Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

PADA PASIEN DENGAN CVA DI RS BINA SEHAT JEMBER

DISUSUN OLEH

DWI MEYRIN KOMARIA S.Tr. Kep.

NIM 2021040371

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HUSADA JOMBANG

TAHUN 2022
LEMBAR PENGESAHAN

Asuhan keperawatan medical bedah yang berjudul Laporan pendahuluan keperawatan medical

bedah pada pasien dengan CVA RS Bina Sehat Jember. Yang disusun oleh: Dwi Meyrin

Komaria S.Tr. Kep

Telah diperiksa dan disahkan oleh pembimbing pada:

Hari :………………..

Tanggal : ………………

Mahasiswa

Dwi Meyrin Komaria, S.Tr. Kep


NIM 2021040371

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

Ns. Cahya Tribagus Hidayat, S. Kep.M Kes Anita Eka Prastiwi, S.Kep, Ners.
NIDN: 0731018602 NIK: 717.2013.47
LAPORAN PENDAHULUAN
1. STROKE
1.1 Pengertian

Menurut WHO (2012) Stroke atau cerebrovascular accident adalah tanda-tanda klinis yang
berkembang dengan cepat akibat gangguan fungsi otak fokal atau global karena adanya
sumbatan atau pecahnya pembuluh darah di otak dengan gejala-gejala yang berlangsung
selama 24 jam atau lebih. (Permatasari Nia,2020)

1.2 Etiologi
Ada beberapa factor resiki terjadinya stroke (Nasution,2013)
1. Diabetes Melitus
2. Hipertensi
3. Penyakit jantung
4. Hiperkolesteroomia
5. Merokok
6. Kelainan pembuluh darah otak
1.3 Klasifikasi
Berdasarkan kelainan patologis stroke dibagi menjadi dua tipe yaitu
1. Ischemic stroke atau infark atau non hemorraghic stroke, yaitu disebabkan oleh
gumpalan atau penyumbatan dalam arteri yang menuju ke otak yang sebelumnya
sudah mengalami proses aterosklerosis. Ischemic stroke sendiri terdiri dari tiga
macam emboli stroke, thrombotic stroke dan hipoperfusi stroke.
2. Hemoraghic stroke, merupakan kerusakan atau ‘ledakan’ dari pembuluh darah di
otak, perdarahan dapat disebabkan lamanya tekanan darah tinggidan aneurisma otak.
Ada dua jenis stroke hemorraghic : sub arachnoid dan intraserebral (Arifianto, 2014)
1.4 Manifestasi klinis
Stoke menyebabkan defisit neurologik, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana
yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat dan jumlah aliran darah
kolateral. Stroke akan meninggalkan gejala sisa karena fungsi otak tidak akan membaik
sepenuhnya.
1. Penurunan kesadaran
2. Kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh (hemiparese atau hemiplegia)
3. Lumpuh pada salah satu sisi wajah  anggota badan (biasanya hemiparesis) yang
timbul mendadak.
4. Tonus otot lemah atau kaku
5. Menurun atau hilangnya rasa
6. Gangguan lapang pandang “Homonimus Hemianopsia”
7. Afasia (bicara tidak lancar atau kesulitan memahami ucapan)
8. Disartria (bicara pelo atau cadel)
9. Gangguan persepsi
10. Gangguan status mental
11. Vertigo, mual, muntah, atau nyeri kepala.
1.5 Pathofisiologi
Stroke merupakan kerusakan organ targe pada otak yang diakibatkan leh hipertensi.
Stroke timbul karena perdarahan, tekanna intracranial yang meninggi, atau akibat
embolus yang terlepas dari pembuluh non otak yang terpajan tekanan tinggi. Apabila
terjadi peningkatan salah satu dari variabel tersebut yang tidak terkompenasi maka dapat
menyebabkan timbulnya hipertensi. Tubuh memiliki system yang berfungsi mencegah
perubahan tekanan darah secara akut yang disebaban oleh gangguan sirkulasi dan
mempertahankan stabilitas tekanan darah dalam jangka Panjang. Dinta, et all (2013)
dalam Permatasai Nia (2020).
Kegagalan mensuplai darah akan menyebabkan gangguan fungsi bagian otak atau yang
terserang atau terjadi kematian sel saraf (nekrosis) dan kejadian inilah yang disebut
stroke.
Jika sirkulasi cerebral terhambat dapat berkembang menjadi anoksia cerebral.
Perubahan yang disebabkan anoksia cerebral data reversile untuk jangka waktu4-6 mnt.
Dn perubahan irreversible > 10 mnt. Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume
perdarahan yang relatif banyak akan mengakibatkan peningian tekanan intrakranial dan
mentebabkan menurunnya tekanan perfusi otak serta terganggunya drainase otak.
Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat menurunnya
tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di daerah yang terkena darah dan
sekitarnya tertekan lagi.
Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Apabila volume darah lebih dari 60
cc maka resiko kematian sebesar 93 % pada perdarahan dalam dan 71 % pada
perdarahan lobar. Sedangkan bila terjadi perdarahan serebelar dengan volume antara
30-60 cc diperkirakan kemungkinan kematian sebesar 75 % tetapi volume darah 5 cc
dan terdapat di pons sudah berakibat fatal. (Misbach, 1999 cit Muttaqin 2008)
1.6 Pathway
1.7 Penatalaksanakan

Stroke Iskemik

Terapi stroke iskemik bertujuan untuk mempertahankan jaringan pada ischemic penumbra.


1. Pemberian rtPA (recombinant tissue-type plasminogen activator) merupakan pilihan
yang biasa dilakukan sebagai upaya revaskularisasi sebagai agen trombolisis.
Pemberian trombolisis harus dipertimbangkan pada stroke iskemik.
Pemberian recombinant tissue-type plasminogen activator harus segera dilakukan
dalam 3 jam sejak onset terjadinya stroke dan kemungkinan stroke hemoragik telah
disingkirkan.
2. Apirin
Menurut The American Heart Association/American Stroke Association (2018)
Pemberian aspirin diberikan 24-48 jam setelah onset. Pada pasien yang mendapat r-
tPA, pemberian aspirin dilakukan setelah 24 jam. European Stroke Organization juga
melaporkan bahwa pemberian aspirin pada stroke akut (<48 jam) mengurangi angka
kematian dan kejadian stroke. Dosis yang dapat diberikan adalah 160-325mg. Terdapat
juga studi yang menemukan pemberian antiplatelet kombinasi aspirin dan
clopidogrel hingga hari ke-21 lebih efektif dibandingkan pemberian antiplatelet saja,
3. Terapi Suportif,
Cek apakah terdapat hipoglikemi atau hiperglikemia, karena memiliki gejala yang
mirip dengan stroke. Keadaan hipoglikemi dan hiperglikemia harus segera diatasi.
Hipoglikemia dapat diatasi dengan dekstrosa 40%, sedangkan hiperglikemia dapat
diatasi dengan pemberian insulin drip.
4. Antihipertensi
Pada aliran darah otak yang buruk, pembuluh darah pada otak kehilangan fungsi
vasoregulator, sehingga untuk mempertahankan tekanannya, pembuluh tersebut
bergantung pada Mean Arterial Pressure (MAP) dan cardiac output. Penggunaan
antihipertensi dapat mengurangi perfusi dan memperparah kejadian iskemi.
Berdasarkan Guideline Hipertensi di Kanada, penggunaan antihipertensi saat terjadi
stroke pada pasien yang dapat dilakukan pemberian trombolitik dengan tekanan darah
>185/110 mmHg dapat diberikan antihipertensi untuk mengurangi risiko kejadian
perdarahan. Akan tetapi, penelitian dengan kualitas yang tinggi (grade A atau B) pada
pasien yang tidak dapat diberikan trombolitik masih sangat sedikit. Sedangkan,
pemberian antihipertensi dapat dilakukan pada pasien pasca stroke akut iskemik.
Pemberian inhibitor ACE dan thiazide atau diuretik lain merupakan pilihan terapi.
Stroke Hemorrhagik
Kunci penanganan stroke hemorrhagik adalah menghentikan perdarahan, penanganan
tekanan tinggi intrakranial, serta identifikasi dan penanganan komplikasi seperti
kejang.

1. Penghentian Perdarahan
Identifikasi apakah pasien memiliki diasthesis perdarahan. Jika pasien
menggunakan antikoagulan, lakukan anticoagulant reversal.
2. Kontrol Tekanan Darah
Kontrol tekanan darah dengan cara menurunkan tekanan darah 15-20% bila tekanan
darah >180/>120 mmHg, MAP >130 mmHg, dan bertambahnya volume darah di
intrakranial. Kontrol tekanan darah ini pada kondisi akut (24 jam pertama)
sebaiknya dilakukan secara bertahap. Penurunan tekanan darah sistolik <140
mmHG ditemukan tidak memiliki manfaat dan bahkan menunjukkan tanda-tanda
kerugian.
3. Penanganan Tekanan Tinggi Intrakranial
Penanganan tekanan tinggi intrakranial dapat menggunakan mannitol bolus IV
0,25-1 gram / kg berat badan per 30 menit, dan dilanjutkan dengan 0.25 gram/kg
berat badan per 30 menit selama 3-5 hari.
4. Pembedahan
Penanganan juga dapat dilakukan dengan pembedahan. Tindakan bedah dilakukan
dengan mempertimbangkan usia pasien dan letak perdarahan. Sebuah meta analisis
mengenai penatalaksanaan bedah pada perdarahan intraserebral supratentorial
spontan menunjukkan hasil yang baik apabila operasi dilakukan 8 jam saat iktus,
hematoma 20-50 mL, Glasgow Coma Scale 9-12, dan usia pasien 50-69 tahun.
Pasien dengan hematoma tanpa perdarahan intraventrikular dapat dilakukan
tindakan bedah.
5. Penanganan Kejang
Penanganan kejang dapat menggunakan diazepam 5-20 mg iv. Tata laksana untuk
keluhan umum lainnya sama dengan stroke iskemik.[6,30]
6. Rehabilitasi
Pada pasien dengan stroke, dibutuhkan unit khusus yang terdiri berbagai disiplin
ilmu untuk keluaran pasien yang lebih baik. Terapi rehabilitasi ini dapat terdiri dari
terapi bicara, fisioterapi, konseling psikologi, dan terapi okupasi. Anggota tim
tersebut harus meliputi, dokter, perawat, pekerja sosial, psikolog, terapis okupasi,
fisioterapis, dan terapis bicara dan bahasa.
Selain itu, pasien dapat diberikan edukasi mengenai pencegahan stroke sekunder,
yaitu untuk mencegah stroke berulang. Hal ini meliputi memperbaiki faktor risiko
seperti dislipidemia, tekanan darah tinggi, metabolisme glukosa terganggu,
merokok, sindroma metabolik, konsumsi alkohol, dan nutrisi.
1.8 Test Diagnostik

1. Angiografi serebral
Menentukan penyebab stroke scr spesifik seperti perdarahan atau obstruksi
arteri.
2. Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT).
Untuk mendeteksi luas dan daerah abnormal dari otak, yang juga mendeteksi,
melokalisasi, dan mengukur stroke (sebelum nampak oleh pemindaian CT).
3. CT scan
Penindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma,
adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya secara pasti.
4. MRI (Magnetic Imaging Resonance)
Menggunakan gelombang megnetik untuk menentukan posisi dan bsar
terjadinya perdarahan otak. Hasil yang didapatkan area yang mengalami lesi dan
infark akibat dari hemoragik.
5. EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari
jaringan yang infark sehingga menurunya impuls listrik dalam jaringan otak
6. Pemeriksaan laboratorium
a. Lumbang fungsi: pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada perdarahan
yang masif, sedangkan pendarahan yang kecil biasanya warna likuor masih
normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.
b. Pemeriksaan darah rutin (glukosa, elektrolit, ureum, kreatinin)
c. Pemeriksaan kimia darah: pada strok akut dapat terjadi hiperglikemia.
gula darah dapat mencapai 250 mg di dalam serum dan kemudian berangsur-
rangsur turun kembali.
e. Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri,
terutama cholesterol, Triglesrida, Uric Acid
1.9 Komplikasi

Setelah mengalami stroke pasien mungkin akan mengalmi komplikasi, komplikasi ini
dapat dikelompokan berdasarkan:
1. Berhubungan dengan immobilisasi  infeksi pernafasan, nyeri pada daerah tertekan,
konstipasi dan thromboflebitis.
2. Berhubungan dengan paralisis          nyeri pada daerah punggung, dislokasi sendi,
deformitas dan terjatuh
3. Berhubungan dengan kerusakan otak  epilepsi dan sakit kepala.
4. Hidrocephalus
Individu yang menderita stroke berat pada bagian otak yang mengontrol respon
pernapasan atau kardiovaskuler dapat meninggal.
TINJAUAN TEORI
ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
PASIEN DENGAN CEREBROVASCULAR ACCIDENT (CVA)

A. PENGKAJIAN
1. Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan, alamat,
pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, diagnose medis.
2. Keluhan utama
Didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan tidak dapat
berkomunikasi atau penurunan kesadaran (GCS)
3. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat klien sedang
melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai
tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi otak yang
lain.
4. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma
kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin,
vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan.
5. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes militus.
6. Pola Kesehatan
11 pola setelah pasien drawat di rs
7. Pemerksaan Fisik
a. Kepala
Kulit kepala : adanya jejas atau lesi dapat berupa hidrosephalus bila stroke serangan
berulang
Mata : adaya reflek pupil. Apat terjadi keaadan pupil anisokor
Mulut : pantau adanya refleks telan
b. Leher : adanya distensi vena jugularis akibat tekanan darah yang terlalu tinggi
c. Thoraks
Paru-paru : pergerakan dada, cepat atau lambat, suara nafas, jernih atau adanya
wheezing
Jantung : dengarkan adanya suara jantng tambahan, jangan lpa dapatkan
pemeriksaan ekg
d. Abdomen: dengarkan bisig usus, adaya nyeri tekan atau tidak, kandung kemih
penuh atau tidak, dapat ditemukan kandug emih teraba penuh karena
ketidakmampuan otak mengirim signyal ntk berkemih, pasang kateter jika perlu
e. Pelvis
f. Perineum dan rectum
g. Genitalia
h. Ektrmitas : addanya kelemahan pada ektremitas kiri atau kanan kai RT untk melihat
perfsi perifer
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1 Hipertermi
2 Risiko Perfusi cerebrl tidak efektif
3 Hambatan mobilitas fisik
4 Defisit perawatan diri
5 Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan
6 Nyeri
a. Intervensi

Diagnosa Tujuan dan kriteria Intervensi


keperawatan hasil
Hipetermi Setelah dilakukan 1. Kaji Suhu klien
tindakan R: mengetahui secara objektif
keperawatan selama 2. Kaji tekanan darah, nadi dan
1x24 jam diharapkan nafas
pasien tidak R : Peningkatan suhu dapat
hipertemi kriteria meningkatkan nadi dan nafas
hasil: 3. Anjurkan klien memakai
1. Klien pakaian yang tipis
mengatakan R ; untk mnyebabkan
badan tidak panas perpindahan panas secara
2. Klien berkeringat konveksi
3. T 36,5- 37,5 C 4. Berikan kompres dingin
4. HR : 0-100x/mnt R : memungkinkan terjadiya
tidak takikardi perpindahan panas secara
5. RR : 16-20x/mnt konduksi
tidak 5. Berikan lingkungan yang tidak
hiperventilasi panas
R : memungkinkan perpindahan
panas secara radiasi
6. Anjurkan klien sering minum
R Kekurangan cairan dapat
menimbulkan peningkatan suhu
badan
7. Kaji input dan output
R ; untuk menghindari
terjadinya dhidrasi akibat
pertambahan eksresi cairan
melalui suhu tubuh
8. Kaji adanya tanda-tanda
inflamasi
R terjadinya plebhitis dapat
mejadi pemicu peningkatan
suhu
9. Kolaborasi emberian antipiretik
R : untuk mengatur
termoregulasi secara SSP

C. Implementasi Kpeerawatan

Merupakan tahap keempat dari proses keperawatan. Tahap ini dimulai setelah rencana
tindakan disusun untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan yang mencakup
peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, dan manifestasi koping.

D. Evaluasi Keperawatan

Merupakan tahap terakhir dalam proses keperawatan. Evaluasi merupakan tindakan elektual
untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnose keperawatan,
rencana tindakan, dan penatalaksanaannya sudah berhasil dicapai. Hasil dari evaluasi dibagi
menjadi 3 yaitu masalah teratasi, masalah teratasi sebagian, dan masalah belum teratasi.
DAFTAR PUSTAKA

Arifianto, Aji Seto.2014. Klasifikasi Stroke Brdasarkan Kelainan Patologis Dengan Learning
Vector Quantization. Jurnal EECCIS.8 (2)
Davis S, Lees K, Donnan G. Treating the acute stroke patient as an emergency: current
practices and future opportunities. International journal of clinical practice. 2006
Apr;60(4):399-407.
L.F, Nasution. 2013. Stroke Non Hemoragik Pada Laki-Laki Usia 65 Th.1 (3). 1-9

Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan.


        Jakarta: Salemba Medika
Malani PN. Harrison’s principles of internal medicine. JAMA. 2012 Nov 7;308(17):1813-4.
Permatasari,Nia. 2020. Perbandingan Stroke Non Hemoragik Dengan Gangguan Motoric
Pasien Memiliki Faktr Resiko Diabetes Melitus Dan Hipertensi. Jurnal Ilmiah Kesehatan.11
(1). 298-304.
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.(Ed.1). 2018. Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia. Jakarta. Dewan PPNI Pusat Jakarta
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.(Ed.1). 2018. Standar Diganosis Keperawatan
Indonesia. Jakarta. Dewan PPNI Pusat Jakarta
Permana, Rangga Krisna. 2022. Penatalaksanakan Stroke. Article formh
ttps://alomedika.com/penyakit/neurologi/stroke/penatalaksanakan diakses 03 Juli 2022 jam
19.57
Uropean Stroke Organisation (ESO) Executive Committee, ESO Writing Committee.
Guidelines for management of ischaemic stroke and transient ischaemic attack 2016.
World Health Organization. Sixty-Fith World Health Assembly. 2012.

Anda mungkin juga menyukai