Field Practice 1 Webinar Series 3 Penyelenggaraan Makanan Rutan Kelas IIB Makale Dan Penyelenggara Makanan Pada Panti Wreda Salib Putih
Field Practice 1 Webinar Series 3 Penyelenggaraan Makanan Rutan Kelas IIB Makale Dan Penyelenggara Makanan Pada Panti Wreda Salib Putih
WEBINAR SERIES 3
Disusun Oleh:
Iswanto
472017417
2021
DAFTAR ISI
Contents
DAFTAR ISI................................................................................................................................2
BAB I...........................................................................................................................................3
PENDAHULUAN........................................................................................................................3
BAB II..........................................................................................................................................7
TINJAUAN PUSTAKA...............................................................................................................7
BAB III.........................................................................................................................................9
HASIL..........................................................................................................................................9
BAB IV.......................................................................................................................................14
PEMBAHASAN.........................................................................................................................14
4. 1. Mengevaluasi manajemen sistem penyelenggaraan makanan pada berbagai sektor........14
4. 1. 1: Penyelenggaraan Makanan Rutan Kelas IIB Makale..............................................14
4. 1. 2: Penyelenggaraan Makanan Panti Wredha Salib Putih.............................................15
4. 2. Menyusun indikator keberhasilan penyelanggaraan makanan.........................................15
4. 2. 1: Penyelenggaraan Makanan Rutan Kelas IIB Makale..............................................15
4. 2. 2: Penyelenggaraan Makanan Panti Wredha Salib Putih.............................................16
4. 3. Mengevaluasi mutu pelayanan gizi dan kepuasan klien dalam pelayanan dan praktik
kegizian..................................................................................................................................17
4. 3. 1: Penyelenggaraan Makanan Rutan Kelas IIB Makale..............................................17
4. 3. 2: Penyelenggaraan Makanan Panti Wredha Salib Putih.............................................17
4. 4. Menyusun perbaikan mutu penyelenggaraan makanan...................................................18
4. 4. 1: Penyelenggaraan Makanan Rutan Kelas IIB Makale..............................................18
4. 4. 2: Penyelenggaraan Makanan Panti Wredha Salib Putih.............................................19
4. 5. Menyusun 1 siklus menu pada berbagai penyelenggara jasa boga dengan
memperhatikan: a. Budgeting penyelenggara/Pembiayaan penyelenggaraan makanan; b. Nilai
gizi sesuai kebutuhan klien.....................................................................................................20
4. 5. 1: Penyelenggaraan Makanan Rutan Kelas IIB Makale..............................................20
4. 5. 2: Penyelenggaraan Makanan Panti Wredha Salib Putih.............................................21
BAB V........................................................................................................................................23
KESIMPULAN..........................................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................24
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
Narapidana perlu dilindungi dari makanan dan minuman yang tidak memenuhi
persyaratan kesehatan agar tidak membahayakan kesehatannya. Makanan dan minuman
untuk warga binaan pemasyarakatan harus memenuhi standar kesehatan untuk itu perlu
diadakan pengawasan yang baik untuk penyediaan makan bagi warga binaan
pemasyarakatan. Makanan merupakan kebutuhan pokok manusia yang dibutuhkan
setiap saat dan di manapun ia berada serta memerlukan pengelolaan yang baik dan benar
agar bermanfaat bagi tubuh. Tanpa andanya makanan dan minuman manusia tidak dapat
melangsungkan hidupnya (Ramadhani, 2020).
Bahan makanan yang baik terkadang sulit untuk kita temui, karena jaringan
pelayanan makanan yang begitu panjang dan melalui jaringan perdagangan yang begitu
luas. Salah satu upaya mendapatkan makanan yang baiik adalah menghindari
penggunaan bahan makanan yang berasal dari sumber yang tidak jelas karena tidak
dapat dipertanggungjawabkan secara kualitasnya. Untuk itu bahan makanan yang masuk
di lembaga pemasyarakatan harus benar-benar diperiksa dengan baik jangan sampai ada
bahan makanan yang rusak sebab kandungan gizinya sudah berkurang serta tidak baik
untuk kesehatan warga binaan. Di lembaga pemasyarakatan dilakukan lelang setiap
setahun sekali untuk menentukan pemborong yang akan mendistribusikan makanan
setiap harinya di lembaga pemasyarakatan (Ramadhani, 2020).
Keberagaman dari permasalahan lansia memerlukan penanganan yang
komprehensif. Berdasarkan World Health Organization (2016) perawatan terintegrasi
(integrated care) adalah model yang koheren dan seperangkat model pada pendanaan,
administrasi, organisasi, pemberi pelayanan dan tingkat klinis. Kondisi tersebut disusun
dengan tujuan untuk menciptakan konektivitas, keselarasan dan kolaborasi di dalam dan
di antara sektor kuratif dan perawatan. Model tersebut juga diharapkan dapat
meningkatkan kualitas pada segi perawatan dan kualitas hidup, kepuasaan pengguna dan
efisiensi sistem dengan memotong beberapa layanan, penyedia dan pengaturan.
Perspektif dari WHO (2016) untuk model perawatan terintegrasi juga memunculkan
adanya integrasi antara penyedia layanan, pembuat kebijakan, regulator, perawatan
profesional, evaluator, manajer, pengguna layanan, komunitas (World Health
Organizaton, 2016). Terlebih, berdasarkan WHO (2017), tentang model pelayanan
terintegrasi lansia yang berpusat pada individu ditegaskan bahwa dalam perwujudan
4
lansia sehat (healthy aging) harus melakukan perubahan pola pikir dari mengatasi
penyakit ke memaksimalkan fungsi fungsional lansia untuk melakukan kegiatan yang
disukainya.
Aspek komunitas yang ditawarkan oleh WHO harus menjadi perhatian khusus
bagi panti wreda untuk menjalankan perannya sebagai layanan jangka panjang.
Walaupun demikian, Miller (2018) menyatakan bahwa hambatan yang sering terjadi di
dalam penerapan perawatan terintegrasi, salah satunya adalah kekuatan (power) dan
hirarki yang muncul dari berbagai institusi yang mengatur (Miller, 2018). Posisi panti
wreda yang berada dibawah koordinasi Dinas Sosial terkadang juga menimbulkan
hambatan dalam pengajuan proposal pengembangan panti wreda. Selain itu, panti wreda
yang mengelola lansia juga bisa menimbulkan hambatan bagi produktivitas lansia
karena program yang dibuat.
Miller (2018) menekankan bahwa perawatan integrasi jika memang siap
dijalankan maka harus ada pemahaman interaksi antara konten, konteks, proses, dan
atribut dari individu untuk menciptakan pemahaman yang siap untuk menciptakan
perilaku. Miller (2018) mengatakan bahwa kebudayaan harus diikutsertakan dalam
proses integrasi karena terdapat nilai – nilai yang berbeda di setiap organisasi,
komunitas, individu, dan profesional untuk menciptakan perawatan integrasi (Miller,
2018). Suku Jawa yang menjadi satu-satunya suku pada lansia pada pengabdian
masyarakat bisa dijadikan dasar bagi panti wreda untuk menyusun programprogramnya.
Pengobatan yang dilakukan dapat menggunakan pengobatan tradisional. Praktik tersebut
juga dilakukan di panti wreda daerah Perancis dengan menggunakan teh yang
merupakan bagian dari kepercayaan lansia terkait pengobatan dalam proses hidupnya
(Faller et al., 2013).
Perhatian terhadap pentingnya layanan kesehatan yang holistik pada lansia
mendorong adanya pengabdian masyarakat untuk membangun bentuk integrasi di panti
wreda. Terlebih penelitian yang dapat dijadikan sebagai dasar tentang kebutuhan panti
wreda adalah kebutuhan terkait kesehatan spiritual (Britani et al., 2018; Naftali et al.,
2017); pangannya (Tae et al., 2019); keamanan lingkungan (Puspita, Gasong, Bangngu,
2018); kualitas hidup (Donalia & Sanubari, 2020). Kebutuhan tersebut adanya
pengabdian masyarakat di Panti Wreda Salib Putih, Kopeng. Lokasi tersebut dipilih
5
menjadi sasaran karena di satu area terdapat panti wreda, panti asuhan, dan panti karya.
Walaupun ketiga sarana tersebut berada di satu tempat tetapi tidak pernah memunculkan
integrasi. Langkah pertama yang dilakukan dalam membangun integrasi adalah
pemetaan terhadap kondisi lansia terkait dengan kesehatan dan penyelenggaraan
pangannya melalui pemeriksaan kesehatan. Langkah itu dipilih dengan pertimbangan
peningkatan lansia berkualitas. Tujaun pada makalah ini yaitu untuk melihat sistem
penyelenggaran makanan institusi negara dan yayasan yang suka rela.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
7
Dalam menjalankan tugasnya, panti wreda bertugas untuk membantu lansia
dapat menjalankan kehidupannya secara wajar dan mandiri dalam keluarga maupun
masyarakat. Fungsi panti wreda sebagai layanan jangka panjang yang dibangun oleh
pemerintah itu harus tetap dapat berfungsi secara institusional, yaitu menyediakan
perlindungan dan rehabilitas terhadap lansia. Bentuk dari layanan tersebut termasuk
layanan untuk fisiknya, spiritual dan kebutuhan sosialnya. Terlebih, lansia yang ada
harus mendapatkan berbagai layanan potensial untuk mendukung hidupnya karena
lansia cenderung rentan untuk mengalami penyakit kronis, fungsi yang tidak lagi
maksimal, dan memiliki keterbatasan dalam melakukan aktivitas hariannya (Sanubari &
Saragih, 2020).
Kondisi lansia yang juga rentan terhadap pangan akan meningkatkan risiko
terhadap penyakit kronis, penurunan kemampuan kognitif dan fisik, depresi, hilangnya
nafsu makan, stroke, ketergantungan dalam hal makan, masalah dengan mengunyah dan
kesulitan dalam menelan akan mengakibatkan lansia rentan terhadap malnutrisi
(Mamhidir et al., 2010). Selain itu, perubahan pemilihan pangan pada lansia juga akan
memengaruhi kebutuhan gizi yang berbeda. Layanan kesehatan yang aman diperlukan
oleh lansia. Terlebih, stigma terhadap lansia mendorong munculnya kekerasan terhadap
lansia perempuan yang lebih sering dibandingkan lansia laki-laki (Hightower, 2010).
Walaupun dalam implementasinya, panti wreda masih banyak menoreh stigma
karena masyarakat Indonesia percaya bahwa merawat lansia adalah salah satu cara
untuk “membayar” orang tua mereka. Di lain sisi, tantangan lain yang dimiliki oleh
panti wreda terkait dengan bentuk pelayanan yang layak ke lansia. Dalam proses
penuaan, setiap individu akan memiliki proses berbeda. Keadaan tersebut akan membuat
lansia susah digeneralisasikan termasuk aspek kesehatannya (Sanubari & Saragih,
2020).
8
BAB III
HASIL
9
sinetis. Juru masak dan asisten juru masak juga memiliki tugas yang berbeda, salah satu
tugas juru masak yaitu mengolah makanan pokok nasi berbumbu dan
menghidnagkannya, sedangkan tugas asisten juru masak yaitu menyiapkan bahn dan
bumbu serya mendistribusikan makanan yang sudah diolah.
Pemberian makan di Rutan kelas IIB Makale diberikan 3 kali sehari yaitu makan
pagi (07.00-08.00), makan siang (10.00-11.00), makan malam (15.00-16.00). Siklus
menu yang digunakan yaitu siklus menu per 10 hari + 1 hari. Prosedur pelaksanaan yaitu
mulai dari menyiapkan daftar jumlah narapidana dan mempersiapkan makanan sesuai
jumlah, penyampaian contoh menu kepada tim pengawas makanan, kemudian makanan
di distribusikan ke seluruh penghuni dengan jumlah satu menu per satu orang, setelah itu
petugas dapur membuat berita acara penerimaan makanaan dan terakhir yaitu
melakukan evaluasi
Karakteristik klien dalam penyelenggraan makanan juga dilihat drai usia, budaya
dan hal-hal yang terkait yang dapat mempengaruhi penyelenggaraan makanan.
Penyelenggaraan makanan di Rutan kelas IIB Makale berpedoman pada aturan/SOP
yang ada, apabila ada WBP yang mengalami sakit maka pemberian makanan akan
diberikan berdasarkan anjuran dari dokter/perawat Rutan Makale.
Secara singkat prosedur penyelenggaraan makanan WBP yaitu mulai dari
penerimaan bahan makanan, pengolahan makanan, pengecekan makanan oleh ahli gizi
dan pendistribusian makanan kepada WBP. Dasar hukum penyelenggaraan makanan
bagi tahanan, anak dan narapidana yaitu dilihat dari pasal 14 ayat (1D) UU No 12 tahun
1995 mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak dan peraturan menteri
hukum dan Ham Republik Indonesia No.40 tahun 2017 tentang pedoman
penyelenggaraan makanan bagi tahanan, anak dan narapidana.
Manajemen sistem penyelenggaraan makanan di Rutan kelas IIB Makale
dilaksanakan berdasarkan surat perjanjian kontrak pengadaan bahan makanan
narapidana dan tahanan periode 1 januari 2021 s/d 31 desember 2021 No.
W23.PAS.20.PB.02.02-03.
10
b. Resume narasumber 2 (Bapak Pramono Adhi) Penyelenggaraan Makanan
Panti Wredha
Seperti yang diketahui yayasan salib putih berada didusun salib putih,
Kelurahan Kumpulrejo, Kecamatan Argomulyo, Kota Salatiga Provinsi Jawa
Tengah. Adapun struktur organisisi diyayasan salib putih terdiri dari kepala Kantor,
kepala unit dan pelaksana lapangan. Sejarah adanya yayasan salib putih karna
adanya bapak Adolph Theodoor Jocobus Van Emmerik yang berasal dari belanda
dan istrinya bernama Alice Cornelia Cleverly yang berasal dari inggris mereka
datang ke Indonesia sebagai pegawai sipil pemerintah hindia belanda. Sejarah
lainnya karna adanya letusan gunung kelud dari jawa timur, sehingga banyak orang-
orang yang datang ke Salatiga untuk mengungsi pada tahun 1902, sehingga melihat
banyak sekali orang yang mengungsi pada waktu itu tergeraklah bapak Adolph dan
ibu Alice untuk merawat mereka. Sehingga pada tanggal 14 Mei 1902 berdirilah
awal mula yayasan salib putih itu hingga sekarang. Pada waktu itu jumlah pengungsi
tidak hanya ratusan orang yang dirawat oleh pak Adolph tetapi sebanyak 1.200
orang. Sehingga cabang salib putih tidak hanya di salatiga saja, tetapi ada disulawesi
dan jawa barat juga.
Pada program salib putih ada beberapa pelayanan diantaranya adalah
layanan kesehatan, sebagai layanan yang paling utama yang dilakukan untuk
melayani baik pada anak panti asuhan yang berjumlah 32 orang yang latar belakang
tentu berbeda dari suku, agama maupun ras. Kemudian juga ada panti karya, pada
panti karya ini berpokus pada saudara-saudara yang benar-benar memerlukan
bantuan, kebutuhan, sehingga mereka akan didik untuk mendapatkan skill, mereka
di didik baik itu diperkebunan, perternakan dan dibidang yang lain. Ketika mereka
mereka sudah bisa berkarya, sudah mempunyai keahlian, mereka akan dikembalikan
kepada masyrakat. Selanjutnya pelayanan yang dilakukan salib putih adalah yaitu
panti Wreda salib putih yang saat ini dilayani dipanti Wreda berjumlah 22 orang
kalaian yang dirawat di panti Wreda salib putih, kemudian juga ada panti Wreda
merbabu yang ada di Salatiga disitu jumlah yang dirawat sebanyak 15 orang kalaian,
masing-masing unit panti wreda salib putih atau merbabu ini dilayani 4 orang
11
tenaga. Jadi 4 orang tenaga ada dipanti wreda salib putih yang khusus di wilayah
salib putih dan ada 4 orang juga di panti wreda merbabu.
Berkaitan penyelanggaraan makanan pada panti wreda salib putih, petugas
ataupun pekerja yang melayani lansia di salib putih ini diwajibkan atau diharuskan
memberikan asupan makan bagi mereka, kebutuhan makan mereka, walaupun ada
beberapa kalaian yang tidak ditarik untuk biaya administrasi apaun sehingga ini
benar-benar kegiatan sosial yang tujuan untuk membantu mereka yang tidak mampu.
Adapun makanan pokok yang bisa diberikan pada kegiatan penyelenggaraan makan
untuk lansia yaitu nasi, selain itu juga ada kentang, sayur-mayur dalam hal ini wajib
juga untuk diberikan kepada para lansia. Salib putih merupakan salah satu tempat
yang mempunyai kebun, sehingga ada beberapa sayur-mayur yang bisa dipetik
sendiri yang bisa didistribusikan ataupun dimasak untuk makanan lansia.
Selanjutnya makanan yang diberikan adalah lauk-pauk, adapun lauk pauk yang
diberikan ada berbagai macam yaitu tahu, tempe, daging, ikan dan lain-lain untuk
diberikan pada kalaian lansia.
Selanjutnya adalah buah, karna salib putih memiliki banyak buah, sehingga
lansia disana juga mengkonsumsi buah, adapun buah yang paling sering dikonsumsi
adalah pisang dan papaya, untuk pemberian buah paling tidak minimal diberikan 1
minggu 2 kali. Selanjutnya adalah minuman, minuman ini diberikan kepada pada
lansia kakek atau nenek tanpa batas, artinya bahwa minuman ini disediakan setiap
saat, siapaun membutuhkan langsung saja mengambil baik itu pagi, siang maupun
sore. Khusus minuman yang diberikan adalah susu khusus lansia, karna sangat
dibutuhkan oleh lansia, susu diberikan paling tidak 1 minggu sekali. Dan juga snack
ataupun makanan tambahan diberikan bagi lansia kacang hijau, bubur sumsum dan
roti.
Selanjutnya bukan hanya makanan ataupun snack saja yang diberikan
tetapi juga vitamin. Kita tahu fungsi dari vitamin sangat baik untuk menambah
sistem imun bagi lansia pada saat ini sehingga diharapkan tetap sehat. Untuk menu
makan ini panti wreda membuatnya satu bulan. Ada beberapa donator yang
membantu berkaitan dengan menu makan yang akan diselenggarakan. Walaupun
panti wreda sudah membuat menu, ketika ada tamu yang memberikan makanan
12
kepada panti wreda, artinya bahwa menu yang sudah dibuat akan digeser. Menu
yang digerser akan dibuat untuk besok hari, karna biasanya panti wreda
pembelanjaan itu, untuk makan makanan pokok satu bulan satu bulan sekali,
sedangan untuk sayur-mayur dan lauk-pauk ini karna salib putih jauh dari pasar,
sehingga dibeli melalui orang yang datang disalib putih.
Ketika sudah menyiapkan sayur-mayur lauk-pauk tetapi karna ada donatur,
sehingga bisa diahlihkan untuk hari selanjutnya. Persiapan untuk pemberian makan
ini dilaksanakan oleh bagian dapur, jadi untuk struktur yang khusus dipanti wreda
ini ada kepala panti, ada pengasuh 1 orang, kemudian dibawah pengasuh ada
pangruti atau tenaga pelayan, baik pelayan kebersihan dan juga tenaga untuk
memasak. Ketika mereka sudsh membuat menu, menunya dibuat harian, walaupun
menunya sudah dibuat bulanan tetapi belanjanya dibuat harian, tetapi mereka
diwajibkan untuk membuat laporan setiap hari, jadi menu yang sudah dibuat apa saja
kalau ada perubahan apa saja, kemudian belanjanya berapa, apakah masih ada sisa
uang atau tidak itu tetap dibuat dalam buku tulis pelaporan. Untuk pemberian biaya
makan perorang dan perhari untuk sayur-mayur dan lauk-pauk diberikan hanya Rp
3.500 untuk 3 kali makan. Walupun dengan biaya yang bisa dikatakan sedikit tetapi
panti wreda tetap memperhatikan nilai gizi pada setiap makanan yang diberikan.
Adapun jadwal jam makan pada panti wreda salib putih diantaranya
adalah: jam makan pagi yaitu jam 07.00 wib, sebelum mereka makan terlebih dahulu
mereka harus mandi baru mereka makan, dalam hal ini ada petugas kebersihan yang
akan merapikan ruang kamar mereka. Bagi kalaian yang tidak bisa datang diruang
makan akan dilayani ada yang disuap didepan kamar kalau tidak bisa makan sendiri.
Kemudian makan siang disiapkan jam 12.00 wib, untuk jam makan sore hari jam
16.30 wib. Tetapi memang ada ada kebiasaan bagi para lansia yang ketika datang di
panti wreda tidak terbiasa dengan jam makan yang ada di panti wreda, mereka ada
yang terbiasa makan lebih dari jam tersebut, pihak panti masih bisa mentolelir, yang
penting mereka makan. Tetapi makanan mereka disimpan di kamar untuk dimakan
jika sudah lapar. Jika makanan tersebut sudah basi pihak panti melarang untuk tidak
boleh dikonsumsi tentu akan menganggu kesehatan lansia yang ada dipanti wreda
salib putih.
13
BAB IV
PEMBAHASAN
14
4. 1. 2: Penyelenggaraan Makanan Panti Wredha Salib Putih
Melihat kondisi keterbatasan itu, pengabdian masyarakat yang dilakukan
adalah memberikan konsultasi penyelenggaran makanan melalui penyuluhan.
Kegiatan dilakukan dengan berdiskusi dan memberikan materi dengan situasi
rentan terhadap pangan di lansia, kebutuhan lansia akan pangan, dan
rekomendasi terhadap penyediaan pangan lansia. Selesai pemberian materi,
proses diskusi dilakukan dengan peserta yang terlibat. Pertanyaan yang banyak
muncul terkait dengan pengolahan makanan yang menarik untuk lansia.
15
Bahan makanan yang baik terkadang sulit untuk kita temui, karena jaringan
pelayanan makanan yang begitu panjang dan melalui jaringan perdagangan yang
begitu luas. Salah satu upaya mendapatkan makanan yang baiik adalah
menghindari penggunaan bahan makanan yang berasal dari sumber yang tidak
jelas karena tidak dapat dipertanggungjawabkan secara kualitasnya. Untuk itu
bahan makanan yang masuk di lembaga pemasyarakatan harus benar-benar
diperiksa dengan baik jangan sampai ada bahan makanan yang rusak sebab
kandungan gizinya sudah berkurang serta tidak baik untuk kesehatan warga
binaan. Di lembaga pemasyarakatan dilakukan lelang setiap setahun sekali untuk
menentukan pemborong yang akan mendistribusikan makanan setiap harinya di
lembaga pemasyarakatan.
4. 2. 2: Penyelenggaraan Makanan Panti Wredha Salib Putih
Kelompok protein hewani yang berasal dari daging hewan jarang digunakan
karena kendala anggaran. Setiap akhir pekan, lansia diberikan buah atau
makanan ringan tambahan seperti roti manis tergantung dari anggaran yang ada.
Anggaran untuk pembelian bahan makanan tambahan seperti buah atau roti
manis ini didapatkan dari akumulasi bila ada biaya belanja yang berlebihan di
hari-hari sebelumnya. Pengolahan makanan pada lansia sudah dibatasi dari
penggunaan garam, gula dan minyak, namun belum ada penyediaan menu
khusus untuk lansi yang memiliki penyakit dengan kebutuhan diet khusus seperti
diabetes.
17
disampaikan dalam webinar kali ini, pembicara menyampaikan bahwa menu
yang dimakan lebih cenderung kepada kebiasaan setiap harinya, walaupun
menu yang di buat memiliki siklus menu tersendiri.
4. 4. Menyusun perbaikan mutu penyelenggaraan makanan
4. 4. 1: Penyelenggaraan Makanan Rutan Kelas IIB Makale
Pemberian pelayanan makanan berpedoman pada Keputusan Menteri
Hukum dan Ham RI NO.M.HM-01.PK.07.2 Tahun 2009 Tentang Pedoman
penyelenggaraan makanan bagi warga binaan Pemasyarakatan Di Lembaga
Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara. Oleh karena itu dengan
meningkatkan kualitas dengan jumlah gizi yang dikosumsi sangat berpengaruh
terhadap warga binaaan di Lapas, terpenuhinya pelayanan makanan sesuai
standar gizi yang maksimal. Sehingga angka kematian, kesakitan warga binaaan
pemasyarakatan akan menurun derajat kesehatan akan meningkat.
Dalam hal pengelolaan bahan makanan yang dilakukan oleh petugas dapur,
dalam hal ini petugas dapur yaitu warga binaan itu sendiri, warga binaan yang
bertugas di dapur pada umumnya tidak memiliki keahlian atau keterampilan
dalam pengetahuan memasak. Setelah pengelolaan bahan makanan siap untuk
disajikan, sebelum dibagikan kepada warga binaan yang lain petugas dapur
mencoba terlebih dahulu makanan yang akan dibagikan. Setelah itu baru
diberikan kepada tiap-tiap kamar hunian. Dalam Permenkes No 75 Tahun 2013
tentang AKG yang dianjurkan bagi Bangsa Indonesia, maka WBP di Lapas,
Rutan dan Cabrutan sebagai bagian dari Bangsa Indonesia berhak mendapatkan
perbaikan AKG baru dan mengingat jumlah penghuni di Lapas, Rutan dan
Cabrutan yangover kapasitas kemudian mempengaruhi kualitas kesehatan
penghuni.
Untuk pedoman dalam hal keseimbangan Gizi, yaitu berisikan susunan
pangan sehari-hari yang di dalamnya telah termuat zat gizi dalam jenis, jumlah
yang sesuai. Adapun menyangkut dengan hal penyediaan makanan bagi Napi
yang diselenggarakan oleh pihak Lembaga Pemasyarakatan, idealnya terpenuhi
gizi seimbang, baik dalam hal kualitas maupun kuantitas yang kesemuanya ini
bermuara pada terpenuhi nya gizi, kesehatan yang baik untuk peningkatan
18
kualitas SDM. Kebutuhan energi untuk Napi yaitu berkisar 2.250 kkal dan 60 gr
protein. Gizi ialah meyangkut tentang makanan yang berdampak langsung bagi
kesehatan manusia. Adapun Status Gizi sesorang ialah kondisi tubuh yang di
akibatkan asupan, penyerapan dan penggunaan zat gizi dalam makanan. Energi
dan protein merupakan suatu yang sangat berpengaruh bagi status gizi setiap
individu dikarenakan menjadi penyumbang terbesar dalam tubuh. Status gizi
juga menjadi hasil akhir dari keseimbangan antara makanan yang masuk ke
dalam tubuh dengan kebutuhan tubuh akan zat gizi tersebut.
Masalah gizi juga merupakan faktor dasar dari berbagai masalah di dalam
kesehatan, hal tersebut terjadi dari berbagai kelompok umur.Gizi yang seimbang
dapat di Defensikan sejumlah makanan yang mengandung berbagai zat yang
dibutuhkan oleh tubuh seseorang dalam kesehariannya. Adapun kondisi kurang
nya gizi dalam tubuh disebabkan ketidak seimbangan yang namanya asupan zat
gizi yang salah satu diantaranya karbohidrat. Gizi buruk ialah kurang nya asupan
dalam tubuh tingkat tinggi dan kondisi ini terjadi dalam waktu yang lama. Gizi
lebih merupakan kondisi kelebihan konsumsi dalam waktu lama. Ada beberapa
pedoman pelaksanaan pemenuhan makanan bagi narapidana yakni SE Menteri
kehakiman No. M.02-Um.01.06 Tahun 1989, SE Dirjen PAS Kemenkumham
No.E.PP.02.05-02 Tanggal 20 September 2007, dan Surat Keputusan
Menkumham No. HH01.PK.07.02 Tahun 2009 yang berkenaan dengan
penyelenggaraan makanan untuk WBP.
4. 4. 2: Penyelenggaraan Makanan Panti Wredha Salib Putih
Pada manajemen pangannya, panti Wreda menyediakan tiga kali makan
untuk kalayan yang disedikaan melalui tenaga kerjanya. Tenaga ini akan
menyiapkan rencana menu dan mengolahnya secara mandiri. Penyusunan menu
didasarkan pada kebutuhan gizi yang dikonsultasikan oleh tenaga kesehatan dari
panti dan jumlah pendanaan. Pendanaan yang ditetapkan dalam sehari adalah
3000 rupiah per hari per kalayan. Selain itu, menu juga ditentukan oleh
ketersediaan bahan makanan di pasar.
Masalah utama yang dihadapi dalam penyelenggaraan makanan dengan
asupan gizi para kalayan adalah sangat terbatasnya dana yang dapat dipakai
19
dalam pengadaan bahan makanan. Keterbatasan dana itu, berpengaruh pada jenis
bahan makanan yang dapat dibeli dan kualitas bahan makanan. Masalah
keterbatasan dana yang berdampak pada kualitas dan kuantitas bahan makanan
terlihat cukup jelas pada kelompok bahan makanan sumber protein. Bahan
makanan sumber protein yang digunakan sangat terbatas pada tahu dan tempe.
4. 5. Menyusun 1 siklus menu pada berbagai penyelenggara jasa boga dengan
memperhatikan: a. Budgeting penyelenggara/Pembiayaan penyelenggaraan
makanan; b. Nilai gizi sesuai kebutuhan klien
4. 5. 1: Penyelenggaraan Makanan Rutan Kelas IIB Makale
Berdasarkan perbaikan AKG, maka dapat ditentukan angka kecukupan gizi
bagi WBP menjadi 3 (tiga) kategori kalori, yaitu sebagai berikut : Pria Dewasa
sejumlah 2.520 kkal, Wanita Dewasa sejumlah 2.170 kkal dan Bagi ibu
menyusui, diberikan ekstra seperti porsi makanan ibu hamil ditambah dengan
satu macam kue atau segelas susu. Bagi bayi dan/atau anak yang ikut ibunya di
lapas sampai dengan usia 2 tahun ; untuk bayi berusia 0-6 bulan sebaiknya
mendapatkan ASI Eksklusif. Bila tidak bisa dilakukan maka dapat diberikan
tambahan susu formula sesuai usia dengan jumlah takaran pemberian sesuai
dengan anjuran. Sedangkan di Lapas Klas II A padang pemberian makanan
terhadap narapidana tidak dibedakan antara pria dan wanita maupun ibu hamil
hanya untuk ibu hamil diberikan tmbahan susu khusu ibu hamil sedangkan untuk
narapidana sakit disesuaikan dengan penyakit yang diderita oleh narapidana
tersebut.
Penyelenggaraan makanan di Lapas dilakukan dimulai dari proses
perencanaan anggaran, perencanaan menu, perhitungan kebutuhan bahan
makanan, pemesanan dan pembelian bahan makanan, penerimaan, penyimpanan,
persiapan pengolahan bahan makanan, pendistribusian makanan, monitoring,
evaluasi, pencatatan dan pelaporan. Masing masing tahap yang dilakukan seperti
ini dapat mengakses satu sama lain dengan sistem yang sudah diatur dalam
peraturan lapas napi daerah.
20
4. 5. 2: Penyelenggaraan Makanan Panti Wredha Salib Putih
Menu yang diberikan bervariasi dari segi pengolahan. Kelompok makanan
sayur diolah dengan cara ditumis, dibuat menjadi sup bening maupun direbus.
Kelompok makanan lauk pauk biasa diolah dengan teknik digoreng, dibacem,
dikukus, dan direbus dalam bentuk berbagai pilihan resep seperti pepes tahu,
bakwan jagung, tempe mendoan, semur telur dan lain sebagainya. Sementara
dari segi bahan makanan juga cukup bervariasi untuk kelompok makanan sayur-
sayuran. Beberapa contohnya adalah daun pepaya, daun singkong, wortel, tauge,
gambas, daun kelor, buncis, kacang panjang dan lain-lain. Sedangkan, untuk
kelompok makanan lauk pauk cenderung terbatas yaitu menggunakan jenis
protein nabati berupa tahu dan tempe serta protein hewani telur. Kelompok
protein hewani yang berasal dari daging hewan jarang digunakan karena kendala
anggaran. Setiap akhir pekan, lansia diberikan buah atau makanan ringan
tambahan seperti roti manis tergantung dari anggaran yang ada. Anggaran untuk
pembelian bahan makanan tambahan seperti buah atau roti manis ini didapatkan
dari akumulasi bila ada biaya belanja yang berlebihan di hari-hari sebelumnya.
Pengolahan makanan pada lansia sudah dibatasi dari penggunaan garam, gula
dan minyak, namun belum ada penyediaan menu khusus untuk lansi yang
memiliki penyakit dengan kebutuhan diet khusus seperti diabetes.
Dalam kondisi yang serba terbatas, pengabdian masyarakat yang dilakukan
dalam siklus menu yang di buat di panti ini adalah memberikan konsultasi
penyelenggaran makanan melalui penyuluhan. Kegiatan dilakukan dengan
berdiskusi dan memberikan materi dengan situasi rentan terhadap pangan di
lansia, kebutuhan lansia akan pangan, dan rekomendasi terhadap penyediaan
pangan lansia. Selesai pemberian materi, proses diskusi dilakukan dengan
peserta yang terlibat. Pertanyaan yang banyak muncul terkait dengan pengolahan
makanan yang menarik untuk lansia. Pembicaraan mengenai pangan pada lansia
perlu menjadi perhatian karena lansia rentan pada keadaan malnutrisi. Keadaan
tersebut juga didorong oleh adanya proses penuaan yang terjadi. Kondisi tersebut
bisa menjadi pemicu terjadinya status fungsi tubuh, turunnya kemampuan fisik,
proses penyembuhan yang lambat, dan sistem imun yang melemah. Sesuai
21
kondisinya, siklus menu yang dibuat berupa makanan harian dan diberi dalam
kurun waktu yang teratur namun memperhatikan kondisi lansia lagi. Siklus menu
yang dilakukan dari penjelasan pembicara dimana menu yang dibuat hanyalah
berupa makanan harian dengan harga yang seadanya.
22
BAB V
KESIMPULAN
23
DAFTAR PUSTAKA
Britani, C. W., Ranimpi, Y. Y., & Nusawakan, A. W. (2018). Kesehatan Spiritual
Lanjut Usia Di Getasan Dan Panti Wredha Salib Putih Salatiga. Link, 13(2), 12.
https://doi.org/10.31983/link.v13i2.2841.
Donalia, B., & Sanubari, T. P. E. (2020). The quality of life in Panti Wreda Sosial Salib
Putih (PWSSP): A study of social and nutritional aspects among elderly women.
Bali Medical Journal, 9(1), 308–313. https://doi.org/10.15562/bmj.v9i1.1642.
Faller, J. W., Marcon, S. S., Faller, J. W., & Marcon, S. S. (2013). Health care and
socio-cultural practices for elderly patients in diferent ethnic groups. Escola Anna
Nery, 17(3), 512–519.
http://www.scielo.br/scielo.php?script=sci_arttext&pid=S1414-
81452013000300512&lng=pt&tlng=pt.
Hightower, J. (2010). Abuse in later life: when and how dose gender matter? In G.
Gutman & C. Spencer (Eds.), Aging, Ageism and Abuse (Vol. 1, Issue 1, pp. 17–
30). Elsevier Inc.
Kustipia, R. (2015). Analisis Sistem Penyelenggaraan Makanan Dandaya Terima Menu
(Persepsi) Yang Disajikandi Lapas Kelas II B Tasikmalaya.
Mamhidir, A. G., Kihlgren, M., & Soerlie, V. (2010). Malnutrition in elder care:
Qualitative analysis of ethical perceptions of politicians and civil servants. BMC
Medical Ethics, 11(1). https://doi.org/10.1186/1472-6939-11-11.
Miller, R. (2018). “Collaborative Competence: What are the Skills, Values, and
Behaviours That We Need for Integrated Care?” Aging, Health, Well-Being and
Care in a Time of Extreme Demographic Change, 1–8.
Naftali, A. R., Ranimpi, Y. Y., & Anwar, M. A. (2017). Kesehatan Spiritual dan
Kesiapan Lansia dalam Menghadapi Kematian. Buletin Psikologi, 25(2), 124–
135. https://doi.org/10.22146/buletinpsikologi.28992.
Purwaningtiyas Sulistiyo.2013. Gambaran Penyelenggaraan Makanan di Pondok
Pesantren Jember. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Jember.
Ramadhani, D. R. (2020). Implementasi Pemenuhan Hak Mendapatkan Makanan Yang
Layak Bagi Narapidana. JUSTITIA: Jurnal Ilmu Hukum dan Humaniora, 7(1),
142-156.
Sanubari, T. P. E., & Saragih, R. E. (2020). Berbagi dengan Panti Wreda: Pemeriksaan
Kesehatan untuk Menilik Kondisi Kesehatan Lansia. Magistrorum Et Scholarium:
Jurnal Pengabdian Masyarakat, 1(2), 269-277.
Siti Nur L, R. U. L. L. Y. (2017). Faktor-Faktor Yang Berkontribusi Terhadap Perilaku
Higiene Penjamah Makanan Di Rutan Kelas 1 Surabaya. Jurnal Tata Boga, 6(1).
Tae, T. K., Sanubari, T. P. E., & Rahardjo, M. (2019). Perubahan Pengetahuan Tentang
Jenis Makanan Dan Cara Pengolahannya Pada Pengurus Lansia Perempuan
Postmenopause Di Panti Wreda Salib Putih, Kota Salatiga. Jurnal Kesehatan
Kusuma Husada, 24–31. https://doi.org/10.34035/jk.v10i1.325.
24
World Health Organizaton. (2016). Integrated care models: an overview. In Health
Services Delivery Programme. https://doi.org/10.1109/ICCA.2014.6871070.
25