KONJUNGTIVITIS
ACHMAD MAULANA
433811490122025
2022
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN
KONJUNGTIVITIS
2. ETIOLOGI
Konjungtivitis dapat disebabkan oleh berbagai hal dan dapat bersifat infeksius
seperti bakteri, klamidia, virus, jamur, parasit (oleh bahan iritatif => kimia, suhu,
radiasi), maupun imunologi (pada reaksi alergi).
Kebanyakan konjungtivitis bersifat bilateral. Bila hanya unilateral, penyebabnya
adalah toksik atau kimia. Organisme penyebab tersering adalah stafilokokus,
streptokokus, pneumokokus, dan hemofilius. Adanya infeksi atau virus. Juga dapat
disebabkan oleh butir-butir debu dan serbuk sari, kontak langsung dengan kosmetika
yang mengandung klorin, atau benda asing yang masuk kedalam mata
Penyebab konjungtivis tergantung dari jenis konjungtivis. Berikut ini etiolgi
berdasarkan klasifikasi konjungtivis yaitu :
a. Konjungtivis Alergi
Reaksi hipersensitivitas tipe cepat atau lambat atau reaksi antibodi humoral
terhadap alergen. Pada keadaan yang berat merupakan bagian dari Sindrom Steven
Johnson, suatu penyakit eritema multiforme berat akibat reaksi alergi pada orang
dengan presdiposisi alergi obat-obatan. Pada pemakaian mata palsu atau lensa
kontak juga dapat terjadi reaksi alergi.
b. Konjungtivis Infektif
Disebabkan oleh bakteri seperti : Stafilokok, Streptokok, Corynebacterium
diphtheria, Pseudomonas aeruginosa, Neisseria gonorrhea, Haemophilus
influenza
c. Konjungtivis Viral
Disebabkan oleh virus seperti : Adenovirus, Herpes simpleks, Herpes zoster,
Klamidia, New castle, Pikorna, Enterovirus
3. EPIDEMIOLOGI
Di Indonesia penyakit ini masih banyak terdapat dan paling sering dihubungkan
dengan penyakit tuberkulosis paru. Penderita lebih banyak pada anak-anak dengan
gizi kurang atau sering mendapat radang saluran napas, serta dengan kondisi
lingkungan yang tidak higiene. Pada orang dewasa juga dapat dijumpai tetapi lebih
jarang.
Meskipun sering dihubungkan dengan penyakit tuberkulosis paru, tapi tidak
jarang penyakit paru tersebut tidak dijumpai pada penderita dengan konjungtivitis
flikten. Penyakit lain yang dihubungkan dengan konjungtivitis flikten adalah
helmintiasis. Di Indonesia umumnya, terutama anak-anak menderita helmintiasis,
sehingga hubungannya dengan konjungtivitis flikten menjadi tidak jelas. (Alamsyah,
2007)
4. PATHOFISIOLOGI
Konjungtiva selalu berhubungan dengan dunia luar sehingga kemungkinan
terinfeksi dengan mikroorganisme sangat besar. Apabila ada mikroorganisme yang
dapat menembus pertahanan konjungtiva berupa tear film yang juga berfungsi untuk
mmelarutkan kotoran-kotoran dan bahan-bahan toksik melalui meatus nasi inferior
maka dapat terjadi konjungtivitas.
Konjungtivitis merupakan penyakit mata eksternal yang diderita oleh
masyarakat, ada yang bersifat akut atau kronis. Gejala yang muncul tergantung dari
factor penyebab konjungtivitis dan factor berat ringannya penyakit yang diderita oleh
pasien. Pada konjungtivitis yang akut dan ringan akan sembuh sendiri dalam waktu 2
minggu tanpa pengobatan. Namun ada juga yang berlanjut menjadi kronis, dan bila
tidak mendapat penanganan yang adekuat akan menimbulkan kerusakan pada kornea
mata atau komplikasi lain yang sifatnya local atau sistemik.
Konjungtiva karena lokasinya terpapar pada banyak mikroorganisme dan factor
lingkungan lain yang mengganggu. Beberapa mekanisme melindungi permukaan
mata dari substansi luar. Pada film air mata, unsure berairnya mengencerkan materi
infeksi, mucus menangkap debris dan kerja memompa dari pelpebra secara tetap
menghanyutkan air mata ke duktus air mata dan air mata mengandung substansi
antimikroba termasul lisozim. Adanya agen perusak, menyebabkan cedera pada epitel
konjungtiva yang diikuti edema epitel, kematian sel dan eksfoliasi, hipertrofi epitel
atau granuloma. Mungkin pula terdapat edema pada stroma konjungtiva (kemosis)
dan hipertrofi lapis limfoid stroma (pembentukan folikel). Sel-sel radang bermigrasi
dari stroma konjungtiva melalui epitel kepermukaan. Sel-sel kemudian bergabung
dengan fibrin dan mucus dari sel goblet, embentuk eksudat konjungtiva yang
menyebabkan perlengketan tepian palpebra saat bangun tidur.
Adanya peradangan pada konjungtiva ini menyebabkan dilatasi pembuluh-
pembuluh konjungtiva posterior, menyebabkan hoperemi yang tampak paling nyata
pada forniks dan mengurang kearah limbus. Pada hiperemi konjungtiva ini biasanya
didapatkan pembengkakan dan hipertrofi papilla yang sering disertai sensasi benda
asing dan sensasi tergores, panas, atau gatal. Sensai ini merangsang sekresi air mata.
Transudasi ringan juga timbul dari pembuluh darah yang hyperemia dan menambah
jumlah air mata. Jika klien mengeluh sakit pada iris atau badan siliare berarti kornea
terkena.
a. Konjungtivitis Alergi
Konjungtivitis alergi adalah salah satu dari penyakit mata eksternal yang
paling sering terjadi. Bentuk konjungtivitis ini mungkin musiman atau musim-musim
tertentu saja dan biasanya ada hubungannya dengan kesensitifan dengan serbuk sari,
protein hewani, bulu-bulu, debu, bahan makanan tertentu, gigitan serangga, obat-
obatan. Konjungtivitis alergi mungkin juga dapat terjadi setelah kontak dengan bahan
kimia beracun seperti hair spray, make up, asap, atau asap rokok. Asthma, gatal-gatal
karena alergi tanaman dan eksim, juga berhubungan dengan alergi konjungtivitis.
b. Konjungtivitis Bakteri
Konjungtivitis bakteri disebut juga “Pink Eye”. Bentuk ini adalah
konjungtivitis yang mudah ditularkan, yang biasanya disebabkan oleh staphylococcus
aureus. Mungkin juga terjadi setelah sembuh dari haemophylus influenza atau neiseria
gonorhe.
c. Konjungtivitis Bakteri Hiperakut
Neisseria gonnorrhoeae dapat menyebabkan konjungtivitis bakteri
hiperakut yang berat dan mengancam penglihatan.
d. Konjungtivitis Viral
Jenis konjungtivitis ini adalah akibat infeksi human adenovirus (yang
paling sering adalah keratokonjungtivitis epidermika) atau dari penyakit virus
sistemik seperti mumps dan mononukleus. Biasanya disertai dengan pembentukan
folikel sehingga disebut juga konjungtivitis folikularis. Mata yang lain biasanya
tertular dalam 24-48 jam.
e. Konjungtivitis Blenore
Konjungtivitis purulen (bernanah pada bayi dan konjungtivitis gonore).
Blenore neonatorum merupakan konjungtivitis yang terdapat pada bayi yang baru
lahir.
5. GEJALA KLINIS
Umumnya, konjungtivitis mengenai kedua mata dengan derajat keparahan yang
berbeda. Gejala konjungtivitis adalah mata merah dengan produksi sekret yang
berlebih sehingga mata terasa lengket pada pagi hari setelah bangun tidur. Selain itu,
pasien dapat mengalami sensasi benda asing, terbakar, atau gatal, serta fotofobia.
Rasa nyeri yang muncul biasanya menandakan kornea juga terkena.
Gejala yang dirasakan oleh pasien dapat bervariasi. Oleh karena itu, penting
untuk mengenali tanda dari konjungtivitis berupa :
a. Hiperemia
Mata tampak merah akibat dilatasi pembuluh darah. Jika tanpa disertai infiltrasi
seluler, menandai iritasi seperti angin, matahari, dan asap.
b. Epifora
Lakrimasi yang berlebihan sebagai respons terhadap sensasi benda asing dan iritan
yang harus dibedakan dengan transudat. Transudat ringan yang timbul akibat
pelebaran pembuluh darah dapat bercampur dengan air mata.
c. Eksudasi
Kuantitas dan sifat eksudar (mukoid, purulen, berair, atau berdarah) bergantung
dengan etiologi penyakit.
d. Pseudoptosis
Jatuhnya kelopak bola mata karena infiltrasi pada otot Muller yang dapat
ditemukan pada konjungtivitis parah seperti keratokonjungtivitis trakoma.
e. Hipertrofi papiler
Reaksi konjungtiva yang tidak spesifik berupa papil berukuran kecil, halus, dan
seperti beludru. Papil berwarna kemerahan pada infeksi bacterial, sedangkan
bentuk cobblestone ditemui pada konjungtivitis vernal.
f. Kemosis
Pembengkakan konjungtiva yang sering ditemukan pada konjungtivitis alergika,
bakterial (konjungtivitis gonokokus), dan adenoviral.
g. Folikel
Hiperplasia limfoid lokal konjungtiva yang terdiri dari sentrum germinativum
yang paling sering ditemukan pada infeksi virus. Selain infeksi virus, ditemui pula
pada infeksi parasit dan yang diinduksi oleh obat idoxuridine, dipivefrin, dan
miotik.
h. Pseudomembran
Terbentuk akibat proses eksudatif dimana epitel tetap intak ketika
pseudomembran dibuang.
i. Konjungtiva lignose
Terbentuk pada pasien yang mengalami konjungtivitis membranosa berulang.
j. Flikten
Diawali dengan perivaskulitis limfositik yang kemudian berkembang menjadi
ulkus konjungtiva. Selain itu, flikten menandakan reaksi delayed hipersensitivitas
terhadap antigen microbial.
k. Limfadenopati preaurikular
Pembesaran kelenjar getah bening yang dapat disertai rasa nyeri pada infeksi
akibat herpes simpleks, konjungtivitis inklusi, atau trakoma.
Gejala subjektif meliputi rasa gatal, kasar (ngeres/tercakar) atau terasa ada
benda asing. Penyebab keluhan ini adalah edema konjungtiva, terbentuknya hipertrofi
papilaris, dan folikel yang mengakibatkan perasaan adanya benda asing didalam mata.
Gejala objektif meliputi hyperemia konjungtiva, epifora (keluar air mata
berlebihan), pseudoptosis (kelopak mata atas seperti akan menutup), tampak semacam
membrane atau pseudomembran akibat koagulasi fibrin.
Adapun manifestasi sesuai klasifikasinya adalah sebagai berikut :
a. Konjungtivitis Alergi
i. Edea berat sampai ringan pada konjungtivitas
ii. Rasa seperti terbakar
iii. Injekstion vaskuler pada konjungtivitas
iv. Air mata sering keluar sendiri
v. Gatal-gatal adalah bentuk konjungtivitas yang paling berat
b. Konjungtivitis Bakteri
i. Pelebaran pembuluh darah
ii. Edema konjungtiva sedang
iii. Air mata keluar terus
iv. Adanya secret atau kotoran pada mata
v. Kerusakan kecil pada epitel kornea mungkin ditemukan
c. Konjungtivitis Viral
i. Fotofobia
ii. Rasa seperti ada benda asing didalam mata
iii. Keluar air mata banyak
iv. Nyeri prorbital
v. Apabila kornea terinfeksi bisa timbul kekeruhan pada kornea
vi. Kemerahan konjungtiva
vii. Ditemukan sedikit eksudat
d. Konjungtivitis Bakteri hiperakut
i. Infeksi mata menunjukkan secret purulen yang massif
ii. Mata merah
iii. Iritasi
iv. Nyeri palpasi
v. Biasanya terdapat kemosis
vi. Mata bengkak dan adenopati preaurikuler yang nyeri
e. Konjungtivitis Blenore
i. Ditularkan dari ibu yang menderita penyakit GO
ii. Menyebabkan penyebab utama oftalmia neinatorm
iii. Memberikan secret purulen padat secret yang kental
iv. Terlihat setelah lahir atau masa inkubasi antara 12 jam hingga 5 hari
v. Perdarahan subkonjungtita dan kemotik
Penyakit radang mata yang tidak segera ditangani atau diobati bisa
menyebabkan kerusakan pada mata atau gangguan pada mata dan menimbulkan
komplikasi. Beberapa komplikasi dari konjungtivitis yang tidak tertangani
diantaranya :
a) Glaucoma
b) Katarak
c) Ablasi retina
d) Komplikasi pada konjungtivitis kataral teronik merupakan segala penyulit dari
blefaritis seperti ekstropin, trikiasis .
e) Komplikasi pada konjungtivitis purulenta seringnya berupa ulkus kornea.
f) Komplikasi pada konjungtivitis membranasea dan pseudomembranasea adalah
bila sembuh akan meninggalkan jaringan perut yang tebal di kornea yang dapat
mengganggu penglihatan, lama- kelamaan orang bisa menjadi buta.
g) Komplikasi konjungtivitis vernal adalah pembentukan jaringan sikratik dapat
mengganggu penglihatan.
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan Mata
- Pemeriksaan tajam penglihatan
- Pemeriksaan dengan uji konfrontasi, kampimeter dan perimeter (sebagai alat
pemeriksaan pandangan).
- Pemeriksaan dengan melakukan uji fluoresein (untuk melihat adanya efek
epitel kornea).
- Pemeriksaan dengan melakukan uji festel (untuk mengetahui letak adanya
kebocoran kornea).
- Pemeriksaan oftalmoskop
- Pemeriksaan dengan slitlamp dan loupe dengan sentolop (untuk melihat benda
menjadi lebih besar disbanding ukuran normalnya).
b. Therapy Medik
Antibiotic topical, obat tetes steroid untuk alergi (kontra indikasi pada
herpes simplek virus).
c. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan secara langsung dari kerokan atau getah mata setelah bahan
tersebut dibuat sediaan yang dicat dengan pegecatan gram atau giemsa dapat
dijumpai sel-sel radang polimorfonuklear. Pada konjungtivitis yang disebabkan
alergi pada pengecatan dengan giemsa akan didapatkan sel-sel eosinofil.
7. PENATALAKSANAAN
Secara umum pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan sulfonamide
(sulfacetamide 15%) atau antibiotic (gentamycin 0,3%), chloramphenicol 0,5%.
Konjungtivitis akibat alergi dapat diobati dengan antihistamin (antazoline 0,5%,
naphazoline 0,05%) atau dengan kortikosteroid (dexamentosone 0,1%). Umumnya
konjungtivitis dapat sembuhmtanpa pengobatan dalam waktu 10-14 hari, dan dengan
pengobatan, sembuh dalam waktu 1-3 hari.
Adapun penatalaksanaan konjungtivitis sesuai dengan klasifikasinya adalah
sebagai berikut:
1. Konjungtivitis Bakteri
Sebelum terdapat hasil pemeriksaan mikrobiologi, dapat diberikan antibiotic
tunggal, seperti gentamisin, kloramfenikol, folimiksin selama 3-5 hari. kemudian
bila tidak memberikan hasil yang baik, dihentikan dan menunggu hasil
pemeriksaan. Bila tidak ditemukan kuman dalam sediaan langsung, diberikan tetes
mata disertai antibiotic spectrum obat salep luas tiap jam mata untuk tidur atau
salep mata 4-5 kali sehari.
2. Konjungtivitis Bakteri Hiperakut
o Pasien biasanya memerlukan perawatan di rumah sakit untuk terapi topical
dan sistemik. Secret dibersihkan dengan kapas yang dibasahi air bersih atau
dengan garam fisiologik setiap ¼ jam.
o Kemudian diberi salep penisilin setiap ¼ jam.
Pengobatan biasanya dengan perawatan di rumah sakit dan terisolasi,
medika menstosa :
- Penisilin tetes mata dapat diberikan dalam bentuk larutan penisilin G 10.000-
20.000/ml setiap 1 menit sampai 30 menit.
- Kemudian salep diberikan setiap 5 menit selama 30 menit. Disusul
pemberiansalep penisilin setiap 1 jam selama 3 hari.
- Antibiotika sistemik diberikan sesuai dengan pengobatan gonokokus.
- Pengobatan diberhentikan bila pada pemeriksaan mikroskopik yang dibuat
setiap hari menghasilkan 3 kali berturut-turut negative.
3. Konjungtivitis Alergi
Penatalaksanaan keperawatan berupa kompres dingin dan menghindarkan
penyebab pencetus penyakit. Dokter biasanya memberikan obat antihistamin atau
bahan vasokonstkiktor dan pemberian astringen, sodium kromolin, steroid topical
dosis rendah. Rasa sakit dapat dikurangi dengan membuang kerak-kerak
dikelopak mata dengan mengusap pelan-pelan dengan salin (gram fisiologi).
Pemakaian pelindung seluloid pada mata yang sakit tidak dianjurkan karena akan
memberikan lingkungan yang baik bagi mikroorganisme.
4. Konjungtivitis Viral
Beberapa pasien mengalami perbaikan gejala setelah pemberian
antihistamin/dekongestan topical. Kompres hangat atau dingin dapat membantu
memperbaiki gejala.
5. konjungtivitis blenore
Pemberian penisilin topical mata dibersihkan dari secret. Pencegahan
merupakan cara yang lebih aman yaitu dengan membersihkan mata bayi segera
setelah lahir dengan memberikan salep kloramfenikol. Pengobatan dokter biasnay
disesuaikan dengan diagnosis. Pengobatan konjungtivitis blenore :
o Penisilin topical tetes atau salep sesering mungkin. Tetes ini dapat diberikan
setiap setengah jam pada 6 jam pertama disusul dengan setiap jam sampai
terlihat tanda-tanda perbaikan.
o Suntikan pada bayi diberikan 50.000 U/KgBB selama 7 hari, karena bila tidak
maka pemberian obat tidak akan efektif.
o Kadang-kadang perlu diberikan bersama-sama dengan tetrasiklin infeksi
chlamdya yang banyak terjadi.
2. DIAGNOSA
1) Nyeri berhubungan dengan peradangan ditandai dengan rasa panas pada mata
2) Gangguan rasa nyaman yang berhubungan dengan edema dan iritasi konjungtiva
ditandai dengan peningkatan eksudasi, fotofobia lakrimasi dan rasa nyeri.
3) Gangguan sensori perseptual berhubungan dengan ulkus kornea yang ditandai
dengan adanya sekret purulen.
4) Gangguan konsep diri (body image menurun) berhubungan dengan adanya
perubahan pada kelopak mata (bengkak /edema)
5) Resiko tinggi penularan penyakit pada mata yang lain atau pada orang lain yang
berhubungan dengan keterbatasan pengetahuan klien tentang penyakit.
6) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang kondisi
prognosis dan pengobatan proses penyakit
C. RENCANA KEPERAWATAN
Smeltzer, Suzzane C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC
Tamsuri, Anas. 2010. Buku Ajar Klien Gangguan Mata dan Penglihatan. Jakarta : EGC
Ilyas, Sidarta dkk. 2002. Ilmu Penyakit Mata Perhimpunan Dokter Spesialis Mata
Indonesia. Jakarta : CV. Sagung Seto
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2 Ed. III. Jakarta: Media
Aeuscualpius.