Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
MAHA ESA
Oleh
1. Ameilia Serlinur L.
2. Avika Nola A.
3. Miftahul Anam
4. Muhammad Syahir Z. S.
Sumber daya alam atau kekayaan alam tersebar di daratan maupun perairan seperti laut,
sungai dan danau. Populasinya lebih dari 237 juta jiwa (menurut sensus tahun 2010) dengan
kepadatan penduduk sebesar 124/km persegi. Terdiri dari tak kurang 1.128 suku bangsa
dengan aneka tradisi, adat, budaya dan bahasa yang masih terpelihara hingga kini.
Berpenduduk terbesar keempat di dunia dan negara yang berpenduduk Muslim terbesar di
dunia, meskipun secara resmi bukanlah negara Islam. Dengan kondisi seperti di atas,
menjadikan Indonesia sebagai negara yang memiliki spesifikasi dan keunikan-keunikan
tersendiri.
Memang tidak bisa dipungkiri dengan adanya kemajemukan dalam berbagai hal tersebut
merupakan masalah yang rawan dan sering memicu ketegangan atau konflik antar kelompok
termasuk masalah agama. Kemajemukan atau perbedaan itu tidaklah terjadi dalam satu waktu
saja. Proses yang dialami oleh masing-masing individu dalam masyarakat menciptakan
keragaman suku dan etnis, yang membawa pula kepada bentuk-bentuk keragaman lainnya.
Keadaan ini benar-benar disadari oleh generasi terdahulu, perintis bangsa cikal-bakal negara
Indonesia dengan mencanangkan filosofi keragaman dalam persatuan atau yang dikenal
dengan nama Bhinneka Tunggal Ika itu.
Tujuan utama dicanangkannya Tri Kerukunan Umat Beragama di Indonesia adalah agar
masyarakat Indonesia bisa hidup dalam kebersamaan, sekalipun banyak perbedaan. Konsep
ini dirumuskan dengan teliti dan bijak agar tidak terjadi pengekangan atau pengurangan hak-
hak manusia dalam menjalankan kewajiban dari ajaran-ajaran agama yang diyakininya. Pada
gilirannya, dengan terciptanya tri kerukunan itu akan lebih memantapkan stabilitas nasional
dan memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa.
Sebab pendiri mazhab sendiri tidak pernah mengklaim bahwa pendapatnyalah yang paling
benar. Justru para pengikut mazhablah yang selalu bersikap fanatisme buta meskipun
kadangkala tanpa dasar berpijak yang kokoh. Sikap-sikap seperti inilah yang harus benar-
benar disadari oleh masing-masing individu di antara umat untuk dirubah secara perlahan
dengan cara memperbanyak mendengar, melihat, belajar, mengamati, dan berdiskusi dengan
kelompok (mazhab lain).
Berbagai kebijakan dilakukan oleh pemerintah agar tidak terjadi saling mengganggu umat
beragama lainnya. Semaksimal mungkin menghindari kecenderungan konflik karena
perbedaan agama. Semua lapisan masyarakat bersama-sama menciptakan suasana hidup yang
rukun, damai, tentram dan harmonis dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara dalam bingkai negara kesatauan Republik Indonesia yang berlandaskan Pancasila
dan Undang-Undang Dasar 1945.
Karena itu ada empat pilar pokok yang sudah disepakati bersama oleh seluruh rakyat
Indonesia sebagai nilai-nilai perekat bangsa, yaitu Pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan
Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika. Keempat nilai tersebut merupakan
kristalisasi nilai-nilai yang digali dari budaya asli bangsa Indonesia. Kerukunan dan
keharmonisan hidup seluruh masyarakat akan senantiasa terpelihara dan terjamin selama
nilai-nilai tersebut dipegang teguh secara konsekwen oleh masing-masing warga negara.
Di muka telah dijelaskan mengenai bagaimana seharusnya kita bergaul dengan sesama
saudara seagama, dan bagaimana pula sikap kita terhadap umat agama yang berbeda. Perlu
disadari bahwa hidup dan kehidupan dunia senantiasa bersifat majemuk, tidak mungkin setiap
orang akan memilki pandangan yang sama terhadap suatu masalah termasuk dalam hal
beragama.
Kepada saudara yang tidak seiman tetap ada kewajiban yang mesti ditunaikan dan dijaga,
yaitu kehormatannya, harta bendanya serta hak-hak privasinya sepanjang mereka tidak
mengganggu aqidah dan pelaksanaan ibadah kita. Mereka berhak untuk bekerjasama
menciptakan linkungan yang sehat, bersih, indah dan aman bagi setiap anggota masyarakat di
lingkungannya. Negara kita berpenduduk jutaan jiwa dengan memeluk berbagai agama,
sebagaimana terjadi hampir di setiap negara, ada yang beragama Islam, Kristen Protestan,
Katholik, Budha, Hindu, dan lain-lainnya.
Satu hal yang juga perlu mendapatkan perhatian dan kehati-hatian serta kewaspadaan,
terutama oleh para pemuka tiap-tiap pemuka agama, yaitu dalam rangka memperingati hari-
hari besar agama, hendaklah hanya melibatkan pemeluk agama yang bersangkutan saja,
jangan sampai pemeluk agama lain ikut dilibatkan. Hal yang demikian bertentangan dengan
semangat kerukunan umat beragama itu sendiri.
Jadi, misalnya peringatan maulid nabi Muhammad SAW, natal, waisak, nyepi dan
sebagainya. Semua peringatan-peringatan itu hanya diikuti oleh pemeluk agama yang
bersangkutan saja agar tidak menimbulkan keresahan hidup berdampingan, tidak campur
aduk satu sama lain.dengan demikian, yang harus rukun itu umat beragamanya dalam rangka
hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara bukan ajaran agamanya.
Oleh karena itu Pemerintah selaku pembuat kebijakan berupaya mengakomodir kepentingan
setiap penganut agama dengan mengeluarkan berbagai peraturan tentang kerukunan umat
beragama. Ada empat pokok masalah yang diatur dalam peraturan-peraturan itu:
1. Pendirian rumah ibadah.
2. Penyiaran agama.
3. Bantuan keagamaan dari luar negeri.
4. Tenaga asing di bidang keagamaan.
Tidak ada halangan bagi orang mukmin maupun sesama pemeluk agama untuk tidak mentaati
pemerintah. Negara Kesatuan Republik Indonesia memang bukan negara agama, artinya
negara tidak mendasarkan kehidupan kenegaraannya pada sakah satu agama atau theokratis.
Tetapi, pemerintah berkewajiban melayani dan menyediakan kemudahan-kemudahan bagi
agama-agama Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu dan Budha serta memikul tugas
kerukunan hidup umat beragama.
Undang Undang Dasar 1945 bab IX Pasal 19 Ayat (1) menyiratkan bahwa agama dan syariat
agama dihormati dan didudukkan dalam nilai asasi kehidupan bangsa dan negara. Dan setiap
pemeluk agama bebas menganut agamnya dan beribadat menurut agama dan kepercayaannya
itu.
Bangsa Indonesia sejak dahulu kala dikenal sebagai bangsa yang religius, atau tepatnya
sebagai bangsa yang beriman kepada tuhan, meski pengamalan syariat agama dalam
kehidupan sehari-hari belum intensif, namun dalam praktek kehidupan sosial dan kenegaraan
sulit dipisahkan dari pengaruh nilai-nilai dan nornma keagamaan. Bahkan, dalam rangka
dalam rangka suksesnya pembangunan nasional dalam sektor agama termasuk salah satu
modal dasar, yakni modal rohaniah dan mental.
Hal ini dapat dibuktikan mengenai pengaruh agama dalam kehidupan bangsa Indonesia yang
sangat besar, yaitu sentuhan dan pengaruhnya tampak dirasakan memberi bekas yang
mendalam pada corak kebudayaan Indonesia. Bahkan, ketahanan nasional juga harus
berangkat dengan dukungan umat beragama, artinya bagaimana agar kaum beragama
mempunyai kemampuan dan gairah untuk tampil dan kreatif membina dan meningkatkan
ketahanan nasional khususnya, dan pembinaan sosial budaya pada umumnya sehingga nilai-
nilai agama dan peranan umat beragama benar-benar dirasakan dan mempengaruhi
pertumbuhan masyarakat.
Pada buku Pedoman Dasar Kehidupan Beragama tahun 1985-1986 Bab IV halaman 49
disebutkan hal-hal sebagai berikut.
1). Kerukunan hidup beragama adalah proses yang dinamis yang berlangsung sejalan dengan
pertumbuhan masyarakat itu sendiri
2). Pembinaan kerukunan hidup beragama adalah upaya yang dilaksanakan secara sadar,
berencana, terarah, teratur, dan bertanggung jawab untuk meningkatkan kerukunan hidup
beragama dengan:
a). menanamkan pengertian akan nilai kehidupan bermasyarakat yang mampu mendukung
kerukunan hidup beragama.
b). mengusahakan lingkungan dan keadaan yang mampu menunjang sikap dan tingkahlaku
yang mengarah kepadakerukunan hidup beragama.
c). menumbuhkan dan mengembangkan sikap dan tingkah laku yang mewujudkan kerukunan
hidup beragama.
3). Kondisi umat beragama di Indonesia. Pelaksanaan pembinaan kerukunan hidup beragama
dimaksudkan agar umat beragama mampu menjadi subjek pembangunan yang bertanggung
jawab, khususnya pembinaan kerukunan hidup beragama.
Umat beragama Indonesia mempunyai kondisi yang positif untuk terus dikembangkan, yaitu:
a). ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
b). kepercayaan kepada kehidupan di hari kemudian
c). memandang sesuatu selalu melihat dua aspek, yaitu aspek dunia dan akhirat
d). kesediaan untuk hidup sederhana dan berkorban
e). senantiasa memegang teguh pendirian yang berkaitan dengan aqidah agama
2). Kondisi sosial budaya masyarakat yang membawa umat mudah melakukan otak-atik
terhadap apa yang ia terima, sehingga kerukunan dapat tercipta tetapi agama itu kehilangan
arti, fungsi maupun maknanya.
3). Keinginan mendirikan rumah ibadah tanpa memperhatikan jumlah pemeluk agama
setempat sehingga menyinggung perasaan umat beragama yang memang mayoritas di tempat
itu.
5). Makin bergesarnya pola hidup berdasarkan kekeluargaan atau gotong royong ke arah
kehidupan individualistis.
Dari berbagai kondisi yang mendukung kerukunan hidup beragama maupun hambatan-
hambatan yang ada, agar kerukunan umat beragama dapat terpelihara maka pemeritah dengan
kebijaksanaannya memberikan pembinaan yang in
tinya bahwa masalah kebebasan beragama tidak membenarkan orang yang beragama
dijadikan sasaran dakwah dari agama lain, pendirian rumah ibadah, hubungan dakwah
dengan politik, dakwah dan kuliah subuh, batuan luar negeri kepada lembaga-lembaga
keagamaan di Indonesia, peringatan hari-hari besar agama, penggunaan tanah kuburan,
pendidikan agama dan perkawinan campuran.
Jika kerukunan intern, antar umat beragama, dan antara umat beragama dengan pemerintah
dapat direalisasikan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara secara harmonis, niscaya
perhatian dan konsentrasi pemerintah membangun Indonesia menuju masyarakat adil dan
makmur yang diridhai Allah SWT akan segera terwujud, berkat dukunag umat beragama
yang mampu hidup berdampingan dengan serasi. Sekaligus merupakan contoh kongkret
kerukunan hidup beragama bagi masyarakat dunia.
Dalam memantapkan kerukunan hidup umat beragama perlu dilakukan suatu upaya-upaya
yang mendorong terjadinya kerukunan hidup umat beragama secara mantap dalam bentuk:
1. Memperkuat dasar-dasar kerukunan internal dan antar umat beragama, serta antar umat
beragama dengan pemerintah.
2. Membangun harmoni sosial dan persatuan nasional dalam bentuk upaya mendorong dan
mengarahkan seluruh umat beragama untuk hidup rukun dalam bingkai teologi dan
implementasi dalam menciptakan kebersamaan dan sikap toleransi.
4. Melakukan eksplorasi secara luas tentang pentingnya nilai-nilai kemanusiaan dari seluruh
keyakinan plural umat manusia yang fungsinya dijadikan sebagai pedoman bersama dalam
melaksanakan prinsip-prinsip berpolitik dan berinteraksi sosial satu sama lainnya dengan
memperlihatkan adanya sikap keteladanan.
Dari sisi ini maka kita dapat mengambil hikmahnya bahwa nilai-nilai kemanusiaan itu selalu
tidak formal akan mengantarkan nilai pluralitas kearah upaya selektifitas kualitas moral
seseorang dalam komunitas masyarakat mulya (Makromah), yakni komunitas warganya
memiliki kualitas ketaqwaan dan nilai-nilai solidaritas sosial.
5. Melakukan pendalaman nilai-nilai spiritual yang implementatif bagi kemanusiaan yang
mengarahkan kepada nilai-nilai Ketuhanan, agar tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan
nilai-nilai sosial kemasyarakatan maupun sosial keagamaan.
6. Menempatkan cinta dan kasih dalam kehidupan umat beragama dengan cara
menghilangkan rasa saling curiga terhadap pemeluk agama lain, sehingga akan tercipta
suasana kerukunan yang manusiawi tanpa dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu.
7. Menyadari bahwa perbedaan adalah suatu realita dalam kehidupan bermasyarakat, oleh
sebab itu hendaknya hal ini dijadikan mozaik yang dapat memperindah fenomena kehidupan
beragama.
a. Para pembina formal termasuk aparatur pemerintah dan para pembina non formal yakni
tokoh agama dan tokoh masyarakat merupakan komponen penting dalam pembinaan
kerukunan antar umat beragama.
b. Masyarakat umat beragama di Indonesia yang sangat heterogen perlu ditingkatkan sikap
mental dan pemahaman terhadap ajaran agama serta tingkat kedewasaan berfikir agar tidak
menjurus ke sikap primordial.
c. Peraturan pelaksanaan yang mengatur kerukunan hidup umat beragama perlu dijabarkan
dan disosialisasikan agar bisa dimengerti oleh seluruh lapisan masyarakat, dengan demikian
diharapkan tidak terjadi kesalahpahaman dalam penerapan baik oleh aparat maupun oleh
masyarakat, akibat adanya kurang informasi atau saling pengertian diantara sesama umat
beragama.
d. Perlu adanya pemantapan fungsi terhadap wadah-wadah musyawarah antar umat beragama
untuk menjembatani kerukunan antar umat beragama.
Hanya saja dalam implementasi, nilai-nilai agama yang merekatkan berbagai komunitas
sosial tersebut sering mendapat benturan, terutama karena adanya perbedaan kepentingan
yang bersifat sosial ekonomi maupun politik antar kelompok sosial satu dengan yang lain.
Dengan pandangan ini, yang ingin kami sampaikan adalah bahwa kerukunan umat beragama
memiliki hubungan yang sangat erat dengan faktor ekonomi dan politik, disamping faktor-
faktor lain seperti penegakan hukum, pelaksanaan prinsip-prinsip keadilan dalam masyarakat
dan peletakan sesuatu pada proporsinya.
Dalam kaitan ini strategi yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Memberdayakan institusi keagamaan, artinya lembaga-lembaga keagamaan kita daya
gunakan secara maksimal sehingga akan mempercepat proses penyelesaian konflik antar
umat beragama. Disamping itu pemberdayaan tersebut dimaksudkan untuk lebih memberikan
bobot/warna tersendiri dalam menciptakan Ukhuwah (persatuan dan kesatuan) yang hakiki
tentang tugas dan fungsi masing-masing lembaga keagamaan dalam masyarakat sebagai
perekat kerukunan antar umat beragama.
2. Membimbing umat beragama agar makin meningkat keimanan dan ketakwaan mereka
kepada Tuhan Yang Maha Esa dalam suasana rukun baik intern maupun antar umat
beragama.
7. Mendorong dan mengarahkan seluruh umat beragama untuk hidup rukun dalam bingkai
Pancasila dan konstitusi dalam tertib hukum bersama.
8. Mendorong, memfasilitasi dan mengembangkan terciptanya dialog dan kerjasama antara
pimpinan majelis-majelis dan organisasi-organisasi keagamaan dalam rangka untuk
membangun toleransi dan kerukunan antar umat beragama.
9. Mengembangkan wawasan multi kultural bagi segenap lapisan dan unsur masyarakat
melalui jalur pendidikan, penyuluhan dan riset aksi.
10. Meningkatkan pemberdayaan sumber daya manusia (pemimpin agama dan pemimpin
masyarakat lokal) untuk ketahanan dan kerukunan masyarakat bawah.
11. Fungsionalisasi pranata lokal. seperti adat istiadat, tradisi dan norma-norma sosial yang
mendukung upaya kerukunan umat beragama.
12. Mengundang partisipasi semua kelompok dan lapisan masyarakat agama sesuai dengan
potensi yang dimiliki masing¬-masing melalui kegiatan-kegiatan dialog, musyawarah, tatap
muka, kerja sama sosial dan sebagainya.
14. Melakukan mediasi bagi kelompok-kelompok masyarakat yang dilanda konflik dalam
rangka untuk mencari solusi bagi tercapainya rekonsiliasi sehingga konflik bisa dihentikan
dan tidak berulang di masa depan.
16. Membangun kembali sarana-sarana ibadah (Gereja dan Mesjid) yang rusak di daerah-
daerah yang masyarakatnya terlibat konflik, sehingga mereka dapat memfungsikan kembali
rumah-rumah ibadah tersebut.
b. Pendekatan Kultural. Dalam banyak soal budaya-budaya lokal yang dimulai oleh
pemimpin agama-agama tertentu tidak dikomunikasikan kepada pemimpin dan anggota
kelompok umat beragama yang lain, apa yang menjadi maksud dan tujuannya. Sikap saling
mencurigai akhirnya muncul dan menumpuk menjadi bom waktu yang sewaktu-waktu dapat
meledak oleh pemicu yang aksidental.
c. Pendekatan Demografi Kita memahami realita ada kelompok umat beragama yang
mayoritas dan minoritas di wilayah tertentu, ada pemimpin atau pengurus lembaga
keagamaan yang berat sebelah di dalam mengambil kebijaksanaan sehingga membawa
pertentangan di antara kelompok umat beragama.
Keberanian untuk bersikap terbuka dan jujur dalam antar lembaga keagamaan untuk soal ini
menjadi ujian yang harus dilewati. Sebagai tindak lanjut dari berbagai pendekatan tersebut di
atas, dapat dirumuskan beberapa pemecahan masalah:
1. Melalui sosialisasi tentang kerukunan antar umat beragama.
2. Melayani dan menyediakan kemudahan bagi penganut agama.
3. Tidak mencampuri urusan akidah/dogma dan ibadah suatu agama.
4. Negara dan pemerintah membantu/membimbing penunaian ajaran agama dan merumuskan
landasan hukum yang jelas dan kokoh tentang tata hubungan antar umat beragama.
5. Membentuk forum kerukunan antar umat beragama.
6. Meningkatkan wawasan kebangsaan dan multikultural melalui jalur pendidikan formal,
informal dan non formal.
7. Meningkatkan pemberdayaan sumber daya manusia (tokoh agama dan tokoh masyarakat)
untuk ketahanan dan kerukunan masyarakat pada umumnya dan umat pada khususnya.
8. Melindungi agama dari penyalahgunaan dan penodaan.
9. Aksi sosial bersama antar umat beragama.
Dalam memantapkan kerukunan hidup antar umat beragama perlu dilakukan suatu upaya
upaya sebagaiberikut :
1. Memperkuat dasar-dasar kerukunan internal dan antar umat beragama serta antar umat
beragama dengan pemerintah.
2. Membangun harmoni sosial dan persatuan nasional dalam bentuk upaya mendorong dan
mengarahkan seluruh umat beragama untuk hidup rukun dalam bingkai teologi dan
implementasi dalam menciptakan kebersamaan dan sikap toleransi.
3. Menciptakan suasana kehidupan beragama yang kondusif yang mendukung pembinaan
kerukunan hidup intern dan antar umat beragama.
4. Melakukan pendalaman nilai-nilai spiritual yang implementif bagi kemanusiaan yang
mengarah kepada nilai-nilai ketuhanan agar tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan nilai
sosial kemasyarakatan maupun sosial keagamaan.
5. Menempatkan cinta dan kasih dalam kehidupan umat beragama.
6. Menyadari bahwa perbedaan adalah suatu realita dalam kehidupan bermasyarakat.
Usaha untuk menanggulangi konflik yang terjadi yang perlu diupayakan oleh para
tokoh/pemimpin agama dapat menciptakan suasana yang kondusif dalam kehidupan
masyarakat yang dikembangkan dalam dialog kehidupan, dialog pengalaman keagamaan dan
dialog aksi sehingga menimbulkan sikap inklusif pada masyarakatnya atau umatnya.
Akhirnya dalam memelihara kerukunan beragama, setidaknya ada 6 dosa besar yang harus
kita hindari (the six deadly sins in maintaining relegious harmony), yaitu :
4. Toleransi
Yang dimaksud toleransi berupa sikap atau perilaku yang dimiliki oleh setiap individu
dalam menerima perbedaan kepercayaan yang dianut. Sikap dan toleransi bisa kita
lakukan dengan tidak melarang umat agama lain ntuk melakukan ibadah, pelarangan
tersebut merupakan tindakan tidak terpuji dan tidak mencerminkan nilai sila pertama.
Oleh karena itu nilai toleransi pada sila ke 1 jangan sampai hilang meskipun
masyarakat semakin bertambah
Dalam menjalankan perintah agama kita harus saling menghormati dan menoleransi antar
pemeluk agama yang berbeda beda. Menjaga kebebasan bersama menjalankan ibadah sesuai
dengan agama dan kepercayaan masing masing. Dalam sila” ketuhanan yang maha Esa “
terdapat perwujutan sebagai berikut yaitu
1. Menyakini adanya tuhan yang maha Esa dengan sifat sifat yang maha sempurna.
2. Bertakwa terhadap tuhan yang Maha Esa dengan cara menjalankan semua
perintah ,menjauhi larangannya.
3. Saling menghormati antar pemeluk agama yanng berbeda beda.
4. Menjaga kebebasan bersama menjalankan sesuai dengan agama dan kepercayaan .
Sumber:
Jurnal Pendidikan Pancasila dan agama, Aminullah
Jurnal Pancasila dan Pluralisme, Glorie Pamungkas
Jurnal Pancasila Sebagai Dasar dalam Kebebasan Beragama, Nurul nisa, Anggraeni Dewi
https://bpip.go.id/berita/1035/673/ini-bunyi-pancasila-dan-makna-5-lambangnya.html
https://news.detik.com/berita/d-1341407/mk-bangsa-indonesia-adalah-bangsa-ber-tuhan
https://www.hukumonline.com/klinik/a/bolehkah-menjadi-ateis-di-indonesia--
lt4f4545a9b77df