Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH “PENENTUAN POSISI DI BAWAH LAUT”

Diajukan untuk memenuhi Tugas


Mata Kuliah Survey Pemetaan Laut 2

Dosen :

Ibu Levana Apriani, S.T., M.T.

OLEH :
FRIATNA ALAMSYAH
4122.3.18.13.0002

PROGRAM STUDI S1 TEKNIK GEODESI


FAKULTAS TEKNIK, PERENCANAAN, DAN ARSITEKTUR
UNIVERSITAS WINAYA MUKTI
BANDUNG
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan Rahmat, Taufik dan
Hidayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan Tugas ini untuk memenuhi nilai semester delapan
tentang “PENENTUAN POSISI DI BAWAH LAUT” yg telah dibimbing oleh dosen Ibu Levana
Apriani, S.T., M.T. Sehingga Tugas ini dapat saya selesaikan dalam bentuk maupun isinya yang
sangat sederhana.

Harapan saya semoga hasil Tugas ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
pembaca serta saya khususnya, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini
untuk kedepannya supaya lebih baik lagi.

Hasil dari Tugas ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang saya miliki
sangat kurang. Oleh karena itu saya harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-
masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan dari makalah ini.

Bandung, 30 juni 2022

Friatna Alamsyah

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................................................ 2


BAB 1 ..................................................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN .................................................................................................................................................. 4
1.1 Latar Belakang .................................................................................................................................. 4
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................................................. 4
1.3 Tujuan Penelitian .............................................................................................................................. 4
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................................................................ 4
BAB 2 PEMBAHASAN .......................................................................................................................................... 5
2.1 Ultra Short BaseLine (USBL) ................................................................................................................... 5
2.2 Short BaseLine (SBL) ............................................................................................................................... 7
2.3 Long BaseLine (LBL) ............................................................................................................................... 9
2.4 Peralatan Yang Digunakan...................................................................................................................... 11
BAB 3 PENUTUP ................................................................................................................................................ 13
3.1 Kesimpulan ............................................................................................................................................. 13
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................................. 14

3
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sistem penentuan posisi telah lama ditemukan dan dikembangkan. Dimulai dari perkembangan
sistem penentuan posisi menggunakan Global Positioning System (GPS) lalu muncul berbagai
sistem penentuan posisi lainnya seperti GLONASS, GALILEO, COMPASS, dan lain-lain.
Sistem penentuan posisi tersebut memanfaatkan gelombang elektromagnetik yang dipancarkan
dari satelit ke receiver yang ada di permukaan bumi. Penentuan posisi menggunakan satelit
sangat membantu dalam melakukan survei atau navigasi di darat, laut, dan udara. Namun karena
perkembangan teknologi semakin cepat dan kebutuhan manusia semakin banyak, sistem
penentuan posisi sekarang tidak hanya dilakukan dari satelit ke permukaan bumi tapi bisa juga
dilakukan di bawah air terutama di bawah laut.

Sistem penentuan posisi di bawah air ini sangat berguna untuk kegiatan-kegiatan di lepas pantai,
seperti pengeboran, pemasangan pipa bawah laut, investigasi dasar laut menggunakan ROV, dan
lain-lain. Penentuan posisi bawah air ini memanfaatkan gelombang akustik dalam
penggunaannya karena gelombang elektromagnetik tidak bagus ketika merambat di dalam air
yang nantinya akan menyebabkan akurasi posisi yang dihasilkan akan jelek. Penentuan posisi
bawah air prinsipnya sama dengan penentuan posisi dari satelit ke permukaan, yang
membedakan hanyalah jenis gelombang yang digunakan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam kegiatan ini adalah mencari
penjelasan tentang “Penentuan Posisi Di Bawah Laut”.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari kegiatan ini adalah Untuk mengetahui bagaimana “Penentuan Posisi Di Bawah Laut”.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dalam penulisan ini ialah meningkatkan pengetahuan, pemahaman dan keterampilan bagi
penulis dan pembaca yang berkaitan dengan “Penentuan Posisi Di Bawah Laut”.

4
BAB 2
PEMBAHASAN

Sistem penentuan posisi akustik bawah laut (Underwater Acoustic Positioning Systems) adalah
sistem penentuan posisi menggunakan metode gelombang akustik untuk mendapatkan koordinat
dari suatu objek yang ada di bawah air. Dalam penggunaannya hampir sama dengan metode
penentuan posisi dengan GPS. Namun karena gelombang elektromagnetik tidak bagus digunakan
di bawah air maka sistem penentuan posisi ini menggunakan gelombang akustik. Adapun
macam-macam sistem penentuan posisi bawah laut dengan gelombang akustik ini ada 4, yaitu
USBL, SBL, LBL, dan kombinasi. Perbedaan dari macam-macam penentuan posisi bawah air
tersebut berdasarkan jumlah beacon yang dipakai, akurasi penentuan posisi, kedalaman air, dan
alat yang dipakai.

2.1 Ultra Short BaseLine (USBL)

Ultra Short BaseLine adalah sistem penentuan posisi bawah air yang menggunakan transduser
terpasang di bawah lambung kapal untuk mendeteksi jarak dan sudut pada target menggunakan
sinyal akustik. Pada metode USBL terdapat 2 bagian penting, yaitu sistem USBL yang dipasang
pada kapal, seperti transceiver, bagian pemroses data, dan sensor-sensor lainnya. Dan yang
kedua adalah bagian transponder akustik yang digunakan untuk tracking pada target di bawah air
atau penentuan posisi secara relatif terhadap kapal. Jarak baseline antara transduser yang
digunakan berkisar 2-10 cm. Pada Gambar 2.1 berikut menjelaskan bagaimana metode USBL
digunakan.

Gambar 2.1 Ilustrasi Penentuan Posisi Dengan Metode USBL (Macleod, 2003)
5
Dalam memperoleh posisi beacon yang ada di dasar laut dengan metode USBL menggunakan
prinsip pengukuran jarak secara akustik dan arah. Dalam memperoleh jarak secara akustik,
prinsipnya adalah menghitung waktu perjalanan gelombang akustik yang ditembakan dari
transduser yang ada di permukaan laut ke beacon yang ada di dasar laut dan kembali lagi ke
transduser yang ada di permukaan laut. Dalam menghitung waktu perjalanan sangatlah mudah,
karena suda ada alat yang dapat mengukur kecepatan gelombang akustik di dalam air seperti
Sound Velocity Profiler (SVP).

2.1.1 Tingkat Akurasi Ultra Short BaseLine (USBL)


Tingkat akurasi sistem USBL yang sudah modern dapat mencapai 1% lebih baik pada
jarak miring antara transducer yang ada di kapal terhadap beacon yang ada di permukaan dasar
laut. Biasanya 20 m pada kedalaman 2.000 m. Adapun tingkat akurasi dari metode USBL
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu jumlah sinyal akustik yang diterima transponder dan
posisi dari beacon yang ditempatkan di permukaan dasar laut.

2.1.2 Komponen USBL

Pada sistem USBL setidaknya terdapat empat komponen utama yakni Operator Console,
Navigation Controller Unit (NCU), USBL transduser dan transponder. Operator Console
berfungsi sebagai user interface yakni untuk mengkonfigurasikan semua peralatan sensor pada
sebuah perangkat lunak. Navigation Controller Unit (NCU) berfungsi sebagai processor pada
semua unit peralatan. Sensor Gyro Kompas, motion reference unit (MRU) dan USBL transduser
akan terhubung ke NCU untuk diproses dan akan diteruskan kepada operator console berupa
tampilan. USBL transducer berfungsi sebagai transmitter dan receiver, yakni mengirimkan sinyal
akustik kebawah laut dan membaca Kembali sinyal tersebut merupakan hasil pantulan dari
transponder. Transponder berfungsi sebagai penerima sinyal akustik dari transduser dan
memantulkannya Kembali ke transduser.

2.1.3 Kalibrasi Ultra Short BaseLine (USBL)

Pada sistem USBL memerlukan data masukan dari gyrocompass dan VRU. Sensor- sensor
tersebut memungkinkan sistem USBL memproses nilai suatu posisi secara absolut pada
transponder yang ada di permukaan dasar laut. Gyrocompass dan vertical reference unit akan
dipasang pada lokasi yang berbeda dengan transceiver USBL. Proses kalibrasi USBL dilakukan
agar mendapatkan nilai error dari orientasi pitch, roll, dan heading.

Gambar 2.7 Pergerakan Kapal Ketika Kalibrasi USBL (Macleod, 2003)


6
2.2 Short BaseLine (SBL)

Metode SBL biasanya digunakan pada kapal seperti barge, semi-submersible atau kapal
pengeboran yang besar. Jumlah transducer yang dipasang pada bagian bawah kapal minimal 3 atau
4 dan dipasang membentuk segitiga atau segi empat. Jarak antara baseline minimal 10 meter. Posisi
dari tiap-tiap transducer berdasarkan kerangka koordinat kapal yang ditentukan dari survei as built.

Sistem Short baseline ini berbeda dengan long baseline, jika pada sistem penentuan posisi long
baseline dibutuhkan transponder yang terpasang pada dasar laut, pada short baseline tidak
dibutuhkan sebanyak di long baseline system , sehingga sangat cocok untuk menetukan suatu posisi
target bawah air dari atas kapal. Sejatinya dengan menggunkan sistem short baseline ini ketelitian
yang didapat tidak akan sebaik sistem long baseline akan tetapi sistem short baseline yang terpasang
pada kapal yang besar, ketelitian yang didapat akan mendekati sistem long baseline.

Sistem short baseline (SBL) menentukan posisi dari suatu target, seperti ROV, dengan
mengukur jarak target ke tiga buah atau lebih tranduser yang terpasang pada kapal. Pengukuran
jarak ini, yang juga dilengkapi dengan data kedalaman dari sensor tekanan, yang kemudian
digunakan untuk menentukan posisi dari target.

Pada sistem SBL terdapat dua unsur utama,yaitu sejumlah transduser (minimal 3) yang
terpasang pada kapal dan transponder yang terpasang pada target. Jarak dari transponder ke
transduser dapat diperoleh dengan memerintahkan transduser untuk mengirimkan sinyal ke
transponder. Sinyal tersebut kemudian akan dibalas oleh transponder dan sinyal balasan dari
transponder tersebut akan diperoleh oleh transduser. Waktu yand dibutuhkan oleh transmisi sinyal
sampai dengan ditangkapnya sinyal balasan akan diukur. Karena kecepatan suara dalam air
diketahui, maka jarak antara transduser dengan transponder dapat diperoleh. Pada Gambar 2.2
berikut menunjukkan ilustrasi dari metode SBL.

Gambar 2.2 Ilustrasi Metode Penentuan Posisi Bawah Laut Dengan SBL (Macleod,2003)

7
2.2.1 Metode pengukuran SBL (Short Baseline)

Ilustrasi Penentuan Posisi Dengan Metode SBL

Pada gambar dapat terlihat tiga buah transduser (A, C, dan D) yang terpasang pada kapal serta
sebuah transponder (B) yang terpasang pada ROV. Untuk mendapatkan jarak antara A, C, D
dengan B, pertamatama transducer A akan mengirim sinyal yang akan diterima oleh transponder B.
Transponder B kemudian akan mengirim sinyal balik yang akan diterima oleh ketiga transduser A,
C, dan D. Melalui pengukuran waktu sinyal kemudian dapat diperoleh jarak B-A, B-C, dan B-D.
Dengan menggunakan data jarak tersebut, kemudian posisi relative dari target terhadap transduser
dapat diperoleh. Untuk mendapatkan koordinat target dalam sistem koordinat global (seperti dalam
UTM atau geodetik), sistem short baseline akan dilengkapi dengan receiver GPS serta kompas
elektronik. Peralatan ini (GPS dan kompas) menentukan posisi serta orientasi dari kapal dan dengan
menggabungkan dengan data posisi relative target dapat diperoleh koordinat posisi dari target
dalam sistem koordinat global.

2.2.2 Kalibrasi Short BaseLine (SBL)


Pada sistem SBL, kalibrasi yang dilakukan meliputi pengukuran teliti secara offset antar kapal
yang sudah dipasang transducer.

2.2.3 Tingkat Akurasi Short BaseLine (SBL)


Tingkat akurasi dari SBL dipengaruhi oleh jarak antara transducer yang ada di kapal dengan
kualitas dari sensor-sensor tambahan, seperti gyrocompass dan Vertical Reference Unit (VRU).
Sistem pada SBL akan memberikan akurasi yang tinggi apabila kapal yang digunakan berada
tepat di atas beacon-beacon yang ada di permukaan dasar laut. Sistem SBL ini biasanya
digunakan pada kapal pengeboran (drillship) agar kapal tersebut tetap berada tepat di atas lokasi
wellhead.

8
2.3 Long BaseLine (LBL)

Short BaseLine adalah teknik penentuan posisi bawah air yang menggunakan sekumpulan
transponder yang dipasang pada lokasi yang fiks dan sudah diketahui posisinya di dasar laut.
Jarak antara transponder biasanya antara 10 – 10.000 m, lebih panjang daripada metode
penentuan posisi bawah laut lainnya. Posisi dari suatu target dapat ditentukan dengan menghitung
jarak antara target dan masing-masig transponder yang ada di dasar laut. Pada Gambar 2.3
berikut mengilustrasikan tentang metode LBL.

Gambar 2.3 Ilustrasi Penentuan Posisi Bawah Laut Dengan Metode LBL (Macleod,2003)

Ada 2 elemen dalam metode penentuan posisi bawah laut dengan LBL, yang pertama adalah
jumlah transponder yang dipasang pada permukaan dasar laut. Posisi dari tiap-tiap transponder
dideskripsikan dalam kerangka koordinat fiks baik itu secara absolut atau relatif di dasar laut.
Dan yang kedua adalah transceiver akustik yang biasanya dipasang pada kapal atau peralatan
bawah laut seperti ROV yang terhubungdengan transduser yang dikendalikan dari kapal.

2.3.1 Tingkat Akurasi Long BaseLine (LBL)


Tingkat akurasi pada sistem Long BaseLine (LBL) dijabarkan pada tabel berikut.

Tabel 2.1 Tingkat Akurasi Sistem LBL

Frequency LF (8 to 16 kHz) MF (18 to 36 kHz) EHF (50 to 110 kHz)


Standard Range 1,000 to 3,500m 300 to 800m 50 to 500m
Maximum Range 10,000m 2,500m 1,000m
Accuracy +/- 1m +/- 0.3m +/- 0.1m

9
2.3.2 Kalibrasi Long BaseLine (LBL)
Kalibrasi yang dilakukan dengan metode LBL ada 2, yaitu kalibrasi relatif dan kalibrasi absolut.
Kalibrasi LBL secara relatif bertujuan untuk menentukan posisi relatif semua transponder yang
sudah dipasang di permukaan dasar laut, dengan cara pengukuran baseline secara akustik antar
transponder. Pada Gambar 2.8 berikut mengilustrasikan kalibrasi LBL secara relatif.

Gambar 2.8 Ilustrasi Kalibrasi LBL Secara Relatif (Macleod, 2003)

Dan yang kedua adalah kalibras LBL secara absolut. Transponder yang ada di permukaan dasar
laut dikalibrasi dengan koordinat absolut melalui pengukuran DGPS fiks dan jarak akustik ke
transponder lain secara bersama-sama. Cara yang paling mudah dalam menentukan posisi
transponder secara absolut adalah dengan meletakannya pada sumur (wellhead) atau manifold.
Pada Gambar 2.9 berikut mengilustrasikan tentang kalibrasi LBL secara absolut.

Gambar 2.9 Kalibrasi LBL Secara Absolut (Macleod, 2003)

10
2.4 Peralatan Yang Digunakan

2.4.1 Transducer Akustik


Ada berbagai macam trasducer akustik yang dipakai berdasarkan aplikasi penggunaannya untuk
menentukan posisi bawah air. Transducer biasanya dipasang dengan suatu tiang penyangga
(pole) pada kapal. Dan pole tersebut dipasang di bagian bawah lambung kapal atau bagian sisi-
sisi kapal. Gambar 2.5 di bawah ini menunjukkan salah satu contoh transducer yang dipakai
pada metode USBL.

Gambar 2.5 Contoh Transducer Yang Digunakan Dalam Metode USBL (Macleod,2003)

2.4.2 Beacon
Ada berbagai macam beacon yang dipakai dalam penentuan posisi bawah air, yaitu :

1. Pingers
Pingers adalah beacon yang dipasang di permukaan dasar laut yang diprogram untuk
mengirimkan sinyal (ping) dengan frekuensi dan perulangan tertentu. Beberapa pinger
dapat dimatikan dengan sistem mekanik atau dengan perintah melalui gelombang
akustik. Sistem USBL dan SBL yang lama sering memakai pinger dalam
pengoperasiannya.

2. Transponder
Transponder adalah alat yang dapat mengirimkan sinyal akustik ketika proses penentuan
posisi bawah air berlangsung. Transponder yang bagus memiliki microprocessor
sehingga dapat berkomunikasi melalui telemetri akustik. Transponder yang bagus
tersebut dapat mengatur akustik dari transponder tersebut dan biasanya terdapat sensor-
sensor tambahan, seperti sensor kedalaman, suhu, dan salinitas.

11
Gambar 2.6 Transponder Yang Sering Digunakan (Macleod, 2003)

3. Responder
Responder adalah suatu beacon yang terhubung melalui kabel terhadap suatu unit
pengontrol. Beacon ini diatur secara elektrik dan mengirimkan sinyal akustik dalam
merespon pemicu akustik lainnya.

12
BAB 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Dari penjelasan pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa sistem penentuan posisi
bawah air secara akustik ada 4 metode, yaitu USBL, SBL, LBL, dan metode kombinasi.
Penggunaan dari keempat metode tersebut harus disesuaikan dengan kebutuhan karena setiap
metode mempunyai kelebihan dan kekurangan. Akurasi dan peralatan yang digunakan pun
berbeda-beda dari tiap metode.

13
DAFTAR PUSTAKA

Macleod, J. 2003. Underwater Acoustic Positioning Systems. Hydrographic Society,Scotland.


Lekkerkerk, H., Theijs, M. J. 2011. Handbook of Offshore Surveying : Volume TwoPositioning
and Tides. Netherlands : Skilltrade

14

Anda mungkin juga menyukai