DOSEN PENGAMPUH:
Disusun oleh :
PINELENG
OKTOBER 2021
KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP ANAK
PENDAHULUAN
Zaman sekarang ini banyak sekali kita temui tentang kasus-kasus kejahatan moral
dalam masnyarakat. Salah satunya sexual abuse atau kekerasan seksual pada anak. Kasus
kekerasan seksual pada anak ini tidak pernah berhenti. Di Indonesia juga telah banyak terjadi
kasus-kasus seperti ini. Ada berbagai macam kekerasan seksual yang terjadi pada anak-anak.
Keekrasan seksual bukan hanya menyangkut fisik saja tetapi bisa juga kekerasan dalam
bentuk non fisik. Kekerasan seksual pada anak bukan semata tentang seks. Kebanyakan
pelecehan seksual dilakukan oleh kaum laki-laki terhadap perempuan. Namun ada juga kasus
pelecehan perempuan terhadap laki-laki dan bahkan ada juga sesame jenis baik itu sesama
perempuan atau sesama laki-laki.
Anak menjadi kelompok yang sangat rentan terhadap kekerasan seksual karena anak
selalu diposisikan sebagai sosok yang lemah atau tidak berdaya dan selalu bergantung pada
orang yang lebih dewasa. Dan hal seperti inilah yang membuat anak-anak takut, dapat
diancam untuk tidak mengatakan apa yang telah dia alami. Kekerasan seksual terhadap anak
bisa terjadi dimana saja dan kapan saja. Siapa pun bisa menjadi pelaku kekerasan seksual
terhadapa anak.
Dalam tulisan ini, akan dibahas lebih lengkap mengenai kekerasan seksual pada anak,
dan bagaimana pandangan Gereja Katolik dalam kasus seperti ini.
PEMBAHASAN
Apa yang dimaksud dengan kekerasan seksual? Kekerasan seksual adalah kontak
seksual yang tidak dikehendaki oleh salah satu pihak. Inti dari kekerasan seksual terletak
pada “ancaman” (verbal) dan “pemaksaan” (tindakan)1. Sekarang ini banyak terjadi kasus
kekerasan seksual terhadap anak. Seperti yang telah dijelaskan bahwa kekerasan seksua
ini hanya dikehendaki oleh satu pihak. Anak-anak dipaksa untuk melakukan kontak
seksual. Bentuk kekerasan seksual terhadap anak ini bisa menimbulkan kerugian atau
bahaya bagi anak-anak, baik secara fisik maupun emosional. Tidak terbatas pada
hubungan seks saja, tetapi juga tindakan-tindakan yang mengarah kepada aktivitas
seksual terhadap anak-anak. Seperti, menyentuh tubuh anak secara seksual, baik anak itu
menggunakan pakaian atau tidak, segala bentuk penetrasi seks, termasuk penetrasi ke
mulut anak menggunakan benda atau anggota tubuh, membuat atau memaksa anak untuk
terlibat dalam aktivitas seksual, menampilkan gambar atau film porno, dan lain-lain.
Kekerasan seksual, pasti memberi dampak yang buruk dan berbahaya bagi anak-anak.
Anak-anak cenderung mengalami trauma yang sangat besar. Anak-anak merasa stress,
depresi, gangguan jiwa, dan pasti muncul perasaan bersalah dan cenferung juga
menyalahkan dirinya. Trauma akibat kekerasan seksual pada anak ini sangatlah sulit
untuk dihilangkan. Harus memerlukan seseorng yang ahli dalam menyembuhkan trauma
mereka ini.
Finkelhor dan Browne (Tower, 2002) mengkategorikan empat jenis dampak trauma
akibat kekerasan seksual yang dialami oleh anak-anak yaitu2:
a. Pengkhianatan (Betrayal)
Sebagai anak, pasti mempunyai kepercayaan yang besar kepada orang tua dan
kepecayaan itu dimengerti dan dipahami. Namun, kepercayaan anak dan otoritas
orangtua menjadi hal yang mengancam anak.
b. Trauma secara Seksual (Traumatic sexualization)
1
Ismantoro D.Yuwono, Penerapan Hukum Dalam Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Anak,
(Yogyakarta:Medpress Digital), hlm. 1
2
www.neliti.com/id/publications/52819/kekerasan-seksual-terhadap-anak-dampak-dan-penanganannya
Russel (Tower, 2002) menemukan bahwa perempuan yang mengalami keekrasan
seksual cenderung menolak hubungan seksual, dan sebagai konsekuensinya
menjadi korban kekerasan seksual dalam rumah tangga.
c. Merasa Tidak Berdaya (Powerleness)
Anak yang menjadi korban kekerasan seksual merasa dirinya selalu lemah dan
tidak berdaya. Dia selalu merasa tidak mampu dan tidak efektif dalam melakukan
pekerjaan da nada yang merasakan sakit pada tubuhnya. Muncullah mimpi buruk,
fobia dan kecemasan.
d. Stigmatization
Mereka yang menjadi korban pasti ada rasa malu dan rasa beralah. Keduanya ini
terbentuk karena ketidakberdayaan dan merasa bahwa mereka tidak ada kekuatan
untuk mengontrol dirinya. Anak yang menjadi korban selalu merasa bebeda
dengan yang lain. Pada akhirnya mereka akan menggunakan obat-obatan
terlarang, minum alkhohol untuk menghukum dirinya.
Kalau dilihat mungkin secara fisik anak yang menjadi korban kasus ini tidak terlalu
dipermasalahkan. Tetapi tidak untuk kondisi psikis mereka. Apa yang telah menimpa mereka
akan mengganggu perkembangan, dan kematangan hidup mereka.
Kekerasan seksual pada anak bukan lagi hal yang baru bagi dunia. Hampir
setiap tahun terjadi peningkatan kasus kekerasan terhadap anak baik remaja maupun
balita. Hal ini dipandang sebagai satu kejahatan yang sangat berdampak dan
mengancam bagi korban itu sendiri. kasus kekerasan seksual ini tidak hanya terjadi
dilingkungan awam saja tapi juga sering juga terjadi dilingkungan gereja sendiri.
menyikapi maraknya perkembangan kasus kekerasan seksual ini pada pertemuan
jperlindungan anak dibawah umur di vatikan februari 2019 lalu Paus Fransiskus
menerbitkan satu dokumen motu prorio “Vos estis lux mundi”. Dalam dokumen ini
ditetapkanlah satu prosedur untuk melaporkan penyalahgunaan dan kekerasan.
Vos estis lux mundi (kamu adalah terang dunia) merupakan satu usaha Paus
Fransiskus untuk memerangi kekerasan seksual yang terjadi di kalangan para imam
dan para religius. Paus Fransiskus mengingatkan bahwa “ kejahatan penyalahgunaan
seksual menyakiti hati Tuhan kita, menyebabkan kerusakan fisik, psikologis dan
rohani bagi para korban dan melukai kumunitas kaum beriman. 3 Paus juga
mengingatkan tanggung jawan para uskup sebagai penerus para rasul dalam
pencegahan klejahatan-kejahatan seksual.
3
Vatikan News, “Vos Estis Lux Mundi” dokpen KWI.Org
Dokumen Motu Proprio ini tidak hanya berkaitan dengan kekerasan dan
penyalahgunaan terhadap anak-anak dan orang dewasa, tetapi juga berkaitan dengan
kekerasan sesksual yang diakibatkan oleh penyalahgunaan wewenang. Dokumen ini
sangat menekankan pentingnya melindungi anak dibawah umur dan yang rentan.
Artinya orang yang dalam keadaan lemah atau ada kekurangan fisik atau mental.
Dengan demikian gereja katolik dapat mengaktualisasikan langkah dalam memerangi
penyalahgunaan seksual.
Selain itu motu proprio yang dikeluarkan gereja sebagai bentuk memerangi
kekerasan seksual, pada 16 juli 2020 Vatikan mengeluarkan pedoman penganganan
kasus pelecehan seksual terhadap anak dibawah umur yakni Dukumen Vademecum.
Merujuk pada dokumen motu proprio diatas, dokumen vademecum menganggap kasus
pelecehan seksual anak dibawah umur sebagai kejahatan, sebagaimana dikatakan
dalam pengantar dokumen itu “ buku pegangan ini dimaksudkan bagi mereka yang
diberi tugas untuk memastikan kebenaran dalam kasus-kasus kejahatan seperti itu,
menuntun mereka selangkah demi selangkah dari laporan awal tentang kemungkinan
kejahatan hingga kesimpulan pasti dari kasus-kasus itu.” 4
Dengan demikian, Gereja Katolik dapat mengambil langkah lebih lanjut dan
tajam dalam mencegah dan memerangi penyalahgunaan, dengan menekankan pada
tindakan nyata. Sebagaimana ditulis oleh Paus pada awal dokumen mutu proprio:
“Agar fenomena ini, dalam segala bentuknya, tidak pernah terjadi lagi, diperlukan
pertobatan hati yang terus-menerus dan mendalam, dan dibuktikan dengan tindakan-
tindakan nyata dan efektif yang melibatkan semua orang di Gereja.”5
Penutup.
4
AN,Alexander, “Vatikan rilis pedoman penangan kasus pelecehan seksual dalam gereja” , katolik news.com
5
Vatikan News, “Vos Estis Lux Mundi” dokpen KWI.Org
Perkembangan Kasus pelecehan seksual sekarang ini perlu menjadi perhatian khusus
oleh negara maupun oleh lingkup keagamaan. Tindakan kejahatan seksual ini menjadi satu
masalah serius yang tentunnya memberikan dampak sangat besar bagi korbanya. Hal ini jelas
sebagaimna dikatakan oleh gereja bahwa perlu ada langkah lebih lanjut dan tajam untuk
mememrangi tindakan kekerasan seksual ini. Negara dan gereja perlu melindungi korban dan
anak-anak yang lain dari kejahatan seksual.