Anda di halaman 1dari 23

BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Cairan Tubuh


Cairan tubuh adalah larutan yang terdiri dari air ( pelarut) dan zat tertentu (zat
terlarut).Elektrolit adalah zat kimia yang menghasilkan partikel-partikel
bermuatan listrik yang disebut ion jika berada dalam larutan. Cairan dan
elektrolit masuk ke dalam tubuh melalui makanan, minuman, dan cairan
intravena dan didistribusi ke seluruh bagian tubuh. cairan tubuh adalah cairan
suspensi sel di dalam tubuh makhluk multiseluler seperti manusia atau hewan
yang memiliki fungsi fisiologis tertentu.
B. Distribusi Cairan Tubuh dan Elektrolit
a) Distribusi Cairan Tubuh
Air adalah pelarut (solven) terpenting dalam komposisi cairan makhluk
hidup. Persentase air tubuh total (Total body water) terhadap berat badan
berubah sesuai umur, menurun cepat pada awal kehidupan. Pada saat
lahir, TWB 78% berat badan. Pada beberapa bulan pertama kehidupan,
TWB turun cepat mendekati kadar dewasa 55-60% berat badan pada saat
usia 1 tahun. Pada masa pubertas, terjadi perubahan TWB selanjutnya.
karena lemak mempunyai kadar air yang lebih rendah, persentase TWB
terhadap berat badan lebih rendah pada wanita dewasa yang mempunyai
lebih banyak lemak tubuh (55%) dari pada laki-laki, yang mempunyai
sedikit lemak. Seluruh cairan tubuh didistribusikan ke dalam
kompartemen intraselular dan kompartemen ekstraselular.:
1. Cairan Intraselular
Cairan yang terkandung di antara sel disebut cairan intraselular. Pada
orang dewasa, sekitar dua pertiga dari cairan dalam tubuhnya terdapat
di intraselular (sekitar 27 liter rata-rata untuk dewasa laki-laki dengan
berat badan sekitar 70 kilogram), sebaliknya pada bayi hanya
setengah dari berat badannya merupakan cairan intraselular. cairan
intraseluler terlibat dalam proses metabolik yang menghasilkan energi
yang berasal dari nutrien-nutrien dalam cairan tubuh.
2. Cairan Ekstraseluler
Cairan yang berada di luar sel disebut cairan ekstraselular. Cairan
ekstraseluler berperan dalam mempertahankan sistem sirkulasi,
mensuplai nutrient ke dalam sel, dan membuang zat sisa yang bersifat
toksik.jumlah relatif cairan ekstraselular berkurang seiring dengan
usia. Pada bayi barulahir, sekitar setengah dari cairan tubuh terdapat
di cairan ekstraselular.Cairan ekstraselular dibagi menjadi :
a. Cairan Interstitial
Cairan yang mengelilingi sel termasuk dalam cairan interstitial,
sekitar 11-12 liter pada orang dewasa. Cairan limfe termasuk
dalam Volume interstitial.
b. Cairan intravascular
merupakan cairan yang terkandung dalam pembuluh darah
(contohnya volume plasma). Rata-rata Volume darah orang
dewasa sekitar 6-5L dimana 3 liternya merupakan plasma, sisanya
terdiri dari sel darah merah, sel darah putih dan platelet.
c. Cairan transeluler
Merupakan cairan yang terkandung diantara rongga tubuh tertentu
seperti serebrospinal, perikardial, pleura, sendi sinovial,
intraokular dan sekresi saluran pencernaan. Pada keadaan tertentu,
volume cairan transeluler adalah sekitar 1 liter, tetapi cairan dalam
jumlah banyak dapat masuk dan keluar dari ruang transeluler.
C. Komponen Cairan Tubuh
Selain air, cairan tubuh mengandung dua jenis zat yaitu elektrolit dan non
a. Elektrolit.
Merupakan zat yang terdisosiasi dalam cairan dan menghantarkan arus listrik.
Elektrolit dibedakan menjadi ion positif (kation) dan ion negatif (anion).
Jumlah kation dan anion dalam larutan adalah selalu sama (diukur dalam
miliekuivalen).
1. Kation.
Kation utama dalam cairan ekstraselular adalah sodium (Na+),
sedangka kation utama dalam cairan intraselular adalah potassium
(K+). Suatu sistem pompa terdapat di dinding sel tubuh yang
memompa keluar sodium dan potassium ini.
2. Anion.
Anion utama dalam cairan ekstraselular adalah klorida (Cl-) dan
bikarbonat (HCO3-), sedangkan anion utama dalam cairan intraselular
adalah ion fosfat.
Karena kandungan elektrolit dalam plasma dan cairan interstitial pada
intinya sama maka nilai elektrolit plasma mencerminkan komposisi
dari cairan ekstraseluler tetapi tidak mencerminkan komposisi cairan
intraseluler.
3. Natrium.
Natrium sebagai kation utama didalam cairan ekstraseluler dan paling
berperan di dalam mengatur keseimbangan cairan. Kadar natrium
plasma: 135-145mEq/liter. Kadar natrium dalam tubuh 58,5mEq/kgBB
dimana + 70% atau 40,5mEq/kgBB dapat berubah-ubah. Ekresi
natrium dalam urine 100-180mEq/liter, faeces 35mEq/liter dan
keringat 58mEq/liter. Kebutuhan setiap hari = 100mEq (6-15 gram
NaCl).
4. Kalium.
Kalium merupakan kation utama (99%) di dalam cairan ekstraseluler
berperan penting di dalam terapi gangguan keseimbangan air dan
elektrolit. Jumlah kalium dalam tubuh sekitar 53 mEq/kgBB dimana
99% dapat berubah-ubah sedangkan yang tidak dapat berpindah adalah
kalium yang terikat dengan protein didalam sel.
Kadar kalium plasma 3,5-5,0 mEq/liter, kebutuhan setiap hari 1-3
mEq/kgBB.Keseimbangan kalium sangat berhubungan dengan
konsentrasi H+ ekstraseluler. Ekskresi kalium lewat urine 60-90
mEq/liter, faeces 72 mEq/liter dan keringat 10mEq/liter.
5. Kalsium
Kalsium dapat dalam makanan dan minuman, terutama susu, 80-90%
dikeluarkan lewat feces dan sekitar 20% lewat urine. Jumlah
pengeluaran ini tergantung pada intake (pemasukan), besarnya tulang,
keadaan endokrin. Metabolisme kalsium sangat dipengaruhi oleh
kelenjar-kelenjar paratiroid, tiroid, testis, ovarium, dahipofisis.
Sebagian besar (99%) ditemukan didalam gigi dan + 1% dalam cairan
ekstraseluler dan tidak terdapat dalam sel.
6. Magnesium
Magnesium ditemukan di semua jenis makanan. Kebutuhan unruk
pertumbuhan +10 mg/hari. Dikeluarkan lewat urine dan faeces.
7. Karbonat
Asam karbonat dan karbohidrat terdapat dalam tubuh sebagai salah
satu hasil akhir dari pada metabolisme. Kadar bikarbonat dikontrol
oleh ginjal. Sedikit sekali bikarbonat yang akan dikeluarkan urine.
Asam bikarbonat dikontrol oleh paru-paru dan sangat penting
peranannya dalam keseimbangan asam basa.
b. Non elektrolit
Merupakan zat seperti glukosa dan urea yang tidak terdisosiasi dalam cairan.
Zatlainya termasuk penting adalah kreatinin dan bilirubin.
D. Fungsi Cairan
1. Mengatur suhu tubuh.
Dalam hai ini bila kekurangan air suhu tubuh akan menjadi panas dan
naik.
2. Melancarkan peredaran darah.
Jika tubuh kekurangan cairan, maka darah akan mengental. Hal ini
disebabkan cairan dalam darah tersedot untuk kebutuhan dalam tubuh
Proses tersebut akanberpengaruh pada kinerja otak dan jantung.
3. Membuang racun dan sisa makanan.
Tersedianya cairan tubuh yang cukup dapat membantu mengeluarkan
racun dalam tubuh. Air membersihkan racun dalam tubuh melelui
keringat, air seni, dan pernapasan.
4. Kulit.
Air sangat penting untuk mengatur struktur dan fungsi kulit.Kecukupan
air dalam tubuh berguna untuk menjaga kelembaban, kelembutan, dan
elastisitas kulit akibat pengaruh suhu udara dari luar tubuh.
5. Pencernaan.
Peran air dalam proses pencernaan untuk mengangkut nutrisi dan oksigen
melalui darah untuk segera dikirim ke sel-sel tubuh. Konsumsi air yang
cukup akan membantu kerja sistem pencernaan di dalam usus besar
karena gerakan usus menjadi lebih lancar, sehingga feses pun keluar
dengan lancar.
6. Pernapasan.
Paru-paru memerlukan air untuk pernapasan karena paru-paru harus
basah dalam bekerja memasukkan oksigen ke sel tubuh dan memompa
karbondioksida keluar tubuh. Hal ini dapat dilihat apabila kita
menghembuskan nafas ke kaca, maka akan terlihat cairan berupa embun
dari nafas yang dihembuskan pada kaca.
7. Sendi dan otot.
Cairan tubuh melindungi dan melumasi gerakan pada sendi dan otot. Otot
tubuh akan mengempis apabila tubuh kekurangan cairan. Oleh sebab itu,
perlu mium air dengan cukup selama beraktifitas untuk meminimalisir
risiko kejang otot dan kelelahan.
8. Sendi dan otot.
Cairan tubuh melindungi dan melumasi gerakan pada sendi dan otot. Otot
tubuh akan mengempis apabila tubuh kekurangan cairan. Oleh sebab itu,
perlu mium air dengan cukup selama beraktifitas untuk meminimalisir
risiko kejang otot dan kelelahan.
9. Pemulihan penyakit.
Air mendukung proses pemulihan ketika sakit karena asupan air yang
memadai berfungsi untuk menggantikan cairan tubuh yang terbuang.
E. Pergerakan Cairan
Perpindahan air dan Zat terlarut di antara bagian-bagian tubuh melibatkan
mekanisme transpor pasif dan aktif. mekanisme transpor pasif tidak
membutuhkan energy sedangkan mekanisme transpor aktif membutuhkan
energi. Difusi dan osmosis adalah mekanisme transpor pasif.Sedangkan
mekanisme transpor aktif berhubungan dengan pompa Na-K yang
memerlukan ATP. Proses pergerakan cairan tubuh antar kompertemen dapat
berlangsung secara:
a. Osmosis
Asmosis adalah bergeraknya molekul (zat terlarut) melalui membran semi
permeabel (permeable selektif) dari larutan berkadar lebih rendah menuju
larutan berkadar lebih tinggi hingga kadarnyasama. Seluruh membran sel
dan kapiler permeable terhadap air, sehingga tekanan osmotik cairantubuh
seluruh kompartemen sama. embran semipermeabel ialah membran yang
dapat dilaluiair (pelarut), namun tidak dapat dilalui zat terlarut misalnya
protein. Tekanan osmotik plasma darah ialah 285+5 mOsm/L. larutan
dengan tekanan osmotik kira-kira sama disebut isotonik (:Nacl 0,9%,
Dekstrosa 5%, Ringer laktat). Larutan dengan tekanan osmotik lebih
rendah disebut hipotonik (akuades), sedangkan lebih tinggi disebut
hipertonik.
b. Difusi
Difusi ialah proses bergeraknya molekul lewat pori-pori. larutan akan
bergerak dari konsentrasi tinggi ke arah larutan berkonsentrasi rendah.
Tekanan hidrostatik pembuluh darah jugamendorong air masuk berdifusi
melewati pori-pori tersebut. jadi difusi tergantung kepada perbedaan
konsentrasi dan tekanan hidrostatik.
c. Pompa Natrium Kalium
Pompa natrium kalium merupakan suatu proses transpor yang memompa
ion natrium keluar melalui membran sel dan pada saat bersamaan
memompa ion kalium dari luar ke dalam. Tujuandari pompa natrium
kalium adalah untuk mencegah keadaan hiperosmolar di dalam sel.
F. Pengaturan Keseimbangan Cairan
1. Rasa Dahaga
Mekanisme rasa dahaga :
a. Penurunan fungsi ginjal merangsang pelepasan renin, yang pada
akhirnya menimbulkan produksi angiotensin II yang dapat
merangsang hipotalamus untuk melepaskan substrat neuron yang
bertanggungjawab terhadap sensasi haus.
b. Osmoreseptor di hipotalamus mendeteksi penigkatan tekanan osmotic
dan mengaktivasi jaringan saraf yang dapat mengakibatkan sensasi
rasa dahaga.
2. Anti Diuretik Hormon (ADH)
ADH dibentuk di hipotalamus dan disimpan dalam neurohipofisisi dari
hipofisis posterior. Stimuli utama untuk sekresi ADH adalah peningkatan
osmolaritas dan penurunan cairan ekstrasel. Hormone ini meningkatkan
rearbsorbsi air pada duktus koligentes, dengan demikian dapat menghemat
air.
3. Aldosteron
Hormone ini disekresi oleh kelenjar adrenal yang bekerja pada tubulus
ginjal untuk meningkatkan absrsorsi natrium. Pelepasan aldosteron
dirangsang konsentrasi kalium, natrium serum dan system angiotensin
rennin serta sangat efektif dalam mengendalikan hyperkalemia.
4. Prostaglandin
Adalah asam lemak alami yang terdapat dalam banyak jaringan dan
berfungsi dalam merespn radang, pengendalian tekanan darah, kontraksi
uterus dan mobilitas gastro intestinal. Dalam ginjal, prostaglandin bereran
mengatur sirkulasi ginjal, respons natrium dan efek ginjal pada ADH.
5. Glukokortikoid
Menigkatkan rearbsorbsi natrium dan air, sehingga volume darah naik dan
terjadi retensi natrium. Perubahan kadar glukokortikoid menyebabkan
perubahan pada keseimbangan cairan (volume darah).
G. Cara Pengeluaran Cairan
Pengeluaran cairan terjadi melalui organ-organ seperti :
1. Ginjal
a. Merupakan pengatur utama keseimbangan cairan yang menerima 170 liter
darah untuk disaring setiap hari.
b. Produksi urine untuk semua usia 1 ml/kg/jam
c. Pada orang dewaasa produksi urine sekitar 1,5 liter/hari.
d. Jumlah urine yang dipprosuksi oleh ADH dan Aldosteron

2. Kulit
a. Hilangnya cairan melalui kulit diatur oleh saraf simpatis yang menerima
rangsang aktivitas kelenjar keringat
b. Rangsangan kelenjar keringat dapat dihasilkan dari aktivitas otot,
temperature lingkungan yang meningkat dan demam.
c. Disebut Insensible Water Loss (IWL) sekitar 15 – 20 ml/24 jam
3. Paru – paru
Menhasilkan IWL sekitar 400 ml/hari b) Meningkatkan cairan yang hilang
sebagai respon terhadap perubahan kecepatan dan kedalaman nafas akibat
pergerakan atau demam.
4. Gastrointestinal
a. Dalam kondisi normal cairan yang hilang dari gastrointestinal setiap hari
sekitar 100 – 200 ml.
b. Perhitungan IWL secara keseluruhan adalah 10 – 15 cc/kg BB/24 jam,
dengan kenaikan 10 % dari IWL pada setiap kenaikan suhu 1O C.
H. Gangguan dan Masalah Dalam Pemenuhan Kebutuhan Cairan
Kehilangan cairan tubuh pada manusia dapat bersifat :
a. Normal.
Hal tersebut terjadi akibat pemakaian energi tubuh secara normal.
Kehilangan cairan sebesar 1 ml terjsdi pada pemakain kalori sebesar 1
kalori.
b. Abnormal.
Terjadi karena berbagai penyakit atau keadaan lingkungan, seperti suhu
lingkungan yang terlalu tinggi atau rendah. Pengeluaran cairan yang
banyak dari dalam tubuh tanpa diimbangi pemasukan cairan yang
memadai dapat berakibat dehidrasi.
Dalam keadaan normal, jumlah cairan dan elektrolit tubuh selalu seimbang,
artinya asupan dan pengeluaran air dan elektrolit berada dalam jumlah yang
sama. Asupan air dan elektrolit berasal dari minuman dan makanan yang
dikonsumsi sehari-hari serta dari hasil metabolisme dalam tubuh.
Beberapa keadaan yang menyebabkan peningkatan kebutuhan cairan dan
elektrolitvadalah sebagai berikut :
 Demam.
 Hiperventilasi.
 Suhu lingkungan tinggi.
 Aktivitas ekstrim.
 Penyakit diare dan poliuria.

Beberapa keadaan yang menyebabkan penurunan kebutuhan cairan dan


elektrolit adalah sebagai berikut :

 Kelembaban sangat tinggi.


 Hipotermia.
 Aktivitas yang sedikit.
 Retensi cairan, misalnya pada gagal ginjal

Berikut ini adalah contoh dari gannguan kebutuhan cairan :

1. Hipovolume atau dehidrasi


Kekurangan cairan eksternal dapat terjadi karena penurunan asupan cairan dan
kelebihan pengeluaran cairan Macam dehidrasi (kurang volume cairan)
Dehidrasi berat
1) Pengeluaran/ kehilangan cairan 4-6 L
2) Serum natrium mEq/L
3) Turgor kulit buruk
Dehidrasi sedang
1) Kehilangan cairan 2-4 l atau antara 5-10% BB
2) Serum natrium mEq/L
3) Mata cekung
2. Hipervolume atau overhidrasi
Terdapat dua manifestasi yang ditimbulkan akibat kelebihan cairan yaitu,
hipervolume (peningkatan volume darah) dan edema (kelebihan cairan pada
interstisial).
Ketidakseimbangan asam basa
1) Asidosis respiratorik, disebabkan karena kegagalan system
pernafasan dalam membuang CO2 dari cairan tubuh
2) Alkalosis respiratorik,disebabkan karena kehilangan CO2 dari
paru-paru pada kecepatan yang lebih tinggi dari produksinya
dalam jaringan. Hal ini menimbulkan PCO2 arteri < 35 mmHg, pH
> 7,45.
3) Asidosis metabolic, Terjadi akibat akumulasi abnormal fixed acid
atau kehilangan basa. pH arteri < 7,35, HCO3 menurun diawah 22
mEq/lt.
4) Alkalosis metabolic, disebabkan oleh kehilangan ion hidrogen atau
penambahan basa pada cairan tubuh. Bikarbonat plasma meningkat
> 26 mEq/ltd dan pH arteri > 7,45
I. Jenis Cairan
Umumnya terapi cairan yang dapat diberikan berupa cairan kristaloid dan
koloid atau kombinasi keduanya. Cairan kristaloid adalah cairan yang
mengandung air, elektrolit dan atau gula dengan berbagai campuran. Cairan
ini bisa isotonik, hipotonik, dan hipertonik terhadap cairan plasma. Sedangkan
cairan koloid yaitu cairan yang BM nya tinggi 7,8.
1. Cairan Kristaloid
a. Cairan Hipotonik
Cairan ini didistribusikan ke ekstraseluler dan intraseluluer. Oleh karena
itu penggunaannya ditujukan kepada kehilangan cairan intraseluler seperti
pada dehidrasi kronik dan pada kelainan keseimbangan elektrolit terutama
pada keadaan hipernatremi yang disebabkan oleh kehilangan cairan pada
diabetes insipidus. Cairan ini tidak dapat digunakan sebagai cairan
resusitasi pada kegawatan. Contohnya dextrosa 5%.
b. Cairan Isotonik
Cairan isotonik terdiri dari cairan garam faali (NaCl 0,9%), ringer laktat
dan plasmalyte. Ketiga jenis cairan ini efektif untuk meningkatkan isi
intravaskuler yang adekuat dan diperlukan jumlah cairan ini 4x lebih
besar dari kehilangannya. Cairan ini cukup efektif sebagai cairan
resusitasi dan waktu yang diperlukanpun relatif lebih pendek dibanding
dengan cairan koloid.
c. Cairan Hipertonik
Cairan ini mengandung natrium yang merupakan ion ekstraseluler utama.
Oleh karena itu pemberian natrium hipertonik akan menarik cairan
intraseluler ke dalam ekstra seluler. Peristiwa ini dikenal dengan infus
internal. Disamping itu cairan natrium hipertonik mempunyai efek
inotropik positif antara lain mevasodilatasi pembuluh darah paru dan
sistemik. Cairan ini bermanfaat untuk luka bakar karena dapat
mengurangi edema pada luka bakar, edema perifer dan mengurangi
jumlah cairan yang dibutuhkan, contohnya NaCl 3%

Beberapa contoh cairan kristaloid :

1) Ringer Laktat (RL)


Larutan yang mengandung konsentrasi Natrium 130 mEq/L, Kalium 4
mEq/l, Klorida 109 mEq/l, Kalsium 3 mEq/l dan Laktat 28 mEq/L. Laktat
pada larutan ini dimetabolisme di dalam hati dan sebagian kecil
metabolisme juga terjadi dalam ginjal. Metabolisme ini akan terganggu
pada penyakit yang menyebabkan gangguan fungsi hati. Laktat
dimetabolisme menjadi piruvat kemudian dikonversi menjadi CO2 dan
H2O (80% dikatalisis oleh enzim piruvat dehidrogenase) atau glukosa
(20% dikatalisis oleh piruvat karboksilase). Kedua proses ini akan
membentuk HCO3. Sejauh ini Ringer Laktat masih merupakan terapi
pilihan karena komposisi elektrolitnya lebih mendekati komposisi
elektrolit plasma. Cairan ini digunakan untuk mengatasi kehilangan cairan
ekstra seluler yang akut. Cairan ini diberikan pada dehidrasi berat karena
diare murni dan demam berdarah dengue. Pada keadaan syok, dehidrasi
atau DSS pemberiannya bisa diguyur.
2) Ringer Asetat
Cairan ini mengandung Natrium 130 mEq/l, Klorida 109 mEq/l, Kalium 4
mEq/l, Kalsium 3 mEq/l dan Asetat 28 mEq/l. Cairan ini lebih cepat
mengoreksi keadaan asidosis metabolik dibandingkan Ringer Laktat,
karena asetat dimetabolisir di dalam otot, sedangkan laktat di dalam hati.
Laju metabolisme asetat 250 – 400 mEq/jam, sedangkan laktat 100
mEq/jam. Asetat akan dimetabolisme menjadi bikarbonat dengan cara
asetat bergabung dengan ko-enzim A untuk membentuk asetil ko-A.,
reaksi ini dikatalisis oleh asetil ko-A sintetase dan mengkonsumsi ion
hidrogen dalam prosesnya. Cairan ini bisa mengganti pemakaian Ringer
Laktat.

3) Glukosa 5%, 10% dan 20%


Larutan yang berisi Dextrosa 50 gr/liter , 100 gr/liter ,200 gr/liter.9
Glukosa 5% digunakan pada keadaan gagal jantung sedangkan Glukosa
10% dan 20% digunakan pada keadaan hipoglikemi , gagal ginjal akut
dengan anuria dan gagal ginjal akut dengan oliguria.
4) NaCl 0,9%
Cairan fisiologis ini terdiri dari 154 mEq/L Natrium dan 154 mEq/L
Klorida, yang digunakan sebagai cairan pengganti dan dianjurkan sebagai
awal untuk penatalaksanaan hipovolemia yang disertai dengan
hiponatremia, hipokloremia atau alkalosis metabolik. Cairan ini
digunakan pada demam berdarah dengue dan renjatan kardiogenik juga
pada sindrom yang berkaitan dengan kehilangan natrium seperti asidosis
diabetikum, insufisiensi adrenokortikal dan luka bakar. Pada anak dan
bayi sakit penggunaan NaCl biasanya dikombinasikan dengan cairan lain,
seperti NaCl 0,9% dengan Glukosa 5 %
2. Cairan Koloid
Albumin, Terdiri dari 2 jenis yaitu:
a) Albumin endogen.
Albumin endogen merupakan protein utama yang dihasilkan dihasilkan di hati
dengan BM antara 66.000 sampai dengan 69.000, terdiri dari 584 asam amino.
Albumin merupakan protein serum utama dan berperan 80% terhadap
tekanan onkotik plasma. Penurunan kadar Albumin 50 % akan menurunkan
tekanan onkotik plasmanya 1/3nya.
b) Albumin eksogen.
Albumin eksogen ada 2 jenis yaitu human serum albumin, albumin eksogen
yang diproduksi berasal dari serum manusia dan albumin eksogen yang
dimurnikan (Purified protein fraction) dibuat dari plasma manusia yang
dimurnikan. Albumin ini tersedia dengan kadar 5% atau 25% dalam garam
fisiologis. Albumin 25% bila diberikan intravaskuler akan meningkatkan isi
intravaskuler mendekati 5x jumlah yang diberikan.Hal ini disebabkan karena
peningkatan tekanan onkotik plasma.
Peningkatan ini menyebabkan translokasi cairan intersisial ke intravaskuler
sepanjang jumlah cairan intersisial mencukupi. Komplikasi albumin adalah
hipokalsemia yang dapat menyebabkan depresi fungsi miokardium, reaksi
alegi terutama pada jenis yang dibuat dari fraksi protein yang dimurnikan. Hal
ini karena faktor aktivator prekalkrein yang cukup tinggi dan disamping itu
harganya pun lebih mahal dibanding dengan kristaloid.8 Larutan ini
digunakan pada sindroma nefrotik dan dengue syok sindrom.
c) HES (Hidroxy Ethyl Starch)
Senyawa kimia sintetis yang menyerupai glikogen. Cairan ini mengandung
partikel dengan BM beragam dan merupakan campuran yang sangat
heterogen.Tersedia dalam bentuk larutan 6% dalam garam fisiologis.
Tekanan onkotiknya adalah 30 mmHg dan osmolaritasnya 310 mosm/l. HES
dibentuk dari hidroksilasi aminopektin, salah satu cabang polimer glukosa.
Pada penelitian klinis dilaporkan bahwa HES merupakan volume ekspander
yang cukup efektif. Efek intarvaskulernya dapat berlangsung 3-24 jam.
Pengikatan cairan intravasuler melebihi jumlah cairan yang diberikan oleh
karena tekanan onkotiknya yang lebih tinggi. Komplikasi yang dijumpai
adalah adanya gangguan mekanisme pembekuan darah. Hal ini terjadi bila
dosisnya melebihi 20 ml/ kgBB/ hari.
d) Dextran
Campuran dari polimer glukosa dengan berbagai macam ukuran dan berat
molekul. Dihasilkan oleh bakteri Leucomostoc mesenteriodes yang
dikembang biakkan di media sucrose. BM bervariasi dari beberapa ribu
sampai jutaan Dalton. Ada 2 jenis dextran yaitu dextran 40 dan 70. dextran 70
mempunyai BM 70.000 (25.000-125.000). sediaannya terdapat dalam
konsentrasi 6% dalam garam fisiologis. Dextran ini lebih lambat dieksresikan
dibandingkan dextran 40. Oleh karena itu dextran 70 lebih efektif sebagai
volume ekspander dan merupakan pilihan terbaik dibadingkan dengan dextran
40. Dextran 40 mempunyai BM 40.000 tersedia dalam konsentrasi 10% dalam
garam fisiologis atau glukosa 5%. Molekul kecil ini difiltrasi cepat oleh ginjal
dan dapat memberikan efek diuretik ringan. Sebagian kecil dapat menembus
membran kapiler dan masuk ke ruang intersisial dan sebagian lagi melalui
sistim limfatik kembali ke intravaskuler.
Pemberian dextran untuk resusitasi cairan pada syok dan kegawatan
menghasilkan perubahan hemodinamik berupa peningkatan transpor oksigen.
Cairan ini digunakan pada penyakit sindroma nefrotik dan dengue syok
sindrom. Komplikasi antara lain payah ginjal akut, reaksi anafilaktik dan
gangguan pembekuan darah.
e) Gelatin
Cairan ini banyak digunakan sebagai cairan resusitasi terutama pada
orang dewasa dan pada bencana alam. Terdapat 2 bentuk sediaan yaitu:
1) Modified Fluid Gelatin (MFG)
2) Urea Bridged Gelatin (UBG)
Kedua cairan ini punya BM 35.000. Kedua jenis gelatin ini punya efek
volume expander yang baik pada kegawatan. Komplikasi yang sering terjadi
adalah reaksi anafilaksis.
3. Cairan Kombinasi
a. KaEn 1 B (GZ 3 : 1)
Larutan yang mengandung Natrium 38,5 mEq/L, Klorida 38,5 mEq/L.
Dextrose 37,5 gr/L. Cairan ini digunakan sebagai cairan rumatan pada
penyakit bronkopneumonia, status asmatikus dan bronkiolitis.
b. Cairan 2a
Larutan yang terdiri dari glukosa 5% dan NaCl 0,9 %
dengan perbandingan 1 : 1 yang terdiri dari dextrosa monohidrat 55gr/L,
dextrosa anhidrat 50 gr/L, Natrium 150 mmol/L dan klorida 150 mmol/L.
Cairan ini digunakan pada diare dengan komplikasi dan bronkopneumoni
dengan komplikasi. Sedangkan campuran glukosa 10% dan NaCl 0,9 %
dengan perbandingan 1:1 digunakan pada bronkopneumoni dengan dehidrasi
oleh karena intake kurang.
c. Cairan G:B 4:1
Larutan yang terdiri dari glukosa 5% dan Natrium Bikarbonat 1,5 % yang
merupakan campuran dari 500 cc Glukosa 5% dan 25 cc Natriun Bikarbonat
8,4%. Cairan ini digunakan pada neonatus yang sakit.
d. Cairan DG
Cairan ini terdiri dari Natriun 61 mEq/L, Kalium 18mEq/L serta Laktat 27
mEq/L dan Klorida 52 mEq/L serta Dextrosa 25 g/L.9 Cairan ini digunakan
pada diare dengan komplikasi.
e. Cairan Natrium Bicarbonat (Meylon)
Cairan ini mengandung natrium 25 mEq/25ml dan bicarbonat 25 mEq/25ml.
Cairan ini digunakan pada keadaan asidosis akibat defisit bicarbonat.9
Sediaan dalam bentuk flakon sebanyak 25 ml dengan konsentrasi 8,4% ( 84
mg/ml)
f. Cairan RLD
Cairan yang terdiri dari I bagian Ringer laktat dan 1 bagian Glikosa 5% yang
bisa digunakan pada demam berdarah dengue .
g. Cairan G:Z 4:1
Cairan yang terdiri dari 4 bagian glukosa 5-10% dan 1 bagian NaCL 0,9%
yang bisa digunakan pada dehidrasi berat karena diare murni.
J. Indikasi Resusitasi Cairan
Indikasi resusitasi cairan adalah ketidakstabilan hemodinamik.
Ketidakstabilan hemodinamik atau syok yang diindikasikan untuk
mendapatkan resusitasi cairan, antara lain syok hipovolemik, syok
kardiogenik, dan syok distributive
1. Syok Hipovolemik

Syok hipovolemik adalah suatu keadaan di mana terjadi kehilangan


cairan tubuh dengan cepat sehingga terjadinya multiple organ failure
akibat perfusi yang tidak adekuat

Penyebab :

 Dehidrasi karena berbagai sebab (muntah, diare yang


sering/frekuensi, peritonitis)
 Luka bakar (grade II-III & luas luka bakar >30%)
 Perdarahan (trauma dengan perdarahan, non-trauma
(perdarahan post partum / HPP massif, KET-kehamilan ekstra-
uterina terganggu)).

Tanda Gejala

 Perubahan perfusi perifer: Ekstremitas: dingin, basah dan


pucat,
 Capillary refill time memanjang > 2 detik
 Tachikardia
 Pada keadaan lanjut: Takipneu, Penurunan tekanan darah,
Penurunan produksi urine dan Tampak pucat, lemah, apatis,
kesadaran menurun

Tindakan

Pemasangan 2 jalur intravena dengan jarum besar dan berikan infus


cairan kristaloid, pada perdarahan diberikan sejumlah kristaloid
melebihi yang hilang.

2. Syok Kardiogenik
Syok kardiogenik merupakan syok yang disebabkan oleh gangguan
fungsi jantung untuk mempertahankan cardiac output. Kondisi ini
disebabkan oleh depresi berat cardiac index kurang dari 2,2
L/menit/m2 dan hipotensi sistolik arterial yang menetap kurang dari
90 mmHg.
Keadaan syok kardiogenik merupakan pump failure yang dapat
disebabkan oleh:
a. Infark miokard
b. Aritmia
c. Gagal jantung
Seperti jenis syok lain, syok kardiogenik dapat menyebabkan pasien
mengalami penurunan kesadaran, lemas, dan takipnea. Pasien dapat
mengeluhkan nyeri dada, sesak, dan keringat dingin. Nadi dapat teraba
cepat atau sangat lambat dengan tekanan yang lemah.
3. Syok Distributif
Syok distributif merupakan syok yang disebabkan oleh penurunan
stroke volume akibat penurunan venous return karena dilatasi
pembuluh darah.
Dilatasi pembuluh darah ini dapat disebabkan oleha.Infeksi berat
b. Neurogenik
c. Reaksi anafilaksis
Jenis syok ini terjadi ketika pembuluh darah kehilangan
kemampuannya untuk mengalirkan darah dengan benar. Sebagai
akibatnya,aliran darah dan oksigen ke organ-organ vital mejadi
terganggu. Syok distributif dapat dibagi lagi menjadi 3 tipe di bawah
ini:
 Syok anafilaksis, yaitu komplikasi dari reaksi alergi yang
sangat parah (anafilaksis). Pemicu reaksi ini biasanya datang
dari makanan, sengatan serangga, maupun obat-obatan tertentu.
 Syok septik yang disebabkan oleh sepsis. Sepsis adalah
komplikasi dari infeksi bakteri yang sangat parah, yang
menyebabkan adanya bakteri yang masuk ke dalam aliran
darah danmemicu kerusakan serius pada organ-organ dalam.
 Syok neurogenik yang terjadi akibat kerusakan pada sistem
saraf pusat. Penyebab kerusakan ini umumnya adalah cedera
pada saraf tulang belakang.
Gejala syok, seperti penurunan kesadaran dan tekanan darah, juga
terjadi pada syok distributif. Pasien dengan syok distributif akan
mengalami gejala lain sesuai dengan penyebabnya, seperti demam,
sesak, atau nyeri
K. Prinsip Terapi Cairan
Terapi cairan merupakan salah satu aspek terpenting dari perawatan pasien.
Pemilihan cairan sebaiknya berdasarkan atas status hidrasi pasien, konsentrasi
elektrolit dan kelainan metabolik yang ada. Secara sederhana tujuan terapi
cairan dibagi atas resusitasi atau pengganti yaitu untuk mengganti kehilangan
cairan akut dan rumatan untuk mengganti kehilangan harian. Kebutuhan air
dan elektrolot sebagai terapi dapat dibagi atas 3 kategori:
1. Terapi pemeliharaan atau rumatan
Sebagai pengganti cairan yang hilang melalui pernafasan, kulit, urin dan
tinja ( Normal Water Losses = NWL). Kehilangan cairan melalui
pernafasan dan kulit disebut Insesible Water Losses (IWL). Kebutuhan
cairan pengganti rumatan ini dihitung berdasarkan kg BB. Kebutuhan
cairan untuk terapi rumatan dipengaruhi oleh suhu lingkungan dan C
diatas aktifitas terutama IWL oleh karena itu setiap kenaikan suhu 1 C
kebutuhan cairan ditambah 12%. Sebaliknya IWL akan suhu tubuh 37
menurun pada keadaan menurunnya aktivitas seperti dalam keadaan koma
dan keadaan hipotermi maka kebutuhan cairan rumatan harus dikurangi
12% C dibawah suhu tubuh normal. Cairan pada setiap penurunan suhu 1
intravena untuk terapi rumatan ini biasanya campuran Dextrosa 5% atau
10% dengan larutan NaCl 0,9% 4:1 , 3:1, atau 1:1 yang disesuaikan
dengan kebutuhan dengan menambahkan larutan KCl 2 mEq/kgBB.
2. Terapi deficit
Sebagai pengganti air dan elektrolit yang hilang secara abnormal
(Previous Water Losses=PWL) yang menyebabkan dehidrasi. Jumlahnya
berkisar antara 5-15% BB. Biasanya kehilangan cairan yang
menyebabkan dehidrasi ini disebabkan oleh diare, muntah-muntah akibat
stenosis pilorus, kesulitan pemasukan oral dan asidosis karena diabetes.
Berdasarkan PWL ini derajat dehidrasi dibagi atas ringan yaitu
kehilangan cairan sekitar 3-5% BB, dehidrasi sedang kehilangan cairan
sekitar 6-9% BB dan dehidrasi berat kehilangan cairan berkisar 10% atau
lebih BB.
3. Terapi pengganti kehilangan cairan yang masih tetap berlangsung
( Concomitant water losses=CWL).
Kehilangan cairan ini bisa terjadi melalui muntah dan diare yang masih
tetap berlangsung, pengisapan lendir, parasentesis dan lainnya. Jumlah
kehilangan CWL ini diperkirakan 25 ml/kgBB/24 jam untuk semua umur.
Untuk mengatasi keadaan diatas diperlukan terapi cairan. Bila pemberian
cairan peroral tidak memungkinkan, maka dicoba dengan pemberian
cairan personde atau gastrostomi, tapi bila juga tidak memungkinkan,
tidak mencukupi atau membahayakan keadan penderita, terapi cairan
secara intra vena dapat diberikan.
L. Pemilihan Cairan Intravena
Pemilihan cairan sebaiknya didasarkan atas status hidrasi pasien, konsentrasi
elektrolit, dan kelainan metabolik yang ada. Berbagai larutan parenteral telah
dikembangkan menurut kebutuhan fisiologis berbagai kondisi medis. Terapi
cairan intravena atau infus merupakan salah satu aspek terpenting yang
menentukan dalam penanganan dan perawatan pasien.
Terapi awal pasien hipotensif adalah cairan resusitasi dengan memakai 2 liter
larutan isotonis Ringer Laktat. Namun, Ringer Laktat tidak selalu merupakan
cairan terbaik untuk resusitasi. Resusitasi cairan yang adekuat dapat
menormalisasikan tekanan darah pada pasien kombustio 18–24 jam sesudah
cedera luka bakar.
Larutan parenteral pada syok hipovolemik diklasifikasi berupa cairan
kristaloid, koloid, dan darah. Cairan kristaloid cukup baik untuk terapi syok
hipovolemik. Keuntungan cairan kristaloid antara lain mudah tersedia, murah,
mudah dipakai, tidak menyebabkan reaksi alergi, dan sedikit efek samping.
Kelebihan cairan kristaloid pada pemberian dapat berlanjut dengan edema
seluruh tubuh sehingga pemakaian berlebih perlu dicegah.
Larutan NaCl isotonis dianjurkan untuk penanganan awal syok hipovolemik
dengan hiponatremik, hipokhloremia atau alkalosis metabolik. Larutan RL
adalah larutan isotonis yang paling mirip dengan cairan ekstraseluler.

RL dapat diberikan dengan aman dalam jumlah besar kepada pasien dengan
kondisi seperti hipovolemia dengan asidosis metabolik, kombustio, dan
sindroma syok. NaCl 0,45% dalam larutan Dextrose 5% digunakan sebagai
cairan sementara untuk mengganti kehilangan cairan insensibel.
Ringer asetat memiliki profil serupa dengan Ringer Laktat. Tempat
metabolisme laktat terutama adalah hati dan sebagian kecil pada ginjal,
sedangkan asetat dimetabolisme pada hampir seluruh jaringan tubuh dengan
otot sebagai tempat terpenting. Penggunaan Ringer Asetat sebagai cairan
resusitasi patut diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi hati berat
seperti sirosis hati dan asidosis laktat. Adanya laktat dalam larutan Ringer
Laktat membahayakan pasien sakit berat karena dikonversi dalam hati
menjadi bikarbonat.Secara sederhana, tujuan dari terapi cairan dibagi atas
resusitasi untuk mengganti kehilangan cairan akut dan rumatan untuk
mengganti kebutuhan harian.
M. Kontraindikasi Resusitasi Cairan
Tidak terdapat kontraindikasi absolut pada resusitasi cairan. Pemberian cairan
secara agresif pada resusitasi cairan perlu dihindari pada pasien yang tidak
mengalami ketidakstabilan hemodinamik. Pemberian cairan secara agresif
tidak sesuai indikasi akan menimbulkan komplikasi pada pasien seperti edema
paru akut hingga kematian.
Pada kasus yang jarang terjadi, pasien dapat mengalami reaksi alergi terhadap
beberapa jenis cairan. Bila pasien menunjukan reaksi alergi terhadap cairan
yang diberikan, pemberian cairan harus dihentikan segera.
Daftar Pustaka
Anonim. Kebutuhan Harian Air dan Elektrolit, gangguan Keseimbangan Air
dan Elektrolit, dan Terapi Cairan. Dalam: Pedoman Cairan Infus edisi revisi
VIII.Jakarta: PT. Otsuka Indonesia; 2003.

Anda mungkin juga menyukai