Anda di halaman 1dari 5

Khutbah jumat Setiap kita adalah Pemimpin

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,


Mengawali khutbah kali ini, khatib berwasiat kepada para jamaah sekalian pada
umumnya, dan kepada diri khatib sendiri khususnya, agar kita senantiasa meningkatkan
kualitas keimanan dan ketakwaan kepada Allah ‫ ﷻ‬dengan menjalankan perintah-Nya dan
menjauhi larangan-Nya.

Karena, peningkatan iman dan takwa sejatinya dapat diperoleh dengan dua cara tersebut,
yaitu menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Sebuah kalam ulama
menyebutan:

“Iman itu dinamis, dapat bertambah dan berkurang. Bertambah karena ketaatan kepada
Allah dan berkurang karena kemaksiatan.

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,

Mengawali khutbah Jumat kali ini, khatib membawakan sebuah hadits yang patut menjadi
renungan kita yang berstatus sebagai khalifatullah fil ardl.

"Ketahuilah setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai
pertanggungjawabannya atas yang dipimpin. Penguasa yang memimpin rakyat banyak dia
akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya, setiap kepala keluarga adalah
pemimpin anggota keluarganya dan dia dimintai pertanggungjawaban atas yang
dipimpinnya, dan istri pemimpin terhadap keluarga rumah suaminya dan juga anak-
anaknya, dan dia akan dimintai pertanggungjawabannya terhadap mereka, dan budak
seseorang juga pemimpin terhadap harta tuannya dan akan dimintai
pertanggungjawaban terhadapnya. Ketahuilah, setiap kalian adalah bertanggung jawab
atas yang dipimpinnya" (HR al-Bukhari).

Hadits di atas memberikan penegasan bahwa sejatinya setiap diri adalah seorang
pemimpin. Beliau menegaskan bahwa pemimpin bukan hanya mereka yang menjadi
presiden, gubernur, wali kota, dan pejabat lainnya. Akan tetapi, seorang pembantu
sekalipun, masuk dalam kategori pemimpin dengan bertanggung jawab atas harta
majikannya.
Hal ini juga berlaku pada bidang pekerjaan apa pun. Misalnya, seorang karyawan pabrik
yang sedang mengerjakan bidang tertentu, maka ia menjadi pemimpin yang bertanggung
jawab atas apa yang dia kerjakan.

Dengan demikian, yang terpenting dalam kepemimpinan pada diri manusia bukan
persoalan besar atau kecilnya tanggung jawab yang dipikulnya. Akan tetapi, yang
terpenting adalah seberapa kuat ia menjalankan tanggung jawabnya dengan amanah dan
adil.

Dalam Al-Qur’an surah an-Nahl ayat 90, Allah mengingatkan kita:

“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi
bantuan kepada kerabat, dan Dia melarang (melakukan) perbuatan keji, kemungkaran,
dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil
pelajaran.”

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,

Pada ayat di atas disebutkan tiga perintah dan tiga larangan. Tiga perintah itu ialah
berlaku adil, berbuat kebajikan (ihsan), dan berbuat baik kepada kerabat. Sedangkan tiga
larangan itu ialah berbuat keji, mungkar, dan permusuhan.

Penyimpangan dari keadilan adalah penyimpangan dari sunnah Allah dalam menciptakan
alam ini. Hal ini tentulah akan menimbulkan kekacauan dan kegoncangan dalam
masyarakat, seperti putusnya hubungan cinta kasih sesama manusia, serta tertanamnya
rasa dendam, kebencian, iri, dengki, dan sebagainya dalam hati manusia. Semua yang
disebutkan itu akan menimbulkan permusuhan yang menyebabkan kehancuran. Oleh
karena itu, agama Islam menegakkan dasar-dasar keadilan untuk memelihara
kelangsungan hidup masyarakat.

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,

Dalam Islam, adilnya seorang pemimpin merupakan hal yang sangat penting dan
diperhatikan. Mengapa? Karena keadilan pemimpin dapat membawa kemaslahatan bagi
masyarakat luas. Maka, tidak heran jika Allah sangat memuji dan menjanjikan balasan
kebaikan yang luar biasa bagi pemimpin yang baik, namun juga menjanjikan balasan
keburukan bagi pemimpin yang tidak baik, sebagaimana hadits Rasulullah ‫ﷺ‬:
Artinya, "Sesungguhnya orang yang paling dicintai Allah ‫ ﷻ‬pada hari kiamat dan paling
‘dekat’ tempat duduknya dari-Nya adalah seorang pemimpin yang adil, sedangkan orang
yang paling dibenci Allah pada hari kiamat dan paling keras siksanya adalah seorang
pemimpin yang lalim." (HR. Ahmad)

Dalam hadits lain, beliau juga menegaskan tentang jaminan naungan Allah di hari kiamat
kepada pemimpin yang adil:

Artinya, “Ada tujuh golongan yang akan mendapatkan naungan Allah di hari kiamat saat
tidak ada naungan kecuali dari Allah, di antaranya diberikan kepada imam atau pemimpin
yang adil...” (HR al-Bukhari)

Kebijaksanaan pemimpin dalam sejarah Islam dapat kita lihat salah satunya pada diri
Umar bin Khattab yang rela berkeliling malam-malam untuk mencari warganya yang
tidak bisa makan. Hingga akhirnya, beliau menemukan sebuah gubuk yang di dalamnya
ada seorang perempuan janda sedang memasak dan anaknya yang sedang manangis.

Perempuan janda ini tidak tahu bahwa yang datang ke rumahnya adalah Khalifah Umar.

“Mengapa anakmu menangis?” tanya Umar.

“Seharian dia belum makan, dan kini sedang menunggu masakan yang sedang aku
masak,” jawab perempuan itu.

Namun, alangkah terkejutnya ketika Umar melihat ternyata yang dimasak adalah kerikil
batu. Perempuan janda ini memasak batu karena tidak ada bahan makanan yang bisa
dimasak, lantas untuk menghibur anaknya, ia memasak batu agar anaknya tertidur.

Dengan nada sinis, perempuan ini berkata, “Sungguh aku menyesal memiliki pemimpin
seperti Umar yang tidak peduli terhadap kesusahan warganya.”

Sontak Umar kaget mendengar ucapan itu. Secepat mungkin ia pergi ke lumbung
makanan negara, mengambil sekarung gandum, dan memikul sendiri gandum itu ke
rumah perempuan janda yang sedang kelaparan itu.

Tidak berhenti sampai di situ, Khalifah Umar kemudian membantu memasak hingga
masakannya matang dan dimakan oleh perempuan dan anaknya.

Pertanyaannya, mengapa Umar bersusah payah mengangkat gandum sendiri hingga


membantu memasak si perempuan janda itu? Karena ia sangat sadar bahwa dosa
pemimpin yang tidak adil sangatlah besar dan dia sendirilah yang akan menanggungnya.
“Dan orang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Dan jika seseorang yang
dibebani berat dosanya memanggil (orang lain) untuk memikul bebannya itu tidak akan
dipikulkan sedikit pun, meskipun (yang dipanggilnya itu) kaum kerabatnya.
Sesungguhnya yang dapat engkau beri peringatan hanya orang-orang yang takut kepada
(azab) Tuhannya (sekalipun) mereka tidak melihat-Nya dan mereka yang melaksanakan
shalat. Dan barang siapa menyucikan dirinya, sesungguhnya dia menyucikan diri untuk
kebaikan dirinya sendiri. Dan kepada Allah-lah tempat kembali" (QS Fathir: 18).

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,

Semoga kita semua mendapat kekuatan untuk mampu mengemban misi sebagai
pemimpin di muka bumi ini dengan baik, amanah, dan adil, setidaknya dapat memimpin
diri sendiri agar bisa selamat di dunia dan di akhirat kelak. Amin ya robbal alamin.

Anda mungkin juga menyukai