Anda di halaman 1dari 17

2022

TUGAS
KETERAMPILAN PPKn
PENYIMPANGAN SUKU, AGAMA, RAS
DAN ANTAR GOLONGAN (SARA)

SABRINA FELICIA KHAIRUNNISA


KELAS 7 A
1/15/2022
Nama : Sabrina Felicia Khairunnisa
Kelas : 7 A
Tugas : Tugas Keterampilan PPKn (Penyimpangan SARA)

PENYIMPANGAN SUKU, AGAMA, RAS DAN ANTAR


GOLONGAN (SARA)

1. SUKU
a. Berita : Perang Antar Suku di Yakuhimo, 6 Orang Tewas, Seribu Warga
Mengungsi
b. Link : https://www.merdeka.com/peristiwa/perang-antar-suku-di-
yahukimo-6-orang-tewas-seribu-warga-mengungsi.html

Merdeka.com - Papua kembali panas. Suku Kimiyal melakukan penyerangan kepada Suku Yali di
Yahukimo, Papua. Akibatnya, 6 orang tewas dalam insiden tersebut, Minggu (3/9)
Kabid Humas Polda Papua Kombes Pol. Ahmad Musthofa Kamal menyampaikan korban jiwa imbas
serangan yang dilakukan, bertambah menjadi enam orang. Sebelumnya dilaporkan satu korban
meninggal dunia.

"Dalam aksi kejadian tersebut yang sebelumnya satu masyarakat dinyatakan meninggal dunia, saat ini
korban yang meninggal dunia menjadi 6 orang dan masih di semayamkan di RS Yahukimo. Dimana satu
di antaranya adalah pelaku," kata Kamal dalam keterangannya, Minggu (3/10).
Sementara untuk korban luka-luka dari sebelumnya tercatat hanya 10 orang. Kini bertambah menjadi
41 orang yang saat ini masih menjalani perawatan di RS Yahukimo.

"Sementara itu untuk masyarakat yang mengamankan diri di Polres Yahukimo di perkirakan kurang
lebih 1.000 orang yang terdiri dari orang dewasa dan anak-anak," kata Kamal.
Nama : Sabrina Felicia Khairunnisa
Kelas : 7 A
Tugas : Tugas Keterampilan PPKn (Penyimpangan SARA)

Untuk diketahui bahwa kejadian tersebut terjadi Pada hari Minggu Tanggal 03 Oktober 2021, Pukul 12.45
Wit, terjadi penyerangan terhadap Masyarakat Suku Yali oleh kelompok masyarakat dari suku kimyal.
Dimana massa Suku Kimyal yang dipimpin Kepala suku umum Kimyal Morome Keya Busup, dengan
menggunakan 2 unit mobil minibus membawa alat tajam berupa busur panah dan parang mendatangi
masyarakat suku Yali dan melakukan penyerangan.

Identitas Pelaku penyerangan diduga berasal dari masyarakat Suku Kimyal. Sedangkan yang banyak
menjadi korban adalah masyarakat Suku Yali. Barang bukti yang diamankan masih 1 bus yang digunakan
pelaku untuk melakukan aksi penyerangan.

Kepolisian telah melakukan langkah-langkah mendatangi TKP, mengamankan TKP, melakukan evakuasi
terhadap masyarakat dari Suku Yali yang menjadi korban aksi penyerangan ke RSUD Yahukimo,
melakukan pendekataan terhadap para tokoh, melakukan penyelidikan dan penyidikan. Saat ini kasus
tersebut telah ditangani oleh Polres Yahukimo.

"Untuk masyarakat saat ini masih mengamankan diri di Polres Yahukimo. Dan anggota TNI- Polri
melaksanakan patroli baik di tengah kota maupun pinggiran kota Dekai, agar situasi kembali kondusif,"
katanya.

Kronologi
Sementara untuk kronologi penyerangan, Kamal menjelaskan kejadian bermula sekitar pukul 12.45 WIT
ketika masa Suku Kimiyal yang dipimpin Kepala suku umum Kimyal Morome Keya Busup mendatangi
pemukiman Suku Yali.

Kamal melanjutkan, sekitar pukul 12.50 WIT setelah mendapatkan informasi terkait serangan tersebut.
Polres Yahukimo dipimpin Kasat intelkam AKP I Nengah S Gapar bersama 20 personel langsung menuju
lokasi dan menghalau serangan tersebut.

"Pukul 13.00 Wit, Kelompok massa tersebut berhasil dihalau kemudian meninggalkan TKP dengan
menggunakan 2 Unit Mini Bus menuju ke Komplek Suku Yali di perumahan masyarakat komplek
Telkomsel," sebutnya.

Usai dihalau, kelompok masa dari Suku Kimiyal malah kembali melakukan penyerangan terhadap
masyarakat suku Yali yang berada di Hotel Nuri dilanjutkan dengan pembakaran gedung hotel.
"Pukul 13.30 WIT, Kapolres Yahukimo AKBP Deni Herdiana, bersama 20 personel gabungan menuju ke
Hotel Nuri dan dilanjutkan ke komplek masyarakat suku Yali yang berada di komplek Telkomsel untuk
menghalau massa," ujarnya.

Lalu, sekitar 13.35 WIT, Kelompok masyarakat yang dihalau bergerak melalui jalan setapak di belakang
barak pemda lama Jalan Jenderal Sudirman, menuju komplek Sekla Jalan Gunung dan melakukan aksi
pembakaran terhadap beberapa rumah milik masyarakat dari suku Yali.

"Pukul 13.40 Wit, Kapolres bersama bersama Personel gabungan TNI-Polri bergerak dari Hotel Nuri
menuju ke Komplek Sekla untuk membubarkan kelompok massa yang melakukan aksi pembakaran,"
katanya.

Setelah serangan berhasil dihalau, kata Kamal, akhirnya sekitar pukul 14.00 WIT, Kapolres Yahukimo
bersama personel gabungan melakukan evakuasi terhadap korban ke RSUD Dekai.

"Pukul 14.30 Wit, personel gabungan TNI-Polri melakukan pengaman pada objek vital di antaranya Kantor
Bupati Yahukimo, Kantor DPRD Yahukimo dan Gedung Perkantoran Lainnya," ujarnya. [rnd]
Nama : Sabrina Felicia Khairunnisa
Kelas : 7 A
Tugas : Tugas Keterampilan PPKn (Penyimpangan SARA)

c. Kesimpulan :
Papua kembali panas, Suku Kimyal melakukan penyerangan terhadap
Suku Yali di Yahukimo, Papua. Kabarnya, terdapat 6 orang korbaan jiwa yang dan 41
orang luka-luka yang sedang menjalani perawatan di RS Yakuhimo. Para korban jiwa
disemayamkan di RS Yakuhimo yang mana salah satunya adalah pelaku penyerangan
antar suku ini. Untuk masyarakat lainnya, sekitar 1000 orang termasuk anak-anak
dan orang dewasa sedang mengamankan diri di Polres Yakuhimo.
Konflik antar suku ini terjadi pada tanggal 3 Oktober 2021 ketika massa
suku Yali yang dipimpin oleh Kepala suku umum Kimyal umum Morome Keya Busup,
mendatangi suku Yali menggunakan 2 unit minibus dengan membawa senjata tajam
seperti busur panah dan parang. Mereka melakukan penyerangan sekitar jam 12.45
Waktu Indonesia Timur.
Para aparat kepolisian pun mendatangi TKP, melakukan pengamanan
dan segera membawa para korban penyerangan ke RSUD Yahukimo. Setelah itu,
para aparat melakukan pendekatan kepada para korban, melakukan penyelidikan
dan investigasi dalam upaya meredam penyerangan kembali.

d. Pendapat :
Konflik antar suku adalah perteengkaran antara satu suku dengan suku
lainnya dengan berbagai motif dimana masing-masing suku merasa paling benar.
Pada kasus ini konflik yang terjadi adalah antara suku Kimyal dan suku Yali.
Sejujurnya, saya sangat menyayangkan terjadinya hal ini, karena konflik ini
mengakibatkan banyak fasilitas umum yang menjadi rusak, korban yang luka-luka
bahkan korban jiwa. Alangkah baiknya jika suku Kimyal mendiskusikan keluhan
maupun keberatan mereka kepada suku Yali, sehingga konflik antar suku yang
merugikan ini dapat dicegah demi masa depan yang lebih baik.
Selain itu, konflik antar suku ini merupakan salah satu penyimpangan SARA,
yang telah mencoreng Pancasila, terutama sila ke-tiga. Sila ke-tiga ini sendiri
berbunyi “Persatuan Indonesia”, dapat dilihat dengan jelas bahwa sebagai bangsa
Indonesia yang berdaulat kita seharusnya menerima perbedaan atau lebih baik lagi
mencintai perbedaan dan menjaga persatuan agar tercipta kedamaian dalam
kehidupan bermasyarakat.
Perbedaan suku, adalah hal yang umum di Indonesia, Indonesia terdiri
dari banyak suku bangsa dan hal itu bisa saja memicu sebuah konflik. Namun,
bukankah perbedaan tersebut yang menjadikan Indonesia menjadi unik dan indah
dengan caranya sendiri. Hal tersebut sudah diperkuat dengan semboyan bangsa kita,
yaitu “Bhineka Tunggal Ika” yang berarti walaupun berbeda-beda tetapi tetap satu
jua. Oleh karena itulah, haruskah kita memerangi saudara kita sendiri demi
kepentingan kelompok maupun pribadi?
Nama : Sabrina Felicia Khairunnisa
Kelas : 7 A
Tugas : Tugas Keterampilan PPKn (Penyimpangan SARA)

2. AGAMA
a. Berita : Perang Ambon Kristen lawan Ambon Islam,
Bukti Sahih Bahaya Laten Isu SARA
b. Link : https://seword.com/politik/perang-ambon-kristen-lawan-ambon-islam-
bukti-sahih-bahaya-laten-isu-sara-lIPh3Ps17

Jika saja tidak ditangani dengan sangat baik oleh Tito Karnavian dan tim Kepolisian pada
pilkada DKI Jakarta 2017, dipastikan Jakarta bisa jadi Ambon kedua oleh para gerombolan
FPI, Rizieq Shihab khususnya, dan gerombolan 212 itu yang terus menerus jualan isu SARA
selama masa pilkada DKI Jakarta 2017.

Apakah tak terpikirkan oleh mereka, akibat isu SARA, 5 ribu lebih orang Ambon tewas dalam
kerusuhan, ribuan rumah dan bangunan di Ambon hancur luluh lantak rata dengan tanah tak
tersisa.

Sejarah mencatat tragedi kerusuhan Ambon adalah tragedi kemanusiaan terbesar sejak NKRI
ini berdiri lantaran dipicu isu sensitif, yaitu isu agama.

Kerusuhan berawal dari tragedi Ketapang di salah satu pusat perjudian bola tangkas yang
berlokasi di Jl. Zainul Arifin No. 11, Kelurahan Petojo Utara, Jakarta Pusat. Pusat perjudian
milik pengusaha Indonesia keturunan Tionghoa itu dijaga dengan ketat oleh para preman
Ambon. Tidak sembarang orang bisa masuk di lokasi perjudian bola tangkas itu.

Mungkin karena rebutan lahan pengamanan di pusat perjudian bola tangkas tersebut,
tersebarlah selentingan bahwa Masjid Jami Khairul Biqa diserang dan dirusak oleh 200
preman Ambon beragama Kristen yang bersenjatakan parang dan kelewang.
Nama : Sabrina Felicia Khairunnisa
Kelas : 7 A
Tugas : Tugas Keterampilan PPKn (Penyimpangan SARA)

Akibat isu tersebut, umat Islam di Jakarta tersulut emosinya dan mengamuk membabi buta
sehingga pecah kerusuhan dalam skala yang besar. Bersenjatakan golok, clurit, dan bambu
runcing, warga yang murka menyerang para preman Ambon di Jakarta dengan kalap.

Kerusuhan rasial tersebut terjadi secara sporadis dalam kurun waktu dua hari berturut-turut
yaitu pada tanggal 22-23 November 1998.

Dengan cepat kerusuhan tersebut menjalar ke seluruh pelosok Jakarta. Warga yang marah
menghancurkan apa saja yang ada di hadapan mereka dengan kalap.

Kerusuhan tersebut lalu meluas dan berkembang menjadi kerusuhan anti Kristen di Jakarta.
Atas nama kehormatan Islam, puluhan Gereja dan sekolah Kristen dihancurkan warga dengan
membabi buta.

Data yang dihimpun Persekutuan Gereja Indonesia, Gereja-Gereja yang hancur dalam
kerusuhan tersebut, yaitu Gereja Kristus Ketapang, HKBP Petojo, Gereja Pantekosta di
Indonesia Ketapang, GKI Grogol, GKI Samanhudi, GKI Perniagaan, dan Gereja Santapan Rohani
Tamansari.

Selain itu Gereja Katolik Santo Carolus Bandengan, Gereja Bethel Indonesia di Bandengan,
Gereja Katolik Kemakmuran, Gereja Bunda Hati Kudus, GPIB Pniel Pasar Baru, termasuk juga
sekolah Katolik Santa Maria Bandengan, dan sekolah Santa Ursula di Pasar Baru rusak parah
dihajar dan dibakar massa yang murka.

Bukan hanya itu saja, warga yang sudah tersulut emosi karena terprovokasi isu SARA
tersebut juga melakukan aksi sweeping besar-besaran terhadap orang-orang Indonesia
bagian timur di seantero Jakarta.

Mereka menyerang semua orang-orang yang berkulit hitam dan berambut keriting di Jakarta.
Banyak orang-orang Indonesia Timur yang bukan orang Ambon dan tidak tahu menahu apa
akar masalahnya tewas meregang nyawa dihajar massa yang mengamuk tak terkendali.

Buntut dari kerusuhan Ketapang di Jakarta pun berimbas di kampung halaman para preman
itu di Ambon. Dipicu balas dendam, di tanah Maluku, orang Ambon Kristen membantai orang
Ambon Islam, sehingga timbullah perlawanan dari orang Ambon Islam.

Preman-preman Ambon yang ditakuti di Jakarta, seperti Ongen Sangaji, Milton Matuanakotta,
dan Sadrakh Mustamu, pun turun gunung pulang ke Ambon untuk ikut berperang.

Kepulangan para preman Ambon Jakarta ke tanah Maluku semakin menyulut api kerusuhan
yang lebih besar dan menjalar di seantero tanah Maluku. Ribuan nyawa melayang sia-sia,
sendi-sendi perekonomian di Ambon pun lumpuh total.

Dunia preman di Ambon saat itu dikuasai oleh Berty Loupati dan Agus Wattimena. Agus
Wattimena adalah seorang Pengurus Gereja yang gemar dan jago berkelahi.

Agus Wattimena kemudian membentuk pasukan Laskar Kristus. Pasukan itu dibentuk untuk
membantai orang-orang Islam yang berada di Ambon. Mereka juga dilatih untuk berperang
menghabisi Laskar Jihad yang datang dari pulau Jawa.

Semua anak buah Agus Watimenna punya senjata rakitan dan jago berkelahi. Mereka pandai
merakit senjata dan bom rakitan. Namun takdirnya Agus Wattimena tidak lama.Agus
Wattimena tewas seketika kelojotan ditembak Berty Loupatty dari jarak dekat dengan dua
lubang tembakan di jidatnya tembus sampai ke belakang tengkorak kepalanya.
Nama : Sabrina Felicia Khairunnisa
Kelas : 7 A
Tugas : Tugas Keterampilan PPKn (Penyimpangan SARA)

Tewasnya Agus Wattimena diperingati oleh ribuan orang di kota Ambon dan masyarakat
Ambon Kristen di Jakarta. Upacara pemakaman Agus Wattimena diperingati oleh ribuan
orang Ambon sebagaimana layaknya gugurnya seorang pahlawan di tanah Maluku.

Tewasnya Agus Watitimena juga diperingati di Jakarta dan dihadiri oleh sejumlah artis
terkenal asal tanah Maluku, termasuk Broery Pesolima, Uthe Likumahuwa, Yopie Latul, dan
artis-artis Ambon lainnya.

Jasad Agus Watitimena dikuburkan di tengah-tengah jasad 400 ratus lebih anak buahnya
yang lebih dahulu gugur dalam kerusuhan berdarah antara Ambon Kristen dan Ambon Islam
di tanah Maluku.

Setelah kematian Agus Watitimena, tingkat kebencian antar orang Kristen dan orang Islam
di Ambon semakin menjadi-jadi. Perkelahian dan pertumpahan darah pun terjadi di mana-
mana di seantero pulau Maluku.

Selebaran-selebaran provokasi tersebar di kalangan orang Kristen di Ambon. Isi selebaran-


selebaran tersebut yaitu himbauan Perang Salib kepada semua orang Kristen di Ambon agar
memerangi semua orang Islam yang ada di Ambon.

Akibat dari beredarnya selebaran tersebut, pada bulan Januari 1999 sampai bulan Februari
1999, pecah kerusuhan susulan dalam skala yang lebih besar di Ambon. Ribuan umat Kristen
dan Islam saling baku tikam hingga tewas bersimbah darah.

Umat Islam di Jakarta pun tersulut emosinya. Dengan semangat Jihad yang berkobar-kobar,
seruan jihad pun berkumandang dalam acara tabligh akbar di lapangan Monas pada tanggal
7 Januari 2000.

Kurang lebih 40 ribu umat Islam di seluruh Jabodetabek hadir dalam tabligh akbar tersebut
dan siap berangkat menuju Ambon untuk berjihad demi kehormatan agama Islam.

Di Surabaya, ribuan Laskar Jihad bersenjatakan Samurai berangkat dari Tanjung Perak
Surabaya menuju Ambon dengan menggunakan kapal Pelni KM. Rinjani.

Akibatnya, Ambon luluh lantak. Kerusuhan tersebut menimbulkan kerusakan yang sangat
besar dan rusaknya tatanan sosial serta kearifan lokal yang sudah berlaku secara turun
temurun di kota Ambon.

Banyak pihak yang tidak menyangka konflik agama kok bisa-bisanya pecah di Maluku.
Sebab, secara historis, masyarakat Maluku dikenal hidup damai dan saling berdampingan
sekalipun ada perbedaan suku dan agama di sana.

Leluhur mereka sudah menancapkan semangat kebersamaan dan kerjasama, serta gotong
royong, yang dikenal dengan adat istiadat Pela Gandong.

Misalnya, kebiasaan umat Nasrani membantu mengecat dan merawat masjid pada saat umat
Muslim merayakan hari Raya Idul Fitri. Begitu juga dengan umat Islam yang juga ikut
merawat dan menjaga Gereja saat umat Kristiani merayakan Natal.

Melalui proses yang panjang dan penuh lika liku, konflik Ambon akhirnya mereda melalui
Perjanjian Maluku Damai yang ditandatangani bersama dan disepakati oleh kedua belah
pihak di Malino pada bulan Februari 2002.
Nama : Sabrina Felicia Khairunnisa
Kelas : 7 A
Tugas : Tugas Keterampilan PPKn (Penyimpangan SARA)

Rakyat Ambon, baik umat Kristen maupun Islam, menangis berpelukan dan melakukan
berdoa bersama, karena mereka sebenarnya secara turun temurun masih satu darah, satu
keturunan.

Dengan sebegitu banyaknya kerusuhan dan begitu parahnya kerusakan serta jatuhnya
korban jiwa dalam tragedi berdarah di tanah Maluku akibat selentingan isu SARA,
pertanyaan saya, masih pantaskah para bedebah itu memanfaatkan isu agama Islam demi
kepentingan politik mereka?

Kura-kura begitu.

c. Kesimpulan :
Konflik antar agama ini bermula dari perebutan penjagaan lahan parkir
di sebuah tempat judi bola tangkas. Tempat judi tersebut dijaga oleh para preman
Ambon yang ditakuti, sehingga tidak sembarang orang yang bisa memasuki tempat
judi tersebut. Karena perebutan tersebut, tersebarlah beritaa bahwa para preman
Ambon yang beragama kristen telah merusak dan menghancurkan sebuah masjid
dengan bersenjatakan parang dan kelewang.
Hal tersebut tentu saja telah menyulut api kemarahan orang islam di
Jakarta, sehingga mereka menyerang para preman Ambon di Jakarta beserta sekolah
dan gereja diserang secara membabi buta. Konflik ini bertambah parah dengan
pembantaian orang dengan rambut keriting di Jakarta. Warga Ambon yang
beragama Kristen pun geram dan tidak terima akan hal ini, sehingga mereka
memutuskan untuk menyerang kembali, dan konflik antar agama ini pun menjadi
lebih parah.
Setelah konflik yang menjadi-jadi dan api kemarahan yang semakin hari
semakin membara, pemimpin preman Ambon yang bernama Agus Watitimena,
membuat sebuah Laskar Kristus. Di Laskar Kristus tersebut semua warga Ambon
yang beragama Kristen dan anak buah Agus Watitimena dilatih untuk menghabisi
Laskar Jihad yang berasal dari Jawa. Namun sayangnya, Agus Watitimena meninggal
dengan 2 tembakan jarak dekat di jidat yang tembus hingga ke belakang
tengkoraknya. Warga Jawa yang beragama islam pun tidak mau kalah, mereka yang
berasal dari Laskar Jihad berbondong-bondong datang ke Ambon bersama ribuan
Laskar Jihad lainnya yang berasal dari Tanjung Perak, Surabaya.
Puncak konflik antar umat beragamaa ini adalah ketika Ambon
menjadi luluh lantak, semua fasilitas menjadi hancur lebur dan roda ekonomi yang
berhenti berputar. Dan pada saat itulah para warga Ambon, yang beragama islam
maupun Kristen menyadari semua perbuatan mereka. Ambon yang dulunya aman
dan damai dan menganut prinsip gotong royong antar umat beragama malah
menjadi hancur seperti ini. Akhirnya, mereka memutuskan untuk berdamai dengan
menandatangani surat kesepakataan Maluku Damai yang disepakati di Malino pada
bulan Februari 2002.
Nama : Sabrina Felicia Khairunnisa
Kelas : 7 A
Tugas : Tugas Keterampilan PPKn (Penyimpangan SARA)

d. Pendapat :
Konflik antara agama adalah perselisihan antar dua agama atau lebih
yang ditimbulkan karena perbedaan keyakinan yang tidak bisa disiasati dengan sikap
saling menghormati dan menghargai perbedaan. Pada kasus ini konflik yang terjadi
adalah antaara agama Islam dan Kristen. Konflik antar agama ini telah
menghancurkan sebuah daerah dan bahkan menyebabkan roda ekonomi berhenti
berputar. Dimana semua hal tersebut bermula dari perebutan penjagaan sebuah
lahan parkir, yang kemudian dipicu sebuah berita yang menyebar dengan cepat.
Berita tersebut pun belum tentu benar! Untuk apa wilayah Ambon menjadi hancur
lebur, dan banyak korban jiwa yang berjatuhan karena perebutan penjagaan sebuah
lahan parkir yang bahkan lahan parkir tersebut digunakan untuk hal yang tidak baik.
Konflik ini menjadi semakin besar hingga mencapai skala nasional,
dimana menyebar ke Ibu Kota Indonesia dan juga kota Surabaya. Pihak yang bertikai
pun mulai menyerang dan membakar tempat ibadah masing-masing, dan tentu saja
hal ini sudah melanggar dasar Negara Pancasila dan norma agama di kedua belah
pihak.
Saya merasa sangat prihatin dengan adanya konflik ini. Konflik ini
sangat memecah belah persatuan yang ada di Indonesia. Namun, saya sangat
mengapresiasi tindakan pemerintah yang telah berhasil menyelesaikan konflik ini,
dan berharap pemerintah dapat membuat kebijakan ataupun undang-undang yang
dapat mencegah hal seperti ini terulang kembali di masa depan.
Nama : Sabrina Felicia Khairunnisa
Kelas : 7 A
Tugas : Tugas Keterampilan PPKn (Penyimpangan SARA)

3. RAS
a. Berita : Rasisme terhadap Etnis Tionghoa Dari Masa Ke Masa
b. Link : https://tirto.id/rasisme-terhadap-etnis-tionghoa-dari-masa-ke-masa-bZQN

tirto.id - Di sebuah halte Trans Jakarta Senayan JCC, Jumat malam, 26 Agustus 2016
seorang pria keturunan Tionghoa, Andrew Budikusuma, mengaku dipukuli oleh sejumlah
pria. Tidak hanya dipukuli, Andrew diteriaki dan dihina dengan kata-kata merendahkan
yang menunjukkan sebuah gejala kebencian rasialis. Ia juga dituduh sebagai Ahok,
panggilan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama yang juga keturunan
Tionghoa.

Akar kebencian rasialis terhadap kelompok minoritas Tionghoa di Indonesia rupanya


masih ada. Dan sejarah mengulang dirinya sendiri. Pertama sebagai tragedi dan
selanjutnya sebagai lelucon. Sebelum tragedi pemukulan ini, kelompok Tionghoa di
Indonesia sudah mengalami banyak diskriminasi. Mei 2015 Kesatuan Aksi Mahasiswa
Muslim Indonesia (KAMMI) melakukan protes terhadap Jokowi dan JK yang dituduh
membela kelompok Asing dan Aseng.

Asing merujuk kepada negara/pemerintahan asing yang melakukan intervensi ekonomi


di Indonesia, sementara Aseng merujuk kepada kelompok minoritas Tionghoa yang
dianggap memiliki kekuasaan besar dalam bidang ekonomi di Indonesia.
Nama : Sabrina Felicia Khairunnisa
Kelas : 7 A
Tugas : Tugas Keterampilan PPKn (Penyimpangan SARA)

Apa sebenarnya yang menjadi akar dari sentimen rasial terhadap etnis Tionghoa di
Indonesia? Penelitian Amy Freedman dari Franklin and Marshall College, Amerika
Serikat, menyebutkan bahwa kebencian terhadap etnis Tionghoa merupakan hasil dari
politik pecah belah Soeharto. Dalam jurnal penelitian berjudul "Political Institutions and
Ethnic Chinese Identity in Indonesia", Freedman menyebut Soeharto memaksa
masyarakat Tionghoa untuk melakukan asimilasi sembari mengidentifikasi mereka
sebagai bukan pribumi.

Sebagian kecil etnis Tionghoa di Indonesia pada masa Soeharto menikmati berbagai
fasilitas investasi sehingga menjadi sangat kaya. Sekelompok kecil ini akhirnya
dianggap sebagai representasi seluruh etnis Tionghoa, sebagai kelompok yang memiliki
kekuasaan dan punya kekayaan dengan cara yang culas. Kejatuhan Soeharto pada
1998 membuat pembedaan ini menjadi semakin rumit. Kerusuhan yang muncul di
berbagai kota di Indonesia menargetkan masyarakat Tionghoa sebagai sasaran
kebencian.

Kebencian terhadap kelompok Tionghoa bisa dilacak hingga empat ratus tahun yang
lalu. Dalam Jakarta: Sejarah 400 Tahun karya Susan Blackburn dituliskan, masyarakat
Tionghoa sudah ada sebelum kedatangan Belanda. Relasi antara masyarakat Tionghoa
dan penduduk setempat saat itu setara sebagai rekan pedagang. Ketika VOC masuk,
kondisi berubah. Masyarakat Tionghoa dimanfaatkan VOC sebagai rekan bisnis dan
mendapatkan perlakuan istimewa ketimbang kebanyakan masyarakat setempat.

Hubungan mesra antara masyarakat Tionghoa dan VOC tidak berlangsung lama. Pada
Oktober 1740 seperti yang ditulis Blackburn, wilayah sekitar Batavia menjadi saksi
pemberontakan petani Cina. Sambil membawa senjata buatan sendiri para kuli Cina
berbaris menuju kota, tempat ratusan kawan sebangsanya tinggal di dalam dinding kota.
Meskipun orang Cina yang tinggal di kota sedikit sekali atau sama sekali tak
berhubungan dengan orang Cina di luar dinding kota, beredar isu bahwa mereka
berencana membantu para pemberontak.

Kecurigaan dan paranoia orang Eropa serta pribumi membuat kondisi memburuk.
Mereka secara spontan menyerang balik para Tionghoa ini. Tidak hanya membunuh
mereka juga menjarah dan membakar sekitar 6.000-7.000 rumah orang Tionghoa.
Adrian Volckanier Gubenur Jenderal saat itu mengeluarkan surat perintah: bunuh dan
bantai orang-orang Tionghoa.

Sebanyak 500 orang Cina yang dipenjara di Balai Kota satu per satu dikeluarkan lalu
dibunuh dengan keji. Selama seminggu, kota terbakar hebat dan kanal-kanal menjadi
merah karena darah dan korban mencapai 10.000 orang. Peristiwa pembantaian orang-
orang Cina di Batavia ini dikenal dengan Geger Pecinan.

Tapi Geger Pecinan bukan satu-satunya momen berdarah bagi masyarakat Tionghoa di
Indonesia. Dalam buku Tionghoa dalam Pusaran Politik karya Benny G Setiono
disebutkan, pembantaian etnis Tionghoa juga terjadi pada masa Perang Jawa (1825-
1830). September 1825, pasukan berkuda yang dipimpin putri Sultan Hamengku
Buwono I, Raden Ayu Yudakusuma, menyerbu Ngawi, kota kecil di perbatasan Jawa
Tengah-Jawa Timur yang terletak di tepi Bengawan Solo. Dalam perjalanan itu banyak
orang Tionghoa yang dibunuh tak peduli anak-anak atau perempuan. Mereka dibunuh
dan tubuh-tubuh yang terpotong dibiarkan di jalanan.
Nama : Sabrina Felicia Khairunnisa
Kelas : 7 A
Tugas : Tugas Keterampilan PPKn (Penyimpangan SARA)

Kebencian terhadap etnis Tionghoa sebenarnya merupakan konstruksi sosial yang


dibikin oleh penguasa, baik Belanda maupun Jawa. Hendri F. Isnaeni, dalam artikel
Duka Warga Tionghoa di majalah Historia, menyebutkan bahwa dalam sejarah,
beberapa kali etnis Tionghoa menjadi sasaran amuk massa. Mulai Chinezenmoord 1740
sampai Mei 1998. Dalam konteks Perang Jawa masyarakat Jawa saat itu membenci
orang Tionghoa karena menjadi bandar-bandar pemungut pajak.

Orang-orang Tionghoa oleh para Sultan Jawa dijadikan bandar-bandar pemungut pajak
di jalan-jalan utama, jembatan, pelabuhan, pangkalan di sungai-sungai dan pasar.
Melihat efektifnya orang-orang Tionghoa memungut pajak, Belanda dan Inggris
melakukan hal yang sama di daerah-daerah yang telah dikuasainya. Tragedi
pembantaian Perang Jawa membuat kebencian antara Etnis Jawa dan Tionghoa
berkembang. Orang Tionghoa menjadi takut terhadap Orang Jawa sementara Orang
Jawa menganggap Tionghoa sebagai mata duitan dan pemeras.

Kebencian ini mendarah daging, menyebar luas, tanpa sempat ada rekonsiliasi atau
penjelasan. Kebencian menahun ini yang kemudian berkembang di Indonesia. Hendri F.
Isnaeni menulis bahwa pada awal abad ke-20, kembali tercatat peristiwa rasial terhadap
etnis Tionghoa, yaitu kerusuhan di Solo pada 1912 dan kerusuhan di Kudus pada 1918.
Pada masa revolusi, kembali terjadi gerakan anti etnis Tionghoa, seperti yang terjadi di
Tangerang pada Mei-Juli 1946, Bagan Siapi-api pada September 1946, dan Palembang
pada Januari 1947.

Tragedi terhadap masyarakat Tionghoa berikutnya terjadi pada saat 1965. Cina yang
menjadi negara komunis besar saat itu dianggap punya peran dalam Gerakan 30
September 1965 (G30S). Banyak masyarakat Tionghoa saat itu yang menjadi korban
karena dianggap komunis atau mata-mata Tiongkok. Kebencian ini tidak berhenti
sampai situ saja, orang-orang Cina dianggap sebagai cukong dan pemeras harta
masyarakat lokal. Di sini ide primordial pribumi melawan pendatang menjadi legitimasi
untuk melakukan kejahatan.

Dalam konteks yang lebih modern ada dua peristiwa diskriminasi dan kekerasan yang
sangat keji terjadi terhadap tenis Tionghoa. Pertama adalah pembantaian terhadap
30.000 orang etnis Tionghoa di Provinsi Kalimantan Barat pada 1967 atas nama
PGRS/PARAKU. Elsam menyebut terjadi pembersihan etnis dalam peristiwa ini,
sementara dalam buku Tandjoengpoera Berdjoeng, 1977, disebutkan setidaknya ada
27.000 orang mati dibunuh, 101.700 warga mengungsi di Pontianak dan 43.425 orang di
antaranya direlokasi di Kabupaten Pontianak.

Selanjutnya tentu saja peristiwa kerusuhan 1998. Saat itu etnis Tionghoa menjadi
korban kekerasan, penjarahan dan diskriminasi hebat. Gejala Xenofobia ini merupakan
buntut dari kesenjangan ekonomi dan kebencian berdasar prasangka kepada etnis
Tionghoa. Saat peristiwa ini terjadi banyak perempuan-perempuan Tionghoa yang
diperkosa, tokonya dibakar dan usaha milik mereka dirusak. Kasus ini tak pernah selesai
sampai hari ini dan pelakunya tak pernah diusut.

Negara juga berperan menjadi aktor dalam penyulut kebencian terhadap etnis Tionghoa.
Melalui Surat Edaran Presidium Kabinet Ampera Nomor 06 Tahun 1967, negara
berperan melakukan identifikasi rasial dan segregasi identitas. Surat itu adalah upaya
penyeragaman penyebutkan kelompok etnis “Tionghoa” yang dianggap mengandung
nilai-nilai yang memberi asosiasi-psykopolitis yang negatif bagi rakyat Indonesia,
menjadi “Cina” yang dianggap lebih “dikehendaki untuk dipergunakan oleh umumnya
Rakyat Indonesia.
Nama : Sabrina Felicia Khairunnisa
Kelas : 7 A
Tugas : Tugas Keterampilan PPKn (Penyimpangan SARA)

Indarwati Aminuddin, seorang penulis, pernah menyusun laporan menarik: "Prasangka


Media Terhadap Etnik Tionghoa", 2002. Laporan itu dengan bernas mengupas dan
mempersoalkan sejauh mana pencantuman identitas rasial seseorang relevan dalam
laporan/karya jurnalistik. Profiling atau penyosokan menjadi relevan untuk menjelaskan
konteks identitas seseorang dalam pemberitaan.

Maka Indarwati mengatakan bahwa atribusi yang relevan membantu publik memahami
persoalan dengan lengkap. Namun, atribusi yang tak relevan justru menciptakan kesan
bahwa kesalahan seseorang terkait dengan identitasnya, entah itu suku, agama, ras
atau bahasa. Indarwati lantas memberikan sebuah contoh dari berbagai media di
Indonesia yang melakukan profiling terhadap etnis Tionghoa dalam framing berita. Frasa
seperti “warga keturunan” dan “pribumi” kerap disandingkan untuk menjelaskan posisi
korban dan pelaku.

Profiling semacam inilah yang juga bisa memicu konflik massal, terutama jika seseorang
yang melakukan tindakan buruk seakan-akan melakukan keburukan karena identitas
rasialnya.

c. Kesimpulan :
Kebencian masyarakat Indonesia kepada ras Tionghoa mash berlanjut
hingga sekarang, awalnya hal ini bermula dari sebuah tragedi yang berujung menjadi
sebuah lelucuon. Peneitian Amy Freedman dari Franklin and Marshall College
mengatakan bahwa kebencian masyarakat Indonesia kepada ras Tionghoa berakar
pada masa pemerintahan Soeharto. Soeharto mengatakan bahwa bangsa Tionghoa
hidup secara kaya raya dan semena mena. Hal tersebut seolah-olah mengatakan
bahwa semua bangsa Tionghoa hidup seperti itu, padahal yang dimaksud adalah
sebuah kelompok kecil dengan ras Tionghoa. Dan tentu saja, hal tersebut diperparah
dengan jatuhnya Soeharto pada 1998. Para bangsa Indonesia menjadikan bangsa
Tionghoa menjadi sasaran kebencian.
Sebenarnya, kebencian bangsa Indonesia pada ras Tionghoa dapat
dilihat sejak 400 tahun yang lalu. Hal tersebut bermula saat VOC masuk ke Indonesia,
dan VOC yang memperlakukan bangsa Tionghoa secara spesial. Sebenarnya kasus
rasisme terhadap bangsa Tionghoa masih banyaak lagi. Namun yang terbaru adalah
saat perisitwa Mei 1998.
Hal tersebut menginspirasi seseorang bernama Indrawati Amminudin
untuk menulis sebuah laporan menarik yang mengupas dan mempersoalkan sejauh
mana pencantuman identitas rasial seseorang relevan dalam karya
jurnalistik/laporan.
Nama : Sabrina Felicia Khairunnisa
Kelas : 7 A
Tugas : Tugas Keterampilan PPKn (Penyimpangan SARA)

d. Pendapat :
Konflik antar ras adalah konflik yang terjadi di antara 2 ras atau lebih,
hal ini dipicu dengan keyakinan satu pihak yang terlibat merasa bahwa ras mereka
jauh lebih baik dan lebih unggul daripada ras yang lain. Pada peristiwa ini terjadi
konflik rasial bangsa Indonesia terhadap ras Tionghoa. Konflik ini telah berlangsung
sejak zaman dahulu kala, sejak 400 tahun yang lalu.
Saya sangat menyayangkan konflik ini karena, kebencian bangsa
Indonesia kepada ras Tionghoa bukanlah hal yang murni diciptakan oleh bangsa
Tionghoa itu sendiri, namun kebencian ini terjadi karena adanya pihak ketiga yang
memulai semua ini, seperti VOC ataupun kesalah pahaman di rezim Soeharto.
Saya sangat berharap masalah ini dapat segera berakhir ataupun
keebencian ini dapat hilangdan tidak terjadi lagi. Karena maupun ras mereka
Tionghoa mereka masihlah bangsa Indonesia, karena mereka lahir di Indonesia dan
mencari nafkah di Indonesia. Selain itu, perbedaan ras ini lah yang membuat
Indonesia ini menjadi unik karena beragamnya bentuk dan rupa kita.
Nama : Sabrina Felicia Khairunnisa
Kelas : 7 A
Tugas : Tugas Keterampilan PPKn (Penyimpangan SARA)

4. ANTAR GOLONGAN
a. Berita : Pendukung Jokowi dan Prabowo Bentrok di Yogya
b. Link : https://nasional.tempo.co/read/587694/pendukung-jokowi-dan-prabowo-
bentrok-di-yogya

TEMPO.CO, Jakarta - Bentrokan antarsimpatisan dari Partai Demokrasi Indonesia


Perjuangan (PDIP) yang mendukung calon presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla dan
Partai Persatuan Pembangunan pendukung Prabowo-Hatta di Kota Yogyakarta pecah
di kawasan Ngampilan-Ngabean, Selasa sore, 24 Juni 2014.

Tak ada korban jiwa ataupun luka akibat bentrokan yang terjadi sekitar pukul 15.00
WIB itu. Namun peristiwa itu membuat ruas jalan di simpang Terminal Ngabean,
terutama Jalan Letjen Soeprapto-Wachid Hasyim, lumpuh total sekitar dua jam akibat
berkumpulnya massa.

Kendaraan wisatawan yang memadati kawasan yang hanya berjarak 500 meter dari
Jalan Malioboro itu pun harus menunggu lama demi bubarnya massa. Sedangkan
sejumlah akses jalan kampung diblokade warga.
Nama : Sabrina Felicia Khairunnisa
Kelas : 7 A
Tugas : Tugas Keterampilan PPKn (Penyimpangan SARA)

Seorang saksi mata, Adi Marjiono, mengatakan bentrokan bermula saat kedua massa
bertemu di simpang Ngabean setelah menggelar konvoi keliling kota.

Namun sekitar 300 personel polisi sudah siap mengantisipasi potensi bentrok di
perbatasan basis massa dua partai itu, sehingga aksi lempar batu dapat diredam dan
tak merusak fasilitas atau melukai warga sipil.

Kepala Kepolisian Kota Besar Yogyakarta Komisaris Besar Polisi Slamet Santoso yang
turun langsung melerai massa menuturkan bentrok terjadi karena adanya agenda
kampanye berbarengan dari massa PDIP dan PPP.

"Pendukung Prabowo jadwalnya menghadiri kampanye Rhoma Irama di Bantul,


sedangkan pendukung Jokowi menghadiri kirab budaya di Alun-alun Utara," tutur
Slamet.

Informasi kepolisian, simpatisan Prabowo, khususnya massa dari PPP, dalam


perjalanan menghadiri kampanye raja dangdut itu sempat melakukan perusakan posko
PDIP di sejumlah titik, seperti di Brontokusuman, Sugeng Jeroni, dan Mantrijeron.

"Ada posko dan rumah warga biasa yang dilempari batu," kata Slamet. Aksi
pelemparan batu massa pendukung Prabowo itu lantas menyulut kemarahan
simpatisan PDIP.

"Akhirnya memicu lagi bentrok di kandang masing-masing," ujarnya.

Pihak kepolisian sendiri masih berjaga di simpang Ngabean hingga jelang magrib ini
untuk mengantisipasi gesekan kedua kubu.

c. Kesimpulan :
Pada hari selasa 24 Juni 2014 terjadi bentrokan antar golongan yaitu
antara pendukung Joko Widodo-Jusuf Kalla dengan pendukung Prabowo-Hatta di
kawasan Ngampilan-Ngabean, Yogyakarta. Berdasarkan kesaksian seorang saksi
mata, peristiwa tersebut terjadi ketika kedua massa bertemu di simpang Ngabean
saat sedang melakukan konvoi keliling kota. Untungnya, saat terjadi bentrok
terdapat 300 aparat epolisian yang sedang berjaga. Sehingga aksi lempar batu dapat
diredam secepatnya.
Tidak terdapat warga sipil yang terluka ataupun korban jiwa, namun hal
ini menyebabkan kemacetan yang sangat parah hingga melumpuhkan ruas jalan
Letjen Soeprapto-Wachid Hasyim selama 2 jam. Aparat kepolisian pun masih berjaga
hingga maghrib untuk mengantisipasi adanya konflik lanjutan.
Nama : Sabrina Felicia Khairunnisa
Kelas : 7 A
Tugas : Tugas Keterampilan PPKn (Penyimpangan SARA)

d. Pendapat :
Konflik antar golongan adalah perselisihan antara dua kelompok atau
lebih yang disebabkan oleh kepentingan yang sama, perselisihan ini dapat
menimbulkan dampak pada masing-masing kelompok seperti menang ataupun
kalah. Dan pada kasus kali ini adalaah konflik yang sempat panas pada tahun 2014
yang lalu, pihak yang bermain disini adalah golongan pendukung Jokowi dan
golongan pendukung Prabowo.
Saya sangat tidak menyetujui hal ini, hanya karena konflik ini ruas jalan
menjadi lumpuh selama 2 jam, tentu saja hal ini telah mengganggu aktivitas warga
sekitar. Akan tetapi, di sisi lain saya sangat mengapresiasi tindakan aparat kepolisian
yang sudah mengantisipasi kejadian ini, mereka akan menduga hal ini akan terjadi
dan segera menyiapkan 300 aparat kepolisian untuk berjaga-jaga disekeliling ruas
jalan tersebut, sehingga konflik ini berhasil diredam dan tidak terdapat korban jiwa.
Saya sangat berharap konflik antar golongan ini tidak terjadi lagi, karena
konflik ini sudah membuat semua orang menjadi khawatir dan menimbulkan
kemacetan yang parah. Jika konflik ini berkelanjutan, maka dapat mengakibatkan
kerugian dari sisi materil maupun jatuhnya korban jiwa. Tindakan cepat aparat
kepolisian dan sanksi hukum yang tegas sangat diperlukan untuk mencegah hal
tersebut.

Anda mungkin juga menyukai