Anda di halaman 1dari 1

Halal Guide

Khamar Adalah Penyakit Bukan Obat


Thursday, 12 April 2007

Halal Guide -- Dengan nas-nas yang jelas, maka Islam dengan gigih memberantas arak dan menjauhkan umat Islam
dari arak, serta dibuatnya suatu pagar antara umat Islam dan arak itu. Tidak ada satupun pintu yang terbuka, betapapun
sempitnya pintu itu, buat meraihnya.
Tidak seorang Islam pun yang diperkenankan minum arak walaupun hanya sedikit. Tidak juga diperkenankan untuk
menjual, membeli, menghadiahkan ataupun membuatnya. Disamping itu tidak pula diperkenankan menyimpan di
tokonya atau di rumahnya. Termasuk juga dilarang menghidangkan arak dalam perayaan-perayaan, baik kepada orang
Islam ataupun kepada orang lain. Juga dilarang mencampurkan arak pada makanan ataupun minuman. Tinggal ada
satu segi yang sering oleh sementara orang ditanyakan, yaitu tentang arak dipakai untuk berobat Dalam hal ini
Rasulullah s.a.w. pernah menjawab kepada orang yang bertanya tentang hukum arak. Lantas Nabi menjawab: Dilarang!
Kata laki-laki itu kemudian: "Innama nashna'uha liddawa' (kami hanya pakai untuk berobat). Maka jawab Nabi
selanjutnya: "Arak itu bukan obat, tetapi penyakit." (Riwayat Muslim, Ahmad, Abu Daud dan Tarmizi) Dan sabdanya
pula: “Sesungguhnya Allah telah menurunkan penyakit dan obat, dan menjadikan untuk kamu bahwa tiap
penyakit ada obatnya, oleh karena itu berobatlah, tetapi jangan berobat dengan yang haram." (Riwayat Abu Daud) Dan
Ibnu Mas'ud pernah juga mengatakan perihal minuman yang memabukkan: "Sesungguhnya Allah tidak menjadikan
kesembuhanmu dengan sesuatu yang Ia haramkan atas kamu." (Riwayat Bukhari). Memang tidak mengherankan
kalau Islam melarang berobat dengan arak dan benda-benda lain yang diharamkannya, sebab diharamkannya sesuatu,
sesuai dengan analisa Ibnul Qayim, mengharuskan untuk dijauhi selamanya dengan jalan apapun. Maka kalau arak itu
boleh dipakai untuk berobat, berarti ada suatu anjuran supaya mencintai dan menggunakan arak itu. Ini jelas berlawanan
dengan apa yang dimaksud oleh syara'. Selanjutnya kata Ibnul Qayim: Membolehkan berobat dengan arak, lebih-lebih
bagi jiwa yang ada kecenderungan terhadap arak, akan cukup menarik orang untuk meminumnya demi memenuhi
selera dan untuk bersenang-senang, terutama orang yang mengerti akan manfaatnya arak dan dianggapnya dapat
menghilangkan sakitnya, maka pasti dia akan menggunakan arak guna kesembuhan penyakitnya itu. Sebenarnya obat-
obat yang haram itu tidak lebih hanya kira-kira saja dapat menyembuhkan. Ibnul Qayim memperingatkan juga yang
ditinjau dari segi kejiwaan, ia mengatakan: "Bahwa syaratnya sembuh dari penyakit haruslah berobat yang dapat
diterima akal, dan yakin akan manfaatnya obat itu serta adanya barakah kesembuhan yang dibuatnya oleh Allah.
Sedang dalam hal ini telah dimaklumi, bahwa setiap muslim sudah berkeyakinan akan haramnya arak, yang karena
keyakinannya ini dapat mencegah orang Islam untuk mempercayai kemanfaatan dan barakahnya arak itu, dan tidak bisa
jadi seorang muslim dengan keyakinannya semacam itu untuk berhusnundz-dzan (beranggapan baik) terhadap arak dan
dianggapnya sebagai obat yang dapat diterima akal. Bahkan makin tingginya iman seseorang, makin besar pula
kebenciannya terhadap arak dan makin tidak baik keyakinannya terhadap arak itu. Sebab kepribadian seorang muslim
harus membenci arak. Kalau demikian halnya, arak adalah penyakit, bukan obat."10 Walaupun demikian, kalau
sampai terjadi keadaan darurat, maka darurat itu dalam pandangan syariat Islam ada hukumnya tersendiri. Oleh
karena itu, kalau seandainya arak atau obat yang dicampur dengan arak itu dapat dinyatakan sebagai obat untuk
sesuatu penyakit yang sangat mengancam kehidupan manusia, dimana tidak ada obat lainnya kecuali arak, dan saya
sendiri percaya hal itu tidak akan terjadi, dan setelah mendapat pengesahan dari dokter muslim yang mahir dalam ilmu
kedokteran dan mempunyai jiwa semangat (ghirah) terhadap agama, maka dalam keadaan demikian berdasar kaidah
agama yang selalu membuat kemudahan dan menghilangkan beban yang berat, maka berobat dengan arak tidaklah
dilarang, dengan syarat dalam batas seminimal mungkin. Sesuai dengan firman Allah: "Barangsiapa terpaksa dengan
tidak sengaja dan tidak melewati batas maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun dan Maha Belas-kasih." (al-
An'am: 145) Halal dan Haram dalam Islam
Oleh Syekh Muhammad Yusuf Qardhawi

http://www.halalguide.info Powered by Joomla! Generated: 22 January, 2009, 21:45

Anda mungkin juga menyukai