pasar dan sebagainya. Sedangkan supply factor merupakan produk dan layanan wisata yang dikembangkan baik berupa kegiatan, fasilitas maupun aset wisata. Gambar 2.3 Hubungan Faktor Permintaan dan Penawaran dalam Pengembangan Kawasan Agrowisata
Management Faktor : Strategi & Program, Promosi & Pemasaran, Pendidikan & Pelatihan Litbang

Supply Faktor : Aset Sumber Daya Produk, Institusi Dll.

RIPPDA Kabupaten Majalengka

Demand Faktor : Potensi Pasar Internasional & Domestik

2-37

Pengembangan kawasan agrowisata harus dilakukan secara terintegrasi dengan sektor-sektor terkait seperti pertanian, peternakan, perikanan, pengolahan, perhotelan, biro perjalanan, industri, kesenian dan kebudayaan dan sebagainya dalam bingkai kewilayahan dan keterpaduan pengelolaan kawasan. Agrowisata dapat merupakan pengembangan dari sektor lain yang diharapkan mampu menunjang pengembangan ekonomi secara berkelanjutan, misalnya pengembangan kawasan agrowisata pada kawasan agropolitan, pengembangan kawasan agrowisata pada kawasan perkebunan, pengembangan kawasan agrowisata pada tanaman pangan dan hortikultura, sebagainya. Pembangunan agribisnis merupakan paradigma pembangunan pertanian yang pengembangan kawasan agrowisata pada kawasan peternakan, pengembangan kawasan agrowisata pada kawasan perikanan darat dan lain

didasarkan kepada prinsip-prinsip bisnis. Dengan demikian secara otomatis, strategi ini dibangun dengan mempertimbangkan dinamika untuk meningkatkan daya saing agribisnis dalam perdagangan global, upaya pertama yang harus dilakukan adalah meningkatkan akses para pelaku agribisnis pada pasar baik pasar domestik maupun pasar global. Upaya ini dilakukan dengan meningkatkan kemampuan para pelaku agribisnis untuk mengidentifikasi peluang pasar dan menganalisis dinamika permintaan pasar. Pada era persaingan global yang semakin kompleks ini, maka faktor efisiensi merupakan faktor kunci dalam pengembangan agribisnis, termasuk Wisata Agro. Pergerakan kearah efisiensi tersebut menuntut kemampuan manajerial, profesionalisme dalam pengelolaan usaha dan penggunaan teknologi maju. Dengan demikian, peran teknologi informasi dan promosi usaha serta kemampuan dalam menyiasati pasar dengan berbagai karakteristiknya akan menjadi komponen yang sangat penting untuk selalu dicermati. Pada bagian lain wisata agro cenderung dominan kepada menjual jasa sumberdaya alam, untuk itu aspek kelestarian alam harus mendapat perhatian utama. Sesuai dengan cakupan tersebut, maka upaya pengembangan wisata agro secara garis besar mencakup aspek pengembangan sumberdaya manusia, sumberdaya alam, promosi, dukungan sarana dan kelembagaan.

1.

Prinsip-prinsip Pengembangan Kawasan Agrowisata 2-38

RIPPDA Kabupaten Majalengka

Perencanaan pengembangan kawasan agrowisata harus memenuhi prinsip-prinsip tertentu yaitu: a. Pengembangan kawasan agrowisata harus mempertimbangkan penataan dan pengelolaan wilayah dan tata ruang yang berkelanjutan baik dari sisi ekonomi, ekologi maupun sosial budaya setempat. Mempertimbangkan RTRWN yang lebih luas sebagai dasar pengembangan kawasan. Mendorong apresiasi yang lebih baik bagi masyarakat luas tentang pentingnya pelestarian sumber daya alam yang penting dan karakter sosial budaya. Menghargai dan melestarikan keunikan

budaya, lokasi dan bangunan-bangunan bersejarah maupun tradisional. b. Pengembangan fasilitas dan layanan wisata yang mampu memberikan kenyamanan pengunjung sekaligus memberikan benefit bagi masyarakat setempat. Memberikan nilai tambah bagi produk-produk lokal dan meningkatkan pendapatan sektor agro. Merangsang tumbuhnya investasi bagi

kawasan agrowisata sehingga menghidupkan ekonomi lokal. bagi penduduk lokal. Menghidupkan kawasan agrowisata dan sekitarnya. daya lokal. c. Pengembangan kawasan agrowisata harus mampu melindungi sumber daya dan kekayaan alam, nilai-nilai budaya dan sejarah setempat. Pengembangan kawasan agrowisata ini tidak hanya memenuhi kebutuhan pasar semata, tetapi harus dalam koridor melindungi dan melestarikan aset-aset yang menjadi komoditas utama pengembangan kawasan. Penggalian terhadap nilai-nilai, lokasi, kegiatan, atraksi wisata yang unik ditujukan untuk mendorong pertumbuhan kawasan agrowisata secara berkelanjutan. Meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumber gairah kegiatan ekonomi Merangsang tumbuhnya lapangan kerja baru

d. Diperlukan studi dan kajian yang mendalam, berulang (repetitive) dan


melibatkan pihak-pihak yang relevan baik dari unsur masyarakat, swasta maupun pemerintah. Dengan demikian diharapkan perencanaan &

RIPPDA Kabupaten Majalengka

2-39

pengembangan

kawasan

semakin

baik

dari

waktu

ke

waktu

serta

terdokumentasi dengan baik. 2. Infrastruktur Infrastruktur penunjang diarahkan untuk mendukung pengembangan sistem dan usaha agrowisata sebagai sebuah kesatuan kawasan yang antara lain meliputi: 1. Dukungan fasilitas sarana & prasarana yang menunjang kegiatan agrowisata yang mengedepankan kekhasan lokal dan alami tetapi mampu memberikan kemudahan, kenyamanan dan keamanan bagi wisatawan. Fasilitas ini dapat berupa fasilitas transportasi & akomodasi, telekomunikasi, maupun fasilitas lain yang dikembangkan sesuai dengan jenis agrowisata yang dikembangkan.

2. Dukungan sarana dan prasarana untuk menunjang subsistem kegiatan


agribisnis primer terutama untuk mendukung kerberlanjutan kegiatan agribisnis primer, seperti: bibit, benih, mesin dan peralatan pertanian, pupuk, pestisida, obat/vaksin ternak dan lain-lain. Jenis dukungan sarana dan prasarana dapat berupa: a. b. c. d. e. Jalan Sarana Transportasi. Pergudangan Sarana Produksi Pertanian Fasilitas Bimbingan dan Penyuluhan, pendidikan dan pelatihan. Fasilitas lain yang diperlukan sarana dan prasarana untuk menunjang subsistem usaha

3. Dukungan

tani/pertanian primer (on-farm agribusiness) untuk peningkatan produksi dan keberlanjutan (sustainability) usaha budi-daya pertanian: tanaman pangan dan hortikultura, perkebunan, peternakan, perikanan, dan kehutanan. Jenis sarana dan prasarana ini antara lain: a. b. Jalan-jalan pertanian antar kawasan. Sarana air baku melalui pembuatan sarana irigasi untuk mengairi dan menyirami lahan pertanian. c. Dermaga, tempat pendaratan kapal penangkap ikan, dan tambatan perahu pada kawasan budi daya perikanan tangkapan, baik di danau ataupun di laut. d. Sub terminal agribisnis & terminal agribisnis.

4. Infrastruktur yang tepat guna, yang dimaksud infrastruktur yang dibangun baik
jenis maupun bentuk bangunan harus dirancang sedemikian rupa tanpa

RIPPDA Kabupaten Majalengka

2-40

melakukan eksploitasi yang berlebihan dan menimbulkan dampak yang seminimal mungkin pada lingkungan sekitarnya. Teknologi yang digunakan dapat bervariasi dan sebaiknya jenis teknologi harus disesuaikan dengan kondisi setempat. 5. Biro perjalanan wisata sebagai pemberi informasi dan sekaligus

mempromosikan pariwisata, meskipun mereka lebih banyak bekerja dalam usaha menjual tiket dibandingkan memasarkan paket wisata. 3. Kelembagaan 1) Lingkup pedoman kelembagaan adalah suatu ketentuan berupa sistem pengelolaan yang menjembatani berbagai kepentingan antara instansi terkait atau disebut protokol 2) Protokol diarahkan kepada pengaturan hubungan antara pemangku

kepentingan dan antar tingkat pemerintahan baik di pusat maupun daerah 3) Sesuai dengan kondisi daerah dan jenis agrowisata yang dikembangkan, pihakpihak stakeholders yang berkepentingan dan terkait baik langsung maupun tidak langsung dengan pengembangan kawasan agrowisata ini antara lain: Kantor Kementerian Pariwisata & Persenibud Bappeda Kabupaten/kota Dinas Pariwisata dan Persenibud Dinas Permukiman dan Prasarana Wilayah Dinas Pertanian Dinas Kelautan dan Perikanan Dinas Perdagangan dan Perindustrian Dinas Perhubungan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kanwil Pertanahan Nasional BKPRD (Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah) Pemerintah Provinsi Pemerintah Kabupaten/kota Dunia Usaha dan Masyarakat Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Perguruan Tinggi

RIPPDA Kabupaten Majalengka

2-41

Dan Lain-Lain Lembaga-lembaga berbagai tersebut diatas seharusnya bertanggung jawab dalam

perencanaan dan pengembangan agrowisata, berkaitan dengan penyediaan infrastruktur yang diperlukan. Pengalokasian akses seperti akses informasi, komunikasi dan transportasi menjadi tanggung jawab sektor publik. Tetapi dalam implementasinya, sektor publik berkonsentrasi pada perangkat keras, dari akses-akses tersebut, sedangkan perangkat lunak dan pengoperasiannya dapat dilakukan tidak hanya oleh sektor publik tetapi juga sektor swasta, terutama para pengusaha yang relevan dengan masing-masing akses tersebut. Pembangunan pusat-pusat informasi menjadi sangat krusial untuk memacu pengembangan agrowisata pada umumnya. Hal ini karena kegiatan pariwisata merupakan salah satu produk unggulan non migas bagi penerimaan daerah. Disamping itu pemda dan sektor yang relevan bertanggungjawab terhadap perlindungan dan kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan hidup di lokasi. Oleh karena itu pelaksanaan kegiatan agrowisata harus ada kegiatan pemantauan yang dilakukan pemda. Untuk itu perlu ada instrumen yang jelas dan terukur agar monitoring kegiatan agrowisata dapat dilakukan secara optimal. Swasta dalam pengembangan agrowisata (perguruan tinggi, Lembaga Swadaya Masyarakat, justru lebih perguruan berperan tinggi, dalam dunia usaha dan masyarakat) agrowisata diharapkan terutama mempunyai peran yang sangat besar dalam pengembangan pariwisata. Swasta pelaksanaan kegiatan pemasaran, penyediaan jasa dan opersional kegiatan, disini karena peran swasta melengkapi sektor publik. Oleh karena itu kedua stakeholder tersebut harus bekerjasama dan berkoordinasi agar kegiatan agrowisata dapat berjalan baik. Dunia usaha dan masyarakat sesuai dengan prinsip agrowisata, keterlibatan dunia usaha dan masyarakat setempat sangat penting dan mutlak diperlukan. Kegiatan ini harus mengakomodasi dan terintegrasi dengan budaya lokal serta harus memberikan manfaat ekonomi dalam kehidupan masyarakat sekitar. Oleh karena itu perlu diupayakan peningkatan ketrampilan melalui pendidikan latihan agar kesempatan dan kemampuan masyarakat dapat memberikan peran yang lebih besar dalam kegiatan agrowisata. Kerjasama dan koordinasi antar berbagai stakeholder terkait dalam pengusahaan agrowsisata sangat penting dan menjadi faktor kunci keberhasilan dalam pengembangan agrowisata. Kerjasama dan koordinasi antar berbagai stakeholder dapat bervariasi, mulai dari informasi sampai dengan bentuk kerjasama yang legal dan formal. Sedangkan areal kerjasama juga sangat luas meliputi semua proses pengembangan agrowisata, mulai dari perencanaan seperti penetapan lokasi
RIPPDA Kabupaten Majalengka

2-42

kawasan, pelaksanaan kegiatan termasuk operasional sampai kepada pemantauan kegiatan agar dapat dicapai sasaran secara berkelanjutan dengan memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat setempat khususnya, sebagaimana konsep pengembangan kawasan agrowisata dapat dilihat pada Gambar 2.4 berikut ini. Gambar 2.4 Konsep Pengembangan Kawasan Agrowisata

Sektor Agro : Pertanian/Perkebunan Primer/Perikanan Industri Pertanian Lain Potensi Kekayaan Alam Lainnya.

Infrastruktur Manajemen Promosi

Industri Wisata : Produk/Kegiatan Pelayanan Penunjang Aksesibilitas Pendidikan dan Pelatihan

Kawasan Agrowisata Berkelanjutan

4.

Manajemen Pengembangan Kawasan Agrowisata Pengembangan Agrowisata berbasis kawasan merupakan pengembangan

kawasan yang tumbuh dan berkembang dengan memadukan berbagai kelebihan dan keuntungan agribisnis dengan kegiatan wisata secara berkelanjutan. Hal ini memerlukan rencana pengembangan yang menyentuh hal-hal yang paling mendasar baik dari sisi penataan wilayah dan kawasan, pengelolaan sumber daya lokal (baik alam, penduduk, ekonomi, sosial maupun budaya). Penetapan dan pengembangan kawasan agrowisata dapat dilakukan pada beberapa kawasan secara terpadu seperti kawasan sentra produksi pertanian dengan kawasan danau dan sungai. Dengan demikian kawasan agrowisata bukanlah kawasan yang secara khusus diperuntukkan bagi industri wisata, melainkan dapat saja berupa kawasan lain dengan memberikan pengembangan fasilitas, kegiatan serta promosi wisata. Strategi dan arah kebijakan pengembangan kawasan agrowisata sekurangkurangnya dilakukan dengan beberapa tahapan berikut ini: 1. Adanya pedoman pengelolaan ruang kawasan agrowisata sebagai bagian dari RTRWN, yang berupa strategi pola pengembangan kawasan agrowisata tersebut.
RIPPDA Kabupaten Majalengka

2-43

2. Penetapan kawasan agrowisata dilakukan berdasarkan studi kelayakan yang secara mendasar mempertimbangkan teknis kelayakan ekologis, lahan, kelayakan dll), dan ekonomis, kelayakan (agroklimat, kesesuaian

kelayakan sosial budaya.

3. Pengembangan Kawasan Agrowisata harus melalui tahapan-tahapan yang jelas


dan terarah. Tahapan-tahapan tersebut antara lain: a. Persiapan Kawasan Agrowisata Merupakan rencana pengembangan jangka pendek antara 0 -1 tahun. Kawasan ini merupakan daerah potensi pengembangan yang diidentifikasi memiliki potensi yang layak dikembangkan karena kekayaan alamnya dan topologinya, peruntukan maupun sosial budaya. Kawasan ini dapat juga berupa kawasan yang diarahkan untuk kawasan agrowisata, misalnya kawasan bantaran sungai atau danau yang akan direhabilitasi. Melalui pengembangan fasilitas yang mendukung, daerah ini dapat dikembangkan sebagai kawasan agrowisata. b. Pra Kawasan Agrowisata

Merupakan rencana pengembangan jangka menengah 1 5 tahun, dimana kawasan mulai dikembangkan sesuai dengan arah perencanaan dan pengembangan. Pada tahap ini kawasan sudah mulai berkembang dan kegiatan agrowisata sudah mulai berjalan. Hal ini dapat dicirikan dengan adanya kesadaran yang mulai tumbuh di masyarakat tentang pengembangan kawasan agrowisata di daerahnya serta kegiatan agribisnis dan agrowisata yang berjalan bersama secara serasi. Kegiatan pengembangan sumber daya manusia dan lingkungan pada tahap ini harus dilakukan secara intensif, untuk mempersiapkan sebuah kawasan dengan kesadaran agrowisata. c. Tahap Kawasan Agrowisata

Pada tahap ini kawasan sudah mapan sebagai kawasan agrowisata. Pada tahapan ini kawasan agrowisata sudah berkembang dan memiliki ciri-ciri seperti: optimalisasi sumberdaya alam; adanya pusat-pusat kegiatan wisata terpadu dengan berbagai kegiatan budidaya, pengolahan dan pemasaran; minimalnya dampak lingkungan yang terjadi; pemberdayaan masyarakat lokal, seni, sosial dan budaya.

RIPPDA Kabupaten Majalengka

2-44

4. Pengembangan kawasan agrowisata dalam jangka panjang berorientasi pada pelestarian daya dukung lingkungan dan sumber daya alam. Hal ini menuntut pola agribisnis yang dikembangkan benar-benar sesuai dengan karakter dan kesesuaian lahan, memiliki dampak lingkungan minimal (misalnya tidak diperkenankan penggunaan pestisida secara berlebihan atau aplikasi pestisida organik yang aman secara ekologis). Berbagai kebijakan, program, prosedur dan petunjuk pelaksanaan harus dirumuskan secara lebih rinci dengan melibatkan berbagai pihak terkait.

5. Pengembangan kawasan agrowisata diharapkan mampu memelihara dan


bahkan memperbaiki daya dukung lingkungan dan kelestarian sumber daya alam secara berkelanjutan dalam jangka panjang. Upaya-upaya pelestarian flora dan fauna yang mulai langka diharapkan dapat dilakukan dan memberikan nilai ekonomi bagi pelaku usaha agrowisata misalnya dengan mengembangkan kawasan budidaya tanaman obat atau tanaman pangan yang sudah mulai jarang dikonsumsi pada masyarakat modern. Hal ini dapat juga dilakukan pada bidang peternakan dan perikanan. 6. Manfaat Pengembangan agrowisata (warta penelitian dan pengembangan pertanian vol 24 no, 1, 2002). Pengembangan agrowisata sesuai dengan kapabilitas, tipologi, dan fungsi ekologis lahan akan berpengaruh langsung terhadap kelestarian sumberdaya lahan dan pendapatan petani dan masyarakat sekitarnya. Kegiatan ini secara tidak langsung meningkatkan persepsi positif petani serta masyarakat di sekitarnya akan arti pentingnya pelestarian sumberdaya lahan pertanian. Pengembangan agrowisata pada gilirannya akan menciptakan lapangan pekerjaan, karena usaha ini dapat menyerap tenaga kerja dari masyarakat pedesaan, sehingga dapat menahan atau mengurangi arus urbanisasi yang semakin meningkat saat ini. Manfaat yang dapat diperoleh dari agrowisata antara lain adalah melestarikan sumberdaya alam, melestarikan teknologi lokal dan meningkatkan pendapatan petani/masyarakat sekitar lokasi wisata. 5. Arah Pengembangan Arah & strategi pengembangan Kawasan Agrowisata harus bertumpu pada kekuatan dan potensi lokal dan berorientasi pasar. Pertumbuhan pasar agrowisata dan ekowisata cukup tinggi di seluruh dunia. Diperlukan kreativitas dan inovasi untuk mengemas dan memasarkan produk-produk unggulan agrowisata dengan menjual keaslian, kekhasan dan ke-lokalan yang ada di kawasan agrowisata. Hal ini dapat dikombinasikan dengan produk-produk yang lebih umum seperti pengembangan wisata petualangan, perkemahan, pengembangan fasilitas 2-45

RIPPDA Kabupaten Majalengka

hiking/tracking, pemancingan, wisata boga, wisata budaya dan lain-lain sesuai dengan potensi yang dimiliki. Selain itu, harus diberikan kemudahan dan dukungan melalui penyediaan sarana & prasarana yang menunjang baik dari sisi budidaya, pengolahan pasca panen maupun infrastruktur dan fasilitas lain seperti promosi, transportasi dan akomodasi dan pemasaran yang terpadu harus dilakukan oleh pemerintah baik di pusat maupun di daerah. Arah pengembangan kawasan agrowisata harus mampu menyentuh komponenkomponen kawasan secara mendasar. Hal ini antara lain meliputi: a. b. c. d. Pemberdayaan masyarakat pelaku agrowisata Pengembangan pusat-pusat kegiatan wisata sebagai titik pertumbuhan. Pengembangan sarana dan prasarana yang menunjang. Adanya keterpaduan antar kawasan yang mendukung upaya peningkatan dan pelestarian daya dukung lingkungan serta sosial dan budaya setempat. e. Adanya keterpaduan kawasan agrowisata dengan rencana tata ruang wilayah daerah dan nasional. 6. Pemberdayaan Masyarakat Pembinaan dan sosialisasi ditujukan kepada para masyarakat dan dunia usaha yang menjadi subjek dan objek dari pengembangan kawasan agrowisata, tolok ukur keberhasilannya adalah: 1) Masyarakat dan dunia usaha yang terlibat sebagai pelaku dalam program pengembangan dan pengelolaan kawasan agrowisata sepenuhnya mengerti, mentaati, mematuhi dan berperan serta aktif dalam penegakan rambu-rambu dan etika pengembangan agrowisata. 2) Meningkatnya tingkat kesejahteraan sosial masyarakat di kawasan agrowisata dan sekitarnya. 3) Berkembangnya usaha berbasis agribisnis dan agroindustri, baik dalam skala kecil, menengah dan besar yang juga berorientasi pada insdustri wisata di kawasan agrowisata. 7. Strategi Pengembangan Agrowisata Pembangunan agribisnis merupakan paradigma pembangunan pertanian yang didasarkan kepada prinsip-prinsip bisnis. Dengan demikian secara otomatis, strategi ini dibangun dengan mempertimbangkan dinamika untuk meningkatkan
RIPPDA Kabupaten Majalengka

2-46

daya saing agribisnis dalam perdagangan global, upaya pertama yang harus dilakukan adalah meningkatkan akses para pelaku agribisnis pada pasar baik pasar domestik maupun pasar global. Upaya ini dilakukan dengan meningkatkan kemampuan para pelaku agribisnis untuk mengidentifikasi peluang pasar dan menganalisis dinamika permintaan pasar. Pada era persaingan global yang semakin kompleks ini, maka faktor efisiensi merupakan faktor kunci dalam pengembangan agribisnis, termasuk Wisata Agro. Pergerakan kearah efisiensi tersebut menuntut kemampuan manajerial, profesionalisme dalam pengelolaan usaha dan penggunaan teknologi maju. Dengan demikian, peran teknologi informasi dan promosi usaha serta kemampuan dalam menyiasati pasar dengan berbagai karakteristiknya akan menjadi komponen yang sangat penting untuk selalu dicermati. Pada bagian lain wisata agro cenderung dominan kepada menjual jasa sumberdaya alam, untuk itu aspek kelestarian alam harus mendapat perhatian utama. Sesuai dengan cakupan tersebut, maka upaya pengembangan wisata agro secara garis besar mencakup aspek pengembangan sumberdaya manusia, sumberdaya alam, promosi, dukungan sarana prasarana dan kelembagaan. a. Sumberdaya Manusia Sumberdaya manusia mulai dari pengelola sampai kepada masyarakat berperan penting dalam keberhasilan pengembangan wisata agro. Kemampuan pengelola wisata agro dalam menetapkan target sasaran dan menyediakan, mengemas, menyajikan paket-paket wisata serta promosi yang terus menerus sesuai dengan potensi yang dimiliki sangat menentukan keberhasilan dalam mendatangkan wisatawan. Dalam hal ini keberadaan/peran pemandu wisata dinilai sangat penting. Kemampuan pemandu wisata yang memiliki pengetahuan ilmu dan keterampilan menjual produk wisata sangat menntukan. Pengetahuan pemandu wisata seringkali tidak hanya terbatas kepada produk dari obyek wisata yang dijual tetapi juga pengetahuan umum terutama hal-hal yang lebih mendalam berkaitan dengan produk wisata tersebut. Ketersediaan dan upaya penyiapan tenaga pemandu wisata agro saat ini dinilai masih terbatas. Pada jenjang pendidikan formal seperti pendidikan pariwisata, mata ajaran wisata agro dinilai belum memadai sesuai dengan potensi wisata agro di Indonesia. Sebaliknya pada pendidikan pertanian, mata ajaran kepariwisataan juga praktis belum diajarkan. Untuk mengatasi kesenjangan tersebut pemandu wisata agro dapat dibina dari pensiunan dan
RIPPDA Kabupaten Majalengka

2-47

atau tenaga yang masih produktif dengan latar belakang pendidikan pertanian atau pariwisata dengan tambahan kursus singkat pada bidang yang belum dikuasainya. b. Promosi Kegiatan promosi merupakan kunci dalam mendorong kegiatan wisata agro. Informasi dan pesan promosi dapat dilakukan melalui berbagai cara, seperti melalui leaflet, booklet, pameran, cinderamata, mass media (dalam bentuk iklan atau media audiovisual), serta penyediaan informasi pada tempat publik (hotel, restoran, bandara dan lainnya). Dalam kaitan ini kerjasama antara obyek wisata agro dengan Biro Perjalanan, Perhotelan, dan Jasa Angkutan sangat berperan. Salah satu metoda promosi yang dinilai efektif dalam mempromosikan obyek wisata agro adalah metoda "tasting", yaitu memberi kesempatan kepada calon konsumen/wisatawan untuk datang dan menentukan pilihan konsumsi dan menikmati produk tanpa pengawasan berlebihan sehingga wisatawan merasa betah. Kesan yang dialami promosi ini akan menciptakan promosi tahap kedua dan berantai dengan sendirinya. c. Sumberdaya Alam dan Lingkungan Sebagai bagian dari usaha pertanian, usaha wisata agro sangat

mengandalkan kondisi sumberdaya alam dan lingkungan. Sumberdaya alam dan lingkungan tersebut mencakup sumberdaya obyek wisata yang dijual serta lingkungan sekitar termasuk masyarakat. Untuk itu upaya mempertahankan kelestraian dan keasrian sumberdaya alam dan lingkungan yang dijual sangat menentukan keberlanjutan usaha wisata agro. Kondisi lingkungan masyarakat sekitar sangat menentukan minat wisatawan untuk berkunjung. Sebaik apapun obyek wisata yang ditawarkan namun apabila berada ditengah masyarakat tidak menerima kehadirannya akan menyulitkan dalam pemasaran obyek wisata. Antara usaha wisata agro dengan pelestarian sumberdaya alam dan lingkungan terdapat hubungan timbal balik yang saling menguntungkan. Usaha wisata agro berkelanjutan membutuhkan terbinanya sumberdaya alam dan lingkungan yang lestari, sebaliknya dari usaha bisnis yang dihasilkannya dapat diciptakan sumberdaya alam dan lingkungan yang lestari. Usaha wisata agro bersifat jangka panjang dan hampir tidak mungkin sebagai usaha jangka pendek, untuk itu segala usaha perlu dilakukan dalam perspektif jangka panjang. Sekali konsumen/wisatawan mendapatkan kesan buruknya kondisi sumberdaya wisata dan lingkungan, dapat berdampak jangka panjang untuk mengembalikannya. Dapat dikemukakan bahwa wisata
RIPPDA Kabupaten Majalengka

2-48

agro merupakan usaha agribisnis yang membutuhkan keharmonisan semua aspek. d. Sarana dan Prasarana Kehadiran akomodasi konsumen/wisatawan dan transportasi juga ditentukan kepada oleh kemudahanmasyarakat

kemudahan yang diciptakan, mulai dari pelayanan yang baik, kemudahan sampai kesadaran sekitarnya. Upaya menghilangkan hal-hal yang bersifat formal, kaku dan menciptakan suasana santai serta kesan bersih dan aman merupakan aspek penting yang perlu diciptakan. e. Kelembagaan Pengembangan wisata agro memerlukan dukungan semua pihak pemerintah, swasta terutama pengusaha wisata agro, lembaga yang terkait seperti perjalanan wisata, perhotelan dan lainnya, perguruan tinggi serta masyarakat. Pemerintah bertindak sebagai fasilitator dalam mendukung berkembangnya wisata agro dalam bentuk kemudahan perijinan dan lainnya. Intervensi pemerintah terbatas kepada pengaturan agar tidak terjadi iklim usaha yang saling mematikan. Untuk itu kerjasama baik antara pengusaha obyek wisata agro, maupun antara obyek wisata agro dengan lembaga pendukung (perjalanan wisata, perhotelan dan lainnya) sangat penting. Terobosan kegiatan bersama dalam rangka lebih mengembangkan usaha agro diperlukan.

2.2.6
A.

Konsep Desa wisata Pengertian

Desa wisata adalah suatu bentuk integrasi antara atraksi, akomodasi dan fasilitas pendukung yang disajikan dalam suatu struktur kehidupan masyarakat yang menyatu dengan tata cara dan tradisi yang berlaku. Desa wisata adalah sebuah kawasan pedesaan yang memiliki beberapa karakteristik khusus untuk menjadi daerah tujuan wisata. Di kawasan ini, penduduknya masih memiliki tradisi dan budaya yang relatif masih asli. Selain itu, beberapa faktor pendukung seperti makanan khas, sistem pertanian dan sistem sosial turut mewarnai sebuah kawasan desa wisata. Di luar faktor-faktor tersebut, alam dan lingkungan yang masih asli dan terjaga merupakan salah satu faktor terpenting dari sebuah kawasan tujuan wisata. Selain berbagai keunikan, kawasan desa wisata juga harus memiliki berbagai fasilitas untuk menunjangnya sebagai kawasan tujuan wisata. Berbagai fasilitas ini akan memudahkan para pengunjung desa wisata dalam melakukan kegiatan wisata.
RIPPDA Kabupaten Majalengka

2-49

Fasilitas-fasilitas yang sebaiknya dimiliki oleh kawasan desa wisata antara lain adalah sarana transportasi, telekomunikasi, kesehatan, dan juga akomodasi. Khusus untuk sarana akomodasi, desa wisata menyediakan sarana penginapan berupa pondokpondok wisata (home stay) sehingga para pengunjung pun turut merasakan suasana pedesaan yang masih asli.. B. Komponen Utama Desa Wisata

Terdapat dua konsep yang utama dalam komponen desa wisata :

Akomodasi : sebagian dari tempat tinggal para penduduk setempat dan atau unitunit yang berkembang atas konsep tempat tinggal penduduk.

Atraksi : seluruh kehidupan keseharian penduduk setempat beserta setting fisik


lokasi desa yang memungkinkan berintegrasinya wisatawan sebagai partisipasi aktif seperti : kursus tari, bahasa dan lain-lain yang spesifik. Sedangkan Edward Inskeep, dalam Tourism Planning An Integrated and Sustainable Development Approach, memberikan definisi : Village Tourism, where small groups of tourist stay in or near traditional, often remote villages and learn about village life and the local environment. Inskeep : Wisata pedesaan dimana sekelompok kecil wisatawan tinggal dalam atau dekat dengan suasana tradisional, sering di desa-desa yang terpencil dan belajar tentang kehidupan pedesaan dan lingkungan setempat. C. Prinsip Dasar Pengembangan Desa Wisata Pengembangan fasilitas-fasilitas wisata dalam skala kecil beserta pelayanan di dalam atau dekat dengan desa. Fasilitas-fasilitas dan pelayanan tersebut dimiliki dan dikerjakan oleh penduduk desa, salah satu bisa bekerja sama atau individu yang memiliki.

Pengembangan desa wisata didasarkan pada salah satu sifat budaya tradisional yang lekat pada suatu desa atau sifat atraksi yang dekat dengan alam dengan pengembangan desa sebagai pusat pelayanan bagi wisatawan yang mengunjungi kedua atraksi tersebut.

D.

Pendekatan Pengembangan Desa Wisata

Pengembangan dari desa wisata harus direncanakan secara hati-hati agar dampak yang timbul dapat dikontrol. Berdasar dari penelitian dan studi-studi dari UNDP/WTO dan beberapa konsultan Indonesia, dicapai dua pendekatan dalam menyusun rangka kerja/konsep kerja dari pengembangan sebuah desa menjadi desa wisata.

RIPPDA Kabupaten Majalengka

2-50

1. Wisata

Pendekatan

Pasar

untuk

Pengembangan

Desa

Interaksi tidak langsung Model pengembangan didekati dengan cara bahwa desa mendapat manfaat tanpa interaksi langsung dengan wisatawan. Bentuk kegiatan yang terjadi semisal : penulisan buku-buku tentang desa yang berkembang, kehidupan desa, arsitektur tradisional, latar belakang sejarah, pembuatan kartu pos dan sebagainya. Interaksi setengah langsung Bentuk-bentuk one day trip yang dilakukan oleh wisatawan, kegiatan-kegiatan meliputi makan dan berkegiatan bersama penduduk dan kemudian wisatawan dapat kembali ke tempat akomodasinya. Prinsip model tipe ini adalah bahwa wisatawan hanya singgah dan tidak tinggal bersama dengan penduduk. Interaksi Langsung Wisatawan dimungkinkan untuk tinggal/bermalam dalam akomodasi yang dimiliki oleh desa tersebut. Dampak yang terjadi dapat dikontrol dengan berbagai pertimbangan yaitu daya dukung dan potensi masyarakat setempat. Alternatif lain dari model ini adalah penggabungan dari model pertama dan kedua. (UNDP and WTO. 1981. Tourism Development Plan for Nusa Tenggara, Indonesia. Madrid: World Tourism Organization. 2. Pendekatan Fisik Pengembangan Desa Wisata

Pendekatan ini merupakan solusi yang umum dalam mengembangkan sebuah desa melalui sektor pariwisata dengan menggunakan standar-standar khusus dalam mengontrol perkembangan dan menerapkan aktivitas konservasi.

Mengonservasi sejumlah rumah yang memiliki nilai budaya dan arsitektur yang tinggi dan mengubah fungsi rumah tinggal menjadi sebuah museum desa untuk menghasilkan biaya untuk perawatan dari rumah tersebut. Contoh pendekatan dari tipe pengembangan model ini adalah Desa Wisata di Koanara, Flores. Desa wisata yang terletak di daerah wisata Gunung Kelimutu ini mempunyai aset wisata budaya berupa rumah-rumah tinggal yang memiliki arsitektur yang khas. Dalam rangka mengkonservasi dan mempertahankan rumah-rumah tersebut, penduduk desa menempuh cara memuseumkan rumah tinggal penduduk yang masih ditinggali. Untuk mewadahi kegiatan wisata di daerah tersebut dibangun juga sarana wisata untuk wisatawan yang akan mendaki Gunung Kelimutu dengan fasilitas berstandar resor minimum dan kegiatan budaya lain.

RIPPDA Kabupaten Majalengka

2-51

Mengonservasi menampung

keseluruhan

desa

dan

menyediakan desa

lahan dan

baru

untuk

perkembangan

penduduk

tersebut

sekaligus

mengembangkan lahan tersebut sebagai area pariwisata dengan fasilitas-fasilitas wisata. Contoh pendekatan pengembangan desa wisata jenis ini adalah Desa Wisata Sade, di Lombok.

Mengembangkan bentuk-bentuk akomodasi di dalam wilayah desa tersebut yang dioperasikan oleh penduduk desa tersebut sebagai industri skala kecil. Contoh dari bentuk pengembangan ini adalah Desa wisata Wolotopo di Flores. Aset wisata di daerah ini sangat beragam antara lain : kerajinan tenun ikat, tarian adat, rumah-rumah tradisional dan pemandangan ke arah laut. Wisata di daerah ini dikembangkan dengan membangun sebuah perkampungan skala kecil di dalam lingkungan Desa Wolotopo yang menghadap ke laut dengan atraksi-atraksi budaya yang unik. Fasilitas-fasilitas wisata ini dikelola sendiri oleh penduduk desa setempat. Fasilitas wisata berupa akomodasi bagi wisatawan, restaurant, kolam renang, peragaan tenun ikat, plaza, kebun dan dermaga perahu boat.

E.

Kriteria Desa Wisata

Pada pendekatan ini diperlukan beberapa kriteria yaitu :

Atraksi wisata; yaitu semua yang mencakup alam, budaya dan hasil ciptaan manusia. Atraksi yang dipilih adalah yang paling menarik dan atraktif di desa.

Jarak Tempuh; adalah jarak tempuh dari kawasan wisata terutama tempat tinggal wisatawan dan juga jarak tempuh dari ibukota provinsi dan jarak dari ibukota kabupaten.

Besaran Desa; menyangkut masalah-masalah jumlah rumah, jumlah penduduk, karakteristik dan luas wilayah desa. Kriteria ini berkaitan dengan daya dukung kepariwisataan pada suatu desa.

Sistem

Kepercayaan adalah

dan

kemasyarakatan; yang

merupakan

aspek dan

penting sistem

mengingat adanya aturan-aturan yang khusus pada komunitas sebuah desa. Perlu dipertimbangkan agama menjadi mayoritas kemasyarakatan yang ada.

Ketersediaan infrastruktur; meliputi fasilitas dan pelayanan transportasi, fasilitas listrik, air bersih, drainase, telepon dan sebagainya.

Masing-masing kriteria digunakan untuk melihat karakteristik utama suatu desa untuk kemudian menetukan apakah suatu desa akan menjadi desa dengan tipe berhenti sejenak, tipe one day trip atau tipe tinggal inap.

RIPPDA Kabupaten Majalengka

2-52

F.

Jenis Wisatawan Pengunjung Desa Wisata

Karena bentuk wisata pedesaan yang khas maka diperlukan suatu segmen pasar tersendiri. Terdapat beberapa tipe wisatawan yang akan mengunjungi desa wisata ini yaitu : Wisatawan Domestik Wisatawan domestik ; terdapat tiga jenis pengunjung domestik yaitu : 1) Wisatawan atau pengunjung rutin yang tinggal di daerah dekat desa tersebut. Motivasi kunjungan : mengunjungi kerabat, membeli hasil bumi atau barang-barang kerajinan. Pada perayaan tertentu, pengunjung tipe pertama ini akan memadati desa wisata tersebut. 2) Wisatawan dari luar daerah (luar propinsi atau luar kota), yang transit atau lewat dengan motivasi, membeli hasil kerajinan setempat. 3) Wisatawan domestik yang secara khusus mengadakan perjalanan wisata ke daerah tertentu, dengan motivasi mengunjungi daerah pedesaaan penghasil kerajinan secara pribadi.

Wisatawan Mancanegara 1) Wisatawan yang suka berpetualang dan berminat khusus pada kehidupan dan kebudayaan di pedesaan. Umumnya wisatawan ini tidak ingin bertemu dengan wisatawan lainnya dan berusaha mengunjungi kampung dimana tidak begitu banyak wisatawan asing. 2) Wisatawan yang pergi dalam grup (di dalam suatu biro perjalanan wisata). Pada umumnya mereka tidak tinggal lama di dalam kampung dan hanya tertarik pada hasil kerajinan setempat. 3) Wisatawan yang tertarik untuk mengunjungi dan hidup di dalam kampung dengan motivasi merasakan kehidupan di luar komunitas yang biasa dihadapinya.

G.

Tipe Desa Wisata

Menurut pola, proses dan tipe pengelolanya desa atau kampung wisata di Indonesia sendiri, terbagi dalam dua bentuk yaitu tipe terstruktur dan tipe terbuka.

Tipe terstruktur (enclave) Tipe terstruktur ditandai dengan karakter-karakter sebagai berikut :

RIPPDA Kabupaten Majalengka

2-53

1) Lahan terbatas yang dilengkapi dengan infrastruktur yang spesifik untuk kawasan tersebut. Tipe ini mempunyai kelebihan dalam citra yang ditumbuhkannya sehingga mampu menembus pasar internasional. 2) Lokasi pada umumnya terpisah dari masyarakat atau penduduk lokal, sehingga dampak negatif yang ditimbulkannya diharapkan terkontrol. Selain itu pencemaran sosial budaya yang ditimbulkan akan terdeteksi sejak dini. 3) Lahan tidak terlalu besar dan masih dalam tingkat kemampuan perencanaan yang integratif dan terkoordinir, sehingga diharapkan akan tampil menjadi semacam agen untuk mendapatkan dana-dana internasional sebagai unsur utama untuk menangkap servis-servis dari hotel-hotel berbintang lima. Contoh dari kawasan atau perkampungan wisata jenis ini adalah kawasan Nusa Dua, Bali dan beberapa kawasan wisata di Lombok. Pedesaan tersebut diakui sebagai suatu pendekatan yang tidak saja berhasil secara nasional, melainkan juga pada tingkat internasional. Pemerintah Indonesia mengharapkan beberapa tempat di Indonesia yang tepat dapat dirancang dengan konsep yang serupa. Tipe Terbuka (spontaneus) Tipe ini ditandai dengan karakter-karakter yaitu tumbuh menyatunya kawasan dengan struktur kehidupan, baik ruang maupun pola dengan masyarakat lokal. Distribusi pendapatan yang didapat dari wisatawan dapat langsung dinikmati oleh penduduk lokal, akan tetapi dampak negatifnya cepat menjalar menjadi satu ke dalam penduduk lokal, sehingga sulit dikendalikan. Contoh dari tipe perkampungan wisata jenis ini adalah kawasan Prawirotaman, Yogyakarta.

2.2.7 Konsep Pengembangan Objek Daya Tarik Wisata Alam (ODTWA) A. Permasalahan Objek Daya Tarik Wisata Alam (ODTWA)

Kendala/permasalahan pengembangan objek daya tarik wisata lam berkaitan erat dengan : Instrumen kebijaksanaan dalam pemanfaatan dan pengembangan fungsi kawasan untuk mendukung potensi objek daya tarik wisata alam. Sarana dan prasarana belum memadai untuk mendukung pengembangan objek daya tarik wisata alam. Masih kurangnya upaya promosi untuk menarik pengunjung. Masih kurangnya peran serta pemerintah dalam pengembangan objek daya tarik wisata alam.
RIPPDA Kabupaten Majalengka

2-54

Efektifitas fungsi dan peran objek daya tarik wisata alam ditinjau dari aspek koordinasi instansi terkait. Kapasitas institusi dan kemampuan SDM dalam pengelolaan objek daya tarik wisata alam di kawasan hutan. Mekanisme peran serta masyarakat dalam pengembangan pariwisata alam. B. 1. Strategi Pengembangan Objek Daya Tarik Wisata Alam (ODTWA) Pengembangan ODTWA sangat erat kaitannya dengan peningkatan produktifitas sumber daya hutan dalm konteks pembangunan ekonomi regional maupun nasional, sehingga selalu dihadapkan pada kondisi interaksi wilayah. 2. meliputimpengembangan : Aspek perencanaan pengembangan ODTWA yang antara lain mencakup sistem perencanaan kawasan, penataan ruang (tata ruang wilayah), standarisasi, identifikasi potensi, koordinasi lintas sektor, pendanaan dan sistem informasi ODTWA. Aspek kelembagaan meliputi pemanfaatan dan peningkatan kapasitas institusi sebagai mekanisme yang dapat mengatur berbagai kepentingan, secara operasional merupakan organisasi dengan SDM dan PP yang sesuai dan memiliki tingkat efisiensi tinggi. Aspek sarana dan prasarana yang memiliki dua sisi kepentingan, yaitu (1) alat memenuhi kebutuhan pariwisata alam, (2) sebagai pengendalian dalam rangka memelihara keseimbangan lingkungan, pembangunan sarana dan prasarana dapat meningkatkan daya dukung sehingga upaya pemanfaatan dapat dilakukan secara optimal. Aspek pengelolaan yaitu dengan mengembangkan profesionalisme dan pola pengelolaan ODTWA yang siap mendukung kegiatan pariwisata alam dan mampu memanfaatkan potensi ODTWA secara lestari. Aspek pengusahaan yang memberi kesempatan dan mengatur pemanfaatan ODTWA untuk tujuan pariwisata yang bersifat komersial kepada pihak ketiga dan membuka lapangan kerja bagi masyarakat setempat. Strategi pengembangan ODTWA berbagai kepentingan yang melibatkan aspek kawasan hutan, pemerintah, aspek masyarakat dan pihak swasta didalam suatu sistem tata ruang

RIPPDA Kabupaten Majalengka

2-55

Aspek pemasaran dengan mempergunakan teknologi tinggi dan bekerja sama dengan berbagai pihak baik dalam negeri maupun luar negeri. Aspek peran serta masyarakat melalui kesempatan-kesempatan usaha

sehingga ikut membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Aspek penelitian dan pengembangan yang meliputi aspek fisik, lingkungan dan sosial ekonomi dari ODTWA. Diharapkan nantinya mampu menyediakan informasi bagi pengembangan dan pembangunan kawasan, kebijaksanaan dan arahan pemanfaatan ODTWA. 3. Dalam rangka menemukenali dan

mengembangkan ODTWA perlu segera dilaksanakan inventarisasi terhadap potensi nasional ODTWA secara bertahap sesuai prioritas dengan memperhatikan nilai keunggulan saing dan keunggulan banding, kekhasan onjek, kebijaksanaan pengembangan serta ketersediaan dana dan tenaga. 4. Potensi Nasional ODTWA yang sudah ditemukenali segera diinformasikan dan dipromosikan kepada calon penanaman modal. 5. Dalam rangka optimalisasi fungsi ODTWA perlu diupayakan pengembangn pendidikan konservasi melalui pengembangan sistem interprestasi ODTWA dan bekerja sama dengan instansi terkait termasuk lembagalembaga pendidikan, penelitian, penerangan masyarakat dan lain-lain. 6. Perlu dikembangkan sistem kemitraan dengan pihak swasta, lembaga swadaya masyarakat yang ada dalam rangka mendukung optimalisasi pengembangan ODTWA. 7. dari pengembangan Pengembangan ODTWA merupakan sub sistem pariwisata daerah dan pengembangan wilayah pada umumnya yang secara langsung maupun tidak langsung memberi manfaat lebih bagi masyarakat setempat. 8. Pemerintah Daerah berkewajiban melaksanakan koordinasi, perencanaan, serte monitoring pengembangan ODTWA.

C.

Prinsip Dalam Pengembangan Objek Daya Tarik Wisata Alam (ODTWA)

Untuk mencapai maksud tersebut, maka perlu diberikan rambu-rambu dalam pemanfaatan kawasan hutan konservasi untuk pariwisata alam yang terdiri dari lima prinsip pengembangan pariwisata alam, yaitu :
RIPPDA Kabupaten Majalengka

2-56

1.

Prinsip Konservasi, meliputi : Menghindari setempat. Menjamin adanya kelestarian fungsi kawasan. Menjadi sumber dana yang besar untuk pembangunan konservasi. Meningkatkan daya dorong yang besar bagi sektor swasta untuk berperan aktif dalam program konservasi. Mengendalikan pembangunan sarana dan prasarana (harmonis, dengan alam, desain sesuai dengan sosekbud setempat dan diarahkan untuk dibangun di luar kawasan). Melakukan pengaturan pengunjung sesuai daya dukung kawasan. Prinsip Pendidikan, meliputi : Memberikan pendidikan konservasi bagi pengunjung, tour operator, dan apra pemandu wisata. Mengembangkan program interprestasi lingkungan sehingga timbul lepedulian dan apresiasi terhadap konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Memberikan informasi kepada pengunjung tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Pengelolaannya, konsekuensi aktifitas pengunjung dan memberikan tambahan pengalaman bagi pengunjung untuk dapat berprilaku ramah lingkungan. Meningkatkan kesadaran konservasi dan kepedulian pengunjung terhadap lingkungan. Mengembangkan penelitian, penyuluhan, dan teknologi pariwisata alam. Prinsip Ekonomi, meliputi : dampak negatig terhadap lingkungan, sosial dan budaya

2.

3.

Menjamin kesinambungan usaha. Mendapatkan keuntungan ekonomi bagi penyelenggaraan pariwisata alam dan masyarakat setempat.

Membuka peluang usaha di bidang pariwisata alam (jasa, souvenir, objek dan daya tarik wisata serta sarana dan prasarana).

Memacu pembangunan wilayah setempat baik tingkat lokal, regional, maupun nasional.

RIPPDA Kabupaten Majalengka

2-57

Membuka akses pasar dan berkembangnya mitra usaha dengan masyarakat setempat.

4.

Prinsip Partisipasi Masyarakat, meliputi : Melibatkan masyarakat setempat, sejak tahap perencanaan, pelaksanaan sampai monitoring dan evaluasinya. Memperhatikan kearifan tradisional dan kekhasan daerah setempat agar tidak terjadi benturan kepentingan dengan kondisi sosial budaya masyarakat. Membuka kesempatan usaha dan peluang kerja sektor informasi bagi masyarakat sekitar. Memahami struktur sosial budaya masyarakat dan menciptakan kegiatan partisipatif. Mensosialisasikan dan mempromosikan kebijakan pengembangan pariwisata alam dan kebijakan lokal.

5.

Prinsip Rekreasi, meliputi : Memperoleh informasi akurat tentang potensi kawasan dan memberikan saran pengembangannya. Memperoleh pengalaman wisata di lokasi yang masih alami mempunyai fungsi konservasi. Memahami aspek pengelolaan kawasan hutan konservasi dan prinsip wisata alam. Memahami etika berwisata dan mendukung pelestarian lingkungan. Mewujudkan sadar wisata alam sebagai kebutuhan bagi masyarakat dan meberikan kenyamanan dan keamanan.

2.2.8 Konsep Pengembangan Sarana dan Prasarana Penunjang Pariwisata


Pengembangan sarana dan prasarana penunjang pariwisata ditujukan untuk

memenuhi kebutuhan serta untuk meningkatkan aksesibilitas bagi suatu objek dan daya tarik wisata. Pemenuhan kebutuhan akan prasarana pariwisata meliputi penyediaan jaringan jalan, air bersih, listrik, telepon dan lainnya. Pemenuhan kebutuhan akan sarana pariwisata meliputi akomodasi seperti hotel bintang, hotel melati, restoran/ rumah makan dan lainnya, disesuaikan dengan perkiraan kebutuhan dan aspek pelestarian lingkungan serta dengan menonjolkan arsitektural daerah.

RIPPDA Kabupaten Majalengka

2-58

2.2.9

Konsep Pengembangan Sumber Daya Manusia

Pengembangan kegiatan kepariwisataan yang tidak tertata seringkali membawa konotasi negatif bagi perkembangan adat serta budaya setempat. Salah satu antisipasi dari hal tersebut dapat dilakukan dengan meletakan dasar yang kokoh terhadap adat serta budaya setempat. Hal tersebut dapat dilakukan melalui pembinaan sejak dini nilai-nilai tradisi, budaya serta adat setempat melalui pendidikan formal, misalnya melalui kurikulum pendidikan. Sehingga pada masa yang akan datang nilai-nilai budaya tersebut tetap mengakar pada masyarakat dan dapat menjadi potensi budaya bagi pengembangan kegiatan kepariwisataan. Secara umum, sumber daya manusia pariwisata dapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok, yaitu: 1. Kalangan Pemerintah 2. Kalangan Tenaga Kerja/ Usaha Pariwisata

3.

Kalangan Masyarakat, khususnya sekitar objek dan daya tarik wisata.

2.2.10 Konsep Pengelolaan Lingkungan


Konsep pengembangan pengelolaan lingkungan ini bertujuan untuk memperhatikan dampak lingkungan yang akan terjadi didalam pengembangan pariwisata sebagai akibat dari kegiatan pariwisata di Kabupaten Majalengka. Akbiat kegiatan pariwisata umumnya mengakibatkan suatu degradasi lingkungan baik yang diakibatkan oleh wisata alam, budaya, maupun minat khusus, khususnya kegiatan wisata yang berada di kawasan lindung.

2.2.11 Konsep Pengembangan Kelembagaan


Tujuan pengaturan dan kelembagaan pariwisata di Kabupaten Majalengka adalah meningkatkan pendapatan daerah dan masyarakat, perluasan kesempatan kerja dan terwujudnya kemudahan berwisata di Kabupaten Majalengka. Sedangkan sasaran pengaturan dan kelembagaan pariwisata di Kabupaten Majalengka adalah terwujudnya iklim yang kondusif dan kemudahan investasi dalam bidang usaha kepariwisataan melalui perkembangan dan peningkatan para pengusaha yang berinvestasi dalam bidang usaha kepariwsataan di Kabupaten Majalengka dengan tetap mendorong keikutsertaan dari lembaga-lembaga ekonomi rakyat.

2.2.12 Konsep Pengembangan Investasi


RIPPDA Kabupaten Majalengka

2-59

Pengembangan investasi berguna untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat melalui kegiatan pembangunan yang dilakukan atas dasar prinsip otonomi daerah dan pemberian wewenang yang luas, nyata dan bertanggung jawab, akuntable, transparan dan demokratis. Peningkatan kemampuan kelembagaan untuk mengelola proses penyaluran aspirasi, musyawarah dalam pengambilan keputusan, serta memberdayakan masyarakat dalam mendayagunakan pembangunan sumberdaya lokal dan sumberdaya pembangunan secara optimal. Adapun prinsip pengelolaan investasi yang dianut adalah, transparancy, participation, quick disbursement, accountability, sustainability dan simplicity. Konsistensi pada prinsip ini akan menjadi daya tarik sendiri dalam proses percepatan investasi pariwisata di Kabupaten Majalengka. Prosedur kemitraan yang dianut dalam pengembangan pariwisata di Kabupaten Majalengka ini, adalah memposisikan pemerintah kota, menjadi fasilitator dan administrator pembangunan. Dengan demikian orientasi pembangunan dari top down berubah ke bottom up dan partisipatif, juga sekaligus menciptakan kepemerintahan yang baik (good governance) dan demokratis. Berbagai program yang dapat dilakukan secara kemitraan antara para stakeholder pembangunan, kemitraan dalam pembangunan sangat penting untuk dilakukan mengingat dua hal: 1. Kemitraan merupakan wujud nyata dari partisipasi masyarakat dan swasta dalam proses pembangunan

2. Kemitraan merupakan

cara

yang

tepat

untuk

mengefisienkan

belanja

pemerintah (government expenditure) di sektor pembangunan, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 2.5 Pengembangan investasi kepariwisataan di Kabupaten Majalengka akan dilakukan dengan melakukan dan menjalin kerjasama dan kemitraan dengan pihak swasta, masyarakat, pemerintah dan badan atau lembaga usaha yang terkait dengan kepariwisataan. Investasi tersebut dalam pengembangan kepariwisataan akan dititikberatkan pada pengembangan objek wisata yang berpotensi dan belum dimanfaatkan, program investasi juga dilakukan dalam hal penyediaan sarana dan prasarana pendukung pariwisata seperti akomodasi (hotel), sarana atraksi baik b

a olahraga, kesenian maupun budaya.

e cGambar 2.5 Wilayah Peran serta Stakeholder f


RIPPDA Kabupaten Majalengka

Keterangan : A = Pemerintah E B = Pemerintah-Masyarakat F C = Pemerintah-Swasta G D = Masyarakat

= Masyarakat= Swasta = Pemerintah-SwastaMasyarakat

2-60

RIPPDA Kabupaten Majalengka

2-61

Anda mungkin juga menyukai