Anda di halaman 1dari 34

MAKALAH

Kajian Teologi(Ilmu Kalam)

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah yang diampu oleh:

Sofyan Iddian,S.Pd.I.MA

Disusun Oleh:
1. Annisa 1207.19.2143
2. Elsa Aprian Deny 1207.19.2162
3. Alifia Kurun iin 1207.19.2139

SEMESTER 2

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI)
IBNU SINA BATAM
TAHUN 2019/2020
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena Rahmat


dan HidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini
dengan Baik yang berjudul “KAJIAN TEOLOGI (ILMU KALAM)”.

Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita


Nabi besar Muhammad SAW, yang telah membimbing umat dari jalan kegelapan
menuju jalan yang terang benderang yang diridhoi oleh Allah SWT, yaitu agama
Islam.

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas Mata kuliah “METODOLOGI


STUDI ISLAM”. Dalam makalah ini mengulas tentang pengertian pengertian ilmu
kalam,asal usul dan perkembangan ilmu kalam, aliran-aliran ilmu kalam,ruang
lingkup kalam, Metode dan Pendekatan dalam  Kajian Ilmu Kalam

Walaupun penulis sudah berupaya semaksimal mungkin, demi terselesainya


karya ilmiah ini, penulis tetap menyadari bahwa kemampuan penulis jauh dari
kesempurnaan, dan sudah pasti masih banyak kekurangannya. Sehingga kritik dan
saran yang sifatnya membangun semangat penulis yang sangat penulis harapkan.

Dan atas terselesaikannya penyusunan makalah ini, tak lupa penulis ucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr. Muhammad Juni Beddu, Lc., M.A selaku Ketua Sekolah Tinggi
Agama Islam IbnuSina Batam.
2. Bapak Sofyan Iddian,S.Pd.I.MA selaku dosen mata kuliah metodologi studi
islam yang telah membimbing dan mendidik penulis sehingga penulis menjadi
mahasiswa yang berilmu.

ii
3. Teman-teman seperjuangan yang telah membantu penulis dalam penulisan
makalah ini.

Semoga bimbingan dan bantuan serta dorongan yang diberikan mendapat


balasan dari Allah SWT. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Akhirnya,Semoga makalah sederhana ini dapat di fahami oleh semua orang


khususnya bagi para pembaca, Kami mohon maaf yang sebesar-besarnya jika terdapat
kata-kata yang kurang berkenan.

Batam, 01 April 2020

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ………………………………………………………………….i

KATA PENGANTAR...................................................................................................ii
DAFTAR ISI................................................................................................................iv
BAB I.............................................................................................................................1
PENDAHULUAN.........................................................................................................1
A. Latar Belakang....................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...............................................................................................2
C. Tujuan Penulisan................................................................................................2
BAB II...........................................................................................................................3
PEMBAHASAN............................................................................................................3
A. Pengertian Ilmu Kalam.......................................................................................3
B. Sejarah Timbulnya Ilmu Kalam.........................................................................6
C. Aliran-aliran Ilmu Kalam...................................................................................8
D. Ruang lingkup Ilmu Kalam..............................................................................20
E. Metode dan Pendekatan dalam  Kajian Ilmu Kalam........................................22
BAB III........................................................................................................................28
PENUTUP...................................................................................................................28
A. KESIMPULAN................................................................................................28
B. SARAN.............................................................................................................29
Daftar Pustaka..............................................................................................................30

iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam sejarah islam persoalan yang mengakibatkan perpecahan mula-mula


adalah perso’alan politik, memang aneh kedengarannya akan tetapi itulah faktanya.
Perso’alan politik itu lambat laun berubah menjadi perso’alan teologi atau persoalan
keyakinan dalam memahami suatu di dalam agama seperti hokum kafir, pelaku dosa
besar dan ketentuan Allah (Qodo dan Qodar).  Hal ini lah yang kemudian
mengakibatkan umat islam sampai saat ini tidak mampu untuk bersatu.
Ketika berbicara perbedaan maka akan kita akan jumpai di sepanjang
kehidupan manusia baik perbedaan dalam politik, ekonomi ataupun yang lainnya.
Karena masing-masing manusia memiliki sudut pandang yang berbeda-beda antara
satu dengan yang lainnya.
Kelompok–kelompok yang mulanya kecil perlahan-lahan menjadi kelompok
yang besar seiring dengan perkembangan islam itu sendiri sehingga golongan-
golongan tersebut tidak lagi hitungan satu ,dua tapi puluhan golongan yang
berkembang di umat islam , sehingga mau tidak mau umat islam harus menyadari dan
memahami semuanya sehingga kejadian masa lalu jangan sampai terulang kembali
tentunya kalau terjadi lagi maka jelas akan merugikan umat islam itu sendiri.

1
B. Rumusan Masalah

a. Apa yang dimaksud ilmu kalam?


b. Bagaimana Sejarah timbulnya Ilmu Kalam?
c. Apa saja Aliran-aliran Ilmu Kalam?
d. Apa saja ruang lingkup Ilmu kalam?
e. Bagaimana Metode dan Pendekatan Ilmu kalam?

C. Tujuan Penulisan

a. Agar dapat mengetahui pengertian Ilmu Kalam


b. Agar kita bisa mengerti sejarah Timbulnya Ilmu Kalam
c. Agar kita dapat mengetahui aliran-aliran ilmu kalam
d. Agar kita dapat mengetahui Ruang Lingkup Ilmu Kalam
e. Agar kita dapat mengetahui metode dan pendekatan Ilmu Kalam

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Ilmu Kalam

Ilmu kalam ialah ilmu yang membicarakan tentang wujud-nya Tuhan (Allah),
sifat-sifat yang mesti ada padanya, sifat-sifatyang tidak ada padanya dan sifat yang
mungkin ada pada-nya dan membicarakan tentang Rasul-rasul Tuhan, untuk
menetapkan kerasulannya dan mengetahui sifat-sifat yang mesti ada padanya, sifat-
sifat yang tidak mungkin ada padanya dan sifat-sifat yang mungkin ada padanya1.
Ada yang mengatakan bahwa ilmu kalam ialah yang membicarakan
bagaimana menetapkan kepercayaa-kepercayaan keagamaan (Agama Islam)dengan
bukti-bukti yakin2.
Adapun Ibnu Khaldun mendefinisikan Ilmu Kalam adalah ilmu yang berisi
alasan-alasan mempertahankan kepercayaan-kepercayaan iman dengan menggunakan
dalil-dalil fikiran dan berisi bantahan terhadap orang-orang yang menyeleweng dari
kepercayaan-kepercayaan aliran golongan Salaf dan Ahli Sunanah3.

1 Ahmad Hanafi, Theology Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1996)., hlm. 3


2 Sahilun A. Nasir, Pemikiran Kalam (Teologi Islam): Sejarah, Ajaran dan
Perkembangannya, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2012), hlm. 1-2.
3 Laily Mansur, Pemikiran Kalam Dalam Islam, (Jakarta: Pustaka Pirdaus, 1994)., hlm. 29.

3
Senada dengan diatas Sahilun menjelaskan definisi ilmu Kalam mengutip
pendapat Muhammad Abduh. Menurut Syaikh Muhammad Abduh (1849-1905) Ilmu
Tauhid juga disebut ilmu kalam, memberikan ta’rif sebagai berikut:
‫ا يجب أن‬JJ‫ه و م‬JJ‫ف ب‬JJ‫ و ما يجوز أن يوص‬,‫التوحيد علم يبحث فيه عن وجود هللا و ما يجب ان يثبت له من صفات‬
‫ع أن‬J‫ا يمتن‬J‫ب إليهم و م‬J‫وز أن ينس‬J‫ا يج‬J‫ و م‬,‫ه‬J‫وا علي‬J‫ا يجب أن يكون‬J‫ و عن الرسل إلثبات رسالتهم و م‬,‫ينفى عنه‬
.‫يلحق بهم‬
“ Tauhid ialah ilmu yang membahas tentang wujud Allah tentang sifat-sifat
yang wajib tetap bagi-nya, sifat-sifat yang jaiz disifatkan kepada-nya dan tentang
sifat-sifat yang sama sekali yang wajib ditiadakan (mustahil) daripada-nya. Juga
membahas tentang rasul-rasul allah untuk menetapkan kebenaran risalahnya, apa
yang wajib pada dirinya, hal-hal yang jaiz dihubungkan (dinisbatkan) pada diri
mereka dan hal-hal yang terlarang (mustahil) menghubungkannya kepada diri
mereka”.
Ilmu ini dinamakan Ilmu Kalam, karena :
a. Persoalan terpenting yang menjadi pembicaraab abad-abad permulaan Hijrah
ialah “firman Tuhan” (kalam Allah) dsn non-azaly-nya Qur’an (khalq al-qur’an).
b. Dasar ilmu kalam ialah dalil-dalil fikiran dan pengaruh dalil-dalil ini napak jelas
dalam pembicaraan-pembicaraan para Mutakalimin. Meraka jarang-jarang
kembali kepada dalil naqli (Qur’an dan Hadits), kecuali sesudah menetapkan
benarnya pokok persoalan lebih dahulu.
c. Karena cara pembuktian keprcayaan-kepercayaan agama menyerupai logika
dalam filsafat, maka pembuktian dalam soal-soal agama ini dinamai ilmu kalam
untuk membedakan dengan logika dalam filsafat.

4
Terdapat beberapa nama-Nama Lain dari Ilmu Kalam,yang sering digunakan
antara lain sebagai berikut :
1) Ilmu Tauhid
Ilmu kalam dinamakan ilmu tauhid, karena tujuannya ialah menetapkan
keesaan Allah dalam dzat dan perbuatan-Nya dalam menjadikan alam semesta
dan hanya Ialah yang menjadi tempat tujuan terakhir alam ini4.  “ Adapun tauhid
itu adalah bahwa Allah itu esa dalam Dzat-Nya, tidak terbagi-bagi. Esa dalam
sifat-sifat-Nya dan Esa dalam perbuatan-perbuatan-Nya, tidak ada sekutu bagi-
Nya5.”
2) Ilmu Akidah  
Sebab ilmu ini membahas tentang kepercayaan Islam. “Aqidah Islam ialah
hal-hal yang diyakini oleh orang-orang Islam, artinya mereka menetapkan
ataskebenarannya.”
3) Ushuluddin
Sebab Ilmu Ushuludin  membahas tenetang prinsip-prinsip agama Islam.
“Ilmu ushuludin ialah ilmu yang membahas padanya tentang prinsip-prinsip
kepercayaan agama dengan dalil-dalil yang qath’I (Al-Quran dan hadis
mutawatir, pen) dan dalil-dalil akal fikiran.”
4) Ilmu Theology
Sebab kedua istilah antara theology dan ilmu kalam sama, yaitu sekita:
a) Kepercayaan tentang Tuhan dengan segala segi-seginya, yang berarti
termasuk didalamnya soal-soal wujud-Nya, keesaan-Nya, sifat-sifat-Nya.
b) Pertalian-Nya dengan alam semesta, yang berarti termasuk didalamnya
persoalan terjadinya alam, keadilan dan kebijaksanaan Tuhan (qadha dan
qadar). Pengutusan Rasul-rasul juga termasukdidalam pertalian Tuhan dengan
manusia.

4 Taib Tahir Abdul Mu’in, Ilmu Kalam, (Jakarta: Widjaya, 1986)., hlm. 95.


5 Abudin Nata, Metotologi Studi Islam, (Jakarta: Rajawali Pres, 2011). Hlm. 270

5
B. Sejarah Timbulnya Ilmu Kalam

1. Sejarah Kemunculan Ilmu Kalam


Pertama kali ilmu kalam mulai dirintis oleh Abu hasim dan
diperkenalkan oleh Ibn Hasan bin Muhammad bin Hanafiah. Menurut Harun
Nasution, kemunculan persoalan kalam dipicu oleh persoalan politik yang
menyangkut peristiwa pembunuhan Ustman bin Affan yang berbuntut pada
penolakan Muawwiyah dan Ali bin Abi Thalib mengkristal menjadi Perang
Siffin yang berakhir dengan keputusan tahkim (arbitrase). Sikap Ali yang
menerima tipu muslihat Amr bin Al-Ash, utusan dari pihak Muawwiyah
dalam tahkim, sungguhpun dalam keadaan terpaksa, tidak disetujui oleh
sebagian tentaranya. Mereka berpendapat bahwa persoalan yang terjadi saat
itu tidak dapat diputuskan melalui tahkim.
Putusan hanya datang dari Allah dengan kembali kepada hukum-
hukum yang ada dalam Al-Quran. La Hukma Illa Lillah (tiada hukum selain
dari hukum Allah) atau La Hukma Illa Allah (tiada perantara selain Allah)
menjadi semboyan mereka. Mereka memandang Ali bin Abi Thalib telah
berbuat salah, sehingga mereka meninggalkan barisannya. Dalam Sejarah
Islam mereka terkenal dengan nama Khawarij, yaitu orang yang keluar dan
memisahkan diri6.

2. Latar Belakang Munculnya Ilmu Kalam

6 Abdul Rozak. Ilmu Kalam. (Bandung :Pustaka Setia. 2007)., hlm. 14

6
Ada dua latar belakang munculnya Ilmu kalam, yaitu dari dalam
(intern) dan dari luar (ekstern), diantaranya:
a) Dari Dalam (intern)
1) Qur’an sendiri disamping ajakannya kepada Tauhid dan mempercayai
kenabian dan hal-hal lain yang berhubungan dengan itu, meninggung
pula golongan-golongan dan Agama yang ada pada masa Nabi
Muhammad SAW yang mempunyai kepercayaan-kepercayaan yang
tidak benar. Qur’an tidak membenarkan kepercayaan mereka dan
membantah alasan-alasannya, yaitu :
a. golongan yang mengingkari Agama dan adanya Tuhan dan mereka
mengatakan bahwa yang menyebabkan kebinasaan dan kerusakan
hanyalah waktu saja.
b. golongan-golongan syirik, yang menyembah bintang, bulan,
matahari, yang memperTuhankan Nabi Isa dan ibunya, yang
menyembah berhala.
c. golongan yang tidak percaya keutusan Nabi dan kehidupan
kembali diakhirat nanti
d. golongan yang mengatakan bahwa semua yang terjadi didunia ini
adalah dari perbuatan Tuhan semuanya dengan tidak ada campur
tangan manusia (orang-orang munafiq)
2) Ketika kaum muslimin selesai membuka negeri baru untuk masuk
Islam, mereka mulai tentram dan tenang pikirannya, disamping
melimpah-limpahna rizki. Disinilah mulai mengemukakan persoalan
agama dan berusaha mempertemukan nas-nas agama yang
kelihatannya saling bertentangan.
3) Soal politik, Contohnya soal khilafah (pimpinan pemerintahan negara)
dengan terbunuhnya Ustman.

b) Dari Luar (ekstern)

7
1) Banyak diantara pemeluk Islam yang dulunya memeluk agama
Yahudi, dan setelah mereka masuk Islam mereka mengingat kembali
ajaran agamnya yang dulu dan dimasukkan didalam ajaran agama
Islam.
2) Golongan Islam yang dulu, terutama golongan Mu’tazilah yang
memusatkan perhatiannya untuk penyiaran Islam dan membantah
alasan-alasan mereka yang memusuhi Islam.
3) Sebagai kelanjutan dari sebab-sebab tersebut, para mutakallimin
hendak mengimbangilawan-lawannya yang menggunakan filsafat,
maka mereka terpaksa mempelajari logika dan filsafat, terutama segi
KeTuhanan7.

C. Aliran-aliran Ilmu Kalam


1. Al-Khawarij
Nama khawarij berasala dari kata kharaja yang berarti keluar. Kaum
khawarij terdiri atas pengikut-pengikut Ali ibn Abi Thalib yang meninggalkan
barisannya, karena tidak setuju dengan sikap Ali ibn Abi Thalib dalam
menerima arbitrase sebagai jalan untuk menyelesaikan persengketaan
tentang khalifah dengan Muawiyah ibn Abi Sufyan. Nama khawarij berasal
dari kata kharaja yang berarti keluar. Nama itu diberikan karena kepada
mereka, karena mereka keluar dari barisan Ali. Tetapi ada pula pendapat
yangmengatakan bahwa pemberian nama itu didasarkan atas ayat 100 dari surt
al-Nisa’. Mereka lebih bersifat demokratis, karena menurut mereka khalifah
atau imam harus dipilih secara bebas oleh seluruh umat islam8. 

Kaum khawarij pada umumnya terdiri dari orang-orang Arab badawi.


Hidup diapadang pasir yang serba tandus membuat mereka bersifat sederhana
7 Abudin Nata, Metotologi Studi Islam, (Jakarta: Rajawali Pres, 2011). Hlm. 281
8 Taib Tahir Abdul Mu’in, Ilmu Kalam, (Jakarta: Widjaya, 1986)., hlm. 95.

8
dalam cara hidup dan pemikiran, tetapi keras hati serta berani, dan bersikap
merdeka, tidak bergantung pada orang lain9.
Kaum khawarij terpecah belah menjadi golongan-golongan kecil.
Menurut al-Syahrastani, mereka terpecah menjadi delapan belas sub sekte,
dan menurut al-Baghdadi dua puluh sekte. Al-Asy’ari menyebut sub sekte-sub
sekte yang jumlahnya lebih besar lagi, yaitu sebagai berikut :
a. Al-Muhakkimah
Golongan Khawarij asli dan terdiri dari pengikut-pengikut Ali,
disebut golongan al-Muhakkimah. Bagi mereka Ali, Muawiyah, ke dua
pengantar Amr Ibn al-As dan Abu Musa al-Asy’ar dan semua orang yang
menyetujui arbitrase bersalah dan menjadi kafir. Orang yang
membenarkan tahkim adalah kafir10.
b. Al-Azariqah
Khalifah pertama yang mereka pilih ialah Nafi’ ibn  al-Azraq. Sub
sekte ini sikapnya lebih radikal dari al-Muhakkimah. Mereka tidak lagi
memakai term kafir, tetapi term musrik atau pholytheist. Dan di dalam
islam syirk atau polytheisme merupakan dosa yang terbesar, lebih besar
dari kufr. 
c. An-Najdat
Najdah ibn Amir al-Hanafi pemimpin dari golongan ini. Najdah,
berpendapat bahwa orang berdosa besar yang menjadi kafir dan kekal
dalam neraka hanyalah orang islam yang tak sefaham dengan
golongannya. Adapun pengikutnya jika mengerjakan dosa besar, akan
mendapat siksa, tetapi bukan dineraka, dan kemudian akan masuk
syurga.  Orang yang tidak termasuk dalam golongan mereka dinyatakan
bukan islam.

9 Laily Mansur, Pemikiran Kalam Dalam Islam, (Jakarta: Pustaka Pirdaus, 1994)., hlm. 29.
10 Abdul Rozak. Ilmu Kalam. (Bandung :Pustaka Setia. 2007)., hlm. 14

9
d. Al-Ajaridah, adalah pengikut dari Abd al-Karim ibn Ajrad yang menurut
al-Syahrastani merupakan salah satu teman dari ‘Atiah al-Hanafi.
e. Al-Sufriah: Dalam faham, mereka dekat sama dengan golongan al-
Azariqah dan oleh karena itu juga merupakan golongan yang ekstrem.
f. Al-Ibadiah. Golongan ini merupakan golongan yang paling moderat dari
seluruh golongan khawarij. Namanya diambil dari ‘Abdullah ibn Ibad,
yang pada tahun 686 M, memisahkan diri dari golongan al-Azariqah.
2. Murjiah
Sebagaimana halnya dengan kaum Khawarij, kaum Murji’ah pada
mulanya juga ditimbulkan oleh persoalan politik, tegasnya
persoalan khilafah yang membawa perpecahan dikalangan umat Islam setelah
‘Usman Ibn Affan mati terbunuh. Seperti telah dilihat kaum Khawarij, pada
mulanya adalah penyokong ‘Ali, tapi kemudian berbalik menjadi musuhnya.
Karena adanya perlawanan ini, penyokong-penyokong yang tetap setia
kepadanya bertambah keras dan kuat membelanya dan akhirnya mereka
merupakan satu golonganlain dalam Isalmyang dikenal dengan nama Syi’ah. 
Kata Murji’ah berasal dari Aarj’a yang mengandung arti memberi
pengharapan. Orang yang berpendapat bahwa orang Islam yang melakukan
dosa besar bukanlah kafir tetapi mukmin dan tidak akan kekal dalam neraka,
memang memberi pengharapan kepada yang berbuat dosa besar untuk
mendapat rahmat Allah. Oleh karena itu ada juga pendapat bahwa nama
Murji’ah diberikan kepada golongan ini, bukan karena mereka menunda
penentuan hokum terhadap orang Islam yang berbuat dosa besar kepada Allah
di hari perhitungan kelak dan bukan pula karena mereka memandang
perbuatan mengambil tempat kudian dari iman, tapi karena memberi
pengharapan bagi orang yang berbuat dosa besar untuk masuk surga.

Pada umumnya kaum Murji’ah dapat dibagi kedalam dua golongan


besar, golongan moderat dan golongan ekstrim.

10
Al-Baghadi Membagi aliran ini kepada 3 golongan besar yaitu : 
a. Golongan yang dipengaruhi oleh  paham qadariah, yang didukung oleh
Ghailan, Abi Syamar, dan lainnya.
b. Golongan yang dipengaruhi oleh Jabariah, sebagaimana yang dibawakan
oleh Jaham bin Safwan.
c. Gologan yang tidak dipengaruhi oleh faham jabariah dan Qadariah, dan
mereka ini terbagi kepada lima golongan yaitu Yunusiah, Ghassaniah,
Tsaubaniah, Thumaniah dan Marisiah.
Salah satu tokoh besar kaum Murji’ah adalah Abu Hanifah. Di dalam
hal ini Abu Hanifah memberi definisi iman sebagai berikut: iman adalah
pengetahuan dan pengakuan tentang Tuhan, tentang Rasul-Rasul-Nya dan
tentang segala apa yang datang dari Tuhan dalam keseluruhan dan tidak dalam
perincian, iman tidak mempunyai sifat bertambah atau berkurang, dan tidak
ada perbedaan antara manusia dalam hal iman.
Namun menurut al-Asy’ariyah sendiri iman ialah pengaukuan dalam
hati tentang keesaan Tuhan dan tentang kebenaran Rasul-Rasul serta segala
apa yang mereka bawa. Mengucapkan dengan lisan dan mengerjakan rukun-
rukun Islam merupakan cabang dari iman. Orang yang berdosa besar, jika
meninggalkan dunia tanpa taubat, nasibnya terletak di tangan Tuhan. Ada
kemungkinan Tuhan akan mengampuni dosa-dosanya, dan ada pula
kemungkinan Tuhan tidak akan mengampuni dosa-dosanya dan akan
menyiksanya sesuai dengan dosa-dosa yang dibuatnya dan kemudian baru ia
dimasukan ke dalam surga, karena tidak mungkin ia kekal tinggal dalam
neraka.

Ringkasnya menurut uraian di atas orang yang berdosa besar bukanlah


kafir, dan tidak kekal dalam neraka. Orang demikian adalah mukmin dan
akhirnya akan masuk surga.

11
Selanjutnya, sebagai kesimpulan dapat dikemukakan bahwa golongan
Murji’ah moderat, sebagai golongan yang berdiri sendiri telah hilang dalam
sejarah dan ajaran mereka mengenai iman, kufr dan dosa besar masuk ke
dalam aliran Ahli Sunnah dan Jama’ah. Adapun golongan Murji’ah ekstrim
juga telah hilang sebagai aliran yang berdiri sendiri, tetapi dalam praktek
masih terdapat sebagian umat Islam yang menjalankan ajaran-ajaran ekstrim
itu, mungkin dengan tidak sadar bahwa mereka sebenarnya dalam hal ini
mengikuti ajaran-ajaran golongan Murji’ah ekstrim.
3. Syi’ah
Syi’ah adalah golongan umat islam yang terlampau mengagungkan
keturunan-keturunan nabi. Mereka mendahulukan keturunan nabi untuk
menjadi khalifah. 
Syi’ah secara etimologi bahasa berarti pengikut, sekte dan golongan
seseorang. Adapun menurut terminologi syariat bermakna: Mereka yang
berkedok dengan slogan kecintaan kepada Ali bin Abi Thalib beserta anak
cucunya bahwasanya Ali bin Abi Thalib lebih utama dari seluruh shahabat
dan lebih berhak untuk memegang tampuk kepemimpinan kaum muslimin,
demikian pula anak cucu sepeninggal beliau. (Al-Fishal Fil Milali Wal Ahwa
Wan Nihal, 2/113, karya Ibnu Hazm). Sedang dalam istilah syara’, Syi’ah
adalah suatu aliran yang timbul sejak masa pemerintahan Utsman bin Affan
yang dipimpin oleh Abdullah bin Saba’ Al-Himyari11.

Abdullah bi Saba’ mengenalkan ajarannya secara terang-terangan dan


menggalang massa untuk memproklamasikan bahwa kepemimpinan (imamah)
sesudah Nabi Muhammad saw seharusnya jatuh ke tangan Ali bin Abi Thalib
karena suatu nash (teks) Nabi saw. Menurut Abdullah bin Saba’, Khalifah

11Sahilun A. Nasir, Pemikiran Kalam (Teologi Islam): Sejarah, Ajaran dan


Perkembangannya, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2012), hlm. 1-2

12
Abu Bakar, Umar dan Utsman telah mengambil alih kedudukan tersebut.
Dalam Majmu’ Fatawa, 4/435, Abdullah bi Shaba menampakkan sikap
ekstrem di dalam memuliakan Ali, dengan suatu slogan bahwa Ali yang
berhak menjadi imam (khalifah) dan ia adalah seorang yang ma’shum (terjaga
dari segala dosa) 12.
Keyakinan itu berkembang terus-menerus dari waktu ke waktu, sampai
kepada menuhankan Ali bin Abi Thalib. Berhubung hal itu suatu kebohongan,
maka diambil suatu tindakan oleh Ali bin Abi Thalib, yaitu mereka dibakar,
lalu sebagian dari mereka melarikan diri ke Madain.
Pada periode abad pertama Hijriah, aliran Syi’ah belum menjelma
menjadi aliran yang solid. Barulah pada abad kedua Hijriah, perkembangan
Syiah sangat pesat bahkan mulai menjadi mainstream tersendiri. Pada waktu-
waktu berikutnya, Syiah bahkan menjadi semacam keyakinan yang menjadi
trend di kalangan generasi muda Islam mengklaim menjadi tokoh
pembaharuan Islam, namun banyak dari pemikiran dan prinsip dasar
keyakinan ini yang tidak sejalan dengan Islam itu sendiri13.
4. Qadariyah dan jabariyah
Tuhan adalah pencipta alam semesta, termasuk manusia itu sendiri.
Selanjutnya Tuhan bersifat Mahakuasa dan mempunyai kehendak yang
bersifat mutlak. Dari sini timbulah pertanyaan sampai dimanakah manusia
sebagai ciptaan Tuhan, bergantung kepada kehendak dan kekuasan mutlak
Tuhan dalam menetukan perjalanan hidup? Diberi Tuhankah manusia
kemerdekaan dalam mengatur hidupnya? Ataukah manusia terikat sepenuhnya
pada kehendak dan kekuasaan mutlak Tuhan?
Qadariah berpendapat bahwa manusia mempunyai kemerdekaan dan
kebebasan dalam menentukan perjalanan hidupnya. Menurut faham qadariah

12 Abdul Rozak. Ilmu Kalam. (Bandung :Pustaka Setia. 2007)., hlm. 17


13Abudin Nata, Metotologi Studi Islam, (Jakarta: Rajawali Pres, 2011). Hlm. 288

13
manusia mempunyai kebebasan dan kekuatan sendiri untuk mewujudkan
perbuatan-perbuatannya. Dengan demikian, nama Qadariah berasal dari
pengertian bahwa manusia mempunyai Qudrah atau kekuatan untuk
melaksanakan kehendaknya, dan bukan berasal dari pengertian bahwa
manusia terpaksa tunduk pada qadar atau kadar tuhan (free will dan  fre
act). Kaum jabariyah berpendapat sebaliknya. Manusia tidak mempunyai
kemerdekaan dalam menentukan kehendak dan perbuatannya. Manusia dalam
faham ini terikat pada kehendak mutlak Tuhan. Jadi nama Jabariah berasal
dari kata jabara yang mengandung arti memaksa. Perbuatan-perbuatan
manusia telah ditentukan dari semula oleh Qada dan Qadar Tuhan.
Menurut ahli-ahli teologi islam, faham Qadariah pertama kali
ditimbulkan oleh Ma’bad al-Juhani. Menurut ibn Nabatah, Ma’bad al-jauhani
dan temannya Ghailan al-Dimisqy mengambil faham ini dari seorang kristen
yang masuk islam di irak.
Menurut Ghailan, manusia berkuasa atas perbuatan-perbuatannya;
manusia sendirilah yang melakukan perbuatan-perbuatan baik atas kehendak
dan kekuasaannya sendiri dan manusia sendiri pula yang melakukan atau
menjauhi perbuatan-perbuatan jahat atas kemauan dan daya sendiri.  Dalam
faham ini manusia merdeka dalam tingkah lakunya. Sedangkan faham
jabariah pertama kali  di tonjolkan oleh al-Ja’d Ibn Dirham. Tetapi yang
menyiarkannya adalah Jahm Ibn Safwan dari Khurasan.  Menurut jahm,
manusia tidak mempunyai kekuasaan untuk berbuat apa-apa. Manusia tidak
mempunyai daya, tidak mempunyai kehendak sendiri dan tidak mempunyai
pilihan, manusia dalam perbuatan-perbuatannya adalah dipaksa dengan tidak
ada kekuasaan, kemauan dan pilihan baginya.
5. Mu'tazilah
Aliran Mu’tazilah tidak bisa dipisahkan dengan washil Bin Atha.
Kaum Mu’tazilah adalah golongan yang membawa persoalan-persoalan
teologi yang lebih mendalam dan bersifat filosofis dari pada persoalan-

14
persoalan yang dibawa kaum Khawarij dan Murji’ah. Dalam pembahasan,
mereka banyak memakai akal sehingga mereka mendapat nama “ kaum
rasionalis Islam.”
Ada salah satu keterangan bahwa asal usul kaum aum Mu’tazilah
berawal dari peristiwa yang terjadi diantara Wasil Ibn ’Ata’ serta temannya
’Amr Ibn ’Ubaid dan Hasan al-Basri di Masjid Basrah. Pada suatu hari datang
seorang bertanya mengenai pendapatnya tentang orang yang berdosa besar.
Sebagaimana yang diketahui orang Khawarij memandang mereka kafir
sedangkan kaum Murji’ah memandang mereka mukmin. Ketika Hasan al-
Basir masih berpikir, Wasil mengeluarkan pendapatnya sendiri dengan
mengatakan: ”Saya berpendapat bahwa orang yang berdosa besar bukanlah
mukmin dan bukanlah kafir, tetapi mengambil posisi diantara keduanya; tidak
mukmin dan tidak kafir.” kemudian ia berdiri dan menjauhkan diri dari Hasan
al-Basri pergi ke tempat lain di masjid; di sana ia mengulangai pendapatnya
kembali. Atas peristiwa ini Hasan al-Basri mengatakan: ” Wasil menjuh diri
dari kita (i’tazala’ ana).” Dengan demikian ia berserta teman-temannya,kata
al-Sayahrastani, disebut kaum Mu’tazilah.
Kata Mu’tazilah berasal dari ”i’tazala” dan ”al-Mu’tazilah” telah
dipakai kira-kira seratus tahun sebelum peristiwa Wasil dengan Hasan al-
Basri, dalam arti golongan yang tidak mau turut campur dalam pertikain
politik yang ada di zaman mereka. Dari uraian-uraian di atas dapat diketahui
bahwa orang pertam membina aliran Mu’tazilah adalah Wasil Ibn ’Ata’.
Sebagai dikatakan al-Mas’udi, ia adalah, syeikh al-Mu’tazilah wa qadil
muha, yaitu kepala dan Mu’tazilah yang tertua. Ia lahir tahun 81 H di
Madinah dan meninggal tahun 131 H. Di sana ia belajar pada Abu Hasyim
’Abdullah Ibn Muhammad Ibn al-Hanafiah, kemudian pindah ke Basrah dan
belajar kepada Hasan al-Basri.
Dua ajaran yang ditinggal oleh Wasil yaitu posisi menengah dan
peniadaan sifat-sifat Tuhan, kemudian merupakan bagian integral dari al-

15
Ushul al-Khamasah atau pancasila Mu’tazilah. Ketiga sila lainnya
adalah al-’adl; keadialn tuhan, al-wa’ad wa al wa’id, janji baik dan ancaman
dan al-amr bi al-ma’ruf wa al-nahy ’an al-munkar, memrintahkan orang
berbuat baik dan melarang orang berbuat jahat wajib dijalankan kalau perlu
dengan kekerasan. Adapun tokoh-tokoh lain dari Mu’tazilah yaitu Bisyr Ibn
Sa’id, Abu ’Usman al-Za’farani, Abu al-Huzail al-’Allaf dan Bisyr Ibn
Mu’tamar.
Mu’tazilah berpegang teguh dengan pendirinnya bahwa manusia itu
bebas melakukan perbuatan (free will), tidak dipaksa. Sehingga menurut
mereka Allah wajib memberikan pahala atas perbuatan baiknya dan wajib
memberi siksa atas perbuatan maksiat yang diperbuat oleh manusia.
Menurut al-Khayyat, orang yang diakaui menjadi pengikut atau
penganut Mu’tazilah, hanyalah orang yang mengakui dan menerima kelima
dasar yang telah disebut di atas. Orang yang menerima hanya sebagian dari
dasar-dasar tersebut tidak dapat dipandang sebagai orang Mu’tazilah. Al-
Ushul al-Khamasah, sebai dikemukakan oleh pemuka-pemuka Mu’tazilah
sendiri, diberi urutan menurut pentingnya kedudukan tiap dasar, sebagai
berikut.
Al-Tawhid, al-’Adl, al-Wa’ad wa al-Wa’id, al-Manzilah bain al-
Manzilatain dan al-’Amr bi al-Ma’ruf wa alNahy ’an al-
Munkar. Demikianlah uraian sekedarnya tentang pemuka-pemuka kaum
Mu’tazilah, pendapat-pendapat mereka dan ajaran-ajaran dasar Mu’tazilah.
[36]

6. Ahlussunnah Wa Jamaah
Gologan terbanyak dari salafus Shaleh adalah mereka yang
menetapkan sifat-sifat Azali atas Allah, seperti ilmu, Qadrat, hayat, iradat,

16
sama’, bashar, kalam dan sebagainya. Mereka tidak membedakan antara sifat-
sifat zat dan sifat-sifat fi’li atau perbuatan
Term ahli Sunnah dan Jama’ah ini timbul sebagai reaksi terhadap
paham golongan-golongan Mu’tazilah yang telah dijelaskan sebelumnya dan
terhadap sikap mereka yang menyiarkan ajaran-ajaran itu. Mulai dari Wasil,
usaha-usah telah dijalankan untuk menyebar ajaran-ajaran itu, di samping
usaha-usaha yang dijalankan dalam menentang serangan musuh-musuh
Islam14. 
Puncak kejayaan kaum Mu’tazilah pada waktu itu ialah pada masa
khalifah setelah al-Ma’mun di tahun 827 M mengakui Mu’tazilah sebagai
madzhab resmi yang dianut oleh negara. Pada hakikatnya kaum Mu’tazilah
tidak begitu banyak berpegang pada sunnah atau tradisi, bukan karena mereka
tidak percaya pada tradisi Nabi dan para sahabat, tapi mereka ragu akan ke
original hadits-hadits yang mengandung sunnah atau tradisi itu15. Oleh karena
itu mereka dapat dipandang sebgai golongan yang tidak berpegang teguh pada
sunnah.

14 Laily Mansur, Pemikiran Kalam Dalam Islam, (Jakarta: Pustaka Pirdaus, 1994)., hlm. 35.
15 Harun Nasution, Teologi Islam Aliran-Aliran Sejarah, Analisa Perbandingan (Jakarta : UI
Press, 1986)., hlm. 4-6.

17
Mungkin dari sinilah yang menimbulkan term ahli Sunnah dan
jama’ah, yaitu golongan yang berpegang pada sunnah lagi merupakan
mayoritas, sebagai lawan dari golongan Mu’tazilah yang bersifat minoritas
dan tidak kuat berpegang pada sunnah. Bagaimanapun, yang dimaksud
dengan Ahli Sunnah dan Jama’ah di dalam lapangan teologi Islam adalah
kaum Asy’ariyah dan kaum Maturidi. Walaupun al-Asy’ari sendiri telah telah
puluhan tahun menganut paham Mu’tazilah, akhirnya meninggalkan ajaran
Mu’tazilah.  Tokoh-tokoh dalam golongan Asy’riaah diantaranya, Abu Hamid
al-Ghazali, al-Juwani, al-Baqillani.
Adapun ajaran-ajaran al-Asy’ari sendiri dapat diketahui dari buku-
buku yang ditulisnya, terutama dari kitab al-Luma’ Fi al-Rad ’ala Ahl al-
Ziagh wa al-Bida’ dan al-Ibanah ’an Ushul al-Dianah di damping buku-buku
yang ditulis oleh para pengikutnya. Sebagai penentang Mu’tazilah, sudah
tentia ia berpendapat bahwa Tuhan mempunyai sifat. Mustahil kata al-Asy’ari
Tuhan mengetahui dengan zat-nya, karena dengan demikian zat-Nya adalah
pengetahuan dan Tuhan sendiri adalah pengetahuan. Tuhan bukan
pengetahuan (ilm) tetapi Yang Mengetahui (’Alim). Tuhan mengetahui dengan
pengetahuan dan pengetahuan-Nya bukalah zat-Nya. Demikian pula dengan
sifat-sifat seperti sifat hidup, berkuasa, mendenganr dan melihat. [41]
7. Aliran Maturudiah
Abu Mansur Muhammad Ibn Muhammad Ibn Muhammad al-Maturidi
lahir di Samarkand pada pertengan kedua dari abad ke sembilan Masehi dan
meninggal di tahun 944 M. Tidak banyak diketahui mengenai riwayat
hidupnya. Ia adalah pengikut Abu H nifah dan faham-faham teologinya
banyak banyak persamaannya dengan faham-faham yang dimajukan Abu
Hanifah. Sistem pemikiran teologi yang ditimbulkan Abu Mansur termasuk
dalam golongan teologi Ahli Sunnah dan Jama’ah dan dikenal dengan nama
al-Maturudiah.

18
Literatur mengenai ajaran-ajaran Abu Mansur dan aliran al-
Maturudiah tidak sebanyak literatur mengenai ajaran-ajaran Asy’ariah. Buku-
buku yang banyak membahas tentang sekte-sekte seprti buku-buku al-
Syahrastani, Ibn Hazm, al-Baghdadi dan lain-lain tidak memuat keterangan-
keterangan tentang al-Maturidi atau pengikut-pengikutnya. Karangan-
karangan al-Maturidi sendiri belum dicetak dan tetap dalam bentuk MSS
(Makhtutat). Diantaranya yaitu, Kitab al-Tauhid, Risalah Fil al-‘Aqa’id,
Syarh al-Fiqh al-Akbar, Usul al-Din (dikarang oleh pengikutnya) dan Kitab
Ta’wil al-Qur’an.
Al-Maturudi banyak memakai akal dalam sistem teologinya. Oleh
karena itu antara teologinya dan teologi yang ditimbulkan oleh al-Asy’ari
terdapat perbedaan, keduanya timbul sebagai reaksi terhadap aliran
Mu’tazilah.
Salah satu perbedaan tersebut adalah mengenai soal al-wa’ad wa al-
wa’id al-Maturidi sefaham dengan Mu’tazilah. Janji-janji dan ancaman-
ancaman Tuhan, tak boleh mesti terjadi kelak. Dan juga dalam soal
anthropomorphisme al-Maturudi sealiran dengan Mu’tazilah. Ia tidak
sependapat dengan al-Asy’ari bahwa ayat-ayat yang menggambarkan Tuhan
mempunyai bentuk jasmani tidak dapat diberi interprestasi
atau ta’wil. Menurut pendapatnya tangan, wajah dan sebagainya mesti diberi
arti majazi atau kiasan. Dalam aliran al-Maturidi sendiri terdapat dua
golongan: golongan samarkand yaitu pengikut-pengikut al-Maturidi sendiri
dan golongan Bukhara yaitu pengikut-pengikut al-Bazdawi.
Aliran al-Maturudiah banyak dianut oleh umat Islam yang memakai mazhab
Hanafi.

D. Ruang lingkup Ilmu Kalam


Adapun ruanglingkup Ilmu Kalam terletak pada tiga persoalan, yaitu:

19
1. Esensi Tuhan itu sendiri dengan segenap sifat-sifat-Nya. Esensi ini
dinamakan Qismul Ilahiyat. Masalah-masalah yang diperdebatkan yaitu:
a. Sifat-sifat Tuhan, apakah memang ada Sifat Tuhan atau tidak. Masalah
ini di perdebatkan oleh aliran Mu’tazilah dan Asy’ariyah16.
b. Qudrat dan Iradat Tuhan. Persoalan ini menimbulkan aliran Qadariyah
dan Jabbariyah.
c. Persoalan kemauan bebas manusia, masalah ini erat kaitannya dengan
Qudrat dan Iradat Tuhan.
d. Masalah Al-Qur’an,  apakah makhluk atau tidak dan apakah Al-
Qur’an azali atau baharu.
2. Qismul Nububiyah, hubungan yang memperhatikan antara Kholik dengan
makhluk, dalam hal ini membicarakan tentang:
a. Utusan-utusan Tuhan atau petugas-petugas yang telah di tetapkan
Tuhan melakukan pekerjaan tertentu yaitu Malaikat17.
b. Wahyu yang disampaikan Tuhan sendiri kepada para rasul-Nya baik
secara langsung maupun dengan perantara Malaikat.
c. Para Rasul itu sendiri yang menerima perintah dari Tuhan untuk
menyampaikan ajarannya kepada manusia.

16 Ahmad Hanafi, Theology Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1996)., hlm. 10.


17 Taib Tahir Abdul Mu’in, Ilmu Kalam, (Jakarta: Widjaya, 1986)., hlm. 95.

20
3. Persoalan yang berkenaan dengan kehidupan sesudah mati nantinya yang
disebut  dengan Qismul Al-Sam’iyat. Hal ini meliputi hal-hal sebagai
berikut:
a. Kebangkitan manusia kembali di akhirat
b. Hari perhitungan
c. Persoalan shirat (jembatan)
d. Persoalan yang berhubungan dengan tempat pembalasan yaitu surga
atau neraka
e. Ayat yang berkaitan dengan ruang lingkup Ilmu Kalam, Dalam surat
al-Baqarah ayat 177 yang berbunyi:
(QS. Al-Baqarah/2: 177)
ِ ‫م‬Jِ ْ‫ب َولَ ِك َّن ْالبِ َّر َم ْن َءا َمنَ بِاهللِ َو ْاليَو‬
‫اآلخ ِر‬ ِ ‫ق َو ْال َم ْغ ِر‬
ِ ‫ْس ْالبِ َّر َأ ْن تُ َولُّوا ُوجُوهَ ُك ْم قِبَ َل ْال َم ْش ِر‬
َ ‫لَي‬
Jَ ‫ال َعلَى ُحبِّ ِه َذ ِوي ْالقُرْ بَى َو ْاليَتَا َمى َو ْال َم َسا ِك‬
ِ ِ‫ين َوا ْبنَ ال َّسب‬
‫يل‬ َ ‫ب َوالنَّبِيِّينَ َو َءاتَى ْال َم‬ِ ‫َو ْال َمالَِئ َك ِة َو ْال ِكتَا‬
‫صالَةَ َو َءاتَى ال َّز َكاةَ َو ْال ُموفُونَ بِ َع ْه ِد ِه ْم ِإ َذا عَاهَدُوا َوالصَّابِ ِرينَ فِي‬ َّ ‫م ال‬Jَ ‫ب َوَأقَا‬
ِ ‫ الرِّ قَا‬J‫َوالسَّاِئلِينَ َوفِي‬
Jَ ‫ص َدقُوا َوُأولَِئ‬
َ‫ك هُ ُم ْال ُمتَّقُون‬ َ ‫س ُأولَِئ‬ ‫ْأ‬ َّ ‫ْالبَْأ َسا ِء َوال‬
َ َ‫ك الَّ ِذين‬ ِ َ‫ضرَّا ِء َو ِحينَ ْالب‬
Artinya : ”Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu
kebajikan, akan tetapi Sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari
Kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang
dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang
memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan
(memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan
orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang
sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. mereka Itulah orang-
orang yang benar (imannya); dan mereka Itulah orang-orang yang bertakwa”
Dari ayat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa ruang lingkup Ilmu Kalam
adalah Rukun Iman yang enam.

21
E. Metode dan Pendekatan dalam  Kajian Ilmu Kalam
1. Metode Kajian Ilmu Kalam
Secara garis besar, penelitian ilmu penelitian ilmu kalam dibagi
menjadi dua bagian yaitu pertama penelitian yang bersifat dasar atau pemula
kedua penelitian yang bersiafat lanjutan atau pengembangan dari penelitaian
pemula.
a. Penelitian pemula
Dalam kaitan ini dapat kita jumpai beberapa karya hasil penelitian pemula
sebagai berikut :
1) Model Abu Mansur Muhammad Bin Muhammad Bin Mahmud Al
Maturidi
Beliau telah menulis buku teologi islam yang berjudul kitab at-
tauhid dalam buku tersebut disebutkan pembahasan tentang cacatnya
taqlid dalam hal beriman, serta kewajiban mengetahui agama dengan
dalil al-sama' (dalil naqli) dan dalil aqli, pembahasan tentang alam dan
perbedaan faham diantara manusia tenteng cara allah menciptakan
makhluk.
2) Model Al-Imam Abi Al-Hasan Bin Isma'il Al-Asy'ari
Beliau telah menulis buku berjudul maqalat al-islamiyyin wa
ikhtilaf al- mushallin, didalam buku tersebut membahas aliran-aliran
induk yang ada sepuluh dan dibahas pula masalah aliran syiah,
kepemimpinan,kerasulan, keimanan, janji baik dan buruk, siksaan bagi
anak necil, tentang tahkim, hakikat manusia.
3) Model Abdul Al-Jabbar Bin Ahmad
Beliau menulis buku sarah al-ushul al-khamsyah dalam buku
tersebut disebutkan tentang ajaran mu'tazilah secara mebdalam
diantaranya adalah kewajiban yang utama dalam mengetahui allah,
ma'na wajib, ma'na keburukan, hakikat pemikiran dan macam-
macamnya.

22
4) Model Thohariyah
Beliau telah menulis buku yang berjudul syarah al- aqidah at-
thahawiyah dan didalam buku tersebut telah dibahs kewajiban
mengimani mengenai apa yang telah dibawah oleh rasul kewajiban
mengikuti ajran para rasul,ma'na tauhid, dan dibahs pula macam-
macam tauhid yang dibawh oleh para rasul
b. Penelitian Lanjutan
Berbagai hasil penelitian lanjutan dapat dikemukakan sebagai berikut :
1) Model Abu Zahra
Beliau telah menulis buku yang berjudul tarikh al-mazahib al-
islamiyah fi al-siyasyah wa al-aqo'id yang membahas tentang objek-
objek yang dijadikan angkal pertentangan oleh berbagai aliran dalam
bidang politik yang berdampak pada masalah teologi dan membahas
aliran dalam madzab Syiah , Khawarij dengan berbagai sektenya.
2) Model Ali Mustofa Al-ghurabi
Beliau telah meulis buku yang berjudul Tarikh Al-Firakh Al-
Islamiyah Wa Nasyatu Ilmu Al-kalam Ind Al-Muslimin yang
membahas perkembangan ilmu kalam, keadaan aqidah pada zaman
nabi, khulafaurrasyidin dan dilanjutkan pembahasan mengenai aliran
mu'tazilah lengkap dengan tokoh-tokoh dan pemikir teologinya

3) Model Abdul Al-Latif Muhammad Al-Asyr


Beliau telah menulis buku yang berjudul Al-Fikriyah Li
Madzhab Ahl Al-Sunnah yang membahas tentang pokok-pokok yang
menyebabkan timbul nya perbedaan pendapat dikalangan umat islam,
masalah mantiq dan filsafah, barunya alam, sifat-sifat yang melekat
pada allah swt serta ijtihad dalam hokum agama.

23
4) Model Ahmad Mahmud Subdi
Beliau telah menulis buku yang berjudul fi ilmi kalam yang
membahas tentang aliran mu'tazilah lengkap dengan ajaran dan tokoh-
tokohnya.
2. Pendekatan dalam Kajian kalam
a. Pendekatan teologis normative
Pendekatan teologis normatif dalam memahami agama, ialah
upaya memahami agama dengan menggunakan kerangka ilmu ketuhanan
yang bertolak dari suatu keyakinan bahwa wujud empirik dari suatu
keagamaan dianggap sebagai yang paling benar bila dibandingkan
dengan yang lainnya. Model pendekatan ini, oleh Muh. Natsir Mahmud,
disebut sebagai pendekatan teologis-apologis. Sebab cenderung
mengklaim diri sebagai yang paling benar, dan memandang yang berada
di luar dirinya sebagai sesuatu yang salah, atau minimal keliru.
Menurut Amin Abdullah, teologi tidak bisa tidak, pasti mengacu
pada agama tertentu. Loyalitas terhadap kelompok sendiri, komitmen dan
dedikasi yang tinggi serta penggunaan bahasa yang bersifat subjektif,
yakni bahasa sebagai pelaku, bukan sebagai pengamat adalah merupakan
ciri yang melekat pada bentuk pemikiran teologis.
Dari pemikiran tersebut di atas, dapat diketahui bahwa
pendekatan teologis normatif dalam pemahaman keagamaan
adalah pendekatan yang menekankan pada bentuk forma atau simbol-
simbol keagamaan yang masing-masing dari bentuk forma simbol-simbol
keagamaan tersebut mengklaim dirinya sebagai yang paling benar,
sedangkan yang lainnya salah. Aliran teologi yang satu begitu yakin dan
fanatik bahwa pahamnyalah yang benar, sedangkan paham lainnya adalah
salah, sehingga memandang bahwa paham orang lain itu keliru, sesat,
kafir, murtad dan seterusnya. Demikian pula paham yang dituduh keliru,
sesat dan kafir itupun menuduh kepada pihak lain sebagai yang sesat dan

24
kafir. Dalam keadaan demikian, maka terjadilah proses saling
mengkafirkan, salah menyalahkan dan seterusnya. Dengan demikian
antara satu aliran dengan aliran yang lainnya tidak terbuka dialog atau
saling menghargai. Yang ada hanyalah ketertutupan, sehingga yang terjadi
adalah pemisahan dan pengkotak-kotakan.
Uraian di atas bukan berarti bahwa pendekatan teologis normatif
dalam memahami agama hampir tidak dibutuhkan. Proses pelembagaan
perilaku keagamaan melalui mazhab-mazhab sebagaimana halnya yang
terdapat dalam teologi, jelas diperlukan, yang antara lain berfungsi untuk
mengawetkan ajaran agama dan juga berfungsi sebagai pembentukan
karakter pemeluknya dalam rangka membangun masyarakat ideal menurut
pesan dasar agama.
Jadi pendekatan teologis normatif dalam agama adalah melihat
agama sebagai suatu kebenaran yang mutlak dari Tuhan, tidak ada
kekurangan sedikit pun dan nampak bersifat ideal. Dalam kaitan ini,
agama tampil sangat prima dengan seperangkat cirinya yang khas.
Untuk agama Islam misalnya, secara normatif pasti benar,
menjunjung nilai-nilai luhur. Untuk bidang sosial, agama tampil
menawarkan nilai-nilai kemanusiaan, kebersamaan, kesetiakawanan,
tolong-menolong, tenggang rasa, persamaan derajat dan sebagainya.
Untuk bidang ekonomi, agama tampil menawarkan keadilan,
kebersamaan, kejujuran dan saling menguntungkan.
Demikianlah agama tampil sangat ideal dan ada yang dibangun
berdasarkan dalil-dalil yang terdapat dalam ajaran agama yang
bersangkutan.

25
b. Pendekatan Teologis–Dialogis
Pendekatan teologis–dialogis seperti yang telah dijelaskan ialah
mengkaji agama tertentu dengan mempergunakan perspektif agama lain.
Model pendekatan ini, banyak digunakan oleh orientalis dalam mengkaji
Islam.
Seorang Islamolog Barat, Hans Kung, seperti yang disinyalir
oleh Dr. M. Natsir Mahmud, dalam berbagai tulisannya dalam pengkajian
Islam menggunakan pendekatan teologis-dialogis, yakni bertolak dari
perspektif teologi Kristen. Kung menyajikan pandangan-pandangan
teologi Kristen dalam melihat eksistensi Islam, mulai dari pandangan
teologis yang intern sampai pandangan yang toleran, yang saling
mengakui eksistensi agama masing-masing agama.
Selain itu, pendekatan teologis dialogis juga digunakan oleh W.
Montgomery Watt. Hakikat dialog menurut Watt, sebagai upaya untuk
saling mengubah pandangan antar penganut agama dan saling terbuka
dalam belajar satu sama lain. Dalam hal ini Watt bermaksud
menghilangkan sikap merendahkan agama seseorang oleh penganut agama
yang lain serta menghilangkan ajaran yang bersifar apologis dari masing-
masing agama.
c. Pendekatan Teologis-Konvergensi
Pendekatan teologi konvergensi" adalah merupakan metode
pendekatan terhadap agama dengan melihat unsur-unsur persamaan dari
masing-masing agama atau aliran. Maksudnya dari pendekatan ini ialah
ingin mempersatukan unsur-unsur esensial dalam agama-agama, sehingga
tidak nampak perbedaan yang esensial. Dalam kondisi demikian, agama
dan penganutnya dapat disatukan dalam satu konsep teologi universal dan
umatnya disatukan sebagai satu umat beragama.

26
Dalam hal pendekatan teologi konvergensi ini, Wilfred
Contwell Smith sebagai penganut pendekatan ini menghendaki agar
penganut agama-agama dapat menyatu, bukan hanya dalam dunia praktis
tetapi juga dalam pandangan teologis. Sehubungan dengan hal tersebut,
Smith mencoba membuat pertanyaan di mana letak titik temu keyakinan
agama-agama itu untuk mencapai sebuah konvergensi agama ?  Dalam hal
ini Smith terlebih dahulu membedakan antara faith (iman) dengan belief
(kepercayaan). Di dalam faith agama-agama dapat disatukan, sedangkan
dalam belief tidak dapat menyatu. Belief seringkali normatif dan intoleran.
Belief bersifat histotik yang mungkin secara konseptual berbeda
dari satu generasi ke generasi yang lain. Dari masalah belief itulah
penganut agama berbeda-beda, dan dari perbedaan itu akan menghasilkan
konflik. Sebaliknya dalam faith umat beragama dapat menyatu. Jadi orang
bisa berbeda dalam kepercayaan (belief), tetapi menyatu dalam faith.
Sebagai contoh, dalam masyarakat Islam terdapat berbagai aliran teologis
maupun aliran fiqih. Mereka mungkin penganut aliran al-Asy'ariyah atau
Mu'tazilah atau pengikut Imam Syafi'i atau Imam Hambal18.
Belief mereka berbeda yang mungkin menimbulkan sikap
keagamaan yang berbeda, tetapi mereka tetap satu dalam faith (iman).
Demikian pula antara penganut agama, mereka berbeda dalam belief dan
respon keagamaan yang berbeda, tetapi hakikatnya menyatu dalam faith19.
Dari ketiga metode pendekatan teologis tersebut di atas, maka yang paling
akurat dipergunakan menurut analisa penulis adalah pendekatan teologis konvergensi,
di mana pendekatan ini telah tercakup di dalamnya nilai-nilai normatif dan dialogis.
Lain halnya hanya dengan menggunakan metode pendekatan normatif atau dialogis
saja, belum tentu terdapat unsur konvergensi di dalamnya.

18 Abdul Rozak. Ilmu Kalam. (Bandung :Pustaka Setia. 2007)., hlm. 25.


19 Abudin Nata, Metotologi Studi Islam, (Jakarta: Rajawali Pres, 2011). Hlm. 284

27
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

1. Ilmu kalam ialah ilmu yang membicarakan tentang wujud-nya Tuhan (Allah),
sifat-sifat yang mesti ada padanya, sifat-sifatyang tidak ada padanya dan sifat
yang mungkin ada pada-nya dan membicarakan tentang Rasul-rasul Tuhan,
untuk menetapkan kerasulannya dan mengetahui sifat-sifat yang mesti ada
padanya, sifat-sifat yang tidak mungkin ada padanya dan sifat-sifat yang
mungkin ada padanya.
2. ilmu tauhid, karena tujuannya ialah menetapkan keesaan Allah dalam dzat dan
perbuatan-Nya dalam menjadikan alam semesta dan hanya Ialah yang menjadi
tempat tujuan terakhir alam ini.
3. Sebab kedua istilah antara theology dan ilmu kalam sama, yaitu :
a. Kepercayaan tentang Tuhan dengan segala segi-seginya, yang berarti
termasuk didalamnya soal-soal wujud-Nya, keesaan-Nya, sifat-sifat-Nya.
b. Pertalian-Nya dengan alam semesta, yang berarti termasuk didalamnya
persoalan terjadinya alam, keadilan dan kebijaksanaan Tuhan (qadha dan
qadar). Pengutusan Rasul-rasul juga termasukdidalam pertalian Tuhan
dengan manusia.

28
B. SARAN

Alhamdulillah puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT, yang telah
memberikan kami kesempatan untuk menyelesaikan makalah ini hingga kami dapat
mengaplikasikan kemampuan kami di dalam makalah ini, tidak lupa kami
ucapkan  terima kasih kepada bapak dosen yang telah membimbing dan mengawasi
proses pembuatan makalah ini, serta teman-teman yang telah mendukung dalam
penyelesaian makalah ini.

Kami mohon maaf apabila didalam makalah ini terdapat beberapa kesalahan
dan beberapa kekurangan. Kritik dan saran yang dapat membangun agar Makalah ini
lebih baik sangat kami butuhkan. Terimakasih

29
Daftar Pustaka

hanafi, a. (1996). Theology Islam. jakarta: Bulan Bintang.

Mansur, L. (1994). Pemikiran Kalam Dalam Islam. jakarta: Pustaka Pirdaus.

Mu’in, T. T. (1986). Ilmu Kalam. jakarta: widjaya.

Nasir, S. A. (2012). Pemikiran Kalam (Teologi Islam): Sejarah, Ajaran dan Perkembangannya.
jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Nasution, H. (1986). Teologi Islam Aliran-Aliran Sejarah, Analisa Perbandingan. jakarta: UI


Press.

Nata, A. (2011). Metotologi Studi Islam. jakarta: Rajawali Pres.

Rozak, A. (2007). ilmu kalam. bandung: Pustaka Setia.

30

Anda mungkin juga menyukai