Disusun Oleh
TAHUN 2022/2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt, karena atas berkat dan limpahan
rahmatnyalah makalah tentang "Konsep Stress, Rentang Sehat Sakit Jiwa dan Koping" ini dapat
terselesaikan dengan baik. Meskipun masih banyak kekurangan baik dari isi, sistematika,
maupun cara penyajiannya.
Makalah tentang "Konsep Stress, Rentang Sehat Sakit Jiwa dan Koping" ini adalah
sebagai pemenuhan tugas mata kuliah Keperawatan jiwa bagi Semester 5 Program Studi D III
Keperawatan di STIKes RS PROF.DR.J.A.LATUMETEN AMBON
Ucapan terimakasih kami ucapkan kepada dosen pembimbing Mata Kuliah Keperawatan
jiwa ini. Serta bagi semua pihak yang turut mendukung dalam pembuatan makalah ini.
Kami berharap semoga makalah ini dapat membantu mahasiswa dalam mempelajari
materi tentang Konsep Stress, Rentang Sehat Sakit Jiwa dan Koping. Semoga dapat bermanfaat
bagi pembaca dan peneliti lain yang akan menulis tentang terna yang sama, khususnya bagi kami
sendiri sebagai penyusun.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................................................................
DAFTAR ISI..............................................................................................................................................................
BAB 1. PENDAHULUAN........................................................................................................................................
- Latar Belakang
- Rumusan Masalah
- Tujuan
BAB 2. PEMBAHASAN...........................................................................................................................................
A.Konsep Stress..........................................................................................................................................................
a.Pengertian Stress......................................................................................................................................................
c. Ciri-Ciri Stress........................................................................................................................................................
C.Koping.....................................................................................................................................................................
BAB 3.PENUTUP......................................................................................................................................................
- Kesimpulan
- Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sesuatu hal dapat terjadi pada setiap orang, baik hal yang buruk ataupun baik, seperti
kondisi stress atau peningkatan kesehatan. Pemahaman tentang stress dan akibatnya sangatlah
parting bagi upaya pangobatan dan pencegahan stress itu sendiri. Setiap orang mengalami
sesuatu yang disebutstress sepanjang kehidupannya. Masalah stress sering dihubungkan dengan
kehidupan modem dan sepertinya kehidupan modan merupakan sumber bermacam gangguan
stress. Para ahli telah banyak meneliti masalah stress,terutama yang bertalian dengan situasi dan
kondisi hidup.
Stres dapat memberikan stimulus terhadap perkembang dan pertumbuhan, dan dalam hal
ini stress adalah hal positif dan diperlukan. Namun demikian, terlalu banyak stress dapat
menimbulkan gangguan-gangguan seperti, penyesuaian yang buruk, penyakit fisik
danketidakmampuan untuk mengatasi atau koping terhadap masalah. Sejumlah penelitian yang
telah dilakukan menunjukan adanya suatu hubungan antara peristiwa kehidupan yang
menegangkan atau penuh stress dengan berbagaikelainan fisikdan psikiatrik (Yatkin & Labban,
1992).
Claude Bernand, tahun 1867, adalah satu dari ahli fisiologi pertamayang mengenali
konsekuensi stress. Ia menyatakan perubahan dalanlingkungan internal dan ekstemal dapat
mengganggu fungsi suatu organismedan hal ini penting bagi organisme untuk mengadaptasi
stressor sehinggaorganisme tersebut dapat bertahan. Walter Cannon, tahun 1920,
menyelidikirespons fisiologis terhadap rangsangan emosional dan penekanan fungsi adaptif dari
reaksi 'melawan atau lari' (fight or flight). Cannon jugamenunjukan bahwa respon ini adalah
hasil dari pengaruh emosional padatubuh dan bahwa respon selanjutnya adalah adaptif dan
fisiologis (Robinson, 1990)
Dalam memberikan asuhan keperawatan, perawat menyadari bahwa klien adalah manusia
utuh dan unik yang terdiri dari aspek bio, psiko, sosial, dan spritual tuntutan masyarakat akan
kwalitas pelayanan perawatan cenderung semakin meningkat. Hal ini membawa dampak yang
positif terhadap peran dan fungsi perawat untuk mengantisipasi tuntutan masyarakat mutu
pelayanan perawatan.
Pada pengkajian seringkali perawat hanya memusatkan perhatian pada aspek biologis
atau fisiknya saja, sehingga asuhan keperawatan secara konprensif tidak tercapai. Maka dari itu
perlunya perawat untuk membekali baik ilmu maupun pengalaman pengalaman. Sehingga respon
klien dapat terkaji lebih dalam dengan tujuan mengenal dan menentukan masalahnya atau
kebutuhannya.
Pada masa lalu, sebagian besar individu dan masyarakat memandang sehat dan sakit
sebagai sesuatu Hitam atau Putih. Dimana kesehatan merupakan kondisi kebalikan dari penyakit
atau kondisi yang terbebas dari penyakit. Anggapan atau sikap yang sederhana ini tentu dapat
diterapkan dengan mudah; akan tetapi mengabaikan adanyarentang sehat-sakit
Saat ini sehat dipandang dengan perspektif yang lebih luas. Luasnya aspek itu meliputi
rasa memiliki kekuasaan, hubungan kasih sayang, semangat hidup, jaringan dukungan sosial
yang kuat, rasa berarti dalam hidup, atau tingkat kemandirian tertentu (Haber, 1994)
Sehat merupakan sebuah keadaan yang tidak hanya terbebas dari penyakit akan tetapi
juga meliputi seluruh aspek kehidupan manusia yang meliputi aspek fisik, emosi, sosial dan
spiritual.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
Adapun Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui konsep stress, rentang
sehat sakit jiwa dan koping
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Stress
1. Pengertian Stress
Stress menurut Hans Selye 1976 merupakan respon tubuh yang bersifat tidak spesifik
terhadap setiap tuntutan atau beban atasaya. Berdasarkan pengertian tersebut dapat dikatakan
stress apabila seseorang mengalami beban atau tugas yang berat tetapi orang tersebut tidak dapat
mengatasi tugas yangdibebankan itu, maka tubuh akan berespon dengan tidak mampu terhadap
tugastersebut, sehingga orang tersebut dapat mengalami stress. Respons atau tindakan ini
termasuk respons fisiologis dan psikologis Stress dapat menyebabkan perasaan negative atau
yang berlawanan dengan apa yang diinginkan atau mengancam kesejahteraan emosional Stress
dapat menggangu cara seseorang dalam menyerap realitas, menyelesaikan masalah, berfikir
secam umum dan hubungan seseorang dan rasa memiliki. Terjadinya stress dapat disebabkan
oleh sesuatu yang dinamakan stressor stressor ialah stimuli yang mengawali atau mencetuskan
perubahan. Stressor secara umum dapat diklasifikasikan sebagai stressor internal atau eksternal.
Stressor internal berasal dari dalam diri seseorang (mis. Kondisi sakit menopause, dll). Stressor
ekstemal berasal dari luar diri seseorang atan lingkungan (mis. Kematian anggota keluarga,
masalah di tempat kerja, dll).
Pengertian stress akan berbeda satu dengan lainnya, hal ini bergantung dengan cara
pandang seseorang dalam mendefinisikannya. Ada beberapa pengertian yang perlu diketahui
mahasiswa yaitu,
Stress adalah rspon tubuh yang sifatnya non-spesifik terhadap setiap tuntutan beban
atasnya.
b. Emanuelsen& Rosenlicht, 1986
Stress didefinisikan sebagai respon fisik dan emosionalterhadap tuntutan yang dialami
individu yang diterpretasikansebagai sesuatu yang mengancam keseimbangan
Stres adalah suatu kekuatan yang mendesak ataumencekam, yang menimbulkan suatu
ketegangan dalam diri seseorang
d. Maramis, 1999
Secara umum, yang dimaksud 'Stres adalah reaksi tubuhterhadap situasi yang
menimbulkan tekanan, perubahan ketegangan emosi, dan lain-lain' 'Stres adalah segala Masalah
atau tuntutan penyesuaian diri. dan karena itu, sesuatu yangmengganggu keseimbangan kita
Stres adalah gangguan pada tubuh dan pikiran yangdisebabkan oleh perubahan dan
tuntutan kehidupan, yangdipengaruhi baik oleh lingkungan maupun penampilan individudi
dalam lingkungan tersebut.
Stress adalah realius kehidupan setiap hari yang tidak dapatdihindan. Stres disebabkan oleh
perubahan yang memerlukan penyesuaian.
2. Gejala Stress
Stres sifatnya universiality, yaitu umum semua orang sama dapat merasakannya, tetapi cara
pengungkapannya yang berbeda atau diversity. Sesuai dengan karakteristik individu, maka
responnya berbeda-beda untuk setiap orang. Seseorang yang mengalami stres dapat mengalami
perubahan-perubahan yang terjadi,
Cary Cooper dan Alison Straw mengemukakan gejala stres dapat berupa tanda-tanda
berikut ini:
1. Fisik, yaitu nafas memburu, mulut dan tenggorokan kering, tangan lembab.merasa panas, otot-
otot tegang, pencemaanterganggu, sembelit, letih yang tidak beralasan, sakit kepala, salah urat
dan gelisah.
2. Penlaku, yaitu perasaan bingung, cemas, sedih, jengkel, salah paham, tidak berdaya, gelisah,
gagal, tidak menarik, kehilangan semangat, susah konsentrasi, dan sebagainya.
3. Watak dan kepribadian, yaitu sikap hati-hati yang berlebihan, menjadi lekas panik, kurang
percaya diri, penjengkel
1. Fisik, yaitu sulit tidur atau tidak dapat tidur teranir, sakit kepala, sulit buang air besar, adanya
gangguan pencernaan, radang usus, kulit gatal-gatal.
3. Intelektual, yaitu mudah lupa, kacau pikirannya, daya ingat menurun, sulit berkonsentrasi,
suka melamun, pikiran hanya dipenuhi satu pikiran saja
4. Interpersonal, yaitu acuh, kurang percaya kepada orang lain, sering mengingkari janji, suka
mencari kesalahan orang lain, menutup diri, mudah menyalahkan orang lain.
3. Ciri-ciri Stres
1. Mengahadapi sesuatu dengan penuh harapan untuk melawan rasa takut dalam diri.
2. Memiliki jadwal yang sangat padat, tetapi didalam sela-sela jadwal yang padat itu ada
aktivitas yang sangat diharapkandan sangat dinikmati
3. Memiliki komitmen yang lebih terhadap apa yang Anda sayangi. Misalnya: pernikahan,
menjadi seorang ayah ibu, menjadi pekerja, atau menjadi pegawai negeri.
4. Bekerja dengan tujuan tertentu dan Anda tahu kecepatan Anda saat bergerak akan berkurang
saat tujuan itu tercapai atau bahkan saat baru akan tercapai.
5. Merasa tertantang, siap dan bersemangat untuk menerima dan menyelesaikan tugas yang akan
Anda hadapi.
6. Merasakan kondisi badan yang cukup lelah namun akhirnya akan menikmati tidur yang lelap
dan nyaman
1. Menghadapi segala sesuatu dengan perasan takut, resah, gelisah dan khawatir.
2. Memiliki jadwal yang sangat padat, tetapi tak ada satupun yang dapat Anda nikmati dan mau
tidak mau, harus Anda penuhi kewajiban itu.
3. Merasa bahwa semua yang Anda lakukan tidaklah penting, tidak memenuhi seluruh kebutuhan
Anda, dan tak sebanding dengan tenaga, pikiran dan waktu yang Anda curahkan.
4. Merasa tidak memegang kendali dan selalu merasa panic seakan-akan tidak ada jalan keluar
untuk menyelesaikan tugas, merasa tidak ada selesainya, dan merasa tidak ada yang membantu
menyelesaikannya.
5. Merasa lebih baik bekerja daripada berhenti/istirahat sejenak saat jam kerja. 6. Memiliki tidur
yang tidak lelap, tidur yang resah, sering sakit maag, sakit punggung dan mempunyai sakit yang
sifatnya menahun.
1. Faktor Lingkungan
2. Faktor Organisasi
Didalam organisasi terdapat beberapa faktor yang dapat menimbulkan stress yaitu role demands,
interpersonal demands, organizational structure dan organizational
leadership.
a. Role Demands
Peraturan dan tuntutan dalam pekerjaan yang tidak jelas dalam suatu organisasi akan
mempengaruhi peranan seorang karyawan untuk memberikan hasil akhir yang ingin
dicapaibersama.
b. Interpersonal Demands
c. Organizational Structure
d. Organizational Leadership
Berkaitan dengan peran yang akan dilakukan oleh seorang pimpinan dalam suatu
organisasi. Karakteristik pemimpin menurut The Michigan group (Robbins, 2001:316)
dibagi dua yaitu karakteristik pemimpin yang lebih mengutamakan atau menekankan pada
hubungan yang secara langsung antara pemimpin dengan karyawannya serta karakteristik
pemimpin yang hanya mengutamakan atau menekankan pada hal pekerjaan saja. Empat faktor
organisasi di atas juga akan menjadi batasan dalam mengukur tingginya tingkat stress.
Pengertian dari tingkat stress itu sendiri adalah muncul dari adanya kondisi-kondisi suatu
pekerjaan atau masalah yang timbul yang tidak diinginkan oleh individu dalam mencapai suatu
kesempatan, batasan-batasan, atau permintaan permintaan dimana semuanya itu berhubungan
dengan keinginannya dan dimana hasilnya diterima sebagai sesuatu yang tidak pasti tapi penting
(Robbins, 2001:563)
3. Faktor Individu
Pada dasarnya, faktor yang terkait dalam hal ini muncul dari dalam keluarga. masalah
ekonomi pribadi dan karakteristik pribadi dari keturunan. Hubungan pribadi antara keluarga yang
kurang baik akan menimbulkan akibat pada pekerjaan yang akan dilakukan karena akibat
tersebut dapat terbawa dalam pekerjaan seseorang. Sedangkan masalah ekonomi tergantung dari
bagaimana seseorang tersebut dapat menghasilkan penghasilan yang cukup bagi kebutuhan
keluarga serta dapat menjalankan keuangan tersebut dengan seperlunya. Karakteristik pribadi
dari keturunan bagi tiap individu yang dapat menimbulkan stress terletak pada watak dasar alami
yang dimiliki oleh seseorang tersebut. Sehingga untuk itu, gejala stress yang timbul pada tiap-
tiap pekerjaan harus diatur dengan benar dalam kepribadian seseorang.
Koping merupakan cara-cara yang digunakan oleh indifidu unyuk menghadapi situasi yang
menekan Oleh karena itu meskipun koping menjadi bagian dari penyesuaian diri,namun koping
merupakan istilah yang khusus digunakan untuk menunjukkan reaksi individu ketika
menghadapi tekanan/stress.
Ada berbagai macam koping.Pendapat berbagai tokoh pun beragam Ada yang
menyebutkan istilah koping hanya untuk cara-cara mengatasi persoalan yang sifatnya
positif.Namun ada juga yang melihat koping sebagai istilah yang netral
Ada berbagai cara untuk mengatasi stress.kalau akibat stres telah mempengaruhi fisik dan
bahkan menimbulkan penyakit tertentu peranan obat/medikasi biasanya diperlukan namun obat
itu sendiri kurang efektif untuk mengatasi stress dalam jangka panjang Ada efek negatif bila
menggunakan obat terus menerus. Disamping obat-obat tertentu membutuhkan biaya yang
mahal,obat juga bias mengakibatkan ketergantungan dan bahkan membuat orang tertentu kebal
terhadap obat tertentu. Untuk mencegah dan mengatasi stres agar tidak sampai ke tahap yang
paling berat, maka dapat dilakukan
dengan cara :
Istirahat dan tidur merupakan obat yang baik dalam mengatasi stres karena dengan
istirahat dan tidur yang cukup akan memulihkan keadaan tubuh. Tidur yang cukup akan
memberikan kegairahan dalam hidup dan memperbaiki sel-sel yang rusak.
Olah raga dan latihan teratur adalah salah satu cara untuk meningkatkan daya tahan dan
kekebalan fisik maupun mental. Olah raga dapat dilakukan dengan cara jalan pagi, lari pagi
minimal dua kali seminggu dan tidak perlu lama-lama yang penting menghasilkan keringat
setelah itu mandi dengan air hangat untuk memulihkan kebugaran.
3. Berhenti Merokok
Berhenti merokok adalah bagian dari cara menanggulangi stres karena dapat
meningkatkan ststus kesehatan dan mempertahankan ketahanan dan kekebalan tubuh. 4. Tidak
Mengkonsumsi Minuman Keras Minuman keras merupakan faktor pencetus yang dapat
mengakibatkan terjadinya stres. Dengan tidak mengkonsumsi minuman keras, kekebalan dan
ketahanan tubuh akan semakin baik, segala penyakit dapat dihindari karena minuman keras
banyak mengandung alkohol.
Peningkatan berat badan merupakan faktor yang dapat menyebabkan timbulnya stres
karena mudah menurunkan daya tahan tubuh terhadap stres. Keadaan tubuh yang seimbang akan
meningkatkan ketahanan dan kekebalan tubuh terhadap stres.
6. Pengaturan Waktu
Pengaturan waktu merupakan cara yang tepat dalam mengurangi dan menanggulangi
stres. Dengan pengaturan waktu segala pekerjaan yang dapat menimbulkan kelelahan fisik dapat
dihindari. Pengaturan waktu dapat dilakukan dengan
cara menggunakan waktu secara efektif dan efisien serta melihat aspek prokdutivitas
waktu. Seperti menggunakan waktu untuk menghasilkan sesuatu dan jangan biarkan waktu
berlalu tanpa menghasilkan sesuatu yang bermanfaat.
7. Terapi Psikofarmaka
Terapi ini dengan menggunakan obat-obatan dalam mengalami stres yang dialami dengan
cara memutuskan jaringan antara psiko neuro dan imunologi sehingga stresor psikososial yang
dialami tidak mempengaruhi fungsi kognitif afektif atau psikomotor yang dapat mengganggu
organ tubuh yang lain. Obat-obatan yang digunakan biasanya digunakan adalah anti cemas dan
anti depresi.
8. Terapi Somatik
Terapi ini hanya dilakukan pada gejala yang ditimbulkan akibat stres yang dialami
sehingga diharapkan tidak dapat mengganggu sistem tubuh yang lain.
9. Psikoterapi
Terapi ini dengan menggunakan teknik psikologis yang disesuaikan dengan kebutuhan
seseorang. Terapi ini dapat meliputi psikoterapi suportif dan psikoterapi redukatif di mana
psikoterapi suportif memberikan motivasi atau dukungan agar pasien mengalami percaya diri,
sedangkan psikoterapi redukatif dilakukan dengan memberikan pendidikan secara berulang.
Selain itu ada psikoterapi rekonstruktif, psikoterapi kognitif dan lain-lain.
11. Homeostatis
Homeostatis yang terdapat dalam tubuh manusia dapat dikendalikan oleh suatu
sistemendokrin dan syaraf otonom. Secara alamiah proses homeostatis dapat terjadi
dalam tubuh manusia. Dalam mempelajari cara tubuh melakukan proses homeostatis ini dapat
melalui empat cara di antaranya:
a. Self regulation di mana sistem ini terjadi secara otomatis pada orang yang sehat seperti dalam
pengaturan proses sistem fisiologis tubuh manusia.
dalam tubuh.
C. Dengan cara sistem umpan balik negatif, proses ini merupakan penyimpangan dari keadaan
normal segera dirasakan dan diperbaiki dalam tubuh dimana apabila tubuh dalam keadaan tidak
normal akan secara sendiri mengadakan mekanisme umpan balik untuk menyeimbangkan dari
keadaan yang ada.
hidupnya adalah orang yang tidak akan mudah terkena efek negatif stress
1. Defenisi sehat
Sehat adalah keadaan fisik, mental dan sosial yang baik, tidak hanya terbebas dari
penyakit, cacat, atau kelemahan arti sehat secara harfiah adalah sesuatu yang berhubungan
dengan kondisi fisik seseorang orang dikatakan apabila terbebas dariserangan penyakit.
Sehat adalah keadaan yang sempumabaik fisik, mental maupun social, tidak hanya
terbebas dari penyakit/cacat. (WHO dalam Notosoedirjo, 2005)
a. Cir-Ciri Sehat
Kesehatan fisik terwujud apabila sesorang tidak merasa dan mengeluh sakit atau tidak
adanya keluhan dan memang secara objektif tidak tampak sakit. Semua organ tubuh berfungsi
normal atau tidak mengalami gangguan. Kesehatan mental (jiwa) mencakup 3 komponen, yakni
pikiran, emosional, dan spiritual.
3. Spiritual schat tercermin dari cara seseorang dalam mengekspresikan rasa syukur. pujian,
kepercayaan dan sebagainya terhadap sesuatu di luar alam fana ini, yakni Tuhan Yang Maha
Kuasa (Allah SWT dalam agama Islam). Misalnya schat spiritual dapat dilihat dari praktik
keagamaan seseorang.
4. Kesehatan sosial terwujud apabila seseorang mampu berhubungan dengan orang lain atau
kelompok lain secara baik, tanpa membedakan ras, suku, agama atau kepercayan, status sosial,
ekonomi, politik, dan sebagainya, serta saling toleran dan menghargai.
5. Kesehatan dari aspek ekonomi terlihat bila seseorang (dewasa) produktif, dalam arti
mempunyai kegiatan yang menghasilkan sesuatu yang dapat menyokong terhadap hidupnya
sendiri atau keluarganya secara finansial. Bagi mereka yang belum dewasa (siswa atau
mahasiswa) dan usia lanjut (pensiunan), dengan sendirinya batasan ini tidak berlaku. Oleh sebab
itu, bagi kelompok tersebut, yang berlaku adalah produktif secara sosial, yakni mempunyai
kegiatan yang berguna bagi kehidupan mereka nanti, misalnya berprestasi bagi siswa atau
mahasiswa, dan kegiatan sosial, keagamaan, atau pelayanan kemasyarakatan lainnya bagi usia
lanjut.
Menurut UU Kesehatan Jiwa No. 3 tahun 1996, kesehatan jiwa adalah kondisi yang
memungkinkan perkembangan fisik, intelektual, emosional, secara oprimal dari seseorang dan
perkembangan ini berjalan selaras dengan orang lain.
kesehatan jiwa adalah suatu kondisi sehat emosional, psikologi dan social yang terlihat
dari hubungan interpersonal yang memuaskan, prilaku dan koping yang efektif. konsep diri yang
positif dan kestabilan emosional. (Videbeck, 2008)
3. Definisi sakit
Dalam pengertian sederhana, sakit adalah deviasi /penyimpangan dari status schat
seseorang dikatakan sakit apabila ia menderita penyakit menahun(kronis), atau gangguan
kesehatan lain yang menyebabkan aktivitas kerja kegiatannya terganggu.walaupun seseorang
sakit (istilah sehari-hari) seperti masuk angin, pilek. tetapi bila ia tidak terganggu untuk
melaksanakan kegiatannya, maka ia dianggap tidak
sakit.
Ada tiga kriteria untuk menentukan apakah mereka sakit sakit, yaitu:
a. Ciri-Ciri Sakit
1. Individu percaya bahwa ada kelainan dalam tubuh, merasa dirinya tidak schat /
Mempunyai 3 aspek:
Suatu skala ukur secara relative dalam mengukur keadaan sehat kesehatan sescorang.
Kedudukannya pada tingkat skala ukur: dinamis dan bersifat individual.
Jarak dalam skala ukur keadaan sehat secara optimal pada satu titik dan kematian pada
titik yang lain.
Kekurangan dari model ini adalah sulitnya menentukan tingkat kesehatan klien sesuai
dengan titik tertentu yang ada diantara dua titik ekstrim pada rentang itu (Kesejahteraan Tingkat
Tinggi Kematian). Misalnya: apakah seseorang yang mengalami fraktur kaki tapi ia mampu
melakukan adaptasi dengan keterbatasan
mobilitas, dianggap kurang sehat atau lebih sehat dibandingkan dengan orang yang mempunyai
fisik sehat tapi mengalami depresi berat setelah kematian pasangannya.
Model ini efektif jika digunakan untuk membandingkan tingkat kesejahteraan saat ini
dengan tingkat kesehatan sebelumnya. Sehingga bermanfaat bagi perawat dalam menentukan
tujuan pencapaian tingkat kesehatan yang lebih baik dimasa yang akan datang
Model yang dikembangkan oleh Dunn (1977) ini berorientasi pada cara memaksimalkan
potensi sehat pada individu melalui perubahan perilaku. Pada pendekata model ini perawat
melakukan intervnsi keperawatan yang dapat membantu klien mengubah perilaku tertentu yang
mengandung resiko tinggi terhadap kesehatan Model ini berhasil diterapkan untuk perawatan
lansia, dan juga digunakan dalam keperawatan keluarga maupun komunitas.
Menurut pendekatan model ini tingkat sehat dan sakit individu atau kelompok ditentukan
oleh hubungan dinamis antara Agen, Pejamu, dan Lingkungan
Agen: Berbagai faktor internal-eksternal yang dengan atau tanpanya dapat menyebabkan
terjadinya penyakit atau sakit. Agen ini bisa bersifat biologis, kimia, fisik, mekanis, atau
psikososial. Jadi Agen ini bisa berupa yang merugikan kesehatan (bakteri, stress) atau yang
meningkatkan kesehatan (nutrisi, dll).
Pejamu: Sesorang atau sekelompok orang yang rentan terhadap penyakit/sakit tertentu.
Faktor pejamu antara lain: situasi atau kondisi fisik dan psikososial yang menyebabkan
seseorang yang beresiko menjadi sakit.
Model ini menyatakan bahwa sehat dan sakit ditentukan oleh interaksi yang dinamis dari
ketiga variabel tersebut. Menurut Berne et al (1990) respon dapat meningkatkan kesehatan atau
yang dapat merusak kesehatan berasal dari interaksi antara seseorang atau sekelompok orang
dengan lingkungannya.
Selain dalam keperawatan komunitas model ini juga dikembangkan dalam teori umum
tentang berbagai penyebab penyakit
4. Model Keyakinan-Kesehatan
Misal: seorang klien perlu mengenal adanya pernyakit koroner melalui riwayat
keluarganya, apalagi kemudian ada keluarganya yang meninggal maka klien mungkin merasakan
resiko mengalami penyakit jantung
3. Persepsi Individu tentang manfaat yang diperoleh dari tindakan yang diambil.
Model ini membantu perawat memahami berbagai faktor yang dapat mempengaruhi
persepsi, keyakinan, dan perilaku klien, serta membantu perawat membuat rencana perawatan
yang paling efektif untuk membantu klien, memelihara dan mengembalikan kesehatan serta
mencegah terjadiny penyakit
Dikemukakan oleh Pender (1982,1993.1996) yang dibuat untuk menjadi sebuah model
yang menyeimbangkan dengan model perlindungan kesehatan. Fokus dari model ini adalah
menjelaskan alasan keterlibatan klien dalam aktivitas kesehatan (kognitif-persepsi dan faktor
pengubah)
1.Faktor Internal
a) Tahap Perkembangan
Artinya status kesehatan dapat ditentukan oleh faktor usia dalam hal ini adalah
pertumbuhan dan perkembangan, dengan demikian setiap rentang usia (bayi-lansia) memiliki
pemahaman dan respon terhadap perubahan kesehatan yang berbeda-beda. Untuk itulah seorang
tenaga kesehatan (perawat) harus mempertimbangkan tingkat pertumbuhan dan perkembangan
klien pada saat melakukan perncanaan tindakan. Contohnya: secara umum seorang anak belum
mampu untuk mengenal keseriusan penyakit sehingga perlu dimotivasi untuk mendapatkan
penanganan atau mengembangkan perilaku pencegahan penyakit.
Keyakinan seseorang terhadap kesehatan terbentuk oleh variabel intelektual yang terdiri
dari pengetahuan tentang berbagai fungsi tubuh dan penyakit, latar belakang pendidikan, dan
pengalaman masa lalu. Kemampuan kognitif akan membentuk cara berfikir seseorang termasuk
Cara seseorang merasakan fungsi fisiknya akan berakibat pada keyakinan terhadap
kesehatan dan cara melaksanakannya. Contoh, seseorang dengan kondisi jantung yang kronik
merasa bahwa tingkat kesehatan mereka berbeda dengan orang yang tidak pernah mempunyai
masalah kesehatan yang berarti. Akibatnya. keyakinan terhadap kesehatan dan cara
melaksanakan kesehatan pada masing masing orang cenderung berbeda-beda. Selain itu, individu
yang sudah berhasil sembuh dari penyakit akut yang parah mungkin akan mengubah keyakinan
mereka terhadap kesehatan dan cara mereka melaksanakannya. Untuk itulah perawat mengkaji
tingkat kesehatan klien, baik data subjektif yatu tentang cara
klien merasakan fungsi fisiknya (tingkat keletihan, sesak napas, atau nyeri), juga data objektif
yang aktual (seperti, tekanan darah, tinggi badan, dan bunyi paru). Informasi ini memungkinkan
perawat merencanakan dan mengimplementasikan perawatan klien secara lebih berhasil.
d) Faktor Emosi
Faktor emosional juga mempengaruhi keyakinan terhadap kesehatan dan cara
melaksanakannya. Seseorang yang mengalami respons stres dalam setiap perubahan hidupnya
cenderung berespons terhadap berbagai tanda sakit, mungkin dilakukan dengan cara
mengkhawatirkan bahwa penyakit tersebut dapat mengancam kehidupannya.
Seseorang yang secara umum terlihat sangat tenang mungkin mempunyai respons emosional
yang kecil selama ia sakit. Seorang individu yang tidak mampu melakukan koping secara
emosional terhadap ancaman penyakit mungkin akan menyangkal adanya gejala penyakit pada
dirinya dan tidak mau menjalani pengobatan. Contoh seseorang dengan napas yang terengah-
engah dan sering batuk mungkin akan menyalahkan cuaca dingin jika ia secara emosional tidak
dapat menerima kemungkinan menderita penyakit saluran pernapasan. Banyak orang yang
memiliki reaksi emosional yang berlebihan, yang berlawanan dengan kenyataan yang ada,
sampai-sampai mereka berpikir tentang risiko menderita kanker dan akan menyangkal adanya
gejala dan menolak untuk mencari pengobatan. Ada beberapa penyakit lain yang dapat lebih
diterima secara emosional, sehingga mereka akan mengakui gejala penyakit yang dialaminya dan
mau mencari pengobatan yang tepat.
e) Spiritual
Spiritual bertindak sebagai suatu tema yang terintegrasi dalam kehidupan seseorang.
Spiritual seseorang akan mempengaruhi cara pandangnya terhadap kesehatan dilihat dari
perspektif yang luas. Fryback (1992) menemukan hubungan
kesehatan dengan keyakinan terhadap kekuatan yang lebih besar, yang telah memberikan
seseorang keyakinan dan kemampuan untuk mencintai. Kesehatan dipandang oleh beberapa
orang sebagai suatu kemampuan untuk menjalani kehidupan secara utuh. Pelaksanaan perintah
agama merupakan suatu cara seseorang berlatih secara spiritual.
Ada beberapa agama yang melarang penggunaan bentuk tindakan pengobatan tertentu,
sehingga perawat hams memahami dimensi spiritual klien sehingga mereka dapat dilibatkan
secara efektif dalam pelaksanaan asuhan keperawatan.
Faktor Eksternal
a.Praktik di Keluarga
Cara bagaimana keluarga menggunakan pelayanan kesehatan biasanya mempengaruhi cara klien
dalam melaksanakan kesehatannya.
Misalnya:
Jika seorang anak bersikap bahwa setiap virus dan penyakit dapat berpotensi mejadi
penyakit berat dan mereka segera mencari pengobatan, maka bisasnya anak tersebut akan
malakukan hal yang sama ketika mereka dewasa. Klien juga kemungkinan besar akan melakukan
tindakan pencegahan jika keluarganya melakukan hal yang sama. Misal: anak yang selalu diajak
orang tuanya untuk melakukan pemeriksaan kesehatan rutin, maka ketika punya anak dia akan
melakukan hal yang sama.
b. Faktor Sosioekonomi
Faktor sosial dan psikososial dapat meningkatkan risiko terjadinya penyakit dan mempengaruhi
cara seseorang mendefinisikan dan bereaksi terhadap penyakitnya. Variabel psikososial
mencakup: stabilitas perkawinan, gaya hidup, dan lingkungan kerja. Sesorang biasanya akan
mencari dukungan dan persetujuan dari kelompok sosialnya, hal ini akan mempengaruhi
keyakinan kesehatan dan cara pelaksanaannya.
Latar belakang budaya mempengaruhi keyakinan, nilai dan kebiasaan individu, termasuk
sistem pelayanan kesehatan dan cara pelaksanaan kesehatan pribadi. Untuk perawat belum
menyadari pola budaya yang berhubungan dengan perilaku dan bahasa yang digunakan.
Sakit adalah keadaan dimana fisik, emosional, intelektual, sosial perkembangan, atau
seseorang berkurang atau terganggu, bukan hanya keadaan terjadinya proses penyakit.
Oleh karena itu sakit tidak sama dengan penyakit. Sebagai contoh klien dengan Leukemia
yang sedang menjalani pengobatan mungkin akan mampu berfungsi seperti biasanya, sedangkan
klien lain dengan kanker payudara yang sedang mempersiapkan diri untuk menjalanaio operasi
mungkin akan merasakan akibatnya pada dimensi lain, selain dimensi fisik.
Perilaku sakit merupakan perilaku orang sakit yang meliputi: cara seseorang memantau
tubuhnya; mendefinisikan dan menginterpretasikan gejala yang dialami, melakukan upaya
penyembuhan, dan penggunaan sistem pelayanan kesehatan.
Seorang individu yang merasa dirinya sedang sakit perilaku sakit bias berfungsi sebagai
mekanisme koping. 1. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Sakit:
a) Faktor Internal
Klien akan segera mencari pertolongan jika gejala tersebut dapat mengganggu rutinitas
kegiatan sehari-hari.
Misal: Tukang Kayu yang menderitas sakit punggung, jika ia merasa hal tersebut bisa
membahayakan dan mengancam kehidupannya maka ia akan segera mencari bantuan. Akan
tetapi persepsi seperti itu dapat pula mempunyai akibat yang sebaliknya. Bisa saja orang yang
takut mengalami sakit yang serius, akan bereaksi dengan cara menyangkalnya dan tidak mau
mencari bantuan.
Pada penyakit akut dimana gejala relatif singkat dan berat serta mungkin mengganggu fungsi
pada seluruh dimensi yang ada, Maka klien bisanya akan segera mencari pertolongan dan
mematuhi program terapi yang diberikan.
Sedangkan pada penyakit kronik biasany berlangsung lama (6 bulan) sehingga jelas dapat
mengganggu fungsi diseluruh dimensi yang ada. Jika penyakit kronik itu tidak dapat
disembuhkan dan terapi yang diberikan hanya menghilangkan sebagian gejala yang ada, maka
klien mungkin tidak akan termotivasi untuk memenuhi rencana terapi yang ada.
b) Faktor Eksternal
Gajala yang terlihat dari suatu penyakit dapat mempengaruhi Citra Tubuh dan Perilaku
Sakit. Misalnya: orang yang mengalami bibir kering dan pecah-pecah mungkin akan lebih cepat
mencari pertolongan dari pada orang dengan serak tenggorokan, karena mungkin komentar orang
lain terhadap gejala bibir pecah-pecah yang dialaminya.
Kelompok Sosial
Kelompok sosial klien akan membantu mengenali ancaman penyakit, atau justru
meyangkal potensi terjadinya suatu penyakit.
Misalnya: Ada 2 orang wanita, sebut saja Ny. A dan Ny.B berusia 35 tahun yang berasal
dari dua kelompok sosial yang berbeda telah menemukan adanya benjolan pada Payudaranya
saat melakukan SADARI. Kemudian mereka mendiskusikannya dengan temannya masing-
masing. Teman Ny. A mungkin akan mendorong mencari pengobatan untuk menentukan apakah
perlu dibiopsi atau tidak, sedangkan teman Ny. B mungkin akan mengatakan itu hanyalah
benjolan biasa dan tidak perlu diperiksakan ke dokter. Latar Belakang
budaya dan etik mengajarkan sesorang bagaimana menjadi sehat, mengenal penyakit, dan
menjadi sakit. Dengan demikian perawat perlu memahami latar belakang budaya yang dimiliki
klien.
Ekonomi
Semakin tinggi tingkat ekonomi seseorang biasanya ia akan lebih cepat tanggap terhadap
gejala penyakit yang ia rasakan. Sehingga ia akan segera mencari pertolongan ketika merasa ada
gangguan pada kesehatannya. Kemudahan Akses Terhadap Sistem Pelayanan
Dekatnya jarak klien dengan RS, klinik atau tempat pelayanan medis lain sering
mempengaruhi kecepatan mereka dalam memasuki sistem pelayanan kesehatan. Demikian pula
beberapa klien enggan mencari pelayanan yang kompleks dan besar dan mereka lebih suka untuk
mengunjungi Puskesmas yang tidak membutuhkan prosedur yang rumit.
Dukungan Sosial Dukungan sosial disini meliputi beberapa institusi atau perkumpulan
yang bersifat peningkatan kesehatan. Di institusi tersebut dapat dilakukan berbagai kegiatan,
seperti seminar kesehatan, pendidikan dan pelatihan kesehatan, latihan (aerobik, senam POCO-
POCO dll). Juga menyediakan fasilitas olehraga seperti, kolam renang, lapangan Bola Basket,
Lapangan Sepak Bola, dll.
Pada tahap ini pasien menyadari bahwa "ada sesuatu yang salah "Mereka mengenali
sensasi atau keterbatasan fungsi fisik tetapi belum menduga adanya diagnosa tertentu. Persepsi
individu terhadap suatu gejala meliputi: (a) kesadaran terhadap perubahan fisik (nyeri, benjolan,
dll); (b) evaluasi terhadap perubahan yang terjadi dan memutuskan apakah hal tersebut
merupakan suatu gejala penyakit; (c) respon emosional. Jika gejala itu dianggap merupakan
suatu gejal penyakit dan dapat mengancam kehidupannya maka ia akan segera mencari
pertolongan.
Terjadi jika gejala menetap atau semakin berat, Orang yang sakit akan melakukan konfimasi
kepada keluarga, orang terdekat atau kelompok sosialnya bahwa ia benar-benar sakit sehingga
harus diistirahatkan dari kewajiban nomainya dan dari harapan terhadap perannya. Menimbulkan
perubahan emosional spt menarik din/depresi, dan juga perubahan fisik. Perubahan emosional
yang terjadi bisa kompleks atau sederhana tergantung beratnya penyakit, tingkat
ketidakmampuan, dan perkiraan lama sakit. Seseorang awalnya menyangkal pentingnya
intervensi dari pelayanan kesehatan, sehingga ia menunda kontak dengan sistem pelayanan
kesehatan a akan tetapi jika gejala itu menetap dan semakin memberat maka ia akan segera
melakukan kontak dengan sistem pelayanan kesehatan dan berubah menjadi seorang klien.
Pada tahap ini klien mencari kepastian penyakit dan pengobatan dari seorang ahli,
mencari penjelasan mengenai gejala yang dirasakan, penyebab penyakit, dan implikasi penyakit
terhadap kesehatan dimasa yang akan datang Profesi kesehatan mungkin akan menentukan
bahwa mereka tidak menderita suatu penyakit atau justru menyatakan jika mereka menderita
penyakit yang bisa mengancam kehidupannya. å klien bisa menerima atau menyangkal diagnosa
tersebut.
Bila klien menerima diagnosa mereka akan mematuhi rencan pengobatan yang telah
ditentukan, akan tetapi jika menyangkal mereka mungkin akan mencari sistem pelayanan
kesehatan lain, atau berkonsultasi dengan beberapa pemberi pelayanan kesehatan lain sampai
mereka menemukan orang yang membuat diagnosa sesuai dengan keinginannya atau sampai
mereka menerima diagnose awal yang telah ditetapkan.
Klien yang merasa sakit, tapi dinyatakan schat oleh profesi kesehatan. mungkin ia akan
mengunjungi profesi kesehatan lain sampai ia memperoleh diagnosa yang diinginkan
Klien yang sejak awal didiagnosa penyakit tertentu, terutama yang mengancam
kelangsungan hidup, ia akan mencari profesi kesehatan lain untuk meyakinkan bahwa kesehatan
atau kehidupan mereka tidak terancam. Misalnya: klien yang didiagnosa mengidap kanker, maka
ia akan mengunjungi beberapa dokter sebagai usaha klien menghindari diagnosa yang
sebenarnya.
Pada tahap ini klien menerima keadaan sakitnya, sehingga klien bergantung pada pada
pemberi pelayanan kesehatan untuk menghilangkan gejala yang ada. Klien menerima perawatan,
simpati, atau perlindungan dari berbagai tuntutan dan stress hidupnya. Secara sosial klien
diperbolehkan untuk bebas dari kewajiban dan tugas normalnya à semakin parah sakitnya,
semakin bebas. Pada tahap ini klien juga harus menyesuaikanny dengan perubahan jadwal
sehari-hari. Perubahan ini jelas akan mempengaruhi peran klien di tempat ia bekerja, rumah
maupun masyarakat. Merupakan tahap akhir dari perilaku sakit, dan dapat terjadi secara tiba-
tiba, misalnya penurunan demam. Penyembuhan yang tidak cepat, menyebabkan seorang klien
butuh perawatan lebih lama sebelum kembali ke fungsi optimal, misalnya pada penyakit kronis.
Tidak semua klien melewati tahapan yang ada, dan tidak setiap klien melewatinya
dengan kecepatan atau dengan sikap yang sama. Pemahaman terhadap tahapan perilaku sakit
akan membantu perawat dalam mengidentifikasi perubahan-perubahan perilaku sakit klien dan
bersama-sama klien membuat rencana perawatan yang efektif
d.Dampak Sakit
Setiap orang memiliki reaksi yang berbeda-beda tergantung pada asal penyakit, reaksi
orang lain terhadap penyakit yang dideritanya, dan lain-lain. Penyakit dengan jangka waktu yang
singkat dan tidak mengancam kehidupannya akan menimbulkan sedikit perubahan perilaku
dalam fungsi klien dan keluarga. Misalnya seorang Ayah yang mengalami demam, mungkin
akan mengalami penurunan tenaga atau kesabaran untuk menghabiskan waktunya dalam
kegiatan keluarga dan mungkin akan menjadi mudah marah, dan lebih memilih menyendiri.
Sedangkan penyakit berat, apalagi jika mengancam kehidupannya dapat menimbulkan perubahan
emosi dan perilaku yang lebih luas, seperti ansietas, syok,penolakan, marah, dan menarik diri
Perawat berperan dalam mengembangkan koping klien dan keluarga terhadap stress, karena
stressor sendiri tidak bisa dihilangkan.
Setiap orang memiliki peran dalam kehidupannya, seperti pencari nafkah, pengambil
keputusan, seorang profesional, atau sebagai orang tua. Saat mengalami penyakit, peran-peran
klien tersebut dapat mengalami perubahan. Perubahan tersebut mungkin tidak terlihat dan
berlangsung singkat atau terlihat secara drastis dan berlangsung lama. Individu keluarga lebih
mudah beradaftasi dengan perubahan yang berlangsung singkat dan tidak terlihat.Perubahan
jangka pendek:
klien tidak mengalami tahap penyesuaian yang berkepanjangan. Akan tetapi pada
perubahan jangka penjang klien memerlukan proses penyesuaian yang sama dengan "Tahap
Berduka". Peran perawat adalah melibatkan keluarga dalam pembuatan rencana keperawatan.
Jenis Perubahan (mis: kehilangan tangan, alat indera tertentu, atau organ tertentu) Kapasitas
adaptasi Kecepatan perubahan Dukungan yang tersedia.
Konsep Diri adalah citra mental seseorang terhadap dirinya sendiri, mencakup bagaimana
mereka melihat kekuatan dan kelemahannya pada seluruh aspek kepribadiannya. Konsep diri
tidak hanya bergantung pada gambaran tubuh dan peran yang dimilikinya tetapi juga bergantung
pada aspek psikologis dan spiritual diri. Perubahan konsep diri akibat sakit mungkin bersifat
kompleks dan kurang bisa terobservasi dibandingkan perubahan peran. Konsep diri berperan
penting dalam hubungan seseorang dengan anggota keluarganya yang lain. Klien yang
mengalami perubahan konsep diri karena sakitnya mungkin tidak mampu lagi memenuhi
harapan keluarganya, yang akhirnya menimbulkan ketegangan dan konflik. Akibatnya anggota
keluarga akan merubah interaksi mereka dengan klien.
Misal: Klien tidak lagi terlibat dalam proses pengambilan keputusan dikeluarga atau tidak
akan merasa mampu memben dukungan emosi pada anggota keluarganya yang lain atau kepada
teman-temannya klien akan merasa kehilangan fungsi sosialnya Perawat seharusnya mampu
mengobservasi perubahan konsep diri klien, dengan mengembangkan rencana perawatan yang
membantu mereka menyesuaikan diri dengan akibat dan kondisi yang dialami klien.
Misal: anak kecil akan mengalami rasa kehilangan yang besar jika salah satu orang
tuanya tidak mampu memberikan kasih sayang dan rasa aman pada mereka. Atau jika anaknya
sudah dewasa maka seringkali ia harus menggantikan peran mereka sebagai mereka termasuk
kalau perlu sebagai pencari nafkah.
Pada strategi ini, setiap individu diberikan motivasi untuk melakukan program kesehatan
tertentu. Misal: Program Penurunan BB. dan Program pemberantasan rokok, menuntut
keikutsertaan klien secara aktif.
1. Pencegahan Primer
Merupakan pencegahan yang dilakukan sebelum terjadi penyakit dan gangguan fungsi,
dan diberikan kepada klien yang sehat secara fisik dan mental. Tidak bersifat terapeutik,
tidak menggunakan tindakan yang terapeutik, dan tidak menggunakan identifikasi gejala
penyakit
Terdiri dari:
Merupakan tindakan pencegahan yang berfokus pada individu yang meng alami masalah
kesehatan atau penyakit, dan individu yang berisiko mengalami komplikasi atau kondisi
yang lebih buruk m Pencegahan sekunder dilakukan melaku pembuatan diagnosa dan
pemberian intervensi yang tepat sehingga akan mengurangi keparahan kondisi dan
memungkinkan klien kembali pada kondisi kesehatan yang normal sedini mungkin.
Pencegahan komplikasi sebagian besar dilakukan di RS atau tempat pelayanan kesehatan
lain yang memiliki fasilitas memadai. Pencegahan skunder terdiri dari teknik skrining dan
pengobatan penyakit pada tahap dini untuk membatasi kecacatan dengan cara
menghindarkan atau menunda akibat yang ditimbulkan dari perkembangan penyakit.
3. Pencegahan Tersier
Pencegahan ini dilakukan ketika terjadi kecacatan atau ketidakmampuan yang permanen
dan atau tidak dapat disembuhkan. Pencegahan ini terdiri dari cara meminimalkan akibat
penyakit atau ketidakmampuan melalui intervensi yang bertujuan untuk mencegah
komplikasi dan penurunan kesehatan Kegiatannya lebih ditujukan untuk melaksanakan
rehabilitasi, dari pada pembuatan diagnosa dan tindakan penyakit. Perawatan pada tingkat
ini ditujukan untuk membantu klien mencapai tingkat fungsi setinggi mungkin, sesuai
dengan keterbatasan yang ada akibat penyakit atau kecacatan. mTingkat perawatan ini
bisa disebut juga perawatan preventive, karena didalamnya terdapat tindak pencegahan
terhadap kerusakan atau penurunan fungsi lebih jauh. Misal: dalamm merawat orang
yang Buta, disamping memaksimalkan kemampuan klien dalam aktivitas sehari-hari,
juga mencegah terjadinya kecelakaan pada klien.
C. Koping
Koping adalah sebuah mekanisme untuk mengatasi perubahan yang dihadapi atau beban
yang diterima tubuh dan beban tersebut menimbulkan respon tubuh yang sifatnya nonspesifik
yaitu stres. Apabila mekanisme coping ini berhasil, seseorang akan dapat beradaptasi terhadap
perubahan atau beban tersebut (Ahyar, 2010).
Koping melibatkan upaya untuk mengelola situasi yang membebani, memperluas usaha untuk
memecahkan masalah-masalah hidup, dan berusaha untuk mengatasi dan menguragi stres.
Keberhasilan dalam koping berkaitan dengan sejumlah karakteristik. temasuk penghayatan
mengenai kendali pribadi, emosi positif, dan sumber daya personal (Folkman & Moskowitz,
2004). Meskipun demikian keberhasilan dalam koping juga tergantung pada strategi-strategi
yang digunakan dan konteksnya (John W Santrock, 2007: 299) Relevan dengan perbedaan
individual dalam merespons situasi penuh stres merupakan konsep koping, yaitu bagaimana
orang berupaya mengatasi masalah atau menangani emosi yang umumnya negatif yang
ditimbulkannya. Bahkan diantara mereka yang menilai suatu situasi sebagai penuh stres, efek
stres dapat bervariasi tergantung pada bagaimana individu menghadapi situasi tersebut (Gerald
C.Davison, 2010: 275) Menurut Lazarus dan Folkman (dalam Smet, 1994: 143) mengatakan
bahwa perilaku koping merupakan suatu proses dimana individu mencoba mengelola jarak yang
ada antara tuntutan tuntutan (baik itu tuntutan yang berasal dari individu maupun tuntutan yang
berasal dari lingkungan) 11 dengan sumber-sumber daya yang mereka gunakan dalam
menghadapi situasi yang penuh dengan stress. Sedangkan menurut Lazarus (1985), koping
adalah perubahan kognitif dan perilaku secara konstan dalam upaya untuk mengatasi tuntutan
internal dan atau eksternal khusus yang melelahkan atau melebihi sumber individu.
1. Mekanisme Koping
Berdasarkan kedua definisi di atas, maka yang dimaksud mekanisme koping adalah cara yang
digunakan individu dalam menyelesaikan masalah, mengatasi perubahan yang terjadi dan situasi
yang mengancam baik secara kognitif maupun perilaku Individu dapat mengatasi stres dengan
menggerakkan sumber koping di lingkungan. Ada lima sumber koping yaitu: aset ekonomi,
kemampuan dan keterampilan individu, teknik-teknik pertahanan, dukungan sosial dan dorongan
motivasi (Hidayat,2008).
2. Metode koping
Bell (1977, dalam Rasmun 2004) menyatakan ada dua metode koping yang di gunakan oleh
individu dalam mengatasi masalah psikologis yaitu: metode koping jangka panjang dan metode
koping jangka pendek.
Metode koping jangka panjang bersifat konstruktif dan merupakan cara yang efektif dan realitas
dalam menangani masalah psikologis untuk kurun waktu yang lama. hal ini seperti; berbicara
dengan orang lain, teman, keluarga atau profesi tentang masalah yang sedang dihadapi, mencoba
mencari informasi yang lebih banyak tentang masalah yang sedang dihadapi, menghubungkan
situasi atau masalah yang sedang dihadapi dalam kekuatan supra natural, melakukan latihan fisik
untuk mengurangi ketegangan/masalah, membuat berbagai alternatif tindakan untuk mengurangi
situasi, mengambil pelajaran dari peristiwa atau pengalaman masalalu.
Pada tingkat keluarga koping yang dilakukan dalam menghadapi masalah seperti yang di
kemukakan oleh McCubbin (1979, dalam Rasmun, 2004) adalah: mencari dukungan sosial
seperti minta bantuan keluarga, tetangga, teman, atau keluarga jauh, reframing yaitu mengkaji
ulang kejadian masa lalu agar lebih dapat menanganinya dan menerima, menggunakan
pengalaman masa lalu untuk mengurangi stres/kecemasa, mencari dukungan spiritual, berdoa,
menemui pemuka agama atau aktif pada pertemuan ibadah, menggerakkan keluarga untuk
mencari dan menerima bantuan, penilaian secara pasive terhadap peristiwa yang di alami dengan
cara menonton tv, atau diam saja.
3. Bentuk-bentuk Strategi Koping
Lazarus dan Folkman (Gerald C.Davison, 2010: 276) mengidentifikasikan dua bentuk strategi
koping, yaitu:
a. Koping yang berfokus pada masalah (problem focused coping) mencakup bertindak secara
langsung untuk mengatasi masalah atau mencari informasi yang relevan dengan solusi.
Contohnya adalah menyusun jadwal untuk menyelesaikan berbagai tugas dalam satu semester
sehingga megurangi tekanan pada akhir semester.
b. Koping yang berfokus pada emosi (emotion focused coping) merujuk pada berbagai upaya
untuk mengurangi berbagai reaksi emosional negatif terhadap stres, contohnya dengan
mengalihkan perhatian dari masalah, melakukan relaksasi, atau mencari rasa nyaman dan orang
lain. Mengatasi stres yang diarahkan pada masalah yang mendatangkan stres (problem focused
coping) bertujuan untuk mengurangi tuntutan hal, peristiwa, orang, keadaan yang mendatangkan
stres atau memperbesar sumber daya untuk menghadapinya. Metode yang dipergunakan adalah
metode tindakan langsung. Sedangkan pengatasan stres yang diarahkan pada pengendalian emosi
(emotion focused coping) bertujuan untuk menguasai, mengatur, dan mengarahkan tanggapan
emosional terhadap situasi stres. Pengendalian emosi inidapat dilakukan lewat perilaku 12
negatif seperti menenggak minuman keras atau obat penenang, atau dengan perilaku positif
seperti olahraga. berpaling pada orang lain untuk meminta bantuan pertolongan. Cara lain yang
dipergunakan dalam penanganan stres lewatpengendalian emosi adalah dengan mengubah
pemahaman terhadap masalah stres yang dihadapi (Bart Smet, 1994: 143 145),
DAFTAR PUSTAKA
Siswanto, 2007, Buku Kesehatan Mental Konsep, Cakupan dan Perkembangan Yogyakarta
Keliat, Budi Anna dll. (1998). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. EGC: Jakarta.
Schultz dan Videback. (1998). Manual Psychiatric Nursing Care Plan. 5th edition
Potter, Patricia, 2005, Buku Ajar Fundamental Keperawatan konsep, proses, dan praktek/Patricia
A. Potter, Anne Griffin Perry: Alih Bahasa, Yasmin Asih et al. Editor edisi
Bahasa indonesia, Devi Yulianti, Monica Ester. -Ed.4. Jakarta: EGC, 2005