Anda di halaman 1dari 4

PENDALAMAN MATERI

(Lembar Kerja Resume Modul)

A. Judul Modul : FIQIH


B. Kegiatan Belajar : PERNIKAHAN MONOGAMI, POLIGAMI, DAN NIKAH MUT’AH (KB. 2)

C. Refleksi : Setelah membaca dan mempelajari materi Kegiatan belajar (KB.2) di


modul Fiqih ini banyak ilmu dan wawasan baru yang saya dapatkan. Pada kegiatan belajar
(KB.2) ini membahas tentang Monogami, Poligami Dan Nikah Mut’ah. Pada hakekatnya
pernikahan sudah ada sejak zaman jahiliyah dulu sebelum akhirnya Islam datang dan
menghapus semua bentuk pernikahan tersebut karena tidak sejalan dengan naluriah dan
kehormatan manusia. Islam sebagai agama rahmatan lil’alamin memiliki syariat sendiri yang
sejalan dengan fitrahnya manusia. Dalam perkembanganya banyak sekali terjadi pernikahan-
pernikahan di masyarakat yang kadang tidak sesuai dengan syari’at islam atau seperti
pernikahan yang pernah terjadi di zaman jahiliyah dulu seperti nikah kontrak, nikah siri dan
lainnya. Inilah pentingnya membekali diri dengan ilmu. Sebagai seorang yang beriman menurut
saya pribadi hendaknya kita sebelum berumah tangga kita bekali dahulu dengan ilmu dan kita
selalu memiliki prinsip dan berpegang teguh pada ajaran al-Qur’an dan hadits dalam kehidupan
sehari-hari.

NO BUTIR REFLEKSI RESPON/JAWABAN


PETA KONSEP PERNIKAHAN MONOGAMI, POLIGAMI,
DAN NIKAH MUT’AH

Konsep (Beberapa istilah


1
dan definisi) di KB

1. Syariat Pernikahan
Kedudukan nikah dalam Islam merupakan syariat yang terkandung
didalamnya nilai-nilai ibadah. Kelayakan manusia untuk menerima
syariat tersebut paling tidak diperkuat oleh tiga argumen.
Pertama, manusia adalah makhluk berakal dan dengan akalnya
tersebut manusia mampu menerima dan menjalankan syariat
dengan baik. Di antara syariat tersebut adalah pernikahan,
yang pengertiannya menurut ulama Syafi’iyah, sebagai:
(Akad (perjanjian) yang mengandung kebolehan hubungan
kelamin dengan sebab lafaz nikah atau tajwiz)
Kedua, manusia diciptakan oleh Allah berpasangan, yaitu laki-
laki dan perempuan. Manusia disyariatkan untuk menjalin
hubungan yang mulia dan mengembangkan keturunan.
Ketiga, pernikahan dalam Islam disebut sebagai perilaku para
Nabi dan memasukkannya sebagai salah satu fitrah yang
dimiliki oleh manusia. Rasulullah saw bersabda “empat fitrah
yang dimiliki oleh manusia, yaitu memakai pacar, wangi-
wangian, bersiwak (gosok gigi), dan nikah”.
2. Praktik Perkawinan Pada Zaman Jahiliyah:
Pertama, Perkawinan pacaran (Khid) yaitu pergaulan bebas antara
laki-laki dan perempuan sebelum pernikahan resmi dengan tujuan
mengetahui kepribadian pasangan masing-masing. Kedua, Nikah
badl, yaitu seorang suami minta kepada laki-laki lain untuk menukar
istrinya. Ketiga, nikah istibdha, yaitu seorang suami minta kepada
laki-laki kaya, bangsawan atau orang pandai agar bersedia
mengumpuli istrinya yang dalam keadaan suci sampai ia hamil.
Keempat, nikah Raht (urunan), seorang wanita dikumpuli oleh
beberapa pria sampai hamil. Ketika anaknya lahir, lalu wanita itu
menunjuk salah satu pria yang telah mengumpulinya untuk
mengakui bayi yang telah dilahirkannya sebagai anaknya. Nikah
ini sama dengan nikah baghaaya (nikah pelacur).
Sepasang calon suami istri yang ingin melangsungkan ikatan
pernikahan diharuskan untuk memenuhi syarat dan rukun nikah.
Terkait dengan rukun nikah, para ulama sepakat, terdapat lima hal
yang menjadi rukun nikah. 1. calon suami istri, 2. Wali dari calon
isteri, 3. dua orang saksi, 4. Mahar (mas kawin), 5. Ijab-qabul.
3. Hikmah Nikah
a. Pernikahan merupakan aturan yang paling baik dan jalan keluar
yang menyejukkan untuk memuaskan seks manusia.
b. Pernikahan jalan terbaik untuk melahirkan anak, memperbanyak
kelahiran dan melestarikan kehidupan dengan selalu menjaga
keturunan.
c. Naluri kebapakan dan keibuan akan tumbuh dan berkembang
dalam menaungi anak masa kanak-kanak serta tumbuhnya rasa
kasih-sayang. Semua kelebihan itu tidak akan sempurna tanpa
adanya tali pernikahan.
d. Rasa tanggung jawab dari pernikahan serta mengurus anak dapat
membangkitkan semangat dan mencurahkan segala kemampuan
dalam memperkuat potensi diri.
e. Pembagian kerja yang adil terhadap suami istri sesuai dengan
tugas alamiah mereka masing-masing ini akan diridhai oleh Allah
dan pujian manusia serta menghasilkan buah yang diberkahi.
4. Hukum Pernikahan
a. Wajib, hukum ini layak dibebankan kepada orang yang telah
mampu memberi nafkah, jiwanya terpanggil untuk nikah dan jika
tidak nikah khawatir terjerumus ke lembah perzinahan.
b. Sunah, hukum ini pantas bagi orang yang merindukan
pernikahan dan mampu memberi nafkah tapi sebenarnya ia masih
mampu menahan dirinya dari perbuatan zina.
c. Haram, hukum ini layak bagi orang yang tidak mampu
memberikan nafkah dan jika ia memaksakan diri utnuk menikah
akan mengkhianati isterinya atau suaminya, baik dalam pemberian
nafkah lahiriyah maupun batiniyah, sehingga dengan perkawinan
itu hak-hak istri/suami tidak terpenuhi.
5. Hukum Pernikahan Monogami dan Poligami
Pengertian Monogami, Dalam kamus bahasa Indonesia, monogami
berarti sistem yang memperbolehkan seorang laki-laki mempunyai
satu isteri pada jangka waktu tertentu. Dari ta‟rif tersebut dapat
dipahami bahwa seorang suami yang beristerikan satu isteri saja
tidak dua atau tiga maka suami itu menganut monogami.
Azas monogami telah ditetapkan oleh Islam sejak lima belas abad
yang lalu sebagai salah satu asas perkawinan dalam Islam.
Tujuannya untuk memberikan landasan dan modal utama dalam
pembinaan kehidupan rumah tangga yang harmonis, sejahtera dan
bahagia. Oleh karena itu hukum asal perkawinan dalam Islam
adalah monogami.
Pengertian Poligami, Secara kebahasaan yang lebih tepat adalah
poligini yang dalam kamus bahasa Indonesia diartikan sebagai
“Sistem perkawinan yang membolehkan seorang pria memiliki
beberapa wanita sebagai isterinya di waktu yang bersamaan”.
Hukum Poligami menurut Yusuf Qardhawi adalah boleh Menurut
Yusuf Qardhawi, kondisi darurat yang dengannya seorang laki-laki
dibolehkan berpoligami adalah sebagai berikut:
a. Ditemukan seorang suami yang menginginkan keturunan, akan
tetapi ternyata isterinya tidak dapat melahirkan anak disebabkan
karena mandul atau penyakit.
b. Di antara suami ada yang memiliki overseks, akan tetapi
isterinya memiliki kelemahan seks, memiliki penyakit atau masa
haidhnya terlalu panjang sedangkan suaminya tidak sabar
menghadapi kelemahan isterinya tersebut.
c. Jumlah wanita lebih banyak dibanding jumlah laki-laki,
khususnya setelah terjadi peperangan. Di situ terdapat
kemashlahatan yang harus didapat oleh sebuah masyarakat dan
para wanita yang tidak menginginkan hidup tanpa suami dan
keinginan hidup tenang, cinta dan terlindungi serta menikmati sifat
keibuan.
6. Contoh praktik poligami ideal adalah Baginda Rasulullah saw
yang selalu berusaha untuk berlaku adil sampai kepada masalah
bepergian. Beliau berpoligami hanya semata untuk kepentingan
dakwah sebab istri-istri yang dinikahi oleh beliau adalah wanita-
wanita yang sangat memerlukan bantuan, lihatlah sosok wanita
yang beliau nikahi semuanya adalah janda kecuali Sayidatuna
„Aisyah r.a.
7. Hikmah dari Poligami Menurut Rasyid Ridh sedikitya terdapat
empat hikmah. 1) Untuk mendapatkan anak bagi suami yang
subur dan isteri yang mandul. 2). Menjaga keutuhan keluarga
tanpa harus mencerai isteri pertama meski ia tidak berfungsi
semestinya sebagai isteri karena cacat fisik dan sebagainya.
3).Untuk menyelamatkan suami yang hiperseks dari perbuatan
free sex. 4). Menyelamatkan harkat dan martabat wanita dari
krisis akhlak (melacur), terutama bagi mereka yang tinggal di
negara yang jumlah wanitanya lebih banyak dibanding laki-laki
akibat peperangan misalnya.
8. Nikah Mut’ah Kata mut’ah ( ), berasal dari bahasa Arab
yang mempunyai arti antara lain bekal yang sedikit dan barang
yang menyenangkan. Pengertian ini sejalan dengan kata mut’ah
yang terdapat dalam al-Quran yang berarti bercampur (bersenang-
senang bersama istri dengan bersenggama) dan pemberian yang
menyenangkan oleh suami kepada isterinya yang dicerai. Yusuf
Qardhawi memberikan pengertian nikah mut’ah secara
terminologi, yaitu seorang laki-laki mengikat (menikahi) seorang
perempuan untuk waktu yang ditentukan dengan imbalan uang
yang tertentu pula. Di Indonesia, kawin mut’ah ini popular dengan
sebutan kawin kontrak.
9. Hukum Nikah Mut’ah. Pada zaman Nabi hal ini diperbolehkan
karena memiliki alasan sebagai berikut:
a. Merupakan keringanan hukum (rukhsah) untuk memberikan
jalan keluar dari problematika yang dihadapi oleh dua kelompok
orang yang imannya kuat dan imannya lemah.
b. Sebagai langkah perjalanan hukum Islam menuju ditetapkannya
kehidupan rumah tangga yang sempurna untuk mewujudkan
semua tujuan pernikahan yaitu melestarikan keturunan, cinta kasih
sayang dan memperluas pergaulan melalui perbesanan.
Nikah mut’ah yang dibolehkan dalam Islam sudah berakhir, yaitu
hanya boleh ketika zaman Nabi dengan alasan darurat dan ada
hikmah tasyri‟ di dalamnya. Maka tidak ada alasan yang dapat
dibenarkan untuk kembali menghalakan nikah mut’ah sekarang ini.
Hukum nikah mut’ah ini telah tegas keharamannya baik dilihat
secara akal dan wahyu.

Daftar materi pada KB 1. Contoh Praktik Poligami di era sekarang


2
yang sulit dipahami 2. Istilah Monogami

1. Istilah Pacaran yang sudah marak dikalangan anak muda dan


masyarakat sekarang ini mengartikan dengan hal biasa
Daftar materi yang sering
padahal istilah ini sudah ada di zaman jahiliyah hakekatnya
3 mengalami miskonsepsi
diartikan sebagai bentuk perkawinan (khidn)
dalam pembelajaran
2. Hak dan kewajiban seorang suami dan istri ini masih sering
terjadi kesalahpahaman dalam praktik pembelajaran.

Anda mungkin juga menyukai