Anda di halaman 1dari 23

Sistem Pendeteksi Wajah Manusia Pada Citra Digital di Politeknik

Sriwijaya

TUGAS AKHIR
Sebagai Persyaratan Guna Meraih Gelar Sarjana Strata 1
Manajemen Informatika Politeknik Negeri Sriwijaya

Oleh :
Salsabila
Nim. 061940832132

D4 MANAJEMEN INFORMATIKA
POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA
TAHUN AKADEMIK 2022/2023
BAB I
PENDAHULUAN
IMPLEMENTASI SISTEM PENDETEKSI WAJAH MANUSIA PADA CITRA

DIGITAL
1.1 Latar Belakang

Dewasa ini teknologi pengenalan wajah semakin banyak diaplikasikan,antara lain

untuk sistem pengenalan biometrik (yang dapat juga dikombinasikandengan fitur

biometrik yang lain seperti sidik jari dan suara), sistem pencarian danpengindeksan pada

database citra digital dan database video digital, sistemkeamanan kontrol akses area

terbatas, konferensi video, dan interaksi manusiadengan komputer.

Dalam bidang penelitian pemrosesan wajah ( face processing),pendeteksian wajah

manusia (face detection) adalah salah satu tahap awal yangsangat penting di dalam proses

pengenalanwajah (face recognition). Sistem pengenalan wajah digunakan untuk

membandingkan satu citra wajah masukan dengan suatu database wajah dan menghasilkan

wajah yang paling cocok dengancitra tersebut jika ada. Sedangkan autentikasi wajah (face

authentication)digunakan untuk menguji keaslian/kesamaan suatu wajah dengan data

wajah yangtelah diinputkan sebelumnya. Bidang penelitian yang juga berkaitan

denganpemrosesan wajah adalah lokalisasi wajah (face localization) yaitu

pendeteksianwajah namun dengan asumsi hanya ada satu wajah di dalam citra,

penjejakanwajah ( face tracking) untuk memperkirakan lokasi suatu wajah dalam video

secara real time, dan pengenalan ekspresi wajah ( facial expression recognition )untuk

mengenali kondisi emosi manusia (Yang, 2002).


Pada kasus tertentu seperti pemotretan untuk pembuatan KTP, SIM,dan kartu

kredit, citra yang didapatkan umumnya hanya berisi satu wajah danmemiliki latar belakang

seragam dan kondisi pencahayaan yang telah diatursebelumnya sehingga deteksi wajah

dapat dilakukan dengan lebih mudah. Namunpada kasus lain sering didapatkan citra yang

berisi lebih dari satu wajah, memilikilatar belakang yang bervariasi, kondisi pencahayaan

yang tidak tentu, dan ukuranwajah yang bervariasi di dalam citra. Contohnya adalah citra

yang diperoleh dibandara, terminal, pintu masuk gedung, dan pusat perbelanjaan. Selain

itu juga pada citra yang didapatkan dari foto di media massa atau hasil rekaman

video.Pada kasus tersebut pada umumnya wajah yang ada di dalam citra memilikibentuk

latar belakangyang sangat bervariasi.

1.2 Perumusan Masalah

Masalah deteksi wajah dapat dirumuskan sebagai berikut: dengan masukan berupa

sebuah citra digital sembarang, sistem akan mendeteksi apakah ada wajah manusia di

dalam citra tersebut, dan jika ada maka sistem akan memberitahu berapa wajah yang

ditemukan dan di mana saja lokasi wajah tersebut di dalam citra. Keluaran dari sistem

adalah posisi dari subcitra yang berisi wajah yang berhasil dideteksi.
1.3 Batasan Masalah

Pada sistem deteksi wajah ini diberikan pembatasan masalah sebagai berikut:

 Citra masukan yang digunakan adalah hitam putih dengan 256 tingkat

keabuan (grayscale).

 Wajah yang akan dideteksi adalah wajah yang menghadap ke depan

(frontal), dalam posisi tegak, dan tidak terhalangi sebagian oleh objek lain.

 Metode yang dipakai adalah jaringan syaraf tiruan multi-layer perceptron

dengan algoritma pelatihan back-propagation.

1.4 Tujuan Penelitian

Penelitian bertujuan untuk membuat suatu desain dan implementasi sistem

deteksi wajah dengan masukan berupa citra digital sembarang. Sistem ini akan

menghasilkan subcitra yang berisi wajah-wajah yang berhasil dideteksi.

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai langkah awal untuk

membangun sistem pemrosesan wajah yang menyeluruh, yang bisa diaplikasikan

pada sistem pengenalan wajah atau verifikasi wajah. Program aplikasi yang dibuat

juga dapat dijadikan bahan untuk penelitian lebih lanjut di bidang yang berkaitan.

Dengan penyesuaian tertentu, metode yang digunakan mungkin dapat juga

dimanfaatkan untuk sistem deteksi objek secara umum yang tidak hanya terbatas

pada wajah, misalnya deteksi kendaraan, pejalan kaki, bahan produksi, dan

sebagainya.
Dari hasil penelitian ini juga diharapkan dapat diperoleh pemahaman yang

lebih baik terhadap jaringan syaraf tiruan, dan pengaruh berbagai parameter yang

digunakan terhadap unjuk kerja pengklasifikasi jaringan syaraf tiruan.


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Sistem

Sistem terdiri dari beberapa subsistem yang saling berkaitan, mulaidari subsistem

yang terbesar hingga subsistem yang terkecil. Masing-masing subsistem saling

berinteraksi satu sama lain. Setiap subsistem memiliki tujuan yang berbeda-beda.

Namun,tujuan tersebut memiliki sasaran yang sama, dan masing-masing subsistem juga

terdapat peran yang berbeda, namun, peran tersebut difungsikan dalam struktur yang

sama. Suatu organisasi maupun lembaga dalam kegiatannya selalu berhubungan dengan

system. Dengan adanya system tersebut, suatu organisasi maupun lembaga dapat berjalan

dengan baik. Menurut Anatol Raporot sistem adalah suatu kumpulan kesatuan dan

perangkat hubungan satu sama lain.1 Sistem menghubungkan segala bagian yang ada di

suatu organisasi maupun lembaga, karena saling ketergantungan dan saling

membutuhkan satu sama lainnya. Tujuannya agar semua kegiatan maupun pekerjaan

yang dilakukan berjalan efektif demi pencapaian tujuan tertentu dari sebuah organisasi

maupun lembaga.

2.2 Definisi Citra

Secara harfiah, citra (image) adalah gambar pada bidang dwimatra (dua dimensi).

Ditinjau dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi menerus (continue) dari

intesitas cahaya pada bidang dwimatra. Sumber cahaya menerangi objek, objek

memantulkan kembali sebagian dari berkas cahaya tersebut. Pantulan cahaya ini

ditangkap oleh alat-alat optic, seperti mata pada manusia, kamera, pemindai (scanner),

dan lain-lain sehingga bayangan objek dalam bentuk citra dapat terekam. Citra dapat

dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu citra diam (still images) dan citra bergerak
(moving images). Citra diam adalah citra tunggal yang tidak bergerak. Sedang citra

bergerak adalah rangkaian citra diam yang ditampilkan secara beruntun (sekuensial),

sehingga memberi kesan pada mata sebagai gambar yang bergerak. Setiap citra didalam

rangkaian itu disebut frame. Gambar-gambar yang tampak pada film layar lebar atau

televisi pada hakekatnya terdiri dari ratusan sampai ribuan frame.

Citra digital adalah sebuah fungsi 2D, f(x,y), yang merupakan fungsi intensitas

cahaya, dimana nilai x dan y merupakan koordinat spasial dan nilai fungsi di setiap titik

(x,y) merupakan tingkat keabuan citra pada titik tersebut.Citra digital dinyatakan dengan

sebuah matriks dimana baris dan kolomnya menyatakan suatu titik pada citra tersebut dan

elemen matriksnya (yang disebut sebagai elemen gambar atau piksel) menyatakan tingkat

keabuan pada titik tersebut.

Matriks dari citra digital berukuran NxM (tinggi x lebar), dimana:

N = jumlah baris 0<y=N–1

M = jumlah kolom 0 = x = M – 1

L = derajat keabuan 0 = f(x,y) = L – 1

Berikut ini adalah gambaran matriks dari citra digital:

Dimana indeks baris (x) dan indeks kolom (y) menyatakan suatu koordinat titik pada

citra, sedangkan f(x,y) merupakan intensitas (derajat keabuan) pada titik (x,y).
Berdasarkan jenisnya, citra digital dapat dibagi menjadi tiga , yaitu:

1. Citra Biner (Monokrom)

Memiliki 2 buah warna, yaitu hitam dan putih. Warna hitam bernilai 1 dan warna putih

bernilai 0 Untuk menyimpan kedua warna ini dibutuhkan 1 bit di memori. Contoh dari

susunan piksel pada citra monokrom adalah sebagai berikut:

2. Citra Grayscale (skala keabuan)

Citra grayscale mempunyai kemungkinan warna hitam untuk nilai minimal dan

warna putih untuk nilai maksimal. Banyaknya warna tergantung pada jumlah bit yang

disediakan di memori untuk menampung kebutuhan warna tersebut. Semakin besar

jumlah bit warna yang disediakan di memori, maka semakin halus gradasi warna yang

terbentuk.
3. Citra Warna (true color)

Setiap piksel pada citra warna mewakili warna yang merupakan kombinasi

tiga warna dasar, yaitu merah, hijau, dan biru (RGB = Red, Green, Blue). Setiap

warna dasar menggunakan penyimpanan 8 bit = 1 byte (nilai maksimum 255

warna), jadi satu piksel pada citra warna diwakili oleh 3 byte.

2.3 Pengolahan Citra Digital

Pengolahan citra digital adalah salah satu bentuk pemrosesan informasi

dengan inputan berupa citra (image) dan keluaran yang juga berupa citra atau

dapat juga bagian dari citra tersebut. Tujuan dari pemrosesan ini adalah

memperbaiki kualitas citra agar mudah diinterpretasi oleh manusia atau mesin

komputer. Operasi-operasi pada pengolahan citra digital secara umum dapat

diklasifikasikan sebagai berikut :

1.Perbaikan kualitas citra (image enhancement), contohnya perbaikan kontras

gelap/terang, penajaman (sharpening), dan perbaikan tepian objek (edge

enhancement).
2. Restorasi citra (image restoration), contohnya penghilangan kesamaran

(deblurring).

3.Pemampatan citra ( image compression)

4.Segmentasi citra ( image segmentation)

5. Pengorakan citra (image analysis), contohnya pendeteksian tepi objek (edge

enhancement) dan ekstraksi batas (boundary).

6. Rekonstruksi citra (image recronstruction).

2.3 Metode Deteksi Wajah

Proses deteksi wajah merupakan bagian yang penting. Sistem harus mendeteksi

keberadaan wajah pada citra dengan berbagai variasi pose, pencahayaan, ekspresi wajah,

penghalang (kaca mata, kumis dan jenggot) serta ukuran. Pengolahan citra berfungsi untuk

menonjolkan ciri tertentu serta mengurangi derau sehingga citra siap digunakan untuk

keperluan analisis. Pengolahan citra yang dilakukan meliputi deteksi kulit, normalisasi

cahaya, serta normalisasi dimensi. Terdapat empat jenis deteksi wajah :

- Metode Knowledge based

Metode ini berdasarkan aturan yang sederhana. Fitur wajah dideskripsikan

menjadi sekumpulan aturan-aturan sederhana. Aturan- aturan tersebut menggambarkan

hubungan antara fitur wajah. Algoritma pencarian akan mencari wajah yang dimaksud

dengan aturan ini. Pengetahuan manusia sulit diubah ke dalam bentuk aturan secara

umum. Dalam hal citra wajah akan sulit menjelaskan sebuah wajah berdasar pengetahuan

yang dimiliki. Jika wajah dideskripsikan secara detail maka akan dihasilkan aturan dalam

jumlah yang sangat besar, sedangkan aturan yang sedikit tidak mampu menjelaskan

wajah secara tepat. Adanya variasi pose akan mengurangi performa deteksi wajah jenis .
- Metode Template Matching

Metode ini merepresentasikan seluruh wajah menggunakan template tunggal. Pola

standar suatu wajah ini mampu menggambarkan sebuah wajah utuh atau fitur wajah.

Korelasi diantara citra masukan dan pola yang tersimpan kemudian dibandingkan untuk

melokalisasi wajah. Keuntungan model ini yaitu pendekatan yang sederhana namun

membutuhkan memori yang besar dan tidak efektif. Metode ini tidak dapat mengatasi

variasi skala dan pose.

- Metode Featured Based

Metode ini pertama kali bertujuan untuk menemukan fitur invarian dari wajah.

Sejumlah metode digunakan yang berdasar pada fitur wajah, tekstur dan warna kulit.

Beberapa fitur yang sering digunakan antara lain mata, lubang hidung, mulut, jarak

hidung dan bibir yang diperhitungkan untuk membentuk sebuah wajah. Metode ini

unggul dalam hal rotasi dan skala. Memori yang digunakan lebih sedikit dan

prosesnya lebih cepat dibandingkan metode template matching. Metode ini tidak berhasil

dalam mengatasi perbedaan pose dan pencahayaan. Adanya penghalang seperti kaca mata

dan topi juga sulit untuk di deteksi.

- Metode Appearance Based

Metode ini banyak dipergunakan akhir- akhir ini karena tingkat akurasi dan

efisiensi yang tinggi. Metode menggunakan analisis statistik untuk memperoleh fitur

dari wajah yang relevan. Fitur ini terdiri dari informasi geometrik maupun informasi

tentang citra itu. Informasi dari citra ini kemudian direpresentasikan dengan metode

tertentu (misalnya PCA, transformasi wavelet, dll) yang kemudian digunakan untuk

pelatihan dan klasifikasi indentitas citra. Metode ini menggunakan pemilah (classifier)

untuk membedakan wajah dan bukan wajah misalkan jaringan syaraf tiruan, SVM

maupun diskriminan statistik.


2.4 Pendeteksi Wajah

Deteksi wajah menjadi bagian penting dalam berbagai macam masalah yang

menyangkut analisis wajah manusia. Deteksi wajah menjadi awal dan bagian terpenting

dari berbagai macam proses pengolahan fitur yang terdapat pada wajah, di antaranya face

recognition, headpose tracking, face verification/authentication, face relighting, face

clustering, face alignment, face modelling, facial expression tracking/recognition,

gender/age recognition, dan masih banyak lagi (Kumar et al.,2019). Hal tersebut

menyebabkan teknologi deteksi wajah banyak dipelajari dan didalami agar pada akhirnya

bisa digunakan dalam berbagai macam hal dan bidang dalam kehidupan sehari-hari.

Beberapa di antaranya adalah untuk Gender classification, photography, human computer

interaction system, facial feature extraction, pencatatan kehadiran otomatis, face

recognition yang digunakan dalam berbagai aplikasi yang memerlukan identifikasi

identitas seseorang dan lain sebagainya (Kumar et al., 2019).

Selain itu para peneliti juga mencoba untuk menemukan metode baru ataupun

meningkatkan performa dari deteksi wajah yang sudah ada untuk mendapatkan kualitas

dan hasil yang terbaik. Dalam proses deteksi wajah, terdapat berbagai macam gangguan

yang dapat mengurangi tingkat akurasi dari deteksi wajah. Gangguan-gangguan tersebut

muncul dari berbagai faktor dan aspek. Beberapa di antaranya adalah illuminations atau

pencahayaan dari gambar, banyaknya wajah pada gambar, ekspresi wajah manusia yang

beragam, resolusi yang rendah, jarak wajah yang jauh pada gambar, arah wajah

menghadap, dan masih banyak lagi (Kumar et al., 2019). Hal-hal tersebut menjadi

tantangan tersendiri dalam proses pendeteksian wajah pada suatu gambar. Karena setiap

gangguan yang ada dapat mengurangi hasil deteksi yang didapat oleh pendeteksi wajah

seperti berkurangnya akurasi hasil dari pendeteksian wajah, tidak terdeteksinya wajah yang

ada pada gambar, bila terdapat banyak wajah maka tidak semua wajah dapat terdeteksi,
terdeteksinya objek selain wajah pada gambar, dan lain sebagainya. Maka dari itu para

peneliti banyak melakukan peningkatan performa dari pendeteksi wajah agar bisa

mengatasi tantangantantangan yang ada dalam mendeteksi wajah (Sun et al., 2018).

2.5 Ekstraksi Fitur

Pada dasarnya pengenalan wajah membutuhkan memori yang banyak dan perhitungan

yang kompleks. Reduksi komponen atau fitur wajah dilakukan untuk mengurangi memori

yang dibutuhkan dan waktu komputasi. Ada dua cara yang digunakan yaitu pemilihan fitur

(feature selecion ) dan ekstraksi fitur (feature extraction ). Pemilihan fitur bertujuan untuk

memilih sejumlah fitur yang banyak berpengaruh dari fitur yang ada. Sedangkan ekstraksi

fitur didapat dengan memproyeksikan fitur ke dalam dimensi yang lebih rendah. Fitur

adalah segala jenis aspek pembeda, kualitas atau karakteristik. Fitur bisa berupa simbolik

(misal warna) atau numerik (misal intensitas). Kombinasi dari d buah fitur dinyatakan

sebagai vektor kolom dimensi-d disebut vektor fitur. Kualitas vektor fitur dilihat dari

kemampuanya membedakan objek yang berasal dari kelas yang berbeda- beda. Objek

dalam kelas yang sama harus memiliki nilai vektor fitur yang sama dan objek yang

berada dalam kelas yang berbeda harus memiliki nilai vektor fitur yang berlainan pula .

Terkadang fitur dari suatu citra tidak berhubungan langsung dengan bagian-bagian yang

terdapat pada citra tersebut, tetapi masih mencerminkan karakteristik tertentu dari citra,

Fitur wajah merupakan hasil suatu algoritma ekstraksi terhadap citra wajah. Ekstraksi fitur

dilaksanakan dengan alasan :

1. mengurangi data masukan (sehingga mempercepat proses dan mengurangi

kebutuhan data)

2. menyediakan sekumpulan fitur yang relevan untuk proses klasifikasi


3. mengurangi redudansi.

4. menemukan variabel fitur yang menjelaskan data

5. menghasilkan representasi dalam dimensi yang lebih kecil dengan sedikit informasi

yang hilang.

2.6 Principal Componen Analysis (PCA)

Penggunaan wajah sebagai identifier mempunyai banyak manfaat, terutama

kepraktisannya karena memerlukan kartu atau foto untuk identifikasi. Masalah utamanya

adalah sebuah image yang mewakili sebuah gambar yang terdiri dari vektor yang

berukuran relatif besar. Ada banyak teknik untuk mereduksi dimensi dari image yang akan

diproses. Salah satunya eigenface algorithm. Eigenface merupakan algoritma yang

didasarkan pada Principal Componen Analysis (PCA).

PCA mencari eigenface yang merupakan kumpulan dari vector eigen. Eigenface adalah

principal component (ciri-ciri penting) dari distribusi citra wajah yang didapatkan dari

vector eigen. Untuk mendapatkan eigenface, PCA melakukan perhitungan matriks

kovarian dari kumpulan citra wajah latih. Eigenface tersebut akan menjadi dasar

perhitungan jarak wajah yang merepresentasikan nilai bobot invidu yang mewakili satu

atau lebih citra wajah. Nilai bobot inilah yang digunakan untuk mengenali citra wajah uji

dengan mencari jarak nilai bobot citra wajah uji dengan nilai bobot citra wajah latih.

Perhitungan jarak nilai bobot dilakukan dengan perhitungan jarak Euclidian (Euclidian

Distance). Alan Brooks pernah mengembangkan sebuah penelitian yang membandingkan

dua algoritma yaitu Eigenface dan Fisherface. Penelitian ini difokuskan pada apakah

perubahan pose wajah mempengaruhi akurasi pengenalan wajah. Diberikan database latih
berupa foto wajah manusia, kemudian digunakan untuk melatih sebuah sistem pengenalan

wajah, setelah proses latihan selesai, diberikan sebuah masukan image yang sebenarnya

sama dengan salah satu image wajah pada fase latihan tetapi dengan pose yang berbeda.

Sistem juga diharapkan punya sensitifitas minimal terhadap pencahayaan.

2.7 Internet

Istilah internet berasal dari bahasa latin yaitu inter. Yang berarti “antara”. Secara

kata perkata internet berarti jaringan antar atau penghubung. Memang itulah fungsinya,

internet menghubungkan berbagai jaringan yang tidak saling bergantung pada satu

sama lain sedemikian rupa, sehingga mereka dapat berkomunikasi. Sistem apa yang

digunakan pada masing-masing jaringan tidak menjadi masalah, apakah sistem DOS

atau UNIX. (O’Brien,2003).

2.8 Online

Secara umum, sesuatu dikatakan oneline adalah bila ia terkoneksi/terhubung

dalam suatu jaringan ataupun sistem yang lebih besar.

Dengan internet kita dapat menerima dan mengakses informasi dalam berbagai

format dari seluruh penjuru dunia. Kehadiran internet juga dapat memberikan

kemudahan dalam pendidikan, hal ini terlihat dengan begitu banyaknya situs web yang

menyediakan media pembelajaran yang semakin interaktif serta mudah untuk

dipelajari.

2.9 World Wide Web (WWW)

World Wide Web atau biasa disebut Web sebetulnya merupakan suatu kumpulan

informasi pada beberapa server computer yang terhubung satu sama lain dalam

jaringan internet. Informasi-informasi dalam Web mempunyai link- link yang


menghubungkan informasi tersebut ke informasi lain di dalam jaringan internet. Cara

kerja Web mencakup dua hal penting yaitu Software Web Browser dan Software Web

Server. Kedua Software ini bekerja seperti sebuah sistem client-server. Web browser

bertindak sebagai client memungkinkan untuk melihat dan meminta informasi pada

Web, sedang Web Server bertindak sebagai Server memungkinkan untuk menerima

informasi yang diminta oleh browser. Jika suatu permintaan akan suatu informasi

datang, Web server mencari file yang diminta tersebut dan kemudian mengirimkan ke

browser yang meminta (Sampurna, 1996).

Beberapa standar website yang sering digunakan adalah sebagai berikut :

1. HTML (Hyper Text Markup Language) atau XHTML (eXtended HTML). Standar ini

adalah markup language untuk mendefinisikan struktur dan interpretasi dokumen

hypertext yang dikeluarkan oleh W3C (World Wide Web Consortium) yang dikepalai

oleh Tim Berners-Lee.

2. CSS (Cascading Style Sheets).

Standar ini adalah standar stylesheets yang dikeluarkan oleh W3C untuk mengatur

tampilan pada suatu halaman web

3. URI (Uniform Resource Identifier).

Standar ini adalah sebuah sistem umum yang digunakan untuk mengakses suatu

sumber di internet, baik berupa dokumen hypertext, gambar, atau sumber lainnya.

Standar ini dikeluarkan oleh IETF (Internet Engineering Task Force).

4. HTTP (Hyper Text Transfer Protocol).

Standar ini digunakan untuk memberikan spesifikasi bagaimana webbrowser dan

server saling mengenali dan berkomunikasi.


2.10 Aplikasi

Aplikasi aplikasi adalah ketika pada saat kita browsing di internet tentunya anda sering

menjumpai sebuah website dimana pengunjung dapat mengirimkan sebuah file baik itu

berupa program maupun menuju server penyedia website (Bunafit Nugroho,2008).

Terdapat beberapa teori yang mendefinisikan aplikasi seperti yang di kemukanan oleh

beberapa ahli, di antaranya adalah (Rahilah, dkk : 2013)

1. aplikasi adalah satu unit perangkat lunak yang dibuat untuk melayani kebutuhan

akan beberapa aktivitas seperti system perniagaan, game, pelayanan masyarakat,

periklanan, atau semua proses yang hamper dilakukan manisia (Pranama,2012).

2. aplikasi adalah perangkat intruksi khusus dalam komputer yang di rancang agar

kita menyelesaikan tugas-tugas tertentu (Verman dkk,2009).

3. aplikasi merupakan sebuah program yang dibuat dalam sebuah perangkat lunak

dengan computer untuk memudahkan pekerjaan atau tugas-tugas seperti

penerapan, penggunaan dan penambahan data yang dibutuhkan (Yuhefizar,2012).


BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian di lakukan sesuai kebutuhan si penulis dan waktu penelitian

dimulai yaitu tanggal 28 juni 2022

3.2 Komponen Database Citra Wajah

Untuk melakukan proses pengenalan wajah dibutuhkan database training

yang terdiri dari citra wajah 6 individu dengan variasi pose. Citra ini berukuran 180 x

200 pixel berektensi .jpg dan dilakukan konversi citra dari format RGB menjadi

grayscale. Sedangkan untuk database testing setiap sampel berisi 30 citra wajah yang

terdiri dari 6 individu. Kondisi citra wajah yang digunakan dari sudut pose, ekspresi

dan pencahayaan masing-masing berbeda. Oleh karena itu, pada saat pelatihan

dilakukan penyamaan intesitas warna agar setiap citra mempunyai kondisi yang sama.

Contoh Data Training Citra Wajah

Contoh Citra Uji Data TestingWajah


3.3 Pengujian Sistem Pengenalan Wajah

Dalam pengenalan wajah dengan metode PCA ada tiga tahapan utama

yaitu deteksi, ekstraksi dan pengenalan wajah. Proses pengenalan merupakan tahap

yang paling penting dari sistem pengenalan wajah ini karena dari sinilah kita dapat

mengetahui tingkat keakuratan sistem. Pengujian metode PCA ini dilakukan dengan

cara memberikan wajah uji yang variasi posenya berbeda dari data training. Berikut ini

adalah penjelasan mengenai proses pengujian:

3.3.1 Proses Input Citra Uji

Jika sudah menentukan database yang dibutuhkan dalam proses

pengenalan wajah, langkah selanjutnya adalah melakukan pengujian. Pengujian

dilakukan dari semua individu yang ada pada data testing. Citra uji diubah warnanya

dari citra RGB menjadi citra grayscale untuk mempercepat dan memudahkan proses

selanjutnya. Setelah citra sudah berada pada tingkat keabuan tertentu, citra uji akan

dideteksi bagian wajahnya saja. Gambar 8. dibawah ini adalah proses pengujian dari

salah satu citra uji dengan nama sampel T6-5.

Citra Wajah Uji

Langkah awal untuk memulai pengujian adalah dengan menjalankan program Matlab

R2009a. Pastikan bahwa current directory yang terdapat di Matlab sesuai dengan peletakan

m-file beserta database dari citra wajah.


3.3.2 Proses Deteksi

M-file akan memproses citra uji yang di masukan dari database testing

dengan metode PCA. Sebelumnya akan dilakukan pelatihan pada database training.

Prosesnya yaitu dengan cara menyamakan intesitas cahaya dari data training agar

kondisi dari citra pelatihan sama dan kemudian mengkonversinya menjadi citra

grayscale. Hal ini berguna untuk mendapatkan ekstrasi fitur wajah dengan

menghilangkan informasi-informasi yang tidak dibutuhkan dalam proses pengenalan.

Dalam proses penambahan intesitas warna ini bertujuan untuk mendapatkan

candidate face region dimana nantinya hanya skin region yang didapatkan. Intinya

adalah melakukan pengambilan skin region dari wajah sehingga proses pengenalan

wajah akan jauh lebih mudah untuk dikenali.

Hasil Pendeteksian Skin Wajah

3.3.3 Proses Ekstraksi dan Pengenalan Wajah

Tahap pengenalan merupakan tahapan terakhir dari metode PCA. Setelah

berhasil mendeteksi skin wajah untuk seluruh data training dan data testing. Hasil

ekstraksi skin wajah direpresentasikan dalam bentuk matriks- matriks wajah. Dalam

hal ini dilakukan perhitungan mencari eigenface masing-masing wajah. Untuk

mendapatkan eigenface, PCA melakukan perhitungan matriks kovarian dari

kumpulan citra wajah latih. Eigenface tersebut akan menjadi dasar perhitungan jarak
wajah yang merepresentasikan nilai bobot invidu yang mewakili satu atau lebih citra

wajah. Nilai bobot inilah yang digunakan untuk mengenali citra wajah uji dengan

mencari jarak nilai bobot citra wajah uji dengan nilai bobot citra wajah training.

Perhitungan jarak nilai bobot dilakukan dengan perhitungan jarak Euclidian

(Euclidian Distance). Jarak nilai bobot yang terkecil merupakan representasi dari citra

training yang mirip dengan citra wajah uji.

Hasil Proses Pengenalan Citra Uji

3.4 Analisis Hasil Pengujian

Pada penelitian ini penulis akan menguji coba pengenalan wajah dengan

varian jumlah database training yang berbeda untuk mengetahui tingkat akurasi,

waktu komputasi dan kesalahan yang terjadi pada saat melakukan pengenalan wajah.

Database terdiri dari 18 citra dengan komposisi 6 individu dan masing- masing

mempunyai 3 varian pose. Varian ini terdiri dari perbedaan wajah (jenis kelamin,

rambut, dan warna kulit), perbedaan pose, perbedaan ekspresi sederhana dan salah

satu database citra terdapat halangan seperti kacamata. Keragaman database ini

diperlukan untuk menguji tingkat keberhasilan metode PCA dalam melakukan

pengenalan. Berikut hasil beberapa pengujian.


Database dengan citra pelatihan

Hasil Pengenalan Citra Wajah Dengan Citra Training

Citra Uji Hasil Waktu Pengenalan

Pengamatan (detik)

TI-1 B 4.7442

TI-2 B 4.7877

TI-3 B 5.0614

TI-4 B 4.7224

TI-5 B 4.7381

Rata-rata 4.9663

Keterangan: B=Benar, S=Salah

 Waktu rata-rata yang dibutuhkan untuk melakukan pengenalan wajah dengan 1 citra

training adalah 4.9663.

 Akurasi =

 Error =

Pengenalan citra wajah dengan menggunakan metode PCA cukup

berhasil. Sekitar 24 dari 30 data uji wajah berhasil dikenali dan sisanya 6 data wajah

tidak dapat dikenali. Sedangkan untuk waktu komputasinya dari penggunaan jumlah

data training yang berbeda menunjukan bahwa semakin banyak jumlah di database

pengenalan wajah maka akan semakin lama waktu pengenalannya.

Kinerja PCA dalam melakukan pengenalan wajah yang meliputi sistem

deteksi dan sistem pengenalan sebesar 80% dari 30 data citra uji. Tingkat akurasi

tersebut menunjukkan kinerja PCA dalam melakukan pengenalan cukup baik.


Namun perlu juga diperhatikan penggunaan database citra latih yang dapat

mempengaruhi waktu komputasi. Semakin besar database maka akan semakin lama

PCA melakukan pengenalan. Kualitas pengenalan wajah PCA dipengaruhi oleh kondisi

dari citra itu sendiri. Pecahayaan yang terlalu tinggi, perubahan pose wajah, dan

perubahan latar dapat mempengaruhi kualitas pengenalan wajah. Jika citra yang

digunakan sebagai training set maupun sebagai citra uji memiliki intensitas cahaya yang

berbeda dan tidak berada pada posisi yang sama dengan citra training set maka proses

tersebut belum tentu dapat memberikan hasil yang akurat. Perlunya peningkatan kinerja

sistem terutama dalam bagian pengolahan citra. Bagian pengolahan citra memerlukan

waktu yang paling lama dibanding proses yang lain.Namun hal itu jangan sampai

mengurangi kinerja pengolahan citra terutama untuk menyesuaikan citra masukan agar

memiliki kondisi yang serupa dengan citra pada basis data.

Anda mungkin juga menyukai