1. Struktur Kognitif Struktur kognitif seseorang pada suatu saat meliputi segala sesuatu yang telah dipelajari oleh seseorang (Ausubel dalam Klausmeier, 1992:42). Struktur kognitif mengalami perubahan sejak lahir dan maju berkelanjutan sebagai hasil proses belajar dan pendewasaan/kematangan. Konsep, prinsip, dan struktur pengetahuan (termasuk taksonomi dan hierarkinya) dalam pemecahan masalah merupakan hasil belajar yang penting dalam ranah kognitif. 2. Konsep dan Konsepsi Konsep dan konsepsi merupakan dua istilah yang sering dipertukarkan penggunaannya, padahal keduanya memiliki pengertian maupun penggunaannya berbeda. Konsep bersifat lebih umum dan dikenal atau diumumkan berdasarkan kesepakatan, sedangkan konsepsi bersifat khusus atau spesifik dan individual. Di dalam kamus konsep diartikan sebagai sesuatu yang diterima dalam pikiran, atau suatu gagasan yang umum atau abstrak. Konsep merupakan suatu abstraksi mental yang mewakili sekelompok stimulus. Konsep juga merupakan batu-batu pembangunan berpikir. Pendidikan formal di sekolah diarahkan untuk belajar konsep dan struktur pengetahuan yang saling berhubungan menjadi konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang terorganisir. Prinsip terbentuk dari konsep. Pembentukan prinsip dari konsep melibatkan hubungan antar konsep. Terdapat empat (4) tipe dasar hubungan yang dinyatakan dalam prinsip, yaitu: (1) sebab akibat (cause-and effect), (2) korelasional (corelational), (3) peluang (probability), dan (4) aksioma (axiomatic). Tipe dasar hubungan sebab akibat paling banyak terdapat dalam IPA , tetapi dalam tipe lainnya juga banyak ditemukan. Pengalaman seseorang tentang sesuatu (stimulus) menghasilkan konsepsi. Konsepsi seseorang berbeda dengan konsepsi orang yang lain. Konsepsi berasal dari kata to conceive yang artinya cara menerima. B. PANDANGAN KONSTRUKTIVIS TENTANG BELAJAR IPA 1. Belajar sebagai Perubahan Konsepsi Menurut pandangan konstruktivisme keberhasilan belajar bergantung bukan hanya pada lingkungan atau kondisi belajar, tetapi juga pada pengetahuan awal siswa. 2. Perubahan Konsepsi dalam Pembelajaran IPA Implikasi dari pandangan konstruktivisme di sekolah ialah pengetahuan itu tidak dapat dipindahkan secara utuh dari pikiran guru ke siswa, namun secara aktif dibangun oleh siswa sendiri melalui pengalaman nyata. Pembelajaran dan perspektif konstruktivisme mengandung empat bagian inti, yaitu : (1) berkaitan dengan prakonsepsi atau pengetahuan awal (prior knowledge) siswa; (2) mengandung kegiatan pengalaman nyata (experience); (3) melibatkan interaksi sosial (social interaction); dan (4) terbentuknya kepekaan terhadap lingkungan (sense making). Dalam perspektif konstruktivisme belajar itu merupakan proses perubahan konsepsi. Oleh karena belajar dipandang sebagai perubahan konsepsi maka dapat dikatakan belajar merupakan suatu kegiatan yang rasional. Dalam perubahan konsepsi siswa dipandang sebagai pemroses pengalaman dan informasi, bukan hanya sebagai tempat penampung pengalaman dan informasi. Dengan demikian, sebagai kegiatan yang rasional maka belajar itu dimaksudkan apa yang dilakukan oleh seseorang terhadap ide atau gagasan yang telah dimilikinya. Pandangan perubahan konsepsi menyatakan bahwa kemampuan siswa untuk belajar dan apa yang dipelajari siswa tergantung pada konsepsi yang terdapat dalam pengalaman tersebut. 3. Pentingnya konteks Gagasan siswa yang diperoleh dari persepsinya terhadap alam sekitar, yang dibawa dari rumah sering kali berbeda dengan gagasan ilmiah. Hal ini dibiarkan berlanjut dan menghambat siswa dalam belajar sains selanjutnya. Informasi dan pengalaman yang dirancang guru untuk siswa seharusnya koheren dengan konsep yang dibawa anak atau disesuaikan dengan pengetahuan awal siswa. Untuk itu, mengungkapkan pengetahuan awal siswa merupakan hal yang penting untuk dilakukan oleh seorang guru. C. MODEL-MODEL PEMBELAJARAN UNTUK PERUBAHAN KONSEPSI Dalam meningkatkan kualitas pembelajaran IPA, para ahli menggabungkan berbagai model pembelajaran yang dilandasi pandangan konstruktivisme dari pieget. Pandangan ini berpendapat bahwa dalam proses belajar anak membangun pengetahuannya sendiri dan memperoleh banyak pengetahuan di luar sekolah (Dahar, 1989:160). Beberapa model pembelajaran yang dilandasi konstruktivisme yaitu model siklus belajar (Learning cycle model), model pembelajaran generatif (generative learning model), model pembelajaran interaktif (interactive learning model), model CLIS (Children learning in science), dan model strategi pembelajaran kooperatif atau CLS (cooperative learning strategies). D. CONTOH MODEL PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISME Berikut ini contoh model pembelajaran mengenai cacing tanah melalui tiga tahap dalam pembelajaran konstruktivisme (eksplorasi, klarifikasi, dan aplikasi). 1. Fase Eksplorasi a. Diperlihatkan tanah berisi cacing dan diajukan pertanyaan: “Apa yang kamu ketahui tentang cacing tanah?”. b. Semua jawaban siswa ditampung (ditulis dipapan tulis jika perlu). c. Siswa diberi kesempatan untuk memeriksa keadaan yang sesungguhnya, dan diberi kesempatan untuk merumuskan hal-hal yang tidak sesuai dengan jawaban mereka semula. 2. Fase Klarifikasi a. Guru memperkenalkan macam-macam cacing dan spesifikasinya. b. Siswa merumuskan kembali pengetahuan mereka tentang cacing tanah. c. Guru memberikan masalah berupa pemilihan cacing yang cocok untuk dikembangbiakan. d. Siswa mendiskusikannya secara berkelompok dan merencanakan penyelidikannya. e. Secara berkelompok siswa melakukan penyelidikan untuk menguji rencananya. f. Siswa mencari tambahan rujukan tentang manfaat cacing tanah dulu dan sekarang. 3. Fase Aplikasi a. Secara berkelompok siswa melaporkan hasilnya, dilanjutkan dengan penyajian oleh wakil kelompok dalam diskusi kelas. b. Secara bersama-sama siswa merumuskan rekomendasi untuk para pemula yang ingin berternak cacing tanah. c. Secara perorangan siswa membuat tulisan tentang peri kehidupan jenis cacing tanah tertentu sesuai hasil pengamatannya.