Anda di halaman 1dari 21

Faktor – Faktor Sosial Dalam Agama Dan

Kriteria Orang Yang Matang Beragama


Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas pada mata kuliah Psikologi
Agama

Dosen Pembimbing : Dr. Hj. Yuminah Rahmatullah, MBA.,MA.Si

Kelompok : III (Tiga)


Semester : IV (empat)
Disusun oleh : Aulia Fadillah
Kurniati
Muhammad Syamsul Najmudin

FAKULTAS TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM AL KARIMIYAH SAWANGAN
KOTA DEPOK
2021

Jl.H.Maksum No 23 Sawangan Baru-Depok


Telp/Fax.021-861733

i
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum.wr.wb.
Puji syukur atas khadirat ALLAH SWT,yang senantiasa melimpahkan
berkah, rahmat, taufik, serta hidayah-Nya kepada penulis,tidak lupa sholawat
beserta salam senantiasa tercurahkan kepada baginda besar kita Nabi
Muhammmad SAW yang telah membimbing kita dari zaman jahilyah sampai
zaman yang terang benderang yaitu agama islam.sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah ini dengan baik dan lancar.
Adapun makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Agama
penulisan makalah ini tidak lepas dari bantuan pihak yang telah membantu
penyusunan makalah ini khusunya kepada dosen pengampu mata kuliah Psikologi
Agama namun tidak lepas dari semua itu ,penulis menyadari sepenuhnya bahwa
masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini.Oleh karna itu penulis
mengharapkan bagi pembaca untuk memberikan saran dan kritik kepada penulis
sehingga penulis dapat memperbaiki makalah ini.
Akhirnya penulis mengharapkan semoga makalah ini bermanfaat dan dapat
memberikan inspirasi dan wawasan bagi kita semua.

ii
Daftar Isi

Kata Pengantar ..............................................................................................ii


Daftar
isi……………………………………………………………………........................
...........iii

BAB 1 PENDAHULUAN

A.Latar
Belakang…………………………………………………………............................
1
B.Rumusan Masalah
……………………………………………………..........................2
C.Tujuan Masalah
…………………………………………………………..........................2
BAB II PEMBAHASAN
A.Faktor Sosial Dalam
Agama……………………………………………....................3

B. Kriteria Orang Yang Matang Dalam Beragama……………....................7

BAB III PENUTUP

Kesimpulan…………………………………………………………………............
....................19
Daftar Pustaka
……………………………………………………………..............................20

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setiap masyarakat pasti akan mengalami perubahan, baik masyarakat


tradisional maupun masyarakat modern, karena masyarakat pada dasarnya bersifat
dinamis, perubahan terjadi dalam berbagai bidang kehidupan masyarakat, seperti
bidang sosial, Pendidikan, ekonomi, politik, ilmu,pengetahuan dan teknologi,
pertanian dan lain sebagainya. Perubahan sosial yang terjadi memberi efek bagi
masyarakat secara menyeluruh, perubahan di satu bidang akan diikuti perubahan
di bidang lainnya. Salah satu bagian dari perubahan sosial terdapatnya pelapisan
sosial dalam masyarakat. Efek yang ditimbulkan dari perubahan sosial masyarakat
bisa berbentuk positif dan juga bisa bisa berbentuk negatif. Dalam hal ini perlu
ada benteng nilai dan norma yang bisa mengarahkan manusia dalam mengikuti
perubahan sosial masyarakat yang terjadi dengan semakin pesat. Agama dalam
konteks ini memiliki posisi yang sangat penting dalam kehidupan sosial
masyarakat dengan berbagai macam fenomena dan fakta-fakta sosial yang ada di
dalamnya. Dalam pergaulan sosial di masyarakat munculnya berbagai kemajuan
mempengaruhi prilaku dan pola bersikap warga masyarakat. Banyak prilaku-
prilaku yang menyimpang yang ditemukan dalam masyarakat yang pada tahap
selanjutnya bisa mengganggu ketentraman masyarakat.

Manusia mengalami dua macam perkembangan, yaitu perkemb jasmani


yang dicapai manusia disebut kedewasaan. Sebaliknya, perkembangan rohani
diukur berdasarkan tingkat kemampuan (abilitas). Pencapaian tingkat abilitas
tertentu bagi perkembangan rohani disebut istilah kematangan (maturity).
Menurut Prof. Dr. Zakiyah Darajat bahwa psikologi agama meneliti pengaruh
agama terhadap sikap dan tingkah laku orang atau mekanisme yang bekerja dalam
diri seseorang, karena cara seseorang berfikir, bersikap, bereaksi dan bertingkah

1
laku tidak dapat dipisahkan dari keyakinannya, karena keyakinan itu masuk dalam
kontruksi pribadi.

Disini kami akan membahas secara mendalam factor-faktor sosial dalam agama
dan bagaimana kriteria orang yang agamanya sudah matang atau mendalam

B. Rumusan Masalah

1). Faktor – Faktor Sosial Dalam Agama

2) .Kriteria Orang Yang Matang Beragama

C. Tujuan Masalah

1). Untuk Mengetahui Faktor Sosial Dalam Agama

2). Untuk Mengetahui Kriteria Matang Beragama

2
BAB II

PEMBAHASAN

1.Faktor – Faktor sosial Dalam Agama

A. Faktor Penyebab Terjadinya Perubahan Sosial Masyarakat

Perubahan sosial terjadi disebabkan oleh beberapa faktor secara sosiologis


misalnya dikarenakan adanya sesuatu yang dianggap sudah tidak sesuai lagi dan
sudah tidak memuaskan , atau mungkin saja perubahan terjadi karena ada faktor
baru yang lebih memuaskan masyarakat sebagai pengganti faktor lama, mungkin
juga masyarakat mengadakan perubahan karena terpaksa demi untuk
menyesuaikan satu faktor dengan dengan faktor lain yang sudah mengalami
perubahan terlebih dahulu.

Pada umumnya dapat dikatakan bahwa kemungkinan penyebab terjadinya


perubahan sosial masyarakat adalah :

1. Bertambah atau berkurangnya penduduk.

Pertambahan penduduk yang sangat cepat tentu menyebabkan terjadinya


perubahan dalam struktur masyarakat, terutama lembaga kemasyarakatan.
Kemudian berkurangnya penduduk mungkin disebabkan berpindahnya penduduk
dari desa kekota, hal ini dapat menyebabkan kekosongan, misalnya dalam
pembagian kerja, dan stratifikasi sosial yang mempengaruhi lembaga-lembaga
kemasyarakatan. Perpindahan penduduk telah berlangsung beribu-ribu tahun
sebelumnya di dunia ini. Hal itu sejajar dengan bertambah banyaknya penduduk
bumi ini.

2. Adanya penemuan penemuan baru.

Suatu proses sosial dan kebudayaan yang besar tetapi terjadi dalam waktu yang
tidak terlalu lama disebut dengan inovasi. Proses tersebut meliputi adanya suatu

3
penemuan baru, jalannya unsur kebudayaan yang baru yang tersebar ke lian-lain
bagian masyarakat dan cara-cra unsur kebudayaan baru tadi diterima, dipelajari
dan akhirnya dipakai dalam masyarakat bersangkutan.

3. Adanya pertentangan (conflict) Masyarakat.

Pertentangan (conflict) masyarakat juga menyebabkan terjadinya perubahan sosial


masyarakat. Dalam masyrakat pertentangan pasti terjadi bisa saja terjadi antara
individu dengan kelompok atau kelompok dengan kelompok masyarakat.
Umumnya masyarakat tradisional Indonesia bersifat kolektif segala kegiatan
didasarkan pada kepentingan masyarakat, kepentingan individu walaupun diakui
tetapi mempunyai fungsi sosial, tidak jarang timbul pertentangan antara
kepentingan individu dengan kepentingan kelompoknya. Pertentangan antar
kelompok mungkin terjadi antara generasi tua dengan genersi muda.
Pertentangan-pertentangan itu kerap sekali terjadi pada masyarakat yang sedang
berkembang dari tahap trdisional ke tahap modern. Generasi muda yang belum
terbentuk kerpibadiannnya lebih mudah menerima unsur-unsur kebudaayaan asing
(seperti kebudayaan Barat) yang dalam beberapa hal mempunyai tarap yang lebih
tingggi , atau mungkin kebudayaan-kebudayaan kota besar yang masuk ke
masyarakat pedesaaan, keadaan demikian menyebabkan perubahan-perubahan
tertentu dalam masyarakat, misalnya pergaualan bebas yang melanggar norma
adat dan norma agama, perbuatan-perbuatan melanggar susila, kebiasaaan-
kebiasaan hedonis orang kota, dan lain-lain. Selanjutnya ada beberapa faktor yang
mempengaruhi jalannya perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat,
diantaranya :

a. Kontak dengan kebudayaan lain

Dalam proses sosial terjadi proses penyebaran unsur-unsur kebudayaan dari


individu kepada individu lain dan dari satu masyarakat ke masyarakat lain, dari
proses ini manusia mampu menghimpun penemuan-penemuan baru yng telah
dihasilkan dan selanjutrnya suatu penemuan baru yang telah diterima oleh

4
masayarakat dapat diteruskan dan disebarkan kepada masyarakat luas sampai
umat manusia di dunia dapat menikmti kegunaannya.

b. Sistim pendidikan formal yang maju

Pendidikan mengajarkan aneka macam kamampuan kepada individu dan


memberikan nilai-nilai tertentu bagi manusia terutama dalam membuka
pemikirannnya serta menerima hal-hal baru dalam kehidupannya.

c. Sikap menghargai hasi karya seseorang dan keinginan-keinginan untuk


maju.

Adanya sikap menghargai hasil karya seseorang merupakan pendorong bagi usaha
penemuan-penemuan baru.

d. Sistem terbuka lapisan masyarakat.

Sistim terbuka memungkinkan adanya gerak sosial yang vertikal yang luas atau
memberi kesempatan kepada individu untuk maju atas dasar kemauan sendiri.
Dalam keadaan yang demikian pada umumnya orang akan berkomptensi untuk
menjadi orang yang berhasil, akan terjadi proses identifiksi diri derngan warga-
warga yang mempunyai status tinggi sehingga dia berharap berkedudukan sama
dengan orang atau golongan yang dianggap lebih tinggi tersebut.

e. Toleransi terhadap perbuatan-perbuatan yang menyimpang (deviation) yang


bukan merupakan delik.

f. Penduduk yang heterogen.

Pada masyrakat yang terdidiri dari kelompok sosial yang mempunyai latar
belakang kebudayaan ras ideologi yang berbeda dan seterusnya, mudah terjadinya
pertentangan-pertentangan yang mengundang kegoncangan-kegoncangan,
keadaan ini juga menjadi pemicu terjadinya perubahan-perubahan sosial dalam
masyarakat.

g. Ketidakpuasan masyarakat terhadap bidang-bidang kehidupan tertentu.

h. Orientasi ke masa depan.

5
i. Nilai bahwa manusia harus senantiasa berikhtiar untuk memperbaiki hidupnya.

Melihat penyebab terjadinya perubahan sosial dalam masyarakat pada umumnya


terdapat kesamaan dalam berbagai bentuk masyarakat baik masyarakat tradisional
maupun masyarakat modern, namun ada perbedaan jenis perubahan yang terjadi
antara masyarakat tradisional dan masyarakat modern dimana dalam masyarakat
tradisional perubahan yang terjadi cenderung bersifat lambat dibanding perubahan
yang terjadi pada masyarakat modern perubahan sosial yang terjadi lebih cepat.
Perubahan sosial yang cepat inilah yang banyak berdampak negatif bagi
masyarakat itu sendiri.

Dalam hal ini pandangan Islam terhadap perubahan sosial yang terjadi pada
masyarakat tersebut bisa dilihat dari aspek hukum ajaran Islam memberikan
dasar-dasar hukum bagi terjadinya perkembangan. Ijtihad dipandang sebagai
institusi yang memiliki otoritas bagi perubahan dan penetapan hukum bersamaan
dengan perubahan yang terjadi di masyarakat. Bagi agama Islam perubahan
merupakan salah satu kebutuhan manusia, oleh karena itu hukum-hukum yang
bersifat tetap hanya terdapat dalam masalah ubudiyah ritual saja, sedangkan
urusan muamalah atau hubungan sosial yang menjadi bagian dari ibadah selain
ritual bersifat terbuka. Konsep ijtihad sebagai proses penetapan hukum baru dalam
Islam merupakan bukti bahwa agama Islam bersifat terbuka terhadap perubahan
karena hasil-hasil ijtihad yang diiakukan para ahli akan mendorong terjadinya
perubahan sosial dalam masyarakat.

Perubahan sosial yang dikehendaki ajaran Islam adalah perubahan yang memiliki
dan mengutamakan nilai-nilai, yaitu perubahan dari suatu yang kurang baik
menjadi baik atau yang baik menjadi lebih baik dan segala bentuk perubahan yang
terjadi di berbagai bidang harus sesuai dengan norma-norma ajaran Islam.1

1
Soerjono soekanto,sosiologi suatu pengantar (Jakarta:Raja Grafindo Persada,2007)hlm.190

6
2. Kriteria Orang Yang Matang Dalam Beragama

A. Pengertian kematangan Beragama

Agama dalam kehidupan individu sebagai suatu system nilai yang


mengarah kepada norma-norma tertentu yang perlu ditaati. Menurut Drajat, agama
adalah proses hubungan manusia yang dirasakan terhadap sesuatu yang
diyakininya bahwa sesuatu yang lebih tinggi dari manusia. Kemudian diperkuat
oleh Glock dan stark menjelaskan agama sebagai system symbol, system
keyakinan, system nilai yang pada semuanya terpusat pada persoalan-persoalan
yang dihayati.2 Menjadi kerangka acuan dalam bersikap dan bertingkah laku agar
sejalan dengan keyakinan yang dianut serta nilai-nilai luhur agama yang
dianutnya dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Prof. Dr. Zakiyah Darajat bahwa
psikologi agama meneliti pengaruh agama terhadap sikap dan tingkah laku orang
atau mekanisme yang bekerja dalam diri seseorang, karena cara seseorang
berfikir, bersikap, bereaksi dan bertingkah laku tidak dapat dipisahkan dari
keyakinannya, karena keyakinan itu masuk dalam kontruksi pribadi.

Kematangan dalam beragama, yaitu kemampuan seseorang untuk memahami,


menghayati serta mengaplikasikan nilai-nilai luhur agama yang dianutnya dalam
kehidupan sehari-hari. Ia menganut suatu agama karena menurut keyakinan.
Keyakinan tersebut ditampilkan dalam sikap dan tingkah laku keagamaan yang
mencerminkan ketaatan terhadap agama.3 Kemudian William James menjelaskan
adanya hubungan antara tingkah laku keagamaan seseorang dengan pengalaman
keagamaan yang dimilikinya.4

2
Zakiyah Daradjat, ilmu Jiwa Agama (Jakarta: Bulan Bintang, 2005), p. 10.
3
Gordon Willard Allport, The Individual And His Religion: A. Phychological Interpretation (New
York:The Macmillan Co, 1950), p. 232
4
Jallaludin, Psikologi Agama Memahami Prilaku dengan Mengaplikasikan Prinsip-Prinsip Psikologi
(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012), p.125

7
Kematangan beragama diwujudkan dalam bentuk keimanan, karena hakikat
beragama adalah keimanan. Iman sebagai motif dasar, ditandai adanya sikap
berpegang teguh pada nilai-nilai keagamaan dan mengakui kebenarannya.
Kepatuhan dalam menjalankan ajarannya, baik yang bebrbentuk perintah maupun
larangannya. Fenomena tersebut berkaitan dengan kriteria kematangan
keagamaan. Yahya menjelaskan orang-orang yang beriman adalah orang yang
menjadikan ridho sang pencipta sebagai tujuan tertinggi dalam kehidupan, dan
mereka berusaha untuk mencapai tujuan tersebut.5

B. Ciri-ciri dan sikap keberagamaan

Buku the varieties of religious experience , karangan William James menilai


secara garis besar sikap dan perilaku keagamaan itu dapat dikelompokkan menjadi
dua tipe, pertama tipe orang yang sakit jiwa dan kedua tipe sehat jiwa. Kedua tipe
ini menunjukkan perilaku dan sikap keagamaan yang berbeda.

1. Tipe Orang yang sakit jiwa (the sick soul)

Menurut William James, sikap keberagamaan orang yang sakit jiwa ini ditemui
pada mereka yang pernah mengalami latar belakang kehidupan keagamaan yang
terganggu. Maksudnya orang tersebut meyakini suatu agama akan melaksanakan
ajaran agama tidak didasarkan atas kematangan beragama yang berkembang
secara bertahap sejak usia kanak-kanak hingga menginjak usia dewasa seperti
lazimnya yang terjadi pada perkembangan secara normal.6

Mereka meyakini suatu agama dikarenakan oleh adanya penderitaan batin antara
lain mungkin diakibatkan oleh musibah, konflik batin ataupun sebab lainnya yang
sulit diungkapkan secara ilmiah.

5
Harun Yahya, Semangat dan Ghairah orang-orang Beriman (Surabaya: Risalah Gusti, 2003),
p.152
6
Yuminah Rohmatullah,, Psikologi Agama (Yogyakarta:Grup Penerbitan CV BUDI UTAMA 2017), hlm. 56.

8
Latar belakang itulah yang kemudian menyebabkan perubahan sikap yang
mendadak terhadap keyakinan agama. Mereka beragama akibat dari suatu
penderitaan yang mereka alami sebelumnya.

William Starbuck, berpendapat bahwa penderitaan yang dialami disebabkan oleh


dua faktor utama:yaitu faktor intern (dari dalam diri) dan faktor ekstern (berupa
penderitaan).

Faktor intern diperkirakan menjadi penyebab dari timbulnya sikap keagamaan


yang tidak lazim seperti:

1. Tempramen

Tempramen merupakan salah satu unsur dalam membentuk kepribadian manusia


sehingga dapat tercermin dalam kehidupan kejiwaan seseorang. Tingkah laku
yang didasarkan pada kondisi tempramen memegang peranan penting dalam sikap
keagamaan seseorang.

2. Gangguan jiwa.

Orang yang mengidap gangguan jiwa menunjukkan kelainan dalam sikap dan
tingkah lakunya.tindak tanduk keagamaan dan pengalaman keagamaan yang
ditampilkannya tergantung dari gejala gangguan jiwa yang mereka idap.

3. konflik keraguan

Konflik kejiwaan yang terjadi pada diri seseorang mengenai keagamaan


mempengaruhi sikap keagamaanya. Mungkin berdasarkan kesimpulannya ia akan
memilih salah satu agama yang diyakininya ataupun meninggalkannya sama
sekali. Keyakinan agama yang dianut berdasarkan pemilihan yang matang
sesudah terjadinya konflik kejiwaan akan lebih dihargai dan dimuliakan. Konflik
dan keraguan ini dapat mempengaruhi sikap seseorang terhadap agama.

4. Jauh dari Tuhan


Orang yang dalam kehidupannya jauh dari ajaran agama, lazimnya akan merasa
dirinya lemah dan kehilangan pegangan saat menghadapi cobaan. Ia seakan

9
merasa tersisih dari curahan rahmat Tuhan. Perasaan ini mendorongnya untuk
lebih mendekatkan diri kepada tuhan serta berupaya mengabdikan diri secara
sungguh-sungguh. Hal ini menyebabkan terjadinya perubahan dalam sikap
keagamaan pada dirinya.
Faktor ekstern yang diperkirakan turut mempengaruhi sikap  keagamaan secara
mendadak adalah :7
a)     Musibah
Terkadang musibah yang serius dapat mengguncangkan   kejiwaan seseorang.
Keguncangan jiwa ini sering pula menimbulkan kesadaran pada diri manusia
berbagai macam tafsiran. Bagi mereka yang semasa sehatnya kurang memiliki
pengalaman dan kesadaran agama yang cukup, umumnya menafsirkan musibah
sebagai peringatan Tuhan kepada dirinya.
Tafsiran seperti itu tak jarang memberi wawasan baru baginya untuk kembali
hidup ke jalan agama, sehingga makin berat musibah yang dialaminya maka akan
semakin tinggi ketaatannya kepada agama. Bahkan mungkin pula mereka yang
mengalami peristiwa semacam itu akan menjadi penganut agama yang fanatik.
b)     Kejahatan
Mereka yang menekuni kehidupan di lingkungan dunia hitam, baik sebagai pelaku
maupun sebagai pendukung kejahatan, umumnya akan mengalami keguncangan
batin dan rasa berdosa. Perasaan itu mereka tutupi dengan perbuatan yang bersifat
kompensasif,
seperti melupakan sejenak dengan menenggak minuman keras, judi maupun
berfoya-foya. Namun upaya untuk menghilangkan keguncangan batin tersebur
sering tidak berhasil. Karena itu jiwa mereka menjadi labil dan terkadang
dilampiaskan dengan tindakan yang brutal, pemarah, mudah tersinggung dan
berbagai tindakan negatif lainya.
Perasaan seperti itu biasanya menghantui terus menerus diri sendiri hingga
menyebabkan hidup mereka tidak pernah mengalami ketenangan dan
ketentraman. Sesekali mungkin saja timbul perasaan kemanusiaannya yang fitri
7
Yuminah Rohmatullah,, Psikologi Agama (Yogyakarta:Grup Penerbitan CV BUDI UTAMA 2017), hlm. 57.

10
seperti kasih sayang, menyesal, dan merasa berdosa sebagai akibat karena
kehilangan harga diri serta dikucilkan masyarakat.
Adapun ciri-ciri tindak keagamaan mereka yang mengalami kelainan kejiwaan itu
umumnya cenderung menampilkan sikap sebagai berikut8 :
a. Pesimis
Dalam mengamalkan ajaran agama mereka cenderung bersikap pasrah diri kepada
nasib yang telah mereka terima. Penderitaan yang mereka alami menyebabkan
peningkatan ketaatannya.
b. Introvert
Sifat pesimis membawa mereka untuk bersikap objektif. Segala marabahaya dan
penderitaan selalu dihubungkannya dengan kesalahan diri dan dosa yang telah
diperbuat.
c. Menyenangi paham yang ortodoks
Sebagai pengaruh sifat pesimis dan introvert kehidupan jiwanya menjadi pasif.
Hal ini lebih mendorong mereka untuk menyenangi paham keagamaan yang lebih
konservatif dan ortodoks.
d. Mengalami proses keagamaan secara non-graduasi
Proses timbulnya keyakinan terhadap ajaran agama umumnya tidak b berlangsung
melalui prosedur yang biasa. Tindak keagamaan yang mereka lakukan didapat
dari proses pendadakan dan perubahan secara tiba-tiba.

2. Tipe Orang Yang Sehat Jiwa (Healthy Minded Ness)


Ciri dan sifat agama pada orang yang sehat jiwa menurut W. Starbuck yang
dikemukakan oleh W. Houston Clark dalam bukunya Religion
psychology adalah :9
a. Optimis dan Gembira
Orang yang sehat jiwa menghayati segala bentuk ajaran agama dengan perasaan
optimis. Pahala menurut pandanganya adalah sebagai hasil jerih payahnya yang

8
bid. Jalaluddin, Psikologi Agama Edisi Revisi 2009 (Jakarta : PT Rajagrafindo Persada, 2009). Hal. 128.
9
Yuminah Rohmatullah,, Psikologi Agama (Yogyakarta:Grup Penerbitan CV BUDI UTAMA 2017), hlm. 59.

11
diberikan Tuhan. Sebaliknya, segala bentuk musibah dan penderitaan dianggap
sebagai keteledoran dan kesalahan yang dibuatnya dan tidak beranggapan sebagai
peringatan Tuhan terhadap dosa manusia.
b. Ekstrovet dan tak mendalam
Sikap optimis dan terbuka yang dimiliki orang yang sehat jiwa ini menyebabkan
mereka mudah melupakan kesan-kesan buruk dan luka hati yang tergores sebagai
ekses religiusitas tindakanya.
Mereka selalu berpandangan keluar dan membawa suasana hatinya lepas dari
kungkungan ajaran keagamaan yang terlampau rumit. Mereka senang kepada
kemudahan dalam melaksanakan ajaran agama. Sebagai akibatnya mereka kurang
senang mendalami ajaran agama. Dosa mereka anggap sebagai akibat perbuatan
mereka yang keliru.
c. Menyenangi Ajaran Ketauhidan yang Liberal
Sebagai pengaruh kepribadian yang ekstrovet maka mereka cenderung:
1. Menyenangi teologi yang luwes dan tidak kaku.
2. Menunjukan tingkah laku keagamaan yang lebih bebas.
3. Menekankan ajaran cinta kasih daripada kemurkaan dan dosa.
4. Mempelopori pembelaan terhadap kepentingan agama secara sosial.
5. Tidak menyenangi implikasi penebusan dosa dan kehidupan kebiaraan.
6. Bersifat liberal dalam menafsirkan pengertian ajaran agama.
7. Selalu berpandangan positif.
8. Berkembang secara graduasi.10
Walaupun keberagamaan orang dewasa ditandai dengan keteguhan dalam
pendirian, ketetapan dan kepercayaan, baik dalam bentuk positif, maupun negatif,
namun dalam kenyataan yang ditemui masih banyak juga orang dewasa yang
berubah keyakinan dan kepercayaan.  Perubahan tersebut bisa saja kearah ketaatan
beragama atau sebaliknya.

C. Kematangan beragama menurut Al – Quran

10
Ibid. Jalaludin. Psikologi Agama. Hal. 132-134.

12
Kriteria yang diberikan oleh Al-Qur'an bagi mereka yang dikategorikan orang
yang matang beragama Islam cukup bervariasi. Seperti pada sepuluh ayat pertama
pada Surah Al-Mu'minun dan bagian akhir dari Surah Al-Furqan :
1. Mereka yang khusyu' shalatnya
2. Menjauhkan diri dari (perbuatan-perbuatan) tiada berguna
3. Menunaikan zakat
4. Menjaga kemaluannya kecuali kepada isteri-isteri yang sah
5. Jauh dari perbuatan melampaui batas (zina, homoseksual, dan lain-lain)
6. Memelihara amanat dan janji yang dipikulnya
7. Memelihara shalatnya (QS. Al-Mu'minun : 1 - 10)
8. Merendahkan diri dan bertawadhu
9. menghidupkan malamnya dengan bersujud (Qiyamullail)
10. selalau takut dan meminta ampunan agar terhindar dari jahanam
11. membelanjakan hartanya secara tidak berlebihan dan tidak pula kikir
12. Tidak menyekutukan Allah, tidak membunuh, tidak berzina
13.Suka bertaubat, tidak memberi persaksian palsu dan jauh dari perbuatan sia-sia,
memperhatikan Al-Qur'an, bersabar, dan mengharap keturunan yang bertaqwa
(QS. Al - Furqan : 63 - 67)

D. kematangan Beragama Menurut As-Sunnah

Kriteria dari As-sunnah : Rasulullah SAW memberikan batas minimal bagi


seorang yang disebut muslim yaitu disebut muslim itu apabila muslim-muslim
lain merasa aman dari lidah dan tangannya (HR. Muslim). Sementara ciri-ciri lain
disebutkan cukup banyak bagi orang yang meningkatkan kualitas keimanannya.
Sehingga tidak jarang Nabi SAW menganjurkan dengan cara peringatan, seperti :
"Barangsiapa beriman kepada Allah dan Rasul-Nya hendaknya dia mencintai
saudaranya sebagaimana dia mencintai dirinya sendiri" (HR. Bukhari). "Tidak
beriman seseorang sampai tetangganya merasa aman dari gangguannya " (HR.
Bukhari dan Muslim). "Tidak beriman seseorang kepada Allah sehingga dia lebih
mencintai Allah dan Rasul-Nya dari pada kecintaan lainnya..." (HR. Muslim).

13
Dengan demikian petunjuk-petunjuk itu mengarahkan kepada seseorang yang
beragama Islam agar dia menjaga lidah dan tangannya sehingga tidak
mengganggu orang lain, demikian juga dia menghormati tetangganya, saudara
sesama muslim dan sangat mencintai Allah dan Rasul-Nya.

Ringkas kata, dia berpedoman kepada petunjuk Al-Qur'an dan mengikuti contoh
praktek Rasulullah SAW, sehingga dia betul-betul menjaga hubungan "hablum
minallah " (hubungan vertikal) dan "hablum minannaas" (hubungan horizontal).

Peringatan shahabat Ali r.a. bahwa klimaks orang ciri keagamaannya matang
adalah apabila orang tersebut bertaqwa kepada Allah SWT. Dan inti taqwa itu ada
empat, menurut Ali r.a. :
a. Mengamalkan isi Al-Qur'an
b. Mempunyai rasa takut kepada Allah sehingga berbuat sesuai
dengan perintah Nya
c. Merasa puas dengan pemberian atau karunia Allah SWT meskipun
terasa sedikit
d. Persiapan untuk menjelang kematian dengan meningkatkan
kualitas keimanan dan amal saleh

E. kematangan Beragama Menurut Ibnu Qoyyim

Sedangkan Ibnu Qoyyim, ulama abad ke 7, menyebutkan 9 kriteria bagi orang


yang matang beragama Islamnya, yaitu :
a. Terbina keimanannya yaitu selalu menjaga fluktualitas
keimanannya agar selalu bertambah kualitasnya
b. Terbina ruhiyahnya yaitu menanamkan pada dirinya kebesaran dan
keagungan Allah serta segala yang dijanjikan di akherat kelak, sehingga
dia menyibukkan diri untuk meraihnya

14
c. Terbina pemikirannya sehingga akalnya diarahkan untuk
memikirkan ayat-ayat Allah Al-Kauniyah (cipataan-Nya) dan Al-
Qur'aniyah (firman-Nya)
d. Terbina perasaannya sehingga segala ungkapan perasaan ditujukan
kepada allah, senang atau benci, marah atau rela, semuanya karena Allah.
e. Terbina akhlaknya dimana kepribadiannya di bangun diatas
pondasi akhlak mulia sehingga kalau berbicara dia jujur, bermuka manis,
menyantuni yang tidak mampu, tidak menyakiti orang lain dan berbagai
akhlak mulia
f. Terbina kemasyarakatannya karena menyadari sebagai makhluk
sosial, dia harus memperhatikan lingkungannya sehingga dia berperan
aktif mensejahterakan masyarakat baik intelektualitasnya, ekonominya,
kegotang-royongannya, dan lain-lain
g. Terbina kemauannya sehingga tidak mengumbar kemauannya ke
arah yang distruktif tetapi justru diarahkan sesuai dengan kehendak Allah.
Kemauan yang mendorongnya selalu beramal shaleh
h. Terbina kesehatan badannya karena itu dia memberikan hak-hak
badan untuk ketaatan kepada Allah karena Rasulullah SAW bersabda :
"Orang mukmin yang kuat itu lebih baik dan dicintai Allah daripada
mukmin yang lemah " (HR. Ahmad)
i. Terbina nafsu seksualnya yaitu diarahkan kepada perkawinan yang
dihalalkan Allah SWT sehingga dapat menghasilkan keturunan yang
shaleh dan bermanfaat bagi agama dan negara.

Demikian secara ringkas kami paparkan kriteria ideal untuk mengetahui dan
mengukur sejauh mana kematangan beragama Islam seseorang. Sengaja kami
batasi agama Islam karena pembahasan ciri-ciri beragama secara umum terlalu
luas. Dan perlu kita ingat dalam kondisi masyarakat yang komplek dengan
problematika kehidupannya, maka sungguh orang yang beragamalah yang akan
terhindar dari penyakit stress

15
F. Faktor Penghambat Kematangan Beragama

1.Faktor Diri Sendiri


Faktor ini dua yaitu kapasitas diri dan pengalaman.Kapasitas berupa kemampuan
ilmiah dalam menerima ajaran agama itu terlihat perbedaannya antara seseorang
yang berkemampuan dan kurang berkemempuan,bagi mereka yang mau menerima
rasionya akan menghayati dan kemudian mengamalkan ajaran agamanya dengan
baik penuh keyakinan.Lain dengan orang yang kurang mampu menerima rasionya
ia akan lebih banyak tergantung pada masyarakat meskipun dalam dirinya selalu
bertanya apa yg ia kerjakan itu benar atau tidak.
Sedangkan faktor pengalaman semakin luas pengalaman orang dalam bidang
keagamaan maka akan semakin mantap dan stabil dalam mengerjakan aktifitas
keagamaan,namun bagi mereka yang mempunyai pengalaman yang sedikit akan
selalu mendapat hambatan untuk mengerjakan ajaran agama secara mantap.

2. Faktor Luar
Faktor luar yaitu beberapa kondisi dan situasi lingkungan yang tidak banyak
memberikan kesempatan untuk berkembang malah menganggap tidak perlu
adanya perkembangan dari apa yang telah ada.

BAB III

16
PENUTUP

A. Kesimpulan
Perubahan sosial yang dikendaki ajaran islam adalah perubahan yang memiliki
dan mengutamakan nila-nilai, yaitu perubahan dari suatu yang kurang baik
menjadi baik dan segala bentuk perubahan yang terjadi diberbagai bidang harus
sesuai dengan norma-norma ajaran islam
Kriteria yang diberikan oleh Al-Qur'an bagi mereka yang dikategorikan orang
yang matang beragama Islam cukup bervariasi. Seperti pada sepuluh ayat pertama
pada Surah Al-Mu'minun dan bagian akhir dari Surah Al-Furqan : Mereka yang
khusyu' shalatnya, Menjauhkan diri dari (perbuatan-perbuatan) tiada berguna,
Menunaikan zakat, Menjaga kemaluannya kecuali kepada isteri-isteri yang sah,
Jauh dari perbuatan melampaui batas (zina, homoseksual, dan lain-lain),
Memelihara amanat dan janji yang dipikulnya, Memelihara shalatnya (QS. Al-
Mu'minun : 1 - 10), Merendahkan diri dan bertawadlu', Menghidupkan malamnya
dengan bersujud (Qiyamullail), Selalu takut dan meminta ampunan agar terjauh
dari jahanam, Membelanjakan hartanya secara tidak berlebihan dan tidak pula
kikir, Tidak menyekutukan allah, tidak membunuh, tidak berzina, Suka bertaubat,
tidak memberi persaksian palsu dan jauh dari perbuatan sia-sia, memperhatikan
Al-Qur'an, bersabar, dan mengharap keturunan yang bertaqwa (QS. Al-Furqan :
63 - 67)

DAFTAR PUSTAKA

17
Soerjono soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar ( Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2007)
Zakiyah Darajat Ilmu Jiwa Agama ( Jakarta: Bulan Bintang, 2005)
gordon Willard Allport, The Individual And His Religion: Aphychological
Interpretation ( New York: The Macmillan CO, 1950)
Jallaludin, Psikologi Agama Memahami Prilaku dengan Mengaplikasikan
prinsip-prinsip Psikologi ( Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012)
Harun Yahya, Semangat dan Ghairah Orang-Orang Beriman (Surabaya:
Risalah Gusti, 2003)
Yuminah Rohimatullah, Psikologi Agama (Yogyakarta grup penerbitan CV
Budi Utama 2017)
Jallaludin Psikologi Agama Ediai Revisi 2009 (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada. 2009)

18

Anda mungkin juga menyukai