“GADAI”
Disusun Oleh:
Urzatul Aini (202112040)
Ayu Mahara (202112039)
1
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur ke hadirat Allah SWT. karena atas taufik dan
rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Gadai” ini. Shalawat serta
salam senantiasa kita sanjungkan kepada junjungan kita, Nabi Muhammad SAW,
keluarga, sahabat, serta semua umatnya hingga kini. Dan Semoga kita termasuk
dari golong an yang kelak mendapatkan syafaatnya.
Dalam kesempatan ini, kami ingin mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah berkenan membantu pada tahap penyusunan hingga selesainya
makalah ini. Harapan kami semoga makalah yang telah tersusun ini dapat
bermanfaat sebagai salah satu rujukan maupun pedoman bagi para pembaca,
menambah wawasan serta pengalaman, sehingga nantinya saya dapat memperbaiki
bentuk ataupun isi makalah ini menjadi lebih baik lagi.
Kami sadar bahwa kami ini tentunya tidak lepas dari banyaknya kekurangan,
baik dari aspek kualitas maupun kuantitas dari bahan penelitian yang dipaparkan.
Semua ini murni didasari oleh keterbatasan yang dimiliki kami. Oleh sebab itu,
kami membutuhkan kritik dan saran kepada segenap pembaca yang bersifat
membangun untuk lebih meningkatkan kualitas di kemudian hari.
Kelompok
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................... i
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN....................................................................................... 3
A. Kesimpulan...................................................................................................... 8
B. Saran................................................................................................................ 8
DAFTAR PUSTAKA 9
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
4. Apa rukun dan syarat gadai?
5. Bagaimana persamaan dan perbedaan gadai syariah dan gadai konvensional?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui hakekat dari rahn
2. Untuk mengetahui sifat rahn
3. Untuk mengetahui dasar hukum rahn
4. Untuk mengetahui rukun dan syarat rahn
5. Untuk mengetahui persamaan dan perbedaan gadai syariah dan gadai
konvensional
5
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Rahn/Gadai
Menurut bahasa, gadai/ ar-rahn (رهنII )الberarti al-stubut dan al-habs yaitu
penetapan dan penahanan. Ada pula yang menjelaskan bahwa rahn ( )الرهنadalah
terkurung atau terjerat.1
Menurut istilah syara’, yang dimaksut dengan rahn adalah:
1. Akad yang objeknya menahan harga terhadap sesuatu hak yang mungkin
diperoleh bayaran dengan sempurna darinya.2
2. Menjadikan suatu benda berharga dalam pandangan syara’ sebagai jaminan
hutang selama ada dua kemungkinan, untuk mengembalikan uang itu atau
mengambil sebagian benda itu.
3. Gadai adalah suatu barang yang dijadikan peneguhan atau penguat kepercayaan
dalam hutang-piutang. 3
4. Gadai ialah menjadikan suatu benda bernilai menurut pandangan syara’ sebagai
tanggungan hutang, dengan adanya benda yang menjadi tanggungan itu seluruh
atau sebagian hutang dapat diterima. 4
Ulama fiqih berbeda pendapat dalam mendefinisikan rahn :
1 Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah al-Majadallad al-Tsalis, (Kairo: Dar al-fath lil I’lam al-‘Arabi, 1990), h. 123
2 Hasbi Ash-Shiddieqy, Pengantar fiqh muamalah, (Jakarta: Bulan Bintang 1984), h. 86-87
3 Sulaiman Rasyid. Fiqh islam, (Jakarta: al-Tahiriyah, 1973), h. 295.
4 Ahmad Azhar Basyir, Riba,Utang-piutang dan Gadai,cet. Ke II, (Bandung:Al- Ma’arif,1983), h. 50
5 Syafei Rachmat, Fiqih Muamalah, (Bandung: Pustaka Setia, 2006), h. 159-160.
6
B. Sifat Rahn
Secara umum rahn dikatagorikan sebagai akad yang bersifat derma sebab apa
yang diberikan penggadai (rahin) kepada penerima gadai (murtahin) tidak ditukar
dengan sesuatu. Yang diberikan murathin kepada rahn adalah uang. Bukan penukar
atas barang yang digadaikan.
Rahn juga termasuk akad yang bersifat ‘ainiyah, yaitu dikatakan sempurna
apabila sudah menyerahkan benda yang dijadikan akad, seperti hibah, pinjam
meminajam, titipan dan qirad.
ُ لَقَ ْد َرهَنَ النَّبِ ُّى – صل هللا عليه وسلم – ِدرْ عًا لَه: س – رضى هللا عنه – قال ٍ َع َْن َأن
بِ ْال َم ِدينَ ِة ِع ْن َد يَهُو ِدىٍّ َوَأ َخ َذ ِم ْنهُ َش ِعيرًا
7
“Rasullah Saw, telah meruguhkan baju besi beliau kepada seorang Yahudi di
Madinah, sewaktu beliau menghutang syair (gandum) dari orang Yahudi itu untuk
keluarga itu untuk keluarga beliau”. (HR. Ahmad, Bukhari, Nasai, dan Ibnu
Majah).
Dari hadist tersebut dapat dipahami bahwa bermualah dibenarkan juga dengan
non-muslim dan harus ada jaminan sebagai pegangan, sehingga tidak ada ke
khawatiran bagi yang memberi piutang.
Para ulama’ semua berpendapat, bahwa perjanjian gadai hukumnya mubah (boleh).
Dan itu termuat dalam DNS Nomor: 25/DSN-MUI/III/2002, Namun ada yag
berpegang pada zahir ayat, yaitu gadai hanya diperbolehkan dalam keadaan
berpergian saja, seperti paham yang di anut oleh Madhab Zahiri, Mujahid dan al-
Dhahak. Sedangkan jumhur (kebanyakan ulama) membolehkan gadai, baik dalam
keadaan berpergian maupun tidak, seperti yang pernah dilakukan oleh Rasulullah di
Madinah, seperti telah disebutkan dalam hadist di atas. 6
8
Menurut ulam Hanafiyah mensyaratkan marhun, antara lain:
a) Dapat diperjual belikan
b) Bermanfaat
c) Jelas
d) Milik rahin
e) Bisa diserahkan
f) Tidak bersatu dengan harta lain
g) Dipegang oleh rahin
h) Harta yang tetap atau dapat dipindahkan.
Menurut Sayyid Sabiq bahwa gadai itu baru dianggap sah apabila memenuhi
empat syarat, yaitu:
1) Orangnya sudah dewasa.
2) Berpikiran sehat.
3) Barang yang akan digadaikan sudah ada pada saat terjadi akad gadai dan
barang gadaian itu dapat diserahkan/diserahkan kepada penggadai.
4) Barang atau benda yang dapat dijadikan jaminan itu dapat berupa emas,
berlian dan benda bergerak lainnya dan dapat pula surat-surat berharga
( surat tanah atau surat rumah).
9
pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada orang yang
berpiutang lainnya, dengan pengecualian biaya yang telah dikeluarkan untuk
menyelematankanya setelah barang itu digadaikan.
10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Rahn adalah “Menjadikan suatu benda sebagai jaminan hutang yang dapat
dijadikan pembayar ketika berhalangan dalam membayar hutang”, Rahn
termasuk akad yang bersifat ‘ainiyah, yaitu dikatakan sempurna apabila sudah
menyerahkan benda yang dijadikan akad, seperti hibah, pinjam meminajam,
titipan dan qirad.
Rukun gadai yaitu akad dan ijab Kabul, akid, barang yang di jadikan
jaminan (borg). Syarat gadai Orangnya sudah dewasa, berpikiran sehat, barang
yang akan digadaikan sudah ada pada saat terjadi akad, barang yang dapat
dijadikan jaminan.
Perbedaan rahn dengan gadai yaitu gadai syariah dilakukan secara suka rela
tanpa mecari keuntungan, seadangakn gadai konvensional dilakukan dengan
prinsip tolong- menolong tetapi juga menarik keuntungan. Dan persamaan rahn
dengan gadai yaitu adanya agunan (barang jaminan) sebagai jaminan utang.
B. Saran
11
DAFTAR PUSTAKA
Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah al-Majadallad al-Tsalis,1990 (Kairo: Dar al-fath lil
I’lam al-‘Arabi)
12