Obat Antipiretik
Obat Antipiretik
Obat
Antipiretik
Hasna Try Aryani
Stacy Guvino
Nurul Safitri
Pengertian
Antipiretik adalah obat penurun panas. Obat-obat antipiretik
menekan gejala-gejala yang biasanya menyertai demam
seperti mialgia, kedinginan, nyeri kepala, dan lain-lain.Namun,
pada kenaikan suhu yang rendah atau sedang, tidak terdapat
banyak bukti yang menunjukkan bahwa terapi antipiretik
bermanfaat.
Cara Kerja
➢ Perintah pemberian antipiretik yang rutin, dapat mengaburkan informasi klinis
penting yang perlu dicari dengan mengikuti perjalanan suhu tubuh apakah naik
ataukah turun.
➢ Antipiretik menyebabkan hipotalamus untuk mengesampingkan peningkatan
interleukin yang kerjanya menginduksi suhu tubuh.
➢ Tubuh kemudian akan bekerja untuk menurunkan suhu tubuh dan hasilnya
adalah pengurangan demam.
➢ Obat-obat antipiretik tidak menghambat pembentukan panas.
➢ Hilangnya panas terjadi dengan meningkatnya aliran darah ke perifer dan
pembentukan keringat.
➢ Efeknya ini bersifat sentral, tetapi tidak langsung pada neuron hipotalamus.
➢ Cara menurunkan demam tinggi diduga dengan menghambat pembentukan
prostaglandin
Indikasi Antipiretik.
Kontradiksi Antipiretik
Contoh
Dosis:
01. 02.
Parasetamol Ibuprofen
sekitar 200-250 mg sebanyak 3-4 kali sehari bagi
anak usia 3 bulan–1 tahun (60 mg–
orang dewasa. Pada anak usia 1-2 tahun, 100-125
120 mg), anak 1-5 tahun (120–250 mg sebanyak 3-4 kali sehari bagi anak usia 3-7
mg), dan anak 6–12 tahun (250– 500 tahun, dan 200-250 mg untuk anak 8-12 tahun
mg). Pada orang dewasa (0,5–1 gram) dengan frekuensi 3-4 kali sehari. dosisnya 50 mg
. sebanyak 3-4 kali sehari.
03. 04.
Asetosal Asam mefenamat
asetilsalisilat hanya diperuntukkan asam mefenamat membutuhkan dosis
bagi orang dewasa. Orang dewasa sebanyak 500 mg dengan frekuensi 3 kali
memerlukan dosis asetosal sebanyak sehari. Dosis tersebut sebaiknya diberikan
300-900 mg tiap 4-6 jam tetapi tidak setelah makan. Jangan menggunakan
boleh lebih dari 4 g per hari. asam mefenamat lebih dari 7 hari.
Efek Samping
Efek samping antipiretik yang adalah tekanan darah rendah dan adanya gangguan
pada fungsi hati dan ginjal.Efek samping antipiretik yang juga sering terjadi adalah
oliguria dan retensi garam dan air.
Di samping itu, penggunaan obat antipiretik juga bisa menimbulkan efek samping
berupa gangguan saluran cerna.Fungsi hati dan ginjal bisa terganggu pada beberapa
kasus pengguna obat antipiretik.
Inilah salah satu alasan mengapa orang yang memiliki gangguan fungsi hati dan
ginjal tidak bisa menggunakan obat antipiretik.Orang-orang yang memiliki riwayat
alergi terhadap kandungan bahan aktif dari obat-obatan antipiretik bisa mengalami
reaksi alergi. Adapun beberapa tanda reaksi alergi yang bisa muncul seperti gatal-
gatal, ruam, pusing, mual muntah, sesak napas, dan nyeri ulu hati.
Penggunaan Antipiretik Pada
Kehamilan
Paracetamol sediaan oral masuk dalam kategori FDA B. Artinya, studi pada binatang percobaan tidak
memperlihatkan adanya risiko terhadap janin, namun belum ada studi terkontrol pada wanita hamil. Sedangkan
paracetamol sediaan intravena masuk dalam kategori C. Artinya, studi pada binatang percobaan memperlihatkan
adanya efek samping terhadap janin, namun belum ada studi terkontrol pada wanita hamil.
Obat hanya boleh digunakan jika besarnya manfaat yang diharapkan melebihi besarnya risiko terhadap
janin.Paracetamol digunakan secara luas pada ibu hamil dan dijadikan lini pertama untuk tatalaksana demam dan
nyeri saat kehamilan. Paracetamol aman digunakan pada seluruh trimester. Walaupun sampai saat ini tidak
ditemukan adanya hubungan antara paracetamol dengan teratogenitas pada anak, paracetamol termasuk dalam
salah satu obat yang dapat menembus sawar plasenta sehingga penggunaannya dalam jangka waktu lama selama
kehamilan atau kombinasi dengan obat lain tetap perlu diperhatikan.
Penggunaan Antipiretik Pada
Ibumenyusui
Paracetamol diekskresikan pada ASI dalam jumlah yang sangat
sedikit. Mengingat konsentrasi puncak paracetamol akan
dicapai dalam 1 – 2 jam dan tidak dapat dideteksi setelah 12
jam, pemberian ASI per 3 jam akan membuat bayi menerima
sekitar 0,14% dari dosis ibu dengan asumsi bahwa ibu
menerima 2% dosis. Satu kasus melaporkan adanya ruam
makulopapular pada bayi berusia 2 bulan.
ARTIKEL JURNAL
Gambaran Persepsi Orang Tua tentang Penggunaan Antipiretik
sebagai Obat Demam
JURNAL Sari PediatrSi,aVrioPl.e8d,iaNtroi,. V2o, lS. e8p,tNemob. e2r, 2S0ep0t6e:m1b4e2r -210406
Demam telah dikenal sebagai salah satu tanda atau gejala yang penting tentang adanya suatu
penyakit. Banyak orang tua yang merasa takut apabila anaknya menderita demam dan merupakan
salah satu alasan orangtua untuk membawa anaknya berobat ke rumah sakit.1,2 Penyebab demam yang
tersering adalah infeksi virus, yang umumnya tidak memerlukan intervensi medis. Hal ini terjadi
disebabkan oleh adanya salah persepsi dari orangtua tentang demam yang dikenal dengan istilah fobia
demam yang pertama kali diperkenalkan oleh Schmitt. Fobia demam ini masih berlanjut sampai
sekarang, sehingga banyak penanganan demam yang berlebihan.4 Mereka memberikan antipiretik pada
suhu anak < 38o C, membangunkan anaknya untuk diberikan anti- piretik seolah-olah antipiretik obat
untuk semua penyakit. Masih banyak dokter yang memberikan
antipiretik pada suhu tubuh 37,0-37,9oC yang sebenarnya belum perlu dilakukan.
METODE PENELITIAN
Penelitian deskriptif dengan desain cross sectional, dilaksanakan di Poliklinik Umum Ilmu
Kesehatan Anak RS Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta, periode Desember 2005. Populasi target ialah
semua orang tua pasien yang datang ke Poliklinik Umum. Sampel penelitian ini adalah bagian populasi
terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi yaitu semua orang tua yang datang membawa anaknya
berobat dengan demam dan bersedia menjawab kuesioner penelitian yang sudah disediakan
sebelumnya. Sampel dipilih secara konsekutif. Pada setiap responden diberikan kuesioner tertutup
dalam amplop dan diberi waktu yang cukup untuk menjawabnya. Semua data yang didapat dicatat
dalam formulir laporan penelitian yang telah disiapkan sebelumnya kemudian dimasukkan kedalam
data base komputer dengan menggunakan program SPSS versi.
HASIL PENELITIAN
Karakteristik responden tertera pada Tabel 1. Diantara seluruh pasien, hanya 78 responden yang melakukan
pengukuran suhu tubuh dengan menggunakantermometer yang diletakkan di ketiak (aksila). Banyak orang tua tidak
melakukannya karena tidak mempunyai alat pengukur suhu, tetapi cukup dengan perabaan pada punggung telapak
tangan saja sehingga tidak dimasukkan dalam penelitian ini. Responden perempuan pada penelitian ini lebih banyak
dari laki- laki, usia termuda 20 tahun dan usia tertua adalah 64 tahun, usia rerata adalah 33,3 ± 7,7 tahun. Jumlah anak
dengan kisaran 1-8 anak, rerata (2 ± 1). Pekerjaan responden terbanyak sebagai ibu rumah tangga (69,2%), diikuti oleh
karyawan golongan menengah (20,5%), wiraswasta dengan penghasilan kurang dari 1 juta rupiah/bulan dan lain-lain
dengan penghasilan lebih dari 1 juta rupiah/bulan. Pendidikan responden terbanyak adalah menengah ( SMA dan yang
setara) diikuti pendidikan Diploma dan Sarjana (tinggi). Karakteristik responden tertera pada Tabel 1.
KARAKTERISTIK RESPONDEN
KESIMPULAN DAN SARAN