Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

CELLULITIS CRURIS
STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
PROGRAM PROFEI NERS
SEMESTER 1

Disusun Oleh:

Evi Nur Janah

I4B022008

KEMENTERIAN KEBUDAYAAN DAN PENDIDIKAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN

JURUSAN PROFESI NERS

PURWOKERTO

2022
BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit kulit dewasa ini masih menjadi salah satu permasalahan kesehatan

di Indonesia. Infeksi adalah suatu perkembangbiakan mikroorganisme di jaringan

tubuh yang akan menyebabkan cedera lokal yang diakibatkan karena kompetisi

metabolisme, racun (toxin), respon dari antigen antibodi yang dapat menyebabkan

suatu penyakit dengan kondisi tertentu, yang penyebabnya yaitu mikroorganisme

patogen dengan ditandai gejala klinik atau tidak (Kemenkes RI, 2017). Infeksi

bakteri jamur, virus, dan karena dasar alergi menjadi dominasi terbesar dalam

penyebab penyakit kulit di Indonesia, sedangkan faktor degeneratif menjadi faktor

penyakit kulit di negara barat. Selain faktor yang disebabkan karena life style,

lingkungan yang tidak bersih, personal hygiene juga menjadi penyebab timbulnya

penyakit kulit (Matsumoto, 2018).

Selulitis merupakan infeksi pada jaringan subkutan, terjadi pada orang orang

dengan imunitas normal dan kebanyakan diderita oleh anak-anak dan usia lanjut.

Selulitis memiliki tiga karakteristik yaitu peradangan supuratif sampai di jaringan

subkutis, mengenai pembuluh limfe dan permukaan, plak eritematus, batas tidak

jelas dan cepat meluas. Sebagian besar kasus selulitis disebabkan oleh bakteri

streptococcus dan staphylococcus yang masuk dari luka pada kulit, seperti luka

operasi, luka gores. Bila terjadi nekrosis jaringan maka perlu tindakan bedah

untuk mengangkat jaringan nekrotik tersebut atau disebut Debridement.

(Muttaqin, 2012).

Lingkungan yang kurang bersih dan pekerjaan yang dapat meningkatkan

resiko trauma ektermitas dan infeksi dapat menjadi faktor predisposisi selulitis.

1
Penduduk perkampungan yang jauh dari daerah perkotaan dengan fasilitas

kesehatan yang kurang memadai rentan sekali terjangkit selulitis karena aktifitas

yang beresiko masuknya pathogen dan lingkungan kerja yang kotor.

Keterlambatan penanganan dapat menimbulkan kecacatan akibat nekrosis jaringan

atau bahkan kematian akibat sepsis. (Bharata, dkk., 2022).

Pravalensi selulitis di seluruh dunia tidak diketahui secara pasti. Menurut

jurnal Cellulitis – Epidemiological and Clinical Characteristic (2012)

menganalisis bahwa di Clinical Centre Universitas Sarajevo dalam 3 tahun

terakhir periode 1 Januari 2009 hingga 1 Maret 2012 ada 123 pasien dengan

penyakit kulit, 35 pasien dengan tipe erisepelas superfasial dan 88 pasien dengan

selulitis. Presentasi laki-laki lebih sering yaitu 56,09 % dengan usia rata-rata 50

tahun. Prevalensi lokasi selulitis yaitu tungkai (71,56%), lengan (12,19%), kepala

dan leher (13,08%), dan tubuh (3,25%). Penanganan pertama dengan memberikan

antibiotik golongan lincosamide (Meilinawati, 2020).

Oleh karena itu perawat harus memahami hal tersebut, harus mampu

melakukan asuhan keperawatan pada pasien cellulitis cruris. Melakukan

pengkajian pada pasien, menentukan diagnosa yang bisa atau muncul, menyusun

rencana tindakan dan mengimplementasikan rencana tersebut serta mengevalusai

hasilnya (Wulandari, 2019).

B. Tujuan
Penyusunan laporan pendahuluan ini bertujuan untuk mengetahui:
1. Pengertian cellulitis cruris
2. Etiologi dan Faktor Risiko cellulitis cruris
3. Klasifikasi cellulitis cruris
4. Manifestasi klinis cellulitis cruris

2
5. Patofisiologi cellulitis cruris
6. Pathway cellulitis cruris
7. Komplikasi cellulitis cruris
8. Pemeriksaan Penunjang cellulitis cruris
9. Penatalaksanaan cellulitis cruris
10. Fokus Pengkajian cellulitis cruris
11. Rencana Asuhan Keperawatan cellulitis cruris

3
BAB II. TINJAUAN TEORI

A. Pengertian
Selulitis merupakan inflamasi jaringan subkutan dimana proses inflamasi, yang
disebabkan oleh bakteri bakteri S.aurcus dan Streptococcus. Selulitis
menyebabkan kemerahan atau peradangan pada ekstermitas juga biasa pada
wajah, kulit menjadi bengkak, licin disertai nyeri yang terasa panas. Gejala
lainnya adalah demam, merasa tidak enak badan, bisa terjadi kekakuan. Jika
pasien menderita selulitis harus dilakukan perawatan untuk mengurangi kesakitan
serta mengecilkan pembengkakan sehingga penyebaran infeksi ke darah dan organ
lain dapat dicegah, selulitis merupakan penyakit serius yang bisa menjadi ulkus
dengan infeksi berat sehingga harus dilakukan tindakan pembedahan (Susanto,
2020).
Selulitis adalah infeksi dermis dan jaringan subkutan akut yang menyebabkan
inflamasi sel, dapat mengakibatkan kerusakan kulit seperti gigitan atau luka,
prognosis biasanya baik dengan terapi yang teratur, dengan penyakit lainnya
seperti diabetes meningkatkan resiko terbentuknya Selulitis atau penyebaran
selulitis (Matsumoto, 2018). Selulitis merupakan suatu penyebaran infeksi bakteri
ke dalam kulit dan jaringan dibawah kulit. Infeksi dapat segera menyebar dan
dapat masuk ke dalam pembuluh getah bening dan aliran darah. Jika hal ini
terjadi, infeksi bisaa menyebar ke seluruh tubuh. Selulitis merupakan infeksi pada
lapisan kulit yang lebih dalam, dengan karakteristik sebagai berikut :
a. Peradangan supuratif sampai di jaringan subkutis
b. Mengenai pembuluh limfa permukaan
c. Plak eritematus, batas tidak jelas dan cepat meluas.
B. Etiologi dan Faktor Risiko
Penyakit Selulitis menurut (Matsumoto, 2018) disebabkan oleh antara lain:
a. Infeksi bakteri dan jamur :
a) Disebabkan oleh Streptococcus grup A dan Staphylococcus aureus.
b) Pada bayi yang terkena penyakit ini dibabkan oleh Streptococcus grup B.
c) Infeksi dari jamur, tapi infeksi yang diakibatkan jamur termasuk jarang.
d) Aeromonas Hydrophila.

4
e) S. Pneumoniae (Pneumococcus)
b. Penyebab lain yaitu :
a) Gigitan binatang, serangga, atau bahkan gigitan manusia.
b) Kulit kering.
c) Kulit yang terbakar atau melepuh.
d) Diabetes Mellitus
e) Pembekakan yang kronis pada kaki
f) Cacar air
Faktor risiko yang berperan dlam selulitis, antara lain :
a. Usia
Semakin tua usia, keefektifan sistem sirkulasi dalam menghantarkan darah
berkurang pada bagian tubuh tertentu, sehingga berpotensi mengalami infeksi seperti
selulitis pada bagian yang sirkulasi darahnya lemah.
b. Melemahnya sistem imun (Immunodeficiency)
Ketika sistem immune yang melemah maka semakin mempermudah terjadinya
infeksi. Contoh pada penderita leukemia lymphotik kronis dan infeksi HIV.
Penggunaan obat pelemah immun (bagi orang yang baru transplantasi organ) juga
mempermudah infeksi.
c. Diabetes mellitus
Tidak hanya gula darah meningkat dalam darah namun juga mengurangi sistem
immun tubuh dan menambah resiko terinfeksi. Diabetes mengurangi sirkulasi darah
pada ekstremitas bawah dan potensial membuat luka pada kaki dan menjadi jalan
masuk bagi bakteri penginfeksi.
d. Cacar dan ruam saraf
Karena penyakit ini menimbulkan luka terbuka yang dapat menjadi jalan masuk
bakteri penginfeksi.
e. Pembengkakan kronis pada lengan dan tungkai (lymphedema)
Pembengkakan jaringan membuat kulit terbuka dan menjadi jalan masuk bagi
bakteri penginfeksi.
f. Infeksi jamur kronis pada telapak atau jari kaki
Infeksi jamur kaki juga dapat membuka celah kulit sehingga menambah resiko
bakteri penginfeksi masuk.
g. Penggunaan steroid kronik
Contohnya penggunaan corticosteroid.
h. Gigitan & sengat serangga, hewan, atau gigitan manusia

5
i. Malnutrisi. (Fitzparick, 2018)
C. Klasifikasi
Klasifikasi selulitis Menurut (Susanto, 2020) selulitis dapat digolongkan sebagai
berikut :
a. Selulitis sirkumsripta serous akut
Selulitis yang terbatas pada daerah tertentu yaitu satu atau dua spasia fasial, yang
tidak jelas batasnya. Infeksi bakteri mengandung serous, konsistensinya sangat lunak
dan spongius. Penamaannya berdasarkan ruang anatomi atau spasia yang terlibat.
b. Selulitis sirkumsripta supuratif akut
Prosesnya hampir sama dengan selulitis sirkumsripta serous akut, hanya infeksi
bakteri tersebut juga mengandung suppurasi yang purulen. Penamaan berdasarkan
spasia yang dikenainya. Jika terbentuk eksudat yang purulen, mengindikasikan tubuh
bertendesi membatasi penyebaran infeksi dan mekanisme resistensi lokal tubuh dalam
mengontrol infeksi.
c. Selulitis difus akut
Selulitis ini yang paling sering dijumpai adalah Phlegmone / Angina Ludwig’s.
Dibagi lagi menjadi beberapa kelas, yaitu:
a) Ludwig’s Angina.
b) Selulitis yang berasal dari inframylohyoid.
c) Selulitis Senator’s Difus Peripharingeal.
d) Selulitis Fasialis Difus.
e) Fascitis Necrotizing dan gambaran atypical lainnya.
f) Selulitis Kronis.
Selulitis kronis adalah suatu proses infeksi yang berjalan lambat karena
terbatasnya virulensi bakteri yang berasal dari fokus gigi. Biasanya terjadi pada
pasien dengan selulitis sirkumskripta yang tidak mendapatkan perawatan yang
adekuat atau tanpa drainase.
D. Manifestasi Klinis
Selulitis menyebabkan kemerahan atau peradangan yang terlokalisasi. Kulit tampak
merah, nyeri tekan, dan teraba hangat. Ruam muncul secara tiba-tiba dan memiliki batas
yang tegas. Gejala lainnya antara lain :
a. Demam
b. Menggigil
c. Sakit kepala

6
d. Nyeri otot
e. Kulit tampak merah, bengkak, licin disertai nyeri tekan dan teraba hangat
f. Ruam kulit muncul secara tiba-tiba dan memiliki batas yang tegas
g. Bisa disertai memar dan lepuhan-lepuhan kecil
h. Kerusakan kronis pada sistem vena dan limfatik pada kedua ekstermitas
E. Patofisiologi
Kejadian selulitis terjadi akibat adanya bakteri patogen yang menembus lapisan
luar sehingga menimbulkan infeksi pada permukaan kulit atau menimbulkan
peradangan. Penyakit selulitis ini sering menyerang orang gemuk, rendah gizi,
kejemuan atau orang tua pikun dan pada penderita diabetes mellitus yang
pengobatannya tidak adekuat. Setelah menembus bagian luar lapisan kulit, infeksi
tersebut akan menyebar ke jaringan dan menghancurkannya. Hyaluronidase
memecah substansi polisakarida, fibrinolysin mencerna barrier fibrin, dan
lecithinase menghancurkan membran sel (Fitzparick, 2018). Selulitis yang tidak
berkomplikasi paling sering disebabkan oleh streptococus grup A, streptococus
lain atau staphilococus aureus, kecuali jika luka yang terkait berkembang
bakterimia, etiologi microbial yang pasti sulit ditentukan, untuk abses lokalisata
yang mempunyai gejala sebagai lesi kultur pus atau bahan yang diaspirasi
diperlukan. Meskipun etiologi abses ini biasanya adalah stapilokokus, abses ini
kadang disebabkan oleh campuran bakteri aerob dan anaerob yang lebih
kompleks. Bau busuk dan pewarnaan gram menunjukkan adanya organisme
campuran (Matsumoto, 2018).

7
F. Pathway

Luka

Rusaknya lapisan epidermal

Infeksi bakteri streptococcus dan staphylococcus

Menyerang kulit dan jaringan subkutan

Selulitis

Vasodilatasi Reaksi inflamasi


pembuluh darah

Tumor, dolor, kalor, rubor


Peningkatan permeabilitas
kapiler
Akselerasi/ deakselerasi
Perpindahan cairan saraf jaringan sekitar
interstisial
Nyeri akut (D.0072)
Edema
Manajemen nyeri
Penebalan pembuluh ( I.08238)
darah
Penurunan suplai
Perfusi jaringan
darah ke jaringan terganggu

Perfusi perifer Integritas jaringan


Penurunan suplai tidak efekif tidak utuh
oksigen & nutrien

Gangguan Gangguan integritas kulit


Penurunan kekuatan otot metabolisme dan jaringan(D.00129)
tubuh
Atropi, kelemahan otot Defisit nutrisi Pemantauan nutrisi (I.03123)
(D.0019) dan
Gangguan mobilitas fisik(D.0054)
Perawatan luka (I.14564)

Dukungan mobilisasi (I.0517)

8
G. Komplikasi
Komplikasi yang dapat ditimbulkan dari selulitis, sebagai berikut :
a. Sepsis
Kondisi medis serius dimana terjadi peradangan seluruh tubuh akibat infeksi.
b. Thrombosis Vena Profunda
Peradangan pada dinding vena serta tertariknya trombosit dan leukosit pada
dinding yang mengalami radang.
c. Perburukan Selulitis
d. Abses Lokal
Pengumpulan nanah akibat infeksi bakteri
e. Tromboflebitis
Kondisi dimana terbentuknya bekuan dalam vena sekunder akibat inflamasi atau
trauma dinding vena karena obstruksi vena sebagian.
f. Limfangitis (Infeksi pembuluh limfa)
g. Amputasi
Suatu keadaan ketiadaan sebagian atau seluruh anggota gerak karena prosedur
pemotongan.
H. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. CBC (Complete Blood Count), menunjukkan kenaikan jumlah leukosit dan
rata-rata sedimentasi eritrosit. Sehingga mengindikasikan adanya infeksi
bakteri.
b. BUN level
c. Kreatinin level
d. Kultur darah, dilaksanakan bila infeksi tergeneralisasi telah diduga
e. Mengkultur dan membuat apusan Gram, dilakukan secara terbatas pada
daerah penampakan luka namun sangat membantu pada area abses atau
terdapat bula.
f. Pemeriksaan laboratorium tidak dilaksanakan apabila penderita belum
memenuhi beberapa kriteria; seperti area kulit yang terkena kecil, tidak

9
terasa sakit, tidak ada tanda sistemik (demam, dingin, dehidrasi, takipnea,
takikardia, hipotensi), dan tidak ada faktor resiko.
2. Pemeriksaan Imaging
a. Plain-film Radiography, tidak diperlukan pada kasus yang tidak lengkap
(seperti kriteria yang telah disebutkan)
b. CT (Computed Tomography)
Baik Plain-film Radiography maupun CT keduanya dapat digunakan saat
tata klinis menyarankan subjucent osteomyelitis.
c. MRI (Magnetic Resonance Imaging), Sangat membantu pada diagnosis
infeksi selulitis akut yang parah, mengidentifikasi pyomyositis, necrotizing
fascitiis, dan infeksi selulitis dengan atau tanpa pembentukan abses pada
subkutaneus.
I. Penatalaksanaan
a. Kolaborasi dalam pemeriksaan laboraturium untuk mengecek apakah terjadi infeksi.
b. Kultur darah, dilaksanakan bila infeksi tergeneralisasi telah diduga.
c. Dilakukan insisi drainase/debridemen bila luka terbentuk abses.
d. Pemberian antibiotik
J. Pengkajian
1. Identitas klien
Tanyakan terkait nama, tempat tanggal lahir, alamat. pekerjaan, dan nomor
rekam medis.
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
Tanyakan kepada klien terkait keluhan utama yang sedang dirasakan
Apakah ada nyeri abdomen, heartburn, mual muntah, dan kesulitan untuk
menelan.
b. Riwayat penyakit sekarang
Kaji terkait gejala yang dirasakan oleh klien sampai datang ke rumah
sakit.
c. Riwayat penyakit dahulu
Kaji apakah klien pernah menderita penyakit yang dapat menjadi
predisposisi BPH ataupun riwayat maag.

10
d. Riwayat penyakit keluarga
Kaji apakah terdapat riwayat penyakit keluarga yang memiliki
keluhan serupa dengan klien.
e. Genogram
Kaji silsilah keluarga dari klien hingga 3 generasi. Apabila klien
belum menikah, maka digambarkan 3 generasi di atas klien.
3. Pengkajian pola fungsional
a. Pola persepsi kesehatan dan manajemen kesehatan
Kaji persepsi klien dan keluarga tentang kesehatan secara umum.
Tanyakan pada klien terkait gaya hidup dan kebiasaan dalam berobat.
b. Pola nutrisi metabolik
Kaji alergi, pola diet makan dan minum klien sebelum dan sesudah
berada di rumah sakit. Apakah klien mengalami penurunan nafsu makan
dan ada tidaknya mual atau muntah serta kesulitan untuk menelan.
c. Pola eliminasi
Kaji pola BAB dan BAK klien, konsistensi feses, dan karakteristik
ekskresi urin.
d. Pola aktivitas latihan
Kaji terkait aktivitas yang dapat atau tidak dapat dilakukan dengan
Barthel index.
e. Pola istirahat tidur
Kaji pola tidur dan kebiasaan klien. Apakah terdapat gangguan pola
tidur khususnya di malam hari.
f. Pola persepsi kognitif
Kaji penglihatan, pendengaran, perasa, peraba, dan pembau. Tanyakan
terkait ada tidaknya nyeri yang dirasakan dengan teknik PQRST
khususnya pada bagian abdomen.
g. Pola persepsi dan konsep diri
Kaji konsep diri klien meliputi harga diri, ideal diri, harapan, dan
kondisi sosial.
h. Pola peran hubungan

11
Kaji pandangan klien terkait keluarga, masyarakat, dan teman-
temannya. Bagaimana hubungan klien dengan orang lain.
i. Pola seksualitas reproduksi
Kaji status perkawinan klien dan tanyakan apakah klien masih
mengalami menstruasi.
j. Pola koping-toleransi stress
Kaji koping klien saat mengalami stres dan bagaimana klien
menyikapi kondisinya saat ini. Adakah dukungan yang dapat menguatkan
klien.
k. Pola nilai kepercayaan
Kaji agama, cara beribadah, dan spiritualitas klien serta tujuan hidup
klien. Tanyakan terkait hubungan agama dengan penyakitnya, apakah
ada pengaruhnya atau tidak.
4. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan Umum:
b. Kesadaran:
c. Vital Sign:
d. Kepala
1) Kepala : bentuk kepala, adakah benjolan, lesi dan jaringan parut
2) Rambut : penyebarannya merata, warna rambut
e. Mata : Simetris antara mata kanan dan kiri, konjungtiva dapat ditemukan
anemis atau tidak, sclera tidak ikterik namun dapat ditemukan ikterik,
reflex pupil terhadap cahaya positif, dan pupil isokor.
f. Hidung : Tidak ada polip, tidak ada sekret, tidak ada nafas cuping
hidung.
g. Mulut : Mukosa bibir dapat ditemukan sianosis apabila kurang cairan
atau Hb rendah, tidak ada sariawan, terdapat benjol-benjol kemerahan di
gusi (kompensasi karena anemia), tidak memakai gigi palsu, tidak ada
pembengkakan tonsil, lidah simetris, warna lidah merah muda.
h. Telinga : Bentuk telinga, simetris antara telinga kiri dan kanan, sedikit
serumen, ketajaman pendengaran normal

12
i. Leher : Ada/tidak lesi, ada/tidak pembengkakan kelenjar thyroid,
ada/tidak pembengkakan kelenjar limfe.
j. Dada dan Paru-paru
1) Inspeksi
a) Bentuk dada simetris antara kiri dan kanan, tidak ada lesi.
b) Irama Pernapasan
c) Tanda-tanda kesulitan napas
d) Retraksi otot Bantu pernapasan
2) Palpasi
a) Taktil fremitus
b) Nyeri Tekan
c) Tidak ada benjolan
3) Perkusi umumnya sonor
4) Auskultasi suara napas normalnya vesikuler, namun dapat
terdengar mengi
k. Jantung
1) Inspeksi Ictus cordis
2) Palpasi pulsasi
3) Perkusi
4) Auskultasi bunyi jantung
l. Abdomen
1) Inspeksi: Perut datar, tidak ada lesi, tidak ada eritema, umbilicus
kotor
2) Auskultasi: Bising usus dapat normal ataupun tidak, terutama bila
terdapat komplikasi
3) Palpasi: Ada/tidak nyeri tekan
4) Perkusi: Timpani
m. Genitalia: Alat kelamin pasien terpasang/tidak selang kateter.
n. Ektremitas:
1) Ekstremitas atas: terpasang infus/tidak, kesemutan, edema, baal
nyeri, kekuatan otot, pergerakan sendi

13
2) Ekstremitas bawah: kesemutan, edema, baal, nyeri, kekuatan otot,
pergerakan sendi
3) Kulit dan kuku: Kuku bersih/kotor, capilery refill <3 detik
(normal). Warna kulit, lesi/tidak, turgor kulit, terlihat pucat/tidak.
K. Rencana Asuhan Keperawatan
SDKI SLKI SIKI

Nyeri akut Setelah dilakukan perawatan selama Manajemen Nyeri (I.08238)


berhubungan dengan 3x24 jam diharapkan nyeri berkurang Observasi
dengan kriteria hasil: 1. Identifikasi lokasi, karakteristik,
agen pencedera
durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
fisiologis Status Kenyamanan (L.08064)
nyeri
Kriteria Skala ekspektasi 2. Identifikasi skala nyeri
3. Identifikasi respon nyeri non verbal
Keluhan tidak 4 4. Identifikasi faktor yang memperberat
nyaman dan memperingan nyeri
Gelisah 4 5. Identifikasi pengaruh nyeri terhadap
kualitas hidup
Merintih 4 Terapeutik

6. Berikan teknik non farmakologis


untuk mengurangi rasa nyeri
Keterangan: 7. Pertimbangkan jenis dan sumber
1. Meningkat
nyeri dalam pemilihan strategi
2. Cukup meningkat
meredakan nyeri
3. Sedang
4. Cukup menurun Edukasi
8. Jelaskan penyebab, periode, dan
5. Menurun pemicu nyeri
9. Ajarkan strategi untuk meredakan
nyeri
Kolaborasi

10. Kolaborasi pemberian analgetik, jika


perlu
Gangguan integritas Setelah dilakukan intervensi Perawatan Luka (I.14564)
kulit/jaringan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan terjadi peningkatan Observasi
berhubungan dengan integritas kuliat dengan kriteria hasil:
1. Monitor karakteristik luka
perubahan sirkulasi 2. Monitor tanda-tanda infeksi
Integritas kulit dan jaringan
(L.14125) Terapeutik

Kriteria Skala ekspektasi 3. Lepaskan balutan dan plester secara


perlahan
Perdarahan 4 4. Bersihkan dengan cairan NaCl atau
Kemerahan 4 pembersih non toksik sesuai
kebutuhan
Hematoma 4 5. Bersihkan jaringan nekrotik
6. Pasang balutan sesuai jenis luka

14
7. Pertahankan teknik steril saat
melakukan perawatan luka
Keterangan :
8. Ganti balutan sesuai jumlah eksudat
1: Meningkat dan drainase
Edukasi
2: Cukup meningkat
9. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
3: Sedang
10. Anjurkan mengkonsumsi makanan
4: Cukup menurun tinggi kalori dan protein
Kolaborasi
5: Menurun
11. Kolaborasi prosedur debridement
12. Kolaborasi pemberian antibiotik jika
perlu
Gangguan mobilitas Setelah dilakukan intervensi Dukungan mobilisasi (I.05173)
fisik berhubungan keperawatan selama 3x24 jam
dengan penurunan diharapkan terjadi peningkatan Observasi
kekuatan otot kemampuan gerakan fisik secara
1. Identifikasi adanya nyeri atau
mandiri dengan kriteria hasil:
keluhan fisik lainnya
Mobilitas fisik (L.05042) 2. Identifikasi toleransi fisik melakukan
pergerakan
Kriteria Skala ekspektasi 3. Monitor kondisi umum selama
Gerakan tidak 4 melakukan mobilisasi
terkoordinasi Terapeutik

Gerakan 4 4. Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan


terbatas alat bantu (misalnya pagar tempat
tidur)
Kelemahan 4 5. Fasilitasi melakukan pergerakan, jika
fisik
perlu
6. Libatkan keluarga untuk membantu
pasien dalam meningkatkan
Keterangan : pergerakan
1: Meningkat Edukasi

2: Cukup meningkat 7. Jelaskan tujuan dan prosedur


mobilisasi
3: Sedang 8. Anjurkan melakukan mobilisasi dini
4: Cukup menurun 9. Ajarkan mobilisasi sederhana yang
harus dilakukan ( misalnya duduk di
5: Menurun tempat tidur, duduk di sisi tempaat
tidur, pindah dari tempat tidur ke
kursi)

Defisit nutrisi Setelah dilakukan intervensi Pemantauan nutrisi (I.03123)


berhubungan dengan keperawatan selama 3x24 jam
gangguan metabolism diharapkan terjadi peningkatan nafsu Observasi
tubuh makan dengan kriteria hasil:
1. Identifikasi faktor yang
Nafsu makan (L.03024) mempengaruhi asupan gizi
2. Identifikasi kelainan pada kulit
Kriteria Skala ekspektasi Terapeutik

15
Asupan 4 3. Hitung perubahan berat badan
makanan 4. Atur interval waktu pemantauan
sesuai dengan kondisi pasien
Asupan nutrisi 4
5. Dokumentasi hasil pemantauan
Asupan cairan 4 Edukasi

6. Jelaskan tujuan dan prosedur


pemantauan
Keterangan : 7. Informasikan hasil pemantauan, jika
1: Menurun perlu

2: Cukup menurun

3: Sedang

4: Cukup meningkat

5: Meningkat

16
DAFTAR PUSTAKA

Bharata, P. E. V. N., Suryawati, N., Karna, R. V., Duarsa, P. L. A. P., & Juliari,
G. A. M. (2022). A Rare Case of Orbital Cellulitis with Tolosa-Hunt
Syndrome Caused by Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus (MRSA):
a Case Report. Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, 34(2), 137-142.
Fitzpatrick, Thomas B.2018. Dermatology in General Medicine, seventh edition.
New York: McGrawHill
Furlan, F. 2016. Upaya Penurunan Nyeri Pada Pasien Selulitis di RSOP Dr .
Soeharso Surakarta.
Matsumoto. 2018. Analisis Praktik Klinik Keperawatan pada Pasien Post
Debridement dan Selulitis.
Meilinawati, D. (2020). Laporan Tugas Akhir Desty Meilinawati Universitas
Bhakti Kencana Fakultas Farmasi Program Strata I Farmasi Bandung. 1–23.
Muttaqin, A. (2012). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persyarafan (R. Angriani (ed.)). Penerbit Salemba Medika.
Rodriguez, J. R., Hsieh, F., Huang, C. T., Tsai, T. J., Chen, C., & Cheng, M. H.
(2020). Clinical features, microbiological epidemiology and
recommendations for management of cellulitis in extremity
lymphedema. Journal of surgical oncology, 121(1), 25-36.
Susanto, T. E., Kedokteran, F., Kristen, U., & Wacana, D. (2020). Perbandingan
efektivitas pemberian ibuprofen intravena dan ketorolac intravena pada
pasien nyeri muskuloskeletal akut non-spesifik.
Wulandari, T. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Tn . M Dengan Benight Utama
Dahlia Rsud H . Hanafie Muara Bungo Tahun 2019 Oleh : Stikes Perintis
Padang Tahun 2019. KTI Universitas Sumatera Utara, 5, 6–91.

17

Anda mungkin juga menyukai