Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pada pekerjaan surveying selalu melibatkan pengukuran jarak, sudut, dan arah.
Pengukuran tersebut menggunakan alat khusus dan tidak terlepas dari kesalahan
pengukuran, dan kesalahan tersebut bersumber dari beberapa faktor, seperti: kondisi
alat, kondisi alam, dan kondisi manusia / pengguna alat. Untuk mengurangi kesalahan
tersebut mahasiswa harus dapat mengenali kondisi alat dan cara penggunaannya yang
baik dan benar. Untuk faktor alat dan manusia dapat di atasi jika mahasiswa patuh
pada peraturan yang telah ditetapkan. Dan untuk faktor alam hanya dapat diketahui
pada saat praktikum. Maka dari itu mahasiswa harus patuh pada peraturan dosen agar
praktikum berjalan dengan lancar
1.2. Rumusan Masalah
 Bagaimana cara menggunakan theodolite dalam pengukuran kedataran tanah?
 Bagaimana cara pengolahan datanya?
1.3. Tujuan
Tujuan dari pratikum ini adalah:
 Untuk mengetahui dan dapat menggunakan alat theodolite dengan baik dan
benar.
 Untuk mengetahui cara mengolah data hasil pratikum theodolite dengan benar
dan tepat.
1.4. Manfaat
Manfaat dari pratikum ini adalah :
 Agar praktikan bisa atau dapat memahami kegunaan dan cara menggunakan dari
alat ukur Theodolite.
 Agar praktikan mampu untuk mengelola atau menghitung data dari hasil
pengukuran Theodolite.

1
BAB III
DASAR TEORI
2.1 Pengertian Theodolite
Theodolit adalah salah satu alat ukur tanah yang digunakan untuk menentukan
tinggi tanah dengan sudut mendatar dan sudut tegak. Berbeda dengan waterpass yang
hanya memiliki sudut mendatar saja. Di dalam theodolit sudut yang dapat di baca bisa
sampai pada satuan sekon (detik). Theodolite merupakan alat yang paling canggih di
antara peralatan yang digunakan dalam survei. Pada dasarnya alat ini berupa sebuah
teleskop yang ditempatkan pada suatu dasar berbentuk membulat (piringan) yang dapat
diputar-putar mengelilingi sumbu vertikal, sehingga memungkinkan sudut horisontal
untuk dibaca. Teleskop tersebut juga dipasang pada piringan kedua dan dapat
diputarputar mengelilingi sumbu horisontal, sehingga memungkinkan sudut vertikal
untuk dibaca. Kedua sudut tersebut dapat dibaca dengan tingkat ketelitian sangat tinggi
(Farrington 1997).
Survei dengan menggunakan theodolite dilakukan bila situs yang akan dipetakan
luas dan atau cukup sulit untuk diukur, dan terutama bila situs tersebut memiliki relief
atau perbedaan ketinggian yang besar. Dengan menggunakan alat ini, keseluruhan
kenampakan atau gejala akan dapat dipetakan dengan cepat dan efisien (Farrington
1997) Instrumen pertama lebih seperti alat survey theodolit benar adalah kemungkinan
yang dibangun oleh Joshua Habermel (de: Erasmus Habermehl) di Jerman pada 1576,
lengkap dengan kompas dan tripod. Awal altazimuth instrumen yang terdiri dari dasar
lulus dengan penuh lingkaran di sayap vertikal dan sudut pengukuran perangkat yang
paling sering setengah lingkaran. Alidade pada sebuah dasar yang digunakan untuk
melihat obyek untuk pengukuran sudut horisontal, dan yang kedua alidade telah
terpasang pada vertikal setengah lingkaran. Nanti satu instrumen telah alidade pada
vertikal setengah lingkaran dan setengah lingkaran keseluruhan telah terpasang
sehingga dapat digunakan untuk menunjukkan sudut horisontal secara langsung. Pada
akhirnya, sederhana, buka-mata alidade diganti dengan pengamatan teleskop. Ini
pertama kali dilakukan oleh Jonathan Sisson pada 1725. Alat survey theodolite yang
menjadi modern, akurat dalam instrumen 1787 dengan diperkenalkannya Jesse
Ramsden alat survey theodolite besar yang terkenal, yang dia buat menggunakan mesin
pemisah sangat akurat dari desain sendiri. Di dalam pekerjaan – pekerjaan yang

2
berhubungan dengan ukur tanah, theodolit sering digunakan dalam bentuk pengukuran
polygon, pemetaan situasi, maupun pengamatan matahari.
Theodolit juga bisa berubah fungsinya menjadi seperti Pesawat Penyipat Datar
bila sudut verticalnya dibuat 90º. Dengan adanya teropong pada theodolit, maka
theodolit dapat dibidikkan kesegala arah. Di dalam pekerjaan bangunan gedung,
theodolit sering digunakan untuk menentukan sudut siku-siku pada perencanaan /
pekerjaan pondasi, theodolit juga dapat digunakan untuk menguker ketinggian suatu
bangunan bertingkat.

2.2 Cara Mengatur Alat Theodolite


1. Mengatur sentering ketepatan posisi alat theodolite dengan 3 sekrup tribach
2. Mengatur kedataran melalui indikator nivo ke-1 (nivo kotak pada tribach) dengan
menaik-turunkan statif/ tripot (kaki 3)
3. Mengatur kedataran melalui indikator nivo kedua (nivo tabung) dengan prosedur
tertentu;
4. Membidik target dengan pengaturan kunci gerak (horizontal & vertikal) dan sekrup
penggerak halus (horizontal & vertikal) sesuai keperluan;
5. Membaca angka busur melalui lensa pembaca atau display (sesuai dengan tipe
theodolite yang digunakan).

2.3 Metode Poligon


Pengukuran dan pemetaan poligon merupakan salah satu metode pengukuran dan
pemetaan kerangka dasar horizontal untuk memperoleh koordinat planimetris (X, Y)
titik-titik ikat pengukuran. Metode poligon adalah salah satu cara penentuan posisi
horizontal banyak titik dimana titik satu dengan lainnya dihubungkan satu sama lain
dengan pengukuran sudut dan jarak sehingga membentuk rangkaian titik-titik (poligon).
Dapat disimpulkan bahwa poligon adalah serangkaian garis berurutan yang panjang dan
arahnya telah ditentukan dari pengukuran di lapangan.
Pengukuran poligon sendiri mempunyai maksud dan tujuan untuk menentukan
letak titik di atas permukaan bumi serta posisi relatif dari titik lainnya terhadap suatu
sistem koordinat tertentu yang dilakukan melalui pengukuran sudut dan jarak dan
dihitung terhadap referensi koordinat tertentu. Selanjutnya posisi horizontal/koordinat

3
tersebut digunakan sebagai dasar untuk pemetaan situasi topografi asuatu daerah
tertentu.
a. Prinsip Kerja Pengukuran Poligon

Prinsip kerja pengukuran poligon yaitu mencari sudut jurusan dan jarak dari
gabungan beberapa garis yang bersama-sama membentuk kerangka dasar untuk
keperluan pemetaan suatu daerah tertentu

Adapun langkah-langkah perhitungannya adalah sebagai berikut :

a) Menentukan Sudut Dalam ( β )


1) β 1 = αAF - αAB
2) β2 = αBA - αBC
3) β3 = αCB - αCD
4) β4 = αDC - αDE
5) β5 = αED - αEF
6) β6 = αFE - αEA +
∑β

b) Koreksi Sudut Untuk Poligon Tertutup ( f α )


f α = ( n – 2 ) 180 + ∑ β
Dimana ; n = jumlah titik yang dibidik
∑ β = jumlah sudut

c) Koreksi Masing-masing Sudut


fα/n

d) Perhitungan Jarak ( D )
D = 100 ( BA – BB ) Cos2 α
Dimana ; α = 270°– pembacaan vertical

– P erhitungan Azimuth ( φ )
φAB = misal A ( Awal )
4
φBC = φAB + ( 180 – β2 )
φCD = φBC + ( 180 – β3 )
φDE = φCD + ( 180 – β4 )
φEF = φDE + ( 180 – β5 )
φFA = φEF + ( 180 – β6 )
 Chek : φAB = φFA + ( 180 – β1 )

e) Menghitung Panjang Proyeksi Sisi Poligon Pada Sumbu-X


Fx = di . Sin φ

f) Menghitung Panjang Proyeksi Sisi Poligon Pada Sumbu-Y


Fy = di . Cos φ

g) Beda Tinggi ( ΔH )
ΔH = TP + – BT
Dimana, TP = tinggi pesawat ; BB = benang bawah
BA = benang atas ; BT = benang tengah

5
BAB IV
PELAKSANAAN PENGUKURAN

3.1 PERALATAN
a. Theodolite

b. Statif (Kaki Tiga)


Statif (kaki
tiga)
berfungsi
sebagai
penyangga
waterpass
dengan
ketiga
kakinya
dapat menyangga penempatan alat yang pada masing-masing ujungnya
runcing, agar masuk ke dalam tanah. Ketiga kaki statif ini dapat diatur
tinggi rendahnya sesuai dengan keadaan tanah tempat alat itu berdiri.
Seperti tampak pada gambar.

6
c. Rambu Ukur
Rambu ukur mempunyai bentuk
penampang segi empat panjang yang
berukuran  ± 3–4 cm, lebar ± 10 cm,
panjang ± 300 cm, bahkan ada yang
panjangnya mencapai 500 cm. Ujung atas
dan bawahnya diberi sepatu besi. Bidang
lebar dari bak ukur dilengkapi dengan 
ukuran milimeter dan diberi tanda pada
bagian-bagiannya dengan cat yang
mencolok. Bak ukur diberi cat hitam dan
merah dengan dasar putih, maksudnya bila
dilihat dari jauh tidak menjadi silau. Bak ukur ini berfungsi untuk pembacaan
pengukuran tinggi tiap patok utama secara detail.

d. Rol Meter
Rol meter terbuat dari
fiberglass dengan
panjang 30-50 m dan
dilengkapi tangkai
untuk mengukur jarak
antara patok yang satu
dengan patok yang lain.

e. Paku dan Palu


Paku dan palu
disini digunakan
7
sebagai suatu tanda di lapangan untuk titik utama dalam
pengukuran.

f. Unting- unting
Unting unting atau sering juga disebut dengan
bandul, adalah salah satu alat tukang yang
biasanya dipergunakan untuk mengukur
ketegakan suatu benda atau bidang. Alat ini cukup
sederhana dimana terbuat dari bahan besi dengan
permukaan
Gambar berwarna besi putih, kuningan dan
Paku dan palu
juga besi biasa, bentuknya  biasanya berbentuk
prisma dengan ujung lainnya dibuatkan penempatan benang kait.  Namun dapat juga
dijumpai dalam berbagai bentuk lainnya daimana salah satu ujung nya tetap dibuat runcing.

g. Alat penunjang lain


Alat penunjang
lainnya seperti
blangko data,
kalkulator, alat tulis
lainnya, yang
dipakai untuk
memperlancar
jalannya praktikum.

8
3.2 PERSAYARATAN OPERASI THEODOLITE

Syarat–syarat utama yang harus dipenuhi alat theodolite sehingga siap


dipergunakan untuk pengukuran yang benar adalah sebagai berikut :
1. Sumbu I harus tegak lurus dengan sumbu II (dengan menyetel nivo tabung dan nivo
kotaknya).
2. Garis bidik harus tegak lurus dengan sumbu II.
3. Garis jurusan nivo skala tegak, harus sejajar dengan indeks skala tegak.
4. Garis jurusan nivo skala mendatar, harus tegak lurus dengan sumbu II. (syarat 2, 3,
dan 4 sudah dipenuhi oleh pabrik pembuatnya).

3.3 PENYETELAN ALAT THEODOLITE


a. Membuat garis arah nivo I sumbu I , berarti membuat pula sumbu I vertikal dan
caranya sama dengan cara pada alat waterpass.
b. Untuk mengatur agar theodolit telah memenuhi syarat sumbu II mendatar dan garis
bidik I sumbu II dilakukan sebagai berikut :
 Letakkan alat dimuka suatu dinding tegak dengan jarak 1-5 m Diusahakan garis
bidik pada saat mendatar I di dinding.
 Buat suatu titik T pada dinding setinggi alat , yaitu pada waktu garis bidik
horizontal benang silang mendatar berimpit T , Dengan pertolongan unting-unting
dibuat titik P dan J , masing – masing di atas dan dibawah I dimana TPTQ .
 Mula – mula teropong diarahkan ke titik T , kemudian dengan sekrup penggerak
halus tegak garis bidik digerakkan ke atas ke arah P dan kemudian ke bawah
kearah Q .Pekerjaan-pekerjaan kemungkinan dapat menghasilkan sebagai berikut :

Keadaan sempurna :
- Sumbu I telah vertikal
- Sumbu II Sudah mendatar
- Sumbu garis bidik telah tegak lurus I sumbu II Jadi pada keadaan ini teropong
dari titik T kemudian pelan – pelan digerakkan ke atas dan ke bawah akan
menuruti benang unting-unting.

3.4 Langkah Pengukuran

a. Peninjauan di lapangan langsung memasang patok-patok poligon segi banyak keliling


9
1. Patok utama harus cukup terutama dalam tanah
2. Harus di gambar sketsa kedudukan
3. Tinggi patok dari tanah 1-2 cm
4. Jarak patok 50 – 100 m dan diberi warna.
b. Pengukuran poligon ( sudut poligon )
1.      Keluarkan pesawat theodolit dari kotaknya
2.      Statif dipasang diatas patok yang akan diukur beda tingginya dan poringnya di
kontrol.
3.      Pesawat theodolit dipasang di atas piringan statif dan sekrup mengunci
pesaawat dikencangkan.
4.      Cermin pencahayaan dibuka agar cahaya tampak terang dalam pesawat.
5.      Sementara patok di kontrol , apakah posisi patok sudah tepat berada pada
lingkaran hitam yang ada pada pesawat.
6.      Posisi nivo pesawat distabilkan , diatur sedemikian rupa sehingga nivo stabil
dengan memutar sekrup penyetel (pemutaran kencang /longgar agar dihindari).
7.      Dengan kompas tentukan arah utara.
c. Mengatur sudut skala horizontal sehingga pada nonius 0º 0’ 0” dengan membidik
teropong ke arah utara.
d. Bak ukur dipasang pada patok belakang dan pesawat diarahkan untuk pengamatan.
Dilanjutkan dengan pembacaan :
- Benang diafragma ( Ba,Bb,Bt )
- Sudut vertikal
- Sudut horizontal
e. Bak ukur dipasang pada patok muka dan pesawat di arahkan untuk pengamatan .Hal
ini sama caranya denganpada waktu bak ukur dipasang pada patok belakang.
f. Pindahkan data hasil pengamatan kedalam kertas data.
g. Lakukan kembali kegiatan seperti di atas sampai selesai.
h. Agar tinggi alat dan tinggi patok selalu diukur sebelum pembacaan.

10

Anda mungkin juga menyukai