Anda di halaman 1dari 18

PRINSIP YANG TERKANDUNG DALAM SILA PERTAMA KETUHANAN YANG

MAHA ESA
Oleh
1. Ameilia Serlinur L.
2. Avika Nola A.
3. Miftahul Anam
4. Muhammad Syahir Z. S.

MENGINGAT KEMBALI ARTI PANCASILA


Aminullah dalam jurnalnya yang berjudul Pendidikan Pancasila dan Agama menulis bahwa
Pancasila terdiri dari dua kata dari bahasa sanskerta, yakni panca yang berarti lima dan sila
yang berarti batu sendi, alas dasar. Sila juga dapat berarti asas, dasar ataupun prinsip. Dapat
disimpulkan bahwa arti keseluruhan pancasila sendiri berarti lima dasar yanng
melatarbelakangi perilaku seseorang atau bangsa. Pancasila merupakan dasar negara dan
ideologi negara. Maksud dari dasar negara yaitu pancasila sebagai dasar pedoman dalam
mengatur pemerintahan atau penyelenggaraan negara. Dan ideologi negara yang berarti
pancasila berperan sebagai pedoman sekaligus sebagai landasan manusia dalam berperilaku
guna mencapai tujuan dan cita-cita bangsa Indonesia.
BUNYI PANCASILA
Adapun bunyi pancasila yang 5, yakni:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

SIMBOL SILA PERTAMA “KETUHANAN YANG MAHA ESA”


Gambar bintang berwarna kuning keemasan, memiliki lima sudut dengan latar belakang
berwarna hitam. Bintang dalam simbol pancasila ini melambangkan cahaya kerohanian yang
dipancarkan Tuhan pada setiap manusia. Simbol bintang bersudut lima juga melambangkan
cahaya yang menerangi dasar negara yang terdiri dari 5 sila. Sedangkan latar berwarna hitam
melambangkan warna alam atau warna asli yang menunjukkan bahwa Tuhan bukanlah
sekedar rekaan manusia, tetapi sumber dari segalanya dan telah ada sebelum segala sesuatu di
dunia ini ada. Simbol inilah yang digunakan untuk melambangkan sila pertama yakni sila
Ketuhanan Yang Maha Esa.

PRINSIP NILAI-NILAI YANG TERKANDUNG DALAM PANCASILA SILA


PERTAMA
Sila pertama “Ketuhanan Yang Maha Esa”
Pada dasarnya sila pertama ini mencakup prinsip-prinsip yang menjadi hal penting untuk
diterapkan dalam kehidupan Bangsa Indonesia. Sila pertama ini memiliki nilai yakni
ketuhanan, hal ini berhubungan dengan keyakinan, spiritual, ketakwaan dan toleransi.
1. Menegaskan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang ber-Tuhan dan
menolak paham anti Tuhan (atheisme)
Meskipun Indonesia bukan negara agama, bukan juga negara sekuler dan merupakan negara
hukum, namun Indonesia adalah negara yang berketuhanan. Jadi, bagi siapapun yang
mengatakan bahwa dirinya tidak bertuhan, tentu hal tersebut telah bertentangan dengan dasar
negara yakni pancasila. Di beberapa negara mungkin atheis adalah sebuah pilihan yang
disahkan dan dihargai oleh masyarakat dalam negara tersebut. Akan tetapi, atheis tidak dapat
diterima di Indonesia dikarenakan hal tersebut sangat bertentangan dengan dasar negara dan
ideologi negara yaitu Pancasila. Warga negara Indonesia mengakui beberapa agama untuk
tumbuh dan berkembag di Indonesia, sehingga tidak ada tempat bagi siapapun yang
merupakan atheis untuk tumbuh dan mengembangkan agamanya di Indonesia. Dalam hukum
pidana diatur tentang larangan melakukan penodaan agama dan larangan bagi orang-orang
yang menyebarkan paham anti Tuhan atau mengajak orang lain menjadi atheis.
Jurnal Aminillah juga mengutip mengenai pentingnya dasar ketuhanan pada pidato Ir.
Soekarno pada 1 Juni 1945 ketika berbicara mengenai dasar negara (philosophische
grondslag) yang menyatakan, “Prinsip Ketuhanan! Bukan saja bangsa Indonesia ber-Tuhan,
tetapi masing-masing orang Indonesia hendaknya ber-Tuhan. Tuhannnya sendiri. Yang
Kristen menyembah Tuhan menurut Isa Al Masih, yang Islam menurut petunjuk Nabi
Muhammad s.a.w, orang Budha menjalankan ibadatnya menurut kitab-kitab yang ada
padanya. Tetapi marilah kita semua ber-Tuhan. Hendaknya Negara Indonesia ialah negara
yang tiap-tiap orangnya dapat menyembah Tuhannya dengan leluasa. Segenap rakyat
hendaknya ber-Tuhan.
Dari kutipan tersebut sudah sangat jelas bahwa bangsa Indonesia merupakan bangsa yang
berketuhanan Yang Maha Esa. Dan menjadi konsekuensi untuk setiap masyarakat memiliki
hak asasi untuk memeluk suatu agama dan menjalankan ibadah sesuai agama yang dipeluk.
Sehingga seperti yang sebelumnya tertulis, bahwa negara Indonesia berdasar atas Ketuhanan
Yang Maha Esa, dimana setiap dari seorang warga agar dapat menggunakan haknya untuk
memeluk agama. Oleh karena itu, tidak ada tempat bagi atheisme dan sekularisme, karena
hakikartnya manusia berkedudukan kodrat sebagai makhluk Tuhan.
Disimpulkan ideologi Pncasila mendudukkan agama pada posisi yang sangat terhormat, yang
di posisikan menjadi sila yang pertama yang ini berarti agama menjadi basis paling mendasar
dari sila-sila lainnya. Agama menjadi kewajiban dalam konteks ideologi negara, yang setiap
masyarakat diberi hak dan ruang untuk memilih agama sesuai keyakinannya, bukan untuk
memilih beragama atau tidak beragama.
Secara prinsip, Indonesia tidak mengakui keberadaan atheis, hal ini dapat dinyatakan secara
meyakinkan bahwa Indonesia bukan negara sekuler. Hal tersebut dapat dilihat bahwa
pengakuan akan kepercayaan yang berketuhanan yang Maha Esa, namun di sisi lain tidak
boleh ada pemaksaan agama dan kepercayaan kepada orang lain. Tidak ada larangan juga
terhadap warga menjadi atheis atau agnostik. Setidaknya tidak ada sanksi pidana bagi mereka
yang memilih atheis atau agnostik) namum adapun sedikit hubungan pidana hukum pidana
yang sedikit berkaitan dengan atheis pada pasal 1564A KUHP, contoh ; penodaan suatu
agama yang di anut di Indonesia, menghasut orang untuk tidak beragama. Warga negara
Indonesia atheis tentu akan mengalami kesulitan dalam ppelayanan publik khususnya dalam
hal pencantuman agama dan perkawinan di Indonesia, mengingat Indonesia adakah negara
yang hanya mengakui kepercayaan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa.
2. Bangsa Indonesia wajib menyembah Tuhannya dan beribadah menurut agama dan
kepercayaannya masing-masing secara leluasa, berkeadaban dan berkeadilan.
Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 Pasal 29 Ayat 1 dan 2 menyatakan bahwa (1)
Negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa; serta (2) Negara menjamin kemerdekaan
tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadah menurut
agama dan kepercayaanya itu. Menegaskan bahwa peranan negara sangat penting dalam
memberikan jaminan bagi setiap penduduk untuk memeluk agamanya dan untuk beribadah
menurut agamanya masing-masing. Negara berfungsi untuk menjamin, memperjuangkan,
mengupayakan, dan membantu agar tiap-tiap penduduk memiliki kebebasan dan keleluasaan
untuk memeluk agamanya serta mengespresikan keberagamannya itu. Negara tidak mengatur
dan mencampuri ibadah dari agama-agama dan kepercayaan, melainkan negara menjamin
agar pemeluk agama dan peribdatannya bisa berjalan dengan baik. Dengan demikian sila ke -
1 dalam Pancasila yaitu “Ketuhanan Yang Maha Esa” membrikan peluang yang amat besar
bagi terwujudnya kerukunan hidup antar umat beragama yang bernaung dibawah Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Indonesia merupakan negara yang wilayah-nya sangat beragam serta meiliki berbagai
pulau –pulau. Tentunya kebergaman tersebut mengahsilkan banyak perbedaan atau
kebragaman, keberagaman agamanya menjadi contoh salah satunya. Kebebasan beragama
dalam perspektif Pancasila sendiri merupakan hal yang snagat jelas. Pancasila sila pertama
berbunyi “Ketuhanan Yang Maha Esa”tentunya telah mendeskripsikan pluralisme agama di
Indonesia. Dalam sila pertama, kita dapat mengetahui bahwa setiap orang berhak memiliki
kepercayaan terhadap Tuhannya masing-masing tanpa harus memandang rendah agama lain,
dalam artian tetap harus menghormati satu sama lain dan negara berhak mengatur agar semua
mendapat perlakuan yang sama atau setara. Pada lambang bintang ini menyadarkan bangsa
Indoensia untuk bisa bersikap menghormati dan menjaga toleransi. Sadarnya bangsa
Indonesia akan dua hal tersebut, maka persatuan dan kesatuan bisa terjaga dengan baik..
Singkatnya, setiap kehidupan yang dijalani dengan menjadikan agama sebagai pedoman
hidup, maka jalan yang ditempuh akan baik. Letak dari lambang bintang ini terhubung
dengan keempat lambang lainnya. Dengan tujuan lambang bintang ini bisa menyatukan
keempat bintang lainnya.
Nilai-nilai sila ke-1, yang pertama adalah Percaya Terhadap Tuhan Yang Maha Esa
sesuai dengan agama yang dianut oleh masing-masing Individu. Nilai pertama ini
mengajarkan umat beragama untuk terus menjalani ibdah sesuai dengan kepercayaan masing-
masing. Nilai kedua yaitu saling menghargai antar umat beragama, dengan sikap saling
menghargai ini akan menjaga kerukunan kita terhadap pemeluk agama lain sepaya bangsa
Indonesia bisa hdiup rukun dan selalu bersama. Dan niai yang terakhir adalah lebih mencintai
lingkungan hidup dna makhluk hidup lainnya. Seperti yang kita tahu bahwa semua yang ada
didnia ini baik alam maupun makhluk hidup adalah ciptaan Tuhan. Mka dari itu, jika kita
mencintai alam dan makhluk hidup itu berarti kita cinta kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Penerapan Sila Ke-1 dalam Kehidupan Sehari-hari:


1.Percaya akan adanya Tuhan Yang Maha Esa, dengan mempercayai bahwa yang ada di
dunia ini adalah ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Beribadah sesuai anjuran dan berpetilaku
baik bisa dikatakan sebagai orang yang percaya bahwa Tuhan itu memang benar-benar ada.
2.Meghormati dan Menghargai Agama Orang Lain, Seperti yang kita tahu bahwa di
Indonesia saat ini banyak terjadi konflik-konflik antara umat beragama namun hal itu tidak
akan terjadi ketika warganya menerapkan perilaku sikap saling mengahargai dan
menghormati agama lain, Perlilaku ini juga dapat menimbulkan rasa cinta antar umat
beragama.
3. Hidup rukun dan damai dengan individu yang berbeda agama
4. Tidak melarang penganut agama lain untuk beribadah
5. Tidak mencemooh agama lain
6. Menjalani perintah Tuhan Yang Maha Esa
7. Bergotong royong dengan penganut agama lain dlam membangun lingkungan. Baik
dilingkungan masyarakat, berbangsa dan bernegara.

3. Bangsa Indonesia melaksanakan perintah agama dan kepercayaannya masing-


masing dengan tetap mengedepankan harmoni dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara
Setiap masing-masing manusia dalam memeluk agama tentu ada peraturan tata cara khusus
untuk beribadah kepada Tuhannya, hal ini wajib dilakukan oleh setiap manusia yang
beragama sesuai ketentuan agama yang dianutnya. Akan tetapi dalam kehidupan
bermasyarakat diperlukannya mengedepankan harmoni dengan tidak mengingkari kewajiban
kita. Ini berarti kita tetap bisa berhubungan dengan siapapun tanpa mengurangi dan
melanggar ibadah kita terhadap Tuhan.
Di Indonesia sendiri, sejak zaman pra-sejarah sudah berkembang berbagai agama dan
kepercayaan, baik agama asli seperti animisme, dinamisme, maupun agama impor yang
dibawa oleh pendatang dari Barat maupun Timur. Agama-agama ini dibawa melalui jalur
perdagangan, politik imperialisme, dan misi agama (gold, glory, and gospel). Semenjak itulah
agama-agama yang ada di Indonesia terus berkembang dan diikuti oleh semakin
bertambahnya jumlah para pemeluk, hingga saat ini tak kurang ada enam agama resmi yang
diakui oleh negara yaitu Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan Konghuchu, ditambah
dengan bermacam-macam aliran/sekte lainnya. Meskipun demikian situasi kerukunan umat
beragama di Indonesia relatif terpelihara dengan baik.
Untuk melihat bagaimana kondisi kerukunan umat beragama di Indonesia, mari kita tinjau
dulu sekilas keadaan Indonesia.
Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia dengan 17.508 pulau, terbentang jauh
memanjang dari Sabang sampai Merauke tak kurang dari 5000 km, sehingga pembagian
waktunya dibagi atas tiga wilayah waktu yaitu Waktu Indonesia bagian Barat (WIB), Waktu
Indonesia bagian Tengah (WITA), dan Waktu Indonesia bagian Timur (WIT).

Sumber daya alam atau kekayaan alam tersebar di daratan maupun perairan seperti laut,
sungai dan danau. Populasinya lebih dari 237 juta jiwa (menurut sensus tahun 2010) dengan
kepadatan penduduk sebesar 124/km persegi. Terdiri dari tak kurang 1.128 suku bangsa
dengan aneka tradisi, adat, budaya dan bahasa yang masih terpelihara hingga kini.
Berpenduduk terbesar keempat di dunia dan negara yang berpenduduk Muslim terbesar di
dunia, meskipun secara resmi bukanlah negara Islam. Dengan kondisi seperti di atas,
menjadikan Indonesia sebagai negara yang memiliki spesifikasi dan keunikan-keunikan
tersendiri.

Secara umum, spesifikasi atau keunikan-keunikan itu antara lain:


a. Indonesia luas wilayahnya menempati urutan ketujuh di dunia.
b. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia.
c. Wilayah Indonesia sedemikian strategis, terletak di antara dua benua dan dua samudra
yang terdiri dari belasan ribu pulau yang bertebaran di sekitar garis khatulistiwa dan alamnya
relatif subur dan indah.
d. Jumlah penduduknya menempati urutan keempat di dunia dan mayoritas beragama Islam.
Khusus mengenai kondisi penduduk Indonesia maka keunikan-keunikannya antara lain,
adalah:
a. Penduduk Indonesia sedemikian majemuk, baik mengenai banyaknya suku bangsa, budaya,
bahasa daerah, agama/kepercayaan yang dianut dan sebagainya.
b. Pada dasarnya bangsa Indonesia cinta damai demi persatuan dan kesatuan bangsa dengan
tidak memasalahkan perbedaan-perbedaan tersebut di atas.
Indonesia sendiri bahkan sejak permulaan sejarahnya telah bercorak majemuk. Oleh karena
itu ungkapan “Bhineka Tunggal Ika” (berbeda-beda tetapi tetap satu) yang disepakati sebagai
simbol pemersatu negara Nusantara ketika berada di bawah kekuasaan Majapahit, merupakan
sebuah simbol pengakuan akan kemajemukan Indonesia dan menjadi sangat tepat untuk
menggambarkan realitas ke-Indonesiaan. Ungkapan itu sendiri mengisyaratkan suatu
kemauan yang kuat, baik di kalangan para pendiri negara, pemimpin maupun di kalangan
rakyat, untuk mencapai suatu bangsa dan negara Indonesia yang bersatu.
Sekalipun terdapat unsur-unsur yang berbeda, namun kemauan untuk mempersatukan bangsa
sesungguhnya mengatasi keanekaragaman itu tanpa menghapuskannya atau mengingkarinya.
Keinginan bersama untuk tetap menghargai perbedaan dan memahaminya sebagai realitas
kehidupan, sesungguhnya dapat menjadi potensi kesadaran etik pluralisme dan
multikulturalisme di Indonesia. Pada dasarnya pula, hal tersebut dapat membentuk
kebudayaan Indonesia masa depan yang bertumpu pada kesadaran akan kemajemukan yang
membangun bangsa Indonesia. (Zubair, t.t).

Memang tidak bisa dipungkiri dengan adanya kemajemukan dalam berbagai hal tersebut
merupakan masalah yang rawan dan sering memicu ketegangan atau konflik antar kelompok
termasuk masalah agama. Kemajemukan atau perbedaan itu tidaklah terjadi dalam satu waktu
saja. Proses yang dialami oleh masing-masing individu dalam masyarakat menciptakan
keragaman suku dan etnis, yang membawa pula kepada bentuk-bentuk keragaman lainnya.
Keadaan ini benar-benar disadari oleh generasi terdahulu, perintis bangsa cikal-bakal negara
Indonesia dengan mencanangkan filosofi keragaman dalam persatuan atau yang dikenal
dengan nama Bhinneka Tunggal Ika itu.

TRI KERUKUNAN UMAT BERAGAMA


Menyadari fakta kemajemukan Indonesia itu, pemerintah telah mencanangkan konsep Tri
Kerukunan Umat Beragama di Indonesia pada era tahun 1970-an. Tri Kerukunan Umat
Beragama tersebut ialah kerukunan intern umat beragama, kerukunan antar umat beragama,
dan kerukunan antara umat beragama dengan pemerintah.

Tujuan utama dicanangkannya Tri Kerukunan Umat Beragama di Indonesia adalah agar
masyarakat Indonesia bisa hidup dalam kebersamaan, sekalipun banyak perbedaan. Konsep
ini dirumuskan dengan teliti dan bijak agar tidak terjadi pengekangan atau pengurangan hak-
hak manusia dalam menjalankan kewajiban dari ajaran-ajaran agama yang diyakininya. Pada
gilirannya, dengan terciptanya tri kerukunan itu akan lebih memantapkan stabilitas nasional
dan memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa.

Pertama: Kerukunan Intern Umat Beragama


Perbedaan pandangan dalam satu agama bisa melahirkan konflik di dalam tubuh suatu agama
itu sendiri. Perbedaan mazhab adalah salah satu perbedaan yang nampak nyata. Kemudian
lahir pula perbedaan ormas keagamaan.

Sebab pendiri mazhab sendiri tidak pernah mengklaim bahwa pendapatnyalah yang paling
benar. Justru para pengikut mazhablah yang selalu bersikap fanatisme buta meskipun
kadangkala tanpa dasar berpijak yang kokoh. Sikap-sikap seperti inilah yang harus benar-
benar disadari oleh masing-masing individu di antara umat untuk dirubah secara perlahan
dengan cara memperbanyak mendengar, melihat, belajar, mengamati, dan berdiskusi dengan
kelompok (mazhab lain).

Kerukunan Antar Umat Beragama


Konsep kedua ini mengandung makna kehidupana beragama yang tentram, harmonis, rukun
dan damai antar masyarakat yang berbeda agama dan keyakinan. Tidak ada sikap saling
curiga tetapi selalu menghormati agama masing-masing.

Berbagai kebijakan dilakukan oleh pemerintah agar tidak terjadi saling mengganggu umat
beragama lainnya. Semaksimal mungkin menghindari kecenderungan konflik karena
perbedaan agama. Semua lapisan masyarakat bersama-sama menciptakan suasana hidup yang
rukun, damai, tentram dan harmonis dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara dalam bingkai negara kesatauan Republik Indonesia yang berlandaskan Pancasila
dan Undang-Undang Dasar 1945.

Karena itu ada empat pilar pokok yang sudah disepakati bersama oleh seluruh rakyat
Indonesia sebagai nilai-nilai perekat bangsa, yaitu Pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan
Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika. Keempat nilai tersebut merupakan
kristalisasi nilai-nilai yang digali dari budaya asli bangsa Indonesia. Kerukunan dan
keharmonisan hidup seluruh masyarakat akan senantiasa terpelihara dan terjamin selama
nilai-nilai tersebut dipegang teguh secara konsekwen oleh masing-masing warga negara.

Di muka telah dijelaskan mengenai bagaimana seharusnya kita bergaul dengan sesama
saudara seagama, dan bagaimana pula sikap kita terhadap umat agama yang berbeda. Perlu
disadari bahwa hidup dan kehidupan dunia senantiasa bersifat majemuk, tidak mungkin setiap
orang akan memilki pandangan yang sama terhadap suatu masalah termasuk dalam hal
beragama.

Kepada saudara yang tidak seiman tetap ada kewajiban yang mesti ditunaikan dan dijaga,
yaitu kehormatannya, harta bendanya serta hak-hak privasinya sepanjang mereka tidak
mengganggu aqidah dan pelaksanaan ibadah kita. Mereka berhak untuk bekerjasama
menciptakan linkungan yang sehat, bersih, indah dan aman bagi setiap anggota masyarakat di
lingkungannya. Negara kita berpenduduk jutaan jiwa dengan memeluk berbagai agama,
sebagaimana terjadi hampir di setiap negara, ada yang beragama Islam, Kristen Protestan,
Katholik, Budha, Hindu, dan lain-lainnya.

Kepada pemeluk suatu agama dipersilahkan masing-masing untuk melaksanakan ibadah


sesuai dengan kepercayaannya itu secara khidmat dan khusyuk. Dan bagi pemeluk agama
yang lain tidak mengganggunya atau mencampurinya. Juga jangan memaksakan
keyakinannya kepada orang lain.

Satu hal yang juga perlu mendapatkan perhatian dan kehati-hatian serta kewaspadaan,
terutama oleh para pemuka tiap-tiap pemuka agama, yaitu dalam rangka memperingati hari-
hari besar agama, hendaklah hanya melibatkan pemeluk agama yang bersangkutan saja,
jangan sampai pemeluk agama lain ikut dilibatkan. Hal yang demikian bertentangan dengan
semangat kerukunan umat beragama itu sendiri.

Jadi, misalnya peringatan maulid nabi Muhammad SAW, natal, waisak, nyepi dan
sebagainya. Semua peringatan-peringatan itu hanya diikuti oleh pemeluk agama yang
bersangkutan saja agar tidak menimbulkan keresahan hidup berdampingan, tidak campur
aduk satu sama lain.dengan demikian, yang harus rukun itu umat beragamanya dalam rangka
hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara bukan ajaran agamanya.

Oleh karena itu Pemerintah selaku pembuat kebijakan berupaya mengakomodir kepentingan
setiap penganut agama dengan mengeluarkan berbagai peraturan tentang kerukunan umat
beragama. Ada empat pokok masalah yang diatur dalam peraturan-peraturan itu:
1. Pendirian rumah ibadah.
2. Penyiaran agama.
3. Bantuan keagamaan dari luar negeri.
4. Tenaga asing di bidang keagamaan.

Tidak ada halangan bagi orang mukmin maupun sesama pemeluk agama untuk tidak mentaati
pemerintah. Negara Kesatuan Republik Indonesia memang bukan negara agama, artinya
negara tidak mendasarkan kehidupan kenegaraannya pada sakah satu agama atau theokratis.
Tetapi, pemerintah berkewajiban melayani dan menyediakan kemudahan-kemudahan bagi
agama-agama Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu dan Budha serta memikul tugas
kerukunan hidup umat beragama.

Undang Undang Dasar 1945 bab IX Pasal 19 Ayat (1) menyiratkan bahwa agama dan syariat
agama dihormati dan didudukkan dalam nilai asasi kehidupan bangsa dan negara. Dan setiap
pemeluk agama bebas menganut agamnya dan beribadat menurut agama dan kepercayaannya
itu.

Bangsa Indonesia sejak dahulu kala dikenal sebagai bangsa yang religius, atau tepatnya
sebagai bangsa yang beriman kepada tuhan, meski pengamalan syariat agama dalam
kehidupan sehari-hari belum intensif, namun dalam praktek kehidupan sosial dan kenegaraan
sulit dipisahkan dari pengaruh nilai-nilai dan nornma keagamaan. Bahkan, dalam rangka
dalam rangka suksesnya pembangunan nasional dalam sektor agama termasuk salah satu
modal dasar, yakni modal rohaniah dan mental.

Hal ini dapat dibuktikan mengenai pengaruh agama dalam kehidupan bangsa Indonesia yang
sangat besar, yaitu sentuhan dan pengaruhnya tampak dirasakan memberi bekas yang
mendalam pada corak kebudayaan Indonesia. Bahkan, ketahanan nasional juga harus
berangkat dengan dukungan umat beragama, artinya bagaimana agar kaum beragama
mempunyai kemampuan dan gairah untuk tampil dan kreatif membina dan meningkatkan
ketahanan nasional khususnya, dan pembinaan sosial budaya pada umumnya sehingga nilai-
nilai agama dan peranan umat beragama benar-benar dirasakan dan mempengaruhi
pertumbuhan masyarakat.

PERANAN PEMERINTAH DALAM MEMBINA KEHIDUPAN BERAGAMA


Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia dikumandangkan, pemerintah pada tanggal 3
Januari 1946 menetapkan berdirinya Departemen Agama RI dengan tugas pokok, yaitu
menyelenggarakan sebagian dari tugas umum pemerintah dan pembangunan dalam bidang
agama. Penyelenggaraan tugas pokok Departemen Agama itu,diantara lain berbentuk
bimbingan, pemnbinaan dan pelayanan terhadapa kehidupan beragama, sama sekali tidak
mencampuri maslah aqidah dan kehidupan intern masing-masing agama dan pemeluknya.
Namun, pemerintah perlu mengatur kehidupan ekstern mereka, yaitu dalam hubungan
kenegaraan dan kehidupan antar pemeluk agama yang berada dalam wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia.

Pada buku Pedoman Dasar Kehidupan Beragama tahun 1985-1986 Bab IV halaman 49
disebutkan hal-hal sebagai berikut.
1). Kerukunan hidup beragama adalah proses yang dinamis yang berlangsung sejalan dengan
pertumbuhan masyarakat itu sendiri
2). Pembinaan kerukunan hidup beragama adalah upaya yang dilaksanakan secara sadar,
berencana, terarah, teratur, dan bertanggung jawab untuk meningkatkan kerukunan hidup
beragama dengan:

a). menanamkan pengertian akan nilai kehidupan bermasyarakat yang mampu mendukung
kerukunan hidup beragama.
b). mengusahakan lingkungan dan keadaan yang mampu menunjang sikap dan tingkahlaku
yang mengarah kepadakerukunan hidup beragama.
c). menumbuhkan dan mengembangkan sikap dan tingkah laku yang mewujudkan kerukunan
hidup beragama.
3). Kondisi umat beragama di Indonesia. Pelaksanaan pembinaan kerukunan hidup beragama
dimaksudkan agar umat beragama mampu menjadi subjek pembangunan yang bertanggung
jawab, khususnya pembinaan kerukunan hidup beragama.

Umat beragama Indonesia mempunyai kondisi yang positif untuk terus dikembangkan, yaitu:
a). ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
b). kepercayaan kepada kehidupan di hari kemudian
c). memandang sesuatu selalu melihat dua aspek, yaitu aspek dunia dan akhirat
d). kesediaan untuk hidup sederhana dan berkorban
e). senantiasa memegang teguh pendirian yang berkaitan dengan aqidah agama

HAMBATAN-HAMBATAN DALAM MENCIPTAKAN KERUKUNAN UMAT


BERAGAMA
1). Semakin meningkat kecenderungan umat beragama untuk mengejar jumlah (kuantitas)
pemeluk agama dalam menyebarkan agama dari pada mengejar kualitas umat beragama.

2). Kondisi sosial budaya masyarakat yang membawa umat mudah melakukan otak-atik
terhadap apa yang ia terima, sehingga kerukunan dapat tercipta tetapi agama itu kehilangan
arti, fungsi maupun maknanya.

3). Keinginan mendirikan rumah ibadah tanpa memperhatikan jumlah pemeluk agama
setempat sehingga menyinggung perasaan umat beragama yang memang mayoritas di tempat
itu.

4). Menggunakan mayoritas sebagai sarana penyelesaian sehingga akan menimbulkan


masalah. Misalnya, pemilikan dana dan fasilitas pendidikan untuk memaksakan kehendaknya
pada murid yang belajar.

5). Makin bergesarnya pola hidup berdasarkan kekeluargaan atau gotong royong ke arah
kehidupan individualistis.

Dari berbagai kondisi yang mendukung kerukunan hidup beragama maupun hambatan-
hambatan yang ada, agar kerukunan umat beragama dapat terpelihara maka pemeritah dengan
kebijaksanaannya memberikan pembinaan yang in
tinya bahwa masalah kebebasan beragama tidak membenarkan orang yang beragama
dijadikan sasaran dakwah dari agama lain, pendirian rumah ibadah, hubungan dakwah
dengan politik, dakwah dan kuliah subuh, batuan luar negeri kepada lembaga-lembaga
keagamaan di Indonesia, peringatan hari-hari besar agama, penggunaan tanah kuburan,
pendidikan agama dan perkawinan campuran.

Jika kerukunan intern, antar umat beragama, dan antara umat beragama dengan pemerintah
dapat direalisasikan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara secara harmonis, niscaya
perhatian dan konsentrasi pemerintah membangun Indonesia menuju masyarakat adil dan
makmur yang diridhai Allah SWT akan segera terwujud, berkat dukunag umat beragama
yang mampu hidup berdampingan dengan serasi. Sekaligus merupakan contoh kongkret
kerukunan hidup beragama bagi masyarakat dunia.

Dalam memantapkan kerukunan hidup umat beragama perlu dilakukan suatu upaya-upaya
yang mendorong terjadinya kerukunan hidup umat beragama secara mantap dalam bentuk:
1. Memperkuat dasar-dasar kerukunan internal dan antar umat beragama, serta antar umat
beragama dengan pemerintah.

2. Membangun harmoni sosial dan persatuan nasional dalam bentuk upaya mendorong dan
mengarahkan seluruh umat beragama untuk hidup rukun dalam bingkai teologi dan
implementasi dalam menciptakan kebersamaan dan sikap toleransi.

3. Menciptakan suasana kehidupan beragama yang kondusif dalam rangka memantapkan


pendalaman dan penghayatan agama serta pengamalan agama yang mendukung bagi
pembinaan kerukunan hidup intern dan antar umat beragama.

4. Melakukan eksplorasi secara luas tentang pentingnya nilai-nilai kemanusiaan dari seluruh
keyakinan plural umat manusia yang fungsinya dijadikan sebagai pedoman bersama dalam
melaksanakan prinsip-prinsip berpolitik dan berinteraksi sosial satu sama lainnya dengan
memperlihatkan adanya sikap keteladanan.

Dari sisi ini maka kita dapat mengambil hikmahnya bahwa nilai-nilai kemanusiaan itu selalu
tidak formal akan mengantarkan nilai pluralitas kearah upaya selektifitas kualitas moral
seseorang dalam komunitas masyarakat mulya (Makromah), yakni komunitas warganya
memiliki kualitas ketaqwaan dan nilai-nilai solidaritas sosial.
5. Melakukan pendalaman nilai-nilai spiritual yang implementatif bagi kemanusiaan yang
mengarahkan kepada nilai-nilai Ketuhanan, agar tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan
nilai-nilai sosial kemasyarakatan maupun sosial keagamaan.

6. Menempatkan cinta dan kasih dalam kehidupan umat beragama dengan cara
menghilangkan rasa saling curiga terhadap pemeluk agama lain, sehingga akan tercipta
suasana kerukunan yang manusiawi tanpa dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu.

7. Menyadari bahwa perbedaan adalah suatu realita dalam kehidupan bermasyarakat, oleh
sebab itu hendaknya hal ini dijadikan mozaik yang dapat memperindah fenomena kehidupan
beragama.

LANGKAH-LANGKAH STRATEGIS DALAM MEMANTAPKAN KERUKUNAN


HIDUP UMAT BERAGAMA
Adapun langkah-langkah yang harus diambil dalam memantapkan kerukunan hidup umat
beragama, diarahkan kepada 4 (empat) strategi yang mendasar yakni:

a. Para pembina formal termasuk aparatur pemerintah dan para pembina non formal yakni
tokoh agama dan tokoh masyarakat merupakan komponen penting dalam pembinaan
kerukunan antar umat beragama.

b. Masyarakat umat beragama di Indonesia yang sangat heterogen perlu ditingkatkan sikap
mental dan pemahaman terhadap ajaran agama serta tingkat kedewasaan berfikir agar tidak
menjurus ke sikap primordial.

c. Peraturan pelaksanaan yang mengatur kerukunan hidup umat beragama perlu dijabarkan
dan disosialisasikan agar bisa dimengerti oleh seluruh lapisan masyarakat, dengan demikian
diharapkan tidak terjadi kesalahpahaman dalam penerapan baik oleh aparat maupun oleh
masyarakat, akibat adanya kurang informasi atau saling pengertian diantara sesama umat
beragama.

d. Perlu adanya pemantapan fungsi terhadap wadah-wadah musyawarah antar umat beragama
untuk menjembatani kerukunan antar umat beragama.

STRATEGI PEMBINAAN KERUKUNAN UMAT BERAGAMA


Adapun yang menjadi strategi dalam pembinaan kerukunan umat beragama dapat dirumuskan
bahwa salah satu pilar utama untuk memperkokoh kerukunan nasional adalah mewujudkan
kerukunan antar umat beragama. Dalam tatanan konseptual kita semua mengetahui bahwa
agama memiliki nilai-nilai universal yang dapat mengikat dan merekatkan berbagai
komunitas sosial walaupun berbeda dalam hal suku bangsa, letak geografis, tradisi dan
perbedaan kelas sosial.

Hanya saja dalam implementasi, nilai-nilai agama yang merekatkan berbagai komunitas
sosial tersebut sering mendapat benturan, terutama karena adanya perbedaan kepentingan
yang bersifat sosial ekonomi maupun politik antar kelompok sosial satu dengan yang lain.
Dengan pandangan ini, yang ingin kami sampaikan adalah bahwa kerukunan umat beragama
memiliki hubungan yang sangat erat dengan faktor ekonomi dan politik, disamping faktor-
faktor lain seperti penegakan hukum, pelaksanaan prinsip-prinsip keadilan dalam masyarakat
dan peletakan sesuatu pada proporsinya.

Dalam kaitan ini strategi yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Memberdayakan institusi keagamaan, artinya lembaga-lembaga keagamaan kita daya
gunakan secara maksimal sehingga akan mempercepat proses penyelesaian konflik antar
umat beragama. Disamping itu pemberdayaan tersebut dimaksudkan untuk lebih memberikan
bobot/warna tersendiri dalam menciptakan Ukhuwah (persatuan dan kesatuan) yang hakiki
tentang tugas dan fungsi masing-masing lembaga keagamaan dalam masyarakat sebagai
perekat kerukunan antar umat beragama.

2. Membimbing umat beragama agar makin meningkat keimanan dan ketakwaan mereka
kepada Tuhan Yang Maha Esa dalam suasana rukun baik intern maupun antar umat
beragama.

3. Melayani dan menyediakan kemudahan beribadah bagi para penganut agama.

4. Tidak mencampuri urusan akidah/dogma dan ibadah sesuatu agama.

5. Mendorong peningkatan pengamalan dan penunaian ajaran agama.

6. Melindungi agama dari penyalah gunaan dan penodaan.

7. Mendorong dan mengarahkan seluruh umat beragama untuk hidup rukun dalam bingkai
Pancasila dan konstitusi dalam tertib hukum bersama.
8. Mendorong, memfasilitasi dan mengembangkan terciptanya dialog dan kerjasama antara
pimpinan majelis-majelis dan organisasi-organisasi keagamaan dalam rangka untuk
membangun toleransi dan kerukunan antar umat beragama.

9. Mengembangkan wawasan multi kultural bagi segenap lapisan dan unsur masyarakat
melalui jalur pendidikan, penyuluhan dan riset aksi.

10. Meningkatkan pemberdayaan sumber daya manusia (pemimpin agama dan pemimpin
masyarakat lokal) untuk ketahanan dan kerukunan masyarakat bawah.

11. Fungsionalisasi pranata lokal. seperti adat istiadat, tradisi dan norma-norma sosial yang
mendukung upaya kerukunan umat beragama.

12. Mengundang partisipasi semua kelompok dan lapisan masyarakat agama sesuai dengan
potensi yang dimiliki masing¬-masing melalui kegiatan-kegiatan dialog, musyawarah, tatap
muka, kerja sama sosial dan sebagainya.

13. Bersama-sama para pimpinan majelis-majelis agama, melakukan kunjungan bersama-


sama ke berbagai daerah dalam rangka berdialog dengan umat di lapisan bawah dan
memberikan pengertian tentang pentingnya membina dan mengembangkan kerukunan umat
beragama.

14. Melakukan mediasi bagi kelompok-kelompok masyarakat yang dilanda konflik dalam
rangka untuk mencari solusi bagi tercapainya rekonsiliasi sehingga konflik bisa dihentikan
dan tidak berulang di masa depan.

15. Memberi sumbangan dana (sesuai dengan kemampuan) kepada kelompok-kelompok


masyarakat yang terpaksa mengungsi dari daerah asal mereka karena dilanda konflik sosial
dan etnis yang dirasakan pula bernuansakan keagamaan.

16. Membangun kembali sarana-sarana ibadah (Gereja dan Mesjid) yang rusak di daerah-
daerah yang masyarakatnya terlibat konflik, sehingga mereka dapat memfungsikan kembali
rumah-rumah ibadah tersebut.

Beberapa pemecahan masalah untuk menyikapi pluralisme dengan berbagai pendekatan


antara lain :
a. Pendekatan Sosiologis. Artinya pemahaman tingkah laku umat beragama yang merupakan
hasil prestasi riil obyektif komunitas beragama.

b. Pendekatan Kultural. Dalam banyak soal budaya-budaya lokal yang dimulai oleh
pemimpin agama-agama tertentu tidak dikomunikasikan kepada pemimpin dan anggota
kelompok umat beragama yang lain, apa yang menjadi maksud dan tujuannya. Sikap saling
mencurigai akhirnya muncul dan menumpuk menjadi bom waktu yang sewaktu-waktu dapat
meledak oleh pemicu yang aksidental.

c. Pendekatan Demografi Kita memahami realita ada kelompok umat beragama yang
mayoritas dan minoritas di wilayah tertentu, ada pemimpin atau pengurus lembaga
keagamaan yang berat sebelah di dalam mengambil kebijaksanaan sehingga membawa
pertentangan di antara kelompok umat beragama.

Keberanian untuk bersikap terbuka dan jujur dalam antar lembaga keagamaan untuk soal ini
menjadi ujian yang harus dilewati. Sebagai tindak lanjut dari berbagai pendekatan tersebut di
atas, dapat dirumuskan beberapa pemecahan masalah:
1. Melalui sosialisasi tentang kerukunan antar umat beragama.
2. Melayani dan menyediakan kemudahan bagi penganut agama.
3. Tidak mencampuri urusan akidah/dogma dan ibadah suatu agama.
4. Negara dan pemerintah membantu/membimbing penunaian ajaran agama dan merumuskan
landasan hukum yang jelas dan kokoh tentang tata hubungan antar umat beragama.
5. Membentuk forum kerukunan antar umat beragama.
6. Meningkatkan wawasan kebangsaan dan multikultural melalui jalur pendidikan formal,
informal dan non formal.
7. Meningkatkan pemberdayaan sumber daya manusia (tokoh agama dan tokoh masyarakat)
untuk ketahanan dan kerukunan masyarakat pada umumnya dan umat pada khususnya.
8. Melindungi agama dari penyalahgunaan dan penodaan.
9. Aksi sosial bersama antar umat beragama.

Dalam memantapkan kerukunan hidup antar umat beragama perlu dilakukan suatu upaya
upaya sebagaiberikut :
1. Memperkuat dasar-dasar kerukunan internal dan antar umat beragama serta antar umat
beragama dengan pemerintah.
2. Membangun harmoni sosial dan persatuan nasional dalam bentuk upaya mendorong dan
mengarahkan seluruh umat beragama untuk hidup rukun dalam bingkai teologi dan
implementasi dalam menciptakan kebersamaan dan sikap toleransi.
3. Menciptakan suasana kehidupan beragama yang kondusif yang mendukung pembinaan
kerukunan hidup intern dan antar umat beragama.
4. Melakukan pendalaman nilai-nilai spiritual yang implementif bagi kemanusiaan yang
mengarah kepada nilai-nilai ketuhanan agar tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan nilai
sosial kemasyarakatan maupun sosial keagamaan.
5. Menempatkan cinta dan kasih dalam kehidupan umat beragama.
6. Menyadari bahwa perbedaan adalah suatu realita dalam kehidupan bermasyarakat.

Usaha untuk menanggulangi konflik yang terjadi yang perlu diupayakan oleh para
tokoh/pemimpin agama dapat menciptakan suasana yang kondusif dalam kehidupan
masyarakat yang dikembangkan dalam dialog kehidupan, dialog pengalaman keagamaan dan
dialog aksi sehingga menimbulkan sikap inklusif pada masyarakatnya atau umatnya.

Akhirnya dalam memelihara kerukunan beragama, setidaknya ada 6 dosa besar yang harus
kita hindari (the six deadly sins in maintaining relegious harmony), yaitu :

1. Jangan berperilaku yang sebenarnya bertentangan dengan ajaran agama.


2. Jangan tidak perduli terhadap kesulitan orang lain walaupun berbeda agama dan
keyakinan.
3. Jangan mengganggu orang lain yang berbeda agama dan keyakinan.
4. Jangan melecehkan agama dan keyakinan orang lain.
5. Jangan menghasut atau menjadi provokator bagi timbulnya kebencian dan permusuhan
antar umat beragama.
6. Jangan saling curiga tanpa alasan yang benar.

4. Prinsip bangsa indonesia dalam menjalankan perintah agama dan kepercayaan


masing masing dengan cara berbudi pekerti luhur dan saling menghormati sebagai
berikut
Dalam suatu hukum dasar negara indonesia terbentuk dalam suatu susunan negara Republik
indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan ketuhanan dengan mewajibkan
menjalankan syariat islam bagi pemeluknya. Terdapat dalam undang undang dasar (UUD)
1945 pasal 29 ayat 1 dan 2 menyatakan bahwa (1) negara berdasarkan atas ketuhanan yang
maha Esa serta (2) negara menjamin kemerdekaan tiap tiap pendudukan untuk memeluk
agamanya masing- masing dan untuk beribadah menurut aama dan kepercayaan itu.
Dalam menguatkan peran pancasila sebagai paham ,ideologi (pandangan hidup) pancasila
disepakati untuk dijadikan sebagai dasar, falsafat dan ideologi negara. Nilai-nilai luhur yang
sebagai instrinsik yang dikandungnya diperoleh dari hasil penggalian terhadap nilai nilai
budaya yan turun temurun sampai disebut bhineka tunggal ika.
Prinsip bangsa indonesia dalam menjalankan beragama sebagai berikut:
1. Percaya kepada tuhan yang maha esa
Nilai ini membuat manusia akan sadar bahwa setiap kehidupan yang dijalani atas
kehendak tuhan yang Maha Esa. Ketika kita sudah menyakini agama yang dianut
kemungkinan besar dslsm menjalani kehidupan akan diberi kecerahan.karena nilai ini
mengajarkan umat beragama untuk menjalankan iabaah yang sesuai dengan
kepercayaan masing masing.
2. Saling menghargai
Seperti yang kita ketahui bahwa indonesia memiliki banyak sekali agama yang
dimana setiap individu akan memilih satu ajaran agama. Adapun sikap saling
menghargai adalah tidak saling menjelek jelekkan agama lain. Singkatnya nilai saling
menghargai akan menjaga kerukunan itu dapat dilihat ketika melakukan gotong
royong tidak perlu melihat agama yang dipercaya orang lain .
3. Saling menghargai atau menghormati
Merupakan salah satu sikap atau perilaku terpuji yang dipraktikkan dalam kehidupan
sehari hari. Secara sederhananya setiap individunya akan saling mendukung atas
agama atau kepercayaan yang sudah dianut. Sehingga akan terjadi ketentraman dalam
melakukan interaksi sosial .

4. Toleransi
Yang dimaksud toleransi berupa sikap atau perilaku yang dimiliki oleh setiap individu
dalam menerima perbedaan kepercayaan yang dianut. Sikap dan toleransi bisa kita
lakukan dengan tidak melarang umat agama lain ntuk melakukan ibadah, pelarangan
tersebut merupakan tindakan tidak terpuji dan tidak mencerminkan nilai sila pertama.
Oleh karena itu nilai toleransi pada sila ke 1 jangan sampai hilang meskipun
masyarakat semakin bertambah

Dalam menjalankan perintah agama kita harus saling menghormati dan menoleransi antar
pemeluk agama yang berbeda beda. Menjaga kebebasan bersama menjalankan ibadah sesuai
dengan agama dan kepercayaan masing masing. Dalam sila” ketuhanan yang maha Esa “
terdapat perwujutan sebagai berikut yaitu
1. Menyakini adanya tuhan yang maha Esa dengan sifat sifat yang maha sempurna.
2. Bertakwa terhadap tuhan yang Maha Esa dengan cara menjalankan semua
perintah ,menjauhi larangannya.
3. Saling menghormati antar pemeluk agama yanng berbeda beda.
4. Menjaga kebebasan bersama menjalankan sesuai dengan agama dan kepercayaan .
Sumber:
Jurnal Pendidikan Pancasila dan agama, Aminullah
Jurnal Pancasila dan Pluralisme, Glorie Pamungkas
Jurnal Pancasila Sebagai Dasar dalam Kebebasan Beragama, Nurul nisa, Anggraeni Dewi
https://bpip.go.id/berita/1035/673/ini-bunyi-pancasila-dan-makna-5-lambangnya.html
https://news.detik.com/berita/d-1341407/mk-bangsa-indonesia-adalah-bangsa-ber-tuhan
https://www.hukumonline.com/klinik/a/bolehkah-menjadi-ateis-di-indonesia--
lt4f4545a9b77df

Anda mungkin juga menyukai