Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Manusia adalah makhluk Tuhan Yang Maha Esa yang mempunyai kedudukan tinggi di muka bumi.
Manusia dibekali wahyu yakni Al-Qur’an sebagai pedoman untuk menjalani kehidupan yang baik. Selain
itu, dibekali juga akal untuk berpikir secara realistis. Akal pula yang menuntun manusia berpikir secara
rasional, atau dengan kata lain berfilsafat.

Berfilsafat membuat manusia berpikir dengan rasional, bernalar yang tinggi dan membuktikan secara
luas sebuah fakta. Filsafat adalah benteng ilmu untuk mengetahui sesuatu dengan berbagai macam
sudut pandang, termasuk untuk memperoleh kebenaran yang secara hakiki, serta tidak monoton,
percaya bahwa hanya ada satu pandangan yang benar.

Sudut pandang sebuah kebenaran tidak mesti hanya dilihat dengan kaca mata panca indra, melainkan
harus dilihat dengan berbagai sudut pandang yang tentunya kecenderungan masing-masing individual
berbeda. Manifestasi kebijakan itu tidak akan terwujud tanpa belajar berfilsafat, yang pada akhirnya
belajar bijaksana dalam mengartikan kebenaran sesaui dengan teori-teori kebenaran yang diajarkan ahli
filsafat. Oleh karena itu, di dalam makalah sederhana ini akan membahas tentang pengertian kebenaran
dan berbagai macam teorinya dalam memandang kebenaran dari berbagai macam sudut pandang.
Sehingga pada akhirnya, berpikir secara rasional dan bijaksana.

Dasar – dasar Pengetahuan


Pengetahuan merupakan segala sesuatu yg diketahui manusia. Suatu hal yang menjadi pengetahuan
selalu terdiri atas unsur yang mengetahui dan yang diketahui serta kesadaran mengenai hal yang ingin
diketahui.
Menurut Jujun S. Suria Sumantri, menyebutkan bahwa dasar-dasar pengetahuan yang dimiliki manusia
itu meliputi:

1. Penalaran
Manusia adalah satu - satunya makhluk yang mampu mengembangkan pengetahuan karena
memiliki kemampuan menalar. Manusia mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk,
mana yang indah dan mana yang jelek melalui proses penalaran yang dilakukan.
Penalaran juga dapat diartikan sebagai suatu proses berpikir dalam menarik suatu kesimpulan
berupa pengetahuan yang merupakan kegiatan berpikir mempunyai karakteristik tertentu
dalam menemukan kebenaran.Penalaran merupakan suatu proses berpikir yang membuahkan
pengetahuan. Agar pengetahuan yang dihasilkan penalaran itu mempunyai dasar kebenaran,
maka proses berpikir itu harus dilakukan dengan suatu cara tertentu. Suatu penarikan
kesimpulan baru dianggap valid jika penarikan kesimpulan tersebut menurut cara tertentu, yang
disebut logika.

2. Logika
Logika didefinisikan sebagai suatu pengkajian untuk berpikir secara benar. Untuk menarik suatu
kesimpulan sebenarnya terdapat bermacam-macam cara, namun untuk membuat kesimpulan
yang sesuai dengan tujuan pembelajaran yang memusatkan diri pada penalaran ilmiah. Terdapat
dua jenis penarikan kesimpulan yakni logika induktif dan logika deduktif.
a) Logika deduktif
Logika deduktif adalah cara berfikir dengan menarik suatu kesimpulan yang dimulai dari
pernyataan yang bersifat umum kemudian ditarik suatu kesimpulan yang bersifat khusus.
Penalaran ini sering kita dengar dengan istilah silogisme.
Sebuah silogisme disusun dari dua buah pernyataan yang disebut premis dan sebuah
kesimpulan. Premis dapat dibedakan menjadi premis mayor atau umum dan premis minor atau
khusus. Kesimpulan yang ada merupakan sebuah pengetahuan yang didapat dari sebuah
penalaran deduktif. Contohnya: Semua logam memuai jika dipanaskan (premis mayor). Besi
adalah sebuah logam (premis minor). Jadi besi memuai jika dipanaskan (kesimpulan)
Ketepatan penarikan kesimpulan tergantung dari tiga hal : yakni kebenaran premis mayor,
kebenaran premis minor dan keabsahan pengambilan kesimpulan. Sekiranya salah satu dari
ketiga unsur tersebut persyaratannya tidak terpenuhi maka kesimpulan yang ditariknya akan
salah.

a) Logika Induktif
Logika induktif erat hubungannya dengan penarikan kesimpulan dari kasuskasus individual nyata
menjadi suatu kesimpulan yang bersifat umum. Logika Induktif erat kaitannya dengan penarikan
kesimpulan dari kasus-kasus individual nyata menjadi kesimpulan yang bersifat umum.
Misal ada fakta bahwa kambing punya mata, singa punya mata, ayam punya mata. Maka dapat
disimpulkan bahwa semua binatang punyamata.

Teori-Teori Kebenaran

Berbagai cara telah ditempuh oelh para pemikir untuk sampai pada rumusan tentang kebenaran yang
dipaparkan sebelum ini. Cara-cara yang telah ditempuh tersebut kini telah merupakan atau muncul
dalam berbagai bentuk teori tentang kebenaran, yang oleh Kattsoff disebut “ukuran kebenaran”, Teori
atau ukuran kebenaran yang disebut Kattsoff adalah, Koherensi (Coherence Theory), paham
Korespondensi (Correspondence Theory), Paham Empiris dan Pragmatis.

Sementara Abbas Hamami menyebut tujuh teori yakni teori kebenaran korespondensi, koherensi,
pragmatis, sintaksis, semantis, non-deskripsi dan teori kebenaran logis yang berlebihan. Untuk
membicarakan mengenai analisis masalah dalam penjelasan ini, hanya akan dibicarakan tiga teori saja,
yaitu Teori kebenaran Koherensi, Korespondensi, dan Teori Pragmatis.

1. Teori Koherensi (Coherence Theory)


Kata “koherensi” (coherence. Inggris = sticking together, consistent (especially of speech, thought,
reasoning), clear, easy to understand; Latin: cohaerere = melekat, tetap menyatu, bersatu). Koherensi
berarti hubungan yang terjadi karena adanya gagasan (prinsip, relasi, aturan, konsep) yang sama.

Teori koherensi ini juga termasuk dalam katagori “Veritas de raison” yaitu, kebenarankebenaran yang
masuk akal39 dan juga melahirkan berpikir deduksi yang sangat diperlukan untuk matematika. Alam
pikiran teori ini terpadu secara utuh/koheren, baik argumentasinya maupun kaitannya dengan
pengeahuan-pengetahuan sebelumnya yang dianggap benar.
Teori ini dikenal juga sebagai teori justifikasi, karena dukungan dari keputusan-keputusan yang
terdahulu yang sudah diakui dan diterima kebenarannya. Sebagaimana yang telah disebutkan di atas,
teori ini banyak dianut atau berakar pada pola filsafat idealisme yaitu Idealisme Plato yang mendewakan
dunia ide. Baginya (Plato) yang nyata itu adalah ide dan ide ini abadi. Dengan demikian, dunia dan
seluruh isinya berupa perwujudan dari ide tersebut dan sifatnya berubah-ubah, yaitu tidak abadi,
seperti;“kucing” yang sebenarnya diciptakan oleh Tuhan berarti kucing yang ideal, unik dan merupakan “
kucing” yang sebenarnya. Kucing-kucing partikular yang kita lihat di sekitar kita adalah hanya
perwujudan belaka.
Jadi teori ini memberikan ukuran kebenaran pernyataan pada adanya hubungan antara pernyataan itu
dengan pernyataan yang lain atau pengalaman sebelumnya yang diakui kebenarannya. Jika ada
hubungan berarti benar, jika tidak berarti tdak benar. Kebenaran terletak pada hubungan antara
pernyataan dan pengalaman. Semakin banyak hubungannya, semakin tinggi derajat kebenaran itu.

2. Teori Korespondensi (Correspondence Theory)


White dalam bukunya42 menyebut teori ini sebagai teori yang paling tua (tradisional). Sebutan
yang sama juga diberikan oleh Hornie 43 yang mengatakan “The Theory of Correspondence is an
old one”. Teori ini eksponen utamanya adalah Bertrand Russell (1872-1970). Inti ajarannya
tentang kebenaran adalah bahwa suatu pernyataan itu benar jika makna yang dikandungnya
sungguh-sungguh merupakan halnya, dinamakan “paham korespondensi” kebenaran atau
keadaan benar berupa kesesuaian (correspondence) antara makna yang dimaksudkan oleh
suatu pernyataan dengan apa yang sesungguhnya merupakan halnya, atau apa yang merupakan
fakta-faktanya.45
Teori kebenaran ini termasuk dalam katagori “veritas desfait” yaitu kebenarankebenaran
berdasarkan kenyataan. Teori ini melahirkan cara berpikir induksiyang tampak dalam statistika.
Kebenaran dalam paham ini terletak pada kesesuaian hubungan antara pernyataan dengan
obyek yang bersifat faktual. Paham ini banyak dianut oleh penganut realisme dan metarialisme
dan berkembang pada abad ke-19 di bawah pengaruh Heggel,47 dan sangat menghargai
pengamatan empirik serta memuji cara kerja aposteriori. Titik tolaknya pada dua realitas –
sebagaiman yang telah disebutkan di atas – yaitu Pernyataan dan Kenyataan.
Sebenarnya unsur-unsurnya sudah ada sejak Heraklitus. Kemudian diteruskan oleh Aristoteles,
juga tampak dalam pandangan Thomas Aquinas dan didukung oleh para filsuf Inggris sejak abad
pertengahan sama masa pencerahan.
3. Teori Pragmatisme (Pragmatic Theory)
Paham pragmatik sesungguhnya merupakan pandangan filsafat kontemporer yang berkembang
pada akhir abad ke-19. Dalam pandangan The Pragmatic Theory of Truth, menurut Patrick
adalah seperti dinyatakannya sebagai berikut:
Teori, hipotesa atau idea adalah benar apabila ia membawa kepada akibat yang memuaskan,
apabila ia berlaku dalam praktik, apabila ia mempunyai nilai praktis. Kebenaran terbukti oleh
kegunaannya, oleh hasilnya, oleh akibat-akibat praktisnya. Jadi kebenaran ialah apa saja yang
berlaku.
Term, Pragmatisme berasal bahsa Yunani, Pragma artinya yang dikerjakan, yang dilakukan,
perbuatan dan tindakan.52 Sebenarnya ajaran pragmatisme berbeda-beda caranya sesuai
dengan konsekuensi-konsekuensi yang ditekankan. Namun semua penganut pragmatisme
meletakkan ukuran kebenaran dalam salah satu macam konsekuen.
Kebenaran menurut teori ini adalah suatu pernyataan yang diukur dengan kriteria apakah
pernyataan tersebut bersifat fungsional dalam kehidupan praktis. Yaitu, suatu pernyataan
adalah benar, jika pernyataan itu atau konsekuensi dari pernyataan itu mempunyai kegunaan
dalam kehidupan manusia.
Kebenaran tidak diukur dengan adanya hubungan atau kesesuaian antara pernyataan dengan
lainnya. Kebenaran berada pada fungsi dan kegunaan. Benar sesuatu itu jika berfungsi dan
berguna, tidak benar jika tidak berfungsi dan tidak berguna.

Ketiga teori tentang kebenaran (koherensi, korespondensi dan pragmatis) inilah yang
nampaknya dianggap paling banyak berpengaruh dalam perkembangan filsafat dan ilmu
pengetahuan pada umumnya, dalam kerangka menegakkan kebenaran yang memiliki bobot
ilmiah. Suatu kebenaran dipandang sebagai berbobot ilmiah bila ia memiliki sifat obyektif, yaitu
bahwa kebenaran suatu teori harus dipandang oleh fakta-fakta yang berupa kenyataan dalam
keadaan objektifnya, yakni kebenaran yang benar-benar lepas dari keinginan subjek.

Sumber Pengetahuan
Semua orang mengakui memiliki pengetahuan. Namun dari mana pengetahuan itu diperoleh
atau bagaimana pengetahuan itu di dapat. Maka akan timbul pertanyaan bagaimana kita
memperoleh pengetahuan atau dari mana sumber pengetahuan didapat. Dalam hal ini ada
beberapa pendapat tentang sumber pengetahuan:
1. Empirisme
Kata ini berasal dari kata Yunani empeirikos, artinya pengalaman. Menurut aliran ini manusia
memperoleh pengetahuan melalui pengalamannya. Dalam hal ini harus ada 3 hal, yaitu yang
mengetahui (subjek), yang diketahui (objek) dan cara mengetahui (pengalaman).Aliran ini
berpendapat bahwa sumber pengetahuan yang mencukupi dan yang dapat dipercaya oleh akal
sehat. Dalam rangka kerjanya, aliran ini mendasarkan diri pada cara kerja deduktif dalam
menyusun pengetahuannya. Premis-premis yang digunakan dalam membuat rumusan
keilmuwan harus jelas dan dapat diterima. Aliran atau paham ini sering juga disebut sebagai
idealism atau realism.

2. Rasionalisme
Aliran ini menyatakan bahwa akal adalah dasar kepastian pengetahuan. Pengetahuan yang
benar diperoleh dan diukur dengan akal. Manusia memperoleh pengetahuan melalui
kegiatan menangkap objek. Dalam penyusunan ini akal menggunakan konsep-konsep
rasional atau ide-ide universal. Konsep tersebut mempunyai wujud dalam alam nyata yang
bersifat universal. Yang dimaksud dengan prinsip-prinsip universal adalah abstraksi dari
benda-benda kongkret, seperti hukum kausalitas atau gambaran umum tentang benda
tertentu. Kaum rasionalis yakin bahwa kebenaran hanya dapat ada di dalam pikiran kita dan
hanya dapat diperoleh dengan akal budi saja.
3. Intuisi
Intuisi merupakan pengetahuan yang didapatkan tanpa melalui proses penalaran tertentu.
Seseorang yang sedang terpusat pemikirannya pada suatu masalah dan tiba-tiba saja
menemukan jawaban atas permasalahan tersebut. Tanpa melalui proses berfikir yang
berliku-liku tiba-tiba saja dia sudah sampai disitu. Jawaban atas permasalahan yang sedang
dipikirkannya muncul dibenaknya bagaikan kebenaran yang membukakan pintu. Atau bisa
juga, intuisi ini bekerja dalam keadaan yang tidak sepenuhnya sadar, artinya jawaban atas
suatu permasalahan ditemukan tidak tergantung waktu orang tersebut secara sadar sedang
menggelutnya. Namun intuisi ini bersifat personal dan tidak bisa diramalkan. Sebagai dasar
untuk menyusun pengetahuan secara teratur maka intuisi ini tidak bisa diandalkan.
4. Wahyu
Wahyu merupakan pengetahuan yang disampaikan oleh Tuhan kepada manusia.
Pengetahuan ini disalurkan oleh nabi-nabi yang diutusnya sepanjang zaman. Agama
merupakan pengetahuan bukan saja mengenai kehidupan sekarang yang terjangkau
pengalaman, namun juga mencakup masalah-masalah yang bersifat transedental seperti
latar belakang penciptaan manusia dan hari kemudian di akhirat nanti. Pengetahuan ini
didasarkan kepada kepercayaan akan hal-hal yang ghaib ( supernatural ). Keparcayaan
kepada tuhan yang merupakan sumber pengetahuan, kepercayaan kepada nabi sebagai
perantara dan kepercayaan terhadap wahyu sebagai cara penyampaian, merupakan dasar
dari penyusunan pengetahuan ini. Kepercayaan merupakan titik tolak dalam agama. Suatu
pernyataan harus dipercaya dulu untuk dapat diterima: pernyataan ini bisa saja selanjutnya
dikaji dengan metode lain.
KESIMPULAN
Filsafat adalah suatu ilmu pengetahuan yang mengenai segala sesuatu dengan memandang
sebab yang terdalam. Filsafat mencari jawaban atas pertanyaan yang dihadapi dengan
berpangkal pada manusia dan pikirannya. Ilmu merupakan lukisan atau keterangan yang
lengkap dan konsisten mengenai hal yang dipelajari dalam ruang dan waktu. Pengetahuan
merupakan hasil tahu manusia akan sesuatu, atau segala perbuatan manusia untuk
memahami suatu objek tertentu. Ilmu pengetahuan dapat disimpulkan sebagai Kumpulan
pengetahuan mengenai suatu hal tertentu (obyek/lapangan), yang merupakan kesatuan
yang sistematis dan memberikan penjelasan yang sistematis yang dapat
dioertanggungjawabkan dengan menunjukkan sebab-sebab hal/kejadian itu. Filsafat ilmu
pengetahuan membuka pikiran untuk mempelajari dengan serius proses logis dan imajinasi
dalam cara kerja ilmu pengetahuan.

Anda mungkin juga menyukai