Anda di halaman 1dari 12

PEMBATALAN PERKAWINAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1

TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN


TAMI RUSLI
Dosen Fakultas Hukum Universitas Bandar Lampung Jl. ZA Pagar Alam No 26 Labuhan
Ratu Bandar Lampung

ABSTRACT

To perform a marriage must meet the requirements defined religion as well as those
determined by the law of marriage. If marriages already performed but do not meet
the requirements that have been determined, it can be proposed cancellation.The
problem in this study is how the legal consequences of annulment of marriage that has
been decided by the Religious The research method used in this thesis is a normative
approach legal research done by literature study with an assessment of secondary
legal materials. Analysis of the data used is the juridical qualitative then the
conclusion-is-deductively. From the results of this study concluded that annulment of a
marriage that began after court ruling has binding legal force and effect from the time
of the marriage, the decision annulment of marriage does not apply retroactively to
children born of the marriage and community-property.
Keywords: Application for annulment of marriage, Act No. 1 of 1974.

I. PENDAHULUAN menghiasi kehidupan keluarga dan


sekaligus merupakan kelangsungan hidup
Perkawinan merupakan salah satu manusia secara bersih dan berkehormatan.
hal penting dalam kehidupan manusia, Perkawin an merupakan awal dari proses
baik perseorangan maupun kelompok. perwujudan dari suatu bentuk kehidupan
Melalui perkawinan yang dilakukan manusia.
menurut aturan hukum yang mengatur Oleh karena itu, perkawinan bukan
mengenai perkawinan ataupun menurut sekedar pemenuhan kebutuhan biologis
hukum agama masing-masing sehingga semata, tetapi lebih dari sekedar itu.
suatu perkawinan dapat dikatakan sah, Dengan adanya perkawinan, diharapkan
maka pergaulan laki-laki dan perempuan dapat ter capainya tujuan perkawinan
terjadi secara terhormat sesuai kedudukan sebagaimana yang diatur dalam Undang-
manusia sebagai mahluk yang undang atau aturan hukum dan juga sesuai
berkehormatan. Dengan terciptanya suatu dengan ajaran agama yang dianut.
perkawin an yang sah antara laki-laki dan Mengenai perkawinan diatur dalam
perempuan, diharapkan dapat menciptakan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
pergaulan hidup rumah tangga yang (untuk selanjutnya disebut dengan UU
damai, tentram, dan mewujudkan rasa Perkawinan).
kasih sayang diantara suami istri. Sebelum adanya Undang-Undang
Suatu kehidupan rumah tangga yang Perkawinan di Indonesia berlaku berbagai
tercipta dari adanya perkawinan akan hukum perkawinan bagi berbagai
terasa menjadi lebih sempurna dengan golongan warga negara dan berbagai
hadirnya buah hati atau anak keturunan daerah. Oleh karena itu, untuk mengatasi
dari hasil perkawinan yang sah. Anak pluralisme di bidang hukum perkawinan,
tersebut dapat
maka dibentuklah Undang-undang yang Berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat
mengatur mengenai perkawinan secara (1) UU Perkawinan, maka bagi Warga
nasional, yang berlaku bagi seluruh warga Negara Indonesia yang beragama Islam
negara Indonesia. yang hendak melaksanakan perkawinan
Hal tersebut ditegaskan dalam Pasal harus memenuhi ketentuan-ketentuan
66 UU Perkawinan yang menyatakan, tentang perkawinan yang telah diatur
bahwa : ”Untuk per kawinan dan segala dalam hukum perkawinan Islam. Demikian
sesuatu yang berhubungan dengan juga bagi Warga Negara Indonesia yang
perkawinan berdasarkan atas Undang- beragama selain Islam yang hendak
Undang ini, maka dengan berlakunya melaksanakan perkawinan, maka yang
Undang-Undang ini ketentuan-ketentuan menjadi dasar pelaksanaan perkawinan
yang diatur dalam Kitab Undang-Undang adalah ketentuan-ketentuan tentang per
Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), kawinan yang telah diatur menurut hukum
Ordonansi Perkawinan Indonesia Kristen agama dan kepercayaannya masing-
(Huwelijks Ordonnantie Christen masing.
Indonesiers S.1933 No. 74), Peraturan Oleh karena itu dapat dikata kan,
Perkawinan Campuran (Regeling op de bahwa pada dasarnya ketentuan-ketentuan
gemengde Huwelijken S. 1898 No. 158), mengenai perkawinan yang terkandung
dan peraturan-peraturan lain yang dalam Undang-Undang Perkawinan
mengatur tentang perkawinan sejauh telah tersebut adalah mendasarkan pada ajaran-
diatur dalam Undang-Undang ini, ajaran agama. Sehingga sah atau tidaknya
dinyatakan tidak berlaku”. perkawinan, ditentukan menurut hukum
Untuk kelancaran pelaksanaan UU masing-masing agamanya. Apabila dalam
Perkawinan tersebut, pemerintah melaksanakan perkawinan tidak memenuhi
mengeluarkan Peraturan Pemerintah syarat-syarat sahnya perkawinan, maka
Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1975 perkawinan tersebut dapat di batalkan.
tentang Pelaksanaan Undang-Undang Pembatalan perkawinan, berarti
Nomor 1 Tahun 1974. Mengenai menganggap perkawinan yang telah
pengertian perkawinan tertuang dalam dilakukan sebagai peristiwa yang tidak sah
Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun atau dianggap tidak pernah ada. Menurut
1974 yang menyatakan, bahwa perkawinan Undang-Undang Perkawinan, pengaturan
ialah ikatan lahir batin antara seorang pria secara menyeluruh me ngenai pembatalan
dengan seorang wanita sebagai suami isteri perkawinan terdapat dalam Pasal 22
dengan tujuan membentuk keluarga sampai dengan Pasal 28, dan peraturan
(rumah tangga) yang bahagia dan kekal pelaksanaannya hanya menentukan tentang
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. pembatalan perkawinan seperti tersebut
Selanjutnya dalam Pasal 2 Undang- dalam Pasal 27 dan Pasal 28.
Undang Nomor 1 Tahun 1974 di nyatakan, Pembatalan perkawinan, selain
bahwa perkawinan adalah sah apabila dikarenakan perkawinan yang tidak
dilakukan menurut hukum masing-masing memenuhi syarat-syarat perkawinan, dapat
agamanya dan kepercayaannya itu. disebabkan pula karena perkawinan
Oleh karena itu, dapat dikatakan dilangsungkan dengan menggunakan wali
bahwa unsur religius atau keagamaan nikah yang tidak sah sebagaimana yang
merupakan salah satu hal yang sangat telah diatur dalam Pasal 26 ayat (1) UU
mendasar dalam suatu perkawinan karena Perkawinan yang menyatakan bahwa
sah atau tidaknya suatu perkawinan perkawinan yang dilangsungkan dimuka
ditentukan ber dasarkan hukum agama dan pegawai pencatat per kawinan yang tidak
kepercayaan masing-masing pihak. berwenang, wali-nikah yang tidak sah atau
yang dilangsungkan tanpa dihadiri oleh 2

Pembatalan Perkawinan Berdasarkan Undang-Undang Nomo ..... ( Tami Rusli ) 157


(dua) orang saksi dapat dimintakan memutuskan perkara pem batalan
pembatalannya oleh para keluarga dalam perkawinan yang ditangani nya.
garis keturunan lurus keatas dari suami Berdasarkan uraian latar belakang di atas,
atau istri, jaksa dan suami atau istri. penulis tertarik untuk meneliti masalah
Jika para pihak yang me langsungkan pembatalan perkawinan dengan judul
perkawinan ber agama Islam, maka :Permohonan Pembatalan Per kawinan
ketentuan mengenai wali nikah tersebut Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1
juga diatur dalam Kompilasi Hukum Tahun 1974 Tentang Perkawinan
Islam, yaitu Pasal 20 ayat (1) yang
menyatakan bahwa ”Yang bertindak II. PEMBAHASAN
sebagai wali nikah ialah seorang laki-laki
Pengertian Pembatalan Perkawin an
yang memenuhi syarat hukum Islam yakni
Muslim, Aqil dan Baligh” Selain itu di Dalam Undang-Undang Nomor 1
dalam Pasal 20 ayat (2) Kompilasi Hukum Tahun 1974 tidak mengatur mengenai
Islam juga menyebutkan bahwa wali nikah pengertian pembatalan perkawinan, begitu
tersebut terdiri dari Wali Nasab dan Wali juga Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun
Hakim. 1975 yang merupakan pelaksana dari
Pembatalan perkawinan hanya dapat Undang-undang tersebut, sehingga tidak
dilakukan dengan putusan Pengadilan. ada satupun peraturan yang mengatur
Dengan adanya putusan Pengadilan yang mengenai pengertian pembatalan
membatalkan perkawinan, maka perkawinan. (Ahmad Azhar Basyir,
perkawinan yang telah terjadi dianggap Op.Cit, hlm. 45).
tidak pernah ada. Meskipun perkawinan Dalam Pasal 22 Undang-Undang
tersebut dianggap tidak pernah ada, tidak Nomor 1 Tahun 1974 hanya menyebutkan
serta merta menghilangkan akibat hukum ”perkawinan dapat dibatalkan apabila para
dalam perkawinan yang pernah pihak tidak memenuhi syarat-syarat untuk
dilaksanakan. melangsungkan perkawinan”.
Selain daripada yang telah Selanjutnya dalam penjelasan nya
dikemukakan di atas, pembatalan disebutkan bahwa pengertian ”dapat” pada
perkawinan juga mempunyai arti yang pasal ini diartikan bisa batal atau bisa tidak
sangat penting, hal tersebut dikarenakan batal, bilamana ketentuan hukum
dari perkawinan yang dibatalkan akan agamanya masing-masing tidak
berdampak bukan hanya bagi pasangan menentukan lain. Dengan demikian
perkawinan saja namun juga berdampak menurut pasal tersebut, perkawinan yang
bagi pihak-pihak yang berhubungan tidak memenuhi syarat perkawinan itu
dengan perkawinan tersebut, seperti harta dapat batal atau dapat tidak batal.
benda dalam perkawinan sebagaimana Kemudian dalam Pasal 37 Peraturan
yang diatur dalam Pasal 35 UU Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975
Perkawinan. Apabila pembatalan dijelaskan bahwa ”batalnya suatu
dilakukan setelah mempunyai keturunan perkawinan hanya dapat diputuskan oleh
atau anak maka berdampak pula pada anak pengadilan”. Hal ini disebabkan mengingat
yang dilahirkan dari suatu perkawinan pembatalan perkawinan dapat membawa
yang dibatalkan sebagaimana yang diatur akibat hukum, baik terhadap suami istri itu
dalam Pasal 45 ayat (1) dan Pasal 46 ayat sendiri, anak-anak yang dilahirkan maupun
(1) UU Perkawinan. terhadap pihak ketiga sehingga pembatalan
Dalam hal mengambil suatu perkawinan tidak diperkenankan terjadi
keputusan, Hakim Pengadilan Agama oleh instansi di luar pengadilan.
sudah seharusnya mem punyai Demikian juga dalam Pasal 85 KUH
pertimbangan-pertimbangan dalam Perdata yang menyatakan bahwa

158 PRANATA HUKUM Volume 8 No 2 Juli 2013


”Pembatalan perkawinan hanya dapat Jadi pengertian pembatalan
dinyatakan oleh pengadilan”. Walaupun perkawinan menurut kamus hukum adalah
dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun : suatu tindakan pembatalan suatu
1974 maupun peraturan-peraturan lain perkawinan yang tidak mempunyai akibat
yang mengatur tentang perkawinan tidak hukum yang dikehendaki karena tidak
menjelaskan akan pengertian pembatalan memenuhi syarat-syarat yang ditentukan
perkawinan, namun pengertian pembatalan oleh hukum atau Undang-undang.
perkawinan tersebut dapat diambil dari Dari beberapa pengertian pembatalan
beberapa pendapat para sarjana. perkawinan tersebut di atas, dapat ditarik
Pengertian pembatalan perkawinan kesimpulan sebagai berikut :
menurut Bakri A.Rahman dan Ahmad
Sukardja adalah Pembatalan perkawinan 1. Bahwa dalam pembatalan perkawinan,
ialah suatu perkawinan yang sudah terjadi suatu perkawinan tersebut sudah
dapat dibatalkan, apabila pihak tidak terjadi;
memenuhi syarat-syarat untuk 2. Perkawinan tersebut dilakukan dengan
melangsungkan perkawinan, dan tidak memenuhi syarat-syarat
pembatalan suatu perkawinan tersebut perkawinan;
hanya dapat diputuskan oleh pengadilan. 3. Pembatalan perkawinan hanya dapat
(Bakri A.Rahman dan Ahmad Sukardja, dilakukan oleh pengadilan;
Hukum menurut Islam, UUP dan Hukum Dalam ilmu hukum dapat ditemukan
Perdata/BW, PT. Hidakarya Agung, adanya perkawinan yang batal demi
Jakarta, 1981, hlm. 36). hukum, hal ini dapat dilihat dari
Pengertian pembatalan per kawinan pandangan Wibowo Reksopradoto, yang
menurut Riduan Syahrani menyebutkan menyatakan bahwa dalam pembatalan
bahwa pembatalan perkawinan ialah perkawinan selalu harus ada keputus an
bahwa suatu perkawinan dapat dibatalkan pengadilan yang menyatakan bahwa
apabila perkawinan itu dilangsungkan oleh perkawinan dianggap tidak ada atau batal.
para pihak (suami istri) atau salah satu Jadi tiap-tiap pembatalan harus ada
pihak (suami istri) terbukti tidak keputusan pengadilan, tidak dengan
memenuhi syarat-syarat untuk sendirinya demi hukum batal, hanya dalam
berlangsungnya perkawinan. (Riduan satu hal yaitu perkawinan yang
Syahrani, Abdurrahman, Masalah- dilangsungkan dengan perantaraan seorang
masalah hukum perkawinan di Indonesia, kuasa, jika sebelum perkawinan
PT. Media Sarana Press, Jakarta, 1986, dilangsungkan, pihak yang memberi kuasa
hlm. 36). dengan sah telah kawin dengan orang lain.
Sementara itu dalam kamus Dalam hal oleh Undang-undang
hukum, pengertian pembatalan perkawinan dianggap tidak pernah berlangsung
berasal dari dua kata, yaitu ”batal” dan perkawinan, sehingga batal demi hukum.
”kawin”. ”Batal” artinya tidak berlaku, Demikian juga perkawinan pria dengan
tidak sah, tidak mempunyai akibat hukum pria atau wanita dengan wanita, dianggap
yang dikehendaki karena tidak memenuhi tidak pernah ada sehingga batal demi
syarat-syarat yang ditentukan oleh hukum hukum. (Wibowo Reksopradoto, Hukum
atau UU. (Andi Hamzah, Kamus Hukum, Perkawinan Nasional Jilid II Tentang
hlm. 68) Batal dan Putusnya Perkawinan, I’tikad
Sedangkan ”kawin” artinya: suatu Baik, Semarang, 1978, hlm. 107).
hubungan resmi antara seorang pria dan Perkawinan yang batal demi hukum
seorang wanita sebagai suami istri. (Andi seperti dimaksud tersebut, di dalam
Hamzah, Kamus Hukum, hlm. 315). Undang-undang Perkawinan tidak
mengaturnya. Lain halnya dengan KUH

Pembatalan Perkawinan Berdasarkan Undang-Undang Nomo ..... ( Tami Rusli ) 159


Perdata, perkawinan yang batal demi Sementara menurut Pasal 71
hukum itu diatur dalam Pasal 79 ayat Kompilasi Hukum Islam, perkawinan
(2), yang berbunyi sebagai berikut: ”Jika dapat dibatalkan apabila :
sebelum perkawinan dilangsungkan, orang
yang memberi kuasa itu dengan sah 1. Seorang suami melakukan poligami
kiranya telah kawin dengan orang lain tanpa izin Pengadilan Agama;
maka perkawinan yang berlangsung 2. Perempuan yang dikawini ternyata
dengan wakil istimewa itu, dianggap kemudian diketahui masih menjadi
sebagai tidak pernah berlangsung”. isteri pria lain yang mafqud (hilang);
3. Perempuan yang dikawini ternyata
Alasan-alasan Pembatalan Per kawinan masih dalam masa iddah dari suami
dan Pihak-pihak yang Berhak lain;
Mengajukan Pembatalan Perkawinan 4. Perkawinan yang melanggar batas
Dalam Pasal 22 Undang-Undang umur perkawinan sebagaimana
Nomor 1 Tahun 1974 dikatakan bahwa ditetapkan dalam Pasal 7 Undang-
perkawinan dapat dibatalkan, apabila para Undang Nomor 1 Tahun 1974;
pihak tidak memenuhi syarat untuk 5. Perkawinan dilangsungkan tanpa wali
melangsung kan perkawinan. Dengan kata atau dilaksanakan oleh wali yang tidak
lain dapat dikatakan bahwa, jika syarat- berhak;
syarat untuk melangsungkan per kawinan 6. Perkawinan yang dilaksanakan dengan
sebagaimana yang diatur dalam Undang- paksaan;
Undang Nomor 1 Tahun 1974 tidak Adapun pihak-pihak yang berhak
terpenuhi maka perkawinan tersebut dapat untuk mengajukan pembatalan perkawinan
dibatalkan. Batalnya suatu per kawinan diatur dalam Pasal 23, 24, 25, 26, dan 27
atau perkawinan dapat dikatakan batal Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974,
dimulai setelah keputusan Pengadilan yaitu:
mempunyai kekuatan hukum yang tetap
1. Para keluarga dalam garis lurus ke atas
dan berlaku sejak saat berlangsungnya
dari suami atau dari istri;
perkawinan. Hal tersebut dinyatakan
2. Suami atau istri itu;
dalam Pasal 28 ayat (1) Undang-
3. Pejabat yang berwenang;
Undang Nomor 1 Tahun 1974.
4. Pejabat yang ditunjuk;
Adapun alasan-alasan yang dapat
5. Jaksa;
diajukan untuk pembatalan perkawinan
6. Suami atau istri yang melangsungkan
dalam Pasal 26 dan 27 Undang-Undang
perkawinan;
Nomor 1 Tahun 1974 yaitu sebagai berikut
7. Setiap orang yang mempunyai
: (Hilman Hadikusuma, Op.Cit, hlm. 81).
kepentingan hukum secara langsung
1. Perkawinan yang dilangsungkan di terhadap perkawinan tersebut, tetapi
hadapan pegawai pencatat perkawinan hanya setelah perkawinan itu putus.
yang tidak berwenang; (Mulyadi,, hlm. 49).
2. Wali nikah yang melakukan Adapun berdasarkan Pasal 73
perkawinan itu tidak sah; Kompilasi Hukum Islam menyebutkan
3. Perkawinan dilangsungkan tanpa bahwa yang dapat mengajukan pembatalan
dihadiri oleh 2 (dua) orang saksi; perkawinan adalah :
4. Perkawinan dilangsungkan di bawah
a. Para keluarga dalam garis keturunan
ancaman yang melanggar hukum;
lurus ke atas dan ke bawah dari suami
5. Ketika perkawinan berlangsung terjadi
atau isteri;
salah sangka mengenai diri suami atau
b. Suami atau isteri;
istri;

160 PRANATA HUKUM Volume 8 No 2 Juli 2013


c. Pejabat yang berwenang mengawasi Kemudian dalam ayat (3) pasal
pelaksanaan per kawinan menurut tersebut dikatakan bahwa : “Hal-hal yang
undang-undang; berhubungan dengan pemanggil an,
d. Para pihak yang berkepentingan yang pemeriksaan pembatalan per kawinan dan
mengetahui adanya cacat dalam rukun putusan pengadilan, dilakukan sesuai
dan syarat perkawinan menurut hokum dengan tata cara tersebut dalam Pasal 20
Islam dan peraturan perundang- sampai Pasal 36 PP ini”.
undangan sebagaimana tersebut dalam Agar lebih jelas, tata cara pembatalan
Pasal 67. perkawinan tersebut diuraikan sebagai
Alasan pembatalan perkawinan oleh berikut :
suami istri atau oleh para keluarga dalam 1. Pengajuan gugatan
garis keturunan lurus ke atas dari suami Permohonan pembatalan suatu
atau istri, ataupun oleh jaksa berdasarkan perkawinan diajukan oleh pihak-pihak
Pasal 26 ayat (2) Undang-Undang Nomor yang berhak mengajukan kepada
1 Tahun 1974 menjadi gugur apabila pengadilan yang daerah hukumnya
mereka telah hidup bersama sebagai suami meliputi tempat berlangsunganya
istri dan dapat memperlihatkan akta perkawinan, atau di tempat kedua
perkawinan yang dibuat pegawai pencatat suami-istri, suami atau istri.
perkawinan yang tidak berwenang dan 2. Pemanggilan
perkawinan harus diperbaharui supaya sah. Pemanggilan terhadap para pihak
Sedangkan alasan pengajuan ataupun kuasanya dilakukan setiap kali
pembatalan perkawinan nomor 4 dan 5 akan diadakan persidangan.
sebagaimana yang telah disebutkan di atas Pemanggilan tersebut dilakukan oleh
dapat diajukan suami atau istri pembatalan juru sita bagi Pengadilan Negeri dan
perkawinan mereka jika perkawinannya petugas yang ditunjuk oleh Ketua
berlangsung di bawah ancaman yang Pengadilan Agama bagi Pengadilan
melanggar hukum, atau pada saat Agama. Pemanggilan harus
berlangsungnya perkawinan ternyata disampaikan kepada pribadi yang
terjadi kekeliruan tentang diri orangnya, bersangkutan, apabila tidak dapat
misalnya kekeliruan terhadap suami atau dijumpai, pemanggilan dapat
istri yang dikawinkan itu, oleh karena yang disampaikan melalui surat atau yang
seharusnya dikawinkan bukan diri suami dipersamakan dengannya. Pemanggilan
atau diri istri tersebut. Yang dimaksud tersebut harus dilakukan dengan cara
“diri” di sini adalah “tubuh luar”, bukan yang patut dan sudah diterima oleh para
“tubuh dalam” atau penyakit tertentu. pihak atau kuasanya, selambat-
(Mulyadi, Op.Cit, hlm. 49). lambatnya 3 (tiga) hari sebelum sidang
dibuka, dan kepada tergugat harus pula
Tata Cara Pembatalan Perkawinan dilampiri salinan surat gugatan.
Berdasarkan Pasal 38 ayat (2) Selain pemanggilan dengan cara
Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun tersebut di atas, dalam hal tempat
1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang kediaman tergugat tidak jelas atau tidak
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan mempunyai tempat kediaman yang
menyebutkan bahwa : “Tata cara tetap, pemanggilan dilakukan dengan
pengajuan permohonan pembatalan cara menempelkan gugatan pada papan
perkawinan dilakukan sesuai dengan tata pengumuman di pengadilan dan
cara pengajuan gugatan perceraian”. Jadi, mengumumkan melalui 1 (satu) atau
tata cara yang dipakai untuk permohonan beberapa surat kabar atau mass media
pem batalan perkawinan sama dengan tata lain yang ditetapkan oleh pengadilan
cara pengajuan permohonan percerai an. yang dilakukan sebanyak 2 (dua) kali

Pembatalan Perkawinan Berdasarkan Undang-Undang Nomo ..... ( Tami Rusli ) 161


dengan tenggang waktu 1 (satu) bulan alasan-alasan yang ada sebelum
antara pengumuman pertama dan perdamaian dan telah diketahui oleh
kedua. Apabila tergugat bertempat penggugat pada waktu tercapainya
tinggal di luar negeri, panggilan perdamaian.
disampaikan oleh pengadilan melalui Ketentuan tentang perdamaian ini
perwakilan Republik Indonesia memang sangat layak dan penting dimuat
setempat. dalam gugatan pembatalan perkawinan ini,
karena memang apabila mungkin supaya
3. Persidangan pembatalan perkawinan tersebut tidak
Persidangan untuk memeriksa gugatan terjadi. Di samping itu dalam acara perdata
pembatalan perkawinan harus usaha mendamaikan oleh pengadilan
dilakukan oleh pengadilan selambat- terhadap yang berperkara juga diatur dan
lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah merupakan hal yang penting. (Wantjik
diterimanya surat gugatan di Saleh, hlm. 50).
kepaniteraan. Dalam menetapkan hari 1. Putusan
sidang itu, perlu sekali diperhatikan Meskipun pemeriksaan gugatan
tenggang waktu antara pemanggilan pembatalan perkawinan dilakukan dalam
dan diterimanya panggilan itu oleh sidang tertutup, tetapi pengucapan
yang berkepentingan. putusannya harus dilakukan dalam sidang
Khusus bagi gugatan yang tergugatnya terbuka. Batalnya perkawinan dimulai
bertempat tinggal di luar negeri, setelah putusan pengadilan mempunyai
persidangan ditetapkan sekurang- kekuatan hukum tetap dan berlaku sejak
kurangnya 6 (enam) bulan terhitung saat berlangsungnya perkawin an.
sejak dimasukkannya gugatan Demikianlah tata cara gugatan
pembatalan perkawinan itu. Para pihak pembatalan perkawinan yang berdasarkan
yang berperkara yakni suami dan istri pada ketentuan Pasal 20 sampai dengan
dapat mengahadiri sidang atau Pasal 36 Peraturan Pemerintah Nomor 9
didampingi kuasanya atau sama sekali Tahun 1975.
menyerahkan kepada kuasanya, dengan Dalam hal putusan yang diberikan
membawa akta nikah dan surat oleh Pengadilan Agama, dalam Pasal 36
keterangan lainnya yang diperlukan. ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 9
Apabila telah dilakukan pemanggilan Tahun 1975 disebutkan bahwa panitera
yang sepatutnya, tapi tergugat atau Pengadil an Agama selambat-lambatnya 7
kuasanya tidak hadir, maka gugatan itu (tujuh) hari setelah pembatalan
dapat diterima tanpa hadirnya tergugat, perkawinan diputuskan, menyampai kan
kecuali kalau gugatan tersebut tanpa putusan yang telah mempunyai kekuatan
hak atau tidak beralasan. Pemeriksaan hukum tetap itu kepada Pengadilan Negeri
perkara gugatan pembatalan untuk dikukuhkan.
perkawinan dilakukan pada sidang Dengan berlakunya Undang-Undang
tertutup. Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan
Agama pada Tanggal 29 September 1989,
4. Perdamaian pengukuhan putusan Pengadilan Agama
oleh Pengadilan Negeri yang terdapat
Sebelum dan selama perkara gugatan dalam ketentuan Undang-undang
belum diputuskan pengadilan harus Perkawinan, tidak diberlakukan lagi.
berusaha mendamaikan kedua belah Hal tersebut dapat dilihat dalam
pihak yang berperkara. Apabila tercapai penjelasan umum Undang-Undang Nomor
suatu perdamaian, maka tidak dapat 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama
diajukan gugatan pembatalan angka 6 yaitu : “ Peradilan Agama adalah
perkawinan yang baru berdasarkan
162 PRANATA HUKUM Volume 8 No 2 Juli 2013
salah satu dari empat lingkungan peradilan keputusan pengadilan mempunyai
negara yang dijamin kemerdekaan nya kekuatan hukum yang tetap, dan berlaku
dalam menjalankan tugasnya sebagaimana sejak saat berlangsungnya perkawinan.
yang diatur dalam Undang-undang tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Selanjutnya dalam Pasal 28 ayat (2)
Kehakiman”. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
Peradilan Agama yang tentang Perkawinan, menyatakan bahwa
kewenangannya mengadili perkara-perkara keputusan batalnya suatu perkawinan tidak
tertentu dan mengenai golongan rakyat berlaku surut terhadap :
tertentu, yaitu mereka yang beragama
1. Anak-anak yang dilahirkan dari
Islam, sejajar dengan peradilan yang lain.
perkawinan tersebut;
Oleh karena itu, hal-hal yang dapat
2. Suami atau istri yang bertindak dengan
mengurangi kedudukan- kedudukan
i’tikad baik, kecuali terhadap harta
Peradilan Agama oleh Undang-undang ini
bersama, bila pembatalan
dihapus, seperti pengukuhan keputusan
perkawinan didasarkaN atas adanya
Pengadilan Agama oleh Pengadilan
per kawinan lain yang lebih dahulu;
Negeri.
3. Orang-orang ketiga lainnya tidak
Sebaliknya untuk memantap kan
termasuk dalam 1 dan 2 sepanjang
kemandirian Peradilan Agama oleh
mereka memperoleh hak-hak dengan
Undang-undang ini diadakan Juru Sita,
i’tikad baik sebelum keputusan tentang
sehingga Pengadilan Agama dapat
pembatalan mempunyai kekuatan
melaksanakan keputusannya sendiri, dan
hukum tetap.
tugas-tugas kepaniteraan dan
kesekretariatan tidak terganggu oleh tugas- Apabila perkawinan dilaksana kan
tugas kejurusitaan”. tidak memenuhi syarat – syarat sesuai
Oleh karena itu, segala keputusan dengan Undang - Undang Nomor 1 Tahun
Pengadilan Agama termasuk dalam 1974 maka perkawinan itu dapat
masalah pembatalan perkawinan tidak dibatalkan. Karena perkawinan merupakan
dibutuhkan adanya pengukuhan dari perbuatan hukum, tentunya apabila
Pengadilan Negeri. pekawinan itu dibatalkan akan memiliki
akibat hukum. Batalnya suatu perkawinan
dimulai setelah keputusan Pengadilan
Akibat Hukum Pembatalan Perkawinan
mempunyai kekuatan hukum tetap dan
Mengenai pengertian pem batalan
berlaku sejak saat berlangsungnya
perkawinan, baik dalam Undang-Undang
perkawin an. Pembatalan perkawinan
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
memiliki akibat hukum terhadap berbagai
maupun dalam Peraturan Pemerintah
pihak baik pihak yang melaksanakan
Nomor 9 Tahun 1975 Tentang
perkawinan maupun pihak lain yang
Pelaksanaan Undang-Undang Perkawinan
berkaitan dengan adanya perkawinan
tidak mengatur atau menyebutkan secara
tersebut.
tegas.
Mengenai akibat hukum pem batalan
Adapun saat dimulainya pem batalan
perkawinan terhadap putusan pembatalan
perkawinan, beserta akibat hukum yang
perkawinan di Pengadilan Agama
ditimbulkan dengan adanya pembatalan
mencakup 3 (tiga) hal penting, yaitu :
perkawinan oleh Pengadilan Agama
ditentukan dalam Pasal 28 ayat (1) 1. Hubungan suami isteri;
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Akibat hukum pembatalan perkawinan
tentang Perkawinan, menentukan bahwa terhadap hubungan suami isteri adalah
batalnya suatu perkawinan dimulai setelah putusnya hubungan suami istri tersebut,
karena setelah putusan Pengadilan
Pembatalan Perkawinan Berdasarkan Undang-Undang Nomo ..... ( Tami Rusli ) 163
mempunyai kekuatan hukum tetap mereka dapat menikah kembali karena
maka perkawinan batal sejak saat hanya menyangkut larangan menikah
berlangsungnya perkawinan, oleh yang sementara waktu, namun apabila
karena itu perkawinan dianggap tidak keduanya atau salah satu dari keduanya
pernah ada. Hal tersebut sesuai dengan tidak berkehendak, maka tidak dapat
Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang menikah kembali. Terhadap pihak-
Nomor 1 Tahun 1974 tentang pihak yang menikah kembali
Perkawinan, yang menyata kan bahwa pembatalan perkawinan tidak
batalnya suatu perkawinan dimulai membawa akibat apapun.
setelah keputus an pengadilan
mempunyai kekuatan hukum yang tetap 2. Terhadap kedudukan anak
dan berlaku sejak saat berlangsungnya Selain berakibat pada putusnya
perkawinan. hubunngan suami istri batalnya
Pasangan suami istri yang telah perkawinan juga membawa akibat
dibatalkan perkawinannya dengan hukum pembatalan perkawinan
putusan pengadilan yang mempunyai terhadap kedudukan anak, maka
kekuatan hukum tetap, dapat atau terlebih dahulu akan dijelaskan
tidaknya untuk dilakukan per mengenai isi Pasal 42 Undang-Undang
kawinannya kembali dalam Undang- Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Undang Nomor 1 Tahun 1974 tidak Perkawinan, yang menyata kan bahwa
diatur secara tegas. anak yang sah adalah anak yang
Namun, sudah tentu untuk dilahirkan dalam atau sebagai akibat
melakukan perkawinan harus mematuhi perkawinan yang sah.
syarat-syarat perkawinan yang ada Dalam Pasal 42 Undang-Undang
dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun Nomor 1 Tahun 1974 tentang
1974 yang mengatur mengenai Perkawinan diatas mem punyai dua
Perkawinan. penafsiran, pertama bahwa pasal
Boleh tidaknya menikah kembali tersebut mempunyai makna bahwa anak
didasarkan pada 3 (tiga) hal : pertama yang sah menurut Undang- Undang
dilihat dari segi penyebab batalnya tersebut adalah anak yang lahir dari
perkawinan, apabila per kawinan itu perkawinan yang sah. Walaupun
batal karena melanggar syarat-syarat adanya anak itu terjadinya sebelum atau
perkawinan berupa larangan menikah, diluar perkawinan yang sah asalkan
untuk selama-lamanya maka mereka anak itu lahir setelah perkawinan sah
tidak dapat menikah kembali meskipun berlangsung antara pria dan wanita
berkehendak untuk melakukan yang menyebabkan terjadinya anak itu
pernikahan kembali. Kedua, pihak yang maupun antara wanita dan pria yang
perkawinannya dinyatakan batal, dapat bukan bapak biologis dari anak itu,
menikah kembali, tentunya harus secara maka anak tersebut tetap sebagai anak
sah memenuhi syarat-syarat perkawinan yang sah.
baik menurut Undang-Undang Nomor 1 Kemudian makna yang kedua
Tahun 1974 tentang Perkawinan bahwa anak yang sah adalah anak
maupun menurut Hukum Islam. sebagai akibat perkawinan yang sah.
Apabila syarat-syarat per kawinan Dengan kata lain bahwa anak yang sah
yang dilanggar berkenaan dengan anak yang terjadinya sungguh -
larangan menikah yang bersifat sungguh akibat dari hubungan
sementara waktu saja, dan keduanya perkawinan yang sah. Dalam hal ini
berkehendak, maka keduanya dapat anak tersebut lahir setelah adanya
menikah kembali. Ketiga, meskipun

164 PRANATA HUKUM Volume 8 No 2 Juli 2013


perkawinan dari seorang pria dan Dalam hukum positif yaitu
wanita. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
Dengan demikian kata “atau” tentang Perkawinan dan Kompilasi
dalam Pasal 42 Undang - undang Hukum Islam tidak menghendaki anak
Nomor 1 Tahun 1974 mempunyai yang tidak berdosa menjadi korban
makna yang berbeda satu sama lain. perbuatan orang tuanya karenanya
Dari uraian mengenai maksud dari memberikan pengecualian terhadap
Pasal 42 Undang-Undang Nomor 1 anak yang lahir sebagai akibat dari
Tahun 1974 tentang Perkawinan, dapat perkawinan yang tidak sah. Maka,
diketahui bahwa perkawinan yang sah terhadap anak yang terlahir akibat
merupakan penentu dari sah atau perkawinan yang tidak sah tetap
tidaknya seorang anak. Untuk itu akan memiliki hubungan hukum dengan
diuraikan terlebih dahulu mengenai orang tuanya.
syaratnya perkawinan. Mengenai kedudukan anak akibat
Berdasarkan Pasal 42 Undang- dari adanya pembatalan perkawinan,
Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Pasal 28 ayat (2) huruf (a) Undang-
Perkawinan, menegaskan bahwa undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang
perkawinan sah apabila dilakukan Perkawinan menyata kan bahwa
menurut hukum masing-masing agama keputusan pembatalan perkawinan tidak
dan kepercayaannnya, dengan demikian berlaku surut terhadap anak - anak.
untuk orang yang beragama Islam, Batalnya perkawinan tidak akan
sahnya perkawinan dilaksanakan memutuskan hubungan hukum dengan
berdasarkan Hukum Islam. Oleh karena kedua orang tuanya meskipun
itu, apabila perkawinan dilaksanakan hubungan perkawinan orang tuanya
dengan melanggar Hukum Islam, maka putus. Anak tersebut berhak mewaris
perkawinannya tidak sah. terhadap orang tuanya dan kedua orang
Selanjutnya, sahnya per kawinan tua memiliki kewajiban untuk
menurut Hukum Islam ialah apabila memelihara dan mendidik anak
perkawinan itu secara sah memenuhi tersebut.
rukun dan syarat perkawinan. Dengan Kedua penafsiran di atas, tafsiran
demikian, dasar dari sahnya perkawinan kedualah yang selama ini dipergunakan
menurut Undang-Undang Nomor 1 sebagai pertimbangan dalam hal-hal
Tahun 1974 tentang Perkawinan adalah yang berkaitan dengan kedudukan anak,
hukum agama masing-masing dimana perkawinan kedua orang tuanya
sebaliknya apabila perkawinan dibatalkan oleh Putusan Pengadilan.
dilaksanakan dengan tidak me menuhi Hal tersebut mengacu pada Pasal
syarat-syarat perkawinan dalam 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang
tentang Perkawinan ataupun Hukum menyatakan bahwa keputusan
Islam, maka perkawinan tidak sah, pembatalan perkawinan tidak berlaku
sehingga dapat dibatalkan. surut terhadap anak-anak yang
Hal tersebut di atas, sesuai dengan dilahirkan dari perkawinan tersebut.
Pasal 22 Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang 3. Terhadap harta bersama
menyatakan bahwa perkawinan dapat Akibat hukum dari batalnya perkawinan
dibatalkan apabila para pihak tidak terhadap harta bersama terdapat dalam
memenuhi syarat-syarat untuk Pasal 28 Ayat (2) huruf b Undang -
melangsungkan perkawinan. Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan yang menyatakan bahwa

Pembatalan Perkawinan Berdasarkan Undang-Undang Nomo ..... ( Tami Rusli ) 165


suami atau istri yang bertindak dengan istri untuk mengatur sesuai dengan
i’tikad baik, kecuali terhadap harta kebijaksanaan masing masing.
bersama, bila pembatalan perkawinan Pembagian harta bersama diserahkan
didasarkan atas adanya perkawinan lain kepada masing - masing pihak sesuai
yang lebih dahulu. dengan kesepakatan masing - masing
Dari Pasal 28 ayat (2) huruf b pihak.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Mengenai pembagian harta
tentang Perkawinan, dapat ditafsirkan bersama maka harta bersama harus
bahwa terhadap suami istri yang dibagi secara berimbang. Berimbang
bertindak dengan itikad baik dalam arti disini maksudnya adalah sejauh mana
tidak ada unsure kesengajaan untuk masing – masing pihak memasukkan
melangsungkan perkawinan dengan jasa dan usahanya dalam menghasilkan
melanggar hukum yang berlaku, harta bersama tersebut. Jadi apabila
sehingga walaupun perkawinan itu harta bersama itu diperoleh lebih
dibatalkan oleh Pengadilan karena tidak banyak karena usaha suami maka suami
me menuhi syarat - syarat perkawinan memperoleh bagian lebih banyak dan
maka tetap ada pembagian harta apabila harta tersebut lebih banyak
bersama. diperoeh karena usaha istri maka bagian
Pembagian harta bersama sesuai istri lebih banyak.
dengan pembagian harta bersama
karena perceraian. Mengenai III. PENUTUP
pengaturan harta bersama akibat dari
batalnya perkawinan lebih lanjut diatur Akibat hukum dari pembatalan
dalam Pasal 37 Undang – Undang perkawinan adalah mencakup 3 (tiga) hal
Nomor 1 Tahun 1974 tentang penting Putusnya hubungan suami istri
Perkawinan yang menyatakan bahwa karena telah melangsungkan perkawinan
bila perkawinan putus karena dengan menggunakan wali nikah yang
perceraian, harta bersama diatur tidak berhak atau tidak sah. Sehingga
menurut hukumnya masing-masing. perkawinan tersebut dianggap tidak pernah
Berdasarkan penjelasan Pasal 37 ada. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 28
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun
tentang Perkawinan, yang dimaksud 1974 tentang Perkawinan, yang
dengan “hukumnya” masing - masing menyatakan bahwa batalnya suatu
adalah hukum agama, hukum adat dan perkawinan dimulai setelah keputusan
hukum - hukum lainnya. Mengingat pengadilan mempunyai kekuatan hukum
Pengadilan Agama menangani perkara yang tetap dan berlaku sejak saat
bagi orang yang beragama Islam maka berlangsungnya perkawinan. Mengenai
pengaturan harta bersama akibat dari anak yang dilahirkan dari perkawinan
pembatalan perkawinan menggunakan seorang wanita dengan seorang pria yang
Hukum Islam. dibatalkan oleh keputusan pengadilan,
Menurut hukum Islam harta dengan dasar Pasal 28 ayat (2) huruf a
kekayaan suami dan harta kekayaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
istri adalah terpisah satu dengan yang tentang Perkawinan, yang menyatakan
lainnya yakni harta bawaan masing- bahwa keputusan pembatalan perkawinan
masing atau harta yang diperoleh tidak berlaku surut terhadap anak-anak
setelah mereka terikat dalam hubungan yang dilahirkan dari perkawinan tersebut,
perkawinan. Terpisahnya harta milik maka kedudukan anak yang lahir sebagai
suami dan harta milik istri tersebut akibat perkawinan yang dibatalkan,
memberi hak yang sama bagi suami dan dianggap sebagai anak sah, sehingga

166 PRANATA HUKUM Volume 8 No 2 Juli 2013


berhak atas pemeliharaan, pembiayaan Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974
serta waris dari kedua orang tuanya. tentang Perkawinan;
Mengenai harta bersama, keputusan
pembatalan perkawinan tidak berlaku surut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989
terhadap harta bersama sesuai dengan tentang Peradilan Agama
Pasal 28 ayat (2) huruf b Undang-Undang sebagaimana yang telah diubah
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. dengan Undang-Undang Nomor 3
Pembagian harta bersama harus dibagi Tahun 2006 tentang Peradilan
secara berimbang. Agama dan terakhir diubah dengan
Undang-Undang Nomor 50 Tahun
2009 tentang Perubahan Kedua atas
DAFTAR PUSTAKA Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1989 tentang Peradilan Agama;
BUKU-BUKU :
Ahmad Azhar Basyir., Hukum Perkawinan
Islam, Ctk. Kesembilan, UII Press, SUMBER LAIN :
Yogyakarta, 2000.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Bakri A.Rahman dan Ahmad Sukardja., Indonesia, Kamus Besar Bahasa
Hukum menurut Islam, UUP dan Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta,
Hukum Perdata/BW, PT. Hidakarya 2001.
Agung, Jakarta, 1981.
Laporan Tahunan Perkara Pengadilan
K.Wantjik Saleh., Hukum Perkawinan Agama Tanjungkarang Klas IA
Indonesia, Ctk. Keenam, Ghalia Tahun 2008-2012.
Indonesia, Jakarta, 1980.
Mulyadi., Hukum Perkawinan Indonesia,
Badan Penerbit Universitas
Diponegoro, Semarang, 2008.
Riduan Syahrani, Abdurrahman., Masalah-
masalah hukum perkawinan di
Indonesia, PT. Media Sarana Press,
Jakarta, 1986.
Taufiq Hamami, Hukum Acara Perdata
Agama, Teori dan Prakteknya
Dalam Proses Peradilan Agama,
Cet. I, PT. Tatanusa, Jakarta, 2004.

UNDANG-UNDANG-DAN
PERATURAN LAINNYA :
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
(Burgelijk Wetboek);
Undang-Undang Dasar 1945

Pembatalan Perkawinan Berdasarkan Undang-Undang Nomo ..... ( Tami Rusli ) 167

Anda mungkin juga menyukai