Anda di halaman 1dari 7

Tugas: Pengelolaan Pajak Pemerintah Daerah

Oleh: Said Saleh Salihi, S.E, MSA., Ak., CA

RINGKASAN MATERI

“PAJAK ROKOK”

Disusun Oleh:

NAMA : LUFIANA

NPM : 19320040

FAKULTAS EKONOMI

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

UNIVERSITAS DAYANU IKHSANUDDIN

BAUBAU

2021/2022
PEMBAHASAN

PAJAK ROKOK

Pajak Rokok adalah pungutan atas cukai rokok yang dipungut oleh
pemerintah. Secara efektif pemberlakuan pajak rokok ini baru akan diterapkan
pada tahun 2014. Dasar Pengenaan Pajak rokok adalah cukai rokok dan besarnya
tarif ditetapkan sebesar 10 persen dari cukai rokok. Pajak rokok masuk dalam
kategori pajak provinsi yang menjadi penyempurna kebijakan dan peraturan pajak
daerah dalam bentuk perluasaan objek pajak daerah. Artinya, pajak rokok ini
nantinya akan menjadi sumber pendapatan asli daerah (PAD). Meskipun demikian
pemerintah provinsi diharuskan membagi penerimaan dari Pajak Rokok ini
dengan pemerintah kabupaten/kota dengan porsi sebesar 70 persen untuk
kabupaten/kota sisanya sebesar 30 persen diperuntukkan bagi pemerintah
provinsi. Terdapat alokasi paling sedikit 50 persen dari hasil penarikan pajak
rokok, dipakai untuk mendanai fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat dan
penegakan hukum. Di bidang kesehatan keputusan ini diambil sebagai langkah
pengimbangan antara konsumsi rokok dengan kesehatan masyarakat. Dan di
bidang penegakan hukum terkait permasalahan rokok illegal.

Seperti halnya dengan pajak provinsi lainnya, penerimaan pajak rokok


juga harus minimal 50% digunakan untuk mendanai pelayanan kesehatan
masyarakat dan penegakan hukum oleh aparat yang berwenang. Kegiatan yang
terkait pelayanan kesehatan masyarakat antara lain pembangunan pengadaan dan
pemeliharaan sarana dan prasarana unit pelayanan memasyarakatkan bahaya
merokok, dan iklan layanan masyarakat mengenai bahaya Penda yang dapat
dikerjasamakan dengan pihak/instansi lain, antara lain, pemberantasan
dibagihasilkan kepada kabupaten/kota, yakni 30% untuk provinsi dan 70% untuk
kabupaten/kota. Penerimaan pajak rokok, baik bagian provinsi maupun bagian
kahv/kota, kesehatan, penyediaan sarana umum yang memadai bagi perokok
(smoking area), kegiatan merokok. Sementara kegiatan yang terkait penegakan
hukum sesuai dengan kewenangan peredaran rokok illegal, dan penegakan aturan
mengenai larangan merokok sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

A. Subjek Pajak Rokok

Pada Pajak Rokok yang menjadi subjek pajak adalah konsumen rokok.
Sedangkan yang menjadi wajib pajak adalah pengusaha pabrik rokok/produsen
dan importer rokok yang memiliki izin berupa Nomor Pokok Pengusaha Barang
Kena Cukai Pajak Rokok dipungut oleh instansi pemerintah pusat yang
berwenang memungut cukai bersamaan dengan pemungutan cukai rokok. Pajak
Rokok yang dipungut oleh instansi pemerintah pusat, disetor ke rekening kas
umum daerah provinsi secara proporsional berdasarkan jumlah penduduk.

Dalam menjalankan kewajiban perpajakannya wajib pajak dapat diwakili


oleh pihak tertentu yang diperkenankan oleh Undang-Undang dan Peraturan
Daerah tentang Pajak Rokok. Wakil wajib pajak bertanggung jawab secara pribadi
dan atau secara tanggung renteng atas pembayaran pajak terutang. Selain itu,
wajib pajak dapat menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk
menjalankan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya

B. Objek Pajak

Objek Pajak Rokok adalah konsumsi rokok. Yang dimaksud dengan rokok
meliputi sigaret, cerutu, dan rokok daun :

1. Sigaret adalah hasil tembakau yang dibuat dari tembakau rajangan yang
dibalut dengan cara dilanting untuk dipakai, tanpa mengindahkan bahan
pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya.
Sigaret terdiri atas sigaret kretek. sigaret putih, dan sigaret kelembak
kemenyan.
2. Cerutu adalah hasil tembakau yang dibuat dari lembaran-lembaran daun
tembakau duris atau tidak, dengan cara digulung, sedemikian rupa dengan
daun tembakau, untuk dipakai, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau
bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya.
3. Rokok daun adalah hasil tembakau yang dibuat dengan daun nipah, daun
jagung (klobot), atau sejenisnya, dengan cara dilanting, untuk dipakai,
tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang
digunakan dalam pembuatannya.
C. Bukan Objek Pajak Rokok

Berdasarkan ketentuan Undang Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang


Cukai sebagaimana diubah dengan Undang Undang Nomor 39 Tahun 2007 pasal,
cukai tidak dipungut atas barang kena cukai terhadap tembakau iris yang dibuat
dari tembakmi hasil tanaman Indonesia yang tidak dikemas untuk penjualan
eceran dengan bahan pengemas tradisional yang lazim dipergunakan, apabila
dalam pembuatannya tidak dicampur atau ditambah dengan tembakau yang
berasal dari luar negeri atau bahan lain yang lazim dipergunakan dalam
pembuatan hasil tembakau dan atau pada kemasannya ataupun tembakau irisnya
tidak dibububi merek dagang, etiket, atau yang sejenis itu. Selain itu, pasal 8 ayat
2 ditentukan bahwa cukai juga tidak dipungut atas barang kena cukai (termasuk
hasil tembakau) apabila :
a) Diangkut tenis atau diangkut lanjut dengan tujuan huar daerah pabean,
b) Dickspor;
c) Dimasukkan ke dalam pabrik atau tempat penyimpanan:
d) Digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong dalam pembuatan
barang hasil akhir yang merupakan barang kena cukai; atau
e) Telah musnah atau rusak sebelum dikeluarkan dari pabrik, tempat
penyimpanan atau sebelum diberikan persetujuan impor untuk dipakai.
D. Prosedur Penerimaan Bagi Hasil Pajak Rokok Secara Umum

E. Dasar Pengenaan Pajak Rokok

Dasar Pengenaan Pajak Rokok adalah cukai yang ditetapkan terhadap


rokok, dengan besaran tarif 10% (persen) dari cukai rokok. Pemanfaatan Pajak
Rokok minimal 50% (persen) untuk mendanai pelayanan kesehatan dan
penegakan hukum oleh aparat berwenang. Cukai adalah pungutan atau pajak yang
dikenakan oleh Negara terhadap barang-barang yang memiliki karakteristik dan
sifat tertentu, dimana penggunaannya telah diatur didalam undang-undang yang
ditetapkan oleh pemerintah. Pengertian cukai rokok berarti rokok dikenakan pajak
oleh pemerintah dengan tarif tertentu. Undang-undang mengenai pengenaan dan
ketetapan cukai telah diatur dalam undang-undang No. 11 Tahun 1995 diubah
dengan undang-undang No. 39 Tahun 2007 tentang cukai. Adapun barang yang
dikenai cukai oleh pemerintah memiliki karakteristik yaitu:

a. Jenis barang yang konsumsinya perlu dikendalikan secam khusus


penggunaannya didalam masyarakat luas.
b. Barang yang peredarannya didalam masyarakat perlu diawasi secara
khusus.
c. Barang yang didalam pemakaiannya dapat menimbulkan dampak negatif
masyarakat luas ataupun bagi lingkungan hidup sekitarnya.
d. Barang yang pemakaiannya perlu dilakukan pembebanan pungutan
Negara, dimana hal ini dimaksudkan untuk menciptakan keadilan dan
keseimbangan ditengah masyarakat luas. Adapun contoh barang yang
dikenai cukai, antara lain:
1. Etil alkohol atau etanol, dimana barang ini dikenai cukai dengan
tidak mengindahkan bahan baku atau bahan dasar yang digunakan
serta proses yang dilakukan dalam pembuatannya.
2. Berbagai macam hasil olahan tembakau, seperti sigaret, tembakau
iris, cerutu, rokok daun, dan hasil pengolahan tembakau lainnya.
3. Berbagai macam minuman yang mengandung etil alkohol dalam
kadar berapapun
F. Sistem Pemungutan Pajak Rokok

Pemungutan pajak rokok ini akan dilakukan oleh Direktorat Jenderal


(Dirjen) Bea dan Cukai kemudian, hasil pemungutan tersebut diserahkan oleh
DJBC dan selanjutnya akan dipungut pajaknya sesuai dengan tarif yang sudah
ditentukan yaitu 10% Hasil pemungutan (penerimaan) pajak rokok tersebut akan
ditampung sementara dalam rekening kas negara, untuk selanjutnya akan disetor
ke Rekening Kas Umum Daerah Provinsi sesuai proporsi jumlah penduduk
masing-masing provinsi. Penyetoran ke provinsi dilaksanakan secara triwulanan,
yakni pada bulan pertama triwulan berikutnya. Khusus untuk penyetorantriwulan
IV hanya mencakup penerimaan pajak rokok bulan Oktober dan Desember,
sedangkan penerimaan bulan Desember akan disetor ke provinsi setelah
ditetapkannya hasil audit Laporan Arus Kas Pemerintah oleh BPK. Ketentuan
mengenai pemungutan dan penyetoran pajak rokok telah diatur dalam Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 115/PMK.07/2013 tentang Tata Cara Pemungutan dan
Penyetoran Pajak Rokok. Pajak rokok memang dikategorikan sebagai pajak
provinsi atau pajak yang menjadi pendapatan provinsi. Walaupun begitu, pajak
rokok tersebut harus dibagi dengan pemerintah kabupaten/kota. Pajak Rokok ini
akan diterima oleh pemerintah kabupaten/kota sebesar 70% dan 30% akan
diperuntukkan bagi pemerintah provinsi. Sesuai Undang-undang Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah, penerimaan pajak rokok tersebut, baik yung bagian provinsi
maupun bagian kabupaten/kota, harus dialokasikan minimal 50% untuk mendanai
pelayanan kesehatan masyarakat dan penegakan hukum. Pajak rokok ini
sebenarnya dipungut oleh pemerintah daerah. Sebab, pajak rokok memang
menjadi pajak daerah provinsi. Namun, karena UU Nomor 28 Tahun 2009
mengamanatkan pemungutan pajak ini ke Bea begitu, ketika ini diterapkan maka
proses pemungutan pajak rokok tidak menimbulkan masalah Cukai, maka
Direktorat Jendral Bea Cukai (DJBC) mulai menyiapkan mekanismenya.

Saat ini Direktorat Jendral Bea Cukai (DJBC) sedang menyiapkan tata
cara dan mekanisme pemungutan pajak rokok ini. Salah satu alternatifnya adalah
pajak rokok dipungut bersamaan dengan pemungutan cukai. Jadi, ketika produsen
rokok membayar setoran cukai rokok, pada saat bersamaan mereka juga akan
membayar pajak rokok yang besarnya 10% dari mereka bayarkan tersebut.
Misalkan seorang produsen rokok menyetorkan cukai rokok sebesar Rp 100 juta.
Ia juga harus membayar tambahan pajak rokok sebesar Rp 10 juta. Jadi total yang
harus disetorkan oleh produsen rokok tersebut adalah Rp 110 juta. Pajak rokok
tersebut tentunya akan menjadi beban bagi produsen rokok Tetapi, ujung-
ujungnya nanti para produsen rokok pasti akan membebankan pajak tersebut lagi
ke konsumen dengan menaikkan harga jual rokok.

G. Jenis dan Besar Tarif Pajak Rokok

Tarif pajak rokok ditetapkan sebesar 10% dari cukai rokok. Undang-
Undang Nomor 28 Tahun 2009 pada penjelasan Pasal 29 menyatakan bahwa pada
saat diberlakukannya ketentuan mengenai Pajak Rokok, pengenaan Pajak Rokok
sebesar 10% (persen) dari cukai rokok diperhitungkan dalam penetapan tarif cukai
nasional (PMK No.147/PMK.010/2010). Adapun besar tarif cukai rokok, antara
lain:

Sebagai contoh pemerintah pusat menetapkan tariff cukai spesifik sebesar


Rp. 200,00/batang dan tarif advalorum (harga dasar) sebesar 40% dari Harga Jual
Eceran (HJE) yang ditetapkan pemerintah pusat. Dalam kasus ini besarnya dasar
pengenaan Pajak Rokok ditentukan sebagai berikut:

1) Apabila pemerintah pusat hanya mengenakan tarif spesifik, dasar


pengenaan pajak adalah Rp. 200,00/batang:
2) Apabila pemerintah pusat hanya mengenankan tarif advalorum. dasar
pengenaan pajak adalah 40 % x HJE: dan
3) Apabila pemerintah pusat mengenakan tariff spesifik dan tariff
advalarium, dasar pengenaan pajak adalah (Rp. 200,00/batang+ 40% HJE)
DAFTAR PUTSAKA

https://id.scribd.com/document/504854269/pdf-pajak-rokok

Anda mungkin juga menyukai