Anda di halaman 1dari 17

POLA PENGGUNAAN OBAT-OBATAN PADA PASIEN SIROSIS HATI

RAWAT INAP RSUD DR. SOEDARSO PONTIANAK


Rezki Putri Triananda, M. Akib Yuswar, Robiyanto
Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran, Universitas Tanjungpura, Pontianak,
Indonesia
Abstrak
Sirosis hati adalah suatu penyakit hati menahun difus yang merupakan stadium
akhir penyakit hati kronis. Pengobatan yang tepat pada pasien sirosis sangat diperlukan
untuk menjamin kualitas hidup penderita. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
jenis obat-obatan yang diberikan dan mengetahui ketepatan penggunaan obat-obatan
pada pasien sirosis hati rawat inap di RSUD dr. Soedarso Pontianak. Penelitian ini
merupakan penelitian non-eksperimental menggunakan metode observasional dengan
rancangan penelitian secara potong lintang (cross sectional) yang bersifat deskriptif.
Pengumpulan data dilakukan secara retrospektif berdasarkan rekam medis pasien
selama bulan Januari sampai dengan Desember 2017. Sampel yang digunakan pada
penelitian ini yaitu sebanyak 36 pasien yang memenuhi kriteria inklusi. Hasil penelitian
menunjukkan obat-obatan yang digunakan pada pasien sirosis hati adalah obat diuretik
20,16%, hepatoprotektor 13,02%, antibiotik 12,18% multivitamin dan mineral 9,24%,
beta bloker 4,20%, antiamuba 1,68%, antivirus 1,68%, dan kolagogum 0,84%.

Kata Kunci : Obat, Sirosis, RSUD dr.Soedarso

Abstract
Liver cirrhosis is a diffuse chronic liver disease which is the final stage of
chronic liver disease. Proper treatment of cirrhosis patients is needed to ensure the
quality of life of patients. This study aims to determine the type of drugs given and to
determine the accuracy of drug use in patients with hepatic cirrhosis inpatient care at
RSUD dr. Soedarso Pontianak. This research is non-experimental research using an
observational method with a descriptive cross-sectional research design. Data
collection is conducted retrospectively based on the patients medical record from
January to December 2017. The sample used in this study was 36 patients who met the
inclusion criteria. The results showed the drugs used in patients with liver cirrhosis
were diuretic drugs 20.16%, hepatoprotector 13.02%, antibiotics 12.18%
multivitamins and minerals 9.24%, beta blockers 4.20%, antiamuba 1.68%, antiviral
1.68%, and kolagogum 0,84%.

Keywords: Drug, cirrhosis, RSUD dr. Soedarso


PENDAHULUAN
Sirosis hati adalah suatu penyakit hati menahun yang ditandai adanya
pembentukan jaringan ikat dan nodul. Sirosis hati membawa risiko komplikasi,
sebagian karena sejumlah komorbiditas.(1) Sirosis hati merupakan penyebab angka
kematian urutan keenam dunia. Berdasarkan Riskesdas tahun 2013, diperkirakan
diantara 100 orang Indonesia 10 diantaranya telah terinfeksi Hepatitis B atau C.
Diperkirakan 28 juta penduduk Indonesia yang terinfeksi hepatitis B dan C, 14 juta
diantaranya berpotensi menjadi kronis, dan dari yang kronis tersebut 1,4 juta
berpotensi untuk menderita kanker hati.(2) Data prevalensi pasien sirosis hati di
Kalimantan Barat belum ada, namun jumlah kasus sirosis hati di Kalimantan Barat
diperkirakan cukup tinggi mengingat Kalimantan Barat merupakan daerah endemis
hepatitis. Komplikasi yang sering terjadi pada pasien sirosis hati adalah asites
sebesar 50% dari seluruh penderita sirosis dan harus melakukan perawatan rawat
inap di rumah sakit, komplikasi lainnya ialah perdarahan ensefalopati dan varises
perdarahan.(3)

METODOLOGI
Penelitian ini menggunakan metode observasional dengan rancangan
penelitian yang digunakan adalah studi potong lintang (cross sectional) yang
bersifat deskriptif. Pengumpulan data bersifat retrospektif berupa data sekunder
(rekam medik) meliputi data karakteristik pasien dan data pengobatan pada pasien
sirosis hati rawat inap di RSUD dr. Soedarso Pontianak. Sampel yang digunakan
dalam penelitian ini adalah pasien sirosis hati yang ada di RSUD dr. Soedarso
Pontianak yang memenuhi kriteria inklusi pada periode Januari-Desember tahun
2017.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Penelitian ini telah lolos kaji etik dengan No. 665/UN22.9/DL/2019. Kaji
etik penelitian penting dilakukan untuk menjamin penelitian ini kedepannya jika
terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan. Metode yang digunakan adalah metode
observasional dengan rancangan penelitian secara potong lintang yang bersifat
deskriptif. Pengumpulan data dilakukan secara retrospektif berdasarkan rekam
medis pasien selama bulan Januari sampai dengan Desember 2017. Berdasarkan
data rekam medis pasien di Rumah Sakit Umum Daerah dr.Soedarso Pontianak
tahun 2017, terdapat sebanyak 45 pasien yang terdiagnosa sirosis hati. Namun data
rekam medis pasien yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak 36 pasien.

Karakteristik Subjek Penelitian


Adapun karakteristik subjek penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Jenis Kelamin dan Usia Pasien Sirosis (N=36)
No Karakteristik Jumlah Persentase
(N=36) (%)
1. Jenis Kelamin
a. Laki-laki 26 72,22
b. Perempuan 10 27,78
2. Usia (tahun)
a. 26-45 7 19,44
b. 45-55 11 30,55
c. 56-65 15 41,66
d. >65 3 8,33

Karakteristik Berdasarkan Jenis Kelamin


Berdasarkan hasil penelitian bahwa dari 36 pasien sirosis hati rawat inap di
RSUD dr.Soedarso Pontianak tahun 2017 jumlah pasien dengan jenis kelamin laki-
laki sebanyak sedangkan pada pasien perempuan sebanyak . Hal ini dikarenakan
laki-laki mempunyai lingkungan sosial dan gaya hidup yang berbeda dari
perempuan, laki-laki memiliki peluang lebih besar untuk berkontak dengan virus
hepatitis dan mengkonsumsi alkohol. Disisi lain, perempuan sebelum memasuki
masa menopause bisa menghasilkan antibodi terhadap antigen Hepatitis B Virus
permukaan dan Hepatitis B early Antigen pada jumlah yang lebih tinggi daripada
laki-laki.
Karakteristik Berdasarkan Usia
Tabel 2 menunjukkan bahwa pasien sirosis hati usia masa lansia akhir (56-
65 tahun) memiliki proporsi tertinggi yaitu berjumlah 15 pasien (41,66%).
Berdasarkan penelitian yang dilakukkan Patasik(4) proporsi tertinggi pasien sirosis
adalah kelompok umur 50-59 tahun yang berjumlah 16 pasien (31,4%). Hal ini tidak
berbeda jauh dengan penelitian yang dilakukan oleh Simamora(5) di RSUD dr.
Soedarso Pontianak pasien sirosis paling sering pada kelompok usia 50-59 tahun.
Semakin meningkatnya usia menyebabkan semakin meningkatnya penurunan
fungsi organ tubuh sehingga tubuh tidak dapat berkerja secara maksimal serta dapat
mempengaruhi organ lain dan memicu komplikasi.(6)

Penyebab Sirosis
Tabel 3. Penyebab Sirosis Hati

Penyebab Jumlah Persentase


(N=36) (%)
Hepatitis B 25 69,44
Hepatitis C 6 16,67
Tidak diketahui 5 13,89

Tampak pada Tabel 2 bahwa penyebab sirosis hati lebih banyak disebabkan
oleh virus hepatitis B (69,44%) dibandingkan virus hepatitis C (16,67%) dan tidak
diketahui (13,89%). Penelitian Lamtota(7) menyimpulkan hal yang sama bahwa
penyebab sirosis hati disebabkan oleh hepatitis B sebanyak 57,8%, begitu juga
halnya, hasil penelitian Marselina(8) menyimpulkan penyebab sirosis hati adalah
hepatitis B sebanyak 60,7%. Beberapa hasi penelitian tersebut menunjukkan
penyebab sirosis hati berkisar 50%. Penyebab sirosis hati di Indonesia disebabkan
oleh hepatitis B dan C. Persentase sirosis hati yang disebabkan oleh hepatitis B 40-
50% dan hepatitis C sebanyak 30-40%.
Data Laboratorium Pasien Sirosis
Tabel 4. Hasil Data Laboratorium Pasien Sirosis
No Jenis Pengukuran Nilai Rata-rata
Laboratorium Rujukan X ± SD
1. SGPT/ALT (U/L) (N=26) 0-50 24,68
2. SGOT/AST (U/L) (N=24) 0-50 173,61
3. Bilirubin Total (mg/dL) (N=10) <1,4 5,76
4. Albumin (g/dL) (N=15) 3,5-5,0 0,81
5. Kreatinin (mg/dL) (N=20) 0,7-1,3 8,96
6. Ureum (mg/dL) (N=14) 8-20 76,20
Keterangan : N= Menyatakan jumlah pasien yang memiliki data laboratorium

SGPT atau juga dinamakan ALT merupakan enzim yang banyak ditemukan
pada sel hati serta efektif untuk mendiagnosis destruksi hepatoseluler. Sedangkan
SGOT atau juga dinamakan AST merupakan enzim yang dijumpai dalam otot
jantung dan hati, sementara dalam konsentrasi sedang dijumpai pada otot rangka,
ginjal dan pankreas. Rata-rata nilai SGPT pada pasien yaitu 66,21U/L dan rata-rata
kadar SGOT sebesar 133,36U/L. Peningkatan kadar enzim SGOT/SGPT 5-15 kali
dari nilai normal yang terjadi pada pasien dapat disebabkan oleh beberapa kondisi
yang terkait dengan cedera hepatoselular. Penelitian ini mendapatkan kadar
albumin rata-rata pada pasien hati adalah dengan kadar kurang dari 3,0 g/dL yaitu
2,6 g/dL. Kadar albumin pada prehepatik akan meningkat dikarenakan
penghancuran sel darah merah berlebihan. Pada sirosis hati akan dijumpai
rendahnya produksi albumin. Pada sirosis hati juga akan dijumpai peningkatan
produksi bilirubin.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada pasien sirosis nilai rata-rata
kadar kreatinin yaitu 3,59 mg/dL. Pada pasien sirosis hati kadar kreatinin biasanya
akan rendah karena kreatinin merupakan hasil metabolisme keratin pada otot,
sehingga nilai kreatinin dipengaruhi oleh massa otot, dan pada pasien sirosis hati
sering terjadi penurunan masa otot, akan tetapi jika nilai kreatinin serum yang
meningkat di atas normal menandakan adanya gangguan fungsi ginjal pada pasien
sirosis. Kadar kreatinin pada pasien sirosis hati dapat normal, meskipun
pembentukan kreatinin berkurang, hal tersebut terjadi jika laju filtrasi glomerulus
sangat rendah. Kadar ureum pada pasien mengalami peningkatan 3 kali dari nilai
normal yaitu 47,16 mg/dl.

Komplikasi Pasien Sirosis


Tabel 5. Komplikasi Pasien Sirosis
Banyaknya Komplikasi Jumlah Persentase
(N=36) (%)
Tidak ada komplikasi 5 13,89
1 Komplikasi
- Asites 15 41,67
- Varises Esofagus 7 19,44
- Hipertensi portal 4 11,11
- Spontaneous Bacterial Peritonitis 2 13,89
2 Komplikasi
- Asites + Varises esophagus 1 2,78
- Hipertensi portal + Spontaneous Bacterial Peritonitis 1 2,78
- Asites + Melena 1 2,78

Tabel 5 menunjukkan komplikasi yang menyertai diagnosa utama pasien


sirosis hati di RSUD dr. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Lovena dan Imelda yang menyebutkan komplikasi yang terjadi pada sirosis hati
terbanyak adalah yaitu sebanyak 36,3% dan 88,7%. Tahap awal sirosis hati adalah
terjadinya perlemakan hati. Perlemakan hati disebabkan oleh alkoholik dan non
alkoholik. Setelah terjadi perlemakan hati terjadi peradangan dan bengkak. Sirosis
adalah suatu kondisi dimana hati mencoba memperbaiki dengan membentuk bekas
luka/parut kecil sehingga hati sulit melakukan fungsinya dengan baik karena
jaringan parut membatasi aliran darah ke hati.
Pola Penggunaan Obat

Distribusi Penggunaan Obat Spesifik Sirosis


35
13,02%
30

25
9,24%
20

15 N= 238

10

5 0,84 %
1,68%
0
Hepatoprotektor Multivitamin dan Antivirus Kolagogum
Mineral

Gambar 4. Distribusi Penggunaan Obat Pasien Sirosis Hati

Distribusi Penggunaan Obat Non Spesifik Sirosis

Antihistamin 0,42%
Antimigran 0,42%
Ekspektoran 0,42%
Antikoagulan 0,42%
Antianginal 0,42%
Laksatif 0,84%
Antiinflamasi 0,84%
Antibiotik 1,26%
Kortikosteroid 1,68%
Antiamuba 1,68%
Antifibrinolitik 2,10%
Antiemetik 3,36%
Beta Bloker 4,20%
Analgesik 4,26%
PPI 6,72%
Antibiotik 12,18%
Antiulkus 13,02%
Diuretik 20,16%

Gambar 5 Distribusi Penggunaan Obat Non Spesifik Pasien Sirosis


Gambar 4 menunjukkan distribusi penggunaan obat pada pasien sirosis
rawat inap di RSUD dr. Soedarso Pontianak. Sedangkan Gambar 5 menunjukkan
penggunaan obat non spesifik pada pasien sirosis hati, hasil menunjukkan proporsi
penggunaan obat non spesifik pada pasien sirosis yaitu diuretik (20,16%), antiulkus
(13,03%), antibiotik(12,18%), Proton Pump Inhibitor (6,72%), analgesic (4,26%),
beta bloker (4,20%), antiemetik (3,36%), antifibrinolitik (2,10%), antiamuba
(1,68%), kortikosteroid (1,68%), antiinflamasi (0,84%), laksatif (0,84%),
antianginal (0,42%), antikoagulan (0,42%), ekspektoran (0,48%), antimigran
(0,48%) dan antihistamin (0,42%). Dari 36 data rekam medis pasien diperoleh total
obat sebanyak 238 obat. Setiap pasien rata-rata mendapatkan 7 jenis obat.

Tabel 6. Pengobatan Pasien Sirosis Tanpa Komplikasi


Golongan dan Nama Obat Jumlah Persentase
(N=238) (%)
Hepatoprotektor
- Curcuma 21 8,82
- Stronger Neo Minophagen-C (SNMC) 5 2,11
- Aminofusin Hepar 2 0,84
- Hepa-Merz® (Silymarin) 2 0,84
- Hepamax® (Silymarin) 1 0,42
Multivitamin dan mineral
- Vitamin K 14 5,88
- Asam folat 3 1,26
- VIP albumin (Ophiocephalus striatus) 3 1,26
- Albuforce® (Ophiocephalus striatus) 1 0,84
- KSR 1 0,84
Kolagogum
- Urdafalk®(Ursodeoxycholic acid) 2 0,84
Antivirus
- Myhep® (Sofosbufir) 1 0,42
- Ribavirin 1 0,42
- Sebivo® (Telbivudin) 1 0,42
- Lamivudin 1 0,42
Tabel 5. Merupakan pengobatan yang diberikan pada pasien sirosis hati
tanpa komplikasi. Berdasarkan tabel pengobatan yang diberikan adalah golongan
obat heptik protektor dan kolagogum serta multivitamin dan mineral. Hepatik
protektor digunakan untuk memperlambat kerusakan sel hati. Obat hepatik
protektor yang digunakan pada pasien sirosis rawat inap di RSUD dr. Soedarso
Pontianak adalah curcuma (8,82%), Stronger Neo Minophagen-C (SNMC)
(2,11%), aminofusin hepar (0,84%), Hepa-Merz® (0,84%), Hepamax® (0,42%)
dan Urdafalk® (0,84%). Curcuma merupakan suplemen herbal untuk memelihara
kesehatan liver yang memiliki kandungan isinya temulawak. Menurut penelitian
yang dilakukan Marinda(9) Efek kurkumin sebagai antioksidan mampu mencegah
kerusakan sel hepar. Curcumin juga mampu meningkatkan gluthation S-transferase
(GST) dan mampu menghambat beberapa faktor proinflamasi, ekspresi gen dan
replikasi virus hepatitis B melalui down-regulation dari PGC-1α, sehingga
curcumin dapat dijadikan alternatif hepatoprotektor pada pasien hepatitis kronis.
Sedangkan Hepamax® (Silymarin) merupakan suplemen yang digunakan untuk
menjaga kesehatan fungsi hati, dan membantu untuk menormalkan kadar SGOT
dan SGPT di dalam hati. Penelitian Junaidi(10) Silymarin merupakan kandungan dari
obat Hepamax® yang memiliki khasiat dalam pengobatan pasien pada gangguan
hati terutama pada pasien faktor risiko alkoholik.
Urdafalk® (Ursodeoxycholic acid) digunakan sebagai hepatoprotektor
sekaligus imunomodulator adalah obat yang banyak digunakan dalam pengobatan
gangguan hati kolestatik.(11) Multivitamin dan mineral digunakan sebagai terapi
penunjang pada pasien hepatitis dan penyakit hati lainnya. Biasanya penyakit hati
menimbulkan gejala seperti malaise, lemah dan lain-lain sehingga pasien
memerlukan suplemen vitamin dan mineral. Penggunaan multivitamin dan mineral
pada pasien sirosis hati rawat inap di RSUD dr. Soedarso Pontianak yaitu vitamin
K (5,88%), asam folat (1,26%), VIP albumin (1,26%), albuforce® (0,84%), dan
KSR (0,84%). Pada penyakit hepar mengalami gangguan sintesis dari faktor-faktor
pembekuan darah sehingga menghasilkan waktu protrombin yang berkepanjangan.
VIP albumin digunakan untuk meningkatkan kadar albumin, albuforce® digunakan
sebagai terapi hipoalbumin dan KSR sebagai suplemen kalium untuk kondisi
hipokalemia.
Virus hepatitis merupakan penyebab dari sirosis hati, penyebab yang
ditemui pada pasien sirosis hati rawat inap di RSUD dr. Soedarso Pontianak adalah
virus hepatitis B dan hepatitis C. Tujuan dari terapi antivirus adalah untuk
menghentikan virus hepatitis terkait cedera hati, untuk memperbaiki disfungsi hati
dan mengurangi risiko kematian. Lamivudin dan telbivudin merupakan obat
antivirus yang efektif diberikan pada pasien penderita hepatitis B. Sedangkan
Kombinasi sofosbufir dan ribavirin dapat digunakan pada pasien dengan hepatitis
C.
Tabel 7. Pengobatan Sirosis Dengan Komplikasi
No Jenis Komplikasi Golongan dan Nama Obat Jumlah Persentase
(N=238) (%)
1. Asites Diuretik
- Furosemid 24 10,08
- Spironolakton 22 9,24
- Carpiaton®(Spironolakton) 2 0,84
2. Spontaneous Antibiotik
Bacterial Peritonitis - Sefotaksim 17 7,14
(SBP) - Seftriakson 6 2,52
- Sefiksim 1 0,42
- Sefazolin 1 0,42
- Siprofloksasin 1 0,42
- Neomisin 1 0,42
3. Hipertensi Portal Beta Bloker
dan Varises - Propranolol 10 4,20
Esofagus

Berdasarkan Tabel 7 pengobatan yang diberikan pada pasien dengan


komplikasi hipertensi portal dan varises esophagus adalah propranolol (4,20%).
Propranolol merupakan salah satu obat golongan β-bloker non selektif. Mekanisme
kerjanya yaitu dengan cara mengeblok baik reseptor β1 atau β2. Penggunaan
diuretik digunakan untuk mengurangi retensi cairan pada asites. Berdasarkan
penelitian obat diuretik yang digunakan ialah spironolakton (10,08%), furosemid
(9,24%), Carpiaton® (Spironolakton) (0,84%). Asites yang ada hubungannya
dengan sirosis hati dan hipertensi portal adalah salah satu contoh penimbunan
cairan di rongga peritoneum yang terjadi melalui mekanisme transudasi.
Penimbunan cairan asites merupakan suatu patofisiologis yang kompleks dengan
melibatkan berbagai faktor dan mekanisme pembentukannya.(14)
Spontan Bacterial Peritonitis (SBP) merupakan infeksi cairan peritoneal
pada pasien sirosis yang disebabkan oleh bakteri Escherichia coli atau Klebsiella
sp. Berdasarkan Tabel terapi antibiotik yang paling banyak digunakan pada pasien
sirosis dengan komplikasi SBP adalah antibiotik golongan sefalosforin generasi
ketiga yaitu sefotaksim (7,14%), seftriakson (2,52%), sefiksim (0,42%),
Siprofloksasin (0,42%), dan neomisin (0,42%). Sefalosporin menghambat sintesis
dinding sel bakteri dengan mekanisme serupa dengan penisilin.(12) Sefotaksim atau
seftriakson merupakan antibiotika pilihan pertama untuk pengobatan empiris pada
pasien sirosis dengan SBP atau infeksi bakteri lainnya.(13)

Tabel 8. Obat-Obatan Penunjang Pasien Sirosis Hati


Jenis Komorbid Golongan dan Nama Obat Jumlah Persentase
(N=238) (%)
Antiulkus
- Ranitidin 17 7,14
- Sukralfat 13 5,46
- Rebamipide 1 0,42
Proton Pump Inhibitor (PPI)
- Omeprazol 10 4,20
- Lansoprazol 4 1,68
- Panso®(Pantoprazol) 1 0,42
- Vomizole®(Pantoprazol) 1 0,42
Analgesik
- Ketorolak 6 2,52
- Sistenol 3 1,26
- Paracetamol 1 0,42
- Meloksikam 1 0,42
Antiemetik
- Ondancentron 7 2,94
- Domperidon 1 0,42
Antifibrinolitik
- Kalnex®(Tranexamic acid) 5 2,10
Antiamuba
- Metronidazol 4 1,68
Kortikosteroid
- Dexamethason 4 1,68
Diabetes Melitus Antidiabetik
- Glurenorm®(glikuidon) 1 0,42
- Glikuidon 1 0,42
- Novorapide®(Insulin 1 0,42
aspartate)
Anti Inflamasi Non Steroid (AINS)
- Tramadol 2 0,84
Laksatif
- Pralax®(Lactulose) 2 0,84
Jantung Antianginal
- ISDN 1 0,84
Antikoagulan
- Hepatin 1 0,84
Antimigran
- Vastigo®(Betahistin 1 0,84
mesilate)
Antihistamin
- Setirizin 1 0,84

Obat saluran pencernaan sering diberikan kepada pasien sirosis hati,


bertujuan untuk mencegah komplikasi pada pasien dengan varises lambung atau
perdarahan lambung. Obat tukak lambung yang sering diberikan seperti antasida,
simetidin, ranitidin, Proton Pump Inhibitor (PPI), metoklopramid, dan
ondansetron, efektif dalam menekan sekresi asam lambung, tetapi pada pasien
tertentu seperti pasien sirosis hati dapat menyebabkan penurunan metabolisme
presistemik, ketika obat masuk dalam saluran pencernaan, obat pecah terlebih
dahulu dan memberikan efek sebelum dimetabolisme di hati.(14)
Proton Pump Inhibitor (PPI) yang diberikan pada pasien seperti omeprazol
(4,20%), lanzoprazol (1,68%). PPI ini diberikan dengan tujuan untuk mencegah
komplikasi esophagus.(15) Selain PPI, untuk profilaksis stress ulcer dapat diberikan
antagonis reseptor H2 seperti ranitidin (7,14%). Sebanyak (5,46%) pasien juga
diberikan sukralfat. Terapi ini bertujuan untuk menyembuhkan ulkus esophagus.
Proton Pump Inhibitor (PPI) dan H2-Reseptor antagonists (H2RAs) yang paling
umum digunakan untuk penekanan sekresi asam lambung. Metronidazol (1,68%)
merupakan golongan nitroimidazol yang digunakan pada pasien sirosis. Obat ini
dimetabolisme di hepar dan dapat terakumulasi pada pasien dengan gangguan
hepar. Antifibrinolitik seperti Kalnex® (traneksamat acid) juga diberikan pada
pasien (0,42%). Asam traneksamat dapat mengurangi perdarahan saluran cerna atas
dan menstabilkan pasien sebelum perawatan endoskopik.(16)

PENUTUP
Kesimpulan
Obat yang digunakan pada pasien sirosis hati rawat inap di RSUD dr.
Soedarso Pontianak adalah diuretik (20,16%), hepatik protektor (13,02%)
antibiotik (12,18%) multivitamin dan mineral (9,24%), beta bloker (4,20%),
antiamuba (1,68%), antivirus (1,68%), dan kolagogum (0,84%).

DAFTAR PUSTAKA

1. Grattagliano I, Ubaldi E, Bonfrate L and Portincasa P. Management of liver


cirrhosis between primary care and specialists. National Center for
Biothecnology Information; World J Gastroenterol. 2011. 17(18): 2273–
2282
2. Balitbang Kemenkes RI. Riset Kesehatan Dasar. RISKESDAS. Jakarta:
Balitbang Kemenkes RI; 2013.
3. Runyon BA; AASLD Practice Guidelines Committee. Management of adult
patients with ascites due to cirrhosis: an update. Hepatology. 2009.
49(6):2087-2107.
4. Patasik Y, Waleleng BJ, Wantania F. Profil Pasien Sirosis Hati yang Di
Rawat Inap Di RSUP Prof. Dr. Kandou Manado Periode Agustus 2012 –
Agustus 2014. Jurnal e-Clinic (eCl): 2015; 3(1)
5. Simamora, C. T. Hubungan Komplikasi, Skor Child-Turcotte dan Usia
Lanjut Sebagai Faktor Resiko Kematian Pada Pasien Sirosis Hati di RSUD
Dr. Soedarso Pontianak. Pontianak; 2013.
6. Cahaya N, Safitri A R, Mutia. Evaluasi Obat-Obatan Berpotensi
Hepatotoksik Pada Pasien Denggan Gangguan Fungsi Hepar Di Ruang
Rawat Inap Ulin Banjarmasin. Jurnal Pharmascience. 2014; 1 (2): 16-26.
7. Lamtota I. Profil pasien sirosis hati yang dirawat inap di RSUP Haji Adam
Malik Medan [serial online] 2014 (diunduh 5 Mei 2015). Tersedia dari:
URL: HYPERLINK http://repository.usu.ac.id/ handle/123456789/40085
8. Marinda FD. Hepatoprotective effect of curcumin in chronic hepatitis.
Jurnal Majority. 2014; 3(7):52-56.
9. G. Soriano, ´O. Esparcia, M. Montemayor. Bacterial DNA in the diagnosis
of spontaneous bacterial peritonitis. Alimentary Pharmacology and
Therapeutics. 2011; 33(2).
10. Marti-Carvajal, A.J., & Solà, I. 2015. Vitamin K for upper gastrointestinal
bleeding in people with acute or chronic liver diseases ( Review ). Cochrane
Library, (6), 1-18.
11. Brunton, L. 2011. Goodman & Gillman’s The Pharmacological Basis of
Therapeutics, 12th Ed. The McGraw-Hills Companies, Inc.
12. Ather, C. A. A., Chaudhary, S., Khan, I. M. 2014. Comparison of
Intravenous Ciprofloxacin and Ceftriaxone in the Management of
Spontaneous Bacterial Peritonitis in Cirrhosis of Liver at Mayo Hospital,
Lahore. P J M H S, 8(1), 83 -8
13. Dancygier, H. 2014. Spontaneous bacterial peritonitis. In: Ahmad, J.,
Friedman, S.L., & Dancygier, H. Mount Sinai Expert Guides Hepatology.
UK: John Wiley & Sons, Ltd, 227-234
14. Lodato, F., Azzaroli, F., Girolamo, M. Di, Feletti, V., Cecinato, P., Lisotti,
A., Festi, D., Roda, E., & Mazzella, G. 2008. Proton pump inhibitors in
cirrhosis: Tradition or evidence based practice?. World Journal of
Gastroenterology, 14(19), 2980–2985.
15. Zeng, Y., Ye, Y., Liang, D., Guo, C., & Li, L. (2015). Meta-analysis of the
efficacy of lansoprazole and omeprazole for the treatment of H. pylori-
associated duodenal ulcer. International Journal of Physiology
Pathophysiology Pharmacology, 7(3), 158–164.
16. Gluud, L. L., Klingenberg, S. L., & Langholz, S. E. 2008. Systematic
review: tranexamic acid for upper gastrointestinal bleeding. Alimentary
Pharmacology & Therapeutics, 27, 752–758.

Anda mungkin juga menyukai