Anda di halaman 1dari 9

© Islamic Online University ETH 101

Islamic Online University


Bachelor of Arts in Islamic Studies ETH
101

Islamic Ethics 101


(Adab-adab Islami 101)

Module 2
Diterjemahkan oleh: Tim Penerjemah IOU

Alhamdulillahi rabbil alamin washolatu wasalamu ala rasulil karim wa ala ali wa

ashhabihi wamanistanna bi sunnati ila yaumiddin. Segala puji bagi Allah, semoga shalawat dan

1
© Islamic Online University ETH 101

salam senantiasa tercurah pada nabi Muhammad (shalallahu alaihi wassalam), dan kepada

mereka yang mengikuti jalan kebenaran sampai hari akhir.

Mata kuliah ini merujuk pada naskah karya Syaikh Dr. Bakr Abu Zayd. Periode 1970-an

dan awal 80-an merupakan masa yang penuh dengan pergolakan. Periode ini berawal secara

politik di Iran . Hal ini disebut-sebut sebagai revolusi Islami, meskipun pada kenyataannya

gerakan kebangkitan itu sesungguhnya adalah sesuatu yang berbeda. Syaikh (Dr. Bakr Abu

Zayd) menulis buku ini untuk melindungi orang-orang yang termotivasi oleh peristiwa di Iran. Di

antara mereka ada beberapa yang memang bersungguh-sungguh dalam upayanya mencari ilmu

serta yang lainnya. Universitas Islam di Madinah memiliki jangkauan yang luas dan juga (telah

berhasil-pent.) menggalakkan studi tentang Islam. Tetapi beberapa murid dari para ulama yang

memiliki pengaruh yang cukup dominan dan kuat, seperti Syekh bin Baz dan Syaikh Nasiruddin

Al Albaani dan lain-lain, telah termotivasi berdasar pada emosi sehingga terdorong ke arah jalan

yang salah. Dr. Bakr Abu Zayd kemudian menulis yang topiknya adalah tentang bagaimana

orang bisa tersesat. Dan beliau juga menulis sejumlah risalah. Beliau melihat kebutuhan untuk

ditulisnya sebuah naskah berkenaan dengan periode tersebut.

Konsep tentang Adab dan Akhlaq diabadikan dalam pernyataan Nabi ‫لم‬33‫صلى هللا عليه وس‬

"Sesungguhnya aku telah dikirim untuk menyempurnakan karakter moral/akhlak (seorang

muslim-pent.). Beliau menunjukkan seperti apakah adab yang baik dan apa yang harus dilakukan

berkaitan dengan pengetahuan. Ini adalah alasan (pokok) dari semua ajaran Islami yang

diturunkan. Itulah esensi dari Islam. Adab yang benar adalah bahwa kita hanya menyembah

Allah saja dan bahwa kita mengikuti semua ajaran Islam yang telah diturunkan. Esensinya

2
© Islamic Online University ETH 101

dimulai dari hubungan seseorang dengan Allah. Meliputi bagaimana kita harus bersikap terhadap

Allah, dan seperti apa adab yang semestinya. Dan bahwa ibadah kita harus ditujukan hanya

kepada Allah saja. Kita harus mengarahkan semua ibadah kepada-Nya, mengetahui bahwa Dia

benar-benar berbeda dari ciptaan-Nya. Inilah adab yang semestinya. Jika kita berpikir bahwa Dia

seperti ciptaan-Nya, maka kita akan berpikir bahwa tidak mengapa bila kita menjadikan berhala

sebagai Tuhan. Berkaitan dengan ibadah, bila kita tidak mengetahui siapa sesungguhnya Allah,

maka hal ini akan berakhir dengan tata cara yang salah dalam menyembah-Nya. Sebagaimana

halnya dengan kaum Kristiani. Mereka tulus dalam menyembah Allah, tetapi mereka tidak tahu

siapa Allah sesungguhnya, meskipun mereka berpikir bahwa mereka tahu. Mereka berpikir

Tuhan adalah seorang pria, sehingga mereka akhirnya menyembah seorang pria. Ini adalah adab

yang buruk dan tidak bermoral. Walaupun demikian adanya, mereka menganggap hal ini sebagai

sesuatu yang baik.

Syari'ah mengajarkan tentang adab tertentu dalam berurusan dengan sesama manusia.

Kita tidak menipu, berlaku curang, menyuap atau melakukan hal-hal yang semacamnya. Ini

adalah hal-hal yang dianggap sebagai etika buruk terhadap sesama manusia; yang berakibat

menentang syariat . Syari'ah memiliki cakupan yang luas dan mencakup banyak hubungan,

antara suami - istri, hubungan orang tua-anak, bahkan juga mecakup hubungan dengan dunia

yang telah diciptakan dan telah ditundukkan (oleh Allah subhanahu wa ta'ala-pent.) kepada kita.

Allah telah menyebutkan bahwa semua makhluk lemah (telah ditundukkan-pent.) terhadap kita.

Dan Nabi ‫لم‬33‫ه وس‬33‫لى هللا علي‬33‫ ص‬telah menunjukkan bagaimana Adab kita seharusnya terhadap

makhluk/ciptaan Allah.

3
© Islamic Online University ETH 101

Berburu untuk olahraga atau bersafari untuk menembak gajah dan badak menjadi sebuah

gaya hidup orang-orang kaya. Ini tidak bermoral. Ibnu Abbas mengatakan, bahwa Rasulullah

‫لم‬33‫ه وس‬33‫لى هللا علي‬33‫ ص‬bersabda : "Jangan membuat sesuatu yang bernyawa sebagai target" (Sahih

Muslim Bab 13 Buku 021 , No. 4813). Dalam perspektif Islami, hal semacam ini adalah haram.

Hewan-hewan ini diciptakan bukan untuk olahraga (dengan cara diburu-pent) atau sebagai

sasaran tembak. Kita menyembelih mereka hanya untuk memenuhi kebutuhan. Kita boleh

memanfaatkan daging mereka, kulit atau bulunya untuk melindungi diri kita sendiri. Ada

adabadab tertentu berkenaan dengan hal ini. Islam meletakkan perspektif tertentu dalam segala

hal. Orang-orang ini menembaki hewan, lalu setelah membahayakan spesies, mereka akhirnya

berhenti dan meminta orang lain untuk berhenti melakukan olahraga ini

(menembak/berburupent.) juga.

Inti dari ajaran Islam salah satunya adalah moralitas/akhlak, tata cara bagaimana kita

menjalani hidup kita, dalam berhubungan dengan Allah, manusia, dan ciptaan-Nya. Para ulama

mengidentifikasi apa yang harus dilakukan untuk menjaga prinsip-prinsip moral, dan hal-hal lain

yang harus dipelihara untuk mengatur prinsip-prinsip tersebut. Syaikh Bakr Abu Zaid juga

menyebutkan beberapa adab dari pengemban kitab suci al-Qur'an, yakni para penghafal

AlQur'an.

Adab Penghafal Al-Qur'an

Unsur-unsur utama didasarkan pada Al-Qur'an dan Sunnah. Orang terkadang berlebihan

dalam menetapkan ketentuan, sehingga akhirnya menjadi sesuatu yang berbau tradisi dan adat

kebiasaan. Beberapa budaya mewajibkan untuk menutup kepala ketika membaca atau menghafal

Al-Quran. Hal ini mungkin baik ditinjau dari segi pembentukan identitas Muslim, untuk

4
© Islamic Online University ETH 101

membedakan diri dari non-Muslim. Generasi muda muslim pada umumnya tidak dapat

dibedakan dengan Non-Muslim, bahkan walaupun ia telah berjanggut, karena Non-Muslim pun

banyak yang berjanggut. Tapi penutup kepala (mis.: peci-pent.) akan membuatnya dikenali

sebagai seorang Muslim. Dalam budaya Hanafi (madzhab-pent.) di kepulauan India, mereka

biasanya mengenakan penutup kepala (peci-pent.) atau sehelai kain, dan mereka telah berlebihan

dengan menyatakan bahwa tanpa mengenakannya maka doa atau tilawah Quraan tidaklah sah.

Kita harus melestarikan identitas seorang Muslim, dan melakukannya secara lahiriah adalah

mudah, namun untuk menetapkan identitas Muslim tersebut dalam hati tidaklah mudah.

Demikian pula, ada adab-adab tertentu bagi seorang Muhaddits (ulama hadits). Ketika mereka

duduk dalam halaqah, mereka membacakan kembali (materi/kitab-pent.) kepada Guru mereka,

guna memantapkan apa yang telah dihafal. Cara ini berperan khusus dalam melestarikan literatur

hadits. Metode ini dilakukan untuk memastikan bahwa informasi palsu tidak disampaikan secara

tidak sengaja . Jika Anda menemukan sebuah kitab hadits, misalnya, Anda tidak diizinkan untuk

meriwayatkannya. Anda hanya boleh menginformasikan bahwa Anda menemukannya (dalam

kitab tersebut-pent.). Jadi, prinsip-prinsip dasar hak cipta telah ada jauh sebelum hal ini

diperkenalkan di Barat.

Adab Seorang Mufti

Ada etika bagi seorang Qadhi (hakim), atau Mufti atau orang-orang yang akan melakukan

ifta (membuat peraturan/hukum Islam). Beberapa adab didasarkan pada hadits, misalnya, hadits

yang diriwayatkan oleh 'Abdur Rahman bin Abi Bakra. Abu Bakra menulis kepada anaknya yang

berada di Sijistan : "Jangan menilai masalah yang terjadi diantara dua orang ketika Anda marah,

5
© Islamic Online University ETH 101

karena aku mendengar Rasulullah shalallaahu 'alaihi wassalam bersabda, "Seorang hakim tidak

boleh menghakimi antara dua orang, saat ia berada dalam suasana hati yang dipenuhi amarah."

[Sahih Bukhari Volume 9, Buku 89, No. 272]. Hal ini untuk memastikan bahwa keputusan yang

dibuat mendekati kebenaran, jika tidak, maka keputusan yang diambil bisa jadi keluar dari

konteksnya. Dan sangatlah penting untuk mengetahui konteks yang sesungguhnya.

Adab Seorang Muhtasib

The Muhtasib adalah semacam polisi moral, yang merupakan sekelompok orang

tersistemasi yang dipekerjakan untuk memastikan bahwa moralitas masyarakat tetap terjaga.

Toko-toko harus ditutup pada waktu shalat, dan orang-orang diharuskan pergi ke Masjid. Mereka

akan mengecek dan mengingatkan orang-orang untuk pergi shalat. Terkadang orang-orang ini

mungkin menjadi terlalu ekstrim, sehingga mereka mulai mengejar orang-orang dengan tongkat

dan (tanpa sengaja-pent.) menggiring serta Non-Muslim untuk pergi ke masjid.

Adab Seorang Pencari Ilmu

Prinsip-prinsip ini ada, untuk memastikan bahwa mereka menyerap pengetahuan dan juga

menerapkannya. Sebagiannya adalah pengajaran dan sebagian lagi adalah penerapannya. Di masa

lampau, para Ulama biasanya akan mendiktekan pelajaran untuk para pencari ilmu. Beberapa

Guru di Masjid Nabawi mengajarkan sebuah kitab karya Zarnuji yang merupakan seorang Ulama

dari abad ke-13. Kitab tersebut berjudul, "Mengajarkan kepada Murid Cara Belajar." Ini adalah

buku populer yang biasanya dibacakan sebelum kelas dimulai, sebagai dasar pembelajaran.

Mereka akan membacakan tentang bagaimana mereka akan mempelajari tujuan pengetahuan.

6
© Islamic Online University ETH 101

Misalnya, tentang bagaimana menghadapi seorang Guru yang membuat kesalahan ketika ia

meriwayatkan sesuatu. Apakah Anda harus berpaling dari menuntut ilmu darinya? Bagaimana

seharusnya seorang murid menanggapi pelajaran darinya? Ini adalah hal-hal yang sangat penting

untuk anak-anak, terutama bagi anak-anak Muslim. Harus ada petunjuk yang jelas tentang

bagaimana seharusnya mereka membawa diri di sekolah. Sayangnya, tidak ada seperangkat

pedoman yang jelas. Sebuah panduan yang jelas akan sangat membantu bagi orang tua dan juga

guru. Ada adab-adab tertentu tentang bagaimana Anda harus memperlakukan kitab (buku

pelajaran-pent.), teman-teman Anda, dan buah dari pengetahuan dalam tahapan kehidupan

seorang siswa, yang berikutnya. Ini adalah pedoman yang perlu diikuti oleh seorang siswa yang

sukses, dalam rangka untuk memastikan bahwa tujuan pembelajarannya benar-benar berhasil

tercapai. Penulis menjelaskan bahwa tujuan akhirnya adalah untuk beribadah kepada Allah. Dan

sangat banyak dalil/bukti yang mendukungnya.

Dr. Bakr Abu Zayd melanjutkan dengan mengatakan apa yang sebaiknya dilakukan oleh

para pencari ilmu. Beliau menyebutkan hal-hal apa yang wajib. Dan jika hal-hal ini ditinggalkan,

maka murid akan memperoleh sesuatu yang bertolak belakang, yakni karakteristik buruk, yang

pada akhirnya akan membatalkan nilai-nilai ilmu. Di antara karakter yang wajib dimiliki (oleh

seorang murid-pent.) adalah memiliki niat yang benar, jika tidak, maka segala usaha yang

dilakukannya (untuk memperoleh ilmu-pent.) akan menjadi sia-sia belaka. Ada banyak aspek lain

yang harus dicapai agar pencarian ilmu kita berhasil. Dan ada sejumlah karakteristik buruk yang

harus kita hindari. Beliau menyebutkan bahwa di satu sisi terletak karakteristik positif, dan di sisi

lainnya adalah karakteristik negatif. Dan hal ini berkisar dari yang wajib hingga yang sunnah

sehingga seseorang dapat melindungi diri dari hal yang buruk. Demikian pula sebaliknya,

7
© Islamic Online University ETH 101

karakter buruk juga memiliki tingkatan yang berbeda-beda. Ada hal-hal yang makruh (dibenci)

dan hal-hal lain yang mungkin haram. Ada hal-hal yang berlaku untuk semua orang pada

umumnya dan ada yang berlaku bagi, khususnya, para pencari ilmu. Ada adab-adab tertentu yang

berlaku umum terlepas dari apakah Anda seorang murid, guru, atau dokter. Ada perilaku tertentu

yang merupakan adab seorang Muslim. Ada (adab-pent.) yang benar dan ada yang salah, terlepas

dari jenis kelamin, usia, ataupun tempat.

Ada aturan khusus bagi para pencari ilmu, diatas adab yang berlaku secara umum ini. Dan

ada pula yang muncul karena kebutuhan, sebagaimana diketahui oleh manusia pada umumnya;

dan Non -Muslimpun juga mungkin mengetahui dan menyatakan hal yang sama. Pengalaman

manusia mengajarkan kita hal yang sama. Hal semacam ini termasuk didalamnya, saling

menghormati orang lain. Akal sehat kita akan mengatakan kepada kita hal ini. Kita harus

menghormati guru kita atau kita tidak akan bisa belajar dari mereka.

Anda akan menemukan indikator umum daripada Adab, didalam syariat itu sendiri.

Penulis telah mengambil pengalaman dari para ulama di masa lalu, apa yang mereka lakukan

untuk menyerap pengetahuan, dan menarik kesimpulan darinya, dan dari orang-orang yang

datang sebelum mereka. Salah satu ulama yang mengetahui bahwa fitnah adalah haram, akan

memutuskan untuk mencegah diri dari jatuh ke dalamnya. Sehingga ia berikrar bahwa setiap kali

ia menyadari dirinya telah terjatuh kedalam fitnah, maka ia akan (membayarnya dengan-pent.)

berpuasa. Namun tampaknya cara ini kurang berhasil. Kemudian ia mendapat ide bahwa setiap

kali ia menyadari dirinya telah melakukan fitnah, maka ia akan beramal sebesar satu dinar,

sehngga akhirnya ia bisa mengatasinya. Jadi kita belajar dari pengalaman para ulama dan

8
© Islamic Online University ETH 101

bagaimana mereka mengendalikan dan melindungi diri mereka, dan apa yang mereka lakukan

untuk memastikan bahwa mereka menjalani kehidupan yang diridhai Allah dan bagaimana cara

mereka agar tetap berada di jalan menuju surga berdasarkan Al-Qur'an dan Sunnah.

Anda mungkin juga menyukai