Anda di halaman 1dari 42

USULAN MASALAH KHUSUS

RANCANG BANGUN PENILAIAN RISIKO MUTU DALAM RANTAI


PASOKAN CRUDE PALM OIL DENGAN PENDEKATAN SISTEM
DINAMIS




Oleh
M. Nanda Rahadiansyah
F34070021










2011
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

RANCANG BANGUN PENILAIAN RISIKO MUTU DALAM RANTAI
PASOKAN CRUDE PALM OIL DENGAN PENDEKATAN SISTEM
DINAMIS




Oleh
M. Nanda Rahadiansyah
F34070021


USULAN MASALAH KHUSUS


Sebagai salah satu syarat untuk melaksanakan
PENELITIAN
Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor


Disetujui,
Bogor, Maret 2011



Prof. Dr. Ir. Marimin, M.Sc.
Dosen Pembimbing
USULAN MASALAH KHUSUS

I. JUDUL
Rancang Bangun Penilaian Risiko Mutu Dalam Rantai Pasokan CPO
Dengan Pendekatan Sistem Dinamis

II. PERSONALIA
2.1 Pelaksana : M. Nanda Rahadiansyah
Mahasiswa Tingkat IV pada Departemen Teknologi
Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor.
2.2 Dosen Pembimbing : 1. Prof. Dr. Ir. Marimin, M.Sc.
Guru Besar pada Departemen Teknologi Industri
Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.

III. PENDAHULUAN
3.1 Latar Belakang
Industri kelapa sawit Indonesia telah tumbuh secara signifikan dalam
empat tahun terakhir dan sejak tahun 2006 menjadi produsen terbesar di
dunia untuk pemasok crude palm oil (CPO) mengungguli Malaysia. Menurut
Deptan (2009) pada tahun 2009, kapasitas produksi CPO Indonesia mencapai
20,9 juta ton CPO dengan total luas areal perkebunan kelapa sawit mencapai
7,5 juta ha dengan potensi ekstensifikasi lahan 26,6 juta ha. Selain itu minyak
sawit Indonesia merupakan komoditas strategis dalam pemanfaatan produk
turunan yang bernilai tambah tinggi, baik sebagai bahan pangan (minyak
goreng), bahan bakar alternatif seperti biodiesel maupun pemanfaatannya
pada bidang non-pangan dalam bentuk oleokimia. (Direktorat Jenderal
Perkebunan Indonesia).
Minyak goreng merupakan salah satu hasil industri pengolahan
pangan yang sangat potensial, karena dikonsumsi masyarakat Indonesia
setiap harinya. CPO (Crude Palm Oil) yang menjadi bahan baku minyak
goreng juga memiliki potensi yang sangat besar dikarenakan produk hilir
yang dihasilkannya melimpah antara lain sabun, mentega, bahan pembersih,
minyak makan, pakan ternak, oleokimia dan lain-lain. Cakupan pemasaran
CPO dan konsumen minyak goreng sangat luas, karena CPO yang dihasilkan
juga diekspor ke negara lain seperti kawasan Eropa, Belanda, Italia, Spanyol,
Jerman; kawasan Asia yaitu India, Pakistan, RRC dan Bangladesh; serta
kawasan Amerika.
Potensi permintaan yang besar merupakan peluang yang baik bagi
pengembangan industri minyak goreng. Permintaan minyak goreng yang
terus meningkat menjadikan industri minyak goreng mempunyai prospek
yang cerah untuk dikembangkan, apalagi dengan adanya dukungan
ketersedian bahan baku yang cukup dari dalam negeri. Konsumsi minyak
goreng di Indonesia 10,21 kg/kapita/tahun (1995) ; 10,90 kg/kapita/tahun
(1996); 11,39 (1997); 11,90 (1998) dan diperkirakan 20 kg/kapita/tahun pada
tahun 2020.
Semakin meningkatnya konsumsi minyak goreng dan potensi pasar,
maka akan semakin terpapar secara eksplisit kebutuhan mengenai kualitas
produk dan bahan antara yang dihasilkan. Selain itu, karakteristik produk
pertanian yang mudah rusak, kamba dan dipengaruhi musim menjadi kendala
tersendiri yang membutuhkan perhatian dan penanganan yang tepat. Tentunya
setiap industri selalu menginginkan proses bisnis yang mampu memenuhi
elemen kepuasan pelanggan, yaitu mutu sesuai pasar, biaya yang minimum
dan minimasi waktu yang nantinya terkait kepada kualitas dan kepuasan
konsumen. Masalah pasokan dan kualitas didalamnya menjadi isu penting
dalam peningkatan produktivitas. Dalam kaitan ini, penjaminan pasokan
bahan baku dari kebun ke pabrik dan pasokan produk dari pabrik ke
konsumen selanjutnya menjadi aspek penting yang patut diperhatikan.
Keragaman mutu minyak sawit kasar atau CPO dipengaruhi oleh
kegiatan panen, transportasi, pengolahan dan penimbunan. Hasil penelitian
terkait mutu yang dilakukan oleh Kandidah et.al (2002) menunjukkan bahwa
penundaan pengolahan akan meningkatkan kadar asam lemak bebas. Minyak
sawit kasar juga berisiko mengalami perubahan dan kerusakan selama
transportasi jika harus menempuh jarak jauh atau waktu yang lama (Djohar
et.al, 2003). Faktor-faktor penting seperti ini bersumber dari rangkaian
kegiatan operasional rantai pasok sehingga membutuhkan pengelolaan yang
terintegrasi antara panen, angkut, olah dan penimbunan. Seluruh rangkaian
kegiatan terkait akan memicu resiko mutu sehingga membutuhkan
pengelolaan yang efektif.
Berbagai pokok bahasan dan penerapan metode-metode telah
dilakukan dalam penelitian agroindustri kelapa sawit. Beberapa yang telah
dilakukan diantaranya oleh Barison (2002), Basiron dan Weng (2002),
Djafar dan Wahyono (2003), Barlo et.al (2003) dan Goenadi et.al (2005)
yang membahas secara deskriptif permasalahan ekonomi kelapa sawit,
sedangkan Didu (2000), Basdabella (2001) dan Jatmika (2007) menerapkan
gabungan metode soft dan hard system. Arah penelitian selanjutnya perlu
difokuskan terhadap pengelolaan terpadu antara kebun, pabrik dan tangki
timbun yang dikenal dengan istilah manajemen panen-angkut-olah. Perhatian
ini dimaksudkan untuk peningkatan kinerja sistem. Upaya yang dapat
dilakukan adalah menerapkan konsep manajemen risiko dan rantai pasok
secara bersama.
Penerapan manajemen rantai pasok pada agroindustri terus
berkembang. Hal ini dapat ditelaah oleh banyaknya penelitian yang
dilakukan pada berbagai agroindustri antara lain Perdana (2009) membahas
rantai pasok agroindustri teh hijau, Setiawan (2009) membahas rantai pasok
sayuran segar, Djohar et.al (2003) membahas rantai pasok agroindustri
minyak sawit kasar dan Vorst et.al (2000) yang membahas rantai pasok
agroindustri bahan pangan.
Manajemen rantai pasok agroindustri menempatkan sistem
manajemen panen-angkut-olah menjadi faktor kunci. Pengelolaannya perlu
memperhatikan aspek biaya dan mutu. Manajemen rantai pasok agroindustri
tersebut meliputi integrasi, koordinasi dan kolaborasi seluruh organisasi
sepanjang rantai pasokan. Integrasi rantai pasokan (internal dan eksternal)
merupakan pekerjaan yang sulit karena adanya perbedaan dan konflik tujuan
dari fasilitas dan pelaku yang terlibat, serta rantai pasokan merupakan suatu
sistem dinamis yang berkembang sepanjang waktu.
Oleh karena adanya permasalahan kualitas dari hulu sampai ke hilir
dalam suatu cakupan mata rantai pasokan pada industri CPO Indonesia perlu
dilakukan suatu penelitian dengan pendekatan model dinamis agar ukuran
kriteria kesuksesan perusahaan dapat terkendali.

3.2 Tujuan
Tujuan utama dari penelitian ini adalah mendapatkan rancang bangun
model dinamik pengembangan kualitas dalam rantai pasok CPO yang
berfungsi untuk pengelolaan risiko penurunan mutu CPO di sepanjang rantai
pasokannya. Sedangkan tujuan antara dari penelitian ini adalah sebagai
berikut :
y Mengidentifikasi model perilaku dinamik yang mempengaruhi keragaman
mutu minyak sawit kasar di sepanjang rantai pasokan.
y Merumuskan cara penilaian dan pengelolaan resiko penurunan mutu
berdasarkam strukturisasi sumber-sumber pemicunya yang terdapat pada
seluruh rangkaian operasional rantai pasok minyak sawit kasar.

3.3 Ruang Lingkup
Ruang lingkup penelitian yang dilakukan di PT. Perkebunan
Nusantara IV Medan adalah :
1. Analisis model dinamik yang terdiri dari tiga bagian elemen supply chain
yaitu supplier, produsen dan konsumen.
2. Proses bisnis rantai pasok yang terdiri dari transportasi tandan buah
segar, pengolahan, penimbunan minyak sawit kasar di pabrik dan
pengiriman minyak sawit kasar ke konsumen (industri minyak goreng).
Produk dipasarkan kepada konsumen minyak goreng di dalam negeri.
3. Manajemen risiko difokuskan pada risiko operasional yang berkaitan
dengan mutu tandan buah segar yang menentukan mutu dari minyak
sawit kasar. Penilaian risiko didasarkan pada unit operasional rantai
pasok yang terdiri dari kebun, pabrik dan konsumen.
IV. TINJAUAN PUSTAKA

4.1 Industri Pengolahan CPO
Kelapa sawit adalah tanaman komersial penghasil minyak nabati yang
paling produktif di dunia. Ekspansi kelapa sawit menempatkannya pada
posisi penting dalam industri dan perdagangan minyak dunia. Berdasarkan
bukti fosil, sejarah dan linguistik, tanaman ini berasal dari daerah pesisir
tropis Afrika Barat (Corley dan Tinker, 2003). Tanaman kelapa sawit liar
dimanfaatkan oleh penduduk lokal Afrika Barat sebagai sumber minyak
makan.
Pada 1911, perkebunan kelapa sawit pertama didirikan di Pulau Raja
(Asahan) dan Sungei Liput (Aceh). Luas areal pada tahun 1938 telah
mencapai 92 ribu ha di Indonesia. Pada 1922, Pabrik Kelapa Sawit (PKS)
pertama dibangun di Tanah Itam Ulu Sumatera Utara, sedangkan pada 1977
pabrik oleokimia pertama dibangun di Tangerang dan pola PIR pertama
diintroduksikan di Tebenan-Sumatera Selatan dan Alue Merah Aceh.
(PPKS, 2004)
Karakteristik industri berbasis agro memiliki ketergantungan terhadap
bahan baku yang diolah. Penanganan pengolahan bahan baku baik di pabrik
maupun di kebun memberikan pengaruh aktifitas produksi secara kuantitas
maupun kualitas terhadap produk yang dihasilkan. Industri pengolahan CPO
termasuk yang mempunyai keunikan tersebut, sehingga keberlangsungan
produksinya tergantung keterkaitan dari kinerja di kebun dan di pabrik. Mutu
unit PKS bergantung pada mutu buah kelapa sawit yang diterima sedangkan
mutu hasil olah sangat ditentukan oleh bahan bakunya. Bahan baku tersebut
dipengaruhi oleh kegiatan pasca panen, seperti mutu panen dan transportasi.
Kesalahan pada langkah pengumpulan hasil dapat mengakibatkan mutu hasil
olahan tidak dapat memenuhi standar yang telah ditetapkan yang berujung
pada efisiensi pengolahan.
Bahan baku, dalam pengolahan CPO, yaitu tandan buah segar kelapa
sawit yang dapat terdiri dari tiga varian, Tenera, Dura dan Psifera. Ketiga
jenis tanaman kelapa sawit dibedakan berdasarkan irisan penampang buah
dimana Dura memiliki tempurung yang tebal dan daging buah yang tipis,
jenis Pesifera memiliki biji yang kecil dengan tempurung yang tipis serta
daging buah yang tebal, sedangkan jenis Tenera merupakan hasil persilangan
Dura dengan Pesifera menghasilkan buah dengan tempurung yang tipis,
daging buah yang tebal dan inti yang besar.
Berikut merupakan diagram alir proses produksi CPO (Gambar 1)

Gambar 1. Diagram Alir Proses Produksi CPO

Proses pengolahan dimulai dari jembatan penimbangan untuk
menentukan berat netto TBS. Fungsi dari stasiun ini adalah sebagai tempat
penimbangan TBS yang dibawa ke pabrik dan hasil produksi serta sebagai
proses kontrol untuk mengetahui rendemen dan kapasitas pabrik. Setelah
melalui proses penimbangan, TBS kemudian dibawa untuk dikumpulkan.
Fungsi dari stasiun ini adalah sebagai tempat penampungan TBS sementara
untuk beberapa saat sambil menunggu proses awal dari pengolahan. Tahap
penerimaan buah ini harus secepat mungkin untuk meminimalkan
kemungkinan terjadi proses degradasi perubahan mutu minyak.
Proses perebusan merupakan salah satu proses vital dalam produksi
CPO. Dalam proses ini enzim lipase penghasil asam lemak bebas
dinonaktifkan kinerjanya dan juga berfungsi sebagai perlakuan awal terhadap
bahan-bahan yang akan dipisahkan secara mekanik sehungga lebih mudah
terpisahkan serta berfungsi untuk menekan kadar air pada TBS.
Proses penebahan dilakukan untuk melepaskan dan memisahkan
brondolan sawit dari tandannya. Dalam proses penebahan diberlakukan
standar persentase brondolan yang tidak lepas dari tandan agar menghindari
kegagalan produksi akibat prosedur yang tidak ditaati. Dalam proses
penebahan ini dihasilkan by-product berupa tandan kosong yang langsung
dibawa ke perkebunan untuk dijadikan pupuk organik.
Proses pengempaan buah merupakan proses pemisahan minyak dari
sabut dan inti buah kelapa sawit. Menghasilkan hasil samping berupa fiber
dan inti buah sawit yang diolah nantinya agar menghasilkan kernel yang
dapat diolah menjadi minyak kernel sawit.
Minyak yang dipisahkan kemudian dimurnikan pada proses klarifikasi
minyak sawit sehingga dihasilkan CPO. Proses ini merupakan proses yang
sangat kritis dimana proses ini menentukan mutu hasil olah yang diproses
sehingga menentukan mutu PKS secara garis besar.

4.2 Sistem Rantai Pasok
Istilah manajemen rantai pasok (supply chain management)
dipopulerkan sebagai pendekatan manajemen persediaan yang ditekankan
pada pasokan bahan baku. Isu ini terus berkembang sebagai kebijakan
strategis perusahaan yang menyadari bahwa keunggulan bersaing dan
pemenuhan kepuasan seluruh pemangku kepentingan berhubungan dengan
aliran bahan atau barang dari pemasok hingga pengguna akhir. Rantai pasok
adalah jejaring fisik dan aktivitas yang terkait dengan aliran bahan dan
informasi didalam atau melintasi batas-batas perusahaan. Sebuah rantai pasok
akan terdiri dari rangkaian proses pengambilan keputusan dan eksekusi yang
berhubungan dengan aliran bahan, informasi dan uang. Proses dari rantai
pasok bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan mulai dari proses
produksi sampai konsumen akhir. Rantai pasok bukan hanya terdiri dari
produsen dan pemasoknya tetapi mempunyai ketergantungan dengan aliran
logistik, pengangkutan, penyimpanan atau gudang, pengecer dan konsumen
itu sendiri. Dalam arti luas, rantai pasok juga termasuk pengembangan
produk, pemasaran, operas-operasi, distribusi, keuangan dan pelayanan
pelanggan (Vorst et.al, 2007). Rantai pasok sepintas terlihat sebagai deretan
siklus-siklus yang bekerja sebagai interface bagi dua tahapan (stages).
Gambar 2 adalah deretan siklus-siklus yang menjadi rantai pasok yang diikat
oleh sistem persediaan antar pelaku.





Gambar 2. Deret Siklus Pembentukan Rantai Pasok (Vorst et.al, 2007)

Cara pandang terhadap rantai pasok sebagai sebuah siklus menjadikan
kategorisasi rantai pasok dalam tiga bentuk dasar yaitu rantai pasok internal,
rantai pasok eksternal dan rantai pasok total atau keseluruhan. Rantai pasok
internal adalah aliran bahan dan informasi yang terintegrasi dalam unit bisnis
(korporasi) dari pemasok sampa pelanggan dan kadang disebut logistik bisnis.
Rantai pasok eksternal adalah aliran bahandan informasi yang terintegrasi di
dalam unit bisnis (korporasi) yang melintasi antara pemasok langsung dan
pelanggan. Rantai pasok total adalah aliran bahan dan informasi yang
terintegrasi didalam unit bisnis yang melintasi secara majemuk antara
pemasok langsung dan pelanggan. Efektifitas rantai pasok total akan
dipengaruhi oleh rantai pasok eksternal dan demikian selanjutnya rantai pasok
internal akan mempengaruhi efektifitas rantai pasok eksternal.
Tujuan dari manajemen rantai pasok adalah memperbaiki kepercayaan
dan kolaborasi sejumlah mitra rantai pasok sekaligus perbaikan persediaan
Pemasok Pemrosesan Distributor Pengecer Pelanggan
yang terlihat dan kecepatan peningkatan persediaan. Titik awal dari
manajemen rantai pasok adalah persediaan yang perlu disiasati sehingga
kinerja sistem secara keseluruhan bisa lebih baik yang diukur dari berbagai
sudut pandang para pemangku kepentingan. Kegiatan kegiatan dari rantai
pasok dapat dikelompokkan menjadi tiga tingkatan, yaitu strategis, taktis dan
operasional. Tiga tingkatan inilah yang menjadi isu-isu kunci dalam
penelitian manajemen rantai pasok. Menurut Simchi-Levi et.al (2000),
tingkatan strategis berhubungan dengan keputusan-keputusan yang
mempunyai efek jangka panjang terhadap perusahaan diantaranya optimasi
jejaring strategis, mitra strategis dengan pemasok, infrastruktur teknologi
informasi, keputusan buat sendiri atau beli dan memperluas strategi
organisasi secara keseleruhan dengan strategi pasokan. Tingkatan taktis
termasuk keputusan-keputusan yang secara khas diperbaharui setiap kuartal
sampai dengan setiap tahun sekali diantaranya pembelian, permintaan,
produksi, prakiraan permintaan atau penjualan, kebijakan persediaan dan
strategi transportasi. Tingkatan operasional berhubungan dengan keputusan-
keputusan setiap hari diantaranya penjadwalan, penentuan rute transportasi,
penentuan waktu ancang dan pembebanan truk. Setiap tingkatan mempunyai
keterikatan baik bersifat top-down maupun bottom-up.

4.3 Rantai Pasok Agroindustri
Perkembangan manajemen rantai pasok juga sudah menjadi perhatian
para pelaku agroindustri. Praktiknya dikenal dengan istilah manajemen rantai
pasok agroindustri. Industri pertanian atau agroindustri telah menjadi salah
satu obyek penelitian yang masih baru di bidang manajemen rantai pasok. Hal
ini dapat diketahui dari minimnya publikasi yang memuat hasil-hasil
penelitian pada bidang ini. Menurut Austin (1981) agroindustri adalah pusat
dari rantai pertanian yang penting mempelajari rantai tersebut mulai dari areal
pertanian hingga pasar. Agroindustri membutuhkan pasokan bahan baku yang
berkualitas dan jumlah yang sesuai kebutuhan. Menurut Brown (1994) untuk
mendapatkan pasokan bahan baku yang berkualitas maka diperlukan standar
dasar komoditas, sedangkan kuantitas pasokan perlu memperhatikan
produktivitas tanaman. Cakupan agroindustri yang cukup luas dan kompleks
menjadi sangat menarik untuk dipelajari oleh para peneliti dibidang
manajemen rantai pasok.
Rantai pasok agroindustri secara sederhana adalah rangkaian kegiatan
pasokan dan pemrosesan yang menggunakan bahan baku dari hasil pertanian.
Negara-negara yang mempunyai potensi pertanian tentunya berupaya untuk
berhasil meningkatkan daya saing produk-produk hasil pertaniannya.
Manajemen rantai pasok yang berpandangan holistik sangat tepat untuk
dipraktikkan. Upaya penyeimbangan atau pronsip proporsionalitas yang
sangat diharapkan pada sistem pertanian modern dapat dicapai melalui
praktik manajemen rantai pasok. Hal ini dapat dilakukan karena definisi
manajemen rantai pasok mengedepankan pemenuhan kepuasan para
pemangku kepentingan. Dalam sistem rantai pasok pertanian, para pemangku
kepentingan bisa terdiri dari petani, pedagang, pengumpul, prosesor,
distributor, pengecer, konsumen akhir dan pemerintah. Setiap pemangku
kepentingan akan memiliki kepentingan yang berbeda-beda dan dipengaruhi
pula oleh lingkungan bisnis. Cara pandang yang holistik dan tidak
menghilangkan kompleksitas sangat penting diperhatikan.
Pada prinsipnya, rantai pasok agroindustri memiliki karakteristik dua
tipe yaitu produk segar dan produk yang diproses. Produk segar misalnya saja
sayuran, buah-buahan dan sejenisnya yang tidak membutuhkan proses
pengolahan khusus atau proses transformasi kimia. Sebaliknya, produk
pertanian yang diproses membutuhkan proses transformasi kimia atau
perubahan bentuk. Khusus untuk produk pertanian tipe ini akan melibatkan
beberaa pemain diantaranya petani atau perkebunan, prosesor atau pabrik,
distributor dan retail. Perlu dipahami bahwa dalam jejaring rantai pasok
pertanian lebih dari satu rantai pasok dan lebih dari satu proses bisnis yang
dapat diidentifikasi, bisa dalam satu waktu terjadi proses paralel dan
sekuensial.
Sistem rantai pasok agroindustri tidak terlepas dari sistem yang lebih
lengkap lagi. Dalam perspektif analitik, bauran antara produsen dan
distributor akan dipengaruhi oleh faktor ekonomi, teknologi, sosial, legal dan
lingkungan. Faktor-faktor ini akan saling berkomplementer dalam penciptaan
sebuah sistem rantai pasok. Gambar 3 adalah skema perspektif analitik dari
dimensi-dimensi yang berpengaruh. Dimensi ekonomi berhubungan dengan
efisiensi rantai dalam perspektif manfaat-biaya dan orientasi pelanggan.
Peningkatan efisiensi dan profitabilitas dapat dilakukan sebuah unit bisnis
melalui kerjasama pada kolom yang berkesesuaian. Dimensi lingkungan
berhubungan dengan cara produksi yang ramah lingkungan. Hasil samping
dari proses produksi komoditas pertanian dapat dimanfaatkan sebagai produk
samping atau siklus ulang dari produk yang berkualitas rendah. Dimensi
teknologi berhubungan dengan penerapan teknologi, sistem logistik,
teknologi informasi dan komunikasi untuk memperbaiki kinerja. Dimensi
sosial dan legal berhubungan dengan norma yang harus diikuti agar tidak
merugikan banyak pihak (Ruben et al, 2006)











Gambar 3. Perspektif Analitik dari Rantai Pertanian (Ruben et.al, 2006)

Pengelolaan rantai pasok agroindustri modern akan memperhatikan
indikatior kinerja yang menjadi obyektif dari setiap pelaku rantai pasaok yang
terlibat. Indikator kinerja dapat dikategorisasi menjadi tiga tingkatan, yaitu
jejaring rantai pasok, organisasi dan proses. Kinerja rantai pasok adalah
derajat kemampuan memenuhi kebutuhan pengguna akhir (end user) dan
pemangku kepentingan terhadap indikator kinerja di setiap unit waktu dan
Ekonomi Teknologi
Sosial / Legal Lingkungan
Produsen primer
(petani,
perkebunan)

Pemrosesan

Distributor

Pengecer
P
a
s
a
r

periode. Indikator kinerja akan menjadi obyektif yang ingin dicapai. Vorst
(2006) merumuskan indikator kinerja rantai pasok agroindustri pangan yang
bisa dijadikan acuan rantai pasok agroindustri secara umum. Tingkatan yang
dimaksudkan adalah jejaring rantai pasok, organisasi dan proses. Jejaring
rantai pasok adalah unit-unit bisnis yang terlibat dalam rantai, organisasi
adalah unit bisnis individual dan proses adalah kegiatan dari dalam unit bisnis
untuk transformasi lahan.

Tabel 1.Indikator Kinerja Rantai Pasok Setiap Tingkatan
Tingkatan Indikator Kinerja Penjelasan
Jejaring rantai pasok Ketersediaan produk

Kualitas produk

Responsiveness

Keandalan pengiriman

Total biaya rantai pasok
Selalu tersedia saat dibutuhkan

Sisa umur hidup produk

Waktu siklus pesan rantai pasok

Waktu siklus pesan rantai pasok

Jumlah seluruh biaya-biaya
organisasi di dalam rantai pasok
Organisasi
Tingkat persediaan

Waktu throughput


Responsiveness


Keandalan pengiriman

Total biaya rantai pasok


Jumlah produk di penyimpanan

Waktu yang dibutuhkan untuk
mengerjakan rantai proses
bisnis
Waktu ancang dan fleksibilitas

Persentase pengiriman tepat
waktu dan jumlah yang tepat

Jumlah biaya seluruh proses di
dalam organisasi
Proses
Waktu throughput

Responsiveness

Hasil proses

Biaya proses

Waktu yang dibutuhkan
mengerjakan proses

Fleksibilitas proses

Luaran proses

Biaya yang dikeluarkan saat
proses bekerja

Perdana (2009) mengembangkan lima komponen pembentuk model
rancangbangun manajemen rantai pasokan agroindustri yang efisien dan
berkeadilan, yaitu struktur jaringan rantai pasokan, rekayasa kualitas, sistem
produksi, inovasi kelembagaan dan sistem pengukuran kerja yang berimbang.
Namun, objek fokus adalah industri teh, dimana mempunyai karakteristik dan
perlakuan yang berbeda dengan industri CPO
Setiawan (2009) merumuskan strategi peningkatan kinerja rantai
pasok sayuran, yaitu: (1) optimalisasi sistem penjadwalan (baik dalam
penanaman dan pemanenan) dengan memperhitungkan aspek cuaca, (2)
peningkatan kinerja responsifitas dan fleksibilitas untuk pemenuhan pesanan,
(3) perlunya implementasi sistem manajemen mutu dan lingkungan (ISO
9000 & 14000), Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP), Good
Handling Practices dan Good Agricultural Practices (GAP).
Vorst et.al (2000) dan Zee dan Vorst (2005) menerapkan teknik
simulasi dalam menganalisis rantai pasok bahan pangan dan mengevaluasi
beberapa alternatif rancangan skenario menggunakan simulasi kejadian
diskrit untuk sistem rantai pasok eselon majemuk di Belanda. Model simulasi
melibatkan variabel-variabel dai level strategis dan operasional, indikator
kinerja dan entitas bisnis dari sistem. Djohar et.al (2003) juga menggunakan
teknik simulasi dalam manajemen rantai pasok agroindustri minyak sawit
kasar pada perusahaan swasta di Riau dengan sumber pasokan kebun sendiri.
Teknik teknik yang digunakan adalah regresi tunggal untuk pola pasokan
tandan buah segar, rata-rata bergerak untuk prakiraan permintaan minyak
sawit kasar dan selanjutnya dirangkai ke dalam model simulasi.

4.4 Manajemen Risiko Rantai Pasok
Ketika lingkungan bisnis eskternal berubah dengan cepat dan kejadian
yang mengganggu secara langsung maupun tidak langsung pada rantai pasok
juga kerap terjadi, kebutuhan akan implementasi manajemen rantai pasok
sebuah keharusan. Banyak perusahaan mengalami kerugian finansial dan
penurunan pelayanan pelanggan setelah mengalami gangguan rantai pasok.
Manajemen risiko rantai pasok adalah kerjasama dengan mitra kerja rantai
pasokl dengan menerapkan tools yang diperlukan dalam proses manajemen
risiko sehingga mampu mengatasi risiko dan ketidakpastian yang muncul dari
aktivitas atau sumber-sumber logistik.
Risiko rantai pasok adalah distribusi kemungkinan hasil kegiatan yang
hilang dari perbedaan keluaran (outcomes) rantai pasok yang mungkin. Risiko
rantai pasok terdiri dari perbedaan dalam hal informasi, aliran bahan dan
produk, yang berasal dari pemasok awal sampai dengan pengiriman kepada
pengguna akhir (Gaonkar dan Viswanadham, 2006). Risiko rantai pasok pada
dasarnya merujuk kepada kemungkinan dan efek dari ketidaksesuaian antara
pasokan dan permintaan. Selanjutnya, konsekuensi risiko dapat diasosiasikan
dengan keluaran spesifik rantai pasok seperti biaya atau kualitas. Berdasarkan
hal ini, maka dikenal bangunan dasar manajemen risiko rantai pasok yaitu
sumber risiko, konsekuensi risiko, pemicu risiko dan strategi mitigasi risiko.
Manajemen risiko rantai pasok fokus pada bagaimana memahami dan
menanggulangi pengaruh berantai ketika suatu kecelakaan yang besar dan
kecil terjadi pada suatu titik dalam jaringan pasokan. Selanjutnya hal yang
paling penting adalah memastikan bahwa ketika gangguan terjadi, perusahaan
mempunyai kemampuan untuk kembali kepada keadaan normal dan
melanjutkan bisnisnya. (Suharjito, 2011)
Menurut Cavinato (2004) pada dasarnya ada lima aliran yang bisa
dianalisa dalam manajemen risiko rantai pasok, yaitu : risiko operasional,
risiko finansial, risiko informasi, risiko relasional dan risiko inovasional.
Dalam kegiatan sebuah perusahaan pasti terjadi proses perpindahan dari
sebagian atau semua aliran tersebut. Perpindahan tersebut bisa terjadi diantara
sebuah aktivitas dalam satu perusahaan, beberapa aktivitas dalam satu
perusahaan, aktivitas dalam dua perusahaan dan aktivitas dalam lebih dari dua
perusahaan (suppliers supplier atau customers customer). Manajemen risiko
rantai pasok umumnya fokus pada risiko operasional. Misalnya, risiko dalam
penerimaan order, risiko dalam pembelian barang, risiko dalam persediaan,
risiko dalam produksi, risiko dalam perencanaan, risiko dalam hubungan
antara agen serta prinsipal dan beberapa kejadian lain yang sangat banyak
dalam sebuah proses bisnis suatu perusahaan.
Risiko dipicu dari ketidakpastian, maka risiko rantai pasok adalah
ketidakpastian atau tidak terprediksi suatu kejadian yang memberi pengaruh
pada rantai pasok yang mengarah pada kerugian. Lee (2002) memandang
ketidakpastian dalam rantai pasok bersumber dari dua sisi yaitu permintaan
dan pasokan. Ketidakpastian permintaan berkaitan dengan kemampuan
prediksi permintaan produk.
Tingkat risiko rantai pasok agroindustri akan tergantung dari jenis
komoditasnya. Komoditas yang mempunyai diversifikasi yang sangat tinggi
dari sisi pasokan dan sebaliknya. Kompleksitas semakin tinggi pada saat
komoditas pertanian yang menjadi bahan baku sangat rendah produktivitas
panennya dan terbatas sumber pasokannya. Manajemen risiko rantai pasok
agroindustri sangat membutuhkan penanganan berbasis teknologi dan
operasional. Ketersediaan teknologi sangat membantu dalam mengurangi
tingkat risiko, sedangkan manajemen operasi dan produksi akan
mengakomodir risiko sebagai bagian dari upaya efisiensi.
Santoso (2005) membahas secara mendalam akan manajemen risiko
agroindustri buah-buahan. Generalisasi yang didapatkan dan kemudian
dikaitkan akan rantai pasok agroindustri minyak sawit kasar adalah perspektif
dalam mengelompokkan resiko ke dalam tiga bagian yaitu risiko pengadaan
bahan baku, risiko proses pengolahan dan risiko pemasaran. Risiko
pengadaan bahan baku meliputi aspek kuantitas, kualitas, waktu dan biaya.
Aspek-aspek risiko tersebut sangat tergantung pada produktivitas kebun dan
manajemen pengelolaan kebun. Menurut Austin (1992) risiko kualitas dapat
diminimasisasi dengan memenuhi spesifikasi bahan baku yang disyaratkan
melalui pengembangan standar spesifikasi bahan baku yang dibutuhkan,
penentuan kapasitas produksi bahan baku dan penyediaan insentif bagi
produsen yang mampu memenuhi standar produksi dan pengiriman.
Risiko dalam proses pengolahan antara lain tidak tepatnya pemilihan
jenis proses pengolahan, kerusakan peralatan dan mesin pengolahan
mesin/peralatan, faktor kualitas keahlian dan perilaku sumberdaya manusia.
Adanya risiko proses pengolahan dapat menyebabkan terjadinya variasi
proses atau bahkan produksi berhenti. Upaya meminimisasi risiko variasi
proses dapat dilakukan melalui tahapan kegiatan melalui pengujian
kemampuan produksi, variasi proses dan penentuan alternatif perbaikan untuk
menurunkan variasi proses.
Risiko utama pemasaran agroindustri adalah tidak tercapainya target
penjualan akibat beberapa faktor yang bersumber dari internal dan eksternal.
Elemen utama yang perlu dipertimbangkan dalam analisis dan manajemen
risiko pemasaran agroindustri adalah analisis konsumen yang meliputi
analisis kebutuhan konsumen, segmentasi pasar, proses penualan dan riset
pemasaran. Kedua, analisis lingkungan kompetisi meliputi analisis struktur
pasar, dasar kompetisi dan kendala kelembagaan. Ketiga, perencanaan
program pemasaran dengan mendefinisikan dan menentukan elemen disain
produk, harga, distribusi dan promosi yang secara terintegrasi merupakan
strategi pemasaran perusahaan (Austin, 1992)
Identifikasi sumber-sumber risiko menjadi langkah awal yang sangat
penting sehingga manajemen risiko dapat dilaksanankan dengan efektif.
Sumber sumber risiko dalam sistem rantai pasok dapat diidentifikasi
berdasarkan kegiatan-kegiatan pokok yang dilaksanakan secara rutin.
Kegiatan-kegiatan rutin mempunyai standar kerja yang dirumuskan sesuai
dengan tujuannya. Beberapa pendekatan dan metode telah dikembangkan
untuk identifikasi sumber-sumber risiko.
Menurut Klimov dan Merkuryev dalam Suharjito et.al (2011) terdapat
dua metode utama untuk menilai dan mengevaluasi risiko rantai pasok.
Pertama adalah berdasar pendapat pakar dan kedua penilaian secara statistik.
Metode evaluasi risiko berdasarkan pendapat pakar biasanya disebut kualitatif
dan metode evaluasi secara statistik disebut sebagai model evaluasi risiko
kuantitatif. Beberapa model evaluasi risiko kualitatif yang telah dilakukan
adalah Wu et.al (2006) dan Schoenherr et.al (2008) yang menggunakan AHP
untuk memilih lokasi off-shore dalam jaringan rantai pasok. Sedangkan
beberapa model kuantitatif manajemen risiko rantai pasok telah juga
dikembangkan oleh Nagurney et.al (2005), Li dan Hong (2007) dan Lee
(2008) yang menggunakan optimasi linear programming untuk
memaksimalkan keuntungan berdasarkan risiko. Selain itu telah
dikembangkan juga model gabungan antara kualitatif dan kuantitatif seperti
yang dilakukan oleh Arisoy (2007) dan Wu dan Olson (2008) yang
menggunakan sistem simulasi dinamik dalam model manajemen risiko rantai
pasok.

4.5 Sistem Rantai Pasok Minyak Sawit Kasar
Peran dari agroindustri minyak sawit kasar menjadi sangat sentral
karena berperan sebagai pemasok bahan baku bagi industri hilir yang
membutuhkan. Bentuk dari rantai pasok agroindustri berbasis kelapa sawit
bila digambarkan mengikuti pohon industrinya membentuk rantai yang
bercabang dan kompleks. Fokus penelitian ini adalah minyak sawit kasar
maka skema yang ditampilkan pada bagian ini adalah sistem rantai pasok
agroindustri saja. Djohar et.al (2003) melakukan penelitian manajemen rantai
pasok minyak sawit kasar mulai dari kebun sampai pabrik saja dengan
sumber pasokan bahan baku yaitu kebun (afdeling) milik perusahaan itu
sendiri. Hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan dan dapat dilanjutkan untuk
permasalahan yang melibatkan tangki timbun pelabuhan untuk dikirim ke
konsumen berikutnya (dalam penelitian ini minyak goreng). Gambar 4 adalah
skema umum dari sebuah sistem rantai pasok agroindustri minyak sawit kasar
yang terdiri dari kebun, pabrik, tangki timbun pelabuhan dan konsumen
industri.

Gambar 4. Sistem Rantai Pasok Agroindustri Minyak Sawit Kasar


4.6 Pendekatan Sistem dan Dinamika Sistem
Pendekatan sistem merupakan cara penyelesaian persoalan yang
dimulai dengan dilakukannya identifikasi terhadap adanya sejumlah
kebutuhan sehingga dapat menghasilkan suatu operasi dari sistem yang
diangga efektif. Pendekatan sistem umumnya ditandai oleh dua hal berikut :
(1) mencari semua faktor penting yang ada dalam masalah dan (2) dibuat
suatu model kuantitatif untuk membantu keputusan secara rasional
(Eriyatno, 2003).
Dinamika sistem merupakan salah satu metodologi yang digunakan
dalam pendekatan sistem dengan memanfaatkan bantuan komputer untuk
menganalisa dan memecahkan masalah rumit dengan fokus pada analisa dan
desain kebijakan (Stearman, 2000). Sistem dinamik pada awalnya
digunakan untuk mengkaji dinamika industri oleh JW Forrester dari
Massachussets Institute of Technology (MIT) lalu hasilnya
didokumentasikan dalam buku yang terkenal pada tahun 1962 yang berjudul
Industrial Dynamics.
Penelitian permodelan dinamika sistem dalam manajemen rantai
pasokan dibagi ke dalam tiga kelompok, yaitu : (1) pemodelan untuk
membangun teori, (2) pemodelan untuk memecahkan masalah dan (3) untuk
memperbaiki pendekatan pemodelan (Angerhofer dan Angelides, 2000).
Menurut Bell et.al (2003), tahapan dalam membuat model yang
meggunakan metodologi dinamika sistem di dalam memahami dinamika
manajemen rantai pasokan dapat dirinci sebagai berikut :


y Memahami dan mengkaji sistem
Dalam langkah ini terlebih dahulu harus didefinisikan batas model
yang akan dikaji. Batas model tersebut memisahkan proses-proses yang
menyebabkan adanya tendensi internal yang diungkapkan dari proses-
proses yang mempresentasikan pengaruh-pengaruh eksogeneous. Batas
model tersebut akan menggambarkan cakupan analisis tersebut dan alan
meliputi semua interaksi sebab akibat yang berhubungan dengan isu
tersebut.
y Mengembangkan diagram sebab akibat (causal loop) dari sistem
Setelah batas model dapat didefinisikan, suatu struktur lingkar
umpan balik (feedback loops) yang berinteraksi barulah dapat dibentuk.
Struktur umpan balik tersebut merupakan blok pembentuk model yang
diungkapkan melalui lingkaran-lingkaran tertutup
y Mengembangkan diagram alir (level dan rate) dari sistem
Berdasarkan lingkar sebab akibat dibangun diagram level dan rate
dari sistem. Dalam diagram tersebut akan digambarkan berbagai
interaksi/hubungan antar entitas dalam sistem. Pengembangan diagram
level dan rate tersebut dilakukan dengan bantuan perangkat lunak seperti
Stella, Vensim dan Powersim (Tasrif, 2004)
y Mengembangkan model dari sistem
Dalam langkah ini, model diformulasikan sebagai representasi atau
abstraksi dari seluruh interaksi yang terjadi pada sistem yang dikaji.
y Menguji asumsi model
Setelah model eksplisit suatu persoalan diformulasikan, dilakukan
suatu kumpulan pengujian terhadap kesahihan model dan sekaligus pula
mendapatkan pemahaman terhadap tendensi-tendensi internal sistem.
y Melakukan simulasi
Simulasi dilakukan untuk menilai dampak perubahan-perubahan
parameter terhadap sistem yang dikaji.
y Menyampaikan rekomendasi kebijakan
Berdasarkan hasil simulasi akan dihasilkan rekomendasi kebijakan
yang tepat dalam upaya mencapai tujuan sistem.
4.7 Penelitian Terdahulu
Perdana (2009) mengungkapkan mengungkapkan lima komponen
pembentuk model rancangbangun manajemen rantai pasokan agroindustri
yang efisien dan berkeadilan, yaitu struktur jaringan rantai pasokan,
rekayasa kualitas, sistem produksi, inovasi kelembagaan dan sistem
pengukuran kerja yang berimbang. Namun, objek fokus adalah industri teh,
dimana mempunyai karakteristik dan perlakuan yang berbeda dengan
industri CPO
Hasil penelitian dari Hadiguna (2010), mengkolaborasikan
manajemen risiko dengan manajemen rantai pasok sehingga menghasilkan
suatu sistem penunjang keputusan yang dapat menganalisis risiko mutu dan
optimasi sistem rantai pasok di setiap unit operasional. Dalam penelitian
yang dilakukan ini juga dirumuskan model matematik untuk manajemen
panen-angkut-olah secara kuantitatif dan membangun cara penilaian risiko
operasional rantai pasok secara kuantitatif.
Simchi-Levi et.al (2000) merumuskan obyektif dari manajemen rantai
pasol dan manajemen logistik. Objektif dari manajemen rantai pasok adalah
minimisasi biaya sepanjang keseluruhan sistem dari transportasi dan
distrribusi ke persediaan bahan baku, barang dalam proses dan produk jadi.
Penekanan dari obyektif manajemen rantai pasok adalah pendekatan sistem
karena mencakup prinsip-prinsip holistik. Objektif dari manajemen logistik
adalah minimisasi biaya sistem secara luas meliputi biaya produksi dan
pembelian, biaya simpan persediaan, biaya fasilitas dan biaya transportasi
dengan pembatas keragaman kebutuhan tingkat pelayanan. Manajemen
logistik sangat menekankan transportasi, lokasi dan persediaan dalam upaya
memenuhi kepuasan pelanggan dan pemangku kepentingan, sedangkan
manajemen rantai pasok sangat menekankan siklus dari keseluruhan rantai
untuk memenuhi kepuasan pelanggan dan pemangku kepentingan.
Vorst (2006) merumuskan indikator kinerja rantai pasok agroindustri
pangan yang bisa dijadikan acuan rantai pasok agroindustri secara umum.
Tingkatan yang dimaksudkan adalah jejaring rantai pasok, organisasi dan
proses. Jejaring rantai pasok adalah unit-unit bisnis yang terlibat dalam
rantai, organisasi adalah unit bisnis individual dan proses adalah kegiatan
dari dalam unit bisnis untuk transformasi lahan.
Vorst et.al (2000) dan Zee dan Vorst (2005) menerapkan teknik
simulasi dalam menganalisis rantai pasok bahan pangan dan mengevaluasi
beberapa alternatif rancangan skenario menggunakan simulasi kejadian
diskrit untuk sistem rantai pasok eselon majemuk di Belanda. Model
simulasi melibatkan variabel-variabel dai level strategis dan operasional,
indikator kinerja dan entitas bisnis dari sistem. Djohar et.al (2003) juga
menggunakan teknik simulasi dalam manajemen rantai pasok agroindustri
minyak sawit kasar pada perusahaan swasta di Riau dengan sumber pasokan
kebun sendiri. Teknik teknik yang digunakan adalah regresi tunggal untuk
pola pasokan tandan buah segar, rata-rata bergerak untuk prakiraan
permintaan minyak sawit kasar dan selanjutnya dirangkai ke dalam model
simulasi.
Santoso (2005) menarik kesimpulan bahwa dalam perspektif dalam
manajemen risiko rantai pasok dapat dikategorikan kedalam tiga bagian,
yaitu risiko pengadaan bahan baku, risiko proses pengolahan dan risiko
pemasaran. Sedangkan menurut Austin (1992) risiko kualitas dapat
diminimasisasi dengan memenuhi spesifikasi bahan baku yang disyaratkan
melalui pengembangan standar spesifikasi bahan baku yang dibutuhkan,
penentuan kapasitas produksi bahan baku dan penyediaan insentif bagi
produsen yang mampu memenuhi standar produksi dan pengiriman.
Menurut Klimov dan Merkuryev dalam Suharjito et.al (2011) terdapat
dua metode utama untuk menilai dan mengevaluasi risiko rantai pasok.
Pertama adalah berdasar pendapat pakar dan kedua penilaian secara
statistik. Metode evaluasi risiko berdasarkan pendapat pakar biasanya
disebut kualitatif dan metode evaluasi secara statistik disebut sebagai model
evaluasi risiko kuantitatif. Beberapa model evaluasi risiko kualitatif yang
telah dilakukan adalah Wu et.al (2006) dan Schoenherr et.al (2008) yang
menggunakan AHP untuk memilih lokasi off-shore dalam jaringan rantai
pasok. Sedangkan beberapa model kuantitatif manajemen risiko rantai pasok
telah juga dikembangkan oleh Nagurney et.al (2005), Li dan Hong (2007)
dan Lee (2008) yang menggunakan optimasi linear programming untuk
memaksimalkan keuntungan berdasarkan risiko. Selain itu telah
dikembangkan juga model gabungan antara kualitatif dan kuantitatif seperti
yang dilakukan oleh Arisoy (2007) dan Wu dan Olson (2008) yang
menggunakan sistem simulasi dinamik dalam model manajemen risiko
rantai pasok.

Pada penelitian ini akan dilakukan penilaian risiko mutu sepanjang
unit organisasi rantai pasokan minyak sawit kasar dengan pendekatan sistem
dinamis karena menganggap semua aktivitas di sistem rantai pasokan selalu
berubah terhadap waktu. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjaga
mutu dari minyak sawit kasar yang dihasilkan oleh perusahan sehingga
nantinya dapat meningkatkan daya saing kompetitif minyak sawit dan nama
perusahaan di pasaran.

V. METODE PENELITIAN

5.1 Kerangka Pemikiran
Manajemen rantai pasok mengedepankan keutamaan proses bisnis
secara total dan menjadi cara baru yang mempraktikkan prinsip-prinsip
kolaborasi antar unit dalam sistem rantai pasok. Kunci keunggulan
kompetitif jangka panjang adalah kemampuan merespon pelanggan dan
memenuhi kebutuhan para pemangku kepentingan di sistem rantai pasok.
Elemen kunci ini akan dihadapkan pada ketidakpastian yang disebabkan
banyak faktor baik yang datangnya dari lingkungan luar maupun internal
organisasi. Ketidakpastian akan menjadi risiko sehingga perlu dikelola untuk
menjaga kinerja organisasi tetap baik. Rantai pasok minyak sawit kasar akan
dihadapkan pada risiko yang bersumber dari tandan buah segar maupun
respon terhadap kebutuhan konsumen. Proses bisnis rantai pasok adalah
proses-proses yang akan dikaitkan sebagai bagian dari rantai pasok yang
terdiri dari struktur dan komponen manajemen. Struktur rantai pasok
terbentuk oleh keterlibatan para pengambil keputusan sebagai konsekuensi
proses bisnis, sedangkan komponen manajemen dari rantai pasok merupakan
tingkat integrasi yang terlibat dari setiap proses yang terkait.
Proses-proses bisnis dari rantai pasok terdiri dari panen tandan buah
segar, pengangkutan tanda buah segar dari kebun ke pabrik, pengolahan
minyak sawit kasar, penyimpanan minyak sawit kasar di tangki timbun
pabrik, pengiriman pasokan minyak sawit kasar ke pelabuhan, penyimpanan
minyak sawit kasar di tangki timbun pelabuhan dan pengiriman minyak sawit
kasar ke konsumen industri (industri minyak goreng). Proses-proses ini akan
melibatkan unit-unit rantai pasok yaitu kebun kelapa sawit, pabrik dan tangki
timbun pelabuhan. Setiap unit bertanggungjawab dalam pemenuhan volume
produksi tetapi juga berpotensi terhadap terjadinya risiko mutu. Komponen-
komponen manajemen yang terlibat dalam proses bisnis dari struktur rantai
pasok adalah kepala dinas tanaman (kebun), kepala dinas teknik, manajer
unit, petani sawit dan pihak ketiga.
Kerangka pemikiran penelitian dirumuskan berdasarkan upaya
mencapai keunggulan nilai. Keunggulan nilai dicapai melalui penerapan
manajemen risiko mutu. Pada sisi pasokan bahan baku, risiko muncul dari
tandan buah segar yang di panen. Tandan buah segar bisa tidak memenuhi
mutu yang ditetapkan apabila dilakukan tanpa dukungan manajemen
pengangkutan yang baik dari kebun ke pabrik serta infrastruktur jalan yang
baik. Kegiatan ini harus meminimumkan waktu tunggu dan angkut sekaligus
memaksimumkan jumlah yang diangkut. Waktu tunggu dan angkut terlalu
lama bisa menyebabkan peningkatan kadar asam lemak bebas. Ketersediaan
jumlah angkutan yang mencukupi menjadi faktor kritis sehingga seluruh
tandan buah segar panen dapat diangkut. Rute transportasi hasil panen
mengikuti sistem panen yang digunakan. Truk transportasi hasil panen akan
menyusuri jalan utam kebun dan diasumsikan telah mengikuti lokasi acak
panen dan tempat pengumpulan hasil. Perencanaan kebutuhan truk
transportasi berhubungan dengan prakiraan jumlah panen. Fluktuasi jumlah
panen di setiap periode berubah-ubah sehingga kebutuhan truk juga akan
berubah. Diagram dari kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat dilihat
pada Gambar 5.
Kegiatan produksi di pabrik adalah mengolah tandan buah segar
menjadi minyak sawit kasar dan menimbunnya sebagai persediaan di tangki
timbun pabrik. Tandan buah segar dapat bersumber dari kebun sendiri
ataupun pihak ketiga, di tumpuk di loading ramp untuk beberapa saat dan
harus segera diolah untuk menghindarkan penurunan mutu yaitu
meningkatnya kadar asam lemak bebas. Pabrik dan tangki timbunnya akan
berfungsi sebagai unit yang melakukan sinkronisasi dalam struktur rantai
pasok.























Gambar 5. Kerangka Pemikiran Penelitian

5.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Dalam penelitian ini ditentukan batassan sistem yang dikaji (system
boundary), yaitu sistem manajemen rantai pasokan lestari pada industri CPO
yang beroperasi di Sumatera Utara. Sistem rantai pasokan industri CPO yang
dikaji merupakan pelaku yang dianggap telah melakukan best practices dalam
usahanya (sistem rantai pasokan lestari), yaitu PT. Perkebunan Nusantara III /
PT. Perkebunan Nusantara IV. Lingkup jenis produk yang diamati adalah
crude palm oil (CPO). Hal tersebut ditentukan berdasarkan kompetemsi
bisnis dan produk utama yang dikembangkan oleh perusahaan tersebut.
Penelitian ini akan dilakukan pada periode Maret sampai dengan Juli 2011.


Kebun kelapa
sawit
Pasokan tandan
buah segar
Transportasi
Penerimaan TBS di
pabrik
Pengolahan
Tumpukan TBS
Proses pengolahan
Penyimpanan di
tangki timbun
Penjualan /
pengiriman
Tangki timbun
Transportasi
Tangki timbun di
pelabuhan
Manajemen Risiko
Manajemen Rantai Pasok
5.3 Tahapan Penelitian
Tahapan penelitian yang akan dilakukan adalah sebagai berikut :
y Mempelajari sistem rantai pasok agroindusri secara komprehensif
Mempelajari sistem rantai pasok agroindustri melalui diskusi
pendahuluan dengan beberapa pihak yang memahami agroindustri
minyak sawit kasar. Selain itu, studi pustakan dilakukan untuk
pemahaman sistem nyata yang dipelajari. Pustaka yang dipelajari
berhubungan dengan agroindustri minyak sawit kasar dan metode
metode yang bisa digunakan dalam menyelasaikan model permasalahan
sistem rantai pasok. Cakupan agroindustri minyak sawit kasar yang perlu
dipelajari antara lain pengelolaan kebun kelapa sawit, sistem panen
kelapa sawit, proses produksi minyak sawit kasar, manajemen mutu
minyak sawit kasar dan sistem transportasi secara keseluruhan.

y Pengamatan dan pengumpulan data
Wawancara mendalam dengan pengambil keputusan dan survei
lapang di obyek studi kasus. Tujuannya adalah mengetahui rangkaian
kegiatan rantai pasok dan kebijakan-kebijakan manajemen yang terkait.
Informasi penting yang ingin didapat melalui wawancara ini adalah
koordinasi dan tanggung jawab setiap pimpinan bagian dalam konteks
sistem rantai pasok. Melalui wawancara dan observasi langsung akan
diperoleh gambaran situasi secara menyeluruh.

y Identifikasi awal sumber dan faktor-faktor risiko
Merumuskan faktor-faktor risiko dan hal penting lainnya yang
dibutuhkan dalam penilaian tingkat risiko rantai pasok. Prosedur yang
dilakukan melalui wawancara dan studi pustaka hasil-hasil penelitian
terkait. Faktor-faktor risiko yang diperoleh akan distrukturisasi secara
hirarki sehingga mendeskripsikan keterkaitan antar faktor.


y Mengembangkan diagram sebab akibat dari sistem
Akan dibentuk suatu lingkaran-lingkaran tertutup yang
mencerminkan kompleksitas sistem yang didasarkan pada model umum
(identifikasi faktor risiko) dan tujuan yang akan dijawab. Struktur umpan
balik tersebut nantinya digunakan sebagai blok pembentuk model.

y Mengembangkan diagram alir (level dan rate) dari sistem
Tahapan ini menggunakan alat bantu program komputer Powersim.
Model simulasi agar dapat dijalankan harus lengkap dengan persamaan
matematis yang benar, parameter dan penentuan kondisi nilai awal.
Evaluasi model menggunakan metode integrasi algoritma euler dan
satuan waktunya. Metode integrasi euler adalah metode standar untuk
komponen baru yang melaksanakan satu langkah pada setiap time step.
Powersim pertama kali menghitung nilai awal untuk mengukur stock dan
aliran sebuah flow. Kemudian flow digunakan untuk memperbaharui
stock tersebut. Nilai baru stock tersebut digunakan kembali untuk
menghitung dan seterusnya seiring dengan perubahan waktu secara
berulang-ulang.

y Mengembangkan model dari sistem
Dalam langkah ini, model diformulasikan sebagai representasi atau
abstraksi dari seluruh interaksi yang terjadi pada sistem yang dikaji.

y Verifikasi dan validasi model
Verifikasi model adalah pembuktian bahwa model komputer yang
telah disusun pada tahap sebelumnya mampu melakukan simulasi dari
model abstrak yang dikaji (Eriyatno, 1998). Validasi adalah usaha
penyimpulan apajah model sistem tersebut merupakan perwakilan yang
sah dari realitas yang dikaji, sehingga dapat menghasilkan kesimpulan
yang meyakinkan.
Validasi kinerja dilakukan dengan melihat kinerja keluaran model
dunia nyata dengan uji kondisi ekstrim, pemeriksaan konsistensi unit
analisis dan pemeriksaan konsistensi data secara statistik (Muhammadi
et.al, 2001).
Uji validitas teoritis artinya bahwa model yang dibangun valid karena
didukung teori yang diadopsi. Uji kondisi ekstrim yaitu pengujian
terhadap salah satu variabel yang dirubah nilainya secara ekstrim.
Pemeriksaan konsistensi unit analisis keseluruhan interaksi dari unsur-
unsur yang menyusun sistem dengan memeriksa persamaan Powersim.
Pemeriksaan konsistensi keluaran model untuk mengetahui sejauhmana
kinerja model sesuai dengan kinerja sistem aslinya, Prosedurnya dengan
mengeluarkan nilai hasil simulasi variabel utama dengan
membandingkannya dengan pola perilaku data aktual. Uji statistik
dilakukan setelah secara visual meyakinkan dengan mengecek nilai error
antara data simulasi dan data aktual dalam batas deviasi yang
diperkenankan antara 5-10%. Ukuran relatif untuk menentukan nilai
mean error dari nilai absolute percentage error (APE) yang didefinisikan
dengan persamaan berikut (Makridakis et.al, 1991):
NAPE

n

X

x
y Melakukan simulasi dan sensitivitas
Simulasi dilakukan untuk menilai dampak perubahan-perubahan
parameter terhadap sistem yang dikaji.

y Menyampaikan rekomendasi kebijakan
Berdasarkan hasil simulasi akan dihasilkan rekomendasi kebijakan
yang tepat dalam upaya mencapai tujuan sistem.

`5.4 Tata Laksana

5.4.1 Pengumpulan Data
Pengumpulan data meliputi data kuantitatif dan kualitatif dalam
bentuk data sekunder maupun data primer. Akuisisi pengetahuan untuk
mendapatkan data kualitatif melalui teknik wawancara mendalam (depth
interview). Pedoman wawancara mengacu pada model kuesioner penilaian
kerja (performance measurement questionnaire) yang dikembangkan oleh
Dixon, et.al (1997). Responden kuesioner ini akan ditentukan saat penelitian
berlangsung pada orang yang berperan di bidangnya. Pengamatan langsung
(observasi) dan dokumentasi bisnis juga dilakukan untuk mendukung hasil
wawancara. Ketiga teknik pengumpulan data ini diupayakan dapat menggali
kekayaan informasi kualitatif untuk membentuk basis data mental atau peta
kognitif pemodel.
Data kuantitatif berupa data sekunder untuk mengestimasi nilai
paramater yang diperoleh dari laporan perusahaan dalam periode waktu
tertentu untuk menggambarkan pola perilaku suatu variabel yang diamati
pada industri CPO. Data yang tidak tersedia, pemodel mengestimasinya
melalui informasi kualitatif dan kuantitatif yang diperoleh dari wawancara
manajemen dan tinjauan pustaka (artikel,jurnal ilmiah, buku acuan dan
internet).

5.4.2 Pengolahan Data
Analisis model dinamik menggunakan analisis simulasi sistem
dinamik yang diolah dengan menggunakan software Powersim Studio 2005.
Analisis sebaran data parameter menggunakan uji distribusi probabilitas yang
diolah dengan software StatFit. Estimasi nilai parameter menggunakan plot
data analisis regresi dan fungsi-fungsi statistik diolah dengan software
Minitab 14, serta software Microsoft Excel untuk mengolah data
pembangkitan bilangan acak.



VI. PENILAIAN RISIKO MUTU

Sumber-sumber risiko penurunan mutu pada rantai pasok minyak
sawit kasar dapat diidentifikasi berdasarkan tahapan-tahapan mulai dari panen
sampai dengan pengiriman ke konsumen industri (industri minyak goreng).
Setiap kegiatan rantai pasok mempunyai potensi risiko penurunan mutu tetapi
mempunyai tingkat risiko yang berbeda-beda. Model yang akan
dikembangkan ini akan mendeteksi sumber-sumber risiko dan kontribusinya
terhadap terjadinya penurunan mutu. Kegiatan-kegiatan rantai pasok yang
menjadi sumber risiko adalah panen, transportasi dari kebun ke pabrik,
pengolahan minyak sawit kasar, penyimpanan di tangki timbun pabrik,
pengiriman ke pelabuhan dan penyimpanan di tangki timbun pelabuhan.
Kegiatan kegiatan pokok ini akan dipandang sebagai bagian dari faktor-
faktor yang perlu dikelola untuk mengurangi terjadinya risiko. Setiap faktor
akan diidentifikasi peubah penentu atau dikenal juga dengan pemicu risiko.
Panen tandan buah segar adalah kegiatan memotong tandan buah
segar pada area panen yang dilakukan setiap pekerja dengan sistem yang
ditetapkan oleh perusahaan. Panen sebagai faktor risiko dapat dinilai
berdasarkan beberapa peubah penentu seperti cara panen, jumlah dan lokasi
panen, keterampilan pekerja panen, lama penumpukan di Tempat
Pengumpulan Hasil (TPH) dan pengawasan panen dengan penjelasan sebagai
berikut:
1. Cara panen adalah prosedur panen yang meliputi penentuan buah
matang panen dan proses memanen buah dari pohon.
2. Jumlah panen adalah jumlah panen pada area yang ditetapkan
untuk dipanen pada hari tertentu dan digilir sesuai dengan aturan
panen yang digunakan perusahaan.
3. Keterampilan pekerja panen adalah kemampuan pekerja dalam
melakukan panen sehingga tidak salah dalam memotong buah
yang layak panen dan tidak menyebabkan luka pada buah.
4. Waktu penumpukan di TPH adalah waktu yang terjadi mulai dari
tandan buah segar dipanen, ditumpuk pada TPH dan siap diangkut
dengan truk. Tandan buah segar yang telah dipanen akan
mengalami peningkatan kadar asam lemak bebas seiring dengan
lama waktu menunggu sebelum di proses.
5. Pengawasan panen adalah kegiatan memantau kegiatan panen oleh
pengawas sehingga proses panen dapat dilakukan dengan baik
sesuai dengan prosedur baku.
Transportasi hasil panen tandan buah segar dari lokasi TPH ke pabrik
dapat dipengaruhi oleh beberapa peubah penentu faktor risiko yaitu kondisi
jalan, ketersediaan truk, waktu angkut serta pemuatan dan pembongkaran
dengan penjelasan sebagai berikut :
1. Kondisi jalan di lokasi panen merupakan infrastruktur yang
mempengaruhi kegiatan transportasi tandan buah segar hasil
panen. Kondisi jalan yang kurang baik bisa menyebabkan
goncangan buah di dalam truk yang bisa menimbulkan luka akibat
gesekan.
2. Ketersediaan truk adalah jumlah truk yang siap pakai untuk
mendukung kegiatan transportasi tandan buah segar dari kebun ke
pabrik. Jumlah truk yang tidak sesuai dengan kebutuhan akan
memicu terjadinya penundaan transportasi dan berdampak pada
peningkatan kadar asam lemak bebas tandan buah segar yang telah
ditumpuk di TPH.
3. Waktu angkut adalah waktu yang dibutuhkan untuk mengangkut
tandan buah segar dari lokasi menuju pabrik. Kapasitas truk
angkut jumlah tandan buah segar hasil panen yang harus diangkut
dan jarak tempuh menjadi penentu waktu angkut. Waktu angkut
yang terlalu lama bisa memicu peningkatan kadar asam lemak
bebas.
4. Pemuatan dan pembongkaran adalah kegiatan memuat tandan
buah segar di TPH kedalam truk dan membongkarnya setelah
sampai di pabrik pada loading ramp. Cara pemuatan dan
pembongkaran bisa menimbulkan luka pada tandan buah segar
bila dilakukan dengan kurang baik dan situasi yang tidak
kondusif.
Pengolahan minyak sawit kasar adalah kegiatan melakukan proses
pengolahan tandan buah segar yang diterima di pabrik. Peubah penentu faktor
risiko pada pengolahan adalah sortasi tandan buah segar, penumpukan
sementara di loading ramp, proses perebusan, proses pengepresan dan proses
pemurnian. Penjelasan dari peubah penentu faktor risiko ini sebagai berikut :
1. Sortasi tandan buah segar yang masuk ke pabrik merupakan
kegiatan memeriksa kondisi buah dari berbagai aspek khususnya
apakah buah tersebut sudah layak panen atau belum. Sortasi
dilakukan secara acak dari setiap truk yang masuk ke pabrik.
Teknik sampling ini berpotensi menimbulkan risiko karena bisa
saja sebagian buah yang tidak layak panen. Sortasi juga dilakukan
untuk memeriksa kadar asam lemak bebas awal dari buah
sehingga diketahui kelayakan buah untuk diproses selanjutnya
atau tidak.
2. Penumpukan sementara di loading ramp merupakan penundaan
proses karena keterbatasan kapasitas proses perebusan. Lama
penumpukan dapat meningkatkan kadar asam lemak bebas.
Pengelolaan tandan buah segar di loading ramp juga punya
dampak terhadap terjadinya luka pada buah pada saat proses
pengaturan oleh peralatan pemuatan ke lori.
3. Proses perebusan bertujuan untuk menghentikan perkembangan
asam lemak bebas dan memudahkan proses penebahan buah.
Proses perebisan dipengaruhi oleh penetapan besaran tekanan uap
dan waktu perebusan. Mutu hasil rebusan juga akan dipengaruhi
oleh kondisi peralatan.
4. Proses penebahan adalah proses pelepasan buah dari tandannya
menggunakan trasher. Kemampuan peralatan akan memberi
pengaruh terhadap mutu buah yang telah dilepas.
5. Proses pengempaan adalah proses pemisahan minyak sawit kasar
dari daging buah menggunakan double screw press.
6. Proses pemurnian adalah memisahkan kotoran baik berupa
padatan lumpur maupun air sehingga memenuhi standar mutu.
Hasil pengolahan minyak sawit kasar akan disimpan dalam tangki
timbun. Faktor risiko penyimpanan dalam tangki timbun di pabrik ditentukan
dari peubah penentu faktor risiko seperti lama penyimpanan, jumlah produk
yang disimpan dan kondisi tangki timbun. Penjelasan dari peubah penentu ini
sebagai berikut :
1. Lama penyimpanan adalah waktu rata-rata dari sejumlah minyak
sawit kasar yang disimpan dalam tangki timbun. Lama
penyimpanan bergantung pada jumlah produksi minyak sawit
kasar dan jumlah pengiriman ke pelabuhan.
2. Jumlah penimbunan adalah volume rata-rata minyak sawit kasar
yang disimpan dalam tangki timbun. Jumlah penyimpanan ini juga
berhubungan dengan jumlah produksi dan pengiriman ke
pelabuhan.
3. Kondisi tangki timbun adalah keseluruhan fasilitas tangki timbun
untuk kegiatan penyimpanan minyak sawit kasar.
Pasokan dari pabrik ke pelabuhan merupakan kegiatan pengiriman
yang dilakukan menggunakan mobil tangki. Faktor risiko pengiriman ini
ditentukan oleh peubah penentu seperti lama perjalanan, ketersediaan
kendaraan dan pemuatan di pabrik dan pembongkaran di pelabuhan.
Penjelasannya sebagai berikut :
1. Lama perjalanan adalah waktu yang dibutuhkan kendaraan dalam
melaksanakan transportasi dari pabrik menuju pelabuhan. Produk
selama transportasi bisa mengalami perubahan dan kerusakan
terlebih jika harus menempuh jarak yang jauh dan waktu yang
lama. Perlakuan yang baik terhadapt produk selama trasnportasi
harus benar-benar diperhatikan. Pengawasan selama transportasi
harus dilakukan meskipun sulit. Pada umumnya, pengawasan
dilakukan dengan cara analisis mutu produk sesampainya di
pelabuhan.
2. Ketersediaan kendaraan dimaksudkan untuk menjadmin ketepatan
waktu dan jumlah produk yang dikirimkan. Volume pengiriman
minyak sawit kasar ke pelabuhan disesuaikan dengan rencana
pengapalan sehingga harus dapat dipenuhi.
3. Pemuatan di pabrik adalah pengisian dari tangki timbun pabrik ke
dalam tangki kendaraan untuk dibawa ke pelabuhan. Proses
pemuatan menggunakan pipa yang mengalirkan produk dari
tangki timbun ke tangki kendaraan dengan bantuan pompa.
4. Pembongkaran di pelabuhan adalah kegiatan pengisian tangki
timbun pelabuhan dari tangki kendaraan pengangkut. Sebelum
penyimpanan dilakukan maka dilakukan analisis mutu terlebih
dahulu untuk mengetahui pemenuhan standar produk yang akan
disimpan.
Faktor risiko penyimpanan dalam tangki timbun di pelabuhan pada
dasarnya tidak berbeda dengan di pabrik. Peubah penentu faktor risikonya
adalah lama penyimpanan, jumlah produk yang disimpan dan kondisi tangki
timbun. Penjelasan dari peubah penentu ini sebagai berikut :
1. Lama penyimpanan adalah waktu rata-rata dari sejumlah minyak
sawit kasar yang disimpan dalam tangki timbun. Lama
penyimpanan bergantung pada jumlah produksi minyak sawit
kasar dan jumlah pengiriman ke pelabuhan.
2. Jumlah penimbunan adalah volume rata-rata minyak sawit kasar
yang disimpan dalam tangki timbun. Jumlah penyimpanan ini juga
berhubungan dengan jumlah produksi dan pengiriman ke
pelabuhan.
3. Kondisi tangki timbun adalah keseluruhan fasilitas tangki timbun
untuk kegiatan penyimpanan minyak sawit kasar.


VI. ANGGARAN BIAYA

No Jenis Pengeluaran Biaya (Rp)
1.
Pra Penelitian
a. Studi Pustaka 250.000
b. Penyusunan Usulan Masalah Khusus 50.000
2.
Penelitian
a. Dokumentasi dan analisa 500.000
3.
Pasca Penelitian
a. Penyusunan skripsi 300.000
b. Perbanyakan 200.000
4. Transportasi 300.000
5. Dana cadangan 300.000
Total 1.900.000



DAFTAR PUSTAKA

Angerhofer BJ, Angelides MC. 2000. Systems Dynamics Modelling in Supply Chain
Management : Research Review. Department of Information Systems and
Computing, Brunei University. United Kingdom.
Arisoy O. 2007 Integrated Decision Making in Global Supply Chains and Networks
[Disertation] The Graduate Faculty of The School of Engineering, University
of Pittsburgh.
Austin JE. 1981. Agroindustrial Project Analysis. Maryland : The John Hokins
University Press.
Badan Pusat Statistik, Volume dan Nilai Ekspor Indonesia Komoditi Crude Palm Oil
(CPO) tahun 1980-2005;Laporan Badan Pusat Statistik Indonesia, 2008.
Barlo C, Zen Z, Gondowarsito R. 2003. The Indonesian Oil Palm Industry. Oil Palm
Industry Journal 3(1) : 8-15.
Basiron Y. 2002. Palm Oil dan Its Global Supply and Demand Prospects. Oil Palm
Industry Journal 2(1):1-10.
Basiron Y , Weng CK. 2005. The Role of Research and Development Strategies in
Food Safety and Good Agricultural, Manufacturing and Distribution Practice
in Malaysian Palm Oil Industry. Oil Palm IndustryEconomic Journal 5(1):1-
16.
Basdabella S. 2001. Pengembangan Sistem Agroindustri Kelapa Sawit dengan Pola
Perkebunan Agroindustri Rakyat [disertasi]. Bogor : Sekolah Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor.
Bell C, Higgs R, Vickers S, Toncinich S, Hasslett T. 2003. Using Systems Modelling
to Understand The Dynamics of Supply Chains. Department of Management
Faculty of Business and Economics. Monash University, Australia.
Brown JG. 1994. Agroindustrial Investment and Operations. Washington: The World
Bank.
Cavinato JL. 2004. Supply Chain Logistic Risks: From The Back Room to The
Board Room. International Journal of Physical Distribution & Logistic
Management 34(5):383-387.
Djafar, Wahyono T. 2003. Skala Usaha dan Break Even Point Perusahaan
Perkebunan Kelapa Sawit. Jurnal Penelitian Kelapa Sawit 11(2-3) : 61-74.
Djohar S, Tanjung H, Cahyadi ER. 2003. Building A Competitive Advantage on
CPO Through Supply Chain Management : A Case Study in PT. Eka Dura
Indonesia, Astra Agrolestari, Riau. Jurnal Manajemen & Agribisnis 1(1):20-
32.
Direktorat Jenderal Perkebunan Indonesia, Kelapa Sawit (Minyak Sawit), 2010,
Retrieved from www.ditjenbun.deptan.go.id, on 13
rd
January 2011.
Didu MS. 2000. Rancang Bangun Sistem Penunjang Keputusan Pengembangan
Agroindustri Kelapa Sawit untuk Perekonomian Daerah [disertasi]. Bogor :
Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Eriyatno. 2003. Ilmu Sistem : Meningkatkan Mutu dan Efektifitas Manajemen. Jilid
Satu. IPB Press. Bogor.
Gaonkar R, Viswanadham N. 2006. A Conceptual and Analytical Framework for
The Management of Risk in Supply Chains [working paper]. US : Indian
School of Business.
Goenadi DH, Dradjat B, Emingpraja L, Hurabarat B. 2005. Prospek dan Arah
Pengembangan Agribisnis Kelapa Sawit di Indonesia [laporan]. Jakarta :
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian.
Hadiguna, R. A., dan Machfud, Model Perencanaan Produksi pada Rantai Pasok
Crude Palm Oil dengan Mempertimbangkan Preferensi Pengambilan
Keputusan, Jurnal Teknik Industri, 10(1), 2008, pp. 38-49.
Kandidah S, Halim RM, Basiron Y, Rahman ZA, Ngan MA. 2002. Continuous
Sterilization of Fresh Fruit Bunches. MPOB Information Series 148.
Klimov RA dan Merkuryev YA. 2008.Simulation model for supply chain reliability
evaluation. Technological and Economic Development of Economy.
Lee HL.2002. Aligning Supply Chain Strategies with Product Uncertainty. California
Management Reviews 44(3): 105-119.
Lee TYS. 2008. Supply Chain Risk Management. Int. Journal Information and
Decision Sciences 1 (1) : 98-114.
Li J dan Hong SJ. 2007. Towards a New Model of Supply Chain Risk Management :
the Cross Functional Process Mapping Approach. Int. Journal Electronic
Customer Relationship Management 1(1) : 91-107.
Makridakis S, SC Wheelwright, VE McGee. 1991. Metode dan Aplikasi Peramalan.
Jakarta : Penerbit Erlangga.
Nagurney A, Cruz JM, Dong J. 2005. Global Supply Chain Networks and Risk
Management : A Multi-Agent Framework, publish in Multiagent-Based Suply
Chain Management, B. Chain-draa and J.P. Muller, Editors, Springer,
Berlinm Germany, pp. 103-134.
Perdana, T. 2009. Pemodelan Dinamika Sistem Rancangbangun Manajemen Rantai
Pasokan Industri Teh Hijau. [Disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor.
[PPKS] Pusat Penelitian Kelapa Sawit. 2004. Tinjauan Ekonomi Industri Kelapa
Sawit.
Ruben R, Slingerland M, Nijhoff H. 2006. Agro-food Chains and Networks for
Development. Di dalam : Ruben R, Slingerland M, Nijhoff H, editor. Agro-
food Chains and Networks for Development. Netherlands: Springer: 1-25.
Santoso I. 2005. Rekayasa Model Manajemen Risiko untuk Pengembangan
Agroindustri Buah-buahan secara Berkelanjutan [disertasi]. Bogor : Sekolah
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Schoenherr T, Rao TVM, Harrison TP. 2008. Assesing supply chain risks with the
analytic hierarchy process: Providing decision support for the off shoring
decision by a US manufacturing company. Journal of Purchasing and Supply
Management, doi: 10.1016/j.pursup.2008.01.008.
Setiawan A. 2009. Studi Peningkatan Kinerja Manajemen Rantai Pasok Sayuran
Daratan Tinggi Terpilih di Jawa Barat [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor.
Simchi-Levi D, Kaminsky P, Simchi-Levi E. 2000. Designing and Managing the
Supply Chain: Concepts, Strategies and Case Studies. Singapore : The
McGrW-Hill Company, Inc.
Stearman, JD. 2000. Business Dynamics : System Thinking And Modelling For
Complex World. Irwin McGraw Hill. Boston.

Suharjito, Machfud, Haryanto B, Sukardi. 2011. Optimalisasi Penentuan Jadwal
Tanam Jagung dengan Menggunakan Integrasi Model Evaluasi Risiko Rantai
Pasok. Jurnal Teknologi Industri Pertanian 20(1) : 48-56.
Tasrif M. 2004. Analisis Kebijaksanaan Menggunakan Model System Dynamics.
Magister Studi Pembangunan Institut Teknologi Bandung.
Vorst JGAJ van der, Beulens AJM, Beek P van. 2000. Modelling and Simulating
Multi-Echelon Food Systems. European Journal of Operation Research
122:354-366.
Vorst JGAJ van der, Da Silva CA, Trienekens JH. 2007. Agroindustrial Supply
Chain Management : Concepts and Applications. Agricultural Management
Marketing and Finance Occasional Paper, Roma : Food and Agriculture
Organization of The United Nations.
Wu D dan Olson DL. 2008. Supply chain risk, simulation and vendor selection. Int.
Journal of Production Economics doi: 10.1016./j.ijpe.2008.02.013.
Zee DJ van der, Vorst JGAJ van der. 2005. A Modeling Framework for Supply
Chain Simulation: Opportunities for Improved Decision Making. Decision
Sciences 36(1):65-95.

Lampiran 1. Jadwal Kegiatan Penelitian

No

Kegiatan

Bulan
Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des
1 Studi pustaka

2 Penelitian

3
Analisa hasil dan
pemrograman

4 Penyusunan skripsi

5 Seminar

6 Sidang skripsi

7
Penyelesaian
administrasi

Anda mungkin juga menyukai