Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN SEROTIS HEPATIS

DI RUMAH SAKIT KOESNADI BONDOWOSO

Oleh :

Umar Husaen Kadafi

NIM 19037140061

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

UNIVERSITAS BONDOWOSO

2022
1. Definisi

Sirosis hepatis adalah penyakit hati menahun yang ditandai dengan adanya

pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan proses

peradangan, nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha

regenerasi nodul, sehingga menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro sel

hepar tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut (Smeltzer&

Bare, 2017).

Sirosis hepatis adalah penyakit kronis yang dicirikan dengan penggantian jaringan

hati dermal dengan fibrosis yang menyebar dan mengganggu struktur dan fungsi hati.

Sirosis atau jaringan parut pada hati, dibagi menjadi tiga jenis yaitu alkoholik, paling

sering disebabkan oleh alkoholik kronis, jenis sirosis yang paling umum; pasca

nekrotik, akibat hepatis virus akut sebelumnya; dan biliter, akibat obstruksi bilier

kronis dan infeksi (Smeltzer & Bare, 2017)

Sirosis hati adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir

fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari

arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif. Gambaran ini terjadi akibat

nekrosis hepatoselular. Jaringan penunjang retikulin kolaps disertai deposit jaringan

ikat, distorsi jaringan vascular, dan regenerasi nodularis parenkim hati.

2. Etiologi

Terdapat berbagai macam penyebab yang dapat mengakibatkan sirosis hati, namun

sampai saat ini belum ada penyebab yang pasti. Hal – hal yang sering disebut

menyebabkan sirosis hati:

1. Virus hepatitis B, C, dan D.


2. Alkohol.

3. Obat-obatan atau toksin.

4. Kelainan metabolik : hemokromatosis, penyakit Wilson, defisiensi α1- antitripsin,

diabetes melitus, glikogenosis tipe IV, galaktosemia, tirosinemia, fruktosa

intoleran.

5. Kolestasis intra dan ekstra hepatik.

6. Gagal jantung dan obstruksi aliran vena hepatika.

7. Gangguan imunitas.

8. Sirosis biliaris primer dan sekunder.

9. Idiopatik atau kriptogenik.

3. Manifestasi klinis

Gejala awal sirosis sering asimtomatis sehingga kadang ditemukan pada waktu

pasien melakukan pemeriksaan kesehatan rutin atau karena kelainan penyakit lain.

Gejala awal sirosis (kompensata) meliputi perasaan mudah lelah dan lemas, selera

makan berkurang, perasaan perut kembung, mual, berat badan menurun, pada laki –

laki dapat timbul impotensi, testis mengecil, buah dada membesar, serta hilangnya

gairah seksualitas. Bila sudah lanjut (dekompensata), gejala – gejala lebih menojol

terutama bila timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta, meliputi

hilangnya rambut badan, gangguan tidur, dan demam tak begitu tinggi. Mungkin

disertai adanya gangguan pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis, gangguan

siklus haid, ikterus dengan air kemih seperti teh pekat, muntah darah dan/atau

melena, serta perubahan mental, meliputi mudah lupa, sukar berkonsentrasi, bingung,

agitasi, hingga koma.


4. Patofisiologis

Tiga mekanisme patologik utama yang berkombinasi untuk menjadi sirosis adalah

kematian sel hati, regenerasi, dan fibrosis progresif. Regenerasi adalah respons

normal pejamu. Dalam kaitannya dengan fibrosis, hati normal mengandung kolagen

interstisium (tipe I, III, dan IV) di saluran porta dan sekitar vena sentralis, dan

kadang – kadang di parenkim. Di ruang antara sel endotel sinusoid dan hepatosit

(ruang Disse) terdapat rangka retikulin halus kolagen tipe IV. Pada sirosis, kolagen

tipe I dan III serta komponen lain matriks ekstrasel mengendap di semua bagian

lobulus dan sel – sel endotel sinusoid kehilangan fenestrasinya. Juga terjadi pirau

vena porta ke vena hepatika dan arteri hepatika ke vena porta. Proses ini pada

dasarnya mengubah sinusoid dari saluran endotel yang berlubang – lubang dengan

pertukaran bebas antara plasma dan hepatosit, menjadi saluran vascular tekanan

tinggi beraliran cepat tanpa pertukaran zat terlarut. Secara khusus, perpindahan

protein (misalnya albumin, faktor pembekuan, lipoprotein) antara hepatosit dan

plasma sangat terganggu

Sumber utama kelebihan kolagen pada sirosis tampaknya adalah sel stelata

perisinusoid penyimpan lemak, yang terletak di ruang Disse. Walaupun secara normal

berfungsi sebagai penyimpan vitamin A dan lemak, sel ini mengalami pengaktivan

selama terjadinya sirosis, kehilangan simpanan retinil ester, dan berubah menjadi sel

mirip miofibroblas. Rangsangan untuk sintesis dan pengendapan kolagen dapat

berasal dari beberapa sumber, yaitu

1. Peradangan kronis, disertai produksi sitokin peradangan seperti faktor nekrosis

tumor (TNF), limfotoksin, dan interleukin


5 . Pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan laboratorium : pada sirosis hati meliputi kadar Hb yang rendahm

(anemia), jumlah sel darah putih menurun (leukopenia), dan trombositopenia.

Peningkatan SGOT dan SGPT dan gamma GT akibat kebocoran dari sel- sel yang

rusak.Kadar albumin rendah terjadi bila kemampuan sel hati menurun.

2. Pemeriksaan alfa feto protein (AFP). Bila terus meninggi atau >500-1.000 berarti

telah terjadi transformasi kearah keganasan yaitu terjadinya kanker hati primer

(hepatoma). Jika pasien dicurigai menderita sirosis hati, maka akan dilakukan

pemeriksaan fisik untuk mengetahui adanya pembesaran hati dan penumpukan

cairan (asites dan edema). Kecurigaan sirosis terutama muncul jika pasien

mengalami gejala dan beriwayat meminum alcohol berat atau terkena hepatitis

kronis

3. Pemeriksaan darah : dapat mengkonfirmasi kegagalan fungsi hati.

4. Pemeriksaan USG dapat menunjukkan apakah ada kerusakan hati. Untuk

mengkonfirmasi, biopsy(sampel kecil) dari hati dapat diambil untuk dilihat

dibawah mikrosko. Jika penyebab sirosis tidak jelas, maka pemeriksaan lebih

lanjut dapat dilakukan untuk memperjelas penyebabnya.

5. pemeriksaan CT scan atau MRI dilakukan untuk mengkaji ukuran hepar, derajat

obstruksi dan aliran darah hepatic

6. Penatalaksanaan medis

1. Istirahat di tempat tidur sampai terdapat perbaikan ikterus, asites, dan demam. Diet

rendah protein (diet hati III protein 1gr/kg BB, 55 gr protein, 2.000 kalori). Bila

ada asites diberikan diet rendah garam II (600-800 mg) atau III (1.000-2000 mg).
Bila proses tidak aktif diperlukan diet tinggi kalori (2.000-3000 kalori) dan tinggi

protein (80-125 gr/hari). Bila ada tanda-tanda prekoma atau koma hepatikum,

jumlah protein dalam makanan dihentikan (diet hati II) untuk kemudian diberikan

kembali sedikit demi sedikit sesuai toleransi dan kebutuhan tubuh. Pemberian

protein yang melebihi kemampuan pasien atau meningginya hasil metabolisme

protein, dalam darah viseral dapat mengakibatkan timbulnya koma hepatikum.

Diet yang baik dengan protein yang cukup perlu diperhatikan.

2. Mengatasi infeksi dengan antibiotik diusahakan memakai obat-obatan yang jelas

tidak hepatotoksik

3. Memperbaiki keadaan gizi bila perlu dengan pemberian asam amino esensial

berantai cabang dengan glukosa


MANAJEMEN KEPERAWATAN

Pengkajian

Menurut Nurarif & Kusuma (2015) , pengkajian pada pasien dengan sirosis hati

meliputi

a. Identitas pasien

meliputi nama, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, status kawin,agama,

pendidikan,pekerjaan, alamat, nomor MR,dan Diagnosa medis

b. Riwayat kesehatan

1. keluhan utama : nyeri pada abdomen, sesak napas, gangguan BAB dan BAK

2. Riwayat kesehatan sekarang :

Biasanya pasien datang dengan mengeluh lemah/ letih, otot lemah, anoreksia (susah

makan ), nausea, kembung,pasien merasa perut tidak enak , berat badan menurun,

mengeluh perut semakin membesar, perdarahan pada gusi, ganguan BAK

(inkotenensia urin), ganguan BAB (konstipasi/ diare), juga sesak napas

3. Riwayat kesehatan Dahulu

Pasien dengan sirosis hepatis memiliki riwayat penggunaan alkohol dalam jangka

waktu yang lama, sebelumnya ada riwayat hepatitis kronis, riwayat gagal jantung,

riwayat pemakaian obat-obatan, dan merokok

4 Riwayat kesehatan keluarga

Adanya keluarga yang menderita penyakit hepatitis atau sirosis hepatis Pemeriksaan

Fisik paien dengan sirosis hepatis ( Lynn S Bickley, 2012)

1) Wajah

Tampak ikterik, lembab,


2) Mata

Konjungtiva tampak anemis/ pucat, sclera ikterik

3) Mulut

Bau napas khas disebabkan karena peningkatan konsentrasi dimetil sulfide akibat

pintasan porto sistemik yang berat. Membran mukosa kering dan ikterik . Bibir

tampak pucat

4) Hidung

Terdapat pernapasan cuping hidung

5) Thorax

a. Jantung

Inpeksi : biasanya pergerakan apeks kordis tak terlihat

Paslpasi : biasanya apeks kordis tak teraba

Perkusi : biasanya tidak terdapat pembesaran jantung

Auskultasi : biasanya normal, tidak ada bunyi suara jantung ketiga

b. Paru-paru

Inspeksi : biasanya pasien menggunakan otot bantu

Palpasi : biasanya vocal fremitus kiri dan kanan sama

Perkusi : biasanya resonance, bila terdapat efusi pleura bunyinya redup

Auskultasi : biasanya vesikuler

c. Abdomen

Inpeksi : umbilicus menonjol, asites

Palpasi : sebagian besar penderita hati muda teraba dan terasa keras. Nyeri tumpul

atau berasaan berat pada epigrastrium atau kuadran kanan atas.


Perkusi : dulness

Auskultasi : Biasanya bising usus cepat

d. Ekstremitas

Pada ektermitas atas telapak tangan menjadi hiperemesis (erithema palmare). Pada

ektremitas bawah ditemukan edema, capillary refill time > 2 detik

e. Kulit

Fungsi hati yang terganggu mengakibatkan bilirubin tidak terkonjugasi sehingga

kulit tampak ikterik. Turgaor kulit jelek, ada luka akibat edema.
Diagnosa keperawatan
1. Pola Napas Tidak Efektif

Definisi

Inspirasi dan atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi adekuat.

Penyebab

1. Hambatan upaya napas (mis. nyeri saat bernapas, kelemahan otot pernapasan)

2. Adanya retraksi dinding dada

Gejala & Tanda Mayor

Subjektif Objektif

Dispnea 1. Penggunaan otot bantu pernapasan

2. Fase ekspirasi memanjang

3. Pola napas abnormal (misalnya


Takipnea, bradypnea, hiperventilasi,
kussmaul, Cheyne-stokes)

Gejala & Tanda Minor

Subjektif Objektif

1. Ortopnea 1. Pernapasan pursed-lip

2. Pernapasan cuping hidung

3. Diameter thoraks anteriorposterior

meningkat

4. Ventilasi semenit menurun

5. Kapasitas vital menurun


6. Tekanan ekspirasi menurun

7. Tekanan inspirasi menurun

8. Ekskursi dada berubah

Kondisi Klinis Terkait

1. Depresi sistem saraf pusat

2. Cedera Kepala

3. Trauma thoraks

4. Gullain Bare Syndrome

5. Multiple Sclerosis

6. Myasthenia Gravis

7. Stroke

8. Kuadriplegi

Tujuan dan Kriteria Hasil

1. Dispnea (5) menurun

2. Penggunaan otot bantu napas (5) menurun

3. Ortopnea (5) menurun

4. Pernafasan cuping hidung (5) menurun

5. Frekuensi nafas (5) membaik

6. Kedalaman nafas (5) membaik


Intervensi Keperawatan

Intervensi Rasional
Observasi
Monitor frekuensi, irama, kedalaman Untuk mengetahui frekuensi, irama,
dan upaya napas kedalaman dan upaya napas yang di
alami pasien
Monitor pola napas (seperti bradipnea, Untuk mengetahui pola napas yang
takipnea, hiperventilasi, Kussmaul, terjadi pada pasien
Cheyne-Stokes, Biot, ataksik)
Monitor kemampuan batuk efektif Untuk mengetahui klien mampu
melakukan batuk efektik atau tidsk
Palpasi kesimetrisan ekspansi paru Untuk mengetahui kesimetrisan
ekspansi paru
Auskultasi bunyi napas Untuk mengetahui bunyi nafas pada
pasien
Monitor saturasi oksigen Untuk mengetahui saturasi oksigen
pada pasien
Terapeutik
Dokumentasikan hasil pemantauan Untuk mengetahui hasil pemantauan
Edukasi
Jelaskan tujuan dan prosedur Menjelaskan kepada pasien atau
pemantauan keluarga dengan adanya tujuan dan
pemantauan prosedur yang dialami
klien

2. Intoleransi Aktivitas

Definisi

Ketidakcukupan energi untuk melakukan aktivitas sehari-hari.

Penyebab

1. Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen


2. Tirah baring

3. Kelemahan

4. Imobilitas

5. Gaya hidup monoton

Gejala dan Tanda Mayor

Subjektif Objektif

1. Mengeluh lelah 1. Frekuensi


jantung meningkat >20% dari kondisi
istirahat

Gejala dan Tanda Minor

Subjektif Objektif

1 Dispnea saat/setelah aktivitas 1. Tekanan darah berubah >20% dari 2


Merasa tidak nyaman selelah kondisi istirahat

beraktivitas 2. Gambaran EKG menunjukkan

3. Merasa lemah aritmia saat/setelah


aktivitas

3. Gambaran EKG menunjukkan


iskemia

4. Sianosis

Kondisi Klinis Terkait

1. Anemia

2 Gagal jantung kongestif

3. Penyakit jantung koroner


4. Penyakit katup jantung

5. Aritmia

6. Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK)

7. Gangguan metabolik

8. Gangguan muskuloskeletal

Tujuan dan Kriteria Hasil

1. Saturasi oksigen (5) meningkat

2. Kemudahan dalam melakukan aktivitas sehari-hari (5) meningkat

3. Jarak berjalan (5) meningkat

4. Keluhan lelah (5) menurun

5. Perasaan lemah (5) menurun

Intervensi Keperawatan

Intervensi Rasional
Observasi
Identifikasi tingkat aktivitas Untuk mengetahui tingkat aktivitas
untuk tahapan aktiitas klien selanjutnya
Identifikasi kemampuan berpartisipasi Klien mampu berpartisipasi dalam
dalam aktivitas tertentu aktivitas
Monitor respon emosional, fisik, sosial Mampu mengontrol emosi saat
dan spiritual terhadap aktivitas melakukan aktivitas
Terapeutik
Koordinasikan pemilihan aktivitas Untuk pemilihan aktivitas dianjurkan
sesuai usia sesuai dengan usia
Fasilitasi makna aktivitas yang dipilih Menjelaskan kepada klien tentang
makna yang dipilih sesuai dengan usia
Edukasi
Jelaskan metode aktivitas yang dipilih Menjelaskan kepada pasien agar
mengetahui tentang metode aktivitas
sehari-hari
Ajarkan cara melakukan aktivitas yang Memberi arahan untuk menentukan
dipilih aktivitas yang dipilih
Kolaborasi
Kolaborasi dengan terapis okupasi Untuk meningkatkan intoleransi
dalam merencanakan dan memonitor aktivitas klien
program aktivitas, jika sesuai

3. Defisit Nutrisi

Definisi

Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme.

Penyebab

1. Ketidakmampuan menelan makanan

2. Ketidakmampuan mencema makanan

3. Ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien

4. Peningkatan kebutuhan metabolisme

5 Faktor ekonomi (mis, finansial tidak mencukupi)

6 Faktor psikologis (mis, stres keengganan untuk makan)

Gejala dan Tanda Mayor

Subjektif Objektif

(tidak tersedia) 1. Berat badan menurun minimal


b10% di bawah rentang ideal

Gejala dan Tanda Minor


Subjektif Objektif

1. Cepat kenyang setelah makan 1. Bising usus hiperaktif

2. Kram/nyeri abdomen 2. Otot pengunyah lemah

3. Nafsu makan menurun 3. Otot menelan lemah

4. Membran mukosa pucat

5. Sariawan

6. Serum albumin turun

7. Rambut rontok berlebihan

8. Diare

Kondisi Klinis Terkait

1. Stroke

2. Parkinson

3. Mobius syndrome

4. Cerebral palsy

5. Cleft lip

6. Cleft palate

7. Amyotropic lateral sclerosis

8. Kerusakan neuromuskular

9. Luka bakar

10. Kanker

11. Infeksi

12. AIDS
13. Penyakit Crohn's

3. Tujuan dan Kriteria Hasil

1. Porsi makanan yang dihabiskan (5) meningkat

2. Pengetahuan tentang pilihan makanan yang sehat (5) meningkat

3. Pengetahuan tentang standar asupan nutrisi yang tepat (5) meningkat

4. Perasaan cepat kenyang (5) menurun

5. Berat badan (5) membaik

6. Ideks Massa Tubuh (IMT) (5) membaik

7. Frekuensi makan (5) membaik

8. Nafsu makan (5) membaik

4. Intervensi Keperawatan

Intervensi Rasional
Observasi
Identifikasi status nutrisi Untuk mengetahui status nutrisi yang
dibutuhkan klien
Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis Untuk mengetahui kebutuhan kalori
nutrient dan jenis nutrien untuk asupan pada
pasien
Monitor asupan makanan Untuk mengetahui asupan makanan
yang di konsumsi klien
Monitor berat badan Memonitor berat badan pada saat
sebelum MRS dan MRS
Terapeutik
Fasilitasi menentukan pedoman diet Untuk mengetahui asupan diet yang
(mis, piramida makanan) sesuai dengan kondisi pasien
Berikan makanan tinggi kalori dan Untuk memperbaiki gizi pada kondisi
tinggi protein pasien
Edukasi
Anjrkan posisi duduk, jika mampu Menganjurkan klien untuk berposisi
duduk pada saat makan
Ajarkan diet yang di programkan Untuk memperbaiki kondisi pasien
Kolaborasi
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk Untuk mengetahui kebutuhan kalori
menentukan jumlah kalori dan jenis yang harus di konsumsi klien
nutrien yang dibutuhkan

Anda mungkin juga menyukai