Anda di halaman 1dari 4

1) Menurut Wamenkeu, dengan NPWZ zakat bisa memberikan suatu tempat untuk sumber

pembiayaan secara nasional. Zakat betul-betul dikelola seperti pajak yang bisa memberikan
program bagus sehingga zakat sebagai komplementeri sumber pembiayaan pembangunan. Ia
menegaskan agar memperbaiki zakat payer accounting seperti yang dikenal di pajak dengan
tax payer accounting. Supaya betul-betul akuntansinya baik maka ada zakat payer, tercatat
dan kalau perlu mereka diminta untuk menyampaikan SPT, surat pemberitahuan zakatnya
sehingga mereka tahu hartanya banyak tapi zakatnya kecil untuk mengoptimalkan
penerimaan zakat seperti pajak, maka di kantor-kantor BAZNAS daerah harus ada AR
(Account Representatives) seperti di kantor pajak, sehingga potensi zakat dapat betul-betul
terlihat. Account representative di daerah-daerah yang betul-betul melihat mencari, mapping
untuk kebaikan umat jadi nggak ada masalah

Bicara tentang legalitas, negara (baca:penguasa) memang memiliki legalitas dalam


memungut zakat kepada para wajib zakat (muzakki) di negaranya. Paling tifak ketentuan ini
datang dari Alquran surah at-Taubah:103, “Ambilah zakat dari sebagian harta mereka,
dengan zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka dan mendoalah untuk mereka.
Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiza bagi mereka. Dan Allah Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui.”

Tafsir terhadap ayat ini menyebutkan yang berwenang mengambil zakat kepada rakyat
tentunya mereka yang memiliki kekuasaan, yaitu ulil amri alias penguasa alias pemerintah.
Selanjutnya, dalam konteks hukum nasional, UU tentang Pengelolaan Zakat Nomor 23 Tahun
2011 yang menggantikan UU Zakat sebelumnya, Nomor 38 Tahun 1999 menegaskan,
pengelolaan zakat secara nasional dikelola negara melalui Baznas.

Pasal 5 (1) UU Nomor 23/2011 menyebutkan, “Untuk melaksanakan pengelolaan zakat,


pemerintah membentuk Baznas.” Kemudian, di Pasal 6 UU yang sama disebutkan, “Baznas
merupakan lembaga yang berwenang melakukan tugas pengelolaan zakat secara nasional.”
Salah satu akibat lahirnya UU Zakat Nomor 23/2011, Koalisi Masyarakat Zakat (aliansi
pengelola zakat/lembaga amil zakat non negara) mengajukan permohonan uji materiil
terhadap delapan pasal UU Nomor 23/2011 ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2012.

UU Zakat Nomor 23 Tahun 2011 selaku payung peraturn perundangan tentang zakat sendiri,
tidak mewajibkan masyarakat Muslim Indonesia untuk membayar zakat. Hukum wajibnya
zakat lahir dari syariat Islam bukan dari hukum negara.Kedua, ASN yang memilih tidak
membayar zakat kepada negara, melalui pemotongan gaji secara langsung, tak dapat juga
dihukum ataupun dikenakan sansksi. Sebab UU Nomor 23/2011 Tentang Pengelolaan Zakat
tidak menjatuhkan sanksi kepada masyarakat yang tidak membayar zakat. Sanksi yang
tersedia pada Pasal 38 sampai Pasal 41 hanyalah untuk para amil zakat yang tidak berizin dan
bagi mereka yang menyalahgunakan dan zakat untuk tujuan-tujuan melawan hukum.

Maka pendapat saya pribadi untuk pemungutan zakat yang dikelola oleh negara saya
mengikuti saja apalagi negara kita memiliki penganut umat muslim terbesar dan terbanyak
kemudian dalam islam sah-sah saja apabila hal ini dilakukan oleh penguasa/pemerintah
asalkan memiliki aturan yang jelas dan sistem-sistem yang fleksibel dan transparan

2) Dalam system pemerintahan, pajak adalah kewajiban yang


ditetapkan terhadap wajib pajak (WP) yang harus disetorkan
kepada Negara sesuai dengan ketentuan, tanpa mendapat
prestasi kembali dari Negara dan hasilnya digunakan untuk
membiayai pengeluaran umum di satu pihak dan untuk
merealisasikan sebagian tujuan ekonomi, sosial, politik dan juga
tujuan-tujuan lain yang ingin dicapai Negara.
Sedankan zakat adalah hak tertentu yang diwajibkan
Allah SWT terhadap kaum Muslimin yang diperuntukkan bagi
mereka, yang dalam al-Quran disebut dengan golongan fakir
miskin dan para mustahik yang lain sebagai tanda syukur atas
nikmat Allah SWT dan untuk mendekatkan diri kepada-Nya
serta untuk membersihkan diri dan harta yang dimiliki.

Pertama, pemotongan zakat kepada masyarkat tersebut tak dapat diwajibkan. Sifatnya adalah
anjuran.

Alasannya, UU Zakat Nomor 23 Tahun 2011 selaku payung peraturn perundangan tentang
zakat sendiri, tidak mewajibkan masyarakat Muslim Indonesia untuk membayar zakat.
Hukum wajibnya zakat lahir dari syariat Islam bukan dari hukum negara.Kedua, masyarakat
yang memilih tidak membayar zakat kepada negara, melalui pemotongan gaji secara
langsung, tak dapat juga dihukum ataupun dikenakan sansksi. Sebab UU Nomor 23/2011
Tentang Pengelolaan Zakat tidak menjatuhkan sanksi kepada masyarakat yang tidak
membayar zakat. Sanksi yang tersedia pada Pasal 38 sampai Pasal 41 hanyalah untuk para
amil zakat yang tidak berizin dan bagi mereka yang menyalahgunakan dan zakat untuk
tujuan-tujuan melawan hukum.

Ketiga, pengenaan zakat kepada masyarakat, harus dipastikan dapat mengurangi Penghasilan
Kena Pajak sesuai mandat UU Nomor 23/2011 Pasal 22. Idealnya, zakat bisa langsung
mengurangi pajak, sepertu halnya di Malaysia, tempat pembayaran zakat kepada lembaga
zakat resmi (Pusat Pungutan Zakat/PPZ) bisa mengurangi pajak. Namun, kerangka
kelembagaan dan dukungan perundangan-undangan di Indonesia belum
memungkinkan.Keempat, para masyarakat tetap harus diberikan pilihan untuk membayar
zakatnya ke lembaga zakat nonnegara (lembaga amil zakat) karena UU Nomor 23 Tahun
2011, tidak memaksa pembayaran zakat hanya kepada Baznas.

Demikian pula, pada Inpres Nomor 3 Tahun 2014, Instruksi Presiden hanya bersifat imbauan
untuk mengoptimalkan, pengumpulan zakat masyarakat kepada Baznas, bukan bersifat
paksaan. Hal ini menjadi penting karena keberadaan LAZ tak dapat dipisahkan dari
perkembngan dan kemajuan gerakan zakat di Indonesia. bahkan, ada masa pengumpulan
zakat yang dilakukan LAZ mengungguli BAZ.

Kelima, pengelola zakat untuk masyarakat harus memperhatikan kondisi. Apakah betul
masyarakat berstatus wajib zakat (muzzaki) dan hartanya memenuhi syarat sesuai syariat
untuk dikeluarkan zakatnya? Untuk itu, proses penyadaran dan penanaman pemahaman
kepada masyarakat tentang urgensi dan hukum zakat harus berbanding lurus dengan
semangat pengelola zakat untuk memungut zakat masyarakat.

Referensi :

https://www.kemenkeu.go.id/
https://law.ui.ac.id/
https://journal.iainkudus.ac.id/
https://dspace.uii.ac.id/
https://adoc.pub/

Anda mungkin juga menyukai