Anda di halaman 1dari 197

ANALISIS PERILAKU PERAWAT DAN FASILITAS

SANITASI DALAM PENCEGAHAN INFEKSI


NOSOKOMIAL DI RUANG RAWAT INAP
RSUD DR. PIRNGADI MEDAN
TAHUN 2020

SKRIPSI

Oleh

DEWI SUHASTI
NIM. 161000055

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2021
ANALISIS PERILAKU PERAWAT DAN FASILITAS
SANITASI DALAM PENCEGAHAN INFEKSI
NOSOKOMIAL DI RUANG RAWAT INAP
RSUD DR. PIRNGADI MEDAN
TAHUN 2020

SKRIPSI

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat


untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

DEWI SUHASTI
NIM. 161000055

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2021
i
Telah diuji dan dipertahankan

Pada tanggal: 20 Januari 2021

TIM PENGUJI SKRIPSI

Ketua : dr. Devi Nuraini Santi, M.Kes.


Anggota : 1. Dr. Sri Malem Indirawati, S.K.M, M.Si.
2. Ir. Indra Chahaya S., M.Si.

ii
Pernyataan Keaslian Skripsi

Saya menyatakan dengan ini bahwa Skripsi saya yang berjudul “Analisis

Perilaku Perawat dan Fasilitas Sanitasi dalam Pencegahan Infeksi

Nosokomial di Ruang Rawat Inap RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2020”

beserta seluruh isinya adalah benar karya saya sendiri dan saya tidak melakukan

penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika

keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan kecuali yang secara tertulis

diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka. Atas pernyataan ini,

saya siap menaggung risiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila

kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya

saya ini, atau klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Medan, Januari 2021

Dewi Suhasti

iii
Abstrak

Infeksi nosokomial merupakan infeksi yang timbul ketika pasien dirawat di rumah
sakit dan tidak dalam masa inkubasi, biasa terjadi 48 jam hingga empat hari sejak
pasien dirawat di rumah sakit. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis
pelaksanaan dan penerapan perilaku perawat dan fasilitas sanitasi dalam
pencegahan infeksi nosokomial di ruang rawat inap RSUD Dr.Pirngadi Medan.
Jenis penelitian ini bersifat deskriptif dengan jumlah sampel sebanyak 79 perawat.
Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara menggunakan kuesioner dan
observasi fasilitas sanitasi ruang rawat inap serta dianalisa secara deskriptif untuk
mengetahui frekuensi, persentase, dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi
frekuensi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar (51,9%) perawat
pada kelompok umur 31-40 tahun, berjenis kelamin perempuan (94,9%) dengan
jenjang pendidikan D.III Keperawatan (58,2%). Mayoritas perawat (53,2%) pada
kelompok lama kerja 10-20 tahun dan pernah mengikuti pelatihan infeksi
nosokomial (81%). Secara keseluruhan tingkat pengetahuan perawat paling
banyak (69,6%) perawat memiliki tingkat pengetahuan baik. Sikap perawat
sebagian besar (73,4%) memiliki sikap baik dan juga dengan tindakan sebagian
besar (94,9%) perawat memiliki tindakan baik. Hasil observasi fasilitas sanitasi
ditemukan bahwa dari 8 ruang rawat inap sebanyak 3 ruangan (37,5%) tidak
tersedia air minum diruang rawat inap, tidak tersedianya slogan memelihara
kebersihan di toilet perawat sebesar (87,5%), tidak tersedianya slogan memelihara
kebersihan di toilet pasien sebesar (62,5%), wastafel rusak sebesar (25%) serta
tidak mengangkut limbah ruang rawat inap ke TPS lebih dari 2x24 jam sebesar
(50%). Pada kesehatan udara, pengendalian vektor serta pengelolaan linen sudah
baik dan sesuai standar. Disarankan kepada perawat untuk rutin mengikuti
pelatihan infeksi nosokomial dan menambah wawasan bacaannya mengenai
infeksi nosokomial. Pihak rumah sakit juga rutin menyelenggarakan pelatihan
infeksi nosokomial serta menyediakan media informasi berupa poster dan leaflet
tentang pencegahan infeksi nosokomial serta melengkapi fasilitas sanitasi dalam
upaya pencegahan infeksi nosokomial.
Kata kunci : Infeksi nosokomial, perilaku perawat, fasilitas sanitasi

iv
Abstract

Nocosomial infection is caused when a patient is hospitalized and not in


incubation period, usually happens 48 hours to four days since the patient is
admitted to the hospital. The objective of this study is to analyze the
implementation and application of treatments from the nurses and sanitation
facilities to prevent nocosomial infections in the impatient rooms of Dr.Pirngadi
General Hospital Medan. This is a descriptive study with 79 samples of
nurses.Data were collected by questionnaire and by observing the sanitation
facilities in impatient rooms. Data were analyzed descriptively to determine
frequency and percentage, which were then provided in frequency distribution
table. The result conveyed that the majority (51.9%) of nurses in the 31-40 year
age group, female (94.9%), and with diploma in Nursing education (58.2%). The
majority of nurses (53.2%) in the 10-20 years of work tenure and received
trainings in nocosomial infection training (81%). The nurses’ overall education
level (69.6%) were satisfactory. The nurses’ behaviors (73.4%) were good, and so
were their treatments (94.9%). From the observation of sanitation facilities, it was
found that 3 of 8 rooms (37.5%) did not provide drinking water in impatient
rooms, did not have the slogan to maintain cleanliness in nurses’ toilet (87.5%),
did not have the slogan to maintain cleanliness in patients’ toilet (62.5%), broken
sinks (25%) and neglected waste from impatient rooms for 2x24 hours (50%).
Meanwhile the air quality, vector control and linen management were good and in
accordance with standards. It is advisable for nurses to routinely participate in
nocosomial infection training and add insight to their reading about nocosomial
infections. The hospital officials also routinely organizes training on nocosomial
infections and provides drinking water for patients who are treated in inpatient
rooms and complete of sanitation facilities in an effort to prevent nocosomial
infections.

Keywords : Nocosomial infection, nurses’ treatments, sanitation facility

v
Kata Pengantar

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala berkah yang

telah diberikan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Analisis Perilaku Perawat dan Fasilitas Sanitasi dalam Pencegahan Infeksi

Nosokomial di Ruang Rawat Inap RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2020”.

Skripsi ini adalah salah satu syarat yang ditetapkan untuk memperoleh gelar

Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Sumatera Utara.

Selama proses penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan

bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak baik moril maupun materil. Pada

kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih sebesar-besarnya

kepada:

1. Dr. Muryanto Amin, S.Sos., M.Si. selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si. selaku Dekan Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. dr. Devi Nuraini Santi, M.Kes. Ketua Departemen Kesehatan Lingkungan

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara dan selaku

Dosen Pembimbing yang telah meluangkan waktu dan dengan sabar

memberikan bimbingan, arahan, dan masukan kepada penulis dalam

penyempurnaan skripsi ini.

4. Dr. Sri Malem Indirawati, S.K.M, M.Si., selaku Dosen Penguji I dan Ir. Indra

Chahaya S., M.Si. selaku Dosen Penguji II yang telah meluangkan waktu dan

pikiran dalam penyempurnaan skripsi ini.

vi
5. Drs., Tukiman, M.K.M. selaku dosen penasehat akademik yang telah

membimbing penulis dari awal perkuliahan hingga penulis dapat

menyelesaikan tugas akhir ini.

6. Seluruh Dosen di Fakultas Kesehatan Masyarakat USU, khususnya

Departemen Kesehatan Lingkungan atas bekal ilmu yang telah diberikan

selama penulis menempuh pendidikan.

7. Pegawai dan Staf Fakultas Kesehatan Masyarakat USU yang telah banyak

membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, terkhusus Dian Afriyanti.

8. dr. Suryadi Panjaitan, M.Kes, Sp.PD, FINASIM selaku Direktur RSUD Dr.

Pirngadi Kota Medan, Linny Lumongga Harahap, S.Kep. M.Kes selaku

Kabid Penelitian & Pengembangan RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan, Dr.

Rudi Mahruzar, Sp. PD selaku Kabid Pengolahan Data Rekam Medik RSUD

Dr. Pirngadi Kota Medan, Tiarma Br. Manurung, S.Kep, Ns selaku Kabid

Pelayanan Keperawatan, Marlina Simorangkir, S.Kep, Ns selaku Ka Instalasi

Rawat Inap, Sanvery Parlindungan Sihombing, S.K.M., M.Kes, selaku Ka

Instalasi Kesling, dan Arbainah, SE selaku Ka Instalasi Loundry Dan

Sandang RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan yang telah mengizinkan penulis

melakukan penelitian.

9. Teristimewa untuk orang tua (Sukardiat dan Sunarmi) yang telah memberikan

kasih sayang yang begitu besar dan kesabaran dalam mendidik dan memberi

dukungan kepada penulis.

10. Terkhusus untuk saudara dan saudari (Muhammad Deni Wahyu dan Erina

Aulia) yang telah memberikan semangat kepada penulis.

vii
11. Senior-senior UKMI FKM USU yang telah menyemangati dan memotivasi

penulis.

12. Teman-teman seperjuangan sedari awal kuliah ”Syurga Kecil” (Rica,

Khoirunnisah, Mira, Adel, Ike, Nisa, Kamisa, Zelika, Indah, Ulfa, Chika,

Siska) yang selalu saling menyemangati satu sama lain dalam penyelesaian

skripsi.

13. Teman-teman selama di KKN Desa Baru Pasar VIII Kecamatan Hinai, PBL

di Desa Karya Maju Kecamatan Tanjung Pura, dan LKP di Puskesmas

Bestari yang telah memberikan motivasinya selama ini.

14. Kepada seluruh pihak yang telah berjasa dan membantu penulis yang tidak

dapat disebutkan satu persatu, penulis mengucapkan terima kasih banyak atas

dukungan, kerja sama, dan doanya.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat kekurangan. Oleh

sebab itu, penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun dari

semua pihak dalam rangka penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata, penulis

berharap skripsi ini dapat memberikan kontribusi yang positif dan bermanfaat

bagi pembaca.

Medan, Januari 2021

Dewi Suhasti

viii
Daftar Isi

Halaman

Halaman Persetujuan i
Halaman Penetapan Tim Penguji ii
Halaman Pernyataan Keaslian Skripsi iii
Abstrak iv
Abstract v
Kata Pengantar vi
Daftar Isi ix
Daftar Tabel xii
Daftar Gambar xiv
Daftar Lampiran xv
Riwayat Hidup xvi

Pendahuluan 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 5
Tujuan Penelitian 5
Tujuan umum 5
Tujuan khusus 5
Manfaat Penelitian 6
Manfaat teoritis 6
Manfaat aplikatif 6

Tinjauan Pustaka 7
Rumah Sakit 7
Tugas dan fungsi rumah sakit 7
Klasifikasi rumah sakit 8
Persyaratan sarana dan bangunan rumah sakit 9
Pengertian Hygiene dan Sanitasi 11
Hygiene 11
Sanitasi 12
Infeksi Nosokomial 13
Definisi infeksi nosokomial 13
Jenis-jenis infeksi nosokomial 14
Klasifikasi infeksi nosokomial 21
Mikroorganisme penyebab infeksi nosokomial 22
Cara penularan infeksi nosokomial 24
Sumber penularan infeksi nosokomial 25
Dampak infeksi nosokomial 26
Pengendalian dan Pencegahan Infeksi Nosokomial 27
Pengendalian infeksi nosokomial 27
Pencegahan infeksi nosokomial 28

ix
Kewaspadaan Standar dan Berdasarkan Transmisi 30
Kewaspadaan standar 30
Kewaspadaan berdasarkan transmisi 50
Karakteristik Perawat 51
Usia 51
Jenis kelamin 52
Tingkat pendidikan 52
Lama bekerja 53
Pelatihan infeksi nosokomial 53
Hak dan Kewajiban Perawat 53
Konsep Perilaku 55
Batasan perilaku 55
Perilaku kesehatan 56
Domain perilaku 56
Fasilitas Sanitasi Rumah Sakit Berdasarkan Permenkes RI Nomor 7
Tahun 2019 59
Landasan Teori 67
Kerangka Konsep 69

Metode Penelitian 70
Jenis Penelitian 70
Lokasi dan Waktu Penelitian 70
Populasi dan Sampel 70
Subjek Penelitian 71
Definisi Operasional 72
Metode Pengumpulan Data 74
Metode Pengukuran Data 75
Metode Analisis Data 78

Hasil Penelitian 79
Gambaran Umum Lokasi Penelitian 79
Klasifikasi Ruang Rawat Inap Berdasarkan Ketersediaan Kamar dan
Izin Penelitian di RSUD Dr. Pirngadi Medan 79
Karakteristik Perawat 98
Data Perilaku 98
Pengetahuan perawat 99
Sikap perawat 99
Tindakan perawat 101
Tabulasi Silang 103
Tabulasi silang tingkat pendidikan dengan pengetahuan perawat 104
Tabulasi silang lama bekerja dengan tingkat pengetahuan perawat 104
Tabulasi silang tingkat pengetahuan dengan sikap perawat 104
Tabulasi silang tingkat pengetahuan dengan tindakan perawat 105
Fasilitas Sanitasi Ruang Rawat Inap RSUD Dr. Pirngadi Medan 106

x
Pembahasan 110
Karakteristik Perawat 110
Pengetahuan Perawat 115
Sikap Perawat 118
Tindakan Perawat 120
Tabulasi Silang 122
Fasilitas Sanitasi Ruang Rawat Inap RSUD Dr. Pirngadi Medan 125
Keterbatasan Penelitian 131

Kesimpulan dan Saran 132


Kesimpulan 132
Saran 134

Daftar Pustaka 136


Lampiran 140

xi
Daftar Tabel

No Judul Halaman

1 Standar Kebutuhan Air Menurut Kelas Rumah Sakit dan


Jenis Rawat 61

2 Deskripsi Hasil Observasi Fasilitas Sanitasi di Ruang Rawat


Inap Dahlia 2 RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2020 79

3 Deskripsi Hasil Observasi Fasilitas Sanitasi di Ruang Rawat


Inap Asoka RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2020 82

4 Deskripsi Hasil Observasi Fasilitas Sanitasi di Ruang Rawat


Inap Anggrek I RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2020 84

5 Deskripsi Hasil Observasi Fasilitas Sanitasi di Ruang Rawat


Inap Anggrek II RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2020 86

6 Deskripsi Hasil Observasi Fasilitas Sanitasi di Ruang Rawat


Inap Kenanga I RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2020 88

7 Deskripsi Hasil Observasi Fasilitas Sanitasi di Ruang Rawat


Inap Tulip I RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2020 90

8 Deskripsi Hasil Observasi Fasilitas Sanitasi di Ruang Rawat


Inap Tulip II RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2020 92

9 Deskripsi Hasil Observasi Fasilitas Sanitasi di Ruang Rawat


Inap Tulip III RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2020 94

10 Distribusi Frekuensi Perawat Berdasarkan Karakteristik di


RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2020 96

11 Distribusi Frekuensi Perawat Menurut Tingkat Pengetahuan


dalam Pencegahan Infeksi Nosokomial di RSUD Dr. Pirngadi
Medan Tahun 2020 98

12 Distribusi Responden tentang Pengetahuan Perawat dalam


Pencegahan Infeksi Nosokomial di RSUD Dr. Pirngadi
Medan Tahun 2020 99

xii
13 Distribusi Frekuensi Perawat Menurut Sikap dalam
Pencegahan Infeksi Nosokomial di RSUD Dr. Pirngadi Medan
Tahun 2020 99

14 Distribusi Responden tentang Sikap Perawat dalam


Pencegahan Infeksi Nosokomial di RSUD Dr. Pirngadi
Medan Tahun 2020 101

15 Distribusi Frekuensi Perawat Menurut Tindakan dalam


Pencegahan Infeksi Nosokomial di RSUD Dr. Pirngadi Medan
Tahun 2020 101

16 Distribusi Responden tentang Tindakan Perawat dalam


Pencegahan Infeksi Nosokomial di RSUD Dr. Pirngadi
Medan Tahun 2020 103

17 Tabulasi Silang Tingkat Pendidikan dengan Pengetahuan Perawat


di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2020 103

18 Tabulasi Silang Lama Bekerja dengan Tingkat Pengetahuan Perawat


di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2020 104

19 Tabulasi Silang Tingkat Pengetahuan dengan Sikap Perawat di


RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2020 105

20 Tabulasi Silang Tingkat Pengetahuan dengan Tindakan Perawat di


RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2020 105

21 Hasil Observasi Fasilitas Sanitasi Ruang Rawat Inap RSUD Dr.


Pirngadi Medan Tahun 2020 106

xiii
Daftar Gambar

No Judul Halaman

1 Kerangka konsep 69

xiv
Daftar Lampiran

Lampiran Judul Halaman

1 Kuesioner Penelitian 140

2 Master Data 146

3 Lembar Observasi Fasilitas Sanitasi Ruang Rawat Inap RSUD


Dr. Pirngadi Medan Tahun 2020 151
4 Surat Permohonan Survei Pendahuluan 153

5 Surat Selesai Survei Pendahuluan 154

6 Surat Permohonan Izin Penelitian 155

7 Surat Selesai Penelitian 156

8 Output Karakteristik Perawat 157

9 Output Perilaku Perawat 158

10 Dokumentasi Penelitian 172

xv
Riwayat Hidup

Penulis bernama Dewi Suhasti berumur 23 tahun, dilahirkan di Medan

pada tanggal 15 Juni 1997. Penulis beragama Islam, anak pertama dari pasangan

Bapak Sukardiat dan Ibu Sunarmi.

Pendidikan formal dimulai di SD Negeri 066658 Medan tahun 2004-2010,

sekolah menengah pertama di SMPN 38 Medan tahun 2010-2013, sekolah

menengah atas di SMAS Brigjend Katamso II Medan tahun 2013-2016,

selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan di Program Studi S1 Kesehatan

Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Medan, Januari 2021

Dewi Suhasti

xvi
Pendahuluan

Latar Belakang

Rumah sakit adalah institusi kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan

kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap,

rawat jalan, dan gawat darurat (Permenkes RI, 2014).

Rumah sakit selain sebagai tempat untuk mencari kesembuhan juga

merupakan sumber dari berbagai penyakit, yang berasal dari penderita maupun

dari pengunjung yang berstatus karier. Berbagai macam bakteri patogen dapat

hidup dan berkembang di lingkungan rumah sakit, seperti udara, air, lantai,

makanan dan benda-benda peralatan medis maupun non medis. Jadi infeksi yang

mengenai seseorang dan infeksi tersebut diakibatkan oleh pengaruh lingkungan

rumah sakit disebut infeksi nosokomial (Nugraheni, 2012).

Infeksi nosokomial adalah masuknya mikroorganisme pada cairan tubuh

yang disertai dengan suatu gejala klinis maupun lokal yang muncul selama

seseorang tersebut dirawat di rumah sakit dan mulai menunjukkan suatu gejala

selama seseorang itu dirawat atau telah selesai dirawat (T. Graha, 2011).

Penelitian WHO (World Health Organization) menjelaskan bahwa pada

rumah sakit yang berasal dari 14 negara yang berada di empat kawasan (regional)

WHO, terdapat sekitar 8,7% penderita infeksi nosokomial yang dirawat di rumah

sakit (Soedarto, 2016).

Pada tahun 1999 seorang peneliti bernama S. Kim Jacobs dari Amerika

Serikat memperoleh data infeksi nosokomial sebesar 75% yang terjadi pada

pasien pasca bedah. Dari persentase tersebut terdapat infeksi saluran kemih

1
2

sebesar 42%, infeksi saluran pernafasan sebesar 14%, dan infeksi aliran darah

(bakteremia) sebesar 4% (Djojosugito, 2001).

Pada tahun 2003 berdasarkan hasil survey point prevalence dari 11 rumah

sakit di DKI Jakarta yang dilakukan oleh Perdalin Jaya dan Rumah Sakit Penyakit

Infeksi Prof. Dr. Sulianti Saroso Jakarta, terdapat kasus infeksi nosokomial pada

kejadian ILO (Infeksi Luka Operasi) 18,9%, ISK (Infeksi Saluran Kemih) 15,1 %,

IADP (Infeksi Aliran Darah Primer) 26,4%, Pneumonia 24,5% dan Infeksi

Saluran Napas lain 15,1%, serta Infeksi lain 32,1% (Lelonowati, 2015).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Syahrir et al. (2018),

menunjukkan bahwa pada tahun 2013-2015 terjadi kejadian infeksi nosokomial di

Rumah Sakit Umum Daerah Labuang Baji Makassar seperti terjadinya infeksi

phebitis, dekubitus, ILO/IDO (Infeksi Luka Operasi/ Infeksi Daerah Operasi),

serta infeksi saluran kemih.

Peran petugas kesehatan yang memiliki resiko tertinggi sebagai media

perantara penularan infeksi nosokomial kepada pasien adalah perawat, hal ini

disebabkan karena perawat selama 24 jam berhubungan langsung dengan pasien

untuk melaksanakan asuhan keperawatan. Kemampuan perawat dalam upaya

pencegahan transmisi infeksi nosokomial di rumah sakit adalah tingkatan pertama

dalam pemberian pelayanan berkualitas. Kemampuan perawat dalam pemberian

pelayanan berkualitas dapat tercermin dari perilaku patuh dalam penerapan

pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial (Sugeng, 2014).

Mikroorganisme patogen dalam kawasan lingkungan rumah sakit jenisnya

cukup banyak dan dapat tersebar dimana saja. Petugas pelayanan medis selalu
3

kontak dengan penderita, hal ini sangat memungkinkan bahwa petugas tersebut

sebagai media perantara penularan sekaligus sebagai sumber penularan (Darmadi,

2008).

Ruang rawat inap di rumah sakit memberikan kontribusi terbesar terhadap

pasien, pengunjung, pekerja medis, pekerja non medis dan lain sebagainya untuk

berinteraksi di dalamnya dan memungkinkan terjadinya berbagai macam

pencemaran mikroorganisme patogen, mengingat ruang rawat inap dalam

kepentingan berkunjung lebih tinggi dibandingkan dengan ruangan pencucian

maupun dapur. Lantai ruang perawatan di rumah sakit merupakan tempat

bertebarannya berbagai jenis mikroorganisme selain media udara (Suwarni et al.,

2001 dalam Wulandari et al., 2015).

Sanitasi rumah sakit adalah upaya pengendalian dari berbagai faktor

lingkungan baik fisik, biologi, dan kimiawi di rumah sakit yang memungkinkan

dapat menimbulkan pengaruh buruk terhadap kesehatan petugas, penderita,

pengunjung maupun bagi masyarakat yang berada di lingkungan sekitar rumah

sakit (Wulandari, 2018).

Berdasarkan Permenkes RI Nomor 7 Tahun 2019 Kesehatan Lingkungan

Rumah Sakit merupakan suatu upaya pencegahan penyakit dan/atau gangguan

kesehatan dari berbagai faktor risiko lingkungan dalam mewujudkan kualitas

lingkungan yang sehat baik secara aspek fisik, kimia, biologi, maupun sosial

dalam lingkungan rumah sakit.

Berdasarkan hasil survey pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti pada

tanggal 7 Maret 2020, diperoleh data dari rekam medik melalui hasil surveilans
4

infeksi yang dilakukan oleh petugas Komite Pencegahan Dan Pengendalian

Infeksi (PPI) RSUD Dr. Pirngadi Medan ditemukan bahwa pada tahun 2017

kejadian Infeksi Aliran Darah (IAD) sebesar 42 kasus (10,74‰), phlebitis sebesar

25 kasus (2,76‰) dan Infeksi Luka Operasi (ILO) sebesar 9 kasus(4,42‰). Pada

kejadian Infeksi Aliran Darah (IAD), data yang didapatkan cukup tinggi yang

seharusnya tidak melebihi target capaian dari Permenkes RI No. 27 Tahun 2017

tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Di Fasilitas Pelayanan

Kesehatan yaitu 3,5‰. Pada tahun 2018 diperoleh kejadian Infeksi Aliran Darah

(IAD) sebesar 19 kasus(2,19‰), phlebitis sebesar 16 kasus (2,02‰) dan Infeksi

Luka Operasi (ILO) sebesar 5 kasus(3,21‰). Sedangkan pada tahun 2019 data

yang diperoleh dari Komite PPI RSUD Dr. Pirngadi Medan mengalami penurunan

yaitu kejadian phlebitis sebesar 15 kasus(0,85‰) dan Infeksi Luka Operasi (ILO)

sebesar 1 kasus (0,10‰).

Menurut pemaparan petugas Komite PPI RSUD Dr. Pirngadi Medan

bahwa laporan hasil surveilans infeksi tersebut tidak semua ruangan rawat inap

yang dilakukan surveilans, melainkan hanya ruangan intensive saja yang dipantau.

Alasan tidak dilakukannya surveilans pada seluruh ruang rawat inap yaitu

memerlukan waktu yang cukup lama, memerlukan petugas yang cukup banyak

serta biaya operasional yang cukup mahal untuk melakukan kultur bakteri.

Dari hal inilah peneliti ingin mengetahui lebih banyak informasi tentang

perilaku perawat dan fasilitas sanitasi dalam upaya pencegahan infeksi

nosokomial di ruang rawat inap RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2020.
5

Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang dan permasalahan diatas, masih

ditemukan kejadian infeksi nosokomial pada RSUD Dr. Pirngadi Medan. Pada

seluruh ruangan rawat inap belum dilakukannya kegiatan surveilans secara

berkala, sehingga perlu dilakukan analisis perilaku perawat dan fasilitas sanitasi

dalam pencegahan infeksi nosokomial di ruang rawat inap tersebut.

Tujuan Penelitian

Tujuan umum. Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menganalisis

perilaku perawat dan fasilitas sanitasi dalam upaya pencegahan infeksi

nosokomial di ruang rawat inap RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2020.

Tujuan khusus. Adapun tujuan khusus penelitian ini adalah sebagai

berikut :

1. Untuk mengetahui karakteristik perawat yang terdiri dari umur, jenis

kelamin, tingkat pendidikan, lama bekerja, dan pelatihan infeksi

nosokomial.

2. Untuk mengetahui perilaku perawat saat memberikan pelayanan

keperawatan kepada pasien dalam pencegahan infeksi nosokomial.

3. Untuk mengetahui kejadian infeksi nosokomial pada ruang rawat inap

RSUD Dr. Pirngadi Medan.

4. Untuk menganalisa fasilitas sanitasi dalam upaya pencegahan infeksi

nosokomial di RSUD Dr. Pirngadi Medan.


6

Manfaat Penelitian

Manfaat teoritis. Adapun manfaat teoritis sebagai berikut:

1. Sebagai bahan informasi tambahan bagi Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara khususnya bagi peminatan Kesehatan

Lingkungan.

2. Sebagai bahan masukan bagi rumah sakit untuk mengadakan pelatihan

pencegahan infeksi nosokomial pada petugas kesehatan khususnya

perawat.

3. Untuk menambah referensi bagi pembaca tentang perilaku perawat dan

fasilitas sanitasi dalam mencegah infeksi nosokomial di ruang rawat inap

rumah sakit dan menambah informasi bagi penelitian selanjutnya

Manfaat aplikatif. Adapun manfaatnay sebagai berikut:

1. Untuk menambah informasi pengetahuan maupun pengalaman bagi

penulis di bidang kesehatan lingkungan rumah sakit dalam pencegahan

infeksi nosokomial
Tinjauan Pustaka

Rumah Sakit

Definisi rumah sakit. Rumah sakit adalah sarana kesehatan yang

memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dan memiliki peran strategis

dalam mempercepat peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang optimal.

Untuk mewujudkan derajat kesehatan bagi masyarakat, diselenggarakan upaya

kesehatan dengan pendekatan pemeliharaan peningkatan kesehatan (promotif),

pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan

kesehatan (rehabilitatif) yang dilakukan secara menyeluruh, terpadu dan

berkesinambungan (UU RI No. 44 tahun 2009).

Tugas dan fungsi rumah sakit. Menurut UU RI No.44 Tahun 2009

tentang rumah sakit, rumah sakit memiliki tugas memberikan pelayanan kesehatan

perorangan secara paripurna. Pelayanan kesehatan yang meliputi promotif,

preventif, kuratif, dan rehabilitatif merupakan suatu pelayanan kesehatan yang

dikatakan paripurna. Dalam menjalankan tugasnya, rumah sakit umumnya

memiliki fungsi:

a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai

dengan standar pelayanan rumah sakit.

b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan

kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan

medis.

c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam

rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan.

7
8

d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi

bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan

memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.

Klasifikasi rumah sakit. Menurut Permenkes RI Nomor 3 Tahun 2020,

Klasifikasi rumah sakit berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan, dikategorikan

dalam Rumah Sakit Umum dan Rumah Sakit Khusus.

1. Rumah sakit umum. Rumah sakit umum memberikan pelayanan kesehatan

pada semua bidang jenis penyakit seperti: pelayanan medik dan penunjang

medik, pelayanan keperawatan dan kebidanan, serta pelayanan nonmedik.

Rumah Sakit umum dapat diklasifikasikan menjadi:

a. Rumah sakit umum kelas A

Rumah sakit umum kelas A adalah rumah sakit umum yang memiliki

jumlah tempat tidur paling sedikit 250 (dua ratus lima puluh) buah.

b. Rumah sakit umum kelas B

Rumah sakit umum kelas B adalah rumah sakit umum yang memiliki

jumlah tempat tidur paling sedikit 200 (dua ratus) buah.

c. Rumah sakit umum kelas C

Rumah sakit umum kelas C adalah rumah sakit umum yang memiliki

jumlah tempat tidur paling sedikit 100 (seratus) buah.

d. Rumah sakit umum kelas D

Rumah sakit umum kelas D adalah rumah sakit umum yang memiliki

jumlah tempat tidur paling sedikit 50 (lima puluh) buah.


9

2. Rumah sakit khusus. Rumah sakit khusus memberikan pelayanan utama

pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin

ilmu, golongan umur, organ, jenis penyakit, atau kekhususan lainnya.

Rumah sakit khusus dapat diklasifikasikan menjadi:

a. Rumah sakit khusus kelas A

Rumah sakit khusus kelas A adalah rumah sakit khusus yang memiliki

jumlah tempat tidur paling sedikit 100 (seratus) buah.

b. Rumah sakit khusus kelas B

Rumah sakit khusus kelas B adalah rumah sakit khusus yang memiliki

jumlah tempat tidur paling sedikit 75 (tujuh puluh lima) buah.

c. Rumah sakit khusus kelas C

Rumah sakit khusus kelas C adalah rumah sakit khusus yang memiliki

jumlah tempat tidur paling sedikit 25 (dua puluh lima) buah

Persyaratan sarana dan bangunan rumah sakit. Berdasarkan

Permenkes RI Nomor 7 Tahun 2019 tentang kesehatan lingkungan rumah sakit,

bahwa persyaratan sarana dan bangunan adalah sebagai berikut:

1. Toilet rumah sakit

a. Toilet pengunjung, perbandingan 1 toilet untuk pengunjung wanita

1:20 dan bagi pengunjung pria 1:30.

b. Toilet disabilitas, tersedianya toilet untuk orang yang keterbatasan fisik

(disabilitas) di ruang rawat jalan, pengunjung medik dan IGD.

2. Lantai rumah sakit


10

a. Lantai terbuat dari bahan yang kuat, kedap air, permukaannya rata,

tidak licin, warna terang, dan mudah dibersihkan.

b. Lantai yang selalu kontak dengan air harus mempunyai kemiringan

yang cukup kearah saluran pembuangan air limbah.

c. Pertemuan lantai dengan dinding harus berbentuk konus atau lengkung

agar mudah dibersihkan.

d. Permukaan dinding harus kuat rata, berwarna terang dan menggunakan

cat yang tidak luntur serta tidak menggunakan cat yang mengandung

logam berat.

3. Pintu rumah sakit

a. Pintu utama dan pintu-pintu yang dilalui brankar/tempat tidur pasien

memiliki lebar bukaan minimal 120 cm, dan pintu-pintu yang tidak

menjadi akses tempat tidur pasien memiliki lebar bukaan minimal 90

cm.

b. Di daerah sekitar pintu masuk tidak boleh ada perbedaan ketinggian

lantai.

c. Pintu untuk kamar mandi di ruangan perawatan pasien dan pintu toilet

untuk aksesibel, harus terbuka ke luar, dan lebar.

d. Pintu-pintu yang menjadi akses tempat tidur pasien harus dilapisi

bahan anti benturan.

e. Ruang perawatan pasien harus memiliki bukaan jendela yang dapat

terbuka secara maksimal untuk kepentingan pertukaran udara.


11

f. Pada bangunan rumah sakit bertingkat, lebar bukaan jendela harus

aman dari kemungkinan pasien dapat melarikan/meloloskan diri

4. Atap rumah sakit

a. Kuat, tidak bocor, tahan lama dan tidak menjadi tempat perindukan

serangga, tikus, dan binatang pengganggu lainnya.

b. Memenuhi sebagian persyaratan di atas

5. Langit-langit rumah sakit

a. Langit-langit kuat, berwarna terang, dan mudah dibersihkan, tidak

mengandung unsur yang dapat membahayakan pasien, tidak berjamur.

b. Tinggi langit-langit di ruangan minimal 2,80 meter, dan tinggi selasar

(koridor) minimal 2,40 meter.

c. Tinggi langit-langit di ruangan operasi minimal 3,00 meter.

d. Pada ruang operasi dan ruangan intensif, bahan langit-langit harus

memiliki tingkat ketahanan api (TKA) minimal 2 jam.

e. Pada tempat-tempat yang membutuhkan tingkat kebersihan ruangan

tertentu, maka lampu-lampu penerangan ruangan dipasang dibenamkan

pada plafon (recessed).

Pengertian Hygiene dan Sanitasi

Hygiene. Menurut Azwar (2000) hygiene adalah upaya kesehatan

masyarakat dalam mengendalikan pengaruh kondisi lingkungan yang dapat

menimbulkan berbagai macam penyakit sehingga dapat meningkatkan derajat

kesehatan masyarakat yang optimal. Sedangkan menurut Mukono (2006) hygiene

adalah ilmu kesehatan masyarakat yang mempelajari segala keseluruhan faktor


12

yang mendukung kehidupan yang sehat secara personal maupun melalui

masyarakat. Dalam melaksanakan tugasnya, seorang perawat ataupun petugas

kesehatan lainnya hendak memperhatikan personal higienenya seperti

menggunakan masker ketika bertugas, mencuci tangan ataupun menggunakan

handsanitizer sebelum dan sesudah menangani pasien, menggunakan sarung

tangan, tidak makan/minum sambil menangani pasien, bila petugas makan

ataupun minum harus di ruangan khusus dalam keadaan tertutup dan memakai

peralatan makan/minum yang bersih, serta ketika sesampainya di rumah langsung

mandi.

Menurut Tietjen (2004), Boyce dan Pittet (2002), menyatakan bahwa

penyebab utama yang dapat menimbulkan infeksi nosokomial di suatu pelayanan

kesehatan yaitu minimnya melakukan kebersihan tangan yang mana tangan

tersebut merupakan sumber dari penyebaran mikroba patogen yang berkontribusi

dalam timbulnya infeksi nosokomial tersebut.

Sanitasi. Arifin dalam Wulandari (2018) sanitasi adalah upaya

pencegahan suatu penyakit dengan cara memutus mata rantai dari sumbernya.

Sanitasi merupakan suatu usaha kesehatan masyarakat sebagai pengendalian

faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi derajat kesehatan.

Menurut WHO, sanitasi lingkungan (environmental sanitation) adalah

kegiatan mengendalikan semua faktor lingkungan fisik manusia yang

memungkinkan dapat menimbulkan kerugian bagi perkembangan fisik, kesehatan

dan daya tahan hidup manusia (Wulandari, 2018).


13

Hygiene dan sanitasi lingkungan adalah suatu pengendalian maupun

pengawasan terhadap lingkungan baik itu lingkungan fisik, biologis, sosial dan

ekonomi yang dapat mempengaruhi kesehatan manusia, dimana lingkungan yang

sehat perlu ditingkatkan sedangkan yang merugikan diperbaiki atau dihilangkan

(Entjang, 2000). Menurut Winslow, kesehatan masyarakat adalah ilmu dan seni

untuk mencegah penyakit, memperpanjang usia hidup, dan meningkatkan derajat

kesehatan masyarakat melalui usaha-usaha pengorganisasian masyarakat dalam

perbaikan sanitasi lingkungan, pemberantasan penyakit menular, pendidikan

kesehatan, dan lain sebagainya (Notoatmodjo, 2012).

Hygiene dan sanitasi umumnya tidak dapat dipisahkan, dikarenakan

keduanya saling berkaitan dalam mendukung perilaku hidup bersih dan sehat.

Misalnya hygiene yang sudah baik karena petugas mau mencuci tangan dengan

bersih menggunakan sabun sebelum dan sesudah menangani pasien, tetapi jika

keadaan sanitasi lingkungan buruk seperti tidak tersedianya air bersih yang cukup

maka aktifitas mencuci tangan tidak dapat dilakukan dengan baik dan sempurna.

Infeksi Nosokomial
Definisi infeksi nosokomial. Nosokomial berasal dari bahasa Yunani,

yaitu terdiri dari kata nosos yang artinya penyakit dan komeo yang artinya

merawat. Nosokomion yang berarti tempat untuk merawat/rumah sakit. Sehingga

nosokomial dapat diartikan sebagai infeksi yang diperoleh atau terjadi di rumah

sakit (Darmadi, 2008).

Infeksi nosokomial adalah suatu kejadian infeksi yang didapat atau muncul

ketika pasien berada dirawat di rumah sakit, akibatnya dapat menjadi penyebab

langsung kematian, pasien dirawat lebih lama dan pasien membayar lebih mahal
14

(Sabarguna, 2009). Menurut Djojosugito (2001) bahwa infeksi nosokomial adalah

infeksi yang didapat oleh penderita ketika penderita tersebut sedang dirawat di

rumah sakit atau pernah dirawat di rumah sakit dan baru menampakkan gejala

setelah pulang dari rumah sakit.

Infeksi nosokomial rumah sakit atau sering disebut sebagai Hospital-

acquired infections (HAI) adalah infeksi yang didapat selama penderita di rawat

di rumah sakit dan tidak sedang dalam fase inkubasi saat seseorang tersebut

masuk rumah sakit atau tempat pelayanan kesehatan lainnya. Sebagian besar

infeksi nosokomial terjadi antara 48 jam hingga empat hari sejak penderita

dirawat di rumah sakit (Soedarto, 2016).

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 27 Tahun

2017 Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan (Health Care Associated Infections)

yang disingkat HAIs adalah infeksi yang terjadi pada pasien selama perawatan di

rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya dimana ketika pasien masuk

tidak ada infeksi dan tidak dalam masa inkubasi, termasuk infeksi dalam rumah

sakit tapi muncul setelah pasien pulang, juga infeksi karena pekerjaan pada

petugas rumah sakit dan tenaga kesehatan terkait proses pelayanan kesehatan di

fasilitas pelayanan kesehatan.

Jenis-jenis infeksi nosokomial. Berdasarkan sumber dari beberapa

penulis maupun peneliti, jenis-jenis infeksi nosokomial dapat dibedakan sebagai

berikut:
15

1. Infeksi Luka Operasi (ILO)

Menurut Septiari (2012), infeksi luka operasi adalah infeksi yang terjadi

pada waktu 30 hari setelah operasi pada saat tidak menggunakan implan atau

dapat terjadi pada waktu 1 tahun jika terdapat implan. Infeksi ini melibatkan

bagian organ anatomi tertentu yang dibuka atau dimanipulasi saat operasi yang

ditandai dengan: (a) Keluarnya cairan parulen dari drain organ dalam; (b) Didapat

isolasi bakteri dari organ dalam; (c) Ditemukan abses; (d) Dinyatakan infeksi oleh

ahli bedah atau dokter.

Infeksi Luka Operasi (ILO) dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Luka Operasi Bersih. Merupakan suatu keadaan operasi dalam keadaan

prabedah tanpa adanya luka atau operasi luka yang dapat melibatkan

luka steril, yang dilakukan dengan cara memperhatikan prosedur

aseptik dan antiseptik yang pada saat itu saluran pencernaan maupun

pernapasan tidak dibuka. Contoh kasus pada pada luka operasi bersih

seperti hernia, tumor payudara, tumor kulit yang kemungkinan

terjadinya infeksi sekitar 2-4%.

b. Luka Operasi Bersih Terkontaminasi. Sama seperti luka operasi bersih,

hanya saja yang membedakannya yaitu pada luka operasi bersih

terkontaminasi, daerah-daerah yang terlibat pembedahan yaitu saluran

napas, saluran kemih, atau pemasangan drain. Contoh kasus pada luka

operasi bersih terkontaminasi yaitu prostatektomi, apendiktomi tanpa

radang berat, kolesistektomi elektif yang kemungkinan terjadinya

infeksi sekitar 5-15%.


16

c. Luka Operasi Terkontaminasi. Ciri-ciri dari pada luka operasi

terkontaminasi ini seperti daerah dengan luka yang telah terjadi 6-10

jam dengan atau tanpa benda asing, tidak ada gejala infeksi namun

kontaminasinya jelas karena pada saluran pernapasan dan saluran

pencernaan serta saluran kemih dibuka, tindakan darurat mengabaikan

prosedur aseptik-antiseptik. Contoh kasus pada luka operasi

terkontaminasi yaitu operasi usus besar, operasi kulit (luka kulit akibat

rudapaksa) yang kemungkinan terjadinya infeksi berkisar 16-25%.

d. Luka Operasi Kotor. Ditemukannya ciri-ciri seperti daerah dengan

kondisi luka terbuka yang telah terjadi selama lebih dari 10 jam, adanya

luka dengan tanda-tanda klinis infeksi, serta luka perforasi organ visera.

Contoh kasus pada luka operasi kotor yaitu luka rudapaksa yang lama

dan perforasi usus. Kemungkinan terjadinya infeksi sekitar 40-70%.

2. Infeksi Saluran Kencing (ISK)

Infeksi Saluran Kencing (ISK) adalah infeksi yang dapat terjadi pada

saluran ginjal (ureter), kandung kemih (bladder), atau saluran kencing bagian luar

(uretra). Bakteri utama pada ISK adalah Eschericia coli (E. coli) yang terdapat

pada tinja manusia dan hidup di kolon. Penderita ISK umumnya adalah wanita

dikarenakan wanita memiliki uretra yang lebih pendek dari uretra pria sehingga

bakteri tersebut lebih mudah menjangkaunya (Wulandari, 2018).

Menurut Djojosugito (2001), terdapat kasus kurang lebih 600.000 pasien

di Amerika Serikat yang terinfeksi ISK setiap tahunnya yang sebagian besar

karena instrumentasi saluran kemih, yaitu kateterisasi. Berdasarkan jenisnya, ISK


17

dapat dibedakan menjadi 3 macam yaitu : ISK simtomatik, bakteriuri

asimtomatik, dan ISK lainnya (ginjal, ureter, kandung kemih, uretra, jaringan

sekitar retroperitoneal atau rongga perinefrik).

Hal-hal yang mungkin dikeluhkan pada ISK adalah:

a. Sakit pada saat atau setelah kencing,

b. Anyang-anyangan (ingin kencing terus menerus namun air seni yang

dikeluarkan sedikit),

c. Warna air kental/pekat seperti air teh, kadang kemerahan bila ada

darah,

d. Nyeri pada pinggang

e. Demam atau menggigil, yang dapat menandakan infeksi setelah

mencapai ginjal (diiringi rasa nyeri di sisi bawah belakang rusuk, mual

atau muntah).

3. Infeksi Saluran Pernapasan

Septiari (2012), menjelaskan bahwa infeksi saluran pernapasan dibedakan

atas 2 jenis yaitu saluran napas atas dan saluran napas bawah. Infeksi saluran

pernapasan atas meliputi : rhinitis, sinusitis, faringitis, laryngitis, epiglotis,

tonsillitis, dan otitis. Sedangkan pada infeksi saluran pernapasan bawah meliputi:

infeksi pada bronchus, alveoli seperti bronchitis, bronkhiolitis, dan pneumonia.

4. Infeksi Aliran Darah

Infeksi Aliran Darah (IAD) merupakan infeksi darah yang muncul tanpa

adanya organ atau jaringan lain yang dicurigai sebagai sumber infeksi (Septiari,

2012).
18

Terdapat kurang lebih 200.000 kasus IAD nosokomial yang terjadi di

Amerika Serikat. IAD sebagian besar disebabkan oleh pemakaian alat

intravaskuler. Pada tahun 1986 hingga 1990, rumah sakit yang menggunakan

sistem National Nosocomial Infection Surveillance System (NNIS), telah

melaksanakan surveilans terhadap IAD yang berhubungan dengan kateter intraven

(catheter-related/ CR) dan menghasilkan angka antara 2,1 (ICU pernafasan)

hingga 30,2 (ICU bakar) kasus IAD per 1000 hari central catheter. Pada IAD-CR

noncentral catheter angka yang didapat lebih rendah,yaitu dari 0 (ICU jantung,

medis, dan medis-bedah) hingga 2,0 (ICU trauma) kasus IAD per 1000 hari

noncentral catheter (Djojosugito, 2001).

5. Infeksi Nosokomial Luka Bakar

Pada kasus infeksi nosokomial luka bakar, berbagai macam bakteri dapat

menginfeksi pasien rumah sakit seperti bakteri Streptococcus pyogenes dan

Pseudomonas aeruginosa. Bakteri Streptococcus pyogenes menyebabkan

terjadinya kegagalan cangkok kulit dan menunda penyembuhan, tetapi lebih

sering menyebabkan kenaikan suhu tubuh tanpa akibat yang serius. Sedangkan

pada bakteri Pseudomonas aeruginosa dan bakteri lainnya biasanya didapatkan

dari pasien luka bakar lain yang dirawat bersama, dari tangan perawat, dari benda-

benda lain dan dari udara. Penularan pada udara jarang terjadi, terutama bagi

bakteri gram negatif, tetapi dapat terjdi bila ganti balut dilaksanakan di bangsal

terbuka (Djojosugito, 2001).


19

6. Bakterimia

Menurut Wulandari (2018), bakterimia adalah suatu kondisi terdapatnya

bakteri yang mampu hidup didalam aliran darah secara sementara, hilang timbul

maupun menetap serta dapat berlanjut pada sepsis yang angka kematiaannya

cukup tinggi. Faktor risikonya pada orang dewasa umumnya adalah seperti

lamanya dirawat di rumah sakit, tingkat keparahan penyakit, mordibitas, tindakan

invasif, terapi antibiotika yang tidak tepat, terapi inomusupresan, serta

penggunaan steroid.

Gejala bakteremia umumnya jarang menimbulkan gejala dikarenakan

tubuh dapat segera membasmi bakteri tersebut. Namun jika telah menjadi sepsis,

maka gejalanya adalah sebagai berikut:

a. Demam atau hipotermia (penurunan suhu tubuh),

b. Hiperventilasi

c. Menggigil

d. Kulit terasa hangat

e. Ruam kulit

f. Takikardi (peningkatan denyut jantung)

g. Mengigau atau linglung

h. Penurunan produksi air kemih

7. Febris puerperalis

Febris puerperalis atau nama lainnya demam nifas, merupakan infeksi

yang muncul pasca persalinan pervaginam. Tidak semua persalinan pervaginam

berjalan spontan. Diperkirakan 7-8% akan mengalami kesulitan distosia


20

(patologis) yang dapat terjadi karena tidak proporsionalnya perpaduan antara

tenaga dorong/his dari uterus (power), janin yang harus terdorong keluar

(passenger), serta jalan lahir (passage) saat persalinan berjalan (Septiari, 2012).

8. Infeksi Saluran Cerna/ Gastroenteritis nosokomial

Bagi seorang pasien yang dapat digolongkan terjangkitnya infeksi saluran

cerna apabila ditemukannya gejala-gejala:

a. Adanya nyeri secara mendadak, kadang-kadang disertai nyeri kepala,

dan muntah-muntah yang diikuti diare.

b. Dapat disertai/tanpa demam

Hal ini dapat terjadi apabila setelah beberapa saat penderita mengkonsumsi

makanan/minuman yang disajikan oleh petugas rumah sakit. Sebagai sindrom

gastroenteritis, penyebabnya dapat berupa virus, protozoa, bakteri, jamur atau

parasit. Penyebab yang paling sering terjadi adalah bakteri atau toksinnya seperti

Salmonella, Vibrio cholera, Escherichia coli, sedangkan toksin berasal dari

Staphylococcus aureus, Clostridium perfringens, dan Clostridium botulinum.

Perjalanan sindrom ini bersifat akut (hanya hitungan jam), dan dalam hal

ini dengan mudah dan cepat dikenal sehingga perlu segera adanya tindakan

penanggulangan. Gejala dan tanda yang telah diketahui di atas dapat diperkuat

dengan pemeriksaan lanjutan, yaitu pemeriksaan mikroskopis feses serta biakan

mikroba patogen. Perhatian terbesar tentunya apabila sindrom gastroenteritis ini

menyerang neonatus atau balita, sebab faktor kerentanan terinfeksi pada saluran

cerna tampak lebih berat (Septiari, 2012).


21

9. Phlebitis

Vena menjadi sasaran phlebitis yaitu peradangan dinding vena yang dapat

disebabkan oleh infeksi atau perlukaaan. Trombophlebitis yaitu peradangan

dengan komplikasi penyumbatan oleh segumpal bekuan darah, dapat merupakan

akibat dari phlebitis (Pearce, 2009).

Menurut Darmadi (2008), tanda-tanda phlebitis yaitu pada daerah kateter

intravena terpasang, kulit tampak merah (rubor), bengkak (edema), panas (color)

disertai nyeri (dolor) dan kadang ditemukan demam dengan penyebab:

a. Pemasangan kateter intravaskuler sering kali gagal dan harus diulang

misalnya karena vena yang kecil dan dalam.

b. Kateter intravaskuler yang terpasang digunakan untuk beberapa hari.

Kedua hal di atas memperbesar peluang masuknya mikroba patogen ke

darah secara langsung.

Klasifikasi infeksi nosokomial. Menurut David (2003), klasifikasi infeksi

nosokomial dapat dibedakan berdasarkan tempatnya, adalah sebagai berikut:

a. Community Aquired Infection

Umumnya pada setiap rumah sakit telah mempunyai kebijakan untuk

menempatkan perawatan dari penderita dengan penyakit menular. Suatu masalah

timbul jika diagnosa tidak segera ditangani dan dapat ditegakkan jika penderita

masuk ke rumah sakit, sehingga penderita bisa menularkan penyakitnya pada

penderita lain.
22

b. Cross infection (infeksi silang)

Banyak orang menganggap bahwa infeksi silang ini yang dimaksud

dengan infeksi nosokomial. Infeksi ditularkan dari penderita atau anggota staf

rumah sakit ke penderita lainnya.

c. Infection Acquired form the Environment

Keadaan lingkungan yang selalu dicurigai sebagai penyebab infeksi

nosokomial. Seperti lingkungan yang kotor dalam rumah sakit, alat-alat untuk

pemeriksaan atau pengobatan yang tidak steril. Infeksi ini juga dapat terjadi dari

makanan yang terkontaminasi oleh bakteri patogen yang disediakan di rumah

sakit.

d. Self Infection (Infeksi diri sendiri)

Pada kasus infeksi ini merupakan infeksi nosokomial yang tersering

terjadi. Disini terdapat kuman-kuman jaringan tubuhnya yang menimbulkan

berbagai penyakit. Misalnya pada pemberian antibiotik flora usus.

Mikroorganisme penyebab infeksi nosokomial. Menurut Soedarto

(2016) infeksi nosokomial dapat disebabkan oleh beberapa mikroorganisme

patogen yang memiliki karakteristik dan jenis yang berbeda yaitu:

1. Bakteri

Bakteri merupakan mikroorganisme yang sangat mudah dalam penyebaran

infeksi nosokomial. Penggolongan bakteri dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua)

jenis yaitu bakteri komensal (commensal bacteria) dan bakteri patogenik

(patogenic bacteria).
23

a. Bakteri komensal. Jenis bakteri ini dikenal sebagai flora normal usus

manusia sehat, yang sangat berperan dalam pencegahan

perkembangbiakan mikroorganisme patogen. Beberapa dari bakteri ini

dapat menyebabkan infeksi jika hospes alaminya mengalami

penurunan sistem imun tubuh. Misalnya, infeksi intravaskuler di kulit

diperoleh dari bakteri staphylococcus koagulase negatif serta infeksi

saluran kencing yang terjadi di usus disebabkan oleh bakteri

Escherichia coli.

b. Bakteri patogenik. Bakteri ini memiliki virulensi yang cukup tinggi

dalam menyebabkan infeksi sporadik atau epidemik, seperti :

Bakteri anaerobik Gram-positif seperti Clostridium yang dapat

menyebabkan gangren, bakteri Gram-positif seperti Staphylococcus

aureus yang terdapat di kulit dan hidung penderita maupun staf rumah

sakit yang dapat menyebabkan infeksi di paru, tulang, dan jantung

yang menyebar melalui aliran darah. Selain itu terdapat juga bakteri

seperti Legionella spp., yang dapat menyebabkan pneumonia sporadik

yang menyebar melalui AC, shower, dan aerosol terpeutik yang

tercemar melalui inhalasi udara.

2. Virus

Berbagai jenis virus dapat menjadi penyebab infeksi nosokomial di Rumah

Sakit tergantung berbagai jenis virusnya seperti virus hepatitis B dan C,

respiratory syncytial virus (RSV), rotavirus dan enterovirus.


24

Virus hepatitis B dan C dapat ditularkan melalui transfusi darah, dialisis,

suntikan sedangkan enterovirus ditularkan melalui jalur tangan-mulut maupun

jalur penularan tinja-mulut. Virus lain yang dapat menularkan infeksi nosokomial

seperti cytomegalovirus, HIV, Ebola, virus influenza, virus herpes simplex dan

virus varicella zoster.

3. Parasit dan Jamur

Jenis jamur maupun parasit yang dapat menyebabkan terjadinya infeksi

nosokomial seperti Candida albicans, Aspergillus spp., Cryptococcus neoformans,

dan Cryptosporidium. Beberapa organisme ini dapat menjadi penyebab utama

infeksi sistemik yang dialami oleh penderita-penderita dengan

immunocompromised atau sering disebut orang yang memiliki sistem imun yang

lemah. Penyakit scabies (Sarcoptes scabiei) menyebabkan wabah berulang di

lingkungan fasilitas perawatan kesehatan.

Cara penularan infeksi nosokomial. Menurut Septiari (2012) terdapat

beberapa cara penularan infeksi nosokomial, yaitu:

1. Penularan secara kontak

Penularan ini dapat terjadi secara kontak langsung, kontak tidak langsung

maupun droplet. Kontak langsung dapat terjadi bila sumber infeksi berhubungan

langsung dengan pejamu, seperti dari manusia ke manusia pada penularan infeksi

virus hepatitis A secara faecal oral. Kontak tidak langsung dapat terjadi apabila

penularan membutuhkan suatu objek perantara (benda mati). Hal ini dapat terjadi

dikarenakan benda mati tersebut telah terkontaminasi dengan infeksi, seperti

kontaminasi peralatan medis oleh mikroorganisme.


25

2. Penularan melalui common vehicle

Penularan ini dapat terjadi pada benda mati yang telah terkontaminasi oleh

mikroorganisme pathogen, sehingga dapat menyebabkan penyakit lebih dari satu

pejamu. Jenis-jenis common vehicle seperti darah/produk darah, cairan intravena,

obat-obatan, dan sebagainya.

3. Penularan melalui udara, dan inhalasi

Penularan ini dapat terjadi bila mikroorganisme memiliki ukuran yang

sangat kecil sehingga dapat menginfeksi pejamu dalam jarak yang cukup jauh,

dan melalui pernafasan. Misalnya pada bakteri staphylococcus dan tuberculosis

merupakan mikroorganisme yang terdapat dalam sel-sel kulit yang terlepas.

4. Penularan dengan perantara vector

Dapat terjadi secara eksternal maupun internal. Penularan eksternal terjadi

bila hanya terjadi pemindahan secara mekanis dari suatu mikroorganisne yang

menempel pada tubuh vektor, seperti shigella, dan salmonella oleh lalat.

Sedangkan penularan internal dapat terjadi bila mikroorganisme masuk ke

dalam tubuh vektor, dan dapat terjadi perubahan secara biologis, seperti malaria

dalam nyamuk atau tidak mengalami perubahan biologis, seperti yersenia pestis

pada ginjal.

Sumber penularan dan penyebaran. Dalam Soedarto (2016)

menjelaskan bahwa penyebab bakteri infeksi nosokomial diperoleh melalui

berbagai cara, yaitu:

1. Infeksi endogen. Bakteri ini berasal dari flora normal yang dapat

menyebabkan infeksi di saluran kencing, terjadi kerusakan maupun luka di


26

jaringan akibat dari C.difficale sesudah pengobatan dengan menggunakan

antibiotika yang melebihi ambang batas

2. Infeksi silang eksogen. Berasal dari flora penderita maupun staf rumah

sakit yang telah terinfeksi. Bakteri dalam infeksi silang eksogen ini dapat

ditularkan dengan cara:

a. Penderita yang melalui sentuhan langsung seperti kontak melalui

tangan, droplet ataupun cairan tubuh lainnya.

b. Terpapar oleh udara lalu terhirup bakteri yang mencemari ruangan.

c. Terjadinya pencemaran oleh staf perawat/dokter selama proses

perawatan maupun pengobatan penderita melalui tangan, hidung,

maupun pakaian.

d. Melalui berbagai benda maupun peralatan yang terpapar oleh penderita

seperti alat perawatan, tangan petugas, maupun pengunjung ataupun

berdasarkan sumber lingkungan lainnya.

3. Flora yang berasal dari lingkungan perawatan kesehatan. Infeksi ini dapat

berasal dari berbagai mikroorganisme yang dapat tumbuh dengan baik di

lingkungan rumah sakit yaitu:

a. Di air dan di tempat yang lembab

b. Pada benda-benda disekitar ruang perawatan seperti kain, alat dan

perlengkapan untuk merawat penderita

c. Makanan

d. Dust maupun droplet ketika batuk dan saat berbicara

Dampak infeksi nosokomial. Menurut (Wulandari, 2012) infeksi


27

nosokomial dapat memberikan beberapa dampak sebagai berikut:

1. Menyebabkan cacat fungsional, serta stress emosional, dan dapat

menyebabkan cacat yang permanen serta kematian.

2. Dampak tertinggi pada negara berkembang dengan prevalensi HIV/AIDS

yang tinggi.

3. Meningkatkan biaya kesehatan di berbagai negara yang tidak mampu,

dengan meningkatkan lama perawatan di rumah sakit, pengobatan dengan

obat-obatan mahal, dan penggunaan pelayanan kesehatan lainnya.

4. Morbiditas, dan mortalitas semakin tinggi.

5. Adanya tuntutan secara hukum.

6. Penurunan citra rumah sakit.

Pengendalian dan Pencegahan Infeksi Nosokomial

Pengendalian infeksi nosokomial. Menurut Septiari (2012), ada tiga hal

program dalam mengendalikan infeksi nosokomial di rumah sakit, yaitu:

1. Adanya sistem surveilans yang mantap

Surveilans adalah tindakan pengamatan suatu penyakit yang sistemik

secara terus menerus terhadap suatu populasi yang tujuannya untuk pencegahan

dan pengendalian penyakit. Keberhasilan pengendalian infeksi nosokomial

bukanlah ditentukan oleh canggihnya peralatan yang ada, tetapi ditentukan oleh

kesempurnaan perilaku petugas dalam melaksanakan perawatan penderita secara

benar. Dalam pelaksanaan survailans, sebagai petugas lapangan di garis paling

depan perawat mempunyai peran yang sangat menentukan.


28

2. Adanya peraturan yang jelas dan tegas serta dapat dilaksanakan dengan

tujuan untuk mengurangi risiko terjadinya infeksi

Terdapat peraturan-peraturan sebagai standar yang harus dijalankan

setelah dimengerti semua petugas. Standar ini meliputi standar diagnosis ataupun

standar pelaksanaan tugas tugas. Peran perawat sangat besar pada pelaksanaan dan

pengawasan peraturan ini.

3. Adanya program pendidikan yang terus menerus bagi semua petugas

rumah sakit dengan tujuan mengembalikan sikap mental yang benar dalam

merawat penderita.

Program pendidikan ini tidak hanya ditekankan pada aspek perawatan

yang baik saja, tetapi aspek epidemiologi juga ikut peran serta dalam pencegahan

infeksi nosokomial.

Menurut Sabarguna (2009), tujuan dari pengendalian infeksi nosokomial

adalah terciptanya lingkungan rumah sakit yang memenuhi persyaratan, terhindar

dari infeksi nosokomial dan membantu proses penyembuhan penderita maupun

pasien sehingga rumah sakit dapat meningkatkan mutu pelayanan yang efektif dan

efisien.

Pencegahan infeksi nosokomial. Terdapat beberapa tindakan yang dapat

dilakukan oleh pihak rumah sakit dalam pencegahan infeksi nosokomial

(Soedarto, 2016), antara lain sebagai berikut:

1. Bagi penderita yang telah diketahui penyebab infeksinya, sebaiknya segera

diisolasi.
29

2. Melakukan pengawasan dan pengendalian infeksi untuk setiap 200 tempat

tidur.

3. Untuk semua prosedur yang berisiko tinggi dan kemungkinan adanya

berbagai sumber infeksi supaya segera diidentifikasi.

4. Adanya aturan yang tegas bagi petugas kesehatan dan pengunjung untuk

mencuci tangan dengan sabun demi mencegah penularan dari berbagai

mikroorganisme ke penderita atau penularan antar penderita yang dirawat

di rumah sakit.

5. Melaksanakan teknik aseptik pada semua prosedur termasuk penggunaan

masker, pakaian steril, sarung tangan, serta alat pencegah penularannya

lainnya.

6. Lakukan sterilisasi seluruh alat kesehatan yang digunakan ulang, seperti

ventilator, pelembab ruangan, dan semua yang berhubungan dengan

saluran pernapasan.

7. Petugas kesehatan sesering mungkin mengganti perban penutup luka dan

berikan salep antibiotik di bawah perban.

8. Melepaskan pipa nasogastrik dan endotrakeal sesegera mungkin sesudah

tidak dipergunakan lagi.

9. Gunakan kateter vena yang sudah diberikan antibakteri agar tidak dapat

masuk ke dalam aliran darah.

10. Menghindari maupun mencegah petugas kesehatan dengan sekresi

pernapasan dengan menggunakan alat pelindung seperti masker.


30

11. Gunakan kateter urin yang sudah dilapisi silver alloy untuk mencegah

timbulnya bakteri yang dapat menginfeksi kandung kemih.

12. Mengurangi penggunaan prosedur yang berisiko tinggi dan lama

pemakaian alat-alat berisiko tinggi seperti kateterisasi saluran kemih.

13. Semua instrumen medis dan perlengkapan lainnya harus disterilisasi demi

mencegah terjadinya kontaminasi.

14. Kurangi penggunaan antibiotik yang berlebihan agar tidak mengganggu

sistem imun penderita dan mengurangi terjadinya resistensi bakteri.

Kewaspadaan Standar dan Berdasarkan Transmisi

Menurut Permenkes RI No. 27 Tahun 2017 sistem Kewaspadaan

Universal dan Isolasi Zat Tubuh merupakan pedoman yang diterapkan di rumah

sakit untuk mencegah terjadinya penyakit infeksi. Namun adanya kedua sistem

tersebut mengakibatkan fasilitas pelayanan dan petugas kesehatan tidak dapat

memilih pedoman pencegahan mana yang yang harus digunakan. Sehingga untuk

melaksanakan pencegahan dan pengendalian infeksi di fasilitas pelayanan

kesehatan yang bertujuan untuk melayani pasien, petugas kesehatan, pengunjung

yang menerima pelayanan kesehatan serta masyarakat dalam lingkungannya

dengan cara memutus siklus penularan penyakit infeksi melalui kewaspadaan

standar dan berdasarkan transmisi.

Kewaspadaan standar. Merupakan kewaspadaan yang utama, yang

dirancang untuk diterapkan secara rutin dalam perawatan seluruh pasien di rumah

sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya, baik yang telah didiagnosis,

diduga terinfeksi atau kolonisasi.


31

Menurut CDC (Centers for Disease Control and Prevention) dan

HICPAC (Healthcare Infection Control Practices Advisory Committee) tahun

2007, terdapat sebelas kewaspadaan standar yang harus diterapkan disemua

fasilitas pelayanan kesehatan, sebagai berikut:

1. Kebersihan Tangan

Kebersihan tangan dapat dilakukan dengan cara mencuci tangan dengan air

mengalir dan sabun apabila tangan kotor terkena cairan tubuh, atau menggunakan

alkohol bila tangan tidak tampak kotor. Selain itu kuku petugas harus selalu bersih

dan terpotong pendek, tidak menggunakan kuku palsu, dan tanpa memakai cincin.

Cuci tangan dengan sabun/ antimikroba lalu dibilas dengan air dapat dilakukan

pada saat:

a. Bila tangan terlihat kotor, terkena kontak cairan tubuh pasien berupa

darah, cairan tubuh sekresi, ekskresi, kulit yang tidak utuh, mengganti

verband, walaupun telah memakai sarung tangan.

b. Bila tangan beralih dari area tubuh yang terkontaminasi ke area lainnya

yang bersih, walaupun pada pasien yang sama. Indikasi kebersihan

tangan:

- Sebelum kontak pasien;

- Sebelum tindakan aseptik;

- Setelah kontak darah dan cairan tubuh;

- Setelah kontak pasien;

- Setelah kontak dengan lingkungan sekitar pasien

2. Alat Pelindung Diri (APD)


32

a. Umum

Hal yang perlu diperhatikan dalam APD sebagai berikut:

1) Alat pelindung diri adalah pakaian khusus atau peralatan yang di

pakai petugas untuk memproteksi diri dari bahaya fisik, kimia,

biologi/bahan infeksius.

2) APD terdiri dari sarung tangan, masker/Respirator Partikulat,

pelindung mata (goggle), perisai/pelindung wajah, kap penutup

kepala, gaun pelindung/apron, sandal/sepatu tertutup (Sepatu

Boot).

3) Tujuan Pemakaian APD adalah melindungi kulit dan membran

mukosa dari resiko pajanan darah, cairan tubuh, sekret, ekskreta,

kulit yang tidak utuh dan selaput lendir dari pasien ke petugas dan

sebaliknya.

4) Indikasi penggunaan APD adalah jika melakukan tindakan yang

memungkinkan tubuh atau membran mukosa terkena atau terpercik

darah atau cairan tubuh atau kemungkinan pasien terkontaminasi

dari petugas.

5) Melepas APD dengan segera jika tindakan sudah selesai dilakukan.

6) Tidak dibenarkan menggantung masker di leher, memakai sarung

tangan sambil menulis dan menyentuh permukaan lingkungan

b. Jenis-jenis APD

1) Sarung tangan

Terdapat tiga jenis sarung tangan, yaitu


33

- Sarung tangan bedah (steril), dipakai sewaktu melakukan tindakan

invasif atau pembedahan.

- Sarung tangan pemeriksaan (bersih), dipakai untuk melindungi

petugas pemberi pelayanan kesehatan sewaktu melakukan

pemeriksaan atau pekerjaan rutin.

- Sarung tangan rumah tangga, dipakai sewaktu memproses

peralatan, menangani bahan-bahan terkontaminasi, dan sewaktu

membersihkan permukaan yang terkontaminasi.

2) Masker

Masker digunakan untuk melindungi wajah dan membran mukosa

mulut dari cipratan darah dan cairan tubuh dari pasien atau permukaan

lingkungan udara yang kotor dan melindungi pasien atau permukaan

lingkungan udara dari petugas pada saat batuk atau bersin. Masker

yang di gunakan harus menutupi hidung dan mulut serta melakukan

Fit Test (penekanan di bagian hidung). Terdapat tiga jenis masker,

yaitu:

- Masker bedah, untuk tindakan bedah atau mencegah penularan

melalui droplet.

- Masker respiratorik, untuk mencegah penularan melalui airborne.

- Masker rumah tangga, digunakan di bagian gizi atau dapur.

Pemakaian respirator partikulat. Respirator partikulat untuk

pelayanan kesehatan N95 atau FFP2 (health care particular

respirator), merupakan masker khusus dengan efisiensi tinggi


34

untuk melindungi seseorang dari partikel berukuran <5 mikron

yang dibawa melalui udara. Masker ini membuat pernapasan

pengguna menjadi lebih berat. Sebelum menggunakan masker ini,

petugas kesehatan perlu melakukan fit test. Hal yang perlu

diperhatikan saat melakukan fit test:

- Ukuran respirator perlu disesuaikan dengan ukuran wajah.

- Memeriksa sisi masker yang menempel pada wajah untuk melihat

adanya cacat atau lapisan yang tidak utuh. Jika cacat atau terdapat

lapisan yang tidak utuh, maka tidak dapat digunakan dan perlu

diganti.

- Memastikan tali masker tersambung dan menempel dengan baik

disemua titik sambungan.

- Memastikan klip hidung yang terbuat dari logam dapat disesuaikan

bentuk hidung petugas.

Langkah-langkah menggunakan respirator:

- Genggamlah respirator dengan satu tangan, posisikan sisi depan

bagian hidung pada ujung jari-jari anda, biarkan tali pengikat

respirator menjuntai bebas dibawah tangan anda.

- Posisikan respirator dibawah dagu anda dan sisi untuk hidung

berada diatas.

- Tariklah tali pengikat respirator yang atas dan posisikan tali agak

tinggi dibelakang kepala anda diatas telinga. Tariklah tali pengikat


35

respirator yang bawah dan posisikan tali pada kepala bagian atas

(posisi tali menyilang).

- Letakkan jari-jari kedua tangan anda diatas bagian hidung yang

terbuat dari logam. Tekan sisi logam tersebut (gunakan dua jari

masing-masing tangan) mengikuti bentuk hidung anda. Jangan

menekan respirator dengan satu tangan karena dapat

mengakibatkan respirator bekerja kurang efektif.

- Tutup bagian depan respirator dengan kedua tangan, dan hati-hati

agar posisi respirator tidak berubah.

3) Gaun pelindung

Gaun pelindung digunakan untuk melindungi baju petugas dari

kemungkinan paparan atau percikan darah atau cairan tubuh, sekresi,

ekskresi atau melindungi pasien dari paparan pakaian petugas pada

tindakan steril. Jenis-jenis gaun pelindung:

- Gaun pelindung tidak kedap air

- Gaun pelindung kedap air

- Gaun steril

- Gaun non steril

Indikasi penggunaan gaun pelindung :

Tindakan atau penanganan alat yang memungkinkan pencemaran

atau kontaminasi pada pakaian petugas, seperti:

- Membersihkan luka

- Tindakan drainase
36

- Menuangkan cairan terkontaminasi kedalam lubang pembuangan

atau WC/toilet

- Menangani pasien perdarahan masif

- Tindakan bedah

- Perawatan gigi

Segera ganti gaun atau pakaian kerja jika terkontaminasi cairan

tubuh pasien (darah). Cara pemakaian gaun pelindung:

Tutupi tubuh sepenuhnya dari leher hingga lutut, lengan hingga

bagian pergelangan tangan dan selubungkan ke belakang punggung.

Ikat dibagian belakang leher dan pinggang.

4) Goggle dan perisai wajah

Tujuan pemakaian goggle dan perisai wajah: Melindungi mata dan

wajah dari percikan darah, cairan tubuh, sekresi dan eksresi.

Indikasi penggunaan goggle dan perisai wajah: Pada saat tindakan

operasi, pertolongan persalinan dan tindakan persalinan, tindakan

perawatan gigi dan mulut, pencampuran B3 cair, pemulasaraan

jenazah, penanganan linen terkontaminasi di laundry, di ruang

dekontaminasi CSSD.

5) Sepatu pelindung

Tujuan pemakaian sepatu pelindung adalah melindungi kaki

petugas dari tumpahan/percikan darah atau cairan tubuh lainnya dan

mencegah dari kemungkinan tusukan benda tajam atau kejatuhan alat

kesehatan, sepatu tidak boleh berlubang agar berfungsi optimal.


37

Jenis sepatu pelindung seperti sepatu boot atau sepatu yang

menutup seluruh permukaan kaki.

Indikasi pemakaian sepatu pelindung:

- Penanganan pemulasaraan jenazah

- Penanganan limbah

- Tindakan operasi

- Pertolongan dan tindakan persalinan

- Penanganan linen

- Pencucian peralatan di ruang gizi

- Ruang dekontaminasi CSSD

6) Topi pelindung

Tujuan pemakaian topi pelindung adalah untuk mencegah jatuhnya

mikroorganisme yang ada di rambut dan kulit kepala petugas terhadap

alat-alat/daerah steril atau membran mukosa pasien dan juga

sebaliknya untuk melindungi kepala/rambut petugas dari percikan

darah atau cairan tubuh dari pasien. Indikasi pemakaian topi

pelindung:

- Tindakan operasi

- Pertolongan dan tindakan persalinan

- Tindakan insersi CVL

- Intubasi trachea

- Penghisapan lendir massive

- Pembersihan peralatan kesehatan


38

c. Pelepasan APD

Langkah-langkah melepaskan APD adalah sebagai berikut:

- Lepaskan sepasang sarung tangan

- Lakukan kebersihan tangan

- Lepaskan apron

- Lepaskan perisai wajah (goggle)

- Lepaskan gaun bagian luar

- Lepaskan penutup kepala

- Lepaskan masker

- Lepaskan pelindung kaki

- Lakukan kebersihan tangan

1) Melepas sarung tangan

- Ingatlah bahwa bagian luar sarung tangan telah terkontaminasi.

- Pegang bagian luar sarung tangan dengan sarung tangan lainnya,

kemudian lepaskan.

- Pegang sarung tangan yang telah dilepas dengan menggunakan

tangan yang masih memakai sarung tangan.

- Selipkan jari tangan yang sudah tidak memakai sarung tangan di

bawah sarung tangan yang belum dilepas di pergelangan tangan.

- Lepaskan sarung tangan di atas sarung tangan pertama.

- Buang sarung tangan di tempat limbah infeksius.

2) Melepas goggle atau perisai wajah


39

- Ingatlah bahwa bagian luar goggle atau perisai wajah telah

terkontaminasi.

- Untuk melepasnya, pegang karet atau gagang goggle.

- Letakkan di wadah yang telah disediakan untuk diproses ulang atau

dalam tempat limbah infeksius.

3) Melepas gaun pelindung

- Ingatlah bahwa bagian depan gaun dan lengan gaun pelindung

telah terkontaminasi.

- Lepas tali pengikat gaun.

- Tarik dari leher dan bahu dengan memegang bagian dalam gaun

pelindung saja.

- Balik gaun pelindung.

- Lipat atau gulung menjadi gulungan dan letakkan di wadah yang

telah di sediakan untuk diproses ulang atau buang di tempat limbah

infeksius.

4) Melepas Masker
- Ingatlah bahwa bagian depan masker telah terkontaminasi.

- Lepaskan tali bagian bawah dan kemudian tali/karet bagian atas.

- Buang ke tempat limbah infeksius.

Penggunaan APD pada pasien harus ditetapkan melalui Standar

Prosedur Operasional (SPO) di fasilitas pelayanan kesehatan terhadap

pasien infeksius sesuai dengan indikasi dan ketentuan Pencegahan

Pengendalian Infeksi (PPI), sedangkan penggunaan APD untuk

pengunjung juga ditetapkan melalui SPO di fasilitas pelayanan


40

kesehatan terhadap kunjungan ke lingkungan infeksius. Pengunjung

disarankan untuk tidak berlama-lama berada di lingkungan infeksius

3. Dekontaminasi Peralatan Perawatan Pasien

Dalam dekontaminasi peralatan perawatan pasien dilakukan

penatalaksanaan peralatan bekas pakai perawatan pasien yang terkontaminasi

darah atau cairan tubuh (pre-cleaning, cleaning, disinfeksi, dan sterilisasi) sesuai

Standar Prosedur Operasional (SPO) sebagai berikut:

a. Rendam peralatan bekas pakai dalam air dan detergen atau enzyme lalu

dibersihkan dengan menggunakan spons sebelum dilakukan disinfeksi

tingkat tinggi (DTT) atau sterilisasi.

b. Peralatan yang telah dipakai untuk pasien infeksius harus

didekontaminasi terlebih dulu sebelum digunakan untuk pasien

lainnya.

c. Pastikan peralatan sekali pakai dibuang dan dimusnahkan sesuai

prinsip pembuangan sampah dan limbah yang benar. Hal ini juga

berlaku untuk alat yang dipakai berulang, jika akan dibuang.

d. Untuk alat bekas pakai yang akan di pakai ulang, setelah dibersihkan

dengan menggunakan spons, di DTT dengan klorin 0,5% selama 10

menit.

e. Peralatan nonkritikal yang terkontaminasi, dapat didisinfeksi

menggunakan alkohol 70%. Peralatan semikritikal didisinfeksi atau

disterilisasi, sedangkan peralatan kritikal harus didisinfeksi dan

disterilisasi.
41

f. Untuk peralatan yang besar seperti USG dan X-Ray, dapat

didekontaminasi permukaannya setelah digunakan di ruangan isolasi.

4. Kesehatan Lingkungan

Pengendalian lingkungan di fasilitas pelayanan kesehatan, antara lain

berupa upaya perbaikan kualitas udara, kualitas air, dan permukaan lingkungan,

serta desain dan konstruksi bangunan, dilakukan untuk mencegah transmisi

mikroorganisme kepada pasien, petugas dan pengunjung.

a. Kualitas Udara

Tidak dianjurkan melakukan fogging dan sinar ultraviolet untuk

kebersihan udara, kecuali dry mist dengan H2O2 dan penggunaan sinar

UV untuk terminal dekontaminasi ruangan pasien dengan infeksi yang

ditransmisikan melalui air borne. Diperlukan pembatasan jumlah

personil di ruangan dan ventilasi yang memadai. Tidak

direkomendasikan melakukan kultur permukaan lingkungan secara

rutin kecuali bila ada outbreak atau renovasi/pembangunan gedung

baru.

b. Kualitas air

Seluruh persyaratan kualitas air bersih harus dipenuhi baik

menyangkut bau, rasa, warna dan susunan kimianya termasuk debitnya

sesuai ketentuan peraturan perundangan mengenai syarat-syarat dan

pengawasan kualitas air minum dan mengenai persyaratan kualitas air

minum. Kehandalan penyaluran air bersih ke seluruh ruangan dan

gedung perlu memperhatikan:


42

- Sistem Jaringan. Diusahakan ruangan yang membutuhkan air yang

bersih menggunakan jaringan yang handal. Alternatif dengan 2

saluran, salah satu di antaranya adalah saluran cadangan

- Sistem Stop Kran dan Valve

c. Permukaan lingkungan

Seluruh pemukaan lingkungan datar, bebas debu, bebas sampah,

bebas serangga (semut, kecoa, lalat, nyamuk) dan binatang

pengganggu (kucing, anjing dan tikus) dan harus dibersihkan secara

terus menerus. Tidak dianjurkan menggunakan karpet di ruang

perawatan dan menempatkan bunga segar, tanaman pot, bunga plastik

di ruang perawatan. Perbersihan permukaan dapat dipakai klorin

0,05%, atau H2O2 0,5-1,4%, bila ada cairan tubuh menggunakan

klorin 0,5%.

Untuk mencegah aerosolisasi kuman patogen penyebab infeksi

pada saluran napas, hindari penggunaan sapu ijuk dan yang sejenis,

tapi gunakan cara basah (kain basah) dan mop (untuk pembersihan

kering/lantai), bila dimungkinkan mop terbuat dari microfiber. Mop

untuk ruang isolasi harus digunakan tersendiri, tidak digunakan lagi

untuk ruang lainnya. Pembersihan area sekitar pasien:

- Pembersihan permukaan sekitar pasien harus dilakukan secara rutin

setiap hari, termasuk setiap kali pasien pulang/keluar dari

fasyankes (terminal dekontaminasi).


43

- Pembersihan juga perlu dilaksanakan terhadap barang yang sering

tersentuh tangan, misalnya: nakas disamping tempat tidur, tepi

tempat tidur dengan bed rails, tiang infus, tombol telpon, gagang

pintu, permukaan meja kerja, anak kunci, dll.

- Bongkaran pada ruang rawat dilakukan setiap 1 (satu) bulan atau

sesuai dengan kondisi hunian ruangan.

5. Pengelolaan limbah

a. Risiko limbah

Rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lain sebagai sarana

pelayanan kesehatan adalah tempat berkumpulnya orang sakit maupun

sehat, dapat menjadi tempat sumber penularan penyakit serta

memungkinkan terjadinya pencemaran lingkungan dan gangguan

kesehatan, juga menghasilkan limbah yang dapat menularkan penyakit.

Untuk menghindari risiko tersebut maka diperlukan pengelolaan

limbah di fasilitas pelayanan kesehatan.

b. Tujuan pengelolaan limbah. Tujuannnya sebagai berikut:

1) Melindungi pasien, petugas kesehatan, pengunjung dan masyarakat

sekitar fasilitas pelayanan kesehatan dari penyebaran infeksi dan

cidera.

2) Membuang bahan-bahan berbahaya (sitotoksik, radioaktif, gas,

limbah infeksius, limbah kimiawi dan farmasi) dengan aman.

c. Proses pengelolaan limbah


44

Proses pengelolaan limbah dimulai dari identifikasi, pemisahan,

labeling, pengangkutan, penyimpanan hingga pembuangan/

pemusnahan.

1) Identifikasi jenis limbah:

Secara umum limbah medis dibagi menjadi padat, cair, dan gas.

Sedangkan kategori limbah medis padat terdiri dari benda tajam,

limbah infeksius, limbah patologi, limbah sitotoksik, limbah tabung

bertekanan, limbah genotoksik, limbah farmasi, limbah dengan

kandungan logam berat, limbah kimia, dan limbah radioaktif.

2) Pemisahan limbah

Pemisahan limbah dimulai pada awal limbah dihasilkan dengan

memisahkan limbah sesuai dengan jenisnya. Tempatkan limbah

sesuai dengan jenisnya, antara lain:

- Limbah infeksius: Limbah yang terkontaminasi darah dan cairan

tubuh masukkan kedalam kantong plastik berwarna kuning.

Contoh: sampel laboratorium, limbah patologis (jaringan, organ,

bagian dari tubuh, otopsi, cairan tubuh, produk darah yang terdiri

dari serum, plasma, trombosit dan lain-lain), diapers dianggap

limbah infeksius bila bekas pakai pasien terinfeksi saluran cerna,

menstruasi dan pasien dengan infeksi yang di transmisikan lewat

darah atau cairan tubuh lainnya.

- Limbah non-infeksius: Limbah yang tidak terkontaminasi darah

dan cairan tubuh, masukkan ke dalam kantong plastik berwarna


45

hitam. Contoh: sampah rumah tangga, sisa makanan, sampah

kantor.

- Limbah benda tajam: Limbah yang memiliki permukaan tajam,

masukkan kedalam wadah tahan tusuk dan air. Contoh: jarum,

spuit, ujung infus, benda yang berpermukaan tajam.

- Limbah cair segera dibuang ke tempat pembuangan/pojok limbah

cair (spoelhoek).

6. Penatalaksanaan linen

Linen terbagi menjadi linen kotor dan linen terkontaminasi. Linen

terkontaminasi adalah linen yang terkena darah atau cairan tubuh lainnya,

termasuk juga benda tajam. Penatalaksanaan linen yang sudah digunakan harus

dilakukan dengan hati-hati. Kehatian-hatian ini mencakup penggunaan

perlengkapan APD yang sesuai dan membersihkan tangan secara teratur sesuai

pedoman kewaspadaan standar dengan prinsip-prinsip sebagai berikut:

a. Fasilitas pelayanan kesehatan harus membuat SPO penatalaksanaan

linen. Prosedur penanganan, pengangkutan dan distribusi linen harus

jelas, aman dan memenuhi kebutuhan pelayanan.

b. Petugas yang menangani linen harus mengenakan APD (sarung tangan

rumah tangga, gaun, apron, masker dan sepatu tertutup).

c. Linen dipisahkan berdasarkan linen kotor dan linen terkontaminasi

cairan tubuh, pemisahan dilakukan sejak dari lokasi penggunaannya

oleh perawat atau petugas.


46

d. Minimalkan penanganan linen kotor untuk mencegah kontaminasi ke

udara dan petugas yang menangani linen tersebut. Semua linen kotor

segera dibungkus/dimasukkan ke dalam kantong kuning di lokasi

penggunaannya dan tidak boleh disortir atau dicuci di lokasi dimana

linen dipakai.

e. Linen yang terkontaminasi dengan darah atau cairan tubuh lainnya

harus dibungkus, dimasukkan kantong kuning dan

diangkut/ditranportasikan secara berhati-hati agar tidak terjadi

kebocoran.

f. Buang terlebih dahulu kotoran seperti faeces ke washer bedpan,

spoelhoek atau toilet dan segera tempatkan linen terkontaminasi ke

dalam kantong kuning/infeksius. Pengangkutan dengan troli yang

terpisah, untuk linen kotor atau terkontaminasi dimasukkan ke dalam

kantong kuning. Pastikan kantong tidak bocor dan lepas dari ikatan

selama transportasi. Kantong tidak perlu ganda.

g. Pastikan alur linen kotor dan linen terkontaminasi sampai di laundry

terpisah dengan linen yang sudah bersih.

h. Cuci dan keringkan linen di ruang laundry. Linen terkontaminasi

seyogyanya langsung masuk mesin cuci yang segera diberi disinfektan.

i. Untuk menghilangkan cairan tubuh yang infeksius pada linen

dilakukan melalui 2 tahap yaitu menggunakan deterjen dan selanjutnya

dengan Natrium hipoklorit (Klorin) 0,5%. Apabila dilakukan


47

perendaman maka harus diletakkan di wadah tertutup agar tidak

menyebabkan toksik bagi petugas.

7. Perlindungan Kesehatan Petugas

Lakukan pemeriksaan kesehatan berkala terhadap semua petugas baik

tenaga kesehatan maupun tenaga non kesehatan. Fasyankes harus mempunyai

kebijakan untuk penatalaksanaan akibat tusukan jarum atau benda tajam bekas

pakai pasien, yang berisikan antara lain siapa yang harus dihubungi saat terjadi

kecelakaan dan pemeriksaan serta konsultasi yang dibutuhkan oleh petugas yang

bersangkutan.

Petugas harus selalu waspada dan hati-hati dalam bekerja untuk mencegah

terjadinya trauma saat menangani jarum, scalpel dan alat tajam lain yang dipakai

setelah prosedur, saat membersihkan instrumen dan saat membuang jarum.

Jangan melakukan penutupan kembali (recap) jarum yang telah dipakai,

memanipulasi dengan tangan, menekuk, mematahkan atau melepas jarum dari

spuit. Buang jarum, spuit, pisau, scalpel, dan peralatan tajam habis pakai lainnya

kedalam wadah khusus yang tahan tusukan/tidak tembus sebelum dimasukkan ke

insenerator. Bila wadah khusus terisi ¾ harus diganti dengan yang baru untuk

menghindari tercecer.

Apabila terjadi kecelakaan kerja berupa perlukaan seperti tertusuk jarum

suntik bekas pasien atau terpercik bahan infeksius maka perlu pengelolaan yang

cermat dan tepat serta efektif untuk mencegah semaksimal mungkin terjadinya

infeksi yang tidak diinginkan.

8. Penempatan Pasien
48

a. Tempatkan pasien infeksius terpisah dengan pasien non infeksius.

b. Penempatan pasien disesuaikan dengan pola transmisi infeksi penyakit

pasien (kontak, droplet, airborne) sebaiknya ruangan tersendiri.

c. Bila tidak tersedia ruang tersendiri, dibolehkan dirawat bersama pasien

lain yang jenis infeksinya sama dengan menerapkan sistem cohorting.

Jarak antara tempat tidur minimal 1 meter. Untuk menentukan pasien

yang dapat disatukan dalam satu ruangan, dikonsultasikan terlebih

dahulu kepada Komite atau Tim PPI.

d. Semua ruangan terkait cohorting harus diberi tanda kewaspadaan

berdasarkan jenis transmisinya (kontak, droplet, airborne).

e. Pasien yang tidak dapat menjaga kebersihan diri atau lingkungannya

seyogyanya dipisahkan tersendiri.

f. Mobilisasi pasien infeksius yang jenis transmisinya melalui udara

(airborne) agar dibatasi di lingkungan fasilitas pelayanan kesehatan

untuk menghindari terjadinya transmisi penyakit yang tidak perlu

kepada yang lain.

g. Pasien HIV tidak diperkenankan dirawat bersama dengan pasien TB

dalam satu ruangan tetapi pasien TB-HIV dapat dirawat dengan sesama

pasien TB.

9. Kebersihan pernapasan/etika batuk dan bersin

Petugas, pasien dan pengunjung dengan gejala infeksi saluran napas, harus

melaksanakan dan mematuhi langkah-langkah sebagai berikut:


49

a. Menutup hidung dan mulut dengan tisu atau saputangan atau lengan

atas.

b. Tisu dibuang ke tempat sampah infeksius dan kemudian mencuci

tangan.

Edukasi/Penyuluhan Kesehatan Rumah Sakit (PKRS) dan fasilitas

pelayanan kesehatan lain dapat dilakukan melalui audio visual, leaflet,

poster, banner, video melalui tv di ruang tunggu atau lisan oleh

petugas.

10. Praktik menyuntik yang aman

Pakai spuit dan jarum suntik steril sekali pakai untuk setiap suntikan,

berlaku juga pada penggunaan vial multidose untuk mencegah timbulnya

kontaminasi mikroba saat obat dipakai pada pasien lain. Jangan lupa membuang

spuit dan jarum suntik bekas pakai ke tempatnya dengan benar.

11. Praktik lumbal fungsi yang aman

Semua petugas harus memakai masker bedah, gaun bersih, sarung tangan

steril saat akan melakukan tindakan lumbal pungsi, anestesi spinal/ epidural/

pasang kateter vena sentral.

Penggunaan masker bedah pada petugas dibutuhkan agar tidak terjadi

droplet flora orofaring yang dapat menimbulkan meningitis bacterial.

Kewaspadaan berdasarkan transmisi. Kewaspadaan ini merupakan

tambahan Kewaspadaan Standar yang dilaksanakan sebelum pasien didiagnosis

dan setelah terdiagnosis jenis infeksinya. Jenis kewaspadaan berdasarkan

transmisi adalah sebagai berikut:


50

1. Melalui kontak

Kewaspadaan ini bertujuan untuk menurunkan risiko timbulnya

Healthcare Associated Infections (HAIs), terutama risiko transmisi mikroba yang

secara epidemiologi diakibatkan oleh kontak langsung atau tidak langsung.

a. Kontak langsung meliputi kontak dengan permukaan kulit yang

terbuka dengan kulit terinfeksi atau kolonisasi. Misalnya pada saat

petugas membalikkan tubuh pasien, memandikan, membantu pasien

bergerak, mengganti verband, merawat oral pasien Herpes Simplex

Virus (HSV) tanpa sarung tangan.

b. Transmisi kontak tidak langsung adalah kontak dengan cairan sekresi

pasien terinfeksi yang ditransmisikan melalui tangan petugas yang

belum dicuci atau benda mati dilingkungan pasien, misalnya

instrumen, jarum, kasa, mainan anak, dan sarung tangan yang tidak

diganti.

c. Hindari menyentuh permukaan lingkungan lain yang tidak

berhubungan dengan perawatan pasien sebelum melakukan aktivitas

kebersihan tangan (hand hygiene).

d. Petugas harus menahan diri untuk tidak menyentuh mata, hidung,

mulut saat masih memakai sarung tangan terkontaminasi/tanpa sarung

tangan.

2. Melalui droplet

Transmisi droplet terjadi ketika partikel droplet berukuran >5 μm yang

dikeluarkan pada saat batuk, bersin, muntah, bicara, selama prosedur suction,
51

bronkhoskopi, melayang di udara dan akan jatuh dalam jarak <2 m dan mengenai

mukosa atau konjungtiva, untuk itu dibutuhkan APD atau masker yang memadai,

bila memungkinkan dengan masker 4 lapis atau yang mengandung pembunuh

kuman (germ decontaminator). Jenis transmisi percikan ini dapat terjadi pada

kasus antara lain common cold, respiratory syncitial virus (RSV), Adenovirus,

H5N1 (flu burung), H1N1 (flu babi).

3. Melalui Udara (Air-Borne Precautions)

Transmisi melalui udara secara epidemiologi dapat terjadi bila seseorang

menghirup percikan partikel nuklei yang berdiameter 1-5 μm (<5 μm) yang

mengandung mikroba penyebab infeksi. Mikroba tersebut akan terbawa aliran

udara >2 m dari sumber, dapat terhirup oleh individu rentan di ruang yang sama

atau yang jauh dari sumber mikroba. Penting mengupayakan pertukaran udara >12

x/jam (12 Air Changes per Hour/ACH)

4. Melalui common vehicle (makanan, air, obat, alat, peralatan)

5. Melalui vektor (lalat, nyamuk, tikus)

Karakteristik Perawat

Dalam Penelitian Ismael (2009), karakteristik merupakan salah satu aspek

kepribadian yang menggambarkan suatu susunan batin manusia yang tampak pada

kelakuan dan perbuatan.

Dalam penelitian ini, karakteristik yang diteliti adalah usia, tingkat

pendidikan, lama bekerja, serta pelatihan infeksi nosokomial.

Usia. Usia perawat secara garis besar menjadi indikator dalam kedewasaan

dalam setiap pengambilan keputusan yang mengacu pada setiap pengalamannya.


52

Karakteristik seorang perawat berdasarkan umur sangat berpengaruh terhadap

kinerja dalam praktik keperawatan, dimana semakin tua usia perawat maka dalam

menerima sebuah pekerjaan akan semakin bertanggung jawab dan berpengalaman

(Smet, 2004).

Jenis kelamin. Jenis kelamin pada umumnya digunakan untuk

membedakan seks seseorang, yaitu laki-laki atau perempuan. Penelitian psikologis

telah menentukan bahwa laki-laki lebih agresif dan lebih besar kemungkinan

dalam memilih pengharapan untuk sukses, sehingga laki-laki lebih baik

kinerjanya dibandingkan perempuan. Penjelasan yang logis adalah bahwa secara

historis perempuan bertanggung jawab terhadap rumah tangga dan keluarga

(Robbins dan Judge, 2001 dalam Elvarinda, 2010).

Tingkat pendidikan. Perawat dengan pendidikan yang cukup baik akan

melakukan praktik keperawatan yang efektif dan efisien yang selanjutnya akan

menghasilkan pelayanan kesehatan yang bermutu tinggi. Tingkat pendidikan yang

cukup akan memberikan kontribusi terhadap praktik keperawatan. Tingkat

pendidikan seorang perawat atau akan mempengaruhi dasar pemikiran dibalik

penetapan standar keperawatan. Semakin tinggi pendidikan seseorang, maka

semakin besar pula keinginan untuk memanfaatkan pengetahuan dan

keterampilan. Pendidikan berpengaruh terhadap pola pikir individu, sedangkan

pola pikir berpengaruh terhadap perilaku seseorang, dengan kata lain pola pikir

seseorang yang berpendidikan rendah akan berbeda dengan pola pikir seseorang

yang berpendidikan tinggi. Pendidikan keperawatan mempunyai pengaruh besar

terhadap kualitas pelayanan keperawatan (Smet, 2004).


53

Lama bekerja. Lama bekerja adalah lama seorang perawat yang bekerja

di rumah sakit dari mulai awal bekerja sampai saat selesai seorang perawat

berhenti bekerja. Semakin lama masa kerja seseorang dalam bekerja maka

semakin banyak pengetahuan dan pengalaman yang dimilikinya, hal ini dapat

membantu dalam meningkatkan kinerja seorang perawat. Lama bekerja seseorang

dapat diketahui dari mulai awal perawat bekerja sampai saat berhenti atau masa

sekarang saat masih bekerja di rumah sakit (Smet, 2004).

Menurut Ismael (2009) menyimpulkan bahwa makin lama kinerja kerja

seseorang maka akan semakin terampil dan pengalaman menghadapi masalah

dalam pekerjaannya.

Pelatihan infeksi nosokomial. Salah satu program dari program

pencegahan pengendalian infeksi sehubungan dengan pemberian pelayanan

kesehatan adalah Pendidikan dan Pelatihan Dasar Pencegahan Infeksi khususnya

infeksi nosokomial di pelayanan kesehatan. Untuk itu, rumah sakit sebagai

fasilitas pelayanan kesehatan sudah seharusnya melaksanakan program

Pencegahan dan Pengendalian Infeksi kepada seluruh staf rumah sakit khususnya

pada perawat.

Hak dan Kewajiban Perawat

Menurut Permenkes RI No. 26 Tahun 2019 Tentang Peraturan

Pelaksanaan Undang-Undang No. 38 Tahun 2014 Tentang Keperawatan bahwa

dalam menjalankan tugasnya melakukan tindakan asuhan keperawatan, terdapat

hak dan kewajiban perawat sebagai berikut:

1. Hak perawat:
54

a. Memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan

pekerjaannya sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan, dan

standar prosedur operasional, dan ketentuan peraturan perundang-

undangan;

b. Memperoleh informasi yang benar, jelas, dan jujur, dari klien

dan/atau keluarganya;

c. Melaksanakan tugas sesuai dengan kompetensi dan kewenangan;

d. Menerima imbalan jasa atas pelayanan keperawatan yang telah

diberikan;

e. Menolak keinginan klien atau pihak lain yang bertentangan dengan

kode etik, standar pelayanan, standar profesi, standar prosedur

operasional, atau ketentuan peraturan perundang-undangan;

f. Memperoleh fasilitas kerja sesuai dengan standar;

g. Memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja,

perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia, moral,

kesusilaan, serta nilai-nilai agama;

h. Mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan profesinya;

i. Memperoleh hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

2. Kewajiban perawat:

a. Menjaga kerahasiaan kesehatan klien;

b. Memperoleh persetujuan dari klien atau keluarganya atas tindakan

yang akan diberikannya;


55

c. Melengkapi sarana dan prasarana pelayanan keperawatan sesuai

dengan standar pelayanan keperawatan dan ketentuan-ketentuan

perundang-undangan bagi perawat yang menjalankan praktik

mandiri;

d. Memberikan pelayanan keperawatan sesuai dengan kode etik,

standar pelayanan keperawatan, standar profesi, standar prosedur

operasional, dan ketentuan peraturan perundang-undangan;

e. Merujuk klien yang tidak dapat ditangani kepada perawat atau

tenaga kesehatan lain yang lebih tepat sesuai dengan lingkup dan

tingkat kompetensinya;

f. Mendokumentasikan asuhan keperawatan sesuai dengan standar;

g. Memberikan informasi yang lengkap, jujur, benar, jelas, dan

mudah dimengerti mengenai tindakan keperawatan kepada klien

dan/atau keluarganya sesuai dengan batas kewenangannya;

h. Melaksanakan tindakan pelimpahan wewenang dari tenaga

kesehatan lain yang sesuai dengan kompetensi perawat;

i. Melaksanakan penugasan khusus yang ditetapkan oleh Pemerintah.

Konsep Perilaku

Batasan perilaku. Menurut Notoatmodjo (2012) perilaku adalah aktivitas

dari manusia itu sendiri yang dapat dilakukan secara langsung maupun tidak

langsung yang mencakup banyak hal seperti berjalan, berbicara, bereaksi,

berpakaian, dan lain sebagainya.


56

Skinner dalam Notoatmodjo (2012) menjelaskan bahwa perilaku

merupakan hasil antara respons dan tanggapan seseorang terhadap rangsangan

dari luar (stimulus).

Perilaku kesehatan. Perilaku kesehatan adalah suatu respons stimulus

(rangsangan) seseorang yang ada kaitannya dengan sakit dan penyakit, sistem

pelayanan kesehatan, makanan dan lingkungan.

Seorang ahli yang bernama Becker dalam Notoatmodjo (2012)

mengemukakan klasifikasi perilaku yang berhubungan dengan kesehatan menjadi

tiga bagian yaitu : perilaku hidup sehat, perilaku sakit, dan perilaku peran sakit.

1. Perilaku hidup sehat

Perilaku hidup sehat adalah upaya dalam tindakan-tindakan mencegah

terjadinya penyakit dan mengupayakan untuk memelihara dan meningkatkan

kesehatannya seperti menjaga personal hygiene, selektif dalam memilih makanan,

tidak merokok, tidak konsumsi alkohol dan lain sebagainya.

2. Perilaku sakit

Perilaku sakit adalah segala sesuatu tindakan dalam mengenal maupun

merasakan keadaan kesehatannya atau rasa sakit.

3. Perilaku peran sakit

Perilaku peran sakit adalah setiap upaya tindakan maupun perbuatan

individu yang sedang mengalami sakit dan berusaha untuk memperoleh

kesembuhannya.

Domain perilaku. Seorang ahli psikologi bernama Benyamin Bloom

dalam Notoatmodjo (2012) membagi perilaku manusia terdiri dari 3 (tiga) domain
57

yaitu : ranah kognitif (cognitive domain), ranah afektif (affective domain), dan

ranah psikomotor (psicomotor domain). Seiring dengan perkembangan, Bloom

memodifikasinya untuk pengukuran pendidikan kesehatan yaitu : pengetahuan

(knowledge), sikap (attitude), dan tindakan (practice).

1. Pengetahuan (Knowledge)

Notoatmodjo (2012) menjelaskan bahwa pengetahuan adalah hasil dari

tahu yang didapat dari proses belajar melalui proses pengindraan terhadap suatu

objek tertentu. Pengindraan dapat terjadi melalui panca indra manusia seperti :

indera pengelihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.

Penelitian Rogers (1974) menjelaskan bahwa sebelum seseorang

mengetahui perilaku baru, didalam diri orang tersebut terjadi proses secara

berurutan yang sering disebut AIETA, yaitu:

a. Awarness (kesadaran), stimulus atau objek telah diketahui terlebih

dahulu pada diri seseorang tersebut.

b. Interest (merasa tertarik), terhadap suatu objek tersebut.

c. Evaluation (menimbang-nimbang) mana yang baik dan buruk terhadap

objek tersebut untuk dirinya.

d. Trial, seseorang tersebut sudah merasa bahwa melakukan sesuatu

sesuai dengan apa yang dikehendaki objek tersebut.

e. Adoption, dimana seseorang telah berperilaku baru sesuai dengan

pengetahuan, kesadaran, dan sikap terhadap suatu objek.

2. Sikap (Attitude)
58

Sikap merupakan hasil dari reaksi individu terhadap suatu stimulus

(objek). Sikap terbagi atas 4 (empat) tingkatan, yaitu:

a. Menerima (receiving)

Menerima dalam hal ini seseorang tersebut mau dan memperhatikan

stimulus yang telah diberikan (objek) seperti sikap seseorang terhadap

personal hygiene sangat mempengaruhi tingkat penularan penyakit.

b. Merespon (responding)

Merespon dalam hal sikap berarti seseorang tersebut menjawab dan

menyelesaikan suatu tugas tanpa melihat yang ia lakukan sudah benar

ataupun salah.

c. Menghargai (valuing)

Hal ini dapat terjadi jika mengajak orang lain untuk mengerjakan atau

mendiskusikan suatu masalah yang hasilnya berbeda namun tetap

menerima suatu keputusan tersebut.

d. Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggung jawab terhadap apa yang telah ia lakukan dengan segala

resikonya meskipun resiko tersebut besar akibatnya (Notoatmodjo,

2012).

3. Tindakan (practice)

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt

behavior). Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata maka

diperlukan faktor-faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan

antara lain adalah fasilitas. Disamping faktor fasilitas, juga sangat diperlukan
59

faktor dukungan (support) dari pihak lain. Tindakan mempunyai beberapa

tingkatan yaitu:

a. Persepsi (perception) yaitu mengenal dan memilih berbagai objek.

b. Respon terpimpin (guided response) yaitu dapat melakukan sesuatu

sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai.

Fasilitas Sanitasi Rumah Sakit Berdasarkan Permenkes RI Nomor 7 Tahun

2019

1. Ruang perawatan/ pasien

Dalam menyelenggarakan tugas dan fungsinya, rumah sakit memiliki

standar baku bagi ruang perawatan/ pasien yaitu diantaranya intensitas cahaya

pada saat ada pasien tidak tidur sebesar 250 lux sedangkan pada saat pasien tidur

sebesar 50 lux. Standar baku mutu untuk suhu berkisar 32-340C dengan

kelembaban 40-60%. Untuk tingkat kebisingan, ruang ruang perawatan/ pasien

memiliki standar baku 45 dBA pada saat pasien tidak tidur dan 40 dBA pada saat

pasien tidur.

2. Ruang intensive/ intensive care unit

Umumnya ruang intensive sama fungsinya sebagai tempat perawatan

pasien, namun pada ruangan ini sedikit berbeda perlakuannya terhadap pasien

yang dirawat. Hal ini diperuntukkan bagi pasien dengan kondisi yang memerlukan

perhatian istimewa misalnya : pasien yang berada dalam kondisi kritis atau

terminal, pasien yang sewaktu-waktu memerlukan tindakan medis akut, pasien

yang menggunakan berbagai alat bantu medis, serta pasien yang memerlukan

pemantauan monitoring tanda-tanda vital secara berkala.


60

Adapun standar baku bagi ruang intensive yaitu diantaranya suhu berkisar

22-230C, memiliki kelembaban 40-60%, intensitas cahaya sama seperti ruang

perawatan pada umunya yaitu saat ada pasien tidak tidur sebesar 250 lux

sedangkan pada saat pasien tidur sebesar 50 lux, untuk tingkat kebisingan pada

ruangan ini maksimum 65 dBA.

3. Fasilitas penyediaan air minum dan air kegunaan hygiene dan sanitasi

Tersedianya air untuk kebutuhan air minum, untuk hygiene sanitasi, dan

untuk keperluan khusus harus dapat memberikan jaminan bagi kesehatan dan

keselamatan pemakainya. Air merupakan media penularan yang baik untuk

penyebaran penyakit menular (water related diseases) apabila tidak dikelola

dengan baik.

Dilihat dari segi kuantitas, rumah sakit harus menyediakan air minum

sebanyak 5 liter per tempat tidur per harinya. Dengan mempertimbangkan

kebutuhan ibu menyusui, penyediaan volume air bisa sampai 7,5 liter per tempat

tidur perharinya.

Air untuk keperluan hygiene dan sanitasi dilihat dari segi volumenya, air

disediakan olehrumah sakit per tempat tidur perhari dibedakan atas kelasnya.

a. Rumah sakit kelas A dan B, menyediakan air minum 400 liter/tempat

tidur/hari dan maksimum 450 liter/tempat tidur/hari. Volume

maksimum ini dimaksudkan agar rumah sakit mempunyai upaya untuk

menghemat pemakaian air agar ketersediaannya tetap terjamin tanpa

mengorbankan kepentingan pengendalian infeksi.


61

b. Rumah sakit kelas C dan D, menyediakan air untuk keperluan higiene

sanitasi minimum 200 liter/tempat tidur/hari dan maksimum 300

liter/tempat tidur/hari.

c. Untuk kebutuhan rawat jalan volume air yang dibutuhkan adalah 5

liter/orang/hari. Penyediaan air untuk rawat jalan sudah diperhitungkan

dengan keperluan air untuk higiene sanitasi

d. Keperluan air sesuai dengan kelas rumah sakit dan peruntukannya

tersebut harus dapat dipenuhi setiap hari dan besaran volume air untuk

higiene sanitasi tersebut sudah memperhitungkan jumlah kebutuhan air

untuk pencucian linen, dapur gizi, kebersihan/penyiraman dan lainnya.

Tabel 1

Standar Kebutuhan Air menurut Kelas Rumah Sakit dan Jenis Rawat

Kelas Rumah SBM Satuan Keterangan


Sakit/Jenis Rawat
Semua Kelas 5-7,5 L/TT/Hari Kuantitas air minum
A-B 400-450 L/TT/Hari Kuantitas air untuk
keperluan hygiene dan
sanitasi
C-D 200-300 L/TT/Hari Kuantitas air untuk
keperluan hygiene dan
sanitasi
Rawat Jalan 5 L/org/Hari Termasuk dalam SBM
volume air sesuai kelas
RS
Sumber : Permenkes RI No. 7 Tahun 2019
Setiap rumah sakit harus memiliki cadangan sumber air untuk mengatasi

kebutuhan air dalam keadaan darurat. Setiap 6 (enam) bulan sekali harus

dilakukan pemeriksaan air untuk keperluan hygiene sanitasi bagi parameter kimia,

sedangkan untuk parameter biologi dilakukan setiap 1 (satu) bulan sekali.


62

Setiap air yang digunakan dalam menunjang operasional kegiatan

pelayanan rumah sakit harus memiliki standar baku mutu yang telah ditetapkan

seperti ruang operasi, ruang hemodialisis, ruang farmasi, ruang boiler, dan ruang

menara pendingin (cooling tower).

4. Fasilitas toilet dan kamar mandi

Toilet harus selalu terpelihara, dalam keadaan bersih, lantai terbuat dari

bahan yang kuat, kedap air, tidak licin, berwarna terang dan mudah dibersihkan.

Pada setiap unit ruangan harus tersedia toilet (jamban, peturasan dan tempat cuci

tangan) tersendiri. Pembuangan air limbah dari toilet dan kamar mandi dilengkapi

dengan penahan bau (water seal). Letak toilet dan kamar mandi tidak

berhubungan langsung dengan dapur dan ruang perawatan, harus terpisah toilet

antara pria dan wanita, harus terpisah toilet antara pengunjung dan petugas, serta

disediakannya toilet bagi orang yang disabilitas.

Bagi pasien dan pengunjung, toilet harus terletak ditempat yang mudah

dijangkau dan ada petunjuk arah serta toilet untuk pengunjung dan pasien harus

dengan perbandingan 1 toilet untuk 1-20 pengunjung wanita, dan 1 toilet untuk 1-

30 pengunjung pria, dilengkapi dengan slogan atau peringatan untuk memelihara

kebersihan toilet serta tidak terdapat tempat penampungan dan genangan air yang

dapat menjadi tempat perindukan serangga dan binatang pengganggu lainnya.

5. Fasilitas cuci tangan/wastafel

Ditempatkan pada lokasi yang tepat dengan air mengalir yang dilengkapi

sabun tangan dan atau hand rub serta bahan pengering tangan/tissue.

6. Pengelolaan limbah
63

Proses penyelenggaraan pengamanan maupun pengelolaan limbah di

rumah sakit terdiri atas 4 (empat) yaitu: pengamanan terhadap limbah padat

domestik, limbah bahan berbahaya dan beracun (B3), limbah cair, dan limbah gas.

a. Penyelenggaraan pengamanan limbah padat domestic

Merupakan upaya penanganan limbah padat domestik di rumah sakit

yang memenuhi standar untuk mengurangi resiko gangguan kesehatan,

kenyamanan dan keindahan yang ditimbulkan.

b. Penyelenggaraan pengamanan limbah bahan berbahaya dan beracun

(B3)

Limbah B3 yang dihasilkan di rumah sakit dapat menyebabkan

gangguan perlindungan kesehatan dan atau resiko pencemaran

terhadap lingkungan hidup. Jenis limbah B3 yang dihasilkan di rumah

sakit meliputi limbah medis, baterai bekas, obat dan bahan farmasi

kadaluarsa, oli bekas, saringan oli bekas, lampu bekas, baterai, cairan

fixer dan developer, wadah cat bekas (untuk cat yang mengandung zat

toksik), wadah bekas bahan kimia, catridge printer bekas, film rontgen

bekas, motherboard komputer bekas dan lainnya.

c. Penyelenggaraan pengamanan limbah cair

Pengamanan limbah cair adalah suatu upaya kegiatan penanganan

limbah cair yang terdiri dari penyaluran dan pengolahan dan

pemeriksaan limbah cair untuk mengurangi risiko gangguan kesehatan

dan lingkungan hidup yang ditimbulkan limbah cair. Limbah cair yang

dihasilkan kegiatan Rumah Sakit memiliki beban cemaran yang dapat


64

menyebabkan pencemaran terhadap lingkungan hidup dan

menyebabkan gangguan kesehatan manusia.

7. Pengelolaan tempat pencucian linen (Laundry)

Pengawasan linen adalah upaya pengawasan maupun memonitoring

terhadap proses pencucian linen di rumah sakit dalam mengurangi risiko

gangguan kesehatan dan lingkungan hidup yang ditimbulkan. Linen merupakan

salah satu kebutuhan pasien dirumah sakit yang dapat memberikan dampak

kenyamanan dan jaminan kesehatan. Pengelolaan linen yang kurang baik akan

berpotensi terjadinya penularan penyakit bagi pasien, staf dan pengguna linen

lainnya. Untuk mewujudkan kualitas linen yang sehat dan nyaman serta aman,

maka dalam pengelolaan linen di rumah sakit harus memenuhi persyaratan

sebagai berikut:

a. Suhu air panas untuk pencucian 70°C dalam waktu 25 menit atau 95°C

dalam waktu 10 menit.

b. Penggunaan jenis deterjen dan desinfektan untuk proses pencucian

dilengkapi Informasi Data Keamanan Bahan (MSDS) agar penanganan

risiko paparannya dapat tertangani secara cepat dan tepat.

c. Standar kuman bagi linen dan seragam tenaga medis bersih setelah

keluar dari proses cuci tidak mengandung 20 CFU per 100 cm persegi.

d. Pintu masuk linen kotor dan pintu keluar linen bersih harus berbeda

atau searah.

e. Jarak rak linen dengan plafon : 40 cm.


65

f. Dilakukan identifikasi jenis B3 yang didigunakan laundry dengan

membuat daftar inventori B3 dapat berupa tabel yang berisi informasi

jenis B3, karakteristiknya, ketersediaan MSDS, cara pewadahan, cara

penyimpanan dan simbol limbah B3.

g. Penggunaan jenis deterjen dan desinfektan untuk proses pencucian

dilengkapi Informasi Data Keamanan Bahan (MSDS) agar penanganan

risiko paparannya dapat tertangani secara cepat dan tepat.

h. Ditempat laundry tersedia keran air keperluan higiene dan sanitasi

dengan tekanan cukup dan kualitas air yang memenuhi persyaratan

baku mutu, juga tersedia air panas dengan tekanan dan suhu yang

memadai.

i. Bangunan laundry dibuat permanen dan memenuhi persyaratan

pedoman teknis bangunan laundry rumah sakit atau sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan.

j. Rumah sakit melakukan pencucian secara terpisah antara linen

infeksius dan non infeksius.

k. Khusus untuk pencucian linen infeksius dilakukan diruangan khusus

yang tertutup dengan dilengkapi sistem sirkulasi udara sesuai dengan

ketentuan.

l. Laundry harus dilengkapi saluran air limbah tertutup yang dilengkapi

dengan pengolahan awal (pre-treatment) sebelum dialirkan ke unit

pengolahan air limbah.


66

m. Bangunan laundry terdiri dari ruang-ruang terpisah sesuai

kegunaannya yaitu ruang linen kotor dan ruang linen bersih harus

dipisahkan dengan dinding yang permanen, ruang untuk perlengkapan

kebersihan, ruang perlengkapan cuci, ruang kereta linen, kamar mandi

dan ruang peniris atau pengering untuk alat-alat termasuk linen.

n. Laundry harus dilengkapi “ruang antara” untuk tempat transit keluar-

masuk petugas laundry untuk mencegah penyebaran mikroorganisme.

o. Alur penanganan proses linen mulai dari linen kotor sampai dengan

linen bersih harus searah (Hazard Analysis and Critical Control

Point).

p. Dalam area laundry tersedia fasilitas wastafel, pembilas mata (eye

washer) dan atau pembilas badan (body washer) dengan dilengkapi

petunjuk arahnya.

q. Proses pencucian laundry yang dilengkapi dengan suplai uap panas

(steam), maka seluruh pipa steam yang terpasang harus aman dengan

dilengkapi steam trap atau kelengkapan pereduksi panas pipa lainnya.

r. Ruangan laundry dilengkapi ruangan menjahit, gudang khusus untuk

menyimpan bahan kimia untuk pencucian dan dilengkapi dengan

penerangan, suhu dan kelembaban serta tanda/simbol keselamatan

yang memadai.

s. Perlakuan terhadap linen: Pengumpulan, penerimaan, pencucian,

distribusi, pengangkutan, petugas yang bekerja dalam unit pengelolan

laundry (linen) harus menggunakan alat pelindung diri. Untuk rumah


67

sakit yang tidak mempunyai laundry tersendiri, pencuciannya dapat

bekerjasama dengan pihak lain dan pihak lain tersebut harus memenuhi

persyaratan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, serta

dilakukan pengawasan penyelenggaraan linen secara rutin oleh pihak

rumah sakit.

8. Pengendalian Vektor dan Binatang Pengganggu Lainnya

Pengendalian vektor dan binatang pembawa penyakit adalah upaya untuk

mencegah serta mengendalikan berbagai macam populasi serangga, tikus, dan

binatang pembawa penyakit lainnya sehingga keberadaannya tidak menjadi media

penularan penyakit. Untuk mencapai pemenuhan standar baku mutu dan

persyaratan pengendalian vektor dan binatang pembawa penyakit dalam

penyelenggaraan kesehatan lingkungan rumah sakit, maka dilakukan upaya

pengendalian vektor dan binatang pembawa penyakit sesuai dengan ketentuan

Peraturan Menteri Kesehatan yang mengatur mengenai standar baku mutu dan

persyaratan pengendalian vektor dan binatang pembawa penyakit.

Landasan Teori
Infeksi nosokomial rumah sakit atau Healthcare-associated infections

(HAI) pada setiap tahunnya menyebabkan infeksi lebih dari dua juta penderita

yang sedang dirawat di Rumah Sakit, atau sekitar 5-10% penderita rawat inap, dan

menyebabkan sekitar 90.000 kematian setiap tahunnya (Soedarto, 2016).

Infeksi nosokomial merupakan masalah yang nyata di seluruh dunia dan

terus meningkat menurut data World Health Organization (WHO). Kejadian

infeksi nosokomial berkisar 1% di beberapa negara Eropa dan Amerika hingga

40% dibeberapa kawasan di Asia, bahwa sekitar 8,7% dari 55 rumah sakit di 14
68

negara yang berasal dari Eropa, Timur Tengah, Asia tenggara, dan Pasifik yang

menunjukkan adanya infeksi nosokomial dimana 10% diantaranya terjadi di Asia

Tenggara. Semakin meningkatnya pasien dengan kasus “immunocompromised”

merupakan penyebab banyak kematian akibat infeksi nosokomial hingga 88.000

kasus setiap tahunnya (Wikansari, dkk. 2012).

Menurut Septiari (2012) dalam Darmadi (2008) bahwa perawat sangat

berperan penting dalam pencegahan infeksi nosokomial, hal ini disebabkan karena

perawat adalah seorang petugas kesehatan yang berhubungan langsung dengan

pasien di ruang rawat inap rumah sakit dalam memberikan pelayanan keperawatan

kepada pasien.

Menurut penelitian Depkes RI (2004) maka diperoleh data dari Rumah

Sakit Pemerintah bahwa proporsi kejadian infeksi nosokomial dengan jumlah

1.527 pasien dari jumlah yang beresiko 160.417 (55,1%), sedangkan untuk

Rumah Sakit Swasta jumlah pasien 991 dari jumlah pasien yang beresiko 130.047

(35,7%), lalu pada Rumah Sakit ABRI dengan jumlah pasien 254 dari jumlah

pasien yang beresiko 1.672 (9,1%) (Soeroso, 2000) dikutip oleh Septiari (2012).

The Centers for Disease Control (CDC) USA menyatakan bahwa 36%

penyakit infeksi nosokomial Rumah Sakit dapat dicegah dengan penatalaksanaan

yang ketat dalam merawat penderita (Soedarto, 2016).


69

Kerangka Konsep

Karakteristik Perawat
Usia
Jenis Kelamin
Tingkat Pendidikan
Lama Bekerja
Pelatihan Infeksi Nosokomial

Perilaku Perawat
Pengetahuan Upaya Pencegahan Infeksi
Sikap Nosokomial Di Ruang Rawat
Tindakan Inap RSUD Dr. Pirngadi Medan
Tahun 2020

Fasilitas Sanitasi Rumah Sakit


1. Kesehatan Air Rumah Sakit
2. Kesehatan Udara Rumah Sakit
3. Kesehatan Sarana Bangunan
4. Pengendalian Vektor dan Binatang
Pembawa Penyakit
5. Pengamanan Limbah
6. Pengawasan Linen

Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 7


Tahun 2019 tentang Kesehatan
Lingkungan Rumah Sakit

Gambar 1. Kerangka konsep


Metode Penelitian

Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini bersifat deskriptif untuk menganalisis perilaku perawat

dan fasilitas sanitasi dalam pencegahan infeksi nosokomial di ruang rawat inap

RSUD Dr. Pirngadi Medan tahun 2020.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian. Lokasi penelitian dilakukan di RSUD Dr. Pirngadi

Medan yang terletak di Jl. Prof. H. M. Yamin, SH No.47 Medan.

Waktu penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2020

sampai dengan November 2020.

Populasi dan Sampel

Populasi. Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian atau subjek yang

diteliti. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat yang bertugas di

ruang rawat inap RSUD Dr. Pirngadi Medan yang terdiri dari perawat beserta

pihak yang mendukung penelitian ini seperti Instalasi Rawat Inap, Instalasi

Kesling, dan Instalasi Loundry dan Sandang.

Dari keseluruhan populasi, hanya perawat saja yang diberikan kuesioner

untuk wawancara. Populasi dalam penelitian ini adalah sebanyak 79 perawat yang

terdiri dari:

a. Ruang Dahlia II : 10 Perawat

b. Ruang Asoka : 10 Perawat

c. Ruang Anggrek I : 16 Perawat

d. Ruang Anggrek II : 12 perawat

70
71

e. Ruang Kenanga I : 9 perawat

f. Ruang Tulip I : 2 perawat

g. Ruang Tulip II : 11 perawat

h. Ruang Tulip III : 9 perawat

Berdasarkan penjabaran dari populasi ruang rawat inap tersebut bahwa

hanya 8 ruang rawat inap saja perawat yang diberikan kuesioner untuk

wawancara, sebab Kabid Keperawatan memaparkan bahwa beberapa ruang rawat

inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan digunakan untuk perawatan pasien Covid-19

sehingga tidak dianjurkan untuk mewawancarai perawat tersebut, selain itu akibat

ketiadaan pasien sehingga beberapa ruang rawat inap dikosongkan untuk

sementara waktu.

Sampel. Sampel adalah bagian yang diambil dari keseluruhan populasi

yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi. Pemberian kuesioner hanya

pada perawat saja yang jumlahnya adalah sebanyak populasi, yaitu sebanyak 79

perawat. Selebihnya untuk pihak-pihak yang mendukung penelitian ini hanya

observasi yang berpedoman pada Permenkes RI No. 7 Tahun 2019 Tentang

Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit.

Subjek penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah perawat yang bertugas di ruang rawat

inap RSUD Dr. Pirngadi Medan dan bekerja sama dengan pihak-pihak yang

mendukung penelitian ini yaitu Instalasi Rawat Inap, Instalasi Kesling dan

Instalasi Loundry dan Sandang.


72

Definisi Operasional

Definisi operasional sebagai berikut:

1. Karakteristik perawat adalah ciri-ciri yang dimiliki oleh seorang perawat

yang berhubungan dengan semua aspek kehidupan dengan lingkungannya.

2. Usia merupakan suatu indikator umum yang menggambarkan pengalaman

dalam diri seorang perawat sehingga terdapat keragaman tindakan

berdasarkan usia yang dimiliki.

3. Jenis Kelamin digunakan untuk membedakan seks seseorang, yaitu laki-

laki atau perempuan.

4. Tingkat Pendidikan merupakan pengalaman yang berfungsi untuk

mengembangkan kemampuan dan kualitas kepribadian seseorang.

Semakin tinggi pendidikan seseorang, maka semakin besar pula keinginan

untuk memanfaatkan pengetahuan dan keterampilan.

5. Lama Bekerja adalah lama seorang perawat yang bekerja di Rumah Sakit

dari mulai awal bekerja sampai saat selesai seorang perawat berhenti

bekerja.

6. Pelatihan Infeksi Nosokomial merupakan upaya kebijakan yang dilakukan

oleh rumah sakit maupun petugas kesehatan untuk meningkatkan

pengetahuan pelaksanaan pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI)

rumah sakit sehingga petugas kesehatan tersebut kompeten dan terampil

serta dapat memahami konsep PPI.

7. Perilaku perawat adalah suatu aktivitas dari perawat itu sendiri.


73

8. Pengetahuan adalah kemampuan perawat dalam hal pemahaman dalam

pencegahan infeksi nosokomial di rumah sakit.

9. Sikap adalah suatu reaksi atau respon dari perawat dalam pencegahan

infeksi nosokomial di rumah sakit.

10. Tindakan adalah bentuk perbuatan atau aktivitas nyata dari perawat dalam

pencegahan infeksi nosokomial di rumah sakit.

11. Fasilitas sanitasi rumah sakit adalah ketersediaan sarana sanitasi yang

meliputi: kesehatan lingkungan rumah sakit diantaranya, penyehatan air,

toilet, tempat cuci tangan/ wastafel, pengelolaan limbah (padat,cair, B3,

dan gas), tempat pencucian laundry (linen), pengendalian serangga dan

tikus, pencegahan penularan penyakit melalui desinfeksi dan sterilisasi alat

kesehatan.

12. Kesehatan air rumah sakit upaya penanganan kualitas dan kuantitas air di

rumah sakit yang terdiri dari air untuk keperluan higiene sanitasi, air

minum, dan air untuk pemakaian khusus agar dapat menunjang

kesinambungan pelayanan di rumah sakit.

13. Kesehatan udara rumah sakit merupakan upaya pemeliharaan kualitas

udara ruangan rumah sakit untuk menjamin agar udara tidak berbau

(terutama bebas dari H2S dan amoniak) dan tidak mengandung debu asbes.

14. Kesehatan sarana bangunan merupakan upaya pencegahan, pengendalian

dan pengawasan berbagai sumber-sumber pengotoran, pencemaran dan

penularan penyakit pada area yang terkait sarana bangunan di rumah sakit.
74

15. Pengendalian vektor dan binatang pembawa penyakit adalah upaya untuk

mencegah dan mengendalikan populasi serangga, tikus, dan binatang

pembawa penyakit lainnya sehingga keberadaannya tidak menjadi media

penularan penyakit.

16. Pengamanan limbah di rumah sakit meliputi pengamanan terhadap limbah

padat domestik, limbah bahan berbahaya dan beracun (B3), limbah cair,

dan limbah gas.

17. Pengawasan linen adalah upaya pengawasan terhadap tahapan-tahapan

pencucian linen di rumah sakit untuk mengurangi risiko gangguan

kesehatan dan lingkungan hidup yang ditimbulkan.

18. Upaya pencegahan infeksi nosokomial adalah upaya yang dilakukan

perawat untuk mencegah terjadinya infeksi nosokomial meliputi:

kewaspadaan standar dan berdasarkan transmisi, perilaku perawat, serta

fasilitas sanitasi yang ada rumah sakit.

Metode Pengumpulan Data

Data primer. Data primer adalah data yang didapatkan melalui lembar

observasi. Data primer diperoleh peneliti dengan melakukan observasi langsung

ke lokasi penelitian seperti observasi ke Instalasi Rawat Inap, Instalasi Kesling

dan Instalasi Loundry dan Sandang serta melakukan wawancara kepada perawat

yang memberikan pelayanan keperawatan kepada pasien secara langsung

khususnya pada perawat yang bertugas di ruang rawat inap RSUD Dr. Pirngadi

Medan. Observasi pada fasilitas sanitasi RSUD Dr. Pringadi Medan dilakukan di

8 ruang rawat inap dengan menggunakan form checklist Inspeksi Kesehatan


75

Lingkungan (IKL) Rumah Sakit yang telah disesuaikan dengan Permenkes RI

Nomor 7 Tahun 2019 Tentang Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit.

Data sekunder. Data sekunder adalah data pendukung untuk memperkaya

pembahasan dan mempermudah pengambilan kesimpulan. Data sekunder

diperoleh peneliti dari rekam medik melalui laporan hasil surveilans infeksi ruang

intensive oleh Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI), data fasilitas

sanitasi dari Staf Instalasi Kesehatan Lingkungan (Kesling) dan Staf Instalasi

Loundry dan Sandang.

Metode Pengukuran Data

Aspek pengukuran pengetahuan. Untuk mengetahui tingkat

pengetahuan dari responden diukur dengan menjumlahkan skor dari tiap

pertanyaan-pertanyaan kuesioner. Untuk pertanyaan nomor 3, 5, 8, dan 9, pada

pilihan jawaban (a) skornya adalah 1, pada pilihan jawaban (b) dan (c) skornya

adalah 0. Untuk pertanyaan nomor 1, 2, 7, dan 10, pada jawaban (b) skornya

adalah 1, pada pilihan jawaban (a) dan (c) skornya adalah 0. Sedangkan untuk

pertanyaan nomor 4 dan 6, pada pilihan jawaban (c) skornya adalah 1, pada

pilihan jawaban (a) dan (b) skornya adalah 0. Jumlah pertanyaan/kuesioner

pengetahuan adalah 10 pertanyaan. Maka didapat total skor tertinggi adalah 10

dan skor terendah adalah 0.

Rumus yang digunakan untuk mengukur persentase dari jawaban yang di

dapat dari kuesioner yaitu :

Persentase
76

Berdasarkan skor yang diperoleh maka tingkat pengetahuan dapat

dikategorikan berdasarkan skala Guttman, maka akan didapat jawaban yang tegas,

yaitu “benar dan salah”, dengan kriteria persentase sebagai berikut (Arikunto,

2006):

a. Pengetahuan baik, bila responden memperoleh skor jawaban jika 60-100%

jawaban benar.

b. Pengetahuan kurang baik, bila responden memperoleh skor jawaban jika

<60% jawaban benar.

Aspek pengukuran sikap. Untuk mengetahui ukuran penilaian sikap dari

responden diukur dengan menjumlahkan skor dari tiap-tiap pertanyaan-pertanyaan

kuesioner. Untuk pertanyaan nomor 1, 3, 4, 7, 10, pada pilihan jawaban setuju (S)

skornya adalah 2, pilihan jawaban kurang setuju (KS) skornya adalah 1 dan tidak

setuju (TS) skornya adalah 0. Sedangkan untuk pertanyaan nomor 2, 5, 6, 8, 9,

pada pilhan jawaban setuju (S) skornya adalah 0, kurang setuju (KS) skornya

adalah 1 dan jawaban tidak setuju (TS) skornya adalah 2. Jumlah

pertanyaan/kuesioner sikap adalah 10 pertanyaan. Maka didapat total skor

tertinggi adalah 20 dan skor terendah adalah 0. Berdasarkan skor yang diperoleh

maka ukuran penilaian sikap dapat dikategorikan berdasarkan skala likert

(Arikunto, 2006):

a. Sikap baik, bila responden memperoleh skor jawaban 75%-100% (15-20)

skor jawaban yang diharapkan.

b. Sikap kurang baik, bila responden memperoleh skor jawaban <75%

(<15) skor jawaban yang diharapkan.


77

Aspek pengukuran tindakan. Untuk mengetahui ukuran tindakan dari

responden diukur dengan menjumlahkan skor dari tiap pertanyaan-pertanyaan

kuesioner. Untuk pertanyaan 1, 2, 3, 6, pada pilihan jawaban ya (Y) skornya

adalah 1, dan pada pilihan jawaban tidak (T) skornya adalah 0. Sedangkan untuk

pertanyaan nomor 4, 5, 7, 8, 9, 10, pada pilihan jawaban ya (Y) skornya adalah 0

dan pada pilhan jawaban tidak (T) skornya adalah 1. Jumlah pertanyaan pada

kuesioner tindakan adalah 10 pertanyaan, maka didapat total skor tertinggi 10 dan

terendah 0. Berdasarkan skor yang diperoleh maka ukuran tindakan dapat

dikategorikan berdasarkan skala likert (Arikunto, 2006).

a. Tindakan baik, bila responden memperoleh skor jawaban jika 60-100%

jawaban benar.

b. Tindakan kurang baik, bila responden memperoleh skor jawaban jika

<60% jawaban benar.

Aspek pengukuran fasilitas sanitasi ruang rawat inap rumah sakit.

Aspek pengukuran yang dilakukan yaitu dengan mengamati fasilitas sanitasi

ruang rawat inap RSUD Dr. Pirngadi Medan yang diadopsi dari Permenkes RI

No. 7 tahun 2019 sehingga dapat mengurangi resiko terjadinya infeksi nosokomial

di RSUD Dr. Pirngadi Medan dengan lebih memperhatikan dan memperbaiki

cara-cara yang selama ini tidak sesuai dengan Peraturan tersebut. Aspek

pengukuran fasilitas sanitasi ruang rawat inap rumah sakit, meliputi kesehatan air

rumah sakit, kesehatan udara rumah sakit, kesehatan sarana dan bangunan,

pengendalian vektor dan binatang pembawa penyakit, pengamanan limbah serta

penyelenggraan linen.
78

Metode Analisis Data

Data diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner, dan

dianalisa secara deskriptif disertai dengan bahasan dan kesimpulan. Hasil yang

didapat disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan hasil observasi

fasilitas sanitasi ruang rawat inap yang diperoleh kemudian di analisa dan

dibandingkan dengan Permenkes RI Nomor 7 Tahun 2019 tentang Kesehatan

Lingkungan Rumah Sakit.


Hasil Penelitian

Gambaran Umum RSUD Dr. Pirngadi Medan

Letak geografis. RSUD Dr. Pirngadi Medan berlokasi di Jl. Prof. H. M.

Yamin, SH No. 17, Perintis, Kecamatan Medan Timur, Kota Medan, Sumatera

Utara yang merupakan rumah sakit tipe B.

Klasifikasi Ruang Rawat Inap Berdasarkan Ketersediaan Kamar dan Izin


Penelitian di RSUD Dr. Pirngadi Medan
1. Ruang Dahlia 2

Dahlia 2 merupakan ruang rawat inap yang melayani pelayanan rawat

inap khusus penyakit anak. Ruang rawat inap Dahlia 2 tergolong ruang

rawat inap kelas 2. Ruang rawat inap Dahlia 2 memiliki 4 kamar dimana

1 kamar terdiri dari 3 tempat tidur dan 1 toilet pasien. Jumlah tenaga

perawat yang bertugas terdiri dari 10 orang perawat.

Tabel 2

Deskripsi Hasil Observasi Fasilitas Sanitasi di Ruang Rawat Inap Dahlia 2


RSUD Dr.Pirngadi Medan Tahun 2020
Jenis Fasilitas Sanitasi Keadaan Keterangan
Air
1. Air Bersih Memenuhi persyaratan Air bersih memenuhi
kualitas fisik air kuantitas hygiene dan
sanitasi (400-450
liter/TT/hari)
2. Air Minum Air minum untuk pasien
tidak tersedia khusus di
ruang Dahlia 2, apabila
pasien ingin minum
hendak ke dapur umum
(Instalasi Gizi)
(Bersambung)

79
80

Tabel 2

Deskripsi Hasil Observasi Fasilitas Sanitasi di Ruang Rawat Inap Dahlia 2


RSUD Dr.Pirngadi Medan Tahun 2020
Toilet
1. Toilet Perawat Bersih Jumlahnya 1, tidak ada
slogan memelihara
kebersihan, dan tidak ada
gantungan kamar mandi

2. Toilet Pasien Bersih Jumlahnya 1 di tiap-tiap


3. kamar, tidak ada slogan
memelihara kebersihan,
dan tidak ada gantungan
kamar mandi

3. Keran Kamar Mandi Bagus Air yang mengalir lancer

Wastafel Tersedia di Nurse Station Jumlahnya 1

Pengelolaan Limbah Tersedia di depan ruang Pengelolaan limbah


rawat inap dilakukan secara terpisah
antara limbah infeksius
dan non infeksius dan
diangkut 2-3 kali dalam
sehari

(Bersambung)
81

Tabel 2

Deskripsi Hasil Observasi Fasilitas Sanitasi di Ruang Rawat Inap Dahlia 2


RSUD Dr.Pirngadi Medan Tahun 2020
Tersedia di kamar obat Untuk benda tajam
seperti suntik, tidak
dikumpulkan di safety
box melainkan
dihancurkan dengan alat
Needle Smelter lalu
sisanya dibuang ke
tempat sampah infeksius

Untuk limbah cair,


salurannya tertutup dan
mengalir dengan lancar.
Namun saluran limbah
cair dari wastafel yang
ada di nurse station
keadaannya sudah pecah
sehingga airnya berada di
permukaan lantai
Linen
Terpisah antara linen
infeksius dan non
infeksius. Linen yang
terkontaminasi cairan
dibungkus di kantong
yang berwarna kuning.
Pengangkutan linen
dilakukan secara rutin
yaitu sekali dalam sehari

2. Ruang Asoka

Asoka merupakan ruang rawat inap yang tergolong ruang rawat inap kelas

3. Ruang rawat inap Asoka memiliki 1 kamar dimana 1 kamar terdiri dari 9

tempat tidur dan 3 toilet pasien. Jumlah tenaga perawat yang bertugas terdiri dari

10 orang perawat.
82

Tabel 3

Deskripsi Hasil Observasi Fasilitas Sanitasi di Ruang Rawat Inap Asoka RSUD
Dr.Pirngadi Medan Tahun 2020
Jenis Fasilitas Sanitasi Keadaan Keterangan
Air
1. Air Bersih Memenuhi persyaratan Air bersih memenuhi
kualitas fisik air kuantitas hygiene dan
sanitasi (400-450
liter/TT/hari)

2. Air Minum Air minum untuk pasien


tidak tersedia khusus di
ruang Asoka
Toilet
1. Toilet Perawat Bersih Jumlahnya 1, tidak ada
slogan memelihara
kebersihan, dan tidak ada
gantungan kamar mandi

2. Toilet Pasien Bersih Jumlahnya 1 di tiap-tiap


kamar, tidak ada slogan
memelihara kebersihan,
dan tidak ada gantungan
kamar mandi

3. Keran Kamar mandi Bagus Air yang mengalir lancer

Wastafel Tersedia 1 buah di Nurse Jumlah totalnya ada 2


Station

(Bersambung)
83

Tabel 3

Deskripsi Hasil Observasi Fasilitas Sanitasi di Ruang Rawat Inap Asoka RSUD
Dr.Pirngadi Medan Tahun 2020
Pengelolaan Limbah Tersedia di depan ruang Pengelolaan limbah
rawat inap dilakukan secara terpisah
antara limbah infeksius
dan non infeksius dan
diangkut 3 kali dalam
sehari

Tersedia di kamar obat Untuk benda tajam


seperti suntik,
dikumpulkan di safety
box. Jumlahnya 1.

Untuk limbah cair,


salurannya tertutup dan
mengalir dengan lancar

Linen Terpisah antara linen


infeksius dan non
infeksius. Linen yang
terkontaminasi cairan
dibungkus di kantong
yang berwarna kuning.
Pengangkutan linen
dilakukan secara rutin
yaitu sekali dalam sehari.

3. Ruang Anggrek I

Anggrek I merupakan ruang rawat inap yang tergolong ruang rawat inap

kelas 1 (VIP). Ruang rawat inap Anggrek I memiliki 15 kamar dimana setiap

kamar terdiri dari 1 tempat tidur dan 1 toilet pasien. Jumlah tenaga perawat yang

bertugas terdiri dari 16 orang perawat.


84

Tabel 4

Deskripsi Hasil Observasi Fasilitas Sanitasi di Ruang Rawat Inap Anggrek I


RSUD Dr.Pirngadi Medan Tahun 2020
Jenis Fasilitas Sanitasi Keadaan Keterangan
Air
1. Air Bersih Memenuhi persyaratan Air bersih memenuhi
kualitas fisik air kuantitas hygiene dan
sanitasi (400-450
liter/TT/hari)

2. Air Minum Air minum untuk pasien


tersedia di dapur Nurse
Station
Toilet
1. Toilet Perawat Bersih Jumlahnya 1, tidak ada
slogan memelihara
kebersihan, dan tidak ada
gantungan kamar mandi

2. Toilet Pasien Bersih Jumlahnya 1 di tiap-tiap


kamar, ada slogan
memelihara kebersihan,
dan tidak ada gantungan
kamar mandi

Wastafel Tersedia 1 buah di Nurse Jumlah totalnya 3


Station

(Bersambung)
85

Tabel 4

Deskripsi Hasil Observasi Fasilitas Sanitasi di Ruang Rawat Inap Anggrek I


RSUD Dr.Pirngadi Medan Tahun 2020
Pengelolaan Limbah Tersedia di depan ruang Pengelolaan limbah
rawat inap dilakukan secara terpisah
antara limbah infeksius
dan non infeksius dan
diangkut sekali dalam
sehari

Tersedia di kamar obat Untuk benda tajam


seperti suntik, tidak
dikumpulkan di safety
box melainkan
dihancurkan dengan alat
Needle Smelter lalu
sisanya dibuang ke
tempat sampah infeksius

Untuk limbah cair,


salurannya tertutup dan
mengalir dengan lancar

Linen Terpisah antara linen


infeksius dan non
infeksius. Linen yang
terkontaminasi cairan
dibungkus di kantong
yang berwarna kuning.
Pengangkutan linen
dilakukan secara rutin
yaitu sekali dalam sehari.

4. Ruang Anggrek II

Anggrek II merupakan ruang rawat inap yang tergolong dalam ruang rawat

inap kelas 1. Ruang rawat inap Anggrek II memiliki 12 kamar dimana setiap

kamar terdiri dari 1 tempat tidur dan 1 toilet pasien. Jumlah tenaga perawat yang

bertugas terdiri dari 12 orang perawat.


86

Tabel 5

Deskripsi Hasil Observasi Fasilitas Sanitasi di Ruang Rawat Inap Anggrek II


RSUD Dr.Pirngadi Medan Tahun 2020
Air
1. Air Bersih Memenuhi persyaratan Air bersih memenuhi
kualitas fisik air kuantitas hygiene dan
sanitasi (400-450
liter/TT/hari)

2. Air Minum Air minum untuk pasien


tersedia di dapur Nurse
Station
Toilet
1. Toilet Perawat Bersih Jumlahnya 1, tidak ada
slogan memelihara
kebersihan, dan tidak ada
gantungan kamar mandi

2. Toilet Pasien Bersih Jumlahnya 1 di tiap-tiap


kamar, tidak ada slogan
memelihara kebersihan,
dan tidak ada gantungan
kamar mandi

3. Keran Kamar mandi Bagus Air yang mengalir lancer

Wastafel Tersedia di Nurse Station Jumlahnya 1

(Bersambung)
87

Tabel 5

Deskripsi Hasil Observasi Fasilitas Sanitasi di Ruang Rawat Inap Anggrek II


RSUD Dr.Pirngadi Medan Tahun 2020
Pengelolaan Limbah Tersedia di depan ruang Pengelolaan limbah
rawat inap dilakukan secara terpisah
antara limbah infeksius
dan non infeksius dan
diangkut sekali dalam
sehari

Safety box tersedia di Untuk benda tajam


dekat Nurse Station dan seperti suntik, tetap
Needle Smelter di kamar dikumpulkan di safety
obat box selanjutnya
dihancurkan dengan alat
Needle Smelter lalu
sisanya dibuang ke
tempat sampah infeksius

Untuk limbah cair,


salurannya tertutup dan
mengalir dengan lancar

Linen Terpisah antara linen


infeksius dan non
infeksius. Linen yang
terkontaminasi cairan
dibungkus di kantong
yang berwarna kuning.
Pengangkutan linen
dilakukan secara rutin
yaitu sekali dalam sehari

5. Ruang Kenanga I

Kenanga 1 merupakan ruang rawat inap yang tergolong ruang rawat inap

kelas 3. Ruang rawat inap Kenanga 1 memiliki 1 kamar dimana 1 kamar terdiri

dari 9 tempat tidur dan 1 toilet pasien. Jumlah tenaga perawat yang bertugas

terdiri dari 9 orang perawat.


88

Tabel 6

Deskripsi Hasil Observasi Fasilitas Sanitasi di Ruang Rawat Inap Kenanga I


RSUD Dr.Pirngadi Medan Tahun 2020
Jenis Fasilitas Sanitasi Keadaan Keterangan
Air
1. Air Bersih Memenuhi persyaratan Air bersih memenuhi
kualitas fisik air kuantitas hygiene dan
sanitasi (400-450
liter/TT/hari

2. Air Minum Air minum untuk pasien


tidak tersedia khusus di
ruang Kenanga 1
Toilet
1. Toilet Perawat Bersih Jumlahnya 1, ada slogan
memelihara kebersihan,
dan tidak ada gantungan
kamar mandi

2. Toilet Pasien Bersih Jumlahnya 1 di tiap-tiap


kamar, tidak ada slogan
memelihara kebersihan,
dan tidak ada gantungan
kamar mandi

3. Keran Kamar mandi Bagus Air yang mengalir lancer

Wastafel Rusak Jumlahnya 2

(Bersambung)
89

Tabel 6

Deskripsi Hasil Observasi Fasilitas Sanitasi di Ruang Rawat Inap Kenanga I


RSUD Dr.Pirngadi Medan Tahun 2020
Pengelolaan Limbah Tersedia di depan ruang Pengelolaan limbah
rawat inap dilakukan secara terpisah
antara limbah infeksius
dan non infeksius dan
diangkut 2 kali dalam
sehari

Tersedia di kamar obat Untuk benda tajam


seperti suntik,
dikumpulkan di safety
box. Jumlahnya 1

Untuk limbah cair,


salurannya tertutup dan
mengalir dengan lancar

Linen Terpisah antara linen


infeksius dan non
infeksius. Linen yang
terkontaminasi cairan
dibungkus di kantong
yang berwarna kuning.
Pengangkutan linen
dilakukan secara rutin
yaitu sekali dalam sehari

6. Ruang Tulip I

Tulip I merupakan ruang rawat inap yang tergolong ruang rawat inap kelas

1 dan kelas 2 yang khusus menangani tindakan persalinan. Ruang rawat inap

Tulip I memiliki 13 kamar dimana setiap kamar terdiri dari 1 tempat tidur dan 1

toilet pasien. Selain itu terdapat 4 ruangan kamar yang rusak. Jumlah tenaga

perawat yang bertugas terdiri dari 2 orang perawat.


90

Tabel 7

Deskripsi Hasil Observasi Fasilitas Sanitasi di Ruang Rawat Inap Tulip I RSUD
Dr.Pirngadi Medan Tahun 2020
Jenis Fasilitas Sanitasi Keadaan Keterangan
Air
1. Air Bersih Memenuhi persyaratan Air bersih memenuhi
kualitas fisik air kuantitas hygiene dan
sanitasi (400-450
liter/TT/hari)

2. Air Minum Air minum untuk pasien


tersedia di dapur Nurse
Station
Toilet
1. Toilet Perawat Bersih Jumlahnya 1, tidak ada
slogan memelihara
kebersihan, dan tidak ada
gantungan kamar mandi

2. Toilet Pasien Bersih Jumlahnya 1 di tiap-tiap


kamar, ada slogan
memelihara kebersihan,
dan tidak ada gantungan
kamar mandi

3. Keran Kamar mandi Bagus Air yang mengalir lancer


Wastafel Tersedia di Nurse Station Jumlahnya totalnya 3
1 buah

(Bersambung)
91

Tabel 7

Deskripsi Hasil Observasi Fasilitas Sanitasi di Ruang Rawat Inap Tulip I RSUD
Dr.Pirngadi Medan Tahun 2020
Pengelolaan Limbah Tersedia di depan ruang Pengelolaan limbah
rawat inap dilakukan secara terpisah
antara limbah infeksius
dan non infeksius dan
diangkut 3 kali dalam
sehari

Untuk benda tajam


seperti suntik,
dikumpulkan di safety
box

Untuk limbah cair,


salurannya tertutup dan
mengalir dengan lancar

Linen Terpisah antara linen


infeksius dan non
infeksius. Linen yang
terkontaminasi cairan
dibungkus di kantong
yang berwarna kuning.
Pengangkutan linen
dilakukan secara rutin
yaitu sekali dalam sehari

7. Ruang Tulip II

Tulip II merupakan ruang rawat inap yang tergolong ruang rawat inap

kelas 1,2, dan 3 yang khusus menangani pasien kanker (kemoterapi). Ruang rawat

inap Tulip II memiliki 19 kamar dimana setiap kamar terdiri dari 1 toilet pasien.

Jumlah tenaga perawat yang bertugas terdiri dari 11 orang perawat.


92

Tabel 8

Deskripsi Hasil Observasi Fasilitas Sanitasi di Ruang Rawat Inap Tulip II RSUD
Dr.Pirngadi Medan Tahun 2020
Jenis Fasilitas Sanitasi Keadaan Keterangan
Air
1. Air Bersih Memenuhi persyaratan Air bersih memenuhi
kualitas fisik air kuantitas hygiene dan
sanitasi (400-450
liter/TT/hari)

2. Air Minum Air minum untuk pasien


tersedia di dapur Nurse
Station
Toilet
1. Toilet Perawat Bersih Jumlahnya 1, tidak ada
slogan memelihara
kebersihan, dan tidak ada
gantungan kamar mandi

2. Toilet Pasien Bersih Jumlahnya 1 di tiap-tiap


kamar, ada slogan
memelihara kebersihan,
dan tidak ada gantungan
kamar mandi

3. Keran Kamar mandi Bagus Air yang mengalir lancer


Wastafel
Tersedia di Nurse Station Jumlahnya totalnya 2
1 buah

(Bersambung)
93

Tabel 8

Deskripsi Hasil Observasi Fasilitas Sanitasi di Ruang Rawat Inap Tulip II RSUD
Dr.Pirngadi Medan Tahun 2020
Pengelolaan Limbah Tersedia di depan ruang Pengelolaan limbah
rawat inap dilakukan secara terpisah
antara limbah infeksius
dan non infeksius dan
diangkut 2 kali dalam
sehari

Tersedia di Nurse Station Untuk benda tajam


seperti suntik, tidak
dikumpulkan di safety
box melainkan
dihancurkan dengan alat
Needle Smelter lalu
sisanya dibuang ke
tempat sampah infeksius

Untuk limbah cair,


salurannya tertutup dan
mengalir dengan lancar
Linen Terpisah antara linen
infeksius dan non
infeksius. Linen yang
terkontaminasi cairan
dibungkus di kantong
yang berwarna kuning.
Pengangkutan linen
dilakukan secara rutin
yaitu 2 kali dalam sehari.

8. Ruang Tulip III

Tulip III merupakan ruang rawat inap kelas 3 yang khusus menangani

pasien kanker. Ruang rawat inap Tulip III memiliki 20 kamar, namun kamar yang
94

digunakan hanya berjumlah 7 buah dan masing-masing kamar tersebut terdapat 1

toilet pasien. Jumlah tenaga perawat yang bertugas terdiri dari 9 orang perawat.

Tabel 9
Deskripsi Hasil Observasi Fasilitas Sanitasi di Ruang Rawat Inap Tulip III RSUD
Dr.Pirngadi Medan Tahun 2020
Jenis Fasilitas Sanitasi Keadaan Keterangan
Air
1. Air Bersih Memenuhi persyaratan Air bersih memenuhi
kualitas fisik air kuantitas hygiene dan
sanitasi (400-450
liter/TT/hari)

2. Air Minum Air minum untuk pasien


tersedia di dapur Nurse
Station
Toilet
1. Toilet Perawat Kurang Rapi Tidak ada toilet khusus
perawat, perawat hanya
menggunakan toilet di
kamar kosong yang
digunakan sebagai kamar
ganti pakaian

2. Toilet Pasien Bersih Jumlahnya 1 di tiap-tiap


kamar, tidak ada slogan
memelihara kebersihan,
dan tidak ada gantungan
kamar mandi

3. Keran Kamar mandi Bagus Air yang mengalir lancar

(Bersambung)
95

Tabel 9
Deskripsi Hasil Observasi Fasilitas Sanitasi di Ruang Rawat Inap Tulip III RSUD
Dr.Pirngadi Medan Tahun 2020
Wastafel Tidak berfungsi dengan Jumlah totalnya 1 di
baik karena tidak ada kamar ganti pakaian
saluran pembuangan serta
air yang mengalir
berwarna kecoklatan

Pengelolaan Limbah Tersedia di depan ruang Pengelolaan limbah


rawat inap dilakukan secara terpisah
antara limbah infeksius
dan non infeksius dan
diangkut sekali dalam
sehari

Tersedia di Nurse Station Untuk benda tajam


seperti suntik,
dikumpulkan di safety
box

Untuk limbah cair,


salurannya tertutup dan
mengalir dengan lancar
Liner Terpisah antara linen
infeksius dan non
infeksius. Linen yang
terkontaminasi cairan
dibungkus di kantong
yang berwarna kuning.
Pengangkutan linen
dilakukan pertiga hari
96

Karakteristik Perawat

Karakteristik perawat dalam penelitian ini meliputi umur, jenis kelamin,

tingkat pendidikan, lama bekerja, dan pelatihan infeksi nosokomial. Berdasarkan

hasil wawancara maka diperoleh deskripsi karakteristik perawat seperti tabel

berikut ini.

Tabel 10

Distribusi Frekuensi Perawat Berdasarkan Karakteristik di RSUD Dr. Pirngadi


Medan Tahun 2020
Karakteristik Perawat Frekuensi Persentase
( n = 79) ( Total = 100% )
Umur
1. < 30-30 tahun 5 6,3
2. 31-40 tahun 41 51,9
3. 41-50 tahun 14 17,7
4. > 50 tahun 19 24,1
Jenis Kelamin
1. Perempuan 75 94,9
2. Laki-laki 4 5,1
Tingkat Pendidikan
1. SPK 3 3,8
2. D.III Keperawatan 46 58,2
3. S1 Keperawatan 30 38,0
Lama Kerja
1. < 10 tahun 21 26,6
2. 10-20 tahun 42 53,2
3. 21-30 tahun 12 15,2
4. >30 tahun 4 5,1
Pelatihan Infeksi Nosokomial
1. Pernah 64 81,0
2. Tidak 15 1,0

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di RSUD Dr. Pingadi Medan,

diketahui bahwa ada beberapa variabel berdasarkan karakteristik perawat.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan mengenai usia perawat, dapat

diketahui bahwa dari 79 perawat terdapat 5 responden (6,3%) berusia <30-30

tahun, 41 responden (51,9%) berusia 31-40 tahun, 14 responden (17,7%) berusia


97

41-50 tahun, dan 19 responden (24,1%) berusia >50 tahun. Berdasarkan

karakteristik jenis kelamin, dapat diketahui bahwa dari 79 perawat terdapat 75

responden (94,9%) berjenis kelamin perempuan dan 4 responden (5,1%) berjenis

kelamin laki-laki. Berdasarkan karakteristik tingkat pendidikan, dapat diketahui

bahwa dari 79 perawat terdapat 3 responden (3,8%) berpendidikan SPK, 46

responden (58,2%) berpendidikan D.III Keperawatan, dan 30 responden (38%)

berpendidikan S1 Kepetawatan. Berdasarkan karakteristik lama bekerja, dapat

diketahui bahwa dari 79 perawat terdapat 21 responden (26,6%) memiliki lama

bekerja <10 tahun, 42 responden (53,2%) memiliki lama bekerja 10-20 tahun, 12

responden (15,2%) memiliki lama bekerja 21-30 tahun, dan 4 responden (5,1%)

memiliki lama bekerja >30 tahun. Untuk karakteristik pelatihan infeksi

nosokomial dapat diketahui bahwa dari 79 perawat terdapat 64 responden (81%)

pernah mengikuti pelatihan infeksi nosokomial serta 15 responden (19%) tidak

pernah mengikuti pelatihan infeksi nosokomial.

Data Perilaku

Perilaku dalam penelitian ini meliputi pengetahuan, sikap, dan tindakan

perawat dalam pencegahan infeksi nosokomial

Pengetahuan Perawat
Adapun deskripsi mengenai pengetahuan perawat dalam pencegahan

infeksi nosokomial dapat dilihat pada tabel dibawah ini.


98

Tabel 11

Distribusi Frekuensi Perawat Menurut Tingkat Pengetahuan dalam Pencegahan


Infeksi Nosokomial di RSUD Dr.Pirngadi Medan Tahun 2020
Pengetahuan Benar Salah Jumlah
n % n % n %
Mengetahui kapan dilakukannya 75 94,9 4 5,1 79 100
indikasi kebersihan tangan
Mengetahui masker yang 18 22,8 61 77,2 79 100
digunakan untuk pencegahan
infeksi nosokomial melalui
airborne
Mengetahui jenis sarung tangan 6 7,6 73 92,4 79 100
yang digunakan sewaktu
menangani bahan-bahan dan
membersihkan permukaan yang
terkontaminasi
Mengetahui tindakan yang tidak 47 59,5 32 40,5 79 100
mengharuskan menggunakan
google dan perisai wajah
Mengetahui tindakan yang sangat 69 87,3 10 12,7 79 100
mengharuskan menggunakan
sepatu pelindung
Mengetahui kategori jenis limbah 79 100 0 0 79 100
apabila gaun pelindung/APD
yang telah digunakan
Mengetahui kategori warna 77 97,5 2 2,5 79 100
kantong plastik jika jenis limbah
infeksius, patologi, dan anatomi
dilakukan identifikasi dan
dilakukan pemisahan
Mengetahui yang bukan 60 75,9 19 24,1 79 100
merupakan etika batuk dan bersin
yang tepat
Mengetahui jenis kewaspadaan 42 53,2 37 46,8 79 100
transmisi
Mengetahui jenis kewaspadaan 14 17,7 65 82,3 79 100
transmisi melalui kontak apabila
ditransmisikan melalui tangan
yang belum dicuci atau benda
mati

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa sebagian besar perawat

sudah memiliki pengetahuan baik seperti mengetahui kapan dilakukannya indikasi


99

kebersihan tangan yaitu sebanyak 75 orang (94,9 %), namun masih ada perawat

yang tidak mengetahui jenis sarung tangan yang digunakan sewaktu menangani

bahan-bahan dan membersihkan permukaan yang terkontaminasi yaitu sebanyak

73 orang (92,4%).

Tabel 12

Distribusi Responden tentang Pengetahuan Perawat Dalam Pencegahan Infeksi


Nosokomial di RSUD Dr.Pirngadi Medan Tahun 2020
Pengetahuan Frekuensi Persentase
(n=79) (Total = 100%)
Baik 55 69,6
Kurang Baik 24 30,4

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan mengenai pengetahuan

perawat, yaitu dari 79 responden dapat diketahui bahwa responden dengan

pengetahuan baik sebanyak 55 orang (69,6%), dan responden dengan tingkat

pengetahuan kurang baik yaitu sebanyak 24 orang (30,4%).

Sikap Perawat

Sikap Perawat adalah reaksi atau perawat dalam pencegahan infeksi

nosokomial di rumah sakit. Adapun deskripsi sikap perawat dapat dilihat pada

tabel dibawah ini.

Tabel 13

Distribusi Frekuensi Perawat Menurut Sikap Dalam Dalam Pencegahan Infeksi


Nosokomial di RSUD Dr.Pirngadi Medan Tahun 2020
Sikap Setuju Kurang Tidak Jumlah
setuju Setuju
n % n % n % n %
Membersihkan tangan 75 94,9 4 5,1 0 0 79 100
dengan hand sanitizer
sebelum dan sesudah
kontak dengan pasien
(Bersambung)
100

Tabel 13

Distribusi Frekuensi Perawat Menurut Sikap dalam Pencegahan Infeksi


Nosokomial di RSUD Dr.Pirngadi Medan Tahun 2020
Sikap Setuju Kurang Tidak Jumlah
Setuju Setuju
n % n % n % n %
Pasien yang memiliki gejala 5 6,3 19 24,1 55 69,6 79 100
infeksi nosokomial tetap
ditempatkan di ruang rawat
inap bersama pasien lainnya
Alat kesehatan yang 78 98,7 0 0 1 1,3 79 100
terkontaminasi darah/cairan
langsung dicuci dengan
detergen dan desinfektan
Menggunakan sarung 15 19,0 29 36,7 35 44,3 79 100
tangan rumah tangga ketika
mencuci alat kesehatan
yang terkontaminasi
darah/cairan
Tidak ada aturan mengenai 7 8,9 10 12,7 62 78,5 79 100
SPO penatalaksanaan linen
yang jelas dan aman demi
keselamatan petugas
Tidak menutup hidung dan 11 13,9 7 8,9 61 77,2 79 100
mulut dengan tisu atau sapu
tangan ataupun lengan atas
ketika batuk dan bersin
Melakukan pemeriksaan 71 89,9 6 7,6 2 2,5 79 100
kesehatan secara berkala
untuk mencegah terjadinya
penularan kepada pasien
Melakukan tindakan 10 12,7 39 49,4 30 38,0 79 100
keperawatan ketika kondisi
tubuh tidak sehat
Membuang sampah medis 14 17,7 6 7,6 59 74,7 79 100
tidak pada tempat sampah
yang telah disediakan
Menahan diri untuk tidak 73 92,4 2 2,5 4 5,1 79 100
menyentuh mata, hidung,
mulut, saat masih
menggunakan sarung
tangan terkontaminasi/tanpa
sarung tangan
101

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa sebagian perawat sudah

memiliki sikap yang sesuai dalam pencegahan infeksi nosokomial yaitu sebanyak

55 orang (69,6%) tidak setuju bila pasien yang memiliki gejala infeksi nosokomial

tetap ditempatkan di ruang rawat inap bersama pasien lainnya.

Tabel 14

Distribusi Responden tentang Sikap Perawat dalam Pencegahan Infeksi


Nosokomial di RSUD Dr.Pirngadi Medan Tahun 2020
Sikap Frekuensi Persentase
(n = 79) (Total = 100%)
Baik 58 73,4
Kurang Baik 21 26,6

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan mengenai sikap perawat,

yaitu dari 79 responden dapat diketahui bahwa responden dengan sikap baik

sebanyak 58 orang (73,4%) dan responden dengan sikap kurang baik yaitu

sebanyak 21 orang (26,6%).

Tindakan Perawat

Tindakan perawat adalah bentuk perbuatan atau aktivitas nyata dari

perawat dalam pencegahan infeksi nosokomial di rumah sakit. Adapun deskripsi

tindakan perawat dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 15

Distribusi Frekuensi Perawat Menurut Tindakan dalam Pencegahan Infeksi


Nosokomial di RSUD Dr.Pirngadi Medan Tahun 2020
Tindakan Ya Tidak Jumlah
n % n % n %
Mencuci tangan sebelum melakukan 79 100 0 0 79 100
tindakan aseptic
(Bersambung)
102

Tabel 15

Distribusi Frekuensi Perawat Menurut Tindakan dalam Pencegahan Infeksi


Nosokomial di RSUD Dr.Pirngadi Medan Tahun 2020
Tindakan Ya Tidak Jumlah
n % n % n %
Menggunakan sarung tangan 73 92,4 6 7,6 79 100
pemeriksaan (bersih) sewaktu
melakukan pemeriksaan rutin
terhadap pasien
Mengganti gaun pelindung atau 79 100 0 0 79 100
pakaian kerja jika terkontaminasi
cairan tubuh pasien (darah)
Menggantung masker dileher, 4 5,1 75 94,9 79 100
memakai sarung tangan sambil
menulis dan menyentuh permukaan
lingkungan
Tidak mendekontaminasi peralatan 26 32,9 53 67,1 79 100
yang telah dipakai pasien infeksius
sebelum digunakan pasien lainnya.
Membersihkan permukaan sekitar 76 96,2 3 3,8 79 100
pasien secara rutin setiap pasien
pulang/keluar dari fasyankes
Tidak melakukan tindakan 11 13,9 68 86,1 79 100
keperawatan sesuai dengan teknik
aseptic
Pencucian linen tidak dilakukan 34 43,0 45 57,0 79 100
secara terpisah antara linen infeksius
dan linen infeksius
Limbah padat domestik tidak 20 25,3 59 74,7 79 100
diangkut ke TPS lebih dari 2x24 jam
Sampah medis tidak dipisah dengan 7 8,9 72 91,1 79 100
sampah non medis

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa seluruh perawat memiliki

tindakan yang baik dalam pencegahan infeksi nosokomial, yaitu seluruh perawat

setuju mencuci tangan sebelum melakukan tindakan aseptik dan setuju mengganti

gaun pelindung atau pakaian kerja jika terkontaminasi cairan tubuh pasien (darah).
103

Tabel 16

Distribusi Responden tentang Tindakan Perawat dalam Pencegahan Infeksi


Nosokomial di RSUD Dr.Pirngadi Medan Tahun 2020
No Tindakan Frekuensi Persentase
(n = 79) (Total = 100%)
1 Baik 75 94,9
2 Kurang Baik 4 5,1

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan mengenai tindakan perawat,

yaitu dari 79 responden dapat diketahui bahwa responden dengan tindakan baik

sebanyak 75 orang (94,9%) dan responden dengan tindakan kurang baik yaitu

sebanyak 4 orang (5,1%).

Tabulasi Silang

Data yang dimasukkan ke dalam tabulasi silang antara lain yaitu tingkat

pengetahuan dengan pendidikan, lama bekerja dengan tingkat pengetahuan

kemudian tingkat pengetahuan dengan sikap dan tindakan.

Tabel 17

Tabulasi Silang Tingkat Pendidikan dengan Pengetahuan Perawat di RSUD Dr.


Pirngadi Medan Tahun 2020
Pengetahuan Total
Pendidikan Baik Kurang Baik
n % n % n %
SPK 2 66,7 1 33,3 3 100,0
D.III Keperawatan 28 60,9 18 39,1 46 100,0
S1 Keperawatan 25 83,3 5 16,7 30 100,0
Total 55 69,6 24 30,4 79 100,0

Berdasarkan tabel 17 dapat diketahui bahwa jumlah perawat yang

berpendidikan SPK sebanyak 3 orang memiliki pengetahuan yang sebagian besar

dalam kategori baik sebanyak 2 orang (66,67%). Jumlah perawat yang

berpendidikan Diploma III sebanyak 46 orang memiliki pengetahuan yang

sebagian besar dalam kategori baik sebanyak 28 orang (60,9%). Jumlah perawat
104

yang berpendidikan S1 Keperawatan sebanyak 30 orang memiliki pengetahuan

yang sebagian besar dalam kategori baik sebanyak 25 orang (83,3%).

Tabulasi silang lama bekerja dengan tingkat pengetahuan perawat.

Hasil tabulasi silang antara lama bekerja dengan tingkat pengetahuan dapat dilihat

pada tabel dibawah ini.

Tabel 18

Tabulasi Silang Lama Bekerja dengan Tingkat Pengetahuan Perawat di RSUD


Dr. Pirngadi Medan Tahun 2020
Pengetahuan Total
Lama Bekerja Baik Kurang Baik
n % n % n %
<10 Tahun 13 61,9 8 38,1 21 100,0
10-20 Tahun 30 71,4 12 28,6 42 100,0
21-30 Tahun 10 83,3 2 16,7 12 100,0
>30 Tahun 2 50,0 2 50,0 4 100,0
Total 55 69,6 24 30,4 79 100,0

Pada tabel 18 diatas dapat diketahui bahwa jumlah perawat yang lama

bekerjanya <10 tahun sebanyak 21 orang memiliki pengetahuan sebagian besar

dalam kategori baik yaitu sebanyak 13 orang (61,9%). Jumlah perawat yang lama

bekerjanya 10-20 tahun sebanyak 42 orang memiliki pengetahuan sebagian besar

dalam kategori baik yaitu sebanyak 30 orang (71,43%). Jumlah perawat yang

lama bekerjanya 21-30 tahun sebanyak 12 orang memiliki pengetahuan sebagian

besar dalam kategori baik yaitu sebanyak 10 orang (83,3%). Jumlah perawat yang

lama bekerjanya >30 tahun sebanyak 4 orang memiliki pengetahuan baik dan

kurang baik dengan persentase yang sama yaitu 50%.

Tabulasi silang tingkat pengetahuan dengan sikap perawat. Hasil

tabulasi silang antara tingkat pengetahuan dengan sikap perawat dapat dilihat pada
105

tabel dibawah ini.

Tabel 19

Tabulasi Silang Tingkat Pengetahuan dengan Sikap Perawat di RSUD Dr.


Pirngadi Medan Tahun 2020
Sikap Total
Pengetahuan Baik Kurang Baik
n % n % n %
Baik 43 78,2 12 21,8 55 100,0
Kurang Baik 15 62,5 9 37,5 24 100,0
Total 58 73,4 21 26,6 79 100,0

Pada tabel 19 diatas dapat diketahui bahwa dari 55 orang perawat yang

memiliki pengetahuan baik sebagian besar memiliki sikap baik yaitu sebanyak 43

orang (78,2%). Dari 24 orang perawat yang memiliki pengetahuan kurang baik

sebagian besar memiliki sikap baik yaitu sebanyak 15 orang (62,5%).

Tabulasi silang tingkat pengetahuan dengan tindakan perawat. Hasil

tabulasi silang antara tingkat pengetahuan dengan tindakan dapat dilihat pada

tabel dibawah ini.

Tabel 20

Tabulasi Silang Tingkat Pengetahuan dengan Tindakan Perawat di RSUD Dr.


Pirngadi Medan Tahun 2020
Tindakan Total
Pengetahuan Baik Kurang Baik
n % n % n %
Baik 55 100,0 0 0,0 55 100,0
Kurang Baik 20 83,3 4 16,7 24 100,0
Total 75 94,9 4 5,1 79 100,0

Pada tabel 20 diatas bahwa dari 55 orang perawat yang memiliki

pengetahuan baik seluruhnya memiliki tindakan baik yaitu sebanyak 55 orang


106

(100,0%). Dari 24 orang perawat yang memiliki pengetahuan kurang baik

sebagian besar memiliki tindakan baik sebanyak 20 orang (83,3%).

Fasilitas Sanitasi Ruang Rawat Inap RSUD Dr. Pirngadi Medan

Adapun fasilitas sanitasi yang diobservasi dalam penelitian ini meliputi

kesehatan air, kesehatan udara, kesehatan sarana dan bangunan, pengendalian

vektor dan binatang pembawa penyakit, pengamanan limbah, dan pengelolaan

linen.

Tabel 21

Hasil Observasi Fasilitas Sanitasi Ruang Rawat Inap RSUD Dr. Pirngadi Medan
Tahun 2020
Pengamatan
Fasilitas Sanitasi Ruang Rawat Ya/Ada/Bagus Tidak/Rusak Jumlah
Inap n % n % n %
Kesehatan Air
a. Tersedia air bersih memenuhi 8 100 0 0 8 100
persyaratan kualitas fisik air
(400-450 Liter/TT/Hari).
b. Tersedia air minum di ruang 5 62,5 3 37,5 8 100
rawat inap
Kesehatan Udara
a. Sirkulasi udara di ruangan 8 100 0 0 8 100
sejuk dan segar
Kesehatan Sarana dan
Bangunan
a. Tersedia toilet perawat 7 87,5 1 12,5 8 100
b. Tersedia toilet pasien 8 100 0 0 8 100
c. Slogan memelihara kebersihan 1 12,5 7 87,5 8 100
ditoilet perawat
d. Slogan memelihara kebersihan 3 37,5 5 62,5 8 100
ditoilet pasien
e. Keran air 8 100 0 0 8 100
f. Wastafel 6 75,0 2 25,0 8 100
g. Lantai terbuat dari bahan yang
kuat, kedap air, permukaannya 8 100 0 0 8 100
rata, tidak licin, warna terang,
dan mudah dibersihkan

(Bersambung)
107

Tabel 21

Hasil Observasi Fasilitas Sanitasi Ruang Rawat Inap RSUD Dr. Pirngadi Medan
Tahun 2020
Pengamatan
Fasilitas Sanitasi Ruang Rawat Ya/Ada/Bagus Tidak/Rusak Jumlah
Inap n % n % n %
h. Dinding terbuat dari bahan 8 100 0 0 8 100
yang kuat, permukaannya
rata dan berwarna terang
i. Langit-langit kuat, berwarna 8 100 0 0 8 100
terang, dan mudah
dibersihkan, tidak
mengandung unsur yang
dapat membahayakan pasien,
tidak berjamur
j. Pencahayaan cukup terang 8 100 0 0 8 100
Pengendalian Vektor Dan
Binatang Pembawa Penyakit
a. Terdapat vektor dan binatang 0 0 8 100 8 100
pembawa penyakit
Pengamanan Limbah
a. Diangkut ke TPS lebih dari 4 50,0 4 50,0 8 100
2x24 jam
b. Limbah padat dilakukan secara 8 100 0 0 8 100
terpisah antara limbah
infeksius dan non infeksius
c. Tersedia safety box/ tempat 5 62,5 3 37,5 8 100
pengumpulan jarum suntik
d Limbah cair salurannya 8 100 0 0 8 100
Pengelolaan Linen 100
a. Dilakukan pemilahan antara 8 100 0 0 8 100
linen infeksius dan non
infeksius
b. Pengangkutan linen dilakukan 7 87,5 1 12,5 8 100
rutin setiap hari

Dari tabel diatas didapat bahwa sebagian besar fasilitas sanitasi sudah

memenuhi syarat disetiap ruangannya. Kesehatan air rumah sakit seperti

tersedianya air bersih yang memenuhi persyaratan kualitas fisik air (400-450

Liter/TT/Hari) sudah memenuhi syarat. Namun untuk ketersediaan air minum di


108

ruang rawat inap hanya 5 ruangan (62,5%) saja yang menyediakan dari 8 ruang

rawat inap yang telah diobservasi tersebut.

Untuk kesehatan udara di ruang rawat inap seluruhnya sejuk dan segar dan

sudah memenuhi standar baku mutu fisik untuk kelembaban udara.

Pada kesehatan sarana dan bangunan sebagian besar juga sudah memenuhi

persyaratan sarana dan bangunan rumah sakit menurut Permenkes RI No. 7 Tahun

2019 tentang kesehatan lingkungan rumah sakit. Hasil observasi ditemukan bahwa

sebagian besar ditoilet ruang rawat inap tidak memiliki slogan memelihara

kebersihan. Pada toilet perawat didapat bahwa 7 ruangan (87,5%) tidak memiliki

slogan memelihara kebersihan toilet, lalu pada toilet pasien didapat bahwa 5

ruangan (62,5%) tidak memiliki slogan memelihara kebersihan toilet.

Ketersediaan westafel di nurse station seluruhnya tersedia namun 2 ruang rawat

inap (25%) keadaannya sudah rusak dan tidak digunakan.

Pengendalian Vektor Dan Binatang Pembawa Penyakit sudah dikelola

dengan baik disetiap ruang rawat inap, sehingga tidak memungkinkan sebagai

tempat berkembang biaknya serangga dan tikus.

Berdasarkan hasil pengamatan pengelolaan limbah di ruang rawat inap,

untuk pengangkutan limbah ke TPS masih ada 4 ruang rawat inap (50%) yang

tidak mengangkut limbahnya lebih dari 2x24 jam. Hal ini disebabkan oleh

ketiadaan pasien sehingga jumlah sampah yang diangkut juga minim. Sehingga

petugas pengangkut sampah tersebut menunggu sampah disetiap ruang rawat inap

penuh, lalu diangkut. Tempat pengelolaan limbah disetiap ruang rawat inap

seluruhnya sudah dilakukan pemilahan antara limbah infeksius dan limbah non
109

infeksius. Untuk benda tajam seperti suntik dan bahan tajam lainnya, sebagian

ruang rawat inap masih dikumpulkan di safety box dan sebagian lagi dihancurkan

menggunakan alat needle smelter yang sisanya dibuang ke tempat sampah

infeksius.

Pengelolaan linen di ruang rawat inap sudah dikelola dengan baik yaitu

diantaranya dilakukan pemilahan antara linen infeksius dan non infeksius serta

pengangkutan linen dilakukan rutin setiap hari. Namun ada 1 ruang rawat inap

(12,5%) tidak rutin melakukan pengangkutan linen dikarenakan sedikitnya pasien

yang dirawat di ruang rawat inap tersebut.


Pembahasan

Karakteristik Perawat

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka didapat data

bahwa sebagian besar usia perawat berada pada kategori usia 31-40 tahun yaitu

sebanyak 41 orang perawat (51,9%). Sebagian besar perawat berjenis kelamin

perempuan yaitu berjumlah 75 orang (94,9%), dengan tingkat pendidikan

terbanyak yaitu Diploma III Keperawatan yaitu sebanyak 46 orang (58,2%).

Sebagian besar perawat telah bekerja selama 10-20 tahun sebanyak 42 orang

(53,2%). Dari data hasil penelitian juga diperoleh bahwa masih ada perawat yang

belum pernah mengikuti pelatihan infeksi nosokomial yaitu sebanyak 15 orang

(19%).

Usia. Berdasarkan hasil penelitian dari 79 perawat yang bekerja di RSUD

Dr. Pirngadi Medan menunjukkan bahwa usia yang paling banyak berada pada

kategori usia 31-40 tahun yaitu sebanyak 41 responden (51,9%). Hal ini

menunjukkan bahwa usia tersebut tergolong usia angkatan kerja aktif yang telah

menuai hasil dari apa yang mereka kerjakan mulai dari menyelesaikan jenjang

perguruan tinggi hingga memiliki pengalaman bekerja yang baik dibidangnya.

Menurut Sujarwo (2004) usia merupakan indikator yang secara umum

menggambarkan tentang kapan suatu perubahan akan terjadi. Usia

menggambarkan pengalaman pada diri seseorang sehingga terdapat keragaman

tindakan berdasarkan usia yang dimiliki.

Menurut Smet (2004) dalam Nurniningsih (2012) usia petugas kesehatan

secara garis besar menjadi indikator dalam kedewasaan dalam setiap pengambilan

110
111

keputusan yang mengacu pada setiap pengalamannya. Karakteristik seorang

perawat berdasarkan umur sangat berpengaruh terhadap kinerja dalam praktik

keperawatan, dimana semakin tua umur seseorang maka dalam menerima sebuah

pekerjaan akan semakin bertanggung jawab dan berpengalaman. Hal ini akan

berdampak pada kinerja petugas kesehatan dalam praktik pelayanan kesehatan

pada pasien semakin baik pula.

Di dukung dengan penelitian Lorrien (2013) yang berjudul “ Faktor-Faktor

Yang Berhubungan Dengan Perilaku Perawat Dalam Penerapan Universal

Precautions Di Rsup Prof. Dr. R. D. Kandou Manado” bahwa usia perawat yang

diteliti dalam kategori usia <35 tahun dan >35 tahun yang memiliki persentase

yang sama sebanyak 50 orang perawat (50%). Hal ini menunjukkan bahwa usia

tersebut merupakan usia yang tergolong angkatan kerja aktif dan memiliki

pengalaman kerja yang baik dibidangnya.

Jenis kelamin. Jenis kelamin merupakan pembeda antara perawat laki-laki

dengan perawat perempuan. Hasil penelitian menunjukkan dari 79 perawat

didapat bahwa sebagian besar perawat berjenis kelamin perempuan sebanyak 75

orang (94,9) dan selebihnya laki-laki berjumlah 4 orang (5,1%). Hasil penelitian

ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Nurul, 2017) sebagian besar

jenis kelamin perawat adalah perempuan sebanyak 57 responden (65,5%) dan

sebagian kecil jenis kelamin laki-laki sebanyak 30 responden (34,5%). Hal ini

terjadi karena lazimnya profesi keperawatan lebih banyak diminati kaum

perempuan, mengingat profesi keperawatan lebih dekat dengan masalah-masalah

mother instinct.
112

Tingkat pendidikan. Pendidikan merupakan hasil atau prestasi yang

dicapai oleh perkembangan manusia dan usaha lembaga-lembaga tersebut dalam

mencapai tujuan untuk tingkat kemajuan masyarakat dan kebudayaan sebagai

suatu kesatuan Notoatmodjo (2012) menurut teori Green, salah satu faktor yang

mempengaruhi perilaku kesehatan seseorang yaitu faktor predisposisi yang

meliputi pengetahuan, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan persepsi seseorang

terhadap perilaku kesehatan. Pendidikan merupakan faktor yang berpengaruh

dalam membentuk pengetahuan, sikap, persepsi, kepercayaan dan penilaian

seseorang terhadap kesehatan sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi

tingkat pendidikan seseorang maka akan semakin sadar dan peduli terhadap

kebersihan diri dan lingkungannya.

Hal ini sesuai dengan pendapat Budiman (2013) yang mengatakan bahwa

semakin tinggi pendidikan seseorang diharapkan semakin luas pula

pengetahuannya. Namun bukan berarti orang yang berpendidikan rendah mutlak

berpengetahuan rendah. Peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh dari

pendidikan formal, akan tetapi dapat diperoleh dari pendidikan non formal dan

faktor pendukung lainnya.

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 79 perawat yang

bekerja di RSUD Dr. Pirngadi Medan, sebagian besar perawat berpendidikan D.III

Keperawatan sebanyak 46 orang (58,2%). Hal ini dikarenakan lulusan D.III

Keperawatan merupakan jalur pendidikan yang disebut pendidikan vokasi yang

60% praktiknya langsung di pelayanan kesehatan sehingga ijazah yang didapat

bisa langsung digunakan untuk bekerja. Berbeda dengan lulusan Sarjana


113

Keperawatan, dikarenakan pendidikan ini belum dapat dikatakan sebagai perawat

profesional, mereka yang menempuh pendidikan ini harus melanjutkan

pendidikan Ners (Ns) selama 1 tahun sehingga dapat dikatakan perawat yang

profesional dan membutuhkan biaya yang cukup mahal. Sehingga dapat

disimpulkan bahwa hal ini yang menyebabkan banyaknya tenaga keperawatan

yang berpendidikan D.III Keperawatan yang bekerja di RSUD Dr. Pirngadi

Medan.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Nurul (2017) yang berjudul

“Karakteristik, Sikap Dengan Praktik Perawat Dalam Pencegahan Infeksi

Nosokomial”, menyatakan bahwa sebagian besar perawat di Ruang Rawat Inap

Rumah Sakit Islam Kendal berpendidikan D.III yaitu sebanyak 58 responden

(66,7%), pendidikan Ners sebanyak 21 responden (24,1%) dan pendidikan S1

sebanyak 8 responden (9,2%). Pendidikan S1 atau Ners keperawatan

membutuhkan biaya yang tidak sedikit sehingga perawat masih berfikir dua kali

untuk melanjutkan pendidikan.

Lama bekerja. Menurut Smet (2004) dalam Nurniningsih (2012), lama

bekerja adalah lama seorang perawat yang bekerja di rumah sakit dari mulai awal

bekerja sampai saat berhenti bekerja. Semakin lama masa kerja seseorang dalam

bekerja maka semakin banyak pengetahuan dan pengalaman yang dimilikinya, hal

ini dapat membantu dalam meningkatkan kinerja seorang perawat. Lama bekerja

seseorang dapat diketahui dari mulai awal perawat bekerja sampai saat berhenti

atau masa sekarang saat masih bekerja di rumah sakit.


114

Hasil penelitian dari 79 perawat menunjukkan bahwa sebagian besar

perawat memiliki masa bekerja rentang usia 10-20 tahun sebanyak 42 orang

(53,2%) dan yang paling sedikit berada pada usia >30 tahun. Hal ini menunjukkan

bahwa rata-rata perawat yang bekerja di RSUD Dr. Pirngadi Medan sudah cukup

lama bekerja.

Didukung dengan penelitian Nurul (2017) yang berjudul “Karakteristik,

Sikap Dengan Praktik Perawat Dalam Pencegahan Infeksi Nosokomial”

menunjukkan bahwa masa kerja perawat rata-rata 5 tahun, masa kerja terendah 2

tahun dan masa kerja terlama 15 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian

besar perawat di Rumah Sakit Islam Kendal sudah cukup lama bekerja. Sesuai

dengan teori semakin lama seseorang bekerja semakin terampil dan semakin

berpengalaman dalam melaksanakan pekerjaannya. Masa kerja biasanya dikaitkan

dengan waktu mulai bekerja, dimana pengalaman kerja juga ikut menentukan

kinerja seseorang perawat.

Pelatihan infeksi nosokomial. Menurut Bady (2007) mengatakan bahwa

pelatihan dan pemahaman infeksi nosokomial sangat berhubungan dengan

keterampilan yang dilakukan perawat dalam pencegahan infeksi nosokomial.

Adanya pelatihan diharapkan dapat memberikan pengetahuan baru yang dapat

mempengaruhi sikap perawat untuk bertindak secara positif.

Berdasarkan hasil penelitian dari 79 perawat yang bekerja di RSUD Dr.

Pirngadi Medan, sebagian besar perawat pernah mengikuti pelatihan infeksi

nosokomial sebanyak 64 orang (81%), dan selebihnya belum pernah mengikuti

pelatihan infeksi nosokomial sebanyak 15 orang (19%). Hasil penelitian ini sesuai
115

dengan penelitian yang dilakukan oleh Lorrien (2013) yang meneliti “Faktor-

Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Perawat Dalam Penerapan Universal

Precautions Di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado” dengan hasil dari 100

orang perawat yang pernah mengikuti pelatihan infeksi nosokomial yaitu

sebanyak 50 orang (50%) dan yang tidak pernah mengikuti pelatihan infeksi

nosokomial sebanyak 50 orang (50%). Hal ini menunjukkan bahwa masih ada

perawat yang belum pernah mengikuti pelatihan infeksi nosokomial, meskipun

hasilnya tidak sebanyak penelitian yang dilakukan oleh Lorrien.

Pengetahuan Perawat

Notoatmodjo (2012) menjelaskan bahwa pengetahuan adalah hasil dari

tahu yang didapat dari proses belajar melalui proses pengindraan terhadap suatu

objek tertentu. Pengindraan dapat terjadi melalui panca indra manusia seperti :

indera pengelihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa dari 79 perawat sebagian

besar berpengetahuan baik sebanyak 55 orang (69,6%) dan selebihnya

berpengetahuan kurang baik sebanyak 24 orang (30,4%).

Sejalan dengan penelitian Riswantoro (2012) dapat diketahui bahwa hasil

penelitian menunjukkan bahwa dari 33 orang perawat sebagian besar memiliki

pengetahuan baik sebanyak 26 orang (78,8%) dan perawat dengan pengetahuan

kurang baik sebanyak 7 orang (21,2%).

Didukung dengan penelitian Zulkarnain yang berjudul “Analisis

Hubungan Perilaku Perawat Terhadap Tindakan Pencegahan Infeksi Nosokomial

(Phelibitis) Di Ruang Perawatan Interna RSUD Bima Tahun 2018” bahwa hasil
116

penelitiannya juga menunjukkan dari 30 sampel sebagian besar perawat

berpengetahuan baik sebanyak 27 orang (90%) dan yang berpengetahuan kurang

sebanyak 3 orang (10%).

Berdasarkan hasil penelitian dan didukung dari berbagai penelitian

sebelumnya sebagian besar perawat berpengetahuan baik. Hal ini menunjukkan

bahwa perawat-perawat tersebut sudah berkompeten dalam bidangnya. Tanpa

pengetahuan yang baik seseorang tidak mempunyai dasar dalam mengambil

keputusan dan menentukan tindakan terhadap masalah yang dihadapai termasuk

masalah kesehatan.

Tingkat pendidikan berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan, hal ini

dapat diketahui berdasarkan hasil tabulasi silang tingkat pengetahuan perawat

dengan pendidikan bahwa dari 79 responden menunjukkan data terbanyak perawat

yang berpengetahuan baik diperoleh perawat dengan jenjang pendidikan D.III

Keperawatan sebanyak 28 orang (60,9%). Perawat yang berpengetahuan kurang

baik juga diperoleh perawat dengan jenjang pendidikan D.III Keperawatan

sebanyak 18 orang (39,1%). Data ini menunjukkan bahwa perawat yang

berpengetahuan baik dan kurang baik paling banyak diperoleh perawat dengan

jenjang pendidikan D.III Keperawatan. Hal ini disebabkan oleh distribusi tingkat

pendidikan yang diperoleh dari penelitian ini terbanyak pada perawat yang

berpendidikan D.III Keperawatan. Semua perawat wajib mengetahui tentang

tatacara pencegahan infeksi nosokomial, oleh karena itu diharapkan setiap

perawat harus memperkaya pengetahuannya dan mengikuti pelatihan infeksi

nosokomial.
117

Penelitian Kartini (2012), menyatakan bahwa dari 60 orang perawat bahwa

tingkat pendidikan berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan, hal ini dapat

diketahui berdasarkan hasil penelitian bahwa yang berpendidikan SPK sebagian

besar memiliki pengetahuan sedang yaitu sekitar 50% dan masih ada yang

berpengetahuan kurang yaitu sekitar 33,33%, sementara yang berpendidikan D-III

keperawatan, sebagian besar sudah memiliki pengetahuan baik yaitu sekitar

72,92% dan dari yang berpendidikan sarjana keperawatan sebagian besar sudah

memiliki pengetahuan baik yaitu sekitar 66,68%. Data ini menunjukkan bahwa

tingkat pengetahuan perawat yang berjenjang pendidikan sarjana dan diploma

lebih tinggi dari SPK.

Berdasarkan hasil penelitian lama bekerja berpengaruh terhadap

pengetahuan perawat, hal ini dikarenakan seluruh perawat telah bekerja lebih dari

5 tahun. Hasil penelitian diperoleh bahwa perawat yang bekerjanya <10 tahun, 10-

20 tahun, 21-30 tahun, dan >30 tahun sebagian besar berpengetahuan baik.

Penelitian Kartini (2012), menyatakan bahwa lama bekerja berpengaruh

terhadap pengetahuan perawat. Hasil penelitian menunjukkan dari 60 orang

perawat dapat diketahui bahwa tidak ada perawat yang berpengetahuan baik yang

lama kerjanya kurang dari 1 bulan. Diantara perawat yang bekerja antara 1 sampai

5 tahun, sebagian besar memiliki pengetahuan sedang yaitu sekitar 46,88%

sementara yang telah bekerja lebih dari 5 tahun sebagian besar sudah memiliki

pengetahuan baik yaitu sekitar 76,93%. Data ini menunjukkan bahwa semakin

lama bekerja semakin baik pengetahuan.


118

Berdasarkan Notoatmodjo (2010), dapat disimpulkan bahwa pengetahuan

pada umumnya dapat diperoleh dari pengalaman dan juga bisa diperoleh dari

informasi yang disampaikan oleh orang lain. Pada Notoatmodjo (2003)

pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam pembentukan

perilaku individu.

Sikap Perawat

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seorang

terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap merupakan hal yang penting dalam

kehidupan sehari-hari, karena jika sikap sudah terbentuk dalam diri seseorang

maka sikap akan menentukan tingkah laku terhadap sesuatu. Sikap agar menjadi

suatu perubahan nyata perlu adanya kondisi tertentu yang memungkinkan antara

lain adanya fasilitas dan dukungan (Notoatmodjo, 2012).

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa sebagian besar

perawat memiliki sikap baik yaitu 58 orang (73,4%) dan selebihnya perawat

memiliki sikap kurang baik yaitu sebanyak 21 orang (26,6%). Hal ini dikarenakan

pada dasarnya perawat setuju dengan hal-hal yang berkaitan dengan pencegahan

suatu penyakit walaupun pada saat pelaksanaanya belum tentu hal-hal tersebut

dilakukan.

Hal ini sejalan dengan penelitian Zulkarnain (2018) menyatakan bahwa

dari jumlah sampel sebanyak 30 perawat sebagian besar perawat memiliki sikap

baik sebanyak 24 orang (80%) dan selebihnya sebanyak 6 orang (20%) memiliki

sikap yang kurang baik dalam pencegahan infeksi nosokomial.


119

Penelitian Kartini (2012), menyatakan bahwa hasil penelitiannya dapat

diketahui dari 60 orang perawat sebagian besar perawat memiliki sikap sedang

yaitu sekitar 63,34% dan masih ada yang memiliki sikap baik sekitar 26,66%.

Pada umumnya dalam penelitian Kartini (2012) dapat disimpulkan bahwa sikap

merupakan suatu kesiapan merespon yang sifatnya positif atau negatif terhadap

objek atau situasi secara konsisten yang dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu:

1. Faktor intern, dimana faktor yang berasal pada diri manusia berupa

selectivity atau daya pilih seseorang untuk menerima dan mengolah

pengaruh-pengaruh yang datang dari luar.

2. Faktor ekstern, dimana faktor yang diperoleh dari luar diri manusia

berupa interaksi sosial di luar kelompok.

Berdasarkan hasil tabulasi silang antara tingkat pengetahuan dengan sikap

didapat bahwa dari 55 perawat yang berpengetahuan baik sebagian besar memiliki

sikap baik sebanyak 43 orang (78,2%) dan perawat yang berpengetahuan baik

memiliki sikap yang kurang baik sebanyak 12 orang (21,8%). Pada perawat yang

berpengetahuan kurang baik memiliki sikap baik lebih banyak dengan jumlah 15

orang (62,5%) dibandingkan dengan yang memiliki sikap yang kurang baik

sebanyak 9 orang (37,5%). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar perawat

sudah memiliki pengetahuan baik dan sebagian besar sikap yang dimiliki perawat

sudah dalam kategori baik.

Penelitian Kartini (2012), menyatakan bahwa hasil tabulasi silang

pengetahuan dengan sikap diperoleh dari 40 orang yang berpengetahuan baik

sebagian besar memiliki sikap baik yaitu sebanyak 56,25%, diantara 12 orang
120

yang berpengetahuan sedang sebagian besar memiliki sikap sedang yaitu

sebanyak 50% dan diantara 8 yang berpengetahuan kurang sebagian besar

memiliki sikap kurang yaitu sebanyak 50%.

Dalam Ahmadi (2007) menyimpulkan bahwa sikap tidak dapat terbentuk

dan berubah dengan sendirinya. Ada banyak hal yang dapat mempengaruhi

terjadinya sikap, seperti hubungan dan komunikasi dengan suatu objek, orang,

kelompok, lembaga, lingkungan terdekat, dan keluarga.

Sikap perawat berada pada rentang baik dan kurang baik, hal ini

menunjukkan bahwa masih ada sikap perawat yang menunjukkan kurang setuju

dalam pencegahan infeksi nosokomial.

Tindakan Perawat

Berdasarkan hasil penelitian diketahui sebagian besar perawat memiliki

tindakan baik yaitu sebanyak 75 orang (94,9%) dan selebihnya merupakan

perawat dengan tindakan yang kurang baik sebanyak 4 orang (5,1%).

Sejalan dengan penelitian Damanik (2018) bahwa dari 31 perawat

diketahui bahwa mayoritas tindakan pencegahan infeksi nosokomial yaitu baik

sebanyak 19 orang (61,3%). Dari data tersebut dapat dijelaskan bahwa

karakteristik tindakan perawat dalam pencegahan infeksi nosokomial

dikategorikan baik sebanyak 19 orang.

Hasil tabulasi silang antara pengetahuan dengan tindakan dari 79 perawat

didapat bahwa 55 orang perawat yang pengetahuannya baik seluruhnya memiliki

tindakan baik (100%), dari 24 orang perawat yang berpengetahuan kurang baik
121

memiliki tindakan yang baik sebanyak 20 orang (83,3%) lebih banyak

dibandingkan dengan tindakan kurang baik sebanyak 4 orang (16,7%).

Penelitian Damanik (2018) menyatakan bahwa hasil tabulasi silang antara

pengetahuan dengan tindakan perawat bahwa dari 31 perawat dapat diketahui

pengetahuan perawat tentang infeksi nosokomial sedang yaitu 20 orang (64,5%)

dengan tindakan pencegahan infeksi nosokomial baik dan sedang masing-masing

9 orang (29,0%). Pengetahuan perawat tentang infeksi nosokomial baik yaitu 11

orang (35,5%) dengan tindakan pencegahan infeksi nosokomial baik 10 orang

(32,3%). Hal tersebut menyatakan bahwa pengetahuan perawat tentang infeksi

nosokomial belum dapat dikategorikan baik tetapi berdasarkan hasil penelitian

tersebut dapat dikatakan sedang sebanyak 20 orang dengan persentase (64,5%).

Menurut Notoatmodjo (2012) secara logis, sikap akan ditunjukkan dalam

bentuk tindakan, namun tidak dapat dikatakan bahwa sikap dan tindakan memiliki

hubungan yang sistematis. Artinya suatu pengetahuan dan sikap yang baik belum

tentu terwujud dalam suatu tindakan yang baik pula (overt behavior).

Berdasarkan hasil penelitian pada kuesioner dapat dilihat bahwa masih ada

perawat menjawab ”ya” apabila tidak melakukan tindakan keperawatan sesuai

dengan teknik aseptik sebesar 13,9%. Hal ini dapat memicu kelalaian perawat

dalam bertugas menangani pasien juga dapat menjadi salah satu penyebab

terjadinya infeksi nosokomial apabila terus menerus tindakan ini tidak segera

diperbaiki.
122

Tabulasi Silang

Tabulasi silang tingkat pendidikan dengan pengetahuan perawat.

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa dari 55 orang perawat yang

berpengetahuan baik terdapat 2 orang perawat (66,7%) yang berpendidikan SPK,

kemudian 28 orang perawat (60,9%) yang berpendidikan D.III Keperawatan, dan

25 orang perawat (83,3%) yang berpendidikan S1 Keperawatan. Dari data tersebut

menyatakan bahwa persentase tertinggi terdapat pada perawat yang berpendidikan

D.III Keperawatan yang memiliki pengetahuan baik. Hal ini terjadi karena

distribusi perawat terbanyak pada pendidikan D.III Keperawatan.

Perawat dengan pendidikan D.III Keperawatan juga mempengaruhi

pengetahuan. Perawat lulusan D.III Keperawatan merupakan jenjang pendidikan

vokasi dimana 60% praktiknya langsung pada pelayanan kesehatan sehingga

ijazah yang diperoleh dapat digunakan langsung untuk bekerja, berbeda dengan

perawat yang berpendidikan SPK dan S1 Keperawatan yang mengharuskan

menempuh pendidikan profesi agar dapat dikatakan perawat yang profesional.

Dari hal inilah perawat dengan pendidikan D.III Keperawatan pada umumnya

memiliki pengetahuan yang baik dalam praktik asuhan keperawatan maupun

pencegahan penyakit infeksi.

Hasil penelitian berbeda dengan penelitian Kartini (2012) yang hasil

penelitiannya menyatakan bahwa sebagian besar perawat yang berpendidikan

SPK memiliki pengetahuan sedang dan masih ada yang memiliki pengetahuan

kurang sebanyak 33,33% dan diantara yang berpendidikan D.III dan S1


123

Keperawatan sebagian besar sudah memiliki pengetahuan baik namun masih ada

yang memiliki pengetahuan kurang.

Tabulasi silang lama bekerja dengan tingkat pengetahuan perawat.

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa dari 55 orang perawat yang

berpengetahuan baik, terdapat 13 orang perawat (61,9%) yang lama bekerjanya

<10 tahun, kemudian 30 orang perawat (71,4%) yang lama bekerjanya 10-20

tahun, 10 orang perawat (83,3%) lama bekerjanya 21-30 tahun, serta 2 orang

perawat (50%) lama bekerjanya >30 tahun.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perawat yang berpengetahuan baik

terbanyak diperoleh perawat yang lama bekerjanya pada kategori 10-20 tahun. Hal

ini disebabkan oleh distribusi frekuensi lama bekerja perawat terbanyak di

kategori 10-20 tahun.

Lama kerja perawat di RSUD Dr. Pirngadi Medan sebagian besar >10

tahun. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar perawat sudah mumpuni dalam

melaksanakan tugasnya. Lama kerja biasanya dikaitkan dengan waktu mulai

bekerja, dimana pengalaman kerja juga ikut menentukan kinerja seseorang.

Semakin lama masa kerja maka kecakapan akan lebih baik karena sudah

menyesuaikan diri dengan pekerjaanya. Semakin lama seseorang bekerja maka

tingkat prestasi akan semakin baik, prestasi yang baik tercermin dari prilaku yang

baik pula.

Namun dari hasil penelitian ditemukan bahwa hanya 2 orang (50%)

perawat yang pengetahuannya baik dari total 4 orang perawat yang lama

bekerjanya >30 tahun. Seharusnya seluruh perawat yang lama bekerjanya >30
124

tahun tingkat pengetahuannya pada kategori baik, padahal semestinya semakin

lama seseorang bekerja maka pengetahuannya akan lebih baik. Dalam hal ini

beberapa perawat yang masih dalam kategori pengetahuan yang kurang baik

kemungkinan besar mereka kurang memahami standar PPI (Pencegahan Penyakit

Infeksi) yang terbaru yaitu Permenkes RI No. 27 Tahun 2017 tentang pedoman

pencegahan dan pengendalian infeksi di fasilitas pelayanan kesehatan.

Penelitian Anawati (2013) menjelaskan bahwa masa kerja berpengaruh

terhadap pengetahuan perawat, perawat yang masa kerjanya cukup lama memiliki

pengalaman lebih banyak selama melakukan praktik yang akan berdampak pada

pengetahuan.

Tabulasi silang tingkat pengetahuan dengan sikap perawat.

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa dari 55 orang perawat yang

memiliki pengetahuan baik ternyata hanya 43 orang (78,2%) yang memiliki sikap

baik, sehingga sebagian besar perawat sudah memiliki pengetahuan dan sikap

yang baik. Menurut Darmadi (2008) sikap perawat yang baik dapat meningkatkan

perilaku perawat dalam melaksanakan universal precaution. Pengetahuan perawat

tentang infeksi nosokomial sangat berpengaruh terhadap sikap yang ditunjukkan

perawat terhadap upaya pencegahan secara menyeluruh (universal precaution).

Hasil penelitian sejalan dengan penelitian Kartini (2012) yang menyatakan

bahwa tabulasi silang dari 40 orang yang berpengetahuan baik sebagian besar

memiliki sikap baik yaitu sebanyak 56,25%.

Tabulasi silang tingkat pengetahuan dengan tindakan perawat.

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa dari 55 orang perawat yang
125

memiliki pengetahuan baik, seluruh perawat 55 orang (100%) memiliki tindakan

yang baik. Tindakan keperawatan dan sikap perawat merupakan faktor penting

dalam mencegah infeksi nosokomial.

Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan perawat yang baik dapat

mempengaruhi seorang perawat dalam bertindak. Semakin baik pengetahuan

maka semakin baik pula tindakan seorang perawat dalam melaksankan tugasnya.

Hasil penelitian berbeda dengan penelitian Kartini (2012) yang hasil

penelitiannya menunjukkan bahwa dari 40 orang yang berpengetahuan baik

sebagian besar memiliki tindakan sedang dan masih ada yang memiliki tindakan

kurang sebanyak 2,50%, diantara 12 orang yang berpengetahuan sedang sebagian

besar memiliki tindakan sedang dan masih ada yang kurang sebesar 8,33% dan

diantara 8 orang yang berpengetahuan sedang dan masih ada yang memiliki

tindakan kurang sebanyak 25,50%.

Fasilitas Sanitasi Ruang Rawat Inap Rsud Dr. Pirngadi Medan.

Untuk observasi fasilitas sanitasi ruang rawat inap di RSUD Dr. Pirngadi

Medan, keseluruhannya mengacu pada Permenkes RI No. 7 Tahun 2019 tentang

Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit dengan menggunakan form checklist.

Kesehatan air. Kesehatan air atau penyehatan air merupakan suatu upaya

penanganan kualitas dan kuantitas air di rumah sakit yang terdiri dari air

keperluan higiene sanitasi, air minum dan air untuk pemakaian khusus agar dapat

menunjang kesinambungan pelayanan kesehatan lingkungan rumah sakit.

Hasil observsi fasilitas sanitasi kesehatan air bersih di ruang rawat inap,

bahwa berdasarkan kualitas fisik air bersih sudah memenuhi syarat yaitu air
126

jernih, bersih, tidak berwarna dan tidak berbau. Untuk kualitas bakteriologis dan

pemeriksaan kimia pada air bersih rutin dilakukan setiap bulannya oleh petugas

instalasi kesehatan lingkungan. Air yang tidak memenuhi persyaratan kuantitas

maupun kualitas air bersih dapat menimbulkan penyakit.

Pada ketersediaan air minum disetiap ruang rawat inap, sebagian ruangan

masih ada yang tidak menyediakan air minum bagi pasien, sebab menurut perawat

biasanya ketika pasien ingin minum lebih suka membeli dari pada minum air yang

ada di rumah sakit.

Didukung dengan penelitian Putri (2015) yang berjudul ” Hygiene Perawat

Dan Bidan Pada Pasien Rawat Inap Serta Fasilitas Sanitasi Dalam Pencegahan

Infeksi Nosokomial Phlebitis Di Rumah Sakit Ibu Dan Anak X Medan Tahun

2015” bahwa pada kuantitas penyehatan air tersedianya air bersih >500 liter/hari

sesuai dengan kebutuhan, tersedianya air minum pada setiap tempat kegiatan.

Kualitas air secara bakteriologis dan kimia belum pernah dilakukan pemeriksaan

kembali di tahun 2015, terakhir dilakukannya pemeriksaan pada tahun 2012,

namun kualitas fisik air di rumah sakit ini sudah memenuhi syarat fisik air yaitu

tidak berwarna, tidak berbau dan tidak berasa. Air bersih bersumber dari PDAM

dengan distribusi tidak bocor dan penampungan air yang tertutup.

Kesehatan udara. Pemeliharaan kualitas udara ruangan rumah sakit

secara fisik harus memenuhi syarat seperti terjaminnya udara agar tidak berbau

(bebas dari H2S dan amoniak) dan tidak mengandung debu asbes.
127

Berdasarkan hasil pengamatan, seluruh ruang rawat inap di RSUD Dr.

Pirngadi Medan secara fisik telah memenuhi standar bagi kelembaban udara dan

bebas dari bau.

Kesehatan sarana dan bangunan. Dari hasil observasi, bahwa kesehatan

sarana dan bangunan sudah sesuai standar mulai dari konstruksi bangunan rumah

sakit, kebisingan ruangan, dan juga pencahayaan. Namun untuk toilet masih

kurang dilengkapinya slogan memelihara kebersihan toilet. Hasil observasi pada

toilet ruang rawat inap didapat bahwa 87,5% tidak memiliki slogan memelihara

kebersihan toilet di toilet perawat dan pada toilet pasien didapat bahwa 62,5%

tidak memiliki slogan memelihara kebersihan toilet.

Untuk ketersediaan wastafel, seluruh ruang rawat inap dilengkapi dengan

wastafel di masing-masing nurse station, tetapi 2 ruangan (25%) yaitu pada

ruangan Kenanga I dan Tulip III keadaan wastafelnya rusak dan tidak digunakan.

Pengendalian vektor dan binatang pembawa penyakit. Pengendalian

vektor dan binatang pembawa penyakit adalah upaya untuk mencegah serta

mengendalikan berbagai macam populasi serangga, tikus, dan binatang pembawa

penyakit lainnya sehingga keberadaannya tidak menjadi media penularan

penyakit.

Berdasarkan hasil pengamatan di setiap ruang rawat inap, tidak

ditemukannya vektor maupun binatang pembawa penyakit. Hal ini menunjukkan

bahwa ruang rawat inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan sudah dilakukannya

pengendalian vektor maupun binatang pembawa penyakit yang telah memenuhi


128

standar persyaratan pengendalian vektor dan binatang pembawa penyakit menurut

Permenkes RI No 7 Tahun 2019 tentang Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit .

Penelitian Kartini (2012) yang berjudul “ Perilaku Hygiene Perawat Dan

Fasilitas Sanitasi Dalam Pencegahan Infeksi Nosokomial Di Rumah Sakit Umum

Daerah Perdagangan Kabupaten Simalungun Tahun 2012” hasil pengamatannya

bahwa tidak dilakukannya pengendalian serangga, tikus dan binatang pengganggu

lainnya di rumah sakit tersebut sehingga sampah yang tidak dikelola dengan baik

dapat memungkinkan sebagai tempat berkembang biaknya serangga dan tikus.

Pengamanan limbah. Penyelenggaraan pengamanan limbah di rumah

sakit terdiri dari pengamanan terhadap limbah padat domestik, limbah bahan

berbahaya dan beracun (B3), limbah cair, dan limbah gas.

Pada penelitian ini, tidak semua aspek pengamanan limbah yang

diobservasi mengingat bahwa penanganan limbah B3 dan limbah gas tidak

ditangani oleh instalasi kesling, melainkan limbah B3 dan limbah gas sudah ada

instalasi masing-masing yang menanganinya sehingga sulit untuk mendapatkan

izin penelitian.

Untuk limbah padat setiap ruang rawat inap telah dilengkapi tempat

pengumpulan limbah yang dibedakan antara limbah infeksius dan limbah non

infeksius. Limbah benda tajam seperti jarum suntik sebagian dikumpulkan di

safety box dan sebagian ruangan rawat inap lainnya dihancurkan menggunakan

alat needle smelter selanjutnya sisa dari limbah jarum suntik yang dihasilkan

dibuang ke tempat pengumpulan limbah infeksius. Untuk pengangkutan limbah ke

TPS sekitar 50% ruang rawat inap rutin mengangkut limbahnya lebih dari 2x24
129

jam, selebihnya ruang rawat inap tersebut tidak rutin mengangkut limbahnya lebih

dari 2x24 jam, hal ini dikarenakan karena minimnya pasien di ruang rawat inap

tersebut sehingga pengangkutan limbahnya tidak lebih dari 2x24 jam .

Pada limbah cair disetiap ruang rawat inap, salurannya dalam keadaan

tertutup dan mengalir dengan lancar. Masing-masing ruang rawat inap

pembungannya di salurkan ke IPAL RSUD Dr. Pirngadi Medan dan mengolah

sendiri hasil buangan limbah cairnya karena telah memiliki IPAL dengan

teknologi yang tepat dan desain kapasitas olah limbah yang sesuai dengan volume

limbah cair yang dihasilkan. Menurut pemaparan Kepala Instalasi Lingkungan

RSUD Dr. Pirngadi Medan, setiap bulannya air limbah yang dihasilkan diambil

sampelnya lalu diperiksa dengan uji laboratorium.

Penelitian Kartini (2012), menyatakan bahwa di Rumah Sakit Umum

Daerah Perdagangan Kabupaten Simalungun mempunyai instalasi pengolahan air

limbah namun tidak berfungsi sebagaimana mestinya sehingga air limbah hanya

disalurkan ke septik tank dengan saluran tertutup, kedap air dan lancar.

Pengelolaan linen. Pengelolaan atau Pengawasan linen adalah upaya

pengawasan maupun memonitoring terhadap proses pencucian linen di rumah

sakit dalam mengurangi risiko gangguan kesehatan dan lingkungan hidup yang

ditimbulkan.

Berdasarkan hasil pengamatan, bahwa di ruang rawat inap RSUD Dr.

Pirngadi Medan pada linen kotor telah dipisah antara linen infeksius dan non

infeksius. Untuk linen infeksius dimasukkan kedalam kantong plastik berawarna

kuning. Hasil pengamatan dibagian Instalasi Laundry dan Sandang RSUD Dr.
130

Pirngadi Medan sudah memenuhi ketentuan persyaratan linen rumah sakit sesuai

dengan Permenkes RI No. 7 Tahun 2019 tentang Kesehatan Lingkungan Rumah

Sakit. Ketentuan persyaratan linen tersebut yang sudah sesuai seperti pintu masuk

linen kotor dan pintu keluar linen bersih harus berbeda atau searah, tersedianya

keran air keperluan higiene dan sanitasi, pencucian linen secara terpisah antara

linen infeksius dan non infeksius, linen sudah memenuhi semua perlakuan mulai

dari penerimaan hingga pendistribusian, dan tersedianya ruangan menjahit.

Hasil penelitian Kartini (2012), menyatakan bahwa berdasarkan hasil

pengamatan di Rumah Sakit Umum Daerah Perdagangan Kabupaten Simalungun,

pada pencucian linen tidak dilakukan pemilahan antara linen infeksius dan non

infeksius, petugas pencucian linen juga tidak memakai pakaian kerja khusus dan

alat pelindung diri. Jika pencucian linen tidak dikelola dengan baik dapat menjadi

sumber penularan penyakit terutama bagi orang-orang yang ada disekitar rumah

sakit.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Putri (2015), menyatakan bahwa

berdasarkan hasil penelitiannya di Rumah Sakit Ibu Dan Anak X Medan, pada

tempat pencucian linen terdapat kran air bersih dengan kapasitas, kualitas,

kuantitas dan tekanan yang memadai tetapi tidak terdapat kran air panas untuk

disinfeksi. Pada saat pencucian tidak dilakukan pemilahan antara linen infeksius

dan non infeksius sehingga memungkinkan terjadinya kontaminasi bakteri antara

linen infeksius dan linen non infeksius. Pada tempat pencucian linen di Rumah

Sakit Ibu Dan Anak X Medan sudah tersedia ruang pemisah antara barang bersih

dan kotor.
131

Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan penelitian dalam penelitian ini antara lain :

1. Adanya keterbatasan penelitian dengan wawancara yaitu sulitnya

mengatur waktu dengan para perawat.


Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dari data yang diperoleh dan pembahasan

yang dilakukan, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

1. Karakteristik perawat meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan, lama

bekerja dan pelatihan infeksi nosokomial. Bahwa sebagian besar perawat

berada pada kelompok umur 31-40 tahun yaitu sebanyak 41 orang

(51,9%), sementara perawat yang paling sedikit berada pada kelompok

umur <30-30 tahun yaitu sebanyak 5 orang (6,3%) dan sebagian besar

adalah perempuan yaitu sebanyak 75 orang (94,9%), dengan tingkat

pendidikan yang terbanyak adalah Diploma III keperawatan yaitu

sebanyak 46 orang (58,2%) dan sebagian besar bekerja antara 10-20 tahun

yaitu sebanyak 42 orang (53,2%) dan sebagian besar perawat pernah

mengikuti pelatihan resmi tentang infeksi nosokomial sebanyak 64 orang

(81%) sedangkan yang tidak pernah mengikuti pelatihan infeksi

nosokomial adalah sebanyak 15 orang (19%).

2. Tingkat pengetahuan perawat dalam pencegahan infeksi nosokomial

sebagian besar memiliki pengetahuan baik yaitu sebanyak 55 orang

(69,6%).

3. Sikap perawat dalam pencegahan infeksi nosokomial sebagian besar

memiliki sikap baik sebanyak 58 orang (73,4%).

4. Tindakan perawat dalam pencegahan infeksi nosokomial sebagian besar

memiliki tindakan baik sebanyak 75 orang (94,9%).

132
133

5. Hasil tabulasi silang tingkat pendidikan dengan pengetahuan perawat yaitu

perawat dengan pendidikan SPK, D.III Keperawatan, dan S1 Keperawatan

sebagian besar memiliki pengetahuan baik.

6. Hasil tabulasi silang lama bekerja dengan tingkat pengetahuan perawat

bahwa perawat yang lama bekerjanya pada kategori <10 tahun, 10-20

tahun, 21-30 tahun, dan >30 tahun sebagian besar berpengetahuan baik.

7. Hasil tabulasi silang tingkat pengetahuan dengan sikap perawat bahwa

perawat dengan pengetahuan baik sebagian besar memiliki sikap yang

baik.

8. Hasil tabulasi silang tingkat pengetahuan dengan tindakan perawat bahwa

perawat dengan pengetahuan baik sebagian besar memiliki tindakan yang

baik.

9. Hasil observasi disetiap ruang rawat inap yang diteliti, tidak ditemukannya

gelaja pasien infeksi nosokomial, hal ini disebabkan pelayanan medis di

RSUD Dr. Pirngadi Medan sudah baik dengan menerapkan standar PPI

(Pengendalian Dan Pencegahan Penyakit Infeksi).

10. Fasilitas sanitasi ruang rawat inap yang berhubungan dengan pencegahan

infeksi nosokomial seperti:

a. Pada ketersediaan air minum masih ada 3 ruang rawat inap (37,5%) dari

8 ruangan yang tidak menyediakan air minum khusus pasien yang

dirawat di ruang rawat inap.

b. Dari 8 ruang rawat inap, 2 ruang rawat inap (25%) diantaranya wastafel

tidak berfungsi dengan baik.


134

c. Sebagian besar toilet perawat maupun toilet pasien tidak dilengkapi

slogan memelihara kebersihan.

d. Untuk pengangkutan limbah 4 ruang rawat inap (50%) tidak diangkut

ke TPS lebih dari 2x24 jam.

e. Seluruh pengadaan fasilitas sanitasi ruang rawat inap yang telah

diobservasi sebagian besar sudah memenuhi syarat disetiap ruangannya.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan observasi ruang rawat inap di RSUD

Dr.Pirngadi Medan, maka beberapa hal yang dapat penulis sarankan antara lain

yaitu:

1. Kepada pihak RSUD Dr. Pirngadi Medan:

a. Memberikan pelatihan IPCN (Infection Prevention Control Nurse)

atau Perawat Pencegah dan Pengendali Infeksi secara menyeluruh

kepada perawat.

b. Menyediakan air minum khusus pasien yang dirawat di ruang rawat

inap.

c. Memperbaiki dan melengkapi fasilitas sanitasi yang ada di RSUD Dr.

Pingadi Medan. Masih ditemukannya tempat sampah yang tidak

memiliki penutup di toilet umum, disarankan untuk menggantinya

dengan tempat sampah yang memenuhi standar.

2. Kepada perawat:

Bagi tenaga keperawatan untuk selalu aktif menambah wawasan

bacaannya terutama dalam hal yang berkaitan dengan infeksi nosokomial selain
135

itu perawat juga harus lebih memahami pedoman PPI untuk prosedur pencegahan

penyakit infeksi.
Daftar Pustaka

Ahmadi, A. (2007). Psikologi sosial. Jakarta: Rineka Cipta.

Arikunto, S. (2010). Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik. Jakarta: PT.


Rineka Cipta.

Azrul, A. (2000). Pengantar ilmu kesehatan lingkungan (Cetakan Ke-2). Jakarta:


Mutiara Sumber Widya.

Bady, A. M., Kusnanto, H., & Handono, D., (2007). Analisis kinerja perawat
dalam pengendalian infeksi nosokomial di ruang IRNA I RSUP Dr.
Sardjito. Yogyakarta: Working Paper Series no.8.

Budiman, A. R. (2013). Pengetahuan dan sikap dalam penelitian kesehatan.


Jakarta: Salemba Medika.

Damanik, H. (2018). Hubungan pengetahuan perawat tentang infeksi nosokomial


dengan tindakan pencegahannya pada pasien pascabedah di ruang rawat
inap rumah sakit Imelda Medan. Jurnal Ilmiah Keperawatan Imelda. 4(1).
38-45.

Darmadi. (2008). Infeksi nosokomial problematika dan pengendaliannya. Jakarta:


Salemba Medika.

David, G. W. (2003). Medical mikrobiology. Jakarta: EGC.

Djodjosugito, M. A. (2004). Pengendalian infeksi nosokomial di rumah sakit.


Jakarta: Jhonson-Jhonson Medical Indonesia.

Elvarinda, M. (2010). Hubungan karakteristik perawat terhadap asuhan


keperawatan lanjut usia di sub instalasi rawat inap A RSPAD Gatot
Soebroto DITKESDA Jakarta. (Skripsi, Universitas Esa Unggul Jakarta).
Diakses dari https://digilib.esaunggul. ac.id/publisher/33/400.

Entjang, I. (2000). Ilmu kesehatan masyarakat.Jakarta: PT Citra Aditya Bakti.

Graha, T. (2011). Infeksi nosokomial, penyebab dan pencegahannya. Jakarta:


Erlangga.

Hidayah, N. (2017). Karakteristik, sikap dengan praktik perawat dalam


pencegahan infeksi nosokomial di ruang rawat inap RSI Kendal. (Skripsi,
Universitas Muhammadiyah Semarang). Diakses dari
http://repository.unimus.ac.id/2066/

136
137

Ismael. (2009). Hubungan karakteristik perawat terhadap penatalaksanaan klien


prilaku bunuh diri di RSJ. Prof. Dr. Hb. Sa’anin Padang Tahun 2009.
Sumatera Barat: Program Studi DIII Keperawatan Stikes Perintis
Bukittinggi.

Lelonowati, D. (2015). Faktor penyebab kurangnya kinerja surveilans infeksi


nosokomial di RSUD Dr. Iskak Tulungagung. Jurnal Kedokteran
Brawijaya. 28(2). 186-194.

Lorrien, G. R., Haryanti, F., & Rahayujati, T. B. (2013). Faktor-faktor yang


berhubungan dengan perilaku perawat dalam pencegahan infeksi
nosokomial dalam penerapan universal precautions di Rsup. Prof. Dr. R.
D. Kandou Manado. JUIPERDO, 2(1), 1-8.
Mukono, H. J. (2006). Prinsip dasar kesehatan lingkungan. Surabaya: Airlangga
University Press.

Notoatmodjo, S. (2003). Pendidikan dan perilaku kesehatan. Jakarta: PT. Rineka


Cipta.

Notoatmodjo, S. (2012). Kesehatan masyarakat ilmu dan seni. Jakarta: PT.


Rineka Cipta.

Notoatmodjo, S. (2012). Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: PT. Rineka


Cipta.

Notoatmodjo, S. (2003). Pendidikan dan perilaku kesehatan. Jakarta: PT. Rineka


Cipta.

Notoatmodjo, S. (2010). Ilmu perilaku kesehatan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Nugraheni, R. (2012). Infeksi nosokomial di RSUD Setjonegoro Kabupaten


Wonosobo. Jurnal Media Kesehatan Masyarakat Indonesia, 11(1), 94-
100.

Nurniningsih, D. R. (2012). Hubungan antara karakteristik perawat dengan


kinerja perawat di instalasi rawat jalan RSUP DR. Kariadi Semarang.
(Skripsi, Universitas Muhammadiyah Semarang). Diakses dari
http://repository.unej.ac.id/bitstream/handle
/123456789/3203/Ervina%20Novi%20Susanti%20-20082310101008.

Panjaitan, K. S. H. (2012). Perilaku hygiene perawat dan fasilitas sanitasi dalam


pencegahan infeksi nosokomial di Rumah Sakit Umum Daerah
Perdagangan Kabupaten Simalungun Tahun 2012. (Skripsi. Universitas
Sumatera Utara). Diakses dari
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/34915
138

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2017 tentang


Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2019 tentang


Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2020 tentang


Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit.

Riswantoro. (2012). Hubungan Pengetahuan dan sikap dengan perilaku perawat


dalam pencegahan infeksi nosokomial di ruang bedah ICU Rumah Sakit
Umum Demang Sepulau Raya Tahun 2012. Holistik Jurnal Kesehatan,
7(1), 55-66.

Sabarguna, B. S. (2009). Manajemen rumah sakit. Jakarta: Sagung Seto.

Sari, P. Y. (2015). Hygiene perawat dan bidan pada pasien rawat inap serta
fasilitas sanitasi dalam pencegahan infeksi nosokomial phlebitis di Rumah
Sakit Ibu dan Anak X Medan Tahun 2015. (Skripsi, Universitas Sumatera
Utara). Diakses dari
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/55895/

Septiari, B. B. (2012). Infeksi nosokomial. Yogyakarta: Nuha Medika.

Sjaifoellah, N. (1996). Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid I. Jakarta: Balai
Penerbit FK UI.

Smet, B. (2004). Psikologi kesehatan. Jakarta: Grasindo.

Soedarto. (2016). Infeksi nosokomial di rumah sakit. Jakarta: Sagung Seto.

Sugeng. (2014). Hubungan pengetahuan dan sikap dengan pencegahan infeksi


nosokomial di ruang rawat inap rumah sakit paru dr. Ario Wirawan
Salatiga Jawa Tengah. Jurnal Prodi keperawatan. 1(1), 1-12.

Sukfitrianty, S., Tirmanidhana, F., Raodhah, S., & Bujawati, E. (2018). Analisis
pelaksanaan pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial di ICU
RSUD Labuang Baji Makassar. Jurnal Kesehatan Lingkungan, 4(2), 67-
73.

Tietjen, L., Debora, B., & Noelh, M. (2004). Panduan pencegahan infeksi untuk
fasilitas pelayanan kesehatan dengan sumber daya terbatas.
Jakarta:Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.

Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.


139

Wikansar, N., Hestiningsih, R., & Raharjo, B. (2012). Pemeriksaan total kuman
udara dan staphyloccus aureus di ruang Rawat Inap Rumah Sakit X Kota
Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 1(2). 384-392.

Wulandari, K., & Wahyudin, D. (2018). Bahan ajar kesehatan lingkungan


sanitasi rumah sakit. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

Zulkarnain. (2018). Analisis hubungan perilaku perawat terhadap tindakan


pencegahan infeksi nosokomial (phelibitis) di ruang perawatan interna
RSUD Bima Tahun 2018. Jurnal Ilmu Sosial dan Pendidikan. 2(1). 254-
261.
140

Lampiran 1. Kuesioner Penelitian

KUESIONER PENELITIAN

ANALISIS PERILAKU PERAWAT DAN FASILITAS SANITASI DALAM

PENCEGAHAN INFEKSI NOSOKOMIAL DI RUANG RAWAT INAP

RSUD DR. PIRNGADI MEDAN TAHUN 2020

I. Data Umum
a. Kode Responden :
b. Umur :
c. Jenis Kelamin : (1) Perempuan
(2) Laki-laki

d. Lama Kerja :
e. Pendidikan : (1) SPK
(2) D III Keperawatan
(3) S1 Keperawatan
f. Pelatihan infeksi nosokomial : (Pernah/Tidak)

II. Data Khusus

A. Pengetahuan Dalam Pencegahan Infeksi Nosokomial


1. Pilihlah jawaban yang paling tepat.
1) Sebelum kontak dengan pasien
2) Setelah menutup mulut dengan tisu ketika batuk
3) Sebelum tindakan aseptik
4) Sebelum menggunakan alat pelindung diri (APD)
5) Setelah kontak dengan lingkungan sekitar pasien
6) Sebelum melakukan Edukasi/Penyuluhan Kesehatan Rumah Sakit
(PKRS)

Untuk memutus mata rantai penularan infeksi nosokomial atau yang


sering disebut dengan HAIs, salah satu yang diterapkan oleh
Kewaspadaan Standar adalah dengan cara menjaga kebersihan tangan.
Menurut Bapak/ Ibu kapan saja dilakukannya indikasi kebersihan
141

tangan?

a. 1, 2, 3
b. 1, 3, 5
c. 2, 4, 6
2. Tujuan Pemakaian APD adalah untuk melindungi kulit dan membran
mukosa dari resiko pajanan darah, cairan tubuh, sekret, eksreta, selaput
lendir pasien ke petugas dan lain sebagainya. Menurut Bapak/Ibu jenis
masker yang digunakan untuk mencegah penularan infeksi nosokomial
melalui airborne adalah?
a. Masker bedah
b. Masker respiratorik
c. Masker rumah tangga
3. Menurut Bapak/Ibu sarung tangan yang digunakan sewaktu menangani
bahan-bahan dan membersihkan permukaan yang terkontaminasi adalah?
a. Sarung tangan rumah tangga
b. Sarung tangan pemeriksaan (bersih)
c. Sarung tangan bedah (steril)
4. Penggunaan google dan perisai wajah bertujuan untuk melindungi mata dan
wajah dari percikan darah, cairan tubuh, sekresi dan eksresi. Menurut
Bapak/Ibu berikut ini merupakan tindakan yang diharuskan untuk
menggunakan google dan perisai wajah, kecuali?
a. Melakukan tindakan operasi
b. Pemulasaraan jenazah
c. Pemeriksaan pasien secara berkala

5. Pilihlah jawaban yang paling tepat.


1. Penanganan limbah
2. Tindakan operasi
3. Pertolongan dan tindakan persalinan
4. Memasang verband
5. Pemeriksaan pasien secara berkala
142

6. Setelah selesai melakukan asuhan keperawatan


Menurut Bapak/Ibu tindakan yang sangat mengharuskan pemakaian sepatu
pelindung adalah?
a. 1, 2, 3
b. 1, 3, 5
c. 2, 4, 6
6. Apabila Bapak/Ibu telah selesai melakukan Praktik Asuhan Keperawatan,
gaun pelindung beserta APD lainya harus segera diganti/dilepaskan. Gaun
pelindung yang telah digunakan tersebut termasuk jenis limbah?
a. Radioaktif
b. Sitotoksis
c. Infeksius
7. Untuk menghindari terjadinya kontaminasi limbah, hendaknya limbah harus
segera diidentifikasi jenisnya dan dilakukan pemisahan. Menurut Bapak/Ibu
jenis limbah infeksius, patologi, dan anatomi dimasukkan kedalam kantong
plastik berwarna?
a. Merah
b. Kuning
c. Coklat
8. Menurut Bapak/Ibu etika batuk dan bersin yang tepat, kecuali?
a. Menutup hidung dan mulut dengan tangan
b. Menutup hidung dan mulut menggunakan tisu atau sapu tangan
c. Setelah menutup hidung dan mulut dengan tisu, tisu dibuang ke
tempat sampah infeksius dan kemudian mencuci tangan
9. Dibawah ini yang merupakan jenis kewaspadaan berdasarkan transmisi
adalah?
1. Melalui kontak
2. Melalui droplet
3. Melalui common vehicle
4. Melalui limbah infeksius
5. Melalui pengelolaan linen
143

6. Melalui praktik menyuntik


a. 1, 2, 3
b. 1, 3, 5
c. 2, 4, 6
10. Salah satu kewaspadaan berdasarkan transmisi yaitu melalui kontak.
Apabila Bapak/Ibu kontak dengan cairan sekresi pasien yang terinfeksi
HAIs atau infeksi nosokomial yang ditransmisikan melalui tangan
Bapak/Ibu yang belum dicuci atau benda mati dilingkungan pasien,
misalnya jarum kasa dan sarung tangan yang tidak diganti, hal ini termasuk
transmisi melalui kontak?
a. Langsung
b. Tidak langsung
c. Droplet
144

B. Sikap dalam Pencegahan Nosokomial

Sikap Kurang Tidak


No. Setuju Setuju
Setuju
1 Sebelum dan sesudah kontak dengan pasien,
petugas medis membersihkan
tangan dengan hand sanitizer yang telah
disediakan oleh pihak rumah sakit
2 Pasien yang memiliki gejala infeksi
nosokomial tetap ditempatkan di ruang rawat
inap bersama pasien lainnya
Alat kesehatan yang terkontaminasi
3 darah/cairan dari tubuh pasien, langsung
dicuci dengan menggunakan detergen dan
desinfektan
Bapak/Ibu menggunakan jenis sarung
4
tangan rumah tangga ketika mencuci alat
kesehatan yang terkontaminasi darah/cairan
Tidak ada aturan mengenai SPO
5 penatalaksanaan linen yang jelas dan aman
demi keselamatan petugas.
Bapak/Ibu ketika batuk dan bersin tidak
6 menutup hidung dan mulut dengan tisu atau
saputangan atau dengan lengan atas
Bapak/Ibu melakukan pemeriksaan
7
kesehatan secara berkala untuk mencegah
terjadinya penularan kepada pasien
Ketika kondisi tubuh sedang tidak sehat
8
Bapak/Ibu tetap melakukan tindakan
keperawatan
Membuang sampah medis tidak pada
9
tempat sampah yang telah disediakan
Petugas harus menahan diri untuk tidak
10
menyentuh mata, hidung, mulut saat masih
memakai sarung tangan terkontaminasi/tanpa
sarung tangan
145

C. Tindakan Terhadap Pencegahan Nosokomial


Keterangan :
Y: Ya T :Tidak
No Tindakan Y T
1 Mencuci tangan sebelum melakukan tindakan aseptic

2 Menggunakan sarung tangan pemeriksaan (bersih)


sewaktu melakukan pemeriksaan rutin terhadap pasien
3 Mengganti gaun pelindung atau pakaian kerja jika
terkontaminasi cairan tubuh pasien (darah)
4 Menggantung masker dileher, memakai sarung tangan
sambil menulis dan menyentuh permukaan lingkungan
5 Peralatan yang telah dipakai untuk pasien infeksius tidak
didekontaminasi terlebih dahulu sebelum digunakan
pasien lainnya
6 Pembersihan permukaan sekitar pasien harus dilakukan
secara rutin dan setiap hari, termasuk setiap kali pasien
pulang/ keluar dari fasyankes (terminal dekontaminasi)
7 Tidak melakukan tindakan keperawatan sesuai dengan
teknik aseptic
8 Pencucian linen tidak dilakukan secara terpisah antara
linen infeksius dan linen noninfeksius
9 Limbah padat domestik tidak diangkut ke TPS lebih dari
2 x 24 jam
10 Sampah medis tidak dipisah dengan sampah non medis
Lampiran 2. Master Data

TABEL HASIL KUESIONER PENELITIAN ANALISIS PERILAKU PERAWAT DAN FASILITAS SANITASI DALAM PENCEGAHAN INFEKSI
NOSOKOMIAL DI RUANG RAWAT INAP RSUD DR. PIRNGADI MEDAN TAHUN 2020

No Kode Umur Jenis Lama Pendidikan Pelatihan Pengetahuan T Sikap T Tindakan T


. Respo Kelamin Kerja Infeksi o o o
nden Nosokomial 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 t 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 t 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 t
a a 0 a
l l l

S S S
k k k
o o o
r r r
1 D 52 P 31 tahun S1 Kep Pernah 1 0 0 0 0 1 1 1 1 1 6 2 1 2 0 2 2 2 1 0 2 14 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10
2 D 37 P 14 tahun S1 Kep Pernah 1 0 0 1 1 1 1 1 1 0 7 2 2 2 0 2 2 2 1 0 2 15 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10
3 R 40 P 15 tahun S1 Kep Pernah 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 8 2 2 2 0 2 2 2 1 0 2 15 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10
4 E 38 P 17 tahun S1 Kep Pernah 1 0 0 1 1 1 1 1 1 0 7 2 1 2 0 2 2 2 1 0 2 14 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10
5 N 55 P 15 tahun S1 Kep Pernah 1 0 0 1 1 1 1 1 1 0 7 2 1 2 0 2 2 2 1 0 2 14 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10
6 ED 40 P 10 tahun D3 Kep Tidak 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 8 2 2 2 0 2 2 2 1 0 2 15 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10
7 RS 35 P 10 tahun S1 Kep Tidak 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 8 2 2 2 0 2 2 2 2 0 2 16 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10
8 F 53 P 28 tahun D3 Kep Tidak 1 0 0 1 1 1 1 1 1 0 7 2 1 2 0 2 2 2 1 0 2 14 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10
9 H 37 L 15 tahun S1 Kep Tidak 1 0 0 1 1 1 1 1 1 0 7 2 1 2 0 2 2 2 1 0 2 14 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10
10 H 58 P 40 tahun SPK Pernah 1 0 0 0 0 1 1 1 1 0 5 2 1 2 0 2 2 2 1 0 2 14 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10
11 Z 37 P 14 tahun D3 Kep Tidak 1 0 0 0 0 1 1 1 0 0 4 2 1 2 2 2 2 2 2 2 0 17 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 9
12 S 44 P 14 tahun S1 Kep Pernah 1 0 0 0 0 1 1 0 0 0 3 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 19 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 9
13 F 30 P 6 tahun S1 Kep Pernah 1 0 0 0 0 1 1 0 0 1 4 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 19 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 9
14 A 40 L 15 tahun S1 Kep Pernah 1 0 0 1 1 1 1 1 1 0 7 2 2 2 0 2 2 2 2 2 2 18 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 8
15 NH 43 P 14 tahun S1 Kep Pernah 1 0 0 1 1 1 1 0 1 0 6 2 2 2 1 2 2 2 2 2 0 17 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 8

146
147

16 T 45 P 5 tahun D3 Kep Pernah 1 0 0 1 1 1 1 1 1 0 7 2 2 2 0 2 2 2 2 2 2 18 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 8


17 C 52 P 22 tahun S1 Kep Pernah 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 6 2 2 2 0 2 2 2 2 2 2 18 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 8
18 L 52 P 20 tahun S1 Kep Pernah 1 0 0 1 1 1 1 1 1 0 7 2 2 2 0 2 2 2 2 2 2 18 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 8
19 Z 52 P 20 tahun S1 Kep Pernah 0 0 0 1 1 1 1 1 1 0 6 2 2 2 0 2 2 2 1 2 2 17 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 8
20 M 29 P 5 tahun D3 Kep Pernah 1 0 0 1 1 1 1 1 0 0 6 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 19 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10
21 S 40 P 16 tahun D3 Kep Pernah 1 0 0 0 1 1 1 1 0 0 5 2 2 2 1 0 0 2 0 2 2 13 1 1 1 0 0 1 0 0 1 0 5
22 R 35 P 7 tahun D3 Kep Pernah 1 0 0 0 1 1 1 1 0 0 5 2 2 2 1 0 0 2 0 2 2 13 1 1 1 0 0 1 0 0 1 0 5
23 B 39 P 15 tahun S1 Kep Pernah 1 0 0 0 1 1 1 1 0 0 5 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 19 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10
24 R 38 P 15 tahun D3 Kep Pernah 1 0 0 0 1 1 1 1 0 0 5 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 19 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10
25 D 38 P 18 tahun D3 Kep Pernah 1 0 0 1 1 1 1 1 0 0 6 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 19 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10
26 Z 38 P 15 tahun D3 Kep Pernah 1 0 0 1 1 1 1 1 0 0 6 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 19 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10
27 M 39 P 15 tahun D3 Kep Pernah 1 1 0 0 1 1 1 1 0 0 6 2 2 2 1 1 2 2 2 2 2 18 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 9
28 J 37 P 12 tahun D3 Kep Pernah 1 1 0 0 1 1 1 1 0 0 6 2 2 2 1 1 2 2 2 2 2 18 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 9
29 P 53 P 14 tahun D3 Kep Pernah 1 0 0 1 1 1 1 1 0 0 6 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 19 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10
30 H 33 P 9 tahun D3 Kep Pernah 1 0 0 0 1 1 1 1 0 0 5 2 2 2 1 2 0 2 1 2 2 16 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10
31 A 40 P 10 tahun D3 Kep Pernah 1 0 0 0 1 1 1 1 0 0 5 2 2 2 1 2 0 2 1 2 2 16 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10
32 V 40 P 13 tahun D3 Kep Pernah 1 0 0 0 1 1 1 1 0 0 5 2 2 2 1 2 0 2 1 2 2 16 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10
33 J 30 P 4 tahun D3 Kep Pernah 1 0 0 0 1 1 1 1 0 0 5 2 2 2 1 2 0 2 1 2 2 16 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10
34 R 40 P 16 tahun S1 Kep Pernah 1 0 0 1 1 1 1 1 0 0 6 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 19 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10
35 N 36 P 10 tahun D3 Kep Pernah 1 0 0 1 1 1 1 1 0 0 6 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 19 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10
36 N 41 P 16 tahun D3 Kep Pernah 1 0 0 1 1 1 1 1 1 0 7 2 0 2 2 0 1 2 1 1 2 13 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 8
37 L 39 P 16 tahun S1 Kep Pernah 1 0 0 0 1 1 1 0 1 1 6 1 1 2 2 2 0 1 1 2 2 14 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 9
38 R 28 L 6 tahun D3 Kep Pernah 1 1 0 1 1 1 1 1 0 0 7 2 2 2 2 2 2 2 2 2 0 18 1 1 1 1 0 1 0 0 0 1 6
39 SD 31 P 10 tahun D3 Kep Pernah 1 1 0 0 1 1 1 1 1 0 7 2 0 2 0 0 2 2 1 1 2 12 1 1 1 1 1 1 0 0 1 0 7
40 SO 31 P 7 tahun D3 Kep Tidak 1 0 0 1 1 1 1 0 0 0 5 2 2 2 2 1 1 2 0 2 2 16 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10
148

41 I 29 P 6 tahun D3 Kep Tidak 1 0 0 1 1 1 1 0 0 0 5 2 2 2 2 2 0 2 0 2 2 16 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10


42 U 39 P 11 tahun D3 Kep Tidak 1 0 0 1 1 1 1 0 0 0 5 2 2 2 2 1 1 2 0 0 2 14 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10
43 R 39 P 18 tahun S1 Kep Pernah 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 7 2 1 2 1 2 2 1 1 2 2 16 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10
44 LF 35 P 13 tahun D3 Kep Tidak 1 0 0 0 1 1 1 1 1 0 6 2 2 2 0 2 2 2 2 2 2 18 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 8
45 AS 36 P 10 tahun D3 Kep Pernah 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 7 2 2 2 0 2 2 2 2 2 2 18 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10
46 HR 33 P 8 tahun D3 Kep Pernah 1 1 0 0 1 1 1 1 1 0 7 2 0 2 0 0 2 2 1 1 2 12 1 1 1 1 1 1 0 0 1 0 7
47 RH 34 P 7 tahun D3 Kep Tidak 1 0 0 1 1 1 1 0 0 0 5 2 2 2 2 1 1 2 0 2 2 16 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10
48 RM 56 P 34 tahun D3 Kep Pernah 0 0 0 0 1 1 1 0 1 0 4 2 2 2 2 0 0 2 2 0 2 14 1 1 1 1 0 1 1 0 0 1 7
49 SM 45 P 15 tahun S1 Kep Tidak 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 7 2 2 2 0 2 2 1 2 2 2 17 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 9
50 SN 43 P 15 tahun S1 Kep Pernah 1 0 0 0 1 1 1 1 1 0 6 1 1 2 0 1 2 0 2 2 2 13 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 9
51 RN 39 P 13 tahun S1 Kep Tidak 1 0 0 1 1 1 1 1 1 0 7 2 2 2 0 2 2 2 2 2 2 18 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 8
52 SP 48 P 17 tahun D3 Kep Pernah 1 0 0 1 1 1 1 1 0 0 6 2 1 2 0 2 2 2 1 2 2 16 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 9
53 LB 53 P 33 tahun S1 Kep Pernah 1 1 1 1 0 1 1 0 0 1 7 2 1 2 0 1 2 2 2 0 1 13 1 1 1 1 0 0 1 0 0 1 6
54 H 55 P 29 tahun SPK Pernah 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 7 1 1 2 0 1 0 0 1 2 2 10 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 7
55 RS 53 P 26 tahun D3 Kep Pernah 1 1 1 1 0 1 1 0 0 1 7 2 1 2 0 2 2 2 1 2 2 16 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 8
56 DS 53 P 15 tahun S1 Kep Pernah 1 1 1 0 1 1 1 1 0 0 7 2 2 2 0 2 2 1 2 2 2 17 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 9
57 ES 51 P 28 tahun S1 Kep Pernah 1 1 1 1 0 1 1 1 0 0 7 1 1 2 0 1 2 2 2 2 2 15 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 9
58 N 57 P 28 tahun SPK Pernah 1 1 1 0 1 1 0 1 0 0 6 2 1 0 2 2 2 2 1 2 2 16 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10
59 E 39 P 16 tahun D3 Kep Pernah 1 0 0 0 1 1 1 0 0 0 4 2 2 2 2 0 1 2 0 1 2 14 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 7
60 FB 39 P 10 tahun D3 Kep Pernah 1 0 0 1 1 1 1 1 1 0 7 2 2 2 1 2 2 2 1 2 2 18 1 1 1 1 0 1 1 0 0 1 7
61 RP 40 P 17 tahun S1 Kep Pernah 1 0 0 1 1 1 1 1 1 0 7 2 2 2 1 2 2 2 1 2 2 18 1 1 1 1 0 1 1 0 0 1 7
62 NMEN 44 P 15 tahun D3 Kep Pernah 1 0 0 1 1 1 1 1 1 0 7 2 2 2 1 2 2 2 1 2 2 18 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 8
63 SR 53 P 26 tahun S1 Kep Pernah 1 0 0 1 1 1 1 1 1 0 7 2 2 2 1 2 2 2 1 2 2 18 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 8
64 MS 31 P 10 tahun S1 Kep Pernah 1 0 0 1 1 1 1 1 1 0 7 2 2 2 1 2 2 2 1 2 2 18 1 1 1 1 0 1 1 0 0 1 7
65 EN 40 P 10 tahun D3 Kep Pernah 1 0 0 1 1 1 1 0 1 1 7 2 2 2 1 2 2 2 1 2 2 18 1 1 1 1 0 1 1 0 0 1 7
149

66 NH 54 P 27 tahun D3 Kep Pernah 1 0 0 1 1 1 1 1 1 0 7 2 2 2 1 2 2 2 1 2 2 18 1 1 1 1 0 1 1 0 0 1 7


67 SRZ 42 P 16 tahun D3 Kep Pernah 1 0 0 1 1 1 1 1 1 0 7 2 2 2 1 2 2 2 1 2 1 18 1 1 1 1 0 1 1 0 0 1 7
68 EN 53 P 26 tahun D3 Kep Pernah 1 0 0 1 1 1 1 1 1 0 7 2 2 2 1 2 2 2 1 2 2 18 1 1 1 1 0 1 1 0 0 1 7
69 ES 50 P 25 tahun D3 Kep Pernah 1 0 0 1 1 1 1 1 1 0 7 2 2 2 1 2 2 2 1 2 2 18 1 1 1 1 0 1 1 0 0 1 7
70 FR 40 P 17 tahun D3 Kep Pernah 1 0 0 1 1 1 1 1 1 0 7 2 2 2 1 2 2 2 1 2 2 18 1 1 1 1 0 1 1 0 0 1 7
71 YS 42 P 17 tahun D3 Kep Tidak 1 0 0 0 0 1 0 1 0 0 3 2 1 2 0 2 2 2 1 2 2 16 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10
72 MN 39 P 13 tahun D3 Kep Tidak 1 0 0 1 1 1 1 0 1 0 6 2 2 2 0 2 2 2 1 2 2 17 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10
73 DR 37 P 14 tahun S1 Kep Tidak 1 0 0 1 1 1 1 0 1 0 6 2 2 2 0 2 2 2 1 2 2 17 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10
74 L 49 P 13 tahun D3 Kep Pernah 1 0 0 0 1 1 1 0 1 0 5 2 2 2 0 1 2 2 2 2 2 17 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10
75 MM 34 P 10 tahun S1 Kep Pernah 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 7 2 2 2 0 2 2 2 0 2 2 16 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10
76 D 39 P 18 tahun D3 Kep Pernah 1 0 0 1 1 1 1 0 0 0 5 2 2 2 0 2 2 1 1 2 0 14 1 1 1 0 0 1 0 0 0 1 5
77 AS 41 L 16 tahun S1 Kep Pernah 1 0 0 0 1 1 1 1 0 0 5 2 0 2 2 2 0 2 0 0 2 12 1 1 1 0 0 1 1 0 0 0 5
78 EL 50 P 24 tahun S1 Kep Pernah 1 0 0 0 1 1 1 1 0 0 5 2 0 2 2 2 1 2 1 1 2 15 1 1 1 1 0 1 1 0 0 0 6
79 TA 52 P 30 tahun D3 Kep Pernah 1 0 0 1 0 1 1 0 0 0 4 2 2 2 0 2 1 1 0 1 2 13 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 8

KETERANGAN :

Aspek pengukuran pengetahuan. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan dari responden diukur dengan menjumlahkan skor

dari tiap pertanyaan-pertanyaan kuesioner. Untuk pertanyaan nomor 3, 5, 8, dan 9, pada pilihan jawaban (a) skornya adalah 1, pada

pilihan jawaban (b) dan (c) skornya adalah 0. Untuk pertanyaan nomor 1, 2, 7, dan 10, pada jawaban (b) skornya adalah 1, pada

pilihan jawaban (a) dan (c) skornya adalah 0. Sedangkan untuk pertanyaan nomor 4 dan 6, pada pilihan jawaban (c) skornya adalah 1,
150

pada pilihan jawaban (a) dan (b) skornya adalah 0. Jumlah pertanyaan/kuesioner pengetahuan adalah 10 pertanyaan. Maka didapat

total skor tertinggi adalah 10 dan skor terendah adalah 0.

Aspek Pengukuran Sikap. Untuk mengetahui ukuran penilaian sikap dari responden diukur dengan menjumlahkan skor dari

tiap-tiap pertanyaan-pertanyaan kuesioner. Untuk pertanyaan nomor 1, 3, 4, 7, 10, pada pilihan jawaban setuju (S) skornya adalah 2,

pilihan jawaban kurang setuju (KS) skornya adalah 1 dan tidaksetuju (TS) skornya adalah 0. Sedangkan untuk pertanyaan nomor 2, 5,

6, 8, 9, pada pilhan jawaban setuju (S) skornya adalah 0, kurang setuju (KS) skornya adalah 1 dan jawaban tidak setuju (TS) skornya

adalah 2. Jumlah pertanyaan/kuesioner sikap adalah 10 pertanyaan. Maka didapat total skor tertinggi adalah 20 dan skor terendah

adalah 0.

Aspek pengukuran tindakan. Untuk mengetahui ukuran tindakan dari responden diukur dengan menjumlahkan skor dari

tiap pertanyaan-pertanyaan kuesioner. Untuk pertanyaan 1, 2, 3, 6, pada pilihan jawaban ya (Y) skornya adalah 1, dan pada pilihan

jawaban tidak (T) skornya adalah 0. Sedangkan untuk pertanyaan nomor 4, 5, 7, 8, 9, 10, pada pilihan jawaban ya (ya) skornya

adalah 0 dan pada pilhan jawaban tidak (T) skornya adalah 1. Jumlah pertanyaan pada kuesioner tindakan adalah 10 pertanyaan,

maka didapat total skor tertinggi 10 dan terendah 0.


Lampiran 3. Lembar Observasi Fasilitas Sanitasi Ruang Rawat Inap RSUD Dr.
Pirngadi Medan Tahun 2020

Fasilitas Sanitasi Ruang Rawat Inap Pengamatan

Ya/Ada/Bagus Tidak/Rusak

Kesehatan Air
a. Tersedia air bersih memenuhi
persyaratan kualitas fisik air (400-450
Liter/TT/Hari).
b. Tersedia air minum di ruang rawat inap

Kesehatan Udara
a. Sirkulasi udara di ruangan sejuk dan
segar

Kesehatan Sarana dan Bangunan


a. Tersedia toilet perawat
b. Tersedia toilet pasien
c. Slogan memelihara kebersihan ditoilet
perawat
d. Slogan memelihara kebersihan ditoilet
pasien
e. Keran air
f. Wastafel
g. Lantai terbuat dari bahan yang kuat,
kedap air, permukaannya rata, tidak licin,
warna terang, dan mudah dibersihkan
h. Dinding terbuat dari bahan yang kuat,
permukaannya rata dan berwarna terang
i. Langit-langit kuat, berwarna terang, dan
mudah dibersihkan, tidak mengandung
unsur yang dapat membahayakan pasien,
tidak berjamur
j. Pencahayaan cukup terang
Pengendalian Vektor Dan Binatang
Pembawa Penyakit
a. Terdapat vektor dan binatang pembawa
penyakit

Pengamanan Limbah

151
152

a. Diangkut ke TPS lebih dari 2x24 jam


b. Limbah padat dilakukan secara terpisah
antara limbah infeksius dan non infeksiu
c. Tersedia safety box/ tempat
pengumpulan jarum suntik
d. Limbah cair salurannya tertutup

Pengelolaan Linen
a. Dilakukan pemilahan antara linen
infeksius dan non infeksius
b. Pengangkutan linen dilakukan rutin
setiap hari
153

Lampiran 4. Surat Permohonan Survei Pendahuluan


154

Lampiran 5. Surat Selesai Survei Pendahuluan


155

Lampiran 6. Surat Permohonan Izin Penelitian


156

Lampiran 7. Surat Selesai Penelitian


157

Lampiran 8. Output Karakteristik Perawat

Umur kategorik (tahun)


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid <30-30 tahun 5 6,3 6,3 6,3
31-40 tahun 41 51,9 51,9 58,2
41-50 tahun 14 17,7 17,7 75,9
>50 tahun 19 24,1 24,1 100,0
Total 79 100,0 100,0

Jenis kelamin

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Perempuan 75 94,9 94,9 94,9

Laki-laki 4 5,1 5,1 100,0

Total 79 100,0 100,0

Lama kerja kategorik

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid <10 tahun 21 26,6 26,6 26,6

10-20 tahun 42 53,2 53,2 79,7

21-30 tahun 12 15,2 15,2 94,9

>30 tahun 4 5,1 5,1 100,0

Total 79 100,0 100,0

Pendidikan Kategorik

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid SPK 3 3,8 3,8 3,8

D3 Keperawatan 46 58,2 58,2 62,0

S1 Keperawatan 30 38,0 38,0 100,0

Total 79 100,0 100,0


158

Pelatihan Infeksi Nosokomial Kategorik

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

64 81,0 81,0 81,0


15 19,0 19,0 100,0
79 100,0 100,0

Lampiran 9. Output Perilaku Perawat

Pengetahuan Perawat

3. Mengetahui kapan dilakukannya indikasi kebersihan tangan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid salah 4 5,1 5,1 5,1

benar 75 94,9 94,9 100,0

Total 79 100,0 100,0

4. Mengetahui masker yang digunakan untuk pencegahan infeksi


nosokomial melalui airborne

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid salah 61 77,2 77,2 77,2

benar 18 22,8 22,8 100,0

Total 79 100,0 100,0

5. Mengetahui jenis sarung tangan yang digunakan sewaktu


menangani bahan-bahan dan membersihkan permukaan yang
terkontaminasi

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid salah 73 92,4 92,4 92,4

benar 6 7,6 7,6 100,0

Total 79 100,0 100,0


159

6. Mengetahui tindakan yang diharuskan untuk menggunakan


google dan perisai wajah, kecuali?

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid salah 32 40,5 40,5 40,5

benar 47 59,5 59,5 100,0

Total 79 100,0 100,0

5. Mengetahui tindakan yang sangat mengharuskan pemakaian


sepatu pelindung

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid salah 10 12,7 12,7 12,7

benar 69 87,3 87,3 100,0

Total 79 100,0 100,0


6. Mengetahui gaun pelindung/APD yang telah digunakan termasuk
jenis limbah?

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid benar 79 100,0 100,0 100,0

7. Mengetahui jenis limbah infeksius, patologi, dan anatomi


dimasukkan ke dalam kantong plastik berwarna?

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid salah 2 2,5 2,5 2,5

benar 77 97,5 97,5 100,0

Total 79 100,0 100,0


8. Mengetahui etika batuk dan bersin yang tepat, kecuali?

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid salah 19 24,1 24,1 24,1

benar 60 75,9 75,9 100,0


Total 79 100,0 100,0
160

9. Mengetahui jenis kewaspadaan transmisi

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Salah 37 46,8 46,8 46,8

Benar 42 53,2 53,2 100,0

Total 79 100,0 100,0

10. Mengetahui jenis kewaspadaan transmisi yang ditransmisikan


melalui tangan yang belum dicuci atau benda mati, hal ini
termasuk transmisi melalui kontak?

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid salah 65 82,3 82,3 82,3

benar 14 17,7 17,7 100,0

Total 79 100,0 100,0

Total Skor Pengetahuan Perawat

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Baik 55 69,6 69,6 69,6

Kurang Baik 24 30,4 30,4 100,0

Total 79 100,0 100,0

Sikap Perawat

1. Membersihkan tangan dengan hand sanitizer sebelum dan sesudah


kontak dengan pasien

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid kurang setuju 4 5,1 5,1 5,1

Setuju 75 94,9 94,9 100,0

Total 79 100,0 100,0


2. Pasien yang memiliki gejala infeksi nosokomial tetap ditempatkan di
ruang rawat inap bersama pasien lainnya
161

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Setuju 5 6,3 6,3 6,3

kurang setuju 19 24,1 24,1 30,4

tidak setuju 55 69,6 69,6 100,0

Total 79 100,0 100,0


3. Alat kesehatan yang terkontaminasi darah/cairan langsung dicuci
dengan detergen dan desinfektan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid tidak setuju 1 1,3 1,3 1,3

Setuju 78 98,7 98,7 100,0

Total 79 100,0 100,0


4. Menggunakan sarung tangan rumah tangga ketika mencuci alat
kesehatan yang terkontaminasi darah/cairan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid tidak setuju 35 44,3 44,3 44,3

kurang setuju 29 36,7 36,7 81,0

Setuju 15 19,0 19,0 100,0

Total 79 100,0 100,0


5. Tidak ada aturan mengenai SPO penatalaksanaan linen yang jelas
dan aman demi keselamatan petugas

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Setuju 7 8,9 8,9 8,9

kurang setuju 10 12,7 12,7 21,5

tidak setuju 62 78,5 78,5 100,0

Total 79 100,0 100,0


6. Tidak menutup hidung dan mulut dengan tisu atau sapu tangan
ataupun lengan atas ketika batuk dan bersin

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Setuju 11 13,9 13,9 13,9


162

kurang setuju 7 8,9 8,9 22,8

tidak setuju 61 77,2 77,2 100,0

Total 79 100,0 100,0

7. Melakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala untuk mencegah


terjadinya penularan kepada pasien

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid tidak setuju 2 2,5 2,5 2,5

kurang setuju 6 7,6 7,6 10,1

Setuju 71 89,9 89,9 100,0

Total 79 100,0 100,0


8. Melakukan tindakan keperawatan ketika kondisi tubuh tidak sehat

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Setuju 10 12,7 12,7 12,7

kurang setuju 39 49,4 49,4 62,0

tidak setuju 30 38,0 38,0 100,0

Total 79 100,0 100,0

9. Membuang sampah medis tidak pada tempat sampah yang telah


disediakan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Setuju 14 17,7 17,7 17,7

kurang setuju 6 7,6 7,6 25,3

tidak setuju 59 74,7 74,7 100,0

Total 79 100,0 100,0


10. Menahan diri untuk tidak menyentuh mata, hidung, mulut saat
masih menggunakan sarung tangan terkontaminasi/tanpa sarung
tangan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid tidak setuju 4 5,1 5,1 5,1


163

kurang setuju 2 2,5 2,5 7,6

Setuju 73 92,4 92,4 100,0

Total 79 100,0 100,0

Total Skor Sikap Perawat

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Baik 58 73,4 73,4 73,4

Kurang Baik 21 26,6 26,6 100,0

Total 79 100,0 100,0

Tindakan Perawat
1. Mencuci tangan sebelum melakukan tindakan aseptik

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Ya 79 100,0 100,0 100,0

2. Menggunakan sarung tangan pemeriksaan (bersih) sewaktu


melakukan pemeriksaan rutin terhadap pasien

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Tidak 6 7,6 7,6 7,6

Ya 73 92,4 92,4 100,0

Total 79 100,0 100,0

3. Mengganti gaun pelindung atau pakaian kerja jika


terkontaminasi cairan tubuh pasien (darah)

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Ya 79 100,0 100,0 100,0

4. Menggantung masker dileher, memakai sarung tangan


sambil menulis dan menyentuh permukaan lingkungan
164

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Ya 4 5,1 5,1 5,1

Tidak 75 94,9 94,9 100,0

Total 79 100,0 100,0

5. Tidak mendekontaminasi peralatan yang telah dipakai


pasien infeksius sebelum digunakan pasien lainnya

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Ya 26 32,9 32,9 32,9

Tidak 53 67,1 67,1 100,0

Total 79 100,0 100,0

6. Membersihkan permukaan sekitar pasien secara rutin


setiap pasien pulang/keluar dari fasyankes

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Tidak 3 3,8 3,8 3,8

Ya 76 96,2 96,2 100,0

Total 79 100,0 100,0


7. Tidak melakukan tindakan keperawatan sesuai dengan
teknik aseptic

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Ya 11 13,9 13,9 13,9

Tidak 68 86,1 86,1 100,0

Total 79 100,0 100,0

8. Pencucian linen dilakukan secara terpisah antara linen


infeksius dan non infeksius

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 34 43,0 43,0 43,0
165

Tidak 45 57,0 57,0 100,0

Total 79 100,0 100,0

9. Limbah padat domestik tidak diangkut ke TPS lebih


dari 2x24 jam

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Ya 20 25,3 25,3 25,3

Tidak 59 74,7 74,7 100,0

Total 79 100,0 100,0

10. Sampah medis tidak dipisah dengan sampah non


medis

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Ya 7 8,9 8,9 8,9

Tidak 72 91,1 91,1 100,0

Total 79 100,0 100,0

Total Skor Tindakan Perawat

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Baik 75 94,9 94,9 94,9

Kurang Baik 4 5,1 5,1 100,0

Total 79 100,0 100,0

Tabulasi Silang

Pendidikan Kategorik * Pengetahuan Perawat Crosstabulation

Pengetahuan Perawat

Baik Kurang Baik Total

Pendidikan Kategorik SPK Count 2 1 3

Expected Count 2,1 ,9 3,0


166

% within Pendidikan
66,7% 33,3% 100,0%
Kategorik

% within Pengetahuan
3,6% 4,2% 3,8%
Perawat

% of Total 2,5% 1,3% 3,8%

D3 Keperawatan Count 28 18 46

Expected Count 32,0 14,0 46,0

% within Pendidikan
60,9% 39,1% 100,0%
Kategorik

% within Pengetahuan
50,9% 75,0% 58,2%
Perawat

% of Total 35,4% 22,8% 58,2%

S1 Keperawatan Count 25 5 30

Expected Count 20,9 9,1 30,0

% within Pendidikan
83,3% 16,7% 100,0%
Kategorik

% within Pengetahuan
45,5% 20,8% 38,0%
Perawat

% of Total 31,6% 6,3% 38,0%


Total Count 55 24 79

Expected Count 55,0 24,0 79,0

% within Pendidikan
69,6% 30,4% 100,0%
Kategorik
% within Pengetahuan
100,0% 100,0% 100,0%
Perawat

% of Total 69,6% 30,4% 100,0%

Chi-Square Tests

Value Df Asymp. Sig. (2-sided)


a
Pearson Chi-Square 4,345 2 ,114
Likelihood Ratio 4,589 2 ,101
Linear-by-Linear Association 3,468 1 ,063
N of Valid Cases 79

a. 2 cells (33,3%) have expected count less than 5. The minimum expected count
is ,91.

Risk Estimate
167

Value

Odds Ratio for Pendidikan


a
Kategorik (SPK / D3
Keperawatan)

a. Risk Estimate statistics cannot be


computed. They are only computed for a
2*2 table without empty cells.

Lama kerja kategorik * Pengetahuan Perawat Crosstabulation

Pengetahuan Perawat

Baik Kurang Baik Total

Lama kerja kategorik <10 tahun Count 13 8 21


Expected Count 14,6 6,4 21,0

% within Lama kerja


61,9% 38,1% 100,0%
kategorik

% within Pengetahuan
23,6% 33,3% 26,6%
Perawat

% of Total 16,5% 10,1% 26,6%

10-20 tahun Count 30 12 42

Expected Count 29,2 12,8 42,0

% within Lama kerja


71,4% 28,6% 100,0%
kategorik

% within Pengetahuan
54,5% 50,0% 53,2%
Perawat

% of Total 38,0% 15,2% 53,2%

21-30 tahun Count 10 2 12

Expected Count 8,4 3,6 12,0

% within Lama kerja


83,3% 16,7% 100,0%
kategorik

% within Pengetahuan
18,2% 8,3% 15,2%
Perawat

% of Total 12,7% 2,5% 15,2%

>30 tahun Count 2 2 4

Expected Count 2,8 1,2 4,0

% within Lama kerja


50,0% 50,0% 100,0%
kategorik
168

% within Pengetahuan
3,6% 8,3% 5,1%
Perawat

% of Total 2,5% 2,5% 5,1%


Total Count 55 24 79

Expected Count 55,0 24,0 79,0

% within Lama kerja


69,6% 30,4% 100,0%
kategorik

% within Pengetahuan
100,0% 100,0% 100,0%
Perawat

% of Total 69,6% 30,4% 100,0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2-


Value df sided)
a
Pearson Chi-Square 2,451 3 ,484
Likelihood Ratio 2,496 3 ,476
Linear-by-Linear Association ,274 1 ,601
N of Valid Cases 79

a. 3 cells (37,5%) have expected count less than 5. The minimum


expected count is 1,22.

Risk Estimate

Value

Odds Ratio for Lama kerja


a
kategorik (<10 tahun / 10-20
tahun)

a. Risk Estimate statistics cannot be


computed. They are only computed for a
2*2 table without empty cells.

Pengetahuan Perawat * Sikap Perawat Crosstabulation

Sikap Perawat

Baik Kurang Baik Total

Pengetahuan Perawat Baik Count 43 12 55

Expected Count 40,4 14,6 55,0

% within Pengetahuan
78,2% 21,8% 100,0%
Perawat
% within Sikap Perawat 74,1% 57,1% 69,6%
169

% of Total 54,4% 15,2% 69,6%

Kurang Baik Count 15 9 24

Expected Count 17,6 6,4 24,0

% within Pengetahuan
62,5% 37,5% 100,0%
Perawat

% within Sikap Perawat 25,9% 42,9% 30,4%

% of Total 19,0% 11,4% 30,4%


Total Count 58 21 79

Expected Count 58,0 21,0 79,0

% within Pengetahuan
73,4% 26,6% 100,0%
Perawat

% within Sikap Perawat 100,0% 100,0% 100,0%

% of Total 73,4% 26,6% 100,0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig.


Value df sided) sided) (1-sided)
a
Pearson Chi-Square 2,105 1 ,147
b
Continuity Correction 1,379 1 ,240
Likelihood Ratio 2,031 1 ,154
Fisher's Exact Test ,172 ,121
Linear-by-Linear Association 2,079 1 ,149
N of Valid Cases 79

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6,38.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper

Odds Ratio for Pengetahuan


Perawat (Baik / Kurang 2,150 ,756 6,114
Baik)
For cohort Sikap Perawat =
1,251 ,890 1,757
Baik
For cohort Sikap Perawat =
,582 ,283 1,194
Kurang Baik
N of Valid Cases 79
170

Pengetahuan Perawat * Tindakan Perawat Crosstabulation

Tindakan Perawat

Baik Kurang Baik Total

Pengetahuan Perawat Baik Count 55 0 55

Expected Count 52,2 2,8 55,0

% within Pengetahuan
100,0% 0,0% 100,0%
Perawat

% within Tindakan Perawat 73,3% 0,0% 69,6%

% of Total 69,6% 0,0% 69,6%

Kurang Baik Count 20 4 24

Expected Count 22,8 1,2 24,0

% within Pengetahuan
83,3% 16,7% 100,0%
Perawat

% within Tindakan Perawat 26,7% 100,0% 30,4%

% of Total 25,3% 5,1% 30,4%


Total Count 75 4 79

Expected Count 75,0 4,0 79,0

% within Pengetahuan
94,9% 5,1% 100,0%
Perawat

% within Tindakan Perawat 100,0% 100,0% 100,0%

% of Total 94,9% 5,1% 100,0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig.


Value Df sided) sided) (1-sided)
a
Pearson Chi-Square 9,656 1 ,002
b
Continuity Correction 6,500 1 ,011
Likelihood Ratio 10,032 1 ,002
Fisher's Exact Test ,007 ,007
Linear-by-Linear Association 9,533 1 ,002
N of Valid Cases 79

a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,22.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

95% Confidence Interval


Value Lower Upper
171

For cohort Tindakan


1,200 1,003 1,435
Perawat = Baik
N of Valid Cases 79
172

Lampiran 10. Dokumentasi Penelitian

Gambar 1. Wawancara Kepada Perawat

Gambar 2. Perawat Mencuci Tangan Sebelum Melakukan Asuhan Keperawatan


173

Gambar 3. Ruang Rawat Inap

Gambar 4. Toilet Di Ruang Rawat Inap


174

Gambar 5. Wastafel Di Nurse Station

Gambar 6. Tempat Sampah Infeksius dan Tempat Sampah Non Infeksius


175

Gambar 7. Safety Box

Gambar 8. Pencucian Linen Infeksius


176

Gambar 9. Pencucian Linen Non Infeksius

Gambar 10. Insinerator


177

Gambar 11. IPAL RS

Gambar 12. Air Siap Minum RS


178

Gambar 13. SOP Mencuci Tangan

Gambar 14. Slogan Jangan Membuang Sampah Sembarangan di Lift


179

Gambar 15. Tempat sampah yang tidak memenuhi standar di Toilet Umum

Anda mungkin juga menyukai