Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI SEDIAAN

LIKUIDA DAN SEMISOLIDA


PERCOBAAN I
LARUTAN DAN ELIKSIR

Disusun oleh:

Nurul Huda Firdaus (10060320125)


Linda Octaviani (10060320129)
Shafira Salsabila A (10060320130)
Fuzi Sugiarti P (10060320131)
Rafi Muhamad Fauzi (10060320139)

Shift/Kelompok : E/2
Tanggal Praktikum : 03 Oktober 2022
Tanggal Laporan : 10 Oktober 2022
Nama Asisten : Bella Triana, S. Farm

LABORATORIUM FARMASI TERPADU UNIT E


PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
BANDUNG
2022 M / 1444 H
I. Teori Dasar
1.1 Larutan
Larutan adalah sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat
kimia terlarut, misalnya : terdispersi secara molekuler dalam pelarut yang
sesuai atau campuran pelarut yang saling bercampur. Karena molekul-
molekul dalam larutan yang terdispersi secara merata maka penggunaan
larutan sebagai bentuk sediaan, umumnya memberikan jaminan
keseragaman dosis dan memiliki ketelitian yang baik jika larutan
diencerkan atau dicampur.
kelarutan adalah zat dalam bagian tertentu pelarut, kecuali
dinyatakan lain menunjukkan bahwa 1 bagian bobot zat padat atau 1
bagian volume zat cair larut dalam bagian volume tertentu pelarut.
Menurut Farmakope Indonesia Edisi III (1979), eliksir adalah
sediaan berupa larutan yang mempunyai rasa dan bau yang sedap,
mengandung obat dan selain obat seperti pemanis, pewangi dan pengawet,
digunakan secara oral. Pelarut utama biasanya etanol, bisa juga
ditambahkan gliserol, sorbitol, dan propilenglikol.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan suatu zat padat dalam
cairan antara lain (Martin dkk, 2013):
1) Intensitas Pengadukan
Pada pengadukan yang rendah aliran bersifat pasif. Zat padat tidak
bergerak dan kecepatan pelarutan bergantung pada bagaimana karakter zat
padat tersebut menghambur dari dasar wadah.
2) pH (keasaman atau kebasaan)
Kebanyakan obat adalah elektrolit lemah. Obat-obat ini bereaksi
dengan kelompok asam dan basa kuat serta dalam jarak pH tertentu berada
pada bentuk ion yang biasanya larut dalam air, sehingga jelaslah bahwa
kelarutan elektrolit lemah sangat dipengaruhi oleh pH larutan.
3) Suhu
Perubahan kelarutan suatu zat terlarut karena pengaruh suhu erat
hubungannya dengan panas pelarutan dari zat tersebut. Kenaikan
temperatur, menaikkan kelarutan zat padat yang mengabsorbsi panas
(proses endotermik) apabila dilarutkan. Sebaliknya jika proses pelarutan
eksoterm yaitu jika panas dilepaskan, temperatur larutan dan wadah terasa
hangat bila disentuh. Kelarutan dalam hal ini akan turun dengan naiknya
temperatur. Zat padat umumnya termasuk dalam kelompok senyawa yang
menyerap panas apabila dilarutkan.
4) Komposisi cairan pelarut
Seringkali zat pelarut lebih larut dalam campuran pelarut daripada
dalam satu pelarut saja. Gejala ini dikenal dengan melarut bersama
(kosolvensi) dan kombinasi pelarut menaikkan kelarutan dari zat terlarut
disebut kosolven.
5) Ukuran partikel Ukuran dan bentuk partikel
Semakin kecil ukuran partikel semakin besar kelarutan suatu bahan
obat.
6) Pengaruh surfaktan
Obat yang bersifat asam lemah dan basa lemah yang sukar larut,
dapat dilarutkan dengan bantuan kerja dari zat aktif permukaan dengan
menurunkan tegangan permukaan antara zat terlarut dengan mediumnya.
Jika digunakan surfaktan dalam formulasi obat, maka kecepatan pelarutan
obat tergantung jumlah dan jenis surfaktan yang digunakan.
Salah satu cara untuk meningkatkan kelarutan obat adalah melalui
penggunaan campuran beberapa macam jenis pelarut. Fenomena ini
dikenal dengan istilah kosolvensi, sedangkan bahan pelarut di dalam
pelarut campur yang mampu meningkatkan kelarutan zat disebut
kosolvent. Etanol, gliserin dan propilen glikol adalah pelarut yang umum
digunakan dalam bidang farmasi. Kosolvensi merupakan metode yang
sangat sederhana dan efektif, banyak digunakan untuk meningkatkan
kelarutan obat yang kurang larut (Dzakwan, M & Priyanto W, 2019).
Larutan didefinisikan sebagai campuran homogen antara dua atau
lebih zat yang terdispersi baik sebagai molekul, atom maupun ion yang
komposisinya dapat bervariasi. Larutan dapat berupa gas, cairan, atau
padatan. Larutan encer adalah larutan yang mengandung sebagian kecil
solute reatif terhadap jumlah pelarut. Sedangkan larutan pekat adalah
larutan yang mengandung sebagian besar solute (Baroroh, 2014).
Dalam sudut pandang farmasi, larutan adalah sediaan yang
mengandung bahan kimia terlarut, kecuali dinyatakan lain sebagai
pelarutnya digunakan air suling. Ada dua komponen utama pembentukan
larutan, yaitu zat terlarut (solute), dan pelarut (solvent).
Larutan dapat dibedakan berdasarkan sifatnya, yaitu:
a. Larutan encer, yaitu larutan yang mengandung sejumlah kecil zat
terlarut relatif terhadap jumlah zat pelarut.
b. Larutan pekat, yaitu larutan yang mengandung sebagian besar
jumlah zat terlarut.
c. Larutan belum jenuh, yaitu larutan yang masih bisa untuk
melarutkan zat terlarut atau belum terjadi atau terbentuk endapan
d. Larutan tepat jenuh, yaitu larutan yang menimbulkan endapan.
e. Larutan lewat jenuh, yaitu larutan yang tidak dapat melarutkan zat
terlarut atau sudah terjadi pengendapan.
1.2 Eliksir
Eliksir adalah larutan oral yang mengandung etanol 90% yang
berfungsi sebagai kosolven (pelarut) dan untuk mempertinggi kelarutan
obat. Kadar etanol berkisar antara 3% dan 4% dan biasanya eliksir
mengandung etanol 5-10% (Syamsuni, 2016).
Eliksir adalah larutan hidroalkohol yang jernih dan manis
dimaksudkan untuk penggunaan vital dan biasanya diberi rasa untuk
menambah kelezatan. Eliksir bukan obat yang digunakan sebagai
pembawa tetapi eliksir obat untuk efek terapi dari senyawa obat yang
dikandungnya (Ansel, 2018).
Eliksir merupakan sediaan yang hidroalkohol maka dapat menjaga
obat baik yang larut dalam air etanol dalam larutan eliksir. Kadar etanol
berkisar antara 3% sampai 44% dan biasanya eliksir mengandung etanol 5-
10% (Anief, 2018).
Kosolven merupakan salah satu upaya peningkatan kelarutan suatu
obat yang mempunyai kelarutan kecil atau praktis tidak larut dalam air

II. Data Preformulasi


2.1 Data Preformulasi Zat Aktif
II.1.1. Larutan
2.1.1.1 Dextrometorphan HBr
Pemerian : Serbuk hablur, hampir putih, bau lemah
Polimorfisme :-
Ukuran partikel :-
Kelarutan : Agak sukar larut dalam air, mudah larut
dalam etanol dan kloroform, tidak larut dalam eter.
TL/ TD : Melebur pada suhu lebih kurang 126˚C
disertai peruraian
Pka/Pkb :-
Bobot Jenis : 370,32
pH Larutan : 5,2-6,5
Stabilitas : Mudah terurai dengan adanya udara dari
luar, pada suhu 40˚C terdegradasi.
Inkompatibilitas : Inkompatibel dengan penisilin, tetrasiklin,
salisilat, dan konsentrasi tinggi dengan iodida.
Khasiat : Antitusivum
(Dirjen, 1995, hal. 299); (Dirjen, 2020, hal. 372)

II.1.2. Eliksir
2.1.2.1. Paracetamol
Pemerian : serbuk hablur, putih, tidak berbau, rasa
sedikit pahit
Polimorfisme :-
Ukuran Partikel : 4-8 μm
Kelarutan : larut dalam 70 bagian air, dalam 7 bagian
etanol (95%), dalam 13 bagian aseton P, dalam 40 gliserol P, dan
dalam propilen glikol P, larut dalam larutan alkali hidroksida.
Titik lebur : antara 168ᵒ dan 172ᵒ C
pKa/ pKb : pKa 9,5, pada 25ᵒ C
Bobot jenis : 271,4
pH larutan : 5,2 dan 6,5
Stabilitas obat : peningkatan suhu dapat mempercepat
degradasi obat
Inkompatibilitas : tidak bercampur dengan senyawa yang
memiliki ikatan hidrogen dan beberapa antasida.
Khasiat : analgetikum, antipiretikum.
(Dirjen, 1979, p. 37); (Dirjen, 2014, p. 998); (Dirjen, 2020, p. 1359)

DAFTAR PUSTAKA

Anief, M. (2018). Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta: Gadjah Mada University


Press.
Ansel, H. (2018). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi IV. Jakarta: UI
Press.
Baroroh, U. L. (2014). Diktat Kimia Dasari I. Banjar Baru: Universitas
Lambung Mangkurat.
Buckle, K. R. (2007). Ilmu Pangan. Penerjemah Hari Purnomo dan Adiono.
Jakarta: Universitas Indonesia
Dirjen, P. (2014). Farmakope Indonesia Ed V. Jakarta: Departemen Kesehatan
RI.
Dirjen, P. (2020). Farmakope Indonesia Ed VI. Jakarta: Departemen Kesehatan
RI.
Syamsuni. (2016). Farmasetika Dasar dan Hitungan Farmasi. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI.

Martin, Alferd. 1990. Farmasi Fisika. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.

Dzakwan, M & Priyanto W. 2019. Peningkatan Kelarutan Fisetin Dengan


Teknik Kosolvensi. 8(2), 5-9.

Anda mungkin juga menyukai