Anda di halaman 1dari 7

1

Pelaku Pemerkosaan Dibebaskan Hakim, Polisi


Tangkap Lagi dan Selidiki Ulang
Senin, 7 Oktober 2019 | 16:19 WIB

LHOKSEUMAWE, KOMPAS.com – Polres Aceh Utara memulai penyidikan ulang kasus


pemerkosaan dengan tersangka J (24), warga Kecamatan Baktiya, Kabupaten Aceh Utara,
Aceh.Kali ini, penyidik menggunakan rujukan qanun (peraturan daerah) tentang jinayah.Kepala
Satuan Reserse Kriminal Polres Aceh Utara AKP Adhitya menyebutkan, hakim dalam kasus
tersebut meminta agar disidik ulang menggunakan rujukan qanun, bukan Undang-undang
Perlindungan Anak.
“Maka penyidikannya diulang. Kasusnya tetap sama dengan tersangka J dan korbannya I (15),”
sebut AKP Adhitya, Minggu (6/10/2019).
Sementara itu, Kepala Kejaksaan Negeri Lhoksukon Rukhsal M Assegaf menyebutkan, setelah
penyidikan di polisi selesai, maka selanjutnya jaksa akan memproses penuntutan di Mahkamah
Syariah.
“Ke depan, akan kita koordinasi dengan Mahkamah Syariah dengan merujuk qanun,” kata
Rukhsal.
Sedangkan, Herliana, pengacara dari tersangka J menyatakan, hingga kini keluarga belum
menerima surat penahanan.
Adapun, J langsung ditangkap oleh polisi pasca dinyatakan bebas oleh hakim.
“Saya diskusi dulu dengan J. Senin nanti kita putuskan langkah hukumnya,” kata Herliana.
Sebelumnya diberitakan J ditangkap setelah baru satu menit keluar dari Rumah Tahanan Negara
(Rutan) Lhoksukon, Aceh Utara.Majelis hakim Pengadilan Negeri Lhoksukon, Aceh Utara,
menyatakan tidak berhak menyidangkan kasus itu, karena seharusnya dakwaan merujuk pada
qanun, bukan Undang-Undang Perlindungan Anak.Untuk itu, hakim memutuskan untuk
membebaskan terdakwa yang diduga melakukan pemerkosaan terhadap I (15) pada 14 Juni 2019
lalu di Kecamatan Baktiya, Kabupaten Aceh Utara.

Di unduh pada : Jumat,11 Oktober 2019 | 17.20 WIB


Sumbe : https://www.google.com/url?client=internal-uds-
cse&cx=018212539862037696382:xa61bkyvao&q=https://regional.kompas.com/read/
2019/10/07/16192711/pelaku-pemerkosaan-dibebaskan-hakim-polisi-tangkap-lagi-
danselidikiulang

1
2
Hakim yang Tangani Kasus Meliana Bantah Ikut
Terima Uang Suap
29 Agustus 2019
Jakarta, IDN Times - Wakil Ketua Pengadilan Negeri Medan, Wahyu Prasetyo Wibowo,
mengaku tidak ikut menerima uang suap dari pengusaha kaya Tamin Sukardi. Hal itu ia
sampaikan usai penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak menemukan bukti yang
cukup untuk menjeratnya dalam kasus penerimaan uang suap.
"Gak ada (penerimaan uang)," ujar Wahyu ketika ditemui di luar gedung KPK pada Rabu (29/8).
Ia menjelaskan malah ikut menyatakan Tamin bersalah dalam kasus penjualan aset negara
berupa tanah senilai Rp132,4 miliar.
"Lho, justru saya menyatakan ikut dihukum kok," kata dia lagi.
Sidang vonis Tamin digelar pada Senin (27/8) kemarin. Dalam sidang tersebut, dari tiga hakim
yang memimpin jalannya persidangan, ada satu yang menyatakan dissenting opinion atau
perbedaan pendapat. Hakim tersebut adalah Merry Purba yang kini ditahan oleh KPK.
Wahyu ikut terseret kasus suap terhadap hakim Pengadilan Negeri Medan, karena turut diboyong
ke Jakarta oleh penyidik lembaga antirasuah. Ia dan dua hakim lainnya turut menyidangkan
kasus korupsi Tamin. Warganet sempat menyatakan rasa syukur ketika mengetahui Wahyu ikut
diciduk oleh penyidik KPK. Pasalnya, dia merupakan hakim ketua yang menjatuhkan vonis 18
bulan terhadap Meliana dalam kasus penodaan agama Islam.
Lalu, siapkah Wahyu menanggung konsekuensi promosinya ditunda oleh Mahkamah Agung
sempat tersangkut kasus tersebut?
1. Vonis Tamin Sukardi jadi lebih ringan dari tuntutan jaksa karena pertimbangan majelis hakim
Hakim yang Tangani Kasus Meliana Bantah Ikut Terima Uang Suap(Pengusaha yang diamankan
oleh KPK Tamin Sukardi) ANTARA FOTO/Irsan Mulyadi.Menurut Wahyu, vonis Tamin
menjadi lebih ringan dari tuntutan jaksa, lantaran pertimbangan majelis hakim. Dalam sesi
sidang pada hari Senin kemarin, Tamin divonis 6 tahun penjara, denda Rp 500 juta dan
membayar uang pengganti Rp 132,4 miliar.
"Itu kan pertimbangan majelis," kata Wahyu malam ini.
Ia menegaskan tidak menerima uang suap dari Tamin yang totalnya mencapai SGD 280 ribu atau
setara Rp 2,9 miliar. Uang suap tersebut hanya diterima oleh rekannya Merry Purba.
2. Mahkamah Agung menunda promosi bagi Wahyu karena sempat diamankan oleh KPK
menunjukkan barang bukti uang suap.

2
Gara-gara sempat diamankan oleh penyidik KPK, promosi yang semula bisa dinikmati oleh
Wahyu terpaksa ditunda Mahkamah Agung. Hal itu disampaikan oleh Wakil Ketua Mahkamah
Agung Non Yudisial, Sunarto.
"Jelas (promosi) dipending, Jadi, ketua pengadilannya dipromosikan sebagai hakim di Denpasar
wakilnya di PN Serang," ujar Sunarto ketika memberikan keterangan pers di gedung KPK
malam ini. Proses promosi baru dilanjutkan usai KPK menyatakan Wahyu tidak terlibat dalam
kasus penerimaan uang suap tersebut.
"Kalau KPK (menyatakan) tersangka, maka langsung diberhentikan sementara. Tapi, kita harus
pakai asas praduga tak bersalah juga. Kami juga tidak akan melindungi aparatur kami (yang
bersalah)," kata dia lagi.
Lalu, apa tanggapan Wahyu soal promosinya yang ditunda?
"Ya, itu kewenangan pimpinanlah," tutur Wahyu.
3. Hakim Merry Purba membantah menerima uang suap dari pengusaha Tamin Sukardi
Hakim yang Tangani Kasus Meliana Bantah Ikut Terima Uang Suap(Tersangka Hakim Adhoc
Tipikor Pengadilan Negeri Medan, Merry Purba (tengah)) ANTARA FOTO/Reno
Esnir.Sementara, hakim Merry Purba yang kini ditahan selama 20 hari di rutan KPK cabang K-4,
mengaku tidak mengetahui soal uang suap yang diduga ia terima dari terdakwa Tamin Sukardi.
"Ya, saya gak tahu, saya gak ngerti soal penerimaan uang itu," kata Merry yang ditemui sebelum
masuk ke mobil tahanan pada Rabu (29/8).
Ia pun menepis adanya perbedaan pendapat yang disampaikan dalam pengambilan vonis karena
adanya uang suap dari Tamin.
"Itu (dorongan) dari saya pribadi)," katanya lagi.
Raut wajah Merry terlihat kusut seolah tidak menyangka ia akan ditangkap KPK karena diduga
menerima uang suap dari terdakwa yang ia sidangkan.
Di unduh pada : Jumat,11 Oktober 2019 | 17.35 WIB
Sumber : https://www-idntimes-com.cdn.ampproject.org/v/s/www.idntimes.com/news/
indonesia/amp/santi-dewi/hakim-yang-tangani-kasus-meliana-bantah-ikut-terima-uang-suap?

3
Hakim Sebut Menpora Tidak Peduli Uang Negara,
Penyimpangan di Kemenpora Banyak
Senin, 29 April 2019 23:29Reporter : Ya'cob Billiocta
Merdeka.com - Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bambang Hermanto
menyebut Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi tidak peduli penggunaan uang negara di
kementerian yang dipimpinnya.

3
"Saudara sama sekali tidak peduli dengan uang negara ini, uang sudah dibuang,
penyimpangannya banyak, lantas di mana letak kesalahan seperti ini?" tanya hakim Bambang di
pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (29/4).
"Setelah peristiwa ini, kami rapat internal semua deputi dan eselon II, kami undang untuk
melakukan evaluasi lebih lanjut dan BPK sudah memeriksa keuangan di Kemenpora," jawab
Imam Nahrawi.Ikhwal hakim Bambang menyampaikan hal tersebut, karena Imam belum juga
menjatuhkan sanksi internal kepada para pejabat dan pegawai Kemenpora yang menerima suap
dalam perkara ini.Ada tiga orang tersangka dari pihak Kemenpora dalam perkara ini yaitu Deputi
IV bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Kemenpora Mulyana, Deputi Bidang Peningkatan
Prestasi Olahraga Kemenpora Adhi Purnomo dan Staf Deputi IV Olahraga Prestasi Kemenpora
Eko Triyanta.
"Apa kesalahan mereka? Sejauh mana pemeriksan internal atas kesalahan Mulyana yang sesuai
disposisi saudara ditelaah dan dilaporkan?" tanya hakim Bambang.
"Kami belum melakukan itu," jawab Imam Nahrawi.
"Kenapa? Ini kan tanggung jawab saudara, kan paling tidak seharusnya dilakukan pemeriksaan?"
tanya hakim Bambang.
"Kami tugaskan inspektorat dan biro hukum terhadap hal ini untuk dievaluasi," jawab Imam.
"Sampai sekarang belum ada ya?" tanya hakim Bambang.
"Belum," jawab Imam.
"Apa tanggung jawab saudara terhadap anak buah?" tanya hakim Bambang.
"Rentang kendali sebagai Menteri panjang, dan saya sudah memberikan delegasi bila ditemukan
tidak sesuai verifikasi akan secara administrasi keuangan akan dilihat Inspektorat dan BPK,
kalau kegiatan bila tidak sesuai rancangan anggaran akan jadi evaluasi kami," jawab Imam.
"Saudara harusnya lebih tanggap untuk memeriksa, jangan dibiarkan saja begitu tapi hasilnya
kan belum ada," tegas hakim Bambang.

Imam bersaksi untuk terdakwa Sekretaris Jenderal (Sekjen) KONI Ending Fuad Hamidy yang
didakwa menyuap Deputi IV bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Kemenpora Mulyana dengan
satu unit mobil Fortuner, uang Rp 400 juta dan satu unit ponsel Samsung Galaxy Note 9 serta
Asisten Olahraga Prestasi pada Deputi Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Kemenpora Adhi
4
Purnomo dan Staf Deputi IV Olahraga Prestasi Kemenpora Eko Triyanta senilai Rp 215
juta.Suap itu diberikan agar Kemenpora mencairkan pertama, dana hibah tugas pelaksanaan
tugas pengawasan dan pendampingan program peningkatan prestasi Olahraga Nasional pada
multi event Asian Games ke-18 dan Asian Para Games ke-3 pada 2018 senilai Rp 30 miliar dan
kedua, dana pengawasan dan pendampingan seleksi calon atlet dan pelatih atlet berprestasi tahun
2018 sejumlah Rp 17,971 miliar. [cob]

Di unduh pada : Sabtu,12 Oktober 2019 | 18.01 WIB


Sumber : https://www.merdeka.com/peristiwa/hakim-sebut-menpora-tidak-peduli-uang-
negara-penyimpangan-di-kemenpora-banyak.html

4
Mantan Hakim Ini Beberkan Penyimpangan
yang Dilakukan KPK
Pebriansyah Ariefana | Bagus Santosa
Senin, 21 Agustus 2017 | 22:01 WIB

Ada dugaan penyalahgunaan wewenang maupun prosedur dalam hal penanganan kasus
korupsi di KPK.

Suara.com - Mantan Hakim Syarifuddin Umar membeberkan ada dugaan penyalahgunaan wewenang


maupun prosedur dalam hal penanganan kasus korupsi di KPK.
Dia menyampaikan itu dalam rapat dengar pendapat umum bersama Panitia Khusus Angket KPK, Senin
(21/8/2017).Pertama, kata dia, ada penyalahgunaan wewenang KPK terhadap dirinya yaitu merekayasa
percakapan suara dirinya di persidangan. Rekayasa ini diperdengarkan di persidangan dalam kasusnya.
"Bagaimana KPK merekayasa, memutar percakapan yang diperdengarkan oleh KPK menyatakan kami
akan memperdengarkan suara hakim Syarifuddin berbicara menyangkut permintaan uang. Namun saksi di
persidangan menyatakan setelah mendengar, bukan lagi 100 persen tapi 1000 persen itu bukan suara
hakim Syarifuddin," ujar Syarifuddin di Gedung DPR, Senin (21/8/2017).Kemudian dia juga
memperlihatkan gambar jalannya persidangan saat KPK memutar rekayasa penyadapan itu. Dia
mengeluh kepada Pansus Angket KPK mengenai tindakaan KPK yang ingin mengkriminalisasi dirinya.
Syarifuddin dijerat perkara suap, kemudian diadili setelah tertangkap tangan di kediamannya di Tanjung
Priok, Jakarta Utara pada 1 Juni 2011 karena diduga menerima suap Rp250 juta dari kurator PT

5
Skycamping Indonesia (PT SCI) Puguh Wirawan.Atas upaya ini, dia sempat melakukan praperadilan atas
proses penangkapannya. Namun, upaya itu tidak dimenangkan pengadilan.
"Saya melakukan gugatan perbuatan melawan hukum, di mana alat bukti yang saya gunakan adalah
produk sendiri KPK bahwa KPK telah melakukan penyalanggunaan jabatan dan wewenangnya," ujarnyan
Tak hanya itu, ia jua menceritakan bagaimana KPK tetap berupaya mengelabui eksekusi putusan
pengadilan terhadap gugatan praperadilan yang ia menangkan hingga tingkat Mahkamah Agung tersebut.
Yakni pada saat mengutus perwakilannya KPK menggunakan surat kuasa bukan peruntukannya.
"Pembodohan yang saya maksud manusia yang ditunjuk KPK untuk datang mewakili KPK menggunakan
surat kuasa, tetapi surat kuasa itu bukan untuk datang menyaksikan dan menyerahkan uang ganti rugi,
tetapi surat kuasa peninjauan kembali padahal negara sudah putus PK-nya, tdak. Upaya apalagi kecuali
rekayasa yang dilakukan KPK," katanya.
Pengadilan Tipikor Jakarta lalu menyatakan Syarifuddin terbukti bersalah secara sah dan meyakinkan
menerima suap dan diganjar hukuman empat tahun penjara serta denda Rp 150 juta subsidair empat bulan
kurungan.

Syarifuddin kemudian mengajukan Kasasi ke MA dan MA mengabulkan kasasinya atas penyitaan barang
bukti berupa uang Rp 100 juta yang dianggap tidak berkaitan dengan kasus suap yang menjerat
Syarifuddin.

Hari ini, Pengadilan Jakarta Selatan mengabulkan gugatan perdatanya terkait tindakan KPK yang
melakukan penyitaan maupun penggeledahan di luar barang bukti dianggap sebagai tindakan yang
melebihi kewenangan. KPK dituntut membayar ganti rugi sebesar Rp100juta. Putusan ini pun sudah
dieksekusi tadi siang

"Jadi manusia yang pertama mengalahkan KPK adalah saya, kalau Budi Gunawan mengalahkan KPK
dalam praperadilan, saya juga menggugat perbuatan melawan hukum. Saya bisa menang karena alat bukti
yang saya gunakan merupakan produk KPK sendiri untuk membuktikan bahwa KPK telah melakukan
penyalahgunaan jabatan dan kewenangan,"

Di unduh pada : Sabtu,12 Oktober 2019 | 18.09 WIB


Sumber : https://www.suara.com/news/2017/08/21/220100/mantan-hakim-ini-beberkan-
penyimpangan-yang-dilakukan-kpk

6
5
Ditemukan Puluhan Penyimpangan Praktik
Peradilan
Oleh : Tempo.co
Rabu, 29 September 2004 17:44 WIB
TEMPO Interaktif, Surabaya: Sebanyak 103 penyimpangan praktik peradilan ditemukan di
Surabaya, Malang dan Jember dari Juli-Agustus 2004 ini. Temuan ini diungkapkan tiga
lembaga yang melakukan monitoring atas praktik peradilan, yaitu JPPS (Jaringan Pematau
Peradilan Surabaya), JPPM (Jaringan Pemantau Peradilan Malang) dan MP3 (Masyarakat
Pemantau Penyimpangan Peradilan) Jember.Temuan hasil pengawasan ini, dibahas dalam
pelatihan advokasi "Menggalang Kekuatan untuk Proses Reformasi Peradilan" di Hotel Sahid
Surabaya, yang berlangsung sejak Minggu (26/9) hingga Rabu (29/9). Mantan Ketua YLBHI
Bambang Widjojanto menjadi pembicara dalam pelatihan yang digelar YPSDI (Yayasan
Pengembangan Sumber Daya Indonesia) dan Partnership for Government Reform in
Indonesia-UNDP ini.Ada beberapa kategori penyimpangan yang terjadi dalam praktik
peradilan, mulai dari penyimpangan administrasi dan keuangan, penyimpangan waktu,
penyimpangan penerapan hukum acara dan hukum materiil. Ditemukan juga penyimpangan
karena intervensi pihak lain yang mengakibatkan terjadinya praktik kolusi, korupsi dan
nepotisme. Jenis-jenis penyimpangan itu, misalnya, pemeriksaan hanya dilakukan oleh satu
orang hakim, terdakwa tidak didampingi penasihat hukum, dua orang saksi dipanggil dan
diperiksa bersamaan di hadapan hakim. Ditemukan pula, majelis hakim tidak lengkap, sidang
dibuka tanpa pembacaan keterangan sidang, dan panitera ketika dalam persidangan
berbincang-bincang dengan orang di luar persidangan.Sekretaris Eksekutif YPSDI, Yudi
Taqdir Burhan mengatakan, kondisi ini mencerminkan tidak pernah terselesaikannya korupsi di
lembaga peradilan. Karena itu, kata dia, perlu sebuah gerakan memantau peradilan. Gerakan
rakyat ini ditujukan untuk mengawasi jelannya peradilan."Kita perlu mendorong terjadinya
sistem penanganan perkara yang menjamin akses publik. Pengawasan ini bersifat transparan
dan bisa dipertanggungjawabkan. Selain itu, kita juga harus mendorong penegakan hukum
yang berasas cepat dan murah," katanya. Sunudyantoro - Tempo

Di unduh pada : Sabtu,12 Oktober 2019 | 18.14 WIB


Sumber : https://nasional.tempo.co/read/48732/ditemukan-puluhan-penyimpangan-
praktik-peradilan

Anda mungkin juga menyukai