Anda di halaman 1dari 20

BAB I PENDAHULUAN 1.

1 Latar Belakang Preeklamsia dan HELLP syndrome merupakan salah satu penyakit yang menyerang ibu hamil. Kedua penyakit ini tergolong penyakit yang serius dan dapat menyebabkan kematian. Pasien preeklamsia akan mengalami pembengkakan pada tungkai dan ditemukan protein dalam urinny ( proteinuria), yang merupakan ciri khas dari preeklamsia. Banyak praktisi yang mempertimbangkan sindrom HELLP merupakan varian dari preeklampsia, tetapi mungkin merupakan identitas penyakit tersendiri. Hipertensi yang diinduksi dengan kehamilan, preeklamsia, dan sindrom HELLP saling berkaitan dan tumpang tindih. Preeklampsia merupakan suatu kondisi spesifik kehamilan dimana hipertensi terjadi setelah minggu ke-20 pada wanita yang sebelumnya memiliki tekanan darah normal. Preeklampsia merupakan suatu penyakit vasospastik yang melibatkan banyak sistem dan ditandai oleh hemokonsentrasi, hipertensi, dan proteinuria.(Bobak, dkk., 2005). Secara pasti penyebab preeklampsia dan eklampsia masih tanda tanya tetapi ada beberapa faktor resiko tertentu yang berkaitan dengan perkembangan penyakit: primigravida, grand multigravida, janin besar, kehamilan dengan janin lebih dari satu, morbid obesitas. Sindrom HELLP, suatu keadaan multisystem merupakan suatu bentuk preeclampsia-eklampsia berat dimana ibu mengalami berbagai keluhan dan menunjukkan adanya bukti laboratorium umum untuk sindrom hemolisis (H) berupa penghancuran sel darah merah, peningkatan enzim hati (EL) yang menunjukkan adanya kerusakan hati, dan trombosit rendah (LP) yang menunjukkan adanya gangguan kemampuan pembekuan darah. Keluhannya bervariasi dari malaise, nyeri ulu hati, mual dan muntah, sampai gejala menyerupai virus yang tidak spesifik.

Sehubungan dengan masalah masalah tersebut di atas, maka kita sebagai perawat perlu membekali diri dengan pengetahuan mengenai penyakit preeklamsia dan HEELP syndrome. Diharapkan nantinya kita bisa memberikan asuhan keperawatan yang benar berkaitan dengan kedua penyakit ini

1.2 1.2.1

Tujuan Tujuan Umum Mahasiswa mampu membuat asuhan keperawatan untuk pasien dengan diagnosa preeklamsia dan HELLP syndrom

1.2.2

Tujuan Khusus
1. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami definisi dari preeklamsia

dan HELLP syndrome


2. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami patofisiologi dari

preeklamsia dan HELLP syndrome


3. Mahasiswa

dapat

mengetahui

penyebab,

gejala

klinis,

serta

penatalaksanaan preeklamsia dan HELLP syndrom

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Preeklampsia Definisi Preeklampsia merupakan suatu kondisi spesifik kehamilan dimana hipertensi terjadi setelah minggu ke-20 pada wanita yang sebelumnya memiliki tekanan darah normal. Preeklampsia merupakan suatu penyakit vasospastik, yang melibatkan banyak sistem dan ditandai oleh hemokonsentrasi, hipertensi, dan proteinuria.(Bobak, dkk., 2005) Pre eklampsia atau yang sering disebut dengan Toksemia Gravidarum atau keracunan dalam kehamilan, merupakan salah satu penyebab kematian tersering pada ibu hamil di Indonesia. Gejala yang dapat ditemukan pada penderita pre eklampsia adalah tekanan darah yang meningkat, pembengkakan pada tungkai dan ditemukannya protein dalam air seni.(http://www.infosehat.com) 2.1.2 Etiologi Preeklampsia adalah suatu kondisi yang hanya terjadi pada kehamilan manusia. Tanda dan gejala timbul hanya selama masa hamil dan menghilang dengan cepat setelah janin dan plasenta lahir. (Bobak, Lowdermilk, & Jensen.2005) Secara pasti penyebab preeklampsia dan eklampsia masih tanda tanya, tetapi ada beberapa faktor resiko tertentu yang berkaitan dengan perkembangan penyakit: primigravida, grand multigravida, janin besar, kehamilan dengan janin lebih dari satu, morbid obesitas. Preeklampsia terjadi 85% pada kehamilan pertama. Preeklampsia juga dapat terjadi pada 14% sampai 20% kehamilan dengan janin lebih dari satu dan 30% pasien mengalami anomali rahim yang berat. Pada ibu yang mengalami hipertensi kronis atau penyakit ginjal, insiden dapat mencapai 25% (Zuspan, 1991) Preeklampsia ditandai dengan hipertensi, oedema, dan proteinuri. Dari semua gejala tersebut, gejala awal yang muncul adalah hipertensi, dimana

untuk menegakkan diagnosa tersebut adalah yaitu kenaikan tekanan sistole paling tidak naik hingga 30 mmHg atau lebih dibandingkan dengan tekanan darah sebelumnya. Kenaikan diastolik 15 mmHg atau menjadi 90 mmHg atau lebih. Diagnosa tersebut dapat dipastikan dengan dilakukan pemeriksaan tekanan darah minimal dua kali dengan jarak waktu 6 jam pada saat istirahat. Oedema adalah penimbunan cairan secara umum dan berlebihan dalam jaringan tubuh dan biasanya dapat diketahui dengan kenaikan BB yang berlebihan serta pembengkakan kaki, jari tangan dan muka. Bila kenaikan BB lebih dari 1 Kg setiap minggunya selama beberapa kali, maka perlu adanya kewaspadaan akan timbulnya preeklampsi. Proteinuri berarti konsentrasi protein dalam urin > 0,3 gr/liter urin 24 jam atau pemeriksaan kuantitatif menunjukkan + 1 atau + 2 atau 1 gr/liter atau lebih dalam urine midstream yang diambil minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam. Proteinuri timbul lebih lambat dari dua gejala sebelumnya, sehingga perlu kewaspadaan jika muncul gejala tersebut. 2.1.3 Patofisiologi Pada preeklampsia volume plasma yang beredar menurun, sehingga

terjadi hemokonsentrasi dan peningkatan hematokrit maternal. Perubahan ini membuat perfusi organ maternal menurun, termasuk perfusi ke unit janinuteroplasenta. Vasospasme siklik lebih lanjut menurunkan perfusi organ dengan menghancurkan sel-sel darah merah, sehingga kapasitas oksigen maternal menurun dan hal ini menyebabkan kerusakan endotelial yang turut menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler. Keadaan ini meningkatkan edema dan lebih lanjut menurunkan volume intravaskular, memungkinkan juga pasien mengalami edema paru. (Dildy,dkk., 1991) Menurut easterling dan benedetti (1989) preeklampsia merupakan suatu keadaan dimana temuan khas hipertensi dan proteinuria merupakan akibat hiperfungsi ginjal. Untuk mengendalikan sejumlah besar darah yang berperfusi di ginjal, timbul reaksi vasospasme ginjal sebagai suatu mekanisme protektif, tetapi hal ini akhirnya akan mengakibatkan proteinuria dan hipertensi yang khas untuk preeklampsia.

2.1.4

WOC

ETIOLOGI ( idiopatik / keturunan ) Frekuensi meningkat pada kasus - Gemelli - Primigravida Bertambah sering dengan - Hidramnion tuanya kehamilan - Molahidatidosa

Eklampsia pada kehamilan berikutnya ( edema, kejang )

PRE EKLAMPSIA Retensi air & garam

spasme pembuluh darah

Kehamilan dengan HT

TD meningkat Kadar gula darah mesementara Tahanan Perifer berlebihan

Peningkatan BB, edema, proteinuria Perubahan pada glomerulus

Kurang pengetahu an Rangsang nervus vagus Mual dan muntah

Vol darah << Perubahan pada organ

Asam laktat me -Aliran darah ke jaringan << kejang

Hipoksia
Risti cedera

Nutrisi <<

Gg. Perfusi jar. perifer

Aliran darah otak menurun

placenta

paru gagal jantung

mata

ginja l

kurang O2

Edema retina
filtrasi glomerulus

Risti injury Ibu


Partus prematurus

Gg. Nutrisi pada fetus


Ggn Penglihatan

oliguri anuria Ggn

Risti Defisit Volume Cairan

2.1.5

Klasifikasi Preeklampsia adalah penyakit dengan gejala peningkatan tekanan darah

disertai dengan dijumpainya protein dalam urin dalam kadar berlebih, dan pembengkakan tubuh akibat penimbunan cairan setelah kahamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan, terbagi dua yaitu bentuk ringan dan bentuk berat,
a. Preeklampsia Ringan, timbulnya hipertensi dengan tekanan darah

sistole lebih dari atau sama dengan 30 mmHg atau diastole lebih dari atau sama dengan 15 mmHg (dibandingkan dengan tekanan darah sebelum hamil) disertai protein urine dan/atau edema setelah kehamilan 20 minggu. Pada urin terdapat protein yang dikumpulkan selama 24jam dengan kadar 0,3 gr/lt atau secara kualitatif protein dalam urin menunjukkan hasil positif 2. Timbul edema akibat penimbunan cairan di daerah bagian pretibia, dinding perut, lumbosakral, dan wajah/tangan.
b. Preekklampsia Berat, merupakan suatu komplikasi kehamilan yang

ditandai dengan timbulnya hipertensi lebih dari atau sama dengan 160/110 mmHg disertai protein urine dan atau edema pada kehamilan 20 minggu atau lebih. Pada urin terdapat protein yang dikumpulkan selama 24jam dengan kadar 5 gr/lt atau secara kualitatif menunjukkan hasil positif 3 atau 4. Penderita mengalami oliguri dengan jumlah urine kurang dari atau sama dengan 400cc/24jam atau disertai kenaikan kadar kreatinin darah. Munculnya gejala-gejala impending eklampsia seperti gangguan visus, gangguan serebral, nyeri epigastrum, dan hiper-refleksia. Adanya bukti laboratorium umum untuk sindrom hemolisis (H) berupa penghancuran sel darah merah, peningkatan enzim hati (EL) yang menunjukkan adanya kerusakan hati, dan trombosit rendah (LP) yang menunjukkan adanya gangguan

kemampuan pembekuan darah. Penimbunan cairan di paru-paru yang ditandai dengan sesak napas, serta pucat pada bibir dan telapak tangan akibat kekurangan oksigen. 2.1.5 Penatalaksanaan 2.1.5.1. Preeklampsia Ringan, secara klinis pastikan usia kehamilan, kematangan serviks, dan kemungkinan pertumbuhan janin terhambat. a. Rawat Jalan
-

Anjurkan istirahat baring 2 jam siang hari dan tidur > 8jam malam hari (Berbaring/Tidur Miring). Bila sukar tidur dapat diberikan fenobarbital 1-2 x 30 mg atau dapat diberikan asetosal 1x80 mg.

Diet sedapat mungkin tinggi protein, rendah karbohidrat, rendah lemak, dan garam.

Dilakukan pemeriksaan penilaian kesejahteraan janin pada kehamilan > 30 minggu dan diulangi sekurang-kurangnya dalam 2 minggu baik berupa USG (Ultrasonografi) maupun NST (Non Stres Test)

Pemeriksaan Laboratorium, berupa PCV, Hb, Asam urat darah, Trombosis Obat-obatan yang diberikan, Roboransia,vitamin kombinasi dan aspirin dosis rendah 1 X sehari (87,5mg)

Kunjungan ulang 1 minggu

b. Rawat Tinggal Rawat pasien bila dalam 2 minggu tidak ada tanda-tanda perbaikan, kriteria untuk rawat tinggal bagi penderita preeklampsia ringan:
1. Cek hasil penelitian kesejahteraan janin pada kehamilan >30 minggu.

2. Ukur berat badan ibu, bila berat badan ibu meningkat berlebihan ( > 1 kg/minggu, selama 2 kali berturut-turut)

3. Kecenderungan menuju gejala preeklampsia berat (timbul salah satu

atau lebih gejala preeklampsia berat) Pengobatan dan evaluasi selama rawat tinggal 1. Penderita tirah baring total
2. Berikan obat anti hipertensi metildopa 3 x 125 mg (dapat ditingkatkan

sampai dosis maksimal 1500 mg), nifedipin 3-8 x 5-10 mg atau Adalat Retard 2-3 X 20 mg atau pindolol 1-3 x 5 mg (dosis maksimal 30 mg).
3. Aspirin dosis rendah 1X sehari

4. Pemeriksaan laboratorium berupa pemeriksaan Hb, PCV, Asam urat darah, trombosit, pemeriksaan fungsi ginjal/hepar dan Urine lengkap.
5. Dilakukan penilaian kesejahteraan janin

Evaluasi hasil pengobatan, bila didapatkan:


1. Jelek : Terminasi kehamilan dengan seksio sesar (pada kehamilan > 30

minggu 2. Ragu-ragu : dilakukan evaluasi ulang dari NSTT 1 hari kemudian


3. Baik : Tekanan darah dapat di pertahankan 140-150/90-100 mmHg,

tunggu persalinan sampai aterm sehingga ibu dapat di rawat jalan dan anjurkan memeriksakan diri tiap minggu. Kurangi dosis hingga tercapai dosis optimal. Tekanan darah tidak boleh lebih rendah dari 120/80 mmHg.
4. Pengakhiran kehamilan bisa ditunggu sampai 40 minggu, kecuali

terdapat pertumbuhan janin terhambat, kelainan fungsi hepar/ginjal, dan peningkatan protein uria (+3). Terminasi dari kehamilan juga dapat dikerjakan bila didapatkan tanda-tanda dari impending eklampsia dari si ibu. 2.1.5.2. Preeklampsia Berat,

a. Indikasi, pada kehamilan < 37 minggu tanpa adanya tanda-tanda impending eklamsia, mencegah kejang, memulihkan organ vital pada keadaan normal, dan melahirkan bayi dengan trauma sekecil-kecilnya pada ibu dan bayi.

b. Pengobatan 1) Segera rawat di ruangan yang terang dan tenang, terpasang infus Dx/RL dari IGD. 2) Total bed rest dalam posisi lateral decubitus. 3) Diet cukup protein, rendah KH-lemak dan garam. 4) Antasida. 5) Anti kejang: Sulfas Magnesikus (MgSO4), syarat: Tersedia antidotum Ca. Glukonas 10% (1 amp/iv dalam 3 menit). Reflek patella (+) kuat rr > 16 x/menit, tanda distress nafas (-), produksi urine > 100 cc dalam 4 jam sebelumnya. Cara Pemberian: Loading dose secara intravena: 4 gr/MgSO4 20% dalam 4 menit, intramuskuler: 4 gr/MgSO4 40% gluteus kanan, 4 gr/ MgSO4 40% gluteus kiri. Jika ada tanda impending eklampsi LD diberikan iv dan im, jika tidak ada LD cukup im saja. Maintenance dose diberikan 6 jam setelah loading dose, secara IM 4 gr/MgSO4 40%/6 jam, bergiliran
pada gluteus kanan/kiri.

6)
4. Perawatan Konservatif dianggap gagal bila: -

Adanya tanda-tanda impending eklampsia

- Kenaikan progresif dari tekanan darah - Adanya sindrom Hellp - Adanya kelainan fungsi ginjal - Penilaian kesejahteraan janin jelek

5. Penderita boleh pulang jika: Penderita sudah mencapai perbaikan dengan tanda-tanda preeklampsia ringan. Bila keadaan tetap, tetap tidak bertambah berat/buruk

Bila perawatan konservatif berhasil dan didapatkan kematangan paru janin (shake Test +) sebaiknya kehamilan diterminasi.

2.2 2.2.1

HELLP Syndrom Definisi

Sindrom HELLP, suatu keadaan multisystem merupakan suatu bentuk preeklampsia-eklampsia berat dimana ibu mengalami berbagai keluhan dan menunjukkan adanya bukti laboratorium umum untuk sindrom hemolisis (H) berupa penghancuran sel darah merah, peningkatan enzim hati (EL) yang menunjukkan adanya kerusakan hati, dan trombosit rendah (LP) yang menunjukkan adanya gangguan kemampuan pembekuan darah. Keluhan bervariasi dari malaise, nyeri ulu hati, mual dan muntah, sampai gejala menyerupai virus yang tidak spesifik. Pada waktu berobat ibu ini biasanya sudah berada dalam trimester kedua atau awal trimester ketiga dan awalnya hanya menunjukkan beberapa tanda preeclampsia. Ibu ini biasanya akan menerima diagnosa bukan obstetric, sehingga memperlambat pengobatan dan meningkatkan morbiditas dan mortalitas maternal dan perinatal. Sindrom HELLP mempengaruhi sekitar 2 12 % preeclampsia berat, dengan angka mortalitas 2 24 %. Insiden paling tinggi terdapat pada ibu berusia lanjut, berkulit putih dan multipara. Banyak praktisi yang mempertimbangkan sindrom ini merupakan varian dari preeklamsia, tetapi mungkin merupakan entitas penyakit tersendiri. Hipertensi yang diinduksi dengan kehamilan, preeklamsia, dan sindrom HELLP saling berkaitan dan tumpang tindih. Karena morbiditas dan mortalitas Sindrom HELLP

yang serius, semua dokter yang memberikan pelayanan kesehatan maternal perlu waspada dan mampu mendeteksi sindrom HELLP secepatnya. Penyakit multiorgan ini meliputi kelainan tonus pembuluh darah,

vasospasme, dan koagulasi. Pre-eklampsia dan gangguan hipertensi selama kehamilan adalah penyebab kematian utama kematian ibu melahirkan dan sudah menjadi masalah global. Diperkirakan gangguan ini bertanggung jawab pada 76.000 kematian ibu setiap tahun. Walaupun mekanisme belum dapat diketahui, Sindrom HELLP diduga terjadi akibat perubahan yang mengiringi preeclampsia. Vasospasme arterial, kerusakan endothelium dan agregasi trombosit dengan akibat hipoksia jaringan ialah mekanisme yang mendasari untuk patofisiologi Sindrom HELLP (Bobak et al, 2004).

2.2.2

Faktor Resiko

1. Perempuan dengan masalah tekanan darah, terutama preeklampsia 2. Ras Kaukasia (kulit putih) 3. Hamil pada usia > 25 tahun 4. Multipara 5. Masalah pada kehamilan sebelumnya 6. Kehamilan sebelumnya juga menderita Sindrome HELLP 2.2.3 Tanda dan Gejala Pasien yang mengalami Sindom HELLP biasanya telah menderita hipertensi yang diinduksi kehamilan (gestational hypertension) atau preeclampsia (peningkatan tekanan darah dan proteinuria). Pasien sering mengalami sakit kepala (31%), pandangan menjadi kabur, malaise (90%), mual dan muntah (30%), nyeri di abdomen bagian atas terutama epigastrium (65%) dan parestesia

(perasaan geli di ekstremitas, kesemutan). Edema mungkin terjadi, tetapi keberadaannya tidak termasuk Sindrom HELLP. Pembekuan intravaskuler yang kental juga terjadi pada 20% wanita dengan Sindrom HELLP dan 84% mengalami gagal ginjal akut (http://en.wikipedia.org/wiki/HELLP_syndrome, 2008). Karena diagnosis awal pada sindrom ini sangat penting, setiap pasien dengan gejala lemah atau gejala yang mirip penyakit viral pada trimester ketiga harus dievaluasi dengan pemeriksaan darah rutin dan tes fungsi hati (www.anakku.net, 2008). Karena gejala klinis yang kurang jelas, diagnosis Sindrom HELLP biasanya terlambat sampai kira-kira 8 hari. Banyak wanita dengan Sindrom HELLP mengalami salah diagnosis dengan kelainan lain seperti kolesistitis, esofagitis, gastritis, hepatitis atau trombositopenia idiopatik. 2.2.4 Penegakan Diagnosis Sindrom HELLP Tiga kelainan utama yang ditemukan pada Sindrom HELLP adalah hemolisis, peningkatan enzim hati, dan rendahnya nilai trombosit. Penurunan hematokrit mungkin tanda terakhir pada tiga kelainan utama. Nilai trombosit merupakan tanda yang yang paling baik selanjutnya. Oleh karena itu, Sindrom HELLP harus dipikirkan pada semua pasien yang menunjukkan penurunan nilai trombosit selama periode antenatal. Adanya nilai D-dimer yang positif pada pasien preeklamsia dapat diprediksi akan menderita Sindrom HELLP. D-dimer merupakan indikator yang lebih sensitif pada keadaan koagulopati dan mungkin positif sebelum nilai-nilai pemeriksaan koagulasi abnormal. Sindrom HELLP cenderung terjadi jika pengobatan pre-eklamsi tertunda. jika terjadi sindroma hellp, bayi segera dilahirkan melalui operasi sesar. setelah persalinan, dilakukan pemantauan ketat untuk melihat tanda-tanda terjadinya eklamsi. 25% kasus eklamsi terjadi setelah persalinan, biasanya dalam waktu 2 4 hari pertama setelah persalinan. Tekanan darah biasanya tetap tinggi selama 6 8 minggu. jika lebih dari 8 minggu tekanan darahnya tetap tinggi, kemungkinan penyebabnya tidak berhubungan dengan pre-eklamsi (www.anakku.net, 2008).

Sebagai pelengkap catatan medik dan pemeriksaan fisik, prosedur diagnosis untuk Sindrome HELLP antara lain (www.uvahealth.com, 2004): 1. Pengukuran tekanan darah 2. Pemeriksaan darah lengkap terutama jumlah sel darah merah dan trombosit 3. Tingkat bilirubin, bahan yang dihasilkan dari lisis sel darah merah 4. Tes fungsi hati 5. Tes protein pada urin 2.2.5 Klasifikasi Dengan penemuan gejala yang ada, sindrom HELLP dapat

diklasifikasikan termasuk sindrom HELLP total (memiliki semua kelainan) atau parsial (kurang dari tiga kelainan). Dapat juga diklasifikasikan berdasarkan jumlah trombosit menjadi kelas I (< 50.000), kelas II (50.00 100.000) dan kelas III (100.000 150.000), semakin rendah kelasnya semakin tinggi tingkat morbiditasnya (www.anakku.net, 2008). 2.2.6 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan spesifik untuk Sindrom HELLP akan ditentukan berdasarkan: a. Kehamilan ibu, kesehatan umum dan catatan medik b. Perkembangan penyakit c. Toleransi terhadap obat-obatan, prosedur dan terapi spesifik Penatalaksaan mungkin meliputi: a. Tirah baring (istirahat di rumah maupun di rumah sakit sangat dianjurkan) b. Hospitalisasi (tenaga dan peralat khusus mungkin dibutuhkan) c. Tranfusi darah (untuk anemia berat dan platelet yang rendah) d. Pemberian magnesium sulfat (untuk mencegah seizure)

e. Obat-obatan antihipertensi (untuk menurunkan tekanan darah) f. Monitor fetus (untuk mengevaluasi kesehatan fetus) 1. Hitung pergerakan janin, perubahan jumlah atau frekuensi pergerakan janin mungkin menandakan fetus dalam keadaa stress. 2. Non Stress Test (NST), tes untuk mengetahui denyut jantung janin sebagai respon pergerakan janin 3. Profil biofisikal, sebuah tes yang merupakan kombinasi dari NST dengan USG untuk menobservasi fetus
4. Doppler flow studies, sebuah tipe ultrasound yang menggunakan

gelombang suara untuk mengukur aliran darah melalui pembuluh darah. g. Tes laboratorium untuk fungsi hati, urin dan darah (sebagai sinyal bila Sindrom HELLP semakin memburuk) h. Obat-obatan seperti kortikosteroid yang dapat membantu maturasi paruparu janin (paru-paru imatur adalah masalah utama bayi prematur)
i.

Rujukan (bila Sindrom HELLP semakin memburuk dan membahayakan keselamatan ibu atau bayi, secepatnya harus dirujuk) (www.uvahealth.com, 2004)

2.2.7

Pencegahan Tidak ada cara untuk mencegah penyakit ini. Hal terbaik yang dapat Anda

lakukan adalah senantiasa kontrol ke dokter secara teratur dan beritahukan gejalagejala yang Anda alami selama melahirkan (Maureen O Padden, 2006). Identifikasi awal wanita yang berisiko Sindrom HELLP mungkin membantu mencegah beberapa komplikasi penyakit. Pendidikan tentang tanda-tanda bahaya juga penting karena penegenalan awal mungkin membantu seorang wanita untuk menerima pengobatan dan komplikasi penyakit (www.uvahealth.com, 2004).

BAB III PROSES KEPERAWATAN 3.1 Studi Kasus Tuan H adalah seorang pengusaha yang bekerja di sebuah perusahaan X, dia bekerja dalam bidang ekonomi, dia memiliki istri Ny. Z yang sedang mengandung kurang lebih 5 bulan. Ny. Z yang sedang hamil ini seharusnya mendapat perhatian lebih dari suaminya, namun Tn. H terlalu sibuk dengan pekerjaannya, sehingga ia sering lupa untuk lebih memperhatikan istrinya yang sekarang sedang hamil, akibatnya sang istri merasa sangat sedih, Ny. Z kemudian mengalami stress yang cukup berat karena hal itu, dan kondisi Ny. Z inipun berpengaruh pada kondisi janinnya. Suatu saat, tiba-tiba Ny. Z pingsan saat memasak, setelah dibawa ke rumah sakit dokter mengatakan bahwa Ny. Z mengalami pre eklampsia yang ditandai dengan adanya peningkatan tekanan darah. Pihak keluarga akhirnya memutuskan untuk merawat Ny. Z di rumah sakit, di sana Ny. Z mendapatkan perawatan yang baik dan cukup memuaskan. Setelah beberapa hari dirawat di rumah sakit, kondisi Ny. Z belum juga membaik, keadaan ini diperparah lagi dengan sikap Tn. H yang masih saja sibuk dengan pekerjaannya disaat istrinya memerlukan perhatiannya. Dokter mengatakan bahwa Ny. Z telah mengalami pre eklampsia yang berat, dan ada tanda-tanda terjadi HELLP syndrome padanya, sehingga Ny. Z harus operasi sesar. Dalam operasi sesar tersebut tim medis hanya mampu menyelamatkan nyawa si anak saja.

3.2

PENGKAJIAN

3.2.1

Anamnesa

Nama, umur, agama, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, berapa kali nikah, dan berapa lama. Riwayat kehamilan sekarang : kehamilan yang ke berapa, sudah pernah melakukan ANC, terjadi peningkatan tensi, oedema, pusing, nyeri epigastrium, mual muntah, dan penglihatan kabur. Riwayat kesehatan ibu sebelumnya : penyakit jantung, ginjal, HT, paru. Riwayat kehamilan, persalinan, nifas yang lalu : adakah hipertensi atau preeklampsi. Riwayat kesehatan keluarga : adakah keluarga yang menderita penyakit jantung, ginjal, HT, dan gemmeli. Pola pemenuhan nutrisi. Pola istirahat. Psiko-sosial- spiritual :emosi yang tidak stabil dapat menyebabkan kecemasan. 3.2.2 Pemeriksaan Fisik

Inspeksi : oedema, yang tidak hilang dalam kurun waktu 24 jam. Palpasi : untuk mengetahui TFU, letak janin, lokasi oedema dengan menekan bagian tertentu dari tubuh. Auskultasi : mendengarkan DJJ untuk mengetahui adanya fetal distress, kelainan jantung, dan paru pada ibu. Perkusi : untuk mengetahui reflek patela sebagai syarat pemberian Mg SO4. 3.2.3 Pemeriksaan penunjang

Tanda vital yang diukur 2 kali dengan interval 6 jam. Laboratorium : proteinuri dengan kateter atau midstream (biasanya meningkat hingga 0,3 gr/lt atau + 1 sampai + 2 pada skala kualitatif), kadar hematokrit

menurun, berat jenis urine meningkat, serum kreatinin meningkat, uric acid > 7 mg/100 ml. USG : untuk medeteksi keadaan kehamilan, dan plasenta. NST :untuk menilai kesejahteraan janin.

3.2.4

Analisa Data

Setelah pengumpulan data langka berikutnya adalah menganalisa data dengan mengelompokan data subyektif dan obyektif, etiologi, dan kemudian masalah keperawatannya. 3.3 Diagnosa Keperawatan Yang Muncul 1. Resiko tinggi injury ibu berhubungan dengan penurunan aliran darah dalam otak 2. Gangguan nutrisi pada fetus berhubungan dengan placenta yang mengalami hipoksia 3. Resiko tinggi defisit volume cairan berhubungan dengan oliguria dan anuria. 4. Gangguan perfusi jaringan ginjal berhubungan dengan hipoksia
5. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kehamilan dengan tek.

darah tinggi

TINDAKAN/INTERVENSI Resiko tinggi injury ibu berhubungan dengan penurunan aliran darah dalam otak Mandiri

RASIONAL

1. Orientasikan setiap pasien baru Mengenalkan sekeliling rumah sakit terhadap sekeliling, jelaskan untuk mencegah terjadinya cedera. sistem telepon, kaji kemampuan individu untuk menggunakannya. 2. Awasi individu secara ketat Beberapa malam pertama tidur di rumah sakit mungkin klien akan kesulitan untuk tidur dan beradaptasi. Menambah penerangan untuk klien. selama beberapa malam pertama untuk mengkaji keamanan. 3. Gunakan lampu malam. Kolaborasi 1. Pantau adanya obat obat yang mempunyai efek efek vertigo. Klien mungkin belum tahu efek dan kegunaan obat itu. Gangguan nutrisi pada fetus

berhubungan dengan placenta yang mengalami hipoksia Resiko tinggi defisit volume cairan berhubungan anuria. Mandiri 1. cairan 24 jam. Rencanakan penggantian pada pasien, berikan Membantu menghindari periode tanpa cairan, meminimalkan kebosanan pilihan yang terbatas dan menurunkan rasa kekurangan dan haus. 2. haluaran penurunan Pertahankan masukan dan akurat. Perhatikan urin, haluaran Penurunan perfusi ginjal, insufisiensi jantung, dan perpindahan cairan dapat menyebabkan penurunan haluaran urin dan pembentukan edema. dengan oliguria dan

minuman yang disukai sepanjang

keseimbangan cairan positif pada kalkulasi 24 jam. 3. Timbang berat

badan Satu liter retensi cairan sama dengan

sesuai indikasi. Waspada terhadap penambahan berat badan 1 kg. penambahan berat badan akut dan

BAB IV PENUTUP 4.1 4.2 Simpulan Saran

Anda mungkin juga menyukai