Anda di halaman 1dari 29

MINI RISET FEBE PESTA NOVITA

BARIMBING
1906403276
SAHAM

TLKM, BBCA,

SIDO 2015-

2019
ADM KEUANGAN DAN
PERBANKAN
PENDAHULUAN

Seiring berjalannya waktu, kebutuhan hidup bagi masyarakat semakin meningkat. Selain
itu juga, meningkatkan kebutuhan akan ekspansi bagi perusahaan sehingga tidak kalah saing
dengan sesamanya. Untuk memenuhi kebutuhan itu, tidak mungkin semuanya berasal dari gaji,
modal, atau keuntungan saja. Sejalan dengan kebutuhan bagi masyarakat dan perusahaan yang
meningkat semakin banyak juga wadah untuk menanamkan uang yang kita miliki sehingga uang
itu berputar dan menghasilkan sebuah keuntungan. Salah satu wadah yang saat ini sedang
digemari oleh masyarakat indonesia untuk menanamkan uangnya ialah pasar modal.

Pasar modal merupakan suatu wadah dimana investor dapat menanamkan modalnya
dengan harapan dapat memperoleh keuntungan. Tidak hanya investor, pasar modal juga dapat
menjadi alternatif bagi mereka emiten yang membutuhkan dana. Pasar modal ialah wadah pasar
keuangan dimana di dalamnya kita dapat melakukan investasi jangka panjang dimana
perusahaan dapat memperjualbelikan surat berharganya dalam berbagai bentuk seperti saham,
obligasi, dll. Menurut Fahmi dan Hadi (2009:41), adalah tempat berbagai pihak, khususnya
perusahaan menjual saham (stock) dan obligasi (bond), dengan tujuan dari hasil penjualan
tersebut nantinya akan dipergunakan sebagai tambahan dana atau memperkuat modal
perusahaan.

Pemerintah sendiri saat ini terus menggenjot investasi di pasar modal sehingga semakin
banyak masyarakat yang terjun dalam dunia investasi. Hal ini dilakukan oleh karena pasar modal
sendiri memberikan pengaruh terhadap percepatan pembangunan Indonesia. Saat ini sendiri
terdapat 3,53 juta investor di Indonesia, dimana angka tersebut mengalami kenaikan sebesar 42%
dibanding pada Desember 2019. Investor saham sendiri memiliki kontribusi sebesar 1,5 juta
dengan kenaikan 36,13% dibanding tahun 2019. Kenaikan investor ini membawa dampak yang
baik meskipun tahun 2020 ini banyak saham yang menurun karena COVID 19.

Investasi di pasar modal sendiri terutama saham dibalik memiliki keuntungan yang tinggi
maka juga ada risiko yang tinggi pula. Untuk meminimalkan risiko tersebut maka investor harus
memiliki informasi dengan menganalisa mengikuti perkembangan sehingga investor dapat
meminimalisir kerugian yang akan ia peroleh. Salah satu analisa yang dapat dilakukan adalah
analisa risk dan return.
PEMBAHASAN

➢ Top Down Analisis


Top Down analisis sendiri menjadi bagian dari analisis fundamental. Secara
umum top down analisis merupakan analisa yang melihat gambaran dengan garis besar.
Dimana dalam top down analisis dimulai dari makroekonomi. Di dalam analisa
makroekonomi tersebut dilakukan pengamatan atas ekonomi global dan ekonomi
domestik. Selain ekonomi global dan domestik, dalam analisa makro dapat dianalisa
melalui Produk Domestik Produk (PDB), jika PDB mengalami kenaikan maka itu
menandakan bahwa negara tersebut dalam kondisi yang baik. Setelah melakukan analisa
dan mendapatkan hasil dari analisa makro, maka akan dilihat sektor/industri mana yang
dapat memberikan imbal hasil yang baik dari kondisi makroekonomi. Setelah memilah
sektor mana yang unggulan maka yang terakhir ialah menganalisa emiten mana yang
baik.
➢ Analisa Makro
Tahun 2020 sendiri menjadi tantangan yang besar bagi seluruh dunia. Seperti
yang kita ketahui tahun 2020 dimana virus COVID-19 mulai mewabah dan membawa
dampak yang sangat besar khususnya bagi negara. Menurut Organisasi Kerja Sama
Ekonomi dan Pembangunan (Organisation for Economic Co-operation and
Development/OECD) memperkirakan bahwa ekonomi global bakal akan terkontraksi
sampai 4,2 persen pada tahun 2020. Sementara Bank Dunia memperkirakan
perekonomian global akan mengalami kontraksi hingga 5,2 persen pada tahun 2020 ini.
Tidak dapat dipungkiri bahwa banyak negara yang mengalami resesi salah satunya
negara kita yaitu Indonesia. Resesi di Indonesia terjadi di 2 kuartal berturut-turut, dimana
pada kuartal II minus hingga 5,32% dan kuartal III minus 3,49%.
Pada tahun 2020 sendiri tren inflasi melemah. Hal ini dapat terjadi karena lesunya
permintaan sedangkan pasokan melimpah karena kondisi COVID 19. Selain itu juga
angka inflasi juga diperngaruhi dengan lonjakan PHK yang terjadi dan keputusaan
pemerintah untuk WFH sehingga mempengarhi permintaan sehingga memengaruhi
suplai.
Seperti yang dapat kita lihat dari gambar diatas. Bahwa inflasi tahun 2020 berada pada
angka 1,68%. Pada tahun 2019, angka inflasi berada pada angka 2,72% dan angka
tersebut merupakan inflasi terendah semenjak 10 tahun terahir. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa inflasi tahun 2020 lebih parah dari tahun 2019.
Berdasarkan gambar diatas, bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia membaik
pada kuartal III tahun 2020. Hal itu menunjukkan adanya proses pemulihan ekonomi dan
titik balik dari kegiatan ekonomi yang berada pada zona merah. Selain itu juga dari sisi
pengeluaran produksi sudah terlihat pertumbuhan yang positif. Perbaikan pertumbuhan
tersebut salah satunya di dukung oleh peran instrumen APBN dalam menangani COVID-
19 dan program pemulihan ekonomi nasional.

Kesimpulan analisa makro :

Berdasarkan analisa makro, bahwa tahun 2020 memang tahun yang sulit bagi
pertumbuhan dunia. Namun Indonesia sendiri masih bisa survive meskipun mengalami
resesi pada dua kuartal berturut-berturut. Pertumbuhan ekonomi di Indonesia pada kuartal
III menjadi harapan baru bagi kita semua di masa COVID-19 yang masih melanda di
Indonesia. Diharapkan pertumbuhan ini membawa dampak yang baik bagi pertumbuhan
ekonomi 2021 yang diharapkan pemerintah tumbuh sebesar 5%.
➢ Analisa Sektoral
Setelah menganalisis makroekonomi, tahap selanjutnya adalah menentukan sektor
mana yang unggulan sehingga kita dapat memperoleh imbal hasil yang terbaik. Terdapat
9 sektor besar yang tercatat di Bursa Efek Indonesia seperti pertanian, pertambangan,
industri dasar kimia, finansial, industri barang konsumsi, dll.
1. Sektor Finance

Dapat kita lihat pada grafik diatas bahwa sektor finance berangsur membaik. Seperti yang
dapat diketahui bahwa pada tahun 2020, COVID-19 menyerang semua aspek termasuk
perekonomian. Sektor finansial sendiri merasakan dampaknya terutama cashflow karena pastinya
banyak masyarakat yang terganggu dalam membayar kredit. Sejak awal pandemi OJK sendiri
langsung bergerak cepat dalam menanggulangi dampak COVID-19 dengan mengeluarkan
kebijakan resturukrisasi kredit. Pertumbuhan kredit sendiri memang rendah akibat melambatnya
sektor riil di tengah pandemi sehingga permintaannya menurun. Dimana tercatat pertumbuhan
kredit terkontraksi sebesar 0,47 persen per Oktober 2020. Hal ini yang membuat sektor keuangan
sempat mengalami penurunan. Meskipun beigtu sektor keuangan tetap dalam keadaan stabil
dimana dari profil risiko dan kondisi stabilitas sistem keuangan tetap terjaga dimana kredit
perbankan tumbuh positif sebesar 5,93% yoy yang tetap tumbuh double digit di level 10,29%
yoy . Sedangkan profil risiko dengan rasio Non Performing Loan (NPL) gross sebesar 2,79% dan
rasio Non Performing Financing sebesar 2,66%.

Sektor finance sendiri menjadi salah satu sektor yang mampu bertahan pada COVID-19
dan menjadi sektor dengan kontribusi terbesar pada IHSG. Dimana pada bulan Oktober tercatat
kenaikan kontribusi sektor keuangan sebesar 1,77%. Sektor finance sendiri memiliki peran yang
besar dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia, oleh karena peran sektor finance di dalam
menyalurkan pinjaman dalam berbagai bentuk instrumen. Hal ini akan membawa dampak
terhadap penambahan investasi dan pada akhirnya dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi
Indonesia.

2. Sektor Infrastruktur, Utilitas, dan Transportasi

Sektor infrastruktur, utilitas, dan transportasi sendiri merupakan salah satu sektor yang
memiliki banyak sub sektor salah satunya ialah sektor telekomunikasi. Dapat kita lihat dari
grafik diatas sama seperti sektor finance sektor telekomunikasi pun sempat mengalami
keanjlokan pada buat Maret yang disebabkan oleh COVID-19. Namun indeks saham pun
semakin membaik seiring berjalannya waktu. Sektor telekomunikasi sendiri menjadi sektor yang
menggarap keuntungan besar saat COVID-19. Hal ini tidak dapat dipungkiri mengingat sejak
COVID-19 pemerintah memberlakukan kerja, sekolah, dan segala kegiatan dari rumah/jarak
jauh. Selain itu peningkatan terjadi karena peningkatan belanja iklan televisi dan media digital,
traffic internet oleh karena peningkatan pelanggan internet dan TV berbayar. Hal ini membuat
semakin banyak masyarakat yang menggunakan data dan internet sebesar 10-30%.
Sektor telekomunikasi sendiri salah satu sektor yang kebal terhadap COVID-19, disaat
semua mengalami dampaknya hingga mengalami kerugian sektor telekomunikasi sendiri
memperoleh keuntungan dimana disaat perekonomian Indonesia terkoreksi sebesar 5,2% sektor
telekomunikasi sendiri memperoleh keuntungan 10,88% saat kuartal 2 2020 menurut Badan Pusat
Statistik (BPS). Selain itu juga sektor jasa telekomunikasi memiliki kontribusi yang baik terhadap PDB
Indonesia sebesar 4,66% angka tersebut meningkat 1,2% dari tahun 2019.

3. Sektor Consumer Goods


Seperti yang kita lihat dari grafik diatas, sektor consumer good mengalami titik terendah
saat bulan Maret. Sektor consumer goods menjadi sektor andalan oleh karena sektor ini dalam
kondisi apapun selalu dipakai barangnya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Dari data
Bursa Efek Indonesia (BEI), pada bulan Septemeber indeks sektor consumer goods
hanya terkoreksi 5,5%. Hal inilah yang menyebabkan dari awal tahun 2020 sektor
consumer goods menjadi unggulan dari semua indeks sektoral. Selain itu sektor
consumer goods yang berada dibawah sektor manufaktur, menjadi penopang sektor
manufaktur pada kuartal pertama 2020. Dilihat dari Indeks Harga Saham Gabungan
(IHSG), sektor consumer goods juga memiliki koreksi yang lebih rendah dari indeks
sektor lain.

Kesimpulan Analisis Sektoral :

Berdasarkan analisis indeks sektoral, dari sektor finance, sektor consumer goods, dan sektor
infrastruktur, utilitas, dan transportai ketiga-tiganya memiliki daya tahan yang kuat di banding
sektor lainnya. Ketiga sektor tersebut juga memiliki kontribusi yang besar bagi IHSG. Namun
tidak hanya dapat dilihat dari analisis sektoral saja, melainkan kita harus melihat emiten mana
saja yang dapat memberikan imbal baik.

➢ Analisa Perusahaan
Analisa terakhir yang dilakukan ialah menganalisa emiten mana yang akan kita berikan
kepercayaan atas dana kita. Analisis perusahaan ditujukan untuk mengetahui apakah
saham suatu perusahaan layak dijadikan pilihan investasi
1. PT Telkom Indonesia Tbk
Profil Perusahaan
PT. Telkom Indonesia pendiriannya dimulai ketika berdirinya badan
usaha swasta penyedia layanan poss dan telegraf pada tahun 1882. PT
Telkom Indonesia (Persero) Tbk (Telkom) adalah Badan Usaha Milik
Negara (BUMN) yang bergerak di bidang jasa layanan teknologi
informasi dan komunikasi (TIK) dan jaringan telekomunikasi di
Indonesia. Pemegang saham mayoritas Telkom adalah Pemerintah
Republik Indonesia sebesar 52.09%, sedangkan 47.91% sisanya dikuasai
oleh publik. Saham Telkom diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia
(BEI) dengan kode “TLKM” dan New York Stock Exchange (NYSE)
dengan kode “TLK”. PT Telkom Indonesia Tbk terus memperluas
pasarnya, salah satu yang akan dilakukan pada tahun 2021 ialah
pengembangan konektivitas dan platform Internet of Things (IoT). Selain
itu, perseroan juga memiliki rencana untuk menambah satelit baru.

Rasio 2019 2018 2017 2016 2015

21.08 x 20.61 x 20.21 x 20.73 x 20.21 x


PER

188.32 181.96 219.69 191.98 153.66


EPS

12,5% 13,1 % 16,5 % 16,2 % 14,0%


ROA

23,5 % 23,0 % 29,2% 27,6% 25,0%


ROE

Berdasarkan dari rasio keuangan PT Telkom dari 2016-2019, rasio Price to Earning Ratio
( PER ) merupakan rasio yang menggambarkan harga saham perusahaan dibandingkan dengan
laba perusahaan. Semakin besar nilai PER maka akan semakin diminati oleh masyarakat. Rasio
PER sendiri menjadi patokan bagi investor untuk menentukan harga wajar saham. Semakin besar
nilai PER maka semakin baik, hal itu menunjukkan perusahaan di masa depan yang positif dan
dengan nilai PER yang semakin tinggi maka investor memiliki harapan yang baik tentang
perkembangan perusahaan dan biasanya investor bersedia membayar lebih.Seperti yang dapat
terlihat pada tabel diatas bahwa PER PT Telkom mengalami kenaikan pada tahun 2016,2018dan
2019, namun mengalami penurunan pada tahun 2017. Penurunan yang terjadi pada tahun 2017
disebabkan oleh harga saham PT Telkom mengalami tekanan. Penekanan yang terjadi
disebabkan oleh para investor yang melakukan aksi jual pada Oktober 2017. PT Telkom sendiri
tersaingi dengan operator lokal yang menjadi kompetitornya seperti PT XL Axiata dan PT
Indosat. Selain itu juga, pada tahun 2017 PT Telkom menghadapi tuduhan mengenai kewajiban
yang belum selesai pada PT Citra Sari Makmur. Untuk mengetahui apakah PER PT Telkom
termasuk harga saham yang mahal, murah atau wajar maka harus dibandingkan dengan nilai
PER perusahaan lain dalam sektor yang sama.

Rasio yang kedua adalah Earning Per Share ( EPS ) merupakan untuk menghitung
keuntungan bersih yang diperoleh dari per lembar saham. EPS menggambarkan jumlah uang
yang akan diperoleh oleh para investor atas setiap lembar saham yang dimiliki saat pembagian
untung saham. Semakin tinggi EPS, maka akan semakin menguntungkan untuk berinvestasi
karena jika sebuah perusahaan memiliki nilai EPS yang tinggi makan menggambarkan
perusahaan memiliki laba yang besar. Berdasarkan tabel diatas EPS PT Telkom mengalami
kenaikan pada tahun 2016,2019 , namun mengalami penurunan pada tahun 2018. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa para investor memperoleh keuntungan yang fluktuatif.

Rasio yang ketiga adalah Return On Asset ( ROA ) merupakan rasio yang mengukur
seberapa mampukah sebuah perusahaan menghasilkan laba dari aset yang dimiliki. Semakin
besar nilai ROA maka semakin besar peluang dan potensi perusahaan dalam mengembangkan
perusahaannya. Selain it juga, semakin tinggi angka ROA, maka akan semakin baik asumsi
kinerja perusahaan tersebut dari sisi pengelolaan ekuitasnya. ROA juga investor untuk melihat
seberapa baik suatu perusahaan mampu mengybah investasinya pada aset menjadi keuntungan.
Return on Assets ini juga dapat dianggap sebagai imbal hasil investasi (return on investment)
bagi suatu perusahaan karena pada umumnya aset modal (capital assets) sering menjadi investasi
terbesar bagi kebanyakan perusahaan. Seperti yang dapat kita lihat dari tabel diatas, bahwa dari
tahun 2015-2017 ROA PT Telkom terus mengalami peningkatan namun pada tahun 2018 dan
2019 mengalami penurunan. Hal ini terjadi karena pada tahun 2019 karena sebagian besar
penyertaan modal negara ( PMN ) diberikan kepada BUMN yang penyertaan modal negaranya
untuk pembangunan infrastruktur.

Rasio yang terakhir ialah Return On Equity ( ROE ) , digunakan untuk mengukur
kemampuan perusahaan di dalam menghasilkan laba bersih bagi para investor dengan
menggunakan modal sendiri. Dengan semakin besarnya nilai Return On Equity suatu perusahaan,
maka akan meningkatkan kepercayaan investor yang akhirnya meningkatkan minat investor untuk
berinvestasi. Dengan adanya perhitungan ROE, maka para investor akan mengetahui persentase laba
yang akan diterima sehingga para investor akan mengetahui seberapa besar keuntungan yang akan ia
peroleh. Berdasarkan tabel diatas ROE PT Telkom mengalami peningkatan pada tahun 2015-2017, dan
tahun 2019, namun mengalami penurunan pada tahun 2018. Hal ini terjadi dapat terjadi oleh karena
pada tahun 2018, laba bersih PT Telkom mengalami penurunan menjadi 18,56%. Selain itu pada
tahun 2018, pemerintah melakukan implementasi kebijakan registrasi kartu SIM prabayar,
dimana industri telekomunikasi seluler Indonesia mengalami perkembangan yang signifikan dari
layanan legacy (percakapan dan sms) menjadi layanan digital (data) sehingga memacu
persaingan ketat berupa perang harga di layanan data.

Berikut merupakan grafik saham PT Telkom Indonesia tahun 2015-2019.

12,000
10,000
8,000
6,000
4,000 HARGA TLKM
2,000 HARGA IHSG
0
1/1/2015
4/1/2015
7/1/2015

1/1/2016
4/1/2016
7/1/2016

1/1/2017
4/1/2017
7/1/2017

1/1/2018
4/1/2018
7/1/2018

1/1/2019
4/1/2019
7/1/2019
10/1/2015

10/1/2016

10/1/2017

10/1/2018

10/1/2019
Seperti yang dapat kita lihat pada grafik diatas, bahwa revenue/pendapatan dan
asset PT Telkom Indonesia terus mengalami peningkatan. Peningkatan pendapatan PT Telkom
ini dikontribusi oleh Digital Business Telkomsel dan fixed broadband Indihome, dimana dua
duanya mengalami pertumbuhan. Selain itu juga pada segmen Mobile, Telkom melalui anak
perusahaannya yaitu Telkomsel, menunjukkan kinerja digital business yang semakin baik
dengan pendapatan sebesar Rp 15,83 dengan total kontribusi sebesar 70,6% dari total
pendapatan. Selain itu juga, oleh karena basis pengguna telkom yang luas sehingga memberikan
kontribusi yang besar bagi pendapatan PT Telkom Indonesia Tbk.

Valuasi Harga Saham

Beta 0,551022818
Monthly Market Return Geomatric Average 0,29%
Annual Market Return ( Rm ) 3,56%
Risk Free Rate ( Rf ) 5,71%
Cost of Equity (k) = Rf + b * (Rm-Rf) 4,53%
Rekomendasi Tidak Efisien
Dividen (D0) 163,82
Dividen Growth (g) 96%

Nilai Intrinsik 7.099

Nilai Pasar 3.970


Rekomendasi undervalued

Berdasarkan tabel valuasi diatas dapat dilihat bahwa beta saham dibawah 1 ini
menunjukkan bahwa saham PT Telkom sensitivitas terhadap fluktuasi harga saham lebih rendah
dibanding IHSG. Dengan nilai beta saham sebesar 0,551022818 menunjukkan saham PT Telkom
hanya akan naik 0,551022818 saja ketika IHSG naik 1% atau setengah dari pergerakan IHSG.
Kemudian hal ini juga menandakan bahwa saham PT Telkom adalah harga saham low risk and
low return. Harga saham PT Telkom termasuk dalam rekomendasi yang tidak efisien karena nilai
Annual Market Return ( RM ) lebih besar dimana nilainya 5,71% dibanding dengan Cost of
Equity/ tingkat pengembalian sebesar 4,53%

Selain itu, nilai intrinsik PT Telkom yaitu sebesar 7,099 lebih tinggi dibandingkan
dengan nilai pasarnya yaitu sebesar 3.970 sehingga saham PT Telkom dalam kondisi
undervalued. Pada umumnya harga saham undervalued sendiri menjadi kesempatan bagi para
investor untuk masuk ke dalam pasar. Jika harga saham undervalued maka saham tersebut akan
cenderung bergerak mendekatai nilai intrinsiknya hal ini diungkapkan oleh pakar investasi yaitu
Fabozzi ( 1999 ). Untuk meningkatkan nilai pasarnya, PT Telkom sendiri akan PT Dayamintra
Telekomunikasi (Mitratel) untuk melantai di Bursa Efek Indonesia. Hal itu dilakukan sebagai
upaya Telkom dalam memaksimalkan nilai bisnis menara Telkom Group.
Analisa Teknikal

Seperti yang dapat kita lihat dari chart diatas, bahwa pada awal tahun 2020 saham PT
Telkom muncul mengalami uptrend dimana harga berada diatas garis moving average. Pada awal
tahun 2020, PT Telkom sendiri mengalami penurunan pendapatan namun harga saham PT
Telkom mengalami peningkatan hingga 5,90. Hingga pada bulan Mei harga saham PT Telkom
mengalami penurunan/ downtrend. Hal ini dikarenakan pada bulan tersebut saham PT Telkom
menjadi saham yang banyak dilepas oleh investor asing. Memasuki bulan Oktober saham PT
Telkom mulai mengalami uptrend. Dengan menggunakan RSI Indicator, pada awal tahun 2020
saham PT Telkom berada dibawah nilai 30 yang artinya dalam kondisi jenuh beli ( oversold )
nantinya harga tersebut akan berbalik naik. Memasuki bulan November , saham PT Telkom
muncul berada diatas nilai 70 yang artinya dalam kondisi jenuh jual ( overbought ) nantinya
harga tersebut akan berbalik turun
2. PT Bank Central Asia Tbk

Profil Perusahaan
Bank Central Asia Tbk (BBCA) didirikan di Indonesia tanggal 10 Agustus
1955 dengan nama “N.V. Perseroan Dagang Dan Industrie Semarang
Knitting Factory” dan mulai beroperasi di bidang perbankan sejak tanggal
12 Oktober 1956. Kantor pusat Bank BCA berlokasi di Menara BCA,
Grand Indonesia, Jalan M.H. Thamrin No. 1, Jakarta 10310. Bank BCA
sendiri disebut sebagai bank digital pertama, hal ini dibuktikan dimana
Bank BCA BCA telah membangun beberapa usaha yang berkaitan dengan
sektor digital, termasuk pendirian perusahaan modal ventura Capital
Central Ventura (CCV), solusi pembayaran online OneKlik, dan layanan
pelanggan berbasis chatbot VIRA.

Rasio 2019 2018 2017 2016 2015


28.55x 24.54 x 22.92 x 18.35 x 18.01 x
PER
1,170.70 1,059.64 955.53 884.50 738.47
EPS
4,0% 4,0 % 3,90 % 4,0 % 3,8%
ROA
18,0 % 18,8% 19,2 % 20,5 % 21.9 %
ROE
Sumber : Indopremier dan Laporan Tahunan

Berdasarkan dari rasio keuangan PT Telkom dari 2016-2019, rasio Price to Earning Ratio
( PER ) merupakan rasio yang menggambarkan harga saham perusahaan dibandingkan dengan
laba perusahaan. Semakin besar nilai PER maka akan semakin diminati oleh masyarakat. Rasio
PER sendiri menjadi patokan bagi investor untuk menentukan harga wajar saham. Semakin besar
nilai PER maka semakin baik, hal itu menunjukkan perusahaan di masa depan yang positif dan
dengan nilai PER yang semakin tinggi maka investor memiliki harapan yang baik tentang
perkembangan perusahaan dan biasanya investor bersedia membayar lebih.Seperti yang dapat
terlihat pada tabel diatas bahwa PER PT Bank Central Asia terus mengalami penaikan dari tahun
2015-2019. Tidak dapat dipungkiri dimana PT Bank Central Asia selama 5 tahun terakhir
mencatatkan pertumbuhan yang positif bahkan diatas ekspektasi. Selain itu juga faktor lain yang
membuat PER PT Bank Central Asia terus meningkat karena Dividen Payout Ratio Bank Central
Asia juga terus meingkat dari tahun 2016-2019. Untuk mengetahui apakah PER PT Bank Central
Asia termasuk harga saham yang mahal, murah atau wajar maka harus dibandingkan dengan
nilai PER perusahaan lain dalam sektor yang sama.

Rasio yang kedua adalah Earning Per Share ( EPS ) merupakan untuk menghitung
keuntungan bersih yang diperoleh dari per lembar saham. EPS menggambarkan jumlah uang
yang akan diperoleh oleh para investor atas setiap lembar saham yang dimiliki saat pembagian
untung saham. Semakin tinggi EPS, maka akan semakin menguntungkan untuk berinvestasi
karena jika sebuah perusahaan memiliki nilai EPS yang tinggi makan menggambarkan
perusahaan memiliki laba yang besar. Nilai EPS sendiri sejalan dengan PER dimana jika PER
mengalami penaikan maka EPS juga mengalami penaikan. Berdasarkan tabel diatas EPS PT
Bank Central Asia mengalami penaikan terus menerus pada tahun 2015-2019. Hal ini juga tidak
dapat dipungkiri dimana laba bersih yang dihasilkan PT Bank Central Asia terus mengalami
peningkatan. Seperti yang dapat terlihat pada grafik dibawah ini
Sumber Data : Laporan Keuangan Bank BCA

Rasio yang ketiga adalah Return On Asset ( ROA ) merupakan rasio yang mengukur
seberapa mampukah sebuah perusahaan menghasilkan laba dari aset yang dimiliki. Semakin
besar nilai ROA maka semakin besar peluang dan potensi perusahaan dalam mengembangkan
perusahaannya. Selain itu juga, semakin tinggi angka ROA, maka akan semakin baik asumsi
kinerja perusahaan tersebut dari sisi pengelolaan ekuitasnya. ROA juga investor untuk melihat
seberapa baik suatu perusahaan mampu mengybah investasinya pada aset menjadi keuntungan.
Return on Assets ini juga dapat dianggap sebagai imbal hasil investasi (return on investment)
bagi suatu perusahaan karena pada umumnya aset modal (capital assets) sering menjadi investasi
terbesar bagi kebanyakan perusahaan. Seperti yang dapat kita lihat dari tabel diatas, bahwa dari
tahun 2016-2018 ROA PT Bank Central Asia stagnan dan hanya mengalami penurunan sedikit
pada tahun 2017. Meskipun stagnan, PT Bank Central Asia tercatat sebagai bank yang memiliki
nilai ROA paling tinggi dibanding bank lainnya. Kenaikan atau penurunan dari rasio
profitabilitas Bank Central Asia tak lain disebabkan oleh iklim ekonomi dan geliat bisnis
perusahaan. Bank Central Asia sendiri tidak memiliki target terhadap ROA, namun mereka tetap
menjaga rasio profitabilitasnya.

Rasio yang terakhir ialah Return On Equity ( ROE ) , digunakan untuk mengukur
kemampuan perusahaan di dalam menghasilkan laba bersih bagi para investor dengan
menggunakan modal sendiri. Dengan semakin besarnya nilai Return On Equity suatu perusahaan,
maka akan meningkatkan kepercayaan investor yang akhirnya meningkatkan minat investor untuk
berinvestasi. Dengan adanya perhitungan ROE, maka para investor akan mengetahui persentase laba
yang akan diterima sehingga para investor akan mengetahui seberapa besar keuntungan yang akan ia
peroleh. Berdasarkan tabel diatas ROE PT Bank Central Asia mengalami penurunan terus menerus dari
tahun 2015-2019. Penurunan ROE yang terjadi pada 2018 sendiri terjadi karena peningkatan laba tidak
sebesar pada tahun 2017. Bank Central Asia sendiri tidak memiliki patokan terhadap ROE, namun
mereka memiliki patokan yaitu sebesar 15% sehingga meskipun mengalami penurunan Bank Central
Asia sendiri tidak terlalu khawatir karena masih diatas patokan mereka.

Berikut merupakan pergerakan harga saham PT Bank Central Asia.

40,000
35,000
30,000
25,000
20,000
15,000 HARGA BBCA
10,000
5,000 HARGA IHSG
-
1/1/2015
4/1/2015
7/1/2015

1/1/2016
4/1/2016
7/1/2016

1/1/2017
4/1/2017
7/1/2017

1/1/2018
4/1/2018
7/1/2018

1/1/2019
4/1/2019
7/1/2019
10/1/2015

10/1/2016

10/1/2017

10/1/2018

10/1/2019

Valuasi Harga Saham

Beta 1,071007284
Monthly Market Return Geomatric Average 0,29%
Annual Market Return ( Rm ) 3,56%
Risk Free Rate ( Rf ) 5,71%
Cost of Equity (k) = Rf + b * (Rm-Rf) 3,41%
Rekomendasi Efisien

Dividen (D0) 355


Dividen Growth (g) 24%

Nilai Intrinsik 12.918

Nilai Pasar 33.425


Rekomendasi overvalued
Berdasarkan tabel valuasi diatas dapat dilihat bahwa beta saham lebih dari 1 ini
menunjukkan bahwa saham PT Bank Centra Asia dihargai lebih mahal dari harga wajarnya..
Dengan nilai beta saham sebesar 1,071007284 menunjukkan saham PT Telkom hanya akan
naik 1,071007284 saja ketika IHSG naik 1% atau setengah dari pergerakan IHSG. Kemudian hal
ini juga menandakan bahwa saham PT Telkom adalah harga saham high risk and high return.
Harga saham PT Bank Central Asia termasuk dalam rekomendasi yang efisien karena nilai
Annual Market Return ( RM ) lebih besar dimana nilainya 5,71% dibanding dengan Cost of
Equity/ tingkat pengembalian sebesar 3,41%

Selain itu, nilai intrinsik PT Bank Central Asia yaitu sebesar 12.918 lebih kecil
dibandingkan dengan nilai pasarnya yaitu sebesar 33.425 sehingga saham PT Bank Central Asia
dalam kondisi overvalued. Posisi Bank Central Asia sendiri hingga tahun 2019 menjadi saham
dengan nilai kapitalisasi pasar terbesar. Jika suatu perusahaan memiliki kapitalisasi yang
semakin tinggi maka pergerakan harga saham semakin memiliki pengaruh yang besar pada
IHSG. Meskipun harga saham Bank Central Asia overvalued, namun salah satu perusahaan bank
ini banyak menarik investor kelas kakap, hal ini terjadi karena kinerja saham BCA yang disukai
oleh para investor dan besarnya kapitalisasi pasar.

Analisa Teknikal
Seperti yang dapat kita lihat dari chart diatas, bahwa pada awal tahun 2020 saham BBCA
muncul mengalami downtrend dimana harga berada dibawah garis moving average. Hal ini dapat
terjadi karena pada awal tahun 2020 terjadinya kasus corona yang berdampak luas. Harga saham
BBCA saat adanya Covid-19 sudah menurun sejak awal tahun hingga minus 7,63%. Kemudian
harga saham mengalami fluktuatif, hingga pada bulan Juli harga saham BBCA mengalami
penurunan dikarenakan pada bulan tersebut terjadi penjualan saham bank BUKU IV oleh para
lima direkturny. Namun hal tersebut menarik banyak investor asing untuk berbondong-bondong
membeli saham BBCA yang sedang anjlok. Pembelian saham BBCA yang dilakukan oleh
investor asing membantu naiknya harga saham BBCA kembali. Memasuki bulan Juni saham
BBCA mulai mengalami uptrend. Dengan menggunakan RSI Indicator, pada awal tahun 2020
saham BBCA berada dibawah nilai 30 yang artinya dalam kondisi jenuh beli ( oversold )
nantinya harga tersebut akan berbalik naik. Memasuki bulan Juni, saham BBCA Muncul berada
diatas nilai 70 yang artinya dalam kondisi jenuh jual ( overbought ) nantinya harga tersebut akan
berbalik turun. Meskipun pada bulan September, saham BBCA kembali mengalami kondisi
oversold.

3. PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk

Profil Perusahaan
PT SidoMuncul Tbk adalah pabrik jamu tradisional yang didirikan dari
home industri yang dikelola oleh Ibu Rakhmat Sulistio di Yogyakarta pada
tahun 1940. PT Sido Muncul sendiri menjadi produsen olahan herbal
terbesar di Indonesia. Pada tahun 2020, PT Sido Muncul untuk ketiga
kalinya mendapatkan penghargaan dari majalah Forbes masuk dalam
kategori Best of The Best. Selain itu juga pada tahun 2021, PT Sido
Muncul Tbk akan mengembangkan produk herbalnya dimana khasiatnya
untuk meningkatkan daya tahan tubuh. Selain itu,SIDO juga akan
mengembangkan produk-produknya dimana memperdalam bisnisnya baik

di domestik maupun ekspor

Rasio 2019 2018 2017 2016 2015


23.68 x 18.98 x 15.31 x 16.23 x 18.86 x
PER
53.85 44.26 35.59 32.04 29.16
EPS
22.84 % 19.89 % 16.90 % 16.08 % 15.65 %
ROA
26.35 % 22.87 % 18.43 % 17.42 % 16.84 %
ROE
Sumber Data : Indopremier

Berdasarkan dari rasio keuangan PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul dari 2016-
2019, rasio Price to Earning Ratio ( PER ) merupakan rasio yang menggambarkan harga saham
perusahaan dibandingkan dengan laba perusahaan. Semakin besar nilai PER maka akan semakin
diminati oleh masyarakat. Rasio PER sendiri menjadi patokan bagi investor untuk menentukan
harga wajar saham. Semakin besar nilai PER maka semakin baik, hal itu menunjukkan
perusahaan di masa depan yang positif dan dengan nilai PER yang semakin tinggi maka investor
memiliki harapan yang baik tentang perkembangan perusahaan dan biasanya investor bersedia
membayar lebih.Seperti yang dapat terlihat pada tabel diatas bahwa PER PT Industri Jamu dan
Farmasi Sido Muncul mengalami kenaikan pada tahun 2015,2018 dan 2019, namun mengalami
penurunan pada tahun 2017 dan 2016. Penurunan yang terjadi pada tahun 2017 disebabkan oleh
lesunya industri jamu. Hal ini berdampak pada penurunan penjualan sehingga menyebabkan laba
bersih perusahaan mengalami penurunan. Berdasarkan data bahwa pada tahun 2017 minuman
penambah stamina (energy drink/minuman energi) berkontribusi terhadap penurunan pendapatan
perseroan. Penurunan tersebut melebihi angka 20%.

Rasio yang kedua adalah Earning Per Share ( EPS ) merupakan untuk menghitung
keuntungan bersih yang diperoleh dari per lembar saham. EPS menggambarkan jumlah uang
yang akan diperoleh oleh para investor atas setiap lembar saham yang dimiliki saat pembagian
untung saham. Semakin tinggi EPS, maka akan semakin menguntungkan untuk berinvestasi
karena jika sebuah perusahaan memiliki nilai EPS yang tinggi makan menggambarkan
perusahaan memiliki laba yang besar. Berdasarkan tabel diatas EPS PT Industri Jamu dan
Farmasi Sido Muncul mengalami kenaikan pada tahun dari tahun 2015 hingga 2019. Pada
umumnya EPS sendiri memiliki pengaruh positif terhadap harga saham seperti pada penelitian
yang dilakukan oleh Ni Made Dewi Puspita. Namun pernyataan tersebut berbanding terbalik
pada perusahaan PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul, dimana pendapatan mengalami
penurunan namun EPS mengalami penaikan. Jika dalam suatu kondisi dimana EPS naik dan
harga saham turun maka PER akan semakin kecil. EPS yang semakin besar menarik banyak
investor, namun nilai dari EPS sendiri tidak dapat dijadikan patokan, karena nilai EPS sendiri
bukanlah angka yang mutlak.

Rasio yang ketiga adalah Return On Asset ( ROA ) merupakan rasio yang mengukur
seberapa mampukah sebuah perusahaan menghasilkan laba dari aset yang dimiliki. Semakin
besar nilai ROA maka semakin besar peluang dan potensi perusahaan dalam mengembangkan
perusahaannya. Selain it juga, semakin tinggi angka ROA, maka akan semakin baik asumsi
kinerja perusahaan tersebut dari sisi pengelolaan ekuitasnya. ROA juga investor untuk melihat
seberapa baik suatu perusahaan mampu mengybah investasinya pada aset menjadi keuntungan.
Return on Assets ini juga dapat dianggap sebagai imbal hasil investasi (return on investment)
bagi suatu perusahaan karena pada umumnya aset modal (capital assets) sering menjadi investasi
terbesar bagi kebanyakan perusahaan. Seperti yang dapat kita lihat dari tabel diatas, bahwa dari
tahun 2015-2017 ROA PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul terus mengalami
peningkatan.

Rasio yang terakhir ialah Return On Equity ( ROE ) , digunakan untuk mengukur
kemampuan perusahaan di dalam menghasilkan laba bersih bagi para investor dengan
menggunakan modal sendiri. Dengan semakin besarnya nilai Return On Equity suatu perusahaan,
maka akan meningkatkan kepercayaan investor yang akhirnya meningkatkan minat investor untuk
berinvestasi. Dengan adanya perhitungan ROE, maka para investor akan mengetahui persentase laba
yang akan diterima sehingga para investor akan mengetahui seberapa besar keuntungan yang akan ia
peroleh. Selain itu juga dengana rasio ROE maka akan semakin tinggi nilai sebauh perusahaan.
Berdasarkan tabel diatas ROE PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul mengalami peningkatan
pada tahun 2015-2019. Hal tersebut dapat terjadi karena ekuitas Sido Muncul sendiri terus mengalami
peningkatan dari tahun 2016-2019. Artinya bahwa PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul sendiri
baik di dalam menghasilkan laba dari dana yang sudah diinvestasikan oleh para investor.

Berikut merupakan pergerakan harga saham PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul dari
tahun 2015-2019

8,000
7,000
6,000
5,000
4,000
3,000 HARGA SIDO

2,000 HARGA IHSG


1,000
0
1/1/2015
4/1/2015
7/1/2015

1/1/2016
4/1/2016
7/1/2016

1/1/2017
4/1/2017
7/1/2017

1/1/2018
4/1/2018
7/1/2018

1/1/2019
4/1/2019
7/1/2019
10/1/2015

10/1/2016

10/1/2017

10/1/2018

10/1/2019
Valuasi Harga Saham

Beta 0,460272161
Monthly Market Return Geomatric Average 0,29%
Annual Market Return ( Rm ) 3,56%
Risk Free Rate ( Rf ) 5,71%
Cost of Equity (k) = Rf + b * (Rm-Rf) 4,72%
Rekomendasi Tidak Efisien

Dividen (D0) 43
Dividen Growth (g) 19%

Nilai Intrinsik 1.083

Nilai Pasar 638


Rekomendasi undervalued

Berdasarkan tabel valuasi diatas dapat dilihat bahwa beta saham kurang dari 1 ini
menunjukkan bahwa saham PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul sensitivitas terhadap
fluktuasi harga saham lebih rendah dibanding IHSG. Dengan nilai beta saham sebesar
0,460272161 menunjukkan saham PT Industri Jamu dan Farmasi hanya akan naik 0,460272161
saja ketika IHSG naik 1% atau setengah dari pergerakan IHSG. Kemudian hal ini juga
menandakan bahwa saham PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul adalah harga saham low
risk and lowreturn. Harga saham PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul termasuk dalam
rekomendasi yang tidak efisien karena nilai Annual Market Return ( RM ) lebih kecil dimana
nilainya 3,56 % dibanding dengan Cost of Equity/ tingkat pengembalian sebesar 2,72%.

Selain itu, nilai intrinsik PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul yaitu sebesar 1.083
lebih besar dibandingkan dengan nilai pasarnya yaitu sebesar 638 sehingga saham PT Industri
Jamu dan Farmasi Sido Muncul dalam kondisi undervalued. Meskipun saham PT Industri Jamu
dan Farmasi Sido Muncul undervalued, namun Sido Muncul sendiri tetap bisa bertahan dan jadi
perusahaan jamu tradisional dan obat herbal dan farmasi yang paling lama di Indonesia. Hal ini
dapat terjadi karena Sido Muncul sendiri aktif di dalam bereskpansi, dimana Sido Muncul sendiri
melakukan ekspor ke negara ASEAN dan Afrika. Selain itu juga saham Sido Muncul dari sisi
kinerjanya sangatlah baik dimana pendapatan Sido Muncul sendiri selalu konsisten dan stabil.
Pada tahun 2020, PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul melakukan stock split. Hal tersebut
dilakukan untuk meningkatkan likuiditas supaya semakin banyak investor retail yang dapat
berimvestasi ditambah dengan kondisi COVID 19 dimana perusahaan farmasi menjadi banyak
inceran investor dan masyarakat. Hal ini akan membantu harga saham Sido Muncul sendiri.
Seperti yang dapat kita lihat pada grafik diatas, bahwa revenue/pendapatan dan asset PT
Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Indonesia terus mengalami peningkatan PT Industri
Jamu dan Farmasi Sido Muncul sendiri menjadi salah satu laba bersih tertinggi di industri bahan
pokok. Peningkatan pendapatan PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul pada tahun 2019
peningkatan revenue disebabkan adanya peningkataan penjualan jamu herbal dan suplemen naik
11,9% dibandingkan dengan 2018. Sehingga hal tersebut berimbas pada kenaikan aset pada
tahun 2019. Selain itu juga untuk terus meningkatkan pendapatannya PT Industri Jamu dan
Farmasi Sido Muncul memperluas cairan obatnya untuk mendorong rencana ekspansi dan
menangkap potensi pertumbuhan di masa yang akan datang.
Analisa Teknikal

Seperti yang dapat kita lihat dari chart diatas, bahwa pada awal tahun 2020 saham Sido
Muncul mengalami downtrend dimana harga berada dibawah garis moving average. Hal ini
dapat terjadi karena pada awal tahun 2020 terjadinya kasus corona yang berdampak luas.
Meskipun begitu kinerja Sido Muncul sendiri positif saat Covid-19 ini, hal ini dikarenakan
masyarakat yang semakin sadar akan kesehatan sehingga penjualan Sido Muncul meningkat dan
memberi dampak pada pendapatan perusahaan. Kenaikan pendapatan ini membuat semakin
banyak investor yang membeli perusahaan Sido Muncul saat Covid-19 ini. Memasuki bulan Juni
saham Sido Muncul mulai mengalami uptrend. Dengan menggunakan RSI Indicator, pada awal
tahun 2020 saham Sido Muncul berada dibawah nilai 30 yang artinya dalam kondisi jenuh beli (
oversold ) nantinya harga tersebut akan berbalik naik. Memasuki bulan Juni, saham Sido Muncul
berada diatas nilai 70 yang artinya dalam kondisi jenuh jual ( overbought ) nantinya harga
tersebut akan berbalik turun.
PEMBENTUKAN PORTFOLIO EFISIEN

Portofolio efisien merupakan portfolio yang memaksimalkan return diharapkan dengan


tingkat risiko tertentu. Sedangkan portfolio optimal merupakan portfolio yang paling sering
dipilih oleh para investor dibanding dengan portfolio lainnya. Hal itu dapat terjadi, karena
investor memilih portfolio yang sesuai dengan preferensi yang sesuai dengan return dan risiko
yang dapat ia tanggung.

Nama Emiten Rm K Rekomendasi Portfolio

TLKM 3,56% 4,53% Tidak Efisien

BBCA 3,56% 3,41% Tidak Efisien

SIDO 3,56% 4,72% Tidak Efisien

SECURITY MARKET LINE


5.00%
4.72%
4.50% 4.53%
4.00%
3.50% 3.56% 3.56% 3.56%
3.41%
3.00%
2.50% Rm
2.00% K
1.50%
1.00%
0.50%
0.00%
TLKM BBCA SIDO

Seperti yang dapat kita dari tabel dan grafik diatas bahwa ketiga perusahaan tersebut baik
TLKM, BBCA dan SIDO memiliki portfolio yang tidak efisien hal ini dapat terlihat pada grafil
dimana cost of equity/ tingkat pengembalian yang diharapkan lebih tinggi dibandingkan dengan
annual market return ( Rm ).

Anda mungkin juga menyukai