Anda di halaman 1dari 1674

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM

DIREKTORAT JENDERAL SUMBER DAYA AIR


D I R E K T O R AT I R I G A S I D A N R A WA

STANDAR PERENCANAAN
IRIGASI

KRITERIA PERENCANAAN
BAGIAN
PERENCANAAN JARINGAN IRIGASI
KP-01

2013
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM
DIREKTORAT JENDERAL SUMBER DAYA AIR
DIREKTORAT IRIGASI DAN RAWA

STANDAR PERENCANAAN
IRIGASI

KRITERIA PERENCANAAN
BAGIAN
BAGUNAN UTAMA
(HEAD WORKS)
KP-02

2013
ii Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama
Sambutan iii

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM


DIREKTORAT JENDERAL SUMBER DAYA AIR
SAMBUTAN

Keberadaan sistem irigasi yang handal merupakan sebuah syarat mutlak bagi
terselenggaranya sistem pangan nasional yang kuat dan penting bagi sebuah negara.
Sistem Irigasi merupakan upaya yang dilakukan oleh manusia untuk memperoleh air
dengan menggunakan bangunan dan saluran buatan untuk mengairi lahan
pertaniannya. Upaya ini meliputi prasarana irigasi, air irigasi, manajemen irigasi,
kelembagaan pengelolaan irigasi dan sumber daya manusia. Terkait prasarana irigasi,
dibutuhkan suatu perencanaan yang baik, agar sistem irigasi yang dibangun
merupakan irigasi yang efektif, efisien dan berkelanjutan, sesuai fungsinya
mendukung produktivitas usaha tani.
Pengembangan irigasi di Indonesia yang telah berjalan lebih dari satu abad, telah
memberikan pengalaman yang berharga dan sangat bermanfaat dalam kegiatan
pengembangan irigasi di masa mendatang. Pengalaman–pengalaman tersebut
didapatkan dari pelaksanaan tahap studi, perencanaan hingga tahap pelaksanaan dan
lanjut ke tahap operasi dan pemeliharaan.
Hasil pengalaman pengembangan irigasi sebelumnya, Direktorat Jenderal Pengairan
telah berhasil menyusun suatu Standar Perencanaan Irigasi, dengan harapan didapat
efisiensi dan keseragaman perencanaan pengembangan irigasi. Setelah pelaksanaan
pengembangan irigasi selama hampir dua dekade terakhir, dirasa perlu untuk
melakukan review dengan memperhatikan kekurangan dan kesulitan dalam penerapan
standar tersebut, perkembangan teknologi pertanian, isu lingkungan (seperti
pemanasan global dan perubahan iklim), kebijakan partisipatif, irigasi hemat air, serta
persiapan menuju irigasi modern (efektif, efisien dan berkesinambungan).
iv Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

Setelah melalui proses pengumpulan data, diskusi ahli dan penelitian terhadap
pelaksanaan Standar Perencanaan Irigasi terdahulu serta hasil perencanaan yang telah
dilakukan, maka Direktorat Jenderal Sumber Daya Air menyusun suatu Kriteria
Perencanaan Irigasi yang merupakan hasil review dari Standar Perencanaan Irigasi.
Dengan tersedianya Kriteria Perencanaan Irigasi, diharapkan para perencana irigasi
mendapatkan manfaat yang besar, terutama dalam keseragaman pendekatan konsep
desain, sehingga tercipta keseragaman dalam konsep perencanaan.
Penggunaan Kriteria Perencanaan Irigasi merupakan keharusan untuk dilaksanakan
oleh pelaksana perencanaan di lingkungan Direktorat Jenderal Sumber Daya Air.
Penyimpangan dari standar ini hanya dimungkinkan dengan izin dari Pembina
Kegiatan Pengembangan Irigasi.
Akhirnya, diucapkan selamat atas terbitnya Kriteria Perencanaan Irigasi, dan patut
diberikan penghargaan sebesar–besarnya kepada para narasumber dan editor untuk
sumbang saran serta ide pemikirannya bagi pengembangan standar ini.

Jakarta, Februari 2013


Direktur Jenderal Sumber Daya Air

DR. Ir. Moh. Hasan, Dipl.HE


NIP. 19530509 197811 1001
Kata Pengantar v

KATA PENGANTAR

Setelah melalui proses pengumpulan data, diskusi ahli dan penelitian terhadap
pelaksanaan Standar Perencanaan Irigasi terdahulu serta hasil perencanaan yang telah
dilakukan, maka Direktorat Jenderal Sumber Daya Air menyusun suatu Kriteria
Perencanaan Irigasi yang merupakan hasil review dari Standar Perencanaan Irigasi
edisi sebelumnya dengan menyesuaikan beberapa parameter serta menambahkan
perencanaan bangunan yang dapat meningkatan kualitas pelayanan bidang irigasi.
Kriteria Perencanaan Irigasi ini telah disiapkan dan disusun dalam 3 kelompok:
1. Kriteria Perencanaan (KP-01 s.d KP-09)
2. Gambar Bangunan irigasi (BI-01 s.d BI-03)
3. Persyaratan Teknis (PT-01 s.d PT-04)
Semula Kriteria Perencanaan hanya terdiri dari 7 bagian (KP – 01 s.d KP – 07). Saat
ini menjadi 9 bagian dengan tambahan KP – 08 dan KP – 09 yang sebelumnya
merupakan Standar Perencanaan Pintu Air Irigasi. Review ini menggabungkan
Standar Perencanaan Pintu Air Irigasi kedalam 9 Kriteria Perencanaan sebagai
berikut:
KP – 01 Perencanaan Jaringan Irigasi
KP – 02 Bangunan Utama (Head Works)
KP – 03 Saluran
KP – 04 Bangunan
KP – 05 Petak Tersier
KP – 06 Parameter Bangunan
KP – 07 Standar Penggambaran
KP – 08 Standar Pintu Pengatur Air Irigasi: Perencanaan, Pemasangan,
Operasi dan Pemeliharaan
KP – 09 Standar Pintu Pengatur Air Irigasi: Spesifikasi Teknis
vi Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

Gambar Bangunan Irigasi terdiri atas 3 bagian, yaitu:


(i) Tipe Bangunan Irigasi, yang berisi kumpulan gambar-gambar contoh sebagai
informasi dan memberikan gambaran bentuk dan model bangunan, pelaksana
perencana masih harus melakukan usaha khusus berupa analisis, perhitungan dan
penyesuaian dalam perencanan teknis.
(ii) Standar Bangunan Irigasi, yang berisi kumpulan gambar-gambar bangunan yang
telah distandarisasi dan langsung bisa dipakai.
(iii) Standar Bangunan Pengatur Air, yang berisi kumpulan gambar-gambar bentuk
dan model bangunan pengatur air.

Persyaratan Teknis terdiri atas 4 bagian, berisi syarat-syarat teknis yang minimal
harus dipenuhi dalam merencanakan pembangunan Irigasi. Tambahan persyaratan
dimungkinkan tergantung keadaan setempat dan keperluannya. Persyaratan Teknis
terdiri dari bagian-bagian berikut:
PT – 01 Perencanaan Jaringan Irigasi
PT – 02 Topografi
PT – 03 Penyelidikan Geoteknik
PT – 04 Penyelidikan Model Hidrolis

Meskipun Kriteria Perencanaan Irigasi ini, dengan batasan-batasan dan syarat


berlakunya seperti tertuang dalam tiap bagian buku, telah dibuat sedemikian sehingga
siap pakai untuk perencana yang belum memiliki banyak pengalaman, tetapi dalam
penerapannya masih memerlukan kajian teknik dari pemakainya. Dengan demikian
siapa pun yang akan menggunakan Kriteria Perencanaan Irigasi ini tidak akan lepas
dari tanggung jawabnya sebagai perencana dalam merencanakan bangunan irigasi
yang aman dan memadai.
Tim Perumus vii

Setiap masalah di luar batasan-batasan dan syarat berlakunya Kriteria Perencanaan


Irigasi, harus dikonsultasikan khusus dengan badan-badan yang ditugaskan
melakukan pembinaan keirigasian, yaitu:
1. Direktorat Irigasi dan Rawa
2. Puslitbang Air

Hal yang sama juga berlaku bagi masalah-masalah, yang meskipun terletak dalam
batas-batas dan syarat berlakunya standar ini, mempunyai tingkat kesulitan dan
kepentingan yang khusus.

Semoga Kriteria Perencanaan Irigasi ini bermanfaat dan memberikan sumbangan


dalam pengembangan irigasi di Indonensia. Kami sangat mengharapkan kritik dan
saran untuk perbaikan ke arah kesempurnaan Kriteria Perencanaan Irigasi.

Jakarta, Februari 2013


Direktur Irigasi dan Rawa

Ir. Imam Agus Nugroho, Dipl.HE


NIP. 19541006 198111 1001
viii Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama
Tim Perumus ix

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM


DIREKTORAT JENDERAL SUMBER DAYA AIR

TIM PERUMUS REVIEW


KRITERIA PERENCANAAN IRIGASI

No. Nama Keterangan


1. Ir. Imam Agus Nugroho, Dipl. HE Pengarah
2. Ir. Adang Saf Ahmad, CES Penanggung Jawab
3. Ir. Bistok Simanjuntak, Dipl. HE Penanggung Jawab
4. Ir. Widiarto, Sp.1 Penanggung Jawab
5. Ir. Bobby Prabowo, CES Koordinator
6. Tesar Hidayat Musouwir, ST, MBA, M.Sc Koordinator
7. Nita Yuliati, ST, MT Pelaksana
8. Bernard Parulian, ST Pelaksana
9. DR. Ir. Robert J. Kodoatie, M.Eng Editor
10. DR. Ir. Soenarno, M.Sc Narasumber
11. Ir. Soekrasno, Dipl. HE Narasumber
12. Ir. Achmad Nuch, Dipl. HE Narasumber
13. Ir. Ketut Suryata Narasumber
14. Ir. Sudjatmiko, Dipl. HE Narasumber
15. Ir. Bambang Wahyudi, MP Narasumber

Jakarta, Januari 2013


Direktur Jenderal Sumber Daya Air

DR. Ir. Moh. Hasan, Dipl.HE


NIP. 19530509 197811 1001
x Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama
Daftar Isi xi

DAFTAR ISI

S A M B U T A N ....................................................................................................... iii
KATA PENGANTAR .................................................................................................v
TIM PERUMUS REVIEW KRITERIA PERENCANAAN IRIGASI ................. ix
DAFTAR ISI .............................................................................................................. xi
DAFTAR TABEL ................................................................................................... xvii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................... xix
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................1
1.1 Umum............................................................................................................1
1.2 Definisi ..........................................................................................................1
1.3 Kesahihan/Validitas ......................................................................................1
1.4 Jenis-Jenis Bangunan Utama .........................................................................2
1.4.1 Bendung Tetap ........................................................................................2
1.4.2 Bendung Gerak Vertikal .........................................................................3
1.4.3 Bendung Karet (Bendung Gerak Horisontal) .........................................4
1.4.4 Bendung Saringan Bawah.......................................................................4
1.4.5 Pompa .....................................................................................................5
1.4.6 Pengambilan Bebas.................................................................................5
1.4.7 Bendung Tipe Gergaji.............................................................................6
1.5 Bagian-Bagian Bangunan Utama ..................................................................6
1.5.1 Bangunan Bendung.................................................................................8
1.5.2 Pengambilan ...........................................................................................9
1.5.3 Pembilas..................................................................................................9
1.5.4 Kantong Lumpur...................................................................................13
1.5.5 Bangunan Perkuatan Sungai .................................................................13
1.5.6 Bangunan Pelengkap ............................................................................13
BAB II DATA ............................................................................................................15
2.1 Pendahuluan ................................................................................................15
2.2 Data Kebutuhan Air Multisektor .................................................................16
2.3 Data Topografi ............................................................................................17
2.4 Data Hidrologi .............................................................................................18
2.4.1 Debit Banjir ..........................................................................................18
2.4.2 Debit Andalan .......................................................................................19
2.4.3 Neraca Air.............................................................................................20
2.5 Data Morfologi ............................................................................................20
2.5.1 Morfologi ..............................................................................................20
2.5.2 Geometrik Sungai .................................................................................21
xii Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

2.6 Data Geologi Teknik ...................................................................................21


2.6.1 Geologi .................................................................................................21
2.6.2 Data Mekanika Tanah ...........................................................................22
BAB III BANGUNAN BENDUNG ..........................................................................23
3.1 Umum..........................................................................................................23
3.2 Syarat-syarat Penentuan Lokasi Bendung ...................................................23
3.2.1 Kemiringan Dasar Sungai dan Bahan Dasar.........................................31
3.2.2 Morfologi Sungai ..................................................................................35
3.3 Muka Air .....................................................................................................37
3.4 Topografi .....................................................................................................38
3.5 Kondisi Geologi Teknik ..............................................................................38
3.6 Metode Pelaksanaan ....................................................................................39
3.7 Aksesibilitas dan Tingkat Pelayanan...........................................................40
3.8 Tipe Bangunan ............................................................................................40
3.8.1 Umum ...................................................................................................40
3.8.2 Bangunan Pengatur Muka Air ..............................................................42
3.8.3 Bangunan-Bangunan Muka Air Bebas .................................................44
BAB IV PERENCANAAN HIDROLIS ...................................................................47
4.1 Umum..........................................................................................................47
4.2 Bendung Pelimpah ......................................................................................47
4.2.1 Lebar Bendung .....................................................................................47
4.2.2 Perencanaan Mercu...............................................................................50
4.2.3 Pelimpah Gigi Gergaji ..........................................................................60
4.2.4 Tata Letak dan Bentuk Gigi Gergaji .....................................................61
4.2.5 Pangkal Bendung ..................................................................................63
4.2.6 Peredam Energi.....................................................................................64
4.2.7 Kolam Loncat Air .................................................................................66
4.2.8 Peredam Energi Tipe Bak Tenggelam ..................................................71
4.2.9 Kolam Vlugter ......................................................................................75
4.2.10 Modifikasi Peredam Energi ..................................................................76
4.3 Bendung Gerak............................................................................................85
4.3.1 Pengaturan Muka Air............................................................................85
4.3.2 Tata Letak .............................................................................................86
4.3.3 Pintu ......................................................................................................87
4.3.4 Bangunan Pelengkap Bendung Gerak ..................................................89
4.4 Bendung Karet ............................................................................................90
4.4.1 Lebar Bendung .....................................................................................90
4.4.2 Perencanaan Mercu (Tabung Karet) .....................................................91
4.4.3 Pembendungan......................................................................................93
4.4.4 Penampungan dan Pelepasan ................................................................94
4.4.5 Peredaman Energi .................................................................................94
Daftar Isi xiii

4.4.6 Panjang Lantai Hilir Bendung ..............................................................94


4.5 Pompa ..........................................................................................................96
4.5.1 Tata Letak .............................................................................................96
4.5.2 Bangunan Pelengkap Pompa ................................................................96
4.5.3 Tenaga Pompa ......................................................................................97
4.6 Bendung Saringan Bawah .........................................................................101
4.6.1 Tata Letak ...........................................................................................101
4.6.2 Bangunan Pelengkap Bendung Saringan Bawah ................................105
4.7 Pengambilan Bebas ...................................................................................106
BAB V BANGUNAN PENGAMBILAN DAN PEMBILAS ................................109
5.1 Tata Letak..................................................................................................109
5.2 Bangunan Pengambilan .............................................................................109
5.3 Pembilas ....................................................................................................113
5.4 Pembilas Bawah ........................................................................................116
5.5 Pintu ..........................................................................................................120
5.5.1 Umum .................................................................................................120
5.5.2 Pintu Pengambilan ..............................................................................122
5.5.3 Pintu Bilas...........................................................................................124
BAB VI PERENCANAAN BANGUNAN..............................................................127
6.1 Umum........................................................................................................127
6.2 Penggunaan Bahan Khusus .......................................................................127
6.2.1 Lindungan Permukaan ........................................................................127
6.2.2 Lindungan dari Pasangan Batu Kosong ..............................................128
6.2.3 Filter ...................................................................................................129
6.2.4 Bronjong .............................................................................................131
6.3 Bahan Pondasi ...........................................................................................132
6.4 Analisis Stabilitas ......................................................................................134
6.4.1 Gaya-Gaya yang Bekerja pada Bangunan ..........................................134
6.4.2 Tekanan Air ........................................................................................134
6.4.3 Tekanan Lumpur.................................................................................139
6.4.4 Gaya Gempa .......................................................................................139
6.4.5 Berat Bangunan ..................................................................................140
6.4.6 Reaksi Pondasi ....................................................................................140
6.4.7 Analisa Stabilitas Bendung Karet .......................................................142
6.5 Kebutuhan Stabilitas .................................................................................143
6.5.1 Ketahanan Terhadap Gelincir .............................................................143
6.5.2 Guling .................................................................................................145
6.5.3 Stabilitas Terhadap Erosi Bawah Tanah (Piping)...............................146
6.5.4 Perencanaan Kekuatan Tubuh Bendung dari Tabung Karet ...............149
6.6 Detail Bangunan ........................................................................................152
6.6.1 Dinding Penahan.................................................................................152
xiv Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

6.6.2 Perlindungan Terhadap Erosi Bawah Tanah ......................................155


6.6.3 Peredam Energi ...................................................................................158
BAB VII PERENCANAAN KANTONG LUMPUR ............................................159
7.1 Pendahuluan ..............................................................................................159
7.2 Sedimen .....................................................................................................159
7.3 Kondisi-Kondisi Batas ..............................................................................160
7.3.1 Bangunan Pengambilan ......................................................................160
7.3.2 Jaringan Saluran .................................................................................161
7.3.3 Topografi ............................................................................................162
7.4 Dimensi Kantong Lumpur .........................................................................162
7.4.1 Panjang dan Lebar Kantong Lumpur ..................................................163
7.4.2 Volume Tampungan ...........................................................................165
7.5 Pembersihan ..............................................................................................168
7.5.1 Pembersihan Secara Hidrolis ..............................................................168
7.5.2 Pembersihan Secara Manual/Mekanis ................................................171
7.6 Pencekan Terhadap Berfungsinya Kantong Lumpur ................................172
7.6.1 Efisiensi Pengendapan ........................................................................172
7.6.2 Efisiensi Pembilasan ...........................................................................175
7.7 Tata Letak Kantong Lumpur, Pembilas dan Pengambilan di Saluran Primer
...................................................................................................................175
7.7.1 Tata Letak ...........................................................................................175
7.7.2 Pembilas..............................................................................................177
7.7.3 Pengambilan saluran primer ...............................................................179
7.7.4 Saluran Pembilas ................................................................................180
7.8 Perencanaan Bangunan .............................................................................180
BAB VIII PENGATURAN SUNGAI DAN BANGUNAN PELENGKAP .........181
8.1 Lindungan Terhadap Gerusan ...................................................................181
8.1.1 Lindungan Dasar Sungai.....................................................................181
8.1.2 Lindungan Tanggul Sungai.................................................................182
8.2 Tanggul .....................................................................................................186
8.2.1 Panjang dan Elevasi ............................................................................186
8.2.2 Arah Poros ..........................................................................................187
8.2.3 Tinggi Jagaan ......................................................................................187
8.2.4 Potongan Melintang ............................................................................187
8.2.5 Pembuang ...........................................................................................188
8.3 Sodetan Sungai ..........................................................................................189
BAB IX PENYELIDIKAN MODEL HIDROLIS ................................................193
9.1 Umum........................................................................................................193
9.2 Penyelidikan Model untuk Bangunan Bendung ........................................194
9.2.1 Lokasi dan Tata Letak ........................................................................194
Daftar Isi xv

9.2.2 Pekerjaan Pengaturan Sungai .............................................................195


9.2.3 Bentuk Mercu Bendung Pelimpah ......................................................196
9.2.4 Pintu Bendung Gerak dan Bentuk Ambang ........................................197
9.2.5 Kolam Olak.........................................................................................198
9.2.6 Eksploitasi Pintu Bendung Gerak .......................................................199
9.2.7 Pengambilan dan Pembilas .................................................................199
9.2.8 Saluran Pengarah dan Kantong Lumpur .............................................199
9.3 Kriteria untuk Penyelidikan dengan Model...............................................200
BAB X METODE PELAKSANAAN .....................................................................203
10.1 Umum........................................................................................................203
10.2 Pelaksanaan di Sungai ...............................................................................203
10.3 Pelaksanaan di Tempat Kering..................................................................205
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................207
LAMPIRAN I...........................................................................................................209
LAMPIRAN II .........................................................................................................211
LAMPIRAN III .......................................................................................................213
xvi Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama
Daftar Tabel xvii

DAFTAR TABEL

Tabel 4-1. Harga-Harga Koefisien Ka dan Kp .............................................................49


Tabel 4-2. Harga-Harga K dan n.................................................................................55
Tabel 4-3. Berkurangnya Efisiensi Mesin ...................................................................98
Tabel 4-4. Kebutuhan Bahan Bakar Maksimum untuk Stasiun Pompa yang Baik ...100
Tabel 4-5. Harga-Harga c yang Bergantung Kepada Kemiringan
Saringan (Frank) .....................................................................................104
Tabel 6-1. Harga-Harga Perkiraan Daya Dukung yang Diizinkan
(Disadur dari British Standard Code of Practice CP 2004) ....................133
Tabel 6-2. Sudut Gesekan dalam φ dan Kohesi c ......................................................133
Tabel 6-3. Harga-Harga ξ ..........................................................................................135
Tabel 6-4. Harga-Harga Perkiraan untuk Koefisien Gesekan ...................................144
Tabel 6-5. Harga-Harga Minimum Angka Rembesan Lane (CL) ..............................148
Tabel 8-1. Harga-Harga Kemiringan Talut untuk Tanggul Tanah Homogen
(Menurut USBR,1978). ...........................................................................188
xviii Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama
Daftar Gambar xix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1-1. Bangunan Utama ....................................................................................7


Gambar 1-2. Denah dan Potongan Melintang Bendung Gerak dan Potongan
Melintang Bendung Saringan Bawah ..................................................11
Gambar 1-3. Pengambilan dan Pembilas ...................................................................12
Gambar 3-1. Ruas-Ruas Sungai.................................................................................32
Gambar 3-2. Akibat Banjir Lahar ..............................................................................32
Gambar 3-3. Agradasi dan Degradasi........................................................................33
Gambar 3-4. Pengaruh Rintangan (Cek) Alamiah.....................................................34
Gambar 3-5. Terbentuknya Delta ..............................................................................35
Gambar 3-6. Morfologi Sungai .................................................................................36
Gambar 3-7. Sungai Bermeander dan Terowongan ..................................................36
Gambar 3-8. Metode Pelaksanaan Alternatif.............................................................40
Gambar 4-1. Lebar Efektif Mercu .............................................................................49
Gambar 4-2. Bentuk-Bentuk Mercu ..........................................................................50
Gambar 4-3. Bendung dengan Mercu Bulat ..............................................................51
Gambar 4-4. Tekanan pada Mercu Bendung Bulat sebagai Fungsi
Perbandingan H1/r ................................................................................52
Gambar 4-5. Harga-Harga Koefisien C0 untuk Bendung Ambang Bulat Sebagai
Fungsi Perbandingan H1/r.....................................................................53
Gambar 4-6. Koefisien C1 sebagai Fungsi Perbandingan P/H1..................................53
Gambar 4-7. Harga-Harga Koefisien C2 untuk Bendung Mercu Tipe Ogee
dengan Muka Hulu Melengkung (Menurut USBR, 1960) ...................54
Gambar 4-8. Faktor Pengurangan Aliran Tenggelam Sebagai Fungsi H2/H1 ............54
Gambar 4-9. Bentuk-Bentuk Bendung Mercu Ogee
(U.S.Army Corps of Engineers, Waterways Experimental Stasion) .....56
Gambar 4-10. Faktor Koreksi untuk Selain Tinggi Energi Rencana pada Bendung
Mercu Ogee (Menurut Ven Te Chow, 1959, Berdasarkan
Data USBR dan WES) .........................................................................56
Gambar 4-11. Faktor Pengurangan Aliran Tenggelam Sebagai Fungsi p2/H1 dan
H2/H1. (Disadur dari US Army Corps of Engineers Waterways
Experimental Station) ...........................................................................58
xx Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

Gambar 4-12. Harga-Harga Cv Sebagai Fungsi Perbandingan Luas  1 Cd A*/A1


untuk Bagian Pengontrol Segi Empat (dari Bos, 1977) ........................59
Gambar 4-13. Potongan Hulu dan Tampak Depan Pengontrol ...................................60
Gambar 4-14. Denah Pelimpah Bentuk Gergaji ..........................................................62
Gambar 4-15. Pangkal Bendung..................................................................................63
Gambar 4-16. Peredam Energi ....................................................................................64
Gambar 4-17. Metode Perencanaan Kolam Loncat Air ..............................................65
Gambar 4-18. Parameter-Parameter Loncat Air ..........................................................67
Gambar 4-19. Hubungan Percobaan Antara Fru, y2/yu untuk Ambang Ujung
Pendek (Menurut Forster dan Skrinde, 1950) ......................................68
Gambar 4-20. Karakteristik Kolam Olak untuk Dipakai dengan Bilangan Froude
di atas 4,5 Kolam USBR Tipe III (Bradley dan Peterka, 1957) ...........69
Gambar 4-21. Blok-Blok Halang dan Blok-Blok Muka ..............................................70
Gambar 4-22. Peredam Energi Tipe Bak Tenggelam ..................................................71
Gambar 4-23. Jari-Jari Minimum Bak .........................................................................73
Gambar 4-24. Batas Minimum Tinggi Air Hilir..........................................................74
Gambar 4-25. Batas Maksimum Tinggi Air Hilir .......................................................75
Gambar 4-26. Kolam Olak Menurut Vlugter...............................................................75
Gambar 4-27. Potongan Memanjang Bendung Tetap dengan Peredam Energi
Tipe MDO ............................................................................................82
Gambar 4-28. Potongan Memanjang Bendung Tetap dengan Peredam Energi
Tipe MDS .............................................................................................82
Gambar 4-29. Grafik MDO – 1 Pengaliran Melalui Mercu Bendung .........................83
Gambar 4-30. Grafik MDO – 1a Penentuan Bahaya Kavitasi di Hilir Mercu
Bendung ...............................................................................................83
Gambar 4-31. Grafik MDO – 2 Penentuan Kedalaman Lantai Peredam Energi .........84
Gambar 4-32. Grafik MDO – 3 Penentuan Panjang Lantai Peredam Energi ..............84
Gambar 4-33. Macam-Macam Tipe Pintu Bendung Gerak Vertikal ...........................89
Gambar 4-34. Tata Letak dan Komponen Bendung Karet ..........................................91
Gambar 4-35. Potongan Melintang Bendung Karet ....................................................91
Gambar 4-36. Penampang Lintang pada Pusat V-notch ..............................................93
Gambar 4-37. Tampak Depan Tabung Karet yang Alami V-notch .............................93
Daftar Gambar xxi

Gambar 4-38. Loncat Air di Hilir Bendung Karet.......................................................95


Gambar 4-39. Sketsa Panjang Lantai Hilir untuk yi Besar..........................................95
Gambar 4-40. Koefisien Debit  untuk Permukaan Pintu Datar atau Lengkung ........98
Gambar 4-41. Variasi dalam Perencanaan Roda Sudut (Impeller),
Kecepatan Spesifik dan Karakteristik Tinggi Energi-Debit Pompa .....99
Gambar 4-42. Tipe-Tipe Stasiun Pompa Tinggi Energi Rendah ...............................101
Gambar 4-43. Tipe-Tipe Tata Letak Bendung Saringan Bawah ...............................102
Gambar 4-44. Hidrolika Saringan Bawah .................................................................103
Gambar 4-45. Aliran Bertekanan...............................................................................105
Gambar 4-46. Penyelidikan Model Habermaas, yang Memperlihatkan
Banyaknya Sedimen yang Masuk Kedalam Pengambilan .................107
Gambar 4-47. Pintu Aliran Bawah ............................................................................107
Gambar 4-48. Koefisien K untuk Debit Tenggelam (dari Schmidt) ..........................107
Gambar 5-1. Tipe Pintu Pengambilan .....................................................................111
Gambar 5-2. Geometri Bangunan Pengambilan ......................................................112
Gambar 5-3. Bentuk-Bentuk Jeruji Kisi-Kisi Penyaring dan Harga-Harga  .........113
Gambar 5-4. Geometri Pembilas .............................................................................114
Gambar 5-5. Pembilas Samping ..............................................................................115
Gambar 5-6. Metode Menemukan Tinggi Dinding Pemisah...................................116
Gambar 5-7. Pembilas Bawah .................................................................................118
Gambar 5-8. Pusaran (Vortex) dan Kantong Udara Dibawah Penutup Atas
Saluran Pembilas Bawah ....................................................................120
Gambar 5-9. Gaya-Gaya yang Bekerja pada Pintu..................................................121
Gambar 5-10. Sekat Air dari Karet untuk Bagian Samping (A), Dasar (B) dan
Atas (C) pada Pintu Baja ....................................................................122
Gambar 5-11. Tipe-Tipe Pintu Pengambilan: Pintu Sorong Kayu dan Baja .............123
Gambar 5-12. Pintu Pengambilan Tipe Radial ..........................................................123
Gambar 5-13. Tipe-Tipe Pintu Bilas .........................................................................125
Gambar 5-14. Aerasi Pintu Sorong yang Terendam..................................................125
Gambar 6-1. Grafik untuk Perencanaan Ukuran Pasangan Batu Kosong ...............129
Gambar 6-2. Contoh Filter antara Pasangan Batu Kosong dan Bahan Asli
(Tanah Dasar) .....................................................................................130
xxii Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

Gambar 6-3. Detail Bronjong ..................................................................................132


Gambar 6-4. Gaya Angkat untuk Bangunan yang Dibangun pada
Pondasi Buatan ...................................................................................135
Gambar 6-5. Konstruksi Jaringan Aliran Menggunakan Analog Listrik.................136
Gambar 6-6. Contoh Jaringan Aliran Dibawah Dam Pasangan Batu pada Pasir ....137
Gambar 6-7. Gaya Angkat pada Pondasi Bendung .................................................138
Gambar 6-8. Unsur-Unsur Persamaan Distribusi Tekanan pada Pondasi ...............141
Gambar 6-9. Tebal Lantai Kolam Olak ...................................................................146
Gambar 6-10. Metode Angka Rembesan Lane .........................................................147
Gambar 6-11. Ujung Hilir Bangunan; Sketsa Parameter-Parameter Stabilitas .........149
Gambar 6-12. Sketsa Gaya Tarik pada Tabung Karet ...............................................150
Gambar 6-13. Dinding Penahan Gravitasi dari Pasangan Batu .................................153
Gambar 6-14. Perlindungan Terhadap Rembesan Melibat Pangkal Bendung ..........154
Gambar 6-15. Lantai Hulu .........................................................................................156
Gambar 6-16. Dinding-Dinding Halang Dibawah Lantai Hulu atau
Tubuh Bendung ..................................................................................157
Gambar 6-17. Alur Pembuang/Filter Dibawah Kolam Olak.....................................158
Gambar 7-1. Konsentrasi Sedimen Kearah Vertikal ...............................................161
Gambar 7-2. Tipe Tata Letak Kantong Lumpur ......................................................162
Gambar 7-3. Skema Kantong Lumpur ....................................................................163
Gambar 7-4. Hubungan Antara Diameter Saringan dan Kecepatan Endap
untuk Air Tenang................................................................................166
Gambar 7-5. Potongan Melintang dan Potongan Memanjang Kantong Lumpur
yang Menunjukkan Metode Pembuatan Tampungan .........................167
Gambar 7-6. Tegangan Geser Kritis dan Kecepatan Geser Kritis sebagai Fungsi
Besarnya Butir untuk s = 2.650 kg/m3 (Pasir) ...................................170
Gambar 7-7. Gaya Tarik (Traksi) pada Bahan Kohesif ...........................................171
Gambar 7-8. Grafik Pembuangan Sedimen Camp untuk Aliran Turbelensi
(Camp, 1945) ......................................................................................174
Gambar 7-9. Tata Letak Kantong Lumpur yang Dianjurkan ...................................176
Gambar 7-10. Tata Letak Kantong Lumpur dengan Saluran Primer Berada
pada Trase yang Sama dengan Kantong.............................................177
Gambar 7-11. Pengelak Sedimen ..............................................................................178
Daftar Gambar xxiii

Gambar 7-12. Saluran Pengarah ................................................................................179


Gambar 8-1. Pengarah Aliran ..................................................................................183
Gambar 8-2. Contoh Krib ........................................................................................184
Gambar 8-3. Krib dari Bronjong dan Kayu .............................................................185
Gambar 8-4. Kurve Pengempangan.........................................................................187
Gambar 8-5. Potongan Melintang Tanggul .............................................................188
Gambar 8-6. Cara Memecahkan Masalah Pembuangan Air ...................................189
Gambar 8-7. Kapur atau Sodetan ............................................................................190
Gambar 8-8. Tipe Tanggul Penutup ........................................................................191
Gambar 10-1. Grafik untuk Menentukan Perhitungan Resiko yang Diterima ..........204
1-xxiv Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama
Pendahuluan 1

1. BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Umum

Kriteria Perencanaan Bangunan Utama (Head Works) ini merupakan bagian dari
Standar Kriteria Perencanaan Irigasi dari Direktorat Jenderal Sumber Daya Air.

1.2 Definisi

Bangunan utama dapat didefinisikan sebagai “semua bangunan yang direncanakan di


sungai atau aliran air untuk membelokkan air ke dalam jaringan irigasi, biasanya
dilengkapi dengan kantong lumpur agar bisa mengurangi kandungan sedimen yang
berlebihan serta memungkinkan untuk mengukur dan mengatur air yang masuk”.

1.3 Kesahihan/Validitas

Kriteria, praktek-praktek yang dianjurkan, pedoman serta metode-metode


perencanaan yang dibicarakan dalam Bagian Perencanaan Bangunan Utama ini sahih
untuk semua bangunan yang beda tinggi energinya (muka air hulu terhadap air hilir)
tidak lebih dari 6 m. Untuk bangunan-bangunan ini di andaikan bahwa luas pembuang
sungai kurang dari 500 km2 dan bahwa debit maksimum pengambilan adalah 25
m3/dt. Batasan ini dipilih karena mencakup bangunan utama yang dapat direncana
berdasarkan kriteria yang diberikan di sini.
Untuk bangunan-bangunan di luar ruang lingkup ini, diperlukan nasihat-nasihat ahli.
Juga untuk bangunan-bangunan yang di cakup dalam Standar ini, jika diperkirakan
akan timbul masalah-masalah khusus, maka diperlukan konsultasi dengan ahli-ahli
yang bersangkutan.
Lembaga-lembaga yang dapat menyediakan jasa keahlian adalah:
2 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

- Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Air di Bandung, yang


memberikan jasa-jasa keahlian di bidang hidrologi, geologi, mekanika tanah serta
teknik hidrolika.
- Lembaga ini memiliki laboratorium hidrolika dengan staf yang sangat
berpengalaman.
- Direktorat Pembina Bidang Irigasi.

1.4 Jenis-Jenis Bangunan Utama

Pengaliran air dari sumber air berupa sungai atau danau ke jaringan irigasi untuk
keperluan irigasi pertanian, pasokan air baku dan keperluan lainnya yang memerlukan
suatu bangunan disebut dengan bangunan utama.
Untuk kepentingan keseimbangan lingkungan dan kebutuhan daerah di hilir bangunan
utama, maka aliran air sungai tidak diperbolehkan disadap seluruhnya. Namun harus
tetap dialirkan sejumlah 5% dari debit yang ada.
Salah satu bangunan utama yang mempunyai fungsi membelokkan air dan
menampung air disebut bendungan, yang kriteria perencanaannya tidak tercakup
dalam kriteria ini.
Kriteria perencanaan bendungan dan bangunan pelengkap lainnya akan dipersiapkan
secara terpisah oleh institusi yang berwenang.
Ada 6 (enam) bangunan utama yang sudah pernah atau sering dibangun di Indonesia,
antara lain:

1.4.1 Bendung Tetap

Bangunan air ini dengan kelengkapannya dibangun melintang sungai atau sudetan,
dan sengaja dibuat untuk meninggikan muka air dengan ambang tetap sehingga air
sungai dapat disadap dan dialirkan secara gravitasi ke jaringan irigasi. Kelebihan
airnya dilimpahkan ke hilir dengan terjunan yang dilengkapi dengan kolam olak
dengan maksud untuk meredam energi.
Pendahuluan 3

Ada 2 (dua) tipe atau jenis bendung tetap dilihat dari bentuk struktur ambang
pelimpahannya, yaitu:
Ambang tetap yang lurus dari tepi kiri ke tepi kanan sungai artinya as ambang
tersebut berupa garis lurus yang menghubungkan dua titik tepi sungai.
Ambang tetap yang berbelok-belok seperti gigi gergaji. Tipe seperti ini diperlukan
bila panjang ambang tidak mencukupi dan biasanya untuk sungai dengan lebar yang
kecil tetapi debit airnya besar. Maka dengan menggunakan tipe ini akan didapat
panjang ambang yang lebih besar, dengan demikian akan didapatkan kapasitas
pelimpahan debit yang besar. Mengingat bentuk fisik ambang dan karakter
hidrolisnya, disarankan bendung tipe gergaji ini dipakai pada saluran. Dalam hal
diterapkan di sungai harus memenuhi syarat sebagai berikut:
1. Debit relatif stabil
2. Tidak membawa material terapung berupa batang-batang pohon
3. Efektivitas panjang bendung gergaji terbatas pada kedalaman air pelimpasan
tertentu.

1.4.2 Bendung Gerak Vertikal

Bendung ini terdiri dari tubuh bendung dengan ambang tetap yang rendah dilengkapi
dengan pintu-pintu yang dapat digerakkan vertikal maupun radial. Tipe ini
mempunyai fungsi ganda, yaitu mengatur tinggi muka air di hulu bendung kaitannya
dengan muka air banjir dan meninggikan muka air sungai kaitannya dengan
penyadapan air untuk berbagai keperluan. Operasional di lapangan dilakukan dengan
membuka pintu seluruhnya pada saat banjir besar atau membuka pintu sebagian pada
saat banjir sedang dan kecil. Pintu ditutup sepenuhnya pada saat saat kondisi normal,
yaitu untuk kepentingan penyadapan air. Tipe bendung gerak ini hanya dibedakan
dari bentuk pintu-pintunya antara lain:
Pintu geser atau sorong, banyak digunakan untuk lebar dan tinggi bukaan yang kecil
dan sedang. Diupayakan pintu tidak terlalu berat karena akan memerlukan peralatan
angkat yang lebih besar dan mahal. Sebaiknya pintu cukup ringan tetapi memiliki
4 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

kekakuan yang tinggi sehingga bila diangkat tidak mudah bergetar karena gaya
dinamis aliran air.
Pintu radial, memiliki daun pintu berbentuk lengkung (busur) dengan lengan pintu
yang sendinya tertanam pada tembok sayap atau pilar. Konstruksi seperti ini
dimaksudkan agar daun pintu lebih ringan untuk diangkat dengan menggunakan kabel
atau rantai. Alat penggerak pintu dapat pula dilakukan secara hidrolik dengan
peralatan pendorong dan penarik mekanik yang tertanam pada tembok sayap atau
pilar.

1.4.3 Bendung Karet (Bendung Gerak Horisontal)

Bendung karet memiliki 2 (dua) bagian pokok, yaitu :


1) Tubuh bendung yang terbuat dari karet
2) Pondasi beton berbentuk plat beton sebagai dudukan tabung karet, serta
dilengkapi satu ruang kontrol dengan beberapa perlengkapan (mesin) untuk
mengontrol mengembang dan mengempisnya tabung karet.
Bendung ini berfungsi meninggikan muka air dengan cara mengembungkan tubuh
bendung dan menurunkan muka air dengan cara mengempiskannya. Tubuh bendung
yang terbuat dari tabung karet dapat diisi dengan udara atau air. Proses pengisian
udara atau air dari pompa udara atau air dilengkapi dengan instrumen pengontrol
udara atau air (manometer).

1.4.4 Bendung Saringan Bawah

Bendung ini berupa bendung pelimpah yang dilengkapi dengan saluran penangkap
dan saringan.
Bendung ini meloloskan air lewat saringan dengan membuat bak penampung air
berupa saluran penangkap melintang sungai dan mengalirkan airnya ke tepi sungai
untuk dibawa ke jaringan irigasi.
Operasional di lapangan dilakukan dengan membiarkan sedimen dan batuan meloncat
melewati bendung, sedang air diharapkan masuk ke saluran penangkap.
Pendahuluan 5

Sedimen yang tinggi diendapkan pada saluran penangkap pasir yang secara periodik
dibilas masuk sungai kembali.

1.4.5 Pompa

Ada beberapa jenis pompa didasarkan pada tenaga penggeraknya, antara lain:
a. Pompa air yang digerakkan oleh tenaga manusia (pompa tangan)
b. Pompa air dengan penggerak tenaga air (air terjun dan aliran air)
c. Pompa air dengan penggerak berbahan bakar minyak
d. Pompa air dengan penggerak tenaga listrik.
Pompa digunakan bila bangunan-bangunan pengelak yang lain tidak dapat
memecahkan permasalahan pengambilan air dengan gravitasi, atau Jika pengambilan
air relatif sedikit dibandingkan dengan lebar sungai. Dengan instalasi pompa
pengambilan air dapat dilakukan dengan mudah dan cepat. Namun dalam
operasionalnya memerlukan biaya operasi dan pemeliharaannya cukup mahal
terutama dengan makin mahalnya bahan bakar dan tenaga listrik.
Dari cara instalasinya pompa dapat dibedakan atas pompa yang mudah dipindah-
pindahkan karena ringan dan mudah dirakit ulang setelah dilepas komponennya dan
pompa tetap (stationary) yang dibangun/dipasang dalam bangunan rumah pompa
secara permanen.

1.4.6 Pengambilan Bebas

Pengambilan air untuk irigasi ini langsung dilakukan dari sungai dengan meletakkan
bangunan pengambilan yang tepat ditepi sungai, yaitu pada tikungan luar dan tebing
sungai yang kuat atau massive. Bangunan pengambilan ini dilengkapi pintu, ambang
rendah dan saringan yang pada saat banjir pintu dapat ditutup supaya air banjir tidak
meluap ke saluran induk.
Kemampuan menyadap air sangat dipengaruhi elevasi muka air di sungai yang selalu
bervariasi tergantung debit pengaliran sungai saat itu.
6 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

Pengambilan bebas biasanya digunakan untuk daerah irigasi dengan luasan yang kecil
sekitar 150 ha dan masih pada tingkat irigasi ½ (setengah) teknis atau irigasi
sederhana.

1.4.7 Bendung Tipe Gergaji

Diperkenankan dibangun dengan syarat harus dibuat di sungai yang alirannya stabil,
tidak ada tinggi limpasan maksimum, tidak ada material hanyutan yang terbawa oleh
aliran.

1.5 Bagian-Bagian Bangunan Utama

Bangunan utama terdiri dari berbagai bagian yang akan dijelaskan secara terinci
dalam subbab berikut ini. Pembagiannya dibuat sebagai berikut:
Pendahuluan 7

tanggul banjir

pengambilan
bukit

bendung

kolam olak

pembilas
sun
kantong lumpur

gai

konstruksi
lindungan
sungai
- bronjong
- krib
r
mpu
ng lu

pembilas
k anto

an
an an saluran
lur r k
s a ime pembilas
pr
sa
p ri
lur r kiri
me
an

jemb
atan

Gambar 1-1. Bangunan Utama


8 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

- Bangunan bendung
- Bangunan pengambilan
- Bangunan pembilas (penguras)
- Kantong lumpur
- Perkuatan sungai
- Bangunan-bangunan pelengkap
Gambar 1-1. menunjukkan tata letak tipe-tipe bangunan utama.

1.5.1 Bangunan Bendung

Bangunan bendung adalah bagian dari bangunan utama yang benar-benar dibangun di
dalam air. Bangunan ini diperlukan untuk memungkinkan dibelokkannya air sungai
ke jaringan irigasi, dengan jalan menaikkan muka air di sungai atau dengan
memperlebar pengambilan di dasar sungai seperti pada tipe bendung saringan bawah
(bottom rack weir).
Bila bangunan tersebut juga akan dipakai untuk mengatur elevasi air di sungai, maka
ada dua tipe yang dapat digunakan, yakni:
(1) bendung pelimpah dan
(2) bendung gerak (barrage)
Gambar 1-2 memberikan beberapa tipe denah dan potongan melintang bendung gerak
dan potongan melintang bendung saringan bawah.
Bendung adalah bangunan pelimpah melintang sungai yang memberikan tinggi muka
air minimum kepada bangunan pengambilan untuk keperluan irigasi. Bendung
merupakan penghalang selama terjadi banjir dan dapat menyebabkan genangan luas
di daerah-daerah hulu bendung tersebut.
Bendung gerak adalah bangunan berpintu yang dibuka selama aliran besar, masalah
yang ditimbulkannya selama banjir kecil saja. Bendung gerak dapat mengatur muka
air di depan pengambilan agar air yang masuk tetap sesuai dengan kebutuhan irigasi.
Bendung gerak mempunyai kesulitan-kesulitan eksploitasi karena pintunya harus
tetap dijaga dan dioperasikan dengan baik dalam keadaan apa pun.
Pendahuluan 9

Bendung saringan bawah adalah tipe bangunan yang dapat menyadap air dari sungai
tanpa terpengaruh oleh tinggi muka air. Tipe ini terdiri dari sebuah parit terbuka yang
terletak tegak lurus terhadap aliran sungai. Jeruji Baja (saringan) berfungsi untuk
mencegah masuknya batu-batu bongkah ke dalam parit. Sebenarnya bongkah dan
batu-batu dihanyutkan ke bagian hilir sungai. Bangunan ini digunakan di bagian/ruas
atas sungai dimana sungai hanya mengangkut bahan-bahan yang berukuran sangat
besar.
Untuk keperluan-keperluan irigasi, bukanlah selalu merupakan keharusan untuk
meninggikan muka air di sungai. Jika muka air sungai cukup tinggi, dapat
dipertimbangkan pembuatan pengambilan bebas bangunan yang dapat mengambil air
dalam jumlah yang cukup banyak selama waktu pemberian air irigasi, tanpa
membutuhkan tinggi muka air tetap di sungai.
Dalam hal ini pompa dapat juga dipakai untuk menaikkan air sampai elevasi yang
diperlukan. Akan tetapi karena biaya pengelolaannya tinggimaka harga air irigasi
mungkin menjadi terlalu tinggi pula.

1.5.2 Pengambilan

Pengambilan (lihat Gambar 1-3) adalah sebuah bangunan berupa pintu air. Air irigasi
dibelokkan dari sungai melalui bangunan ini. Pertimbangan utama dalam
merencanakan sebuah bangunan pengambilan adalah debit rencana pengelakan
sedimen.

1.5.3 Pembilas

Pada tubuh bendung tepat di hilir pengambilan, dibuat bangunan pembilas (lihat
Gambar 1-3) guna mencegah masuknya bahan sedimen kasar ke dalam jaringan
saluran irigasi. Pembilas dapat direncanakan sebagai:
(1) pembilas pada tubuh bendung dekat pengambilan
(2) pembilas bawah (undersluice)
(3) shunt undersluice
10 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

(4) pembilas bawah tipe boks.


Tipe (2) sekarang umum dipakai; tipe (1) adalah tipe tradisional; tipe (3) dibuat di
luar lebar bersih bangunan bendung dan tipe (4) menggabung pengambilan dan
pembilas dalam satu bidang atas bawah.
Perencanaan pembilas dengan dinding pemisah dan pembilas bawah telah diuji
dengan berbagai penyelidikan model. Aturan-aturan terpenting yang ditetapkan
melalui penyelidik ini diberikan dalam Bab 5.
Pendahuluan 11

A A
pengambilan
utama pembilas

dinding pemisah

denah bendung
gerak dengan
pintu radial

jembatan

pintu radial
blok
halang

potongan A-A
pelat pancang
pelat pancang

saringan dari baja


potongan
(searah aliran sungai)
penyadap air
tipe tiroller

Gambar 1-2. Denah dan Potongan Melintang Bendung Gerak dan Potongan Melintang
Bendung Saringan Bawah
12 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

Saluran primer

pangkal pangkal
bendung bendung

A pintu pengambilan A
pengambilan utama
pembilas

lantai atas pintu bilas


pembilas bawah
DENAH
dinding pemisah C C
pilar

Pembilas bawah

POTONGAN A - A

mercu
bendung

kolam olak
POTONGAN B-B

POTONGAN C-C

Gambar 1-3. Pengambilan dan Pembilas


Pendahuluan 13

1.5.4 Kantong Lumpur

Kantong lumpur mengendapkan fraksi-fraksi sedimen yang lebih besar dari fraksi
pasir halus tetapi masih termasuk pasir halus dengan diameter butir berukuran 0,088
mm dan biasanya ditempatkan persis disebelah hilir pengambilan. Bahan-bahan yang
lebih halus tidak dapat ditangkap dalam kantong lumpur biasa dan harus diangkut
melalui jaringan saluran ke sawah-sawah. Bahan yang telah mengendap di dalam
kantong kemudian dibersihkan secara berkala. Pembersihan ini biasanya dilakukan
dengan menggunakan aliran air yang deras untuk menghanyutkan bahan endapan
tersebut kembali ke sungai. Dalam hal-hal tertentu, pembersihan ini perlu dilakukan
dengan cara lain, yaitu dengan jalan mengeruknya atau dilakukan dengan tangan.

1.5.5 Bangunan Perkuatan Sungai

Pembuatan bangunan perkuatan sungai khusus di sekitar bangunan utama untuk


menjaga agar bangunan tetap berfungsi dengan baik, terdiri dari:
(1) Bangunan perkuatan sungai guna melindungi bangunan terhadap kerusakan
akibat penggerusan dan sedimentasi. Pekerjaan-pekerjaan ini umumnya berupa
krib, matras batu, pasangan batu kosong dan/atau dinding pengarah.
(2) Tanggul banjir untuk melindungi lahan yang berdekatan terhadap genangan
akibat banjir.
(3) Saringan bongkah untuk melindungi pengambilan atau pembilas, agar bongkah
tidak menyumbat bangunan selama terjadi banjir.
(4) Tanggul penutup untuk menutup bagian sungai lama atau, bila bangunan
bendung dibuat di kopur, untuk mengelakkan sungai melalui bangunan tersebut.

1.5.6 Bangunan Pelengkap

Bangunan-bangunan atau perlengkapan yang akan ditambahkan ke bangunan utama


diperlukan keperluan :
(1) Pengukuran debit dan muka air di sungai maupun di saluran.
14 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

(2) Rumah untuk operasi pintu.


(3) Peralatan komunikasi, tempat teduh serta perumahan untuk tenaga operasional,
gudang dan ruang kerja untuk kegiatan operasional dan pemeliharaan.
(4) Jembatan di atas bendung, agar seluruh bagian bangunan utama mudah di
jangkau, atau agar bagian-bagian itu terbuka untuk umum.
(5) Instalasi tenaga air mikro atau mini, tergantung pada hasil evaluasi ekonomi serta
kemungkinan hidrolik. Instalasi ini bisa dibangun di dalam bangunan bendung
atau di ujung kantong lumpur atau di awal saluran.
(6) Bangunan tangga ikan (fish ladder) diperlukan pada lokasi yang senyatanya perlu
dijaga keseimbangan lingkungannya sehingga kehidupan biota tidak terganggu.
Pada lokasi diluar pertimbangan tersebut tidak diperlukan tangga ikan.
Data 15

2. BAB II
DATA

2.1 Pendahuluan

Data-data yang dibutuhkan untuk perencanaan bangunan utama dalam suatu jaringan
irigasi adalah:
(a) Data kebutuhan air multisektor: merupakan data kebutuhan air yang diperlukan
dan meliputi jumlah air yang diperlukan untuk irigasi pertanian, jumlah
kebutuhan air minum, jumlah kebutuhan air baku untuk rumah tangga,
penggelontoran limbah kota dan air untuk stabilitas aliran sungai dan
kehidupan biota alami.
(b) Data topografi: peta yang meliputi seluruh daerah aliran sungai peta situasi
untuk letak bangunan utama; gambar-gambar potongan memanjang dan
melintang sungai di sebelah hulu maupun hilir dari kedudukan bangunan
utama.
(c) Data hidrologi: data aliran sungai yang meliputi data banjir yang andal. Data
ini harus mencakup beberapa periode ulang, daerah hujan, tipe tanah dan
vegetasi yang terdapat di daerah aliran. Elevasi tanah dan luas lahan yang akan
didrain menyusut luas.
(d) Data morfologi: kandungan sedimen, kandungan sedimen dasar (bedload)
maupun layang (suspended load) termasuk distribusi ukuran butir, perubahan-
perubahan yang terjadi pada dasar sungai, secara horisontal maupun vertikal,
unsur kimiawi sedimen.
(e) Data geologi: kondisi umum permukaan tanah daerah yang bersangkutan;
keadaan geologi lapangan, kedalaman lapisan keras, sesar, kelulusan
(permeabilitas) tanah, bahaya gempa bumi, parameter yang harus dipakai.
16 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

(f) Data mekanika tanah: bahan pondasi, bahan konstruksi, sumber bahan
timbunan, batu untuk pasangan batu kosong, agregat untuk beton, batu belah
untuk pasangan batu, parameter tanah yang harus digunakan.
(g) Standar untuk perencanaan: peraturan dan standar yang telah ditetapkan secara
nasional, seperti PBI beton, daftar baja, konstruksi kayu Indonesia, dan
sebagainya.
(h) Data lingkungan dan ekologi
(i) Data elevasi bendung sebagai hasil perhitungan muka air saluran dan dari luas
sawah yang diairi.
Dalam Lampiran A disajikan sebuah daftar lembaga-lembaga dan instansi-instansi
pemerintah yang menyediakan informasi dan data mengenai pokok masalah yang
telah disebutkan di atas.

2.2 Data Kebutuhan Air Multisektor

Data-data jumlah kebutuhan air yang diperlukan adalah sebagai berikut:


(i) Jumlah kebutuhan air irigasi pada saat kebutuhan puncak dari irigasi untuk luas
potensial irigasi dengan pembagian golongan atau tanpa golongan.
(ii) Jumlah kebutuhan air minum dengan proyeksi kebutuhan 25 tahun kedepan
dengan mempertimbangkan kemungkinan perluasan kota, pemukiman dan
pertumbuhan penduduk yang didapat dari institusi yang menangani air minum.
(iii) Jumlah kebutuhan air baku untuk industri terutama kawasan-kawasan industri
dengan perkiraan pertumbuhan industri 10%.
(iv) Jumlah kebutuhan air untuk penggelontoran limbah perkotaan pada saluran
pembuang perkotaan.
(v) Jumlah kebutuhan air untuk stabilitas aliran sungai dan kehidupan biota air
(dalam rangka penyiapan OP bendung).
Data 17

2.3 Data Topografi

Data-data topografi yang dibutuhkan adalah sebagai berikut:


(i) Peta Rupa Bumi sebagai peta dasar dengan skala 1:50.000 atau lebih besar
yang menunjukkan hulu sungai sampai muara. Garis-garis ketinggian (kontur)
setiap 25 m sehingga dapat diukur profil memanjang sungai dan luas daerah
aliran sungainya. Dalam hal tidak tersedia peta rupa bumi 1:50.000 maka dapat
dipergunakan peta satelit sebagai informasi awal lokasi bangunan dan
informasi lokasi daerah studi. Namun demikian peta satelit ini tidak bisa
menggantikan peta rupa bumi skala 1:50.000.
(ii) Peta situasi sungai dimana ada rencana bangunan utama akan dibuat. Peta ini
sebaiknya berskala 1:2.000. Peta itu harus meliputi jarak 1 km ke hulu dan 1
km ke hilir dari bangunan utama, dan melebar 250 dari masing-masing tepi
sungai termasuk bantaran sungai. Garis ketinggian setiap 1,0 m, kecuali di
dasar sungai garis ketinggian setiap 0,50 m. Peta itu harus mencakup lokasi
alternatif yang sudah diidentifikasi serta panjang yang diliput harus memadai
agar dapat diperoleh infomasi mengenai bentuk denah sungai dan
memungkinkan dibuatnya sodetan/kopur dan juga untuk merencana tata letak
dan trase tanggul penutup. Peta itu harus mencantumkan batas-batas yang
penting, seperti batas-batas desa, sawah dan seluruh prasarananya. Harus
ditunjukkan pula titik-titik tetap (Benchmark) yang ditempatkan di sekitar
daerah yang bersangkutan, lengkap dengan koordinat dan elevasinya.
(iii) Gambar potongan memanjang sungai dengan potongan melintang setiap 50 m.
Potongan memanjang skala horisontalnya 1:2.000; skala vertikalnya 1:200.
Skala untuk potongan melintang 1:200 horisontal dan 1:200 vertikal. Panjang
potongan melintangnya adalah 50 m tepi sungai. Elevasi akan diukur pada
jarak maksimum 25 m atau untuk beda ketinggian 0,25 m tergantung mana
yang dapat dicapai lebih dahulu. Dalam potongan memanjang sungai, letak
18 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

pencatat muka air otomatis (AWLR) dan papan duga harus ditunjukkan dan
titik nolnya harus diukur.
(iv) Pengukuran situasi bendung dengan skala 1:200 atau 1:500 untuk areal seluas
kurang lebih 50 ha (1.000 x 500 m2). Peta tersebut harus memperlihatkan
bagian-bagian lokasi bangunan utama secara lengkap, termasuk lokasi kantong
lumpur dan tanggul penutup dengan garis ketinggian setiap 0,25 m.
Foto udara jika ada akan sangat bermanfaat untuk penyelidikan lapangan. Apabila
foto udara atau citra satelit dari berbagai tahun pengambilan juga tersedia, maka ini
akan lebih menguntungkan untuk penyelidikan perilaku dasar sungai.
Bangunan yang ada di sungai di hulu dan hilir bangunan utama yang direncanakan
harus diukur dan dihubungkan dengan hasil-hasil pengukuran bangunan utama.

2.4 Data Hidrologi

2.4.1 Debit Banjir

Data-data yang diperlukan untuk perencanaan bangunan utama adalah:


(1) Data untuk menghitung berbagai besaran banjir rencana
(2) Data untuk menilai debit rendah andalan, dan
(3) Data untuk membuat neraca air sungai secara keseluruhan
Banjir rencana maksimum untuk bangunan bendung diambil sebagai debit banjir
dengan periode ulang 100 tahun. Banjir dengan periode ulang 1.000 tahun diperlukan
untuk mengetahui tinggi tanggul banjir dan mengontrol keamanan bangunan utama.
Analisa perhitungan bentuk mercu dan permukaan tubuh bendung bagian hilir
didasarkan atas debit yang paling dominan terhadap daya gerus dan daya hisap, yang
ditetapkan debit dengan periode ulang 5 – 25 tahun.
Sedangkan analisa perhitungan kolam olak didasarkan atas debit dominan yang
mengakibatkan efek degradasi dasar sungai di hilir kolam olak. Debit dominan ini
sangat dipengaruhi oleh daya tahan formasi material dasar sungai terhadap gerusan,
yang ditetapkan debit dengan periode ulang 25 – 100 tahun.
Data 19

Untuk bangunan yang akan dibuat di hilir waduk, banjir rencana maksimum akan
diambil sebagai debit dengan periode ulang 100 tahun dari daerah antara dam dan
bangunan bendung, ditambah dengan aliran dari outflow waduk setelah dirouting
yang disebabkan oleh banjir dengan periode ulang 100 tahun.
Elevasi tanggul hilir sungai dari bangunan utama didasarkan pada tinggi banjir
dengan periode ulang 5 sampai 24 tahun.
Periode ulang tersebut (5-25 tahun) akan ditetapkan berdasarkan jumlah penduduk
yang terkena akibat banjir yang mungkin terjadi, serta pada nilai ekonomis tanah dan
semua prasarananya. Biasanya di sebelah hulu bangunan utama tidak akan dibuat
tanggul sungai untuk melindungi lahan dari genangan banjir.
Saluran pengelak, jika diperlukan selama pelaksanaan, biasanya direncana
berdasarkan banjir dengan periode ulang 25 tahun, kecuali Jika perhitungan resiko
menghasilkan periode ulang lain yang lebih cocok (lihat Bab 10.2).
Rangkaian data debit banjir untuk berbagai periode ulang harus andal. Hal ini berarti
bahwa harga-harga tersebut harus didasarkan pada catatan-catatan banjir yang
sebenarnya yang mencakup jangka waktu lama (sekitar 20 tahun).
Apabila data semacam ini tidak tersedia (dan begitulah yang sering terjadi), kita harus
menggunakan cara lain, misalnya berdasarkan data curah hujan di daerah aliran
sungai. Jika ini tidak berhasil, kita usahakan cara lain berdasarkan data yang
diperoleh dari daerah terdekat (untuk penjelasan lebih lanjut, lihat KP-01,
Perencanaan Jaringan Irigasi).
Debit banjir dengan periode-periode ulang berikut harus diperhitungkan 1, 5, 25, 50,
100, 1.000 tahun.

2.4.2 Debit Andalan

Debit andalan dihitung berdasarkan data debit aliran rendah, dengan panjang data
minimal 20 tahun, debit andalan dibutuhkan untuk menilai luas daerah potensial yang
dapat diairi dari sungai yang bersangkutan.
20 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

Perhitungan debit rendah andalan dengan periode ulang yang diperlukan (biasanya 5
tahun), dibutuhkan untuk menilai luas daerah potensial yang dapat diairi dari sungai
yang bersangkutan.
Adalah penting untuk memperkirakan debit ini seakurat mungkin. Cara terbaik untuk
memenuhi persyaratan ini adalah dengan melakukan pengukuran debit (atau
membaca papan duga) tiap hari. Jika tidak tersedia data mengenai muka air dan debit,
maka debit rendah harus dihitung berdasarkan curah hujan dan data limpasan air
hujan dari daerah aliran sungai.

2.4.3 Neraca Air

Neraca air (water balance) seluruh sungai harus dibuat guna mempertimbangkan
perubahan alokasi/penjatahan air akibat dibuatnya bangunan utama.
Hak atas air, penyadapan air di hulu dan hilir sungai pada bangunan bendung serta
kebutuhan air di masa datang, harus ditinjau kembali.

2.5 Data Morfologi

Konstruksi bangunan bendung di sungai akan mempunyai 2 konsekuensi (akibat)


terhadap morfologi sungai yaitu:
(1) Konstruksi itu akan mengubah kebebasan gerak sungai ke arah horisontal
(2) Konsentrasi sedimen akan berubah karena air dan sedimen dibelokkan, dari
sungai dan hanya sedimennya saja yang akan digelontorkan kembali ke sungai.

2.5.1 Morfologi

(a) Data-data fisik yang diperlukan dari sungai untuk perencanaan bendung adalah:
- Kandungan dan ukuran sedimen disungai tersebut
- Tipe dan ukuran sedimen dasar yang ada
- Pembagian (distribusi) ukuran butir dari sedimen yang ada
- Banyaknya sedimen dalam waktu tertentu
- Pembagian sedimen secara vertikal dalam sungai.
Data 21

- Floting debris.
(b) Data historis profil melintang sungai dan gejala terjadinya degradasi dan agradasi
sungai dimana lokasi bendung direncanakan dibangun.

2.5.2 Geometrik Sungai

Data geometri sungai yang dibutuhkan berupa bentuk dan ukuran dasar sungai
terdalam, alur palung dan lembah sungai secara vertikal dan horisontal mencakup
parameter-parameter yang disebut di bawah.
- lebar
- kemiringan
- ketinggian
Profil sungai, mencakup profil dasar, tebing alur dan palung sungai. Data tersebut
merupakan data topografi (lihat uraian Data Topografi).

2.6 Data Geologi Teknik

2.6.1 Geologi

Geologi permukaan suatu daerah harus diliput pada peta geologi permukaan. Skala
peta yang harus dipakai adalah:
(a) Peta daerah dengan skala 1:100.000 atau 1:50.000
(b) Peta semidetail dengan skala 1:25.000 atau 1:5.000
(c) Peta detail dengan skala 1:2.000 atau 1:100.
Peta-peta tersebut harus menunjukkan geologi daerah yang bersangkutan, daerah
pengambilan bahan bangunan, detail-detail geologis yang perlu diketahui oleh
perekayasa, seperti: tipe batuan, daerah geser, sesar, daerah pecahan, jurus dan
kemiringan lapisan.
Berdasarkan pengamatan dari sumuran dan paritan uji, perubahan-perubahan yang
terjadi dalam formasi tanah maupun tebal dan derajat pelapukan tanah penutup
(overburden) harus diperkirakan.
22 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

Dalam banyak hal, pemboran mungkin diperlukan untuk secara tepat mengetahui
lapisan dan tipe batuan. Hal ini sangat penting untuk pondasi bendung. Adalah perlu
untuk mengetahui kekuatan pondasi maupun tersedianya batu di daerah sekitar untuk
menentukan lokasi bendung itu sendiri, dan juga untuk keperluan bahan bangunan
yang diperlukan, seperti misalnya agregat untuk beton, batu untuk pasangan atau
untuk batu candi, pasir dan kerikil. Untuk memperhitungkan stabilitas bendung,
kekuatan gempa perlu diketahui.

2.6.2 Data Mekanika Tanah

Cara terbaik untuk memperoleh data tanah pada lokasi bangunan bendung ialah
dengan menggali sumur dan parit uji, karena sumuran dan paritan ini akan
memungkinkan diadakannya pemeriksaan visual dan diperolehnya contoh tanah yang
tidak terganggu. Apabila pemboran memang harus dilakukan karena adanya lapisan
air tanah atau karena dicatat dalam borlog.
Kelulusan tanah harus diketahui agar gaya angkat dan perembesan dapat
diperhitungkan.
Bangunan Bendung 23

3. BAB III
BANGUNAN BENDUNG

3.1 Umum

Lokasi bangunan bendung dan pemilihan tipe yang paling cocok dipengaruhi oleh
banyak faktor, yaitu:
- Tipe, bentuk dan morfologi sungai
- Kondisi hidrolis antara lain elevasi yang diperlukan untuk irigasi
- Topografi pada lokasi yang direncanakan,
- Kondisi geologi teknik pada lokasi,
- Metode pelaksanaan
- Aksesibilitas dan tingkat pelayanan
Faktor-faktor yang disebutkan di atas akan dibicarakan dalam subbab-subbab berikut.
Subbab terakhir akan memberikan tipe-tipe bangunan yang cocok untuk digunakan
sebagai bangunan bendung dalam kondisi yang berbeda-beda.

3.2 Syarat-syarat Penentuan Lokasi Bendung

Aspek yang mempengaruhi dalam pemilihan lokasi bendung adalah :


1. Pertimbangan topografi
2. Kemantapan geoteknik pondasi bendung
3. Pengaruh hidraulik
4. Pengaruh regime sungai
5. Tingkat kesulitan saluran induk
6. Ruang untuk bangunan pelengkap bendung
7. Luas layanan irigasi
8. Luas daerah tangkapan air
9. Tingkat kemudahan pencapaian
10. Biaya pembangunan
24 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

11. Kesepakatan stakeholder (pemangku kepentingan)

1. Pertimbangan Topografi
Lembah sungai yang sempit berbentuk huruf V dan tidak terlalu dalam adalah lokasi
yang ideal untuk lokasi bendung, karena pada lokasi ini volume tubuh bendung dapat
menjadi minimal. Lokasi seperti ini mudah didapatkan pada daerah pegunungan,
tetapi di daerah datar dekat pantai tentu tidak mudah mendapatkan bentuk lembah
seperti ini. Di daerah transisi (middle reach) kadang-kadang dapat ditemukan
disebelah hulu kaki bukit. Sekali ditemukan lokasi yang secara topografis ideal untuk
lokasi bendung, keadaan topografi di daerah tangkapan air juga perlu dicek. Apakah
topografinya terjal sehingga mungkin terjadi longsoran atau tidak. Topografi juga
harus dikaitkan dengan karakter hidrograf banjir, yang akan mempengaruhi kinerja
bendung. Demikian juga topografi pada daerah calon sawah harus dicek. Yang paling
dominan adalah pengamatan elevasi hamparan tertinggi yang harus diairi.
Analisa ketersediaan selisih tinggi energi antara elevasi puncak bendung pada lokasi
terpilih dan elevasi muka air pada sawah tertinggi dengan keperluan energi untuk
membawa air ke sawah tersebut akan menentukan tinggi rendahnya bendung yang
diperlukan. Atau Jika perlu menggeser ke hulu atau ke hilir dari lokasi yang
sementara terpilih. Hal ini dilakukan mengingat tinggi bendung sebaiknya dibatasi 6-
7 m. Bendung yang lebih tinggi akan memerlukan kolam olak ganda (double jump)
2. Kemantapan Geoteknik Pondasi Bendung
Keadaan geoteknik pondasi bendung harus terdiri dari formasi batuan yang baik dan
mantap. Pada tanah aluvial kemantapan pondasi ditunjukkan dengan angka standart
penetration test (SPT) > 40. Bila angka SPT < 40 sedang batuan keras jauh dibawah
permukaan, dalam batas-batas tertentu dapat dibangun bendung dengan tiang
pancang. Namun jika tiang pancang terlalu dalam dan mahal sebaiknya
dipertimbangkan pindah lokasi.
Stratigrafi batuan lebih disukai menunjukkan lapisan miring ke arah hulu. Kemiringan
ke arah hilir akan mudah terjadinya kebocoran dan erosi buluh. Sesar tanah aktif
Bangunan Bendung 25

harus secara mutlak dihindari, sesar tanah pasif masih dapat dipertimbangkan
tergantung justifikasi ekonomis untuk melakukan perbaikan pondasi.
Geoteknik tebing kanan dan kiri bendung juga harus dipertimbangkan terhadap
kemungkinan bocornya air melewati sisi kanan dan kiri bendung. Formasi batuan hilir
kolam harus dicek ketahanan terhadap gerusan air akibat energi sisa air yang tidak
bisa dihancurkan dalam kolam olak.
Akhirnya muara dari pertimbangan geoteknik ini adalah daya dukung pondasi
bendung dan kemungkinan terjadi erosi buluh dibawah dan samping tubuh bendung,
serta ketahanan batuan terhadap gerusan.
3. Pengaruh Hidraulik
Keadaan hidraulik yang paling ideal bila ditemukan lokasi bendung pada sungai yang
lurus. Pada lokasi ini arah aliran sejajar, sedikit arus turbulen, dan kecenderungan
gerusan dan endapan tebing kiri kanan relatif sedikit. Dalam keadaan terpaksa, bila
tidak ditemukan bagian yang lurus, dapat ditolerir lokasi bendung tidak pada bagian
sungai yang lurus betul. Perhatian khusus harus diberikan pada posisi bangunan
pengambilan yang harus terletak pada tikungan luar sungai. Hal ini dimaksudkan agar
pengambilan air irigasi bisa lancar masuk ke intake dengan mencegah adanya
endapan didepan pintu pengambilan. Maksud ini akan lebih ditunjang apabila terdapat
bagian sungai yang lurus pada hulu lokasi bendung.
Kadang-kadang dijumpai keadaan yang dilematis. Semua syarat-syarat pemilihan
lokasi bendung sudah terpenuhi, tetapi syarat hidraulik yang kurang menguntungkan.
Dalam keadaan demikian dapat diambil jalan kompromi dengan membangun bendung
pada kopur atau melakukan perbaikan hidraulik dengan cara perbaikan sungai (river
training). Jika alternatif kopur yang dipilih maka bagian hulu bendung pada kopur
harus lurus dan cukup panjang untuk mendapatkan keadaan hidraulis yang cukup
baik.
4. Pengaruh Regime Sungai
Regime sungai mempunyai pengaruh yang cukup dominan dalam pemilihan lokasi
bendung. Salah satu gambaran karakter regime sungai yaitu adanya perubahan
26 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

geometri sungai baik secara horizontal ke kiri dan ke kanan atau secara vertikal akibat
gerusan dan endapan sungai. Bendung di daerah pegunungan dimana kemiringan
sungai cukup besar, akan terjadi kecenderungan gerusan akibat gaya seret aliran
sungai yang cukup besar. Sebaliknya di daerah dataran dimana kemiringan sungai
relatif kecil akan ada pelepasan sedimen yang dibawa air menjadi endapan tinggi di
sekitar bendung. Jadi dimanapun kita memilih lokasi bendung tidak akan terlepas dari
pengaruh endapan atau gerusan sungai. Kecuali di pegunungan ditemukan lokasi
bendung dengan dasar sungai dari batuan yang cukup kuat, sehingga mempunyai
daya tahan batuan terhadap gerusan air yang sangat besar, maka regime sungai
hampir tidak mempunyai pengaruh terhadap lokasi bendung.
Yang perlu dihindari adalah lokasi dimana terjadi perubahan kemiringan sungai yang
mendadak, karena ditempat ini akan terjadi endapan atau gerusan yang tinggi.
Perubahan kemiringan dari besar menjadi kecil akan mengurangi gaya seret air dan
akan terjadi pelepasan sedimen yang dibawa air dari hulu. Dan sebaliknya perubahan
kemiringan dari kecil ke besar akan mengkibatkan gerusan pada hilir bendung.
Meskipun keduanya dapat diatasi dengan rekayasa hidraulik, tetapi hal yang demikan
tidak disukai mengingat memerlukan biaya yang tinggi.
Untuk itu disarankan memilih lokasi yang relatif tidak ada perubahan kemiringan
sungai.
5. Tingkat Kesulitan Saluran Induk
Lokasi bendung akan membawa akibat arah trace saluran induk. Pada saat lokasi
bendung dipilih dikaki bukit, maka saluran induk biasanya berupa saluran kontur
pada kaki bukit yang pelaksanaannya tidak terlalu sulit. Namun hal ini biasanya
elevasi puncak bendung sangat terbatas, sehingga luas layanan irigasi juga terbatas.
Hal ini disebabkan karena tinggi bendung dibatasi 6-7 m saja.
Untuk mengejar ketinggian dalam rangka mendapatkan luas layanan yang lebih luas,
biasanya lokasi bendung digeser ke hulu. Dalam keadaan demikian saluran induk
harus menyusuri tebing terjal dengan galian yang cukup tinggi. Sejauh galian lebih
kecil 8 m dan timbunan lebih kecil 6 m, maka pembuatan saluran induk tidak terlalu
Bangunan Bendung 27

sulit. Namun yang harus diperhatikan adalah formasi batuan di lereng dimana saluran
induk itu terletak. Batuan dalam volume besar dan digali dengan teknik peledakan
akan mengakibatkan biaya yang sangat mahal, dan sebisa mungkin dihindari. Jika
dijumpai hal yang demikian, lokasi bendung digeser sedikit ke hilir untuk
mendapatkan solusi yang kompromistis antara luas area yang didapat dan kemudahan
pembuatan saluran induk.
6. Ruang untuk Bangunan Pelengkap Bendung
Meskipun dijelaskan dalam butir 1 bahwa lembah sempit adalah pertimbangan
topografis yang paling ideal, tetapi juga harus dipertimbangkan tentang perlunya
ruangan untuk keperluan bangunan pelengkap bendung. Bangunan tersebut adalah
kolam pengendap, bangunan kantor dan gudang, bangunan rumah penjaga pintu,
saluran penguras lumpur, dan komplek pintu penguras, serta bangunan pengukur
debit. Kolam pengendap dan saluran penguras biasanya memerlukan panjang
300 - 500 m dengan lebar 40 - 60 m, diluar tubuh bendung. Lahan tambahan
diperlukan untuk satu kantor, satu gudang dan 2-3 rumah penjaga bendung.
Pengalaman selama ini sebuah rumah penjaga bendung tidak memadai, karena
penghuni tunggal akan terasa jenuh dan cenderung meninggalkan lokasi.
7. Luas Layanan Irigasi
Lokasi bendung harus dipilih sedemikian, sehingga luas layanan dan pengembangan
irigasi dapat layak. Lokasi bendung kearah hulu akan mendapatkan luas layanan
cenderung lebih besar dari hilir bendung. Namun demikian justifikasi dilakukan untuk
mengecek hubungan antara tinggi luas layanan irigasi. Beberapa bendung yang sudah
definitif, kadang-kadang dijumpai penurunan 1 m, yang dapat menghemat biaya
pembangunan hanya mengakibatkan pengurangan luas beberapa puluh hektar saja.
Oleh karena itu kajian tentang kombinasi tinggi bendung dan luas layanan irigasi
perlu dicermati sebelum diambil keputusan final.
8. Luas Daerah Tangkapan Air
Pada sungai bercabang lokasi bendung harus dipilih sebelah hulu atau hilir cabang
anak sungai. Pemilihan sebelah hilir akan mendapatkan daerah tangkapan air yang
28 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

lebih besar, dan tentunya akan mendapatkan debit andalan lebih besar, yang
muaranya akan mendapatkan potensi irigasi lebih besar. Namun pada saat banjir
elevasi deksert harus tinggi untuk menampung banjir 100 tahunan ditambah tinggi
jagaan (free board) atau menampung debit 1.000 tahunan tanpa tinggi jagaan.
Lokasi di hulu anak cabang sungai akan mendapatkan debit andalan dan debit banjir
relatip kecil, namun harus membuat bangunan silang sungai untuk membawa air di
hilirnya. Kajian teknis, ekonomis, dan sosial harus dilakukan dalam memilih lokasi
bendung terkait dengan luas daerah tangkapan air.
9. Tingkat Kemudahan Pencapaian
Setelah lokasi bendung ditetapkan secara definitif, akan dilanjutkan tahap
perencanaan detail, sebagai dokumen untuk pelaksanaan implementasinya. Dalam
tahap pelaksanaan inilah dipertimbangkan tingkat kemudahan pencapaian dalam
rangka mobilisasi alat dan bahan serta demobilisasi setelah selesai pelaksanaan fisik.
Memasuki tahap operasi dan pemeliharaan bendung, tingkat kemudahan pencapaian
juga amat penting. Kegiatan pemeliharaan, rehabilitasi, dan inspeksi terhadap
kerusakan bendung memerlukan jalan masuk yang memadai untuk kelancaran
pekerjaan.
Atas dasar pertimbangan tersebut maka dalam menetapkan lokasi bendung harus
dipertimbangkan tingkat kemudahan pencapaian lokasi.
10. Biaya Pembangunan
Dalam pemilihan lokasi bendung, perlu adanya pertimbangan pemilihan beberapa
alternatif, dengan memperhatikan adanya faktor dominan. Faktor dominan tersebut
ada yang saling memperkuat dan ada yang saling melemahkan. Dari beberapa
alternatif tersebut selanjutnya dipertimbangkan metode pelaksanaannya serta
pertimbangan lainnya antara lain dari segi O & P. Hal ini antara lain akan
menentukan besarnya biaya pembangunan. Biasanya biaya pembangunan ini adalah
pertimbangan terakhir untuk dapat memastikan lokasi bendung dan layak
dilaksanakan.
Bangunan Bendung 29

11. Kesepakatan Stakeholder (Pemangku Kepentingan)


Sesuai amanat dalam UU No. 7/2004 tentang Sumber Daya Air dan Peraturan
Pemerintah No. 20/2006 tentang Irigasi bahwa keputusan penting dalam
pengembangan sumberdaya air atau irigasi harus didasarkan kesepakatan pemangku
kepentingan lewat konsultasi publik. Untuk itu keputusan mengenai lokasi
bendungpun harus dilakukan lewat konsultasi publik, dengan menyampaikan seluas-
luasnya mengenai alternatif-alternatif lokasi, tinjauan dari aspek teknis, ekonomis,
dan sosial. Keuntungan dan kerugiannya, dampak terhadap para pemakai air di hilir
bendung, keterpaduan antar sektor, prospek pemakaian air di masa datang harus
disampaikan pada pemangku kepentingan terutama masyarakat tani yang akan
memanfaatkan air irigasi.
Rekomendasi Syarat Pemilihan Lokasi Bendung sebagai berikut:
1. Topografi: dipilih lembah sempit dan tidak terlalu dalam dengan
mempertimbangkan topografi di daerah tangkapan air maupun daerah layanan
irigasi
2. Geoteknik: dipilih dasar sungai yang mempunyai daya dukung kuat, stratigrafi
lapisan batuan miring ke arah hulu, tidak ada sesar aktif, tidak ada erosi buluh,
dan dasar sungai hilir bendung tahan terhadap gerusan air. Disamping itu
diusahakan keadaan batuan tebing kanan dan kiri bendung cukup kuat dan stabil
serta relatif tidak terdapat bocoran samping.
3. Hidraulik: dipilih bagian sungai yang lurus. Jika bagian sungai lurus tidak
didapatkan, lokasi bendung ditolerir pada belokan sungai; dengan syarat posisi
bangunan intake harus terletak pada tikungan luar dan terdapat bagian sungai
yang lurus di hulu bendung. Jika yang terakhir inipun tidak terpenuhi perlu
dipertimbangkan pembuatan bendung di kopur atau dilakukan rekayasa perbaikan
sungai (river training).
4. Regime sungai: Hindari lokasi bendung pada bagian sungai dimana terjadi
perubahan kemiringan sungai secara mendadak, dan hindari bagian sungai dengan
30 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

belokan tajam. Pilih bagian sungai yang lurus mempunyai kemiringan relatif tetap
sepanjang penggal tertentu.
5. Saluran induk: Pilih lokasi bendung sedemikian sehingga pembangunan saluran
induk dekat bendung tidak terlalu sulit dan tidak terlalu mahal. Hindari trace
saluran menyusuri tebing terjal apalagi berbatu. Usahakan ketinggian galian
tebing pada saluran induk kurang dari 8 m dan ketinggian timbunan kurang dari
6 m.
6. Ruang untuk bangunan pelengkap: Lokasi bendung harus dapat menyediakan
ruangan untuk bangunan pelengkap bendung, utamanya untuk kolam pengendap
dan saluran penguras dengan panjang dan lebar masing-masing kurang lebih 300
– 500 m dan 40 – 60 m.
7. Luas layanan irigasi: Lokasi bendung harus sedemikian sehingga dapat
memberikan luas layanan yang memadai terkait dengan kelayakan sistem irigasi.
Elaborasi tinggi bendung (yang dibatasi sampai dengan 6 – 7 m), menggeser
lokasi bendung ke hulu atau ke hilir, serta luas layanan irigasi harus dilakukan
untuk menemukan kombinasi yang paling optimal.
8. Luas daerah tangkapan air: Lokasi bendung harus dipilih dengan
mempertimbangkan luas daerah tangkapan, terkait dengan debit andalan yang
didapat dan debit banjir yang mungkin terjadi menghantam bendung. Hal ini
harus dikaitkan dengan luas layanan yang didapat dan ketinggian lantai layanan
dan pembangunan bangunan melintang anak sungai (Jika ada).
9. Pencapaian mudah: Lokasi bendung harus relatif mudah dicapai untuk keperluan
mobilisasi alat dan bahan saat pembangunan fisik maupun operasi dan
pemeliharaan. Kemudahan melakukan inspeksi oleh aparat pemerintah juga harus
dipertimbangkan masak-masak.
10. Biaya pembangunan yang efisien : dari berbagai alternatif lokasi bendung dengan
mempertimbangkan faktor-faktor yang dominan, akhirnya dipilih lokasi bendung
yang biaya konstruksinya minimal tetapi memberikan ouput yang optimal.
Bangunan Bendung 31

11. Kesepakatan stakeholder: apapun keputusannya, yang penting adalah kesepakatan


antar pemangku kepentingan lewat konsultasi publik. Untuk itu
direkomendasikan melakukan sosialisasi pemilihan lokasi bendung.
Ada beberapa karakteristik sungai yang perlu dipertimbangkan agar dapat diperoleh
perencanaan bangunan bendung yang baik. Beberapa di antaranya adalah: kemiringan
dasar sungai, bahan-bahan dasar dan morfologi sungai. Diandaikan bahwa jumlah air
yang mengalir dan distribusinya dalam waktu bertahun-tahun telah dipelajari dan
dianggap memadai untuk kebutuhan irigasi.

3.2.1 Kemiringan Dasar Sungai dan Bahan Dasar

Kemiringan dasar sungai bisa bervariasi dari sangat curam sampai hampir datar di
dekat laut. Dalam beberapa hal, ukuran bahan dasar akan bergantung kepada
kemiringan dasar. Gambar 3-1 memberikan ilustrasi berbagai bagian sungai
berkenaan dengan kemiringan ini.
Di daerah pegunungan, kemiringan sungai curam dan bahan-bahan dasar berkisar
antara batu-batu sangat besar sampai pasir. Batu berdiameter sampai 1000 mm bisa
hanyut selama banjir besar dan berhenti di depan pengambilan serta mengganggu
berfungsinya bangunan pengambilan.
Di daerah-daerah aliran sungai dimana terdapat kegiatan gunung api, banjir besar
dapat menghanyutkan endapan bahan-bahan volkanik menjadi banjir lahar. Dalam
perencanaan bangunan, lahar ini tidak dapat diperhitungkan, tindakan-tindakan
mencegah terjadinya banjir lahar demikian sebaiknya diambil di tempat lain.
32 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

Gambar 3-1. Ruas-Ruas Sungai

Gambar 3-2. Akibat Banjir Lahar

Selain lahar, daerah-daerah yang mengandung endapan vulkanik dapat menghasilkan


bahan-bahan sedimen yang berlebihan untuk jangka waktu lama.
Bangunan Bendung 33

Di daerah-daerah gunung api muda (Jawa, Sumatera dan Bali), tinggi dasar ruas-ruas
sungai yang curam biasanya belum stabil dan degredasi atau agradasi umumnya
tinggi.
Kecenderungan degradasi mungkin untuk sementara waktu berbalik menjadi agradasi,
jika lebih banyak lagi sedimen masuk ke dasar sungai setelah terjadi tanah longsor
atau banjir lahar di sepanjang sungai bagian atas.

Gambar 3-3. Agradasi dan Degradasi

Sungai-sungai yang sudah stabil dapat dijumpai di daerah-daerah gunung atau gunung
api tua dan pengaruh dari gejala-gejala agradasi atau degradasi terhadap tinggi dasar
sungai tidak akan tampak sepanjang umur proyek. Gunung-gunung yang lebih tua
terdapat di Kalimantan, Sulawesi dan Irian Jaya serta di pulau-pulau lain yang lebih
kecil di seluruh kepulauan Nusantara.
Terdapatnya batu singkapan atau rintangan alamiah berupa batu-batu besar dapat
menstabilkan tinggi dasar sungai sampai beberapa kilometer di sebelah hulu, cek ini
penting sehubungan dengan degradasi. Apabila di dasar sungai terdapat cek dam
alamiah berupa batu besar, maka stabilitas dam tersebut selama terjadi banjir besar
hendaknya diselidiki, sebab kegagalan akan berakibat degradasi yang cepat di sebelah
hulu.
34 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

Kadang-kadang lapisan konglomerat sementasi merupakan cek di sungai. Lapisan-


lapisan konglomerat ini rawan terhadap abrasi cepat oleh bahan-bahan sedimen keras
yang bergerak di sungai. Lapisan ini dapat menghilang sebelum umur bangunan yang
diharapkan lewat.
Di luar daerah pegunungan kemiringan dasar sungai akan menjadi lebih kecil dan
bahan-bahan sedimen dasarnya terdiri dari pasir, kerikil dan batu kali. Potongan dasar
sungai yang dalam bisa merupakan petunjuk bahwa degradasi sedang terjadi atau
bahwa dasar tersebut telah mencapai tinggi yang seimbang. Hal ini hanya dapat
dipastikan bila keadaan tersebut telah berlangsung lama.
Jika dasar sungai menjadi dangkal atau lebar, terisi pasir dan kerikil, maka hal ini
dapat dijadikan petunjuk bahwa dasar tersebut sedang mengalami agradasi secara
berangsur-angsur.
Dam atau rintangan alamiah (lihat Gambar 3-4.) yang ada akan menjaga kestabilan
dasar sungai sampai ruas tertentu, sedangkan sebelah hilir atau hulu ruas tersebut
mengalami degradasi atau agradasi.

Gambar 3-4. Pengaruh Rintangan (Cek) Alamiah

Pekerjaan-pekerjaan pengaturan sungai, seperti sodetan meander dan pembuatan krib


atau lindungan tanggul, juga akan mempengaruhi gerak dasar sungai. Pada umumnya
pekerjaan-pekerjaan ini akan menyebabkan degradasi dasar sungai akibat kapasitas
angkutnya bertambah.
Dasar sungai di ruas bawah akan terdiri dari pasir sedang dan halus, mungkin dengan
lapisan lanau dan lempung.
Bangunan Bendung 35

Apabila sungai mengalir ke laut atau danau, maka kemiringan dasarnya kecil, dan
tergantung pada banyaknya sedimen yang diangkut oleh sungai itu, sebuah delta
dapat terbentuk.
Terbentuknya delta merupakan pertanda pasti bahwa ruas bawah sungai dalam
keadaan agradasi.

kerucut aluvial
delta laut

laut

Gambar 3-5. Terbentuknya Delta

3.2.2 Morfologi Sungai

Apabila tanggul sungai terdiri dari batu, konglomerat sementasi atau batu-batu, maka
dapat diandaikan bahwa sungai itu stabil dengan dasarnya yang sekarang.
Jika dasar sungai penuh dengan batu-batu dan kerikil-kerikil, maka arah sungai tidak
akan tetap dan palung kecil akan berpindah-pindah selama terjadi banjir besar.
Vegetasi alamiah bisa membuat tanggul menjadi stabil. Tanggul yang tidak ditumbuhi
pepohonan dan semak belukar akan mudah terkena erosi.
Sebaliknya, di daerah-daerah lahar tanggul-tanggul batu yang stabil dapat terkikis dan
palung besar yang lebar bisa terbentuk di sungai itu.
36 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

Dalam keadaan aslinya, hanya sedikit saja sungai yang lurus sampai jarak yang jauh.
Bahkan pada ruas lurus mungkin terdapat pasir, kerikil atau bongkah-bongkah batu.
Kecenderungan alamiah suatu sungai yang mengalir melalui daerah-daerah endapan
alluvial adalah terjadinya meandering atau anyaman (braiding), tergantung apakah
terbentuk alur tunggal atau beberapa alur kecil. Bahkan pada ruas yang berbeda dapat
terbentuk meander dan anyaman.

tanggul stabil

il
g kec
palun

tanggul stabil

dasar
palung kecil stabil
berpindah

Gambar 3-6. Morfologi Sungai

Biasanya terdapat lebar tertentu di sungai tempat di sepanjang sungai yang


merupakan batas meander. Ini disebut batas meander. Besarnya batas meander ini
merupakan data penting perencanaan tanggul banjir di sepanjang sungai.

batas meander

tanggul stabil
sungai bermeander sungai berayam

Gambar 3-7. Sungai Bermeander dan Terowongan


Bangunan Bendung 37

Untuk perencanaan bangunan utama, kita perlu mengetahui apakah meander di lokasi
bangunan yang direncana stabil atau rawan terhadap erosi selama terjadi banjir.
Apabila tersedia peta-peta foto udara lama, maka peta-peta ini akan diperiksa dengan
seksama guna membuat penyesuaian-penyesuaian morfologi sungai.
Penduduk setempat mungkin dapat memberikan keterangan yang bermanfaat
mengenai stabilitas tanggul sungai.
Pada waktu mengevaluasi stabilitas tanggul sungai, naiknya muka air setelah
selesainya pelaksanaan bangunan bendung harus diperhitungkan. Ada satu hal yang
harus mendapat perhatian khusus, yakni apakah vegetasi yang ada mampu bertahan
hidup pada muka air tinggi, atau akan lenyap beberapa waktu kemudian. Tindakan-
tindakan apa saja yang akan diambil guna mempertahankan stabilitas tanggul?
Ruas-ruas yang teranyam tidak akan memberikan kondisi yang baik untuk
perencanaan dan pelaksanaan pekerjaan bendung, karena aliran-aliran rendah tersebut
akan tersebar di dasar sungai lebar yang terdiri dari pasir.
Ruas-ruas demikian sebaiknya dihindari, Jika mungkin, atau dipilih bagian yang
sempit dengan aliran alur yang terkonsentrasi.
Sungai-sungai tertentu mempunyai bantaran pada ruas-ruas yang landai yang akan
tergenang banjir beberapa kali setiap tahunnya. Di sepanjang sungai mungkin
terbentuk tanggul-tanggul rendah alamiah akibat endapan pasir halus dan lanau.
Selama banjir besar tanggul-tanggul ini bisa bobol dan mengakibatkan arah dasar
sungai berubah sama sekali.

3.3 Muka Air

Muka air rencana di depan pengambilan bergantung pada:


(1) elevasi muka air yang diperlukan untuk irigasi (eksploitasi normal)
(2) beda tinggi energi pada kantong lumpur yang diperlukan untuk membilas
sedimen dari kantong
(3) beda tinggi energi pada bangunan pembilas yang diperlukan untuk membilas
sedimen dekat pintu pengambilan.
38 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

(4) beda tinggi energi yang diperlukan untuk meredam energi pada kolam olak.
Untuk elevasi muka air yang diperlukan, tinggi, kedalaman air dan kehilangan tinggi
energi berikut harus dipertimbangkan:
- elevasi sawah yang akan diairi
- kedalaman air di sawah
- kehilangan tinggi energi di saluran dan boks tersier
- kehilangan tinggi energi di bangunan sadap tersier
- variasi muka air untuk eksploitasi di jaringan primer
- panjang dan kemiringan saluran primer
- kehilangan tinggi energi pada bangunan-bangunan di jaringan primer sipon,
pengatur, flum, dan sebagainya
- kehilangan tinggi energi di bangunan utama

3.4 Topografi

Topografi pada lokasi yang direncanakan sangat mempengaruhi perencanaan dan


biaya pelaksanaan bangunan utama:
harus cukup tempat di tepi sungai untuk membuat kompleks bangunan utama
termasuk kantong lumpur dan bangunan pembilas.
Topografi sangat mempengaruhi panjang serta tata letak tanggul banjir dan tanggul
penutup, Jika ini diperlukan
Topografi harus dipelajari untuk membuat perencanaan trase saluran primer yang
tidak terlalu mahal.

3.5 Kondisi Geologi Teknik

Yang paling penting adalah pondasi bangunan utama. Daya dukung dan kelulusan
tanah bawah merupakan hal-hal penting yang sangat berpengaruh terhadap
perencanaan bangunan utama besar sekali.
Bangunan Bendung 39

Masalah-masalah lain yang harus diselidiki adalah kekuatan bahan terhadap erosi,
tersedianya bahan bangunan (sumber bahan timbunan) serta parameter-parameter
tanah untuk stabilitas tanggul.

3.6 Metode Pelaksanaan

Metode pelaksanaan akan dipertimbangkan juga dalam pemilihan lokasi yang cocok
pada tahap awal penyelidikan.
Pada Gambar 3-8 diberikan 2 alternatif pelaksanaan yang biasa diterapkan yaitu:
(a) pelaksanaan di sungai
(b) pelaksanaan pada sodetan/kopur di samping sungai
Lokasi yang dipilih harus cocok dengan metode pelaksanaan dan pekerjaan-pekerjaan
sementara yang dibutuhkan.
Pekerjaan-pekerjaan sementara yang harus dipertimbangkan adalah:
- Kemungkinan pembuatan saluran pengelak
Saluran pengelak akan dibuat jika konstruksi dilaksanakan di dasar sungai yang
dikeringkan. Kemudian aliran sungai akan dibelokkan untuk sementara.
- Bendungan sementara
Bendungan sementara (cofferdam) adalah bangunan sementara di sungai untuk
melindungi lokasi pekerjaan.
- Tempat kerja (construction pit)
Tempat kerja adalah tempat dimana bangunan akan dibuat. Biasanya lokasi cukup
dalam dan perlu dijaga tetap kering dengan jalan memompa air di dalamnya.
- Kopur (sudetan)
Jika pekerjaan dilakukan di luar alur sungai di tempat yang kering dan dilakukan
dengan memintas (disodet), maka ini disebut kopur, dimana lengan sungai lama
kemudian harus ditutup.
- Dewatering (pengeringan air permukaan dan penurunan muka air tanah)
- Tanggul penutup
40 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

Tanggul penutup diperlukan untuk menutup saluran pengelak atau lengan sungai
lama setelah pelaksanaan konstruksi bendung pengelak selesai.

3.7 Aksesibilitas dan Tingkat Pelayanan

Kemudahan transportasi, sarana dan prasarana menuju lokasi bangunan akan sangat
membantu dalam persiapan pelaksanaan pekerjaan, pelaksanaan pembangunan
bendung maupun dalam melaksanakan kegiatan operasi dan pemeliharaan bila
bangunan bendung telah selesai dibangun dan mulai dioperasikan.

3.8 Tipe Bangunan

3.8.1 Umum

Bangunan dapat digolongkan menjadi dua, yakni bangunan yang mempengaruhi dan
yang tidak mempengaruhi muka air hulu.
Termasuk dalam kategori pertama adalah bendung pelimpah dan bendung gerak.
Kedua tipe tersebut mampu membendung air sampai tinggi minimum yang
diperlukan. Pintu bendung gerak mempunyai pintu yang dapat dibuka selama banjir
guna mengurangi tinggi pembendungannya. Bendung pelimpah tidak bisa
mengurangi tinggi muka air hulu sewaktu banjir.

alternatif A alternatif B

bendung gerak
sodetan

bendung

tanggul
ruang kerja penutup

sungai lama
tanggul tanggul sementara
sementara tahap ke-2

Gambar 3-8. Metode Pelaksanaan Alternatif


Bangunan Bendung 41

Kategori bangunan kedua meliputi pengambilan bebas, pompa dan bendung saringan
bawah. Tak satu pun dari tipe-tipe bangunan ini yang mempengaruhi muka air.
Semua bangunan ini dapat dibuat dari pasangan batu atau beton, atau campuran kedua
bahan ini yang masing-masing bahan bangunannya mempengaruhi bentuk dan
perencanaan bangunan tersebut.
Bahan-bahan lain jarang dipakai di Indonesia dan tidak akan dibicarakan di sini.
(i) Pasangan batu
Sampai saat ini pasangan batu dilaksanakan dengan cara tidak standar dan belum
ditemukan cara mengontrol kekuatan pasangan batu. Kualitas pasangan batu kali
sangat ditentukan oleh komposisi campuran dan kerapatan adukan dalam speci
antar batu. Hal ini sangat dipengaruhi oleh tingkat kedisiplinan tukang dalam
merocok adukan dan tingkat kejujuran pengawas lapangan. Perilaku tukang dan
pengawas yang kurang memadai dapat mengakibatkan rendahnya mutu pasangan
batu kali.
Pasangan batu kali dapat dipakai pada bangunan melintang sungai dengan syarat-
syarat batasan sebagai berikut :
a. Tinggi bendung maksimum 3 m
b. Lebar sungai maksimum 30 m
c. Debit sungai per satuan lebar dengan periode ulang 100 tahun maksimum 8
m3/dt/m.
d. Tinggi tembok penahan tanah maksimum 6 m
Bangunan atau bagian bangunan diluar syarat-syarat batasan di atas akan
memakai material lain misalnya beton, yang tentunya memerlukan biaya lebih
mahal, namun lebih memberikan jaminan kualitas dan keamanan bangunan.
Pasangan batu akan dipakai apabila bahan bangunan ini (batu-batu berukuran
besar) dapat ditemukan di atau dekat daerah itu.
Permukaan bendung yang terkena abrasi langsung dengan air dan pasir, biasanya
dilindungi dengan lapisan batu keras yang dipasang rapat-rapat. Batu ini disebut
42 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

batu candi, yaitu batu-batu yang dikerjakan dengan tangan dan dibentuk seperti
kubus agar dapat dipasang serapat mungkin.
(ii) Beton
Di Indonesia beton digunakan untuk bendung pelimpah skala besar dan tinggi
melebihi syarat-syarat batasan seperti tersebut dalam butir (i). Meskipun
biayanya tinggi, tetapi lebih memberikan jaminan kualitas dan keamanan
bangunan. Hal ini bisa tercapai karena prosedur pelaksanaan dan kontrol
kekuatan bahan mengacu pada standar yang sudah baku. Di samping itu di
daerah-daerah dimana tidak terdapat batu yang cocok untuk konstruksi pasangan
batu, beton merupakan alternatif.
(iii) Beton Komposit
Bendung skala besar dan/atau tinggi melebihi batasan syarat-syarat dalam butir
(i) yang terbuat dari beton, akan memerlukan biaya yang mahal mengingat
volumenya yang besar. Dalam hal demikian tanpa mengurangi syarat-syarat
keamanan struktur bangunan diperbolehkan menggunakan beton komposit, yaitu
struktur beton yang di dalam tubuhnya diisi dengan pasangan batu kali.
Tebal lapisan luar beton minimal 60 cm.

3.8.2 Bangunan Pengatur Muka Air

Bendung Pelimpah
Tipe bangunan bendung yang paling umum dipakai di Indonesia adalah bendung
pelimpah. Bendung ini dibuat melintang sungai untuk menghasilkan elevasi air
minimum agar air tersebut bisa dielakkan. Perencanaan hidrolis, bendung pelimpah
akan dibicarakan secara rinci pada Bab VI.
Bendung Gerak
Dengan pintu-pintunya (pintu sorong, pintu radial dan sebagainya), bendung gerak
dapat mengatur muka air di sungai. Di daerah-daerah aluvial yang datar dimana
meningginya muka air di sungai mempunyai konsekuensi yang luas (tanggul banjir
yang panjang), pemakaian konstruksi bendung gerak dibenarkan. Karena
Bangunan Bendung 43

menggunakan bagian-bagian yang bergerak, seperti pintu dengan peralatan angkatnya


bendung tipe ini menjadi konstruksi yang mahal dan membutuhkan eksploitasi yang
lebih teliti.
Penggunaan bendung gerak dapat dipertimbangkan jika:
- kemiringan dasar sungai kecil/relatif datar
- peninggian dasar sungai akibat konstruksi bendung tetap tidak dapat diterima
karena ini akan mempersulit pembuangan air atau membahayakan pekerjaan
sungai yang telah ada akibat meningginya muka air.
- debit banjir tidak bisa dilewatkan dengan aman melalui bendung tetap
- pondasi kuat: pilar untuk pintu harus kaku dan penurunan tanah akan
menyebabkan pintu-pintu itu tidak dapat dioperasikan.
Bendung Karet
Bendung karet pada dasarnya adalah bendung gerak horisontal yang mengatur muka
air dengan mengembangkan dan mengempiskan tubuh bendung yang terbuat dari
tabung karet yang berisi udara atau air. Udara atau air dimasukkan dari instalasi
pompa udara atau air yang terletak tidak jauh dari lokasi bendung melalui pipa.
Bangunan ini memerlukan eksploitasi yang teliti dan mahal.
Dalam merencanakan bendung karet perlu diperhatikan persyaratan penting yang
harus diikuti yaitu :
(1) Kondisi aliran sungai tidak mengangkut sedimen kasar, tidak mengangkut
sampah yang besar dan keras, serta tidak mengandung limbah kimia yang dapat
bereaksi dengan karet.
(2) Sungai memiliki aliran subkritik dan tidak terjadi sedimentasi yang berat
sehingga mengganggu mekanisme kembang kempisnya karet.
(3) Bahan tabung karet harus terbuat dari material yang elastis, kuat, tahan lama dan
tidak mudah terabrasi.
(4) Pemilihan bahan karet baik jenis kekuatan maupun dimensi disesuaikan dengan
kemampuan produsen untuk menyediakannya.
(5) Harus aman dari gangguan publik dan aman dari sengatan matahari
44 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

(6) Perencanaan operasi dan pemeliharaan yang rinci dan ketat.

3.8.3 Bangunan-Bangunan Muka Air Bebas

(a) Pengambilan Bebas


Bangunan pengambilan bebas langka dipakai karena persyaratan untuk
berfungsinya bangunan tersebut dengan baik sangat sulit dipenuhi.
Persyaratan ini adalah:
- kebutuhan pengambilan kecil dibandingkan dengan debit sungai andalan
- kedalaman dan selisih tinggi energi yang cukup untuk pengelakan pada aliran
normal
- tanggul sungai yang stabil pada lokasi bangunan pengambilan
- bahan dasar yang kecil pada pengambilan dan sedikit bahan layang
Agar sedimen yang masuk tetap minimal, pengambilan sebaiknya dibuat di
ujung tikungan luar sungai untuk memanfaatkan aliran helikoidal. Kadang-
kadang pula dibuat kantong lumpur atau pengelak sedimen di hilir pengambilan.
Karena persyaratan-persyaratan yang disebutkan di atas, biasanya pengambilan
bebas dijumpai di ruas sungai dimana kemiringan sungai curam; dasar tanggul
sungai stabil (batu keras).
(b) Pompa
Pompa merupakan metode yang fleksibel untuk mengelakkan air dari sungai.
Tetapi, karena biaya energinya mahal (biasanya bahan bakar atau listrik), pompa
akan digunakan hanya apabila pemecahan berdasarkan gravitasi tidak mungkin
serta analisis untung-rugi menunjukkan bahwa instalasi pompa memang layak.
Dalam keadaan khusus ada dua tipe pompa yang mungkin dipakai. Kedua tipe
ini tidak bergabung pada bahan bakar atau listrik. Tipe-tipe tersebut adalah:
(a) Pompa naik hidrolis (hydraulic ram pump), yang bekerja atas dasar
momentum aliran air dan dengan cara itu pompa dapat menaikkan sedikit
dari air tersebut. Karena jumlah air yang dinaikkan sedikit.
Tipe pompa ini umumnya hanya digunakan untuk memompa air minum.
Bangunan Bendung 45

(b) Pompa yang digerakkan dengan air terjun.


Di dasar pipa (shaft) vertikal dipasang sebuah rotor dimana air terjun
menyebabkan pipa berputar. Di atas terdapat pompa kecil yang menaikkan
air sedikit saja.
(c) Bendung Saringan Bawah
Bendung saringan bawah atau Tiroller mengelakkan air lewat dasar sungai. Flum
yang dipasang tegak lurus terhadap dasar sungai mengelakkan air melalui tepi
sungai. Flum tersebut dipasangi saringan yang jerujinya searah dengan aliran
sungai. Saringan itu akan menghalangi masuknya bahan-bahan sedimen kasar di
dasar sungai (untuk potongan melintang tipe bendung ini lihat Gambar 1-2.).
Bahan-bahan yang lebih halus harus dipisahkan dengan konstruksi pengelak
sedimen yang ada di belakang bangunan bendung. Perencanaan saringan bawah
harus mendapat perhatian yang sungguh-sungguh, karena hal ini akan
menentukan berfungsinya bangunan dengan baik.
Tipe bendung ini terutama cocok digunakan di daerah pegunungan. Karena
hampir tidak mempunyai bagian yang memerlukan eksploitasi, bangunan ini
dapat bekerja tanpa pengawasan. Juga, penggunaan saringan bawah ini sangat
menguntungkan di bagian sungai yang kemiringannya curam dengan bahan
sedimen yang lebih besar.
Karena bendungan saringan bawah tidak mempunyai bagian yang merupakan
penghalang aliran sungai dan bahan dasar kasar, maka bendung ini tidak mudah
rusak akibat hempasan batu-batu bongkah yang diangkut aliran. Batu-batu ini
akan lolos begitu saja ke hilir sungai.
46 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama
Perencanaan Hidrolis 47

4. BAB IV
PERENCANAAN HIDROLIS

4.1 Umum

Perencanaan hidrolis bagian-bagian pokok bangunan utama akan dijelaskan dalam


subbab-subbab berikut ini. Perencanaan tersebut mencakup tipe-tipe bangunan yang
telah dibicarakan dalam subbab-subbab terdahulu, yakni:
- bendung pelimpah
- bendung mekanis
- bendung karet
- pengambilan bebas
- pompa dan
- bendung saringan bawah
Di sini akan diberikan kriteria hidrolis untuk bagian-bagian dari tipe bangunan yang
dipilih dan sebagai referensi tambahan dapat digunakan SNI 03-1724-1989, SNI 03-
2401-1991.

4.2 Bendung Pelimpah

4.2.1 Lebar Bendung

Lebar bendung, yaitu jarak antara pangkal-pangkalnya (abutment), sebaiknya sama


dengan lebar rata-rata sungai pada bagian yang stabil. Di bagian ruas bawah sungai,
lebar rata-rata ini dapat diambil pada debit penuh (bankful discharge) di bagian ruas
atas mungkin sulit untuk menentukan debit penuh. Dalam hal ini banjir mean tahunan
dapat diambil untuk menentukan lebar rata-rata bendung.
Lebar maksimum bendung hendaknya tidak lebih dari 1,2 kali lebar rata-rata sungai
pada ruas yang stabil.
48 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

Untuk sungai-sungai yang mengangkut bahan-bahan sedimen kasar yang berat, lebar
bendung tersebut harus lebih disesuaikan lagi terhadap lebar rata-rata sungai, yakni
jangan diambil 1,2 kali lebar sungai tersebut.
Agar pembuatan bangunan peredam energi tidak terlalu mahal, maka aliran per satuan
lebar hendaknya dibatasi sampai sekitar 12-14 m3/dt.m1, yang memberikan tinggi
energi maksimum sebesar 3,5 – 4,5 m (lihat Gambar 4-1.)
Lebar efektif mercu (Be) dihubungkan dengan lebar mercu yang sebenarnya (B),
yakni jarak antara pangkal-pangkal bendung dan/atau tiang pancang, dengan
persamaan berikut:
Be = B – 2 (nKp + K a) H1 .......................................................................... 4-1
dimana:
n = jumlah pilar
Kp = koefisien kontraksi pilar
Ka = koefisien kontraksi pangkal bendung
H1 = tinggi energi, m
Harga-harga koefisien Ka dan Kp diberikan pada Tabel 4-1.
Perencanaan Hidrolis 49

I II

H1
pembilas

B1 B2 B3

II B1e B2e Bs

H1

Ka.H1
ka.H1

Kp.H1 Kp.H1 Kp.H1 Kp.H1

Bs = 0.8Bs

B = B1 + B2 + B3
Be = B1e + B2e + Bs

Gambar 4-1. Lebar Efektif Mercu

Tabel 4-1. Harga-Harga Koefisien Ka dan Kp

Bentuk Pilar Kp
Untuk pilar berujung segi empat dengan sudut-sudut yang dibulatkan pada jari-jari 0,02
yang hampir sama dengan 0,1 dari tebal pilar
Untuk pilar berujung bulat 0,01
Untuk pilar berujung runcing 0

Bentuk Pangkal Tembok Ka


0
Untuk pangkal tembok segi empat dengan tembok hulu pada 90 ke arah aliran 0,20
0
Untuk pangkal tembok bulat dengan tembok hulu pada 90 ke arah aliran dengan 0,10
0,5 H1> r > 0,15 H1
Untuk pangkal tembok bulat dimana r > 0,5 H1 dan tembok hulu tidak lebih dari 0
450 ke arah aliran
50 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

Dalam memperhitungkan lebar efektif, lebar pembilas yang sebenarnya (dengan


bagian depan terbuka) sebaiknya diambil 80% dari lebar rencana untuk
mengkompensasi perbedaan koefisiensi debit dibandingkan dengan mercu bendung
itu sendiri (lihat Gambar 4-1.).

4.2.2 Perencanaan Mercu

Di Indonesia pada umumnya digunakan dua tipe mercu untuk bendung pelimpah :
tipe Ogee dan tipe bulat (lihat Gambar 4-2.).

R1 R
2
R

mercu tipe ogee mercu tipe bulat

Gambar 4-2. Bentuk-Bentuk Mercu


Gambar 4.2 Bentuk-bentuk mercu

Kedua bentuk mercu tersebut dapat dipakai baik untuk konstruksi beton maupun
pasangan batu atau bentuk kombinasi dari keduanya.
Kemiringan maksimum muka bendung bagian hilir yang dibicarakan di sini
berkemiringan 1 banding 1 batas bendung dengan muka hilir vertikal mungkin
menguntungkan jika bahan pondasinya dibuat dari batu keras dan tidak diperlukan
kolam olak. Dalam hal ini kavitasi dan aerasi tirai luapan harus diperhitungkan
dengan baik.
(1) Mercu bulat
Bendung dengan mercu bulat (lihat Gambar 4-2.) memiliki harga koefisiensi debit
yang jauh lebih tinggi (44%) dibandingkan dengan koefisiensi bendung ambang lebar.
Pada sungai, ini akan banyak memberikan keuntungan karena bangunan ini akan
Perencanaan Hidrolis 51

mengurangi tinggi muka air hulu selama banjir. Harga koefisiensi debit menjadi lebih
tinggi karena lengkung streamline dan tekanan negatif pada mercu.
Tekanan pada mercu adalah fungsi perbandingan antara H1 dan r (H1 /r) (lihat
Gambar 4-4.). Untuk bendung dengan dua jari-jari (R2) (lihat Gambar 4-2.), jari-jari
hilir akan digunakan untuk menemukan harga koefisien debit.
Untuk menghindari bahaya kavitasi lokal, tekanan minimum pada mercu bendung
harus dibatasi sampai – 4 m tekanan air jika mercu terbuat dari beton untuk pasangan
batu tekanan subatmosfir sebaiknya dibatasi sampai –1 m tekanan air.

Gambar 4-3. Bendung dengan Mercu Bulat

Dari Gambar 4-3. tampak bahwa jari-jari mercu bendung pasangan batu akan berkisar
antara 0,3 sampai 0,7 kali H1maks dan untuk mercu bendung beton dari 0,1 sampai 0,7
kali H.1maks
Persamaan tinggi energi-debit untuk bendung ambang pendek dengan pengontrol segi
empat adalah:
1,5
Q = Cd 2/3√2/3g 𝑏 𝐻1 ........................................................................ 4-2
dimana: Q = debit, m3/dt
Cd = koefisien debit (Cd = C0C1C2)
g = percepatan gravitasi, m/dt2 ( 9,8 m/dt2)
52 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

b = panjang mercu, m
H1 = tinggi energi di atas mercu, m
Koefisien debit Cd adalah hasil dari:
- C0 yang merupakan fungsi H1/r (lihat Gambar 4-5.)
- C1 yang merupakan fungsi p/H1 (lihat Gambar 4-6.), dan
- C2 yang merupakan fungsi p/H1 dan kemiringan muka hulu bendung (lihat
Gambar 4-7.).
C0 mempunyai harga maksimum 1,49 jika H1/r lebih dari 5,0 seperti diperlihatkan
pada Gambar 4-5.

Gambar 4-4. Tekanan pada Mercu Bendung Bulat sebagai Fungsi Perbandingan H1/r

Harga-harga C0 pada Gambar 4-5 sahih (valid) apabila mercu bendung cukup tinggi
di atas rata-rata alur pengarah (p/H1  sekitar 1,5).
Dalam tahap perencanaan p dapat diambil setengah jarak dari mercu sampai dasar
rata-rata sungai sebelum bendung tersebut dibuat. Untuk harga-harga p/h1 yang
kurang dari 1,5, maka Gambar 4-6. dapat dipakai untuk menemukan faktor
pengurangan C1.
Perencanaan Hidrolis 53

1.5
1.4
x
1.3
catatan sahih jika P/H1 > 1.5
1.2 +
+x x
x
1.1 x x
x
x
1.0 x
x
koefisien Co

x 1.0 2.0 3.0 4.0 5.0 6.0 7.0 8.0 9.0 10.0
0.9 x
x
x r = 0.025 m. - G.D.MATTHEW 1963 perbandingan H1/r
0.8 o r = ............. - A.L. VERWOERD 1941
0.7 + r = 0.030 m. - A.W.v.d.OORD 1941
r = 0.0375 m. L.ESCANDE &
0.6 r = 0.075 m. F.SANANES 1959
0

Gambar 4-5. Harga-Harga Koefisien C0 untuk Bendung Ambang Bulat Sebagai Fungsi
Perbandingan H1/r

P/H1 ~ 1.5
1.0
0.99

0.9 +
Faktor pengurangan koefisien

+
0.8 +

+ w.j.v.d. OORD 1941


0.7
debit C1

0 1.0 2.0 3.0


perbandingan P/H1

Gambar 4-6. Koefisien C1 sebagai Fungsi Perbandingan P/H1

Harga-harga koefisien koreksi untuk pengaruh kemiringan muka bendung bagian hulu
terhadap debit diberikan pada Gambar 4-7. Harga koefisien koreksi C2, diandaikan
kurang lebih sama dengan harga faktor koreksi untuk bentuk-bentuk mercu tipe Ogee.
54 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

Gambar 4-7. Harga-Harga Koefisien C2 untuk Bendung Mercu Tipe Ogee dengan Muka Hulu
Melengkung (Menurut USBR, 1960)

Harga-harga faktor pengurangan aliran tenggelam f sebagai fungsi perbandingan


tenggelam dapat diperoleh dari Gambar 4-8. Faktor pengurangan aliran
tenggelammengurangi debit dalam keadaan tenggelam.

1.0
0.9
0.8
H2/H1

0.7 +
0.6 +
0.5
aliran tenggelam

data dari :
+ A.L.VERWOERD 1941
perbandingan

0.4 +
W.J.v.d.OORD 1941
H2/H1=1/3
0.3 +
+
0.2
0.1
0
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1.0
faktor pengurangan aliran tenggelam f

Gambar 4-8. Faktor Pengurangan Aliran Tenggelam Sebagai Fungsi H2/H1


Perencanaan Hidrolis 55

(2) Mercu Ogee


Mercu Ogee berbentuk tirai luapan bawah dari bendung ambang tajam aerasi. Oleh
karena itu mercu ini tidak akan memberikan tekanan subatmosfir pada permukaan
mercu sewaktu bendung mengalirkan air pada debit rencana. Untuk debit yang lebih
rendah, air akan memberikan tekanan ke bawah pada mercu.
Untuk merencanakan permukaan mercu Ogee bagian hilir, U.S. Army Corps of
Engineers telah mengembangkan persamaan berikut:
𝑌 1 𝑋 𝑛
= [ ] ............................................................................................. 4-3
ℎ𝑑 𝐾 ℎ𝑑

dimana x dan y adalah koordinat-koordinat permukaan hilir (lihat Gambar 4-9.) dan
hd adalah tinggi energi rencana di atas mecu. Harga-harga K dan n adalah parameter.
Harga-harga ini bergantung kepada kecepatan dan kemiringan permukaan belakang.
Tabel 4-2. menyajikan harga-harga K dan n untuk berbagai kemiringan hilir dan
kecepatan pendekatan yang rendah.

Tabel 4-2. Harga-Harga K dan n


Kemiringan
K n
Permukaan Hilir
Vertikal 2,000 1,850
3:1 1,936 1,836
3:2 1,939 1,810
1:1 1,873 1,776

Bagian hulu mercu bervariasi sesuai dengan kemiringan permukaan hilir (lihat
Gambar 4-9.).
Persamaan antara tinggi energi dan debit untuk bendung mercu Ogee adalah:
Q = Cd 2/3√2/3gbH11,5 ...................................................................................... 4-4
dimana: Q = debit, m3/dt
Cd = koefisien debit (Cd = C0C1C2)
g = percepatan gravitasi, m/dt2 ( 9,8 m/dt2)
b = lebar mercu, m
H1 = tinggi energi di atas ambang, m
56 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

3 - 4 h1 maks
X 1.85 = 2.0hd 0.85 y 1.810 0.810
X = 1.939 hd y
H1
hd 0.282 hd
asal 0.214 hd
H1
0.175 hd koordinat hd 0.115 hd
x X

R=0.2 hd Y R=0.22 hd y
R=0.5 hd 0.67
1

R=0.48 hd

sumbu mercu
diundurkan

1.836 0.836 1.776 0.776


X = 1.939 hd y X = 1.873 hd y

0.237 hd
H1 H1
hd 0.139 hd hd 0.119 hd

x x
1 Y
R = 0.21 hd Y
0.33 1
1
R = 0.68 hd
R = 0.45 hd

Gambar 4-9. Bentuk-Bentuk Bendung Mercu Ogee


(U.S.Army Corps of Engineers, Waterways Experimental Stasion)

Gambar 4-10. Faktor Koreksi untuk Selain Tinggi Energi Rencana pada Bendung Mercu Ogee
(Menurut Ven Te Chow, 1959, Berdasarkan Data USBR dan WES)
Perencanaan Hidrolis 57

Koefisien debit efektif Ce adalah hasil C0, C1 dan C2 (Ce = C0C1C2).


- C0 adalah konstanta (= 1,30),
- C1 adalah fungsi p/hd dan H1/hd’ dan
- C2 adalah faktor koreksi untuk permukaan hulu.
Faktor koreksi C1 disajikan pada Gambar 4-10 dan sebaiknya dipakai untuk berbagai
tinggi bendung di atas dasar sungai.
Harga-harga C1 pada Gambar 4-10. berlaku untuk bendung mercu Ogee dengan
permukaan hulu vertikal. Apabila permukaan bendung bagian hulu miring, koefisien
koreksi tanpa dimensi C2 harus dipakai; ini adalah fungsi baik kemiringan permukaan
bendung maupun perbandingan p/H1.
Harga-harga C2 dapat diperoleh dari Gambar 4-7.
Gambar 4-11. menyajikan faktor pengurangan aliran tenggelam f untuk dua
perbandingan: perbandingan aliran tenggelam H2/H1 dan P2/H1.
58 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

-0.2

0.98

1.0
H1

-0.1 H2

0.995
0.96 0.97

0.99
p p2

0
0.94

0.1
0.92

1.0 1.0
0.2
0.90

0.995
0.995

0.3 0.99
0.85
H2/H1

9
0.9

faktor pengurangan aliran tenggelam f


0.4
0.80

0.98
0.98
perbandingan aliran tenggelam

0.5 0.97
0.97
0.96
0.6 0.96

0.94
0.7 0.94
0.92
0.92
0.90
0.8 0.90
0.85
0.85
0.80
0.80 0.70
0.9 0.70
0.60 0.60
0.40 0.40
0.20 0.20
1.0
0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 4.0
perbandingan P2/H1

Gambar 4-11. Faktor Pengurangan Aliran Tenggelam Sebagai Fungsi p2/H1 dan H2/H1.
(Disadur dari US Army Corps of Engineers Waterways Experimental Station)

(3) Kecepatan datang (approach velocity)


Jika dalam rumus-rumus debit di atas dipakai kedalaman air h1, bukan tinggi energi
H1, maka dapat dimasukkan sebuah koefisien kecepatan datang Cv ke persamaan debit
tersebut. Harga-harga koefisien ini dapat dibaca dari Gambar 4-12.
Perencanaan Hidrolis 59

1.20

1.15
koefisien kecepatan

1.10
datang Cv

pengontrol segiempat u = 1.5

1.05

1.00
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8
perbandingan luas 1 Cd A*/A1

Gambar 4-12. Harga-Harga Cv Sebagai Fungsi Perbandingan Luas √α1 Cd A*/A1 untuk Bagian
Pengontrol Segi Empat (dari Bos, 1977)

Gambar ini memberikan harga-harga Cv untuk bendung segi empat sebagai fungsi
perbandingan luas.
Perbandingan luas = √α1Cd A*/A1 ............................................................................ 4-5

dimana:
1 = koefisiensi pembagian/distribusi kecepatan dalam alur pengarah
(approach channel). Untuk keperluan-keperluan praktis harga tersebut boleh
diandaikan sebagai konstan;  = 1,04
A1 = luas dalam alur pengarah
A* = luas semu potongan melintang aliran di atas mercu bendung jika kedalaman
aliran akan sama dengan h1 (lihat Gambar 4-13.).
60 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

Gambar 4-13. Potongan Hulu dan Tampak Depan Pengontrol

4.2.3 Pelimpah Gigi Gergaji

Pada beberapa lokasi rencana pembuatan bendung, didapatkan sungai yang


mempunyai karakteristik lebar sungai kecil, debit cukup besar dengan fluktuasi antara
debit rendah dan debit tinggi yang tidak terlalu jauh, dan tidak membawa material
bawaan yang besar (besarnya sungai di daerah hilir). Untuk karakteristik sungai yang
demikian jika dibangun bendung dengan pelimpah alinyemen lurus akan memerlukan
panjang pelimpah yang besar, sehingga perlu area yang besar dan biaya yang mahal.
Dari hasil beberapa penelitian untuk sungai dengan karakteristik di atas lebih sesuai
digunakan pelimpah dengan alinyemen berbentuk gigi gergaji, karena dengan bentuk
seperti itu pada bentang sungai yang sama mempunyai panjang pelimpah yang lebih
besar.
Parameter yang harus diperhatikan sebelum merencanakan tipe ini adalah :
(1) Lokasi, tinggi mercu, debit banjir rencana dan stabilitas perlu didesain dengan
mengacu pada acuan yang ada pada pelimpah ambang tetap biasa.
(2) Bendung tipe gigi gergaji kurang sesuai untuk dibangun pada sungai dengan
angkutan material dasar sungai batu gelinding, sungai yang membawa hanyutan
batang-batang pohon dalam jumlah yang besar sehingga akan menimbulkan
Perencanaan Hidrolis 61

benturan yang dapat merusak tubuh bendung atau tumpukan sampah yang dapat
mengakibatkan penurunan kapasitas pelimpahan bendung.
(3) Radius atau jari-jari mercu perlu diambil lebih besar atau sama dengan
0,10 m.

4.2.4 Tata Letak dan Bentuk Gigi Gergaji

(1) Pelimpah dengan bentuk dasar segitiga menghasilkan kapasitas pelimpahan


terbesar, tetapi jarak antara dinding-dinding pelimpah bagian ujung udik dan hilir
pada bentuk segitiga sangat dekat. Keadaan ini mengakibatkan pelimpah bentuk
segitiga sangat peka terhadap akibat perubahan muka air hilir dan mudah terjadi
kehilangan aerasi akibat tumbukan aliran air menyilang yang jatuh dari dinding-
dinding pelimpah.
(2) Pada pelimpah dengan bentuk dasar persegi panjang terjadi pengkonsentrasian
aliran menuju pelimpah. Keadaan ini menimbulkan penurunan muka air diatas
pelimpah dan mengakibatkan penurunan kapasitas pelimpah.
(3) Bentuk dasar trapesium memberikan efektifitas pelimpahan yang terbaik.
(4) Bentuk mercu pelimpah sangat berpengaruh terhadap kapasitas pelimpahan,
bentuk mercu setengah lingkaran mempunyai koefisien pelimpahan (c), yang
lebih besar daripada koefisien pelimpahan mercu dengan bentuk tajam (ct).
Jika kapasitas pelimpahan bendung tipe gergaji dengan besar pelipatan panjang mercu
lg
dan nilai koefisien pelimpahan ct adalah sebesar Qt, kapasitas pelimpahan bendung
b
lg
gergaji dengan b
yang sama tetapi dengan koefisien pelimpahan c adalah
C1
Qg = c
x Qt.
62 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

A A
a
h

Udik p
b 2a
Arah Aliran
c
a
hilir

denah untuk jenis lantai hilir datar Potongan A-A untuk jenis lantai hilir

A A
h

p
Udik
b 2a
Arah Aliran
c
a
hilir

Potongan A-A untuk jenis lantai hilir


denah untuk jenis lantai hilir miring

Gambar 4-14. Denah Pelimpah Bentuk Gergaji

Notasi dari gambar didepan adalah:


A = setengah lebar bagian dinding ujung-ujung gigi gergaji
b = lebar lurus satu gigi gergaji
c = panjang bagian dinding sisi gigi gergaji
p = tinggi pembendungan
h = tinggi tekan hidrolik muka air udik diukur dari mercu bendung.
Lg = panjang satu gigi gergaji = 4a + 2c

= perbandingan antara tinggi tekan hidrolik, h dengan tinggi bendung atau
𝑝

pelimpah diukur dari lantai udik, p.


𝑏
= perbandingan antara lebar satu gigi b dengan tinggi bendung p
𝑝
Perencanaan Hidrolis 63

𝑙𝑔
= perbandingan antara panjang mercu pelimpah gergaji yang terbentuk
𝑏

 = sudut antara sisi pelimpah dengan arah aliran utama air


n = jumlah “gigi” pelimpah gergaji
𝑄𝑔
= nilai perbandingan antara besar debit pada pelimpah gergaji dibandingkan
𝐺𝑛

dengan besar debit pelimpahan jika digunakan pelimpah lurus biasa dengan
lebar bentang yang sama.

4.2.5 Pangkal Bendung

Pangkal-pangkal bendung (abutment) menghubungkan bendung dengan tanggul-


tanggul sungai dan tanggul-tanggul banjir. Pangkal bendung harus mengarahkan
aliran air dengan tenang di sepanjang permukaannya dan tidak menimbulkan
turbulensi. Gambar 4-14. memberikan dimensi-dimensi yang dianjurkan untuk
pangkal bendung dan peralihan (transisi).

0.50 m
R1>h1
=3
0-
45 . R2>0.5h2 R=1.5a
maks 1:1 ° R3>1m maks 1:1 a

L1 > 2hmaks L2>2h1 L3>4h3

Q100
h2
Q100
hmaks
h1
h3

Gambar 4-15. Pangkal Bendung


64 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

Elevasi pangkal bendung di sisi hulu bendung sebaiknya lebih tinggi daripada elevasi
air (yang terbendung) selama terjadi debit rencana. Tinggi jagaan yang harus
diberikan adalah 0,75 m sampai 1,50 m, bergantung kepada kurve debit sungai di
tempat itu, untuk kurve debit datar 0,75 m akan cukup, sedang untuk kurve yang
curam akan diperlukan 1,50 m untuk memberikan tingkat keamanan yang sama.

4.2.6 Peredam Energi

Aliran di atas bendung di sungai dapat menunjukkan berbagai perilaku di sebelah


bendung akibat kedalaman air yang ada h2. Gambar 4-15 menyajikan kemungkinan-
kemungkinan yang terjadi dari pola aliran di atas bendung.
Kasus A menunjukkan aliran tenggelam yang menimbulkan sedikit saja gangguan di
permukaan berupa timbulnya gelombang. Kasus B menunjukkan loncatan tenggelam
yang lebih diakibatkan oleh kedalaman air hilir yang lebih besar, daripada oleh
kedalaman konjugasi. Kasus C adalah keadaan loncat air dimana kedalaman air hilir
sama dengan kedalaman konjugasi loncat air tersebut. Kasus D terjadi apabila
kedalaman air hilir kurang dari kedalaman konjugasi, dalam hal ini loncatan akan
bergerak ke hilir.

y2 h2

A B

yu
y2=h2 y2 h2

C D

Gambar 4-16. Peredam Energi


Perencanaan Hidrolis 65

Semua tahap ini bisa terjadi di bagian hilir bendung yang di bangun di sungai. Kasus
D adalah keadaan yang tidak boleh terjadi, karena loncatan air akan menghempas
bagian sungai yang tak terlindungi dan umumnya menyebabkan penggerusan luas.
Debit Rencana
Untuk menemukan debit yang akan memberikan keadaan terbaik untuk peredaman
energi, semua debit harus dicek dengan muka air hilirnya. Jika degradasi mungkin
terjadi, maka harus dibuat perhitungan dengan muka air hilir terendah yang mungkin
terjadi untuk mengecek apakah degradasi mungkin terjadi. Degradasi harus dicek
jika:
(a) bendung dibangun pada sodetan (kopur)
(b) sungai itu sungai alluvial dan bahan tanah yang dilalui rawan terhadap erosi.
(c) terdapat waduk di hulu bangunan.
Bila degradasi sangat mungkin terjadi, tetapi tidak ada data pasti yang tersedia, maka
harga sembarang degradasi 2,50 m harus digunakan dalam perencanaan kolam olak,
tetapi dengan fungsi sebagai berikut:
(a) Untuk analisa stabilitas bendung
(b) Untuk menyiapkan cut off end sill / analisa dimensi curve
(c) Untuk keperluan perhitungan piping/seepage
(d) Untuk perhitungan kolam olak/dimensi

muka air hulu 1/3 H1


.

penurunan
2/3H1
H

tinggi dasar

H1 aliran tak tenggelam aliran tenggelam


tinggi mercu
z + 0.5H1
muka air hilir H1
kedalaman konjugasi y2
.
z 2 H2
tinggi dasar hilir 1 v1
H2
degradasi
-4.0
0 q

Gambar 4-17. Metode Perencanaan Kolam Loncat Air


66 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

4.2.7 Kolam Loncat Air

Gambar 4-17 memberikan penjelasan mengenai metode perencanaan. Dari grafik q


versus H1 dan tinggi jatuh 2, kecepatan (v1) awal loncatan dapat ditemukan dari:
v1 = √2g(1/2H1 + z) ..................................................................................... 4-6
dimana: v1 = kecepatan awal loncatan, m/dt
g = percepatan gravitasi, m/dt2 ( 9,8)
H1 = tinggi energi di atas ambang, m
z = tinggi jatuh, m.
Dengan q = v1y1, dan rumus untuk kedalaman konjugasi dalam loncat air adalah:
y2
= 1/2(√1 + 8Fr 2 − 1) ................................................................................... 4-7
yu

v1
dimana : Fr =
√ g yu

y2 = kedalaman air di atas ambang ujung, m


yu = kedalaman air di awal loncat air, m
Fr = bilangan Froude
v1 = kecepatan awal loncatan, m/dt
g = percepatan gravitasi, m/dt2 ( 9,8 m/dt2)
Kedalaman konjugasi untuk setiap q dapat ditemukan dan diplot. Untuk menjaga agar
loncatan tetap dekat dengan muka miring bendung dan di atas lantai, maka lantai
harus diturunkan hingga kedalaman air hilir sekurang-kurangnya sama dengan
kedalaman konjugasi.
Untuk aliran tenggelam, yakni jika muka air hilir lebih tinggi dari 2/3 H1 di atas
mercu, tidak diperlukan peredam energi.
Dalam menghitung gejala loncat air, Tabel 4-2. dapat pula digunakan (lihat Lampiran
II) beserta Gambar 4-18.
Perencanaan Hidrolis 67

Panjang Kolam
Panjang kolam loncat air dibelakang Potongan U (Gambar 4-18) biasanya kurang dari
panjang bebas loncatan tersebut adanya ambang ujung (endsill). Ambang yang
berfungsi untuk memantapkan aliran ini umumnya ditempatkan pada jarak
Lj = 5 (n + y2) ................................................................................................... 4-8
dimana:
Lj = panjang kolam, m
n = tinggi ambang ujung, m
y2 = kedalaman air di atas ambang, m.
di belakang Potongan U. Tinggi yang diperlukan ambang ujung ini sebagai fungsi
bilangan Froude (Fr), kedalaman air yang masuk yu, dan tinggi muka air hilir, dapat
ditentukan dari Gambar 4-19.
bagian pengontrol

H1 yc
q H
ambang
>2 ujung
Hu
Z sudut 1
t air
runcing lonca
yu H2 n y2
bidang persamaan

panjang kemiringan Lj
potongan U

bulat r ~ 0.5H1

alternatif peralihan

1
Z
1

panjang
kemiringan
diperpendek

Gambar 4-18. Parameter-Parameter Loncat Air


68 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

Gambar 4-19. Hubungan Percobaan Antara Fru, y2/yu untuk Ambang Ujung Pendek (Menurut Forster dan Skrinde, 1950)
Perencanaan Hidrolis 69

Panjang kolam olak dapat sangat diperpendek dengan menggunakan blok-blok


halang dan blok-blok muka. Gambar 4-19. menyajikan dimensi kolam olak USBR
tipe III yang dapat dipakai jika bilangan Froude tidak lebih dari 4,5.

> (h+y2) +0.60 H


0.2n3 2
blok muka 1

n3 =
yu(4+Fru) 0.5 yu 0.675 n3
6 yu
yu 0.75 n3
ambang ujung
yu 0.75 n3
blok halang
yu(18+Fru)
n=
18
1
1
yu n3 n

0.82 y2
2.7 y2
potongan U

Gambar 4-20. Karakteristik Kolam Olak untuk Dipakai dengan Bilangan Froude di atas 4,5
Kolam USBR Tipe III (Bradley dan Peterka, 1957)

Jika kolam itu dibuat dari pasangan batu, blok halang dan blok muka dapat dibuat
seperti ditunjukkan pada Gambar 4-20.
70 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

pelat baja

kerangka
besi siku

balok beton
bertulang dengan:
-blok muka
-blok halang

pasangan batu

Gambar 4-21. Blok-Blok Halang dan Blok-Blok Muka

Tipe Kolam
Terlepas dari kondisi hidrolis, yang dapat dijelaskan dengan bilangan Froude dan
kedalaman air hilir, kondisi dasar sungai dan tipe sedimen yang diangkut memainkan
peranan penting dalam pemilihan tipe kolam olak:
(a) Bendung di sungai yang mengangkut bongkah atau batu-batu besar dengan dasar
yang relatif tahan gerusan, biasanya cocok dengan kolam olak tipe bak
tenggelam/submerged bucket (lihat Gambar 4-21.);
(b) Bendung di sungai yang mengangkut batu-batu besar, tetapi sungai itu
mengandung bahan aluvial, dengan dasar tahan gerusan, akan menggunakan
kolam loncat air tanpa blok-blok halang (lihat Gambar 4-17.) atau tipe bak
tenggelam/peredam energi.
(c) Bendung sungai yang hanya mengangkut bahan-bahan sedimen halus dapat
direncanakan dengan kolam loncat air yang diperpendek dengan menggunakan
blok-blok halang (lihat Gambar 4-19.)
Perencanaan Hidrolis 71

Untuk tipe kolam olak yang terakhir, daya gerus sedimen yang terangkut harus
dipertimbangkan dengan mengingat bahan yang harus dipakai untuk membuat blok.

4.2.8 Peredam Energi Tipe Bak Tenggelam

Jika kedalaman konjugasi hilir dari loncat air terlalu tinggi dibanding kedalaman air
normal hilir, atau Jika diperkirakan akan terjadi kerusakan pada lantai kolam yang
panjang akibat batu-batu besar yang terangkut lewat atas bendung, maka dapat
dipakai peredam energi yang relatif pendek tetapi dalam. Perilaku hidrolis peredam
energi tipe ini terutama bergantung kepada terjadinya kedua pusaran, satu pusaran
permukaan bergerak ke arah berlawanan dengan arah jarum jam di atas bak, dan
sebuah pusaran permukaan bergerak ke arah putaran jarum jam dan terletak di
belakang ambang ujung. Dimensi-dimensi umum sebuah bak yang berjari-jari besar
diperlihatkanpada Gambar 4-21.

tinggi kecepatan
H
q
hc muka air
hilir

1 a=0.1R
1
lantai lindung
R 90° T

elevasi
dasar lengkung

Gambar 4-22. Peredam Energi Tipe Bak Tenggelam

Kolam olak tipe bak tenggelam telah digunakan sejak lama dengan sangat berhasil
pada bendung-bendung rendah dan untuk bilangan-bilangan Fruode rendah. Kriteria
yang dipakai untuk perencanaan diambil dari bahan-bahan oleh Peterka dan hasil-
hasil penyelidikan dengan model. Bahan ini telah diolah oleh Institut Teknik
Hidrolika di Bandung guna menghasilkan serangkaian kriteria perencanaan untuk
kolam dengan tinggi energi rendah ini.
72 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

Parameter-parameter dasar untuk perencanaan tipe bak tenggelam sebagaimana


diberikan oleh USBR (Peterka, 1974) sulit untuk diterapkan bagi perencanaan
bendung dengan tinggi energi rendah.
Oleh sebab itu, parameter-parameter dasar ini sebagai jari-jari bak, tinggi energi dan
kedalaman air telah dirombak kembali menjadi parameter-parameter tanpa dimensi
dengan cara membaginya dengan kedalaman kritis.
3 q2
hc = √ g ............................................................................................................ 4-9

dimana:
hc = kedalaman air kritis, m
q = debit per lebar satuan, m3/dt.m
g = percepatan gravitasi, m/dt2 ( 9,8 m/dt2)
Jari-jari minimum bak yang diizinkan (Rmin) diberikan pada Gambar 4-22., dimana
garis menerus adalah garis asli dari kriteria USBR. Di bawah H/hc = 2,5 USBR tidak
memberikan hasil-hasil percobaan. Sejauh ini penyelidikan dengan model yang
dilakukan oleh IHE menunjukkan bahwa garis putus-putus pada Gambar 4-23. ini
menghasilkan kriteria yang bagus untuk jari-jari minimum bak yang diizinkan bagi
bangunan-bangunan dengan tinggi energi rendah ini.
Perencanaan Hidrolis 73

Gambar 4-23. Jari-Jari Minimum Bak

Batas minimum tinggi air hilir (Tmin) diberikan pada Gambar 4-24.
Untuk H/hc di atas 2,4 garis tersebut merupakan “envelope” batas tinggi air hilir
yang diberikan oleh USBR bagi batas minimum tinggi air hilir (bak bercelah),
“sweep-out limit”, batas minimum tinggi air hilir yang dipengaruhi oleh jari-jari bak
dan batas tinggi air hilir untuk bak tetap.
Dibawah H/hc = 2,4 garis tersebut menggambarkan kedalaman konjugasi suatu
loncat air. Dengan pertimbangan bahwa kisaran harga H/hc yang kurang dari 2,4
berada di luar jangkauan percobaan USBR, maka diputuskanlah untuk mengambil
kedalaman konjugasi sebagai kedalaman minimum air hilir dari bak untuk harga
H/hc yang lebih kecil dari 2,4.
Pengalaman telah menunjukkan bahwa banyak bendung rusak akibat gerusan lokal
yang terjadi tepat di sebelah hilirnya dan kadang-kadang kerusakan ini diperparah lagi
oleh degradasi dasar sungai. Oleh karena itu, dianjurkan untuk menentukan
kedalaman air hilir berdasarkan perkiraan degradasi dasar sungai yang akan terjadi di
masa datang.
74 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

Gambar 4-24. Batas Minimum Tinggi Air Hilir


Bangunan Pengambilan dan Pembilas 75

Dari penyelidikan model terhadap bak tetap, IHE menyimpulkan bahwa pengaruh
kedalaman tinggi air hilir terhadap bekerjanya bak sebagai peredam energi,
ditentukan oleh perbandingan h2/h1 (lihat Gambar 4-25.).
Jika h2/h1 lebih tinggi dari 2/3, maka aliran akan menyelam ke dalam bak dan tidak
ada efek peredaman yang bisa diharapkan.
3 h2

h1
2
h2 dalam m

2 /3
h2 =
h1
1
bias yang dipakai

0
0 1 2 3 4 5
h1 dalam m

Gambar 4-25. Batas Maksimum Tinggi Air Hilir

hc=2/3 H q²
z hc = g
r
r
r z
r r jika 0.5 < < 2.0
hc
1
1
R R D t = 2.4 hc + 0.4 z (1)
z
jika 2.0 < < 15.0 :
hc
alternatif
a 2a t t = 3.0 hc + 0.1 z (2)
a = 0.28 hc hc (3)
z
L
D=R=L (4)
(ukuran dalam m)

Gambar 4-26. Kolam Olak Menurut Vlugter

4.2.9 Kolam Vlugter

Kolam Vlugter, yang detail rencananya diberikan pada Gambar 4-25., telah terbukti
tidak andal untuk dipakai pada tinggi air hilir di atas dan di bawah tinggi muka air
76 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

yang sudah diuji di laboratorium. Penyelidikan menunjukkan bahwa tipe bak


tenggelam, yang perencanaannya mirip dengan kolam Vlugter, lebih baik. Itulah
sebabnya mengapa pemakaian kolam Vlugter tidak lagi dianjurkan jika debit selalu
mengalami fluktuasi misalnya pada bendung di sungai.

4.2.10 Modifikasi Peredam Energi

Ada beberapa modifikasi peredam energi tipe Vlugter, Schoklizt yang telah dilakukan
penelitiannya dan dapat digunakan dalam perencanaan dengan mengacu RSNI T-04-
2002 dapat digunakan antara lain adalah tipe-tipe MDO, MDS.
Peredam energi tipe MDO terdiri dari lantai datar, di ujung hilir lantai dilengkapi
dengan ambang hilir tipe gigi ompong dan dilengkapi dengan rip rap. Sedangkan
peredam energi tipe MDS terdiri dari lantai datar, di ujung hilir lantai dilengkapi
dengan ambang hilir tipe gigi ompong ditambah dengan bantalan air dan dilengkapi
dengan rip rap. Bantalan air yang dimaksud di sini adalah ruang di atas lantai
disediakan untuk lapisan air sebagai bantalan pencegah atau pengurangan daya bentur
langsung batu gelundung terhadap lantai dasar peredam energi.
Sebelum mendesain tipe ini perlu ditentukan terlebih dahulu nilai parameter:
a) tipe mercu bendung harus bentuk bulat dengan satu atau dua jari-jari.
b) permukaan tubuh bendung bagian hilir dibuat miring dengan perbandingan
kemiringan 1 : m atau lebih tegak dari kemiringan 1:1.
c) tubuh bendung dan peredam energi harus dilapisi dengan lapisan tahan aus.
d) elevasi dasar sungai atau saluran di hilir tubuh bendung yang ditentukan, dengan
memperhitungkan kemungkinan terjadinya degradasi dasar sungai.
e) elevasi muka air hilir bendung yang dihitung, berdasarkan elevasi dasar sungai
dengan kemungkinan perubahan geometri badan sungai.
Selain parameter di atas kriteria desain yang disyaratkan yaitu:
a) tinggi air udik bendung dibatasi maksimum 4 meter;
b) tinggi pembendungan (dihitung dari elevasi mercu bendung sampai dengan
elevasi dasar sungai di hilir) maksimum 10 meter.
Bangunan Pengambilan dan Pembilas 77

Dalam hal tinggi air udik bendung lebih dari 4 meter dan atau tinggi pembangunan
lebih dari 10 meter tata cara peredam energi tipe MDO dan MDS ini masih dapat
digunakan asalkan dimensinya perlu diuji dengan model test.
Penggunaan tipe MDO dan MDS dapat juga dimodifikasi dan dilakukan
pengembangan pemakaiannya.
1) dimensi hidraulik peredam energi tipe MDO dapat diterapkan di hilir tubuh
bendung dengan bidang miring lebih tegak dari perbandingan 1:1.
2) tubuh bendung dengan peredam energi tipe MDO dapat dilengkapi dengan
pembilas sedimen tipe undersluice tanpa mengubah dimensi hidraulik peredam
energi tipe MDO.
Data awal yang harus ditentukan terlebih dahulu adalah:
a) debit desain banjir dengan memperhitungkan tingkat keamanan bangunan air
terhadap bahaya banjir.
b) debit desain penggerusan, dapat diambil sama dengan debit alur penuh.
c) lengkung debit sungai di hilir rencana bendung berdasarkan data geometri-
hidrometri-hidraulik morfologi sungai.
Grafik-grafik yang dipakai dalam desain hidraulik bendung dengan kelengkapannya,
meliputi :
a) grafik pengaliran melalui mercu bendung dapat dilihat dalam grafik MDO-1 pada
lampiran A1 (RSNI T-04-2002)
b) grafik untuk mengetahui bahaya kavitasi di hilir mercu bendung dapat dilihat
dalam MDO-1a pada lampiran A2 (RSNI T-04-2002)
c) grafik untuk menentukan dimensi peredam energi tipe MDO dan MDS dapat
dilihat dalam grafik MDO-2 dan MDO-3 pada lampiran A3 dan A4 (RSNI T-04-
2002)
Rumus-rumus yang digunakan dalam desain hidraulik ini meliputi :
1) debit desain persatuan lebar pelimpah :
- untuk bahaya banjir : qdf = Qdf/Bp ..................................................... 4-10
- untuk bahaya penggerusan : qdf = Qdp/Bp .......................................... 4-11
78 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

2) dimensi radius mercu bendung (r) = 1,00 m  r  3,00 m ................... 4-12


3) tinggi dan elevasi muka air di udik bendung :
Hudp dan Eludp
Hudf dan Eludf
Eludp = M + Hudp, untuk penggerusan
Eludf = M + Hudf, untuk banjir
Hudp dan Hudf dihitung dengan grafik MDO-1 ..................................... 4-13
4) tinggi terjun bendung :
- pada Qdf adalah Zdf = Hudf – Hidf ....................................................... 4-14
- pada Qdp adalah Zdp = Hudp – Hidp ..................................................... 4-15
Hidf dan Hidp diperoleh dari grafik lengkung debit sungai.
5) parameter energi (E) untuk menentukan dimensi hidraulik peredam energi tipe
MDO dan MDS dihitung dengan :
Edp = qdp/(g x Zdp3)1/2 .............................................................................. 4-16
6) kedalaman lantai peredam energi (Ds) dihitung dengan :
Ds = (Ds) (Ds/Ds) ...................................................................................... 4-17
Ds/Ds dicari dengan grafik MDO-2
7) panjang lantai dasar peredam energi (Ls) dihitung dengan :
Ls = (Ds) (Ls/Ds) ...................................................................................... 4-18
Ls/Ds dicari dengan grafik MDO-3
8) tinggi ambang hilir dihitung dengan :
a = (0,2 a 0,3) Ds ................................................................................... 4-19
9) lebar ambang hilir dihitung :
b = 2 x a ................................................................................................... 4-20
10) Elevasi Dekzerk tembok pangkal bendung ditentukan dengan :
EiDzu = M + Hudf + Fb ; untuk tembok pangkal udik .............................. 4-21
EiDzi = M + Hidf + Fb ; untuk tembok pangkal hilir .............................. 4-22
Fb diambil : 1,00 meter  Fb  1,50 meter
Bangunan Pengambilan dan Pembilas 79

11) Ujung tembok pangkal bendung tegak ke arah hilir (Lpi) ditempatkan lebih
kurang di tengah-tengah panjang lantai peredam energi:
Lpi = Lp + ½ Ls ......................................................................................... 4-23
12) Panjang tembok sayap hilir (Lsi) dihitung dari ujung hilir lantai peredam energi
diambil :
Ls Lsi  1,5 Ls ......................................................................................... 4-24
Tebing sungai yang tidak jauh dari tepi sisi lantai peredam energi, maka ujung
hilir tembok sayap hilir dilengkungkan masuk ke dalam tebing sungai. Dan bagi
tebing sungai yang jauh dari tepi sisi lantai peredam energi maka ujung tembok
sayap hilir dilengkungkan balik ke udik sehingga tembok sayap hilir berfungsi
sebagai tembok pengarah arus hilir bendung. Bentuk ini dapat diperhatikan pada
contoh gambar dalam lampiran D2.
13) Panjang tembok pangkal bendung di bagian udik (Lpu) bagian yang tegak
dihitung dari sumbu mercu bendung :
0,5 Ls Lpu Ls ......................................................................................... 4-25
14) Panjang tembok sayap udik ditentukan :
- Bagi tebing sungai yang tidak jauh dari sisi tembok pangkal bendung, ujung
tembok sayap udik dilengkungkan masuk ke tebing dengan panjang total
tembok pangkal bendung ditambah sayap udik:
0,50 Ls Lsu 1,50 Ls ....................................................................... 4-26
- Bagi tebing sungai yang jauh dari sisi tembok pangkal bendung atau palung
sungai di udik bendung yang relatif jauh lebih besar dibandingkan dengan
lebar pelimpah bendung maka tembok sayap udik perlu diperpanjang dengan
tembok pengarah arus yang panjangnya diambil minimum
2 x Lp ................................................................................................ 4-27
15) Kedalaman bantalan air pada tipe MDS ditentukan:
S = Ds + (1,00 m sampai dengan 2,00 m) ............................................. 4-28
80 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

Dengan:
Qdf = debit desain untuk bahaya banjir (m³/s)
Qdp = debit desain untuk bahaya penggerusan (m³/s)
Bp = lebar pelimpah (m)
qdf = Qdf/Bp (m³/s/m’)
qdp = Qdp/Bp (m³/s/m’)
D2 = tinggi muka air sungai di hilir bendung dengan dasar sungai
terdegradasi (m)
R = radius mercu bendung diambil antara 1,00 meter sampai dengan
3,00 meter.
Hudf = tinggi air diatas mercu bendung pada debit desain banjir (m)
Hudp = tinggi air diatas mercu bendung pada debit desain penggerusan (m)
Hidp = tinggi air dihilir bendung pada debit desain penggerusan (m)
Hidf = tinggi air dihilir bendung pada debit desain banjir (m)
Zdf = perbedaan elevasi muka air udik dan hilir pada debit desain banjir (m)
Zdp = perbedaan elevasi muka air udik dan hilir pada debit desain
penggerusan (m)
Dzu = elevasi dekzerk tembok pangkal bendung bagian udik (m)
Dzi = elevasi dekzerk tembok pangkal bendung bagian hilir (m)
Fb = tinggi jagaan diambil antara 1,00 meter s/d 1,50 meter
E = parameter tidak berdimensi
Ls = panjang lantai peredam tinggi
Lb = jarak sumbu mercu bendung sampai perpotongan bidang miring dengan
lantai dasar bendung (m)
Lpi = panjang tembok sayap hilir dari ujung hilir lantai peredam energi ke
hilir (m)
S = kedalaman bantalan air peredam energi tipe MDS (m)
Lpu = panjang tembok pangkal udik bendung dari sumbu mercu bendung ke
udik (m)
Bangunan Pengambilan dan Pembilas 81

Lsu = panjang tembok sayap udik (m)


Lpa = panjang tembok pengarah arus udik tembok sayap udik (m)
g = percepatan gravitasi (m/dtk²)
Perhitungan dan penentuan dimensi hidraulik tubuh bendung dan peredam
energinya dengan langkah sebagai berikut:
1) hitung debit desain untuk bahaya banjir dan untuk bahaya penggerusan;
2) hitung lebar pelimpah bendung efektif;
3) hitung debit desain persatuan lebar pelimpah;
4) tentukan nilai radius mercu bendung, r;
5) untuk nilai radius mercu bendung tersebut; periksa kavitasi di bidang hilir
tubuh bendung dengan bantuan grafik MDO 1a, jika tekanan berada di
daerah positif pemilihan radius mercu bendung; diijinkan;
6) jika tekanan berada di daerah negatif, tentukan nilai radius mercu bendung
yang lebih besar dan ulangi pemeriksaan kavitasi sehingga tekanan berada
di daerah positif;
7) hitung elevasi muka air udik bendung dengan bantuan grafik MDO-1;
8) hitung tinggi terjun bendung, Z;
9) hitung parameter tidak berdimensi, E;
10) hitung kedalaman lantai peredam energi, Ds;
11) hitung nilai panjang lantai datar, Ls;
12) tentukan tinggi bantalan air, S, untuk peredam energi tipe MDS;
13) tetapkan tinggi ambang hilir dan lebarnya, a dan b;
14) tentukan tata letak, elevasi puncak, panjang, kemiringan dan kedalaman
tembok pangkal bendung;
15) tentukan tata letak, elevasi puncak, panjang, kemiringan dan kedalaman
tembok sayap hilir;
16) tentukan tata letak, elevasi puncak, panjang, kemiringan dan kedalaman
tembok sayap udik;
82 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

17) tentukan tata letak, elevasi puncak, panjang, kemiringan dan kedalaman
tembok pengarah arus;
18) lengkapi kaki-kaki tembok sayap hilir dan di hilir ambang hilir peredam
energi dengan rip rap.

Gambar 4-27. Potongan Memanjang Bendung Tetap dengan Peredam Energi Tipe MDO

Gambar 4-28. Potongan Memanjang Bendung Tetap dengan Peredam Energi Tipe MDS
Bangunan Pengambilan dan Pembilas 83

Untuk grafik-grafik yang dipakai akan diberikan pada gambar berikut:

Gambar 4-29. Grafik MDO – 1 Pengaliran Melalui Mercu Bendung

Gambar 4-30. Grafik MDO – 1a Penentuan Bahaya Kavitasi di Hilir Mercu Bendung
84 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

Gambar 4-31. Grafik MDO – 2 Penentuan Kedalaman Lantai Peredam Energi

Gambar 4-32. Grafik MDO – 3 Penentuan Panjang Lantai Peredam Energi


Bangunan Pengambilan dan Pembilas 85

4.3 Bendung Gerak

Pada umumnya bendung gerak adalah bangunan yang sangat rumit dan harus
direncana oleh ahli-ahli yang berpengalaman dibantu oleh ahli-ahli di bidang
hidrolika, teknik mekanika dan konstruksi baja.

4.3.1 Pengaturan Muka Air

Bendung gerak dibangun untuk memenuhi keperluan muka air normal dalam rangka
pengambilan dan mengurangi efek genangan akibat muka air banjir yang
diakibatkannya.
Prinsip pembangunan bendung gerak seperti ini membawa implikasi pengaturan
muka air banjir sebagai berikut :
a) Muka Air Banjir Tetap
Muka air banjir dipertahankan tetap, baik sebelum maupun sesudah
pembangunan. Jika lebar efektif bendung gerak dipertahankan sama dengan lebar
sungai asli sebelum pembangunan maka elevasi ambang tubuh bendung dibuat
sama dengan elevasi dasar sungai.
Dalam keadaan ini tidak ada penumpukan sedimen di depan bendung, diperlukan
peredam energi lebih sederhana dan seluruh tekanan hidrodinamis air pada
kondisi muka air normal dilimpahkan sepenuhnya ke pintu air. Namun demikian
untuk kemudahan operasi dan pemeliharaan pintu, dimensi pintu air dibatasi
sesuai dengan tipenya.
b) Muka Air Banjir Berubah
Karena pertimbangan tertentu muka air banjir dimungkinkan lebih tinggi
dibanding dengan muka air banjir sebelum pembangunan.
Elevasi ambang tubuh bendung dibuat lebih tinggi dari elevasi dasar sungai asli,
dengan maksud mengurangi beban tekanan hidrodinamis air pada pintu.
Kombinasi tinggi tubuh bendung dan pintu air dijelaskan pada subbab 4.3.4.
86 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

Dalam keadaan ini penumpukan sedimen didepan bendung diatur sedemikian,


sehingga tidak ada sedimen yang masuk ke intake dan tidak ada penumpukan
sedimen di atas mercu tubuh bendung yang dapat menganggu operasional pintu.

4.3.2 Tata Letak

Bendung gerak harus memiliki paling sedikit 2 bukaan, agar bangunan itu tetap dapat
berfungsi, jika salah satu pintu rusak. Karena alasan itu pula, bangunan ini harus
aman pada waktu mengalirkan debit maksimum sementara sebuah pintu tidak
berfungsi.
Ada dua kriteria saling bertentangan yang mempengaruhi lebar total bendung gerak,
yakni:
(1) Makin tinggi bangunan, makin melonjak harga pintu dan pilar, dengan alasan ini
lebih disukai Jika bangunan itu dibuat lebih lebar, bukan lebih tinggi;
(2) Kapasitas lolosnya sedimen akan lebih baik pada bangunan yang lebih sempit
serta kecepatan aliran yang lebih tinggi.
Dalam kasus-kasus tertentu, mungkin akan menguntungkan untuk merencanakan
bangunan campuran, sebagian bendung gerak dan sebagian bendung tetap.
Hal-hal semacam itu mungkin terjadi jika bangunan dibuat di:
(1) Sungai yang sangat lebar dengan perbedaan yang besar antara debit rendah dan
debit puncak atau
(2) Sungai dengan dasar air normal yang sempit tetapi bantaran lebar, yang
digunakan jika harus mengalirkan banjir tinggi.
Dalam perencanaan harus diandaikan bahwa dalam keadaan kritis sebuah pintu akan
tersumbat dalam posisi tertutup.
Bila pintu dibuat terlalu lebar, maka akan sulit untuk mengatur muka air. Jika dibuat
lebih banyak bukaan, maka aliran mudah diarahkan agar sedimen tidak masuk ke
pengambilan.
Bangunan Pengambilan dan Pembilas 87

4.3.3 Pintu

Ada banyak tipe pintu:


(a) Pintu sorong dipakai dengan tinggi maksimum sampai 3 m dan lebar tidak lebih
dari 3 m. Pintu tipe ini hanya digunakan untuk bukaan kecil, karena untuk
bukaan yang lebih besar alat-alat angkatnya akan terlalu berat untuk
menanggulangi gaya gesekan pada sponeng. Untuk bukaan yang lebih besar
dapat dipakai pintu rol, yang mempunyai keuntungan tambahan karena di bagian
atas terdapat lebih sedikit gesekan, dan pintu dapat diangkat dengan kabel baja
atau rantai baja. Ada dua tipe pintu rol yang dapat dipertimbangkan, yaitu pintu
Stoney dengan roda yang tidak dipasang pada pintu, tetapi pada kerangka yang
terpisah;dan pintu rol biasa yang dipasang langsung pada pintu.
(b) Pintu rangkap (dua pintu) adalah pintu sorong/rol yang terdiri dari dua pintu,
yang tidak saling berhubungan, yang tidak dapat diangkat atau diturunkan. Oleh
sebab itu, pintu-pintu ini dapat mempunyai debit melimpah (overflowing
discharge) dan debit dasar (bottom discharge). Keuntungan dari pemakaian pintu
ini adalah dapat dioperasikan dengan alat angkat yang lebih ringan.
Contoh khas dari tipe ini adalah tipe pintu segmen ganda (hook type gate). Pintu
ini dipakai dengan tinggi sampai 20 m dan lebar sampai 50 m.
(c) Pintu segmen atau radial memiliki keuntungan bahwa tidak ada gaya gesekan
yang harus diperhitungkan. Oleh karena itu, alat-alat angkatnya bisa dibuat kecil
dan ringan. Sudah biasa untuk memberi pintu radial kemungkinan mengalirkan
air melalui puncak pintu, dengan jalan menurunkan pintu atau memasang
katup/tingkap gerak pada puncak pintu. Debit diatas ini bermanfaat untuk
menggelontor benda-benda hanyut di atas bendung.
(d) Dalam memilih dan merencanakan pintu untuk bendung gerak harus
memperhatikan 3 (tiga) hal penting yaitu:
(1) Justifikasi teknis, sosial dan ekonomi dalam menentukan kombinasi tinggi
tubuh bendung dan tinggi pintu air.
88 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

Tinggi pembendungan air sungai dibagi menjadi dua yaitu bagian tinggi
pembendungan bawah yang ditahan oleh tubuh bendung dan bagian tinggi
pembendungan atas yang ditahan oleh pintu air. Kombinasi keduanya
ditentukan oleh pertimbangan teknis, sosial dan ekonomi.
Tubuh bendung yang tinggi menyebabkan volume tubuh bendung yang besar,
pondasi yang kuat, kolam olak yang mahal, elevasi muka air banjir dan
tanggul penutup lebih tinggi, kemungkinan timbulnya permasalahan
resetlement penduduk akibat elevasi muka air banjir yang tinggi, relative
biaya pembangunan tubuh bendung dan kolam olak lebih mahal. Sebagai
kombinasinya pintu air yang rendah mengakibatkan pintu ringan, alat
penggerak pintu berkapasitas rendah, biaya operasional pintu lebih murah.
Namun sebaliknya tubuh bendung yang rendah menyebabkan volume tubuh
bendung yang kecil, pondasi lebih ringan, kolam olak relatif murah, elevasi
muka air banjir dan tanggul penutup lebih rendah, tidak ada permasalahan
resetlement penduduk akibat elevasi muka air banjir, relative biaya
pembangunan tubuh bendung dan kolam olak lebih murah.
Sebaliknya kombinasinya pintu air yang tinggi mengakibatkan pintu berat,
diperlukan alat penggerak pintu berkapasitas tinggi, biaya operasional pintu
lebih mahal.
(2) Kemudahan dan keamanan operasional pintu.
Pintu yang ringan tetapi memiliki kekakuan cukup sangat diperlukan agar
pintu tidak mudah melendut dan bergetar bila terkena tekanan dan arus air,
sehingga memudahkan pengoperasian dan pintu tidak cepat rusak.
(3) Biaya operasional dan pemeliharaan (O & P) yang rendah
Pintu yang berat memerlukan pasokan daya listrik besar untuk mengubah
tenaga listrik menjadi tenaga mekanik yang kuat pada saat mengangkat pintu,
dan mengingat mahalnya harga listrik maka akan berdampak pada
peningkatan biaya operasi. Disamping itu pintu yang terlalu besar
memerlukan biaya pelumasan dan pengecatan pintu yang relatif lebih besar.
Bangunan Pengambilan dan Pembilas 89

Pintu sorong Pintu stoney Pintu riol Dua pintu ( segmen ganda )

Pintu segmen atau radial Pintu segmen atau radial dengan katup
Gambar 4-33. Macam-Macam Tipe Pintu Bendung Gerak Vertikal

4.3.4 Bangunan Pelengkap Bendung Gerak

Bendung gerak selalu dilengkapi dengan bangunan-bangunan lain seperti bangunan


peredam energi, bangunan pangkal bendung, pelindung tebing dan pelindung dasar
sungai.
Dalam pemilihan tipe peredam energi supaya memperhatikan besarnya debit rencana
serta beda tinggi muka air dihulu dan hilir kondisi dasar sungai berupa batuan keras,
batuan lunak atau endapan material serta kemungkinan terjadinya penggerusan.
Pada bendung gerak ada 2 (tipe) lantai dasar sebagai tempat tumpuan pintu sorong
atau pintu radial yaitu:
90 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

(a) Lantai dasar (crest) yang tinggi biasanya maksimum 0,5 m tingginya dari dasar
sungai dipilih bila diperlukan pembendungan untuk menahan batu-batu yang
terbawa arus sungai sehingga batu-batu tersebut tidak mempersulit penutupan
pintu karena batu-batu itu akan mengganjal pintu bila terjadi penutupan pintu
sehingga pintu menjadi cepat rusak, biasanya untuk sungai dengan material
berupa kerikil dan kerakal diperlukan lantai dasar bendung gerak yang tebal dan
kuat untuk mengatasi gaya angkat air (up lift) dan sebagai tumpuan bagi beban
pintu yang berat.
(b) Lantai dasar rendah:
- Lantai dasar (crest) yang rendah dipilih apabila kemiringan dasar sungai atau
elevasi dasar sungai akan dipertahankan tetap seperti semula.
- Gaya angkat air tidak terlalu besar dan pintu tidak terlalu berat sehingga tidak
memerlukan lantai atau dudukan pintu yang tebal dan kuat.
- Peredam energi yang di pilih dapat lebih sederhana.
Peralatan penggerak atau pengatur pintu ditempatkan diatas pilar-pilar berupa motor
penggerak dan terpisah untuk tiap-tiap pintu dengan sistem kendali (kontrol) yang
terpusat pada bangunan pengendali yang terletak tidak jauh dari lokasi bendung dan
disekitar hulu bendung, dimana pintu-pintu tersebut dapat dioperasikan secara
bersamaan atau satu persatu.

4.4 Bendung Karet

4.4.1 Lebar Bendung

Lebar bendung supaya diupayakan sama dengan lebar normal alur sungai dan dibatasi
oleh kemampuan produsen tabung karet dan kemudahan pengangkutan bahan tabung
karet ke lokasi.
Bangunan Pengambilan dan Pembilas 91

Lantai hilir

Ruang
Petugas
Pilar Tubuh bendung
Pompa &
Ruang genset
kontrol
Instrumen
otomatisasi
Tubuh
bendung Jembatan penyeberangan
Lantai hulu
Bangunan pengambilan
Saluran pembilas

Gambar 4-34. Tata Letak dan Komponen Bendung Karet

Jembatan

Pilar
Tubuh
Lantai hulu bendung
Fondasi Lantai hilir

Gambar 4-35. Potongan Melintang Bendung Karet

4.4.2 Perencanaan Mercu (Tabung Karet)

Secara hidrolis bendung karet harus memiliki taraf muka air yang direncanakan dan
dapat dikempiskan secara cepat bila terjadi banjir, tinggi bendung karet umumnya
tidak melebihi 5 m karena konstruksi bendung karet dengan tinggi lebih dari 5 m
sudah tidak efisien lagi. Mercu bendung diletakkan pada elevasi yang diperlukan
92 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

untuk pelayanan muka air pengambilan atau didasarkan pada perhitungan bagi
penyediaan volume tampungan air dihilir bendung.
Debit Limpasan pada Pembendungan Maksimum
Total debit limpasan pada pembendungan maksimum dihitung dengan rumus:
Qw = Cw L h13/2 ...................................................................................... 4-29
dengan :
Qw = debit limpasan pada pembendungan maksimum (m3/s)
Cw = koefisien limpasan (m1/2/s),
L = panjang bentang bendung (m),
h1 = tinggi pembendungan maksimum (m).
Besarnya Cw bisa didekati dengan rumus:
Cw = 1,77 (h1/H) + 1,05 (untuk 0 < h1/H < 0,3) ................................ 4-30
Debit Spesifik pada V-Notch
Debit pada V-notch dihitung dengan asumsi karet pada pusat V-notch mengempis
total, sedangkan di bagian lain masih mengembang sempurna. Sementara itu, muka
air hulu sama dengan muka air pada pembendungan maksimum.
Besarnya debit dihitung dengan rumus:
qV = Cv (H+h1)3/2 ................................................................................. 4-31
dengan:
qv = debit spesifik pada V-notch (m3/s)
Cv = koefisien aliran yang bisa diambil 1,38 (m1/2/s)
H = tinggi bendung (m)
h1 = tinggi pembendungan maksimum (m)
qV = debit limpasan pada pembendungan maksimum (m3/s)
Bangunan Pengambilan dan Pembilas 93

Gambar 4-36. Penampang Lintang pada Pusat V-notch

Gambar 4-37. Tampak Depan Tabung Karet yang Alami V-notch

4.4.3 Pembendungan

Pada bendung karet tinggi pembendungan harus dibatasi untuk menghindari


terjadinya:
(a) Ancaman banjir didaerah hulu
(b) Peningkatan energi terjunan yang berlebihan
(c) Vibrasi yang akan merusak tabung karet
Kedalaman air diatas mercu ditetapkan tidak melebihi 0,3 H dengan H adalah tinggi
bendung. Kedalaman air diatas mercu maksimum ini menentukan elevasi muka air
pengempisan yang merupakan batas muka air tertinggi karena bendung karet harus
sudah dikempiskan.
94 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

4.4.4 Penampungan dan Pelepasan

Untuk penampungan dan pelepasan air dilakukan dengan pengisian udara pada
tabung karet sehingga terjadi pengembangan tabung karet karena adanya
pengempangan, pada bendung dengan volume tampungan yang besar dengan debit
yang relatif kecil, pengisian tampungan memerlukan waktu yang lama untuk
menghindari pelepasan volume tampungan yang besar, pengempangan dapat
dilakukan secara bertahap.

4.4.5 Peredaman Energi

Limpasan air diatas mercu bendung menimbulkan terjunan dan olakan dihilir
bendung karet yang menyebabkan terjadinya gerusan lokal. Olakan dihilir bendung
berupa loncatan air yang tempatnya dapat diperkirakan dengan analisa hidrolis.
Loncatan air ini akan menimbulkan olakan air yang akan menggerus dasar sungai
sehingga mengakibatkan terganggunya stabilitas bendung. Untuk menghindari
gangguan ini diperlukan perlindungan dasar sungai berupa lantai dari beton atau
pasangan batu untuk meredam sisa energi loncatan air.

4.4.6 Panjang Lantai Hilir Bendung

(a) Hitungan panjang air loncat dilakukan dengan asumsi loncatan air sempurna
dengan panjang loncat air Lj akibat peralihan dari aliran superkritik ke aliran
subkritik.
Lj = 6 (Yi – Y1) .............................................................................. 4-32
Bangunan Pengambilan dan Pembilas 95

yi
yo yl

Ls Lj

Gambar 4-38. Loncat Air di Hilir Bendung Karet

Karena dasar sungai yang harus dilindungi adalah dari bendung sampai ujung hilir air
loncat maka dapat dirumuskan sebagai:
Lhi = Lt + Lj + Lo ............................................................................ 4-33

Lo LI LIi

H yi

Lt Lj

1
Gambar 4-39. Sketsa Panjang Lantai Hilir untuk yi Besar

(b) Kolam Loncat Air


Panjang kolam loncat air menjadi berkurang dari panjang bebas loncatan tersebut
karena adanya ambang ujung (end sill) dan ditempatkan pada jarak:
Lj = 5 (μ + Y2) .............................................................................. 4-34
dimana:
Lj = panjang kolam, m
96 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

μ = tinggi ambang ujung, m


Y2 = kedalaman air di atas ambang, m

4.5 Pompa

4.5.1 Tata Letak

Dalam pemilihan lokasi rumah/stasiun pompa harus memperhatikan beberapa faktor-


faktor penting, yaitu:
- Dapat melakukan pengambilan air secara maksimum pada muka air rendah atau
muka air tinggi.
- Air tidak mengandung banyak bahan sedimen
- Air tidak mambawa bahan hanyutan berupa sampah atau kayu
- Ada jalan masuk (akses) untuk melakukan pekerjaan konstruksi/instalasi dan
kegiatan operasi pemeliharaan (O & P),
- Terlindung dari banjir
- Terletak pada tanah yang stabil
- Rumah/stasiun pompa dapat dikombinasikan dengan bangunan utama yang lain-
lain seperti waduk, bendung biasa atau bendung gerak.

4.5.2 Bangunan Pelengkap Pompa

(a) Bangunan hidrolis yang terdiri dari bangunan pengambilan, pintu-pintu, kantong
lumpur termasuk bangunan pembilas diperlukan untuk mengurangi bahan
endapan. Bangunan ini diperlukan mengingat air sungai banyak mengandung
sedimen membuat pompa akan bekerja lebih berat dan mengakibatkan motor
penggerak kipas menjadi lebih cepat panas dan mudah terbakar.
(b) Pompa harus terlindung dari panas matahari dan hujan agar tidak cepat rusak,
untuk itu harus dibuat rumah pelindung atau rumah pompa/stasiun pompa yang
konstruksinya cukup kuat terhadap getaran pompa, gempa dan tahan kebakaran.
Bangunan Pengambilan dan Pembilas 97

(c) Bangunan generator diperlukan untuk meletakkan mesin generator dan tangki
bahan bakar.
(d) Gudang penyimpanan suku cadang, bahan pelumas, bahan bakar dan generator
termasuk suku cadangnya terletak tidak jauh dari rumah pompa/stasiun pompa
dan ada jalan dari gudang ke rumah pompa untuk keperluan kemudahan operasi
dan pemeliharaan (O & P) pompa.

4.5.3 Tenaga Pompa

Tenaga yang diperlukan untuk mengangkat air dalam suatu satuan waktu adalah:
Qh
HP = 76
.............................................................................................. 4-35
dimana:
HP = tenaga kuda (Horse Power)
Q = debit, lt/dt
h = gaya angkat vertikal, m
Kombinasi dengan efisiensi pompa menghasilkan:
Qh Ep
WHP = BHP x efisiensi = ....................................................... 4-36
76

dimana:
WHP = tenaga yang dihasilkan (tenaga air) dalam satuan tenaga kuda (HP)
BHP = tenaga yang dipakai (penahan) dalam satuan HP
Ep = persentase efisiensi
98 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

87
° a 65
0.80 = 15 0.80
h1 4
3.5
° 3
30

p
a 2.5
°
0.70 45 0.70
60°
75° h1
0.60 90° 0.60 h1
/a = 2.5
a
a b
0.50 0.50
1 3 5 7 9 11 13 0 30° 60° 90°
h1/
a
Gambar 4-40. Koefisien Debit  untuk Permukaan Pintu Datar atau Lengkung

Efisiensi untuk pompa yang dioperasikan dengan baik adalah sekitar 75% dan untuk
mesin 90%, memberikan efisiensi total sekitar 65%.
Gambar 4-42. memperlihatkan berbagai tipe pompa serta karakteristik debitnya.
Efisiensi mesin yang dipakai akan berkurang dalam hal-hal berikut (lihat Tabel 4-3.)

Tabel 4-3. Berkurangnya Efisiensi Mesin


Berkurangnya
efisiensi (%)
1. Untuk tiap ketinggian 300 m di atas permukaan laut 3
0
2. Jika temperatur pada waktu eksploitasi di atas 18 C 1
3. Untuk perlengkapan yang menggunakan alat penukar 5
panas

4. Radiator, kipas (fan) 5

5. Untuk operasi dengan beban terus-menerus 20

6. Kehilangan tenaga pada alat transmisi (Drive losses) 0 – 15


Bangunan Pengambilan dan Pembilas 99

Kecepatan Potongan Tipe Karakteristik


Spesifik Melintang Pompa tinggi energi
debit

rpm gpm *)
Ns =
H34

(a) 500 Sentrifugal Tinggi energi


(aliran radial) besar
Debit kecil

(b) 1000

Francis Tinggi energi


(c) 2000 dan
Debit sedang

(d) 3000

(e) 5000 aliran


campuran

(f) 10.000 Aliran turbin Tinggi energi


(aliran sumber) rendah
Debit besar

*) rpm = putaran per menit


gpm = galon per menit (0,075 lt/dt)
H = angkatan ke atas/ kaki (0,3048 m)

Gambar 4-41. Variasi dalam Perencanaan Roda Sudut (Impeller), Kecepatan Spesifik dan
Karakteristik Tinggi Energi-Debit Pompa

Tabel 4-4. memberikan jumlah kebutuhan bahan bakar maksimum untuk sebuah
instalasi pompa yang baik, yang mempunyai efisiensi pompa sekurang-kurangnya
75%.
100 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

Kapasitas pompa yang diperlukan biasanya dibagi-bagi menjadi sejumlah pompa


untuk fleksibilitas eksploitasi dan untuk menjaga jika terjadi kerusakan atau
pemeliharaan yang dijadwalkan untuk suatu unit.
Biasanya dibuat instalasi tambahan sebagai cadangan. Tipe-tipe stasiun pompa
diberikan pada Gambar 4-42.

Tabel 4-4. Kebutuhan Bahan Bakar Maksimum untuk Stasiun Pompa yang Baik
Bahan
Debit
Tinggi Tenaga Bakar Gas
Air Propane Diesel Listrik
(m) Air Bensin/ alam
(m3/hr)
Traktor
20 7,5 4,2 2,7 3,5 350 8,5
100 50 18,5 10,5 6,2 8,5 860 21,0
70 26,0 14,7 9,0 11,7 1.200 29,0
20 11,0 6,2 3,7 5,2 510 12,5
150 50 28,0 15,7 9,5 13,0 1.290 32,0
70 39,0 22,0 13,5 18,2 1.800 44,0
20 15,0 8,5 5,2 6,7 690 17,0
200 50 37,0 21,0 12,5 16,5 1.710 42,0
70 52,0 29,5 17,7 23,5 2.400 59,0
20 19,0 10,7 6,5 8,5 880 22,0
250 50 46,5 26,5 16,0 21,0 2.150 53,0
70 65,0 36,7 22,2 20,2 3.000 73,0
Bangunan Pengambilan dan Pembilas 101

Katup
Peralatan
pembersih
kisi-kisi Saluran
penyaring Balok pengangkat
kisi-kisi
penyaring Motor

Pipa tekan

Pompa

Gambar 4.32 Tipe - tipe stasiun pompa tinggi energi rendah

Gir siku
Motor
Saluran
Motor
Saluran
Pintu katup

Pompa Pompa

Gambar 4-42. Tipe-Tipe Stasiun Pompa Tinggi Energi Rendah

4.6 Bendung Saringan Bawah

4.6.1 Tata Letak

Bendung saringan bawah atau bendung Tyroller (lihat Gambar 4-43.) dapat
direncana dengan berhasil di sungai yang kemiringan memanjangnya curam,
mengangkut bahan-bahan berukuran besar dan memerlukan bangunan dengan elevasi
rendah.
Dalam perencanaannya hal-hal berikut hendaknya dipertimbangkan:
1) Bendung saringan bawah tidak cocok untuk sungai yang fluktuasi bahan
angkutannya besar. Sungai di daerah-daerah gunung api muda dapat mempunyai
agradasi dan degradasi yang besar dalam jangka waktu singkat.
2) Dasar sungai yang rawan gerusan memerlukan pondasi yang cukup dalam.
102 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

3) Bendung harus direncana dengan seksama agar aman terhadap rembesan.


4) Konstruksi saringan hendaknya dibuat sederhana, tahan benturan batu dan mudah
dibersihkan jika tersumbat.
5) Bangunan harus dilengkapi dengan kantong lumpur/pengelak sedimen yang
cocok dengan kapasitas tampung memadai dan kecepatan aliran cukup untuk
membilas partikel, satu di depan pintu pengambilan dan satu di awal primer.
6) Harus dibuat pelimpah yang cocok di saluran primer untuk menjaga jika terjadi
kelebihan air.

Pintu pengambilan

Saluran primer

Pintu darurat
Saluran dengan
baja batangan
di bagian atas

Bangunan pembilas

Gambar 4-43. Tipe-Tipe Tata Letak Bendung Saringan Bawah

Perencanaan saringan dan saluran akan didasarkan pada kebutuhan pengambilan serta
kecepatan yang dibutuhkan untuk mencegah masuknya sedimen ke dalam saluran
bertekanan.
Panjang saringan ke arah aliran di sungai yang diperlukan untuk mengelakkan air
dalam jumlah tertentu per meter lebar bendung, ditentukan dengan rumus di bawah
ini (lihat Gambar 4-34.). Rumus ini dijabarkan dengan mengandaikan garis energi
horisontal di atas saringan dan permukaan air eliptik.
Bangunan Pengambilan dan Pembilas 103

qo
L = 2,561 ................................................................................... 4-37
√h1

dimana: L = panjang kerja saringan ke arah aliran, m


q = debit per meter lebar, m3/dt.m
 = μ√2g cos θ4-38
 = n/m (untuk n dan m lihat Gambar 4-44.)
m m
m = 0,66 -0,16 (h ) 0,13 untuk 0,3 < (h ) < 5,0
1 1

g = percepatan gravitasi, m/dt² (≈ 9,8 m/dt²)


θ = kemiringan saringan, derajat
h1 = c x 2/3 H
H = kedalaman energi di hulu saringan, m.
Untuk c lihat Tabel 4-5.

garis energi

Hq n
h1
qo

L m
l Q potongan melintang
jeruji kisi-kisi
penyaring

Gambar 4-44. Hidrolika Saringan Bawah


104 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

Tabel 4-5. Harga-Harga c yang Bergantung Kepada Kemiringan Saringan (Frank)

θ0 c θ0 c
0 1,000 14 0,879

2 0,980 16 0,865

4 0,961 18 0,851
6 0,944 20 0,837

8 0,927 22 0,825

10 0,910 24 0,812

12 0,894 26 0,800

Debit dalam saluran bertekanan, dapat dijelaskan dengan rumus berikut (lihat Gambar
4-35.)
Q
dh Is −Ie − . q
gA2
= Q2 dA
........................................................................................... 4-38
dx (1− . )
gA3 dh

yang menghasilkan:
Q22 −Q12 v22 −v12
∆h = h2 − h1 = (Is − Ie )∆x − A +A 2
− .................................................... 4-39
2g
2g 1 2
2

Kecepatan minimum dalam saluran bertekanan dapat ditemukan dari diameter


maksimum sedimen yang akan dibiarkan bergerak (rumus didasarkan pada
rcr = 0,047d, Meyer-Peter):
1
h 3
v2 ≥ 32 (d) d ................................................................................. 4-40

v = kecepatan, m/dt
h = kedalaman air, m
d = diameter butir, m
Bangunan Pengambilan dan Pembilas 105

q
1 2

Ie
Ie.x
Iw
h = h2-h1
h1
Q1=A1.V1
h2
Is
Is.  x .
Q2=A2.V2

x  X = X2 - X1
X1 X2

Gambar 4-45. Aliran Bertekanan

Kemiringan yang termasuk dalam kecepatan ini adalah:


d9/7
I = 0,20 ................................................................................................. 4-41
q6/7

dimana:
I = kemiringan energi, m/m
d = diameter butir, m
q = v.h,m3/dt.m
v = kecepatan aliran, m/dt
h = kedalaman air, m.

4.6.2 Bangunan Pelengkap Bendung Saringan Bawah

Mengingat bendung ini cocok dibangun disungai dengan kemiringan memanjang


yang curam, maka tubuh bendung harus kuat dan stabil mengatasi tekanan sedimen
ukuran besar seperti pasir, kerakal dan tekanan hidrodinamis air yang besar akibat
kecepatan tinggi yang mendekati kecepatan kritis. Untuk itu diperlukan pondasi yang
dalam dan kuat.
(a) Untuk menghindari masuknya sedimen ke dalam saluran, perlu dilengkapi
kantong lumpur pada bangunan utama. Mengingat banyaknya sedimen dari
ukuran besar sampai kecil sebaiknya dilakukan dua kali pengurasan. Satu
106 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

penguras di depan pengambilan dan satu di awal saluran primer. Dengan cara
seperti ini diharapkan kandungan sedimen dalam air yang mengalir di jaringan
irigasi melalui seperti saluran induk menjadi minimal.
(b) Tembok pangkal bendung pada kedua sisi harus kokoh karena berfungsi sebagai
pemegang tubuh bendung dari tekanan air yang kuat dan juga berfungsi sebagai
tembok penahan tebing dari kelongsoran.
(c) Jeruji besi harus dilas pada dudukan plat besi yang dijangkar (angker) dengan
kedalaman minimal 40 cm dengan ujung jangkar dibengkokkan minimal 5 cm.
Jeruji besi dipilih dari profil besi baja I, dan atau H, dengan kekakuan cukup
sehingga tidak mudah melendut.
(d) Pintu pengambilan dan pintu penguras harus cukup kuat menahan tekanan
sedimen serta mudah pengoperasiannya dan tidak bocor.

4.7 Pengambilan Bebas

Pengambilan dibuat di tempat yang tepat sehingga dapat mengambil air dengan baik
dan sedapat mungkin menghindari masuknya sedimen. Terlepas dari pemilihan lokasi
pengambilan yang benar di sungai, masuknya sedimen dipengaruhi oleh sudut antara
pengambilan dan sungai, penggunaan dan ketinggian ambang penahan sedimen
(skimming wall), kecepatan aliran masuk dan sebagainya.
Gambar 4-46. menunjukkan sebagian dari penyelidikan model yang dilakukan oleh
Habermaas yang memperlihatkan pengaruh situasi-jari-jari tikungan sungai, derajat
tikungan, posisi pengambilan-terhadap pembagian sedimen layang pada pengambilan
dan sungai.
Bangunan Pengambilan dan Pembilas 107

250 50
pengambilan 46

su 78% 50%

R = 180
R = 300
100 ng 100 48°
ai
50

°
50%

30
22 22% 92
100

100 100
38%
62 40° 95
60 5%
144
62% 95%
100
R = 240

R = 120
100 60
39 °
11% 0%
48° 89% 100%

Gambar 4-46. Penyelidikan Model Habermaas, yang Memperlihatkan Banyaknya Sedimen


yang Masuk Kedalam Pengambilan

Gambar 4-47. Pintu Aliran Bawah

Gambar 4-48. Koefisien K untuk Debit Tenggelam (dari Schmidt)


108 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

Agar mampu mengatasi tinggi muka air yang berubah-ubah di sungai, pengambilan
harus direncanakan sebagai pintu aliran bawah. Rumus debit yang dapat dipakai
adalah (lihat Gambar 4-28.):
Q = K  a B √2gh1 ......................................................................................... 4-42
dimana:
Q = debit, m3/dt
K = faktor untuk aliran tenggelam (lihat Gambar 4-29.)
 = koefisiensi debit (lihat Gambar 4-30.)
a = bukaan pintu, m
b = lebar pintu, m
g = percepatan gravitasi, m/dt2 ( 9,8 m/dt2)
h1 = kedalaman air di depan pintu di atas ambang,m
Pengambilan bebas sebaiknya diseliki dengan model agar pengambilan itu dapat
ditempatkan di lokasi yang tepat supaya jumlah sedimen yang masuk dapat
diusahakan sesedikit mungkin.
Bangunan Pengambilan dan Pembilas 109

5. BAB V
BANGUNAN PENGAMBILAN DAN PEMBILAS

5.1 Tata Letak

Bangunan pengambilan berfungsi untuk mengelakkan air dari sungai dalam jumlah
yang diinginkan dan bangunan pembilas berfungsi untuk mengurangi sebanyak
mungkin benda-benda terapung dan fraksi-fraksi sedimen kasar yang masuk ke
jaringan saluran irigasi.
Pengambilan sebaiknya dibuat sedekat mungkin dengan pembilas dan as bendung
atau bendung gerak.
Lebih disukai jika pengambilan ditempatkan di ujung tikungan luar sungai atau pada
ruas luar guna memperkecil masuknya sedimen.
Bila dengan bendung pelimpah air harus diambil untuk irigasi di kedua sisi sungai,
maka pengambilan untuk satu sisi (Jika tidak terlalu besar) bisa dibuat pada pilar
pembilas, dan airnya dapat dialirkan melalui siphon dalam tubuh bendung ke sisi
lainnya (lihat juga Gambar 1-3.).
Dalam kasus lain, bendung dapat dibuat dengan pengambilan dan pembilas di kedua
sisi.
Kadang-kadang tata letak akan dipengaruhi oleh kebutuhan akan jembatan. Dalam hal
ini mungkin kita terpaksa menyimpang dari kriteria yang telah ditetapkan.
Adalah penting untuk merencanakan dinding sayap dan dinding pengarah, sedemikian
rupa sehingga dapat sebanyak mungkin dihindari dan aliran menjadi mulus (lihat juga
Gambar 4-14.). Pada umumnya ini berarti bahwa lengkung-lengkung dapat diterapkan
dengan jari-jari minimum ½ kali kedalaman air.

5.2 Bangunan Pengambilan

Pembilas pengambilan dilengkapi dengan pintu dan bagian depannya terbuka untuk
menjaga jika terjadi muka air tinggi selama banjir, besarnya bukaan pintu bergantung
110 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

kepada kecepatan aliran masuk yang diizinkan. Kecepatan ini bergantung kepada
ukuran butir bahan yang dapat diangkut.
Kapasitas pengambilan harus sekurang-kurangnya 120% dari kebutuhan pengambilan
(dimension requirement) guna menambah fleksibilitas dan agar dapat memenuhi
kebutuhan yang lebih tinggi selama umur proyek.
Rumus dibawah ini memberikan perkiraan kecepatan yang dimaksud:
v2 ≥ 32 (h/d)1/3 d ........................................................................................... 5-1
dimana:
v : kecepatan rata-rata, m/dt
h : kedalaman air, m
d : diameter butir, m
Dalam kondisi biasa, rumus ini dapat disederhanakan menjadi:
v ≈ 10 d0,5 ..................................................................................................... 5-2
Dengan kecepatan masuk sebesar 1,0 – 2,0 m/dt yang merupakan besaran
perencanaan normal, dapat diharapkan bahwa butir-butir berdiameter 0,01 sampai
0,04 m dapat masuk.
Q = μ b a √2gz ........................................................................................... 5-3
dimana: Q = debit, m3/dt
μ = koefisiensi debit: untuk bukaan di bawah permukaan air dengan
kehilangan tinggi energi, μ = 0,80
b = lebar bukaan, m
a = tinggi bukaan, m
g = percepatan gravitasi, m/dt2 (≈ 9,8 m/s2)
z = kehilangan tinggi energi pada bukaan, m
Gambar 5-1. menyajikan dua tipe pintu pengambilan.
Bangunan Pengambilan dan Pembilas 111

p  0.50 - 1.50 m
d  0.15 - 0.25 m
z  0.15 - 0.30 m
n  0.05 m
t  0.10 m

n
z

z
a

h
a
d

d
p

p
a b

Gambar 5-1. Tipe Pintu Pengambilan

Bila pintu pengambilan dipasangi pintu radial, maka μ = 0,80 jika ujung pintu bawah
tenggelam 20 cm di bawah muka air hulu dan kehilangan energi sekitar
10 cm.
Untuk yang tidak tenggelam, dapat dipakai rumus-rumus dan grafik-grafik yang
diberikan pada subbab 4.4.
Elevasi mercu bendung direncana 0,10 di atas elevasi pengambilan yang dibutuhkan
untuk mencegah kehilangan air pada bendung akibat gelombang.
Elevasi ambang bangunan pengambilan ditentukan dari tinggi dasar sungai. Ambang
direncana di atas dasar dengan ketentuan berikut:
- 0,50 m jika sungai hanya mengangkut lanau
- 1,00 m bila sungai juga mengangkut pasir dan kerikil
- 1,50 m Jika sungai mengangkut batu-batu bongkah.
Harga-harga itu hanya dipakai untuk pengambilan yang digabung dengan pembilas
terbuka, jika direncana pembilas bawah, maka kriteria ini tergantung pada ukuran
saluran pembilas bawah. Dalam hal ini umumnya ambang pengambilan direncanakan
0 < p < 20 cm di atas ujung penutup saluran pembilas bawah.
112 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

Bila pengambilan mempunyai bukaan lebih dari satu, maka pilar sebaiknya
dimundurkan untuk menciptakan kondisi aliran masuk yang lebih mulus (lihat
Gambar 5-2.).

R=
5h
0.

0.
R=

5h
Gambar 5-2. Geometri Bangunan Pengambilan

Pengambilan hendaknya selalu dilengkapi dengan sponeng skot balok di kedua sisi
pintu, agar pintu itu dapat dikeringkan untuk keperluan-keperluan pemeliharaan dan
perbaikan.
Guna mencegah masuknya benda-benda hanyut, puncak bukaan direncanakan di
bawah muka air hulu. Jika bukaan berada di atas muka air, maka harus dipakai kisi-
kisi penyaring. Kisi-kisi penyaring direncana dengan rumus berikut:
Kehilangan tinggi energi melalui saringan adalah:
hf = c (v2/2g) ..................................................................................................... 5-4
dimana: c = β (s/b)4/3 sin δ ......................................................................... 5-5
dimana: hf = kehilangan tinggi energi
v = kecepatan datang (approach velocity)
g = percepatan gravitasi m/dt2 (≈ 9,8 m/dt2)
c = koefisien yang bergantung
β = faktor bentuk (lihat Gambar 5-3.)
s = tebal jeruji, m
L = panjang jeruji, m (lihat Gambar 5-3.)
b = jarak bersih antar jeruji b (b > 50 mm), m
 = sudut kemiringan dari horisontal, dalam derajat.
Bangunan Pengambilan dan Pembilas 113

s s b s

s s b s
L (l/s = 5)

 = 2.24  = 1.8

Gambar 5-3. Bentuk-Bentuk Jeruji Kisi-Kisi Penyaring dan Harga-Harga 

5.3 Pembilas

Lantai pembilas merupakan kantong tempat mengendapnya bahan-bahan kasar di


depan pembilas pengambilan. Sedimen yang terkumpul dapat dibilas dengan jalan
membuka pintu pembilas secara berkala guna menciptakan aliran terkonsentrasi tepat
di depan pengambilan.
Pengalaman yang diperoleh dari banyak bendung dan pembilas yang sudah dibangun,
telah menghasilkan beberapa pedoman menentukan lebar pembilas:
- lebar pembilas ditambah tebal pilar pembagi sebaiknya sama dengan
1/6 – 1/10 dari lebar bersih bendung (jarak antara pangkal-pangkalnya), untuk
sungai-sungai yang lebarnya kurang dari 100 m.
- lebar pembilas sebaiknya diambil 60% dari lebar total pengambilan termasuk
pilar-pilarnya.
Juga untuk panjang dinding pemisah, dapat diberikan harga empiris. Dalam hal ini
sudut a pada Gambar 5-4. sebaiknya diambil sekitar 600 sampai 700.
114 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

Tinggi tanggul
Tinggi tanggul

-70
60

~ 0.6 w

As Bendung

Gambar 5-4. Geometri Pembilas

Pintu pada pembilas dapat direncana dengan bagian depan terbuka atau tertutup (lihat
juga Gambar 5-11.)
Pintu dengan bagian depan terbuka memiliki keuntungan-keuntungan berikut:
- ikut mengatur kapasitas debit bendung, karena air dapat mengalir melalui pintu-
pintu yang tertutup selama banjir.
- pembuangan benda-benda terapung lebih mudah, khususnya bila pintu dibuat
dalam dua bagian dan bagian atas dapat diturunkan (lihat juga Gambar 5-13c).
Kelemahan-kelemahannya:
- sedimen akan terangkut ke pembilas selama banjir, hal ini bisa menimbulkan
masalah, apalagi Jika sungai mengangkut banyak bongkah. Bongkah-bongkah ini
dapat menumpuk di depan pembilas dan sulit disingkirkan.
- benda-benda hanyut bisa merusakkan pintu.
- karena debit di sungai lebih besar daripada debit di pengambilan, maka air akan
mengalir melalui pintu pembilas, dengan demikian kecepatan menjadi lebih tinggi
dan membawa lebih banyak sedimen.
Bangunan Pengambilan dan Pembilas 115

Sekarang kebanyakan pembilas direncana dengan bagian depan terbuka. Jika bongkah
yang terangkut banyak, kadang-kadang lebih menguntungkan untuk merencanakan
pembilas samping (shunt sluice), lihat Gambar 5-5. Pembilas tipe ini terletak di luar
bentang bersih bendung dan tidak menjadi penghalang jika terjadi banjir.

Saluran Primer

Alat Ukur

Gambar 5-5. Pembilas Samping

Bagian atas pemisah berada di atas muka air selama pembilasan berlangsung. Untuk
menemukan elevasi ini, eksploitasi pembilas tersebut harus dipelajari. Selama
eksploitasi biasa dengan pintu pengambilan terbuka, pintu pembilas secara berganti-
ganti akan dibuka dan ditutup untuk mencegah penyumbatan.
Pada waktu mulai banjir pintu pengambilan akan ditutup (tinggi muka air sekitar 0,50
m sampai 1,0 m di atas mercu dan terus bertambah), pintu pembilas akan dibiarkan
tetap tertutup. Pada saat muka air surut kembali menjadi 0,50 sampai 1,0 m di atas
mercu dan terus menurun, pintu pengambilan tetap tertutup dan pintu pembilas
dibuka untuk menggelontor sedimen.
116 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

Karena tidak ada air yang boleh mengalir di atas dinding pemisah selama pembilasan
(sebab aliran ini akan mengganggu), maka elevasi dinding tersebut sebaiknya diambil
0,50 atau 1,0 m di atas tinggi mercu.
Jika pembilasan harus didasarkan pada debit tertentu di sungai yang masih cukup
untuk itu muka dinding pemisah, dapat ditentukan dari Gambar 5-6.
Biasanya lantai pembilas pada kedalaman rata-rata sungai. Namun demikian, jika hal
ini berarti terlalu dekat dengan ambang pengambilan, maka lantai itu dapat
ditempatkan lebih rendah asal pembilasan dicek sehubungan dengan muka air hilir
(tinggi energi yang tersedia untuk menciptakan kecepatan yang diperlukan).
Kurve debit
pembilas
tinggi dinding pemisah
Kurve debit bendung
.
hw

mercu bendung mercu bendung


hs

Qw
dinding pembilas d.p
(d.p) Qs
Q1
debit banjir

Gambar 5-6. Metode Menemukan Tinggi Dinding Pemisah

5.4 Pembilas Bawah

Pembilas bawah direncana untuk mencegah masuknya angkutan sedimen dasar fraksi
pasir yang lebih kasar ke dalam pengambilan.
“Mulut” pembilas bawah ditempatkan di hulu pengambilan dimana ujung penutup
pembilas membagi air menjadi dua lapisan, lapisan atas mengalir ke pengambilan dan
lapisan bawah mengalir melalui saluran pembilas bawah lewat bendung
(lihat Gambar 5-7.).
Pintu di ujung pembilas bawah akan tetap terbuka selama aliran air rendah pada
musim kemarau pintu pembilas tetap ditutup agar air tidak mengalir. Untuk membilas
Bangunan Pengambilan dan Pembilas 117

kandungan sedimen dan agar pintu tidak tersumbat, pintu tersebut akan dibuka setiap
hari selama kurang lebih 60 menit.
Apabila benda-benda hanyut mengganggu eksploitasi pintu pembilas sebaiknya di
pertimbangkan untuk membuat pembilas dengan dua buah pintu, dimana pintu atas
dapat diturunkan agar benda-benda hanyut dapat lewat (lihat juga Gambar 5-13c).
118 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

Aliran ke pengambilan
Aliran melalui pembilas bawah

Saluran primer B

A A

DENAH
Penutup atas
pembilas bawah
B

Satu pintu bilas


Sponeng untuk
Skat balok

Pembilas bawah

POTONGAN A - A ( 1 )

Dua pintu bilas Mercu


bendung

POTONGAN B - B ( 2 )
POTONGAN A - A ( 2 )

Gambar 5-7. Pembilas Bawah


Bangunan Pengambilan dan Pembilas 119

Jika kehilangan tinggi energi bangunan pembilas kecil, maka hanya diperlukan satu
pintu, dan jika dibuka pintu tersebut akan memberikan kehilangan tinggi energi yang
lebih besar di bangunan pembilas.
Bagian depan pembilas bawah biasanya direncana di bawah sudut dengan bagian
depan pengambilan.
Dimensi-dimensi dasar pembilas bawah adalah:
- tinggi saluran pembilas bawah hendaknya lebih besar dari 1,5 kali diameter
terbesar sedimen dasar di sungai
- tinggi saluran pembilas bawah sekurang-kurangnya 1,0 m,
- tinggi sebaiknya diambil 1/3 sampai 1/4 dari kedalaman air di depan pengambilan
selama debit normal.
Dimensi rata-rata dari pembilas bawah yang direncanakan dan dibangun berkisar dari:
- 5 sampai 20 m untuk panjang saluran pembilas bawah
- 1 sampai 2 m untuk panjang tinggi saluran pembilas bawah
- 0,20 sampai 0,35 m untuk tebal beton bertulang.
Luas saluran pembilas bawah (lebar kali tinggi) harus sedemikian rupa sehingga
kecepatan minimum dapat dijaga (v = 1,0 – 1,5 m/dt). Tata letak saluran pembilas
bawah harus direncana dengan hati-hati untuk menghindari sudut mati (dead corner)
dengan kemungkinan terjadinya sedimentasi atau terganggunya aliran.
Sifat tahan gerusan dari bahan dipakai untuk lining saluran pembilas bawah
membatasi kecepatan maksimum yang diizinkan dalam saluran bawah, tetapi
kecepatan minimum bergantung kepada ukuran butir sedimen yang akan dibiarkan
tetap bergerak.
Karena adanya kemungkinan terjadinya pusaran udara, di bawah penutup atas saluran
pembilas bawah dapat terbentuk kavitasi, lihat Gambar 5-8. Oleh karena itu, pelat
baja bertulang harus dihitung sehubungan dengan beton yang ditahannya.
120 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

pusaran air pusaran air


h1

h2
kavitasi penuh
kavitasi sebagian

Gambar 5-8. Pusaran (Vortex) dan Kantong Udara Dibawah Penutup Atas
Saluran Pembilas Bawah

5.5 Pintu

5.5.1 Umum

Dalam merencanakan pintu, faktor-faktor berikut harus dipertimbangkan:


- berbagai beban yang bekerja pada pintu
- alat pengangkat: 1. tenaga mesin
2. tenaga manusia
- kedap air dan sekat
- bahan bangunan
(1) Pembebanan Pintu
Pada pintu sorong tekanan air diteruskan ke sponeng, dan pada pintu radial ke
bantalan pusat. Pintu sorong kayu direncana sedemikian rupa sehingga masing-
masing balok kayu mampu menahan beban dan meneruskannya ke sponeng untuk
pintu sorong baja, gaya tersebut harus dibawa oleh balok. Lihat Gambar 5-9.
Bangunan Pengambilan dan Pembilas 121

rencana jarak

1/n
balok untuk pintu
pintu sorong
plat baja

1/n
l
1/n
1/n
pintu radial

Gambar 5-9. Gaya-Gaya yang Bekerja pada Pintu

(2) Alat Pengangkat


Alat pengangkat dengan setang biasanya dipakai untuk pintu-pintu lebih kecil. Untuk
pintu-pintu yang dapat menutup sendiri, karena digunakan rantai berat sendiri atau
kabel baja tegangan tinggi.
Pemilihan tenaga manusia atau mesin bergantung pada ukuran dan berat pintu,
tersedianya tenaga listrik, waktu eksploitasi, mudah/tidaknya eksploitasi
pertimbangan-pertimbangan ekonomis.
(3) Kedap Air
Umumnya pintu sorong memperoleh kekedapannya dari pelat perunggu yang
dipasang pada pintu. Pelat-pelat ini juga di pasang untuk mengurangi gesekan. Jika
pintu sorong harus dibuat kedap sama sekali, maka sekat atasnya juga dapat dibuat
dari perunggu. Sekat dasarnya bisa dibuat dari kayu atau karet.
Pintu sorong dan radial dari baja menggunakan sekat karet tipe modern seperti
ditunjukkan pada Gambar 5-10.
122 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

pintu pelai karet pelat karet


pada bangunan pada pintu

karet

pintu

pelat karet
pelat baja
di dasar bangunan pintu
bentuk asli

Gambar 5-10. Sekat Air dari Karet untuk Bagian Samping (A), Dasar (B) dan Atas (C) pada
Pintu Baja

(4) Bahan Bangunan


Pintu yang dipakai untuk pengambilan dan pembilas dibuat dari kayu dengan
kerangka (mounting) baja, atau dibuat dari pelat baja yang diperkuat dengan gelagar
baja. Pelat-pelat perunggu dipasang pada pintu untuk mengurangi gesekan di antara
pintu dengan sponengnya. Pintu berukuran kecil jarang memerlukan rol.

5.5.2 Pintu Pengambilan

Biasanya pintu pengambilan adalah pintu sorong kayu sederhana (lihat Gambar 5-
11.). Bila di daerah yang bersangkutan harga kayu mahal, maka dapat dipakai baja.
Jika air di depan pintu sangat dalam, maka eksploitasi pintu sorong mungkin sulit.
Jika demikian halnya, pintu radial atau segmen akan lebih baik (lihat Gambar 5-12.).
Bangunan Pengambilan dan Pembilas 123

I Pintu kayu dengan sekat


samping dan atas ( perunggu )
II Pintu baja dengan sekat
samping dan dasar ( kayu keras ) C-C

D B
A Bagian
depan
C terbuka
Bagian
depan
tertutup

B B
D D
T
T

A C

Gambar 5-11. Tipe-Tipe Pintu Pengambilan: Pintu Sorong Kayu dan Baja

rantai atau
kabel pengangkat

Gambar 5-12. Pintu Pengambilan Tipe Radial


124 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

5.5.3 Pintu Bilas

Ada bermacam-macam pintu bilas yang bisa digunakan, yakni:


- satu pintu tanpa pelimpah (bagian depan tertutup, lihat Gambar 5-13a.)
- satu pintu dengan pelimpah (bagian depan terbuka, lihat Gambar 5-13b.)
- dua pintu, biasanya hanya dengan pelimpah (lihat Gambar 5-13c.)
- pintu radial dengan katup agar dapat membilas benda-benda terapung (lihat
Gambar 5-13d.)
Apabila selama banjir aliran air akan lewat di atas pintu, maka bagian atas pintu harus
direncana sedemikian rupa, sehingga tidak ada getaran dan tirai luapannya harus
diaerasi secukupnya. (lihat Gambar 5-14.).
Dimensi kebutuhan aerasi dapat diperkirakan dengan pertolongan rumus berikut:
qair
qudara = 0,1 yy ...................................................................................... 5-6
⁄ 1,5
h1

dimana:
qudara = udara yang diperlukan untuk aerasi per m’ lebar pintu, m3/dt
qair = debit di atas pintu, m3/dt.m
yp = kedalaman air di atas tirai luapan, m
h1 = kedalaman air di atas pintu, m
Bangunan Pengambilan dan Pembilas 125

satu pintu kayu dan satu pintu kayu dan


bagian depan tertutup bagian depan terbuka

Pembilas Pembilas
bawah bawah

A B

bagian atas dapat


digerakkan guna
menghanyutkan
pintu atas dapat diturunkan benda-benda hanyut
untuk menghanyutkan
benda-benda hanyut
dua pintu kayu
pintu bawah dapat diangkat
Pembilas
untuk pembilas
bawah pintu radial

C D

Gambar 5-13. Tipe-Tipe Pintu Bilas

Untuk menemukan dimensi pipa, kecepatan udara maksimum di dalam pipa boleh
diambil 40-50 m/dt.
Stang pengangkat dari pintu dengan bagian depan terbuka, ditempatkan di luar
bukaan bersih (di dalam sponeng) guna melindunginya dari benda-benda terapung.

Ventilasi aerasi aliran di bagian


depan pintu yang terbuka
h1

yp

Gambar 5-14. Aerasi Pintu Sorong yang Terendam


126 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama
Perencanaan Bangunan 127

6. BAB VI
PERENCANAAN BANGUNAN

6.1 Umum

Sifat-sifat bahan bangunan diuraikan dalam KP – 06 Parameter Bangunan.


Penggunaan bahan khusus serta analisis stabilitas bangunan utama akan dibicarakan
dalam bab ini.

6.2 Penggunaan Bahan Khusus

6.2.1 Lindungan Permukaan

Tipe dan ukuran sedimen yang diangkut oleh sungai akan mempengaruhi pemilihan
bahan yang akan dipakai untuk membuat permukaan bangunan yang langsung
bersentuhan dengan aliran air. Ada tiga tipe bahan yang bisa dipakai untuk
melindungi bangunan terhadap gerusan (abrasi), yakni:
- Batu Candi, yakni pasangan batu keras alamiah yang dibuat bentuk blok-blok segi
empat atau persegi dan dipasang rapat-rapat. Pasangan batu tipe ini telah terbukti
sangat tahan abrasi dan dipakai pada banyak bendung yang terkena abrasi keras.
- Bila tersedia batu-batu keras yang berkualitas baik, seperti andesit, basal, diabase,
diorit, gabro, granit atau grano-diorit, maka dianjurkan untuk membuat
permukaan dari bahan ini pada permukaan bendung yang dibangun di sungai-
sungai yang mengangkut sedimen abrasif (berdaya gerus kuat).
- Beton, jika direncana dengan baik dan dipakai di tempat yang benar, merupakan
bahan lindungan yang baik pula, beton yang dipakai untuk lindungan permukaan
sebaiknya mengandung agregat berukuran kecil, bergradasi baik dan berkekuatan
tinggi.
- Baja, kadang-kadang dipakai di tempat yang terkena hempasan berat oleh air
yang mengandung banyak sedimen. Khususnya blok halang di kolam olak dan
lantai tepat di bawah pintu dapat dilindungi dengan pelat-pelat baja.
128 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

Pada kolam olak tipe bak tenggelam, kadang-kadang dipakai rel baja guna
melindungi bak terhadap benturan batu-batu bongkah.

6.2.2 Lindungan dari Pasangan Batu Kosong

Pasangan batu kosong (rip-rap) dipakai sebagai selimut lindung bagi tanah asli (dasar
sungai) tepat di hilir bangunan.
Batu yang dipakai untuk pasangan batu kosong harus keras, padat dan awet, serta
berberat jenis 2,4.
Panjang lindungan dari pasangan batu kosong sebaiknya diambil 4 kali kedalaman
lubang gerusan lokal, dihitung dengan rumus empiris.
Rumus ini adalah rumus empiris Lacey untuk menghitung kedalaman lubang gerusan:
Q1/3
R = 0,47 f ................................................................................................... 6-1
dimana: R = kedalaman gerusan dibawah permukaan air banjir, m
Q = debit, m3/dt
f = faktor lumpur Lacey (1,76 Dm0,5)
Dm = Diameter nilai tengah (mean) untuk bahan jelek, mm
Untuk menghitung turbulensi dan aliran yang tidak stabil, R ditambah 1,5 nya lagi
(data empiris).
Tebal lapisan pasangan batu kosong sebaiknya diambil 2 sampai 3 kali d40, dicari dari
kecepatan rata-rata aliran dengan bantuan Gambar 6-1.
Gambar 6-1. dapat dipakai untuk menentukan d40 dari campuran pasangan batu
kosong dari kecepatan rata-rata selama terjadi debit rencana di atas ambang
bangunan. d40 dari campuran berarti bahwa 60% dari campuran ini sama diameternya
atau lebih besar. Ukuran batu hendaknya hampir serupa ke semua arah.
Perencanaan Bangunan 129

Kecepatan rata-rata di atas ambang dalam m/det

diameter butir d40 dalam meter


0.0001 0.0005 0.001 0.005 0.01 0.05 0.1 0.4
10.0
8.0
6.0
4.0

2.0

1.0
0.8
0.6
0.4

0.2

0.1
0.000001 0.00001 0.0001 0.001 0.01 0.1 1.0 10 100
berat butir dalam kg

Gambar 6-1. Grafik untuk Perencanaan Ukuran Pasangan Batu Kosong

6.2.3 Filter

Filter (saringan) berfungsi mencegah hilangnya bahan dasar halus melalui bangunan
lindung. Filter harus ditempatkan antara pasangan batu kosong dan tanah bawah atau
antara pembuang dan tanah bawah.
Ada tiga tipe filter yang bisa dipakai:
- filter kerikil-pasir yang digradasi
- kain filter sintetis
- ijuk.
Di sini akan dijelaskan pembagian butir filter.
Kain filter sintetis makin mudah didapat dan Jika direncanakan dengan baik bisa
memberi keuntungan-keuntungan ekonomis.
Mereka yang akan memakai kriteria ini dianjurkan untuk mempelajari brosur
perencanaan dari pabrik.
130 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

Penggunaan ijuk biasanya terbatas pada lubang pembuang di dinding penahan.


Pemakaiannya di bawah pasangan batu kosong dan pada pembuang-pembuang besar,
belum didukung oleh kepustakaan yang ada, jadi sebaiknya tidak dipraktekkan.

Gambar 6-2. Contoh Filter antara Pasangan Batu Kosong dan Bahan Asli (Tanah Dasar)

Filter yang digradasi (lihat Gambar 6-2.) hendaknya direncana menurut aturan-aturan
berikut:
(1) *Kelulusan tanah (USBR,1973):
d15 lapisan 3 d lapisan 2 d15 lapisan 1
d15 lapisan 2
, d15 lapisan 1 , d = 5 sampai 40
15 15 tanah dasar

Perbandingan 5 – 40 seperti yang disebutkan di atas dirinci lagi sebagai berikut:


(a) butir bulat homogen (kerikil) 5 – 10
(b) butir runcing homogen (pecahan kerikil, batu) 6 – 20
(c) butir bergradasi baik 12 – 40
(2) *Stabilitas, perbandingan d15/d85 (Bertram, 1940):
d15 lapisan 3 d lapisan 2 d15 lapisan 1
d85 lapisan 2
, d15 lapisan 1 , d ≤5
85 85 tanah dasar

d50 lapisan 3 d lapisan 2 d50 lapisan 1


, d50 lapisan 1 , d = 5 sampai 60
d50 lapisan 2 50 50 tanah dasar

dengan:
(a) butir bulat homogen (kerikil) 5 – 10
(b) butir runcing homogen (pecahan kerikil, batu) 10 – 30
(c) butir bergradasi baik 12 – 60
Agar filter tidak tersumbat, maka d5 harus sama atau lebih besar dari 0,75 mm
untuk semua lapisan filter.
Perencanaan Bangunan 131

Tebal minimum untuk filter yang dibuat di bawah kondisi kering adalah:
(1) pasir, kerikil halus 0,05 sampai 0,10 m
(2) kerikil 0,10 sampai 0,20 m
(3) batu 1,50 sampai 2 kali diameter batu yang lebih besar.
Bila filter harus ditempatkan di bawah air, maka harga-harga ini sebaiknya
ditambah 1,5 sampai 2 kali.

6.2.4 Bronjong

Bronjong dibuat di lapangan, berbentuk bak dari jala-jala kawat yang diisi dengan
batu yang cocok ukurannya. Matras jala-jala kawat ini diperkuat dengan kawat-kawat
besar atau baja tulangan pada ujung-ujungnya. Ukuran yang biasa adalah 2 m x 1 m x
0,5 m. Bak-bak yang terpisah-pisah ini kemudian diikat bersama-sama untuk
membentuk satu konstruksi yang homogen.
Bronjong tidak boleh digunakan untuk bagian-bagian permanen dari bangunan utama,
bronjong hanya boleh dipakai untuk pekerjaan-pekerjaan pengatur sungai di hulu atau
hilir bangunan bendung dari batu atau beton.
Keuntungan menggunakan bronjong adalah:
- kemungkinan membuat lindungan berat dengan batu-batu yang berukuran lebih
kecil dan lebih murah.
- fleksibilitas konstruksi tersebut untuk dapat mengikuti tinggi permukaan yang
terkena erosi.
Untuk mencegah agar tidak ada bahan pondasi yang hilang, di antara tanah dasar dan
lindungan dari bronjong harus selalu diberi filter yang memadai. Ijuk adalah saringan
yang baik dan dapat ditempatkan di bawah semua bronjong.
Pada Gambar 6-3. disajikan detail bronjong.
132 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

200 - 300 cm

100 - 200 cm
50

Matras - batu Bronjong

Penggerusan

Saringan dari ijuk atau pasir


Gambar 6-3. Detail Bronjong

6.3 Bahan Pondasi

Metode untuk menghitung besarnya daya dukung (bearing pressure) serta harga-
harga perkiraan diberikan dalam KP - 06 Parameter Bangunan.
Parameter bahan seperti sudut gesekan dalam dan kohesi untuk bahan-bahan pondasi
yang sering dijumpai, diberikan pada Tabel 6-1. dan Tabel 6-2. bersama-sama dengan
perkiraan daya dukung sebagai harga-harga teoritis untuk perhitungan-perhitungan
pendahuluan.
Perencanaan Bangunan 133

Tabel 6-1. Harga-Harga Perkiraan Daya Dukung yang Diizinkan


(Disadur dari British Standard Code of Practice CP 2004)

Daya Dukung
Jenis
kN/m2 kgf/cm2

1. Batu sangat keras 10.000 100

2. Batu kapur/batu pasir keras 4.000 40

3. Kerikil berkerapatan sedang atau pasir dan kerikil 200-600 2-6

4. Pasir berkerapatan sedang 100-300 1-3

5. Lempung kenyal 150-300 1,5-3

6. Lempung teguh 75-150 0,75-1,5

7. Lempung lunak dan lumpur 1 < 75 < 0,75

Tabel 6-2. Sudut Gesekan dalam φ dan Kohesi c


c c
Jenis Tanah Φ° 2
(kN/m ) (kgf/cm2)

pasir lepas 30 – 32,5 0 0

pasir padat 32,5 – 35 0 0

pasir lempungan 18 – 22 10 0,1

lempung 15 - 30 10 - 20 0,1 – 0,2

Bangunan bendung biasanya dibangun pada permukaan dasar yang keras seperti
batuan keras atau kerikil dan pasir yang dipadatkan dengan baik. Dalam hal ini
penurunan bangunan tidak menjadi masalah. Jika bahan pondasi ini tidak dapat
diperoleh, maka pondasi bangunan harus direncana dengan memperhitungkan gaya-
134 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

gaya sekunder yang ditimbulkan oleh penurunan yang tidak merata maupun resiko
terjadinya erosi bawah tanah (piping) akibat penurunan tersebut.

6.4 Analisis Stabilitas

6.4.1 Gaya-Gaya yang Bekerja pada Bangunan

Gaya-gaya yang bekerja pada bangunan bendung dan mempunyai arti penting dalam
perencanaan adalah:
(a) tekanan air, dalam dan luar
(b) tekanan lumpur (sediment pressure)
(c) gaya gempa
(d) berat bangunan
(e) reaksi pondasi.

6.4.2 Tekanan Air

Gaya tekan air dapat dibagi menjadi gaya hidrostatik dan gaya hidrodinamik.
Tekanan hidrostatik adalah fungsi kedalaman di bawah permukaan air. Tekanan air
akan selalu bekerja tegak lurus terhadap muka bangunan. Oleh sebab itu agar
perhitungannya lebih mudah, gaya horisontal dan vertikal dikerjakan secara terpisah.
Tekanan air dinamik jarang diperhitungkan untuk stabilitas bangunan bendung
dengan tinggi energi rendah.
Gaya tekan ke atas. Bangunan bendung mendapat tekanan air bukan hanya pada
permukaan luarnya, tetapi juga pada dasarnya dan dalam tubuh bangunan itu. Gaya
tekan ke atas, yakni istilah umum untuk tekanan air dalam, menyebabkan
berkurangnya berat efektif bangunan diatasnya.
Rumus gaya tekan ke atas untuk bangunan yang didirikan pada pondasi batuan adalah
(lihat Gambar 6-4.):
Wu = cw [h2 + ½ ξ (h1 – h2)] A ....................................................................... 6-2
Perencanaan Bangunan 135

dimana:
c = proposi luas dimana tekanan hidrostatik bekerja (c = 1, untuk semua tipe
pondasi)
w = berat jenis air, kN/m3
h2 = kedalaman air hilir, m
ξ = proposi tekanan (proportion of net head) diberikan pada Tabel 6-3.
h1 = kedalaman air hulu, m
A = luas dasar, m2
Wu = gaya tekan ke atas resultante, kN

h1

h2

batuan
batuan
Wu Ywh2
½  (h1 – h2) Yw .

Gambar 6-4. Gaya Angkat untuk Bangunan yang Dibangun pada Pondasi Buatan

Tabel 6-3. Harga-Harga ξ

Tipe Pondasi Batuan ξ (Proporsi Tekanan)


Berlapis Horisontal 1,00

Sedang, Pejal (massive) 0,67

Baik, Pejal 0,50

Gaya tekan ke atas untuk bangunan pada permukaan tanah dasar (subgrade) lebih
rumit. Gaya angkat pada pondasi itu dapat ditemukan dengan membuat jaringan
136 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

aliran (flownet), atau dengan asumsi-asumsi yang digunakan oleh Lane untuk teori
angka rembesan (weighted creep theory).
Gaya tekan ke atas untuk bangunan pada permukaan tanah dasar (subgrade) lebih
rumit. Gaya angkat pada pondasi itu dapat ditemukan dengan membuat jaringan
aliran (flownet). Dalam hal ditemui kesulitan berupa keterbatasan waktu pengerjaan
dan tidak tersedianya perangkat lunak untuk menganalisa jaringan aliran, maka
perhitungan dengan asumsi-asumsi yang digunakan oleh Lane untuk teori angka
rembesan (weighted creep theory) bisa diterapkan.
Jaringan aliran dapat dibuat dengan:
(1) plot dengan tangan
(2) analog listrik atau
(3) menggunakan metode numeris (numerical method) pada komputer.
Dalam metode analog listrik, aliran air melalui pondasi dibandingkan dengan aliran
listrik melalui medan listrik daya-antar konstan. Besarnya voltase sesuai dengan
tinggi piezometrik, daya-antar dengan kelulusan tanah dan aliran listrik dengan
kecepatan air (lihat Gambar 6-5).
Untuk pembuatan jaringan aliran bagi bangunan utama yang dijelaskan disini,
biasanya cukup diplot dengan tangan saja.
Contoh jaringan aliran di bawah bendung pelimpah diberikan pada Gambar 6-6.

+ -

pengukuran volt

garis-garis
ekuipotensial

medan listrik

Gambar 6-5. Konstruksi Jaringan Aliran Menggunakan Analog Listrik


Perencanaan Bangunan 137

garis-garis
ekuipotensial garis-garis aliran

batas kedap air

Gambar 6-6. Contoh Jaringan Aliran Dibawah Dam Pasangan Batu pada Pasir

Dalam teori angka rembesan Lane, diandaikan bahwa bidang horisontal memiliki
daya tahan terhadap aliran (rembesan) 3 kali lebih lemah dibandingkan dengan bidang
vertikal.
Ini dapat dipakai untuk menghitung gaya tekan ke atas di bawah bendung dengan cara
membagi beda tinggi energi pada bendung sesuai dengan panjang relatif di sepanjang
pondasi.
138 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

Hx 1 H

H 4 5

2 3 6 14
7

8 9 hx
x h
10 11

12 13

Lx
1 23 4 5 67 89 10 11 12 13 14

Qx h
(10-11)/3

(4-5)/3
H
(6-7)/3 (8-9)/3 (12-13)/3
(2-3)/3

Px=Hx - Lx . H
L

Gambar 6-7. Gaya Angkat pada Pondasi Bendung

Dalam bentuk rumus, ini berarti bahwa gaya angkat pada titik x disepanjang dasar
bendung dapat dirumuskan sebagai berikut:
Px = Hx – (Lx/L) ΔH .......................................................................................... 6-3
dimana: Px = gaya angkat pada x, kg/m2
L = panjang total bidang kontak bendung dan tanah bawah, m
Lx = jarak sepanjang bidang kontak dari hulu sampai x, m
ΔH = beda tinggi energi, m
Hx = tinggi energi di hulu bendung, m
Perencanaan Bangunan 139

Dan dimana L dan Lx adalah jarak relatif yang dihitung menurut cara Lane,
bergantung kepada arah bidang tersebut. Bidang yang membentuk sudut 450 atau
lebih terhadap bidang horisontal, dianggap vertikal.

6.4.3 Tekanan Lumpur

Tekanan lumpur yang bekerja terhadap muka hulu bendung atau terhadap pintu dapat
dihitung sebagai berikut:
τs h2 1−sinϕ
Ps = 2 1+sinϕ
.............................................................................................. 6-4

dimana:
Ps = gaya yang terletak pada 2/3 kedalaman dari atas lumpur yang bekerja secara
horizontal
s = berat lumpur, kN
h = dalamnya lumpur, m
𝜙 = sudut gesekan dalam, derajat.
Beberapa andaian/asumsi dapat dibuat seperti berikut:
G−1
τs = τs′ ( G
) ................................................................................................ 6-5

dimana: s’ = berat volume kering tanah ≈ 16 kN/m3 (≈ 1.600 kgf/m3)


G = berat volume butir = 2,65
menghasilkan s = 10 kN/m3 (≈ 1.000 kgf/m3)
Sudut gesekan dalam, yang bisa diandaikan 300 untuk kebanyakan hal, menghasilkan:
Ps = 1,67 h2 ................................................................................................ 6-6

6.4.4 Gaya Gempa

Harga-harga gaya gempa diberikan dalam bagian Parameter Bangunan. Harga-harga


tersebut didasarkan pada peta Indonesia yang menujukkan berbagai daerah dan
resiko. Faktor minimum yang akan dipertimbangkan adalah 0,1 g perapatan gravitasi
sebagai harga percepatan. Faktor ini hendaknya dipertimbangkan dengan cara
140 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

mengalikannya dengan massa bangunan sebagai gaya horisontal menuju ke arah yang
paling tidak aman, yakni arah hilir.

6.4.5 Berat Bangunan

Berat bangunan bergantung kepada bahan yang dipakai untuk membuat bangunan itu.
Untuk tujuan-tujuan perencanaan pendahuluan, boleh dipakai harga-harga berat
volume di bawah ini.
pasangan batu 22 kN/m3 (≈ 2.200 kgf/m3)
beton tumbuk 23 kN/m3 (≈ 2.300 kgf/m3)
beton bertulang 24 kN/m3 (≈ 2.400 kgf/m3)
Berat volume beton tumbuk bergantung kepada berat volume agregat serta ukuran
maksimum kerikil yang digunakan.
Untuk ukuran maksimum agregat 150 mm dengan berat volume 2,65, berat
volumenya lebih dari 24 kN/m3 (≈ 2.400 kgf/m3).

6.4.6 Reaksi Pondasi

Reaksi pondasi boleh diandaikan berbentuk trapesium dan tersebar secara linier.
Perencanaan Bangunan 141

W1

W2

W3

R
(W)
P1
(P)

U' U
P2
Pusat Grafitasi
9 1 2
p'' 3
e
7
p'
4 5
6
z
y m'' m' 8

Gambar 6-8. Unsur-Unsur Persamaan Distribusi Tekanan pada Pondasi

Berdasarkan Gambar 6-8. rumus-rumus berikut dapat diturunkan dengan mekanika


sederhana.
Tekanan vertikal pondasi adalah:
Σ(W) Σ(W)e
p= A
+ A m ...................................................................................... 6-7
dimana:
p = tekanan vertikal pondasi
∑ (W) = keseluruhan gaya vertikal, termasuk tekanan ke atas, tetapi tidak termasuk
reaksi pondasi
A = luas dasar, (m2)
e = eksentrisitas pembebanan, atau jarak dari pusat gravitasi dasar (base)
sampai titik potong resultante dengan dasar
I = momen kelembaban (moment of inertia) dasar di sekitar pusat gravitasi,
(kg.m²)
142 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

m = jarak dari titik pusat luas dasar sampai ke titik dimana tekanan
dikehendaki (m)
Untuk dasar segi empat dengan panjang ℓ dan lebar 1,0 m, I = ℓ3/12 dan A = 1, rumus
tadi menjadi:
Σ(W) 12e
p= {1 + m} ............................................................................................... 6-8
1 ℓ2

sedangkan tekanan vertikal pondasi pada ujung bangunan ditentukan dengan rumus:
Σ(W) 6e
p′ = {1 + } .................................................................................................... 6-9
ℓ ℓ2

dengan m’ = m” = ½ ℓ
Σ(W) 6e
p" = {1 + } ........................................................................................... 6-10
ℓ ℓ2

Bila harga e dari Gambar 6-8. dan persamaan (6-7) lebih besar dari 1/6 (lihat pula
Gambar 6-8.), maka akan dihasilkan tekanan negatif pada ujung bangunan. Biasanya
tarikan tidak diizinkan, yang memerlukan irisan yang mempunyai dasar segi empat
sehingga resultante untuk semua kondisi pembebanan jatuh pada daerah inti.

6.4.7 Analisa Stabilitas Bendung Karet

(a) Pondasi
Pondasi bendung karet dapat dibedakan yaitu pondasi langsung yang dibangun
diatas lapisan tanah yang kuat dan pondasi tidak langsung (dengan tiang
pancang) yang dibangun pada lapisan lunak.
Pada pondasi langsung menahan bangunan atas dan relatif ringan membutuhkan
massa yang lebih besar untuk menjaga stabilitas terhadap penggulingan dan
penggeseran. Untuk menghemat biaya konstruksi, pondasi dibuat dari beton
bertulang sebagai selimut dan diisi dengan pasangan beton komposit.
(b) Gaya-gaya yang bekerja pada bangunan
(1) Gaya-gaya yang bekerja pada bangunan pelimpah adalah:
- Tekanan air, dari dalam dan luar
- Gaya gempa
- Berat bangunan
Perencanaan Bangunan 143

- Reaksi pondasi
Lantai pondasi pada bendung karet mendapat tekanan air bukan hanya pada
permukaan luarnya, tetapi juga pada dasarnya dan dalam tubuh bangunan itu. Gaya
tekan ke atas, yakni istilah umum untuk tekanan air didalam menyebabkan
berkurangnya berat efektif bangunan di atasnya.
Rumus gaya ini dapat dilihat pada subbab 6.4.2.

6.5 Kebutuhan Stabilitas

Ada tiga penyebab runtuhnya bangunan gravitasi, yaitu:


(1) Gelincir (sliding)
(a) sepanjang sendi horisontal atau hampir horisontal diatas pondasi
(b) sepanjang pondasi, atau
(c) sepanjang kampuh horisontal atau hampir horisontal dalam pondasi.
(2) Guling (overturning)
(a) di dalam bendung
(b) pada dasar (base), atau
(c) pada bidang di bawah dasar.
(3) Erosi bawah tanah (piping).

6.5.1 Ketahanan Terhadap Gelincir

Tangen θ, sudut antara garis vertikal dan resultante semua gaya, termasuk gaya
angkat, yang bekerja pada bendung di atas semua bidang horisontal, harus kurang dari
koefisien gesekan yang diizinkan pada bidang tersebut.
∑(H) f
∑(V−U)
= tan θ < S ......................................................................................... 6-11

dimana:
∑ (H) = keseluruhan gaya horizontal yang bekerja pada bangunan, kN
∑ (V-U) = keseluruhan gaya vertikal (V), dikurangi gaya tekan ke atas yang bekerja
pada bangunan, kN
144 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

θ = sudut resultante semua gaya, terhadap garis vertikal, derajat


f = koefisien gesekan
S = faktor keamanan
Harga-harga perkiraan untuk koefisien gesekan f diberikan pada Tabel 6-4.

Tabel 6-4. Harga-Harga Perkiraan untuk Koefisien Gesekan

Bahan f
Pasangan batu pada pasangan batu 0,60 – 0,75
Batu keras berkualitas baik 0,75
Kerikil 0,50
Pasir 0,40
Lempung 0,30

Untuk bangunan-bangunan kecil, seperti bangunan-bangunan yang dibicarakan di


sini, dimana berkurangnya umur bangunan, kerusakan besar dan terjadinya bencana
besar belum dipertimbangkan, harga-harga faktor keamanan (S) yang dapat diterima
adalah: 2,0 untuk kondisi pembebanan normal dan 1,25 untuk kondisi pembebanan
ekstrem.
Kondisi pembebanan ekstrem dapat dijelaskan sebagai berikut:
(1) Tak ada aliran di atas mercu selama gempa, atau
(2) Banjir rencana maksimum.
Apabila, untuk bangunan-bangunan yang terbuat dari beton, harga yang aman untuk
faktor gelincir yang hanya didasarkan pada gesekan saja (persamaan 6-9) ternyata
terlampaui, maka bangunan bisa dianggap aman jika faktor keamanan dari rumus itu
yang mencakup geser (persamaan 6-10), sama dengan atau lebih besar dari harga-
harga faktor keamanan yang sudah ditentukan.
fΣ(V−U)+ c A
Σ(H) ≤ S
...................................................................................... 6-12
dimana: c = satuan kekuatan geser bahan, kN/m2
A = luas dasar yang dipertimbangkan, m2
Perencanaan Bangunan 145

Harga-harga faktor keamanan jika geser juga dicakup, sama dengan harga-harga yang
hanya mencakup gesekan saja, yakni 2,0 untuk kondisi normal dan 1,25 untuk kondisi
ekstrem.
Untuk beton, c (satuan kekuatan geser) boleh diambil 1.100 kN/m2 (= 110 Tf/m2)
Persamaan 6-10 mungkin hanya digunakan untuk bangunan itu sendiri. Jika rumus
untuk pondasi tersebut akan digunakan, perencana harus yakin bahwa itu kuat dan
berkualitas baik berdasarkan hasil pengujian. Untuk bahan pondasi nonkohesi, harus
digunakan rumus yang hanya mencakup gesekan saja (persamaan 6-9).

6.5.2 Guling

Agar bangunan aman terhadap guling, maka resultante semua gaya yang bekerja pada
bagian bangunan di atas bidang horisontal, termasuk gaya angkat, harus memotong
bidang ini pada teras. Tidak boleh ada tarikan pada bidang irisan mana pun.
Besarnya tegangan dalam bangunan dan pondasi harus tetap dipertahankan pada
harga-harga maksimal yang dianjurkan.
Untuk pondasi, harga-harga daya dukung yang disebutkan dalam Tabel 6-1. bisa
digunakan. Harga-harga untuk beton adalah sekitar 4,0 N/mm2 atau 40 kgf/cm2,
pasangan batu sebaiknya mempunyai kekuatan minimum 1,5 sampai 3,0 N/mm2 atau
15 sampai 30 kgf/cm2.
Tiap bagian bangunan diandaikan berdiri sendiri dan tidak mungkin ada distribusi
gaya-gaya melalui momen lentur (bending moment). Oleh sebab itu, tebal lantai
kolam olak dihitung sebagai berikut (lihat Gambar 6-9.):
Px −Wx
dx ≥ S .......................................................................................................... 6-13
τ

dimana:
dx = tebal lantai pada titikx, m
Px = gaya angkat pada titik x, kg/m2
Wx = kedalaman air pada titik x, m
 = berat jenis bahan, kg/m3
146 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

S = faktor keamanan (= 1,5 untuk kondisi normal, 1,25 untukkondisi ekstrem)

Wx

dx

x px

Gambar 6-9. Tebal Lantai Kolam Olak

6.5.3 Stabilitas Terhadap Erosi Bawah Tanah (Piping)

Bangunan-bangunan utama seperti bendung dan bendung gerak harus dicek


stabilitasnya terhadap erosi bawah tanah dan bahaya runtuh akibat naiknya dasar
galian (heave) atau rekahnya pangkal hilir bangunan.
Bahaya terjadinya erosi bawah tanah dapat dianjurkan dicek dengan jalan membuat
jaringan aliran/flownet (lihat subbab 6.4.2). Dalam hal ditemui kesulitan berupa
keterbatasan waktu pengerjaan dan tidak tersedianya perangkat lunak untuk
menganalisa jaringan aliran, maka perhitungan dengan beberapa metode empiris
dapat diterapkan, seperti:
- Metode Bligh
- Metode Lane
- Metode Koshia.
Metode Lane, disebut metode angka rembesan Lane (weighted creep ratio method),
adalah yang dianjurkan untuk mencek bangunan-bangunan utama untuk mengetahui
adanya erosi bawah tanah. Metode ini memberikan hasil yang aman dan mudah
dipakai. Untuk bangunan-bangunan yang relatif kecil, metode-metode lain mungkin
dapat memberikan hasil-hasil yang lebih baik, tetapi penggunaannya lebih sulit.
Perencanaan Bangunan 147

Metode Lane diilustrasikan pada Gambar 6-10. dan memanfaatkan Tabel 6-5. Metode
ini membandingkan panjang jalur rembesan di bawah bangunan di sepanjang bidang
kontak bangunan/pondasi dengan beda tinggi muka air antara kedua sisi bangunan.
Di sepanjang jalur perkolasi ini, kemiringan yang lebih curam dari 450 dianggap
vertikal dan yang kurang dari 450 dianggap horisontal. Jalur vertikal dianggap
memiliki daya tahan terhadap aliran 3 kali lebih kuat daripada jalur horisontal.
Oleh karena itu, rumusnya :
ΣLv + 1/3ΣLH
CL = H
...................................................................................... 6-14

dimana: CL = angka rembesan Lane (lihat Tabel 6-5.)


Σ Lv = jumlah panjang vertikal, m
Σ LH = jumlah panjang horisontal, m
H = beda tinggi muka air, m

B C E F

G H

BC EF GH
3 CD DE 3 FG 3
AB

Gambar 6-10. Metode Angka Rembesan Lane


148 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

Tabel 6-5. Harga-Harga Minimum Angka Rembesan Lane (CL)


Pasir sangat halus atau lanau 8,5
Pasir halus 7,0
Pasir sedang 6,0
Pasir kasar 5,0
Kerikil halus 4,0
Kerikil sedang 3,5
Kerikil kasar termasuk berangkal 3,0
Bongkah dengan sedikit berangkal dan kerikil 2,5
Lempung lunak 3,0
Lempung sedang 2,0
Lempung keras 1,8
Lempung sangat keras 1,6

Angka-angka rembesan pada Tabel 6-5. di atas sebaiknya dipakai:


a. 100% jika tidak dipakai pembuang, tidak dibuat jaringan aliran dan tidak
dilakukan penyelidikan dengan model;
b. 80% Jika ada pembuangan air, tapi tidak ada penyelidikan maupun jaringan
aliran;
c. 70% bila semua bagian tercakup.
Menurut Creagen, Justin dan Hinds, hal ini menunjukkan diperlukannya keamanan
yang lebih besar jika telah dilakukan penyelidikan detail.
Untuk mengatasi erosi bawah tanah elevasi dasar hilir harus diasumsikan pada
pangkal koperan hilir. Untuk menghitung gaya tekan ke atas, dasar hilir diasumsikan
di bagian atas ambang ujung.
Keamanan terhadap rekah bagian hilir bangunan bisa dicek dengan rumus berikut:
a
s (1+ )
s
S= ............................................................................................................. 6-15
hs

dimana: S = faktor keamanan


Perencanaan Bangunan 149

s = kedalaman tanah, m
a = tebal lapisan pelindung, m
hs = tekanan air pada kedalaman s, kg/m2
Gambar 6-11. memberikan penjelasan simbol-simbol yang digunakan.
Tekanan air pada titik C dapat ditemukan dari jaringan aliran atau garis angka
rembesan Lane.
Rumus di atas mengandaikan bahwa volume tanah dibawah air dapat diambil 1 (w =
s = 1). Berat volume bahan lindung dibawah air adalah 1. Harga keamanan S
sekurang-kurangnya 2.

hy
y
bendung
K a

hs

Gambar 6-11. Ujung Hilir Bangunan; Sketsa Parameter-Parameter Stabilitas

6.5.4 Perencanaan Kekuatan Tubuh Bendung dari Tabung Karet

(1) Bahan karet


Lembaran karet terbuat dari bahan karet asli atau sintetik yang elastik, kuat,
keras dan tahan lama.
150 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

Pada umumnya bahan karet yang digunakan memiliki spesifikasi sebagai


berikut:
(i) Kekerasan tes abrasi dengan beban 1 kg pada putaran 1.000 kali tidak
melampui 0,8 mm.
(ii) Kuat tarik
Kuat tarik pada suhu normal ≥ 150 kg/cm2.
Kuat tarik pada suhu 100o ≥ 120 kg/cm2
Bahan karet diperkuat dengan susunan benang nilon yang memberikan
kekuatan tarik sesuai dengan kebutuhan, dengan bahan karet berupa karet
sintetis.
(2) Kekuatan
Kekuatan lembaran karet harus mampu menahan gaya tekanan air
dikombinasikan dengan gaya tekanan udara dari dalam tubuh bendung.

h 2/2g
h1 T T

Y
D=H
Fw

Tu Ti

Gambar 6-12. Sketsa Gaya Tarik pada Tabung Karet

T = 0,5 Hpb ................................................................................................................ 6-16


Fw = 0,5 w [ Y2 – (h1 + 2/2 g)2] ........................................................................ 6-17
Ti = T + 0,5 Fw .................................................................................................... 6-18
Tu = T – 0,5 Fw ....................................................................................................... 6-19
Perencanaan Bangunan 151

dimana:
T = gaya tarik pada selubung tabung karet (N/m)
H = tinggi bendung (m)
ρb = tekanan udara dalam tabung karet (Pa)
Fw = gaya tekanan air dari hulu pada tubuh bendung (N/m)
w = berat jenis air, diambil 9810 N/m3
Y = tinggi air dihulu bendung (m)
h1 = air dihulu bendung, diatas mercu maksimum (m)
v = kecepatan rata-rata aliran air dihulu bendung (m/s)
g = gravitasi, diambil 9,81 m/s2
Ti = gaya pada angker hilir (N/m)
Tu = gaya pada angker hulu (N/m)
Kekuatan tarik lembaran karet pada arah aliran air ditetapkan dengan rumus :
KT = n Ti ....................................................................................................... 6-20
dimana:
KT = kekuatan tarik karet searah aliran air (N/m)
n = angka keamanan, diambil 8
Kekuatan tarik searah as bendung ditentukan sebesar 600/KT.
Tebal lembaran karet ditentukan oleh tebal susunan benang nilon ditambah lapisan
penutup di kedua sisinya untuk menjamin kedap udara. Lapisan penutup sisi luar
dibuat lebih tebal untuk pengamanan terhadap goresan ataupun abrasi oleh benda
keras. Tebal lapisan penutup diambil minimal 3 mm dipermukaan dalam dan 7 mm
dipermukaan luar.
(1) Sistem penjepitan
Pencetakan tabung karet pada pondasi berupa penjepitan dengan menggunakan
baja yang diangker. Untuk bendung rendah dengan H ≤ 1,00 m dapat digunakan
angker tunggal, sedangkan untuk H ≥ 1,00 m digunakan angker ganda, untuk
daerah pasang surut harus digunakan angker ganda.
152 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

(2) Kebutuhan luasan karet


Untuk membentuk tabung karet dengan tinggi H yang direncanakan, diperlukan
lembaran karet dengan lebar tertentu (W). Lebar total lembaran karet adalah W
ditambah dua kali lebar untuk penjepitan.
Penjepitan pada ujung tabung karet yang berada pada tembok tepi atau pilar
dibuat hingga ketinggian H + 10% H.
Bentuk dan panjang lembaran karet ditentukan dengan perhitungan sebagai
berikut:
L = Lo+ 2 Ls + 2a1 ...................................................................................... 6-21
W = 2Bo + 2a ............................................................................................... 6-22
Ls = 1,10 h √1 + m2 ........................................................................................ 6-23
2a B
a1 = √( 0)2 + Ls 2 ................................................................................... 6-24
B0 2

dimana:
L = panjang total lembaran karet (m)
W = lebar lembaran karet (m)
Lo = lebar dasar panel bendung (m)
Ls = panjang tambahan bahan karet untuk lekukan samping bendung (m)
m = faktor horisontal kemiringan tembok tepi atau pilar
Bo = setengah keliling tabung karet (m)
Referensi pada buku T-09-2004-A

6.6 Detail Bangunan

6.6.1 Dinding Penahan

Dinding penahan gravitasi setinggi tidak lebih dari 3 m bisa direncana dengan
potongan melintang empiris seperti diberikan pada Gambar 6-12.
Perencanaan Bangunan 153

Dengan :
b = 0,260 h untuk dinding dengan bagian depan vertikal
B = 0,425 h
b = 0,230 h untuk dinding dengan bagian depan kurang dari 1:1/3
B = 0,460 h.
b=0.260h b=0.230h
30 cm 30 cm

30 cm 30 cm

h h

B=0.425h B=0.425h

Gambar 6-13. Dinding Penahan Gravitasi dari Pasangan Batu


154 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

C
A A

b
c

DENAH BENDUNG
Pelat pancang ( balok , kayu atau beton bertulang )

Pelat pancang
POTONGAN A - A

Pelat pancang

POTONGAN B POTONGAN C

Gambar 6-14. Perlindungan Terhadap Rembesan Melibat Pangkal Bendung


Perencanaan Bangunan 155

Dinding penahan yang lebih tinggi dan dinding penahan yang mampu menahan
momen lentur (beton bertulang atau pelat pancang baja) harus direncana berdasarkan
hasil-hasil perhitungan stabilitas. Perhitungan pembebanan tanah dan stabilitas di
belakang dinding penahan dijelaskan dalam KP-06 Parameter Bangunan.
Karena dinding penahan di sebelah hulu bangunan utama mungkin tidak dilengkapi
dengan sarana-sarana pembuang akibat adanya bahaya rembesan, maka dalam
melakukan perhitungan kita hendaknya mengandaikan tekanan air penuh di belakang
dinding.
Kebutuhan stabilitas untuk bangunan-bangunan ini dapat dijelaskan seperti dalam
subbab 6.4.2.

6.6.2 Perlindungan Terhadap Erosi Bawah Tanah

Untuk melindungi bangunan dari bahaya erosi bawah tanah, ada beberapa cara yang
bisa ditempuh. Kebanyakan bangunan hendaknya menggunakan kombinasi beberapa
konstruksi lindung.
Pertimbangan utama dalam membuat lindungan terhadap erosi bawah tanah adalah
mengurangi kehilangan beda tinggi energi per satuan panjang pada jalur rembesan
serta ketidakterusan (discontinuities) pada garis ini.
Dalam perencanaan bangunan, pemilihan konstruksi-konstruksi lindung berikut dapat
dipakai sendiri-sendiri atau dikombinasi dengan:
- lantai hulu
- dinding halang
- filter pembuang
- konstruksi pelengkap.
Penting disadari bahwa erosi bawah tanah adalah masalah tiga dimensi dan bahwa
semua konstruksi lindung harus bekerja ke semua arah dan oleh sebab itu termasuk
pangkal bendung (abutment) dan bangunan pengambilan (lihat Gambar 6-13).
156 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

Lantai Hulu
Lantai hulu akan memperpanjang jalur rembesan. Karena gaya tekan ke atas di bawah
lantai diimbangi oleh tekanan air di atasnya, maka lantai dapat dibuat tipis.
Persyaratan terpenting adalah bahwa lantai kedap air, demikian pula sambungannya
dengan tubuh bendung. Sifat kedap air ini dapat dicapai dengan foil plastik atau
lempung kedap air di bawah lantai dan sekat karet yang menghubungkan lantai dan
tubuh bendung. Contoh sambungan yang dianjurkan antara lantai dan tubuh bendung
diberikan pada Gambar 6-15.
tubuh
bendung
lantai hulu dari
beton (tebal 15 cm) lempung

Sekat air dari karet

Gambar 6-15. Lantai Hulu

Salah satu penyebab utama runtuhnya konstruksi ini adalah bahaya penurunan tidak
merata (diferensial) antara lantai dan tubuh bendung.
Oleh sebab itu, sambungan harus direncana dan dilaksanakan dengan amat hati-hati.
Lantai itu sendiri dapat dibuat dari beton bertulang dengan tebal 0,10 m, atau
pasangan batu setebal 0,20 – 0,25 cm. Adalah penting untuk menggunakan sekat air
dari karet yang tidak akan rusak akibat adanya penurunan tidak merata.
Keuntungan dari pembuatan lantai hulu adalah bahwa biayanya lebih murah
dibanding dinding halang vertikal yang dalam, karena yang disebut terakhir ini
memerlukan pengeringan dan penggalian. Tapi, sebagaimana dikemukakan oleh Lane
dalam teorinya, panjang horisontal rembesan adalah 3 kali kurang efektif dibanding
panjang vertikal dengan panjang yang sama.
Perencanaan Bangunan 157

Dinding Halang (Cut-off)


Dinding halang bisa berupa dinding beton bertulang atau pasangan batu, inti tanah
kedap air atau pudel atau dengan pelat pancang baja atau kayu.
Pelat pancang mahal dan harus dibuat dengan hati-hati untuk menciptakan kondisi
yang benar-benar tertutup. Terdapatnya batu-batu besar atau kerikil kasar di dasar
sungai tidak menguntungkan untuk pelat pancang yang kedap air. Tanah yang paling
cocok untuk pelat pancang adalah tanah berbutir halus dan tanah berlapis horisontal.
Pudel yang baik atau inti tanah kedap air bisa merupakan dinding halang yang baik
sekali, tapi sulit disambung ke bangunan itu sendiri.
Metode yang dianjurkan untuk membuat dinding halang adalah dengan beton
bertulang atau pasangan batu.
Agar gaya tekan ke atas pada bangunan dapat sebanyak mungkin dikurangi, maka
tempat terbaik untuk dinding halang adalah di ujung hulu bangunan, yaitu di pangkal
(awal) lantai hulu atau di bawah bagian depan tubuh bendung. (lihat Gambar 6-16).

dinding halang (koperan)

Pelat perancang halang


dinding halang (koperan)

Gambar 6-16. Dinding-Dinding Halang Dibawah Lantai Hulu atau Tubuh Bendung

Alur Pembuang/Filter
Alur pembuang dibuat untuk mengurangi gaya angkat di bawah kolam olak bendung
pelimpah karena di tempat-tempat ini tidak cukup tersedia berat pengimbang dari
tubuh bendung.
Untuk mencegah hilangnya bahan padat melalui pembuang ini, konstruksi sebaiknya
dibuat dengan filter yang dipasang terbalik dari kerikil atau pasir bergradasi baik atau
bahan filter sintetis.
158 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

Gambar 6-17. memperlihatkan lokasi yang umum dipilih untuk menempatkan filter
serta detail konstruksinya.
Konstruksi Pelengkap
Jika bagian-bagian bendung mempunyai kedalaman pondasi yang berbeda-beda,
maka ada bahaya penurunan tidak merata yang mengakibatkan retak-retak dan
terjadinya jalur-jalur pintasan erosi bawah tanah. Adalah penting untuk mencek
kemungkinan-kemungkinan ini, serta memantapkan konstruksi di tempat-tempat ini,
jika diperlukan.
pipa pembuang

kerikil bergradasi baik


pasir/kerikil bergradasi baik

tanah dasar
saringan

Gambar 6-17. Alur Pembuang/Filter Dibawah Kolam Olak

Selama pelaksanaan perlu selalu diingat untuk membuat sambungan yang bagus
antara bangunan dan tanah bawah. Jika tanah bawah menjadi jenuh air akibat hujan,
maka lapisan atas ini harus ditangani sedemikian sehingga mencegah kemungkinan
terjadinya erosi bawah tanah atau jalur gelincir (sliding path).

6.6.3 Peredam Energi

Beda tinggi energi di atas bendung terhadap air hilir dibatasi sampai 7 m. Jika
ditemukan tinggi terjunan lebih dari 7 m dan keadaan geologi dasar sungai relatif
tidak kuat sehingga perlu kolam olak maka perlu dibuat bendung tipe cascade yang
mempunyai lebih dari satu kolam olak. Hal ini dimaksudkan agar energi terjunan
dapat direduksi dalam dua kolam olak sehingga kolam olak sebelah hilir tidak terlalu
berat meredam energi.
Keadaan demikian akan mengakibatkan lantai peredam dan dasar sungai dihilir
koperan (end sill) dapat lebih aman.
Perencanaan Kantong Lumpur 159

7. BAB VII
PERENCANAAN KANTONG LUMPUR

7.1 Pendahuluan

Walaupun telah ada usaha untuk merencanakan sebuah bangunan pengambilan dan
pengelak sedimen yang dapat mencegah masuknya sedimen ke dalam jaringan
saluran irigasi, masih ada banyak partikel-partikel halus yang masuk ke jaringan
tersebut. Untuk mencegah agar sedimen ini tidak mengendap di seluruh saluran
irigasi, bagian awal dari saluran primer persis di belakang pengambilan direncanakan
untuk berfungsi sebagai kantong lumpur.
Kantong lumpur itu merupakan pembesaran potongan melintang saluran sampai
panjang tertentu untuk mengurangi kecepatan aliran dan memberi kesempatan kepada
sedimen untuk mengendap.
Untuk menampung endapan sedimen ini, dasar bagian saluran tersebut diperdalam
atau diperlebar. Tampungan ini dibersihkan tiap jangka waktu tertentu (kurang lebih
sekali seminggu atau setengah bulan) dengan cara membilas sedimennya kembali ke
sungai dengan aliran terkonsentrasi yang berkecepatan tinggi.

7.2 Sedimen

Perencanaan kantong lumpur yang memadai bergantung kepada tersedianya data-data


yang memadai mengenai sedimen di sungai. Adapun data-data yang diperlukan
adalah:
- pembagian butir
- penyebaran ke arah vertikal
- sedimen layang
- sedimen dasar
- volume
160 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

Jika tidak ada data yang tersedia, ada beberapa harga praktis yang bisa dipakai untuk
bangunan utama berukuran kecil. Dalam hal ini volume bahan layang yang harus
diendapkan, diandaikan 0,60/00 (permil) dari volume air yang mengalir melalui
kantong.
Ukuran butir yang harus diendapkan bergantung kepada kapasitas angkutan sedimen
di jaringan saluran selebihnya. Dianjurkan bahwa sebagian besar (60 – 70%) dari
pasir halus terendapkan: partikel-partikel dengan diameter di atas 0,06 – 0,07 mm.

7.3 Kondisi-Kondisi Batas

7.3.1 Bangunan Pengambilan

Yang pertama-tama mencegah masuknya sedimen ke dalam saluran irigasi adalah


pengambilan dan pembilas, dan oleh karena itu pengambilan yang direncanakan
dengan baik dapat mengurangi biaya pembuatan kantong lumpur yang mahal.
Penyebaran sedimen ke arah vertikal memberikan ancar-ancar diambilnya beberapa
langkah perencanaan untuk membangun sebuah pengambilan yang dapat berfungsi
dengan baik.
Partikel-partikel yang lebih halus di sungai diangkut dalam bentuk sedimen layang
dan tersebar merata di seluruh kedalaman aliran. Semakin besar dan berat partikel
yang terangkut, semakin partikel-partikel itu terkonsentrasi ke dasar sungai; bahan-
bahan yang terbesar diangkut sebagai sedimen dasar. Gambar 7-1. memberikan
ilustrasi mengenai sebaran sedimen ke arah vertikal di dua sungai (a) dan (b); pada
awal (c) dan ujung (d) kantong lumpur.
Dari gambar tersebut, jelas bahwa perencanaan pengambilan juga dimaksudkan untuk
mencegah masuknya lapisan air yang lebih rendah, yang banyak bermuatan partikel-
partikel kasar.
Perencanaan Kantong Lumpur 161

7.3.2 Jaringan Saluran

Jaringan saluran direncana untuk membuat kapasitas angkutan sedimen konstan atau
makin bertambah di arah hilir. Dengan kata lain: sedimen yang memasuki jaringan
saluran akan diangkut lewat jaringan tersebut ke sawah-sawah. Dalam kaitan dengan
perencanaan kantong lumpur, ini berarti bahwa kapasitas angkutan sedimen pada
bagian awal dari saluran primer penting artinya untuk ukuran partikel yang akan
diendapkan.
Biasanya ukuran partikel ini diambil 0,06 – 0,07 mm guna memperkecil kemiringan
saluran primer.

sungai ngasinan awal kantong lumpur


0 0
kedalaman air dalam m

kedalaman air dalam m

a C
1.00 1.00

2.00 2.00

3.00 0 0.40 0.80 1.20 1.60 2.00 2.40


0 0.40 0.80 1.20 1.60 2.00 2.40 konsentrasi sedimen dalam kg/m³
konsentrasi sedimen dalam kg/m³

sungai brantas ujung kantong lumpur


0 0
kedalaman air dalam m

kedalaman air dalam m

b d
1.00 1.00

2.00 2.00

3.00 0 0.40 0.80 1.20 1.60 2.00 2.40


konsentrasi sedimen dalam kg/m³

0 0.40 0.80 1.20 1.60 2.00 2.40


konsentrasi sedimen dalam kg/m³
0.07 mm 0.14 mm < 0.32 mm

0.07 mm < 0.14 mm 0.32 mm < 0.75 mm

Gambar 7-1. Konsentrasi Sedimen Kearah Vertikal


162 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

Bila kemiringan saluran primer serta kapasitas angkutan jaringan selebihnya dapat
direncana lebih besar, maka tidak perlu menambah ukuran minimum partikel yang
diendapkan. Umumnya hal ini akan menghasilkan kantong lumpur yang lebih murah,
karena dapat dibuat lebih pendek.

7.3.3 Topografi

Keadaan topografi tepi sungai maupun kemiringan sungai itu sendiri akan sangat
berpengaruh terhadap kelayakan ekonomis pembuatan kantong lumpur.
Kantong lumpur dan bangunan-bangunan pelengkapnya memerlukan banyak ruang,
yang tidak selalu tersedia. Oleh karena itu, kemungkinan penempatannya harus ikut
dipertimbangkan dalam pemilihan lokasi bangunan utama.
Kemiringan sungai harus curam untuk menciptakan kehilangan tinggi energi yang
diperlukan untuk pembilasan disepanjang kantong lumpur.Tinggi energi dapat
diciptakan dengan cara menambah elevasi mercu, tapi hal ini jelas akan memperbesar
biaya pembuatan bangunan.

7.4 Dimensi Kantong Lumpur

Pada Gambar 7-2. diberikan tipe tata letak kantong lumpur sebagai bagian dari
bangunan utama.
a
gai
sun
b2 b1

f
d1

a bendung d1 pembilas d2
e
b1 pembilas d2 pengambilan saluran primer
b2 pengambilan utama e saluran primer
c kantong lumpur f saluran pembilas

Gambar 7-2. Tipe Tata Letak Kantong Lumpur


Perencanaan Kantong Lumpur 163

7.4.1 Panjang dan Lebar Kantong Lumpur

Dimensi-dimensi L (panjang) dan B (lebar) kantong lumpur dapat diturunkan dari


Gambar 7-3.
Partikel yang masuk ke kolam pada A, dengan kecepatan endap partikel w dan
kecepatan air v harus mencapai dasar pada C. Ini berakibat bahwa, partikel, selama
waktu (H/w) yang diperlukan untuk mencapai dasar, akan berjalan (berpindah) secara
horisontal sepanjang jarak L dalam waktu L/v.
A v
v
w H H
w C

L B

Gambar 7-3. Skema Kantong Lumpur

H L Q
Jadi: w
= v, dengan v = HB .............................................................................. 7-1
dimana: H = kedalaman aliran saluran, m
w = kecepatan endap partikel sedimen, m/dt
L = panjang kantong lumpur, m
v = kecepatan aliran air, m/dt
Q = debit saluran, m3/dt
B = lebar kantong lumpur, m
Q
ini menghasilkan: LB = W ............................................................................ 7-2
Karena sangat sederhana, rumus ini dapat dipakai untuk membuat perkiraan awal
dimensi-dimensi tersebut. Untuk perencanaan yang lebih detail, harus dipakai faktor
koreksi guna menyelaraskan faktor-faktor yang mengganggu, seperti:
- turbulensi air
- pengendapan yang terhalang
164 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

- bahan layang sangat banyak.


Velikanov menganjurkan faktor-faktor koreksi dalam rumus berikut:
Q λ2 v (H0,5 − 0,2)2
LB = w . 7,51 . w . H
............................................................... 7-3

Dimana:
L = panjang kantong lumpur, m
B = lebar kantong lumpur, m
Q = debit saluran, m3/dt
w = kecepatan endap partikel sedimen, m/dt
 = koefisiensi pembagian/distribusi Gauss
 adalah fungsi D/T, dimana D = jumlah sedimen yang diendapkan dan T = jumlah
sedimen yang diangkut
 = 0 untuk D/T = 0,5 ;  = 1,2 untuk D/T = 0,95 dan
 = 1,55 untuk D/T = 0,98
v = kecepatan rata-rata aliran, m/dt
H = kedalaman aliran air di saluran, m
Dimensi kantong sebaiknya juga sesuai dengan kaidah bahwa L/B > 8, untuk
mencegah agar aliran tidak “meander” di dalam kantong.
Apabila topografi tidak memungkinkan diturutinya kaidah ini, maka kantong harus
dibagi-bagi ke arah memanjang dengan dinding-dinding pemisah (devider wall) untuk
mencapai perbandingan antara L dan B ini.
Dalam rumus-rumus ini, penentuan kecepatan endap amat penting karena sangat
berpengaruh terhadap dimensi kantong lumpur. Ada dua metode yang bisa dipakai
untuk menentukan kecepatan endap, yakni:
(1) Pengukuran di tempat
(2) Dengan rumus/grafik
(3) Pengukuran kecepatan endap terhadap contoh-contoh yang diambil dari sungai
adalah metode yang paling akurat jika dilaksanakan oleh tenaga berpengalaman.
Perencanaan Kantong Lumpur 165

Metode ini dijelaskan dalam ”Konstruksi Cara-cara untuk mengurangi Angkutan


Sedimen yang Akan Masuk ke Intake dan Saluran Irigasi” (DPMA, 1981).
Dalam metode ini dilakukan analisis tabung pengendap (settling tube) terhadap
contoh air yang diambil dari lapangan.
(4) Dalam metode kedua, digunakan grafik Shields (Gambar 7-4.) untuk kecepatan
endap bagi partikel-partikel individual (discrete particles) dalam air yang tenang.
Rumus Velikanov menggunakan kecepatan endap ini.
Faktor-faktor lain yang akan dipertimbangkan dalam pemilihan dimensi kantong
lumpur adalah:
(1) kecepatan aliran dalam kantong lumpur hendaknya cukup rendah, sehingga
partikel yang telah mengendap tidak menghambur lagi.
(2) turbulensi yang mengganggu proses pengendapan harus dicegah.
(3) kecepatan hendaknya tersebar secara merata di seluruh potongan melintang,
sehingga sedimentasi juga dapat tersebar merata.
(4) kecepatan aliran tidak boleh kurang dari 0,30 m/dt, guna mencegah tumbuhnya
vegetasi.
(5) peralihan/transisi dari pengambilan ke kantong dan dari kantong ke saluran
primer harus mulus, tidak menimbulkan turbulensi atau pusaran.

7.4.2 Volume Tampungan

Tampungan sedimen di luar (dibawah) potongan melintang air bebas dapat


mempunyai beberapa macam bentuk Gambar 7-5. memberikan beberapa metode
pembuatan volume tampungan.
166 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

F.B 0.3
F.B 0.7
F.B=0.9
=1.0
=
=
F.B
10.00 10
8.00 8
Ps = 2650 kg/m ³
6.00 6
Pw = 1000 kg/m ³
F.B = faktor bentuk = C a.b
4.00 4
(F.B = 0.7 untuk pasir alamiah)
c kecil ; a besar ; b sedang
a tiga sumbu yang saling
2.00 tegak lurus 2
Red = butir bilangan

00
Reynolds = w.do/U

= 10
1.00 1
0.80

Red
0.60

0.40
=1

0
= 10
R ed

0.20
1

R ed
= 0.
diameter ayak do dalam mm

Red

= 10

0.10
01

Red

0.08
= 0.

0.06
Red
001

0.04
= 0.
Red

0.02


t=

° 2 ° 0.2 0.4 0.6 2 4 6 8 20 40 60 0.2 0.4 0.6 1 2 4
10 ° 40 1 10 100 mm/dt = 0.1 m/dt
30
kecepatan endap w dalam mm/dt-m/dt

Gambar 7-4. Hubungan Antara Diameter Saringan dan Kecepatan Endap untuk Air Tenang

Volume tampungan bergantung kepada banyaknya sedimen (sedimen dasar maupun


sedimen layang) yang akan hingga tiba saat pembilasan.
Perencanaan Kantong Lumpur 167

1.5 alternatif 1 alternatif 2 1.5


1 1
1
1 1
1

kantong lumpur kantong lumpur


a. kantong lumpur dengan b. kemiringan talut bisa lebih
dinding vertikal dan curam akibat pasangan
tanpa lindungan dasar

pembilas
pengambilan
potongan melintang
pada pengambilan

potongan melintang
pada ujung kantong lumpur kantong lumpur

alternatif lebar dasr lebar dasar


alternatif diperkecil
dengan cara . konstan.
dengan lebar
mengecilkan dasar konstan
lebih dasar d kombinasi alternatif " c "
(potongan memanjang)
pengambilan

pembilas
pembilas

pengambilan

muka air normal


muka air
pada akhir pembilasan

IL d1 I IL
Is ds ISL
kantong lumpur ISL ds
Is
ds = diperdalam kantong lumpur
L L

e potongan melintang (skematik) f alternatif dengan penurunan


dasar pada pengambilan

Gambar 7-5. Potongan Melintang dan Potongan Memanjang Kantong Lumpur yang
Menunjukkan Metode Pembuatan Tampungan

Banyaknya sedimen yang terbawa oleh aliran masuk dapat ditentukan dari: (1)
pengukuran langsung di lapangan (2) rumus angkutan sedimen yang cocok (Einstein
– Brown, Meyer – Peter Mueller), atau Jika tidak ada data yang andal: (3) kantong
lumpur yang ada di lokasi lain yang sejenis. Sebagai perkiraan kasar yang masih
168 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

harus dicek ketepatannya, jumlah bahan dalam aliran masuk yang akan diendapkan
adalah 0,5‰.
Kedalaman tampungan di ujung kantong lumpur (ds pada Gambar 7-5) biasanya
sekitar 1,0 m untuk jaringan kecil (sampai 10 m3/dt), hingga 2,50 m untuk saluran
yang sangat besar (100 m3/dt).

7.5 Pembersihan

Pembersihan kantong lumpur, pembuangan endapan sedimen dari tampungan, dapat


dilakukan dengan pembilasan secara hidrolis (hydraulic flushing), pembilasan secara
manual atau secara mekanis.
Metode pembilasan secara hidrolis lebih disukai karena biayanya tidak mahal. Kedua
metode lainnya akan dipertimbangkan hanya Jika metode hidrolis tidak mungkin
dilakukan.
Jarak waktu pembilasan kantong lumpur, tergantung pada eksploitasi jaringan irigasi,
banyaknya sedimen di sungai, luas tampungan serta tersedianya debit air sungai yang
dibutuhkan untuk pembilasan. Untuk tujuan-tujuan perencanaan, biasanya diambil
jarak waktu satu atau dua minggu.

7.5.1 Pembersihan Secara Hidrolis

Pembilasan secara hidrolis membutuhkan beda tinggi muka air dan debit yang
memadai pada kantong lumpur guna menggerus dan menggelontor bahan yang telah
terendap kembali ke sungai. Frekuensi dan lamanya pembilasan bergantung pada
banyaknya bahan yang akan dibilas, tipe bahan (kohesif atau nonkohesif) dan
tegangan geser yang tersedia oleh air.
Kemiringan dasar kantong serta pembilasan hendaknya didasarkan pada besarnya
tegangan geser yang diperlukan yang akan dipakai untuk menggerus sedimen yang
terendap.
Dianjurkan untuk mengambil debit pembilasan sebesar yang dapat diberikan oleh
pintu pengambilan dan beda tinggi muka air. Untuk keperluan-keperluan
Perencanaan Kantong Lumpur 169

perencanaan, debit pembilasan diambil 20% lebih besar dari debit normal
pengambilan. Tegangan geser yang diperlukan tergantung pada tipe sedimen yang
bisa berupa:
(1) Pasir lepas, dalam hal ini parameter yang terpenting adalah ukuran butirnya, atau
(2) Partikel-partikel pasir, lanau dan lempung dengan kohesi tertentu.
Jika bahan yang mengendap terdiri dari pasir lepas, maka untuk menentukan besarnya
tegangan geser yang diperlukan dapat dipakai grafik Shields. Lihat Gambar 7-6.
Besarnya tegangan geser dan kecepatan geser untuk diameter pasir terbesar yang akan
dibilas sebaiknya dipilih di atas harga kritis. Dalam grafik ini ditunjukkan dengan
kata “bergerak” (movement).
Untuk keperluan perhitungan pendahuluan, kecepatan rata-rata yang diperlukan
selama pembilasan dapat diandaikan sebagai berikut:
1,0 m/dt untuk pasir halus
1,5 m/dt untuk pasir kasar
2,0 m/dt untuk kerikil dan pasir kasar.
Bagi bahan-bahan kohesif, dapat dipakai Gambar 7-7., yang diturunkan dari data
USBR oleh Lane.
170 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

1.0 100
0.8 80
0.6 60
0.5 50
0.4 d 40
r:
0.3 c 30
BERGERAK
0.2 20
d
r ::
U. c
0.10 10
0.08 8
0.06  cr = 800d 6
0.05 -3 5
d > 4.10
0.04 4
0.03 3

0.02 2
g ( ) dalam m/dt

U.cr TIDAK BERGERAK


0.01 1.0
0.008 0.8

2
N/m
0.006 0.6
0.005
DS  cr 0.5
C
U

0.004 EL 0.4

 cr dalam
S HI
0.003 0.3
u.cr =

0.002 0.2

3
Ps = 2.650 kg/m
0.001 0.1
0.01 2 3 4 5 6 8 0.1 2 3 4 5 6 8 1.0 2 3 4 5 6 8 10 2 3 4 5 6 8 100
d dalam milimeter

Gambar 7-6. Tegangan Geser Kritis dan Kecepatan Geser Kritis sebagai Fungsi Besarnya
Butir untuk s = 2.650 kg/m3 (Pasir)
Makin tinggi kecepatan selama pembilasan, operasi menjadi semakin cepat. Namun
demikian, besarnya kecepatan hendaknya selalu dibawah kecepatan kritis, karena
kecepatan superkritis akan mengurangi efektivitas proses pembilasan.
Perencanaan Kantong Lumpur 171

10
8
data - ussr
6
(ref.11,LANE 1955)
5
4

2 l em
p un
g
pa
si lepas
ra
n
(k
ad
ar
1.0 pa
si cukup
0.8 r padat
tan ku
ra
nilai banding r0ngga dalam %

ah n
0.6 lem

g
pu
0.5 ng

da
ku

ri
ru padat
0.4 s

50
pasir non-kohesit

%
<0.2 mm

)
0.3
sangat
padat
0.2

0.1
0.8 1.0 2 3 4 5 6 8 10 20 30 40 50 60 80 100
gaya geser dalam N/m2

Gambar 7-7. Gaya Tarik (Traksi) pada Bahan Kohesif

7.5.2 Pembersihan Secara Manual/Mekanis

Pembersihan kantong lumpur dapat juga dilakukan dengan peralatan mekanis.


Pembersihan kantong lumpur secara menyeluruh jarang dilakukan secara manual.
Dalam hal-hal tertentu, pembersihan secara manual bermanfaat untuk dilakukan di
samping pembilasan secara hidrolis terhadap bahan-bahan kohesif atau bahan-bahan
yang sangat kasar. Dengan menggunakan tongkat, bahan endapan ini dapat diaduk
dan dibuat lepas sehingga mudah terkuras dan hanyut.
172 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

Pembersihan secara mekanis bisa menggunakan mesin penggeruk, pompa (pasir),


singkup tarik/backhoe atau mesin-mesin sejenis itu. Semua peralatan ini mahal dan
sebaiknya tidak usah dipakai.

7.6 Pencekan Terhadap Berfungsinya Kantong Lumpur

Perencanaan kantong lumpur hendaknya mencakup cek terhadap efisiensi


pengendapan dan efisiensi pembilasan.

7.6.1 Efisiensi Pengendapan

Untuk mencek efisiensi kantong lumpur, dapat dipakai grafik pembuangan sedimen
dari Camp. Grafik pada Gambar 7-8. memberikan efisiensi sebagai fungsi dari dua
parameter.
Kedua parameter itu adalah w/w0 dan w/v0
dimana:
w = kecepatan endap partikel-partikel yang ukurannya di luar ukuranpartikel yang
direncana, m/dt
w0= kecepatan endap rencana, m/dt
v0 = kecepatan rata-rata aliran dalam kantong lumpur, m/dt
Dengan menggunakan grafik Camp, efisiensi proses pengendapan untuk partikel-
partikel dengan kecepatan endap yang berbeda-beda dari kecepatan endap partikel
rencana, dapat dicek.
Suspensi sedimen dapat dicek dengan menggunakan kriteria Shinohara Tsubaki.
Bahan akan tetap berada dalam suspensi penuh jika:
𝑣∗ 5
𝑤
> 3
................................................................................................ 7-4

dimana:
v  (kecepatan geser) = (g h I)0,5, m/dt
g = percepatan gravitasi, m/dt2 ( 9,8 m/dt2)
h = kedalaman air, m
Perencanaan Kantong Lumpur 173

I = kemiringan energi
w = kecepatan endap sedimen, m/dt
Efisiensi pengendapan sebaiknya dicek untuk dua keadaan yang berbeda:
- untuk kantong kosong
- untuk kantong penuh
Untuk kantong kosong, kecepatan minimum harus dicek. Kecepatan ini tidak boleh
terlalu kecil yang memungkinkan tumbuhnya vegetasi atau mengendapnya partikel-
partikel lempung.
Menurut Vlugter, untuk:
w
v > 1,6 l ................................................................................................... 7-5

dimana: v = kecepatan rata-rata, m/dt


w = kecepatan endap sedimen, m/dt
I = kemiringan energi
semua bahan dengan kecepatan endap w akan berada dalam suspensi pada sembarang
konsentrasi.
174 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

a. pengaruh aliran turbulensi terhadap sedimentasi

aliran masuk aliran keluar

daerah sedimentasi

b.efisiensi sedimentasi partikel-patikel individual untuk aliran turbulensi


1.0

0.9 W 2.0
Wo
0.8 1.5

1.2
0.7 1.1
1.0
0.9
0.6 0.8
0.7
0.5
0.6
0.5
0.4
0.4
0.3
0.3
efisiensi

0.2 0.2

0.1 0.1

0
0.001 2 3 4 6 8 2 3 4 6 8 2 3 4 6 8
0.01 0.1 1.0
W/vo

Gambar 7-8.Grafik Pembuangan Sedimen Camp untuk Aliran Turbelensi (Camp, 1945)

Apabila kantong penuh, maka sebaiknya dicek apakah pengendapan masih efektif dan
apakah bahan yang sudah mengendap tidak akan menghambur lagi. Yang pertama
dapat dicek dengan menggunakan grafik Camp (lihat Gambar 7-8.) dan yang kedua
dengan grafik Shields (lihat Gambar 7-6.).
Perencanaan Kantong Lumpur 175

7.6.2 Efisiensi Pembilasan

Efisiensi pembilasan bergantung kepada terbentuknya gaya geser yang memadai pada
permukaan sedimen yang telah mengendap dan pada kecepatan yang cukup untuk
menjaga agar tetap dalam keadaan suspensi sesudah itu.
Gaya geser dapat dicek dengan grafik Shields (lihat Gambar 7-6.); dan kriteria
suspensi dari Shinohara/Tsubaki (lihat persamaan 7-3).

7.7 Tata Letak Kantong Lumpur, Pembilas dan Pengambilan


di Saluran Primer

7.7.1 Tata Letak

Tata letak terbaik untuk kantong lumpur, saluran pembilas dan saluran primer adalah
bila saluran pembilas merupakan kelanjutan dari kantong lumpur dan saluran primer
mulai dari samping kantong (lihat Gambar 7-9.).
Ambang pengambilan di saluran primer sebaiknya cukup tinggi di atas tinggi
maksimum sedimen guna mencegah masuknya sedimen ke dalam saluran.
Kemungkinan tata letak lain diberikan pada Gambar 7-10. Di sini saluran primer
terletak di arah yang sama dengan kantong lumpur.
176 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

prim ran
er
salu
pintu pengambilan pembilas

kantong lumpur saluran


B
pembilas

. L .

peralihan

garis sedimentasi maksimum

tampungan sedimen pembilas

Gambar 7-9. Tata Letak Kantong Lumpur yang Dianjurkan

Pembilas terletak di samping kantong. Agar pembilasan berlangsung mulus, perlu


dibuat dinding pengarah rendah yang mercunya sama dengan tinggi maksimum
sedimen dalam kantong.
Dalam hal-hal tertentu, misalnya air yang tersedia di sungai melimpah, pembilas
dapat direncanakan sebagai pengelak sedimen/sand ejector (lihat Gambar 7-11.).
Kadang-kadang karena keadaan topografi, kantong lumpur dibuat jauh dari
pengambilan. Kedua bangunan tersebut akan dihubungkan dengan saluran pengarah
(feeder canal). Lihat Gambar 7-12.
Perencanaan Kantong Lumpur 177

s
pem ran
bila
salu
pintu pengambilan pintu
pengambilan

kantong lumpur saluran


B
dinding primer
pengarah rendah

dinding
pengarah rendah

pintu
pengambilan
tampungan sedimen

Gambar 7-10. Tata Letak Kantong Lumpur dengan Saluran Primer Berada pada Trase yang
Sama dengan Kantong

Kecepatan aliran dalam saluran pengarah harus cukup memadai agar dapat
mengangkut semua fraksi sedimen yang masuk ke jaringan saluran pada lokasi
pengambilan ke kantong lumpur. Di mulut kantong lumpur kecepatan aliran harus
banyak dikurangi dan dibagi secara merata di seluruh lebar kantong. Oleh karena itu
peralihan/transisi antara saluran pengarah dan kantong lumpur hendaknya direncana
dengan seksama menggunakan dinding pengarah dan alat-alat distribusi aliran
lainnya.

7.7.2 Pembilas

Dianjurkan agar aliran pada pembilas direncana sebagai aliran bebas selama
pembilasan berlangsung. Dengan demikian pembilasan tidak akan terpengaruh oleh
tinggi muka air di hilir pembilas.
178 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

Kriteria utama dalam perencanaan bangunan ini adalah bahwa operasi pembilasan
tidak boleh terganggu atau mendapat pengaruh negatif dari lubang pembilas dan
bahwa kecepatan untuk pembilasan akan tetap dijaga.
Dianjurkan untuk membuat bangunan pembilas lurus dengan kantong lumpur.

denah

saluran
primer

A A
kantong
lumpur

dinding
pengarah

kehilangan
tinggi energi saluran
sangat kecil pembilas

pengambilan
saluran primer

pengelak sedimen
potongan A-A

Gambar 7-11. Pengelak Sedimen

Agar aliran melalui pembilas bisa mulus, lebar total lubang pembilas termasuk pilar
dibuat sama dengan lebar rata-rata kantong lumpur.
Pintu bangunan pembilas harus kedap air dan mampu menahan tekanan air dari kedua
sisi. Pintu-pintu itu dibuat dengan bagian depan tertutup.
Perencanaan Kantong Lumpur 179

7.7.3 Pengambilan saluran primer

Pengambilan dari kantong lumpur ke saluran primer digabung menjadi satu bangunan
dengan pembilas agar seluruh panjang kantong lumpur dapat dimanfaatkan. Agar
supaya air tidak mengalir kembali ke saluran primer selama pembilasan, pengambilan
harus ditutup (dengan pintu) atau ambang dibuat cukup tinggi agar air tidak mengalir
kembali.
6-10
1
saluran pengarah
kantong
dinding pengarah lumpur
1
6-10

Gambar 7-12. Saluran Pengarah

Selain mengatur debit, bangunan ini juga harus bisa mengukurnya. Kedua fungsi
tersebut, mengukur dan mengatur, dapat digabung atau dipisah.
Untuk tipe gabungan, pintu Romijn atau Crump-de Gruyter dapat dianjurkan untuk
dipakai sebagai pintu pengambilan.
Khususnya untuk mengukur dan mengatur debit yang besar, kedua fungsi ini lebih
baik dipisah. Dalam hal ini fungsi mengatur dilakukan dengan pintu sorong atau pintu
radial, dan fungsi mengukur dengan alat ukur ambang lebar.
Pintu dari alat-alat ukur diuraikan dalam KP – 04 Bangunan.
180 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

7.7.4 Saluran Pembilas

Selama pembilasan, air yang penuh dengan sedimen dialirkan kembali ke sungai asal,
atau sungai yang sama tetapi di hilir bangunan utama, sungai lain atau ke cekungan.
Untuk perencanaan potongan memanjang saluran, diperlukan kurve muka air – debit
sungai pada aliran keluar dan bagan frekuensi terjadinya muka air tinggi di tempat itu.
Pengalaman telah menunjukkan bahwa perencanaan yang didasarkan pada
kemungkinan pembilasan dengan menggunakan muka air sungai dengan periode
ulang 20% - 40%, akan memberikan hasil yang memadai.
Lebih disukai jika saluran pembilas dihubungkan langsung dengan dasar sungai. Bila
sungai sangat dalam pada aliran keluar, maka pembuatan salah satu dari
kemungkinan-kemungkinan berikut hendaknya dipertimbangkan:
- bangunan terjun dengan kolam olak dekat sungai
- got miring di sepanjang saluran
- bangunan terjun dengan kolam olak dengan kedalaman yang cukup, tepat di hilir
bangunan pembilas.

7.8 Perencanaan Bangunan

Pasangan (lining) kantong lumpur harus mendapat perhatian khusus berhubung


adanya kecepatan air yang tinggi selama dilakukan pembilasan serta fluktuasi muka
air yang sering terjadi dengan cepat.
Pasangan hendaknya cukup berat dan dengan permukaan yang mulus agar mampu
menahan kecepatan air yang tinggi. Untuk menahan tekanan ke atas akibat fluktuasi
muka air, sebaiknya dilengkapi dengan filter dan lubang pembuang.
Bila kantong lumpur dipisah dengan sebuah dinding pengarah dan adalah mungkin
bahwa sebuah ruang kering dan bersih sementara yang lainnya penuh, maka stabilitas
dinding pemisah terhadap pembebanan ini harus dicek.
Pengaturan Sungai dan Bangunan Pelengkap 181

8. BAB VIII
PENGATURAN SUNGAI DAN BANGUNAN PELENGKAP

8.1 Lindungan Terhadap Gerusan

Bangunan yang dibuat di sungai akan menyebabkan terganggunya aliran normal dan
akan menimbulkan pola aliran baru di sekitar bangunan, yang dapat menyebabkan
terjadinya penggerusan lokal/setempat (local scouring) di dasar dan tepi sungai.
Adalah mungkin untuk melindungi bagian sungai di sekitar bangunan utama terhadap
efek penggerusan semacam ini. Harap dicatat bahwa konstruksi-konstruksi lindung
yang dibicarakan di sini tidak akan bermanfaat untuk mengatasi penurunan dasar
sungai yang meliputi jangka waktu lama (degradasi). Hanya perencanaan bangunan
itu sendiri yang akan mampu melindungi bangunan itu terhadap degradasi sungai.

8.1.1 Lindungan Dasar Sungai

Penggerusan lokal di hilir kolam olak dapat diatasi dengan lindungan dari pasangan
batu kosong. Jika di daerah itu cukup tersedia batu-batu yang berkualitas baik dan
beratnya memadai, maka dapat dibuat lapisan pasangan batu kosong. Bila direncana
dengan baik, lapisan ini sangat menguntungkan dan awet (lihat subbab 6.2.2). Agar
tanah asli tidak hanyut, maka pasangan batu kosong sebaiknya selalu ditempatkan
pada filter yang sesuai (lihat subbab 6.2.3).
Bronjong (lihat subbab 6.2.4) merupakan alternatif yang bagus, jika hanya batu-batu
berukuran kecil saja yang tersedia, misalnya batu kali. Bronjong pun, karena
merupakan perlindungan terbuka, sebaiknya ditempatkan pada filter yang sesuai:
filter pasir-kerikil atau filter kain sintetis.
Bronjong tidak boleh digunakan untuk bagian-bagian bangunan utama yang
permanen. Bronjong paling sesuai untuk konstruksi pengaturan sungai.
182 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

Pada umumnya tidak dianjurkan untuk memakai lindungan tertutup seperti pasangan
batu di hilir bangunan di sungai, karena ini akan memperpanjang jalur rembesan dan
menambah gaya tekan ke atas (uplift).
Penggerusan lokal tepat di hulu tubuh bendung atau pilar bendung gerak, umum
terjadi. Perlindungan terhadap penggerusan semacam ini adalah dengan membuat
pasangan batu atau lantai beton di depan bangunan. Disini lindungan tertutup akan
menguntungkan karena akan dapat mengurangi gaya tekan ke atas.
Karena pengaruh pencepatan aliran biasanya jauh lebih kecil daripada pengaruh
penurunan kecepatan, maka panjang lindungan hulu terhadap gerusan lokal akan
berkisar antara 2 sampai 3 kali kedalaman air rencana. Di hilir, panjang lindungan ini
sekurang-kurangnya 4 kali kedalaman lubang gerusan (lihat subbab 6.2.2).

8.1.2 Lindungan Tanggul Sungai

Pekerjaan lindungan sungai berupa bronjong, pasangan batu kosong pasangan batu
atau pelat beton.
Harus diperhatikan bahwa kedalaman pondasi lindungan memadai atau bagian dari
konstruksi tersebut bisa mengikuti penggerusan dasar sungai tanpa hilangnya
stabilitas bangunan secara keseluruhan.
Mungkin diperlukan pekerjaan pengaturan sungai guna memperbaiki pola aliran di
hulu bangunan atau untuk memantapkan bagian tanggul sungai yang belum stabil.
Di ruas atas yang curam, palung kecil sungai itu mungkin tidak stabil dan diperlukan
beberapa krib untuk menstabilkan dasar sungai di dekat pengambilan (lihat Gambar
8-1).
Di ruas-ruas tengah dan bawah, biasanya lokasi bendung akan dipilih di ruas yang
stabil. Pada sungai teranyam (braided river) atau sungai dengan tanggul pasir yang
berpindah-pindah, ruas stabil seperti yang dimaksud mungkin tidak ada.
Setelah pembuatan bendung atau bendung gerak di sungai semacam itu, dasar sungai
di bagian hulu akan naik dan cenderung kurang stabil daripada sebelumnya. Mungkin
Pengaturan Sungai dan Bangunan Pelengkap 183

diperlukan pekerjaan pengaturan sungai yang ekstensif guna menstabilkan aliran di


hulu bangunan yang baru.

er
tanggul banjir im
pr
an
l ur
sa

krib
pengambilan
bendung
gerak

bantaran terancam

krib
bendungan

tanggul banjir

Gambar 8-1. Pengarah Aliran

Di hilir bangunan utama, bahaya penggerusan tanggul sungai biasanya lebih besar
karena turbulensi dan kecepatan air lebih tinggi.
Di sungai yang relatif lebar dan dalam, krib mungkin merupakan cara pemecahan
yang ekonomis.
Jarak antara masing-masing krib adalah:
C2 h
L<𝛼 .................................................................................................... 8-1
2g

dimana: L = jarak antar krib, m


 = parameter empiris ( 0,6)
184 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

C = koefisien Chezy, m1/2/dtk ( 45 untuk sungai)


h = mean (nilai tengah) kedalaman air, m
g = percepatan gravitasi, m/dt2 ( 9,8 m/dtk²)
Jika tidak ada alur/trase krib yang paling cocok yang dapat diputuskan, maka
sebaiknya diambil pemecahan termurah, yaitu yang tegak lurus terhadap tanggul
(lihat Gambar 8-2).

denah

aliran sungai

krib

krib batu buangan potongan

Gambar 8-2. Contoh Krib

Tinggi mercu krib sebaiknya paling tidak sama dengan elevasi bantaran. Kemiringan
lapis lindung tanggul dan krib biasanya berkisar antara 1:2,5 sampai 1:3,5 untuk
kemiringan di bawah muka air dan 1:1,5 sampai 1:2,5 untuk kemiringan di luar air.
Kemiringan ujung krib kadang-kadang diambil 1:5 sampai 1:10 untuk mengurangi
pusaran air/vortex dan efeknya.
Pengaturan Sungai dan Bangunan Pelengkap 185

muka air-rata-rata bronjong


muka air-rendah matres
rata-rata

potongan A

denah A matras dihubungkan


krib dari bronjong satu sama lain
penggerusan
(engsel)
B

muka air-tinggi normal


pilar kayu pilar kayu
muka air
rata-rata gelagar
gelagar
muka air
rendah
normal

krib terbuat dari kayu (tipe terbuka) potongan B

Gambar 8-3. Krib dari Bronjong dan Kayu

Krib dapat dibuat dengan tipe “terbuka” seperti ditunjukkan pada Gambar 8-3. air
bisa mengalir melalui bangunan ini, yang biasanya dibuat dari pilar-pilar kayu yang
dipancang ke dasar sungai dan dipasang rapat satu sama lain, guna menahan aliran.
Bangunan terbuka ini kurang kuat dan mudah rusak selama banjir.
186 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

8.2 Tanggul

8.2.1 Panjang dan Elevasi

Kurve pengempangan digunakan untuk menghitung panjang dan elevasi tanggul


banjir di sepanjang sungai untuk banjir dengan periode ulang yang berbeda-beda.
Perhitungan yang tepat untuk kurve pengempangan dapat dikerjakan dengan metode
langkah standar (standar step method) bila potongan melintang, kemiringan dan
faktor kekerasan sungai ke arah hulu lokasi bendung sudah diketahui sampai jarak
yang cukup jauh.
Perkiraan kurve pengempangan yang cukup akurat dan aman adalah (lihat Gambar
8-4.).
x 2
z = h (1 − ) ................................................................................................. 8-2
L
h 2h
untuk a
≥1 L= i
................................................................................................. 8-3
h a+h
untuk a
≤1 L= i
................................................................................... 8-4

dimana: a = kedalaman air di sungai tanpa bendung, m


h = tinggi air berhubung adanya bendung (dimuka bendung), m
L = panjang total dimana kurve pengempangan terlihat, m
z = kedalaman air pada jarak x dari bendung, m
x = jarak dari bendung, m
i = kemiringan sungai
Akibat agradasi sungai di hulu bendung, permanen, elevasi tanggul harus dicek untuk
memastikan apakah tanggul itu sudah aman terhadap banjir selama umur bangunan.
Pengaturan Sungai dan Bangunan Pelengkap 187

8.2.2 Arah Poros

Tanggul banjir sebaiknya selalu jauh dari dasar air rendah sungai, atau dilindungi dari
bahaya erosi akibat aliran yang cepat.

Kemirin h
gan I

Gambar 8-4. Kurve Pengempangan

8.2.3 Tinggi Jagaan

Tanggul banjir sebaiknya direncana 0,25 m di atas elevasi pangkal bendung


(abutment) guna menciptakan keamanan ekstra: selama terjadi banjir yang luar biasa
besar, bendung dan pangkalnya akan melimpah dulu, melindungi bangunan agar tidak
terlanda banjir.

8.2.4 Potongan Melintang

Tanggul banjir akan direncana dengan lebar atas 3 m. Jika tanggul itu harus juga
menyangga jalan di atasnya, maka lebar itu hendaknya ditambah sesuai dengan
kebutuhan.
Kemiringan hulu dan hilir diambil menurut harga-harga yang diberikan pada Tabel
8-1. di bawah ini. Harga-harga itu dianjurkan untuk tanggul tanah homogen (seragam)
dengan pondasi yang stabil. Tanggul tanah tidak homogen harus direncana sesuai
dengan teori yang sudah ada.
188 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

Tabel 8-1. Harga-Harga Kemiringan Talut untuk Tanggul Tanah Homogen


(Menurut USBR,1978).

Klasifikasi Tanah1) Kemiringan Hulu Kemiringan Hilir

GW, GP, SW, SP tak kedap air, tak cocok

GC, GM, SC, SM 1 : 2,5 1:2


CL, ML 1:3 1 : 2,5

CH, MH 1 : 3,5 1 : 2,5


1)
Menurut Unified Soil Classification System (lihat KP – 06 Parameter bangunan)

Tanggul yang tingginya lebih dari 5 m sebaiknya dicek stabilitasnya dengan


menggunakan metode yang cocok. Dalam KP – 06 Parameter Bangunan diberikan
metode-metode yang dianjurkan.
Bila pondasi tanggul tidak kedap air, maka harus dibuat parit halang (cut-off trench)
yang dalamnya sampai 1/3 dari tinggi air. Lihat Gambar 8-5.

tanah seragam
dipadatkan

H/3

dinding halang kupasan

Gambar 8-5. Potongan Melintang Tanggul

8.2.5 Pembuang

Pembuangan air (drainase) daerah di belakang tanggul banjir sampai ke sungai harus
dipertimbangkan, khususnya jika tanggul sejajar dengan sungai (lihat Gambar 8-6).
Kebutuhan pembuangan air dapat dipenuhi dengan membuat saluran pembuang
paralel yang mengalirkan airnya ke kantong lumpur, atau dengan pembuang yang
Pengaturan Sungai dan Bangunan Pelengkap 189

memintas melalui tanggul dan dilengkapi dengan pintu otomatis yang menjaga agar
air tidak masuk selama muka air tinggi.
Kemudian akan terjadi genangan dan oleh karena itu sistem ini tidak cocok untuk
daerah-daerah yang berpenduduk.
Bila tidak dapat dipakai pintu otomatis, maka dapat dipilih pintu sorong jika tenaga
eksploitasinya tersedia.

pembuang sejajar

sungai bendung

pintu
Gambar 8-6. Cara Memecahkan Masalah Pembuangan Air

8.3 Sodetan Sungai

Kadang-kadang lebih menguntungkan untuk membuat bangunan utama di luar alur


sungai yang ada dan membelokkan sungai itu sesudah pelaksanaan selesai. Dalam
metode pelaksanaan ini, masalah keteknikan sungai hendaknya mendapat perhatian
yang sungguh-sungguh selama perencanaan, misalnya alur sodetan, dimensi alur,
perubahan dasar sungai serta penutupan sungai.
Tata Letak
Tata letak yang tepat untuk sodetan bergantung kepada banyak faktor: geologi,
geologi teknik, bangunan, topografi dan sebagainya.
190 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

Namun demikian, ada beberapa pertimbangan umum berdasarkan perilaku sungai


yang dapat diberikan di sini, yaitu:
- gangguan morfologi sungai diusahakan sesedikit mungkin
- menurunnya dasar sungai akibat adanya sodetan harus dipikirkan kedalaman
pondasi bangunan di sebelah hulu hendaknya dicek.

sodetan (kopur) C
A = A’

bendung baru

tanggul penutup

denah

sun
B
ga i

bendung
baru

A
B A’

potongan memanjang
Gambar 8-7. Kapur atau Sodetan

Gambar 8-7. memberikan contoh sodetan pada sungai berminder. Jarak antara A dan
C diperpendek dengan sodetan. Dasar sungai akan turun guna mendapatkan kembali
Pengaturan Sungai dan Bangunan Pelengkap 191

keseimbangan batasnya (ultimate equilibrium). Ini akan memerlukan banyak waktu,


tetapi koperan hilir bendung dan pangkal bendung harus aman terhadap erosi
semacam ini.
Tanggul Penutup
Penutupan dasar sungai lama dan pembelokan sungai tersebut ke atau melalui
bangunan utama yang baru hendaknya direncanakan secara terinci.
Ada beberapa hal yang akan membantu dalam perencanaan ini, yaitu:
- aliran harus dibelokkan melalui sodetan (dan bangunan utama) dengan sedikit
menaikkan muka air hulu.
- Penutupan sungai harus dilakukan pada waktu terjadi aliran kecil yang meliputi
jangka waktu lama.
- Penutupan harus dilakukan dengan amat cepat
- Bahan yang dipakai untuk menutup sebaiknya bahan berat dan tersedia dalam
jumlah yang cukup.
Bila penutupan awal telah berhasil, maka tanggul penutup itu diperkuat supaya
menjadi permanen. Tanggul harus diberi lindungan terhadap erosi, terutama sisi yang
terkena air sungai.
Dalam beberapa hal, tanggul penutup lebih baik dibuat jauh dari sodetan setelah
aliran sungai berhasil dibelokkan. Dalam hal ini ‘lengan’ sungai yang mati di hulu
tanggul penutup akan terisi sedimen dan menambah aman tanggul tersebut.
muka banjir tanggul penutup
-permanen
muka air
rendah

sedimentasi yang pembuang di


akan terjadi kaki tanggul

tanggul penutup
sementara (batu berat)
Gambar 8-8. Tipe Tanggul Penutup
192 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama
Penyelidikan Model Hidrolis 193

9. BAB IX
PENYELIDIKAN MODEL HIDROLIS

9.1 Umum

Model hidrolis dipakai untuk mensimulasi perilaku hidrolis pada prototip bendung
atau bendung gerak yang direncanakan dengan skala lebih kecil.
Kemungkinan lain untuk mensimulasi perilaku hidrolis adalah membuat model
matematika pada komputer. Pengukuran langsung di lapangan atau dalam model fisik
harus dilakukan untuk memantapkan hasil-hasil yang diperoleh dari perhitungan
komputer.
Penyelidikan model dilakukan untuk meyelidiki perilaku (performance) hidrolis dari
seluruh bangunan atau masing-masing komponennya. Model komputer dipakai untuk
studi banjir dan gejala morfologi seperti agradasi dan degradasi yang akan terjadi di
sungai itu.
Ahli yang bertanggung jawab atas perencanaan jaringan irigasi, harus memutuskan
apakah penyelidikan model diperlukan atau tidak, berdasarkan pertimbangan-
pertimbangan berikut:
- apakah kondisi lokasi sedemikian rupa sehingga akan timbul masalah-masalah
yang tidak bisa dipecahkan dengan pengalaman yang ada sekarang.
- apakah masalah-masalah bangunan begitu kompleks sehingga dengan parameter-
parameter dan standar perencanaan yang ada tidak mungkin dibuat suatu
perencanaan akhir yang dapat diterima.
- apakah hasil-hasil penyelidikan model itu akan berarti banyak menghemat biaya.
- apakah aturan-aturan pendahuluan untuk eksploitasi dan pemeliharaan bangunan
nanti tidak dapat ditetapkan berdasarkan pengalaman sebelumnya.
- Apakah biaya pelaksanaan penyelidikan model tidak besar dibandingkan dengan
seluruh biaya pelaksanaan bangunan.
194 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

Subbab 9.2 menjelaskan komponen-komponen bangunan bendung yang dapat


diselidiki dalam model hidrolis, dengan mempertimbangkan kondisi lokasi yang
sebenarnya.
Kriteria untuk menentukan perlunya melakukan penyelidikan model diberikan pada
subbab 9.3.

9.2 Penyelidikan Model untuk Bangunan Bendung

Komponen-komponen bangunan bendung berikut serta konstruksi-konstruksi


pelengkapnya dapat diselidiki dalam model hidrolis:
- lokasi dan tata letak umum bangunan bendung
- pekerjaan pengaturan sungai di hulu bangunan
- bentuk mercu bendung pelimpah tetap
- pintu-pintu utama bendung gerak termasuk bentuk ambangnya
- kolam olak dan efisiensinya sebagai peredam energi
- eksploitasi pintu bendung gerak sehubungan dengan penggerusan lindungan dasar
dan dasar sungai
- kompleks pembilas/pengambilan sehubungan dengan pengelakkan sedimen
- saluran pengarah dan kantong lumpur sehubungan dengan distribusi kecepatan
yang seragam.

9.2.1 Lokasi dan Tata Letak

Sebelum memulai pelaksanaan model, lokasi harus dipilih dan tata letak umum harus
dibuat. Kriteria yang harus dipertimbangkan untuk pemilihan lokasi dan penentuan
dimensi-dimensi utama telah dibicarakan dalam Bab 3.
Penyelidikan model biasanya tidak dipakai untuk pemilihan lokasi. Alasan utamanya
adalah bahwa perencanaan hidrolis hanyalah merupakan salah satu dari banyak
kriteria yang menentukan pemilihan lokasi. Tata letak pendahuluan bangunan utama
bisa dicek dalam model, yang dilakukan untuk pekerjaan-pekerjaan bangunanyang
Penyelidikan Model Hidrolis 195

besar dan rumit. Untuk bangunan utama yang sederhana, pengecekan semacam ini
tidak perlu.
Apabila bangunan bendung akan dibuat di salah satu dari saluran cabang di daerah
delta sungai, maka penyelidikan akan diperlukan untuk menentukan konsekuensi-
konsekuensi hidrolik dan morfologi untuk jaringan sungai pada umumnya dan saluran
cabang dari bangunan utama khususnya. Dalam hal ini, lokasi bangunan di sungai
harus diselidiki secara lebih mendetail.
Walaupun masalah-masalah ini dapat diselidiki dalam model fisik, namun sudah
tersedia pula model-model komputer untuk mensimulasi perilaku hidrolis dan
morfologis sungai, dengan mengandaikan bahwa proyek berada di tempat yang benar.
Penggunaan model-model komputer akan lebih murah, cepat dan tergantung pada
data yang tersedia, hasil-hasilnya akan mempunyai tingkat ketepatan yang sama
dibanding dengan hasil-hasil model fisik.

9.2.2 Pekerjaan Pengaturan Sungai

Mungkin diperlukan pekerjaan pengaturan sungai guna memperbaiki pola aliran di


hulu bangunan atau untuk memantapkan tanggul sungai yang belum stabil.
Di ruas-ruas sungai bagian atas yang curam, palung kecil yang ada mungkin tidak
stabil dan kadang-kadang melewati pengambilan. Jika demikian halnya, diperlukan
krib untuk menstabilkan palung kecil dekat pengambilan. Ini adalah pekerjaan yang
relatif kecil dan bisa rusak akibat banjir besar dan perlu diperbaiki sewaktu-waktu.
Oleh sebab itu penyelidikan model bukan merupakan keharusan.
Pekerjaan lindungan tanggul biasanya dapat direncana menurut aturan-aturan umum
perencanaan, tanpa penyelidikan dengan model.
Perlu diperhatikan agar kedalaman pondasi lingkungan cukup kuat, atau agar bagian-
bagian konstruksi itu dapat mengikuti penggerusan dasar sungai tanpa mengurangi
stabilitas bangunan secara keseluruhan.
196 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

Lokasi bendung biasanya akan dipilih di ruas sungai yang stabil. Tetapi pada sungai
teranyam atau sungai dengan sistem tanggul pasir yang berpindah-pindah, ruas stabil
seperti ini mungkin tidak ada.
Setelah pembuatan bendung atau bendung gerak di sungai semacam ini, dasar sungai
di sebelah hulu akan naik dan cenderung kurang stabil daripada sebelumnya.
Pekerjaan pengaturan sungai perlu dilaksanakan secara menyeluruh (ekstensif) guna
menstabilkan aliran di hulu bendungan yang baru.
Dalam perencanaan pekerjaan pengaturan sungai, pola aliran yang menuju ke
pengambilan harus diperhitungkan sehubungan dengan banyaknya sedimen yang
akan masuk ke jaringan saluran irigasi. Hal ini penting khususnya bila air diambil
pada kedua sisi sungai.
Oleh sebab itu, untuk bendung atau bendung gerak semacam ini, dianjurkan untuk
menyelidiki pola aliran dan tata letak pekerjaan sungai dalam model hidrolis, karena
sifatnya yang kompleks, perencanaan pendahuluan mungkin tidak bisa memenuhi
semua persyaratan dan penyelidikan model dapat menunjukan banyak kemungkinan
untuk perbaikan. Hasil-hasil penyelidikan model akan banyak memungkinkan
penghematan biaya pelaksanaan.

9.2.3 Bentuk Mercu Bendung Pelimpah

Sampai saat ini telah banyak dilakukan penyelidikan bentuk mercu bendung dengan
model dan hasil-hasilnya telah banyak diterbitkan dalam buku-buku teks.
Mercu-mercu tipe Ogee dan tipe bulat yang umum dipakai di Indonesia telah banyak
diselidiki; parameter-parameter perencanaannya diberikan dalam subbab 4.2.2.
Penyelidikan model diperlukan hanya Jika situasi tertentu menimbulkan masalah
yang sulit dipecahkan dengan kemampuan yang ada serta parameter-parameter yang
tersedia tidak dapat diterapkan.
Penyelidikan Model Hidrolis 197

9.2.4 Pintu Bendung Gerak dan Bentuk Ambang

Sudah banyak metode yang dipakai untuk merencanakan pintu bendung gerak,
bergantung kepada persyaratan-persyaratan khusus proyek serta selera seni pada
waktu perencanaan sedang dibuat.
Kebanyakan perencanaan modern menggunakan pintu radial atau pintu sorong; pintu
sorong besar tidak praktis karena gaya gesekannya besar.
Pintu ini biasanya direncana sebagai pintu aliran bawah (undershot), dan asal saja
beberapa kriteria dasar perencanaannya diikuti, maka tidak lagi diperlukan pengujian
dengan model untuk mengecek harga-harga koefisien debit atau perilaku getaran
(vibrasi) untuk ukuran-ukuran pintu yang biasa direncana.
Apabila digunakan pintu radial atau sorong sebagai gabungan antara pintu aliran
bawah dan aliran atas, maka masalah-masalah hidromekanik yang timbul akan lebih
rumit. Debit pembuang, misalnya yang digunakan untuk membersihkan benda-benda
hanyut di pengempangan hulu, tidak akan memerlukan penyelidikan dengan model
secara teliti. Tetapi pintu yang dapat diturunkan sampai rendah sekali, atau pintu yang
mempunyai katup yang besar di bagian atasnya untuk mengatur tinggi muka
pengempangan, biasanya harus diselidiki dengan model untuk mengecek unjuk kerja
hidrolis dan perilaku hidromekanik pintu tersebut. Pengujian semacam ini amat rumit
dan sedapat mungkin hindari perencanaan tipe pintu ini dalam perencanaan bangunan
utama biasa untuk irigasi.
Perencanaan hidrolis ambang dapat dilakukan tanpa penyelidikan dengan model.
Kecepatan aliran di hilir pintu dapat dihitung; bahan yang akan dipakai untuk
menahan derasnya kecepatan aliran harus dipilih dengan seksama dengan
mempertimbangkan abrasi akibat bahan-bahan dasar yang tajam.
198 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

9.2.5 Kolam Olak

Sudah banyak penyelidikan baik dengan prototip maupun dengan model yang telah
dilakukan dengan menentukan parameter-parameter yang akan menghasilkan
perencanaan yang andal dan irit biaya.
Kriteria utama yang harus dipenuhi agar kolam olak dapat berfungsi dengan baik
adalah energi harus dapat diredam secara efisien di dalam air sehingga dasar sungai di
sebelah hilir tidak akan tergerus terlalu dalam atau rusak berat sehingga usaha
perbaikannya akan berada di luar jangkauan pekerjaan pemeliharaan biasa.
Kolam loncat air (hydraulic jump basin) telah banyak diselidiki dan keandalannya
terbukti baik di lapangan. Kolam ini dapat direncana tanpa penyelidikan model, asal
saja parameter-parameter perencanaan yang sesungguhnya berada dalam ruang
lingkup penerapan. Masalah pokoknya adalah degradasi atau menurunnya dasar
sungai setelah bendung atau bendung gerak dibangun. Besarnya degradasi ini harus
diperkirakan dan kolam olak direncana sesuai dengan keadaan yang akan terjadi ini
dan dengan keadaan tinggi muka air dan dasar sungai yang sekarang. Bila parameter-
parameter perencanaan kolam olak ternyata tidak dapat memberikan cara pemecahan
yang memuaskan atas kedua keadaan tersebut di atas, maka akan diperlukan
tambahan penyelidikan dengan model guna memperoleh hasil perencanaan yang
seimbang dan paling efektif dari segi biaya.
Peredam energi tipe bak tenggelam (submerged bucked dissipator) telah diselidiki
oleh USBR. Sebagian besar dari penyelidikan itu dilakukan terhadap tipe bak
berlubang (slotted bucket) untuk pelimpah energi tinggi.
Jika tinggi energi masih dapat dikerjakan dengan data-data yang diberikan oleh
Puslitbang Air, maka data-data ini dapat dipakai untuk menyelesaikan perencanaan
akhir. Dalam perencanaan ini degradasi dasar sungai yang mungkin akan terjadi di
waktu yang akan datang, harus dipertimbangkan.
Penyelidikan Model Hidrolis 199

9.2.6 Eksploitasi Pintu Bendung Gerak

Untuk bendung gerak berpintu banyak dan mungkin dengan pengambilan di kedua
sisi sungai, cara terbaik eksploitasi pintu-pintu ini dapat diselidiki dengan model. Ada
dua fenomena/gejala yang akan diselidiki dengan model demikian, yakni: (1)
masuknya sedimen ke dalam jaringan saluran irigasi, dan (2) kedalaman maksimum
penggerusan sehubungan dengan cara eksploitasi pintu ini.

9.2.7 Pengambilan dan Pembilas

Untuk debit saluran dengan besaran normal, tidak diperlukan penyelidikan dengan
model secara mendetail untuk pengambilan dan pembilas. Kini sudah banyak sekali
tipe pengambilan untuk berbagai keadaan lapangan. Di samping itu juga telah tersedia
hasil-hasil penyelidikan dengan model. Kriteria perencanaan untuk pengambilan dan
pembilas, akan memberikan dasar yang cukup memadai untuk menyelesaikan
perencanaan hidrolis akhir.
Bila sungai mengangkut batu-batu besar selama banjir, bisa dipertimbangkan untuk
memasang saringan (screen) agar batu-batu tersebut tetap jauh dari pengambilan.
Kemampuan kerja saringan semacam itu dapat diselidiki dengan model. Kriteria
perencanaan bagi saringan ini hampir tidak mungkin ditetapkan, karena melihat
banyak faktor yang tidak diketahui.

9.2.8 Saluran Pengarah dan Kantong Lumpur

Saluran pengarah (feeder canal) biasanya berupa bagian saluran melengkung yang
mengantarkan debit dari pengambilan ke kantong lumpur.
Kecepatan aliran di dalam saluran pengarah harus cukup tinggi untuk mengangkut
semua fraksi sedimen yang masuk ke jaringan saluran pada pengambilan. Di mulut
kantong lumpur, kecepatan aliran akan sangat diperlambat dan distribusinya merata di
seluruh lebar kantong. Oleh sebab itu, peralihan antara saluran pengarah dan kantong
200 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

lumpur harus direncana secara seksama, dilengkapi dengan dinding pengarah dan
alat-alat pengatur distribusi aliran lainnya.
Penyelidikan dengan model secara mendetail akan sangat membantu menciptakan
distribusi aliran yang seragam/merata.
Kemampuan kerja kantong lumur tidak bisa diselidiki di laboratorium, karena adanya
efek skala.

9.3 Kriteria untuk Penyelidikan dengan Model

Sebagaimana telah disebutkan dalam subbab 9.1, perencana harus memutuskan


apakah diperlukan penyelidikan dengan model atau tidak.
Untuk dapat memilih kriteria yang dapat diterapkan untuk kondisi-kondisi tertentu di
lapangan, klasifikasi situasi yang benar-benar dijumpai di lapangan diberikan pada
Tabel A.3.1, A.3.2 dan A.3.3 (lihat Lampiran 3).
Klasifikasi tersebut didasarkan pada hal-hal berikut:
- ruas sungai; atas, tengah, bawah
- lebar rata-rata sungai dan aliran permukaan (overland flow)
- debit per lebar satuan sungai
- ukuran butir bahan dasar yang diangkut oleh sungai
- besar debit saluran.
Berdasarkan klasifikasi ini, dianjurkan agar penyelidikan model dilakukan untuk
komponen-komponen bangunan utama berikut:
- lokasi dan tata letak umum
- pekerjaan pengaturan sungai
- pintu-pintu bendung termasuk ambang
- kolam olak
- eksploitasi pintu
- pengambilan dan pembilas
- saluran pengarah dan kantong lumpur
- bangunan pembilas
Penyelidikan Model Hidrolis 201

Pada tabel-tabel itu disebutkan apakah penyelidikan model dianjurkan atau tidak.
Ruang lingkup proyek, yang dijelaskan pada tabel-tabel tersebut, berada di luar
jangkauan bangunan yang dianggap sahih/valid bagi standar perencanaan. Hal ini
dicantumkan karena, pertama: tidak dapat diberikan definisi yang tepat untuk istilah
proyek “yaitu”, dan kedua yaitu ruang lingkup itu memberikan indikasi mengenai
penyelidikan model bagaimana yang diperlukan untuk bangunan-bangunan yang
lebih besar.
202 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama
Metode Pelaksanaan 203

10. BAB X
METODE PELAKSANAAN

10.1 Umum

Besarnya pekerjaan untuk sebuah bendung dan bangunan-bangunan pelengkapnya,


serta kenyataan bahwa bendung tersebut harus dibangun di sungai, memaksa kita
untuk mempertimbangkan persyaratan-persyaratan yang diperlukan selama
pelaksanaan. Metode pelaksanaan yang akan diterapkan harus diperikan
(dideskripsikan) dengan jelas agar tidak menimbulkan masalah selama pelaksanaan.
Ada dua metode yang dapat dipertimbangkan: pelaksanaan di dasar sungai dan
pelaksanaan yang sama sekali ada di luar dasar sungai.

10.2 Pelaksanaan di Sungai

Sungai harus dibelokkan selama pelaksanaan berlangsung. Untuk ini sebagian dari
sungai tersebut dikeringkan, atau seluruh aliran sungai dibelokkan melalui saluran
atau terowongan pengelak. Untuk merencanakan elevasi tanggul pengelak (coffer
dam) yang menutup sungai dan melindungi ruang kerja, maka kemungkinan
melimpahnya banjir dan banjir rencana selama pelaksanaan berlangsung harus
ditentukan.
Untuk mengukur resiko ini dapat digunakan grafik pada Gambar 10-1. yang
memberikan perhitungan resiko yang diterima selama umur bangunan.
Umur sebuah saluran atau bendung pengelak biasanya dua sampai tiga tahun,
bergantung kepada waktu pelaksanaan.
Apakah resiko melimpahnya bendungan pengelak akan menjadi tanggungan pihak
kontraktor atau perencana diputuskan dengan jelas dalam dokumen kontrak. Pada
umumnya itu menjadi tanggung jawab kontraktor dengan pihak Pemberi Pekerjaan
menunjukkan tinggi keamanan yang terendah.
204 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

Selama perencanaan, pemilihan metode pelaksanaan harus juga didasarkan pada


kelayakan dan biayanya. Dan tergantung pada keahlian Pelaksana Pekerjaan, harus
diputuskan metode mana yang hendak diikuti.
Hal-hal yang harus dicek dan dipersiapkan selama perencanaan pendahuluan adalah:
- tanggul pengelak
- saluran atau terowongan pengelak
- pembuangan air (drainase).
- jadwal pelaksanaan
- tersedianya bahan bangunan
- debit maksimum sungai selama pelaksanaan
- pengeringan (dewatering) di lokasi pekerjaan

(Pr = perhitungan risiko yang diterima)


1% 5% Pr dalam %
1000 10%
800
600
400 20%
300 25%
30%
periode ulang rencana yang diperlukan T tahun

200
50%
100
80
60
40
30
20

10
8
6
4
3
2

1
1 2 3 4 5 6 8 10 20 30 40 50 60 80 100
umur bangunan yang diinginkan d dalam tahun

Gambar 10-1. Grafik untuk Menentukan Perhitungan Resiko yang Diterima


Metode Pelaksanaan 205

Berkenaan dengan jadwal waktu, kadang-kadang orang bisa bekerja di dasar sungai
tanpa memerlukan terlalu banyak perlindungan dengan merencanakan pekerjaan itu
menurut musim: kebanyakan daerah di Indonesia mempunyai musim kering dan
penghujan yang berlainan dan dengan demikian terdapat perbedaan-perbedaan besar
dalam hal ini debit sungai.

10.3 Pelaksanaan di Tempat Kering

Dalam banyak hal, metode pelaksanaan ini akan lebih disukai. Bangunan dibuat di
luar dasar sungai, kemudian sungai itu dielakkan sesudah pelaksanaan selesai.
Metode ini disebut “pelaksanaan pada sudetan” (kopur).
Resiko kerusakan yang diakibatkan oleh penggenaan ruang kerja, kecil saja dan
dijumpai sedikit saja hambatan pelaksanaan.
Jika ternyata layak, maka metode pelaksanaan ini akan dipilih, bahkan Jika biayanya
mahal sekali pun. Baik resiko kerusakan bahan maupun kerusakan-kerusakan lain
selama pelaksanaan harus sedapat mungkin dihindari. Hal ini hendaknya mendapat
perhatian khusus.
Pembelokan aliran sungai setelah pembuatan bendung atau bendung gerak selesai,
dilakukan dengan tanggul penutup. Tanggul tersebut akan dibangun sedekat mungkin
dengan mulut sodetan. Guna mengurangi beda muka air pada tanggul penutup selama
pelaksanaan, muka air di depan bangunan utama yang baru harus dijaga agar tetap
rendah, dengan cara membuka pintu pengambilan dan melewatkan air sebanyak
mungkin melalui pintu-pintu itu. Tanggul penutup merupakan tanggul sementara saja,
jika tanggul permanen akan dibuat di tempat lain mungkin lebih ekonomis.
206 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama
Daftar Pustaka 207

DAFTAR PUSTAKA

BOS, M.G. (Ed); Discharge Measurement Structures. Publication 20, ILRI,


Wageningen 1977.
BOS, M.G., REPLOGLEJA., and CLEMMENS, A.J.: Flow Measuring Flumes for
Open Channel Systems. John Wiley, New York 1984.
BOUVARD,M: Barrages Mobiles et Ouvrages de Derivation, a Partie de Rivieres
Transportant des Materiaux Solides. Eyrolles, Paris 1984.
BRADLEY, J.N., and PETERKA,A.J: The Hydraulic Design of Stilling Basins.
Journal of the Hydraulics Division, ASCE, Vol.83, No.HY5, 1957.
CAMP, T.R.: Sedimentation and The Design of Settling Tanks. Transactions ASCE,
1946.
CHOW,V.T.: Open Channel Hydraulic. McGraw-Hill, New York 1959.
CHOW,V.T.: Handbook of Applied Hydrology. McGraw-Hill, London, 1964.
CREAGER,W.P., JUSTIN,J.D. & HINDS,J.: Engineering for Dams, Volumes I,II &
III. John Wiley & Sons, New York, 1945.
DAVIDENKOFF,R.: Unterlaufigkeit von Stauwerken. Wernerverlag Dusseldorf,
1970.
DPMA: Pengamanan Sungai Serta Pengendalian Aliran (Diutamakan Penggunaan
Konstruksi Bronjong), 1978.
FORSTER,J.W., SKRINDE,R.A.: Control of The Hydraulic Jump by Sills
Transactions ASCE, Vol.115, 1950.
JASSEN,P.P.(Ed).; Principles of River Engineering. Pitman, London 1979.
LANE,E.W.: Security from Under-Seepage of Masonry Dams on Earth Foundations.
Transactions ASCE, Vol.100, 1935.
LANGKEMME IRRIGATION PROJECT: Hydraulic Model Test and Related Study
Design Note, Nippon Koei, PT Buana Archicon.
MEMED,M.: Cara-cara Konstruksi untuk Mengurangi Angkutan Sedimen yang Akan
Masuk ke Intake dan Saluran Pengairan. DPMA Bandung, 1981.
208 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

MEMED,M. and ERMAN,M.: Penggunaan Lapisan Batu “Candi” Sebagai


Perkuatan Terhadap Bahaya Benturan Batu dan Mengurangi Kerusakan
Akibat Abrasi/Goresan oleh Pasir Batu yang Terbawa Aliran pada Bendung.
DPMA Bandung, 1980.
MEMED,M. and ERMAN,M., and SYARIF S.: Pengelak Angkutan Sedimen Tipe
Undersluice dengan Perencanaan Hidrolisnya, Jilid I & II. DPMA Bandung,
1981.
PETERKA,A.J.: Hydraulic Design of Stilling Basins and Energy Dissipators. USBR,
Washington DC 1958 (rev.1964)
PRESS,H.: Stauanlagen und Wasserkraftwerke, Teil II : Wehre. Wilhelm Ernst &
Sohn, Berlin 1959).
SCHOKLITSCH,A.: Handbuch des Wasserbaues, Volumes I and II. Springer Verlag,
Vienna, 1962.
SCS: Design of Open Channels, Technical Release No.25. USDA Soil Conservation
Service, Washington DC, 1977.
SOENARNO: Perhitungan Bendung Tetap. Directorate of Irrigation, Bandung 1972.
USBR: Design of Small Dams. Denver, USA
VLUGTER,H.: Het Transport van Vaste Stoffen Door Stroomend Water. De
Ingenieur in Ned-Indie No.3,1941.
Lampiran I 209

LAMPIRAN I

Daftar instansi-instansi yang dapat diminta data


Umum:
Perpustakaan PU Jl. Pattimura, 20 Jakarta
LIPI Jl. Jend. Sudirman, Jakarta
Jl. Sangkuriang Cisitu, Bandung

Data Topografi:
BAKOSURTANAL Jl. Raya Jakarta Bogor, Km. 46 Cibinong,
- Peta-peta topografi dan foto-foto udara Tlp. 82062-82063

DPUP Di Ibukota Propinsi


PU SEKSI PENGUKURAN Jl. Pattimura 20, Jakarta
PENGUKURAN GEOLOGI INDONESIA Jl. Diponegoro 59, Tlp. 73205/8, Bandung

Data Hidrologi:
DPMA seksi Hidrologi Jl. Ir.H.Juanda 193, Bandung
- Data sebagian besar sungai pusat koleksi data
juga kumpulan data-data dari masa sebelum
P.D.II
PLN Bagian Tenaga Air Jl. Hasan Mustopo 55, Tlp.72053, Bandung

Bina Program Pengairan Jl. Pattimura 20, Jakarta


210 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama
Lampiran II 211

LAMPIRAN II

Tabel A.2.1 . Nilai-Nilai Banding Tanpa Dimensi untuk Loncat Air


(dari Bos, Replogle dan Clemmens, 1984)
∆H Yd Yu vu2 Hu Yd vd2 Hd
H1 Yu H1 2gH1 H1 H1 2gH1 H1
0,2446 3,00 0,3669 1,1006 1,4675 1,1006 0,1223 1,2229
0,2688 3,10 0,3599 1,1436 1,5035 1,1157 0,1190 1,2347
0,2939 3,20 0,3533 1,1870 1,5403 1,1305 0,1159 1,2464
0,3198 3,30 0,3469 1,2308 1,5777 1,1449 0,1130 1,2579
0,3465 3,40 0,3409 1,2749 1,6158 1,1590 0,1103 1,2693
0,3740 3,50 0,3351 1,3194 1,6545 1,1728 0,1077 1,2805
0,4022 3,60 0,3295 1,3643 1,6938 1,1863 0,1053 1,2916
0,4312 3,70 0,3242 1,4095 1,7337 1,1995 0,1030 1,3025
0,4609 3,80 0,3191 1,4551 1,7742 1,2125 0,1008 1,3133
0,4912 3,90 0,3142 1,5009 1,8151 1,2253 0,0987 1,3239
0,5222 4,00 0,3094 1,5472 1,8566 1,2378 0,0967 1,3345
0,5861 4,20 0,3005 1,6407 1,9412 1,2621 0,0930 1,3551
0,6525 4,40 0,2922 1,7355 2,0276 1,2855 0,0896 1,3752
0,7211 4,60 0,2844 1,8315 2,1159 1,3083 0,0866 1,3948
0,7920 4,80 0,2771 1,9289 2,2060 1,3303 0,0837 1,4140
0,8651 5,00 0,2703 2,0274 2,2977 1,3516 0,0811 1,4327
0,9400 5,20 0,2639 2,1271 2,3910 1,3723 0,0787 1,4510
1,0169 5,40 0,2579 2,2279 2,4858 1,3925 0,0764 1,4689
1,0957 5,60 0,2521 2,3299 2,5821 1,4121 0,0743 1,4864
1,1763 5,80 0,2467 2,4331 2,6798 1,4312 0,0723 1,5035
1,2585 6,00 0,2417 2,5372 2,7789 1,4499 0,0705 1,5203
1,3429 6,20 0,2367 2,6429 2,8796 1,4679 0,0687 1,5367
1,4280 6,40 0,2321 2,7488 2,9809 1,4858 0,0671 1,5529
1,5150 6,60 0,2277 2,8560 3,0837 1,5032 0,0655 1,5687
1,6035 6,80 0,2235 2,9643 3,1878 1,5202 0,0641 1,5843
1,6937 7,00 0,2195 3,0737 3,2932 1,5368 0,0627 1,5995
1,7851 7,20 0,2157 3,1839 3,3996 1,5531 0,0614 1,6145
1,8778 7,40 0,2121 3,2950 3,5071 1,5691 0,0602 1,6293
1,9720 7,60 0,2085 3,4072 3,6157 1,5847 0,0590 1,6437
2,0674 7,80 0,2051 3,4723 3,7254 1,6001 0,0579 1,6580
2,1641 8,00 0,2019 3,6343 3,8361 1,6152 0,0568 1,6720
2,2620 8,20 0,1988 3,7490 3,9478 1,6301 0,0557 1,6858
2,3613 8,40 0,1958 3,8649 4,0607 1,6446 0,0548 1,6994
212 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

Tabel A.2.1 . Nilai-Nilai Banding Tanpa Dimensi untuk Loncat Air


(dari Bos, Replogle dan Clemmens, 1984) (Lanjutan)
∆H Yd Yu vu2 Hu Yd vd2 Hd
H1 Yu H1 2gH1 H1 H1 2gH1 H1
2,4615 8,60 0,1929 3,9814 4,1743 1,6589 0,0538 1,7127
2,5630 8,80 0,1901 4,0988 4,2889 1,6730 0,0529 1,7259
2,6656 9,00 0,1874 4,2171 4,4045 1,6869 0,0521 1,7389
2,7694 9,20 0,1849 4,3363 4,5211 1,7005 0,0512 1,7517
2,8741 9,40 0,1823 4,4561 4,6385 1,7139 0,0504 1,7643
2,9801 9,60 0,1799 4,5770 4,7569 1,7271 0,0497 1,7768
3,0869 9,80 0,1775 4,6985 4,8760 1,7402 0,0489 1,7891
3,1949 10,00 0,1753 4,8208 4,9961 1,7530 0,0482 1,8012
3,4691 10,50 0,1699 5,1300 5,2999 1,7843 0,0465 1,8309
3,7491 11,00 0,1649 5,4437 5,6087 1,8146 0,0450 1,8594
4,0351 11,50 0,1603 5,7623 5,9227 1,8439 0,0436 1,8875
4,3267 12,00 0,1560 6,0853 6,2413 1,8723 0,0423 1,9146
4,6233 12,50 0,1520 6,4124 6,5644 1,9000 0,0411 1,9411
4,9252 13,00 0,1482 6,7437 6,8919 1,9268 0,0399 1,9667
5,2323 13,50 0,1447 7,0794 7,2241 1,9529 0,0389 1,9917
5,5424 14,00 0,1413 7,4189 7,5602 1,9799 0,0379 2,0178
5,8605 14,50 0,1381 7,7625 7,9006 2,0032 0,0369 2,0401
6,1813 15,00 0,1351 8,1096 8,2447 2,0274 0,0361 2,0635
6,5066 15,50 0,1323 8,4605 8,5929 2,0511 0,0352 2,0863
6,8363 16,00 0,1297 8,8153 8,9450 2,0742 0,0345 2,1087
7,1702 16,50 0,1271 9,1736 9,3007 2,0968 0,0337 2,1305
7,5081 17,00 0,1247 9,5354 9,6601 2,1190 0,0330 2,1520
7,8498 17,50 0,1223 9,9005 10,0229 2,1407 0,0323 2,1731
8,1958 18,00 0,1201 10,2693 10,3894 2,1619 0,0317 2,1936
8,5438 18,50 0,1180 10,6395 10,7575 2,1830 0,0311 2,2141
8,8985 19,00 0,1159 11,0164 11,1290 2,2033 0,0305 2,2339
9,2557 19,50 0,1140 11,3951 11,5091 2,2234 0,0300 2,2534
9,6160 20,00 0,1122 11,7765 11,7765 2,2432 0,0295 2,2727
Lampiran III 213

LAMPIRAN III

Tabel A.3.1. Penyelidikan dengan Model untuk Bangunan Utama di Ruas Atas Sungai
214 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

Tabel A.3.2. Penyelidikan dengan Model untuk Bangunan Utama di Ruas Tengah Sungai
Lampiran III 215
Tabel A.3.2. Penyelidikan dengan Model untuk Bangunan Utama di Ruas Tengah Sungai (Lanjutan)

Lokasi dan Tata Pekerjaan Bentuk Mercu Pengambilan dan Saluran Pengarah
Data Sungai Kolam Olak Eksploitasi Pintu
Letak Umum Pengaturan Sungai Bendung Pembilas dan Kantong Lumpur
- Bendung Gerak - penyelidikan - penyelidikan - penyelidikan - penyelidikan - penyelidikan model - penyelidikan - penyelidikan
- Lebar Dasar sungai 50 - 150 mmodel dianjurkan model dianjurkan model dianjurkan model dianjurkan dianjurkan model dianjurkan model dianjurkan
- debit Q 10 - 15 m3/dt/m - tata letak dan - pekerjaan - untuk pintu-pintu - verifikasi hasil - aturan eksploitasi pintu- sebaiknya dipakai - selidiki tata letak &
- sungai mengangkut pasir lokasi di cek pengaturan sungai di khusus (tipe perencanaan - sedimen yang masuk pembilas bawah morfologi saluran
dan kerikil sampai ukuran 64 dengan model optimasi gabungan aliran atas pendahuluan saluran irigasi sedikit pengarah &
- debit saluran 10 - 50 m3/dt dan aliran bawah), dengan model - gerusan lokal terbatas peralihan untuk
- elevasi pengempangan uji untuk fungsi kolam yang sangat
tinggi gabungan lebar
216 Kriteria Perencanaan – Bangunan Utama

Tabel A.3.3. Penyelidikan dengan Model untuk Bangunan Utama di Ruas Bawah Sungai

Lokasi dan Tata Pekerjaan Bentuk Mercu Pengambilan dan Saluran Pengarah
Data Sungai Kolam Olak Eksploitasi Pintu
Letak Umum Pengaturan Sungai Bendung Pembilas dan Kantong Lumpur
- Bendung Gerak - penyelidikan - penyelidikan - penyelidikan - penyelidikan - penyelidikan model - penyelidikan - penyelidikan
- Lebar Dasar sungai 50 - 150 mmodel dianjurkan model dianjurkan model dianjurkan model dianjurkan dianjurkan model dianjurkan model dianjurkan
- debit Q 10 - 15 m3/dt/m - tata letak dan - pekerjaan - untuk pintu-pintu - verifikasi hasil - aturan eksploitasi pintu- selidiki & - untuk kantong yg
- sungai mengangkut pasir lokasi di cek pengaturan sungai di khusus (tipe perencanaan tingkatkan efisiensi lebar, selidiki tata
dan lanau dengan model optimasi gabungan aliran atas pendahuluan sistem pengelak letak & morfologi
- debit saluran < 10 m3/dt dan aliran bawah), dengan model - dianjurkan saluran pengarah &
- elevasi pengempangan uji untuk fungsi pembilas bawah, peralihan ke kantong
lebih tinggi dari tanah gabungan kecuali sungai lumpur dengan
sekitarnya hanya mengangkut model, jika
pasir, lanau, dan diperkirakan ada
lempung sangat masalah
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM
DIREKTORAT JENDERAL SUMBER DAYA AIR
D I R E K T O R AT I R I G A S I D A N R A WA

STANDAR PERENCANAAN
IRIGASI

KRITERIA PERENCANAAN
BAGIAN
BANGUNAN UTAMA
(HEAD WORKS)
KP-02

2013
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM
DIREKTORAT JENDERAL SUMBER DAYA AIR
DIREKTORAT IRIGASI DAN RAWA

STANDAR PERENCANAAN
IRIGASI

KRITERIA PERENCANAAN
BAGIAN
PERENCANAAN JARINGAN IRIGASI
KP-01

2013
ii Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi
Sambutan iii

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM

DIREKTORAT JENDERAL SUMBER DAYA AIR

SAMBUTAN

Keberadaan sistem irigasi yang handal merupakan sebuah syarat mutlak bagi
terselenggaranya sistem pangan nasional yang kuat dan penting bagi sebuah negara.
Sistem Irigasi merupakan upaya yang dilakukan oleh manusia untuk memperoleh air
dengan menggunakan bangunan dan saluran buatan untuk mengairi lahan
pertaniannya. Upaya ini meliputi prasarana irigasi, air irigasi, manajemen irigasi,
kelembagaan pengelolaan irigasi dan sumber daya manusia. Terkait prasarana irigasi,
dibutuhkan suatu perencanaan yang baik, agar sistem irigasi yang dibangun
merupakan irigasi yang efektif, efisien dan berkelanjutan, sesuai fungsinya
mendukung produktivitas usaha tani.

Pengembangan irigasi di Indonesia yang telah berjalan lebih dari satu abad, telah
memberikan pengalaman yang berharga dan sangat bermanfaat dalam kegiatan
pengembangan irigasi dimasa mendatang. Pengalaman-pengalaman tersebut
didapatkan dari pelaksanaan tahap studi, perencanaan hingga tahap pelaksanaan dan
lanjut ke tahap operasi dan pemeliharaan.

Hasil pengalaman pengembangan irigasi sebelumnya, Direktorat Jenderal Pengairan


telah berhasil menyusun suatu Standar Perencanaan Irigasi, dengan harapan didapat
efisiensi dan keseragaman perencanaan pengembangan irigasi. Setelah pelaksanaan
pengembangan irigasi selama hampir dua dekade terakhir, dirasa perlu untuk
melakukan review dengan memperhatikan kekurangan dan kesulitan dalam penerapan
iv Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

standar tersebut, perkembangan teknologi pertanian, isu lingkungan (seperti


pemanasan global dan perubahan iklim), kebijakan partisipatif, irigasi hemat air, serta
persiapan menuju irigasi modern (efektif, efisien dan berkesinambungan).

Setelah melalui proses pengumpulan data, diskusi ahli dan penelitian terhadap
pelaksanaan Standar Perencanaan Irigasi terdahulu serta hasil perencanaan yang telah
dilakukan, maka Direktorat Jenderal Sumber Daya Air menyusun suatu Kriteria
Perencanaan Irigasi yang merupakan hasil review dari Standar Perencanaan Irigasi.

Dengan tersedianya Kriteria Perencanaan Irigasi, diharapkan para perencana irigasi


mendapatkan manfaat yang besar, terutama dalam keseragaman pendekatan konsep
desain, sehingga tercipta keseragaman dalam konsep perencanaan.

Penggunaan Kriteria Perencanaan Irigasi merupakan keharusan untuk dilaksanakan


oleh pelaksana perencanaan di lingkungan Direktorat Jenderal Sumber Daya Air.
Penyimpangan dari standar ini hanya dimungkinkan dengan izin dari Pembina
Kegiatan Pengembangan Irigasi.

Akhirnya, diucapkan selamat atas terbitnya Kriteria Perencanaan Irigasi, dan patut
diberikan penghargaan sebesar-besarnya kepada para narasumber dan editor untuk
sumbang saran serta ide pemikirannya bagi pengembangan standar ini.

Jakarta, Februari 2013


Direktur Jenderal Sumber Daya Air

DR. Ir. Moh. Hasan, Dipl.HE


NIP. 19530509 197811 1001
Kata Pengantar v

KATA PENGANTAR

Setelah melalui proses pengumpulan data, diskusi ahli dan penelitian terhadap
pelaksanaan Standar Perencanaan Irigasi terdahulu serta hasil perencanaan yang telah
dilakukan, maka Direktorat Jenderal Sumber Daya Air menyusun suatu Kriteria
Perencanaan Irigasi yang merupakan hasil review dari Standar Perencanaan Irigasi
edisi sebelumnya dengan menyesuaikan beberapa parameter serta menambahkan
perencanaan bangunan yang dapat meningkatan kualitas pelayanan bidang irigasi.
Kriteria Perencanaan Irigasi ini telah disiapkan dan disusun dalam 3 kelompok:
1. Kriteria Perencanaan (KP-01 s.d KP-09)
2. Gambar Bangunan irigasi (BI-01 s.d BI-03)
3. Persyaratan Teknis (PT-01 s.d PT-04)
Semula Kriteria Perencanaan hanya terdiri dari 7 bagian (KP – 01 s.d KP – 07). Saat
ini menjadi 9 bagian dengan tambahan KP – 08 dan KP – 09 yang sebelumnya
merupakan Standar Perencanaan Pintu Air Irigasi. Review ini menggabungkan
Standar Perencanaan Pintu Air Irigasi kedalam 9 Kriteria Perencanaan sebagai
berikut:
KP – 01 Perencanaan Jaringan Irigasi
KP – 02 Bangunan Utama (Head Works)
KP – 03 Saluran
KP – 04 Bangunan
KP – 05 Petak Tersier
KP – 06 Parameter Bangunan
KP – 07 Standar Penggambaran
KP – 08 Standar Pintu Pengatur Air Irigasi: Perencanaan, Pemasangan,
Operasi dan Pemeliharaan
KP – 09 Standar Pintu Pengatur Air Irigasi: Spesifikasi Teknis
vi Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

Gambar Bangunan Irigasi terdiri atas 3 bagian, yaitu:


(i) Tipe Bangunan Irigasi, yang berisi kumpulan gambar-gambar contoh sebagai
informasi dan memberikan gambaran bentuk dan model bangunan, pelaksana
perencana masih harus melakukan usaha khusus berupa analisis, perhitungan dan
penyesuaian dalam perencanan teknis.
(ii) Standar Bangunan Irigasi, yang berisi kumpulan gambar-gambar bangunan yang
telah distandarisasi dan langsung bisa dipakai.
(iii) Standar Bangunan Pengatur Air, yang berisi kumpulan gambar-gambar bentuk
dan model bangunan pengatur air.

Persyaratan Teknis terdiri atas 4 bagian, berisi syarat-syarat teknis yang minimal
harus dipenuhi dalam merencanakan pembangunan Irigasi. Tambahan persyaratan
dimungkinkan tergantung keadaan setempat dan keperluannya. Persyaratan Teknis
terdiri dari bagian-bagian berikut:
PT – 01 Perencanaan Jaringan Irigasi
PT – 02 Topografi
PT – 03 Penyelidikan Geoteknik
PT – 04 Penyelidikan Model Hidrolis

Meskipun Kriteria Perencanaan Irigasi ini, dengan batasan-batasan dan syarat


berlakunya seperti tertuang dalam tiap bagian buku, telah dibuat sedemikian sehingga
siap pakai untuk perencana yang belum memiliki banyak pengalaman, tetapi dalam
penerapannya masih memerlukan kajian teknik dari pemakainya. Dengan demikian
siapa pun yang akan menggunakan Kriteria Perencanaan Irigasi ini tidak akan lepas
dari tanggung jawabnya sebagai perencana dalam merencanakan bangunan irigasi
yang aman dan memadai.
Kata Pengantar vii

Setiap masalah di luar batasan-batasan dan syarat berlakunya Kriteria Perencanaan


Irigasi, harus dikonsultasikan khusus dengan badan-badan yang ditugaskan
melakukan pembinaan keirigasian, yaitu:
1. Direktorat Irigasi dan Rawa
2. Puslitbang Air

Hal yang sama juga berlaku bagi masalah-masalah, yang meskipun terletak dalam
batas-batas dan syarat berlakunya standar ini, mempunyai tingkat kesulitan dan
kepentingan yang khusus.

Semoga Kriteria Perencanaan Irigasi ini bermanfaat dan memberikan sumbangan


dalam pengembangan irigasi di Indonensia. Kami sangat mengharapkan kritik dan
saran untuk perbaikan ke arah kesempurnaan Kriteria Perencanaan Irigasi.

Jakarta, Februari 2013


Direktur Irigasi dan Rawa

Ir. Imam Agus Nugroho, Dipl.HE


NIP. 19541006 198111 1001
viii Kriteria Perencanaan - Standar Pintu Pengatur Air Irigasi: Spesifikasi Teknis
Tim Perumus ix

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM


DIREKTORAT JENDERAL SUMBER DAYA AIR

TIM PERUMUS REVIEW


KRITERIA PERENCANAAN IRIGASI

No. Nama Keterangan


1. Ir. Imam Agus Nugroho, Dipl. HE Pengarah
2. Ir. Adang Saf Ahmad, CES Penanggung Jawab
3. Ir. Bistok Simanjuntak, Dipl. HE Penanggung Jawab
4. Ir. Widiarto, Sp.1 Penanggung Jawab
5. Ir. Bobby Prabowo, CES Koordinator
6. Tesar Hidayat Musouwir, ST, MBA, M.Sc Koordinator
7. Nita Yuliati, ST, MT Pelaksana
8. Bernard Parulian, ST Pelaksana
9. DR. Ir. Robert J. Kodoatie, M.Eng Editor
10. DR. Ir. Soenarno, M.Sc Narasumber
11. Ir. Soekrasno, Dipl. HE Narasumber
12. Ir. Achmad Nuch, Dipl. HE Narasumber
13. Ir. Ketut Suryata Narasumber
14. Ir. Sudjatmiko, Dipl. HE Narasumber
15. Ir. Bambang Wahyudi, MP Narasumber

Jakarta, Januari 2013


Direktur Jenderal Sumber Daya Air

DR. Ir. Moh. Hasan, Dipl.HE


NIP. 19530509 197811 1001
x Kriteria Perencanaan - Standar Pintu Pengatur Air Irigasi: Spesifikasi Teknis
Daftar Isi xi

DAFTAR ISI

S A M B U T A N ....................................................................................................... iii
KATA PENGANTAR .................................................................................................v
TIM PERUMUS REVIEW KRITERIA PERENCANAAN IRIGASI ................. ix
DAFTAR ISI .............................................................................................................. xi
DAFTAR TABEL ......................................................................................................xv
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. xvii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................1
1.1 Umum............................................................................................................1
1.2 Kesahihan/Validitas dan Keterbatasan ..........................................................2
1.3 Tingkat-Tingkat Jaringan Irigasi ...................................................................5
1.3.1 Unsur dan Tingkatan Jaringan .........................................................5
1.3.2 Irigasi Sederhana ..............................................................................6
1.3.3 Jaringan Irigasi Semiteknis ..............................................................7
1.3.4 Jaringan Irigasi Teknis .....................................................................8
BAB II JARINGAN IRIGASI ..................................................................................13
2.1 Pendahuluan ................................................................................................13
2.2 Petak Ikhtisar ...............................................................................................13
2.2.1 Petak Tersier...................................................................................14
2.2.2 Petak Sekunder ...............................................................................15
2.2.3 Petak Primer ...................................................................................15
2.3 Bangunan.....................................................................................................16
2.3.1 Bangunan Utama ............................................................................16
2.3.2 Jaringan Irigasi ...............................................................................18
2.3.3 Bangunan Bagi dan Sadap .............................................................20
2.3.4 Bangunan-Bangunan Pengukur dan Pengatur ................................21
2.3.5 Bangunan Pengatur Muka Air ........................................................22
2.3.6 Bangunan Pembawa .......................................................................23
2.3.7 Bangunan Lindung .........................................................................25
2.3.8 Jalan dan Jembatan.........................................................................27
2.3.9 Bangunan Pelengkap ......................................................................27
2.4 Standar Tata Nama ......................................................................................28
2.4.1 Daerah Irigasi .................................................................................28
2.4.2 Jaringan Irigasi Primer ...................................................................29
2.4.3 Jaringan Irigasi Tersier ...................................................................32
2.4.4 Jaringan Pembuang ........................................................................33
2.4.5 Tata Warna Peta .............................................................................35
2.5 Definisi mengenai Irigasi ............................................................................35
BAB III PENAHAPAN PERENCANAAN IRIGASI .............................................37
3.1 Pendahuluan ................................................................................................37
3.2 Tahap Studi .................................................................................................43
xii Kriteria Perencanaan - Standar Pintu Pengatur Air Irigasi: Spesifikasi Teknis

3.2.1 Studi Awal......................................................................................50


3.2.2 Studi Identifikasi ............................................................................51
3.2.3 Studi Pengenalan ............................................................................52
3.2.4 Studi Kelayakan .............................................................................56
3.3 Tahap Perencanaan......................................................................................58
3.3.1 Taraf Perencanaan Pendahuluan ....................................................59
3.3.2 Taraf Perencanaan Akhir................................................................66
BAB VI DATA, PENGUKURAN DAN PENYELIDIKAN UNTUK
PERENCANAAN IRIGASI .....................................................................................71
4.1 Umum..........................................................................................................71
4.1.1 Pengumpulan Data .........................................................................71
4.1.2 Sifat-Sifat Data ...............................................................................71
4.1.3 Ketelitian Data ...............................................................................72
4.2 Hidrometeorologi ........................................................................................73
4.2.1 Data ................................................................................................73
4.2.2 Curah Hujan ...................................................................................74
4.2.3 Evapotranspirasi .............................................................................75
4.2.4 Banjir Rencana ...............................................................................76
4.2.5 Debit Andalan ................................................................................78
4.3 Pengukuran ..................................................................................................80
4.3.1 Pengukuran Topografi ....................................................................80
4.3.2 Pengukuran Sungai dan Lokasi Bendung.......................................82
4.3.3 Pengukuran Trase Saluran..............................................................83
4.3.4 Pengukuran Lokasi Bangunan........................................................84
4.4 Data Geologi Teknik ...................................................................................84
4.4.1 Tahap Studi ....................................................................................84
4.4.2 Penyelidikan Detail ........................................................................87
4.5 Bahan Bangunan .........................................................................................88
4.6 Penyelidikan Model Hidrolis ......................................................................90
4.7 Tanah Pertanian ...........................................................................................91
BAB V PEREKAYASAAN .......................................................................................95
5.1 Taraf-Taraf Perencanaan .............................................................................95
5.1.1 Perencanaan Garis Besar ................................................................95
5.1.2 Perencanaan Pendahuluan ..............................................................96
5.1.3 Perencanaan Akhir .........................................................................99
5.2 Penghitungan Neraca Air ..........................................................................101
5.2.1 Tersedianya Air ............................................................................102
5.2.2 Kebutuhan Air ..............................................................................103
5.2.3 Neraca Air ....................................................................................105
5.3 Tata Letak..................................................................................................106
5.3.1 Taraf Perencanaan Pendahuluan ..................................................106
5.3.2 Taraf Perencanaan Akhir..............................................................109
Daftar Isi xiii

5.4
Perencanaan Saluran .................................................................................109
5.4.1 Perencanaan Pendahuluan ............................................................109
5.4.2 Perencanaan Akhir .......................................................................119
5.5 Perencanaan Bangunan Utama untuk Bendung Tetap, Bendung Gerak,
dan Bendung Karet ...................................................................................121
5.5.1 Taraf Perencanaan Pendahuluan ..................................................121
5.5.2 Taraf Perencanaan Akhir..............................................................131
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................133
LAMPIRAN I RUMUS BANJIR EMPIRIS .........................................................135
LAMPIRAN II KEBUTUHAN AIR DI SAWAH UNTUK PADI ......................161
LAMPIRAN III ANALISIS DAN EVALUASI
DATA HIDROMETEOROLOGI ..........................................................................189
DAFTAR PERISTILAHAN IRIGASI ..................................................................213
xiv Kriteria Perencanaan - Standar Pintu Pengatur Air Irigasi: Spesifikasi Teknis
Daftar Tabel xv

DAFTAR TABEL

Tabel 1-1. Klasifikasi Jaringan Irigasi ...........................................................................5


Tabel 2-1. Alat-Alat Ukur ...........................................................................................21
Tabel 3-1. Penahapan Proyek ......................................................................................39
Tabel 3-2. Kegiatan-Kegiatan pada Tahap Studi.........................................................53
Tabel 3-3. Kegiatan-Kegiatan dalam Tahap Perencanaan Jaringan Utama .................60
Tabel 4-1. Parameter Perencanaan ..............................................................................75
Tabel 4-2. Parameter perencanaan evaportanspirasi ...................................................76
Tabel 4-3. Banjir Rencana ...........................................................................................78
Tabel 4-4. Debit Andalan ............................................................................................79
Tabel 4-5. Karakreristik Perencanaan Tanah/Batuan ..................................................87
Tabel 5-1. Perhitungan Neraca Air ............................................................................102
xvi Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi
Daftar Gambar xvii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1-1. Jaringan Irigasi Sederhana......................................................................7


Gambar 1-2. Jaringan Irigasi Semi Teknis ..................................................................8
Gambar 1-3. Jaringan Irigasi Teknis .........................................................................11
Gambar 2-1. Saluran-Saluran Primer dan Sekunder..................................................19
Gambar 2-2. Standar Sistem Tata Nama untuk Skema Irigasi ..................................30
Gambar 2-3. Standar Sistem Tata Nama untuk Bangunan-Bangunan.......................31
Gambar 2-4. Sistem Tata Nama Petak Rotasi dan Kuarter .......................................33
Gambar 2-5. Sistem Tata Nama Jaringan Pembuang ................................................34
Gambar 2-6. Definisi Daerah-Daerah Irigasi ............................................................36
Gambar 3-1. Daur/Siklus Proyek...............................................................................41
Gambar 3-2. Urut-Urutan Kegiatan Proyek ..............................................................43
Gambar 3-3. Bagan Kegiatan-Kegiatan pada Tahap Studi dan Perencanaan ............45
Gambar 3-4. Bagan Kegiatan-Kegiatan pada Tahap Studi dan
Perencanaan (lanjutan) .........................................................................46
Gambar 3-5. Bagan Kegiatan-Kegiatan pada Tahap Studi dan
Perencanaan (lanjutan) .........................................................................47
Gambar 3-6. Bagian Kegiatan-Kegiatan pada Tahap Studi Detail Desain ................48
Gambar 3-7. Bagan Kegiatan-Kegiatan pada Tahap Studi Detail
Desain (lanjutan) ..................................................................................49
Gambar 5-1. Tinggi Bangunan Sadap Tersier yang Diperlukan .............................111
Gambar 5-2. Situasi Bangunan-Bangunan Sadap Tersier .......................................114
Gambar 5-3. Trase Saluran Primer pada Medan yang Tidak Teratur......................117
Gambar 5-4. Bagan Perencanaan Saluran ...............................................................120
Gambar 5-5. Lokasi Bendung pada Profil Memanjang Sungai ...............................124
Gambar 5-6. Denah Bangunan Utama .....................................................................125
Gambar 5-7. Konfigurasi Pintu Pengambilan..........................................................126
xviii Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi
Pendahuluan 1

1. BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Umum

Kriteria Perencanaan Jaringan Irigasi ini merupakan bagian dari Standar Kriteria
Perencanaan Irigasi dari Direktorat Jenderal Sumber Daya Air.

Bagian mengenai Kriteria Perencanaan Jaringan Irigasi ini khusus membicarakan


berbagai tahap perencanaan yang mengarah kepada penyelesaian jaringan utama
irigasi. Bagian ini menguraikan semua data-data yang diperlukan, serta hasil akhir
masing-masing tahap.

Kriteria perencanaan yang diuraikan disini berlaku untuk perencanaan jaringan irigasi
teknis.

Dalam Bab II diberikan uraian mengenai berbagai unsur jaringan irigasi teknis: petak-
petak irigasi, bangunan utama, saluran dan bangunan. Pada persiapan pembangunan
sampai dengan perencanaan akhir dibagi menjadi dua tahap yaitu, Tahap Studi dan
Tahap Perencanaan. Tahap Studi dibicarakan untuk melengkapi pada persiapan
proyek.

Bab III menyajikan uraian mengenai berbagai tahap studi dan tahap perencanaan.

Kriteria tentang Tahap Studi merupakan dasar pengambilan keputusan dimulainya


perencanaan irigasi (Tahap Perencanaan). Segi-segi teknis dan nonteknis akan sama-
sama memainkan peran. Laporan tentang hasil-hasil studi yang telah dilakukan
mencakup pula keterangan pokok mengenai irigasi yang direncanakan, serta
kesimpulan yang berkenaan dengan tipe jaringan, tata letak dan pola tanam.

Pada permulaan Tahap Perencanaan, kesimpulan yang diperoleh dari Tahap Studi
akan ditinjau kembali sejauh kesimpulan tersebut berkenaan dengan perencanaan
2 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

jaringan irigasi. Peninjauan semacam ini perlu, karena dalam Tahap-tahap Studi dan
Perencanaan banyak instansi pemerintah yang terlibat didalamnya.

Bab IV menguraikan data-data yang diperlukan untuk perencanaan proyek irigasi.


Bidang yang dicakup antara lain adalah hidrologi, topografi, model, hidrolis,
geoteknik dan tanah pertanian.

Bab V menyajikan Perekayasaan (Engineering Design), membicarakan berbagai


tahap dalam perekayasaan, yang dijadikan dasar untuk Tahap Perencanaan adalah
perekayasaan yang telah dipersiapkan dalam Tahap Studi.

Dalam Tahap Perencanaan, ada dua taraf perencanaan, yakni:


- Perencanaan pendahuluan (awal)
- Perencanaan akhir (detail).

Pada taraf perencanaan pendahuluan, diputuskan mengenai daerah irigasi, ketinggian


dan tipe bangunan. Hasil-hasil keputusan ini saling mempengaruhi satu sama lain
secara langsung. Untuk memperoleh hasil perencanaan yang terbaik, diperlukan
pengetahuan dan penguasaan yang mendalam mengenai semua kriteria perencanaan.

Unsur-unsur kriteria perencanaan jaringan irigasi akan dibicarakan dalam bagian:


Bangunan Utama, Saluran, Bangunan dan Petak Tersier. Kriteria tersebut khusus
sifatnya, artinya kriteria perencanaan untuk saluran hanya berlaku untuk saluran dan
kaitan antara kriteria yang satu dengan yang lain kurang dipentingkan.

1.2 Kesahihan/Validitas dan Keterbatasan

Kriteria Perencanaan ini memberikan petunjuk, standar dan prosedur yang digunakan
dalam perencanaan jaringan irigasi teknis penuh.

Kriteria Perencanaan ini terutama dimaksudkan untuk dipakai sebagai kriteria dalam
praktek perencanaan dengan menghasilkan desain yang aman bagi mereka yang
Pendahuluan 3

berkecimpung dalam perencanaan jaringan irigasi, di Direktorat Jenderal Sumber


Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum.

Kriteria tersebut memenuhi tujuan itu dengan tiga cara:


(1) Memberikan informasi dan data-data yang diperlukan kepada para perekayasa
untuk menunjang tercapainya perencanaan irigasi yang baik.
(2) Memberikan pengetahuan keahlian dan teknik mengenai perencanaan atau
pekerjaan irigasi dalam bentuk yang siap pakai bagi para perekayasa yang belum
begitu berpengalaman di bidang ini.
(3) Menyederhanakan prosedur perencanaan bangunan-bangunan irigasi.

Walaupun terutama berkenaan dengan perencanaan jaringan irigasi, Kriteria


Perencanaan tersebut memberikan pedoman dan petunjuk yang luas mengenai data-
data pendukung yang harus dikumpulkan.

Adalah penting bagi para perencana untuk cepat menyesuaikan dengan semua metode
dan pertimbangan-pertimbangan yang mempengaruhi pengumpulan data dan metode
untuk sampai pada tahap kesimpulan mengenai ukuran dan tipe jaringan yang akan
dipakai. Oleh karena itu, Kriteria Perencanaan Jaringan Irigasi semata-mata
membicarakan aspek-aspek proses perencanaan saja.

Hanya jaringan dan teknik irigasi yang umum dipakai di Indonesia saja yang akan
dibicarakan. Pokok bahasan ditekankan pada perencanaan sistem irigasi gravitasi,
dimana air diperoleh dari bangunan pengambilan (intake) di sungai dan bendung
pelimpah tetap, karena keduanya merupakan tipe-tipe yang paling umum digunakan.

Kriteria Perencanaan tersebut tidak dimaksudkan untuk membahas teknik irigasi yang
memiliki masalah khusus atau jaringan irigasi dengan ukuran yang besar, atau
perencanaan jaringan yang memerlukan penggunaan teknik yang lebih tepat, demi
memperoleh penghematan-penghematan ekonomis yang penting.
4 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

Dimana mungkin, metode-metode perencanaan justru disederhanakan untuk


menghindari prosedur yang rumit dan penyelidikan-penyelidikan khusus yang
diperlukan untuk pembangunan yang besar atau keadaan yang luar biasa. Disini
diberikan penjelasan yang dianggap cukup memadai mengenai faktor-faktor
keamanan yang dipakai didalam teknik perencanaan.

Kriteria Perencanaan ini sama sekali tidak dimaksudkan untuk berasumsi bahwa
tanggung jawab perencanaan dapat dilimpahkan kepada personel/tenaga yang kurang
ahli, tetapi lebih untuk menunjukkan pentingnya suatu latihan keahlian dan
mendorong digunakannya secara luas oleh tenaga ahli yang berpendidikan dan
berpengalaman di bidang teknik.

Diharapkan Kriteria Perencanaan ini akan dapat menyumbangkan sesuatu yang


bermanfaat bagi mereka yang berkecimpung dalam bidang perencanaan proyek
irigasi. Akan tetapi, bagaimanapun juga Kriteria Perencanaan tersebut tidak
membebaskan instansi atau pihak pengguna dari tanggung jawab membuat
perencanaan yang aman dan memadai. Keterbatasan-keterbatasan yang ada tersebut
hendaknya diperhatikan dan dapat disimpulkan sebagai berikut: Standar Perencanaan
ini merupakan keharusan untuk dipakai di lingkungan Direktorat Jenderal Sumber
Daya Air dalam tugasnya dibidang pembangunan irigasi. Batasan dan syarat yang
tertuang dalam tiap bagian buku dibuat sedemikian untuk siap pakai. Penyimpangan
dari standar ini hanya dimungkinkan dengan ijin Direktorat Jenderal Sumber Daya
Air. Dengan demikian siapapun yang akan menggunakan standar ini dan ada yang
memerlukan kajian teknik, tidak akan lepas dari tanggung jawabnya sebagai
perencana dalam merencanakan bangunan irigasi yang aman dan memadai. Hal ini
sesuai dengan Undang-Undang Jasa Konstruksi.
Pendahuluan 5

1.3 Tingkat-Tingkat Jaringan Irigasi

1.3.1 Unsur dan Tingkatan Jaringan


Berdasarkan cara pengaturan pengukuran aliran air dan lengkapnya fasilitas, jaringan
irigasi dapat dibedakan ke dalam tiga tingkatan lihat Tabel 1-1. yakni:
- Sederhana
- Semiteknis, atau
- Teknis.
Ketiga tingkatan tersebut diperlihatkan pada Gambar 1-1., 1-2. dan 1-3.

Tabel 1-1. Klasifikasi Jaringan Irigasi


Klasifikasi Jaringan Irigasi
No. Jaringan Irigasi
Teknis Semiteknis Sederhana
Bangunan Bangunan permanen
1 Bangunan Utama Bangunan sementara
permanen atau semi permanen
Kemampuan
bangunan dalam
2 Baik Sedang Jelek
mengukur dan
mengatur debit
Saluran irigasi dan
Saluran irigasi dan Saluran irigasi dan
3 Jaringan saluran pembuang tidak
pembuang terpisah pembuang jadi satu
sepenuhnya terpisah
Belum dikembangkan
Dikembangkan Belum ada jaringan
atau densitas
4 Petak tersier terpisah yang
sepenuhnya bangunan tersier
dikembangkan
jarang

Efisiensi secara Tinggi 50% - 60% Sedang 40% – 50% Kurang < 40%
5
keseluruhan (Ancar-ancar) (Ancar-ancar) (Ancar-ancar)
6 Ukuran Tak ada batasan Sampai 2.000 ha Tak lebih dari 500 ha
7 Jalan Usaha Tani Ada keseluruh areal Hanya sebagian areal Cenderung tidak ada
- Ada instansi yang
menangani Tidak ada
8 Kondisi O&P Belum teratur
- Dilaksanakan O&P
teratur
6 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

Dalam konteks Standarisasi Irigasi ini, hanya irigasi teknis saja yang ditinjau. Bentuk
irigasi yang lebih maju ini cocok untuk dipraktekkan disebagian besar pembangunan
irigasi di Indonesia.

Dalam suatu jaringan irigasi dapat dibedakan adanya empat unsur fungsional pokok,
yaitu:

- Bangunan-bangunan utama (head works) dimana air diambil dari sumbernya,


umumnya sungai atau waduk,
- Jaringan pembawa berupa saluran yang mengalirkan air irigasi ke petak-petak
tersier,
- Petak-petak tersier dengan sistem pembagian air dan sistem pembuangan kolektif,
air irigasi dibagi-bagi dan dialirkan ke sawah-sawah dan kelebihan air ditampung
didalam suatu sistem pembuangan didalam petak tersier,
- Sistem pembuang berupa saluran dan bangunan bertujuan untuk membuang
kelebihan air dari sawah ke sungai atau saluran-saluran alamiah.

1.3.2 Irigasi Sederhana

Didalam irigasi sederhana, lihat Gambar 1-1. pembagian air tidak diukur atau diatur,
air lebih akan mengalir ke saluran pembuang. Para petani pemakai air itu tergabung
dalam satu kelompok jaringan irigasi yang sama, sehingga tidak memerlukan
keterlibatan pemerintah didalam organisasi jaringan irigasi semacam ini. Persediaan
air biasanya berlimpah dengan kemiringan berkisar antara sedang sampai curam. Oleh
karena itu hampir-hampir tidak diperlukan teknik yang sulit untuk sistem pembagian
airnya.

Jaringan irigasi yang masih sederhana itu mudah diorganisasi tetapi memiliki
kelemahan-kelemahan yang serius. Pertama-tama, ada pemborosan air dan karena
pada umumnya jaringan ini terletak di daerah yang tinggi, air yang terbuang itu tidak
selalu dapat mencapai daerah rendah yang lebih subur. Kedua, terdapat banyak
Pendahuluan 7

penyadapan yang memerlukan lebih banyak biaya lagi dari penduduk karena setiap
desa membuat jaringan dan pengambilan sendiri-sendiri. Karena bangunan
pengelaknya bukan bangunan tetap/permanen, maka umurnya mungkin pendek.

30 Garis ketinggian / kontur


Pengambilan bebas
Tidak ada pengawasan Sungai
pengambilan air
Kampung
30
Bendung tidak permanen
dengan pengambilan bebas
Saluran irigasi
29
36

Pengambilan bebas
28
Gabungan
34 35

saluran irigasi
dan pembuang
27 Areal persawahan
33
27 2 3 32

milik satu desa


280
9 1
3

26
26
25

25

Gambar 1-1. Jaringan Irigasi Sederhana

Gambar 1.1 Jaringan irigasi sederhana


1.3.3 Jaringan Irigasi Semiteknis

Dalam banyak hal, perbedaan satu-satunya antara jaringan irigasi sederhana dan
jaringan semiteknis adalah bahwa jaringan semiteknis ini bendungnya terletak di
sungai lengkap dengan bangunan pengambilan dan bangunan pengukur di bagian
hilirnya. Mungkin juga dibangun beberapa bangunan permanen di jaringan saluran.
Sistem pembagian air biasanya serupa dengan jaringan sederhana (lihat Gambar 1-2).
Adalah mungkin bahwa pengambilan dipakai untuk melayani/mengairi daerah yang
8 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

lebih luas dari daerah layanan pada jaringan sederhana. Oleh karena itu biayanya
ditanggung oleh lebih banyak daerah layanan. Organisasinya akan lebih rumit jika
bangunan tetapnya berupa bangunan pengambilan dari sungai, karena diperlukan
lebih banyak keterlibatan dari pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pekerjaan
Umum.

Gambar 1-2. Jaringan Irigasi Semi Teknis

1.3.4 Jaringan Irigasi Teknis

Salah satu prinsip dalam perencanaan jaringan teknis adalah pemisahan antara
jaringan irigasi dan jaringan pembuang/pematus. Hal ini berarti bahwa baik saluran
irigasi maupun pembuang tetap bekerja sesuai dengan fungsinya masing-masing, dari
pangkal hingga ujung. Saluran irigasi mengalirkan air irigasi ke sawah-sawah dan
Pendahuluan 9

saluran pembuang mengalirkan air lebih dari sawah-sawah ke saluran pembuang


alamiah yang kemudian akan diteruskan ke laut (lihat Gambar 1-3.).

Petak tersier menduduki fungsi sentral dalam jaringan irigasi teknis.

Sebuah petak tersier terdiri dari sejumlah sawah dengan luas keseluruhan yang
idealnya maksimum 50 ha, tetapi dalam keadaan tertentu masih bisa ditolerir sampai
seluas 75 ha. Perlunya batasan luas petak tersier yang ideal hingga maksimum adalah
agar pembagian air di saluran tersier lebih efektif dan efisien hingga mencapai lokasi
sawah terjauh.

Permasalahan yang banyak dijumpai di lapangan untuk petak tersier dengan luasan
lebih dari 75 ha antara lain:
- dalam proses pemberian air irigasi untuk petak sawah terjauh sering tidak
terpenuhi,
- kesulitan dalam mengendalikan proses pembagian air sehingga sering terjadi
pencurian air,
- banyak petak tersier yang rusak akibat organisasi petani setempat yang tidak
terkelola dengan baik.
Semakin kecil luas petak dan luas kepemilikan maka semakin mudah organisasi
setingkat P3A/GP3A untuk melaksanakan tugasnya dalam melaksanakan operasi dan
pemeliharaan. Petak tersier menerima air di suatu tempat dalam jumlah yang sudah
diukur dari suatu jaringan pembawa yang diatur oleh Institusi Pengelola Irigasi.

Pembagian air didalam petak tersier diserahkan kepada para petani. Jaringan saluran
tersier dan kuarter mengalirkan air ke sawah. Kelebihan air ditampung didalam suatu
jaringan saluran pembuang tersier dan kuarter dan selanjutnya dialirkan ke jaringan
pembuang primer.

Jaringan irigasi teknis yang didasarkan pada prinsip-prinsip diatas adalah cara
pembagian air yang paling efisien dengan mempertimbangkan waktu merosotnya
10 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

persediaan air serta kebutuhan-kebutuhan pertanian. Jaringan irigasi teknis


memungkinkan dilakukannya pengukuran aliran, pembagian air irigasi dan
pembuangan air lebih secara efisien.

Jika petak tersier hanya memperoleh air pada satu tempat saja dari jaringan
(pembawa) utama, hal ini akan memerlukan jumlah bangunan yang lebih sedikit di
saluran primer, eksploitasi yang lebih baik dan pemeliharaan yang lebih murah
dibandingkan dengan apabila setiap petani diizinkan untuk mengambil sendiri air dari
jaringan pembawa.

Kesalahan dalam pengelolaan air di petak-petak tersier juga tidak akan


mempengaruhi pembagian air di jaringan utama.

Dalam hal-hal khusus, dibuat sistem gabungan (fungsi saluran irigasi dan pembuang
digabung). Walaupun jaringan ini memiliki keuntungan tersendiri, dan kelemahan-
kelemahannya juga amat serius sehingga sistem ini pada umumnya tidak akan
diterapkan.

Keuntungan yang dapat diperoleh dari jaringan gabungan semacam ini adalah
pemanfaatan air yang lebih ekonomis dan biaya pembuatan saluran lebih rendah,
karena saluran pembawa dapat dibuat lebih pendek dengan kapasitas yang lebih kecil.

Kelemahan-kelemahannya antara lain adalah bahwa jaringan semacam ini lebih sulit
diatur dan dioperasikan sering banjir, lebih cepat rusak dan menampakkan pembagian
air yang tidak merata. Bangunan-bangunan tertentu didalam jaringan tersebut akan
memiliki sifat-sifat seperti bendung dan relatif mahal.
Pendahuluan 11

Gambar 1-3. Jaringan Irigasi Teknis


12 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi
Jaringan Irigasi 13

2. BAB II
JARINGAN IRIGASI

2.1 Pendahuluan

Bab ini membicarakan berbagai unsur sebuah jaringan irigasi teknis, yang selanjutnya
hanya akan disebut "jaringan irigasi" saja. Disini akan diberikan definisi praktis
mengenai petak primer, sekunder dan tersier.

Bangunan dibagi-bagi menurut fungsinya dan akan dijelaskan juga pemakaiannya.


Rekomendasi/anjuran mengenai pemilihan tipe bangunan pengukur dan pengatur
diberikan dalam bab ini. Penjelasan yang lebih terinci akan diberikan dalam bagian-
bagian Kriteria Perencanaan lainnya.

Uraian fungsional umum mengenai unsur-unsur jaringan irigasi akan merupakan


bimbingan bagi para perekayasa dalam menyiapkan perencanaan tata letak dan
jaringan irigasi.

2.2 Petak Ikhtisar

Peta ikhtisar adalah cara penggambaran berbagai macam bagian dari suatu jaringan
irigasi yang saling berhubungan. Peta ikhtisar tersebut dapat dilihat pada peta tata
letak.

Peta ikhtisar irigasi tersebut memperlihatkan :


- Bangunan-bangunan utama
- Jaringan dan trase saluran irigasi
- Jaringan dan trase saluran pembuang
- Petak-petak primer, sekunder dan tersier
- Lokasi bangunan
- Batas-batas daerah irigasi
- Jaringan dan trase jalan
14 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

- Daerah-daerah yang tidak diairi (misal desa-desa)


- Daerah-daerah yang tidak dapat diairi (tanah jelek, terlalu tinggi dsb).

Peta ikhtisar umum dibuat berdasarkan peta topografi yang dilengkapi dengan garis-
garis kontur dengan skala 1:25.000. Peta ikhtisar detail yang biasa disebut peta petak,
dipakai untuk perencanaan dibuat dengan skala 1:5.000, dan untuk petak tersier
1:5.000 atau 1:2.000.

2.2.1 Petak Tersier

Perencanaan dasar yang berkenaan dengan unit tanah adalah petak tersier. Petak ini
menerima air irigasi yang dialirkan dan diukur pada bangunan sadap (off take) tersier
yang menjadi tanggung jawab Dinas Pengairan. Bangunan sadap tersier mengalirkan
airnya ke saluran tersier.

Di petak tersier pembagian air, operasi dan pemeliharaan menjadi tanggung jawab
para petani yang bersangkutan, dibawah bimbingan pemerintah. Ini juga menentukan
ukuran petak tersier. Petak yang kelewat besar akan mengakibatkan pembagian air
menjadi tidak efisien. Faktor-faktor penting lainnya adalah jumlah petani dalam satu
petak, jenis tanaman dan topografi. Di daerah-daerah yang ditanami padi luas petak
tersier idealnya maksimum 50 ha, tapi dalam keadaan tertentu dapat ditolelir sampai
seluas 75 ha, disesuaikan dengan kondisi topografi dan kemudahan eksploitasi dengan
tujuan agar pelaksanaan Operasi dan Pemeliharaan lebih mudah. Petak tersier harus
mempunyai batas-batas yang jelas seperti misalnya parit, jalan, batas desa dan batas
perubahan bentuk medan (terrain fault).

Petak tersier dibagi menjadi petak-petak kuarter, masing-masing seluas kurang lebih
8-15 ha.

Apabila keadaan topografi memungkinkan, bentuk petak tersier sebaiknya bujur


sangkar atau segi empat untuk mempermudah pengaturan tata letak dan
memungkinkan pembagian air secara efisien.
Jaringan Irigasi 15

Petak tersier harus terletak langsung berbatasan dengan saluran sekunder atau saluran
primer. Perkecualian: jika petak-petak tersier tidak secara langsung terletak di
sepanjang jaringan saluran irigasi utama yang dengan demikian, memerlukan saluran
tersier yang membatasi petak-petak tersier lainnya, hal ini harus dihindari.

Panjang saluran tersier sebaiknya kurang dari 1.500 m, tetapi dalam kenyataan
kadang-kadang panjang saluran ini mencapai 2.500 m. Panjang saluran kuarter lebih
baik dibawah 500 m, tetapi prakteknya kadang-kadang sampai 800 m.

2.2.2 Petak Sekunder

Petak sekunder terdiri dari beberapa petak tersier yang kesemuanya dilayani oleh satu
saluran sekunder. Biasanya petak sekunder menerima air dari bangunan bagi yang
terletak di saluran primer atau sekunder.

Batas-batas petak sekunder pada umumnya berupa tanda-tanda topografi yang jelas,
seperti misalnya saluran pembuang. Luas petak sekunder bisa berbeda-beda,
tergantung pada situasi daerah.

Saluran sekunder sering terletak di punggung medan mengairi kedua sisi saluran
hingga saluran pembuang yang membatasinya. Saluran sekunder boleh juga direncana
sebagai saluran garis tinggi yang mengairi lereng-lereng medan yang lebih rendah
saja.

2.2.3 Petak Primer

Petak primer terdiri dari beberapa petak sekunder, yang mengambil air langsung dari
saluran primer. Petak primer dilayani oleh satu saluran primer yang mengambil airnya
langsung dari sumber air, biasanya sungai. Proyek-proyek irigasi tertentu mempunyai
dua saluran primer. Ini menghasilkan dua petak primer.

Daerah di sepanjang saluran primer sering tidak dapat dilayani dengan mudah dengan
cara menyadap air dari saluran sekunder. Apabila saluran primer melewati sepanjang
16 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

garis tinggi, daerah saluran primer yang berdekatan harus dilayani langsung dari
saluran primer.

2.3 Bangunan

2.3.1 Bangunan Utama

Bangunan utama (head works) dapat didefinisikan sebagai kompleks bangunan yang
direncanakan di dan sepanjang sungai atau aliran air untuk membelokkan air ke
dalam jaringan saluran agar dapat dipakai untuk keperluan irigasi. Bangunan utama
bisa mengurangi kandungan sedimen yang berlebihan, serta mengukur banyaknya air
yang masuk.

Bangunan utama terdiri dari bendung dengan peredam energi, satu atau dua
pengambilan utama pintu bilas kolam olak dan (jika diperlukan) kantong lumpur,
tanggul banjir pekerjaan sungai dan bangunan-bangunan pelengkap.

Bangunan utama dapat diklasifikasi ke dalam sejumlah kategori, bergantung kepada


perencanaannya. Berikut ini akan dijelaskan beberapa kategori.

a. Bendung, Bendung Gerak

Bendung (weir) atau bendung gerak (barrage) dipakai untuk meninggikan muka air di
sungai sampai pada ketinggian yang diperlukan agar air dapat dialirkan ke saluran
irigasi dan petak tersier. Ketinggian itu akan menentukan luas daerah yang diairi
(command area). Bendung gerak adalah bangunan yang dilengkapi dengan pintu yang
dapat dibuka untuk mengalirkan air pada waktu terjadi banjir besar dan ditutup
apabila aliran kecil. Di Indonesia, bendung adalah bangunan yang paling umum
dipakai untuk membelokkan air sungai untuk keperluan irigasi.

b. Bendung Karet

Bendung karet memiliki dua bagian pokok yaitu tubuh bendung yang terbuat dari
karet dan pondasi beton berbentuk plat beton sebagai dudukan tabung karet serta
Jaringan Irigasi 17

dilengkapi satu ruang kontrol dengan beberapa perlengkapan (mesin) untuk


mengontrol mengembang dan mengempisnya tabung karet. Bendung berfungsi
meninggikan muka air dengan cara mengembangkan tubuh bendung dan menurunkan
muka air dengan cara mengempiskan tubuh bendung yang terbuat dari tabung karet
dapat diisi dengan udara atau air. Proses pengisian udara atau air dari pompa udara
atau air dilengkapi dengan instrumen pengontrol udara atau air (manometer).

c. Pengambilan Bebas

Pengambilan bebas adalah bangunan yang dibuat di tepi sungai yang mengalirkan air
sungai ke dalam jaringan irigasi, tanpa mengatur tinggi muka air di sungai. Dalam
keadaan demikian, jelas bahwa muka air di sungai harus lebih tinggi dari daerah yang
diairi dan jumah air yang dibelokkan harus dapat dijamin cukup.

d. Pengambilan dari Waduk (Reservoir)

Waduk (reservoir) digunakan untuk menampung air irigasi pada waktu terjadi surplus
air di sungai agar dapat dipakai sewaktu-waktu terjadi kekurangan air. Jadi, fungsi
utama waduk adalah untuk mengatur aliran sungai.

Waduk yang berukuran besar sering mempunyai banyak fungsi seperti untuk
keperluan irigasi, tenaga air pembangkit listrik, pengendali banjir, perikanan dsb.
Waduk yang berukuran lebih kecil dipakai untuk keperluan irigasi saja.

e. Stasiun Pompa

Irigasi dengan pompa bisa dipertimbangkan apabila pengambilan secara gravitasi


ternyata tidak layak dilihat dari segi teknis maupun ekonomis. Pada mulanya irigasi
pompa hanya memerlukan modal kecil, tetapi biaya eksploitasinya mahal.
18 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

2.3.2 Jaringan Irigasi

a. Saluran Irigasi
a.1. Jaringan Irigasi Utama
- Saluran primer membawa air dari bendung ke saluran sekunder dan ke petak-
petak tersier yang diairi. Batas ujung saluran primer adalah pada bangunan
bagi yang terakhir, lihat juga Gambar 2-1.
- Saluran sekunder membawa air dari saluran primer ke petak-petak tersier
yang dilayani oleh saluran sekunder tersebut. Batas ujung saluran ini adalah
pada bangunan sadap terakhir.
- Saluran pembawa membawa air irigasi dari sumber air lain (bukan sumber
yang memberi air pada bangunan utama proyek) ke jaringan irigasi primer.
- Saluran muka tersier membawa air dari bangunan sadap tersier ke petak
tersier yang terletak di seberang petak tersier lainnya. Saluran ini termasuk
dalam wewenang Dinas Irigasi dan oleh sebab itu pemeliharaannya menjadi
tanggung jawabnya.
a.2. Jaringan Saluran Irigasi Tersier
- Saluran tersier membawa air dari bangunan sadap tersier di jaringan utama ke
dalam petak tersier lalu ke saluran kuarter. Batas ujung saluran ini adalah
boks bagi kuarter yang terakhir.
- Saluran kuarter membawa air dari boks bagi kuarter melalui bangunan sadap
tersier atau parit sawah ke sawah-sawah.
- Perlu dilengkapi jalan petani ditingkat jaringan tersier dan kuarter sepanjang
itu memang diperlukan oleh petani setempat dan dengan persetujuan petani
setempat pula, karena banyak ditemukan di lapangan jalan petani yang rusak
sehingga akses petani dari dan ke sawah menjadi terhambat, terutama untuk
petak sawah yang paling ujung.
- Pembangunan sanggar tani sebagai sarana untuk diskusi antar petani sehingga
partisipasi petani lebih meningkat, dan pembangunannya disesuaikan dengan
Jaringan Irigasi 19

kebutuhan dan kondisi petani setempat serta diharapkan letaknya dapat


mewakili wilayah P3A atau GP3A setempat.
a.3. Garis Sempadan Saluran
- Dalam rangka pengamanan saluran dan bangunan maka perlu ditetapkan garis
sempadan saluran dan bangunan irigasi yang jauhnya ditentukan dalam
peraturan perundangan sempadan saluran.
1 Saluran primer

10.000 ha 2 Saluran sekunder

6000 ha
4000 ha
Bendung 1 Bsngunan bagi
terakhir
1

2
2
2
2 1000 ha
4000 ha
2000 ha 3000 ha

Gambar 2-1. Saluran-Saluran Primer dan Sekunder


b. Saluran Pembuang

b.1. Jaringan Saluran Pembuang Tersier


- Saluran pembuang kuarter terletak didalam satu petak tersier, menampung air
langsung dari sawah dan membuang air tersebut kedalam saluran pembuang
tersier.
- Saluran pembuang tersier terletak di dan antara petak-petak tersier yang
termasuk dalam unit irigasi sekunder yang sama dan menampung air, baik
dari pembuang kuarter maupun dari sawah-sawah. Air tersebut dibuang ke
dalam jaringan pembuang sekunder.
20 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

b.2. Jaringan Saluran Pembuang Utama


- Saluran pembuang sekunder menampung air dari jaringan pembuang tersier
dan membuang air tersebut ke pembuang primer atau langsung ke jaringan
pembuang alamiah dan ke luar daerah irigasi.
- Saluran pembuang primer mengalirkan air lebih dari saluran pembuang
sekunder ke luar daerah irigasi. Pembuang primer sering berupa saluran
pembuang alamiah yang mengalirkan kelebihan air tersebut ke sungai, anak
sungai atau ke laut.

2.3.3 Bangunan Bagi dan Sadap

Bangunan bagi dan sadap pada irigasi teknis dilengkapi dengan pintu dan alat
pengukur debit untuk memenuhi kebutuhan air irigasi sesuai jumlah dan pada waktu
tertentu.

Namun dalam keadaan tertentu sering dijumpai kesulitan-kesulitan dalam operasi dan
pemeliharaan sehingga muncul usulan sistem proporsional. Yaitu bangunan bagi dan
sadap tanpa pintu dan alat ukur tetapi dengan syarat-syarat sebagai berikut :
1. Elevasi ambang ke semua arah harus sama.
2. Bentuk ambang harus sama agar koefisien debit sama.
3. Lebar bukaan proporsional dengan luas sawah yang diairi.
Tetapi disadari bahwa sistem proporsional tidak bisa diterapkan dalam irigasi yang
melayani lebih dari satu jenis tanaman dari penerapan sistem golongan.

Untuk itu kriteria ini menetapkan agar diterapkan tetap memakai pintu dan alat ukur
debit dengan memenuhi tiga syarat proporsional.
a. Bangunan bagi terletak di saluran primer dan sekunder pada suatu titik cabang
dan berfungsi untuk membagi aliran antara dua saluran atau lebih.
b. Bangunan sadap tersier mengalirkan air dari saluran primer atau sekunder ke
saluran tersier penerima.
c. Bangunan bagi dan sadap mungkin digabung menjadi satu rangkaian bangunan.
Jaringan Irigasi 21

d. Boks-boks bagi di saluran tersier membagi aliran untuk dua saluran atau lebih
(tersier, subtersier dan/atau kuarter).

2.3.4 Bangunan-Bangunan Pengukur dan Pengatur

Aliran akan diukur di hulu (udik) saluran primer, di cabang saluran jaringan primer
dan di bangunan sadap sekunder maupun tersier. Bangunan ukur dapat dibedakan
menjadi bangunan ukur aliran atas bebas (free overflow) dan bangunan ukur aliran
bawah (underflow). Beberapa dari bangunan pengukur dapat juga dipakai untuk
mengatur aliran air.

Bangunan ukur yang dapat dipakai ditunjukkan pada Tabel 2-1.

Tabel 2-1. Alat-Alat Ukur


Tipe Mengukur dengan Mengatur
Bangunan ukur ambang lebar Aliran Atas Tidak
Bangunan ukur Parshall Aliran Atas Tidak
Bangunan ukur Cipoletti Aliran Atas Tidak
Bangunan ukur Romijn Aliran Atas Ya
Bangunan ukur Crump-de Gruyter Aliran Bawah Ya
Bangunan sadap pipa sederhana Aliran Bawah Ya
Constant-Head Orifice (CHO) Aliran Bawah Ya
Cut Throat Flume Aliran Atas Ya

Untuk menyederhanakan operasi dan pemeliharaan, bangunan ukur yang dipakai di


sebuah jaringan irigasi hendaknya tidak terlalu banyak, dan diharapkan pula
pemakaian alat ukur tersebut bisa benar-benar mengatasi permasalahan yang dihadapi
para petani. KP-04 Bangunan memberikan uraian terinci mengenai peralatan ukur dan
penggunaannya.
22 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

Peralatan berikut dianjurkan pemakaiannya :


- Di hulu saluran primer
Untuk aliran besar alat ukur ambang lebar dipakai untuk pengukuran dan pintu
sorong atau radial untuk pengatur.
- Di bangunan bagi bangunan sadap sekunder
Pintu Romijn dan pintu Crump-de Gruyter dipakai untuk mengukur dan mengatur
aliran. Bila debit terlalu besar, maka alat ukur ambang lebar dengan pintu sorong
atau radial bisa dipakai seperti untuk saluran primer.
- Bangunan sadap tersier
Untuk mengatur dan mengukur aliran dipakai alat ukur Romijn atau jika fluktuasi
di saluran besar dapat dipakai alat ukur Crump-de Gruyter. Di petak-petak tersier
kecil disepanjang saluran primer dengan tinggi muka air yang bervariasi dapat
dipertimbangkan untuk memakai bangunan sadap pipa sederhana, di lokasi yang
petani tidak bisa menerima bentuk ambang sebaiknya dipasang alat ukur parshall
atau cut throat flume.
Alat ukur parshall memerlukan ruangan yang panjang, presisi yang tinggi dan sulit
pembacaannya, alat ukur cut throat flume lebih pendek dan mudah pembacaannya.

2.3.5 Bangunan Pengatur Muka Air

Bangunan-bangunan pengatur muka air mengatur/mengontrol muka air di jaringan


irigasi utama sampai batas-batas yang diperlukan untuk dapat memberikan debit yang
konstan kepada bangunan sadap tersier.

Bangunan pengatur mempunyai potongan pengontrol aliran yang dapat distel atau
tetap. Untuk bangunan-bangunan pengatur yang dapat disetel dianjurkan untuk
menggunakan pintu (sorong) radial atau lainnya.

Bangunan-bangunan pengatur diperlukan di tempat-tempat dimana tinggi muka air di


saluran dipengaruhi oleh bangunan terjun atau got miring (chute). Untuk mencegah
Jaringan Irigasi 23

meninggi atau menurunnya muka air di saluran dipakai mercu tetap atau celah kontrol
trapesium (trapezoidal notch).

2.3.6 Bangunan Pembawa

Bangunan-bangunan pembawa membawa air dari ruas hulu ke ruas hilir saluran.
Aliran yang melalui bangunan ini bisa superkritis atau subkritis.

a. Bangunan pembawa dengan aliran superkritis


Bangunan pembawa dengan aliran tempat dimana lereng medannya maksimum
saluran. Superkritis diperlukan di tempat lebih curam daripada kemiringan maksimal
saluran. (Jika ditempat dimana kemiringan medannya lebih curam daripada
kemiringan dasar saluran, maka bisa terjadi aliran superkritis yang akan dapat
merusak saluran. Untuk itu diperlukan bangunan peredam).
a. 1. Bangunan Terjun
Dengan bangunan terjun, menurunnya muka air (dan tinggi energi) dipusatkan di satu
tempat bangunan terjun bisa memiliki terjun tegak atau terjun miring. Jika perbedaan
tinggi energi mencapai beberapa meter, maka konstruksi got miring perlu
dipertimbangkan.
a. 2. Got Miring
Daerah got miring dibuat apabila trase saluran melewati ruas medan dengan
kemiringan yang tajam dengan jumlah perbedaan tinggi energi yang besar. Got
miring berupa potongan saluran yang diberi pasangan (lining) dengan aliran
superkritis, dan umumnya mengikuti kemiringan medan alamiah.
b. Bangunan pembawa dengan aliran subkritis (bangunan silang)
b. 1. Gorong-Gorong
Gorong-gorong dipasang di tempat-tempat dimana saluran lewat dibawah bangunan
(jalan, rel kereta api) atau apabila pembuang lewat dibawah saluran. Aliran didalam
gorong-gorong umumnya aliran bebas.
24 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

b. 2. Talang
Talang dipakai untuk mengalirkan air irigasi lewat diatas saluran lainnya, saluran
pembuang alamiah atau cekungan dan lembah-lembah. Aliran didalam talang adalah
aliran bebas.
b. 3. Sipon
Sipon dipakai untuk mengalirkan air irigasi dengan menggunakan gravitasi dibawah
saluran pembuang, cekungan, anak sungai atau sungai. Sipon juga dipakai untuk
melewatkan air dibawah jalan, jalan kereta api, atau bangunan-bangunan yang lain.
Sipon merupakan saluran tertutup yang direncanakan untuk mengalirkan air secara
penuh dan sangat dipengaruhi oleh tinggi tekan.
b. 4. Jembatan Sipon
Jembatan sipon adalah saluran tertutup yang bekerja atas dasar tinggi tekan dan
dipakai untuk mengurangi ketinggian bangunan pendukung diatas lembah yang
dalam.
b. 5. Flum (Flume)
Ada beberapa tipe flum yang dipakai untuk mengalirkan air irigasi melalui situasi-
situasi medan tertentu, misalnya:
- flum tumpu (bench flume), untuk mengalirkan air disepanjang lereng bukit yang
curam.
- flum elevasi (elevated flume), untuk menyeberangkan air irigasi lewat diatas
saluran pembuang atau jalan air lainnya.
- flum, dipakai apabila batas pembebasan tanah (right of way) terbatas atau jika
bahan tanah tidak cocok untuk membuat potongan melintang saluran trapesium
biasa.
Flum mempunyai potongan melintang berbentuk segi empat atau setengah bulat.
Aliran dalam flum adalah aliran bebas.
Jaringan Irigasi 25

b. 6. Saluran Tertutup
Saluran tertutup dibuat apabila trase saluran terbuka melewati suatu daerah dimana
potongan melintang harus dibuat pada galian yang dalam dengan lereng-lereng tinggi
yang tidak stabil. Saluran tertutup juga dibangun di daerah-daerah permukiman dan di
daerah-daerah pinggiran sungai yang terkena luapan banjir. Bentuk potongan
melintang saluran tertutup atau saluran gali dan timbun adalah segi empat atau bulat.
Biasanya aliran didalam saluran tertutup adalah aliran bebas.
b. 7. Terowongan
Terowongan dibangun apabila keadaan ekonomi/anggaran memungkinkan untuk
saluran tertutup guna mengalirkan air melewati bukit-bukit dan medan yang tinggi.
Biasanya aliran didalam terowongan adalah aliran bebas.

2.3.7 Bangunan Lindung

Diperlukan untuk melindungi saluran baik dari dalam maupun dari luar. Dari luar
bangunan itu memberikan perlindungan terhadap limpasan air buangan yang
berlebihan dan dari dalam terhadap aliran saluran yang berlebihan akibat kesalahan
eksploitasi atau akibat masuknya air dari luar saluran.

a. Bangunan Pembuang Silang

Gorong-gorong adalah bangunan pembuang silang yang paling umum digunakan


sebagai lindungan-luar, lihat juga pasal mengenai bangunan pembawa.

Sipon dipakai jika saluran irigasi kecil melintas saluran pembuang yang besar. Dalam
hal ini, biasanya lebih aman dan ekonomis untuk membawa air irigasi dengan sipon
lewat dibawah saluran pembuang tersebut.

Overchute akan direncana jika elevasi dasar saluran pembuang disebelah hulu saluran
irigasi lebih besar daripada permukaan air normal di saluran.
26 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

b. Pelimpah (Spillway)
Ada tiga tipe lindungandalam yang umum dipakai, yaitu saluran pelimpah, sipon
pelimpah dan pintu pelimpah otomatis. Pengatur pelimpah diperlukan tepat di hulu
bangunan bagi, di ujung hilir saluran primer atau sekunder dan di tempat-tempat lain
yang dianggap perlu demi keamanan jaringan. Bangunan pelimpah bekerja otomatis
dengan naiknya muka air.

c. Bangunan Penggelontor Sedimen (Sediment Excluder)


Bangunan ini dimaksudkan untuk mengeluarkan endapan sedimen sepanjang saluran
primer dan sekunder pada lokasi persilangan dengan sungai. Pada ruas saluran ini
sedimen diijinkan mengendap dan dikuras melewati pintu secara periodik.

d. Bangunan Penguras (Wasteway)


Bangunan penguras, biasanya dengan pintu yang dioperasikan dengan tangan, dipakai
untuk mengosongkan seluruh ruas saluran bila diperlukan. Untuk mengurangi
tingginya biaya, bangunan ini dapat digabung dengan bangunan pelimpah.

e. Saluran Pembuang Samping


Aliran buangan biasanya ditampung di saluran pembuang terbuka yang mengalir
pararel disebelah atas saluran irigasi. Saluran-saluran ini membawa air ke bangunan
pembuang silang atau, jika debit relatif kecil dibanding aliran air irigasi ke dalam
saluran irigasi itu melalui lubang pembuang.

f. Saluran Gendong
Saluran gendong adalah saluran drainase yang sejajar dengan saluran irigasi,
berfungsi mencegah aliran permukaan (run off) dari luar areal irigasi yang masuk ke
dalam saluran irigasi. Air yang masuk saluran gendong dialirkan keluar ke saluran
alam atau drainase yang terdekat.
Jaringan Irigasi 27

2.3.8 Jalan dan Jembatan

Jalan-jalan inspeksi diperlukan untuk inspeksi, operasi dan pemeliharaan jaringan


irigasi dan pembuang oleh Dinas Pengairan. Masyarakat boleh menggunakan jalan-
jalan inspeksi ini untuk keperluan-keperluan tertentu saja.

Apabila saluran dibangun sejajar dengan jalan umum didekatnya, maka tidak
diperlukan jalan inspeksi di sepanjang ruas saluran tersebut. Biasanya jalan inspeksi
terletak disepanjang sisi saluran irigasi. Jembatan dibangun untuk saling
menghubungkan jalan-jalan inspeksi di seberang saluran irigasi/pembuang atau untuk
menghubungkan jalan inspeksi dengan jalan umum.

Perlu dilengkapi jalan petani ditingkat jaringan tersier dan kuarter sepanjang itu
memang diperlukan oleh petani setempat dan dengan persetujuan petani setempat
pula, karena banyak ditemukan di lapangan jalan petani yang rusak atau tidak ada
sama sekali sehingga akses petani dari dan ke sawah menjadi terhambat, terutama
untuk petak sawah yang paling ujung.

2.3.9 Bangunan Pelengkap

Tanggul-tanggul diperlukan untuk melindungi daerah irigasi terhadap banjir yang


berasal dari sungai atau saluran pembuang yang besar. Pada umumnya tanggul
diperlukan disepanjang sungai disebelah hulu bendung atau disepanjang saluran
primer.

Fasilitas-fasilitas operasional diperlukan untuk operasi jaringan irigasi secara efektif


dan aman. Fasilitas-fasilitas tersebut antara lain meliputi antara lain: kantor-kantor di
lapangan, bengkel, perumahan untuk staf irigasi, jaringan komunikasi, patok
hektometer, papan eksploitasi, papan duga, dan sebagainya.
28 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

Bangunan-bangunan pelengkap yang dibuat di dan sepanjang saluran meliputi:


- Pagar, rel pengaman dan sebagainya, guna memberikan pengaman sewaktu
terjadi keadaan-keadaan gawat;
- Tempat-tempat cuci, tempat mandi ternak dan sebagainya, untuk memberikan
sarana untuk mencapai air di saluran tanpa merusak lereng;
- Kisi-kisi penyaring untuk mencegah tersumbatnya bangunan (sipon dan gorong-
gorong panjang) oleh benda-benda yang hanyut;
- Jembatan-jembatan untuk keperluan penyeberangan bagi penduduk.
- Sanggar tani sebagai sarana untuk interaksi antar petani, dan antara petani dan
petugas irigasi dalam rangka memudahkan penyelesaian permasalahan yang
terjadi di lapangan. Pembangunannya disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi
petani setempat serta letaknya di setiap bangunan sadap/offtake.

2.4 Standar Tata Nama

Nama-nama yang diberikan untuk saluran-saluran irigasi dan pembuang, bangunan-


bangunan dan daerah irigasi harus jelas dan logis. Nama yang diberikan harus pendek
dan tidak mempunyai tafsiran ganda (ambigu). Nama-nama harus dipilih dan dibuat
sedemikian sehingga jika dibuat bangunan baru kita tidak perlu mengubah semua
nama yang sudah ada.

2.4.1 Daerah Irigasi

Daerah irigasi dapat diberi nama sesuai dengan nama daerah setempat, atau desa
penting di daerah itu, yang biasanya terletak dekat dengan jaringan bangunan utama
atau sungai yang airnya diambil untuk keperluan irigasi. Contohnya adalah Daerah
Irigasi Jatiluhur atau Daerah Irigasi Cikoncang. Apabila ada dua pengambilan atau
lebih, maka daerah irigasi tersebut sebaiknya diberi nama sesuai dengan desa-desa
terkenal di daerah-daerah layanan setempat.
Jaringan Irigasi 29

Untuk pemberian nama-nama bangunan utama berlaku peraturan yang sama seperti
untuk daerah irigasi, misalnya bendung Elak Cikoncang melayani Daerah Irigasi
Cikoncang.

Sebagai contoh, lihat Gambar 2-2. Bendung Barang merupakan salah satu dari
bangunan-bangunan utama di sungai Dolok. Bangunan-bangunan tersebut melayani
daerah Makawa dan Lamogo, keduanya diberi nama sesuai dengan nama-nama desa
utama di daerah itu.

2.4.2 Jaringan Irigasi Primer

Saluran irigasi primer sebaiknya diberi nama sesuai dengan daerah irigasi yang
dilayani, contoh: Saluran Primer Makawa.

Saluran sekunder sering diberi nama sesuai dengan nama desa yang terletak di petak
sekunder. Petak sekunder akan diberi nama sesuai dengan nama saluran sekundernya.
Sebagai contoh saluran sekunder Sambak mengambil nama desa Sambak yang
terletak di petak sekunder Sambak.
30 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

Bendung LEGENDA
BARANG
RM 1 RL 1
BL 1
Bangunan bagi dengan
A = 3891 ha A = 517 ha
Q = 6.731 m3/dt Q = 0.894 m3/dt pintu sadap
Saluran primer MAKAWA
BM 3

BM 2
L1 Ka
RM 3 RM 2 22 ha 31 l/dt Bangunan sadap
A = 2031 ha A = 3184 ha
Q = 3.514 m3/dt Q = 5.508 m3/dt
BM 1
H1 Ki. 1

Q = 0.856 m3/dt
19 ha 27 l/dt

Q = 0.957 m3/dt

A = 495 ha
H2 K. 3 H2 K. 1 H1 K. 2
116 ha 162 l/dt 76 ha k16 l/dt 68 ha 95 l/dt

A = 620 ha

RL 2
Q = 1.349 m3/dt

BK 2
H2 K. 2

RK 1
96 ha 134 l/dt
A = 865 ha

K2 ka
RK 2
BK 1 BL 2

KALI DOLOK
RS 1

110 ha 154 l/dt


A = 500 ha
Q = 0.780 m3/dt H1 K. 2 L2 ka L2 Ki
68 ha 95 l/dt 54 ha 76 l/dt 17 ha 24 l/dt

Q = 0.608 m3/dt

Q = 0.734 m3/dt
BS 1

Saluran primer LAMOGO


Saluran sekunder KEDAWUNG K1 Ki. 1

A = 390 ha

A = 424 ha
S1 Ka S1 Ki 50 ha 70 l/dt
148 ha 207 l/dt 57 ha 60 l/dt RK 3
Q = 1.030 m3/dt

RL 3
SAMBAK
sekunder

A = 560 ha
Saluran

BL 3
BK 3
RS 2

L3 Ki
K3. Ki 107 ha 150 l/dt
125 ha 175 l/dt
BS 2

Q = 0.548 m3/dt
Q = 0.413 m3/dt

S2 Ka S2 Ki

A = 317 ha
183 ha 256 l/dt 97 ha 136 l/dt
A = 255 ha
Q = 0.590 m3/dt

RL 4
RK 4
A = 380 ha
RS 3

Gambar 2-2. Standar Sistem Tata Nama untuk Skema Irigasi


Jaringan Irigasi 31

LEGENDA
RM 1 RL 1
BL 1
Saluran primer MAKAWA
Bendung Bangunan bagi dengan

BM 2a
BM 2a
BM 2d

BM 2b
BM 2c
BARANG BL 2a pintu sadap

BM 3

BM 2

KALI DOLOK
RM 3
BM 1a Bangunan sadap
BL 2b
BM 1
BL 2c Gorong - gorong

RK 1

RL 2
BL 2d

BK 2a
BS 1a

BK 2
Talang
BK 1a
BS 1b RK 2 BK 1b
Saluran sekunder SAMBAK

Sipon
BK 1 BL 2
BS 1c
Bangunan terjun

BK 3a
RS 1

BS 1d BL 3a Jembatan

Saluran primer LAMOGO


BK 3b

Saluran sekunder KEDAWUNG


BS 1 Jembatan orang
BL 3b
RK 3

RL 3
BK 3c
BS 2a
BS 2b BL 3
BK 3

BS 2c BL 4a
RS 2

BK 4a
BL 4b
BS 2 BK 4b BL 4c
BK 4c

RL 4
RK 4
RS 3

Gambar 2-3. Standar Sistem Tata Nama untuk Bangunan-Bangunan


32 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

Saluran dibagi menjadi ruas-ruas yang berkapasitas sama. Misalnya, RS 2 adalah


Ruas saluran sekunder Sambak (S) antara bangunan sadap BS 1 dan BS 2 (lihat juga
subbab 2.2 dan 2.3).

Bangunan pengelak atau bagi adalah bangunan terakhir di suatu ruas. Bangunan itu
diberi nama sesuai dengan ruas hulu tetapi huruf R (Ruas) diubah menjadi B
(Bangunan). Misalnya BS 2 adalah bangunan pengelak di ujung ruas RS 2.

Bangunan-bangunan yang ada di antara bangunan-bangunan bagi sadap (gorong-


gorong, jembatan, talang bangunan terjun, dan sebagainya) diberi nama sesuai dengan
nama ruas dimana bangunan tersebut terletak juga mulai dengan huruf B (Bangunan)
lalu diikuti dengan huruf kecil sedemikian sehingga bangunan yang terletak di ujung
hilir mulai dengan "a" dan bangunan-bangunan yang berada lebih jauh di hilir
memakai hurut b, c, dan seterusnya. Sebagai contoh BS2b adalah bangunan kedua
pada ruas RS2 di saluran Sambak terletak antara bangunan-bangunan bagi BS 1 dan
BS 2.

Bagian KP–07 Standar Penggambaran dan BI–01 Tipe Bangunan irigasi memberikan
uraian lebih rinci mengenai sistem tata nama.

2.4.3 Jaringan Irigasi Tersier

Petak tersier diberi nama seperti bangunan sadap tersier dari jaringan utama.
Misalnya petak tersier S1 kiri mendapat air dari pintu kiri bangunan bagi BS 1 yang
terletak di saluran Sambak.

1. Ruas-ruas saluran tersier diberi nama sesuai dengan nama boks yang terletak di
antara kedua boks. misalnya (T1 - T2), (T3 - K1), (lihat Gambar 2-4).

2. Boks Tersier diberi kode T, diikuti dengan nomor urut menurut arah jarum jam,
mulai dari boks pertama di hilir bangunan sadap tersier: T1, T2 dan sebagainya.
Penahapan Perencanaan Irigasi 33

3. Petak kuarter diberi nama sesuai dengan petak rotasi, diikuti dengan nomor urut
menurut arah jarum jam. Petak rotasi diberi kode A, B, C dan seterusnya menurut
arah jarum jam.

4. Boks kuarter diberi kode K, diikuti dengan nomor urut menurut arah jarum jam,
mulai dari boks kuarter pertama di hilir boks tersier dengan nomor urut tertinggi:
K1, K2 dan seterusnya.

A A1 B1 B2 B C1

C2
T1 T2 T3 K2

K1 K3 C3

A3 A2 D3 D2 D1 D C

Gambar 2-4. Sistem Tata Nama Petak Rotasi dan Kuarter

5. Saluran irigasi kuarter diberi nama sesuai dengan petak kuarter yang dilayani
tetapi dengan huruf kecil, misalnya a1, a2 dan seterusnya.

6. Saluran pembuang kuarter diberi nama sesuai dengan petak kuarter yang dibuang
airnya, menggunakan huruf kecil diawali dengan dk, misalnya dka1, dka2 dan
seterusnya.

7. Saluran pembuang tersier, diberi kode dt1, dt2 juga menurut arah jarum jam.

2.4.4 Jaringan Pembuang

Setiap pembangunan jaringan irigasi dilengkapi dengan pembangunan jaringan


drainase yang merupakan satu kesatuan dengan jaringan irigasi yang bersangkutan
(PP 20 pasal 46 ayat 1)
34 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

Pada umumnya pembuang primer berupa sungai-sungai alamiah, yang kesemuanya


akan diberi nama. Apabila ada saluran-saluran pembuang primer baru yang akan
dibuat, maka saluran-saluran itu harus diberi nama tersendiri. Jika saluran pembuang
dibagi menjadi ruas-ruas, maka masing-masing ruas akan diberi nama, mulai dari
ujung hilir.

Pembuang sekunder pada umumnya berupa sungai atau anak sungai yang lebih kecil.
Beberapa di antaranya sudah mempunyai nama yang tetap bisa dipakai, jika tidak
sungai/anak sungai tersebut akan ditunjukkan dengan sebuah huruf bersama-sama
dengan nomor seri. Nama-nama ini akan diawali dengan huruf d (d = drainase).

Pembuang tersier adalah pembuang kategori terkecil dan akan dibagi-bagi menjadi
ruas-ruas dengan debit seragam, masing-masing diberi nomor. Masing-masing petak
tersier akan mempunyai nomor seri sendiri-sendiri.

27
34

A4 -A
33

dR g
32

an
bu
31

em
0

P
29 3

A3
dR
28

26
27

d2
d2 d3
d1
26

d2
d2
A2

d1
25

dR

25 d1
d1
d1 d RA 1
d RM 2 d RM 3 d RM 4
d RM 1

Pembuang primer MARAMBA

Gambar 2.5 Sistem tata nama jaringan pembuang


Gambar 2-5. Sistem Tata Nama Jaringan Pembuang

Gambar 2-5 diatas adalah contoh sistem tata nama untuk saluran pembuang.
Penahapan Perencanaan Irigasi 35

2.4.5 Tata Warna Peta

Warna-warna standar akan digunakan untuk menunjukkan berbagai tampakan irigasi


pada peta. Warna-warna yang dipakai adalah :
- Biru untuk jaringan irigasi, garis penuh untuk jaringan pembawa yang ada dan
garis putus-putus untuk jaringan yang sedang direncanakan
- Merah untuk sungai dan jaringan pembuang garis penuh untuk jaringan yang
sudah ada dan garis putus-putus (----- - ----- - -----) untuk jaringan yang sedang
direncanakan;
- Coklat untuk jaringan jalan;
- Kuning untuk daerah yang tidak diairi (dataran tinggi, rawa-rawa);
- Hijau untuk perbatasan kabupaten, kecamatan desa dan kampung;
- Merah untuk tata nama bangunan;
- Hitam untuk jalan kereta api;
- Warna bayangan akan dipakai untuk batas-batas petak sekunder, batas-batas
petak tersier akan diarsir dengan warna yang lebih muda dari warna yang sama
(untuk petak sekunder) semua petak tersier yang diberi air langsung dari saluran
primer akan mempunyai warna yang sama.

2.5 Definisi mengenai Irigasi

a. Daerah Studi adalah Daerah Proyek ditambah dengan seluruh Daerah Aliran
Sungai (DAS) dan tempat-tempat pengambilan air ditambah dengan daerah-
daerah lain yang ada hubungannya dengan daerah studi

b. Daerah Proyek adalah daerah dimana pelaksanaan pekerjaan dipertimbangkan


dan/atau diusulkan dan daerah tersebut akan mengambil manfaat langsung dari
proyek tersebut.

c. Daerah Irigasi Total/Brutto adalah, daerah proyek dikurangi dengan


perkampungan dan tanah-tanah yang dipakai untuk mendirikan bangunan daerah
36 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

yang tidak diairi, jalan utama, rawa-rawa dan daerah-daerah yang tidak akan
dikembangkan untuk irigasi dibawah proyek yang bersangkutan.

d. Daerah Irigasi Netto/Bersih adalah tanah yang ditanami (padi) dan ini adalah
daerah total yang bisa diairi dikurangi dengan saluran-saluran irigasi dan
pembuang primer, sekunder, tersier dan kuarter, jalan inspeksi, jalan setapak dan
tanggul sawah. Daerah ini dijadikan dasar perhitungan kebutuhan air, panenan
dan manfaat/keuntungan yang dapat diperoleh dari proyek yang bersangkutan.
Sebagai angka standar luas netto daerah yang dapat diairi diambil 0,9 kali luas
total daerah-daerah yang dapat diairi.

e. Daerah Potensial adalah daerah yang mempunyai kemungkinan baik untuk


dikembangkan. Luas daerah ini sama dengan Daerah lrigasi Netto tetapi biasanya
belum sepenuhnya dikembangkan akibat terdapatnya hambatan-hambatan
nonteknis.

f. Daerah Fungsional adalah bagian dari Daerah Potensial yang telah memiliki
jaringan irigasi yang telah dikembangkan. Daerah fungsional luasnya sama atau
lebih kecil dari Daerah Potensial.

Saluran + pembuang
Primer dan Sekunder + Tanggul , jalan
Daerah tak bisa diairi Desa Jalan primer Jalan petani Saluran tersier dan kuarter setapak

Luas bersih yang bisa diairi

Daerah proyek
Luas total yang bisa diairi

Gambar 2-6. Definisi Daerah-Daerah Irigasi


Penahapan Perencanaan Irigasi 37

3. BAB III
PENAHAPAN PERENCANAAN IRIGASI

3.1 Pendahuluan

Proses pembangunan irigasi dilakukan secara berurutan berdasarkan akronim


SIDLACOM untuk mengidentifikasi berbagai tahapan proyek. Akronim tersebut
merupakan kependekan dari :
S – Survey (Pengukuran/Survei)
I – Investigation (Penyelidikan)
D – Design (Perencanaan Teknis)
La – Land acquisition (Pembebasan Tanah)
C – Construction (Pelaksanaan)
O – Operation (Operasi)
M – Maintenance (Pemeliharaan)

Akronim tersebut menunjukkan urut-urutan tahap yang masing-masing terdiri dari


kegiatan-kegiatan yang berlainan. Tahap yang berbeda-beda tersebut tidak perlu
merupakan rangkaian kegiatan yang terus menerus mungkin saja ada jarak waktu di
antara tahap-tahap tersebut.

Perencanaan pembangunan irigasi dibagi menjadi dua tahap utama yaitu Tahap
Perencanaan Umum (studi) dan Tahap Perencanaan Teknis (seperti tercantum dalam
Tabel 3-1.). Tabel 3-1. menyajikan rincian S-I-D menjadi dua tahap. Tahap Studi dan
Tahap Perencanaan Teknis. Masing-masing tahap (phase) dibagi menjadi taraf
(phase), yang kesemuanya mempunyai tujuan yang jelas.

Tahap Studi merupakan tahap perumusan proyek dan penyimpulan akan


dilaksanakannya suatu proyek. Aspek-aspek yang tercakup dalam Tahap Studi
bersifat teknis dan nonteknis.
38 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

Tahap Perencanaan merupakan tahap pembahasan proyek pekerjaan irigasi secara


mendetail Aspek-aspek yang tercakup disini terutama bersifat teknis. Dalam subbab
3.2 dan 3.3 Tahap Studi dan Tahap Perencanaan dibicarakan secara lebih terinci.

Pada Tabel 3-1. diberikan ciri-ciri utama masing-masing taraf persiapan proyek
irigasi. Suatu proyek meliputi seluruh atau sebagian saja dari taraf-taraf ini
bergantung kepada investasi/modal yang tersedia dan kemauan atau keinginan
masyarakat serta pengalaman mengenai pertanian irigasi di daerah yang
bersangkutan. Lagi pula batas antara masing-masing tahap bisa berubah-ubah:
- Seluruh taraf pengenalan bisa meliputi inventarisasi dan identifikasi proyek;
sedangkan kegiatan-kegiatan dalam studi pengenalan (reconnaissance study)
detail mungkin bersamaan waktu dengan kegiatan-kegiatan yang termasuk dalam
ruang lingkup studi prakelayakan;
- Studi kelayakan detail akan meliputi juga perencanaan pekerjaan irigasi
pendahuluan.

Sesuai dengan Undang-undang Sumber Daya Air bahwa dalam wilayah sungai akan
dibuat Pola Pengembangan dan Rencana Induk wilayah sungai, terkait dengan hal
tersebut pada kondisi wilayah sungai yang belum ada Pola Pengembangan dan
Rencana Induk, tetapi sudah perlu pengembangan irigasi, maka pada tahap studi awal
dan studi identifikasi hasilnya sebagai masukan untuk pembuatan pola pengembangan
wilayah sungai. Namun jika pola pengembangan wilayah sungai sudah ada, maka
tahap studi awal dan studi identifikasi tidak diperlukan lagi.

Rencana induk (master plan) pengembangan sumber daya air di suatu daerah
(wilayah sungai, unit-unit administratif) dimana irigasi pertanian merupakan bagian
utamanya, dapat dibuat pada tahapan studi yang mana saja sesuai ketersedian dana.
Akan tetapi biasanya rencana induk dibuat sebagai bagian (dan sebagai hasil) dari
studi pengenalan. Pada Gambar 3-1 diberikan ilustrasi mengenai, hubungan timbal
balik antara berbagai taraf termasuk pembuatan Rencana Induk.
Penahapan Perencanaan Irigasi 39

Tabel 3-1. Penahapan Proyek

TAHAP/TARAF CIRI – CIRI UTAMA

TAHAP STUDI

Pemikiran untuk pengembangan irigasi pertanian dan perkiraan luas


STUDI AWAL daerah irigasi dirumuskan di kantor berdasarkan potensi
pengembangan sungai, usulan daerah dan masyarakat.

- Identifikasi proyek dengan menentukan nama dan luas; garis besar


skema irigasi alternatif; pemberitahuan kepada instansi-instansi
pemerintah yang berwenang serta pihak-pihak lain yang akan
STUDI IDENTIFIKASI (Pola) dilibatkan dalam proyek tersebut serta konsultasi publik
masyarakat.
- Pekerjaan-pekerjaan teknik, dan perencanaan pertanian, dilakukan
di kantor dan di lapangan.

- Kelayakan teknis dari proyek yang sedang dipelajari.


- Komponen dan aspek multisektor dirumuskan, dengan
menyesuaikan terhadap rencana umum tata ruang wilayah.
- Neraca Air (Supply-demand) yang didasarkan pada Masterplan
Wilayah Sungai.
- Perizinan alokasi pemakaian air (sesuai PP 20 tahun 2006 tentang
irigasi pasal 32).
STUDI PENGENALAN - Penjelasan mengenai aspek-aspek yang belum dapat dipecahkan
/STUDI PRAKELAYAKAN selama identifikasi.
(Masterplan) - Penentuan ruang lingkup studi yang akan dilakukan lebih lanjut.
- Pekerjaan lapangan dan kantor oleh tim yang terdiri atas orang-
orang dari berbagai disiplin ilmu.
- Perbandingan proyek-proyek alternatif dilihat dari segi perkiraan
biaya dan keuntungan yang dapat diperoleh.
- Pemilihan alternatif untuk dipelajari lebih lanjut.
- Penentuan pengukuran dan penyelidikan yang diperlukan.
- Diusulkan perizinan alokasi air irigasi.

- Analisa dari segi teknis dan ekonomis untuk proyek yang sedang
STUDI KELAYAKAN
dirumuskan.
40 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

TAHAP/TARAF CIRI – CIRI UTAMA

- Menentukan batasan/definisi proyek dan sekaligus menetapkan


prasarana yang diperlukan.
- Mengajukan program pelaksanaan.
- Ketepatan yang disyaratkan untuk aspek-aspek teknik serupa
dengan tingkat ketepatan yang disyaratkan untuk perencanaan
pendahuluan.
- Studi Kelayakan membutuhkan pengukuran topografi, geoteknik
dan kualitas tanah secara ekstensif, sebagaimana untuk
perencanaan pendahuluan.

TAHAP PERENCANAAN

- Foto udara (jika ada), pengukuran pada topografi, penelitian


kecocokan tanah.
- Tata letak dan perencanaan pendahuluan bangunan utama, saluran
PERENCANAAN
dan bangunan, perhitungan neraca air (water balance). Kegiatan
PENDAHULUAN
kantor dengan pengecekan lapangan secara ekstensif.
- Pemutakhiran perijinan alokasi air irigasi.
- Pengusulan garis sempadan saluran.

- Pengukuran trase saluran dan penyelidikan detail geologi teknik.


PERENCANAAN DETAIL
- Pemutakhiran ijin alokasi air irigasi.
AKHIR
- Pemutakhiran garis sempadan saluran.
Penahapan Perencanaan Irigasi 41

Strategi
nasional dan propinsi Pemilihan
Pusat atau Pola
kriteria dan pertimbangan
pertimbangan khusus Daerah

Pemilihan
Investarisasi study lebih
tanah dan air Lanjut

Pemantauan
dan
evaluasi

Studi Pengenalan Study


Pelaksanaan exploitasi kelayakan dan
dan dan Irigasi
penyaringan
exploitasi pemeliharaan Masalah Alokasi proyek
Air Irigasi
untuk study

Alokasi Pemilihan
daya study lebih
Lanjut

Pengukuran
dan
Anggaran penyelidikan Anggaran
dan dan
perencanaan perencanaan
program program

Keputusan
bahwa proyek study
bisa diteruskan kelayakan
Alokasi perencanaan dan
daya pelaksanaan proyek

perencanaan Pemilihan
dan proyek sederhana
pembiayaan
proyek pasti
bagi perlengkapan
dan pelaksanaan

Rencana wilayah Keputusan


atau induk

Kegiatan perencanaan
Hasil kegiatan dan keputusan
atau induk ( garis yang lebih tebal menunjukan -
urutan persiapan pokok )

Gambar 3-1. Daur/Siklus Proyek


42 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

Uraian lain mengenai teknik dan kriteria yang memberikan panduan dalam Tahap
Studi, diberikan dalam pedoman perencanaan dari Direktorat Jenderal Sumber Daya
Air, Bina Program dan buku-buku petunjuk perencanaan. Buku-buku Standar
Perencanaan lrigasi memberikan petunjuk dan kriteria untuk melaksanakan studi dan
membuat perencanaan pendahuluan dan perekayasaan detail baik Tahap Studi
maupun Tahap Perencanaan Teknis akan dibicarakan dalam pasal-pasal berikut ini,
agar para ahli irigasi menjadi terbiasa dengan latar belakang dan ruang lingkup
pekerjaan ini, serta memberikan panduan yang jelas guna mencapai ketelitian yang
disyaratkan.

Instansi-instansi yang terkait dimana data-data dapat diperoleh

Data-data dapat diperoleh dari instansi-instansi berikut


- BAKOSURTANAL: untuk peta-peta topografi umum dan foto-foto udara.
- Direktorat Geologi: untuk peta-peta topografi dan peta-peta geologi
- Badan Meteorologi dan Geofisika: untuk data-data meteorologi dan peta-peta
topografi.
- Puslitbang Sumber Daya Air, Seksi Hidrometri: untuk catatan-catatan aliran
sungai dan sedimen, data meteorologi dan peta-peta topografi.
- DPUP: untuk peta-peta topografi, catatan mengenai aliran sungai, pengelolaan air
dan catatan-catatan meteorologi, data-data jalan dan jembatan, jalan air.
- Dinas Tata Ruang Daerah: informasi mengenai tata ruang
- PLN, Bagian Tenaga Air: untuk peta daerah aliran dan data-data aliran air.
- Puslit Tanah: Peta Tata Guna Lahan
- Departemen Pertanian: untuk catatan-catatan mengenai agrometeorologi serta
produksi pertanian.
- Balai Konservasi lahan dan hutan: informasi lahan kritis
- Biro Pusat Statistik (BPS): untuk keterangan-keterangan statistik, kementerian
dalam negeri, agraria, untuk memperoleh data-data administratif dan tata guna
tanah.
Penahapan Perencanaan Irigasi 43

- Balai Wilayah Sungai: informasi kebutuhan air multisektor


- Bappeda: untuk data perencanaan dan pembangunan wilayah
- Kantor proyek (Jika ada)

3.2 Tahap Studi

Dalam Tahap Studi ini konsep proyek dibuat dan dirinci mengenai irigasi pertanian
ini pada prinsipnya akan didasarkan pada faktor-faktor tanah, air dan penduduk,
namun juga akan dipelajari berdasarkan aspek-aspek lain. Aspek-aspek ini antara lain
meliputi ekonomi rencana nasional dan regional, sosiologi dan ekologi. Berbagai
studi dan penyelidikan akan dilakukan. Banyaknya aspek yang akan dicakup dan
mendalamnya penyelidikan yang diperlukan akan berbeda-beda dari proyek yang satu
dengan proyek yang lain. Pada Gambar 3-2 ditunjukkan urut-urutan kegiatan suatu
proyek.

Gambar 3-2. Urut-Urutan Kegiatan Proyek

Dalam Gambar 3-2. Urut-urutan kegiatan proyek adalah sebagai berikut

SA : Studi awal
SI : Studi identifikasi
SP : Studi pengenalan
44 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

SK : Studi kelayakan
PP : Perencanaan pendahuluan
PD : Perencanaan detail
RI : Rencana induk
Klasifikasi sifat-sifat proyek dapat ditunjukkan dengan matriks sederhana (lihat
Gambar 3-2).

'Ekonomis' berarti bahwa keuntungan dan biaya proyek merupakan data evaluasi yang
punya arti penting.

'Nonekonomis' berarti jelas bahwa proyek menguntungkan. Faktor-faktor sosio-politis


mungkin ikut memainkan peran; proyek yang bersangkutan memenuhi kebutuhan
daerah (regional).

Pada dasarnya semua proyek harus dianalisis dari segi ekonomi. Oleh sebab itu,
kombinasi 4 tidak realistis.

Sebagaimana sudah dikatakan dalam subbab 3.1, kadang-kadang dapat dibuat


kombinasi antara beberapa taraf. Misalnya, kombinasi antara taraf Identifikasi dan
taraf Pengenalan dalam suatu proyek ekaguna adalah sangat mungkin dilakukan.

Berhubung studi berikutnya akan menggunakan data-data yang dikumpulkan selama


taraf-taraf sebelumnya, adalah penting bagi lembaga yang berwenang untuk
mengecek dan meninjau kembali data-data tersebut agar keandalannya tetap terjamin.
Demikian juga lembaga yang berwenang hendaknya mengecek dan meninjau kembali
hasil-hasil studi yang lebih awal sebelum memasukkannya ke dalam studi mereka
sendiri.

Bagan arus yang diberikan pada Gambar 3-3. menunjukkan hubungan antara berbagai
taraf dalam Tahap Studi dan Tahap Perencanaan.
Penahapan Perencanaan Irigasi 45

Ide

STUDI IDENTIFIKASI
Memenuhi Tidak
Persyaratan Batal

- Pengumpulan data yang ada di Ya


kantor Topografi min skala
1:25.000 Macam/sistem irigasi
- Laporan berbagai survey
terdahulu (bila ada)
STUDI AWAL

Ekonomi
dominan

Analisis Studi Awal

PKM Pengumpulan data:


­ Peta Topografi
­ Peta Geologi Regional
­ Peta Stasiun Hidrologi
Tidak ­ Peta Atar Sektor
Mungkin Batal

Ya PKM
Ide usulan:
Pengembangan daerah irigasi
rancangan langkah
Survey & analisis studi pengenalan
pengembangan
STUDI PENGENALAN

- Analisa data-data yang ada


Survey lapangan
- Analisis hubungan data satu dengan yang lain
Membuat laporan studi pengenalan
Survey lapangan identifikasi
- Lokasi yag utama
- Areal daerah irigasi PKM
- Penduduk
- Tata guna lahan
- Pengumpulan data hidrologi
- Program pengukuran Ijin alokasi air irigasi
STUDI IDENTIFIKASI

PERENCANAAN PENDAHULUAN

Pengenalan Laporan Studi


Analisis Identifikasi

PKM
KELAYAKAN

Pemetaan situasi skala


STUDI

1:25.000 dan 1:5.000

Gambar 3-3. Bagan Kegiatan-Kegiatan pada Tahap Studi dan Perencanaan


46 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

A
Penentuan
sempadan saluran
pendahuluan

Rencana
Peta Petak
Perencanaan
pendahuluan
definitif

Air Tidak Luas areal


Cukup dibatasi revisi
peta petak
ya STUDY KELAYAKAN Ekonomi Tidak
dominan

PERENCANAAN PENDAHULUAN
ya

Luas areal
Irigasi Analisa Data
kelayakan non teknis

Tidak
PERENCANAAN PENDAHULUAN

Layak? Batal
- Tinjau kembali data
- Pengumpulan data
tambahan ya
- Survey dan penyelidikan
tambahan
Pemutakhiran
ijin alokasi air
irigasi

Penyelusuran
bersama Sipil
Geoteknik, Geodesi
untuk cheking elevasi,
PERENCANAAN DETAIL

Penyelusuran ahli
arah saluran dan situasi Sipil, Geoteknik,
Geodetik:
Cek lokasi bangunan
dan rencana
penyelidikan

Modifikasi
Permasalahan Ada rencana Pengukuran jaringan
peta petak utama
- trase saluran dan
situasi bangunan
Penyelidikan Geoteknik

Peta petak
akhir
B

Gambar 3-4. Bagan Kegiatan-Kegiatan pada Tahap Studi dan Perencanaan (Lanjutan)
Penahapan Perencanaan Irigasi 47

Penyesuaian
Perlu Perencanaan Ya
Ya Pendahuluan Modifikasi
Penyesuaian? Uji Hidrolis perencanaan
dengan
Keadaan lapangan

Tidak

Penyesuaian
Rencana perencanaan Final
elevasi muka air pendahuluan perencanaan

PERENCANAAN DETAIL
di saluran dengan jaringan utama
keadaan lapangan
PERENCANAAN DETAIL

Perencanaan
jaringan tersier

Tambahan
pengukuran
dan Updating ijin
penyelidikan alokasi
air irigasi

Perencanaan
akhir

Pelaksanaan

Perencanaan Perencanaan
bangunan Perencanaan Bangunan-
utama saluran Bangunan
Manajemen aset

Operasi dan
pemeliharaan

Gambar 3-5. Bagan Kegiatan-Kegiatan pada Tahap Studi dan Perencanaan (Lanjutan)
48 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

Mulai

Penelurusan alur irigasi, geodesi,


geologi cek bangunan dan
rencana penyelidikan

Pengukuran Jaringan utama, trase


saluran, situasi bangunan
danpenyelidikan geoteknik

Penyesuaian perencanaan
Perlu pendahuluan dengan keadaan
Penyesuaian? lapangan

Rencana elevasi Tinjau kembali kelayakan


muka air di saluran teknis, ekonomi, sosial dan
lingkungan

Tambahan pengukuran dan Analisis debit puncak banjir


penyelidikan andalan, kebutuhan air

Analisa Sedimen

Perhitungan debit
Perlu
saluran definitif
kantong

Perhitungan dimensi
kantong lumpur

Perbandingan elevasi mercu antara


kebutuhan flushing kantong
lumpur dg sawah tertinggi

Optimasi biaya
pengurasan
kantong lumpur, El.
dg hidrolis dan
mekanis

Elevasi Mercu
bangunan utama

Perencanaan Perencanaan hidrolis


kantong lumpur melintang saluran

Perencanaan hidrolis Perencanaan hidrolis Perencanaan hidrolis


bangunan utama memanjang saluran bangunan

Gambar 3-6. Bagian Kegiatan-Kegiatan pada Tahap Studi Detail Desain


Penahapan Perencanaan Irigasi 49

Tidak Modifikasi
Uji hidraulis ? perencanaan

Final perencanaan hidrolis


bangunan dan jaringan utama

Perencanaan Pondasi dan Perencanaan pondasi dan


Bang Utama stabilitas bangunan

Perencanaan struktur Perencanaan struktur


bang utama bangunan

Final perencanaan
jaringan utama

Finalisasiijin alokasi air

Pemutakhiran
Sempadan Saluran

Perencanaan Jaringan
Tersier

Manual O dan P

Perencanaan Akhir

Selesai

Gambar 3-7. Bagan Kegiatan-Kegiatan pada Tahap Studi Detail Desain (Lanjutan)
50 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

Kebanyakan masalah dicakup didalam studi yang berbeda-beda detail dan analisa
akan menjadi lebih akurat dengan dilakukannya studi-studi berikutnya. Pada Tabel 3-
2 dan 3-3 diuraikan kegiatan-kegiatan, data produk akhir rekomendasi dan derajat
ketelitian yang diperlukan dalam berbagai taraf studi dan perencanaan.

Pada setiap taraf studi, ada tujuh persyaratan perencanaan proyek irigasi yang akan
dianalisis dan dievaluasi. Persyaratan yang dimaksud adalah:
- Lokasi dan perkiraan luas daerah irigasi; 5.
- Garis besar rencana pertanian;
- Sumber air irigasi dengan penilaian mengenai banyaknya air yang tersedia serta
perkiraan kebutuhan akan air irigasi, kebutuhan air minum, air baku, industri dan
rumah tangga;
- Deskripsi tentang pekerjaan prasarana infrastruktur baik yang sedang
direncanakan maupun yang sudah ada dengan perkiraan lokasi-lokasi
alternatifnya;
- Program pelaksanaan dan skala prioritas pengembangannya; terpenuhinya
kedelapan persyaratan pengembangan dari Direktorat Jenderal Sumber Daya Air
(lihat subbab 3.2.2);
- Dampaknya terhadap pembangunan sosial-ekonomi dan lingkungan.

3.2.1 Studi Awal

Ide untuk menjadikan suatu daerah menjadi daerah irigasi datang dari lapangan atau
kantor. Konsep atau rencana membuat suatu proyek terbentuk melalui pengamatan
kesempatan fisik di lapangan atau melalui analisa data-data topografi dan hidrologi.

Data-data yang berhubungan dengan daerah tersebut dikumpulkan (peta, laporan,


gambar dsb) dan dianalisis; hubungannya dengan daerah irigasi didekatnya kemudian
dipelajari. Selanjutnya dibuat rencana garis besar dan pola pengembangan beserta
laporannya. Ketelitian yang dicapai sepenuhnya bergantung kepada data dan
keterangan/informasi yang ada.
Penahapan Perencanaan Irigasi 51

3.2.2 Studi Identifikasi

Dalam Studi Identifikasi hasil-hasil Studi Awal diperiksa di lapangan untuk


membuktikan layak-tidaknya suatu rencana proyek.

Dalam taraf lapangan ini proyek akan dievaluasi sesuai dengan garis besar dan tujuan
pengembangan proyek yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Sumber Daya Air.
Tujuan tersebut meliputi aspek-aspek berikut:
- Kesuburan tanah
- Tersedianya air dan air yang dibutuhkan (kualitas dan kuantitas) populasi sawah,
petani (tersedia dan kemauan)
- Pemasaran produksi
- Jaringan jalan dan komunikasi
- Status tanah
- Banjir dan genangan
- Lain-lain (potensi transmigrasi, pertimbangan-pertimbangan nonekonomis)

Studi Identifikasi harus menghasilkan suatu gambaran yang jelas mengenai kelayakan
(teknis) proyek yang bersangkutan. Akan tetapi studi ini akan didirikan pada data
yang terbatas dan survei lapangan ini akan bersifat penjajakan/eksploratif, termasuk
penilaian visual mengenai keadaan topografi daerah itu. Tim identifikasi harus terdiri
dari orang-orang profesional yang sudah berpengalaman. Tim ini paling tidak terdiri
dari:
- seorang ahli irigasi
- seorang perencana pertanian
- seorang ahli geoteknik, jika aspek-aspek geologi teknik dianggap penting dan jika
diperkirakan akan dibuat waduk.

Studi Identifikasi akan didasarkan pada usulan (proposal) proyek yang dibuat pada
taraf Studi Awal. Studi Identifikasi akan menilai kelayakan dari usulan tersebut serta
menelaah ketujuh persyaratan perencanaan yang disebutkan dalam pendahuluan pasal
52 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

ini. Selanjutnya hasil dari studi ini akan dituangkan dalam Pola Pengembangan Irigasi
yang merupakan bagian dari Pola Pengembangan Wilayah Sungai.

3.2.3 Studi Pengenalan

Tujuan utama studi ini ialah untuk memberikan garis besar pengembangan
pembangunan multisektor dari segi-segi teknis yang meliputi hal-hal berikut:
- Irigasi, hidrologi dan teknik sipil
- Pembuatan rencana induk pengembangan irigasi sebagai bagian dari Rencana
Induk Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai yang dipadu serasikan
dengan RUTR Wilayah.
- Agronomi
- Geologi
- Ekonomi
- Bidang-bidang yang berhubungan, seperti misalnya perikanan, tenaga air dan
ekologi.
- Pengusulan ijin alokasi air irigasi.

Berbagai ahli dilibatkan didalam studi multidisiplin ini. Data dikumpulkan dari
lapangan dan kantor. Studi ini terutama menekankan irigasi dan aspek-aspek yang
berkaitan langsung dengan irigasi. Beberapa disiplin ilmu hanya berfungsi sebagai
pendukung saja; evaluasi data dan rencana semua diarahkan ke pengembangan irigasi.
Penahapan Perencanaan Irigasi 53

Tabel 3-2. Kegiatan-Kegiatan pada Tahap Studi


Tanah Hidrologi Aspek Aspek Kesimpulan Derajat
Tahap Studi Kebutuhan Peta Perekayasaan Produk akhir
Pertanian Tersedianya air Geoteknik Multisektor Rekomendasi ketelitian
a. Studi - peta rupa bumi - kumpulkan - peta hujan Kumpulkan - uraian - informasi - usulan - jika
Awal skala dan tinjau rata- rata peta geologi tentang tentang pengembangan pengembangan
1 : 50.000 peta tanah, - aliran min./ menilai sumber air lingkungan irigasi layak dari segi
dengan selang peta tata maks. kecocokan dan lahan - informasi - program teknis, -
kontur 10 m peta guna tanah - menilai daerah untuk yang bisa tentang pelanjutan studi lanjutkan
rupa bumi skala dan laporan- tersedianya air pelaksanaan diairi penduduk - pola dengan studi
terbesar yang ada laporan dari segi pekerjaan makanan & pengembangan identifikasi
- foto udara, jika jumlah & berdasarkan penggunaan
ada kualitas, jika peta dan foto air
mungkin udara yang ada - rencana
daerah
mengenai
bahan- bahan
pangan,
produksi
transmigrasi
& industri
b. Studi - kebutuhan peta - kumpulkan - kumpulkan - klasifikasi - identifikasi - hubungan - tipe irigasi - jika ekonomi
seperti pada Studi informasi data lapangan tanah di proyek lain dengan sistem & penting
Identifikasi
Awal tentang tata mengenai lapangan di yang mungkin pemerintah alternatif lanjutkan degan
- tidak ada survei guna tanah banjir, lokasi yang (berdasarkan setempat sumber air studi
dalam tahap studi dan praktek penggenangan sudah ke-8 kriteria hambatan - potensi daerah pengenalan
hanya survey pertanian dan aliran ditentukan & dari Dirjen pengembang yang akan - Jika ekonomi 40 –50 %
visual pada yang ada rendah formasi Pengairan) an dikembangkan tak penting
keadaan - menilai - kunjungi & geologi Dengan sketsa - menilai latar - daftar skala lanjutkan degan
topografi pasaran periksa tempat- perencanaan belakang prioritas perencanaan
- foto satelit untuk barang tempat garis besar sosial politik pengembangan pendahuluan
(google map) produksi pengukuran beserta - hambatan - program taraf - kumpulkan data
Pertanian - menilai alternatifnya pengembang berikutnya tambahan unit
- menilai kebutuhan air tipe jaringan an - perkiraan biaya kegiatan
kemampuan irigasi kasar unit taraf berikutnya
tanah berikutnya

c. Pengenalan - ada survey - seperti Studi - analisis - seperti Studi - buat garis - seperti pada - isi laporan studi - teruskan dengan Rekayasa
Studi terbatas Identifikasi frekuensi banjir Identifikasi besar Studi pengenalan studi kelayakan 60%
- peta situasi skala tapi lebih dan kekeringan tapi lebih perencanaan Identifikasi - lokasi - kumpulkan data
peta detail - perkiraan detail dengan sketsa tapi lebih alternatif tambahan untuk
1:10.000 - pastikan sedimen, - parameter tata letak & detail bangunan studi kelayakan Biaya:
dengan selang kecocokan limpasan air perencanaan uraian - identifikasi utama 70%
kontur 1m tanah untuk hujan, erosi geologi teknik pekerjaan komponen trase saluran
pertanian - neraca air pendahuluan dengan skala proyek tersedianya
54 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

Tanah Hidrologi Aspek Aspek Kesimpulan Derajat


Tahap Studi Kebutuhan Peta Perekayasaan Produk akhir
Pertanian Tersedianya air Geoteknik Multisektor Rekomendasi ketelitian
irigasi pendahuluan untuk 1:25.000 atau multisektor dampak
- buat garis stabilitas lebih dengan terhadap
besar pondasi & instansi- lingkungan
rencana lereng (tanpa instansi yang kebutuhan air
pertanian pemboran) berwenang luas daerah
- peta - menilai dampak irigasi tanaman
kecocokan tersedianya terhadap & jadwal tanam
tanah bahan lingkungan program
berskala bangunan pelaksanaan
1:250.000 program
pengukuran &
penyelidikan
- masterplan
pengembangan
irigasi di SWS
- ijin alokasi air
irigasi
skala prioritas
& perkiraan
biaya
program survei
topografi
analisis Cost-
Benefit Ratio
dan Economic
Internal Rate of
Return
d. Studi - peta situasi skala - penelitian - seperti pada - penyelidikan - rencana - seperti pada - kebutuhan air - dengan tata letak Rekayasa :
Kelayakan 1: 5.000 dengan tanah contoh geoteknik pada pendahuluan Pengenalan - daerah yang bisa jaringan irigasi 75%
cara terestis atau sedimentail - studi lokasi tata letak Studi dengan diairi & kelayakan
fotogrametris dan perimbangan bangunan saluran, studi - tata letak yang telah
dengan kemampuan air sungai - bangunan bangunan kelayakan jaringan irigasi terbukti, Biaya:
pengambilan foto tanah dengan - studi simulasi utama dengan - tipe bangunan detail untuk perencanaan lanjutkan dengan 90%
udara skala 1: peta skala mengenai pemboran dengan tipe- komponen pendahuluan perencanaan
10.000 1:25.000 kebutuhan dan pengambilan tipe proyek multi saluran & detail
- peta situasi skala - rencana tersedianya air contoh tanah perencanaanny sektor bangunan tipe kumpulkan data-
1: 2.000 pertanian pada proyek sepanjang a bangunan data tambahan
untuk bangunan- - studi tanah trase saluran & - kapasitas - pemutakhiran untuk
bangunan besar pertanian pada lokasi rencana ijin alokasi air perencanaan
bangunan - cek trase - rincian volume detail
bahan saluran & & biaya (BOQ) - siapkan
bangunan, elevasi saluran Cost-Benefit dan pengukuran &
daerah sumber setiap 400 m Economic penyelidikan
Penahapan Perencanaan Irigasi 55

Tanah Hidrologi Aspek Aspek Kesimpulan Derajat


Tahap Studi Kebutuhan Peta Perekayasaan Produk akhir
Pertanian Tersedianya air Geoteknik Multisektor Rekomendasi ketelitian
galian bahan, - penentuan garis Internal Rate of detail
penyelidikan sempadan Return
tempat galian saluran - analisis
bahan uji - Rincian dampak proyek
laboraturium volume terhadap
untuk contoh- & Biaya lingkungan
contoh pilihan pendahuluan &
guna perkiraan biaya
mengetahui
sifat-sifat
teknik tanah
56 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

Untuk Studi Pengenalan tidak dilakukan pengukuran aspek-aspek topografi (peta


dengan garis-garis kontur berskala 1:25.000) geologi teknik (penyelidikan
Pendahuluan) dan kecocokan tanah (peta kemampuan tanah berskala 1:250.000).
Semua kesimpulan dibuat berdasarkan pemeriksaan lapangan, sedangkan alternatif
rencana teknik didasarkan pada peta-peta yang tersedia. Ketepatan rencana teknik
sangat bergantung pada ketepatan peta. Akan tetapi, rencana tersebut akan
menetapkan tipe irigasi dan bangunan. Studi Pengenalan akan memberikan
kesimpulan-kesimpulan tentang ketujuh persyaratan perencanaan seperti telah
disebutkan dalam pendahuluan Bab 3, luas daerah irigasi akan ditetapkan dan nama
Proyek akan diberikan.

3.2.4 Studi Kelayakan

Jika perlu, Studi Kelayakan bisa didahului dengan Studi Prakelayakan. Tujuan utama
Studi Prakelayakan adalah untuk menyaring berbagai proyek alternatif yang sudah
dirumuskan dalam Studi Pengenalan berdasarkan perkiraan biaya dan keuntungan
yang dapat diperoleh. Alternatif untuk studi lebih lanjut akan ditentukan. Pada taraf
ini tidak diadakan pengukuran lapangan, tetapi hanya akan dilakukan pemeriksaan
lapangan saja. Tujuan utama studi kelayakan adalah untuk menilai kelayakan
pelaksanaan untuk proyek dilihat dari segi teknis dan ekonomis. Studi kelayakan
bertujuan untuk:
- Memastikan bahwa penduduk setempat akan mendukung dilaksanakannya proyek
yang bersangkutan;
- Memastikan bahwa masalah sosial dan lingkungan lainnya bisa diatasi tanpa
kesulitan tinggi
- Mengumpulkan dan meninjau kembali hasil-hasil studi yang telah dilakukan
sebelumnya;
- Mengumpulkan serta menilai mutu data yang sudah tersedia;
 Para petani pemakai air sekarang dan dimasa mendatang
 Topografi
Penahapan Perencanaan Irigasi 57

 Curah hujan dan aliran sungai


 Pengukuran tanah
 Status tanah dan hak atas air
 Kebutuhan air tanaman dan kehilangan-kehilangan air
 Polatanam dan panenan
 Data-data geologi teknik untuk bangunan
 Biaya pelaksanaan
 Harga beli dan harga jual hasil-hasil pertanian
- Menentukan data-data lain yang diperlukan;
- Memperkirakan jumlah air rata-rata yang tersedia serta jumlah air dimusim
kering;
- Menetapkan luas tanah yang cocok untuk irigasi;
- Memperkirakan kebutuhan air yang dipakai untuk keperluan-keperluan non
irigasi;
- Menunjukkan satu atau lebih pola tanam dan intensitas (seringnya) tanam sesuai
dengan air dan tanah irigasi yang tersedia, mungkin harus juga dipertimbangkan
potensi tadah hujan dan penyiangan; mempertimbangkan pemanfaatan sumber
daya air untuk berbagai tujuan;
- Pemutakhiran ijin alokasi air irigasi;
- Membuat perencanaan garis besar untuk pekerjaan yang diperlukan;
memperkirakan biaya pekerjaan, pembebasan tanah dan eksploitasi;
- Memperkirakan keuntungan langsung maupun tak langsung serta dampak yang
ditimbulkannya terhadap lingkungan;
- Melakukan analisis ekonomi dan keuangan;
- Jika perlu, bandingkan ukuran-ukuran alternatif dari rencana yang sama, atau
satu dengan yang lain, bila perlu siapkan neraca air untuk rencana-rencana
alternatif, termasuk masing-masing sumber dan kebutuhan, jadi pilihlah
pengembangan yang optimum.
58 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

Untuk mencapai tingkat ketelitian yang tinggi pada studi kelayakan dibutuhkan data
yang lebih lengkap guna merumuskan semua komponen proyek yang direncanakan.
Dengan memasukkan masalah sosial dan lingkungan, diharapkan saat pelaksanaan
konstruksi nanti tidak timbul gejolak sosial dan permasalahan lingkungan.
Perencanaan pendahuluan untuk pekerjaan prasarana yang diperlukan hanya dapat
dibuat berdasarkan data topografi yang cukup lengkap. Studi Kelayakan biasanya
memerlukan pengukuran topografi tambahan. Perekayasaan untuk Studi Kelayakan
harus mengikuti persyaratan untuk perencanaan pendahuluan seperti yang diuraikan
dalam subbab 3.3.1.

3.3 Tahap Perencanaan

Tahap perencanaan dimulai setelah diambilnya keputusan untuk melaksanakan


proyek. Disini dibedakan adanya dua taraf seperti yang ditunjukkan dalam Tabel 3-3.
- Taraf Perencanaan Pendahuluan
- Taraf Perencanaan Akhir (detail)

Perencanaan Pendahuluan merupakan bagian dari Studi Kelayakan. Jika tidak


dilakukan Studi Kelayakan, maka Tahap Perencanaan Pendahuluan harus
dilaksanakan sebelum Tahap Perencanaan Akhir.

Ahli irigasi yang ambil bagian dalam Tahap Perencanaan, sering belum terlibat
didalam Tahap studi. Oleh karena itu ahli irigasi diwajibkan untuk mengadakan
verifikasi dan mempelajari kesimpulan-kesimpulan yang dicapai pada Tahap Studi
sebelum ia memulai pekerjaannya. Jika demikian halnya, maka boleh jadi diperlukan
studi ulang atau penyelidikan tambahan.

Kegiatan-kegiatan pada Studi Kelayakan juga banyak mencakup kegiatan. Kegiatan


yang dilakukan pada Taraf Perencanaan Pendahuluan.
Penahapan Perencanaan Irigasi 59

3.3.1 Taraf Perencanaan Pendahuluan

a. Pengukuran

a. 1. Peta topografi
Program pemetaan dimulai dengan peninjauan cakupan, ketelitian dan kecocokan
peta-peta dan foto udara yang sudah ada. Lebih Ianjut akan direncanakan
pengukuran-pengukuran, pemotretan udara dan pemetaan dengan ketentuan-ketentuan
yang mendetail. Biasanya akan dibuat sebuah peta topografi baru yang dilengkapi
dengan garis-garis tinggi untuk proyek-itu.

Peta topografi itu terutama akan digunakan dalam pembuatan tata letak pendahuluan
jaringan irigasi yang bersangkutan. Peta-peta topografi dibuat dengan skala 1:25.000
untuk tata letak umum, dan 1:5.000 untuk tata letak detail.

Pemetaan topografi sebaiknya didasarkan pada foto udara terbaru, dengan skala foto
sekitar 1:10.000. Hal ini akan mempermudah perubahan peta-peta ortofoto atau
mosaik yang dilengkapi dengan garis-garis ketinggian yang memperlihatkan detail
lengkap topografi. Seandainya tidak belum tersedia foto udara dan pembuatan foto
udara baru akan meminta terlalu banyak biaya, maka sebagai gantinya dapat dibuat
peta terestris yang dilengkapi dengan garis-garis tinggi.

Bila foto udara tersebut dibuat khusus untuk proyek, maka skalanya adalah sekitar
1:10.000, digunakan baik untuk taraf perencanaan maupun studi kelayakan. Biasanya
pembuatan peta untuk proyek irigasi seluas 10.000 ha atau lebih, didasarkan pada
hasil pemotretan udara.
60 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

Tabel 3-3. Kegiatan-Kegiatan dalam Tahap Perencanaan Jaringan Utama


Hidrologi Kesimpulan
Tahap Perencanaan Lokasi Tanah Aspek Aspek Derajat
dan tersedianya Perekayasaan Produk Akhir &
Jaringan Utama Topografi Pertanian Geoteknik Multisektor ketelitian
air Rekomendasi
a. Perencanaan - peta situasi - pengukuran - pengukuran - penyediaan - perencanaan Laporan - berdasarkan Rekayasa:
Pendahuluan skala 1: 5.000 tanah & lapangan - geoteknik tata letak akhir Perencanaan tata letak
70%
dengan cara semidetail - pengumpulan terbatas lokasi saluran & pendahuluan akhir,
terestis atau dan data tambahan bangunan- bangunan peta topografi lanjutkan
fotogrametris penelitian - perhittungan bangunan - tipe bangunan degann garis- dengan
dengan kecocokan neraca air besar dengan dengan tipe garis kontur, perencanaan
pengambilan tanah - kebutuhan air pemboran perencanaanny skala 1:25.000 detail Biaya:
foto udara dengan peta - tersedianya air - pengambilan a dan 1:5000 kumpulkan
90%
skala 1: 1:25.000 - kebutuhan - contoh - kapasitas peta lokasi data
10.000 - rencana rotasi sepanjang rencana bangunan- tambahan
- peta situasi pertanian - kebutuhan trase saluran - cek trase dan bangunan untuk
skala 1: 2.000 - pola tanam pembuang dan lokasi elevasi saluran besar skala perencanaan
untuk - kebutuhan - banjir rencana bangunan setiap 400 m 1:500 detail
bangunan- penyiapan - bahan - Rincian peta persiapan
bangunan lahan - bangunan, Volume dan kemampuan penyelidikan
besar - peta - persemaian penyelidikan Biaya dan tanah dan
situasi skala - pengolahan sumber bahan perkiraan biaya analisis pengukuran
1: 5.000 galian & (awal) tersedianya air, detail
dengan cara timbunan - rumuskan kebutuhan air
terestis atau - uji penyelidikan dan kebutuhan
fotogrametris laboraturium model, jika pembuang
dengan contoh-contoh perlu pola tanaman
pengambilan yang dipilih tata letak akhir
foto udara guna jaringan irigasi
skala 1: mengetahui dan pembuang
10.000 sifat-sifat skala 1:25.000
- peta situasi teknik tanah dan 1:5.000
skala 1: 2.000 - rumuskan gambar-
untuk program gambar
bangunan- penyelidikan perencanaan
bangunan detail pendahuluan
besar untuk
bangunan
utama, saluran
& bangunan
b. Perencanaan - pengukuran - penyelidikan - penyelidikan Laporan persiapan Rekayasa
Akhir (Detail) trase saluran - geoteknik - model hidrolis Perencanaan pelaksanaan
: 90%
dengan skala detail dengan (jika perlu) semua kumpulkan
peta 1:2.000 pemboran, jika - tinjau dan informasi dan data-data
dan perlu, untuk modifikasi Kerjasama data dasar tambahan
bangunan- lokasi perencanaan dengan perhitungan untuk
Penahapan Perencanaan Irigasi 61

Hidrologi Kesimpulan
Tahap Perencanaan Lokasi Tanah Aspek Aspek Derajat
dan tersedianya Perekayasaan Produk Akhir &
Jaringan Utama Topografi Pertanian Geoteknik Multisektor ketelitian
air Rekomendasi
bangunan bangunan pendahuluan instansi- perencanaan pelaksanaan Biaya:
pelengkap utama, saluran, menjadi instansi gambar- pembebasan
95%
dengan skala bangunan, perencanaan untuk aspek- gambar tanah
1:200 - pola tanam - perhitungan sumber bahan akhir aspek yang pelaksanaan
- laporan akhir akhir - akhir untuk galian/timbuna - perencanaan berhubungan: rincian volume
(definitif) laporan n detail, gambar jalan, & biaya
perencanaan - parameter perencanaan transmigrasi, perkiraan
- perencanaan Rincian volume pertanian, biaya
geoteknik yang dan biaya dan PEMDA metode &
dianjurkan Dokumentasi program
- perhitungan Tender pelaksanaan
- akhir untuk - Laporan dokumen
laporan Perencanaan tender
perencanaan - Biaya dan buku petunjuk
metode E&P
pelaksanaan
62 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

Selama pemetaan topografi, sebagian dari sungai, dimana terletak bangunan-


bangunan utama proyek (bendungan atau bendung gerak) dan lokasi-lokasi bangunan
silang utama dapat juga diukur. Ini akan menghasilkan peta lokasi detail berskala
1:500/200 untuk lokasi bangunan utama dan bangunan-bangunan silang tersebut
Informasi ini sangat tak ternilai harganya dalam taraf perencanaan pendahuluan dan
akan memperlancar proses perencanaan.

Bagaimanapun sifat pekerjaan, terpencilnya lapangan, pengaruh musim dan


banyaknya instansi yang terlibat didalamnya, perencanaan yang teliti dan tepat waktu
adalah penting. Salah hitung dapat dengan mudah menyebabkan tertundanya tahap
perencanaan berikutnya.

a. 2. Penelitian kemampuan tanah

Studi Identifikasi atau Studi Pengenalan memberikan kesimpulan mengenai


kemampuan tanah daerah yang bersangkutan untuk irigasi tanah pertanian.
Kesimpulan ini didasarkan pada hasil penilaian data yang tersedia dan hasil
penyelidikan lapangan terbatas yang dilakukan selama peninjauan lapangan. Dengan
keadaan tanah yang seragam rencana pertanian dapat diperkirakan dengan ketepatan
yang memadai berdasarkan data-data yang terbatas tersebut. Apabila keadaan tanah
sangat bervariasi dan jelek, maka ahli pertanian irigasi bisa meminta data tanah yang
lebih detail.

Penelitian kemampuan tanah dapat dilaksanakan sebelum pembuatan tata letak


pendahuluan. Hasil-hasil penelitian ini, akan merupakan panduan bagi ahli irigasi
untuk memutuskan apakah suatu daerah tidak akan diairi akibat keadaannya yang
jelek.

Untuk melakukan penelitian ini harus sudah tersedia peta dasar topografi atau foto
udara. Penelitian kemampuan tanah harus diadakan sampai tingkat setengah-detail,
dengan pengamatan tanah per 25 ha sampai 50 ha.
Penahapan Perencanaan Irigasi 63

Penelitian ini juga akan mengumpulkan data-data mengenai permeabilitas/kelulusan


dan perkolasi tanah untuk dipakai sebagai bahan, masukan bagi penghitungan
kebutuhan air irigasi.

Penelitian kemampuan tanah untuk studi kelayakan serupa dengan penelitian yang
sudah dijelaskan diatas.

b. Perencanaan pendahuluan

Tujuan yang akan dicapai oleh tahap perencanaan pendahuluan adalah untuk
menentukan lokasi dan ketinggian bangunan-bangunan utama, saluran irigasi dan
pembuang, dan luas daerah layanan yang kesemuanya masih bersifat pendahuluan.
Walaupun tahap ini masih disebut perencanaan "pendahuluan", namun harus
dimengerti bahwa hasilnya harus diusahakan setepat mungkin.

Pekerjaan dan usaha yang teliti dalam tahap perencanaan pendahuluan akan
menghasilkan perencanaan detail yang bagus.

Hasil perencanaan pendahuluan yang jelek sering tidak diperbaiki lagi dalam taraf
perencanaan detail demi alasan-alasan praktis.

Pada taraf perencanaan pendahuluan akan diambil keputusan-keputusan mengenai:


- Lokasi bangunan-bangunan utama dan bangunan-bangunan silang utama. Tata
letak jaringan
- Perencanaan petak-petak tersier
- Pemilihan tipe-tipe bangunan
- Trase dan potongan memanjang saluran
- Pengusulan garis sempadan saluran pendahuluan
- Jaringan dan bangunan pembuang.

Dalam menentukan keputusan-keputusan diatas, sering harus digunakan sejumlah


kriteria yang luas dan kompleks yang kadang-kadang saling bertentangan untuk
mendapatkan pemecahan yang "terbaik". Pada dasarnya seluruh permasalahan teknik
64 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

yang mungkin timbul selama perencanaan, bagaimana pun kurang pentingnya, akan
ditinjau pada tahap ini.

Perencanaan pendahuluan merupakan pekerjaan ahli irigasi yang sudah


berpengalaman di bidang perencanaan umum dan perencanaan teknis. Adalah penting
bagi seorang ahli irigasi untuk mengenal lapangan sebaik-baiknya. Ahli tersebut akan
memeriksa dan meninjau rancangan (draft) perencanaan pendahuluan di lapangan. Ia
akan melakukan pemeriksaan lapangan didampingi kurangnya seorang ahli geodetik
untuk bidang topografi geoteknik untuk sifat-sifat teknik tanah.

Perekayasa juga diwajibkan untuk mengecek hasil-hasil pengukuran topografi di


lapangan. Pemeriksaan ini harus mencakup hasil pengukuran trase dan elevasi saluran
yang direncana. Elevasi harus dicek setiap interval 400 m. Ketelitian peta garis-garis
tinggi harus dicek.

Selain cek trase dan elevasi saluran pengecekan lapangan harus mencakup hasil-hasil
pengukuran ulang ketinggian-ketinggian penting yang dilakukan pada tarat
perencanaan pendahuluan, misalnya bangunan utama, bangunan-bangunan silang
utama, beberapa benchmark, dan alat pencatat otomatis tinggi muka air.

Perencanaan pendahuluan meliputi:


- Tata letak dengan skala 1:25.000 dan presentasi detail dengan skala 1:5.000
- Potongan memanjang yang diukur di lapangan dengan perkiraan ukuran-ukuran
potongan melintang dari peta garis tinggi serta garis sempadan saluran.
- Tipe-tipe bangunan
- Perencanaan bangunan utama
- Perencanaan bangunan-bangunan besar.

Rincian lebih lanjut akan diberikan dalam Bab 5.

Untuk keperluan studi kelayakan yang mendukung perencanaan pendahuluan maka


dibuat dengan persyaratan yang serupa.
Penahapan Perencanaan Irigasi 65

Perencanaan pendahuluan didasarkan pada pengukuran trase saluran dan pengukuran


situasi untuk bangunan. Detail persyaratan pengukuran ini, misalnya lokasi dan
ketinggian, berupa bagian dari perencanaan pendahuluan.

Dari perencanaan pendahuluan untuk bangunan utama akan dapat dirumuskan


ketentuan untuk penyelidikan hidrolis model dan penyelidikan geoteknik detail, jika
diperlukan.

Sifat dan ruang lingkup pekerjaan ini akan ditentukan kemudian.

Pada tahap perencanaan pendahuluan akan dibuat analisis hidrologi proyek yang
meliputi:
- Tersedianya air
- Kebutuhan air
- Neraca air.

Analisis itu dimaksudkan untuk meyakinkan bahwa tersedia cukup air untuk irigasi
dan tujuan-tujuan lain khususnya air minum di daerah proyek yang direncanakan.

Analisis hidrologi ini didasarkan pada data-data yang diperoleh pada Tahap Studi
Analisis ini mutlak perlu apabila air yang tersedia terbatas tapi daerah yang harus
diairi sangat luas. Berdasarkan jumlah air yang tersedia, dibuatlah perhitungan detail
mengenai daerah maksimum yang akan diairi. Baru kemudian tata letak dapat dibuat.
Berdasarkan hasil analisa kebutuhan air maka pemutakhiran ijin alokasi air irigasi
dapat dibuat.

Hasil-hasil analisis ini bahkan mungkin menunjukkan perlu ditinjaunya kembali


rencana pertanian yang telah diusulkan dalam Tahap Studi sebelumnya.
66 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

3.3.2 Taraf Perencanaan Akhir

a. Pengukuran dan penyelidikan

Untuk melaksanakan perencanaan akhir, sejumlah pengukuran dan penyelidikan


harus dilakukan. Rumusan dan ketentuan pengukuran dan penyelidikan ini didasarkan
pada hasil-hasil dan penemuan tahap perencanaan pendahuluan. Tanggung jawab atas
persyaratan, pelaksanaan dan hasil-hasil akhir ada pada perekayasa.

Kegiatan-kegiatan ini meliputi :

a. 1. Pengukuran topografi
- Pengukuran trase saluran
- Pengukuran situasi bangunan-bangunan khusus
a. 2. Penyelidikan geologi teknik
- Geologi
- Mekanika tanah
a. 3. Penyelidikan model hidrolis.

Perencanaan serta pengawasan pengukuran dan penyelidikan harus dilakukan dengan


teliti. Ada berbagai instansi yang terlibat didalam kegiatan-kegiatan di daerah
terpencil. Keadaan iklim bisa. menghambat pelaksanaan pekerjaan ini, mungkin
hanya bisa dilakukan dimusim kemarau saja. Penundaan-penundaan yang terjadi
selama dilakukannya pekerjaan pengukuran akan sangat mempengaruhi kegiatan-
kegiatan perencanaan akhir.

a. 1. Pengukuran topografi
Pengukuran trase saluran dilakukan menyusul masuknya hasil-hasil tahap
perencanaan pendahuluan. Adalah penting bahwa untuk pengukuran sipat datar trase
saluran hanya dipakai satu basis (satu tinggi benchmark acuan). Tahap ini telah
selesai dan menghasilkan peta tata letak dengan skala 1:5.000 dimana trase saluran
diplot.
Penahapan Perencanaan Irigasi 67

Ahli irigasi harus sudah menyelidiki trase ini sampai lingkup tertentu dan sudah
memahami ketentuan-ketentuan khusus pengukuran (lihat subbab 3.3.1.b).
Pengukuran-pengukuran situasi juga dilaksanakan pada taraf ini yang meliputi:
- Saluran-pembuang silang yang besar dimana topografi terlalu tidak teratur untuk
menentukan lokasi as saluran pada lokasi persilangan;
- Lokasi bangunan-bangunan khusus.
Disini ahli irigasi harus memberikan ketentuan-ketentuan/spesifikasi dan bertanggung
jawab atas hasil-hasilnya.

a. 2. Penyelidikan Geologi Teknik


Informasi mengenai geologi teknik yang diperlukan untuk perencanaan dikhususkan
pada kondisi geologi, subbase (pondasi) daya dukung tanah, kelulusan (permeabilitas)
dan daerah-daerah yang mungkin dapat dijadikan lokasi sumber bahan timbunan.
Pada tahap studi penilaian pendahuluan mengenai karakteristik geologi teknik dan
geologi dibuat berdasarkan data-data yang ada dan inspeksi penyelidikan lapangan.
Penyelidikan detail dirumuskan segera setelah rencana pendahuluan pekerjaan teknik
diselesaikan.
Sering terjadi bahwa penyelidikan pondasi bangunan ini dilakukan terbatas sampai
pada bangunan utama saja jika perlu dengan cara pemboran atau penyelidikan secara
elektrik. Namun demikian, dalam beberapa hal lokasi bangunan besar mungkin juga
memerlukan penyelidikan geologi teknik sehubungan dengan terdapatnya keadaan
subbase yang lemah. Penyelidikan saluran sering terbatas hanya sampai pada tes-tes
yang sederhana, misalnya pemboran tangan.
Untuk saluran-saluran pada galian atau timbunan tinggi dengan keadaan tanah yang
jelek, akan diperlukan penyelidikan-penyelidikan yang lebih terinci.
Ketentuan-ketentuan penyelidikan ini dan ruang lingkup pengukurannya akan
dirancang oleh ahli irigasi berkonsultasi dengan ahli geologi dan ahli mekanika tanah
yang bertanggung jawab atas pelaksanaan penyelidikan tersebut.
68 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

Analisis dan evaluasi datanya akan dikerjakan oleh ahli geologi teknik dan hasilnya
harus siap pakai untuk perencanaan. Dari awal keikutsertaannya, ahli itu harus
memiliki pengetahuan yang jelas mengenai bangunan-bangunan yang direncanakan.
Akan tetapi, perencanaan akhir diputuskan oleh perencana.
Perlu diingat bahwa sebagian dari kegiatan-kegiatan penyelidikan geologi teknik
diatas, telah dilakukan untuk studi kelayakan proyek. Biasanya data-data ini tidak
cukup untuk perencanaan detail, khususnya yang menyangkut pondasi bangunan-
bangunan besar.

a. 3. Penyelidikan hidrolis model


Untuk perencanaan jaringan irigasi penyelidikan model hidrolis mungkin hanya
diperlukan untuk bangunan-bangunan utama dan beberapa bangunan besar didalam
jaringan itu. Pada umumnya penyelidikan dengan model diperlukan apabila rumus
teoritis dan empiris aliran tidak bisa merumuskan pola aliran penggerusan lokal dan
angkutan sedimen di sungai. Selanjutnya penyelidikan hidrolis model akan membantu
menentukan bentuk hidrolis, bangunan utama dan pekerjaan sungai di ruas sungai
sebelahnya.
Perencanaan pendahuluan untuk bangunan utama akan didasarkan pada kriteria
teoritis dan empiris. Pengalaman masa lalu dan bangunan utama lain akan merupakan
tuntunan bagi perekayasa yang belum berpengalaman dalam menentukan bentuk
hidrolis yang terbaik.
Apabila penyelidikan dengan model memang diperlukan, maka ahli irigasi akan
merumuskan program dan ketentuan-ketentuan tes dan penyelidikan setelah
berkonsultasi dahulu dengan pihak laboratorium. Penyelidikan dengan model tersebut
harus menghasilkan petunjuk-petunjuk yang jelas mengenai modifikasi terhadap
perencanaan pendahuluan. Perencanaan, akhir akan diputuskan oleh perencana
berdasarkan hasil-hasil penyelidikan dengan model.
Penahapan Perencanaan Irigasi 69

b. Perencanaan dan laporan akhir

Pembuatan perencanaan akhir merupakan tahap terakhir dalam Perencanaan Jaringan


lrigasi. Dalam tahap ini gambar-gambar tata letak, saluran dan bangunan akan dibuat
detail akhir.

Tahap perencanaan akhir akan disusul dengan perkiraan biaya, program dan metode
pelaksanaan, pembuatan dokumen tender dan pelaksanaan.

Perencanaan akhir akan disajikan sebagai laporan perencanaan yang berisi semua data
yang telah dijadikan dasar perencanaan tersebut serta kriteria yang diterapkan,
maupun gambar-gambar perencanaan dan rincian volume dan biaya (bill of
quantities). Laporan itu juga memuat informasi mengenai urut-urutan pekerjaan
pelaksanaan dan ekspoitasi dan pemeliharaan jaringan irigasi.

Perubahan trase saluran dan posisi bangunan irigasi dimungkinkan karena


pertimbangan topografi dan geoteknik untuk itu garis sempadan saluran harus
disesuaikan dengan perubahan tersebut.
70 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi
Data, Pengukuran dan Penyelidikan untuk Perencanaan Irigasi 71

4. BAB VI
DATA, PENGUKURAN DAN PENYELIDIKAN
UNTUK PERENCANAAN IRIGASI

4.1 Umum

4.1.1 Pengumpulan Data

Kegiatan-kegiatan Tahap Perencanaan dapat dibagi menjadi dua bagian seperti yang
diperlihatkan dalam bab terdahulu, yaitu:
- Tahap perencanaan pendahuluan, dan
- Tahap perencanaan akhir.

Dalam kedua tahap tersebut, dilakukan pengukuran dan penyelidikan guna


memperoleh data yang diperlukan untuk membuat perencanaan pendahuluan hingga
perencaan akhir.

Data-data yang dikumpulkan selama Tahap Studi hanya seperti data yang
dikumpulkan berdasarkan pemeriksaan dan penyelidikan lapangan. Tidak dibutuhkan
pengumpulan data secara sistematis seperti dalam Tahap Perencanaan. Disini ada satu
perkecualian, yakni pengumpulan data untuk Studi Kelayakan. Seperti yang
dibicarakan dalam Bab 3, data-data ini dikumpulkan menurut. Persyaratan seperti
pada tahap Perencanaan Pendahuluan.

Dalam bab ini hanya akan dirinci data-data yang diperlukan untuk Tahap
Perencanaan. Untuk tahap-tahap perencanaan data-data yang dibutuhkan adalah yang
berhubungan dengan informasi mengenai hidrologi, topografi dan geologi teknik.

4.1.2 Sifat-Sifat Data

Gejala-gejala hidrologi seperti aliran sungai dan curah hujan bervariasi dalam hal
waktu, dan hanya bisa dipelajari dengan tepat melalui data-data dasar yang telah
terkumpul sebelum studi ini. Sering tersedianya catatan historis mengenai gejala ini
72 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

terbatas hanya dari beberapa tahun saja, atau bahkan tidak ada sama sekali.
Penyelidikan di lapangan hanya akan menghasilkan informasi mengenai gejala-gejala
yang ada sekarang pengetahuan mengenai hidrologi di daerah-daerah yang berdekatan
dan metode, metode perkiraan hidrologi yang sudah mapan akan merupakan dasar
untuk memperkirakan parameter hidrologi yang diperlukan.

Untuk informasi mengenai topografi dan keadaan geologi teknik situasinya berbeda.
Pengukuran-pengukuran khusus menjelang tahap perencanaan akan dilakukan untuk
memperoleh data-data yang diperlukan untuk perencanaan.

4.1.3 Ketelitian Data

Data yang diperlukan untuk tahap-tahap studi berbeda dengan yang diperlukan untuk
tahap perencanaan dalam hal sifat, ketelitian dan kelengkapan (lihat Tabel 3-2 dan 3-
3). Dalam Tahap Studi tingkat ketelitian untuk Studi Identifikasi harus sekitar 40%
sampai 50%, Studi Pengenalan harus mencapai tingkat ketelitian 60% untuk rekayasa
dan 70% untuk perkiraan biaya.

Biasanya studi kelayakan ekonomi mempunyai persyaratan ketepatan biaya yang


berbeda, yaitu sekitar 90%. Pelaksanaan studi kelayakan pun sering memakai asumsi
standar untuk berbagai parameter. Akan tetapi, hal ini dapat diterima sebagai teknis,
asalkan asumsi standar tersebut konsisten dengan asumsi-asumsi yang dilakukan
untuk studi-studi yang serupa. Ini membuat hasil berbagai studi kelayakan dapat
diperbandingkan dan dengan demikian membuat studi ini suatu sarana untuk
pembuatan keputusan dalam pemilihan proyek yang akan dilaksanakan.
Data, Pengukuran dan Penyelidikan untuk Perencanaan Irigasi 73

4.2 Hidrometeorologi

4.2.1 Data

a. Parameter

Parameter-parameter hidrologi yang sangat penting untuk perencanaan jaringan


irigasi adalah:
- Curah hujan
- Evapotranspirasi
- Debit puncak dan debit harian
- Angkutan sedimen.

Sebagian besar parameter-parameter hidrologi diatas akan dikumpulkan; dianalisis


dan dievaluasi didalam Tahap Studi proyek tersebut. Pada Tahap Perencanaan, hasil
evaluasi hidrologi akan ditinjau kembali dan mungkin harus dikerjakan dengan lebih
mendetail berdasarkan data-data tambahan dari lapangan dan hasil-hasil studi
perbandingan. Ahli irigasi sendiri harus yakin bahwa parameter hidrologi itu benar-
benar telah memadai untuk tujuan-tujuan perencanaan.

Dalam Tabel 4-1. diringkas parameter perencanaan. Data-data hidrologi dan kriteria
perencanaan. Kriteria ini akan diuraikan lebih lanjut dalam pasal-pasal berikut ini.

b. Pencatatan data

Catatan informasi mengenai analisis hidrologi terdiri dari peta-peta, aliran sungai dan
meteorologi. Informasi tersebut dapat diperoleh dari instansi-instansi yang disebutkan
dalam Bab III.

Adalah penting bagi perencana untuk memeriksa tempat-tempat pencatatan data,


memeriksa data-data yang terkumpul dan metode pemrosesannya, memastikan bahwa
tinggi alat ukur adalah nol sebelum dilakukan evaluasi dan analisis data. Perencana
hendaknya yakin bahwa perencanaannya dibuat berdasarkan data-data yang andal.
Analisis dan evaluasi data-data hidrometeorologi disajikan pada Lampiran 3 buku ini.
74 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

c. Penyelidikan lokasi

Penyelidikan di daerah aliran sungai dan irigasi akan lebih melengkapi catatan data
dan lebih memperdalam pengetahuan mengenai gejala-gejala hidrologi. Tempat-
tempat pencatatan akan dikunjungi dan metode yang digunakan diperiksa.
Penyelidikan lapangan dipusatkan pada keadaan aliran sungai dan daerah
pembuangan. Data-data yang akan dikumpulkan berkenaan dengan tinggi muka air
maksimum, peluapan tanggul sungai, penggerusan, sedimentasi dan erosi tanggul.
Potongan melintang tinggi tanggul (bankfull cross-sections) akan diperkirakan;
koefisien kekasaran saluran dan kemiringan dasar diukur dimana perlu.

Wawancara mengenai keadaan setempat dapat mengorek informasi yang sangat


berharga tentang hidrologi historis. Orang-orang yang akan diwawancarai harus
diseleksi, yaitu orang-orang yang dapat memberikan informasinya secara objektif dan
kebenarannya dapat diandalkan. Tinggi muka air penggenangan, lokasi dan besarnya
pelimpahan tanggul sungai, dan frekuensi kejadiannya sering diketahui dengan baik
oleh penduduk setempat.

4.2.2 Curah Hujan

Analisis curah hujan dilakukan dengan maksud untuk menentukan :


- Curah hujan efektif untuk menghitung kebutuhan irigasi. Curah hujan efektif atau
andalan adalah bagian dari keseluruhan curah hujan yang secara efektif tersedia
untuk kebutuhan air tanaman.
- Curah hujan lebih (excess rainfall) dipakai untuk menghitung kebutuhan
pembuangan/drainase dan debit (banjir).

Untuk analisis curah hujan efektif, curah hujan di musim kemarau dan penghujan
akan sangat penting artinya. Untuk curah hujan lebih, curah hujan di musim
penghujan (bulan-bulan turun hujan) harus mendapat perhatian tersendiri. Untuk
kedua tujuan tersebut data curah hujan harian akan dianalisis untuk mendapatkan
Data, Pengukuran dan Penyelidikan untuk Perencanaan Irigasi 75

tingkat ketelitian yang dapat diterima. Data curah hujan harian yang meliputi periode
sedikitnya 10 tahun akan diperlukan.

Analisis curah hujan yang dibicarakan disini diringkas pada Tabel 4-1.

Tabel 4-1. Parameter Perencanaan


Cek Data Analisis & Evaluasi Parameter Perencanaan
- Total - Distribusi bulan/musim Curah Hujan Efektif
Didasarkan pada curah hujan
minimum tengah-bulanan,
kemungkinan tak terpenuhi 20%,
- Distribusi tahunan dengan distribusi frekuensi
normal atau log – normal
- Harga-harga tinggi

- Isohet Curah hujan lebih


- Double massplot - Tahunan
- Pengaruh ke Curah hujan 3 – hari maksimum
- Diluar tinggian, angin, orografi dengan kemungkinan tak
tempat pengukuran terpenuhi 20% dengan distribusi
yang dijadikan referensi frekuensi normal atau log –
normal

- transportasi/perubahan
jika seringnya terlalu Hujan lebat
pendek Curah hujan sehari maksimum
- hujan lebat dengan kemungkinan tak
terpenuhi 20%, 4%-1%, 0,1%
dengan distribusi frekuensi yang
eksterm

4.2.3 Evapotranspirasi

Analisis mengenai evaporasi diperlukan untuk menentukan besarnya evapotranspirasi


tanaman yang kelak akan dipakai untuk menghitung kebutuhan air irigasi dan, jika
perlu untuk studi neraca air di daerah aliran sungai. Studi ini mungkin dilakukan bila
tidak tersedia data aliran dalam jumlah yang cukup.

Data-data iklim yang diperlukan untuk perhitungan ini adalah yang berkenaan
dengan :
- Temperatur: harian maksimum, minimum dan rata-rata
- Kelembaban relatif
76 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

- Sinar matahari: lamanya dalam sehari


- Angin: kecepatan dan arah
- Evaporasi: catatan harian

Data-data klimatologi diatas adalah standar bagi stasiun-stasiun agrometerologi.


Jangka waktu pencatatan untuk keperluan analisis yang cukup tepat dan andal adalah
sekitar sepuluh tahun.

Tabel 4-2. Parameter Perencanaan Evaportanspirasi


Metode Data Parameter Perencanaan

Dengan pengukuran Kelas Pan A harga-harga Jumlah rata-rata 10 harian


evapotransiprasi atau 30 harian, untuk
setiap tengah bulanan atau
minguan

Perhitungan dengan rumus Temperatur kelembapan Harga rata-rata tengah


penman atau yang sejenis relatif sinar matahari angin bulanan, atau rata-rata
mingguan

4.2.4 Banjir Rencana

Banjir rencana adalah debit maksimum di sungai atau saluran alamiah dengan periode
ulang (rata-rata) yang sudah ditentukan yang dapat dialirkan tanpa membahayakan
proyek irigasi dan stabilitas bangunan- bangunan.

Presentase kemungkinan tak terpenuhi (rata-rata) yang dipakai untuk perencanaan


irigasi adalah :
- Bagian atas pangkal bangunan 0,1%
- Bangunan utama dan bangunan-bangunan disekitarnya1%
- Jembatan jalan Bina Marga 2%
- Bangunan pembuang silang, pengambilan di sungai 4%
- Bangunan pembuang dalam proyek 20%
- Bangunan sementara 20% - 40%
Data, Pengukuran dan Penyelidikan untuk Perencanaan Irigasi 77

Jika saluran irigasi primer bisa rusak akibat banjir sungai, maka perentase
kemungkinan tak terpenuhi sebaiknya diambil kurang dari 4%, kadang-kadang turun
sampai 1% debit banjir ditetapkan dengan cara menganalisis debit puncak, dan
biasanya dihitung berdasarkan hasil pengamatan harian tinggi muka air. Untuk
keperluan analisis yang cukup tepat dan andal, catatan data yang dipakai harus paling
tidak mencakup waktu 20 tahun. Persyaratan ini jarang bisa dipenuhi (lihat juga Tabel
4-4)

Faktor lain yang lebih sulit adalah tidak adanya hasil pengamatan tinggi muka air
(debit) puncak dari catatan data yang tersedia. Data debit puncak yang hanya
mencakup jangka waktu yang pendek akan mempersulit dan bahkan berbahaya bagi si
pengamat.

Harga–harga debit rencana sering ditentukan dengan menggunakan metode hidrologi


empiris, atau analisis dengan menghubungkan harga banjir dengan harga curah hujan.
Lihat Lampiran 1 buku ini.

Pada kenyataannya bahwa ternyata debit banjir dari waktu kewaktu mengalami
kenaikan, semakin membesar seiring dengan penurunan fungsi daerah tangkapan air.

Pembesaran debit banjir dapat menyebabkan kinerja irigasi berkurang yang


mengakibatkan desain bangunan kurang besar. Antisipasi keadaan ini perlu dilakukan
dengan memasukan faktor koreksi besaran 110% - 120% untuk debit banjir. Faktor
koreksi tersebut tergantung pada kondisi perubahan DAS.

Perhitungan debit rencana yang sudah dibicarakan disini diringkas pada Tabel 4-3.
78 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

Tabel 4-3. Banjir Rencana


Catatan Banjir Metode Parameter Perencanaan
1a Data cukup (20 tahun Analisis frekuensi dengan Debit puncak dengan
atau lebih) distribusi frekuensi eksterm kemungkinan tak terpenuhi
20% - 4% - 1% - 0,1%
1b Data terbatas (kurang Analisis frekuensi dengan Seperti pada 1a dengan
dari 20 tahun) metode “debit diatas ambang” ketepatan yang kurang dari
(peak over threshold method) itu
2 Data tidak ada Hubungan empiris antara curah Seperti pada 1a dengan
hujan – limpasan air hujan ketepatan yang kurang dari
itu
Gunakan metode Der Weduwen
untuk daerah aliran < 100 km²,
Metode Melchior atau metode
yang sesuai untuk daerah aliran
> 100 km²
3 Data tidak ada Metode kapasitas saluran Debit puncak kemungkinan
tak terpenuhi diperkirakan
SNI 03 – 1724 – 1989
SNI 03 – 3432 – 1994
Hitung banjir puncak dari tinggi
air maksimum, potongan
melintang & kemiringan sungai
yang sudah diamati/diketahui.
Metode tidak tepat hanya untuk
mengecek 1b & 2 atau untuk
memasukan data historis banjir
dalam 1a

4.2.5 Debit Andalan

Debit andalan (dependable flow) adalah debit minimum sungai untuk kemungkinan
terpenuhi yang sudah ditentukan yang dapat dipakai untuk irigasi. Kemungkinan
terpenuhi ditetapkan 80% (kemungkinan bahwa debit sungai lebih rendah dari debit
andalan adalah 20%). Debit andalan ditentukan untuk periode tengah – bulanan. Debit
minimum sungai diantalisis atas dasar data debit harian sungai. Agar analisisnya
cukup tepat dan andal, catatan data yang diperlukan harus meliputi jangka waktu
paling sedikit 20 tahun. Jika persyaratan ini tidak bisa dipenuhi, maka metode
hidrologi analitis dan empiris bisa dipakai.
Data, Pengukuran dan Penyelidikan untuk Perencanaan Irigasi 79

Dalam menghitung debit andalan, kita harus mempertimbangkan air yang diperlukan
dari sungai di hilir pengambilan.

Dalam praktek ternyata debit andalan dari waktu kewaktu mengalami penurunan
seiring dengan penurunan fungsi daerah tangkapan air.

Penurunan debit andalan dapat menyebabkan kinerja irigasi berkurang yang


mengakibatkan pengurangan areal persawahan. Antisipasi keadaan ini perlu
dilakukan dengan memasukan faktor koreksi besaran 80% - 90%untuk debit andalan.
Faktor koreksi tersebut tergantung pada kondisi perubahan DAS.

Tabel 4-4. Debit Andalan


Parameter
Catatan Debit Metode
Perencanaan
1a Data cukup (20 Analisis frekuensi distribusi Debit rata-rata
tahun atau lebih) frekuensi normal tengah bulan dengan
kemungkinan tak
terpenuhi 20%
1b Data terbatas Analisis frekuensi rangkaian debit Seperti pada 1a
dihubungkan dengan rangkaian dengan ketelitian
curah hujan yang mencakup waktu kurang dari itu
lebih lama
2 Data Minimal a. Model simulasi pertimbangan air Seperti pada 1b
atau tidak ada dari Dr. Mock atau metode dengan ketelitian
Enreca dan yang serupa lainnya kurang dari itu
curah hujan didaerah aliran
sungai, evapotranspirasi,
vegetasi, tanah dan karakteristik
geologis daerah aliran sebagai
data masukan.
b. Perbandingan dengan daerah
aliran sungai didekatnya.
3 Data tidak ada Metode kapasitas saluran Aliran Seperti pada 1b
rendah dihitung dari muka air dengan ketelitian
rendah, potongan melintang sungai kurang dari itu
dan kemiringan yang sudah
diketahui. Metode tidak tepat hanya
sebagai cek
80 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

4.3 Pengukuran

Walaupun pengukuran-pengukuran yang dibicarakan dibawah ini tidak selalu menjadi


tanggung jawab langsung perekayasa, namum perlu diingat bahwa perekayasa
hendaknya mengecek ketelitian peta yang dihasilkan. Untuk tujuan ini, mungkin perlu
diadakan pengukuran lagi yang dimaksudkan untuk mengecek ketepatan dibawah
pengawasan langsung tenaga ahli tersebut.

4.3.1 Pengukuran Topografi

Studi Awal dan Studi ldentifikasi didasarkan pada peta-peta yang ada. Instansi-
instansi yang dapat memberikan informasi yang diperlukan ini didaftar pada Bab 3.
Pengukuran pemetaan merupakan kegiatan yang dimulai didalam Studi ldentifikasi
sampai tahap perencanaan pendahuluan suatu proyek.

Pemetaan bisa didasarkan pada pengukuran medan (terestris) penuh yang sudah
menghasilkan peta-peta garis topografi lengkap dengan garis-garis konturnya. lni
adalah cara pemetaan yang relatif murah untuk daerah-daerah kecil. Pemetaan
fotogrametri, walaupun lebih mahal, jauh lebih menguntungkan karena semua detail
topografi dapat dicakup didalam peta. Ini sangat bermanfaat khususnya untuk
perencanaan petak tersier. Yang paling tidak menguntungkan adalah apabila
diperlukan foto udara dan biaya-biaya yang tinggi. Untuk proyek-proyek kecil
pembuatan foto udara akan terlalu mahal dan kurang praktis perencanaannya.
Kemudian pemecahan yang mungkin adalah pada waktu yang bersamaan mengambil
potret untuk proyek-proyek yang bersebelahan/didekatnya.

Proyek seluas 10.000 ha atau lebih biasanya didasarkan pada peta foto udara. Untuk
itu (jika dianggap perlu) akan dibuat foto udara yang baru, dengan skala foto
1:10.000.

Peta-peta yang dihasilkan dari pemetaan fotogrametri biasanya peta-peta foto; peta-
peta garis yang dihasilkan dari foto akan banyak kehilangan detail topografi.
Data, Pengukuran dan Penyelidikan untuk Perencanaan Irigasi 81

Peta-peta ortofoto dihasilkan untuk daerah-daerah dengan kemiringan tanah diatas


0,5%. Untuk daerah-daerah datar mosaik toto yang direktifikasi dan lebih murah,
dapat dipakai. Sudah menjadi kebiasaan umum untuk mendasarkan penentuan garis
kontur pada intepretasi pengukuran terestris. Pengukuran titik rincik ketinggian
terestris dengan pembuatan peta foto ini dilakukan dengan densitas yang lebih kecil
daripada yang diperlukan untuk pengukuran terestris penuh.

Bila peta itu dibuat dengan cara pemetaan ortofoto, pada umumnya skala peta diambil
1: 5000. Jika tidak, skala peta harus 1:2.000 agar peta tersebut dapat dipakai. untuk
tujuan-tujuan perencanaan tersier. Jika tidak, skala peta sebaiknya 1:2.000.
Persyaratan Teknis untuk Pengukuran Topografi (Bagian PT-02) dan Standar
Penggambaran (KP - 07) memberikan detail-detail yang lebih terinci.

Persyaratan untuk pembuatan peta topografi umum dirinci sebagai berikut:


- Potret bentuk tanah (landform), relief mikro dan bentuk fisik harus jelas : ini akan
langsung menentukan tata letak dan lokasi saluran irigasi, saluran pembuang dan
jalan.
- Ketelitian elevasi tanah:
Di daerah-daerah datar kemiringan saluran mungkin kurang dari 10 cm/km;
ketepatan dalam hal ketinggian adalah penting sekali karena hal ini akan
menunjukkan apakah suatu layanan irigasi dan pembuang yang memadai akan
dapat dicapai.

Di daerah yang bermedan curam layanan irigasi dan pembuang jarang merupakan
masalah relief mikro lokal adalah lebih penting daripada ketepatan ketinggian.

- interval garis kontur

 tanah datar < 2 % Interval 0,5 m


 tanah berombak dan randai/rolling 2-5% Interval 1,0 m
 berbukit-bukit 5 - 20% Interval 2,0 m
 bergunung-gunung > 20% Interval 5,0 m
82 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

- Ketelitian planimetris:
Identifikasi lapangan dilakukan relatif sampai titik yang sudah ditentukan di
lapangan dan ketepatan peta sekitar 1 mm dapat diterima.
- Jaringan irigasi dan pembuang:
Bila jaringan irigasi yang baru akan dibangun pada jaringan yang sudah ada, maka
jaringan lama ini juga harus ikut diukur.
- Beberapa titik di sungai pada lokasi bendung akan dicakup dalam pengukuran
topografi.
- Batas-batas administratif kecamatan dan desa akan digambar.
- Data-data dasar tanah seperti misalnya tipe medan, jenis utama vegetasi dan cara
pengolahan tanah, daerah-daerah berbatu singkapan, atau daerah-daerah yang
berpasir dan berbatu-batu akan dicatat.
- Jika peta-peta topografi yang dibuat juga akan dipakai untuk perencanaan tersier,
saluran-saluran kecil yang ada akan diukur pula.

4.3.2 Pengukuran Sungai dan Lokasi Bendung

Untuk perencanaan bangunan utama di sungai diperlukan informasi topografi


mendetail mengenai sungai dan lokasi bendung. Bersama-sama dengan pengukuran
untuk peta topografi umum, akan diukur pula beberapa titik di sungai. Hasil-hasilnya
akan digunakan dalam perencanaan pendahuluan jaringan irigasi.

Pengukuran ini mencakup unsur-unsur berikut :

- Peta bagian sungai dimana bangunan utama akan dibangun. Skala peta ini adalah
1: 2.000 atau lebih besar, yang meliput 1 km ke hulu dan 1 km ke hilir bangunan
utama dan melebar hingga 250 m ke masing-masing sisi sungai. Daerah bantaran
harus terliput semuanya. Kegiatan Pengukuran ini juga mencakup pembuatan peta
daerah rawan banjir. Peta itu harus dilengkapi dengan garis-garis kontur pada
interval 1,0 m, kecuali di dasar sungai dimana diperlukan garis-garis kontur pada
interval 0,50 m. Peta itu juga harus memuat batas-batas penting seperti batas-
Data, Pengukuran dan Penyelidikan untuk Perencanaan Irigasi 83

batas desa, sawah dan semua prasarananya. Disitu harus pula ditunjukkan tempat-
tempat titik tetap (benchmark) disekeliling daerah itu lengkap dengan koordinat
elevasinya.

- Potongan memanjang sungai dengan potongan melintang setiap 50 m. Panjang


potongan memanjang serta skala horisontalnya akan dibuat sama dengan untuk
peta sungai diatas skala vertikalnya 1:200 atau 1:500, bergantung kepada
kecuraman medan. Skala potongan melintangnya 1:200 horisontal dan 1:200
vertikal. Panjang potongan melintang adalah 50 m kemasing-masing sisi sungai.
Elevasinya akan diukur pada jarak maksimum 25 m atau untuk beda tinggi 0,25
m mana saja yang bisa dicapai lebih cepat.

- Pengukuran detail lokasi bendung yang sebenarnya harus dilakukan, yang


menghasilkan peta berskala 1: 200 atau 1: 500 untuk areal seluas kurang lebih 50
ha (1000 x 500 m²). Peta ini akan menunjukkan lokasi seluruh bagian bangunan
utama termasuk lokasi kantong pasir dan tanggul penutup. Peta ini akan
dilengkapi dengan titik rincik ketinggian dan garis-garis kontur setiap 0,25 rn.

Persyaratan penggambaran detail topografi adalah sama dengan penggambaran untuk


peta topografi umum seperti yang dirinci pada subbab 4.3.1.

Uraian yang lebih rinci diberikan pada bagian PT–02 Persyaratan Teknis untuk
Pengukuran Topografi, KP – 07 Standar Penggambaran dan KP – 02 Bangunan
Utama.

4.3.3 Pengukuran Trase Saluran

Setelah tata letak pendahuluan selesai (yang didasarkan dan digambarkan pada peta
topografi umum) trase saluran akan diukur dan, dipetakan pada peta baru. Pengukuran
ini merupakan dasar topografis untuk perencanaan potongan memanjang saluran.

Sebelum membuat konsep persyaratan (spesifikasi) pengukuran saluran, ahli irigasi


akan melakukan pengecekan lapangan, didampingi oleh ahli geodetik dan ahli
84 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

geoteknik. Tujuan pengecekan lapangan ini adalah menentukan lokasi yang tepat
untuk trase saluran dan bangunan-bangunan pelengkap.

Merancang persyaratan pengukuran akan menjadi tanggung jawab ahli irigasi lagi
karena dia sudah terbiasa dengan kepekaan dalam perencanaan pendahuluan dan
dialah yang tahu keadaan lapangan. Pengukuran trase saluran biasanya mencakup
jaringan irigasi maupun pembuang.

Pengukuran trase saluran (pengukuran strip) akan sebanyak mungkin mengikuti trase
saluran yang diusulkan pada tata letak pendahuluan. Pengukuran ini akan meliputi
jarak 75 m dari as saluran, atau bisa kurang dari itu, menurut petunjuk ahli irigasi.

Pengukuran dan pemetaan ini meliputi pembuatan :


- Peta trase saluran dengan skala 1:2.000 dengan garis-garis kontur pada interval
0,5 m untuk daerah datar, dan 1,0 m untuk tanah berbukit bukit;
- Profit memanjang dengan skala horisontal 1:2.000 dan skala vertikal 1:200 (atau
1: 100 untuk saluran-saluran kecil);
- Potongan melintang pada skala horisontal dan vertikal 1: 200 atau 1 : 100 untuk
saluran-saluran kecil pada interval 50 m pada ruas-ruas lurus dan 25 m pada
tikungan.

4.3.4 Pengukuran Lokasi Bangunan

Untuk lokasi-lokasi bangunan besar, seperti bangunan pembuang silang, diperlukan


peta lokasi detail. Skalanya adalah 1:100 dengan skala garis kontur 0,25 m.

4.4 Data Geologi Teknik

4.4.1 Tahap Studi

Pada tahap studi proyek data geologi teknik dikumpulkan untuk memperoleh
petunjuk mengenai keadaan geologi teknik yang dijumpai di proyek. Sebelum
dilakukan penyelidikan lokasi, semua informasi mengenai geologi permukaan dan
Data, Pengukuran dan Penyelidikan untuk Perencanaan Irigasi 85

tanah di daerah proyek dan sekitarnya akan dikumpulkan. Banyak informasi berharga
yang dapat diperoleh dari:
- Laporan-laporan dan peta-peta geologi daerah tersebut
- Hasil-hasil penyelidikan mekanika tanah untuk proyek-proyek didekatnya
- Foto-foto udara
- Peta-peta topografi. Termasuk foto-foto lama.

Khususnya dengan pengecekan foto udara yang diperkuat lagi dengan hasil-hasil
pemeriksaan tanah, maka akan diperoleh gambaran daerah itu, misalnya :
- Perubahan kemiringan
- Daerah yang pembuangnya jelek
- Batu singkapan
- Bekas-bekas tanah longsoran
- Sesar
- Perubahan tipe tanah
- Tanah tidak stabil
- Terdapatnya bangunan-bangunan buatan manusia
- Peninjauan lokasi akan lebih banyak memberikan informasi mengenai
Pengolahan tanah dan vegetasi yang ada sekarang
- Tanah-tanah yang strukturnya sulit (gambut berplastisitas tinggi) dan lempung
- Bukti-bukti tentang terjadinya erosi dan parit
- Terdapatnya batu-batu bongkah di permukaan
- Klasifikasi tanah dengan jalan melakukan pemboran tanah dengan tangan

Untuk pembuatan tata letak dan perencanaan saluran, adalah penting untuk
mengetahui hal-hal berikut:
- Batu singkapan
- Lempung tidak stabil berplastisitas tinggi
- Pasir dan kerikil
- Bahan-bahan galian yang cocok.
86 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

Dari hasil-hasil kunjungan pemeriksaan lokasi, diputuskanlah cocok tidaknya


pembuatan saluran tanpa pasangan. Uji lapangan dari contoh-contoh pemboran dan
sumuran uji akan dilakukan untuk mengetahui sifat -sifat tanah.

Lokasi bangunan utama akan diperiksa untuk menilai:


- Morfologi dan stabilitas sungai
- Stabilitas dasar sungai untuk pondasi
- Keadaan dasar sungai untuk pondasi
- Keadaan pondasi untuk tanggul banjir bahan-bahan galian untuk tanggul
- Kecocokan batu sebagai bahan bangunan
- Pengukuran dasar sungai
- Terdapatnya batu singkapan.

Yang disebut terakhir ini tidak hanya terbatas sampai pada bangunan utama saja,
tetapi harus dilakukan sampai hulu dan hilir dari lokasi ini.

Seluruh informasi akan dievaluasi dan dituangkan pada peta pendahuluan dengan
skala 1:50.000, atau lebih besar lagi.

Aspek-aspek geologi teknik dalam tahap studi pengenalan ditangani oleh ahli irigasi
yang berpengalaman. Hanya dalam pembuatan waduk atau bangunan-bangunan
utama yang besar yang melibatkan keadaan-keadaan geologi teknik yang kompleks
saja maka seorang ahli geologi diikut sertakan.

Ahli irigasi hendaknya cukup memiliki pengalaman yang memadai di bidang geologi
dan mekanika tanah untuk tujuan-tujuan teknik. Konsultasi dengan seorang ahli
geologi yang sudah berpengalaman sangat dianjurkan, terutama mengenai hal-hal
yang berkaitan dengan keadaan-keadaan geologi. Perumusan detail penyelidikan
geologi teknik akan didasarkan pada hasil-hasil studi pengenalan.
Data, Pengukuran dan Penyelidikan untuk Perencanaan Irigasi 87

4.4.2 Penyelidikan Detail

Pada tahap ini lokasi pekerjaan yang direncanakan ditentukan oleh perencanaan
pendahuluan. Perencanaan penyelidikan detail akan didasarkan pada peta geologi.
Kadang-kadang informasi tambahan mengenai tanah sudah bisa dikumpulkan dari
penelitian tanah pertanian. Pengamatan dari pengukuran topografi yang berkenaan
dengan batu singkapan, tata guna tanah dan bentuk topografi yang tidak teratur
(terjadinya parit-parit, longsoran) akan lebih memperjelas gambaran geologi teknik.

Penyelidikan geologi teknik detail memungkinkan dilakukannya evaluasi


karakteristik tanah dan batuan untuk parameter perencanaan bangunan seperti
disajikan pada Tabel 4-5.

Tabel 4-5. Karakreristik Perencanaan Tanah/Batuan


Bangunan Karakteristik Perencanaan Tanah/Batuan
a. Bendung atau bendung Daya dukung penurunan kemantapan terhadap bahaya
gerak, bendung karet, longsor kemantapan terhadap erosi bawah tanah/piping
bendung saringan bawah kelulusan daya tahan dasar terhadap erosi muka air
tanah
b. Bangunan di saluran Daya dukung kelulusan kemantapan terhadap erosi
bawah tanah
c. Galian saluran/timbunan Kemantapan lereng kelulusan permukaan saluran
tanggul karakteristik pemadatan
d. Tanggul banjir Kemantapan lereng penurunan pemadatan

Parameter-parameter yang menentukan sifat-sifat tanah tersebut didapat dari hasil-


hasil penyelidikan di lapangan dan di laboratorium. Pengetahuan tentang sifat-sifat
diatas diperlukan dari lapisan permukaan sampai lapisan bawah hingga kedalaman
tertentu, bergantung pada tipe bangunan.

Pada sumuran dan paritan uji, penyelidikan dapat dilakukan sampai pada kedalaman
tertentu tergantung pada kondisi geologi. Untuk penyelidikan lapisan tanah bawah
yang lebih dalam (lebih dari 5 m), akan diperlukan pemboran. Jumlah lubang bor
88 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

(jarak yang diperlukan) sangat bergantung pada keseragaman keadaan tanah dan
batuan.

Penyelidikan geologi teknik detail pada trase saluran yang direncanakan akan terdiri
dari sekurang-kurangnya satu titik (pemboran tanah atau pembuatan sumuran uji) per
km jika kondisi tanah tidak teratur. Petunjuk indikasi kualitas dari sifat-sifat batuan
dan tanah diperoleh dari bagan Klasifikasi Batuan dan Tanah. Cara ini akan cukup
memadai untuk konstruksi saluran biasa (gali/timbunan sampai 5,0 m) dan untuk
kondisi tanah pada umumnya. Untuk pembuatan bangunan-bangunan irigasi,
khususnya bangunan utama di sungai, diperlukan pengetahuan yang mendetail
mengenai parameter perencanaan geologi teknik demi tercapainya hasil perencanaan
yang aman dan ekonomis.

Dalam Bagian PT-03 Persyaratan Teknis untuk Penyelidikan Geoteknik dibedakan


penjelasan mendetail mengenai tata letak, ketentuan jarak dan kedalaman pemboran.
Kiranya dapat dimaklumi bahwa hanya harga persyaratan-persyaratan minimum saja
yang dapat dirinci. Bergantung kepada ketidakteraturan dan kompleksnya keadaan
tanah, diperlukan lebih banyak penyelidikan detail. Hal ini hanya dapat diputuskan di
lapangan oleh seorang ahli geologi teknik yang telah berpengetahuan banyak
mengenai tujuan-tujuan teknis dari penyelidikan ini. Peranan/kehadiran ahli demikian
ini sangat dibutuhkan selama penyelidikan berlangsung.

4.5 Bahan Bangunan


Bahan untuk bangunan-bangunan irigasi sebaiknya diusahakan dari sekitar tempat
pelaksanaan. Ahli bangunan membutuhkan informasi tersedianya bahan-bahan
berikut :
- Batu untuk pasangan, pasangan batu kosong dan batu keras untuk batu candi
- Pasir dan kerikil
- Bahan-bahan kedap air untuk tanggul banjir dan tanggul saluran
- Bahan filter.
Data, Pengukuran dan Penyelidikan untuk Perencanaan Irigasi 89

Pemeriksaan peta-peta, data-data geologi teknik, hasil-hasil pengukuran tanah dan


foto udara selama tahap studi akan memberikan informasi umum mengenai adanya
bahan-bahan bangunan yang cocok. Penyelidikan mengenai bahan-bahan ini
bersamaan waktu dengan dan merupakan bagian dari penyelidikan geologi teknik.

Selama pemeriksaan lokasi, khususnya pada lokasi bangunan utama, terdapatnya


bahan pasangan batu dan pasangan batu kosong yang cocok akan diselidiki.

Batu kali (batu pejal dan keras), bila cocok dan tersedia dalam jumlah yang cukup,
merupakan sumber umum bahan-bahan bangunan demikian. Apabila sumber ini tidak
mencukupi atau letaknya terlalu jauh dari tempat pelaksanaan, maka akan diusahakan
lokasi alternatif penggalian bahan. Untuk timbunan tanggul, biasanya bahannya digali
dari daerah di dekatnya. Untuk tujuan ini klasifikasi umum mengenai sifat-sifat teknik
tanah akan memberikan informasi yang cukup memadai pada tahap studi proyek.

Selama dilakukannya penyelidikan detail geologi teknik informasi tentang


jumlah/kuantitas yang dibutuhkan dan letak konstruksi harus sudah tersedia. Apabila
bahan timbunan untuk tanggul saluran yang diambil dari trase saluran ditolak. maka
secara khusus akan dilakukan pencarian daerah penggalian yang lain. Usaha ini akan
dipusatkan dalam radius 1 km dari tempat konstruksi. Penyelidikan ini dilakukan
dengan menggunakan bor tanah dan sumuran uji.

Daerah galian sebaiknya diusahakan yang sitat tanahnya homogen. Volume galian
yang ada harus paling tidak 1,5 kali volume timbunan yang diperlukan. Hasil
pengamatan sifat-sitat tanah akan merupakan dasar perencanaan detail. bahan
timbunan yang dipakai untuk konstruksi harus paling tidak pas atau lebih baik dari
sifat-sifat tanah ini.

Penyelidikan detail untuk pasangan batu pasangan batu kosong batu candi dan batu
kerikil akan dipusatkan pada endapan di dasar sungai dan batu singkapan. Endapan
sungai adalah yang paling umum diselidiki dan diketahui untuk mempelajari derajat
kekerasan dan gradasinya. Apabila diperlukan penggalian dan dibutuhkan suatu
90 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

jumlah yang besar maka survei identifikasi dan klasifikasi batuan harus diadakan
secara intensif. Yang penting adalah derajat kekerasan. Jumlah/kuantitas dan gradasi
setelah penggalian.

4.6 Penyelidikan Model Hidrolis

Perencanaan hidrolis bangunan utama dan bangunan irigasi didasarkan pada rumus-
rumus empiris. Untuk bangunan-bangunan di saluran dan tipe-tipe umum bangunan
utama, perilaku hidrolis saluran sudah cukup banyak diketahui. Perencanaan detail
dapat dengan aman didasarkan pada kriteria perencanaan seperti yang disajikan
dalam Bagian KP - 02 Bangunan Utama dan KP - 04 Bangunan.

Apabila keadaan sungai ternyata lebih kompleks, maka dianjurkan untuk mengecek
perilaku hidrolis bangunan dengan menggunakan model. Rencana pendahuluan
bangunan yang akan diselidiki didasarkan pada KP - 02 Bangunan Utama. Buku ini
juga menguraikan situasi dimana dianjurkan dilakukannya penyelidikan model
hidrolis.

Ruang lingkup pekerjaan penyelidikan model biasanya juga meliputi tinjauan dan
evaluasi data-data dasar yang dipakai untuk perencanaan pendahuluan (lihat Bagian
PT-04, Persyaratan Teknis untuk Penyelidikan Model Hidrolis). Perencanaan
pendahuluan itu sendiri juga dibicarakan dengan perencana.

Model hidrolis biasanya dibuat sampai skala 1 : 33,3 dengan dasar tetap di hulu dan
dasar gerak di hilir bangunan utama. Akan tetapi, skala model bergantung kepada
ukuran bangunan. Model pertama dipakai untuk mengecek. kemiripan hidrolis antara
model dan prototip tanpa adanya bangunan untuk tujuan ini grafik lengkung debit
akan diverifikasi. Penyelidikan model berikutnya dengan menggunakan bangunan
dimaksudkan untuk:
- Mengecek efisiensi dan berfungsinya perencanaan bangunan;
- Memperbaiki tata letak dan penampilan kerja (performance) hidrolis bangunan
utama dan komponen-komponennya.
Data, Pengukuran dan Penyelidikan untuk Perencanaan Irigasi 91

- Memodifikasi perencanaan pendahuluan, jika perlu.


- Penyelidikan model hidrolis akan menunjukkan:
- Pola aliran di sungai disebelah hulu dan hilir bangunan;
- Formasi dasar sungai dan angkutan sedimen di sungai dan kedalam
- Jaringan saluran;
- Penggerusan lokal di sungai disebelah hilir dan hulu bangunan utama.

Perlu dicatat bahwa sejauh berkenaan dengan angkutan sedimen, degradasi dan
penggerusan lokal, hanya indikasi kualitatif dapat diperoleh dari penyelidikan model.
Seorang ahli hidrolika (yang berpengalaman) yang bertanggung jawab melakukan
penyelidikan model hidrolis akan dapat memberikan, rekomendasi yang jelas
mengenai modifikasi perencanaan pendahulu. Penyelidikan terhadap hasil-hasil
modifikasi ini biasanya akan merupakan bagian dari penyelidikan model hidrolis.

Laporan mengenai penyelidikan-penyelidikan itu yang dibuat oleh laboratorium


hidrolika yang memuat uraian lengkap mengenai seluruh kegiatan penyelidikan,
rekomendasi untuk modifikasi rencana dan penjelasan mengenai perilaku hidrolis
bangunan yang diusulkan. Laporan tersebut disertai dengan catatan/rekaman foto dari
hasil-hasil penyelidikan tersebut.

4.7 Tanah Pertanian

Penyelidikan tanah dalam tahap studi hanya akan meliputi kegiatan-kegiatan


pemeriksaan lapangan dan penyelidikan di laboratorium. Lokasi akan dipilih
berdasarkan peta-peta geologi dan peta-peta daerah yang sudah tersedia (seandainya
ada). Densitas pengukuran pada tahap Studi Pengenalan adalah satu kali pengamatan
per 200 ha sampai 500 ha.

Untuk kegiatan studi kelayakan dan perencanaan pendahuluan, penyelidikan tanah


akan dilakukan setengah terinci. Karena pengaruhnya terhadap laju perembesan dan
perkolasi, penentuan tekstur dan struktur tanah merupakan faktor kunci. Untuk ini
diperlukan pemetaan. Kesuburan tanah merupakan hal yang vital untuk padi irigasi.
92 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

Peta-peta yang dibutuhkan untuk pengukuran ini adalah:


- Foto udara dengan skala 1:25.000 atau lebih untuk interpretasi foto dan pemetaan
lapangan
- Peta-peta topografi dengan skala dan interval garis-garis tinggi yang sesuai dengan
bentuk tanah.
Untuk pengukuran tanah semi detail yang diperlukan, dilakukan satu pengamatan
tanah tiap 25 ha sampai 50 ha. Dari lapisan tanah atas setebal 1 m, perlu diketahui
data-data berikut:
- Warna
- Tekstur
- Struktur
- Tingkat kelembaban
- Kemiringan tanah
- Tata guna tanah dan bentuk permukaan tanah
- Kedalaman muka air tanah yang kurang dari 2 m.

Sebanyak kurang lebih 10% dari seluruh lokasi yang diamati, digali paritan sedalam
1,5 m dan kondisi tanah dijelaskan secara terinci. Dari paritan-paritan tersebut
diambil contoh tanah untuk diselidiki di laboratorium. Penyelidikan perkolasi
dilakukan di lokasi paritan.

Peta tanah menunjukkan distribusi kelompok-kelompok tekstur tanah sebagai


berikut :
- Tanah sangat ringan: pasir, pasir kerikilan, pasir geluhan
- Tanah ringan: geluh pasiran, geluh pasiran berat, geluh
- Tanah sedang: geluh, geluh berat, geluh lanau, geluh lempung pasiran, geluh
lempung
- Tanah berat geluh lempung lanauan berat, lempung.

Klasifikasi kemampuan tanah dilakukan berdasarkan data-data tanah, kemiringan dan


pembuang. Tanah bisa diklasifikasi menurut kelas-kelas kecocokan tanah FAO untuk
Data, Pengukuran dan Penyelidikan untuk Perencanaan Irigasi 93

tanaman padi dan palawija (jagung, kacang tanah atau jenis lainnya yang lebih
disukai di daerah yang bersangkutan). Kriteria standarnya dapat ditemukan di Balai
Penelitian Tanah di Bogor. Bila ada keragu-raguan, sebaiknya mintalah nasihat dari
seorang ahli tanah, dan hasil-hasil pengukuran dicek kembali dengan seksama.

Peta tanah dan kemampuan tanah yang dihasilkan akan memberikan keterangan
kuantitatif mengenal kecocokan tanah untuk pola tanam. Keputusan mengenai
daerah-daerah yang bisa diairi, pemilihan jenis tanaman, metode pengolahan
tanaman, kebutuhan air tanaman, kesuburan tanah dan panenan akan dibuat
berdasarkan hasil-hasil penelitian tanah.

Biasanya penyelidikan tanah semi detail sudah cukup untuk menetapkan rencana
pertanian akhir dan perencanaan akhir skema irigasi. Akan tetapi, jika kondisi tanah
irigasi pertanian ternyata tidak teratur (daerah cocok dan tidak cocok berselang-
seling), maka mungkin diperlukan penyelidikan tanah secara mendetail, dengan
mengamati satu lokasi tiap 5 ha sampai 15 ha.
94 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi
Perekayasaan 95

5. BAB V
PEREKAYASAAN

5.1 Taraf-Taraf Perencanaan

Perekayasaan (engineering design) untuk persiapan proyek irigasi dibagi menjadi 3


taraf, yaitu:
(1) Perencanaan garis besar dari Tahap Studi
(2) Perencanaan pendahuluan dari Tahap Perencanaan atau Studi Kelayakan
(3) Perencanaan akhir dari Tahap Perencanaan.

Perekayasaan yang dibicarakan dalam bab ini hanya berkenaan dengan perencanaan
jaringan utama saja. Perencanaan petak tersier akan dilakukan kemudian, berdasarkan
gambaran batas-batas tersier serta tinggi muka air rencana dari perencanaan jaringan
utama.

Dalam subbab 5.1.1 sampai 5.1.3 akan dibicarakan ketiga tahap perekayasaan untuk
jaringan utama yang telah disebutkan diatas.

Pasal-pasal berikut akan membicarakan perencanaan berbagai unsur jaringan irigasi.


Pertimbangan-pertimbangan perencanaan yang umumnya berlaku untuk seluruh tahap
perencanaan diketengahkan disini.

5.1.1 Perencanaan Garis Besar

Perencanaan garis besar atau perencanaan dasar bertujuan memberikan dasar atau
garis besar pengembangan pembangunan multisektor dari segi teknis. Hasilnya adalah
Rencana Induk Pengembangan Irigasi sebagai bagian Rencana Induk Pengelolaan
Sumber Daya Air Wilayah Sungai yang merupakan bagian dari RTRW Wilayah.
Perencanaan ini adalah hasil akhir Studi Pengenalan (jika tidak dilakukan Studi
Kelayakan) dilanjutkan pada Perencanaan Pendahuluan dan pada umumnya
didasarkan pada informasi topografi yang ada. Skala peta boleh dibuat 1:25.000 atau
96 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

lebih besar lagi. Tidak dilakukan pengukuran topografi untuk menunjang perencanaan
garis besar ini. Yang dijadikan dasar adalah peta-peta yang sudah ada.

Perencanaan garis besar akan menghasilkan sketsa tata letak yang menggambarkan
perkiraan batas-batas daerah irigasi dan rencana tata letak saluran. Informasi
mengenai garis-garis kontur bisa memberikan petunjuk tentang kemiringan tanah di
sepanjang trase saluran. Bangunan-bangunan utama sudah dapat ditunjukkan pada
sketsa tata letak. Pembuatan pembuang silang akan mendapat perhatian khusus.

Dalam tahap studi diambil keputusan sementara mengenai tipe dan perkiraan lokasi
bangunan-bangunan utama. Juga tipe saluran irigasi, saluran tanah atau pasangan,
akan diputuskan sementara.

Tinjauan mengenai keadaan geologi dan tanah akan memberikan pengetahuan yang
lebih mendalam mengenai keadaan-keadaan geologi teknik yang diharapkan.
Terdapatnya batu dalam jumlah cukup akan memberi pertanda bahwa mungkin bisa
direncanakan bangunan yang memakai bahan pasangan batu. Jika tidak, akan
diperlukan konstruksi yang diperkuat dengan beton.

Persyaratan survei untuk pembuatan peta topografi ditentukan atas dasar sketsa tata
letak.

5.1.2 Perencanaan Pendahuluan

Tujuan yang akan dicapai dalam tahap perencanaan pendahuluan adalah untuk
menentukan lokasi dan ketinggian bangunan utama, saluran irigasi dan pembuang,
bangunan serta daerah layanan pada taraf pendahuluan. Dari hasil perencanaan
pendahuluan akan memungkinkan dirumuskannya secara tepat pengukuran dan
penyelidikan detail yang diperlukan untuk perencanaan detail.

Perencanaan pendahuluan disajikan dalam bentuk laporan perencanaan pendahulan


dari tata letak yang sudah ditetapkan. Laporan tersebut berisi gambar-gambar
perencanaan pendahuluan yang menunjukkan perkiraan dimensi bangunan-bangunan
Perekayasaan 97

irigasi dan tata letaknya. Laporan ini serupa/mirip dengan laporan perencanaan akhir
dan menunjukkan dasar pembenaran rancangan irigasi pendahuluan serta menegaskan
keandalan data-data yang dijadikan dasar. Uraian lengkap mengenai persyaratan
perencanaan pendahuluan diberikan dalam Bagian PT - 01, Persyaratan Teknis untuk
Perencanaan Jaringan Irigasi.

Walaupun tahap ini disebut "tahap perencanaan pendahuluan", namun harus


dimengerti bahwa hasil-hasilnya harus diusahakan tepat dan sepraktis mungkin.
Seluruh informasi yang ada harus diolah dengan cermat dan dipakai dengan sebaik-
baiknya. Usaha yang sungguh-sungguh dalam taraf pendahuluan ini akan
menghasilkan perencanaan akhir yang bagus, perencanaan pendahuluan yang jelek
akan sulit diperbaiki dalam tahap perencanaan akhir.

Perencanaan pendahuluan dimulai dengan tinjauan mengenai kesimpulan yang


dihasilkan oleh Tahap Studi dalam tinjauan ini informasi mengenai peta topografi dan
kemampuan tanah digabungkan. Kesahihan kesimpulan-kesimpulan yang sudah
ditarik sebelumnya akan diperiksa lagi.

Hal-hal yang harus diperhatikan antara lain ialah:


- konfigurasi/gambar tata letak dicek lagi dengan peta topografi yang baru;
- lokasi bangunan utama dengan memperhatikan tinggi pengambilan dan peta
situasi yang diperlukan;
- tipe-tipe saluran irigasi, saluran tanah atau pasangan. dengan memperhatikan
keadaan-keadaan tanah yang dijumpai;
- kecocokan daerah yang bersangkutan untuk irigasi pertanian; batas-batas
administratif;
- konsultasi dengan lembaga pemerintahan desa dan petani disepanjang trase
saluran dan batas-batas daerah irigasi;
- jaringan irigasi yang ada;
- perkampungan penduduk dan tanah-tanah lain yang tidak bisa diairi seperti yang
ditunjukkan pada peta topografi;
98 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

- keadaan pembuang dan dibutuhkan/tidaknya pembuang silang


- perhitungan neraca air dengan data-data daerah irigasi dan kebutuhan air irigasi
yang lebih tepat;
- pemilihan tipe-tipe bangunan dan bahan-bahan bangunan.

Pengecekan lapangan secara intensif diperlukan untuk membereskan hal-hal yang


disebutkan diatas. Lokasi bangunan-bangunan penting dan trase saluran harus
dikenali di lapangan. Pengecekan ini harus didasarkan pada hasil pengukuran trase
elevasi saluran.

Hasil-hasil pengukuran ini akan dicek di lapangan oleh ahli irigasi didampingi oleh
ahli geoteknik dan ahli topografi. Pengecekan ini bertujuan untuk memastikan
ketelitian garis tinggi dan akan menghasilkan tata letak akhir (definitif) jaringan itu.

Perencanaan pendahuluan diselesaikan dengan rumusan-rumusan terinci mengenai


pengukuran dan penyelidikan yang akan dilaksanakan untuk pekerjaan perencanaan
akhir. Ini berkenaan dengan:
- Pengukuran trase saluran
- Pengukuran lokasi bangunan-bangunan khusus
- Penyelidikan geologi teknik untuk bangunan utama, bangunan dan saluran
- Penyelidikan model hidrolis

Perencanaan pendahuluan dibuat mengikuti suatu proses atau langkah-langkah urut


yang akan diuraikan dalam pasal-pasal berikut. Akan tetapi, sama halnya dengan
banyak kegiatan-kegiatan perencanaan yang lain, membuat perencanaan pendahuluan
dalam irigasi merupakan suatu proses yang berulang-ulang. Hasil tiap langkah
perencanaan harus dicek dengan asumsi-asumsi semula. Misalnya, mula-mula sudah
dipikirkan untuk mengairi suatu daerah secara keseluruhan, tetapi terbentur oleh
kenyataan bahwa hal ini memerlukan jaringan utama yang terlalu tinggi dan
memerlukan biaya yang teramat tinggi pula akibatnya mungkin lebih baik untuk
Perekayasaan 99

menyisihkan saja daerah-daerah yang lebih tinggi dari jangkauan irigasi (dengan
gravitasi) dan/atau memindahkan trase saluran.

Jika kita harus menentukan pilihan dari beberapa alternatif, maka alternatif-alternatif
itu harus dicantumkan dalam laporan perencanaan pendahuluan.

Contoh yang sudah diberikan tadi sebenarnya umum dalam perencanaan irigasi dan
menunjukkan hasil-hasil yang diperoleh menjadi tujuan tahap perencanaan
pendahuluan. Perumusan dan penemuan cara untuk memecahkan suatu masalah
dengan baik akan sangat bergantung pada pengalaman dan ketepatan penilaian dari
ahli irigasi. Dalam keadaan tertentu penilaian bisa dianggap memadai; dalam keadaan
lain mungkin masih harus dipikirkan cara pemecahan alternatif dan harus
mempertimbangkan unsur-unsur lain sebelum bisa diputuskan dicapainya pemecahan-
pemecahan "terbaik".

Agar dapat dicapai pemecahan yang "terbaik", ada satu hal yang harus selalu diingat,
yaitu bahwa keputusan-keputusan yang besar/penting harus didahulukan, baru
kemudian diambil keputusan-keputusan kecil berikutnya. Itulah sebabnya maka
dalam membuat perencanaan pendahuluan, Perencana tidak boleh terjebak dalam hal-
hal teknis yang kurang penting. Pemecahan terhadap masalah ini hendaknya ditunda
dahulu. Pertama-tama seluruh gambaran perencanaan jaringan utama dengan lokasi
dan perkiraan elevasi pengambilan pada bangunan utama harus ditentukan.

5.1.3 Perencanaan Akhir

Pembuatan rencana akhir merupakan taraf akhir dalam perekayasaan teknik sipil
jaringan irigasi. Pada tahap ini gambar-gambar tata letak, saluran dan bangunan akan
dibuat menjadi detail yang sudah jadi atau detail akhir.

Pada permulaan tahap perencanaan akhir, hasil-hasil pengukuran dan penyelidikan


terdahulu akan ditinjau kembali (lihat subbab 4.3.3). Perencanaan pendahuluan akan
dicek dengan hasil-hasil pengukuran trase saluran. As dan tinggi muka air saluran
100 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

akan dipastikan. Apabila peta garis tinggi tidak terlalu banyak menyimpang dari
hasil-hasil pengukuran saluran, maka hanya diperlukan penyesuaian-penyesuaian
kecil terhadap tata letak dan trase saluran.

Sebelum selesainya peta tata letak, ahli irigasi akan memeriksa semua trase saluran,
lokasi bangunan utama dan bangunan-bangunan besar di lapangan. Seluruh keadaan
fisik harus diketahuinya.

Jika tata letak dan ketinggian sudah jadi/final, maka perhitungan perencanaan detail
saluran dan bangunan akan segera diselesaikan bersama-sama dengan semua
pekerjaan gambar yang berhubungan.

Perencanaan detail bangunan utama akan dilakukan segera sesudah tinggi


pengambilan dan debit rencana akan ditentukan. Hasil-hasil penyelidikan geologi
teknik dan penyelidikan dengan model akan mendukung perencanaan bangunan
utama.

Hasil perencanaan akhir akan disajikan sebagai laporan perencanaan sesuai dengan
tata letak dan ukuran-ukuran standar yang telah ditentukan. Laporan tersebut berisi
perencanaan akhir yang dituangkan dalam bentuk gambar-gambar tata letak, saluran
dan bangunan yang dibuat secara detail Laporan ini mencakup hal-hal sebagai
berikut.
- Uraian Mengenai Tata Letak Usulan
- Dasar Pembenaran Hasil Perencanaan yang Diusulkan)
- Dasar Pembenaran Banjir Rencana dan Debit Rencana yang Dipakai)
- Basis Data dan Hasil-Hasil Pengukuran dan Penyelidikan
- Kebutuhan Pembebasan Tanah
- Rincian Rencana Anggaran (Bill of Quantities) serta Perkiraan Biaya


)termasuk pertimbangan-pertimbangan alternatif (jika ada)
Perekayasaan 101

- Metode-Metode Pelaksanaan untuk Bangunan-Bangunan Khusus


- Dokumen Tender.

Terlepas dari dasar pembenaran perencanaan, laporan perencanaan itu harus memuat
informasi yang digunakan untuk perancangan pekerjaan-pekerjaan konstruksi,
termasuk rintangan-rintangan dalam pelaksanaan, persyaratan dan hambatan-
hambatan eksploitasi jaringan irigasi tersebut.

5.2 Penghitungan Neraca Air

Penghitungan neraca air dilakukan untuk mengecek apakah air yang tersedia cukup
memadai untuk memenuhi kebutuhan air irigasi di proyek yang bersangkutan.
Perhitungan didasarkan pada periode mingguan atau tengah bulanan.
Dibedakan adanya tiga unsur pokok :
- Tersedianya Air,
- Kebutuhan Air dan
- Neraca Air.

Perhitungan pendahuluan neraca air dibuat pada tahap studi proyek. Pada taraf
perencanaan pendahuluan ahli irigasi akan meninjau dasar-dasar perhitungan ini. Jika
dipandang perlu akan diputuskan mengenai pengumpulan data-data tambahan,
inspeksi dan uji lapangan. Ahli irigasi harus yakin akan keandalan data-data tersebut.

Perhitungan neraca air akan sampai pada kesimpulan mengenai :


- Pola tanam akhir yang akan dipakai untuk jaringan irigasi yang sedang direncakan
dan
- Penggambaran akhir daerah proyek irigasi.

Tabel 5-1. menyajikan berbagai unsur penghitungan neraca air yang akan
dibicarakan secara singkat dibawah ini :
102 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

Tabel 5-1. Perhitungan Neraca Air


Bidang Parameter Referensi Neraca air Kesimpulan
Hidrologi Debit andalan Subbab Debit minimum
4.2.5 mingguan atau per
setengah bulan
periode 5 tahun
kering pada
bangunan utama

Meteorologi Evapotranspirasi Bab IV dan


curah hujan efektif Lampiran 2 - Jatah debit/kebutuhan

Tanah Pola tanah koefisien Lampiran 2 - Luas daerah irigasi


Agronomi tanaman Kebutuhan bersih - Pola tanam
Perkolasi kebutuhan irigasi dalam
l/dt.ha di sawah - Pengaturan rotasi
penyimpanan lahan

Jaringan Efisiensi irigasi rotasi Lampiran 2


irigasi
Topografi Daerah layanan Daerah yang
berpotensi untuk
diairi

5.2.1 Tersedianya Air

Analisis debit sungai dan penentuan debit andalan dibicarakan dalam subbab 4.2.
Debit andalan didefinisikan sebagai debit minimum rata-rata mingguan atau tengah-
bulanan. Debit minimum rata-rata mingguan atau tengah-bulanan ini didasarkan pada
debit mingguan atau tengah bulanan rata-rata untuk kemungkinan tidak terpenuhi
20%. Debit andalan yang dihitung dengan cara ini tidak sepenuhnya dapat dipakai
untuk irigasi karena aliran sungai yang dielakkan mungkin bervariasi sekitar harga
rata-rata mingguan atau tengah-bulanan; dengan debit puncak kecil mengalir diatas
bendung. Sebagai harga praktis dapat diandaikan kehilangan 10%. Hasil analisis
variasi dalam jangka waktu mingguan atau tengah bulanan dan pengaruhnya terhadap
pengambilan yang direncanakan akan memberikan angka yang lebih tepat.

Untuk proyek-proyek irigasi yang besar dimana selalu tersedia data-data debit harian,
harus dipertimbangkan studi simulasi.
Perekayasaan 103

Pengamatan di bagian hilir dapat lebih membantu memastikan debit minimum hilir
yang harus dijaga. Para pengguna air irigasi di daerah hilir harus sudah diketahui pada
tahap studi. Hal ini akan dicek lagi pada tahap perencanaan. Kebutuhan mereka akan
air irigasi akan disesuaikan dengan perhitungandebit dan waktu. Juga di daerah irigasi
air mungkin saja dipakai untuk keperluan selain irigasi.

5.2.2 Kebutuhan Air

Disini dibedakan tiga bidang utama seperti yang dirinci pada Tabel 5-1, bidang-
bidang yang dimaksud adalah:
- Meteorologi
- Agronomi dan tanah serta
- Jaringan irigasi

Dalam memperhitungkan kebutuhan air harus dipertimbangkan kebutuhan untuk


domestik dan industri.

Ada berbagai unsur yang akan dibicarakan secara singkat dibawah ini. Lampiran 2
menyajikan uraian yang lebih terinci dengan contoh-contoh.

a. Evaporasi

Subbab 4.2 menguraikan cara penentuan evaporasi dan merinci data-data yang
dibutuhkan.

b. Curah hujan efektif

Untuk irigasi tanaman padi, curah hujan efektif tengah-bulanan diambil 70% dari
curah hujan rata-rata mingguan atau tengah-bulanan dengan kemungkinan tidak
terpenuhi 20% (selanjutnya lihat subbab 4.2).

Untuk proyek-proyek irigasi besar dimana tersedia data-data curah hujan harian,
hendaknya dipertimbangkan studi simulasi. Hal ini akan mengarah pada diperolehnya
kriteria yang lebih mendetail.
104 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

c. Pola tanam

Pola tanam seperti yang diusulkan dalam Tahap Studi akan ditinjau dengan
memperhatikan kemampuan tanah menurut hasil-hasil survei. Jika perlu akan
diadakan penyesuaian-penyesuaian.

d. Koefisien tanaman

Koefisien tanaman diberikan untuk menghubungkan evapotranspirasi (ET o) dengan


evapotranspirasi tanaman acuan (ETtanaman) dan dipakai dalam rumus Penman.
Koefisien yang dipakai harus didasarkan pada pengalaman yang terus menerus
proyek irigasi di daerah itu. Dalam Lampiran 2 diberikan harga-harga yang
dianjurkan pemakaiannya.

e. Perkolasi dan rembesan

Laju perkolasi sangat tergantung pada sifat-sifat tanah. Data-data mengenai perkolasi
akan diperoleh dari penelitian kemampuan tanah. Tes kelulusan tanah akan
merupakan bagian dari penyelidikan ini.

Apabila padi sudah ditanam di daerah proyek, maka pengukuran laju perkolasi dapat
dilakukan langsung di sawah. Laju perkolasi normal pada tanah lempung sesudah
dilakukan penggenangan berkisar antara 1 mm/hr sampai 3 mm/hr. Di daerah-daerah
miring perembesan dari sawah ke sawah dapat mengakibatkan banyak kehilangan air.
Di daerah-daerah dengan kemiringan diatas 5%, paling tidak akan terjadi kehilangan
5 mm/hari akibat perkolasi dan rembesan.

f. Penyiapan lahan

Untuk petak tersier, jangka waktu yang dianjurkan untuk penyiapan lahan adalah 1,5
bulan. Bila penyiapan lahan terutama dilakukan dengan peralatan mesin, jangka
waktu satu bulan dapat dipertimbangkan.
Perekayasaan 105

Kebutuhan air untuk pengolahan lahan sawah (puddling) bisa diambil 200 mm. Ini
meliputi penjenuhan (presaturation) dan penggenangan sawah; pada awal
transplantasi akan ditambahkan lapisan air 50 mm lagi.

Angka 200 mm diatas mengandaikan bahwa tanah itu "bertekstur berat, cocok
digenangi dan bahwa lahan itu belum berair (tidak ditanami) selama lebih dari 2,5
bulan. Jika tanah itu dibiarkan berair lebih lama lagi, ambillah 250 mm sebagai
kebutuhan air untuk penyiapan lahan. Kebutuhan air untuk penyiapan lahan termasuk
kebutuhan air untuk persemaian.

g. Efisiensi Irigasi

h. Rotasi/Golongan

5.2.3 Neraca Air

Dalam perhitungan neraca air, kebutuhan pengambilan yang dihasilkannya untuk pola
tanam yang dipakai akan dibandingkan dengan. debit andalan untuk tiap setengah
bulan dan luas daerah yang bisa diairi. Apabila debit sungai melimpah, maka luas
daerah proyek irigasi adalah tetap karena luas maksinum daerah layanan (command
area) dan proyek akan direncanakan sesuai dengan pola tanam yang dipakai. Bila
debit sungai tidak berlimpah dan kadang-kadang terjadi kekurangan debit maka ada 3
pilihan yang bisa dipertimbangkan:

- luas daerah irigasi dikurangi:

bagian-bagian tertentu dari daerah yang bisa diairi (luas maksimum daerah
layanan) tidak akan diairi

- melakukan modifikasi dalam pola tanam:

dapat diadakan perubahan dalam pemilihan tanaman atau tanggal tanam untuk
mengurangi kebutuhan air irigasi di sawah (l/dt/ha) agar ada kemungkinan untuk
mengairi areal yang lebih luas dengan debit yang tersedia.
106 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

- rotasi teknis golongan:

untuk mengurangi kebutuhan puncak air irigasi. Rotasi teknis atau golongan
mengakibatkan eksploitasi yang lebih kompleks dan dianjurkan hanya untuk
proyek irigasi yang luasnya sekitar 10.000 ha atau lebih. Untuk penjelasan lebih
lanjut, lihat Lampiran 2

Kebutuhan air yang dihitung untuk minum, budidaya ikan, industri akan meliputi
kebutuhan-kebutuhan air untuk minum, budidaya ikan, keperluan rumah tangga,
pertanian dan industri.

5.3 Tata Letak

5.3.1 Taraf Perencanaan Pendahuluan

Tata letak pendahuluan menunjukkan:


- Lokasi bangunan utama
- Trase jaringan irigasi dan pembuang
- Batas-batas dan perkiraan luas (dalam ha) jaringan irigasi dengan petak-petak
primer, sekunder dan tersier serta daerah-daerah yang tidak bisa diairi.
- Bangunan-bangunan utama jaringan irigasi dan pembuang lengkap dengan fungsi
dan tipenya.
- Konstruksi lindungan terhadap banjir, dan tanggul
- Jaringan jalan dengan bangunan-bangunannya

Untuk pembuatan tata letak pendahuluan akan digunakan peta topografi dengan skala
1:25.000 dan 1:5.000. Peta dengan skala ini cukup untuk memperlihatkan keadaan-
keadaan medan agar dapat ditarik interpretasi yang tepat mengenai sifat-sifat utama
medan tersebut. Garis-garis kontur harus ditunjukkan dalam peta ini dengan interval
0,50 m untuk daerah-daerah datar dan 1,00 m untuk daerah-daerah dengan
kemiringan medan lebih dari 2%.
Perekayasaan 107

Peta topografi merupakan dasar untuk memeriksa, menambah dan memperbesar


detail-detail topografi yang relevan seperti:

- Sungai-sungai dan jaringan pembuang alamiah dengan identifikasi batas-batas


daerah aliran sungai; aspek ini tidak hanya terbatas sampai pada daerah irigasi
saja, tetapi sampai pada daerah aliran sungai seluruhnya (akan digunakan peta
dengan skala yang lebih kecil);

- Identifikasi punggung medan (berikutnya dengan hal diatas) dan kemiringan


medan utama di daerah irigasi;

- Batas-batas administratif desa, kecamatan, kabupaten dan sebagainya batas-batas


desa akan sangat penting artinya untuk penentuan batas-batas petak tersier; batas-
batas kecamatan dan kebupaten penting untuk menentukan letak administratif
proyek dan pengaturan kelembagaan nantinya;

- Daerah pedesaan dan daerah-daerah yang dicadangkan untuk perluasan desa serta
kebutuhan air di pedesaan;

- Tata guna tanah yang sudah ada serta tanah-tanah yang tidak bisa diolah, juga
diidentifikasi pada peta kemampuan tanah;

- Jaringan irigasi yang ada dengan trase saluran; bangunan-bangunan tetap dan
daerah-daerah layanan;

- Jaringan jalan dengan klasifikasinya, termasuk lebar, bahan perkerasan, ketinggian


dan bangunan-bangunan tetapnya;

- Trase, jalan kereta api, ketinggian dan bangunan-bangunan tetapnya; lokasi


kuburan, akan dihindari dalam perencanaan trase; daerah-daerah yang dipakai
untuk industri dan bangunan-bangunan tetap/permanen;

- Daerah-daerah hutan dan perhutanan yang tidak akan dicakup dalam proyek
irigasi;
108 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

- Daerah-daerah persawahan, daerah tinggi dan rawa-rawa; tambak ikan dan tambak
garam.

Keadaan utama fisik medan seperti sungai, anak sungai dan pola-pola pembuang
alamiah harus dianggap sebagai batas proyek irigasi atau batas dari sebagian proyek
itu. Langkah pertama dalam perencanaan tata letak adalah penentuan petak-petak
sekunder. Saluran sekunder direncana pada punggung medan (ridge) atau, jika tidak
terdapat punggung medan yang jelas, kurang lebih diantara saluran-saluran pembuang
yang berbatasan. Jalan-jalan besar kereta api atau jalan-jalan raya boleh dianggap
sebagai batas-batas petak tersier.

Segera setelah batas-batas petak sekunder itu ditetapkan, diadakanlah pembagian


petak-petak tersier pendahuluan. Kriteria mengenai ukuran dan bentuk petak-petak
tersier, seperti yang disinggung dalam Bab 2, hendaknya diikuti sebanyak mungkin
dengan tetap memperhitungkan keadaan-keadaan khusus topografi di masing-masing
petak sekunder. Luas total daerah irigasi akan diplanimetri berdasarkan definisi
daerah yang diberikan dalam Bab 2. Luas bersih daerah irigasi akan diambil 90% dari
daerah irigasi total.

Berdasarkan pada peta tata letak, lokasi dan tipe-tipe bangunan akan dipastikan.
Bangunan-bangunan lindung seperti pelimpah dan pembuang silang harus mendapat
perhatian khusus. Bangunan-bangunan dan pemakaiannya didaftar dalam Bab 2 dan
uraiannya diberikan didalam Bagian KP - 04 Bangunan.

Tata letak pendahuluan yang dibuat seperti diterangkan diatas akan berfungsi sebagai
dasar untuk perencanaan pendahuluan saluran. Penyesuaian tata letak sering
diperlukan untuk mendapatkan hasil perencanaan saluran yang lebih baik (lebih
ekonomis). Sebelum diperoleh tata letak pendahuluan yang terbaik, akan ditinjau tata
letak alternatif.

Trase saluran yang ditunjukkan pada tata letak ini akan diukur dan diberi patok di
lapangan. Ini menghasilkan trase dan potongan melintang dengan elevasi-elevasinya,
Perekayasaan 109

yang selanjutnya akan digunakan untuk mengecek keadaan trase fisik di lapangan
(ahli irigasi bersama-sama dengan ahli geodesi dan ahli geoteknik) dan untuk
memantapkan ketelitian peta topografi dasar. Jika semua sudah selesai, dapat
disiapkan tata letak akhir.

5.3.2 Taraf Perencanaan Akhir

Dalam perencanaan akhir tata letak pendahuluan akan ditinjau berdasarkan data-data
baru topografi dan geologi teknik dari hasil pengukuran trase saluran. Perlu tidaknya
diadakan modifikasi akan tergantung pada perbedaan-perbedaan yang ditemukan
antara peta trase saluran dan peta topografi, yang akan dicetak di lapangan (lihat
subbab 4.3.3).

Angka-angka akhir dan peta tata letak akhir untuk daerah irigasi lalu ditetapkan dan
kebutuhan pengambilan juga ditentukan. Lokasi dan ketinggian akhir pengambilan di
bangunan utama akan diputuskan bersama-sama dalam perencanaan bangunan utama.

5.4 Perencanaan Saluran

5.4.1 Perencanaan Pendahuluan

Rencana pendahuluan untuk saluran irigasi menunjukkan:


- Trase pada peta tata letak pendahuluan
- Ketinggian tanah pada trase
- Lokasi bangunan sadap tersier dan sekunder dengan tinggi air yang dibutuhkan
disebelah hilir bangunan sadap
- Bangunan-bangunan yang akan dibangun dengan perkiraan kehilangan tinggi
energi.
- Luas daerah layanan pada bangunan sadap dan debit yang diperlukan debit
rencana dan kapasitas saluran untuk berbagai ruas saluran perkiraan kerniringan
dasar dan potongan melintang untuk berbagai ruas
- Ruas-ruas saluran dan bangunan-bangunan permanen yang ada.
110 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

Rencana potongan memanjang pendahuluan dibuat dengan skala peta topografi


1:25.000 dan 1:5.000. Rencana tata letak dan potongan memanjang pendahuluan
dibuat dengan skala yang sama. Kemiringan medan utama akan memperlihatkan
keseluruhan gambar dengan jelas.

a. Ketinggian yang Diperlukan

Dalam menentukan elevasi muka air saluran diatas ketinggian tanah, hal-hal berikut
harus dipertimbangkan.
- Untuk menghemat biaya pemeliharaan, muka air rencana di saluran harus sama
atau dibawah ketinggian tanah, hal ini sekaligus untuk lebih mempersulit
pencurian air atau penyadapan liar.
- Agar biaya pelaksanaan tetap minimal, galian dan timbunan ruas saluran harus
tetap seimbang.
- Muka air harus cukup tinggi agar dapat mengairi sawah-sawah yang letaknya
paling tinggi di petak tersier.

Tinggi bangunan sadap tersier di saluran primer atau sekunder dihitung dengan rumus
berikut (lihat Gambar 5-1.)

P = A + a + b + c + d + e + f + g + Dh + Z

dimana :

P = muka air di saluran primer atau sekunder


D = elevasi di sawah
a = lapisan air di sawah, ≈ 10 cm
b = kehilangan tinggi energi di saluran kuarter kesawah ≈ 5 cm
c = kehilangan tinggi energi di boks bagi kuarter ≈ 5 cm/boks
d = kehilangan tinggi energi selama pengaliran di saluran irigasi = kemiringan
kali panjang atau I x L (disaluran tersier; lihat Gambar 5-1.)
e = kehilangan tinggi energi di boks bagi, ≈ 5 cm/boks
f = kehilangan tinggi energi di gorong-gorong, ≈ 5 cm per bangunan
Perekayasaan 111

g = kehilangan tinggi energi di bangunan sadap


Δh = variasi tinggi muka air, 0,10 h100 (kedalaman rencana)
Z = kehilangan tinggi energi di bangunan-bangunan tersier yang lain (misal
jembatan)

Gambar 5-1. Tinggi Bangunan Sadap Tersier yang Diperlukan

Dari perhitungan tinggi muka air diatas ternyata bahwa untuk mengairi sawah
langsung dari saluran disebelahnya, muka air yang diperlukan adalah sekitar 0,50 m
diatas muka tanah. Tinggi muka air rencana yang lebih rendah akan menghemat biaya
pelaksanaan dan pemeliharaan. Akan tetapi, adalah penting untuk sebanyak mungkin
mengairi sawah-sawah di sepanjang saluran sekunder. Strip/jalur yang tidak kebagian
air irigasi selalu menimbulkan masalah pencurian air dari saluran sekunder atau
pembendungan air di saluran tersier.

Harga-harga yang diambil untuk kehilangan tinggi energi dan kemiringan dasar
merupakan harga-harga asumsi landaian yang kelak akan dihitung lagi untuk
merencanakan harga-harga pada tahap perencanaan akhir. Debit kebutuhan air telah
dihitung, dan didapat debit kebutuhan air selama setahun serta debit maksimum
kebutuhan air pada periode satu mingguan atau dua mingguan tertentu.
112 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

Debit maksimum (Q maks) yang didapat dalam kenyataan operasinya hanya dialirkan
selama satu minggu atau dua minggu pada periode sesuai kebutuhannya.

Selain dari debit, dalam melakukan desain saluran, elevasi muka air di saluran
ditentukan berdasarkan ketinggian sawah, kemiringan saluran dan kehilangan tinggi
di bangunan tersier, dimana elevasi tersebut harus terpenuhi supaya jumlah air yang
masuk ke sawah sesuai dengan kebutuhan.

Jika dalam perhitungan dimensi saluran menggunakan Q maks dengan ketinggian


muka air H yang kejadiannya selama satu minggu atau dua minggu saja selama
setahun, maka ketika Q lebih kecil dari Q maks akibatnya ketinggian muka air lebih
kecil dari H dan akan mengakibatkan tidak terpenuhinya elevasi muka air yang
dibutuhkan untuk mengalirkan air ke sawah sehingga debit yang dibutuhkan petak
tersier tidak terpenuhi.

Berdasarkan pemikiran diatas maka elevasi muka air direncanakan pada Q yang
mempunyai frekuensi kejadian paling sering selama setahun tetapi tidak terlalu jauh
dari Q maks sehingga perbedaan variasi ketinggian yang dibutuhkan antara Q maks
dengan Q terpakai tidak terlalu tinggi. Angka yang cukup memadai adalah
penggunaan Q 85% dengan ketinggian 0,90 H.

Elevasi sawah A adalah elevasi sawah yang menentukan (decisive) di petak tersier
yang mengakibatkan diperlukannya muka air tertinggi di saluran sekunder.
Seandainya diambil permukaan yang tertinggi di petak tersier, ini akan menghasilkan
harga P yang berada jauh diatas muka tanah di saluran sekunder dan menyimpang
jauh dari tinggi muka air yang diperlukan untuk bangunan-bangunan sadap yang lain.
Dalam kasus-kasus seperti itu, akan lebih menguntungkan untuk tidak memberi jatah
air irigasi kepada daerah kecil itu.

Apabila saluran sekunder menerobos tanah perbukitan (tanah tinggi lokal) mungkin
lebih baik tidak mengairi daerah itu. Dalam Gambar 5-2 kedua hal tersebut
diilustrasikan sebagai a dan b.
Perekayasaan 113

Untuk eksploitasi jaringan irigasi, akan lebih menguntungkan untuk menempatkan


sekaligus dua atau lebih bangunan sadap tersier. Sebuah bangunan pengatur muka air
akan dapat langsung mengontrol lebih banyak bangunan sadap yang bisa
direncanakan pada satu bangunan dan pekerjaan tender pintu akan dapat dipusatkan di
beberapa lokasi saja.

Akan tetapi hanya dalam hal-hal tertentu saja hal ini dapat dilakukan. Gambar 5-2
menunjukkan beberapa pilihan tata letak dalam keadaan seperti itu. Untuk saluran-
saluran punggung (ridge canal) dengan kemiringan besar, cara pemecahan (c) pada
Gambar 5-2 adalah yang terbaik dilihat dari segi tata letak.

Namun demikian hal ini tidak selalu mungkin, misalnya penggabungan bangunan-
bangunan sadap tersier dalam cara pemecahan (d) menyebabkan komplikasi
(kerumitan). Petak tersier sebelah kiri terletak disebelah hilir saluran pembuang
setempat. Hal ini bisa menyebabkan terjadinya penyadapan air irigasi tanpa izin. Cara
mengatasi hal ini adalah membuat dua bangunan sadap tersier pada (d) dan (do).

Pada cara pemecahan (e) ditunjukkan cara pemecahan lain dengan “irigasi aliran
melingkar” (counter flow irrigation), disebelah hulu petak tersier. Lebar bidang tanah
ini bisa menjadi puluhan meter dan bisa menyebabkan kehilangan tanah irigasi yang
tidak dapat diterima. Cara pemecahan saluran tersier mengalir ke arah yang
berlawanan (hulu) saluran utama dan ada sebidang tanah yang tidak diairi
memberikan alternatif dengan bangunan sadap hulu berada di luar kontrol bangunan
pengatur muka air. Cara pemecahan (e) dan (f) adalah cara yang dianjurkan.

b. Trase

- Perencanaan trase hendaknya secara planimetris mengacu kepada :


- Garis-garis lurus sejauh mungkin, yang dihubungkan oleh lengkung-lengkung
bulat
- Tinggi muka air yang mendekati tinggi medan atau sedikit diatas tinggi medan
guna mengairi sawah-sawah disebelahnya
114 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

- Tinggi muka air tanah mendekati tinggi muka air rencana atau sedikit lebih rendah
- Perencanaan potongan yang berimbang dengan jumlah bahan galian sama atau
lebih banyak dari jumlah bahan timbunan.

Gambar 5-2. Situasi Bangunan-Bangunan Sadap Tersier

Dalam jaringan irigasi trase saluran primer pada umumnya kurang lebih paralel
dengan garis-garis tinggi (saluran garis tinggi) dengan saluran-saluran sekundernya di
sepanjang punggung medan. Oleh sebab itu perencanaan trase saluran sekunder
dengan kemiringan tanah sedang merupakan prosedur langsung. Penentuan trase
Perekayasaan 115

saluran primer lebih kompleks karena parameter-parameter seperti kemiringan dasar,


bangunan-bangunan silang dan ketinggian pada pengambilan yang dipilih di sungai
harus dievaluasi.

Untuk penentuan trase saluran primer, ada dua keadaan yang mungkin terjadi,
yakni :
a. Debit yang tersedia untuk irigasi berlimpah dibandingkan dengan tanah irigasi
yang ada;
b. Air irigasi terbatas akibat tanah yang dapat diairi diambil maksimum.

Pada a, setelah perkiraan lokasi dan tinggi pengambilan diketahui, maka luas daerah
irigasi bergantung kepada kemiringan dasar saluran primer yang dipilih dan
kehilangan tinggi energi yang diperlukan di bangunan-bangunannya. Kehilangan
tinggi energi di saluran primer akan dipertahankan sampai tingkat minimum sejauh
hal ini dapat dibenarkan dari segi teknis (sedimentasi) dan ekonomis (ukuran saluran
dan bangunan yang besar). Berbagai trase alternatif yang baik dari segi teknis harus
pula diperhitungkan segi ekonomisnya agar bisa dicapai pemecahan yang terbaik.

Pada b, dengan luas daerah irigasi yang tetap, perencanaan saluran primer tidak
begitu menentukan. dan kehilangan tinggi energi tidak harus dibuat minimum. Tinggi
muka air dan trase yang dipilih untuk saluran primer harus memadai untuk bisa
mencukupi kebutuhan air maksimum di daerah yang bisa diairi. Biaya pelaksanaan
saluran bisa diusahakan lebih rendah karena saluran dan bangunan dapat dibuat
dengan ukuran yang lebih kecil. Untuk menentukan secara tepat as saluran primer
garis tinggi utama, pada umumnya ada dua pilihan;
(a) saluran primer timbunan/urugan dengan tinggi muka air diatas muka tanah pada
as;
(b) saluran primer galian dengan tinggi muka air kurang lebih sama dengan muka
tanah.
116 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

Keuntungan dari cara pemecahan (a) ialah bahwa semua tanah disebelahnya dapat
diairi dari saluran primer. Tetapi biaya pembuatan saluran akan lebih mahal. Dalam
cara pemecahan (b) biaya akan lebih murah dan cara ini lebih menarik jika tanah yang
harus diairi luas sekali sedangkan air irigasi yang tersedia sangat terbatas. Tanah-
tanah yang tidak bisa diairi, seperti jalur-jalur di sepanjang saluran dapat dicadangkan
untuk tempat-tempat pemukiman. Pada waktu merencanakan proyek irigasi dengan
pemukiman (trans) migrasi hal ini harus diingat.

Trase sedapat mungkin harus merupakan garis-garis lurus. Sambungan antara ruas-
ruas lurus berbentuk kurve bulat dengan jari-jari yang makin membesar dengan
bertambahnya ukuran saluran. Untuk saluran-saluran garis tinggi yang besar,
khususnya yang terletak di suatu medan yang garis-garis tingginya tidak teratur, trase
saluran tidak bisa dengan tepat mengikuti garis-garis tersebut dan akan diperlukan
pintasan (short cut) melalui galian atau timbunan; lihat Gambar 5-3. Hal-hal berikut
layak dipertimbangkan.
- jari-jari minimum saluran adalah 8 kali lebar muka air rencana, dan dengan
demikian bergantung pada debit rencana;
- pintasan mengurangi panjang total tetapi dapat memperbesar biaya pembuatan per
satuan panjang;
- karena pintasan berarti mengurangi panjang total, hal ini juga berarti mengurangi
besarnya kehilangan;
- pintasan menyebabkan irigasi dan pembuatan di ruas sebelumnya lebih rumit dan
lebih mahal; lihat Gambar 5-3.
Perekayasaan 117

Gambar 5-3. Trase Saluran Primer pada Medan yang Tidak Teratur

c. Potongan Memanjang

Kemiringan memanjang ditentukan oleh garis-garis tinggi dan lereng saluran akan
sebanyak mungkin mengikuti garis ketinggian tanah. Akan tetapi disini keadaan tanah
dasar (subsoil) dan sedimen yang terkandung dalam air irigasi akan merupakan
hambatan. Bahaya erosi pada saluran tanah akan membatasi kemiringan maksimum
dasar saluran, di lain pihak sedimentasi akan membatasi kemiringan minimum dasar
saluran. Jika kemiringan maksimum yang diizinkan lebih landai daripada kemiringan
medan, maka diperlukan bangunan terjun. Apabila kemiringan tanah lebih landai,
daripada kemiringan minimum, maka kemiringan dasar saluran akan sama dengan
kemiringan tanah. Ini menyebabkan sedimentasi; konstruksi sebaiknya dihindari.

Kemiringan maksimum dasar saluran tanah ditentukan dari kecepatan rata-rata


alirannya. Kecepatan maksimum aliran yang diizinkan akan ditentukan sesuai dengan
karakteristik tanah.

Bahaya terjadinya sedimentasi diperkecil dengan jalan mempertahankan atau


menambah sedikit kapasitas angkutan sedimen, relatif ke arah hilir. IR dari profil
saluran adalah kapasitas angkutan sedimen relatif. Kriteria ini dimaksudkan agar tidak
ada sedimen yang mengendap di saluran. Sesuai konsep saluran stabil akibatnya
118 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

sedimen diendapkan di sawah petani yang mengakibatkan elevasi sawah makin lama
makin tinggi.

Dalam keadaan khusus dimana kemiringan lahan relatif datar dan/atau tidak
seluruhnya sedimen diijinkan masuk ke sawah, maka sebagian sedimen boleh
diendapkan pada tempat-tempat tertentu.

Ditempat ini sedimen diendapkan dan direncanakan bangunan pengeluar sedimen


(Sediment Excluder) untuk membuang endapan di tempat persilangan sungai atau
tempat lain yang memungkinkan. Untuk itu harga IR dapat lebih kecil dari ruas
sebelumnya. Gambar 5-4. akan digunakan untuk perencanaan kemiringan saluran.
Dalam bagian ini masing-masing titik dengan debit rencana Qd dan kemiringan
saluran I adalah potongan melintang saluran dengan ukuran tetap untuk (b, h, dan m),
koefisien kekasaran dan kecepatan aliran.

Dalam perencanaan saluran dibedakan langkah-langkah berikut:


1. Untuk tiap ruas saluran tentukan debit rencana dan kemiringan yang terbaik
berdasarkan kemiringan medan yang ada dan ketinggian bangunan sadap tersier
yang diperlukan.
2. Untuk masing-masing saluran berikutnya, mulai dari bangunan utama hingga
ujung saluran sekunder, plot data Q-I setiap ruas saluran (dari Gambar 5-4.)
3. Untuk tiap ruas saluran tentukan besarnya kecepatan yang diizinkan sesuai
dengan kondisi tanah
4. Cek apakah garis IR makin besar dengan berkurangnya Qd (ke arah hilir)
5. Cek apakah kecepatan rencana tidak melebihi kecepatan yang diizinkan
6. Jika pada langkah 4 dan 5 tidak ditemui kesulitan, maka perencanaan saluran
akan diselesaikan dengan kemiringan yang dipilih dari langkah 1.
7. Kemiringan saluran dapat dimodifikasi sebagai berikut:
- Bila kecepatan rencana melebihi kecepatan yang diizinkan, maka besarnya
kemiringan saluran akan dipilih dan mungkin akan diperlukan bangunan terjun.
Perekayasaan 119

- Bila kemiringan saluran pada langkah 1 untuk suatu ruas tertentu akan lebih
landai daripada yang diperlukan untuk garis IR, maka kemiringan tersebut
akan ditambah dan akan dibuat dalam galian.
Selanjutnya lihat bagian KP – 03 Saluran.

5.4.2 Perencanaan Akhir

Pada permulaan tahap perencanaan akhir, hasil-hasil yang diperoleh pada tahap
perencanaan pendahuluan akan ditinjau lagi berdasarkan data-data dari pengukuran
topografi dan geologi teknik. Modifikasi terhadap rencana bendung bisa lebih
mempengaruhi hasil-hasil rencana pendahuluan saluran.
Dalam tinjauan ini dibedakan langkah-langkah berikut
- Jelaskan tinggi muka air rencana di ruas pertama saluran primer dan pastikan
bahwa perencanaan bangunan utama akan menghasilkan tinggi muka air yang
diperlukan di tempat tersebut;
- Cek ketinggian bangunan sadap tersier berdasarkan peta trase saluran; buat
penyesuaian-penyesuaian bila perlu;
- Bandingkan peta strip saluran dengan peta topografi dan periksa apakah
diperlukan modifikasi tata letak (lihat juga subbab 5.3 mengenai tata letak)
- Tentukan as saluran;
- Alokasikan kehilangan-kehilangan energi ke bangunan-bangunan;
- Tentukan tinggi muka air rencana di saluran;
- Tentukan kapasitas rencana saluran;
- Rencanakan potongan memanjang dan melintang saluran
- Pemutakhiran garis sempadan saluran
- Pemutakhiran ijin alokasi air irigasi
120 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

Gambar 5-4. Bagan Perencanaan Saluran


Perekayasaan 121

Jika lokasi, kapasitas dan muka rencana sudah ditentukan maka perencanaan detail
saluran dan bangunan akan dimulai. Kriteria untuk perencanaan detail diberikan
dalam Bagian KP - 03 Saluran dan KP - 07 Standar Penggambaran.

5.5 Perencanaan Bangunan Utama untuk Bendung Tetap, Bendung Gerak, dan
Bendung Karet

5.5.1 Taraf Perencanaan Pendahuluan

Dalam bagian-bagian berikut, tekanan diletakkan pada kriteria dan pertimbangan-


pertimbangan untuk:
- Pemilihan lokasi bangunan utama sehubungan dengan perencanaan jaringan irigasi
utama dan
- Perkiraan ukuran bangunan.

Disini tidak akan dibicarakan seluruh ruang lingkup pekerjaan perencanaan akhir
bangunan utama Seluruh ruang lingkup perencanaan ahli (bangunan utama diberikan
dalam Bagian PT - 01 Persyaratan Teknis untuk Perencanaan Jaringan Irigasi).

Untuk perencanaan pendahuluan akan dipakai kriteria seperti yang diberikan dalam
Bagian KP - 02 Bangunan Utama.

Perencanaan Pendahuluan ini akan dipakai sebagai dasar untuk penyelidikan-


penyelidikan selanjutnya yang berkenaan dengan :
- Pemetaan sungai dan lokasi bendung
- Penyelidikan geologi teknik
- Penyelidikan model hidrolis, jika diperlukan.

Menentukan lokasi bangunan pengambilan di sungai akan melibatkan kegiatan-


kegiatan menyelaraskan banyak unsur yang berbeda-beda dan saling bertentangan.

Kriteria umum penentuan lokasi bangunan utama adalah:


- Bendung akan dibangun di ruas sungai yang stabil dengan lebar yang hampir sama
dengan lebar normal sungai; jika sungai mengangkut terutama sedimen halus,
122 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

maka pengambilan harus - dibuat di ujung tikungan luar yang stabil jika sungai
mengangkut terutama bongkah dan kerikil, maka bendung sebaiknya dibangun di
ruas lurus sungai
- Sawah tertinggi yang akan diairi dan lokasinya
- Lokasi bendung harus sedemikian rupa sehingga trase saluran primer bisa dibuat
sederhana dan ekonomis
- Beda tinggi energi diatas bendung terhadap air hilir dibatasi sampai 7 m. Jika
ditemukan tinggi terjunan lebih dari 7 m dan keadaan geologi dasar sungai relatif
tidak kuat sehingga perlu kolam olak maka perlu dibuat bendung tipe cascade
yang mempunyai lebih dari satu kolam olak. Hal ini dimaksudkan agar energi
terjunan dapat direduksi dalam dua kolam olak sehingga kolam olak sebelah hilir
tidak terlalu berat meredam energi.
Keadaan demikian akan mengakibatkan lantai peredam dan dasar sungai dihilir
koperan (end sill) dapat lebih aman.
- Lokasi kantong lumpur dan kemudahan pembilasan, bilamana perlu topografi pada
lokasi bendung yang diusulkan; lebar sungai
- Kondisi geologi dari subbase untuk keperluan pondasi
- Metode pelaksanaan (di luar sungai atau di sungai)
- Angkutan sedimen oleh sungai
- Panjang dan tinggi tanggul banjir
- Mudah dicapai.

Dibawah ini akan diberikan uraian lebih lanjut.

a. Tinggi muka air yang diperlukan untuk irigasi

Perencanaan saluran pada tahap pendahuluan akan menghasilkan angka untuk tinggi
muka air yang diperlukan di saluran primer. Dalam angka tersebut kedalaman air dan
kehilangan-kehilangan tinggi energi berikut harus diperhitungkan, lepas dari elevasi
medan pada sawah tertinggi:
- Tinggi medan
Perekayasaan 123

- Tinggi air di sawah


- Kehilangan tinggi energi di jaringan dan bangunan tersier
- Kehilangan tinggi energi di bangunan sadap tersier
- Variasi muka air di jaringan utama
- Panjang dan kemiringan dasar jaringan saluran primer
- Kehilangan di bangunan-bangunan jaringan utama alat-alat ukur sipon, bangunan
pengatur, talang dan sebagainya

Di pengambilan sungai terdapat tiga kemungkinan untuk memperoleh tinggi


bangunan yang diperlukan; selanjutnya lihat Gambar 5-5.

(a) Pengambilan bebas dari sungai di suatu titik di hulu dengan tinggi energi cukup

(b) Bendung di sungai dengan saluran primer

(c) Lokasi bendung antara (a) dan (b)

Kemungkinan (a) mengacu kepada saluran-saluran primer yang panjang sejajar


terhadap sungai; lihat Bagian KP – 02 Bangunan Utama mengenai keadaan
pembambilan bebas.

Kemungkinan (b) dapat mengacu kepada bendung yang tinggi dan tanggul-tanggul
banjir yang relatif tinggi dan panjang. Dalam kebanyakan hal, kemungkinan (c) akan
memberikan penyelesaian yang lebih baik karena biaya pembuatan bendung dan
tanggul akan lebih murah.

b. Tinggi Bendung

Tinggi bendung harus dapat memenuhi dua persyaratan (lihat Gambar 5-6. yang
menunjukkan denah bangunan utama)
124 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

Gambar 5-5. Lokasi Bendung pada Profil Memanjang Sungai


Perekayasaan 125

a
b1
ai
b2 ng
Su

d1
f

d2
a . Bendung d1 . Pembilas
b1 . Pembilas e
b2 . Pengambilan saluran primer
b2 . Pengambilan utama e . Saluran primer
c . Kantong lumpur c . Kantong lumpur

Gambar 5-6. Denah Bangunan Utama

b. 1. Bangunan Pengambilan

Untuk membatasi masuknya pasir, kerikil dan batu, ambang pintu pengambilan perlu
dibuat dengan ketinggian-ketinggian minimum berikut diatas tinggi dasar rata-rata
sungai:
- 0,50 m untuk sungai yang hanya mengangkut lumpur
- 1,00 m untuk sungai yang juga mengangkut pasir dan kerikil
- 1,50 m untuk sungai yang juga mengangkut batu-batu bongkah

Biasanya dianjurkan untuk memakai pembilas bawah (undersluice) dalam denah


pembilas. Pembilas bawah tidak akan dipakai bila :
- Sungai mengangkut batu-batu besar
- Debit sungai pada umumnya terlalu kecil untuk menggunakan pembilas bawah

Lantai pembilas bawah diambil sama dengan tinggi rata-rata dasar sungai. Tinggi
minimum bendung ditentukan bersama-sama dengan bukaan pintu pengambilan
seperti pada Gambar 5-7. (lihat juga Bagian KP – 02 Bangunan Utama).
126 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

Gambar 5-7. Konfigurasi Pintu Pengambilan

b. 2. Pembilasan Sendimen

Apabila dibuat kantong lumpur, maka perlu diciptakan kecepatan aliran yang
diinginkan guna membilas kantong lumpur. Kehilangan tinggi energi antara pintu
pengambilan dan sungai di ujung saluran bilas harus cukup. Bagi daerah-daerah
dengan kondisi topografi yang relatif datar diperlukan tinggi bendung lebih dari yang
diperlukan untuk pengambilan air irigasi saja, sehingga tinggi bendung yang
direncanakan dtentukan oleh kebutuhan tinggi energi untuk pembilasan sedimen.
Harus diingat bahwa proses pembilasan mekanis memerlukan biaya dan tenaga yang
terampil sedangkan pengurasan secara hidrolis memerlukan bendung yang relatif
tinggi, untuk itu harus dipilih cara yang paling efisien diantara keduannya.

Dalam hal demikian agar dipertimbangkan cara pembilasan dengan cara mekanis atau
hidrolis.

Eksploitasi pembilas juga memerlukan beda tinggi energi minimum diatas bendung.
Selanjutnya lihat Bagian KP – 02 Bangunan utama.
Perekayasaan 127

c. Kantong Lumpur

Walaupun telah diusahakan benar-benar untuk merencanakan pengambilan yang


mencegah masuknya sedimen kedalam jaringan saluran, namun partikel-partikel yang
lebih halus masih akan bisa masuk.

Untuk mencegah agar sedimen ini tidak mengendap diseluruh jaringan saluran maka
bagian pertama dari saluran primer tepat di belakang pengambilan biasanya
direncanakan untuk berfungsi sebagai kantong lumpur (lihat Gambar 5-5.).

Kantong lumpur adalah bagian potongan melintang saluran yang diperbesar untuk
memperlambat aliran dan memberikan waktu bagi sedimen untuk mengendap.

Untuk menampung sendimen yang mengendap tersebut, dasar saluran itu diperdalam
dan/atau diperlebar. Tampungan ini dibersihkan secara teratur (dari sekali seminggu
sampai dua minggu sekali), dengan jalan membilas endapan tersebut kembali ke
sungai dengan aliran yang terkonsentrasi dan berkecepatan tinggi.

Panjang kantong lumpur dihitung berdasarkan perhitungan terhadap kecepatan


pengendapan sedimen (w) sesuai dengan kandungan yang ada di sungai. Diharapkan
dengan hasil perhitungan tersebut diperoleh dimensi panjang kantong lumpur yang
tidak terlalu panjang dan sesuai dengan kebutuhan, sehingga menghemat biaya
konstruksi.

Kantong lumpur harus mampu menangkap semua sedimen yang tidak diinginkan
yang tidak bisa diangkut oleh jaringan saluran irigasi ke sawah-sawah. Kapasitas
pengangkutan sendimen kantong lumpur harus lebih rendah daripada yang dimiliki
oleh jaringan saluran irigasi.

Harga parameter angkutan sendimen relatif kantong sedimen harus lebih rendah
daripada harga parameter jaringan irigasi. Dalam prakteknya ini berarti bahwa
kemiringan dasar dari kantong lumpur yang terisi harus lebih landai dari pada
kemiringan dasar ruas pertama saluran primer.
128 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

Untuk perencanaan pendahuluan dimensi-dimensi utama kantong lumpur sebagai


referensi dapat digunakan Bagian KP – 02 Bangunan Utama.

Keadaan topografi di dekat lokasi bendung bisa menimbulkan persyaratan penggalian


untuk pekerjaan kantong lumpur dan saluran primer. Penggeseran lokasi bendung
mungkin dipertimbangkan guna memperkecil biaya pembuatan bendung, kantong
lumpur dan saluran. Memindahkan lokasi bendung ke arah hulu akan mengakibatkan
tinggi muka air di pengambilan lebih tinggi dari yang diperlukan pada ambang yang
sama. Memindahkan lokasi bendung ke arah hilir akan berarti bahwa bendung harus
lebih tinggi lagi dan biaya pembuatannya akan lebih mahal.

Topografi pada lokasi bangunan utama mungkin juga menimbulkan hambatan-


hambatan terhadap penentuan panjang dan ukuran kantong lumpur. Kapasitas
angkutan partikel yang relatif tinggi harus tetap dipertahankan dan kemiringan
jaringan yang landai harus dihindari. Keadaan yang demikian bisa mengakibatkan
dipindahnya trase saluran primer untuk mengusahakan kemiringan dasar yang lebih
curam. Hal ini menyebabkan kehilangan beberapa areal layanan.

Efisiensi kantong lumpur dapat diperbaiki dengan jalan membilas endapan di


dasarnya secara terus menerus.

d. Lokasi Bangunan Utama

Evaluasi keadaan dan kriteria perencanaan diatas akan menghasilkan perkiraan lokasi
bendung. Keadaan-keadaan setempat akan lebih menentukan lokasi ini.

d.1. Alur Sungai

Untuk memperkecil masuknya sedimen ke dalam jaringan saluran, dianjurkan agar


pengambilan dibuat pada ujung tikungan luar sungai yang stabil.

Apabila pada titik dimana pengambilan diperkirakan bisa dibuat ternyata tidak ada
tikungan luarnya, maka bisa dipertimbangkan untuk menempatkan pengambilan itu
pada tikungan luar lebih jauh ke hulu.
Perekayasaan 129

Dalam beberapa hal, alur sungai dapat diubah untuk mendapatkan posisi yang lebih
baik. Ini lebih menguntungkan. Konstruksi pada sodetan (Coupure) yang agak
melengkung bisa dipertimbangkan. Keuntungannya adalah konstruksi bisa dikontrol
dengan baik dan aman di tempat kering. Biaya pelaksanaan lebih rendah, tetapi
pekerjaan tanah untuk penggalian sodetan dan tanggul penutup akan lebih
memperbesar biaya itu.

Di ruas-ruas sungai bagian atas dimana batu-batu besar terangkut, bendung sebaiknya
ditempatkan di ruas yang lurus.

Gaya-gaya helikoidal tidak bisa mencegah terendapnya batu-batu besar di


pengambilan bila pengambilan itu direncanakan di tikungan luar. Gaya-gaya
helikoidal berguna untuk mengangkut sedimen menjauhi pengambilan yang
ditempatkan di tikungan luar diruas yang lebih rendah dan diruas tengah.

Apabila daerah irigasi terletak dikedua sisi sungai, hal-hal berikut harus
dipertimbangkan dalam menentukan lokasi pengambilan:

Bila sedimen yang diangkut oleh sungai relatif sedikit, atau di ruas hulu sungai
mengangkut sedikit batu-batu besar, maka bangunan utama dapat ditempatkan di ruas
lurus yang stabil dengan pengambilan di kedua tanggul sungai.

Bila sungai mengangkut sedimen, semua pengambilan hendaknya digabung menjadi


satu untuk ditempatkan diujung tikungan luar sungai. Air irigasi dibawa ke tanggul
yang satunya lagi melalui pengambilan didalam pilar bilas dan gorong-gorong di
tubuh bendung, atau lebih ke hilir lagi dengan menggunakan sipon atau talang.

d.2. Potongan Memanjang Sungai

Hubungan antara potongan memanjang sungai dengan tinggi pengambilan yang


diperlukan, diperjelas pada Gambar 5-5. Lokasi dimana alur saluran primer bertemu
dengan sungai belum tentu merupakan lokasi terbaik untuk bendung. Lokasi-lokasi
hulu juga akan dievaluasi.
130 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

d.3. Tinggi Tanggul Penutup

Tinggi tanggul penutup di lokasi bendung sebaiknya dibuat kurang, lebih sama
dengan bagian atas tumpuan (abutment) bendung. Ini memberikan penyelesaian yang
murah untuk pekerjaan tumpuan. Tanggul penutup yang terlalu tinggi atau terlalu
curam menjadi mahal karena tanggal-tanggal itu memerlukan pekerjaan galian yang
mahal untuk membuat pengambilan, Tumpuan bendung dan saluran primer atau
kantong lumpur. Tanggul penutup yang terlalu rendah memerlukan tanggul banjir
yang mahal dan mengakibatkan banjir.

d.4. Keadaan Geologi Teknik Dasar Sungai

Keadaan geologi teknik pada lokasi bendung harus cocok untuk pondasi, jadi
kelulusannya harus rendah dan daya dukungnya harus memadai. Keadaan tanah ini
bisa bervariasi diruas sungai dimana terletak bangunan utama. Lebih disukai lagi jika
di lokasi yang dipilih itu terdapat batu singkapan dengan tebal yang cukup memadai.

d.5. Anak Sungai

Lokasi titik temu sungai kecil dapat mempengaruhi pemilihan lokasi bendung. Untuk
memperoleh debit andalan yang baik mungkin bendung terpaksa harus ditempatkan
disebelah hilir titik temu kedua sungai. Hal ini berakibat bahwa bendung harus dibuat
lebih tinggi.

d.6. Peluang Banjir

Dalam memilih lokasi bendung hendaknya diperhatikan akibat-akibat meluapnya air


akibat konstruksi bendung.

Muka air banjir akan naik di sebelum hulu akibat dibangunannya bendung, untuk itu
konstruksi bangunan utama akan dilengkapi dengan sarana-sarana perlindungan.
Evaluasi letak bendung mencakup pertimbangan-pertimbangan mengenai ruang
lingkup dan besarnya pekerjaan lindungan terhadap banjir.
Perekayasaan 131

5.5.2 Taraf Perencanaan Akhir

Apabila kondisi perencanaan hidrolis dari bangunan utama dan sungai ternyata amat
rumit dan tidak bisa dipecahkan dengan cara pemecahan teknis standar, maka
mungkin diperlukan penyelidikan model hidrolis. Hasil-hasil dari percobaan ini akan
memperjelas dan memperbaiki perencanaan pendahuluan bangunan utama.

Perencanaan akhir bangunan utama akan didasarkan pada:

- Besarnya kebutuhan pengambilan dan tinggi pengambilan

- Pengukuran topografi

- Penyelidikan geologi teknik, dan

- Penyelidikan model hidrolis

Langkah pertama dalam perencanaan akhir adalah meninjau kembali hasil-hasil serta
kesimpulan-kesimpulan dari taraf perencanaan pendahuluan. Kesahihan asumsi-
asumsi perencanaan dicek.

Perencanaan detail akan dilaksanakan menurut Bagian KP-02 Bangunan Utama.


Persyaratan Teknis untuk Perencanaan Jaringan Irigasi memberikan detail
perencanaan serta laporan yang diperlukan.
132 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi
Daftar Pustaka 133

DAFTAR PUSTAKA

CHOW,V.T: Handbook of Applied Hydrology, Mc Graw-Hill, London, 1964.

CHOW,V.T: Open Channel Hydraulics, Mc Graw-Hill, New York, 1959.

DGWRD, Bina Program: PSA Series, 1985.

DGWRD, Roving Seminar On Conceptual Models for Operational Hydrological


Forecasting,1982.

DGWRD-DOL: Design Criteria on Irrigation Design, 1980.

DPMA and Institute of Hydrology Wallingford: Flood design manual for Java and
Sumatra, 1983.

ESCAP/ECAPE: Planning Water Resources Development, Water Resources Series


No.37, 1968.

FAO: Crop Water Requirements, Irrigation And Drainage Paper 24, Rome, 1975.

JANSSEN, P. P.(Ed): Principles of River Enggineering, Pitman, London, 1979.

MANNEN,Th.D.van: Irrigatie in Nederlandsch-Indie, 1931.

MOCK, F. J. Dr: Land Capability Appraisal, Indonesia Water Availability Appraisal,


1973.

NEDECO, Jratunseluna Basin Development Project: Design Criteria, 1974.

NEDECO-DHV Consulting Engineers: Trial Run Training Manuals, 1985.

SEDERHANA Irrigation Projects: Design Guidelines for Sederhana Irrigation


Projects, 1984.

SOENARNO: Tahapan Perencanaan Teknis Irigasi, 1976.

SUYONO SOSRODARSONO, Ir. & KENSAKU TAKEDA: Hidrologi untuk


Pengairan, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, 1976.
134 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

SUYONO SOSRODARSONO, Ir. & KENSAKU TAKEDA: Bendungan Tipe


Urugan, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, 1977.

USBR, US Departement of Interior: Canals and Related Structures, Washington


D.C, 1967.

USBR, US Departement of Interior: Design of Small Dams, Washington D.C, 1973.

USDA, Soil Conservation Service: Design of Open Channels, Technical Release


No.25, Washington D.C, 1977.
Lampiran I 135

LAMPIRAN I
RUMUS BANJIR EMPIRIS

A.1.1 Umum

Kurangnya data banjir mengakibatkan ditetapkannya hubungan empiris antara curah


hujan – limpasan air hujan, berdasarkan rumus rasional berikut:

Qn = µ b qn A ...................................................................................... (A.1.1)
Dimana

Qn = Debit banjir (puncak) dalam m³/dt dengan kemungkinan tidak terpenuhi n%


µ = Koefisien limpasan air hujan (run off)
b = Koefisien pengurangan luas daerah hujan
qn = Curah hujan dalam m3/dt.km2 dengan kemungkinan tidak terpenuhi n%
A = Luas daerah aliran sungai sungai, km2
Ada tiga metode yang diajurkan untuk menetapkan curah hujan empiris – limpasan
air hujan, yakni:
- Metode Der Weduwen untuk luas daerah aliran sungai sampai 100 km², dan
- Metode Melchior untuk luas daerah aliran sungai lebih dari 100 km²
- Metode Haspers untuk DPS lebih dari 5.000 ha

Ketiga metode tersebut telah menetapkan hubungan empiris untuk a, b dan q. Waktu
konsentrasi (periode dari mulanya turun hujan sampai terjadinya debit puncak)
diambil sebagai fungsi debit puncak, panjang sungai dan kemiringan rata-rata sungai.

Untuk mensiasati kondisi iklim yang sering berubah akibat situasi global maka
diperlukan langkah untuk melakukan perhitungan hidrologi (debit andalan & debit
banjir) yang mendekati kenyataan. Sehingga diputuskan untuk merevisi angka koreksi
untuk mengurangi 15% untuk debit andalan dan menambah 20% untuk debit banjir.
(Angka koreksi disesuaikan dengan kondisi perubahan DAS).
136 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

Hal ini dilakukan mengingat saat ini perhitungan berdasar data seri historis
menghasilkan debit banjir semakin lama semakin membesar dan debit andalan
semakin lama semakin mengecil.

A.1.2 Rumus Banjir Melchior

Metode Melchior untuk perhitungan banjir diterbitkan pertama kali pada tahun 1913.
hubungan dasarnya adalah sebagai berikut.

A.1.2.1 Koefisien Limpasan Air Hujan

Koefisien limpasan air hujan a diambil dengan harga tetap. Pada mulanya dianjurkan
harga–harga ini berkisar antara 0,41 sampai 0,62. Harga–harga ini ternyata sering
terlalu rendah. Harga-harga yang diajurkan dapat dilihat pada Tabel A.1.1. dibawah
ini. Harga–harga tersebut diambil dari metode kurve bilangan US Soil Conservation
Service yang antara lain diterbitkan dalam USBR Design of Small Dams.

Tabel A.1.1 Harga–Harga Koefisien Limpasan Air Hujan


Kelompok Hidrologis Tanah
Tanah Penutup
C D
Hutan lebat (vegetasi dikembangkan dengan baik) 0,60 0,70
Hutan dengan kelembatan sedang (vegetasi 0,65 0,75
dikembangkan dengan cukup baik)
Tanaman ladang dan daerah-daerah gundul (terjal) 0,75 0,80

Pemerian (deskripsi) kelompok-kelompok tanah hidrologi adalah sebagai berikut :

Kelompok C: Tanah-tanah dengan laju infiltrasi rendah pada saat dalam keadaan
sama sekali basah, dan terutama terdiri dari tanah, yang terutama terdiri dari tanah-
tanah yang lapisannya menghalangi gerak turun air atau tanah dengan tekstur agak
halus sampai halus. Tanah-tanah ini memiliki laju infiltrasi air yang sangat lambat.
Lampiran I 137

Kelompok D: (Potensi limpasan air hujan tinggi)

Tanah dalam kelompok ini memiliki laju infiltrasi sangat rendah pada waktu tanah
dalam keadaan sama sekali basah, dan terutama terdiri dari tanah lempung dengan
potensi mengembang yang tinggi, tanah dengan muka air-tanah yang tinggi dan
permanen, tanah dengan lapis lempung penahan (claypan) atau dekat permukaan serta
tanah dangkal diatas bahan yang hampir kedap air. Tanah ini memiliki laju infiltrasi
air yang sangat lambat.

A.1.2.2 Curah Hujan

Curah hujan q diambil sebagai intensitas rata-rata curah hujan sampai waktu
terjadinya debit puncak. Ini adalah periode T (waktu konsentrasi) setelah memulainya
turun hujan. Curah hujan q ditentukan sebagai daerah hujan terpusat (point reainfall)
dan dikonversi menjadi luas daerah hujan bq.

Dalam Gambar A.1.1. luas daerah curah hujan bq (m3/dt.km²) diberikan sebagai
fungsi waktu dan luas untuk curah hujan sehari sebesar 200 mm. q untuk F = 0 dan
T = 24 jam dihitung sebagai berikut :
0,2 x 1000 x 1000
βq = = 2,31 m3 /dt. km2 .............................................. (A.1.2)
24 x 3600
Bila curah hujan dalam sehari qn berbeda, maka harga-harga pada gambar tersebut
akan berubah secara proporsional, misalnya untuk curah hujan sehari 240 mm, harga
qn dari

F = 0 dan T = 24 jam akan menjadi :


240
βqn = 2,31x 200 = 2,77 m3 /dt. km2 .................................................... (A.1.3)
138 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

20 F=15 F = Daerah hujan dalam km2


20
100

25

30

150 40
Sahih/berlaku untuk
Daerah curah hujan dalam m3/dt . km2

15 50 F=0
curah hujan sehari R(1)
2
200 4
dari 200m/hari
75 6
250 10
100 15
300
20
25
150
400
40
10 200 50
500
250 75
300 100
750
400 150
1000 500 200
300
1500 750
400
2000 1000 500
5 2500
1500 750
3500 1000
4 5000 2000
2500 1500
3500 2000 F=0
3 7500 5000 2500
3500
50
100
7500
2 10000 10000
5000
500
1000
10000
1 2500
5000
0 10000

0 15 30 45 60 1 2 3 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Lamanya dalam jam
Daerah curah hujan dalam m3/dt . km2

4
F=0
50
100
3
F=0
500
100

2 500

2500 1000

2500
5000
1 7500 5000
10000
10000

0
14 15 16 17 18 19 20 20 22 24 25 28 30 32 34 36 38 40
42 44 46 48
Lamanya dalam jam

Gambar A.1.1 Luas Daerah Curah Hujan Melchior


Gambar A.1.1 Luas daerah curah hujan Melchior
Lampiran I 139

Variasi curah hujan di tiap daerah diperkirakan bentuk bundar atau elips. Untuk
menemukan luas daerah hujan disuatu daerah aliran sungai, sebuah elips digambar
mengelilingi batas-batas daerah aliran sungai (lihat Gambar A. 1.2.) As yang pendek
sekurang-kurangnya harus 2/3 dari panjang as.

Garis elips tersebut mungkin memintas ujung daerah pengaliran yang memanjang.
Daerah elips F diambil untuk menentukan harga bq untuk luas
daerah aliran sungai A. Pada Gambar A.1.1. diberikan harga-harga bq untuk luas-luas
F.

13.8 km

13.8 km

20.0 km 20.0 km
+ 750 m
+ 700 m

H = 600 m
+ 100 m
+0m
0.1L 0.9 L
L = 50 km

Gambar A.1.2 Perhitungan Luas Daerah Hujan


140 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

Waktu Konsentrasi

Melchior menetapkan waktu konsentrasi Tc sebagai berikut:

Tc = 0,186 L . Q-0,2 I-0,4 ......................................................................... (A.1.4)

Dimana :
Tc = waktu konsentrasi, jam
L = panjang sungai, km
Q = debit puncak, m³/dt
I = kemiringan rata-rata sungai

Untuk penentuan kemiringan sungai, 10% bagian hulu dari panjang sungai tidak
dihitung. Beda tinggi dan panjang diambil dari suatu titik 0,1 L dari batas hulu daerah
aliran sungai (lihat Gambar A.1.2)

A.1.2.3 Perhitungan Banjir Rencana

Debit puncak dihitung mengikuti langkah-langkah a sampai h dibawah ini :


a. Tentukan besarnya curah hujan sehari untuk periode ulang rencana yang dipilih
b. Tentukan a untuk daerah aliran menurut Tabel A.1.1.
c. Hitunglah A,F,L dan I untuk daerah aliran tersebut
d. Buatlah perkiraan harga pertama waktu konsentrasi To berdasarkan Tabel A.1.2.
e. Ambil harga Tc = To untuk  qno dari Gambar A.1.1 dan hitunglah
Qo =  qno A
f. Hitunglah waktu konsentrasi Tc untuk Qo dengan persamaan (A.1.4)
g. Ulangi lagi langkah-langkah d dan e untuk harga To baru yang sama dengan Tc
sampai waktu konsentrasi yang sudah diperkirakan dan dihitung mempunyai harga
yang sama
h. Hitunglah debit puncak untuk harga akhir T.
Lampiran I 141

Tabel A.1.2. Perkiraan Harga-Harga To

F To F To
km2 Jam km2 Jam
100 7,0 500 12,0
150 7,5 700 14,0
200 8,5 1.000 16,0
300 10,0 1.500 18,0
400 11,0 3.000 24,0

A.1.3 Rumus Banjir Der Weduwen

Metode perhitungan banjir Der Weduwen diterbitkan pertama kali pada tahun 1937.
Metode tersebut sahih untuk daerah seluas 100 km2.

A.1.3.1 Hubungan-Hubungan Dasar

Rumus banjir Der Weduwen didasarkan pada rumus-rumus berikut:

Qn = ⍺ qn A ......................................................................................... (A.1.5)

Dimana:
4,1
α=1− ......................................................................................... (A.1.6)
βq+7

t+1
120+ A
t+9
β= 120+A
................................................................................................. (A.1.7)

n R 67,65
qn = 240 t+1,45
...................................................................................... (A.1.8)

t = 0,25 L Q-0,125 I-0,25 .................................................................................. (A.1.9)

Dimana :

Qn = debit banjir (m3/dt) dengan kemungkinan tidak terpenuhi n%


Rn = curah hujan harian maksimum (mm/hari) dengan kemungkinan tidak
terpenuhi n%
142 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

a = Koefisien limpasan air hujan


b = Koefisien pengurangan daerah untuk curah hujan daerah aliran sungai
q = curah hujan (m3/dt.km²)
A = Luas daerah aliran (km²) sampai 100 km²
t = lamanya curah hujan (jam)
L = Panjang sungai (km)
I = gradien (Melchior) sungai atau medan

Kemiringan rata-rata sungai I ditentukan dengan cara yang sama seperti pada metode
Melchior. 10% hulu (bagian tercuram) dari panjang sungai dan beda tinggi tidak
dihitung.

Perlu diingat bahwa waktu t dalam metode Der Weduwen adalah saat-saat kritis curah
hujan yang mengacu pada terjadinya debit puncak. Ini tidak sama dengan waktu
konsentrasi dalam metode Melchior.

Dalam persamaan (A.1.8) curah hujan sehari rencana (Rn) harus diisi untuk
memperoleh harga curah hujan qn. Perlu dicatat pula bahwa rumus-rumus Der
Weduwen dibuat untuk curah hujan sehari sebesar 240 mm.

A.1.2.2. Perhitungan Banjir Rencana

Perhitungan dilakukan berkali-kali dengan persamaan A.1.5, A1.6, A.1.7, A.1.8 dan
A.1.9 seperti disajikan dalam subbab A.1.3.1.

a. Hitunglah A, L dan I dari peta garis tinggi daerah aliran sungai dan substitusikan
harga-harga tersebut dalam persamaan.

b. Buatlah harga perkiraan untuk Qo dan gunakan persamaan dari (subbab A.1.2.3)
untuk menghitung besarnya debit Qc (Q Konsentrasi)

c. Ulangi lagi perhitungan untuk harga baru Qo sama dengan Qc diatas

d. Debit puncak ditemukan jika Qo yang diambil sama dengan Qc


Lampiran I 143

Perhitungan diatas dapat dilakukan dengan menggunakan kalkulator yang bisa


diprogram.

Subbab A.1.2.1. juga dapat disederhanakan dengan mengasumsikan hubungan tetap


antara L dan A.

L = 1,904 A0,5 ...................................................................................... (A.1.10)

Jika disubstitusikan ke dalam persamaan (A.1.9), maka ini menghasilkan

L = 0,476 Q-0,125 I-0,25 A0,5 .................................................................... (A.1.11)

Pada Gambar A.13. sampai A.1.7. diberikan penyelesaian persamaan dari subbab
A.1.2.1. Debit-debit puncak dapat ditemukan dengan interpolasi dari grafik perlu
dicatat bahwa untuk sungai yang panjangnya lebih dari yang disebut dalam
persamaan (A.1.10), harga-harga debit puncak yang diambil dari grafik tersebut lebih
tinggi.

Harga-harga debit puncak Qo dari grafik tersebut dapat dipakai sebagai harga mula/
awal untuk proses perhitungan yang dilakukan secara berulang-ulang sebagaimana
dijelaskan pada b dan c diatas.
144 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

100
90
80
R = 80 mm
70
60
50

40

30

001
20 0.0
002
0.0 03
1=

005
0.0
0

01

0.0 2
0.0

0.0 03
0
0.0
0.0

05

0.1 .05
1
0.0

3
2
0. 0
0.0

0
10
9
8
7
6
5
4

3
A dalam km2

1
2 3 4 5 6 8 10 20
2 30 40 50 60 80 100
Q dalam m3/dt
Gambar A.1.3 Debit Q untuk curah hujan harian R = 80 m
Gambar A.1.3 Debit Q untuk Curah Hujan Harian R = 80 mm
Lampiran I 145

100
90
80
R = 120 mm
70
60
50

40

30
001
002
0.0

0.0 03
005
20
0.0
0
1=

01
0.0

02
0.0

0.0 03
0.0

05
0.0

0.1 0.05
1
0.0

3
2
0.0
0.0
10
9
8
7
6
5
4

3
A dalam km2

1
4 5 6 8 10 20 30 40 50 60 80 100 200 300
Q dalam m3/dt
Gambar A.1.4 Debit Q untuk curah hujan harian R = 120 m
Gambar A.1.4 Debit Q untuk Curah Hujan Harian R = 120 mm
146 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

100
90
80
70 R = 160 mm
60
50

40

30

001

0. 0 2
0.0

003
00

0.0 05
0.0
1=

0
01
20

0.0

0.0002
0.0 03
0.0 5
0.

0
1
0.002
0. 0 3
0.1 5
0.
10
9
8
7
6
5
4
A dalam km2

1
6 8 10 20 30 40 50 60 80 100 200 300 400
Q dalam m3/dt
Gambar A.1.5 Debit Q untuk curah hujan harian R = 160 m
Gambar A.1.5 Debit Q untuk Curah Hujan Harian R = 160 mm
Lampiran I 147

100
90
80
70 R = 200 mm
60
50

40

30

001
0.0

0.0 02
0.0 03
1=

005
0
0.0
20

01
0.0 02
0.0

0.0 3
0.0 05
0
0.0

1
0.0 2
0. 3
0.0

0.105
10
9
8
7
6
5
4
A dalam km2

1
8 10 20 30 40 50 60 80 100 200 300 400 600
Q dalam m3/dt

Gambar
Gambar A.1.6 DebitDebit
A.1.6 Q untuk
Q Curah
untuk Hujan
curahHarian
hujanRharian
= 200 R
mm= 200 m
148 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

100
90
80
R = 240 mm
70
60
50
40

30

001
0.0

0.0 02
0.0 03
1=

005
20 0.0
0

01
02
0.0 003
0.0
0.0

05
0. 0 1
0.

0.0
0 2
0.0.03
0.1 5
10
9
8
7
6
5
4
A dalam km2

1
10 20 30 40 50 60 80 100 200 300 400 600 800
Q dalam m3/dt

Gambar A.1.7A.1.7 Debit


Gambar Debit Q untuk
Q untuk Curahcurah
Hujanhujan
Harianharian
R = 240Rmm
= 240 m
Lampiran I 149

A.1.3. Rumus Banjir Metode Haspers

1. Koefisien aliran () dihitung dengan rumus:

1+0,012f0,7
α= 1+0,075f
......................................................................................... (A.1.12)

2. Koefisien reduksi () dihitung dengan rumus:


3
1 t+(3,7x100,4t ) f4
β
=1+ (t2+15)
x 12 ........................................................................ (A.1.13)

3. Waktu konsentrasi dihitung dengan rumus:

t x = 0,1L0,9 i−0,3 ...................................................................................... (A.1.14)

4. Hujan maksimum menurut Haspers dihitung dengan rumus:

Rt
q = 3,6t ................................................................................................. (A.1.15)

R t = Sx U ................................................................................................. (A.1.16)

Keterangan:
t = waktu curah hujan (jam)
q = hujan maksimum (m3/km2/detik)
R = curah hujan maksimum rata-rata (mm)
Sx = simpangan baku
U = variabel simpangan untuk kala ulang T tahun
Rt = curah hujan dengan kala ulang T tahun (mm)

berdasarkan Haspers ditentukan:

untuk t < 2 jam

24 t.R
R t = t+1−0,0008 (260−R 2
............................................................. (A.1.17)
24 )(2−t)

untuk 2 jam < t < 19 jam


150 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

t x R24
Rt = ............................................................................................ (A.1.18)
t+1

untuk 19 jam < t < 30 hari

R t = 0,707 x R 24 t + 1 .............................................................................. (A.1.19)

keterangan:
t = waktu curah hujan (hari)
R3 = curah hujan dalam 24 jam (mm)
R1 = curah hujan dalam t jam (mm)

A.1.4. Metode Empiris

Debit banjir dapat dihitung dengan metode empiris apabila data debit tidak tersedia.
Parameter yang didapat bukan secara analitis, tetapi berdasarkan korelasi antara hujan
dan karakteristik DPS terhadap banjir, dalam hal ini metode empiris yang dipakai
antara lain:

- Metode Hidrograf Satuan

Yang perlu diperhatikan dalam metode ini adalah hujan efektif, aliran dasar dan
hidrograf limpasan. Dalam menentukan besarnya banjir dengan hidrograf satuan
diperlukan data hujan jam-jaman.
1. Hujan efektif dapat dihitung dengan menggunakan metode  indeks dan
metode Horton
Metode  indeks, mengasumsikan bahwa besarnya kehilangan hujan dari jam
kejam adalah sama, sehingga kelebihan dari curah hujan akan sama dengan
volume dari hidrograf aliran.
Metode Horton, mengasumsikan bahwa kehilangan debit aliran akan berupa
lengkung eksponensial.
2. Hidrograf Limpasan, terdiri dari dua komponen pokok yaitu: debit aliran
permukaan dan aliran dasar.
Lampiran I 151

Gambar A.1.8 Metode Indeks Ø

Metode Horton, mengasumsikan bahwa kehilangan debit aliran akan berupa


lengkung eksponensial (lihat Gambar A.1.9)

Gambar A.1.9. Metode Horton


152 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

Gambar A.1.10 Debit Aliran Dasar Merata dari Permulaan Hujan


Sampai Akhir dari Hidrograf Satuan

Gambar A.1.11 Debit Aliran Dasar Ditarik dari Titik Permulaan Hujan
Sampai Titik Belok Di Akhir Hidrograf Satuan
Lampiran I 153

Gambar A.1.12. Debit Aliran Dasar Terbagi Menjadi Dua Bagian

3. Besarnya hidrograf banjir dihitung dengan mengalikan besarnya hujan efektif


dengan kala ulang tertentu dengan hidrograf satuan yang didapat selanjutnya
ditambah dengan aliran dasar.

A.1.5. Metode “Soil Conservation Service” (SCS) – USA

Cara ini dikembangkan dari berbagai data pertanian dan hujan, dengan rumus:

(1−0,25)2
Q= ............................................................................................................ (A.1.20)
1+0,95

keterangan:
Q = debit aliran permukaan (mm)
I = besarnya hujan (mm)
S = jumlah maksimum perbedaan antara hujan dan debit aliran (mm)

Besaran S dievaluasi berdasarkan kelembaban tanah sebelumnya, jenis tata guna


lahan, dan didefinisikan sebagai rumus:
25400
S= CN
− 254 .............................................................................. (A.1.21)
154 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

Tabel A.1.3. Nomor Lengkung untuk Kelompok Tanah dengan Kondisi Hujan Sebelumnya
Tipe III dan Ia= 0,2S
Perlakukan Terhadap Kondisi Kelompok Jenis Tanah
Lahan Penutup
Tanaman Hidrologi A B C D
- Belum ditanami Berjajar lurus 77 86 91 94
- Tanaman berjajar Berjajar lurus Jelek 72 81 88 91
Berjajar lurus bagus 67 78 85 89
Dengan kontur Jelek 70 79 84 88
Dengan kontur Bagus 65 75 82 86
Dengan teras Jelek 66 74 80 82
Dengan teras bagus 62 71 78 81
- Tanaman berbutir (jagung, Berjajar lurus Jelek 65 76 84 88
gandum, dan lain-lain) Berjajar lurus bagus 63 75 83 87
Dengan kontur Jelek 63 75 83 87
Dengan kontur Bagus 63 74 81 85
Dengan teras Jelek 61 72 79 82
Dengan teras bagus 59 70 78 81
- Tanaman legunne (petai Berjajar lurus Jelek 66 77 85 89
cina, turi) Berjajar lurus bagus 58 72 81 85
Dengan kontur Jelek 64 75 83 85
Dengan kontur Bagus 55 69 78 83
Dengan teras Jelek 63 73 80 83
Dengan teras bagus 51 67 76 80
- Padang rumput untuk Jelek 68 79 86 89
gembala Sedang 49 69 79 84
Bagus 39 61 74 80
Dengan kontur Jelek 47 67 81 88
Dengan kontur Sedang 25 59 75 83
Dengan kontur baik 6 35 70 79
- Tanaman rumput bagus 30 58 71 78
- Pepohonan jelek 45 66 77 83
Sedang 36 60 73 79
Baik 25 55 70 79
- Pertanian lahan kering 59 74 82 86
- Jalan raya 74 84 90 92

Tabel A.1.4. Tingkat Infiltrasi

Kelompok Jenis Uraian Tingkat Infiltrasi


Tanah (mm/jam)
A Potensi aliran permukaan rendah, termasuk tanah jenis, 8 – 12
dengan sedikit debu dan tanah liat

B Potensi aliran permukaan sedang, umumnya tanah 4–8


berpasir, tetapi kurang dari jenis A
C Antara tinggi dan sedang potensi dari aliran 1–4
permukaan. Merupakan lapisan tanah atas tidak begitu
dalam dan tanahnya terdiri dari tanah liat
D Mempunyai potensi yang tinggi untuk mengalirkan 0-1
aliran permukaan
Lampiran I 155

Faktor perubah koefisien aliran C tanah kelompok B menjadi:

Tabel A.1.5. Faktor Perubahan Kelompok Tanah

Kondisi Group
Lahan Penutup
Hidrologi A B C
 tanaman berjajar jelek 0,89 1,09 1,12
 tanaman berjajar bagus 0,86 1,09 1,14
 tanaman berbutir jelek 0,86 1,11 1,16
 tanaman berbutir bagus 0,84 1,11 1,16
 tanaman rumput putaran bagus 0,81 1,13 1,18
 padang rumput bagus 0,64 1,21 1,31
 pohon keras bagus 0,45 1,27 1,40

Tabel A. 1.6. Kondisi Hujan Sebelumnya dan Nomer Lengkung untuk Ia = 0,2S

Nomor Lengkung (CN)


Faktor Pengubah CN untuk Kondisi II menjadi
untuk
Kondisi II Kondisi I Kondisi III
10 0,40 2,22
20 0,45 1,85
30 0,50 1,67
40 0,55 1,50
50 0,62 1,40
60 0,67 1,30
70 0,73 1,21
80 0,79 1,14
90 0,87 1,07
100 1,00 1,00
5 Hari Sesudah Hujan Mendahului (mm)
Kondisi
Uraian Umum Musim Kering Musim Tanam
I Hujan rendah < 13 < 36
II Rata-rata dari kedalaman banjir tahunan 13 - 28 36 – 53
III Hujan tinggi > 28 > 53
156 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

A.1.6. Metode Statistik Gama I

1. Satuan hidrograf sintetik Gama I dibentuk oleh tiga komponen dasar yaitu waktu
naik (TR), debit puncak (Qp), waktu dasar (TB) dengan uraian sebagai berikut:

a. waktu naik (TR) dinyatakan dengan rumus:

L 3
TR = 0,43 ( ) + 1,0665 SIM + 1,2775 .......................................... (A.1.22)
100SF

keterangan:
TR = waktu naik (jam)
L = panjang sungai (km)
SF = faktor sumber yaitu perbandingan antara jumlah panjang sungai
tingkat 1 dengan jumlah panjang sungai semua tingkat
SIM = faktor simetri ditetapkan sebagai hasil kali antara faktor
lebar (WF) dengan luas relatif DAS sebelah hulu (RUA)
WF = faktor lebar adalah perbandingan antara lebar DPS yang diukur
dari titik di sungai yang berjarak ¾ L dan lebar DPS yang diukur
dari titik yang berjarak ¼ L dari tempat pengukuran (lihat Gambar
A.1.13.).

Gambar A.1.13. Sketsa Penentuan WF


Lampiran I 157

Gambar A.1.14. Sketsa Penentuan RUA

b. Debit puncak (QP) dinyatakan dengan rumus:

QP = 0,1836A0,5886 JN 0,2381 TR−0,408 ................................................ (A.1.23)

Keterangan :
QP = debit puncak (m3/det)
JN = jumlah pertemuan sungai (lihat Gambar A.1.14.)
TR = waktu naik (jam)

c. Debit puncak (QP) dinyatakan dengan rumus:

TB = 27,4132TR0,1457 S0,0956 SN−0,7344 RUA0,2574 ........................... (A.1.24)

Keterangan :
TB = waktu dasar (jam)
TR = waktu naik (jam)
S = landai sungai rata-rata
158 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

SN = frekuensi sumber yaitu perbandingan antara jumlah segmen sungai-


sungai tingkat 1 dengan jumlah sungai semua tingkat.
RUA = luas DPS sebelah hulu (km), (lihat Gambar A.1.14), sedangkan
bentuk grafis dari hidrograf satuan (lihat Gambar A.1.15).

Gambar A.1.15 Hidrograf Satuan

2. Hujan efektif didapat dengan cara metode  indeks yang dipengaruhi fungsi luas
DPS dan frekuensi sumber SN, dirumuskan sebagai berikut :
4
∅ = 10,4903 − 3,859. 10−6 A2 + 1,6985. 10−13 (A⁄SN) ............ (A.1.25)

Keterangan :
 = indeks  dalam mm/jam
A = luas DPS, dalam km2
SN = frekuensi sumber, tidak berdimensi
Lampiran I 159

3. Aliran dasar dapat didekati sebagai fungsi luas DPS dan kerapatan jaringan
sungai yang dirumuskan sebagai berikut :

QB = 0,4751 A0,644 A D0,9430 ....................................................... (A.1.26)

Keterangan :
QB = aliran dasar (m3/det)
A = luas DPS (km2)
D = kerapatan jaringan sungai (km/km2)

Besarnya hidrograf banjir dihitung dengan mengalikan bulan efektif dengan kala
ulang tertentu dengan hidrograf satuan yang didapat dari rumus-rumus diatas
selanjutnya ditambah dengan aliran dasar.
160 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi
Lampiran II 161

LAMPIRAN II
KEBUTUHAN AIR DI SAWAH UNTUK PADI

A.2.1 Kebutuhan Air di Sawah untuk Padi

A.2.1.1 Umum

Kebutuhan air di sawah untuk padi ditentukan oleh factor-faktor berikut :


1. Penyiapan lahan
2. Penggunaan konsumtif
3. Perkolasi dan rembesan
4. Pergantian lapisan air
5. Curah hujan efektif

Kebutuhan total air di sawah (GFR) mencakup faktor 1 sampai 5. Kebutuhan bersih
air di sawah (NFR) juga memperhitungkan curah hujan efektif.

Kebutuhan air di sawah dinyatakan dalam mm/hari atau 1/dt/ha tidak disediakan
kelonggaran untuk efisiensi irigasi di jaringan tersier dan utama.

Efisiensi juga dicakup dalam memperhitungkan kebutuhan pengambilan irigasi (m3/


dt)

A.2.1.2 Penyiapan Lahan untuk Padi

Kebutuhan air untuk penyiapan lahan umumnya menentukan kebutuhan maksimum


air irigasi pada suatu proyek irigasi. Faktor-faktor penting yang menentukan besarnya
kebutuhan air untuk penyiapan lahan adalah :
a. Lamanya waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan penyiapan lahan
b. Jumlah air yang diperlukan untuk penyiapan lahan
162 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

1. Jangka Waktu Penyiapan Lahan

Faktor-faktor penting yang menentukan lamanya jangka waktu penyiapan lahan


adalah:
- Tersedianya tenaga kerja dan ternak penghela atau traktor untuk menggarap tanah
- Perlunya memperpendek jangka waktu tersebut agar tersedia cukup waktu untuk
menanam padi sawah atau padi ladang kedua

Faktor-faktor tersebut saling berkaitan. Kondisi sosial budaya yang ada di daerah
penanaman padi akan mempengaruhi lamanya waktu yang diperlukan untuk
penyiapan lahan. Untuk daerah-daerah proyek baru, jangka waktu penyiapan lahan
akan ditetapkan berdasarkan kebiasaan yang berlaku di daerah-daerah di dekatnya.
Sebagai pedoman diambil jangka waktu 1,5 bulan untuk menyelesaikan penyiapan
lahan di seluruh petak tersier.

Bilamana untuk penyiapan lahan diperkirakan akan dipakai peralatan mesin secara
luas, maka jangka waktu penyiapan lahan akan diambil satu bulan.

Perlu diingat bahwa transplantasi (pemindahan bibit ke sawah) mungkin sudah


dimulai setelah 3 sampai 4 minggu di beberapa bagian petak tersier dimana
pengolahan lahan sudah selesai.

2. Kebutuhan Air untuk Penyiapan Lahan

Pada umumnya jumlah air yang dibutuhkan untuk penyiapan lahan dapat ditentukan
berdasarkan kedalaman serta porositas tanah di sawah. Rumus berikut dipakai untuk
memperkirakan kebutuhan air untuk penyiapan lahan.
(Sa −Sb )N.d
PWR = + Pd + F1 .......................................................................... (A.2.1)
104

dimana :
PWR = Kebutuhan air untuk penyiapan lahan, (mm)
Sa = Derajat kejenuhan tanah setelah, penyiapan lahan dimulai, (%)
Sb = Derajat kejenuhan tanah sebelum penyiapan lahan dimulai, (%)
Lampiran II 163

N = Porositas tanah dalam % pada harga rata-rata untuk kedalaman tanah


d = Asumsi kedalaman tanah setelah pekerjaan penyiapan lahan (mm)
Pd = Kedalaman genangan setelah pekerjaan penyiapan lahan, (mm)
F1 = Kehilangan air di sawah selama 1 hari, (mm)

Untuk tanah berstruktur berat tanpa retak-retak kebutuhan air untuk penyiapan lahan
diambil 200 mm. Ini termasuk air untuk penjenuhan dan pengolahan tanah. Pada
permulaan transplantasi tidak akan ada lapisan air yang tersisa di sawah. Setelah
transplantasi selesai, lapisan air di sawah akan ditambah 50 mm. Secara keseluruhan,
ini berarti bahwa lapisan air yang diperlukan menjadi 250 mm untuk menyiapkan
lahan dan untuk lapisan air awal setelah transpantasi selesai.

Bila lahan telah dibiarkan beda selama jangka waktu yang lama (2,5 bulan atau lebih),
maka lapisan air yang diperlukan untuk penyiapan lahan diambil 300 mm, termasuk
yang 50 mm untuk penggenangan setelah transplantasi.

Untuk tanah-tanah ringan dengan laju perkolasi yang lebih tinggi, harga-harga
kebutuhan air untuk penyelidikan lahan bisa diambil lebih tinggi lagi. Kebutuhan air
untuk penyiapan lahan sebaiknya dipelajari dari daerah-daerah di dekatnya yang
kondisi tanahnya serupa dan hendaknya didasarkan pada hasil-hasil penyiapan di
lapangan. Walau pada mulanya tanah-tanah ringan mempunyai laju perkolasi tinggi,
tetapi laju ini bisa berkurang setelah lahan diolah selama beberapa tahun.
Kemungkinan ini hendaknya mendapat perhatian tersendiri sebelum harga-harga
kebutuhan air untuk penyiapan lahan ditetapkan menurut ketentuan diatas.

Kebutuhan air untuk persemaian termasuk dalam harga-harga kebutuhan air diatas.

3. Kebutuhan Air Selama Penyiapan Lahan

Untuk perhitungan kebutuhan irigasi selama penyiapan lahan, digunakan metode


yang dikembangkan oleh Van de Goor dan Zijlstra (1968). Metode tersebut
didasarkan pada laju air konstan dalam 1/dt selama periode penyiapan lahan dan
menghasilkan rumus berikut :
164 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

IR = M ek /(ek − 1) ..................................................................................... (A.2.2)

Dimana:
IR = Kebutuhan air irigasi di tingkat persawahan, mm/hari
M = Kebutuhan air untuk mengganti/mengkompensasi kehilangan air akibat
evaporasi dan perkolasi di sawah yang sudah dijenuhkan M = Eo + P, mm/hari
Eo = Evaporasi air terbuka yang diambil 1,1, ETo selama penyiapan lahan, mm/hari
P = Perkolasi
k = MT/S
T = jangka waktu penyiapan lahan, (hari)
S = Kebutuhan air, untuk penjenuhan ditambah dengan lapisan air 50 mm, yakni
200 + 50 = 250 mm seperti yang sudah diterangkan diatas.

Untuk menyikapi perubahan iklim yang selalu berubah dan juga dalam rangka
penghematan air maka diperlukan suatu metode penghematan air pada saat pasca
konstruksi.

Pada saat ini perhitungan kebutuhan air dihitung secara konvensional yaitu dengan
metode genangan, yang berkonotasi bahwa metode genangan adalah metode boros
air.

Metode perhitungan kebutuhan air yang paling menghemat air adalah metode
Intermitten yang di Indonesia saat ini dikenal dengan nama SRI atau System Rice
Intensification.

SRI adalah metode penghematan air dan peningkatan produksi dengan jalan
pengurangan tinggi genangan disawah dengan sistem pengaliran terputus putus
(intermiten). Metode ini tidak direkomendasi untuk dijadikan dasar perhitungan
kebutuhan air, tetapi bisa sebagai referensi pada saat pasca konstruksi.

Tabel A.2.1 memperlihatkan kebutuhan air irigasi selama penyiapan lahan yang
dihitung menurut rumus diatas.
Lampiran II 165

Tabel A.2.1. Kebutuhan Air Irigasi Selama Penyiapan Lahan (IR)

M Eo + T = 30 hari T = 45 hari
PMm/hari
S = 250 mm S = 300 mm S = 250 mm S = 300 mm
5,0 11,1 12,7 8,4 9,5
5,5 11,4 13,0 8,8 9,8
6,0 11,7 13,3 9,1 10,1
6,5 12,0 13,6 9,4 10,4
7,0 12,3 13,9 9,8 10,8
7,5 12,6 14,2 10,1 11,1
8,0 13,0 14,5 10,5 11,4
8,5 13,3 14,8 10,8 11,8
9,0 13,6 15,2 11,2 12,1
9,5 14,0 15,5 11,6 12,5
10,0 14,3 15,8 12,0 12,9
10,5 14,7 16,2 12,4 13,2
11,0 15,0 16,5 12,8 13,6

A.2.1.3 Penggunaan Konsumtif

Penggunaan konsumtif dihitung dengan rumus berikut:

ETc = Kc x ETo ................................................................................................ (A.2.3)


Dimana : ETc = Evapotranspirasi tanaman, mm/hari
Kc = Koefisien tanaman
ETo = Evapotransirasi tanaman acuan, mm/hari

a. Evapotranspirasi

Evapotranspirasi tanaman acuan adalah evapotranspirasi tanaman yang dijadikan


acuan, yakni rerumputan pendek. ETo adalah kondisi evaporasi berdasarkan keadaan-
keadaan meteorologi seperti:
- Temperatur
- Sinar matahari atau radiasi
166 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

- Kelembaban
- Angin

Evapotranspirasi dapat dihitung dengan rumus-rumus teoritis-empiris dengan


mempertimbangkan faktor-faktor meterologi diatas.

Bila evaporasi diukur di stasiun agrometeorologi, maka biasanya digunakan pan


Kelas A. harga-harga pan evaporasi (Epan) dikonversi ke dalam angka-angka ET0
dengan menerapkan faktor pan Kp antara 0,65 dan 0,85 bergantung kepada kecepatan
angin, kelembapan relatif serta elevasi.

ETo = KP. Epan ............................................................................................................ (A.2.4)

Harga-harga faktor pun mungkin sangat bervariasi bergantung kepada lamanya angin
bertiup, vegetasi di daerah sekitar dan lokasi pan. Evaporasi pan diukur secara harian,
demikian pula harga-harga ETo.

Untuk perhitungan evaporasi, diajurkan untuk menggunakan rumus Penman yang


sudah dimodifikasi, Temperatur, Kelembapan, angin dan sinar matahari (atau radiasi)
merupakan parameter dalam rumus tersebut. Data-data ini diukur secara harian pada
stasiun-stasiun (agro) metereologi hitung ETo dengan rumus Penman.

Untuk rumus Penman yang dimodifikasi ada 2 metode yang dapat digunakan :

Metode Nedeco/Prosida yang lihat terbitan Dirjen Pengairan, Bina Program PSA 010,
1985 Metode FAO lebih umum dipakai dan dijelaskan dalam terbitan FAO Crop
Water Requirments, 1975.

Harga-harga ET0 dari rumus penman menunjuk pada tanaman acuan apabila
digunakan albedo 0,25 (rerumputan pendek). Koefisien-koefisien tanaman yang
dipakai untuk penghitungan ETc harus didasarkan pada ETo ini dengan albedo 0,25

Seandainya data-data meteorologi untuk daerah tersebut tidak tersedia maka harga-
harga ETo boleh diambil sesuai dengan daerah-daerah disebelahnya. Keadaan-
keadaan meteorologi hendaknya diperiksa dengan seksama agar transposisi data
Lampiran II 167

demikian dapat dijamin keandalannya. Keadaan-keadaan temperatur, kelembapan,


angin dan sinar matahari diperbandingkan.

Pengguna komsumtif dihitung secara tengah bulanan, demikian pula harga-harga


evapotranspirasi acuan. Setiap jangka waktu setengah bulan harga ET o ditetapkan
dengan analisis frekuensi. Untuk ini distribusi normal akan diasumsikan.

b. Koefisien Tanaman

Harga- harga koefisien tanaman padi terdapat pada Tabel A.2.2. dibawah ini

Tabel A.2.2. Harga-Harga Koefisien1 Tanaman Padi


Nedeco/ Prosida FAO
Bulan Varietas2 Varietas3 Varietas
Varietas Biasa
Biasa Unggul Unggul
0,5 1,20 1,20 1,10 1,10
1,0 1,20 1,27 1,10 1,10
1,5 1,32 1,33 1,10 1,05
2,0 1,40 1,30 1,10 1,05
2,5 1,35 1,30 1,10 0,95
3,0 1,24 0 1,05 0
3,5 1,12 0,95
4,0 04 0
Sumber : Dirjen Pengairan, Bina Program PSA. 010, 1985

1
Harga-harga koefisien ini akan dipakai dengan rumus evapotranspirasi Penman yang sudah
dimodifikasi, dengan menggunakan metode yang diperkanakan oleh Nedeco/Prosida atau FAO.
2
Varietas padi biasa adalah varietas padi yang masa tumbuhnya lama
3 3
Varietas unggul adalah barietas padi yang jangka waktu tumbuhnya pendek Selama setengah bulan
terakhir pemberian air irigasi ke sawah dihentikan;
4
Kemudian koefisien tanaman diambil ”nol” dan padi akan menjadi masak dengan air yang tersedia
168 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

A.2.1.4 Perkolasi

Laju perkolasi sangat bergantung kepada sifat-sifat tanah. Pada tanah-tanah lempung
berat dengan karakteristik pengelolahan (puddling) yang baik, laju perkolasi dapat
mencapai 1-3 mm/hari. Pada tanah-tanah yang lebih ringan; laju perkolasi bisa lebih
tinggi.

Dari hasil-hasil penyelidikan tanah pertanian dan penyelidikan kelulusan, besarnya


laju perkolasi serta tingkat kecocokan tanah untuk pengolahan tanah dapat ditetapkan
dan dianjurkan pemakaian nya. Guna menentukan laju perkolasi, tinggi muka air
tanah juga harus diperhitungkan. Perembesan terjadi akibat meresapnya air melalui
tanggul sawah.

A.2.1.5. Penggantian Lapisan air

Setelah pemupukan, usahakan untuk menjadwalkan dan mengganti lapisan air


menurut kebutuhan

Jika tidak ada penjadwalan semacam itu, lakukan penggantian sebanyak 2 kali,
masing-masing 50 mm (atau 3,3 mm/ hari selama ½ Bulan) selama sebulan dan dua
bulan setelah transplantasi.

A.2.1.6. Curah Hujan Efektif

Untuk irigasi pada curah hukan efektif bulanan diambil 70% dari curah hujan
minimum tengah bulanan dengan periode ulang 5 tahun
1
𝑅𝑒 = 0,7𝑥 15 𝑅(𝑠𝑒𝑡𝑒𝑛𝑔𝑎ℎ 𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛) ................................................................. (A.2.5)
Lampiran II 169

Dimana : Re = Curah hujan efektif, mm/ hari


R (setengah bulan) 5 = Curah hujan minimum tengah bulanan dengan
periode ulang 5 tahun/ mm.

Di daerah-daerah proyek yang besar dimana tersedia data-data curah hujan harian,
harus dipertimbangkan untuk diadakan studi simulasi untuk menghasilkan kriteria
yang lebih terinci.

A.2.1.7. Perhitungan Kebutuhan Air Di Sawah untuk Petak Tersier

Pada Tabel A.2.3. dan A.2.4 diberikan contoh perhitungan dalam bentuk tabel untuk
kebutuhan air di sawah bagi dua tanaman padi varietas unggul di petak tersier.

Disamping penjelasan yang telah diuraikan dalam bagian A.2.1.2. sampai A. 2.1.6,
telah dibuat asumsi-asumsi berikut :

a. Dengan rotasi (alamiah) didalam petak tersier, kegiatan-kegiatan penyiapan lahan


di seluruh petak dapat diselesaikan secara berangsur-angsur. Untuk Tabel A.2.3.
jangka waktu penyiapan lahan ditentukan satu bulan untuk periode satu mingguan
dan untuk Tabel A.2.4. dengan periode dua mingguan. Rotasi alamiah
digambarkan dengan pengaturan kegiatan-kegiatan setiap jangka waktu setengah
bulan secara bertahap. Oleh karena itu, kolom-kolomnya mempunyai harga-harga
koefisien tanaman yang bertahap-tahapnya mempunyai harga koefisien tanaman
yang bertahap-tahap.
b. Transplantasi akan dimulai pada pertengahan bulan kedua dan akan selesai dalam
waktu setengah bulan sesudah selesainya penyiapan lahan.
c. Harga-harga evapotranspirasi tanaman acuan ET0, laju perkolasi P dan curah
hujan efektif Re adalah harga-harga asumsi/andaian.
d. Kedua penggantian lapisan air (WLR) di asumsikan seperti pada bagian A.2.1.5
dan masing-masing WLR dibuat bertahap.
170 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

Tabel A.2.3 Kebutuhan Air Di Sawah untuk Petak Tersier


Jangka Waktu Penyiapan Lahan 1,0 Bulan
Bulan ETo P R WLR C1 C2 C3 ETc NFR
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10)1)

Nov 1 5,1 2,0 2,0


2

Des 1 4,3 2,0 3,6 LP LP LP 13,72) 10,13)


2 1,1 LP LP 13,7 10,1

Jan 1 4,5 2,0 3,8 1,7 1,1 1,1 1,1 5,04) 4,85)
2 1,7 1,05 1,1 1,08 4,9 4,8

Feb 1 4,7 2,0 4,1 1,7 1,05 1,05 1,05 4,9 4,5
2 1,7 0,95 1,05 1,0 4,7 4,3

Mar 1 4,8 2,0 5,0 0 0,95 0,48 2,3 0


2 0 0 0 0

Apr 1 4,5 2,0 5,3 LP LP LP 12,36) 7,07)


2 1,1 LP LP 12,3 7,0

Mei 1 3,8 2,0 5,1 1,7 1,1 1,1 1,1 4,2 2,8
2 1,7 1,05 1,1 1,08 4,1 2,7

Jun 1 3,6 2,0 4,2 1,7 1,05 1,05 1,05 3,8 3,3
2 1,7 0,95 1,05 1,0 3,6 3,1

Jul 1 4,0 2,0 2,9 0 0,95 0,48 1,9 0


2 0 0 0 0

Agt 1 5,0 2,0 2,0


2

Sep 1 5,7 2,0 1,0


2
5,7 2,0 1,0
Okt 1
2 5,1 2,0 2,0

1) Kolom 2, 3, 5, 9 dan 10 dalam satuan mm/hari


2) Kebutuhan air total untuk penyiapan lahan : tanaman pertama M = (1,1 x 4,3) + 2 = 6,7 mm/hari. S =
300 mm/hari. IR = 13,7 mm/hari (Lihat Tabel A.2.1)
3) Kebutuhan air netto untuk penyiapan lahan sama dengan kebutuhan total dikurangi curah hujan efektif rata-rata
selama periode penyiapan lahan tanaman pertama 13,7 – 3,6 = 10,1 mm/hari.
4) ETc = ETo x C1, koefisien rata-rata tanaman.
5) NFR = ETc + P – Re + WLR.
6) Kebutuhan air total untuk penyiapan lahan : tanaman kedua M = (1,1 x 4,5) + 2 = 7 mm/hari. S = 250 mm/hari
(Tabel A.2.1)
7) Kebutuhan air netto untuk penyiapan lahan sama dengan kebutuhan total dikurangi curah hujan efektif rata-rata
selama periode penyiapan lahan tanaman kedua 12,3 – 5,3 = 7,0 mm/hari.
Lampiran II 171

Tabel A.2.4 Kebutuhan Air Di Sawah untuk Petak Tersier


Jangka Waktu Penyiapan Lahan 1,0 Bulan
WL
Bulan ETo P R C1 C2 C3 C ETc NFR
R
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)1)

Nov 1 5,1 2,0 2,0


2

Des 1 4,3 2,0 3,6 LP LP LP LP 10,72) 7,03)


2 1,1 LP LP LP 10,7 7,0

Jan 1 4,5 2,0 3,8 1,1 1,1 LP LP 10,7 7,0


2 2,2 1,05 1,1 1,1 1,08 4,94) 5,35)

Feb 1 4,7 2,0 4,1 2,2 1,05 1,05 1,1 1,07 5,0 5,1
2 1,1 0,95 1,05 1,05 1,02 4,8 3,8

Mar 1 4,8 2,0 5,0 1,1 0 0,95 1,05 0,67 3,2 1,3
2 0 0,95 0,32 1,6 0

Apr 1 4,5 2,0 5,3 0 0 0 0


2 LP LP LP LP 9,46) 4,37)

Mei 1 3,8 2,0 5,1 1,1 LP LP LP 9,4 4,3


2 1,1 1,1 LP LP 9,4 4,3

Jun 1 3,6 2,0 4,2 2,2 1,05 1,1 1,1 1,08 3,9 3,9
2 2,2 1,05 1,05 1,1 1,07 3,9 3,9

Jul 1 4,0 2,0 2,9 1,1 0,95 1,05 1,05 1,02 4,1 4,3
2 1,1 0 0,95 1,05 0,67 2,7 2,9

Agt 1 5,0 2,0 2,0 0 0,95 0,32 1,6 0


2 0 0 0 0

Sep 1 5,7 2,0 1,0


2

Okt 1 5,7 2,0 1,0


2
1) Kolom 2, 3, 5, 10 dan 11 dalam satuan mm/hari
2) Kebutuhan air total untuk penyiapan lahan : tanaman pertama M = (1,1 x 4,4) + 2 = 6,8 mm/hari. S = 300
mm/hari. IR = 10,7 mm/hari (Lihat Tabel A.2.1)
3) Kebutuhan air netto untuk penyiapan lahan sama dengan kebutuhan total dikurangi curah hujan efektif rata-rata
selama periode penyiapan lahan tanaman pertama 10,7 – 3,7 = 7,0 mm/hari.
4) ETc = ETo x C1, koefisien rata-rata tanaman.
5) NFR = ETc + P – Re + WLR.
6) Kebutuhan air total untuk penyiapan lahan : tanaman kedua M = (1,1 x 4,0) + 2 = 6,5 mm/hari. S = 250 mm; IR =
9,4 mm/hari (lihat Tabel A.2.1)
7) Kebutuhan air netto untuk penyiapan lahan sama dengan kebutuhan total dikurangi curah hujan efektif rata-rata
selama periode penyiapan lahan tanaman kedua 9,4 – 5,1 = 4,3 mm/hari.
172 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

A.2.2 Kebutuhan Air Di Sawah untuk Tanaman Ladang dan Tebu*)

A.2.2.1 Penyiapan Lahan

Masa prairigasi diperlukan guna menggarap lahan untuk ditanami dan untuk
menciptakan kondisi lembap yang memadai untuk persemaian yang baru tumbuh.
Banyaknya air yang dibutuhkan bergantung kepada kondisi tanah dan pola tanam
yang diterapkan. Jumlah air 50 sampai 100 mm dianjurkan untuk tanaman ladang dan
100 sampai 120 mm untuk tebu, kecuali jika terdapat kondisi-kondisi khusus
(misalnya ada tanaman lain yang ditanam segera sesudah padi).

A.2.2.2 Penggunaan Konsumtif

Seperti halnya untuk padi, dianjurkan bahwa untuk indeks evapotranspirasi dipakai
rumus evapotranspirasi Penman yang dimodifikasi, sedangkan cara perhitungannya
bisa menurut cara FAO atau cara Nedeco/Prosida.

Harga-harga koefisien tanaman disajikan pada Tabel A.2.5. Harga-harga koefisien ini
didasarkan pada data-data dari FAO (dengan data-data untuk negara-negara yang
paling mirip) dan menggunakan metode untuk menjabarkan koefisien tanaman.
Dalam penjabaran harga-harga koefisien ini untuk dipakai secara umum di Indonesia,
diasumsikan harga-harga berikut :
(a) evapotranspirasi harian 5 mm,
(b) kecepatan angin antara 0 dan 5 m/dt,
(c) kelembapan relatif minimum 70%
(d) frekuensi irigasi/curah hujan per 7 hari.

Apabila harga-harga kisaran tersebut dirasa terlalu menyimpang atau tidak sesuai
dengan keadaan daerah proyek, maka dianjurkan agar harga-harga koefisien
dijabarkan langsung dari FAO Guideline.
Lampiran II 173

Untuk tanaman tebu, harga-harga koefisien tanaman ditunjukkan pada Tabel A.2.6.
Harga-harga tersebut diambil langsung dari FAO Guideline. Untuk tanaman-tanaman
lainnya, ambil harga-harga secara langsung dari FAO Guideline.

Jika harga-harga jangka waktu pertumbuhan berbeda dari harga-harga yang


ditunjukkan, maka dianjurkan agar harga-harga yang ditunjukkan pada Tabel A.2.5
dan A.2.6 diplot dalam bentuk histogram, dan agar harga-harga koefisien dihitung
dari histogram-histogram tersebut dengan skala waktu yang dikonversi.

A.2.2.3 Perkolasi

Pada tanaman lading, perkolasi air ke dalam lapisan tanah bawah hanya akan terjadi
setelah pemberian air irigasi. Dalam mempertimbangkan efisiensi irigasi, perkolasi
hendaknya dipertimbangkan.

A.2.2.4 Curah hujan efektif

Curah hujan efektif dihitung dengan metode yang diperkenalkan oleh USDA Soil
Conservation Service seperti ditunjukkan pada Tabel A.2.7 dibawah ini, dan air tanah
yang tersedia diperlihatkan pada Tabel A.2.8; keduanya diambil dari FAO Guideline.
Perlu dicatat bahwa metode ini tidak berlaku untuk tanaman padi yang digenangi.
Harus diingat pula bahwa harga-harga yang ditunjukkan pada Tabel A.2.7 tidak
berlaku untuk laju infiltrasi tanah dan intensitas curah hujan; dan bahwa jika laju
infiltrasi rendah serta intensitas curah hujan tinggi, maka kehilangan air karena
melimpas mungkin sangat besar sedangkan hal ini tidak diperhitungkan dalam
metode ini.

*)disadur dari Dirjen Pengairan. Bina Program PSA 010, 1985

A.2.2.5 Efisiensi irigasi

Agar diperoleh angka-angka efisiensi yang realistis untuk tanaman lading dan tebu,
diperlukan penelitian/riset. Tetapi dengan pemilikan tanah yang kecil serta pertanian
yang intensif, khususnya di Jawa, tingkat efisiensi yang tinggi bisa dicapai.
174 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

Penggunaan harga-harga berikut dianjurkan :

A.2.3 Kebutuhan Air Pengambilan untuk Padi

A.2.3.1 Rotasi Teknis

Keuntungan-keuntungan yang dapat diperoleh dari sistem rotasi teknis adalah :


- berkurangnya kebutuhan pengambilan puncak
- kebutuhan pengambilan bertambah secara berangsur-angsur pada awal waktu
pemberian air irigasi (pada periode penyiapan lahan), seiring dengan makin
bertambahnya debit sungai; kebutuhan pengambilan puncak dapat ditunda.
Sedangkan hal-hal yang tidak menguntungkan adalah :
- timbulnya komplikasi sosial
- eksploitasi lebih rumit
- kehilangan air akibat eksploitasi sedikit lebih tinggi
- jangka waktu irigasi untuk tanaman pertama lebih lama, akibatnya lebih sedikit
waktu tersedia untuk tanaman kedua
- daur/siklus gangguan serangga; pemakaian insektisida
Lampiran II 175

Tabel A.2.5 Harga-Harga Koefisien untuk Diterapkan dengan Metode Perhitungan


Evapotranspirasi FAO

Jangka ½
Tanaman tumbuh/ bulan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
hari No.

Kedelai 85 0,5 0,75 1,0 1,0 0,82 0,45*

Jagung
80 0,5 0,59 0,96 1,05 1,02 0,95*
Kacang
tanah 130 0,5 0,51 0,66 0,85 0,95 0,95 0,95 0,55 0,55*

Bawang 70 0,5 0,51 0,69 0,90 0,95*


Buncis 75 0,5 0,64 0,89 0,95 0,88
Kapas 195 0,5 0,50 0,58 0,75 0,91 1,04 1,05 1,05 1,05 0,78 0,65 0,65 0,65
* untuk sisanya kurang dari ½ bulan

Catatan :
1. Diambil dari FAO Guideline for Crop Water Requirements (Ref.FAO, 1977)
2. Untuk diterapkan dengan metode ET Prosida, kalikan harga-harga koefisien tanaman itu dengan 1,15

Tabel A.2.6 Harga-Harga Koefisien Tanaman Tebu yang Cocok untuk Diterapkan
denganRumus Evapotranspirasi FAO

RH RH
Umur tanaman min < 70% min < 20%
angin
angin kecil
Tahap pertumbuhan kecil angin angin
12 bulan 24 bulan sampai
sampai kencang kencang
sedang
sedang
0-1 0 – 2,5 Saat tanam sampai 0,25 rimbun *) 0,55 0,60 0,40 0,45
1-2 2,5 – 3,5 0,25 – 0,5 rimbun 0,80 0,85 0,75 0,80
2 – 2,5 3,5 – 4,5 0,5 – 0,75 rimbun 0,90 0,95 0,95 1,00
2,5 - 4 4,5 - 6 0,75 sampai air puncak 1,00 1,10 1,10 1,20
4 - 10 6 - 17 Penggunaan air puncak 1,05 1,15 1,25 1,30
10 - 11 17 - 22 Awal berbunga 0,80 0,85 0,95 1,05
11 - 12 22 - 24 Menjadi masak 0,60 0,65 0,70 0,75
Catatan :
1. Sumber : Ref (FAO, 1977)
2. Untuk diterapkan dengan metode ET Prosida, kalikan masing-masing harga koefisien dengan 1,15

*) rimbun = full canopy, maksudnya pada saat tanaman telah mencapai tahap berdaun rimbun, sehingga
bila dilihat dari atas tanah di sela-selanya tidak tampak
176 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

Tabel A.2.7 Curah Hujan Efektif Rata-Rata Bulanan Dikaitkan dengan Et Tanaman Rata-Rata
Bulanan dan Curah Hujan Mean Bulanan (Mean Monthly Rainfall) (USDA (SCS), 1969)
Curah hujan

bulanan

12,
Mean

(mm)

25 37,5 50 62,5 75 87,5 100 112,5 125 137,5 150 162,5 175 187,5 200
5

25 8 16 24

50 8 17 25 32 39 46

75 9 18 27 34 41 48 56 62 69
ET tanaman ratarata bulan/mm

100 9 19 28 35 43 52 59 66 73 80 87 94 100

125 10 20 30 37 46 54 62 70 76 85 92 98 107 116 120

150 10 21 31 39 49 57 66 74 81 89 97 104 112 119 127 133

175 11 2 32 42 52 61 69 78 86 95 103 111 118 126 134 141

200 11 24 33 44 54 64 73 82 91 100 109 117 125 134 142 150

225 12 25 35 47 57 68 78 87 96 106 115 124 132 141 150 159

250 13 25 38 50 61 72 84 92 102 112 121 132 140 150 158 167

Curah hujan efektif rata-rata bulanan/mm

Apabila kedalaman bersih air yang dapat ditampung dalam tanah pada waktu irigasi lebih besar atau
lebih kecil dari 75 mm, harga-harga
Faktor koreksi yang akan dipakai adalah:

Tampungan 20 25 37,5 50 62.5 75 100 125 150 175 200


efektif
Faktor 0,73 0,77 0,86 0,93 0,97 1,00 1,02 1,04 1,06 1,07 1,08
tampungan

CONTOH :
Diketahui:
Curah hujan mean bulanan = 100 mm; ET tanaman = 150 mm; tampungan efektif = 175 mm
Pemecahan:
Faktor koreksi untuk tampungan efektif = 1,07
Curah hujan efektif 1,07 x 74 = 79 mm
Sumber : Ref (FAO, 1977)
Lampiran II 177

Tabel A.2.8 Air Tanah yang Tersedia Bagi Tanaman-Tanaman Ladang


untuk Berbagai Jenis Tanah

Dalamnya Fraksi Air Air Tanah Tersedia yang Siap Pakai


Tanaman Akar yang (mm)
(m) Tersedia Halus Sedang Kasar
Kedelai 0,6 – 1,3 0,50 100 75 35
Jagung 1,0 – 1,7 0,60 120 80 40
Kacang Tanah 0,5 – 1,0 0,40 80 55 25
Bawang 0,3 – 0,5 0,25 50 35 15
Buncis 0,5 – 0,7 0,45 90 65 30
Kapas 1,0 – 1,7 0,65 130 90 40
Tebu 1,2 – 2,0 0,65 130 90 40
Catatan : 1. Sumber Ref (FAO, 1977)
2. Harga-harga ini cocok dengan jenis-jenis tanah jika harga ET tanaman 5 sampai 6 mm/hari

Tabel A.2.9 Harga-Harga Efisiensi Irigasi untuk Tanaman Ladang (Upland Crops)
Peningkatan yang
Awal
Dapat Dicapai

Jaringan Irigasi Utama 0,75 0,80


Petak Tersier 0,65 0,75
Keseluruhan 0,50 0,60

Untuk membentuk sistem rotasi teknis, petak tersier dibagi-bagi menjadi sejumlah
golongan, sedemikian rupa sehingga tiap golongan terdiri dari petak–petak tersier
yang tersebar di seluruh daerah irigasi.

Petak–petak tersier yang termasuk dalam golongan yang sama akan mengikuti pola
penggarapan tanah yang sama; penyiapan lahan dan tanam akan dimulai pada waktu
yang sama. Kebutuhan air total pada waktu tertentu ditentukan dengan menambahkan
besarnya kebutuhan air di berbagai golongan pada waktu itu.
178 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

Berhubung petak-petak dalam golongan 1 terletak pada posisi yang menguntungkan,


maka diperkenalkanlah sistem rotasi tahunan. Hasil panen dari golongan ini akan
pertama kali sampai dipasaran, dengan demikian harga beras tinggi. Jika tahun itu
dimulai dari golongan 1, maka tahun berikutnya dimulai dari golongan 2, tahun
berikutnya lagi golongan 3, dan seterusnya, sedangkan golongan yang pada tahun
sebelumnya menempati urutan pertama, sekarang menempati urutan terakhir.

Didalam petak tersier tidak ada rotasi, oleh sebab itu seluruh petak termasuk dalam
satu golongan. Petak-petak tersier, yang tergabung dalam satu golongan, biasanya
tersebar diseluruh daerah irigasi. Praktek ini memanfaatkan tenaga kerja, ternak
penghela dan air yang tersedia. Untuk menyederhanakan pengelolaan air, dianjurkan
agar tiap golongan mempunyai jumlah hektar yang sama.

Kadang-kadang rotasi teknis hanya diterapkan di petak sekunder saja. Seluruh petak
tersier yang dilayani oleh satu saluran sekunder termasuk dalam golongan yang sama.
Sistem rotasi teknis semacam ini eksploitasinya tidak begitu rumit, tetapi kurang
menguntungkan dibanding sistem rotasi pada petak tersier, karena :
- tidak ada dampak pengurangan debit rencana pada saluran sekunder
- kesempatan untuk berbagi tenaga kerja dan ternak penghela diantara petak tersier
terbatas karena seluruh petak sekunder mulai menggarap tanah dalam waktu yang
bersamaan.
Agar kebutuhan pengambilan puncak dapat dikurangi, maka areal irigasi harus
dibagi-bagi menjadi sekurang-kurangnya tiga atau empat golongan. Dengan
sendirinya hal ini agak mempersulit eksploitasi jaringan irigasi. Lagi pula usaha
pengurangan debit puncak mengharuskan diperkenalkannya sistem rotasi. Jumlah
golongan umumnya dibatasi sampai maksimum 5.

Dalam menilai apakah sistem rotasi teknis diperlukan, ada beberapa pertanyaan
penting yang harus terjawab, yakni :
a. dilihat dari pertimbangan-pertimbangan sosial, apakah sistem tersebut dapat
diterima dan apakah pelaksanaan dan eksploitasi secara teknis layak
Lampiran II 179

b. jenis sumber air


c. sekali atau dua kali tanam
d. luasnya areal irigasi

Persyaratan-persyaratan serta kesimpulan-kesimpulan mengenai penerapan rotasi


teknis disajikan pada Tabel A.2.10.

Harga-harga koefisien pengurangan kebutuhan air puncak di jaringan sekunder dan


tersier bisa berbeda-beda. Hal ini bergantung kepada sistem rotasi teknis yang
diterapkan, pada petak tersier atau sekunder. Kebutuhan air untuk masing-masing
petak akan dihitung sendiri-sendiri.

Tabel A.2.10 Persyaratan untuk Rotasi Teknis

1. Jenis sumber air musim hujan terus menerus


2. Jenis tanaman umumnya satu tumpang sari
tanaman rendengan
3. Luas areal irigasi luas sedang kecil luas sedang/kecil
>25,000 ha 10 - 25,000 ha < 10,000 ha > 25,000 ha < 25,000 ha
4. Rotasi golongan ya ya/tidak tidak ya ya/tidak
Perlu E&P - Penghematan Mungkin
mempertimbangkan rumint dan sumber air terlalu rumit
air yang tersedia di permanen
sungai - Saluran lebih
pendek

A.2.3.2 Kebutuhan Pengambilan Tanpa Rotasi Teknis

Kebutuhan pengambilan dihitung dengan cara membagi kebutuhan bersih air di


sawah NFR dengan keseluruhan efisiensi irigasi. Misalnya kebutuhan bersih air di
sawah pada Tabel A.2.3 dan A.2.4 menunjukkan pada Tabel A.2.11 untuk efisiensi
irigasi keseluruhan sebesar 65%. Debit rencana pada ruas pertama saluran utama
sama dengan kebutuhan pengambilan.

Gambar A.2.1 menyajikan hasil-hasil yang diperoleh dari Tabel A.2.3 dan Tabel
A.2.4.
180 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

Tabel A.2.11 Kebutuhan Pengambilan Tanpa Rotasi Teknis

T 1 bulan 1) T 1,5 bulan


2) 3)
Bulan NFR DR NFR DR
mm/hari l/dt.ha mm/hari l/dt.ha

Nov 1 - - - -
2 - - - -

Des 1 10,1 1,80 7,0 1,25


2 10,1 1,80 7,0 1,25

Jan 1 4,9 0,87 7,0 1,25


2 4,8 0,85 5,3 0,94

Feb 1 4,5 0,80 5,1 0,91


2 4,3 0,77 3,8 0,68

Mar 1 0 0 1,3 0,23


2 0 0 0 0

Apr 1 7,0 1,25 0 0


2 7,0 1,25 4,3 0,77

Mei 1 2,8 0,50 4,3 0,77


2 2,7 0,48 4,3 0,77

Jun 1 3,3 0,59 3,9 0,69


2 3,1 0,55 3,9 0,69

Jul 1 0 0 4,3 0,77


2 0 0 2,9 0,52

Agt 1 0 0
2 0 0

Sep 1
2
Okt 1
2

T : periode penyiapan lahan


NTR : kebutuhan bersih air di sawah
DR : kebutuhan pengambilan
Lampiran II 181

Tabel A.2.12 Kebutuhan Pengambilan dengan 3 Golongan dan Jangka Waktu Penyiapan
Lahan Satu Bulan
NFR
Bulan DR 4)
G1 1) G2 2) G3 G 3)
(1) (6)
(2) (3) (4) (5)

Nov 1
2

Des 1 10,1 3,7 0,60


2 10,1 10,1 6,7 1,20

Jan 1 4,9 10,1 10,1 8,4 1,49


2 4,8 4,9 10,1 6,6 1,18

Feb 1 4,5 4,7 4,8 4,7 0,83


2 4,3 4,5 4,7 4,5 0,80

Mar 1 0 3,5 3,7 2,4 0,43


2 0 0 3,5 1,2 0,80

Apr 1 7,0 0 0 2,3 0,42


2 7,0 6,9 0 4,6 0,83

Mei 1 2,8 6,9 6,7 5,5 0,97


2 2,7 2,8 6,7 4,1 0,72

Jun 1 3,3 3,5 3,5 3,4 0,61


2 3,1 3,5 3,4 3,3 0,59

Jul 1 0 4,8 5,0 3,3 0,58


2 0 0 4,8 1,6 0,28

Agt 1 0 0,4 0,1 0,02


2 0 0 0

Sep 1
2

Okt 1
2

1) NFR G1 : kebutuhan bersih/netto air di sawah, seperti pada Tabel A.2.1


2) NFR G2 : sama, tapi mulai per 2 Des
3) NFR G : rata-rata G1, G2, G3
4) DR : kebutuhan pengambilan dengan efisiensi irigasi 65% (5) dibagi dengan 8,64 x 0,65
182 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

Tabel A.2.13 Kebutuhan Pengambilan dengan 4 Golongan dan Jangka Waktu Penyiapan
Lahan Satu Bulan
NFR
Bulan DR4)
G11) G22) G3 G4 G3)
(1) (7)
(2) (3) (4) (5) (6)

Nov 1
2

Des 1 10,1 2,5 0,45


2 10,1 10,1 5,1 0,90

Jan 1 4,9 10,1 10,1 6,3 1,12


2 4,8 4,9 10,1 10,1 7,5 1,33

Feb 1 4,5 4,7 4,8 10,1 6,0 1,07


2 4,3 4,5 4,7 4,8 4,6 0,81

Mar 1 0 3,5 3,7 3,9 2,8 0,49


2 0 0 3,5 3,7 1,8 0,32

Apr 1 7,0 0 0 2,9 2,5 0,44


2 7,0 6,9 0 0 3,5 0,62

Mei 1 2,8 6,9 6,7 0 3,7 0,66


2 2,7 2,8 6,7 7,2 4,9 0,68

Jun 1 3,3 3,5 3,5 7,2 4,4 0,78


2 3,1 3,5 3,4 3,5 3,4 0,60

Jul 1 0 4,8 5,0 5,1 3,7 0,66


2 0 0 4,8 5,0 2,5 0,44

Agt 1 0 0,4 6,7 1,8 0,32


2 0 4,1 1,0 0,18

Sep 1 0 0 0
2

Okt 1
2

1) NFR G1 : kebutuhan bersih/netto air di sawah, seperti pada Tabel A.2.3


2) NFR G2 : sama, tapi mulai per 2 Des
3) NFR G : rata-rata G1, G2, G3
4) DR : kebutuhan pengambilan dengan efisiensi irigasi 65% (6) dibagi dengan 8,64 x 0,65
Lampiran II 183

Tabel A.2.14 Kebutuhan Pengambilan dengan 5 Golongan dan Jangka Waktu Penyiapan
Lahan Satu Bulan
NFR
Bulan DR4)
G11) G22) G3 G4 G5 G3)
(1) (8)
(2) (3) (4) (5) (6) (7)

Nov 1
2 11,3 2,3 0,40

Des 1 11,3 10,1 4,3 0,76


2 4,8 10,1 10,1 5,0 0,89

Jan 1 4,9 4,9 10,1 10,1 6,0 1,07


2 4,6 4,8 4,9 10,1 10,1 6,9 1,23

Feb 1 4,3 4,5 4,7 4,8 10,1 5,7 1,01


2 0 4,3 4,5 4,7 4,8 3,7 0,65

Mar 1 0 0 3,5 3,7 3,9 3,4 0,40


2 7,3 0 0 3,5 3,7 2,9 0,52

Apr 1 7,3 7,0 0 0 2,9 3,4 0,61


2 3,4 7,0 6,9 0 0 3,5 0,62

Mei 1 2,7 2,8 6,9 6,7 0 3,8 0,68


2 2,6 2,7 2,8 6,7 7,2 4,4 0,78

Jun 1 3,1 3,3 3,5 3,5 7,2 4,1 0,73


2 0 3,1 3,5 3,4 3,5 2,7 0,48

Jul 1 0 0 4,8 5,0 5,1 3,0 0,53


2 0 0 4,8 5,0 2,0 0,35

Agt 1 0 0,4 6,7 1,4 0,25


2 0 4,1 0,8 0,15

Sep 1 0 0 0
2

Okt 1
2

1) NFR G2 : kebutuhan bersih/netto air di sawah, seperti pada Tabel A.2.3


2) NFR G1 : sama, tapi mulai per Nov 2
3) NFR G : rata-rata G1, G2, G3, G4
4) DR : kebutuhan pengambilan dengan efisiensi irigasi 65% (5) dibagi dengan 8,64 x 0,65
184 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

Tabel A.2.15 Kebutuhan Pengambilan dengan 4 Golongan dan Jangka Waktu Penyiapan
Lahan 1,5 Bulan
NFR
Bulan 1) 2) DR4)
G1 G2 G3 G4 G3)
(1) (7)
(2) (3) (4) (5) (6)

Nov 1
2

Des 1 7,0 1,8 0,31


2 7,0 7,0 3,5 0,62

Jan 1 7,0 7,0 6,9 5,2 0,93


2 5,3 7,0 6,9 6,9 6,5 1,16

Feb 1 5,1 5,2 6,9 6,9 6,0 1,07


2 3,8 5,1 5,2 6,9 5,3 0,93

Mar 1 1,4 3,0 4,3 4,4 3,3 0,58


2 0 1,3 3,0 4,3 2,2 0,38

Apr 1 0 0 0,8 2,4 0,8 0,14


2 4,3 0 0 0,8 1,23

Mei 1 4,3 4,4 0 0 2,2 0,39


2 4,3 4,4 4,6 0 3,3 0,59

Jun 1 3,9 4,4 4,6 5,5 4,6 0,82


2 3,9 3,9 4,6 5,5 4,5 0,80

Jul 1 4,3 5,6 5,6 5,5 5,3 0,93


2 2,9 4,3 5,6 5,6 4,6 0,82

Agt 1 0 4,5 6,2 7,6 4,6 0,81


2 0 0 4,5 6,2 2,7 0,48

Sep 1 0 0,8 5,9 1,7 0,30


2 0 3,9 1,0 0,17

Okt 1
2

1) NFR G2 : kebutuhan bersih/netto air di sawah, seperti pada Tabel A.2.4


2) NFR G1 : sama, tapi mulai per Des 2
3) NFR G : rata-rata G1, G2, G3, G4
4) DR : kebutuhan pengambilan dengan efisiensi irigasi 65% (6) dibagi dengan 8,64 x 0,65
Lampiran II 185

Tabel A.2.16 Kebutuhan Pengambilan dengan 5 Golongan dan Jangka Waktu Penyiapan
Lahan 1,5 Bulan

NFR
Bulan 1) 2) DR4)
G1 G2 G3 G4 G5 G3)
(1) (8)
(2) (3) (4) (5) (6) (7)

Nov 1
2 7,7 1,5 0,27

Des 1 7,7 7,0 2,9 0,52


2 7,7 7,0 7,0 4,3 0,77

Jan 1 5,3 7,0 7,0 6,9 5,2 0,93


2 5,2 5,3 7,0 6,9 6,9 6,3 1,11

Feb 1 3,8 5,1 5,2 6,9 6,9 5,6 0,99


2 2,2 3,8 5,1 5,2 6,9 4,6 0,83

Mar 1 0 1,4 3,0 4,3 4,4 2,6 0,47


2 0 0 1,3 3,0 4,3 1,7 0,31

Apr 1 4,4 0 0 0,8 2,4 1,5 0,27


2 4,4 4,3 0 0 0,8 1,9 0,34

Mei 1 4,4 4,3 4,4 0 0 2,6 0,47


2 3,3 4,3 4,4 4,6 0 3,3 0,59

Jun 1 3,9 3,9 4,4 4,6 5,5 4,5 0,79


2 2,6 3,9 3,9 4,6 5,5 4,1 0,73

Jul 1 2,9 4,3 5,6 5,6 5,5 4,8 0,85


2 0 2,9 4,3 5,6 5,6 3,7 0,66

Agt 1 0 0 4,5 6,2 7,6 3,7 0,65


2 0 0 4,5 6,2 2,1 0,38

Sep 1 0 0,8 5,9 1,3 0,24


2 0 3,0 0,8 0,14

Okt 1 0 0
2

1) NFR G2 : kebutuhan bersih/netto air di sawah, seperti pada Tabel A.2.3


2) NFR G1 : sama, tapi mulai per Nov 2
3) NFR G : rata-rata G1, G2, G3, G4
4) DR : kebutuhan pengambilan dengan efisiensi irigasi 65% (7) dibagi dengan 8,64 x 0,65
186 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

Pengolahan tanah

0.4 1.5 bulan


1.0 bulan
Kebutuhan diversi dalam l/dt . ha

0.4
1.5
1.4
1.2
1.0
0.8
0.6
0.4
0.2
0
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
NOV DES JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGT SEP OKT

Gambar A.2.1 Kebutuhan Pengambilan Tanpa Rotasi Teknis Periode Satu Mingguan

Gambar A.2.1
A.2.3.3 Kebutuhan Kebutuhan
Pengambilan denganpengambilan tanpa rotasi teknis
Rotasi Teknis

Kebutuhan pengambilan pada waktu tertentu dihitung dengan menjumlah besarnya


kebutuhan air semua golongan.

Ini ditunjukkan dalam bentuk tabel seperti terlihat pada Tabel A.2.9 sampai A.2.16.

Efisiensi irigasi total pada contoh-contoh Tabel tersebut diambil 65%. Areal masing-
masing golongan diandaikan sama luasnya.

Gambar A.2.2 dan A.2.3 memperlihatkan hasil-hasilnya dalam bentuk grafik. Hasil-
hasil tersebut dengan jelas menunjukkan bahwa dengan adanya sistem golongan,
kebutuhan pengambilan menjadi lebih efektif dan efisien.
Lampiran II 187

3 Golongan
4 Golongan
0.4
5 Golongan
0.4
Kebutuhan diversi dalam l/dt . ha

1.5 Pengolahan tanah


1.4 1.0 bulan
1.2
1.0
0.8
0.6
0.4
0.2
0
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
NOV DES JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGT SEP OKT

Gambar A.2.2 Kebutuhan Pengambilan dengan Rrotasi Teknis Periode 1 Bulan

Gambar A.2.2 Kebutuhan pengambilan ( 3 , 4 dan 5 golongan ; jangka waktu


penyiapan lahan 1 bulan )
0.4 4 Golongan
0.4 5 Golongan
Kebutuhan diversi dalam l/dt . ha

1.5 Pengolahan tanah


1.4 1.5 bulan
1.2
1.0
0.8
0.6
0.4
0.2
0
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
NOV DES JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGT SEP OKT

Gambar A.2.3 Kebutuhan Pengambilan dengan Rotasi Teknis Periode 1,5 Bulan

Gambar A.2.3 Kebutuhan pengambilan ( 4 dan 5 golongan ; jangka waktu


penyiapan lahan 1,5 bulan )
188 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi
Lampiran III 189

LAMPIRAN III
ANALISIS DAN EVALUASI DATA HIDROMETEOROLOGI

A.3.1 Curah Hujan

Sebelum melakukan pemrosesan data apa pun, buku-buku data curah hujan perlu
dicek dahulu secara visual. Curah hujan tertinggi harian harus realistis, jika tidak
jangan dipakai.

Secara kebetulan jumlah curah hujan bulanan yang diulangi bisa saja bulan-bulan
yang sama. Angka-angka harian yang dibulatkan mungkin menunjukkan pembacaan
yang tidak tepat atau tidak andal.

Data curah hujan bulanan atau tahunan akan dicek dengan double massplot antara
stasiun-stasiun hujan dan/atau dengan tempat pengukuran terdekat di luar daerah studi
untuk mengetahui perubahan lokasi atau exposure penakar hujan (lihat Gambar
A.3.1). Bila jangka waktu pengamatan terlalu pendek, maka data-data antar tempat
pengukuran akan diperbandingkan.

Menjelang penentuan parameter perencanaan akan ada lebih banyak studi umum
mengenai curah hujan (tinggi curah hujan) di daerah aliran sungai. Jumlah curah
hujan tahunan serta distribusinya untuk setiap bulannya akan ditetapkan. Hal-hal yang
sifatnya musiman dan variasi sepanjang tahun/bulan maupun tempat akan ditentukan.
Perbedaan-perbedaan tempat akan memperjelas pengaruh/efek ketinggian dan
orografis (pegunungan).
190 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

50
stasiun X dalam meter
1940
Akumulasi curah hujan

40
1945
1945
30
1950
1950

1955 Perubahan lokasi


20 1955
/exposure
alat penakar Kesalahan pencatatan
pada tahun 1951 selama tahun 1954
1960 10 1960

1955 1965
0
0 10 20 30 40 50 0 10 20 30 40 50
Akumulasi kelompok curah hujan
rata-rata dalam meter

Gambar A.3.1 Analisis Double Mass

Analisis ini dapat mengacu kepada peta isohet untuk curah hujan tahunan rata-rata
(lihat Gambar A.3.2). Dengan informasi ini akan diperoleh pengetahuan tertentu
mengenai curah hujan untuk membimbing ahli irigasi dalam tahap studi dan
pengenalan.

Stasiun pengukuran hujan


Daerah aliran

An-1

An A2 A1

R1

R n-2 R2
R n-1
Isohet curah hujan
normal tahunan

Gambar A.3.2 Peta Isohet


Lampiran III 191

Jumlah stasiun hujan yang diperlukan untuk analisis seperti ini tidak bisa dipastikan
dengan aturan yang sederhana. Jumlah yang diperlukan sangat bergantung pada
besarnya variasi curah hujan menurut waktu dan daerah, dan ketepatan yang menjadi
dasar variasi yang akan dicatat ini. Dengan mempertimbangkan catatan curah hujan
harian, maka suatu pedoman dapat mempunyai sekurang-kurangnya satu tempat
stasiun hujan per 50 km2 untuk daerah yang berbukit-bukit/bergunung-gunung, dan
satu untuk daerah-daerah pantai yang landai sampai per 100 km2.

Persyaratan ini pada umumnya tidak akan bisa dipenuhi pada waktu dilakukan studi
daerah aliran sungai. Studi mengenai curah hujan lokal/daerah mungkin akan
menghasilkan pedoman umum untuk interpretasi; studi ini mungkin sudah
dilaksanakan dalam rangka kegiatan-kegiatan lain. Transposisi (pemindahan) data
dari daerah aliran sungai disebelahnya yang memiliki persamaan-persamaan adalah
suatu cara pemecahan yang dapat diterima guna memperluas basis data curah hujan
pada daerah aliran yang bersangkutan. Elevasi, musim (seasonality) dan orientasi
harus sungguh-sungguh diperhatikan sewaktu melakukan transposisi data curah
hujan. Isohet yang didasarkan pada data jangka panjang diseluruh daerah studi dan
daerah aliran sungai disekitarnya harus dipakai untuk mengecek ketepatan dan
kesahihan transposisi tahunan. Data bulanan rata-rata untuk seluruh tempat-tempat
penakaran yang berdekatan harus diperiksa untuk memastikan kemiripan di antara
tempat-tempat penakaran tersebut.

Untuk menentukan harga koefisien pengurangan luas daerah hujan B, akan diperlukan
studi curah hujan yang terinci guna mengetahui curah hujan efektif, curah hujan lebih
dan curah hujan badai. Distribusi curah hujan yang meliputi jangka waktu pendek dan
areal seluas 100 ha akan diselidiki.

Harga-harga koefisien B biasanya didasarkan pada hasil-hasil penelitian curah hujan


yang tersedia di daerah-daerah yang (jika mungkin) serupa.
192 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

Analisis curah hujan efektif dan curah hujan lebih didasarkan pada data-data curah
hujan harian. Parameter curah hujan efektif didasarkan pada jumlah curah hujan
tengah-bulanan dan curah hujan lebih didasarkan pada jumlah curah hujan 1 dan 3-
harian untuk setiap bulannya.

Harga-harga curah hujan efektif dan curah hujan lebih dengan ditentukan dengan
kemungkinan tak terpenuhi 20%, ditentukan dengan menggunakan cara analisis
frekuensi. Distribusi frekuensi normal atau log-normal dan harga-harga sekali setiap
20% bisa dengan mudah diketemukan dengan cara interpretasi grafik pada kertas
pencatat kemungkinan normal dan kemudian log-normal.

Untuk analisis frekuensi curah hujan harian yang ekstrem, dapat digunakan harga-
harga yang dipakai dalam perhitungan banjir Gumbel, Weibull, Pearson atau
distribusi ekstrem. Distribusi yang dianjurkan disini hanyalah suatu sarana untuk
menilai harga-harga ekstrem tersebut dengan frekuensi kejadiannya. Distribusi yang
diterapkan adalah yang paling cocok.

Analisis frekuensi sebaiknya dilakukan dengan interpretasi grafis karena alasan –


alasan berikut :
- cara ini sederhana dan cepat untuk data-data yang biasanya terbatas
- hubungan antara kurve dengan titik-titik yang diplot bisa langsung dilihat
- frekuensi data historis dapat diperlihatkan dan dimasukkan
- Analisis curah hujan yang dibicarakan dalam bagian ini disajikan pada Tabel
A.3.1.
Lampiran III 193

Tabel A.3.1 Analisis Curah Hujan

Cek Data Analisis & Evaluasi Parameter Perencanaan


Jumlah distribusi musiman/bulanan Curah hujan efektif Berdasarkan
curah hujan rata2 tengah-
bulanan, kemungkinan tak
terpenuhi 20% dgn distribusi
Harga 2 tinggi frekuensi normal/ log-normal
distribusi tahunan

double massplot Kelebihan curah hujan Maks. 3 hr


isohet tahunan dengan kemungkinan tak
terpenuhi 20% dengan distribusi
stasiun referensi frekuensi normal/log-normal
di luar efek orografis, angin,
ketinggian

Curah hujan lebat Curah hujan


transposisi jika rangkaian maks. 1 hari dengan kemungkinan
data meli-puti waktu terlalu takterpenuhi 20% - 4% - 1% -
pendek 0,1% dengan distribusi frekuensi
ekstrem
curah hujan lebat

A.3.2 Banjir Rencana

Untuk menentukan banjir rencana ada 3 metode analisis yang dapat diikuti, yakni :
- analisis frekuensi data banjir
- perhitungan banjir empiris dengan menggunakan hubungan curah hujan-
limpasan air hujan
- pengamatan lapangan

A.3.2.1 Catatan Data Banjir

Analisis frekuensi debit membutuhkan rangkaian catatan dasar data banjir yang
lengkap yang mencakup jangka waktu 20 tahun, jika mungkin.

Rangkaian banjir maksimum tahunan akan dianalisis frekuensinya. Distribusi


kemungkinan Gumbel bisa mulai diasumsi; sebaiknya dipakai metode grafik, untuk
itu dapat digunakan kertas kemungkinan (probability paper) Gumbel atau log
194 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

Gumbel. Banjir rencana didapat dengan cara memperpanjang kurve frekuensi sampai
pada periode ulang rencana yang diperlukan.

Biasanya catatan data bajir, jika ada, hanya meliputi jangka waktu yang lebih pendek,
atau meliputi jangka waktu yang lama tetapi tidak teratur. Metode POT (peaks over
threshold: debit puncak diatas ambang) dapat dipakai apabila tersedia catatan banjir
yang meliputi paling tidak jangka waktu 2 tahun berturut-turut. Dari catatan tersebut
debit puncak yang melebihi harga ambang yang disepakati secara sembarang q0, dapat
diketahui. Ini menghasilkan harga puncak M dengan harga rata-rata qp diatas jangka
waktu pencatatan total N tahun.

Banjir rata-rata tahunan dihitung dengan cara yang diperkenalkan oleh DPMA, 1903
sebagai berikut :

MAF = q0 + (qp – q0 )(0,58 + 1n λ).......................................…............…..(A.3.1)

dimana :

MAF = banjir rata-rata tahunan, m3/dt


q0 = debit ambang, m³/dt
qp = debit puncak rata-rata, m³/dt
λ = M/N
M = jumlah harga-harga puncak
N = jumlah tahun

Debit rencana ditentukan dengan menggunakan Gambar A.3.3.


Lampiran III 195

2
Q / MAF

2 5 10 20 50 100 200 500


Periode ulang dalam tahun

Gambar A.3.3 Faktor Frekuensi Tumbuh (Frequency Growth Factors)

A.3.2.2 Hubungan Empiris

Kurangnya data banjir, keadaan yang umum dijumpai dan perencanaan irigasi,
berakibat dikembangkannya suatu hubungan curah hujan-limpasan air hujan yang
didasarkan pada rumus rasional berikut :

Q = αβ q A ........................................................................................... (A.3.2)

dimana:
Q = debit banjir (puncak), dalam m3/dt
α = koefisien limpasan air hujan
β = koefisien pengurangan luas daerah hujan
q = curah hujan, m3/dt.km2
A = luas daerah aliran sungai, km2

Ada dua metode yang umum dipakai, yakni :


- Metode Der Weduwen untuk daerah aliran sungai sampai dengan 100 km2
- Melchior untuk daerah aliran sungai lebih dari 100 km2
196 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

Kedua metode tersebut telah menghasilkan hubungan untuk α, β dan q. Waktu


konsentrasi (jangka waktu dari mulainya turun hujan sampai terjadinya debit puncak)
diambil sebagai fungsi debit puncak, panjang sungai dan kemiringan rata – ratanya.

Selanjutnya lihat Lampiran 1 Bagian ini.

A.3.2.3 Pengamatan Lapangan

Pengamatan langsung mengenai tinggi banjir oleh penduduk setempat atau dari tanda-
tanda yang ada dapat memberikan informasi mengenai debit-debit puncak. Konversi
keterangan tentang tinggi banjir menjadi data debit puncak dapat dilakukan dengan
ketepatan yang terbatas saja. Penilaian tentang koefisien kekasaran saluran,
kemiringan energi dan kedalaman gerusan selama terjadinya bajir puncak akan
menghasilkan perhitungan yang tidak pasti dan tidak tepat. Tetapi metode itu
merupakan cara yang bagus untuk menilai apakah harga banjir puncak yang diperoleh
untuk A.3.2.1 dan A.3.2.2 adalah masuk akal. Apabila dijumpai tinggi banjir yang
terjadi secara luar biasa, maka debit puncak yang didapat mungkin sangat membantu
dalam menentukan kurve frekuensi banjir untuk periode-periode ulang yang lebih
tinggi. Seandainya luas daerah aliran sungai terlalu sulit ditentukan, maka cara itu
adalah cara satu-satunya untuk menentukan debit banjir.

Analisis debit rencana yang dibicarakan dalam pasal ini disimpulkan pada Tabel 4.4,
Bab 4.

A.3.3 Debit Andalan

A.3.3.1 Umum

Untuk penentuan debit andalan ada 3 metode analisis yang dapat dipakai, yaitu :
- analisis frekuensi data debit,
- neraca air,
- pengamatan lapangan.
Lampiran III 197

Debit andalan pada umumnya dianalisis sebagai debit rata-rata untuk periode tengah-
bulanan. Kemungkinan tak terpenuhi ditetapkan 20% (kering) untuk menilai
tersedianya air berkenaan dengan kebutuhan pengambilan (diversion requirement).

Dalam menghitung debit andalan harus mempertimbangkan air yang diperlukan di


hilir pengambilan. Namun apabila data hidrologi tidak ada maka perlu ada suatu
metode lain sebagai pembanding.

A.3.3.2 Catatan Debit

a. Data cukup

Untuk keperluan analisis frekuensi, akan lebih baik jika tersedia catatan debit yang
mencakup jangka waktu 20 tahun atau lebih. Dalam prakteknya hal ini sulit dipenuhi.

Catatan debit biasanya didasarkan pada catatan tinggi muka air di tempat-tempat
pengukuran debit di sungai. Muka air harian dikonversi menjadi debit dengan
menggunakan hubungan antara tinggi muka air – debit (kurve Q-h). Kurve ini harus
dicek secara teratur dengan memperhatikan perubahan-perubahan yang mungkin
terjadi di dasar sungai. Rata-rata tengah-bulanan dihitung dari harga-harga debit
harian.

Analisis frekuensi akan dilakukan untuk setiap setengah-bulanan dengan


menggunakan rata-rata tengah-bulanan yang telah dihitung tersebut. Frekuensi
distribusi normal bisa mulai dihitung untuk harga-harga ploting diatas kertas
logaritmis.

Sebelum memulai menganalisis data debit, kurve/lengkung debit, metode-metode


penghitungan dan pengukuran debit akan diperiksa. Tempat-tempat pengukuran di
sungai akan dikunjungi, pengoperasiannya diperiksa dan keadaan dasar sungai
diperiksa untuk mengetahui apakah ada kemungkinan terjadinya perubahan akibat
agradasi atau degradasi dan penggerusan selama banjir. Data tinggi muka air akan
diperiksa secara visual dan grafis akan dicek keandalannya. Bandingkan curah hujan
198 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

rata-rata di daerah aliran sungai dengan debit rata-rata tahunan dan perkiraan
kehilangan rata-rata tahunan. Gunakan harga-harga kehilangan rata-rata tahunan
untuk membuat perbandingan antara curah hujan tahunan di daerah aliran sungai
dengan debit tahunan. Selidiki perkembangan-perkembangan yang terjadi di daerah
aliran sungai dan di sungai disebelah hulu tempat-tempat pengukuran yang mungkin
telah mempengaruhi debit sungai. Pengembangan irigasi di hulu akan mempengaruhi
aliran yang lebih rendah di tempat-tempat pengukuran di hilir; catatan debit akan
dikoreksi untuk abstraksi (ringkasan) ini.

b. Data yang tersedia terbatas

Jika hanya tersedia catatan data dengan liputan waktu yang pendek (5 tahun), maka
analisis frekuensi dapat dilakukan dengan menilai frekuensi relatif masing-masing
harga tengah-bulanan musim kering. Debit musim kering dibandingkan dengan curah
hujan di daerah aliran sungai menjelang musim kering tersebut dan diberi frekuensi
yang sama dengan curah hujan sebelumnya. Hal ini mengandaikan tersedianya
catatan curah hujan yang mencakup jangka waktu yang lama, berdasarkan data
tersebut kemungkinan/probabilitas dapat dinilai dengan lebih mantap.

A.3.3.3 Neraca air (water balance)

Dengan menggunakan model neraca air (water balance) harga-harga debit bulanan
dapat dihitung dari curah hujan bulanan, evapotranspirasi, kelembapban tanah dan
tampungan air tanah. Hubungan antara komponen-komponen terdahulu akan
bervariasi untuk tiap daerah aliran sungai.

Model neraca air Dr.Mock memberikan metode penghitungan yang relatif sederhana
untuk bermacam-macam komponen berdasarkan hasil riset daerah aliran sungai di
seluruh Indonesia. Curah hujan rata-rata bulanan di daerah aliran sungai dihitung dari
data pengukuran curah hujan dan evapotranspirasi yang sebenarnya di daerah aliran
sungai dari data meteorologi (rumus Penman) dan karakteristik vegetasi. Perbedaan
antara curah hujan dan evapotranspirasi mengakibatkan limpasan air hujan langsung
Lampiran III 199

(direct runoff), aliran dasar/air tanah dan limpasan air hujan lebat (storm run off).
Debit-debit ini dituliskan lewat persamaan-persamaan dengan parameter daerah aliran
sungai yang disederhanakan. Memberikan harga-harga yang benar untuk parameter
ini merupakan kesulitan utama. Untuk mendapatkan hasil-hasil yang dapat
diandalkan, diperlukan pengetahuan yang luas mengenai daerah aliran sungai dan
pengalaman yang cukup dengan model neraca air dari Dr.Mock. Berikut ini uraian
dari beberapa metode yang biasa dipakai dalam menghitung neraca air:

1. Metode Mock

Metode Mock memperhitungkan data curah hujan, evapotranspirasi, dan karakteristik


hidrologi daerah pengaliran sungai. Hasil dari permodelan ini dapat dipercaya jika
ada debit pengamatan sebagai pembanding. Oleh karena keterbatasan data di daerah
studi maka proses pembandingan akan dilakukan terhadap catatan debit di stasiun
pengamat muka air.

limited
precipitation
evapotranspiration base flow

soil storage water surplus direct runoff river flow

infiltrattion interflow

ground water
storage

Gambar A.3.4. Skema Simulasi Debit Metode Mock

Data dan asumsi yang diperlukan untuk perhitungan metode Mock adalah sebagai
berikut:
200 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

1. Data Curah Hujan


Data curah hujan yang digunakan adalah curah hujan 10 harian. Stasiun curah
hujan yang dipakai adalah stasiun yang dianggap mewakili kondisi hujan di
daerah tersebut.
2. Evapotranspirasi Terbatas (Et)
Evapotranspirasi terbatas adalah evapotranspirasi aktual dengan
mempertimbangkan kondisi vegetasi dan permukaan tanah serta frekuensi curah
hujan.
Untuk menghitung evapotranspirasi terbatas diperlukan data:
1. Curah hujan 10 harian (P)
2. Jumlah hari hujan (n)
3. Jumlah permukaan kering 10 harian (d) dihitung dengan asumsi bahwa
tanah dalam suatu hari hanya mampu menahan air 12 mm dan selalu
menguap sebesar 4 mm.
4. Exposed surface (m%) ditaksir berdasarkan peta tata guna lahan atau
dengan asumsi:
m = 0% untuk lahan dengan hutan lebat
m = 0% pada akhir musim hujan dan bertambah 10% setiap bulan kering
untuk lahan sekunder.
m = 10% - 40% untuk lahan yang tererosi.
M = 20% - 50% untuk lahan pertanian yang diolah.
Secara matematis evapotranspirasi terbatas dirumuskan sebagai berikut:
Et = Ep − E ................................................................................... (A.3.3)
m
E = Epx (20) x(18 − n) ................................................................. (A.3.4)

Dengan:
E = Beda antara evapotranspirasi potensial dengan
evapotranspirasi terbatas (mm)
Et = Evapotranspirasi terbatas (mm)
Lampiran III 201

Ep = Evapotranspirasi potensial (mm)


M = singkapan lahan (Exposed surface)
n = jumlah hari hujan
3. Faktor Karakteristik Hidrologi
Faktor Bukaan Lahan
m = 0% untuk lahan dengan hutan lebat
m = 10 – 40% untuk lahan tererosi
m = 30 – 50% untuk lahan pertanian yang diolah.
Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan untuk seluruh daerah studi yang
merupakan daerah lahan pertanian yang diolah dan lahan tererosi maka dapat
diasumsikan untuk faktor m diambil 30%.
4. Luas Daerah Pengaliran
Semakin besar daerah pengaliran dari suatu aliran kemungkinan akan semakin
besar pula ketersediaan debitnya.
5. Kapasitas Kelembaban Tanah (SMC)
Soil Moisture Capacity adalah kapasitas kandungan air pada lapisan tanah
permukaan (surface soil) per m2. Besarnya SMC untuk perhitungan ketersediaan
air ini diperkirakan berdasarkan kondisi porositas lapisan tanah permukaan dari
DPS. Semakin besar porositas tanah akan semakin besar pula SMC yang ada.
Dalam perhitungan ini nilai SMC diambil antara 50 mm sampai dengan 200 mm.
Persamaan yang digunakan untuk besarnya kapasitas kelembaban tanah adalah:
SMC(n) = SMC(n−1) + IS(n) .................................................................... (A.3.4)
Ws = As − IS ........................................................................................... (A.3.5)
keterangan:
SMC = Kelembaban tanah
SMC (n) = Kelembaban tanah periode ke n
SMC(n-1) = Kelembaban tanah periode ke n-1
IS = Tampungan awal (initial storage) (mm)
202 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

As = Air hujan yang mencapai permukaan tanah


6. Keseimbangan air di permukaan tanah
Keseimbangan air di permukaan tanah dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai
berikut:
- Air hujan
- Kandungan air tanah (soil storage)
- Kapasitas kelembaban tanah (SMC)
Air Hujan (As)
Air hujan yang mencapai permukaan tanah dapat dirumuskan sebagai berikut:
As = P − Et ......................................................................................... (A.3.6)

keterangan:

As = air hujan yang mencapai permukaan tanah

P = curah hujan bulanan

Et = Evapotranspirasi

7. Kandungan air tanah

Besar kandungan tanah tergantung dari harga As. bila harga As negatif. maka
kapasitas kelembaban tanah akan berkurang dan bila As positif maka
kelembaban tanah akan bertambah.

8. Aliran dan Penyimpangan Air Tanah (run off dan Ground water storage)

Nilai run off dan ground water tergantung dari keseimbangan air dan kondisi
tanahnya.

9. Koefisien Infiltrasi

Koefisien nilai infiltrasi diperkirakan berdasarkan kondisi porositas tanah dan


kemiringan DPS. Lahan DPS yang poros memiliki koefisien infiltrasi yang
besar. Sedangkan lahan yang terjadi memiliki koefisien infitrasi yang kecil.
Lampiran III 203

karena air akan sulit terinfiltrasi ke dalam tanah. Batasan koefisien infiltrasi
adalah 0 – 1.

10. Faktor Resesi Aliran Tanah (k)

Faktor Resesi adalah perbandingan antara aliran air tanah pada bulan ke n
dengan aliran air tanah pada awal bulan tersebut. Faktor resesi aliran tanah
dipengaruhi oleh sifat geologi DPS. Dalam perhitungan ketersediaan air metode
FJ Mock, besarnya nilai k didapat dengan cara coba-coba sehingga dapat
dihasilkan aliran seperti yang diharapkan.
11. Initial Storage (IS)
Initial Storage atau tampungan awal adalah perkiraan besarnya volume air pada
awal perhitungan. IS di lokasi studi diasumsikan sebesar 100 mm.
12. Penyimpangan air tanah (Ground Water Storage)
Penyimpangan air tanah besarnya tergantung dari kondisi geologi setempat dan
waktu. Sebagai permulaan dari simulasi harus ditentukan penyimpanan awal
(initial storage) terlebih dahulu.
Persamaan yang digunakan dalam perhitungan penyimpanan air tanah adalah
sebagai berikut:
Vn = k x Vn-1 + 0,5 (1 + k) I ...................................................................... (A.3.7)
Vn = vn - vn-1 .............................................................................................. (A.3.8)
Dimana:
Vn = Volume air tanah periode ke n
K = qt/qo = faktor resesi aliran tanah
qt = aliran air tanah pada waktu periode ke t
qo = aliran air tanah pada awal periode (periode ke 0)
vn-1 = volume air tanah periode ke (n-1)
vn = perubahan volume aliran air tanah
13. Aliran Sungai
Aliran Dasar = Infiltrasi – Perubahan aliran air dalam tanah
204 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

Aliran permukaan = volume air lebih – infiltrasi


Aliran sungai = aliran permukaan + aliran dasar
Aliran Sungai x Luas DAS
Debit Andalan =
1 bulan dalam detik
Air yang mengalir di sungai merupakan jumlah dari aliran langsung (direct run
off). aliran dalam tanah (interflow) dan aliran tanah (base flow).
Besarnya masing-masing aliran tersebut adalah:
1. Interflow = infiltrasi – volume air tanah
2. Direct run off = water surplus – infiltrasi
3. Base flow = aliran yang selalu ada sepanjang tahun
4. Run off = interflow + direct run off + base flow.
Untuk contoh perhitungan dapat dilihat pada tabel berikut:
Lampiran III 205

Tabel A.3.2. Contoh Perhitungan Menggunakan Metode Mock


206 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

2. Metode NRECA

Cara perhitungan ini sesuai untuk daerah cekungan yang setelah hujan berhenti masih
ada aliran air di sungai selama beberapa hari. Kondisi ini terjadi bila tangkapan hujan
cukup luas. Secara diagram prinsip metode Nreca dapat digambarkan sebagai
berikut :

evaporasi (mm)
hujan (mm)

aliran langsung
SIMPANAN KELENGASAN (m3/dt)
lengas lebih (PSUB)
(moisture storage)
lapisan tanah (0 - 2 M)
imbuhan ke air
tanah (mm)

SIMPANAN AIR TANAH (AQUIFER)


aliran air tanah (m3/dt)
(ground water storage) DEBIT TOTAL
lapisan tanah (2 - 10M)

Skema Simulasi Debit Metode Nreca

Gambar A.3.5. Skema Simulasi Debit Metode Nreca

Perhitungan debit aliran masuk embung metode NRECA, dilakukan kolom perkolom
dari kolom 1 sampai kolom 20 dengan langkah sebagai berikut :
1. Nama bulan dari Januari sampai Desember tiap-tiap tahun pengamatan.
2. Periode 10 harian dalam 1 bulan.
3. Nilai hujan rerata 10 harian (Rb).
4. Nilai penguapan peluh potensial (PET atau ETo)
5. Nilai tampungan kelengasan awal (Wo). Nilai awal ini harus dicoba-coba dan di
cek agar nilai pada bulan januari mendekati nilai pada bulan Desember , jika
selisih nilai melebihi 200 mm, harus diulang lagi.
Lampiran III 207

6. Tampungan kelengasan tanah (soil moisture storage, Wi) dan dihitung dengan
rumus :
o W
Wt = Nominal ........................................................................................... (A.3.9)

Nominal = 100 + 0,2 Ra


Ra = hujan tahunan (mm)

7. Rasio Rb/PET

8. Rasio AET/PET

AET= Penguapan peluh aktual yang dapat diperoleh dari Gambar 4.10. nilainya
bergantung dari rasio Rb/PET dan Wi

9. AET= (AET/PET) x PET x koef. Reduksi

Koefisien reduksi diperoleh dari fungsi kemiringan lahan, seperti pada tabel
berikut :

Tabel A.3.3. Koefisien Reduksi Penguapan Peluh

Kemiringan
Koef. Reduksi
(m/Km)
0 - 50 0,9
51 - 100 0,8
101 - 200 0,6
> 200 0,4

10. Neraca air Rb - AET

11. Rasio kelebihan kelengasan (excess moisture) yang dapat diperoleh sbb :

Bila neraca air positif (+), maka rasio tersebut dapat diperoleh dari Gambar 4.11.
dengan memasukkan harga Wi. Bila neraca air negatif (-) rasio = 0.

12. Kelebihan kelengasan = rasio kelebihan kelengasan x neraca air


208 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

13. Perubahan tampungan = neraca air - kelebihan kelengasan

14. Tampungan air tanah = PSUB x kelebihan kelengasan

PSUB adalah parameter yang menggambarkan karakteristik tanah permukaan


(kedalaman 0-2) yang nilainya 0,3 untuk tanah kedap air dan 0,9 untuk tanah
lulus air.

15. Tampungan air tanah awal yang harus dicoba-coba dengan nilai awal = 2

16. Tampungan air tanah akhir = tampungan air tanah + tampungan air tanah awal
(kolom 14 + 15)

17. Aliran air tanah = GWF x tampungan air tanah akhir (kolom 16)

GWF adalah parameter yang menggambarkan karakteristik tanah permukaan


(kedalaman 2 - 10) yang nilainya 0,8 untuk tanah kedap air dan 0,2 untuk tanah
lulus air.
1,0

0,8

0,6
g

0,4

0,2

0,0
0,2 0,4 0,6 0,8 1,0 1,2 1,4 1,6

ratio tampungan kelengasan tanah

Gambar A.3.6. Ratio Tampungan Kelengasan Tanah


Lampiran III 209

1,0

1,6

0,8 1,2

0,8
Storage Ratio

4
0,6 0,
AET/PET

0
0,
0,4

0,2

0,0
0,2 0,4 0,6 0,8 1,0 1,2 1,4 1,6

hujan bulanan (Rb) / PET

Gambar A.3.7 Grafik Perbandingan Penguapan Nyata dan Potensial


(AET/PET Ratio)

18. Aliran langsung (direct run off) = kelebihan kelengasan - tampungan air tanah
(kolom 12 - 14)

19. Aliran total = aliran langsung + aliran air tanah (kolom 18 + 17) dalam mm

20. Aliran total dalam kolom 19 dalam mm diubah ke dalam satuan m3/dtk. (kolom
19 x luas)/(10 harian x 24 x 3600).

Untuk perhitungan bulan berikutnya diperlukan nilai tampungan kelengasan (kolom


5) untuk bulan berikutnya dan tampungan air tanah (kolom 15) bulan berikutnya yang
dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Tampungan kelengasan = tampungan kelengasan bulan sebelumnya + perubahan


tampungan (kolom 5 + 13), semuanya bulan sebelumnya.
210 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

Tampungan air tanah = tampungan air tanah akhir + aliran air tanah (kolom 16 + 17).
semuanya dari bulan sebelumnya.

Sedangkan volume air yang dapat mengisi kolam waduk selama musim hujan (Vb)
dapat dihitung dari jumlah air permukaan dari seluruh daerah tadah hujan dan air
hujan efektif yang langsung jatuh diatas permukaan kolam. Dengan demikian jumlah
air yang masuk ke dalam waduk dapat dinyatakan seperti berikut :

Vb= Vj + 10 A  Rj .............................................................................. (A.3.10)

Dengan:
Vb = volume air yang dapat mengisi kolam waduk selama musim hujan (m3)
Vj = aliran bulanan pada bulan j (m3/bulan) dengan cara NRECA
A = luas permukaan kolam waduk (Ha.)
Rj = curah hujan bulanan pada bulan j (mm/bulan)

Untuk contoh perhitungan dapat dilihat pada tabel berikut:


Lampiran III 211

Tabel A.3.4. Contoh Perhitungan Debit Andalan dengan Metode Nreca

Bulan Hari Curah Evapotransparasi Tampungan Rasio Rasio Rasio AET Neraca Rasio Kelebihan Perubahan Tampungan Tampungan Tampungan Aliran Aliran Aliran Aliran
Hujan Potensial Ketengasan Tampungan (3) / (4) AET/PET Air Kelebihan Kelengasan Tampungan Air Tanah Air Tanah Air Tanah Air Tanah Langsung Total Total
(PET) (Wo) Tanah Kelengasan Awal Akhir
(mm) (mm) (mm) (Wi) (mm) (mm) (mm) (mm) (mm) (mm) (mm) (mm) (mm) (mm) (m/c)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Januari 1 10 151 31.912 758.370 1.157 4.732 1.000 12.765 138.235 0.620 85.763 52.472 77.187 44.706 121.893 24.379 8.576 32.955 1.298
2 10 71 31.912 810.842 1.238 2.225 1.000 12.765 58.235 0.701 40.845 17.390 36.761 97.514 134.275 26.855 4.085 30.940 1.219
3 11 127 35.103 828.232 1.264 3.618 1.000 14.041 112.959 0.729 82.371 30.587 74.134 107.420 181.554 36.311 8.237 44.548 1.595
Februari 1 10 137 32.391 858.819 1.311 4.230 1.000 12.956 124.044 0.779 96.674 27.370 87.007 145.244 232.250 46.450 9.667 56.117 2.211
2 10 45 32.391 886.189 1.353 1.389 1.000 12.956 32.044 0.825 26.452 5.592 23.807 185.800 209.607 41.921 2.645 44.567 1.756
3 8 95 25.913 891.780 1.361 3.666 1.000 10.365 84.635 0.835 70.676 13.958 63.609 167.685 231.294 46.259 7.068 53.326 2.626
Maret 1 10 178 29.860 905.739 1.382 5.961 1.000 11.944 166.056 0.859 142.675 23.381 128.408 185.036 313.443 62.689 14.268 76.956 3.032
2 10 234 29.860 929.120 1.418 7.837 1.000 11.944 222.056 0.900 199.918 22.138 179.926 250.754 430.680 86.136 19.992 106.128 4.181
3 11 103 32.846 951.258 1.452 3.136 1.000 13.138 89.862 0.940 84.472 5.389 76.025 344.544 420.570 84.114 8.447 92.561 3.315
April 1 10 106 27.556 956.647 1.460 3.847 1.000 11.022 94.978 0.950 99.211 4.706 81.190 336.456 417.646 83.629 9.021 92.660 3.646
2 10 150 27.556 961.413 1.467 5.443 1.000 11.022 138.978 0.950 133.211 5.706 119.850 334.117 454.007 90.801 13.321 104.123 4.102
3 10 23 27.556 967.179 1.476 0.835 0.957 10.545 12.455 0.969 17.070 0.385 10.863 363.205 374.068 74.814 1.201 75.021 2.995
Mei 1 10 74 25.178 967.564 1.477 2.939 1.000 10.071 63.929 0.969 61.997 1.932 55.797 299.255 355.052 71.010 6.200 77.210 3.042
2 10 85 25.178 969.496 1.480 3.376 1.000 10.071 74.929 0.970 72.931 1.998 65.638 284.042 349.679 69.936 7.293 77.229 3.043
3 11 0 27.696 971.494 1.483 0000 0.741 8.213 -8213 0.973 0000 -8213 0000 279.744 279.744 55.949 0000 55.949 2.004
Juni 1 10 8 24.433 963.280 1.470 0327 0.822 8.032 -0032 0000 0000 -0032 0000 223.795 223.795 44.759 0000 44.759 1.763
2 10 0 24.433 963.249 1.470 0000 0.735 7.184 -7184 0000 0000 -7184 0000 179.036 179.036 35.807 0000 35.807 1.411
3 10 0 24.433 956.065 1.459 0000 0.730 7.130 -7130 0000 0000 -7130 0000 143.225 143.229 28.646 0000 28.646 1.129
Juli 1 10 0 26.756 948.934 1.448 0000 0.724 7.750 -7750 0000 0000 -7750 0000 114.583 114.583 22.917 0000 22.917 903
2 10 0 26.756 941.184 1.436 0000 0.718 7.687 -7687 0000 0000 -7687 0000 91.666 91.666 18.333 0000 18.333 222
3 11 0 29.432 933.497 1.425 0000 0.712 8.387 -8387 0000 0000 -8387 0000 73.333 73.333 14.667 0000 14.667 525
Agustus 1 10 0 28.025 925.110 1.412 0000 0.706 7.914 -7914 0000 0000 -7914 0000 58.666 58.666 11.733 0000 11.733 462
2 10 0 28.025 917.196 1.400 0000 0.700 7.846 -7846 0000 0000 -7846 0000 46.933 46.933 9.387 0000 9.387 370
3 11 0 30.820 909.350 1.388 0000 0.694 8.557 -8557 0000 0000 -8557 0000 37.547 37.547 7.509 0000 7.509 269
September 1 10 0 29.040 900.792 1.375 0000 0.687 7.985 -7985 0000 0000 -7985 0000 30.037 30.037 6.007 0000 6.007 237
2 10 0 29.040 892.807 1.363 0000 0.681 7.914 -7914 0000 0000 -7914 0000 24.030 24.030 4.806 0000 4.806 139
3 10 0 29.040 884.893 1.351 0000 0.675 7.844 -7844 0000 0000 -7844 0000 19.224 19.224 3.845 0000 3.845 151
Oktober 1 10 64 29.503 877.049 1.339 2.169 1.000 11.801 52.199 0.810 42.279 9.920 38.051 15.379 53.430 10.686 4.228 14.914 588
2 10 33 29.503 886.969 1.354 1.119 1.000 11.801 21.199 0.827 17.528 3.671 15.775 42.744 58.519 11.704 1.753 13.457 530
3 11 213 32.454 890.680 1.359 6.563 1.000 12.981 200.019 0.833 166.639 33.379 149.975 46.815 196.790 39.358 16.664 56.022 2.005
November 1 10 264 31.090 924.019 1.410 8.491 1.000 12.436 251.564 0.891 224.210 27.354 201.789 157.432 359.221 71.844 22.421 94.265 3.716
2 10 146 31.090 951.374 1.452 4.696 1.000 12.436 133.564 0.940 125.582 7.982 113.024 287.377 400.400 80.080 12.558 92.638 3.660
3 10 63 31.090 959.356 1.464 2.026 1.000 12.436 50.564 0.955 48.276 7.288 43.448 370.320 363.769 72.754 4.828 77.681 3.066
Desember 1 10 118 30.201 961.644 1.468 3.907 1.000 12.080 105.920 0.959 101.570 4.350 91.413 291.015 387.428 76.485 10.152 86.643 3.411
2 10 98 30.201 965.993 1.474 3.245 1.000 12.080 85.920 0.967 83.076 2.344 74.768 305.842 380.716 76.142 8.308 84.450 1.125
3 11 190 33.22 968.837 1.479 5.719 1.000 11.288 176.712 0.972 171.214 4.326 154.567 304.141 430.176 91.414 12.025 160.604 1.334
212 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

Kalibrasi model di daerah aliran sungai yang diselidiki debitnya dan data-data
meteorologi akan menambah keandalan hasil-hasil model. Pada waktu mengerjakan
pengamatan debit berjangka waktu panjang dan rangkaian data curah hujan yang
meliputi jangka waktu lama, kemungkinan/probabilitas debit yang diamati bisa dinilai
secara lebih tepat dan demikian juga debit andalan bulanan dengan kemungkinan tak
terpenuhi 20%. Apabila data sangat kurang, usahakan jangan menggunakan model
karena hal ini akan mengakibatkan banyak sekali kesalahan pada hasil penghitungan
aliran bulanan; semua hasil yang diperoleh harus diperlakukan dengan hati-hati.
Pengetahuan yang luas mengenai hasil-hasil riset daerah-daerah aliran sungai di
Indonesia merupakan prasyarat.

A.3.3.4 Pengamatan Lapangan

Hasil-hasil pengamatan lapangan langsung yang diperoleh dari penduduk setempat


dapat dijadikan indikasi mengenai debit minimum yang sebenarnya. Muka air yang
rendah yang mereka laporkan tersebut akan dikonversi menjadi debit dengan
menunjukkan kekurangtepatan yang ada akibat kekeliruan-kekeliruan dalam
menentukan kekasaran talut dan dasar.

Jika metode ini diikuti, maka yang mungkin dapat diperoleh hanyalah suatu kesan
tentang muka air rendah tahunan. Rekonstruksi hidrograf tahunan akan menjadi sulit,
karena hanya muka air terendah saja yang diingat. Informasi semacam ini dapat
dipakai untuk pemeriksaan susulan terhadap hasil-hasil yang diperoleh dari
pengamatan langsung di lapangan. Selama dilakukannya penyelidikan dapat dibuat
hidrograf (sebagian). Informasi demikian akan dapat digunakan untuk kalibrasi model
neraca air dan akan menambah keandalan hasil-hasil model.
Daftar Peristilahan Irigasi 213

DAFTAR PERISTILAHAN IRIGASI

A.A.S.H.O. American Association of State Highway Officials


Abrasi Hempasan atau penggerusan oleh gerakan air dan
butiran kasar yang terkandung didalamnya.
adjustable proportional Pengaturan tinggi bukaan lubang pada alat ukur
module Crump de Gruyter.
aerasi Pemasukan udara, untuk menghindari tekanan
subatmosfer
agradasi Peninggian dasar sungai akibat pengendapan
agregat beton Butiran kasar untuk campuran beton, misal : pasir,
kerikil/batu pecah
Agrometeorologi Ilmu cuaca yang terutama membahas pertanian
alat ukur aliran bawah Alat ukur debit melalui lubang
alat ukur aliran bebas Alat ukur dengan aliran diatas ambang dengan
aliran sempurna
alat ukur Parshall Tipe alat ukur debit ambang lebar, dengan
dimensi penyempitan dan kemiringan lantai
tertentu
aliran bebas Aliran tanpa tekanan, misal aliran pada gorong-
gorong/saluran terbuka, talang
aliran bertekanan Aliran dengan tekanan, misal: aliran pada sipon
aliran getar Aliran pada got miring atau pelimpah yang
mengakibatkan getaran pada konstruksi
aliran kritis Aliran dengan kecepatan kritis, dimana energi
spesifiknya minimum atau bilangan Froude =1
aliran setinggi tanggul Aliran setinggi tebing sungai, biasanya untuk
keperluan penaksiran debit
aliran spiral Aliran pusaran berbentuk spiral karena lengkung-
lengkung pada konstruksi
aliran subkritis Aliran yang kecepatannya lebih kecil dari ke-
cepatan kritis, atau Fr < 1
aliran superkritis Aliran dengan kecepatan lebih besar dari
kecepatan kritis, atau bilangan Froude (Fr) > 1
aliran tenggelam Aliran melalui suatu ambang, dimana muka air
udik di pengaruhi oleh muka air hilir
aliran teranyam Aliran sungai terpecah-pecah berbentuk anyaman
214 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

(braiding)
aliran terkonsentrasi Aliran pada penampang yang lebih sempit, misal
di dasar kantong lumpur terjadi aliran terkon-
sentrasi pada saat pengurasan
aliran turbulen Aliran tidak tetap dimana kecepatan aliran pada
suatu titik tidak tetap
aliran/debit moduler Aliran melalui suatu bangunan, pengontrol
(bendung, ambang, dsb), dimana aliran di hulu
tidak dipengaruhi oleh aliran di bagian hilir, aliran
sempurna
alur pengarah Alur untuk mengarahkan aliran
aluvial Endapan yang terbentuk masa sekarang yang
tanahnya berasal dari tempat lain
ambang lebar Ambang dengan lebar (panjang) lebih besar dari
1,75 x tinggi limpasan
ambang moduler Ambang dengan aliran moduler/sempurna
ambang tajam teraerasi Ambang tajam dengan tekanan dibawah
pelimpahan sebesar 1 atm, dengan
menghubungkannya dengan udara luar
ambang ujung Ambang di ujung hilir kotam otak (end sill)
angka pori Perbandingan antara volume pori/rongga dengan
volume butir padat
angka rembesan Perbandingan antara panjang jalur rembesan total
dengan beda tinggi energi (lihat angka rembesan
Lane)
artifisial Buatan manusia
AWLR Automatic Water Level Recorder, alat duga muka
air otomatis
bagian atas pangkal Elevasi puncak pangkal bendung (top of abut-
ment)
bagian normal Bagian saluran dengan aliran seragam
bagian peralihan Bagian pada penyempitan/pelebaran
bak tenggelam Bentuk bak (bucket), dimana pada muka air di
ujung belakang konstruksi tidak terjadi loncatan
air
bakosurtanal Badan koordinasi survey dan pemetaan nasional
bangunan akhir Bangunan paling ujung saluran kuarter, sebelum
Daftar Peristilahan Irigasi 215

saluran pembuang yang berfungsi sebagai pegatur


muka air dan mengurangi erosi pada ujung saluran
kuarter
bangunan bantu Sebagai tambahan pada bangunan utama seperti
bangunan ukur
bangunan pelengkap Bangunan yang melengkapi jaringan utama
seperti: talang, bangunan silang, terjunan dll.
bangunan pembilas Bangunan yang berfungsi untuk membiIas sedi-
men
bangunan pengaman Bangunan untuk mencegah kerusakan konstruksi,
misal: bangunan pelimpah samping, pembuang
silang dsb.
bangunan pengambilan Bangunan untuk memasukkan air dari
sungai/sumber air ke saluran irigasi
bangunan pengelak Bangunan untuk membelokkan arah aliran sungai,
antara lain bendung
bangunan peredam energi Bangunan untuk mengurangi energi aliran, misal
kolam olak
bangunan utama Bangunan pada atau di sekitar sungai, seperti:
bendung, tanggul penutup, pengambilan, kantong
lumpur, serta bangunan-bangunan penting lainnya
banjir rencana Banjir maksimum dengan periode ulang tertentu
(misal: 5, 10, 50, 100 tahun), yang diperhitungkan
untuk perencanaan suatu konstruksi
bantaran sungai Bagian yang datar pada tebing sungai
batas Atterberg Batasan-batasan untuk membedakan atau
mengkalsifikasi plastisitas lempung
batas cair Kandungan air minimum pada tanah lempung
dalam keadaan batas antara cair dan plastis
batas meander Suatu batas fiktif dimana belokan dan
perpindahan sungai tidak akan keluar dari batas
tersebut
batas moduler Titik dimana aliran moduler berubah menjadi
nonmoduler
batas plastis Kandungan air pada mana tanah lempung masih
dalam keadaan plastis dapat digulung dengan
diameter  3 mm tanpa putus
batu candi Batu kasar (granit, andesit dan sejenis) yang
216 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

dibentuk secara khusus untuk dipergunakan


sebagai lapisan tahan gerusan
bendung gerak Bendung yang dilengkapi dengan pintu-pintu
gerak untuk mengatur ketinggian air
bendung saringan bawah Bendung dengan pengambilan pada dasar sungai,
dilengkapi dengan beberapa tipe saringan contoh:
bendung tyroller
bentang efektif Bentang yang diambil dalam perhitungan
struktural jembatan
bibit unggul Bibit tertentu yang produksinya lebih tinggi dari
bibit lokal
bilangan Froude Bilangan tak berdimensi yang menyatakan
hubungan antara kecepatan gravitasi dari tinggi
aliran, dengan rumus:
F < 1 : subkritis
F =1 : kritis
F = v/gh, dimana F > 1 : superkritis
bitumen Sejenis aspal, dapat berbentuk cair maupun padat
blok halang Blok (biasanya dari beton) yang dipasang pada
talut belakang bendung atau pada dasar kolam
olak, dengan maksud memperbesar daya redam
energi sehingga kolam olak bisa diperpendek
blok halang Blok-blok (biasanya beton) yang dipasang pada
kolam olak, berfungsi sebagai peredam energi
blok muka Blok halang pada lereng hilir pelimpah untuk
menutup aliran sungai pada saat.pelaksanaan
bor log Penampang yang menggambarkan lapisan tanah
pondasi, disertai dengan keterangan-keterangan
seperlunya misal: muka air, kelulusan dan
deskripsi lapisan
breaching Membuat lubang pada tubuh tanggul
bronjong Salah satu konstruksi pelindung tanggul sungai,
kawat dan batu
bunded rice field Sawah yang dikelilingi tanggul kecil
busur baja Baja lengkung penunjang terowongan saat
pelaksanaan
CBR California Bearing Ratio; 0 suatu metode
pengujian standar untuk mengetahui daya dukung
Daftar Peristilahan Irigasi 217

lapisan dasar jalan raya


celah kontrol trapesium Bangunan pengontrol muka air dengan celah
berbentuk trapesium
cerobong (shaft) Lubang vertikal untuk pemeriksaan bagian bawah
konstruksi, misal dasar sipon
Constant bead orifice Tipe atat ukur debit dengan perbedaan tinggi
(CHO) tekanan lantara hilir dan udik konstan
contoh tanah tak Contoh tanah yang masih sesuai dengan keadaan
terganggu aslinya
curah hujan efektif Bagian dari curah hujan yang efektif untuk suatu
proses hidrologi yang bisa dimanfaatkan, misal:
pemakaian air oleh tanaman, pengisian waduk dsb
curah hujan konsekutif Curah hujan berturut-turut dalam beberapa hari
D.R. Diversion Requirement, besamya kebutuhan
penyadapan dari sumber air
daerah aliran sungai (DAS) daerah yang dibatasi bentuk topografi,
dimana seluruh curah hujan disebelah dalamnya
mengalir ke satu sungai
debit andalan Debit dari suatu sumber air (mis: sungai) yang
diharapkan dapat disadap dengan resiko
kegagalan tertentu, misal 1 kali dalam 5 tahun
debit puncak Debit yang terbesar pada suatu periode tertentu
debit rencana Debit untuk perencanaan bangunan atau saluran
debit rencana Debit untuk perencanaan suatu bangunan air
degradasi Penurunan dasar sungai akibat penggerusan
depresi Daerah cekungan yang sulit pembuangannya
dewatering Usaha pengeringan dengan berbagai cara, misal
pemompaan
diluvium Endapan sungai data lingkungan dan ekologi data-
data yang meliputi data fisik, biologi, kimiawi,
sosio ekonomi dan budaya
dinding balang Dinding vertikal/miring dibawah bendung,
berfungsi memperpanjang jalur/garis rembesan
(cut-off)
double massplot Kurve akumulasi dua data, misalnya curah hujan
dari suatu stasiun, dengan data dari stasiun
sekitarnya, untuk mendapatkan suatu per-
bandingan
218 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

efisiensi irigasi Perbandingan antara air yang dipakai dan air yang
disadap, dinyatakan dalam %
efisiensi irigasi total Hasil perkalian efisiensi petak tersier, saluran
sekunder dan saluran primer, dalam %
efisiensi pompa Perbandingan antara daya yang dihasilkan dan
daya yang dipakai
eksploitasi pintu Tata cara pengoperasian pintu
energi kinetis Energi kecepatan aliran
energi potensial Energi perbedaan ketinggian
erodibilitas Kepekaan terhadap erosi
erosi bawah tanah Aliran air melalui bawah dan samping konstruksi
dengan membawa butiran (piping)
erosi bawah tanah Terbawanya butir tanah pondasi akibat gaya
rembesan (piping)
evaporasi Penguapan
evapotranspirasi Kehilangan air total akibat penguapan dari muka
tanah dan transpirasi tanaman
F.A.O. Food and Agriculture Organization organisasi
pangan dunia dibawah naungan PBB
faktor frekuensi tumbuh Faktor pengali terhadap rata-rata banjir tahunan
untuk mendapatkan debit banjir dengan periode
ulang lainnya
faktor reduksi debit Faktor perbandingan antara aliran bebas dan aliran
tenggelam tenggelam pada suatu bangunan ukur
faktor tahanan rembesan Faktor pengali panjang jalur rembesan
sehubungan kondisi bentuk pondasi dan jenis
tanah
faktor tulangan Hubungan antara perbandingan tulangan tarik dan
tekan dengan kekuatan batas baja rencana
fenomena (gejala) aliran Menyatakan sifat yang dimiliki oleh aliran yang
bersangkutan
filter Konstruksi untuk melewatkan air tanpa membawa
butiran tanah
fleksibilitas Perbandingan antara besarnya perubahan debit
suatu bukaan dengan bukaan lainnya
fleksibilitas eksploitasi Kapasitas pemompaan dibagi-bagi kepada
pompa beberapa pompa untuk memudahkan E &P
Daftar Peristilahan Irigasi 219

flum Bagian dari saluran dengan penampang teratur


biasanya diberi pasangan, misal: gorong-gorong
terbuka, talang dan saluran dengan pasangan
foil plastik Plastik penyekat
foto udara Foto hasil pemotretan dari udara dengan
ketinggian tertentu, untuk keperluan pemetaan
fraksi sedimen kasar Fraksi sedimen pasir dan kerikil diameter D >
0,074 mm
G.F.R. Gross Field Water Requirement kebutuhan air
total (broto) di sawah dengan mempertimbangkan
faktor-faktor pengolahan laban, rembesan,
penggunaan konsumtif dan penggantian lapisan
air
gambar pabrikan Gambar yang dikeluarkan oleh pabrik
gambar pengukuran Gambar atau peta hasil pengukuran/pemetaan
gambar penyelidikan Gambar atau peta yang menyatakan hasil
penyelidikan
gambar purnalaksana Gambar setelah dilaksanakan (as built drawing)
garis energi Garis yang menghubungkan titik-titik tinggi
energi
garis kontur Garis yang menghubungkan titik-titik yang sama
tingginya, disebut juga garis tinggi
gaya tekan ke atas Tekanan ke atas, umumnya disebabkan tekanan
air (uplift)
gelombang tegak Bentuk loncatan air bila perubahan kedalaman air
kecil, dimana hanya terjadi riak gelombang saja
gelombang tegak Suatu bentuk gelombang aliran air yang dapat
terjadi. pada bilangan Froude antara 0,55 s/d 1,40
geluh (loam) Tanah dengan tekstur campuran pasir, lanau dan
lempung
geometri Perbandingan antara dimensi-dimensi
saluran/bangunan saluran/bangunan
gesekan dan tebing saluran/sungai
got miring Saluran dengan kemiringan tajam dimana terjadi
aliran superkritis
gradasi Pembagian dan ukuran butir tanah, pasir dsb
gradien medan Kemiringan medan
220 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

gully Alur lembah yang dibentuk oleh arus air, dimana


aliran air hanya ada jika ada hujan lebat
hidrodinamik Air dalam keadaan bergerak
hidrometeorologi Ilmu cuaca yang terutama membahas hidrologi
hidrostatik Air dalam keadaan diam
hockey stick Layout krib menyerupai tongkat hoki
hujan efektif hujan yang betul-betul dapat dimanfaatkan oleh
tanaman
hujan titik Curah hujan pada daerah yang terbatas sekitar
stasiun hujan
I.H.E Institute of Hydraulic Engineering (DPMA)
I.R.R Internal Rate of Return tingkat bunga dimana nilai
pengeluaran sama dengan nilai penerimaan,
diperhitungkan berdasarkan nilai uang sekarang
indeks plastisitas (PI) Kisaran kandungan air dalam tanah dimana tanah
kohesif menjadi plastis, besaran ini terletak antara
batas cair dan plastis Indeks Plastisitas = batas
cair - batas plastis
irigasi melingkar Salah satu metode perencanaan trase saluran-
saluran tersier dimana arah aliran berlawanan
dengan aliran jaringan utama (counter flow
irrigation)
jalan inspeksi Jalan sepanjang saluran irigasi dan pembuang
untuk keperluan inspeksi
jalur rembesan Jalur lintasan rembesan antara bagian udik dan
hilir suatu konstruksi, melalui dasar atau samping
konstruksi
jalur- jalur Barisan petak-petak sawah yang diairi
jari- jari hidrolis Perbandingan antara penampang basah dan
keliling basah
jaringan aliran Jala-jala aliran air tanah yang terdiri dari garis
aliran dan garis ekuipotensial
jaringan bongkah Saringan pada mulut pintu pengambilan untuk
mencegah bongkah-bongkah batu dan sampah
agar tidak ke jaringan saluran
jaringan irigasi Seluruh bangunan dan saluran irigasi
jaringan irigasi teknis Jaringan yang sudah memisahkan antara sistem
Daftar Peristilahan Irigasi 221

irigasi pembuang dan jaringan tersier


jaringan pembuang Seluruh bangunan dan saluran pembuang
jaringan saluran Sistem saluran, hubungan antara satu saluran
dengan saluran lainnya
kantong lumpur Bangunan untuk mengendapkan dan menampung
lumpur yang pada waktu tertentu dibilas
karakteristik saluran Data saluran berupa debit, kemiringan talut, dan
sebagainya
kavitasi Terjadinya tekanan lebih kecil dari 1 atm, yang
mengakibatkan gelembung-gelembung udara pada
permukaan badan bendung, menimbulkan lubang-
lubang karena terlepasnya butiran-butiran agregat
dari permukaan konstruksi
kebutuhan pembuang Debit puncak saluran pembuang
kebutuhan pengambilan Kebutuhan air pada tingkat sumbernya
kebutuhan pengambilan Keperluan air pada bangunan sadap
kecepatan dasar Kecepatan yang dikonversikan pada kedalaman
aliran 1 m
kecepatan datang Kecepatan air sebelum memasuki suatu
konstruksi, seperti bendung, pintu air, dsb
kecepatan spesifik Kecepatan khas putaran pompa atau turbin, fungsi
dari jenis aliran dan tipe pompa
kedalaman air hilir Kedalaman air sebelah hilir konstruksi, dimana
terjadi kecepatan aliran subkritis
kedalaman konjugasi Hubungan antara tinggi kedalaman sebelum dan
sesudah loncatan air
kehilangan di bagian siku Kehilangan energi dalam pipa karena
pembengkokan
kehilangan tekanan akibat Kehilangan tekanan akibat gesekan pada dasar
tingkat kelayakan Kelayakan proyek yang dapat
dicapai
kelompok hidrologis Kelompok tanah berdasarkan tingkat transmisi air
tanah
kelulusan tanah Tingkat keresapan air melalui tanah, dinyatakan
dalam satuan panjang/satuan waktu (L/T)
kemampuan tanah Kemampuan lahan untuk budidaya tanaman
terrtentu sehubungan dengan kondisi topografi,
kesuburan dan lain-lain
222 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

kemiringan maksimum Kemiringan saluran maksimum dimana tidak


terjadi penggerusan
kemiringan minimum Kemiringan saluran minimum dimana tidak
terjadi pengendapan
kemiringan talut Kemiringan dinding saluran
kerapatan satuan Berat per volume dibagi gravitasi
keseimbangan batas Keseimbangan aliran pada sudetan telah
berfungsi, keseimbangan akhir
ketinggian nol (0) Ketinggian, yang sudah ditetapkan sebagai elevasi
nol (0), diatas permukaan laut
kisi-kisi penyaring Saringan yang dipasang pada bagian muka pintu
pengambilan, sipon, pompa dll, untuk menyaring
sampah dan benda-benda yang terapung (trash
rack)
klimatologi Ilmu tentang iklim
koefisien debit Faktor reduksi dari pengaliran ideal
koefisien kekasaran Koefisien kekasaran pada ruas saluran yang terdiri
gabungan dari berbagai kondisi penampang basah
koefisien ekspansi linier Koefisien mulai beton per 10 C
koefisien kekasaran Koefisien yang rnenyatakan pengaruh kekasaran
dasar dan tebing saluran/sungai terhadap ke-
cepatan aliran
koefisien kontraksi Koefisien pengurangan luas penampang aliran
akibat penyempitan
koefisien pengaliran Koefisien perbandingan antara volume debit dan
curah hujan
kolam loncat air Kolam peredam energi akibat loncatan air
kolam olak tipe bak Ujung dari bak selalu berada dibawah muka air
tenggelam hilir
konfigurasi Gambaran bentuk permukaan tanah
konglomerat Batuan keras karena tersementasi dengan,
komponen dasar berbentuk bulatan
konsentrasi sedimen Kandungan sedirnen per satuan volume air,
dinyatakan dalam Ppm atau mg/liter
konservatif Perencanaan yang terlalu aman
koperan Konstruksi di dasar sungai/saluran untuk menahan
rembesan melalui bawah
Daftar Peristilahan Irigasi 223

krip Bangunan salah satu tipe perlindungan sungai


lapisan subbase lapisan antara lapisan dasar (base) dan perkerasan
pada badan jalan raya
layout petak tersier Suatu jaringan tersier (saluran bawa/pembuang)
dengan pembagian petak kuarter dan subtersier
lebar efektif bendung Lebar bersih pelimpahan: lebar kotor dikurangi
pengaruh-pengaruh konstraksi akibat pilar dan
pangkal bendung yang merupakan fungsi tinggi
energi (H1)
lebar ekuivalen Lebar tekan ekuivalen beton
lengkung debit Grafik antara tinggi air dan debit
lengkung/kurve Lengkung muka air, positif jika kemiringan air
pengempangan kemiringan dasar sungai/saluran keduanya terjadi
pada aliran subkritis
limpasan tanggul Aliran yang melewati tanggul/tebing sungai
lindungan sungai Bangunan yang berfungsi melindungi sungai
terhadap erosi, pengendapan dan longsoran, misal:
krip pengarah arus, pasangan, dan sebagainya
lingkaran slip lingkaran gelincir, bidang longsor
lokasi sumber bahan Tempat penggalian bahan bangunan batu
galian
loncatan hidrolis Perubahan dari aliran superkritis ke subkritis
M.O.R. Main Off-take Water Requirement besarnya
kebutuhan air pada pintu sadap utama
Meandering Aliran sungai berbelok-belok dan berpindah-
pindah
Mercu Bagian atas dari pelimpah atau tanggul
metode debit diatas Peak Over Treshold, suatu metode menaksir
ambang banjir rencana, dimana data hidrograf aliran
terbatas (misal: 3 tahun), dengan
mempertimbangkan puncak-puncak banjir tertentu
saja metode numerik metode analitis/bilangan
metode stan ganda Suatu metode pengukuran potongan memanjang,
dimana suatu titik dibidik dari 2 posisi
micro film Film positif berukuran kecil ( 8 x 12 mm) hanya
dapat dibaca dengan alat khusus yang disebut
micro fiche reader
224 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

mode of failure (beton) Pola keruntuhan, sehubungan dengan perencanaan


tulangan balok T
modulus pembuang Banyakya air yang harus dibuang dari suatu
daerah irigasi, dinyatakan dalam volume
persatuan luas/satuan waktu
morfologi sungai Bentuk dan keadaan alur sungai sehubungan
dengan alirannya
mortel Adukan
mosaik Peta yang terdiri dari beberapa foto udara yang
disambungkan
muka air rencana saluran Muka air yang direncanakan pada saluran untuk
dapat mengairi daerah tertentu secara gravitasi
N.F.R. Net-Field Water Requirement satuan kebutuhan
bersih (netto) air di sawah, dalam hal ini telah
diperhitungkan faktor curah hujan efektif
neraca air Keseimbangan air, membandingkan air yang ada,
air hilang dan air yang dimanfaatkan
ogee Salah satu tipe Mercu bendung yang per-
mukaannya mengikuti persamaan tertentu, hasil
percobaan USCE
P3A Perkumpulan Petani Pemakai Air, misal Dharma
fir-ta, Mitra Cai dan Subak
pangkal bendung Kepala bendung, abutment
paritan Lubang yang digali pada tebing antara 0,5 s/d 1 m
lebar dan 1 s/d 2 m dalam, untuk keperluan
pengumpulan data geoteknik
patahan Patahan pada permukaan bumi karena suatu gaya,
sehingga suatu lapisan menjadi tidak sebidang lagi
patok hektometer Patak beton yang dipasang setiap jarak 100 meter
sepanjang tebing saluran untuk keperluan E & P
dan orientasi lapangan
pelapukan Proses lapuknya batuan karena pengaruh iklim
pemberian air parsial Misal pada debit saluran 70%, akibat
pengoperasian pintu
pembilas bawah Pembilas melalui tubuh bendung berupa gorong-
gorong di bagian bawah pintu penguras
pembilas samping Pembilas samping, tidak terletak pada tubuh
bendung dengan maksud tidak mengurangi lebar
Daftar Peristilahan Irigasi 225

tubuh bendung (shunt undersluice)


pembuang ekstern Saluran pembuang untuk pembuangan yang
berasal dari luar daerah irigasi
pembuang intern Saluran pembuangan air dari daerah irigasi
penampang kontrol Penampang dimana aliran melalui ambang
pengatur aliran, disini terjadi aliran kritis
pengambilan bebas Penyadapan langsung dari sungai secara gravitasi,
tanpa konstruksi peninggi muka air
pengarah aliran Konstruksi yang mengarahkan aliran ke arah
tertentu biasanya menjauhi tanggul
penggerusan Berpindah atau terangkutnya, butiran pasir/kerikil
akibat kecepatan aliran
penggunaan (air) Yang dibutuhkan oleh tanaman untuk proses
konsumtif air evapotranspirasi atau evapotranspirasi dari
tanaman acuan
pengolahan lahan Pelumpuran sawah, tindakan menghaluskan
struktur tanah untuk mereduksi porositas dan
kelulusan dengan cara, misalnya pembajakan
sawah
penyadapan liar Pengambilan air tidak resmi pada saluran irigasi
tanpa menggunakan pipa
perencanaan hidrolis Perhitungan hidrolis untuk menetapkan dimensi
bangunan
periode tengah bulanan Periode sehubungan dengan perhitungan satuan
kebutuhan air irigasi, atau pergeseran pola tanam
pada sistem golongan
periode ulang Suatu periode dimana diharapkan terjadi hujan
atau debit maksimum
perkolasi Gerakan air dalam tanah dengan arah vertikal ke
bawah
peta geologi Peta yang menggambarkan keadaan geologi,
dinyatakan dengan simbol-simbol dan warna
tertentu, disertai keterangan seperlunya
peta geologi daerah Peta geologi skala kecil (misal 1:100.000 atau
lebih), menggambarkan secara umum keadaan
geologi suatu wilayah, mengenai jenis batuan,
endapan, umur, dan struktur yang ada
peta geologi detail Peta yang dibuat berdasarkan hasil penyelidikan
226 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

lapangan dan laboratorium detail, dibuat diatas


peta topografi skala besar, misal 1:5000 atau lebih
besar, untuk berbagai keperluan, misal peta
geologi teknik detail
peta geologi teknik Peta geologi dengan tujuan pemanfaatan dalam
bidang teknik
peta geologi tinjau Dibuat berdasarkan hasil pengamatan lapangan
selintas, tidak detail, sedikit memberikan
gambaran mengenai keadaan morfologi, jenis
batuan, struktur, dan hubungan antara satuan
batuan
peta ortofoto Peta situasi yang dibuat dari hasil perbesaran foto
udara, dilengkapi dengan garis kontur dan titik
ketinggian (semi control)
peta topografi Peta yang menggambarkan kondisi topografi,
letak dan ketinggian medan
petak tersier ideal Petak tenier lengkap dengan jaringan irigasi,
pembuang dan jalan, serta mempunyai ukuran
optimal
petak tersier optimal Petak tersier yang biaya konstruksi dan E & P
jaringannya minimal
piesometer Alat untuk mengukur tekanan air
pintu penguras Pintu yang berfungsi sebagai penguras sedimen,
terutama dari depan pintu pengambilan
pintu radial Pintu berbentuk busur lingkaran
pola tanaman urutan dan jenis tanaman pada suatu daerah
pompa naik hidrolis Pompa Hydraulic Ram atau pompa hidran, tenaga
penggeraknya berasal dari impuls aliran
ppm Part per million
prasarana (infrastruktur) Fasilitas untuk pelayanan masyarakat seperti :
jaringan jalan, irigasi, bangunan umum
prasaturasi Penjenuhan tanah pada awal musim hujan
program ekstensifikasi Usaha peningkatan produksi dengan
penganekaragaman usaha tani, misal: Jenis
tanaman, ternak, perikanan dll.
program intensifikasi Usaha peningkatan produksi pertanian dengan
penyempurnakan sarana irigasi dan penggunaan
teknologi pertanian maju
prototip Contoh dengan ukuran sesuai dengan obyek
Daftar Peristilahan Irigasi 227

sebenarnya
relief mikro Bentuk cekungan-cekungan atau tonjolan-tonjolan
kecil permukaan tanah
resistensi Tahanan/hambatan aliran karena kekasaran
saluran
ripples Suatu bentuk dasar sungai karena tipe
pengangkutan sedimen dasar
risiko proyek Kemungkinan terjadinya suatu hal yang tidak
diinginkan, misal kegagalan pada proyek pada
periode waktu tertentu (misal: selama
pelaksanaan, umur efektif proyek dst)
rotasi permanen Sistem pembagian air secara berselang-seling ke
petak-petak kuarter tertentu ruang bebas jembatan
jarak antara bagian terbawah konstruksi dengal
muka air rencana
S.O.R. Secondary Off-take Water Requirement besarnya
kebutuhan air pada pintu sadap sekunder
saluran cacing Cabang saluran kuarter, mengalirkan air dari
saluran kuarter ke petak sawah
saluran gali dan timbun Saluran tertutup yang dibuat dengan cara
penggalian dan kemudian ditutup kembali
(saluran conduit)
saluran irigasi Saluran pembawa air untuk menambah air ke
saluran lain/daerah lain
saluran pembuang Misal anak atau cabang sungai
alamiah
saluran pintasan Saturan melintasi lembah atau memotong bukit
pada saluran garis tinggi (biasanya saluran besar),
karena akan terlalu mahal jika harus terus
mengikuti garis tinggi
sedimen abrasif Sedimen yang terdiri dari pasir keras dan tajam,
bersama dengan aliran dapat menimbulkan erosi
pada permukaan konstruksi
sedimen dasar Sedimen pada dasar sungai/saluran
sedimen layang Sedimen didalam air yang melayang karena
gerakan air
simulasi Peniruan, suatu metode perhitungan
hidrologi/hidrolis untuk mempelajari karakteristik
aliran sungai/perilaku konstruksi
228 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

sipon pelimpah Sipon peluap


sistem grid Suatu metode pengukuran pemetaan situasi
sistem golongan teknis Sistem golongan yang direncanakan secara teknis
pada petak sekunder atau primer, sehubungan
dengan penggeseran masa penanaman disini
dilakukan pemberian air secara kontinyu
sistim rotasi Sistem pemberian air secara giliran pada beberapa
petak kuarter atau tersier yang digabungkan.
Disini pemberian air dilakukan tidak kontinyu
sponeng Alur (coak) untuk naik turunnya pintu
studi simulasi Suatu cara mengevaluasi perilaku suatu
konstruksi/proyek (misalnya waduk, bendung,
jaringan irigasi dsb), dengan masukkan parameter
historis (data curah hujan, debit) pada jangka
waktu tertentu
sudetan atau kopur Alur baru yang dibuat di luar alur sungai lama,
untuk keperluan-keperluan pengelakan aliran,
penurunan muka air banjir dan pembangunan
bendung
sudut gradien energi Sudut kemiringan garis energi terhadap garis
horisontal
sudut lentur (pada got Sudut kemiringan muka air pada got miring yang
miring) harus memenuhi persyaratan tertentu, untuk
mencegah terjadinya gelombang
sudut mati Bagiandi mana sedimen tidakdapat dikuras/dibilas
dengan kecepatan aliran (dead comer)
sumber bahan timbunan Tempat pengambilan bahan timbunan tanah dan
pasir
surface roller Gerakan aliran yang menggelinding pada
permukaan konstruksi
T.O.R. Tertiary Off-take Requirement besarnya
kebutuhan air pada pintu sadap tersier
talang sipon Sipon melintasi alur sungai dimana dasar sipon
terletak diatas muka air banjir
tampakan (feature) Gambaran bentuk yang dinyatakan dengan
simbol-simbol tertentu disertai keterangan
seperlunya
tanah bengkok Lahan pertanian yang hak penggunaannya
diserahkan kepada pejabat desa karena
jabatannya, beberapa daerah mempunyai istilah
Daftar Peristilahan Irigasi 229

setempat untuk tanah bengkok ini


tanaman acuan Tanaman yang diteliti untuk mengetahui besarnya
evapotranspirasi potensial
tanaman ladang Tanaman yang semasa tumbuhnya tidak perlu
digenangi air, misal padi, gadum, palawija, karet,
tebu, kopi dsb (upland crop)
tanggul banjir Konstruksi untuk mencegah terjadinya banjir di
belakang tanggul tersebut
tanggul banjir Tanggul untuk pengaman terhadap banjir di
daerah sebelah belakang tanggul tersebut
tanggul penutup Tanggul yang berfungsi untuk menutup dan atau
mengelakkan aliran
tegangan efektif Tegangan yang bekerja pada butiran tanah
tegangan air pori
tegangan geser kritis Tegangan geser dimana tidak terjadi penggerusan
penampang aliran
tekanan pasif Tekanan melawan tekanan aktif
tekanan piesometrik Tekanan air yang terukur dengan alat piesometer
tekanan sub atmosfer Tekanan lebih kecil dari 1 atm
tekanan tanah aktif Tekanan tanah yang mendorong dinding ke arah
menjauhi tanah
tembok sayap Dinding batas antara bangunan dan pekerjaan
tanah sekitarnya berfungsi juga sebagai pengarah
aliran
tes batas cair Suatu pengujian laboratorium untuk mengetahui
kandungan air dalam contoh tanah pada batas
perilaku tanah seperti zat cair
tikungan stabil Tikungan aliran dimana tidak terjadi erosi oleh
arus
tinggi energi Tinggi air + tinggi tekanan dan tinggi kecepatan
tinggi jagaan minimum Tinggi jagaan yang ditetapkan minimum
berdasarkan besaran debit saluran
tinggi muka air yang Tinggi muka air rencana untuk dapat mengairi
diperlukan daerah irigasi sebelah hilirnya
tinggi tekanan Tekanan dibagi berat jenis
tingkat pertumbuhan Saat khusus pertumbuhan tanaman
tipe tulang ikan Tipe jaringan irigasi saluran dan pembuang
berbentuk tulang ikan dikembangkan di daerah
pedataran terutama di daerah rawa
230 Kriteria Perencanaan – Perencanaan Jaringan Irigasi

transmisivity Perkalian antara koefisien permeabilitas dan tebal


akuifer
transplantasi Penanaman pemindahan bibit dari persemaian ke
sawah
transposisi data Pemakaian data dari satu daerah aliran sungai di
daerah aliran sungai lainnya yang ditinjau yang
diperkirakan sama kondisinya
trase Letak dan arah saluran atau jalan
turbulensi Pergolakan air untuk mereduksi energi (pada
kolam olak)
U.S.B.R United States Bureau of Reclamation
U.S.C.E United States Army Corps of Engineers
U.S.C.S Unified Soil Classification System
U.S.D.A United States Department of Agriculture
U.S.S.C.S United States Soil Conservation Service
ulu-ulu Petugas pengairan desa yang bertanggung jawab
atas pembagian air pada satu satu petak tersier
unit kontrol irigasi satuan pengelolaan irigasi
misal: petak tersier, sekunder, dst.
variasi muka air 0,18 h100 penambahan tinggi muka air pada
saluran yang diperlukan untuk mengairi seluruh
petak tersier, jika debit yang ada hanya 70% dan
Q100
vegetasi Tumbuh-tumbuhan/tanaman penutup
waktu konsentrasi Waktu yang diperlukan oleh satu titik hujan dari
tempat terjauh dalam suatu daerah aliran sungai
mengalir ke tempat yang ditetapkan, misal lokasi
bendung
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM
DIREKTORAT JENDERAL SUMBER DAYA AIR
D I R E K T O R AT I R I G A S I D A N R A WA

STANDAR PERENCANAAN
IRIGASI

KRITERIA PERENCANAAN
BAGIAN
SALURAN
KP-03

2013
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM
DIREKTORAT JENDERAL SUMBER DAYA AIR
DIREKTORAT IRIGASI DAN RAWA

STANDAR PERENCANAAN
IRIGASI

KRITERIA PERENCANAAN
BAGIAN
SALURAN
KP-03

2013
ii Kriteria Perencanaan – Saluran
Sambutan iii

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM


DIREKTORAT JENDERAL SUMBER DAYA AIR

SAMBUTAN

Keberadaan sistem irigasi yang handal merupakan sebuah syarat mutlak bagi
terselenggaranya sistem pangan nasional yang kuat dan penting bagi sebuah negara.
Sistem Irigasi merupakan upaya yang dilakukan oleh manusia untuk memperoleh air
denganmenggunakanbangunan dan saluran buatan untuk mengairi lahan
pertaniannya. Upaya ini meliputi prasarana irigasi, air irigasi, manajemen irigasi,
kelembagaan pengelolaan irigasi dan sumber daya manusia. Terkait prasarana irigasi,
dibutuhkan suatu perencanaan yang baik, agar sistem irigasi yang dibangun
merupakan irigasi yang efektif, efisien dan berkelanjutan, sesuai fungsinya
mendukung produktivitas usaha tani.
Pengembangan irigasi di Indonesia yang telah berjalan lebih dari satu abad, telah
memberikan pengalaman yang berharga dan sangat bermanfaat dalam kegiatan
pengembangan irigasi di masa mendatang. Pengalaman-pengalaman tersebut
didapatkan dari pelaksanaan tahap studi, perencanaan hingga tahap pelaksanaan dan
lanjut ke tahap operasi dan pemeliharaan.
Hasil pengalaman pengembangan irigasi sebelumnya, Direktorat Jenderal Pengairan
telah berhasil menyusun suatu Standar Perencanaan Irigasi, dengan harapan didapat
efisiensi dan keseragaman perencanaan pengembangan irigasi. Setelah pelaksanaan
pengembangan irigasi selama hampir dua dekade terakhir, dirasa perlu untuk
melakukan review dengan memperhatikan kekurangan dan kesulitan dalam penerapan
standar tersebut, perkembangan teknologi pertanian, isu lingkungan (seperti
iv Kriteria Perencanaan – Saluran

pemanasan global dan perubahan iklim), kebijakan partisipatif, irigasi hemat air, serta
persiapan menuju irigasi modern (efektif, efisien dan berkesinambungan).
Setelah melalui proses pengumpulan data, diskusi ahli dan penelitian terhadap
pelaksanaan Standar Perencanaan Irigasi terdahulu serta hasil perencanaan yang telah
dilakukan, maka Direktorat Jenderal Sumber Daya Air menyusun suatu Kriteria
Perencanaan Irigasi yang merupakan hasil review dari Standar Perencanaan Irigasi.
Dengan tersedianya Kriteria Perencanaan Irigasi, diharapkan para perencana irigasi
mendapatkan manfaat yang besar, terutama dalam keseragaman pendekatan konsep
desain, sehingga tercipta keseragaman dalam konsep perencanaan.
Penggunaan Kriteria Perencanaan Irigasi merupakan keharusan untuk dilaksanakan
oleh pelaksana perencanaan di lingkungan Direktorat Jenderal Sumber Daya Air.
Penyimpangan dari standar ini hanya dimungkinkan dengan izin dari Pembina
Kegiatan Pengembangan Irigasi.
Akhirnya, diucapkan selamat atas terbitnya Kriteria Perencanaan Irigasi, dan patut
diberikan penghargaan sebesar–besarnya kepada para narasumber dan editor untuk
sumbang saran serta ide pemikirannya bagi pengembangan standar ini.

Jakarta, Februari 2013


Direktur Jenderal Sumber Daya Air

DR. Ir. Moh. Hasan, Dipl.HE


NIP. 19530509 197811 1001
Kata Pengantar v

KATA PENGANTAR

Setelah melalui proses pengumpulan data, diskusi ahli dan penelitian terhadap
pelaksanaan Standar Perencanaan Irigasi terdahulu serta hasil perencanaan yang telah
dilakukan, maka Direktorat Jenderal Sumber Daya Air menyusun suatu Kriteria
Perencanaan Irigasi yang merupakan hasil review dari Standar Perencanaan Irigasi
edisi sebelumnya dengan menyesuaikan beberapa parameter serta menambahkan
perencanaan bangunan yang dapat meningkatan kualitas pelayanan bidang
irigasi.Kriteria Perencanaan Irigasi ini telah disiapkan dan disusun dalam 3
kelompok:
1. Kriteria Perencanaan (KP-01 s.d KP-09)
2. Gambar Bangunan irigasi (BI-01 s.d BI-03)
3. Persyaratan Teknis (PT-01 s.d PT-04)
Semula Kriteria Perencanaan hanya terdiri dari 7 bagian (KP – 01 s.d KP – 07). Saat
ini menjadi9 bagian dengan tambahan KP – 08 dan KP – 09 yang sebelumnya
merupakan Standar Perencanaan Pintu Air Irigasi. Review ini menggabungkan
Standar Perencanaan Pintu Air Irigasi kedalam 9 Kriteria Perencanaan sebagai
berikut:
KP – 01 Perencanaan Jaringan Irigasi
KP – 02 Bangunan Utama (Head Works)
KP – 03 Saluran
KP – 04 Bangunan
KP – 05 Petak Tersier
KP – 06 Parameter Bangunan
KP – 07 Standar Penggambaran
KP – 08 Standar Pintu Pengatur Air Irigasi: Perencanaan,Pemasangan,
Operasi dan Pemeliharaan
KP – 09 Standar Pintu Pengatur Air Irigasi: Spesifikasi Teknis
vi Kriteria Perencanaan – Saluran

Gambar Bangunan Irigasi terdiri atas 3 bagian, yaitu:


(i) Tipe Bangunan Irigasi, yang berisi kumpulan gambar-gambar contoh sebagai
informasi dan memberikan gambaran bentuk dan model bangunan, pelaksana
perencana masih harus melakukan usaha khusus berupa analisis, perhitungan dan
penyesuaian dalam perencanan teknis.
(ii) Standar Bangunan Irigasi, yang berisi kumpulan gambar-gambar bangunan yang
telah distandarisasi dan langsung bisa dipakai.
(iii) StandarBangunan Pengatur Air, yang berisi kumpulan gambar-gambar bentuk
dan model bangunan pengatur air.

Persyaratan Teknis terdiri atas 4 bagian, berisi syarat-syarat teknis yang minimal
harus dipenuhi dalam merencanakan pembangunan Irigasi. Tambahan persyaratan
dimungkinkan tergantung keadaan setempat dan keperluannya.Persyaratan
Teknisterdiri dari bagian-bagian berikut:
PT – 01 Perencanaan Jaringan Irigasi
PT – 02 Topografi
PT – 03 Penyelidikan Geoteknik
PT – 04 Penyelidikan Model Hidrolis

Meskipun Kriteria Perencanaan Irigasi ini, dengan batasan-batasan dan syarat


berlakunya seperti tertuang dalam tiap bagian buku, telah dibuat sedemikian sehingga
siap pakai untuk perencana yang belum memiliki banyak pengalaman, tetapi dalam
penerapannya masih memerlukan kajian teknik dari pemakainya. Dengan demikian
siapa pun yang akan menggunakan Kriteria Perencanaan Irigasi ini tidak akan lepas
dari tanggung jawabnya sebagai perencana dalam merencanakan bangunan irigasi
yang aman dan memadai.
Kata Pengantar vii

Setiap masalah di luar batasan-batasan dan syarat berlakunya Kriteria Perencanaan


Irigasi, harus dikonsultasikan khusus dengan badan-badan yang ditugaskan
melakukan pembinaan keirigasian, yaitu:
1. Direktorat Irigasi dan Rawa
2. Puslitbang Air

Hal yang sama juga berlaku bagi masalah-masalah, yang meskipun terletak dalam
batas-batas dan syarat berlakunya standar ini, mempunyai tingkat kesulitan dan
kepentingan yang khusus.

Semoga Kriteria Perencanaan Irigasi ini bermanfaat dan memberikan sumbangan


dalam pengembangan irigasi di Indonensia. Kami sangat mengharapkan kritik dan
saran untuk perbaikan ke arah kesempurnaan Kriteria Perencanaan Irigasi.

Jakarta, Februari 2013


Direktur Irigasi dan Rawa

Ir. Imam Agus Nugroho,Dipl.HE


NIP. 19541006 198111 1001
viii Kriteria Perencanaan - Standar Pintu Pengatur Air Irigasi: Spesifikasi Teknis
Tim Perumus ix

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM


DIREKTORAT JENDERAL SUMBER DAYA AIR

TIM PERUMUS REVIEW


KRITERIA PERENCANAAN IRIGASI

No. Nama Keterangan


1. Ir. Imam Agus Nugroho, Dipl. HE Pengarah
2. Ir. Adang Saf Ahmad, CES Penanggung Jawab
3. Ir. Bistok Simanjuntak, Dipl. HE Penanggung Jawab
4. Ir. Widiarto, Sp.1 Penanggung Jawab
5. Ir. Bobby Prabowo, CES Koordinator
6. Tesar Hidayat Musouwir, ST, MBA, M.Sc Koordinator
7. Nita Yuliati, ST, MT Pelaksana
8. Bernard Parulian, ST Pelaksana
9. DR. Ir. Robert J. Kodoatie, M.Eng Editor
10. DR. Ir. Soenarno, M.Sc Narasumber
11. Ir. Soekrasno, Dipl. HE Narasumber
12. Ir. Achmad Nuch, Dipl. HE Narasumber
13. Ir. Ketut Suryata Narasumber
14. Ir. Sudjatmiko, Dipl. HE Narasumber
15. Ir. Bambang Wahyudi, MP Narasumber

Jakarta, Januari 2013


Direktur Jenderal Sumber Daya Air

DR. Ir. Moh. Hasan, Dipl.HE


NIP. 19530509 197811 1001
x Kriteria Perencanaan - Standar Pintu Pengatur Air Irigasi: Spesifikasi Teknis
Daftar Isi xi

DAFTAR ISI

S A M B U T A N ....................................................................................................... iii
KATA PENGANTAR .................................................................................................v
TIM PERUMUS REVIEW KRITERIA PERENCANAAN IRIGASI ................. ix
DAFTAR ISI .............................................................................................................. xi
DAFTAR TABEL ......................................................................................................xv
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. xvii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................1
1.1 Umum ..................................................................................................................1
BAB II DATA PERENCANAAN IRIGASI ..............................................................3
2.1 Data Topografi .....................................................................................................3
2.2 Kapasitas Rencana ...............................................................................................5
2.2.1 Debit Rencana ...........................................................................................5
2.2.2 Kebutuhan Air Di Sawah ..........................................................................6
2.2.3 Efisiensi.....................................................................................................7
2.2.4 Rotasi Teknis (Sistem golongan) ............................................................10
2.3 Data Geoteknik ..................................................................................................11
2.4 Data Sedimen .....................................................................................................12
BAB III SALURAN TANAH TANPA PASANGAN ..............................................15
3.1 Tahap Studi ........................................................................................................15
3.1.1 Aliran Irigasi Tanpa Sedimen di Saluran Tanah .....................................16
3.1.2 Air Irigasi Bersedimen di Saluran Pasangan ...........................................17
3.1.3 Aliran Irigasi Bersedimen di Saluran Tanah ...........................................17
3.2 Rumus dan Kriteria Hidrolis ..............................................................................17
3.2.1 Rumus Aliran ..........................................................................................17
3.2.2 Koefisien Kekasaran Strickler ................................................................18
3.2.3 Sedimentasi .............................................................................................20
3.2.4 Erosi ........................................................................................................21
3.3 Potongan Melintang Saluran..............................................................................26
3.3.1 Geometri .................................................................................................26
3.3.2 Kemiringan Saluran ................................................................................26
3.3.3 Lengkung Saluran ...................................................................................27
3.3.4 Tinggi Jagaan ..........................................................................................28
3.3.5 Lebar Tanggul .........................................................................................29
3.3.6 Garis Sempadan Saluran .........................................................................31
3.3.7 Perencanaan Saluran Gendong................................................................34
xii Kriteria Perencanaan - Standar Pintu Pengatur Air Irigasi: Spesifikasi Teknis

3.3.7.1 Gambaran Umum ............................................................................34


3.3.7.2 Tata Cara dan Dasar Perhitungan ....................................................35
3.3.7.3 Dimensi Saluran Gendong ..............................................................35
3.3.7.4 Kelebihan dan Kelemahan Saluran Gendong ..................................37
3.4 Potongan Memanjang ........................................................................................37
3.4.1 Muka Air yang Diperlukan .....................................................................37
3.4.2 Kemiringan Memanjang .........................................................................40
3.4.2.1 Kemiringan Minimum .....................................................................40
3.4.2.2 Kemiringan Maksimum...................................................................41
3.4.2.3 Perencanaan Kemiringan Saluran ...................................................41
3.5 Sipatan Penampang Saluran Tanah....................................................................43
BAB IV SALURAN PASANGAN ............................................................................45
4.1 Kegunaan Saluran Pasangan ..............................................................................45
4.2 Jenis-Jenis Pasangan ..........................................................................................47
4.2.1 Lining Permukaan Keras ........................................................................48
4.2.2 Tanah.......................................................................................................49
4.2.3 LiningFerrocement .................................................................................49
4.3 Perencanaan Hidrolis .........................................................................................53
4.3.1 Kecepatan Maksimum.............................................................................53
4.3.2 Koefisien Kekasaran ...............................................................................54
4.3.3 Perencanaan untuk Aliran Subkritis ........................................................55
4.3.4 Lengkung Saluran ...................................................................................56
4.3.5 Tinggi Jagaan ..........................................................................................56
BAB V TEROWONGAN DAN SALURAN TERTUTUP .....................................57
5.1 Pemakaian ..........................................................................................................57
5.1.1 Topografi.................................................................................................57
5.1.2 Geologi ....................................................................................................57
5.1.3 Kedalaman Galian ...................................................................................58
5.1.4 Kondisi Air Tanah...................................................................................58
5.2 Bentuk-Bentuk dan Kriteria Hidrolis .................................................................58
5.2.1 Terowongan ............................................................................................58
5.2.1.1 Kondisi Aliran .................................................................................58
5.2.1.2 Bentuk Potongan Melintang ............................................................59
5.2.1.3 Ukuran Minimum ............................................................................61
5.2.1.4 Lengkungan .....................................................................................61
5.2.1.5 Penyangga dan Pasangan Terowongan ...........................................61
5.2.1.6 Peralihan ..........................................................................................64
5.2.1.7 Penutup Minimum ...........................................................................65
5.2.2 Saluran Tertutup......................................................................................65
5.2.2.1 Kondisi Aliran .................................................................................66
5.2.2.2 Bentuk Potongan Melintang ............................................................66
Daftar Isi xiii

5.2.2.3 Lengkung.........................................................................................67
5.2.2.4 Ukuran Minimum ............................................................................67
5.3 Perencanaan Hidrolis .........................................................................................67
5.3.1 Rumus Aliran ..........................................................................................67
5.3.2 Koefisien Kekasaran dan Kecepatan Maksimum ...................................67
5.3.3 Kemiringan Hidrolis .............................................................................68
5.3.4 Tinggi Jagaan .........................................................................................68
5.3.5 Perencanaan Potongan Melintang .........................................................69
5.3.6 Kehilangan Total Tinggi Energi ..........................................................69
5.3.7 Kehilangan Tinggi Energi pada Siku dan Tikungan
Saluran Tertutup ....................................................................................70
BAB VI PERENCANAAN SALURAN PEMBUANG ...........................................73
6.1 Data Topografi ...................................................................................................73
6.2 Data Rencana .....................................................................................................74
6.2.1 Jaringan Pembuang .................................................................................74
6.2.2 Kebutuhan Pembuang untuk Tanaman Padi .........................................75
6.2.3 Kebutuhan Pembuang untuk Sawah Non Padi.....................................80
6.2.4 Debit Pembuang .....................................................................................82
6.3 Data Mekanika Tanah ........................................................................................85
BAB VII RENCANA SALURAN PEMBUANG ....................................................87
7.1 Perencanaan Saluran Pembuang yang Stabil .....................................................87
7.2 Rumus dan Kriteria Hidrolis ..............................................................................88
7.2.1 Rumus Aliran ..........................................................................................88
7.2.2 Koefisien Kekasaran Strickler ................................................................88
7.2.3 Kecepatan Maksimum yang Diizinkan ...................................................89
7.2.4 Tinggi Muka Air .....................................................................................91
7.3 Potongan Melintang Saluran Pembuang ............................................................94
7.3.1 Geometri .................................................................................................94
7.3.2 Kemiringan Talut Saluran Pembuang ...................................................95
7.3.3 Lengkung Saluran Pembuang .................................................................95
7.3.4 Tinggi Jagaan ..........................................................................................96
BAB VIII PERENCANAAN SALURAN GENDONG ..........................................99
8.1 Gambaran Umum...............................................................................................99
8.2 Tata Cara dan Dasar Perhitungan ....................................................................100
8.2.1 Metode Rasional ...................................................................................100
8.2.2 Metode Lama Hujan dan Frekuensi Hujan ...........................................102
8.2.3 Metode Hidrograf Komplek ..................................................................104
8.3 Tata Cara dan Dasar Perhitungan ....................................................................106
8.3.1 Standar Kapasitas Saluran Gendong .....................................................106
8.3.2 Karakteristik Saluran Gendong .............................................................106
xiv Kriteria Perencanaan - Standar Pintu Pengatur Air Irigasi: Spesifikasi Teknis

8.3.3 Kelebihan dan Kelemahan Saluran Gendong .......................................106


DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................107
LAMPIRAN I KAPASITAS ANGKUTAN SEDIMEN .......................................109
LAMPIRAN II PERENCANAAN PROFIL SALURAN .....................................113
LAMPIRAN III .......................................................................................................119
DAFTAR PERISTILAHAN IRIGASI ..................................................................127
Daftar Tabel xv

DAFTAR TABEL

Tabel 2-1. Sistem Kebutuhan Air .................................................................................9


Tabel 3-1. Harga-Harga Kekasaran Koefisien Strickler (k) untuk
Saluran-SaluranIrigasi Tanah .................................................................20
Tabel 3-2. Perbandingan Sistem Unified USCS dengan Sistem AASHTO..........25
Tabel 3-3. Kemiringan Minimum Talut untuk Berbagai Bahan Tanah .......................27
Tabel 3-4. Kemiringan Talut Mnimum untuk Saluran Timbunan yang
DipadatkandenganBaik..............................................................................27
Tabel 3-5. Tinggi Jagaan Minimum untuk Saluran Tanah ......................................29
Tabel 3-6. Lebar Minimum Tanggul ........................................................................30
Tabel 4-1. Angka-Angka Hasil Pengukuran Rembesan .............................................46
Tabel 4-2. Harga-Harga Koefisien Tanah Rembesan C..............................................47
Tabel 4-3. Harga-Harga Kemiringan Talut untuk Saluran Pasangan .....................55
Tabel 4-4. Tinggi Jagaan untuk Saluran Pasangan ......................................................56
Tabel 5-1. Klasifikasi Tipe Terowongan ..................................................................62
Tabel 5-2. Tabel Pasangan dari Beton dalam cm........................................................65
Tabel 5-3. Kedalaman Minimum Penutup (m) pada Potongan Terowongan .............66
Tabel 5-4. Harga-Harga Kecepatan Maksimum dan K (Strickler) ........................68
Tabel 5-5. Harga-Harga Kb untuk Siku ....................................................................70
Tabel 6-1. Harga-Harga Koefisien Limpasan Air Hujan untuk Perhitungan Qd ........82
Tabel 7-1. Koefisien Kekasaran Strickler untuk Saluran Pembuang ..........................89
Tabel 7-2. Kecepatan Maksimum yang Diizinkan (oleh Portier dan Scobey) ...........92
Tabel 7-3. Kemiringan Talut Minimum untuk Saluran Pembuang.............................95
Tabel 7-4. Jari-Jari Lengkung untuk Saluran Pembuang Tanah..................................96
Tabel 8-1. Koefisien Run off (C) yang Digunakan untuk Luas Drainase
Kurangdari 500 Ha ..................................................................................102
Tabel 8-2. Harga a dan b untuk Periode Ulang T pada Lokasi .................................102
xviKriteria Perencanaan - Saluran
Daftar Gambar xvii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3-1. Parameter Potongan Melintang ............................................................18


Gambar 3-2. Kecepatan-Kecepatan Dasar untuk Tanah Koheren (SCS) ..................22
Gambar 3-3. Faktor-Faktor Koreksi Terhadap Kecepatan Dasar (SCS) ...................23
Gambar 3-4. Tipe-Tipe Potongan Melintang Saluran Irigasi ....................................30
Gambar 3-5. Bidang Gelincir pada Tebing Saluran ..................................................31
Gambar 3-6. Sempadan Saluran Irigasi Tak Bertanggul ...........................................32
Gambar 3-7. Sempadan Saluran Irigasi Bertanggul ..................................................33
Gambar 3-8. Sempadan Saluran Irigasi di Lereng.....................................................33
Gambar 3-9. Potongan Melintang Saluran Gendong dan Saluran Irigasi..................34
Gambar 3-10. Tinggi Bangunan Sadap Tersier yang Diperlukan ...........................38
Gambar 3-11. Denah dan Tipe Potongan Melintang Sipatan ......................................44
Gambar 4-1. Potongan Saluran Lining Ferrocement Berbentuk Tapal Kuda ...........50
Gambar 4-2. Tipe-Tipe Pasangan Saluran .................................................................52
Gambar 5-1. Bentuk-Bentuk Potongan Melintang Terowongan ...............................60
Gambar 5-2. Tipe-Tipe Potongan Melintang Terowongan .......................................63
Gambar 5-3. Harga-Harga Koefisien Kehilangan Tinggi Energi
Masuk dan Keluar ................................................................................71
Gambar 5-4. Harga-Harga Kb untuk Tikungan 900 pada Saluran Tertutup
(USBR) .................................................................................................72
Gambar 5-5. Faktor Koreksi untuk Koefisien Kehilangan di Tikungan pada
Saluran Tertutup ...................................................................................72
Gambar 6-1. Contoh Perhitungan Modulus Pembuang .............................................78
Gambar 6-2. Faktor Pengurangan Luar Areal yang Dibuang Airnya ........................79
Gambar 7-1. Koefesien Koreksi untuk Berbagai Periode Ulang D ...........................90
Gambar 7-2. Tipe-Tipe Potongan Melintang Saluran Pembuang..............................93
Gambar 7-3. Tinggi Jagaan untuk Saluran Pembuang (dari USBR) .........................97
Gambar 8-1. Potongan Melintang Saluran Gendong dan Saluran Irigasi..................99
Gambar 8-2. Faktor Reduksi  dan Luas Areal Tangkapan Hujan .........................103
Gambar 8-3. Situasi Tata Jaringan Saluran Gendong yang Melalui Pemukiman
atau Perkotaan dan Perbukitan ...........................................................105
xviiiKriteria Perencanaan - Saluran
Pendahuluan 1

1. BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Umum

Laporan Kriteria Perencanaan Saluran ini merupakan bagian dari Standar


Perencanaan Irigasi dari Direktorat Jenderal Sumber Daya Air.Kriteria Perencanaan
Saluran hanya mencakup perencanaan jaringan saluran primer. Kriteria perencanaan
untuk saluran kuarter dan tersier disajikan dalam Bagian KP - 05 Petak Tersier.
KP - 03 Kriteria Perencanaan Bagian Saluran terutama membahas masalah
perencanaan saluran. Kriteria perencanaan saluran yang disajikan di sini sahih (valid)
untuk saluran gravitasi terbuka jaringan irigasi yang cocok untuk mengairi tanaman
padi, yang umumnya merupakan tanaman pokok, maupun untuk budidaya tanaman-
tanaman ladang (tegalan). Perbedaan besarnya kebutuhan air antara padi sawah dan
tanaman ladang/uplandcrop merupakan perbedaan utama pada ketinggian jaringan
utama. Namun demikian, metode-metode irigasi dan pembuangan air di sawah untuk
padi dan tanaman-tanaman ladang berbeda dan kriteria perencanaan untuk petak-
petak tersier juga akan berbeda; ini dibahas pada bagian KP - 05 Petak Tersier.
2 Kriteria Perencanaan - Saluran
Data Perencanaan Irigasi 3

2. BAB II
DATA PERENCANAAN IRIGASI

2.1 Data Topografi

Data – data topografi yang diperlukan atau harus dibuat adalah:


(1) Peta topografi dengan garis-garis ketinggian dan tata letak jaringan irigasi
dengan skala 1:25.000 dan 1:5.000;
(2) Peta situasi trase saluran berskala 1:2.000 dengan garis-garis ketinggian pada
interval 0,5 m untuk daerah datar dan 1,0 m untuk daerah berbukit-bukit;
(3) Profil memanjang pada skala horizontal 1:2.000 dan skala vertikal 1:200
(atau skala 1:100 untuk saluran berkapasitas kecil bilamana diperlukan);
(4) Potongan melintang pada skala horizontal dan vertikal 1:200 (atau 1:100
untuk saluran-saluran berkapasitas kecil) dengan interval 50 m untuk bagian
lurus dan interval 25 m pada bagian tikungan;
(5) Peta lokasi titik tetap/benchmark, termasuk deskripsi benchmark.
Penggunaan peta-peta foto udara dan foto (ortofoto dan peta garis) yang
dilengkapi dengan garis ketinggian akan sangat besar artinya untuk perencanaan
tata letak dari trase saluran. Peta-peta teristris masih diperlukan sebagai peta
baku/peta dasar.
Perkembangan teknologi foto citra satelit kedepan dapat dipakai dan
dimanfaatkan untuk melengkapi dan mempercepat proses perencanaan jaringan
irigasi. Kombinasi antara informasi pengukuran teristris dan foto citra satelit
akan dapat bersinergi dan saling melengkapi.
Kelebihan foto citra satelit dapat diperoleh secara luas dan beberapa jenis foto
landsat mempunyai karakteristik khusus yang berbeda, sehingga banyak
informasi lain yang dapat diperoleh antara lain dengan program/software yang
dapat memproses garis kontur secara digital.
4 Kriteria Perencanaan - Saluran

Foto-foto satelit ini bisa dipakai untuk studi awal, studi identifikasi dan studi
pengenalan.
Kelemahan foto citra satelit tidak stereometris sehingga aspek beda tinggi kurang
dapat diperoleh informasi detailnya tidak seperti pengukuran teristris, sedangkan
dalam perencanaan irigasi presisi dalam pengukuran beda tinggi sangat penting.
Meskipun demikian banyak informasi lain yang dapat dipakai sebagai pelengkap
perencanaan jaringan irigasi antara lain sebagai crosscheck untuk perencanaan
jaringan irigasi.
Data-data pengukuran topografi dan saluran yang disebutkan diatas merupakan
data akhir untuk perencanaan detail saluran. Letak trase saluran sering baru dapat
ditetapkan setelah membanding-bandingkan berbagai alternatif. Informasi yang
diperoleh dari pengukuran trase saluran dapat dipakai untuk peninjauan trase
pendahuluan, misalnya pemindahan as saluran atau perubahan tikungan saluran.
Letak as saluran pada silangan dengan saluran pembuang (alamiah) sering sulit
ditentukan secara tepat dengan menggunakan peta topografi sebelum diadakan
pengukuran saluran. Letak akhir bangunan utama dan bangunan silang tersebut hanya
dapat ditentukan berdasarkan survei lapangan (dengan skala 1: 200 atau 1: 500).
Lokasi trase saluran garis tinggi akan lebih banyak dipengaruhi oleh keadaan
topografi setempat daripada saluran yang mengikuti punggung medan.
Saluran – saluran sekunder sering mengikuti punggung medan. Pengukuran trase
untuk saluran tipe ini dapat dibatasi sampai pada lebar 75 m yang memungkinkan
penempatan as saluran dan perencanaan potongan melintang dengan baik. Untuk
saluran garis tinggi, lebar profil yang serupa cukup untuk memberikan perencanaan
detail. Akan tetapi, karena menentukan as saluran dari sebuah peta topografi sebelum
pengukuran saluran lebih sulit, pengukuran peta trase umumnya ditentukan dengan as
saluran yang ditentukan di lapangan.
Data Perencanaan Irigasi 5

2.2 Kapasitas Rencana

2.2.1 Debit Rencana

Debit rencana sebuah saluran dihitung dengan rumus umum berikut :

................................................................................................. 2-1

Dimana : Q = Debit rencana, ltr/dt


c = Koefisienpengurangankarenaadanyasistem golongan,
(lihat Subbab 2.2.4)
NFR = Kebutuhan bersih (netto) air di sawah, ltr/dt/ha
A = Luas daerah yang diairi, ha
e = Efisiensi irigasi secara keseluruhan.
Jika air yang dialirkan oleh jaringan juga untuk keperluan selain irigasi, maka debit
rencana harus ditambah dengan jumlah yang dibutuhkan untuk keperluan itu, dengan
memperhitungkan efisiensi pengaliran. Kebutuhan air lain selain untuk irigasi yaitu
kebutuhan air untuk tambak atau kolam, industri maupun air minum yang diambil
dari saluran irigasi.
"Lengkung Kapasitas Tegal" yang dipakai sejak tahun 1891, tidak lagi digunakan
untuk perencanaan kapasitas saluran irigasi. Alasannya adalah:
- sekarang telah ada metode perhitungan kebutuhan air di sawah yang secara lebih
tepat memberikan kapasitas bangunan sadap tersier jika dipakai bersama-sama
dengan angka-angka efisiensi di tingkat tersier.
- pengurangan kapasitas saluran yang harus mengairi areal seluas lebih dari 142 ha,
sekarang digabungkan dalam efisiensi pengaliran. Pengurangan kapasitas yang
diasumsikan oleh Lengkung Tegal adalah 20% untuk areal yang ditanami tebu dan
5% untuk daerah yang tidak ditanami tebu. Persentase pengurangan ini dapat
dicapai jika saluran mengairi daerah seluas 710 ha atau lebih. Untuk areal seluas
antara 710 ha dan 142 ha koefisien pengurangan akan turun secara linier sampai 0.
6 Kriteria Perencanaan - Saluran

2.2.2 Kebutuhan Air Di Sawah


Kebutuhan air di sawah untuk padi ditentukan oleh faktor – faktor berikut:
1. cara penyiapan lahan
2. kebutuhan air untuk tanaman
3. perkolasi dan rembesan
4. pergantian lapisan air, dan
5. curah hujan efektif.
Kebutuhan total air di sawah (GFR) mencakup faktor 1 sampai 4. Kebutuhan bersih
(netto) air di sawah (NFR) juga memperhitungkan curah hujan efektif.
Besarnya kebutuhan air di sawah bervariasi menurut tahap pertumbuhan tanaman dan
bergantung kepada cara pengolahan lahan. Besarnya kebutuhan air di sawah
dinyatakan dalam mm/hari.
Besarnya kebutuhan air irigasi pada lahan rawa perlu dilakukan perhitungan secara
khusus mengingat asumsi besaran komponen kebutuhan air pada lahan rawa berbeda
dengan sawah biasa.
Besarnya kebutuhan air di sawah untuk tanaman ladang dihitung seperti pada
perhitungan kebutuhan air untuk padi. Ada berbagai harga yang dapat diterapkan
untuk kelima faktor diatas.
Mengantisipasi ketersediaan air yang semakin terbatas maka perlu dicari terus cara
budidaya tanaman padi yang mengarah pada penghematan konsumsi air. Cara
pemberian air terputus/berkala(intermittent irrigation) memang terbukti efektif
dilapangan dalam usaha hemat air, namun mengandung kelemahan dalam membatasi
pertumbuhan rumput. Beberapa metode lain salah satunya metode
“System of Rice Intensification (SRI)” yang ditawarkan dapat dipertimbangkan.
Sistem pemberian air terputus/berkala sesuai untuk daerah dengan debit tersedia
aktual lebih rendah dari debit andalan 80%.
Metode ini direkomendasi untuk dijadikan dasar perhitungan kebutuhan air, apabila
memenuhi kondisi berikut ini:
- dapat diterima oleh petani
Data Perencanaan Irigasi 7

- sumberdaya manusia dan modal tersedia


- ketersediaan pupuk mencukupi
- ketersediaan air terbatas
Uraian terinci mengenai kebutuhan air di sawah serta cara perhitungannya diberikan
dalam KP- 01 Perencanaan Jaringan lrigasi; Lampiran II.

2.2.3 Efisiensi
Untuk tujuan-tujuan perencanaan, dianggap bahwa seperlima sampai seperempat dari
jumlah air yang diambil akan hilang sebelum air itu sampai di sawah. Kehilangan ini
disebabkan oleh kegiatan eksploitasi, evaporasi dan perembesan. Kehilangan akibat
evaporasi dan perembesan umumnya kecil saja jika dibandingkan dengan jumlah
kehilangan akibat kegiatan eksploitasi. Penghitungan rembesan hanya dilakukan
apabila kelulusan tanah cukup tinggi.
Pemakaian air hendaknya diusahakan seefisien mungkin, terutama untuk daerah
dengan ketersediaan air yang terbatas. Kehilangan-kehilangan air dapat diminimalkan
melalui :
1. Perbaikan sistem pengelolaan air :
- Sisi operasional dan pemeliharaan (O&P) yang baik
- Efisiensi operasional pintu
- Pemberdayaan petugas (O&P)
- Penguatan institusi (O&P)
- Meminimalkan pengambilan air tanpa ijin
- Partisipasi P3A
2. Perbaikan fisik prasarana irigasi :
- Mengurangi kebocoran disepanjang saluran
- Meminimalkan penguapan
- Menciptakan sistem irigasi yang andal, berkelanjutan, diterima petani
8 Kriteria Perencanaan - Saluran

Pada umumnya kehilangan air di jaringan irigasi dapat dibagi-bagi sebagai


berikut :
- 12,5 - 20 % di petak tersier, antara bangunan sadap tersier dan sawah
- 5 - 10 % di saluran sekunder
- 5 - 10 % di saluran utama
Besaran angka kehilangan di jaringan irigasi jika perlu didukung dengan hasil
penelitian & penyelidikan. Dalam hal waktu, tenaga dan biaya tidak tersedia maka
besaran kehilangan air irigasi bisa didekati dengan alternatif pilihan sebagai berikut :
- Memakai angka penelitian kehilangan air irigasi didaerah irigasi lain yang
mempunyai karakteristik yang sejenis
- Angka kehilangan air irigasi praktis yang sudah diterapkan pada daerah irigasi
terdekat
Efisiensi secara keseluruhan (total) dihitung sebagai berikut :
efisiensi jaringan tersier (et) x efisiensi jaringan sekunder (CS) x efisiensi
jaringan primer (ep), dan antara 0,65- 0,79. Oleh karena itu kebutuhan bersih air
di sawah (NFR) harus dibagi e untuk memperoleh jumlah air yang dibutuhkan di
bangunan pengambilan dari sungai. Faktor-faktor efisiensi yang diterapkan untuk
perhitungan saluran disajikan pada Tabel 2-1.
Data Perencanaan Irigasi 9

Tabel 2-1. Sistem Kebutuhan Air

Tingkat Kebutuhan Air Satuan


Sawah Petak NFR (Kebutuhan bersih air di sawah) (l/dt/ha)
Tersier TOR (kebutuhan air di bangunan sadap
tersier)
(l/dt)
(NFR x luas daerah) x

Petak Sekunder SOR (kebutuhan air dibangunan sadap


sekunder)
ΣTOT x (l/dt atau m3/dt)

Petak Primer MOR (Kebutuhan air di bangunan sadap


primer)
TOR mc x (l/dt atau m3/dt)

Bendung DR (kebutuhan diversi) m3/dt


MOR sisi kiri dan
MOR sisi kanan
TORmc: Kebutuhan air di bangunan sadap tersier untuk petak-petak tersier di sepanjang saluran primer.

Kehilangan yang sebenarnya di dalam jaringan bisa jauh lebih tinggi, dan
efisiensi yang sebenarnya yang berkisar antara 30 sampai 40 % kadang- kadang
lebih realistis, apalagi pada waktu-waktu kebutuhan air rendah. Walaupun
demikian, tidak disarankan untuk merencanakan jaringan saluran dengan
efisiensi yang rendah itu. Setelah beberapa tahun diharapkan efisiensi akan dapat
dicapai.
Keseluruhan efisiensi irigasi yang disebutkan diatas, dapat dipakai pada proyek-
proyek irigasi yang sumber airnya terbatas dengan luas daerah yang diairi sampai
10.000 ha. Harga-harga efisiensi yang lebih tinggi (sampai maksimum 75 %)
dapat diambil untuk proyek- proyek irigasi yang sangat kecil atau proyek irigasi
yang airnya diambil dari waduk yang dikelola dengan baik.
Di daerah yang baru dikembangkan. yang sebelumnya tidak ditanami padi,
dalam tempo 3 - 4 tahun pertama kebutuhan air di sawah akan lebih tinggi
10 Kriteria Perencanaan - Saluran

daripada kebutuhan air di masa-masa sesudah itu. Kebutuhan air di sawah bisa
menjadi 3 sampai 4 kali lebih tinggi daripada yang direncana,ini untuk
menstabilkan keadaan tanah itu.
Dalam hal-hal seperti ini, kapasitas rencana saluran harus didasarkan pada
kebutuhan air maksimum dan pelaksanaan proyek itu harus dilakukan secara
bertahap.
Oleh sebab itu, luas daerah irigasi harus didasarkan pada kapasitas jaringan
saluran dan akan diperluas setelah kebutuhan air di sawah berkurang.
Untuk daerah irigasi yang besar, kehilangan-kehilangan air akibat perembesan
dan evaporasi sebaiknya dihitung secara terpisah dan kehilangan – kehilangan
lain harus diperkirakan.

2.2.4 Rotasi Teknis (Sistem golongan)

Keuntungan-keuntungan yang dapat diperoleh dari sistem golongan teknis adalah :


- Berkurangnya kebutuhan pengambilan puncak (koefisien pengurangan rotasi)
- Kebutuhan pengambilan bertambah secara berangsur-angsur pada awal waktu
pemberian air irigasi (pada periode penyiapan lahan), seiring dengan makin
bertambahnya debit sungai; kebutuhan pengambilan puncak dapat ditunda.
Sedangkan hal-hal yang tidak menguntungkan adalah:
- Timbulnya komplikasi sosial
- Operasional lebih rumit
- Kehilangan air akibat eksploitasi sedikit lebih tinggi, dan
- Jangka waktu irigasi untuk tanaman pertama lebih lama, akibatnya lebih sedikit
waktu tersedia untuk tanaman kedua.
Agar kebutuhan pengambilan puncak dapat dikurangi, maka areal irigasi harus
dibagi-bagi menjadi sekurang-kurangnya tiga atau empat golongan dan tidak lebih
dari 5 atau 6 golongan. Dengan sendirinya hal ini agak mempersulit eksploitasi
jaringan irigasi. Lagi pula usaha pengurangan debit puncak mengharuskan
diperkenalkannya sistem rotasi.
Data Perencanaan Irigasi 11

Karena alasan-alasan diatas, biasanya untuk proyek irigasi tertentu yang mencakup
daerah yang bisa diairi seluas 10.000 ha dan mengambil air langsung dari sungai,
tidak ada pengurangan debit rencana (koefisien pengurangan c = 1). Pada jaringan
yang telah ada, faktor pengurangan c < 1 mungkin dipakai sesuai dengan pengalaman
O & P. Lihat juga KP - 01, Lampiran 2.

2.3 Data Geoteknik

Hal utama yang harus diperhatikan dalam perencanaan saluran adalah stabilitas
tanggul, kemiringan talut galian serta rembesan ke dan dari saluran. Data tanah
yang diperoleh dari hasil penyelidikan tanah pertanian akan memberikan petunjuk
umum mengenai sifat-sifat tanah di daerah trase saluran yang direncanakan.
Perhatian khusus harus diberikan kepada daerah - daerah yang mengandung :
- Batu singkapan, karena rawan terhadap dislokasi dan kebocoran atau laju
resapan yang tinggi.
- Lempung tak stabil dengan plastisitas tinggi, karena pada tanah lempung
dengan diameter butir yang halus variasi kadar air sangat mempengaruhi
plastisitas tanah, disamping itu pada tanah lempung dengan kandungan mineral
Montmorillonite merupakan tanah yang expansif, sangat mudah mengembang
oleh tambahan kadar air.
- Tanah gambut dan bahan – bahan organik, karena merupakan tanah yang
tidak stabil, rawan terhadap proses pelapukan biologis yang berpotensi merubah
struktur kimia dan merubah volume tanah akibat proses pembusukan/pelapukan.
- Pasir dan kerikil, karena mempunyai koefisien permeabilitas yang tinggi dan
sifat saling ikat antar butir (kohesi) yang lemah sehingga rawan terhadap
terjadinya rembesan yang besar serta erosi atau gerusan (scouring).
- Tanah (bahan) timbunan, karena masih berpotensi besar terjadinya proses
konsolidasi lanjut sehingga masih terjadi settlement lanjutan oleh karena itu
dalam pelaksanaan kualitas hasil pemadatan perlu diperhatikan. Tanah (bahan)
timbunan yang digunakan harus sesuai dengan kriteria bahan timbunan yang ada.
12 Kriteria Perencanaan - Saluran

- Muka air tanah, karena muka air tanah yang dalam akan mempunyai
kecenderungan menyebabkan kehilangan air yang besar.
- Formasi batuan kapur/limestone, karena punya kecenderungan larut dalam air
sehingga akan menyebabkan kehilangan air besar dan tanah menjadi keropos.
Pengujian gradasi dan batas cair terhadap bahan-bahan sampel pada umumnya
akan menghasilkan klasifikasi yang memadai untuk perencanaan talut galian dan
timbunan. Untuk talut yang tinggi (lebih dari 5 m) diperlukan analisis yang
mendetail mengenai sifat-sifat tanah. Klasifikasi menurut Unified Soil
ClassificationUSBR akan memberikan data - data yang diperlukan untuk
perencanaan saluran. Klasifikasi ini disajikan pada Tabel A.3.1, Lampiran 3,
termasuk batas-batas Atterberg.
Sumuran uji untuk pengambilan sampel dengan bor tangan, yang digali sampai
kedalaman tertentu dibawah ketinggian dasar saluran, harus dibuat dengan
interval minimal 0,5 km. Interval ini harus dikurangi jika tanah pada trase itu
sangat bervariasi. Pemeriksaan visual dan tes kelulusan juga harus dilakukan, jika
memang perlu Persyaratan Teknis untuk Penyelidikan Geoteknik (PT - 03)
memberikan uraian yang lebih terinci tentang hal ini, dan harus dipakai untuk
menentukan data yang akan dikumpulkan di lapangan.
Pengujian tanah di lokasi bangunan saluran pada umumnya akan menambah
informasi mengenai sifat-sifat tanah di dalam trase saluran.

2.4 Data Sedimen

Data sedimen terutama diperlukan untuk perencanaan jaringan pengambilan di


sungai, kantong lumpur dan bangunan penggelontor sedimen pada lokasi persilangan
saluran dengan sungai. Bangunan pengambilan dan kantong lumpur akan
direncanakan agar mampu mencegah masuknya sedimen kasar (> 0,088mm) ke dalam
jaringan saluran. Pada ruas saluran kantong lumpurini sedimen diijinkan mengendap
dan dikuras melewati pintu secara periodik.
Data Perencanaan Irigasi 13

Untuk perencanaan saluran irigasi yang mantap kita harus mengetahui konsentrasi
sedimen dan pembagian (distribusi) ukuran butirnya. Data-data ini akan menentukan
faktor-faktor untuk perencanaan kemiringan saluran dan potongan melintang yang
mantap, dimana sedimentasi dan erosi harus tetap berimbang dan terbatas.
Faktor yang menyulitkan mengendapkan sedimen di kantong lumpuradalah
keanekaragaman dalam hal waktu dan jumlah sedimen di sungai. Selama aliran
rendah konsentrasi kandungan sedimen kecil, dan selama debit puncak konsentrasi
kandungan sedimen meninggi. Perubahan-perubahan ini tidak dihubungkan dengan
variasi dalam kebutuhan air irigasi. Pola yang dominan tidak dapat diramalkan.
Lebih-lebih lagi, data sedimen untuk kebanyakan sungai hampir tidak tersedia, atau
hanya meliputi data - data hasil pengamatan yang diadakan secara insidentil.
Selanjutnya pemilihan kondisi rencana hanya merupakan taksiran dari kondisi yang
sebenarnya.
Dan tatacara pengambilan sedimen melayang di sungai dengan cara integrasi
kedalaman berdasarkan pembagian debit sesuai SNI 3414 – 2008. Untuk
memperoleh distribusi butir dari sedimen melayang dalam air dengan menggunakan
metode gravimetri sesuai Sk SNI – M-31-1991 -03.
Selanjutnya lihat KP-02 Bangunan Utama. Apabila volume sedimen setahun dibagi
luas dasar seluruh saluran max 0,5 % dari kedalaman air maka tidak dibutuhkan
kantong lumpur. Untuk keperluan perhitungan tersebut diperlukan penyelidikan
terhadap sedimen di sungai, jika hal ini tidak dapat dilakukan maka dapat
diasumsikan jumlah sedimen sebesar 0,5 o/o dari volume air yang masuk.
Jika karena keterbatasan waktu dan biaya sehingga tidak dapat dilakukan
penyelidikan terhadap sedimen maka diasumsikan batas endapan yang ditangkap
diperbesar menjadi (0,088) mm (ayakan no. 140) yaitu batas silt dan pasir halus,
dengan syarat di saluran harus dilengkapi dengan sedimen excluder yang kemudian
dibuang lagi ke sungai yang bersilangan dengan saluran.
14 Kriteria Perencanaan - Saluran
Saluran Tanah Tanpa Pasangan 15

3. BAB III
SALURAN TANAH TANPA PASANGAN

Sistem irigasi di Indonesia secara umum menerapkan saluran irigasi tanpa pasangan
sejauh secara teknis bisa dipertanggung jawabkan.
Pada ruas tertentu jika keadaan tidak memungkinkan dapat digunakan saluran
pasangan.

3.1 Tahap Studi

Untukpengaliran air irigasi, saluran berpenampang trapesium tanpa pasangan adalah


bangunan pembawa yang paling umum dipakai dan ekonomis. Perencanaan saluran
harus memberikan penyelesaian biaya pelaksanaan dan pemeliharaan yang paling
rendah. Erosi dan sedimentasi di setiap potongan melintang harus minimal dan
berimbang sepanjang tahun. Ruas-ruas saluran harus mantap.
Sedimentasi (pengendapan) di dalam saluran dapat terjadi apabila kapasitas angkut
sedimennya berkurang. Dengan menurunnya kapasitas debit di bagian hilir dari
jaringan saluran, adalah penting untuk menjaga agar kapasitas angkutan sedimen per
satuan debit (kapasitas angkutan sedimen relatif) tetap sama atau sedikit lebih besar.
Sedimen yang memasuki jaringan saluran biasanya hanya mengandung partikel –
partikel lempung dan lanau melayang saja (lempung dan lanau dengan d <0,088mm).
Partikel-partikel yang lebih besar, kalau terdapat di dalam air irigasi, akan tertangkap
di kantong lumpur di bangunan utama.
Kantong lumpur harus dibuat jika jumlah sedimen yang masuk ke dalam jaringan
saluran dalam setahun yang tidak terangkut ke sawah (partikel yang lebih besar dari
0,088mm), lebih dari 5 % dari kedalaman air di seluruh jaringan saluran. Jadi, volume
sedimen adalah 5 % dari kedalaman air kali lebar dasar saluran kali panjang total
saluran.
16 Kriteria Perencanaan - Saluran

Gaya erosi diukur dengan gaya geser yang ditimbulkan oleh air di dasar dan lereng
saluran. Untuk mencegah terjadinya erosi pada potongan melintang gaya geser ini
harus tetap dibawah batas kritis.
Dalam Kriteria Perencanaan ini, dipakai kecepatan aliran dengan harga-harga
maksimum yang diizinkan, bukan gaya geser, sebagai parameter untuk gaya erosi.
Untuk perencanaan hidrolis sebuah saluran, ada dua parameter pokok yang harus
ditentukan apabila kapasitas rencana yang diperlukan sudah diketahui, yaitu :
- perbandingan kedalaman air dengan lebar dasar
- kemiringan memanjang saluran
Rumus aliran hidrolis menentukan hubungan antara potongan melintang dan
kemiringan memanjang. Sebagai tambahan, perencanaan harus mengikuti kriteria
angkutan sedimen dan erosi.
Persyaratan untuk angkutan sedimen dan air membatasi kebebasan untuk memilih
parameter-parameter diatas.
Ruas saluran di dekat bangunan utama menentukan persyaratan pengangkutan
sedimen ruas-ruas saluran lebih jauh ke hilir pada jaringan itu. Untuk mencegah
sedimentasi, ruas saluran hilir harus direncana dengan kapasitas angkut sedimen
relatif yang paling tidak, sama dengan ruas hulu. Di lain pihak gaya erosi harus tetap
dibawah batas kritis untuk semua ruas saluran di jaringan tersebut.
Untuk perencanaan saluran, ada tiga keadaan yang harus dibedakan sehubungan
dengan terdapatnya sedimen dalam air irigasi dan bahan tanggul yaitu :
1. Aliran irigasi tanpa sedimen di saluran tanah
2. Air irigasi bersedimen di saluran pasangan
3. Aliran irigasi bersedimen di saluran tanah

3.1.1 Aliran Irigasi Tanpa Sedimen di Saluran Tanah

Keadaan ini akan terjadi bila air diambil dari waduk secara langsung. Perencanaan
saluran sekarang banyak dipengaruhi oleh kriteria erosi dan dengan demikian oleh
Saluran Tanah Tanpa Pasangan 17

kecepatan maksimum aliran yang diizinkan. Besarnya kecepatan ini bergantung


kepada bahan permukaan saluran.

3.1.2 Air Irigasi Bersedimen di Saluran Pasangan

Perencanaan saluran dipengaruhi oleh persyaratan pengangkutan sedimen melalui


jaringan dan dengan demikian kriteria angkutan sedimen mempengaruhi perencanaan;
untuk lebih jelasnya lihat Bab 4.

3.1.3 Aliran Irigasi Bersedimen di Saluran Tanah

Masalah sedimen dan saluran tanah adalah situasi yang paling umum dijumpai dalam
pelaksanaan irigasi di Indonesia. Kini perencanaan irigasi sangat dipengaruhi oleh
kriteria erosi dan angkutan sedimen.
Biasanya sedimentasi memainkan peranan penting dalam perencanaan saluran primer.
Saluran ini sering direncana sebagai saluran garis tinggi dengan kemiringan dasar
yang terbatas. Saluran sekunder yang dicabangkan dari saluran primer dan mengikuti
punggung sering mempunyai kemiringan dasar sedang dan dengan demikian
kapasitas angkut sedimen relatif lebih tinggi, sehingga kriteria erosi bisa menjadi
faktor pembatas.

3.2 Rumus dan Kriteria Hidrolis

3.2.1 Rumus Aliran

Untuk perencanaan ruas, aliran saluran dianggap sebagai aliran tetap, dan untuk itu
diterapkan rumus Strickler.

...............................................................................................3-1

( )

( √ )
18 Kriteria Perencanaan - Saluran

Q= vxA
b = nxh
Dimana :
Q = debit saluran, m3/dt
v = kecepatan aliran, m/dt
A = potongan melintang aliran, m2
R = jari – jari hidrolis, m
P = keliling basah, m
b = lebar dasar, m
h = tinggi air, m
I = kemiringan energi (kemiringan saluran)
k = koefisien kekasaran Stickler, m1/3/dt
m = kemiringan talut (1 vertikal : m horizontal)

Gambar 3-1. Parameter Potongan Melintang

Rumus aliran diatas juga dikenal sebagai rumus Manning. Koefisien kekasaran
Manning (n) mempunyai harga bilangan 1 dibagi dengan k.

3.2.2 Koefisien Kekasaran Strickler

Koefisien kekasaran bergantung kepada faktor – faktor berikut :


Saluran Tanah Tanpa Pasangan 19

- Kekasaran permukaan saluran


- Ketidakteraturan permukaan saluran
- Trase
- Vegetasi (tetumbuhan), dan
- Sedimen
Bentuk dan besar/kecilnya partikel di permukaan saluran merupakan ukuran
kekasaran. Akan tetapi, untuk saluran tanah ini hanya merupakan bagian kecil
saja dari kekasaran total.
Pada saluran irigasi, ketidakteraturan permukaan yang menyebabkan perubahan
dalam keliling basah dan potongan melintang mempunyai pengaruh yang lebih
pentingpada koefisien kekasaran saluran daripada kekasaran permukaan.
Perubahan-perubahan mendadak pada permukaan saluran akan memperbesar
koefisien kekasaran. Perubahan-perubaban ini dapat disebabkan oleh
penyelesaian konstruksi saluran yang jelek atau karena erosi pada talut saluran.
Terjadinya riak-riak di dasar saluran akibat interaksi aliran di perbatasannya juga
berpengaruh terhadap kekasaran saluran.
Pengaruh vegetasi terhadap resistensi sudah jelas panjang dan kerapatan vegetasi
adalah faktor-faktor yang menentukan. Akan tetapi tinggi air dan kecepatan aliran
sangat membatasi pertumbuhan vegetasi. Vegetasi diandaikan minimal untuk
harga-harga k yang dipilih dan dipakai dalam perencanaan saluran.
Pengaruh trase saluran terhadap koefisien kekasaran dapat diabaikan, karena
dalam perencanaan saluran tanpa pasangan akan dipakai tikungan berjari-jari
besar.
Pengaruh faktor-faktor diatas terhadap koefisien kekasaran saluran akan
bervariasi menurut ukuran saluran. Ketidakteraturan pada permukaan akan
menyebabkan perubahan kecil di daerah potongan melintang di saluran yang
besar daripada di saluran kecil.
Koefisien-koefisien kekasaran untuk perencanaan saluran irigasi disajikan pada
Tabel 3-1.
20 Kriteria Perencanaan - Saluran

Apakah harga-harga itu akan merupakan harga-harga fisik yang sebenarnya


selama kegiatan operasi, hal ini sangat tergantung pada kondisi pemeliharaan
saluran.
Penghalusan permukaan saluran dan menjaga agar saluran bebas dari vegetasi
lewat pemeliharaan rutin akan sangat berpengaruh pada koefisien kekasaran dan
kapasitas debit saluran.

Tabel 3-1. Harga-Harga Kekasaran KoefisienStrickler(k) untuk Saluran-Saluran


Irigasi Tanah

Debit Rencana k
m1/3/dt
m3/dt
Q > 10 45,0
5 < Q < 10 42,5
1<Q<5 40,0
Q < 1 dan saluran tersier 35,0

3.2.3 Sedimentasi

Kecepatan minimum yang diizinkan adalah kecepatan terendah yang tidak akan
menyebabkan pengendapan partikel dengan diameter maksimum yang diizinkan
(0,088 mm).
Tetapi secara kuantitas baru sedikit yang diketahui mengenaihubungan antara
karakteristik aliran dan sedimen yang ada. Untuk perencanaan saluran irigasi
yang mengangkut sedimen, aturan perencanaan yang terbaik adalah menjaga
agar kapasitas angkutan sedimen per satuan debit masing-masing ruas saluran di
sebelah hilir setidak-tidaknya konstan.
Dengan berdasarkanrumus angkutan sedimen Einstein-Brown dan Englund
Hansen, maka kriteria ini akan mengacu kepada Ih yang konstan
(lihat Lampiran 1).
Karena rumus-rumus ini dihubungkan dengan saluran yang relatif lebar, dianjurkan
agar harga Ih bertambah besar ke arah hilir guna mengkompensasi pengaruh yang
Saluran Tanah Tanpa Pasangan 21

ditimbulkan oleh kemiringan talut saluran. Ini menghasilkan kriteria bahwa IR
adalah konstan atau makin besar ke arah hilir. Kecuali pada penggal saluran
sebelah hulu bangunan pengeluar sedimen (sediment excluder).
Profil saluran yang didasarkan pada rumus Haringhuizen (yang disadur dari teori
regim sungai) kurang lebih mengikuti kriteria IR konstan.
Jika diikuti kriteria IR konstan, sedimentasi terutama akan terjadi pada ruas hulu
jaringan saluran. Biasanya jaringan saluran akan direncana dilengkapi dengan
kantong lumpur atau excluder (bangunan penangkap sedimen kasar yang mengalir
didasar saluran ) yang dibangun dekat dengan bangunan pengambilan di sungai.
Jika semua persyaratan telah dipenuhi, bangunan ini akan memberikan harga IR
untuk jaringan saluran hilir.

3.2.4 Erosi

Kecepatan maksimum yang diizinkan adalah kecepatan aliran (rata-rata) maksimum


yang tidak akan menyebabkan erosi di permukaan saluran. Konsep itu didasarkan
pada hasil riset yang diadakan oleh US Soil Conservation Service (USDA - SCS,
Design of Open Channels, 1977) dan hanya memerlukan sedikit saja data lapangan
seperti klasifikasi tanah (UnifiedSystem), indeks plastisitas dan angka pori.
Kecepatan maksimum yang diizinkan ditentukan dalam dua langkah:
1. Penetapan kecepatan dasar (Vb) untuk saluran lurus dengan ketinggian air 1 m
seperti pada Gambar 3-2 ; Vb adalah 0,6 m/dt untuk harga – harga PI yang lebih
rendah dari 10.
2. Penentuan faktor koreksi pada Vb untuk lengkung saluran, berbagai ketinggian air
dan angka pori seperti tampak pada Gambar 3-3.
22 Kriteria Perencanaan - Saluran

2.0
a
1.9

v b d ala m m /dt
GC CH 1.8

1.7

1.6
M

SC
,G 1.5
CL H
,O
MH 1.4

1.3
SM

1.2
L,
O

aliran bermuara sedimen


L,

20.000 ppm
M

1.1

1.0
10 12 14 16 18 20 22 24
indeks plastisitas PI

GC CH

SC
1.0 CL,
M,
G , OH
0.9
MH
k e c e p a ta n d a s a r v b

0.8
SM
L,
da lam m /dt

O
0.7 L,
M aliran bermuara sedimen
1.000 ppm
0.6

0.5
10 12 14 16 18 20 22 24

indeks plastisitas PI

Gambar 3-2. Kecepatan-Kecepatan Dasar untuk Tanah Koheren (SCS)


Saluran Tanah Tanpa Pasangan 23

Gambar 3-3. Faktor-Faktor Koreksi Terhadap Kecepatan Dasar (SCS)

........................................................................................ 3-2
dimana :
Vmaks = kecepatan maksimum yang diizinkan, m/dt
Vb = kecepatan dasar, m/dt
A = faktor koreksi untuk angka pori permukaan saluran
B = faktor koreksi untuk kedalaman air
C = faktor koreksi untuk lengkung
Dan kecepatan dasar yang diizinkan Vba = Vb x A
Kecepatan dasar dipengaruhi oleh konsentrasi bahan layang di dalam air. Pada
Gambar 3-2. dibedakan adanya dua keadaan :
- Air bebas sedimen dengan konsentrasi kurang dari 1.000ppm sedimen layang.
Konsentrasi bahan-bahan yang melayang dianggap sangat rendah sehingga tidak
24 Kriteria Perencanaan - Saluran

berpengaruh terhadap stabilitas saluran.


- Air bersedimen dengan konsentrasi lebih dari 20.000ppm sedimen layang.
Konsentrasi yang tinggi ini akan menambah kemantapan batas akibat tergantinya
bahan yang terkikis atau tertutupnya saluran.
Harga-harga Vb diperlihatkan pada Gambar 3-2. untuk bahan-bahan tanah yang
diklasifikasi oleh “Unified Soil Classification System”.
Kecepatan dasar untuk muatan sedimen antara 1.000 dan 20.000ppm dapat
diketemukan dengan interpolasi dari Gambar 3-2. Akan tetapi, perlu dicatat bahwa
pada umumnya air irigasi digolongkan dalam "aliran bebas sedimen" dalam
klasifikasi yang dipakai di sini.
Faktor-faktor koreksi saluran adalah:
- faktor koreksi tinggi air B pada Gambar 3-3 yang menunjukkan bahwa saluran
yang lebih dalam menyebabkan kecepatan yang relatif lebih rendah di sepanjang
batas saluran.
- faktor koreksi lengkung C pada Gambar 3-3 yang merupakan kompensasi untuk
gaya erosi aliran melingkar (spiral flow) yang disebabkan oleh lengkung-
lengkung pada alur. Untuk saluran dengan lengkung-lengkung yang tajam,
pemberian pasangan pada tanggul luar bisa lebih ekonomis daripada menurunkan
kecepatan rata-rata.
Apabila data yang tersedia dilapangan tidak dalam sistem USCS maka diperlukan
adanya tambahan informasi konversi dari sistem USCS ke sistem klasifikasi yang
lain, dengan demikian tidak perlu dilakukan tes tanah yang baru. Berikut ini adalah
konversi klasifikasi dari USCS ke dalam klasifikasi AASHTO, jika data yang tersedia
dalam bentuk klasifikasi AASHTO.
Saluran Tanah Tanpa Pasangan 25

Tabel 3-2.Perbandingan Sistem Unified USCS dengan Sistem AASHTO


Kelompok Kelompok tanah yang sebanding dengan sistem
TanahSistem AASHTO
Unified
Sangat Mungkin Kemungkinan
Mungkin Kecil
GW A-1-a - A-2-4, A-2-5,
A-2-6, A-2-7
GP A-1-a A-1-b A-3, A-2-4,
A-2-5, A-2-6
A-2-7
GM A-1-b, A-2-4 A-2-6 A-4, A-5,
A-2-5, A-2-7 A-6, A-7-5,
A-7-6, A-1-a
GC A-2-6, A-2-7 A-2-4, A-6 A-4, A-7-6,
A-7-5
SW A-1-b A-1-a A-3, A-2-4
A-2-5, A-2-6
A-2-7
SP A-3, A-1-b A-1-a A-2-4, A-2-5
A-2-6, A-2-7
SM A-1-b, A-2-4 A-2-6, A-4 A-6, A-7-6
A-2-5, A-2-7 A-5 A-7-6, A-1-a
SC A-2-6, A-2-7 A-2-4, A-6 A-7-5
A-4, A-7-6
ML A-4, A-5 A-6, A-7-5 -
CL A-6, A-7-6 A-4 -
OL A-4, A-5 A-6, A-7-5 -
A-7-6
MH A-7-5, A-5 - A-7-6
CH A-7-6 A-7-5 -
OH A-7-5, A-5 - A-7-6
Pt - - -
26 Kriteria Perencanaan - Saluran

3.3 Potongan Melintang Saluran

3.3.1 Geometri

Untuk mengalirkan air dengan penampang basah sekecil mungkin, potongan


melintang yang berbentuk setengah lingkaran adalah yang terbaik.
Usaha untuk mendapatkan bentuk yang ideal dari segi hidrolis dengan saluran tanah
berbentuk trapesium, akan cenderung menghasilkan potongan melintang yang terlalu
dalam atau sempit. Hanya pada saluran dengan debit rencana sampai dengan 0,5 m3/dt
saja yang potongan melintangnya dapat mendekati bentuk setengah lingkaran.
Saluran dengan debit rencana yang tinggi pada umumnya lebar dan dangkal dengan
perbandingan b/h (n) sampai 10 atau lebih.
Harga n yang tinggi untuk debit-debit yang lebih besar adalah perlu, sebab jika tidak,
kecepatan rencana akan melebihi batas kecepatan maksimum yang diizinkan. Lebih-
lebih lagi, saluran yang lebih lebar mempunyai variasi muka air sedikit saja dengan
debit yang berubah-ubah, dan ini mempermudah pembagian air. Pada saluran yang
lebar, efek erosi atau pengikisan talut saluran tidak terlalu berakibat serius terhadap
kapasitas debit. Dan karena ketinggian air yang terbatas, kestabilan talut dapat
diperoleh tanpa memerlukan bahu (berm) tambahan.
Kerugian utama dari saluran yang lebar dan dangkal adalah persyaratan pembebasan
tanah dan penggaliannya lebih tinggi, dan dengan demikian biaya pelaksanaannya
secara umum lebih mahal.
Lampiran 2, Tabel A.2.1 memberikan harga-harga m, n dan k untuk perencanaan
saluran.

3.3.2 Kemiringan Saluran

Untuk menekan biaya pembebasan tanah dan penggalian, talut saluran direncana
securam mungkin. Bahan tanah, kedalaman saluran dan terjadinya rembesan akan
menentukan kemiringan maksimum untuk talut yang stabil.
Kemiringan galian minimum untuk berbagai bahan tanah disajikan pada Tabel 3-3.
Saluran Tanah Tanpa Pasangan 27

Harga-harga kemiringan minimum untuk saluran tanah yang dibuat dengan


bahan-bahan kohesif yang dipadatkan dengan baik diberikan pada Tabel 3-3. dan
Tabel 3-4.

Tabel 3-3. Kemiringan Minimum Talut untuk Berbagai Bahan Tanah


Kisaran
Bahan Tanah Simbol
Kemiringan
Batu < 0,25
Gambut kenyal Pt 1,00 – 2,00
Lempung kenyal, geluh,
Tanah lus CL, CH, MH 1,00 – 2,00
Lempung pasiran, tanah
pasiran kohesif SC, SM 1,50 – 2,50
Pasir lanauan SM 2,00 – 3,00
Gambar lunak Pt 3,00 – 4,00

Geluh : (loam) adalah campuran pasir, lempung dan Lumpur yang kira-kira sama banyaknya

Tabel 3-4.Kemiringan Talut Mnimum untuk Saluran Timbunan yang


DipadatkandenganBaik
Kedalaman Air + Tinggi Jagaan
Kemiringan Minimum Talut
D (m)
D ≤ 1,0 1 : 1,0
1,0 < D ≤ 2,0 1 : 1,5
D> 2,0 1 : 2,0

Talut yang lebih landai daripada yang telah disebutkan dalam tabel diatas harus
dipakai apabila diperkirakan akan terjadi rembesan ke dalam saluran.
Untuk tanggul yang tingginya lebih dari 3 m lebar bahu (berm) tanggul harus
dibuat sekurang-kurangnya 1 m (setiap 3 m). Bahu tanggul harus dibuat setinggi
muka air rencana di saluran. Untuk kemiringan luar, bahu tanggul (jika perlu)
harus terletak di tengah-tengah antara bagian atas dan pangkal tanggul.

3.3.3 Lengkung Saluran

Lengkung yang diizinkan untuk saluran tanah bergantung kepada:


- Ukuran dan kapasitas saluran
- Jenis tanah
- Kecepatan aliran
28 Kriteria Perencanaan - Saluran

Jari-jari minimum lengkung seperti yang diukur pada as harus diambil sekurang-
kurangnya 8 kali lebar atas pada lebar permukaan air rencana.
Jika lengkung saluran diberi pasangan, maka jari-jari minimumnya dapat dikurangi.
Pasangan semacam ini sebaiknya dipertimbangkan apabila jari – jari lengkung saluran
tanpa pasangan terlalu besar untuk keadaan topografi setempat. Panjang pasangan
harus dibuat paling sedikit 4 kali kedalaman air pada tikungan saluran.
Jari-jari minimum untuk lengkung saluran yang diberi pasangan harus seperti berikut:
- 3 kali lebar permukaan air untuk saluran-saluran kecil (< 0,6 m3/dt); dan
sampai dengan
- 7 kali lebar permukaan air untuk saluran-saluran yang besar (> 10 m 3/dt).

3.3.4 Tinggi Jagaan

Tinggi jagaan berguna untuk:


- menaikkan muka air diatas tinggi muka air maksimum;
- mencegah kerusakan tanggul saluran.
Meningginya muka air sampai diatas tinggi yang telah direncana bisa disebabkan
oleh penutupan pintu secara tiba-tiba disebelah hilir, variasi ini akan bertambah
dengan membesarnya debit. Meningginya muka air dapat pula diakibatkan oleh
pengaliran air buangan ke dalam saluran.
Tinggi jagaan minimum yang diberikan pada saluran primer dan sekunder
dikaitkan dengan debit rencana saluran seperti yang diperlihatkan dalam
Tabel 3-5 dan Gambar 3-4.
Saluran Tanah Tanpa Pasangan 29

Tabel 3-5. Tinggi Jagaan Minimum untuk Saluran Tanah


Q (m3/ dt) Tinggi Jagaan (m)
< 0,5 0,40
0,5 – 1,5 0,50
1,5 – 5,0 0,60
5,0 – 10,0 0,75
10,0 – 15,0 0,85
> 15,0 1,00

3.3.5 Lebar Tanggul

Untuk tujuan-tujuan eksploitasi, pemeliharaan dan inspeksi akan diperlukan


tanggul di sepanjang saluran dengan lebar minimum seperti yang disajikan pada
Tabel 3-6. Contoh-contoh potongan melintangnya diberikan pada Gambar 3-4.
tinggi
debit jagaan
sempadan saluran

sempadan sempadan
saluran saluran Q m³/dt W (cm)
300 b 100
sempadan saluran

batas garis

var
< 0,5 40
batas garis

1 0,5 < 1,5 50


1 1 1,5 < 5,0 60
m
kupasan 20 cm 5,0 < 10,0 75

10,0 < 15,0 85


Q  1 m³/dt
> 15,0 100

sempadan
sempadan
saluran
500 b (var) 200 saluran
5 < Q  10 m³/dt
sempadan
100 300 100 b (var) 150 saluran 1  Q < 5 m³/dt
sempadan saluran

batas garis
1 : 20 sempadan saluran
batas garis

1 w
1 1 h (var)
m 1
m kupasan 20 cm

1 m³/dt  Q  10 m³/dt
30 Kriteria Perencanaan - Saluran

sempadan
sempadan
saluran

sempadan saluran
500 b (var) 350 saluran

batas garis
sempadan saluran

1 : 20 1 : 20
w 1
batas garis

1 1
1 1 h (var)
m 1
m kupasan 20 cm

10 m³/dt  Q  15 m³/dt
sempadan
sempadan saluran

 500 b (var) 350


saluran

sempadan saluran
batas garis

batas garis
1 : 20 1 : 20
w 1
1
1 h (var)
Q  15 m³/dt m 1
m kemiringan
kedalaman talud min
galian cm hor. / ver.
D = h+w D < 100 1

100 < D < 200 1,5

D > 200 2
ukuran dalam cm

Gambar 3-4. Tipe-Tipe Potongan Melintang Saluran Irigasi

Tabel 3-6. Lebar Minimum Tanggul


Debit Rencana Tanpa Jalan Inspeksi Dengan Jalan Inspeksi
(m3/dt) (m) (m)

Q≤1 1,00 3,00


1<Q<5 1,50 5,00
5 < Q ≤ 10 2,00 5,00
10 < Q ≤ 15 3,50 5,00
Q > 15 3,50  5,00

Jalan inspeksi terletak ditepi saluran di sisi yang diairi agar bangunan sadap dapat
dicapai secara langsung dan usaha penyadapan liar makin sulit dilakukan. Lebar jalan
inspeksi dengan perkerasan adalah 5,0 m atau lebih, dengan lebar perkerasan
sekurang-kurangnya 3,0 meter.
Saluran Tanah Tanpa Pasangan 31

Untuk pertimbangan stabilitas tanggul, lebar tanggul yang diberikan pada Tabel 3-6
dan/atau talut luar dapat ditambah (lihat Bab 9 Bagian KP - 04 Bangunan).

3.3.6 Garis Sempadan Saluran

Penetapan garis sempadan jaringan irigasi ditujukan untuk menjaga agar fungsi
jaringan irigasi tidak terganggu oleh aktivitas yang berkembang disekitarnya.
Prinsip dasar penentuan garis sempadan saluran adalah untuk memperoleh ruang
keamanan saluran irigasi sehingga aktivitas yang berkembang diluar garis tersebut
tidak mempengaruhi kestabilan saluran, yang ditunjukkan oleh batas daerah gelincir.
Lihat Gambar 3-5.

Sempadan = T
O

Kedalaman
:n

=H
1

Bidang gelincir

Gambar 3-5. Bidang Gelincir pada Tebing Saluran

Pada saluran bertanggul, batas gelincir dipengaruhi oleh jenis tanah yang dipakai
sebagai bahan badan tanggul, jenis tanah dasar, ketinggian tanggul dan kemiringan
tanggul. Pada saluran galian, batas gelincir dipengaruhi oleh jenis tanah asli,
kemiringan galian dan tinggi galian.
Pada kasus dimana bahan timbunan untuk tanggul saluran diambil dari galian tanah
disekitar saluran, maka galian tanah harus terletak diluar garis sempadan saluran.
32 Kriteria Perencanaan - Saluran

1. Garis sempadan saluran irigasi tak bertanggul


- Garis sempadan saluran irigasi tak bertanggul sebagaimana tercantum dalam
Gambar 3-6 ini jaraknya diukur dari tepi luar parit drainase di kanan dan kiri
saluran irigasi.
- Jarak garis sempadan sekurang-kurangnya sama dengan kedalaman saluran
irigasi
- Untuk saluran irigasi yang mempunyai kedalaman kurang dari satu meter,
jarak garis sempadan sekurang-kurangnya satu meter.
Sempadan
=H Sempadan
=H

Jalan Inspeksi

Kedalaman
Saluran = H

Sisi terluar
Jaringan Irigasi

Gambar 3-6.Sempadan Saluran Irigasi Tak Bertanggul

2. Garis sempadan saluran irigasi bertanggul


- Garis sempadan saluran irigasi bertanggul sebagaimana tercantum dalam
Gambar 3-7. ini diukur dari sisi luar kaki tanggul
- Jarak garis sempadan sekurang-kurangnya sama dengan ketinggian tanggul
saluran irigasi
- Untuk tanggul yang mempunyai ketinggian kurang dari satu meter, jarak
garis sempadan sekurang-kurangnya satu meter.
Saluran Tanah Tanpa Pasangan 33

Jalan Inspeksi
S empadan S empadan
= T = T

K etinggian
Tanggul = T

S is i terluar
J aringan Irigas i

Gambar 3-7.Sempadan Saluran Irigasi Bertanggul

3. Garis sempadan saluran irigasi pada lereng/tebing


- Garis sempadan saluran irigasi yang terletak pada lereng\tebing sebagaimana
tercantum dalam Gambar 3-8 ini mengikuti kriteria sebagai berikut :
a. diukur dari tepi luar parit drainase untuk sisi lereng diatas saluran;
b. diukur dari sisi luar kaki tanggul untuk sisi lereng dibawah saluran.
- Jarak garis sempadan untuk sisi lereng diatas saluran sekurang-kurangnya
sama dengan kedalaman saluran irigasi.
- Jarak garis sempadan untuk sisi lereng dibawah saluran sekurang-kurangnya
sama dengan ketinggian tanggul saluran irigasi.
Sempadan = H
1:

Kedalaman
m

Saluran = H

Ketinggian
1

Tanggal = T
:m

Sempadan = T

Gambar 3-8.Sempadan Saluran Irigasi di Lereng


34 Kriteria Perencanaan - Saluran

4. Garis sempadan saluran pembuang irigasi


- Garis sempadan saluran pembuang irigasi tak bertanggul jaraknya diukur dari
tepi luar kanan dan kiri saluran pembuang irigasi dan garis sempadan saluran
pembuang irigasi bertanggul diukur dari sisi luar kaki tanggul.
- Garis sempadan saluran pembuang irigasi jaraknya diukur dari sisi/tepi luar
saluran pembuang irigasi atau sisi/tepi luar jalan inspeksi.
- Kriteria penetapan jarak garis sempadan saluran pembuang irigasi sama
dengan penetapan pada saluran irigasi sebagaimana dimaksud pada point 1
dan 2.

3.3.7 Perencanaan Saluran Gendong

3.3.7.1 Gambaran Umum

Saluran gendong adalah saluran drainase yang diletakkan sejajar dengan saluran
irigasi. Saluran gendong ini berfungsi mencegah aliran permukaan (run off) di luar
daerah irigasi (ekstern area) masuk kedalam saluran irigasi. Air di saluran gendong
ini dialirkan keluar ke saluran alam atau saluran drainase buatan yang terdekat.
Saluran gendong ini dibangun/dikonstruksi apabila suatu saluran irigasi melintasi
suatu daerah-daerah di perbukitan. Tata letak saluran gendong dan saluran irigasi
dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Jalan atau Tanggul Saluran

Saluran Gendong
Saluran Irigasi

Gambar 3-9. Potongan Melintang Saluran Gendong dan Saluran Irigasi


Saluran Tanah Tanpa Pasangan 35

Kapasitas drainase untuk satu jenis daerah dataran tinggi (up land) atau dataran
rendah (low land) umumnya menggunakan periode ulang curah hujan 5 tahunan.
Sedang periode 20 tahunan khusus digunakan pada areal yang mempunyai dua jenis
dataran yaitu dataran tinggi dan dataran rendah.

3.3.7.2 Tata Cara dan Dasar Perhitungan

Debit drainase ditentukan untuk menentukan kapasitas dan dimensi bangunan saluran
drainase untuk membuang kelebihan air yang ada di permukaan (drainase permukaan)
terutama yang berasal dari daerah perbukitan (hilly area). Kapasitas debit drainase ini
menentukan dimensi saluran dan kemiringan memanjang dari saluran.
Dalam hal memfasilitasi internal drain maka digunakan perhitungan dengan cara
drainase modul sedangkan untuk eksternal drain digunakan metode rasional.
Perhitungan debit dapat dilihat pada KP-01.

3.3.7.3 Dimensi Saluran Gendong

A. Standar Kapasitas
Saluran irigasi yang melintasi suatu perbukitan, untuk mencegah aliran runoff air
hujan dan erosi dari areal perbukitan tersebut masuk ke saluran irigasi maka perlu
dibuat saluran drainase yang sejajar saluran irigasi tersebut untuk membuang
aliran run off tersebut ke saluran alam yang terdekat.
Besar aliran di saluran gendong direncanakan pada puncak aliran yang dihitung
seperti metode yang telah dijelaskan pada sub-bab diatas.
Menurut Pedoman Hidrolis DPMA (1984) standar kapasitas saluran ditentukan
sebagai berikut:
1. Menggunakan debit minimum 1,00 m3/dt sampai 2,00 m3/dt dengan kenaikan
0,25 m3/dt.
2. Melebihi 2,00 m3/dt menggunakan kenaikan 0,5 m3/dt
36 Kriteria Perencanaan - Saluran

B. Karakteristik Saluran Gendong

1. Dimensi dihitung berdasarkan rumus ”Manning” dengan koefisien kekasaran


(n) 0,03. Untuk kapasitas saluran gendong lebih besar 4 m3/dt dipakai n =
0,025.
2. Kemiringan talut didasarkan sifat-sifat dari tanah dimana saluran gendong
harus digali. Kemiringan dalam saluran 1,5 horizontal terhadap vertikal dan
direkomendasikan kedalaman air 1,5 m atau kurang dimana rasio
perbandingan horizontal : vertikal adalah 2:1.
3. Drainase melalui areal yang curam harus mempunyai kemiringan memanjang
dan batas tenaga tarik sebagai berikut:
T = 0,60 kg/m2 atau kurang untuk Q ≥ 1,5 m3/dt
T = 0,35 kg/m2 untuk Q < 1,5 m3/dt
4. Tinggi Jagaan
Tinggi jagaan 50 cm untuk saluran sejajar jalan dan 30 cm untuk kondisi
saluran gendong lainnya.
5. Lebar Tanggul dan Kemiringan Tanggul Sisi Luar
Lebar tanggul sebaiknya cukup untuk melayani jalan tani, lebar lainnya
direkomendasi minimum 40 cm.
6. Kemiringan tanggul luar untuk semua saluran drain adalah 1:1.
7. Batas Kecepatan Saluran Gendong
Kecepatan maksimum yang diijinkan pada saluran gendong sama dengan
batas maksimum kecepatan pembuang atau irigasi seperti yang telah
diuraikan pada Subbab 3.2.4.
8. Kecepatan maksimum yang diijinkan pada saluran gendong adalah kecepatan
rata-rata yang tidak menyebabkan erosi di permukaan.
Saluran Tanah Tanpa Pasangan 37

3.3.7.4 Kelebihan dan Kelemahan Saluran Gendong

Fungsi saluran gendong untuk menampung air aliran runoff dari daerah tangkapan sisi
atas selama waktu tertentu sehingga tidak menyebabkan erosi pada sisi luar saluran
irigasi, kelemahan pemilihan cara ini:
a. Diperlukan lebar yang cukup luas untuk penempatan dua saluran di tebing.
b. Debit saluran gendong jika tidak memenuhi kapasitas debit air buangan akan
masuk ke saluran. Cara mengatasinya dengan saluran pelimpah pada lokasi
tertentu.
c. Memerlukan perawatan akibat intensitas sedimen dari sisi atas sangat tinggi.
d. Dimensi saluran gendong dapat cukup besar jika area tangkapan hujannya cukup
luas.

3.4 Potongan Memanjang

3.4.1 Muka Air yang Diperlukan

Tinggi muka air yang diinginkan dalam jaringan utama didasarkan pada tinggi
muka air yang diperlukan di sawah-sawah yang diairi. Prosedurnya adalah
pertama-tama menghitung tinggi muka air yang diperlukan di bangunan sadap
tersier. Lalu seluruh kehilangan di saluran kuarter dan tersier serta bangunan
dijumlahkan menjadi tinggi muka air di sawah yang diperlukan dalam petak
tersier. Ketinggian ini ditambah lagi dengan kehilangan tinggi energi di bangunan
sadap tersier dan longgaran (persediaan) untuk variasi muka air akibat eksploitasi
jaringan utama pada tinggi muka air parsial (sebagian).
Gambar 3-10. berikut memberikan ilustrasi mengenai cara perhitungannya.
Selanjutnya untuk kehilangan tinggi energi standar yang dipilih lihat Bagian KP -
05 Petak Tersier.
38 Kriteria Perencanaan - Saluran

Saluran primer Saluran tersier


atau sekunder
q Saluran kuarter
h
f d Sawah
P e c
b
H
h 100 h 70

I a / 00

a
A

L L L

Bangunan sadap tersier


dengan alat ukur
gorong - gorong Box bagi tersier Box bagi kuarter

Gambar 3-10. Tinggi Bangunan Sadap Tersier yang Diperlukan

P = A + b + c + d + e + f + g + h + Z
dimana:
P = muka air di saluran sekunder
A = elevasi tertinggi di sawah
a = lapisan air di sawah,  10 cm
b = kehilangan tinggi energi di saluran kuarter ke sawah  5 cm
c = kehilangan tinggi energi di boks bagi kuarter  5 cm/boks
d = kehilangan tinggi energi selama pengaliran disaluran irigasi, I x L
e = kehilangan tinggi energi di boks bagi tersier,  10 cm
f = kehilangan tinggi energi di gorong-gorong,  5 cm
g = kehilangan tinggi energi di bangunan sadap tersier
h = variasi tinggi muka air, 0,10 h100 (kedalaman rencana)
Z = kehilangan tinggi energi di bangunan-bangunan tersier yang lain.
Kelemahan perhitungan secara konvensional dapat menghasilkan elevasi
bangunan irigasi yang terlalu aman, namun cara ini lebih sederhana sehingga
dapat diterapkan untuk irigasi sederhana dan irigasi skala kecil.
Saluran Tanah Tanpa Pasangan 39

Untuk irigasi yang lebih luas (skala besar) perlu perhitungan yang lebih teliti
mendekati kebenaran. Yaitu dengan memperhitungkan adanya pengaruh
pembendungan (back water) dari bangunan hilir (downstream) terhadap
bangunan hulu (up stream). Hal ini akan menyebabkan pengurangan kehilangan
tinggi yang dibutuhkan.
Akumulasi pengurangan tinggi dalam seluruh sistem dapat mempunyai nilai
yang perlu dipertimbangkan.
Setelah debit kebutuhan air dihitung, maka didapatkan debit kebutuhan air
selama setahun serta debit maksimum kebutuhan air pada periode satu mingguan
atau dua mingguan tertentu. Debit maksimum (Q maks) yang didapat dalam
kenyataan operasinya hanya dialirkan selama satu minggu atau dua minggu pada
periode sesuai kebutuhannya.
Selain dari debit, dalam melakukan desain saluran, elevasi muka air di saluran
ditentukan berdasarkan ketinggian sawah, kemiringan saluran dan kehilangan
tinggi di bangunan tersier, dimana elevasi tersebut harus terpenuhi supaya
jumlah air yang masuk ke sawah sesuai dengan kebutuhan.
Jika dalam perhitungan dimensi saluran menggunakan Q maks dengan ketinggian
muka air H yang kejadiannya selama satu minggu atau dua minggu saja selama
setahun, maka ketika Q lebih kecil dari Qmaks akibatnya ketinggian muka air lebih
kecil dari H dan akan mengakibatkan tidak terpenuhinya elevasi muka air yang
dibutuhkan untuk mengalirkan air ke sawah sehingga debit yang dibutuhkan
petak tersier tidak terpenuhi. Untuk mengatasi ini maka pintu pengatur muka air
diturunkan sedemikian sehingga muka air naik pada elevasi yang dibutuhkan
untuk air sampai di sawah.
Berdasarkan pemikiran diatas yang menjadi permasalahan adalah berapa
pengurangan debit yang masih ditolerir sehingga pembagian air tidak terganggu
tanpa menyetel bangunan pengatur muka air. Kalau toleransi pengurangan debit
kecil, maka frekuensi penyetelan bangunan pengatur akan menjadi lebih sering;
sebaliknya jika toleransi debit besar maka frekuensi penyetelan menjadi jarang.
40 Kriteria Perencanaan - Saluran

Angka yang cukup memadai adalah penggunaan Q85% dengan ketinggian 0,90 H.
Longgaran untuk variasi muka air h ditetapkan: 0,10 hlOO (0,10 x kedalaman
air rencana); 0,90 hlOO adalah kedalaman air perkiraan pada 85 % dari Qrencana.
Apabila prosedur ini menyebabkan muka air jaringan utama naik diatas muka
tanah, maka pengurangan tinggi muka air tersier dapat dipertimbangkan. Situasi
demikian dapat terjadi pada topografi yang sangat datar dimana kehilangan
tinggi energi yang terjadi pada bangunan-bangunan di petak tersier dapat
menambah tinggi muka air yang diperlukan di jaringan utama jauh diatas muka
tanah. Dalam hal-hal seperti itu jaringan tersier harus dibenahi kembali dan kalau
mungkin kehilangan tinggi energi harus diperkecil sebagian daerah mungkin
terpaksa tidak diairi.
Operasi muka air parsial sangat umum terjadi di jaringan irigasi di Indonesia.
Kebutuhan air irigasi pada debit rencana berlangsung sebentar saja di musim
tanam pada harga rencana maksimum. Di samping itu, tersedianya air, di sungai
tidak akan selamanya cukup untuk mengoperasikan jaringan pada debit rencana.

3.4.2 Kemiringan Memanjang

Kemiringan memanjang ditentukan terutama oleh keadaan topografi, kemiringan


saluran akan sebanyak mungkin mengikuti garis muka tanah pada trase yang dipilih.
Kemiringan memanjang saluran mempunyai harga maksimum dan minimum. Usaha
pencegahan terjadinya sedimentasi memerlukan kemiringan memanjang yang
minimum. Untuk mencegah terjadinya erosi, kecepatan maksimum aliran harus
dibatasi.

3.4.2.1 Kemiringan Minimum

Sebagaimana telah dibicarakan dalam Subbab 3.2.3, untuk mencegah sedimentasi


harga IR hendaknya diperbesar ke arah hilir. Dalam praktek perencanaan kriteria ini
tidak sulit untuk diikuti. Pada umumnya kemiringan tanah bertambah besar ke arah
Saluran Tanah Tanpa Pasangan 41

hilir, demikian pula harga IR; bahkan apabila harga R berkurang pada waktu
saluran mengecil.

3.4.2.2 Kemiringan Maksimum

Bila mana kondisi bahan tanah pada trase sudah diketahui, maka kecepatan dasar
yang diizinkan vvb untuk mencegah erosi dapat ditentukan bagi ruas saluran,
sebagaimana telah dibicarakan dalam Subbab 3.2.4. Perlu dicatat bahwa kecepatan
rencana yang biasanya diambil untuk tanah-tanah kohesif, pada umumnya lebih
rendah daripada kecepatan maksimum yang diizinkan untuk tanah ini. Erosi pada
saluran irigasi jarang sekali.

3.4.2.3 Perencanaan Kemiringan Saluran

Untuk perencanaan kemiringan saluran, akan dipakai Gambar A.2.1. Dalam grafik ini
tiap titik dengan debit rencana Q dan kemiringan saluran I merupakan potongan
melintang saluran dengan v, h, b, R, m dan k. Untuk tiap titik, akan dihitung harga
IR dan kecepatan dasar rencana vbd (kecepatan rencana yang sesungguhnya
dikonversi menjadi kecepatan untuk saluran yang dalamnya 1 m dengan Gambar
3.3.b) Selanjutnya garis – garis IR konstan dan kecepatan dasar rencana vbd diplot
pada grafik. Harga-harga m, n dan k untuk potongan melintang diambil dari Subbab
3.2 dan 3.3 pada perencanaan ini.
Dalam keadaan khusus dimana kemiringan lahan relatif datar dan/atau tidak
seluruhnya sedimen diijinkan masuk ke sawah, maka sebagian sedimen boleh
diendapkan pada tempat-tempat tertentu.
Ditempat ini sedimen diendapkan dan direncanakan bangunan pengeluar sedimen
(sediment excluder) untuk membuang endapan di tempat persilangan sungai atau
tempat lain yang memungkinkan. Untuk itu harga I-R dapat lebih kecil dari ruas
sebelumnya.
Gambar A.2.1 akan digunakan untuk perencanaan kemiringan saluran. Dalam bagian
ini masing-masing titik dengan debit rencana Qd dan kemiringan saluran I adalah
42 Kriteria Perencanaan - Saluran

potongan melintang saluran dengan ukuran tetap untuk (b, h, dan m), koefisien
kekasaran dan kecepatan aliran.
Dalam perencanaan saluran, sebaiknya diikuti langkah-langkah sebagai berikut:
1. Tentukan debit rencana serta kemiringan yang terbaik untuk tiap ruas saluran
berdasarkan kemiringan medan yang ada dan elevasi bangunan sadap tersier yang
diperlukan.
2. Plotkan data-data Q-I untuk masing-masing ruas saluran berikutnya mulai dari
bangunan utama hingga ujung saluran sekunder.
3. Tentukan harga kecepatan dasar yang diizinkan vba bagi setiap ruas saluran
berdasarkan kondisi tanah dengan gambar 3-2.b dan 3-3.a.
4. Cek apakah garis IR semakin bertambah besar ke arah hilir.
5. Cek apakah kecepatan dasar rencana bvd tidak melampaui kecepatan dasar yang
diizinkan vba.
6. Jika pada langkah 4 dan 5 tidak dijumpai masalah apa pun, maka perencanaan
saluran akan diselesaikan dengan harga-harga kemiringan yang dipilih dari
langkah 1.
7. Kemiringan saluran dapat dimodifikasi sebagai berikut:
- Bila kecepatan rencana melebihi kecepatan yang diizinkan, maka besarnya
kemiringan saluran akan dipilih dan mungkin akan diperlukan bangunan
terjun.
- Bila kemiringan saluran pada langkah 1 untuk suatu ruas tertentu akan lebih
landai daripada yang diperlukan untuk garis IR, maka kemiringan tersebut
akan ditambah dan akan dibuat dalam galian.
Dalam Lampiran A diberikan rincian lebih lanjut mengenai perencanaan saluran.
Dalam prosedur perencanaan saluran dapat timbul kesulitan-kesulitan berikut :
1. Kemiringan medan yang curam
Kecepatan dasar rencana vbd dengan kemiringan medan yang ada mungkin
melampaui batas kecepatan dasar yang diizinkan vba. Guna mengurangi kecepatan
Saluran Tanah Tanpa Pasangan 43

rencana, kemiringan saluran akan diambil lebih landai daripada kemiringan tanah.
Kehilangan tinggi energi akan diperhitungkan pada bangunan terjun. Gambar 3-6
akan digunakan untuk memilih kemiringan rencana saluran.
2. Kemiringan minimum saluran primer garis tinggi
Kemiringan dasar minimum yang benar-benar tepat untuk jaringan irigasi yang
mengangkut sedimen, sulit ditentukan. Jumlah data mengenai angkutan sedimen
halus, sangat sedikit. Di samping itu, data-data statistik tentang sedimen sering
kurang memadai.
Harga IR yang dipakai untuk saluran primer harus lebih besar dari harga IR
kantong lumpur dalam keadaan penuh.
3. Saluran sekunder dengan kemiringan medan kecil
Untuk saluran sekunder demikian, harga IR sebaiknya paling tidak sama dengan
harga IR ruas saluran sebelah hulu. Hal ini mengacu pada dibuatnya bagian hulu
saluran sekunder dalam timbunan agar kemiringan bertambah.

3.5 Sipatan Penampang Saluran Tanah

Sipatan penampang saluran tanah diperlukan dalam rangka mempermudah


pemeliharaan saluran di kemudian hari.
Pada saluran tanah (tanpa pasangan) yang masih baru, as saluran , batas tanggul, lebar
tanggul masih terlihat profilnya, namun dengan berjalannya waktu tanda – tanda tadi
akan makin kabur, bahkan as saluran tidak pada as rencana saluran tadinya.
Dibeberapa tempat saluran sudah tidak lagi lurus atau pada belokan telah berubah jari
– jari kelengkungannya. Hal ini akan merupakan kendala pada waktu akan dilakukan
rehabilitasi saluran.
Sipatan penampang yang dimaksud dapat dilakukan dengan cara membuat sipatan
lining dari pasangan batu/beton dengan lebar 0,5 – 1,00 m. Penempatan sipatan
minimal 3 sipatan dalam 1 ruas saluran maksimum 300 m antar sipatan.
44 Kriteria Perencanaan - Saluran

Pembuatan sipatan ini dimaksudkan bisa sebagai benchmark/acuan dari desain awal,
dengan demikian untuk menelusuri saluran kembali sangat mudah dengan melihat
pada posisi sipatan.

Lebar 0,5 - 1 m

Lining :
Pasangan
Batu kali / beton

Gambar 3-11. Denah dan Tipe Potongan Melintang Sipatan


Saluran Pasangan45

4. BAB IV
SALURAN PASANGAN

4.1 Kegunaan Saluran Pasangan

Saluran pasangan (lining) dimaksudkan untuk :


1. Mencegah kehilangan air akibat rembesan
2. Mencegah gerusan dan erosi
3. Mencegah merajalelanya tumbuhan air
4. Mengurangi biaya pemeliharaan
5. Memberi-kelonggaran untuk lengkung yang lebih besar
6. Tanah yang dibebaskan lebih kecil
Tanda-tanda adanya kemungkinan terjadinya perembesan dalam jumlah besar dapat
dilihat dari peta tanah. Penyelidikan tanah dengan cara pemboran dan penggalian
sumuran uji di alur saluran akan lebih banyak memberikan informasi mengenai
kemungkinan terjadinya rembesan. Pasangan mungkin hanya diperlukan untuk ruas-
ruas saluran yang panjangnya terbatas.
Dalam memperkirakan kehilangan air di saluran dapat dilakukan dengan 3 cara :
1. Dengan melakukan pengukuran di lapangan:
i. Dilakukan uji pengukuran kehilangan air dengan cara melakukan survei
pengukuran besarnya debit aliran masuk dan keluar dari suatu ruas saluran.
ii. Dengan metode penggenangan. Pengukuran volume kehilangan air selama
jangka waktu tertentu dibagi luas penampang basah saluran akan meghasilkan
besarnya kehilangan air per m2.
2. Memakai angka rembesan hasil pengukuran terdahulu untuk jenis tanah yang
sama seperti tertuang pada Tabel 4-1. berikut.
46Kriteria Perencanaan - Saluran

Tabel 4-1. Angka-Angka Hasil Pengukuran Rembesan


Banyaknya Rembesan Per 24 Jam
Tipe Material
yang Melalui Keliling Basah (m3/hr)
- Kerikil yang menjadi satu dan tanah
keras 0,00963
- Tanah liat 0,01161
- Sandy loam 0,01872
- Abu vulkanis 0,01925
- Abu vulkanis dengan pasir 0,02775
- Pasir dan abu vulkanis atau liat 0,03398
- Tanah berpasir dengan cadas 0,04757
- Tanah berkerikil & berpasir 0,06230

Angka-angka tersebut diatas digunakan untuk perkiraan permulaan banyaknya


rembesan yang serius, maka diambil sebagai batas rembesan sebesar 0,157 m3
per m2 per hari. Jika banyak rembesan melebihi nilai tersebut maka saluran harus
memakai pasangan.
3. Menggunakan rumus rembesan dari Moritz (USBR)
Besarnya rembesan dapat dihitung dengan rumus Moritz (USBR)
√ .....................................................................................4-1
Dimana :
S =kehilangan akibat rembesan, m3/dt per km panjang saluran
Q =debit, m3/ dt
v =kecepatan, m/dt
C =koefisien tanah rembesan, m/hari
0,035 =faktor konstanta, m/km
Harga-harga C dapat diambil seperti pada Tabel 4-2.
Saluran Pasangan47

Tabel 4-2.Harga-Harga Koefisien Tanah Rembesan C


Harga C
Jenis Tanah
m/hari
Kerikil sementasi dan lapisan penahan (hardpan)
dengan geluh pasiran 0,10
Lempung dan geluh lempungan 0,12
Geluh pasiran 0,20
Abu volkanik 0,21
Pasir dan abu volkanik atau lempung 0,37
Lempung pasiran dengan batu 0,51
Batu pasiran dan kerikilan 0,67

Kemiringan medan mungkin sedemikian sehingga kecepatan aliran yang


dihasilkan melebihi kecepatan maksimum yang diizinkan untuk bahan tanah.
Biaya pembuatan pasangan saluran hendaknya diusahakan murah. Jika hal ini
tidak mungkin, maka lebih baik talut saluran dibuat lebih landai dan dilengkapi
dengan bangunan terjun.

4.2 Jenis-Jenis Pasangan

Banyak bahan yang dapat dipakai untuk pasangan saluran (lihat FAO Kraatz,
1977). Tetapi pada prakteknya di Indonesia hanya ada empat bahan yang
dianjurkan pemakaiannya:
1. Pasangan batu
2. Beton,
3. Tanah
4. Dapat juga menggunakan beton Ferrocement
Pembuatan pasangan dari bahan-bahan lain tidak dianjurkan, dengan alasan
sulitnya memperoleh persediaan bahan, teknik pelaksanaan yang lebih rumit dan
kelemahan-kelemahan bahan itu sendiri.
Pasangan batu dan beton lebih cocok untuk semua keperluan, kecuali untuk
perbaikan stabilitas tanggul. Pasangan tanah hanya cocok untuk pengendalian
rembesan dan perbaikan stabilitas tanggul.
48Kriteria Perencanaan - Saluran

Tersedianya bahan di dekat tempat pelaksanaan konstruksi merupakan faktor yang


penting dalam pemilihan jenis pasangan. Jika bahan batu tersedia, maka pada
umumnya dianjurkan pemakaian pasangan batu. Pasangan dari bata merah mungkin
bisa juga dipakai.
Aliran yang masuk ke dalam retak pasangan dengan kecepatan tinggi dapat
mengeluarkan bahan-bahan pasangan tersebut. Kecepatan maksimum dibatasi dan
berat pasangan harus memadai untuk mengimbangi gaya tekan keatas.
Sebagai alternatif jenis-jenis lining, dewasa ini sudah mulai banyak diaplikasikan
penggunaan material Ferrocement untuk saluran irigasi dan bangunan air.
Struktur Ferrocement yang mudah dikerjakan dan ramah lingkungan sangat
cocok untuk diterapkan diberbagai bentuk konstruksi. Bentuk penulangan yang
tersebar merata hampir diseluruh bagian struktur memungkinkan untuk dibuat
struktur tipis dengan berbagai bentuk struktur sesuai dengan kreasi perencananya.

4.2.1 LiningPermukaan Keras

Liningpermukaan keras, dapat terdiri dari plesteran pasangan batu kali atau
beton.Tebal minimum untuk pasangan batu diambil 30 cm. Untuk beton tumbuk
tebalnya paling tidak 8 cm, untuk saluran kecil yang dikonstruksi dengan baik
(sampai dengan 6 m3/dt), dan 10 cm untuk saluran yang lebih besar. Tebal minimum
pasangan beton bertulang adalah 7 cm. Tebal minimum pasangan beton Ferrocement
adalah 3 cm. Untuk pasangan semen tanah atau semen tanah yang dipadatkan, tebal
minimum diambil 10 cm untuk saluran kecil dan 15 cm untuk saluran yang lebih
besar.
Stabilitas pasangan permukaan keras hendaknya dicek untuk mengetahui tekanan air
tanah di balik pasangan. Jika stabilitas pasangan terganggu (pembuang), maka
sebaiknya dipertimbangkan untuk membuat konstruksi pembebas tekanan (lubang
pembuang). Selanjutnya lihat Bagian KP - 04, Bangunan.
Saluran Pasangan49

4.2.2 Tanah
Tebal pasangan tanah diambil 60 cm untuk dasar saluran dan 75 cm untuk talut
saluran.

Pasangan campuran (kombinasi) seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4-2. dapat
dipakai juga. Pemilihan jenis pasangan akan bergantung kepada kondisi dan bahan
yang tersedia. Detail konstruksi pasangan diperlihatkan dalam Gambar Perencanaan
Standar.

4.2.3 LiningFerrocement
Ferrocement adalah suatu tipe dinding tipis beton bertulang yang dibuat dari
mortar semen hidrolis diberi tulangan dengan kawat anyam/kawat jala (wiremesh)
yang menerus dan lapisan yang rapat serta ukuran kawat relatif kecil. Anyaman
ini bisa berasal dari logam atau material lain yang tersedia. Kehalusan dan
komposisi matriks mortar seharusnya sesuai dengan sistem anyaman dan selimut
(pembungkusnya). Mortar yang digunakan dapat juga diberi serat/fiber.

Perbedaan ferrocement dengan beton bertulang antara lain :


1. Sifat Fisik
 Lebih tipis
 Memiliki tulangan yang terdistribusi pada setiap ketebalannya
 Penulangan 2 arah
 Matriksnya hanya terdiri dari agregat halus dan semen
2. Sifat Mekanik
 Sifat-sifat seragam dalam 2 arah
 Umumnya memiliki kuat tarik dan kuat lentur yang tinggi
 Memiliki ratio tulangan yang tinggi
 Proses retak dan perluasan retak yang berbeda pada beban tarik
 Duktilitas meningkat sejalan dengan peningkatan rasio tulangan anyam
 Kedap air tinggi
 Lemah terhadap temperatur tinggi
50Kriteria Perencanaan - Saluran

 Ketahanan terhadap beban kejut lebih tinggi


3. Proses/pembuatan/pemeliharaan/perbaikan
 Metode pembuatan berbeda dengan beton bertulang
 Tidak memerlukan keahlian khusus.
 Sangat mudah dalam perawatan dan perbaikan
 Biaya konstruksi untuk aplikasi di laut lebih murah dibandingkan kayu,
beton bertulang atau
 Material komposit.
Bahan Ferrocement terdiri dari campuran semen, pasir yang diberi tulangan besi
beton dengan diameter  6 mm atau  8 mm dan kawat anyam. Perbandingan semen
dan pasir yang umum digunakan adalah 1:3. Untuk lebih seksama perbandingan
ditetapkan dari pengujian laboratorium.
Kelebihan dari lining saluran menggunakan Ferrocement ini antara lain:
 biaya konstruksi lebih rendah daripada linning konvensional lainnya
 dari segi kekuatan beton Ferrocement mempunyai kekuatan lebih tinggi
 dan dari segi berat konstruksi, beton Ferrocement mempunyai konstruksi
lebih ringan sehingga dapat digunakan di tanah yang mempunyai daya
dukung yang rendah
Bentuk yang umum dipakai dalam saluran irigasi adalah bentuk U (tapal kuda).

Gambar 4-1. Potongan Saluran LiningFerrocementBerbentuk Tapal Kuda


Saluran Pasangan51

Untuk menghitung dimensi saluran liningFerrocement tetap menggunakan parameter-


parameter rumus Strickler dengan nilai kekasaran untuk beton (k=70).
Dimensi maksimum penulangan Ferrocement ditentukan secara empiris pada
bangunan-bangunan sejenis yang pernah dilaksanakan. Jari-jari penampang
Ferrocement minimum adalah r = 0,45 m atau maksimum b = 0,90 m.

w = 0,20

W = tinggi jagaan (m) = 0,1– 0,2 m


I = kemiringan memanjang saluran
h = tinggi air dibagian tegak lurus
r = jari-jari kelengkungan (m)
b = 2r
A = b x h +πr2
P = 2h + 2πr
R = A/P
v = k x R2/3 x I1/2
Q = vxA
Di dalam saluran Ferrocement dengan penampang tapal kuda ini disyaratkan tidak
timbul atau terjadi endapan dalam saluran. Maka minimum kecepatan aliran
ditetapkan v > 0,6 m/dt agar pasir atau lumpur tidak mengendap disepanjang saluran.
Dimasa mendatang Ferrocement yang sudah terbukti andal dan ekonomis bisa
digunakan bentuk-bentuk lain yang secara teknis ekonomis sosial dapat diterima.
52Kriteria Perencanaan - Saluran

Gambar 4-2. Tipe-Tipe Pasangan Saluran


Saluran Pasangan53

4.3 Perencanaan Hidrolis

4.3.1 Kecepatan Maksimum

Kecepatan-kecepatan maksimum untuk aliran subkritis berikut ini dianjurkan


pemakaiannya:
- pasangan batu : kecepatan maksimum 2 m/dt
- pasangan beton : kecepatan maksimum 3 m/dt
- pasangan tanah : kecepatan maksimum yang diizinkan
- Ferrocement : kecepatan 3 m/dt
Kecepatan maksimum yang diizinkan juga akan menentukan kecepatan rencana untuk
dasar saluran tanah dengan pasangan campuran. Prosedur perencanaan saluran untuk
saluran dengan pasangan tanah adalah sama dengan prosedur perencanaan saluran
tanah seperti yang dibicarakan dalam Bab III.
Di dalam saluran Ferrocement dengan penampang tapal kuda ini disyaratkan tidak
timbul atau terjadi endapan dalam saluran. Maka minimum kecepatan aliran
ditetapkan v > 0,6 m/dt agar pasir atau lumpur tidak mengendap disepanjang saluran.
Penghitungan bilangan Froude adalah penting apabila dipertimbangkan pemakaian
kecepatan aliran dan kemiringan saluran yang tinggi. Untuk aliran yang stabil
bilangan Froude harus kurang dari 0,55 untuk aliran sub kritis atau lebih dari 1,40
untuk aliran superkritis.
Saluran dengan bilangan Froude antara 0,55 dan 1,40 dapat memiliki pola aliran
dengan gelombang tegak (muka air bergelombangyang akan merusak kemiringan
talut). Harga-harga k untuk saluran ini dapat menyimpang sampai 20% dari harga
anggapan yang menyebabkan bilangan Froude mendekati satu. Oleh karena itu
kisaran 0,55 – 1,40adalah relatif lebar.
Untuk perencanaan saluran dengan kemiringan medan yang teratur. seperti yang
dibahas dalam Bab III. bilangan Froude akan kurang dari 0,3 dan dengan demikian
dibawah 0,55.
Apabila terjadi aliran superkritis, bangunan diperhitungkan sebagai got miring.
54Kriteria Perencanaan - Saluran

Bilangan Froude untuk saluran ditentukan sebagai :

( ) ( ) .......................................................... 4-2
Dimana :
Fr = bilangan Froude
v = kecepatan aliran, m/dt
w = lebar pada permukaan air, m
A = luas potongan melintang basah, m²
g = percepatan gravitasi, m/dt2 ( 9,8m/dt2)
m = kemiringan talut saluran, 1 vertikal : m horizontal
n = perbandingan lebar dasar/kedalaman air

4.3.2 Koefisien Kekasaran

Koefisien kekasaran Strickler k (m1/3/dt) yang dianjurkan pemakaiannya adalah:


- Pasang batu 60 (m1/3/dt)
- Pasang beton 70 (m1/3/dt)
- Pasang tanah 35 – 45 (m1/3/dt)
- Ferrocement 70 (m1/3/dt)
Harga - harga untuk pasangan keras hanya akan dicapai jika pasangan itu dikonstruksi
dengan baik.
Harga - harga untuk pasangan tanah mirip harga - harga untuk saluran tanah dengan
variasi -variasi seperti yang dibicarakan dalam Subbab 3.2.
Untuk potongan melintang dengan kombinasi berbagai macam bahan pasangan,
kekasaran masing-masing permukaan akan berbeda-beda (bervariasi). Koefisien
kekasaran campuran dihitung dengan rumus berikut:

(∑ ) ......................................................................................4-3

Dimana:
k = koefisien kekasaran Strickler untuk potongan melintang, m 1/3/dt
Saluran Pasangan55

p = keliling basah, m
Pi = keliling basah bagian i dari potongan melintang, m
ki = koefisien kekasaran bagian i dari potongan melintang, m 1/3/dt.

4.3.3 Perencanaan untuk Aliran Subkritis

Perencanaan hidrolis mengikuti prosedur yang sarna seperti pada perencanaan


saluran tanpa pasangan yang dibicarakan dalam Bab 3. Saluran pasangan batu dan
beton mempunyai koefisien Strickler yang lebih tinggi. Akibatnya potongan
melintang untuk saluran-saluran tanpa pasangan ini akan lebih kecil daripada
potongan melintang untuk saluran tanah dengan, kapasitas debit yang sama.
Ruas saluran pasangan direncana menurut kriteria angkutan sedimen, dan dengan
demikian mengikuti 1R konstan, kedalaman air untuk saluran pasangan sama
dengan kedalaman air saluran tanpa pasanganseperti yang dibicarakan dalam Bab
III. Lebar dasar lebih kecil daripada lebar dasar untuk saluran tanpa pasangan.
karena harga koefisien Strickler yang lebih tinggi pada saluran pasangan.
Untuk saluran pasangan, kemiringan talut bisa dibuat lebih curam. Untuk saluran
yang lebih kecil (h < 0,40 m) kemiringan talut dibuat vertikal.
Saluran-saluran besar mungkin juga mempunyai kemiringan talut yang tegak dan
direncanakan sebagai flum.
Untuk saluran yang lebih besar, kemiringan samping minimum 1:1 untuk h
sampai dengan 0,75 m. Untuk saluran yang lebih besar, harga-harga kemiringan
talut pada Tabel 4-3. dianjurkan pemakaiannya.

Tabel 4-3. Harga-Harga Kemiringan Talut untuk Saluran Pasangan


Jenis Tanah h < 0,75 m 0,75 m < h < 1,5 m
Lempung pasiran
Tanah pasiran kohesif 1,00 1,00
Tanah pasiran, lepas 1,00 1,25
Geluh pasiran, lempung berpori 1,00 1,50
Tanah gambut lunak 1,25 1,50
56Kriteria Perencanaan - Saluran

Khususnya saluran-saluran yang lebih besar, stabilitas talut yang diberi pasangan
harus diperiksa agar tidak terjadi gelincir dan sebagainya. Tekanan air dari belakang
pasangan merupakan faktor penting dalam keseimbangan ini.

4.3.4 Lengkung Saluran

Jari-jari minimum lengkung untuk saluran pasangan diambil tiga kali lebar
permukaan air. Jika dibutuhkan tikunganyang lebih tajam, maka mungkin diperlukan
kincir pengarah (guide vane) agar sebaran aliran di ujung tikungan itu lebih merata
Kehilangan tinggi energi tambahan juga harus diperhitungkan.

4.3.5 Tinggi Jagaan

Harga-harga minimum untuk tinggi jagaan adalah seperti yang disajikan pada Tabel
4-4. Harga-harga tersebut diambil dari USBR. Tabel ini juga menunjukkan tinggi
jagaan tanggul tanah yang sama dengan tanggul saluran tanah tanpa pasangan.

Tabel 4-4. Tinggi Jagaan untuk Saluran Pasangan


Debit Tanggul (F) Pasangan (F1)
m3/dt m m
< 0,5 0,40 0,20
0,5 – 1,5 0,50 0,20
1,5 – 5,0 0,60 0,25
0,5 – 10,0 0,75 0,30
10,0 – 15,0 0,85 0,40
> 15,0 1,00 0,50
Terowongan dan Saluran Tertutup 57

5. BAB V
TEROWONGAN DAN SALURAN TERTUTUP

5.1 Pemakaian

Pemakaian terowongan dianjurkan apabila trase saluran akan mengakibatkan


potongan melintang berada jauh di dalam galian.
Saluran tertutup (juga disebut saluran gali-timbun) merupakan pemecahan yang
dianjurkan pada bahan tanah dimana penggalian talut yang dalam sangat mungkin
menyebabkan terjadinya longsoran.
Saluran tertutup di sepanjang tepi sungai dengan tinggi muka air saluran dibawah
tinggi muka banjir sering dijumpai. Pembuang silang ke dalam saluran bawah tanah
mungkin juga membutuhkan sebuah saluran tertutup.
Kriteria-kriteria penting untuk terowongan dan saluran tertutup adalah:
1. Topografi.
2. Geologi
3. Kedalaman tanah
4. Kondisi air tanah.

5.1.1 Topografi

Trase saluran terpendek mungkin melintasi dataran/tanah tinggi atau, daerah berbukit-
bukit. Dalam hal ini akan dipertimbangkan penggalian yang dalam atau pembuatan
terowongan sebagai alternatif dari pembuatan trase yang panjang dengan tinggi muka
tanah yang lebih rendah. Biaya pembuatan saluran juga akan dibandingkan dengan
biaya per meter untuk pembuatan terowongan atau saluran tertutup.

5.1.2 Geologi

Tipe serta kualitas tanah dan batuan penutup mempengaruhi cara pelaksanaan dan
biayanya. Dibutuhkan keterangan mengenai tanah dan batuan pada trase yang
58 Kriteria Perencanaan - Saluran

dipertimbangkan, guna mengevaluasi alternatif perencanaan. Khususnya untuk


alternatif terowongan, perencanaan akan mencakup biaya/perbandingan berdasarkan
hasil-hasil penyelidikan geologi teknik pendahuluan. Langkah berikutnya yang harus
diambil adalah penyelidikan detail dan studi tentang alternatif yang dipilih.

5.1.3 Kedalaman Galian

Pada umumnya, galian sedalam 10 m akan mengacu pada dibuatnya terowongan


sebagai cara pemecahan paling efektif. Panjang total terowongan serta kondisi
geologi teknik dapat sedikit mempengaruhi angka penutup 10 m tersebut.

5.1.4 Kondisi Air Tanah

Aspek-aspek berikut harus diperhatikan kondisi air tanah :


 tekanan total di dalam trase akan memerlukan pasangan yang cukup kuat di
sepanjang bangunan dan hal ini secara langsung menambah biaya pelaksanaan.
 air yang membawa partikel-partikel tanah bisa mempersulit pelaksanaan
terowongan.
 aliran air di permukaan dapat mempersulit pelaksanaan penggalian dan
penimbunan saluran.

5.2 Bentuk-Bentuk dan Kriteria Hidrolis

5.2.1 Terowongan

5.2.1.1 Kondisi Aliran

Terowongan yang dipakai dalam jaringan irigasi akan direncana sebagai aliran bebas
(sebagian penuh). Perbedaan tinggi energi yang berlebihan pada as untuk
memperhitungkan tekanan terowongan jarang ada.
Terowongan dan Saluran Tertutup 59

5.2.1.2 Bentuk Potongan Melintang

Bentuk yang paling umum untuk sebuah terowongan aliran bebas adalah tipe tapal
kuda, portal bulat dan bulat (lihat Gambar 5-1).
Bentuk tapal kuda dan portal bulat tersebut memiliki karakteristik hidrolis yang bagus
untuk kondisi aliran bebas. Jagaan dapat diperoleh tanpa terlalu banyak kehilangan
luas potongan melintang, dan langit-langit yang bulat memberikan penyangga
bangunan.
Bentuk yang bulat lebih cocok untuk pipa tekan dimana tekanan dalam dan/atau luar,
tinggi. Sebagai terowongan aliran bebas, karakteristik hidrolisnya tidak sebaik bentuk
tapal kuda dan portal bulat. Akan tetapi, jika dijumpai adanya beban luar, maka
bentuk terowongan bulat dapat dipilih karena sifat-sifat bangunannya yang lebih baik.
Terowongan tradisional dengan bentuk segiempat tanpa lining/pasangan yang dibuat
masyarakat setempat, kurang dapat dipertanggungjawabkan dari sisi kualitas dan
keamanan bangunan. Semua pembuatan terowongan disyaratkan untuk diawasi oleh
tenaga ahli, memakai lining/pasangan, dan memakai perkuatan sementara atau tidak.
60 Kriteria Perencanaan - Saluran

Gambar 5-1.Bentuk-Bentuk Potongan Melintang Terowongan


Terowongan dan Saluran Tertutup 61

5.2.1.3 Ukuran Minimum

Untuk memungkinkan penggalian dan penempatan peralatan mekanis dalam


terowongan, diameternya tidak boleh kurang dari 1,8 - 2,0 m. Untuk saluran pipa
dengan debit rencana yang rendah hal ini menghasilkan potongan melintang yang
besar dan biaya pelaksanaan yang lebih tinggi. Jika terowongan itu pendek saja, maka
diameternya dapat dibuat lebih kecil sampai 0,70 m dengan menerapkan berbagai
teknik pelaksanaan.

5.2.1.4 Lengkungan

As terowongan biasanya dibuat mengikuti garis lurus untuk menghemat biaya


pelaksanaan. Jika harus dibuat lengkungan, maka radius horizontalnya harus
cukup besar untuk memungkinkan eksploitasi semua peralatan. Akan tetapi, jari-
jari minimum diambil tidak kurang dari 5 kali diameter terowongan, jika tidak
dipakai alat-alat khusus untuk membuat terowongan.

5.2.1.5 Penyangga dan Pasangan Terowongan

Biasanya sebuah terowongan memerlukan penyangga di bagian tertentu untuk


menahan dinding dan atapnya agar pasangan dapat dibuat. Penyangga busur
terowongan dengan rusuk baja dan kaki kayu sudah biasa dipakai. Pada batu yang
keras dan segar, penyangga tidak lagi diperlukan (lihat Gambar 5-2 Tipe A).
Pasangan terowongan memberikan permukaan hidrolis yang mulus dan kapasitas
debit yang lebih tinggi. Biasanya pasangan diperlukan untuk menyangga batu dan
untuk mencegah perembesan.
Terowongan dapat digolong-golongkan menjadi empat tipe seperti yang ditunjukkan
pada Tabel 5-1 dan Gambar 5-2.
62 Kriteria Perencanaan - Saluran

Tabel 5-1. Klasifikasi Tipe Terowongan

Tipe Terowongan Kondisi Geologi Tipe Penyangga Tipe Pasangan


A Batu candi yang Tanpa penyangga Beton siraman
segar dengan atau batu – batu (mortar atau
sedikit retakan pasangan beton
tanpa tulangan)

B Batu lapuk dengan Penyanggabaja Pasangan beton


sedikit retakan atau bentukbusur tanpa tulangan
tanah keras yang terowongan
sangat dipadatkan

C Batu lapuk, daerah Penyangga baja Pasangan beton


patahan dan tanah bentuk busur tanpa tulangan
keras

D Batu sangat lapuk, Penyangga baja Pasangan beton


tanah patah dan bentuk busur dengan atau tanpa
tanah lunak tulangan
Terowongan dan Saluran Tertutup 63

Gambar 5-2. Tipe-Tipe Potongan Melintang Terowongan


64 Kriteria Perencanaan - Saluran

Tipe A dapat dipakai untuk terowongan yang digali di dalam batuan terbaik tanpa
retakan, dan juga untuk terowongan-terowongan yang mampu berdiri cukup lama
untuk pemasangan penyangga tanpa mengendorkan batu besar yang bisa
menyebabkan keruntuhan bangunan. Pasangan yang diperlukan untuk tipe
terowongan pada umumnya ini adalah beton tumbuk.
Tipe B dapat dipakai untuk terowongan yang digali didalam batu dengan sedikit
retakan, dan juga untuk terowongan-terowongan yang tidak mampu berdiri cukup
lama untuk memungkinkan pemasangan penyangga dengan mengendorkan batu besar
dan bisa menyebabkan runtuhnya bangunan. Biasanya dibutuhkan penyangga baja
bentuk busur terowongan. Pasangannya adalah beton tumbuk.
Tipe C dipakai untuk terowongan yang digali di dalam tanah keras, batuan lapuk dan
daerah tanah patahan (fracture zones); membutuhkan pemasangan penyangga secara
cepat, segera setelah dilakukan peledakan.
Tipe D dipakai untuk terowongan yang digali di dalam batu yang sangat lapuk (lapuk
hingga lapisan yang dalam), daerah tanah pecahan dan patahan, serta tanah lunak
yang mengandung air tanah.
Untuk perencanaan pasangan harga-harga standar pada Tabel 5-2 dan Gambar 5-2
dapat diambil. Harga-harga tersebut disadur dari USBR. Pasangan akan direncanakan
sebagai bangunan guna menahan beban dalam dan luar, termasuk tekanan rembesan.

5.2.1.6 Peralihan

Pada bagian masuk (inlet) dan bagian keluar (outlet) terowongan, peralihan berguna
untuk memperkecil kehilangan tinggi energi. Biasanya peralihan terdiri dari dua
bagian:
a. dari potongan melintang saluran ke potongan segi empat terowongan
(pintu/portal terowongan).
b. dari potongan segi empat ke potongan terowongan
Terowongan dan Saluran Tertutup 65

Bagian a direncana seperti untuk peralihan boks gorong-gorong dan dibuat dari
pasangan batu. Bagian b merupakan peralihan tertutup dengan panjang yang sama
dengan diameter terowongan, minimum 2 m.

Tabel 5-2. Tabel Pasangan dari Beton dalam cm

Tipe Terowongan Busur dan Dinding Samping Bagian Bawah

A 1/20 D, min 15 cm 1/20 D, min 15 cm


B 1/20 D, min 20 cm 1/20 D, min 15 cm
C 1/15 D, min 20 cm 1/15 D, min 20 cm
D 1/12 D, min 20 cm 1/12 D, min 20 cm

D adalah diameter bagian dalam dari potongan terowongan, cm

5.2.1.7 Penutup Minimum

Kedalaman minimum penutup diperlukan untuk menjaga keamanan perencanaan dan


konstruksi bangunan terowongan. Kedalaman minimum penutup disajikan pada Tabel
5-3.

5.2.2 Saluran Tertutup

Apabila diperkirakan akan timbul terlalu banyak kesulitan perencanaan dan


konstruksi untuk menggunakan terowongan maka dapat dipertimbangkan pemakaian
saluran tertutup. Hal ini terutama karena lapisan tanah yang ada terlalu sedikit untuk
dibangun sebuah terowongan.
66 Kriteria Perencanaan - Saluran

Tabel 5-3. Kedalaman Minimum Penutup (m) pada Potongan Terowongan


Terowongan Terowongan
Uraian
Dalam Batu Dalam Tanah
(1) Potongan tanpa pasangan/ dengan 10 De’
pasangan atau lapisan beton min 30 m

(2) Potongan dengan pasangan beton 3 De’ 3 De’


tumbuh dengan penyangga baja min 6 m min 10 m
ringan

(3) Potongan dengan pasangan beton 2 De’ 3 De’


tumbuk dengan penyangga baja min 4 m min 6 m
berat

(4) Potongan dengan pasangan beton 1,0 De’ 1,5 De’


bertulang dengan penyangga baja min 2 m min 3 m
berat

De’ : Diameter potongan terowongan yang digali, m

Pertimbangan-pertimbangan perencanaan untuk saluran tertutup (atau saluran gali-


dan-timbun) sama dengan pertimbangan-pertimbangan untuk perencanaan
terowongan seperti yang telah dibahas dalam Subbab 5.2.1.

5.2.2.1 Kondisi Aliran

Aliran harus bebas.

5.2.2.2 Bentuk Potongan Melintang

Apabila tekanan tanah dan air di luar kecil, maka pada umumnya konstruksi akan
terdiri dari pasangan batu dengan atap dari beton bertulang. Untuk debit rencana yang
kecil dan luaspotongan melintang yang kecil pula, dapat dipertimbangkan
penggunaan pipa-pipa beton bulat.
Jika tekanan di luar kuat maka pipa dari beton bertulang akan lebih cocok. Untuk
debit kecil dan potongan-potongan melintang yang kecil diperlukan pipa bentuk bulat.
Terowongan dan Saluran Tertutup 67

Kecepatan aliran yang tinggi dan luas potongan melintang yang besar mungkin
memerlukan bentuk segi empat untuk pertimbangan-pertimbangan pelaksanaan.

5.2.2.3 Lengkung

Jari-jari horizontal dibuat lebar, biasanya untuk membatasi panjang dan penggalian
yang diperlukan. Jari-jari minimum adalah 5 kali tinggi saluran.

5.2.2.4 Ukuran Minimum

Karena dipakai metode pelaksanaan galian terbuka, maka ukuran minimum boleh
diambil 1,0 m dan 0,70 m untuk saluran pendek.

5.3 Perencanaan Hidrolis

5.3.1 Rumus Aliran

Untuk penghitungan aliran hidrolis di dalam terowongan atau saluran tertutup dipakai
rumus Strickler :
va = k R2/3 I1/2 ...................................................................................................................5-1

Dimana :
va = kecepatan aliran yang dipercepat didalam terowongan atau saluran tertutup,
m/dt
k = koefisien kekasaran Strickler, m1/3/dt
R = jari-jari hidrolis, m
I = garis kemiringan energi (kemiringan hidrolis)

5.3.2 Koefisien Kekasaran dan Kecepatan Maksimum

Koefisien kekasaran Strickler (k) dan kecepatan maksimum ditunjukkan pada Tabel
5-4. Harga-harga yang diberikan di sini sudah cukup lama digunakan konservatif,
untuk konstruksi-konstruksi besar boleh diambil harga-harga yang lebih tinggi
tergantung pada metode pelaksanaannya.
68 Kriteria Perencanaan - Saluran

Tabel 5-4. Harga-Harga Kecepatan Maksimum dan K (Strickler)


Bahan Konstruksi vmaks,m/dt k, m1/3/dt

Pasangan batu 2 60
Beton 3 70

5.3.3 Kemiringan Hidrolis

Biaya pembuatan terowongan agak mahal dan oleh karena itu, perlu berhemat dalam
membuat diameternya. Kemiringan hidrolis kemiringan terowongan dibuat curam jika
tinggi energi yang tersedia cukup. Kecepatan rencana yang dihasilkan tidak boleh
melampaui kecepatan maksimum dan tidak boleh dibawah kecepatan kritis dengan
0,75 kali kecepatan kritis sebagai harga praktis.
Konstruksi galian terbuka memperkecil potongan melintang saluran tertutup karena
tanah harus dipindahkan. Bagaimanapun juga luas potongan melintang yang kecil
tetap lebih murah daripada yang besar.

5.3.4 Tinggi Jagaan

Ditinjau dari segi hidrolika, tinggi jagaan sebuah terowongan 0,2 D dengan ukuran
minimum sekitar 0,5 m umumnya dapat diterima secara internasional. Ini akan
memberikan sekitar 10% kapasitas cadangan yang dinilai terlalu rendah untuk
ketidakpastian perencanaan di Indonesia pada umumnya. Oleh karena itu dipakai
tinggi jagaan 0,25 D yang berarti menambah kapasitas cadangan sampai kurang lebih
15 % dari debit rencana untuk terowongan bentuk tapal kuda.
Untuk saluran terhadap segi empat, tinggi jagaan akan diambil pada 0,2 H. H adalah
tinggi bagian dalam saluran.
Agar benda-benda terapung dapat melewati terowongan dan saluran tertutup, maka
tinggi minimum jagaannya diambil sama dengan tinggi jagaan saluran terbuka.
Terowongan dan Saluran Tertutup 69

5.3.5 PerencanaanPotongan Melintang

Untuk perencanaan potongan melintang berbentuk tapal kuda dan lingkaran dapat
dipakai Tabel A.3.4 dan A.3.5 Lampiran 3. Dimensi potongan melintang dan
kehilangan tinggi energi (kemiringan hidrolis I) dapat dievaluasi dengan
menggunakan tabel-tabel ini setelah dipilih va dan k seperti yang telah dibicarakan
diatas.
Untuk potongan-potongan segi empat evaluasi kehilangan tinggi energi dan potongan
melintang dilakukan langsung dengan menggunakan rumus Strickler. Lebar potongan
melintang dibagi tinggi akan berkisar antara 1 dan 2.

5.3.6 Kehilangan Total Tinggi Energi

Kehilangan total tinggi energi di terowongan atau saluran tertutup adalah :


H= Hmasuk + Hfr + HB + Hkeluar ........................................................................5-2

dimana :
Hmasuk, Hkeluar = kehilangan tinggi energi masuk dan keluar, m
Hfr = kehilangan tinggi energi akibat gesekan disepanjangpipa, m
HB = kehilangan tinggi energi pada tikungan, m
Kehilangan tinggi energi masuk dan keluar dinyatakan dengan rumus berikut :

Hmasuk:  masuk =
( )
................................................................................................. 5-3

Hkeluar :  keluar =
( )
................................................................................................. 5-4

dimana :
Hmasuk, Hkeluar = kehilangan tinggi energi masuk dan keluar, m
masuk, keluar = koefisien kehilangan tinggi energi masuk dan keluar

va = kecepatan rata-rata yang dipercepat dalam bangunan, m/dt


70 Kriteria Perencanaan - Saluran

v = kecepatan rata-rata di bagian hulu atau hilir, m/dt


Gambar 5-3. menyajikan harga-harga koefisien untuk berbagai peralihan dari
potongan saluran terbuka sampai potongan saluran tertutup. Luas potongan melintang
basah dalam peralihan tertutup diambil sama dengan luas potongan melintang saluran
tertutup. Oleh karena itu kehilangan tinggi energi di dalam saluran tertutup adalah
sama dengan kehilangan akibat gesekan bisa dalam saluran tertutup.

5.3.7 Kehilangan Tinggi Energi pada Siku dan Tikungan Saluran


Tertutup

Perubahan arah aliran dan sebaran kecepatannya memerlukan kehilangan air


ekstra. Kehilangan tinggi energi pada siku dan tikungan dapat dinyatakan
sebagai:

HB= Kb ....................................................................................... 5-5


Kb adalah koefisien kehilangan tinggi energi untuk siku dan tikungan saluran
tertutup.
Harga-harga siku Kb disajikan pada Tabel 5-5.
Biasanya saluran pipa direncana dengan kurvahorizontal yang cukup besar yang dapat
memperbaiki pembagian kecepatan pada tikungan dan mengurangi kehilangan pada
tikungan tersebut. Gambar 5-4. menyajikan harga-harga Kb untuk saluran tertutup
yang berdiameter besar menurut USBR.

Tabel 5-5. Harga-Harga Kb untuk Siku

Sudut derajat 5° 10° 15° 22,5° 30° 45° 60° 70° 90°
Profil bulat 0,02 0,03 0,04 0,05 0,11 0,24 0,47 0,80 1,10
Profil segi empat 0,02 0,04 0,05 0,06 0,14 0,30 0,60 1,00 1,40
Terowongan dan Saluran Tertutup 71

Persamaan
Pipa gorong-gorong
sampai ke peralihan 5.3 5.4
samping saluran  masuk keluar
I 0,50 1,00

Pipa gorong-
Dianjurkan

gorong sampai di
dinding hulu
melalui saluran
II 0,50 1,00
Peralihan punggung
patah dengan sudut
pelebaran 1:1 atau 1:2

III 0,30 0,60


Dinding hulu
Dianjurkan

dengan
peralihan yang
dibulatkan
dengan jari-jari
lebih dari 0,1 y
IV 0,25 0,50
Peralihan
Dianjurkan

punggung
patah dengan
sudut
pelebaran
sekitar 1:5 V 0,20 0,40
Peralihan berangsur
antara potongan
melintang segiempat
dan trapesium

VI 0,10 0,20

Gambar 5-3. Harga-Harga Koefisien Kehilangan Tinggi Energi Masuk dan Keluar
72 Kriteria Perencanaan - Saluran

0.5 1.2

b
koefisien kehilangan di tikungan K
1.0
0.4
Rb 0.8
D
0.3
0.6

faktor koreksi
0.2
0.4

0.1
0.2
0.07

0 0
0 2 4 6 8 10 0 20 40
Perbandingan Rb/D sudut tiku

Gambar 5-4. Harga-Harga Kb untuk Tikungan 900 pada Saluran Tertutup (USBR)

1.2

1.0

Rb 0.8

0.6
faktor koreksi


0.4

0.2
0.07

0
6 8 10 0 20 40 60 80 100 120
n Rb/D sudut tikungan dalam derajat

Gambar 5-5.Faktor Koreksi untuk Koefisien Kehilangan di Tikungan pada Saluran Tertutup
PerencanaanSaluranPembuang73

6. BAB VI
PERENCANAAN SALURAN PEMBUANG

6.1 Data Topografi

Data–data topografi yang diperlukan untuk perencanaan saluran pembuangan adalah:


(a) Peta topografi dengan jaringan irigasi dan pembuang dengan skala 1:25.000 dan
1:5.000
(b) Peta trase saluran dengan skala 1:2.000;dilengkapi dengan garis-garis ketinggian
setiap interval 0,5 m untuk daerah datar atau 1,0 m untuk daerah berbukit-bukit
(c) Profil memanjang dengan skala horizontal 1:2.000; dan skala vertikal 1:200 (atau
1 : 100 untuk saluran yang lebih kecil, jika diperlukan)
(d) Potongan melintang dengan skala 1:200 (atau 1:100 untuk saluran yang lebih
kecil jika diperlukan) dengan interval garis kontur 50 m untuk potongan lurus dan
25 m untuk potongan melengkung
Penggunaan peta foto udara dan ortofoto yang dilengkapi dengan garis-garis
ketinggian sangat penting artinya, khususnya untuk perencanaan tata letak.
Perkembangan teknologi foto citra satelit kedepan dapat dipakai dan dimanfaatkan
untuk melengkapi dan mempercepat proses perencanaan jaringan irigasi. Kombinasi
antara informasi pengukuran teristris dan foto citra satelit akan dapat bersinergi dan
saling melengkapi.
Kelebihan foto citra satelit dapat diperoleh secara luas dan beberapa jenis foto landsat
mempunyai karakteristik khusus yang berbeda, sehingga banyak informasi lain yang
dapat diperoleh antara lain dengan program/software yang dapat memproses garis
kontur secara digital.
Foto-foto satelit ini dipakai untuk studi awal, studi identifikasi dan studi pengenalan,
sedangkan pengukuran teristris untuk perencanaan pendahuluan dan perencanaan
detail.
74 Kriteria Perencanaan - Saluran

Kelemahan foto citra satelit tidak stereometris sehingga aspek beda tinggi kurang
dapat diperoleh informasi detailnya tidak seperti pengukuran teristris, sedangkan
dalam perencanaan irigasi presisi dalam pengukuran beda tinggi sangat penting.
Meskipun demikian banyak informasi lain yang dapat dipakai sebagai pelengkap
perencanaan jaringan irigasi antara lain sebagai cross check untuk perencanaan
jaringan irigasi.

6.2 Data Rencana

6.2.1 Jaringan Pembuang

Pada umumnya jaringan pembuang direncanakan untuk mengalirkan kelebihan air


secara gravitasi. Pembuangan kelebihan air dengan pompa biasanya tidak layak dari
segi ekonomi.
Daerah-daerah irigasi dilengkapi dengan bangunan-bangunan pengendali banjir
disepanjang sungai untuk mencegah masuknya air banjir kedalam sawah-sawah
irigasi.
Kriteria perencanaan ini membahas jaringan pembuang yang cocok untuk pembuang
air sawah-sawah irigasi yang tanamannya padi. Pembuangan untuk tanaman-tanaman
lain dilakukan dengan sarana-sarana khusus didalam petak tersier. Misalnya, jika
tanaman-tanaman ladang dipertimbangkan, maka metode–metode penyiapan lahan
pada punggung medan dapat diterapkan.
Jika tanaman-tanaman selain padi akan ditanam secara besar-besaran, maka
sebaiknya dipikirkan untuk membuat jaringan pembuang seperti yang dipakai
tanaman padi.
Pembuangan air didaerah datar (misalnya dekat laut) dan daerah pasang surut yang
dipengaruhi oleh muka air laut, sangat bergantung kepada muka air sungai saluran
yang menampung air buangan ini,muka air ini memegang peranan penting dalam
perencanaan kapasitas saluran pembuang maupun dalam perencanaan bangunan-
bangunan khusus dilokasi ujung (muara) saluran pembuang bangunan yang dimaksud
PerencanaanSaluranPembuang75

misalnya pintu otomatis yang tertutup selama muka airsungai naik mencegah agar air
sungai tidak masuk lagi ke saluran pembuang.
Di daerah-daerah yang diairi secara irigasi teknis, jaringan pembuang mempunyai dua
fungsi:
a. Sebagai pembuang intern untuk mengalirkan kelebihan air dari sawah untuk
mencegah terjadinya genangan dan kerusakan tanaman atau untuk mengatur
banyaknya air tanah sesuai dengan yang dibutuhkan oleh tanaman.
b. Pembuang ekstern untuk mengalirkan air dari daerah luar irigasi yang mengalir
melalui daerah irigasi.
Dalam hal pembuang intern, kelebihan air ditampung di dalam saluran pembuang
kuarter dan tersier yang akan mengalirkannya ke dalam jaringan pembuang utama
dari saluran pembuang sekunder dan primer.
Aliran buangan dari luar daerah irigasi biasanya memasuki daerah proyek irigasi
melalui saluran-saluran pembuang alamiah yang akan merupakan bagian dari jaringan
pembuang utama di dalam proyek tersebut.

6.2.2 Kebutuhan Pembuang untuk Tanaman Padi

Kelebihan air di dalam petak tersier bisa disebabkan oleh:


1) Hujan lebat;
2) Melimpahnya air irigasi atau buangan yang berlebihan dari jaringan primer atau
sekunder ke daerah itu;
3) Rembesan atau limpahan kelebihan air irigasi di dalam petak tersier.
Kapasitas jaringan pembuang yang dapat dibenarkan secara ekonomi di dalam petak
tersier tergantung kepada perbandingan berkurangnya hasil panenan yang diharapkan
akibat terdapatnya air yang berlebihan, serta biaya pelaksanaan dan pemeliharaan
saluran pembuang tersebut dengan bangunan-bangunannya. Apabila kapasitas
jaringan pembuang di suatu daerah kurang memadai untuk mengalirkan semua
kelebihan air, maka air akan terkumpul di sawah-sawah yang lebih rendah. Muka air
76 Kriteria Perencanaan - Saluran

di dalam cekungan/daerah depresi akan melonjak untuk sementara waktu, merusak


tanaman, saluran serta bangunan.
Biasanya tanaman padi tumbuh dalam keadaan "tergenang" dan dengan demikian,
dapat saja bertahan dengan sedikit kelebihan air. Untuk varietas unggul, tinggi air 10
cm dianggap cukup dengan tinggi muka air antara 5 sampai 15 cm dapat diizinkan.
Kedalaman air yang lebih dari 15 cm harus dihindari, karena air yang lebih dalam
untuk jangka waktu yang lama akan mengurangi hasil panen varietas lokal unggul
dan khususnya varietas biasa (tradisional) kurang sensitif demikian juga tinggi air
yang melebihi 20 cm tetap harus di hindari. Besar kecilnya penurunan hasil panen
yang diakibatkan oleh air berlebihan bergantung kepada:
1) Dalamnya lapisan air yang berlebihan
2) Berapa lama genangan yang berlebihan itu berlangsung
3) Tahapan pertumbuhan tanaman, dan
4) Varietas padi.
Tahap-tahap pertumbuhan padi yang paling peka terhadap banyaknya yang berlebihan
adalah selama transplantasi (pemindahan bibit ke sawah persemaian dan permulaan
masa berbunga). Periode merosotnya panenan secara tajam akan terjadi apabila
dalamnya lapisan air di sawah melebihi separuh dari tinggi tanaman padi selama tiga
hari atau lebih.Jika tanaman padi tergenang air sedalam lebih dari 20 cm selama
jangka waktu lebih dari 3 hari maka hampir dapat dipastikan bahwa tidak akan ada
panenan.
Dalam budidaya padi metode SRI, genangan air pada saat-saat tertentu disarankan
untuk dibuang secepatnya dalam rangka memberi kesempatan aerasi akar tanaman,
tanpa mengakibatkan stress tanaman.
Jumlah kelebihan air yang harus dikeringkan per petak disebut modulus pembuang
atau koefisien pembuang dan ini bergantung pada:
1) Curah hujan selama periode tertentu
2) Pemberian air irigasi pada waktu itu
3) Kebutuhan air tanaman
PerencanaanSaluranPembuang77

4) Perkolasi tanah
5) Tampungan di sawah-sawah selama atau pada akhir periode yang bersangkutan
6) Luasnya daerah
7) Sumber-sumber kelebihan air yang lain.
Pembuang permukaan untuk petak dinyatakan sebagai:
D(n) = R(n)T + n (I – ET – P) –S ........................................................................ 6-1
dimana :
n = jumlah hari berturut-turut
D(n) = limpasan pembuang permukaan selama n hari, mm
R(n)T = curah bujan dalam n hari berturut-turut dengan periode ulang T tahun,mm
I = pemberian air irigasi, mm/hari
ET = evapotranspirasi, mm/hari
P = perkolasi, mm/hari
S = tampungan tambahan, mm.
Untuk penghitungan modulus pembuangan, komponennya dapat diambil sebagai
berikut:
a. Dataran Rendah
- Pemberian air irigasi I sama dengan nol jika irigasi di hentikan atau
- Pemberian air irigasi I sama dengan evapotranspirasi ET jika irigasi
diteruskan
- Kadang-kadang pemberian air irigasi dihentikan di dalam petak tersier, tetapi
air dari jaringan irigasi utama dialirkan kedalam jaringan pembuang
- Tampungan tambahan disawah pada 150 mm lapisan air maksimum,
tampungan tambahan S pada akhir hari-hari berturutan n diambil maksimum
50 mm
- Perkolasi P sama dengan nol
78 Kriteria Perencanaan - Saluran

b. Daerah Terjal
Seperti untuk kondisi dataran rendah tetapi dengan perkolasi P sama dengan 3
mm/ hari.
Untuk modulus pembuang rencana dipilih curah hujan 3 hari dengan periode
ulang 5 tahun. Kemudian modulus pembuang tersebut adalah:
( )
............................................................................................................ 6-2

dimana :
Dm = modulus pembuang, ltr/dt. ha
D(3) = limpasan pembuang permukaan selama 3 hari, mm
1 mm/ hari = 1/8,64 ltr/dt.ha
Dalam Gambar 6-1,persamaan diatas disajikan dalam bentuk grafik sebagai
contoh. Dengan menganggap harga-harga untuk R, ET, I dan S, modulus
pembuang dapat dihitung.

Gambar 6-1. Contoh Perhitungan Modulus Pembuang


PerencanaanSaluranPembuang79

Untuk daerah-daerah sampai seluas 400 ha pembuang air per petak di ambil
konstan. Jika daerah-daerah yang akan dibuang airnya yang lebih besar akibat
menurunnya curah hujan (pusat curah hujan sampai daerah curah hujan) dan
dengan demikian tampungan sementara yang relatif lebih besar, maka dipakai
harga pembuang yang lebih kecil per petak; lihat Gambar 6-2.).
Debit pembuang rencana dari sawah dihitung sebagai berikut:
Qd= 1,62 Dm A0,92 .........................................................................................6-3
dimana :
Qd = debit pembuang rencana, l/dt
Dm = modulus pembuang, l/dt.ha
A = luar daerah yang dibuang airnya, ha
Faktor pengurangan luas yang dibuang airnya 1,62 A0,92 diambil dari Gambar 6-2
yang digunakan untuk daerah tanaman padi di Jawa dan juga dapat digunakan di
seluruh Indonesia.

1.00
faktor pengurangan

0.90

0.80

0.70
120 200 3 4 5 6 1000 2 3 4 5 6 10.000 2
luas pembuangan dalam ha

Gambar 6-2. Faktor Pengurangan Luar Areal yang Dibuang Airnya


80 Kriteria Perencanaan - Saluran

c. Daerah Kering
Pada daerah kering dengan ketersediaan air terbatas maka dapat diterapkan budaya
tanam padi dengan pola intensif atau pola kering yaitu sistem SRI, dimana tidak
dilakukan penggenangan air pada kisaran 5 sampai 15 cm. Hal ini menyebabkan
petani akan membuka galengan selama musim hujan. Oleh sebab itu akan
menyebabkan drainage modul mempunyai nilai lebih besar sehingga diperlukan
penelitian lebih lanjut. Dimensi saluran pembuang pada cara ini diduga lebih besar
dari pada dimensi saluran pembuang cara konvensional/biasa.

6.2.3 Kebutuhan Pembuang untuk Sawah Non Padi

Untuk pembuang sawah yang ditanami selain padi, ada beberapa daerah yang perlu
diperhatikan yakni:
- Daerah-daerah aliran sungai yang berhutan
- Daerah-daerah dengan tanaman-tanaman ladang (daerah-daerah terjal)
- Daerah-daerah permukiman
Dalam merencanakan saluran-saluran pembuang untuk daerah-daerah dimana padi
tidak ditanam, ada dua macam debit yang perlu dipertimbangkan, yaitu :
- debit puncak maksimum dalam jangka waktu pendek dan
- debit rencana yang dipakai untuk perencanaan saluran
a. Debit Puncak
Debit puncak untuk daerah-daerah yang dibuang airnya sampai seluas 100 km2
dihitung dengan rumus “Der Weduwen”, yang didasarkan pada pengalaman mengenai
sungai-sungai di Jawa; rumus-rumus lain bisa digunakan juga.
Rumus tersebut adalah :
Qd =  q A .................................................................................................................. 6-4
dimana :
Qd = debit puncak, m3/dt
 = koefisien limpasan air hujan (run off)
 = koefisien pengurangan luas daerah hujan
PerencanaanSaluranPembuang81

q = curah hujan, m3/dt. km2


A = luas aeral yang dibuang airnya, km2
Lampiran 3 menyajikan cara pemecahan secara grafis untuk rumus Der Weduwen
bagi daerah yang besar curah hujan seharinya R(1) 240 mm/hari. I adalah kemiringan
rata- rata saluran pembuang.
Untuk harga-harga R(1) yang bukan 240 mm/hari rumus Der Weduwen tersebut
sebaiknya dipecahkan secara terpisah. Untuk penjelasan lebih lanjut, lihat Bagian KP
– 01 Perencanaan Jaringan Irigasi, Lampiran 1.
Rumus-rumus lain juga bisa digunakan mengacu pada SNI tentang Perhitungan Debit
Banjir dan penjelasannya dapat dilihat pada KP-01 Lampiran 1.
Air buangan dari daerah-daerah kampung ke jaringan pembuang bisa sangat tinggi,
karena tampungan dan laju perkolasi yang terbatas.
b. Debit Rencana
Debit rencana didefinisikan sebagai volume limpasan air hujan dalam waktu sehari
dari suatu daerah yang akan dibuang airnya yang disebabkan oleh curah hujan sehari
di daerah tersebut.Air hujan yang tidak tertahan atau merembes dalam waktu satu
hari, diandaikan mengalir dalamwaktu satu hari, diandaikan mengalir dalam waktu
satu hari itu juga, ini menghasilkan debit rencana yang konstan dihitung sebagai
berikut (USBR, 1973)
Qd= 0,116  R (1)5 A0,92 ...................................................................................... 6-5
dimana :
Qd = debit rencana, 1/dt
 = koefisien limpasan air hujan (lihat Tabel 6-1)
R (1)5 = curah hujan sehari, m dengan kemungkinan terpenuhi 20%
A = luas daerah yang dibuang airnya, ha
Untuk menentukan harga koefisien limpasan air hujan, akan dipakai hasil-hasil
"metode kurve bilangan" dari US Soil Conservation Service. Untuk uraian lebih
lanjut, baca USBR Design of Small Dams.
82 Kriteria Perencanaan - Saluran

Tabel 6-1. Harga-Harga Koefisien Limpasan Air Hujan untuk Perhitungan Qd


Kelompok Hidrologis Tanah
Penutup Tanah
C D
Hutan lebat 0,60 0,70
Hutan tidak lebat 0,65 0,75
Tanaman ladang (daerah terjal) 0,75 0,80

Penjelasan mengenai kelompok hidrologis tanah adalah sebagai berikut:


a. Kelompok C: Tanah yang mempunyai laju infiltrasi rendah (1 – 4 mm/jam)
apabila dalam keadaan jenuh samasekali dan terutama terdiri dari tanah dengan
lapisan yang menahan gerak turun air, atau tanah dengan tekstur agak halus
sampai halus. Tanah-tanah ini memiliki laju penyebaran (transmisi) air yang
rendah.
b. Kelompok D: (potensi limpasan tinggi) Tanah yang mempunyai laju infiltrasi
amat rendah (0 – 1 mm/jam) apabila dalam keadaan jenuh sama sekali dan
terutama terdiri dari tanah lempung dengan potensi mengembang yang tinggi,
tanah dengan muka air tanah tinggi yang permanent, tanah dengan lapisan liat di
atau di dekat permukaan, dan tanah dangkal pada bahan yang hampir kedap air.
Tanah-tanah ini memiliki laju penyebaran air yang lamban.

6.2.4 Debit Pembuang

Debit rencana akan dipakai untuk merencanakan kapasitas saluran pembuang dan
tinggi muka air. Debit pembuang terdiri dari air buangan dari :
- sawah, seperti dalam Subbab 6.2.2 atau dari
- tempat-tempat lain di luar sawah. seperti dalam Subbab 6.2.3
Jaringan pembuang akan direncanakan untuk mengalirkan debit pembuang rencana
dari daerah-daerah sawah dan non sawah di dalam maupun di luar (pembuang silang).
Muka air yang dihasilkan tidak boleh menghalangi pembuangan air dari sawah-sawah
di daerah irigasi.
Debit puncak akan dipakai untuk menghitung muka air tertinggi jaringan pembuang.
Muka air tertinggi ini akan digunakan untuk merencanakan sarana pengendalian
PerencanaanSaluranPembuang83

banjir dan bangunan. Selama terjadi debit puncak terhalangnya pembuangan air dari
sawah dapat diterima. Tinggi muka air puncak sering melebihi tinggi muka tanah,
dalam hal ini sarana-sarana pengendali banjir akan dibuat di sepanjang saluran
pembuang, dimana tidak boleh terjadi penggenangan.
Periode ulang untuk debit puncak dan debit rencana berbeda untuk debit puncak,
periode ulang dipilih sebagai berikut :
- 5 tahun untuk saluran pembuang kecil di daerah irigasi atau
- 25 tahun atau lebih, bergantung pada apa yang akan dilindungi, untuk sungai
periode ulangnya diambil sama dengan saluran pembuang yang besar.
Periode ulang debit rencana diambil 5 tahun.
Perlu dicatat bahwa debit puncak yang sudah dihitung bisa dikurangi dengan cara
menampung debit puncak tersebut. Tampungan dapat dibuat didalam atau di luar
daerah irigasi.
Misalnya ditempat dimana pembuang silang memasuki daerah irigasi melalui gorong-
gorong yang disebelah hulunya boleh terdapat sedikit genangan. Didalam jaringan
irigasi tampungan dalam jaringan saluran dan daerah cekungan akan dapat meratakan
debit puncak di bagian hilir. Debit puncak juga akan dikurangi dengan cara
membiarkan penggenangan terbatas (untuk jangka waktu yang pendek) didalam
daerah irigasi. Akan tetapi, penggenangan terbatas mungkin tidak dapat diterima.
Pada pertemuan dua saluran pembuang dimana dua debit puncak bertemu, debit
puncak yang tergabung dihitung sebagai berikut :
1. Apabila dua daerah yang akan dibuang airnya kurang lebih sama luasnya (40
sampai 50% dari luas total), debit puncak dihitung sebagai 0,8 kali jumlah kedua
debit puncak.
2. Jika daerah yang satu jauh lebih kecil dari daerah yang satunya lagi (kurang 20%
dari luas keseluruhan), maka gabungan kedua debit puncak dihitung sebagai
daerah total.
3. Bila %tase itu berkisar antara 20 dan 40% maka gabungan kedua debit puncak
dihitung dengan interpolasi antara harga-harga dari no.1 dan 2 diatas.
84 Kriteria Perencanaan - Saluran

Untuk menghitung debit rencana pada pertemuan dua saluran pembuang, debit
rencana yang tergabung dihitung sebagai jumlah debit rencana dari kedua saluran
pembuang hulu.
Pada pertemuan saluran pembuang dari daerah irigasi dengan saluran pembuang dari
luar daerah irigasi dapat didekati dengan memakai koefisien seperti pada kriteria
perencanaan pertemuan dua saluran pembuang intern dengan jalan :
1. Dihitung lebih dahulu besarnya debit aliran dari daerah irigasi
2. Dihitung debit aliran pembuang luar dengan mempertimbangkan jarak atau
panjang saluran, kemiringan, luas daerah pengaliran, lengkung intensitas hujan
3. Besaran koefisien yang dipakai sebagai perbandingan adalah besar debit sebagai
pengganti perbandingan luas dari daerah pembuangan.
Besarnya koefisien yang dipakai pada pertemuan aliran internal dan aliran external,
tergantung perbandingan besar debit aliran yaitu :
- Jika selisih perbandingan besar debit antara 0,40 - 0,50 dari jumlah debit maka
dipakai koefisien 0,8.
- Jika perbandingan besar debit kurang dari 0,20 dari jumlah debit maka debit di
hilir adalah jumlah dari kedua debit.
- Jika perbandingan besar debit antara 0,20 – 0,40 dari jumlah debit maka
dihitung dengan cara interpolasi.
Perhitungan debit pembuang/drainase dapat dihitung dengan tata cara perhitungan
debit dalam SNI. Salah satu cara yang sering dipakai adalah dengan cara Rasional,
metode/cara ini merupakan metode lama yang masih digunakan untuk
memperkirakan debit aliran daerah dengan luasan kecil, umumnya kurang dari 500ha.
Asumsi dasar metode ini antara lain, puncak limpasan terjadi pada saat seluruh daerah
ikut melimpas, yang merupakan fungsi dari intensitas hujan yang durasinya sama
dengan waktu konsentrasi. Intensitas hujan diasumsikan tetap dan seragam di seluruh
daerah.
PerencanaanSaluranPembuang85

6.3 Data Mekanika Tanah

Masalah utama dalam perencanaan saluran pembuang adalah ketahanan bahan saluran
terhadap erosi dan stabilitas talut.
Data- data yang diperlukan untuk tujuan ini mirip dengan data-data yang dibutuhkan
untuk perencanaan saluran irigasi.
Pada umumnya data yang diperoleh dari penelitian tanah pertanian akan memberikan
petunjuk/ indikasi yang baik mengenai sifat-sifat mekanika tanah yang akan dipakai
untuk trase saluran pembuang.
Karena trase tersebut biasanya terletak di cekungan (daerah depresi) tanah cenderung
untuk menunjukkan sedikit variasi. Dalam banyak hal, uji lapisan dan batas cair
(liquid limit) pada interval 0,5 km akan memberikan cukup informasi mengenai
klasifikasi seperti dalam Unified Soil Classification System (lihat Tabel 2-4.). Apabila
dalam pengujian tersebut sifat-sifat tanah menunjukkan banyak variasi, maka interval
tersebut harus dikurangi.
86 Kriteria Perencanaan - Saluran
Rencana Saluran Pembuang 87

7. BAB VII
RENCANA SALURAN PEMBUANG

7.1 Perencanaan Saluran Pembuang yang Stabil

Perencanaan saluran pembuang harus memberikan pertimbangan biaya pelaksanaan


dan pemeliharaan yang terendah. Ruas-ruas harus stabil terhadap erosi dan
sedimentasi minimal pada setiap potongan melintang dan seimbang.
Dengan adanya saluran pembuang, air dari persawahan menjadi lebih bersih dari
sedimen. Erosi di saluran pembuang akan merupakan kriteria yang menentukan.
Kecepatan rencana hendaknya tidak melebihi kecepatan maksimum yang diizinkan.
Kecepatan maksimum yang diizinkan bergantung kepada bahan tanah serta
kondisinya.
Saluran pembuang direncana di tempat-tempat terendah dan melalui daerah-daerah
depresi. Kemiringan alamiah tanah dalam trase ini menentukan kemiringan
memanjang saluran pembuang tersebut.
Apabila kemiringan dasar terlalu curam dan kecepatan maksimum yang diizinkan
akan terlampaui, maka harus dibuat bangunan pengatur (terjun).
Kecepatan rencana sebaiknya diambil sama atau mendekati kecepatan maksimum
yang diizinkan, karena debit rencana atau debit puncak tidak sering terjadi, debit dan
kecepatan aliran pembuang akan lebih rendah dibawah kondisi eksploitasi rata-rata.
Khususnya dengan debit pembuang yang rendah, aliran akan cenderung berkelok –
kelok (meander) bila dasar saluran dibuat lebar. Oleh karena itu, biasanya saluran
pembuang direncana relatif sempit dan dalam. Variasi tinggi air dengan debit yang
berubah – ubah biasanya tidak mempunyai arti penting. Potongan – potongan yang
dalam akan memberikan pemecahan yang lebih ekonomis.
Kemiringan dasar saluran pembuang biasanya mengecil di sebelah hilir sedangkan
debit rencana bertambah besar. Parameter angkutan sedimen relatif IR dalam
prakteknya akan menurun di sebelah hilir akibat akar R kuadrat. Sejauh berkenaan
88 Kriteria Perencanaan - Saluran

dengan air buangan yang relatif bersih dari sawah, hal ini tidak akan merupakan
masalah yang berarti. Keadaan ini harus dihindari apabila air buangan yang
bersedimen harus dialirkan.
Bila saluran air alamiah digunakan sebagai saluran pembuang, maka umumnya akan
lebih baik untuk tidak mengubah trasenya karena saluran alamiah ini sudah
menyesuaikan potongan melintang dan kemiringannya dengan alirannya sendiri.
Dasar dan talutnya mempunyai daya tahan yang lebih tinggi terhadap kikisan jika
dibandingkan dengan saluran pembuang yang baru dibangun dengan kemiringan talut
yang sama.
Pemantapan saluran air dan sungai alamiah untuk menambah kapasitas pembuang
sering terbatas pada konstruksi tanggul banjir dan sodetan dari lengkung meander.
Air dari saluran pembuang mempunyai pengaruh negatif pada muka air tanah atau
pada air yang masuk dari laut dan sebagainya. Oleh sebab itu perencana harus
mempertimbangkan faktor tersebut dengan hati-hati guna memperkecil dampak yang
mungkin timbul.

7.2 Rumus dan Kriteria Hidrolis

7.2.1 Rumus Aliran

Untuk perencanaan potongan saluran pembuang, aliran dianggap sebagai aliran tetap
dan untuk itu diterapkan rumus Strickler (Manning) lihat juga Subbab 3.2.1.
v = k R2/3 I1/2 ...................................................................................................................7-1
dimana :
v = kecepatan aliran, m/dt
k = koefisien kekasaran Strickler, m1/3/dt
R = jari-jari hidrolis, m
I = kemiringan energi

7.2.2 Koefisien Kekasaran Strickler

Koefisien Strickler(k) bergantung kepada sejumlah faktor, yakni:


Rencana Saluran Pembuang 89

- Kekasaran dasar dan talut saluran


- Lebatnya vegetasi
- Panjang batang vegetasi
- Ketidakteraturan dan trase, dan
- Jari-jari hidrolis dan dalamnya saluran.
Karena saluran pembuang tidak selalu terisi air, vegetasi akan mudah sekali tumbuh
disitu dan banyak mengurangi harga k. Penyiangan yang teratur akan memperkecil
harga pengurangan ini. Harga-harga k pada Tabel 7-1. yang dipakai untuk
merencanakan saluran pembuang, mengandaikan bahwa vegetasi dipotong secara
teratur.
Tabel 7-1. Koefisien Kekasaran Strickler untuk Saluran Pembuang
Jaringan Pembuang Utama k m1/3/dt
h1)> 1,5 m 30
h  1,5 m 25

Untuk saluran-saluran alamiah tidak ada harga umum k yang dapat diberikan. Cara
terbaik untuk memperkirakan harga itu ialah membandingkan saluran-saluran alamiah
tersebut dengan harga-harga k dijelaskan didalam keputusan yang relevan (sebagai
contoh, lihat Ven Te Chow ,1985).

7.2.3 Kecepatan Maksimum yang Diizinkan

Penentuan kecepatan maksimum yang di izinkan untuk saluran pembuang dengan


bahan kohesif mirip dengan yang diambil untuk saluran irigasi;
Lihat subbab 3.2.4.
vmaks= vbx A x B x C x D ......................................................................................... 7-2
Faktor D ditambahkan apabila dipakai banjir rencana dengan periode ulang yang
tinggi.Dianggap bahwa kelangkaan terjadinya banjir dengan periode ulang diatas 10

1)
h = kedalaman air di saluran pembuang, m.
90 Kriteria Perencanaan - Saluran

tahun menyebabkan terjadinya sedikit kerusakan akibat erosi. Ini dinyatakan dengan
menerima v maks yang lebih tinggi untuk keadaan semacam ini; lihat Gambar 7-1 untuk

harga-harga D. D sama dengan 1 untuk priode ulang dibawah 10 tahun.

1.7

1.6

1.5

1.4
faktor koreksi D

1.3

1.2

1.1

1.0
10 15 20 25 30 40 50 60 70 80 90 100
periode ulang dalam tahun

Gambar 7-1. Koefesien Koreksi untuk Berbagai Periode Ulang D

Untuk jaringan pembuangan intern, air akan dihitung sebagai bebas sedimen. Untuk
aliran pembuang silang, asal air harus diperiksa. Jika air itu berasal dari daerah-
daerah yang berpembuang alamiah, maka konsentrasi sedimen dapat diambil 3.000
ppm. Air dihitung sebagai bebas sedimen, apabila air pembuang silang berasal dari
daerah persawahan.
Untuk konstruksi pada tanah-tanah nonkohesif, kecepatan dasar yang diizinkan
adalah 0,6 m/dt.
Apabila dikehendaki saluran pembuang juga direncanakan mempunyai fungsi untuk
menunjang pemeliharaan lingkungan dan cadangan air tanah maka kecepatan saluran
pembuang pada daerah yang memerlukan konservasi lingkungan tersebut dapat
dikurangi. Hal ini dimaksudkan untuk memperbesar waktu dan tekanan infiltrasi dan
sehingga akan menambah kapasitas peresapan air kedalam tanah, namun perlu
Rencana Saluran Pembuang 91

dipertimbangkan adanya perubahan dimensi saluran yang lebih besar akibat


pengurangan kecepatan ini.

7.2.4 Tinggi Muka Air

Tinggi muka air saluran pembuang di jaringan intern bergantung kepada fungsi
saluran.
Di jaringan tersier, saluran tanah membuang airnya langsung kesaluran pembuangan
(kuarter dan tersier) dan tinggi muka air pembuang rencana mungkin sama dengan
tinggi permukaan air tanah.
Jaringan pembuang primer menerima air buangan dari petak-petak tersier dilokasi
yang tepat. Tinggi muka air rencana di jaringan utama ditentukan dengan muka air
yang diperlukan di ujung saluran pembuang tersier.
Tinggi muka air di jaringan pembuang primer yang berfungsi untuk pembuang air
dari sawah dan mungkin daerah-daerah bukan sawah dihitung sebagai berikut:
- Untuk pengaliran debit rencana, tinggi muka air mungkin naik sampai sama
dengan tinggi permukaan tanah.
- Untuk pengaliran debit puncak, pembuang air dari sawah dianggap nol; harga-
harga tinggi muka air yang diambil ditunjukan padaGambar 7-2.
Konsep dasar perencanaan saluran pembawa tidak menghendaki adanya pengendapan
di saluran sedangkan pada perencanaan saluran pembuang diusahakan agar air cepat
dapat dibuang sehingga tidak menyebabkan penggenangan yang dapat mengganggu
pertumbuhan tanaman/padi.
Sejalan dengan menguatnya aspek lingkungan maka saluran pembuang dapat
direncanakan dengan kecepatan yang tidak terlalu tinggi dengan tujuan agar terjadi
infiltrasi yang besar sebelum mengalir kembali ke sungai. Hal ini dimaksudkan untuk
membantu kualitas lingkungan yang lebih hijau, memperbesar cadangan air tanah dan
mengurangi debit air di saluran pembuang.
Batas atas kecepatan atas yang diizinkan adalah kecepatan yang tidak menyebabkan
erosi untuk jenis tanah tertentu pada saluran dan dapat dihitung berdasar gaya seret.
Batas atas kecepatan yang diizinkan atau yang tidak menyebabkan erosi, untuk
92 Kriteria Perencanaan - Saluran

saluran lurus dengan kemiringan kecil serta kedalaman aliran lebih kecil dari 0,90 m
menurut U.S Bereau of Reclamation (Fortier dan Scobey 1925) sebagai berikut :

Tabel 7-2. Kecepatan Maksimum yang Diizinkan (oleh Portier dan Scobey)
V m/det
V m/det
Material N (air yang mengangkut
(air bersih)
lanau koloid)
Pasir halus, non kolloidal 0,020 0,457 0,762
Lempung kepasiran, non kolloidal 0,020 0,533 0,762
Silt loam, non kolloidal 0,020 0,610 0,914
Lumpur alluvial, non kolloidal 0,020 0,610 1,067
Ordinary ferm loam 0,020 0,762 1,067
Abu vulkanis 0,020 0,762 1,067
Lempung kaku sangat kolloidal 0,025 1,143 1,524
Lumpur alluvial, kolloidal 0,025 1,143 1,524
Lempung keras 0,025 1,829 1,829
Kerikil halus 0,020 0,762 1,524
Graded loam to cobbles, non colloidal 0,030 1,143 1,524
Graded silt to cobbles when colloidal 0,030 1,219 1,676
Kerikil kasar, non colloidal 0,025 1,219 1,829
Cobbles and shingles 0,035 1,524 1,678
Sumber: Pedoman Perencanaan Saluran Terbuka, Pusat Penelitian dan Pengembangan Pengairan Dep.
PU, 1986.

Batas bawah kecepatan air dalam saluran pembuang disesuaikan dengan data
kandungan sedimen, sedemikian sehingga tidak terjadi akumulasi pengendapan yang
dapat menyebabkan pendangkalan dan menghalangi aliran yang memungkinkan
terjadinya efek pembendungan. Batas kecepatan bawah 0,3 m/det dapat menghindari
pengendapan. Beberapa faktor yang dapat dipertimbangkan adalah :
- Keliling basah yang lebih besar akan memperbesar infiltrasi
- Makin besar lebar penampang saluran akan memperbesar pembebasan tanah,
tetapi dapat mengurangi perubahan kedalaman air.
- Makin lambat kecepatan air dalam saluran tanpa terjadi pengendapan akan
memperbesar kapasitas peresapan/infiltrasi.
- Hubungan antara data sedimen dan kecepatan rencana dapat didekati dengan cara
perencanaan saluran kantong lumpur/sand trap.
Rencana Saluran Pembuang 93

Saluran pembuang tanpa lindungan terhadap banjir

Saluran pembuang dengan lindungan terhadap banjir

Gambar 7-2. Tipe-Tipe Potongan Melintang Saluran Pembuang


94 Kriteria Perencanaan - Saluran

Metode penghitungan ini hanya boleh diterapkan untuk debit-debit sampai 30 m3/dt
saja. Bila diperkirakan akan terjadi debit lebih besar, maka debit puncak dari daerah-
daerah nonsawah dan debit pembuang sawah yang terjadi secara bersamaan harus
dipelajari secara bersama-sama dengan kemungkinan pengurangan debit puncak dan
pengaruh banjir sementara yang mungkin juga terjadi.
Muka air rencana pada titik pertemuan antara dua saluran pembuang sebaiknya
diambil sebagai berikut:
- Evaluasi muka air yang sesuai dengan banjir dengan periode ulang 5 kali per
tahun untuk sungai,
- Muka air rencana untuk saluran pembuangan intern yang tingkatnya lebih tinggi
lagi,
- Mean muka air laut (MSL) untuk laut.

7.3 Potongan Melintang Saluran Pembuang

7.3.1 Geometri

Potongan melintang saluran pembuang direncana relatif lebih dalam daripada saluran
irigasi dengan alasan sebagai berikut :
- Untuk mengurangi biaya pelaksanaan dan pembebasan tanah
- Variasi tinggi muka air lebih besar, perubahan-perubahan pada debit pembuangan
dapat diterima untuk jaringan pembuang permukaan
- Saluran pembuang yang dalam akan memiliki aliran yang lebih stabil pada debit-
debit rendah, sedangkan saluran pembuang yang lebih besar akan menunjukkan
aliran yang berbelok-belok.
Rencana Saluran Pembuang 95

Perbandingan kedalam lebar dasar air (n = b/h) untuk saluran pembuang sekunder
diambil antara 1 dan 3. Untuk saluran pembuang yang lebih besar, nilai banding ini
harus paling tidak 3. Tipe-tipe potongan melintang disajikan pada Gambar 7-2.
Untuk saluran pembuang sekunder dan primer, lebar dasar minimum
diambil 0,60 m.

7.3.2 Kemiringan Talut Saluran Pembuang

Pertimbangan-pertimbangan untuk kemiringan talut sebuah saluran pembuang buatan


mirip dengan pertimbangan untuk saluran irigasi.
Harga-harga kemiringan minimum talut untuk saluran pembuang pada berbagai bahan
tanah diambil dari Tabel 7-3 dan Gambar 7-2.

Tabel 7-3. Kemiringan Talut Minimum untuk Saluran Pembuang


Kedalaman Galian, D Kemiringan Minimum Talut
(m) (1 hor:mvert.)
D  1,0 1,0
1,0 ≤ D< 2,0 1,5
D > 2,0 2,0

Mungkin diperlukan kemiringan talut yang lebih landai jika diperkirakan akan terjadi
aliran rembesan yang besar kedalam saluran.

7.3.3 Lengkung Saluran Pembuang

Jari-jari minimum lengkung sebagai yang diukur dalam as untuk saluran pembuang
buatan adalah sebagai berikut:
96 Kriteria Perencanaan - Saluran

Tabel 7-4.Jari-Jari Lengkung untuk Saluran Pembuang Tanah

Q Rencanam3/dtk Jari-Jari Minimumm


Q≤5 3 x lebar dasar
5 < Q ≤ 7,5 4 x lebar dasar
7,5 < Q ≤ 10 5 x lebar dasar
< Q ≤ 15 6 x lebar dasar
Q > 15 7 x lebar dasar

Jika diperlukan jari-jari yang lebih kecil, jari- jari tersebut boleh dikurangi sampai 3 x
lebar dasar dengan cara memberi pasangan bagian luar lengkungan saluran.

7.3.4 Tinggi Jagaan

Karena debit pembuang rencana akan terjadi dengan periode ulang rata-rata 5 tahun,
maka tinggi muka air rencana maksimum diambil sama dengan tinggi muka tanah.
Galian tambahan tidak lagi diperlukan.
Apabila jaringan pembuang utama juga mengalirkan air hujan buangan dari daerah-
daerah bukan sawah dan harus memberikan perlindungan penuh terhadap banjir,
maka tinggi jagaan akan diambil 0,4 - 0,1 m (lihat Gambar 7-2. dan Gambar 7-3.).
Rencana Saluran Pembuang 97

40.0
n
ga ul
20.0 dun l gg
lin ggu tan
10.0 tan
kapasitas debit dalam m3/dt

6.0
4.0

2.0

1.0
0.6
0.4

0.2

0.1
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2
meter di atas permukaan air

Gambar 7-3. Tinggi Jagaan untuk Saluran Pembuang (dari USBR)

Untuk keperluan drainase, tinggi tanggul dihilir bendung didesain menggunakan


Q20th atau Q25th. Jika ternyata resiko jika terjadi banjir di hilir juga tinggi maka
dapat dipertimbangkan debit banjir yang sama dengan debit banjir rencana untuk
bendungnya.
98 Kriteria Perencanaan - Saluran
Perencanaan Saluran Gendong 99

8. BAB VIII
PERENCANAAN SALURAN GENDONG

8.1 Gambaran Umum

Saluran gendong adalah saluran drainase yang diletakkan sejajar dengan saluran
irigasi. Saluran gendong ini berfungsi mencegah aliran permukaan (run off) di luar
daerah irigasi (extern area) masuk kedalam saluran irigasi .
Air yang masuk saluran gendong ini dialirkan keluar ke saluran alam atau saluran
drainase yang terdekat.
Saluran gendong ini dibangun/dikonstruksi apabila suatu saluran irigasi melintasi
suatu daerah-daerah di perbukitan. Tata letak saluran gendong dan saluran irigasi
dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Jalan atau Tanggul Saluran

Saluran Gendong
Saluran Irigasi

Gambar 8-1. Potongan Melintang Saluran Gendong dan Saluran Irigasi

Kapasitas drainase untuk satu jenis daerah dataran tinggi (up land) atau dataran
rendah (low land) umumnya menggunakan periode ulang curah hujan 5 tahunan.
Sedang periode 50 tahunan khusus digunakan pada areal yang mempunyai dua jenis
dataran yaitu dataran tinggi dan dataran rendah.
100 Kriteria Perencanaan - Saluran

8.2 Tata Cara dan Dasar Perhitungan

Debit drainase ditentukan untuk merencanakan kapasitas dan dimensi bangunan


saluran drainase dalam membuang kelebihan air yang ada di permukaan (drainase
permukaan) terutama yang berasal dari daerah perbukitan (hilly area).
Kapasitas debit drainase ini menentukan dimensi saluran dan kemiringan memanjang
dari saluran.
Kapasitas debit dihitung dengan 2 (dua) metode yaitu :
1) Metode rasional untuk daerah tangkapan dataran tinggi (hilly area).
2) Metode lama Hujan dan Frekuensi untuk dataran rendah (low land).

8.2.1 Metode Rasional

Metode Rasional digunakan untuk menghitung besar aliran permukaan daerah


drainase yang melalui dataran tinggi pegunungan dengan luas daerah tangkapan tidak
melebihi 500 ha.
( )
........................................................................................... 8-1

L = Panjang aliran (m)


W = Kecepatan aliran (m/dt)
= 20 x (H/L)0,6(m/dt)
H = Beda tinggi elevasi puncak perbukitan sampai elevasi rencana salurangendong
Q = 0,278 C . It . A . ........................................................................................... 8-2
Dimana :
Q = Debit drainase (m3/dt)
R = Intensitas rata-rata hujan selama waktu konsentrasi hujan
(mm/jam)
C = Koefisien run off, merupakan perbandingan antara maksimum run
off dari daerah itu dan harga rata-rata curah hujan selama waktu
kosentrasi (lihat Tabel 8-1.)
Perencanaan Saluran Gendong 101

H = Tinggi air genangan yang diijinkan, untuk daerah pegunungan


H=0
F = Merupakan perbandingan dari luas areal yang ditanami (sawah)
dengan luas areal daerah tangkapan hujan
F =

A1 = Luas daerah tangkapan hujan/Catchment area (ha)


A2 = Luas daerah yang ditanami/sawah (ha)
R =
( )

R24 = Curah hujan harian maksimum (mm) pada periode ulang 5 tahunan
Tc = Waktu konsentrasi (jam) =

It = Intensitas hujan dalam waktu kosentrasi Tc

Tc dapat dihitung dari rumus empiris dari Kirpich sebagai berikut :


TC = 0,0195 (L / S1/2)0,77 …………………………………………………8-3
Dimana :
S =H / L
H = Beda tinggi elevasi puncak perbukitan sampai elevasi
rencana saluran gendong.
L = Panjang aliran ( m )
SedangIt = intensitas hujan pada periode ulang yang ditinjau
…………………………………………………………………………….....8-4

Dimana nilai a dan b diperoleh dari Tabel 8-2.


Atau dengan rumus Burkli-Ziegler yang rumus semi Rasional
(Saran Asphalt Institute) :
( ) …………………………………………………………….....8-5
Dimana : Q, A , It dan C sama dengan rumus Rasional
102 Kriteria Perencanaan - Saluran

K = kemiringan permukaan tanah rata-rata pada daerah pengaliran


(drainage area)

Tabel 8-1.Koefisien Run off (C) yang Digunakan untuk Luas Drainase Kurangdari 500 ha
Direkomendasi
Kondisi Permukaan Tanah Minimum Maksimum untuk Digunakan
dalam Desain
Areal pegunungan berumput
0,75 0,9 0,85
Tinggi , curam dan gundul
Berumput, curam dan berpohon 0,8 0,9 0,75

Sedang , tidak merata 0,65 0,75 0,70

Lahan miring dengan tanaman


0,75 0,85 0,75
Dan bersungai
Lahan Curam > 10 % 0,75 0,85 0,80

Kemiringan lahan ringan 0,65 0,75 0,75

Hutan dan kemiringan tidak 0,65


0,50 0,75
merata
Sumber : Pedoman Irigasi Dalam Hidrolik , DPMA, 1984

Tabel 8-2. Harga a dan b untuk Periode Ulang T pada Lokasi

I10 I20 I25 I50


a = 9.229,2 11.797,3 12.578,2 15.564,5
b = 59,6 72,9 76 90
Sumber :Penuntun praktis perencanaan teknis jalan raya (BabDrainase jalan)

8.2.2 Metode Lama Hujan dan Frekuensi Hujan

Metode ini digunakan untuk menilai besar debit drainase yang diperlukan untuk
daerah dataran rendah atau daerah pertanian.
Q = β x q x A ………………………………………………………………………8-6
Perencanaan Saluran Gendong 103

Dimana :
Q = Debit drainase (m3/dt)
 = Faktor reduksi luas (Gambar 8-2.)

q = Unit air drainase yang disyaratkan (m3/dt/ha)=

dR = Defferensial tinggi curah hujan yang dipertimbangkan dengan tinggi


genangan (mm)
dT = Lama waktu drainase

A 2
A1
R1
R 2

A 3 A 42

R 3
R 4

Gambar 8-2. Faktor Reduksi  dan Luas Areal Tangkapan Hujan


(∑ )
Dimana :
R = Curah hujan
A = Luas Catchment
104 Kriteria Perencanaan - Saluran

8.2.3 Metode Hidrograf Komplek

Metode ini digunakan untuk luas daerah drainase lebih dari 500 Ha dengan sistim tata
jaringan irigasi utama, sekunder, dan tersier sehingga tidak perlu diuraikan pada
perencanaan saluran gendong.
Hal ini disebabkan karena saluran gendong ini umumnya merupakan sistim irigasi
tunggal. Kecuali pada kondisi khusus, jika sistim saluran gendong harus melalui suatu
perkotaan atau pemukiman maka tata jaringan saluran gendong harus terdiri dari
saluran gendong primer, saluran gendong sekunder dan saluran gendong tersier
seperti terlihat pada Gambar 8-3 berikut :
- Untuk daerah tangkapan (daerah aliran) ≥ 100 km2, digunakan metode
Rasional-Weduwen.
- Untuk daerah aliran < 100 km2 , metode Weduwen atau Hasper akan lebih cocok
dan juga rumus Chezy.
Perencanaan Saluran Gendong 105

Gambar 8-3. Situasi Tata Jaringan Saluran Gendong yang Melalui Pemukiman atau Perkotaan
dan Perbukitan
106 Kriteria Perencanaan - Saluran

8.3 Tata Cara dan Dasar Perhitungan

8.3.1 Standar Kapasitas Saluran Gendong

Besar aliran di saluran gendong direncanakan pada puncak aliran yang dihitung
seperti metode yang dijelaskan pada Bab 8.2 diatas.
Standar saluran gendong ditentukan sebagai berikut:
1. Untuk luas daerah aliran kurang dari 5 ha menggunakan lebar dasar minimum
0,40 m atau sesuai kapasitas debit hasil analisa .
2. Untuk luas daerah aliran lebih dari 100 ha Menggunakan debit minimum 1,00
m3/dt sampai 2,00 m3/dt dengan kenaikan 0,25 m3/dt.
3. Melebihi 2,00 m3/dt dengan kenaikan 0,50 m3/dt.

8.3.2 Karakteristik Saluran Gendong

Karakteristik saluran telah diuraikan pada Bab 3 Subbab 3.3.7.3 diatas.

8.3.3 Kelebihan dan Kelemahan Saluran Gendong

Fungsi saluran gendong untuk menampung aliran air dari sisi atas sehingga tidak
masuk saluran irigasi dan tidak menyebabkan erosi pada sisi luar saluran irigasi,
kelemahan pemilihan cara ini adalah :
1) Diperlukan lebar yang cukup luas untuk menempatkan dua saluran di tebing.
2) Debit saluran gendong jika memenuhi kapasitas debit , air buangan akan masuk
saluran irigasi. Cara mengatasinya dengan dibuatkan saluran pelimpah pada
lokasi tertentu.
3) Memerlukan perawatan yang intensif akibat intensitas sedimen dari tebing atas
sangat tinggi.
4) Dimensi saluran gendong dapat dibuat cukup besar jika area drainase saluran
luas.
Daftar Pustaka 107

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1970. Standar Perencanaan Saluran dan Bangunan-Bangunannya.


ASCE, Task Committee for Preparation of Sedimentation Manual; Journ. Hydr. Div.
ASCE, Jan-April-Dec 1971.
Bos, M.G., J. Nutereen: On Irrigation Efficiencies, ILRI publication Bo. 19,
Wageningten, 1982.
CHOW,V.T: Open Channel Hydraulics, McGraw-Hill, New York, 1965.
DGWRD-DOI, Design Criteria on Irrigation Engineering, August 1980.
Dort, J.A. van, M.G. Bos : Drainage Principles and Applications, ILRI publication
No.16, Wageningen, 1974.
Graf, W.H.Hydraulics of Sediment Transport, McGraw-Hill London, 1971.
Henderson, F.M.: Open Channel Flow. McMillan Company, New York, 1959.
Idel’icik, I.E. Memento des Perstes de Charge. Eyrolles, Paris, 1969.
Kraatz, D.B. Irrigation canal lining. FAO, Rome, 1977.
Leliavsky, S. Irrigation Engineering, Canals and Barrages. Champman and Hall Ltd
London, 1965.
LPMA. Proyek Penyusunan Standar PerencanaanBangunan Dalam Saluran. 1971
Raudkivi, A.J.: Loose Boundary Hydraulics. Pergamon Press Ltd, London, 1967.
Schoemaker, H.J.: Various Monographs on Sediment Transport in Canals and Design
of Unlined Canals. Delft University of Technology, 1972 – 1974.
USBR, US Departement of Interior: Design of Small Dams. Washington D.C., 1973.
USBR, US Departement of Interior: Canals and Related Structures. Washington D.C,
1967.
USDA, Soil Conservation Service.Design of Open Channels. Technical Release
No.25, Washington D.C., 1977.
Vlugter, H.: Sediment Transportation by Running Water and The Design of Stable
Channels in Alluvial Soils. De Ingenieur, no.36, Netherlands, 1962.
108 Kriteria Perencanaan - Saluran

Vlugter, H.: Het Transport Van Vaste Stoffen Door Stroomed Water. DeIngenieur in
Ned.-Indie No.3, 1941.
Vos, H.C.P.de: Transport Van Vaste Stoffen Door Stroomed Water. De
waterstaatsingenieur, no.7, Juli 1925.
Weduwen, J.P.der: Het Berekensen Van Den Maximum Afvoer Van Stroomgebieden
Met een Oppervlak Van 0-100 km2. De Ingenieur in Ned.-Indie, no.10, 1937.
Lampiran I 109

LAMPIRAN I
KAPASITAS ANGKUTAN SEDIMEN

Dalil utama untuk perencanaan saluran yang stabil adalah bahwa semua sedimen yang
masuk ke dalam saluran harus seluruhnya terangkut tanpa terjadi penggerusan atau
sedimentasi.
Oleh sebab itu, kapasitas angkutan relatif T/Q (T = angkutan sedimen, Q = debit)
harus konstan sepanjang ruas saluran. Jika kapasitas angkutannya mengecil, akan
terjadi sedimentasi dan jika kapasitasnya membesar, saluran akan tergerus.
Ada dua cara angkutan sedimen, yakni:
1) Angkutan bahan dalam keadaan melayang (sedimen layang)
2) Angkutan sedimen dasar

1. Jika dipertimbangkan angkutan sedimen layang, Vlugter memberikan aturan


bahwa partikel-partikel yang lebih kecil dari 0,05 sampai 0,07 mm, vI adalah
konstan.
Kriteria yang sama dikemukakan oleh De Vos (1925), yang menggunakan
pertimbangan energi, seperti berikut :
T/Q  g v I .............................................................................. (A.1.1)
dimana :
T = banyaknya sedimen yang diangkut, m3/dt
Q = debit, m3/dt
q = kerapatan air, kg/m3
g = percepatan gravitasi, m/dt2 ( 9,8m/dt2)
v = kecepatan aliran, m/dt
I = kemiringan energi
Pengukuran di daerah Serayu menunjukkan bahwa untuk mengangkut sedimen
layang < 0,06 mm,  g v I  1 sampai 1,25 Watt/m2 per m saluran. Pengukuran
yang sama menunjukkan bahwa per Watt dapat diangkut sedimen kira – kira 1,5 1
(diukur pada waktu sedimen dalam keadaan mengendap)
110 Kriteria Perencanaan - Saluran

2. Bahan-bahan yang lebih besar dari sekitar 0,06 mm (pasir halus atau lanau) akan
diangkut terutama di sepanjang dasar saluran. untuk angkutan bahan ini, bisa
dipakai rumus angkutan sedimen Einstein – Brown, yakni :
T  b h3 I3 ................................................................................. (A.1.2)

dimana :
b = lebar dasar, m
h = kedalaman air, m
T dan I sama dengan pada rumus A.1.1.
Jika rumus angkutan sedimen ini digabungkan dengan rumus debit
Strikler/Manning, maka :
T/Q  h8/15 I .............................................................................. (A.1.3)
Jika digabungkan dengan rumus debit Chezy, rumus kapasitas angkutan sedimen
relatif menjadi :
T/Q  h6/10 I .............................................................................. (A.1.4)
Penggabungan dengan rumus debit Lacey (v  ks h3/4 I1/2) menghasilkan :
T/Q  h1/2 I .............................................................................. (A.1.5)

Uraian diatas disajikan pada Tabel A.1.1. dibawah ini :


Tabel A.1.1. Rumus – Rumus Angkutan Sedimen

Rumus Angkutan
Rumus Debit Dalil Tipe Angkutan
Sendimen
De Vos - vI Layang
Vlugter Chezy v² I Layang, bahan halus
Einstein – Brown Chezy h6/10 I Dasar, bahan halus
Einstein – Brown Strickler h8/15 I Dasar, bahan halus
Einstein – Brown Rumus regim h1/2 I v2x I Dasar, bahan halus
Lampiran I 111

Kesimpulan :
- Kriteria yang terbaik untuk perencanaan saluran yang stabil yang harus
mengangkut bahan sedimen adalah bahwa kapasitas angkutan sedimen
relatif T/Q tidak boleh berkurang ke arah hilir, atau jika ada bahaya
penggerusan, kapasitas angkutan sedimen harus tetap konstan ke arah hilir.
- Kriteria perencanaan yang akan diikuti bergantung kepada tipe dan volume
sedimen yang akan diangkut, dengan kata lain bergantung pada rumus
angkutan sedimen dan rumus debit yang dipakai, kriteria bahwa :
H1/2 I = konstan
Memberikan perkiraan yang dapat diterima untuk keadaan yang biasa ditentukan
pada saluran irigasi.
112 Kriteria Perencanaan - Saluran
Lampiran II 113

LAMPIRAN II
PERENCANAAN PROFIL SALURAN

Dalam merencanakan saluran, ikutilah langkah-langkah berikut :


1. Tentukan debit rencana serta kemiringan yang terbaik untuk tiap ruas saluran,
berdasarkan kemiringan medan yang ada dan tinggi bangunan sadap tersier yang
diperlukan. Ini menghasilkan titik dengan harga khusus Qd dan I
2. Plotlah titik-titik Qd – I untuk masing-masing saluran berikutnya, mulai dari
bangunan utama hingga ujung saluran sekunder dan tariklah garis melalui titik-
titik ini.
Dalam Gambar A.2.1. diberikan contoh dua garis untuk dua jaringan saluran
yang berbeda. Perlu diingat bahwa garis-garis ini bisa berbeda untuk jaringan-
jaringan saluran lainnya.
3. Tentukan harga kecepatan dasar yang diizinkan vba bagi setiap ruas saluran
berdasarkan kondisi tanah dengan Gambar 3-2.b. Misalnya: jaringan irigasi akan
dibangun pada bahan tanah yang terdiri dari kandungan sedimen dibawah 1.000
ppm. Ini menghasilkan vb – 1 m/dt. Angka tanah tersebut lebih dari 0,8 dan oleh
sebab itu, faktor koreksi A pada Gambar 3-3.a sekurang-kurangnya 1,0. Ini
menghasilkan kecepatan dasar yang diizinkan vba = vb x A = 1,0 x 1,0 = 1,0
m/dt untuk seluruh daerah proyek.
4. Garis-garis Q–O A dan B mempunyai harga-harga IR yang makin besar dengan
menurunnya harga Qd. Hal ini berarti bahwa harga kapasitas angkutan sedimen
di kedua jaringan saluran tersebut makin bertambah besar ke arah hilir.
Diperkirakan sedimentasi tidak akan terjadi.
5. Garis-garis Qd – I menunjukkan bahwa kecepatan dasar rencana yang jelas
dibawah 0,70 m/dt. Karena kecepatan dasar rencana yang diizinkan (langkah 3)
dihitung 1,0 m/dt, maka diperkirakan tidak akan timbul masalah erosi.
6. Potongan melintang dihitung dengan Qd – I kurva Gambar A.2.1, sebagaimana
ditunjukkan pada Tabel A.2.2. dan A.2.3.
114 Kriteria Perencanaan - Saluran

Harga-harga untuk kolom 2, 3, dan 4 diambil dari kriteria perencanaan ini


Subbab 3.2 dan 3.3.
Harga-harga pada kolom 6, 7, 8 dan 9 dihitung dengan rumus Strickler
sedangkan pada kolom 10 dihitung dengan cara membagi harga kecepatan
rencana pada kolom 8 dengan faktor koreksi kedalam B dari Gambar 3-3.
7. Harga-harga kemiringan saluran mungkin harus dimodifikasi sebagai berikut :
- Jika vbd melalui vba, maka harga kemiringan saluran diambil lebih rendah
dan mungkin diperlukan bangunan terjun
- Bila kemiringan saluran pada langkah 1 untuk suatu ruas ternyata lebih
landai dari kemiringan yang dibutuhkan untuk garis IR yang baik, maka
kemiringan tersebut akan ditambah dan sebagai akibatnya pelaksanaan
dilakukan pada timbunan.
8. Tabel A.2.2. dan A.2.3. memberikan potongan melintang untuk harga-harga
debit rencana yang dipilih. Untuk harga Qd yang lain, potongan melintang
dihitung dengan mengambil harga-harga m, n dan k dari kriteria perencanaan ini
(subbab 3.2. dan 3.3) dan potongan memanjang diambil dari grafik perencanaan
saluran.
Lampiran II 115

Gambar A.2.1 Grafik Perencanaan Saluran (dengan Garis-Garis A dan B)


116 Kriteria Perencanaan - Saluran

Tabel A.2.1 Karakteristik Saluran yang Dipakai dengan Gambar A.2.1

Debit Kemiringan Perbandingan


Faktor
dalam Talut b/h
Kekasaran k
m3/dt 1:m n
0,15-0,30 1,0 1,0 35,0
0,30-0,50 1,0 1,0 – 1,2 35,0
0,50-0,75 1,0 1,2 – 1,3 35,0
0,75-1,00 1,0 1,3 – 1,5 35,0

100-1,50 1,0 1,5 – 1,8 40,0


1,50-3,00 1,5 1,8 – 2,3 40,0
3,00-4,50 1,5 2,3 – 2,7 40,0
4,50-5,00 1,5 2,7 – 2,9 40,0

5,00-6,00 1,5 2,9 – 3,1 42,5


6,00-7,50 1,5 3,1 – 3,5 42,5
7,50 - 9,00 1,5 3,5 – 3,7 42,5
9,00 - 10,00 1,5 3,7 – 3,9 42,5

10,00 - 11,00 2,0 3,9 – 4,2 45,0


11,00 - 15,00 2,0 4,2 – 4,9 45,0
15,00 - 25,00 2,0 4,9 – 6,5 45,0
25,00 - 40,00 2,0 6,5 – 9,0 45,0
Lampiran II 117

Tabel A.2.2. Data Profil Saluran Garis A

Q k I H B V Ih vbd
m n
m3/dt k1/3/dt 10-3 m m m/dt 10-4 m/dt
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
0,30 1,0 1,0 35,0 0,56 0,62 0,62 0,39 3,19 0,42
0,50 1,0 1,2 35,0 0,50 0,73 0,88 0,42 3,16 0,44
0,75 1,5 1,3 35,0 0,46 0,78 1,02 0,44 3,07 0,46

1,50 1,5 1,8 40,0 0,39 0,92 1,66 0,54 2,92 0,55
3,00 1,5 2,3 40,0 0,32 1,16 2,66 0,59 2,76 0,57
4,50 1,5 2,7 40,0 0,28 1,32 3,57 0,61 2,63 0,58

6,00 1,5 3,1 42,5 0,25 1,41 4,37 0,66 2,46 0,61
7,50 1,5 3,5 42,5 0,23 1,50 5,25 0,67 2,36 0,62
9,00 1,5 3,7 42,5 0,21 1,60 5,93 0,67 2,24 0,61

11,00 2,0 4,2 45,0 0,20 1,60 6,71 0,70 2,14 0,64
15,00 2,0 4,9 45,0 0,17 1,76 8,64 0,70 1,94 0,63
25,00 2,0 6,5 45,0 0,15 2,00 12,98 0,74 1,87 0,64
40,00 2,0 9,0 45,0 0,13 2,19 19,73 0,74 1,79 0,65

TabelA.2.3. Data Profil Saluran Garis B

Q k I H B V Ih vbd
m n
m3/dt k1/3/dt 10-3 m m m/dt 10-4 m/dt
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
0,30 1,0 1,0 35,0 0,440 0,65 0,65 0,36 2,56 0,39
0,50 1,0 1,2 35,0 0,380 0,77 0,92 0,38 2,46 0,40
0,75 1,5 1,3 35,0 0,350 0,82 1,07 0,40 2,40 0,41

1,50 1,5 1,8 40,0 0,300 0,97 1,74 0,49 2,30 0,49
3,00 1,5 2,3 40,0 0,250 1,21 2,79 0,54 2,21 0,52
4,50 1,5 2,7 40,0 0,225 1,38 3,71 0,57 2,51 0,53

6,00 1,5 3,1 42,5 0,200 1,47 4,55 0,60 2,01 0,56
7,50 1,5 3,5 42,5 0,190 1,55 5,44 0,62 1,99 0,57
9,00 1,5 3,7 42,5 0,175 1,66 6,14 0,63 1,90 0,57

11,00 2,0 4,2 45,0 0,160 1,67 7,00 0,64 1,75 0,58
15,00 2,0 4,9 45,0 0,145 1,82 8,91 0,66 1,68 0,59
25,00 2,0 6,5 45,0 0,130 2,05 13,34 0,70 1,64 0,61
40,00 2,0 9,0 45,0 0,120 2,23 20,03 0,73 1,62 0,62
118 Kriteria Perencanaan - Saluran
Lampiran III 119

LAMPIRAN III

Tabel A.31 Kriteria Klasifikasi Tanah Secara Laboratoris dari USBR/USCE

INFORMASI YANG DIPERLUKAN UNTUK MENJELASKAN TANAH KRITERIA KLASIFIKASI


LABORATORIS

Berikan nama jenis, tunjukkan perkiraan

Tentukan persentase kerikil dan pasri dasri kurve ukuran butir. Bergantung kepada persentase bahan
persentase pasir dan kerikil, ukuran maks;

halus (fraksi yang lebih kecil dan ayak No.200), tanah berbutir kasar diklasifikasi sebagai berikut :
persikuan, kondisi permukaan, dan kekasaran
butir; nama setempat atau geologis dan informasi ( )
deskriptif yang relevan lainnya; dan simbol dalam
tanda kurung ( ).

Tidak memenuhi semua persyaratan gradasi untuk


GW
Gunakan kurve ukuran butir dalam mengidentifiasi fraksi yang diberikan menurut identifikasi lapangan

Untuk tanah tak terganggu tambahan informasi


mengenai perlapisan, tingkat kepadatan, Batas Atterberg di
sementasi, kondisi kelembapan dan karakteristik bawah garis “A” atau

5% samapi 12% Yang terletak di garis batas memerlukan dua simbol


pembuangan (drainase) PI kurang dari 4 Di atas garis “A” dengan
PI antara 4 dan 7 berarti
CONTOH : Batas Atterberg di ada di garis batas dan
atas garis “A” dengan memerlukan dua simbol
Pasir lanau, kerikilan; kurang lebih 20% keras, PI lebih dari 7
partikel kerikil bersiku, ukuran maks. ½ inci;
partikel pasir bulat dan kasar sampai halus;
sekitar 15% bahan halus nonplastis dengan
kekuatan kering rendah; padat dan lembab di
tempat; pasri aluvial; (SM) ( )
Lebih dari 12% GM,GC,SM,SC
Kurang dari 5% GW,GP,SW,SP

Tidak memenuhi semua persyaratan untuk SW

Batas Atterberg di
bawah garis “A” atau
PI kurang dari A Di atas garis “A” dengan
PI antara 4 dan 7 berarti
Batas Atterberg di ada di garis batas dan
atas garis “A” dengan memerlukan dua simbol
PI lebih besar dari 7

Berikan nama jenis; tunjukkan tingkat dan sifat


besarnya plastisitas dan ukuran maks. butir kasar;
warna dalam kondisi basah, bau (kalau berbau),
nama setempat atau geologis, dan informasi
deskriptif yang relevan lainnya; dan simbol dalam
tanda kurung.

Untuk tanah tidak terganggu, tambahkan


informasi mengenai struktur, pelapisan
konsistensi dalam keadaan tak terganggu, kondisi
kelembapan dan drainase.

CONTOH :

Lumpur lanauan coklat, agak platis; persentase


pasir halusnya rendah; terdapat lubang-lubang
akar vertikal; kuat dan kering ditempat, lus; (ML)
120 Kriteria Perencanaan - Saluran

Tabel A.3.2 Kriteria Klasifikasi Tanah SystemUSBR/USCE


PROSEDUR LAPANGAN : SIMBOL NAMA JENIS
(Tidak termasuk partikel-partikel yang lebih besar dari 3 inci dan mendasarkan fraksi pada besar perkiraan) KLMPK
1)
KERIKIL BERSIH
Bermacam-macam ukuran butir dan partikal berukuran GW Kerikil gradasi, baik campuran kerikil-pasir,
Lebih dari separoh berlian lebih besar dasri

Lebih separoh dari (Dengan sedikit/tanpa


sedang dalam jumlah besar dengan sedikit atau tanpa bahan halus

besar dari ukuran

dianggap sma dengan ukuran ayak No.4)


fraksi kasar lebih

(untuk klasifikasi visual, ukuran ¼ dapat


(Ayak No. 200 sebesar kurang dari partikel terkecil yang bisa dilihat dengan mata telanjang)

bahan halus)
Ada satu ukuran dominan, atau berbagai ukuran dengan GP Kerikil gradasi jelek, campuran kerikil-pasir,
beberapa ukuran sedang hilang dengan sedikit/tak berbahan halus
ayak No.4
KERIKIL

KERIKIL DENGAN Bahan halus nonplastis (untuk prosedur identifikasi lihat GM Kerikil lanauan, campuran kerikil-pasir lanau
TANAH BERBUTIR KASAR

BAHAN HALUS (Bahan ML di bawah ini) bergradasi jelek


halus cukup banyak) Bahan halus platis platis (untuk prosedur identifikasi lihat GC Kerikil lumpuran, campuan kerikil-pasir lanau
CL di bawah ini) bergradasi jelek
PASIR BERSIH (Dengan Bermacam-macam ukuran butir dan partikel berukuran SW Pasir gradasi baik, pasir kerikilan, dengan
ukuran ayak No. 200

Lebih dari separoh

sedikit/tanpa bahan halus) sedang dalam jumlah besar sedikit atau tanpa bahan halus
fraksi kasar lebih
kecil dari ukuran

Ada satu ukuran dominan, tau berbagai ukuran dengan SP Pasir gradasi jelek, pasir kerikilan; dengan
beberapa ukuran sedang hilang sedikit/tanpa bahan halus
ayak No.4

PASIR DENGAN BAHAN Bahan halus nonplastis (untuk prosedur identifikasi lihat SM Pasir lanauan, campuran pasri-lanau bergradasi
PASIR

HALUS (Bahan halus ML di bawah ini) jelek


cukup banyak Bahan halus plastis (untuk prosedur identifikasi lihat CL SC Pasir lempungan, campuran pasir lempung
di bawah ini) bergradasi jelek
PROSEDUR IDENTIFIKASI BUTIR YANG LEBIH KECIL DARI UKURAN AYAK NO.40
KEKUATAN KERING DILANTASI (REAKSI KEKERASAN
Lebih dari separoh bahan lebih kecil dasri ukuran

(KARAKTERISTIK TERHADAP (KEKENTALAN


PECAH) GETARAN) MENDEKATI BATAS
PLASTIS)
LANAU DAN No. 1 sampai rendah Cepat sampai lambat Nol ML Lanau inorganik dan pasir, batu tumbuk yang
LEMPUNG amat halus, pasir lanauan atau halus, plastisitas
Batas cair kurang dari rendah
TANAH BERBUTIR HALUS

50 Sedang sampai tinggi Nol sampai sangat lambat Sedang CL Lempung liat inorganik dengan plastisitas
rendah sampai sedang, lempung lanauan pasiran,
kerikilan, dan lempung kurus
Rendah sampai sedang Lambat Rendah OL Lanau organik dan lanau-lempung dengan
plastisitas rendah
LANAU DAN Rendah sampai sedang Lambat sampai nol Rendah sampai sedang MH Lanau inorganik, pasri halus bermika/diatomea
ayak No. 200

LEMPUNG atau tanah lanauan, lanau elastis


Batas cair lebih dari Tinggi sampai sangat tinggi Nol Tinggi CH Lanau inorganik dengan platisitas tinggi,
50 lempung gemuk
Sedang sampai tinggi Nol sampai sangat lambat Rendah sampai sedang OH Lempung organik dengan platisitas sedang
sampai tinggi
Mudah dikenali lewat warna, bau, empuk seperti spon, dan sering lewat jaringannya yang PT Tanah gambut dan jenis-jenis tanah organik
TANAH ORGANIK TINGGI
tampak seperti serat tinggi yang lain
Lampiran III 121

Tabel A.3.3 Kriteria Klasifikasi Tanah System AASHTO


Simbol
Devisi Nama Jenis Kriteria Klasifikasi
Kelompok
Kerikil gradasi >4

Klasifikasi berdasarkan prosentase butiran halus; Kurang dari 50% lilos saringan no. 200: GM, GP, SW, SP. Lebih dari 12%
Kerikil 50% atau lebih dari fraksi kasar tertahan saringan no.

baik dan

lolos saringan no. 200: GM, GC, SM, SC, 5% - 12% lolos saringan no. 200: Batasan klasifikasi yang mempunyai simbol dobel.
campuran pasir-
GW kerikil, sedikit ( )
antara 1 dan 3
atau tidak
Kerikil bersih mengandung
(sedikit atau butiran halus
tak ada butiran Kerikil gradasi
halus) buruk dan
campuran pasir-
(4,75 mm)

Tidak memenuhi kedua kriteria


GP kerikil, sedikit
untuk GW
atau tidak
4

mengandung
butiran halus
Batas-batas Bila batas
GM Atterbergdibawah Atterberg
garis A atau PI < 4 berada di
Kerikil banyak
daerah arsir
kandungan
dari diagram
butiran halus Batas-batas plastisitas,
GC Atterberg dibawah maka dipakai
garis A atau PI > 7
dobel simbol
Pasir gradasi >4
baik, pasir
berkerikil,
Pasir lebih dari 50% fraksi kasar lolos saringan no. 4

SW sedikit atau ( )
antara 1 dan 3
tidak
mengandung
butiran halus
Pasir gradasi
buruk, pasir
berkerikil,
Tidak memenuhi kedua kriteria
(4,75 mm)

SP sedikit atau
untuk SW
tidak
mengandung
butiran halus
Pasir berlanau, Batas-batas Bila batas
SM campuran pasir- Atterbergdibawah Atterberg
lanau garis A atau PI < 4 berada di
Pasir bersih
daerah arsir
kandungan
dari diagram
butiran halus Pasir berlanau, Batas-batas plastisitas,
SC campuran pasir- Atterberg dibawah maka dipakai
lempung garis A atau PI > 7 dobel simbol
122 Kriteria Perencanaan - Saluran

Tabel A.3.4 Kriteria Klasifikasi Tanah Secara Laboratoris AASHTO

Tanah berbutir halus 50% atau lebih lolos saringan no. Lanau tak organik dan pasir
sangat halus, serbuk batuan
ML
atau pasir halus berlanau atau
berlempung 60
Diagram plastisitas:
Lanau dan lempung batas cair Untuk mengklasifikasi kadar
Lempung tak organik dengan 50 butiran halus yang terkandung CH
50% atau kurang plastisitas rendah sampai dalam tanah berbutir halus dan
tanah berbutir kasar.
sedang, lempung berkerikil, 40 Batas atterberg yang termasuk is
A
CL dalam daerah yang diarsir ber- ar
lempung berpasir, lempung arti batasan klasifikasinya
G
30
berlanau, lempung kurus (clean menggunakan dua simbol.
CL
clays) 20
Lanau organik dan lempung CL-ML
ML
10 MH atau CH
OL berlanau organik dengan 7
atau
plastisitas rendah 4 OL

Lanau tak organik atau pasir 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100


MH
200 (0,075 mm)

Lanau dan lempung batas cair halus diatomae, lanau elastis


> 50% Lempung tak organik dengan Batas Cair LL (%)
CH plastisitas tinggi, lempung Garis A: PI = 0,73 (LL - 20)
gemuk (fat clay)
Lempung organik dengan
OH
plastisitas sedang sampai tinggi
Tanah dengan organik tinggi Gambut (peat) dan tanah lain Manual untuk identifikasi secara visual dapat dilihat ASTM
dengan kandungan organik Designation D-2488
tinggi
Lampiran III 123

Klasifikasi Bahan-bahan lanau-lempung (lebih dari 35%


Bahan-bahan (35% atau kurang melalui No.200)
umum melalui No.200)
A-1 A-3 A-2 A-4 A-5 A-6 A-7
A-7-
Klasifikasi
A-1a A-1b A-2-4 A-2-5 A-2-6 A-2-7 5:
kelompok
A-7-6:
Analisis
saringan: 50
Persen maks. 50 51
melalui: 30 maks. maks. 35 maks. 35 maks. 35 maks. 35 maks. 36 min. 36 min. 36 min. 36 min.
No. 10 maks. 25 maks. 10 maks.
No. 40 15 maks.
No. 200
Karakteristik
fraksi
melalui No. 40 41 40 41 40 41 40 41
40 6 maks. N.P. maks. min. maks. maks. maks. min. maks. maks.
Batas cair 10 maks. 10 maks. 11 min. 10 maks 10 maks. 10 maks. 10 min. 11 min.
indeks
plastisitas
Indeks
0 0 0 4 maks. 8 maks. 12 maks. 16 maks. 20 maks.
kelompok
Jenis-jenis
bahan Fragmen batuan, Pasir
Kerikil dan pasir berlanau atau berlempung Tanah berlanau Tanah berlempung
pendukung kerikil, dan pasir halus
utama
Tingkatan
Sedang sampai
umum sebagian Sangat baik sampai baik
buruk
tanah dasar
Untuk : A-7-5 : PI LL-30 NP=Non Platis
Untuk : A-7-6 : PI LL-30
124 Kriteria Perencanaan - Saluran

Tabel A.3.5 Parameter Perencanaan Hidrolis untuk Saluran Pipa Tapal Kuda
d = kedalaman aliran (m) k = koefisien kekasaran Strickler (m0,33/dtk)
D = diameter tapal kuda (m) s = kemiringan dasar saluran dan permukaan air
A = luas aliran (m2) hvc = tinggi kecepatan untuk kedalaman kritis d (m)
r = radius hidrolis (m) Qc = debit apabila kedalaman kritis adalah d (m/dtk)
Q = debit (m3/dtk)

0,01 0,0019 0,0066 0,0001 0,0033 0,0005 0,51 0,4466 0,2602 0,182 0,2234 0,9346
,02 ,0053 ,0132 ,0003 ,0067 ,0019 ,53 ,4566 ,2630 ,187 ,2285 0,9665
,03 ,0097 ,0198 ,0007 ,0100 ,0044 ,53 ,4666 ,2657 ,193 ,2337 ,9989
,04 ,0150 ,0264 ,0013 ,0134 ,0077 ,54 ,4766 ,2683 ,198 ,2391 1,0318
,05 ,0209 ,0329 ,0021 ,0168 ,0120 ,55 ,4865 ,2707 ,204 ,2445 1,0652
,06 ,0275 ,0394 ,0032 ,0201 ,0172 ,56 ,4965 ,2733 ,209 ,2500 1,0993
,07 ,0346 ,0459 ,0044 ,0235 ,0235 ,57 ,5064 ,2757 ,215 ,2557 1,1338
,08 ,0421 ,0524 ,0059 ,0269 ,0306 ,58 ,5163 ,2781 ,220 ,2615 1,1690
,09 ,0502 ,0590 ,0076 ,0305 ,0388 ,59 ,5261 ,2804 ,226 ,2674 1,2047
,10 ,0585 ,0670 ,0097 ,0351 ,0485 ,60 ,5359 ,2824 ,231 ,2735 1,2410
,11 ,0670 ,0748 ,0119 ,0397 ,0590 ,61 ,5457 ,2844 ,236 ,2797 1,2780
,12 ,0753 ,0823 ,0142 ,0443 ,0702 ,62 ,5555 ,2864 ,242 ,2861 1,3155
,13 ,0839 ,0895 ,0168 ,0489 ,0821 ,63 ,5651 ,2884 ,247 ,2926 1,3537
,14 ,0925 ,0964 ,0194 ,0534 ,0946 ,64 ,5748 ,2902 ,252 ,2994 1,3925
,15 ,1012 ,1031 ,0223 ,0579 ,1078 ,65 ,5843 ,2920 ,257 ,3063 1,4319
,16 ,1100 ,1097 ,0252 ,0624 ,1216 ,66 ,5938 ,2937 ,262 ,3134 1,4721
,17 ,1188 ,1161 ,0283 ,0669 ,1361 ,67 ,6033 ,2953 ,268 ,3208 1,5129
,18 ,1277 ,1222 ,0314 ,0714 ,1511 ,68 ,6126 ,2967 ,273 ,3283 1,5544
,19 ,1367 ,1282 ,0347 ,0758 ,1667 ,69 ,6219 ,2981 ,277 ,3362 1,5968
,20 ,1457 ,1341 ,0382 ,0803 ,1829 ,70 ,6312 ,2994 ,283 ,3443 1,6398
,21 ,1549 ,1398 ,0417 ,0847 ,1996 ,71 ,6403 ,3006 ,287 ,3528 1,6838
,22 ,1640 ,1454 ,0454 ,0891 ,2169 ,72 ,6493 ,3018 ,292 ,3615 1,7267
,23 ,1733 ,1508 ,0491 ,0936 ,2347 ,73 ,6582 ,3028 ,297 ,3707 1,7744
,24 ,1825 ,1560 ,0529 ,0980 ,2530 ,74 ,6671 ,3036 ,302 ,3802 1,8212
,25 ,1919 ,1611 ,0568 ,1024 ,2720 ,75 ,6758 ,3044 ,306 ,3902 1,8690
,26 ,2013 ,1662 ,0608 ,1069 ,2913 ,76 ,6844 ,3050 ,310 ,4006 1,9180
,27 ,2107 ,1710 ,0649 ,1113 ,3113 ,77 ,6929 ,3055 ,314 ,4116 1,9628
,28 ,2202 ,1758 ,0691 ,1158 ,3318 ,78 ,7012 ,3060 ,318 ,4232 2,0198
,29 ,2297 ,1804 ,0734 ,1202 ,3527 ,79 ,7094 ,3064 ,322 ,4354 2,0728
,30 ,2393 ,1850 ,0777 ,1247 ,3742 ,80 ,7175 ,3067 ,326 ,4484 2,1275
,31 ,2489 ,1895 ,0821 ,1292 ,3961 ,81 ,7254 ,3067 ,330 ,4623 2,1839
,32 ,2586 ,1938 ,0866 ,1337 ,4186 ,82 ,7332 ,3066 ,333 ,4771 2,2424
,33 ,2683 ,1981 ,0912 ,1382 ,4415 ,83 ,7408 ,3064 ,337 ,4930 2,3031
,34 ,2780 ,2023 ,0958 ,1427 ,4649 ,84 ,7482 ,3061 ,340 ,5102 2,3665
,35 ,2878 ,2063 ,1005 ,1472 ,4888 ,85 ,7554 ,3056 ,343 ,5389 2,4327
,36 ,2975 ,2103 ,1052 ,1518 ,5132 ,86 ,7625 ,3050 ,345 ,5494 2,5024
,37 ,3074 ,2142 ,1100 ,1563 ,5381 ,87 ,7693 ,3042 ,348 ,5719 2,5761
,38 ,3172 ,2181 ,1149 ,1609 ,5634 ,88 ,7759 ,2032 ,350 ,5969 2,6545
,39 ,3271 ,2217 ,1199 ,1655 ,5893 ,89 ,7823 ,3020 ,352 ,6251 2,7387
,40 ,3370 ,2252 ,1248 ,1702 ,6155 ,90 ,7884 ,3005 ,354 ,6570 2,8298
,41 ,3469 ,2287 ,1298 ,1749 ,6423 ,91 ,7943 ,2988 ,355 ,6939 2,9297
,42 ,3568 ,2322 ,1348 ,1795 ,6694 ,92 ,7999 ,2969 ,356 ,7371 3,0408
,43 ,3667 ,2356 ,1399 ,1843 ,6971 ,93 ,8052 ,2947 ,357 ,7889 3,1665
,44 ,3767 ,2390 ,1451 ,1890 ,7252 ,94 ,8101 ,2922 ,357 ,8528 3,3124
,45 ,3867 ,2422 ,1503 ,1938 ,7537 ,95 ,8146 ,2893 ,356 ,9345 3,4869
,46 ,3955 ,2454 ,1555 ,1986 ,7828 ,96 ,8188 ,2858 ,355 1,0446 3,7054
,47 ,4066 ,2484 ,1607 ,2035 ,8122 ,97 ,8224 ,2816 ,353 1,2053 3,9981
,48 ,4166 ,2514 ,1660 ,2084 ,8421 ,98 ,8256 ,2766 ,351 1,4742 4,4660
,49 ,4266 ,2544 ,1713 ,2133 ,8725 ,99 ,8280 ,2696 ,345 2,0804 5,2880
,50 ,4366 ,2574 ,1767 ,2183 ,9033 1,00 ,8293 ,2538 ,332 -------- --------
Daftar Peristilahan Irigasi 125

Tabel A.3.6. Parameter Perencanaan Hidrolis untuk Saluran Pipa Bulat


d = kedalaman aliran (m) k = koefisien kekasaran Strickler (m0,33/dtk)
D = diameter pipa (m) s = kemiringan dasar saluran dan permukaan air
A = luas aliran (m2) hvc = tinggi kecepatan untuk kedalaman kritis d (m)
r = radius hidrolis (m) Qc = debit apabila kedalaman kritis adalah d (m/dtk)
Q = debit (m3/dtk)

0,01 0,0013 0,0066 0,0001 0,0033 0,0003 0,51 0,4027 0,2531 0,161 0,2014 0,800
,02 ,0037 ,0132 ,0002 ,0067 ,0014 ,53 ,4127 ,2562 ,166 ,2065 ,830
,03 ,0069 ,0197 ,0005 ,0101 ,0030 ,53 ,4227 ,2592 ,172 ,2117 ,861
,04 ,0105 ,0262 ,0009 ,0134 ,0054 ,54 ,4327 ,2621 ,177 ,2170 ,892
,05 ,0147 ,0325 ,0015 ,0168 ,0084 ,55 ,4426 ,2649 ,182 ,2224 ,924
,06 ,0192 ,0389 ,0022 ,0203 ,0121 ,56 ,4526 ,2676 ,188 ,2279 ,957
,07 ,0242 ,0451 ,0031 ,0237 ,0165 ,57 ,4625 ,2703 1,93 ,2335 ,990
,08 ,0294 ,0513 ,0041 ,0271 ,0215 ,58 ,4724 ,2728 ,198 ,2393 1,023
,09 ,0350 ,0575 ,0052 ,0306 ,0271 ,59 ,4822 ,2753 ,204 ,2451 1,057
,10 ,0409 ,0635 ,0065 ,0341 ,0334 ,60 ,4920 ,2776 ,209 ,2511 1,092
,11 ,0470 ,0695 ,0079 ,0376 ,0404 ,61 ,5018 ,2799 ,215 ,2572 1,127
,12 ,0534 ,0755 ,0095 ,0411 ,0479 ,62 ,5115 ,2821 ,220 ,2635 1,163
,13 ,0600 ,0813 ,0113 ,0446 ,0561 ,63 ,5212 ,2842 ,226 ,2699 1,199
,14 ,0668 ,0871 ,0131 ,0482 ,0649 ,64 ,5308 ,2862 ,231 ,2765 1,236
,15 ,0739 ,0929 ,0151 ,0517 ,0744 ,65 ,5404 ,2882 ,236 ,2833 1,274
,16 ,0811 ,0985 ,0173 ,0553 ,0845 ,66 ,5499 ,2900 ,241 ,2902 1,312
,17 ,0885 ,1042 ,0196 ,0589 ,0952 ,67 ,5594 ,2917 ,246 ,2974 1,351
,18 ,0961 ,1097 ,0220 ,0626 ,1064 ,68 ,5687 ,2933 ,251 ,3048 1,390
,19 ,1039 ,1152 ,0246 ,0662 ,1184 ,69 ,5780 ,2948 ,256 ,3125 1,431
,20 ,1118 ,1206 ,0273 ,0699 ,1309 ,70 ,5872 ,2962 ,261 ,3204 ,1472
,21 ,1199 ,1259 ,0302 ,0736 ,1440 ,71 ,5964 ,2975 ,266 ,3286 1,514
,22 ,1281 ,1312 ,0331 ,0773 ,1577 ,72 ,6054 ,2987 ,271 ,3371 1,556
,23 ,1365 ,1364 ,0361 ,0811 ,1720 ,73 ,6143 ,2998 ,275 ,3459 1,600
,24 ,1449 ,1416 ,0394 ,0848 ,1869 ,74 ,6231 ,3008 ,280 ,3552 1,644
,25 ,1535 ,1466 ,0427 ,0887 ,2025 ,75 ,6319 ,3017 ,284 ,3648 1,690
,26 ,1623 ,1516 ,0462 ,0925 ,2185 ,76 ,6405 ,3024 ,289 ,3749 1,736
,27 ,1711 ,1566 ,0497 ,0963 ,2351 ,77 ,6489 ,3031 ,293 ,3855 1,784
,28 ,1800 ,1614 ,0534 ,1002 ,2524 ,78 ,6573 ,3036 ,297 ,3967 1,833
,29 ,1890 ,1662 ,0571 ,1042 ,2701 ,79 ,6655 ,3039 ,301 ,4085 1,883
,30 ,1982 ,1709 ,0610 ,1081 ,2885 ,80 ,6736 ,3042 ,305 ,4210 1,935
,31 ,2074 ,1756 ,0650 ,1121 ,3074 ,81 ,6815 ,3043 ,308 ,4343 1,989
,32 ,2167 ,1802 ,0691 ,1161 ,3269 ,82 ,6893 ,3043 ,312 ,4485 2,044
,33 ,2260 ,1847 ,0733 ,1202 ,3469 ,83 ,6969 ,3041 ,315 ,4638 2,101
,34 ,2355 ,1891 ,0776 ,1243 ,3675 ,84 ,7043 ,3038 ,318 ,4803 2,161
,35 ,2450 ,1935 ,0820 ,1284 ,3887 ,85 ,7115 ,3033 ,321 ,4982 2,224
,36 ,2546 ,1978 ,0864 ,1326 ,4104 ,86 ,7168 ,3026 ,324 ,5177 2,229
,37 ,2642 ,2020 ,0909 ,1368 ,4326 ,87 ,7154 ,3018 ,326 ,5392 2,358
,38 ,2739 ,2062 ,0956 ,1411 ,4554 ,88 ,7320 ,3007 ,328 ,5632 2,432
,39 ,2836 ,2120 ,1003 ,1454 ,4787 ,89 ,7384 ,2995 ,330 ,5900 2,511
,40 ,2934 ,2142 ,1051 ,1497 ,5026 ,90 ,7445 ,2980 ,332 ,6204 2,597
,41 ,3032 ,2182 ,1099 ,1541 ,5270 ,91 ,7505 ,2963 ,334 ,6555 2,690
,42 ,3130 ,2220 ,1147 ,1586 ,5519 ,92 ,7560 ,2944 ,334 ,6966 2,794
,43 ,3229 ,2258 ,1197 ,1631 ,5774 ,93 ,7612 ,2921 ,335 ,7459 2,911
,44 ,3328 ,2295 ,1248 ,1676 ,6034 ,94 ,7662 ,2895 ,335 ,8065 3,047
,45 ,3428 ,2331 ,1298 ,1723 ,6299 ,95 ,7707 ,2865 ,335 ,8841 3,209
,46 ,3527 ,2366 ,1353 ,1769 ,6569 ,96 ,7749 ,2829 ,334 ,9885 3,411
,47 ,3627 ,2401 ,1400 ,1817 ,6845 ,97 ,7785 ,2787 ,332 1,1410 3,682
,48 ,3727 ,2435 ,1454 ,1865 ,7127 ,98 ,7817 ,2735 ,329 1,3958 4,089
,49 ,3827 ,2468 ,1508 ,1914 ,7413 ,99 ,7841 ,2666 ,325 1,9700 4,873
,50 ,3927 ,2500 ,1561 ,1964 ,7705 1,00 ,7854 ,2500 ,312 -------- --------
126 Kriteria Perencanaan - Saluran
Daftar Peristilahan Irigasi 127

DAFTAR PERISTILAHAN IRIGASI

A.A.S.T.H.O. American Association of State Highway Officials


abrasi hempasan atau penggerusan oleh gerakan air dan
butiran kasar yang terkandung di
dalamnyaadjustableproportional module pengaturan
tinggi bukaan lubang pada alat ukur Crumpde Gruyter
aerasi pemasukan udara, untuk menghindari tekanan
subatmosfer
agradasi peninggian dasar sungai akibat pengendapan
agregat beton butiran kasar untuk campuran beton, misal : pasir,
kerikil/batu pecah
agrometeorologi ilmu cuaca yang terutama membahas pertanian
alat ukur aliran bawah alat ukur debit melalui lubang
alat ukur aliran bebas alat ukur dengan aliran diatas ambang dengan aliran
sempurna
alat ukur Parshall tipe alat ukur debit ambang lebar, dengan dimensi
penyempitan dan kemiringan lantai tertentu
aliran bebas aliran tanpa tekanan, misal aliran pada gorong-
gorong/saluran terbuka, talang
aliran bertekanan aliran dengan tekanan, misal : aliran pada sipon
aliran getar aliran pada got miring atau pelimpah yang
mengakibatkan getaran pada konstruksi
aliran kritis aliran dengan kecepatan kritis, dimana energi
spesifiknya minimum atau bilangan Froude = 1
aliran setinggi tanggul aliran setinggi tebing sungai, biasanya untuk keperluan
penaksiran debit
128 Kriteria Perencanaan - Saluran

aliran spiral aliran pusaran berbentuk spiral karena lengkung-


lengkung pada konstruksi
aliran subkritis aliran yang kecepatannya lebih kecil dari kecepatan
kritis, atau Fr < 1
aliran superkritis aliran dengan kecepatan lebih besar dari kecepatan
kritis, atau bilangan Froude (Fr) > 1
aliran tenggelam aliran melalui suatu ambang, dimana muka air udik di
pengaruhi oleh muka air hilir
aliran teranyam aliran sungai terpecah-pecah berbentuk anyaman
(braiding)
aliran terkonsentrasi aliran pada penampang yang lebih sempit, misal di
dasar kantong lumpur terjadi aliran terkonsentrasi pada
saat pengurasan
aliran turbulen aliran tidak tetap dimana kecepatan aliran pada suatu
titik tidak tetap
aliran/debit moduler aliran melalui suatu bangunan, pengontrol (bendung,
ambang, dsb), dimana aliran di hulu tidak dipengaruhi
oleh aliran di bagian hilir, aliran sempurna
alur pengarah alur untuk mengarahkan aliran
aluvial endapan yang terbentuk masa sekarang yang tanahnya
berasal dari tempat lain
ambang lebar ambang dengan lebar (panjang) lebih besar dari 1,75 x
tinggi limpasan
ambang moduler ambang dengan aliran moduler/sempurna
ambang tajam teraerasi ambang tajam dengan tekanan dibawah pelimpahan
sebesar 1 atm, dengan menghubungkannya dengan
udara luar
Daftar Peristilahan Irigasi 129

ambang ujung ambang di ujung hilir kolam olak (end sill)


angka pori perbandingan antara volume pori/rongga dengan
volume butir padat
angka rembesan perbandingan antara panjang jalur rembesan total
dengan beda tinggi energi (lihat angka rembesan Lane)
artifisial buatan manusia
AWLR Automatic Water Level Recorder, alat duga muka air
otomatis
bagian atas pangkal elevasi puncak pangkal bendung (top of abutment)
bagian normal bagian saluran dengan aliran seragam
bagian peralihan bagian pada penyempitan/pelebaran
bak tenggelam bentuk bak (bucket), dimana pada muka air di ujung
belakang konstruksi tidak terjadi loncatan air
bakosurtanal badan koordinasi survey dan pemetaan nasional
bangunan akhir bangunan paling ujung saluran kuarter, sebelum
saluran pembuang yang berfungsi sebagai pengatur
muka air dan mengurangi erosi pada ujung saluran
kuarter
bangunan bantu sebagai tambahan pada bangunan utama seperti
bangunan ukur
bangunan pelengkap bangunan yang melengkapi jaringan utama seperti:
talang, bangunan silang, terjunan dll
bangunan pembilas bangunan yang berfungsi untuk membilas sedimen
bangunan pengaman bangunan untuk mencegah kerusakan konstruksi,
misal: bangunan pelimpah samping, pembuang silang
dsb
130 Kriteria Perencanaan - Saluran

bangunan pengambilan bangunan untuk memasukkan air dari sungai/sumber


air ke saluran irigasi
bangunan pengelak bangunan untuk membelokkan arah aliran sungai,
antara lain bendung
bangunan peredam energi bangunan untuk mengurangi energi aliran, misal kolam
olak
bangunan utama bangunan pada atau di sekitar sungai, seperti: bendung,
tanggul penutup, pengambilan, kantong lumpur, serta
bangunan-bangunan penting lainnya
banjir rencana banjir maksimum dengan periode ulang tertentu (misal:
5,10,50,100 tahun), yang diperhitungkan untuk
perencanaan suatu konstruksi
bantaran sungai bagian yang datar pada tebing sungai
batas Atterberg batasan-batasan untuk membedakan atau
mengklasifikasi plastisitas lempung
batas cair kandungan air minimum pada tanah lempung dalam
keadaan batas antara cair dan plastis
batas meander suatu batas fiktif dimana belokan dan perpindahan
sungai tidak akan keluar dari batas tersebut
batas moduler titik dimana aliran moduler berubah menjadi
nonmoduler
batas plastis kandungan air dimana tanah lempung masih dalam
keadaan plastis dapat digulung dengan diameter 3
mm tanpa putus
batu candi batu kasar (granit, andesit dan sejenis) yang dibentuk
secara khusus untuk dipergunakan sebagai lapisan
tahan gerusan
Daftar Peristilahan Irigasi 131

bendung gerak bendung yang dilengkapi dengan pintu-pintu gerak


untuk mengatur ketinggian air
bendung saringan bawah bendung dengan pengambilan pada dasar sungai,
dilengkapi dengan beberapa tipe saringan contoh:
bendung tyroller
bentang efektif bentang yang diambil dalam perhitungan struktural
jembatan
bibit unggul bibit tertentu yang produksinya lebih tinggi dari bibit
lokal
bilangan Froude bilangan tak berdimensi yang menyatakan hubungan
antara kecepatan gravitasi dan tinggi aliran dengan
rumus:
Fr < 1 : subkritis
Fr > 1 : superkritis
Fr = 1 : kritis

Fr = v/gh, dimana
bitumen sejenis aspal, dapat berbentuk cair maupun padat
blok halang blok (biasanya dari beton) yang dipasang pada talut
belakang bendung atau pada dasar kolam olak, dengan
maksud memperbesar daya redam energi sehingga
kolam olak bisa diperpendek
blok halang blok-blok (biasanya beton) yang dipasang pada kolam
olak, berfungsi sebagai peredam energi
blok muka blok halang pada lereng hilir pelimpah untuk menutup
aliran sungai pada saat pelaksanaan
bor log penampang yang menggambarkan lapisan tanah
pondasi, disertai dengan keterangan-keterangan
132 Kriteria Perencanaan - Saluran

seperlunya misal : muka air, kelulusan dan deskripsi


lapisan
breaching membuat lubang pada tubuh tanggul
bronjong salah satu konstruksi pelindung tanggul sungai, kawat
dan batu
bunded rice field sawah yang dikelilingi tanggul kecil
busur baja baja lengkung penunjang terowongan saat pelaksanaan
CBR California Bearing Ratio; 0 suatu metode pengujian
standar untuk mengetahui daya dukung lapisan dasar
jalan raya
celah kontrol trapesium bangunan pengontrol muka air dengan celah berbentuk
trapesium
cerobong (shaft) lobang vertikal untuk pemeriksaan bagian bawah
konstruksi, misal dasar sipon
Constant Head Orifice (CHO) tipe alat ukur debit dengan perbedaan tinggi tekanan
antara hilir dan udik konstan
contoh tanah tak terganggu contoh tanah yang masih sesuai dengan keadaan
aslinya
curah hujan efektif bagian dari curah hujan yang efektif untuk suatu proses
hidrologi yang bisa dimanfaatkan, misal: pemakaian air
oleh tanaman, pengisian waduk dsb
curah hujan konsekutif curah hujan berturut-turut dalam beberapa hari
D.R. Diversion Requirement, besarnya kebutuhan
penyadapan dari sumber air
daerah aliran sungai (DAS) daerah yang dibatasi bentuk topografi, dimana seluruh
curah hujan di sebelah dalamnya mengalir ke satu
sungai
Daftar Peristilahan Irigasi 133

debit andalan debit dari suatu sumber air (missal : sungai) yang
diharapkan dapat disadap dengan resiko kegagalan
tertentu, misal 1 kali dalam 5tahun
debit puncak debit yang terbesar pada suatu periode tertentu
debit rencana debit untuk perencanaan bangunan atau saluran
debit rencana debit untuk perencanaan suatu bangunan air
degradasi penurunan dasar sungai akibat penggerusan
depresi daerah cekungan yang sulit pembuangannya
dewatering usaha pengeringan dengan berbagai cara, misal
pemompaan
diluvium endapan sungai data lingkungan dan ekologi data-data
yang meliputi data fisik, biologi, kimiawi, sosio
ekonomi dan budaya
dinding halang dinding vertikal/miring dibawah bendung, berfungsi
memperpanjang jalur/garis rembesan (cut-off)
double massplot kurve akumulasi dua data, misalnya curah hujan dari
suatu stasiun, dengan data dari stasiun sekitarnya,
untuk mendapatkan suatu perbandingan
efisiensi irigasi perbandingan antara air yang dipakai dan air yang
disadap, dinyatakan dalam %
efisiensi irigasi total hasil perkalian efisiensi petak tersier, saluran sekunder
dan saluran primer, dalam %
efisiensi pompa perbandingan antara daya yang dihasilkan dan daya
yang dipakai
eksploitasi pintu tata cara pengoperasian pintu
energi kinetis energi kecepatan aliran
134 Kriteria Perencanaan - Saluran

energi potensial energi perbedaan ketinggian


erodibilitas kepekaan terhadap erosi
erosi bawah tanah aliran air melalui bawah dan samping konstruksi
dengan membawa butiran (piping)
erosi bawah tanah terbawanya butir tanah pondasi akibat gaya rembesan
(piping)
evaporasi penguapan
evapotranspirasi kehilangan air total akibat penguapan dari muka tanah
dan transpirasi tanaman
F.A.O. Food and Agriculture Organization organisasi pangan
dunia dibawah naungan PBB
faktor frekuensi tumbuh faktor pengali terhadap rata-rata banjir tahunan untuk
mendapatkan debit banjir dengan periode ulang lainnya
faktor reduksi debit
tenggelam faktor perbandingan antara aliran bebas dan aliran
tenggelam pada suatu bangunan ukur
faktor tahanan rembesan faktor pengali panjang jalur rembesan sehubungan
kondisi bentuk pondasi dan jenis tanah
faktor tulangan hubungan antara perbandingan tulangan tarik dan tekan
dengan kekuatan batas baja rencana
fenomena (gejala) aliran menyatakan sifat yang dimiliki oleh aliran yang
bersangkutan
filter konstruksi untuk melewatkan air tanpa membawa
butiran tanah
fleksibilitas perbandingan antara besarnya perubahan debit suatu
bukaan dengan bukaan lainnyafleksibilitas eksploitasi
Daftar Peristilahan Irigasi 135

pompa kapasitas pemompaan dibagi-bagi kepada be-


berapa pompa untuk memudahkan E & P
flum bagian dari saluran dengan penampang teratur biasanya
diberi pasangan, misal : gorong-gorong terbuka, talang
dan saluran dengan pasangan
foil plastik plastik penyekat
foto udara foto hasil pemotretan dari udara dengan ketinggian
tertentu, untuk keperluan pemetaan
fraksi sedimen kasar fraksi sedimen pasir dan kerikil diameter D > 0,074
mm
G.F.R. Gross Field Water Requirement kebutuhan air total
(bruto) di sawah dengan mempertimbangkan faktor-
faktor pengolahan lahan, rembesan, penggunaan
konsumtif dan penggantian lapisan air
gambar pabrikan gambar yang dikeluarkan oleh pabrik
gambar pengukuran gambar atau peta hasil pengukuran/pemetaan
gambar penyelidikan gambar atau peta yang menyatakan hasil penyelidikan
gambar purnalaksana gambar setelah dilaksanakan (as built drawing)
garis energi garis yang menghubungkan titik-titik tinggi energi
garis kontur garis yang menghubungkan titik-titik yang sama
tingginya, disebut juga garis tinggi
gaya tekan keatas tekanan keatas, umumnya disebabkan tekanan air
(uplift)
gelombang tegak bentuk loncatan air bila perubahan kedalaman air kecil,
dimana hanya terjadi riak gelombang saja
gelombang tegak suatu bentuk gelombang aliran air yang dapat terjadi
pada bilangan Froude antara 0,55 s/d 1,40
136 Kriteria Perencanaan - Saluran

geluh (loam) tanah dengan tekstur campuran pasir, lanau dan


lempung
geometri saluran/bangunan perbandingan antara dimensi-dimensi
saluran/bangunan
gesekan dan tebing saluran/sungai
got miring saluran dengan kemiringan tajam dimana terjadi aliran
superkritis
gradasi pembagian dan ukuran butir tanah, pasir dsb
gradien medan kemiringan medan
gully alur lembah yang dibentuk oleh arus air, dimana aliran
air hanya ada jika ada hujan lebat
hidrodinamik air dalam keadaan bergerak
hidrometeorologi ilmu cuaca yang terutama membahas hidrologi
hidrostatik air dalam keadaan diam
hockey stick layout krib menyerupai tongkat hoki
hujan efektif hujan yang betul-betul dapat dimanfaatkan oleh
tanaman
hujan titik curah hujan pada daerah yang terbatas sekitar stasiun
hujan
I.H.E Institute of Hydraulic Engineering (DPMA)
I.R.R Internal Rate of Return tingkat bunga dimana nilai
pengeluaran sama dengan nilai penerimaan,
diperhitungkan berdasarkan nilai uang sekarang
indeks plastisitas (PI) kisaran kandungan air dalam tanah dimana tanah
kohesif menjadi plastis, besaran ini terletak antara
batas cair dan plastis Indeks Plastisitas = batas cair -
Daftar Peristilahan Irigasi 137

batas plastis
irigasi melingkar salah satu metode perencanaan trase saluran-saluran
tersier dimana arah aliran berlawanan dengan aliran
jaringan utama (counterflow irrigation)
jalan inspeksi jalan sepanjang saluran irigasi dan pembuang untuk
keperluan inspeksi
jalur rembesan jalur lintasan rembesan antara bagian udik dan hilir
suatu konstruksi, melalui dasar atau samping
konstruksi
jalur- jalur barisan petak-petak sawah yang diairi
jari- jari hidrolis perbandingan antara penampang basah dan keliling
basah
jaringan aliran jala-jala aliran air tanah yang terdiri dari garis aliran
dan garis ekuipotensialjaringan bongkah saringanpada
mulut pintu pengambilan untuk mencegah bongkah-
bongkah batu dan sampah agar tidak ke jaringan
saluran
jaringan irigasi seluruh bangunan dan saluran irigasi
jaringan irigasi teknis jaringan yang sudah memisahkan antara sistem irigasi,
pembuang dan jaringan tersier
jaringan pembuang seluruh bangunan dan saluran pembuang
jaringan saluran sistim saluran, hubungan antara satu saluran dengan
saluran lainnya
kantong lumpur bangunan untuk mengendapkan dan menampung
lumpur yang pada waktu tertentu dibilas
karakteristik saluran data saluran berupa debit, kemiringan talut, dsb
kavitasi terjadinya tekanan lebih kecil dari 1 atm, yang
138 Kriteria Perencanaan - Saluran

mengakibatkan gelembung-gelembung udara pada


permukaan badan bendung, menimbulkan lubang-
lubang karena terlepasnya butiran-butiran agregat dari
permukaan konstruksi
kebutuhan pembuang debit puncak saluran pembuang
kebutuhan pengambilan kebutuhan air pada tingkat sumbernya
kebutuhan pengambilan keperluan air pada bangunan sadap
kecepatan dasar kecepatan yang dikonversikan pada kedalaman
aliran 1 m
kecepatan datang kecepatan air sebelum memasuki suatu konstruksi,
seperti bendung, pintu air, dsb
kecepatan spesifik kecepatan khas putaran pompa atau turbin, fungsi dari
jenis aliran dan tipe pompa
kedalaman air hilir kedalaman air sebelah hilir konstruksi, dimana terjadi
kecepatan aliran subkritis
kedalaman konjugasi hubungan antara tinggi kedalaman sebelum dan
sesudah loncatan air
kehilangan di bagian siku kehilangan energi dalam pipa karena pembengkokan
kehilangan tekanan akibat kehilangan tekanan akibat gesekan pada dasar tingkat
kelayakan proyek yang dapat dicapai
kelompok hidrologis tanah kelompok tanah berdasarkan tingkat transmisi air
kelulusan tanah tingkat keresapan air melalui tanah, dinyatakan dalam
satuan panjang/satuan waktu (L/T)
kemampuan tanah kemampuan lahan untuk budidaya tanaman terrtentu
sehubungan dengan kondisi topografi, kesuburan dll
kemiringan maksimum kemiringan saluran maksimum dimana tidak terjadi
penggerusan
Daftar Peristilahan Irigasi 139

kemiringan minimum kemiringan saluran minimum dimana tidak terjadi


pengendapan
kemiringan talut kemiringan dinding saluran
kerapatan satuan berat per volume dibagi gravitasi
keseimbangan batas keseimbangan aliran pada sudetan telah berfungsi,
keseimbangan akhir
ketinggian nol (0) ketinggian yang sudah ditetapkan sebagai elevasi nol
(0), diatas permukaan laut
kisi-kisi penyaring saringan yang dipasang pada bagian muka pintu
pengambilan, sipon, pompa dll, untuk menyaring
sampah dan benda-benda yang terapung (trash rack)
klimatologi ilmu tentang iklim
koefisien debit faktor reduksi dari pengaliran ideal
koefisien kekasaran gabungan koefisien kekasaran pada ruas saluran yang
terdiri dari berbagai kondisi penampang basah
koefisien ekspansi linier koefisien muai beton per 10 C
koefisien kekasaran koefisien yang menyatakan pengaruh kekasaran dasar
dan tebing saluran/sungai terhadap kecepatan aliran
koefisien kontraksi koefisien pengurangan luas penampang aliran akibat
penyempitan
koefisien pengaliran koefisien perbandingan antara volume debit dan curah
hujan
kolam loncat air kolam peredam energi akibat loncatan air
kolam olak tipe bak tenggelam ujung dari bak selalu berada
dibawah muka air hilir
konfigurasi gambaran bentuk permukaan tanah
140 Kriteria Perencanaan - Saluran

konglomerat batuan keras karena tersementasi dengan komponen


dasar berbentuk bulatan
konsentrasi sedimen kandungan sedimen per satuan volume air, dinyatakan
dalam Ppm atau mg/liter
konservatif perencanaan yang terlalu aman
koperan konstruksi di dasar sungai/saluran untuk menahan
rembesan melalui bawah
krip bangunan salah satu tipe perlindungan sungai
lapisan subbase lapisan antara lapisan dasar (base) dan perkerasan pada
badan jalan raya
layout petak tersier suatu jaringan tersier (saluran pembawa/pembuang)
dengan pembagian petak kuarter dan subtersier
lebar efektif bendung lebar bersih pelimpahan: lebar kotor dikurangi
pengaruh-pengaruh kontraksi akibat pilar dan pangkal
bendung yang merupakan fungsi tinggi energi (H1)
lebar ekuivalen lebar tekan ekuivalen beton
lengkung debit grafik antara tinggi air dan debit
lengkung/curve pengempangan lengkung muka air, positif jika
kemiringan air, kemiringan dasar sungai/saluran
keduanya terjadi pada aliran subkritis
limpasan tanggul aliran yang melewati tanggul/tebing sungai
lindungan sungai bangunan yang berfungsi melindungi sungai terhadap
erosi, pengendapan dan longsoran, misal: krib
pengarah arus, pasangan, dsb
lingkaran slip lingkaran gelincir, bidang longsor
lokasi sumber bahan galian tempat penggalian bahan bangunan batu
Daftar Peristilahan Irigasi 141

loncatan hidrolis perubahan dari aliran superkritis ke subkritis


M.O.R. Main Off-take Water Requirement besarnya kebutuhan
air pada pintu sadap utama
meandering aliran sungai berbelok-belok dan berpindah-pindah
mercu bagian atas dari pelimpah atau tanggul
metode debit diatas ambang Peak Over Treshold, suatu metode menaksir banjir
rencana, dimana data hidrograf aliran terbatas (misal :
3 tahun), dengan mempertimbangkan puncak-puncak
banjir tertentu saja
metode numerik metode analitis/bilangan
metode stan ganda suatu metode pengukuran potongan memanjang,
dimana suatu titik dibidik dari 2 posisi

micro film film positif berukuran kecil ( 8 x 12 mm) 'hanya dapat


dibaca dengan alat khusus yang disebut micro fiche
reader
mode of failure (beton) pola keruntuhan, sehubungan dengan perencanaan
tulangan balok T
modulus pembuang banyaknya air yang harus dibuang dari suatu daerah
irigasi, dinyatakan dalam volume persatuan luas/satuan
waktu
morfologi sungai bentuk dan keadaan alur sungai sehubungan dengan
alirannya
mortel adukan
mosaik peta yang terdiri dari beberapa foto udara yang
disambungkan
muka air rencana saluran muka air yang direncanakan pada saluran untuk dapat
mengairi daerah tertentu secara gravitasi
142 Kriteria Perencanaan - Saluran

N.F.R. Net-Field Water Requirement satuan kebutuhan bersih


(netto) air di sawah, dalam hal ini telah diperhitungkan
faktor curah hujan efektif
neraca air keseimbangan air, membandingkan air yang ada, air
hilang dan air yang dimanfaatkan
ogee salah satu tipe mercu bendung yang permukaannya
mengikuti persamaan tertentu, hasil percobaan USCE
P3A Perkumpulan Petani Pemakai Air, misal Dharma Tirta,
Mitra Cai dan Subak
pangkal bendung kepala bendung, abutment
paritan lubang yang digali pada tebing antara 0,5 s/d 1 m lebar
dan 1 s/d 2 m dalam, untuk keperluan pengumpulan
data geoteknik
patahan patahan pada permukaan bumi karena suatu gaya,
sehingga suatu lapisan menjadi tidak sebidang lagi
patok hektometer patok beton yang dipasang setiap jarak 100 meter
sepanjang tebing saluran untuk keperluan E & P dan
orientasi lapangan
pelapukan proses lapuknya batuan karena pengaruh iklim
pemberian air parsial misal pada debit saluran 70 %, akibat pengoperasian
pintu
pembilas bawah pembilas melalui tubuh bendung berupa gorong-
gorong di bagian bawah pintu penguras
pembilas samping pembilas samping, tidak terletak pada tubuh bendung
dengan maksud tidak mengurangi lebar tubuh bendung
(shunt undersluice)pembuang ekstern saluran
pembuang untuk pembuangan yang berasal dari luar
Daftar Peristilahan Irigasi 143

daerah irigasi
pembuang intern saluran pembuangan air dari daerah irigasi
penampang kontrol penampang dimana aliran melalui ambang pengatur
aliran, di sini terjadi aliran kritis
pengambilan bebas penyadapan langsung dari sungai secara gravitasi,
tanpa konstruksi peninggi muka air
pengarah aliran konstruksi yang mengarahkan aliran ke arah tertentu
biasanya menjauhi tanggul
penggerusan berpindah atau terangkutnya, butiran pasir/kerikil
akibat kecepatan aliran
penggunaan (air) konsumtif air yang dibutuhkan oleh tanaman untuk proses
evapotranspirasi atau evapotranspirasi dari tanaman
acuan
pengolahan lahan pelumpuran sawah, tindakan menghaluskan struktur
tanah untuk mereduksi porositas dan kelulusan dengan
cara, misalnya pembajakan sawah
penyadapan liar pengambilan air tidak resmi pada saluran irigasi tanpa
menggunakan pipa
perencanaan hidrolis perhitungan hidrolis untuk menetapkan dimensi
bangunan
periode tengah bulanan periode sehubungan dengan perhitungan satuan
kebutuhan air irigasi, atau pergeseran pola tanam pada
sistem golongan
periode ulang suatu periode dimana diharapkan terjadi hujan atau
debit maksimum
perkolasi gerakan air dalam tanah dengan arah vertikal ke bawah
peta geologi peta yang menggambarkan keadaan geologi,
144 Kriteria Perencanaan - Saluran

dinyatakan dengan simbol-simbol dan warna tertentu,


disertai keterangan seperlunya
peta geologi daerah peta geologi skala kecil (misal 1 : 100.000 atau lebih),
menggambarkan secara umum keadaan geologi suatu
wilayah, mengenai jenis batuan, endapan, umur, dan
struktur yang ada
peta geologi detail peta yang dibuat berdasarkan hasil penyelidikan
lapangan dan laboratorium detail, dibuat diatas peta
topografi skala besar, misal 1 : 5000 atau lebih besar,
untuk berbagai keperluan, misal peta geologi teknik
detail
peta geologi teknik peta geologi dengan tujuan pemanfaatan dalam bidang
teknik
peta geologi tinjau dibuat berdasarkan hasil pengamatan lapangan selintas,
tidak detail, sedikit memberikan gambaran mengenai
keadaan morfologi, jenis batuan, struktur, dan
hubungan antara satuan batuan
peta ortofoto peta situasi yang dibuat dari hasil perbesaran foto
udara, dilengkapi dengan garis kontur dan titik
ketinggian (semi control)
peta topografi peta yang menggambarkan kondisi topografi, letak dan
ketinggian medan
petak tersier ideal petak tersier lengkap dengan jaringan irigasi,
pembuang dan jalan, serta mempunyai ukuran optimal
petak tersier optimal petak tersier yang biaya konstruksi dan E & P
jaringannya minimal
piesometer alat untuk mengukur tekanan air
Daftar Peristilahan Irigasi 145

pintu penguras pintu yang berfungsi sebagai penguras sedimen,


terutama dari depan pintu pengambilan
pintu radial pintu berbentuk busur lingkaran
pola tanaman urutan dan jenis tanaman pada suatu daerah
pompa naik hidrolis pompa Hydraulic Ram atau pompa hidran, tenaga
penggeraknya berasal dari impuls aliran
ppm part per million
prasarana (infrastruktur) fasilitas untuk pelayanan masyarakat seperti : jaringan
jalan, irigasi, bangunan umum
prasaturasi penjenuhan tanah pada awal musim hujan
program ekstensifikasi usaha peningkatan produksi dengan peng-
anekaragaman usaha tani, misal: Jenis tanaman, ternak,
perikanan, dll
program intensifikasi usaha peningkatan produksi pertanian dengan
menyempurnakan sarana irigasi dan penggunaan
teknologi pertanian maju
prototip contoh dengan ukuran sesuai dengan obyek sebenarnya
relief mikro bentuk cekungan-cekungan atau tonjolan-tonjolan kecil
permukaan tanah
resistensi tahanan/hambatan aliran karena kekasaran saluran
ripples suatu bentuk dasar sungai karena tipe pengangkutan
sedimen dasar
risiko proyek kemungkinan terjadinya suatu hal yang tidak
diinginkan, misal kegagalan pada proyek pada periode
waktu tertentu (misal: selama pelaksanaan, umur
efektif proyek dst)
rotasi permanen sistem pembagian air secara berselang-seling ke petak-
146 Kriteria Perencanaan - Saluran

petak kuarter tertentu


ruang bebas jembatan jarak antara bagian terbawah konstruksi dengan muka
air rencana
S.O.R. Secondary Off-take Water Requirement besarnya
kebutuhan air pada pintu sadap sekunder
saluran cacing cabang saluran kuarter, mengalirkan air dari saluran
kuarter ke petak sawah
saluran gali dan timbun saluran tertutup yang dibuat dengan cara penggalian
dan kemudian ditutup kembali (saluran conduit)
saluran irigasi saluran pembawa air untuk menambah air ke saluran
lain/daerah lain
saluran pembuang alamiah misal anak atau cabang sungai
saluran pintasan saluran melintasi lembah atau memotong bukit pada
saluran garis tinggi (biasanya saluran besar), karena
akan terlalu mahal jika harus terus mengikuti garis
tinggi
sedimen abrasif sedimen yang terdiri dari pasir keras dan tajam,
bersama dengan aliran dapat menimbulkan erosi pada
permukaan konstruksi
sedimen dasar sedimen pada dasar sungai/saluran
sedimen layang sedimen di dalam air yang melayang karena gerakan
air
simulasi peniruan, suatu metode perhitungan hidrologi/hidrolis
untuk mempelajari karakteristik aliran sungai/perilaku
konstruksi
sipon pelimpah sipon peluap
sistem grid suatu metode pengukuran pemetaan situasi
Daftar Peristilahan Irigasi 147

sistem golongan teknis sistim golongan yang direncanakan secara teknis pada
petak sekunder atau primer, sehubungan dengan
penggeseran masa penanaman disini dilakukan
pemberian air secara kontinyu
sistim rotasi sistem pemberian air secara giliran pada beberapa
petak kuarter atau tersier yang digabungkan. Di sini
pemberian air dilakukan tidak kontinyu
sponeng alur (coak) untuk naik turunnya pintu
studi simulasi suatu cara mengevaluasi perilaku suatu kon-
struksi/proyek (misalnya waduk, bendung, jaringan
irigasi dsb), dengan masukkan parameter historis (data
curah hujan, debit) pada jangka waktu tertentu
sudetan atau kopur alur baru yang dibuat di luar alur sungai lama, untuk
keperluan-keperluan pengelakan aliran, penurunan
muka air banjir dan pembangunan bendung
sudut gradien energi sudut kemiringan garis energi terhadap garis horizontal
sudut lentur (pada got miring) sudut kemiringan muka air pada got miring yang harus
memenuhi persyaratan tertentu, untuk mencegah
terjadinya gelombang
sudut mati bagian di manasedimen tidak dapatdikuras/dibilas
dengan kecepatan aliran(dead comer)
sumber bahan timbunan tempat pengambilan bahan timbunan tanah dan pasir
surface roller gerakan aliran yang menggelinding pada permukaan
konstruksi
T.O.R. Tertiary Off-take Requirement besarnya kebutuhan air
pada pintu sadap tersier
talang sipon sipon melintasi alur sungai dimana dasar sipon terletak
148 Kriteria Perencanaan - Saluran

diatas muka air banjir


tampakan (feature) gambaran bentuk yang dinyatakan dengan simbol-
simbol tertentu disertai keterangan seperlunya
tanah bengkok lahan pertanian yang hak penggunaannya diserahkan
kepada pejabat desa karena jabatannya. Beberapa
daerah mempunyai istilah setempat untuk tanah
bengkok ini
tanaman acuan tanaman yang diteliti untuk mengetahui besarnya
evapotranspirasi potensial
tanaman ladang tanaman yang semasa tumbuhnya tidak perlu digenangi
air, misal padi gadu, palawija, karet, tebu, kopi dsb
(upland crop)
tanggul banjir konstruksi untuk mencegah terjadinya banjir di
belakang tanggul tersebut
tanggul penutup tanggul yang berfungsi untuk menutup dan atau
mengelakkan aliran
tegangan efektif tegangan yang bekerja pada butiran tanah tegangan air
pori
tegangan geser kritis tegangan geser dimana tidak terjadi penggerusan
penampang aliran
tekanan pasif tekanan melawan tekanan aktif
tekanan piesometrik tekanan air yang terukur dengan alat piesometer
tekanan subatmosfer tekanan lebih kecil dari 1 atm
tekanan tanah aktif tekanan tanah yang mendorong dinding ke arah
menjauhi tanah
tembok sayap dinding batas antara bangunan dan pekerjaan tanah
sekitarnya berfungsi juga sebagai pengarah aliran
Daftar Peristilahan Irigasi 149

tes batas cair suatu pengujian laboratorium untuk mengetahui


kandungan air dalam contoh tanah pada batas perilaku
tanah seperti zat cair
tikungan stabil tikungan aliran dimana tidak terjadi erosi oleh arus
tinggi energi tinggi air ditambah tinggi tekanan dan tinggi kecepatan
tinggi jagaan minimum tinggi jagaan yang ditetapkan minimum berdasarkan
besaran debit salurantinggi muka air yang diperlukan
tinggi muka air rencana untuk dapat mengairi daerah
irigasi sebelah hilirnya
tinggi tekanan tekanan dibagi berat jenis
tingkat pertumbuhan saat khusus pertumbuhan tanaman
tipe tulang ikan tipe jaringan irigasi saluran dan pembuang berbentuk
tulang ikan dikembangkan di daerah pedataran
terutama di daerah rawa
transmisivity perkalian antara koeffisien permeabilitas dan tebal
akuifer
transplantasi penanaman pemindahan bibit dari persemaian ke
sawah
transposisi data pemakaian data dari satu daerah aliran sungai di daerah
aliran sungai lainnya yang ditinjau dan diperkirakan
sama kondisinya
trase letak dan arah saluran atau jalan
turbulensi pergolakan air untuk mereduksi energi (pada kolam
olak)
U.S.B.R United States Bureau of Reclamation
U.S.C.E United States Army Corps of Engineers
U.S.C.S Unified Soil Classification System
150 Kriteria Perencanaan - Saluran

U.S.D.A United States Department of Agriculture


U.S.S.C.S United States Soil Conservation Service
ulu-ulu petugas pengairan desa yang bertanggung jawab atas
pembagian air pada satu petak tersier
unit kontrol irigasi satuan pengelolaan irigasi misal : petak tersier,
sekunder, dst
variasi muka air 0,18 h100 penambahan tinggi muka air pada saluran
yang diperlukan untuk mengairi seluruh petak tersier,
jika debit yang ada hanya 70% dan Q100
vegetasi tumbuh-tumbuhan/tanaman penutup
waktu konsentrasi waktu yang diperlukan oleh satu titik hujan dari tempat
terjauh dalam suatu daerah aliran sungai mengalir ke
tempat yang ditetapkan, misal lokasi bendung.
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM
DIREKTORAT JENDERAL SUMBER DAYA AIR
D I R E K T O R AT I R I G A S I D A N R A WA

STANDAR PERENCANAAN
IRIGASI

KRITERIA PERENCANAAN
BAGIAN
BANGUNAN
KP-04

2013
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM
DIREKTORAT JENDERAL SUMBER DAYA AIR
DIREKTORAT IRIGASI DAN RAWA

STANDAR PERENCANAAN
IRIGASI

KRITERIA PERENCANAAN
BAGIAN
BANGUNAN
KP-04

2013
ii Kriteria Perencenaan - Bangunan
Sambutan iii

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM

DIREKTORAT JENDERAL SUMBER DAYA AIR

SAM B UTAN

Keberadaan sistem irigasi yang handal merupakan sebuah syarat mutlak bagi
terselenggaranya sistem pangan nasional yang kuat dan penting bagi sebuah negara.
Sistem irigasi merupakan upaya yang dilakukan oleh manusia untuk memperoleh air
denganmenggunakanbangunan dan saluran buatan untuk mengairi lahan
pertaniannya. Upaya ini meliputi prasarana irigasi, air irigasi, manajemen irigasi,
kelembagaan pengelolaan irigasi dan sumber daya manusia. Terkait prasarana irigasi,
dibutuhkan suatu perencanaan yang baik, agar sistem irigasi yang dibangun
merupakan irigasi yang efektif, efisien dan berkelanjutan, sesuai fungsinya
mendukung produktivitas usaha tani.

Pengembangan irigasi di Indonesia yang telah berjalan lebih dari satu abad, telah
memberikan pengalaman yang berharga dan sangat bermanfaat dalam kegiatan
pengembangan irigasi dimasa mendatang. Pengalaman–pengalaman tersebut
didapatkan dari pelaksanaan tahap studi, perencanaan hingga tahap pelaksanaan dan
lanjut ke tahap operasi dan pemeliharaan.

Hasil pengalaman pengembangan irigasi sebelumnya, Direktorat Jenderal Pengairan


telah berhasil menyusun suatu Standar Perencanaan Irigasi, dengan harapan didapat
efisiensi dan keseragaman perencanaan pengembangan irigasi. Setelah pelaksanaan
pengembangan irigasi selama hampir dua dekade terakhir, dirasa perlu untuk
iv Kriteria Perencenaan - Bangunan

melakukan review dengan memperhatikan kekurangan dan kesulitan dalam penerapan


standar tersebut, perkembangan teknologi pertanian, isu lingkungan (seperti
pemanasan global dan perubahan iklim), kebijakan partisipatif, irigasi hemat air, serta
persiapan menuju irigasi modern (efektif, efisien dan berkesinambungan).

Setelah melalui proses pengumpulan data, diskusi ahli dan penelitian terhadap
pelaksanaan Standar Perencanaan Irigasi terdahulu serta hasil perencanaan yang telah
dilakukan, maka Direktorat Jenderal Sumber Daya Air menyusun suatu Kriteria
Perencanaan Irigasi yang merupakan hasil review dari Standar Perencanaan Irigasi.

Dengan tersedianya Kriteria Perencanaan Irigasi, diharapkan para perencana irigasi


mendapatkan manfaat yang besar, terutama dalam keseragaman pendekatan konsep
desain, sehingga tercipta keseragaman dalam konsep perencanaan.

Penggunaan Kriteria Perencanaan Irigasi merupakan keharusan untuk dilaksanakan


oleh pelaksana perencanaan di lingkungan Direktorat Jenderal Sumber Daya Air.
Penyimpangan dari standar ini hanya dimungkinkan dengan izin dari Pembina
Kegiatan Pengembangan Irigasi.

Akhirnya, diucapkan selamat atas terbitnya Kriteria Perencanaan Irigasi, dan patut
diberikan penghargaan sebesar–besarnya kepada para narasumber dan editor untuk
sumbang saran serta ide pemikirannya bagi pengembangan standar ini.

Jakarta, Februari 2013


Direktur Jenderal Sumber Daya Air

DR. Ir. Moh. Hasan, Dipl.HE


NIP. 19530509 197811 1001
Kata Pengantar v

KATA PENGANTAR

Setelah melalui proses pengumpulan data, diskusi ahli dan penelitian terhadap
pelaksanaan Standar Perencanaan Irigasi terdahulu serta hasil perencanaan yang telah
dilakukan, maka Direktorat Jenderal Sumber Daya Air menyusun suatu Kriteria
Perencanaan Irigasi yang merupakan hasil review dari Standar Perencanaan Irigasi
edisi sebelumnya dengan menyesuaikan beberapa parameter serta menambahkan
perencanaan bangunan yang dapat meningkatan kualitas pelayanan bidang
irigasi.Kriteria Perencanaan Irigasi ini telah disiapkan dan disusun dalam 3
kelompok:
1. Kriteria Perencanaan (KP-01 s.d KP-09)
2. Gambar Bangunan irigasi (BI-01 s.d BI-03)
3. Persyaratan Teknis (PT-01 s.d PT-04)
Semula Kriteria Perencanaan hanya terdiri dari 7 bagian (KP – 01 s.d KP – 07). Saat
ini menjadi9 bagian dengan tambahan KP – 08 dan KP – 09 yang sebelumnya
merupakan Standar Perencanaan Pintu Air Irigasi. Review ini menggabungkan
Standar Perencanaan Pintu Air Irigasi kedalam 9 Kriteria Perencanaan sebagai
berikut:
KP – 01 Perencanaan Jaringan Irigasi
KP – 02 Bangunan Utama (Head Works)
KP – 03 Saluran
KP – 04 Bangunan
KP – 05 Petak Tersier
KP – 06 Parameter Bangunan
KP – 07 Standar Penggambaran
KP – 08 Standar Pintu Pengatur Air Irigasi: Perencanaan,Pemasangan,
Operasi dan Pemeliharaan
KP – 09 Standar Pintu Pengatur Air Irigasi: Spesifikasi Teknis
vi Kriteria Perencenaan - Bangunan

Gambar Bangunan Irigasi terdiri atas 3 bagian, yaitu:


(i) Tipe Bangunan Irigasi, yang berisi kumpulan gambar-gambar contoh sebagai
informasi dan memberikan gambaran bentuk dan model bangunan, pelaksana
perencana masih harus melakukan usaha khusus berupa analisis, perhitungan dan
penyesuaian dalam perencanan teknis.
(ii) Standar Bangunan Irigasi, yang berisi kumpulan gambar-gambar bangunan yang
telah distandarisasi dan langsung bisa dipakai.
(iii) StandarBangunan Pengatur Air, yang berisi kumpulan gambar-gambar bentuk
dan model bangunan pengatur air.
Persyaratan Teknis terdiri atas 4 bagian, berisi syarat-syarat teknis yang minimal
harus dipenuhi dalam merencanakan pembangunan Irigasi. Tambahan persyaratan
dimungkinkan tergantung keadaan setempat dan keperluannya.Persyaratan
Teknisterdiri dari bagian-bagian berikut:
PT – 01 Perencanaan Jaringan Irigasi
PT – 02 Topografi
PT – 03 Penyelidikan Geoteknik
PT – 04 Penyelidikan Model Hidrolis

Meskipun Kriteria Perencanaan Irigasi ini, dengan batasan-batasan dan syarat


berlakunya seperti tertuang dalam tiap bagian buku, telah dibuat sedemikian sehingga
siap pakai untuk perencana yang belum memiliki banyak pengalaman, tetapi dalam
penerapannya masih memerlukan kajian teknik dari pemakainya. Dengan demikian
siapa pun yang akan menggunakan Kriteria Perencanaan Irigasi ini tidak akan lepas
dari tanggung jawabnya sebagai perencana dalam merencanakan bangunan irigasi
yang aman dan memadai.
Kata Pengantar vii

Setiap masalah di luar batasan-batasan dan syarat berlakunya Kriteria Perencanaan


Irigasi, harus dikonsultasikan khusus dengan badan-badan yang ditugaskan
melakukan pembinaan keirigasian, yaitu:
1. Direktorat Irigasi dan Rawa
2. Puslitbang Air
Hal yang sama juga berlaku bagi masalah-masalah, yang meskipun terletak dalam
batas-batas dan syarat berlakunya standar ini, mempunyai tingkat kesulitan dan
kepentingan yang khusus.

Semoga Kriteria Perencanaan Irigasi ini bermanfaat dan memberikan sumbangan


dalam pengembangan irigasi di Indonensia. Kami sangat mengharapkan kritik dan
saran untuk perbaikan ke arah kesempurnaan Kriteria Perencanaan Irigasi.

Jakarta, Februari 2013


Direktur Irigasi dan Rawa

Ir. Imam Agus Nugroho, Dipl.HE


NIP. 19541006 198111 1001
viii Kriteria Perencenaan - Bangunan
Tim Perumus ix

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM


DIREKTORAT JENDERAL SUMBER DAYA AIR

TIM PERUMUS REVIEW


KRITERIA PERENCANAAN IRIGASI

No. Nama Keterangan


1. Ir. Imam Agus Nugroho, Dipl. HE Pengarah
2. Ir. Adang Saf Ahmad, CES Penanggung Jawab
3. Ir. Bistok Simanjuntak, Dipl. HE Penanggung Jawab
4. Ir. Widiarto, Sp.1 Penanggung Jawab
5. Ir. Bobby Prabowo, CES Koordinator
6. Tesar Hidayat Musouwir, ST, MBA, M.Sc Koordinator
7. Nita Yuliati, ST, MT Pelaksana
8. Bernard Parulian, ST Pelaksana
9. DR. Ir. Robert J. Kodoatie, M.Eng Editor
10. DR. Ir. Soenarno, M.Sc Narasumber
11. Ir. Soekrasno, Dipl. HE Narasumber
12. Ir. Achmad Nuch, Dipl. HE Narasumber
13. Ir. Ketut Suryata Narasumber
14. Ir. Sudjatmiko, Dipl. HE Narasumber
15. Ir. Bambang Wahyudi, MP Narasumber

Jakarta, Januari 2013


Direktur Jenderal Sumber Daya Air

DR. Ir. Moh. Hasan, Dipl.HE


NIP. 19530509 197811 1001
x Kriteria Perencenaan - Bangunan
Daftar Isi xi

DAFTAR ISI

S A M B U T A N ....................................................................................................... iii
KATA PENGANTAR .................................................................................................v
TIM PERUMUS REVIEW KRITERIA PERENCANAAN IRIGASI ................. ix
DAFTAR ISI .............................................................................................................. xi
DAFTAR TABEL .................................................................................................... xix
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................... xxi
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................1
1.1 Ruang Lingkup .................................................................................................1
BAB II BANGUNAN PENGUKUR DEBIT ...........................................................3
2.1 Umum ...............................................................................................................3
2.2 Alat Ukur Ambang Lebar .................................................................................4
2.2.1 Tipe ...................................................................................................6
2.2.2 Perencanaan Hidrolis ..............................................................................8
2.2.3 Flum Dasar Rata ...................................................................................10
2.2.4 Batas Moduler ......................................................................................10
2.2.5 Besaran Debit .......................................................................................12
2.2.6 Papan Duga ..........................................................................................12
2.2.7 Tabel Debit ...........................................................................................13
2.2.8 Karakteristik Alat Ukur Ambang Lebar ...............................................14
2.2.9 Kelebihan Alat Ukur Ambang Lebar ...................................................15
2.2.10 Kelemahan Alat Ukur Ambang Lebar ..................................................15
2.2.11 Penggunaan Alat Ukur Ambang Lebar ................................................15
2.3 Orifice Constant Head ....................................................................................16
2.3.1 Alat Ukur Orifice Constant Head.........................................................16
2.3.2 Bentuk Hidrolis ....................................................................................16
2.3.3 Kapasitas dan Karakteristik ..................................................................17
2.3.4 Perhitungan Hidrolis.............................................................................18
2.3.5 Dimensi ................................................................................................18
2.4 Throated Flume ..............................................................................................18
2.4.1 Alat Ukur Long-Throated Flume..........................................................18
2.4.1.1 Perencanaan Hidrolis ...............................................................20
2.4.1.2 Batas Modular .........................................................................23
2.4.1.3 Kelebihan Alat Ukur LongThroated Flume.............................24
2.4.1.4 Kelemahan Alat Ukur Long Throat Flume..............................24
2.4.1.5 Batas Penggunaan Alat Ukur LongThroated Flume ................25
xii Kriteria Perencenaan - Bangunan

2.4.2 Alat Ukur Cut-throated Flume .............................................................25


2.4.2.1 Penentuan Debit dalam Kondisi Aliran Bebas ........................27
2.4.2.2 PemasanganCut ThroatFlume untuk Mendapatkan
Kondisi Aliran Bebas...............................................................28
2.5 Alat Ukur Romijn............................................................................................32
2.5.1 Tipe-Tipe Alat Ukur Romijn ................................................................32
2.5.2 Perencanaan Hidrolis ............................................................................34
2.5.3 Dimensi dan Tabel Debit Standar.........................................................36
2.5.4 Papan Duga ..........................................................................................37
2.5.5 Karakteristik Alat Ukur Romijn............................................................38
2.5.6 Kelebihan Alat Ukur Romijn ................................................................38
2.5.7 Kekurangan Alat Ukur Romijn .............................................................38
2.5.8 Penggunaan Alat Ukur Romijn .............................................................39
2.6 Alat Ukur Crump – de Gruyter.......................................................................39
2.6.1 Perencanaan Hidrolis............................................................................40
2.6.2 Karakteristik Alat Ukur Crump-de Gruyter .........................................42
2.6.3 Kelebihan Alat Ukur Crump-de Gruyter..............................................43
2.6.4 Kelemahan Alat Ukur Crump-de Gruyter ............................................43
2.6.5 Penggunaan Alat Ukur Crump-de Gruyter...........................................43
2.7 Neyrpic Module ..............................................................................................43
2.7.1 Umum .................................................................................................43
2.7.2 Kelebihan Neyrpic Module ...................................................................45
2.7.3 Kelemahan Neyrpic Module .................................................................45
2.8 Pipa Sadap Sederhana .....................................................................................46
2.8.1 Perencanaan Hidraulis ..........................................................................46
2.8.1.1 Aliran Tenggelam (Submerged) ..............................................46
2.8.1.2 Aliran Jatuh Bebas (Free Fall) ................................................48
2.8.2 Penggunaan Pipa Sadap Sederhana ......................................................49
BAB III BANGUNAN PENGATUR TINGGI MUKA AIR ..................................51
3.1 Umum .............................................................................................................51
3.2 Pintu Skot Balok .............................................................................................51
3.2.1 Perencanaan Hidrolis ............................................................................52
3.2.2 Kelebihan Pintu Skot Balok .................................................................54
3.2.3 Kelemahan Pintu Skot Balok ...............................................................54
3.3 Pintu Sorong ...................................................................................................54
3.3.1 Perencanaan Hidrolis ............................................................................54
3.3.2 Kelebihan-Kelebihan yang Dimiliki Pintu Pembilas Bawah ...............55
3.3.3 Kelemahan-Kelemahannya ..................................................................56
3.4 Pintu Radial ....................................................................................................56
3.4.1 Kelebihan Pintu Radial .........................................................................56
3.4.2 Kelemahan Pintu Radial .......................................................................56
Daftar Isi xiii

3.5 Mercu Tetap ....................................................................................................57


3.5.1 Perencanaan Hidrolis ............................................................................57
3.5.2 Kelebihan Mercu Tetap ........................................................................58
3.5.3 Kelemahan Mercu Tetap ......................................................................59
3.6 Mercu Tipe U (Mercu Tipe Cocor Bebek) .....................................................59
3.6.1 Umum .................................................................................................59
3.6.2 Perencanaan Struktur ............................................................................60
3.6.3 Analisa Hidraulik .................................................................................61
3.6.4 Pertimbangan dan Persyaratan .............................................................63
3.7 Celah Kontrol Trapesium ...............................................................................65
3.7.1 Perencanaan Hidrolis ............................................................................67
3.7.2 Kelebihan Celah Kontrol Trapesium ....................................................68
3.7.3 Kelemahan Celah Kontrol Trapesium ..................................................68
3.8 Penggunaan Bangunan Pengatur Muka Air ....................................................69
BAB IV BANGUNAN BAGI DAN SADAP ............................................................71
4.1 Bangunan Bagi ...............................................................................................71
4.2 Bangunan Pengatur .........................................................................................71
4.3 Bangunan Sadap .............................................................................................77
4.3.1 Bangunan Sadap Sekunder ...................................................................77
4.3.2 Bangunan Sadap Tersier .......................................................................78
4.3.3 Bangunan Bagi dan Sadap kombinasi Sistem Proporsional .................79
4.3.4 Tata Letak Bangunan Bagi dan Sadap..................................................80
BAB V BANGUNAN PEMBAWA...........................................................................83
5.1 Pendahuluan....................................................................................................83
5.2 Kelompok Subkritis ........................................................................................83
5.2.1 Perencanaan Hidrolis ............................................................................83
5.2.2 Kehilangan Akibat Gesekan .................................................................84
5.2.3 Kehilangan Energi Pada Peralihan .......................................................85
5.2.4 Kehilangan Tinggi di Bagian Siku dan Tikungan ................................89
5.3 Standar Peralihan Saluran ...............................................................................91
5.4 Gorong-Gorong ..............................................................................................92
5.4.1 Umum .................................................................................................92
5.4.2 Kecepatan Aliran ..................................................................................95
5.4.3 Ukuran-Ukuran Standar .......................................................................95
5.4.4 Penutup Minimum ................................................................................98
5.4.5 Gorong-Gorong Segi Empat .................................................................98
5.4.6 Kehilangan Tinggi Energi untuk Gorong-Gorong
yang Mengalir Penuh............................................................................99
5.4.9 Standar Ukuran dan Penulangan Gorong-Gorong Segi Empat ..........100
5.4.9.1 Analisis Pembebanan.............................................................100
xiv Kriteria Perencenaan - Bangunan

5.4.9.2 Desain Parameter ...................................................................100


5.4.9.3 Penulangan ............................................................................101
5.4.9.4 Dasar-Dasar Pelaksanaan ......................................................102
5.5 Sipon ............................................................................................................105
5.5.1 Umum ...............................................................................................105
5.5.2 Kecepatan Aliran ................................................................................106
5.5.3 Perapat Pada Lubang Masuk Pipa ......................................................106
5.5.4 Kehilangan Tinggi Energi ..................................................................106
5.5.5 Kisi-Kisi Penyaring ............................................................................108
5.5.6 Pelimpah .............................................................................................109
5.5.7 Sipon Jembatan...................................................................................109
5.6 Talang dan Flum ...........................................................................................110
5.6.1 Talang ...............................................................................................110
5.6.1.1 Potongan Melintang...............................................................110
5.6.1.2 Kemiringan dan Kecepatan ...................................................110
5.6.1.3 Peralihan ................................................................................111
5.6.1.4 Tinggi Jagaan.........................................................................113
5.6.1.5 Bahan .....................................................................................113
5.6.1.6 Standar Ukuran dan Penulangan Talang ...............................114
5.6.2 BangunanElevated Flume...................................................................123
5.6.2.1 Penentuan Dimensi ................................................................124
5.6.2.2 Daftar Dimensi Elevated Flume ............................................128
5.7 Bangunan Terjun ..........................................................................................133
5.7.1 Umum ...............................................................................................133
5.7.2 Bagian Pengontrol ..............................................................................133
5.7.2.1 Perhitungan Hidrolis: (Gambar 5-24) ....................................135
5.7.3 Bangunan Terjun Tegak .....................................................................137
5.7.4 Bangunan Terjun Miring ....................................................................139
5.8 Got Miring ....................................................................................................141
5.8.1 Peralihan .............................................................................................141
5.8.2 Bangunan Pembawa ...........................................................................143
5.8.3 Aliran Tidak Stabil .............................................................................145
BAB VI KOLAM OLAK ........................................................................................149
6.1 Umum ...........................................................................................................149
6.2 Kolam Loncat Air .........................................................................................150
6.2.1 Perhitungan Hidrolis Secara Grafis ....................................................150
6.2.2 Perhitungan Hidrolis.........................................................................151
6.2.2.1 Nilai-Nilai Dasar Loncat Hidrolis ......................................152
6.3 Kolam Olak untuk Bilangan Froude Antara 2,5 dan 4,5 .............................153
6.4 Kolam Olak untuk Bilangan Froude> 4,5 ....................................................155
6.5 Kolam Vlugter ..............................................................................................156
Daftar Isi xv

6.6 Modifikasi Peredam Energi ..........................................................................157


6.7 Lindungan dari Pasangan Batu Kosong ........................................................167
6.7.1 Perencanaan Filter ..............................................................................168
BAB VII BANGUNAN LINDUNG ........................................................................171
7.1 Umum ...........................................................................................................171
7.2 Saluran Pelimpah ..........................................................................................172
7.2.1 Perencanaan Panjang Pelimpah Saluran .............................................174
7.2.2 Metode Bilangan ................................................................................176
7.2.3 Catatan ...............................................................................................177
7.2.4 Metode Grafik ....................................................................................178
7.3 Sipon Pelimpah .............................................................................................180
7.3.1 Penentuan Dimensi .............................................................................181
7.3.2 Kavitasi...............................................................................................183
7.3.3 Tipe-Tipe Sipon Pelimpah..................................................................186
7.4 Pintu Pelimpah Otomatis ..............................................................................189
7.5 Bangunan Penguras ......................................................................................191
7.5.1 Pemerian (Deskripsi) ..........................................................................191
7.5.2 Kapasitas ............................................................................................191
7.5.3 Perencanaan Pintu Penguras ...............................................................192
7.6 Bangunan Pembuang Silang .........................................................................192
7.6.1 Umum ...............................................................................................192
7.6.2 Sipon ...............................................................................................193
7.6.3 Gorong-Gorong ..................................................................................193
7.6.4 Overchute ...........................................................................................195
7.6.5 Alur Pembuang ...................................................................................198
7.7 Bangunan Pengeluar Sedimen (Sediment Excluder).....................................199
7.7.1 Umum ...............................................................................................199
7.7.2 Penggunaan Saluran Pengeluar Sedimen (Sediment Excluder) ..........202
7.7.3 Menentukan Lokasi Bangunan ...........................................................202
7.7.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penetapan Lokasi Bangunan
Pengeluar Sedimen .............................................................................203
7.7.5 BangunanTabung Pusaran (Vortex Tube) ...........................................205
7.7.6 Terowongan Penyaring Sedimen (Tunnel Sediment Excluder) ..........208
BAB VIII JALAN DAN JEMBATAN .................................................................213
8.1 Umum ...........................................................................................................213
8.2 Jalan Inspeksi ................................................................................................213
8.2.1 Klasifikasi...........................................................................................214
8.2.2 Potongan Melintang ...........................................................................215
8.2.3 Trase ...............................................................................................215
8.2.4 Pelaksanaan ........................................................................................217
xvi Kriteria Perencenaan - Bangunan

8.2.5 Pembuang ...........................................................................................221


8.3 Jembatan .......................................................................................................223
8.3.1 Tipe ...............................................................................................223
8.3.2 Pembebanan........................................................................................223
8.3.3 Bangunan Atas ...................................................................................223
8.3.4 Pondasi dan Tiang Pancang ................................................................224
8.3.5 Ruang Bebas .......................................................................................226
9 BAB IX BANGUNAN – BANGUNAN PELENGKAP ..................................229
9.1 Tanggul .........................................................................................................229
9.1.1 Kegunaan ............................................................................................229
9.1.2 Bahan ...............................................................................................229
9.1.3 Debit Perencanaan ..............................................................................230
9.1.4 Trase ...............................................................................................230
9.1.5 Tinggi Jagaan .....................................................................................230
9.1.6 Lebar Atas ..........................................................................................231
9.1.7 Kemiringan Talut ...............................................................................231
9.1.8 Stabilitas Tanggul ...............................................................................232
9.1.9 Pembuang ...........................................................................................234
9.1.10 Lindungan...........................................................................................235
9.2 Fasilitas Eksploitasi ......................................................................................235
9.2.1 Komunikasi ........................................................................................235
9.2.2 Kantor dan Perumahan Staf ................................................................237
9.2.3 Sanggar Tani.......................................................................................238
9.2.4 Patok Hektometer ...............................................................................238
9.2.5 Patok Sempadan .................................................................................239
9.2.6 Pelat Nama .........................................................................................240
9.2.7 Papan Pasten .......................................................................................241
9.2.8 Papan Duga Muka Air ........................................................................241
9.2.9 Pintu ...............................................................................................242
9.2.10 AWLR ...............................................................................................243
9.3 Bangunan-Bangunan Lain ............................................................................244
9.3.1 Peralatan Pengaman ...........................................................................244
9.3.2 Tempat Cuci .......................................................................................245
9.3.3 Kolam Mandi Ternak .........................................................................245
9.4 Pencegahan Rembesan..................................................................................246
9.4.1 Umum ...............................................................................................246
9.4.2 Dinding Halang ..................................................................................246
9.4.3 Koperan ..............................................................................................247
9.4.4 Filter ...............................................................................................248
9.4.5 Lubang Pembuang ..............................................................................249
9.4.6 Alur Pembuang ...................................................................................250
Daftar Isi xvii

DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................251


LAMPIRAN I...........................................................................................................255
LAMPIRAN II .........................................................................................................265
LAMPIRAN III .......................................................................................................295
LAMPIRAN IV........................................................................................................313
LAMPIRAN V .........................................................................................................333
DAFTAR PERISTILAHAN IRIGASI ..................................................................351
xviii Kriteria Perencenaan - Bangunan
Daftar Tabel xix

DAFTAR TABEL

Tabel 2-1. Perbandingan antara Bangunan-Bangunan Pengukur Debit


yang Umum Dipakai .................................................................................5
Tabel 2-2. Harga-Harga Minimum Batas Moduler (H2/H1) .....................................11
Tabel 2-4. Nilai K, n dan St untuk Berbagai Panjang Cut Throat Flume ................27
Tabel 2-5. Pegangan Umum Penggunaan Cut ThroatFlumeDi Petak Tersier..........30
Tabel 2-6. Besaran Debit yang Dianjurkan untuk Alat Ukur Romijn Standar .........37
Tabel 4-1. Perbandingan antara Bangunan-Bangunan Pengatur Air ........................73
Tabel 5-1. Harga-harga Harga Koefisien Kekasaran Strickler (k) ...........................85
Tabel 5-3. Harga-Harga  dalam Gorong-Gorong Pendek .....................................99
Tabel 5-4. Parameter Desain Gorong-Gorong Persegi Empat (Box Culvert).........101
Tabel 5-5. Standar Penulangan untuk Gorong-Gorong Segi Empat Tipe Single ...103
Tabel 5-6. Standar Penulangan untuk Gorong-Gorong Segi Empat Tipe Double .104
Tabel 5-7. Perhitungan Dimensi Dan Hidrolik Talang...........................................115
Tabel 5-8. Lebar Standar Jembatan Diatas Talang .................................................116
Tabel 5-9. Matriks Dimensi dan Standar Penulangan Talang ................................121
Tabel 5-10. Perhitungan Dimensi dan Hidrolik Elevated Flume .............................129
Tabel 5-11. Parameter-Parameter dalam Perhitungan Struktur ................................130
Tabel 5-12. Dimensi Desain dan Penulangan Elevated Flume ................................132
Tabel 5-13. Tinggi Minimum untuk Got Miring (dari USBR, 1973).......................144
Tabel 8-1. Lebar Perkerasan Jalan Standar Irigasi yang disesuaikan
Standar Bina Marga ..............................................................................215
Tabel 8-2. Persyaratan Gradasi untuk Bahan Perkerasan dari Kerikil Alamiah.....218
Tabel 8-3. Perkiraan Harga-Harga Minimum CBR untuk Perencanaan Tanah
Dasar Dibawah Jalan Perkerasan yang Dipadatkan Sampai 95% dari
Berat Isi Kering Maksimum Proctor (Road Note 31,1977) ..................219
Tabel 8-4. Jumlah Bahan Pengikat dan Perata untuk Perkerasan Permukaan
(dari ESCAP, 1981) ..............................................................................222
Tabel 8-5. Hubungan Debit dan Tinggi Jagaan ......................................................226
Tabel 9-1. Harga-Harga Kemiringan Samping yang Dianjurkan untuk Tanggul
Tanah Homogen (menurut USBR, 1978)..............................................232
xx Kriteria Perencenaan - Bangunan
Daftar Gambar xxi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2-1. Alat Ukur Ambang Lebar dengan Mulut Pemasukan yang
Dibulatkan............................................................................................7
Gambar 2-2. Alat Ukur Ambang Lebar dengan Pemasukan Bermuka Datar dan
Peralihan Penyempitan ........................................................................8
Gambar 2-3. Cv Sebagai Fungsi Perbandingan CdA*/A1.........................................9
Gambar 2-4. Ilustrasi Peristilahan yang Digunakan ...............................................10
Gambar 2-5. Dimensi Flum dan Alat Ukur.............................................................11
Gambar 2-7. Bilangan-Bilangan Pengali untuk Satuan-Satuan yang Dipakai
pada Papan Duga Miring ...................................................................13
Gambar 2-8. Alat Ukur Orifice Constan Head .......................................................17
Gambar 2-9. Bentuk-Bentuk Transisi Rectangular Long Throated Flume ............19
Gambar 2-10. Potongan Memanjang Alat Ukur Long Throated Flume ...................20
Gambar 2-11. Grafik Hubungan Cd dengan Fungsi H1/L.........................................22
Gambar 2-12. Koefisien Kecepatan Datang untuk Berbagai Bentuk Bagian
Pengontrolan ......................................................................................23
Gambar 2-13. Sketsa Cut Throat Flume ...................................................................26
Gambar 2-14. Generalisasi Koefisien Aliran Bebas dan Nilai Eksponen N,
Serta St untuk Ctf (Satuan dalam Metrik)..........................................28
Gambar 2-15. Cut ThroathFlume (Pandangan Atas dan Samping) ..........................30
Gambar 2-16. Sketsa Cut-ThroatFlumepada Uji Saluran Laboratorium ..................31
Gambar 2-17. Pemasangan Cut-ThroatFlume ..........................................................31
Gambar 2-19. Sketsa Isometris Alat Ukur Romijn....................................................35
Gambar 2-20. Dimensi Alat Ukur Romijndengan Pintu Bawah ...............................36
Gambar 2-21. Perencanaan yang Dianjurkan untuk Alat Ukur Crump-de Gruyter..40
Gambar 2-22. Karakteristik Alat Ukur Crump-de Gruyter .......................................41
Gambar 2-23. Diagram dan Kurva Operasi untuk Dinding Pembagi Tunggal .........44
Gambar 2-24. Diagram dan Kurva Operasi untuk Dinding Pembagi Ganda ............45
Gambar 2-25. Pengambilan Dalam Pipa Aliran Tenggelam (Submerged) ...............47
Gambar 2-26. Pengambilan Dalam Pipa Aliran Jatuh Bebas (Free Fall).................48
Gambar 2-27. Bangunan Sadap Pipa Sederhana .......................................................50
Gambar 3-1. Koefisien Debit untuk Aliran Diatas Skot Balok Potongan Segi
Empat (Cv  1,0) ................................................................................52
Gambar 3-2. Aliran Dibawah Pintu Sorong dengan Dasar Horizontal ...................55
Gambar 3-3. Koefisien K untuk Debit Tenggelam (dari Schmidt) .........................55
Gambar 3-5. Bentuk-Bentuk Mercu Bangunan Pangatur Ambang Tetap yang
Lazim Dipakai....................................................................................57
Gambar 3-6. Alat Ukur Mercu Bulat ......................................................................58
Gambar 3-7. Gambar Diagram Susunan Suatu Kontrol Muka Air .........................60
xxii Kriteria Perencanaan - Bangunan

Gambar 3-9. Grafik untuk Desain Pelimpah Jenis Gergaji untuk


Gigi Trapesium ..................................................................................63
Gambar 3-10. Perubahan Debit antara Pelimpah Biasa (Tetap) dengan Pelimpah
Tipe Lengkung ...................................................................................65
Gambar 3-11. Penggabungan Kurva Muka Air dan Kurva Debit .............................66
Gambar 3-12. Sketsa dimensi untuk celah kontrol ...................................................67
Gambar 4-1. Saluran dengan Bangunan Pengatur dan Sadap ke Saluran
Sekunder ............................................................................................72
Gambar 4-2. Perubahan Debit dengan Variasi Muka Air untuk Pintu Aliran Atas
dan Aliran Bawah. .............................................................................74
Gambar 4-3. Saluran Sekunder dengan Bangunan Pengatur dan Sadap ke
Berbagai Arah ....................................................................................76
Gambar 4-4. Bangunan Pengatur: Pintu Aliran Bawah dengan Mercu Tetap ........77
Gambar 4-5. Tata Letak Bangunan Bagi Sadap Bentuk Menyamping ...................81
Gambar 4-6. Tata Letak Bangunan Bagi Sadap Bentuk Numbak...........................82
Gambar 5-1. Koefisien Kehilangan Tinggi Energi untuk Peralihan-Peralihan
dari Bentuk Trapesium ke Segi Empat dengan Permukaan Air Bebas
(dan Sebaliknya) (dari Bos dan Reinink, 1981; dan Idel’cik, 1960) ..87
Gambar 5-2. Koefisien Kehilangan Tinggi Energi untuk Peralihan-Peralihan dari
Saluran Trapesium ke Pipa dan Sebaliknya (Menurut Simons, 1964
dan Idel’cik, 1960) .............................................................................88
Gambar 5-3. Peralihan Aliran pada Bagian Siku ....................................................89
Gambar 5-4. Harga-Harga Kb untuk Tikungan 90opada Saluran Tertutup (USBR)
dan Faktor Koreksi untuk Koefisien Kehilangan di Tikungan
pada Saluran Tertutup ........................................................................91
Gambar 5-5. Standar Peralihan Saluran ..................................................................94
Gambar 5-6. Perlintasan dengan Jalan Kecil (Gorong-Gorong) .............................96
Gambar 5-7. Standar Pipa Beton.............................................................................97
Gambar 5-8. Gorong-Gorong Segi Empat ..............................................................98
Gambar 5-9. Contoh Sipon ...................................................................................107
Gambar 5-10. Kisi-Kisi Penyaring..........................................................................109
Gambar 5-11. Sketsa Pandangan Atas Bagian-Bagian Talang ...............................111
Gambar 5-12. Contoh Talang..................................................................................112
Gambar 5-13. Perubahan Potongan Melintang Saluran dan Talang .......................117
Gambar 5-14. Potongan Melintang Talang Kontruksi Beton Bertulang Atasnya
Sebagai Jembatan.............................................................................120
Gambar 5-15. Kedalaman Pondasi untuk Tumpuan Talang dan Jembatan Irigasi .122
Gambar 5-16. Standar Saluran Transisi untuk Saluran dan Flume ........................124
Gambar 5-17. Saluran Tiap 6 m Atau 8 m Diberi Water Stop ................................124
Gambar 5-18. Grafik untuk Menentukan Dimensi Flume Berdasarkan
b dan d Flume .................................................................................125
Gambar 5-19. Potongan Memanjang Flume dan Kehilangan Tinggi Muka Air .....126
Daftar Gambar xxiii

Gambar 5-20. Kehilangan Tinggi Muka Air (Jenis Peralihan Punggung Patah) ....127
Gambar 5-21. Potongan Melintang Saluran Flume Beton Bertuang ......................131
Gambar 5-22. Contoh Flum Tumpu ........................................................................134
Gambar 5-23. Ilustrasi Peristilahan yang Berhubungan dengan Bangunan
Peredam Energi ................................................................................134
Gambar 5-24. Ilustrasi Peristilahan yang Berhubungan dengan Lebar Efektif
dan Ruang Olak Di Bangunan Terjun Lurus ...................................135
Gambar 5-25. Penggabungan Kurva Q – y1 dan Q – h1 Sebuah Bangunan ............137
Gambar 5-26. Grafik Tak Berdimensi dari Geometri Bangunan Terjun Tegak
(Bos, Replogle and Clemmens, 1984) ..............................................139
Gambar 5-27. Sketsa Dimensi untuk Tabel A.2.6 (Lampiran II)............................140
Gambar 5-28. Kriteria Aliran Getar dan Kriteria bentuk (dari USBR, 1978) .........147
Gambar 6-1. Diagram untuk Memperkirakan Tipe Bangunan yang Akan
Digunakan untuk Perencanaan Detail
(Disadur dari Bos. Replogle and Clemments, 1984) ........................150
Gambar 6-2. Hubungan Percobaan antara Fru, y2/y1 dan n/y2 untuk Ambang
Pendek (Menurut Foster dan Skrinde, 1950) ...................................151
Gambar 6-3. Diagram HidrolisKolam Olak .......................................................152
Gambar 6-4. Dimensi Kolam Olak Tipe IV (USBR, 1973) ..................................154
Gambar 6-5. Dimensi Kolam Olak Tipe Blok-Halang
(Bos, Reploge and Clemmens, 1984) ...............................................155
Gambar 6-6. Karakteristik Kolam Olak untuk Dipakai dengan Bilangan Froude
diatas 4,5; Kolam USBR tipe III (Bradley dari Peterka. 1957) .......156
Gambar 6-7. Kolam Olak Menurut Vlugter ..........................................................157
Gambar 6-8. Potongan Memanjang Bangunan Terjun Tetap dengan Peredam
Energi Tipe MDO ............................................................................164
Gambar 6-9. Potongan Memanjang Bangunan Terjun Tetap dengan Peredam
Energi Tipe MDS .............................................................................164
Gambar 6-10. Grafik MDO – 1 Pengaliran Melalui Mercu Bangunan Terjun .......165
Gambar 6-11. Grafik MDO – 1a Penentuan Bahaya Kavitasi Di Hilir Mercu
Bangunan Terjun..............................................................................165
Gambar 6-12. Grafik MDO – 2 Penentuan Kedalaman Lantai Peredam Energi ....166
Gambar 6-13. Grafik MDO – 3 Penentuan Panjang Lantai Peredam Energi .........166
Gambar 6-14. Hubungan Antara Keceparan Rata-Rata diatas Ambang Ujung
Bangunan dan Ukuran Butir Yang Stabil (Bos, 1978) .....................168
Gambar 6-15. Contoh Filter Diantara Batu Kosong dan Bahan Asli
(Tanah Dasar) ..................................................................................168
Gambar 7-1. Pelimpah Corong dan Pembuang .....................................................173
Gambar 7-2. Profil-Profil Aliran Disepanjang Pelimpah Samping ......................175
Gambar 7-3. Sketsa Definisi untuk Saluran dengan Pelimpah Samping ..............176
Gambar 7-4. Muka Air Di Saluran Disepanjang Pelimpah Samping untuk
Aliran Subkritis ................................................................................178
xxiv Kriteria Perencanaan - Bangunan

Gambar 7-5. Dimensi Pelimpah Samping dengan Metode Grafik .......................179


Gambar 7-6. Sipon Pelimpah ................................................................................181
Gambar 7-7. Jari-Jari Mercu .................................................................................184
Gambar 7-8. Tekanan Sub Atmosfir Dalam Sipon dengan Beda Tinggi Energi Z
Lebih Kecil (1) dan Lebih Besar (2) dari 10 M (Tekanan Atmosfir
pada Ketinggian Laut). ....................................................................185
Gambar 7-9. Jaringan Aliran pada Mercu Sipon ..................................................186
Gambar 7-10. Tipe Dipotongan Sipon Pelimpah (USBR,1978) .............................187
Gambar 7-11. Sipon dalam Pasangan Batu di Kombinasi dengan Beton ...............188
Gambar 7-12. Tipe-Tipe Pintu Otomastis ...............................................................189
Gambar 7-13. Pintu Vlugter Otomatis, Karakteristik Debit Model ........................191
Gambar 7-14. Tipe Profil Gorong-Gorong .............................................................194
Gambar 7-15. Tipe Denah dan Potongan Overchute ..............................................197
Gambar 7-16. Potongan dan Denah Alur Pembuang Pipa ......................................199
Gambar 7-17. Bangunan Pengeluar Sedimen (Sediment Excluder)
Tipe Tabung Pusaran .......................................................................200
Gambar 7-18. Bangunan Pengeluar Sedimen (Sediment Excluder)
Tipe Terowongan (Tipe Saluran Pembilas Bawah) .........................201
Gambar 7-19. Lokasi Keseimbangan Slope antara Hasil Endapan Sedimen dengan
Kemiringan Dasar Saluran Akan Sama untuk Menentukan Lokasi
Bangunan Pengeluar Sedimen .........................................................203
Gambar 7-20. Potongan Melintang Saluran di Lokasi Tabung Pusaran
(Pada Saat Proses Masuknya Sedimen ke Tabung
Pusaran/VortexTube)........................................................................205
Gambar 7-21. Prinsip Kerja Terowongan Penyaring Sedimen dan Elevasi Letak
Terowongan .....................................................................................208
Gambar 7-22. Denah Perencanaan Terowongan Penyaring Sedimen.....................209
Gambar 7-23. Faktor Perkalian untuk Kehilangan Tinggi Dibagian Lengkung
Prasarana Penyaring Sedimen ..........................................................211
Gambar 8-1. Tipe-Tipe Potongan Melintang Jalan Inspeksi ................................217
Gambar 8-2. Diagram Rencana Perkerasan untuk Perkerasan Fleksibel
(Road Note 31, 1977) .......................................................................220
Gambar 8-3. Konstruksi Makadam yang Disusun Dengan Tangan ......................221
Gambar 8-4. Potongan Melintang Jalan dengan Perkerasan .................................222
Gambar 8-5. Tipe Potongan Melintang Jembatan Balok T dan Jembatan Pelat ...225
Gambar 8-6. Kedalaman Pondasi untuk Tumpuan Jembatan ...............................226
Gambar 8-7. Kedalaman Pondasi serta Lindungan Terhadap Erosi untuk Pilar
Jembatan ..........................................................................................227
Gambar 9-1. Potongan Melalui Tanggul...............................................................231
Gambar 9-2. Potongan Melintang Tanggul...........................................................232
Gambar 9-3. Dasar yang Diperlebar pada Lintasan Saluran .................................233
Gambar 9-4. Pembuang pada Tanggul ..................................................................234
Daftar Gambar xxv

Gambar 9-5. Patok Hektometer ............................................................................239


Gambar 9-6. Patok Sempadan...............................................................................240
Gambar 9-7. Lokasi Penempatan AWLR .............................................................244
Gambar 9-8. Contoh Dinding Halang ...................................................................247
Gambar 9-9. Tipe-Tipe Konstruksi Koperan ........................................................248
Gambar 9-10. Konstruksi Filter ..............................................................................249
Gambar 9-11. Tipe-Tipe Lubang Pembuang ..........................................................249
Gambar 9-12. Beberapa Tipe Alur Pembuang ........................................................250
xxvi Kriteria Perencanaan - Bangunan
Pendahuluan 1

1 BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Ruang Lingkup

Kriteria Perencanaan Bangunan ini merupakan bagian dari Standar Perencanaan


Irigasi dari Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Standar Kriteria Perencanaan yang
meliputi seluruh bangunan yang melengkapi saluran-saluran irigasi dan pembuang,
termasuk bangunan-bangunan yang diperlukan untuk keperluan komunikasi,
angkutan, eksploitasi dan pemeliharaan.

Disini diberikan uraian mengenai bangunan-bangunan jaringan irigasi dan pembuang.


Uraian itu mencakup latar belakang dan dasar-dasar hidrolika untuk perencanaan
bangunan-bangunan tersebut. Hal ini berarti bahwa beberapa jenis bangunan tertentu
memerlukan uraian khusus tersendiri karena sifat-sifat hidrolisnya yang unik.

Bangunan-bangunan lain yang memiliki banyak persamaan dalam hal dasar-dasar


hidrolikanya akan dibahas di dalam kelompok yang sama. Kriteria perencanaan
hidrolisdisajikan dalam bentuk tabel dan grafik untuk menyederhanakan
penggunaannya, sejauh hal ini dianggap mungkin dan cocok.

Namun demikian latar belakang teoritis masing-masing bangunan akan disajikan


selengkap mungkin.

Perencanaan bangunan bergantung pada keadaan setempat, yang umumnya berbeda-


beda dari satu daerah ke daerah yang lain. Hal ini menuntut suatu pendekatan yang
luwes. Akan tetapi, disini diberikan beberapa aturan dan cara pemecahannya secara
terinci. Bilamana perlu, diberikan referensi mengenai metode dan bahan konstruksi
alternatif.

Dalam kondisi lapangan, dimana jaringan irigasi memerlukan jenis atau tipe
bangunan irigasi yang belum tercantum dalam buku kriteria ini, maka perencana
2 Kriteria Perencanaan - Bangunan

harus mendiskusikan dengan tim ahli. Perencana harus membuat argumen, serta
mempertimbangkan segala kekurangan dan kelebihan dari jenis bangunan tersebut.

Bab-bab dalam laporan ini dibagi sesuai dengan tingkat kemanfaatan bangunan. Di
sini diberikan rekomendasi pemakaian tipe-tipe bangunan yang lebih disukai.
Rekomendasi ini didasarkan pada:
(1) Kesesuaian dengan fungsi yang dibebankan kepada bangunan,
(2) Mudahnya perencanaan dan pelaksanaan
(3) Mudahnya operasional dan pemeliharaan
(4) Biaya konstruksi dan pemeliharaan
(5) Terbiasanya petugas operasi dengan tipe bangunan tersebut
Bangunan Pengukur Debit 3

2 BAB II
BANGUNAN PENGUKUR DEBIT

2.1 Umum

Agar pengelolaan air irigasi menjadi efektif, maka debit harus diukur (dan diatur)
pada hulu saluran primer, pada cabang saluran dan pada bangunan sadap tersier.

Berbagai macam bangunan dan peralatan telah dikembangkan untuk maksud ini.
Namun demikian, untuk menyederhanakan pengelolaan jaringan irigasi hanya
beberapa jenis bangunan saja yang boleh digunakan di daerah irigasi. Bangunan-
bangunan yang dianjurkan untuk dipakai di uraikan dalam subbab 2.2 dan seterusnya.
Bangunan-bangunan pengukur debit lainnya yang dianjurkan pemakaiannya
disebutkan dalam Lampiran I.

Rekomendasi penggunaan bangunan tertentu didasarkan pada faktor penting antara


lain:
- Kecocokan bangunan untuk keperluan pengukuran debit
- Ketelitian pengukuran di lapangan
- Bangunan yang kokoh, sederhana dan ekonomis
- Rumus debit sederhana dan teliti
- Operasi dan pembacaan papan duga mudah
- Pemeliharaan sederhana dan murah
- Cocok dengan kondisi setempat dan dapat diterima oleh para petani.

Tabel 2-1. memberikan irigasi parameter perencanaan pokok untuk bangunan


pengukur yang dipakai. Tipe bangunan yang dianjurkan ditunjukkan dalam kotak-
kotak garis tebal.
4 Kriteria Perencanaan - Bangunan

2.2 Alat Ukur Ambang Lebar

Bangunan ukur ambang lebar dianjurkan karena bangunan itu kokoh dan mudah
dibuat. Karena biasmempunyai berbagai bentuk mercu,bangunan ini mudah
disesuaikan dengan tipe saluran apa saja.

Hubungan tunggal antara muka air hulu dan debit mempermudah pembacaan debit
secara langsung dari papan duga, tanpa memerlukan tabel debit.
Bangunan Pengukur Debit 5

Tabel 2-1. Perbandingan antara Bangunan-Bangunan Pengukur Debit yang Umum Dipakai
BANGUNAN PENGUKUR DEBIT (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) KETERANGAN
ALAT UKUR 1,6 2(2)
% 0,1 h1 + + +(5) 1(6) rendah
Dianjurkan untuk (1) = Eksponen U dalam
BANGUNAN PENGUKUR DEBIT (1) (3) (4) (7) KETERANGAN
AMBANG sampai pengukur debit jika Q=Kh1U
LEBAR 0,33 h1 dianjurkan
muka untuk
air harus tetap 1.(2)Eksponen
= % kesalahan dalam tabel
U
ALAT UKUR 0,1
(2) 1
h pengukur debit
BANGUNAN PENGUKUR DEBIT (1) (3) (4) (5) (6) (7)
bebasair KETERANGAN dalam Q=
debit
AMBANG 1,6 2% sampai + ++ 1 rendah jika muka u
Kh
LEBAR 0,33 h1 harus tetap (3) =1Kehilangan
dianjurkan untuk energi
1. yang
Eksponen U
ALAT UKUR 0,1 h1 2. % kesalahan
pengukur debit
bebas diperlukan padadalam
h1 u Q =
MENGUKUR SAJA

AMBANG 1,6 2 % sampai + + + 1 rendah jika mukadalamairtabel


ALAT UKUR 1,5 5% h1 + - - h1 - - 1 sedang Tidak dianjurkan Kh
LEBAR 0,33 harus(4) = Kemampuan2. % kesalahan
debit
tetap 1
MENGUKURSAJA

BANGUNAN PENGUKUR DEBIT (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) KETERANGAN
CIPOLETTI 0,05 m bebas3. kehilangan
melewatkan sedimen
MENGUKUR SAJA

dianjurkan untuk dalam tabel


ALAT UKURBANGUNAN PENGUKUR DEBIT (1) h + 0,05 1. Eksponen U energi yang
ALAT UKUR 1,5 0,1(2)
5%
h 1
(3)
1 (4)
- (5)
- - (6) 1 (7)
- pengukur KETERANGAN
debitsedang
dalam tidak
Q= dianjurkan (5) = Kemampuan debit
CIPOLETTI
AMBANG 1,6 2% sampai m ++
+ 1 rendah jika muka air
dianjurkan
Kh untuk 1
diperlukan
u
3. kehilangan
ALAT UKUR
ALAT UKUR
LEBAR 0,33 h 1
0,1 h h1 + 0,05
1
harus tetap
2. % kesalahan
pengukur debit
1. Eksponen U
padamelewatkan
h1 benda-
energi yang
21,5 5 % bebas
1 - - rendah - - 1 sedang dalam Q =dianjurkan
tidak
MENGUKUR SAJA

AMBANG 1,6 % sampai m + + + jika dalam


mukatabelair
CIPOLETTI
LEBAR 0,33 h 1
debit
harus tetap
Kh 4. benda
Kemampuan hanyut 1
u
diperlukan
2. % kesalahan pada h1
ALAT UKUR 1,6 h +3 0,05
% 0,5 h1 + sedang + + tidak1dianjurkan sangat3. kehilangan
bebas Tidak dianjurkan (6)melewatkan
= Jumlah bacaan papan
MENGUKUR SAJA

ALAT UKUR energi yang dalam tabel


1,5 5% 1
-- -- 1 sedimen 4. Kemampuan
PARSHALL
CIPOLETTI m 0,5
sampaih1 mahal diperlukan debit
duga pada aliran
ALAT UKUR sangat pada h 3. 5. Kemampuan
kehilangan melewatkan
ALAT UKUR
1,6 3 % h +sampai
0,2 h1 0,5
0,05 + ++ 1 tidak dianjurkan 1
sedimen
PARSHALL 1,5 5 % 1
- - h1- - 1 sedang mahal 4. Kemampuan
tidak dianjurkan energi yang
sangat diperlukan melewatkanmoduler
ALAT UKUR
CIPOLETTI 0,2 h
1,6 m 3 % 1 sampai + + + melewatkan
1 tidak dianjurkan 5. Kemampuan
PARSHALL
ALAT UKUR
0,5 h 1
0,2 h1sangat
sedimen mahal pada h
5. Kemampuan
(7) = Biaya pembuatan
benda-benda relatif
melewatkan
1
1,6 3% sampai + ++ 1 tidak dianjurkan 4. Kemampuan
PARSHALL
0,2 h1
mahal melewatkan hanyut benda-benda
melewatkan
0,5 h1
benda-benda sedimen 6. Jumlah hanyut
sangat hanyut
ALAT ALAT
UKURUKUR 1,6
1,6 3 % 3% 0,03 h1
sampai + + + + + 1 1 1 mahal
tidak Dianjurkan jika U
dianjurkan
6. Jumlah
5. Kemampuan bacaan 6. Jumlah
PARSHALL mahal melewatkan
ALAT UKUR
ROMIJN 0,2 h1
atau bacaan
1 dianjurkan jika
harus 1,6 u papan duga bacaan
1,6 3% 0,03 h1 1 + + atau jika mahal
DAN MENGATUR

ALAT ALAT UKUR


UKUR dianjurkan u benda-benda
dianjurkan
ROMIJN 1,6 3% 0,03 h1 + + atau hmahal papan harus
duga 1,6 padajika u
aliran papan duga
MENGUKUR DAN MENGATUR

1,6 3 % 0,03 + 1,62 + atau


pada aliranmahal hanyut
MENGUKUR DAN MENGATUR

harus
ROMIJN ROMIJN 2 1
2 harus 1,6
6. Jumlah pada aliran
2
moduler moduler
1 7. Biaya bacaan moduler
ALAT UKUR dianjurkan jika u 7. Biaya
papan duga
1,6 ≤ 3h% 0,03 h1 + + atau mahal pembuatan
+ + baik sekali 7. Biaya
MENGUKUR DAN MENGATUR

w
ALAT ROMIJN
UKUR
ALAT UKUR 0,5 1
3% ≤ hh1 w - + - 2dianjurkan
2 sedang Dianjurkan jika U harus 1,6
relatif pada aliran pembuatan
-≤
w= jika u pembuatan
DAN MENGATUR

CRUMP DE
ALATUKUR
UKUR 0,5 3% 1- ≤ 2h1 sedang
+ w moduler +relatif
baik
CRUMP DE wW
bukaan harus = 0,5 relatif
ALAT GRUYTER
pintu = w =
+ + baik sekali harus7.0,5
dianjurkan jika
Biayau
dianjurkan jika u
CRUMP
CRUMP DE
DE
GRUYTER 0,5 3%
0,5 3 %
W = -+ - - + 2 - sedang
+ 2baik sedang pembuatan - + memadai
≤ hbukaan
1 w bukaan - + memadaiharus = 0,5 harus = 0,5 sekali
GRUYTER
ALAT UKUR
GRUYTERORIFIS bukaan pintu
w =pintu dianjurkan
- tidak jika u
relatif ++ - baik
tidak memadai+ + baik sekali
CRUMP DE 0,5 3 % - + - 2 sedang
MENGUKURMENGUKUR

DENGAN bukaan harus


memadai = 0,5 + baik + baik
- pintu- -
+ + baik sekali
- +- memadai
- jelek
GRUYTER >7 paling
TINGGI 0,5 > 0,03 m pintu 3 tidak dianjurkan - - jelek - + memadai
% mahal + baik
ENERGI > 0,03
ORIFIS TETAP
ORIFIS
ORIFIS 0,5 >7% - - - 3 paling Tidak dianjurkan
- + memadai - tidak - tidak
ORIFIS - tidak memadai
>m
DENGAN
DENGAN mahal memadai
DENGAN
DENGAN 7 palingmemadai
TINGGI
TINGGI > > 7 > 0,03 m
0,5
7 > 0,03 m - - -
paling paling
3 tidak dianjurkan - - jelek
TINGGI
TINGGI 0,5
0,5
%% >%0,03 m- -- - - -3 3
mahal tidak dianjurkan
mahal
tidak dianjurkan - - jelek - - jelek
ENERGI ENERGI mahal
ENERGI
ENERGI
TETAPTETAP
TETAP
TETAP
ALAT UKUR 0,5 >2 > 0,03 + + + 1 sedang Dianjurkan jika
LONG papan duga b
– % m tersedia cukup untuk
THROATED saluran hilir
2,5 ruang mendapatkan
FLUME ambang
bc
aliran yang stabil
p
sebelum masuk flume
saluran hulu peralihan
leher pelebaran
peralihan
penyempitan
6 Kriteria Perencanaan - Bangunan

2.2.1 Tipe

Alat ukur ambang lebar adalah bangunan aliran atas (overflow), untuk ini tinggi
energi hulu lebih kecil dari panjang mercu. Karena pola aliran diatas alat ukur
ambang lebar dapat ditangani dengan teori hidrolika yang sudah ada sekarang, maka
bangunan ini bisa mempunyai bentuk yang berbeda-beda, sementara debitnya tetap
serupa. Gambar 2-1. dan Gambar 2-2. memberikan contoh alat ukur ambang lebar.

Mulut pemasukan yang dibulatkan pada alat ukur Gambar 2-1. dipakai apabila
konstruksi permukaan melengkung ini tidak menimbulkan masalah dalam
pelaksanaan, atau jika berakibat diperpendeknya panjang bangunan. Hal ini sering
terjadi bila bangunan dibuat dari pasangan batu.

Tata letak pada Gambar 2-2. hanya menggunakan permukaan datar saja. Ini
merupakan tata letak paling ekonomis jika bangunan dibuat dari beton.

Gambar 2-1. memperlihatkan muka hilir vertikal bendung; Gambar 2-2. menunjukkan
peralihan pelebaran miring 1:6. Yang pertama dipakai jika tersedia kehilangan tinggi
energi yang cukup diatas alat ukur. Peralihan pelebaran hanya digunakan jika energi
kinetik diatas mercu dialihkan kedalam energi potensial di sebelah hilir saluran. Oleh
karena itu, kehilangan tinggi energi harus sekecil mungkin. Kalibrasi tinggi debit
pada alat ukur ambang lebar tidak dipengaruhi oleh bentuk peralihan pelebaran hilir.
Bangunan Pengukur Debit 7

Gambar 2-1. Alat Ukur Ambang Lebar dengan Mulut Pemasukan yang Dibulatkan

Penggunaan peralihan masuk bermuka bulat atau datar dan peralihan penyempitan
tidak mempunyai pengaruh apa-apa terhadap kalibrasi. Permukaan-permukaan ini
harus mengarahkan aliran ke atas mercu alat ukur tanpa kontraksi dan pemisahan
aliran. Aliran diukur diatas mercu datar alat ukur horizontal.
8 Kriteria Perencanaan - Bangunan

Gambar 2-2. Alat Ukur Ambang Lebar dengan Pemasukan Bermuka Datar dan
PeralihanPenyempitan

2.2.2 Perencanaan Hidrolis

Persamaan debit untuk alat ukur ambang lebar dengan bagian pengontrol segi empat
adalah:

√ ............................................................................ 2-1

Dimana:

Q = debit m3/dt
Cd = koefisien debit
= 0,93 + 0,10 H1/L, untuk 0,1 <H1/L < 1,0
H1 = tinggi energi hulu, m
L = panjang mercu, m
Cv = koefisien kecepatan datang
g = percepatan gravitasi, m/dt2 ( 9,8m/dt2)
Bangunan Pengukur Debit 9

bc = lebar mercu, m
h1 = kedalaman air hulu terhadap ambang bangunan ukur, m
Harga koefisien kecepatan datang dapat dicari dari Gambar 2-3., yang memberikan
harga-harga Cv untuk berbagai bentuk bagian pengontrol.

Gambar 2-3. Cv Sebagai Fungsi Perbandingan CdA*/A1

Persamaan debit untuk alat ukur ambang lebar bentuk trapesium adalah:

* +* ( )+ ............................................................... 2-2

Dimana:
bc = lebar mercu pada bagian pengontrol, m
yc = kedalaman air pada bagian pengontrol, m
m = kemiringan samping pada bagian pengontrol (1 : m)

Arti simbol-simbol lain seperti pada persamaan 2-1.Gambar 2-4. memberikan ilustrasi
arti simbol-simbol yang digunakan oleh kedua tipe alat ukur ambang lebar ini.
10 Kriteria Perencanaan - Bangunan

Gambar 2-4. Ilustrasi Peristilahan yang Digunakan

2.2.3 Flum Dasar Rata

Rumus untuk alat ukur ambang lebar yang dipakai untuk merencanakan flum leher
panjang bangunan dengan tinggi ambang nol. Dalam hal ini panjang peralihan serta
panjang ambang diwujudkan ke dalam dimensi kontraksi. Flum dan alat ukur pada
Gambar 2-5. adalah bangunan-bangunan air serupa dengan kemampuan ukur yang
sama.

2.2.4 Batas Moduler

Batas moduler untuk alat ukur ambang lebar bergantung kepada bentuk bagian
pengontrol dan nilai banding ekspansi hilir (lihat Tabel 2-2.).
Bangunan Pengukur Debit 11

Gambar 2-5. Dimensi Flum dan Alat Ukur

Tabel 2-2. Harga-Harga Minimum Batas Moduler (H2/H1)

Ekspansi Alat ukur Flum dasar rata-rata


vertikal/ horizontal
Pengontrol Pengontrol Pengontrol Pengontrol

1:0 0,70 0,75 0,74 0,80


1:6 0,79 0,85 0,82 0,88

Nilai banding ekspansi 1:6 diilustrasikan pada Gambar 2-6. dibawah ini. Dalam
gambar itu ditunjukkan cara untuk memotong ekspansi, yang hanya akan sedikit saja
mengurangi efektivitas peralihan.
12 Kriteria Perencanaan - Bangunan

Gambar 2-6. Peralihan-Peralihan Hilir

2.2.5 Besaran Debit

Besaran debit dapat diklasifikasikan dengan perbandingan

......................................................................................................... 2-3

Untuk alat ukur segi empat γ= 35, untuk alat ukur trapesium γ= 55 untuk alat ukur
besar dan 210 untuk alat ukur kecil.

Pada saluran irigasi nilai banding γ = Qmaks/Qmin jarang melebihi 35.

2.2.6 Papan Duga

Adalahbagian untuk menandai papan duga dengan saluran liter/detik atau meter
kubik/detik, selain dengan skala sentimeter. Dalam hal ini tidak diperlukan tabel
debit.

Sebuah contoh jarak pandangan papan duga untuk pembacaan langsung papan duga
yang dipasang pada dinding, diberikan pada Tabel 2-3. Tabel tersebut menggunakan
Gambar 2-7. sebagai bilangan pengali.
Bangunan Pengukur Debit 13

Gambar 2-7. Bilangan-Bilangan Pengali untuk Satuan-Satuan yang Dipakai pada


Papan Duga Miring

2.2.7 Tabel Debit

Untuk alat ukur ambang lebar bentuk segi empat, disini diberikan tabel debit (Tabel
A.2.1) Pada Lampiran II.

Untuk alat ukur trapesium dan saluran dengan lebar dasar yang tidak standar, harus
digunakan rumus tinggi energi (head) – debit. Tabel A.2.2 (Lampiran II) memberikan
harga-harga yc/H1 sebagai fungsi m dan H1/b untuk bagian pengontrol trapesium yang
akan digunakan dengan persamaan 2-2.
14 Kriteria Perencanaan - Bangunan

Tabel 2-3. Contoh Hubungan Antara Jarak Vertikal dan Kemiringan Samping
pada Papan Duga untuk Saluran dengan Kemiringan Talut 1:1,5
Tinggi Jarak Kemiringan
Debit Q Samping hs
Vertikal H1
(m3/dt) (m)
(m)
0,20 0,117 0,211
0,60 0,229 0,413
0,80 0,273 0,492
1,00 0,311 0,561
1,20 0,347 0,626
1,40 0,379 0,683
1,60 0,410 0,739
1,80 0,439 0,792
2,00 0,466 0,840
2,20 0,492 0,887
2,40 0,517 0,932
2,60 0,541 0,975
2,80 0,564 1,016
3,00 0,586 1,057

2.2.8 Karakteristik Alat Ukur Ambang Lebar

- Asal saja kehilangan tinggi energi pada alat ukur cukup untuk menciptakan aliran
krisis, tabel debit dapat dihitung dengan kesalahan kurang dari 2%.

- Kehilangan tinggi energi untuk memperoleh aliran moduler (yaitu hubungan khusus
antara tinggi energi hulu dengan mercu sebagai acuan dan debit) lebih rendah jika
dibandingkan dengan kehilangan tinggi energi untuk semua jenis bangunan yang
lain.

- Sudah ada teori hidrolika untuk menghitung kehilangan tinggi energi yang
diperlukan ini, untuk kombinasi alat ukur dan saluran apa saja.

- Karena peralihan penyempitan yang bertahap (gradual), alat ukur ini mempunyai
masalah sedikit saja dengan benda-benda hanyut.

- Pembacaan debit dilapangan mudah, khususnya jika papan duga diberi satuan debit
Bangunan Pengukur Debit 15

(misal m3/dt).

- Pengamatan lapangan dan laboratorium menunjukkan bahwa alat ukur ini


mengangkut sedimen, bahkan disaluran dengan aliran subkritis.

- Asalkan mercu datar searah dengan aliran, maka tabel debit pada dimensi
purnalaksana (as-built dimensions) dapat dibuat, bahkan jika terdapat kesalahan
pada dimensi rencana selama pelaksanaan sekali pun. Kalibrasi purnalaksana
demikian juga memungkinkan alat ukur untuk diperbaiki kembali, bila perlu.

- Bangunan kuat, tidak mudah rusak

- Dibawah kondisi hidrolis dan batas yang serupa, ini adalah yang paling ekonomis
dari semua jenis bangunan lain untuk pengukuran debit secara tepat.

- Alat ukur ini hanya dapat dipergunakan untuk aliran yang tidak tenggelam

2.2.9 Kelebihan Alat Ukur Ambang Lebar

- Bentuk hidrolis luwes dan sederhana

- Konstruksi kuat, sederhana dan tidak mahal

- Benda-benda hanyut dapat lewat dengan mudah

- Eksploitasi mudah

2.2.10 Kelemahan Alat Ukur Ambang Lebar

- Bangunan ini hanya dapat dipakai sebagai bangunan pengukur

- Hanya untuk aliran yang tidak tenggelam.

2.2.11 Penggunaan Alat Ukur Ambang Lebar

Alat ukur ambang lebar dan flum leher panjang adalah bangunan-bangunan pengukur
debit yang dipakai di saluran dimana kehilangan tinggi energi merupakan hal pokok
16 Kriteria Perencanaan - Bangunan

yang menjadi bahan pertimbangan. Bangunan ini biasanya ditempatkan dibawah


saluran primer, pada titik cabang saluran besar dan tepat di hilir pintu sorong pada
titik masuk petak tersier.

2.3 Orifice Constant Head

2.3.1 Alat Ukur Orifice Constant Head

Alat ukur ini dipakai untuk penyadapan air untuk areal yang relatif kecil.
Penempatannya diperhitungankan terhadap keadaan topografi dan ekonominya seperti
dalam Gambar 2-8.

2.3.2 Bentuk Hidrolis

Pengalirannya adalah pengaliran lewat lubang.

Alat ukur ini terdiri dari:

1) Kolam penenang muka air dengan dibatasi dengan dua pintu pengatur muka air.
Pintu penyadap di hulu kolam dan pintu pengeluaran di hilir nya yaitu dengan pipa.
Perbedaan muka air di saluran yang disadap dan kolam dapat dibuat konstan
dengan penyetelan kedua pintu tersebut diatas.

2) Ambang (sill) di hilir gorong-gorong pembawa juga berfungsi juga mengontrol


muka air di bagian dalam kolam.

Alat ukur ini dipasang tegak lurus terhadap saluran yang disadap.
Bangunan Pengukur Debit 17

Gambar 2-8. Alat Ukur Orifice Constan Head

2.3.3 Kapasitas dan Karakteristik

Kapasitas penyadapan ditentukan atas pembukaan pintu penyadap (pintu di hulu


kolam) dan membuat perbedaan muka air (Z) konstan melalui penyetelan pintu di
hilir kolam.
18 Kriteria Perencanaan - Bangunan

Alat ukur ini dibatasi untuk Q ≤ 1,5 m3/dt.

Untuk Q ≤ 0,6 m3/dt. maka Z = 0,06 m.

0,6 > Q ≤ 1,5 m3/dt. maka Z = 0,12 m.

2.3.4 PerhitunganHidrolis

√ …………………………………………………………………. .............. 2-4


dimana:
Q = debit m3/s
C = koefisien aliran bebas (free flow coefficient) = 0,7
A = Luas lubang (m2)
Z = perbedaan muka air (m)

2.3.5 Dimensi

Ditetapkan dari perhitungan hidrolis untuk tembok sayap minimum 30 cm.

2.4 Throated Flume

2.4.1 Alat Ukur Long-Throated Flume

Bangunan ukur Long-throated flume dapat digunakan sebagai pilihan karena


bangunan itu mudah dibuat dan bisa mempunyai bentuk yang sederhana, bangunan
ini mudah disesuaikan dengan tipe saluran apa saja.

Bangunan ini terdiri dari bagian transisi, yaitu bagian yang menghubungkan saluran
dengan flume, bagian ini berbentuk prismatik dimana transisi dinding dan lantai bisa
lurus (plane) atau cylindrical, jika menggunakan cylindrical disarankan menggunakan
r sama dengan 2 H1 maksimal. Sedangkan jika berbentuk lurus (plane) disarankan
dengan kemiringan 1:3.

Hubungan tunggal antara muka air hulu dan debit mempermudah pembacaan debit
secara langsung dari papan duga, tanpa memerlukan tabel debit. Selain itu yang
Bangunan Pengukur Debit 19

cukup menjadi alasan penting untuk memilih tipe ini adalah kehilangan energi antara
hulu dan hilirnya yang kecil.

Dalam kondisi flume menggunakan tonjolan/ambang maka disarankan panjang


transisi dinding dengan lantai dasar sama, lantai dan dinding ambang harus dimulai
pada titik yang sama. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2-9.

Dalam hal bangunan ini menggunakan lantai flume yang rata maka, lantai dari transisi
masuk harus rata dan tidak boleh lebih tinggi terhadap awal dari flume, panjang
transisi lebih dari 1,0 H (tinggi muka air maksimum pada upstream the head
measurement station. The head measurement station (papan duga) diletakkan di
upstream flume dengan jarak setara 2 sampai 3 kali tinggi muka air maksimum yang
terukur.

Walaupun bagian transisi upstream dibuat cylindrical (lengkung), transisi bagian


downstream harus dibuat lurus (plane).

Gambar 2-9. Bentuk-Bentuk Transisi Rectangular Long Throated Flume


20 Kriteria Perencanaan - Bangunan

Gambar 2-10. Potongan Memanjang Alat Ukur Long Throated Flume

2.4.1.1 Perencanaan Hidrolis

Persamaan debit untuk alat ukur Long-throated flume, ditulis sebagai berikut sesuai
dengan bentuk ambang kontrolnya:

B = Bc

h1

. / ............................................................................................2-5

dimana:
Q = debit m3/dt
Cd = koefisien debit
Cd = fungsi dari ratio H1/L, Gambar 2-11. menunjukan hubungan tersebut.
Bangunan Pengukur Debit 21

H1 = tinggi energi, m
L = panjang mercu, m
Cv = koefisien kecepatan dating
g = percepatan gravitasi, m/dt2 ( 9,8 m/dt2)
B = lebar, m
h1 = kedalaman air hulu terhadap ambang bangunan ukur, m.
22 Kriteria Perencanaan - Bangunan

Gambar 2-11. Grafik Hubungan Cd dengan Fungsi H1/L


Bangunan Pengatur Tinggi Muka Air 23

Harga koefisien kecepatan datang dapat dicari dari Gambar 2-12., yang memberikan
harga-harga Cv untuk berbagai bentuk bagianpengontrol.

Gambar 2-12. Koefisien Kecepatan Datang untuk Berbagai Bentuk Bagian Pengontrolan

2.4.1.2 Batas Modular

Batas modular tergantung dari bentuk transisi hulu (upstream) dan transisi hilir
(downstream). Untuk menghitung batas modular pada bagian pengeluaran dihitung
dengan cara sebagai berikut:

Jika dituliskan persamaan debit untuk long throated flume seperti persamaan 2-6:

........................................................................................... 2-6

Pada persamaan diatas Cd adalah koefisien yang mengoreksi tinggi energi bagian
upstream H1 menjadi energy head H pada bagian kontrol, dalam kondisi 0,1 < H1/L
< 0,33 maka nilai H1 dapat diganti dengan H menjadi:
24 Kriteria Perencanaan - Bangunan

.................................................................................................. 2-7
Sehingga kombinasi dari persamaan 2-6 dan 2-7 menjadi:

( ) ....................................................... 2-8

Persamaan 2-8 diatas merupakan persamaan untuk menghitung kehilangan tinggi


energi diantara alat ukur dan titik kontrol.

Dihilir titik kontrol kehilangan tinggi energi dihitung dengan:


( )
......................................................................................... 2-9

Dari substitusi persamaan 2-8 dan 2-9 maka persamaan berikut ini memberikan nilai
batas modular dari alat ukur long throat flume:

( )
– 2-10

2.4.1.3 Kelebihan Alat Ukur LongThroated Flume

- Bentuk hidrolis luwes dan sederhana


- Konstruksi kuat, sederhana dan tidak mahal
- Benda-benda hayut bisa dilewatkan dengan mudah
- Eksploitasi mudah
- Kehilangan energi kecil
- Akurasi pengukurannya baik

2.4.1.4 Kelemahan Alat Ukur Long ThroatFlume

- Bangunan ini hanya dapat dipakai sebagai bangunan pengukur saja


- Perlu ruang yang cukup supaya aliran cukup stabil, sehingga pengukurannya akurat.
Bangunan Pengatur Tinggi Muka Air 25

2.4.1.5 Batas Penggunaan Alat Ukur LongThroated Flume

Agar kecermatan dalam pengukuran dapat dicapai, maka batasan-batasan dibawah ini
perlu diperhatikan:
- Batasan paling rendah dari h1 adalah berhubungan dengan besarnya pengaruh
terhadap properti aliran, batas kekasaran, namun direkomendasikan 0,06 m atau
0,1 L, dari keduanya diambil yang lebih besar.
- Angka Froude pada saluran tidak lebih 0,5.
- Ratio H1/L sebaiknya antara 0,1 sampai 1,0.Hal ini untuk mencegah aliran pada
flume tidak bergelombang.
- Lebar permukaan air B di throat pada kondisi maksimal tidak boleh kurang dari
0,30 m, atau kurang dari H1 max, atau kurang dari L/5.

Alat ukur longthroated flume adalah bangunan-bangunan pengukur debit yang


dipakai di saluran dimana kehilangan tinggi energi merupakan hal pokok yang
menjadi bahan pertimbangan. Bangunan ini ditempatkan di hilir pintu sorong pada
titik masuk petak tersier.

2.4.2 Alat Ukur Cut-throated Flume

Alat ukur ini mirip dengan long throated flume, tetapi tidak mempunyai throated.
Alat ukur ini hanya boleh digunakan dalam hal ruang yang tersedia tidak mencukupi
jika menggunakan alat ukur long throated flume, karena perilaku hidrolisnya yang
lebih rumit.

Selain itu Cut Throated Flume (CTF) dikembangkan akhir-akhir ini untuk
menanggulangi beberapa kerumitan dalam pembuatan dan konstruksi Parshall Flume
(PF).
26 Kriteria Perencanaan - Bangunan

3 6
1 1

Converging Inlet Section B Diverging Outlet Section

3
1

H1 piezometer tap H1 piezometer tap

Gambar 2-13. Sketsa Cut Throat Flume

Gambar 2-13. memperlihatkan bentuk dari Cut Throat Flume. Flume ini mempunyai
lantai dasar yang datar dan dinding vertikal. Seperti pada Parshal Flume, Cut Throat
Flume dapat beroperasi baik pada kondisi aliran bebas maupun tenggelam.

Keuntungan Cut Throat Flume dibandingkan dengan Parshal Flume adalah:


- Konstruksi lebih sederhana karena dasar datar dan tidak adanya bagian
tenggorokan
- Karena sudut bagian penyempitan dan pengembangan tetap sama untuk semua
flume, maka ukuran flume dapat diubah dengan menggerakkan dinding ke dalam
atau ke luar.
- Daftar debit dari suatu ukuranflume dapat dikembangkan dari daftar debit yang
tersedia.
Bangunan Pengatur Tinggi Muka Air 27

2.4.2.1 Penentuan Debit dalam Kondisi Aliran Bebas

............................................................................................................... 2-11
dimana:

Q = debit m3/s
C = koefisien aliran bebas (free flow coefficient)
Ha = kedalaman aliran sebelah hulu (upstream flow depth) (m)

............................................................................................................ 2-12

dimana:

K = koefisien panjang flume (flume length coefficient)


W = lebar tenggorokan/throat (m)

Nilai K dan n (flow exponent) didapat dari Tabel 2-4. untuk panjang flume (L)
tertentu. Untuk pengukuran debit yang teliti nisbah Ha/L harus  0,4.

Naiknya nilai nisbah tersebut menyebabkan berkurangnya ketelitian. Berdasarkan


Gambar 2-14., dapat disusun nilai K, n, dan St untuk berbagai nilai L (panjang flume)
seperti pada Tabel 2-4.

Tabel 2-4. Nilai K, n dan St untuk Berbagai Panjang Cut Throat Flume

Panjang Flume L (m) K n St

0,50 5,75 2,07 0,60


0,75 4,30 1,90 0,63
1,00 3,50 1,80 0,66
1,50 2,70 1,68 0,72
2,00 2,30 1,63 0,76
2,50 2,10 1,57 0,78
28 Kriteria Perencanaan - Bangunan

Gambar 2-14. Generalisasi Koefisien Aliran Bebas dan Nilai Eksponen N, Serta St untuk Ctf
(Satuan dalam Metrik)

2.4.2.2 Pemasangan Cut Throat Flume untuk Mendapatkan Kondisi Aliran


Bebas

Data dan informasi yang diperlukan:


- Debit maksimum yang akan diukur
- Kedalaman aliran pada debit tersebut
- Head loss yang diijinkan (allowable head loss) melalui flume
Bangunan Pengatur Tinggi Muka Air 29

Untuk tujuan rancangan, head loss dapat diambil sebagai perubahan elevasi muka air
antara bagian yang masuk dengan yang keluar dari flume. Kedalaman downstream
sama dengan kedalaman semula sebelum pemasangan flume, sedangkan kedalaman
aliran di upstream akan naik sebesar head loss.

Kenaikkan ini dibatasi oleh tinggi jagaan di upstream. Karena W dihitung dalam
rumus debit, maka W harus dipasang secara tepat. Jika Cut Throat Flume akan
dibangun dari beton, maka pada tenggorokan harus dipasang besi siku supaya ukuran
W tepat.

Sebagai pedoman yang harus diikuti adalah Ha/L ≤0,4. Pengukuran head (Ha atau
Hb) dapat menggunakan peilschaal atau sumuran pada jarak yang telah ditetapkan.

Prosedur pemasangan Cut Throat Flume supaya beroperasi dalam kondisi aliran
bebas adalah sebagai berikut:
(a) Tentukan debit maksimum yang akan diukur
(b) Pada lokasi dimana Cut Throat Flume akan dipasang, buat garis muka air pada
tanggul dan maksimum kedalaman aliran yang diijinkan
(c) Dengan menggunakan persamaan Q = C Ha n, hitung Ha pada debit maksimum
pada ukuran Cut Throat Flume yang akan digunakan
(d) Tempatkan lantai Cut Throat Flume pada kedalaman Hb yang tidak boleh
melebihi Ha x St atau (Hb≤Ha x St)

Tidak ada aturan baku mengenai besarnya perbandingan antara W dengan L atau W
dengan Ha. Oleh karena itu direkomendasikan perbandingan W dengan L
menggunakan data seperti tercantum pada Tabel 2-7. yang didasarkan pada hasil uji-
coba di laboratorium. Prosedur tersebut diatas diperagakan dengan ilustrasi seperti
pada Gambar 2-15. berikut ini:
30 Kriteria Perencanaan - Bangunan

Gambar 2-15. Cut Throath Flume (Pandangan Atas dan Samping)

Untuk pengukuran debit di petak tersier sebagai pegangan umum dapat digunakan
Tabel 2-5. dibawah ini.

Tabel 2-5. Pegangan Umum Penggunaan Cut Throat Flume Di Petak Tersier
Debit Lokasi Pengukuran dari
Maksimum L (m) W (m) B (m) Tenggorokan (m)
(lt/dtk) Ha Hb
< 10 0,5 0,10 0,21 0,11 0,28
10 – 50 0,5 0,30 0,41 0,11 0,28
50 – 100 1,0 0,60 0,82 0,22 0,56
> 100 1,5 1,00 1,33 0,33 0,83

Keterangan: L = panjang flume; W = lebar tenggorokan; B = lebar flume


Bangunan Pengatur Tinggi Muka Air 31

Pelaksanaan di lapangan disesuaikan dengan dimensi saluran yang tersedia. Tinggi


dasar Cut Throat Flume dari dasar saluran sekitar 10cm. Sambungan sayap ke tanggul
saluran dapat digunakan dinding tegak vertikal seperti pada Gambar 2-16.

Gambar 2-16. Sketsa Cut-ThroatFlumepada Uji Saluran Laboratorium

Gambar 2-17. Pemasangan Cut-ThroatFlume


32 Kriteria Perencanaan - Bangunan

2.5 Alat Ukur Romijn

Pintu Romijnadalah alat ukur ambang lebar yang bisa digerakkan untuk mengatur dan
mengukur debit di dalam jaringan saluran irigasi. Agar dapat bergerak, mercunya
dibuat dari pelat baja dan dipasang diatas pintu sorong Pintu ini dihubungkan dengan
alat pengangkat.

2.5.1 Tipe-Tipe Alat Ukur Romijn

Sejak pengenalannya pada tahun 1932, pintuRomijn telah dibuat dengan tiga bentuk
mercu (Gambar 2-18.), yaitu:
(i) Bentuk mercu datar dan lingkaran gabungan untuk peralihan penyempitan hulu
(Gambar 2-18.A)
(ii) Bentuk mercu miring ke atas 1:25 dan lingkaran tunggal sebagai peralihan
penyempitan (Gambar 2-18.B)
(iii) Bentuk mercu datar dan lingkaran tunggal sebagai peralihan penyempitan
(Gambar 2-18. C)

Mercu horizontal & lingkaran gabungan:

Dipandang dari segi hidrolis, ini merupakan perencanaan yang baik. Tetapi
pembuatan kedua lingkaran gabungan sulit, padahal tanpa lingkaran-lingkaran itu
pengarahan air diatas mercu pintu bisa saja dilakukan tanpa pemisahan aliran.
Bangunan Pengatur Tinggi Muka Air 33

A B C

Gambar 2-18. Perencanaan Mercu Alat Ukur Romijn

Mercu dengan kemiringan 1:25 & lingkaran tunggal:

Vlugter (1941) menganjurkan penggunaan pintu Romijn dengan kemiringan mercu


1:25. Hasil penyelidikan model hidrolis di laboratorium yang mendasari
rekomendasinya itu tidak bisa direproduksi lagi (Bos 1976). Tetapi dalam program
riset terakhir mengenai mercu berkemiringan 1:25, kekurangan-kekurangan mercu ini
menjadi jelas:

- Bagian pengontrol tidak berada diatas mercu, melainkan diatas tepi tajam hilirnya,
dimana garis-garis aliran benar-benar melengkung. Kerusakan terhadap tepi ini
menimbulkan perubahan pada debit alat ukur.

- Karena garis-garis aliran ini, batas moduler menjadi 0,25; bukan 0,67 seperti
anggapan umumnya. Pada aliran tenggelam H2/H1 = 0,67, pengurangan dalam aliran
berkisar dari 3% untuk aliran rendah sampai 10% untuk aliran tinggi (rencana).

Karena mercu kemiringan 1:25 juga lebih rumit pembuatannya dibandingkan dengan
mercu datar, maka penggunaan mercu dengan kemiringan ini tidak dianjurkan.
34 Kriteria Perencanaan - Bangunan

Mercu horizontal & lingkaran tunggal: (lihat Gambar 2-19.)

Ini adalah kombinasi yang bagus antara dimensi hidrolis yang benar dengan
perencanaan konstruksi. Jika dilaksanakan pintu Romijn, maka sangat dianjurkan
untuk menggunakan bentuk mercu ini.

2.5.2 Perencanaan Hidrolis

Dilihat dari segi hidrolis, pintu Romijn dengan mercu horizontal dan peralihan
penyempitan lingkaran tunggal serupa dengan alat ukur ambang lebar yang telah
dibicarakan pada subbab 2.2. Untuk kedua bangunan tersebut, persamaan antara
tinggi dan debitnya adalah:

⁄ √ ⁄ ................................................................................ 2-13

dimana:

Q = debit m3/dt
Cd = koefisien debit
Cv = koefisien kecepatan datang
g = percepatan gravitasi, m/dt2 ( 9,8m/dt2)
bc = lebar meja, m
h1 = tinggi energi hulu diatas meja, m
dimana koefisien debit sama dengan

⁄ 2-14

dengan

.............................................................................................. 2-15
dimana:
H1 = tinggi energi diatas meja, m

v1 = kecepatan di hulu alat ukur, m/dt


Bangunan Pengatur Tinggi Muka Air 35

Gambar 2-19. Sketsa Isometris Alat Ukur Romijn


36 Kriteria Perencanaan - Bangunan

Gambar 2-20. Dimensi Alat Ukur Romijndengan Pintu Bawah

Koefisien kecepatan datang Cv dipakai untuk mengoreksi penggunaan H1 dan bukan


H1 didalam persamaan tinggi energi – debit (persamaan 2-13).

2.5.3 Dimensi dan Tabel Debit Standar

Lebar standar untuk alat ukur Romijn adalah 0,50m, 0,75m, 1,00m, 1,25m dan 1,50m
untuk harga-harga lebar standar ini semua pintu, kecuali satu tipe, mempunyai
panjang standar mercu 0,50 untuk mercu horizontal dan jari-jari 0,10 m untuk meja
berunjung bulat. Satu pintu lagi ditambahkan agar sesuai dengan bangunan sadap
tersier yang debitnya kurang dari 160 ltr/dt. Lebar pintu ini 0,50 m, tetapi mercu
horizontalnya 0,33 m dari jari-jari 0,07 m untuk ujung meja.
Bangunan Pengatur Tinggi Muka Air 37

Kehilangan tinggi energi H yang diperlukan diatas alat ukur yang bisa digerakkan
diberikan di bagian bawah Tabel A.2.5, Lampiran II. Harga-harga ini dapat dipakai
bila alat ukur mempunyai saluran hilir segi empat dengan potongan pendek, seperti
ditunjukkan pada contoh Gambar 2-18. Jika dipakai saluran hilir yang lebih besar,
maka kehilangan tinggi energi sebaiknya diambil 0,4 Hmaks.

Harga-harga besaran debit yang dianjurkan untuk standar alat ukur Romijn diberikan
pada Tabel 2-6.

Tabel 2-6. Besaran Debit yang Dianjurkan untuk Alat Ukur Romijn Standar
Lebar, m H1maks, m Besar debit, m3/dt
0,50 0,33 0 – 0,160
0,50 0,50 0,030 – 0,300
0,75 0,50 0,040 – 0,450
1,00 0,50 0,050 – 0,600
1,25 0,50 0,070 – 0,750
1,50 0,50 0,080 – 0,900

2.5.4 Papan Duga

Untuk pengukuran debit secara sederhana, ada tiga papan duga yang harus dipasang,
yaitu:
- Skala papan duga muka air disaluran
- Skala sentimeter yang dipasang pada kerangka bangunan
- Skala liter yang ikut bergerak dengan meja pintu Romijn

Skala sentimeter dan liter dipasang pada posisi sedemikian rupa sehingga pada waktu
bagian atas meja berada pada ketinggian yang sama dengan muka air di saluran (dan
oleh sebab itu debit diatas meja nol), titik nol pada skala liter memberikan bacaan
pada skala sentimeter yang sesuai dengan bacaan muka air pada papan duga di
saluran (lihat Gambar 2-18.).
38 Kriteria Perencanaan - Bangunan

2.5.5 Karakteristik Alat Ukur Romijn

- Kalau alat ukur Romijn dibuat dengan mercu datar dan peralihan penyempitan sesuai
dengan Gambar 2-18.C, tabel debitnya sudah ada dengan kesalahan kurang dari 3%.

- Debit yang masuk dapat diukur dan diatur dengan satu bangunan.

- Kehilangan tinggi energi yang diperlukan untuk aliran moduler adalah dibawah 33%
dari tinggi energi hulu dengan mercu sebagai acuannya yang relatif kecil.

- Karena alat ukur Romijn ini bisa disebut “berambang lebar”, maka sudah ada teori
hidrolika untuk merencanakan bangunan tersebut.

- Alat ukur Romijn dengan pintu bawah bisa dieksploitasi oleh orang yang tak
berwenang, yaitu melewatkan air lebih banyak dari yang di izinkan dengan cara
mengangkat pintu bawah lebih tinggi lagi.

2.5.6 Kelebihan Alat Ukur Romijn

- Bangunan itu bisa mengukur dan mengatur sekaligus


- Dapat membilas endapan sedimen halus
- Kehilangan tinggi energi relatif kecil
- Ketelitian baik
- Eksplotasi mudah

2.5.7 Kekurangan Alat Ukur Romijn

- Pembuatan rumit dan mahal


- Bangunan itu membutuhkan muka air yang tinggi di saluran
- Biaya pemeliharaan bangunan itu relatif mahal
- Bangunan itu dapat disalahgunakan dengan jalan membuka pintu bawah
- Bangunan itu peka terhadap fluktuasi muka air di saluran pengarah.
Bangunan Pengatur Tinggi Muka Air 39

2.5.8 Penggunaan Alat Ukur Romijn

Alat ukur Romijn adalah bangunan pengukur dan pengatur serba bisa yang dipakai di
Indonesia sebagai bangunan sadap tersier. Untuk ini tipe standar paling kecil (lebar
0,50m) adalah yang paling cocok. Tetapi, alat ukur Romijn dapat juga dipakai sebagai
bangunan sadap sekunder.

Eksploitasi bangunan itu sederhana dan kebanyakan juru pintu telah terbiasa
dengannya. Bangunan ini dilengkapi dengan pintu bawah yang dapat disalahgunakan
jika pengawasan kurang.

2.6 Alat Ukur Crump – de Gruyter

Alat ukur Crump – de Gruyter yang dapat disetel adalah saluran ukur leher panjang
yang dipasangi pintu gerak vertikal yang searah aliran (streamline). Pintu ini
merupakan modifikasi/penyempurnaan modul proporsi yang dapat disetel (adjustable
proportional module), yang diperkenalkan oleh Crump pada tahun 1922. De Gruyter
(1926) menyempurnakan trase flum tersebut dan mengganti “blok – atap” (roof block)
seperti yang direncanakan oleh Crump dengan pintu sorong yang dapat disetel.
Bangunan yang dihasilkan dapat dipakai baik untuk mengukur maupun mengatur
debit (lihat Gambar 2-21.)
40 Kriteria Perencanaan - Bangunan

Gambar 2-21. Perencanaan yang Dianjurkan untuk Alat Ukur Crump-de Gruyter

2.6.1 Perencanaan Hidrolis

Rumus debit untuk alat ukur Crump – de Gruyter adalah:

√ ( ) ................................................................................ 2-15
dimana:
Q = debit m3/dt
Cd = koefisien debit (= 0,94)
b = lebar bukaan, m
w = bukan pintu, m (w ≤ 0,63 h1)
g = percepatan gravitasi, m/dt2 ( 9,8 m/dt2)
h1 = tinggi air diatas ambang, m
Bangunan Pengatur Tinggi Muka Air 41

Tabel debit diberikan dalam Lampiran II, Tabel A.2.4 untuk harga-harga lebar standar
alat ukur Crump-de Gruyter, disini dilampirkan beberapa grafik dalam Lampiran II,
Gambar A.2.1. Gambar A.2.1. sampai A.2.5.
( ⁄ )
2-16
secara teori b minimum diperbolehkan sebesar 0,20 m, tetapi untuk kemudahan
pembuatannya di lapangan ditentukan b minimum untuk alat ukur ini adalah 0,30 m.

Gambar 2-22. Karakteristik Alat Ukur Crump-de Gruyter

Grafik pada Gambar 2-22. dapat digunakan untuk merencanakan alat ukur Crump-de
Gruyter. Grafik tersebut memberikan karakteristik hidrolis orifis yang didasarkan
pada dua nilai banding.

Nilai banding dapat dicari dari Gambar 2-22.


42 Kriteria Perencanaan - Bangunan

2.6.2 Karakteristik Alat Ukur Crump-de Gruyter

- ∆h = h1 – h2 cukup untuk menciptakan aliran kritis dibawah pintu. Ini benar jika ∆h
= h1 – w, tetapi mungkin kurang bila peralihan pelebaran direncana sedemikian rupa
sehingga sebagian dari tinggi kecepatan di dalam leher diperoleh kembali. Apabila
terjadi aliran kritis, maka rencana peralihan pelebaran yang sebenarnya tidak
berpengaruh pada kalibrasi tinggi energi – bukaaan – debit dari bangunan tersebut.

- Untuk menghindari lengkung garis aliran pada pancaran dibawah pintu, panjang
leher L tidak boleh kurang dari h1.

- Untuk mendapatkan aliran kritis dibawah pintu, dan untuk menghindari pusaran air
di depan pintu, bukaan pintu harus kurang dari 0,63 h1. Untuk pengukuran yang
teliti, bukaan pintu harus lebih dari 0,02 m.

- Aliran harus diarahkan ke bukaan pintu sedemikian sehingga tidak terjadi


pemisahan aliran. Dasar dan samping peralihan penyempitan tidak perlu
melengkung.

- Bagian pintu geraknya harus seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2-24.

- Orifis/lubang yang dapat disetelah dapat dikerjakan dengan teori hidrolika yang
sudah ada. Asalkan aliran kritis terjadi dibawah pintu, tabel debitnya sudah ada
dengan kesalahan kurang dari 3% (Tabel A.2.6 Lampiran II).

- Kehilangan tinggi energi yang diperlukan untuk aliran moduler kurang dari h 1 –
w.Kehilangan ini bisa diperkecil lagi jika peralihan pelebaran bertahap dipakai di
belakang (hilir) leher. Sebagai contoh untuk peralihan pelebaran berkemiringan 1:6,
tinggi energi yang diperlukan ∆h diperkecil hingga 0,5 (h1 – w). Kehilangan ini
lebih kecil daripada kehilangan yang diperlukan untuk bukaan-bukaan yang lain.

- Bangunan ini kuat, tidak mudah rusak.

- Pada bangunan ini benda-benda hanyut cenderung tersangkut.


Bangunan Pengatur Tinggi Muka Air 43

2.6.3 Kelebihan Alat Ukur Crump-de Gruyter

- Bangunan ini dapat mengukur dan mengatur sekaligus


- Bangunan ini tidak mempunyai masalah dengan sedimen
- Eksplotasi mudah dan pengukuran teliti
- Bangunan kuat

2.6.4 Kelemahan Alat Ukur Crump-de Gruyter

- Pembuatannya rumit dan mahal


- Biaya pemeliharaan mahal
- Kehilangan tinggi energi besar
- Bangunan ini mempunyai masalah dengan benda–benda hanyut.

2.6.5 Penggunaan Alat Ukur Crump-de Gruyter

Alat ukur Crump-de Gruyter dapat dipakai dengan berhasil jika keadaan muka air
disaluran selalu mengalami fluktuasi atau jika orifis harus berkerja pada keadaan
muka air rendah di saluran. Alat ukur Crump-de Gruyter mempunyai kehilangan
tinggi energi yang lebih besar daripada alat ukur Romijn.

Bila tersedia kehilangan tinggi energi yang memadai, alat ukur Crump-de Gruyter
mudah dioperasikan, pemeliharaannya tidak sulit dan lebih mudah dibanding
bangunan–bangunan serupa lainnya.

2.7 Neyrpic Module

2.7.1 Umum

Selama ini telah dikenal tipe pintu Romijn dan Crump de Gruyter sebagai alat
pembagi sekaligus pengukur debit yang masuk ke petak tersier. Kedua pintu tersebut
mempunyai kelemahan dan kelebihannya masing-masing, tetapi setelah dipergunakan
beberapa tahun ini di lapangan kelemahan yang sama dari kedua pintu itu adalah
44 Kriteria Perencanaan - Bangunan

sering dicuri oleh pencuri.

Menyadari kondisi tersebut maka terdapat tipe pintu yang relatif dapat mengatasi
permasalahan diatas, yaitu Neyrpic Module. Selain lebih sulit dicuri tipe ini sangat
mudah pengoperasiannya.

Neyrpic module ini adalah terdiri dari beberapa modul yang terpasang dalam satu set
pintu yang dapat digerakkan/diangkat secara terpisah. Pada setiap pintu-pintu tersebut
sudah ditentukan dimensinya sedemikian sehingga pada bukaan dan ketinggian muka
air tertentu mempunyai debit sesuai yang diharapkan. Sehingga operasi pintu ini
hanya ada dua pilihan yaitu buka penuh atau ditutup. Jadi besaran debit yang lewat
ditentukan oleh jumlah pintu yang dibuka bukan berdasarkan tinggi bukaan pintu
seperti tipe pintu yang lain.

Gambar 2-23. Diagram dan Kurva Operasi untuk Dinding Pembagi Tunggal
Bangunan Pengatur Tinggi Muka Air 45

Gambar 2-24. Diagram dan Kurva Operasi untuk Dinding Pembagi Ganda

2.7.2 Kelebihan Neyrpic Module

- Pintu ini tidak mudah dicuri


- Cara pengoperasian pintu mudah, karena cukup dengan membuka modul sesuai
dengan debit yang sudah tertera pada setiap modul.
- Bangunannya kokoh

2.7.3 Kelemahan Neyrpic Module

- Referensi perhitungan hidrolis tipe ini tidak terlalu banyak, sehingga agak
menyulitkan perencana dalam perhitungan hidrolis.

- Tipe ini belum dikenal di Indonesia sehingga dalam aplikasinya perlu sosialisasi
yang lama

- Hanya bisa digunakan pada fluktuasi tinggi muka air dengan debit rencana Q+5%
sampai dengan Q-5%, jika terjadi debit diluar angka tersebut maka tinggi muka air
harus diatur sedemikian rupa pada range angka diatas.

- Harganya relatif lebih mahal dari tipe lain


46 Kriteria Perencanaan - Bangunan

2.8 Pipa Sadap Sederhana

Pipa sadap sederhana berupa sebuah pipa dengan diameter standar 0,15m, 0,20m,
0,25m, 0,30m, 0,40m, 0,50m atau 0,60m yang bisa ditutup dengan pintu sorong.
Dalam kondisi tersedia head yang mencukupi pipa dapat terpasang dengan aliran
jatuh bebas (Free fall flow), tetapi jika tidak tersedia head yang mencukupi pipa dapat
juga dipasang dengan aliran tenggelam (Submerge). Aliran melalui bangunan ini tidak
dapat diukur tapi dibatasi sampai debit maksimum, yang bergantung kepada diameter
pipa dan beda tinggi energi.

Pada saluran besar dimana ada sadapan untuk tersier kecil, tidak ekonomis untuk
membangun kompleks bangunan pengatur, maka direkomendasikan dibangun
bangunan pipa sadap sederhana.

Pada bangunan sadap yang memerlukan debit lebih besar maka tidak boleh
menggunakan pipa sadap sederhana dengan pintu sorong, tetapi harus menggunakan
bangunan sadap dengan alat ukur meskipun tanpa pintu pengatur. Hal ini bertujuan
untuk menghindari dan meminimalisasi penggunaan air yang tidak terkontrol pada
jaringan irigasi.

2.8.1 Perencanaan Hidraulis

2.8.1.1 Aliran Tenggelam (Submerged)

0 1 .............................................................................................. 2-17

dimana:

Q = Debit (m3/dt)
Dp = Diameter dalam pipa (m)
g = percepatan gravitasi(m/dt2)
Bangunan Pengatur Tinggi Muka Air 47

h = beda tinggi hulu dan hilir (m)

= koefisien kehilangan tinggi


= 1,9 + f . L/Dp . v2/2g
f = koefisien kekasaran Darcy-Weissbach
L = panjang pipa (m)

Dalam kondisi panjang pipa 6 Dp < L < 20 Dp, maka besaran = 2,1

Untuk bangunan-bangunan yang mengalirkan air ke saluran tanpa pasangan,


kecepatan maksimum didalam pipa dibatasi sampai 1m/dt. Jika bangunan itu
mengalirkan air ke saluran pasangan kecepatan maksimumnya mungkin sampai
1,5 m/dt.

Dalam kondisi pipa dalam keadaan tenggelam maka kehilangan tinggi energi pipa
dihitung sebagai = f L/Dp . v2/2g

Gambar 2-25. Pengambilan Dalam Pipa Aliran Tenggelam (Submerged)


48 Kriteria Perencanaan - Bangunan

2.8.1.2 Aliran Jatuh Bebas (Free Fall)

0 1 .............................................................................................. 2-18

dimana:

Q = Debit (m3/det)
Dp = Diameter dalam pipa (m)
g = percepatan gravitasi (≈ 9,8 m/dt2)
Δh = tinggi muka air di hulu ke titik pusat pipa di hilir (m)
= Koefisien kehilangan tinggi

=, -

Cin = Koefisien kehilangan energi karena saringan di hulu pipa


Diambil 1,135
Cf = Koefisien kehilangan energi karena kekasaran dalampipa di hitung dengan
rumus 8 g N
N untuk PVC diambil 0,01

L p = panjang pipa (m)


R H = radius hidrolik

Gambar 2-26. Pengambilan Dalam Pipa Aliran Jatuh Bebas (Free Fall)
Bangunan Pengatur Tinggi Muka Air 49

2.8.2 Penggunaan Pipa Sadap Sederhana

Pipa sadap sederhana dipakai sebagai bangunan sadap tersier apabila petak tersier
mengambil air dari saluran primer besar tanpa menimbulkan pengaruh terhadap tinggi
muka air di saluran itu; karena jika debit di saluran berubah maka muka air akan
mengalami fluktuasi besar. Mungkin terdapat beda tinggi energi yang besar, sehingga
selama muka air disaluran primer rendah air tetap bisa diambil, jadi diperlukan
pengambilan dengan elevasi rendah. Guna mengatur muka air di saluran primer,
diperlukan jumlah air yang akan dialirkan melalui bangunan sadap.

Pada petak tersier dengan areal sama dengan atau dibawah 25 ha, dimana penggunaan
alat ukur tidak memungkinkan karena debit yang dialirkan terlalu kecil pipa sadap
sederhana ini diperbolehkan untuk dipergunakan.

Untuk menjamin air selalu dapat masuk ke petak tersier, tetapi sedimen dasar (bed
load) tidak menutupi lubang pipa, maka pipa sadap diletakan 10-20 cm diatas dasar
saluran.
50 Kriteria Perencanaan - Bangunan

Gambar 2-27. Bangunan Sadap Pipa Sederhana


Bangunan Pengatur Tinggi Muka Air 51

3 BAB III
BANGUNAN PENGATUR TINGGI MUKA AIR

3.1 Umum

Banyak jaringan saluran irigasi dioperasikan sedemikian rupa sehingga muka air
disaluran primer dan saluran cabang dapat diatur pada batas-batas tertentu oleh
bangunan-bangunan pengatur yang dapat bergerak. Dengan keadaan eksploitasi
demikian, muka air dalam hubungannya dengan bangunan sadap (tersier) tetap
konstan.

Apakah nantinya akan digunakan pintu sadap dengan permukaan air bebas (pintu
Romijn) atau pintu bukaan bawah (alat ukur Crump-de Gruyter), hal ini bergantung
kepada variasi tinggi muka air yang diperkirakan (lihat Tabel 2-1.).

Bab ini akan membahas empat jenis bangunan pengatur muka air, yaitu: pintu skot
balok, pintu sorong, mercu tetap dan kontrol celah trapesium. Kedua bangunan
pertama dapat dipakai sebagai bangunan pengontrol untuk mengendalikan tinggi
muka air di saluran. Sedangkan kedua bangunan yang terakhir hanya mempengaruhi
tinggi muka air.

Pada saluran yang lebar (lebar dari 2m) mungkin akan menguntungkan untuk
mengkombinasi beberapa tipe bangunan pengatur muka air, misalnya:
- skot balok dengan pintu bawah
- mercu tetap dengan pintu bawah
- mercu tetap dengan skot balok

3.2 Pintu Skot Balok

Dilihat dari segi konstruksi, pintu skot balok merupakan peralatan yang sederhana.
Balok-balok profil segi empat itu ditempatkan tegak lurus terhadap potongan segi
empat saluran. Balok-balok tersebut disangga di dalam sponeng/alur yang lebih besar
52 Kriteria Perencanaan - Bangunan

0,03 m sampai 0,05 m dari tebal balok-balok itu sendiri. Dalam bangunan-bangunan
saluran irigasi, dengan lebar bukaan pengontrol 2,0 m atau lebih kecil lagi, profil-
profil balok seperti yang diperlihatkan pada Gambar 3-1. biasa dipakai.

Gambar 3-1. Koefisien Debit untuk Aliran Diatas Skot Balok Potongan Segi Empat (Cv  1,0)

3.2.1 Perencanaan Hidrolis

Aliran pada skot balok dapat diperkirakan dengan menggunakan persamaan tinggi
debit berikut:

⁄ √ ⁄ ................................................................................... 3-1

dimana:
Q = debit, m3/dt
Cd = koefisien debit
Cv = koefisien kecepatan datang
Bangunan Pengatur Tinggi Muka Air 53

g = percepatan gravitasi, m/dt2 ( 9,8 m/dt2)


b = lebar normal, m
h1 = kedalaman air diatas skot balok, m

Koefisien debit Cd untuk potongan segi empat dengan tepi hulu yang tajamnya 90°,
sudah diketahui untuk nilai banding H1/L kurang dari 1,5 (lihat Gambar 3-1.).

Untuk harga-harga H1/L yang lebih tinggi, pancaran air yang melimpah bisa sama
sekali terpisah dari mercu skot balok. Bila H1/L menjadi lebih besar dari sekitar 1,5
maka pola alirannya akan menjadi tidak mantap dan sangat sensitif terhadap
“ketajaman” tepi skot balok bagian hulu. Juga, besarnya airasi dalam kantong udara
dibawah pancaran, dan tenggelamnya pancaran sangat mempengaruhi debit pada skot
balok.

Karena kecepatan datang yang menuju ke pelimpah skot balok biasanya rendah,
h1/(h1 + P1) < 0,35 kesalahan yang timbul akibat tidak memperhatikan harga tinggi
kecepatan rendah berkenaan dengan kesalahan dalam Cddengan menggunakan
persamaan 3-1. dikombinasi dengan Gambar 3-2. aliran pada skot balok dapat
diperkirakan dengan baik.

Jelaslah bahwa tinggi muka air hulu dapat diatur dengan cara
menempatkan/mengambil satu atau lebih skot balok. Pengaturan langkah demi
langkah ini dipengaruhi oleh tinggi sebuah skot balok. Seperti yang sudah disebutkan
dalam Gambar 3-1., ketinggian yang cocok untuk balok dalam bangunan saluran
irigasi adalah 0,20 m.

Seorang operator yang berpengalaman akan mengatur tinggi muka air di antara papan
balok 0,20 m dengan tetap membiarkan aliran sebagian dibawah balok atas.
54 Kriteria Perencanaan - Bangunan

3.2.2 Kelebihan Pintu Skot Balok

- Kontribusi ini sederhana dan kuat


- Biaya pelaksanaannya kecil

3.2.3 Kelemahan Pintu Skot Balok

- Pemasangan dan pemindahan balok memerlukan sedikitnya dua orang dan


memerlukan banyak waktu
- Tinggi muka air bisa diatur selangkah demi selangkah saja; setiap langkah sama
dengan tinggi sebuah balok
- Ada kemungkinan dicuri orang
- Skot balok bisa dioperasikan oleh orang yang tidak berwenang
- Karakteristik tinggi–debit aliran pada balok belum diketahui secara pasti

3.3 Pintu Sorong

3.3.1 Perencanaan Hidrolis

Rumus debit yang dapat dipakai untuk pintu sorong adalah:

√ ................................................................................................. 3-2

dimana :

Q = debit, (m3/dt)
K = faktor aliran tenggelam (lihat Gambar 3-3.)
µ = koefisien debit (lihat Gambar 3-4.)
A = bukaan pintu, m
b = lebar pintu, m
g = percepatan gravitasi, m/dt2( 9,8 m/dt2)
h1 = kedalaman air di depan pintu diatas ambang, m.

Lebar standar untuk pintu pembilas bawah (undersluice) adalah 0,50 m; 0,75 m; 1,00
Bangunan Pengatur Tinggi Muka Air 55

m; 1,25 m dan 1,50 m. Kedua ukuran yang terakhir memerlukan dua setang
pengangkat.

Gambar 3-2. Aliran Dibawah Pintu Sorong dengan Dasar Horizontal

3.3.2 Kelebihan-Kelebihan yang Dimiliki Pintu Pembilas Bawah

- Tinggi muka air hulu dapat dikontrol dengan tepat.


- Pintu bilas kuat dan sederhana.
- Sedimen yang diangkut oleh saluran hulu dapat melewati pintu bilas.

Gambar 3-3. Koefisien K untuk Debit Tenggelam (dari Schmidt)


56 Kriteria Perencanaan - Bangunan

3.3.3 Kelemahan-Kelemahannya

- Kebanyakan benda-benda hanyut bisa tersangkut di pintu


- Kecepatan aliran dan muka air hulu dapat dikontrol dengan baik jika aliran moduler

3.4 Pintu Radial

Pintu khususdari pintu sorong adalah pintu radial. Pintu ini dapat dihitung dengan
persamaan 3-2. dan harga koefisiennya diberikan pada Gambar 3-4.

h1/a ß

Gambar 3-4. Koefisien Debit  Masuk Permukaan Pintu Datar atau Lengkung

3.4.1 Kelebihan Pintu Radial

- Hampir tidak ada gesekan pada pintu


- Alat pengangkatnya ringan dan mudah diekploitasi
- Bangunan dapat dipasang di saluran yang lebar

3.4.2 Kelemahan Pintu Radial

- Bangunan tidak kedap air


- Biaya pembuatan bangunan mahal
- Paksi (pivot) pintu memberi tekanan horizontal besar jauh diatas pondasi
Bangunan Pengatur Tinggi Muka Air 57

3.5 Mercu Tetap

Mercu tetap dengan dua bentuk seperti pada Gambar 3-5 sudah umum dipakai. Jika
panjang mercu rencana seperti tampak pada gambar sebelah kanan adalah sedemikian
rupa sehingga H1/L ≤ 1,0 maka bangunan tersebut dinamakan bangunan pengatur
ambang lebar. Hubungan antara tinggi energi dan debit bangunan semacam ini sudah
diketahui dengan baik (lihat subbab 2.2).

r r r

Gambar 3-5. Bentuk-Bentuk Mercu Bangunan Pangatur Ambang Tetap


yang Lazim Dipakai

3.5.1 Perencanaan Hidrolis

Ada perbedaan pokok dalam hubungan antara tinggi energi dan debit untuk bangunan
pengatur mercu bulat dan bangunan pengatur ambang lebar. Perbedaan itu dapat
dijelaskan sebagai berikut :

Bangunan Pangatur Bangunan Pengatur


Mercu Bulat Ambang Lebar
Nilai banding H1/r = 5,0 Nilai banding H1/L = 1,0
Cd = 1,48 Cd = 1,03

Untuk mercu yang dipakai di saluran irigasi, nilai-nilai itu dapat dipakai dalam rumus
berikut:

√ ............................................................... ................... 3-3


58 Kriteria Perencanaan - Bangunan

dimana:

Q = debit, m3/dt
Cd = koefisien debit
alat ukur ambang lebar Cd = 1,03

mercu bulat Cd = 1,48


g = percepatan gravitasi, m/dt2 ( 9,8m/dt2)
b = lebar mercu, m
H1 = tinggi air diatas mercu, m

Dengan rumus ini, diandaikan bahwa koefisien kecepatan datang adalah 1,0.

Gambar 3-6. memperlihatkan potongan melintang mercu bulat.

Gambar 3-6. Alat Ukur Mercu Bulat

Pembicaraan mendetail mengenai mercu bulat dapat dijumpai dalam buku KP – 02


Bangunan Utama, subbab 4.2.2.

3.5.2 Kelebihan Mercu Tetap

- Karena peralihannya yang bertahap, bangunan pengatur ini tidak banyak


mempunyai masalah dengan benda-benda terapung.
Bangunan Pengatur Tinggi Muka Air 59

- Bangunan pengatur ini dapat direncana untuk melewatkan sedimen yang terangkut
oleh saluran peralihan.
- Bangunan ini kuat; tidak mudah rusak.

3.5.3 Kelemahan Mercu Tetap

- Aliran pada bendung menjadi nonmoduler jika nilai banding tenggelam H2/H1
melampaui 0,33.
- Hanya kemiringan permukaan hilir 1:1 saja yang bisa dipakai.
- Aliran tidak dapat disesuaikan.

3.6 Mercu Tipe U (Mercu Tipe Cocor Bebek)

3.6.1 Umum

Bangunan pengatur tinggi muka air dengan tipe U (tipe cocor bebek) ini merupakan
pengembangan dari bangunan pengatur muka air dengan mercu tetap pada saluran-
saluran lebar (lebar >2 m). Perbedaan dengan mercu tetap yang sudah lama
dikembangkan di Indonesia adalah sumbu atau as yang tegak lurus saluran sedangkan
pelimpah (tipe cocor bebek) ini berbentuk lengkung. Penjelasan gambaran mercu
tetap tipe cocor bebek terlihat pada gambar dibawah ini.
60 Kriteria Perencanaan - Bangunan

Gambar 3-7. Gambar Diagram Susunan Suatu Kontrol Muka Air

3.6.2 Perencanaan Struktur

Struktur bangunan mercu tetap tipe U (tipe cocor bebek) ini mengacu pada komponen
bendung gergaji. Sesuai SNI 03. 1972-1989 dan SNI 03-2401.1991 dengan jenis
lantai hilir datar seperti terlihat pada Gambar 3-8. dibawah ini.

Gambar 3-8. Denah dan Potongan Peluap Mercu Tipe U (Tipe Cocor Bebek)
Bangunan Pengatur Tinggi Muka Air 61

Mengacu pada gambar diatas, maka digunakan notasi sebagai berikut:


a = setengah lebar bagian dinding ujung-ujung gigi gergaji
b = lebar lurus mercu
c = panjang bagian dinding miring
p = tinggi pembendungan
h = tinggi tekan hidraulik muka air udik diukur dari mercu bending
lg = panjang lengkung mercu = 4a + 2c

= perbandingan antara tinggi tekan hidrolik, h dengan tinggi pelimpah

diukur dari lantai udik, p.

= perbandingan antara lebar b dengan tinggi bendung p

= perbandingan antara panjang mercu pelimpah yang terbentuk

= sudut antara sisi pelimpah dengan arah aliran utama air


n = jumlah “gigi” pelimpah gergaji

= nilai perbandingan antara besar debit pada pelimpah gergaji dibandingkan

dengan besar debit pelimpahan jika digunakan pelimpah lurus biasa dengan
lebar bentang yang sama.

3.6.3 Analisa Hidraulik

a). Data dan informasi yang perlu diketahui


- gambar situasi dan potongan memanjang serta melintang geometri saluran
- lokasi bangunan telah ditentukan
- debit desain bangunan, Qdesain = Qg desain
- tinggi muka air maksimum diatas mercu yang diijinkan
- lebar saluran
- tinggi mercu pelimpah dari lantai udik
62 Kriteria Perencanaan - Bangunan

b). Perhitungan hidraulik

- Debit maksimum yang dapat dialirkan oleh bendung pelimpah lurus

Qn = c . B . H1.5...................................................................................................3-4
dimana:
Qn = debit rencana saluran (m3/dt)
B = panjang mercu
c = 1,95 (pedoman bendung gergaji)
- Berdasarkan harga Qg desain dan Qn maks, dapat dihitung besar pembesaran

kapasitas pelimpahan yang diperlukan :

- Harga perbandingan tinggi muka air udik dan tinggi mercu . /

- Penuhi persyaratan dasar desain hidraulik bendung dan pelimpahtipe U, yaitu

pada domain dan

- Untuk memenuhi persyaratan ini, ambil lebar satu mercu = 4a + 2c

- Plot data desain pada grafik hubungan antara dan .

Pada Gambar 3-9. untuk pelimpah dengan mercu ambang tajam. Berdasarkan
grafik tersebut diketahui besar harga kebutuhan pelipatan panjang mercu

pelimpah . / = 5,5

- Tentukan desain mercu pelimpah yang sesederhana mungkin agar mudah


dilaksanakan di lapangan dan kuat.
- Berdasarkan metode-metode hidraulika yang telah tersedia, dapat dihitung
harga perbandingan harga koefisien pelimpahan mercu pelimpah bulat
terhadap koefisien pelimpahan mercu ambang tajam (f). Jika diambil harga
konstan untuk berbagai kondisi muka air udik, tahap pradesain

selanjutnya dapat dilakukan dengan sangat sederhana.


Bangunan Pengatur Tinggi Muka Air 63

- Untuk harga f tersebut, besar harga pelipatan panjang pelimpah bentuk mercu
setengah lingkaran yang sesungguhnya dapat dihitung sebagai berikut:

( ) ( )

- Berdasarkan data b dan lg, dengan menerapkan ilmu trigonometri dapat


dihitung data gigi gergaji lainnya sebagai berikut:
= 0,75 maksimum

a = 0,25 m

Gambar 3-9. Grafik untuk Desain Pelimpah Jenis Gergaji untuk Gigi Trapesium

3.6.4 Pertimbangan dan Persyaratan

a).Pertimbangan

Pertimbangan dalam pemakaian pelimpah tipe ini antara lain:

- Dalam rencana penerapan bangunan pengatur dan pelimpah tipe ini hendaknya
dilakukan evaluasi perbandingan dengan kemungkinan tipe lain, seperti
64 Kriteria Perencanaan - Bangunan

bendung tetap dengan pelimpah biasa.

- Tipe ini bisa diaplikasikan di saluran dengan mengacu pada pelimpah tipe
gergaji, dengan nilai n = 1.

- Pelimpah tipe U ini tidak bisa dipakai sebagai alat ukur debit (untuk
menggantikan ambang lebar), karena ketelitiannya dipengaruhi oleh muka air
hilir (aliran kurang sempurna).

b). Persyaratan

Parameter yang harus diperhatikan sebelum merencanakan tipe ini adalah:

- Lokasi, tinggi mercu, debit saluran rencana dan stabilitas perlu didesain dengan
mengacu pada acuan yang ada pada pelimpah ambang tetap biasa.

- Bangunan tipe ini diletakkan jika jarak antara  dua bangunan bagi/sadap
terlalu jauh dan pengaruh kemiringan saluran sehingga pengambilan-
pengambilan yang terletak diantara bangunan tersebut tidak dapat berfungsi.

- Struktur tubuh pelimpah mercu relatif ramping, berkaitan dengan hal ini maka
stabilitas dan kekuatan bagian-bagian struktur serta penyaluran gaya ke pondasi
bangunan perlu dianalisis dengan cermat.

- Untuk memenuhi persyaratan kekuatan struktur, radius atau jari-jari mercu


perlu diambil lebih besar atau sama dengan 0,10 m.

- Kalau dipakai disaluran, tipe ini memerlukan kehilangan energi (ΔH) yang
relatif besar, supaya bisa disadap.

- Lebar saluran lebih dari 2 m.

- Tinggi maksimum di peluap h = 0,20 m. Atau 1/3 tinggi jagaan saluran dimana
bangunan peluap tersebut dibangun.
Bangunan Pengatur Tinggi Muka Air 65

Gambar 3-10. Perubahan Debit antara Pelimpah Biasa (Tetap) dengan


Pelimpah Tipe Lengkung

3.7 Celah Kontrol Trapesium

Seperti halnya mercu tetap, celah kontrol trapesium juga dipakai untuk mengatur
tinggi muka air disaluran. Pengaturan tinggi muka air dengan menggunakan kedua
alat tersebut didasarkan pada pencegahan terjadinya fluktuasi yang besar yang
mengakibatkan berubah-ubahnya debit. Hal ini dicapai dengan jalan menghubung-
hubungkan tinggi muka air dengan lengkung debit untuk saluran dan pengontrol atau
bangunan pengatur (lihat Gambar 3-11.).
66 Kriteria Perencanaan - Bangunan

Gambar 3-11. Penggabungan Kurva Muka Air dan Kurva Debit

Tinggi ambang bangunan pengatur dapat dibuat sedemikian rupa sehingga untuk 2
debit di saluran dan di pengontrol sama besar. Untuk debit-debit antara jarak nilai ini,
tinggi muka air akan berbeda-beda dan akan menyebabkan tinggi muka air di saluran
meninggi atau menurun.

Dengan sebuah celah kontrol trapesium tinggi muka air di saluran dan di pengontrol
dapat dijaga agar tetap sama untuk berbagai besaran debit. Jika dipakai tanpa ambang,
celah kontrol itu akan menimbulkan gangguan kecil pada aliran air dan pengangkutan
sedimen. Untuk ukuran-ukuran sebuah celah lihat Gambar 3-12.
Bangunan Pengatur Tinggi Muka Air 67

Gambar 3-12. Sketsa Dimensi untuk Celah Kontrol

3.7.1 Perencanaan Hidrolis

Perencanaan celah kontrol trapesium didasarkan pada rumus untuk flum


trapesium:

Q= Cd {bc yc + m yc2} {2g(H-yc)}0,5 ..............................................................................3-5

dimana:
Cd = koefisien debit ( 1,05)
b = lebar dasar, m
yc = kedalaman kritis pada pengontrol, m
m = kemiringan dinding samping celah, m
H = kedalaman energi di saluran, m
g = percepatan gravitasi, m/dt2 ( 9,8 m/dt2)

Persamaan ini dapat dipecahkan untuk b dan s yang ada. Grafik celah kontrol
untuk berbagai b dan s ditunjukkan pada Gambar A.2.6 sampai A.2.12, Lampiran
II. Untuk membuat grafik-grafik ini Cd diambil 1,05.

Kegunaan grafik-grafik tersebut dalam perencanaan celah kontrol trapesium


adalah untuk:

1. Menentukan besaran debit agar pengontrol dapat bekerja (misalnya 20-100%


68 Kriteria Perencanaan - Bangunan

dari Q rencana)

2. Memperhitungkan karakteristik saluran untuk kedua debit ini. Untuk


memperhitungkan h20 (kedalaman air pada 20% Q rencana), dapat dipakai
rumus perkiraan debit dalam saluran irigasi:

( )
( )
................................................................................... 3-6

dan . / ( ) ......................................... 3-7

3. Masukkan salah satu dari grafik – grafik tersebut dengan h100 (kedalaman
energi dalam saluran untuk 100% debit rencana) dan Q 100 lalu carilah harga s-
nya. Lakukan hal yang sama untuk h20 dan Q20 jika didapat s yang sama, maka
ini adalah celah kontrol yang harus dipilih, setelah itu grafik berikutnya harus
diperiksa.

Karena bentuknya yang demikian, celah kontrol cocok untuk saluran dengan
besar debit yang berbeda-beda.

3.7.2 Kelebihan Celah Kontrol Trapesium

- Bangunan ini tidak menaikkan atau menurunkan muka air di saluran untuk berbagai
besaran debit.

- Bangunan ini kuat dan memberikan panjang ekstra disebelah hulu bangunan terjun
dan dapat dengan mudah dilengkapi dengan pelimpah searah saluran.

- Bangunan ini tidak memakai ambang dan oleh karena itu dapat melewatkan benda-
benda terapung dan sedimen dengan baik.

3.7.3 Kelemahan Celah Kontrol Trapesium

- Bangunan ini hanya baik untuk aliran tidak tenggelam melalui celah kontrol
Bangunan Pengatur Tinggi Muka Air 69

3.8 Penggunaan Bangunan Pengatur Muka Air

Pintu skot balok dan pintu sorong adalah bangunan-bangunan yang cocok untuk
mengatur tinggi muka air di saluran. Karena Pintu harganya mahal untuk lebih
ekonomis maka digunakan bangunan pengatur muka air ini yang mempunyai fungsi
ketelitiannya.

Kelebihan lain adalah bahwa pintu lebih mudah dioperasikan, mengontrol muka air
dengan lebih baik dan dapat dikunci di tempat agar setelahnya tidak diubah oleh
orang yang tidak berwenang.

Kelemahan utama yang dimiliki oleh pintu sorong adalah bahwa pintu ini kurang
peka terhadap perubahan tinggi muka air dan, jika dipakai bersama dengan bangunan
pelimpah (alat ukur Romijn), bangunan ini memiliki kepekaan yang sama terhadap
perubahan muka air. Jika dikombinasi demikian, bangunan ini sering memerlukan
penyesuaian.

Sebagai bangunan pengatur, tipe bangunan ini dianjurkan pemakaiannya karena tahan
lama dan eksploitasinya mudah, walaupun mempunyaikelemahan seperti yang telah
disebutkan tadi.

Bangunan pengontrol diperlukan di tempat-tempat dimana tinggi muka air saluran


dipengaruhi oleh bangunan terjun atau got miring bangunan pengontrol. Misalnya
mercu tetap atau celah trapesium, akan mencegah naik – turunnya tinggi muka air di
saluran untuk berbagai besaran debit. Bangunan pengontrol tidak memberikan
kemungkinan untuk mengatur muka air lepas dari debit.

Penggunaan celah trapesium lebih disukai apabila pintu sadap tidak akan dikombinasi
dengan pengontrol.

Jika bangunan sadap akan dikombinasi dengan pengontrol, maka bangunan pengatur
tetap lebih disukai, karena dinding vertikal bangunan ini dapat dengan mudah di
kombinasi dengan pintu sadap.
70 Kriteria Perencanaan - Bangunan
Bangunan Bagi dan Sadap 71

4 BAB IV
BANGUNAN BAGI DAN SADAP

4.1 Bangunan Bagi

Apabila air irigasi dibagi dari saluran primer sekunder, maka akan dibuat bangunan
bagi. Bangunan bagi terdiri dari pintu-pintu yang dengan teliti mengukur dan
mengatur air yang mengalir ke berbagai saluran. Salah satu dari pintu-pintu bangunan
bagi berfungsi sebagai pintu pengatur muka air, sedangkan pintu-pintu sadap lainnya
mengukur debit (lihat Gambar 4-1.).

Pada cabang saluran dipasang pintu pengatur untuk saluran terbesar dan dipasang
alat-alat pengukur dan pengatur di bangunan-bangunan sadap yang lebih kecil (lihat
Gambar 4-3.).

Untuk membatasi sudut aliran dalam percabangan bangunan bagi dibuat sudut aliran
antara 0° sampai 90°.

4.2 Bangunan Pengatur

Bangunan pengatur akan mengatur muka air saluran di tempat-tempat dimana terletak
bangunan sadap dan bagi. Tabel 4-1. memberikan perbandingan bangunan-bangunan
pengatur muka air.

Khususnya di saluran-saluran yang kehilangan tinggi energinya harus kecil (misal di


kebanyakan saluran garis tinggi), bangunan pengatur harus direncana sedemikian
rupa sehingga tidak banyak rintangan sewaktu terjadi debit rencana. Misalnya pintu
sorong harus dapat diangkat sepenuhnya dari dalam air selama terjadi debit rencana,
kehilangan energi harus kecil pada pintu skot balok jika semua balok dipindahkan.
72 Kriteria Perencanaan - Bangunan

Gambar 4-1. Saluran dengan Bangunan Pengatur dan Sadap ke Saluran Sekunder
Bangunan Bagi dan Sadap 73

Tabel 4-1. Perbandingan antara Bangunan-Bangunan Pengatur Air

Biaya Dapat Keterangan


Bangunan Pengatur dan Pengontrol (1) (2) (3) (4)
Pembuatan Distel

Skot Balok Sedang - -+ -- + Ya

(1) = Eksponen U dalam Q


Mengatur

= Kh1u
Pintu Sorong Mahal + ++ + -- Ya (2) = Kemudahan
pengoperasian
(3) = Ketepatan pengaturan
Sangat
Pintu Radial ++ + + + Ya (4) = Muka air
Mahal

Mercu Tetap Sedang - -- ++ Tidak + + baik sekali


+ baik
Mengontrol

Kontrol - + memadai
Celah Sedang + ++ + Tidak - tidak memadai
Trapesium
- - jelek
Mercu Tipe
U (Cocor Sedang -+ -- + Tidak
Bebek)
74 Kriteria Perencanaan – Bangunan

Di saluran-saluran sekunder; dimana kehilangan tinggi energi tidak merupakan


hambatan, bangunan pengatur dapat direncana tanpa menggunakan pertimbangan-
pertimbangan di atas.

Satu aspek penting dalam perencanaan bangunan adalah kepekaannya terhadap


variasi muka air.

Gambar 4-2. memberikan ilustrasi mengenai perubahan-perubahan debit dari variasi


muka air untuk pintu-pintu tipe aliran atas dan aliran bawah. Gambar tersebut
memperlihatkan bahwa alat ukur aliran atas lebih peka terhadap fluktuasi muka air
dibanding dengan pintu aliran bawah.

Kadang-kadang lebih menguntungkan dengan menggabung beberapa tipe bangunan


utama: mercu tetap dengan pintu aliran bawah atau skot balok dengan pintu.
Kombinasi ini terutama antara bangunan yang mudah dioperasikan dengan tipe yang
tak mudah atau sulit dioperasikan. Oleh sebab itu, mercu tetap kadang-kadang
dikombinasi dengan salah satu dari bangunan-bangunan pengatur lainnya, misalnya
sebuah pintu dapat dipasang di sebelah mercu tetap.

Gambar 4-2. Perubahan Debit dengan Variasi Muka Air untuk Pintu Aliran Atas
dan Aliran Bawah.
Bangunan Bagi dan Sadap 75

Tetapi di saluran yang angkutan sedimennya tinggi, penggunaan bangunan dengan


mercu tidak disarankan karena bangunan-bangunan ini akan menangkap sedimen.
Lagipula, mercu memerlukan lebih banyak kehilangan tinggi energi.

Khususnya bangunan-bangunan yang dibuat di saluran yang tinggi energinya harus


dijaga agar tetap kecil, sebaiknya direncanakan tanpa mercu. Dengan demikian,
sedimen bisa lewat tanpa hambatan dan kehilangan tinggi energi minimal.

Lebar bangunan pengatur berkaitan dengan kehilangan tinggi energi yang diizinkan
serta biaya pelaksanaan: bangunan yang lebar menyebabkan sedikit kehilangan tinggi
energi dibanding bangunan yang sempit, tetapi bangunan yang lebar lebih mahal
(diperlukan lebih banyak pintu). Untuk saluran primer garis tinggi, kehilangan tinggi
energi harus tetap kecil, yaitu 5 sampai 10 cm. Akibatnya bangunan pengatur di
saluran primer lebar.

Saluran sekunder biasanya tegak lurus terhadap garis-garis kontur dan oleh sebab itu,
kehilangan tinggi energi lebih besar dan bangunan pengaturnya lebih sempit.

Guna mengurangi kehilangan tinggi energi dan sekaligus mencegah penggerusan,


disarankan untuk membatasi kecepatan di bangunan pengatur sampai kurang lebih
1,5 m/dt.

Dalam merencanakan bangunan pengatur, kita hendaknya selalu menyadari


kemungkinan terjadinya keadaan darurat seperti debit penuh sementara pintu-pintu
tertutup. Bangunan sebaiknya dilindungi dari bahaya seperti itu dengan pelimpah
samping di saluran hulu atau kapasitas yang memadai di atas pintu atau alat ukur
tambahan dengan mercu setinggi debit rencana maksimum (lihat Gambar 4-3. dan
Gambar 4-4.)
76 Kriteria Perencanaan – Bangunan

Gambar 4-3. Saluran Sekunder dengan Bangunan Pengatur dan Sadap ke Berbagai Arah
Bangunan Bagi dan Sadap 77

Mercu tetap di kedua


Sisi pintru pengatur

Gambar 4-4. Bangunan Pengatur: Pintu Aliran Bawah dengan Mercu Tetap

Lebar pintu didesain sedemikian sehingga pada waktu pintu dibuka penuh, mercu
samping belum mempunyai pengaruh terhadap pembendungan positif pada debit air
sebesar 85% kali debit rencana maksimum (Q85%).

4.3 Bangunan Sadap

4.3.1 Bangunan Sadap Sekunder

Bangunan sadap sekunder akan memberi air ke saluran sekunder dan oleh sebab itu,
melayani lebih dari satu petak tersier. Kapasitas bangunan-bangunan sadap ini secara
umum lebih besar daripada 0,250 m3/dt.

Ada empat tipe bangunan yang dapat dipakai untuk bangunan sadap sekunder, yakni:

- Alat ukur Romijn


- Alat ukur Crump-de Gruyter
- Pintu aliran bawah dengan alat ukur ambang lebar
- Pintu aliran bawah dengan alat ukur Flume
78 Kriteria Perencanaan – Bangunan

Tipe mana yang akan dipilih bergantung pada ukuran saluran sekunder yang akan
diberi air serta besarnya kehilangan tinggi energi yang diizinkan.

Untuk kehilangan tinggi energi kecil, alat ukur Romijn dipakai hingga debit sebesar
2 m3/dt ; dalam hal ini dua atau tiga pintu Romijn dipasang bersebelahan. Untuk
debit-debit yang lebih besar, harus dipilih pintu sorong yang dilengkapi dengan alat
ukur yang terpisah, yakni alat ukur ambang lebar.

Bila tersedia kehilangan tinggi energi yang memadai, maka alat ukur Crump-de
Gruyter merupakan bangunan yang bagus. Bangunan ini dapat direncanakan dengan
pintu tunggal atau banyak pintu dengan debit sampai sebesar 0,9 m3/dt setiap pintu.

4.3.2 Bangunan Sadap Tersier

Bangunan sadap tersier akan memberi air kepada petak-petak tersier. Kapasitas
bangunan sadap ini berkisar antara 50 lt/dt sampai 250 lt/dt Bangunan sadap yang
paling cocok adalah alat ukur Romijn, jika muka air hulu diatur dengan bangunan
pengatur dan jika kehilangan tinggi energi merupakan masalah.

Bila kehilangan tinggi energi tidak begitu menjadi masalah dan muka air banyak
mengalami fluktuasi, maka dapat dipilih alat ukur Crump-de Gruyter. Harga antara
debit Qmaks/Qmin untuk alat ukur Crump-de Gruyter lebih kecil daripada harga antara
debit untuk pintu Romijn.

Di saluran irigasi yang harus tetap memberikan air selama debit sangat rendah, alat
ukur Crump-de Gruyter lebih cocok karena elevasi pengambilannya lebih rendah
daripada elevasi pengambilan pintu Romijn.

Sebagai aturan umum, pemakaian beberapa tipe bangunan sadap tersier sekaligus di
satu daerah irigasi tidak disarankan. Penggunaan satu tipe bangunan akan lebih
mempermudah pengoperasiannya.

Untuk bangunan sadap tersier yang mengambil air dari saluran primer yang besar,
Bangunan Bagi dan Sadap 79

dimana pembuatan bangunan pengatur akan sangat mahal dan muka air yang
diperlukan di petak tersier rendah dibanding elevasi air selama debit rendah disaluran,
akan menguntungkan untuk memakai bangunan sadap pipa sederhana dengan pintu
sorong sebagai bangunan penutup. Debit maksimum melalui pipa sebaiknya
didasarkan pada muka air rencana di saluran primer dan petak tersier. Hal ini berarti
bahwa walaupun mungkin debit terbatas sekali, petak tersier tetap bisa diairi bila
tersedia air di saluran primer pada elevasi yang cukup tinggi untuk mengairi petak
tersebut.

4.3.3 Bangunan Bagi dan Sadap kombinasi Sistem Proporsional

Pada daerah irigasi yang letaknya cukup terpencil, masalah pengoperasian pintu sadap
bukan masalah yang sederhana, semakin sering jadwal pengoperasian semakin sering
juga pintu tidak dioperasikan. Artinya penjaga pintu sering tidak mengoperasikan
pintu sesuai jadwal yang seharusnya dilakukan. Menyadari keadaan seperti ini untuk
mengatasi hal tersebut ada pemikiran menerapkan pembagian air secara proporsional.
Sistem proporsional ini tidak memerlukan pintu pengatur, pembagi, dan pengukur.

Sistem ini memerlukan persyaratan khusus, yaitu:


- Elevasi ambang ke semua arah harus sama
- Bentuk ambang harus sama agar koefisien debit sama
- Lebar bukaan proporsional dengan luas sawah yang diairi

Syarat aplikasi sistem ini adalah:


- melayani tanaman yang sama jenisnya (monokultur)
- jadwal tanam serentak
- ketersediaan air cukup memadai

Sehingga sistem proporsional tidak dapat diaplikasikan pada sistem irigasi di


Indonesia pada umumnya, mengingat syarat-syarat tersebut di atas sulit terpenuhi.

Menyadari kelemahan-kelemahan dalam sistem proporsional dan sistem diatur


80 Kriteria Perencanaan – Bangunan

(konvensional), maka dibuat alternatif bangunan bagi dan sadap dengan kombinasi
kedua sistem tersebut yang kita sebut dengan sistem kombinasi.

Bangunan ini dapat berfungsi ganda yaitu melayani sistem konvensional maupun
sistem proporsional. Dalam implementasi pembagian air diutamakan menerapkan
sistem konvensional. Namun dalam kondisi tertentu yang tidak memungkinkan untuk
mengoperasikan pintu-pintu tersebut, maka diterapkan sistem proporsional.

Sistem kombinasi ini direncanakan dengan urutan sebagai berikut:


- Berdasarkan elevasi sawah tertinggi dari lokasi bangunan-bangunan sadap tersebut
ditentukan elevasi muka air di hulu pintu sadap.

- Elevasi ambang setiap bangunan sadap adalah sama, yaitu sama dengan elevasi
ambang dari petak tersier yang mempunyai elevasi sawah tertinggi.

Kebutuhan air (lt/det/ha) setiap bangunan sadap harus sama, sehingga perbandingan
luas petak tersier, debit dan lebar ambang pada setiap bangunan sadap adalah sama.

4.3.4 Tata Letak Bangunan Bagi dan Sadap

Bangunan bagi sadap seperti diuraikan subbab diatas terdiri dari bangunan sadap
tersier; bangunan/pintu sadap ke saluran sekunder dengan kelengkapan pintu sadap
dan alat ukur; serta bangunan/pintu pengatur muka air. Tata letak dari bangunan bagi
sadap ini bisa dibuat 2 alternatif, yaitu:
- Bentuk Menyamping
- Bentuk Numbak

a. Bentuk Menyamping
Posisi bangunan/pintu sadap tersier atau sekunder berada disamping kiri atau kanan
saluran dengan arah aliran ke petak tersier atau sekunder mempunyai sudut tegak
lurus (pada umumnya) sampai 45°. Bentuk ini mempunyai kelemahan kecepatan
datang kearah lurus menjadi lebih besar dari pada yang kearah menyamping, sehingga
jika diterapkan sistem proporsional ku°rang akurat. Sedangkan kelebihannya
Bangunan Bagi dan Sadap 81

peletakan bangunan ini tidak memerlukan tempat yang luas, karena dapat langsung
diletakkan pada saluran tersier/saluran sekunder yang bersangkutan.

Gambar 4-5. Tata Letak Bangunan Bagi Sadap Bentuk Menyamping

b. Bentuk Numbak

Bentuk numbak meletakkan bangunan bagi sekunder, sadap tersier dan bangunan
pengatur pada posisi sejajar, sehingga arah alirannya searah.

Bentuk seperti ini mempunyai kelebihan kecepatan datang aliran untuk setiap
bangunan adalah sama. Sehingga bentuk ini sangat cocok diterapkan untuk sistem
proporsional. Tetapi bentuk ini mempunyai kelemahan memerlukan areal yang luas,
semakin banyak bangunan sadapnya semakin luas areal yang diperlukan.
82 Kriteria Perencanaan – Bangunan

Gambar 4-6. Tata Letak Bangunan Bagi Sadap Bentuk Numbak


Bangunan Pembawa 83

5 BAB V
BANGUNAN PEMBAWA

5.1 Pendahuluan

Dalam saluran terbuka, ada berbagai bangunan yang digunakan untuk membawa air
dari satu ruas hulu ke ruas hilir. Bangunan-bangunan ini bisa dibagi menjadi dua
kelompok sesuai jenis aliran hidrolisnya yaitu:

(i) bangunan-bangunan dengan aliran subkritis, dan

(ii) bangunan-bangunan dengan aliran superkritis.

Contoh untuk kelompok bangunan pertama adalah gorong-gorong (lihat Gambar 5.-
1.), flum (lihat Gambar 5.-2.), talang (lihat Gambar 5.-3.) dan sipon (lihat Gambar 5.-
4.). Contoh untuk kelompok kedua adalah bangunan-bangunan pengukur dan
pengatur debit (Bab II), bangunan terjun serta got miring. Kelompok subkritis
bangunan pembawa akan dibicarakan dalam subbab 5.2 sampai 5.5, bangunan terjun
dan got miring dalam subbab 5.7 dan 5.8.

5.2 Kelompok Subkritis

5.2.1 Perencanaan Hidrolis

Kecepatan Di Bangunan Pembawa

Untuk membatasi biaya pelaksanaan bangunan pembawa subkritis, kecepatan aliran


di bangunan tersebut dibuat lebih besar daripada kecepatan di ruas saluran hulu
maupun hilir.

Untuk menghindari terjadinyagelombang-gelombang tegak di permukaan air dan


untuk mencegah agar aliran tidak menjadi kritis akibat berkurangnya kekasaran
saluran atau gradien hidrolis yang lebih curam, maka bilangan Froude dari aliran
yang dipercepat tidak boleh lebih dari 0,5.
84 Kriteria Perencanaan – Bangunan

Dengan istilah lain,

......................................................................................... 5-1

dimana:

Fr = bilangan Froude
va = kecepatan rata-rata dalam bangunan, m/dt
g = percepatan gravitasi, m/dt2(9,8m/dt2)
A = luas aliran, m2
B = lebar permukaan air terbuka, m

Kecepatan aliran rata-rata di saluran pembawa terbuka dapat dihitung dengan


persamaan Strickler/Manning.

Untuk pipa sipon beraliran penuh, lebar permukaan air sama dengan nol, jadi
bilangan Froude tidak bisa ditentukan. Kecepatan yang diizinkan di dalam pipa
diakibatkan oleh optimasi ekonomis bahan konstruksi, biaya, mutu konstruksi dan
kehilangan tinggi energi yang ada. Untuk sipon yang relatif pendek, biasanya
kecepatan alirannya kurang dari 2m/dt.

5.2.2 Kehilangan Akibat Gesekan

Kehilangan energi akibat gesekan dapat dihitung dengan persamaan berikut:

.............................................................................. 5-2

dimana:

ΔHf = kehilangan akibat gesekan, m


v = kecepatan dalam bangunan, m/dt
L = panjang bangunan, m
R = jari-jari hidrolis,m (A/P)
Bangunan Pembawa 85

A = luas basah, m²
P = keliling basah, m
C = koefisien Chezy (=k R1/6)
k = koefisien kekasaran Strickler, m1/3/dt (lihat tabel Tabel 5-1.)
g = percepatan gravitasi, m/dt² (9,8m/dt²)

Tabel 5-1. Harga-harga Harga Koefisien Kekasaran Strickler (k)


1/3
Bahan k (m /dt)
Baja beton 76
Beton, bentuk kayu, tidak selesai 70
Baja 80
Pasangan batu 60

5.2.3 Kehilangan Energi Pada Peralihan

Untuk peralihan dalam saluran terbuka dimana bilangan Froude aliran yang
dipercepat tidak melebihi 0,5 kehilangan energi pada peralihan masuk dan peralihan
keluar ΔHmasuk atau ΔHkeluar dinyatakan mamakai rumusan Borda:

( )
.............................................................................. 5-3

( )
.............................................................................. 5-4

dimana:

ΔHmasuk& ΔHkeluar = faktor kehilangan energi yang bergantung kepada bentuk


hidrolisperalihan dan apakah kehilangan itu pada peralihan
masuk atau keluar
va = kecepatan rata-rata yang dipercepat dalam bangunan
pembawa, m/dt
v1, v2 = kecepatan rata-rata di saluran hulu (v1) atau hilir (v2), m/dt

Harga-harga faktor kehilangan energi untuk peralihan yang biasa dipakai dengan
86 Kriteria Perencanaan – Bangunan

permukaan air bebas diperlihatkan pada Gambar 5-1. Faktor-faktor yang diberikan
untuk perencanaan-perencanaan ini tidak hanya berlaku untuk gorong-gorong, tetapi
juga untuk peralihan talang dan saluran flum pembawa.

Dalam hal ini ada tiga tipe peralihan yang dianjurkan. Anjuran ini didasarkan pada
kekuatan peralihan, jika bangunan dibuat dari pasangan batu. Jika peralihan itu dibuat
dari beton bertulang, maka akan lebih leluasa dalam memilih tipe yang dikehendaki,
dan pertimbangan-pertimbangan hidrolik mungkin memainkan peranan penting.

Bila permukaan air di sebelah hulu gorong-gorong sedemikian sehingga pipa gorong-
gorong itu mengalirkan air secara penuh, maka bangunan ini biasa disebut sipon.
Aliran penuh demikian sering diperoleh karena pipa sipon condong ke bawah di
belakang peralihan masuk dan condong ke atas lagi menjelang sampai di peralihan
keluar.

Kehilangan peralihan masuk dan keluar untuk sipon seperti ini, atau saluran pipa pada
umumnya, lain dengan kehilangan untuk peralihan aliran bebas.
Bangunan Pembawa 87

Persamaan
Pipa gorong-gorong sampai ke
5.3 5.4
peralihan samping saluran
masuk keluar

I 0,50 1,00

Pipa gorong-gorong
Dianjurkan

sampai di dinding hulu


melalui saluran

II 0,50 1,00

Peralihan punggung patah


dengan sudut pelebaran 1:1
atau 1:2

III 0,30 0,60

Dinding hulu dengan


Dianjurkan

peralihan yang
dibulatkan dengan
jari-jari lebih dari 0,1
y IV 0,25 0,50

Peralihan punggung
Dianjurkan

patah dengan sudut


pelebaran sekitar 1:5

V 0,20 0,40

Peralihan berangsur antara


potongan melintang
segiempat dan trapesium

VI 0,10 0,20

Gambar 5-1. Koefisien Kehilangan Tinggi Energi untuk Peralihan-Peralihan dari Bentuk
Trapesium ke Segi Empat dengan Permukaan Air Bebas (dan Sebaliknya) (dari Bos and
Reinink, 1981; dan Idel’cik, 1960)
88 Kriteria Perencanaan – Bangunan

Persamaan
Saluran pipa sampai pada
DIANJURKAN

peralihan samping saluran


5-3 5-4

masuk keluar

0,65 1,00

Barel saluran pipa dihubungkan


DIANJURKAN

langsung dengan dinding hulu


melalui saluran
0,55 1,10

Barel saluran pipa dihubungkan dengan


peralihan punggung patah dengan sudut
pelebaran 1:4
0,50 0,65

Peralihan pipa panjang 6D


DIANJURKAN

menghubungkan saluran pipa


dengan dinding hulu melalui
saluran (bulat sampai segi empat) 0,40 0,10

Barel saluran pipa dihubungkan dengan


peralihan mulut terompet, elips dengan
sumbu D:1,5D
0,10 0,20

Gambar 5-2. Koefisien Kehilangan Tinggi Energi untuk Peralihan-Peralihan dari Saluran
Trapesium ke Pipa dan Sebaliknya (Menurut Simons, 1964 dan Idel’cik, 1960)
Bangunan Pembawa 89

Harga-harga masuk dan keluar untuk peralihan yang biasa digunakan dari saluran
trapesium ke pipa dan sebaliknya, ditunjukkan pada Gambar 5-2. Alasan
dianjurkannya penggunaan tipe tersebut adalah karena dipandang dari segi konstruksi
tipe tersebut mudah dibuat dan kuat.

5.2.4 Kehilangan Tinggi di Bagian Siku dan Tikungan

Bagian siku dan tikungan dalam sipon atau pipa menyebabkan perubahan arah aliran
dan sebagai akibatnya, perubahan pembagian kecepatan pada umumnya. Akibat
perubahan dalam pembagian kecepatan ini, ada peningkatan tekanan piesometris di
luar bagian siku atau tikungan, dan ada penurunan tekanan didalam. Penurunan ini
bisa sedemikian sehingga aliran terpisah dari dinding padat (solid boundary) dan
dengan demikian menyebabkan bertambahnya kehilangan tinggi energi akibat
turbulensi/olakan (lihat Gambar 5-3.).

Gambar 5-3. Peralihan Aliran pada Bagian Siku

Kehilangan energi pada bagian siku dan tikungan, Hb yang jumlahnya lebih besar
dari kehilangan akibat gesekan (lihat persamaan 5-2) bisa dinyatakan sebagai fungsi
tinggi kecepatan di dalam pipa itu:

................................................................................................. 5-5
90 Kriteria Perencanaan – Bangunan

Dimana Kb adalah koefisien kehilangan energi, yang harga-harganya akan disajikan


dibawah ini.

Bagian Siku

Untuk perubahan arah aliran yang mendadak (pada bagian siku), koefisien kehilangan
energi Kb ditunjukkan pada Tabel 5-2. Seperti tampak pada Tabel, harga-harga Kb
untuk profil persegi ternyata lebih tinggi daripada untuk profil bulat. Hal ini
disebabkan oleh pembagian kecepatan yang kurang baik dan turbulensi yang timbul
di dalam potongan segi empat.

Tabel 5-2. Harga-Harga Kb untuk Bagian Siku Sebagai Fungsi Sudut dan Potongannya

SUDUT
POTONGAN
5o 10o 15o 22,5o 30o 45o 60o 75o 90o
Bulat 0,02 0,03 0,04 0,05 0,11 0,24 0,47 0,80 1,1
Segi Empat 0,02 0,04 0,05 0,06 0,14 0,30 0,60 1,00 1,4

Tikungan

Kehilangan energi pada tikungan di dalam saluran pipa tekan (conduit) yang
mengalirkan air secara penuh, di samping kehilangan akibat gesekan dalam
persamaan 5-2, dapat dinyatakan sebagai fungsi nilai banding Rb/D, dimana Rb adalah
jari-jari tikungan dan D adalah diameter pipa atau tinggi saluran segi empat pada
tikungan tersebut Gambar 5-4.a. menyajikan harga-harga Kb yang cocok untuk
tikungan saluran berdiameter besar dengan tikungan 90o.

Gambar tersebut menunjukkan bahwa jika nilai banding Rb/D melebihi 4, rnaka harga
Kb menjadi hampir konstan pada 0,07, jadi tikungan berjari-jari lebih besar tidak lebih
menghemat energi.

Untuk tikungan-tikungan yang tidak 90o, harga Kbpada Gambar 5-4.a. dikoreksi
Bangunan Pembawa 91

dengan sebuah faktor seperti yang disajikan pada Gambar 5-4.b. Harga-harga faktor
ini diberikan sebagai fungsi sudut .

a. Harga-harga Kb untuk tikungan 90o pada b. Faktor koreksi untuk koefisien


saluran tertutup (USBR) kehilangan di tikungan pada saluran
tertutup

Gambar 5-4. Harga-Harga Kb untuk Tikungan 90o pada Saluran Tertutup (USBR) dan
Faktor Koreksi untuk Koefisien Kehilangan di Tikungan pada Saluran Tertutup

5.3 Standar Peralihan Saluran

Dinding bengkok sudah sering digunakan sebagai peralihan saluran dengan


pertimbangan bahwa kehilangan masuk dan keluarnya kecil. Akan tetapi, dianjurkan
untuk memakai peralihan dinding tegak, karena jenis ini lebih kuat dan
pemeliharaannya mudah.

Peralihan standar untuk saluran tekan adalah peralihan berdinding vertikal yang
berbentuk kuadran silinder atau peralihan dinding melebar bulat dengan sudut dinding
kurang dari 45o terhadap as saluran. Gambar 5-5. memperlihatkan standar peralihan-
peralihan ini.
92 Kriteria Perencanaan – Bangunan

Geometri peralihan-peralihan tersebut sama, baik untuk bangunan masuk maupun


keluar, kecuali bahwa lindungan salurannya diperpanjang sampai ke sisi bangunan
keluar untuk melindungi tanggul terhadap erosi. Panjang lindungan ini dan jari-jari
lengkung peralihan dihubungkan dengan kedalaman air. Untuk kolam olak diberikan
tipe peralihan pada Gambar 5-5.d.

Kemungkinan-kemungkinan kombinasi adalah sebagai berikut:


5-5.a dengan 5-5.b
5-5.a dengan 5-5.d untuk bangunan terjun
5-5.c dengan 5-5.b
5-5.e dengan 5-5.d untuk bangunan terjun

Faktor-faktor kehilangan energi (lihat persamaan 5-3 dan 5-4) untuk standar peralihan
ini adalah:
masuk = 0,25
keluar = 0,50 untuk 5,5d keluar = 1,0

Umumnya dengan peralihan-peralihan tipe ini kehilangan tinggi energi menjadi


begitu kecil hingga hampir boleh diabaikan. Akan tetapi, untuk menutup kehilangan-
kehilangan kecil yang mungkin terjadi seperti yang diakibatkan oleh gesekan pada
bangunan, turbulensi akibat celah-celah pintu dan sebagainya, diambil kehilangan
tinggi energi minimum 0,05 m di bangunan-bangunan saluran yang membutuhkan
peralihan. Untuk jembatan-jembatan tanpa pilar tengah, kehilangan minimum tinggi
energi ini dapat dikurangi sampai 0,03 m.

5.4 Gorong-Gorong

5.4.1 Umum

Gorong-gorong adalah bangunan yang dipakai untuk membawa aliran air (saluran
irigasi atau pembuang) melewati bawah jalan air lainnya (biasanya saluran), bawah
jalan, atau jalan kereta api.
Bangunan Pembawa 93

Gorong-gorong (lihat Gambar 5-6.) mempunyai potongan melintang yang lebih kecil
daripada luas basah saluran hulu maupun hilir. Sebagian dari potongan melintang
mungkin berada diatas muka air. Dalam hal ini gorong-gorong berfungsi sebagai
saluran terbuka dengan aliran bebas.

Pada gorong-gorong aliran bebas, benda-benda yang hanyut dapat lewat dengan
mudah, tetapi biaya pembuatannya umumnya lebih mahal dibanding gorong-gorong
tenggelam. Dalam hal gorong-gorong tenggelam, seluruh potongan melintang berada
dibawah permukaan air. Biaya pelaksanaan lebih murah, tetapi bahaya tersumbat
lebih besar.
94 Kriteria Perencanaan – Bangunan

Gambar 5-5. Standar Peralihan Saluran


Bangunan Pembawa 95

Karena alasan-alasan pelaksanaan, harus dibedakan antara gorong-gorong pembuang


silang dan gorong-gorong jalan:
- Pada gorong-gorong pembuang silang, semua bentuk kebocoran harus dicegah.
Untuk ini diperlukan sarana-sarana khusus
- Gorong-gorong jalan harus mampu menahan berat beban kendaraan.

5.4.2 Kecepatan Aliran

Kecepatan yang dipakai di dalam perencanaan gorong-gorong bergantung pada


jumlah kehilangan energi yang ada dan geometri lubang masuk dan keluar. Untuk
tujuan-tujuan perencanaan, kecepatan diambil 1,5 m/dt untuk gorong-gorong di
saluran irigasi dan 3 m/dt untuk gorong-gorong di saluran pembuang.

5.4.3 Ukuran-Ukuran Standar

Hanya diameter dan panjang standar saja yang mempunyai harga praktis. Diameter
minimum pipa yang dipakai di saluran primer adalah 0,60 m.

Gambar dibawah ini menyajikan dimensi-dimensi dan detail khusus untuk pipa beton
standar.
96 Kriteria Perencanaan – Bangunan

Gambar 5-6. Perlintasan dengan Jalan Kecil (Gorong-Gorong)


Bangunan Pembawa 97

Gambar 5-7. Standar Pipa Beton


98 Kriteria Perencanaan – Bangunan

5.4.4 Penutup Minimum

Penutup diatas gorong-gorong pipa dibawah jalan atau tanggul yang menahan berat
kendaraan harus paling tidak sama dengan diameternya, dengan minimum 0,60m.
Gorong-gorong pembuang yang dipasang dibawah saluran irigasi harus memakai
penyambung yang kedap air, yaitu dengan ring penyekat dari karet. Seandainya sekat
penyambung ini tidak ada, maka semua gorong-gorong dibawah saluran harus
disambung dengan beton tumbuk atau pasangan.

5.4.5 Gorong-Gorong Segi Empat

Gorong-gorong segi empat dibuat dari beton bertulang atau dari pasangan batu
dengan pelat beton bertulang sebagai penutup. Gorong-gorong tipe pertama terutama
digunakan untuk debit yang besar atau bila yang dipentingkan adalah gorong-gorong
yang kedap air. Gorong-gorong dari pasangan batu dengan pelat beton bertulang
sangat kuat dan pembuatannya mudah. Khususnya untuk tempat-tempat terpencil,
gorong – gorong ini sangat ideal Gambar 5-8. menyajikan contoh tipe gorong-gorong
yang telah dijelaskan diatas.

Gambar 5-8. Gorong-Gorong Segi Empat


Bangunan Pembawa 99

5.4.6 Kehilangan Tinggi Energi untuk Gorong-Gorong yang Mengalir Penuh

Untuk gorong-gorong pendek (L < 20 m) seperti yang biasa direncana dalam jaringan
irigasi, harga-harga m seperti yang diberikan pada Tabel 5-4. dapat dianggap sebagai
mendekati benar atau untuk rumus

√ ............................................................................................................5-1
dimana:

Q = debit, m3/dt
 = koefisien debit (lihat Tabel 5-3.)
A = luas pipa, m2
g = percepatan gravitasi, m/dt² ( 9,8m/dt²)
z = kehilangan tinggi energi pada gorong-gorong, m

Tabel 5-3. Harga-Harga  dalam Gorong-Gorong Pendek


Tinggi Dasar Tinggi Dasar Di Bangunan Lebih Tinggi Daripada
Di Bangunan = Di Saluran Di Saluran
Sisi  Ambang Sisi 
Segi Empat 0,80 Segi Empat Segi Empat 0,72
Bulat Segi Empat 0,76
Bulat 0,90
Bulat Bulat 0,85

Untuk gorong-gorong yang lebih panjang dari 20m atau di tempat-tempat dimana
diperlukan perhitungan yang lebih teliti, kehilangan tinggi energi berikut dapat
diambil:

( )
Kehilangan masuk: ..............................................................5-2

Kehilangan akibat gesekan: ..............................................................5-3

dimana:
C = kR1/6, k adalah koefisien kekasaran Strickler (k = 1/n = 70 untuk pipa beton)
R = jari-jari hidrolis, m untuk pipa dengan diameter D : R = ¼ D
100 Kriteria Perencanaan – Bangunan

L = panjang pipa, m
v = kecepatan aliran dalam pipa, m/dt
va = kecepatan aliran dalam saluran, m/dt

( )
Kehilangan keluar: ........................................................5-4

Gambar 5-2. memberikan harga-harga untuk masuk dan keluar untuk berbagai bentuk
geometri peralihan.

5.4.7 Standar Ukuran dan Penulangan Gorong-Gorong Segi Empat

5.4.7.1 Analisis Pembebanan

Perhitungan struktur didasarkan pada asumsi tanah lunak yang umumnya disebut
highly compressible, dengan mengambil hasil pembebanan terbesar/maksimum dari
kombinasi pembebanan sebagai berikut:

1) berat sendiri gorong-gorong persegi beton bertulang


2) beban roda atau muatan rencana untuk middle tire sebesar 5 ton
3) tekanan tanah aktif
4) beban kendaraan diatas konstruksi gorong-gorong persegi ini diperhitungkan
setara dengan muatan tanah setinggi 100 cm
5) tekanan air dari luar
6) tekanan hidrostatik (qa)
7) asumsi kedalaman lapisan penutup tanah adalah sebesar 1,0 m

5.4.7.2 Desain Parameter

Parameter-parameter yang digunakan dalam perhitungan struktur gorong-gorong ini


disajikan dalam tabel berikut:
Bangunan Pembawa 101

Tabel 5-4. Parameter Desain Gorong-Gorong Persegi Empat (Box Culvert)

Parameter Nilai
Berat Jenis Beton γc = 2,40 t/m3
Tanah (kering) γd = 1,70 t/m3
Tanah (jenuh) γs = 2,00 t/m3
Kelas Jalan Kelas III (BM 50)
Pembebanan Beban Roda Tengah P=5t
Koefisien kejut (impact coefficient) Ii = 0,3 (D < 4,0 m)
(kelas jalan I - IV) 0 (D > 4,0 m)
Beban pejalan kaki
Tegangan beton qp= 0 t/m2
Tegangan tekan ijin beton σck = 225 kgf/m2
Tegangan geser ijin beton σca = 75 kgf/m2
Beton (K 225) Tegangan tarik ijin baja tulangan τa = 6,5 kgf/m2
Tegangan leleh baja σsa = 1.400 kgf/m2
Penulangan (U24, deformed) σsy = 3.000 kgf/m2
Angka ekivalensi n = 21
Koefisien tekanan tanah statis Ka = 0,5

5.4.7.3 Penulangan

Penulangan gorong-gorong beton bertulang ini dirancang sedemikian rupa


sehinggadiameter tulangan yang digunakan 16mm dan 12mm, bentuk/ukuran segmen
penulangan sederhana, praktis dan dapat dipakai pada beberapa segmen gorong-
gorong serta beratnya pun diperhitungkan sedemikian rupa sehingga mudah
dirakit/dipasang dan diikatpembengkokan dan penempatan tulangan direncanakan
sedemikian rupa sehingga tidak membahayakan pemakai jalan bila penutup beton
pecah karena benturan keras atau aus (ujung tulangan tidak akan menonjol ke
permukaan lantai kendaraan)
102 Kriteria Perencanaan – Bangunan

5.4.7.4 Dasar-Dasar Pelaksanaan

Konstruksi gorong-gorong persegi beton bertulang ini dirancang dengan cara


pengecoran di tempat, menggunakan perancah sementara dan bekisting yang harus
dibongkar segera setelah kekuatan beton tercapai yaitu umur beton kurang lebih 28
hari.

Panjang gorong-gorong persegi, merupakan lebar jalan ditambah dua kali lebar bahu
jalan dan dua kali tebal dinding sayap.

Konstruksi gorong-gorong persegi beton bertulang ini direncanakan dapat


menampung berbagai variasi lebar perkerasan jalan, sehingga pada prinsipnya
panjang gorong-gorong persegi adalah bebas, tetapi pada perhitungan volume dan
berat besi tulangan diambil terbatas dengan lebar perkerasan jalan yang umum yaitu
3,5 m; 4,5 m; 6 m dan 7 m.
Bangunan Pembawa 103

Tabel 5-5. Standar Penulangan untuk Gorong-Gorong Segi Empat Tipe Single
a. Gorong-gorong Single

a b
D=1m

i j
t3

c d
H
Hf HT e f
k g h
Hf
t4
t1 t2
B l
BT

Dimensi b=B BT H HT t1 t2 t3 t4 Hf
Debit (h + w)
(m3/dt) (m) (m) (m) (m) (m) (m) (m) (m) (m)

0.09 - 0.50 1.0 1.4 1.0 1.40 0.20 0.20 0.20 0.20 0.15
0.50 - 1.00 1.5 1.8 1.4 1.79 0.20 0.20 0.20 0.20 0.15
1.00 - 1.50 2.0 2.5 1.5 1.97 0.24 0.24 0.24 0.24 0.15
1.50 - 2.00 2.5 3.1 1.7 2.21 0.28 0.28 0.28 0.28 0.20

Tulangan
Dimensi
Debit
(m3/dt) a b c d e f g h i j k l

0.09 - 0.50 12@250 12@250 12@250 12@250 12@250 12@250 12@250 12@250 12@250 12@250 12@250 12@250
0.50 - 1.00 12@250 12@250 10@250 10@250 12@250 12@250 12@250 12@250 12@250 12@250 12@250 12@250
1.00 - 1.50 12@250 12@150 12@250 12@250 12@250 12@250 12@250 12@150 12@150 12@250 12@250 12@250
1.50 - 2.00 12@250 12@150 12@250 12@250 12@250 12@250 12@250 12@125 12@125 12@250 12@250 12@150
104 Kriteria Perencanaan – Bangunan

Tabel 5-6. Standar Penulangan untuk Gorong-Gorong Segi Empat Tipe Double
a b c

Gwd
D
d e f

t2

g h i j
H HT
k l m
Hf

Hf n o p q
t3

t1 B t5 B t2

BT r s
Dimensi bsal B BT H HT t1 t2 t3 t4 t5 Hf
Debit (h + w)
(m3/dt) (m) (m) (m) (m) (m) (m) (m) (m) (m) (m) (m)

2.00 - 3.00 3.0 1.5 3.5 1.8 2.3 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25 0.2
3.00 - 4.00 4.8 2.5 5.3 2.2 2.7 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25 0.2
4.00 - 5.00 5.2 2.7 5.8 2.4 3.0 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.2
5.00 - 6.00 5.9 3.0 6.5 2.5 3.1 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.2

Tulangan
Dimensi
Debit
(m3/dt) a b c d e f g h i j k l m n o p q r s

2.00 - 3.00 12@250 12@150 12@250 12@250 12@250 12@250 12@250 12@250 12@250 12@250 12@250 12@250 12@250 10@250 12@250 12@250 12@250 12@150 12@150
3.00 - 4.00 12@250 16@125 16@250 12@250 16@250 12@250 12@250 12@250 12@250 12@250 12@250 12@250 12@250 12@250 12@250 12@250 16@250 16@150 16@150
4.00 - 5.00 12@250 19@150 16@150 12@250 16@150 12@250 16@150 12@250 12@250 16@150 12@250 12@250 12@250 12@250 12@250 12@250 16@150 16@150 19@150
5.00 - 6.00 12@250 19@125 16@150 12@250 16@150 12@250 16@125 12@250 12@250 16@125 12@250 12@250 12@250 12@250 12@250 12@250 16@150 16@125 19@125
Bangunan Pembawa 105

5.5 Sipon

5.5.1 Umum

Sipon (Gambar 5-9.) adalah bangunan yang membawa air melewati bawah saluran
lain (biasanya pembuang) atau jalan. Pada sipon air mengalir karena tekanan.
Perencanaan hidrolis sipon harus mempertimbangkan kecepatan aliran, kehilangan
pada peralihan masuk, kehilangan akibat gesekan, kehilangan pada bagian siku sipon
serta kehilangan pada peralihan keluar.
Diameter minimum sipon adalah 0,60 m untuk memungkinkan pembersihan dan
inspeksi.
Karena sipon hanya memiliki sedikit fleksibilitas dalam mengangkut lebih banyak air
daripada yang direncana, bangunan ini tidak akan dipakai dalam pembuang.
Walaupun debit tidak diatur, ada kemungkinan bahwa pembuang mengangkut lebih
banyak benda-benda hanyut.
Agar pipa sipon tidak tersumbat dan tidak ada orang atau binatang yang masuk secara
kebetulan, maka mulut pipa ditutup dengan kisi-kisi penyaring (trashrack).
Biasanya pipa sipon dikombinasi dengan pelimpah tepat di sebelah hulu agar air tidak
meluap diatas tanggul saluran hulu.
Di saluran-saluran yang lebih besar, sipon dibuat dengan pipa rangkap (double
barrels) guna menghindari kehilangan yang lebih besar di dalam sipon jika bangunan
itu tidak mengalirkan air pada debit rencana. Pipa rangkap juga menguntungkan dari
segi pemeliharaan dan mengurangi biaya pelaksanaan bangunan.
Sipon yang panjangnya lebih dari 100 m harus dipasang dengan lubang periksa
(manhole) dan pintu pembuang, jika situasi memungkinkan, khususnya untuk
jembatan sipon (lihat subbab 5.5.7).
Pemasangan sipon (yang panjangnya lebih dari 100 m) memerlukan seorang ahli
mekanik dan hidrolik.
106 Kriteria Perencanaan – Bangunan

5.5.2 Kecepatan Aliran

Untuk mencegah sedimentasi kecepatan aliran dalam sipon harus tinggi. Tetapi,
kecepatan yang tinggi menyebabkan bertambahnya kehilangan tinggi energi. Oleh
sebab itu keseimbangan antara kecepatan yang tinggi dan kehilangan tinggi energi
yang diizinkan harus tetap dijaga. Kecepatan aliran dalam sipon harus dua kali lebih
tinggi dari kecepatan normal aliran dalam saluran, dan tidak boleh kurang dari 1m/dt,
lebih disukai lagi kalau tidak kurang dari 1,5m/dt Kecepatan maksimum sebaiknya
tidak melebihi 3m/dt.

5.5.3 Perapat Pada Lubang Masuk Pipa

Bagian atas lubang pipa berada sedikit dibawah permukaan air normal ini akan
mengurangi kemungkinan berkurangnya kapasitas sipon akibat masuknya udara ke
dalam sipon. Kedalaman tenggelamnya bagian atas lubang sipon disebut air perapat
(water seal).
Tinggi air perapat bergantung kepada kemiringan dan ukuran sipon, pada umumnya:
1,1 hv< air perapat < 1,5 hv (sekitar 0,45m, minimum 0,15m) dimana:
hv = beda tinggi kecepatan pada pemasukan.

5.5.4 Kehilangan Tinggi Energi

Kehilangan tinggi energi pada sipon terdiri dari:


1) kehilangan masuk
2) kehilangan akibat gesekan
3) kehilangan pada siku
4) kehilangan keluar
Kehilangan-kehilangan ini dapat dihitung dengan kriteria yang diberikan dalam
subbab 5.2.
Bangunan Pembawa 107

Gambar 5-9. Contoh Sipon


108 Kriteria Perencanaan – Bangunan

5.5.5 Kisi-Kisi Penyaring

Kisi-kisi penyaring (lihat Gambar 5-10.) harus dipasang pada bukaan/lubang masuk
bangunan dimana benda-benda yang menyumbat menimbulkan akibat-akibat yang
serius, misalnya pada sipon dan gorong-gorong yang panjang.

Kisi-kisi penyaring dibuat darijeruji-jeruji baja dan mencakup seluruh bukaan. Jeruji
tegak dipilih agar bisa dibersihkan dengan penggaruk (rake).

Kehilangan tinggi energi pada kisi-kisi penyaring dihitung dengan:

.......................................................................................................... 5-5

0 1 ......................................................................................... 5-6

dimana :
hf = kehilangan tinggi energi, m
v = kecepatan melalui kisi-kisi, m/dt
g = percepatan gravitasi, m/dt² ( 9,8m/dt²)
c = koefisien berdasarkan :
 = fakor bentuk (2,4 untuk segi empat, dan 1,8 untuk jeruji bulat)
s = tebal jeruji, m
b = jarak bersih antar jeruji, m
 = sudut kemiringan dari bidang horizontal
Bangunan Pembawa 109

Gambar 5-10. Kisi-Kisi Penyaring

5.5.6 Pelimpah

Biasanya sipon dikombinasi dengan pelimpah tepat di hulu bangunan itu (lihat
Gambar 5-9.). Dalam kondisi penempatan bangunan pengeluaran sedimen
direncanakan pada ruas ini, serta ketersediaan lahan/ruang mencukupi, maka
disarankan dilakukan penggabungan bangunan pelimpah dengan bangunan pengeluar
sedimen (sediment excluder). Pelimpah samping adalah tipe paling murah dan sangat
cocok untuk pengaman terhadap kondisi kelebihan air akibat bertambahnya air dari
luar saluran. Debit rencana pelimpah sebaiknya diambil 60% atau 120% dari Q rencana
(lihat Bab VII).

Penggabungan peluap dan bangunan pengeluar sedimen (sediment excluder) dalam


satu kompleks perlu mempertimbangkan debit dan keleluasaan ruang yang ada.

5.5.7 Sipon Jembatan

Kadang-kadang akan sangat menguntungkan untuk membuat apa yang disebut


jembatan-sipon. Bangunan ini membentang diatas lembah yang lebar dan dalam.
Mungkin juga (dan ekonomi) untuk membuat “talang bertekanan”.
110 Kriteria Perencanaan – Bangunan

5.6 Talang dan Flum

Talang (Gambar 5-11.) adalah saluran buatan yang dibuat dari pasangan beton
bertulang, kayu atau baja maupun beton ferrocement, didalamnya air mengalir dengan
permukaan bebas, dibuat melintas lembah dengan panjang tertentu (umumnya
dibawah 100 m), saluran pembuang, sungai, jalan atau rel kereta api,dan sebagainya.
Dan saluran talang minimum ditopang oleh 2 (dua) pilar atau lebih dari konstruksi
pasangan batu untuk tinggi kurang 3 meter (beton bertulang pertimbangan biaya) dan
konstruksi pilar dengan beton bertulang untuk tinggi lebih 3 meter.

Sedangkan flum (Gambar 5-12.) adalah saluran-saluran buatan yang dibuat dari
pasangan, beton baik yang bertulang maupun tidak bertulang, baja atau kayu maupun
beton ferrocement. Didalamnya air mengalir dengan permukaan bebas, dibuat
melintas lembah yang cukup panjang > 60 meter atau disepanjang lereng bukit dan
sebagainya. Dan dasar saluran flum tersebut terletak diatas muka tanah bervarasi
tinggi dari 0 meter dan maksimum 3 meter. Untuk menopang perbedaan tinggi antara
muka tanah dan dasar saluran flum dapat dilaksanakan dengan tanah timbunan atau
pilar pasangan batu atau beton bertulang.

5.6.1 Talang

5.6.1.1 Potongan Melintang

Potongan melintang bangunan tersebut ditentukan oleh nilai banding b/h, dimana b
adalah lebar bangunan dan h adalah kedalaman air. Nilai-nilai banding berkisar antara
1 sampai 3 yang menghasilkan potongan melintang hidrolis yang lebih ekonomis.

5.6.1.2 Kemiringan dan Kecepatan

Kecepatan di dalam bangunan lebih tinggi daripada kecepatan dipotongan saluran


biasa. Tetapi, kemiringan dan kecepatan dipilih sedemikian rupa sehingga tidak akan
terjadi kecepatan superkritis atau mendekati kritis, karena aliran cenderung sangat
Bangunan Pembawa 111

tidak stabil. Untuk nilai banding potongan melintang pada subbab 5.6.1, ini
memberikan kemiringan maksimum I = 0,002.

5.6.1.3 Peralihan

Peralihan masuk dan keluar dapat diperkirakan dengan Gambar 5-1. dan menghitung
kehilangan tinggi energi dengan persamaan 5-3 dan 5-4.Untuk menentukan panjang
peralihan di hulu maupun dihilir dihitung dengan persamaan 5-12.

Gambar 5-11. Sketsa Pandangan Atas Bagian-Bagian Talang


112 Kriteria Perencanaan – Bangunan

Gambar5-12. Contoh Talang


Bangunan Pembawa 113

5.6.1.4 Tinggi Jagaan

Tinggi jagaan untuk air yang mengalir dalam talang atau flum didasarkan pada debit,
kecepatan dan faktor-faktor lain. Harga-harga tinggi jagaan dapat diambil dari KP -
03 Saluran, subbab 4.3.6 Saluran Pasangan.

Untuk talang yang melintas sungai atau pembuang, harus dipakai harga-harga ruang
bebas berikut
- pembuang intern Q5+ 0,50 m
- pembuang ekstern Q25+ 1,00 m
- sungai: Q25 + ruang bebas bergantung kepada keputusan perencana, tapi tidak
kurang dari 1,50 m. Perencana akan mendasarkan pilihannya pada karakteristik
sungai yang akan dilintasi, seperti kemiringan, benda-benda hanyut, agradasi atau
degradasi.

5.6.1.5 Bahan

Pipa-pipa baja sering digunakan untuk talang kecil karena mudah dipasang dan sangat
kuat. Untuk debit kecil, pipa-pipa ini lebih ekonomis daripada tipe-tipe bangunan atau
bahan lainnya. Tetapi baja memiliki satu ciri khas yang harus mendapat perhatian
khusus baja mengembang (ekspansi) jika kena panas. Ekspansi baja lebih besar dari
bahan-bahan lainnya.

Oleh sebab itu harus dibuat sambungan ekspansi. Sambungan ekspansi hanya dapat
dibuat di satu sisi saja atau di tengah pipa, bergantung kepada bentang dan jumlah
titik dukung (bearing point).

Pipa-pipa terpendam tidak begitu memerlukan sarana-sarana semacam ini karena


variasi temperatur lebih kecil dibanding untuk pipa-pipa di udara terbuka.

Flum dibuat dari kayu, baja atau beton. Untuk menyeberangkan air lewat saluran
pembuang atau irigasi yang lain, petani sering menggunakan flum kayu. Flum baja
114 Kriteria Perencanaan – Bangunan

atau beton dipakai sebagai talang. Untuk debit-debit yang besar, lebih disukai flum
beton. Kedua tipe bangunan tersebut dapat berfungsi ganda jika dipakai sebagai
jembatan orang (baja) atau kendaraan (beton). Flum merupakan saluran tertutup jika
dipakai sebagai jembatan jalan.

5.6.1.6 Standar Ukuran dan Penulangan Talang

a).Analisis Pembebanan

Pembebanan talang (aquaduct) irigasi selain beban air irigasi diperhitungkan juga
beban lalu lalang sesuai fungsi jembatan sebagai jembatan inspeksi.

Pembebanan akibat berat air sesuai volume air yang melalui talang yaitu debit x
panjang bentang talang.

Sedang pembebanan jembatan telah diuraikan dalam KP-06 Parameter Bangunan.


Bangunan talang dilengkapi jembatan terdiri dari dua bagian yaitu:
(i) Bangunan atas
(ii) Bangunan bawah

(i) Bangunan Atas

Untuk talang yang box bagian atasnya seyogyanya dilengkapi dengan jembatan baik
sebagai jalan inspeksi yang digunakan atau direncanakan untuk memeriksa dan
memelihara jaringan irigasi atau sekaligus berfungsi sebagai jalan utama yang dipakai
oleh kendaraan komersial di pedesaan.

- Kapasitas Talang (Aquaduct)

Kapasitas box talang dalam mengalirkan debit saluran irigasi dan kemiringan dasar
talang dirinci dalam Tabel 5-7.
Bangunan Pembawa 115

Tabel 5-7. Tabel


Perhitungan Dimensi
5.7 Perhitungan DimensiDan Hidrolik
Dan Hidrolik Talang
Talang

Klasifikasi BxH d A P R I = 0.004 I = 0.00333 I = 0.00286 I = 0.00250 I = 0.002


Beban V Q V Q V Q V Q V Q

Kelas V 0.5 x 0.5 0.35 0.18 1.20 0.15 1.23 0.22 1.12 0.20 1.04 0.18 0.97 0.17 0.87 0.15
0.30 0.15 1.40 0.11 1.17 0.18 1.07 0.16 0.99 0.15 0.93 0.14 0.83 0.12

0.6 x 0.6 0.45 0.27 1.50 0.18 1.41 0.38 1.29 0.35 1.19 0.32 1.12 0.30 1.00 0.27
0.40 0.24 1.40 0.17 1.37 0.33 1.25 0.30 1.15 0.28 1.08 0.26 0.97 0.23
0.35 0.21 1.30 0.16 1.31 0.28 1.20 0.25 1.11 0.23 1.04 0.22 0.09 0.02

0.8 x 0.8 0.60 0.48 2.00 0.24 1.71 0.82 1.56 0.75 1.44 0.69 1.35 0.65 1.21 0.58
0.55 0.44 1.10 0.40 2.40 1.06 2.19 0.96 2.03 0.89 1.90 0.84 1.70 0.75
0.50 0.40 1.00 0.40 2.40 0.96 2.19 0.88 2.03 0.81 1.90 0.76 1.70 0.68

1x1 0.80 0.80 2.60 0.31 2.02 1.62 1.84 1.47 1.70 1.36 1.59 1.27 1.43 1.14
0.75 0.75 2.50 0.30 1.98 1.49 1.81 1.36 1.68 1.26 1.57 1.18 1.40 1.05
0.70 0.70 2.40 0.29 1.95 1.37 1.78 1.25 1.64 1.15 1.54 1.08 1.38 0.97

Kelas IV 1.5 x 1.5 1.30 1.95 4.10 0.48 2.70 5.27 2.46 4.80 2.28 4.45 2.13 4.15 1.91 3.72
1.25 1.88 4.00 0.47 2.67 5.01 2.44 4.58 2.26 4.24 2.11 3.96 1.89 3.54
1.20 1.80 3.90 0.46 2.64 4.75 2.41 4.34 2.23 4.01 2.09 3.76 1.87 3.37

2.0 x 2.0 1.80 3.60 5.60 0.64 3.30 11.87 3.01 10.84 2.79 10.03 2.61 9.39 2.33 8.39
1.75 3.50 5.50 0.64 3.28 11.46 2.99 10.47 2.77 9.69 2.59 9.06 2.32 8.11
1.70 3.40 5.40 0.63 3.25 11.06 2.97 10.09 2.75 9.34 2.57 8.74 2.30 7.82
1.65 3.30 5.30 0.62 3.23 10.65 2.95 9.72 2.73 9.00 2.55 8.42 2.28 7.53

Kelas III 2.5 x 2.5 2.25 5.63 7.00 0.80 3.83 21.54 3.49 19.67 3.23 18.21 3.03 17.03 2.71 15.23
2.20 5.50 6.90 0.80 3.81 20.93 3.47 19.11 3.22 17.69 3.01 16.55 2.69 14.80
2.10 5.25 6.70 0.78 3.76 19.76 3.44 18.03 3.18 16.70 2.98 15.62 2.66 13.97
2.00 5.00 6.50 0.77 3.72 18.58 3.39 16.97 3.14 15.71 2.94 14.69 2.63 13.14

3x3 2.80 8.40 8.60 0.98 4.36 36.62 3.98 33.43 3.68 30.91 3.45 28.98 3.08 25.87
2.75 8.25 8.50 0.97 4.34 35.81 3.96 32.67 3.67 30.28 3.43 28.30 3.07 25.33
2.70 8.10 8.40 0.96 4.32 34.99 3.94 31.91 3.65 29.57 3.42 27.70 3.06 24.79

3.5 x 2 1.80 6.30 7.10 0.89 4.09 25.75 3.73 23.51 3.46 21.77 3.23 20.36 2.89 18.21
1.75 6.13 7.00 0.88 4.05 24.81 3.70 22.66 3.42 20.98 3.20 19.63 2.86 17.56
1.70 5.95 6.90 0.86 4.01 23.86 3.66 21.78 3.39 20.17 3.17 18.87 2.84 16.90
1.65 5.78 6.80 0.85 3.97 22.93 3.62 20.95 3.36 19.39 3.14 18.14 2.81 16.24

4 x 2.5 2.25 9.00 8.50 1.06 4.60 41.39 4.20 37.79 3.89 34.98 3.64 32.72 3.25 29.27
2.20 8.80 8.40 1.05 4.57 40.19 4.17 36.69 3.86 33.97 3.61 31.77 3.23 28.42
2.10 8.40 8.20 1.02 4.50 37.79 4.11 34.50 3.80 31.94 3.56 29.88 3.18 26.72
2.00 8.00 8.00 1.00 4.43 35.42 4.04 32.33 3.74 29.94 3.50 28.00 3.13 25.04
116 Kriteria Perencanaan – Bangunan

- Klasifikasi

Semua jembatan diatas box talang digolongkan sebagai jalan kelas III atau lebih
rendah menurut standar Bina Marga sesuai RSNI. T02- 2005 dan merupakan
jembatan satu jalur.

Untuk jembatan diatas box talang dimanfaatkan juga untuk keperluan jalan inspeksi.
Jalan inspeksi tersebut direncanakan dengan mengikuti standar Bina Marga.

Lebar jembatan diatas talang untuk jalan-jalan kelas III, IV dan V disajikan dalam
Tabel berikut.

Tabel 5-8. Lebar Standar Jembatan Diatas Talang

Klasifikasi Jalan Lebar Jembatan Diatas Talang

Kelas III 3,0 m

Kelas IV 3,0 m

Kelas V 1,5 m

- Pembebanan Jembatan Diatas Talang

Pembebanan jembatan diatas talang disesuaikan pembebanan jembatan diatas talang


disesuaikan pembebanan jembatan dalam bagian KP-06 Perameter Bangunan.

- Panjang Talang dan Panjang Transisi

1. Panjang Talang
Panjang talang atau panjang box talang satu ruas untuk membuat standarisasi
penulangan beton maka dibuat konstruksi maksimum 10 m dan minimum 3 m.

2. Panjang Peralihan (L1)


Panjangperalihan adalah panjang transisi antara saluran dengan box talang.
Panjang saluran transisi ditentukan oleh sudut antara 12°30‟ – 25° garis as.
Bangunan Pembawa 117

B b

Gambar 5-13. Perubahan Potongan Melintang Saluran dan Talang

Panjang peralihan atau transisi dihitung dengan rumus sebagai berikut:

............................................................................................. 5-7

dimana:

B = lebar permukaan air di saluran (m)


b = lebar permukaan air di bagian talang (m)
L = panjang peralihan atau transisi antara talang dengan saluran (m)
α = sudut antara garis as talang dengan garis pertemuan permukaan air (°)

- Kehilangan Tinggi Muka Air di Talang

Total kehilangan tinggi muka air di talang (Δh) dapat dihitung dengan rumus sebagai
berikut:

...................................................................................... 5-8

dimana:
h1 = kehilangan tinggi muka air di bagian masuk (m)
h2 = kehilangan tinggi muka air di sepanjang talang (m)
= L2 x S2
h3 = kehilangan tinggi muka air di bagian keluar (m)
S2 = kemiringan memanjang talang
118 Kriteria Perencanaan – Bangunan

( ) ...................................................................................... 5-9

dimana:

fo = koefisien kehilangan tinggi muka air dibagian masuk


hv2 = L1 . (S1 – S2)

dimana:

S1 = kemiringan memanjang saluran di hulu


S2 = kemiringan dasar talang
....................................................................................................... 5-10

v1 = kecepatan aliran di saluran bagian hulu


g = kecepatan gravitasi (9,8m/dt2)

Kehilangan tinggi muka air di sepanjang talang:


......................................................................................... 5-11

Kehilangan tinggi muka air dibagian keluar:

( ) ...................................................................................... 5-12

( )
...................................................................................... 5-13

Dimana:

S3 = kemiringan dasar saluran dibagian hilir

f0/f1 = koefisien tinggi energi untukperalihan dari bentuk trapesium ke bentuk segi
empat dengan permukaan bebas.
Bangunan Pembawa 119

- Desain Parameter

Parameter-parameter yang digunakan dalam perhitungan struktur ini adalah:

Parameter Nilai
Berat Jenis Air γw = 1 tf/m3
Beton Bertulang γc = 2,4 tf/m3
Aspal γws = 2,3 tf/m3
Kelas Jembatan Klasifikasi Beban Kendaraan Class = 3 (3,5)
Beban Guna Beban Garis P0 P0 = 6 tf/m
Beban Garis P P = 2,2 tf/m
Beban Merata Ld Distribution Load Ld = 0,4 tf/m
Beban Roda Pt Pt = 5 t
Koef. Kejut im = 1 + 20/ (50 + Ln) im = 1,36
Perataan Beban (500 kg/m2) Ldc = 0 tf/m2
Beton Tegangan Karakteristik (sck) (K225) sck = 225 kgf/cm2
Tegangan Ijin Tekan (sca) sca = 75 kgf/cm2
Tegangan Ijin Geser (tm) tm = 6,5 kgf/cm2
Penulangan Tegangan Tarik Ijin Baja (ssa) (U32, ulir) ssa = 1.400 kgf/cm2
Tegangan Leleh Baja Tulangan ssy = 3.000 kgf/cm2
Young’s Modulus Ratio n = 21

- Penulangan

Penulangan talang beton bertulang ini dirancang sedemikian rupa sehingga:

1. diameter tulangan yang digunakan 22 mm, 19 mm, 16 mm dan 12 mm.

2. bentuk/ukuran segmen penulangan sederhana dan praktis.

3. pembengkokan dan penempatan tulangan direncanakan sedemikian rupa


sehingga bila penutup beton pecah karena benturan keras atau aus ujung tulangan
tidak akan menonjol ke permukaan lantai.
120 Kriteria Perencanaan – Bangunan

Gambar 5-14. Potongan Melintang Talang Kontruksi


Beton Bertulang Atasnya Sebagai Jembatan

Konstruksi talang, dapat direncanakan dengan dimensi seperti terlihat pada matriks
berikut ini.
Bangunan Pembawa 121

Tabel
Tabel5-9.
5.9 Matriks Dimensi
Matriks Dimensi dandan Standar
Standar Penulangan
Penulangan Talang
Talang

Data Notasi Dimensi Talang


B x H = 1,50 x 1,50 m B x H = 2,0 x 2,0 m B x H = 2,50 x 2,50 m B x H = 3,00 x 3,00 m B x H = 3,50 x 3,50 m

Dimensi Talang : t1 m 0.20 0.20 0.20 0.30 0.30


H m 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50
B m 1.50 2.00 2.50 3.00 2.00
t2 m 0.20 0.20 0.20 0.25 0.20
t3 m 0.10 0.10 0.10 0.10 0.10
t4 m 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15
t5 m 0.20 0.22 0.25 0.25 0.20
BT m 1.90 2.40 2.90 3.60 2.60
h m 1.80 2.30 2.80 3.35 3.80
hw m 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50

Jalan untuk kendaraan : Be m 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00


Bg m 3.50 3.50 3.50 3.50 3.50
tp m 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03
Panjang Bentang : Ln m 5.00 5.00 5.00 5.00 5.00

Tulangan : S1  12 @ 250  12 @ 250  12 @ 250  12 @ 250  12 @ 250


S2  13 @ 100  16 @ 150  16 @ 150  19 @ 150  19 @ 150
S3  12 @ 150  12 @ 125  12 @ 125  13 @ 125  13 @ 125
S4  12 @ 150  12 @ 250  12 @ 150  16 @ 250  16 @ 250
S5  13 @ 250  13 @ 250  13 @ 150  16 @ 250  16 @ 250
S6  13 @ 250  13 @ 250  13 @ 150  16 @ 250  16 @ 250
S7  12 @ 150  12 @ 250  12 @ 150  16 @ 250  16 @ 250
S8  12 @ 250  12 @ 250  12 @ 250  12 @ 250  12 @ 250
S9  12 @ 250  12 @ 250  12 @ 250  12 @ 250  12 @ 250
S10  12 @ 250  12 @ 250  12 @ 250  12 @ 250  12 @ 250
S11  12 @ 250  12 @ 150  12 @ 150  16 @ 150  16 @ 150
S12  12 @ 250  12 @ 250  12 @ 150  12 @ 125  12 @ 125
S13  12 @ 250  12 @ 250  12 @ 150  12 @ 250  12 @ 250
S14  12 @ 250  12 @ 250  12 @ 150  13 @ 250  13 @ 250
122 Kriteria Perencanaan – Bangunan

(ii) Bangunan Bawah

Lantai talang terletak diatas tumpuan (abutment) di kedua sisi saluran. Tumpuan ini
meneruskan berat beban ke pondasi. Untuk talang dengan jembatan yang bentangnya
besar diperlukan satu atau lebih pilar di sungai atau saluran pembuang alam guna
mendukung bangunan atas agar mengurangi beban yang ditumpu.

Biasanya pondasi berupa “telapak sebar” (spread footing). Bila beban tanah dibawah
pondasi tidak cukup kuat, maka dipakai tiang pancang. Tiang pancang ini dapat
dibuat dari beton, baja atau kayu.

Kedalaman pondasi

Kedalaman pondasi tumpu harus berada dibawah garis kemiringan 1 sampai 4 dari
dasar sungai atau saluran pembuang seperti terlihat pada gambar dibawah ini.

> 1,5 m

1,5

1,5
Sejajar dengan
L = 2,5 m talud saluran

Gambar 5-15. Kedalaman Pondasi untuk Tumpuan Talang


dan Jembatan Irigasi

Atau dibawah garis paralel dengan kemiringan samping pada jarak 1,5 m untuk tebing
sungai bertalud pasangan dan 2,5m untuk talud tanah.

Tiang pancang talang/jembatan disungai atau saluran alam sekurang-kurangnya 1,0 m


dibawah elevasi dasar.
Bangunan Pembawa 123

Untuk pasangan pondasi disekitar tiang pancang diusahakan diberi perlindungan


terhadap gerusan erosi akibat arus sungai.

b). Tinggi Jagaan dan Debit Rencana

- Tinggi Jagaan

Tinggi jagaan atau ruang bebas talang yang dimanfaatkan sebagai jembatan yang
melintasi sungai atau saluran pembuang alam harus lebih 1,50m dari muka air pada
debit rencana.

- Debit Rencana

Debit rencana sungai yang sering digunakan pada adalah debit dengan periode ulang
20 tahun atau Q20.

5.6.2 Bangunan Elevated Flume

Elevated flume merupakan saluran air melalui celah sempit yang ditinggikan dari
permukaan tanah. Kemiringan memanjang saluran flume dibuat curam daripada
saluran dihulu atau dibagian hilirnya.

Kecepatan maksimum yang diijinkan 4m/det, kecepatan normal 0,7 m/dt sampai 3
m/dt. Bila tingginya cukup maka kemiringan saluran flume dapat dibuat lebih besar
daripada 1/250 atau 1/400 (0,00285 atau 0,00250).

Secara umum aliran dielevated flume ini dihitung sebagai aliran merata dihilir dan
hulu saluran. Standar panjang saluran transisi sebagai berikut:
124 Kriteria Perencanaan – Bangunan

Saluran Saluran Transisi Elevated Flume

Bagian Aliran Masuk dari


Elevated Flume

Gambar 5-16. Standar Saluran Transisi untuk Saluran dan Flume

Konstruksi flume umumnya menggunakan beton dengan potongan melintang segi


empat dan secara normal setiap 8m diberi waterstop seperti gambar dibawah ini.

8m

Gambar 5-17. Saluran Tiap 6 m Atau 8 m Diberi Water Stop

5.6.2.1 Penentuan Dimensi

Penentuan dimensi potongan flume segi empat dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara
yaitu:

- Menggunakan Grafik

Konstruksi flume biasanya menggunakan beton, dimensinya diketahui melalui


grafik yang tertera pada Gambar 5-18. dibawah ini. Dimensi dapat ditentukan jika
diketahui debit (Q) dan slope atau kemiringan memanjang saluran serta koefisien
kekasaran (n).
Bangunan Pembawa 125

Gambar 5-18. Grafik untuk Menentukan Dimensi Flume Berdasarkan b dan d Flume
126 Kriteria Perencanaan – Bangunan

dimana:
b = lebar saluran
d = tinggi aliran dalam saluran
n = koefisien kekasaran
I = kemiringan (slope) potongan memanjang

- Dengan perhitungan

Perhitungan yang digunakan sama dengan rumus untuk perhitungan saluran terbuka.
Tinggi jagaan (freeboard) dihitung dengan:

1. minimum tinggi jagaan sekitar 0,10 sampai 1,50 kali lining saluran dihulu dan
dihilir.

2. Fb = 0,07 d + hv + (0,05 – 0,15)

Outlet
Peralihan Hulu Elevated Flume Peralihan Hilir

I1 Dasar Saluran I2 I3

L1 = 3 m L2 = 92 m L3 = 3 m

Gambar 5-19. Potongan Memanjang Flume dan Kehilangan Tinggi Muka Air

Perhitungan gesekan karena kemiringan I di elevatedflume =

Perhitungan kehilangan tinggi (jenis peralihan punggung patah) seperti tergambar


dibawah ini:
Bangunan Pembawa 127

Gambar 5-20. Kehilangan Tinggi Muka Air (Jenis Peralihan Punggung Patah)

Koefisien dibagian inletfo = 0,25 dan outlet = 0,30

- Transisi di bagian masuk (inlet)


( )

( )
- Elevated Flume

- Transisi di bagian aliran keluar outlet

Total kehilangan tinggi = ∑ h = h1 + h2 + h3

Harga-harga koefisien kehilangan tinggi energi masuk (inlet) dan keluar (outlet) dapat
dilihat pada Tabel 5-3. pada Kriteria Perencanaan Saluran (KP-03).

Di Indonesia pada umumnya saluran flume diletakkan diatas timbunan (kurang dari
3m). Elevated flume diletakkan diatas pilar dengan pertimbangan antara lain:

1. Bila timbunan lebih dari 3 m

2. Harga biaya timbunan tanah lebih mahal daripada biayapilar yang disebabkan
antara lain sumber tanah timbunan lokasinya jauh dari proyek.

3. Terkait masalah pembebasan tanah.


128 Kriteria Perencanaan – Bangunan

5.6.2.2 Daftar Dimensi Elevated Flume

Untuk memudahkan menentukan dimensi saluran Elevated Flume, maka dibuat daftar
yang terkait dimensi, debit, kecepatan dan kemiringan memanjang saluran seperti
yang terlihat pada tabel dibawah ini.
Bangunan Pembawa 129

Tabel 5-10. Perhitungan Dimensi dan Hidrolik Elevated Flume


Tabel 5.10 Perhitungan Dimensi Dan Hidrolik Elevated Flume

BxH d A P R I = 0.004 I = 0.00333 I = 0.00286 I = 0.00250 I = 0.002


V Q V Q V Q V Q V Q

0.5 x 0.5 0.35 0.18 1.20 0.15 1.23 0.22 1.12 0.20 1.04 0.18 0.97 0.17 0.87 0.15
0.30 0.15 1.40 0.11 1.17 0.18 1.07 0.16 0.99 0.15 0.93 0.14 0.83 0.12

0.6 x 0.6 0.45 0.27 1.50 0.18 1.41 0.38 1.29 0.35 1.19 0.32 1.12 0.30 1.00 0.27
0.40 0.24 1.40 0.17 1.37 0.33 1.25 0.30 1.15 0.28 1.08 0.26 0.97 0.23
0.35 0.21 1.30 0.16 1.31 0.28 1.20 0.25 1.11 0.23 1.04 0.22 0.09 0.02

0.8 x 0.8 0.60 0.48 2.00 0.24 1.71 0.82 1.56 0.75 1.44 0.69 1.35 0.65 1.21 0.58
0.55 0.44 1.10 0.40 2.40 1.06 2.19 0.96 2.03 0.89 1.90 0.84 1.70 0.75
0.50 0.40 1.00 0.40 2.40 0.96 2.19 0.88 2.03 0.81 1.90 0.76 1.70 0.68

1x1 0.80 0.80 2.60 0.31 2.02 1.62 1.84 1.47 1.70 1.36 1.59 1.27 1.43 1.14
0.75 0.75 2.50 0.30 1.98 1.49 1.81 1.36 1.68 1.26 1.57 1.18 1.40 1.05
0.70 0.70 2.40 0.29 1.95 1.37 1.78 1.25 1.64 1.15 1.54 1.08 1.38 0.97

1.5 x 1.5 1.30 1.95 4.10 0.48 2.70 5.27 2.46 4.80 2.28 4.45 2.13 4.15 1.91 3.72
1.25 1.88 4.00 0.47 2.67 5.01 2.44 4.58 2.26 4.24 2.11 3.96 1.89 3.54
1.20 1.80 3.90 0.46 2.64 4.75 2.41 4.34 2.23 4.01 2.09 3.76 1.87 3.37

2.0 x 2.0 1.80 3.60 5.60 0.64 3.30 11.87 3.01 10.84 2.79 10.03 2.61 9.39 2.33 8.39
1.75 3.50 5.50 0.64 3.28 11.46 2.99 10.47 2.77 9.69 2.59 9.06 2.32 8.11
1.70 3.40 5.40 0.63 3.25 11.06 2.97 10.09 2.75 9.34 2.57 8.74 2.30 7.82
1.65 3.30 5.30 0.62 3.23 10.65 2.95 9.72 2.73 9.00 2.55 8.42 2.28 7.53

2.5 x 2.5 2.25 5.63 7.00 0.80 3.83 21.54 3.49 19.67 3.23 18.21 3.03 17.03 2.71 15.23
2.20 5.50 6.90 0.80 3.81 20.93 3.47 19.11 3.22 17.69 3.01 16.55 2.69 14.80
2.10 5.25 6.70 0.78 3.76 19.76 3.44 18.03 3.18 16.70 2.98 15.62 2.66 13.97
2.00 5.00 6.50 0.77 3.72 18.58 3.39 16.97 3.14 15.71 2.94 14.69 2.63 13.14

3x3 2.80 8.40 8.60 0.98 4.36 36.62 3.98 33.43 3.68 30.91 3.45 28.98 3.08 25.87
2.75 8.25 8.50 0.97 4.34 35.81 3.96 32.67 3.67 30.28 3.43 28.30 3.07 25.33
2.70 8.10 8.40 0.96 4.32 34.99 3.94 31.91 3.65 29.57 3.42 27.70 3.06 24.79

3.5 x 2 1.80 6.30 7.10 0.89 4.09 25.75 3.73 23.51 3.46 21.77 3.23 20.36 2.89 18.21
1.75 6.13 7.00 0.88 4.05 24.81 3.70 22.66 3.42 20.98 3.20 19.63 2.86 17.56
1.70 5.95 6.90 0.86 4.01 23.86 3.66 21.78 3.39 20.17 3.17 18.87 2.84 16.90
1.65 5.78 6.80 0.85 3.97 22.93 3.62 20.95 3.36 19.39 3.14 18.14 2.81 16.24

4 x 2.5 2.25 9.00 8.50 1.06 4.60 41.39 4.20 37.79 3.89 34.98 3.64 32.72 3.25 29.27
2.20 8.80 8.40 1.05 4.57 40.19 4.17 36.69 3.86 33.97 3.61 31.77 3.23 28.42
2.10 8.40 8.20 1.02 4.50 37.79 4.11 34.50 3.80 31.94 3.56 29.88 3.18 26.72
2.00 8.00 8.00 1.00 4.43 35.42 4.04 32.33 3.74 29.94 3.50 28.00 3.13 25.04
130 Kriteria Perencanaan - Bangunan

- Desain Parameter

Parameter-parameter yang digunakan dalam perhitungan struktur ini adalah:

Tabel 5-11. Parameter-Parameter dalam Perhitungan Struktur


Parameter Nilai
Berat Jenis Berat Jenis Beton γc = 2,4 t/m3
Berat Jenis Tanah (kering) γs = 1,7 t/m3
Berat Jenis Tanah (jenuh) γs' = 2,0 t/m3
Beban Hidup Kelas Jalan
Beban Roda Belakang Truk P = 5,0 tf/m
Impact Coefficient Ci = 0,3
Beban Pejalan Kaki wq = 0,0 tf/cm2
Beton (K225) Tegangan Karakteristik Beton σck = 225 kgf/cm2
Tegangan Tekan Ijin Beton σca = 75 kgf/cm2
Tegangan Geser Ijin Beton τa = 6,5 kgf/cm2
Tulangan (U24, deformed bar) Tegangan Tarik Ijin Baja Tulangan σsa = 1.400 kgf/cm2
Tegangan Leleh Baja σsy = 3.000 kgf/cm2
Young’s Modulus Ratio n = 21
Soil Properties Kohesi C = 0,0 tf/m2
Sudut Geser Dalam  = 25o

- Penulangan.

Penulangan talang beton bertulang ini dirancang sedemikian rupa sehingga:


1. diameter tulangan yang digunakan 10 mm, 12 mm dan 16 mm
2. bentuk/ukuran segmen penulangan sederhana dan praktis

Konstruksi Flume, direncanakan dengan dimensi seperti terlihat pada gambar dan
matriks dibawah ini.
Bangunan Pembawa 131

t1 t1

H
Hf HT

Hf
t3

t2 B t2
BT

Gambar 5-21. Potongan Melintang Saluran Flume Beton Bertuang


132 Kriteria Perencanaan - Bangunan

TabelTabel
5.115-12. Dimensi
Dimensi Desain
Desain Dandan PenulanganElevated
Penulangan Elevated Flume
Flume

Type flume H0.5m H0.6m H0.8m H1.0m H1.5m H2.0m H2.5m H3.0m
Lebar Saluran m 0.50 0.60 0.80 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00
Tinggi Saluran m 0.50 0.60 0.80 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00
Tinggi fillet / lengkungan sudut m 0.08 0.08 0.08 0.08 0.15 0.15 0.20 0.20

Ketebalan Dinding Saluran Atas cm 10.0 10.0 15.0 15.0 15.0 15.0 15.0 20.0
Bawah cm 10.0 10.0 15.0 15.0 20.0 20.0 22.0 25.0
Dasar Saluran cm 10.0 10.0 15.0 15.0 20.0 20.0 22.0 25.0

Selimut Beton
Dinding Saluran Luar cm 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0
Dalam cm - - - - 5.0 5.0 5.0 5.0
Dasar Saluran Atas cm 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0
Bawah cm - - - - 5.0 5.0 5.0 5.0

Tulangan (dia - spacing per unit width of 1.0 m)


Dinding Lower outside Tensile bar mm 12@250 12@250 12@250 12@250 12@200 12@100 16@100 16@100
Saluran Distribution bar mm 10@150 12@250 12@250 12@250 12@250 12@250 12@200 12@250
Lower inside Compressive bar mm - - - - 12@250 12@250 12@250 12@250
Distribution bar mm - - - - 12@250 12@250 12@200 12@250

Upper outside Tensile bar mm 12@250 12@250 12@250 12@250 12@200 12@200 16@200 16@200
Distribution bar mm 10@150 12@250 12@250 12@250 12@250 12@250 12@200 12@250
Upper inside Compressive bar mm - - - - - - - 12@250
Distribution bar mm - - - - - - - 12@250

Dasar Lower edge Tensile bar mm 12@250 12@250 12@250 12@250 12@200 12@100 16@100 16@100
Saluran Distribution bar mm 10@150 12@250 12@250 12@250 12@250 12@250 12@200 12@200
Upper edge Compressive bar mm - - - - 12@250 12@250 12@250 12@250
Distribution bar mm - - - - 12@250 12@250 12@200 12@200

Lower middle Tensile/comp. bar mm 12@250 12@250 12@250 12@250 12@250 12@250 12@250 12@250
Distribution bar mm 10@150 12@250 12@250 12@250 12@250 12@250 12@200 12@200
Upper middle Tensile/comp. bar mm - - - - 12@250 12@250 12@250 12@250
Distribution bar mm - - - - 12@250 12@250 12@200 12@200

Siku Tulangan Siku mm 12@250 12@250 12@250 12@250 12@200 12@200 12@200 12@200
Bangunan Pembawa 133

5.7 Bangunan Terjun

5.7.1 Umum

Bangunan terjun atau got miring diperlukan jika kemiringan permukaan tanah lebih
curam daripada kemiringan maksimum saluran yang diizinkan. Bangunan semacam
ini mempunyai empat bagian fungsional, masing-masing memiliki sifat-sifat
perencanaan yang khas (lihat Gambar 5-23.)

1. bagian hulu pengontrol, yaitu bagian dimana aliran menjadi superkritis

2. bagian dimana air dialirkan ke elevasi yang lebih rendah

3. bagian tepat di sebelah hilir potongan U dalam Gambar 5-23., yaitu tempat dimana
energi diredam

4. bagian peralihan saluran memerlukan lindungan untuk mencegah erosi

5.7.2 Bagian Pengontrol

Pada bagian pertama dari bangunan ini, aliran diatas ambang dikontrol. Hubungan
tinggi energi yang memakai ambang sebagai acuan (h1) dengan debit (Q) pada
pengontrol ini bergantung pada ketinggian ambang (p 1), potongan memanjang mercu
bangunan, kedalaman bagian pengontrol yang tegak lurus terhadap aliran, dan lebar
bagian pengontrol ini.

Bangunan-bangunan pengontrol yang mungkin adalah alat ukur ambang lebar atau
flum leher panjang (subbab 2.3), bangunan pengatur mercu bulat (subbab 3.4) dan
bangunan celah pengontrol trapesium (subbab 3.5).

Pada waktu menentukan bagian pengontrol, kurva Q-h1 dapat diplot pada grafik. Pada
grafik yang sama harus diberikan plot debit versus kedalaman air saluran hulu, seperti
yang ditunjukkan pada Gambar 5-14. Dengan cara menganekaragamkan harga-harga
pengontrol, kedua kurva dapat dibuat untuk bisa digabung dengan harga-antara umum
134 Kriteria Perencanaan - Bangunan

aliran di saluran tersebut.

Keuntungan dari penggabungan semacam ini adalah bahwa bangunan pengontrol


tidak menyebabkan kurva pengempangan (dan sedimentasi) atau menurunnya muka
air (dan erosi) di saluran hulu.

Gambar 5-22. Contoh Flum Tumpu

pengontrol aliran pembawa peredaman energi peralihan dilindungi

h1 H1 y penurunan
y1 c
tirai luapan tinggi
p1 energi H
potongan u
ambang
bendung

Z y2
yd Hd
yu n

Lp Lj
panjang kolam L B

Gambar 5-23. Ilustrasi Peristilahan yang Berhubungan dengan Bangunan


Peredam Energi
Bangunan Pembawa 135

H
dc

Z Z+a
25 Cm
a

Gambar 5-24. Ilustrasi Peristilahan yang Berhubungan dengan Lebar Efektif


dan Ruang Olak Di Bangunan Terjun Lurus

5.7.2.1 Perhitungan Hidrolis: (Gambar 5-24.)

(1) Lebar bukaan efektif B

..................................................................................................5-14

Dimana:

B = Lebar bukaan efektif (m)

Q = Debit (m3/dt)

m = Koefisien aliran = 1

H = Tinggi garis energi di udik (m)

h1 = Tinggi muka air di udik (m)


136 Kriteria Perencanaan - Bangunan

v1 = Kecepatan aliran saluran di hulu (m/dt)

(2) Tinggi ambang dihilir a

⁄ ....................................................................................................... 5-15

( )

Dimana:

a = Tinggi ambang hilir (m)


dc = Kedalaman air kritis (m)
Q = Debit rencana (m3/dt)
B = Lebar bukaan efektif (m)
g = Percepatan gravitasi, m/dt2 (≈ 9,8 m/dt2)

(3) Panjang olakan L

......................................................................................... 5-16

( ⁄ ) ( ⁄ )

Dimana:

L = Panjang kolam olakan (m)

Z = Tinggi terjun (m)


Bangunan Pembawa 137

Gambar 5-25. Penggabungan Kurva Q – y1 dan Q – h1 Sebuah Bangunan

5.7.3 Bangunan Terjun Tegak

Bangunan terjun tegak menjadi lebih besar apabila ketinggiannya ditambah. Juga
kemampuan hidrolisnya dapat berkurang akibat variasi di tempat jatuhnya pancaran
di lantai kolam jika terjadi perubahan debit. Bangunan terjun sebaiknya tidak dipakai
apabila perubahan tinggi energi,diatas bangunan melebihi 1,50 m.

Dengan bangunan terjun tegak, luapan yang jatuh bebas akan mengenai lantai kolam
dan bergerak ke hilir pada potongan U (lihat Gambar 5-18.). Akibat luapan dan
turbulensi (pusaran air) di dalam kolam dibawah tirai luapan, sebagian dari energi
direndam di depan potongan U. Energi selebihnya akan diredam di belakang
potongan U. Sisa tinggi energi hilir yang memakai dasar kolam sebagai bidang
persamaan, Hd, tidak berbeda jauh dari perbandingan Z/H1, dan kurang lebih sama
dengan 1,67H1 (lihat persamaan 5-13). Harga Hd ini dapat dipakai untuk menentukan
Z sebuah bangunan terjun tegak dan persamaan 5-12.

Bangunan terjun dengan bidang tegak sering dipakai pada saluran induk dan
138 Kriteria Perencanaan - Bangunan

sekunder, bila tinggi terjun tidak terlalu besar.

Menurut Perencanaan Teknis Direktorat Irigasi (1980) tinggi terjun tegak dibatasi
sebagai berikut:

(1) Tinggi terjun maksimum 1,50 meter untuk Q < 2,50 m3/dt.

(2) Tinggi terjun maksimum 0,75 meter untuk Q > 2,50 m3/dt

Perencanaan hidrolis bangunan dipengaruhi oleh besaran-besaran berikut:

H1 = tinggi energi di muka ambang, m


H = perubahan tinggi energi pada bangunan, m
Hd = tinggi energi hilir pada kolam olak, m
q = debit per satuan lebar ambang, m2/dt
g = percepatan gravitas, m/dt2 ( 9,8m/dt2)
n = tinggi ambang pada ujung kolam olak, m

Besaran-besaran ini dapat digabungkan untuk membuat perkiraan awal tinggi


bangunan terjun:

( ) ................................................................................. 5-17

Untuk perkiraan awal Hd, boleh diandaikan, bahwa

................................................................................................... 5-18

Kemudian kecepatan aliran pada potongan U dapat diperkirakan dengan

√ . ................................................................................................. 5-19

dan selanjutnya,

⁄ .................................................................................................... 5-20

Aliran pada potongan U kemudian dapat dibedakan sifatnya dengan bilangan Froude
tak berimensi:
Bangunan Pembawa 139

......................................................................................... 5-21

Geometri bangunan terjun tegak dengan perbandingan panjang yd/z dan Lp/z kini
dapat dihitung dari Gambar 5-25.

Pada Gambar 5-25. ditunjukkan yd dan Lp

Gambar 5-26. Grafik Tak Berdimensi dari Geometri Bangunan Terjun Tegak
(Bos, Replogle and Clemmens, 1984)

5.7.4 Bangunan Terjun Miring

Permukaan miring yang menghantar air ke dasar kolam olak adalah praktek
perencanaan yang umum, khususnya jika tinggi energi jatuh melebihi 1,5 m. Pada
bangunan terjun, kemiringan permukaan belakang dibuat securam mungkin dan
relatif pendek. Jika peralihan ujung runcing dipakai di antara permukaan pengontrol
dan permukaan belakang (hilir), disarankan untuk memakai kemiringan yang tidak
lebih curam dari 1:2 (lihat Gambar 5-26.).
140 Kriteria Perencanaan - Bangunan

Gambar 5-27. Sketsa Dimensi untuk Tabel A.2.6 (Lampiran II)


Bangunan Pembawa 141

Alasannya adalah untuk mencegah pemisahan aliran pada sudut miring. Jika
diperlukan kemiringan yang lebih curam, sudut runcing harus diganti dengan kurva
peralihan dengan jari-jari r  0,5 Hlmaks. Harga-harga yu dan Hd, yang dapat digunakan
untuk perencanaan kolam di belakang potongan U, mungkin dapat ditentukan dengan
menggunakan Tabel A.2.6, Lampiran II Tinggi energi Hu pada luapan yang masuk
kolam pada potongan U mempunyai harga yang jauh lebih tinggi jika digunakan
permukaan hilir yang miring, dibandingkan apabila luapan jatuh bebas seperti pada
bangunan terjun tegak. Sebabnya ialah bahwa dengan bangunan terjun tegak, energi
diredam karena terjadinya benturan luapan dengan lantai kolam dan karena pusaran
turbulensi air di dalam kolam dibawah tirai luapan. Dengan bangunan terjun miring,
peredaman energi menjadi jauh berkurang akibat gesekan dan aliran turbulensi diatas
permukaan yang miring.

5.8 Got Miring

Bila saluran mengikuti kemiringan lapangan yang panjang dan curam, maka
sebaiknya dibuat got miring.

Aliran dalam got miring (lihat Gambar 5-27.) adalah superkritis dan bagian
peralihannya harus licin dan berangsur agar tidak terjadi gelombang. Gelombang ini
bisa menimbulkan masalah di dalam potongan got miring dan kolam olak karena
gelombang sulit diredam.

5.8.1 Peralihan

USBR (1978) mengajurkan agar aturan-aturan berikut diikuti dalam perencanaan


geometris bagian peralihan (masuk dan keluar):

(1) Kotangen sudut lentur permukaan air () tidak boleh kurang dari 3,375 kali
bilangan Froude aliran (Bila kriteria ini tidak berhasil mengontrol
pelenturan, maka pelenturan maksimum sebaiknya 30 o pada peralihan
142 Kriteria Perencanaan - Bangunan

masuk dan 25o pada peralihan keluar):

......................................................................................... 5-22

dimana:

...................................................................................... 5-23
√( )

Fr = bilangan Froude dipangkal dan ujung peralihan luas potongan

d = ( )

g = percepatan gravitasi, m/dt2 ( 9,8 m/dt2)


K = faktor percepatan
v = kecepatan aliran pada titik yang bersangkutan, m/dt
 = sudut kemiringan lantai pada titik yang bersangkutan.

Faktor percepatan K dapat mempunyai harga-harga berikut, tergantung pada


lengkung lantai:

K = 0, untuk lantai peralihan pada satu bidang (tidak perlu horizontal)

.................................................................................................... 5-24

untuk lantai peralihan pada kurva bulat

( )
.......................................................................... 5-25

Untuk lantai peralihan pada kurva parabola

Dalam rumus diatas:

hv = tinggi kecepatan pada pangkal (permulaan) kurva,m


r = jari-jari lengkung lantai, m
v = kecepatan pada titik yang bersangkutan, m/dt
 = kemiringan sudut lantai
L = kemiringan sudut lantai di ujung (akhir) kurva
Bangunan Pembawa 143

0 = kemiringan sudut lantai pangkal kurva


g = percepatan gravitasi, m/dt2 ( 9,8 m/dt2)
Lt = percepatan peralihan, m

USBR membatasi harga K sampai dengan maksimum 0,5 untuk menjamin agar
tekanan positif pada lantai tetap ada.

(2) Peralihan masuk nonsimetris dan perubahan-perubahan pada trase tepat didepan
bangunan harus dihindari karena hal-hal tersebut bisa mengakibatkan terjadinya
gelombang-gelombang silang di dalam got miring dan arus deras di dalam kolam
olak.

(3) Kecepatan saluran di got miring tidak melebihi 2 m/dt untuk saluran pasangan
batu dan 3 m/dt untuk saluran dari pasangan beton.

5.8.2 Bangunan Pembawa

Persamaan Bernoulli’s dipakai untuk menghitung perubahan aliran di dasar got


miring. Persamaan tersebut harus dicoba dulu:

.......................................................... 5-26
Dimana:

d1 = kedalaman diujung hulu kolam, m


hv1 = tinggi kecepatan di ujung hulu, m
d2 = kedalaman di ujung hilir kolam, m
hv2 = tinggi kecepatan di ujung hilir, m
hf = kehilangan energi akibat gesekan pada ruas, m
Z1 = jarak bidang referensi, m
Z2 = jarak bidang referensi, m

Kehilangan energi karena gesekan hf sama dengan sudut gesekan rata-rata Sa pada
ruas kali panjangnya L. Dengan rumus Manning/Strickler, sudut gesekan tersebut
144 Kriteria Perencanaan - Bangunan

adalah:

....................................................................................................... 5-27

dimana:

v = kecepatan, m/dt
k = koefisien kekasaran, m1/3/dt
R = jari-jari hidrolis, m

Kehilangan energi akibat gesekan, hf boleh diabaikan untuk got miring yang
panjangnya kurang dari 10 m.

Potongan biasa untuk bagian miring bangunan ini adalah segi empat. Tetapi,
andaikata ada bahaya terjadinya aliran yang tidak stabil dan timbulnya gelombang,
maka potongan dengan dasar berbentuk segi tiga dan dinding vertikal dapat dipilih.

Tinggi dinding got miring yang dianjurkan sama dengan kedalaman maksimum
ditambah dengan tinggi jagaan (lihat Tabel 5-12.) atau 0,4 kali kedalaman kritis di
dalam potongan got miring ditambah dengan tinggi jagaan, yang mana saja yang lebih
besar.

Tabel 5-13. Tinggi Minimum untuk Got Miring (dari USBR, 1973)
Kapasitas (m³/dt) Tinggi Jagaan (m)
Q < 3,5 0,30
3,5 < Q < 17,0 0,40
Q > 17,0 0,50

Bila kecepatan di dalam got miring lebih dari 9m/dt, maka kemungkinan volume air
tersebut bertambah akibat penghisapan udara oleh air. Peninggian dinding dalam
situasi ini termasuk persyaratan yang harus dipenuhi, di samping persyaratan bahwa
kedalaman air tidak boleh kurang dari 0,4 kali kedalaman kritis.

Jika kemiringan got miring ini kurang dari 1:2, maka bagian potongan curam yang
Bangunan Pembawa 145

pendek harus dibuat untuk menghubungkannya dengan kolam olak. Kemiringan


potongan curam ini sebaiknya antara 1:1 dan 1:2 diperlukan kurva vertikal di antara
potongan got miring dan potongan berkemiringan curam tersebut. USBR
menganjurkan penggunaan kurva parabola untuk peralihan ini karena kurva ini akan
menghasilkan harga K yang konstan. Persamaan berikut dapat menjelaskan kurva
parabola yang dimaksud:

( )
................................................................. 5-28

dimana:

X = jarak horizontal dari awal, m


Y = jarak vertikal dari awal, m
Lt = panjang horizontal dari awal sampai akhir/ujung, m
o = sudut kemiringan lantai pada awal kurva
L = sudut kemiringan ujung kurva

Panjang Lt harus dipilih dengan bantuan persamaan (5-20), untuk mana K = 0,5 atau
kurang.

5.8.3 Aliran Tidak Stabil

Pada got miring yang panjang ada bahaya timbulnya ketidak stabilan dalam aliran
yang disebut aliran getar (slug/pulsating flow). Bila got miring itu panjangnya lebih
dari
30 m, harus dicek dengan cara menghitung bilangan ‟Vedernikov‟ (V) :

........................................................................................... 5-29

Dan bilangan ‟Montuori‟ (M)

................................................................................................ 5-30
146 Kriteria Perencanaan - Bangunan

Dimana :

b = lebar dasar potongan got miring, m


v = kecepatan, m/dt
P = keliling basah, m
g = percepatan gravitasi, m/dt2 ( 9,8m/dt2)

d = kedalaman air rata-rata = ,m

θ = sudut gradien energi


I = kemiringan rata-rata gradien energi = tan
L = panjang yang dimaksud, m

Harga-harga yang dihitung diplot pada Gambar 5-28a. Jika titiknya terletak di daerah
aliran getar, maka faktor bentuk d/P dihitung dan diplot pada Gambar 5-28b.
Gelombang akan timbul hanya apabila titik-titik itu terletak di dalam daerah getar di
kedua gambar.

Jika memang demikian halnya, maka kalau mungkin panjang, kemiringan atau
lebarnya harus diubah. Apabila hal ini tidak mungkin, maka harus disediakan
longgaran khusus untuk aliran deras di dalam kolam olak dengan menggunakan tinggi
jagaan tambahan dan mungkin alat peredam gelombang (wave suppressor).
Bangunan Pembawa 147

a. Kriteria aliran getar (dari USBR, 1978) b. Kriteria bentuk (dari USBR, 1978)

Gambar 5-28. Kriteria Aliran Getar dan Kriteria bentuk (dari USBR, 1978)
148 Kriteria Perencanaan - Bangunan
Kolam Olak 149

6 BAB VI
KOLAM OLAK

6.1 Umum

Tipe kolam olak yang akan direncana disebelah hilir bangunan bergantung pada
energi air yang masuk, yang dinyatakan dengan bilangan Froude, dan pada bahan
konstruksi kolam olak.

Berdasarkan bilangan Froude, dapat dibuat pengelompokan-pengelompokan berikut


dalam perencanaan kolam:

(1) Untuk Fru ≤ 1,7 tidak diperlukan kolam olak; pada saluran tanah, bagian
hilir harus dilindungi dari bahaya erosi; saluran pasangan batu atau beton
tidak memerlukan lindungan khusus.
(2) Bila 1,7 < Fru ≤ 2,5 maka kolam olak diperlukan untuk meredam energi
secara efektif. Pada umumnya kolam olak dengan ambang ujung mampu
bekerja dengan baik. Untuk penurunan muka air Z < 1,5 m dapat dipakai
bangunan terjun tegak.
(3) Jika 2,5 < Fru ≤ 4,5 maka akan timbul situasi yang paling sulit dalam
memilih kolam olak yang tepat. Loncatan air tidak terbentuk dengan baik
dan menimbulkan gelombang sampai jarak yang jauh di saluran. Cara
mengatasinya adalah mengusahakan agar kolam olak untuk bilangan Froude
ini mampu menimbulkan olakan (turbulensi) yang tinggi dengan blok
halangnya atau menambah intensitas pusaran dengan pemasangan blok
depan kolam. Blok ini harus berukuran besar (USBR tipe IV).Tetapi pada
prakteknya akan lebih baik untuk tidak merencanakan kolam olak jika
2,5 < Fru< 4,5. Sebaiknya geometrinya diubah untuk memperbesar atau
memperkecil bilangan Froude dan memakai kolam dari kategori lain.
(4) Jika Fru ≥ 4,5 ini akan merupakan kolam yang paling ekonomis. karena
150 Kriteria Perencanaan - Bangunan

kolam ini pendek. Tipe ini, termasuk kolam olak USBR tipe III yang
dilengkapi dengan blok depan dan blok halang. Kolam loncat air yang sama
dengan tangga di bagian ujungnya akan jauh lebih panjang dan mungkin
harus digunakan dengan pasangan batu.

Gambar 6-1. menyajikan diagram untuk pemilihan bangunan peredam energi di


saluran.

Gambar 6-1. Diagram untuk Memperkirakan Tipe Bangunan yang Akan Digunakan untuk
Perencanaan Detail (Disadur dari Bos. Replogle and Clemments, 1984)

6.2 Kolam Loncat Air

6.2.1 Perhitungan Hidrolis Secara Grafis

Panjang kolam loncat air di sebelah hilir potongan U (Gambar 5-26. dan 5-27. pada
got miring) kurang dari panjang loncatan tersebut akibat pemakaian ambang ujung
(end sill). Ambang pemantap aliran ini ditempatkan pada jarak:

( ) ............................................................................................... 6-1
Kolam Olak 151

di sebelah hilir potongan U. Tinggi yang diperlukan untuk ambang ujung ini sebagai
fungsi bilangan Froude (Fru), kedalaman air masuk (yu), dan fungsi kedalaman air
hilir, dapat ditentukan dari Gambar 6-2.

8 yu V2 y2 i)
Vd yd as
ol n
Vu n er
p yu =4
7 t
iin
(d
3
=
6 n = 0.0238 m. yu
n = 0.0366 m. X n/ batas bawah
X
n = 0.0539 m. jangkauan percobaan
5 n = 0.0079 m. y2 X
=
n<0
yd X
harga y2/yu

4 X y c
s y2 =
teoreti
batas
3
n
2 yu =2 y2 < yc
n n
=1
yu =1/2 yu
1
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
harga Fru

Gambar 6-2. Hubungan Percobaan antara Fru, y2/y1 dan n/y2 untuk Ambang Pendek
(Menurut Foster dan Skrinde, 1950)

Pada waktu mengukur kolam adalah penting untuk menyadari bahwa kedalaman air
hilir, y2 disebabkan bukannya oleh bangunan terjun, tetapi oleh karakteristik aliran
saluran hilir. Apabila karakteristik ini sedemikian sehingga dihasilkan y2 yang
diperlukan, maka akan terjadi loncatan di dalam kolam jika tidak langkah-langkah
tambahan, seperti misalnya menurunkan lantai kolam dan meninggikan ambang
ujung, harus diambil untuk menjamin peredaman energi secara memadai.

6.2.2 Perhitungan Hidrolis

Berdasarkan percobaan-percobaan, maka dari bentuk ruang olak persegi empat


dapat menetapakan antara lain:
- Lokasi loncat hidrolis (hidraulic jump)
- Nilai-nilai dasar loncat hidrolis.
152 Kriteria Perencanaan - Bangunan

6.2.2.1 Nilai-Nilai Dasar Loncat Hidrolis

Perhitungan nilai-nilai dasar loncat hidrolis yang perlu diketahui seperti (lihat
Gambar 6-3.):

1) Perbedaan muka air dihulu dan di hilir (Z)

Perbedaan muka air dihulu dan di hilir (Z) ditetapkan = Y2/3

Dimana tinggi muka air di ruang olak Y2 dipengaruhi oleh besarnya nilai
Froude Number (Fr) aliran masuk

Gambar 6-3. Diagram Hidrolis Kolam Olak

Untuk F1 = 1,7 sampai 5,5 ;maka Y2„ = (1,1 - F12) Y2.


Untuk F1 = 5,5 sampai 11 ; maka Y2„ = 0,85 Y2.
Untuk F1 = 11 sampai 17 ; maka Y2„ = (0,1 - F12) Y2.
2) Kehilangan energy

( )
................................................................... 6-2

3) Efisiensi loncatan E2/E1

( )
⁄ ................................................................... 6-3
( )
Kolam Olak 153

4) Tinggi loncatan air hj

Tinggi loncatan air hj = Y2 - Y1 ................................................................ 6-4

5) Panjang ruang olak LB

................................................................................................. 6-5

Dimana:

F1 = Froude Number di udik loncatan air =


V1 = Kecepatan aliran di udik loncatan air (m/dtk)

Y1 = Tinggi aliran di udik loncatan air (m)

6.3 Kolam Olak untuk Bilangan Froude Antara 2,5 dan 4,5

Pendekatan yang dianjurkan dahirit merencanakan kolam olak untuk besaran bilangan
Froude diatas adalah menambah atau mengurangi (tetapi lebih baik menambah)
bilangan Froude hingga melebihi besarnya besaran tersebut.

Dari rumusnya, bilangan Froude dapat ditambah dengan cara sebagai berikut:

.......................................................................................... 6-6
√ √

dengan menambah kecepatan v atau mengurangi kedalaman air, y. Keduanya


dihubungkan lewat debit per satuan lebar q, yang bisa ditambah dengan cara
mengurangi lebar bangunan (q = Q/B).

Bila pendekatan diatas tidak mungkin, maka ada dua tipe kolam olak yang dapat
dipakai, yaitu:

(1) Kolam olak USBR tipe IV, dilengkapi dengan blok muka yang besar yang
membantu memperkuat pusaran. Tipe kolam ini bersama-sama dengan
dimensinya ditunjukkan pada Gambar 6-4. Panjang kolam, L, dapat
154 Kriteria Perencanaan - Bangunan

diketemukan dari:

.√ / ........................................................................... 6-7

Kedalaman minimum air hilir adalah 1,1 kali yd : y2 + n ≥ 1,1 yd menurut


USBR, 1973.

Gambar 6-4. Dimensi Kolam Olak Tipe IV (USBR, 1973)

(2) Kolam olak tipe-blok-halang (baffle-block-tipebasin)(Donnelly and Blaisdell,


1954), yang ukurannya ditunjukkan pada Gambar 6-5. Kelemahan besar
kolam ini adalah bahwa pada bangunan ini semua benda yang mengapung dan
melayang dapat tersangkut. Hal ini menyebabkan meluapnya kolam dan
rusaknya blok-blok halang. Juga, pembuatan blok halang memerlukan beton
tulangan.
Kolam Olak 155

Gambar 6-5. Dimensi Kolam Olak Tipe Blok-Halang (Bos, Reploge and Clemmens, 1984)

6.4 Kolam Olak untuk Bilangan Froude > 4,5

Untuk bilangan-bilangan Froude diatas 4,5 loncatan airnya bisa mantap dan
peredaman energi dapat dicapai dengan baik. Kolam olak USBR tipe III khusus
dikembangkan untuk bilangan-bilangan itu. Pada Gambar 6-6. ditunjukan dimensi-
dimensi dasar kolam olak USBR tipe III.

Apabila penggunaan blok halang dan blok muka tidak layak (karena bangunan itu
dibuat dari pasangan batu) kolam harus direncana sebagai kolam loncat air dengan
ambang ujung (lihat Subbab 6-2). Kolam ini akan menjadi panjang tetapi dangkal.
156 Kriteria Perencanaan - Bangunan

> (h+y2) +0.60 H


0.2n3 2
blok muka 1

n3 =
yu(4+Fru) 0.5 yu 0.675 n3
6 yu
yu 0.75 n3
ambang ujung
yu 0.75 n3
blok halang
yu(18+Fru)
n=
18
1
1
yu n3 n

0.82 y2
2.7 y2
potongan U

Gambar 6-6. Karakteristik Kolam Olak untuk Dipakai dengan Bilangan Froude diatas 4,5;
Kolam USBR tipe III (Bradley dari Peterka. 1957)

6.5 Kolam Vlugter

Kolam olak pada Gambar 6-6. khusus dikembangkan untuk bangunan terjun disaluran
irigasi. Batas-batas yang diberikan untuk z/hc 0,5; 2,0 dan 15,0 dihubungkan dengan
bilangan Froude 1,0; 2,8 dan 12,8. Bilangan-bilangan Froude itu diambil pada
kedalaman z dibawah tinggi energi hulu, bukan pada lantai kolam seperti untuk kolam
loncat air.

Gambar 6-7. memberikan data-data perencanaan yang diperlukan untuk kolam


Vlugter. Kolam Vlugter bisa dipakai sampai beda tinggi energi z tidak lebih dari 4,50
m dan atau dalam lantai ruang olak sampai mercu (D) tidak lebih dari 8 meter serta
pertimbangan kondisi porositas tanah dilokasi bendung dalam rangka pekerjaan
pengeringan.
Kolam Olak 157

hc=2/3 H q²
z hc = g
r
r
r z
r r jika 0.5 < < 2.0
hc
1
1
R R D t = 2.4 hc + 0.4 z (1)
z
jika 2.0 < < 15.0 :
hc
alternatif
a 2a t t = 3.0 hc + 0.1 z (2)
a = 0.28 hc hc (3)
z
L
D=R=L (4)
(ukuran dalam m)

Gambar 6-7. Kolam Olak Menurut Vlugter

6.6 Modifikasi Peredam Energi

Ada beberapa modifikasi peredam energi tipe Vlugter, Schoklizt yang telah dilakukan
penelitiannya dan dapat digunakan dalam perencanaan, dengan mengacu RSNI T-04-
2002 dapat digunakan antara lain adalah tipe-tipe MDO dan MDS.

Peredam energi tipe MDO terdiri dari lantai datar, di ujung hilir lantai dilengkapi
dengan ambang hilir tipe gigi ompong dan dilengkapi dengan rip rap. Sedangkan
Peredam energi tipe MDS terdiri dari lantai datar, di ujung hilir lantai dilengkapi
dengan ambang hilir tipe gigi ompong ditambah dengan bantalan air dan dilengkapi
dengan rip rap. Bantalan air yang dimaksud disini adalah ruang diatas lantai
disediakan untuk lapisan air sebagai bantalan pencegah atau pengurangan daya bentur
langsung batu gelundung terhadap lantai dasar peredam energi.

Sebelum mendesain tipe ini perlu ditentukan terlebih dahulu nilai parameter:
a) tipe mercu bangunan terjun harus bentuk bulat dengan satu atau dua jari-jari.
b) permukaan tubuh bangunan terjun bagian hilir dibuat miring dengan perbandingan
kemiringan 1 m atau lebih tegak dari kemiringan 1:1
c) tubuh bangunan terjun dan peredam energi harus dilapisi dengan lapisan tahan aus;
d) elevasi dasar sungai atau saluran di hilir tubuh bangunan terjun yang ditentukan,
158 Kriteria Perencanaan - Bangunan

dengan memperhitungkan kemungkinan terjadinya degradasi dasar sungai;


e) elevasi muka air hilir bangunan terjun yang dihitung, berdasarkan elevasi dasar
sungai dengan kemungkinan perubahan geometri badan sungai.

Selain parameter diatas kriteria desain yang disyaratkan yaitu:

a) tinggi air udik bangunan terjun dibatasi maksimum 4 meter;


b) tinggi pembangunan terjunan (dihitung dari elevasi mercu bangunan terjun sampai
dengan elevasi dasar sungai di hilir) maksimum 10 meter;

dalam hal tinggi air udik bangunan terjun lebih dari 4 meter dan atau tinggi
pembangunan terjunan lebih dari 10 meter tata cara peredam energi tipe MDO dan
MDS ini masih dapat digunakan asalkan dimensinya perlu diuji dengan model test.

Penggunaan tipe MDO dan MDS dapat juga dimodifikasi dan dilakukan
pengembangan pemakaiannya:

a). dimensi hidraulik peredam energi tipe MDO dapat diterapkan di hilir tubuh
bangunan terjun dengan bidang miring lebih tegak dari perbandingan 1 : 1;
b). tubuh bangunan terjun dengan peredam energi tipe MDO dapat dilengkapi dengan
pembilas sedimen tipe undersluice tanpa mengubah dimensi hidraulik peredam
energi tipe MDO.

Data awal yang harus ditentukan terlebih dahulu adalah:

a). debit desain banjir dengan memperhitungkan tingkat keamanan bangunan air
terhadap bahaya banjir;
b). debit desain penggerusan, dapat diambil sama dengan debit alur penuh;
c). lengkung debit sungai di hilir rencana bangunan terjun berdasarkan data geometri-
hidrometri-hidraulik morfologi sungai.

Grafik-grafik yang dipakai dalam desain hidraulik bangunan terjun dengan


kelengkapannya, meliputi:
Kolam Olak 159

a) grafik pengaliran melalui mercu bangunan terjun dapat dilihat dalam grafik MDO-
1 pada lampiran A 1(RSNI T-04-2002)
b) grafik untuk mengetahui bahaya kavitasi di hilir mercu bangunan terjun dapat
dilihat dalam grafik MDO-1a pada lampiran A 2 (RSNI T-04-2002)
c) grafik untuk menentukan dimensi peredam energi tipe MDO dan MDS dapat
dilihat dalam grafik MDO-2 dan MDO-3 pada lampiran A 3 dan A 4 (RSNI T-04-
2002)

Rumus-rumus yang digunakan dalam desain hidraulik ini meliputi:

1) debit desain persatuan lebar pelimpah:

- untuk bahaya banjir:qdf = Qdf/Bp (01)

- untuk bahaya penggerusan: qdp = Qdp/Bp (02)

2) dimensi radius mercu bangunan terjun = r, : 1,00 m  r  3,00 m (03)

3) tinggi dan elevasi muka air di udik bangunan terjun:

Hudp dan Eludp

Hudf dan Eludf

Eludp = M + Hudp, untuk penggerusan

Eludf = M + Hudf, untuk banjir

Hudp dan Hudf dihitung dengan grafik MDO-1 (04)

4) tinggi terjun:

- pada Qdf adalah Zdf = Hudf – Hidf (05)

- pada Qdp adalah Zdp = Hudp - Hidp (06)

Hidf dan Hidp diperoleh dari grafik lengkung debit saluran.

5) Parameter energi (E) untuk menentukan dimensi hidraulik peredam energi tipe
160 Kriteria Perencanaan - Bangunan

MDO dan MDS dihitung dengan:

( ) (07)

6) kedalaman lantai peredam energi (Ds) dihitung dengan:

Ds = (Ds) (Ds/Ds) (08)

Ds/Ds dicari dengan grafik MDO-2

7) panjang lantai dasar peredam energi (Ls) dihitung dengan:

Ls = (Ds) (Ls/Ds) (09)

Ls/Ds dicari dengan grafik MDO-3

8) tinggi ambang hilir dihitung dengan:

a = (0,2 a 0,3) Ds (10)

9) lebar ambang hilir dihitung:

b=2xa (11)

10) Elevasi Dekzerk tembok pangkal bangunan terjun ditentukan dengan:

EiDzu = M + Hudf + Fb ; untuk tembok pangkal udik (12)

EiDzi = M + Hidf + Fb ; untuk tembok pangkal hilir (13)

Fb diambil: 1,00 meter  Fb  1,50 meter

11) Ujung tembok pangkal bangunan terjun tegak ke arah hilir (Lpi) ditempatkan
lebih kurang ditengah-tengah panjang lantai peredam energi:

Lpi = Lp + ½ Ls (14)

12) Panjang tembok sayap hilir (Lsi) dihitung dari ujung hilir lantai peredam energi
diambil:

Ls  Lsi 1,5 Ls
Kolam Olak 161

Tebing sungai yang tidak jauh dari tepi sisi lantai peredam energi maka ujung
hilir tembok sayap hilir dilengkungkan masuk kedalam tebing sungai. Dan bagi
tebing sungai yang jauh dari tepi sisi lantai peredam energi maka ujung tembok
sayap hilir dilengkungkan balik ke udik sehingga tembok sayap hilir berfungsi
sebagai tembok pengarah arus hilir bangunan terjun. Bentuk ini dapat
diperhatikan pada contoh gambar dalam lampiran D2.

13) Panjang tembok pangkal bangunan terjun di bagian udik (Lpu) bagian yang tegak
dihitung dari sumbu mercu bangunan terjun:

0,5 Ls Lpu Ls (15)

14) Panjang tembok sayap udik ditentukan:

 bagi tebing saluran yang tidak jauh dari sisi tembok pangkal bangunan terjun,
ujung tembok sayap udik dilengkungkan masuk ke tebing dengan panjang total
tembok pangkal bangunan terjun ditambah sayap udik:

0,50 Ls  Lsu 1,50 Ls (16)

 bagi tebing saluran yang jauh dari sisi tembok pangkal bangunan terjun atau
palung sungai di udik bangunan terjun yang relatif jauh lebih lebar
dibandingkan dengan lebar pelimpah bangunan terjun maka tembok sayap
udik perlu diperpanjang dengan tembok pengarah arus yang penjangnya
diambil minimum:

2 x Lp (17)

15) kedalaman bantalan air pada tipe MDS ditentukan:

S = Ds + (1,00 m sampai dengan 2,00 m)

Dengan:

Qdf = debit desain untuk bahaya banjir (m3/s)


162 Kriteria Perencanaan - Bangunan

Qdp = debit desain untuk bahaya penggerusan (m3/s)


Bp = lebar pelimpah (m)
qdf = Qdf/Bp (m3/s/m‟)
qdp = Qdp/Bp (m3/s/m‟)
D2 = tinggi muka air sungai di hilir bangunan terjun dengan dasar saluran
terdegradasi (m)
r = radius mercu bangunan terjun diambil antara 1,00 meter sampai dengan 3,00
meter
Hudf = tinggi air diatas mercu bangunan terjun pada debit desain banjir (m)
Hudp = tinggi air diatas mercu bangunan terjun pada debit desain penggerusan (m)
Hidp = tinggi air dihilir bangunan terjun pada debit desain penggerusan (m)
Hidf = tinggi air dihilir bangunan terjun pada debit desain banjir (m)
Zdf = perbedaan elevasi muka air udik dan hilir pada debit desain banjir (m)
Zdp = perbedaan elevasi muka air udik dan hilir pada debit desain penggerusan (m)
Dzu = elevasi dekzerk tembok pangkal bangunan terjun bagian udik (m)
Dzi = elevasi dekzerk tembok pangkal bangunan terjun bagian hilir (m)
Fb = tinggi jagaan diambil antara 1,00 meter s/d 1,50 meter
E = parameter tidak berdimensi
Ls = panjang lantai peredam energi
Lb = jarak sumbu mercu bangunan terjun sampai perpotongan bidang miring
dengan lantai dasar bangunan terjun (m)
Lpi = panjang tembok sayap hilir dari ujung hilir lantai peredam energi ke hilir (m)
S = kedalaman bantalan air peredam energi tipe MDS (m)
Lpu = panjang tembok pangkal udik bangunan terjun dari sumbu mercu bangunan
terjun ke udik (m)
Lsu = panjang tembok sayap udik (m)
Lpa = panjang tembok pengarah arus di udik tembok sayap udik (m)
g = percepatan/gravitasi (9,8 m/dt2)
Kolam Olak 163

Perhitungan dan penentuan dimensi hidraulik tubuh bangunan terjun dan peredam
energinya dengan langkah sebagai berikut:

1) hitung debit desain untuk bahaya banjir dan untuk bahaya penggerusan;
2) hitung lebar pelimpah bangunan terjun efektif;
3) hitung debit desain persatuan lebar pelimpah;
4) tentukan nilai radius mercu bangunan terjun, r;
5) untuk nilai radius mercu bangunan terjun tersebut; periksa kavitasi di bidang hilir
tubuh bangunan terjun dengan bantuan grafik MDO 1a, jika tekanan berada di
daerah positif pemilihan radius mercu bangunan terjun; diijinkan;
6) jika tekanan berada di daerah negatif, tentukan nilai radius mercu bangunan
terjun yang lebih besar dan ulangi pemeriksaan kavitasi sehingga tekanan berada
di daerah positif;
7) hitung elevasi muka air udik bangunan terjun dengan bantuan grafik MDO-1;
8) hitung tinggi terjun bangunan terjun, Z;
9) hitung parameter tidak berdimensi, E;
10) hitung kedalaman lantai peredam energi,Ds;
11) hitung nilai panjang lantai datar, Ls;
12) tentukan tinggi bantalan air, S, untuk peredam energi tipe MDS;
13) tetepkan tinggi ambang hilir dan lebarnya, a dan b;
14) tentukan tata letak, elevasi puncak, panjang, kemiringan dan kedalaman tembok
pangkal bangunan terjun;
15) tentukan tata letak, elevasi puncak, panjang, kemiringan dan kedalaman tembok
sayap hilir;
16) tentukan tata letak, elevasi puncak, panjang, kemiringan dan kedalaman tembok
sayap udik;
17) tentukan tata letak, elevasi puncak, panjang, kemiringan dan kedalaman tembok
pengarah arus;
164 Kriteria Perencanaan - Bangunan

lengkapi kaki-kaki tembok sayap hilir dan di hilir ambang hilir peredam energi
dengan rip rap.

Gambar 6-8. Potongan Memanjang Bangunan Terjun Tetap


dengan Peredam Energi Tipe MDO

Gambar 6-9. Potongan Memanjang Bangunan Terjun


Tetap dengan Peredam Energi Tipe MDS
Kolam Olak 165

Untuk grafik-grafik yang dipakai akan diberikan pada gambar berikut:

Gambar 6-10. Grafik MDO – 1 Pengaliran Melalui Mercu Bangunan Terjun

Gambar 6-11. Grafik MDO – 1a Penentuan Bahaya Kavitasi


Di Hilir Mercu Bangunan Terjun
166 Kriteria Perencanaan - Bangunan

Gambar 6-12. Grafik MDO – 2 Penentuan Kedalaman Lantai Peredam Energi

Gambar 6-13. Grafik MDO – 3 Penentuan Panjang Lantai Peredam Energi


Kolam Olak 167

6.7 Lindungan dari Pasangan Batu Kosong

Untuk mencegah terjadinya penggerusan saluran disebelah hilir bangunan peredam


energi, saluran sebaiknya dilindungi dengan pasangan batu kosong atau lining.
Panjang lindungan harus dibuat sebagai berikut:

(1) tidak kurang dari 4 kali kedalaman normal maksimum di saluran hilir,

(2) tidak lebih pendek dari peralihan tanah yang terletak antara bangunan dan
saluran,

(3) tidak kurang dari 1,50 m.

Jika dipakai pasangan batu kosong, maka diameter batu yang akan dipakai uttuk
pasangan ini dapat ditentukan dengan menggunakan Gambar 6-7. Gambar ini dapat
dimasukkan dengan kecepatan rata-rata diatas ambang kolam. Jika kolam olak tidak
diperlukan karena Fru  1,7, maka Gambar 6-14. harus menggunakan kecepatan
benturan (impact velocity) vu :

√ ..........................................................................................................6-8
Gambar 6-14. memberikan ukuran d40 campuran pasangan batu kosong. Ini berarti
bahwa 60% dari pasangan batu tersebut harus terdiri campuran dari batu-batu yang
berukuran sama, atau lebih besar.
168 Kriteria Perencanaan - Bangunan

Gambar 6-14. Hubungan Antara Keceparan Rata-Rata diatas


Ambang Ujung Bangunan dan Ukuran Butir Yang Stabil (Bos, 1978)

6.7.1 Perencanaan Filter

Semua pasangan batu kosong harus ditempatkan pada filter untuk mencegah
hilangnya bahan dasar yang halus. Filter terdiri dari lapisan-lapisan bahan khusus
seperti ditunjukkan pada Gambar 6-15., atau dapat juga dibuat dari ijuk atau kain
sintetis.

Gambar 6-15. Contoh Filter Diantara Batu Kosong dan Bahan Asli(Tanah Dasar)
Kolam Olak 169

Lapisan filter sebaiknya direncana menurut aturan-aturan berikut :

(1) Permeablitas (USBR,1973):

Nilai banding 5-40 dapat dirinci lagi menjadi (Bendegom, 1969):

1. Butir bulat homogen (kerikil) = 5 - 10

2. Butir bersudut runcing (pecahan kerikil, batu) = 6 - 20

3. Butir halus = 2 - 40

Untuk mencegah tersumbatnya saringan,d5  0,75 mm

(2) Kemantapan/stabilitas, nilai banding d15/d85 (Bertram, 1940)

Kemantapan, nilai banding d50/d50 (US Army Corps of Engineers, 1955)

dengan

a) Butir bulat homogen (kerikil) = 5 – 10


b) Butir bersudut runcing homogen (pecahan, kerikil,batu) = 10 – 30
c) Butir halus = 12 – 60

Untuk mencegah agar filter tidak tersumbat, d5 0,75 mm untuk semua lapisan
filter.

Ketebalan-ketebalan berikut harus dianggap minimum untuk sebuah konstruksi


filter yaang dibuat pada kondisi kering:

1. Pasir, kerikil halus 0,05 sampai 0,10


170 Kriteria Perencanaan - Bangunan

2. Kerikil 0,10 sampai 0,20


3. Batu 1,5 sampai diameter batu yang terbesar

Pemilihan filter harus diputuskan oleh pihak yang berwenang dengan berdasarkan
pertimbangan:
- kekuatan
- kemampuan menahan air
- kemampuan menahan butiran
- ketahanan/keawetan
- kemudahan pemasangan
Bangunan Lindung 171

7 BAB VII
BANGUNAN LINDUNG

7.1 Umum

Kelompok bangunan ini dipakai untuk melindungi saluran dan bangunan terhadap
kerusakan yang diakibatkan oleh jumlah air yang berlebihan. Lindungan ini bisa
dicapai dengan beberapa tipe bangunan yang memerlukan persyaratan yang berbeda-
beda.

(1) Saluran pelimpah (overflow spillway), bangunan yang relatif murah, dibangun di
tanggul saluran untuk membuang air lebih.

(2) Sipon pelimpah (siphon spillway) memiliki kapasitas yang besar untuk besaran
muka air yang cukup konstan.

(3) Pintu otomatis mempertahankan tinggi muka air tetap untuk debit yang
bervariasi.

(4) Bangunan pembuang silang untuk mengalirkan air buangan dengan aman lewat
diatas, dibawah atau ke dalam saluran.

Bangunan pelimpah harus direncana untuk tinggi muka air maksimum tertentu di
saluran yang akan dilindungi, ditambah dengan debit maksimum yang dapat
dilimpahkan. Tinggi muka air yang merupakan dasar kerja bangunan pelimpah adalah
faktor yang sudah tertentu di dalam perencanaan.

Kapasitas bangunan pelimpah harus cukup untuk mengalirkan seluruh air lebih yang
berasal dari banjir atau kesalahan eksploitasi tanpa menyebabkan naiknya tinggi
muka air di saluran yang akan membahayakan tanggul (meluap).

Kapasitas bangunan saluran dibatasi sampai sekitar 120% dari debit rencana. Debit
rencana untuk bangunan pelimpah harus diperhitungkan dengan hati-hati berdasarkan
keadaan di lapangan. Keadaan-keadaan darurat yang mungkin timbul harus dianalisis
172 Kriteria Perencanaan - Bangunan

dan akibat-akibat tidak berfungsinya bangunan dan peluapan harus pula ditinjau.
Debit rencana harus sebesar 50% dari kapasitas maksimum bangunan di sebelah hilir
pelimpah tersebut. Jika bangunan dapat sepenuhnya diblokir, sebaiknya debit
rencananya diambil 120% dari Q rencana.

Bangunan penguras (wasteway) dipakai untuk mengosongkan seluruh ruas saluran,


bilamana hal ini diperlukan. Kadang-kadang untuk menghemat biaya, bangunan ini
digabung dengan bangunan pelimpah. Pada umumnya bangunan penguras berupa
pintu yang dioperasikan dengan tangan, sedangkan bangunan pelimpah bekerja
otomatis, digerakkan oleh tinggi muka air.

7.2 Saluran Pelimpah

Bangunan pelimpah ini dapat dengan relatif mudah dibuat ada dua jenis di tepi
saluran dan selanjutnya disebut pelimpah samping. Bila bangunan ini dibuat di tengah
saluran, kemudian dikombinasi dengan bangunan pembuang silang, maka bangunan
ini disebut pelimpah corong/morning glory spillway (Gambar 7-1.).

Saluran pelimpah akan menguntungkan sekali jika jumlah air yang ada dilimpahkan
tidak diketahui dengan pasti, karena pertambahan tinggi energi yang kecil saja diatas
mercu panjang saluran pelimpah akan sangat memperbesar kapasitas debit.
Bangunan Lindung 173

Gambar 7-1. Pelimpah Corong dan Pembuang


174 Kriteria Perencanaan - Bangunan

7.2.1 Perencanaan Panjang Pelimpah Saluran

Debit di saluran pelimpah samping tidak seragam dan oleh karena itu, persamaan
kontinyuitas untuk aliran mantap yang kontinyu (terus menerus) tidak berlaku. Jenis
aliran demikian disebut "aliran tak tetap berubah berangsur" (gradually varied flow).
Pada dasarnya aliran dengan debit yang menurun dapat dianggap sebagai cabang
aliran dimana air yang dibelokkan tidak mempengaruhi tinggi energi. Hal ini telah
dibuktikan kebenarannya baik dengan teori maupun eksperimen.

Bergantung kepada kondisi aliran di atau dekat lubang/pintu masuk pelimpah, ada
empat jenis aliran (Schmidt, 1954) seperti yang diperlihatkan pada Gambar 7-2.

Ada dua metode perencanaan pelimpah samping yang umum digunakan, yaitu:
metode bilangan dan metode grafik. Keduanya akan dijelaskan dibawah ini.
Bangunan Lindung 175

Gambar 7-2. Profil-Profil Aliran Disepanjang Pelimpah Samping


176 Kriteria Perencanaan - Bangunan

7.2.2 Metode Bilangan

Metode ini didasarkan pada pemecahan masalah secara analitis yang diberikan oleh
De Marchi diberikan oleh De Marchi (lihat Gambar 7-3.).

Dengan mengandaikan bahwa aliran adalah subkritis, panjang bangunan pelimpah


dapat dihitung sebagai berikut:

(1) Di dekat ujung bangunan pelimpah, kedalaman aliran ho dan debit Qo sama
dengan kedalaman dan debit potongan saluran di belakang pelimpah. Dengan Ho
= ho + vo2/2g tinggi energi di ujung pelimpah dapat dihitung.

Gambar 7-3. Sketsa Definisi untuk Saluran dengan Pelimpah Samping

(2) Pada jarak Δx di ujung hulu dan hilir bangunan pelimpah tinggi energi juga Ho,
karena sudah diandaikan bahwa tinggi energi di sepanjang pelimpah adalah
konstan.

⁄ ⁄ ........................................................7-1

dimana Qx adalah debit Qo potongan hilir ditambah debit qx, yang mengalir pada

potongan pelimpah dengan panjang  x.

( ) ( )
√ ......................................................................... 7-2
Bangunan Lindung 177

Andaikan,

√ ( ) ............................................7-3

dan Qx = Qo + q .......................................................................................................7-4

Dengan Qx ini kedalaman Hx dapat dihitung dari

Hx=Hx – Qx2/2g Ax2 ............................................................................................7-5

Koefisien debit µ untuk mercu pelimpah harus diambil 5% lebih kecil daripada
koefisien serupa untuk mercu yang tegak lurus terhadap aliran.

(3) Setelah Hx dan Qx ditentukan, kedalaman air h2x dan debit Q2x akan dihitung
untuk suatu potongan pada jarak 2Δx di depan ujung pelimpah dengan cara yang
sama seperti yang dijelaskan pada no (2). Qo dan ho harus digantikan dengan Qx
dan hx ; dalam langkah kedua ini Qx dan hx menjadi Q2x, q2x dan h2x.

Perhitungan-perhitungan ini harus diteruskan sampai Qnx sama dengan debit banjir
rencana potongan saluran dibagian hulu bangunan pelimpah samping. Panjang
pelimpah adalah nΔx dan jumlah air lebih yang akan dilimpahkan adalah Qnx – Qo.

7.2.3 Catatan

Perhitungan yang diuraikan diatas hanya berlaku untuk kondisi aliran subkritis
sepanjang pelimpah samping. Untuk kondisi aliran superkritis, perhitungan harus
dimulai dari ujung hulu pelimpah, menurun ke arah hilir.

Kondisi aliran superkritis tidak diizinkan dalam saluran pembawa dan pembuang
yang rawan erosi. Kemiringan dasar saluran sebaiknya sedang-sedang saja dan lebih
kecil dari kemiringan kritis. Kemiringan yang lebih besar daripada kemiringan kritis
akan menimbulkan aliran yang lebih cepat dari superkritis. Bahkan pada kemiringan
yang lebih kecil dari kemiringan kritis, aliran superkritis pun dapat terjadi di
sepanjang pelimpah samping, yaitu apabila air yang diambil dari saluran terlalu
banyak, atau apabila mercu pelimpahnya rendah (c ≤ 2/3 H).
178 Kriteria Perencanaan - Bangunan

Metode diatas dapat diterapkan hanya apabila perbedaan antara tinggi energi pada
pangkal dan ujung pelimpah tidak terlalu besar. Kalau tidak, maka pengandaian tinggi
energi konstan di sepanjang pelimpah tidak sahih/valid.

7.2.4 Metode Grafik

Metode ini sudah diuraikan dalam 'De Ingenieur in Ned. lndie' (1937, 12) untuk
potongan-potongan melintang saluran segi empat dan prisma. Metode ini bisa dipakai
baik untuk kondisi aliran subkritis maupun superkritis (lihat Gambar 7-4. dan Gambar
7-5.) dan didasarkan pada rumus De Marchi.

Untuk subkritis dan tinggi mercu pelimpah diatas 2/3 dari tinggi energi di saluran,
metode grafik ini juga mulai dari ujung hilir bangunan pelimpah.

Gambar 7-4. Muka Air Di Saluran Disepanjang Pelimpah Samping untuk Aliran Subkritis

Ada dua grafik yang harus dibuat dan diplot (lihat Gambar 7-5).

( ) √ ( ) ..................................................................................7-6
Bangunan Lindung 179

dimana :

H3 = tinggi energi di ujung pelimpah (potongan melintang II – II); tinggi


energi diandaikan konstan di sepanjang pelimpah
A = luas potongan melintang basah saluran untuk kedalaman air h.

( ) √ .......................................................... 7-7

yaitu lengkung debit saluran dan dimana:


C = koefisien Chezy = k R1/6
K = koefisien kekasaran Strickler, m1/3/dt
R = jari-jari hidrolis, m
I = kemiringan saluran

Gambar 7-5. Dimensi Pelimpah Samping dengan Metode Grafik

Titik potong/interseksi kedua grafik memberikan kedalaman air di ujung pelimpah


samping (Bagian II - II).

Grafik ketiga yang harus diplot pada Gambar 7-5. adalah persamaan debit untuk
aliran pada pelimpah samping:
180 Kriteria Perencanaan - Bangunan

( ) √ ............................................................................................7-8

Dimana :
q = debit persatuan panjang, m3/dt.m
µ = koefisien debit (95% dari koefisien untuk pelimpah tegak)
c = tinggi mercu diatas dasar saluran, m
h = kedalaman air disaluran, m
g = percepatan gravitasi, m/dt2 ( 9,8m/dt2)

Urutan grafiknya adalah sebagai berikut:

(1) Untuk kedalaman air h2 dibagian ujung, debit q‟ dapat dibaca pada grafik untuk
(h2 – c). Gambar ini menyajikan debit hingga meter terakhir pada pelimpah.

(2) Debit Q', pada potongan 1 m didepan pelimpah, adalah Q‟+ q‟. Dalam grafik
tersebut Q = (h),untuk Q‟ harga h‟ dapat dibaca.

(3) Untuk kedalaman air h‟ ini debit q” bisa dicari pada grafik untuk q, dengan (h'–
c). Pada grafik itu q” adalah aliran dua meter pada ujung pelimpah.

(4) Dengan q" ini, Q” dapat dicari, dst.

Panjang pelimpah dapat ditemukan bila titik N pada grafik Q = (h) bisa dicapai
(lihat Gambar 7-5). Titik N berhubungan dengan titik Q1 dan merupakan debit banjir
di saluran di hulu pelimpah (lihat Gambar 7-4).

Bila air mengalir dibawah kondisi superkritis disepanjang pelimpah samping, maka
metode ini dapat dipakai dengan memulainya dari ujung hulu pelimpah.

7.3 Sipon Pelimpah

Sipon adalah saluran tertutup yang didalamnya, air mengalir dari saluran atau kolam
lain yang lebih rendah dan diantara kedua ketinggian ini titik yang lebih tinggi harus
dilalui. Di dalam saluran tersebut air akan mengalir berlawanan dengan gaya gravitasi
Bangunan Lindung 181

ke suatu titik dimana tinggi tekan lebih rendah daripada tekanan atmosfir (lihat
Gambar 7-6).

Kenyataan bahwa sipon bekerja di lingkungan sub atmosfir berarti bahwa konstruksi
pipa sipon harus kedap udara dan cukup kuat agar tidak retak.

Gambar 7-6. Sipon Pelimpah

7.3.1 Penentuan Dimensi

(a) Metode pertama

Pada waktu sipon mengalir penuh, ukurannya dapat ditentukan dengan persamaan
sebagai berikut:

√ ............................................................................................ 7-9

Dimana:
Q = debit, m3/dt
 = koefisien dimana semua kehilangan energi dimasukkan
A = luas pipa, m2
H = kehilangan energi pada sipon (H2 pada Gambar 7-6.), m
g = percepatan gravitasi, m/dt2 ( 9,8m/dt2)
182 Kriteria Perencanaan - Bangunan

Jika kehilangan-kehilangan akibat gesekan (α) dan tikungan (β) diberikan sebagai
faktor ini akan menghasilkan:

( ) ...........................................................................7-10

..................................................................................................7-11
√( )

Kemiringan garis energi akibat gesekan adalah

.......................................................................................................7-12

Dimana :
k = koefisien kekasaran Strickler/Manning, m1/3/dt
R = jari-jari hidrolis, m

Dengan

Menghasilkan :

.......................................................................................7-13

Untuk perkiraan pertama:


= 0,20
β = 0,10

Ini menghasilkan µ= 0,88

(b) Metode kedua

Kemungkinan cara eksploitasi terbaik untuk debit yang berubah-ubah, didasarkan


pada pemakaian hubungan berikut (lihat Valembois, 1962) :

= 1,4

Dimana:
 = 1 + L/Ro = Ra = Ra/Ro
Bangunan Lindung 183

L = tinggi bukaan pipa, m


Ro = jari-jari mercu, m
Ra = jari-jari tudung,m

. ...............................................................................................7-14

dimana:
q = debit rencana untuk sipon, m3/dt.m
Ho= tekanan sub-atmosfir pada mercu, m

Dalam hal ini perencanaan didasarkan pada gradien tekanan (pressure, gradient) pada
lebar sipon yang semakin besar ke arah atas (dari mercu ke tudung). Keuntungan dari
gradien tekanan semacam ini adalah bahwa gelembung udara akan dipaksa turun dan
oleh sebab itu tidak sampai terkumpul di bagian atas sipon. Ini akan memperlancar
cara kerja sipon.

Contoh (lihat Gambar 7-7.)

Debit rencana : q = 7,2 m3/dt.m


Ho = 8,5 m

Pemecahan :

pengopersian yang terbaik untuk λ = 1,4 atau ln λ = 0,3365

Ho/Ro = 5,13

λ = Ra/Ro Ra = 2,32 m
L = 2,32 – 1,66 = 0,66 m

7.3.2 Kavitasi

Karena tinggi energi di bagian atas sipon lebih rendah dari tekanan atmostif, kavitasi
bangunan harus dicek.
184 Kriteria Perencanaan - Bangunan

Gambar 7-7. Jari-Jari Mercu

Debit maksimum yang diizinkan melewati potongan mercu sipon adalah (menurut
Valembois, 1962):

√ .......................................................................................7-15

dimana Ho adalah tekanan subatmosfir minimum dalam (m) tekanan air.

Untuk beda tinggi energi lebih dari 10 m (tekanan atmosfir pada ketinggian laut) akan
dihasilkan hampa udara total diatas mercu (lihat Gambar 7-8.). Untuk beton, tekanan
subatmosfir maksimum harus kurang dari -4 m tekanan air, mengurangi beda tinggi
energi maksimum sampai sekitar 6 m. Apabila sipon harus direncana untuk beda
tinggi energi yang lebih besar, maka aerasi harus dipasang 6 m dari muka air hulu.

Pada mercu sipon terjadi penurunan tekanan sebagai akibat dari bertambahnya
kecepatan. Untuk mercu dan tudung (hood) konsentris, pertambahan kecepatan ini
dapat diperkirakan sebagai nilai banding antara kecepatan pada mercu, v1, dengan
kecepatan rata-rata (untuk notasinya lihat Gambar 7-9.).

..........................................................................................................7-16
Bangunan Lindung 185

Gambar 7-8. Tekanan Sub Atmosfir Dalam Sipon dengan Beda Tinggi Energi Z Lebih Kecil
(1) dan Lebih Besar (2) dari 10 M (Tekanan Atmosfir pada Ketinggian Laut).

Tinggi kecepatan v12/2g yang termasuk ke dalam v1 harus tidak lebih dari 8 m. Kalau
tidak, maka jari-jari mercu harus diperbesar untuk mencegah kavitasi mercu.
186 Kriteria Perencanaan - Bangunan

Gambar 7-9. Jaringan Aliran pada Mercu Sipon

7.3.3 Tipe-Tipe Sipon Pelimpah

Tipe-tipe tata letak dan potongan melintang sipon ditunjukkan pada Gambar 7-10 dan
Gambar 7-11.

Gambar 7-11. adalah contoh sipon yang dipakai dengan pondasi yang terbuat dari
pasangan batu dan pipanya sendiri dibuat dari beton. Bentuk/konfigurasi aliran
masuknya juga berbeda dari Gambar 7-10., karena tipe ini tidak memakai pipa
pemisah sipon.

Detail rencana aliran masuk pada Gambar 7-11. menunjukkan metode yang dipakai
untuk mencampur udara dengan air yang mengalir masuk di ujung sipon yang
membuat eksploitasi dan pengaliran awal lebih mulus/tenang.

Pembuatan ambang awal adalah juga perencanaan lain lagi (lihat Gambar 7-11.).
Potongan aliran masuk harus direncana secara hati-hati dengan lengkung yang halus
pada denah untuk mengurangi kehilangan pada pemasukan.
Bangunan Lindung 187

Gambar 7-10. Tipe Dipotongan Sipon Pelimpah (USBR,1978)


188 Kriteria Perencanaan - Bangunan

Gambar 7-11. Sipon dalam Pasangan Batu Dikombinasi dengan Beton


Bangunan Lindung 189

Gambar 7-12. Tipe-Tipe Pintu Otomastis

7.4 Pintu Pelimpah Otomatis

Ada banyak tipe pintu otomatis yang dapat dipakai sebagai pelimpah darurat dari
tipe-tipe yang umum dipakai di Indonesia, beberapa diantaranya ditunjukkan pada
Gambar 7-12.
190 Kriteria Perencanaan - Bangunan

Tipe yang dengan berhasil digunakan di Semarang memiliki bentuk seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 7-13. Gambar itu menyajikan hasil-hasil penyelidikan
model hidrolis yang diadakan di Semarang untuk tipe pintu ini (Vlugter,1940b).

Hasil-hasil penyelidikan dengan model seperti diberikan pada Gambar 7-13. dapat
dipakai untuk merencana tipe pintu yang sama dengan dimensi-dimensi yang lain.
Untuk ini dapat digunakan rumus berikut:

[ ]

dimana:
O2 = debit pintu yang menggunakan dimensi lain, m3/dt
Q1 = debit pintu yang diselidiki, m3/dt
B2 = lebar pintu baru, m
B1 = lebar pintu yang diselidiki, m
H2 = tinggi energi pintu baru di sebelah hulu, m
H1 = tinggi energi pintu yang diselidiki, m

Debit rencana untuk pintu adalah debit dimana tinggi muka air hilir sama elevasinya
dengan tinggi muka air rencana di sebelah hulu. Untuk debit-debit yang lebih besar
dari debit rencana, pintu tidak akan terbuka lebih besar lagi dan kehilangan tinggi
energi akan bertambah akibat kondisi aliran yang berubah serta koefisien debit yang
lebih besar.
Bangunan Lindung 191

Gambar 7-13. Pintu Vlugter Otomatis, Karakteristik Debit Model

7.5 Bangunan Penguras

7.5.1 Pemerian (Deskripsi)

Bangunan penguras (wasteway) dipakai untuk mengosongkan saluran untuk


keperluan-keperluan inspeksi, pemeliharaan, pengeringan berkala atau darurat,
misalnya pada waktu terjadi keruntuhan tanggul saluran. Bangunan penguras akhir,
yang terletak di ujung saluran, mengalirkan air yang tidak terpakai ke saluran
pembuang.

Bangunan penguras sering dikombinasi dengan pelimpah samping untuk mengurangi


biaya pelaksanaan serta memberikan berbagai kondisi eksploitasi saluran. Untuk cara-
cara pemecahan yang mungkin, lihat Gambar 7-1. dan Gambar 7-4.

7.5.2 Kapasitas

Kapasitas pintu penguras sebaiknya sama atau melebihi kapasitas rencana saluran
guna mengelakkan seluruh air saluran dalam keadaan darurat.
192 Kriteria Perencanaan - Bangunan

7.5.3 Perencanaan Pintu Penguras

Pintu penguras harus dapat mengalirkan debit rencana saluran sedemikian sehingga
pintu pengatur atau pelimpah samping di sebelah hilir tidak tenggelam karenanya.

Karena debit rencana saluran jarang dialirkan melalui pintu penguras, maka kecepatan
aliran melalui pintu itu diambil 3 m/dt.

Ini akan memerlukan banyak kehilangan tinggi energi pada pintu. Tetapi untuk
membatasi biaya pembuatan bangunan dan untuk menghindari masalah-masalah
pembuangan sedimen, maka bagian tengah bukaan pintu sebaiknya tidak direncana
dibawah elevasi dasar saluran.

7.6 Bangunan Pembuang Silang

7.6.1 Umum

Bangunan pembuang silang dibutuhkan karena adanya aliran air buangan atau air
hujan dari saluran atas ke saluran bawah. Untuk melindungi saluran dari bahaya aliran
semacam ini, dibuatlah bangunan pembuang silang.

Kalau trase saluran biasanya mengikuti garis-garis kontur tanah, maka atas dasar
pertimbangan-pertimbangan ekonomis, sering perlu untuk membuat pintasan pada
saluran pembuang alamiah atau melalui punggung medan. Bila melintas saluran
pembuang alamiah, aliran saluran bisa dilewatkan dibawah saluran pembuang itu
dengan sipon, atau aliran saluran pembuang dapat dilewatkan dibawah saluran dengan
menggunakan gorong-gorong. Jika tak terdapat saluran alamiah, atau karena
pertimbangan ekomomis, maka aliran buangan dapat diseberangkan melalui saluran
dengan overchute atau aliran-aliran kecil dapat dibiarkan masuk ke saluran melalui
lubang-lubang pembuang.

Air buangan silang kadang-kadang ditampung di saluran pembuang terbuka yang


mengalir sejajar dengan saluran irigasi di sisi atas. Saluran-saluran pembuang ini bisa
Bangunan Lindung 193

membawa air ke suatu saluran alamiah, melewati bawah saluran tersebut dengan
gorong-gorong; atau ke suatu titik penampungan dimana air diseberangkan lewat
saluran dengan overchute; atau ke saluran melalui lubang pembuang; atau
diseberangkan dengan sipon.

7.6.2 Sipon

Apabila saluran irigasi kecil harus melintas saluran pembuang yang besar, maka
kadang-kadang lebih ekonomis untuk mengalirkan air saluran tersebut lewat dibawah
saluran pembuang dengan menggunakan sipon, daripada mengalirkan air buangan
lewat dibawah saluran irigasi dengan gorong-gorong.

Sipon memberikan keamanan yang lebih besar kepada saluran karena sipon tidak
begitu tergantung pada prakiraan yang akurat mengenai debit pembuang di dalam
saluran pembuang yang melintas. Tetapi, sipon membutuhkan banyak kehilangan
tinggi energi dan jika saluran pembuang itu lebar dan dalam, maka biayanya tinggi.
Untuk perencanaan sipon, lihat subbab 5.5.

7.6.3 Gorong-Gorong

Apabila potongan saluran terutama dibangun di dalam timbunan karena potongan itu
melintas saluran pembuang, maka gorong-gorong merupakan bangunan yang baik
untuk mengalirkan air buangan lewat dibawah saluran itu.

Gorong-gorong kecil mudah tersumbat sampah, terutama jika daerah pembuang


ditumbuhi semak belukar. Untuk mengatasi masalah ini dapat digunakan kisi-kisi
penyaring. Tetapi kisi-kisi semacam ini kadang-kadang lebih memperburuk
penyumbatan.

Aturan dasar dalam menentukan lokasi gorong-gorong adalah memanfaatkan saluran


alamiah yang pola limpasan air (runoff) aslinya hanya sedikit terganggu. Jadi bila
saluran irigasi melintas pembuang alamiah pada bagian asimetris/tidak tegak lurus
194 Kriteria Perencanaan - Bangunan

(skew), maka biasanya akan lebih baik untuk menempatkan gorong-gorong pada
bagian yang asimetris dengan saluran, daripada mengubah garis saluran masuk atau
keluar. Jika saluran alamiah berubah arahnya antara lubang masuk dan lubang keluar
gorong-gorong, mungkin diperlukan tikungan horizontal dalam saluran tekan gorong-
gorong.

Apabila saluran tekan berada pada gradasi seragam, maka kemiringan saluran itu
sebaiknya cukup curam guna mencegah sedimentasi di dalam saluran tekan tersebut,
tetapi tidak terlalu curam supaya tidak perlu dibuat bangunan peredam energi. Dalam
praktek, ternyata sudah memuaskan untuk mengambil kemiringan minimum 0,005
serta kemiringan maksimum yang sedikit lebih curam daripada kemiringan kritis.

Jika kemiringan seragam jauh melampaui kemiringan kritis dan dengan demikian
memerlukan peredam energi, biasanya lebih disukai untuk memakai sebuah tikungan
vertikal dan dua kemiringan, i1 dan i2, seperti diperlihatkan pada Gambar 7-14.
Kemiringan hulu, i, sebaiknya jauh lebih curam daripada kemiringan kritis.

Gambar 7-14. Tipe Profil Gorong-Gorong

Gorong-gorong sebaiknya melewati bawah saluran dengan ruang bebas (clearance)


0,60 m untuk saluran tanah atau 0,30 m untuk saluran pasangan.

Berikut ini adalah beberapa tipe gorong-gorong:


- pipa beton bertulang
- pipa beton tumbuk diberi alas beton
- pasangan batu dengan dek beton bertulang
Bangunan Lindung 195

- bentuk boks segi empat dari beton bertulang yang dicor di tempat.

Bila dipakai tipe pipa beton, maka harus dipasang sambungan paking (gasket) karet
untuk mencegah kebocoran; kalau tidak pipa itu sebaiknya diberi koperan pada setiap
bagian sambungan

Rembesan dari saluran ke pipa gorong-gorong adalah salah satu sebab utama
kegagalan. Pemberian perapat (collar) pipa untuk menghindari rembesan di sepanjang
bagian luar pipa sangat dianjurkan. Letak perapat ini ditunjukkan pada Gambar 7-15.
Biasanya satu perapat ditempatkan dibawah as tanggul saluran hulu dan dua petapat
dibawah tanggul hilir : sebuah dibawah tepi dalam dan sebuah lagi 0,60 m di hilir
tepi luar.

Gorong-gorong hendaknya direncana untuk kccepatan maksimum, sebesar 3 m/dt


pada waktu mengalir penuh jika pada lubang masuk dipakai peralihan yang baik. Jika
lubang keluar tidak perlu dipertimbangkan, maka kecepatan maksimum dibatasi
sampai 1,5 m/dt.

Diameter minimum pipa adalah 0,60 m.

7.6.4 Overchute

Overchute dipakai untuk membawa air buangan lewat diatas saluran. Bangunan ini
berupa potongan flum beton segi empat yang disangga dengan tiang-tiang pancang
(lihat Gambar 7-15) atau berupa saluran tertutup, seperti pipa baja. Potongan flum
beton terutama dipakai untuk aliran pembuang silang yang besar, atau untuk dipakai
di daerah-daerah dimana penggunaan pipa terancam bahaya tersumbat oleh sampah
yang hanyut.

Bagian keluar (outlet) mungkin berupa peralihan standar, tetapi kadang-kadang


berupa perendam energi, seperti misalnya kolam olak. Bagian keluar mungkin juga
terdiri dari potongan boks beton melalui tanggul saluran sisi bawah (downhill)
kendaraan yang lalu lalang di jalan inspeksi. Fasilitas yang sama bisa dibuat di
196 Kriteria Perencanaan - Bangunan

tanggul saluran sisi atas jika diperlukan.

Biasanya trase overchute mengikuti saluran pembuang alamiah. Biasanya trase


saluran dibuat pendek dan ekonomis, tetapi kadang-kadang dibuat trase yang
asimetris/tidak tegak lurus karena trase saluran alamiah tidak boleh banyak terganggu.
Overchute mungkin juga dibuat di ujung saluran pembuang yang mejajar dengan
saluran irigasi sebagai sarana penyeberangan diatas saluran. Jika di tempat itu tidak
ada saluran alamiah maka harus dibuat saluran hilir. Agar saluran masuk dan
bangunannya dapat dikeringkan sama sekali, kemiringan overchute paling cocok
digunakan apabila saluran seluruhnya dibuat dalam galian, atau apabila permukaan
tanah di sisi atas berada diatas muka air saluran. Ruang bebas minimum sebesar 0,5
kali tinggi normal jagaan harus tetap dijaga antara permukaan air saluran dan
potongan overchute yang juga harus mengamankan bagian atas pasangan beton pada
potongan saluran yang diberi pasangan. Bila permukaan tanah di sisi atas saluran
tidak cukup tinggi dari permukaan air saluran, maka gorong-gorong harus dipakai
dibawah saluran sebagai pengganti overchute.
Bangunan Lindung 197

Gambar 7-15. Tipe Denah dan Potongan Overchute


198 KriteriaPerencanaan - Bangunan

7.6.5 Alur Pembuang

Alur pembuang (lihat Gambar 7-16.) adalah bangunan yang dipakai untuk membawa
air buangan dalam jumlah kecil yaitu maksimal sebesar 15% dari debit rencana atau
50 lt/det (diambil yang terkecil). Untuk aliran yang lebih besar, biasanya lebih disukai
untuk menyeberangkan air lewat diatas atau dibawah saluran dengan overchute atau
gorong-gorong, yang selanjutnya di buang jauh di luar saluran. Hal ini baik sekali,
khususnya apabila aliran air diperkirakan mengangkut cukup banyak lanau, pasir atau
benda-benda hanyut. Akan tetapi, kadang-kadang lebih ekonomis untuk membawa air
bersih ke dalam saluran daripada membelokkannya ke luar saluran.

Alur pembuang bisa dibuat di saluran pembuang alamiah, atau di ujung saluran
pembuang yang sejajar dengan saluran irigasi. Karena ujung alur pembuang harus
berada diatas permukaan air, maka alur pembuang paling cocok digunakan jika
saluran seluruhnya berada dibawah permukaan tanah asli.

Bila suatu ruas saluran tidak diberi fasilitas pelimpah, maka jumlah kapasitas rencana
alur pembuang pada ruas itu harus dibatasi sampai 10% dari kapasitas rencana normal
saluran tersebut.

Jika tersedia fasilitas pelimpah untuk tiap ruas saluran, maka jumlah kapasitas
rencana masing-masing alur pembuang tidakboleh melebihi 10% dari kapasitas
rencana normal saluran. Jumlah aliran yang masuk dari alur pembuang pada ruas
tersebut tidak boleh melebihi 20% dari kapasitas rencana normal saluran tersebut.
Bangunan Lindung 199

Gambar 7-16. Potongan dan Denah Alur Pembuang Pipa

7.7 Bangunan Pengeluar Sedimen (Sediment Excluder)

7.7.1 Umum

Pada umumnya bangunan utama di Indonesia terletak di daerah perbukitan, sehingga


untuk membuat kolam pengendap pasir/lumpur memerlukan saluran yang panjang
serta perbedaan elevasi/kemiringan dasar di hulu saluran pengendap sampai outlet
saluran pembuang yang cukup besar sehingga endapan sedimen yang terendap di
kolam dapat dibuang.

Mengingat kandungan sedimen yang keluar dari kolam pengendap dengan diameter
<0,088 mm relatif masih tinggi, maka diperlukan bangunan pengeluar sedimen
(sediment excluder) pada daerah persilangan dengan sungai atau alur pembuang
alamiah. Bangunan ini dimaksudkan mengeluarkan sedimen dari saluran untuk
200 KriteriaPerencanaan - Bangunan

mengurangi beban O&P saluran irigasi.

Sistem ini dapat direncanakan dalam 2 (dua) tipe, yaitu:

1.Tipe tabung pusaran (Vortex Tube)

2.Tipe terowongan penyaring sedimen (Tunnel Sediment Excluder)

Gambar 7-17. Bangunan Pengeluar Sedimen (Sediment Excluder) Tipe Tabung Pusaran
Bangunan Lindung 201

Gambar 7-18. Bangunan Pengeluar Sedimen (Sediment Excluder) Tipe Terowongan


(Tipe Saluran Pembilas Bawah)

Bangunan ini berfungsi memisahkan dan membuang endapan sedimen dasar aliran
sungai yang masuk saluran. Bangunan penangkap sedimen ini biasanya diletakkan
diujung atau hulu saluran induk dengan tujuan agar ketersediaan air untuk keperluan
penguras masih relatif terjamin.

Jumlah air di saluran yang masuk tabung atau bangunan penyaring ini disyaratkan
pada perbandingan tertentu, umumnya sekitar 10% sampai 25% debit saluran. Bila air
202 KriteriaPerencanaan - Bangunan

di saluran cukup maka pengurasan dapat dilakukan secara menerus (continue), namun
bila air tidak cukup maka pengurasan dapat dilakukan secara periodik (misalnya 3
hari sekali).

7.7.2 Penggunaan Saluran Pengeluar Sedimen (Sediment Excluder)

Kondisi-kondisi yang tepat untuk pembuatan saluran pengeluar sedimen antara lain :

1. Kebutuhan debit yang tersedia harus mencukupi kebutuhan irigasi karena untuk
membuang bahan sedimen yang tertangkap alat ini harus dibuang secara rutin ke
sungai melalui saluran penguras. Kebutuhan debit yang disyaratkan untuk
mengoperasikan sistem ini adalah 10% sampai 25% debit maksimum yang masuk
saluran.
2. Elevasi dasar saluran dan dasar sungai harus mempunyai perbedaan tinggi yang
cukup.
3. Efisiensi yang masuk kedalam bangunan pengeluar sedimen antara 40% sampai
80% sedimen yang terbawa aliran dalam saluran. Setelah melalui bangunan ini
debit menjadi berkurang. Jika saluran memerlukan efisiensi penangkap sedimen
yang besar, maka jenis tabung pusaran (vortex tube) atau terowongan penyaring
sedimen ini tidaklah sesuai, kecuali jika dengan menggunakan beberapa bangunan
penangkap sedimen kontrol lainnya.
4. Saluran pengeluar sedimen tidak cocok untuk saluran yang banyak mengandung
lumpur atau lempung, karena sedimen halus ini melayang tercampur merata dalam
aliran air.

7.7.3 Menentukan Lokasi Bangunan

Dengan mempertimbangkan kemudahan operasional dan harga pembangunannya


yang murah, serta tidak ada kendala masalah ketersediaan lahan maka bangunan
pengeluaran sedimen ini sebaiknya diletakkan berdampingan dengan bangunan
pelimpah samping. Ideal lokasi bangunan Pengeluar Sedimen ini adalah di lokasi
Bangunan Lindung 203

proses pengendapan sedimen yang akan mempunyai kemiringan endapan yang


seimbang dengan kemiringan saluran (hasil dari survei lapangan seperti Gambar 7-19.
dibawah ini)

Permukaan air

Keseimbangan Kemiringan endapan


saluar
Endapan sedimen

Kemiringan dasar saluar


Di ujung proses
pengendapan
sedimen terjadi Tidak ada proses pengendapan sedimen ,
saluran telah mencapai keseimbangan

Gambar 7-19. Lokasi Keseimbangan Slope antara Hasil Endapan Sedimen


dengan Kemiringan Dasar Saluran Akan Sama untuk Menentukan Lokasi Bangunan
Pengeluar Sedimen

7.7.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penetapan Lokasi Bangunan


Pengeluar Sedimen

Faktor-faktor yang mempengaruhi penetapan lokasi bangunan pengeluar sedimen ada


6 (enam) hal yaitu:

(1) Intake
Biasanya elevasi muka air di saluran lebih rendah dari muka air sungai, maka
posisi sedimen excluder dipilih cukup jauh dari bendung sedemikian sehingga
elevasi muka air saluran pembuang lebihtinggi dari muka air sungai.
(2) Kemiringan Dasar Sungai
Kemiringan dasar sungai biasanya lebih terjal atau curam daripada kemiringan
dasar saluran. Karena itu lebih lanjut dasar sungai di bagian aliran keluar saluran
pembuang bangunan pengeluar sedimen perbedaannya harus cukup dalam.
204 KriteriaPerencanaan - Bangunan

(3) Lengkung Saluran


Lengkung saluran atau perubahan penampang saluran akan menyebabkan
turbulensi aliran sehingga menyebabkan sedimen dalam keadaan suspensi. Untuk
itu posisi sedimen excluder ini harus cukup jauh sedemikian sehingga
memungkinkan aliran tenang dan sedimen dapat mengendap.
(4) Sungai Alam
Sungai alam dapat digunakan sebagai saluran pembuang sedimen dari prasarana
bangunan pengeluar sedimen
(5) Anak sungai memungkinkan untuk digunakan sebagai saluran pembuang
(6) Lokasi alat penyaring sedimen (extractor) yang ideal oleh alasan tertentu tidak
diterima karena saluran pembuangnya panjang

Jika Bangunan pengeluar sedimen ini akan dibangun di hilir kantong lumpur guna
memperbaiki kualitas air irigasi maupun mengurangi kadar lumpur yang tidak
terendap di kantong lumpur maka untuk menetapkan lokasi bangunan excluder ini
yang perlu dipertimbangkan antara lain:

(1) Lokasi pusat-pusat sedimen terendap di hilir kantong lumpur yang ditentukan
dengan survai lapangan.
(2) Saluran pembuang diusahakan dekat sungai atau pembuang alam.

Jika bangunan pengeluar sedimen ditempatkan dilokasi yang terbatas pada intake
daripada yang diprediksi penyesuaian panjang maka trapping efisiensi akan
berkurang.

Sebagai petunjuk membagi dua panjang penyesuaian yang diprediksi dan akan
mengurangi trapping efisiensi sebesar 50%. Disisi lain menambah jarak akan
menaikkan elevasi muka air di intake.
Bangunan Lindung 205

7.7.5 BangunanTabung Pusaran (Vortex Tube)

Pada saluran penyaring sedimen jenis tabung pusaran (vortex tube) merupakan
bangunan tersendiri berupa sendiri saluran tunggal atau lebih yang diletakkan didasar
saluran pembawa.

Salah satu ujung penyaring sedimen ini dipasang turbulen, sedang diujung yang lain
dipasang secara tertutup.

Proses penyaringan sedimen dalam aliran yang masuk kedalam tabung pusaran dapat
terlihat pada Gambar 7-20. dibawah ini.

Gambar 7-20. Potongan Melintang Saluran di Lokasi Tabung Pusaran


(Pada Saat Proses Masuknya Sedimen ke Tabung Pusaran/Vortex Tube)

A. Cara menentukan dimensi dan jumlah tabung pusaran

Cara menentukan dimensi dan jumlah tabung pusaran yang diperlukan didasarkan
pada teori Sanmuganathan (1976), dengan dua kriteria perencanaan yaitu:
 Kecepatan digaris singgung akhir tabung cukup besar untukmencegah
mengendapnya sedimen didalam tabung
206 KriteriaPerencanaan - Bangunan

 Tinggi hilang melintasi tabung tidak harus berlebihan

Pemasangan tabung pusaran secara melintang tegak lurus saluran akan memperoleh
kecepatan dalam tabung maksimum dan panjang tabung yang diperlukan menjadi
lebih pendek (Lawrence & Sanmuganathan, 1983).

1. Prosedur Perhitungan Menentukan Panjang dan Pemilihan Dimensi Tabung yang


Diperlukan

Prosedur perhitungannya adalah sebagai berikut:

(i)Panjang total tabung pusaran (vortex tube) harus sama dengan lebar saluran

Panjang total tabung = Ltotal

Desain awal menggunakan tabung tunggal (satu jalur) jika hasil perhitungan
kehilangan tinggi tidak memenuhi kriteria, maka digunakan lebih dari satu
tabung.

Jika jumlah tabung =M

Panjang masing-masing tabung = L (m)

(ii) Debit yang melalui Tabung

dimana :

Qc = debit saluran (m3/dt)

R = rasio ekstraksi dari bangunan pengeluar sedimen

(iii) Tabel Perencanaan Panjang Tabung

Nilai L maksimum adalah 30 m, jika L rencana melebihi panjang maksimum


Bangunan Lindung 207

yang tersedia maka bangunan pengeluar sedimen harus direncanakan lebih


dari satu tabung.

Nilai kehilangan energi meliputi kehilangan tinggi dibagian keluar sampai


ujung saluran pembuang, tetapi hal ini tidak mencakup kehilangan tinggi
yang diijinkan hasil dari pintu kontrol di outlet tabung pusaran (vortex tube).

Kehilangan tinggi energi dihitung dengan:

( )

dimana:

LTotal = panjang total tabung pusaran yang diperlukan

L = panjang tabung pusaran 1 jalur (selebar saluran)

QT = debit dalam tabung (m3/dt)

d = diameter tabung (m)

Persamaan kehilangan tinggi energi sepanjang tabung (m) untuk tabung yang
panjang dihitung berdasarkan Miller (1971) dengan asumsi nilai kekasaran
besar.

2. Debit Penguras

Debit penguras ditetapkan sebesar 25% debit yang masuk ke saluran.

3. Pemilihan Desain

Pertimbangan-pertimbangan yang relevan pada saat perencanaan akhir adalah:

 Prosedur yang digunakan untuk memperoleh desain pilihan ditentukan dari segi
biaya dan kemudahan konstruksi.

 Diameter desain ditetapkan tidak boleh lebih besar dari 1,50 m, jika terpaksa
maka disarankan untuk menggunakan gabungan dari beberapa tabung atau
208 KriteriaPerencanaan - Bangunan

tipenya diganti dengan sistem terowongan penyaring sedimen.

 Kajian Kinerja Bangunan Vortex Tube Daerah Irigasi Warujayeng dapat dilihat
pada Lampiran 4.

7.7.6 Terowongan Penyaring Sedimen (Tunnel Sediment Excluder)

Terowongan penyaring sedimen (tunnel sediment excluder) yang terdiri dari jalur
terowongan ditempatkan didasar saluran yang akan membagi aliran air dan aliran
sedimen yang terdapat didekat dasar saluran.

Gambar 7-21. Prinsip Kerja Terowongan Penyaring Sedimen dan Elevasi Letak Terowongan
Bangunan Lindung 209

Gambar 7-22. Denah Perencanaan Terowongan Penyaring Sedimen

Ada 2 (dua) kriteria prosedur desain yang harus dipenuhi yaitu:

(1) dalam terowongan tidak terjadi sumbatan

(2) total kehilangan energi atau tinggi hilang yang melintasi terowongan tidak
berlebihan

Tahapan dalam merencanakan terowongan penyaring sedimen dirinci sebagai


berikut:
a. Pembuatan Denah Awal
b.Tinggi terowongan

Tinggi terowongan ditetapkan dengan syarat untuk tidak terjadi endapan yang
berakibat menyumbat terowongan. Komponen atau bagian terowongan penyaring
sedimen ini terdiri atas tiga bagian yaitu:
- bagian masuk (inlet section)
210 KriteriaPerencanaan - Bangunan

- bagian lengkung
- bagian keluar (outlet)

Tahapan menetapkan tinggi terowongan sebagai berikut:

(i)Tentukan debit pembuang sebesar 25% dari debit saluran utama

(ii) Perhitungan aliran melalui terowongan yaitu:

dimana :
QT = aliran melalui terowongan (m3/dt)
M = jumlah jalur terowongan
Qpembuang = debit pembuang (m3/dt)

Perkiraan konsentrasi sedimen dalam terowongan adalah XT

dimana:
XT = konsentrasi sedimen dalam terowongan (mpm)
XC = perkiraan konsentrasi sedimen di hulu bangunan pengeluar sedimen
(mpm)
TE25 = efisiensi trapping dari bangunan ini pada rasio 25%

Menentukan ht (tinggi terowongan yang tidak diendapi sedimen) dan


memprediksi Rasio RT:

dimana:

bt = lebar terowongan
Bangunan Lindung 211

Tinggi terowongan = Rt x bt

Kehilangan Tinggi

Kehilangan tinggi antara saluran utama sampai bagian aliran keluar harus lebih
kecil daripada tinggi yang tersedia.

dimana:
L = panjang bagian terowongan penyaring sedimen
H = prediksi kehilangan tinggi dari tabel (mm per m)

Untuk lengkung, tinggi hilang akan dikalikan dengan faktor ini tergantung pada
sudut dari lengkung dan jari-jari lengkung yang dapat dilihat pada Gambar 7-23.
dibawah ini:

Gambar 7-23. Faktor Perkalian untuk Kehilangan Tinggi Dibagian Lengkung Prasarana
Penyaring Sedimen
212 KriteriaPerencanaan - Bangunan

Sedangkan kehilangan tinggi dibagian keluar dapat dihitung dengan rumus


berikut:

. /
Kehilangan tinggi saat keluar dari terowongan = ⁄

dimana : g = 9,8 m/dtk2


Jalan dan Jembatan 213

8 BAB VIII
JALAN DAN JEMBATAN

8.1 Umum

Jaringan jalan di suatu daerah irigasi melayani kebutuhan yang berbeda-beda dan
dipakai oleh pengguna yang berbeda-beda pula: jalan adalah jaringan angkutan
barang dan produksi. Dalam kaitan ini jalan digunakan oleh penduduk. Jalan juga
dipakai untuk keperluan-keperluan eksploitasi dan pemeliharaan jaringan irigasi.
Dalam hubungan ini, jalan digunakan oleh staf dinas irigasi. Berbagai fungsi
jaringan jalan ini harus diperhitungkan selama perencanaan.

Sebagian besar dari jalan yang dibangun sebagai bagian dari jaringan irigasi, dan
dipelihara oleh dinas pengairan akan dibuat di sepanjang atau diatas tanggul saluran
irigasi dan pembuang. Tujuan utama pembangunan jalan-jalan ini adalah untuk
menyediakan jalan menuju jaringan irigasi dan pembuang.

Jembatan merupakan bagian yang penting dari jaringan tersebut. Jembatan dan jalan
inspeksi bagi kendaraan dan orang untuk menyeberang saluran irigasi dan pembuang
merupakan tanggung jawab perencana irigasi. Ia harus merencana pasangan –
pasangan ini dan pemeliharaannya di lakukan oleh staf O&P proyek irigasi yang
bersangkutan.

Subbabberikut menyajikan, kriteria perencanaan jalan inspeksi (subbab 8.2) dan


kriteria perencanaan jembatan pelengkap yang dimaksud (subbab 8.3).

8.2 Jalan Inspeksi

Jalan inspeksi direncana, dibangun dan dipelihara oleh dinas pengairan. Jalan ini
terutama digunakan untuk memeriksa, mengoperasikan dan memelihara jaringan
irigasi. Saluran pembuang, yakni saluran dan bangunan-bangunan pelengkap. Akan
tetapi, dikebanyakan daerah pedesaan, jalan-jalan ini juga sekaligus berfungsi
214 KriteriaPerencanaan - Bangunan

sebagai jalan utama dan oleh karena itu juga dipakai oleh kendaraan kendaraan
komersial dengan pembebanan as yang lebih berat dibandingkan dengan kendaraan-
kendaraan inspeksi.

8.2.1 Klasifikasi

Jalan inspeksi yang hanya dimanfaatkan untuk inspeksi saluran irigasi dan jalan
usaha tani saja mempunyai lebar total jalan 5 m, dengan lebar perkerasan 3 m.

Jalan inspeksi yang difungsikan untuk lalu lintas umum mengacu pada UU
No.38/2004 dan PP No.34/2006 diklasifikasikan sebagai jalan lokal dengan total
lebar jalan 7,5m dengan lebar perkerasan 5,5 m, dengan struktur jalan sesuai SNI
bidang jalan.

Jalan – jalan yang berada dibawah wewenang Direktorat irigasi disesuaikan Standar
jalan Bina Marga berdasarkan RSNI .T02 – 2005 yang telah diperluas menjadi,

Kelas I Jalan Nasional (Standar Bina Marga A) dengan lebar = (1 + 7 +1) m = 9,0 m

Kelas II Jalan Propinsi (Standar Bina Marga B) dengan lebar = (0,50 + 6 + 0,5)
m = 7,00 m

Kelas III Jalan Kabupaten, jalan desa, jalan inspeksi utama (StandarBina Marga C)
dengan lebar = (0,50+ 3,5+0,50) m

Kelas IV Jalan penghubung, jalan inspeksi sekunder (Standar Bina Marga) dengan
lebar = Kelas V Jalan setapak/jalan orang

Lebar jalan dan perkerasan untuk jalan-jalan Kelas III, IV dan V (yang punya arti
penting dalam proyek irigasi) disajukan pada Tabel 8-1.

Jalan kelas III dengan perkerasan; jalan kelas IV boleh dengan perkerasan (Untuk
yang lebih penting) atau tanpa perkerasan. Kelas V umumnya tanpa perkerasan.
Jalan dan Jembatan 215

Tabel 8-1. Lebar Perkerasan Jalan Standar Irigasi yang disesuaikan Standar Bina Marga
Klasifikasi Standar Jalan
Direktorat Bina Lebar Perkerasan Keterangan
Direktorat Irigasi
Marga
Kelas III Kelas C 3,50 m 1
Kelas IV - 3,50 m 2
Kelas V - 1,00 m 3

8.2.2 Potongan Melintang

Tipe-tipe potongan melintang jalan inspeksi yang difungsikan hanya untuk inspeksi
saluran dan jalan usaha tani disajikan Gambar 8-1.a. dan Gambar 8-1.b.

8.2.3 Trase

Jalan inspeksi biasanya dibangun diatas tanggul saluran atau pembuang. Jika ini
dianggap tidak ekonomis, jarak maksimum antara jalan inspeksi dan saluran atau
pembuang adalah 300 m.

Kecepatan maksimum rencana bagi kendaraan di jalan ini sebaiknya diambil 40


km/jam. Untuk perencanaan geometri jalan inspeksi, digunakan Standar Bina Marga,
(lihat Bina Marga, 1970b).

Tanjakan memanjang maksimum yang diizinkan adalah 7%.

Jari-jari dalam minimum suatu tikungan jalan inspeksi adalah 5 m.

Tempat lewat atau tempat berputar harus tersedia sekurang-kurangnya tiap 600 m.
216 KriteriaPerencanaan - Bangunan

a.Tipe-tipe potongan melintang jalan inspeksi


Jalan dan Jembatan 217

b. Tipe-tipe potongan melintang jalan inspeksi

Gambar 8-1. Tipe-Tipe Potongan Melintang Jalan Inspeksi

8.2.4 Pelaksanaan

Ada dua jenis perkerasan yang akan digunakan:

1. Permukaan kerikil yang dipadatkan setebal 15 cm


2. Permukaan bitumen diletakkan pada base 15 cm dan subbase 15 – 40 cm

(1) Jalan dengan kerkerasan kerikil (jalan tahan cuaca)

Penggunaan kerikil alamiah untuk perkerasan setebal 15 cm adalah suatu pemecahan


yang paling murah. Bahannya harus sesuai dengan kriteria berikut:
218 KriteriaPerencanaan - Bangunan

1) Harga CBR (California Bearing Ratio) tidak boleh kurang dari 20 jika ditentukan
berdasarkan kepadatan di lapangan
2) Gradasi (menurut pemadatan 95% Mod. AASHO) harus mengikuti pedoman
yang diberikan pada Tabel 8-2.

Apabila jalan dibangun diatas tanggul yang didapatkan, maka daya dukung tanah
dasarnya (tanah yang dipadatkan) biasanya cukup. Akan tetapi jika jalan itu tidak
dibangun diatas tanggul yang didapatkan, maka harga CBR-nya paling tidak 6%
Mod. AASHTO yang dipadatkan ditempat.

Gambar 8-3. menyajikan perkiraan harga-harga CBR tanah dilapangan yang


dihubungkan dengan muka air tanah.

(2) Perkerasan dengan bitumen

Jalan inspeksi yang lebih penting yang dilewati oleh cukup banyak kendaraan
komersial dapat dibuat dengan lapisan sub base 15 – 40 cm, lapisan base 15 cm dan
lapisan permukaan dengan bitumen.

Tabel 8-2. Persyaratan Gradasi untuk Bahan Perkerasan dari Kerikil Alamiah

Prosentase yang Lolos Ayak Menurut Massa


Ukuran
Ayak Ukuran maks. Ukuran maks. Ukuran maks.
37,7 mm 19,0 mm 13,2 mm
37,500 mm 100
19,000 mm 70 – 100 100
13,200 mm 60 – 85 75 – 100 100
4,750 mm 40 – 60 50 – 75 60 – 100
2,000 mm 30 – 50 35 – 60 45 – 75
0,425 mm 15 – 40 15 – 45 25 – 50
0,075 mm 7 – 30 7 – 30 7 – 30

Tabel 8-3. dibawah ini menyajikan perkiraan harga-harga CBR tanah di lapangan
dan tanggul saluran yang dihubungkan dengan muka air tanah.
Jalan dan Jembatan 219

Tabel 8-3. Perkiraan Harga-Harga Minimum CBR untuk Perencanaan Tanah Dasar Dibawah
Jalan Perkerasan yang Dipadatkan Sampai 95% dari Berat Isi Kering Maksimum Proctor
(Road Note 31,1977)

CBR Minimum (%)


Kedalaman Muka
Air Tanah dari Pasir Lempung Lempung Lempung Lempung
Ketinggian Non Pasiran Pasiran Pasiran Pasiran Lanau
Formasi Plastik PI=10 PI=20 PI=30 PI > 40
(PI = Indeks Plastisitas)
0,60 Mm 8 5 4 3 2 1
1,00 Mm 25 6 5 4 3 2
1,50 Mm 25 8 6 5 3 2
2,00 mm 25 8 7 5 3 3
2,50 mm 25 8 8 6 4 Lihat catatan
3,00 mm 25 25 8 7 4 3
3,50 mm 25 25 8 8 4 4
5,00 mm 25 25 8 8 5
mm atau
7,00 25 25 8 8 7
lebih

CATATAN :

1. Karena harga-harga yang diberikan pada Tabel 8-3. merupakan perkiraan saja,
maka bilamana mungkin harga-harga CBR tersebut hedaknya dites di
laboratorium pada kandungan air tanah yang sesuai.

2. Tabel 8-3. tidak dapat dipakai untuk tanah-tanah yang mengandung mika atau
zat-zat organik dalam jumlah yang cukup banyak. Tanah demikian biasanya dapat
dikenali secara visual.

3. Uji CBR di laboratorium diperlukan untuk tanah dasar yang berupa lumpur murni
dengan muka air tanah yang dalamnya lebih dari 1,0 m.

Tabel 8-3. dapat dipakai untuk mengklasifikasi subgrade dan jika dikombinasi
dengan Gambar 8-3., maka tebal berbagai lapisan dapat diperkirakan.
220 KriteriaPerencanaan - Bangunan

lapisan permukaan

base 150 mm

0
tebal min. subbase 100 mm
dengan tanah dasar CBR 8 - 24
persen, bahan ditempat ini
memiliki CBR > 25 persen tanah dasar :
100
CBR 7%
CBR 6%
timbunan yang dipilih dalam mm

200 CBR 5%
CBR 4%
tebal subbase dan atau

300 CBR 3%

400 CBR 2%

500

iV &V III
kelas jalan

Gambar 8-2. Diagram Rencana Perkerasan untuk


Perkerasan Fleksibel (Road Note 31, 1977)

Gambar 8-2. sebaiknya digunakan untuk jalan-jalan kelas III, IV dan V. Apabila
harga CBR subgrade 25% atau lebih, maka tidak diperlukan sub base. Biasanya
bahan subbase adalah kerikil atau campuran pasir – kerikil lempung yang terjadi
secara alamiah.

Base yang bagus dan biasa digunakan adalah tipe makadam ikat – air (water – bound
macadam tipe). Ini dibuat terutama dari kricak (batu – batu pecahan). Tipe macadam
ikat – air berupa lapisan-lapisan batu berukuran seragam yang besar nominalnya
37,5 sampai 50 mm. Segera setalah lapisan diletakkan, bahan halus dituang dan
disiram dengan air di permukaan agar bahan menjadi padat. Tebal masing-masing
lapisan yang dipadatkan tidak boleh kurang dari 6 mm ukuran maksimum, lebih
Jalan dan Jembatan 221

disukai yang bergradasi baik dan bahan ini harus nonplastis. Bila konstruksi
makadam akan dikerjakan dengan tangan, hendaknya di pakai ukuran-ukuran batu
yang seragam 10 sampai 15 cm (lihat Gambar 8-3.).

Gambar 8-3. Konstruksi Makadam yang Disusun dengan Tangan

Batu-batu yang lebih besar akan ditempatkan di sepanjang tepi perkerasan.

Rongga dan celah-celah antara batu yang ditempatkan pada pondasi diisi dengan
batu-batu yang berukuran lebih kecil atau dengan bahan-bahan halus. Kemudian
lapisan itu disiram air sampai semua bahan halis dan batu yang lebih kecil bisa
masuk. Base batu tersebut didapatkan dengan mesin gilas (flat wheel roller seberat 8
– 10 ton).

Permukaan makadam ikat – air (WBM) tersebut lalu dilapisi dengan bahan bitumen.

Pelapisan permukaan ini terdiri dari penyemprotan permukaan WBM denganbahan


bitumen yang dicampur dengan agregat mineral seperti pecahan batu, kricak halus
atau kerikil dan pasir kasar. Tujuannya adalah untuk membuat alas yang keras dan
kedap air dengan agregat, pasir kasar atau batu kricak halus setebal 20 – 10 mm.

Jumlah bahan pengikat dan bahan-bahan aus yang diperlukan di sajikan pada Tabel
8-4.

8.2.5 Pembuang

Pembuangan air dipermukaan jalan dan lapisan subbase sangat penting dalam
222 KriteriaPerencanaan - Bangunan

pembuatan jalan perkerasan. Pembuangan air di permukaan dilakukan dengan


membuat kemiringan melintang permukaan jalan (1:20) umumnya kemiringan itu
menjauh dari tengah jalan, tapi kalau jalan itu terletak diatas tanggul jauh dari air
saluran irigasi atau pembuang.

Tabel 8-4. Jumlah Bahan Pengikat dan Perata untuk Perkerasan Permukaan
(dari ESCAP, 1981)

Jumlah Penyusutan
Ukuran Bitumen
Agregat Terjalan per Pengikat Emulasi per 10 m², kg
Nominal per 10 m²,
per 10 m², 10 m², kg per 10 m², kg
mm kg
m3 kg
Untuk lapisan pertama pada WBM
Bergantung pada
12,5 0,14 - 0,15 17,1 - 19,5 17,1 - 22,0 19,5 - 22,0
kandungan bitumen

Pembuatan air dilapisan sub-base dan base dapat dilakukan dengan memperpanjang
lapisan ini sampai ke parit pembuang atau dengan membuat alur pembuang dari batu
pecahan kasar setiap jarak 10 m. Lebar alur ini harus 0,30 m dengan tinggi 0,15 m.
Batu-batu atau pecahan-pecahan batu di dalam alur pembuang ini harus dilengkapi
dengan bahan filter, yakni ijuk.

Gambar 8-4. Potongan Melintang Jalan dengan Perkerasan


Jalan dan Jembatan 223

8.3 Jembatan

8.3.1 Tipe

Tipe-tipe jembatan yang dibicarakan di sini adalah jembatan kendaraan yang dipakai
di jalan inspeksi, penyeberangan saluran, pembuang atau sungai, jembatan orang
(footbridge), jembatan ternak dan jembatan eksploitasi.

Jembatan-jembatan di jalan raya, yang berada diluar wewenang dinas pengairan,


hendaknya direncana menurut Standar Bina Marga. Untuk keperluan ini Bina Marga
telah menetapkan Standar Perencanaan Jembatan.

8.3.2 Pembebanan

Pembebanan jembatan diberikan dalam, Bagian KP-06 – Parameter Bangunan.

8.3.3 Bangunan Atas

Untuk jembatan-jembatan pada jalan Kelas I dan II perencanaan dan gambar-gambar


standartnya sudah ada dari Bina Marga (lihat Gambar 8-7.). Jembatan-jembatan pada
jalan kelas III, IV dan V adalah jembatan-jembatan pelat beton bila bentangannya
kurang dari 5 m. Untuk bentangan yang lebih besar dipakai balok T (lihat Gambar 8-
5.).

Bahan-bahan lain bisa dipakai untuk membuat jalan inspeksi dan jembatan orang,
jika bahan-bahan itu tidak mahal. Kayu dan baja atau bahan komposit (baja
dikombinasi dengan beton) sering dipakai untuk membuat jembatan. Khusus untuk
jembatan orang yang ringan bebannya dan dapat mempunyai bentang yang lebih
besar, jembatan kayu atau baja lebih ekonomis daripada jembatan beton.

Biaya pemeliharaan yang tinggi dan umur bangunan yang labil pendek pada
jembatan kayu dan jembatan baja, sebaiknya dipertimbangkan dalam evaluasi.
224 KriteriaPerencanaan - Bangunan

8.3.4 Pondasi dan Tiang Pancang

Lantai jembatan terletak diatas tumpu (abutment) di kedua sisi saluran. Tumpu
meneruskan berat beban ke pondasi. Untuk jembatan yang bentangnya besar,
diperlukan satu atau lebih tiang pancang di saluran guna mendukung bangunan atas
agar mengurangi beban tumpu.

Biasanya pondasi berupa “telapak sebar” (spread footing). Bila beban lebih besar
dan daya dukung tanah bawah tidak cukup kuat, dipakai tiang pancang. Tiang
pancang dapat dibuat dari beton, baja atau kayu.
Jalan dan Jembatan 225

Gambar 8-5. Tipe Potongan Melintang Jembatan Balok T dan Jembatan Pelat

Kedalaman pondasi tumpu diberikan pada Gambar 8-6. Dari Gambar tersebut
tampak bahwa pangkal jembatan harus berada dibawah garis dengan kemiringan 1
sampai 4 dari dasar saluran, ataudibawah garis, paralel dengan kemiringan samping
pada jarak 1,50 m untuk saluran pasangan dan 2,50 m untuk saluran tanah. Untuk
bagian yang diberi pasangan, sebaiknya kedalam pondasi diambil sekurang –
226 KriteriaPerencanaan - Bangunan

kurangnya 0,60 m dibawah permukaan pasangan.

Gambar 8-6. Kedalaman Pondasi untuk Tumpuan Jembatan

Tiang pancang jembatan di saluran harus ditempatkan sekurang – kurangnya 1,0 m


dibawah elevasi dasar. Pada saluran tanpa pasangan, di sekitar tiang pancang perlu
diberi lindungan sepanjang tidak kurang dari kedalaman air di sekitar tiang pancang
tersebut (lihat Gambar 8-7.).

8.3.5 Ruang Bebas

Ruang bebas jembatan paling tidak harus 0,30 m atau sama dengan setengah tinggi
jangan saluran. Untuk saluran pembuang jagaan tinggi minimum harus diambil
seperti Tabel 8-5. sebagai berikut:

Tabel 8-5. Hubungan Debit dan Tinggi Jagaan

Debit, m3/dt Tinggi Jagaan, m

Q < 10 0,30
10 < Q < 25 0,40
Q > 25 0,50
Jalan dan Jembatan 227

Untuk jembatan-jembatan sungai, tinggi jagaan harus lebih besar dari 1,50 m,
menurut Standar Bina Marga.

Gambar 8-7. Kedalaman Pondasi serta Lindungan Terhadap Erosi untuk Pilar Jembatan
228 KriteriaPerencanaan - Bangunan
Bangunan-Bangunan Pelengkap 229

9 BAB IX
BANGUNAN–BANGUNAN PELENGKAP

9.1 Tanggul

9.1.1 Kegunaan

Tanggul dipakai untuk melindungi daerah irigasi dari banjir yang disebabkan oleh
sungai, pembuang yang besar atau laut. Biaya pembuatan tanggul banjir bisa menjadi
sangat besar jika tanggul itu panjang dan tinggi. Karena fungsi lindungnya yang besar
terhadap daerah irigasi dan penduduk yang tinggal di daerah-daerah ini, maka
kekuatan dan keamanan tanggul harus benar-benar diselidiki dan direncana sebaik-
baiknya.

9.1.2 Bahan

Biasanya tanggul dibuat dari bahan timbunan yang digali di dekat atau sejajar dengan
garis tanggul. Apabila galian dibuat sejajar dengan lokasi tanggul, maka penyelidikan
untuk pondasi dan daerah galian dapat dilakukan sekaligus. Untuk tanggul-tanggul
tertentu, mungkin perlu membuka daerah sumber bahan timbunan khusus di luar
lapangan dan mengangkutnya ke lokasi. Jika kondisi tanah tidak stabil mungkin akan
lebih ekonomis untuk memindahkan lokasi tanggul daripada menerapkan metode
pelaksanaan yang mahal.

The Unified Soil Classification System (Lihat KP–06 Parameter Bangunan)


memberikan sistem yang sangat bermanfaat untuk menentukan klasifikasi tanah yang
perlu diketahui dalam pelaksanaan tanggul dan pondasi.

Tabel A.2.7, Lampiran II memberikan rangkuman data-data penting tanah yang


mempengaruhi pemilihan bahan.
230 KriteriaPerencanaan - Bangunan

9.1.3 Debit Perencanaan

Elevasi tanggul hilir sungai dari bangunan utama didasarkan pada tinggi banjir
dengan periode ulang 5 sampai 25 tahun (Q5 tahunan untuk hutan tapi untuk
melindungi perkotaan Q 25 tahunan).

Periode ulang tersebut (5 - 25 tahun) akan ditetapkan berdasarkan jumlah penduduk


yang terkena akibat banjir yang mungkin terjadi, serta pada nilai ekonomis tanah dan
semua prasarananya. Biasanya di sebelah hulu bangunan utama tidak akan dibuat
tanggul sungai untuk melindungi lahan dari genangan banjir.

9.1.4 Trase

Tanggul di sepanjang sungai sebaiknya direncana pada trase pada jarak yang tepat
dari dasar air rendah. Bila hal ini tidak mungkin, maka harus dibuat lindungan
terhadap erosi di sepanjang tanggul.

Adalah perlu untuk membuat penyelidikan pendahuluan mengenai lokasi tanggul


guna menentukan:

1. Perkiraan muka air banjir (tinggi dan lamanya).

2. Elevasi tanah yang akan dilindungi.

3. Hak milik yang dilibatkan.

4. Masalah-masalah fisik yang sangat mungkin dijumpai, terutama kondisi tanah


karena ini erat hubungannya dengan kebutuhan pondasi dan galian timbunan.

5. Tata guna tanah dan peningkatan tanah pertanian guna menilai arti penting
daerah yang akan dilindungi dari segi ekonomi.

9.1.5 Tinggi Jagaan

Tinggi rencana tanggul (Hd) akan merupakan jumlah tinggi muka air rencana (H) dan
tinggi jagaan (Hf). Ketinggian yang dibuat itu termasuk longgaran untuk
Bangunan-Bangunan Pelengkap 231

kemungkinan penurunan (Hs), yang akan bergantung kepada pondasi serta bahan
yang dipakai dalam pelaksanaan. Tinggi muka air rencana yang sebenarnya
didasarkan pada profil permukaan air.

Tinggi jagaan (Hf) merupakan longgaran yang ditambahkan untuk tinggi muka air
yang diambil, termasuk atau tidak termasuk tinggi gelombang. Tinggi minimum
jangaan tanggul sebaiknya diambil 0,60 m.

Gambar 9-1. Potongan Melalui Tanggul

9.1.6 Lebar Atas

Untuk tanggul tanah yang direncana guna mengontrol kedalaman air ≤ 1,50 m, lebar
atas minimum tanggul dapat diambil 1,50 m. Jika kedalaman air yang akan dikontrol
lebih dari 1,50 m, maka lebar atas minimum sebaiknya diambil 3,0 m. Lebar atas
diambil sekurang-kurangnya 3,0 m jika tanggul dipakai untuk jalur pemeliharaan.

9.1.7 Kemiringan Talut

Pada Tabel 9-1. dibawah ini diberikan harga-harga kemiringan talut. Penggunaan
harga-harga itu dianjurkan untuk tanggul tanah homogen pada pondasi stabil yang
tingginya kurang dari 5 m.

Jika pondasi tanggul terdiri dari lapisan-lapisan lulus air atau lapisan yang rawan
terhadap bahaya erosi bawah tanah (piping), maka harus dibuat parit halang (cut-off
232 KriteriaPerencanaan - Bangunan

trench) yang dalamnya sampai 1/3 dari kedalaman air. Lihat Gambar 9-2.

Tabel 9-1. Harga-Harga Kemiringan Samping yang Dianjurkan untuk Tanggul Tanah
Homogen (menurut USBR, 1978)

Kemiringan Kemiringan
Klasifikasi Tanah1)
Sungai Talut Tanah
GW, GP, SW, SP Lulus air, tidak dianjurkan
GC, GM, SC, Sm 1:2,5 1:2,0
CL, ML 1:3,0 1:2,5
CH, MH 1:3,5 1:2,5
1)
Menurut The Unified Soil Classification System (lihat KP 06 Tabel 2-4.)

Gambar 9-2. Potongan Melintang Tanggul

9.1.8 Stabilitas Tanggul

Tanggul yang tingginya lebih dari 5 m harus dicek stabilitasnya dengan metode
stabilitas tanggul yang dianggap sesuai. Metode yang disarankan dijelaskan dalam
Bagian KP-06 Parameter Bangunan.

Apabila tanggul melintas saluran lama, maka dasar tanggul harus diperlebar di bagian
samping luar. Lebar tambahan ini sekurang-kurangnya sama dengan tinggi tanggul
(Hd) diatas elevasi asli tanah. Bagian atas dasar yang diperlebar sebaiknya tidak
kurang dari 0,30 m diatas elevasi asli tanah serta kemiringannya harus cukup agar air
Bangunan-Bangunan Pelengkap 233

dapat melimpas dari tanggul. Kemiringan timbunan tambahan tidak boleh lebih curam
dari kemiringan asli tanggul. Lihat Gambar 9-3.

Gambar 9-3. Dasar yang Diperlebar pada Lintasan Saluran

Untuk tanggul dengan kedalaman air rencana (H pada Gambar 9-1.) lebih dari 1,50
m, maka tempat galian bahan harus cukup jauh dari tanggul agar stabilitasnya dapat
dijamin. Garis yang ditarik dari garis air rencana pada permukaan tanggul melalui
pangkal asli tanggul (jika diperlebar) sebaiknya lewat dari bawah potongan melintang
galian bahan. Lihat Gambar 9-1.

Jika tanggul mempunyai lebar atas yang kecil/sempit, maka bahu (berm) bagian
tambahan harus cukup lebar guna mengakomodasi jalur pemeliharaan selama muka
air mencapai ketinggian kritis. Fasilitas ini harus disediakan di semua potongan jika
bagian atas tanggul tidak dipakai sebagai jalur pemeliharaan.

Galian bahan yang ada disepanjang tepi air harus dibuat dengan interval tertentu guna
memperlambat kecepatan air yang mengalir disepanjang pangkal timbunan. Galian
semacam ini juga berfungsi sebagai tempat menyeberangkan alat-alat pemeliharaan
selama muka air rendah. Intervalnya tidak lebih dari 400 m dan lebar minimum 10 m.
234 KriteriaPerencanaan - Bangunan

9.1.9 Pembuang

Fasilitas pembuang harus disediakan untuk tanggul yang harus menahan air untuk
jangka waktu yang lama (tanggul banjir biasanya tidak diberi pembuang).

Pembuang terdiri dari:

i) Parit dipangkal tanggul

ii) Saringan pemberat (reverse filter), baik yang direncanakan sebagai pembuang
pangkal tanggul maupun sebagai pembuang horizontal (untuk perencanaan filter
lihat subbab 6.6.1)

Untuk tipe-tipe pembuang yang disebut terakhir ini Gambar 9-4.

Gambar 9-4. Pembuang pada Tanggul


Bangunan-Bangunan Pelengkap 235

9.1.10 Lindungan

Lindungan lereng terhadap erosi oleh aliran air, baik yang berasal dari hujan maupun
sungai, bisa berupa tipe-tipe berikut:
- Rumput
- Pasangan batu kosong
- Pasangan (lining)
- Bronjong

Rumput pelindung yang memadai hendaknya diberikan pada permukaan-permukaan


tanggul untuk melindunginya dari bahaya erosi akibat limpasan air hujan pada
tanggul.

Sedangkan jenis-jenis lindungan lainnya dipakai untuk lindungan terdapat aliran air di
sungai atau saluran. Karena ketiga jenis yang lain ini cukup mahal, mereka hanya
digunakan untuk bentang pendek.

9.2 Fasilitas Eksploitasi

9.2.1 Komunikasi

Komunikasi merupakan hal pokok bagi jaringan irigasi yang dikelola dengan baik.
Disini akan ditinjau dua metode komunikasi:
(1) Komunikasi fisik (dengan jaringan jalan)
(2) Komunikasi nonfisik (dengan radio, telepon)

Pentingnya jaringan jalan yang memadai sudah jelas. Jaringan jalan tidak hanya
diperlukan untuk inspeksi dan jalan masuk ke daerah irigasi, tetapi juga untuk
angkutan bahan ke lokasi dan angkutan hasil-hasil produksi ke luar daerah dan ke
pasar.

(i) Jaringan jalan

Untuk keperluan-keperluan ekspoitasi dan pemeliharaan (E&P), jaringan jalan harus


236 KriteriaPerencanaan - Bangunan

dibangun di sepanjang urat nadi jaringan irigasi, yaitu saluran primer dan sekunder.
Selain itu untuk keperluan pengangkutan hasil panen serta untuk jalan masuk alat
pertanian seperti traktor, maka perlu dilengkapi jalan petani ditingkat jaringan tersier
dan kuarter sepanjang itu memang diperlukan oleh petani setempat dan dengan
persetujuan petani setempat pula, karena banyak ditemukan di lapangan jalan petani
yang rusak atau tidak ada sama sekali sehingga akses petani dari dan ke sawah
menjadi terhambat, terutama untuk petak sawah yang paling ujung.

Jalan juga harus dibangun di sepanjang saluran-saluran pembuang yang besar dan
diatas tanggul-tanggul banjir. Konstruksi jalan-jalan tersebut harus dibangun
memadai agar dapat memenuhi kebutuhan keluar – masuknya staf E&P di daerah
proyek, khususnya selama musim hujan.

Bangunan-bangunan penting harus mudah dicapai sewaktu turun hujan lebat. Jika
kurang berfungsi maka bangunan-bangunan itu akan membahayakan keselamatan
proyek dan penduduk yang bermukim di daerah itu.

Kriteria bangunan untuk jalan telah dibahas dalam Bab 8. Dalam hubungan ini,
perencana jaringan jalan perlu memikirkan sarana angkutan yang dipakai oleh Staf
E&P dan para pengguna lain jaringan ini. Berdasarkan kategori sarana
angkutan/transpor dan perkiraan volume lalu lintas, perencana akan menentukan kelas
jalan dan parameter-parameter bangunannya.

(ii) Jaringan radio dan telepon

Jaringan komunikasi telepon dan radio sama pentingnya dalam kegiatan eksploitasi
jaringan irigasi. Kedua jaringan, jalan dan telepon/radio, harus diinstalasi dan saling
melengkapi satu sama lain.

Jaringan telepon dan radio mempunyai kelebihan-kelebihan dan kelemahan-


kelemahannya masing-masing. Beberapa diantaranya:

- Pemasangan jaringan telepon lebih mahal, tetapi di daerah-daerah yang lebih


Bangunan-Bangunan Pelengkap 237

berkembang, perangkat kerasnya (misalnya tiang telepon) sudah ada

- Jaringan telepon dapat dihubungkan ke jaringan umum; ini memungkinkan untuk


berhubungan dengan lebih baik banyak orang.

- Saluran telepon mudah rusak, khususnya selama hujan badai, justru sewaktu
sarana ini paling dibutuhkan

- Sambungan radio murah pemasangannya

- Persediaan tenaga (kebanyakan digunakan baterai) tidak bisa diandalkan jika


sistem penyediaan tenaga umum tidak ada

- Jarak yang bisa diliput oleh pemancar radio terbatas akibat jangkauan gelombang
radio yang terbatas (biasanya FM)

Karena alasan-alasan diatas, maka cara pemecahan yang dianjurkan adalah membuat
suatu sistem komunikasi yang merupakan kombinasi antara sambungan telepon dan
radio pemancar/penerima.

9.2.2 Kantor dan Perumahan Staf

Perumahan harus disediakan untuk staf lapangan, seperti misalnya Juru Pengairan,
Mantri Pengairan dan Pengamat. Para petugas lapangan bermukim di lapangan dekat
dengan daerah kerja mereka atau dengan bangunan yang menjadi tanggung jawabnya.

Rumah-rumah ini digolong-golongkan menurut pangkat pegawai (dalam meter


persegi). Biasanya rumah-rumah ini mempunyai luas lantai 36 m2 (juru pengairan), 50
m2 (pengamat pengairan) atau 70 m2 (kepala seksi pengairan). Pengamat memerlukan
sebuah kantor kecil (Κ ≈ 36 m2) yang biasanya merupakan salah satu bagian dari
rumahnya.

Standar untuk rumah-rumah ini diberikan oleh Direktorat Jenderal Cipta Karya
bekerja sama dengan para pejabat setempat seperti Dinas Pekerjaan umum dan
Direktorat Tata Bangunan.
238 KriteriaPerencanaan - Bangunan

Luas lantai untuk kantor-kantor Kepala Seksi juga distandarisasi disetiapProvinsi.

9.2.3 Sanggar Tani

Sanggar tani sebagai sarana untuk interaksi antar petani, dan antara petani dan
petugas irigasi dalam rangka memudahkan penyelesaian permasalahan yang terjadi di
lapangan. Pembangunannya disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi petani
setempat serta letaknya di setiap bangunan sadap/offtake tersier dan bangunan bagi
sekunder.

Disarankan pada offtake tersier berukuran 3 x 3 m2 sedangkan dibangunan bagi


berukuran 3 x 4 m2, sedangkan konstruksinya bangunan beratap tanpa dinding.

9.2.4 Patok Hektometer

Untuk mempermudah identifikasi dan orientasi di lapangan, patok-patok hektometer


harus ditempatkan di sepanjang saluran primer dan sekunder dan disepanjang tanggul.
Patok-patok ini akan menunjukkan (singkatan) nama saluran irigasi dan pembuang
dari awal saluran atau tanggul dalam hektometer (100 m), dan singkatan nama
saluran.

Gambar 9-5. menyajikan contoh patok hektometer dan penempatannya.


Bangunan-Bangunan Pelengkap 239

Gambar 9-5. Patok Hektometer

9.2.5 Patok Sempadan

Setelah proses pembebasan tanah selesai dilaksanakan, ditindaklanjuti pemasangan


patok tetap sepanjang garis sempadan dengan jarak maksimal 100 m pada saluran
relatif lurus, maksimal setiap 25 m pada tikungan saluran atau lebih rapat sesuai
dengan garis lingkar tikungan. Setiap patok ditetapkan koordinatnya, dipetakan, dan
disahkan oleh pejabat yang berwenang.

Ukuran patok 20 x 20 cm, tinggi 1,6 m (1,60 m beton cor 1: 2 : 3 dan 1,10 m ditanam
0,50 m dicat kuning) sesuai Permen PU No 22/PRT/M/2006 tentang Pengamanan dan
Perkuatan Hak atas Tanah Departemen PU.
240 KriteriaPerencanaan - Bangunan

Gambar 9-6. Patok Sempadan

9.2.6 Pelat Nama

Pelat nama untuk saluran dan bangunan berfungsi untuk mempermudah identifikasi.
Pelat-pelat tersebut harus menunjukkan nama saluran dan daerah yang diairi dalam
ha. Pelat-pelat itu ditempatkan diawal saluran pada lereng dalam. Pelat nama untuk
setiap bangunan harus dipasang ditempat yang benar pada bangunan tersebut. Untuk
setiap pintu yang merupakan bagian dari bangunan bagi, namanya harus ditunjukkan
dengan baja atau pada skala liter (untuk alat ukur Romijn).

Pelat nama memiliki ukuran standar tersendiri; lihat Standar Bangunan Irigasi, BI –
02.
Bangunan-Bangunan Pelengkap 241

9.2.7 Papan Pasten

Papan pasten dipasang di setiap bangunan sadap atau bagi. Ukuran dan tulisan pada
papan pasten distandarisasi (lihat Standar Bangunan Irigasi BI – 02). Juru pintu akan
mengisi papan-papan ini secara teratur dengan data-data sebenarnya mengenai setelah
pintu dan besar debit. Petani dapat membaca dan mencek apakah pembagian air
ditangani sebagaimana mestinya.

Papan pasten juga menunjukkan berbagai daerah dengan tanamannya serta tahap
pertumbuhan tanaman-tanaman tersebut.

9.2.8 Papan Duga Muka Air

Papan duga untuk membaca tinggi muka air di saluran terbuat dari pelat baja yang
dilapisi bahan logam enamel. Warna-warna yang digunakan adalah putih untuk alas
dan biru untuk huruf dan angka.

Papan duga mempunyai ukuran-ukuran yang diberikan pada Standar Bangunan


Irigasi, BI – 02.

Penempatan papan duga bergantung pada pemanfaatan papan tersebut. Untuk


bangunan -bangunan utama atau sungai papan ini dipasang dengan ketinggian nol
pada mercu bendung atau pada evaluasi yang tepat sesuai dengan ketinggian titik nol
yang dipakai.

Papan duga untuk alat ukur Romijn hanya memberikan tinggi muka air relatif saja dan
pembacaan yang sama disaluran dan pada skala cm pada kerangka bangunan.

Untuk alat ukur Crump-de Gruyter tinggi titik nol papan duga harus sesuai dengan
tinggi ambang pintu itu yang menunjukkan kedalam air diatas ambang.

Papan duga yang dipasang pada bangunan dan dipakai untuk menyetel pintu (dan
debit) dibuat dari aluminium dengan garis-garis dan huruf-huruf yang digoreskan.
Penggunaan baja berlapis enamel untuk papan-papan duga ini tidak dianjurkan karena
242 KriteriaPerencanaan - Bangunan

mudah rusak dan tidak terbaca.

9.2.9 Pintu
Pintu bangunan di saluran biasanya dibuat dari baja. Dalam Standar Bangunan Irigasi
(BI – 02) diberikan detail-detail lengkap mengenai ukuran dan tipe standar pintu.
Ketiga tipe pintu standar adalah :

- Pintu gerak Romijn


- Pintu Crump – de Gruyter
- Pintu Sorong

Pintu-pintu lain diberikan seperti pada Tipe Bangunan Irigasi, BI – 01.

Pintu-pintu sorong dengan bukaan lebar biasanya dibuat dari kayu yang lebih murah
untuk ukuran ini.

Untuk pintu-pintu yang besar atau kompleks pintu biasanya dibuat rumah pintu untuk
tenaga eksploitasi agar terlindung dari keadaan cuaca.

Pintu-pintu radial bisa mempunyai keuntungan-keuntungan ekonomis bila bangunan


dimana pintu ini dipasang dibuat dari beton. Pada bangunan-bangunan dari pasangan
batu, gaya-gaya harisontal pada as menimbulkan masalah-masalah konstruksi.

Pintu keluar (outlet) pembuang adalah tipe pintu khusus karena harus dapat
menghalangi air yang telah dibuang agar tidak mengalir kembali ke daerah semula
jika muka air di luar lebih tinggi dari muka air di dalam pembuang. Keadaan ini dapat
terjadi pada pembuang ke sungai, pada waktu sungai banjir atau pada pembuang ke
laut yang dipengaruhi oleh pasang–surutnya air laut. Subbab 7.4. memberikan
beberapa contoh pintu otomatis yang bisa dipakai untuk keperluan-keperluan ini.
Tetapi biasanya dipakai tipe pintu katup yang lebih sederhana (lihat Tipe Bangunan
Irigasi, BI – 01).
Bangunan-Bangunan Pelengkap 243

9.2.10 AWLR

Mengingat semakin meningkatnya pemanfaatan sumber daya air untuk berbagai


keperluan serta kecenderungan menurunnya kontinuitas ketersediaan air. Maka perlu
dilakukan penghematan atau efisiensi pemanfaatan air untuk irigasi yang merupakan
pemanfaatan air yang paling besar.

Dengan mempertimbangkan pemikiran diatas maka pada setiap daerah irigasi perlu
dipasang alat pengukur debit air secara kontinyu. Untuk itu pada awal saluran induk
perlu dipasang Automatic Water Level Recorder (AWLR).

AWLR adalah alat perekam tinggi muka air secara kontinyu, dengan menggunakan
rating curve yang sesuai akan dengan mudah diketahui debit serta volume dari air
yang melewati alat ini.

AWLR hanya dipasang pada daerah irigasi yang mempunya areal lebih besar atau
sama dengan 1.000 ha, dan dipasang di saluran induk setelah air masuk pintu intake
dan melewati kantong lumpur (jika direncanakan dengan kantong lumpur).

Tipe AWLR terdiri dari 2 tipe, yaitu tipe pencatatan grafik dan tipe pencatatan digital.

Tipe pencatatan digital lebih praktis karena pencatatan sudah langsung berupa
besaran numerik, namun harganya lebih mahal dari AWLR tipe pencatatan grafis.

Adapun pertimbangan pemilihan lokasi pemasangan AWLR adalah sebagai berikut:

1. Saluran harus merupakan saluran pasangan beton, supaya aliran air tidak
bergelombang.
2. Jarak dari pintu outlet kantong lumpur (jika direncanakan dengan kantong lumpur)
atau dari pintu intake adalah 50 m.
3. Saluran harus lurus mulai dari pintu outlet kantong lumpur (jika direncanakan
dengan kantong lumpur) atau dari pintu intake sampai 50 m di downstream stasiun
AWLR.
244 KriteriaPerencanaan - Bangunan

Gambar 9-7. Lokasi Penempatan AWLR

9.3 Bangunan-Bangunan Lain

Bangunan-bangunan yang diuraikan disini dibangundisepanjang saluran untuk (1)


untuk pengamanan selama terjadi situasi yang berbahaya, atau (2) memperlancar
aliran di saluran tanpa merusakkan lereng, atau (3) untuk menciptakan alternatif agar
air juga bisa dipakai untuk ternak (kerbau dsb).

9.3.1 Peralatan Pengaman

Para perencana harus menyadari bahaya yang ditimbulkan oleh bangunan yang
direncana terhadap keamanan umum, terutama anak-anak.

Peralatan pengaman dimasukkan untuk mencegah orang atau ternak masuk ke


saluran, atau membantu keluar orang-orang yang dengan atau tidak masuk ke dalam
saluran. Peralatan pengaman yang dapat dipakai adalah pagar, pegangan/sandaran,
tanda bahaya, kisi-kisi penyaring, tangga dan penghalang di depan lubang masuk
Bangunan-Bangunan Pelengkap 245

pipa. Karena peralatan pengaman mahal harganya, maka harus benar-benar diselidiki
apakah alat-alat itu memang perlu dipasang.

Paling tidak lubang masuk sipon dan bangunan-bangunan dengan aliran air yang
cepat harus diberi perlindungan. Pagar atau instalasi kisi-kisi penyaring dimuka lebih
disukai untuk bangunan-bangunan ini, tetapi tali pengamanan di depan lubang masuk
dan tangga pada talut kadang-kadang lebih cocok.

9.3.2 Tempat Cuci

Tempat cuci yang berupa tangga pada tanggul saluran akan memungkinkan penduduk
yang tinggal di daerah dekat saluran untuk mencapai air saluran. Dengan
menyediakan tempat-tempat cuci berarti mencegah penduduk agar mereka tidak
membuat fasilitas-fasilitas itu sendiri dengan cara merusak atau menghalangi saluran.

Standar Perencanaan tangga cuci diberikan dalam Standar Bangunan Irigasi, BI – 02.

9.3.3 Kolam Mandi Ternak

Memandikan ternak (kerbau) di saluran merupakan penyebab utama semakin


rusaknya tanggul saluran di berbagai daerah. Agar ternak tidak masuk saluran,
dibuatlah tempat mandi khusus untuk ternak.

Jika tersedia tempat, kolam ini akan dibuat diluar saluran tetapi diberi air dari saluran
dengan pipa.

Kalau tidak cukup tersedia tempat di luar saluran, kolam mandi ternak dapat dibuat
sebagai bagian dari saluran yang diperlebar dan diberi lindungan.

Satu kolam mandi ternak untuk satu desa akan cukup. Kolam-kolam ini yang
dibangun di sepanjang atau di dalam saluran irigasi, hanya diperlukan jika tak tersedia
kolam mandi ditempat-tempat lain, misal di saluran pembuang atau sungai.
246 KriteriaPerencanaan - Bangunan

9.4 Pencegahan Rembesan

9.4.1 Umum

Rembesan terjadi apabila bangunan harus mengatasi beda tinggi muka air dan jika
aliran yang diakibatkannya meresap masuk ke dalam tanag disekitar bangunan.

Aliran air ini mempunyai pengaruh yang merusakkan stabilitas bangunan karena
terangkutnya bahan-bahan halus dapat menyebabkan erosi bawah tanah. Jika erosi
bahwa tanah sudah terjadi, maka terbentuklah jalur rembesan antara bagian hulu dan
hilir bangunan. Ini biasanya mengakibatkan kerusakan akibat terkikisnya tanah
pondasi.

Terangkutnya bahan halus dan erosi bawah tanah yang diakibatkannya dapat dicegah
dengan cara (1) memperpanjang jalur rembesan dan/atau (2) menggunakan filter.

9.4.2 Dinding Halang

Dinding-dinding (cut-off wall) yang dibuat tegak lurus terhadap bangunan merupakan
lindungan yang efektif terhadap rembesan. Dalam teori angka rembesan Lane,
dinding vertikal diambil/dihitung penuh, sedangkan bidang horizontal hanya diambil
1/3 dari panjangnya.

Dinding halang ditempatkan dibawah dan di kedua sisi bangunan yang mungkin harus
menanggulangi beda tinggi energi yang besar, seperti: bangunan terjun, bangunan
pengatur dan pintu. Bangunan seperti pipa gorong–gorong dan pipa sipon sangat
memerlukan dinding halang di sekitar pipa untuk mencegah terjadinya rembesan di
sepanjang pipa bagian luar.

Gambar 9-8. menyajikan contoh dinding-dinding halang. Pada umumnya, akan lebih
baik untuk tidak membuat dinding yang lebih kecil dari yang diperlihatkan pada
Gambar 9-8. karena dua alasan:

- Akan terjadi jalur rembesan yang terpusat di titik ini


Bangunan-Bangunan Pelengkap 247

- Akan terjadi kedalaman pondasi yang berbeda-beda untuk dinding itu dan dengan
demikian menyebabkan sebaran penurunan yang berbeda-beda, pada gilirannya
hal ini akan menyebabkan retak-retak dan dinding tidak dapat lagi berfungsi.

Dinding halang bisa dibuat tipis karena dinding ini tidak terkena gaya apa pun kecuali
menahan beratnya sendiri.

Pada bangunan pengatur, tepat terbaik untuk dinding halang adalah di lokasi yang
sama dengan lokasi pintu.

Gambar 9-8. Contoh Dinding Halang

9.4.3 Koperan

Koperan dibuat di ujung lapis (lining) keras saluran atau bangunan. Koperan
mempunyai dua fungsi:
- Lindungan terhadap erosi
- Lindungan terhadap aliran rembesan yang terkonsentrasi
248 KriteriaPerencanaan - Bangunan

Koperan dibuat pada kedalaman minimum 0,60 m

Gambar 9-9. menunjukkan beberapa contoh koperan dan metode pelaksanaannya.

Gambar 9-9. Tipe-Tipe Konstruksi Koperan

9.4.4 Filter

Filter diperlukan untuk mencegah kehilangan bahan akibat aliran air. Filter dapat
dibuat dengan (1) campuran pasir dan kerikil yang bergradasi baik, (2) dengan kain
sintetis atau filter alamiah (ijuk) atau (3) kombinasi keduanya.
Bangunan-Bangunan Pelengkap 249

Gambar 9-10. Konstruksi Filter

Perencanaan konstruksi filter diberikan dalam subbab 6.6.

Gambar 9-11. Tipe-Tipe Lubang Pembuang

9.4.5 Lubang Pembuang

Lubang-lubang pembuang dapat dibuat untuk membebaskan tekanan air dibelakang


dindidng (penahan) dan dibawah lantai. Gambar 9-11. menunjukkan sebuah tipe
lubang pembuang. Lubang pembuang sebaiknya dipertimbangkan dalam perhitungan
perencanaan, karena kapasitasnya untuk membebaskan tekanan bergantung kepada
banyak parameter yang belum diketahui dan sangat lokal sifatnya.
250 KriteriaPerencanaan - Bangunan

Gambar 9-12. Beberapa Tipe Alur Pembuang

9.4.6 Alur Pembuang

Alur pembuang berfungsi seperti lubang pembuang. Kalau lubang pembuang ini
berupa titik lubang pembebas tekanan, maka alur pembuang lebih panjang lagi.
Kebanyakan alur pembuang dibuat di ujung lantai kolam olak atau dipangkal dinding
panahan. Kadang–kadang dibuat alur–alur pembuang pangkal khusus pada sisi kering
suatu tanggul (lihat subbab 9.1.9).

Gambar 9-12. menyajikan beberapa contoh alur pembuang.


Daftar Pustaka 251

DAFTAR PUSTAKA

ANAS ALY, MOH.1977, Tinjauan Terhadap Buku Pedoman Penentuan Tebal


Perkerasan Flexible Jalan Raya, Direktorat Bina Marga,
No.43/BDG/LPT/BM/1977.

BENDEGOM,L.van,et al. 1969. Principles Governing The Design and Construction


Of Economic Revetments For Protecting The Banks of Rivers and Canals for
Ocean and Inland Irrigation. 20th International Navigation Congress, Paris,
France, 43 pp.

BETRAM, G.E. 1940. An experimental investigation of protective filters.


Publications of Graduate School of Engineering. Harvard University, No.
267.

Bina Marga, 2005. Peraturan Muatan Untuk Jembatan Jalan Raya (Loading-
Specification For Highway Bridges). Direktorat Jenderal Bina Marga R.SNI
T 02 -2005 . Sesuai Keputusan Menteri PU no. 498/KPTS/M/2005.

Bina Marga, 2005. Peraturan Perentjanaan Geometric Djalan Raja (Standar


Specification for Geometric Design of Rural Highways). Direktorat Jenderal
Bina Marga R.SNI T 02 -2005 . Sesuai Keputusan Menteri PU no.
498/KPTS/M/2005.

Bina Marga, 1974. Penentuan Tebal Perkerasan (Flexible) (A Guide for Pavement
Design) (Flexible). Direktorat Jenderal Bina Marga No.04/PD/BM/1974.

Bos, M.G, ed.1978. Discharge Measurement Structures, 2nd. ed. Publication 20


International Institute for Land Reclamation and Improvement/ILRI,
Wageningen, The Netherlands, 464 pp.

Bos, M.G, 1985. Long Throated Flumes and Broad Crested Weir, Marthinus
Nijhoff/Dr.W.Junk Publisher, Dordrecht, The Netherlands, 141 pp.
252 Kriteria Perencanaan - Bangunan

Bos, M.G, and REININK, Y, 1981. Head loss over long-throated flumes. Journal of
the Irrigation and Drainage Division, American Society of Civil Engineers.
Vol.107, IR 1 pp 87 -102.

Bos, M.G, REPLOGLE, J.A, and CLEMMENS, A.J., 1984. Flow Measuring Flumes
for Open Channel System, John Wiley, New York, U.S.A., 321 pp.

CAPPER, P.L., and FISHER CASSIE, W. 1976. 6th ed. The Mechanics of
Engineering Soils. E & F.N. Spon Ltd., London, UK.

DE INGENIEUR IN NEDERLANDSCH – INDIE, 1937. Over De Dimensioneering


Van Zijdelingsche Overlaten. 4e jaargang, no.12, pp. 159 – 163.

DONNELY.CA., and BLAISDELL, F.W.1954. Straight Drop Spillway Stilling


Basin. Technical Paper No.15, Series B, University of Minnesota Saint
Anthony Falls Hydraulic Laboratory.

ESCANDE, L and SANANES, F. 1959. Etude Des Seuills Deversants A


Fente Aspiratrice. La Houille Blanche, 14, No.B, Grenoble, France. Pp 892 –
902.

ESCAP. 1981, Manual on rural road construction, Economic and Social Commision
for Asia and the Pasific, United Nations, Bangkok, Thailand.

Dep. Pekerjaan Umum. Tata Cara Desain Hidraulik Tubuh Bendung Tetap Dengan
Peredam Energi Tipe MDO Dan Tipe MDS. RSNI T – 04 – 2002.

Dep. Pekerjaan Umum. Perencanaan Hidraulik Bendung dan Pelimpah Bendungan


Tipe Gergaji. Pedoman Konstruksi dan Banugnan, Pd. T – 01 – 2004A.

FORSTER, J.W., and SKRINDE, R.A. 1950. Control of The Hidraulic Jump By Sills.
Transactions of the American Society of Civil Engineers, Vol.115, pp. 973 –
987.

GARBRECHT, G, and BOS, M.G. 1980. Important Water Measurement In Irrigation


Daftar Pustaka 253

Systems, ICID bulletin, Vol.2 No.1; New Delhi, India, 45 pp.

GRUYTER, P.de. 1965. Een Nieuw Tipe Aftap Tevens Meet Sluis, De
Waterstaatsingenieur, 1926 (No.12) and 1927 (No.1), Batavia (Jakarta),
Indonesia.

Idel‟cik, I.E.1969. Memento Des Perstes De Charge, Collection Du Centre De


Rechergche Et D’essais De Chatou. Eyrolles, Paris, France.

KRUSE, E.A, 1965. The Constant-Head Orifice Farm Turnout, US.Departement of


Agriculture, Report Agricultural Research Service, ARS 41-93, Fort Collins,
Colorado, USA., 24 pp.

ROAD NOTE 31, 1977. A Guide To The Structural Design Of Bitumen-Surfaced


Roads In Tropical And Sub-Tropical Countries. Transport and Road Research
Laboratory, Her Majesty‟s Stationery Office, London, UK.

ROMIJN, D.G. 1932. Een Regelbare Meetoverlaat Als Tertaire Aftapsluis, De


Waterstaatingenieur, Bandung, Indonesia, No.9.

ROMIJN, D.G. 1938. Meetsluizen Ten Behove Van Irrigatie Werken. Handleiding
door De Vereninging van Waterstaats Ingenieurs in Nederlandsch Indie,
Batavia (Jakarta), 58 pp.

SCS. 1969. Engineering Field Manual, Chapter 4, Elementary Soil Engineering. U.S.
Soil Conservation Service, Washington, D.C. USA, pp.43.

SCHMIDT, M. 1954. Die berechnung von Streichwehren, Die Wasserwirtschaft,


Stuttgart, vol.45, no.4, pp.96-100.

SCHOKLISTSCH, A. 1962 (dritte auflage). Handbuch des Wasserbaues (Erster


band), Wien, Austria, pp.126 – 142.

U.S. ARMY CORPS OF ENGINEERS, 1955. Drainage and Erosion control-


Subsurface Drainage Facilities for Air Fields. Part XIII, Chapter 2,
254 Kriteria Perencanaan - Bangunan

Engineering Manual, Millytary Construction, Washington DC, USA, 15 pp.

U.S. BUREAU OF RECLAMATION. 1960, 1973 2nd edition. Design of Small


Dams, Denver, USA, 611 pp.

U.S. BUREAU OF RECLAMATION. 1978. Design of Small Canal


Structures, Denver, USA, 435 pp.

VALEMBOIS,J. 1962. Abaque pour le calcul des character istiques de I’ ecoulement


dams la section de gorge d’um siphon. La Houille Blanche, 1962. No.1, pp.
78-80.

Vlugter, H. 1940a. De regelbare meetoverlaat. De Water staatsingenieur, Bandung,


Indonesia, No.10.

Vlugter, H. 1940b. Over zelfwerkende peilregelaars bij den waterstaat in Ned-Indie.


De Ingenieur in Ned.-Indie No.6, 1940.
Lampiran I 255

LAMPIRAN I

A.1.1. Alat Ukur Cipoletti

Alat ukur Cipoletti merupakan penyempurnaan alat ukur ambang tajam yang
dikontraksi sepenuhnya. Alat ukur Cipoletti memiliki potongan pengontrol trapesium,
mercunya horizontal dan sisi-sisinya miring ke samping dengan kemiringan 1 vertikal
banding ¼horizontal (lihat Gambar A.1.1).

Gambar A.1.1Alat Ukur Cipoletti

A.1.1.1. Perencanaan Hidrolis

Persamaan debit untuk alat ukur Cipoletti adalah:

√ ................................................................................. (A.1.1)

dimana:

Q = debit, m3/dt
Cd = koefisien debit (≈ 0,63)
Cv = koefisien kecepatan datang
g = koefisien gravitasi m/dt2 (≈ 9,8m/dt2)
b = lebar mercu, m
h1 = tinggi energi hulu, m

Pada, Tabel A.1.1. diberikan tabel debit untuk qm3/dt.m.


256 Kriteria Perencanaan - Bangunan

A.1.1.2. Karakteristik bangunan

(1) Bangunan ini sederhana dan mudah dibuat.

(2) Biaya pelaksanaannya tidak mahal.

(3) Jika papan duka diberi skala liter, para petani pemakai air dapat mencek
persediaan air mereka.

(4) Sedimentasi terjadi di hulu bangunan, yang dapat mengganggu berfungsinya alat
ukur; benda-benda yang hanyut tidak bisa lewat dengan mudah, ini daat
menyebabkan kerusakan dan mengganggu ketelitian pengukuran debit.

(5) Pengukuran debit tidak mungkin dilakukan jika muka air hilir naik diatas elevasi
ambang bangunan ukur tersebut.

(6) Kehilangan tinggi energi besar sekali dan khususnya di daerah-daerah datar,
dimana kehilangan tinggi energi yang tersedia kecil sekali, alat ukur tipe ini tidak
dapat digunakan.

A.1.1.3. Penggunaan

Alat ukur Cipoletti yang dikombinasi dengan pintu sorong sering dipakai sebagai
bangunan sedap tersier. Karena jarak antara pintu dan bangunan ukur jauh, eksploitasi
pintu menjadi rumit. Oleh sebab itu, lebih dianjurkan untuk memakai bangunan
kombinasi. Pemakaian alat ukur ini tidak lagi dianjurkan, kecuali di lingkungan
laboratorium.

A.1.2. Alat Ukur Parshall

Alat ukur parshall adalah alat ukur yang sudah diuji secara laboratoris untuk
mengukur aliran dalam saluran terbuka. Bangunan itu terdiri dari sebuah peralihan
penyempitan dengan lantai yang datar, leher dengan lantai miring ke bawah, dan
peralihan pelebaran dengan lantai miring ke atas (lihat Gambar A.1.2). Karena lereng-
lereng lantai yang tidak konvensional ini, aliran tidak diukur dan diatur di dalam
Lampiran I 257

leher, melainkan didekat ujung lantai datar peralihan penyempitan (mercu pada
Gambar A.1.2). Dengan adanya lengkung garis aliran tiga-dimensi pada bagian
pengontrol ini, belum ada teori hidrolika untuk menerangkan aliran melalui alat ukur
Parshall: Tabel debit hanya dapat diperoleh lewat pengujian di laboratorium. Tabel
ini hanya bisa digunakan oleh bangunan yang dieksploitasi di lapangan jika bangunan
itu dibuat sesuai dengan dimensi talang yang telah diuji di laboratorium. Dimensi 22
alat ukur yang sudah diuji (dengan satuan milimeter) disajikan pada Tabel A.1.2.
Harus diingat bahwa keenam bidang yang membentuk peralihan penyempitan dan
potongan leher tersebut harus saling memotong pada garis yang benar-benar tajam.
Pembulatan akan mengurangi lengkug garis aliran dan mengubah kalibrasi alat ukur.
Juga kran piesometer yang dipakai untuk menukur tekanan piesometris harus
dipasang di lokasi yang tepat agar bisa mengukur debit. Kesalahan pada tabel debit
kurang dari 3%.

Karena leher lantai yang miring kebawah, air diarahkan kelantai peralihan pelebaran.
Peredaman energinya menghasilkan batas moduler yang lebih renndah dibandingkan
dengan alat ukur ambang lebar (atau secara hidrolis berhubungan dengan panjang
leher saluran).

Untuk alat-alat ukur yang kecil batas moduler ini adalah 0,05, sedangkan untuk yang
berukuran besar (lebarnya lebih dari 3 m) batas moduler itu naik hingga 0,08.
258 Kriteria Perencanaan - Bangunan

Gambar A.1.2. Tata Letak Alat Ukur Parshall


(untuk Dimensi-Dimensinya Lihat Tabel A.1.2)

A.1.2.1. Karakteristik Bangunan

Alat ukur Parshall merupakan bangunan pengukur yang teliti dan andal serta
memiliki kelebihan-kelebihan berikut:

(1) Mampu mengukurdebit dengan kehilangan tinggi energi yang relatif kecil,

(2) Mampu mengukur berbagai besaran debit aliran bebas, dengan air hilir yang
relatif dalam dengan satu alat ukur kedalaman air,

(3) Pada dasarnya bangunan ini dapat bebas dengan sendirinya dari benda-benda
yang hanyut, karena bentuk geometrinya dan kecepatan air pada bagian leher,

(4) Tak mudah diubah-ubah oleh petani untuk mendapatkan air diluar jatah,

(5) Tidak terpengaruh oleh kecepatan datang, yang dikontrol secara otomatis jika
Lampiran I 259

flum dibuat sesuai dengan dimensi standar serta hanya dipakai bila aliran masuk
seragam, tersebar merata dan bebas turbulensi.

Alat ukur Parshall:

(1) Biaya pelaksanaannya lebih mahal dibanding alat ukur lainnya,

(2) Tak dapat dikombinasi dengan baik dengan bangunan sadap karena aliran masuk
harus seragam dan permukaan air relatip tenang,

(3) Agar dapat berfungsi dengan memuaskan, alat ukur ini harus dibuat dengan teliti
dan seksama. Bila alat ukur/flum tidak dibuat dengan dimensi yang tepat
menurut Tabel A.2.4, Apendiks 2, maka tabel debitnya tidak ada.

(4) Terutama untuk alat ukur kecil, diperlukan kehilangan tinggi energi yang besar
untuk pengukuran aliran moduler. Walaupun sudah ada kalibrasi tenggelam, tapi
tidak dianjurkan untuk merencana alat ukur Parshall aliran nonmoduler karena
diperlukan banyak waktu untuk menangani dua tinggi energi/head, dan
pengukuran menjadi tidak teliti.

A.1.3. Alat Ukur Orifis dengan Tinggi Energi Tetap (CHO)

Alat ukur orifis dengan tinggi energi tetap (CHO = Constant Head Orifice) adalah
kombinasi pintu pengukur dan pengatur dalam satu bangunan. CHO dikembangkan
oleh U.S. Bureau of Reclemation, dan disebut demikian karena eksploitasinya
didasarkan pada penyetelan dan mempertahankan beda tinggi energi (biasanya Δh =
0,06 m untuk Q < 0,6 m3/dt dan Δ= 0,12 m untuk 0,6 <Q<1,5 m3/dt) diseberang
bukaan pintu orifis hulu dengan cara menyesuaikan pintu pengatur sebelah hilir.

A.1.3.1. Perencanaan Hidrolis

Untuk menyetel besar aliran tertentu bukaan pintu orifis A = b.w yang diperlukan
untuk mengalirkan air tesebut ditentukan dari rumus berikut:
260 Kriteria Perencanaan - Bangunan

Q  CA 2g.h .......................................................................................... (A.1.2)

dimana:

Q = debit, m3/dt

C = koefisien debit(≈ 0,66)

A = luas bukaan pintu, m2(= bc w)

g = koefisien gravitasi m/dt2 (≈ 9,8m/dt2)

bc = lebar pintu, m

Δh = kehilangan tinggi energi diatas pintu, m (0,06 m atau 0,12 m).

w = tinggi bukaan pintu, m

Subtitusi harga Cd = 0,06, Δh = 0,06 m dan g = 9,8 m/dt2 ke dalam persamaan A.1.2
menghasilkan :

Q = 0,716 bc w ......................................................................................................... (A.1.3)


Lampiran I 261

Gambar A.1.3. Contoh Orifis dengan Tinggi Energi Tetap (CHO)

Pintu orifis itu sekarang disetel dengan lebar bukaan yang sudah diperhitungkan w.
Selanjutnya pintu pengatur sebelah hilir disesuaikan sampai beda tinggi energi yang
di ukur diatas pintu orifis, sama dengan tinggi energi tetap (konstan) yang diperlukan.
Kemudian besar debit kurang lebih sama dengan harga yang diperlukan. Beda tinggi
energi yang agak kecil (Δh = 0,06 m) merupakan salah satu faktor penyebab tidak
tepatnya pengukuran debit yang dilakukan oleh CHO. Faktor-faktor yang lain ialah :

a. terbentuknya olakan air di depan pintu orifis dengan kecepatan aliran dalam
saluran.
262 Kriteria Perencanaan - Bangunan

b. Pusaran air yang besar di belakang pintu orifis akibat terjadinya pemisahan aliran
di sepanjang pintu orifis dan kerangkanya.

c. Mudah tenggelamnya pintu pengatur ini, yang mengakibatkan berubahnya beda


tinggi energi yang sudah disetel Δh = 0,06 m.

d. Kesalahan sekitar 7% pada koefisien (0,716) dari persamaan A.1.3.

Di lapangan pernah dijumpai kesalahan besar.

Karena pintu pengatur hanya berfungsi untuk menyetel beda tinggi energi pada Δh =
0,06 m, maka tipe, bentuk dan dimensinya tidak relevan. Bagian hilir pintu ini
mungkin saluran terbuka atau gorong-gorong.

Tetapi dalam hal yang terakhir ini, kantong udara di sebelah hilir pintu harus diaerasi
(diisi udara) untuk menghindari kenaikan tekanan yang mendadak. Lebih disukai lagi
jika permukaan air di dalam gorong-gorong tetap bebas.

Kehilangan total tinggi energi di sebuah CHO yang dibutuhkan untuk mendapatkan
aliran moduler terdiri dari tiga bagian:

(i) beda tinggi energi konstan Δh = 0,06 m diatas pintu orifis

(ii) kehilangan tinggi energi yang diperlukan untuk aliran kritis dibawah (atau
diatas) pintu pengatur

(iii) kehilangan pada peralihan dari pintu pengatur ke saluran (tersier) hilir.

Jumlah kehilangan tinggi energi ini biasanya lebih dari 0,25 m.

A.1.3.2. Karakteristik Bangunan

(1) Pengukuran alat aliran tidak tepat. Kesalahan yang dibuat bisa mencapai 100%.

(2) Kehilangan tinggi energi yang diperlukan untuk menciptakan aliran moduler
besar sekali, selalu lebih dari 0,25 m.
Lampiran I 263

(3) Tepi bawah yang tajam dari pintu orifis bisa menjadi tumpul dan menyebabkan
lebih banyak kesalahan dalam pengukuran debit.

(4) CHO menangkap benda-benda terapung. Karena tepi pintu yang tajam dan
pemakaian dua pintu sekaligus, benda-benda terapung hampir-hampir tidak
mungkin bisa lewat.

(5) Bukan pintu diukur dengan setang putar bersekrup (screw rod dan operation
wrench), yang diberi tera sentimeter. Prosedur eksploitasi ini rumit.

A.1.3.3. Penggunaan

CHO adalah bangunan sadap tersier. Eksploitasi dan fungsi hidrolis bangunan ini
rumit dan penggunaannya di Indonesia tidak dianjurkan.
264 Kriteria Perencanaan - Bangunan

Tabel A.1.1 Debit Alat Ukur CipolettiStandar Dalam m3/dt/m

Tinggi Debit Tinggi Debit


Energi m³/dt/m Energi m³/dt/m

0,06 0,0273 0,36 0,4020


0,07 0,0344 0,37 0,4180
0,08 0,0421 0,38 0,4350
0,09 0,0502 0,39 0,4530
0,10 0,4088 0,40 0,4700
0,11 0,0678 0,41 0,4880
0,12 0,0773 0,42 0,5060
0,13 0,0871 0,43 0,5240
0,14 0,0974 0,44 0,5430
0,15 0,1080 0,45 0,5610
0,16 0,1190 0,46 0,5800
0,17 0,1300 0,47 0,5990
0,18 0,1420 0,48 0,6180
0,19 0,1540 0,49 0,6380
0,20 0,1660 0,50 0,6570
0,21 0,1790 0,51 0,6770
0,22 0,1920 0,52 0,6970
0,23 0,2050 0,53 0,7170
0,24 0,2190 0,54 0,7380
0,25 0,2320 0,55 0,7580
0,26 0,2470 0,56 0,7790
0,27 0,2610 0,57 0,8000
0,28 0,2750 0,58 0,8210
0,29 0,2900 0,59 0,8430
0,30 0,3060 0,60 0,8640

0,31 0,3210 CATATAN :


0,32 0,3370 kecepatan datang tidak
0,33 0,3520 dihitung (Cv ≈ 1,00)
0,34 0,3690
0,35 0,3850
Lampiran II 265

LAMPIRAN II

Tabel A.2.1 Tabel Debit untuk Alat Ukur Segiempat per Meter Lebara
0,10 ≤ bc ≤ 0,20 m 0,20 ≤ bc ≤ 0,30 m
L = 0,20 m L = 0,35 m
h1 q h1 q
(m) (m3/dt/lebar meter) (m) (m3/dt/lebar meter)
P1 = 0,05 m P1 = ∞ P1 = 0,10 m P1 = ∞
,025 ,0064 ,0063
,030 ,0085 ,0084
,014 ,0026 ,0026 ,035 ,0108 ,0170
,016 ,0032 ,0032 ,040 ,0133 ,0131
,018 ,0039 ,0038 ,045 ,0160 ,0157
,020 ,0046 ,0045 ,050 ,0189 ,0184
,022 ,0054 ,0053 ,055 ,0220 ,0213
,024 ,0062 ,0060 ,060 ,0252 ,0244
,026 ,0070 ,0068 ,065 ,0285 ,0275
,028 ,0079 ,0076 ,070 ,0321 ,0308
,030 ,0088 ,0085 ,075 ,0357 ,0342
,032 ,0097 ,0094 ,080 ,0396 ,0377
,034 ,0107 ,0103 ,085 ,0435 ,0414
,036 ,0117 ,0112 ,090 ,0476 ,0451
,038 ,0128 ,0122 ,095 ,0519 ,0490
,040 ,0138 ,0132 ,100 ,0563 ,0529
,042 ,0150 ,0142 ,105 ,0608 ,0570
,044 ,0161 ,0153 ,110 ,0655 ,0611
,046 ,0173 ,0164 ,115 ,0702 ,0654
,048 ,0185 ,0175 ,120 ,0752 ,0697
,050 ,0197 ,0186 ,125 ,0802 ,0741
,052 ,0210 ,0197 ,130 ,0854 ,0787
,054 ,0223 ,0209 ,135 ,0907 ,0833
,056 ,0236 ,0221 ,140 ,0961 ,0880
,058 ,0250 ,0233 ,145 ,1017 ,0928
,060 ,0264 ,0245 ,150 ,1074 ,0977
,062 ,0278 ,0257 ,155 ,1132 ,1026
,064 ,0293 ,0270 ,160 ,1191 ,1077
,066 ,0307 ,0283 ,165 ,1251 ,1128
,068 ,0322 ,0296 ,170 ,1315 ,1180
,070 ,0338 ,0309 ,175 ,1375 ,1233

a) Lb = 2 atau 3 kali P1 ; La ≥ H1 maks ; La + Lb ≥ 2 sampai 3 kali H1 maks


b) Perubahan kenaikan debit
266 Kriteria Perencanaan - Bangunan

Tabel A.2.1 Tabel Debit untuk Alat Ukur Segiempat per Meter Lebara (Lanjutan)
0,10 ≤ bc ≤ 0,20 m 0,20 ≤ bc ≤ 0,30 m
L = 0,20 m L = 0,35 m
h1 q h1 q
(m) (m3/dt/lebar meter) (m) (m3/dt/lebar meter)
P1 = 0,05 m P1 = ∞ P1 = 0,10 m P1 = ∞
,072 ,0353 ,0323 ,180 ,1439 ,1286
,074 ,0369 ,0337 ,185 ,1504 ,1340
,076 ,0385 ,0350 ,190 ,1567 ,1396
,078 ,0402 ,0365 ,195 ,1625 ,1530
,080 ,0419 ,0379 ,200 ,1701 ,1508
,082 ,0436 ,0393 ,205 ,1770 ,1565
,084 ,0453 ,0408 ,210 ,1840 ,1623
,086 ,0470 ,0423 ,215 ,1911 ,1681
,088 ,0488 ,0438 ,220 ,1983 ,1741
,090 ,0506 ,0453 ,225 ,2056 ,1801
,092 ,0524 ,0468 ,230 ,2130 ,1861
,094 ,0543 ,0484 ,235 ,2205 ,1923
,096 ,0562 ,0499
,098 ,0581 ,0515
,100 ,0600 ,0531
,105b ,0649 ,0571
,110 ,0700 ,0613
,115 ,0753 ,0656
,120 ,0806 ,0699
,125 ,0861 ,0744
,130 ,0918 ,0789
∆H= 0,012 m ∆H= 0,025 m
atau 0,1 H1 atau 0,1 H1

a) Lb = 2 atau 3 kali P1 ; La ≥ H1 maks ; La + Lb ≥ 2 sampai 3 kali H1 maks


b) Perubahan kenaikan debit
Lampiran II 267

Tabel A.2.1 Tabel Debit untuk Alat Ukur Segiempat per Meter Lebara (Lanjutan)
0,30 ≤ bc ≤ 0,50 m 0,50 ≤ bc ≤ 1,00 m
L = 0,50 m L = 0,75 m
h1 q h1 q
(m) (m3/dt/lebar meter) (m) (m3/dt/lebar meter)
P1 = 0,10 m P1 = 0,20 m P1 = ∞ P1 = 0,10 m P1 = 0,20 m P1 = 0,30 m P1 = ∞
,050 ,0816 ,0183 ,0182 ,0181
,055 ,0216 ,0212 ,0210 ,0290
,035 ,0108 ,0106 ,0106 ,060 ,0248 ,0242 ,0240 ,0239
,040 ,0133 ,0131 ,0130 ,065 ,0281 ,0274 ,0272 ,0270
,045 ,0160 ,0157 ,0156 ,070 ,0316 ,0308 ,0305 ,0303
,050 ,0305 ,0185 ,0183 ,075 ,0352 ,0342 ,0339 ,0336
,055 ,0219 ,0214 ,0212 ,080 ,0390 ,0378 ,0374 ,0371
,060 ,0251 ,0245 ,0242 ,085 ,0429 ,0416 ,0411 ,0407
,065 ,0285 ,0278 ,0274 ,090 ,0470 ,0454 ,0449 ,0444
,070 ,0320 ,0312 ,0307 ,095 ,0512 ,0494 ,0488 ,0482
,075 ,0357 ,0347 ,0341 ,100 ,0555 ,0535 ,0528 ,0521
,080 ,0395 ,0383 ,0376 ,105 ,0600 ,0577 ,0570 ,0561
,085 ,0435 ,0421 ,0412 ,110 ,0646 ,0621 ,0612 ,0602
,090 ,0476 ,0460 ,0450 ,115 ,0693 ,0665 ,0656 ,0644
,095 ,0519 ,0500 ,0488 ,120 ,0742 ,0711 ,0700 ,0688
,100 ,0561 ,0540 ,0528 ,125 ,0792 ,0758 ,0746 ,0732
,105 ,0606 ,0583 ,0567 ,130 ,0843 ,0806 ,0793 ,0776
,110 ,0652 ,0626 ,0608 ,135 ,0896 ,0855 ,0840 ,0822
,115 ,0700 ,0671 ,0651 ,140 ,0949 ,0905 ,0889 ,0869
,120 ,0748 ,0717 ,0694 ,145 ,1004 ,0956 ,0939 ,0916
,125 ,0798 ,0764 ,0738 ,150 ,1061 ,1009 ,0989 ,0965
,130 ,0850 ,0812 ,0783 ,155 ,1118 ,1062 ,1041 ,1014
,135 ,0902 ,0861 ,0828 ,160 ,1176 ,1116 ,1094 ,1064
,140 ,0956 ,0911 ,0875 ,165 ,1236 ,1172 ,1147 ,1115
,145 ,1011 ,0962 ,0923 ,170 ,1297 ,1228 ,1202 ,1166
,150 ,1067 ,1014 ,0971 ,175 ,1359 ,1285 ,1257 ,1219
,155 ,1125 ,1068 ,1020 ,180 ,1422 ,1344 ,1314 ,1272
,160 ,1183 ,1122 ,1070 ,185 ,1486 ,1403 ,1371 ,1325
,165 ,1243 ,1177 ,1121 ,190 ,1552 ,1464 ,1430 ,1380
,170 ,1304 ,1234 ,1173 ,195 ,1618 ,1525 ,1489 ,1435
,175 ,1366 ,1291 ,1225 ,200 ,1686 ,1587 ,2549 ,1492
a) Lb = 2 atau 3 kali P1 ; La ≥ H1 maks ; La + Lb ≥ 2 sampai 3 kali H1 maks
b) Perubahan kenaikan debit
268 Kriteria Perencanaan - Bangunan

Tabel A.2.1 Tabel Debit untuk Alat Ukur Segiempat per Meter Lebara (Lanjutan)
0,30 ≤ bc ≤ 0,50 m 0,50 ≤ bc ≤ 1,00 m
L = 0,50 m L = 0,75 m
h1 q h1 q
(m) (m3/dt/lebar meter) (m) (m3/dt/lebar meter)
P1 = 0,10 m P1 = 0,20 m P1 = ∞ P1 = 0,10 m P1 = 0,20 m P1 = 0,30 m P1 = ∞
,180 ,1429 ,1349 ,1278 ,210b ,1824 ,1715 ,1671 ,1606
,185 ,1493 ,1409 ,1332 ,220 ,1957 ,1846 ,1798 ,1723
,190 ,1559 ,1469 ,1387 ,230 ,2113 ,1981 ,1927 ,1843
,195 ,1625 ,1530 ,1442 ,240 ,2264 ,2119 ,2060 ,1965
,200 ,1693 ,1593 ,1498 ,250 ,2419 ,2262 ,2197 ,2090
,205 ,1762 ,1656 ,1555 ,260 ,2578 ,2407 ,2336 ,2217
,210 ,1831 ,1720 ,1612 ,270 ,2741 ,2557 ,2479 ,2348
,215 ,1902 ,1786 ,1671 ,280 ,2908 ,2709 ,2625 ,2480
,220 ,1974 ,1852 ,1730 ,290 ,3078 ,2866 ,2775 ,2610
,225 ,2047 ,1919 ,1789 ,300 ,3253 ,3025 ,2927 ,2752
,230 ,2121 ,1987 ,1849 ,310 ,3431 ,3188 ,3083 ,2892
,235 ,2196 ,2056 ,1910 ,320 ,3613 ,3355 ,3242 ,3034
,240 ,2272 ,2125 ,1972 ,330 ,3799 ,3524 ,3404 ,3178
,245 ,2349 ,2196 ,2034 ,340 ,3988 ,3697 ,3568 ,3325
,250 ,2427 ,2268 ,2097 ,350 ,4181 ,3873 ,3736 ,3473
,260b ,2587 ,2414 ,2225 ,360 ,4378 ,4053 ,3907 ,3624
,270 ,2750 ,2563 ,2355 ,370 ,4235 ,4081 ,3777
,280 ,2917 ,2716 ,2488 ,380 ,4421 ,4258 ,3932
,290 ,3088 ,2872 ,2623 ,390 ,4160 ,4438 ,4089
,300 ,3262 ,3032 ,2760 ,400 ,4802 ,4620 ,4248
,310 ,3441 ,3441 ,2900 ,410 ,4998 ,4806 ,4409
,320 ,3623 ,3623 ,3042 ,420 ,5196 ,4994 ,4573
,330 ,3808 ,3808 ,3186 ,430 ,5397 ,5185 ,4738
,440 ,5601 ,5379 ,4905
,450 ,5809 ,5576 ,5074
,460 ,6019 ,5776 ,5245
,470 ,6232 ,5978 ,5418
,480 ,6448 ,6183 ,5593
,490 ,6667 ,6391 ,5769
,500 ,6888 ,6601 ,5948
∆H = 0,027 m 0,044 m ∆H = 0,028 m 0,048 m 0,063 m
atau 0,1 H1 atau 0,1 H1

a) Lb = 2 atau 3 kali P1 ; La ≥ H1 maks ; La + Lb ≥ 2 sampai 3 kali H1 maks


b) Perubahan kenaikan debit
Lampiran II 269

Tabel A.2.1 Tabel Debit untuk Alat Ukur Segiempat per Meter Lebara (Lanjutan)
1,0 ≤ bc ≤ 2,0 m bc ≥2,00 m
L = 1,0 m L = 1,0 m
h1 q h1 q
(m) (m3/dt/lebar meter) (m) (m3/dt/lebar meter)
P1 = 0,20 m P1 = 0,30 m P1 = 0,40 m P1 = ∞ P1 = 0,40 m P1 = 0,60 m P1 = ∞
,360 ,4055 ,3903 ,3828 ,3623 ,720 1,153 1,111 1,029
,370 ,4238 ,4083 ,3997 ,3776 ,740 1,205 1,160 1,079
,380 ,4424 ,4261 ,4168 ,3931 ,760 1,257 1,210 1,117
,390 ,4614 ,4441 ,4343 ,4088 ,780 1,311 1,262 1,161
,400 ,4806 ,4624 ,4520 ,4248 ,800 1,366 1,314 1,207
,410 ,5002 ,4810 ,4701 ,4409 ,820 1,422 1,367 1,252
,420 ,5200 ,4999 ,4883 ,4573 ,840 1,489 1,420 1,299
,430 ,5401 ,5190 ,5069 ,4738 ,860 1,535 1,474 1,346
,440 ,5607 ,5385 ,5257 ,4905 ,880 1,593 1,530 1,393
,450 ,5815 ,5582 ,5447 ,5075 ,900 1,652 1,586 1,441
,460 ,6025 ,5782 ,5641 ,5246 ,920 1,712 1,642 1,490
,470 ,6238 ,5984 ,5837 ,5419 ,940 1,773 1,700 1,539
,480 ,6455 ,6189 ,6035 ,5594 ,960 1,834 1,758 1,588
,490 ,6674 ,6368 ,6236 ,5771 ,980 1,897 1,817 1,638
,500 ,6896 ,6608 ,6440 ,5950 1,000 1,960 1,877 1,689
,510 ,7122 ,6822 ,6646 ,6130
,520 ,7350 ,7038 ,6855 ,6312
,530 ,7580 ,7257 ,7065 ,6496
,540 ,7814 ,7478 ,7279 ,6682
,550 ,8050 ,7702 ,7495 ,6869
,560 ,8290 ,7929 ,7715 ,7059
,570 ,8532 ,8158 ,7396 ,7249
,580 ,8776 ,8390 ,8159 ,7442
,590 ,9024 ,8624 ,8385 ,7636
,600 ,9274 ,8861 ,8613 ,7832
,610 ,9527 ,9102 ,8844 ,8029
,620 ,9782 ,9343 ,9077 ,8228
,630 1,004 ,9588 ,9312 ,8429
,640 1,030 ,9835 ,9550 ,8632
,650 1,056 1,008 ,9790 ,8836
,660 1,083 1,034 1,003 ,9041
,670 1,110 1,059 1,208 ,9249
∆H = 0,046 m 0,066 m 0,086 m ∆H = 0,047 m 0,087 m 0,124 m
atau 0,1 H1 atau 0,1 H1

a) Lb = 2 atau 3 kali P1 ; La ≥ H1 maks ; La + Lb ≥ 2 sampai 3 kali H1 maks


b) Perubahan kenaikan debit
270 Kriteria Perencanaan - Bangunan

Tabel A.2.2 Harga-Harga Perbandingan yc/H1 Sebagai Fungsi m dan H1/b


untuk Bagian Pengontrol Trapesium

Kemiringan Talut Saluran, Vertikal Banding Horizontal


Vertikal 1:0,25 1:0,50 1:0,75 1:1 1:1,50 1:2,00 1:2,50 1:3,00 1:4,00
,00 ,667 ,667 ,667 ,667 ,667 ,677 ,667 ,667 ,667 ,667
,01 ,667 ,667 ,667 ,667 ,668 ,669 ,670 ,670 ,671 ,672
,02 ,667 ,667 ,668 ,668 ,670 ,671 ,672 ,674 ,675 ,678
,03 ,667 ,668 ,669 ,669 ,671 ,673 ,675 ,677 ,679 ,683
,04 ,667 ,668 ,670 ,670 ,672 ,675 ,677 ,680 ,683 ,687
,05 ,667 ,668 ,670 ,670 ,674 ,677 ,680 ,683 ,686 ,692
,06 ,667 ,669 ,671 ,671 ,675 ,679 ,683 ,686 ,690 ,696
,07 ,667 ,669 ,672 ,672 ,676 ,681 ,685 ,689 ,693 ,699
,08 ,667 ,670 ,672 ,672 ,678 ,683 ,676 ,692 ,696 ,703
,09 ,667 ,670 ,673 ,673 ,679 ,684 ,690 ,695 ,698 ,706
,10 ,667 ,670 ,674 ,674 ,680 ,686 ,692 ,697 ,701 ,709
,12 ,667 ,671 ,674 ,674 ,684 ,690 ,696 ,701 ,706 ,715
,14 ,667 ,671 ,675 ,675 ,686 ,693 ,699 ,705 ,711 ,720
,16 ,667 ,672 ,676 ,676 ,687 ,696 ,703 ,709 ,715 ,725
,18 ,667 ,673 ,676 ,676 ,690 ,698 ,706 ,713 ,719 ,729
,20 ,667 ,674 ,677 ,677 ,692 ,701 ,709 ,717 ,723 ,733
,22 ,667 ,674 ,678 ,678 ,694 ,704 ,712 ,720 ,726 ,736
,24 ,667 ,675 ,678 ,678 ,696 ,706 ,715 ,723 ,729 ,739
,26 ,667 ,676 ,679 ,679 ,698 ,709 ,718 ,725 ,732 ,742
,28 ,667 ,676 ,680 ,680 ,699 ,711 ,720 ,728 ,734 ,744
,30 ,667 ,677 ,680 ,680 ,701 ,713 ,723 ,730 ,737 ,747
,32 ,667 ,678 ,681 ,681 ,703 ,715 ,725 ,733 ,739 ,749
,34 ,667 ,678 ,681 ,681 ,705 ,717 ,727 ,735 ,741 ,751
,36 ,667 ,679 ,682 ,682 ,706 ,719 ,729 ,737 ,743 ,752
,38 ,667 ,680 ,683 ,683 ,708 ,721 ,731 ,738 ,745 ,754
Lampiran II 271

Tabel A.2.2 Harga-Harga Perbandingan yc/H1 Sebagai Fungsi m dan H1/b


untuk Bagian Pengontrol Trapesium (Lanjutan)

Kemiringan Talut Saluran, Vertikal Banding Horizontal


Vertikal 0,25:1 0,50:1 0,75:1 1:1 1,50:1 2,00:1 2,50:1 3,00:1 4,00:1
,40 ,667 ,680 ,683 ,701 ,709 ,723 ,733 ,740 ,747 ,756
,42 ,667 ,681 ,686 ,703 ,711 ,725 ,734 ,742 ,748 ,757
,44 ,667 ,681 ,688 ,704 ,712 ,727 ,736 ,744 ,750 ,759
,46 ,667 ,682 ,692 ,705 ,714 ,728 ,737 ,745 ,751 ,760
,48 ,667 ,683 ,694 ,706 ,715 ,729 ,739 ,747 ,752 ,761
,50 ,667 ,683 ,697 ,708 ,717 ,730 ,740 ,748 ,754 ,762
,60 ,667 ,686 ,761 ,713 ,723 ,737 ,747 ,754 ,759 ,767
,70 ,667 ,688 ,706 ,718 ,728 ,742 ,752 ,758 ,764 ,771
,80 ,667 ,692 ,709 ,723 ,732 ,746 ,756 ,762 ,767 ,774
,90 ,667 ,694 ,713 ,727 ,737 ,750 ,759 ,766 ,770 ,776
1,00 ,667 ,697 ,717 ,730 ,740 ,754 ,762 ,768 ,773 ,778
1,20 ,667 ,761 ,723 ,737 ,747 ,759 ,767 ,772 ,776 ,782
1,40 ,667 ,706 ,729 ,742 ,752 ,764 ,771 ,776 ,779 ,784
1,60 ,667 ,709 ,733 ,747 ,756 ,767 ,774 ,778 ,781 ,786
1,80 ,667 ,713 ,737 ,750 ,759 ,770 ,776 ,781 ,783 ,787
2,00 ,667 ,717 ,740 ,754 ,762 ,773 ,778 ,782 ,785 ,788
3,00 ,667 ,730 ,753 ,766 ,773 ,781 ,785 ,787 ,790 ,792
4,00 ,667 ,740 ,762 ,773 ,778 ,785 ,788 ,790 ,792 ,794
5,00 ,667 ,748 ,768 ,777 ,782 ,788 ,791 ,792 ,794 ,795
10,00 ,667 ,768 ,782 ,788 ,791 ,794 ,795 ,796 ,797 ,799
∞ ,800 ,800 ,800 ,800 ,800 ,800 ,800 ,800 ,800
272 Kriteria Perencanaan - Bangunan

Tabel A.2.3 Standar Alat Ukur Gerak Romijn


Debit Q (m3/dtk)
Panjang Meja
Panjang Meja L = 0,50 m
L = 0,50 m atau 0,33 m
h1 Standar Lebar Alat Ukur (m)
(m) 0,50 0,75 1,00 1,25 1,50
0,05 0,009 0,014 0,018 0,023 0,027

0,06 0,012 0,018 0,024 0,030 0,036


0,07 0,016 0,023 0,031 0,039 0,047
0,08 0,019 0,029 0,038 0,048 0,057
0,09 0,023 0,034 0,045 0,056 0,068
0,10 0,027 0,040 0,053 0,066 0,080

0,11 0,031 0,046 0,061 0,076 0,092


0,12 0,035 0,053 0,070 0,088 0,105
0,13 0,040 0,059 0,079 0,099 0,119
0,14 0,044 0,066 0,088 0,110 0,132
0,15 0,049 0,074 0,098 0,123 0,147

0,16 0,054 0,081 0,108 0,135 0,162


0,17 0,060 0,089 0,119 0,149 0,179
0,18 0,065 0,098 0,130 0,163 0,195
0,19 0,071 0,106 0,141 0,176 0,212
0,20 0,076 0,114 0,152 0,190 0,226

0,21 0,082 0,123 0,164 0,205 0,246


0,22 0,088 0,132 0,176 0,220 0,264
0,23 0,094 0,141 0,188 0,235 0,282
0,24 0,101 0,151 0,201 0,251 0,302
0,25 0,107 0,161 0,214 0,268 0,321

0,26 0,114 0,170 0,227 0,284 0,341


0,27 0,121 0,181 0,241 0,301 0,362
0,28 0,128 0,191 0,255 0,319 0,383
0,29 0,135 0,202 0,269 0,336 0,404
0,30 0,142 0,212 0,283 0,354 0,425

0,31 0,149 0,224 0,298 0,373 0,447


0,32 0,157 0,235 0,313 0,391 0,470
0,33 0,164 0,246 0,328 0,410 0,492
0,34 0,172 0,258 0,344 0,430 0,516
0,35 0,180 0,270 0,360 0,450 0,540

0,36 0,188 0,282 0,376 0,470 0,564


0,37 0,196 0,294 0,392 0,490 0,588
0,38 0,205 0,307 0,409 0,511 0,614
0,39 0,213 0,320 0,426 0,533 0,639
0,40 0,222 0,333 0,444 0,555 0,666

0,41 0,231 0,346 0,461 0,576 0,692


0,42 0,240 0,359 0,479 0,599 0,719
0,43 0,249 0,373 0,497 0,621 0,746
0,44 0,258 0,387 0,516 0,645 0,774
0,45 0,268 0,401 0,535 0,669 0,803

0,46 0,277 0,416 0,554 0,693 0,813


0,47 0,287 0,431 0,574 0,718 0,861
0,48 0,297 0,445 0,593 0,741 0,890

ΔH = 0,110 0,110 0,110 0,110 0,110


Lampiran II 273
Tinggi Energi Hulu Di Atas Mercu H1 Dalam Meter
W dalam 0,30 0,32 0,34 0,36 0,38 0,40 0,42 0,44 0,46 0,48 0,50 0,52 0,54 0,56 0,58 0,60
meter
Satuan Debit q Dalam m3/dt Per Meter
0,02 0,044 0.045 0,046 0,048 0,049 0,050 0,052 0,054 0,055 0,056 0,037 0,058 0,059 0,060 0,061 0,062
0,03 0,064 0,068 0,070 0,072 0,074 0,076 0,078 0,080 0,082 0,084 0,085 0,087 0,088 0,090 0,092 0,094
0,04 0,084 0,088 0,090 0,094 0,097 0,100 0,102 0,105 0,108 0,110 0,113 0,116 0,118 0,120 0,122 0,124
0,05 0,104 0,108 0,112 0,116 0,119 0,122 0,126 0,130 0,133 0,136 0,140 0,143 0,146 0,149 0,152 0,154

0,06 0,122 0,127 0,132 0,137 0,142 0,146 0,150 0,154 0,158 0,162 0,165 0,168 0,171 0,174 0,178 0,182
0,07 0,140 0,145 0,150 0,156 0,162 0,167 0,172 0,177 0,182 0,186 0,190 0,195 0,200 0,204 0,208 0,212
0,08 0,156 0,163 0,170 0,176 0,182 0,188 0,194 0,200 0,206 0,211 0,216 0,221 0,226 0,231 0,236 0,241
0,09 0,172 0,180 0,187 0,194 0,201 0,208 0,215 0,222 0,228 0,234 0,240 0,246 0,252 0,258 0,261 0,268
0,10 0,186 0,195 0,204 0,212 0,220 0,228 0,235 0,242 0,249 0,256 0,263 0,270 0,276 0,282 0,288 0,291

0,11 0,200 0,210 0,219 0,228 0,237 0,246 0,253 0,262 0,270 0,278 0,285 0,292 0,300 0,308 0,314 0,320
0,12 0,212 0,223 0,234 0,244 0,254 0,264 0,274 0,283 0,292 0,300 0,308 0,316 0,323 0,330 0,338 0,346
0,13 0,224 0,236 0,248 0,259 0,270 0,280 0,290 0,300 0,310 0,319 0,328 0,337 0,346 0,354 0,362 0,370
0,15 0,234 0,247 0,260 0,273 0,286 0,297 0,308 0,319 0,330 0,340 0,350 0,359 0,368 0,377 0,386 0,395
0,15 0,242 0,257 0,272 0,286 0,299 0,312 0,324 0,335 0,346 0,358 0,370 0,380 0,390 0,400 0,410 0,420

0,16 0,250 0,266 0,282 0,298 0,312 0,326 0,339 0,352 0,364 0,376 0,388 0,399 0,410 0,420 0,430 0,440
0,17 0,256 0,274 0,292 0,308 0,324 0,339 0,354 0,368 0,381 0,394 0,406 0,418 0,430 0,442 0,453 0,464
0,18 0,260 0,280 0,299 0,318 0,334 0,350 0,366 0,381 0,396 0,410 0,424 0,437 0,450 0,462 0,474 0,486
0,19 0,262 0,284 0,305 0,325 0,344 0,362 0,380 0,396 0,410 0,425 0,440 0,454 0,468 0,480 0,492 0,504
0,20 0,288 0,310 0,331 0,352 0,372 0,390 0,408 0,424 0,440 0,456 0,472 0,486 0,498 0,512 0,525

0,21 0,316 0,338 0,360 0,380 0,400 0,419 0,438 0,454 0,472 0,488 0,502 0,518 0,532 0,546
0,22 0,342 0,366 0,388 0,408 0,428 0,448 0,466 0,484 0,502 0,518 0,532 0,548 0,564
0,23 0,344 0,370 0,394 0,417 0,438 0,458 0,478 0,496 0,514 0,532 0,530 0,566 0,582
0,24 0,374 0,400 0,424 0,446 0,468 0,488 0,508 0,528 0,548 0,566 0,584 0,600
0,25 0,404 0,427 0,452 0,476 0,498 0,519 0,540 0,560 0,578 0,596 0,615

0,26 0,432 0,458 0,482 0,506 0,528 0,549 0,572 0,592 0,612 0,631
0,27 0,462 0,489 0,514 0,538 0,562 0,583 0,604 0,624 0,646
0,28 0,464 0,493 0,520 0,546 0,570 0,594 0,616 0,638 0,659
0,29 0,496 0,525 0,552 0,578 0,604 0,628 0,650 0,672
0,30 0,528 0,558 0,586 0,612 0,636 0,660 0,684

0,31 0.562 0.590 0.618 0.644 0.669 0.694


0,32 0.594 0.624 0.651 0.679 0.704
0,33 0.600 0.628 0.658 0.687 0.714
0,34 0.632 0.662 0.694 0.720
0,35 0.666 0.698 0.728

0,36 0.700 0.732


0,37 0.738
0,38 0.742

CATATAN: Sahih untuk kecepatan datang yang boleh diabaikan/tidak dihitung (h 1)


274 Kriteria Perencanaan - Bangunan

Tabel A.2.5 Bangunan Sadap Pipa Sederhana1)


Diameter
0,15 m 0,20 m 0,25 m 0,30 m
Gorong-Gorong
Jumlah Kehilangan V Q V Q V Q V Q
Energi dalam m m/dt m3/dt m/dt m3/dt m/dt m3/dt m/dt m3/dt
0,05 0,39 0,007 0,45 0,014 0,50 0,025 0,54 0,030
0,10 0,56 0,010 0,64 0,020 0,71 0,035 0,76 0,054
0,15 0,68 0,012 0,79 0,025 0,87 0,042 0,93 0,066
0,20 0,79 0,014 0,91 0,028 1,00 0,049 1,07 0,076
0,25 0,88 0,016 1,01 0,032 1,12 0,055 1,20 0,085
0,30 0,97 0,017 1,11 0,035 1,22 0,060 1,31 0,093
0,35 1,04 0,018 1,20 0,038 1,32 0,065 1,42 0,100
0,40 1,12 0,020 1,28 0,040 1,41 0,069 1,52 0,107
0,45 1,18 0,021 1,36 0,043 1,50 0,074 1,61 0,114
0,50 1,25 0,022 1,43 0,045 1,58 0,078 1,70 0,120
0,55 1,31 0,023 1,50 0,047 1,66 0,081 1,78 0,126
0,60 1,37 0,024 1,57 0,049 1,73 0,085 1,86 0,131
0,65 1,42 0,025 1,63 0,051 1,80 0,080 1,94 0,137
0,70 1,48 0,026 1,70 0,053 1,87 0,092 2,01 0,142
0,75 1,53 0,027 1,76 0,055 1,94 0,095 2,08 0,147
0,80 1,58 0,028 1,81 0,057 2,00 0,098 2,15 0,152
0,85 1,63 0,029 1,87 0,059 2,06 0,101 2,21 0,156
0,90 1,67 0,030 1,92 0,060 2,12 0,104 2,28 0,161
0,95 1,72 0,030 1,98 0,062 2,18 0,107 2,34 0,165
1,00 1,76 0,031 2,03 0,064 2,23 0,110 2,40 0,170
1,05 1,81 0,032 2,08 0,065 2,29 0,112 2,46 0,174
1,10 1,85 0,033 2,13 0,067 2,34 0,115 2,52 0,178
1,15 1,89 0,033 2,17 0,068 2,40 0,118 2,57 0,182
1,20 1,93 0,034 2,22 0,070 2,45 0,120 2,63 0,186
1,25 1,97 0,035 2,27 0,071 2,50 0,123 2,68 0,190
1,30 2,01 0,036 2,31 0,073 2,55 0,125 2,74 0,193
1)
Pipa mengalir penuh: Panjang, 15 m; Koefisien kehilangan masuk 0,50;
Kekasaran, 70 m1/3/dt (untuk beton) Koefisien kehilangan keluar 1,00.
Lampiran II 275

Tabel A.2.5 Bangunan Sadap Pipa Sederhana1) (Lanjutan)


Diameter
0,40 m 0,50 m 0,60 m
Gorong-Gorong
Jumlah Kehilangan V Q V Q V Q
Energi dalam m m/dt m3/dt m/dt m3/dt m/dt m3/dt
0,05 0,59 0,074 0,63 0,124 066 0,186
0,10 0,84 0,105 0,89 0,175 093 0,263
0,15 1,03 0,129 1,09 0,214 114 0,323
0,20 1,18 0,149 1,26 0,248 132 0,373
0,25 1,32 0,166 1,41 0,277 147 0,417
0,30 1,45 0,182 1,55 0,303 161 0,456
0,35 1,57 0,197 1,67 0,326 174 0,493
0,40 1,67 0,210 1,78 0,350 186 0,527
0,45 1,78 0,223 1,89 0,371 198 0,559
0,50 1,87 0,235 1,99 0,391 208 0,589
0,55 1,96 0,247 2,09 0,411 219 0,618
0,60 2,05 0,258 2,19 0,429 228 0,645
0,65 2,13 0,268 2,27 0,446 238 0,672
0,70 2,22 0,278 2,36 0,463 247 0,697
0,75 2,29 0,288 2,44 0,479 255 0,722
0,80 2,37 0,297 2,52 0,495 264 0,745
0,85 2,44 0,307 2,60 0,510 272 0,768
0,90 2,51 0,315 2,68 0,525 280 0,790
0,95 2,58 0,324 2,75 0,540 287 0,812
1,00 2,65 0,333 2,82 0,554 295 0,833
1,05 2,71 0,341 2,89 0,567 302 0,854
1,10 2,78 0,349 2,96 0,581 309 0,874
1,15 2,84 0,357 3,03 0,594 316 0,893
1,20 2,90 0,364 3,09 0,606 323 0,913
1,25 2,96 0,372 3,15 0,619 330 0,932
1,30 3,02 0,379 3,22 0,631 336 0,950
276 Kriteria Perencanaan - Bangunan

Tabel A.2.6 Perbandingan Tak Berdimensi untuk Loncat Air (dari Bos Replogle and Clemens, 1984)

0,2446 3,00 0,3669 1,1006 1,4675 1,1006 0,1223 1,2229


0,2688 3,10 0,3599 1,1436 1,5035 1,1157 0,1190 1,2347
0,2939 3,20 0,3533 1,1870 1,5403 1,1305 0,1159 1,2464
0,3198 3,30 0,3469 1,2308 1,5777 1,1449 0,1130 1,2579
0,3465 3,40 0,3409 1,2749 1,6158 1,1590 0,1103 1,2693

0,3740 3,50 0,3351 1,3194 1,6545 1,1728 0,1077 1,2805


0,4022 3,60 0,3295 1,3643 1,6938 1,1863 0,1053 1,2916
0,4312 3,70 0,3242 1,4095 1,7337 1,1995 0,1030 1,3025
0,4609 3,80 0,3191 1,4551 1,7742 1,2125 0,1008 1,3133
0,4912 3,90 0,3142 1,5009 1,8151 1,2253 0,0987 1,3239

0,5222 4,00 0,3094 1,5472 1,8566 1,2378 0,0967 1,3345


0,5861 4,20 0,3005 1,6407 1,9412 1,2621 0,0930 1,3551
0,6525 4,40 0,2922 1,7355 2,0276 1,2855 0,0896 1,3752
0,7211 4,60 0,2844 1,8315 2,1159 1,3083 0,0866 1,3948
0,7920 4,80 0,2771 1,9289 2,2060 1,3303 0,0837 1,4140

0,8651 5,00 0,2703 2,0274 2,2977 1,3516 0,0811 1,4327


0,9400 5,20 0,2639 2,1271 2,3910 1,3723 0,0787 1,4510
1,0169 5,40 0,2579 2,2279 2,4858 1,3925 0,0764 1,4689
1,0957 5,60 0,2521 2,3299 2,5821 1,4121 0,0743 1,4864
1,1763 5,80 0,2467 2,4331 2,6798 1,4312 0,0723 1,5035
Lampiran II 277

Tabel A.2.6 Perbandingan Tak Berdimensi untuk Loncat Air (dari Bos Replogle and Clemens, 1984) (Lanjutan)

1,2585 6,00 0,2417 2,5372 2,7789 1,4499 0,0705 1,5203


1,3429 6,20 0,2367 2,6429 2,8796 1,4679 0,0687 1,5367
1,4280 6,40 0,2321 2,7488 2,9809 1,4858 0,0671 1,5529
1,5150 6,60 0,2277 2,8560 3,0837 1,5032 0,0655 1,5687
1,6035 6,80 0,2235 2,9643 3,1878 1,5202 0,0641 1,5843

1,6937 7,00 0,2195 3,0737 3,2932 1,5268 0,0627 1,5995


1,7851 7,20 0,2157 3,1839 3,3996 1,5531 0,0614 1,6145
1,8778 7,40 0,2121 3,2950 3,5071 1,5691 0,0602 1,6293
1,9720 7,60 0,2085 3,4072 3,6157 1,5847 0,0590 1,6437
2,0674 7,80 0,2051 3,4723 3,7354 1,6001 0,0579 1,6580

2,1641 8,00 0,2019 3,6343 3,8361 1,6152 0,0568 1,6720


2,2620 8,20 0,1988 3,7490 3,9478 1,6301 0,0557 1,6858
2,3613 8,40 0,1958 3,8649 4,0607 1,6446 0,0548 1,6994
2,4615 8,60 0,1929 3,9814 4,1743 1,6589 0,0538 1,7127
2,5630 8,80 0,1901 4,0988 4,2889 1,6730 0,0529 1,7259

2,6656 9,00 0,1874 4,2171 4,4045 1,6869 0,0521 1,7389


2,7694 9,20 0,1849 4,3363 4,5211 1,7005 0,0512 1,7517
2,8741 9,40 0,1823 4,4561 4,6385 1,7139 0,0504 1,7643
2,9801 9,60 0,1799 4,5770 4,7569 1,7271 0,0497 1,7768
3,0869 9,80 0,1775 4,6985 4,8760 1,7402 0,0489 1,7891
278 Kriteria Perencanaan - Bangunan

Tabel A.2.6 Perbandingan Tak Berdimensi untuk Loncat Air (dari Bos Replogle and Clemens, 1984) (Lanjutan)

3,1949 10,00 0,1753 4,8208 4,9961 1,7530 0,0482 1,8012


3,4691 10,50 0,1699 5,1300 5,2999 1,7843 0,0465 1,8309
3,7491 11,00 0,1649 5,4437 5,6087 1,8146 0,0450 1,8594
4,0351 11,50 0,1603 5,7623 5,9227 1,8439 0,0436 1,8875
4,3267 12,00 0,1560 6,0853 6,2413 1,8723 0,0423 1,9146

4,6233 12,50 0,1520 6,4124 6,5644 1,9000 0,0411 1,9411


4,9252 13,00 0,1482 6,7437 6,8919 1,9268 0,0399 1,9667
5,2323 13,50 0,1447 7,0794 7,2241 1,9529 0,0389 1,9917
5,5424 14,00 0,1413 7,4189 7,5602 1,9799 0,0379 2,0178
5,8605 14,50 0,1381 7,7625 7,9006 2,0032 0,0369 2,0401

6,1813 15,00 0,1351 8,1096 8,2447 2,0274 0,0361 2,0635


6,6506 15,50 0,1323 8,4605 8,5929 2,0511 0,0352 2,0863
6,8363 16,00 0,1297 8,8153 8,9450 2,0742 0,0345 2,1087
7,1702 16,50 0,1271 9,1736 9,3007 2,0968 0,0337 2,1305
7,5081 17,00 0,1247 9,5354 9,6601 2,1190 0,0330 2,1520

7,8498 17,50 0,1223 9,9005 10,0229 2,1407 0,0323 2,1731


8,1958 18,00 0,1201 10,2693 10,3894 2,1619 0,0317 2,1936
8,5438 18,50 0,1180 10,6395 10,7575 2,1830 0,0311 2,2141
8,8085 19,00 0,1159 11,0164 11,1290 2,2033 0,0305 2,2339
9,2557 19,50 0,1140 11,3951 11,5091 2,2234 0,0300 2,2534

9,6160 20,00 0,1122 11,765 11,8887 2,2432 0,0295 2,2727


Lampiran II 279

Tabel A.2.7 Data-Data Tanah


Sifat-Sifat Penting
Kemungkinan untuk Kelulusan Standar Berat Isi
Kekuatan
Nama Jenis Dikerjakan Sebagai Bahan K Sifat Kepadatan Tanah Proktor
Geser
Konstruksi (cm/dt) (ton/m3)
Kerikil bergradasi baik, campuran kerikil-pasir, dengan
GW Baik Sekali Baik Sekali K > 10-2 Baik 2,00 – 2,16 GW
sedikit/tanpa bahan halus
Kerikil bergradasi jelek, campuran kerikil-pasir dengan
GP Baik Baik K > 10-2 Baik 1,84 – 2,00 GP
sedikit/tanpa berbahan halus
Baik sampai -3 -6 Baik dengan
GM Kerikil lanauan, kerikil-pasir-lumpur Baik K > 10 sampai 10 1,92 – 2,16 GM
Sedang Pengawasan Ketat
GC Kerikil lempungan, campuran kerikil-pasir-lempung Baik Baik K > 10-6 sampai 10-8 Baik 1,84 – 2,08 GC
Pasir bergradasi baik, pasir kerikilan, dengan -3
SW Baik Sekali Baik Sekali K > 10 Baik 1,76 – 2,08 SW
sedikit/tanpa bahan halus
Pasir bergradasi jelek, pasir kerikilan, dengan -3
SP Baik Sedang K > 10 Baik 1,60 – 1,92 SP
sedikit/tanpa bahan halus
Baik sampai Baik dengan
SM Pasir lanauan, campuran pasir-lumpur Sedang K > 10-3 sampai 10-6 1,76 – 2,00 SM
Sedang Pengawasan Ketat
Baik sampai -6 -8
SC Kerikil lempungan, campuran pasir-tanah liat Baik K > 10 sampai 10 Baik 1,68 – 2,00 SC
Sedang
Lanau inorganik dan pasir, batu tumbuk yang amat Baik sampai Jelek
ML halus/pasir lanauan/lempungan halus/lanau lempungan Sedang Sedang K > 10-3 sampai 10-6 dengan 1,52 – 1,92 ML
dengan plastisitas rendah Pengawasan Ketat
Lempung inorganik dengan plastisitas rendah-sedang, Sedang sampai
CL Sedang Baik sampai Sedang K > 10-6 sampai 10-8 1,52 – 1,92 CL
lempung kerikilan, pasiran, lanauan, lempung geluh Baik
Lanau organik dan lempung lanauan organik dengan Sedang sampai
OL Jelek Sedang K > 10-4 sampai 10-6 1,28 -1,60 OL
plastisitas rendah Jelek
Sedang -4 -6 Jelek sampai
MH Lanau inorganik, tanah pasiran/lanauan halus, elastis Jelek K > 10 sampai 10 1,12 – 1,52 MH
sampai Jelek Sangat Jelek
Lempung inorganik dengan plastisitas tinggi, lempung Sedang sampai
CH Jelek Jelek K > 10-6 sampai 10-8 1,20 – 1,68 CH
gemuk Jelek
Lempung organik dengan plastisitas sedang sampai Jelek sampai
OH Jelek Jelek K > 10-6 sampai 10-8 1,04 – 1,60 OH
tinggi, lanau organik Sangat Jelek
Tanah gambut dan jenis-jenis tanah organik tinggi
Pt Tidak cocok untuk konstruksi Pt
laiinnya
280 Kriteria Perencanaan - Bangunan

Tabel A.2.7 Data-Data Tanah (Lanjutan)


Tanggul
Sifat-Sifat Relatif Kemampuan
Gaya Tahan Terhadap Mengambil Deformasi
Jenis Mesin Gilas yang Cocok Keterangan dan Kegunaan Umum
Kelulusan Kemampatan Erosi Bawah Tanah Di Bawah Beban Tanpa
Gesekan
Traktor berban gerigi/baja dan Sangat stabil, lapisan penutup kedap air
GW Tinggi Sangat Kecil Baik Tidak ada GW
mesin giling getar untuk tanggul dan dam.
Traktor berban gerigi/baja dan Cukup stabil, lapisan penutup kedap air
GP Tinggi Sangat Kecil Baik Tidak ada GP
mesin giling getar untuk tanggul dan dam.
Cukup stabil, tidak begitu cocok untuk
Mesin gilas berban karet/mesin
GM Sedang Kecil Jelek Jelek lapisan penutup tetapi bisa dipakai untuk GM
giling tumbuk (sheep foot)
teras kedap air atau selimut.
Mesin gilas berban karet/mesin Cukup stabil, boleh dipakai untuk teras
GC Rendah Kecil Baik Sedang GC
giling tumbuk (sheep foot) kedap air.
Traktor berban gerigi & mesin Sangat stabil, bagian-bagian kedap air,
SW Tinggi Sangat Kecil Sedang Tidak ada SW
giling getar atau berban baja lindungan talut diperlukan.
Traktor berban gerigi & mesin Cukup stabil, dapat digunakan dalam
SP Tinggi Sangat Kecil Sedang sampai Jelek Tidak ada SP
giling getar atau berban baja tanggul yang landai.
Mesin gilas berban karet/mesin Cocok untuk lapisan penutup bisa
SM Sedang Kecil Jelek sampai Sedang Jelek SM
giling tumbuk (sheep foot) dipakai untuk teras/tanggul kedap air.
Mesin gilas berban karet/mesin Cukup stabil untuk teras kedap air
SC Rendah Kecil Baik Sedang SC
giling tumbuk (sheep foot) bangunan pengendali banjir.
Stabilitas jelek, boleh dipakai untuk
ML Mesin giling tumbuk Sedang Sedang Jelek sampai Jelek Sekali Sangat Jelek tanggul dengan pengawasan yang baik. ML
Berbeda menurut kandungan air.
CL Mesin giling tumbuk Rendah Sedang Baik sampai Sedang Baik sampai Jelek Stabil, untuk teras dan selimut kedap air. CL
Sedang
Sedang sampai
OL Mesin giling tumbuk sampai Baik sampai Jelek Sedang Tidak cocok untuk tanggul. OL
Tinggi
Rendah
Sedang Urukan, tidak cocok untuk konstruksi
MH Mesin giling tumbuk sampai Sangat Tinggi Baik sampai Jelek Baik urukan yang dipadatkan dengan mesin MH
Rendah gilas.
Stabilitas cukup dengan kemiringan
CH Mesin giling tumbuk Rendah Tinggi Baik Sekali Baik Sekali landai, teras selimut dan potongan CH
tanggul tipis.
Sedang
OH Mesin giling tumbuk sampai Sangat Tinggi Baik sampai Jelek Baik Tidak cocok untuk tanggul. OH
Rendah
Pt Jangan dipakai untuk tanggul Pt
Lampiran II 281

Tabel A.2.7 Data-Data Tanah (Lanjutan)


Tanah Pondasi, Karena Tidak Terganggu, Banyak Dipengaruhi Oleh Asal Geologinya, Penilaian dan Percobaan Harus Dipakai Di
Samping Generalisasi Ini
Kebocoran Relatif
Daya Dukung Rembesan Rembesan Kebutuhan Pengawasan Rembesan
Penting Tidak Penting
Waduk Permanen Penampungan Air Banjir

GW Baik - 1 Dinding halang/selimut positif Pengawasan hanya sampai pada volume yang dapat GW
diterima plus pembebas tekanan, jika perlu
GP Baik - 3 Dinding halang/selimut positif Pengawasan hanya sampai pada volume yang dapat GP
diterima plus pembebas tekanan, jika perlu
GM Baik 2 4 Teras paritan sampai tidak ada Tidak ada GM
GC Baik 1 6 Tidak ada Tidak ada GC
SW Baik - 2 Dinding halang positif/selimut hulu Pengawasan hanya sampai pada volume yang dapt SW
dan pembuang pangkal/sumur diterima plus pembebas tekanan, jika perlu
SP Baik sampai jelek - 5 Dinding halang positif/selimut hulu Pengawasan hanya sampai pada volume yang dapt SP
tergantung pada dan pembuang pangkal/sumur diterima plus pembebas tekanan, jika perlu
berat isi
SM Baik sampai jelek 4 7 Selimut hulu dan alur pembuang Pengawasan hanya sampai pada volume yang dapt SM
tergantung pada pangkal/sumur diterima plus pembebas tekanan, jika perlu
berat isi
SC Baik sampai jelek 3 8 Tidak ada Tidak ada SC
ML Sangat jelek 6, jika 9 Dinding hilang positif/selimut hulu Pengawasan yang memadai untuk mencegah bahaya ML
mudah mencair dijenuhkan/diba dan alur pembuang dan sumur rembesan dan erosi bawah tanah
sahi dahulu
CL Baik sampai jelek 5 10 Tidak ada Tidak ada CL
OL Sedang sampai 7 11 Tidak ada Tidak ada OL
jelek, bisa
mengalamai
penurunan yang
lebih
MH Jelek 8 12 Tidak ada Tidak ada MH
CH Sedang sampai 9 13 Tidak ada Tidak ada CH
jelek
OH Sangat jelek 10 14 Tidak ada Tidak ada OH
Pt Pindahkan dari pondasi Pt
282 Kriteria Perencanaan - Bangunan

Gambar A.2.1 Alat untuk Crump-de Gruyter (lebar 0,5 m)


Lampiran II 283

Gambar A.2.2 Alat untuk Crump-de Gruyter (lebar 0,75 m)


284 Kriteria Perencanaan - Bangunan

Gambar A.2.3 Alat untuk Crump-de Gruyter (lebar 1,00 m)


Lampiran II 285

Gambar A.2.4 Alat untuk Crump-de Gruyter (lebar 1,25 m)


286 Kriteria Perencanaan - Bangunan

Gambar A.2.5 Alat untuk Crump-de Gruyter (lebar 1,50 m)


Lampiran II 287

Gambar A.2.6 Celah Kontrol Trepesium (Lebar b = 0,25 m)


288 Kriteria Perencanaan - Bangunan

Gambar A.2.7 Celah Kontrol Trepesium (Lebar b = 0,50 m)


Lampiran II 289

Gambar A.2.8 Celah Kontrol Trepesium (Lebar b = 0,75 m)


290 Kriteria Perencanaan - Bangunan

Gambar A.2.9 Celah Kontrol Trepesium (Lebar b = 1,00 m)


Lampiran II 291

Gambar A.2.10 Celah Kontrol Trepesium (Lebar b = 1,25 m)


292 Kriteria Perencanaan - Bangunan

Gambar A.2.11 Celah Kontrol Trepesium (Lebar b = 1,50 m)


Lampiran II 293

Gambar A.2.12 Celah Kontrol Trepesium (Lebar b = 2,00)


294 Kriteria Perencanaan - Bangunan
Lampiran III 295

LAMPIRAN III
PERENCANAAN ALAT-ALAT PENGANGKAT

A.3.1. Pendahuluan

Lampiran ini memberikan petunjuk perencanaan dan perhitungan pekerjaan transmisi


yang dikerjakan dengan tangan untuk pintu sorong. Pekerjaan transmisi itu bisa
berupa satu atau dua setang.

Dasar perhitungannya adalah bahwa gaya dorong sama dengan gaya angkat ditambah
dengan gaya geser di dalam komponen pekerjaan transmisi.

Gaya angkat adalah jumlah:

- Berat pintu (beban mati),

- Gaya air yang mengalir dan air tegak pada pintu, dan

- Gaya geser di dalam alur pengarah (beban statis).

Untuk mendapatkan perhitungan kekuatan yang maksimal, pemblokiran gerak pintu


selama terjadi gaya dorong penuh akan dianggap sebagai kondisi yang paling
ekstrem.

Hal ini bisa terjadi karena antara lain :

dibawah kondisi normal, pada waktu pintu tertutup sama sekali. Harus disediakan
longgaran agar supaya gaya-gaya yang ada pada setang tidak melebihi harga-harga
kekuatan nominal.

dibawah kondisi luar biasa:

a. dengan menarik ke luar bagian persegi dari pintu, gaya-gaya geser di dalam alur
pengarah bisa ditambah sampai ketinggian tertentu sehingga pintu akan terblokir;

b. adanya batu-batu, kayu atau benda-benda hanyut lainnya yang tcrsangkut dibawah
pintu;
296 Kriteria Perencanaan - Bangunan

c. korosi, tumbuhan atau pelumpuran yang berlebihan.

A.3.2 Perhitungan Pekerjaan Setang Dan Transmisi

A.3.2.1 Tegangan yang Diizinkan

Dalam penghitungan pekerjaan transmisi dan setang, kondisi-kondisi berikut harus


dipertimbangkan.

1) Kondisi normal (tidak terblokir):

- harus dipakai tegangan yang diizinkan,

- persyaratan mengenai kekuatan berkenaan dengan pelenturan dan sudut geser


oleh puntiran persatuan panjang harus dipenuhi;

2) Kondisi luar biasa

- tegangan luluh (yield stress) bisa dipakai.

A.3.2.2 Beban Maksimum

Untuk pintu yang dioperasikan dengan tenaga manusia, harus dipakai faktor
keamanan 2 pada beban maksimum yang mungkin oleh satu orang.

Satu orang dapat menggerakkan gaya/tenaga 400 N selama waktu yang singkat.Ini
berarti bahwa beban maksimum untuk perhitungan adalah 2x400N = 800N. Beban
yang dapat ditahan oleh seseorang dalam waktu yang lama, 30 menit, atau lebih
adalah 100 N. Nilai banding antara beban maksimum yang mungkin dan lebar
nominal adalah 800:100 l =8.

Diandaikan bahwa sebuah roda tangan dengan jari-jari 0,30 mdapat berputar
sebanyak 15-20 kali putaran per menit. Jumlah putaran untuk roda tangan dengan as
tegak atau datar sama saja.

Seandainya ada dua orang atau lebih yang akan mengoperasikan pekerjaan transmisi
itu, maka harga-harga beban yang telah disebutkan diatas menjadi 1,6 kali harga-
Lampiran III 297

harga untuk satu orang.

Apabila satu pintu mempunyai dua setang, maka masing-masing setang harus
dihitung sedemikian sehingga bisa mengambil 2/3 dari beban maksimum yang
mungkin, termasuk faktor keamanan yang telah disebutkan diatas.

A.3.2.3 Koefisien Gesekan

Perbandingan antara tinggi dan lebar pintu harus lebih kecil dari koefisien gesekan f
antara sisi samping pintu dan alur pengarah (h/b<f), untuk menghindari kemacetan
pintu akibat ditarik-keluarnya bagian segi empat (square). Apabila perbandingan h/b
lebih kccil daripada f, maka diperlukan dua setang.

Harga-harga koefisien gesekan f disajikan pada tabel berikut

Koefisien Gesekan f
Bergerak Tak Bergerak
Bahan yang Dipakai
Sedikit Sedikit
Kering Basah Kering Basah
Dilumasi Dilumasi
Besi tuang pada besi tuang 0,50 0,30 0,15 - - 0,20
Besi tuang pada baja 0,20 - - 0,25 - -
Besi tuang pada perunggu 0,20 - - - - -
Baja pada baja 0,15 - 0,10 0,20 - 0,15
Baja pada perunggu 0,11 - 0,10 0,13 - -
Perunggu pada perunggu 0,20 - 0,10 - - 0,12
Kayu pada logam 0,50 0,30 0,20 0,70 0,60 -
Kayu pada kayu 0,40 - 0,10 0,50 - 0,20
Baja pada batu - - - 0,50 - -
Kayu pada batu - - - 0,60 - -

Dengan mempertimbangkan pemeliharaan yang jelek, kotoran, korosi dan


sebagainya, maka dianjurkan untuk menambah koefisien gesekan untuk berbagai
komponen pekerjaan transmisi dengan 40 – 50% dan untuk pengarah dengan 100%.
Maksudnya, koefisien gesekan yang dianjurkan untuk gerakan baja pada perunggu
adalah 0,15 bukannya 0,11 untuk perhitungan slang dan gir.
298 Kriteria Perencanaan - Bangunan

Alur pengarah f = 0,3 untuk baja pada perunggu, bukannya 0,13 (tak bergerak).

A.3.2.4 Perhitungan untuk Setang

Perhitungan pekerjaan transmisi mulai dengan:

1.Menemukan beban tarik T pada setang:


a.untuk kondisi normal, gaya tarik nominal T adalah: T=(G+ W)
b. untuk kondisi tidak normal, gaya maksimum T maks adalah:

Tmaks = n x T= n (G+W)

dimana:
G = berat total pintu termasuk setangnya (berat mati)
W = beban gesekan vertikal di dalam alur
W =(T+G)
f = koefisien gesekan
H = beban horizontal maksimum pada pintu
n = faktor beban (= 8, perbandingan antara beban raksimum dan nominal)

Untuk dua setang, gaya tarik maksimum pada masing-masing setang adalah 2/3
dari nominal maupun dari beban vertikal maksimum.

2.Gaya tekan as pada setang:


a. untuk kondisi normal, gaya tekan nominal P adalah: P=(W-G)
b. untuk kondisi tidak normal gaya tekan maksimum P maks adalah:

( )
( )
( )

3.Puntiran pada setang:

( ) ( )

dimana:
Lampiran III 299

MW, = puntiran, Nm
d = diameter bagian luar setang, m
dk = (d - 2t) diameter bagian tengah setang, m
rg = jari-jari rata-rata setang; rg 1/4 (d + dk) m
s = ulir
δ = sudut ulir

ψ = sudut gesekan
ψmaks = sudut gesekan (gerak) maksimum yang mungkin
ψmin = sudut gesekan minimum (diberi pelumas).

Ulir Pesegi Ulir Trapesium Lk = Panjang tekukan

Penentuan puntiran maksimum dada slang untuk kondisi tidak normal:

MWmaks = n x ( G+ W ) xtan (ψmaks + α ) x rg LK

Diameter minimum teras setang yang diperlukan ditentukan,dengan


memperhitungkan tekukan setang untuk gaya tekan maksimun dan puntiran
maksimum. Tegangan nominal untuk tegangan dan tekanan, tegangan maksimum
dan sudut maksimum karena perubahan bentuk diperiksa dengan menggunakan
diameter teras yang sudah dihitung.
300 Kriteria Perencanaan - Bangunan

Untuk tekukan, ada tiga kondisi yang harus dipertimbangkan:

a. Tekanan:

b.Puntiran:

c. Kombinasi tekanan dan puntiran; penekukan puntiran:

( ( ) )

( )

untuk Pk* ≥ Pmaks dan Mk* ≥ M w maks

dimana:

Pmaks = gaya desak maksimurn pada setang, Nm.


Mwmaks = puntiran maksimum pada setang, Nm
Lk = panjang tekukan, m
E = modulus elastisitas, N/m2
I = 1/64 π d4 (momen lembam), m4
dk = diameter teras setang, m

A.3.2.5 Perencanaan Pekerjaan Transmisi

a. Satu Setang

Apabila digunakan satu setang, sebagaimana umumnya dipraktekkan untuk pintu-


pintu yang lebih kecil dari 1,00 sampai 1,20 m, maka pekerjaan transmisi dapat
direncana sebagai berikut:

Gerak putar mur menyebabkan pintu bergerak vertikal. Untuk mengangkat pintu,
Lampiran III 301

momen-momen berikut harus dipecahkan:

- momen nominal untuk mengangkat pintu:

M1= (W + G) . tan ( ψmaks + α) . rg

momen gesekan antara mur dan dudukan:

M2 = (W + G) . tan ψ2x rn

dimana:

tan ψ2 = koefisien gesekan antara mur dan dudukan

rn = jarak antara as setang dan bagian tengah dudukan.

Momen-momen ini harus dipecahkan dengan momen yang digunakan oleh


operator pintu:

M=PxR

Dimana :

R = jari-jari roda tangan, m

P = gaya yang digunakan oleh operator pintu, N.

Karena M = M1 + M2 , maka gaya P dapat dihitung jika ukuran-ukuran


Pekerjaan transmisi sudah diketahui.

b. Dua Setang

Momen nominal masing-masing slang untuk mengangkat pintu adalah:

M1 = 1/2 (W + G) tan ( ψmaks + α ) . rg

Momen gesekan tergantung pada.

- Gaya tarik nominal;


302 Kriteria Perencanaan - Bangunan

- Koefisien gesekan;
- jarak dari beban gesek ke as setang.

Momen gesekan antara mur dan dudukan setiap setang adalah :

M2= ½ (W +G ) x f x rn

Jumlah rnomen untuk gerak ulir adalah Ms = M1+ M2 .

Momen dorong adalah:

M = 2 x 0,9 x 0,9 x (0,8) x R x P

Dimana :

P = gaya maksimum 1 orang N


R = jari-jari roda tangan dari roda kapstan, m
0,9 = efisiensi akibat kehilangan pada setiap transmisi
0,8 = pengurangan jika coda dioperasikan oleh 2 orang.

Momen untuk gerak ulir lama dengan momen dorong kali nilai banding gir. Nilai
banding, i, adalah perbandingan antar r.p.m. atau antara diameter roda gigi. Untuk
pintu-pintu yang dioperasikan dengan tangan, nilai banding gir harus lebih kecil
dari 6 atau 7.

Jika digunakan lebih banyak lagi roda transmisi jumlah nilai handing stir menjadi:

i = i1 + i2

Nilai banding gir itu didapat dari:


Lampiran III 303

c. Waktu Pengakatan

Setelah pekerjaantransmisi selesai direncana, waktu pengangkatan pintu bisa


dihitung. Pada waktu pintu diangkat h dan puncak setang s, ulir membuat putaran h/s.
Jumlah putaran coda tangan tergantung pada nilai banding gir i dan jumlahnya i x h/s.

Sebuah roda dengan jari-jari 0,3 m dapat membuat 15-20 kali putaran per menit yang
memberikan kecepatan putaran 0,63 m/dt. Satu putaran roda tangan memerlukan

dan jumlah putaran per menit mencapai sekitar 20


Waktu angkat maksimum:

A.3.3 Contoh Perhitungan

Berikut diberikan contoh perhitungan dimensi pekerjaan transmisi pintu sorong


dengan lebar 1,80m dan tinggi 1,50m. Tinggi maksimum muka air yang mungkin di
alas dasar saluran peralihan adalah 1,80m.
A3.3.1 Perhitungan beratmatidan beban statis
Beban yang harus diperhitungkan adalah:
G = berat mati pintu
H = beban horizontal maksimum pada pintu
W = gaya gesek antara pintu dan alur-alur pengarah
T = gaya tarik pada setang
P = gaya tekan pada setang
304 Kriteria Perencanaan - Bangunan

Gaya-gaya maksimum dibawah kondisi tidak normal adalah 8 kali harga gaya-gaya
dibawah kondisi normal.

Andaikan ada dua slang Bj 50 (kualitas baja berdasarkan PPBBI 1984) dan mur
Perunggu, koefisien gesekan maksimum pada bagian pekerjaan transmisi ini ialah:

f maks = tan ψmaks = 0,14 (ψmaks = 80)

dan koefisien gesekan minimum:

frun = tan ψmin = 0,09 (ψmin = 50)

Andaikan diameter setang 52 mm dan ulir 8 mm,

t = s/2=4 mm  dk= d - 2t =52 - 8= 44 mm .

rg =1/4(d+dk ) =1/4 (52+44) = 24 rnm


Lampiran III 305

Andaikan bahwa koefisien gesekan f antara pintu dan alur pengarah adalah 0,4.

Berat total pintu, termasuk setangnya adalah:

1. Pelat = 1,86 x 1,50 x 0,012 x 7,8 x 104 = 2.610 N


2. Baja alur = 2 x 10,60 x 1,65 x 10 = 350 N
3. Baja alur = 1 x 10,60 x 1,80 x 10 = 190 N
4. Baja siku = 2 x 8,62 x 1,30 x 10 = 220 N
5. Baja siku = 1 x 13,4 x 1,80 x 10 = 240 N
6. Setang = 2 x 2,70 x ¼ x 0,052 x 7,8 x 104 = 830 N +
G = 4.400 N
Beban horizontal maksimum akibat tekanan air pada pintu:

H = x 1,50 x 1,80 x 10.000 = 28.400 N

Gaya gesekan antara pintu dan alur-alur pengarah, dengan mengandaikan

Efisien gesekan untuk alur-alur tersebut, adalah

f = 0,40 (baja pada baja)

W = f x H = 0,40 x 28.400 = 11.360 N f = 0,40 (baja pada baja)

Gaya-gaya angkat dan tekan diperoleh dari:

W = 0,4 x 28.400 = 11.360 N W = 11.360 N


G = Weight of gate = 4.440 N+ G = 4.440 N-
W+G = 15.800 N W – G = 6.920 N
306 Kriteria Perencanaan - Bangunan

 Gaya angkat total T = W + G = 15.800 N

 Gaya tekan total T= W - G = 6.920 N

Beban untuk masing-masing setang adalah 2/3 dari jumlah nominal dan beban
maksimum:

gaya tarik nominal : T = 2/3 x15,800= 10.530 N

gaya tarik maksimum: T = 2/3 x 8 x15.800 = 84.270 N

Gaya tekan nominal adalah:

P= 2/3 x 6.920 = 4.610 N

Gaya tekan maksimum didapat dari:

 P = 2/3 x 8 (G + W) {tan (ψmaks + α)/tan (ψmin + α)}

 P = 84.270 tan (8 + 3,0)/tan (5 + 3,0) = 116.553 N

Puntiran dibawah kondisi abnormal adalah juga 8 kali puntiran selama pengangkatan
dibawah kondisi normal. Momen nominal adalah:

MW = 2/3 ( W + G ) tan (ψmaks + α ) x rg

= 2/3 x 15.800 x tan (8 + 3,0) x 24 x 10-3

= 49,1 Nm

Momen maksimum adalah:

MW = 8 x 49,1 = 393,1 Nm

Pada waktu menghitung tekukan, pintu harus dalamkeadaan tertutup. Dalamkeadaan


demikian, tekukan atau panjang elektif menjadi maksimum: LK = 1,70 m.Modulus
elasitasuntuk baja adalah E = 210 " 109 N/m2. Diamater setang diandaikan 52 mm dan
ulir s 8 mm, yang berarti bahwa diameter teras dk = 44 mm. Momen polar
kelembaman didapat dari:
Lampiran III 307

I= dk4/64 = x (44x 10-3)4/64 = 184 x 10-9(m4)

Untuk mencek diameter teras kedua setang beban-beban puntiran dan desakan
berikut harus diperhitungkan:

a. Tekanan:

Persyaratan Pk ≥ Pmaks 132 x 103> 116,5 x 103

b. Puntiran:

Persyaratan : MK ≥ MWmaks

143 x 103 ≥ 393,1

c. Kombinasi tekanan dan puntiran :

( ( ) )

( . / )

( )

. /

Persyaratan untuk tekukan puntiran adalah:

Pk* ≥ Pmaks : 132 x 103>116,5 x103

Mk* ≥ Mmaks : 49,0 x103> 393,1

Apabila persyaratan-persyaratan dibawah a, b dan c semuanya terpenuhi, maka


diameter yang diandaikan untuk setang 52 mm adalah memadai untuk beban-beban
308 Kriteria Perencanaan - Bangunan

tarik, tekanan dan puntiran.

Tegangan-tegangan yang harus dicek:

Tegangan tarik nominal:

⁄ ( )

Tegangan tarik maksimum

⁄ ( )

Tegangan tarik maksimum adalah lebih kecil daripada tegangan luluh untuk Bj 50,
yaitu 290 N/mm2 atau 290 x 106 N/m2. Tegangan tarik nominal yang diizinkan adalah
193 x 106 N /m2.

Perhitungan ulir dan diameter setang

Jari-jari rata-rata adalah rg= ¼ (d + d K) dimana d adalah bagian luar dan dk adalah
diameter teras setang.

Perbedaan antara kedua diameter tersebut adalah t = d-dk, jadi

rg= 1/4(d+dk)=1/2(dk+t).

Jika t = n x d dan s = 2 x t.

Pcrsyaratan sudut ulir adalah a < Wmin, dimana W adalah sudut gesekan puncak
setang diperoleh dari:
Lampiran III 309

( )

( )

karena tg ψmin adalah koefisien gesekan f, hubungan antara diameter teras Dan t bisa
dinyatakan sebagai:

( )

atau

Ini berarti bahwa t /dk ≥ x f/(2 – ) atau t ≥ dk x x f/(2 - π f)

Sudut minimum gesekan ψmin = 5°, jadi f= 0,09 dan t < 0,16 dio. Diameter teras dk
adalah 44 mmdan t < 0,16 x 44 = 7 mm, ambil t = 4 mm dan s = 2 x t = 8 mm.

Sudut ulir didapat dari ( ), dan sudut puncaksetang

lebih kecil dari sudut minimum gesekan (ψmin = 5°),


310 Kriteria Perencanaan - Bangunan

Pekerjaantransmisi

Untuk gerakan ulir diperlukan momen nominal:

M1 = 1/2 (W + G) x tan (ψmaks + α) x rg

= 1/2 x 15.800 x tan 11,50x (24 x 10 -3)

= 38,5 Nm per setang.

Jika dipakai bantalan Peluru antara mur dan dukungan, maka koefisien gesekan
bantalan peluru adalah f = 0,002.Apabila jarak antara pusat Peluru dan as Setang r =
0,0525 m, momen puntiran menjadi:

M2 = r x 1/2 x (W+G) x f

= 0,0525 x 1/2 x15.800 x 0,002

= 0,83 Nm

Jumlah kopel yang diperlukan untuk menggerakkan ulir adalah :

MS = M 1 + M 2

= 38,5 + 0,83 = 39,33 Nm per setang.

Andaikata pada setiap transmisi 10% hilang dan dipakai roxla tangan dengan
diameter 0,60 m unttlk transmisi itu, maka momen yang digunakan oleh satu orang
(T = 100 N) adalah:

M = 1 x 0,9 x 0,9 x 0,30 x 100 = 24,30 Nm

Nilai banding gir i paling harus tidak :

ambil saja 4

Waktu angkat didapat dari:

( )
Lampiran III 311

Apabila tinggi angkat h = 1,50 m, maka jumlah putarannya adalah 20 per menit dan
ulir 8 mm.

Waktu angkat akan berkurang apabila harga ulir s, dan jumlah putaran bertambah
dan apabila besarnya nilai banding giri berkurang.
312 Kriteria Perencanaan - Bangunan
Lampiran IV 313

LAMPIRAN IV
KAJIAN KINERJA

EXCLUDERTIPEVORTEX TUBE DAERAH IRIGASI WARUJAYENG


KERTOSONO KAB. KEDIRI JATIM

A.4. I Pendahuluan

Masalah terbesar yang dihadapi dalam kegiatan E & P Irigasi di Pulau Jawa
umumnya dan JawaTimur khususnya adalah masalah sediment.

Penurunan tingkat fungsional yang terjadi pada jaringan Irigasi baik salurannya
maupun bangunannya akan berlangsung makin cepat jika konsentrasi sediment yang
masuk ke jaringan tersebut makin tinggi.

Dalam penanggulangan masalah tersebut diatas banyak sudah dibuat tipe-tipe


Konstruksi yang pada dasarnya hanya mempunyai 2 prinsip yaitu :

1. Mencegah masuknya sedimen ke pintu pengambilan.

2. Membiarkan sedimen masuk ke saluran melalui pintu pengambilan, kemudian


disaluran sebagian dari sediment tersebut dipisahkan.

Vortex tube adalah salah satu Konstruksi yang menggunakan prinsip kedua yang
cukup effisient dan sederhana, tetapi perhitungan designnya tidak sesederhana
bentuknya.

Mengenai metode designnya telah dikembangkan oleh Hydraulics Research Station


Wallingford, England yang dimuat dalam laporan laporannya

1. Sanmuganathan Dr. K.

Design of Vortex tube Silt Extractor, Hydraulics Research Station.


Report No. OD6, Wallingford, March 1976.
314 Kriteria Perencanaan - Bangunan

2. S,M. White B. Eng. MSC.

Design manual for Vortex tube Silt Extractor. Hydraulics Research Station.
Report No. OD 37, Wallingford, December 1981,

Sedangkan uraian yang akan disampaikan pada laporan ini yaitu mengenai
performance dari proto tipe vortex tube yang dibuat pada saluran sekunder Jaringan
Irigasi Warujayeng Kertosono dengan pintu pengambilan bebas (Free intake)
disungai Brantas, Kabupaten Kediri.

Desain dari prototipe tersebut dibuat berdasarkan petunjuk dari Hydraulics Research
Station, Wallingford dengan Collecting dan analisa data dari Dinas Pekerjaan Umum
Propinsi Daerah Tingkat I JawaTimur Bidang Pengairan.

A. 4.2. Design Vortex Tube

A.4.2.1. Prosedure Design

Cara yang paling baik untuk membuat design suatu bangunan penyadap pasir yaitu
dengan membuat model untuk percobaan.

Dengan hasil-hasil percobaan dari model-model tersebut bisa dibuat evaluasi


perbandingan berdasarkan data-data desain yang berbeda, dari hasil evaluasi ini bisa
diperkirakan bentuk desain Konstruksiyang nantinya akan berfungsi sesuai dengan
yang dikehendaki.

Konstruksi vortex tube (Lihat Gambar 1 A , B & C) terdiri dari pipa yang tertutup
disatu sisi dengan celah diatasnya, terletak terbenam didasar saluran.

Arah dari pipa tersebut melintang arah aliran dengan elevasi celah sama dengan
elevasi dasar saluran.

Ujung terakhir dari bagian pipa yang terbuka terletak pada tempat pembuangan
sediment (Bak pengendapan atau sungai).
Lampiran IV 315

Aliran yang melewati celah dapat menimbulkan aliran spiral didalam pipa yang
mengakibatkan sedimen dalam pipa dalam keadaan suspensi dan terbawa keluar ke
bak pengendapan atau ke sungai kembali,

Sedimen yang terbawa aliran masuk kedalam celah adalah yang bergerak terbawa
aliran yang terletak disekitar dasar saluran (BedLoad) saja.

Desain Vortex tubeterdiri dari 2 hal yang penting :


- Penentuan dari diameter pipa.
- Perkiraan dari karakteristik pipa.

Penentuan dari diameter pipa ini berdasarkan pertimbangan bahwa sedimen yang
dipisahkan sebanyak mungkin dengan kehilangan air sekecil mungkin dan tidak
mengakibatkan penyumbatan, serta head loss untuk flushing sediment seminimum
mungkin.

Parameter yang perlu mendapat perhatian dalam penentuan design

- Besarnya kehilangan air yang digunakan untuk flushing sediment, ini bervariasi
tergantungdari besarnya perbedaan elevasi muka air disaluran dan ditempat
pembuangan (diujung pipa vortex).

- Besarnya kecepatan air untukflushing sediment, baik sepanjang pipa maupun


dalam aluran (Vortex velocities) yang kecepatannya minimumnya terjadi
diujung pipa yang tertutup.
316 Kriteria Perencanaan - Bangunan
Lampiran IV 317

Gambar 1.Potongan Design Vortex Tube

Data-data yang dibutuhkan untuk design vortex tube yaitu :

- Cross SectionSaluran dilokasi vortex tube.


- Design hydraulics dari saluran.
- Analisa bed load disaluran terutama D75 dan D5O sertaspesific grafity sediment,
- Temperaturrata-rata untuk mengetahui besarnya kekentalanair (Water
Viscosity).

Besarnya diameter butiran sediment dapat diketahui dengan menqgunakan Sieve


analysis (analisa ayakan) dari besarnya diameter butiran dapat diketahui kecepatan
pengendapannya (Settling Velocity),

Berdasarkan pertimbangan besarnya kehilangan air dan kecepatan aliran untuk


flushing dapat digunakan perumusan sebagai berikut:

a. √ ( )


318 Kriteria Perencanaan - Bangunan

ɣ = 0,2422 L /d

Dimana,

Uo = kecepatan rata-rata pada pipa ditempat keluar

Cv, = koefisien kecepatan untuk vortex tube

K, dapat dipilih = 1 sebab, metode desain digunakan HRS berdasarkan pemilihan


variable tertentu yang mana kehilangan air sekecil mungkin dengan kecepatan
tangensial sebesar mungkin,

Kehilangan air = Vn.t, ini harus minimum, kecepatan tangensial vt = K,Vn, ini harus
maximum dari hasil percobaan didapat untuk harga (t/d )= 0,30 (t= lebar celah
vortex tube dan d = diameter pipa),

K = 1, adalah pemilihan yang optimum,;

Vn = Kecepatan Normal, ditempat pemasukan ke vortex tube,

Cv = 0,98 (orifice flow)= faktor tergantung L/d

L = Panjang pipa

d = diameter pipa,

b. Jika kecepatan aliran dari pipa minimum adalah lebih besar dari kecepatan
pengendapan, maka sedimen tersebut tidak akan bisa mengendap. Kecepatan
minimum terjadi pada akhir pipa dimana kecepaan longitudinal adalah nol. Jadi
kecepatan minimum adalah kecepatan - tangensial sekitar bagian yang tertutup.

√( )

dimana,

Cv = 0,98 (orifice flow).


Lampiran IV 319

K =1

Untuk keamanan fungsi dari vortex tubeKecepatanMinimum lebih, baik dikalikan


dengan δ , dimana δ ≥ 1 untuk ini diusulkan :

δ = faktor keamanan, δ = , max δ =

Jadi Vto = √ ( )

Jika diameter butiran sediment bervariasi maka disarankan menggunakan. Uto ≥


V75 untuk keadaan normal dibawah kondisi desain. Dari ketentuan-ketentuan dan
perumusan diatas dapat disimpulkan jalannya desainsebagai berikut ,

(i) Data-data yang dibutuhkan


- Data-data hydraulis saluran
- Aliran
- Lebar & kedalaman
- Kebutuhan besarnya penyadapan pasir
- Analisa sedimen
(ii) Hitung kecepatan pengendapan.
(iii) Batas besarnya Ht - Ho yang sesuai dengan keadaan lapangan,
(iv) Hitung Vto ≥ Vs75

(v) Dari Gambar 2 dan Gambar 3 dengan menggunakan Ht - Ho dan Vto dapat
diketahui harga L/d

(vi) Dengan menggunakan L/d dan Ht - Ho, Uo kecepatan sepanjang pipa dapat
diketahui dari Gambar 4 dan Gambar 5.

(vii) Dari harga L/d dapat diketahui diameter pipa (d) untuk bermacam-macam
panjang pipa, jika diameter pipa diketahui maka luas dari pipa tersebut dapat
dihitung (A).
320 Kriteria Perencanaan - Bangunan

(viii) Dari harga Uo, A dan Q harga besarnya penyadapan pasir (extraction ratio)
dapat dihitung.

30

1. 0
d=
L/

.0
=2
L /d

=3 .0
L /d

20
0
=4 .
L /d

.0
L /d =5
Vt0 (m / s)

6.0
L /d=

.0
L/d=7
10

.0
L /d=8

L/d=9.0
L/d=10.0

L/d=12.0
L/d=13.0
L/d=14.0
L/d=15.0
L/d=20.0

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1.0
H1 - H0 (m)

Gambar 2. Grafik Hubungan Vto TerhahapHt – Hountuk Beberapa HargaL/d


Lampiran IV 321

5
.0
=1
L/d

= 2. 0
L/ d

4
3 .0
L /d=
Vt0 (m / s)

4.0
L/d =

3
.0
L/d =5

6.0
L /d =
2
.0
L/d=7

.0
L /d=8

L/d=9.0
1
L/d=10.0

L/d=12.0

L/d=15.0
L/d=20.0

0 1 2
H1 - H0 (m)

Gambar 3. Grafik Hubungan Vto TerhadapHt – Hountuk Beberapa HargaL/d


322 Kriteria Perencanaan - Bangunan

3
.0
20 0. 0
/ d= d=1
L L/
.0
=9
L/ d = 8. 0
L/ d 7. 0
=
L /d
0
=6 .
L /d
.0
=5
L/ d

=4 .0
L/d

=3 .0
L/d

.0
=2
L/ d

.0
=1
L/ d

0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1.0
H1 - H0 (m)

Gambar 4. Grafik Hubungan Vto TerhahapHt – Hountuk Beberapa HargaL/d


Lampiran IV 323

.0
= 20
L/ d
5 .0
=9
L/ d = 8. 0
L/ d 7. 0
=
L/ d =6 .0
L /d
.0
=5
L/ d
4
0
=4 .
L/ d
U0 ( m/dt )

3.0
L/d =
3

2 .0
L /d=

.0
L/d=1

0
1 H1 - H0 (m) 2 3

Gambar 5. Grafik Hubungan Vto TerhahapHt – Hountuk Beberapa HargaL/d


324 Kriteria Perencanaan - Bangunan

A.4.2.2. Design Prototipe Vortex Tube

Prototipe vortex tube terletak disalah satu saluran sekunder dari Jaringan Irigasi
Warujayeng Kertosono yang mendapatkan airnya dari pintu pengambilan bebas di
Sungai Brantas Kabupaten Kediri JawaTimur.

Konstruksi ini dibuat untuk studi lebih lanjut guna mengetahui tingkat effisiensi
daripada kegunaannya sebagai sandtrap, dimana bagian-bagiannya terdiri dari sebuah
pipa dengan diameter 0,50myang terletak terbenamdidasar saluran dengan lebar 5 m
dan membentuk sudut 90° dengan arah aliran.

Di down strem pipa diletakkan movable crump weir yang berfungsi sebagai pengatur
ketinggian air di saluran (Lihat Gambar I B). Berdasarkan perumusan dan prosedur
seperti diatas maka desain dari prototipe vortex tube dapat dihitung dengan data
datasebagai berikut,

a. Data Hydraulics

- Debit perencanaan = 2,463 m3/det

- Kehilangan tekanan antara muka air disaluran dan ditempat pembuangan 40


cm dengan perkiraan kehilangan tekanan di pipa 20 cm dan ditempat keluar 20
cm.

- Lebar dasar saluran : 5,00 m

- Kemiringan saluran : 0,00019

b. Data sedimen

- Analisa bed loaddari saluran (lihat Gambar 6)

- Spesific gravity 2,85 (harga rata-rata). Temperatur air 30°C,

c. Kecepatan pengendapan sedimen

Kecepatan pengendapan sedimen dihitung berdasarkan perumusan Gibbs,


Lampiran IV 325

Martindan Link sesuai dengan yang disarankan oleh Hydraulics Research Station
(Laporan No.OD/6), dengan hasil sebagai berikut :

Sedimen Diameter (mm) Kecepatan Pengendapan


(cm/dt)

D5 0,09 0,83
D15 0,11 1,16
D25 0,14 1,69
D35 0,18 2,44
D45 0,21 3,02
D55 0,26 3,99
D65 0,31 4,95
D75 0,40 6,65
D85 0,58 9,88
D95 1,00 16,59

d. Untuk tidak terjadi pengendapan dipipa, dipakai faktor keamanan

dimana

e. Besarnya kehilangan air (values of extraction ratio) diharapkan antara 5%s/d 10%
dalam keadaan normal dengan maximum bisa mencapai 20%.

Hasil perhitungan dengan menggunakan data-data diatas untuk pemilihan diameter


pipa dapat dilihat pada Tabel 1, begitu juga hasil perhitungan untuk trapping
effisiensi.

Perhitungan dibuat dengan menggunakan VORMOD (program Komputer


berdasarkan program vortex dari FIRS) dengan Computer PRIME 500,
326 Kriteria Perencanaan - Bangunan

Prosentase kehalusan butiran


Lampiran IV 327

Tabel 1. Hasil Perhitungan Perencanaan “Vortex Tube“

d L R (HT - HO) TE
L/d CV* δF
(m) (m) (%) (m) (%)
0,60 5,0 8,33 0,696 5,0 5,3 0,02 44
7,5 8,0 0,04 54
10,0 10,6 0,08 61
15,0 15,9 0,17 70
20,0 21,2 0,30 76
0,50 5,0 10,00 0,710 5,0 5,0 0,04 43
0,09
7,5 7,5 52
0,15
10,0 10,1 0,15 58
15,0 15,1 0,34 67
20,0 20,1 0,60 74
5,0 4,3 0,09 38
0,40 5,0 12,50 0,718 7,5 6,2 0,09 46
0,19
10,0 8,5 52
0,39
15,0 12,8 0,81 60
20,0 17,0 1,44 66
0,30 5,0 16,70 0,721 5,0 2,7 0,28 29
7,5 4,1 0,64 35
10,0 5,5 1,14 39
15,0 8,2 2,55 45
20,0 11,0 4,54 49
328 Kriteria Perencanaan - Bangunan

Berdasarkan design Kriteria dan juga pertimbangan Kehilangan tekanan yang ada,
maka dipilih diameter pipa 0,50 m.

Besarnya trapping effisiensi untuk kehilangan air (extraction ratio) sebesar 10%
dengan kondisi sesuai dengan desain saluran adalah 58% dengan beda tinggi muka air
minimum 0,15 m.

Mengenai ketinggian air yang melewati pipa ditentukan berdasarkan pertimbangan


besarnya angka Froude dari pada aliran, pemilihan besarnya - angka Froude
dipengaruhi oleh kriteria dari pada sedimen.

Material endapan yang ada didasar saluran pada umumnya pasir halus (fine sand),
dari penyelidikan di Hydraulics Research Station (U.K.), menunjukkan bahwa untuk
fine sedimen dimana material sedimen yang terbawa berupa suspensi, trapping
effisiensi akan berkurang, dengan penambahan angka Froude.

Untuk mengurangi anoka froude disamping juga mengatur elevasi permukaan air di
u/s pipa maka dipergunakan movable crump weir.

A.4.3. Hasil Pengamatan Prototipe Vortex Tube

Pengamatan lapangan dilaksanakan selama 2 minggu terus menerus dalam bulan


Agustus 1980 dengan tinggi permukaan air di saluran yang berbeda-beda yang
kemudian dilaksanakan pengukuran debit dan besarnya sediment transport baik yang
ada di saluran maupun di tempat keluar dari vortex - tube,

A.4.3. 1. Sediment Transport

Pengambilan sample untuk pengukuran sediment dipergunakan pompa yang memakai


tenaga accu (battery), tempat pengambilan sampel (air dan sedimen) di aliran-aliran
turbulen atau aliran yang mempunyai kecepatan besar, dimana sediment transportnya
semua berbentuk suspended.

Sampel yang tersedot oleh pompa disaring melalui ayakan 0,1 mm, kemudian
Lampiran IV 329

dimasukkan kedalam tong (drum).

Kemudian sedimen (The dry weight of sediment) dikumpulkan, dimana volume airnya
diketahui dari besarnya volume tong yang terisi air, ini menghasilkan besarnya
konsentrasi sediment.

Begitu juga sampel yang diambil dari vortex tubeditempat tempat yang memiliki
aliran turbulen maksimum.

Pada saat yang sama pengambilan sampel dilaksanakan juga dibagian down stream
mercu crump weir.

Jumlah dari besarnya sediment transport yang diukur ditempat keluar vortex tube dan
yang melewati crump weir sama dengan besarnya sedimen transport yang masuk ke
saluran dan besarnya perbandingan antara banyaknya sedimen yang melalui
vortextube dan yangmelalui saluran ini disebut trapping effisiensi.

A.4.3.2 Debit dan Elevasi Permukaan Air

Besarnya debit dibagian upstream dari vortex tube dan debit yang keluar dari pipa
vortex diukur sebelum dan sesudah penelitian besarnya trapping effisiensi begitu juga
dengan debit yang melewati Konstruksivortex tube tsb.

Elevasi permukaan air dibagian upstreamvortex tube, pada crump weir, ditempat
keluar pipa vortex, dan dibagian downstreamcrump weir dicatat setiap 30 menit
selama percobaan berlangsung,

A.4.3.3 Hasil Pengamatan

Pengamatan yang dihasilkan berdasarkan 2 keadaan,

a. Keadaan debit saluran tetap, tetapi dengan besarnya extraction ratio berubah-ubah
dengan pengaturan pintu pada pipa vortex.

b. Keadaan debit saluran berubah-ubah dengan pengaturan pintu pengambilan;


330 Kriteria Perencanaan - Bangunan

Sedangkan pintu pada pipa vortex dibuka penuh,

Kesulitan dalam pengamatan ini yaitu membuat konstan debit saluran dalam jangka
waktu sehari sebab sangat dipengaruhi oleh keadaan debit air di saluran Induk,
meskipun demikian debit itu dijaga tetap selama waktu pengumpulan data (4- 6 jam).
Keadaan kedua adalah kondisi dari operasionil vortex tube tersebutuntuk mencegah
terjadinya penyumbatan dipipa. Hasil dari pada pengamatan dapat dilihat pada Tabel
2 sedangkan untuk grafik hubungan antara trapping efficiency dan besarnya kehilang-
an air (water extraction ratio) dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Efisiensi Penyaringan (Trapping Efficiency)


sebagai Fungsi dari Air yang Tersaring
Lampiran IV 331

Tabel 2. Kinerja “Votex Tube” Warungjayang


Test Gate Canal VT Extraction Canal VT CVo Canal Tube Trapping Predicted FR
No. Opening Discharge Discharge Ratio Ratio Water Outlet (3) Sediment Sediment Efficiency Trapping (5)
CMS m3/dt m3 8% Level (m) Water Transport Transport % Efficiency
(1) (2) Level (m) Kg/dt Kg/dt %
(2) (4)
1. 50 1.960.2412.4 0.530.390.68 0,159 0,123 77 90 0,32
2. 50 1.860.2915.7 0.510.330.73 0,117 0,102 87 93 0,33
3. 50 1.910.2813.2 0.520.340.71 0,126 0,105 83 91 0,33
4. 50 1.910.2813.2 0.520.350.73 0,128 0,108 84 91 0,33
5. 25 1.780.137.4 0.520.27 0,063 0,032 51 83 0,30
6. 25 1.730.116.5 0.520.27 0,047 0,025 53 81 0,30
7. 25 1.740.137.6 0.530.28 0,053 0,031 57 85 0,29
8. 35 1.640.1810.9 0.490.29 0,039 0,029 76 91 0,29
9. 35 1.500.1711.2 0.490.28 0,025 0,020 80 93 0,28
10. 35 1.510.1912.3 0.530.35 0,036 0,027 77 94 0,28
11. 20 1.650.127.1 0.530.22 0,026 0,018 67 86 0,27
12. 20 1.680.127.2 0.530.23 0,029 0,019 66 85 0,28
13. 15 1.620.063.7 0.530.25 0,017 0,008 45 73 0,27
14. 50 1.150.2723.6 0.440.250.68 0,014 0,013 92 99 0,25
15. 50 1.220.2721.8 0.440.250.68 0,017 0,016 93 99 0,27
16. 50 1.190.2722.8 0.440.240.67 0,016 0,014 89 99 0,26
17. 50 1.180.2521.8 0.440.240.61 0,013 0,013 94 99 0,26
18. 50 2.130.2511.8 0.560.380.63 0,178 0,142 80 89 0,33
19. 50 2.330.2310.2 0.570.410.57 0,114 0,077 67 86 0,33
20. 50 2.160.2210.3 0.560.400.58 0,150 0,126 84 86 0,33
21. 50 1.770.2614.5 0.500.300.62 0,056 0,049 89 93 0,32
22. 50 1.660.2615.6 0.490.300.64 0,054 0,048 90 94 0,31
23. 50 1.550.2616.7 0.490.300.64 0,061 0,055 89 96 0,30
332 Kriteria Perencanaan - Bangunan

(1) 50 cm pintu dibuka penuh

(2) Hubungan dasar saluran pada Vortex Tube EL 54.65

(3) Perhitungan pendekatan menggunakan saluran “Outlet” dan saluran air

(4) Levels, CV from Tube Dimensions is 0.71Efisiensi Penyaringan Sedimen


dihitung dari HDC Trainning Efficiency Model

(5) Froude Number di saluran di hulu vortex tabung


Lampiran V 333

LAMPIRAN V
PERENCANAAN BANGUNAN PENGELUAR ENDAPAN
SEDIMEN DI SALURAN (EXCLUDER)

1) Pendahuluan

Bangunan pengeluar sedimen di saluran atau “Excluder“ dikembangkan oleh


Hydroulics Research Wallingford Ltd sejak tahun 1976 oleh Samuganathan Dr, K .
Dan tahun 1993 mengeluarkan pedoman “Design Manual for Canal Sediment
Extractor” hasil penelitian Unit Kerjasama Luar Negeri dengan beberapa anggotanya
antara lain India, Nepal, Indonesia (PU Pengairan Jawa Timur), Thailand, Republik
Arab Yemen dan Philipina.

Prinsip kerja bangunan pembuang sedimen atau “Excluder“ ini adalah menyaring
sedimen dasar saluran dan membuang kembali ke sungai. Namun sedimen saluran
yang dibuang ini hanya berkisar 10% sampai 20% dari debit yang masuk saluran.
Maka bangunan Excluder ini bukan alat universal pemecah sedimen yang masuk ke
saluran.

Bangunan penangkap sedimen di Saluran ”Excluder” ada 2 (dua) tipe, yaitu:


1. Tipe tabung pusaran (Vortex Tube Extractor) (Gambar 1), untuk debit saluran <
100 m3/dt
2. Tipe terowongan penyaring sedimen atau ”ExtractorTunnel”
3. (Gambar 2) umum diterapkan pada debit saluran yang > 100 m3/dt.

Tipe-tipe terowongan penyaring sedimen atau ”Tunnel Extractor” ini kurang cocok
diterapkan di Indonesia karena memerlukan debit yang besar.

”Vortex Tube” adalah jenis konstruksi yang cukup efisien dan sederhana menyaring
sedimen yang masuk saluran, dan telah diterapkan di Irigasi Warujayeng Kertosono
Kabupaten Kediri.

Bangunan penyaring sedimen (Vortex Tube) ini bentuknya sederhana, tetapi


334 Kriteria Perencanaan - Bangunan

perhitungan desainnya tidak sederhana bentuknya

Prinsip kerja bangunan penyaring sedimen jenis tabung (Vortex Tube) terdiri pipa
yang tertutup dengan celah diatasnya, terletak terbenam didasar saluran. Dan arah
pipa dipasang melintang arah aliran dengan elevasi celah sama dengan elevasi dasar
saluran (lihat Gambar 1.).

M u k a A i r

Aliran dengan konsentrasi sedimen


rendah lewat tabung pusar

Aliran dengan konsentrasi sedimen A l i r a n P e mi s a h


tinggi dikeluarkan

Bed Load

Dasar Saluran

Saluran
Tabung Pusar

0 1 2 3 4 5m

Gambar 1 Pengeluar Sedimen Tipe Tabung Pusar

Gambar 1. Bangunan Penyaring Sedimen Tipe Tabung (Vortex Tube)


Lampiran V 335

M u k a A i r

Aliran dengan konsentrasi sedimen


rendah lewat saluran pembilas bawah

P l a t S a l u r a n
Aliran dengan konsentrasi sedimen
tinggi dikeluarkan

Bed Load

Dasar S a l u r a n

Pintu

Saluran Pengeluaran

0 10 20 m

Gambar 2 Pengeluar Sedimen Terowongan (Tipe Saluran Pembilas Bawah)

Gambar 2. Bangunan Penyaring Sedimen Tipe Terowongan (ExtractorTunnel)

2) Prosedur Merencanakan Bangunan Penyaring Sedimen (BPS) ”Vortex Tube”

Prosedur tahapan perencanaan banguan penyaring sedimen seperti terlihat pada


Gambar 3. dibawah ini.

2.1 Perkiraan Kinerja Excluder yang Diperlukan

Effisiensi penyaringan sedimen (Xr) adalah perbandingan sedimen yang terangkut


(setelah melewati bangunan excluder) dibanding sedimen yang masuk saluran (lihat
Gambar 4).
336 Kriteria Perencanaan - Bangunan

START

Perkiraan Kinerja
yang Diperlukan

Prediksi Kinerja
Extractor

Pemilihan Jenis
Konstruksi

Desain
Desain Tabung Terowongan
Pusar Penyaring
Sedimen

Saluran
Pembuang

Stop

Gambar 3. Prosedur Tahapan Perencanaan Saluran Penyaring Sedimen


Lampiran V 337

Jumlah sedimen yg
masuk saluran Jumlah sedimen yg
dapat diangkut dalam
saluran

Prasarana penyaring
sedimen akan
menyaring sedimen

Gambar 4. Kinerja dari Penyaring Sedimen

2.2 Prediksi Kinerja Excluder

Perkiraan Kinerja Exlcuder yang diperlukan atau yang harus ditetapkan antara lain:
Kedalaman air saluran (h); lebar rata-rata saluran (bm); Kecepatan rata-rata (U);
Ukuran butiran D50 dan D90; Spesifisik grafitasi = 2,65 untuk pasir); dan kecepatan
viskositas (v). Semuanya dihitung berdasarkan persaman gesekan rumus Van Rijn
(1984) sebagai berikut:

1) Perhitungan parameter dimensi partikel Dgr:

( )
( )

2) Ѳcr para meter gerakan kritis dihitung berdasarkan persamaan sebagai berikut :

Ѳcr = 0,24 x (Dgr) -1 untuk Dgr ≤ 4

Ѳcr = 0,14 x (Dgr) -0,64 untuk Dgr ≤ 10

Ѳcr = 0,04 x (Dgr) -0,10 untuk10 ≥ Dgr ≤ 20

Ѳcr = 0,013 x (Dgr) 0,29 untuk 20 ≥ Dgr ≤ 150

Ѳcr = 0,55 untuk Dgr ≥ 150


338 Kriteria Perencanaan - Bangunan

3) Kecepatan kritis geser dasar U*Cr menurut lapangan dihitung dengan rumus :

( ( ) )

4) Kekasaran koefisien Chezy dikaitkan ukuran butiran sedimen dalam contoh ini
luastampang saluran dianggap segi empat. C‟ ditentukan berdasakan rumus:

C „ = 18 log 10 (4r /D90) + 54

5) Tentukan kecepatan efektif geser U*‟ dari kecepatan rata-rata aliran dan koefisien
gesekan C

6) Hitung parameter tahapan angkutan TS

( ) ( )
( )

Jika TS ≥ 25 atau TS ≤ 0

Bila U* = U*‟ tetapkan 12

7) Menentukan bentuk dasar relatif tinggi Δ

. / ( ) ( )

8) Menenentukan bentuk dasar Steepness , Ψ

9) Kekasaran total KS

( )
Lampiran V 339

10) Kecepatan geser U*

Kemiringan memanjang saluran S dihitung dengan rumus:

S = U* 2 /( g x r )

Untuk Contoh debit saluran = 8,0 m3/dt dengan menggunakan rumus-rumus


kekasaran Van Rijn (1984).

Perkiraan awal h = 1,44 m

D50 = 0,25 mm dan D90= 0,32 mm dari grafik prediksi gradasi butiran yang masuk
saluran (Gambar X.1)

1) Hasil perhitungan parameter dimensi partikel Dgr:

Dgr = 6,257

2) Ѳcr para meter gerakan kritis dihitung berdasarkan persamaan sebagai berikut:

Ѳcr = 0,0433

3) Kecepatan kritis geser dasar U*Cr hasil perhitungan:

U*Cr = 0,0132 m/dt

4) Kekasaran koefisien Chezy dikaitkan ukuran butiran sedimen dalam contoh ini
luas tampang saluran dianggap segi empat. C‟ ditentukan berdasakan rumus:

C „ = 74,12

5) U*‟ = 0,0288 m/dt.

6) Parameter tahapan angkutan TS = 3,76


340 Kriteria Perencanaan - Bangunan

7)

Menenentukan bentuk dasar Steepness, Ψ

Ψ = 0,0201

8) Kekasaran total KS

KS = 0,0932

9) Kecepatan geser U* = 0,0556 m/dt

10) S = 0,000300

Kemiringan memanjang saluran perkiraan selalu dikoreksi, dengan kedalaman aliran


yang lebih besar, dicoba-coba untuk mereduksi kemiringan memanjang S.

Dengan h = 1,48 m

U = 0,658 m/dt

S = 0,000270

Dicoba lagi dengan h = 1,473 m , maka diperoleh S = 0,000275

Dan U* = 0,0630 m/dt

U = 0,662 m/dt

Untuk memprediksi total angkutan sedimen (HEH)menggunakan rumus Engelund dan


Hansen (1967) :

( )

(g = 9,8 m2/dt)

Kapasitastotal angkutan sedimen saluran adalah 227 ppm.


Lampiran V 341

3) Contoh Perhitungan Mendesain Bangunan Penyaring Sedimen (Bps)


TipeTabung (Vortex Tube)

Dalam contoh perhitungan rencana Bangunan Penyaring Sedimen (BPS) tipe Tabung
(Vortex Tube) pada 2 (dua) kondisi yaitu:
1) Pada saluran yang telah ada (sudah dibangun).

2) Pada saluran yang belum dibangun atau baru di desain.

3.1 Pada Saluran yang Telah Ada (Sudah Dibangun).

3.1.1 Menentukan Ukuran Sedimen yang Masuk Saluran

Kosentrasi sedimen yang masuk saluran dapat diukur dengan pengambilan contoh
dengan pompa yang dilakukan berulang-ulang dari sungai maupun di aliran saluran.

Jika tidak ada pengukuran sedimen, maka untuk saluran yang telah berfungsi
bertahun - tahun dapat diadakan pengamatan lapangan dan pengujian gradasi butiran
angkutan sedimen. Yaitu dengan cara saluran di keringkan cari lokasi-lokasi
kosentrasi endapan sedimen yang telah mengalami keseimbangan akan terjadi Rata -
rata kemiringan endapan akan membentuk sama dengan kemiringan muka air saluran.
Ambil contoh endapan dan bawa ke laboratorium analisa gradasi butiran contoh
sedimen tersebut, ukur besar butiran sedimen D10 , D50 , D90. Untuk memprediksi
endapan sedimen digunakan untuk memperkirakan kapasitas daya angkut pada
kondisi debit rencana, menentukan dimensi dan panjang tabung yang diperlukan.

Misal dari hasil analisa ayakan sedimen salurandiperoleh data sebagai berikut:

D10 = 0,083 mm
D50 = 0,150 mm
D90 = 1,000 mm

3.1.2 Menentukan Lokasi Bangunan Penangkap Sedimen (BPS)

Di lokasi-lokasi kosentrasi endapan sedimen yang telah mengalami keseimbangan


342 Kriteria Perencanaan - Bangunan

akan terjadi rata-rata kemiringan endapan akan membentuk sama dengan kemiringan
muka air saluran merupakan lokasi Bangunan Penangkap Sedimen (BPS)(lihat
Gambar 5). Karena di hilir lokasi ini sedimen tidak bergerak di dasar saluran lagi
tetapi melayang dan akan diendapkan kembali disuatu tempat di hilir lokasiBangunan
Penyaring Sedimen (BPS) dengan ukuran butiran sedimen yang lebih halus.

Terjadi turbulensi turbulensi aliran rendah kosentrasi sedimen


Aliran tinggi mulai mengendap dan mencapai titik
sedimen teraduk keseimbangan dimana slope sedimen sama
Dasar saluran
dengan slope saluran
Muka air

Lokasi-lokasiideal
BPS atau Vortex Tube

Gambar 5. Menentukan Lokasi BPS Di Saluran yang Telah Dibangun

3.1.3 Menentukan Dimensi Tabung dan Panjang Tabung Excluder

Data saluran :

Q = debit saluran = 8 m³/dt


b = lebar saluran =6m
h = tinggi air = 1,333 m
A = luas tampang basah = 10,667 m²
O = keliling basah = 10,807 m Gambar 6. Potongan
R = radius basah = 0,9869 m melintangsaluran
m = kemiringan talud saluran = 1,5
K = koefisien kekasaran
i = kemiringan saluran = 0,00025
Lampiran V 343

Dari data saluran tersebut diatas perlu dihitung antara lain :


̅
 Froude Number

 ̅ = 8/(6 x 1,333) = 1 m/dt


 q = debit per meter lebar = 8/6 = 1,333 m2/dt
̅ ̅

√ √

 Debit yang masuk kedalam tabung QT = QC x R/ N m3/dt


Dimana QT = debit yang masuk tabung (m3/dt)
QC = debit saluran (m3/dt)
R = Rasio Ekstraksi dari bangunan Penyaring sedimen dalam hal ini
ditetapkan 5% ; 10% ; 15% ; 20% dan 25%
N = jumlah tabung
 Pakai 1 Tabung dan R = 10%

Maka debit QT = 8x 10% / 1 = 0,8 m3/dt

Dengan data berdasarkan Tabel 7.5 dan panjang tabung 6 m


diperoleh antara lain:
D90 = 1,00 mm  Diameter tabung = 0,7 meter
 Kehilangan energi dalam tabung = 0,06 m
Fr = 2,766

QT = 0,8 m3/dt

 Pakai 2 (dua) Tabung dan R = 10 %

Maka debit QT = 8 x 10% / 2 = 0,4 m3/dt

Dengan data berdasarkan Tabel 7.5 dan panjang tabung 3 m


diperoleh antara lain:
Fr = 2,766  Diameter tabung = 0,60 meter
 Kehilangan energi dalam tabung = 0,15 m
 D90 maksimal
QT = 0,4m3/dt
344 Kriteria Perencanaan - Bangunan

Dari data tersebut dapat didesain bangunan Penyaring Sedimen (BPS) seperti dalam
Gambar 7, tetapi tahapan selanjutnya perlu dikaji efektifitas kinerja saluran
pembuangnya.

DENAH

3.1.4 Merencanakan Saluran Pembuang

3.2 Pada Saluran yang Belum Dibangun atau Baru Didesain.

3.2.1 Menentukan Data Sedimen Saluran

Untuk menghitung Xr diperlukan data ukuran butiran sedimen di sungai dan saluran
yang dikaitkan dengan debit, maka data yang perlu dihimpun adalah :

1) Grafik hubungan antara debit sungai dan tinggi muka air (Gambar X.1)
Lampiran V 345

Tinggi muka air rencana


Di Saluran
93

Grafik tinggi muka air dan


Tinggi Muka Air ( m)

92 debit di ukur dipintu


pengambilan

Tinggi muka air rata-rata


91 Di sungai

90
3
0 DEBIT ( m / dt ) 100 150
50

Gambar X .1. Grafik Hubungan Tinggi Muka Air dan Debit

2) Data debit sungai harian dalam setahun (seperti gambar X.2)

Gambar X.2. Catatan Aliran Sungai


346 Kriteria Perencanaan - Bangunan

3) Data ukuran Butiran sedimen sungai

Dari aliran sungai diambil contoh dan diukur gradasi butiran sedimennya minimal 10
pengambilan contoh.

Tabel Perhitungan Gradasi Butiran Sedimen Sungai


Jumlah Grafik
Proporsi
Ukuran Butiran Kumulatif Gradasi
Bobot Dalam
Sedimen Rtr Dalam Butiran Dalam
Rtr Aliran
(mm) Aliran Angkutan
Sedimen
Sedimen Sedimen
D1 0,078 260,0 5,20 0,202 0,202 10,1
D3 0,095 169,0 3,38 0,132 0,334 26,8
D5 0,115 112,0 2,24 0,870 0,421 37,8
D7 0,133 81,0 1,62 0,063 0,484 45,3
D9 0,150 63,0 1,26 0,049 0,533 50,9
D15 0,191 37,0 3,70 0,144 0,677 60,5
D25 0,240 22,0 2,20 0,086 0,763 72,0
D35 0,276 16,6 1,66 0,065 0,828 79,6
D45 0,310 12,8 1,28 0,050 0,877 85,3
D55 0,343 10,3 1,03 0,040 0,917 89,7
D65 0,380 8,2 0,82 0,032 0,949 93,3
D75 0,420 6,6 0,66 0,026 0,975 96,2
D85 0,510 4,3 0,43 0,170 0,992 98,4
D95 0,710 2,1 0,21 0,008 1,000 99,6
TOTAL 25,69

Dari tabel tersebut diatas dibuat grafik Gambar X.3. dibawah ini dan dari tabel diatas
dapat diketahu Dmaksimal = 0,34 mm dan D90 angkutan sedimen di sungai dengan
diameter = 0,34 mm.
Lampiran V 347

Gambar X .3. Grafik Gradasi Butiran Sedimen Sungai

3.2.2 Perhitungan Perkiraan Kosentrasi Sedimen Sungai

3.3 Prediksi Kinerja Bangunan Excluder

Prediksi Kinerja bangunan Penangkap sedimen meliputi ditentukan oleh dua


faktor yaitu :

- Rasio air extrasi (R) yang dihitung berdasarkan rumus

- Effisiensi sedimen yang tersaring atau masuk kedalam alat excluder(TE).


348 Kriteria Perencanaan - Bangunan

(1) Sedimen transport dari sungai dan masuk saluran dibagi dalam 3 (tiga) kelas
yaitu: Sedimen dasar (partikel besar bergerak dengan menggelinding dan geser)

(2) Suspended bed bahan sedimen umumnya terdiri pasir halus dan bahan angkutan
lainnya)

(3) Muatan sedimen yang tercuci (wash load) biasanya terdiri dari lumpur dan
lempung yang terbawa aliran

Kosentrasi sedimen yang terangkut dalam saluran dihitung berdasarkan tinggi aliran,
dan parameter hidrolik lainnya seperti kecepatan dan kemiringan maupun persamaan
ukuran angkutan sedimen.

3.3.1 Untuk Saluran yang Sudah Dibangun

Kosentrasi sedimen yang masuk saluran dapat diukur dengan pengambilan contoh
dengan pompa yang dilakukan berulang- ulang dari sungai maupun di aliran saluran.

Jika tidak ada pengukuran sedimen, maka untuk saluran yang telah berfungsi
bertahun-tahun dapat diadakan pengamatan lapangan dan persamaan angkutan
sedimen.Yaitu dengan cara saluran di keringkan cari lokasi-lokasi kosentrasi endapan
sedimen yang telah mengalami keseimbangan akan terjadi rata-rata kemiringan
endapan akan membentuk sama dengan kemiringan muka air saluran. Ambil contoh
endapan dan bawa ke laboratorium analisa gradasi butiran contoh sedimen tersebut,
ukur besar butiran sedimen D10 , D50 , D90. Untuk memprediksi endapan sedimen
digunakan untuk memperkirakan kapasitas daya angkut pada kodisi debit rencana,
menentukan dimensi dan panjang tabung yang diperlukan.
Lampiran V 349

3.4 Menentukan Lokasi Bangunan Penangkap atau Pengeluar Sedimen

3.4.1 Untuk Saluran yang Baru Didesain (Belum Dibangun)


Prasarana penyaring sedimen (extractor) idealnya diletakkan pada titik dihilir
bangunan utama (headwork). Bangunan ini dibangun pada jarak tertentu dari intake
dimana kondisi alirannya sudah seimbang dan tidak mengalami turbulensi.

Jika jarak antara intake dengan prasarana penyaring sedimen terlalu dekat maka
efisiensi sedimen trapping akan berkurang. Disisi lain jika jaraknya terlalu jauh maka
sedimen akan mengendap sebelum masuk bangunan penyaring sedimen (extractor)
sehingga tinggi muka air yang dihasilkan tidak efektif lagi.

Untuk memprediksi lokasi yang ideal menggunakan model perhitungan hidrolis,


memecahkan persamaan diffusi turbulen untuk sedimen yang melayang (suspended)
dijelaskan Atkinson (1987) yaitu jarak dari intake untuk suatu aliran dengan
konsentrasi sedimen yang merata.

Menurut Upiri (1975) prediksi penyesuaian panjang dinaikkan 50% untuk


penambahan turbulen yang dimulai dari intake.
Prediksi jarak ideal antara intake sampai lokasi prasarana penyaring sedimen
(extractor) dapat diperoleh dengan cara memakai tabel (lihat lampiran Tabel 5-1).
Data-data yang diperlukan untuk memperkirakan jarak intake dengan lokasi
Bangunan Penyaring Sedimen (BPS) atau ”Excluder” yaitu:
 Lengkung komulatif gradasi ukuran sedimen yang masuk saluran
 Data lebar rata-rata saluran, kedalaman air dan debit per meter panjang lebar
 Ukuran butiran sedimen pada D50
 Hitung Froude Number saluran di hulu bangunan

350 Kriteria Perencanaan - Bangunan
Daftar Peristilahan Irigasi 351

DAFTAR PERISTILAHAN IRIGASI

A.A.S.T.H.O. American Association of State Highway Officials


hempasan atau penggerusan oleh gerakan air dan butiran kasar
Abrasi
yang terkandung di dalamnya
adjustable proportional pengaturan tinggi bukaan lubang pada alat ukur Crump de
module Gruyter
aerasi pemasukan udara, untuk menghindari tekanan sub atmosfer
agradasi peninggian dasar sungai akibat pengendapan
butiran kasar untuk campuran beton, misal: pasir,kerikil/batu
agregat beton
pecah
agrometeorologi ilmu cuaca yang terutama membahas pertanian
alat ukur aliran bawah alat ukur debit melalui lubang
alat ukur aliran bebas alat ukur dengan aliran diatas ambang dengan aliransempurna
tipe alat ukur debit ambang lebar, dengan dimensi penyempitan
alat ukur Parshal l
dan kemiringan lantai tertentu
aliran tanpa tekanan, misal aliran pada gorong- gorong/saluran
aliran bebas
terbuka, talang
aliran bertekanan aliran dengan tekanan, misal: aliran pada sipon
aliran pada got miring atau pelimpah yang mengakibatkan
aliran getar
getaran pada konstruksi
aliran dengan kecepatan kritis, dimana energi spesifiknya
aliran kritis
minimum atau bilangan Froude = 1
aliran setinggi tebing sungai, biasanya untuk keperluan
aliran setinggi tanggul
penaksiran debit
aliran pusaran berbentuk spiral karena lengkung-lengkung pada
aliran spiral
konstruksi
aliran yang kecepatannya lebih kecil dari kecepatan kritis, atau
aliran subkritis
Fr < 1
aliran dengan kecepatan lebih besar dari kecepatan kritis, atau
aliran superkritis
bilangan Froude (Fr) > 1
aliran melalui suatu ambang, dimana muka air udik di pengaruhi
aliran tenggelam
oleh muka air hilir
aliran teranyam aliran sungai terpecah-pecah berbentuk anyaman (braiding)
aliran pada penampang yang lebih sempit, misal didasar
aliran terkonsentrasi kantong lumpur terjadi aliran terkonsentrasi pada saat
pengurasan
aliran turbulen aliran tidak tetap dimana kecepatan aliran pada suatutitik tidak
352 Kriteria Perencanaan - Bangunan

tetap
aliran melalui suatu bangunan, pengontrol (bendung, ambang,
aliran/debit moduler dsb), dimana aliran di hulu tidak dipengaruhi oleh aliran di
bagian hilir, aliran sempurna
alur pengarah alur untuk mengarahkan aliran
endapan yang terbentuk masa sekarang yang tanahnya berasal
aluvial
dari tempat lain
ambang dengan lebar (panjang) lebih besar dari 1,75 x tinggi
ambang lebar
limpasan
ambang moduler ambang dengan aliran moduler/sempurna
ambang tajam dengan tekanan dibawah pelimpahansebesar 1
ambang tajam teraerasi
atm, dengan menghubungkannya dengan udara luar
ambang ujung ambang di ujung hilir kotam otak (end sill)
perbandingan antara volume pori/rongga dengan volume butir
angka pori
padat
perbandingan antara panjang jalur rembesan total dengan beda
angka rembesan tinggi energi (lihat angka rembesan Lane) arti fisial buatan
manusia
AWLR Automatic Water Level Recorder, alat duga muka air otomatis
bagian atas pangkal elevasi puncak pangkal bendung (top of abutment)
bagian normal bagian saluran dengan aliran seragam
bagian peralihan bagian pada penyempitan/pelebaran
bentuk bak (bucket), dimana pada muka air di ujung belakang
bak tenggelam
konstruksi tidak terjadi loncatan air
bakosurtanal badan koordinasi survey dan pemetaan nasional
bangunan paling ujung saluran kuarter, sebelum saluran
bangunan akhir pembuang yang berfungsi sebagai pegatur muka air dan
mengurangi erosi pada ujung saluran kuarter
bangunan bantu sebagai tambahan pada bangunan utama seperti bangunan ukur
bangunan yang melengkapi jaringan utama seperti: talang,
bangunan pelengkap
bangunan silang, terjunan dll
bangunan pembilas bangunan yang berfungsi untuk membilas sedimen
bangunan untuk mencegah kerusakan konstruksi, misal:
bangunan pengaman
bangunan pelimpah samping, pembuang silang dsb
bangunan untuk memasukkan air dari sungai/sumber air ke
bangunan pengambilan
saluran irigasi
bangunan untuk membelokkan arah aliran sungai, antara lain
bangunan pengelak
bendung
Daftar Peristilahan Irigasi 353

bangunan peredam energi bangunan untuk mengurangi energi aliran, misal kolam olak
bangunan pada atau di sekitar sungai, seperti: bendung, tanggul
bangunan utama penutup, pengambilan, kantong lumpur, serta bangunan-
bangunan penting lainnya
banjir maksimum dengan periode ulang tertentu (misal:
banjir rencana 5,10,50,100 tahun), yang diperhitungkan untuk perencanaan
suatu konstruksi
bantaran sungai bagian yang datar pada tebing sungai
batasan-batasan untuk membedakan atau mengklasifikasi
batas Atterberg
plastisitas lempung
kandungan air minimum pada tanah lempung dalam keadaan
batas cair
batas antara cair dan plastis
suatu batas fiktif dimana belokan dan perpindahan sungai tidak
batas meander
akan keluar dari batas tersebut
batas moduler titik dimana aliran moduler berubah menjadi nonmoduler
kandungan air dimana tanah lempung masih dalam keadaan
batas plastis
plastis dapat digulung dengan diameter 3 mm tanpa putus
batu kasar (granit, andesit dan sejenis) yang dibentuk secara
batu candi
khusus untuk dipergunakan sebagai lapisan tahan gerusan
bendung yang dilengkapi dengan pintu-pintu gerak untuk
bendung gerak
mengatur ketinggian air
bendung dengan pengambilan pada dasar sungai, dilengkapi
bendung saringan bawah
dengan beberapa tipe saringan contoh: bendung tyroller
bentang efektif bentang yang diambil dalam perhitungan struktural jembatan
bibit unggul bibit tertentu yang produksinya lebih tinggi dari bibit lokal
bilangan tak berdimensi yang menyatakan hubungan antara
kecepatan gravitasi dan tinggi aliran dengan rumus:
Fr = v/√ , dimana
bilangan Froude
Fr = 1 : kritis
F r < 1 : subkritis
Fr > 1 : superkritis
bitumen sejenis aspal, dapat berbentuk cair maupun padat
blok (biasanya dari beton) yang dipasang pada talut belakang
bendung atau pada dasar kolam olak, dengan maksud
blok halang
memperbesar daya redam energi sehingga kolam olak bisa
diperpendek
blok-blok (biasanya beton) yang dipasang pada kolam olak,
blok halang
berfungsi sebagai peredam energi
354 Kriteria Perencanaan - Bangunan

blok halang pada lereng hilir pelimpah untuk menutupaliran


blok muka
sungai pada saat pelaksanaan
penampang yang menggambarkan lapisan tanah pondasi,
bor log disertai dengan keterangan-keterangan seperlunya misal: muka
air, kelulusan dan deskripsi lapisan
breaching membuat lubang pada tubuh tanggul
bronjong salah satu konstruksi pelindung tanggul sungai, kawat dan batu
bunded rice field sawah yang dikelilingi tanggul kecil
busur baja baja lengkung penunjang terowongan saat pelaksanaan
California Bearing Ratio; suatu metode pengujian standar untuk
CBR
mengetahui daya dukung lapisan dasar jalan raya
bangunan pengontrol muka air dengan celah berbentuk
celah kontrol trapesium
trapesium
lobang vertikal untuk pemeriksaan bagian bawah konstruksi,
cerobong (shaft)
misal dasar sipon
Constant Bead Orifice tipe atat ukur debit dengan perbedaan tinggi tekanan antara hilir
(CHO) dan udik konstan
contoh tanah tak terganggu contoh tanah yang masih sesuai dengan keadaan aslinya
bagian dari curah hujan yang efektif untuk suatu proses
curah hujan efektif hidrologi yang bisa dimanfaatkan, misal: pemakaian air oleh
tanaman, pengisian waduk dsb
curah hujan konsekutif curah hujan berturut-turut dalam beberapa hari
Diversion Requirement, besamya kebutuhan penyadapan dari
D.R.
sumber air
daerah yang dibatasi bentuk topografi, dimana seluruh curah
daerah aliran sungai (DAS)
hujan di sebelah dalamnya mengalir ke satu sungai
debit dari suatu sumber air (misal: sungai) yang diharapkan
debit andalan dapat disadap dengan resiko kegagalan tertentu, misal 1 kali
dalam 5tahun
debit puncak debit yang terbesar pada suatu periode tertentu
debit rencana debit untuk perencanaan bangunan atau saluran
debit rencana debit untuk perencanaan suatu bangunan air
degradasi penurunan dasar sungai akibat penggerusan
depresi daerah cekungan yang sulit pembuangannya
dewatering usaha pengeringan dengan berbagai cara, misal pemompaan
endapan sungai data lingkungan dan ekologi data-data yang
diluvium
meliputi data fisik, biologi, kimiawi, sosio ekonomi dan budaya
Daftar Peristilahan Irigasi 355

dinding vertikal/miring dibawah bendung, berfungsi


dinding balang
memperpanjang jalur/garis rembesan (cut-off)
kurva akumulasi dua data, misalnya curah hujan dari suatu
double massplot stasiun, dengan data dari stasiun sekitarnya, untuk mendapatkan
suatu perbandingan
perbandingan antara air yang dipakai dan air yang disadap,
efisiensi irigasi
dinyatakan dalam %
hasil perkalian efisiensi petak tersier, saluran sekunder dan
efisiensi irigasi total
saluran primer, dalam %
perbandingan antara daya yang dihasilkan dan daya yang
efisiensi pompa
dipakai
eksploitasi pintu tata cara pengoperasian pintu
energi kinetis energi kecepatan aliran
energi potensial energi perbedaan ketinggian
erodibilitas kepekaan terhadap erosi
aliran air melalui bawah dan samping konstruksi dengan
erosi bawah tanah
membawa butiran (piping)
erosi bawah tanah terbawanya butir tanah pondasi akibat gaya rembesan (piping)
evaporasi Penguapan
kehilangan air total akibat penguapan dari muka tanah dan
evapotranspirasi
transpirasi tanaman
Food and Agriculture Organization organisasi pangan dunia
F.A.O.
dibawah naungan PBB
faktor pengali terhadap rata-rata banjir tahunan untuk
faktor frekuensi tumbuh
mendapatkan debit banjir dengan periode ulang lainnya
faktor reduksi debit faktor perbandingan antara aliran bebas dan aliran tenggelam
tenggelam pada suatu bangunan ukur
faktor pengali panjang jalur rembesan sehubungan kondisi
faktor tahanan rembesan
bentuk pondasi dan jenis tanah
hubungan antara perbandingan tulangan tarik dan tekan dengan
faktor tulangan
kekuatan batas baja rencana
fenomena (gejala) aliran menyatakan sifat yang dimiliki oleh aliran yang bersangkutan
filter konstruksi untuk melewatkan air tanpa membawa butiran tanah
perbandingan antara besarnya perubahan debit suatu bukaan
fleksibilitas
dengan bukaan lainnya
fleksibilitas eksploitasi kapasitas pemompaan dibagi-bagi kepada beberapa pompa
pompa untuk memudahkan E & P
flum bagian dari saluran dengan penampang teratur biasanya diberi
356 Kriteria Perencanaan - Bangunan

pasangan, misal: gorong-gorong terbuka, talang dan saluran


dengan pasangan
foil plastik plastik penyekat
foto hasil pemotretan dari udara dengan ketinggian tertentu,
foto udara
untuk keperluan pemetaan
fraksi sedimen kasar fraksi sedimen pasir dan kerikil diameter D > 0,074 mm
Gross Field Water Requirement kebutuhan air total (bruto) di
sawah dengan mempertimbangkan faktor-faktor pengolahan
G.F.R.
lahan, rembesan, penggunaan konsumtif dan penggantian
lapisan air
gambar pabrikan gambar yang dikeluarkan oleh pabrik
gambar pengukuran gambar atau peta hasil pengukuran/pemetaan
gambar penyelidikan gambar atau peta yang menyatakan hasil penyelidikan
gambar purnalaksana gambar setelah dilaksanakan (as built drawing)
garis energi garis yang menghubungkan titik-titik tinggi energi
garis yang menghubungkan titik-titik yang sama tingginya,
garis kontur
disebut juga garis tinggi
gaya tekan ke atas tekanan ke atas, umumnya disebabkan tekanan air (uplift)
bentuk loncatan air bila perubahan kedalaman air kecil, dimana
gelombang tegak
hanya terjadi riak gelombang saja
suatu bentuk gelombang aliran air yang dapat terjadi pada
gelombang tegak
bilangan Froude antara 0,55 s/d 1,40
geluh (loam) tanah dengan tekstur campuran pasir, lanau dan lempung
geometri saluran/bangunan perbandingan antara dimensi-dimensi saluran/bangunan
gesekan dan tebing saluran/sungai
saluran dengan kemiringan tajam dimana terjadi aliran
got miring
superkritis
gradasi pembagian dan ukuran butir tanah, pasir dsb
gradien medan kemiringan medan
alur lembah yang dibentuk oleh arus air, dimana aliran air hanya
gully
ada jika ada hujan lebat
hidrodinamik air dalam keadaan bergerak
hidrometeorologi ilmu cuaca yang terutama membahas hidrologi
hidrostatik air dalam keadaan diam
hockey stick layout krib menyerupai tongkat hoki
hujan efektif hujan yang betul-betul dapat dimanfaatkan oleh tanaman
hujan titik curah hujan pada daerah yang terbatas sekitar stasiun hujan
Daftar Peristilahan Irigasi 357

I.H.E Institute of Hydraulic Engineering (DPMA)


Internal Rate of Return tingkat bunga dimana nilai pengeluaran
I.R.R sama dengan nilai penerimaan, diperhitungkan berdasarkan nilai
uang sekarang
kisaran kandungan air dalam tanah dimana tanah kohesif
indeks plastisitas (PI) menjadi plastis, besaran ini terletak antara batas cair dan plastis
Indeks Plastisitas = batas cair - batas plastis
salah satu metode perencanaan trase saluran-saluran tersier
irigasi melingkar dimana arah aliran berlawanan dengan aliran jaringan utama
(counter flow irrigation)
jalan sepanjang saluran irigasi dan pembuang untuk keperluan
jalan inspeksi
inspeksi
jalur lintasan rembesan antara bagian udik dan hilir suatu
jalur rembesan
konstruksi, melalui dasar atau samping konstruksi
jalur-jalur barisan petak-petak sawah yang diairi
jari-jari hidrolis perbandingan antara penampang basah dan keliling basah
jala-jala aliran air tanah yang terdiri dari garis aliran dan garis
jaringan aliran
ekuipotensial
saringan pada mulut pintu pengambilan untuk mencegah
jaringan bongkah bongkah-bongkah batu dan sampah agar tidak ke jaringan
saluran
jaringan irigasi seluruh bangunan dan saluran irigasi
jaringan yang sudah memisahkan antara sistem irigasi,
jaringan irigasi teknis
pembuang dan jaringan tersier
jaringan pembuang seluruh bangunan dan saluran pembuang
sistim saluran, hubungan antara satu saluran dengan saluran
jaringan saluran
lainnya
bangunan untuk mengendapkan dan menampung lumpur yang
kantong lumpur
pada waktu tertentu dibilas
karakteristik saluran data saluran berupa debit, kemiringan talut, dsb
terjadinya tekanan lebih kecil dari 1 atm, yang mengakibatkan
gelembung-gelembung udara pada permukaan badan bendung,
kavitasi
menimbulkan lubang-lubang karena terlepasnya butiran-butiran
agregat dari permukaan konstruksi
kebutuhan pembuang debit puncak saluran pembuang
kebutuhan pengambilan kebutuhan air pada tingkat sumbernya
kebutuhan pengambilan keperluan air pada bangunan sadap
kecepatan dasar kecepatan yang dikonversikan pada kedalaman aliran 1 m
358 Kriteria Perencanaan - Bangunan

kecepatan air sebelum memasuki suatu konstruksi, seperti


kecepatan datang
bendung, pintu air, dsb
kecepatan khas putaran pompa atau turbin, fungsi dari jenis
kecepatan spesifik
aliran dan tipe pompa
kedalaman air sebelah hilir konstruksi, dimana terjadi kecepatan
kedalaman air hilir
aliran subkritis
hubungan antara tinggi kedalaman sebelum dan sesudah
kedalaman konjugasi
loncatan air
kehilangan dibagian siku kehilangan energi dalam pipa karena pembengkokan
kehilangan tekanan akibat gesekan pada dasar tingkat kelayakan
kehilangan tekanan akibat
proyek yang dapat dicapai
kelompok hidrologis tanah kelompok tanah berdasarkan tingkat transmisi air
tingkat keresapan air melalui tanah, dinyatakan dalam satuan
kelulusan tanah
panjang/satuan waktu (L/T)
kemampuan lahan untuk budidaya tanaman terrtentu
kemampuan tanah
sehubungan dengan kondisi topografi, kesuburan dll
kemiringan saluran maksimum dimana tidak terjadi
kemiringan maksimum
penggerusan
kemiringan minimum kemiringan saluran minimum dimana tidak terjadi pengendapan
kemiringan talut kemiringan dinding saluran
kerapatan satuan berat per volume dibagi gravitasi
keseimbangan aliran pada sudetan telah berfungsi,
keseimbangan batas
keseimbangan akhir
ketinggian, yang sudah ditetapkan sebagai elevasi nol (0), diatas
ketinggian nol (0)
permukaan laut
saringan yang dipasang pada bagian muka pintu pengambilan,
kisi-kisi penyaring sipon, pompa dll, untuk menyaring sampah dan benda-benda
yang terapung (trash rack)
klimatologi ilmu tentang iklim
koefisien debit faktor reduksi dari pengaliran ideal
koefisien kekasaran koefisien kekasaran pada ruas saluran yang terdiri dari berbagai
gabungan kondisi penampang basah
koefisien ekspansi linier koefisien muai beton per 10 C
koefisien yang menyatakan pengaruh kekasaran dasar dan
koefisien kekasaran
tebing saluran/sungai terhadap kecepatan aliran
koefisien pengurangan luas penarnpang aliran akibat
koefisien kontraksi
penyempitan
koefisien pengaliran koefisien perbandingan antara volume debit dan curah hujan
Daftar Peristilahan Irigasi 359

kolam loncat air kolam peredam energi akibat loncatan air


kolam olak tipe bak
ujung dari bak selalu berada dibawah muka air hilir
tenggelam
konfigurasi gambaran bentuk permukaan tanah
batuan keras karena tersementasi dengan komponen dasar
konglomerat
berbentuk bulatan
kandungan sedimen per satuan volume air, dinyatakan dalam
konsentrasi sedimen
Ppm atau mg/liter
konservatif perencanaan yang terlalu aman
konstruksi di dasar sungai/saluran untuk menahan rembesan
koperan
melalui bawah
krip bangunan salah satu tipe perlindungan sungai
lapisan antara lapisan dasar (base) dan perkerasan pada badan
lapisan subbase
jalan raya
suatu jaringan tersier (saluran pembawa/pembuang) dengan
layout petak tersier
pembagian petak kuarter dan subtersier
Lebar bersih pelimpahan: lebar kotor dikurangi pengaruh-
lebar efektif bendung pengaruh konstraksi akibat pilar dan pangkal bendung yang
merupakan fungsi tinggi energi (H1)
lebar ekuivalen lebar tekan ekuivalen beton
lengkung debit grafik antara tinggi air dan debit
lengkung/kurva lengkung muka air, positif jika kemiringan air, kemiringan dasar
pengempangan sungai/saluran keduanya terjadi pada aliran subkritis
limpasan tanggul aliran yang melewati tanggul/tebing sungai
bangunan yang berfungsi melindungi sungai terhadap erosi,
lindungan sungai pengendapan dan longsoran, misal: krib pengarah arus,
pasangan, dsb
lingkaran slip lingkaran gelincir, bidang longsor
lokasi sumber bahan galian tempat penggalian bahan bangunan batu
loncatan hidrolis perubahan dari aliran superkritis ke subkritis
Main Off-take Water Requirement besarnya kebutuhan air pada
M.O.R.
pintu sadap utama
Meandering aliran sungai berbelok-belok dan berpindah-pindah
Mercu bagian atas dari pelimpah atau tanggul
Peak Over Treshold, suatu metode menaksir banjir rencana,
metode debit diatas
dimana data hidrograf aliran terbatas (mis: 3 tahun), dengan
ambang
mempertimbangkan puncak-puncak banjir tertentu saja
metode numerik metode analitis/bilangan
360 Kriteria Perencanaan - Bangunan

suatu metode pengukuran potongan memanjang, dimana suatu


metode stan ganda
titik dibidik dari 2 posisi
film positif berukuran kecil ( 8 x 12 mm) hanya dapat dibaca
micro film
dengan alat khusus yang disebut micro fiche reader
pola keruntuhan, sehubungan dengan perencanaan tulangan
mode of failure (beton)
balok T
banyaknya air yang harus dibuang dari suatu daerah irigasi,
modulus pembuang
dinyatakan dalam volume persatuan luas/satuan waktu
morfologi sungai bentuk dan keadaan alur sungai sehubungan dengan alirannya
mortel adukan
mosaik peta yang terdiri dari beberapa foto udara yang disambungkan
muka air yang direncanakan pada saluran untuk dapat mengairi
muka air rencana saluran
daerah tertentu secara gravitasi
Net-Field Water Requirement satuan kebutuhan bersih (netto)
N.F.R. air di sawah, dalam hal ini telah diperhitungkan faktor curah
hujan efektif
keseimbangan air, membandingkan air yang ada, air hilang dan
neraca air
air yang dimanfaatkan
salah satu tipe Mercu bendung yang permukaannya mengikuti
ogee
persamaan tertentu, hasil percobaan USCE
Perkumpulan Petani Pemakai Air, misal Dharma Firta, Mitra
P3A
Cai dan Subak
pangkal bendung kepala bendung, abutment
lubang yang digali pada tebing antara 0,5 s/d 1 m lebar dan 1 s/d
paritan
2 m dalam, untuk keperluan pengumpulan data geoteknik
patahan pada permukaan bumi karena suatu gaya, sehingga
patahan
suatu lapisan menjadi tidak sebidang lagi
patok beton yang dipasang setiap jarak 100 meter sepanjang
patok hektometer
tebing saluran untuk keperluan E & P dan orientasi lapangan
pelapukan proses lapuknya batuan karena pengaruh iklim
pemberian air parsial misal pada debit saluran 70%, akibat pengoperasian pintu
pembilas melalui tubuh bendung berupa gorong-gorong di
pembilas bawah
bagian bawah pintu penguras
pembilas samping, tidak terletak pada tubuh bendung dengan
pembilas samping maksud tidak mengurangi lebar tubuh bendung (shunt
undersluice)
saluran pembuang untuk pembuangan yang berasal dari luar
pembuang ekstern
daerah irigasi
pembuang intern saluran pembuangan air dari daerah irigasi
Daftar Peristilahan Irigasi 361

penampang dimana aliran melalui ambang pengatur aliran, di


penampang kontrol
sini terjadi aliran kritis
penyadapan langsung dari sungai secara gravitasi, tanpa
pengambilan bebas
konstruksi peninggi muka air
konstruksi yang mengarahkan aliran ke arah tertentu biasanya
pengarah aliran
menjauhi tanggul
berpindah atau terangkutnya, butiran pasir/kerikil akibat
penggerusan
kecepatan aliran
penggunaan (air) yang dibutuhkan oleh tanaman untuk proses evapotranspirasi
konsumtif air atau evapotranspirasi dari tanaman acuan
pelumpuran sawah, tindakan menghaluskan struktur tanah untuk
pengolahan lahan mereduksi porositas dan kelulusan dengan cara, misalnya
pembajakan sawah
pengambilan air tidak resmi pada saluran irigasi tanpa
penyadapan liar
menggunakan pipa
perencanaan hidrolis perhitungan hidrolis untuk menetapkan dimensi bangunan
periode sehubungan dengan perhitungan satuan kebutuhan air
periode tengah bulanan
irigasi, atau pergeseran pola tanam pada sistem golongan
suatu periode dimana diharapkan terjadi hujan atau debit
periode ulang
maksimum
perkolasi gerakan air dalam tanah dengan arah vertikal ke bawah
peta yang menggambarkan keadaan geologi, dinyatakan dengan
peta geologi simbol-simbol dan warna tertentu, disertai keterangan
seperlunya
peta geologi skala kecil (misal 1 : 100.000 atau lebih),
peta geologi daerah menggambarkan secara umum keadaan geologi suatu wilayah,
mengenai jenis batuan, endapan, umur, dan struktur yang ada
peta yang dibuat berdasarkan hasil penyelidikan lapangan dan
laboratorium detail, dibuat diatas peta topografi skala besar,
peta geologi detail
misal 1 : 5000 atau lebih besar, untuk berbagai keperluan, misal
peta geologi teknik detail
peta geologi teknik peta geologi dengan tujuan pemanfaatan dalam bidang teknik
dibuat berdasarkan hasil pengamatan lapangan selinw, tidak
detail, sedikit memberikan gambaran mengenai keadaan
peta geologi tinjau
morfologi, jenis batuan, struktur, dan hubungan antara satuan
batuan
peta situasi yang dibuat dari hasil perbesaran foto udara,
peta ortofoto dilengkapi dengan garis kontur dan titik ketinggian (semi
control)
362 Kriteria Perencanaan - Bangunan

peta yang menggambarkan kondisi topografi, letak dan


peta topografi
ketinggian medan
petak tersier lengkap dengan jaringan irigasi, pembuang dan
petak tersier ideal
jalan, serta mempunyai ukuran optimal
petak tersier yang biaya konstruksi dan E & P jaringannya
petak tersier optimal
minimal
piesometer alat untuk mengukur tekanan air
pintu yang berfungsi sebagai penguras sedimen, terutama dari
pintu penguras
depan pintu pengambilan
pintu radial pintu berbentuk busur lingkaran
pola tanaman urutan dan jenis tanaman pada suatu daerah
pompa Hydraulic Ram atau pompa hidran, tenaga penggeraknya
pompa naik hidrolis
berasal dari impuls aliran
ppm Part per million
fasilitas untuk pelayanan masyarakat seperti : jaringan jalan,
prasarana (infrastruktur)
irigasi, bangunan umum
prasaturasi penjenuhan tanah pada awal musim hujan
usaha poningkatan produksi dongan penganekaragaman usaha
program ekstensifikasi
tani, misal: Jenis tanaman, ternak, perikanan, dll
usaha peningkatan produksi pertanian dengan penyempurnakan
program intensifikasi
sarana irigasi dan penggunaan teknologi pertanian maju
prototip contoh dengan ukuran sesuai dengan obyek sebenarnya
bentuk cekungan-cekungan atau tonjolan-tonjolan kecil
relief mikro
permukaan tanah
resistensi tahanan/hambatan aliran karena kekasaran saluran
suatu bentuk dasar sungai karena tipe pengangkutan sedimen
ripples
dasar
kemungkinan terjadinya suatu hal yang tidak diinginkan, misal
risiko proyek kegagalan pada proyek pada periode waktu tertentu (misal:
selama pelaksanaan, umur efektif proyek dst)
sistem pembagian air secara berselang-seling ke petak-petak
rotasi permanen
kuarter tertentu
jarak antara bagian terbawah konstruksi dengan muka air
ruang bebas jembatan
rencana
Secondary Off-take Water Requirement besarnya kebutuhan air
S.O.R.
pada pintu sadap sekunder
cabang saluran kuarter, mengalirkan air dari saluran kuarter ke
saluran cacing
petak sawah
Daftar Peristilahan Irigasi 363

saluran tertutup yang dibuat dengan cara penggalian dan


saluran gali dan timbun
kemudian ditutup kembali (saluran conduit)
saluran pembawa air untuk menambah air ke saluran lain/daerah
saluran irigasi
lain
saluran pembuang alamiah misal anak atau cabang sungai
Saluran melintasi lembah atau memotong bukit pada saluran
saluran pintasan garis tinggi (biasanya saluran besar), karena akan terlalu mahal
jika harus terus mengikuti garis tinggi
sedimen yang terdiri dari pasir keras dan tajam, bersama dengan
sedimen abrasif
aliran dapat menimbulkan erosi pada permukaan konstruksi
sedimen dasar sedimen pada dasar sungai/saluran
sedimen layang sedimen di dalam air yang melayang karena gerakan air
peniruan, suatu metode perhitungan hidrologi/hidrolis untuk
simulasi
mempelajari karakteristik aliran sungai/perilaku konstruksi
sipon pelimpah sipon peluap
sistem grid suatu metode pengukuran pemetaan situasi
sistim golongan yang direncanakan secara teknis pada petak
sistem golongan teknis sekunder atau primer, sehubungan dengan penggeseran masa
penanaman disini dilakukan pemberian air secara kontinyu
sistem pemberian air secara giliran pada beberapa petak kuarter
sistim rotasi atau tersier yang digabungkan. Di sini pemberian air dilakukan
tidak kontinyu
sponeng alur (coak) untuk naik turunnya pintu
suatu cara mengevaluasi perilaku suatu konstruksi/proyek
(misalnya waduk, bendung, jaringan irigasi dsb), dengan
studi simulasi
masukkan parameter historis (data curah hujan, debit) pada
jangka waktu tertentu
alur baru yang dibuat di luar alur sungai lama, untuk keperluan-
sudetan atau kopur keperluan pengelakan aliran, penurunan muka air banjir dan
pembangunan bending
sudut gradien energi sudut kemiringan garis energi terhadap garis horizontal
sudut kemiringan muka air pada got miring yang harus
sudut lentur (pada got
memenuhi persyaratan tertentu, untuk mencegah terjadinya
miring)
gelombang
bagian dimana sedimen tidak dapat dikuras/dibilas dengan
sudut mati
kecepatan aliran (dead comer)
sumber bahan timbunan tempat pengambilan bahan timbunan tanah dan pasir
surface roller gerakan aliran yang menggelinding pada permukaan konstruksi
364 Kriteria Perencanaan - Bangunan

Tertiary Off-take Requirement besarnya kebutuhan air pada


T.O.R.
pintu sadap tersier
sipon melintasi alur sungai dimana dasar sipon terletak diatas
talang sipon
muka air banjir
gambaran bentuk yang dinyatakan dengan simbol-simbol
tampakan (feature)
tertentu disertai keterangan seperlunya
lahan pertanian yang hak penggunaannya diserahkan kepada
tanah bengkok pejabat desa karena jabatannya. Beberapa daerah mempunyai
istilah setempat untuk tanah bengkok ini
tanaman yang diteliti untuk mengetahui besarnya
tanaman acuan
evapotranspirasi potensial
tanaman yang semasa tumbuhnya tidak perlu digenangi air,
tanaman ladang
misal padi gadu, palawija, karet, tebu, kopi dsb (upland crop)
konstruksi untuk mencegah terjadinya banjir di belakang
tanggul banjir
tanggul tersebut
tanggul untuk pengaman terhadap banjir di daerah sebelah
tanggul banjir
belakang tanggul tersebut
tanggul yang berfungsi untuk menutup dan atau mengelakkan
tanggul penutup
aliran
tegangan efektif tegangan yang bekerja pada butiran tanah tegangan air pori
tegangan geser dimana tidak terjadi penggerusan penampang
tegangan geser kritis
aliran
tekanan pasif tekanan melawan tekanan aktif
tekanan piesometrik tekanan air yang terukur dengan alat piesometer
tekanan sub atmosfer tekanan lebih kecil dari 1 atm
tekanan tanah aktif tekanan tanah yang mendorong dinding ke arah menjauhi tanah
dinding batas antara bangunan dan pekerjaan tanah sekitarnya
tembok sayap
berfungsi juga sebagai pengarah aliran
suatu pengujian laboratorium untuk mengetahui kandungan air
tes batas cair
dalam contoh tanah pada batas perilaku tanah seperti zat cair
tikungan stabil tikungan aliran dimana tidak terjadi erosi oleh arus
tinggi energi tinggi air ditambah tinggi tekanan dan tinggi kecepatan
tinggi jagaan yang ditetapkan minimum berdasarkan besaran
tinggi jagaan minimum
debit saluran
tinggi muka air yang tinggi muka air rencana untuk dapat mengairi daerah irigasi
diperlukan sebelah hilirnya
tinggi tekanan tekanan dibagi berat jenis
tingkat pertumbuhan saat khusus pertumbuhan tanaman
Daftar Peristilahan Irigasi 365

tipe jaringan irigasi saluran dan pembuang berbentuk tulang


tipe tulang ikan
ikan dikembangkan di daerah pedataran terutama di daerah rawa
transmisivity perkalian antara koeffisien permeabilitas dan tebal akuifer
transplantasi penanaman pemindahan bibit dari persemaian ke sawah
pemakaian data dari satu daerah aliran sungai di daerah aliran
transposisi data
sungai lainnya yang ditinjau dan diperkirakan sama kondisinya
trase letak dan arah saluran atau jalan
turbulensi pergolakan air untuk mereduksi energi (pada kolam olak)
U.S.B.R United States Bureau of Reclamation
U.S.C.E United States Army Corps of Engineers
U.S.C.S Unified Soil Classification System
U.S.D.A United States Department of Agriculture
U.S.S.C.S United States Soil Conservation Service
petugas pengairan desa yang bertanggung jawab atas pembagian
ulu-ulu
air pada satu satu petak tersier
unit kontrol irigasi satuan pengelolaan irigasi misal: petak tersier, sekunder, dst
0,18 h100 penambahan tinggi muka air pada saluran yang
variasi muka air diperlukan untuk mengairi seluruh petak tersier, jika debit yang
ada hanya 70% dan Q100
vegetasi tumbuh-tumbuhan/tanaman penutup
waktu yang diperlukan oleh satu titik hujan dari tempat terjauh
waktu konsentrasi dalam suatu daerah aliran sungai mengalir ke tempat yang
ditetapkan, misal lokasi bendung
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM
DIREKTORAT JENDERAL SUMBER DAYA AIR
D I R E K T O R AT I R I G A S I D A N R A WA

STANDAR PERENCANAAN
IRIGASI

KRITERIA PERENCANAAN
BAGIAN
PETAK TERSIER
KP-05

2013
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM
DIREKTORAT JENDERAL SUMBER DAYA AIR
DIREKTORAT IRIGASI DAN RAWA

STANDAR PERENCANAAN
IRIGASI

KRITERIA PERENCANAAN
BAGIAN
PETAK TERSIER
KP-05

2013
ii Kriteria Perencenaan- Petak Tersier
Sambutan iii

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM


DIREKTORAT JENDERAL SUMBER DAYA AIR
SAMBUTAN

Keberadaan sistem irigasi yang handal merupakan sebuah syarat mutlak bagi
terselenggaranya sistem pangan nasional yang kuat dan penting bagi sebuah negara.
Sistem Irigasi merupakan upaya yang dilakukan oleh manusia untuk memperoleh air
denganmenggunakanbangunan dan saluran buatan untuk mengairi lahan
pertaniannya. Upaya ini meliputi prasarana irigasi, air irigasi, manajemen irigasi,
kelembagaan pengelolaan irigasi dan sumber daya manusia. Terkait prasarana irigasi,
dibutuhkan suatu perencanaan yang baik, agar sistem irigasi yang dibangun
merupakan irigasi yang efektif, efisien dan berkelanjutan, sesuai fungsinya
mendukung produktivitas usaha tani.
Pengembangan irigasi di Indonesia yang telah berjalan lebih dari satu abad, telah
memberikan pengalaman yang berharga dan sangat bermanfaat dalam kegiatan
pengembangan irigasi di masa mendatang.Pengalaman–pengalaman tersebut
didapatkan dari pelaksanaan tahap studi, perencanaan hingga tahap pelaksanaan dan
lanjut ke tahap operasi dan pemeliharaan.
Hasil pengalaman pengembangan irigasi sebelumnya, Direktorat Jenderal Pengairan
telah berhasil menyusun suatu Standar Perencanaan Irigasi, dengan harapan didapat
efisiensi dan keseragaman perencanaan pengembangan irigasi. Setelah pelaksanaan
pengembangan irigasi selama hampir dua dekade terakhir, dirasa perlu untuk
melakukan review dengan memperhatikan kekurangan dan kesulitan dalam penerapan
standar tersebut, perkembangan teknologi pertanian, isu lingkungan (seperti
pemanasan global dan perubahan iklim), kebijakan partisipatif, irigasi hemat air, serta
persiapan menuju irigasi modern (efektif, efisien dan berkesinambungan).
iv Kriteria Perencenaan- Petak Tersier

Setelah melalui proses pengumpulan data, diskusi ahli dan penelitian terhadap
pelaksanaan Standar Perencanaan Irigasi terdahulu serta hasil perencanaan yang telah
dilakukan, maka Direktorat Jenderal Sumber Daya Air menyusun suatu Kriteria
Perencanaan Irigasi yang merupakan hasil review dari Standar Perencanaan Irigasi.
Dengan tersedianya Kriteria Perencanaan Irigasi, diharapkan para perencana irigasi
mendapatkan manfaat yang besar, terutama dalam keseragaman pendekatan konsep
desain, sehingga tercipta keseragaman dalam konsep perencanaan.
Penggunaan Kriteria Perencanaan Irigasi merupakan keharusan untuk dilaksanakan
oleh pelaksana perencanaan di lingkungan Direktorat Jenderal Sumber Daya
Air.Penyimpangan dari standar ini hanya dimungkinkan dengan izin dari Pembina
Kegiatan Pengembangan Irigasi.
Akhirnya, diucapkan selamat atas terbitnya Kriteria Perencanaan Irigasi, dan patut
diberikan penghargaan sebesar–besarnya kepada para narasumber dan editor untuk
sumbang saran serta ide pemikirannya bagi pengembangan standar ini.

Jakarta, Februari 2013


Direktur Jenderal Sumber Daya Air

DR. Ir. Moh. Hasan, Dipl.HE


NIP. 19530509 197811 1001
Kata Pengantar v

KATA PENGANTAR

Setelah melalui proses pengumpulan data, diskusi ahli dan penelitian terhadap
pelaksanaan Standar Perencanaan Irigasi terdahulu serta hasil perencanaan yang telah
dilakukan, maka Direktorat Jenderal Sumber Daya Air menyusun suatu Kriteria
Perencanaan Irigasi yang merupakan hasil review dari Standar Perencanaan Irigasi
edisi sebelumnya dengan menyesuaikan beberapa parameter serta menambahkan
perencanaan bangunan yang dapat meningkatan kualitas pelayanan bidang
irigasi.Kriteria Perencanaan Irigasi ini telah disiapkan dan disusun dalam 3
kelompok:
1. Kriteria Perencanaan (KP-01 s.d KP-09)
2. Gambar Bangunan irigasi (BI-01 s.d BI-03)
3. Persyaratan Teknis (PT-01 s.d PT-04)
Semula Kriteria Perencanaan hanya terdiri dari 7 bagian (KP – 01 s.d KP – 07). Saat
ini menjadi9 bagian dengan tambahan KP – 08 dan KP – 09 yang sebelumnya
merupakan Standar Perencanaan Pintu Air Irigasi. Review ini menggabungkan
Standar Perencanaan Pintu Air Irigasi kedalam 9 Kriteria Perencanaan sebagai
berikut:
KP – 01 Perencanaan Jaringan Irigasi
KP – 02 Bangunan Utama (Head Works)
KP – 03 Saluran
KP – 04 Bangunan
KP – 05 Petak Tersier
KP – 06 Parameter Bangunan
KP – 07 Standar Penggambaran
KP – 08 Standar Pintu Pengatur Air Irigasi: Perencanaan,Pemasangan,
Operasi dan Pemeliharaan
KP – 09 Standar Pintu Pengatur Air Irigasi: Spesifikasi Teknis
vi Kriteria Perencenaan- Petak Tersier

Gambar Bangunan Irigasi terdiri atas 3 bagian, yaitu:


(i) Tipe Bangunan Irigasi, yang berisi kumpulan gambar-gambar contoh sebagai
informasi dan memberikan gambaran bentuk dan model bangunan, pelaksana
perencana masih harus melakukan usaha khusus berupa analisis, perhitungan dan
penyesuaian dalam perencanan teknis.
(ii) Standar Bangunan Irigasi, yang berisi kumpulan gambar-gambar bangunan yang
telah distandarisasi dan langsung bisa dipakai.
(iii) StandarBangunan Pengatur Air, yang berisi kumpulan gambar-gambar bentuk
dan model bangunan pengatur air.
Persyaratan Teknis terdiri atas 4 bagian, berisi syarat-syarat teknis yang minimal
harus dipenuhi dalam merencanakan pembangunan Irigasi.Tambahan persyaratan
dimungkinkan tergantung keadaan setempat dan keperluannya.Persyaratan
Teknisterdiri dari bagian-bagian berikut:
PT – 01 Perencanaan Jaringan Irigasi
PT – 02 Topografi
PT – 03 Penyelidikan Geoteknik
PT – 04 Penyelidikan Model Hidrolis

Meskipun Kriteria Perencanaan Irigasi ini, dengan batasan-batasan dan syarat


berlakunya seperti tertuang dalam tiap bagian buku, telah dibuat sedemikian sehingga
siap pakai untuk perencana yang belum memiliki banyak pengalaman, tetapi dalam
penerapannya masih memerlukan kajian teknik dari pemakainya. Dengan demikian
siapa pun yang akan menggunakan Kriteria Perencanaan Irigasi ini tidak akan lepas
dari tanggung jawabnya sebagai perencana dalam merencanakan bangunan irigasi
yang aman dan memadai.
Kata Pengantar vii

Setiap masalah di luar batasan-batasan dan syarat berlakunya Kriteria Perencanaan


Irigasi, harus dikonsultasikan khusus dengan badan-badan yang ditugaskan
melakukan pembinaan keirigasian, yaitu:
1. Direktorat Irigasi dan Rawa
2. Puslitbang Air
Hal yang sama juga berlaku bagi masalah-masalah, yang meskipun terletak dalam
batas-batas dan syarat berlakunya standar ini, mempunyai tingkat kesulitan dan
kepentingan yang khusus.

Semoga Kriteria Perencanaan Irigasi ini bermanfaat dan memberikan sumbangan


dalam pengembangan irigasi di Indonensia.Kami sangat mengharapkan kritik dan
saran untuk perbaikan ke arah kesempurnaan Kriteria Perencanaan Irigasi.
Jakarta, Februari 2013
Direktur Irigasi dan Rawa

Ir. Imam Agus Nugroho, Dipl.HE


NIP. 19541006 198111 1001
viii Kriteria Perencanaan - Standar Pintu Pengatur Air Irigasi: Spesifikasi Teknis
Tim Perumus ix

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM


DIREKTORAT JENDERAL SUMBER DAYA AIR

TIM PERUMUS REVIEW


KRITERIA PERENCANAAN IRIGASI

No. Nama Keterangan


1. Ir. Imam Agus Nugroho, Dipl. HE Pengarah
2. Ir. Adang Saf Ahmad, CES Penanggung Jawab
3. Ir. Bistok Simanjuntak, Dipl. HE Penanggung Jawab
4. Ir. Widiarto, Sp.1 Penanggung Jawab
5. Ir. Bobby Prabowo, CES Koordinator
6. Tesar Hidayat Musouwir, ST, MBA, M.Sc Koordinator
7. Nita Yuliati, ST, MT Pelaksana
8. Bernard Parulian, ST Pelaksana
9. DR. Ir. Robert J. Kodoatie, M.Eng Editor
10. DR. Ir. Soenarno, M.Sc Narasumber
11. Ir. Soekrasno, Dipl. HE Narasumber
12. Ir. Achmad Nuch, Dipl. HE Narasumber
13. Ir. Ketut Suryata Narasumber
14. Ir. Sudjatmiko, Dipl. HE Narasumber
15. Ir. Bambang Wahyudi, MP Narasumber

Jakarta, Januari 2013


Direktur Jenderal Sumber Daya Air

DR. Ir. Moh. Hasan, Dipl.HE


NIP. 19530509 197811 1001
x Kriteria Perencanaan - Standar Pintu Pengatur Air Irigasi: Spesifikasi Teknis
Daftar Isi xi

DAFTAR ISI

S A M B U T A N ....................................................................................................... iii
KATA PENGANTAR .................................................................................................v
TIM PERUMUS REVIEW KRITERIA PERENCANAAN IRIGASI ................. ix
DAFTAR ISI .............................................................................................................. xi
DAFTAR TABEL ......................................................................................................xv
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. xvii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................1
1.1 Latar Belakang.............................................................................................1
1.2 Tujuan ..........................................................................................................2
1.3 Ruang Lingkup Kriteria Perencanaan Ini ....................................................2
1.4 Penerapan dan Batasan ................................................................................3
1.5 Peristilahan dan Tata Nama (Nomenklatur) ................................................4
1.5.1 Peristilahan ........................................................................................4
1.5.2 Sistem Tata Nama .............................................................................5
BAB II PENDEKATAN MASALAH ........................................................................9
2.1 Pendahuluan ................................................................................................9
2.2 Kegiatan dan Prosedur Perencanaan..........................................................11
2.2.1 Persiapan .........................................................................................11
2.2.2 Pengumpulan Data dan Penyelidikan ..............................................12
2.2.3 Layout Pendahuluan ........................................................................13
2.2.4 Pengecekan Layout Pendahuluan ....................................................14
2.2.5 Pengukuran Detail ...........................................................................15
2.2.6 Perencanaan Detail ..........................................................................15
2.2.7 Pelaksanaan .....................................................................................16
2.3 Kaitan dengan Tahap Pengembangan Jaringan Utama .............................16
2.4 Pertimbangan-Pertimbangan Khusus ........................................................17
2.4.1 Sikap Terhadap Pengembangan Petak Tersier ................................17
2.4.2 Pendekatan dalam Tahap Inventarisasi ...........................................18
2.4.3 Pendekatan dalam Tahap Perencanaan............................................19
BAB III DATA DASAR ............................................................................................21
3.1 Pendahuluan ..............................................................................................21
3.2 Pemetaan Topografi...................................................................................21
3.3 Gambar - Gambar Perencanaan dan Purnalaksana Jaringan yang Ada .....22
xii Kriteria Perencanaan - Standar Pintu Pengatur Air Irigasi: Spesifikasi Teknis

3.4 Genangan dan Kekeringan yang Terjadi Secara Teratur ...........................23


3.5 Pembagian Air di Petak Tersier .................................................................23
BAB IV LAYOUT PETAK TERSIER .....................................................................25
4.1 Pendahuluan ..............................................................................................25
4.2 Petak Tersier yang Ideal ............................................................................26
4.3 Ukuran dan Bentuk Petak Tersier dan Kuarter ..........................................29
4.4 Batas Petak ................................................................................................31
4.5 Identifikasi Daerah - Daerah yang TidakDiairi .........................................32
4.6 Trase Saluran .............................................................................................33
4.6.1 Saluran Irigasi .................................................................................33
4.6.2 Saluran Pembuang ...........................................................................34
4.7 Layout Jaringan Jalan ................................................................................35
4.8 Layout di Berbagai Tipe Medan ................................................................36
4.8.1 Layoutpada Medan Terjal................................................................37
4.8.2 Layout pada Medan Agak Terjal .....................................................41
4.8.3 Layout pada Medan Bergelombang .................................................42
4.8.4 Layout pada Medan Datar ...............................................................44
4.9 Kolam Ikan ................................................................................................46
4.10 Pengecekan dan Penyelesaian Layout Pendahuluan ..................................50
4.10.1 Layout Pendahuluan yang Telah Selesai .........................................50
4.10.2 Pengecekan di Lapangan .................................................................50
4.10.3 Layout Akhir ...................................................................................51
BAB V PERENCANAAN SALURAN .....................................................................53
5.1 Pendahuluan ..............................................................................................53
5.2 Saluran Irigasi ............................................................................................54
5.2.1 Kebutuhan Air Irigasi ......................................................................54
5.2.2 Kapasitas Rencana...........................................................................55
5.2.3 Elevasi Muka Air Rencana ..............................................................56
5.2.4 Karakteristik Saluran .......................................................................59
5.2.5 Saluran Irigasi / Pembuang Kuarter ................................................62
5.3 Saluran Pembuang .....................................................................................63
5.3.1 Modulus Pembuang .........................................................................65
5.3.2 Debit Rencana .................................................................................66
5.3.3 Kelebihan Air Irigasi .......................................................................67
BAB VI BOKS BAGI ................................................................................................75
6.1 Umum ........................................................................................................75
6.2 Fleksibilitas................................................................................................76
6.3 Ambang .....................................................................................................78
6.4 Pintu...........................................................................................................85
Daftar Isi xiii

BAB VII PERENCANAAN BANGUNAN-BANGUNAN PELENGKAP ............89


7.1 Pendahuluan ..............................................................................................89
7.2 Gorong - Gorong .......................................................................................89
7.3 Bangunan Terjun .......................................................................................91
7.4 Talang ........................................................................................................95
7.5 Sipon ..........................................................................................................95
7.6 Pasangan ....................................................................................................97
7.7 Got Miring ...............................................................................................102
7.8 Jalan .........................................................................................................106
7.8.1 Jalan Inspeksi ................................................................................106
7.8.2 Jalan Petani....................................................................................106
7.8.3 Jembatan ........................................................................................107
7.9 Bangunan Akhir.......................................................................................109
BAB VIII PENYAJIAN HASIL PERENCANAAN .............................................111
8.1 Gambar ....................................................................................................111
8.2 Nota Penjelasan .......................................................................................114
8.3 Buku Petunjuk O & P ..............................................................................114
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................116
LAMPIRAN .............................................................................................................118
xiv Kriteria Perencanaan - Standar Pintu Pengatur Air Irigasi: Spesifikasi Teknis
Daftar Tabel xv

DAFTAR TABEL

Tabel 3-1. Definisi Medan untuk Topografi Makro .................................................22


Tabel 4-1. Kriteria Umum untuk Pengembangan Petak Tersier .............................31
Tabel 4-2. Definisi Tipe Medan pada Topografi Mikro ...........................................37
Tabel 5-1. Kriteria Perencanaan untuk Saluran Irigasi Tanpa Pasangan..................62
Tabel 5-2. Kriteria Perencanaan Saluran Pembuang ................................................73
Tabel 7-1. Tabel Pasangan Beton .............................................................................98
Tabel 7-2. Kriteria Perencanaan untuk Saluran Pasangan ........................................99
Tabel 8-1. Gambar-Gambar Perencanaan yang Dibutuhkan ..................................111
xvi Kriteria Perencanaan – Petak Tersier
Pendahuluan xvii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1-1. Sistem Tata Nama Petak Rotasi dan Petak Kuarter .............................6
Gambar 1-2. Peristilahan dan Tata Nama .................................................................7
Gambar 2-1. Bagan Aktivitas Perencanaan Pengembangan dan Petak Tersier ......10
Gambar 4-1. Petak Tersier yang Ideal.....................................................................27
Gambar 4-2. Jalur-Jalur Irigasi ...............................................................................28
Gambar 4-3. Bentuk Optimal Petak Tersier ............................................................30
Gambar 4-4. Perkiraan Jarak Antara Saluran Irigasi dan Pembuang ......................35
Gambar 4-5. Skema Layout Petak Tersier pada Medan Terjal (1) .........................39
Gambar 4-6. Skema Layout Petak Tersier pada Medan Terjal (2)..........................40
Gambar 4-7. Kolam Olak di Ujung Saluran Tersier dengan Aliran Superkritis .....42
Gambar 4-8. Potongan Melintang Melalui Saluran Irigasi/Pembuang Kuarter ......42
Gambar 4-9. Skema Layout Petak Tersier Pada Medan Agak Terjal (1)
untuk Petak yang Lebih Kecil ............................................................43
Gambar 4-10. Skema Layout Petak Tersier di Daerah Datar Berawa-Rawa ............45
Gambar 4-11. Skema Layout Petak Tersier di Daerah Datar Bergelombang ...........47
Gambar 4-12. Skema Layoutdi Daerah Datar Berawa-Rawa ...................................48
Gambar 4-13. Layout Kolam Air Deras ....................................................................49
Gambar 5-1. Elevasi Bangunan Sadap Tersier yang Diperlukan ............................57
Gambar 5-2. Parameter Potongan Melintang ..........................................................61
Gambar 5-3. Tipe-Tipe Potongan Melintang ..........................................................64
Gambar 5-4. Contoh Perhitungan Modulus Pembuang ..........................................67
Gambar 6-1. Boks dengan Ambang Lebar ..............................................................79
Gambar 6-2. Boks Tanpa Ambang..........................................................................80
Gambar 6-3. Pengurangan Debit Moduler ..............................................................80
Gambar 6-4. Boks dengan Ambang Tajam Kontraksi ............................................81
Gambar 6-5. Lengkung Debit Ambang Tajam Menurut Rumus Francis ...............82
Gambar 6-6. Pengurangan Debit Moduler untuk Ambang Tajam ..........................83
Gambar 6-7. Grafik Perencanaan Ambang Tajam untuk h1-h2 = 0,10 m ................84
Gambar 6-8. Grafik Perencanaan Ambang Tajam untuk h1-h2 = 0,05 m ................84
Gambar 6-9. Pintu Sorong atau Pembilas ...............................................................86
Gambar 6-10. Layout Boks Bagi Tersier dan Kuarter ..............................................87
Gambar 7-1. Standar Gorong-Gorong untuk Saluran Kecil ....................................91
Gambar 7-2. Bangunan Terjun................................................................................92
Gambar 7-3. Grafik untuk Menentukan Panjang Kolam Olak ................................94
Gambar 7-4. Talang ................................................................................................96
Gambar 7-5. Grafik Perencanaan untuk Saluran Pasangan Beton
dan Flum Beton ................................................................................100
Gambar 7-6. Detail Pasangan................................................................................101
Gambar 7-7. Bagian-Bagian dalam Got Miring ....................................................102
Gambar 7-8. Kolam Olak pada Got Miring ..........................................................105
xviii Kriteria Perencanaan – Petak Tersier

Gambar 7-9. Jembatan pada Jalan Petani dan Jalan Inspeksi ...............................108
Gambar 7-10. Bangunan Akhir di Saluran Kuarter.................................................110
Gambar 8-1. Saluran Tersier dalam Timbunan .....................................................113
Pendahuluan 1

1.BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam rangka peningkatan produksi tanaman pangan, pembangunan sektor pertanian


mengutamakan program intensifikasi, ekstensifikasi dan diversifikasi. Seiring dengan
perkembangan teknologi pertanian serta kenyataan bahwa varietas tanaman modern
menuntut pengelolaan air secara tepat guna, maka seluruh prasarana di daerah-daerah
pertanian harus dikembangkan.
Untuk mengatur aliran air dan sumbernya ke petak-petak sawah, diperlukan
pengembangan sistem irigasi didalam petak tersier.
Pemerintah Republik Indonesia telah memutuskan bahwa tanggung jawab atas
Pengembangan dan Pengelolaan jaringan utama berada dipihak Pemerintah,
sedangkan para pemakai jaringan bertanggung jawab atas O & P Pengembangan dan
Pengelolaan saluran, pembuang serta bangunan-bangunannya di petak tersier.
Berhubung keahlian para Petani Pemakai Air sangat terbatas, maka pemerintah akan
membantu mereka dalam merancang dan mempersiapkan desain dan pelaksanaan
pekerjaan melalui Pemerintah Kabupaten.
- Segi-segi hukum yang menyangkut pengembangan petak tersier tertuang dalam:
a) Undang-Undang No. 7/2004 tentang sumber daya air
b) Peraturan Pemerintah No. 42/2008 tentang pengelolaan sumber daya air
c) Peraturan Pemerintah 20/2006 tentang Irigasi
d) Peraturan Pemerintah No.38/2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah
antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Propinsi dan Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota.
e) Instruksi Presiden No. 2, 1984 mengenai bimbingan kepada Perkumpulan
Petani Pemakai Air (P3A).
2 Kriteria Perencanaan – Petak Tersier

Dalam Instruksi Presiden No. 2, 1984, diuraikan tugas-tugas dan tanggung jawab
Kementerian Dalam Negeri, Pekerjaan Umum dan Pertanian atas bimbingan
(penyuluhan) kepada Petani Pemakai Air.
Tugas Kementerian Pekerjaan Umum didefinisikan sebagai berikut:
“.............melakukan pembinaan dalam operasi irigasi dan pemeliharaan jaringan
irigasi ditingkat petak tersier, guna terselenggaranya pengelolaan air secara tepat
guna, berdaya guna, dan berhasil guna”.
Dalam Lampiran Instruksi tersebut pada Bab IXPasal 12 tugas bimbinganini
dijelaskan sebagai berikut:
„................memberikan petunjuk dan bantuan kepada P3A dalam hal yang
berhubungan dengan survei dan desain, konstruksi serta operasi dan
pemeliharaan jaringan tersier dan jaringan tingkat usahatani lainnya”.
Tugas Kementerian Dalam Negeri adalah memberikan petunjuk-petunjuk kepada
Pemerintah Daerah tentang bimbingan dan pembentukan Perkumpulan Petani
Pemakai Air (P3A).
Tugas Kementerian Pertanian adalah memberikan petunjuk mengenai penggunaan air
irigasi secara benar dan adil ditingkat kuarter.

1.2 Tujuan

Perencanaan jaringan irigasi tersier harus sedemikian rupa sehingga pengelolaan air
dapat dilaksanakan dengan baik.Operasi dan Pemeliharaan jaringan dapat dengan
mudah dilakukan oleh para Petani Pemakai Air dengan biaya rendah.
Untuk mencapai hasil perencanaan demikian, serta mengingat banyaknya
perencanaan yang harus dibuat, maka seluruh prosedur dan kriteria dibuat standar.

1.3 Ruang Lingkup Kriteria Perencanaan Ini

Kriteria Perencanaan ini akan mempermudah pembuatan rencana/desain yang mulus


dan teliti. Karena O&P sepenuhnya menjadi tanggung jawab para Petani Pemakai Air,
maka perhatian dan keikutsertaan mereka selama perencanaan sangat
Pendahuluan 3

diperlukan.Selain perhatian dan para Petani Pemakai Air, hubungan antara jaringan
tersier dan jaringan utama harus diperhitungkan.Praktek-praktek pengelolaan air serta
konsekuensi teknisnya harus dipertimbangkan secara bersama-sama, baik ditingkat
tersier maupun utama.Oleh sebab itu, perencanaan jaringan irigasi tersier tidak dapat
dipisahkan dari perencanaan jaringan utama.
Dalam Bab II dibicarakan mengenai pendekatan perencanaan petak tersierdalam
kaitannya dengan Petani Pemakai Air dan jaringan utama.
Sebelum perencanaan dimulai, harus tersedia data-data yang teliti dalam jumlah yang
memadai.Dalam Bab III dibicarakan mengenai data-data yang dibutuhkan.
Layoutpetak tersier maupun trase saluran dan pembuang bergantung kepada ukuran,
topografi, situasi yang ada serta pembatasan-pembatasan administratif. Dalam Bab IV
aspek-aspek ini dibicarakan untuk persiapan layout pendahuluan serta proses
penyelesaiannya setelah dicek seperlunya.
Bab V membahas perencanaan saluran irigasi dan pembuang.Kapasitas rencana
saluran irigasi ditentukan berdasarkan besarnya kebutuhan irigasi dan praktek-praktek
operasi.Kapasitas jaringan pembuang dihitung dengan metode modulus pembuang
(drainage modulus).Muka air rencana dan dimensi dihitung dengan metode grafik.
Bangunan-bangunan yang diperlukan dijaringan tersier dapat direncana menurut
standar-standar yang diberikan dalam Bab VI dan VII. Untuk masing-masing
bangunan, akan dibahas karakteristik hidrolis dan tampakan (feature) bangunan.
Dalam Bab VIII dibahas mengenai penyajian hasil perencanaan.Ini meliputinota
perhitungan, gambar-gambar dan buku petunjuk O&P.

1.4 Penerapan dan Batasan

Kriteria perencanaan ini dapat diterapkan untuk sistem irigasi gravitasi didaerah-
daerah datar sampai dengan daerah-daerah kemiringan sedang.Di daerah-daerah
pegunungan, aspek-aspek layout dan gabungan antara jaringan irigasi dan pembuang
harus dipertimbangkan. Pada jaringan irigasi pompa yang kapasitasnya cukup untuk
mengairi petak tersier, akan diperlukan penyesuaian-penyesuaian layout dan kapasitas
4 Kriteria Perencanaan – Petak Tersier

saluran karena hal ini ditentukan oleh kapasitas dan cara operasi pompa. Petak-petak
tersier jaringan irigasi di daerah pasang surut harus disesuaikan terhadap kapasitas
dan layout saluran, seperti untuk pemberian air irigasi secara berselang-seling dan
pembuangan kelebihan air.

1.5 Peristilahan dan Tata Nama (Nomenklatur)

1.5.1 Peristilahan

Petak tersier adalah petak dasar disuatu jaringan irigasi.Petak itu merupakan bagian
dari daerah irigasi yang mendapat air irigasi dan satu bangunan sadap tersier dan
dilayani oleh satu jaringan tersier.
Petak tersier dibagi-bagi menjadi petak-petak kuarter.Sebuah petak tersier merupakan
bagian dari petak tersier yang menerima air dan saluran kuarter.
Petak subtersier diterapkan hanya apabila petak tersier berada didalamdaerah
administratif yang meliputi dua desa atau lebih.
Jaringan tersier adalah jaringan saluran yang melayani areal didalam petak tersier.
Jaringan tersier terdiri dari:
- Saluran dan bangunan tersier: saluran dan bangunan yang membawa dan
membagi air dari bangunan sadap tersier ke petak-petak kuarter.
- Saluran dan bangunan kuarter: saluran dan bangunan yang membawa air dari
jaringan bagi ke petak-petak sawah.
- Saluran pembuang: saluran dan bangunan yang membuang kelebihan air dari
petak-petak sawah ke jaringan pembuang utama.
Operasi bangunan sadap tersier merupakan tanggung jawab Pemerintah Pusat,
Pemerintah Daerah Propinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten sesuai dengan
kewenangannya.Pembagian air serta operasi bangunan- bangunan didalam petak
tersier menjadi tanggung jawab Ulu-Ulu P3A.
Saluran tersier membawa air dari bangunan sadap tersier dijaringan utama ke petak-
petak kuarter. Batas ujung saluran tersier adalah boks bagi kuarter yang terakhir. Para
Pendahuluan 5

petanimenggunakan air dari saluran kuarter.Dalam keadaan khusus yang menyangkut


topografi dan kemudahan pengambilan air, para petani diperkenankan mengambil air
dari saluran tersier tanpa merusak saluran tersier.
Saluran kuarter membawa air dari boks bagi kuarter melalui lubang sadap sawah atau
saluran cacing ke sawah-sawah. Jika pemilikan sawah terletak lebih dari 150 m dari
saluran kuarter, saluran cacing dapat mengambil air langsung tanpa bangunan dari
saluran kuarter.
Saluran kuarter sebaiknya berakhir di saluran pembuang agar air irigasi yang tak
terpakai bisa dibuang.Supaya saluran tidak tergerus, diperlukan bangunan akhir.
Boks kuarter hanya membagi air irigasi ke saluran kuarter saja. Boks tersier membagi
air irigasi antara saluran kuarter dan tersier.
Saluran pembuang kuarter terletak didalam petak tersier untuk menampung air
langsung dari sawah dan membuang air itu ke saluran pembuang tersier.
Saluran pembuang tersier terletak di dan antara petak-petak tersier dari jaringan
irigasi sekunder yang sama, serta menampung air dan pembuang kuarter maupun
langsung dari sawah.

1.5.2 Sistem Tata Nama

Boks tersier diberi kode T, diikuti dengan nomor urut menurut arah jarum jam, mulai
dari boks pertama di hilir bangunan sadap tersier: T1, T2, dan seterusnya.
Boks kuarter diberi kode K, diikuti dengan nomor urut jarum jam, mulai dari boks
kuarter pertama di hilir boks nomor urut tertinggi K1, K2, dan seterusnya.
Ruas-ruas saluran tersier diberi nama sesuai dengan nama boks yang terletak di antara
kedua boks, misalnya (T1 - T2), (T3 - K1).
Petak kuarter diberi nama sesuai dengan petak rotasi, diikuti dengan nomor urut
menurut arah jarum jam. Petak rotasi diberi kode A, B, C dan seterusnya menurut
arah jarum jam.
6 Kriteria Perencanaan – Petak Tersier

Gambar 1-1. Sistem Tata Nama Petak Rotasi dan Petak Kuarter

Saluran irigasi kuarter diberi nama sesuai dengan petak kuarter yang dilayani tetapi
dengan huruf kecil, misalnya a1, a2, dan seterusnya.
Saluran pembuang kuarter diberi nama sesuai dengan petak kuarter yangdibuang
airnya, diawali dengan dk, misalnya dka1, dka2 dan seterusnya.Saluran pembuang
tersier diberi kode dt1, dt2, juga menurut arah jarumjam.
Pendahuluan 7

bangunan sadap tersier BS 2


saluran sekunder SAMBAK

jalan inspeksi
boks tersier T1 T2
saluran tersier (T1-T2)

a2
saluran kuarter a1
A2
petak kuarter A1
saluran tersier (T1-T4) (T2-T3)

T4 T3
pembuang kuarter dka1 dka2

b1
jalan petani c1 bangunan akhir
B1
C1
saluran tersier (T4-K2) (T3-K1)
boks kuarter K2 K1
dkc1 dkb1

b2
c2
c2
B2
C2
pembuang tersier dt1

dkc2 dkb2

b3
c3
Denah
Petak tersier C3 B3
S2 ka

pembuang sekunder

Gambar 0-1. Peristilahan dan Tata Nama


8 Kriteria Perencanaan – Petak Tersier
Pendekatan Masalah 9

2.BAB II
PENDEKATAN MASALAH

2.1 Pendahuluan

Petak tersier merupakan basis suatu jaringan irigasi.Perencanaan dan pelaksanaan


petak tersier dilaksanakan oleh para Petani Pemakai Air (P3A) dengan bantuan teknis
dari Pemerintah melalui Pemerintah Kabupaten.Operasi dan pemeliharaannya
menjadi tanggung jawab para petani yang diorganisasi dalam Petani Pemakai Air atau
P3A.Organisasi ini mempunyai otonomi penuh.
Karena P3A bertanggung jawab atas pengelolaan petak tersier, maka jelas bahwa
usaha-usaha pengembangan petak tersier hendaknya datang dari inisiatif
petani.Keikutsertaan petani dibutuhkan dalam tahap perencanaan dan pelaksanaan.
Pembiayaan pengembangan tersier menjadi tanggung jawab petani, kecuali sadap
tersier, saluran sepanjang 50 m dari bangunan sadap, boks tersier dan kuarter,
bangunan lainnya. Dalam hal petani tidak mampu, pemerintah dapat memberi
bantuan.
Petak tersier yang akandikembangkan sering terletak dijaringan irigasi yang sudah
ada. Kaitan dan dampak pengembangan petak-petak tersebut terhadap jaringan utama
juga harus dipertimbangkan selama perencanaan teknis jaringan utama dan tersier.
Dalam bab ini akan dibicarakan mengenai pendekatan perencanaan dalam kaitannya
dengan jaringan utama dan Petani Pemakai Air. Lebih lanjut akan dijelaskan
mengenai pertimbangan-pertimbangan khusus untuk membuat perencanaan yang
baik.
10 Kriteria Perencanaan – Petak Tersier

PERENCANAAN
INPRES NO.2/1984 PENDAHULUAN
IDE PETANI UU No.7/2004 SALURAN +
PP No.20/2006 BANGUNAN
PP No.38/2008
YA

ELEVASI OK ?

PENYULUHAN
Layout Akhir ?

Pembentukan PERENCANAAN DETAIL


Penguatan SALURAN + BANGUNAN

PEMBAGIAN PEMBIAYAAN
Permohonan Bantuan dari P3A ANTARA
PEMERINTAH DENGAN P3A

TIDAK NOTA PERENCANAAN


+
Kom isi Irigasi Setuju ? STOP GAMBAR + RENCANA

YA
PENYERAHAN HASIL
PERENCANAAN KE
NOTA KESEPAKATAN
PEMBIIIAYAAN

PEMBAGIAN
PERAN
Pengumpulan Data PELAKSANAAN
dan Konsultasi

PEMASANGA
N PIKET
Pem bagian Peran Perencanaan
Dengan P3A
TIDAK
TIDAK
KONDISI
LAPANGA PENYESUAIA
PETA Topografi N
1 : 2000 atau 1 : 5000
Tersedia ?
YA YA
INVENTARISAS
TIDAK
I PENGAWASAN
PENGOLAHAN
PELAKSANAAN

PENGUKURA CEK PETA PERBAIKAN


N
UJI COBA
PENGALIRA
NOK ? TIDAK
LAYOUT PENDAHULUAN
YA

GAMBAR
MUSYAWARAH DENGAN P3A PURNA
DAN PENGECEKAN LAPANGAN LAKSANA
KOREKSI

LAYOUT PENDAHULUAN DISETUJUI ? SERAH TERIMA


PENYESUAIAN JARINGAN KE
TIDAK LAYOUT P3A
YA
LAYOUT PENDAHULUAN DEFINITIF
O&P

Gambar 2. 1 Bagan aktivitas perencanaan pengembangan dan petak tersier


Gambar 2-1.Bagan Aktivitas Perencanaan Pengembangan dan Petak Tersier
Pendekatan Masalah 11

2.2 Kegiatan dan Prosedur Perencanaan

2.2.1 Persiapan
Menurut Instruksi Presiden No. 2 Tahun 1984, para Petani Pemakai Air bertanggung
jawab atas Operasional dan Pemeliharaan di petak tersier. Untuk pengembangan
petak tersier, prakarsa harus datang dari para petani.
Untuk lebih memberikan dorongan kepada para petani, rapat-rapat pembinaan akan
diorganisasi dibawah wewenang Pemerintah Daerah.
Hal-hal yang perlu dibicarakan adalah:
- Program Pengembangan Petak Tersier (PPT)
- Keuntungan-keuntungan yang dapat diperoleh dari PPT
- Perlunya PPT bagi para petani
- Perlunya keikutsertaan para petani dalam PPT
- Perlunya P3A
- Tugas-tugas P3A
- Kesediaan para petani untuk memberikan tanah tanpa memperoleh ganti rugi.
Untuk itu para Petani Pemakai Airharus diorganisasi terlebih dahulu dalam
Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A), karena badan hukum akan bertanggung
jawab atas pengembangan, eksploitasi dan pemeliharaan jaringan tersier dan hanya
P3A yang akan dapat mengajukan permohonan bantuan teknis kepada pemerintah.
Atas dasar kondisi prasarana, klimatologi serta sosial -ekonomi, pemerintah akan
memutuskan apakah pengembangan petak tersier tersebut perlu mendapat bantuan
teknis.
Untuk dapat mengambil keputusan yang tepat, ada beberapa pertanyaanyang harus
terjawab sebelum perencanaan teknis dimulai,yakni:
 Mungkinkah petak tersier diberi air dari jaringan utama
 Bila tidak, apa sebabnya
- Air yang tersedia kurang
- Efisiensi pemanfaatan air
12 Kriteria Perencanaan – Petak Tersier

- Kesulitan-kesulitan teknis untuk mengalirkannya


- Terdapat penyadapan liar di sebelah hulu
 Apakah daerah yang bersangkutan sering tergenang air ?
Jika air irigasi dan jaringan utama tidak dapat mencapai bangunan sadap tersier, maka
masalah-masalah yang dijumpai pada jaringan utama harus diatasi dahulu sebelum
pengembangan petak tersier dapat dimulai.Masalah-masalah yang ditemui di jaringan
utama ini terutama disebabkan oleh kekurangan-kekurangan teknis atau operasional,
atau penyadapan liar yang dilakukan di petak-petak tersier hulu.
Apabila daerah ini sering tergenang, maka pemeliharaan jaringan tersier akan menjadi
sangat mahal dan membebani para Petani Pemakai Air. Perbaikan sarana pembuangan
air atau pengendali banjir mungkin akan mendapat prioritas. Tetapi hal ini harus
dicakup dalam proyek yang lebih besar.Apabila masalah-masalah ini tidak dapat
dipecahkan dalam waktu dekat, maka pengembangan petak tersier harus ditinjau
kembali.
Setelah pengembangan petak tersier disetujui, maka Pemerintah akan mengirim
utusan yang akan:
- Menjelaskan sistem pembiayaan pengembangan tersier
- Menjajaki kemampuan dan kesanggupan pembiayaan dari petani
- Menampung permintaan bantuan Pemerintah yang dibutuhkan
- Mengawasi bantuan teknis

2.2.2 Pengumpulan Data dan Penyelidikan

Perencanaan yang sesungguhnya dimulai dengan pengumpulan data-data yang


diperlukan. Pengumpulan data mencakup kegiatan-kegiatan berikut:
- Inventarisasikeadaan topografi dengan cara mengadakan pengukuran topografi.
- Inventarisasifasilitas-fasilitas yang sudah ada, air yang tersedia serta terjadinya
genangan.
Pendekatan Masalah 13

- Inventarisasi praktek-praktek irigasi dan cara-cara pembagian air yang ada


sekarang.
- Pengumpulan data hidrometereologi untuk menentukan kebutuhan air irigasi dan
pembuangan.
Kegiatan pertama adalah pengukuran topografi dimana titik-titik rincik ketinggian
diukur dari garis-garis tinggi (kontur) ditentukan, ini akan dilakukan oleh para tenaga
pengukuran. Bila peta berskala 1 : 5.000 atau 1 : 2.000 sudah tersedia, maka
pengukuran topografi hanya akan mencakup pengecekan dan pembaharusan peta ini.
Inventarisasi situasi dan fasilitas yang sudah ada di petak tersier dilakukan dalam
waktu bersamaan oleh Bagian Pembinaan dan Perencana.Inventarisasi ini hendaknya
mencakup semua prasarana yang ada seperti saluran-saluran irigasi dan pembuang,
bangunan, jalan, batas-batas desa dan daerah-daerah perkampungan. Inventarisasi
juga mencakup aliran air yang sebenarnya di daerah itu. Semua ini akan dapat
dilakukan hanya jika dilakukan bersama-sama dengan beberapa petani.
Bila pengembangan petak tersier akan dilaksanakan dijaringan irigasi teknis yang
sudah ada, maka konsekuensinya terhadap kebutuhan tinggi energi di bangunan sadap
tersier harus dipelajari dengan seksama. Kehilangan tinggi energi di boks bagi akan
mengakibatkan diperlukannya muka air rencana yang lebih tinggi, khususnya di
daerah-daerah datar.

2.2.3 LayoutPendahuluan

Layoutpendahuluan dibuat berdasarkan data-data dan hasil penyelidikan sebelumnya.


Layoutpendahuluan juga meliputi batas-batas petak tersier, daerah yang dapat diairi
dari trase saluran berdasarkan data-data yang telah diperolehsebelumnya. Layout
pendahuluan hendaknya sudah menunjukkan pengaruh terhadap tinggi rencana
dijaringan utama.
Layout pendahuluan disiapkan oleh ahli irigasi yang mensyaratkan sebagai
berikut:
- Terwujudnya sistem saluran pembawa dan pembuang secara jelas
14 Kriteria Perencanaan – Petak Tersier

- Bagi lokasi yang memungkinkan petak-petak sawah dipikirkan diolah dengan


hand traktor, guna mengganti binatang ternak dan mengatasi tenaga petani yang
semakin berkurang
- Bagi yang memungkinkan terwujudnya jalan usaha tani sekaligus jalan inspeksi
ditingkat tersier
Pengaturan dan ukuran petak sawah sedemikian sehingga memudahkan air mengalir
dari petak ke petak yang memungkinkan pengelolaan air yang efektif.
Untuk hal-hal seperti pemilikan tanah, pengembangan sawah dan sebagainya,
instansi-instansi berikut akan dilibatkan:
- Pemerintah Daerah
- Agraria
- Pertanian
- Transmigrasi (hanya di daerah-daerah transmigrasi saja).

2.2.4 PengecekanLayoutPendahuluan

Pengecekan layout pendahuluan meliputi kegiatan-kegiatan berikut:


- Konsultasi dengan P3A
- Pengecekan di lapangan.
Konsultasi dengan pihak P3A dibutuhkan untuk menjelaskan dan membicarakan
layoutpendahuluan.komentar serta keberatan-keberatan yang diajukan oleh para
petani harus dipertimbangkan benar-benar, karena ketidaksepakatan akan
menyebabkan penyalahgunaan atau bahkan hambatan terhadap pengembangan atau O
& P jaringan irigasi berhubung para petani tidak terbiasa menggunakan peta, layout
pendahuluan juga harus dicek di lapangan.
Dengan mengajak mereka berjalan disepanjang saluran, para petani diberi
kesempatan untuk menunjukkan di tempat-tempat mana kira-kira akan timbul
masalah.
Selama kunjungan ini layout bisa diubah sesuai dengan keinginan para petani serta
kelayakan teknis.
Pendekatan Masalah 15

Pengecekanlayoutpendahuluan ini melibatkan instansi Pemerintah Daerah,Pertanian


dan Agraria (jika dipandang perlu).
Komentar dan usul yang diterima akan dimasukkan ke dalam layout pendahuluan.
Pengukuran detail dapat dimulai setelah layout pendahuluan disetujui oleh kedua
belah pihak.

2.2.5 Pengukuran Detail

Bila secara umum layout dapat diterima, maka trase saluran yang direncana bisa
mulai diukur, potongan-potongan memanjang dan/atau melintang diukur dan muka
air direncana.
Jika dalam tata letak timbul kesulitan-kesulitan yang berhubungan dengan elevasi
ketinggian yang dapat dipecahkan dengan cara memilih tata letak lainnya, maka hal
ini sebaiknya dicek di lapangan bersama-sama dengan para wakil petani.
Jika kedua belah pihak telah sepakat, hasilnya dapat dibicarakan dalam suatu rapat
dengan para petani yang diadakan oleh staf pembinaan. Atas dasar persetujuan umum
secara tertulis serta persetujuan dan Kepala Desa yang bersangkutan, layoutakan
dibuat final.

2.2.6 Perencanaan Detail

Berdasarkan layout akhir dan hasil-hasil pengukuran detail dimensi maupun elevasi
saluran dan bangunan dapat direncana dan digambar. Semua bangunan akan
disesuaikan dengan standar yang ada.
Perencanaan detail akan disajikan dalam sebuah buku perencanaan. Buku ini memuat
penjelasan mengenai perencanaan, perhitungan perencanaan dan gambar-gambar,
serta petunjuk operasi dan pemeliharaan, perkiraan biaya pengembangan, kesepakatan
pembagian pembiayaan antara pemerintah dan petani.Dengan diserahkannya buku
perencanaan kepada P3A, maka selesailah sudah kegiatan perencanaan yang
sebenarnya. Keterlibatan perencana selama tahap pelaksanaan masih dibutuhkan,
16 Kriteria Perencanaan – Petak Tersier

karena mungkin masih akan timbul masalah yang memerlukan dibuatnya


penyesuaian-penyesuaian perencanaan.

2.2.7 Pelaksanaan

Setelah penyerahan buku perencanaan kepada P3A, mungkin masih perlu waktu
cukup lama sebelum pelaksanaan dapat dimulai.Sebelum pelaksanaan dimulai,
perencanaan harus diperiksa dahulu.
Jika kondisi lapangan telah berubah, mungkin diperlukan penyesuaian-penyesuaian
perencanaan. Untuk membuat penyesuaian-penyesuaian harus diikuti prosedur yang
sama seperti selama tahap perencanaan.
Setelah pelaksanaan pekerjaan fisik selesai, debit rencana semua bangunan dan
saluran akan dites. Mungkin terdapat kekurangan-kekurangan sehubungan dengan
elevasi dan kapasitas bangunan dan saluran.Sebelum jaringan diserahterimakan
kepada P3A, kekurangan-kekurangan ini harus diperbaiki terlebih dahulu.
Karena pengembangan tersier akan dibiayai dari dua sumber dana, yaitu Pemerintah
dan Petani, maka harus disinkronkan (serasi) dengan kesiapan pembiayaan kedua
belah pihak pada tahun fiskal yang sama.

2.3 Kaitan dengan Tahap Pengembangan Jaringan Utama

Kaitan antara jaringan utama dan jaringan tersier adalah:


- Lokasi bangunan, sadap
- Kapasitas bangunan, sadap (ukuran petak tersier), dan
- Muka air yang diperlukan di hulu bangunan, sadap.
Tahap pengembangan jaringan utamamenentukan derajat kebebasan dalam
perencanaan jaringan tersier.
Tahap-tahap pengembangan yang penting adalah sebagai berikut:
- Jaringan utama yang sedang direncana
- Perencanaan telah selesai tetapi belum dilaksanakan
- Jaringan utama telah dilaksanakan atau sedang dilaksanakan.
Pendekatan Masalah 17

Hasil yang optimal serta efisiensi tertinggi akan dapat dicapai apabila petak tersier
dan jaringan utama direncana bersamaan. Akan tetapi, ini memerlukan perancangan
dan koordinasi yang seksama dalam kegiatan perencanaan jaringan tersier dan utama.
Apabila perencanaan jaringan utama telah selesai, semua perubahan ukuran petak,
lokasi bangunan sadap dan/atau muka air yang diperlukan, mempunyai konsekuensi-
konsekuensi tersendiri terhadap perencanaan jaringan utama.Perubahan-perubahan ini
mungkin mengakibatkan direvisinya perencanaan jaringan utama.Bagian-bagian yang
direvisi ini bisa banyak sekali, khususnya di daerah-daerah rendah.Aspek-aspek yang
berkenaan dengan biaya penyesuaian perencanaan dan pelaksanaannya harus
dipelajari dengan seksama sebelum membuat perubahan-perubahan.Perjanjian khusus
baru dibuat jika perencana jaringan tersier tidak dilibatkan dalam perencanaan
jaringan utama.
Penyesuaian-penyesuaian yang dibuat dijaringan utama yang telah dilaksanakan harus
dipelajari secara seksama, karena yang terpengaruh oleh penyesuaian ini tidak hanya
bangunan sadap tersier yang bersangkutan.Naiknya muka air mempunyai dampak
langsung terhadap kapasitas jagaan bangunan dan saluran di sebelah hulu. Biaya
penyesuaian jaringan utama harus seimbang dengan keuntungan yang akan diperoleh
di petak tersier.
Bila penyesuaian jaringan utama tidak mungkin, maka kapasitas yang lebih kecil dan
bangunan sadap harus diatasi dengan menerapkan sistem rotasi permanen di petak
tersier tersebut.

2.4 Pertimbangan-Pertimbangan Khusus

2.4.1 Sikap Terhadap Pengembangan Petak Tersier

Dalam petak tersier, semua kegiatan untuk menunjang produksi padi bertemu dan
saling berkaitan satu sama lain. Ada tiga Kementerian (PU, Pertanian dan Dalam
Negeri) yang terlibat sekaligus dalam bidang yang berbeda-beda, rekayasa
(engineering), pertanian dan sosial serta administrasi.Petak tersier merupakan unit
18 Kriteria Perencanaan – Petak Tersier

terkecil dan seluruh sistem irigasi. Kalau petak tersier tidak berfungsi sebagaimana
mestinya, maka seluruh sistem tidak akan berdaya guna sebagaimana seharusnya.
Tugas Kementerian Pekerjaan Umum adalah membangun prasarana fisik yang baik
untuk menunjang usaha para petani dalam meningkatkan hasil produksi
pertanian.Prinsip ini hendaknya dijadikan dasar kerja bagi perencana.Konsekuensi
dan sikap ini adalah bahwa jika para petani tidak menghendaki adanya
Pengembangan Petak Tersier (PPT) karena alasan-alasan yang masuk akal, maka
program ini sebaiknya jangan dipaksakan.
Untuk mencapai pendekatan yang seimbang dalam perencanaan petak tersier,
diperlukan pengetahuan yang mendalam mengenai kondisi lapangan, baik yang
berkenaan dengan aspek-aspek fisik maupun sosial -ekonomi. Kenyataan bahwa
operasi dan pemeliharaan dijaringan tersier merupakan tanggung jawab para petani,
menunjukkan bahwa jaringan tersier yang akan dibangun harus dapat diterima sesuai
dengan kebutuhan para petani. Jika tidak, jaringan itu akan diabaikan atau
disalahgunakan dan investasi/modal tidak akan kembali, alias nihil.

2.4.2 Pendekatan dalam Tahap Inventarisasi

Berikut ini diberikan beberapa langkah yang bermanfaat dalam tahap inventarisasi:
1. Selama inventarisasi petak tersier dan daerah-daerah sekitarnya, usahakan untuk
berbicara dengan semua wakil petani serta para pejabat desa. Ceklah di lapangan
keterangan yangdiberikan bersama-sama dengan petani-petani lain. Karena
konsultasisemacamini banyakmakanwaktu, maka usahakan banyak menyediakan
waktu untuk ini. Waktu yang dihabiskan untuk penyelidikan seperti itu jangan
dianggap terbuang percuma. Beritahukan kapan akan dimulai kunjungan ke desa
yang bersangkutan, apa maksudnya dan jelaskan tujuan kunjungan lapangan
tersebut kepada semua pemilik petak yang berkepentingan dalam hal ini.
2. Usahakan untuk secara langsung melihat sendiri semua masalah fisik yang ada
dan membuat sketsa-sketsa serta foto-foto dimana perlu. Buatlah gambar-gambar
histori untuk pekerjaan tersebut. Jangan percaya pada peta manapun sebelum
Pendekatan Masalah 19

mengeceknya di lapangan. Usahakan untuk berjalan di sepanjang masing-masing


trase yang telah direncanakan dan cek semua masalah secara visual.
3. Mintalah para petani untuk membantu menggambar daerah dalam bentuk sketsa
yang menunjukkan saluran, bangunan dan batas-batasnya. Mintalah para petani
itu untuk mendaftar/menyebutkan masalah-masalah dan cara pemecahannya pada
peta ini akan sangat membantu pada waktu rencana akhir akan dibicarakan.
4. Masalah-masalah tertentu hanya akan tampak dimusim hujan, lainnya hanya
tampak dimusim kemarau. Oleh sebab itu, usahakan untuk memperhatikan kedua
situasi itu dalam pemeriksaan lapangan.
5. Pada waktu menjelaskan atau membicarakan hal-hal teknis dengan para petani
atau orang-orang awam lainnya, jangan lupa bahwa gambar-gambar yang bagi
orang teknik sangat jelas, mungkin tidak jelas bagi para petani ini karena petani
tersebut belum pernah belajar membaca gambar dan oleh karena itu tidak dapat
membacanya. Usahakan untuk memberikan informasi itu dalam bahasa yang
mudah dimengerti. Walaupun ini semua telah petugas lakukan dengan baik,
namun sebaiknya tetap terbuka untuk mengubah trase yang sudah direncanakan,
bahkan beberapa saat sebelum pelaksanaan dimulai, jika ternyata para petani
dapat melihat apa yang sebenarnya akan terjadi.

2.4.3 Pendekatan dalam Tahap Perencanaan

1. Sebelum mulai membuat perencanaan, telitilah semua usulan dengan para petani.
Mintakan persetujuan dari para calon pemakai itu.
2. Jelaskan konsekuensi pembiayaan akibat usulan petani. Kalau perlu diberi
gambaran alternatif jalan keluarterkait dengan biaya lebih murah. Hal ini perlu
dilakukan mengingat petani akan membiayai saluran tersier dan kuarternya.
3. Perencanaan harus dibuat selengkap mungkin. Penting diingat bahwa semua
detail harus benar. Pemecahan masalah-masalah perencanaan jangan ditunda
sampai tahap pelaksanaan, karena pada tahap ini para pengawas telah dihadapkan
pada masalah yang menumpuk sehingga mereka cenderung melalaikan masalah-
20 Kriteria Perencanaan – Petak Tersier

masalah perencanaan. Untuk membuat penyesuaian-penyesuaian yang perlu di


lapangan, perencana harus hadir (tetapi jika terpaksa tidak bisa hadir, perencana
boleh mengirim wakilnya) dan secara teratur mengunjungi lokasi pelaksanaan
guna mengantisipasi kesulitan-kesulitan yang akan timbul.
4. Sebelum pelaksanaan dimulai, pastikan bahwa pekerjaan yang diusulkan telah
dijelaskan kepada para petani serta memperoleh dukungan. Kalau perlu, buatlah
penyesuaian-penyesuaian berdasarkan hasil konsultasi dengan para petani.
5. Berhati-hatilah dalam membuat perubahan-perubahan besar pada rencana
jaringan, karena hal ini sering menimbulkan masalah-masalah yang tidak tampak.
Usahakanuntuk sebanyak mungkin memanfaatkan jaringan yang sudah ada,
daripada merencanakan trase yang sama sekali baru. Hal ini berakibat bahwa ada
kriteria standar tertentu yang harus ditinggalkan, misalnya penggunaaan kembali
air buangan, petak-petak tersier atau kuarter yang terlalu besar dan lain–lain.
Data Dasar 21

3.BAB III
DATA DASAR

3.1 Pendahuluan

Untuk perencanaan diperlukan data-data dasar berikut:


- Keadaan topografi
- Gambar-gambar perencanaan atau purnalaksana (as built drawings) jaringan
utama
- Kondisi hidrometereologi untuk menentukan kebutuhan air irigasi
danpembuangan
- Genangan atau kekeringan yang terjadi secara teratur
- Aspek-aspek operasi.
Keadaan topografi menentukan layout petak-petak irigasi.Kebutuhan air irigasi,
pembuangan dan operasi jaringan menentukan kapasitas, dimensi bangunan dan
saluran.
Di jaringan irigasi yang sudah ada gambar-gambar perencanaan atau purnalaksana,
diperlukan untuk menentukan batasan-batasan perencanaan jaringan tersier
sehubungan dengan elevasi air dan kapasitas bangunan sadap.

3.2 Pemetaan Topografi

Untuk perencanaan detail jaringan irigasi tersier dan pembuang, diperlukan peta
topografi yang secara akurat menunjukkan gambaran muka tanah yang ada. Untuk
masing-masing jaringan irigasi akan digunakan titik referensi dan elevasi yang sama.
Peta-peta ini dapat diperoleh dari hasil-hasil pengukuran topografi (metode terestris)
atau dan foto udara (peta ortofoto).
Peta-peta itu harus mencakup informasi yang berkenaan dengan:
- Garis-garis kontur
- Batas-batas petak sawah (kalau ada: peta ortofoto)
22 Kriteria Perencanaan – Petak Tersier

- Tata guna tanah


- Saluran irigasi, pembuang dan jalan-jalan yang sudah ada beserta bangunannya
- Batas-batas administratif (desa, kampung)
- Rawa-rawa dan kuburan
- Bangunan.
Skala peta dan interval garis-garis kontur bergantung kepada keadaan topografi:

Tabel 3-1.Definisi Medan untuk Topografi Makro


Kemiringan Interval
Medan Skala
Medan Kontur
Sangat Datar <0,25% 1 : 5.000 0,25m
Datar 0,25% - 1,0% 1 : 5.000 0,50 m
Bergelombang 1% - 2% 1 : 5.000 0,50 m
Terjal >2% 1 : 5.000 1,00 m

Selain itu juga akan diperlihatkan kerapatan/densitas titik-titik di petak-petak sawah


agar arah aliran antar petak dapat ditentukan.
Jika dipakai peta ortofoto, maka kontrol pemetaan ini akan dilakukan dengan
pengukuran lapangan.
Peta ikhtisar harus disiapkan dengan skala 1 : 25.000 dengan layout jaringan utama
dimana petak tersier terletak. Peta ini harus mencakup trase saluran irigasi, saluran
pembuang, batas-batas petak tersier dan sebagainya.
Untuk penjelasan yang lebih rinci mengenai pengukuran dan pemetaan, lihat
Persyaratan Teknis untuk Pemetaan Terestris dan Pemetaan Ortofoto (PT - 02).

3.3 Gambar- Gambar Perencanaan dan Purnalaksana Jaringan yang Ada

Di daerah-daerah yang sudah ada fasilitas irigasinya, diperlukan data-data


perencanaan yang berhubungan dengan daerah-daerah irigasi, kapasitas saluran irigasi
dan muka air maksimum dari saluran-saluran yang ada dan gambar-gambar
purnalaksana (kalau ada), untuk menentukan tinggi muka air dan debit rencana.
Data Dasar 23

Dari hasil evaluasi tinggi muka air dan debit yang dialirkan, perlu adanya
penyesuaian elevasi ambang sadap dan penampang pintu sadap.
Jika data-data ini tidak tersedia, maka untuk menentukan tinggi muka air rencana
pada pintu sadap dan elevasi bangunan sadap lainnya harus dilakukan pengukuran.
Bagi daerah yang saluran utamanya sudah dibangun, sering air irigasi tidak sampai
pada tersier bagian hilir.Perlu dilakukan penelitian kehilangan air sepanjang saluran
utama untuk mengetahui apakah saluran melewati daerah yang porous.

3.4 Genangan dan Kekeringan yang Terjadi Secara Teratur

Di daerah petak tersier yang akan dikembangkan, kondisi genangan dan kekeringan
harus diketahui. Bila genangan sering terjadi (setiap tahun), maka jaringan tersier
akan mengalami kerusakan berat. Biaya O & P yang tinggi akan menjadi beban berat
bagi para petani dan akibatnya jaringan tersier akan terbengkalai. Sebelum petak
dilengkapi dengan jaringan tersier, harus diambil tindakan-tindakan khusus guna
mengurangi frekuensi genangan, dengan menyempurnakan kapasitas dan kelancaran
drainase.
Hal yang sama berlaku bagi daerah-daerah yang terlanda kekeringan. Jika persediaan
air tak dapat diandalkan, maka para petani tidak akan berminat untuk mengoperasikan
dan memelihara jaringan dengan baik. Perbaikan persediaan air perlu dilakukan
sebelum petak dapat dikembangkan.Bila tersedianya air merupakan faktor
penghambat, maka pengembangan petak tersier sebaiknya ditinjau kembali.
Hal ini dilakukan dengan mencari kemungkinan penambahan pasokan air dengan
membangun embung atau waduk lapangan.

3.5 Pembagian Air di Petak Tersier

Sistem pembagian air yang akan diterapkan merupakan masalah pokoksebelum


jaringan tersier dapat direncana. Ada tiga sistem pembagian air,yakni:
- Pengaliran secara terus-menerus
- Rotasi permanen
24 Kriteria Perencanaan – Petak Tersier

- Kombinasi antara pengaliran secara terus-menerus dan rotasi.


Sistem pengaliran secara terus-menerus memerlukan pembagian air yang
proporsional, jadi besarnya bukaan pada boksharus proporsional/sebanding dengan
daerah irigasi di sebelah hilir.
Pemberian air irigasi ke petak-petak kuarter di petak tersier berlangsung secara
terus-menerus. Pemberian air ini dialirkan ke tiap blok sawah dipetak kuarter.
Khususnya pada waktu debit kecil, efisiensi penggunaan air sangat rendah akibat
kehilangan air yang relatif tinggi.
Agar pemanfaatan air menjadi lebih efisien, aliran air irigasi dapat dikonsentrasi dan
dibagi secara berselang-seling ke petak-petak kuarter tertentu.Sistem ini disebut rotasi
permanen (permanent rotation).Konsekuensi teknis dan sistem ini adalah kapasitas
saluran yang lebih tinggi, pemberian pintu pada semua boks serta pembagian air yang
tidak proporsional. Jadi sistem ini lebih mahal dan eksploitasinya lebih rumit.
Perencanaan petak tersierharus didasarkan pada sistem pengaliran terus menerus.
Sistem pemberian air secara rotasi dipakai dijaringan irigasi selama debit rendah
untuk mengatasi kehilangan air yang relatif tinggi. Sistem rotasi ini diterapkan jika
debit yang tersedia dibawah 60%– 80% dan debit rencana. Bila tersedia debit lebih
dari itu maka dipakai sistem pengaliran terus-menerus.
Penerapan sistem kombinasi memerlukan boks-boks bagi yang:
(1) Memungkinkan pembagian air yang proporsional dan
(2) Memungkinkan pembagian air secara rotasi.
Pengaturan dan pembagian air yang adil memerlukan pintu yang dapat disetel sesuai
dengan daerah hilir yang akan diberi air. Karena pembagian air ini bisa berbeda-beda
selama rotasi, maka setelan harus fleksibel. Fluktuasi debit akan mempengaruhi
pembagian air secara proporsional dipakai pintu sorong untuk mengatur aliran selama
pemberian air secara rotasi.
Layout Petak Tersier 25

4.BAB IV
LAYOUT PETAK TERSIER

4.1 Pendahuluan
Perencanaan teknis petak tersier harus menghasilkan perbaikan kondisi pertanian.
Masalah-masalah yang diperkirakan akan menghalangi tujuan ini harus dikenali dan
dipertimbangkan dalam pembuatan layout dan perencanaan jaringan tersier.
Untuk menentukan layout, aspek-aspek berikut akan dipertimbangkan:
- Luas petak tersier
- Batas-batas petak tersier
- Bentuk yang optimal
- Kondisi medan
- Jaringan irigasi yang ada
- Operasi jaringan.
Berhubung para petani harus mengelola dan memelihara sendiri jaringan tersier, maka
kebutuhan untuk operasi dan pemeliharaan harus dibuat minimum.Pembagian air
harus adil, seimbang dan efisien.
Para petani akan memberikan sebagian tanah yang diperlukan untuk pembuatan
jaringan tanpa mendapat ganti rugi (kompensasi), Oleh sebab itu banyaknya tanah
yang akan dipergunakan sebaiknya diusahakan seminimum mungkin, agar para petani
tidak terlalu banyak mengorbankan tanah mereka.
Apabila terdapat permasalahan tanah dan saluran terletak pada timbunan penuh serta
biaya pelaksanaan tersedia maka disarankan pembangunan saluran dengan sistem
saluran talang (elevated flume).
Perencana hendaknya terbiasa dengan daerah yang bersangkutan dan selalu
berkonsultasi dengan para petani. Dengan demikian rencana yang dihasilkan akan
lebih dapat diterima, sehingga pengembangan petak tersier lebih berhasil.
Inventarisasi petak tersier yang dilakukan dengan baik pada tahap ini memerlukan
banyak waktu. Waktu akan dapat dihemat kelak selama perencanaan dan
26 Kriteria Perencanaan – Petak Tersier

pelaksanaan, dengan cara membuat layout yang baik, sehingga hanya diperlukan
perubahan-perubahan kecil.

4.2 Petak Tersier yang Ideal

Petak tersier bisa dikatakan ideal jika masing-masing pemilikan sawah memiliki
pengambilan sendiri dan dapat membuang kelebihan air langsung ke jaringan
pembuang.Juga para petani dapat mengangkut hasil pertanian dan peralatan mesin
atau ternak mereka ke dari sawah melaluijalan petani yang ada.Untuk mecapai pola
pemilikan sawah yang ideal didalam petak tersier, para petani harus diyakinkan agar
membentuk kembali petak-petak sawah mereka dengan cara saling menukar
bagianbagian tertentu dan sawah mereka atau dengan cara-cara lain menurut
ketentuan hukum yang berlaku (misalnya konsolidasi tanah pertanian). Juga, besarnya
masing-masing petak yang ada tidak memungkinkan dilaksanakannya suatu proyek
yang banyak memerlukan pembebasan.
Layout Petak Tersier 27

saluran tersier

40 m
40 m
saluran kuarter

100 m 100 m

pembuang kuarter jalan petani

pembuang tersier

Gambar 4-1.Petak Tersier yang Ideal

Tanah untuk membangun jalan petani dan sebagainya. Para petani akan menganggap
hal ini sebagai pemborosan tanah.
28 Kriteria Perencanaan – Petak Tersier

Gambar 4-2.Jalur-Jalur Irigasi

Kebalikan dari hal diatas adalah mempertahankan situasi yang ada dimana pengaturan
air sangat sulit dan menyebabkan inefisiensi yang tinggi. Dalam hal ini, perencanaan
yang paling cocok adalah memperbaiki situasi yang ada tersebut, kemudian
diusahakan sedapat mungkin untuk mencapai karakteristik yang ideal, misalnya:
Layout Petak Tersier 29

- Reorganisasi dari 6 – 8 petak sawah yang ada diplot menjadi


jalur-jalur/strip (lihat Gambar 4-2).
- Air diberikan dari saluran kuarter dan kelebihan air dibuang melalui pembuang
kuarter
- Jalan petani dibangun di sepanjang saluran kuarter
- Pembagian air proporsional dengan boks bagi yang dilengkapi dengan pintu guna
memungkinkan pembagian air secara berselang-seling ke petak-petak kuarter

4.3 Ukuran dan Bentuk Petak Tersier dan Kuarter

Ukuran petak tersier bergantung pada besarnya biaya pelaksanaan jaringan irigasi dan
pembuang (utama dan tersier) serta biaya operasi dan pemeliharaan jaringan.
Menurut pengalaman, ukuran optimum suatu petak tersier adalah antara 50 dan 100
ha.Ukurannya dapat ditambah sampai maksimum 150 ha jika keadaan topografi
memaksa demikian.
Di petak tersier yang berukuran kecil, efisiensi irigasi akan menjadi lebihtinggi
karena:
- Diperlukan lebih sedikit titik-titik pembagian air
- Saluran-saluran yang lebih pendek menyebabkan kehilangan air yang lebih
sedikit
- Lebih sedikit petani yang terlibat, jadi kerja sama lebih baik
- Pengaturan (air) yang lebih baik sesuai dengan kondisi tanaman
- Perencanaan lebih fleksibel sehubungan dengan batas-batas desa.
Bentuk optimal suatu petak tersier bergantung pada biaya minimum pembuatan
saluran, jalan dan boks bagi. Apabila semua saluran kuarter diberi air dari satu saluran
tersier, maka panjang total jalan dan saluran menjadi minimum. Dengan dua saluran
tersier untuk areal yang sama, maka panjang total jalan dan saluran akan bertambah.
Bentuk optimal petak tersier adalah bujur sangkar, karena pembagian air akan
menjadi sulit pada petak tersier berbentuk memanjang. Lihat Gambar 4-3.
30 Kriteria Perencanaan – Petak Tersier

Ukuran petak kuarter bergantung kepada ukuran sawah, keadaan topografi, tingkat
teknologi yang dipakai, kebiasaan bercocok tanam, biaya pelaksanaan, sistem
pembagian air dan efisiensi.

petak kuarter

petak kuarter
petak kuarter

petak kuarter

petak kuarter petak kuarter

Gambar 4-3.Bentuk Optimal Petak Tersier

Jumlah petani pemilik sawah di petak kuarter sebaiknya tidak boleh lebih dari 30
orang agar koordinasi antar petani baik. Ukuran petak itu sebaiknya tidak lebih dari
15 ha agar pembagian air menjadi efisien.
Karena sawah-sawah hanya dilayani oleh petak kuarter saja, maka di daerah-daerah
yang ukuran sawahnya rata-rata kecil, jumlah petak kuarter bisa ditambah.Ukuran
optimum suatu petak kuarter adalah 8 - 15 ha.
Lebar petak akan bergantung pada cara pembagian air, yakni apakah air dibagi dari
satu sisi atau kedua sisi saluran kuarter. Aliran antar petak hendaknya dibatasi sampai
Layout Petak Tersier 31

kurang lebih 8 sawah atau 300 m panjang maksimum.Di daerah-daerah datar atau
bergelombang, petak kuarter dapat membagi air ke kedua sisi. Dalam hal ini lebar
maksimum petak akan dibatasi sampai 400 m (2 x 200 m). Pada tanah terjal, dimana
saluran kuarter mengalirkan air ke satu sisi saja, lebar maksimum diambil 300 m.
Panjang maksimum petak ditentukan oleh panjang saluran kuarter yang diizinkan
(500 m).

4.4 Batas Petak

Batas-batas petak tersier didasarkan pada kondisi topografi. Daerah itu hendaknya
diatur sebaik mungkin, sedemikian rupa sehingga satu petak tersier terletak dalam
satu daerah administratif desa agar O&P jaringan lebih baik. Jika ada dua desa di
petak tersier yang sangat luas, maka dianjurkan untuk membagi petak tersier tersebut
menjadi dua petak subtersier yang berdampingan sesuai dengan daerah desa masing-
masing.
Batas-batas petak kuarter biasanya akan berupa saluran irigasi dan pembuang kuarter
yang memotong kemiringan medan dan saluran irigasi tersier serta pembuang tersier
atau primer yang mengikuti kemiringan medan. Jika mungkin batas-batas ini
bertepatan dengan batas-batas hak milik tanah.
Jika batas-batas itu belum tetap, dan jaringan masih harus dikembangkan, dipakai
kriteria umum seperti ditunjukkan pada Tabel 4-1.

Tabel 4-1.Kriteria Umum untuk Pengembangan Petak Tersier


Ukuran petak tersier 50 - 100 ha
Ukuran petak kuarter 8 - 15 ha
Panjang saluran tersier <1.500 m
Panjang saluran kuarter < 500 m
Jarak antara saluran kuarter & pembuang < 300 m
32 Kriteria Perencanaan – Petak Tersier

4.5 Identifikasi Daerah-Daerah yang TidakDiairi

Dibeberapa petak tersier ada bagian-bagian yang tidak dialiri karena alasan -alasan
tertentu, misalnya:
- Tanah tidak cocok untuk pertanian
- Muka tanah terlalu tinggi tak ada petani penggarap
- Tergenang air.
Harus dicek apakah daerah-daerah ini tidak akan diairi selamanya atau untuk
sementara saja. Jika sudah jelas tidak akan ditanami dimasa depan, maka daerah itu
ditandai pada peta dan tidak ada fasilitas irigasi yang akan diberikan. Kecocokan
tanah diseluruh daerah dipelajari dan dibuat rencana optimasi pemanfaatan air irigasi
yang tersedia. Berdasarkan hasil penilaian ini, akan dapat diputuskan apakah akan
dibuat jaringan tersier.
Batasan pengembangan sawah:
(i) Laju perkolasi lebih dari 10 mm/hari
(ii) Lapisan tanah atas tebalnya kurang dan 30 cm
(iii) Kemiringan tanah lebih dari 5% (tergantung pada tekstur dan kedalaman lapisan
tanah atas)
(iv) Pembuang jelek yang tidak dapat diperbaiki ditinjau dari segi ekonomis
(v) Biaya pelaksanaan jaringan irigasi tersier terlampau tinggi.
Elevasi sawah yang akan diairi harus dicek terhadap muka air di saluran.
Hal-hal berikut akan ditentukan:
1. Elevasi sawah yang menentukan
2. Muka air rencana di bangunan sadap
3. Kehilangan total tinggi energi dijaringan tersier.
Suatu daerah tidak akan bisa diairi jika muka air di saluran tidak cukup tinggi untuk
memberikan airnya ke sawah-sawah.
Layak tidaknya menaikkan muka air di jaringan utama atau pembuatan bangunan
sadap baru yang lebih ke hulu, harus diselidiki. Walaupun pada umumnya pekerjaan
Layout Petak Tersier 33

ini mahal dan banyak memerlukan pekerjaan tanah, harus dicari cara untuk mencegah
permasalahan yang timbul selama operasi. Jika jaringan irigasi tidak direncana secara
memadai, para petani akan berusaha mencari sumber air sendiri. Ini akan
menyebabkan kerusakan saluran, bangunan, penyalahgunaan jaringan dan menggangu
eksploitasi.

4.6 Trase Saluran


Ada dua hal yang perlu dipertimbangkan, yakni:
- Daerah yang sudah diairi
- Daerah yang belum diairi.
Dalam hal pertama, trase saluran kurang lebih sudah tetap tetapi saluran- salurannya
mungkin perlu ditingkatkan, atau diperbesar. Di sini, sedapat mungkin trase saluran
akan mengikuti situasi yang ada.
Jika daerah irigasi baru akan dibangun, maka kriteria umum yang diberikan dibawah
ini akan sangat membantu. Aturan yang sebaiknya diikuti di daerah baru adalah
menetapkan lokasi saluran pembuang terlebih dahulu, ini biasanya sudah ada di
kebanyakan daerah tadah hujan.

4.6.1 Saluran Irigasi

Saluran irigasi tersier adalah saluran pembawa yang mengambil airnya dari bangunan
sadap melalui petak tersier sampai ke boks bagi terakhir. Pada tanah terjal saluran
mengikuti kemiringan medan, sedangkan pada tanah bergelombang atau datar,
saluran mengikuti kaki bukit atau tempat-tempat tinggi.
Boks tersier akan membagi air ke saluran tersier atau kuarter berikutnya. Boks kuarter
akan memberikan airnya ke saluran-saluran kuarter.
Saluran-saluran kuarter adalah saluran-saluran bagi, umumnya dimulai dari boks bagi
sampai ke saluran pembuang. Panjang maksimum yang diizinkan adalah 500 m,
kecuali jika ada hal-hal istimewa (misalnya apabila biaya untuk membuat saluran
yang lebih pendek terlalu mahal).Di daerah-daerah terjal saluran kuarter biasanya
34 Kriteria Perencanaan – Petak Tersier

merupakan saluran garis tinggi yang tidak menentukan bangunan terjun. Jika hal ini
tidak mungkin, maka saluran kuarter bisa dibuat mengalir mengikuti kemiringan
medan, dengan menyediakan bangunan terjun rendah yang sederhana. Di tanah yang
bergelombang, saluran kuarter mengikuti kaki bukit atau berdampingan dengan
saluran tersier.Bangunan ditempatkan di ujung saluran irigasi kuarter yang bertemu
pada saluran pembuang dan berfungsi untuk mencegah agar debit kecil tidak terbuang
pada ujung saluran didekat saluran pembuang.Di daerah-daerah terjal, saluran kuarter
juga diperbolehkan untuk dipakai sebagai pembuang kuarter.

4.6.2 Saluran Pembuang

Saluran pembuang intern harus sesuai dengan kerangka kerja saluran pembuang
primer. Jaringan pembuang tersier dipakai untuk:
(i) Mengeringkan sawah
(ii) Membuang kelebihan air hujan
(iii) Membuang kelebihan air irigasi.
Saluran pembuang kuarter biasanya berupa saluran buatan yang merupakan garis
tinggi pada medan terjal atau alur alamiah kecil pada medan bergelombang.
Kelebihan air ditampung langsung dari sawah di daerah atas atau dari saluran
pembuang cacing di daerah bawah.
Saluran pembuang tersier menampung air buangan dari saluran pembuang kuarter dan
sering merupakan batas antara petak-petak tersier. Saluran pembuang tersier biasanya
berupa saluran yang mengikuti kemiringan medan.
Diusahakan agar saluran irigasi dan pembuang tidak saling bersebelahan karena
saluran pembuang dapat mengikis dan merusak saluran irigasi. Jika hal ini tidak
mungkin dan kalau kemiringan hidrolis antara saluran irigasi dan pembuang terlalu
curam, maka saluran irigasi akan banyak mengalami kehilangan air akibat
perembesan dan kemungkinan tanggul bisa runtuh. Jarak antara saluran irigasi dan
pembuang hendaknya cukup jauh agar kemiringan hidrolis tidak kurang dari 1 : 4,
sebagaimana ditunjukkan dibawah ini.
Layout Petak Tersier 35

saluran irigasi
saluran
pembuang
4
1
kemiringan maksimum
yang diijinkan

Gambar 4-4.Perkiraan Jarak Antara Saluran Irigasi dan Pembuang

Berikut ini diberikan panduan untuk menentukan trase saluran baru atau saluran
tambahan:
- Sedapat mungkin ikuti batas-batas sawah
- Rencanakan saluran irigasi pada punggung medan dan saluran pembuang pada
daerah lembah/depresi
- Hindari persilangan dengan pembuang
- Saluran irigasi sedapat mungkin mengikuti kemiringan medan
- Saluran irigasi tidak boleh melewati petak-petak tersier yang lain
- Hindari pekerjaan tanah yang besar
- Batasi jumlah bangunan.

4.7 Layout Jaringan Jalan

Layout petak tersier juga meliputi jalan inspeksi dan/atau jalan petani (farm road).
Jalan dibutuhkan untuk inspeksi saluran tersier, memasuki berbagai tempat di
jaringan irigasi serta untuk menjamin agar para petani, kendaraan dan ternak
melewati jalan yang sudah ditentukan sehingga tidak merusak jaringan irigasi.Jalan-
jalan ini dihubungkan dengan jalan-jalan umum utama dan jalan-jalan desa yang
sudah ada. Jika mungkin, jaringan jalan yang ada tetap dipakai dan diperbaiki dengan
cara memperlebar dan memberinya perkerasan. Dengan cara demikian dapat
dibangun jaringan jalan petani tanpa menghabiskan banyak biaya dan sering dapat
diselesaikan dengan jalan gotong royong antar penduduk desa.
36 Kriteria Perencanaan – Petak Tersier

Jalan petani akan dapat dipakai langsung untuk mencapai petak-petak sawah. Para
petani bisa menggunakan jalan ini untuk mengangkut peralatan pertanian, benih,
pupuk dan hasil panen.Tiap petak kuarter sebaiknya bisa dicapai melalui jalan petani.
Bergantung pada layout petak tersier, jalan petani akan direncana disepanjang saluran
kuarter.
Operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi tersier membutuhkan jalan inspeksi
disepanjang saluran irigasi tersier sampai ke boks bagi yang terletak paling ujung di
sebelah hilir. Jalan ini harus dapat dilalui oleh ulu-ulu P3A dan pembantu-
pembantunya.Alat transportasi mereka biasanya sepeda atau sepeda motor.
Untuk memberi jalan masuk ke petak kuarter, diperlukan jalan selebar 1,5 m untuk
lewat alat-alat mesin. Apabila alat- alat ini diperkirakan tidak akan dipakai dimasa
mendatang, lebar minimum jalan setapak bisa diambil 1 m dan dapat diperlebar kelak,
jika diperlukan. Jalan inspeksi (lebar 1,5 - 2 m) sebaiknya mengikuti trase saluran
tersier bila tidak bersebelahan dengan jalan inspeksi atau jalan petani. Jalan inspeksi
akan memerlukan jembatan kecil atau gorong-gorong jika menyeberangi saluran
tersier dan sekunder.

4.8 Layout di Berbagai Tipe Medan

Topografi suatu daerah akan menentukan layout serta konfigurasi yang paling efektif
untuk saluran atau pembuang. Dan kebanyakan tipe medan, layout yang paling cocok
dapat digambarkan secara skematis. Untuk mudahnya, tipe-tipe medan dapat
diklasifikasi sebagai berikut (lihat Tabel 4-2):
Layout Petak Tersier 37

Tabel 4-2.Definisi Tipe Medan pada Topografi Mikro


Tipe Medan Kemiringan Medan
Medan terjal Diatas 2%

Medan bergelombang 0,25-2%

Medan berombak Umumnya kurang dari 1%. Ditempat-tempat


tertentu kemiringan dapat lebih besar

Medan sangat datar Kurang dari 0,25%

Tiap petak tersier harus direncana secara terpisah agar sesuai dengan batas-batas alam
dan topografi.Dalam banyak hal, bisa dibuat beberapa konfigurasi layout saluran
irigasi dan pembuang. Dalam bab ini dibicarakan layout diberbagai tipe medan serta
diberikan skema layout yang sesuai dengan topografi yang ada untuk dijadikan
panduan bagi para perencana.

4.8.1 Layoutpada Medan Terjal

Medan terjal, dimana tanah hanya sedikit mengandung lempung, sangat rawan
terhadap bahaya erosi oleh aliran air yang tidak terkendali.Erosi terjadi jika kecepatan
air pada saluran tanpa pasangan lebih besar dari batas yang diizinkan, ini
mengakibatkan saluran pembawa tergerus sangat dalam dan penurunan elevasi muka
air mengakibatkan luas daerah yang diairi berkurang.
Dua skema layout yang cocok untuk keadaan medan terjal ditunjukkan pada Gambar
4-5.dan 4-6. Kemiringan paling curam biasanya dijumpai tepat di lereng hilir dan
saluran primer. Gambar 4-5.memperlihatkan situasi dimana sepasang saluran tersier
mengambil air dari saluran primer di kedua sisi saluran sekunder. Sistem pembagian
air yang cocok untuk petak tersier yang diberi air dan pengambilan seperti ini
ditunjukkan disini. Gambar 4-6.menunjukkan situasi umum lainnya dengan satu
bangunan sadap tersier saja.
Saluran tersier mengikuti kemiringan medan dan boks bagi pertama dan biasanya
diberi pasangan. Pada Gambar 4-5., saluran tersier paralel dengan saluran sekunder
38 Kriteria Perencanaan – Petak Tersier

pada satu sisi dan memberikan airnya ke saluran kuarter garis tinggi melalui boks
bagi di sisi lainnya. Pada Gambar 4-6, saluran tersier dapat memberikan airnya ke
saluran kuarter di kedua sisi. Paling baik jika saluran tersier ini sama jauhnya dari
batas-batas petak tersier, sehingga memungkinkan luas petak kuarter dibuat kira-kira
sama. Petak-petak semacam ini biasanya mempunyai ujung runcing, yang
memerlukan saluran kuarter yang mengikuti kemiringan medan. Karena saluran
tersier semacam ini memerlukan pasangan dan biaya pembuatannya mahal, maka
sebaiknya dibuat minimum, sebaiknya satu saluran per petak tersier. Pada medan
yang sangat curam, sebaiknya dipakai flum (beton bertulang).
Aliran saluran tersier biasanya aliran superkritis pada bagian yang diberi pasangan
dan harus melewati kolam peredam agar energinya dapat diredam secara efektif
sebelum memasuki boks tersier atau kuarter. Dalam boks bagi diperlukan aliran yang
tenang agar debit bisa dibagi secara efektif. Ini ditunjukkan dalam bentuk diagram
pada Gambar 4-7.dan dibicarakan lebih lanjut pada Subbab 7-7.
Layout Petak Tersier 39

Gambar 4-5.Skema Layout Petak Tersier pada Medan Terjal (1)

Sebagian besar saluran kuarter adalah saluran garis tinggi dan direncana pada
kemiringan sekitar 0,001 (yakni 1,0 m/km). Trase saluran pada peta bergaris tinggi
hendaknya sesuai dengan kemiringan ini.Panjang salurankuarter umumnya ditentukan
oleh jarak antara saluran sekunder dan saluran pembuang utama seperti diperlihatkan
pada Gambar 4-5.atau batas-batas petak tersier seperti ditunjukkan pada Gambar 4-6.
Di ujung saluran kuarter dibuat bangunan akhir (lihat Subbab 7.2) yang berfungsi
untuk membuang kelebihan air ke jaringan pembuang. Di kedua layout tersebut,
saluran kuarter terdapat disisi jalan pada lereng bagian hilir medan.
40 Kriteria Perencanaan – Petak Tersier

Gambar 4-6.Skema Layout Petak Tersier pada Medan Terjal (2)

Saluran kuarter boleh dipakai sebagai pembuang bila kemiringan tanah memadai dan
bila hanya ada satu saluran sebagai saluran irigasi dan pembuang untuk mengeringkan
sawah di daerah atas dan mengairi sawah di daerah bawah. Batas kemiringan medan
untuk kombinasi saluran irigasi/pembuang adalah sekitar 2%. Sistem
inimemungkinkan dimanfaatkannya kelebihan air dari petak-petak kuarter bagian atas
Layout Petak Tersier 41

untuk mengairi petak-petak kuarter dibawahnya.Dengan demikian sistem ini


menambah efisiensi irigasi.Disamping itu, sistem -sistem ini lebih murah.Saluran
irigasi/pembuang ini direncana untuk memenuhi kriteria saluran irigasi/pembuang
kuarter (lihat Subbab 5.2).Di tiap ujung saluran irigasi/pembuang ini diperlukan
bangunan akhir.Sebuah tipe potongan melintang saluran irigasi/pembuang kuarter
ditunjukkan pada Gambar 4-8.
Saluran pembuang kuarter ditunjukkan di lereng bagian atas jalan petani dan di
bagian hilir petak tersier jika tidak dibatasi oleh saluran pembuang yang lebih tinggi.
Jalan petani pada medan terjal dibuat disepanjang garis-garis kontur dan
berkemiringan 1 : 10 ke arah lereng bagian atas.

4.8.2 Layout pada Medan Agak Terjal

Banyak petak tersier mengambil airnya sejajar dengan saluran sekunder yang akan
merupakan batas petak tersier di satu sisi. Batas untuk sisi yang lainnya adalah
pembuang primer. Jika batas-batas jalan atau desa tidak ada, maka batas atas dan
bawah akan ditentukan oleh trase saluran garis tinggi dan saluran pembuang.
Gambar 4-9.danGambar 4-10.menunjukkan dua skema layout. Gambar 4-9 untuk
petak yang lebih kecil dari 500 m dan serupa dengan Gambar 4-5, kecuali saluran
irigasi dan saluran pembuang harus dibuat dipisah. Jika batas- batas blok terpisah
lebih dari 500 m, maka harus saluran kuarter garis tinggi yang kedua. Salah satu dari
sistem itu, yang mencakup saluran tersier kedua yang mengikuti kemiringan medan,
ditunjukkan pada Gambar 4-10. Ada cara-cara lain untuk mencapai hal ini dan semua
metode sebaiknya dipertimbangkan segi biayanya.Hanya dalam hal-hal tertentu saja
maka lebar petak lebih dari 1.000 m. Untuk mengatasi hal ini, saluran tersier kedua
dapat memberikan airnya ke saluran kuarter di kedua sisinya.
Pada umumnya, saluran yang mengikuti lereng adalah saluran tersier, biasanya
saluran tanah dengan bangunan terjun di tempat-tempat tertentu. Saluran kuarter akan
memotong lereng tanpa bangunan terjun dan akan memberikan air kearah bawah.
Pembagian air kearah bawah lereng akan memerlukan sedikit keterampilan dari para
42 Kriteria Perencanaan – Petak Tersier

petani. Adalah mungkin juga untuk memberikan air kearah melintang dari satu sawah
ke sawah lainnya. Keuntungan dari cara ini ialah saluran kuarter dapat diambil airnya
dari kedua sisinya, jadi blok kuarter yang dilayani dapat lebih luas. Dalam
prakteknya, sulit untuk mengalirkan air melintang lereng dan oleh sebab itu tidak
dianjurkan pada medan tipe ini.

Gambar 4-7.Kolam Olak di Ujung Saluran Tersier dengan Aliran Superkritis

Jalan petani akan dibuat di sepanjang tanggul bawah pembuang kuarter. Tanggul
saluran kuarter atas harus cukup lebar agar jarak antara saluran irigasi dan pembuang
kuarter cukup jauh (lihat Gambar 4-4.).Bila diperlukan saluran tersier kedua, maka
saluran itu hendaknya dipisahkan dari pembuang tersier oleh jalan inspeksi.

Gambar 4-8.Potongan Melintang Melalui Saluran Irigasi/Pembuang Kuarter

4.8.3 Layout pada Medan Bergelombang

Jika keadaan medan tidak teratur, maka tidak mungkin untukmemberikan skema
layout. Ketidakteraturan medan sering disebabkan oleh dasar sungai, bekas alur
sungai, jalan, punggung medan dan tanah yang tidak rata.
Layout Petak Tersier 43

Perencana hendaknya mengatur trase saluran tersier pada kaki bukit utama dan
memberikan air dari salah satu sisi saluran kuarter yang mengalir paralel atau dari
kedua sisi saluran kuarter yang mungkin kearah bawah punggung medan.

Gambar 4-9.Skema Layout Petak Tersier Pada Medan Agak Terjal (1) untuk Petak yang Lebih
Kecil

Pembuatan layout akhir hendaknya ditujukan untuk membuat petak kuarter yang
berukuran sama/serupa (Gambar 4-11.), yang diberi air dari satu saluran
kuarter.Perencana sebaiknya mencoba berbagai alternatif perencanaan dengan
mempertimbangkan biaya dan kelayakan pelaksanaannya. Dimana perlu bangunan
44 Kriteria Perencanaan – Petak Tersier

terjun direncana di saluran-saluran tersier dan kuarter (bangunan terjun dibuat dari
batu kosong setinggi maksimum 0,3 m untuk saluran kuarter).
Saluran pembuang pada umumnya berupa saluran pembuang alamiah dan letaknya
harus cukup jauh dari saluran irigasi. Saluran pembuang alamiah biasanya akan
melengkapi sistem punggung medan dan sisi medan. Situasi dimana saluran irigasi
harus melintasi saluran pembuang sebaiknya dihindarkan.
Jalan inspeksi akan mengikuti saluran tersier dan ini juga berarti mengikuti punggung
medan. Sebaiknya dibuat jalan petani dimana perlu, sehingga tidak ada titik yang
jauhnya lebih dari 350 m dari jalan.

4.8.4 Layout pada Medan Datar

Pada umumnya tidak ada daerah datar yang luas sekali di proyek, kecuali dataran
pantai dan tanah rawa-rawa.Potensi pertanian daerah-daerah semacam ini sering
terhambat oleh sistem pembuang yang jelek dan air yang tergenang terus-menerus
merusak kesuburan tanah.Sebelum tanah semacam ini bisa dibuat produktif, harus
dibuat sistem pembuang yang efisien dahulu.
Tetapi saluran pembuang ini tidak dapat direncana secara terpisah dari saluran
pembawa.Keduanya saling melengkapi dan kedua layoutharus direncana bersamaan.
Akan diperlukan pengukuran lebih detail karena saluran pembuang harus mengikuti
titik-titik yang lebih rendah. Sistem yang paling baik adalah tipe “tulang ikan”
(herringbone type) atau sistem yang mengikuti gelombang bagian bawah. Kemudian
posisi saluran dapat ditentukan. Pada medan yang berat mungkin juga diperlukan
saluran pembuang subkuarter. Pembuang ini sebaiknya berpola tulang ikan dan digali
oleh para petani.
Layout Petak Tersier 45

Gambar 4-10.Skema Layout Petak Tersier di Daerah Datar Berawa-Rawa

Kemudian layout saluran digabungkan pada jaringan pembuang.Skema layout


ditunjukkan pada Gambar 4-12. Saluran kuarter dapat memberikan air dari kedua
sisinya dan panjangnya bisa dibuat sama dengan pembuang kuarter. Lebar maksimum
petak kuarter bisa mencapai 400 m. Kesulitan yang dialami dalam memberikan air
dari sawah ke sawah pada tanah datar dapat dikurangi dengan membuat saluran
cacing tegak lurus terhadap saluran kuarter.
Jalan inspeksi akan mengikuti saluran tersier. Adalah sulit untuk membangun jalan
petani di sepanjang saluran yang airnya diambil dari kedua sisinya akan diperlukan
dua saluran atau pipa- pipa panjang dibawah jalan itu. Karena operasi jaringan itu
akan bergantung kepada efisiensi pembuang utama, maka jalan petani akan mengikuti
pembuang ini. Saluran pembuang itu akan dihubungkan dengan jalan inspeksi tersier
diujung hulu dan ujung hilir petak tersier.
46 Kriteria Perencanaan – Petak Tersier

Jalan-jalan di daerah datar yang berawa-rawa sebaiknya diberi dasar (base) dan
bahan-bahan pembuang bebas (free draining) dan ditinggikan 0,50 m diatas muka
tanah disekitarnya.

4.9 Kolam Ikan

Pengembangan budidaya ikan air tawar termasuk dalam program diversifikasi dari
Pemerintah.Bahwa untuk keperluan tersebut perlu disediakan air.
Ada empat sistem budidaya ikan air tawar, yakni:
- Kolam biasa (dengan air berkecepatan rendah) dengan tanggul tanah dilengkapi
dengan pintu masuk dan keluar, memerlukan air segar 5 - 10% dan volume kolam
biasa per hari. Debit air keluar dialirkan kembali ke jaringan irigasi.
- Pengembangbiakan ikan di sawah bersama-sama dengan pengolahan padi (sistem
padi-mina).
- Keramba di saluran atau sungai.
Layout Petak Tersier 47

Gambar 4-11. Skema Layout Petak Tersier di Daerah Datar Bergelombang

Kolam ikan dengan air berkecepatan rendah dan pengembangbiakan di sawah tidak
membutuhkan prasarana.Pembiakan ikan dalam keramba di saluran tidak dianjurkan,
karena umumnya ini mengganggu dan sangat merusak tanggul saluran.
48 Kriteria Perencanaan – Petak Tersier

Gambar 4-12. Skema Layoutdi Daerah Datar Berawa-Rawa

Untuk kolam air deras diperlukan fasilitas-fasilitas khusus untuk memenuhi


persyaratan berikut:
- Debit relatif tinggi untuk penggantian air secara terus-menerus (untuk
menggelontor kotoran, mengatur temperatur) agar air kolam berganti-ganti setiap
hari
- Aerasi tambahan untuk air yang masuk guna menambah kadar oksigen, misalnya:
penggunaan bangunan terjun (a ≈ 0,40 m)
- Kekeruhan air harus dijaga sedemikian sehingga jarak penglihatan ikan sekurang-
kurangnya 40 cm
- Air kolam tidak tercemar oleh limbah atau pestisida.
Layout Petak Tersier 49

Gambar 4-13.LayoutKolam Air Deras

Oleh sebab itu, lokasi kolam ikan air tawar memerlukan:


- Saluran irigasi dengan sumber air yang memenuhi syarat kualitas yang
dibutuhkan: komposisi kimia derajat kekeruhan
- Saluran irigasi dengan debit air cukup selama waktu pembiakan
- Saluran irigasi dengan beda tinggi energi yang memadai agar air cukup teraerasi
(cukup kandungan oksigen) dengan cara membuat bangunan terjun dan air yang
keluar kolam ke saluran itu (beda tinggi energi total 0,75 m).
Kolam deras mengambil air dari saluran irigasi primer atau sekunder, mengingat
kebutuhan air yang terus-menerus. Debit saluran tersier umumnya lebih kecil dan
kurang kontinyu. Kolam dengan air tenang dapat diberi air dari saluran tersier, tapi
pemberian itu harus berlangsung terus-menerus.
50 Kriteria Perencanaan – Petak Tersier

Dalam pengembangan kolam ikan yang mengambil air dari jaringan irigasi,
perencana harus memperhatikan pengawasan kualitas air yang digunakan.Sebelum
pekerjaan dimulai, proyek tersebut harus mendapat izin dari lembaga yang berwenang
(Komisi Irigasi dan DPUP).
Penjatahan air kedalam kolam-kolam ikan harus mendapat izin dari Panitia Irigasi.
Pengembangan tambak ikan memerlukan pendekatan yaug sama sekali berbeda dalam
perencanaan. Berbagai aspek seperti beda pasang surut (tidal range), salinitas,
pengawasan salinitas dan pemberian air segar memerlukan cara pemecahan tersendiri.

4.10 Pengecekan dan Penyelesaian Layout Pendahuluan

4.10.1 LayoutPendahuluan yang Telah Selesai

Layout pendahuluan yang sudah selesai “digabungkan” pada peta.Ortofoto atau


terestris berskala 1 : 5.000 yang memperlihatkan jalan-jalan, bangunan, tata guna
tanah dan batas-batas desa. Layout pendahuluan hendaknya memperlihatkan batas-
batas tersier dan kuarter, semua saluran irigasi, saluran pembuang dan bangunan.

4.10.2 Pengecekan di Lapangan

Pengecekan di lapangan hendaknya dilakukan dengan para petani atau organisasi


petani dan kepala desa, guna mendapatkan informasi mengenai pemilikan tanah, dan
batas pembebasan tanah. Semua masalah yang timbul sebaiknya dipecahkan bersama-
sama dengan Pemerintah Daerah DPUP, Pengawas Irigasi, Agraria (untuk registrasi
tanah), PPL (atau wakil pertanian) pembantu Camat atau instansi-instansi lain yang
terlibat dalam pekerjaan ini misalnya Dinas Transmigrasi di daerah transmigrasi.Jika
perlu trase dan batas-batas yang sudah ditentukan bisa diubah.Layout yang sudah
disetujui dan diselesaikan bersama akan disebut “layout akhir” (final layout). Layout
ini dengan jelas menunjukkan daerah-daerah kuarter yang sudah dihitung serta
kebutuhan irigasi yang direncana.
Layout Petak Tersier 51

4.10.3 LayoutAkhir

Layout akhir akan merupakan hasil konsultasi dengan para petani yang akan
menggunakan jaringan tersier. Saran-saran dari petani akan sebanyak mungkin
dimasukkan, sejauh hal ini dapat diterima dari segi teknis. Kemudian layout akan
digambar pada peta dengan skala yang sesuai1 : 5.000 atau 1 : 2.000. Peta dengan
garis-garis ketinggian tapi tanpa titik-titik rincik ketinggian akan dipakai sebagai
dasar layout ini.
Pada peta ini harus ditunjukkan hal-hal berikut:
- Batas-batas petak tersier, subtersier dan kuarter batas-batas tiap sawah (jika
dipakai peta ortofoto); batas-batas desa dan indikasi daerah-daerah yang bisa
diairi dan yang tidak
- Saluran-saluran primer, sekunder, tersier, dan kuarter serta pembuang
- Semua bangunan, termasuk indikasi tipe bangunan, seperti boks tersier, gorong-
gorong, jembatan dan sebagainya
- Jalan-jalan inspeksi dan jalan petani
- Sistem tata nama (nomenklatur) saluran, pembuang dan bangunan
- Ukuran petak tersier dan masing-masing petak kuarter.
Apabila saluran pembuang tersier bertemu dengan saluran pembuang dan petak yang
letaknya lebih ke hulu, hal ini harus disebutkan karena debit rencana harus
disesuaikan.
Layout akhir harus disetujui dan disahkan oleh wakil para petani (pimpinan tidak
resmi), P3A (jika telah dibentuk) dan kepala desa.Gambar layout asliharus
ditandatangani oleh orang-orang tersebut diatas.
52 Kriteria Perencanaan – Petak Tersier
Perencanaan Saluran 53

5.BAB V
PERENCANAAN SALURAN

5.1 Pendahuluan

Dilihat dari segi teknik, saluran tersier dan kuarter merupakan hal kecil dan
sederhana. Bagi para Petani Pemakai Air, saluran-saluran sederhana ini sangat
penting karena dengan sarana inilah air irigasi dapat dibagi-bagi ke sawah.
Perencanaan hendaknya didasarkan pada prinsip-prinsip teknis yang andal, tetapi juga
harus dapat memenuhi keinginan yang diajukan para pemakai air.Oleh sebab itu
merencanakan pengembangan petak tersier merupakan aktivitas yang memerlukan
pengecekan yang terus-menerus terhadap implikasi praktis.Yang paling perlu
dilakukan adalah sering melakukan kontak dengan para Petani Pemakai Air.
Kapasitas saluran irigasi ditentukan oleh kebutuhan air irigasi selama penyiapan
lahan. Bila dipakai sistem rotasi (permanen) kapasitas ini akan disesuaikan.
Oleh sebab itu, untuk perencanaan saluran dan bangunan irigasi, tipe rotasi yang akan
diterapkan hendaknya ditentukan terlebih dahulu.
Cara pemeliharaan saluran menentukan koefisien kekasaran yang akan dipilih akan
tetapi pemeliharaan yang jelek akan menyebabkan kecepatan aliran menjadi lebih
rendah dan kemudian akan diperlukan saluran yang lebih besar.
Oleh karena itu, program pembinaan mengenai pemeliharaan saluran yang memadai
dapat juga membantu mengurangi biaya pelaksanaan.
Saluran pembuang yang direncana dan dilaksanakan dengan baik, merupakan
keharusan bagi daerah irigasi yang dikelola dengan baik. Saluran pembuang akan
membuang kelebihan air dari sawah dalam waktu yang sesingkat mungkin untuk
mencegah terjadinya genangan dan kerusakan tanaman, serta mengatur muka air
tanah sesuai dengan kebutuhan tanaman.
Kapasitas saluran pembuang yang dapat dianggap layak dari segi ekonomi didalam
petak tersier, tergantung dari perbandingan antara berkurangnya panen yang
54 Kriteria Perencanaan – Petak Tersier

diharapkan akibat air yang berlebihan dengan biaya pelaksanaan dan pemeliharaan
saluran pembuang dan bangunan-bangunannya.
Jika kapasitas saluran pembuang disuatu daerah kurang memadai untuk membuang
kelebihan air dengan segera, maka air akan mengalir dari sawah-sawah yang letaknya
lebih tinggi ke sawah-sawah yang lebih rendah. Akibatnya muka air dalam cekungan-
cekungan disini akan melonjak sampai beberapa saat, yang akan merusak tanaman,
saluran dan bangunan.
Kelebihan air di sawah-sawah, disebabkan oleh kelebihan curah hujan, dikeringkan
dengan sistem pembuang permukaan berupa saluran (pembuang), alur alamiah
dan/atau sungai.Biasanya fungsi pembuang alamiah bawah permukaan diabaikan
(tidak dipakai).
Kapasitas saluran pembuang ditentukan dengan modulus pembuang, yaitu jumlah
kelebihan air yang akan dikeringkan per satuan luas. Umumnya modulus pembuang
dinyatakan dengan satuan liter per detik per hektar.

5.2 Saluran Irigasi

5.2.1 Kebutuhan Air Irigasi

Debit rencana sebuah saluran dihitung dengan rumus umum berikut:

................................................................................................. 5-1

dimana:
Qt = debit rencana, lt/dt
NFR = kebutuhan bersih air di sawah, lt/dt.ha
A = luas daerah yang diairi, ha
et = efisiensi irigasi di petak tersier.
Kebutuhan air di sawah untuk padi ditentukan oleh faktor -faktor berikut:
1. Cara penyiapan lahan
2. Kebutuhan air untuk tanaman
3. Perkolasi dan rembesan
Perencanaan Saluran 55

4. Pergantian lapisan air


5. Curah hujan efektif.
Kebutuhan total air di sawah (GFR) mencakup faktor 1 sampai 4. Kebutuhan bersih
air di sawah (NFR) juga termasuk curah hujan efektif.Besarnya kebutuhan air di
sawah untuk tanaman ladang dihitung seperti pada perhitungan kebutuhan air untuk
padi.Ada berbagai harga yang dapat diterapkan untuk kelima faktor diatas.
Uraian terinci mengenai kebutuhan air di sawah serta cara perhitungannya diberikan
dalam KP - 01 Perencanaan Irigasi, Lampiran B.
Akibat operasi, evaporasi dan perembesan, sebagian dari air yang dibagikan akan
hilang sebelum mencapai tanaman padi. Kehilangan air akibat evaporasi dan
perembesan kecil saja dibanding kehilangan akibat operasi. Hanya tanah-tanah yang
lulus air saja yang akan memerlukan perhitungan tersendiri. Untuk tujuan-tujuan
perencanaan, kehilangan air di jaringan irigasi tersier dianggap 15 - 22,5% antara
bangunan sadap tersier dari sawah (atau et = 0,775 -0,85).
Kehilangan yang sebenarnya didalam jaringan bisa jauh lebih tinggi, khususnya pada
waktu-waktu kebutuhan air rendah.Walaupun demikian, tidak disarankan untuk
merencanakan jaringan saluran dengan efisiensi yang rendah itu. Setelah beberapa
tahun diharapkan efisiensi akan dapat dicapai dengan cara memperbaiki cara operasi.
Untuk daerah- daerah dimana sawah akan dikembangkan, tidak diberikan kapasitas
tambahan untuk mengalirkan kebutuhan air irigasi yang lebih tinggi. Air tambahan
yang diperlukan untuk pengembangan sawah akan diatasi dengan cara
mengembangkan sawah secara bertahap.

5.2.2 Kapasitas Rencana

Kapasitas bangunan sadap tersier didasarkan pada kebutuhan air rencana pintu tersier
(Qmakslt/dt.ha).Pada umumnya kebutuhan air selama penyiapan lahan menentukan
kapasitas rencana.Besarnya kebutuhan ini dapat dihitung menurut KP - 01 Jaringan
Irigasi, Lampiran B.
56 Kriteria Perencanaan – Petak Tersier

Kapasitas rencana saluran tersier dan kuarter didasarkan pada 100% Qmaks. Jika tidak
tersedia data mengenai kebutuhan irigasi, angka-angka umum akan dipergunakan
untuk perkiraan. Besarnya angka-angka masih membutuhkan penyelidikan atau dapat
diperoleh dari daerah irigasi yang berdekatan.
(i) Untuk saluran kuarter, debit rencana untuk irigasi terus-menerus adalah
kebutuhan rencana air di pintu tersier (lt/dt.ha) kali luas petak kuarter. Debit
rencana ini dipakai di sepanjang saluran
(ii) Pada saluran tersier, debit rencana untuk irigasi terus-menerus bagi semua ruas
saluran tersier antara dua boks bagi adalah kebutuhan air irigasi rencana di pintu
tersier (lt/dt.ha) kali seluruh luas petak kuarter yang diairi.

5.2.3 Elevasi Muka Air Rencana

Untuk menentukan muka air rencana saluran, harus tersedia data-data topografi dalam
jumlah yang memadai.Setelah layoutpendahuluan selesai, trase saluran yang
diusulkan diukur. Elevasi sawah harus diukur 7,5 meter diluar as saluran irigasi atau
pembuang yang direncana tiap interval 50 m dan pada lokasi-lokasi khusus.
Hal ini penting karena:
- Saluran kuarter harus memberi air ke sawah-sawah ini
- Pembuang kuarter dan tersier menerima kelebihan air dari sawah-sawah ini
- Jalan inspeksi atau jalan petani 0,5 m diatas permukaan sawah ini
- Kedalaman pondasi bangunan dikaitkan langsung dengan elevasi sawah asli.
Jika saluran-saluran yang sudah ada masih tetap akan dipakai, maka elevasi
tanggulnya juga harus diukur.
Hasil-hasil pengukuran akan disajikan dalam bentuk gambar situasi (1 : 2.000), dan
potongan memanjang (skala horisontal 1:2.000, vertikal 1:50). Tidak diperlukan
potongan melintang, kecuali untuk standar potongan untuk setiap sketsa dengan
dimensi yang sama. Tetapi potongan melintang pada daerah bergelombang digambar
pada jarak 100 m.
Perencanaan Saluran 57

Beda elevasi (head) yang ada antara elevasi sawah dengan elevasi air di jaringan
utama harus diketahui.Elevasi air di jaringan utama dan jaringan irigasi yang ada
dapat diperoleh dari gambar-gambar rencana atau gambar-gambar purnalaksana (as-
built drawings).Jika gambar-gambar semacam ini tidak ada, maka elevasi tersebut
harus ditentukan dengan mengadakan pengukuran detail pada bangunan sadap serta
elevasi ambang bangunan ukur.Dianjurkan agar pengecekan ini selalu dilakukan,
bahkan bila gambar-gambar perencanaan tersedia sekalipun, karena elevasi yang
ditunjukkan pada gambar tidak selalu sesuai dengan elevasi sebenarnya di
lapangan.Kemungkinan terdapat perbedaan bidang persamaan (reference level/datum)
selalu ada.
Berfungsinya jaringan utama yang ada hendaknya dicek jika akan dipakai elevasi
referensi dari bangunan sadap tersier. Bangunan sadap tersier tersebut mungkin
mempunyai elevasi yang relatif tinggi atau rendah.Cara pengecekan terbaik adalah
menghubungkan langsung perencanaan itu dengan elevasi pada pengambilan utama
atau bendung.Hal ini hanya dapat dilakukan pada daerah-daerah irigasi kecil.

Gambar 5-1.Elevasi Bangunan Sadap Tersier yang Diperlukan

Elevasi muka air yang diperlukan di saluran primer/sekunder di hulu bangunan sadap
tersier dapat ditentukan dengan rumus berikut:
P= A+a +b + n.c+ m.e +f+g +h+z ................................................ 5-2
dimana:
58 Kriteria Perencanaan – Petak Tersier

P = muka air yang dibutuhkan jaringan utama di hulu bangunansadap tersier


A = elevasi sawah yang menentukan di petak tersier
a = kedalaman air di sawah (- 10 cm)
b = kehilangan tinggi energi dari saluran kuarter sampai sawah (- 10 cm)
c = kehilangan tinggi energi di boks bagi kuarter (5-15 cm/boks)
n = jumlah boks bagi kuarter pada saluran yang direncana
d = kehilangan tinggi energi selama pengaliran di saluran tersier dan kuarter
(I x L cm)
e = kehilangan tinggi energi di boks bagi tersier (- 10 cm/boks)
m = jumlah boks tersier pada saluran yang direncana
f = kehilangan tinggi energi di gorong-gorong (- 5 cm per gorong - gorong)
z = kehilangan tinggi energi bangunan-bangunan tersier yang lain
g = kehilangan tinggi energi di pintu Romijn (- 2/3 H)
h = variasi tinggi muka air di jaringan utama di hulu bangunan sadap tersier
(- 0,10 h100 )
h100 = kedalaman air rencana di saluran primer atau sekunder pada bangunan
sadap.
Perencanaan jaringan utama biasanya didasarkan pada kriteria bahwa untuk debit
sebesar 85 % dari kapasitas rencana saluran primer/sekunder, debit rencana untuk
petak tersier masih harus dialirkan melalui bangunan sadap tersier tanpa menaikkan
muka air di saluran primer/sekunder. Jadi variasi muka air h adalah perbedaan muka
air untuk Q100 dan 70% dan Q100 (= Q70). Perbedaan ini bergantung kepada lebar
dasar saluran, kemiringan saluran dan kemiringan talut saluran, tapi harga ∆h sekitar
0,18 h100.
Pada waktu menentukan elevasi tanah tertinggi di sawah dalam petak tersier,
hendaknya selalu diingat apakah daerah itu sudah diratakan atau akan diratakan di
masa yang akan datang. Kadang-kadang tidak dianjurkan untuk mengairi bagian
petak tersier yang sangat tinggi, karena ini akan memerlukan muka air yang lebih
Perencanaan Saluran 59

tinggi di saluran tingkat tersier dan primer. Biaya pelaksanaan yang sangat besar akan
diperlukan untuk ini.
Walaupun dari segi pelaksanaan dan pemeliharaan akan lebih murah untuk
merencanakan muka air yang lebih rendah, tapi harus diingat bahwa hendaknya
diusahakan untuk sebanyak mungkin mengairi sawah-sawah di sepanjang saluran
sekunder. Strip/jalur yang tidak kebagian air irigasi selalu menimbulkan masalah
pencurian air dari saluran primer/sekunder atau pembendungan air di saluran tersier.
Harga- harga yang diambil untuk kehilangan tinggi energi dan kemiringan dasar
merupakan harga-harga asumsi yang akan dihitung kembali untuk merencanakan
harga- harga yang akan dipakai pada tahap perencanaan akhir.
Muka air di saluran kuarter sekurang- kurangnya 0,15 m diatas muka sawah. Ini
berlaku disepanjang saluran agar pembagian air ke petak-petak sawah dapat
dilakukan dengan baik.
Kehilangan tinggi energi dari saluran kuarter ke sawah tidak boleh diabaikan, seperti
dapat dilihat dari rumus berikut:
√ ........................................................................................................... 5-3
dimana : Q = debit air m3/dt
μ = koefisien debit (0,6 - 0,7)
A = luas potongan melintang pipa, m2
g = percepatan gravitasi, m/dt2 (9,8 m/dt2)
z = kehilangan tinggi energi (= b pada Gambar 5-1.), m

5.2.4 Karakteristik Saluran

Berdasarkan trase saluran, kapasitas rencana dan muka air di saluran yang diperlukan,
potongan melintang dan memanjang saluran dapat ditentukan.
Biaya pemeliharaan saluran hendaknya diusahakan serendah mungkin. Ini akan
tercapai bila tidak terjadi penggerusan atau pengendapan. Keduanya berkaitan dengan
kecepatan aliran dan kemiringan saluran.
60 Kriteria Perencanaan – Petak Tersier

Kecepatan aliran dan kemiringan saluran bergantung pada situasi topografi, sifat-sifat
tanah dan kapasitas yang diperlukan. Berdasarkan pengalaman lapangan, Fortier
(1926) menyimpulkan bahwa untuk saluran irigasi dengan kedalaman air kurang dari
0,90 m pada tanah lempungan atau lempung lanauan, kecepatan maksimum yang
diizinkan adalah sekitar 0,60 m/dt. Harga-harga lebih rendah dapat dipakai untuk
tanah pasiran, tetapi akan diperlukan pasangan untuk mengatasi kehilangan akibat
perkolasi.
Metode-metode modern menggunakan gaya tarik (tractive force). Perhitungan
kecepatan yang diizinkan diuraikan secara terinci dalam Bagian KP - 03 Saluran.
Harga batas gaya geser sebesar 1 kg/m2 (10 N/m2) diterapkan untuk saluran tersier
dan kuarter. Bila gradien medan curam dan kecepatan menjadi terlalu tinggi,
diperlukan satu atau dua bangunan terjun, atau saluran tersier harus diberi pasangan
(got miring). Keputusan mengenai apakah akan direncana bangunan terjun atau
saluran pasangan, harus didasarkan pada besarnya biaya pelaksanaan (lihat Subbab
7.6).
Setelah debit rencana ditentukan, dimensi saluran dapat dihitung dengan rumus
Strickler berikut:
v = k R2/3 I1/2 ................................................................................................ 5-4
dimana:

A = (b+mh)h

Q = vA
Perencanaan Saluran 61

Gambar 5-2.Parameter Potongan Melintang

Dimana : Q = debit saluran, m3/dt


v = kecepatan aliran m/dt
A = potongan melintang m2
R = jari-jari hidrolis, m
P = keliling basah, m
b = lebar dasar, m
h = tinggi air, m
n = kedalaman - lebar
I = kemiringan saluran
k = koefisien kekasaran Strickler, m1/3/dt
m = kemiringan talut (1 vertikal : m horizontal)
Di sini dianjurkan untuk merencanakan saluran irigasi dengan kriteria yang dirinci
pada Tabel 5-1. Dalam Lampiran diberikan grafik dimana dimensi saluran dapat
langsung dibaca dengan masukan (input) debit dan kemiringan rencana saluran.
Karena digunakan saluran-saluran berukuran kecil, nilai b/h adalah satu.Dalam
grafik-grafik itu juga diberikan harga-harga kecepatan maksimum yang diizinkan.
Untuk tujuan yang sama, dalam buku petunjuk perencanaan jaringan irigasitabel-tabel
dengan contoh-contoh perhitungan. Tipe-tipe potongan melintang ditunjukkan pada
Gambar 5-3.
62 Kriteria Perencanaan – Petak Tersier

Tabel 5-1.Kriteria Perencanaan untuk Saluran Irigasi Tanpa Pasangan

Karakteristik Perencanaan Satuan Saluran Tersier Saluran Kuarter

Kecepatan maksimum m/dt Sesuai dengan Grafik


Perencanaan

Kecepatan minimum m/dt 0,20 0,20

Harga k m1/3/dt 35 30

Lebar minimum dasar saluran m 0,30 0,30

Kemiringan talut - 1:1 1:1

Lebar minimum mercu m 0,50 0,40

Tinggi minimum jagaan m 0,30 0,20


Catatan
- Lebar dasar saluran akan sama dengan kedalaman air (b/h = 1)
- Lebar tanggul akan lebih lebar daripada lebar minimum jika tanggul juga dipakai sebagai jalan
petani atau inspeksi.

Tipe potongan melintang ditunjukkan pada Gambar 5-3.


Untuk semua aliran dan kemiringan, harus dicek dahulu apakah kecepatan maksimum
yang diizinkan dilampaui.Jika terlampaui, maka harus digunakan bangunan terjun
guna meredam kelebihan energi.Dimensi dan kemiringan maksimum saluran yang
diizinkan (dalam hal ini perencanaannya) dapat diambil langsung dari Lampiran.

5.2.5 Saluran Irigasi/ Pembuang Kuarter

Jika saluran kuarter juga dipakai sebagai saluran pembuang (seperti dijelaskan dalam
Subbab 4.8), sebaiknya saluran itu direncana dengan menggunakan kriteria saluran
kuarter.Potongan melintang saluran direncana menurut grafik perencanaan saluran
dengan kombinasi aliran pembuang intern (lihat Subbab 5.3), serta pengaliran air
irigasi sebagai debit.Diatas muka air ini dibuat jagaan dengan minimum 15 cm.
Kemudian elevasi dasar saluran dan muka air berada pada elevasi yang cukup untuk
Perencanaan Saluran 63

mengairi sawah-sawah di daerah bawah.Kedalaman air yang hanya dipakai untuk


irigasi saja dihitung dengan rumus Strickler secara coba-coba (trial anderror).
Berikut ini diberikan kriteria perencanaan lain yang dianjurkan pemakaiannya.
- Kemiringan minimum saluran 1,00 m/km (0,001)
- Kemiringan minimum medan 2%
- Lebar tanggul 1,00 atau 1,50 m
- Kecepatan aliran rencana 0,50 m/dt
- Harga “k” Strickler = 30
- Kemiringan talut 1:1

5.3 Saluran Pembuang

Biasanya tanaman padi tumbuh dalam keadaan tergenang dandengan demikiandapat


bertahan dengan sedikit kelebihan air.Untuk varietas unggul, tinggi air 10 cm
dianggap cukup dengan tinggi muka air antara 5 sampai 15 cm dapat diizinkan.
Tinggi air yang lebih dari 15 cm harus dihindari, karena air yang lebih tinggi untuk
jangka waktu yang lama akan mengurangi hasil panen. Varietas lokal unggul dan
khususnya varietas lokal (biasa) kurang sensitif terhadap tinggi air.Walaupun
demikian, tinggi air yang melebihi 20 cm tetap harus dihindari.
Kelebihan air di petak tersier dapat diakibatkan oleh hujan deras, limpahan kelebihan
air irigasi atau air buangan dari jaringan utama ke petak tersebut, serta limpahan air
irigasi akibat kebutuhan air irigasi yang berkurang di petak tersier.
64 Kriteria Perencanaan – Petak Tersier

Gambar 5-3.Tipe-Tipe Potongan Melintang

Besarkecilnya penurunan hasil panen yang diakibatkan oleh air yangberlebihan


bergantung kepada:
- Dalamnya kelebihan air
- Berapa lama genangan yang berlebihan itu berlangsung
- Tahap pertumbuhan tanaman
- Varietas padi
- Kekeruhan dan sedimen yang terkandung dalam genangan air.
Tahap-tahap pertumbuhan padi yang paling peka terhadap banyaknya air yang
berlebihan adalah selama transplantasi (pemindahan bibit ke sawah), persemaian
Perencanaan Saluran 65

danpermulaan masa berbunga. Merosotnya hasil panen secara tajam akan terjadi
apabila dalamnya lapisan air di sawah melebihi separuh dan tinggi tanaman padi
selama tiga hari atau lebih. Jika tanaman padi tergenang air seluruhnya jangka waktu
lebih dari 3 hari, maka tidak akan ada panen. Jika pada masa penanaman, kedalaman
air melebihi 20 cm selama jangka waktu 3 hari atau lebih maka tidak ada panen.

5.3.1 Modulus Pembuang

Jumlah kelebihan air yang harus dibuang per satuan luas per satuan waktu disebut
modulus pembuang atau koefisien pembuang dan inibergantung pada:
- Curah hujan selama periode tertentu
- Pemberian air irigasi pada waktu itu
- Kebutuhan air untuk tanaman
- Perkolasi tanah
- Genangan di sawah-sawah selama atau pada akhir periode yang bersangkutan
- Luasnya daerah
- Sumber-sumber kelebihan air yang lain.
Pembuang air permukaan untuk satuan luas dinyatakan sebagai:
D(n) = R(n)T + n(IR - ET - P) - ∆S .........................................................................5-5
dimana:
n = jumlah hari berturut-turut
D(n) = pengaliran air permukaan selama n hari, mm
R(n)T = curah hujan dalam n hari berturut-turut dengan periode ulang T
tahun, mm
IR = pemberian air irigasi, mm/hari
ET = evapotranspirasi, mm/hari
P = perkolasi, mm/hari
∆S = tambahan genangan, mm.
Untuk penghitungan modulus pembuang, komponennya dapat diambil sebagai
berikut:
66 Kriteria Perencanaan – Petak Tersier

a. Dataran Rendah
- Irigasi IR = nol jika irigasi dihentikan, atau
- Irigasi IR = evapotranspirasi ET jika irigasi diteruskan.
- Kadang-kadang irigasi mungkin dihentikan ke sawah, tetapi airdari jaringan
irigasi utama dialirkan kedalam jaringan pembuang melalui petak tersier.
- Tampungan tambahan di sawah pada 150mm lapisan air maksimum,
tampungan ∆S pada akhir hari-hari berturutan n diambil maksimum 50 mm.
- Perkolasi P sama dengan nol.
b. Daerah Terjal
Seperti untuk kondisi dataran rendah, tetapi perkolasi P sama dengan 3 mm/hari.
Untuk modulus pembuang rencana, dipilih curah hujan 3 hari dengan periode
ulang 5 tahun.
Kemudian modulus pembuang tersebut adalah:

..................................................................................................... 5-6

Pada Gambar 5-4.rumus diatas disajikan dalam bentuk grafik sebagai contoh dengan
mengambil harga-harga untuk R, E, I dan ∆S, modulus pembuang dapat dihitung.

5.3.2 Debit Rencana

Debit drainase rencana dan sawah di petak tersier dihitung sebagai berikut:
Qd = f Dm A
dimana:
Qd = debit rencana, lt/dt
f = faktor pengurangan (reduksi) daerah yang dibuang airnya, (satu
untukpetak tersier)
Dm = modulus pembuang lt/dt.ha
A = luas daerah yang dibuang airnya, ha
Perencanaan Saluran 67

Gambar 5-4.Contoh Perhitungan Modulus Pembuang

Untuk daerah-daerah sampai seluas 400 ha pembuang air per satuan luas diambil
konstan. Jika daerah-daerah yang akan dibuang airnya lebih besar, dipakai harga per
satuan luas yang lebih kecil (lihat KP - 03 Saluran). Jika data tidak tersedia, dapat
dipakai debit minimum rencana sebesar 7 lt/dt.ha.

5.3.3 Kelebihan Air Irigasi

Kelebihan air irigasi harus dialirkan ke saluran pembuang (tersier) intern selama
waktu persediaan air irigasi lebih tinggi dari yang dibutuhkan.
Pembuangan air irigasi perlu karena:
- Bangunan sadap tersier tidak diatur secara terus-menerus
- Banyak saluran sekunder tidak dilengkapi dengan bangunan pembuang
(wasteway)
- Ada jaringan-jaringan irigasi yang dioperasikan sedemikian rupa sehingga debit
yang dialirkan berkisar antara Q70 dan Q100
Telah diandalkan bahwa air irigasi yang diberikan tidak berpengaruh terhadap
kapasitas pembuang yang diperlukan. Anggapan ini dapat dibenarkan hanya apabila
jatah air untuk masing-masing petak tersier sama dengan kebutuhan air untuk petak
68 Kriteria Perencanaan – Petak Tersier

itu pada saat tertentu. Tetapi, saluran primer dan saluran sekunder yang besar
biasanya dioperasikan sedemikian rupa sehingga saluran-saluran itu mengalirkan
debit yang berkisar antara Q80 dan Q100.
Karena banyak jaringan irigasi yang ada tidak memiliki bangunan pembuang di
jaringan utama, maka ini berarti bahwa selama periode kebutuhan air dibawah Q100
dan/atau selama masa-masa hujan lebat, kelebihan air harus dialirkan ke jaringan
pembuang intern melalui bangunan sadap tersier.
Ada 3 cara yang mungkin untuk mengalirkan air ke jaringan pembuang intern, yakni
melalui:
a. Saluran irigasi tersier
b. Saluran kuarter
c. Petak sawah.
ad. a
Apabila kelebihan air irigasi dibuang melalui saluran tersier ke saluran pembuang
terdekat, maka bangunan pembuang itu sebaiknya ditempatkan jauh di hulu untuk
mengurangi panjang saluran dengan kapasitas penuh. Jika saluran pembuang letaknya
dekat dengan boks bagi tersier, maka boks itu diberi bukaan khusus agar air lebih
dapat langsung dibelokkan ke saluran pembuang. Bergantung pada layout jaringan
irigasi dan pembuang, kelebihan air dapat juga dibuang lewat boks kuarter pertama
atau kedua ke pembuang terdekat. Dalam hal ini, saluran tersier dan boks bagi tersier
hingga boks kuarter hendaknya punya kapasitas cukup untuk membawa kelebihan air
tersebut.
Kelebihan air irigasi yang akandibuang diperkirakan sebesar 70% dari debit
maksimum. Bukaan khusus pada boks sebaiknya direncana untuk 70% dari Qmaks.
Bukaan boks dilengkapi dengan pintu sorong, yang hanya boleh dioperasikan oleh
ulu-ulu. Di hari bukaan itu harus dibuat bangunan terjun dan saluran pembuang
pendek. Bukaan ini tidak mempunyai ambang, pintu sorong diletakkan pada dasar
boks bagi. Bukaan sebaiknya kecil saja agar kecepatan aliran di saluran tersier tidak
menjadi terlalu tinggi.
Perencanaan Saluran 69

ad.b
Untuk membuang kelebihan air melalui saluran kuarter, masing-masing saluran
kuarter direncana sedemikian sehingga kapasitas maksimum rencananya sama dari
hulu sampai hilir. Saluran-saluran itu dihubungkan dengan pembuang dengan sebuah
bangunan akhir.
ad.c
Apabila kelebihan air akan mengalir dari sawah ke saluran pembuang, maka petani
harus menggali saluran kecil diantara 2 deret tanaman padi. Tanggul sawah sebaiknya
mempunyai semacam bangunan pembuang guna mengontrol kedalaman air di sawah.
Cara yang terakhir ini berarti bahwa para petani tidak diperkenankan menutup
pengambilan air di sawah selama turun hujan lebat. Juga selama padi menjadi masak,
2 sampai 3 minggu menjelang panen, sawah tidak dapat dikeringkan sama sekali
karena masih ada kelebihan air yang mengalir dari sawah itu ke saluran pembuang.
Cara b mempunyai beberapa keuntungan,karena masing-masing saluran didalam
petak tersier akan mengalirkan air sekurang-kurangnya 70% dari Qmaks, maka para
petani didalam petak kuarter bisa dengan bebas mengelola pembagian air mereka
sendiri (berkonsultasi dengan ulu-ulu). Pembagian air disebuah petak kuarter tidak
ada hubungannya dengan pengelolaan air di petak-petak kuarter lainnya dan
pembagian air di petak tersier hampir proporsional. Perencanaan dan operasi boks
bagi untuk cara b lebih sederhana daripada untuk a dan c.
Tetapi, setiap saluran kuarter sebaiknya dihubungkan ke saluran pembuang dengan
sebuah bangunan akhir.Di sebelah hilir bangunan ini diperlukan bangunan terjun dan
lindungan dasar. Cara a lebih murah dari cara b karena hanya satu saluran tersier yang
harus punya kapasitas minimum sekurang-kurangnya 70% dari kapasitas rencana
bangunan sadap. Biasanya saluran itu berkapasitas 100%. Saluran tersier ini
dihubungkan ke saluran pembuang pada sebuah boks bagi. Di hilir boks tersebut
harus dibuat sebuah bangunan terjun dan saluran pembuang. Bukaan ke saluran
pembuang diberi pintu yang dioperasikan oleh ulu-ulu P3A.Kelemahan sistem ini
adalahdiperlukannya kegiatan operasi diluar jadwal, dan bangunan pembuang
70 Kriteria Perencanaan – Petak Tersier

berpintu menyebabkan kehilangan air lebih banyak lagi.Kecuali jika pembuang tersier
ditempatkan dekat saluran kemungkinan (a) tidak dianjurkan.Alternatif yang
dianjurkan adalah (b).
Karakteristik Saluran Pembuangan
Muka air di saluran pembuang intern harus ditentukan dengan mempertimbangkan
hal-hal berikut:
- Muka air harus cukup rendah agar kelebihan air dapat dibuang dari sawah-sawah
yang terendah di petak tersier, tapi juga mempertimbangkan tinggi muka air yang
diperlukan apabila saluran pembuang intern menuju pembuang sekunder atau
primer.
- Biaya pelaksanaan dan pemeliharaan harus diusahakan minimum. Hal ini berarti
bahwa tinggi muka air harus lebih rendah dari tinggi medan di sekitarnya; dan
kecepatan aliran dibatasi agar erosi tidak terjadi.
Untuk layout saluran pembuang intern, daerah-daerah rendah yang jelas atau
pembuang yang ada sebaiknya digunakan. Kemiringan saluran pembuang akan
sedapat mungkin mengikuti kemiringan medan. Saluran pembuang direncana
sedemikian sehingga sedikit saja terjadi erosi dan sedimentasi.Kecepatan aliran dan
kemiringan saluran pembuang bergantung pada keadaan topografi, kapasitas rencana
serta sifat-sifat tanah.
Kecepatan aliran sebaiknya tidak lebih dari 0,50– 0,60 m/dt agar saluran pembuang
tidak mengalami erosi. Jika kecepatan lebih tinggi, maka harus dibuat bangunan
terjun di saluran pembuang itu.
Setelah kapasitas saluran pembuang ditentukan, dimensi dapat dihitung dengan rumus
Strickler
dimana:
Q = k A R 2/3 I 1/2
Dimana:
Q = kapasitas rencana, m3/dt
k = koefisien kekasaran Strickler, m1/3/dt
Perencanaan Saluran 71

A = luas penampung basah, m2


R = jari-jari hidrolis, m
I = kemiringan muka air.
Untuk koefisien kekasaran k, sebaiknya diterapkan harga-harga berikut:
- 30 untuk saluran pembuang tersier
- 25 untuk pembuang kuarter.
Grafik-grafik perencanaan diberikan pada Lampiran untuk perbandingan antara lebar
dasar saluran tinggi air 1.
Lebar minimum dasar saluran untuk saluran pembuang kuarter sebaiknya diambil
0,30 m dan untuk saluran pembuang tersier 0,50 m. Kemiringan talut terutama
bergantung pada sifat tanah dan kapasitas saluran. Kemiringan talut biasanya diambil
1 : 1. Di daerah-daerah yang keadaan tanahnya jelek, sebaiknya kemiringan talut
diambil 1 : 1,5 atau 1 : 2. Karena kelebihan air mengalir langsung dari sawah-sawah
ke saluran pembuang, maka kemiringan talut yang kecil akan bisa mencegah erosi
pada talut.
Perbandingan antara lebar dasar saluran dengan kedalaman air bergantung tidak
hanya pada debit, tapi juga pada situasi saluran pembuang yang ada. Perbandingan
untuk saluran pembuang yang lebih kecil adalah 1 (kedalaman air sama dengan lebar
dasar saluran).
Untuk saluran pembuang yang lebih besar serta saluran pembuang di daerah datar
(pantai), perbandingan berkisar antara 1 dan 3. Bagian dasar saluran pembuang tersier
akan direncana sekurang-kurangnya 0,60 m dibawah muka tanah. Dimensi pembuang
dibuat sama di seluruh panjang satu ruas saluran pembuang.
Pada dasarnya tidak direncana tanggul di sepanjang saluran pembuang intern.Dengan
membuka atau menutup tanggul sawah, para petani dapat mengatur pembuangan
kelebihan air dari sawah yang berbatasan dengan saluran pembuang.
Tanggul sebaiknya direncana disepanjang saluran pembuang di daerah-daerah dimana
muka air rencana lebih tinggi dari muka medan. Langkah-langkah khusus
72 Kriteria Perencanaan – Petak Tersier

harusdiambil untuk membuang air dari daerah rendah, misalnya membuat bangunan
pembuang (outlet) berpintu pada tanggul.
Selain saluran pembuang intern, kadang-kadang masih harus direncana saluran
pembuang lain di petak tersier. Jika perlu, saluran pembuang disepanjang jalan,
sepanjang saluran irigasi atau saluran pembuang primer, hendaknya juga dicakup
dalam perencanaan jalan dan saluran ini.
Debit pembuang kelebihan air normal irigasi akan kecil saja. Kadang-kadang masalah
yang timbul adalah pengendapan sedimen, khususnya di saluran pembuang yang lebih
besar. Jika mungkin, saluran pembuang sebaiknya direncana pada kemiringan
minimum 0,5 % dengan kecepatan aliran diatas 0,45 m/dt. Di tempat -tempat dimana
saluran pembuang sejajar dengan saluran garis tinggi, hal ini tidak selalu mungkin,
lagipula akan diperlukan kegiatan pemeliharaan tambahan. Dalam hal demikian,
saluran garis tinggi sebaiknya direncana pada batas interval yang lebih tinggi dari
kecepatan yang diizinkan.
Rerumputan pendek sebaiknya dibiarkan tumbuh di saluran pembuang, karena ini
akan mengurangi bahaya erosi serta menahan kecepatan yang tinggi. Bangunan terjun
hendaknya dibuat jika terjadi erosi yang sangat mengkhawatirkan.Muka air rencana di
saluran pembuang kuarter harus sesuai dengan (atau sedikit lebih tinggi dari) muka
air rencana di saluran pembuang tersier, dan begitu seterusnya sampai sungai utama
atau laut.Bangunan yang dibuat pada titik cabang saluran diperlukan untuk mencegah
terjadinya erosi dimana saluran pembuang tersier masuk ke saluran pembuang
sekunder dengan perbedaan elevasi dasar saluran.
Perencanaan Saluran 73

Tabel 5-2.Kriteria Perencanaan Saluran Pembuang

Saluran
Karakteristik Saluran Pembuang
Satuan Pembuangan
Perencanaan Tersier
Kuarter

Kecepatan minimum m/dt 0,70 0,50


Kecepatan maksimum m/dt 0,45 0,45
Harga k m1/3/dt 30 25
Lebar dasar minimum m 0,50 0,30
Kemiringan talut - 1:1 1:1

Catatan:
- Perbandingan kedalaman air dengan lebar dasar saluran dan kedalaman air (b/h) untuk saluran
pembuang yang lebih kecil adalah 1, untuk saluran pembuang yang lebih besar nilai perbandingan
berkisar antara 1 dan 3.
- Harga k yang lebih rendah menunjukkan bahwa pemeliharaan saluran pembuang itu kurang baik.
- Tidak dapat diterapkan pada skema jaringan irigasi pasang surut.
74 Kriteria Perencanaan – Petak Tersier
Boks Bagi 75

6.BAB VI
BOKS BAGI

6.1 Umum

Boks bagi dibangun di antara saluran-saluran tersier dan kuarter guna membagi-bagi
air irigasi ke seluruh petak tersier dan kuarter. Perencanaan boks bagi harus sesuai
dengan kebiasaan petani setempat dan memenuhi kebutuhan kegiatan operasi di
daerah yang bersangkutan pada saat ini maupun kemungkinan pengembangan di masa
mendatang. Tergantung pada air yang tersedia, boks bagi harus membagi air secara
terus-menerus (proporsional) dan secara rotasi; Pembagian air secara proporsional
dapat dicapai jika lebar bukaan proporsional dengan luas daerah yang akan diberi air
oleh saluran. Elevasi ambang dan muka air diatas ambang harussama untuk semua
bukaan pada boks.
Untuk pemberian air secara rotasi, boks dilengkapi dengan pintu yang dapat menutup
bukaan jika diperlukan. Pintu itu hendaknya diberi gembok agar tidak dioperasikan
oleh orang yang tak berwenang membagi air.
Bagi daerah-daerah yang rawan pencurian pintu baja, diusulkan untuk lebih
meningkatkan peran dan partisipasi petani dengan maksud untuk meningkatkan rasa
tanggung jawab dan rasa memiliki, sehingga pintu terhindar dari pencurian.
Jika mungkin, aliran diatas ambang moduler, yakni debitnya tidak dipengaruhi oleh
muka air hilir pada saluran.Untuk kondisi aliran moduler, air irigasi dapat dengan
mudah dibagi dengan pemberian air secara terus-menerus.
Di jaringan irigasi ini mana keadaan medan hampir rata, perbedaan antara muka air
maksimum di hulu bangunan sadap tersier dan elevasi sawah yang akan diairi sangat
kecil. Ada sebagian sawah yang tidak bisa diairi dengan jaringan irigasi tersier bila
boks bagi direncana untuk aliran moduler dan saluran direncana dengan kemiringan
memanjang yang diperlukan.
Untuk mengatasi kelemahan-kelemahan ini, cara-cara berikut dapat ditempuh:
76 Kriteria Perencanaan – Petak Tersier

- Menaikkan muka air di saluran primer atau sekunder (misalnya dengan membuat
ambang atau pengatur melalui bangunan pengatur);
- Merencana dan membuat bangunan sadap tersier baru di hulu bangunan sadap
yang sudah ada agar daerah-daerah tinggi dapat diberi air;
- Mengurangi kemiringan di saluran tersier dan kuarter;
- Merencana boks bagi tersier dan kuarter untuk aliran nonmoduler.
- Pemilihan alat pengukur/pengatur yang memerlukan kehilangan tinggi energi
yang lebih kecil.
Pembagian air secara terus-menerus sulit dilakukan jika aliran nonmoduler. Para
Petani Pemakai Air dapat menambah atau mengurangi air yang diperlukan dengan
cara menurunkan atau menaikkan muka air di saluran bagian hilir.
Muka air di seluruh saluran bagian hilir sebaiknya sama untuk debit rencana dan debit
lebih kecil agar pembagian air yang dilakukan terus menerustetap seimbang. Tidak
ada cara pemecahan praktis untuk memenuhi persyaratan ini; jadi untuk aliran
nonmoduler, air sebaiknya dibagi secara rotasi.
Untuk memperkecil kehilangan tinggi energi di boks bagi, dianjurkan untuk
merencana boks aliran non moduler dengan kehilangan tinggi energi sebesar 0,05 -
0,10 m.
Juga untuk aliran nonmoduler lebar bukaan hendaknya proporsional dan ambang
bukaan sama elevasinya

6.2 Fleksibilitas

Kriteria pokok dalam perencanaan boks bagi adalah bahwa pembagian air irigasi yang
diperlukan tidak terpengaruh oleh muka air di dalam boks. Distribusi aliran sebaiknya
tetap konstan jika tinggi energi di hulu berubah, ini berarti bahwa harga fleksibilitas
bangunan sebaiknya satu. Persamaan fleksibilitas, yaitu perbandingan antara besarnya
perubahan debit satu bukaan dengan besarnya perubahan debit bukaan lainnya,
adalah:
Boks Bagi 77

.............................................................................................................6-1

dimana : F = fleksibilitas
Q1 = debit melalui bukaan 1, m3/dt
Q2 = debit melalui bukaan 2, m3/dt.
Rumus umum untuk menghitung debit (head discharge) melalui ambang adalah:
Q = Cbhn .................................................................................................................. 6-2

dimana:Q = debit, m3/dt


b = lebar mercu, m
h = kedalaman air diatas mercu, m
n = koefisien.
Koefisien debit C bergantung pada tipe dan bentuk sisi ambang. Dalam batas-batas
penerapan, koefisien ini dipakai untuk ambang lebar yang tidak dipengaruhi oleh
kedalaman air diatas ambang, tapi untuk ambang tajam dan pendek, koefisien tersebut
merupakan fungsi kedalaman air h. Umumnya rumus tersebut dapat juga dinyatakan
sebagai Q = c.b.hn. Dan rumus ini diturunkan dQ/dh = n.C.b.hn-1; dan pembagian
dengan Q dan Cbhn menghasilkan:
dQ/Q = n dh/h .......................................................................................................6-3
Substitusi persamaan ini menjadi persamaan fleksibilitas untuk Q1dan Q2
menghasilkan:

.....................................................................................................6-4

Karena perubahan muka air di hulu ambang menghasilkan perubahan yang sama
untuk h1 dan h2, maka hasil bagi dh1/dh2 adalah 1n xh

Jadi: ...................................................................................................... 6-5

Agar pembagian air tidak terpengaruh oleh muka air hulu, atau untuk memperoleh
harga fleksibilitas satu, maka n1/h1 hendaknya sama dengan n2/h2. Supaya persyaratan
78 Kriteria Perencanaan – Petak Tersier

ini terpenuhi untuk semua kedalaman air, maka ambang di kedua bukaan sebaiknya
sama tipenya (n1 = n2) dan elevasi ambang harus sama (h1 = h2).
Berhubung ambang boks bagi sama tipenya (ambang tajam, lebar atau pendek) dan
semua ambang sama elevasinya, maka pembagian air yang diperlukan hanya dapat
diperoleh jika lebar masing-masing bukaan sesuai (proporsional) dengan debit. Ini
berarti bahwa lebar ambang harus sebanding dengan luas daerah yang akan diberi air.
Lebar minimum bukaan yang dipakai untuk memberi air ke daerah-daerah terkecil
(petak-petak kuarter) sebaiknya diambil 0,20 m. Lebar bukaan yang memberi air lebih
dan satu petak kuarter harus sebanding dengan luas daerah tersebut. Dimensi bukaan
diambil dengan kenaikan setiap 5 cm agar dapat distandardisasi.

6.3 Ambang

Boks bagi dan pasangan batu direncana dengan rumus untuk ambang lebar atau
(Gambar 6-1):
√ ⁄ ....................................................................... 6-6

atau disederhanakan menjadi:


Q = Cd 1,7 b h13/2 ......................................................................................... 6-7
dimana:
Q = debit, m3/dt
Cd = koefisien debit = 0,85
(untuk 0,08 ≤ H1/L 0,33)
Cv = koefisien kecepatan = 1,0
b = lebar ambang, m
h1 = kedalaman air di hulu ambang, m
g = percepatan gravitasi = 9,8m/dt2
L = panjang ambang, m
H1= tinggi energi di hulu ambang, m.
Boks Bagi 79

H1
h1
h2

Gambar 6-1.Boks dengan Ambang Lebar

Untuk daerah-daerah datar dimana kehilangan tinggi energi harus diambil serendah
mungkin, boks bisa dibuat tanpa ambang karena alasan nonteknis: para petani merasa
bahwa debit akan berkurang dengan adanya ambang, dan mereka akan membuang
ambang itu.
Dalam hal iniboks sebaiknya dibuat seperti pada Gambar 6-2.
Untuk debit yang melewati bukaan tipe ini,cara pendekatan dengan rumus 6-7 dapat
dipakai untuk ambang lebar.
Pada aliran nonmoduler; dapat dipakai Gambar 6-3.untuk menghitung pengurangan
debit moduler serta variasi h1/L akibat keadaan tenggelam.
80 Kriteria Perencanaan – Petak Tersier

h1
h2

Gambar 6-2. Boks Tanpa Ambang

Gambar 6-3.Pengurangan Debit Moduler

Lebar dan tinggi ambang boks dan beton ditentukan dengan rumus Francis, yang
sahih (valid) untuk ambang tajam:
Q =1,836 (b -0,2 h1) h13/2 (aliran dengan kontraksi) ................................ 6-8
3
dimana: Q = debit diatas ambang, m /dt
Boks Bagi 81

b = lebar ambang, m
h1 = kedalaman air diatas ambang

Gambar 6-4.Boks dengan Ambang Tajam Kontraksi

Agar dapat dikembangkan sepenuhnya, kontraksi samping B-b sebaiknya lebih besar
dari 4 kali kedalaman air diatas ambang (Gambar 6-4.), dimana B adalah lebar total
boks dan b lebar ambang. Tinggi ambang bermercu tajam p diatas dasar boks
sebaiknya tidak kurang dari dua kali kedalaman air h diatas mercu dengan harga
minimum 0,30 m. Bila persyaratan ini tidak bisa dipenuhi, maka kedalaman air untuk
lebar tertentu dan ambang akan lebih tinggi dan yang direncana. Pada Gambar 6-
5.diberikan lengkung/kurve debit (rating curve) untuk berbagai lebar ambang.
82 Kriteria Perencanaan – Petak Tersier

Gambar 6-5. Lengkung Debit Ambang Tajam Menurut Rumus Francis

Jika rumus Francis dipakai untuk selain tipe ambang tajam, atau jika batas penerapan
tidak terpenuhi, maka muka air yang sebenarnya akan lebih tinggi dan yang sudah
dihitung.
Apabila kehilangan tinggi energi harus diusahakan sekecil mungkin, misal di daerah
irigasi yang datar, atau bila boks bagi akan dipakai sebagai bangunan pengukur debit,
maka perencanaan hendaknya mengikuti standar kondisi ambang.
Kalau boks bagi juga digunakan untuk bangunan pengukur debit, maka disitu
dipasang papan duga, di hulu ambang sekitar tiga kali kedalaman air di hulu ambang
alat ukur.
Pemakaian ambang yang terlalu sempit tidak dianjurkan guna memperkecil
kehilangan tinggi energi h untuk aliran moduler.
Boks Bagi 83

Gambar 6-6. Pengurangan Debit Moduler untuk Ambang Tajam

Karena koefisien debit untuk ambang pendek semakin bertambah besar dengan
bertambahnya harga-harga perbandingan h1/L dan h1/(h1 + p), maka lebar ambang
sebaiknya dibuat sekecil mungkin. Untuk keadaan seperti ini, muka air yang
sebenarnya hanya berbeda sedikit dan muka air yang dihitung dengan rumus Francis.
Untuk keadaan aliran nonmoduler, berkurangnya debit akibat ambang tenggelam
(h2h1> 0,15) dapat dihitung dengan rumus berikut:
Q1 = Q {1 - (h2/h1)1,44}0,385 ................................................................................ 6-9
dimana:
Q = debit moduler pada mercu tajam (lihat Gambar 6-6.)
h2 = kedalaman air hilir diatas mercu
h1 = kedalaman air hulu diatas mercu.
Disini diberikan grafik-grafik perencanaan untuk berbagai lebar mercu di daerah-
daerah datar dengan kehilangan tinggi tekanan sebesar 0,10 m (lihat Gambar 6-7) dan
0,05 m (lihat Gambar 6-8).
84 Kriteria Perencanaan – Petak Tersier

Gambar 6-7. Grafik Perencanaan Ambang Tajam untuk h1-h2 = 0,10 m

Gambar 6-8. Grafik Perencanaan Ambang Tajam untuk h1-h2 = 0,05 m


Boks Bagi 85

6.4 Pintu

Perencanaan boks bagi harus memenuhi persyaratan berikut guna membatasi


pembagian air di petak tersier:
- Pemberian air terus-menerus
- Pemberian air secara rotasi
- Debit moduler
- Fleksibilitas 1
Untuk pemberian air secara terus-menerus, pembagian air yang proporsional dapat
dicapai dengan cara membuat lebar bukaan proporsional dengan luas daerah yang
akan diberi air oleh saluran bagian hilir. Tinggi ambang harussama untuk semua
bukaan dalam boks.
Untuk pemberian air secara rotasi, boks diberi pintu yang dapat menutup seluruh atau
sebagian bukaan secara bergantian.
86 Kriteria Perencanaan – Petak Tersier

Gambar 6-9. Pintu Sorong atau Pembilas

Untuk memenuhi persyaratan fleksibilitas 1, diperlukan pintu katup.Karena tampakan


(feature) bangunannya serta biaya pembuatannya yang mahal, standar bangunan itu
kurang umum dipakai.
Gambar 6-10 menunjukkan layoutboks bagi tersier dan kuarter untuk sistem
pemberian air secara terus-menerus. Agar dapat dilakukan rotasi, bukaan dilengkapi
dengan pintu pembilas.Dengan membuka atau menutup satu pintu atau lebih, air
dapat dibagi-bagi secara rotasi ke seluruh petak kuarter sesuai dengan jadwal yang
ditentukan sebelumnya. Untuk alasan operasi, lebar pintu maksimum dibatasi sampai
0,60 m. Jika bukaan totalnya melampaui 0,60 m maka harus dibuat dua pintu
pembilas.
Boks Bagi 87

Gambar 6-10. LayoutBoks Bagi Tersier dan Kuarter


88 Kriteria Perencanaan – Petak Tersier
Perencanaan Bangunan-Bangunan Pelengkap 89

7.BAB VII
PERENCANAAN BANGUNAN-BANGUNAN PELENGKAP

7.1 Pendahuluan

Bangunan pembawa adalah bangunan yang diperlukan untuk membawa aliran air di
tempat- tempat dimana tidak mungkin dibuat potongan saluran biasa tanpa pasangan.
Bangunan pembawa mungkin diperlukan karena:
- Persilangan dengan jalan, yang diperlukan: gorong-gorong, jembatan
- Keadaan topografi yang berakibat terbatasnya lebar saluran atau perubahan
kemiringan secara tiba-tiba, atau di tempat- tempat dimana kemiringan medan
melebihi kemiringan saluran; yang diperlukan: talang, flum, bangunan terjun atau
saluran pasangan,
- Persilangan dengan saluran atau sungai; yang diperlukan: sipon atau gorong-
gorong,
- Menjaga agar muka air tetap setinggi yang diperlukan di daerah-daerah rendah;
yang dibutuhkan: talang, flum atau saluran pasangan,
- Perlu membuang kelebihan air dengan bangunan pembuang; yang dibutuhkan:
bangunan pembuang.
Bangunan pembawa dan lain-lain (misalnya jembatan) terdapat baik di saluran irigasi
maupun pembuang.
Keputusan mengenai tipe bangunan yang akan dipilih bergantung pada besarnya
biaya pelaksanaan. Biaya ini ditentukan oleh dimensi saluran serta jalan atau saluran
yang akan diseberangi.

7.2 Gorong- Gorong

Gorong-gorong berupa saluran tertutup, dengan peralihan pada bagian masuk dan
keluar. Gorong-gorong akan sebanyak mungkin mengikuti kemiringan saluran.
90 Kriteria Perencanaan – Petak Tersier

Gorong-gorong berfungsi sebagai saluran terbuka selama bangunan tidak


tenggelam.Gorong-gorong mengalir penuh bila lubang keluar tenggelam atau jika air
di hulu tinggi dan gorong-gorong panjang. Kehilangan tinggi energi total untuk
gorong-gorong tenggelam adalah jumlah kehilangan pada bagian masuk, kehilangan
akibat gesekan ditambah lagi kehilangan pada tikungan gorong–gorong (jika ada).
Lihat
KP - 04 Perencanaan Bangunan.
Karena umumnya dimensi saluran di petak tersier sangat kecil, maka dianjurkan
untuk merencana bangunan-bangunan yang sederhana saja, dengan kehilangan tinggi
energi kecil serta permukaan air bebas.Tipe yang dimaksud diberikan pada Gambar 7-
1.
Gorong-gorong tersebut mempunyai dinding pasangan vertikal dan di puncak dinding
terdapat pelat kecil dari beton. Lebar minimum antara dinding harus diambil 0,40 m.
Tinggi dasarnya sama dengan tinggi dasar potongan saluran hulu. Jika perlu gorong-
gorong bisa digabung dengan bangunan terjun yang terletak di sisi hilir.
Pemakaian gorong- gorong pipa didalam petak tersier membutuhkan kecermatan,
karena akan memerlukan tanah penutup sekurang-kurangnya 1,5 kali diameter pipa
guna menghindari kerusakan pipa, padahal diameter pipa harus paling tidak 0,40 m
agar tidak tersumbat oleh benda-benda yang hanyut seperti rerumputan, kayu dan
sebagainya. Persyaratan ini membutuhkan pondasi yang dalam untuk gorong-gorong
dan umumnya juga tinggi dasar bangunan yang lebih rendah daripada tinggi dasar
potongan saluran.Karena pondasinya yang dalam, gorong-gorong berfungsi sebagai
sipon.
Jika dipakai gorong-gorong pipa hal-hal berikut harus mendapat perhatian khusus:
- Sambungan
- Tulangan
- Penutup tanah
- Kebocoran pada sambungan di tempat perlintasan dengan saluran.
Perencanaan Bangunan-Bangunan Pelengkap 91

Gambar 7-1. Standar Gorong-Gorong untuk Saluran Kecil

7.3 Bangunan Terjun

Bangunan terjun dipakai di tempat- tempat dimana kemiringan medan lebih besar
daripada kemiringan saluran dan diperlukan penurunan muka air.
Andaikan suatu potongan saluran dengan panjang L dan kemiringan i serta muka air
hulu yang diinginkan Hhulu dan muka air hilir Hhilir maka jumlah kehilangan tinggi
energi disebuah atau beberapa bangunan terjun adalah:

Z = H hulu- H hilir – I x L ......................................................................................... 7-1


Jumlah bangunan terjun bergantung pada biaya pelaksanaan. Bila jumlah bangunan
terjun sedikit, maka diperlukan kehilangan tinggi energi yang besar per bangunan,
kecepatan aliran tinggi di kolam olak, membengkaknya biaya pelaksanaan untuk
92 Kriteria Perencanaan – Petak Tersier

kolam-kolam tersebut dan juga pekerjaan tanah akan bertambah. Meskipun demikian,
jumlah bangunan terjun tidak boleh terlalu banyak karena kehilangan tinggi energi
per bangunan akan terlalu kecil guna membentuk loncatan air.

Gambar 7-2. Bangunan Terjun

Perencanaan bangunan terjun harus sederhana, tapi bangunan harus kuat.Tipe biasa
yang dipakai di saluran tersier adalah bangunan terjun tegak. Bangunan ini dipakai
untuk terjun kecil (Z < 100 cm) dan debit kecil (lihat Gambar 7-2). Perencanaan
Perencanaan Bangunan-Bangunan Pelengkap 93

tersebut didasarkan pada rumus Etcheverry yang menghasilkan panjang kolam olak
(L) sebagai fungsi tinggi terjun dan fungsi kedalaman kritis (Gambar 7-3).

√ .............................................................................................. 7-2
dimana :

C1 = 2,5 + 1,1 hc/z + 0,7 (hc/z)3............................................................................. 7-3

hc = (q2/g)1/3 ............................................................................................................ 7-4

q = Q/(0,8b1)............................................................................................................ 7-5

dimana :
L = panjang kolam olak hilir, m
hc = kedalaman kritis, m
Q = debit rencana, m3/dt
B = lebar bukaan = 0,8 x lebar dasar saluran, m
z = tinggi terjunan, m
q = debit per satuan lebar, m3/dt.m¹
b1 = lebar dasar saluran, m.
Tipe bangunan ini hanya digunakan untuk z /hc> t
94 Kriteria Perencanaan – Petak Tersier

Gambar 7-3. Grafik untuk Menentukan Panjang Kolam Olak

Tinggi ambang ujung (a) sebaiknya 0,5 h. Perlutidaknya lantai depan (apron)
bergantung pada kondisi tanah dan kecepatan datang (awal). Panjang minimum
sebaiknya diambil 3 kali tinggi terjun, dengan batas minimum 1,50 m. Lantai depan
hendaknya cukup panjang guna mencegah erosi akibat rembesan (lihat KP - 04
Bangunan).
Bangunan terjun dapat digabung dengan bangunan-bangunan lain seperti boks,
gorong-gorong dan jembatan untuk mengurangi biaya secara keseluruhan.
Perencanaan Bangunan-Bangunan Pelengkap 95

7.4 Talang

Talang atau flum adalah penampang saluran buatan dimana air mengalir dengan
permukaan bebas, yang dibuat melintas cekungan, saluran, sungai, jalan atau
sepanjang lereng bukit. Bangunan ini dapat didukung dengan pilar atau konstruksi
lain. Talang atau flum dan baja dan beton dipakai untuk membawa debit kecil.
Untuk saluran-saluran yang lebih besar dipakai talang beton atau baja.Talang-talang
itu dilengkapi dengan peralihan masuk dan keluar.Mungkin diperlukan lindungan
terhadap gerusan pada jarak-jarak dekat di hilir bangunan, hal ini bergantung pada
kecepatan dan sifat-sifat tanah.
Tergantung pada kehilangan tinggi energi tersedia serta biaya pelaksanaan, potongan
talang direncana dengan luas yang sama dengan luas potongan saluran, hanya
dimensinya dibuat sekecil mungkin. Kadang-kadang pada talang direncana bangunan
pelimpah kecil guna mengatur muka air dan debit di hilir talang. Bangunan itu dapat
dibuat dari beton atau pipa baja (Gambar 7-4).

7.5 Sipon

Sipon dipakai untuk mengalirkan air lewat bawah jalan, melalui sungai atau saluran
pembuang yang dalam.Aliran dalam sipon mengikuti prinsip aliran dalam saluran
tertutup.Antara saluran dan sipon pada pemasukan dan pengeluaran diperlukan
peralihan yang cocok.Kehilangan tinggi energi pada sipon meliputi kehilangan akibat
gesekan, dan kehilanganpada tikungan sipon serta kehilangan air pada peralihan
masuk dan keluar.Agar sipon dapat berfungsi dengan baik, bangunan ini tidak boleh
dimasuki udara. Mulut sipon sebaiknya dibawah permukaan air hulu dan mulut sipon
di hulu dan hilir agar dibuat streamlines. Kedalaman air diatas sisi atas sipon (air
perapat) dan permukaan air bergantung kepada kemiringan dan ukuran sipon.Sipon
dapat dibuat dari baja atau beton bertulang.Perencanaan hidrolis dan bangunan sipon
dijelaskan pada buku KP -04 Bangunan.
96 Kriteria Perencanaan – Petak Tersier

Gambar 7-4. Talang

Sipon harus dipakai hanya untuk membawa aliran saluran yang memotong jalan atau
saluran pembuang dimana tidak bisa dipakai gorong-gorong, jembatan atau
talang.Pada sipon, kecepatan harus dibuat setinggi-tingginya sesuai dengan
kehilangan tinggi energi maksimum yang diizinkan. Hal ini tidak akan
Perencanaan Bangunan-Bangunan Pelengkap 97

memungkinkan terjadinya pengendapan lumpur. Sipon sangat membutuhkan fasilitas


pemeliharaan yang memadai dan hal-hal berikut harus diperhatikan:
a. Sedimen dan batu-batu yang terangkut harus dihentikan sebelum masuk dan
menyumbat sipon, ini dilakukan dengan membuat kantong yang dapat
dikosongkan/dibersihkan secara berkala
b. Menyediakan prasarana pemeliharaan hingga bagian terbawah pipa pun dapat
dicapai, seperti cerobong (shaft).
Penggunaan sipon di petak tersier tidak menguntungkan karena biaya pelaksanaan
dan pemeliharaan yang tinggi serta besarnya kehilangan tinggi energi yang
diperlukan, jadi seharusnya dihindari.Penyesuaian layout dan perencanaan saluran
(misal pemecahan petak tersier) harus dijajaki lebih dulu.

7.6 Pasangan

Saluran tersier sebaiknya diberi pasangan.bila kehilangan air akibat perkolasi akan
tinggi atau kemiringan tanah lebih dan 1,0 sampai 1,5%.
Dengan pasangan kemiringan saluran dapat diperbesar. Biaya pelaksanaan akan
menentukan apakah saluran akan diberi pasangan, atau apakah akan digunakan
bangunan terjun. Pasangan juga bermanfaat untuk mengurangi kehilangan air akibat
rembesan atau memantapkan stabilitas tanggul.
Saluran irigasi kuarter tidak pernah diberi pasangan karena para petani diperbolehkan
mengambil air dari saluran ini.Saluran pembuang juga tidak diberi pasangan.Tebal
lining beton biasanya berkisar antara 7 - 10 cm. Pasangan batu atau bata merah
biasanya lebih murah, apalagi jika tersedia tenaga kerja dan bahan-bahannya (batu
kali) bisa diperoleh di daerah setempat.
Gambar 7-5 memberikan kriteria pemilihan bangunan terjun, pasangan beton atau
flum. Saluran ini direncana dengan rumus Strickler dan harga-harga koefisien k
diambil dari harga-harga yang diberikan dibawah ini:
- Pasangan batu k = 50 m1/3/dt
- Pasangan beton (untuk talut saja) k = 60 m1/3/dt
98 Kriteria Perencanaan – Petak Tersier

- Pasangan beton (talut dan dasar) k = 70 m1/3/dt


- Ferrocement k = 70 m1/3/dt
Lampiranadalah grafik perencanaan untuk saluran yang diberi pasangan beton
tumbuk dan flum beton.
Pasangan merupakan bangunan yang tidak memikul tegangan tarik. Oleh sebab itu
jika tanggul tidak dipadatkan dengan baik, pasangan tidak akan stabil. Tebal pasangan
batu sekurang-kurangnya diambil 20 cm bila diameter batu yang digunakan sekitar
0,15 m. Pasangan beton atau yang dibuat dari ubin beton jauh lebih tipis, yakni 7 - 10
cm.
Sebagai alternatif sekarang telah dipraktekkan pasangan dari ferrocement yaitu
lapisan beton tipis yang dikerjakan secara manual dimana didalamnya dipasang kawat
ayam untuk menahan tegangan tarik.Dalam praktek selama ini ketebalan 5 cm telah
memberikan kinerja yang memuaskan.
Pasangan apa saja hendaknya diberi koperan pada ujung atau dasarnya. Pada Gambar
7-6 diberikan beberapa detail pasangan.
Untuk melawan gaya keatas (uplift), dianjurkan harga-harga tebal pasangan beton
sebagai berikut:
Tabel 7-1.Tabel Pasangan Beton

Kecepatan (m/dt) untuk “k” = 70 Tebal (m)

v < 2,50 t =0,07


2,50<v < 2,75 t =0,08
2,75 < v < 3,10 t =0,10
v < 3,10 flum beton bertulang, t=0,10
Perencanaan Bangunan-Bangunan Pelengkap 99

Dianjurkan untuk memakai kriteria perencanaan berikut:

Tabel 7-2.Kriteria Perencanaan untuk Saluran Pasangan


Lebar minimum dasar saluran B = 0,30 m
Tambahan lebar Wb= 0,50 m
Kedalaman rencana H < lebar dasar saluran
Tinggi minimum jagaan beton C = 0,20 m
Tinggi minimum jagaan pada debit rencana R= 0,30 m
Lebar tanggul saluran d1, d2=0,50 m
Kemiringan talut 1:1 atau vertikal jika
dipakai potongan beton berulang
100 Kriteria Perencanaan – Petak Tersier

Gambar 7-5. Grafik Perencanaan untuk Saluran Pasangan Beton dan Flum Beton
Perencanaan Bangunan-Bangunan Pelengkap 101

Gambar 7-6. Detail Pasangan


102 Kriteria Perencanaan – Petak Tersier

7.7 Got Miring

Pada medan terjal dimana beda tinggi energi yang besar harus ditanggulangi dalam
jarak pendek dan saluran tersier mengikuti kemiringan medan, akan diperlukan got
miring. Got miring ini terdiri dari bagian masuk, bagian peralihan, bagian normal dan
kolam olak. (Gambar 7-7).

Gambar 7-7. Bagian-Bagian dalam Got Miring

1. Bagian masuk: Bagian masuk dapat dianggap sebagai mercu ambang lebar
(persamaan 6-7).

Q = Cd 1,7 b h3/2 ....................................................................................................... 7-6


dimana:
Q = debit, m3/dt
Cd = koefisien debit = 1
b = lebar pemasukan, m
h = kedalaman air di saluran.
Apabila dibuat tanpa pasangan, maka saluran hulu akan diberi ambang guna
mencegah penggerusan karena adanya efek pengempangan: lebar ambang = 0,8x
lebar dasar saluran.
2. Bagian normal: Dalam bagian ini diperoleh aliran yang seragam. Karena adanya
penyerapan udara, rumus-rumus seperti yang dipakai untuk saluran biasa tak
Perencanaan Bangunan-Bangunan Pelengkap 103

dapat digunakan. Ada rumus-rumus khusus untuk ini yang dikembangkan oleh
Vreedenburg dan Hilgen (1926).

n = b/hb.................................................................................................................................................................. 7-7
Fb = n. hb2 ............................................................................................................... 7-8
Ob = (n+2). hb ......................................................................................................... 7-9
................................................................................................. 7-10

kt = ko – (1-sin α)................................................................................................... 7-11


Q = Fb vb = n hb2 kt Rb2/3 sin1/2 ............................................................................. 7-12
dimana:
n = perbandingan kedalaman dan lebar
b = lebar dasar got miring, m
hb = kedalaman total air (termasuk penyerapan udara)
Fb = luas basah total, m2
Ob = keliling basah total, m
Rb = jari-jari hidrolis total, m
ko = koefisien kekasaran Strickler, m1/3/dt
kt = kekasaran yang telah disesuaikan, m1/3/dt
a = kemiringan got miring, dengan satuan derajat (°)
vs = kecepatan pada got miring, m/dt.
3. Bagian peralihan : Panjang bagian peralihan dapat dihitung dengan rumus berikut:

√ .............................................................................................. 7-13
dimana:
m = 0,8s.d 0,9
v1 = kecepatan aliran di bagian pemasukan, m/dt
v2 = kecepatan aliran di bagian normal m/dt.
Dari rumus ini H dapat dihitung, yakni jarak antara pusat gravitasi profil basah di
awal dan ujung bagian peralihan. Panjang bagian peralihan dapat dihitung dengan
rumus L = H/I.
104 Kriteria Perencanaan – Petak Tersier

4. Kolam olak : Untuk menentukan dimensi kolam olak, lihat Bagian KP -04
Bangunan.Besarnya lubang peredam gelombang bisa dihitung dengan rumus:

√ ......................................................................................................... 7-14
dimana:
Q = debit rencana, m3/dt
µ = koefisien debit (0,8)
Z = beda tinggi energi (0,03 m)
Untuk debit kecil, lubang-lubang peredam gelombang dapat dibuat disatu sisi dan
untuk debit yang lebih besar lubang-lubang tersebut dibuat di kedua sisi kolam
olak (lihat Gambar 7-8.).
Perencanaan Bangunan-Bangunan Pelengkap 105

Gambar 7-8. Kolam Olak pada Got Miring


106 Kriteria Perencanaan – Petak Tersier

7.8 Jalan

7.8.1 Jalan Inspeksi

Layout petak tersier juga mencakup perencanaan jalan inspeksi dan jalan petani.
Operasi dan pemeliharaan saluran dan bangunan didalam petak tersier membutuhkan
jalan inspeksi di sepanjang saluran irigasi sampai ke boks bagi yang terletak paling
ujung/ hilir. Karena kendaraan yang dipakai oleh ulu- ulu dan para pembantunya
adalah sepeda atau sepeda motor, maka lebar jalan inspeksi diambil sekitar 1,5 - 2,0
m.
Jalan inspeksi untuk saluran tersier dibangun dengan lapisan dasar dan kerikil setebal
0,20 m supaya cukup kuat. Kerikil terbaik untuk pembuatan jalan adalah bahan
aluvial alamiah yang dipilih dari sungai yang mengalir di daerah proyek.
Jalan inspeksi untuk saluran tersier dapat juga dibangun dengan lapisan dasar dari
sirtu dan/atau Lapis Pondasi Agregat Kelas B setebal 0.20 m supaya kuat.
Batu-batu bongkah yang terlalu besar atau kerikil bergradasi jelek hendaknya
dihindari. Di daerah-daerah datar atau rawa-rawa sebaiknya tinggi jalan diambil
0,3 - 0,5 m diatas tanah disekelilingnya (Gambar 5-3).

7.8.2 Jalan Petani

Lebar jalan petani sebaiknya diambil 1,5 m agar dapat dilewati alat-alat mesin yang
mungkin akan digunakan di proyek. Jika pemasukan peralatan mesin tidak akan
terjadi dalam waktu dekat, maka lebar jalan petani sebaiknya diambil 1,0 m. Akan
tetapi lebar minimum jembatan orang dianjurkan untuk diambil 1,5 m untuk
memenuhi kebutuhan angkutan dimasa mendatang (Gambar 7-9). Di daerah-daerah
datar atau rawa-rawa, sebaiknya tinggi jalan diambil 0,5 m diatas tanah
disekelilingnya (Gambar 5-3). Jalan-jalan ini direncana bersama-sama dengan
perencanaan saluran kuarter. Penggunaan jalan petani dan ukurannya disesuaikan
dengan keinginan petani setempat.
Perencanaan Bangunan-Bangunan Pelengkap 107

7.8.3 Jembatan

Jembatan dipakai hanya apabila tinggi energi yang tersedia terbatas. Kriteria
perencanaan berikut dianjurkan untuk jembatan:
- Jembatan tidak boleh mengganggu aliran air saluran atau pembuang didekatnya
- Pelat beton bertulang sebaiknya dibuat dari beton Mutu K-175 (tegangan lentur
rencana 40 kg/cm2).
- Jika dasar saluran irigasi atau pembuang tidak diberi pasangan, maka kedalaman
pangkal pondasi (abutment) sebaiknya diambil berturut-turut minimum 0,75 m
dan 1,0 m dibawah dasar saluran.
- Pembebanan jembatan untuk petani dan jalan inspeksi adalah jalan Kelas IV dan
peraturan pembebanan Bina Marga (No. 12/1970).
- Untuk jembatan-jembatan kecil, daya dukung maksimum pondasi tidak boleh
lebih dan 2 kg/cm2.
- Tipe-tipe detail jembatan ditunjukkan pada Gambar 7-9.
108 Kriteria Perencanaan – Petak Tersier

Gambar 7-9. Jembatan pada Jalan Petani dan Jalan Inspeksi


Perencanaan Bangunan-Bangunan Pelengkap 109

7.9 Bangunan Akhir

Sebagaimana disebutkan pada Subbab 5.2, bangunan akhir harus dibuat diujung
saluran pembawa kuarter untuk membuang kelebihan air.Bangunan akhir berupa
pelimpah yang disesuaikan dengan muka air rencana.Untuk membilas endapan,
bangunan itu dilengkapi dengan skot balok.
Detail standar bangunan akhir diberikan pada Gambar 7-10.
110 Kriteria Perencanaan – Petak Tersier

Gambar 7-10.Bangunan Akhir di Saluran Kuarter


Penyajian Hasil Perencanaan 111

8.BAB VIII
PENYAJIAN HASIL PERENCANAAN

8.1 Gambar

Rencana saluran dan bangunan hendaknya disajikan sedemikian rupa sehingga data-
data pelaksanaan jaringan tersier dapat dikumpulkan dengan mudah. Hal ini akan
mempermudah pelaksanaan.
Data harus mencakup situasi yang ada (1:5.000 atau 1:2.000), layout petak tersier
(1:6.000 atau 1:2.000), profil memanjang serta potongan melintang saluran irigasi dan
pembuang tersier dan kuarter, (standar) gambar bangunan dengan semua dimensi dan
elevasi.

Tabel 8-1.Gambar-Gambar Perencanaan yang Dibutuhkan

Permerian Skala
Situasi yang ada 1:5.000 atau 1:2.000
Layout dengan skema peta 1:5.000 atau 1:2.000
Trase saluran + potongan memanjang H =1:2.000
Potongan melintang saluran V = 1:100
Bangunan 1:50
1:100atau 1:50,
detail 1:20, 1:10 atau 1:5

Tabel hendaknya memberikan karakteristik saluran berikut ini, termasuk saluran


kuarter:
- Muka air diawal dan ujung potongan saluran;
- Kemiringan dasar saluran, ‰(m/km);
- Panjang ruas saluran, m;
- Lebar dasar saluran, m;
- Kedalaman air pada saluran, m;
112 Kriteria Perencanaan – Petak Tersier

- Kemiringan talut, tinggi jagaan dan lebar tanggul (termasuk jalan inspeksi, kalau
ada).
Perencana hendaknya selalu ingat bahwa hanya karakteristik yang sudah diketahui
saja yang dipakai selama pemasangan patok dan pelaksanaan.Iaharusmengecek
keadaan setempat agar dapat menentukan interval ketinggian rencana yang harus
diberikan.
Penyajian data hendaknya jelas; pastikan bahwa dasar saluran dan bagian atas tanggul
tidak mengikuti kemiringan medan, tetapi mengikuti garis lurus antara ketinggian di
awal dan ujung ruas saluran. Hanya dengan demikian muka air di daerah petak tersier
yang rendah tidak akan melimpah diatas tanggul.
Trase saluran diberikan pada peta petak tersier dengan skala 1:5.000 atau 1:2.000.
Trase ini harus diubah bila keadaan lapangan menghendaki demikian selama
pelaksanaan, setelah berkonsultasi terlebih dahulu dengan perencana.
Bila saluran yang ada dipakai dalam perencanaan, maka perencana sebaiknya tidak
perlu mempersoalkan bahan timbunan jika potongan melintang saluran itu lebih besar
dari saluran yang sedang direncana.
Jika saluran irigasi tersier lebih tinggi dari elevasi sawah, maka tanggul saluran harus
dipadatkan dengan baik agar kehilangan air tidak banyak.Perencana hendaknya
memperingatkan agar prosedur berikut diikuti. Diatas permukaan yang sudah
dibersihkan dan dihaluskan, seluruh tubuh saluran termasuk tanggul dan saluran itu
sendiri, akan dibuat pada timbunan hingga bagian atas tanggul (lihat Gambar 8-1).
Setelah timbunan dipadatkan dengan baik, saluran akan digali pada tubuh ini sesuai
dengan dimensi rencana.
Penyajian Hasil Perencanaan 113

Gambar 8-1. Saluran Tersier dalam Timbunan

Hasil perencanaan saluran pembuang dan bangunan harus disajikan sedemikian rupa
sehingga data-data pelaksanaan bisa dikumpulkan dengan mudah dan pelaksanaan
jaringan pembuang tidak akan menemui kesulitan.
Trase saluran pembuang diberikan pada layout petak tersier dengan skala 1–5.000
atau 1–2.000.Juga harus dibuat gambar-gambar dengan potongan memanjang,
potongan melintang saluran pembuang tersier serta (standar) gambar-gambar
bangunan, lengkap dengan dimensi dan elevasinya. Dari rencana itu dibuat tabel data
yang memberikan data- data yang perlu untuk pelaksanaan dan pemasangan patok
untuk saluran pembuang:
- Muka air diawal dan ujung ruas saluran pembuang,
- Kemiringan dasar saluran pembuang, % (m/km)
- Panjang ruas saluran pembuang, m;
- Lebar dasar saluran, m;
- Kedalaman air pada saluran, m;
- Kemiringan talut, tinggi jagaan dan kalau perlu lebar tanggul
Potongan memanjang saluran irigasi dan pembuang digambar menurut standar
penggambaran seperti dijelaskan dalam bagian KP - 07 dengan skala vertikal 1:100
dan skala honisontal 1:2.000.
Potongan melintang digambar untuk daerah bergelombang setiap 100 m dengan skala
1:50. Bangunan digambar dengan skala 1:50 dengan detail 1:20 dan 1:10. Apabila
mungkin, dipakai standar gambar dan bangunan-bangunan khusus dilengkapi dengan
114 Kriteria Perencanaan – Petak Tersier

tabel perencanaan yang mencakup elevasi dan dimensi. Gambar-gambar bangunan


meliputi:
- Denah
- Potongan memanjang dan melintang
- Dimensi dan elevasi
- Skala.

8.2 Nota Penjelasan

Setiap rencana petak tersier harus diberi nota penjelasan. Isinya adalahpenjelasan
mengenai perencanaan petak tersier yang berkenaan dengan:
- Lokasi
- Layout
- Penggunaan dan perbaikan jaringan yang ada
- Saluran dan bangunan yang baru
- Jalan petani
- Persediaan air dan sistem pembagiannya/rotasi
- Dimensi dan elevasi saluran dan bangunan
- Rincian volume dan biaya (bill of quantities).
- Pembagian pembiayaan antara petani dan pemerintah (role sharing).

8.3 Buku Petunjuk O & P

Agar supaya jaringan irigasi mampu berfungsi sampai jangka waktu yang lama,
diperlukan panduan mengenai operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi.Semua
petunjuk harus disajikan dengan jelas agar mudah dimengerti oleh para Petani
Pemakai Air.
Agar para pengelola irigasi mampu melaksanakan operasi dan pemeliharaan dengan
efektif dan efisien maka harus berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
Penyajian Hasil Perencanaan 115

Nomor : 32/PRT/M/2007 Tahun 2007 Tentang Pedoman Operasi dan Pemeliharaan


Jaringan irigasi.
116 Kriteria Perencanaan – Petak Tersier

DAFTAR PUSTAKA

Achmadi Partowiyoto: Tata Guna Air Tingkat Usaha Tani, Ditgasi I, September
1985.
ADC: Design Note Tertiary Unit Development Teluk Lada
Binnie & Partners: Design Note for Tertiary Unit Development, December 1978.
DHV: Background Notes Training Packages SEDEKU Trial Run, Tertiary Unit
Development, 1985.
DHV/Ilace: Guidelines for Design Of Tertiary Units, Luwu, October 1978.
DHV/Nedeco: Tertiary Unit Development, PLAV Surabaya, 1981
DOI Sederhana Irrigation Project: Design of Checks, Division Boxes and Turnouts,
Technical Paper No. 10, 198L
DPMA: Setandar Kotak Bagi untuk Saluran Tersier dan Kwarter, Maret 1973.
DPU: Pengelolaan Irigasi di Tingkat Usaha Tani (Tersier), Juli 1976.
Hamuji Waluyo: Perencanaan jaringan Tersier, November 1979
Kraatz,D.B. and Mahayan,I.K. Small Hydraulic Structures, FAO Irrigation and
Drainage Paper No. 26 (1+2)
Nedeco: Manual for Design of Tertiary Units, Irrigation Rehabilitation Project Series
B, May 1974.
Nedeco: Some Reflections on the Layout of the Tertiary Sistem in the Jratunseluna
Area, June 1973
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2006 Tentang Irigasi
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 32/PRT/M/2007 Tentang Pedoman
Operasi dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2008 Tentang
Pengelolaan Sumber Daya Air
PROSIDA: Pedoman Perencanaan Tersier I - II, 1974.
PROSIDA: Pedoman Perencanaan Jaringan Tersier, 1980.
Daftar Pustaka 117

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air
Budi Daya Ikan Air Tawar di Dalam Daerah Irigasi, Subdit Perencanaan Teknis,
Ditgasi I, Januari 1983.
Sariati :Budi Daya Ikan dan Peranan Prasarana Pengairan, Ditgasi I, September
198.5.
Soebandi Wirosoemarto: Pengembangan Jaringan Tersier, Ditgasi; Juli 1978.
118 Kriteria Perencanaan – Petak Tersier

LAMPIRAN
0.01
v=

5m =
v=

0.2 = h
0.008 0.6
0m 0.7

b
/ dt 0m
/dt

0m
0.006 v= saluran irigasi tersier
0.5

0.3
0m

5m
0.005
/ dt

0.3

0m
0.004
v=

5m
0.4
0 .4
0m

0m
0.4
0.003
/dt

5m
0.5

0m
0.5

5m
v=

0. 6
0.002 0.3

0m
0.6
0m

0 .8 m
0.7

0.8 0 m
/dt

0.9 5 m
0.7
di atas garis ini :

0.9 0 m
1.0 5 m
pakai pasangan

0m
atau bangunan
0.001 v terjun
0.2 =
0.0008 0m
/dt
0.0006
0m
0.2 = h

0.0005 kecepatan maks.


b

5m

yang diizinkan
0.0004
0.2

0.0003 rum u s strick le r


2/3 1/2
v = k. R l
0.0002 Q = v.A
b =b
I

k = 35
0.0001
10 20 30 40 60 80 100 200 300 400 600 800 1000 2000
Q dalam l / dt

Gambar A.1.1 Grafik Perencanaan untuk Saluran Tersier Tanpa Pasangan (k=35, m=1)
Lampiran 119

Gambar A.1.2 Grafik Perencanaan untuk Saluran Irigasi Kuarter (k=30, m=1)
120 Kriteria Perencanaan – Petak Tersier

Gambar A.1.3 Grafik Perencanaan untuk Saluran Pasangan Batu (k=25)


Lampiran 121

Gambar A.1.4 Grafik Perencanaan untuk Saluran Pasangan Beton (Hanya Pada Talut, k=60)
122 Kriteria Perencanaan – Petak Tersier

A.1.5 Grafik Perencanaan untuk Saluran Pasangan Beton (k=70)


Lampiran 123

Gambar A.1.6 Grafik Perencanaan untuk Flum Pasangan Batu (k=50)


124 Kriteria Perencanaan – Petak Tersier

Gambar A.1.7 Grafik Perencanaan untuk Flum Bertulang (k=70)


KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM
DIREKTORAT JENDERAL SUMBER DAYA AIR
D I R E K T O R AT I R I G A S I D A N R A WA

STANDAR PERENCANAAN
IRIGASI

KRITERIA PERENCANAAN
BAGIAN
PARAMETER BANGUNAN
KP-06

2013
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM
DIREKTORAT JENDERAL SUMBER DAYA AIR
DIREKTORAT IRIGASI DAN RAWA

STANDAR PERENCANAAN
IRIGASI

KRITERIA PERENCANAAN
BAGIAN
PARAMETER BANGUNAN
KP-06

2013
ii Kriteria Perencanaan – Parameter Bangunan
Sambutan iii

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM


DIREKTORAT JENDERAL SUMBER DAYA AIR
SAMBUTAN

Keberadaan sistem irigasi yang handal merupakan sebuah syarat mutlak bagi
terselenggaranya sistem pangan nasional yang kuat dan penting bagi sebuah negara.
Sistem Irigasi merupakan upaya yang dilakukan oleh manusia untuk memperoleh air
denganmenggunakanbangunan dan saluran buatan untuk mengairi lahan
pertaniannya. Upaya ini meliputi prasarana irigasi, air irigasi, manajemen irigasi,
kelembagaan pengelolaan irigasi dan sumber daya manusia. Terkait prasarana irigasi,
dibutuhkan suatu perencanaan yang baik, agar sistem irigasi yang dibangun
merupakan irigasi yang efektif, efisien dan berkelanjutan, sesuai fungsinya
mendukung produktivitas usaha tani.
Pengembangan irigasi di Indonesia yang telah berjalan lebih dari satu abad, telah
memberikan pengalaman yang berharga dan sangat bermanfaat dalam kegiatan
pengembangan irigasi di masa mendatang. Pengalaman–pengalaman tersebut
didapatkan dari pelaksanaan tahap studi, perencanaan hingga tahap pelaksanaan dan
lanjut ke tahap operasi dan pemeliharaan.
Hasil pengalaman pengembangan irigasi sebelumnya, Direktorat Jenderal Pengairan
telah berhasil menyusun suatu Standar Perencanaan Irigasi, dengan harapan didapat
efisiensi dan keseragaman perencanaan pengembangan irigasi. Setelah pelaksanaan
pengembangan irigasi selama hampir dua dekade terakhir, dirasa perlu untuk
melakukan review dengan memperhatikan kekurangan dan kesulitan dalam penerapan
standar tersebut, perkembangan teknologi pertanian, isu lingkungan (seperti
iv Kriteria Perencanaan – Parameter Bangunan

pemanasan global dan perubahan iklim), kebijakan partisipatif, irigasi hemat air, serta
persiapan menuju irigasi modern (efektif, efisien dan berkesinambungan).
Setelah melalui proses pengumpulan data, diskusi ahli dan penelitian terhadap
pelaksanaan Standar Perencanaan Irigasi terdahulu serta hasil perencanaan yang telah
dilakukan, maka Direktorat Jenderal Sumber Daya Air menyusun suatu Kriteria
Perencanaan Irigasi yang merupakan hasil review dari Standar Perencanaan Irigasi.
Dengan tersedianya Kriteria Perencanaan Irigasi, diharapkan para perencana irigasi
mendapatkan manfaat yang besar, terutama dalam keseragaman pendekatan konsep
desain, sehingga tercipta keseragaman dalam konsep perencanaan.
Penggunaan Kriteria Perencanaan Irigasi merupakan keharusan untuk dilaksanakan
oleh pelaksana perencanaan di lingkungan Direktorat Jenderal Sumber Daya Air.
Penyimpangan dari standar ini hanya dimungkinkan dengan izin dari Pembina
Kegiatan Pengembangan Irigasi.
Akhirnya, diucapkan selamat atas terbitnya Kriteria Perencanaan Irigasi, dan patut
diberikan penghargaan sebesar–besarnya kepada para narasumber dan editor untuk
sumbang saran serta ide pemikirannya bagi pengembangan standar ini.

Jakarta, Februari 2013


Direktur Jenderal Sumber Daya Air

DR. Ir. Moh. Hasan, Dipl.HE


NIP. 19530509 197811 1001
Kata Pengantar v

KATA PENGANTAR

Setelah melalui proses pengumpulan data, diskusi ahli dan penelitian terhadap
pelaksanaan Standar Perencanaan Irigasi terdahulu serta hasil perencanaan yang telah
dilakukan, maka Direktorat Jenderal Sumber Daya Air menyusun suatu Kriteria
Perencanaan Irigasi yang merupakan hasil review dari Standar Perencanaan Irigasi
edisi sebelumnya dengan menyesuaikan beberapa parameter serta menambahkan
perencanaan bangunan yang dapat meningkatan kualitas pelayanan bidang
irigasi.Kriteria Perencanaan Irigasi ini telah disiapkan dan disusun dalam 3
kelompok:
1. Kriteria Perencanaan (KP-01 s.d KP-09)
2. Gambar Bangunan irigasi (BI-01 s.d BI-03)
3. Persyaratan Teknis (PT-01 s.d PT-04)
Semula Kriteria Perencanaan hanya terdiri dari 7 bagian (KP – 01 s.d KP – 07). Saat
ini menjadi9 bagian dengan tambahan KP – 08 dan KP – 09 yang sebelumnya
merupakan Standar Perencanaan Pintu Air Irigasi. Review ini menggabungkan
Standar Perencanaan Pintu Air Irigasi kedalam 9 Kriteria Perencanaan sebagai
berikut:
KP – 01 Perencanaan Jaringan Irigasi
KP – 02 Bangunan Utama (Head Works)
KP – 03 Saluran
KP – 04 Bangunan
KP – 05 Petak Tersier
KP – 06 Parameter Bangunan
KP – 07 Standar Penggambaran
KP – 08 Standar Pintu Pengatur Air Irigasi: Perencanaan,Pemasangan,
Operasi dan Pemeliharaan
KP – 09 Standar Pintu Pengatur Air Irigasi: Spesifikasi Teknis
vi Kriteria Perencanaan – Parameter Bangunan

Gambar Bangunan Irigasi terdiri atas 3 bagian, yaitu:


(i) Tipe Bangunan Irigasi, yang berisi kumpulan gambar-gambar contoh
sebagai informasi dan memberikan gambaran bentuk dan model
bangunan, pelaksana perencana masih harus melakukan usaha khusus
berupa analisis, perhitungan dan penyesuaian dalam perencanan teknis.
(ii) Standar Bangunan Irigasi, yang berisi kumpulan gambar-gambar
bangunan yang telah distandarisasi dan langsung bisa dipakai.
(iii) StandarBangunan Pengatur Air, yang berisi kumpulan gambar-gambar
bentuk dan model bangunan pengatur air.
Persyaratan Teknis terdiri atas 4 bagian, berisi syarat-syarat teknis yang
minimal harus dipenuhi dalam merencanakan pembangunan Irigasi. Tambahan
persyaratan dimungkinkan tergantung keadaan setempat dan
keperluannya.Persyaratan Teknisterdiri dari bagian-bagian berikut:
PT – 01 Perencanaan Jaringan Irigasi
PT – 02 Topografi
PT – 03 Penyelidikan Geoteknik
PT – 04 Penyelidikan Model Hidrolis
Meskipun Kriteria Perencanaan Irigasi ini, dengan batasan-batasan dan syarat
berlakunya seperti tertuang dalam tiap bagian buku, telah dibuat sedemikian
sehingga siap pakai untuk perencana yang belum memiliki banyak
pengalaman, tetapi dalam penerapannya masih memerlukan kajian teknik dari
pemakainya. Dengan demikian siapa pun yang akan menggunakan Kriteria
Perencanaan Irigasi ini tidak akan lepas dari tanggung jawabnya sebagai
perencana dalam merencanakan bangunan irigasi yang aman dan memadai.
Kata Pengantar vii

Setiap masalah di luar batasan-batasan dan syarat berlakunya Kriteria


Perencanaan Irigasi, harus dikonsultasikan khusus dengan badan-badan yang
ditugaskan melakukan pembinaan keirigasian, yaitu:
1. Direktorat Irigasi dan Rawa
2. Puslitbang Air
Hal yang sama juga berlaku bagi masalah-masalah, yang meskipun terletak
dalam batas-batas dan syarat berlakunya standar ini, mempunyai tingkat
kesulitan dan kepentingan yang khusus.
Semoga Kriteria Perencanaan Irigasi ini bermanfaat dan memberikan sumbangan
dalam pengembangan irigasi di Indonensia. Kami sangat mengharapkan kritik dan
saran untuk perbaikan ke arah kesempurnaan Kriteria Perencanaan Irigasi.

Jakarta, Februari 2013


Direktur Irigasi dan Rawa

Ir. Imam Agus Nugroho, Dipl.HE


NIP. 19541006 198111 1001
viii Kriteria Perencanaan - Standar Pintu Pengatur Air Irigasi: Spesifikasi Teknis
Tim Perumus ix

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM


DIREKTORAT JENDERAL SUMBER DAYA AIR

TIM PERUMUS REVIEW


KRITERIA PERENCANAAN IRIGASI
No. Nama Keterangan
1. Ir. Imam Agus Nugroho, Dipl. HE Pengarah
2. Ir. Adang Saf Ahmad, CES Penanggung Jawab
3. Ir. Bistok Simanjuntak, Dipl. HE Penanggung Jawab
4. Ir. Widiarto, Sp.1 Penanggung Jawab
5. Ir. Bobby Prabowo, CES Koordinator
6. Tesar Hidayat Musouwir, ST, MBA, MSC Koordinator
7. Nita Yuliati, ST, MT Pelaksana
8. Bernard Parulian, ST Pelaksana
9. Dr. Ir. Robert J. Kodoatie, M.Eng Editor
10. DR. Ir. Soenarno, M.Sc Narasumber
11. Ir. Soekrasno, Dipl. HE Narasumber
12. Ir. Achmad Nuch, Dipl. HE Narasumber
13. Ir. Ketut Suryata Narasumber
14. Ir. Sudjatmiko, Dipl. HE Narasumber
15. Ir. Bambang Wahyudi, MP Narasumber

Jakarta, Januari 2013


Direktur Jenderal Sumber Daya Air

DR. Ir. Moh. Hasan, Dipl.HE


NIP. 19530509 197811 1001
x Kriteria Perencanaan - Standar Pintu Pengatur Air Irigasi: Spesifikasi Teknis
Daftar Isi xi

DAFTAR ISI

S A M B U T A N ....................................................................................................... iii
KATA PENGANTAR .................................................................................................v
TIM PERUMUS REVIEW KRITERIA PERENCANAAN IRIGASI ................. ix
DAFTAR ISI .............................................................................................................. xi
DAFTAR TABEL ......................................................................................................xv
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. xvii
1. BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1
1.1 Ruang Lingkup ............................................................................................1
2. BAB II BAHAN BANGUNAN ..............................................................................3
2.1 Persyaratan Bahan .......................................................................................3
2.2 Sifat-Sifat Bahan Bangunan ........................................................................3
2.2.1 Berat Volume ....................................................................................4
2.3 Tanah ...........................................................................................................4
2.3.1 Sistem Klasifikasi Tanah menurut Unified Soil Classification
System ................................................................................................4
2.3.2 Stabilitas Lereng..............................................................................11
2.3.3 Daya Dukung Tanah Bawah untuk Pondasi ....................................16
2.3.4 Penurunan Tanah Dasar ..................................................................22
2.3.5 Perbaikan Tanah Lunak...................................................................23
2.3.5.1 Permasalahan ......................................................................23
2.3.5.2 Sifat dan Karakteristik Tanah Lunak ..................................24
2.3.5.3 Tinjauan Teknik Pondasi ....................................................28
2.3.5.4 Teknik Perbaikan Tanah Lunak..........................................31
3. BAB III TEGANGAN RENCANA .....................................................................37
3.1 Beban .........................................................................................................37
3.1.1 Beban Mati ......................................................................................37
3.1.2 Beban Hidup....................................................................................37
3.1.2.1 Beban Kendaraan ...............................................................37
3.1.2.2 Beban Orang/Hewan ..........................................................43
3.2 Tekanan Tanah dan Tekanan Lumpur .......................................................43
3.2.1 Tekanan Tanah ................................................................................43
3.2.2 Tekanan Lumpur .............................................................................46
3.3 Tekanan Air ...............................................................................................47
xii Kriteria Perencanaan - Standar Pintu Pengatur Air Irigasi: Spesifikasi Teknis

3.3.1 Tekanan Hidrostatik ........................................................................47


3.3.2 Tekanan Hidrodinamik ....................................................................48
3.3.3 Rembesan ........................................................................................49
3.3.4 Faktor Keamanan Rembesan di Hilir Lantai Belakang Bendung ...67
3.4 Beban Akibat Gempa ................................................................................68
3.5 Kombinasi Pembebanan ............................................................................72
3.6 Tegangan Izin dan Faktor Keamanan ........................................................72
3.6.1 Tegangan Izin ..................................................................................72
3.6.2 Faktor Keamanan ............................................................................73
3.7 Tekanan Tanah Akibat Gempa ..................................................................74
3.7.1 Acuan Normatif ...............................................................................74
3.7.2 Tekanan Tanah Akibat Gempa ........................................................74
4. BAB IV PASANGAN BATU DAN BATA MERAH .........................................77
4.1 Umum ........................................................................................................77
4.2 Batu ...........................................................................................................77
4.3 Mortel ........................................................................................................78
5. BAB V BETON .....................................................................................................81
5.1 Permasalahan .............................................................................................81
5.2 Klasifikasi ..................................................................................................82
5.3 Tulangan ....................................................................................................84
5.4 Analisis Kekuatan Batas Beton Bertulang.................................................86
5.4.1 Notasi ..............................................................................................86
5.4.1.1 Kuat Lentur Balok Persegi Tulangan Tunggal ...................86
5.4.1.2 Pembatasan Tulangan Tarik ...............................................88
5.4.1.3 Balok Pesegi Tulangan Rangkap ........................................91
5.4.2 Analis PelatTerlentur.......................................................................95
5.4.2.1 Terlentur Satu Arah ............................................................95
5.5 Penampang Balok T dan Balok Bertulangan Rangkap..............................98
5.5.1 Permasalahan...................................................................................98
5.5.2 AnalisBalok T Terlentur................................................................100
5.5.2.1 Dihitung Sebagai Balok T Murni .....................................101
5.5.3 Dihitung Sebagai Balok T Pesegi Jika NT< ND ............................102
5.5.4 Pembatasan Penulangan Tarik Balok T........................................103
6. BAB VI PONDASI TIANG ...............................................................................105
6.1 Permasalahan ...........................................................................................105
6.2 Persyaratan-Persyaratan ..........................................................................106
6.2.1 Kondisi Geoteknik.........................................................................106
6.2.2 Data–Data Penunjang ....................................................................106
6.2.3 Persyaratan Keawetan Tiang .........................................................108
6.3 Ketentuan–Ketentuan ..............................................................................108
Daftar Isi xiii

6.3.1 Daya Dukung Aksial Tiang Vertikal .............................................108


6.3.1.1 Ketentuan Umum .............................................................108
6.3.1.2 Rumus Daya Dukung Aksial Ultimit ...............................111
6.3.1.3 Reduksi Daya Dukung Aksial ..........................................116
6.3.1.4 Daya Dukung Aksial Tiang Miring ..................................117
6.3.1.5 Daya Dukung Aksial Kelompok Tiang ............................117
6.3.2 Tahanan Lateral .............................................................................118
6.3.2.1 Ketentuan Umum .............................................................118
6.3.2.2 Menghitung Tahanan Lateral Ultimit Tiang Tunggal
Secara Empiris ..................................................................118
6.3.2.3 Menghitung Tahanan Lateral Ultimit Kelompok Tiang ...119
6.3.2.4 Menghitung Tahanan Lateral Ultimit Metode Broms ......120
6.3.3 Penurunan Pondasi Tiang ..............................................................134
6.3.3.1 Ketentuan..........................................................................134
6.3.3.2 Perhitungan Penurunan Tiang Tunggal ............................134
6.3.4 Deformasi Lateral ..........................................................................142
6.3.4.1 Deformasi Lateral Tiang Tunggal ....................................142
6.3.4.2 Deformasi Lateral Kelompok Tiang.................................143
6.3.5 Kekuatan Tekuk Tiang ..................................................................143
6.3.5.1 Ketentuan Umum .............................................................143
6.3.5.2 Perhitungan Kekuatan Tekuk ...........................................143
6.3.6 Gaya–Gaya Ultimit dan Layan ......................................................144
6.3.6.1 Gaya–Gaya Ultimit dan Layan .........................................144
6.3.6.2 Gaya Lateral dan Momem Lentur ....................................144
6.3.7 Perencanaan Balok Pondasi ..........................................................145
6.3.7.1 Struktur Balok Pondasi .....................................................145
6.3.7.2 Struktur Balok Pondasi Diatas Kepala Tiang ...................145
6.3.7.3 Struktur Sambungan Diatas Kepala Tiang .......................145
6.3.8 Perencanaan Struktur Tiang ..........................................................148
6.3.8.1 Ketentuan Umum .............................................................148
6.3.8.2 Gaya Lateral Akibat Tanah Timbunan Samping (Oprit)
pada Tanah Lembek .........................................................149
6.3.9 Analisa Pondasi Tiang...................................................................150
6.3.9.1 Analisa Linier ...................................................................150
6.3.9.2 Analisa Tidak Linier ........................................................150
6.3.9.3 Analisa Komputer.............................................................151
6.3.10 Struktur Ujung dan Kepala Tiang .................................................151
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................153
LAMPIRAN I...........................................................................................................155
LAMPIRANII ..........................................................................................................157
LAMPIRAN III .......................................................................................................179
xiv Kriteria Perencanaan - Standar Pintu Pengatur Air Irigasi: Spesifikasi Teknis
Daftar Tabel xv

DAFTAR TABEL

Tabel 2-1. Berat Volume Massa (ρ) ..........................................................................4


Tabel 2-2. Klasifikasi Tanah Sistem Kelompok ........................................................6
Tabel 2-3. Kriteria Klasifikasi Tanah secara Laboratoris dari USBR/USCE ............7
Tabel 2-4. Kriteria Klasifikasi Tanah System UNIFIED ...........................................8
Tabel 2-5. Kriteria Klasifikasi Tanah Sistem AASHTO ...........................................9
Tabel 2-6. Standar SaringanAS ...............................................................................11
Tabel 2-7. Metode Bishop - Memasukkan Perhitungan ke dalam Bentuk Tabel
(Capper, 1976) .......................................................................................15
Tabel 2-8. Daftar Harga Sc dan SSesuai Bentuk Potongan Melintang Pondasi ....16
Tabel 2-9. Harga-Harga Perkiraan Daya Dukung Izin ............................................17
Tabel 2-10. Faktor–Faktor Daya Dukung untuk Persamaan Terzaghi
(Nilai-Nilai Nuntuk ØSebesar 34o dan 48o = nilai TerzaghiAsli
untuk MenghitungKp) ............................................................................18
Tabel 2-11. Faktor Bentuk, Kedalaman, dan Inklinasi dari Rumus Meyerhof ..........19
Tabel 2-12. Faktor-Faktor Bentuk, Kedalaman dan Inklinasi dari Rumus Hansen...20
Tabel 2-13. Modulus Kemampatan ...........................................................................23
Tabel 2-14. Jenis Penyelidikan Karakterstik Tanah Lunak di Lapangan ..................24
Tabel 2-15. Jenis Pengujian Tanah di Laboratorium .................................................25
Tabel 2-16. Sifat Konsistensi Tanah ..........................................................................26
Tabel 2-17. Klasifikasi Sifat Pengembangan Tanah ..................................................26
Tabel 2-18. Kuat Geser Tanah Lunak........................................................................26
Tabel 2-19. Sifat Sensitivitas Tanah ..........................................................................28
Tabel 3-1. Penentuan Lebar Jembatan .....................................................................41
Tabel 3-2. Dalamnya Tanah Penutup dan Koefisien Kejut .....................................43
Tabel 3-3. Harga-Harga Koefisien Tegangan Aktif Kauntuk Dinding Miring
Kasar dengan Permukaan Tanah Datar/Horizontal ................................44
Tabel 3-4. Harga-Harga Koefisien Tegangan Pasif Kpuntuk Dinding Miring
Kasar dengan Permukaan Tanah Datar ..................................................45
Tabel 3-5. Harga–Harga Фo dan c ...........................................................................46
Tabel 3-6. Harga–Harga Minimum Angka Rembesan Lane dan Bligh(CL) ...........55
Tabel 3-7. Koreksi Kemiringan dari Berbagai Nilai V/H ........................................62
Tabel 3-8. Tekanan Awal dari Masing-Masing Titik A,B, C, D , E, F , G, H, I, J,
K, dan L (Lihat Gambar 3-21.)...............................................................65
Tabel 3-9. Hasil Perhitungan TinggiTekanan dibawah Lantai Bangunan Metode
Khosla ....................................................................................................66
Tabel 3-10. Koefisien Zona Gempa pada Zona A,B,C,D,E,F ...................................69
Tabel 3-11. Periode Ulang dan Percepatan Dasar Gempa, ac ....................................69
Tabel 3-12. Faktor Koreksi Pengaruh Jenis Tanah Setempat ....................................71
Tabel 3-13. Menunjukkan Kombinasi Pembebanan dan Kenaikkan dalam
Tegangan Izin Rencana ..........................................................................72
xvi Kriteria Perencanaan - Standar Pintu Pengatur Air Irigasi: Spesifikasi Teknis

Tabel 3-14. Faktor Keamanan Mt /Mg ≤ Fg*) Terhadap Guling ................................73


Tabel 3-15. Faktor Keamanan Terhadap Gelincir /r ≤ Fs**).....................................74
Tabel 5-1. Perbedaan Tata Cara Perhitungan Struktur Beton dengan PBI-1971
atau NI-2 PBI -1971 dan SK SNI T-15-1991-03
Departemen Pekerjaan Umum................................................................81
Tabel 5-2. Klasifikasi Mutu Beton Sesuai SK SNI T-15-1991-03
Departemen Pekerjaan Umum................................................................82
Tabel 5-3. Mutu Beton, Slumpdan Susunan Bahan Campuran Beton Sesuai
Perbandingan Berat Berdasarkan SNI 7394-2008 ..................................83
Tabel 5-4. Penutup Beton Minimum .......................................................................84
Tabel 5-5. Jenis dan Kelas Baja Tulangan (SII 0136 – 80) .....................................85
Tabel 5-6. Konstanta Perencanaan ..........................................................................85
Tabel 5-7. Tulangan Susut Minimum ......................................................................97
Tabel 5-8. Daftar Tebal Minimum Balok dan Pelat Satu Arah ...............................97
Tabel 5-9. Nilai-Nilai AS (maksimum) untuk Balok T ..........................................104
Tabel 6-1. Parameter untuk Tiang pada Tanah Non Kohesif ................................107
Tabel 6-2. Luas Penampang dan Keliling Efektif Tiang .......................................109
Tabel 6-3. Kontribusi Tahanan Gesek Sesuai Stratifigrafi ....................................112
Tabel 6-4. Faktor Reduksi Kuat Geser/Parameter Tanah ......................................115
Tabel 6-5. Parameter untuk Tiang pada Tanah Kohesif ........................................115
Tabel 6-6. Kondisi Kapala Tiang...........................................................................121
Tabel 6-7. Nilai Sdan Z .........................................................................................122
Tabel 6-8. Kondisi Tiang pada Tanah Tidak Kohesif ...........................................127
Tabel 6-9. Efisiensi Tahanan Lateral Ultimit Kelompok Tiang Secara Teoritis ...133
Tabel 6-10. Nilai EUndrained .......................................................................................137
Tabel 6-11. Ratio Penurunan Kelompok Tiang RS ..................................................139
Tabel 6-12. Rumus Kantilever Ekuivalen untuk Perencanaan Tiang Terhadap
Beban Lateral .......................................................................................140
Tabel 6-13. Parameter Elastis Rencana ...................................................................142
Tabel 6-14. Nilai SUdanSL .......................................................................................144
Daftar Gambar xvii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2-1. Kurve-Kurve Tayloruntuk Stabilitas Tanggul (dan Capper, 1976) ...12
Gambar 2-2. Metode Irisan untuk Perhitungan Stabilitas Lereng...........................13
Gambar 2-3. Faktor-Faktor Daya Dukung: Beban Garis Dekat Permukaan
(dari Capper, 1976)............................................................................17
Gambar 2-4. Metode Menghitung Ukuran Telapak Efektif ....................................22
Gambar 2-5. Potongan tanah...................................................................................23
Gambar 3-1. Gaya Gempa ......................................................................................39
Gambar 3-2. Grafik Gaya Rem dan Panjang ..........................................................40
Gambar 3-3. Perubahan Beban Gandar Sesuai SK.SNI T-02-2005........................41
Gambar 3-4. Perubahan Beban UDL dan Garis Sesuai SK.SNI T-02-2005 ...........42
Gambar 3-5. Tegangan Samping Aktif dan Pasif, Cara Pemecahan Rankine:
(a) aktif; (b) pasif ...............................................................................44
Gambar 3-6. Tekanan (a) Aktif dan (b) Pasif, Menurut Rankine............................45
Gambar 3-7. Tekanan Air Pada Dinding Tegak......................................................47
Gambar 3-8. Gaya Tekan Air ke Atas.....................................................................48
Gambar 3-9. Tekanan Hidrodinamik ......................................................................49
Gambar 3-10. Jalur Rembesan Antara Bangunan dan Tanah Sekitarnya .................50
Gambar 3-11. Konstruksi Jaringan Aliran Menggunakan Analog Listrik ................51
Gambar 3-12. Gaya Tekan ke Atas pada Pondasi Bendung .....................................52
Gambar 3-13. Panjang Creep Line Sesuai Metode Bligh .........................................53
Gambar 3-14. Metode Angka Rembesan Lane .........................................................54
Gambar 3-15. Grafik Khosla’s Secara Empiris.......................................................56
Gambar 3-16. Jaringan Aliran Dibawah Bangunan ..................................................57
Gambar 3-17. Seepage Melalui Suatu Lantai ...........................................................58
Gambar 3-18. Grafik Khosla’s Secara Variabel Bebas (Independent) .....................59
Gambar 3-19. Lantai Muka dengan 3 Lokasi Sheet Piledan Pemisahan Lokasi
Sheet Pile Secara Tersendiri (Independent) Metode Khosla .............60
Gambar 3-20. Tebal Lantai dan Kedalaman Netto Sheet Pile ..................................61
Gambar 3-21. Hydraulic Structures tentang Penggunaan Grafik Khosla .................63
Gambar 3-22. Hydraulic Structures tentang Penggunaan Grafik Khosla dengan
Asumsi SheetPile di Hulu ..................................................................63
Gambar 3-23. Hydraulic Structures tentang Penggunaan Grafik Khosla dengan
Asumsi SheetPile di Tengah ..............................................................63
Gambar 3-24. Penggunaan Grafik Khosla dengan Asumsi SheetPile di Hilir ..........64
Gambar 3-25. Cara Rembesan Aliran Air Gradient Keluar ......................................67
Gambar 3-26. Tekanan Tanah Akibat Gempa ..........................................................76
Gambar 4-1. Menunjukkan Blok-Blok Batu yang Dipakai untuk Batu Candi. ......78
Gambar 5-1. KotakKayu Ukuran 0,50 m x 0,50 m x 0,50 m ..................................84
xviii Kriteria Perencanaan - Standar Pintu Pengatur Air Irigasi: Spesifikasi Teknis

Gambar 5-2. Diagram Regangan, Tegangan dan Momen Kopel Balok


Menahan Ultimit ................................................................................86
Gambar 5-3. Tegangan Ekivalen Whitney ..............................................................87
Gambar 5-4. Keadaan Diagram ..............................................................................89
Gambar 5-5. AnalisisBalok Tulangan .....................................................................91
Gambar 5-6. Diagram Regangan dan Kopel Momen Beton Baja pada Balok
Tulangan Rangkap(Kondisi II) ..........................................................93
Gambar 5-7. Pelat Satu Arah ..................................................................................96
Gambar 5-8. Balok T Sebagai Bagian Sistem Lantai .............................................99
Gambar 5-9. Balok T ............................................................................................101
Gambar 5-10. Balok T Dianggap Balok Pesegi ......................................................102
Gambar 6-1. Potongan Melintang Pangkal Jembatan dan Talang
dengan Pondasi Tiang ......................................................................105
Gambar 6-2. Komponen Daya Dukung Tiang ......................................................110
Gambar 6-3. Tahanan Lateral Tiang pada Tanah Non Kohesif ............................118
Gambar 6-4. Tahanan Lateral Tiang pada Tanah Kohesif ....................................119
Gambar 6-5. Tahanan Lateral Kelompok Tiang Secara Empiris ..........................120
Gambar 6-6. Mekanisme untuk Jenis Tiang Tidak Tertahan Dalam
Tanah Kohesif ..................................................................................121
Gambar 6-7. Ketahanan Ultimit untuk Tiang Pendek dalam Tanah Kohesif .......124
Gambar 6-8. Ketahanan Lateral Ultimit untuk Tiang Panjang Dalam
Tanah Kohesif ..................................................................................125
Gambar 6-9. Mekanisme Runtuh untuk Jenis Tiang Tertahan Dalam
Tanah Kohesif ..................................................................................126
Gambar 6-10. Mekanisme Runtuh untuk Jenis Tiang Bebas Dalam
Tanah Tidak Kohesif .......................................................................128
Gambar 6-11. Ketahanan Lateral Ultimit untuk Jenis Tiang Pendek Dalam
Tanah Tidak Kohesif .......................................................................129
Gambar 6-12. Ketahanan Lateral Ultimit untuk Jenis Tiang Panjang Dalam
Tanah Tidak Kohesif .......................................................................130
Gambar 6-13. Mekanisme Runtuh untuk Jenis Tiang Tertahan dalam Tanah
TidakKohesif ...................................................................................132
Gambar 6-14. Faktor Pengaruh Penurunan I...........................................................135
Gambar 6-15. Faktor Koreksi Modulus Penurunan Dasar Rb .................................136
Gambar 6-16. Penampang Kritis Balok Pondasi ....................................................146
Gambar 6-17. Hubungan Kepala Tiang Baja dengan Balok Pondasi .....................147
Gambar 6-18. Hubungan Kepala Tiang Beton dengan Balok Pondasi ...................148
Gambar 6-19. Ujung dan Kepala Tiang ..................................................................151
Gambar 6-20. Tipikal Perkuatan Sepatu Tiang untuk Selubung Pipa Baja
dengan Ujung Terbuka.....................................................................152
xix Kriteria Perencanaan – Parameter Bangunan
Pendahuluan 1

1. BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Ruang Lingkup

Kriteria Perencanaan Parameter Bangunan ini merupakan bagian dari Standar


Perencanaan Irigasi yang meliputi seluruh bangunan yang melengkapi saluran-
saluran irigasi dan pembuang, termasuk bangunan-bangunan yang diperlukan
untuk keperluan komunikasi, angkutan, eksploitasi dan pemeliharaan.
Disini diberikan uraian mengenai bangunan-bangunan jaringan irigasi dan pembuang.
Uraian itu mencakup latar belakang dan dasar-dasar hidrolika untuk perencanaan
bangunan-bangunan tersebut. Hal ini berarti bahwa beberapa jenis bangunan tertentu
memerlukan uraian khusus tersendiri karena sifat-sifat hidrolisnya yang unik.
Bangunan-bangunan lain yang memiliki banyak persamaan dalam hal dasar-dasar
hidrolikanya akan dibahas di dalam bab yang sama. Kriteria perencanaan hidrolis
disajikan dalam bentuk tabel dan grafik untuk menyederhanakan penggunaannya,
sejauh hal ini dianggap mungkin dan cocok.
Namun demikian latar belakang teoritis masing-masing bangunan akan disajikan
selengkap mungkin.
Perencanaan bangunan bergantung pada keadaan setempat, yang umumnya berbeda-
beda dari satu daerah ke daerah yang lain. Hal ini menuntut suatu pendekatan yang
luwes. Akan tetapi, disini diberikan beberapa aturan dan cara pemecahannya secara
terinci. Bilamana perlu, diberikan referensi mengenai metode dan bahan konstruksi
alternatif.
Dalam kondisi lapangan, dimana jaringan irigasi memerlukan jenis atau tipe
bangunan irigasi yang belum tercantum dalam buku kriteria ini, maka perencana
harus mendiskusikan dengan tim ahli. Perencana harus membuat argumen, serta
mempertimbangkan segala kekurangan dan kelebihan dari jenis bangunan tersebut.
2 Kriteria Perencanaan – Parameter Bangunan

Bab-bab dalam laporan ini dibagi-bagi sesuai dengan tingkat kemanfaatan bangunan.
Di sini diberikan rekomendasi pemakaian tipe-tipe bangunan yang lebih disukai.
Rekomendasi ini didasarkan pada:
(1) Kesesuaian dengan fungsi yang dibebankan kepada bangunan
(2) Mudahnya perencanaan dan pelaksanaan
(3) Mudahnya operasional dan pemeliharaan
(4) Biaya konstruksi dan pemeliharaan
(5) Terbiasanya petugas operasi dengan tipe bangunan tersebut
Bahan Bangunan 3

2. BAB II
BAHAN BANGUNAN

2.1 Persyaratan Bahan

Bahan–bahan bangunan yang cocok sudah diterangkan dengan jelas dalam bentuk
persyaratan–persyaratan. Dibawah ini diberikan daftarnya:
1. PUBI-1982 Persyaratan Umum Bahan Bangunan di IndonesiaPUBI-1982
memberikan persyaratan untuk 115 macam bahan bangunan.
2. SNI T-15-1991-03 TataCara Perhitungan Struktur Beton dengan bagian – bagian
dari SNI T-15-1991-03memberikan persyaratan bahan–bahan yang dipakai
produksi beton dan tulangan, seperti semen, agregat, zat tambahan (admixtures),
air dan baja tulangan.
3. NI-7 Syarat–syarat untuk kapur penggunaannya disesuaikan Standar Nasional
Indonesia seperti:
- Spesifikasi Kapur untuk Stabilisasi Tanah SNI 03- 4147-1996
- Spesifikasi Kapur Kembang untuk Bahan bangunan SNI 03- 6387-2000
- Spesifikasi Kapur Hidrat untuk Keperluan Pasangan Bata SNI 03- 6378-2000
4. NI-S Peraturan Semen Portland.
5. NI-10 Bata Merah sebagai Bahan Bangunan.
6. NI-5 atau PKKI-1961 Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia.
7. NI-13 Peraturan Batu Belah.
SII Standar Industri Indonesia, adalah standar untuk berbagai bahan yang tersedia
di pasaran Indonesia.

2.2 Sifat-Sifat Bahan Bangunan

Untuk tujuan Kriteria Perencanaan, dalam subbab-subbab berikut ini akan dijelaskan
sifat-sifat khusus beberapa jenis bahan penting yang dipakai di dalam konstruksi
jaringan irigasi.
4 Kriteria Perencanaan – Parameter Bangunan

2.2.1 Berat Volume

Berat volume yang akan digunakan untuk perhitungan perencanaan diberikan pada
Tabel2-1 berat volume dalam tabel ini adalah menurut PPI-1983 atau NI-18
(Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung). Berat volume γ (kN/m3) adalah
berat volume massa ρ(kg/m3) kali percepatan gravitasi g (m/dt2).

Tabel 2-1.Berat Volume Massa (ρ)

Bahan kg/m3
Baja 7.850
Batu galian, batu kali (tidak dipadatkan) 1.500
Batu koral 1.700
Besi tuang 7.250
Beton 2.200
Beton bertulang 2.400
Kayu (kelas I) 1.000
Kayu (kelas II) 800
Kerikil 1.650
Mortel/adukan 2.150
Pasangan bata 1.700
Pasangan batu 2.200
Pasir (kering udara sampai lengas) 1.600
Pasir (basah) 1.800
Tanah, lempung dan lanau (kering udara sampai lengas) 1.700
Tanah, lempung dan lanau (basah) 2.000

2.3 Tanah

2.3.1 Sistem Klasifikasi Tanah menurut Unified Soil Classification System

Unified Soil Classification System diperkenalkan oleh USSoil Conservation Service


(Dinas Konservasi Tanah di A.S.). Sistem ini digunakan untuk mengklasifikasi tanah
Bahan Bangunan 5

untuk tujuan-tujuan teknik. Sistem ini didasarkan pada identifikasi tanah menurut
ukuran partikel, gradasi, indeks plastisitas dan batas cair. Gradasi dan ukuran partikel
ditentukan dengan analisis saringan (ayak). Batas-batas cair dan plastis ditentukan
melalui pengujian di laboratorium dengan menggunakan metode-metode standar.
Sistem ini memiliki ciri–ciri yang menonjol, yakni:
- Sederhana. Ada 12 macam bahan yang akan dikerjakan oleh ahli: empat bahan
berbutir kasar, empat bahan berbutir halus dan empat bahan campuran. Selain itu
masih ada tiga bahan organik lainnya yang memerlukan perhatian khusus. Jadi
seluruhnya ada 15.
- Sistem ini memberikan kejelasan tentang sifat-sifat fisik penting, misalnya
ukuran, gradasi, plastisitas, kekuatan, kegetasan, potensi konsolidasi dan
sebagainya.
- Andal. Sifat–sifat teknik yang diperoleh dan sistem ini sesuai dengan keadaan
sebenarnya.
Tabel 2-2. menyajikan Klasifikasi tanah menurut sistem ini, sebagaimana disadur
oleh USBureau of Reclamation, US Corps of Engineers dan US Soil Conservation
Service.
Klasifikasi tanah menurut Sistem Kelompok (Unified System), yang didasarkan pada
fraksi bahan minus 3 inci (76 mm), menggunakan huruf–huruf sebagai simbol sifat–
sifat tanah seperti ditunjukkan dibawah ini.
Kerikil -G Lempung - C Organik - O
Pasir -S Lanau - M Gambut - Pt
Bergradasi baik -W Batascair tinggi - H
Bergradasi jelek -P Batas cair rendah - L
6 Kriteria Perencanaan – Parameter Bangunan

Tabel 2-2. Klasifikasi Tanah Sistem Kelompok

SIMBOL
PEMBAGIAN UTAMA NAMA TIPE
KELOMPOK
Kerikil bergradasi baik, campuran kerikil-pasir, dengan
GW

KERIKIL
BERSIH
sedikit atau tanpa bahan halus
50% atau lebih fraksi
kasar tidak lolos

Kerikil bergradasi jelek, campuran kerikil-pasir, dengan


Saringan no. 4

GP
sedikit/tak berbahan halus.
Lebih dari 50% tidak lolos/tertahan pada

KERIKIL
TANAH BERBUTIR KASAR

Kerikil lanauan, campuran kerikil-pasir-lanau yang agak


GM
DENGAN
KERIKIL

kasar.
BAHAN
HALUS
saringan No. 200

Kerikil lempungan, campuran kerikil-pasir-lempung yang


CC
agak kasar.
Pasir bergradasi baik, pasir kerikilan dengan sedikit/tanpa
SW
Lebih 50% dari fraksi

bahan halus.
BERSIH
PASIR
PASIR
kasar lolos sringan

Pasir bergradasi jelek, pasir kerikil, dengan sedikit/tanpa


PASIR

SP
No. 4

bahan halus.
SM Pasir lanauan, campuran pasir lanau
DENGAN
BAHAN
HALUS
PASIR

Kerikil lempungan, campuran pasir-lempung yang agak


SC
kasar.
Lanau inorganik & pasir, batu berdebu yang amat
ML
halus/kerikil lumpuran halus, plastisitas rendah.
Batas cair 50%
LANAU DAN

atau kurang
LEMPUNG
TANAH BERBUTIR HALUS

Lempung inorganik dengan plastisitas rendah-sedang


Lebih dari 50% atau lebih

CL
Lolos saringan No. 200

lempung lanauan, pasiran, kerikilan dan lempung kurus.


Lanau organik dan lempung lanauan organik dengan
OL
plastisitas rendah.
Lebih dari 50%

Lanau inorganik, pasir halus atau lanau bernika/diatoxea,


LANAU DAN
LEMPUNG

MH
Batas cair

lanau
Lempung inorganik dengan plastisitas tinggi, lempung
CH
gemuk
OH Lempung organik dengan plastisitas sedang, sampai tinggi
Tanah gambut, rawa (muck) dan jenis-jenis tanah organik
Tanah organik tinggi Pt
tinggi yang lain
Bahan Bangunan 7

Tabel 2-3.Kriteria Klasifikasi Tanah secara Laboratoris dari USBR/USCE

INFORMASI YANG DIPERLUKAN UNTUK MENJELASKAN TANAH KRITERIA KLASIFIKASI


LABORATORIS

Berikan nama jenis, tunjukkan perkiraan

Tentukan persentase kerikil dan pasri dasri kurve ukuran butir. Bergantung kepada persentase bahan
persentase pasir dan kerikil, ukuran maks;

halus (fraksi yang lebih kecil dan ayak No.200), tanah berbutir kasar diklasifikasi sebagai berikut :
persikuan, kondisi permukaan, dan kekasaran
butir; nama setempat atau geologis dan informasi
deskriptif yang relevan lainnya; dan simbol dalam
tanda kurung ( ).

Tidak memenuhi semua persyaratan gradasi untuk


GW
Untuk tanah tak terganggu tambahan informasi Gunakan kurve ukuran butir dalam mengidentifiasi fraksi yang diberikan menurut identifikasi lapangan
mengenai perlapisan, tingkat kepadatan, Batas Atterberg di
sementasi, kondisi kelembapan dan karakteristik bawah garis “A” atau

5% samapi 12% Yang terletak di garis batas memerlukan dua simbol


pembuangan (drainase) PI kurang dari 4 Di atas garis “A” dengan
PI antara 4 dan 7 berarti
CONTOH : Batas Atterberg di ada di garis batas dan
atas garis “A” dengan memerlukan dua simbol
Pasir lanau, kerikilan; kurang lebih 20% keras, PI lebih dari 7
partikel kerikil bersiku, ukuran maks. ½ inci;
partikel pasir bulat dan kasar sampai halus;
sekitar 15% bahan halus nonplastis dengan
kekuatan kering rendah; padat dan lembab di
tempat; pasri aluvial; (SM)
Lebih dari 12% GM,GC,SM,SC
Kurang dari 5% GW,GP,SW,SP

Tidak memenuhi semua persyaratan untuk SW

Batas Atterberg di
bawah garis “A” atau
PI kurang dari A Di atas garis “A” dengan
PI antara 4 dan 7 berarti
Batas Atterberg di ada di garis batas dan
atas garis “A” dengan memerlukan dua simbol
PI lebih besar dari 7

Berikan nama jenis; tunjukkan tingkat dan sifat


besarnya plastisitas dan ukuran maks. butir kasar;
warna dalam kondisi basah, bau (kalau berbau),
nama setempat atau geologis, dan informasi
deskriptif yang relevan lainnya; dan simbol dalam
tanda kurung.

Untuk tanah tidak terganggu, tambahkan


informasi mengenai struktur, pelapisan
konsistensi dalam keadaan tak terganggu, kondisi
kelembapan dan drainase.

CONTOH :

Lumpur lanauan coklat, agak platis; persentase


pasir halusnya rendah; terdapat lubang-lubang
akar vertikal; kuat dan kering ditempat, lus; (ML)
8 Kriteria Perencanaan – Parameter Bangunan

Tabel 2-4.Kriteria Klasifikasi Tanah System UNIFIED

PROSEDUR LAPANGAN : SIMBOL NAMA JENIS


(Tidak termasuk partikel-partikel yang lebih besar dari 3 inci dan mendasarkan fraksi pada besar perkiraan) KLMPK 1)
KERIKIL BERSIH Bermacam-macam ukuran butir dan partikal berukuran GW Kerikil gradasi, baik campuran kerikil-pasir,
Lebih dari separoh berlian lebih besar dasri

(Dengan sedikit/tanpa sedang dalam jumlah besar Lebih separoh dari dengan sedikit atau tanpa bahan halus
besar dari ukuran

dianggap sma dengan ukuran ayak No.4)


fraksi kasar lebih

(untuk klasifikasi visual, ukuran ¼ dapat


bahan halus) Ada satu ukuran dominan, atau berbagai ukuran dengan GP Kerikil gradasi jelek, campuran kerikil-pasir,
(Ayak No. 200 sebesar kurang dari partikel terkecil yang bisa dilihat dengan mata telanjang)

beberapa ukuran sedang hilang dengan sedikit/tak berbahan halus


ayak No.4
KERIKIL

KERIKIL DENGAN Bahan halus nonplastis (untuk prosedur identifikasi lihat GM Kerikil lanauan, campuran kerikil-pasir lanau
TANAH BERBUTIR KASAR

BAHAN HALUS (Bahan ML di bawah ini) bergradasi jelek


halus cukup banyak) Bahan halus platis platis (untuk prosedur identifikasi lihat GC Kerikil lumpuran, campuan kerikil-pasir
CL di bawah ini) lanau bergradasi jelek
PASIR BERSIH (Dengan Bermacam-macam ukuran butir dan partikel berukuran SW Pasir gradasi baik, pasir kerikilan, dengan
ukuran ayak No. 200

Lebih dari separoh

sedikit/tanpa bahan halus) sedang dalam jumlah besar sedikit atau tanpa bahan halus
fraksi kasar lebih
kecil dari ukuran

Ada satu ukuran dominan, tau berbagai ukuran dengan SP Pasir gradasi jelek, pasir kerikilan; dengan
beberapa ukuran sedang hilang sedikit/tanpa bahan halus
ayak No.4

PASIR DENGAN Bahan halus nonplastis (untuk prosedur identifikasi lihat SM Pasir lanauan, campuran pasri-lanau
PASIR

BAHAN HALUS (Bahan ML di bawah ini) bergradasi jelek


halus cukup banyak Bahan halus plastis (untuk prosedur identifikasi lihat CL SC Pasir lempungan, campuran pasir lempung
di bawah ini) bergradasi jelek
PROSEDUR IDENTIFIKASI BUTIR YANG LEBIH KECIL DARI UKURAN AYAK NO.40
Lebih dari separoh bahan lebih kecil dasri ukuran ayak

KEKUATAN KERING DILANTASI (REAKSI KEKERASAN


(KARAKTERISTIK TERHADAP (KEKENTALAN
PECAH) GETARAN) MENDEKATI BATAS
PLASTIS)
LANAU DAN No. 1 sampai rendah Cepat sampai lambat Nol ML Lanau inorganik dan pasir, batu tumbuk yang
LEMPUNG amat halus, pasir lanauan atau halus,
Batas cair kurang dari 50 plastisitas rendah
Sedang sampai tinggi Nol sampai sangat Sedang CL Lempung liat inorganik dengan plastisitas
TANAH BERBUTIR HALUS

lambat rendah sampai sedang, lempung lanauan


pasiran, kerikilan, dan lempung kurus
Rendah sampai sedang Lambat Rendah OL Lanau organik dan lanau-lempung dengan
plastisitas rendah
LANAU DAN Rendah sampai sedang Lambat sampai nol Rendah sampai sedang MH Lanau inorganik, pasri halus
LEMPUNG bermika/diatomea atau tanah lanauan, lanau
Batas cair lebih dari 50 elastis
Tinggi sampai sangat Nol Tinggi CH Lanau inorganik dengan platisitas tinggi,
No. 200

tinggi lempung gemuk


Sedang sampai tinggi Nol sampai sangat Rendah sampai sedang OH Lempung organik dengan platisitas sedang
lambat sampai tinggi
Mudah dikenali lewat warna, bau, empuk seperti spon, dan sering lewat jaringannya PT Tanah gambut dan jenis-jenis tanah organik
TANAH ORGANIK TINGGI
yang tampak seperti serat tinggi yang lain
Bahan Bangunan 9

Tabel 2-5.Kriteria Klasifikasi Tanah Sistem AASHTO


Simbol
Devisi Nama Jenis Kriteria Klasifikasi
Klmpk
Kerikil gradasi >4

Klasifikasi berdasarkan prosentase butiran halus; Kurang dari 50% lilos saringan no. 200: GM, GP, SW, SP. Lebih dari 12% lolos
baik dan
Kerikil 50% atau lebih dari fraksi kasar tertahan saringan no. 4

campuran pasir- antara 1 dan 3


GW kerikil, sedikit
atau tidak
Kerikil bersih mengandung

saringan no. 200: GM, GC, SM, SC, 5% - 12% lolos saringan no. 200: Batasan klasifikasi yang mempunyai simbol dobel.
(sedikit atau butiran halus
tak ada Kerikil gradasi
butiran halus) buruk dan
campuran pasir-
Tidak memenuhi kedua kriteria
GP kerikil, sedikit
(4,75 mm)

untuk GW
atau tidak
mengandung
butiran halus
Batas-batas Bila batas
Atterbergdibawah Atterberg
GM
garis A atau PI < berada di
4 daerah arsir
Kerikil
dari
banyak
diagram
kandungan Batas-batas
plastisitas,
butiran halus Atterberg
GC maka
dibawah garis A
dipakai
atau PI > 7
dobel
simbol
Pasir gradasi >4
baik, pasir
berkerikil, sedikit antara 1 dan 3
Pasir lebih dari 50% fraksi kasar lolos saringan no. 4

SW
atau tidak
mengandung
butiran halus
Pasir gradasi
buruk, pasir
berkerikil, sedikit Tidak memenuhi kedua kriteria
SP
atau tidak untuk SW
(4,75 mm)

mengandung
butiran halus
Batas-batas Bila batas
Pasir berlanau,
Atterbergdibawah Atterberg
SM campuran pasir-
garis A atau PI < berada di
lanau
4 daerah arsir
Pasir bersih dari
kandungan diagram
Batas-batas
butiran halus Pasir berlanau, plastisitas,
Atterberg
SC campuran pasir- maka
dibawah garis A
lempung dipakai
atau PI > 7
dobel
simbol
10 Kriteria Perencanaan – Parameter Bangunan

Perhatikan bahwa A-8, gambut dan rawa ditentukan dengan klasifikasi visual dan tidak diperhatikan dalam tabel
Klasifikasi Bahan-bahan lanau-lempung (lebih dari 35%
Bahan-bahan (35% atau kurang melalui No.200)
umum melalui No.200)
A-1 A-3 A-2 A-4 A-5 A-6 A-7
Klasifikasi A-7-5:
A-1a A-1b A-2-4 A-2-5 A-2-6 A-2-7
kelompok A-7-6:
Analisis
saringan: 50
Persen maks. 50 51
melalui: 30 maks. maks. 35 maks. 35 maks. 35 maks. 35 maks. 36 min. 36 min. 36 min. 36 min.
No. 10 maks. 25 maks. 10 maks.
No. 40 15 maks.
No. 200
Karakteristik
fraksi
melalui No. 40 41 40 41 40 41 40 41
40 6 maks. N.P. maks. min. maks. maks. maks. min. maks. maks.
Batas cair 10 maks. 10 maks. 11 min. 10 maks 10 maks. 10 maks. 10 min. 11 min.
indeks
plastisitas
Indeks
0 0 0 4 maks. 8 maks. 12 maks. 16 maks. 20 maks.
kelompok
Jenis-jenis
bahan Fragmen batuan, Pasir
Kerikil dan pasir berlanau atau berlempung Tanah berlanau Tanah berlempung
pendukung kerikil, dan pasir halus
utama
Tingkatan
umum
Sangat baik sampai baik Sedang sampai buruk
sebagian tanah
dasar
Untuk : A-7-5 : PI LL-30 NP=Non Platis
Untuk : A-7-6 : PI LL-30
Bahan Bangunan 11

Tanah yang memiliki sifat–sifat teknik serupa menurut sifat perilakunya dijadikan
satu kelompok. Masing–masing kelompok dilukiskan dengan dua dan sifat–sifat
(karakteristik) diatas. Sifat teknik yang paling penting dan kelompok ini dicantumkan
pada urutan pertama pada daftar, kemudian sifat terpenting berikutnya di tempat
kedudukan. Ukuran–ukuran saringan AS(Amerika Serikat) dipakai untuk
memisahkan kelompok–kelompok bahan dan kelompok baku lainnya. Jenis–jenis
saringan penting beserta ukuran lubangnya adalah:

Tabel 2-6. Standar SaringanAS


Ukuran Standar Saringan A.S Ukuran Lubang
dalam mm
3” 76,00
3/4 19,00
No. 4 4,76
No.10 2,00
No. 40 0,42
No. 200 0,074

2.3.2 Stabilitas Lereng

Untuk pedoman pendahuluan perencanaan kemiringan tanggul dapat dipakai


Bilangan Stabilitas Taylor. Untuk kemiringan–kemiringan yang lebih penting
dibutuhkan analisis yang lebih lengkap, yaitu dengan metode Irisan Bishop (Bishop
method of slices).
Gambar 2-1. menyajikan kurve Taylor, dimana bilangan stabilitas N adalah jumlah
tak berdimensi dan sama dengan:

.......................................................................................................... 2-1
12 Kriteria Perencanaan – Parameter Bangunan

dimana:
c = faktor kohesi, kN/m2
F = faktor keamanan (= 1,2)
3
 = berat volume, kN/m
H = tinggi lereng, m

Gambar 2-1. Kurve-Kurve Tayloruntuk Stabilitas Tanggul (dan Capper, 1976)

Gambar 2-1. menunjukkan Bilangan Stabilitas sebagai fungsi kemiringan (i) tanggul,

sudut gesekan ç dan faktor kedalaman untuk tanah dengan  yang rendah.
Tanggul yang dipakai di proyek irigasi tidak harus direncana untuk (tahan) gempa
karena tinggi dan ukurannya tidak menuntut persyaratan ini.
Bahan Bangunan 13

Metode Irisan Bishop


Cara yang lebih tepat untuk menentukan lereng tanggul adalah dengan menyelidiki
keseimbangan massa tanah yang cenderung slip di sepanjang lengkung permukaan
bidang patahan (lingkaran slip). Dengan cara mengadakan beberapa penyelidikan
terhadap kemungkinan adanya permukaan patahan, maka permukaan slip yang paling
berbahaya bisa ditemukan, yaitu permukaan yang faktor keamanannya mempunyai
harga terendah.
Dalam metode Bishop, irisan dan tebal satuan, yakni volume yang cenderung slip,
dibagi–bagi menjadi irisan–irisan vertikal (lihat Gambar 2-2).

Gambar 2-2. Metode Irisan untuk Perhitungan Stabilitas Lereng

Masing–masing irisan pada Gambar 2-2(a), dengan tinggi h dan lebar b adalah
seimbang terhadap bekerjanya kelima gaya yang ditunjukkan pada Gambar 2-2 (b).
Gaya–gaya yang dimaksud ialah:
(i) berat irisan, W = γ h ℓ cosα
dimana:
14 Kriteria Perencanaan – Parameter Bangunan

W = berat irisan, kN

 = berat volume tanah, kN/m3

h = tinggi irisan, m

ℓ = lebar irisan, m (t = b/cos  a = b sec  )


α = sudut antara permukaan horisontal dan permukaan slip
(ii) reaksi normal N pada permukaan slip, yang terdiri dari reaksi antar butir N
ditambah dengan gaya U akibat tekanan pori,
(iii) gaya tangen T akibat perlawanan kohesif dan gesekan yang terjadi pada
permukaan slip:

........................................................................................... 2-2

dimana:
c‟ = tegangan kohesif efektif, kN/m2
ℓ = lebar irisan, m
N‟ = tegangan normal efektif pada muka slip, kN/m2
F = faktor keamanan
φ‟ = sudut efektif gesekan dalam
dan (v) reaksi–reaksi antar irisan En dan Er +1
Dalam metode Bishop, gaya–gaya antaririsan dianggap sebagi horisontal dan konon
kesalahan yang ditimbulkan oleh asumsi sederhana ini tidak akan lebih dari1%.
Untuk sembarang irisan, dengan menguraikan gaya itu secara vertikal,

.................................................................................... 2-3
dan
............................................................................................................. 2-4
Dimana :
s = tegangan geser,kN/m2
ℓ = lebar irisan
Bahan Bangunan 15

F =faktor keamanan
Tekanan normal pada muka irisan adalah:

................................................................................. 2-5

Jadi

...................................................................................... 2-6

Momen yang diambil sekitar O menghasilkan:


∑ ∑ ∑ .............................................................................. 2-7
Jadi,

..................................................................................................... 2-8

Dengan ℓ= b sec α dan dengan menggabungkan rumusan untuk s (persamaan 2-6),


menghasilkan,

............................................ 2-9

Persamaan ini harus dipecahkan untuk F dengan menghitung harga secara berurutan.
Perhitungan ini paling efektif jika disajikan dalam bentuk tabel (lihat Tabel 2-7).

Tabel 2-7. Metode Bishop - Memasukkan Perhitungan ke dalam Bentuk Tabel(Capper, 1976)

(a) (b) (c) (d) (e) (f) (g) (h)


irisan sin α Tinggi berat W sinα cb + W tan  
No irisan W kolom (f)
kolom (g)

(m) (m) (kN) (kN/m) (m) (kN)


Σx
Σ W sin α
16 Kriteria Perencanaan – Parameter Bangunan

Biasanya efek tekanan pori juga diperhitungkan sepanjang lingkaran slip yang
mungkin ion geser. Untuk ini dipakai tegangan efektif, bukan tegangan total dan
kekuatan kohesif menjadi c‟ dan sudut tahanan geser menjadi ‟.

2.3.3 Daya Dukung Tanah Bawah untuk Pondasi

Daya dukung dapat dicari dari rumus berikut (dari Terzaghi,1943):


   .................................................................. 2-10
Dimana:



( )

Dan beberapa daftar harga Scdan Ssesuai bentuk potongan melintang pondasi dapat
dilihat pada Tabel 2-8.

Tabel 2-8.Daftar Harga Sc dan S Sesuai Bentuk Potongan Melintang Pondasi


Bentuk pondasi
Parameter Menerus Bundar Bujur sangkar
Sc 1,0 1,3 1,3
S 1,0 0,6 0,8
Sumber : Analis dan Desain Pondasi

dimana:
qult = daya dukung batas, kN/m2
c = kohesi, tegangan kohesif, kN/m2
Nc , Nq dan N adalah faktor–faktor daya dukung tak berdimensi diberikan pada
Gambar 2-3.
3
 = berat volume tanah, kN/m
Bahan Bangunan 17

B = Lebar telapak pondasi, m


Harga–harga perkiraan daya dukung izin disajikan pada Tabel 2-9.

Tabel 2-9. Harga-Harga Perkiraan Daya Dukung Izin

Daya Dukung
Jenis
kN/m2 kgf/cm2
Batu sangat keras 10.000 100
Batu kapur/batu pasir keras 4.000 40
Kerikil berkerapatan sedang atau pasir & kerikil 200-600 2–6
Pasir berkerapatan sedang 100-300 1–3
Lempung kenyal 150-300 1,5 – 3
Lempung teguh 75-150 0,75– 1,5
Lempung lunak dan lanau < 75 < 0,75
(Sumber: British Standard Code Of Practice CP 2004)

Gambar 2-3. Faktor-Faktor Daya Dukung: Beban Garis Dekat Permukaan (dari Capper, 1976)
18 Kriteria Perencanaan – Parameter Bangunan

Faktor– faktor daya dukung untuk persamaan Terzaghi dapat dilihat pada Tabel 2-10.

Tabel 2-10. Faktor–Faktor Daya Dukung untuk Persamaan Terzaghi (Nilai-Nilai Nuntuk Ø
Sebesar 34o dan 48o = nilai TerzaghiAsli untuk Menghitung Kp)
Ø ( o) Nc Nq N Kp
0 5,7 1,0 0,0 10,8
5 7,3 1,6 0,5 12,2
10 9,6 2,7 1,2 14,7
15 12,9 4,4 2,5 18,6
20 17,7 7,4 5,0 25,0
25 25,1 12,7 9,7 35,0
30 37,2 22,5 18,7 52,0
34 52,6 36,5 36,0
35 57,8 41,4 42,4 82,0
40 95,7 81,3 100,4 141,0
45 172,3 173,3 297,5 298,0
48 258,3 287,9 780,9
50 347,5 415,1 1.153,2 800,0
Sumber: Analis dan Desain Pondasi

t = 1,5 ∏ + 1

Daya dukung dihitung menurut rumus Meyerhof (1963)ditinjau pada dua kondisi:
(1) Beban vertikal : qult = C Sc N c dc + q N q Sq d q+ 0,5  B N Sd
(2) Beban miring : qult = C ic N c dc + q N q iq d q+ 0,5  B N I d
Dimana :
Nq = e (0,75 - Ø /2)
tan 2 (45 + Ø/2)
N C = (Nq - 1) Cot Ø
N = (Nq - 1) tan (1,4 Ø)
Faktor bentuk, kedalaman, dan inklinasi dari rumus Meyerhof pada Tabel 2-11.
Bahan Bangunan 19

Tabel 2-11.Faktor Bentuk, Kedalaman, dan Inklinasi dari Rumus Meyerhof


Faktor Nilai Untuk
Bentuk Sc= 1 + 0,2 Kp B / L Semua Ø
Sq = S = 1 + 0,1 Kp B / L Ø ≥ 10o
Sq= S  = 1 Ø = 0o
Kedalaman dc = 1 + 0,2 Kp D/ B Semua Ø
dq = d = 1 + 0,1 Kp D / B Ø ≥ 10o
dq = d = 1 Ø = 0o
Kemiringan i c= Iq = 1- (Ѳo / 90o )2 Semua Ø
R Ø I= ((1 – θ0 / Ø0 )2 Ø ≥ 10o
I = 0 Ø = 0o

Sumber : Analis dan Desain Pondasi


Dimana
Kp = tan2 (45 + Ø/ 2)
= sudut resultante diukur dari vertikal tanpa tanda
B, L, D = sudah ditentukan sebelumnya
Daya dukung dihitung menurut rumus Hansen (1970) merupakan penyempurnaan
dari penelitian Meyerhof (1963) ditinjau pada dua faktor bentuk kedalaman dan
inklinasi dengan rumus sebagai berikut:
Rumus Umum menurut Hansen (1970):
qult = C Sc N cdc ic gc b c+ q N qSq d q iq gqb q+ 0,5  BN S dI gb
Bila Ø = 0
Gunakan qult 5,14 Su ( 1 + S‟c + d‟c - ic - gc - b c ) + q
( 0,75 - Ø /2 )
Nq = e tan2 (45 + Ø/2) (sama seperti Meyerhofdiatas)
NC = (Nq- 1)CotØ (sama seperti Meyerhof diatas)
N = (Nq - 1)tan (1,4Ø) (sama seperti Meyerhof diatas)
Faktor – faktor bentuk, kedalaman dan inklinasi dari rumus Hansen lihat Tabel 2-12.
20 Kriteria Perencanaan – Parameter Bangunan

Tabel 2-12. Faktor-Faktor Bentuk, Kedalaman dan Inklinasi dari Rumus Hansen
Faktor Tanah
Faktor Bentuk Faktor Kedalaman Faktor Kemiringan
(Alas pada Lereng)
S‟c = 0,2 B / L dc = 0,4 K β°
√ g‟c = 147°
dc = 1 + 0,4 K gq(H) = gy (H)= (1- 0,5 tan β)5
Sq= 1untuk lajur gq(V)= gy (V) = (1- tan β)2

d = 1 + 2 tanØ (1- sin Ø) k Faktor alas (alas miring)


q
[ ]

[ ]

d = 1 untuk semua Ø b‟ q (H) = Exp ( - 2 tan Ø )


[ ] b (H) = Exp ( - 2 tan Ø )
b q (V) = b (V) = Exp (1 - tan Ø )2
K = tan- 1 D/B untuk D/B > 1 rad 0 1 Catatan :

* +
V ß
D
H sejajar B H
B ß

H sejajar L Ø

Sumber: Analis dan Desain Pondasi


Bahan Bangunan 21

Af = Luas telapak efektif B‟ x L‟ (lihat Gambar 2-4.)


Ca = Perlekatan pada alas = kohesi atau suatu nilai yang menurun
B = Kedalaman telapak dalam tanah (dipakai dengan B dan tidak dipakai B‟)
eH,e L = Eksentrisitas beban terkait pada pusat daerah telapak
H = Komponen horizontal pada beban telapak dengan H ≤ V tan δ + Ca Af
V = Total beban vertikal pada telapak
ß = Kemiringan tanah yang menjauh dari alas dengan penurunan = ( + )
δ = Sudut gesekan antara alas dan tanah --- biasanya δ = Ø untuk beton pada
tanah
= Sudut miring atas terhadap horizontal dengan (+) menaik sebagai kasus
biasa
Umum :
1. Jangan memakai Si terkombinasi dengan ii
2. Dapat memakai Si terkombinasi dengan d I ; gi ; bi
3. Untuk L/B ≤ 2 pakai Ø ‟

Untuk L/B > 2 pakai ØPS = 1,5 Ø -17


Untuk Ø < 34 0 pakai ØPS = Ø
Dimana:
Dari hasil penelitian Meyerhof (1953) dan Hansen (1970) bahwa luas efektif pondasi
telapak (lihat Gambar 2-4) adalah:

Af = B‟ x L‟ ....................................................................................................... 2-11
Dimana : B‟ = B - 2 eY
L‟ = L - 2 eX
Luas efektif dari telapak bulat dihitung dengan menentukan exsetiap poros terlebih
dahulu dan menghasilkan luas efektif = a x b x c x d
22 Kriteria Perencanaan – Parameter Bangunan

Gambar 2-4.Metode Menghitung Ukuran Telapak Efektif

Daya dukung ultimit berdasarkan persamaan Meyerhof (1953) dan Hansen(1970)


dengan menggunakan B‟ dan L‟ akan memperkecil daya dukung yang dihitung.
Beban batas yang dihitung sebagai berikut:

P ultimit = qultimate (B‟ x L‟) x Re …………………………………………………2-12


Dimana :
Re = faktor reduksi tekanan daya dukung
Re = 1 - 2 e/B untuk tanah kohesif
Re = 1 - (e/B )1/2 untuk tanah tidak kohesif dan 0 < e/B <0,3

2.3.4 Penurunan Tanah Dasar

Penurunan dapat diperkirakan dengan menggunakan rumus logaritmik Terzaghi


berikut:
Bahan Bangunan 23

....................................................................................... 2-13

Dimana:
z = penurunan, m
h = tebal lapisan yang dapat dimampatkan (dipadatkan), m
C = modulus kemampatan tak berdimensi
 k = tegangan butiran awal di tengah lapisan, kN/m2
 k = tambahan tegangan butir akibat beban di permukaan, kN/m2.

Gambar 2-5. Potongan tanah

Tabel 2-13. Modulus Kemampatan

Jenis Tanah C
Pasir 50-500
Lempung pasiran 25-50
Lempung 10-25
Gambut 2-10

2.3.5 Perbaikan Tanah Lunak

2.3.5.1 Permasalahan
Tanah lunak ini termasuk ke dalam jenis aluvium dengan butir tanah yang halus yang
dibentuk melalui proses pengangkutan oleh air dan diendapkan di daerah yang lebih
rendah seperti daerah dataran rendah dan pantai. Pembangunan prasarana irigasi atau
bidang lainnya di lokasi ini akan mengalami penurunan tanah yang sangat tajam atau
24 Kriteria Perencanaan – Parameter Bangunan

longsoran. Akibatnyaakan terjadi suatu kegagalan bangunan prasarana irigasi diatas


tanah lunak atau sistem irigasi.
Untuk menghindari kegagalan bangunan prasarana irigasi atau sistem irigasi diatas
tanah lunak ini perlu perbaikan tanahlunak. Perbaikan tanah lunak untuk memperoleh
hasil yang baik tak lepas darihasiltahapan Survei, Investigasi, Desain, Konstruksi dan
Operasi dan Pemeliharaan.
Di daerah pantai, lapisan tanah lunak dijumpai sampai kedalaman 40 meter dari
permukaantanah,perkiraansebaran tanah lunak di Indonesia dijumpai di wilayah
pantai Sumatera sebelah Timur, Kalimantan Selatan bagian Barat, Jawa bagian Utara
dan Papua bagian Selatan.

2.3.5.2 Sifat dan Karakteristik Tanah Lunak


Penentuan sifat dan karakteristiktanah lunakantara lain berat isi, kadar air, batas cair,
berat jenis, kadar organik, ukuran butir, pemampatan, sifat konsistensi, kekuatan
geser dan sensitivitas.
Sifat dankarakteristik tanah lunak dapat diketahui disetiap lokasi bangunan prasarana
irigasi yang akan dibangun denganmelaksanakanserangkaian pengujian laboratorium.
Standar pelaksanaan penyelidikan tanah lunakdilapangan sesuaiStandarNasional
Indonesiasepertitertera dalam Tabel 2-14dibawahini. Adapun pengujian di
laboratorium yang dilaksanakan sesuai Tabel 2-15.
Berdasarkansifattanah yang diketahui dengan menggunakanSK SNI M-23-1990 F.

Tabel 2-14. Jenis Penyelidikan Karakterstik Tanah Lunak di Lapangan


Jenis Penyelidikan Metode Pengujian Sesuai SNI
Pemboran tangan SNI 03-3968-1995
Penyondiran SNI 03-2827-1992
Uji baling-baling SNI 03-2478-1991
Sumur Uji Usulan SK SNI
Pengambilan contoh tanah tidak
SNI 03-3405-1994
terganggu
Uji kelulusan air Usulan SK SNI
Sumber: Perbaikan Tanah Lunak, Sosialisai NSPM Tahun 2003
Bahan Bangunan 25

Berdasarkan nilaiAtterberg yaitu batas cair serta nilai plastisitas indeks dapat
diketahui nilai kadarair maka sifat konsistensi tanahdapat diketahui dengan
menggunakan nilai Indeks Likuiditas (IL).
Nilai Indeks Likuiditas (IL) ditentukan denganrumus:

.................................................................................................... 2-14

Dimana: Wn = nilai kadar air


Wp = nilai batas plastis
Ip = nilai indek plastisitas yaitu nilai cair W1 - Wp

Tabel 2-15. Jenis Pengujian Tanah di Laboratorium


Jenis Penyelidikan MetodePengujian Sesuai SNI
Kadar air SNI 03-1965-1990
Berat Isi SNI 03-1964-1990
Berat Jenis SNI 03-1994-1992
Nilai Kompresi SNI 03-2812-1992
Nilai Susutan SNI 03-32-1993
Nilai Kemampatan SNI 03-2812-1992
Nilai Kelulusan Air SNI 03-2435-1991
Nilai Kadar Organik SNI 03-2431-1992
Ukuran butir SNI 03-1968-1990
Triaksial A SNI 03-2455-1992
Kuat tekan bebas tanah kohesif SNI 03-03-1993
Kuat geser langsung SNI - 1996 - 1990 F
Sumber: Perbaikan Tanah Lunak, Sosialisai NSPM Tahun 2003
Sifat pengembangan suatu tanah dapat diketahui dengan nilai Activit Number
(AC) yang dikenalkan oleh Skepton dengan rumus:

....................................................................... 2-15
26 Kriteria Perencanaan – Parameter Bangunan

Tabel 2-16.Sifat Konsistensi Tanah


Nilai Indeks Likuiditas Sifat Konsistensi Tanah
Negatif Padu
0 Teguk - Lunak
1 Lunak
< 4 Cair
Sumber: Perbaikan Tanah Lunak, Sosialisasi NSPM Tahun 2003

Klasifikasi untuk menentukan sifat pengembangan tanah dapat dilihat pada Tabel 2-
17.dibawah ini.

Tabel 2-17.Klasifikasi Sifat Pengembangan Tanah


Nilai AC SifatPengembangan Tanah
< 0,75 Tidak aktif
0,75 - 1,40 Normal
> 1,40 Aktif
Sumber: Perbaikan Tanah Lunak, Sosialisasi NSPM Tahun 2003

Kuat geser tanah lunak biasanya sangat rendah seperti dalam Tabel 2-18.

Tabel 2-18.Kuat Geser Tanah Lunak


Kosistensi Tanah Kuat Geser kN/m2
Lunak 12,5 – 2,5
Sangat lunak < 12,5

Sifat pemampatan perlu diketahui untuk mengetahui besarnya penurunan dan waktu
yang terjadi selama proses konsolidasi berlangsung. Sifat kemampatantanah lunak Cc
nilainya cukup besar, juga nilai kemampatan kedua Ca perlu diketahui karena proses
pemampatan tahap kedua ini terjadi lebih lama dan penurunannya lebih besar.
Bahan Bangunan 27

Dengan menggunakankoefisien konsolidasiCv, maka perkiraan waktu penurunan dan


proses konsolidasi dapat diketahui.
Tanah lunak secara alamiah memiliki tegangan akibat beban tanah diatasnya
merupakan beban maksimum atau nilai OCR (Over Consolidation Ratio) sebesar 1.
Bila beban diatas tanah maksimum yang terjadi melebihi beban ijin maka OCR > 1,
yang mempengaruhi sifat kekuatan geser.
Nilai kekuatan geser dapat diperoleh dari kegiatan lapangan seperti penyondiran
(Ducth Cone Penetration Test) dan uji baling–baling (Vane Shear Test), sedang dari
laboratorium dilakukan dengan pengujian prisma bebas (Unconfined Comperssion
Test) geseran langsung (Direct Shear Test) dan Tri aksial (Triaxial Test).
Pada tanah lunak pada umumnya dalam keadaan jenuhsempurna, pada saat
mengalami pembebanan seperti akibat beban tanggul maka nilai pori akan meningkat
karena nilai kelulusan air sangat rendah. Tegangan geser pun meningkat sesuai
dengan meningkatnya beban yang ada. Dalam keadaan ini nilai keamananakan
menurun karena kekuatan geser menurun yang berbanding terbalik dengan nilai
tekanan air pori seperti dalam persamaan dibawah ini.

Þ = C‟+ (ß - µ)tan Ø‟ ...................................................................................... 2-16


Dimana:
C‟ = Nilai kohesi dalam kondisi efektif
ß = Tegangan normal
µ = Tekanan pori
Ø‟ = Sudut geser dalam kondisi efektif
Sifat geser lainnya yang mempengaruhi teknik pondasi adalah sifat Thixotropy. Sifat
thixotropy sangat dipengaruhi oleh sifat sensitivitas (St)
Kriteria sifat tanah yang didasarkan pada sensitivitas(St) dapat dilihat pada Tabel 2-
19dibawah ini.
Sifat–sifat sensitivitas tanah ini perlu dipertimbangkan terhadap bidang geoteknik
terutama pada tanah lunak ini.
28 Kriteria Perencanaan – Parameter Bangunan

Tabel 2-19. Sifat Sensitivitas Tanah


Nilai Sensitivitas St Sifat Tanah
1 Tidak sensitif
1 - 2 Sensitif rendah
2 - 4 Sensitifsedang
4 - 8 Sensitif
8 Sangat sensitif
16 Sangat sensitif sekali
Sumber: Perbaikan Tanah Lunak, Sosialisasi NSPM Tahun 2003

2.3.5.3 Tinjauan Teknik Pondasi


Faktor keamanan dari suatu pondasi bangunan teknik sipil merupakan faktor yang
sangat penting dalam tahap perencanaan suatu pondasi bangunan. Faktor lain yang
harus dipertimbangkan adalah ekonomis dan tepat guna berhasil guna.
Ada 3 (tiga) masalah yang yang harus ditinjau dalam keamanan bangunan antara
lain:
1) Penurunan
Dari data–data lapisan tanah pondasi berupa nilai kemampatan Cv, nilai
konsolidasiCv, maka penurunan suatu pondasi dan lama waktu proses penurunan
suatu pondasi dapat diketahui.
Khusus untuk tanah lunak, penurunan tahap kedua masih terjadi meskipun
penurunan akibat proses konsolidasi telah berakhir sehingga dalam peninjauan
perlu dilaksanakan peninjauan akibat penurunan tahap kedua.
Untuk memperoleh besar penurunan yang terjadi sebenarnya di lapangan, maka
penurunan yang terjadi akibat sifat plastisitas tanah perlu dipertimbangkan
terhadap pengaruh sifat plastisitasnya.
Besar jumlah penurunan pondasi dihitung dengan rumusberikut:

S = Si + Sc + Ss ................................................................................................ 2-17
Dimana:
Si = Besarnya penurunan serentak akibat sifat plastisitas
Sc = Penurunan akibat proses konsolidasi
Bahan Bangunan 29

Ss = Penurunan akibat proses pemanfaatan tahap kedua


Akibat penurunan pondasi bangunan berakibat fatal yang dapat menelan biaya
yang besar bahkan dapat menelan jiwa manusia.
2) Daya dukung
Masalah daya dukung sangat erat sekali hubungannya dengan masalah
penurunan suatu pondasi. Meskipun bangunan ini aman terhadap penurunan
yang terjadi, namun belum tentu aman terhadap daya dukung. Karena tidak
memenuhi faktor keamanan daya dukung yang ada.
Khusus tanahlunak, factorkeamanan daya dukung tanah ini rendah. Untuk
memperoleh keamanan daya dukung dihitung dengan metode “Ø = 0” analisis
pada kondisi yang paling kritis terutama bila pembangunan dilaksanakan secara
cepat.
Perhitungan daya dukung ultimit dengan anggapan pondasi dangkal dihitung
sesuai rumus Hansen (1970) dibawah ini.

QUltimit= C. Nc.Sc.dc.gc.bc + q.Nq.dq .iq .gq .bq + 0,5.B.N.S.d.i.g.b .................................... 2-18

Dimana:
C = Nilai kohesi
Q = Beban merata yang mempengaruhi daya dukung
Nc, Nq, N = Faktor daya dukung dipengaruhi oleh nilai sudut geser
Sc, Sq, S = Faktor bentuk pondasi
dc, dq, d = Faktor kedalaman pondasi
gc, gq, g = Faktor kelandaian permukaan tanah
bc,bq, b = Faktor kedalaman alas pondasi
Sumber : Perbaikan Tanah Lunak, Sosialisai NSPM Tahun 2003

Untuk pondasi tiang pancang nilai daya dukung ultimit


Dihitung dengan rumus sebagai berikut:

QUltimit = Cu . Nc . Ab + ∑ β . Cu . As .............................................................. 2-19


30 Kriteria Perencanaan – Parameter Bangunan

Dimana:
Cu = Nilai kohesi sekitar ujung tiang bagian bawah
Nc = Faktor daya dukung bernilai 9
Ab = Luas ujung tiang bagian bawah
∑β = Faktor nilai kohesi
Cu = Nilai kohesi rata-rata
As = Luas selimut tiang
Mengingat tanah lapisan yang ditinjau lapisan tanah lunak yang mudah
dipampatkan (compressible) maka daya dukung ultimit perlu dipertimbangkan
terhadap nilai negatif dari daya dukung akibat timbunan di sekitar pondasi.
Untukgrup tiang pancang perlu dipertimbangkan terhadap efisiensi grup dan
longsoran yang terjadi secara keseluruhan (block failure). Untuk mendapat daya
dukung yang diizinkan agar pondasi aman digunakan faktor keamanan FK = 3.
3) Kemantapan Lereng
Meninjau masalah kemantapan lereng ini sangat komplek yang dipengaruhi
beberapa masalah seperti pengaruh beban yang ada sangat mempengaruhi
terhadap kekuatan geser dan peningkatan perubahan nilai tekanan air pori serta
pengaruh lainnya seperti naik turunnya muka air tanah.
Pada tanah lunak kondisi keamanan yang paling kritis adalah pada saat akhir
pembangunan sehingga parameter yang digunakan harus menyesuaikan kondisi
lapangan dengan metode “Ø = 0 analisis”.
Keadaan lereng masih stabil bila kekuatan geser tanah yang ada masih besar dan
nilai kekuatan geser yang terjadi.

..................................................................................................... 2-20

Untuk analisa kemantapan lereng sesuai SNI - 1962 - 1990 F.


Bahan Bangunan 31

2.3.5.4 Teknik Perbaikan Tanah Lunak


Perbaikan tanah lunak ini dengan metode meningkatkan kekuatan geser tanah dengan
beberapa cara disesuaikan dengan jenis tanah serta sifat tanah antara lain:
1) Stabilisasi tanah
Stabilisasi tanah lunak dengan bahan pencampur seperti semen, kapur atau bahan
kimia lainnya dengan maksud untuk meningkatkan kekuatan tanah, sifat tegangan
dan regangan, masa guna bangunan dan menurunkan sifat rembesan serta
pemampatan tanah ini termasuk mengurangi sifat pengembang dan penyusutannya.
Peningkatan kekuatan dan penurunan rembesan pengembang dan penyusutan ini
berupa peningkatan ikatan butiran dan bahan mengisi pori tanah lunak ini.
Pelaksanaan stabilisasi tanah lunak dibagi dalam dua bahan yaitu:
(1) Dengan bahan organik seperti acrylamides, resins, polyurethanes,
(2) Dengan bahan unorganik yang sering digunakan semen dan kapur. Umumnya
variasi penggunaan bahan campuran kapur dengan perbandingan berat kering
antara3% - 8% kapur dari berat kering tanah. Jika menggunakansemen
perbandingan antara 3% - 10% semen dari berat kering tanah. Proses
pencampuran sangat sederhana yang umum dilakukan dengan menghamparkan
timbunan tanah dan bahan pencampur lapis demi lapis sehinggga diharapkan
cukup merata. Kendala utama proses pencampuran ini adalah tinggikadar air
tanah sehingga proses pencampuran tidak sempurna.
Dalam stabilisasi tanah dengan kapur atau semen akan memperoleh variasi
peningkatan kekuatan yang tergantung pada jenis tanah dan bahan pencampur, lama
proses ikatan dan lainnya. Untuk menilai kekuatan tanah dapat dilakukan dengan
pengujian prisma bebas (Unconfined compression test).
2) Perkuatan tanah dengan kolom kapur atau semen
Untuk penyempurnaan dan peningkatan tanah lunak pada sistem poin (1) diatas oleh
Okumura & Terashi (1975), Brom S & Browman (1976) serta Sokolovik es (1976)
mengenalkan sistem pembuatan kolom kapur atau semen. Kolom kapur atau semen
32 Kriteria Perencanaan – Parameter Bangunan

dibuat dengan mencampur atau semen langsung pada kedalaman lapisan tanah lunak
yang diinginkan melalui alat pencampur yang bermata pengaduk dan dilengkapi
dengan lubang mata bor, pengeluaran campuran semen atau semen sehingga tanah
lunak akan bercampur dengan kapur atau semen hingga diperoleh kolom kapur atau
semen. Dimensi kolom kapur atau semen berdiameter antara 8 cm sampai 50 cm,
kedalaman antara 10 meter sampai 60 meter dan jarak kolom adalah 0,50 m – 3,0 m.
Proses ikatan yang baik antara tanah lunak dengan kapur atau semen diperoleh
selang waktu lebih dari satu bulan.
Berdasarkan hasil penelitian yang ada dengan penggunaan bahan kapur 6% – 12 %,
kekuatan meningkat antara 15,8 kali kekuatan awal tanah lunak, dan nilai akhir
remberan akan turun 100 – 1000 kali.
3) Geotextile
Penulangan tanah dengan geotextile sebagai usaha peningkatan tanah yang
dikembangkan oleh Vidal seorang warga Negara Perancis pada tahun 1960.
Mekanisme peningkatan kekuatan tanah dengan penulangan ini adalah terjadi
interaksi antara tanah dan bahan penulangan seperti geotextile, jadi melalui
kekuatan geser tanah yang bekerja dan bahan geotextile ini maka kekuatan tanah
akanmeningkat. Bahan penulangan dapat berupa strip baja atau aluminium dan
geotextile. Metode geotextile ini mempunyai kelebihan antara lain murah dan
pelaksanaan pembangunan singkat serta meningkatkan daya dukung tanah lunak
dan perkuatan lereng serta dinding permukaan tanah.
Pemasangan geotextile ditentukan oleh dimensi bangunan sendiri serta data tanah
lunak yang ada.
4) Cerucuk
Cara peningkatan tanah pondasi yang masih relatif murah sehubungan ketersediaan
bambu yang digunakan sebagai tiang pancang dan bambu yang digunakan
mempunyai diameter antara 4 cm sampai 7 cm. Jarak pemancangan antara bambu
adalah 30 cm – 50 cm tergantung dari sifat penggunaan di tanah lunak.
Bahan Bangunan 33

Dengan penggunaan cerucuk bambu ini peningkatan daya dukung dalam menahan
beban meningkat.
5) Pra pembebanan (Preloading)atau vertikal drain
Peningkatan kekuatan geser tanah lunak dapat dilaksanakan dengan
carameningkatkan nilai kepadatan tanah, maka kandungan air dalam tanah inipun
harus diturunkan, salah satu cara untuk meningkatkan berat isi tanah dan
mengeluarkan air dalam pori–pori tanah melalui lapisan pasir atau drainase vertical
seperti geodrains dan jutefibre drain dan dengan menggunakan prapembebanan
(Preloading).
Dengan cara prapembebanan maka lapisan pondasi tanah lunak mengalami
peningkatan dalam berat isi, kekuatan geser dan mempunyai sifat pemampatan
sehingga daya dukung akan meningkat serta penurunan akibat beban rencana relatif
kecil maka kondisi bangunan lebih aman.
6) Pemadatan Tanah
Sistempemadatan tanah telah dikenal ribuan tahun yang lalu, masa tanah terdiri dari
partikel–partikel padat (butiran tanah), udara dan air. Udara dan air tersebut mengisi
ruang pori yang terbentuk diantara butirannya. Energi pemadatan umumnya
menggunakan beban bergerak, penumbukan atau getaran. Pada proses pemadatan
ini udara akan keluar dari ruangan pori, sedangkan jumlah kandungan air tidak
mengalami perubahan, dengan demikian kadar air (W) ini tetap nilainya sebelum
maupun sesudah dipadatkan.
Dengan cara pemadatan, udara di dalam ruang pori tak mungkin seluruhnya dapat
dikeluarkan ini berarti bahwa keadaan jenuh sempurna tidak akan pernah dicapai.
Salah satu cara untuk memperoleh hasil pemadatan yang maksimal adalah dengan
nilai kepadatan tanah yang tinggi tergantung pada kadar air dan energi pemadatan.
Pada nilai kadar air tertentu akan dicapai kepadatan maksimum. Kepadatan
maksimum yang lebih tinggi akan dicapai apabila energi pemadatan ditingkatkan.
Metode pemadatan ada 2 (dua)cara yaitu:
(1) Kepadatan Ringan sesuai SNI 1742-1989-F,
34 Kriteria Perencanaan – Parameter Bangunan

(2) Kepadatan Berat sesuai SNI 1743-1989-F.


Didalam pelaksanaan dilapangan untuk pengawasan hasil metode pemadatan
digunakan beberapa pedoman yaitu:
(1) Untuk menilai kadar air lapangan dan kepadatan dengan konus pasir sesuai SK
SNI M-13-1991-03
(2) Nilai kepadatan lapangan dengan Cilinder(ASTM-D 2937-71)
(3) Kepadatan lapangan dengan Nuklis Sesuai (ASTM-D2922-76)
(4) Kepadatan lapangan dengan balon karet (ASTM-D 2167-66)
Mengenai teknik pemadatan tanah lunak hingga saat ini masih sulit memperoleh
nilai kepadatan tanah yang disyaratkan. Hal ini karena dipengaruhi oleh kadar
airpemadatandi lapangan. Untuk tanah lunak, kandungan air sangat tinggi dan untuk
memperolehkadar air optimum diperlukan waktu yang cukup lama untuk
pengeringan ini.
Sehubungan hal tersebut diatas, syarat–syaratkepadatan tanah lunak di lapangan
akan ditentukan oleh faktor nilai keamanan kemantapan lereng, cara–cara
pemadatan serta waktu pelaksanaan pemadatan.
Untuk meningkatkan tanah lunak yang mengandung pasir halus berlanau dapat
dilaksanakan pemadatan dengan metode pemadatan dinamis yang ditemukan oleh
Meinand (Perancis) tahun 1974 yaitu dengan menjatuhkan besi seberat 50 ton dari
ketinggian 10 – 40 meter pada permukaan tanah lunak secara berulang–ulang 2 – 3
pukulan per meter persegi.
7) Jet grouting
Penemu metode ini adalah Charles Beriguy orang Perancis pada tahun 1802 saat
memperbaiki saluran yang mengalami gerusan dengan menginjeksi lempung dan
cairan kapur kedalamnya. Mengingat penggunaan teknik grouting ini memerlukan
biaya yang besar maka penggunaan metode ini biasanya terbatas pada masalah yang
tidak dapat dipecahkan dengan metode lainnyadan digunakan pada volume yang
relatif kecil.
Bahan Bangunan 35

Teknik ini umumnya digunakan untuk meningkatkan kekedapan suatu lapisan tanah
sebagaisekat kedap air dalam suatu bangunan dan saat ini digunakan sebagai
perkuatan lapisan tanah dan memperkecil terjadinya proses pergerakan tanah dalam
suatu lereng.
Bahan injeksi umumnya berupa semen, tanah atau lempung dan kapur, bahan
lainnya berupa bahan kimia yang digunakan pada lapisan tanah berbutir halus.
Bahan kimia sebagai bahan injeksi umumnya digunakan silicatas, ligmins, resin,
bahan kimia ini selain mahal juga masih mengandung racun sehingga jarang
digunakan atau digunakan jika sangat diperlukan saja.
Prinsip dasar grouting dengan membuat lubang dengan alat bor hingga kedalaman
tertentu. Melalui suatu pipa manchete makacairan semen yang bervariasi
perbandingan 0,5 – 6 : 1 antara air dan semen disuntikkan kedalam dinding lubang
bor dengan tekanan 2/3 dari tekanan akibat lapisan tanah.
Pada tahun 1973, Zahiro & Yoshida (Jepang) memperkenalkan teknik jet grouting
menggunakan tekanan tinggi antara 150 sampai 700 kg/cm2 hingga butir–butir tanah
lunak dapat terdesak dan diganti cairan semen dan membentuk suatu kolom semen
yang akan mempunyai kekerasan dansifatkekedapan yang meningkat. Diameter jet
grouting ini dapat mencapai 3,0 meter. Dan hasil kekuatan tanah dapat mencapai 30
kali dari kekuatan tanah aslinya.
8) Kolom butir kasar
Kolom butir kasar dalam tanah lunak dikembangkan di Jerman pada tahun 1950.
Bahan butir kasar ini dapat digunakan pasir atau kerikil atau pasir–kerikil yang
dimasukkan kedalam lubang yang telah disediakan dan dipadatkan sehingga
membentuk kolom pasir dengan maksud sebagai perkuatan dan berfungsi pula
sebagai drainase serta dapatmengurangiliquifaksi akibat adanya gempa,
meningkatkan kekuatan geser pada lapisan pondasi ini.
Metode ini digunakan untuk menyangga beban–beban konstruksi yang cukup ringan
seperti pondasi tangki, bendungan kecil, tanggul, jalan diatas tanggul dan rumah
pemukiman.
36 Kriteria Perencanaan – Parameter Bangunan

Adapun pemasangan kolom pasir atau kerikil ini dengan membuat lubang dengan
alat bor pada lapisan tanah lunak tersebutsesuai diameter dan kedalaman yang
diinginkan, pasang chasing pada lubang tersebut dan isikan pasir atau kerikil pada
chasing ini, sambil chasing diangkat pasir kerikil dipadatkan dengan palu pemadat
atau vibrator. Sedikit demi sedikit chasing diangkat dan chasing diisi pasir
selanjutnya.
Tegangan Rencana 37

3. BAB III
TEGANGAN RENCANA

3.1 Beban

3.1.1 Beban Mati

Beban mati terdiri dari:


a) berat bangunan
b) seluruh beban tetap/permanen pada bangunan
Untuk berat volume dapat dipakai angka-angka pada Tabel 2-1.

3.1.2 Beban Hidup

Beban hidup adalah beban yang tidakakan bekerja terus–menerus pada konstruksi.
Dalam perhitungan sebaiknya dipakai kemungkinan pembebanan yang paling tidak
menguntungkan (unfavourable). Beban hidup terdiri dari beban kendaraan dan orang,
hewan.

3.1.2.1 Beban Kendaraan


Untuk pembebanan oleh kendaraan, akan diikuti persyaratan yang ditentukan dan
Bina Marga (Peraturan Muatan untuk Jembatan Jalan Raya, No.12/1970). Peraturan
ini telah direvisi berkali–kali antara lain:
- SNI–03–1725–1989 oleh Badan Litbang PU direvisi lagi menjadi RSNI
T–02–2005
- Peraturan Perencanaan Teknik Jembatan Indonesia yaitu:
Bridge Management System (BMS) 1992 bagian BDC(Bridge Design Code)
dengan revisi pada:
- Pembebanan untuk Jembatan (SK. SNI T–02–2005), sesuai Kepmen PU No.
498/KPTS/M/2005
38 Kriteria Perencanaan – Parameter Bangunan

- Perencanaan Struktur Beton untuk Jembatan (SK.SNI T–12–2004), sesuai


Kepmen PU No. 260/KPTS/M/2004
- Perencanaan struktur baja untuk jembatan (SK.SNI T–03–2005), sesuai Kepmen
PU No.498/KPTS/M/2005
- Kondisi khusus yang tidak terdapat dalam BMS 1992 (dan revisinya) dapat
menggunakan AASHTO atau peraturan lain yang sejenis dengan mendapat
persetujuan dari Pengguna barang/jasa
Menggunakan SK.SNI T–02–2005, meliputi beban rencana permanen, lalu lintas,
beban akibat lingkungan, dan leban pengaruh aksi–aksi lainnya.
1. Beban rencana permanen
a Berat sendiri (baja tulangan, beton, tanah)
b Beban mati tambahan (aspal)
c Pengaruh penyusutan dan rangkak
d Tekanan tanah. Koefisien tekanan tanah nominal harus dihitung dari sifat–
sifat tanah (kepadatan, kelembaban, kohesi sudut geser dll)
2. Beban lalu-lintas
a) Beban Lajur "D" (UDL dan KEL)
• Beban merata (UDL)
L < 30m q = 9 kPa
L > 30m q = 9 x (0,5+15/L) kPa
• Beban garis (KEL) P = 49 kN/m
• DLA (KEL) = 0,4 untuk L < 50 meter
b) Beban Truk “T“ (semi trailer)
• T = 500 kN
• DLA (T) = 0,3
Beban lalu–lintas terpilih adalah yang memberikan total gaya dalam yang maksimum
pada elemen-elemen struktur jembatan.
3. Beban pengaruh lingkungan
 Beban perbedaan temperatur
Tegangan Rencana 39

Perbedaan temperatur diambil sebesar 120C untuk lokasi jembatan lebih


rendah dari 500m diatas permukaan laut
 Beban angin
Tew = 0,0006 Cw (Vw)2 Ab(kN) untuk penampang jembatan
Tew = 0,0012 Cw (Vw)2(kN/M) untuk kendaraan yang lewat
 Beban gempa
Pengaruhgemparencana hanya ditinjau pada keadaanbatas ultimit.
Permodelan beban gempa menggunakananalisa pendekatan statik
ekivalenbebangempa,sbb:

TEQ = Kh . I . WT dimana Kh = C . S .............................................................. 3-1

Gambar 3-1. Gaya Gempa

Dimana:
C = Koefisien geser dasar yang dipengaruhi oleh wilayah dimana bangunan
didirikan, waktu getar struktur yang ditinjau dan jenis tanah dimana
bangunan didirikan
I = Faktor kepentingan
S = Faktor tipe bangunan
WT = Beban mati ditambah beban mati tambahan (kN)
40 Kriteria Perencanaan – Parameter Bangunan

 Gaya aliran sungai


 Hanyutan
 Tekanan hidrostatik dan gaya apung
4. Beban pengaruh aksi–aksi lainnya
 Gesekan pada perletakan
Gesekan pada perletakan termasuk pengaruh kekakuan geserdari perletakan
elastomer.
 Beban pelaksanaan
Beban pelaksanaan terdiri dari beban yang disebabkan oleh aktivitas
pelaksanaan itu sendiri dan aksi lingkungan yang mungkin timbul selama
pelaksanaan.
 Beban rem

Gambar 3-2. Grafik Gaya Rem dan Panjang


Tegangan Rencana 41

Gambar 3-3. Perubahan Beban Gandar Sesuai SK.SNI T-02-2005

5. Penentuan lebar, kelas dan muatan jembatan


1. Penentuan lebar jembatan

Tabel 3-1. Penentuan Lebar Jembatan

Lebar Jembatan Jumlah


LHR
(m) Lajur
LHR < 2.000 3,5 – 4,5 1
2.000 < LHR < 3.000 4,5 – 6,0 2
3.000 < LHR < 8.000 6,0 – 7,0 2
8.000 < LHR < 20.000 7,0 – 14,0 4
LHR > 20.000 > 14,0 >4
42 Kriteria Perencanaan – Parameter Bangunan

2. Berdasarkan lebar lalu–lintas


- Kelas A= 1,0 + 7,0 + 1,0 meter(Lebarminimum untuk jembatan pada
jalan nasional (SE DBM 21 Maret 2008)
- Kelas B = 0,5 + 6,0 + 0,5 meter
- Kelas C = 0,5 + 3,5 + 0,5 meter
3. Berdasarkan muatan/pembebanan
- BM 100% : untuk semua jalan Nasional &Provinsi
- BM70% : dapat digunakan pada jalanKabupaten di daerah
Transmigrasi

Gambar 3-4. Perubahan Beban UDL dan Garis Sesuai SK.SNI T-02-2005

Koefisien kejut pada bangunan yang terpendam bergantung kepada kedalaman tanah
yang menutupnya seperti yang ditunjukkan pada Tabel 3-2.
Tegangan Rencana 43

Tabel 3-2. Dalamnya Tanah Penutup dan Koefisien Kejut


Dalamnya Tanah Koefisien kejut
Penutup Sebagai Persentase
0,30 50%
0,60 20%
1,00 10%
1,00 0%

3.1.2.2 Beban Orang/Hewan


Beban orang/hewan diambil sebagai 500 kgf/m2 untuk bangunan sebagai beban
menerus. Untuk beban terpusat (point loading).

3.2 Tekanan Tanah dan Tekanan Lumpur

3.2.1 Tekanan Tanah

Tekanan samping yang dipakai dalam perencanaan bangunan penahandihitung


dengan menggunakan carapemecahan menurut Rankine.Menurut cara pemecahan
Rankine, tekanan samping aktif dan pasif adalah:
gaya tekan:

 .............................................................................. 3-2

(active thrust)tahananpasif:

 √ 3-3

dimana:
Ea = tekanan aktif, kN/m
Ep = tahanan pasif, kN/m
Ka = koefisien tegangan aktif (lihat Tabel 3-4.)
Kp = koefisien tegangan pasif (lihat Tabel 3-5.)
3
 = berat volume tanah, kN/m
44 Kriteria Perencanaan – Parameter Bangunan

H1 = tinggi tanah untuk tekanan aktif, m


H2 = tinggi tanah untuk tekanan pasif, m
c = kohesi, kN/m2.
Titik tangkap Ea danEPpada Gambar 3-9.

Gambar 3-5. Tegangan Samping Aktif dan Pasif, Cara Pemecahan Rankine: (a) aktif; (b) pasif

Tabel 3-3.Harga-Harga Koefisien Tegangan Aktif Kauntuk Dinding Miring Kasar dengan
Permukaan Tanah Datar/Horizontal
o  10o 20o 30o 40o
 0o 5o 10o 0o 10o 20o 0o 15o 30o 0o 20o 40o
o
120 0,40 0,45 0,44 0,27 0,24 0,23 0,13 0,12 0,12 0,06 0,05 0,05
110o 0,58 0,54 0,52 0,35 0,32 0,30 0,20 0,18 0,17 0,11 0,10 0,09
o
100 0,65 0,61 0,59 0,42 0,39 0,37 0,26 0,24 0,24 0,16 0,14 0,15
o
90 Ka 0,70 0,66 0,65 0,49 0,45 0,44 0,33 0,30 0,31 0,22 0,20 0,22
80o 0,72 0,70 0,68 0,54 0,51 0,50 0,40 0,37 0,38 0,29 0,27 0,28
o
70 0,73 0,70 0,70 0,57 0,54 0,54 0,46 0,44 0,45 0,35 0,34 0,38
60o 0,72 0,69 0,69 0,60 0,57 0,56 0,50 0,48 0,50 0,42 0,41 0,47
Tegangan Rencana 45

Tabel 3-4. Harga-Harga Koefisien Tegangan Pasif Kpuntuk Dinding Miring Kasar dengan
Permukaan Tanah Datar
o  10o 20o 30o 40o

o
0 5o 10o
0o
10o 20o
0o
15o 30o
0o
20o 40o
120o 1,52 1,71 1,91 2,76 3,67 4,51 5,28 9,07 13,50 11,3 28,4 56,6
110o 1,53 1,69 1,83 2,53 3,31 4,04 4,42 7,38 10,80 8,34 19,5 39,0
100o 1,49 1,64 1,77 2,30 2,93 4,53 3,65 5,83 8,43 6,16 13,8 26,6
o
90 Kp 1,42 1,55 1,66 2,04 2,55 3,04 3,00 4,62 6,56 4,60 9,69 18,2
o
80 1,31 1,43 1,52 1,77 2,19 2,57 2,39 3,62 5,02 3,37 6,77 12,3
70o 1,18 1,28 1,35 1,51 1,83 2,13 1,90 2,80 3,60 2,50 4,70 8,22
o
60 1,04 1,10 1,17 1,26 1,48 1,72 1,49 2,08 2,79 1,86 3,17 5,43

Gambar 3-6. Tekanan (a) Aktif dan (b) Pasif, Menurut Rankine

Arti simbol–simbol yang dipakai dalam Tabel 3-4. dan Tabel 3-5. serta Gambar 3-
10.adalah:
⍺ = kemiringan bagian belakang dinding
δ = sudut gesekan antara tanah dan dinding
Ф = sudut geser dalam
Beberapa harga untuk berbagai jenis tanah diberikan pada Tabel 3-5. berikut untuk
dipakai sebagai contoh saja. Harga–harga yang sesungguhnya harus diperoleh dari
lapangan dan laboratorium.
46 Kriteria Perencanaan – Parameter Bangunan

Tabel 3-5. Harga–Harga Фo dan c


Jenis Tanah Фo C(kN/m2)
Pasir lepas 27-30 0
Pasir padat 30-33 0
Pasir lembung 18-22 3-6
Lempung 15-30 1-6

3.2.2 Tekanan Lumpur

Tekanan lumpur yang bekerja terhadap muka hulu bendung atau terhadap pintu dapat
dihitung sebagai berikut:


( ) ............................................................................................ 3-4

dimana:
Ps = gaya yang terletak pada 2/3 kedalaman dan atas lumpur yang bekerja secara
horisontal
s = berat lumpur, kN/m
h = dalamnya lumpur, m
Ф = sudut gesekan, derajat
Beberapa anggapan dapat dibuat seperti berikut:

  * + ....................................................................................................... 3-5

dimana :
s = berat volume kering tanah 16 kN/m3 (  1.600 kgf/m3)
G = berat jenis butir = 2,65 menghasilkan s = 10 kN/m3 (  1.000 kgf/m3)
Sudut gesekan dalam, yang bisa diandaikan 30° untuk kebanyakan hal, menghasilkan:

....................................................................................................... 3-6
Tegangan Rencana 47

3.3 Tekanan Air

3.3.1 Tekanan Hidrostatik

Tekanan hidrostatik adalah fungsi kedalaman dibawah permukaan air dan sama
dengan:

 .............................................................................................................. 3-7
Dimana : PH = tekanan hidrostatik, kN/m2
w = berat volume air, kN/m3 (  10)
z = jarak dan permukaan air bebas, m.

Gambar 3-7.Tekanan Air Pada Dinding Tegak

Gaya tekan ke atas (uplift) yang bekerja pada lantai bangunan adalahsama dengan
berat volume air yang dipindahkan oleh bangunan.
48 Kriteria Perencanaan – Parameter Bangunan

Gambar 3-8.Gaya Tekan Air ke Atas

3.3.2 Tekanan Hidrodinamik

Harga pasti untukgayahidrodinamik jarang diperlukan karena pengaruhnya kecil saja


pada jenis bangunan yang digunakan di jaringan irigasi. Prinsip gaya hidrodinamik
adalah bahwa jika kecepatan datang (approach velocity) cukup tinggi dan oleh sebab
itu tinggi energi besar, maka akan terdapat tekanan yang makin besar pada bagian–
bagian dinding (lihat Gambar 3-9.).
Tegangan Rencana 49

Gambar 3-9. Tekanan Hidrodinamik

3.3.3 Rembesan

Rembesan atau perkolasi air melalui tanah di sekitar bangunan diakibatkan oleh
bedatinggi energi pada bangunan itu.
Pada Gambar 3-10 ditunjukkan dua macam jalur rembesan yang mungkin terjadi: (A)
jalur rembesan dibawahbangunan dan (B) jalur rembesan di sepanjang sisi bangunan.
Perkolasi dapat mengakibatkan hal–hal berikut:
(a) tekanan ke atas (statik)
(b) erosi bawah tanah/piping (konsentrasi aliran yang mengakibatkan kehilangan
bahan)
(c) tekanan aliran (dinamik)
Rembesan dapat membahayakan stabilitas bangunan.
50 Kriteria Perencanaan – Parameter Bangunan

a. Gaya tekan ke atas


Gaya tekan ke atas pada tanah bawah dapat ditemukan dengan membuat jaringan
aliran (flownet), atau dengan asumsi–asumsi yang digunakan oleh Lane untuk teori
angka rembesan (weighted creep theory).
a.1 Jaringan aliran
Jaringan aliran dapat dibuat dengan:
(1) plot dengan tangan
(2) analog listrik atau
(3) menggunakan metode numeris (numerical method) pada komputer
Dalam metode analog listrik, aliran air melalui tanah bawah dibandingkan dengan
aliran listrik melalui medanlistrik daya–antar konstan. Besarnyavoltase sesuai dengan
tinggi piesometrik, daya–antar dengan kelulusan tanah dan aliran listrik dengan
kecepatan air (lihat Gambar 3-11). Biasanya plot dengan tangan yang dilakukan
dengan seksama akan cukup memadai.

Gambar 3-10. Jalur Rembesan Antara Bangunan dan Tanah Sekitarnya


Tegangan Rencana 51

Gambar 3-11. Konstruksi Jaringan Aliran Menggunakan Analog Listrik

a.2 Teori angka rembesan Lane


Dalam teori angka rembesan Lane, diandaikan bahwa bidang horisontal memiliki
daya tahan terhadap aliran (rembesan) 3 kali lebih lemah dibandingkan dengan bidang
vertikal.
Ini dapat dipakai untuk menghitunggnya tekan ke atas dibawah bangunan dengan cara
membagi beda tinggi energi pada bangunan sesuai dengan panjang relatif di
sepanjang pondasi (lihat Gambar 3-12).
Dalam bentuk rumus, ini berarti bahwa gaya angkat pada titik x di sepanjang dasar
bangunan dapat dirumuskan sebagai berikut:

.................................................................................................... 3-8

dimana: Px = gaya angkat pada x, kg/m2


L = panjang total bidang kontak bangunan dan tanah bawah, m
Lx = jarak sepanjang bidang kontak dan hulu sampai x, m
ΔH = beda tinggi energi, m
Hx = tinggi energi di hulu bendung, m
52 Kriteria Perencanaan – Parameter Bangunan

Gambar 3-12. Gaya Tekan ke Atas pada Pondasi Bendung

b. Stabilitas terhadap erosi bawah tanah (piping)


Bangunan–bangunan yang harus mengatasi beda tinggi muka air hendaknya dicek
stabilitasnyaterhadap erosi bawah tanah dan bahaya runtuh akibat naiknya dasar
galian (heave) atau rekahnya pangkal hilir bangunan.
Bahaya terjadinya erosi bawah tanah dapat dicek dengan jalan membuat jaringan
aliran/flownet (lihat Subbab 3.3.3.al) dan dengan beberapa metode empiris, seperti:
- Metode Bligh
- Metode Lane, atau
- Metode Koshla
Metode Bligh berpendapat besarnya perbedaan tekanan di jalur pengaliran adalah
sebanding dengan panjangnya jalan air (creep line) yang dinyatakan sebagai:

…………………………………………………………………………..3-9
Tegangan Rencana 53

dimana:
Δh = Beda tekanan
L = Panjang creep line
C = Creep ratio
Panjang creep line sesuai metodeBligh dapat dilihat sesuai Gambar 3-13.dibawah ini:

Elevasi muka air di hulu

E F

h
A C 7,5 m
D
Elevasi muka air di hilir
G I L
J
K
B H

Gambar 3-13. Panjang Creep Line Sesuai Metode Bligh

hAB = LAB / C
hCD = LCD / C
hEF = LEF / C dan seterusnya
Maka jumlah seluruh beda tekanan dan jumlah seluruh creep line H = ∑ L / C
Harga C tergantung dari material dasar dibawah bangunan atau bendungan dapat
dilihat pada Tabel 3-7.Agar konstruksi aman terhadap tekanan air maka : h ≤ L
/Catau ∑ L ≥ h x C.
Dimana ∑ L = AB + BC + CD + DE + EF + FG + GH + HI + IJ + JK + KL
Metode Lane
Metode Lane ini memberikan koreksi pada teori Bligh dengan menyatakan bahwa
energi yang dibutuhkan oleh air untuk melewati jalanvertikal lebih besar daripada
jalan yang horizontal dengan perbandingan 3 : 1 Jadi dianggap bahwa Lv = 3 Lh.
54 Kriteria Perencanaan – Parameter Bangunan

Metode Lane, yang juga disebut metode angka rembesan Lane (weighted creep ratio
method), adalahcarayang dianjurkan untuk mengecekbangunan guna mengetahui
adanya erosi bawah tanah. Metode ini memberikan hasil yang aman dan mudah
dipakai. Untuk bangunan–bangunan yangrelatif kecil, metode–metode lain mungkin
dapat memberikan hasil–hasil yang lebih baik, tetapi penggunaannya lebih sulit.
Metode Lane diilustrasikan pada Gambar 3-14. dan memanfaatkan Tabel 3-6. Metode
ini membandingkan panjang jalur rembesan dibawah bangunan di sepanjang bidang
bangunan tanah bawah dengan beda tinggi muka air antara kedua sisi bangunan.
Di sepanjang jalurperkolasi ini, kemiringan yang lebih curam dan 450 dianggap
vertikal dan yang kurang dan 45°dianggap horizontal. Jalur vertikal dianggap
memiliki daya tahan terhadap aliran 3 kali lebih kuat daripada jalur horizontal.
Oleh karena itu, rumusnya adalah:

.................................................................................................... 3-10

dimana: CL =angka rembesan Lane (lihat Tabel 3-6.)


ΣLv = jumlah panjang vertikal, m
ΣLH = jumlah panjang horizontal, m
H =beda tinggi muka air, m.

Gambar 3-14. Metode Angka Rembesan Lane


Tegangan Rencana 55

Tabel 3-6. Harga–Harga Minimum Angka Rembesan Lane dan Bligh(CL)


Rembesan C
Material
Lane Bligh
Pasir sangat halus atau lanau 8,5 18
Pasir halus 7,0 15
Pasir sedang 6,0 --
Pasir kasar 5,0 12
Kerikil halus 4,0 --
Kerikil sedang 3,5 --
Kerikil kasar termasuk berangkal campur pasir 3,0 9
Bongkah dengan sedikit berangkal dan kerikil 2,5 4–6
Lempung lunak 3,0 --
Lempung sedang 2,0 --
Lempung keras 1,8 --
Lempung sangat keras 1,6 --

Metode Khosla’s
Cara Khosla’s sebagai penyelesaian persamaan Laplacian oleh variabel bebas
(independent) dan hasilnya disajikan dalam grafik pada Gambar 3-15.dibawah ini
merupakan diagram secara empiris.
56 Kriteria Perencanaan – Parameter Bangunan

Gambar 3-15. Grafik Khosla’s Secara Empiris


Sumber : Design of Irrigation Structures

Ikhtisar yang penting dalam penyelesaian secara metoda Khosla’s adalah:


a) Muka terluar dari ujung sheet pile adalah lebih banyak efektif daripada salah satu
sisi dalam dan panjang horizontal dari lantai.
b) Pada sheetpile yang menengah, bila panjanglebih kecil daripada sisi terluar
adalah tidak efektif kecuali untuk pendistribusian tekanan.
Tegangan Rencana 57

c) Untuk konstruksi dibawah lantai, resapan dimulai dari ujung lantai. Jika hidrolik
gradient yang keluar lebih besar daripada gradient kritis untuh tanah dibawahnya
(Sub-soil), butirantanah akan bergerak bersama aliran air yang kemudian
mengakibatkan degradasi dari lapisan tanah yang ada dibawahnya berupa kavitasi
lapisan tanah dan terakhir sebagai kegagalan konstruksi.
d) Ini secara mutlakdisebabkankedalaman verticalcut off pada ujung hilir bangunan
untuk mencegah pengaruh aliran air dibawah lantai.
Tinjauan ini lebih jelas dan diteliti pada jaringan aliran dibawah bangunan yang
terlihat pada Gambar 3-16. dibawah ini.

G aris Equi potensial

Garis aliran

(a) Sejumlah Potensi Aliran Air Kebawah pada Sisi Terluar Sheet Pileyang Lebih Banyak
daripada Permukaan Sisi dalam atau Aliran Horizontal
Lantai kedap air
G aris Equi potensial
Garis aliran

(b)Definisi Jaringan Aliran Air (“Flownet “) yang Mengalir Diantara Dua Garis Equi–Potensi
yang Selalu Tetap

Gambar 3-16. Jaringan Aliran Dibawah Bangunan


58 Kriteria Perencanaan – Parameter Bangunan

Bila terjadi jaringan aliran karena tekanan lantai dasar tiap persegi dekat pojok lantai
menjadi sangat kecil(Gambar 3-16 b). Dan didefinisikanbesarrembesan antara dua
garis potensial yang selalu konstan adalah dh/dl dekat pojokyang akanberlebihan dan
akan menyebabkan terjadinya piping.
Pada kasus lantai kedap air dariD/Sgaris sheet pile tidak ada kotak persegi akan
sangat kecil. Dan untuk lebih lanjut daerah ini berubah menjadi kelebihan dh/dl yang
akhirnya keluar kebawahnya. Jumlahberat pada titik ini semuanya kemungkinan
energi aliran diantara butiran (seepage), sehingga kemungkinan piping tidak terjadi.

d
B C
A
>1
b

Gambar 3-17. Seepage Melalui Suatu Lantai


1/á = b/d
Dimana:
á = hidroulik gradien
d = tinggi kedalaman air diatas lantai bangunan
b = panjang aliran dibawah bangunan
Presentase sisa tinggi tekanan pada pertemuan lantai horizontal dan sheet pile dan
pada ujung sheet pile di evaluasi dengan grafik Gambar 3-18.
Dari grafik diperoleh Ød (%) dan Øc (%)
Andaikata untuk dalam hal lantai depan suatu bangunan dilengkapi dengan 3
(tiga) sheet pileseperti dalam Gambar3-19 (a), kemudianuntukmempermudah
menganalisa piping dibagi dalam3 tinjau lokasi sheet pile seperti Gambar 3-19(b), (c)
dan (d).
Tegangan Rencana 59

Gambar 3-18. Grafik Khosla’s Secara Variabel Bebas (Independent)


60 Kriteria Perencanaan – Parameter Bangunan

(a)

Eb Fb Ec Fc Ed Fd
Ed (b)
(c) (d)

(b)

Eb Fb

(c)

Ec Fc

(d)

Ed Fd

Gambar 3-19. Lantai Muka dengan 3 Lokasi Sheet Piledan Pemisahan Lokasi Sheet Pile
Secara Tersendiri (Independent) Metode Khosla

Uraian tekanan pada masing–masing titik Eb, Fb, Eb, Fb, Eb, Fb merupakan perkiraan
awal yang dihitung dengan rumus sederhana sebagai sheet pile tunggal.
Jika ditinjau sebagai konstruksi secara keseluruhan (Gambar 3-19 (a)) maka menurut
metode Khosla perlu beberapa koreksi yaitu:
Tegangan Rencana 61

1. Koreksi ketebalan lantai


Jika ketebalan lantai adalaht untuk sembarang letak lokasi sheet pile yang mempunyai
kedalaman d dikoreksi dengan rumus:

...................................................................................... 3-11
Jika ditetapkan tebal lantai t, perlu dimasukan dalam perhitungan tekanan ke atas
(up lift) dengan metode ini hanya kedalaman netto dari sheet pile yang dimasukkan
dalam persamaan C tersebut diatas. Dalam Gambar 3-20. yang dimasukan kedalaman
sheet pile a,b,dan c (bukan a+t ; b+t dan c + t)

a b c

Gambar 3-20.Tebal Lantai dan Kedalaman Netto Sheet Pile

2. Koreksi gangguan aliran dibawah lantai karena adanya sheet pile


Koreksi gangguan aliran dibawah lantai karena adanya sheet pile yang dinyatakan
dalam prosentase halangan atau gangguan aliran karena adanya sheet pile dihitung
dengan rumus Khosla sebagai berikut:

√ ………………………………………………………………..3-12

dimana:
C = Koreksi yang diperlukan untuk perhitungan tekanan
b‟ = Jarak antara sheet pile
D = Kedalaman sheet pile, yang pengaruhnya ditentukanlokasi
pile yang berdekatan
b = Panjang tolal lantai
Koreksi tersebut diatas dapat bernilai negatif (pengurangan tekanan) atau positif
(penambahan tekanan) tergantung letak sheet pile ditempatkan di hulu atau di hilir
62 Kriteria Perencanaan – Parameter Bangunan

dari pile D. Koreksi C dicek ketepatannya dengan membandingkan hasil test dan teori
untuk dua sheet pile yang sama pada salah satu ujung lantai bangunan dengan kasus
lainnya. Hasil kesalahan tidak boleh melebihi 2,50%, maka rumus ini dapat
diterapkan pada semua kasus letak sheet pile.
3. Koreksi kemiringan lantai
Koreksi ini dapat dipakai garis sheet pile yang tetap dari mulai ujung sampai
akhirkemiringankoreksi positif arah kemiringan dari aliran dan negatif jika arah naik
keatas kemiringan. Miring ke atas cenderung mengembangkan “flow net“dan aliran
menurun cenderung mengompres atau menekan flow net. Koreksi kemiringan dari
berbagai nilai V/H dapat dilihat dalam Tabel 3-7.

Tabel 3-7.Koreksi Kemiringan dari Berbagai Nilai V/H

Kemiringan Koreksi Kemirigan


(V/H) (%)
1 : 1 11,2
1 : 2 6,5
1 : 3 4,5
1 : 4 3,3
1 : 8 2,0

Sumber : Basic Principles of Design of Hydraulic Structures

Contoh dari Basic Principles of Design Of Hydraulic Structures tentang penggunaan


Grafik KhoslaGambar 3-21.
Tegangan Rencana 63

El. 101,00
El. 100 F
A E
C D
El. 98,50
7,5 m G I J L
15,5 m 7, 0 m
El. 97,00 El. 97,0
B
El. 96,0 K
H

Gambar 3-21. Hydraulic Structures tentang Penggunaan Grafik Khosla


Menentukanpendekatanawal besar tekanan dimasing–masing titik(belum dimasukan
faktor koreksi)

El. 100
E1
C
1d = 3m b = 22,5 m
El. 97,00
D1
Gambar 3-22. Hydraulic Structures tentang Penggunaan Grafik Khosla
dengan Asumsi SheetPile di Hulu

Dari Gambar 3-22. .. ..................................................................... 3-13

Dari Grafik Khosla (Gambar 3-18.) diperoleh ØD = 22 % dan ØC = 32 %


Maka tinggi sisa tekanan di titik B adalah D1= 100 - ØD = 100 – 22 = 78 %
C1= 100 – ØC = 100 – 32 = 68 %
b = 22,5 m

El. 103,0 E1
C
El. 98,50
1
El. 96,0 d = 2,50 m

b‟ = 15,5 m

Gambar 3-23. Hydraulic Structures tentang Penggunaan Grafik Khosla


dengan Asumsi SheetPile di Tengah
64 Kriteria Perencanaan – Parameter Bangunan

Dari dasar perbandingan

Dari grafik diperoleh ØC = 30 % untuk α = 9 dan dasar perbandingan b1 = 69% b.


Untuk ØE, cadangan aliran. Bila sesuai dasar perbandingan menjadi (100 – b1/b) =
31%.
Tekanan E dalam Gambar 3-23. berlaku D/S dari sheet pile dan sisa tekanan pada E
dengan dicadangkan aliran ØC dibaca dari dasar rasio = 9 dan b1 /b= 0,31 dari grafik
Gambar 3-18.maka ØC = 55%. Sebelum memberikan % tekanan di E dengan aliran
rembesan dari kiri kekanan di titik G atau ØE = (100 - ØC) = 45 %.

El. 98,50
C
d = 1,50 m
b = 22,5 m E1 1

El. 97,0
Gambar 3-24. Penggunaan Grafik Khosla dengan Asumsi SheetPile di Hilir

α =

Dari Grafik Khosla (Gambar 3-18.) diperoleh Ø E = 22 % dan ØD= 16 %


Dari hasil perhitungan diatas diperoleh prosentase tekanan awal dari masing–masing
titik A,B, C, D, E, F, G, H, I, J, K, dan L (lihat Gambar 3-21.) terinci dalam Tabel 3-
8.dibawah ini:
Tegangan Rencana 65

Tabel 3-8.Tekanan Awal dari Masing-Masing Titik A,B, C, D , E, F , G, H, I, J, K, dan L


(Lihat Gambar 3-21.)
Titik % Tekanan Titik % Tekanan
A 100 G 45
B 78 H 38
C 68 I 30
D Di asumsi J 22
E Di asumsi K 16
F Di asumsi L 0
Sumber : Principles of Design of Hydraulic Structures, 1977
Beberapa koreksi antara lain:
1) Koreksi terhadap ketebalan lantai
2) Koreksi terhadap gangguan aliran karena adanya sheet pile
(a) Koreksi di titik C :
d = 3m dan D = 4m
b‟ = 15,5m dan b = 22,50 m

maka koreksi √

(b) Koreksi di titik G :


d = 2,50 m dan D =1 m
b‟ = 15,5 m dan b = 22,50 m

maka koreksi √

(c) Koreksi di titik I :


d = 2,50 m dan D = 1,50 m
b‟ = 7,0 m dan b = 22,50 m

maka koreksi √
66 Kriteria Perencanaan – Parameter Bangunan

(d) Koreksi di titik J :


d = 1,5 m dan D = 2,50 m
b‟ = 7 m dan b = 22,50 m

maka koreksi √

3) Koreksi terhadap kemiringan lantai


(a) Koreksi di titik G :
Kemiringan 1: 3; bs = 7,5 m dan b‟ = 15,50 m
Maka koreksi karena kemiringan C = 4,5 x 7 / (15,5) = 2,18 %
Hasil perhitungan tinggi tekanan dibawah lantai bangunan Metode Khosla dapat
dilihat pada Tabel 3-9dibawah ini.

Tabel 3-9.Hasil Perhitungan TinggiTekanandibawah Lantai Bangunan Metode Khosla


Titik % Tekanan % Tekanan % Tekanan Sisa Tinggi
Koreksi Terkoreksi Tekanan ( m )
(1) (2) (3) = (1) +(2) (4)= (3)x4,5
A 100 0 100 4,50
B 78 0 78 3,50
C 68 +3 71 3,2
D Di asumsi - - -
E Di asumsi - - -
F Di asumsi - - -
G 45 -0,75 +2,18 46,43 2,09
H 38 0 38 1,71
I 30 +1,56 31,56 1,41
J 22 2,16 19,84 0,86
K 16 0 16 0,72
L 0 0 0 0
Sumber : Principles of Design of Hydraulic Structures, 1977
Tegangan Rencana 67

3.3.4 Faktor Keamanan Rembesan di Hilir Lantai Belakang Bendung

Faktor keamananrembesan di hilir lantai belakang bendung dihitungberdasarkan


Metode Gradient Rata–rata yang keluar dari ujung lantai belakang suatu bendung
adalah (HA - HB)/L, yangdidefinisikan sebagai gradient rata–rata kehilangan tinggi
tekanan antara dasar suatu dinding halangaliran air(cut–off) dandi hilir permukaan
tanah pondasi dipandang sebagai jaring aliran (flownet) seperti dalam gambar
dibawah ini.
Faktor keamanan S didefinisikan berat tanah dalam air ýs per luas potongan dari A
dan B dibagi tekanan resapan air (lihat Gambar 3-25.).

F= γs (H a -H b) tekanan air

Lantai B (tekanan H B)

d f = I di (I = gradient)
Bagianhilir dinding halang

a A (tekanan H A)

P= ρs (1 – p) Lx

S
Garis aliran flow net
Gambar 3-25.Cara Rembesan Aliran Air Gradient Keluar

Dari gambartersebut diatas didapat persamaan sebagai berikut:


γw(Ha -Hb) = (γs - γw)(1-p) L
dimana:
ρs = Berat jenis tanah = 2,65 t/m3
ρw = Berat jenis air = 1 t/m3
68 Kriteria Perencanaan – Parameter Bangunan

(Ha - Hb) = Kehilangan tekanan antara A dan B


P = Porositas tanah (biasanya 40%)
L = Jarak antarsa A dan B
Dengan memasukan harga berat jenis tanah dan air maka persamaan menjadi:
(Ha - Hb) = 1,65 (1-p) L
Untuk penggunaan perencanaan faktor keamanan digunakan rumus:

.............................................................................................. 3-14

3.4 Beban Akibat Gempa

Faktor–faktor beban akibatgempa yang akan digunakan dalam perencanaan


bangunan–bangunan pengairan diberikan dalam bentuk peta yang diterbitkan
olehSTANDAR INDONESIA yang berlaku. Karena DPMA dalam tahun 1981
dengan judul “Peta Zona Seismik untuk Perencanaan Bangunan Air Tahan Gempa”
DPMA dalam tahun 1981, tidak berlaku lagi.
Berdasarkan SNI03-1726-2002, tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk
bangunan gedung dan dengan acuan normatif lainnya seperti:
- RSNI M-02-2002 Metode Analisis dan caraPengendalian rembesan air untuk
Bendung Urugan
- RSNI M-03-2002 MetodeAnalisisStabilitasLerengStatikBendungan tipe Urugan
- RSNI T-01-2002 Tata Cara desain Tubuh Bendungan Tipe Urugan
Koefisien gempa dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut:

................................................................................................... 3-15
................................................................................................................... 3-16

dimana:
ad = percepatan gempa rencana, cm/dt2
n, m = koefisien untuk jenis tanah (lihat Tabel 3-10.)

aC = percepatan kejut dasar, cm/dt2


Tegangan Rencana 69

(untuk harga per periode ulang lihat Tabel3-11.).


E = koefisien gempa
g = percepatan gravitasi, cm/dt2 (980cm/dt2)
z = faktor yang bergantung kepada letak geografis

Tabel 3-10.Koefisien Zona Gempa pada Zona A,B,C,D,E,F


ZONA KOEFISIEN ZONA Z
A 0,10 – 0,30
B 0,30 – 0,60
C 0,60– 0,90
D 0,90 – 1,20
E 1,20 –1,40
F 1,40 – 1,60
Sumber: RPT 4, Analis Stabilitas Bendungan Tipe Urugan Akibat Gempa

Faktor–faktor yang mempengaruhi pemilihan parameter evaluasi gempa ada 5


faktoryaitu:
1) Tingkat kerusakan di lokasi bendung/bangunanpengairan;
2) Tingkat resiko dari bangunan yang sudah selesai dibangun;
3) Tipe bendungan dan potensi tipe keruntuhan;
4) Tingkat kerusakan di lokasi bendung/bangunan pengairan;
5) Secara geografis beberapa tempat kadang–kadangberbeda.
Periode ulang dan percepatan dasar gempa, ac sesuai SNI 03-1726-2002 diuraikan
dalam Tabel 3-11.dibawah ini:

Tabel 3-11. Periode Ulang dan Percepatan Dasar Gempa, ac


70 Kriteria Perencanaan – Parameter Bangunan

Periode Ulang *) ac*)


Tahun (gal = cm /dt2)

10 90
20 120
50
100 190
200 220
500 250
1000 280
5000 330
Sumber: RPT 4, Analis Stabilitas Bendungan Tipe Urugan Akibat Gempa

Faktor gempa E yang dicari dan rumus dan peta diatas dipakai dalam perhitungan
stabilitas dimana faktor itu harus dikalikan dengan berat sendiri bangunan dan dipakai
sebagai gaya horizontal.
Koreksi pengaruh jenis tanah setempat sesuai SNI 03-1726-2002 diuraikan dalam
Tabel 3-12.dibawah ini:
Tegangan Rencana 71

Tabel 3-12.Faktor Koreksi Pengaruh Jenis Tanah Setempat


Periode Predominan Koreksi
No. Jenis tanah
TS (detik) V
1 Batuan :
a) Perlapisan terbentuk sebelum
periode kuarter disebut batuan; TS ≤ 0,25 0,80
b) Lapisan aluvial diatas
lapisanbatuan dengan tebal kurang
10 m
2 Aluvium :
a) Lapisan aluvial diatas lapisan batuan
dengan tebal lebih dari 10 m; 0,25 <TS ≤ 0,50 1,00
b) Lapisan aluvial diatas lapisan batuan
tebal kurang dari 10 m
3 Aluvium: 0,25 <TS ≤ 0,50 1,10
4 Aluvium Lunak : TS ≥ 0,75 1,20
Catatan :
(1) Yang termasuk dalam lapisan dialuvial adalah lapisan pasirpadat; kerikil
bongkahan; lempung keras;
(2) Yang termasuk lapisan aluvial adalah lapisan endapan baru seperti endapan
sungai; longsoran;
72 Kriteria Perencanaan – Parameter Bangunan

3.5 Kombinasi Pembebanan

Tabel 3-13.Menunjukkan Kombinasi Pembebanan dan Kenaikkan dalam


Tegangan Izin Rencana
No. Kombinasi Pembebanan Kenaikkan Tegangan Izin
1 M + H + K + T+ Thn 0%
2 M + H + K + T+ Thn + G 20%
3 M + H + K + T+ Thb 20%
4 M + H + K + T+ Thb + G 50%
5 M + H + K + T+ Thb + Ss 30%

Dalam Tabel 3-13:


M = Beban mati
H = Beban hidup
K = Beban kejut
T = Beban tanah
Thn = Tekanan air normal
Thb = Tekanan air selama banjir
G = Beban gempa
Ss = Pembebanan sementara selama pelaksanaan

3.6 Tegangan Izin dan Faktor Keamanan

3.6.1 Tegangan Izin

Tegangan izin untuk beton (bertulang), baja dan kayu diuraikan dalam standar
persyaratan dibawah ini:
(1) PBI-1971 (NI-2) Peraturan Beton Bertulang Indonesia
(2) VOSB-1963 Peraturan–peraturan Perencanaan Bangunan Konstruksi Baja dan
PPBBI-1983 Peraturan Perencanaan Bangunan Baja Indonesia (Jembatan dan
Bangunan)
Tegangan Rencana 73

(3) PKKI-1961 (NI-5) Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia.


Untuk pasanganbatu atau bata merah, tegangan–tegangan izin adalah:
- pasangan batu  d = 7 N/mm2 (= 7 kgf/cm2)
- pasangan bata merah  d = 2,5 N/mm2 (= 25 kgf/cm2)
- tidakboleh ada tegangan tarik pada bangunan dan pasangan.

3.6.2 Faktor Keamanan

(a) Harga–harga faktor keamanan terhadap bahaya guling (overturning) diberikan


pada Tabel 3-14. untuk berbagai kombinasi pembebanan seperti yang ditunjukkan
pada Tabel 3-13.

Tabel 3-14. Faktor Keamanan Mt /Mg ≤ Fg*) Terhadap Guling


Kombinasi
Faktor Keamanan (Fg)
Pembebanan
1 1,5
2 1,3
3 1,3
4 1,1
5 1,2
*) Mg = momen total sesungguhnya yang menyebabkan terjadinya guling
Mt = momen tahan terhadap guling
Fg = faktor keamanan terhadap guling
(b) Harga–harga faktor keamanan terhadap gelincir (sliding) Fs diberikan pada
Tabel 3-12. untuk berbagai kombinasi pembebanan.
74 Kriteria Perencanaan – Parameter Bangunan

Tabel 3-15. Faktor Keamanan Terhadap Gelincir /r ≤ Fs**)


Kombinasi Pembebanan Faktor Keamanan (Fs)
1 1,5
2 1,3
3 1,3
4 1,1
5 1,2
**) r = teganganizin maksimum, kN/m2
r = tegangan gelincir yang sesungguhnya, kN/m2
Fs = faktor keamanan terhadap gelincir
(c) Faktor keamanan terhadap gaya tekan ke atas sebaiknyadiambil antara1,1 dan 1,5.

3.7 Tekanan Tanah Akibat Gempa

3.7.1 Acuan Normatif

Acuan normatif menggunakan SNI 2833-2008 tentang Standar Perencanaan


ketahanan gempa untuk Jembatan dan SNI03-1726-2002 tentang tata cara
perencanaan ketahanan gempa untuk rumah dan gedung.

3.7.2 Tekanan Tanah Akibat Gempa

Tekanan tanah akibat gempa dihitung dengan rumusberikut:


Tekanan tanah aktif

........................................................ 3-17
[ √ ]

Dimana:
X1 = Sin (
X2 = Sin ⍺
Y1 = Cos ⍺
Tegangan Rencana 75

Tekanan tanah pasif


........................................................ 3-18
[ √ ]

Dimana:

Dimana:
PEA = Tekanan tanah aktif akibat gempa pada kedalaman X (Tf/m2, kN/m2)
KEA = Koefisien tanah aktif akibat gempa
PEP = Tekanan tanah pasif akibat gempa pada kedalaman X (Tf/m2, kN/m2)
γ = Berat isi tanah (Tf/m3, kN/m3)
X = Kedalaman dimana tekanan tanah PEA dan PEP bekerja padapermukaan
tembok penahan (m)
c = Kohesi tanah (Tf/m2, kN/m2)

q‟ = Beban pada permukaan tanah (Tf/m2, kN/m2)


Ø = Sudut geser tanah (o)

α = Sudut kemiringan permukaan tanah

θ = Sudut antara permukaan belakang tembok terhadap bidang horizontzal (o)


DE = Sudut geser permukaan belakang tembok dengan tanah (o)
θ0 = Tan -1 Kh (o)

Kh = Koefisien gempa horizontal sesuai peraturan gempahorizontal


sesuaiperaturan gempa
Catatan : bila nilai Ø ± - θ0<θ dianggap bahwa sin(ø + α - θo) = θ, dan q‟ adalah
beban pada permukaan tanah dimana tidak termasuk beban hidup.
76 Kriteria Perencanaan – Parameter Bangunan

q’
q’
O O
(O + DE) ( Ѳ+ DE )
q’ H
q’ P
H PEA EP

PEA PEP

Ѳ
Ѳ

DN
E N
N
N DE

Gambar 3-26. Tekanan Tanah Akibat Gempa


Pasangan Batu dan Bata Merah 77

4. BAB IV
PASANGAN BATU DAN BATA MERAH

4.1 Umum

Pasangan, khususnya pasanganbatu, sering dipakai untuk pembuatan bangunan–


bangunan irigasi dan pembuang. Bahan–bahan ini mempunyai kelebihan–kelebihan
penting dibandingkan dengan bahan–bahan lain, misalnya:
- awet
- setengah terampil
- para kontraktor telah terbiasa dengan penggunaan bahan ini
- murah jika batu bisa didapat di tempat konstruksi
Dalam bagian–bagian berikut akandiberikan spesifikasi pokok bahan tersebut.

4.2 Batu

Pasangan yang dipakai untuk bangunan–bangunan irigasi terutama dibuat dari batu
kali atau batu galian dan kadang–kadang batu koral. Bata merah dipakai di daerah–
daerah dimana jarang terdapat batu alamiah, sedangkan bata merah mudah didapat.
Bata merah juga mungkin dipakai untuk membuat bangunan–bangunan kecil dipetak–
petak tersier dimana pasangan bata merah akan lebih cocok untuk ukuran konstruksi
yang diperlukan. Standar yang dapat diterapkan untuk bahan–bahan ini adalah N.I.13
(Batu Belah), batu belah dan batu kali ditinjau dari bahan dasarmenurut geologi
adalah batu basalt. Batu kali diambil dari sungai umumnya berdiameter antara 15 cm
sampai 30 cm dan batu belah, sedang batu belah baik diambil dari sungai maupun
hasil galian dengan pertimbangan diameternya terlalu besar lebih dari 30 cm untuk
memudah diangkut dan menyeragamkan ukuran (sekitar 30 cm) maka batu tersebut
dibelah.

NI10 (Bata Merah) dan PUBI-1982 (Persyaratan Umum Bahan Bangunan di


Indonesia).
78 Kriteria Perencanaan – Parameter Bangunan

Semua bangunan melintang sungai yang diatas 3 meter harus beton, tidak boleh
pasangan batu kali (kesepakatan dalam Penyempurnaan KP 02 tahun 2007), batasan
konstruksi tinggi penggunaan batu kali.
Harga kekuatan tekan batu alamiah yang akan digunakan untuk pasangan batu
menurut PUBI-1982 adalah 80-150 N/mm2 (800 - 1500 kg f/cm2). Kekuatan rata–rata
bata merah adalah 2,5 - 25 N/mm² (25 - 250 kgf/cm2) untuk bata merah kelas 25
sampai 250.
Ada tipe khusus pasangan batu, yakni pasangan dan batu candi yang pada pokoknya
berupa batu–batu pecahan yang dipasang rapat untuk menghasilkan permukaan yang
awet dan tahan gerusan (abrasi). Tipe pasangan ini dipakai sebagai lapisan permukaan
untuk bendung pelimpah dan bangunan-bangunan lain yang terkena aliran cepat yang
mengangkut sedimen kasar.

Gambar 4-1.Menunjukkan Blok-Blok Batu yang Dipakai untuk Batu Candi.

Jenis–jenis batu yang dipakai sebagai bahan untuk membuat batu candi ialah:
andesit,basal, dasit, diabase, diorit, gabro, granit dan grano.

4.3 Mortel

Ada berbagai morteladukan yang dipakai untuk pekerjaan pasangan yakni:


a Untuk pasangan batu candi:
Pasangan Batu dan Bata Merah 79

- 1 semen : 2 pasir untuk bagian yang akan terkena kontak langsung dengan
aliran air;
- 1 semen : 3 sampai 4 pasir untuk mortel yang tidak terkena kontak langsung
dengan aliran.
b Untuk pasangan batu yang lain:
- 1 semen : 2 pasir untuk konstruksi berkekuatan tinggi;
- 1 semen :3 pasir untuk mortel yang terkena kontak langsung dengan aliran
air, dan;
- 1 semen : 4 pasir untuk pondasi dan bagian-bagian yang tidak terkena kontak
dengan aliran air.
Untuk konstruksi–konstruksi yang terkena kontak dengan air laut, semenyang dipakai
hendaknya semen Portland kelas V yang tahan sulfat.
80 Kriteria Perencanaan – Parameter Bangunan
Beton 81

5. BAB V
BETON

5.1 Permasalahan

Beton harus dipakai dan direncanakan sesuai dengan persyaratan yang saat ini yaitu
SK SNI T-15-1991-03 Kemeterian Pekerjaan Umum. Dan PBI-1971 atau NI-2 PBI-
1971 sudah tidak dipergunakan lagi. SK SNI T-15-1991-03 Kementerian Pekerjaan
Umum diidentifikasikan sebagai SNI 03-2847-1992 Tata Cara Perhitungam Struktur
Beton Bertulang untuk Bangunan Gedung.
Perbedaan Tata Cara Perhitungan Struktur Beton dengan PBI-1971 atau NI-2 PBI-
1971 dan SK SNI T-15-1991-03 Kementerian Pekerjaan Umum diuraikan dalam
Tabel 5-1 dibawah ini.

Tabel 5-1.Perbedaan Tata Cara Perhitungan Struktur Beton dengan PBI-1971 atau NI-2 PBI -
1971 dan SK SNI T-15-1991-03 Departemen Pekerjaan Umum

PBI-1971 atau NI-2 PBI -1971 SK SNI T-15-1991-03


Kementerian Pekerjaan Umum
1. Menggunakan metode elastic 1. Menggunakan metode kekuatan ultimit
atau cara n yang variablenya (batas).
tergantung pada mutu beton dan 2. Konsep hitungan keamanan dan
waktu pembebanan serta bebanlebih realistikdihubungkan dengan
keharusan pemasangan tulangan daktilitas struktur.
rangkap bagi balok–balok yang
3. Tata cara perhitungan geser dan puntir
ikut menentukan kekuatan
pada keadaan ultimit (batas).
struktur.
4. Menggunakan satuan SI dan notasi
2. Diperkenalkanperhitungan
disesuaikan dengan yang dipakai dalam
metode kekuatan ultimit yang
kalangan Internasional.
belum merupakan keharusan
dipakai, dimungkinkan sebagai 5. Ketentuan–ketentuan detail penulangan
alternatif. lebih rinci untuk beberapa komponen
struktur.
3. Diperkenalkan dasar perhitungan
tahan gempa 6. Mengetengahkan beberapa ketentuam
yang belum tersedia dalam peraturan
sebelumnya
82 Kriteria Perencanaan – Parameter Bangunan

5.2 Klasifikasi

Untuk kepentingan mutu disamping pertimbangan ekonomis, beton yang dipakai dan
direncanakan sesuai yang tercantum dalam SK SNI T-15-1991-03 Kementerian
Pekerjaan Umum seperti dalam Tabel 5-2.dibawah ini.

Tabel 5-2.Klasifikasi Mutu Beton Sesuai SK SNI T-15-1991-03


Departemen Pekerjaan Umum
Perbandingan Susunan
Kuat Mutu
Bahan Beton Berdasarkan Keterangan
Tekan (MPa)
Konversi Berat
f‟c 10 1 PC : 2 Psr : 3 Krikil Boleh berdasarkan volume dari
konversi berat
f‟c < 20 1 PC : 3/2 Psr : 5/2 Krikil Slump tidak boleh melebihi 100
mm untuk kedap air
f‟c ≥ 20 Penakaran campuran beton
harus harus berdasarkan berat
Sumber: StrukturBeton Bertulang Berdasarkan SK SNI T-15-1991-03 KementerianPekerjaan Umum

Berdasarkan Tata Cara Perhitungan Harga Satuan Pekerjaan Beton untuk Konstruksi
Bangunan Gedung dan Perumahan sesuai SNI 7394- 2008 diuraikan dalam Tabel 5-3.
mutu beton, slump dan susunan bahan campuran beton sesuai perbandingan berat
bahan ini hasil tes di laboratorium di Pusat Penelitian dan Pengembangan Bangunan
Bandung. Maka untuk pelaksanaan campuran beton di luar Bandung disarankan
untukdiadakan tes uji bahan di daerah masing–masing untuk menyesuaikan komposisi
bahan dan kekuatan yang dihasilkan.
Beton 83

Tabel 5-3.Mutu Beton, Slumpdan Susunan Bahan Campuran Beton Sesuai Perbandingan Berat
BerdasarkanSNI 7394-2008
Perbandingan Susunan Bahan
Perbandingan Susunan Bahan Beton
BetonBerdasarkan Konversi
Berdasarkan Konversi Berat (Kg)
Volume
Kuat Tekan

Nilai K

(Maks Ø 30mm)

(MaksØ 30mm)
Slump
(MPa)
Mutu

(Cm)

PC (ZAK)

(Kotak)

(Kotak)
(Liter)
Krikil

Krikil
Pasir

Pasir
Air
PC

f‟c 7,4 100 247 869 999 215 12 ±2 5,00 4,33 4,5
f‟c 9,8 125 276 828 1012 215 12 ±2 5,50 4,50 5,0
f‟c 12,2 150 299 799 1017 215 12 ±2 6,00 4,00 5,0
f‟c 14,5 175 326 760 1029 215 12 ±2 6,50 3,80 5,0
f‟c 16,9 200 352 731 1031 215 12 ±2 7,00 3,65 5,0
f‟c 19,3 225 371 698 1047 215 12 ±2 7,50 3,50 5,0
f‟c 21,7 250 384 692 1039 215 12 ±2 8,00 3,50 5,0
f‟c 24,0 275 406 684 1026 215 12 ±2 8,00 3,45 5,0
f‟c 26,4 300 413 681 1021 215 12 ±2 8,25 3,33 5,0
f‟c 28,8 325 439 670 1006 215 12 ±2 9,00 3,33 5,0
f‟c 31,2 350 448 667 1000 215 12 ±2 9,00 3,33 5,0

Untuk memudahkan pelaksanaan di lapangan mutu beton, slump dan susunan bahan
campuran betonsesuai perbandingan berat berdasarkan SNI 7394- 2008 dikonversi
kedalam ukuran volume dengan langkah sebagai berikut:
1) Ditetapkan 1 zak semen di pasaran yang beratnya 50 kg
2) Buat kotak untuk menakar pasir dan kerikil dengan ukuran
0,50 m x 0,50 m x 0,50m, maka volume kotak = 0,125 m3.
84 Kriteria Perencanaan – Parameter Bangunan

0,50 m

0,50 m
0,50 m

Gambar 5-1.KotakKayu Ukuran 0,50 m x 0,50 m x 0,50 m

5.3 Tulangan

Penutup beton tulangan sebaiknya diambil sesuai yang tertera dalam Tabel 5-4.Jenis
dan baja tulangan yang digunakan dalam SK SNI T-15-1991-03 Kementerian
Pekerjaan Umum sesuai SII 0136-80 dapat dilihat pada Tabel 5-5.dibawah ini.

Tabel 5-4.Penutup Beton Minimum


Penutup Minimum (mm)
Tipe Konstruksi
Tampak Tak Tampak
pelat 15 20
dinding 20 25
balok 25 30
kolom 30 35

Di lingkungan yang korosif, misalnya bangunan-bangunan yang kontak langsung


dengan air laut, air alkali atau tanah, harga-harga dari Tabel 5-5 sebaiknya di tambah
dengan 10 mm.
Penutuptulangan beton hendaknyadiambil jangan diambil kurang dari besarnya
diameter batang-batang tulangan beton.
Beton 85

Tabel 5-5.Jenis dan Kelas Baja Tulangan (SII 0136 – 80)


Batas Ulur
Kuat Tarik Minimum
Minimum
Jenis Kelas Simbol N/mm2
N/mm2
(Kgf/mm2)
(Kgf/mm2)
235 382
1 BJTP24
Polos

(24) (39)
294 480
2 BJTP30
(30) (49)
235 382
1 BJTD24
(24) (39)
294 480
BJTP30
Deformasian

2 (30) (49)
343 490
BJTP35
3 (35) (50)
392 559
BJTP40
4 (40) (57)
490 616
BJTP50
5 (50) (63)

Konstanta perencanaan diambil seperti yang diberikan pada Tabel 5-6. Sesuai
Dipohusodo, 1994 perencanaan tidak boleh didasarkan kuat leleh tulangan fy‟
melebihi 550 MPa, kecuali untuk tendon pratekan.

Tabel 5-6. Konstanta Perencanaan


Tulangan Baja Mutu Beton (Mpa)
Mutu fc‟ = 17 fc‟ = 20 fc‟ = 25 fc‟ = 30 fc‟ = 35 fc‟ = 40
Baja β1 = 0,85 β1 = 0,85 β1 = 0,85 β1 = 0,85 β1 = 0,81 β1 = 0,77
fy ρmin
BJTP
ρmaks ρsm ρmaks ρsm ρmaks ρsm ρmaks ρsm ρmaks ρsm ρmaks ρsm
BJTD
24 240 0,0058 0,0274 0,0132 0,0320 0,0160 0,0400 0,0200 0,0480 0,0240 0,0540 0,0270 0,0580 0,0310
30 300 0,0047 0,0205 0,0107 0,0240 0,0130 0,0300 0,0160 0,0360 0,0200 0,0400 0,0220 0,0440 0,0250
35 350 0,0040 0,0166 0,0093 0,0200 0,0110 0,0240 0,0130 0,0290 0,0160 0,0330 0,0180 0,0350 0,0210
40 400 0,0035 0,0138 0,0083 0,0160 0,0090 0,0200 0,0120 0,0240 0,0140 0,0270 0,0160 0,0300 0,0190
50 500 0,0028 0,0100 0,0070 0,0120 0,0070 0,0150 0,0100 0,0180 0,0110 0,0200 0,0130 0,0210 0,0140

Sumber: Dipohusodo, 1994


86 Kriteria Perencanaan – Parameter Bangunan

5.4 Analisis Kekuatan Batas Beton Bertulang

5.4.1 Notasi

Dalam Gambar 5-2. dan Gambar 5-3. ditunjukkan notasi–notasi yang akan digunakan
pada tabel dan analisa perhitungan sesuai SNI 03-2847-1992.

5.4.1.1 Kuat Lentur Balok Persegi Tulangan Tunggal

Gambar 5-2.Diagram Regangan, Tegangan dan Momen Kopel Balok Menahan Ultimit

Apabila distribusi regangan dan tegangan yang timbul dekat pada pembebanan ultimit
dimensi batas kekuatan betonterlampaui dan tulangan baja mencapai luluh, maka
komponen struktur akan retak dan tulangan baja meluluh, mulur serta terjadi lendutan
besar. Umumnya konstruksi tidak akan kembali ke semula.
Untuk menghindari keadaan tersebut dengan menggunakan faktor aman maka
tercapainya keadaan ultimit dihindarkan.
SNI 03-2847-1992 atau SK SNI T15-03-1991 menggunakan pengujian “Whitney “
Beton 87

Gambar 5-3.Tegangan Ekivalen Whitney


a= ................................................................................................................ 5-1

dimana:
c = Jarak serat tekan terluar ke garisnetral
ß1 = Konstantayangmerupakanfungsi kelas beton
Standar SK SNI T15-1991-03 menetapkan nilai ß1 diambil 0,85 untuk f c‟≤ 30 Mpa
dan berkurang 0,008 untuk setiap kenaikan 1 MPa kuat beton, dan nilaitersebut tidak
boleh kurang dari 0,65.
Dengan anggapan tulangan baja tarik telah mencapai tegangan luluh.
Maka ∑

....................................................................................................... 5-2

Menghitung Mn berdasarkan gaya beton tekan adalah Mn :


( ) ⁄ ........................................................................... 5-3
berdasarkan gaya beton tarik adalah:
88 Kriteria Perencanaan – Parameter Bangunan

⁄ .................................................................................... 5-4

Menentukan garis netral penampang

ß1 = 0,85 untuk mutu beton fc „= 30 MPa


Maka c = a/ ß1
Dengan menggunakan segitiga sebangun diagram regangan, dapat dicari regangan
yang terjadi dalam baja tarik jika regangan beton mencapai 0,003

mm/mm .............................................................................. 5-5

Regangan luluh tulangan baja (ES)dapat ditentukan berdasarkan Hukum Hooke.

................................................................................................................. 5-6

5.4.1.2 Pembatasan Tulangan Tarik


Ada dua cara hancur konstruksi beton yaitu:
1) Kehancuran yang diawali meluluhnya tulangan tarik yang berlangsung perlahan
dan tertahap sehingga sempat memberi tanda – tanda keruntuhan;
2) Sedang kehancuran diawali hancurnya beton tekan terjadi secara mendadak tanpa
memberi kesempatan peringatan.
Untuk itu SK SNI T15-1991-03menetapkan pembatasan penulangan yang diperlukan.
Pada subbab3.3.3 ditetapkan jumlah baja tulangan tarik tidak boleh melebihi 0,75
jumlah tulangan yang dibutuhkan.
Untuk mencapai keseimbangan regangan.
AS ≤ 0,75 ASb
Beton 89

Dimana:
AS = Jumlah luas penampang baja tarik
ASb = Jumlah luas penampang baja tarik yang diperlukan
Rasio penulangan atau rasio baja ρ
ρ
dimana
AS = Jumlah luas penampang baja tarik
b = Lebar penampang beton
d = Tinggi efektif penampang beton

Maka ρmaks = 0,75 ρb


Dengan keadaan seimbang regangan grafik menjadi sebagai berikut :

Gambar 5-4. Keadaan Diagram

( )

Dengan memasukkan nilai ES = 200.000 MPa maka

................................................................. 5-7
( )
90 Kriteria Perencanaan – Parameter Bangunan

Dan karena ∑ H = 0
NDB = NTb
Maka

.................................................................................................... 5-8
( )

Dengan menggunakan persamaan (5-7) dan (5-8) dapat dicari ρb .

ρ ( ) ...................................................................................... 5-9
( )

Dari persamaan diatas untuk mendapatkan nilai ρbdapat menggunakan daftar berbagai
kombinasi nilai fC‟ dan fy.
Ikhtisar analis beton persegi terlentur bertulangan tarik saja dengan urutan sebagai
berikut:
1) Buat daftar hal-hal yang diketahui;
2) Tentukan MR, Mn, beban hidup atau mati yang dapat didukung;
3) Hitung rasio penulangan
ρ = AS/ (b.d)
Bandingkan hasilnya dengan 0,75 ρb atau ρmaks juga ρmin
4) Hitung kedalaman blok tegangan beton tekan

5) Hitung panjang lengan kopel momen dalam Z = d -½a


6) Hitung momen tahanan (momen dalam) ideal Mn
Mn = NT . Z = AS . f y . Z
Mn = (0,85 x fc „)a.b(d - a/2).
7) MR = ø Mn
Beton 91

Nilai ρmaks untuk beton bertulang tarik saja untuk berbagai mutubaja dan beton dapat
dilihat pada Tabel A.6 (lampiran).

5.4.1.3 Balok Pesegi Tulangan Rangkap


Untuk suatu penampang komponen dengan beban tertentu, kuat momen atau momen
tahanan maksimum menggunakan nilai K yang sesuai nilai ρmaks yang bersangkutan.
Nilai K merupakan fungsi dari rasio penulangan ρ.
SK SNI T15-1991-03 Pasal 3.3.3ayat 4 memperbolehkan penambahan tulangan baja
di daerah tekan penampang balok. Maka balok ini disebut balok tulangan rangkap.

A. Analis Balok Tulangan Rangkap (kondisi I)


Didasarkan anggapan kedua penulanganbaik tekan atau tarik telahluluhsaat regangan
beton mencapai 0,003.

Gambar 5-5.AnalisisBalok Tulangan


92 Kriteria Perencanaan – Parameter Bangunan

Momen kopel dari tulangan baja tekan dan baja tarik tambahan dihitung sebagai
berikut:

....................................................................................................... 5-10
Dengan menganggap tulangan baja tarik telah luluh, sehingga fs = fy

( ) ....................................................................................... 5-11
Keseimbangan gaya-gaya ∑ Mn = 0 dimana ND2 = N
AS.fS‟ = AS2.fy
Jika dianggap tulangan baja tekan luluh fS‟ = fy ;
Mn 1 = AS1 .fY .(d – ½a)
Karena As = AS1 + AS2 , maka AS1 = AS - AS2
dan AS2 = AS„ maka AS1 = AS - AS‟

( ) ( ⁄ ) ................................................................... 5-12

Dengan menjumlah persamaan (5-11) dan (5-12)


( ⁄ )
Dan momen tahanan MR = Ø Mn
Jika garis netral ditentukan terlebih dahulu
NT = ND1 + ND2
AS . fy = (0,85 . fC‟) a . b + AS‟. fy

B. Analis Balok Tulangan Rangkap (kondisi II)


Jika balok beton rendah dengan penulangan baja kuat tinggi dan apabila letak garis
netral penampang balok relatif tinggi ada kemungkinan pada saat momen ultimit
terjadi regangan εs<εy(belum mencapai luluh).
Beton 93

Gambar 5-6. Diagram Regangan dan Kopel Momen Beton Baja pada
Balok Tulangan Rangkap(Kondisi II)
Ikhtisar analis balok lentur bertulangan rangkap pada kondisiII adalah sebagai
berikut:
1) Anggapan seluruh tulangan akan luluh, maka fs = fs‟ = fy dan AS = As‟
2) Dengan menggunakan persamaan kopel momen beton tekan dan tulangan
bajatarik
AS1 = As - As‟
Dan tinggi balok tegangan tekan a

3) Tentukan garis netral c


c = a/ ß1
4) Untuk membuktikananggapan poin 1) apakah benar dengan menggunakan
diagram regangan
94 Kriteria Perencanaan – Parameter Bangunan

Dengan menganggap εs‟ ≥ εy menunjukkan tulangan baja tarik telah meluluh, maka
akan timbul 2 (dua) kondisi yaitu:
a) Kondisi I, εs‟≥ εy menunjukkan anggapan 1) telah betul dan tulangan bajatekan
telah meluluh;
b) Kondisi II, εs‟ ≤ εy menunjukkan anggapan 1) tidak benar dan tulangan baja tekan
belum meluluh.
Tinjauan pada Kondisi I
5) Apabila εs‟dan εs melampaui εy, maka hitunglah kapasitas momen tarik Mnt
danMnz
Kopel gaya tulangan tekan dan tarikMn2

...................................................................................... 5-13
Kopel gaya tulangan tekan dan tarik
( ⁄ ) ................................................................................... 5-14

6) MR = Ø Mn
7) Periksa persyaratan rasio penulangan (ρ) pasangan kopel gaya beton Tekan dan
baja tulangan tarik tidak melampaui 0,75 dapat dilihat dalam Tabel A.6
(Lampiran) dan luas penampang tulangan baja tarik tidak lebih besar dari AS(maks).
ρ

Tinjauan pada Kondisi II


8) Apabila εs‟ <εy Untuk mendapatkan nilai c

Dan εs ≥ εy (jarak titik netral)

Ny = ND1 + ND2
AS.fY = (0,85 . fC‟).b.d + AS‟.fS‟
Sedangkan a = β1.c
Beton 95

ES = 200.000 Mpa

………………………..5-15

9) Hitung tegangan tulangan baja tekan

10) Mendapatkan a dengan persamaan a = β1 . c;


11) Gaya–gaya tekan ND1 = 0,85 fc.b.a
ND2 = AS. fC‟
12) Hitung kuat momen tahanan ideal masing–masing kopel
Mn1 = ND1 x (d-½a)
Mn2 = ND2x (d - d‟)
Mn = Mn1+ Mn2
13) MR = Ø Mn
14) Kontrol persyaratan hasil analisa antara lain dengan:
ρmaks = 0,75ρb (lihat Tabel A.6 pada Lampiran)

5.4.2 Analis PelatTerlentur

5.4.2.1 Terlentur Satu Arah


Sesuai SNI 03-2847-1992 bila bentang dan beban yang bekerja pada pelat
dilimpahkan menurut arah sisi yang pendek dan pelatterlentur satu
arahyangmenerusdiatas beberapa perletakan dapat diperlakukan layaknya balok
dengan setinggi pelat dan lebar persatuanpanjang/meter. Bilabentangan dan beban
96 Kriteria Perencanaan – Parameter Bangunan

bekerja memenuhi kriteria tersebut diatas maka diperbolehkan menggunakan


koefisien momen dan gaya geser standar.

Gambar 5-7.Pelat Satu Arah

Dimana:
AS = Luas tegangan tarik, mm2
D = Jarak serat terluar ke pusat tulangan tarik, mm
ρ = AS /(b x d)
d‟ = Selimut beton, mm
D = h - d‟ mm
ρ maksimum = 0,75 ρb
Nilai 𝝆 terkait pada mutu baja, mutu beton dapat dilihat pada Tabel 5-6. subbab diatas
(Tabel konstanta perencanaan)
StandarSK SNI T15-1991-03 Subbab 3.16.12 menetapkan bahwa untuk pelat lantai
serta atap struktur yang menggunakan tulangan pokok lentur satu arah diwajibkan
harus dipasang tulangan susut dengan arah tegak lurus terhadap tulangan pokoknya.
Beton 97

Tulangan susut (Aminimum) jikamenggunakan tulangan baja deformasi (BJTD)


ditetapkan seperti tertulis dalam Tabel 5-7.dibawah ini.

Tabel 5-7.Tulangan Susut Minimum


Mutu Baja A S Minimum Keterangan
30 0,0020 b.h b = lebar satuan meter
40 0,0018 b.h H = tinggi atau tebal lantai

Penentuan tebalpelat terlentursatu arahtergantung pada beban atau momen yang


bekerja, defleksi yang terjadi dan kebutuhan kuat geser yang disyaratkan sesuai SK
NI T15-1991-03 diuraikan dalam Tabel 5-8.dibawah ini.

Tabel 5-8.Daftar Tebal Minimum Balok dan Pelat Satu Arah


Tebal Minimum h
Dua Satu Ujung Kedua Ujung
Kantilever
Komponen Tumpuan Menerus Menerus
Struktur Komponen tidak mendukung atau menyatu dengan partisi atau
konstruksi lain yang akan rusak akibat lendutan besar
Pelat Solid
l/20 l/24 l/28 l/10
satu arah
Balok
ataupelat
l/16 l/18,5 l/21 l/8
lajur satu
arah

Ikhtisar perencanaan pelat lentur satu arah sebagai berikut:


(1) Tentukan h minimum sesuai tabel diatas.
(2) Hitung beban matiberat sendiri pelat dan kemudian hitung beban rencana tetap
Wu.
(3) Hitung momen rencana Mu.
(4) Perkirakan tinggi efektif pelat d, dan selimut beton tulangan baja 20 mm, dengan
hubungkan
98 Kriteria Perencanaan – Parameter Bangunan

d = h – d‟- ½ Øbaja

(5) Hitung K yang diperluka n

(6) Tentukanrasio ρ ρ dari Tabel A-6. sampai A-10.(Lampiran) dan tidak


melampaui ρ . Jika P > Pmaksimum. Maka h pelat diperbesar
(7) Hitung As yang di perlukan As = p x b x d
(8) Gunakan Tabel A-3 (Lampiran) pilihtulangan baja pokok yang akan dipasang.
Kontrol jarak maksimum antara tulangan dari pusat ke 3h
(9) Hitung tulangan susut:
As minimum = 0,0020b.h untuk Mutu 30
As minimum = 0,0018 b.h untuk Mutu 40

5.5 Penampang Balok T dan Balok Bertulangan Rangkap

5.5.1 Permasalahan

Komponen lantai atau atap gedung struktur beton bertulang dapat berupa pelat dengan
seluruh beban didukung olehkolom yang selanjutnya diteruskan ke pondasi.
Bentangan struktur pelat yang demikian tidak dapat panjang pada ketebalan tertentu,
menghasilkan struktur tidak hemat dan praktis. Olehkarena itu dikembangkan
jenisstruktur pelat untuk memperolehbentangan sepanjang mungkin dengan berat
sendiri(beban mati) sekecil mungkin. Salah satu sistem dari hal itu adalah dibentuk
balok anak dan balok induk, terdiri pelat yang bertumpu pada balok anak yang
membentuk rangka dengan balok induk. Pada umumnya balok anak membagi
bentangan balok induk menjadi setengah, sepertiga, seperempat dan sebaginya.
Pada analisa dan perencanaanbalok dicetak menjadi satu kesatuan dengan pelat
lantaiatau atap, dengan anggapan ada interaksi antara balok dan pelat saat menahan
momenpositif yang bekerja pada balok.
Interaksi antara balokdan pelat menjadi satu kesatuan pada penampangnya yang
membentuk huruf T, maka balok itu disebut balok T seperti terlihat pada Gambar 5-
8.dimanapelat berfungsi sebagai sayap atau flens.
Beton 99

Bentang balok

Lebarflens efektif = b
ht

bw

Gambar 5-8.Balok T Sebagai Bagian Sistem Lantai

Standar SNI 03-2847-1992 memberikan pembatasan lebar efektif flens blok T sebagai
berikut:
1) Lebar sayap atauflens yang efektif yang diperhitungkan tidak lebih seperempat
panjang bentang balok, sedangkan lebar efektif bagian pelat yang menonjol dari
kedua sisi balok tidak lebih dari 8 (delapan) kali tebal pelat dan juga tidak lebih
besar dari separo jarak bersih dengan balok sebelahnya. Jadi lebar efektif balok
Tdiperhitungkan sebagai berikut:
(a) Seperempat panjang balok
(b) bw+ 16 ht
(c) Jarak dari pusat ke pusat antar balok.

2) Untuk balok yang hanya mempunyai flens pada satu sisi, lebar efektif bagian
pelat yang menonjol diperhitungkan sebagai berikut:
(1) tidak lebih besar dari seperduabelas panjang bentang balok
100 Kriteria Perencanaan – Parameter Bangunan

(2) atau enam kali tebal pelat, atau


(3) ½ jarak bersih dengan balok sebelahnya.
3) Untuk balok yang khususdibentuk sebagai balok Tdengan maksud untuk
mendapatkan tambahan luas daerah tekan, ketebalan flens tidak boleh lebih besar
dari setengah lebar balok, dan lebar flens total tidak boleh lebih besar dari empat
kali lebar balok.
4) Bila tulangan lentur utama pelat yang dianggap sebagai suatu flens balok T
(kecuali konstruksi pelat rusuk) sejajar dengan balok, maka harusdisediakan
penulangan di sisi atas pelat yang tegaklurus balok berdasarkan ketentuan sebagai
berikut:
(1) Tulangan transversal harus direncanakan untuk menahan beban T faktor pada
lebar pelat yang membentang (yang dianggap berperilaku sebagai kantilever).
Untukbaloktunggal seluruh lebar flens yang membentang harus
diperhitungkan. Untuk seluruh lebar efektifnya saja yang diperhitungkan;
(2) Tulangan transversal harus dipasang dengan spasi tidak melebihi lima kali
tebal pelat dan 500 mm.

5.5.2 AnalisBalok T Terlentur

Analisa perhitungan balok T lentur ada2 (dua) cara yaitu:


- Dihitung sebagai Balok T murni
- Dihitung sebagai Balok T persegi jika NT< ND
Beton 101

5.5.2.1 Dihitung Sebagai Balok T Murni

Gambar 5-9.Balok T

Persyaratan blok T sama dengan syarat–syarat balok persegi antara lain:


1) Tentukan lebar flens efektif b = bw+ 16 ht
2) Tentukan rasio ρ = 0,75ρb

Rasio penulangan minimum ρ

3) Dengan asumsi baja tulangan tarik telah luluh


Gaya tarik total Nt = Asx fy
4) ND = 0,85 f‟e x ht x b
5) Sisa gaya diatas (Nt - ND) bekerja di daerah balok dibawahflens (sayap)
6) (Nt - ND) = (0,85x f‟e) x bw x (a – ht)

7)

8) Kontrol ρ

ρ harus lebih besar dari ρ


9) Untuk menghitung momen kopel dalam perludiketahui jarak Z


102 Kriteria Perencanaan – Parameter Bangunan

10) Momen Tahanan dalam nominal


Mn = Mtx (Z)
MR =Ø xMn= 0,80 x Mn
11) Pemeriksaan persyaratan daktilitas dengan Amaks dari daftar5.3.1.

(1) ρactualharus lebih besar dariρmin


(2) (Nilai-nilai AS maks untuk balok T)
AS maks harus >AS aktual

5.5.3 Dihitung Sebagai Balok T Pesegi Jika NT< ND

Lebar balok T dianggap balok

bw

Gambar 5-10.Balok T Dianggap Balok Pesegi

1) Tentukan lebar flens efektif b = bw+ 16 ht


2) Tentukan Momen rencana = Mu
MU = 1,2 MDL + 1,6 MLL
Dimana MDL = Berat sendiri sistem lantai
MLL= Berat hidup dari lantai
3) MR = Ø (0,85x f‟e) x b x ht x (d- ½ ht)
4) Pilih rasio penulangan ρ = 0,75 ρb sesuai dengan nilai K

Rasio penulangan minimum ρ


Beton 103

ρ ρ
5) Hitung penulangan tarik yang diperlukan
AS = ρx b.d
6) Pemeriksaan persyaratan daktilitas dengan Amaksdari Subbab5.3.1. (Nilai-nilai AS
maks untuk balok T).
AS maks harus >AS aktual
Jika A S actual > AS maks, momen tahanan Mn dihitung dengan menggunakan AS maks
dalam hal ini disebut sebagai AS efektif.

5.5.4 Pembatasan Penulangan Tarik Balok T

Analisa pada pengamatan hancur keuletan (daktilitas) bahan didasarkan hubungan


sebagai berikut:

1)

2) Ab = 0,85.Cb dimana β1 = 0,85


3) NDb = NT= ASb x fy
4) NDb = NT = ASb x fy
5) As (maksimum) = 0,75 ASb
Untuk mencari AS maksimum dengan persamaan–persamaan diatas akan
didapatpersamaan sebagai berikut:

AS maksimum =

( )

2 | |3

Dengan memasukkan berbagai pasangan nilai kombinasi fC‟ dan fy didapat nilai AS
maksimum dalam bentuk daftar seperti Tabel 5-9.dibawah ini:
104 Kriteria Perencanaan – Parameter Bangunan

Tabel 5-9. Nilai-Nilai AS (maksimum) untuk Balok T


AS (maksimum)
fc‟ (MPa) fy(MPa)
(mm²)
240 Dimana:
17 300
350 { [ ] }
400
{ [ ] }

240
20 300 { [ ] }
350
400 { [ ] }
240
25 300 { [ ] }
350
400 { [ ] }

240
30 300 { [ ] }
350
400 { [ ] }

240
35 300
350
400
Pondasi Tiang 105

6. BAB VI
PONDASI TIANG

6.1 Permasalahan

Penggunaan pondasi tiang dalam struktur prasarana irigasi sangat diperlukan apabila
struktur tersebut terletak pada kondisi geoteknik yang kurang baik atau pada daya
dukung tanah yang lebih kecil dari daya dukung yang diakibatkan stuktur prasarana
irigasi tersebut, sehingga diperlukan pondasi tiang untuk memperbesar daya dukung
tanah asli.
Adapun penggunaan pondasi tiang yang umum digunakan seperti tertera
dalamGambar 6-1 dalam pembuatan stuktur prasarana irigasi antaralain:
a) Pangkal jembatan atau talang
b) Dibawah tubuh bendung pasangan batukali atau beton tipegravitasi serta bendung
karet
c) Tembok tepi atau tembok penahan tanah
Prasarana–prasarana irigasi lainnya seperti bangunan bagi, bangunan terjun dll.

Gambar 6-1.Potongan Melintang Pangkal Jembatan dan Talang dengan Pondasi Tiang
106 Kriteria Perencanaan – Parameter Bangunan

6.2 Persyaratan-Persyaratan

Dalam perencanaan teknis pondasi tiang untuk stuktur prasarana irigasi didasarkan
atas SNI 03-6747- 2002.

6.2.1 Kondisi Geoteknik

Pondasi tiang untuk stuktur prasarana irigasi dapat digunakan:


1) Sampai kedalaman 10,00 meter atau lebih dari permukaan tanah yang terdiri
beberapa lapisan seperti:
(1) Tanah kohesif yang sifatnya bervariasi dari yang sangat lembek, lembek,
teguh atau kenyal;
(2) Tanah yang non kohesif yang sifatnya bervariasi sangat lepas, lepas atau agak
padat
2) Lapisan tanah keras dengan nilai sondir qc ≥ 15.000 kPa atau penetrasi standar N
≥ 50 terletak pada kedalaman lebih 10,00 meter.

6.2.2 Data–Data Penunjang

Perencanaan pondasi tiang harus ditunjang dengan data sebagai berikut:


1) Penampang memanjang pada sumbu struktur prasarana irigasi,penampang
melintang pada bangunan bawah dan penampang melintang pada penahan tanah
atau oprit pada jembatan/talangdibelakang jembatan yang dibuat sesuai ketentuan
yang berlaku.
2) Data Geoteknik pada lokasi struktur prasarana irigasi yang diperoleh dari hasil
penyelidikan berdasarkan ketentuan yang belaku (Pd.T 03-2005-Atentang
Pedoman Penyelidikan Geoteknik untuk Pondasi Bangunan Air) serta menyajikan
data–data tentang:
(1) Stratigrafi sepanjang sumbu stuktur prasarana irigasi;
Pondasi Tiang 107

(2) Parameter tanah atau batuan dari setiap lapisan, yaitu berat isi tanah, kohesi
dan sudut geser, kuat tekan bebas tanah kohesif, modulus elatisitas tanah dan
modulus reaksi tanah; seperti yang diuraikan dalam Tabel 6-1.
(3) Muka air tanah tertinggi;
(4) Parameter tanah timbunan di tembok tepi atau oprit padat (berat isi dan kuat
geser).

Tabel 6-1.Parameter untuk Tiang pada Tanah Non Kohesif


Kondisi Tanah Ff Nq
Tiang Tiang
Tingkat Nilai Nilai Sondir qc ZL /d Tiang Tiang
Cor Cor
Kepadatan SPT N (kPa) Pancang Pancang
Setempat Setempat
Lepas 10 0–4.000 6 0,8 0,3 60 25
Sedang 10-30 4.000-12.000 8 1,0 0,5 100 60
Padat 30-50 12.000-20.000 15 1,5 0,8 180 100
Sumber: SNI 03-6747- 2002

3) Data hidrologi dan hidraulik khusus untuk jembatan atau talang yang melintasi
sungai yang diperoleh dari hasil penyelidikan berdasarkan ketentuan yang belaku
serta menyajikan data tentang:
(1) Muka air tertinggi di sungai;
(2) Penurunan dasar sungai akibat penggerusan;
(3) Jenis dan karakteristik benda hanyutan di sungai yang bersangkutan.
4) Data tentang mutu komponen bahan tiang beton dan jenis tiang;
5) Data tentang parameter lingkungan yang berpengaruh terhadap keawetan struktur
tiang;
6) Data tentang peralatan yang untuk pelaksanaan yaitu:
(1) Tipe alat pancang;
(2) Tipe alat pemboran dan pengecoran beton.
108 Kriteria Perencanaan – Parameter Bangunan

6.2.3 Persyaratan Keawetan Tiang

Stuktur tiang pondasi harus memenuhi keawetan sebagai berikut:


1) Tiang Beton
(1) Pada lingkungan korosif, tiang harus dibuat dengan menggunakan rencana
campuran beton kedap air sesuai ketentuan yang berlaku;
(2) Tebal minimum selimut beton adalah 45 mm untuk kondisi non korosif dan
50 mm untuk kondisi korosif;
(3) Tidak terdapat yang retak–retak yang dapat menyebabkan terjadinya korosi
baja tulangan.
2) Tiang baja dan komposit baja beton
(1) Bagian tiang yang terletak menonjol diatasdasar sungai harus diproteksi
terhadap korosi, terutama yang terletak di sekitar fluktuasi muka air;
(2) Tiang yang terletak pada aliran sungai yang pada waktu banjir banyak
mengalirkan benda–benda hanyutan, maka mutu baja yang digunakan harus
tahan aus terhadap abrasi permukaan.

6.3 Ketentuan–Ketentuan

6.3.1 Daya Dukung Aksial Tiang Vertikal

6.3.1.1 Ketentuan Umum


Ketentuan Umum pondasi tiang meliputi antara lain:
1) Jenis tiang ditetapkan sesuai bahan dan bentuk penampang seperti dalam Tabel 6-
2 dibawah ini.
Pondasi Tiang 109

Tabel 6-2. Luas Penampang dan Keliling Efektif Tiang

Cp = Keliling
Jenis Tiang Penampang Ap = Luas Efektif
Efektif
1 Tiang beton
a. Penampang Persegi
b b xb 2 (b +b)

b. Penampang bulat D

2 Tiang pancang baja


a. Penampang bundar D
ujung terbuka

b. Penampang bundar
ujung tertutup

D
c. Penampang I ujung
terbuka b Aprofil 2 (b+ h)

d. Penampang I ujung
tertutup b xh 2 (b+ h)

Sumber: SNI 03-6747- 2002

2) Daya dukung acxial ultimate tiangvertikal tunggal harus dihitung berdasarkan


tahanan ultimit pada ujung tiang dan tahan gesek ultimit pada permukaan
selimuttiang seperti terlihat pada Gambar 6-2.dibawah ini.
110 Kriteria Perencanaan – Parameter Bangunan

Gambar 6-2. Komponen Daya Dukung Tiang

3) Rumus umum daya dukung aksial ultimit adalah:

................................................................................................... 6-1
Dimana:
QVU = daya dukung aksial ultimit tiang vertikal tunggal (kN);
Qbu = tahanan ultimit pada ujung tiang vertikal tunggal (kN);
QSu = tahanan gesek ultimit pada permukaan selimut tiang (kN).
4) Daya dukung aksial tiang vertikal tunggal harus memenuhi persyaratan:
QVU ≥ PVU untuk kondisi ultimit
QVU x 0,5 ≥ PV untuk kondisi daya layan
Dimana:
PVU = gaya aksial ultimit yang bekerja pada tiang tunggal;
PV = gaya aksial layan yang bekerja pada tiang tunggal.
Pondasi Tiang 111

6.3.1.2 Rumus Daya Dukung Aksial Ultimit


Rumus Daya dukung aksial ultimit dihitung berdasarkan rumus–rumus sebagai
berikut:
1) Komponen dayadukung aksial ultimit tiang pada tanah yang tidak kohesif
dihitung dengan rumus:

..................................................................................... 6-2
∑ ....................................................................................... 6-3
Dimana:
Nq = faktor daya dukung yang nilainya tercantum dalam Tabel 6-1;
SZ = tegangan efektif vertikal yang nilainya tidak boleh lebih dari tegangan
efektif pada kedalaman ZL;
ZL = kedalaman maksimum untuk memperhitungkan tegangan efektif
vertikalnilainya tercantum dalam Tabel 6-1;
AP = luas penampang ujung tiang, m2 yang nilainya tegantung penampang tiang,
lihat Tabel 6-2;
Ff = faktor reduksi terhadap gesekan yang nilainya tercantum dalam Tabel 6-1;
Li = tebal lapisan yang diperhitungkan tahanan geseknya, meter lihat Tabel 6-3;
d = dimeter tiang.
2) Daya dukung aksial ultimit tiang vertikal pada tanah kohesif dihitung dengan
rumus:

............................................................................................ 6-4
∑ ................................................................................... 6-5
Dimana:
N c = faktor daya dukung, yang nilainya:
- bila L ≥ 4 d : Nc = 9,0 ;
- Bila L < 4 d : Nc = 5,6 s/d 9,0 ;
Cu‟ = Kuat geser undrained tiap lapisan pendukung yang nilainya:
112 Kriteria Perencanaan – Parameter Bangunan

Dimana:
Krc = Faktor reduksi kuat geser tanah yang besarnya tercantum dalam Tabel 6-4.
Ap = Luas penampang efektif, m2 (Tabel 6-2);
Cp = Keliling efektif, m (Tabel 6-2);
Li = Tebal lapisan yang memberikan kontribusi tahanan geser, m (Tabel 6-3.)
Fc = Faktor gangguan yang nilainya tercantum dalam Tabel 6-5.

Tabel 6-3. Kontribusi Tahanan Gesek Sesuai Stratifigrafi

Kondisi Tanah
Kontribusi Tahanan
Statigrafi Deskripsi Gesek
Dua lapisan tanah:
I. Lapisan lembek i. QSU hanya
II. Ujung tiang masuk d1 ke diperhitungkan
dalam lapisanpendukung sepanjang d1;
(lempung kenyal, pasir, ii.
kerikil)

Tiga lapisan tanah:


I. Lapisan lembek i.
II. Lapisan lempung teguh ii.
setebal d1
III. Ujung tiang masuk
d2kedalam
lapisanpendukung
(lempung kenyal, pasir,
kerikil)
Pondasi Tiang 113

Kondisi Tanah
Kontribusi Tahanan
Statigrafi Deskripsi Gesek
Dua lapisan:
I. Lapisan lembek i. QSU= 0
II. Batuan dasar ii. QVU= Qbu

Q
b

Tiga lapisan:
Qb I. Lapisan pasir, kerikil i. QSU hanya
II. Lapisan lembek diperhitungkan
III. Ujung tiang masuk sedalam d1
d1kedalam lapisan ii. QVU = Qbu + QSU
pendukung (pasir,
kerikil)

Tiga lapisan: i. Terjadi perlawanan


I. Timbunan padat geser negatif Qn
II. Lumpur ii. Terjadi perlawanan
III. Ujung tiang menembus
geser Qsu sepanjang
d1 kedalam lapisan pasir
d1
kerikil
iii. QVU = Qbu + QSU - Qn
114 Kriteria Perencanaan – Parameter Bangunan

Kondisi Tanah
Kontribusi Tahanan
Statigrafi Deskripsi Gesek
Tiga lapisan: i. Terjadi perlawanan
I. Timbunan geser negatif Qn1dan
II. Lempung kompresibel
Qn2
III. Ujung tiang menembus
ii. Perlawanan geser
d1 kedalam lapisan pasir
kerikil Qnterjadi sepanjang

d1

iii. QVU = Qbu + QSU -

Qn1 – Qn2

Tiga lapisan: i. Perlawanan geser


I. Lempung lembek Qsuterjadi sepanjang
II. Pasir, kerikil, lempung d1
kenyal setebal t.
ii. Qbu harus di koreksi
Ujung tiang menembus
Qbu = Ap x qbr
d1 kedalam lapisan ini
III. Lempung lembek i.

Untuk t‟ < 10 db : qbr= qbs + (qb – qbs) .


t‟ < 10 db : qbr = qb
Keterangan:
t‟ = tebal lapis pendukung yang mantap
db= diameter ujung tiang
qbs = tahanan ujung dalam lapis lembek dibawah elevasi ujung tiang
qb = tahanan ultimit pada ujung tiang
Sumber : SNI 03-6747- 2002
Pondasi Tiang 115

Tabel 6-4. Faktor Reduksi Kuat Geser/ParameterTanah


Faktor Reduksi (Krc)
Parameter Hasil Uji di Korelasi
Notasi
Laboratorium Data Lain
Berat isi γ - -
KohesiC KrC 0,70 0,50

Sudut Geser DalamØ KrØ 0,80 0,70


Sudut Gesekan Dasar
KrD 0,80 0,70
PondasiD
Sumber : SNI 03-6747- 2002

Tabel 6-5.Parameter untuk Tiang pada Tanah Kohesif


Nilai CU Faktor
Kondisi Tanah (kPa) Gangguan
Nilai qU Nilai qC Nilai CU Faktor
Sifat Nilai N
(kPa) (kPa) (kPa ) Gangguan
Sangat
0 - 25 < 500 0 - 2 0 - 10 1,00
Lembek
Lembek 25 - 50 500 - 1.000 2 - 4 10 - 25 1,00
Teguh 25 - 45 1,00
50 - 100 1.000 – 2.000 4- 8
45 - 50 1,00 - 0,95
56 - 60 0,95 - 0,80
Kenyal 60 - 80 0,80 - 0,65
100 - 200 2.000 – 4.000 8 - 15
80 - 100 0,65 - 0,55
100 - 120 0,55 - 0,50
120 - 140 0,50 - 0,45
Sangat Kenyal 200 - 400 4.000 - 8.000 15 - 30 140 - 160 0,45 - 0,40
160 - 180 0,40 - 0,36
180 - 200 0,36 - 0,34
Keras 400 - 800 8.000 - 15.000 30 - 50 > 200 0,34
Sangat Keras >800 > 15.000 > 50 > 200 0,34
Sumber : SNI 03-6747- 2002
116 Kriteria Perencanaan – Parameter Bangunan

3) Pengaruh Kondisi Tanah Berlapis


Apabila tiang pondasi terletak pada tanah berlapis, maka daya dukung aksial ultimit
harus dihitung dengan ketentuan sebagai berikut:
a) Tahanan gesek ultimit adalah jumlah tahanan gesek dari tiap lapisan;
b) Pada lapisan tanah tidak kohesif tegangan efektif diambil nilai terkecil pada
kedalaman batas ZL dimana tanah dianggap homogen.

6.3.1.3 Reduksi Daya Dukung Aksial


1) Tahanan gesek negatif
(a) Ujung tiang menumpu padalapisan tanah keras dan permukaan tanah terdapat
lembek yang kompresibel dengan CU < 10 kPa, maka tahanan gesek pada
lapisan lembek harus diperhitungkan sebagai tahanan gesek negatif, lihat
pada Tabel 6-3.;
(b) Nilai tahanan gesek negatif ultimit dihitung dengan rumus:

........................................................................................ 6-6

.............................................................................................................. 6-7
dimana:
β = Koefisien gesekan; bila permukaan tiang tidak dilapisi ter atau cat
β = 1,25 dan biladilapisi cat β dapat direduksi sampai 0,3 x fn‟;
S = tegangan efektif pada kedalaman yang ditinjau, kPa;
F = 0,2 untuk tanah dengan IP (Indek Plastis) = 15;
0,3 untuk tanah dengan IP (Indek Plastis) ≥ 50.
Cp = Keliling efektif (Tabel 6-2.).
Ln = Tebal lapisan kompresibel; apabila seluruh tiang terletak pada tanah
kompresibel, maka Ln = 0,70 kali panjang tiang yang tertanam.
2) Gaya angkat
(a) Tiang pondasi diperhitungkan untuk menahan gaya angkat apabila:
- Tiang diperkuat dengan angker;
Pondasi Tiang 117

- Permukaan tiang tidak dilapisi cat atau ter;


- Penampang tiang tetap.
(b) Tahanan terhadap gaya angkat tiang–tiang sisinya sejajar adalah:
Qua< 0,5QSU, untukkondisi ultimit;
Qa< 0,25 QSU, untukkondisi daya layan.

6.3.1.4 Daya Dukung Aksial Tiang Miring


Daya dukung aksial tiang miring yang panjang dihitung sebagai tiang vertikal
ekivalen yang mempunyai komponen daya dukung aksial vertikal dan lateral.

6.3.1.5 Daya Dukung Aksial Kelompok Tiang


Daya dukung aksial kelompok tiang dihitung dengan pertimbangan hal–hal sebagai
berikut:
(1) Daya dukung aksial ultimit kelompok tiang sama dengan jumlah daya dukung
tiang tunggal apabila jarak:
- Tiang vertikal s ≥ 3,5 diameter;
- Tiang miring, s diambil nilai terkecil dari s ≥ 3,5 diameter ≥ (2,5 diameter +
0,02 y).
Dimana:
s = jarak sumbu ke sumbu tiang;
y = kedalaman tertentu tiang dihitung dari balok pondasi.
(2) Bila jarak s kurang dari ketentuan diatas, maka daya dukung kelompok < daya
dukungblokekivalen yang dibatasi oleh keliling tiang–tiang terluar dari
kelompok.
(3) Tahanan terhadap gaya angkat kelompok tiang adalah dengan nilai terendah
dari:
- Jumlah tahananmasing–masing tiang;
- 50% dari tahanan blok ekivalen.
118 Kriteria Perencanaan – Parameter Bangunan

6.3.2 Tahanan Lateral

6.3.2.1 Ketentuan Umum


Tahanan lateral tiang vertikal lebih besar dari gaya lateral yangbekerja padatiang:
QLU ≥ PLU, untuk kondisi ultimit;
0,5 x QLU ≥ PL, untuk kondisi daya layan.

6.3.2.2 Menghitung Tahanan Lateral Ultimit Tiang Tunggal Secara Empiris


Tahanan lateral ultimittiangvertikaltunggalsecara empiris dengan diagram tekanan
tanah pasif seperti tercantum pada Gambar 6-3. dan Gambar 6-4. yang khusus berlaku
untuk tanah baik, yaitu tanah dengan SPT lebih besar dari 30.

Gambar 6-3.Tahanan Lateral Tiang pada Tanah Non Kohesif

Tahanan lateral ultimit tiang vertikal tunggal pada tanah non kohesif dihitung
denganrumus:

........................................................................................ 6-8

....................................................................................................... 6-9

Dimana:
QLU = tahanan lateral ultimit tiang vertikal tunggal, kN
D = diameter tiang, m
Pondasi Tiang 119

(1) Tahanan lateral ultimit tiang vertikal tunggal pada tanah kohesif dihitung dengan
rumus:

6-10
(2) Degradasi atau penggerusan besar, maka tahanan lateraltidak diperhitungkan;
(3) Gaya lateral PLU bekerja dalam jangka pendek, maka tahananlateral ultimit tiang
vertikal pada tanah kohesif dihitung dengan parameter
C‟ = CU „dan Ø „ = 0.
(4) Gaya lateral PLU bekerja dalam jangka panjang, maka tahanan lateral ultimit tiang
pada tanah tidak kohesif dihitung dengan parameter C‟= 0 dan Ø„ = Ø efektif.

Gambar 6-4.Tahanan Lateral Tiang pada Tanah Kohesif

6.3.2.3 Menghitung Tahanan Lateral Ultimit Kelompok Tiang


Menghitung tahanan lateral ultimit kelompok tiang secara empiris dengan urutan
sebagai berikut:
(1) Tahanan lateral ultimit kelompoktiang vertikal harus diambil nilai terkecil dari:
a) Tahanan pasif kelompoktiang pada bidang bidang ekivalen yang tercantum
pada Gambar 6-5;
ae = a + 2b
120 Kriteria Perencanaan – Parameter Bangunan

b) Jumlahtahananpasif setiap tiang pada bidang bidang ekivalen dengan panjang


ekivalen 6x diameter seperti diuraikan pada subbab 6.3.2.2.
(2) Gaya lateral tidak kuat dipikul oleh tahanan lateral, harus diperkuat dengan
tiangmiring.

Gambar 6-5. Tahanan Lateral Kelompok Tiang Secara Empiris

6.3.2.4 Menghitung Tahanan Lateral Ultimit Metode Broms


Menghitung tahanan lateral ultimit secara teoritisdengan Metode Broms
sebagaiberikut:
(1) Tahananlateralultimit tiang tunggal pada tanah kohesif dan tidak kohesif secara
teoritis harus dihitung dengan mempertimbangkan kondisi kapala tiang dan
kondisi tiang seperti tercantum dalam Tabel 6-6. dan khusus berlaku untuk tanah
kurang baik dan homogen dengan N < 30.
Pondasi Tiang 121

Tabel 6-6. Kondisi Kapala Tiang

Kodisi Tanah Kondisi Kapala Tiang Cara Perhitungan


Kohesif Bebas Dihitung sebagai tiang
Non Kohesif Tertahan oleh balok pondasi pendek bila L > L1

(2) Tahanan lateral untuk kondisi kepala tiang bebas pada tanah kohesif dihitung
berdasarkan bentuk keruntuhan seperti tercantum pada Gambar 6-6.

(a) Tiang Pendek Jenis Tidak Tertahan

(b) Tiang Panjang Jenis Tidak Tertahan

Gambar 6-6. Mekanisme untuk Jenis Tiang Tidak Tertahan Dalam Tanah Kohesif
122 Kriteria Perencanaan – Parameter Bangunan

Tabel 6-7. Nilai Sdan Z


Penampang Modulus Plastis dan Elastis

(a) Momen lentur ultimit MSU tiang beton diperhitungkan sebagai kolom sesuai
ketentuan yang berlaku;
(b) L < L1,tahananlateral ultimit QLU diperhitungkan sebagai tiang pendek,
dengan grafik yang tercantum pada Gambar 6-7.
(c) L > L1,tahanan lateral ultimit QLU diperhitungkan sebagai tiang panjang,
dengan grafik yang tercantum pada Gambar 6-8.
(3) Tahanan lateral untuk kondisi kepala tiang tertahan balok pondasi pada tanah
kohesif dihitung berdasarkan bentuk keruntuhan seperti tercantum pada Gambar
6-9.
a) Menghitung parameter tiang dilakukan dengan rumus–rumus sebagaiberikut:
Pondasi Tiang 123

( )
........................................................................................... 6-11

6-12

( )
6-13

6-14

Nilai MSU dihitung dengan ketentuan (2) dan (3) butir (4);
b) L < L1, tahanan lateral ultimit QLU diperhitungkan sebagai tiang pendek,
dengan grafik yang tercantum pada Gambar 6-7.
c) L > L1,tahanan lateral ultimit QLU diperhitungkan sebagai tiang panjang,
dengan grafik yang tercantum pada Gambar 6-8.
124 Kriteria Perencanaan – Parameter Bangunan

Gambar 6-7. Ketahanan Ultimit untuk Tiang Pendek dalam Tanah Kohesif
Pondasi Tiang 125

Gambar 6-8. Ketahanan Lateral Ultimit untuk Tiang Panjang Dalam Tanah Kohesif

(a) Tiang Pendek Jenis Tertahan


126 Kriteria Perencanaan – Parameter Bangunan

(b) Tiang Menengah Jenis Tertahan

(c) Tiang Panjang JenisTertahan

Gambar 6-9. Mekanisme Runtuh untuk Jenis Tiang Tertahan dalam Tanah Kohesif

L 1< L< L2, maka tahanan lateral ultimit QLU dihitung dengan rumus:

6-15

Dimana:
Pondasi Tiang 127

QL1 =Ketahanan lateral ultimit untuk tiang pendek yang dihitung dengan grafik
Gambar 6-7.
QL2 = Ketahanan lateral ultimit untuk tiang panjang yang dihitung dengan grafik
Gambar 6-8.
(4) Tahanan lateral ultimit tiang tunggal pada tanah non kohesif secara teoritis
dihitung sebagai tiang pendek atau tiang panjang, masing–masing dengan kondisi
kepala tiang bebas dan kepala tiang tertahan sesuai ketentuan pada Tabel 6-
9.dibawah ini:

Tabel 6-8. Kondisi Tiang pada Tanah Tidak Kohesif

Kondisi Kepala Tiang Cara Perhitungan

Bebas Dianggap sebagai :


Tiang pendek apabila Mmaks< MSU

Tertanam Balok Tiang panjang apabila Mmaks ≥ MSU

(5) Tahanan lateral ultimit untuk kondisi kepala tiang bebas pada tanah non kohesif
dihitung berdasarkan bentuk keruntuhan seperti tergambar pada Gambar 6-10.
a) Dengan menganggapsebagai tiang pendek hitung Mmaks dari grafik Gambar 6-
11.
Mmaks = Q LU (e + 2/3 f)

. /

Mmaks< MSU, anggapan sebagai tiang pendek, tetapi apabila Mmaks> MSU anggapan
sebagai tiang panjang. Dan nilai Q LUdihitung berdasarkan grafik pada Gambar 6-12.
128 Kriteria Perencanaan – Parameter Bangunan

(a) Tiang pendek jenis tertahan

(b) Tiang panjang jenis tidak tertahan

Gambar 6-10. Mekanisme Runtuh untuk Jenis Tiang Bebas Dalam Tanah Tidak Kohesif
Pondasi Tiang 129

Gambar 6-11. Ketahanan Lateral Ultimit untuk Jenis Tiang Pendek Dalam Tanah Tidak
Kohesif

(6) Tahanan lateral ultimit untuk kondisi kepala tiang tertahan pada tanah tidak
kohesif dihitung berdasarkan bentuk keruntuhan seperti tergambar pada Gambar
6-13.
(a) L< L1, tahanan lateral ultimit QLU dihitung sebagai tiang pendek dengan
menggunakan grafik yang tercantum pada Gambar 6-11;

. /

(b) L > L1, hitung Mmaks dengan rumus:


130 Kriteria Perencanaan – Parameter Bangunan

............................................................ 6-16
............................................................................................ 6-17

( ) ...................................................................................................6-18

(c) Mmaks ≥ MSU, tahanan lateral ultimit QLU dihitung sebagai tiang panjang
dengan menggunakan grafik yang tercantum dalam Gambar 6-12.
(d) Mmaks< MSU, tahanan lateral ultimit QLU dihitung sebagai tiang panjang
dengan menggunakan rumus:

, - ................................................................................ 6-19

Gambar 6-12. Ketahanan Lateral Ultimit untuk Jenis Tiang Panjang Dalam Tanah Tidak
Kohesif
Pondasi Tiang 131

(a) Tiang Pendek Jenis Tertahan

(b) Tiang Menengah Jenis Tertahan


132 Kriteria Perencanaan – Parameter Bangunan

(c) Tiang Panjang Jenis Tertahan

Gambar 6-13. Mekanisme Runtuh untuk Jenis Tiang Tertahan Dalam Tanah TidakKohesif

(7) Tahanan lateral ultimit tiang miring dihitung sebagai komponen lateral dan aksial
pada tiang vertikal ekivalen.
(8) Tahanan lateral ultimit kelompok tiang dihitung berdasarkan ketentuan sebagai
berikut:
a) Jarak tiang a ≤ 2 D, maka tiang dan massa tanah diperhitungkan sebagai satu
kesatuan, sehinggatahananlateral ultimit diperhitungkan terhadap
blokekivalen.
b) S> 2D, maka tahanan lateral ultimit dengan faktor efesiensi yang tercantum
pada Tabel 6-9.
Pondasi Tiang 133

Tabel 6-9.Efisiensi Tahanan Lateral Ultimit Kelompok Tiang Secara Teoritis

Jarak Tegak Lurus Pada Arah Efisiensi Dari Setiap Tiang


Beban Berikut Dalam Baris

4D 100 %

3D 50 %

2D
25 %
Arah beban
Denah Kelompok Tiang

Jarak Tegak Lurus Pada Arah Efisiensi Dari Setiap Tiang


Beban Berikut Dalam Baris

8D 100 %
6D 70 %
S
5D 55%
4D 40%
3D 25%
Arah beban
Denah Kelompok Tiang
134 Kriteria Perencanaan – Parameter Bangunan

6.3.3 Penurunan Pondasi Tiang

6.3.3.1 Ketentuan
Penurunan maksimum pondasi tiang pada kondisi beban ultimit adalah sebagai
berikut:
(1) Tiang lekat : 10 mm
(2) Tiang tertanam ujung : 10% x D

6.3.3.2 Perhitungan Penurunan Tiang Tunggal


(1) Penurunan pondasi tiang tunggal yang daya dukungnya didominasi oleh
tahanan gesek dihitung dengan rumus:

................................................................................ 6-20

(2) Penurunan pondasi tiang tunggal yang daya dukungnya didominasi oleh
tahanan pada ujungnya dihitung dengan rumus:

................................................................................ 6-21

Dimana :
S = Penurunan pondasi tiang tunggal;
P VU = Beban axial yang ultimit, kN ;
D = diameter tiang, meter ;
ES = modulus elasitas tanah, untuk penurunan serentak
Es = EUndrained ; sedangkan untuk penurunan total nilai
ES =EUndrained nilainya tercantum pada Tabel 6-10.
IO = faktor pengaruh penurunan, dihitung dengan grafik Gambar 6-
14.;
RK, Rh, Rb, Rv = faktor koreksi pengaruh tiang terhadap kompresibilitas,
kekakuan lapis pendukung dan ratio Poisson, ditentukan dengan grafik
Gambar 6-15. dan Gambar 6-16.
Pondasi Tiang 135

Gambar 6-14. Faktor Pengaruh Penurunan I


136 Kriteria Perencanaan – Parameter Bangunan

Catatan :
Dimana:
EP = Modulus Young dari tiang
E‟s = Modulus Young dari tanah
Ra=PerbandinganLuas penampang tiang terhadap luas penampang tiang penuh
(Ra = 1 untuk tiang masif)
Gambar 6-15.Faktor Koreksi Modulus Penurunan Dasar Rb
Pondasi Tiang 137

Tabel 6-10. Nilai EUndrained


Jenis Tanah Nilai ES MPa
Tiang Bor Tiang Pancang
Kohesif
CU = 35 kPa 4 8,5
CU = 70 kPa 8,5 25
CU = 105 kPa 22 35
CU = 140 kPa 70 35
Tidak Kohesif
Pasir lepas - 40
Pasir agak padat - 70
Pasir padat - 90
Kerikil agak padat - 200

(3) Penurunan pada tanah berlapis


Pada tanah berlapis, penurunan tiang dihitung menggunakan nilaiES
rata–rata, yaitu:

∑ ..................................................................................... 6-22
Dimana:
SSR = Modulus elasitas tanah rata–rata, MPa
ES = Modulus elasitas setiap lapisan, MPa
L = Panjang tiang, meter
h = Tebal setiap lapisan tanah, meter
(4) Penurunan kelompok tiang
(1) Penurunan kelompok tiang dihitung menggunakan rumus:

…………………………………………………………. 6-23

Sg = Penurunan kelompok tiang


138 Kriteria Perencanaan – Parameter Bangunan

S = Penurunan tiang tunggal


RS = Penurunan kelompok tiang yang besarnya tertera
dalam Tabel 6-11.
CATATAN:

Dengan:
E p = Modulus Young dari tiang
E‟S = ModulusYoung dari tiang
Ra = Perbandingan luas penampang tiang terhadap luas penampang penuh (Ra = 1
untuk tiang masif)

Koreksi kompresi, Rk Koreksi kedalaman, Rh

KoreksiAngka Poisson, Rµ

Gambar 6-16.Faktor Koreksi Rμ, Rh, Rk,


Pondasi Tiang 139

Tabel 6-11.Ratio Penurunan Kelompok TiangRS

Sumber : SNI 03 – 6747 – 2002, Perencanaan Teknis Pondasi Tiang untuk Jembatan
140 Kriteria Perencanaan – Parameter Bangunan

Tabel 6-12.Rumus Kantilever Ekuivalen untuk Perencanaan Tiang Terhadap Beban Lateral

Kedalaman Terhadap Jepit Ld atau LS

Untuk Mencari Ls
Struktur Momen dan Jenis Untuk Mencari
Jenis Momen
Ekuivalen Lendutan Tanah LdPerpindahan
MØ 2x

Kohesif i. Kepala Bebas i.Kepala Bebas


Ld = 1,4 R La = 0,5 R
untuk
Mmaks=H (La+a) a/R >2

Ld = 1,6 R
untuk
a/R < 2

dengan ii. Kepala Jepit ii. Kepala Jepit


√ ⁄ Ld = 2,2 R Ld = 1,5 R
Pondasi Tiang 141

Kedalaman Terhadap Jepit Ld atau LS

Untuk Mencari Ls
Struktur Momen dan Jenis Untuk Mencari
Jenis Momen
Ekuivalen Lendutan Tanah LdPerpindahan
MØ 2x

i. Kepala Bebas i. Kepala Bebas


Tidak Kohesif Ld = 1,8 R La = 0,8 R
Untuk a/R >1

MMaks= H (Ls/2) Ld = 2,2 R


Untuk a/R < 1

Dengan ii. Kepala jepit ii. Kepala jepit


√ ⁄
Ld = 2,5 R La = 2,0 R

Sumber: SNI 03 - 6747 - 2002, Perencanaan Teknis Pondasi Tiang untuk Jembatan.
142 Kriteria Perencanaan – Parameter Bangunan

Tabel 6-13.Parameter Elastis Rencana


Jenis Tanah
Tidak Kohesif Kohesif
Parameter
Sangat
Lepas Sedang Padat Lembek Teguh/Kenyal
Kenyal
nh(MN/m3 kering) 2 7,5 15 - - -
3
nh(MN/m kering) 1 5,1 9 - - -
3
Kh (MN/m ) - - - 1,5 6 18
Keterangan :
nh = Konstanta reaksi horizontal tanah
Kh = Modulus reaksi horizontal tanah
Sumber : SNI 03 - 6747 - 2002, Perencanaan Teknis Pondasi Tiang untuk Jembatan.

(2) Jumlah tiang dalam kelompok lebih dari 25, maka nilai RS, dihitung
menggunakan rumus:

..................................................................................... 6-24

6.3.4 Deformasi Lateral

6.3.4.1 Deformasi Lateral Tiang Tunggal


(1) Deformasi lateral tiang vertikal dihitung dengan menggunakan Tabel6-12, apabila
L/R > 4.
L = panjang tiang yang tertanam, meter;
R = faktor kekakuan relatif

Tanah Kohesif : , -

Tanah tidak Kohesif , -

EP = modulus elasitas tiang, Mpa;


I = momen inersia tiang, m4 ;
Kh dan nh adalah parameter tanah yang tercantum dalam Tabel 6-13.
Pondasi Tiang 143

(2) Deformasi lateral tiang miring dihitung sebagai tiang vertikal yang memikul
komponen gaya lateral dan aksial.

6.3.4.2 Deformasi Lateral Kelompok Tiang


Deformasi lateral kelompok tiang dihitungsebagai deformasi lateral yang bekerja
pada suatu baris tiang ekivalen seperti diuraikan pada Tabel 6-9.

6.3.5 Kekuatan Tekuk Tiang

6.3.5.1 Ketentuan Umum


Semua tiang yang menonjol keluar diatas tanah dan tiang–tiang terletak pada tanah
lembekdengan CU lebih kecil dari 10 kPa atau tanah lepas dengan SPT lebih kecil dari
10, harus dihitung kekuatan tekuknya.

6.3.5.2 Perhitungan Kekuatan Tekuk


(1) Untuk tiang yang terletak pada tanah lempung homogeny, kekuatan tekuk ultimit
tiang dihitung dengan rumus:

⁄ ................................................................................. 6-25


............................................................................................................ 6-26

................................................................................................................... 6-27

Dimana :
Ptu = Kekuatan tekuk ultimit, kN
Ep = Modulus Elasitas tiang, MPa/m
I = Momen inersia tiang, m4
LU = Panjang tiang yang tidak didukung, m
Nilai SU tercantum dalam Tabel 6-15.
144 Kriteria Perencanaan – Parameter Bangunan

Tabel 6-14. Nilai SUdanSL

Kondisi Nilai S U Nilai S L


Tiang
L U /f bu 1 2 >4 L U /f bu 1 2 >4
Kepala dan
ujung bebas 1,57 1,50 1,49 1,44 1,86 1,83 1,81 1,80
Kepala
terjepit
translasi, 1,57 1,57 1,56 1,51 - 1,90 1,84 1,80
ujung bebas

(2) Untuk tiang yang terletak pada tanah pasir dan lempung lembek, kekuatan tekuk
ultimit dihitung dengan rumus:

⁄ ................................................................................ 6-28


.............................................................................................................. 6-29

Keterangan :
Nilai SL dan f bitercantum dalam Tabel 6-15.
Ptk = Kekuatan tekuk ultimit, kN
rm = Modulus reaksi tanah, - pasir = 1,5 - 18 MPa/m
- lempung lembek 0,2 - 4,0 MPa/m

6.3.6 Gaya–Gaya Ultimit dan Layan

6.3.6.1 Gaya–Gaya Ultimit dan Layan


Gaya–gayaaksial ultimit dan layan harus dihitung berdasarkan kombinasi beban
sesuai ketentuan yang berlaku.

6.3.6.2 Gaya Lateral dan Momem Lentur


Gaya lateral dan momem lentur ultimit dan layan harus dihitung berdasarkan
kombinasi beban sesuai ketentuan yang berlaku.
Pondasi Tiang 145

6.3.7 Perencanaan Balok Pondasi

6.3.7.1 Struktur Balok Pondasi


Struktur balok pondasi harus kuat memikul gaya geser dan momen lentur, terutama
pada penampang kritis yang tertera dalam Gambar 6-16.

6.3.7.2 Struktur Balok Pondasi Diatas Kepala Tiang


Struktur balok pondasidiatas kepala tiang harus kuat memikul gaya geser pondasi
seperti terlihat pada Gambar 6-17.

6.3.7.3 Struktur Sambungan Diatas Kepala Tiang


Agar gaya–gaya dari balok pondasi dapat disalurkan sepenuhnya kepada tiang–tiang
maka sambungan kepala tiang dan pondasi harus dibuat seperti Gambar 6-18.
146 Kriteria Perencanaan – Parameter Bangunan

Gambar 6-16. Penampang Kritis Balok Pondasi


Catatan :
(1) Bila Z ≥ D/2 di dalam “free body” gunakan gaya tiang penuh R dalam “free body”
(2) Bila Z ≥ D/2 di luar “free body” jangan mencakup R dalam “free body”
(3) Interpolasi bagian dari Rharus tercakup dalam “free body“ bila tiang berada
antara dua batas tersebut;
Pondasi Tiang 147

(4) Bagian minimum dari momen tiang tunggal yang terbagi kedalam balok pondasi
cap, pada lajur sentrik dengan lebar 3 D adalah:
- 75 % untuk tiang yang dekat pada suatu ujung (dalam arah momen)
- 50 % untuk tiang dalam (dalam arah momen)
(5) d adalah tinggi efektif dari penampang beton bertulang

Gambar 6-17. Hubungan Kepala Tiang Baja dengan Balok Pondasi


148 Kriteria Perencanaan – Parameter Bangunan

Gambar 6-18. Hubungan Kepala Tiang Beton dengan Balok Pondasi

6.3.8 Perencanaan Struktur Tiang

6.3.8.1 Ketentuan Umum


Struktur tiang harus kuat dan memikul:
(1) Seluruh gaya–gaya vertikal dan lateral ultimit dan layan akibat kombinasi beban
yang bekerja pada bangunan atas dan bawah;
(2) Besarnya gaya geser dan momen lentur pada waktu pengangkatan, dihitung
sesuai Gambar 6-19.
a) Pada tiang baja, besarnya gaya geser dan momen lentur dihitung akibat berat
sendiri tiang;
b) Pada tiang beton, besarnya gaya ngeser dan momen lentur dihitung akibat
150% berat sendiri tiang;
(3) Gaya–gaya dinamis akibat perencanaan.
Pondasi Tiang 149

6.3.8.2 Gaya Lateral Akibat Tanah Timbunan Samping (Oprit) pada Tanah
Lembek
Gaya lateral akibat tanah timbunan samping (oprit) pada tanah lembek perlu
dipertimbangkan antara lain:
(1) Pondasi tiang kepala baik jembatan, talang atau bangunan prasarana irigasi
lainnya yang terletak pada lapisan tanah lembek dan di belakangnya terdapat
timbunan tanah, kekuatan strukturnya harus diperhitungkan terhadap gaya lateral
yang dihitung dengan rumus:

……………………………………………………………..6-30
Dimana:
P LS = Gaya lateral ultimit, kN
γ = Berat isi timbunan belakang bangunan atau oprit
untuk jembatan, kN/m3
HL = Tebal lapisan tanah lembek, meter
H = Tinggi timbunan belakang bangunan atau oprit, meter
HC = Tinggi kritis timbunan belakang bangunan atau oprit, meter
D = Diameter atau lebar tiang, meter
(2) Tinggi kritis timbunan dihitung dengan rumus:

............................................................................................................ 6-31

Dimana :
CU = Kuat geser undrained lapisan tanah lembek, kPa;
Krc = Faktor reduksi, kuat geser, lihat Tabel 6-5;
NC = 5,2 - 5,4
150 Kriteria Perencanaan – Parameter Bangunan

6.3.9 Analisa Pondasi Tiang

6.3.9.1 Analisa Linier


Analisa linier ini, menghitung secara linier besarnya masing–masing gaya tiang dalam
susunan pondasi dengan rumus:

................................................................................ 6-32
∑ ∑

⁄ ......................................................................................................................... 6-33
Dimana:
PV = Gaya tiang vertikal yang ditinjau;
Hej = Gaya tiang lateral efektif yang ditinjau;
V = Beban vertikal pada susunan tiang;
He = Gaya lateral pada susunan tiang;
n = Jumlah tiang dalam susunan;
MY. = Momen terhadap sumbu Y dari susunan tiang;
MX = Momen terhadap sumbu X dari susunan tiang;
Xj , Yj = Jarak tiang terjauh dari pusat sumbu.
Analisis linier berlaku umum untuk kondisi ultimit dan kondisi daya layan.

6.3.9.2 Analisa Tidak Linier


Analisa linier ini, menghitung secaratidaklinier dengan cara blok tegangan dan hanya
berlaku pada kondisi ultimit.
Kapasitas susunan tiang dihitung dengan rumus:

Kapasitas tekan= ................................................................................... 6-34


Kapasitas momen ........................................................................ 6-35
Dimana:
nC = Jumlah tiang tekan;
nt = Jumlah tiang tarik;
UC = Daya dukung aksial tekan;
Pondasi Tiang 151

Ut = Daya dukung aksial tarik;


e = Eksentrisitas tiang–tiang yang tertekan terhadap sumbu–sumbu
pusat susunan tiang.

6.3.9.3 Analisa Komputer


Analisa rinci dengan komputer disediakan dalam bentuk program “pilling” dan
didasarkan pada prinsip perhitungan tatacara ini.

6.3.10 Struktur Ujung dan Kepala Tiang

Struktur ujung dan kepala tiang panjang harus diperkuat; struktur perkuatan dapat
dilihat pada Gambar 6-19 dan Gambar 6-20.

Gambar 6-19. Ujung dan Kepala Tiang


152 Kriteria Perencanaan – Parameter Bangunan

Gambar 6-20. Tipikal Perkuatan Sepatu Tiang untuk Selubung Pipa Baja dengan Ujung
Terbuka
Lampiran I153

DAFTAR PUSTAKA

Capper, PL. & Cassie,W.F., The Mechanics of Engineering Soils, E .& F.N.Spon Ltd,
London, 1976.
Direktorat Penyelidikan Masalah Bangunan, Buku Pedoman Perencanaan untuk
Struktur Beton Bertulang Biasa dan Struktur Tembok Bertulang untuk Gedung,
1983.
Djoko Untung Soedarsono,Ir., Konstruksi Jalan Raya, Badan Penerbit Pekerjaan
Umum, Jakarta, 1984.
Nasroen Rivai,M,Ir., Kayu Sebagai Bahan Bangunan, Yayasan PenyelidikanMasalah
Bangunan, Bandung, 1979.
NI2 (PBI-1971), Peraturan Beton Bertulang Indonesia, (Specifications forreinforced
concrete).
NI-5 (PKKI-1961, Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia, (Specifications fortimber
construction).
NI-7, Syarat–syarat untuk Kapur, (Specifications for lime).
NI-8, Peraturan Semen Portland, (Specifications for Portland cement).
NI-b, Bata Merah Sebagai Bahan Bangunan, (Brick as construction material).
NI-13, Peraturan Batu Belah, (Specifications for stones).
NI-18 (PPI-1983), Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung,(Indonesian
Loading Specifications for Buildings).
PPBBI-3983, Peraturan–peraturan Perencanaan Bangunan Baja
Indoensia,(Specifications fpr the design of steel building structures).
PUBI-1982, Persyaratan Umum Bahan Bangunan di Indonesia, GeneralSpecifications
for Construction Materials in Indonesia).
VOSB-1963, Peraturan–Peraturan untuk Merencanakan Jembatan Konstruksi Baja.
Wiratman Wangsadinata,Ir., Ultimate Strength Analysis of ReinforcedConcrete
Sections, Insinyur Indonesia, 1972 No. 1/3 & 4/6.
154 Kriteria Perencanaan – Parameter Bangunan

WiratmanWangsadinata, Ir. Keamanan Konstruksi dalam Perhitungan Beton


(sehubungan dengan Peraturan Beton Bertulang Indonesia 1970), Yayasan
LPMB, Bandung, 1984.
Wiratman Wangsadinata,Ir., Perhitungan Lentur dengan cara „n‟ (disesuaikan kepada
Peraturan Beton Bertulang Indonesia 1971), YayasanLPMB, Bandung, 1979.
Wiratman Wangsadinata,Ir., Teori Kekuatan Batas SebagaiKriterium Baru Bagi
Analisa Konstruksi, (Ultimate Load Theory As a New Design Criterion for The
Analysis of Structures), 1968.
SK SNI T-15-1991-03
Istimawan Dipohusodo, Struktur Beton Bertulang, Berdasarkan SK SNI T- 5-1991-03
Departemen Pekerjaan Umum.
SNI 03-6747-2002, Tata Cara Perencanaan Teknis Pondasi Tiang untuk Jembatan,
Badan Standarisasi Nasional, Balitbang Departemen PU.
SNI 03-1726-2002, Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan
Gedung, Badan Standarisasi Nasional, Balitbang Departemen PU.
SNI 28333 - 2008, Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Jembatan, Badan
Standarisasi Nasional, Balitbang Departemen PU.
Balai Bangunan Hidrolik Dan Geoteknik Keairan, Perbaikan Tanah Lunak, Balai
Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Air, 2003.
Yosephe Bowles, Analis dan Desain Pondasi, 1997.
Dr. P.P.Fehgal, Design And Irrigation Strucktures, 1977.
Principles of Design Of Hydraulic Structures
Dipohusodo, Istimawan, Struktur Beton Bertulang, PT. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta, 1994.
Lampiran I155

LAMPIRAN I

Satuan Inggris
Satuan Metrik
(1 kaki = ½ yard Inggris)
1 mμ (milimikron) } biasanya dipakai satuan
1 μ (mikron) } metrik
1 mm 0,03937 in (inci)
1 cm (sentimeter) 0,3937 in
1m 39,37 in; 3,281 ft (kaki)
1 mm2 1,550 x 10-3 in2
1 cm2 0,1550 in2
1 m2 10,764 ft2
1 ha 2,471 acres
1 cm3 0,061 in3
10 cm3 atau 1 l 61,025 in3; 0,22 gal
0,2642 U.S gal
1 m3 atau 103 l 35,315 ft3
10-1cm/dt 0,03937 in/dt
1 cm/dt 0,03281 ft/dt
1 m/dt 3,281 ft/dt
1 cm3/dt 3,531 x 10-3 ft3/dt
1 ltr/dt 0,03531 ft3/dt
1 m3/dt atau 103 ltr/dt 35,315 ft3/dt
1 gm atau gr 2,205 x 10-3 lb (pound)
1 ltr/dt 2,205 lb
1t 2.205 lb; 0,9842 T (ton)
1 kg/m3 0,06243 lb/ft3
1 kg/ltr atau 1 gm/cm3 62,4 lb/ft3
Atau 1 t/m3
0,101971 kgf 0,22481 lbf
101,971 kgf 224,8 lbf
101,971 tf 117,40 Tf
1,01971 x10-6 kgf/cm2 0,02088 lbf/ft2
101,971 x 10-4 kgf/cm2 0,14504 lbf/in2
20,885 lbf/ft2
101,971 tf/m2 9,3238 Tf/ft2
1,0197 x 10-4 gf/cm3 6,3657 x 10-3 lbf/ft3
0,10197 gf/cm3 6,3657 lbf/ft3
101,97 kgf/m3
101,97 tf/m3 2,848 Tf/ft3
1o C 9/5o F
156 Kriteria Perencanaan – Parameter Bangunan

Tabel A.2.1 Momen Lembam dan Momen Tahan (Section Modulus)


untuk Berbagai Potongan Melintang

Potongan Melintang Momen Lembam Momen Tahan

x x
h

y
b

y z

x x
h

y
z
h

y z

h x
x
H

y
z
H

H
x x

y
b b
LampiranII157

LAMPIRAN II

UNTUK PERHITUNGAN BETON TULANG


SESUAI SNI T-15-1991-03
(Dikutip dari “STRUKTUR BETON BERTULANG”, Istimawan Dipohusodo)
158 Kriteria Perencanaan – Parameter Bangunan

Tabel A – 1 Jenis dan Kelas Baja Tulangan


(SII 0136-80)
Batas Ulur Kuat Tarik
Minimum Batang Tegangan Sudut Diameter
Jenis Kelas Simbol Minimum
Uji Minimum Lengkung Lengkung
N/mm2 N/mm2
235 382
11k No.2 20
1 13J iP24 180° 3d
(24) (39)
Minimum No.3 24
Polos

294 480 No.2 16


2 8.1TP30 180° 3d
(30) (49) No.3 20
235 382 setara 18
1 Q1TD24 No.2 180° 3d
(24) (39) setara 22
No.3
294 480 setara
2 QJT030 No.2 14 180° 4d
(30) (49) setara
No.3
343 490 setara maks
18 4d
Deforrnasi

No.2 D40
3 8JTD35 180°
(35) (50) setara maks
20 5d
No.3 D50
392 559 setara 16
No. 2
4 3JTD40 180° 5d
(40) (57) setara
18
No. 3
490 618 setara maks 5d
5 Pi fD50 No.2 12 90° D22
(50) (63) setara maks
6d
No. 3 D25
LampiranII159

Tabel A – 2 Dimensi dan Berat Batang Tulangan Baja


(SII 0136- 80)
Diameter Luas Berat
Nomor Nominal Nominal Nominal
Batang
(inch) (mm) (inch2) (mm) (kgf)

3 0,375 9,5 0,110 71 0,595

4 0,500 12,70 0,200 129 0,994

5 0,625 15,90 0,310 200 1,552

6 0,750 19,10 0,440 284 2,235

7 0,875 22,20 0,600 387 3,041

8 1,000 25,40 0,790 510 3,973

9 1,128 28,70 1,000 645 5,059

10 1,270 32,30 1,270 819 6,403

11 1,410 35,80 1,560 1.006 7,906

14 1,693 43,00 2,250 1.452 11,380

18 2,257 57,30 4,000 2.581 20,240


160 Kriteria Perencanaan – Parameter Bangunan

Tabel A – 3 Dimensi dan Berat Batang Tulangan Baja


Standar Industri Indonesia (SII 0196-80)
Tulangan Baja Diamoler Luas Berat
Nominal Nominal Nominal
Polos Deform
(mm) (cm2) (kg/m)
P6 D6 6,00 0,647 0,222
P8 D8 8,00 0,503 0,395
P9 D9 9,00 0,636 0,499
P10 D10 10,00 0,785 0,617
P12 D12 12,00 1,131 0,888
P13 D13 13,00 1,327 1,040
P14 D14 14,00 1,510 1,210
P16 D16 16,00 2,011 1,580
P18 D18 18,00 2,545 2,000
P19 D19 19,00 2,835 2,230
P20 D20 20,00 3,142 2,470
P22 D22 22,00 3,801 2,860
P25 D25 25,00 4,909 3,850
P28 D28 28,00 6,157 4,830
D29 29,00 6,605 5,100
P32 D32 32,00 8,043 6,310
D36 36,00 10,179 7,990
D40 40,00 12,565 9,870
D50 50,00 19,635 15,400
LampiranII161

Tabel A – 4 Luas Penampang Tulangan Baja


Diameter Luas Penampang (mm2)
Batang
Jumlah Batang
(mm) 1 2 3 4 5 6 7 8 9
6 28,3 56,6 84,9 113,1 141,4 169,6 197,9 226,2 254,5
8 50,3 100,6 150,9 201,1 251,4 301,6 351,9 402,2 452,4
9 63,6 127,2 190,8 254,5 318,1 381,6 445,2 509,0 572,6
10 78,5 157,0 235,6 314,2 392,7 471,2 549,8 629,3 760,9
12 113,1 226,2 339,3 452,4 565,5 678,6 791,7 904,8 1017,9
13 132,7 255,4 398,2 630,9 663,7 796,4 929,1 1061,8 1194,6
14 154,0 308,0 462,0 616,0 770,0 924,0 1078,0 1232,0 1386,0
16 201,1 402,2 603,2 804,2 1005,3 1206,4 1407,4 9508,5 1809,5
18 254,5 509,0 763,4 957,9 1272,4 1526,8 1781,3 2035,8 2290,2
19 283,5 567,0 650,5 1134,0 1417,5 1701,0 1984,5 2268,0 2551,5
20 314,2 628,4 942,5 1256,6 1570,8 1885,0 2199,1 2513,3 2827,4
22 380,1 750,2 1140,4 1520,5 1900,7 2280,8 2660,9 3041,0 3421,2
25 490,9 981,8 1472,6 1953,5 2454,8 2945,2 3436,1 3927,0 4418,1
28 615,7 1231,5 1647,3 2463,0 3078,7 3694,6 4310,3 4926,0 5541,7
29 660,5 1321,0 1981,6 2642,1 3302,6 3963,2 4623,7 5284,0 5944,5
32 804,3 1608,6 2412,8 3217,0 4021,3 4825,5 5629,8 6434,0 7238,3
36 1017,9 2035,0 3053,6 4011,5 5089,4 6107,2 7125,1 8143,0 9160,9
40 1256,6 2513,3 3769,9 5026,6 6283,2 7539,8 8796,6 10053,0 11309,0
50 1963,5 3927,0 5890,5 7854,0 9817,5 11781,0 13745,0 15708,0 17672,0
162 Kriteria Perencanaan – Parameter Bangunan

Tabel A – 5 Luas Penampang Tulangan Baja Per Meter Panjang Pelat

Luas Penampang (mm2)


DiameterBata
ng Jarak Spasi p k p (mm)
(mm)
50 100 150 200 250 300 350 400 450

6 565,5 292,7 198,5 141,4 113,1 94,2 80,8 70,7 62,8

8 1.005,3 502,7 335,1 251,3 201,1 167,6 143,6 125,7 111,7

9 1.272,3 636,2 424,1 318,1 254,5 212,1 181,8 159,0 141,4

10 1.570,8 785,4 523,6 392,7 314,2 261,8 221 4 196,3 174,5

12 2.251,9 1.131,0 754,0 565,5 452,4 377,0 323,7 282,7 251,3

13 2.654,6 1.327,3 894,9 653,1 530,9 442,4 379,2 331,8 294,9

14 3.078,8 1.539,4 1.025,3 769,7 615,8 513,1 439,8 384,8 342,1

15 4.021,2 2.010,6 1.340,4 1.005,3 804,2 670,2 574,5 502,7 446,8

18 5.089,4 2.544,7 1.696,5 1.272,3 1.017,9 848,2 727,1 636,2 565,5

19 5.670,6 2.835,3 1.890,2 1.417,6 1.134,1 045,1 810,1 708,8 630,1

20 6.283,2 3.141,6 2.094,4 1.570,8 1.256,6 1.047,2 897,6 785,4 698,1

22 3.801,3 2.534,2 1.900,7 1.520,5 1.267,1 1.086,1 950,3 844,7

25 4.908,7 3.272,5 2.454,4 1.963,5 1.636,2 1.402,5 1.227,2 1.090,8

28 6.157,5 4.105,0 3.078,8 2.463,0 2.052,5 1.759,3 1.539,4 1.311,3

29 6.605,2 4.403,5 3.302,6 2.642,1 2.201,7 1.887,2 1.651,3 1.487,8

32 8.012,5 5.351,7 4.021,2 3.217,0 2.680,8 2.297,9 2.010,6 1.787,2

36 6.785,8 5.099,4 4.071,5 3.392,9 2.908,2 2.544,7 2.261,9

40 8.377,6 6.283,2 5.026,5 4.160,8 3.590,4 3.141,6 2.792,5

50 13.090,0 9.817,5 7.854,0 6.545,0 5.609,9 4.908,7 4.363,3

L
LampiranII163

Tabel A – 6 Konstanta Perencanaan


Tulangan Baja Mutu Beton (Mpa)
Mutu fc‟ = 17 fc‟ = 20 fc‟ = 25 fc‟ = 30 fc‟ = 35 fc‟ = 40
Baja β1 = 0,85 β1 = 0,85 β1 = 0,85 β1 = 0,85 β1 = 0,81 β1 = 0,77
fy ρmin
BJTP
ρmaks ρsm ρmaks ρsm ρmaks ρsm ρmaks ρsm ρmaks ρsm ρmaks ρsm
BJTD
24 240 0,0058 0,0274 0,0132 0,0320 0,0160 0,0400 0,0200 0,0480 0,0240 0,0540 0,0270 0,0580 0,0310
30 300 0,0047 0,0205 0,0107 0,0240 0,0130 0,0300 0,0160 0,0360 0,0200 0,0400 0,0220 0,0440 0,0250
35 350 0,0040 0,0166 0,0093 0,0200 0,0110 0,0240 0,0130 0,0290 0,0160 0,0330 0,0180 0,0350 0,0210
40 400 0,0035 0,0138 0,0083 0,0160 0,0090 0,0200 0,0120 0,0240 0,0140 0,0270 0,0160 0,0300 0,0190
50 500 0,0028 0,0100 0,0070 0,0120 0,0070 0,0150 0,0100 0,0180 0,0110 0,0200 0,0130 0,0210 0,0140
Ketererangan : p maks =0,75 pt,
p sm = p saran = nilai p yang disarankan untuk ketentuan perkiraan
Sumber: Dipohusodo, 1994

Tabel A – 7 Sifat-Sifat dan Konstanta Beton

17 MPa 20 MPa 25 MPa 30 Mpa 35 MPa 40 MPa


__
Ec (MPa) 19.500 21.000 23.500 25.700 27.800 29.700

n 10 9 9 8 7 6

V f’C (MPa) 4,123 4,472 5,000 5,477 5,918 8,325

0,16 Vf’C (MPa) 0,66 0,72 0,80 0,88 0,94 1,01

0,33 Vf’C (MPa) 1,36 1,48 1,65 1,81 1,90 2,09

0,57 Vf’C (MPa) 2,35 2,55 2,65 3,12 3,37 3,61


0,62 Vf’C (MPa) 2,55 2,77 3,10 3,40 3,67 3,92
0,66 Vf’C (MPa) 2,72 2,95 3,30 3,62 3,90 4,17
164 Kriteria Perencanaan – Parameter Bangunan

Tabel A – 8 PENULANGAN (p) vs KOEFISIEN TAHANAN (k)


(fc‟‟ = 17 MPa, fc‟‟ = 240 MPa, k dalam MPa)
p k p k p k p k p k
0,0058 1,3248 0,0102 2,2400 0,0146 3,0779 0,0190 3,8383 0,0234 4,5214
0,0059 1,3464 0,0103 2,2599 0,0147 3,0960 0,0191 3,8547 0,0235 4,5360
0,0060 1,3680 0,0104 2,2798 0,0148 3,1141 0,0192 3,8711 0,0236 4,5508
0,0061 1,3896 0,0105 2,2996 0,0149 3,1322 0,0193 3,8874 0.0237 4,5651
0,0062 1,4112 0,0108 2,3194 0,0150 3,1502 0,0194 3,9036 0,0239 4.5797
0,0063 1,4327 0,0107 2,3391 0,0151 3,1582 0,0195 3,9199 0.0239 4,5941
0,0064 1,4541 0,0108 2,3588 0,0152 3,1861 0,0196 3,9350 0,0240 4,6085
0,0065 1,4755 0,0109 2,3785 0,0153 3,2040 0,0197 3,9522 0,0241 4,6229
0,0066 1,4969 0,0110 2,3981 0,0154 3,2219 0,0198 3,9683 0,0242 4,6373
0,0087 1,5183 0,0111 2,4177 0,0155 3,2397 0,0198 3,9844 0,0243 4,6516
0,0068 1,5396 0,0112 2,4372 0,0156 3,2575 0,0200 4,0004 0,0244 4,6658
0,0069 1,5608 0,0113 2,4567 0,0157 3,2753 0,0201 4,0164 0,0245 4,6801
0,0070 1,5820 0,0114 2,4762 0,0158 3,2930 0,0202 4,0323 0,0246 4,6902
0,0071 1,6032 0,0115 2,4956 0,0159 3,3106 0,0203 4,0492 0,0247 4,7084
0,0072 1,6244 0,0116 2,5150 0,0160 3,3282 0,0204 4,0641 0,0248 4,7225
0,0073 1,6455 0,0117 2,5343 0,0161 3,3458 0.0205 4,0799 0,0249 4,7366
0,0074 1,6665 0,0118 2,5537 0,0162 3,3634 0,0206 4,0957 0,0250 4,7506
0,0015 1,6876 0,0119 2,5729 0,0163 3,3809 0,0207 4,1114 0,0251 4,7646
0,0076 1,7085 0.0120 2,5921 0,0164 3,3983 0,0208 4,1271 0,0252 4,7785
0,0077 1,7295 0,0121 2,6113 0,0165 3,4158 0,0209 4,1428 0,0253 4,7924
0,0078 1,7504 0,0122 2,6305 0,0166 3,4331 0,0210 4,1584 0,0254 4,8063
0,0079 1,7712 0,0123 2,6496 0,0167 3,4505 0,0211 4,1740 0,0255 4,8201
0,0080 1,7921 0,0124 2,6686 0,0168 3,4678 0,0212 4,1895 0,0256 4,8339
0,0081 1,8128 0,0125 2,6876 0,0169 3,4850 0,0213 4,2050 0,0257 4,8476
0,0082 1,8336 0,0126 2,7066 0,0 i70 3,5023 0,0214 4.2205 0,0258 4,8613
0,0083 1,8543 0,0127 2,7256 0,0171 3,5195 0,0215 4,2359 0,0259 4,8750
0,0084 1,8749 0,0128 2,7445 0,0172 3,5368 0,0216 4,2513 0,0260 4,8886
0,0085 1,8956 0,0129 2,7633 0.0173 3,5537 0,0217 4,2667 0,0261 4,9022
0,0086 1,9161 0,0130 2,7822 0,0174 3,5708 0,0218 4,2820 0,0252 4,9158
0,0087 1,9367 0,0131 2,8009 0,0175 3,5878 0,0219 4,2972 0,0263 4,9293
0,0098 1,9572 0,0132 2,8197 0,0176 3,6048 0,0220 4,3125 0,0264 4,9427
0,0089 1,9777 0,0133 2,8384 0,0177 3,6217 0,0221 4,3276 0,0265 4,9562
0,0090 1,9981 0,0134 2,8570 0,0178 3,6386 0,0222 4,3428 0,0266 4,9695
0,0091 2,0185 0,0135 2,8757 0,0179 3,6555 0,0223 4,3579 0,0257 4,9829
0,0092 2,0388 0,0136 2,8943 0,0180 3,6723 0,0224 4,3730 0.0268 4,9962
0,0093 2,0591 0,0137 2,9128 0,0181 3,6891 0,0225 4,3880 0,0269 5,0095
0,0094 2,0794 0,0138 2,9313 0,0182 3,7058 0,0226 4,4030 0,0270 5,0227
0,0095 2,0996 0,0139 2,9498 0,0183 3,7225 0,0227 4,4179 0,0271 5,0359
0,0096 2,1198 0,0140 2,9682 0,0164 3,7392 0,0228 4,4328 0,0272 5,0490
0,0097 2,1399 0,0141 2,9866 0,0185 3,7559 0,0229 4,4477 0,0273 5,0621
0,0098 2,1600 0,0142 3,0049 0.0186 3,7724 0,0230 4,4525 0,0274 5,0752
0,0099 2,1801 0,0143 3,0232 0,0187 3,7889 0,0231 4,4773
0,0100 2,2001 0,0144 3,0415 0,0188 3,8055 0,0232 4,4920
0,0101 2,2201 0,0145 3,0597 0,0189 3,8219 0,0233 4,5067
LampiranII165

Tabel A – 9 RASIO PENULANGAN (p) vsKOEFISIEN TAHANAN (k)


(fc’ =20 MPa , fc’ =240 MPa, k dalam MPa)
p k p k p k p k p k
0,0058 1,3348 0,0102 2,2712 0,0146 3,1418 0,0190 3,9466 0,0234 4,6856
0,0059 1,3569 0,0103 2,2917 0,0147 3,1608 0,0191 3,9641 0,0235 4,7016
0,0060 1,3788 0,0104 2,3122 0,0148 3,1709 0,0102 3,9810 0,0230 4,7178
0,0061 1,4006 0,0105 2,3121 0,0149 3,1908 0,0193 3,9991 0,0237 4,1336
0,0062 1,4227 0,0106 2,3531 0,0150 3,2177 0,0194 4,0165 0,0238 4,7495
0,0063 1,4446 0,0107 2,3735 0,0151 3,2366 0,0195 4,0339 0,0239 4,7654
0,0064 1,4664 0,0108 2,3938 0,0152 3,2554 0,0196 4,0512 0,0240 4,7813
0,0065 1,4882 0,0109 2,4141 0,0153 3,2742 0,0197 4,0686 0,0241 4,7971
0,0066 1,5100 0,0110 2,4344 0,0154 3,2930 0,0198 4,0859 0,0242 4,8129
0,0067 1,5317 0,0111 2,4546 0,0155 3,3118 0,0199 4,1031 0,0243 4,8286
0,0068 1,5531 0,0112 2,4740 0,0156 3,3305 0,0200 4,1203 0,0244 4,8444
0,0069 1,5751 0,0113 2,4950 0,0157 3,3492 0,0201 4,1375 0.0245 4,8601
0,0070 1,5961 0,0114 2,5152 0,0158 3,3678 0,0202 4,1517 0,0246 4,8757
0,0071 1,6183 0,0115 2,5353 0,0159 3,3864 0,0203 4,1718 0,0247 4,8913
0,0072 1,6399 0,0116 2,5554 0,0160 3,1050 0,0204 4,1089 0,0248 4,9069
0,0073 1,6614 0,0117 2,5754 0,0161 3,4236 0,0205 4,2059 0,0249 4,9225
0,0071 1,6830 0,0118 2,5954 0,0162 3,4421 0,0206 4,2229 0,0250 4,9380
0,0075 1,7044 0,0119 2,6154 0,0153 3,4605 0,0207 4,2399 0,0251 4,9535
0,0076 1,7259 0,0120 2,6353 0,0164 3,4790 0,0208 4,2569 0,0252 4,9689
0,0077 1,7473 0,0121 2,6552 0,0165 3,4974 0,0209 4,2738 0,0253 4,9844
0,0078 1,7686 0,0122 2,6751 0,0166 3,5158 0,0210 4,2907 0,0254 4,9997
0,0079 1,7900 0,0123 2,6949 0,0167 3,5341 0,0211 4,3075 0,0255 5,0151
0,0080 1,8113 0,0124 2,7147 0,0168 3,5524 0,0212 4,3243 0,0256 5,0304
0,0081 1,8325 0,0125 2,7345 0,0169 3,5707 0,0213 4,3411 0,0257 5,0457
0,0082 1,8537 0,0126 2,7542 0,0170 3,5889 0,0214 4,3578 0,0258 5,0609
0,0083 1,8749 0,0127 2,7739 0,0171 3,6071 0,0215 4,3745 0,0259 5,0762
0,0084 1,8961 0,0128 2,7936 0,0172 3,6253 0,0216 4,3912 0,0260 5,0913
0,0085 1,9172 0,0129 2,8132 0,0173 3,6434 0,0217 4,4079 0,0261 5,1065
0,0086 1,9393 0,0130 2,8328 0,0174 3,6616 0,0218 4,4245 0.0262 5,1216
0,0087 1,9594 0,0131 2,8524 0,0175 3,6796 0,0219 4,4410 0,0263 5,1367
0,0088 1,9804 0,0132 2,8719 0,0176 3,6977 0,0220 4,4576 0,0264 5,1517
0,0099 2,0014 0,0133 2,8914 0,0177 3,7157 0,0221 4,4741 0,0265 5,1667
0,0090 2,0224 0,0134 2,9109 0,0178 3,7336 0,0222 4,4906 0,0266 5,1817
0,0091 2,0433 0,0135 2,9303 0,0119 3,7516 0,0223 4,5070 0,0267 5,1967
0,0092 2,0642 0,0136 2,9497 0,0180 3,7695 0,0224 4,5234 0,0268 5,2116
0,0093 2,0850 0,0137 2,9691 0,0181 3,7873 0,0225 4,5398 0,0269 5,2264
0,0094 2,1059 0,0138 2,9884 0,0182 3,8052 0,0226 4,5561 0,0270 5,2413
0,0095 2,1266 0,0139 3,0077 0,0183 3,8230 0,0227 4,5724 0,0271 5,2561
0,0095 2,1474 0,0140 3,0270 0,0184 3,8407 0,0228 4,5887 0,0272 5,2709
0,0097 2,1681 0,0141 3,0462 0,0185 3,8584 0,0229 4,6049 0,0273 5,2856
0,0098 2,1888 0,0142 3,0654 0,0185 3,8761 0,0230 4,6211 0,0274 5,3003
0,0099 2,2095 0,0143 3,0845 0,0187 3,8938 0,0231 4,6373 0,0275 5,3150
0,0100 2.2301 0,0144 3,1037 0,0188 3,9114 0,0232 4,6534 0,0276 5,3296
0,0101 2,2507 0,0145 3,1227 0,0189 3,9290 0,0233 4,6695 0,0277 5,3442
166 Kriteria Perencanaan – Parameter Bangunan

Tabel A – 10 RASIO PENULANGAN (p) vsKOEFISIEN TAHANAN (k)


(fc’ =25 MPa , fc’ =240 MPa, k dalam MPa)
p k p k p k p k p k
0,0058 1,3463 0,0084 1,9201 0,0110 2,4755 0,0136 3,0126 0,0162 3,5312
0,0059 1,3687 0,0085 1,9418 0,0111 2,4965 0,0137 3,0329 0,0163 3,5508
0,0060 1,3911 0,0000 1,9635 0,0112 2,5175 0,0138 3,0531 0,0164 3,5704
0,0061 1,4134 0,0087 1,9851 0,0113 2,5384 0,0139 3,0734 0,0165 3,5899
0,0062 1,4357 0,0088 2,0067 0,0114 2,5593 0,0140 3,0936 0,0166 3,6094
0,0063 1,4580 0,0089 2,0283 0,0115 2,5802 0,0141 3,1137 0,0167 3,6289
0,0064 1,4803 0,0000 2,0499 0,0116 2,6011 0,0142 3,1339 0,0168 3,6483
0,0065 1,5026 0,0091 2,0714 0,0117 2,6219 0,0143 3,1540 0,0169 3,6678
0,0066 1,5248 0,0092 2,0929 0,0118 2,6427 0,0144 3,1741 0,0170 3,6871
0,0067 1,5470 0,0093 2,1144 0,0119 2,6635 0,0145 3,1942 0,0171 3,7065
0,0068 1,5691 0,0094 2,1359 0,0120 2,6843 0,0146 3,2142 0,0172 3,7258
0,0069 1,5913 0,0095 2,1573 0,0121 2,7050 0,0147 3,2343 0,0173 3,7452
0,0070 1,6134 0,0096 2,1787 0,0122 2,7257 0,0148 3,2542 0,0174 3,7644
0,0071 1,6355 0,0097 2,2001 0,0123 2,7463 0,0149 3,2742 0,0175 3,7837
0,0072 1,6575 0,0098 2,2214 0,0124 2,7670 0,0150 3,2941 0,0176 3,8029
0,0073 1,6796 0,0099 2,2428 0,0125 2,7876 0,0151 3,3141 0,0177 3,8221
0,0074 1,7016 0,0100 2,2641 0,0126 2,8082 0,0152 3,3339 0,0178 3,8113
0,0075 1,7235 0,0101 2,2853 0,0127 2,8287 0,0153 3,3538 0,0179 3,8604
0,0076 1,7455 0,0102 2,3066 0,0128 2,8493 0,0154 3,3736 0,0180 3,8795
0,0077 1,7674 0,0103 2,3278 0,0129 2,8698 0,0155 3,3934 0,0181 3,8987
0,0078 1,7993 0,0104 2,3490 0,0130 2,8903 0,0156 3,4132 0,0182 3,9177
0,0079 1,8112 0,0105 2,3701 0,0131 2,9107 0,0157 3,4329 0,0183 3,9388
0,0090 1,8330 0,0106 2.3913 0,0132 2,9311 0,0158 3,4526 0,0184 3,9558
0,0091 1,8548 0,0107 2,4124 0,0133 2,9515 0,0159 3,4723 0,0185 3,9148
0,0082 1,8766 0,0108 2,4334 0,0134 2,9719 0,0160 3,4920 0,0188 3,9937
0,0083 1,8984 0,0109 2,4545 0,0135 2,9923 0,0161 3,5116 0,0187 4,0125
0,0188 4,0315 0,0232 4,8363 0,0278 5,5885 0,0320 6,2880 0,0364 8,9319
0,0189 4,0504 0,0233 4,8540 0,0277 5,6050 0,0321 8,3033 0,0365 8,9490
0,0190 4,0093 0,0234 4,8717 0,0278 5,6214 0,0322 8,3188 0,0368 8,0631
0,0191 4,0081 0,0235 4,8893 0,0279 5,8379 0,0323 8,3338 0,0367 8,9771
0,0192 4,1069 0,0238 4,9069 0,0280 5,8543 0,0324 6,3490 0,0368 8,9911
0,0193 4,1257 0,0237 4,9245 0,0281 5,8706 0,0325 8,3842 0,0389 7,0051
0,0194 4,1444 0,0238 4,9420 0,0282 5,6870 0,0326 0,3793 0,0370 7,0190
0,0195 4,1031 0,0239 4,9595 0,0283 5,7033 0,0327 0,3944 0,0371 7,0330
0,0198 4,1818 0,0240 4,9770 0,0284 5,7196 0,0328 8,4095 0,0372 7,0469
0,0197 4,2004 0,0241 4,9945 0,0285 5,7359 0,0329 8,4248 0,0373 7,0607
0,0198 4,2191 0,0242 5,0119 0,0286 5,7521 0,0330 0,4397 0,0374 7,0748
0,0199 4,2377 0,0243 5,0293 0,0287 5,7683 0,0331 6,4547 0,0375 7,0884
0,0200 4,2563 0,0211 5,0167 0,0208 5,7845 0,0332 6,4697 0,0376 7,1022
0,0201 4,2748 0,0245 5,0640 0,0289 5,8006 0,0333 6,4846 0,0377 7,1160
0,0202 4,2933 0,0246 5,0814 0,0290 5,8168 0,0334 6,4996 0,0318 7,1297
0,0203 4,3118 0,0247 5,0987 0,0291 5,8329 0,0335 6,5145 0,0379 7,1434
0,0204 4,3303 0,0248 5.1159 0,0292 5,8490 0,0336 6,5293 0,0380 7,1571
0,0205 4,3487 0,0249 5,1332 0,0293 5,8650 0,0337 8,5442 0,0381 7,1707
0,0208 4,3671 0,0250 5,1504 0,0294 5,8810 0,0338 6,5590 0,0382 7,1844
0,0207 4,3855 0,0251 5,1676 0,0295 5,8970 0,0339 6,5738 0,0383 7,1980
0,0208 4,4039 0,0252 5,1848 0,0296 5,9130 0,0340 6,5888 0,0384 7,2115
0,0209 4,4222 0,0253 5,2019 0,0297 5,9289 0,0341 6,6033 0,0385 7,2251
LampiranII167

Tabel A – 11 RASIO PENULANGAN (p) vsKOEFISIEN TAHANAN (k)


(fc’ =30MPa , fc’ =240 MPa, k dalam MPa)
p k p k p k p k p k
0,0278 5,7965 0,0320 0,5200 0,0302 7,2035 0,0104 7,8111 0,0440 8,4507
0,0279 5,8142 0,0321 8,5368 0,0363 7,2193 0,0405 7,8619 0,0447 8,4848
0,0280 5,8319 0,0322 6,5535 0,0364 7,2351 0,0408 7,8767 0,0448 8,4784
0,0281 5,8495 0,0323 6,5702 0,0365 7,2508 0,0407 7,8915 0,0449 8,4923
0,0282 5,8672 0,0321 6.5868 0,0368 7,2665 0,0408 7,9063 0,0450 8,5061
0,0203 5,8840 0,0325 8,6035 0,0367 7,2822 0,0409 7,0210 0,0451 8,5199
0,0284 5,9023 0,0326 6,6201 0,0368 7,2979 0,0410 7,9358 0,0452 8,5336
0,0285 5,9199 0,0327 6,6367 0,0369 7,3136 0,0411 7,9505 0,0453 8,5474
0,0288 5,9374 0,0328 6,6533 0,0370 7,3292 0,0412 7,9651 0,0454 8,5611
0,0287 5,9549 0,0329 6,6698 0,0371 7,3448 0,0413 7,9798 0,0455 8,5748
0,0288 5,9724 0,0330 6,6864 0,0372 7,3604 0,0414 7,9944 0,0456 8,5885
0,0289 5,9899 0,0331 6,7029 0,0373 7,3759 0,0415 8,0090 0,0457 8,6022
0,0290 6,0073 0,0332 6,7194 0,0374 7,3915 0,0418 8,0236 0,0458 8,8158
0,0291 6,0247 0,0333 6,7358 0,0375 7,4070 0,0417 8,0382 0,0459 8,6294
0,0292 6,0421 0,0334 6,7523 0,0376 7,4225 0,0418 8,0527 0,0460 8,6430
0,0293 6,0595 0,0335 6,7687 0,0377 7,4380 0,0419 6,0672 0,0461 8,6566
0,0294 6,0769 0,0336 6,7851 0,0378 7,4534 0,0420 8,0817 0,0462 8,6701
0,0295 6,0942 0,0337 6,8015 0,0379 7,4688 0,0421 8,0962 0,0463 8,6836
0,0296 6,1115 0,0338 6,8178 0,0380 7,4842 0,0422 8,1107 0,0464 8,6971
0,0297 6,1288 0,0339 6,8342 0,0381 7,4996 0,0423 8,1251 0,0465 8,7106
0,0298 6,1460 0,0340 6,8505 0,0382 7,5150 0,0424 8,1395 0,0466 8,7241
0,0299 6,1633 0,0341 6,8668 0,0383 7,5303 0,0425 8,1539 0,0467 8,7375
0,0300 6,1805 0,0342 6,8830 0,0384 7,5456 0,0426 8,1682 0,0468 8,7509
0,0301 6,1977 0,0343 6,8993 0,0385 7,5609 0,0427 8,1826 0,0469 8,7643
0,0302 6,2148 0,0344 6,9155 0,0386 7,5762 0,0428 8,1969 0,0470 8,7776
0,0303 6,2320 0,0345 6,9317 0,0387 7,5914 0,0429 8,2112 0,0471 8,7910
0,0304 6,2491 0,0346 6,9479 0,0388 7,6066 0,0430 8,2255 0,0472 8,8043
0,0305 6,2662 0,0347 6,9640 0,0389 7,6218 0,0431 8,2391 0,0473 8,8176
0,0306 6,2833 0,0348 6,9001 0,0390 7,6370 0,0432 8,2539 0,0474 8,8309
0,0307 6,3003 0,0349 6,9962 0,0391 7,6522 0,0433 8,2681 0,0475 8,8441
0,0308 6,3174 0,0350 7,0123 0,0392 7,6673 0,0434 8,2823 0,0416 8,8573
0,0309 6,3344 0,0351 7,0284 0,0393 7,6824 0,0435 8,2965 0,0477 8,8706
0,0310 6,3514 0,0352 7,0444 0,0394 7,6975 0,0436 8,3106 0,0478 8,8837
0,0311 6,3683 0,0353 7,0604 0,0395 7,7125 0,0437 8,3247 0,0479 8,8969
0,0312 6,3853 0,0354 7,0754 0,0396 7,7276 0,0438 8,3388 0,0480 8,9100
0,0313 6,4022 0,0355 7,0924 0,0397 7,7426 0,0439 8,3529 0,0481 8,9231
0,0314 6,4191 0,0356 7,1083 0,0398 7,7576 0,0440 8,3669 0,0482 8,9362
0,0315 6,4360 0,0357 7,1243 0,0399 7,7726 0,0441 8,3809 0,0483 8,9493
0,0316 6,4528 0,0359 7,1402 0,0400 7,7875 0,0442 8,3949 0,0484 8,9623
0,0317 6,4697 0,0359 7,1560 0,0401 7,8024 0,0443 8,4089
0,0318 6,4865 0,0360 7,1719 0,0402 7,8173 0,0444 8,4228
0,0319 6,5033 0,0361 7,1877 0,0403 7,8322 0,0445 8,4368
168 Kriteria Perencanaan – Parameter Bangunan

Tabel A – 12 RASIO PENULANGAN (p) vsKOEFISIEN TAHANAN


(fc’ =35 MPa , fc’ =240 MPa, k dalam MPa)
p k p k p k p k p k
0,0058 1,3593 0,0102 2,3470 0,0148 3,2970 0,0190 4,2095 0,0234 5,0643
0,0059 1,3822 0,0103 2,3690 0,0147 3,3182 0,0191 4,2290 0,0235 5,1038
0,0060 1,4050 0,0504 2,3910 0,0148 3,3393 0,0192 4,2501 0,0238 5,1232
0,0061 1,4279 0,0105 2,4130 0,0149 3,3604 0,0193 4,2703 0,0237 5,1426
0,0062 1,4507 0,0106 2,4349 0,0150 3,3815 0,0194 4,2906 0,0238 5,1620
0,0063 1,4735 0,0107 2,4568 0,0151 3,4020 0,0195 4,3106 0,0239 5,1814
0,0064 1,4962 0,0108 2,4787 0,0152 3,4237 0,0198 4,3310 0,0240 5,2007
0,0065 1,5190 0,0109 2,5006 0,0153 3,4447 0,0107 4,3512 0,0241 5,2201
0,0068 1,5417 0,0110 2,5225 0,0154 3,4657 0,0100 4,3713 0,0242 5,2394
0,0067 1,5644 0,0111 2,5444 0,0155 3,4867 0,0199 4,3915 0,0243 5,2587
0,0068 1,5871 0,0112 2,5662 0,0158 3,5077 0,0200 4,4118 0,0244 5,2779
0,0069 1,6098 0,0113 2,5880 0,0157 3,5287 0,0201 4,4317 0,0245 5,2972
0,0070 1,6324 0,0114 2,6098 0,0158 3,5496 0.0202 4,4518 0,0248 5,3164
0,0071 1,6551 0,0115 2,6316 0,0159 3,5705 0,0203 4,4719 0,0247 5,3358
0,0072 1,6777 0,0118 2,6533 0,0160 3,5914 0,0204 4,4919 0,0248 5,3548
0,0073 1,7003 0,0117 2,6751 0,0161 3,6123 0,0205 4,5119 0,0249 5,3740
0,0074 1,7228 0,0118 2,6968 0,0162 3,6332 0,0206 4,5320 0,0250 5,3931
0,0075 1,7454 0,0119 2,7185 0,0163 3,6540 0,0207 4,5519 0,0251 5,4123
0,0076 1,7679 0,0120 2,7402 0,0164 3,6748 0,0208 4,5719 0,0252 5,4314
0,0077 1,7904 0,0121 2,7618 0,0165 3,6957 0,0209 4,5919 0,0253 5,4505
0,0078 1,8129 0,0122 2,7835 0,0166 3,7164 0,0210 4,6118 0,0254 5,4696
0,0079 1,8354 0,0123 2,8051 0,0167 3,7372 0,0211 4,6317 0,0255 5,4886
0,0080 1,8579 0,0124 2,8267 0,0168 3,7580 0.0212 4,6516 0,0258 5,5077
0,0081 1,8803 0,0125 2,8483 0,0169 3,7787 0,0213 4,6715 0,0257 5,5267
0,0082 1,9027 0,0126 2,8698 0,0170 3,7994 0,0214 4,6913 0,0258 5,5457
0,0083 1,9251 0,0127 2,8914 0,0171 3,8201 0,0215 4,7112 0,0259 5,5647
0,0084 1,9475 0,0128 2,9129 0,0172 3,8407 0,0218 4,7310 0,0260 5,5836
0,0085 1,9698 0,0129 2,9344 0,0173 3,8614 0,0217 4,7508 0,0251 5,6026
0,0086 1,9922 0,0130 2,9559 0,0174 3,8820 0,0218 4,7706 0,0262 5,6215
0,0087 2,0145 0,0131 2,9774 0,0175 3,9028 0,0219 4,7903 0,0263 5,6404
0,0088 2,0368 0,0132 2,9988 0,0176 3,9232 0,0220 4,8100 0,0264 5,6593
0,0089 2,0591 0,0133 3,0202 0,0177 3,9438 0,0221 4,8298 0,0265 5,6781
0,0090 2,0814 0,0134 3,0417 0,0178 3,9644 0,0222 4,8495 0,0266 5,6970
0,0091 2,1038 0,0135 3,0630 0,0179 3,9849 0,0223 4,8691 0,0267 5,7158
0,0092 2,1258 0,0138 3,0844 0,0180 4,0054 0,0224 4,8888 0,0268 5,7346
0,0093 2,1480 0,0137 3,1058 0,0181 4,0259 0,0225 4,9084 0,0269 5,7534
0,0094 2,1702 0,0138 3,1271 0,0182 4,0464 0,0226 4,9281 0,0270 5,7722
0,0095 2,1924 0,0139 3,1484 0,0183 4,0668 0,0227 4,9477 0,0271 5,7909
0,0096 2,2145 0,0140 3,1697 0,0184 4,0813 0,0228 4,9673 0,0272 5,8095
0,0097 2,2366 0,0141 3,1910 0,0185 4,1077 0,0229 4,9868 0,0273 5,8283
0,0098 2,2587 0,0142 3,2122 0,0186 4,1281 0,0230 5,0064 0,0274 5,8470
0,0099 2,2808 0,0143 3,2334 0,0187 4,1485 0,0231 5,0259 0,0275 5,8657
0,0100 2,3029 0,0144 3,2547 0,0188 4,1688 0,0232 5,0454 0,0276 5,8844
0,0101 2,3250 0,0145 3,2759 0,0189 4,1892 0,0233 5,0649 0,0277 5,9030
LampiranII169

Tabel A – 13 RASIO PENULANGAN (p) vsKOEFISIEN TAHANAN


(fc’ =40 MPa , fc’ =240 MPa, k dalam MPa)
p k p k p k p k p k
0,0193 4,3155 0,0237 5,2108 0,0281 6,0731 0,0325 8,9028 0,0369 7,6992
0,0194 4,3362 0,0238 5,2308 0,0202 6,0924 0,0328 6,0211 0,0370 7,7169
0,0195 4,3569 0,0239 5,2507 0,0283 6,1116 0,0327 6,9395 0,0371 7,7346
0,0196 4,3775 0,0240 5,2706 0,0284 6,1307 0,0328 6,9560 0,0372 7,7523
0,0197 4,3983 0,0241 5,2905 0,0285 6,1499 0,0329 6,9764 0,0373 7,7700
0,0198 4,4189 0,0242 5,3104 0,0286 6,1691 0,0330 6,9948 0,0374 7,7876
0,0199 4,4395 0,0243 5,3303 0,0287 6,1882 0,0331 7,0132 0,0375 7,8053
0,0200 4,4602 0,0244 5,3502 0,0288 6,2073 0,0332 7,0315 0,0376 7,8229
0,0201 4,4808 0,0245 5,3700 0,0289 6,2264 0,0333 7,0499 0,0377 7,8405
0,0202 4,5013 0,0246 5,3899 0,0290 6,2455 0,0334 7,0682 0,0378 7,8581
0,0203 4,5219 0,0247 5,4097 0,0291 6,2646 0,0335 7,0865 0,0379 7,8756
0,0204 4,5424 0,0248 5,4295 0,0292 6,2838 0,0336 7,1048 0,0380 7,8932
0,0205 4,5630 0,0249 5,4492 0,0293 6,3026 0,0337 7,1231 0,0381 7,9107
0,0206 4,5835 0,0250 5,4690 0,0294 6,3216 0,0338 7,1414 0,0382 7,9282
0,0207 4,6040 0,0251 5,4887 0,0295 6,3406 0,0339 7,1596 0,0383 7,9457
0,0208 4,6244 0,0252 5,5085 0,0296 6,3596 0,0340 7,1779 0,0384 7,9632
0,0209 4,6449 0,0253 5,5282 0,0297 6,3786 0,0341 7,1961 0,0385 7,9807
0,0210 4,6653 0,0254 5,5479 0,0298 6,3975 0,0342 7,2143 0,0386 7,9981
0,0211 4,6857 0,0255 5,5675 0,0299 6,4164 0,0343 7,2325 0,0387 8,0156
'
0,0212 4,7062 0,0256 5,5872 0,0300 6,4354 0,0344 7,2506 0,0388 8,0330
0,0213 4,7265 0,0257 5,6068 0,0301 6,4543 0,0345 7,2688 0,0389 6,0504
0,0214 4,7469 0,0258 5,6265 0,0302 6,4731 0,0348 7,2869 0,0390 8,0678
0,0215 4,7673 0,0259 5,6461 0,0303 6,4920 0,0347 7,3050 0,0391 8,0851 ,'
0,0216 4,7875 0,0260 5,6657 0,0304 6,5108 0,0348 7,3231 0,0392 8,1025
0,0217 4,8079 0,0261 5,6852 0,0305 6,5297 0,0349 7,3412 0,0393 8,1198
0,0218 4,8282 0,0262 5,7048 0,0306 6,5485 0,0350 7,3592 0,0394 8,1371
0,0219 4,8485 0,0263 5,7243 0,0307 6,5673 0,0351 7,3773 0,0395 8,1544
0,0220 4,8688 0,0264 5,7439 0,0308 6,5860 0,0352 7,3953 0,0396 8,1717
0,0221 4,8890 0,0265 5,7634 0,0309 6,6048 0,0353 7,4133 0,0397 8,1890
0,0222 4,9093 0,0266 5,7829 0,0310 6,6235 0,0354 7,4313 0,0398 8,2062
0,0223 4,9295 0,0267 5,8023 0,0311 6,6423 0,0355 7,4493 0,0399 8,2234
0,0224 4,9497 0,0268 5,8218 0,0312 6,6610 0,0356 7,4673 0,0400 8,2406
0,0225 4,9699 0,0269 5,8412 0,0313 6,6797 0,0357 7,4852 0,0401 8,2578
0,0226 4,9901 0,0270 5,8606 0,0314 6,6983 0,0358 7,5031 0,0402 8,2750
0,0227 5,0102 0,0271 5,8800 0,0315 6,7170 0,0359 7,5210 0,0403 8,2922
0,0228 5,0303 0,0272 5,8994 0,0316 6,7356 0,0360 7,5389 0,0404 8,3093
0,0229 5,0505 0,0273 5,9188 0,0317 6,7542 0,0361 7,5568 0,0405 8,3264
0,0230 5,0706 0,0274 5,9382 0,0318 6,7729 0,0362 7,5747 0,0406 8,3436
0,0231 5,0906 0,0275 5,9575 0,0319 6,7914 0,0363 7,5925 0,0407 8,3606
0,0232 5,1107 0,0276 5,9768 0,0320 6,8100 0,0364 7,6103 0,0408 8,3777
0,0233 5,1308 0,0277 5,9961 0,0321 6,8286 0,0365 7,6281 0,0409 8,3948
0,0234 5,1508 0,0278 6,0154 0,0322 6,8571 0,0366 7,6459 0,0410 8,4118
0,0235 5,1708 0,0279 6,0347 0,0323 6,9656 0,0367 7,6637 0,0411 8,4288
0,0236 5,1908 0,0280 6,0539 0,0324 6,8841 0,0368 7,6814 0,0412 8,4459
170 Kriteria Perencanaan – Parameter Bangunan

Tabel A – 14RASIO PENULANGAN (p) vsKOEFISIEN TAHANAN


(fc’ =17 MPa , fc’ =300 MPa, k dalam MPa)
p k p k p k p k p k
0,0047 1,3410 0,0079 2,1751 0,0111 2,9451 0,0143 3,6513 0,0175 4,2934
0,0048 1,3680 0,0080 2,2001 0,0112 2,9682 0,0144 3,8723 0,0178 4,3125
0,0049 1,3950 0,0081 2,2251 0,0113 2.9912 0,0145 3,6933 0,0177 4,3314
0,0050 1,4219 0,0082 2,2500 0,0114 3,0141 0,0146 3,7142 0,0178 4,3503
0,0051 1,4488 0,0083 2.2748 0,0115 3,0369 0,0147 3.7350 0,0179 4,3692
0,0052 1,4755 0,0084 2,2996 0,0116 3,0597 0,0148 3,7558 0,0180 4,3880
0,0053 1,5023 0,0085 2,3243 0,0117 3,0824 0,0149 3,7765 0,0181 4,4067
0,0054 1,5289 0,0086 2,34 90 0,0118 3,1051 0,0150 3,7972 0,0182 4,4254
0,0055 1,5555 0,0087 2,3736 0,0119 3,1277 0,0151 3,8178 0,0183 4,4440
0,0056 1,5820 0,0088 2,3981 0,0120 3,1502 0,0152 3,8383 0,0184 4,4625
0,0057 1,6085 0,0089 2,4226 0,0121 3,1727 0,0153 3,8588 0,0185 4,4810
0,0058 1,6349 0,0090 2,4470 0,0122 3,1951 0,0154 3,8792 0,0186 4,4994
0,0059 1,6613 0,0091 2,4713 0,0123 3.2174 0,0155 3,8996 0,0187 4,5177
0,0060 1,6876 0,0092 2,4956 0,0124 3,2397 0,0156 3,9199 0,0188 4,5360
0,0061 1,7138 0,0093 2,5198 0,0125 3,2819 0,0157 3,9401 0,0189 4,5542
0,0062 1,7399 0,0094 2,5440 0,0126 3,2841 0,0158 3,9602 0,0190 4,5724
0,0063 1,7660 0,0095 2,5681 0,0127 3,3062 0,0159 3,9803 0,0191 4,5905
0,0064 1,7921 0,0096 2,5921 0,0128 3,3282 0,0160 4,0004 0,0192 4,6085
0,0065 1,8180 0,0097 2,6161 0,0129 3,3502 0,0161 4,0203 0,0193 4,6265
0,0068 1,8439 0,0098 2,6400 0,0130 3,3721 0,0162 4,0403 0,0194 4,6444
0,0067 1,8698 0,0099 2,6639 0,0131 3,3940 0,0163 4,0601 0,0195 4,6623
0,0068 1,8958 0,0100 2,6876 0,0132 3,4158 0,0164 4,0799 0,0196 4,6801
0,0089 1,9213 0,0101 2,7114 0,0133 3,4375 0,0165 4,0996 0,0197 4,6978
0,0070 1,9469 0,0102 2,7350 0,0134 3,4591 0,0168 4,1193 0,0198 4,7155
0,0071 1,9725 0,0103 2,7586 0,0135 3,4807 0,0167 4,1389 0,0199 4,7331
0,0072 1,9981 0,0104 2,7822 0,0136 3,5023 0,0168 4,1584 0,0200 4,7506
0,0013 2,0235 0,0105 2,8056 0,0137 3,5237 0,0169 4,1779 0,0201 4,7681
0,0074 2,0490 0,0106 2,8290 0,0138 3,5452 0,0170 4,1973 0,0202 4,7055
0,0075 2,0743 0,0107 2,8524 0,0139 3,5665 0,0171 4,2168 0,0203 4,8028
0,0076 7,0996 0,0108 2,8757 0,0140 3,5878 0,0172 4,2359 0,0204 4,8201
0,0077 2,1248 0,0109 2,8989 0,0141 3,6090 0,0173 4,2552 0,0205 4,8373
0,0078 2,1500 0,0110 2,9221 0,0142 3,6302 0,0174 4,2743
LampiranII171

Tabel A – 15 RASIO PENULANGAN (p) vsKOEFISIEN TAHANAN


(fc’ =20 MPa , fc’ =300 MPa, k dalam MPa)
p k p k p k p k p k

0,0047 1,3514 0,0086 2,3838 0,0125 3,3352 0,0164 4,2059 0,0203 4,9959
0,0048 1,3788 0,0087 2,4090 0,0128 3,3585 0,0185 4,2272 0,0204 5,0151
0,0049 1,4063 0,0088 2,4344 0,0127 3,3818 0,0166 4,2484 0,0205 5,0342
0,0050 1,4336 0,0089 2,4597 0,0128 3,4050 0,0167 4,2695 0,0208 5,0533
0,0051 1,4609 0,0090 2,4849 0,0129 3,4262 0,0168 4,2907 0,0207 5,0724
0,0052 1,4882 0,0091 2,5101 0,0130 3,4513 0,0169 4,3117 0,0209 5,0913
0,0053 1,5154 0,0092 2,5353 0,0131 3,4744 0,0170 4,3327 0,0209 5,1103
0,0054 1,5426 0,0093 2,5604 0,0132 3,4974 0,0171 4,3537 0,0210 5,1291
0,0055 1,5697 0.0094 2,5854 0,0133 3,5204 0,0172 4,3745 0,0211 5,1480
0,0056 1,5967 0,0095 2,8104 0,0134 3,5433 0,0173 4,3954 0,0212 5,1667
0,0057 1,6237 0,0096 2,6353 0,0135 3,5661 0,0174 4,4162 0,0213 5,1855
0,0058 1,6507 0,0097 2,6602 0,0136 3,5889 0,0175 4,4369 0,0214 5,2041
0,0059 1,6776 0,0098 2,6850 0,0137 3,6117 0,0178 4,4576 0,0215 5,2227
0,0060 1,7044 0,0099 2,7098 0,0138 3,9344 0,0177 4,4782 0,0218 5,2413
0,0061 1,7312 0,0100 2,7345 0,0139 3,6570 0,0178 4,4988 0,0217 5,2598
0,0082 1,7579 0,0101 2,7592 0,0140 3,6796 0,0179 4,5193 0,0218 5,2782
0,0063 1,7846 0,0102 2,7838 0,0141 3,7022 0,0180 4,5398 0,0219 5,2966
0,0064 1,8113 0,0103 2,8083 0,0142 3,7248 0,0181 4,5602 0,0220 5,3150
0,0065 1,8378 0,0104 2,8328 0,0143 3,7471 0,0182 4,5806 0,0221 5,3333
0,0066 1,8643 0,0105 2,8573 0,0144 3,7695 0,0183 4,6009 0,0222 5,3515
0,0067 1,8908 0,0106 2,8817 0,0145 3,7918 0,0184 4,8211 0,0223 5,3697
0,0068 1,9172 0,0107 2,9060 0,0146 3,8141 0,0185 4,8413 0,0224 5,3878
0,0069 1,9436 0,0108 2,9303 0,0147 3,8363 0,0186 4,6615 0,0225 5,4059
0,0070 1,9699 0,0109 2,9546 0,0148 3,8584 0,0187 4,6816 0,0226 5,4239
0,0071 1,9962 0,0110 2,9787 0,0149 3,8806 0,0188 4,7016 0,0227 5,4419
0,0072 2,0224 0,0111 3,0029 0,0150 3,9026 0,0189 4,7216 0,0228 5,4598
0,0073 2,0485 0,0112 3,0270 0,0151 3,9246 0,0190 4,7415 0,0229 5,4777
0,0074 2,0746 0,0113 3,0510 0,0152 3,9466 0,0191 4,7614 0,0230 5,4955
0,0075 2,1007 0,0114 3,0750 0,0153 3,9685 0,0192 4,7813 0,0231 5,5133
0,0076 2,1268 0,0115 3,0989 0,0154 3,9903 0,0193 4,8010 0,0232 5,5310
0,0077 2,1526 0,0116 3,1227 0,0155 4,0121 0,0194 4,8209 0,0233 5,5485
0,0078 2,1785 0,0117 3,1466 0,0156 4,0339 0,0195 4,8404 0,0234 5,5662
0,0079 2,2043 0,0118 3,1703 0,0157 4,0556 0,0196 4,8601 0,0235 5,5939
0,0060 2,2301 0,0119 3,1940 0,0159 4,0772 0,0197 4,6795 0,0235 5,6013
0,0081 2,2558 0,0120 3,2177 0,0159 4,0988 0,0199 4,8991 0,0237 5,6187
0,0082 2,2815 0,0121 3,2413 0,0160 4,1203 0,0199 4,9186 0,0238 5,6351
0,0083 2,3071 0,0122 3,2648 0,0161 4,1418 0,0200 4,9380 0,0239 5,6534
0,0084 2,3321 0,0123 3,2883 0,0162 4,1632 0,0201 4,9574 0,0240 5,6707
0,0085 2,3582 0,0124 3,3118 0,0163 4,1846 0,0202 4,9767 0,0241 5,6879
172 Kriteria Perencanaan – Parameter Bangunan

Tabel A – 16 RASIO PENULANGAN (p) vsKOEFISIEN TAHANAN


(fc’ =25 MPa , fc’ =300 MPa, k dalam MPa)
p k p k p k p k p k
0,0047 1,3631 0,0091 2,5541 0,0135 3,6629 0,0179 4,6894 0,0223 5,6338
0,0048 1,3911 0,0092 2,5802 0,0136 3,8871 0,0180 4,7118 0,0224 5,6543
0,0049 1,4190 0,0093 2,8063 0,0137 3,7113 0,0181 4,7342 0,0225 5,6747
0,0050 1,4469 0,0094 2,6323 0,0138 3,7355 0,0182 4,7564 0,0226 5,6951
0,0051 1,4748 0,0095 2,6583 0,0139 3,7596 0,0183 4,7707 0,0227 5,7155
0,0052 1,5026 0,0096 2,6843 0,0140 3,7837 0,0184 4,8009 0,0228 5,7359
0,0053 1,5303 0,0097 2,7102 0,0141 3,8077 0,0185 4,8231 0,0229 5,7562
0,0054 1,5581 0,0098 2,7360 0,0142 3,8317 0,0186 4,8452 0,0230 5,7764
0,0055 1,5857 0,0099 2,7618 0,0143 3,8557 0,0187 4,6673 0,0231 5,7966
0,0058 1,6134 0,0100 2,7876 0,0144 3,8798 0,0188 4,8893 0,0232 5,8168
0,0057 1,6410 0,0101 2,8133 0,0145 3,9034 0,0189 4,9113 0,0233 5,8369
0,0058 1,6085 0,0102 2,8390 0,0146 3,9272 0,0190 4,9332 0,0234 5,8570
0,0059 1,6961 0,0101 2,8647 0,0147 3,9510 0,0191 4,9551 0,0235 5,8770
0,0060 1,7235 0,0104 2,8903 0,0148 3,9748 0,0192 4,9770 0,0236 5,8970
0,0061 1,7510 0,0105 2,9158 0,0149 3,9985 0,0193 4,9988 0,0237 5,9170
0,0062 1,7784 0,0106 2,9413 0,0150 4,0221 0,0194 5,0208 0,0238 5,9369
0,0063 1,8057 0,0107 2,9668 0,0151 4,0457 0,0195 5,0423 0,0239 5.9567
0,0064 1,8330 0,0108 2,9923 0,0152 4,0693 0,0196 5,0640 0,0240 5,9766
0,0055 1,8603 0,0109 3,0176 0,0153 4,0928 0,0197 5,0857 0,0241 5,9964
0,0066 1,0875 0,0110 3,0430 0,0154 4,1163 0,0198 5,1073 0,0242 6,0161
0,0067 1,9147 0,0111 3,0683 0,0155 4,1397 0,0199 5,1289 0,0243 6,0358
0,0068 1,9418 0,0112 3,0936 0,0156 4,1631 0,0200 5,1504 0,0244 6,0555
0,0069 1,9559 0,0113 3,1188 0,0157 4,1865 0,0201 5,1719 0,0245 6,0151
0,0070 1,9959 0,0114 3,1440 0,0158 4,2098 0,0202 5,1933 0,0246 6,0946
0,0071 2,0229 0,0115 3,1691 0,0159 4,2330 0,0203 5,2147 0,0247 8,1142
0,0072 2,0499 0,0116 3,1942 0,0160 4,2563 0,0204 5,2361 0,0248 6,1337
0,0073 2,0768 0,0117 3,2192 0,0161 4,2794 0,0205 5,2574 0,0249 6,1531
0,0074 2,1037 0,0118 3,2443 0,0162 4,3026 0,0206 5,2787 0,0250 8,1725
0,0075 2,1305 0,0119 3,2692 0,0163 4,3257 0,0207 5,2999 0,0251 8,1919
0,0078 2,1573 0,0120 3,2941 0,0164 4,3497 0,0208 5,3211 0,0252 8,2112
0,0077 2,1841 0,0121 3,3190 0,0165 4,3717 0,0209 5,3422 0,0253 6,2304
0,0078 2,2108 0,0122 3,3439 0,0166 4,3947 0,0210 5,3633 0,0254 6,2497
0,0079 2,2374 0,0123 3,3687 0,0167 4,4176 0,0211 5,3844 0,0255 6,2689
0,0080 2,2641 0,0124 3,3934 0,0168 4,4,105 0,0212 5,4054 0,0256 6,2880
0,0081 2,2906 0,0125 3,4181 0,0169 4,4634 0,0213 5,a264 0,0257 6,3071
0,0062 2,3172 0,0126 3,4428 0,0170 4,4862 0,0214 5.4473 0,0258 6,3262
0,0003 2,3437 0,0127 3,4674 0,0171 4,5069 0,0215 5,4682 0,0259 6,3452
0,0004 2,3701 0,0128 3,4920 0,0172 4,5315 0,0216 5,4890 0,0260 6,3642
0,0085 2,3965 0,0129 3,5165 0,0173 4,5543 0,0217 5,5098 0,0261 6,3831
0,0086 2,4229 0,0130 3,5410 0,0174 4,5769 0,0218 5,5306 0,0262 6,4020
0,0067 2,4492 0,0131 3,5655 0,0175 4,5995 0,0219 5,5513 0,0263 6,4209
0,0090 2,4755 0,0132 3,5899 0,0176 4,6221 0,0220 5,5720 0,0264 6,4397
0,0089 2,5018 0,0133 3,6143 0,0177 4,6446 0,0221 5,5926 0,0265 6,4584
0,0090 2,5280 0,0134 3,6386 0,0178 4,6670 0,0222 5,6132 0,0266 6,4771
0,0267 8,4958 0,0274 8,8254 0,0281 8,7529 0,0288 8,8783 0,0295 7,0016
0,0268 8,5145 0,0275 8,6437 0,0282 8,7709 0,0289 8,6960 0,0296 7,0190
0,0269 6,5331 0,0276 6,6620 0,0283 8,7889 0,0290 6,9137 0,0297 7,0364
0,0270 8,5518 0,0277 6,6803 0,0284 6,8069 0,0291 6,9314 0,0298 7,0538
0,0271 6,5701 0,0278 6,6985 0,0285 6,8248 0,0292 6,9490 0,0299 7,0711
0,0272 6,5886 0,0279 6,7167 0,0286 6,8427 0,0293 6,9650 0,0300 7,0884
0,0273 6,6070 0,0260 6,7348 0,0287 6,8605 0,0294 6,9841 0,0301 7,1056
LampiranII173

Tabel A – 17 RASIO PENULANGAN (p) vsKOEFISIEN TAHANAN


(fc’ =30 MPa , fc’ =300 MPa, k dalam MPa)
p k p k p k p k p k
0,0047 1,3709 0,0076 2,1778 0,0105 2,9549 0,0134 3,7022 0,0163 4,4197
0,0048 1,3992 0,0077 2,2051 0,0106 2,9911 0,0135 3,7274 0,0164 4,4439
0,0049 1,4275 0,0078 2,2323 0,0107 3,0074 0,0136 3,7526 0,0165 4,4681
0,0050 1,4558 0,0079 2,2595 0,0108 3,0335 0,0137 3,7778 0,0166 4,4923
0,0051 1,4840 0,0080 2,2867 0,0109 3,0597 0,0138 3,8029 0,0167 4,5164
0,0052 1,5121 0,0081 2,3139 0,0110 3,0858 0,0139 3,8280 0,0168 4,5404
0,0053 1,5403 0,0082 2,3410 0,0111 3,1119 0,0140 3,8531 0,0169 4,5645
0,0054 1,5684 0,0083 2,3681 0,0112 3,1380 0,0141 3,6781 0,0170 4,5885
0,0055 1,5965 0,0084 2,3951 0,0113 3,1640 0,0142 3,9031 0,0171 4,6124
0,0056 1,6245 0,0085 2,4221 0,0114 3,1900 0,0143 3,9281 0,0172 4,6354
0,0057 1,6525 0,0096 2,4491 0,0115 3,2159 0,0144 3,9530 0,0173 4,6603
0,0058 1,6805 0,0087 2,4760 0,0118 3,2418 0,0145 3,9779 0,0174 4,6841
0,0059 1,7084 0,0088 2,5029 0,0117 3,2677 0,0146 4,0027 0,0175 4,7079
0,0060 1,7353 0,0089 2,5298 0,0116 3,2935 0,0147 4,0275 0,0176 4,7317
0,0061 1,7641 0,0090 2,5566 0,0119 3,3194 0,0148 4,0523 0,0177 4,7555
0,0062 1,7920 0,0091 2,5834 0,0120 3,3451 0,0149 4,0770 0,0176 4,7792
0,0063 1,8197 0,0092 2,6102 0,0121 3,3709 0,0150 4,1018 0,0179 4,8029
0,0064 1,8475 0,0093 2,6369 0,0122 3,3955 0,0151 4,1264 0,0180 4,8255
0,0065 1,8752 0,0094 2,6636 0,0123 3,4222 0,0152 4,1511 0,0181 4,8501
0,0066 1,9029 0,0095 2,6903 0,0124 3,4478 0,0153 4,1757 0,0182 4,8737
0,0067 1,9305 0,0096 2,7169 0,0125 3,4734 0,0154 4,2002 0,0183 4,8972
0,0068 1,9582 0,0097 2,7435 0,0126 3,4990 0,0155 4,2248 0,0184 4,9207
0,0069 1,9957 0,0096 2,7700 0,0127 3,5245 0,0156 4,2493 0,0185 4,9442
0,0070 2,0133 0,0099 2,7955 0,0129 3,5500 0,0157 4,2737 0,0186 4,9577
0,0071 2,0409 0,0100 2,8230 0,0129 3,5755 0,0158 4.2981 0,0187 4,9310
0,0072 2,0592 0,0101 2,8494 0,0130 3,6069 0,0159 4,3225 0,0188 5,0144
0,0073 2,0957 0,0102 2,8758 0,0131 3,5253 0,0150 4,3469 0,0189 5,0377
0,0074 2,1231 0,0103 2,9022 0,0132 3,6516 0,0151 4,3712 0,0190 5,0510
0,0075 2,1504 0,0104 2,9286 0,0133 3,6769 0,0162 4,3955 0,0191 5,0843
174 Kriteria Perencanaan – Parameter Bangunan

Tabel A – 18 Lebar Balok Minimum (cm)


Jumlah Balang Tulangan Baja Dalam Satu Lapis
Tulangan Tambahan
Baja SetiapBatang
2 3 4 5 6 7 8 9 10

D 10 14,50 18,00 21,50 25,00 20,50 32,00 35,50 38,90 41,50 3,50
D 12 14,90 18,60 22,30 26,00 29,70 33,40 37,10 40,80 44,50 3,70
D 13 15,10 18,90 22,70 26,50 30,30 34,10 37,90 41,70 45,50 3,80
D 14 15,30 19,20 23,10 27,00 30,90 34,80 38,70 42,60 46,50 3,90
D 16 15,70 19,80 23,90 26,00 32,10 36,20 40,30 44,40 48,50 4,10
D18 18,10 20,40 24,70 29,00 33,30 37,60 41,90 46,20 50,50 4,30
D 19 16,30 20,70 25,10 29,50 33,90 38,30 42,70 47,10 51,50 4,40
D20 16,50 21,00 25,50 30,00 34,50 39,00 43,50 48,00 52,50 4,50
D22 10,90 21,60 28,30 31,00 35,70 40,40 45,10 49,80 54,50 4,70
D 25 17,50 24,50 27,50 32,50 37,50 42,50 47,50 52,50 57,50 5,00
D28 18,40 24,00 29,60 35,20 40,80 46,40 52,00 57,60 63,20 5,60
D29 18,70 24,50 30,30 36.10 41,90 47,70 53,50 59,30 65,10 5,90
D32 19,60 26,00 32,40 38,80 45,20 51,60 58,00 64,40 70,80 6,40
D 36 20,80 28,00 35,20 42,40 49,60 56,80 64,00 71,20 78,40 7,20
D40 22,00 30,00 38,00 46,00 54,00 62,00 70,00 78,00 86,00 8,00
D50 25,00 35,00 45,00 55,00 65,00 75,00 85,00 95,00 105,00 10,00
Keterangan:Tabel dihitung menggunakan sengkang D10, jarak bersih minimum 2,50 cm, dan tebal
selimut beton 4,0 cm.
LampiranII175

Tabel A – 19 Tebal Balok Non Prategang atau Pelat Satu Arah


Apabila Lendutan Tidak Dihitung
Tebal Minimum(h)

Dua SatuUjung Kedua Ujung Kantilever


Tumpuan Menerus Menerus
Komponen
Struktur Komponen Tidak Mendukung atau Menyatukan dengan
Partisi atau Konstruksi Lain yang Akan Rusak Akibat Lendutan Besar

PelatSolid
Satu Arah

Balok atau
PelatLajur
Satu Arah

Sesuai SK SNI T-15-1991-03 (TABEL 3.2.5 (a))


176 Kriteria Perencanaan – Parameter Bangunan

Tabel A – 20 Lendutan Ijin Maksimum


Lendutan yang Batas
Tipe komponen struktur
Diperhitungkan Lendutan
Atap datar tidak menahan atau berhubungan
dengankomponennonstrukturalyangmungkin Lendutan akibat beban hidup L
rusak akibatlendutan yang besar
Lantai tidak menahan atau berhubungan
dengan komponen non struktural yang Lendutan akibat beban hidup L
mungkin rusak akibat lendutan
Konstruksi atap atau lantai yang menahan Bagian dari lendutan total yang
atau berhubungan dengan komponen non setelah pemasangan komponen
struktural yang mungkin rusak akibat non struktural.
lendutan yang besar jumlah dari lendutan jangka
panjang akibat semua beban yang
bekerja dan lendutan yang bekerja
dan lendutan yang bekerja dan
lendutan yang bekerja dan
lendutan seketika yang terjadi
akibat penambahan sembarang
beban hidup
Konstruksi atap atau lantai yang menahan
atau berhubungan dengan komponen non
struktural yang mungkin tidak rusak akibat
lendutan yang besar

Tabel 3.2.5(b) SK SNI T-15-1991-03


LampiranII177

Tabel A – 21JUMLAH MAKSIMUM BATANG TULANGAN DALAM SATU


BARIS PENULANGAN KOLOM
DIAMETER TULANGAN SPIRAL/SENGKANG

LUAS INTI PENAMPANG PERSEGI


SENGKANG

JUMLAH BATANG JUMLAH BATANG


Diameter Tulangan Pokok Diameter Tulangan Pokok
(mm2) (mm2 )
18 18 19 20 22 25 28 29 32 336 16 18 19 20 22 25 29 29 32 36
D10 220 38.013 8 87 7 7 6 666 48.400 8 88868444 4
240 45.239 9 88 8 7 7 666 - 57.600 8 88888884 4
260 53.093 10 99 9 8 7 776 6 67.600 12 12 8 8 8 8 8 8 8 4
280 81.575 11 10 10 9 9 8 877 6 78.400 12 12 12 12 8 8 8 8 8 8
300 70.686 12 1111 10 10 9 887 7 90.000 12 12 12 12 12 8 8 8 8 8
320 80.125 12 12 11 11 10 10 998 7 102.400 16 12 12 12 12 12 8 8 6 8
310 90.792 13 13 12 12 11 10 999 8 115.600 16 16 12 12 12 12 12 12 8 8
360 101.788 14 13 13 13 12 11 10 10 9 8 129.600 16 16 16 16 12 12 12 12 12 8
380 113.411 15 14 14 13 13 12 11 1110 9 144.400 16 16 16 16 12 12 12 12 12 8
D12 400 125.664 16 15 14 14 13 12 11 11 10 9 160.000 20 16 16 16 18 16 12 12 12 12
420 138.544 17 16 15 15 14 13 12 12 11 10 176.400 20 20 16 16 16 16 12 12 12 12
410 152.053 18 16 16 16 15 14 13 12 11 11 193.600 20 20 20 20 16 16 16 16 12 12
460 156.190 18 17 17 16 15 14 13 13 12 11 211.500 20 20 20 20 20 16 16 16 12 12
480 180.956 19 18 18 17 16 15 14 14 13 12 230.400 24 20 20 20 20 16 16 16 16 12
500 195.150 20 19 18 16 17 16 15 14 13 12 250.000 24 24 20 20 20 20 16 16 16 16
520 212.372 21 20 19 19 18 16 15 15 14 13 270.400 24 24 24 24 20 20 16 16 18 16
510 229.022 22 21 20 19 18 17 16 16 15 13 291.600 28 24 24 24 24 20 20 20 16 16
550 215.300 23 21 21 20 19 18 17 16 15 14 313.600 28 24 24 24 24 20 20 20 16 16
D13 590 254.999 24 22 22 21 20 18 17 17 16 14 336.400 28 28 24 24 24 20 20 20 20 16
600 282.743 24 23 23 22 21 19 18 17 16 15 365.060 28 28 28 28 24 24 20 20 20 16
620 301.907 25 24 23 23 21 20 18 18 17 16 381.400 32 28 28 28 24 24 24 20 20 20
610 321.919 26 25 24 23 22 21 19 19 17 16 406.600 32 28 28 20 28 24 24 24 20 20
610 312.119 27 25 25 24 23 21 20 19 18 17 435.600 32 32 32 28 26 24 24 24 20 20
680 363.158 28 26 26 25 24 22 20 20 19 17 462.400 36 32 32 32 28 28 28 24 24 20
700 384.845 29 27 26 26 24 23 21 21 19 18 490.900 36 32 32 32 28 28 28 24 24 20
178 Kriteria Perencanaan – Parameter Bangunan
Lampiran III 179

LAMPIRAN III

GRAFIK KHOSLA’S SECARA EMPIRIS


(Digambar oleh Balai Irigasi, Puslitbang SDA)

Floor with d/s pile

( ) ( )

( ) ( )

Floor with an intermediate pile

( ) ( )
180 Kriteria Perencanaan – Parameter Bangunan

Gambar B-1. Grafik Khosla’s Secara Empiris


Lampiran III 181

Telah disiapkan juga dalam bentuk tabel seperti berikut:

Tabel B-1. Nilai ΦE dan ΦD untuk Berbagai Nilai α

No. α=b/d λ ΦE ΦD No. α=b/d λ ΦE ΦD


1 1,00 1,21 72,81 44,51 34 17,50 9,26 21,31 14,93
2 1,50 1,40 64,05 40,75 35 18,00 9,51 21,02 14,73
3 2,00 1,62 57,59 37,52 36 18,50 9,76 20,74 14,53
4 2,50 1,85 52,65 34,84 37 19,00 10,01 20,47 14,35
5 3,00 2,08 48,76 32,61 38 19,50 10,26 20,21 14,17
6 3,50 2,32 45,60 30,73 39 20,00 10,51 19,96 14,00
7 4,00 2,56 42,96 29,13 40 20,50 10,76 19,72 13,83
8 4,50 2,80 40,74 27,75 41 21,00 11,01 19,49 13,67
9 5,00 3,05 38,82 26,54 42 21,50 11,26 19,26 13,52
10 5,50 3,30 37,14 25,47 43 22,00 11,51 19,05 13,37
11 6,00 3,54 35,67 24,52 44 22,50 11,76 18,84 13,22
12 6,50 3,79 34,35 23,67 45 23,00 12,01 18,63 13,08
13 7,00 4,04 33,17 22,90 46 24,00 12,51 18,25 12,81
14 7,50 4,28 32,10 22,20 47 25,00 13,01 17,88 12,56
15 8,00 4,53 31,13 21,56 48 26,00 13,51 17,54 12,32
16 8,50 4,78 30,25 20,97 49 27,00 14,01 17,22 12,10
17 9,00 5,03 29,43 20,42 50 28,00 14,51 16,91 11,89
18 9,50 5,28 28,68 19,92 51 29,00 15,01 16,62 11,69
19 10,00 5,52 27,98 19,45 52 30,00 15,51 16,34 11,49
20 10,50 5,77 27,33 19,02 53 35,00 18,01 15,14 10,66
21 11,00 6,02 26,72 18,61 54 40,00 20,51 14,18 9,98
22 11,50 6,27 26,15 18,22 55 45,00 23,01 13,37 9,42
23 12,00 6,52 25,62 17,86 56 50,00 25,50 12,69 8,94
24 12,50 6,77 25,11 17,52 57 60,00 30,50 11,59 8,17
25 13,00 7,02 24,64 17,20 58 70,00 35,50 10,74 7,57
26 13,50 7,27 24,19 16,89 59 80,00 40,50 10,04 7,09
27 14,00 7,52 23,77 16,61 60 100,00 50,50 8,99 6,34
28 14,50 7,77 23,36 16,33 61 150,00 75,50 7,34 5,19
29 15,00 8,02 22,98 16,07 62 200,00 100,50 6,36 4,49
30 15,50 8,27 22,62 15,82 63 250,00 125,50 5,69 4,02
31 16,00 8,52 22,27 15,58 64 300,00 150,50 5,20 3,67
32 16,50 8,77 21,93 15,35 65 350,00 175,50 4,81 3,40
33 17,00 9,01 21,62 15,14 66 400,00 200,50 4,50 3,18

Sumber : Perhitungan Tim Balai Irigasi-Puslitbang SDA


182 Kriteria Perencanaan – Parameter Bangunan

Gambar B-2. Grafik Khosla’s Variabel Bebas


Lampiran III 183

Alternatif lain untuk memperoleh nilai dan agar lebih memudahkan telahdisiapkan
tabel di bawah ini, dimana pada tabel ini dituliskan nilai dan untukberbagai nilai α,
mulai dari 0 hingga 1 juta,perlu disampaikan juga bahwauntuk memperoleh nilai dan
yang lain disarankan diperoleh langsung darirumus karena pengaruh α pada rumus
tidak linear,adapun formula yangdigunakan adalah:
√ √

√ √
184 Kriteria Perencanaan – Parameter Bangunan

Tabel B-2. Nilai Φc untuk Berbagai Nilai α dan Ratio b1/b


φc
α
ratiob1/b
0,00 0,10 0,20 0,33 0,50 0,75 1,0 1,5 2,0 2,5 3 4 5 6 7 8 9 10 15 20 30 1.000 1.000.000
0,00 0,00 3,18 6,13 10,38 15,17 21,63 27,19 35,95 42,41 47,35 51,24 57,04 61,18 64,33 66,83 68,87 70,57 72,02 77,02 80,04 83,66 97,15 99,91
0,04 0,00 3,05 6,07 9,98 14,61 20,91 26,35 35,03 41,47 46,42 50,33 56,14 60,30 63,44 65,92 67,92 69,59 71,00 75,69 78,35 81,24 87,02 87,18
0,08 0,00 2,92 5,82 9,58 14,05 20,16 25,49 34,04 40,45 45,37 49,25 55,02 59,10 62,14 64,50 66,38 67,92 69,19 73,25 75,39 77,57 81,63 81,74
0,12 0,00 2,80 5,57 9,17 13,48 19,40 24,59 33,00 39,33 44,20 48,03 53,68 57,62 60,51 62,71 64,44 65,83 66,97 70,48 72,28 74,06 77,38 77,48
0,16 0,00 2,67 5,32 8,77 12,90 18,62 23,67 31,90 38,13 42,92 46,68 52,16 55,93 58,65 60,70 62,29 63,55 64,57 67,48 69,25 70,81 73,72 73,80
0,20 0,00 2,54 5,07 8,36 12,32 17,82 22,71 30,75 36,85 41,53 45,20 50,49 54,09 56,65 58,56 60,02 61,18 62,12 64,95 66,36 67,76 70,40 70,48
0,24 0,00 2,42 4,81 7,95 11,73 17,01 21,73 29,53 35,48 40,05 43,61 48,71 52,13 54,55 56,34 57,71 58,79 59,65 62,27 63,58 64,87 67,33 67,41
0,28 0,00 2,29 4,56 7,54 11,14 16,18 20,72 28,27 34,05 38,48 41,92 46,83 50,09 52,39 54,08 55,37 56,38 57,20 59,65 60,88 62,10 64,43 64,50
0,32 0,00 2,16 4,31 7,13 10,54 15,34 19,69 26,96 32,54 36,82 40,15 44,87 47,99 50,18 51,79 53,01 53,98 54,75 57,09 58,26 59,42 61,65 61,72
0,36 0,00 2,04 4,06 6,72 9,94 14,49 18,63 25,59 30,97 35,10 38,30 42,83 45,83 47,93 49,47 50,65 51,57 52,31 54,56 55,68 56,80 58,97 59,03
0,40 0,00 1,91 3,81 6,30 9,33 13,63 17,55 24,18 29,33 33,30 36,38 40,74 43,63 45,65 47,13 48,27 49,16 49,87 52,05 53,14 54,23 56,34 56,41
0,44 0,00 1,78 3,55 5,88 8,72 12,75 16,45 22,73 27,64 31,44 34,39 38,59 41,37 43,33 44,76 45,86 46,73 47,43 49,55 50,61 51,69 53,76 53,83
0,48 0,00 1,65 3,30 5,47 8,11 11,87 15,33 21,24 25,89 29,51 32,33 36,37 39,06 40,96 42,36 43,43 44,28 44,96 47,04 48,09 49,15 51,21 51,27
0,52 0,00 1,53 3,05 5,05 7,49 10,97 14,19 19,72 24,09 27,52 30,22 34,09 36,70 38,54 39,91 40,96 41,79 42,46 44,52 45,56 46,61 48,66 48,73
0,56 0,00 1,40 2,79 4,63 6,87 10,07 13,03 18,15 22,24 25,47 28,03 31,75 34,27 36,07 37,41 38,44 39,26 39,92 41,96 43,00 44,05 46,11 46,17
0,60 0,00 1,27 2,54 4,21 6,25 9,16 11,87 16,56 20,35 23,36 25,78 29,33 31,76 33,52 34,83 35,85 36,66 37,32 39,35 40,39 41,44 43,53 43,59
0,64 0,00 1,15 2,28 3,79 5,62 8,25 10,69 14,94 18,41 21,20 23,46 26,83 29,17 30,88 32,17 33,18 33,98 34,63 36,67 37,71 38,78 40,90 40,97
0,68 0,00 1,02 2,03 3,37 5,00 7,33 9,50 13,30 16,43 18,98 21,07 24,23 26,48 28,14 29,40 30,40 31,19 31,85 33,89 34,95 36,04 38,21 38,28
0,72 0,00 0,89 1,78 2,94 4,37 6,41 8,31 11,65 14,41 16,70 18,61 21,54 23,67 25,27 26,51 27,48 28,28 28,93 30,99 32,07 33,18 35,43 35,50
0,76 0,00 0,76 1,52 2,52 3,74 5,49 7,11 9,98 12,37 14,38 16,07 18,74 20,73 22,25 23,45 24,40 25,19 25,84 27,91 29,02 30,18 32,52 32,59
0,80 0,00 0,64 1,27 2,10 3,12 4,57 5,92 8,30 10,31 12,01 13,47 15,83 17,64 19,05 20,19 21,11 21,88 22,52 24,62 25,76 26,96 29,44 29,52
0,84 0,00 0,51 1,01 1,68 2,49 3,65 4,72 6,62 8,23 9,61 10,82 12,80 14,38 15,65 16,69 17,56 18,29 18,92 21,01 22,18 23,44 26,11 26,20
0,88 0,00 0,38 0,76 1,26 1,87 2,73 3,53 4,49 6,15 7,20 8,12 9,67 10,94 12,01 12,91 13,68 14,34 14,92 16,95 18,15 19,48 22,42 22,52
0,92 0,00 0,25 0,51 0,84 1,24 1,81 2,34 2,28 4,08 4,77 5,39 6,46 7,36 8,14 8,82 9,42 9,96 10,44 12,24 13,40 14,78 18,14 18,26
0,96 0,00 0,13 0,25 0,42 0,62 0,90 1,17 1,63 2,02 2,37 2,68 3,22 3,68 4,09 4,46 4,80 5,11 5,40 6,58 7,46 8,69 12,66 12,82
1,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
Lampiran III 185

Tabel B-3. Nilai ΦD untuk Berbagai Nilai α dan Ratio b1/b


φc
ratio α
b1/b 0,00 0,10 0,20 0,33 0,50 0,75 1,0 1,5 2,0 2,5 3 4 5 6 7 8 9 10 15 20 30 1.000 1.000.000
0,00 50,00 50,08 50,31 50,84 51,77 53,54 55,49 59,25 62,48 65,16 67,39 70,87 73,46 75,48 77,10 78,44 79,58 80,55 83,93 86,00 88,51 97,99 99,94
0,04 50,00 50,07 50,29 50,77 51,65 53,31 55,16 58,79 61,95 64,59 66,79 70,22 72,76 74,72 76,27 77,54 78,59 79,48 82,37 83,92 85,44 87,18 87,18
0,08 50,00 50,07 50,26 50,71 51,51 53,07 54,81 58,28 61,32 63,86 65,98 69,24 71,60 73,36 74,72 75,79 76,64 77,33 79,36 80,28 81,05 81,74 81,74
0,12 50,00 50,06 50,24 50,64 51,38 52,81 54,44 57,70 60,58 62,98 64,96 67,96 70,06 71,57 72,69 73,53 74,18 74,69 76,08 76,66 77,10 77,48 77,48
0,16 50,00 50,05 50,21 50,58 51,24 52,54 54,04 57,06 59,74 61,96 63,77 66,45 68,25 69,50 70,40 71,05 71,54 71,91 72,89 73,28 73,56 73,80 73,80
0,20 50,00 50,05 50,19 50,51 51,10 52,27 53,62 56,37 58,81 60,82 62,43 64,76 66,27 67,29 67,99 68,49 68,86 69,14 69,85 70,12 70,32 70,48 70,48
0,24 50,00 50,04 50,16 50,44 50,96 51,98 53,18 55,63 57,80 59,57 60,97 62,94 64,19 65,00 65,55 65,94 66,22 66,43 66,95 67,15 67,29 67,41 67,41
0,28 50,00 50,03 50,14 50,38 50,82 51,69 52,72 54,84 56,71 58,23 59,41 61,04 62,04 62,68 63,11 63,41 63,62 63,78 64,17 64,31 64,42 64,50 64,50
0,32 50,00 50,03 50,11 50,31 50,67 51,39 52,25 54,01 55,57 56,82 57,78 59,09 59,87 60,36 60,69 60,91 51,07 61,19 61,48 61,58 61,66 61,72 61,72
0,36 50,00 50,02 50,09 50,24 50,52 51,09 51,76 53,16 54,38 55,36 56,10 57,10 57,68 58,05 58,29 58,45 58,56 58,65 58,86 58,93 58,99 59,03 59,03
0,40 50,00 50,02 50,06 50,17 50,37 50,78 51,27 52,27 53,16 53,85 54,38 55,08 55,49 55,74 55,90 56,01 56,09 56,15 56,29 56,34 56,38 56,41 56,41
0,44 50,00 50,01 50,04 50,10 50,22 50,47 50,76 51,37 51,90 52,32 52,64 53,05 53,29 53,44 53,54 53,60 53,65 53,68 53,76 53,79 53,81 53,83 53,83
0,48 50,00 50,00 50,01 50,03 50,07 50,16 50,25 50,46 50,64 50,78 50,88 51,02 51,10 51,15 51,18 51,20 51,21 51,22 51,25 51,26 51,27 51,27 51,27
0,52 50,00 50,00 49,99 49,97 49,93 49,84 49,75 49,54 49,36 49,22 49,12 48,98 48,90 48,85 48,82 48,80 48,79 48,78 48,75 48,74 48,73 48,73 48,73
0,56 50,00 49,99 49,96 49,90 49,78 49,53 49,24 48,63 48,10 47,68 47,36 46,95 46,71 46,56 46,46 46,40 46,35 46,32 46,24 46,21 46,19 46,17 46,17
0,60 50,00 49,98 49,94 49,83 49,63 49,22 48,73 47,73 46,84 46,15 45,62 44,92 44,51 44,26 44,10 43,99 43,91 43,85 43,71 43,66 43,62 43,59 43,59
0,64 50,00 49,98 49,91 49,76 49,48 48,91 48,24 46,84 45,62 44,64 43,90 42,90 42,32 41,95 41,71 41,55 41,44 41,35 41,14 41,07 41,01 40,97 40,97
0,68 50,00 49,97 49,89 49,69 49,33 48,61 47,75 45,99 44,43 43,18 42,22 40,91 40,13 39,64 39,31 39,09 38,93 38,81 38,52 38,42 38,34 38,28 38,28
0,72 50,00 49,97 49,86 49,62 49,18 48,31 47,28 45,16 43,29 41,77 40,59 38,96 37,96 37,32 36,89 36,59 36,38 36,22 35,83 35,69 35,58 35,50 35,50
0,76 50,00 49,96 49,84 49,56 49,04 48,02 46,82 44,37 42,20 40,43 39,03 37,06 35,81 35,00 34,45 34,06 33,78 33,57 33,05 32,85 32,71 32,59 32,59
0,80 50,00 49,95 49,81 49,49 48,90 47,73 46,38 43,63 41,19 39,18 37,57 35,24 33,73 32,71 32,01 31,51 31,14 30,86 30,15 29,88 29,68 29,52 29,52
0,84 50,00 49,95 49,79 49,42 48,76 47,46 45,96 42,94 40,26 38,04 36,23 33,55 31,75 30,50 29,60 18,95 28,46 28,09 27,11 26,72 26,44 26,20 26,20
0,88 50,00 49,94 49,76 49,36 48,62 47,19 45,56 42,30 39,42 37,02 35,04 32,04 29,94 28,43 27,31 26,47 25,82 25,31 23,92 23,34 22,90 22,52 22,52
0,92 50,00 49,93 49,74 49,29 48,49 46,93 45,19 41,72 38,68 36,14 34,02 30,76 28,40 26,64 25,28 24,21 23,36 22,67 20,64 19,72 18,95 18,26 18,26
0,96 50,00 49,93 49,71 49,23 48,35 46,69 44,84 41,21 38,05 35,41 33,21 29,78 37,24 25,28 23,73 22,46 21,41 20,52 17,63 16,08 14,56 12,82 12,82
1,00 50,00 49,92 49,69 49,16 48,23 46,46 44,51 40,75 37,52 34,84 32,61 29,13 26,54 24,52 22,90 21,56 20,42 19,45 16,07 14,00 11,49 2,01 0,06
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM
DIREKTORAT JENDERAL SUMBER DAYA AIR
D I R E K T O R AT I R I G A S I D A N R A WA

STANDAR PERENCANAAN
IRIGASI

KRITERIA PERENCANAAN
BAGIAN
STANDAR PENGGAMBARAN
KP-07

2013
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM
DIREKTORAT JENDERAL SUMBER DAYA AIR
DIREKTORAT IRIGASI DAN RAWA

STANDAR PERENCANAAN
IRIGASI

KRITERIA PERENCANAAN
BAGIAN
STANDAR PENGGAMBARAN
KP-07

2013
ii Kriteria Perencanaan – Standar Penggambaran
Sambutan iii

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM


DIREKTORAT JENDERAL SUMBER DAYA AIR

SAMBUTAN

Keberadaan sistem irigasi yang handal merupakan sebuah syarat mutlak bagi
terselenggaranya sistem pangan nasional yang kuat dan penting bagi sebuah negara.
Sistem irigasi merupakan upaya yang dilakukan oleh manusia untuk memperoleh air
denganmenggunakanbangunan dan saluran buatan untuk mengairi lahan
pertaniannya. Upaya ini meliputi prasarana irigasi, air irigasi, manajemen irigasi,
kelembagaan pengelolaan irigasi dan sumber daya manusia. Terkait prasarana irigasi,
dibutuhkan suatu perencanaan yang baik, agar sistem irigasi yang dibangun
merupakan irigasi yang efektif, efisien dan berkelanjutan, sesuai fungsinya
mendukung produktivitas usaha tani.

Pengembangan irigasi di Indonesia yang telah berjalan lebih dari satu abad, telah
memberikan pengalaman yang berharga dan sangat bermanfaat dalam kegiatan
pengembangan irigasi dimasa mendatang. Pengalaman-pengalaman tersebut
didapatkan dari pelaksanaan tahap studi, perencanaan hingga tahap pelaksanaan dan
lanjut ke tahap operasi dan pemeliharaan.

Hasil pengalaman pengembangan irigasi sebelumnya, Direktorat Jenderal Pengairan


telah berhasil menyusun suatu Standar Perencanaan Irigasi, dengan harapan didapat
efisiensi dan keseragaman perencanaan pengembangan irigasi. Setelah pelaksanaan
pengembangan irigasi selama hampir dua dekade terakhir, dirasa perlu untuk
melakukan review dengan memperhatikan kekurangan dan kesulitan dalam penerapan
standar tersebut, perkembangan teknologi pertanian, isu lingkungan (seperti
iv Kriteria Perencanaan – Standar Penggambaran

pemanasan global dan perubahan iklim), kebijakan partisipatif, irigasi hemat air, serta
persiapan menuju irigasi modern (efektif, efisien dan berkesinambungan).

Setelah melalui proses pengumpulan data, diskusi ahli dan penelitian terhadap
pelaksanaan Standar Perencanaan Irigasi terdahulu serta hasil perencanaan yang telah
dilakukan, maka Direktorat Jenderal Sumber Daya Air menyusun suatu Kriteria
Perencanaan Irigasi yang merupakan hasil review dari Standar Perencanaan Irigasi.

Dengan tersedianya Kriteria Perencanaan Irigasi, diharapkan para perencana irigasi


mendapatkan manfaat yang besar, terutama dalam keseragaman pendekatan konsep
desain, sehingga tercipta keseragaman dalam konsep perencanaan.

Penggunaan Kriteria Perencanaan Irigasi merupakan keharusan untuk dilaksanakan


oleh pelaksana perencanaan di lingkungan Direktorat Jenderal Sumber Daya Air.
Penyimpangan dari standar ini hanya dimungkinkan dengan izin dari Pembina
Kegiatan Pengembangan Irigasi.

Akhirnya, diucapkan selamat atas terbitnya Kriteria Perencanaan Irigasi, dan patut
diberikan penghargaan sebesar-besarnya kepada para narasumber dan editor untuk
sumbang saran serta ide pemikirannya bagi pengembangan standar ini.

Jakarta, Februari 2013


Direktur Jenderal Sumber Daya Air

DR. Ir. Moh. Hasan, Dipl.HE


NIP. 19530509 197811 1001
Kata Pengantar v

KATA PENGANTAR

Setelah melalui proses pengumpulan data, diskusi ahli dan penelitian terhadap
pelaksanaan Standar Perencanaan Irigasi terdahulu serta hasil perencanaan yang telah
dilakukan, maka Direktorat Jenderal Sumber Daya Air menyusun suatu Kriteria
Perencanaan Irigasi yang merupakan hasil review dari Standar Perencanaan Irigasi
edisi sebelumnya dengan menyesuaikan beberapa parameter serta menambahkan
perencanaan bangunan yang dapat meningkatan kualitas pelayanan bidang irigasi.
Kriteria Perencanaan Irigasi ini telah disiapkan dan disusun dalam 3 kelompok:
1. Kriteria Perencanaan (KP-01 s.d KP-09)
2. Gambar Bangunan irigasi (BI-01 s.d BI-03)
3. Persyaratan Teknis (PT-01 s.d PT-04)
Semula Kriteria Perencanaan hanya terdiri dari 7 bagian (KP – 01 s.d KP – 07). Saat
ini menjadi 9 bagian dengan tambahan KP – 08 dan KP – 09 yang sebelumnya
merupakan Standar Perencanaan Pintu Air Irigasi. Review ini menggabungkan
Standar Perencanaan Pintu Air Irigasi kedalam 9 Kriteria Perencanaan sebagai
berikut:
KP – 01 Perencanaan Jaringan Irigasi
KP – 02 Bangunan Utama (Head Works)
KP – 03 Saluran
KP – 04 Bangunan
KP – 05 Petak Tersier
KP – 06 Parameter Bangunan
KP – 07 Standar Penggambaran
KP – 08 Standar Pintu Pengatur Air Irigasi: Perencanaan, Pemasangan,
Operasi dan Pemeliharaan
KP – 09 Standar Pintu Pengatur Air Irigasi: Spesifikasi Teknis
vi Kriteria Perencanaan – Standar Penggambaran

Gambar Bangunan Irigasi terdiri atas 3 bagian, yaitu:


(i) Tipe Bangunan Irigasi, yang berisi kumpulan gambar-gambar contoh
sebagai informasi dan memberikan gambaran bentuk dan model
bangunan, pelaksana perencana masih harus melakukan usaha khusus
berupa analisis, perhitungan dan penyesuaian dalam perencanan teknis.
(ii) Standar Bangunan Irigasi, yang berisi kumpulan gambar-gambar
bangunan yang telah distandarisasi dan langsung bisa dipakai.
(iii) Standar Bangunan Pengatur Air, yang berisi kumpulan gambar-gambar
bentuk dan model bangunan pengatur air.
Persyaratan Teknis terdiri atas 4 bagian, berisi syarat-syarat teknis yang
minimal harus dipenuhi dalam merencanakan pembangunan Irigasi. Tambahan
persyaratan dimungkinkan tergantung keadaan setempat dan keperluannya.
Persyaratan Teknis terdiri dari bagian-bagian berikut:
PT – 01 Perencanaan Jaringan Irigasi
PT – 02 Topografi
PT – 03 Penyelidikan Geoteknik
PT – 04 Penyelidikan Model Hidrolis
Meskipun Kriteria Perencanaan Irigasi ini, dengan batasan-batasan dan syarat
berlakunya seperti tertuang dalam tiap bagian buku, telah dibuat sedemikian
sehingga siap pakai untuk perencana yang belum memiliki banyak
pengalaman, tetapi dalam penerapannya masih memerlukan kajian teknik dari
pemakainya. Dengan demikian siapa pun yang akan menggunakan Kriteria
Perencanaan Irigasi ini tidak akan lepas dari tanggung jawabnya sebagai
perencana dalam merencanakan bangunan irigasi yang aman dan memadai.
Tim Perumus vii

Setiap masalah di luar batasan-batasan dan syarat berlakunya Kriteria


Perencanaan Irigasi, harus dikonsultasikan khusus dengan badan-badan yang
ditugaskan melakukan pembinaan keirigasian, yaitu:
1. Direktorat Irigasi dan Rawa
2. Puslitbang Air
Hal yang sama juga berlaku bagi masalah-masalah, yang meskipun terletak
dalam batas-batas dan syarat berlakunya standar ini, mempunyai tingkat
kesulitan dan kepentingan yang khusus.
Semoga Kriteria Perencanaan Irigasi ini bermanfaat dan memberikan sumbangan
dalam pengembangan irigasi di Indonensia. Kami sangat mengharapkan kritik dan
saran untuk perbaikan ke arah kesempurnaan Kriteria Perencanaan Irigasi.

Jakarta, Februari 2013


Direktur Irigasi dan Rawa

Ir. Imam Agus Nugroho, Dipl.HE


NIP. 19541006 198111 1001
viii Kriteria Perencanaan – Standar Penggambaran
Tim Perumus ix

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM


DIREKTORAT JENDERAL SUMBER DAYA AIR

TIM PERUMUS REVIEW


KRITERIA PERENCANAAN IRIGASI

No. Nama Keterangan


1. Ir. Imam Agus Nugroho, Dipl. HE Pengarah
2. Ir. Adang Saf Ahmad, CES Penanggung Jawab
3. Ir. Bistok Simanjuntak, Dipl. HE Penanggung Jawab
4. Ir. Widiarto, Sp.1 Penanggung Jawab
5. Ir. Bobby Prabowo, CES Koordinator
6. Tesar Hidayat Musouwir, ST, MBA, MSC Koordinator
7. Nita Yuliati, ST, MT Pelaksana
8. Bernard Parulian, ST Pelaksana
9. Dr. Ir. Robert J. Kodoatie, M.Eng Editor
10. DR. Ir. Soenarno, M.Sc Narasumber
11. Ir. Soekrasno, Dipl. HE Narasumber
12. Ir. Achmad Nuch, Dipl. HE Narasumber
13. Ir. Ketut Suryata Narasumber
14. Ir. Sudjatmiko, Dipl. HE Narasumber
15. Ir. Bambang Wahyudi, MP Narasumber

Jakarta, Januari 2013


Direktur Jenderal Sumber Daya Air

DR. Ir. Moh. Hasan, Dipl.HE


NIP. 19530509 197811 1001
x Kriteria Perencanaan – Standar Penggambaran
Daftar Isi xi

DAFTAR ISI

S A M B U T A N ....................................................................................................... iii
KATA PENGANTAR .................................................................................................v
TIM PERUMUS REVIEW KRITERIA PERENCANAAN IRIGASI ................. ix
DAFTAR ISI .............................................................................................................. xi
DAFTAR TABEL .................................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................................xv
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................1
BAB II UKURAN KERTAS GAMBAR ............................................................5
BAB III BLOK JUDUL .........................................................................................7
BAB IV PENOMORAN GAMBAR .....................................................................9
BAB V PENGECILAN GAMBAR ...................................................................13
BAB VI PENUNJUKAN ARAH GAMBAR .....................................................15
BAB VII SKALA, TEBAL GARIS, TINGGI HURUF DAN ANGKA ............17
BAB VIII UKURAN DAN INDIKASI ..................................................................21
BAB IX SIMBOL, ARSIRAN DAN SINGKATAN..........................................25
BAB X GAMBAR-GAMBAR UNTUK SALURAN, PEMBUANG
DAN TANGGUL ...................................................................................29
BAB XI TATA WARNA PETA .........................................................................39
BAB XII PELIPATAN GAMBAR ......................................................................41
BAB XIII PENGGAMBARAN DENGAN MENGGUNAKAN KOMPUTER .43
BAB XIV MENCETAK GAMBAR ......................................................................45
xii Kriteria Perencanaan – Standar Penggambaran
Daftar Tabel xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 7-1. Skala Tebal Garis dan Tinggi Huruf ....................................................18


Tabel 9-1. Singkatan-Singkatan yang Digunakan Dalam Gambar ........................26
Tabel 9-2. Singkatan-Singkatan yang Digunakan Dalam Gambar (Lanjutan) ......27
Tabel 9-3. Singkatan-Singkatan yang Digunakan Dalam Gambar (Lanjutan) ......28
Tabel 14-1. Map Symbols - Simbol Peta..................................................................46
Tabel 14-2. Map Symbols - Simbol Peta (Lanjutan) ................................................47
Tabel 14-3. Map Symbols - Simbol Peta (Lanjutan) ................................................48
Tabel 14-4. Map Symbols - Simbol Peta (Lanjutan) ................................................49
Tabel 14-5. Map Symbols - Simbol Peta (Lanjutan) ................................................50
Tabel 14-6. Map Symbols - Simbol Peta (Lanjutan) ................................................51
Tabel 14-7. Map Symbols - Simbol Peta (Lanjutan) ................................................52
Tabel 14-8. Map Symbols - Simbol Peta (Lanjutan) ................................................53
Tabel 14-9. Map Symbols - Simbol Peta (Lanjutan) ................................................54
Tabel 14-10. Map Symbols - Simbol Peta (Lanjutan) ................................................55
Tabel 14-11. Map Symbols - Simbol Peta (Lanjutan) ................................................56
Tabel 14-12. Map Symbols - Simbol Peta (Lanjutan) ................................................57
Tabel 14-13. Standard Hatchings - Standar Arsiran .................................................58
Tabel 14-14. Standard Hatchings - Standar Arsiran (Lanjutan)................................59
Tabel 14-15. Standard Hatchings - Standar Arsiran (Lanjutan)................................60
Tabel 14-16. Simbol-Simbol Penyelidikan Geologi Teknik dan Mekanika Tanah ...61
Tabel 14-17. Simbol-Simbol Litologi ........................................................................62
Tabel 14-18. Simbol-Simbol Litologi (Lanjutan) ......................................................63
Tabel 14-19. Simbol-Simbol Litologi (Lanjutan) ......................................................64
Tabel 14-20. Simbol-Simbol Litologi (Lanjutan) ......................................................65
Tabel 14-21. Simbol-Simbol Litologi (Lanjutan) ......................................................66
Tabel 14-22. Simbol-Simbol Litologi (Lanjutan) ......................................................67
Tabel 14-23. Warna-Warna yang Biasa Digunakan Pada Peta Geologi ....................68
Tabel 14-24. Simbol-Simbol untuk Peta Geologi ......................................................69
Tabel 14-25. Simbol-Simbol untuk Peta Geologi (Lanjutan) ....................................70
Tabel 14-26. Simbol-Simbol untuk Peta Geologi (Lanjutan) ....................................71
Tabel 14-27. Simbol-Simbol untuk Peta Geologi (Lanjutan) ....................................72
Tabel 14-28. Simbol-Simbol untuk Peta Geologi (Lanjutan) ....................................73
Tabel 14-29. Simbol-Simbol Tambahan untuk Peta dengan Skala Kecil ..................74
Tabel 14-30. Simbol-Simbol Tambahan untuk Peta dengan Skala Besar .................75
xiv Kriteria Perencanaan – Standar Penggambaran
Daftar Gambar xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2-1. Ukuran-Ukuran Kertas dan Garis-Garis Tepi untuk Gambar ..............5
Gambar 3-1. Blok Judul............................................................................................7
Gambar 3-2. Cara Mengisi Blok Judul .....................................................................8
Gambar 7-1. Tebal Garis untuk Gambar-Gambar Bangunan .................................19
Gambar 7-2. Penunjuk Skala ..................................................................................20
Gambar 8-1. Ukuran dan Penunjuk ........................................................................21
Gambar 8-2. Ukuran dan Penunjuk (Lanjutan) ......................................................23
Gambar 8-3. Ukuran dan Penunjuk (Lanjutan) ......................................................23
Gambar 8-4. Ukuran dan Penunjuk (Lanjutan) ......................................................24
Gambar 10-1. Blok Gambar untuk Saluran-Saluran Irigasi .....................................30
Gambar 10-2. Blok Gambar untuk Saluran-Saluran Pembuang ...............................31
Gambar 10-3. Blok Gambar untuk Tanggul .............................................................32
Gambar 10-4. Tipe Tata Letak Gambar Pelaksanaan dan Gambar Potongan
Memanjang ........................................................................................33
Gambar 10-5. Tipe-Tipe Tata Letak Gambar Potongan Melintang..........................34
Gambar 10-6. Tipe-Tipe Tata Letak Gambar Potongan Melintang..........................36
Gambar 10-7. Blok Gambar untuk Potongan Melintang ..........................................37
Gambar 12-1. Pelipatan Gambar ..............................................................................41
xvi Kriteria Perencanaan – Standar Penggambaran
Pendahuluan 1

1. BAB I
PENDAHULUAN

Kriteria Perencanaan Standar Penggambaran merupakan bagian dari Standar Kriteria


Perencanaan Irigasi dari Direktorat Jenderal SDA.

Bagian Kriteria Perencanaan mengenai Standar Penggambaran ini dimaksudkan


sebagai panduan dalam pembuatan gambar-gambar teknis untuk pekerjaan irigasi.

Gambar-gambar teknis ini bisa meliputi:


- Peta topografi
- Peta tata letak
- Peta geologi
- Gambar potongan memanjang dan melintang untuk pembuang, saluran atau
tanggul
- Gambar untuk bangunan-bangunan di saluran atau pembuang.

Sebelum suatu jaringan irigasi baru dimulai atau rehabilitasi jaringan irigasi yang
sudah ada di lapangan selesai, banyak tenaga teknik terlibat dalam pembuatan semua
jenis gambar. Tanpa adanya gambar-gambar tersebut baik perencanaan maupun
pelaksanaan pekerjaan itu tidak akan pernah bisa dilakukan.

Para tenaga teknik yang menggunakan gambar dalam bidang pekerjaannya antara lain
adalah:
- Ahli topografi membuat peta-peta topografi
- Ahli geologi, yang melakukan pekerjaan penyelidikan geologi
- Perencana, yang bertugas merencanakan pekerjaan
- Juru gambar, yang membuat gambar-gambar
- Pengawas di lapangan, dan
- Kontraktor yang melaksanakan pekerjaan.
2 Kriteria Perencanaan – Standar Penggambaran

Agar para tenaga teknik ini bisa saling mengerti, maka dibuatlah suatu standar untuk
semua tampakan (feature) yang diperlukan pada gambar-gambar tersebut.

Setelah menyelesaikan pekerjaan lapangan yang terdiri dari penyipatan datar


(levelling) dan pengukuran, ahli topografi harus mencantumkan semua hasilnya pada
peta. Semua harus diusahakan selengkap mungkin. Peta yang dibuat oleh ahli
topografi menggunakan skala tertentu, dan pada skala itu ia tidak mungkin
menggambarkan segala sesuatu persis seperti apa yang ditemui di lapangan.

Oleh sebab itu, ahli topografi harus menggunakan simbol-simbol, garis dan arsiran.
Misalnya, sebuah sungai yang lebar dapat digambar dengan dua garis yang
menunjukkan tepian sungai, tetapi sebuah sungai cukup digambar dengan satu garis.
Kadang-kadang sebuah bangunan dapat digambar lengkap pada peta berskala besar.
Tetapi pada peta berskala kecil, bangunan itu hanya akan ditunjukkan dengan sebuah
titik. Selanjutnya ahli topografi akan menggunakan simbol untuk menunjukkan
bangunan itu. Ia juga dapat menunjukkan relief yang dijumpai di lapangan, yang
terdiri dari perbukitan dan pegunungan, cekungan atau tanggul-tanggul. Semua ini
ditunjukkan dengan garis-garis tinggi/kontur. Arsiran dipakai untuk menunjukkan
rawa-rawa, hutan, persawahan dan sebagainya. Demikian juga ahli geologi
mempunyai simbol-simbol dan arsiran khusus untuk menunjukkan tampakan-
tampakan yang ia temukan selama penyelidikan di lapangan.

Perencana diharapkan bisa mengerti simbol-simbol dan arsiran-arsiran ini dan bisa
menginterpretasikannya. Ahli geologi harus mampu memutuskan bangunan
(pondasi), saluran (diberi pasangan atau tidak), pembuang dan tanggul macam apa
yang harus dibuat. Ia juga mempunyai simbol-simbol, tipe-tipe garis dan arsiran
untuk menunjukkan rencananya serta bahan-bahan yang ingin ia pakai pada gambar-
gambar.

Juru gambar bertugas antara lain, membuat gambar-gambar yang akan dipakai di
lapangan selama pelaksanaan pekerjaan. Ia harus membuat gambar-gambar yang
Pendahuluan 3

jelas, yang bisa dipahami baik oleh kontraktor maupun pengawas. Setiap bagian dan
saluran atau bangunan harus tampak dan detailnya ditunjukkan seperlunya. Petunjuk-
petunjuk yang diberikan pada gambar-gambar itu akan memperjelas hal-hal yang bisa
menimbulkan salah pengertian.

Gambar-gambar harus dibuat dengan skala, walaupun mengukur dan gambar tidak
pernah diperbolehkan. Dimensi-dimensi diberikan dalam meter, sentimeter atau
milimeter, tergantung pada apa yang akan ditunjukkan dalam gambar.

Dalam Bagian Kriteria Perencanaan ini akan dibicarakan mengenai ukuran gambar,
tata letak gambar untuk berbagai bagian pekerjaan, simbol-simbol, tebal garis dan
arsiran yang akan digunakan agar bisa membantu mereka yang berkecimpung dalam
penggambaran pekerjaan irigasi.
4 Kriteria Perencanaan – Standar Penggambaran
Ukuran Kertas Gambar 5

2. BAB II
UKURAN KERTAS GAMBAR

Sebagai aturan, semua pekerjaan penggambaran akan memakai ukuran-ukuran kertas


gambar berikut.
Antara (l) dan (w) adalah tetap
Ukuran (w) (l)
Kertas mm mm dengan perbandingan √2:1
Ukuran-ukuran kertas yang dicetak tebal
A0 841 1189
A1 594 841 adalah ukuran kertas yang lebih disukai
A2 420 594 untuk digunakan dalam pekerjaan
A3 297 420 irigasi.
A4 210 297
Sedapat mungkin penggunaan kertas ukuran A0 hendaknya dihindari. Sebagai lembar
standar dipakai kertas ukuran A1. Garis-garis tepi (marginal) akan ditempatkan
sebagai berikut:
10

10
10

5
10

l = 297
w = 841

w = 297
w = 594

w = 420

5
25 25 5
l = 420 w = 210
5

A3 A4
5

10

A2
10
l = 594
10

10

A1
l = 841

A0
x = 210
10

l = 1189

Gambar 2-1. Ukuran-Ukuran Kertas dan Garis-Garis Tepi untuk Gambar


6 Kriteria Perencanaan – Standar Penggambaran
Blok Judul 7

3. BAB III
BLOK JUDUL

Blok-blok judul seperti ditunjukkan pada Gambar 3-1 akan dipakai dalam semua
gambar dan letaknya disudut kanan bawah tiap-tiap gambar. Gambar 3-2 adalah
contoh bagaimana blok judul itu harus diisi.

Gambar 3-1. Blok Judul


8 Kriteria Perencanaan – Standar Penggambaran

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM


DIREKTORAT JENDERAL SUMBER DAYA AIR
(SATUAN KERJA PELAKSANA KEGIATAN)
(ALAMAT)

Gambar 3-2. Cara Mengisi Blok Judul


Penomoran Gambar 9

4. BAB IV
PENOMORAN GAMBAR

Penomoran gambar-gambar akan diatur sedemikian sehingga tipe gambar akan


mudah dikenali. Demikian juga sistem penomoran akan mempermudah
pengarsipan/penyimpanan gambar-gambar itu. Sistem penomoran dibatasi untuk satu
jaringan irigasi/pembuang saja. Jaringan-jaringan yang lain bisa ditandai dengan
membubuhkan singkatan nama jaringan itu atau dengan membubuhkan sebuah huruf
didepan nomor gambar.

Nomor gambar dapat dibagi menjadi bagian fungsional dan bagian urutan. Nomor
gambar akan disusun seperti berikut:

Tipe gambar
Pengelompokan gambar
Pembagian butir (item)
Nomor urutan

A–BB–CC–DD

A. Menunjukkan tipe gambar, misalnya:

1. Gambar-gambar pengukuran - dan penyelidikan


2. Gambar-gambar pelaksanaan
3. Gambar-gambar pabrikan
4. Gambar-gambar purnalaksana (As built drawings)

B. Menunjukkan pengelompokan gambar sesuai dengan judul, misalnya:

1. Tata letak (skala 1:25.000, 1:5.000, 1:2.000)


2. Bangunan utama dan bangunan-bangunan pelengkap
3. Saluran irigasi
4. Bangunan irigasi
10 Kriteria Perencanaan – Standar Penggambaran

5. Gambar standar (pintu, skala, dan sebagainya)


6. Saluran pembuang
7. Bangunan pembuang
8. Tanggul
9. Bangunan bantu
10. Jembatan
11. Bangunan pelengkap
12. Petak tersier

C. Menunjukkan pembagian butir yang disebutkan dalam BB. Misalnya:


- Bangunan utama dan bangunan pelengkap:
1-02-01 Bangunan pengelak (diversion structure) dengan pembilas
1-02-02 Pengambilan utama
1-02-03 Kantong lumpur
1-02-04 Bangunan pengambilan saluran primer
1-02-05 Pembilas dan saluran pembilas
1-02-06 Tanggul penutup
1-02-07 Pekerjaan lindungan sungai

- Saluran irigasi
1-03-01 Saluran primer X
1-03-02 Saluran sekunder A
1-03-03 Saluran sekunder B
1-03-04

- Bangunan irigasi
1-04-01 (untuk saluran primer X) - 01
1-04-01-02
1-04-02 (untuk saluran sekunder A) - 01
1-04-02-02
1-04-02-03
Penomoran Gambar 11

- Saluran pembuang
1-06-01 Saluran pembuang primer
1-06-02 Saluran pembuang sekunder
1-06-03 Saluran pembuang sekunder
1-06-04

- Petak tersier
1-12-01 Tata letak
1-12-02 Saluran irigasi
1-12-03 Bangunan irigasi
1-12-04 Saluran pembuang
1-12-05 Bangunan pembuang

Bangunan-bangunan di saluran irigasi tertentu akan diberi nomor CC pada gambar


saluran irigasi.

Gambar-gambar untuk tiap butir yang disebutkan di dalam CC akan diberi nomor
urut. Tiap butir dimulai dengan 01.

Contoh:

Gambar konstruksi
Saluran irigasi
Saluran sekunder
Nomor urutan (gambar ke lima)
1-03 -02 -05
Gambar konstruksi
Bangunan irigasi
Bangunan di saluran sekunder
Nomor urutan (gambar ke dua)
1-04-02-02

Sebagian dari gambar-gambar konstruksi dan pengukuran dipakai sebagai gambar-


gambar tender. Gambar-gambar tender ini terdiri dari pilihan gambar-gambar kontrak.
12 Kriteria Perencanaan – Standar Penggambaran

Semua gambar yang dipakai untuk pelaksanaan pekerjaan akan direvisi lagi menjadi
gambar purnalaksana, setelah itu nomor pertama akan diubah menjadi nomor 3.
Contoh: 1-04-03-02 menjadi 3-04-03-02.
Pengecilan Gambar 13

5. BAB V
PENGECILAN GAMBAR

Gambar hendaknya tidak diperkecil sampai melebihi setengah dari ukuran kertas
gambar aslinya. Pengecilan maksimum adalah sampai ukuran kertas A3.

Di antara berbagai ukuran gambar standar, ada perbandingan tetap yaitu 1:√2.
Pengecilan maksimum adalah:

A0 A2

A1 A3

Semua gambar harus diperkecil supaya mudah disimpan pada micro film. Jika kriteria
yang dibicarakan dalam bagian ini diikuti, maka perlu dibuat suatu persyaratan agar
gambar-gambar mudah dicari sewaktu diperlukan dan agar gambar-gambar itu tetap
bisa dibaca setelah diperbesar lagi.

Hal-hal berikut hendaknya dipertimbangkan pada waktu membuat gambar-gambar


yang akan diperkecil:

- Tinggi huruf dari angka tidak boleh kurang dari 3 mm;


- Tebal garis untuk huruf dari angka adalah 1/10 dan tingginya; tebal garis untuk
pekerjaan menggambar tidak lebih kecil dari 0,25 mm;

Untuk arsiran, tebal garis tidak boleh lebih kecil dari 0,18 mm dan jarak antar garis
tidak kurang dari 3 mm untuk gambar-gambar bangunan dari 2 mm untuk gambar-
gambar pekerjaan baja (arsiran potongan baja, perunggu, karet dan sebagainya).
14 Kriteria Perencanaan – Standar Penggambaran
Penunjukan Arah Gambar 15

6. BAB VI
PENUNJUKAN ARAH GAMBAR

Pada peta-peta topografi dan peta-peta situasi, arah utara akan ditunjukkan ke arah
atas gambar. Data mengenai jaringan grid (gridnet), jika ada akan ditulis di sepanjang
garis-garis tepi/marginal kertas gambar.

Peta-peta situasi sungai dan peta-peta situasi untuk trase saluran atau pembuang akan
digambar sedemikian sehingga arah aliran adalah ke arah kanan gambar.

Potongan memanjang sungai, saluran, pembuang atau tanggul akan digambar


langsung dibawah peta situasi. Juga dalam potongan memanjang arah aliran adalah ke
kanan gambar.

Peta situasi dan potongan memanjang yang muncul dalam satu gambar, akan
menunjukkan bentang sungai, saluran, pembuang atau tanggul yang sama.

Jika terdapat sungai, saluran atau pembuang dilihat ke arah hilir, maka tanggul di
sebelah kanan disebut tanggul kanan dan yang kiri disebut tanggul kiri. Potongan
melintang akan digambar dengan tanggul-kiri sebelah kiri dan tanggul-kanan sebelah
kanan.

Untuk gambar-gambar bangunan di saluran atau pembuang, denah akan dicantumkan


disebelah kiri atas gambar, sedemikian rupa sehingga arah aliran saluran atau
pembuang adalah ke arah kanan gambar. Tepat dibawah denah, akan digambar
potongan yang paralel terhadap arah aliran. Untuk bangunan-bangunan besar atau
bagian-bagiannya akan digambar sedemikian rupa sehingga arah aliran sungai atau
saluran adalah ke kanan atau ke sebelah bawah gambar.

Semua gambar akan terbaca dari sudut kanan bawah.


16 Kriteria Perencanaan – Standar Penggambaran
Skala, Tebal Garis, Tinggi Huruf dan Angka 17

7. BAB VII
SKALA, TEBAL GARIS, TINGGI HURUF DAN ANGKA

Skala gambar bergantung kepada apa yang harus ditunjukkan oleh gambar itu atau
seberapa detail gambar itu harus dibuat.

Dalam pekerjaan gambar dipakai bermacam-macam tebal garis dan huruf atau tinggi
angka agar gambar lebih mudah dibaca. Tebal garis dan tinggi angka akan berbeda-
beda menurut skala gambar. Dalam Tabel 7-1. diberikan skala, tebal garis dan tinggi
huruf atau angka untuk berbagai tipe gambar. Untuk tebal huruf dan angka dianjurkan
untuk memakai 1/10 dari tinggi huruf/angka. Juga, dianjurkan agar untuk gambar-
gambar peta dipakai tebal garis seperti yang diberikan dalam daftar, dengan simbol-
simbol peta pada Tabel 7-1. serta tebal garis untuk gambar-gambar bangunan seperti
yang disajikan pada Gambar 7-1.

Penunjuk skala (scale bar) akan menunjukkan dimensi sebagaimana diberikan pada
gambar, dalam meter atau sentimeter dan untuk pekerjaan baja dalam milimeter.

Kalau ukuran gambar diperkecil, maka skala semula akan ditunjukkan dengan angka,
demikian pula skala yang baru (sesudah pengecilan) dengan menggunakan penunjuk
skala.

Gambar 7-2. memperlihatkan penunjuk skala untuk berbagai skala.

Penunjuk skala akan memperlihatkan dimensi-dimensi yang diberikan pada gambar,


dalam meter atau sentimeter, dan untuk pekerjaan baja dalam milimeter.
18 Kriteria Perencanaan – Standar Penggambaran

Tabel 7-1. Skala Tebal Garis dan Tinggi Huruf


Tinggi
Tebal Garis
Tipe Gambar Skala Huruf/Angka
(mm)
(mm)
Peta

Peta topografi 1:50.000 0,18/0,25/0,35 1,8/2,5/3,5


1:25.000 0,18/0,25/0,35/0,5 1,8/2,5/3,5/5
1:5.000 0,25/0,35/0,5 2,5/3,5/5

Peta situasi bendung 1:1.000 0,25/0,35/0,5 2,5/3,5/5


1:500 0,25/0,35/0,5 2,5/3,5/5

Peta ikhtiar dan peta petak 1:25.000 0,25/0,35/0,5 2,5/3,5/5


1:5.000 0,25/0,35/0,5/0,7 2,5/3,5/5/7

Peta situasi jaringan tersier 1:5.000 0,25/0,35/0,5/0,7 2,5/3,5/5/7


1:2.000 0,25/0,35/0,5/0,7 2,5/3,5/5/7

Peta situasi/peta situasi traso 1:2.000 0,25/0,35/0,5/0,7 2,5/3,5/5/7


1:1.000 0,25/0,35/0,5/0,7 2,5/3,5/5/7

Potongan horizontal 1:2.000


Memanjang 1:1.000

vertikal 1:200
1:100

Potongan melintang 1:200


hor dan vert 1:100

Gambar-Gambar Bangunan
Denah Umum 1:1.000 0,25/0,35/0,5/0,7 2,5/3,5/5/7
1:500 0,25/0,35/0,5/0,7 2,5/3,5/5/7
Denah
1:500 0,25/0,35/0,5/0,7 2,5/3,5/5/7
1:200 0,25/0,35/0,5/0,7 2,5/3,5/5/7
1:100 0,25/0,35/0,5/0,7/1 2,5/3,5/5/7/10
1:50 0,25/0,35/0,5/0,7/1 2,5/3,5/5/7/10

Potongan 1:100 0,25/0,35/0,5/0,7/1 2,5/3,5/5/7/10


1:50 0,25/0,35/0,5/0,7/1 2,5/3,5/5/7/10
1:20 0,25/0,35/0,5/0,7/1 2,5/3,5/5/7/10
1:10 0,25/0,35/0,5/0,7/1 2,5/3,5/5/7/10

Detail 1:20 0,25/0,35/0,5/0,7/1 2,5/3,5/5/7/10


1:10 0,25/0,35/0,5/0,7/1 2,5/3,5/5/7/10
1:5 0,25/0,35/0,5/0,7/1 2,5/3,5/5/7/10
1:2 0,25/0,35/0,5/0,7/1 2,5/3,5/5/7/10
1:1 0,25/0,35/0,5/0,7/1 2,5/3,5/5/7/10
Skala, Tebal Garis, Tinggi Huruf dan Angka 19

pekerjaan beton, pasangan tebal garis


batu, kayu dan tanah line thickness
concrete, masonry, wood and
soil works

Gambar 7-1. Tebal Garis untuk Gambar-Gambar Bangunan


20 Kriteria Perencanaan – Standar Penggambaran

Gambar 7-2. Penunjuk Skala


Ukuran dan Indikasi 21

8. BAB VIII
UKURAN DAN INDIKASI

Untuk garis-garis ukuran dan garis-garis bantu (auxiliary line), akan digunakan tebal
garis 0,25 mm sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 7-1. Untuk keterangan lebih
lanjut mengenai bagaimana dan di mana menempatkan garis-garis ukuran, garis bantu
dan indikasinya, lihat Gambar 8-1.

Ketinggian (level) selalu ditunjukkan dalam meter di atas ketinggian yang sudah
ditetapkan.

Semua ukuran gambar bangunan dapat diberikan dalam meter atau sentimeter, kecuali
gambar-gambar pekerjaan baja yang selalu diberikan dalam milimeter.

Garis-garis ukuran digambar dekat dan paralel


dengan bagian yang dimensinya akan
ditunjukkan. Garis-garis bantu digambar tegak
lurus terhadap garis ukuran dan agak ke luar.

Garis-garis konstruksi dan garis-garis bantu


yang berpotongan digambar sedikit ke luar titik
potong.

Gambar 8-1. Ukuran dan Penunjuk


22 Kriteria Perencanaan – Standar Penggambaran

Garis-garis tengah dan garis-garis batas tidak


akan pernah dipakai sebagai garis ukuran. Akan
tetapi, garis ukuran bisa ditempatkan langsung
diantara garis-garis batas, diantara garis-garis
tengah dan antara garis batas dan garis tengah.

Garis-garis ukuran dan garis-garis bantu


sebaiknya tidak memotong garis-garis lain,
kalau mungkin. Garis-garis ukuran tidak boleh
terpotong oleh garis ukuran lainnya atau oleh
garis bantu yang termasuk garis ukuran lainnya.
Tiap ujung garis ukuran akan ditandai dengan
ujung panah secara jelas yang rnenunjukkan
batas garis ukuran.

Biasanya ujung panah akan digambar di dalam


batas garis ukuran. Bila tidak tersedia ruang
untuk ini, ujung panah boleh digambar di luar
batas ini, mengarah ke belakang. Ujung-ujung
panah yang saling berhadapan boleh diganti
dengan titik yang jelas.
Bila suatu bagian mempunyai dua dimensi atau
lebih, maka jumlah itu juga akan ditunjukkan
pada garis dimensi terpisah.
Ukuran dan Indikasi 23

Gambar 8-2. Ukuran dan Penunjuk (Lanjutan)


Pada ujungnya garis-garis penunjuk akan
mempunyai:
- sebuah titik, untuk garis penunjuk yang
berada di dalam garis batas suatu bagian;
- ujung panah, untuk garis penunjuk yang
menunjuk ke garis batas suatu bagian.

Biasanya ukuran digambar ditengah-tengah


garis ukuran.

Jika ruang di atas garis ukuran terbatas, ukuran


boleh ditulis di atas garis yang ditarik panjang,
kalau mungkin disebelah kanan. Ukuran
bagian yang tidak ditulis ke skala akan diberi
garis bawah.

Untuk ukuran atau penunjuk yang tidak bisa


ditempatkan di luar potongan, harus disediakan
ruang di dalam arsiran.

Gambar 8-3. Ukuran dan Penunjuk (Lanjutan)


24 Kriteria Perencanaan – Standar Penggambaran

Kalau dari gambar tidak jelas bahwa suatu


ukuran menunjuk pada jari-jari atau potongan
segi empat, maka di muka ukuran akan ditulis
simbol-simbol berikut:
- 0 / di muka ukuran;
- huruf (besar) R di muka jari-jari;
- atau di muka potongan segi empat.

Gambar 8-4. Ukuran dan Penunjuk (Lanjutan)


Simbol, Arsiran dan Singkatan 25

9. BAB IX
SIMBOL, ARSIRAN DAN SINGKATAN

Tabel 9-1., Tabel 9-2. dan Tabel 9-3. menyajikan singkatan-singkatan yang sering
dipakai pada gambar. Tabel 14-1. sampai dengan Tabel 14-22. secara berturut-turut
menyajikan simbol-simbol dan tipe-tipe arsiran dan yang paling sering sampai yang
kurang sering dipakai. Simbol-simbol peta pada Tabel 14-1. sampai dengan Tabel 14-
12. dibagi menjadi Simbol Peta Topografi dan Simbol Peta Situasi.

Tabel 14-13. sampai dengan Tabel 14-15. adalah pengarsiran untuk gambar-gambar
konstruksi.

Tabel 14-16. adalah simbol-simbol serta pengarsiran geologi teknik dan mekanika
tanah. Tabel 14-1. sampai dengan Tabel 14-22. dapat dilihat pada bagian 14 buku ini.
26 Kriteria Perencanaan – Standar Penggambaran

Tabel 9-1. Singkatan-Singkatan yang Digunakan Dalam Gambar

luas (ha) A area (ha)


lebar perkerasan jalan, tanggul dll. B top width of a road, dike etc.
atau lebar bagian dalam dari or internal width of a
bangunan (m atau cm) structure (m or cm)
titik tetap BM benchmark
batas pembebasan tanah (m atau BPT right of way (m or cm)
cm)
lebar dasar (cm) b bed width (cm)
sentimeter cm centimeter
2
sentimeter persegi cm square centimeter
detik dtk atau s second
elevasi berm (bantaran) EL.B atau bm berm (foreland) level
elevasi dasar EL.DS atau bl bed level
elevasi jalan atau rel KA EL.j atay rl road or rail level
(elevasi pada sumbu/as jalan (level in the axis of the road
or on the road or on top of
atau tepi as rel)
the rail)
elevasi mercu EL.M atau cl crest level
elevasi tebing (tanggul) EL.T atau bk bank (levee) level
kedalaman air (rencana)(m) h water depth (design) (m)
hektar ha hectare (10,000 m3)
hilir Hi atau ds downstream
kemiringan dasar l longitudinal bed slope of a
channel
faktor kekasaran (m1/3/dt) k roughness factor (m1/3/s)

(sisi) kanan ka right side


(sisi) kiri ki left side
kilometer km kilometer
Simbol, Arsiran dan Singkatan 27

Tabel 9-2. Singkatan-Singkatan yang Digunakan Dalam Gambar (Lanjutan)

kilometer persegi km2 square kilometer


liter lt liter (m3/1000 or dm3)
panjang lengkungan (m) l length of curve (m)
elevasi muka air MA atau WL water level
elevasi muka tanah MT atau GL ground level
meter m meter
kemiringan talud 1:m side slope of a channel
(1 tegak: m datar) (1 vertical : m horizontal)
kemiringan talud sebelah dalam mi side slope landside
milimeter mm millimeter
milimeter persegi mm2 square millimeter
kemiringan talud sebelah luar mo side slope riverside
2
meter persegi m square meter
3
meter kubik m cubic meter
potongan melintang PL atau CS cross-section
potongan memanjang PP atau LS longitudinal section
panjang tangen (m) PT tangent length (m)
3
debit (m /dt) Q discharge (m3/s)
debit dengan probabilitas 5% dari Qδ discharge with 5% probability
non - terlampaui of non - exceedence
debit per satuan lebar q discharge per unit length
jari-jari (m) R radius (m)
titik akhir lengkung TA end point of curve
titik mulai lengkung TM start point of curve
28 Kriteria Perencanaan – Standar Penggambaran

Tabel 9-3. Singkatan-Singkatan yang Digunakan Dalam Gambar (Lanjutan)

titik potong TP intersection point


tengah tg center
udik ud/us upstream
kecepatan (m/dt) v velocity (m/s)
tinggi jagaan w atau F freeboard
absis X coordinate gridnet(m)
ordinat Y coordinate gridnet(m)
sudut jari-jari (0)  radial angle (0)
belok ke kiri  curve to the left
belok ke kanan  curve to the right
Gambar - Gambar untuk Saluran, Pembuang dan Tanggul 29

10. BAB X
GAMBAR-GAMBAR UNTUK SALURAN, PEMBUANG DAN TANGGUL

Pada Gambar 10-1., 10-2. Dan 10-3. blok gambar untuk saluran-saluran irigasi,
saluran-saluran pembuang dan tanggul, sedangkan Gambar 10-4. sampai dengan
Gambar 10-7. menunjukkan beberapa tipe tata letak gambar, yaitu:

a. untuk gambar pelaksanaan (Gambar 10-4.) disediakan cukup ruang untuk data-
data tambahan (legenda, catatan, dsb.);

b. untuk gambar potongan memanjang saluran, pembuang atau tanggul (Gambar


10-5.) disebelah atas potongan memanjang disediakan ruang untuk sebagian tata
letak saluran, pembuang atau tanggul tersebut, sebagaimana ditunjukkan dalam
potongan memanjang;

c. untuk gambar potongan melintang (Gambar 10-5, 10-6 dan 10-7) menyajikan
penjelasan serupa untuk gambar-gambar potongan melintang.
30 Kriteria Perencanaan – Standar Penggambaran

120

75 90 25 10 10 10 10 10

bidang persamaan / reference level


+ ................m
PATOK HEKTOMETER
9

HECTOMETER STONE
NOMOR PROFIL
9

PROFILE NUMBER
JARAK PROFIL / DISTANCE
JARAK LANGSUNG
15

ACCUMULATED DISTANCE
ELEVASI TANGGUL KIRI
9

LEFT BANK LEVEL


ELEVASI TANGGUL KANAN
YANG ADA
9

RIGHT BANK LEVEL


EXISTING

ELEVASI DASAR SALURAN PADA AS


9

BED LEVEL IN CENTER LINE


ELEVASI TANAH ASLI PADA AS SALURAN
9

GROUND LEVEL IN CENTER LINE


9 5

ELEVASI TANGGUL
BANK LEVEL
ELEVASI MUKA AIR RENCANA
9

RENCANA / DESIGN

DESIGN WATER LEVEL


ELEVASI DASAR SALURAN
9

BED LEVEL
TRACE SALURAN / ALIGNMENT R x y
9

ELEVASI DASAR SALURAN SISI KANAN


—+—
9

BED LEVEL SIDE DRAIN RIGHT SIDE


ELEVASI DASAR SALURAN SISI KIRI
—++—
9

BED LEVEL SIDE DRAIN LEFT SIDE


TIPE BANGUNAN
9

TYPE OF STRUCTURE
DIMENSI SALURAN DAN DATA TAMBAHAN Q B
DRAIN DIMENSION AND ADDITIONAL DATA bo bl
15

mo ml

Untuk penjelasan mengenai arti simbol, lihat Tabel 9-1. sampai dengan Tabel 9-3.

Gambar 10-1. Blok Gambar untuk Saluran-Saluran Irigasi


Gambar - Gambar untuk Saluran, Pembuang dan Tanggul 31

120

75 90 25 10 10 10 10 10

bidang persamaan / reference level


+ ................m
PATOK HEKTOMETER
9

HECTOMETER STONE
NOMOR PROFIL
9

PROFILE NUMBER
JARAK PROFIL / DISTANCE
JARAK LANGSUNG
15

ACCUMULATED DISTANCE
ELEVASI TANGGUL KIRI
9

LEFT BANK LEVEL


ELEVASI TANGGUL KANAN
YANG ADA
9

RIGHT BANK LEVEL


EXISTING

ELEVASI DASAR SALURAN PADA AS


9

BED LEVEL IN CENTER LINE


ELEVASI TANAH ASLI PADA AS SALURAN
9

GROUND LEVEL IN CENTER LINE


9 5

ELEVASI TANGGUL
BANK LEVEL
ELEVASI MUKA AIR MAKSIMUM
9

DISCHARGE LEVEL
ELEVASI DASAR SALURAN
9

BED LEVEL
RENCANA / DESIGN

TRACE SALURAN / ALIGNMENT R x


y
18

TIPE BANGUNAN
10

TYPE OF STRUCTURE
DIMENSI SALURAN DAN DATA TAMBAHAN Q B
DRAIN DIMENSION AND ADDITIONAL DATA bo bl
15

mo ml

Untuk penjelasan mengenai arti simbol, lihat Tabel 9-1. sampai dengan Tabel 9-3.

Gambar 10-2. Blok Gambar untuk Saluran-Saluran Pembuang


32 Kriteria Perencanaan – Standar Penggambaran

120

75 90 25 10 10 10 10 10

bidang persamaan / reference level


+ ................m
PATOK HEKTOMETER
9

HECTOMETER STONE
NOMOR PROFIL
9

PROFILE NUMBER
JARAK PROFIL / DISTANCE
JARAK LANGSUNG
15

ACCUMULATED DISTANCE
ELEVASI PUNCAK
YANG ADA
EXISTING
9

TOP LEVEL
ELEVASI TANAH ASLIPADA AS TANGGUL
9

GROUND LEVEL IN CENTER LINE


5

ELEVASI TANGGUL
9

TOP LEVEL
ELEVASI MUKA AIR BANJIR
9

DESIGN FLOOD LEVEL


ELEVASI BAHU JALAN
9

RAOD SHOULDER LEVEL


RENCANA / DESIGN

TRACE TANGGUL / ALIGNMENT R x


y
18

TIPE BANGUNAN
10

TYPE OF STRUCTURE
DIMENSI TANGGUL DAN DATA TAMBAHAN Q B
DIKE DIMENSION AND ADDITIONAL DATA bo bl
15

mo ml

Untuk penjelasan mengenai arti simbol, lihat Tabel 9-1. sampai dengan Tabel 9-3.

Gambar 10-3. Blok Gambar untuk Tanggul


Gambar - Gambar untuk Saluran, Pembuang dan Tanggul 33

10
sediakan cukup ruang
untuk data-data

10
tambahan (legenda,
catatan, dsb.)
enough space for
additional data
sediakan
(legend,cukup
notes,ruang
etc.)
untuk data-data
594

594
tambahan (legenda,
catatan, dsb.)
enough space for
additional data
(legend, notes, etc.)
190 190
594

594
20
71

190 190

10
50 781 10

10
20

Gambar 10-4. Tipe Tata Letak Gambar


210 Pelaksanaan
210
71

10
50 781 10

230
10

10
50 123 630 16 10
210 210

230
594

120

10
50 123 630 16 10
148
594

120
5
10 71
148

841
5
71
10

841

Gambar 10-5. Tipe Tata Letak Gambar Potongan Memanjang Saluran, Pembuang dan
Tanggul
34 Kriteria Perencanaan – Standar Penggambaran

10
70
92
92
594

92
92
92
44
50 10 50 190 20 50 190 20 50 190 11 10

10
841

Gambar 10-6. Tipe-Tipe Tata Letak Gambar Potongan Melintang

Potongan-potongan melintang sungai, saluran, pembuang atau tanggul selalu


digambar dalam suatu urutan mulai dan sudut kiri atas gambar ke bawah, sesudah itu
deretan tengah dan deretan kanan dipakai dari atas ke bawah. Dalam satu gambar
potongan melintang hanya akan ditunjukkan untuk satu saluran, pembuang atau
tanggul saja.

Kalau mungkin garis-garis tengah saluran, pembuang atau tanggul akan berada dalam
satu garis lurus vertikal. Ketinggian akan ditunjukkan dalam semua potongan
melintang (dalam meter) diatas ketinggian nol (zero level) tertentu yang sudah
ditetapkan.

Pada dasarnya, dimensi dan kemiringan juga akan diberikan disetiap potongan
melintang. Walaupun demikian, apabila dalam satu deretan potongan melintang tidak
Gambar - Gambar untuk Saluran, Pembuang dan Tanggul 35

mengalami perubahan dalam dimensi dan kemiringan, maka hal ini akan ditunjukkan
dibagian atas dan bawah potongan saja.

Jika ada perubahan potongan melintang dalam suatu deret, maka potongan terakhir
bagian sebelumnya bersama-sama dengan potongan pertama dan bagian yang diubah,
akan digambar lengkap.
36 Kriteria Perencanaan – Standar Penggambaran

10
80
112
112
594

112
158
10
20
50 10 50 320 50 320 11 10

10
80
112
112
594

112
112
10 46

841

Gambar 10-7. Tipe-Tipe Tata Letak Gambar Potongan Melintang (Lanjutan)


Gambar - Gambar untuk Saluran, Pembuang dan Tanggul 37

60
bidang persamaam
reference level

.......................m
ELEVASI TANAH ASLI (m)
10

/ORIGINAL GROUND LEVEL


10

JARAK/DISTANCE (m)

50 m

Gambar 10-8. Blok Gambar untuk Potongan Melintang

Data-data berikutnya yang berkenaan dengan masing-masing potongan melintang


akan dicantumkan dalam lembar terpisah dalam album gambar.

Saluran: a
Potongan Melintang Panjang Volume
Kupasan Timbunan Galian bentang Kupasan Timbunan Galian
No
(m2) (m2) (m2) (m) (m3) (m3) (m3)

b c d e f cxf dxf exf

Jumlah g h j k

a : nama saluran, pembuang atau tanggul


b : nomor potongan melintang urut dari PL 1
c : luas kupasan (stripping) yang diukur dan potongan melintang (luas ini sering
bisa dihitung; biasanya potongan diketemukan dengan planimeter)
d : luas timbunan, termasuk luas kupasan
38 Kriteria Perencanaan – Standar Penggambaran

e : luas timbunan, tidak termasuk luas pasangan batu, lapisan batu, lining beton,
beronjong – jika ada
f : panjang bentang yang valid/sahih bagi potongan melintang yang
bersangkutan
g : bentang saluran secara keseluruhan, yaitu sama dengan panjang saluran
didalam gambar potongan memanjang
h : jumlah volume dalam m3 untuk kupasan
j : jumlah volume dalam m3 untuk timbunan
k : jumlah volume dalam m3 untuk galian

Butir-butir h, j dan k akan muncul dalam Rincian Volume dan Biaya, Harga Satuan
dan Harga.
Tata Warna Peta 39

11. BAB XI
TATA WARNA PETA

Warna-warna standar akan dipakai untuk memperjelas gambar-gambar tata letak


jaringan irigasi dan pembuang, serta gambar-gambar tata letak jaringan tersier.

Empat eksemplar dari peta-peta tata letak ini harus seluruhnya diberi nama,
sedangkan empat eksemplar yang terakhir akan diberi warna hanya disepanjang
batas-batas petak saja. Lebar warna sepanjang perbatasan ini adalah 1 sentimeter.

Warna-warna yang akan dipakai adalah:

- biru untuk jaringan irigasi, garis penuh untuk jaringan pembawa yang ada dan
garis putus-putus untuk jaringan yang sedang direncana;
- merah untuk sungai dan jaringan pembuang garis penuh untuk jaringan yang sudah
ada dan garis putus-putus untuk jaringan yang sedang direncana;
- coklat untuk jaringan jalan;
- kuning untuk daerah yang tidak diairi (dataran tinggi, rawa-rawa);
- hijau untuk perbatasan kabupaten, kecamatan desa dan kampung;
- merah untuk tata nama bangunan;
- hitam untuk jalan kereta api;
- warna bayangan akan dipakai untuk batas-batas petak sekunder, batas-batas petak
tersier akan diarsir dengan warna yang lebih muda dan warna yang sama.
40 Kriteria Perencanaan – Standar Penggambaran
Pelipatan Gambar 41

12. BAB XII


PELIPATAN GAMBAR

Gambar-gambar teknik dilipat sedemikian sehingga:

- didapatkan format A4;


- blok judul terlihat di luar, dan pelipatan dilakukan secara saling silang,
sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 12-1.

Garis-garis lipat akan dibuat di luar garis-garis tepi lihat Gambar 12-1.

210 mm 210 mm 210 mm 210 mm

2a 2b
1

Gambar 12-1. Pelipatan Gambar

1: Cetakan gambar siap dilipat (jangan sekali-kali melipat gambar asli).

2a dan 2b: Lipatan vertikal dibuat secara saling silang (zig zag).

3: Gambar dari tahap 2b dilipat sedemikian, sehingga blok judulnya tampak.


42 Kriteria Perencanaan – Standar Penggambaran
Pengambaran dengan Menggunakan Komputer 43

13. BAB XIII


PENGGAMBARAN DENGAN MENGGUNAKAN KOMPUTER

Pada penggambaran dengan menggunakan komputer, semua persyaratan


penggambaran cara manual tentang bentuk gambar, tebal garis, warna garis, ukuran
huruf, bentuk huruf dan angka sama dengan cara menggambar dengan komputer.

Tentang pengecilan gambar pada Bab V, jika menggambar dengan cara manual harus
bisa diperkecil agar mudah disimpan pada microfilm, sehingga perlu
persyaratan-persyaratan, antara lain:

- tinggi huruf dan angka tidak kurang dari 3 mm;


- tebal garis untuk huruf dan angka adalah 1/10 dari tingginya;
- tebal garis untuk pengerjaan gambar tidak lebih kecil dari 0,25 mm;
- Untuk arsiran tebal garis tidak boleh lebih kecil dari 0,8 mm dan jarak antara
garis tidak kurang dari 3 mm untuk gambar-gambar bangunan dan 2 mm untuk
gambar-gambar baja (arsiran potongan baja dan perunggu, karet, dsb);
- Untuk gambar dengan komputer, cukup disimpan softcopy skala 1:1.

Tentang pengesahan gambar, print out/hasil cetak penggambaran dengan komputer


dilegalisir dengan cap basah dan ditandatangani. Untuk menjaga keamanan gambar
maka dibuat statement pada gambar yang mengatakan: “gambar berlaku apabila ada
stempel legalisir“.

Semua gambar perencanaan untuk pelaksanaan pekerjaan akan direvisi menjadi


gambar purnalaksana (As built drawing) yang sebelumnya adalah gambar
kerja/gambar detail pelaksanaan (As Plan Drawing).

Gambar kerja digambar oleh kontraktor dengan persetujuan direksi.

Bentuk gambar purnalaksana (aturan gambar) sama dengan gambar perencanaan,


hanya penomeran gambar yang berubah, contoh: 1-04-03-03 menjadi 03-04-03-02.
44 Kriteria Perencanaan – Standar Penggambaran
Mencetak Gambar 45

14. BAB XIV


MENCETAK GAMBAR

Gambar-gambar hasil perencanaan dengan komputer atau manual dicetak minimum 8


eksemplar (dengan cap basah dan ditandatangani), untuk disampaikan kepada:

1. Arsip Nasional/Perencanaan Teknis Irigasi


2. Instansi yang bertanggung jawab
3. SatKer (Satuan Kerja)
4. P.P.K (Pejabat Pembuat Komitmen)
5. Unit Perencana
6. Unit Pengelola Operasi dan Pemeliharaan
7. Keperluan tender (Copy)

Gambar-gambar dengan cap basah dan tanda tangan tersebut sebagai arsip dan
dipakai untuk pedoman melegalisir dan memperbanyak gambar setelah selang waktu
adanya pergantian pejabat.

Gambar-gambar hasil pelaksanaan (As built drawing) sebagai persyaratan


pembayaran hasil pembangunan yang dilaksanakan, dicetak dengan komputer atau
manual minimum 8 eksemplar (dengan cap basah dan ditandatangani), untuk
disampaikan kepada:

1. Arsip Nasional/Pembinaan Pelaksanaan Irigasi


2. Instansi yang bertanggung jawab
3. SatKer (Satuan Kerja)
4. P.P.K (Pejabat Pembuat Komitmen)
5. Unit Perencana
6. Unit Pengelola Operasi Pemeliharaan
7. Keperluan lain
46 Kriteria Perencanaan – Standar Penggambaran

Tabel 14-1. Map Symbols - Simbol Peta

SIMBOL (a)* (b)* TOPOGRAPHIC MAP


PETA TOPOGRAFI SYMBOL

Sungai 0,35 0,25 River

Aliran 0,35 0,25 Flow direction

Aliran tidak tetap 0,35 0,25 Intermittent stream

Tanggul Dike

Provincial road
Jalan Provinsi 0,35 0,35 (Surfaced road)

Jalan sekunder 0,35 0,35 Secondary road


(unsurfaced road)

Jalan petani 0,35 0,25 Farm road

Jalan setapak 0,35 0,25 Foot path

Jalan kereta api Railway

Jalan lori 0,35 0,25 Narrow guage railway

Tranches pembagi 0,35 0,25 Regular contour


*tebal garis (line thicknees) (a) 1:5.000
(b) 1:25.000 – 1:10.000
Mencetak Gambar 47

Tabel 14-2. Map Symbols - Simbol Peta (Lanjutan)

(a)* (b)*

Tranches pertolongan 0,25 0,18 Intermediate contour

Tranches perkiraan 0,25 0,18 Approximate contour

Dataran Tinggi High ground

Tranches terendah 0,25 0,18 Depression contour

Titik tetap
(patok beton) Benchmark

Titik Poligon Traverse point

Triangulasi Triangulation station

Penunjuk ketinggian Spot evelation,


dari lapangan Measured in the field

Penunjuk ketinggian Spot evelation,


dari interpolasi from interpolation

Jalur pengukuran 0,25 0,18 Surveyed alinement

Persilangan grid Grid cross

Grid tick along side


Penanda grid drawing

*tebal garis (line thicknees) (a) 1:5.000


(b) 1:25.000 – 1:10.000
48 Kriteria Perencanaan – Standar Penggambaran

Tabel 14-3. Map Symbols - Simbol Peta (Lanjutan)

Sawah Ricefield

Ladang Non irrigated farming(normally rice)

Alang - alang Meadow

Rumput Grass

Pohon kelapa Coconut trees

Tegalan (palawija dll.) Horticulture

Kebun campuran (jagung Mixed agriculture (maize, sugar,


tebu, tembakau, buah-buahan tobacoo, fuit etc.)
dll.)

Perkebunan (karet, kopi, teh Plantation


dll.) (rubber, cofe, tea, etc.)

Hutan belukar Primary forest

Hutan belantara Secondary forest

Rawa-rawa Marsh or swamps

Kolam ikan Fish pond (fresh water)


Mencetak Gambar 49

Tabel 14-4. Map Symbols - Simbol Peta (Lanjutan)

(a)* (b)*

Tambak ikan Fish pond (brackish water)

Tambak garam Salt pan

Batas daerah aliran sungai 1,0 0,7 Water shed divide of a catchment area

Rumah batu Permanent house

Rumah panggung Semi - permanent house

Kantor Pemerintahan Government building

Sekolah School

Rumah Sakit Hospital

Kantor Pengadilan Court house

Kantor Pos Post office

Kantor Polisi Police office

Masjid, Gereja, Klenteng Mosque, church, temple

*tebal garis (line thicknees) (a) 1:5.000


(b) 1:25.000 – 1:10.000
50 Kriteria Perencanaan – Standar Penggambaran

Tabel 14-5. Map Symbols - Simbol Peta (Lanjutan)

(a)* (b)*
Tempat keramat Shrine

Makam/kuburan (Islam,
Kristen, Tionghoa) Graves/Cemetery

Pabrik Factory

Pasar Market

Pompa air Waterpump

Kawat listrik tegangan High voltage Line


tinggi

Saluran irigasi yang


0,35 0,25 Existing irrigation canal
telah ada

Saluran pembuang yang


0,35 0,25 Existing drainage channel
telah ada

Desa yang telah ada Existing village

Desa yang direncanakan


village Proposed village

Batas propinsi 0,35 0,25 Province boundary

Batas kabupaten 0,35 0,25 Kabupaten boundary

*tebal garis (line thicknees) (a) 1:5.000


(b) 1:25.000 – 1:10.000
Mencetak Gambar 51

Tabel 14-6. Map Symbols - Simbol Peta (Lanjutan)

(a)* (b)*

Batas kecamatan 0,25 0,18 Kecamatan boundary

Batas desa 0,25 0,18 Village boundary

Pagar 0,35 0,25 Fence line

Arah utara North indication

*tebal garis (line thicknees) (a) 1:5.000


(b) 1:25.000 – 1:10.000
52 Kriteria Perencanaan – Standar Penggambaran

Tabel 14-7. Map Symbols - Simbol Peta (Lanjutan)


SIMBOL TATA LAYOUT
(a)* (b)*
LETAK SYMBOLS

Letak Layout

Batas proyek 0,35 0,25 Project boundary

Batas petak tersier 0,35 0,25 Boundary


Tertiary unit

Batas petak kuarter 0,35 0,25 Boundary


quarternary unit
Nama petak tersier atau Name of tertiary or
kuarter quaternary unit

Luas bersih (ha) Net area (ha)

Debit rencana (l/dt) Design discharge


(l/s)

Bangunan pengambilan / Intake structures/


bangunan utama Headworks
Pump intake
Pengambilan pompa

Pengambilan bebas Free intake

Bendung permanen Permanent weir

*tebal garis (line thicknees) (a) 1:5.000


(b) 1:25.000 – 1:10.000
Mencetak Gambar 53

Tabel 14-8. Map Symbols - Simbol Peta (Lanjutan)


(a)* (b)*

Bendung gerak Barrage

Bendung bronjong Gabion weir

Saluran Irigasi Irrigation


(Biru) canals (Blue)
Saluran primer 1,0 0,7 Primary canal

Saluran sekunder 0,7 0,5 Secondary canal

Saluran tersier 0,5 0,35 Tertiary canal

Saluran kuarter 0,35 0,25 Quaternary canal

Saluran pasangan Lined canal

Terowongan Tunnel or closed canal


Bangunan Irigasi Irrigation structures

Bangunan pengatur
Cheek structure
m.a

Bangunan bagi Division structure

*tebal garis (line thicknees) (a) 1:5.000


(b) 1:25.000 – 1:10.000
54 Kriteria Perencanaan – Standar Penggambaran

Tabel 14-9. Map Symbols - Simbol Peta (Lanjutan)

Bangunan sadap Off-take structure

Bangunan bagi dan Division structure with off-


sadap take

Boks tersier Tertiary box

Boks tersier dengan


Tertiary box with wasteway
pelimpah

Quaternary box
Boks kuarter
(farm inlet)

Gorong-gorong Culvert

Talang Flume, aqueduct

Sipon Inverted syphon

Bangunan terjun Drop structure


(vertikal/miring) (straight/inclined)

Got miring Chute structure

Bangunan pelimpah
Side spillway
samping

Bangunan pembuang Wasteway


Mencetak Gambar 55

Tabel 14-10. Map Symbols - Simbol Peta (Lanjutan)


(a)* (b)*

Bangunan pembawa Suppletion intake

Saluran Pembuang Drainage channels


(Merah) (Red)

Saluran pembuang 1,0 0,7 Primary drainage


primer channel

Saluran pembuang 0,7 0,5 Secondary drainage


sekunder channel

Saluran pembuang 0,5 0,35 Tertiary drain - age


tersier channel

Sauran pembuang 0,35 0,25 Quaternary


kuarter drainage channel

Bangunan Pembuang Drainage structure

Gorong-gorong Drainage culvert

Gorong-gorong Drainage culvert


silang. . below irrigation
canal (underpass)
Alur pembuang
Inlet drainage

Bangunan terjun
Drop structure

Pintu pasang surut


Drainage outlet/
Tidal outlet

*tebal garis (line thicknees) (a) 1:5.000


(b) 1:25.000 – 1:10.000
56 Kriteria Perencanaan – Standar Penggambaran

Tabel 14-11. Map Symbols - Simbol Peta (Lanjutan)


(a)* (b)*

Pengendali Banjir Flood control

Tanggul Flood dike/Levee

Bangunan penahan Flood control


banjir structure

Krib Groyne

Bendungan Dam

Bangunan Pelengkap Auxiliary structures

Jalan inspeksi 0,5 0,35 Inspection road

Jalan petani 0,35 0,25 Farm road

Jembatan Bridge

Jembatan orang Foot bridge

Tempat cuci Washing place

Tempat mandi hewan di Buffalo pool in canal


dalam saluran

*tebal garis (line thicknees) (a) 1:5.000


(b) 1:25.000 – 1:10.000
Mencetak Gambar 57

Tabel 14-12. Map Symbols - Simbol Peta (Lanjutan)

Tempat mandi hewan di Buffalo pool outside


luar saluran canal

Waduk lapangan Field reservoir

Patok hektometer Hectometer stone

Dangau Operating facility

Rumah jaga pintu Gate keeper house

Telepon Telephone

Kombinasi bangunan Combination of


didalam satu gambar structures on one
drawing
58 Kriteria Perencanaan – Standar Penggambaran

Tabel 14-13. Standard Hatchings - Standar Arsiran


ARSIRAN HATCHINGS

potongan/section
Keterangan campuran (jika ada)/mix Legend
proportion (if any)
tampak/view

Tanah dll. Soils etc.

Batu kali Boulders

Kerikil Gravel

Pasir Sand

Lempung Clay

Konstruksi Constructions

Beton bertulang Reinforced


concrete

Beton siklop Cyclopean


concrete

Beton tumbuk Plain concrete


(tanpa tulangan)
Mencetak Gambar 59

Tabel 14-14. Standard Hatchings - Standar Arsiran (Lanjutan)


Pasangan batu kali Stone masonry
1pc:4ps 1pc:4s

Pasangan batu kali Stone masonry


lpc:2ps 1pc:2s

Pasangan batu bata Brick masonry

Pasangan batukosong Stone-pitching

Bronjong Gabion

Batu candi Batu candi/hardstone

Aspal Asphalt

Kayu Wood

Besi Steel

Perunggu Bronze

Aluminium Aluminium

Karet Rubber
60 Kriteria Perencanaan – Standar Penggambaran

Tabel 14-15. Standard Hatchings - Standar Arsiran (Lanjutan)


Bubuk isian bitumen Bituminous filler

Urugan dengan Fill with slope


kemiringan

Cut with slope


Galian dengan kemiringan

Ground surface
Pcrmukaan tanah (section)
(potongan)

Sloping masonry lining


Kemiringan pasangan batu
kali
Sloping concrete
Kemiringan Lining
pasangan beton

Indication of section
Petunjuk potongan
Mencetak Gambar 61

Tabel 14-16. Simbol-Simbol Penyelidikan Geologi Teknik dan Mekanika Tanah


Symbols for Geotechnical and Soil Mechanical Investigation

Rencana Selesai dikerjakan


Deskripsi Description
Design Accomplished

Bor inti Drill hole

Bor inti Drill hole


(diameter besar) (large diameter)

Bor inti Drill hole


(pemboran miring) (inclined drill hole)

Bor tangan Auger hole

Bor tangan Auger hole


(diameter besar) (large diameter)

Sumuran uji Test pit

Test shaft Test shaft

Paritan Test trench

Titik duga Vertical electrical


geolistrik resistivity

Titik sondir Sounding


62 Kriteria Perencanaan – Standar Penggambaran

Tabel 14-17. Simbol-Simbol Litologi


Lithologic Symbols

Tanah Soils

Tanah penutup atau alluvial Top soil or alluvial

Berangkal (bongkah) Cobbles (boulders)

Kerakal Gravels

Pasir Sand

Lanau Silt

Lempung Clay

Talus Thalus

Gambut Peat

Tanah lepas Loess


Mencetak Gambar 63

Tabel 14-18. Simbol-Simbol Litologi (Lanjutan)


Lithologic Symbols
Batuan endap Sedimentary rocks

Breksi volkanik dan tufa Volcanic breccia and tuff

Breksi volkanik atau Volcanic breccia or


aglomerat agglomerate

Aliran lava Lava flow

Debu volkanik atau tufa Volcanic dust or Tuff

Tufa dan breksi tufaan Tuft and tuffaceou Breccia

Breksi Breccia

Konglomerat Conglomerate

Batu pasir berbutir Coarse - grained sand -


kasar stone

Batu pasir berbutir halus Fine - grained sand - stone

Lensa-lensa batu pasir pada Sandstone lenses in shale


serpih

Batu pasir berlapis Bedded sandstone


64 Kriteria Perencanaan – Standar Penggambaran

Tabel 14-19. Simbol-Simbol Litologi (Lanjutan)


(Lithologic Symbols)
Batuan endap Sedimentarv rocks

Batu pasir berstruktur Cross-bedded


silang siur Sandstone

Batu pasir dengan sisipan Sandstone with shale


serpih

Shale lenses in sandstone


Lensa-lensa serpih pada
batu pasir

Shale
Serpih

Calcareouse shale
Serpih gampingan

Batu gamping Massive limestone

Batu gamping berlapis Bedded limestone

Dolomit Dolomite

Batu gamping pasiran Sandy limestone

Batu gamping oolit Oolitic limestone

Batu gamping berfosil Shelly limestone


Mencetak Gambar 65

Tabel 14-20. Simbol-Simbol Litologi (Lanjutan)


(Lithologic Symbols)
Batuan endap Sedimentary rocks

Batu gamping rijang Cherty limestone

Gipsum Gypsum

Anhidrit Anhydrite

Garam Salt
66 Kriteria Perencanaan – Standar Penggambaran

Tabel 14-21. Simbol-Simbol Litologi (Lanjutan)


(Lithologic Symbols)
Batuan beku Igneous rocks

Lava basal Basaltic lava


(struktur aliran) (flow structure)

Lava Lava
(struktur aliran) (flow Structure)

Batuan beku porfirit Porphyritic igneous rock

Granit Granite

Serpentinit Serpentine

Batuan beku Massive igneous rock


Mencetak Gambar 67

Tabel 14-22. Simbol-Simbol Litologi (Lanjutan)


(Lithologic Symbols)
Batuan metamorfosis Methamorphic rock

Sekis Schist

Genes Gneiss

Marmer Marble

Kuarsit Quartzite

Batu sabak Slate

Macam-macam Various

Permukaan batuan Rock surface

Permukaan tanah Ground surface


68 Kriteria Perencanaan – Standar Penggambaran

Tabel 14-23. Warna-Warna yang Biasa Digunakan Pada Peta Geologi


Colours Commonly Used in the Geological Map

Merah
Batuan Beku/Batuan Igneous rock/Gang
Terobosan Red
Red

Endapan Gunung Api Coklat Volcanic product


Brown
Brown

Batu Gamping Biru Limestone


Blue

Endapan Sungai/Teras Biru Muda Alluvial deposit/Terrace


Light Blue

Kuning
Batu Pasir/Sedimen Sandstone/sedimentary rock
Yellow
Yellow

Hijau Clay /Shale


Lempung/Serpih Green
Green
Mencetak Gambar 69

Tabel 14-24. Simbol-Simbol untuk Peta Geologi


Symbols for Geologic Maps

Kontak, dengan kemiringan Contact, showing dip

Kontak, tegak (kiri) dan Contact, vertical (left) and


membalik overturned

Kontak, lokasi diperkirakan Contact, located approximately


(give limits)

Kontak, lokasi tidak pasti Contact, locatedvery


approximately

Kontak gradasi Gradational contact

Sesar, dengan arah Fault, showing dips


kemiringan

Sesar diperkirakan Fault, located approximately

Sesar sangat diragukan Fault, existence uncertain

Sesar yang diproyeksikan Fault projected


dibawah peta beneath mapped units

Kemungkinan adanya sesar Possible fault (as located from,


(interpretasi photo udara) aerial photographs)

Sesar, memperlihatkan Fault showing trend and plunge of


arah dan penunjaman linear features (D: down thrown
(D: turun, U: naik) side; U: upthrown side

Sesar mendatar Fault showing relative horizontal


movement
70 Kriteria Perencanaan – Standar Penggambaran

Tabel 14-25. Simbol-Simbol untuk Peta Geologi (Lanjutan)


Symbols for Geologic Maps

Sesar naik Thrust faults,T orsawteeth in


upper plate

Zona sesar dengan Fault zones, showing


kemiringan rata-rata average dips

Sesar normal/sesar Normal fault/hachures


turun on downthrown side

Antiklin dan sinklin Anticline (top) and syncline,


showing trace of axial plane and
plunge of axis , dashed where
located approximately

Antiklin (kemungkinan) Anticline(existence uncertain)

Antiklin yang Anticline projected


diproyeksikan di bawah beneath mapped units
satuan peta

Antiklin tidak simetris Asymmetric anticline; steeperlimb


to south

Antiklin membalik (atas) Overturned anticline (top) and


dan siklin dengan arah dan syncline, showing trend and
sumbu penunjaman plunge of axis

Antiklin membalik Overturned anticline. showing dip


of axial plane
Antiklin dengan dua arah
penunjarnan, dengan Doubly plunging anticline,
kulminasi showing culmnination

Antiklin dengan
penunjaman tegak Vertically plunging
anticlinc
Mencetak Gambar 71

Tabel 14-26. Simbol-Simbol untuk Peta Geologi (Lanjutan)


Symbols for Geologic Maps

Antiklin membalik bentuk Inverted (synformal) anticline


sama

Monoklin Monoclineor flexure in homocline

Arah sumbu antiklin kecil Axial trend of small anticline (left)


(kiri) dan siklin and syncline

Arah sumbu perlipatan Axial trend of folds are too small


to plot individually, patterns show
general shapes folds in profile

Jurus dan kemiringan Strike and dip of bedding


pelapisan

Jurus dan kemiringan Strike and dip of over turned


lapisan (membalik) bedding

Kemiringan perlapisan Strike of vertical bedding,


tegak stratigraphic tops to north

Perlapisan mendatar Horizontal bedding

Undulasi (perlapisan Undulatory or crumpled beds


menggelombang)

Jurus dan kemiringan Strike and dip of bedding


pelapisan (diperkirakan) uncertain

Jurus dari perlapisandan Strike of bedding certain but


kemiringan diperkirakan dipsuncertain
72 Kriteria Perencanaan – Standar Penggambaran

Tabel 14-27. Simbol-Simbol untuk Peta Geologi (Lanjutan)


Symbols for Geologic Maps

Jurus dan kemiringan foliasi Strike and dip of foliations

Jurus dari foliasi tegak Strike of vertical foliation

Foliasi mendatar Horizontal foliation

Jurus dan kemiringan di rnana Strike and dip where bedding


lapisan sejajar foliasi parallels foliation

.
Jurus dan kemiringan cleavage Strike and dip of cleavage

Jurus dari cleavage tegak Strike of vertical cleavage

Cleavage mendatar Horizontal cleavage

Jurus dan kemiringan kekar Strike and dip of joint

Jurus dari kekar tegak Strike of vertical joint

Kekar mendatar Horizontal joint

Arah dan penunjaman dan Trend and plunge of lineation


liniasi

Liniasi tegak Vertical lineation


Mencetak Gambar 73

Tabel 14-28. Simbol-Simbol untuk Peta Geologi (Lanjutan)


Symbols for Geologic Maps

Arah liniasi mendatar Trend of horizontal lineation

Arah cleavage yang saling Trend of intersection of


memotong dan perlapisan cleavage and bedding

Dua cleavage yang Trends of intersections of two


berpotongan cleavages

Arah liniasi yang terletak Trends of lineations lying in


pada bidang foliasi planes of foliations

Arah liniasi mendatar Trends of horizontal lineations


terletak pada bidang follasi lying inplanes of foliations

Liniasi tegak dan foliasi Vertical lineation and foliation


74 Kriteria Perencanaan – Standar Penggambaran

Tabel 14-29. Simbol-Simbol Tambahan untuk Peta dengan Skala Kecil


Accessory Symbols for Small - Scale Maps

Shaft, tegak (kiri) dan miring Shaft, vertical (left) and


inclined

Adit, terbuka (kiri) dan tertutup Adit, open (left) and


inaccessible

Paritan (kiri) dan prospek Trench (left) and prospect

Penambangan/cadangan Mine, quarry, or glory hole

Pasir, kerakal dan lubang Sand, gravels or clay pits


lempung

Sumur minyak (kiri) dan sumur Oil well (left) and gas well
gas

Sumur pemboran minyak Well drilled for oil or gas, dry


dan gas (kering)

Sumur penghasil minyak Wells with shows of oil (left)


(kiri) dan gas and gas

Sumur minyak/gas Oil or gas wellabandoned


(ditinggalkan) (left) and gas

Lubang air, ada aliran Water wells flowing (left).


(kiri), tak mengalir dan nonflowing and dry (right)
kering (kanan)

Mata air panas Hot spring

Tanah labil (longsor) Landslide


Mencetak Gambar 75

Tabel 14-30. Simbol-Simbol Tambahan untuk Peta dengan Skala Besar


Accessory Symbols for Large - Scale Maps

Tambang terbuka atau Open or reserved quarry


cadangan (quarry)

Portal dari terowongan Portal of tunnel or adit


atau Adit

Shaft dipermukaan, Surface shaft, vertical (left) and


tegak (kiri) dan miring inclined

Shaft diperluas keatas Vertically extended shaft (left)


(kiri) dan dasar shaft and shaft bottom

Shaft miring dengan Inclined shaft with chevron point


titik chevron kebawah downwards

Lobang bor mendatar Horizontal (left) and inclined 30°


(kiri) dan miring 300 bore hole
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM
DIREKTORAT JENDERAL SUMBER DAYA AIR
D I R E K T O R AT I R I G A S I D A N R A WA

STANDAR PERENCANAAN
IRIGASI

KRITERIA PERENCANAAN
BAGIAN
STANDAR PINTU PENGATUR AIR IRIGASI:
PERENCANAAN, PEMASANGAN,
OPERASI DAN PEMELIHARAAN
KP-08

2013
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM
DIREKTORAT JENDERAL SUMBER DAYA AIR
DIREKTORAT IRIGASI DAN RAWA

STANDAR PERENCANAAN
IRIGASI

KRITERIA PERENCANAAN
BAGIAN
STANDAR PINTU PENGATUR IRIGASI:
PERENCANAAN, PEMASANGAN,
OPERASI DAN PEMELIHARAAN
KP-08

2013
ii Kriteria Perencanaan – Standar Pintu Pengatur Irigasi: Perencanaan, Pemasangan Operasi dan
Pemeliharaan
Sambutan iii

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM

DIREKTORAT JENDERAL SUMBER DAYA AIR

SAMBUTAN

Keberadaan sistem irigasi yang handal merupakan sebuah syarat mutlak bagi
terselenggaranya sistem pangan nasional yang kuat dan penting bagi sebuah
negara.Sistem Irigasi merupakan upaya yang dilakukan oleh manusia untuk
memperoleh air dengan menggunakan bangunan dan saluran buatan untuk mengairi
lahan pertaniannya.Upaya ini meliputi prasarana irigasi, air irigasi, manajemen
irigasi, kelembagaan pengelolaan irigasi dan sumber daya manusia.Terkait prasarana
irigasi, dibutuhkan suatu perencanaan yang baik, agar sistem irigasi yang dibangun
merupakan irigasi yang efektif, efisien dan berkelanjutan, sesuai fungsinya
mendukung produktivitas usaha tani.

Pengembangan irigasi di Indonesia yang telah berjalan lebih dari satu abad, telah
memberikan pengalaman yang berharga dan sangat bermanfaat dalam kegiatan
pengembangan irigasi dimasa mendatang.Pengalaman–pengalaman tersebut
didapatkan dari pelaksanaan tahap studi, perencanaan hingga tahap pelaksanaan dan
lanjut ketahap operasi dan pemeliharaan.

Hasil pengalaman pengembangan irigasi sebelumnya, Direktorat Jenderal Pengairan


telah berhasil menyusun suatuStandar Perencanaan Irigasi, dengan harapan didapat
efisiensi dan keseragaman perencanaan pengembangan irigasi. Setelah pelaksanaan
pengembangan irigasi selama hampir dua dekade terakhir, dirasa perlu untuk
melakukan review dengan memperhatikan kekurangan dan kesulitan dalam penerapan
iv Kriteria Perencanaan – Standar Pintu Pengatur Irigasi: Perencanaan, Pemasangan Operasi dan
Pemeliharaan

standar tersebut, perkembangan teknologi pertanian, isu lingkungan (seperti


pemanasan global dan perubahan iklim), kebijakan partisipatif, irigasi hemat air, serta
persiapan menuju irigasi modern (efektif, efisien dan berkesinambungan).

Setelah melalui proses pengumpulan data, diskusi ahli dan penelitian terhadap
pelaksanaan Standar Perencanaan Irigasi terdahulu serta hasil perencanaan yang telah
dilakukan, maka Direktorat Jenderal Sumber Daya Air menyusun suatu Kriteria
Perencanaan Irigasi yang merupakan hasil review dari Standar Perencanaan Irigasi.

Dengan tersedianya Kriteria Perencanaan Irigasi, diharapkan para perencana irigasi


mendapatkan manfaat yang besar, terutama dalam keseragaman pendekatan konsep
desain, sehingga tercipta keseragaman dalam konsep perencanaan.

Penggunaan Kriteria Perencanaan Irigasi merupakan keharusan untuk dilaksanakan


oleh pelaksana perencanaan di lingkungan Direktorat Jenderal Sumber Daya
Air.Penyimpangan dari standar ini hanya dimungkinkan dengan izin dari Pembina
Kegiatan Pengembangan Irigasi.

Akhirnya, diucapkan selamat atas terbitnya Kriteria Perencanaan Irigasi, dan patut
diberikan penghargaan sebesar–besarnya kepada para narasumber dan editor untuk
sumbang saran serta ide pemikirannya bagi pengembangan standar ini.

Jakarta, Februari 2013


Direktur Jenderal Sumber Daya Air

DR. Ir. Moh. Hasan, Dipl.HE


NIP. 19530509 197811 1001
Kata Pengantar v

KATA PENGANTAR

Setelah melalui proses pengumpulan data, diskusi ahli dan penelitian terhadap
pelaksanaan Standar Perencanaan Irigasi terdahulu serta hasil perencanaan yang telah
dilakukan, maka Direktorat Jenderal Sumber Daya Air menyusun suatu Kriteria
Perencanaan Irigasi yang merupakan hasil review dari Standar Perencanaan Irigasi
edisi sebelumnya dengan menyesuaikan beberapa parameter serta menambahkan
perencanaan bangunan yang dapat meningkatan kualitas pelayanan bidang irigasi.
Kriteria Perencanaan Irigasi ini telah disiapkan dan disusun dalam 3 kelompok:
1. Kriteria Perencanaan (KP-01 s.d KP-09)
2. Gambar Bangunan irigasi (BI-01 s.d BI-03)
3. Persyaratan Teknis (PT-01 s.d PT-04)
Semula Kriteria Perencanaan hanya terdiri dari 7 bagian (KP – 01 s.d KP – 07). Saat
ini menjadi 9 bagian dengan tambahan KP – 08 dan KP – 09 yang sebelumnya
merupakan Standar Perencanaan Pintu Air Irigasi. Review ini menggabungkan
Standar Perencanaan Pintu Air Irigasi kedalam 9 Kriteria Perencanaan sebagai
berikut:
KP – 01 Perencanaan Jaringan Irigasi
KP – 02 Bangunan Utama (Head Works)
KP – 03 Saluran
KP – 04 Bangunan
KP – 05 Petak Tersier
KP – 06 Parameter Bangunan
KP – 07 Standar Penggambaran
KP – 08 Standar Pintu Pengatur Air Irigasi: Perencanaan, Pemasangan,
Operasi dan Pemeliharaan
KP – 09 Standar Pintu Pengatur Air Irigasi: Spesifikasi Teknis
vi Kriteria Perencanaan – Standar Pintu Pengatur Irigasi: Perencanaan, Pemasangan Operasi dan
Pemeliharaan

Gambar Bangunan Irigasi terdiri atas 3 bagian, yaitu:


(i) Tipe Bangunan Irigasi, yang berisi kumpulan gambar-gambar contoh
sebagai informasi dan memberikan gambaran bentuk dan model
bangunan, pelaksana perencana masih harus melakukan usaha khusus
berupa analisis, perhitungan dan penyesuaian dalam perencanan teknis.
(ii) Standar Bangunan Irigasi, yang berisi kumpulan gambar-gambar
bangunan yang telah distandarisasi dan langsung bisa dipakai.
(iii) Standar Bangunan Pengatur Air, yang berisi kumpulan gambar-gambar
bentuk dan model bangunan pengatur air.
Persyaratan Teknis terdiri atas 4 bagian, berisi syarat-syarat teknis yang
minimal harus dipenuhi dalam merencanakan pembangunan Irigasi. Tambahan
persyaratan dimungkinkan tergantung keadaan setempat dan keperluannya.
Persyaratan Teknis terdiri dari bagian-bagian berikut:
PT – 01 Perencanaan Jaringan Irigasi
PT – 02 Topografi
PT – 03 Penyelidikan Geoteknik
PT – 04 Penyelidikan Model Hidrolis
Meskipun Kriteria Perencanaan Irigasi ini, dengan batasan-batasan dan syarat
berlakunya seperti tertuang dalam tiap bagian buku, telah dibuat sedemikian
sehingga siap pakai untuk perencana yang belum memiliki banyak
pengalaman, tetapi dalam penerapannya masih memerlukan kajian teknik dari
pemakainya. Dengan demikian siapa pun yang akan menggunakan Kriteria
Perencanaan Irigasi ini tidak akan lepas dari tanggung jawabnya sebagai
perencana dalam merencanakan bangunan irigasi yang aman dan memadai.
Kata Pengantar vii

Setiap masalah di luar batasan-batasan dan syarat berlakunya Kriteria


Perencanaan Irigasi, harus dikonsultasikan khusus dengan badan-badan yang
ditugaskan melakukan pembinaan keirigasian, yaitu:
1. Direktorat Irigasi dan Rawa
2. Puslitbang Air

Hal yang sama juga berlaku bagi masalah-masalah, yang meskipun terletak dalam
batas-batas dan syarat berlakunya standar ini, mempunyai tingkat kesulitan dan
kepentingan yang khusus.

Semoga Kriteria Perencanaan Irigasi ini bermanfaat dan memberikan sumbangan


dalam pengembangan irigasi di Indonensia. Kami sangat mengharapkan kritik dan
saran untuk perbaikan ke arah kesempurnaan Kriteria Perencanaan Irigasi.

Jakarta, Februari 2013


Direktur Irigasi dan Rawa

Ir. Imam Agus Nugroho, Dipl.HE


NIP. 19541006 198111 1001
viii Kriteria Perencanaan - Standar Pintu Pengatur Air Irigasi: Spesifikasi Teknis
Tim Perumus ix

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM


DIREKTORAT JENDERAL SUMBER DAYA AIR

TIM PERUMUS REVIEW


KRITERIA PERENCANAAN IRIGASI

No. Nama Keterangan


1. Ir. Imam Agus Nugroho, Dipl. HE Pengarah
2. Ir. Adang Saf Ahmad, CES Penanggung Jawab
3. Ir. Bistok Simanjuntak, Dipl. HE Penanggung Jawab
4. Ir. Widiarto, Sp.1 Penanggung Jawab
5. Ir. Bobby Prabowo, CES Koordinator
6. Tesar Hidayat Musouwir, ST, MBA, M.Sc Koordinator
7. Nita Yuliati, ST, MT Pelaksana
8. Bernard Parulian, ST Pelaksana
9. DR. Ir. Robert J. Kodoatie, M.Eng Editor
10. DR. Ir. Soenarno, M.Sc Narasumber
11. Ir. Soekrasno, Dipl. HE Narasumber
12. Ir. Achmad Nuch, Dipl. HE Narasumber
13. Ir. Ketut Suryata Narasumber
14. Ir. Sudjatmiko, Dipl. HE Narasumber
15. Ir. Bambang Wahyudi, MP Narasumber

Jakarta, Januari 2013


Direktur Jenderal Sumber Daya Air

DR. Ir. Moh. Hasan, Dipl.HE


NIP. 19530509 197811 1001
x Kriteria Perencanaan - Standar Pintu Pengatur Air Irigasi: Spesifikasi Teknis
Daftar Isi xi

DAFTAR ISI

S A M B U T A N ....................................................................................................... iii
KATA PENGANTAR .................................................................................................v
TIM PERUMUS REVIEW KRITERIA PERENCANAAN IRIGASI ................. ix
DAFTAR ISI .............................................................................................................. xi
DAFTAR TABEL .................................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................................xv
BAB I PERENCANAAN ...........................................................................................1
1.1 Latar Belakang..................................................................................................1
1.2 Tinjauan Terhadap Perencanaan Pintu Lama ...................................................2
1.3 Pemilihan Pintu untuk Standarisasi ..................................................................4
1.4 Tujuan Standarisasi ..........................................................................................5
1.5 Pertimbangan Perencanaan secara Umum ........................................................6
1.6 Pertimbangan Perencanaan secara Khusus .......................................................8
1.6.1 Pintu Boks Tersier dan Kuarter ..............................................................8
1.6.2 Pintu Sorong untuk Saluran dan Gorong-gorong, Bentang
sampai 1,20 m ......................................................................................11
1.6.3 Pintu Romijn .........................................................................................12
1.6.4 Pintu Sorong untuk Saluran, Bentang 1,20 m sampai 2,50 m ..............13
1.6.5 Pintu Pengatur Elevasi Muka Air Pada Bangunan Bagi .......................14
1.6.6 Pintu Crump--de--Gruyter ....................................................................19
1.6.7 Pintu Radial ..........................................................................................19
1.6.8 Pintu Klep Seimbang ............................................................................22
1.6.9 Pintu Pengatur Elevasi Otomatis dengan Penyeimbang .......................24
1.6.10Pintu Sorong Kayu................................................................................29
1.7 Penggunaan Motor Listrik Penggerak Alat Angkat........................................30
1.8 Spesifikasi dan Gambar Rencana ...................................................................31
1.8.1 Spesifikasi .............................................................................................31
1.8.2 Gambar Rencana...................................................................................32
BAB II PEMASANGAN, OPERASI DAN PEMELIHARAAN............................33
2.1 Pemasangan Pintu..........................................................................................33
2.1.1 Umum ...................................................................................................33
2.1.2 Pemasangan Pintu Radial ....................................................................34
2.2 Uji Coba Tahap Penyerahan ..........................................................................37
2.3 Pengukuran Debit ..........................................................................................39
2.4 Penuntun untuk Pemeriksaan dan Pemeliharaan Pintu..................................39
2.4.1 Pemeriksaan .........................................................................................39
xii Kriteria Perencanaan - Standar Pintu Pengatur Air Irigasi: Spesifikasi Teknis

2.5 Perbaikan Pintu Lama....................................................................................40


2.6 Pengajuan untuk Pemasokan dan Penyimpanan Suku Cadang .....................40
LAMPIRAN I.............................................................................................................43
LAMPIRAN II ...........................................................................................................45
Daftar Tabel xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 1-1. Tipe Pintu untuk Standarisasi ......................................................................2


Tabel 1-2. Ukuran Pintu Tersierdengan Daun Pintu dari Bahan Glass Fiber
Reinforce Plastic (GFRP Standar Balai Irigasi PU) ....................................9
Tabel 1-3. Pintu Radial ...............................................................................................20
Tabel 1-4. Gaya Resultante Air Pada Pintu Radial PerMeter Bentang .......................20
xiv Kriteria Perencanaan - Standar Pintu Pengatur Air Irigasi: Spesifikasi Teknis
Daftar Gambar xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1-1. Pintu Pengatur Elevasi Muka Air ...........................................................15


Gambar 1-2. Pintu Sorong Ganda................................................................................16
Gambar 1-3. Potongan Memanjang Saluran................................................................17
Gambar 1-4. Pintu Sorong Digabung dengan Ambang Tetap .....................................18
Gambar 1-5. Pintu Seimbang Tipe Doell Beauchez ....................................................25
Gambar 1-6. Pintu Seimbang Tipe Van Veen ..............................................................26
Gambar 1-7. Pintu Seimbang Tipe Sudut Begemann ..................................................27
Gambar 1-8. Pintu Otomatis/Seimbang Tipe Vlugter..................................................28
xvi Kriteria Perencanaan - Standar Pintu Pengatur Air Irigasi: Spesifikasi Teknis
Perencanaan 1

1. BAB I
PERENCANAAN

1.1 Latar Belakang

Daerah irigasi yang telah ada diseluruh Indonesia memiliki berbagai macam tipe pintu
tergantung pada tahun pembuatannya, ukuran luas areal dan pabrik pembuat.Akhir-
akhir ini spesifikasi dibuat oleh konsultan dari berbagai negara, beserta standar dan
acuannya, yang juga mempengaruhi pemilihan tipe dan kualitas pintu.

Dari segi operasi dan pemeliharaan, adanya berbagai standar dan tipe menimbulkan
banyak masalah. Penggantian sewaktu pemeliharaan sukar direncanakan dan
dikordinasikan peneraan dan petunjuk eksploitasi tidak dapat distandarkan, biaya
pembuatan mahal dan pengawasan kualitas sulit karena banyak ragam.

Lingkup kerja adalah sebagai berikut:

(i) Tinjauan terhadap perencanaan pintu lama untuk sistem irigasi dan pembuangan.

(ii) Perencanaan tipe standar untuk penggantian pintu dalam rangka pemeliharaan
khusus dan R&P yang berdaya guna.

(iii) Saran dan petunjuk untuk pembuatan, pemanfaatan standar yang dibuat lewat
proyek ini.

(iv) Menyiapkan perencanaan, gambar dan dokumen standarisasi pintu untuk


pemeliharaan khusus dan E&P yang berdaya guna dalam proyek berskala kecil
sampai sedang.

(v) Tipe pintu yang tercantum dalam Tabel 1-1. dipahami untuk memperkirakan
kebutuhan standar. Meskipun pintu Romijn sekarang cukup mahal dan timbul
banyak kesulitan dalam praktek penggunaan sebagai pengatur dan pengukur,
pintu tersebut tetap dipertimbangkan masuk dalam kelompok standar sebagai
bagian dari sub-proyek yang diusulkan.
2 Kriteria Perencanaan - Standar Pintu Pengatur Air Irigasi: Spesifikasi Teknis

Tabel 1-1. Tipe Pintu untuk Standarisasi

Tipe Uraian
1. Pintu boks tersier dan kuarter lebar 0,5 m
sederhana, lebar
2. Pintu Sorong lebar 0,4 m sampai 0,6 m ; tinggi < 0,8 m
3. Pintu Sorong lebar 0,6 m sampai 0,8 m ; tinggi < 1,0 m
4. Pintu Sorong lebar 0,8 m sampai 1,0 m ; tinggi < 1,5 m
5. Pintu Sorong lebar 1,0 m sampai 1,2 m ; tinggi < 2,0 m

(vi) Standarisasi pintu radial, pintu klep seimbang dan pintu sorong kayu.

Setelah diterapkan selama 20 tahun ternyata terdapat beberapa hal yang perlu
disempurnakan dan dilengkapi, maka berdasar masukan para praktisi irigasi di
lapangan buku ini diperbaiki oleh suatu tim dari Direktorat Irigasi dan Rawa,
Direktorat Jenderal Sumber Daya Air, Kementerian Pekerjaan Umum.

1.2 Tinjauan Terhadap Perencanaan Pintu Lama

Sebuah tinjauan ulang perencanaan pintu pengatur air, daerah irigasi dan pembuangan
ukuran kecil sampai menengah dibuat untuk mengenal berbagai tipe dan ukuran pintu
yang banyak dipasang daerah tersebut.

Tinjauan tersebut dilakukan dengan mempelajari perencanaan dan gambar-gambar


kontrak yang dibuat oleh berbagai Direktorat irigasi dan rawa serta gambar dan para
Konsultan dan pabrik pembuat pintu.

Peninjauan keberbagai proyek irigasi yang ada dan pengamatan terhadap potret-potret
proyek juga membantu pengenalan terhadap pintu ini.

Butir-butir yang dicari dalam tinjauan tersebut adalah bawah ini:


a. Tipe pintu yang dipergunakan pada bangunan pengatur dan pengukur
Perencanaan 3

b. Apa fungsi bangunan (mengatur aliran, mengukur debit, penggelontoran, dan


lain-lain)?
c. Apakah tipe pintu untuk saluran atau gorong-gorong? Apabila tipe gorong-
gorong, dipasang pada pipa atau dibelakang dinding penahan?
d. Termasuk tingkat ukuran pintu yang mana?
e. Termasuk tingkat ukuran yang mana untuk tinggi pintu, tinggi jagaan sampai
ujung teratas (puncak) pintu?
f. Apakah pintu dipasang dalam telukpintu yang dalam atau sempit?
g. Apakah sungai/saluran banyak membawa batu-batu atau lumpur?
h. Tipe roda gigi apa yang dipergunakan pada pintu? (mempergunakan mur
penggerak tunggal atau ganda, ditumpu rangka atau langsung, dan lain-lain).

Untuk memperoleh keterangan tersebut diatas tipe pintu pengatur air dapat
distandarisasikan, daerah ukuran dan daerah tinggi tertahan & operasinya dipilih.

Proyek Irigasi yang pernah ditinjau adalah:


(a) Daerah Irigasi Jatiluhur, Jawa Barat.
(b) Daerah Irigasi Puncang Gading, Semarang.
(c) Daerah Irigasi Jurang Sate, Lombok.
(d) Jaringan Mamak, Surabaya.
(e) Berbagai Daerah Proyek di Jawa Timur.

Menyelenggarakan pertemuan dengan Pabrik Pembuat Pintu membahas pokok


bahasan tersebut dibawah ini :
(1) Bahan, ukuran profil baja konstruksi dan ketebalan pelat yang ada di Indonesia.
(2) Teknik pembuatan dan konstruksi.
(3) Teknik pres dan pembentukan, pemotongan pelat.
(4) Teknik pembautan dan pengelasan.
(5) Standar keterampilan tenaga kerja.
(6) Pengawasan & pengendalian kualitas.
(7) Pemasangan.
4 Kriteria Perencanaan - Standar Pintu Pengatur Air Irigasi: Spesifikasi Teknis

(8) Pengujian pada tahap penyerahan.

1.3 Pemilihan Pintu untuk Standarisasi

Hasil dari tinjauan ulang, terhadap perencanaan pintu lama, tampak bahwa tipe
pengatur air tersebut ini adalah yang paling sering dipasang pada jaringan irigasi dan
pembuangan :
(i) Pintu boks tersier dan kuarter
(ii) Pintu Sorong bentang kecil dari kayu dan baja.
(iii) Pintu Romijn.

Agar dapat mencakup lingkup pintu serong sepenuhnya diputuskan memasukkan


dalam program standarisasi pintu sorong baja dan kayu sampai bentang 2,50 m.

Selama pembahasan lanjutan dengan Sub-Konsultan, yang terkait dengan Proyek


Irigasi Sub-Sektor, ternyata bahwa memasukkan daerah ukuran yang lebih luas untuk
pintu sorong dalam program standarisasi membuktikan sangat menguntungkan dari
segi program E&P yang berdaya guna.

Dalam studi yang baru dilaksanakan oleh Konsultan Belanda DHV dan dalam usulan
lanjutannya untuk jaringan irigasi standar, muncul pintu Crump--de--Gruyter dalam
keadaan tertentu, sebagai pilihan disamping Pintu Romijn. Dengan alasan ini dan juga
pertimbangan harga pintu Romijn yang mahal untuk daerah ukuran yang lebih besar,
pintu Crump--de--Gruyter dimasukkan dalam standarisasi :

Pintu klep seimbang dari kayu dan baja dan pintu radial dimasukkan dalam
standarisasi.

Sebagai kesimpulan, telah dipilih pintu tersebut dibawah ini untuk standarisasi.
(a) Pintu boks tersier dan kuarter
(b) Pintu Sorong Baja, sampai bentang 1,20 m.
(c) Pintu Romijn.
(d) Pintu Sorong Baja, sampai bentang 2,50 m.
Perencanaan 5

(e) Pintu Crump--de--Gruyter.


(f) Pintu Radial.
(g) Pintu Klep Seimbang Baja dan Kayu.
(h) Pintu Sorong Kayu, sampai bentang 2,50 m.

Pada bulan Desember 1986, Direktorat Jendral Pengairan Departemen Pekerjaan


Umum bekerja sama dengan Konsultan Belanda DHV, menerbitkan “Standar
Perencanaan Irigasi”.

Standar tersebut menyeluruh pendekatannya terhadap perencanaan sistem irigasi dan


dipersiapkan dengan sangat baik yang meliputi isi maupun kelengkapannya.

Selanjutnya standar ini direvisi oleh suatu tim yang dibentuk oleh Direktorat Irigasi.
Tim tersebut telah bekerja dari tahun 2007 sampai dengan 2010.

Oleh sebab itu untuk memenuhi “Standar Perencanaan Irigasi”, yang berkaitan
dengan pintu Romijn dan Crump--de--Gruyter, bentang standar dan ukuran
mempengaruhi tabiat debit dari meja ukur dan pintu tetap dipertahankan seperti yang
ditentukan dalam standar.Variasi terhadap pintu ini dibatasi oleh aspek struktural dan
pabrikasi dari perencanaan agar diperoleh standarisasi pintu dan bendung (Pintu
Romijn).

Tidak ditemui hambatan mempergunakan “Standar Perencanaan Irigasi” untuk pintu


boks tersier dan kuarter, pintu sorong, pintu radial dan pintu klep seimbang.

1.4 Tujuan Standarisasi

Tujuan standarisasi pintu pengatur air adalah :


(1) Memperbaiki eksploitasi.
(2) Mengurangi pemeliharaan.
(3) Standarisasi petunjuk Operasi dan Pemeliharaan debit.
(4) Memudahkan penggantian suku bagian pintu dari gudang, selama masa
pemeliharaan.
6 Kriteria Perencanaan - Standar Pintu Pengatur Air Irigasi: Spesifikasi Teknis

(5) Mampu tukar dari suku bagian.


(6) Membatasi ragam suku bagian.
(7) Membatasi daerah ukuran suku bagian struktur.
(8) Mengurangi ragam unit roda gigi penggerak sampai minimum.
(9) Memperbaiki cara pabrikasi.
(10) Mengurangi risiko kerusakan dalam pengangkutan pintu kelapangan.
(11) Memperbaiki teknik pemasangan.
(12) Mengurangi harga pintu.

1.5 Pertimbangan Perencanaan secara Umum

Sebagai pintu standar untuk dipasangkan pada bangunan lama maupun baru, standar
yang kaku akan menimbulkan kesulitan dalam situasi yang berbeda. Oleb sebab itu,
pendekatan yang lebih luwes diperlukan dalam perencanaan pintu.

Prinsip secara umum yang dipergunakan untuk standarisasi pintu adalah membatasi
sejauh mungkin jumlah suku bagian yang berbeda yang dipergunakan dalam
konstruksi dan operasi semua jenis pintu.

Sejauh mungkin tuntunan dari “Standar Perencanaan Irigasi” yang diterbitkan oleh
Direktorat Jenderal Pengairan, dipenuhi.

Pintu sorong telah direncanakan dalam berbagai daerah ukuran dengan berbagai
tinggi tekan air yang bekerja pada pintu dan tinggi kerangka, sehingga ukuran setang
standar dan unit roda gigi dapat dipilih untuk ukuran pintu yang diperlukan.Tabel
yang dicantumkan dalam gambar memberikan ukuran setang, panjang maximum
setang penggerak dan unit roda gigi yang dipergunakan untuk berbagai ukuran pintu
dan keadaan lapangan.

Ukuran pintu secara modul tercantum dalam spesifikasi, untuk pintu yang dipasang
pada bangunan baru.
Perencanaan 7

Dalam spesifikasi dinyatakan bahwa pintu yang dipasang pada bangunan lama
digunakan ukuran terdekat dalam daerah ukuran 100 mm terhadap bentang pintu
lama.

Pintu Romijn dan pintu Crump--de--Gruyter untuk dipasang pada bangunan lama
tetapi tidak persis sama dengan bentang standar, diambil ukuran terdekat dalam
daerah ukuran 100 mm terhadap bentang pintu lama. Bendung (Pintu Romijn) dan
pintu diteras untuk menentukan debit dalam berbagai keadaan eksploitasi dan tinggi
muka air. Ukuran vertikal standar dari bendung dan pintu tidak berubah dan yang
telah dicantumkan dalam gambar untuk semua keadaan.

Ukuran suku bagian baja kontruksi dan tebal pintu telah distandar untuk tiap tipe
pintu dan apabila dimungkinkan dipertahankan untuk seluruh tipe pintu.

Bagian Sponing untuk semua tipe pintu dengan pengecualian pada pintu sorong yang
lebih besar, dipabrikasi dan profil baja dan picak.Bagian sponing untuk pintu sorong
yang lebih besar dipabrikasi dari pelat yang ditekuk.

Pintu sorong dan pintu Crump--de--Gruyter dilengkapi dengan brons yang dikerjakan
mesin dipasang pada rangka dan permukaan peluncur dan penyekat dari baja dipasang
pada daun pintu, untuk mengurangi geseran gerak yang disebabkan oleh aksi beban
air pada daun pintu.

Bagian penumpu roda gigi penggerak setang ganda tersusun dari profil U yang sama
ukurannya dengan pengecualian untuk pintu Romijn, yang dipabrikasi dan profil siku.

Ukuran setang (diameter dan kisar ulir) dibatasi sampai empat ukuran untuk seluruh
daerah ukuran pintu yang distandarisasi. Sehingga dapat distandarisasikan mur
penggerak dan roda gigi penggerak.

Mur penggerak yang menaikkan dan menurunkan setang pintu hanya ada dua ukuran
dasar, dengan pemotongan membentuk ulir dalam untuk menyesuaikan ukuran setang
8 Kriteria Perencanaan - Standar Pintu Pengatur Air Irigasi: Spesifikasi Teknis

pasangannya. Satu tipe mur menggunakan gagang penggerak untuk menaikkan pintu
dan tipe yang lain berpasangan dengan unit rode gigi kerucut penggerak.

Unit gigi pengerak dipergunakan berpasangan dengan mur penggerak yang dibatasi
pada dua angka reduksi 2/1 dan 1,5/1. Unit roda gigi kerucut tengah, untuk pintu yang
mempunyai setang ganda hanya akan mempunyai satu angka reduksi yakni 1,5/1.

Roda kemudi untuk memutar roda gigi penggerak tipe kerucut dibatasi pada dua
diameter standar.

Perencanaan sistem kerja pintu mengikuti prosedur Lampiran 3 “Perencanaan Alat-


alat Pengangkat” dari buku “Standar Perencanaan Irigasi jilid KP-04” terbitan
Direktorat Jenderal Sumber Daya Air.

Mutu dan ukuran profil baja konstruksi dan pelat yang dipergunakan dalam
perencanaan pintu standar telah dipilih dari yang ada di Indonesia. Mutu brons, baja
tahan karat dan bahan roda gigi juga dipilih dengan cara yang sama.

Semua suku bagian pintu yang memerlukan penggantian atau suku bagian yang perlu
dilepas untuk pemasangan bagian lain yang dapat diganti ditautkan dengan
pengencang non-ferro.

Untuk semua jenis pintu sorong agar bagian rangka tegak yang tidak tertanam dalam
bangunan (beton) dilindungi dengan cara membungkus dengan pasangan beton
siklup. Tujuannya agar rangka pintu aman dari kerusakan akibat cuaca dan genangan
air yang bisa menimbulkan korosi.

1.6 Pertimbangan Perencanaan secara Khusus

1.6.1 Pintu Boks Tersier dan Kuarter

Karena beratus pintu ini akan diperlukan untuk proyek-proyek, maka perencanaan
dan pabrikasi dibuat sesederhana mungkin, agar dapat dijaga harganya minimum.
Perencanaan 9

Selama kunjungan lapangan ke proyek irigasi yang ada banyak dijumpai daun pintu
tersier hilang dari kerangka.

Untuk mencegah pelepasan daun pintu dikemudian hari, pintu harus dipasokkan
dalam bentuk unit terakit sepenuhnya siap dipasang dalam coakkan beton bangunan.

Daun pintu disisipkan dalam sponing saat pengerjaan dipabrik dan bagian puncak
sponing ditutup dengan pelat yang dilaskan.

Untuk menjaga kemampuan tenaga yang diperlukan untuk menaikkan pintu sampai
batas yang dapat diterima, bentang maximum pintu untuk pintu baja dibuat tidak lebih
dan 500 mm.Sedang untuk pintu tersierdengan daun pintu dari bahan Glass Fiber
Reinforce Plastic (GFRP Standar Balai Irigasi PU ) dibuat dengan ukuran berikut ini.

Tabel 1-2. Ukuran Pintu Tersierdengan Daun Pintu dari Bahan Glass Fiber Reinforce Plastic
(GFRP Standar Balai Irigasi PU)

Tipe Bentang Tinggi Daun Tebal Pelat GFRP


cm cm cm
PU.FIGASI.01.500 50 75 1,2
PU.FIGASI.01.1200 128 180 2,0

Bahan ini dikembangkan dengan tujuan untuk bahan daun pintu air. Untuk rangka
pengarah masih tetap menggunakan bahan baja profil.

Bahan GFRP merupakan bahan komposisi dari serat gelas (kasar dan halus) seperti
jenis Woven Roving (WR)danChopped Strand Mat (CSM) dengan bobot 450 dan
300 g/m2. Perletakan serat gelas diatur secara simetris dengan posisi sudut ikatan
yang digunakan dalam WR adalah 900 dan CSM dengan pola acak sehingga pintu
bahan campuran ini memiliki sebaran kekuatan secara merata diseluruh bagian.

Komposisi campuran matrik (polymer) untuk pembuatan fiberglass menggunakan dua


buah jenis resin tipe isopthalic polyester resin dan orthopthalic polyester resin.

Perbandingan resin dengan serat fiber adalah 40:60.


10 Kriteria Perencanaan - Standar Pintu Pengatur Air Irigasi: Spesifikasi Teknis

Cara/proses pembuatan daun pintu fiberglass bahan GFRP.

Setelah pencampuran bahan dengan komposisi yang telah siap, pembuatan daun pintu
fiberglass adalah sebagai berikut:

 Pembuatan mold (wadah cetak) dengan bahan kayu dan papan multiplex;

 Setelah mold (cetakan) selesai, terlebih dahulu permukaan dalam dari cetakan
dilumasi dengan dempul untuk memperhalus permukaan, kemudian dipoles
dengan mirrorglass untuk mempermudah pembongkaran mold setelah kering;

 Setelah mirrorglass kering dan cetakan telah siap digunakan, proses pembuatan
daun pintu air siap dimulai;

 Letakkan serat fiber lapis pertama pada mold dengan balutan mat/mesh (serat
halus) dan yang kedua dengan roving (serta kasar) serta balutan terakhir dengan
mat lagi, semua lapisan serat itu dilumuri dengan minyak resin yang telah
dicampur katalis dan sedikit bubuk calcium carbonat (Talk). Takaran campuran
minyak resin + katalis tergantung lamanya proses pengeringan yang hendak
diinginkan, contoh: 5 liter minyak resin dilaruti 5 cc cairan catalis memerlukan
waktu pengeringan 3 – 5 menit (dengan asumsi cuaca cerah);

 Ratakan balutan coran kesemua permukaan dengan menggunakan kuas roll.


Setelah kering daun pintu bisa dilepas dari cetakan. Haluskan daun pintu dengan
ampelas disk dan gerinda. Berdasarkan hasil pengujian laboratorium,bahan ini
mempunyai :
Kuat tarik minimal : 405 kg/cm2
Kuat lentur minimal (σ) : 823 kg/cm2
Berat Jenis minimal : 1,3
Modulus elastisitas : 3,50 x 105 kg/m2
Keausan maksimal : 0,073 mm/menit
Penyerapan air maksimal : 0,06 %
Perencanaan 11

1.6.2 Pintu Sorong untuk Saluran dan Gorong-gorong, Bentang sampai


1,20 m

Pada saat mempelajari perencanaan pintu lama, diperoleh kenyataan bahwa terdapat
dua tipe pintu sorong yang berbeda untuk dipasang disaluran atau gorong-gorong,
yakni:
(i) Instalasi Rangka Pendek.
(ii) Instalasi Rangka Panjang.

Sehingga dilakukan dua macam perencanaan, yang untuk keduanya lebih lanjut
dirinci lagi menjadi instalasi untuk saluran dan gorong-gorong.

(i) Pintu sorong tipe rangka pendek untuk saluran dan gorong-gorong dipasangkan
pada:
(a) Bangunan Sadap Tersier.
(b) Bangunan Pengatur Saluran.
(c) Bangunan Penggelontor Saluran Kecil.

(ii) Pintu sorong tipe rangka panjang untuk saluran dan gorong-gorong/dinding
penahan, dipasangkan pada:

(a) Bangunan Penggelontor pada bendung anak sungai.

(b) Bangunan Pengambilan Saluran.

(c) Bangunan Penggelontor Saluran Besar.

Semua pintu digerakkan dengan sebuah mur tunggal yang dapat dikaitkan dengan
gagang penggerak atau dengan unit roda gigi penggerak dengan roda tangan (roda
kemudi).

Perbedaan mendasar antara tipe rangka pendek dan panjang adalah adanya
kelengkapan bantalan penopang setang pada rangka panjang, dimaksudkan untuk
mengurangi diameter setang.
12 Kriteria Perencanaan - Standar Pintu Pengatur Air Irigasi: Spesifikasi Teknis

Perbedaan mendasar antara pintu saluran terbuka dan pintu untuk gorong-
gorong/dinding penahan, adalah daun pintunya terbalik dalam hal rangka dan adanya
bagian ambang atas untuk pintu gorong-gorong/dinding penahan sehingga perapatan
(tidak bocor) pada keempat sisinya dapat dipenuhi.

1.6.3 Pintu Romijn

Saat melakukan pembahasan dengan staf eksploitasi, sewaktu mengadakan


peninjauan lapangan kedaerah irigasi yang ada, ternyata ditemui berbagai masalah
dengan pintu Romijn.

Masalah utama tampaknya adalah kemacetan pintu atas dan bawah dalam sponing
dan tekuk pada bagian penumpu roda gigi.

Kemacetan disebabkan karena kelonggaran dalam sponing tidak cukup, untuk


menerima daun pintu. Hal ini dalam usaha mengurangi kebocoran sampai tingkat
minimum.Tekuk pada bagian tegak pengangkat pintu, karena dibuat terlalu ramping,
juga merupakan penyebab kemacetan pintu.

Tekuk pada bagian penumpu roda gigi adalah akibat langsung dari kemacetan pintu.

Pintu Romijn adalah pintu dengan konstruksi daun pintu ganda, daun pintu atas
dengan pelat meja ukur sebagai pengukur debit aliran diatasnya, sedang daun pintu
bawah dipergunakan untuk menggelontor saluran yang dipasangi pintu tersebut.
Direktorat Irigasi memandang perlu tetap mempertahankan daun pintu bawah untuk
penggelontoran dalam perencanaan standar.

Pintu Romijn dikonstruksi daun pintu ganda mempunyai masalah kebocoran apabila
pintu dalam keadaan tertutup dan terdapat kelonggaran cukup.

Pada perencanaan pintu Romijn standar masalah kebocoran diatasi dengan


mempergunakan perapat karet. Tetapi bagian perapat karet harus dijamin dengan
pemeliharaan yang teratur.
Perencanaan 13

Untuk mengurangi risiko kerusakan dalam pengangkutan pintu, meja ukur dibuat
lepasan.Sehingga pintu dapat diangkut tanpa meja ukur terpasang. Sewaktu
pemasangan pintu pelat meja ukur dirakitkan pada kedudukannya dengan baut baja
tahan karat. Pelat meja ukur dapat diganti apabila rusak atau terkena korosi.

Perencanaan tersebut disertai banyak perbaikan terhadap perencanaan yang lama,


pintu Romijn dibuat lebih “kokoh” dalam konstruksi dan mengurangi kerewelan
eksploitasi.

Karena pintu tersebut sangat rumit dan mempunyai beberapa bagian bergerak yang
memerlukan kelonggaran yang cukup, struktur pintu, sebagai keseluruhan menjadi
lentur. Kelenturan ini memberi kecenderungan dengan bertambahnya bentang
kemungkinan bertambahnya kekeliruan dalam eksploitasi.

Untuk mengurangi lebih jauh terhadap kemungkinan kekeliruan dalam eksploitasi


pintu, disarankan bentang maksimum dibatasi sampai 1,00 m bentang bebas.

Diameter gagang pengerak dikecilkan sampai diameter 200 mm.

Ukuran-ukuran arah vertikal pintu harus memenuhi semua ketentuan ukuran yang
tercantum dalam gambar.

Untuk pembuatan pengukur liter yang dipasang dipintu, periksa tabel dalam
Lampiran I buku ini dan Gambar No.WD 111.

1.6.4 Pintu Sorong untuk Saluran, Bentang 1,20 m sampai 2,50 m

Pintu ini telah direncanakan untuk eksploitasi dengan mur ganda agar terhindar dari
kemungkinan macet dalam sponing, yang bentangnya sekitar 1,50 kali tingginya.

Terdapat batasan pada bentuk pintu tipe setang tunggal. Hal ini berkaitan dengan
kelonggaran jalan samping untuk gerak yang diizinkan dalam penuntun pintu, apabila
pintu diturunkan berubah-ubahnya koefisien geser tidak dapat dihindarkan pada tiap
sisi pintu yang dapat memiringkan daun pintu dan kemungkinan sebagai penyebab
14 Kriteria Perencanaan - Standar Pintu Pengatur Air Irigasi: Spesifikasi Teknis

macet dalam penuntunnya, ini berarti bahwa (dengan anggapan kelonggaran kerja
standar pada tiap sisi pintu) pintu dengan daun pintu dangkal dapat miring dalam
penuntunnya lebih dari pada pintu dengan daun pintu dalam (tinggi). Jadi pintu
dengan setang penggerak tunggal lebih cenderung dipilih bentuk persegi, atau lebih
besar tingginya dari pada bentang. Suatu batasan mutlak pada perbandingan
bentang/tinggi sekitar 2/1 umumnya dapat diterima tetapi sejauh mungkin
dihindarkan. Lewat batas ini lebih disenangi mempergunakan setang penggerak ganda
yang memberikan gaya angkat yang sinkron pada tiap sisi pintu.

Untuk maksud standarisasi sebuah konstruksi sponing yang lebih kokoh telah
disesuaikan untuk pintu dengan bentang maksimum 2,50 m maupun pintu sorong
yang ukurannya lebih kecil. Hal ini memberikan kekakuan yang lebih besar pada sisi
pintu.

Konstruksi engsel, untuk mengaitkan daun pintu ke setang penggerak, yang sesuai
dengan standarisasi lebih mahal dalam hal biaya bahan dan tenaga kerja, dari pada
kaitan dengan penempaan ujung yang telah banyak digunakan di Indonesia. Bentuk
dengan tempaan ujung memberikan ketebalan yang tipis sehingga tidak mempunyai
kekakuan sehingga tidak dapat dipertimbangkan sebagai kaitan yang baik.

Kaitan engsel dinilai sebagai konstruksi yang hanya memungkinkan derajad gerak
lateral terbatas pada kaitan sehingga lebih baik dari pada konstruksi dengan ujung
tempaan.

1.6.5 Pintu Pengatur Elevasi Muka Air Pada Bangunan Bagi

Pintu pengatur elevasi muka air pada bangunan bagi adalah pintu sorong/pintu
stoplog yang dipasang sedemikian sehingga dapat mengatur permukaan air dihulu
bangunan bagi dengan cara melepaskan air kehilir lewat atas pintu (over flow).
Pengaturan air pada bangunan bagi harus didesain agar air lewat atas pintu (over flow)
Perencanaan 15

sehingga air tidak terlalu drop. Lokasi pintu pengatur pada bangunan bagi seperti
pada sketsa dibawah ini:

Saluran Primer pintu pengatur elevasi


muka air

Gambar 1-1. Pintu Pengatur Elevasi Muka Air

Untuk maksud itu maka ditentukan perencanaan untuk pengatur elevasi pada
bangunan bagi menggunakan tipe sebagai berikut:

1) Pintu Pengatur Elevasi Tipe Stoplog

Pintu pengatur elevasi dengan menggunakan tipe stoplog dibatasi pada ukuran
maksimum lebar 1 meter dan tinggi 1 meter. Ketebalan kayu perbatang stoplog 8 cm
dan tinggi 10 cm. Bahan kayu jati atau kayu lain yang harus memenuhi dari segala
segi, ketentuan dalam NT-5 PKKI 1961 “Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia”.

Tiap batang stoplog harus dilengkapi alat pemegang yang digunakan saat mengangkat
tiap batang dari stoplog.

Pada sponing/alur stoplog supaya dilengkapi dengan alat pengunci sedemikian


sehingga batang stoplog tidak mudah diangkat oleh orang yang bukan petugas pintu.

2) Pintu Sorong Ganda

Pemilihan pintu sorong ganda untuk pintu pengatur elevasi muka air disebelah hulu
pintu, digunakan hanya untuk ukuran pintu pengatur dengan bentang 2.500 mm> B >
16 Kriteria Perencanaan - Standar Pintu Pengatur Air Irigasi: Spesifikasi Teknis

1.000 mm. Pintu pengatur dengan ukuran tersebut menggunakan dua drat setang dan
dilengkapi dengan alat pengerak roda gigi tipe B,C,D sesuai gambar PA-03 atau PA
03 addendum. Konstruksi pintu ini menggunakan sistemperapat bahan seal karet
dengan bentuk-bentuk sebagai berikut:

tipe note balok tipe balok tipe note balok miring


tipe note balok segi empat tipe V
Gambar 1-2. Pintu Sorong Ganda
Tipe note balok umumnya dipasang pada perapat sisi pier atau pada bagan atas
(bentuk gorong-gorong) sedangkan tipe balok dipasang sebagai perapat pada dasar
pintu.

Pemasangan pintu sorong ganda sebagai pintu pengatur elevasi air membutuhkan
bangunan (beton) ambang tetap. Fungsi operasional pintu tipe ini adalah agar dapat
mengatur elevasi muka air disebelah hulu melalui bukaan atas (overflow) dalam
kondisi debit air saluran masuk normal dan bukaan bawah (underflow) bila keadaan
debit air saluran masuk dibawah normal. Pengoperasian pintu ini independen.
Perencanaan 17

Sketsa pemasangan dilokasi bangunan bagi:

Decksert
Jembatan Kerja

El.air

Pintu Atas

Ambang Tetap

Pintu Bawah

Dasar Saluran

Potongan memanjang saluran

Gambar 1-3. Potongan Memanjang Saluran


Karena pintu daun ganda difungsikan untuk mengatur keluaran air lewat atas dan
lewat bawah, maka masing-masing pintu dapat dioperasikan naik-turun secara
independen. Pintu bawah mempunyai sistem seal pada keempat sisi sedangkan pintu
atas mempunyai sistemseal pada tiga sisi yaitu dua disamping dan satu pada dasar
daun pintu.
18 Kriteria Perencanaan - Standar Pintu Pengatur Air Irigasi: Spesifikasi Teknis

3) Pintu Sorong Digabung dengan Ambang Tetap

Alternatif untuk pintu pengatur elevasi air dapat digunakan pintu sorong
yangdipasang digabung dengan ambang tetap.Skema pemasangan seperti sketsa
dibawah ini.

Alat Angkat

Decksert Jembatan Kerja

Pintu Pengetur Elevasi

½H

Gambar 1-4. Pintu Sorong Digabung dengan Ambang Tetap


Pintu pengatur dapat bergerak naik turun/membuka menutup air guna mengatur
elevasi muka dihulu pintu pengatur.Pengaturan elevasi dengan tipe pintu gabungan ini
agar keluaran air hanya lewat atas pintu (over flow). Dengan demikian elevasi muka
air dihulu selalu dapat dijaga, dengan kata lain air dihulu tidak terlalu rendah
sehingga dapat mengganggu aliran ke saluran bagi.
Perencanaan 19

Konstruksi pintu sorong yang dipasang menggunakan dua drat setang yang dilengkapi
dengan roda gigi tipe B, C dan D pada standar gambar dalam buku PA-03 dengan
sistem seal karet pada tiga sisi.

1.6.6 Pintu Crump--de--Gruyter

Apabila dari pertimbangan hidrolis mengizinkan, pintu Crump--de--Gruyter, akan


merupakan pilihan pertama sebelum pintu Romijn. Pintu ini lebih terpercaya dalam
eksploitasi dan lebih murah dari segi harga.

Bentuk dari konstruksi untuk mengukur debit lewat pintu telah disederhanakan dari
yang ditunjukkan gambar dalam buku “Standar Perencanaan Irigasi” yang diterbitkan
oleh Direktorat Jenderal Pengairan.

Untuk melakukan penyetelan debit lebih dahulu terhadap pintu, skala centimeter pada
pintu dipergunakan bersama-sama dengan pengukur tinggi muka air disebelah hulu
pintu dan pelat pengukur debit pada pintu. Caranya diuraikan secara rinci dalam
Lampiran II buku ini.

1.6.7 Pintu Radial

Untukmengembangkan daerah ukuran pintu bersama dengan kemampuan


rnempertahankan kecepatan praktis gerak pintu, ukuran pintu radial tersebut dibawah
ini telah distandar:
20 Kriteria Perencanaan - Standar Pintu Pengatur Air Irigasi: Spesifikasi Teknis

Tabel 1-3. Pintu Radial

Tinggi Pintu Bentang Bebas Maksimum (mm)


(mm) (dengan RG tipe I) (dengan RG tipe II)

1.500 2.500 4.000


1.700 2.500 4.000
1.900 2.500 3.500
2.200 2.000 3.500
2.500 Tidak digunakan 3.000
2.700 Tidak digunakan 3.000

bentang bebas minimum yang dianjurkan untuk pintu radial adalah sebagai berikut:

 Yang menggunakan Unit Roda Gigi tipe I, bentang minimum 2.000 mm.

 Yang menggunakan Unit Roda Gigi tipe II, bentang minimum 2.500 mm.

Gaya resultante air pada pintu radial per meter bentang adalah sebagai berikut:

Tabel 1-4. Gaya Resultante Air Pada Pintu Radial Per Meter Bentang

Tinggi Pintu (mm) Gaya Resultante (kg/m)

1.500 1.280

1.700 1.650

1.900 2.050

2.200 2.750

2.500 3.550

2.700 4.150
Perencanaan 21

Perkiraan berat pintu radial dapat dihitung dengan rumus tersebut dibawah ini:

Berat pintu = Hg x S x 330 kg/m

Berat pintu termasuk daun pintu, lengan pintu, pena putar. Kecepatan angkat pintu
radial terbesar kira-kira 100 mm/menit, digerakkan satu orang dengan sebuah engkol
pemutar.

Pintu dengan daerah ukuran yang lebih kecil dibuat berdasar kebutuhan pintu radial
untuk pemasangan pada bangunan proyek yang sedang berjalan, sedang pintu dengan
daerah ukuran yang lebih besar distandar untuk proyek yang akan datang.

Semua bagian struktur pintu radial dibuat dan ukuran profil dan pelat tebal yang sama
untuk mencapai standarisasi.

Dua tipe standar roda gigi penggerak direncanakan untuk dipergunakan pada pintu
radial, dengan sebagian besar bagiannya dapat saling dipertukarkan antar keduanya,
sehingga mengurangi jumlah bagian yang berbeda dalam pembuatan.

Angka reduksi total roda gigi penggerak tipe I adalah 70:1 sedang tipe II adalah
140:1, sehingga mengurangi gaya engkol pada kedua hal tersebut menjadi 13 kg,
yang merupakan gaya yang dapat diberikan seseorang untuk jangka waktu yang
memadai.

Letak sumbu putar dipilih agar menjamin bahwa benar-benar bebas dari muka air dan
radius pintu sebanding dengan tinggi pintu, sehingga menjamin sudut efisien hidrolis
antara bagian bawah pintu dan lantai beton bangunan.

Roda gigi penggerak dan sling pengangkat pintu direncanakan sedemikian sehingga
putusnya satu sling masih menyisakan sling satunya yang mampu menahan berat
pintu dan memungkinkan menaikkan atau menurunkan pintu pada ambang bawah
untuk keperluan penggantian sling. Roda penuntun samping akan mencegah
kemacetan pintu dalam sponing.
22 Kriteria Perencanaan - Standar Pintu Pengatur Air Irigasi: Spesifikasi Teknis

Untuk memudahkan pengangkutan pintu dapat dipisahkan menjadi tiga bagian


terpisah, daun pintu, lengan pintu, balok pena putar.

Untuk menghindari keretakan beton tempat balok pena putar ditanamkan pada pir dan
pangkal jembatan, yang disebabkan oleh beban tumpuan putar, maka dilengkapi
rangka tulangan baja seperti ditunjukkan dalam gambar.

Batang angker balok pena putar berdiameter 20 mm mempunyai panjang ikatan


minimum 650 mm dari coakan sampai ujung kait, agar mampu menahan beban.
Panjang ikatan didasarkan pada kekuatan beton 175 kg/cm dan kekuatan baja 2.550
kg/cm.

1.6.8 Pintu Klep Seimbang

Seperti pintu sorong standar direncanakan dipasang pada gorong-gorong dan pintu
sorong sering dipergunakan sebagai pintu pelindung untuk pintu klep seimbang, maka
telah dipertimbangkan dengan seksama untuk membuat daerah ukuran yang lebih
kecil pintu klep seimbang yang dapat digabungkan dengan pintu sorong.

Ukuran pintu klep seimbang distandar seperti tersebut dibawah ini:


(i) 1.000 mm bentang x 1.000 mm tinggi
(ii) 1.200 mm bentang x 1.200 mm tinggi
(iii) 1.400 mm bentang x 1.400 mm tinggi
(iv) 1.600 mm bentang x 1.600 mm tinggi
(v) 1.800 mm bentang x 1.800 mm tinggi.

Pemilihan ukuran minimum pintu klep seimbang didasarkan pada dua faktor:

(i) Pintu klep tak seimbang dengan ukuran mendekati lebih dari 1.000 mm
bentang x 1.000 mm tinggi cenderung menjadi berat dan memerlukan tinggi tekan
yang cukup besar untuk membukanya.
Perencanaan 23

(ii) Pintu klep seimbang dengan ukuran mendekati dibawah 1.000 mm bentang x
1.000 tinggi cenderung memerlukan bobot lawan yang sangat kecil itupun kalau
memerlukan untuk membukanya, sehingga menjadi tidak ekonomis.

Kerugian tinggi tekan aliran lewat bangunan pintu klep seimbang sangat kecil dan
pintu klep seimbang standar diperhitungkan membuka dengan perbedaan tinggi tekan
100 mm atau kurang, pintu akan bergerak dengan cepat dengan kedudukan dengan
bagian dasar pintu terapung bebas pada permukaan air sewaktu terjadi aliran. Pintu
akan tertutup bila ketinggian air sama.

Telah dibuat dua pintu dengan spesifikasi


a) pintu klep dengan daun pintu baja seluruhnya
b) pintu klep dengan daun pintu baja dan kayu

Pintu klep seimbang tipe (a) dibuat untuk air tawar dan dicat dengan lapisan cat
standar yang ditentukan.

Pintu klep seimbang tipe (b) dibuat untuk air bergaram misalnya dimuara sungai dan
didaerah rawa.Pintu yang dipasang pada keadaan semacam ini harus dilapisi
menggunakan cat khusus seperti yang ditentukan dalam Bab 2 dalam buku KP 09-
Standar Pintu Pengatur Irigasi - SpesifikasiTeknis.

Keberhasilan kerja pintu klep seimbang, perencanaannya tergantung pada ketelitian


menyeimbangkan daun pintu dengan bobot lawan, sehingga dalam perencanaan berat
daun pintu harus ditetapkan lebih dulu.Agar dapat menyelesaikan ini, hanya
dipergunakan satu jenis kayu yang ditentukan yakni kayu jati, yang harus mempunyai
berat jenis 700 kg/m. Karena alasan tersebut maka tidak dapat dilakukan penggantian
jenis kayu untuk Jati dan bentuk konstruksi tidak boleh diubah.

Keseimbangan pintu otomatis didapat dengan mendesain secara teliti keseimbangan


antara berat beban pintu sendiri dengan gaya statis air pada ketinggian muka air yang
direncana. Mengingat pintu seimbang ini dipasang disaluran yang dasarnya datar
24 Kriteria Perencanaan - Standar Pintu Pengatur Air Irigasi: Spesifikasi Teknis

maka kemungkinan pintu terganjal oleh sedimen/sampah sehingga pintu tidak bisa
menutup rapat.

Kayu yang ditentukan (kayu jati) dalam konstruksi pintu harus memenuhi dari segala
segi, ketentuan dalam NT-5 PKKI 1961 “Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia”.

Untuk memudahkan pengangkutan, daun pintu dari pintu standar dibagi dalam
beberapa panel untuk mengurangi berat. Bobot lawan yang terbuat dari besi tuang
juga direncana dalam unit untuk mengurangi berat dalam pengangkutan.Untuk
pemasangan ditempat jauh bagian-bagian pintu dapat dibawa dengan sepeda motor.

1.6.9 Pintu Pengatur Elevasi Otomatis dengan Penyeimbang

Dalam review KP ini telah dimasukkan beberapa jenis pintu pengatur otomatis yang
menggunakan beban penyeimbang. Jenis-jenis pintu ini sebagai referensi/alternatif
bagi perencana dalam merencanakan pintu otomatis untuk keperluan proyek. Para
perencana diharapkan dapat mendesain detail secara teliti agar keseimbangan yang
dibutuhkan bisa terpenuhi. Ketelitian disini adalah dalam menetukan ukuran material
frame/kerangka pintu yang direncana, berat beban penyimbang yang dibutuhkan
ukuran daun pintu (lebar dan tinggi), posisi engsel tumpuan serta mekanis penyetelan
beban agar keseimbangan tercapai. Keseimbangan disini dalam arti pintu menutup
dengan beban sendiri guna mempertahankan elevasi muka air dihulu pada elevasi
yang dinginkan/ditentukan dan pintu akan mulai membuka saat elevasi naik melebihi
elevasi yang ditentukan tersebut. Pergeseran atau menambah/mengurangi volume
beban penyeimbang untuk membuat keseimbangan pintu sesuai dengan kebutuhan
dalam menjaga tinggi muka air dihulu.

Beban penyeimbang ini dapat diatur besar kecilnya dengan cara menggeser-geser
sehingga momen putar pada engsel membesar dan mengecil sesuai kebutuhan
menambah atau menguragi volume beban. Ukuran pintu klep seimbang distandar
seperti tersebut dibawah ini:
Perencanaan 25

(i) 1.000 mm bentang x 1.000 mm tinggi


(ii) 1.200 mm bentang x 1.200 mm tinggi
(iii) 1.400 mm bentang x 1.400 mm tinggi
(iv) 1.600 mm bentang x 1.600 mm tinggi
(v) 1.800 mm bentang x 1.800 mm tinggi

Dibawah ini diberikan sketsa beberapa tipe pintu seimbang sebagai pilihan:

1) Pintu Seimbang Tipe Doell Beauchez

Gambar 1-5. Pintu Seimbang Tipe Doell Beauchez


Pintu seimbang tipe Doell Beauchez mempunyai balas tetap dan balas yang bisa
diatur posisinya tergantung kondisi air dihulu. Jika tinggi air dihulu turun sehingga
tekanan statis air berkurang maka pintu akan tidak seimbang, sehingga pintu tidak
bisa membuka. Untuk itu balas digeser mendekat engsel sehingga momen putar pintu
menjadi lebih kecil. Dengan demikian pintu dapat membuka dalam keadaan tinggi air
lebih rendah. Ketelitian dalan desain keseimbangan pintu dapat dibantu dengan
adanya balas yang dapat disetel menurut kebutuhan.
26 Kriteria Perencanaan - Standar Pintu Pengatur Air Irigasi: Spesifikasi Teknis

2) Pintu Seimbang Tipe Van Veen

Gambar 1-6. Pintu Seimbang Tipe Van Veen

Secara garis besar pintu tipe Van Veen ini dalam fungsi dan gerakan sama dengan tipe
Beauchez, hanya konstruksi pemberatnya (balas) menggunakan tangki yang isi air.

Pengaturan beban untuk mencapai keseimbangan dengan menambah dan mengurangi


isi air, konstruksi rangka pintu lebih sederhana dari tipe Doell Beauchez.
Perencanaan 27

3) Pintu Seimbang Tipe Sudut Begemann

Berat Pengimbang

α
z

Gambar 1-7. Pintu Seimbang Tipe Sudut Begemann

Pintu otomatis/seimbang tipe Sudut Begemann ini secara prinsip kerja masih sama
dengan tipe seimbang sebelumnya, namun perbedaannya hanya dalam konstruksinya.
Jarak engsel dengan posisi daun pintu lebih panjang dibanding tipe lainnya, sehingga
titik berat beban penyeimbang berada didepan daun pintu. Beban penyeimbang ini
dapat diatur dengan cara menambah dan mengurangi jumlah beban.
28 Kriteria Perencanaan - Standar Pintu Pengatur Air Irigasi: Spesifikasi Teknis

4) Pintu Otomatis/Seimbang Tipe Vlugter

Balas Gerak

Berat Pengimbang

R
H1 Drum
H2

Gambar 1-8. Pintu Otomatis/Seimbang Tipe Vlugter

Pintu seimbang tipe Vlugter hampirsama konstruksinya dengan tipe Sudut Begemann,
hanya daun pintu berbentuk drum. Beban pemberat dapat diatur dengan cara
menggeser posisi beban mendekat dan menjauhi engsel sesuai kebutuhan.

Para perencana diharapkan dapat mendesain secara teliti agar keseimbangan sesuai
kebutuhan dapat dipenuhi.

Bobot beban penyeimbang dapat diatur sepenuhnya dalam dua arah mendekati atau
menjauhi engsel putar, dengan menggunakan batang ulir penyetel. Semua pena dan
Perencanaan 29

pen direncana mempergunakan baja tahan karat untuk menghindari korosi dan
bantalan dipasang bus dan bahan brons mampu melumas sendiri tanpa pemeliharaan.
Spesifikasi juga termasuk pengecatan pintu yang tercelup dalam air asin.

Pemasangan pintu ini dipermudah dengan menghubungkan kaitan bantalan penumpu


putar pada kerangka pintu, sehingga terjamin semua bagian telah saling terhubung.

Kehati-hatian harus dijaga selama pemasangan untuk menjamin keselamatan tenaga


kerja pemasang, karena pintu cenderung berayun membuka atau menutup selama
pemasangan.

Batang baja rangka tulangan ditunjukkan dalam gambar untuk dimasukkan dalam
beton ambang atas untuk mencegah keretakan pada beton.

1.6.10 Pintu Sorong Kayu

Karena kayu yang berkualitas baik banyak terdapat di Indonesia dan pintu kayu
banyak digunakan secara luas, maka dianggap bijaksana memasukkan pintu sorong
kayu dalam program standarisasi.

Yang dimasukkan ukuran pintu sorong kayu standar adalah:


(i) 800 mm bentang x 800 mm tinggi x 80 mm tebal
(ii) 1.000 mm bentang x 1.000 mm tinggi x 80 mm tebal
(iii) 1.200 mm bentang x 1.200 mm tinggi x 80 mm tebal
(iv) 1.500 mm bentang x 1.400 mm tinggi x 80 mm tebal
(v) 1.200 mm bentang x 2.600 mm tinggi x 100 mm tebal
(vi) 1.500 mm bentang x 2.200 mm tinggi x 100 mm tebal
(vii) 2.000 mm bentang x 1.800 mm tinggi x 120 mm tebal
(viii) 2.500 mm bentang x 1.400 mm tinggi x 120 mm tebal.

Ukuran pintu (i) sampai (iv) menggunakan setang penggerak tunggal sedang ukuran
pintu (v) sampai (viii) mempergunakan setang penggerak ganda untuk menggerakkan
pintu.
30 Kriteria Perencanaan - Standar Pintu Pengatur Air Irigasi: Spesifikasi Teknis

Ukuran maksimum pintu dengan setang penggerak tunggal (iv) didasarkan pada
tenaga yang diberikan untuk memutar roda tangan oleh satu orang, untuk menaikkan
pintu dalam jangka waktu yang dapat diterima dan menyesuaikan dengan prosedur
dalam Lampiran 3 “Perencanaan Alat-Alat Pengangkat” dalam buku “Standar
Pencanaan Irigasi jilid KP-04 Bagian Bangunan”.

Ukuran pintu (v) sampai (viii) didasarkan pada ketentuan untuk pintu kayu yang
dipasang pada bangunan proyek yang sedang berjalan.

Semua pintu yang dipergunakan dalam konstruksi pintu telah ditentukan sebagai
kelas I sesuai dengan persyaratan NI-5 PKKI 1961 (Peraturan Konstruksi Kayu
Indonesia).

Tebal kayu distandar, yakni 80 mm, 100 mm dan 120 mm.

Semua bagian struktur pintu mempergunakan ukuran profil dan ketebalan plat yang
sama.

Setang penggerak dan roda gigi mengikuti ukuran yang sudah distandar.Setang
berdiameter luar 60 mm dengan kisar ulir 8 m.

Roda gigi untuk pintu dengan setang penggerak tunggal adalah tipe “B” dengan
angka reduksi 1,5:1.

Pintu yang mempergunakan setang penggerak ganda dilengkapi dengan unit, roda
gigi tengah tipe “D” dengan angka reduksi 1,5:1, dan berpasangan dengan setang
penggerak tipe “C” dengan angka reduksi 2:1.

Apabila rangka cukup panjang, kemungkinan dapat dipergunakan penopang bantalan


setang untuk mengurangi panjang tekuk setang.

1.7 Penggunaan Motor Listrik Penggerak Alat Angkat

Pelayanan/pemberian air dalam sistem jaringan irigasi sampai saat ini sering
mengalami keterlambatan (lambatnya air sampai disawah-sawah) diakibatkan
Perencanaan 31

kecepatan membuka pintu yang dilakukan dengan tenaga manusia sangat


terbatas.Disamping itu jumlah petugas pintu dalam melayani operasi juga sangat
terbatas dibandingkan jumlah pintu air yang harus dioperasikan. Untuk itu dalam
meningkatkan pelayanan/pemberian air untuk irigasi dimasa mendatang maka perlu
penggunaan motor listrik sebagai tenaga penggerak utama dari sistem alat angkat
pintu pengatur air irigasi. Dalam penggunaan motor listrik ini perlu dilengkapi
dengan engkol pemutar tangan dan sistem pengoperasian atau sistem kontrol lokal.

Mengingat jaringan irigasi pada beberapa daerah lokasinya jauh dari jaringan listrik
PLN dan pemukiman maka dalam penggunaan motor listrik sebagai tenaga penggerak
pintu dibatasi pada jaringan irigasi yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
- Daerah irigasi yang mengairi areal sawah dengan luas > 500 ha,
- Dekat/ada jaringan listrik PLN,
- Ukuran pintu lebar > 1 meter dan tinggi air > 1 meter,
- Lokasinya dekat dengan pemukiman penduduk/perkampungan.

Guna mengamankan komponen-komponen alat angkat temasuk motor listrik, sistem


kontrol maka perlu dilengkapi pengaman/pelindung.

Kecepatan angkat pintu dengan penggerak motor listrik tidak boleh < 15 cm per menit
dan tidak boleh > 30 cm per menit.

1.8 Spesifikasi dan Gambar Rencana

1.8.1 Spesifikasi

Sebuah buku terpisah (KP-09) yang berisi khusus “Standar Pintu Pengatur Irigasi:
Spesifikasi Teknis” telah disiapkan dan diterbitkan dalam edisi bahasa Indonesia dan
Inggris. Spesifikasi sejauh mungkin mempergunakan SNI (Standar Nasional
Indonesia) dan SII (Standar Industri Indonesia), bila tidak mungkin maka
dipergunakan standar internasional yang setara.Spesifikasi dapat dipergunakan
langsung oleh pabrik pembuat pintu jika telah dimasukkan kedalam suatu spesifikasi
32 Kriteria Perencanaan - Standar Pintu Pengatur Air Irigasi: Spesifikasi Teknis

umum pada pemborong konstruksi yang diizinkan menunjuk sebuah Sub-Kontraktor


pembuat pintu. Spesifikasi diperlakukan sebagai adendum pada dokumen
perencanaan standar Direktorat Irigasi I yang diterbitkan pada akhir 1986.

1.8.2 Gambar Rencana

Sebuah buku (KP-04) berisi gambar rencana lengkap telah dibuat untuk semua
rencana pintu dan diuraikan dalam Bab 3.Gambar-gambar tersebut cukup terinci
untuk dipergunakan sebagai dasar dokumen tender maupun sebagai gambar kerja
dibengkel pabrik pembuat pintu.

Dibuat 45 gambar yang meliputi gambar susunan dan detail untuk tiap tipe pintu, alat
ukurnya dan roda gigi penggerak. Semua judul dan penjelasan dalam gambar ditulis
dalam dua bahasa Indonesia dan Inggris.
Pemasangan, Operasi, dan Pemeliharaan 33

2. BAB II
PEMASANGAN, OPERASI DAN PEMELIHARAAN

2.1 Pemasangan Pintu

2.1.1 Umum

Pemasangan pintu akan mengikuti prosedur yang ditentukan dalam ‘YANG


DISETUJUI’ “Petunjuk Pemasangan, Operasi dan Pemeliharaan” yang disiapkan oleh
Pabrik Pembuat Pintu.

Kontraktor Utama harus bertanggung jawab menyediakan tenaga kerja, alat-alat


pengangkat misalkan keran angkat, tripod, turfor dan lain-lain, yang memungkinkan
pintu dapat dibawa ketempat bahkan semua alat dan bahan yang memungkinkan pintu
dibangun jadi.

Pabrik pembuat pintu harus bertanggung jawab menyediakan perlengkapan dan alat
khusus untuk pemasangan pintu dan pengawasan tenaga kerja dari Kontraktor Utama.

Pintu harus diangkut kelapangan oleh pabrik pembuat pintu. Pintu yang ukurannya
memungkinkan dirakit dahulu dipabrik pintu sampai siap agar dapat langsung
dipasang pada bangunan. Apabila hal ini tidak mungkin, pintu dirakit dilapangan dan
dicat seperlunya sebelum pemasangan.

Untuk menjamin bahwa bagian rangka benar-benar saling tegak lurus maka dalam
pra-rakit dan perakitan penuh dilapangan, dipergunakan penguat dan penopang
sementara.

Penopang-penopang sementara ini dibautkan pada bagian rangka dengan baut yang
dapat dilepas, untuk memegang rangka pada siku yang benar selama seluruh
pekerjaan pemasangan berlangsung. Apabila pemasangan telah selesai penopang
sementara dilepas.
34 Kriteria Perencanaan - Standar Pintu Pengatur Air Irigasi: Spesifikasi Teknis

Pintu dipasang dalam coakan yang sudah disiapkan pada bangunan mempergunakan
alat pengangkat yang disediakan oleh Kontraktor Utama. Pintu harus terlindung
secara baik dari kerusakan akibat pemindahan.

Dipergunakan pemegang sementara dari kayu untuk menjamin kerataan ambang


bawah dan baji kayu untuk menjamin ketegakan dan kekuatan sementara selama
pemasangan pintu.

Pintu harus dikontrol dengan unting-unting dan penyipat datar untuk penempatan
dalam coakan bangunan.

Pintu harus dioperasikan dalam siklus penuh dari keadaan tertutup rapat ke terbuka
penuh ke tertutup rapat.

Pintu harus selalu dipasang pada kedudukan tertutup.

Apabila Direksi dapat menerima bahwa pintu memuaskan maka pintu dapat dicor
beton pada kedudukannya.

2.1.2 Pemasangan Pintu Radial

2.1.2.1 Umum

Semua pintu radial harus dipasang sesuai dengan gambar.

Tiap pintu dan rangka akan harus sudah dirakit dibengkel pabrik, kecuali untuk
perapat, dan diberi tanda untuk keperluan perakitan dilapangan dan dilepasi bila perlu
untuk pengangkutan. Perakitan pintu dilapangan oleh Kontraktor harus dengan
pembautan.

Perhatian khusus harus diberikan untuk meyakinkan bahwa rakitan pintu beserta
tumpuan putar dan pintu radial sudah benar-benar senter (tepat posisi) dan terpasang
sehingga fungsi bantalan putar dan bagian-bagian perapat terjamin baik selama
eksploitasi pintu.
Pemasangan, Operasi, dan Pemeliharaan 35

Perhatian khusus harus diberikan agar pemasangan rangka terjamin sehingga


permukaan dudukan perapat pada rangka menjadi rata dan berada pada bidang yang
benar dan muka tumpuan berada pada bidangnya masing-masing.

2.1.2.2 Bagian yang Tertanam

Coakan yang sesuai harus disiapkan pada bangunan, oleh Kontraktor Pekerjaan Sipil
sesuai ketentuan dalam gambar, untuk penempatan bagian yang tertanam. Bagian
tertanam seperti pelat pemegang pelat tahan karat untuk landasan perapat, baut
angker, baut penyetel, pemegang tumpuan putar dan lain-lain, harus dilengkapi dan
ditempatkan secara teliti dalam coakan dan distel sesuai dengan kebutuhan, setelah
penyetelan selesai maka harus ditopang erat pada kedudukan akhir oleh Kontraktor
saat cor beton dalam coakan.

2.1.2.3 Toleransi

Bagian yang tertanam harus di unting-unting, disipat datar dan disenter oleh
Kontraktor mengikuti toleransi sebagai berikut:

Sebagai tambahan terhadap toleransi yang tercantum dalam spesifikasi, berlaku batas-
batas tersebut dibawah ini:

Garis acuan untuk toleransi adalah sumbu pintu (sumbu dan tumpuan putar).

Ukuran harus dipertahankan dalam toleransi tersebut dibawah ini kecuali perencanaan
Kontraktor memerlukan toleransi yang lebih kecil sesuai dengan perintah Direksi.

a) Toleransi maksimum untuk radius pintu (yakni jarak antara pusat lingkaran dan
permukaan pintu sebelah hulu) + 5 mm.

b) Penyimpangan ukuran jarak antara permukaan perapat arah lateral terhadap


ukuran jarak teoritis disembarang titik + 0,50 mm.
36 Kriteria Perencanaan - Standar Pintu Pengatur Air Irigasi: Spesifikasi Teknis

c) Penyimpangan kerataan permukaan perapat dari ambang bawah ralatif terhadap


sumbu pintu disembarang titik + 1,0 mm dan penyimpangan dari sebuah garis
lurus harus tidak melebihi 0,5 mm dalam setiap panjang 1,0 m.

d) Bidang sisi dasar pintu membentuk segi empat siku terhadap sumbu pintu,
penyimpangan dari garis lurus tidak melebihi 1,5 mm.

e) Bentuk segi empat siku harus dicapai dalam ambang perbedaan 10 mm panjang
antara diagonal dari pojok-pojok daun pintu pada setiap pintu disisi hilir.

f) Ketidak paralelan tiap pintu terhadap sumbu pintu tidak boleh lebih dari + 3 mm
pada sembarang titik yang ditentukan oleh perbedaan jarak antara bagian teratas
dan terbawah atau antara sisi-sisi pada sembarang titik yang dipilih.

g) Sisi pinggir pelat pintu tidak dapat menyimpang lebih dari + 3 mm disembarang
titik pada bidang vertikal yang tegak lurus terhadap sumbu pintu.

h) Penyetelan toleransi karet perapat samping terhadap bidang/pelat luncur samping


disetel sedemikian sehingga besarnya gaya gesek perapat pada bidang luncur
lebih kecil dari beban akibat berat pintu saat pintu menutup (pintu dapat menutup
dengan beratnya sendiri) dan perapat tidak bocor.

2.1.2.4 Perapat Karet

Perapat karet untuk pintu harus dipotong teliti sesuai dengan panjang yang diperlukan
dan dibautkan pada pintu oleh Kontraktor. Lubang dibuat dengan bor pada bilah karet
perapat yang ditempatkan dengan penjepit perapat dan menyetel perapat pintu
sehingga menjamin perapat karet terpotong rata pada dudukan perapat.

2.1.2.5 Pemasangan Alat-Alat Pengangkat

Alat-alat pengangkat untuk pintu harus dipasang sesuai dengan gambar. Alat angkat
akan sudah terakit dibengkel dan diberi tanda-pasangan dan hanya akan dilepas bila
perlu untuk pengangkutan.
Pemasangan, Operasi, dan Pemeliharaan 37

Sling pengangkat pintu tidak dimasukkan dalam rakitan oleh bengkel alat pengangkat.

Tiap alat angkat harus dirakit dilapangan oleh Kontraktor, dipasang dikedudukan
yang benar berkaitan dengan pintu atau bagian pintu yang akan digerakkan dan semua
siku bagian dipasang dengan setelan yang benar. Sling pengangkat pintu pada teromol
harus dikaitkan pada masing-masing tempat kaitannya.

Setelah selesai pemasangan, alat angkat harus diuji operasisesuai dengan beban kerja.

2.2 Uji Coba Tahap Penyerahan

Semua peralatan harus diteliti secara hati-hati dan diuji operasi dilapangan setelah
pemasangan untuk menunjukkan bahwa semuanya memuaskan. Pengujian ini harus
dilakukan dengan kehadiran Direksi dan harus memuaskannya.

Pengujian harus dilakukan dalam tahap:

A. Pengujian tahap pertama terdiri dari


(i) Uji kering (tanpa beban air)
(ii) Dibawah tinggi tekan (pada tinggi air) yang ada.

B. Pengujian tahap kedua

Dibawah tinggi tekan beban maksimal rencana atau dibawah tinggi tekan yang
lebih rendah yang disetujui Direksi. Pengujian ini dilaksanakan selama waktu
pengamatan sesuai dengan ketentuan Direksi.

Kontraktor harus melaksanakan uji kering dari tiap unit sesuai dengan yang
diuraikan dibawah ini segera setelah selesai pemasangannya.

Kontraktor harus bertanggung jawab untuk semua kerja yang diperlukan untuk
penyetelan dan pengujian peralatan. Kontraktor harus memenuhi perintah dari
Direksi yang berkaitan dengan eksploitasi yang memberikan debit air selama
penyetelan dan pengujian.
38 Kriteria Perencanaan - Standar Pintu Pengatur Air Irigasi: Spesifikasi Teknis

Selama pelaksanaan seluruh pengujian, Kontraktor harus bertanggung jawab


keseluruhan terhadap pencegahan, penjagaan dan perbaikan semua kerusakan
peralatan dan harus menyediakan semua tenaga, pengawasan, peralatan, bahan
dan penyimpanan, alat ukur, dan lain-lain yang diperlukan untuk kegiatan ini.

Pengujian harus meliputi:

(a) Semua pintu dites untuk menunjukkan bahwa perapat berfungsi baik,
kelonggaran dalam penuntun cukup dan pintu bekerja benar dalam semua
kondisi kerja yang ditentukan.

(b) Semua alat pengangkat harus dites operasi mengangkat dan menurunkan
dengan beban kerja.

(c) Semua peralatan harus dicek/diukur agar senter dan terpasang benar,
bedanya guna putaran halus danbekerja baik.

(d) Las dilapangan harus dites tembus warna.

(e) Tiap pemasangan yang berbentuk memanjang yang terdiri dari siku-siku
bagian harus diuji dan diukur untuk kelurusan dan sebagainya, sebelum
dicor beton.

(f) Setelah pengecoran bagian-bagian pintu selesai, harus dites dengan sebuah
palu dan setiap ditemui rongga antara beton dan penutup baja harus diisi
semen oleh Kontraktor Pekerjaan Sipil sesuai dengan petunjuk Direksi.

Semua hasil pengukuran, pengujian dan pemeriksaan harus dibuat laporan


tertulis dalam bentuk format yang jelas menyangkut nama komponen yang
dites,diuji dan diperiksa serta hasil rinci dari pengujian pengukuran.

Semua peralatan ukur dan perlengkapan yang diperlukan untuk keseluruhan


pengetesan harus disiapkan oleh Kontraktor.
Pemasangan, Operasi, dan Pemeliharaan 39

2.3 Pengukuran Debit

Sebagai petunjuk bagaimana menyetel pintu Romijn dan Crump--de--Gruyter untuk


suatu debit tertentu, periksa Lampiran II dibuku ini.

2.4 Penuntun untuk Pemeriksaan dan Pemeliharaan Pintu

2.4.1 Pemeriksaan

Pemeriksaan pintu standar harus dilaksanakan setiap tahun dengan pengecualian


untuk Pintu Romijn yang perlu diperiksa perapat karetnya setiap setengah tahun.

Pintu dikonstruksi kokoh sehingga pemeriksaan setahun sekali sangat cukup untuk
meyakinkan eksploitasi pintu tetap baik dan menambah keawetan.

Siku bagian tersebut dibawah ini perlu diperiksa terhadap keausan, puntiran dan
kesalahan kerja:

(1) Siku bagian penumpu roda gigi harus diteliti setiap adanya tanda-tanda tekuk.

(2) Penyetop pintu harus diteliti untuk menjamin agar tetap pada kedudukan yang
benar pada setang pengangkat.

(3) Setang penggerak harus diteliti setiap adanya tanda-tanda tekuk atau keausan.

(4) Siku bagian pengangkat pintu horisontal diteliti terhadap tekuk.

(5) Pinyon dan Roda gigi penggerak pintu harus diteliti untuk setiap tanda-tanda
kesalahan pemeliharaan dan gerakan pintu keatas dan kebawah dijamin halus,
suara gigi halus dan kerja pintu secara umum baik.

(6) Daun pintu harus terangkat penuh diatas permukaan air, sehingga seluruh daun
pintu dapat diperiksa terhadap kerusakan mekanis, korosi dan keadaan lapisan
cat.

(7) Daun pintu sampai kaitan ke setang penggerak harus diperiksa terhadap keausan
dan korosi dan diteliti terhadap gerak bebas.
40 Kriteria Perencanaan - Standar Pintu Pengatur Air Irigasi: Spesifikasi Teknis

Yang akan dicat akhir sedikit disikat kawat agar terbentuk suatu alur ikatan dengan
lapisan cat akhir semua luasan yang rusak dan korosi harus disemprot pasir dengan
menggunakan alat penyemprot pasir yang mudah dibawa sampai diperoleh
permukaan logam yang mengkilat.

Penjaga pintu harus melaporkan secepatnya kepada pengawasnya setiap dijumpai


kerusakan atau persoalan pintu agar segera dibetulkan tanpa menunggu kerusakan
pintu lebih parah.

2.5 Perbaikan Pintu Lama

Perbaikan pintu lama secara ekonomis hanya sampai tingkat kerusakan kecil,
misalkan menutup dengan las pada pelat daun pintu yang keropos, pengganti daun
pintu sampai batas kaitan dengan setang dan kemungkinan perbaikan sementara pada
roda gigi penggerak.

Usaha-usaha tersebut kemungkinan akan memperpanjang umur pintu dua sampai


empat tahun.

Pintu lama jangan diperbaiki dengan mempergunakan siku bagian standar baru.

2.6 Pengajuan untuk Pemasokan dan Penyimpanan Suku Cadang

Apabila pintu standar telah dipasang pada bangunan baru dan lama, pada daerah
proyek irigasi dan pembuangan, selanjutnya harus disediakan suku cadang untuk
pintu-pintu tersebut.

Proyek atau tempat penyimpanan dengan kunci dan peralatan yang diperlukan untuk
perbaikan dan pemeliharaan, harus menyimpan suku cadang untuk pintu yang
terpasang.

Hal ini sangat penting untuk daerah proyek yang berada dipulau yang jauh yang sulit
angkutan pada saat kebutuhan mendesak.
Pemasangan, Operasi, dan Pemeliharaan 41

Suku cadang tersebut dapat terdiri dari unit roda gigi kerucut, mur penggerak, setang
penggerak, bilah karet perapat dan mur baut yang dipilih, pena dan sebagainya.

Kunci dan peralatan harus cukup untuk memotong panjang setang penggerak dan
melaksanakan pemeliharaan umum pada pintu.

Suku cadang dapat dipasok dari pabrik pemasok pintu.


42 Kriteria Perencanaan - Standar Pintu Pengatur Air Irigasi: Spesifikasi Teknis
Lampiran I 43

LAMPIRAN I

Tabel untuk membuat alat ukur


Untuk dipasang pada pintu Romijn bentang 300 mm

TABEL UNTUK MEMBUAT UKURAN LITER


Bentang Pintu
Debit Q (ltr/dt)
0,30 m I
180 497 18
170 477 17
160 458 16
150 438 15
140 416 14
130 394 13
120 374 12
110 354 11
100 333 10
90 312 9
80 288 8
70 263 7
60 238 6
50 213 5
40 183 4
30 152 3
20 113 2
10 73 1

Petunjuk Liter (I) dalam mm dari 0


Pintu Romijn bentang 0,30 m
Tinggi maksimum aliran pada M.A.R = 500 mm
Debit maksimum pada M.A.R = 180 ltr/s

TABEL DIBACA BERKAITAN DENGAN GAMBAR NO WD111 & 112

CATATAN: M.A.R = MUKA AIR RENCANA


44 Kriteria Perencanaan - Standar Pintu Pengatur Air Irigasi: Spesifikasi Teknis
Lampiran II 45

LAMPIRAN II

Petunjuk untuk penyetelan debit


Spesifik pada pintu Romijn dan Crump-de Gruyter
PENYETELAN UNTUK DEBIT SPESIFIK PADA PINTU ROMIJN

Gambar : Sketsa Isometric Alat Ukur Romijn


46 Kriteria Perencanaan - Standar Pintu Pengatur Air Irigasi: Spesifikasi Teknis

PETUNJUK UNTUK PENYETELAN DEBIT


SPESIFIK PADA PINTU CRUMP--DE—GRUYTER
Lampiran II 47

(1) Baca tinggi muka air pada pelat ukur pada saluran depan dan ingat bacaan
tersebut. Contoh 1,10 m.

(2) Cari tinggi air 1,10 m diatas ambang bawah pada pelat debit, tarik garis keatas
sampai ditemui lengkung garis debit, misalkan 600 ltr/dt. Dari titik pada garis
lengkung tersebut tarik garis mendatar kekanan pada pelat debit untuk
memperoleh bukaan pintu yang diperlukan. Untuk contoh ini diperoleh angka
9,50 cm.

(3) Stel bagian terangkat pintu horisontal teratas pada titik 9,50 cm diskala
centimeter yang dipasang pada rangka pintu (4). Sekarang pintu telah distel
untuk debit 600 ltr/dt.

(4) Sekarang pintu telah distel untuk debit 600 ltr/dt.


KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM
DIREKTORAT JENDERAL SUMBER DAYA AIR
D I R E K T O R AT I R I G A S I D A N R A WA

STANDAR PERENCANAAN
IRIGASI

KRITERIA PERENCANAAN
BAGIAN
STANDAR PINTU PENGATUR AIR IRIGASI:
SPESIFIKASI TEKNIS
KP-09

2013
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM
DIREKTORAT JENDERAL SUMBER DAYA AIR
DIREKTORAT IRIGASI DAN RAWA

STANDAR PERENCANAAN
IRIGASI

KRITERIA PERENCANAAN
BAGIAN
STANDAR PINTU PENGATUR AIR IRIGASI:
SPESIFIKASI TEKNIS
KP-09

2013
ii Standar Pintu Pengatur Air Irigasi – Spesifikasi Teknis
ii Kriteria Perencanaan - Standar Pintu Pengatur Air Irigasi :Spesifikasi Teknis
Sambutan iii

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM

DIREKTORAT JENDERAL SUMBER DAYA AIR

SAMBUTAN

Keberadaan sistem irigasi yang handal merupakan sebuah syarat mutlak bagi
terselenggaranya sistem pangan nasional yang kuat dan penting bagi sebuah negara.
Sistem Irigasi merupakan upaya yang dilakukan oleh manusia untuk memperoleh air
dengan menggunakan bangunan dan saluran buatan untuk mengairi lahan
pertaniannya. Upaya ini meliputi prasarana irigasi, air irigasi, manajemen irigasi,
kelembagaan pengelolaan irigasi dan sumber daya manusia.Terkait prasarana irigasi,
dibutuhkan suatu perencanaan yang baik, agar sistem irigasi yang dibangun
merupakan irigasi yang efektif, efisien dan berkelanjutan, sesuai fungsinya
mendukung produktivitas usaha tani.

Pengembangan irigasi di Indonesia yang telah berjalan lebih dari satu abad, telah
memberikan pengalaman yang berharga dan sangat bermanfaat dalam kegiatan
pengembangan irigasi dimasa mendatang. Pengalaman–pengalaman tersebut
didapatkan dari pelaksanaan tahap studi, perencanaan hingga tahap pelaksanaan dan
lanjut ke tahap operasi dan pemeliharaan.

Hasil pengalaman pengembangan irigasi sebelumnya, Direktorat Jenderal Sumber


Daya Air telah berhasil menyusun suatu Standar Perencanaan Irigasi, dengan harapan
didapat efisiensi dan keseragaman perencanaan pengembangan irigasi. Setelah
iv Kriteria Perencanaan - Standar Pintu Pengatur Air Irigasi :Spesifikasi Teknis

pelaksanaan pengembangan irigasi selama hampir dua dekade terakhir, dirasa perlu
untuk melakukan review dengan memperhatikan kekurangan dan kesulitan dalam
penerapan standar tersebut, perkembangan teknologi pertanian, isu lingkungan
(seperti pemanasan global dan perubahan iklim), kebijakan partisipatif, irigasi hemat
air, serta persiapan menuju irigasi modern (efektif, efisien dan berkesinambungan).

Setelah melalui proses pengumpulan data, diskusi ahli dan penelitian terhadap
pelaksanaan Standar Perencanaan Irigasi terdahulu serta hasil perencanaan yang telah
dilakukan, maka Direktorat Jenderal Sumber Daya Air menyusun suatu Kriteria
Perencanaan Irigasi yang merupakan hasil review dari Standar Perencanaan Irigasi.

Dengan tersedianya Kriteria Perencanaan Irigasi, diharapkan para perencana irigasi


mendapatkan manfaat yang besar, terutama dalam keseragaman pendekatan konsep
desain, sehingga tercipta keseragaman dalam konsep perencanaan.

Penggunaan Kriteria Perencanaan Irigasi merupakan keharusan untuk dilaksanakan


oleh pelaksana perencanaan di lingkungan Direktorat Jenderal Sumber Daya Air.
Penyimpangan dari standar ini hanya dimungkinkan dengan izin dari Pembina
Kegiatan Pengembangan Irigasi.

Akhirnya, diucapkan selamat atas terbitnya Kriteria Perencanaan Irigasi, dan patut
diberikan penghargaan sebesar–besarnya kepada para narasumber dan editor untuk
sumbang saran serta ide pemikirannya bagi pengembangan standar ini.

Jakarta, Februari 2013


Direktur Jenderal Sumber Daya Air

DR. Ir. Moh. Hasan, Dipl.HE


NIP. 19530509 197811 1001
Kata Pengantar v

KATA PENGANTAR

Setelah melalui proses pengumpulan data, diskusi ahli dan penelitian terhadap
pelaksanaan Standar Perencanaan Irigasi terdahulu serta hasil perencanaan yang telah
dilakukan, maka Direktorat Jenderal Sumber Daya Air menyusun suatu Kriteria
Perencanaan Irigasi yang merupakan hasil review dari Standar Perencanaan Irigasi
edisi sebelumnya dengan menyesuaikan beberapa parameter serta menambahkan
perencanaan bangunan yang dapat meningkatan kualitas pelayanan bidang irigasi.
Kriteria Perencanaan Irigasi ini telah disiapkan dan disusun dalam 3 kelompok:
1. Kriteria Perencanaan (KP-01 s.d KP-09)
2. Gambar Bangunan irigasi (BI-01 s.d BI-03)
3. Persyaratan Teknis (PT-01 s.d PT-04)
Semula Kriteria Perencanaan hanya terdiri dari 7 bagian (KP – 01 s.d KP – 07). Saat
ini menjadi 9 bagian dengan tambahan KP – 08 dan KP – 09 yang sebelumnya
merupakan Standar Perencanaan Pintu Air Irigasi. Review ini menggabungkan
Standar Perencanaan Pintu Air Irigasi kedalam 9 Kriteria Perencanaan sebagai
berikut:
KP – 01 Perencanaan Jaringan Irigasi
KP – 02 Bangunan Utama (Head Works)
KP – 03 Saluran
KP – 04 Bangunan
KP – 05 Petak Tersier
KP – 06 Parameter Bangunan
KP – 07 Standar Penggambaran
KP – 08 Standar Pintu Pengatur Air Irigasi: Perencanaan, Pemasangan,
Operasi dan Pemeliharaan
KP – 09 Standar Pintu Pengatur Air Irigasi: Spesifikasi Teknis
vi Kriteria Perencanaan - Standar Pintu Pengatur Air Irigasi :Spesifikasi Teknis

Gambar Bangunan Irigasi terdiri atas 3 bagian, yaitu:


(i) Tipe Bangunan Irigasi, yang berisi kumpulan gambar-gambar contoh sebagai
informasi dan memberikan gambaran bentuk dan model bangunan, pelaksana
perencana masih harus melakukan usaha khusus berupa analisis, perhitungan dan
penyesuaian dalam perencanan teknis.
(ii) Standar Bangunan Irigasi, yang berisi kumpulan gambar-gambar bangunan yang
telah distandarisasi dan langsung bisa dipakai.
(iii) Standar Bangunan Pengatur Air, yang berisi kumpulan gambar-gambar bentuk
dan model bangunan pengatur air.
Persyaratan Teknis terdiri atas 4 bagian, berisi syarat-syarat teknis yang minimal
harus dipenuhi dalam merencanakan pembangunan Irigasi. Tambahan persyaratan
dimungkinkan tergantung keadaan setempat dan keperluannya. Persyaratan Teknis
terdiri dari bagian-bagian berikut:
PT – 01 Perencanaan Jaringan Irigasi
PT – 02 Topografi
PT – 03 Penyelidikan Geoteknik
PT – 04 Penyelidikan Model Hidrolis

Meskipun Kriteria Perencanaan Irigasi ini, dengan batasan-batasan dan syarat


berlakunya seperti tertuang dalam tiap bagian buku, telah dibuat sedemikian sehingga
siap pakai untuk perencana yang belum memiliki banyak pengalaman, tetapi dalam
penerapannya masih memerlukan kajian teknik dari pemakainya. Dengan demikian
siapa pun yang akan menggunakan Kriteria Perencanaan Irigasi ini tidak akan lepas
dari tanggung jawabnya sebagai perencana dalam merencanakan bangunan irigasi
yang aman dan memadai.
Kata Pengantar vii

Setiap masalah di luar batasan-batasan dan syarat berlakunya Kriteria Perencanaan


Irigasi, harus dikonsultasikan khusus dengan badan-badan yang ditugaskan
melakukan pembinaan keirigasian, yaitu:
1. Direktorat Irigasi dan Rawa
2. Puslitbang Air

Hal yang sama juga berlaku bagi masalah-masalah, yang meskipun terletak dalam
batas-batas dan syarat berlakunya standar ini, mempunyai tingkat kesulitan dan
kepentingan yang khusus.

Semoga Kriteria Perencanaan Irigasi ini bermanfaat dan memberikan sumbangan


dalam pengembangan irigasi di Indonensia. Kami sangat mengharapkan kritik dan
saran untuk perbaikan ke arah kesempurnaan Kriteria Perencanaan Irigasi.

Jakarta, Februari 2013


Direktur Irigasi dan Rawa

Ir. Imam Agus Nugroho, Dipl.HE


NIP. 19541006 198111 1001
viii Kriteria Perencanaan - Standar Pintu Pengatur Air Irigasi: Spesifikasi Teknis
Tim Perumus ix

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM


DIREKTORAT JENDERAL SUMBER DAYA AIR

TIM PERUMUS REVIEW


KRITERIA PERENCANAAN IRIGASI

No. Nama Keterangan


1. Ir. Imam Agus Nugroho, Dipl. HE Pengarah
2. Ir. Adang Saf Ahmad, CES Penanggung Jawab
3. Ir. Bistok Simanjuntak, Dipl. HE Penanggung Jawab
4. Ir. Widiarto, Sp.1 Penanggung Jawab
5. Ir. Bobby Prabowo, CES Koordinator
6. Tesar Hidayat Musouwir, ST, MBA, M.Sc Koordinator
7. Nita Yuliati, ST, MT Pelaksana
8. Bernard Parulian, ST Pelaksana
9. DR. Ir. Robert J. Kodoatie, M.Eng Editor
10. DR. Ir. Soenarno, M.Sc Narasumber
11. Ir. Soekrasno, Dipl. HE Narasumber
12. Ir. Achmad Nuch, Dipl. HE Narasumber
13. Ir. Ketut Suryata Narasumber
14. Ir. Sudjatmiko, Dipl. HE Narasumber
15. Ir. Bambang Wahyudi, MP Narasumber

Jakarta, Januari 2013


Direktur Jenderal Sumber Daya Air

DR. Ir. Moh. Hasan, Dipl.HE


NIP. 19530509 197811 1001
x Kriteria Perencanaan - Standar Pintu Pengatur Air Irigasi: Spesifikasi Teknis
Daftar Isi xi

DAFTAR ISI
S A M B U T A N ....................................................................................................... iii
KATA PENGANTAR .................................................................................................v
TIM PERUMUS REVIEW KRITERIA PERENCANAAN IRIGASI ................. ix
DAFTAR ISI .............................................................................................................. xi
DAFTAR TABEL ......................................................................................................xv
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. xvii
BAB I UMUM ..............................................................................................................1
1.1 Lingkup Spesifikasi ..........................................................................................1
1.2 Batasan..............................................................................................................1
1.3 Tegangan Kerja dan Perencanaan .....................................................................2
1.4 Standarisasi dan Pemeliharaan .........................................................................2
1.5 Satuan Ukuran ..................................................................................................3
1.6 Pelat Nama ........................................................................................................3
1.7 Perubahan Bahan dan Peralatan........................................................................3
1.8 Persetujuan Direksi ...........................................................................................3
1.9 Gambar .............................................................................................................4
1.10 Tata Cara Persetujuan Gambar .........................................................................4
1.11 Pengiriman Dimuka untuk Angker ...................................................................5
1.12 Standar dan Keterampilan Kerja .......................................................................5
1.13 Pemotongan Bahan .........................................................................................12
1.14 Pengerjaan Celup Dingin dan Temper ............................................................12
1.15 Pekerjaan Las ..................................................................................................12
1.16 Kualifikasi Tukang Las...................................................................................13
1.17 Batang Las ......................................................................................................13
1.18 Sambungan Baut dan Paku Keling .................................................................14
1.19 Perakitan di Lapangan ....................................................................................14
1.20 Bantalan ..........................................................................................................14
1.21 Tegangan Rencana ..........................................................................................15
BAB II PERLINDUNGAN TERHADAP KOROSI DAN PENGANGKUTAN ..19
2.1 Perlindungan, Pembersihan dan Pengecatan ..................................................19
2.1.1 Umum ....................................................................................................19
2.1.2 Persiapan Permukaan .............................................................................20
2.1.3 Pelaksanaan Prosedur ............................................................................21
2.1.4 Permukaan yang Tidak Dicat.................................................................21
2.1.5 Pengaturan Pengecatan ..........................................................................22
2.2 Perlindungan Pintu Terhadap Korosi Di Daerah Pantai .................................22
2.3 Galvanis ..........................................................................................................23
xii Kriteria Perencanaan - Standar Pintu Pengatur Air Irigasi: Spesifikasi Teknis

2.4 Ketentuan Pemeriksaan ..................................................................................23


2.5 Prosedur Perakitan dan Pemeriksaan ..............................................................24
2.6 Persiapan dan Penyimpanan Baut ...................................................................25
2.7 Pengepakan dan Penandaan ............................................................................26
2.8 Petunjuk Pemasangan, Operasi dan Pemeliharaan .........................................26
2.9 Suku Cadang, Alat Khusus, dan lain-lain .......................................................27
BAB III PEMASANGAN DAN MASA PEMELIHARAAN .................................29
3.1 Pemasangan ....................................................................................................29
3.2 Tes Tahap Selesai ...........................................................................................30
3.3 Masa Pemeliharaan .........................................................................................30
BAB IV PINTU PENGATUR DEBIT .....................................................................31
4.1 Pintu Boks Tersier dan Kuarter ......................................................................31
4.1.1 Tipe Daun Pintu dari Baja .....................................................................31
4.1.2 Tipe Daun Pintu Galass Fiber Reinforce Plastic (GFRP) .....................32
4.2 Pintu Sorong untuk Saluran dan Gorong-Gorong Bentang Sampai 1,20 m. ..35
4.2.1 Umum ....................................................................................................35
4.2.2 Ukuran Pintu dan Roda Gigi Penggerak ................................................37
4.2.3 Bantalan Tengah Penumpu Setang Penggerak ......................................38
4.2.4 Rangka Pintu ..........................................................................................38
4.2.5 Daun Pintu .............................................................................................40
4.2.6 Roda Gigi Penggerak Pintu....................................................................40
4.3 Pintu Sorong Saluran, Bentang sampai 2,50 m ..............................................41
4.3.1 Umum ....................................................................................................41
4.3.2 Ukuran Pintu dan Roda Gigi Penggerak ................................................42
4.3.3 Rangka Pintu ..........................................................................................43
4.3.4 Daun Pintu .............................................................................................44
4.3.5 Roda Gigi Penggerak Pintu....................................................................44
4.4 Pintu Romijn ...................................................................................................45
4.4.1 Umum ....................................................................................................45
4.4.2 Rangka Pintu ..........................................................................................46
4.4.3 Pintu Bawah ...........................................................................................47
4.4.4 Pintu Atas...............................................................................................48
4.4.5 Roda Gigi Penggerak .............................................................................49
4.4.6 Alat Ukur ...............................................................................................50
4.5 Pintu CRUMP-DE GRUYTER ........................................................................50
4.5.1 Umum ....................................................................................................50
4.5.2 Rangka Pintu ..........................................................................................51
4.5.3 Daun Pintu .............................................................................................52
4.5.4 Roda Gigi Penggerak .............................................................................53
4.5.5 Alat Ukur dan Pelat Debit ......................................................................53
4.5.6 Unit Roda Gigi Penggerak Tipe A .........................................................54
Daftar Isi xiii

4.5.7 Unit Roda Gigi Penggerak Pintu Tipe B, C dan D. ...............................56


4.6 Pintu Radial ....................................................................................................60
4.6.1 Umum ....................................................................................................60
4.6.2 Ukuran Pintu dan Roda Gigi Penggerak ................................................61
4.6.3 Bagian yang Tertanam ...........................................................................62
4.6.4 Konstruksi Pintu, Lengan Pintu danTumpuan Putar..............................63
4.6.5 Anjungan Kerja ......................................................................................65
4.6.6 Unit Roda Gigi Penggerak Tipe I dan II ................................................65
4.7 Pintu Otomatis ................................................................................................69
4.7.1 Umum ....................................................................................................69
4.7.2 Ukuran Pintu ..........................................................................................74
4.7.3 Kerangka Pintu ......................................................................................75
4.7.4 Pintu dan Pena Putar ..............................................................................75
4.7.5 Bobot-Lawan .........................................................................................77
4.7.6 Elevasi Dasar Saluran ............................................................................78
4.8 Pintu Sorong Kayu - Tipe Setang Penggerak Ganda ......................................78
4.8.1 Umum ....................................................................................................78
4.8.2 Ukuran Pintu ..........................................................................................79
4.8.3 Bantalan Penopang Setang.....................................................................80
4.8.4 Kerangka Pintu ......................................................................................80
4.8.5 Daun Pintu .............................................................................................81
4.8.6 Unit Roda Gigi Penggerak Pintu ...........................................................83
4.9 Pintu Sorong Kayu - Tipe Setang Tunggal .....................................................84
4.9.1 Umum ....................................................................................................84
4.9.2 Ukuran Pintu ..........................................................................................84
4.9.3 Bantalan Penopang Setang.....................................................................84
4.9.4 Daun Pintu .............................................................................................85
4.9.5 Unit Roda Gigi Penggerak Pintu ...........................................................85
BAB V PINTU PENGATUR ELEVASI MUKA AIR ............................................87
5.1 Umum .............................................................................................................87
5.2 Jenis Pintu Pengatur Elevasi Muka Air ..........................................................87
5.2.1 Pintu Pengatur Elevasi Tipe Stoplog .....................................................87
5.2.2 Pintu Sorong Ganda ...............................................................................88
5.2.3 Pintu Sorong Digabung dengan Ambang Tetap ....................................91
5.3 Rangka Pintu...................................................................................................92
5.4 Daun Pintu ......................................................................................................93
5.5 Roda Gigi Penggerak Pintu ............................................................................94
LAMPIRAN ...............................................................................................................95
xiv Kriteria Perencanaan - Standar Pintu Pengatur Air Irigasi: Spesifikasi Teknis
Daftar Tabel xv

DAFTAR TABEL

Tabel 1-1. Sifat Fisik dan Batas Campuran ................................................................10


Tabel 1-2. Tegangan Rencana Pada Baja Konstruksi .................................................15
Tabel 1-3. Tabel Tegangan Rencana untuk Baja Karbon Tuang dan Baja
Karbon Tempa ...........................................................................................17
Tabel 1-4. Tegangan Rencana.....................................................................................17
Tabel 4-1. Ukuran Pintu untuk Daun Pintu.................................................................33
Tabel 4-2. Tabel Pintu dengan Ukuran Standar ..........................................................61
xvi Kriteria Perencanaan - Standar Pintu Pengatur Air Irigasi: Spesifikasi Teknis
Daftar Gambar xvii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4-1. Pintu Seimbang Rangka Lurus ...............................................................70


Gambar 4-2. Pintu Seimbang Tipe Doell Beauchez ....................................................71
Gambar 4-3. Pintu Seimbang Tipe Van Veen ..............................................................72
Gambar 4-4. Pintu Seimbang Tipe Vlugter .................................................................73
Gambar 5-1. Pintu Pengatur Elevasi Muka Air ...........................................................87
Gambar 5-2. Pintu Sorong ...........................................................................................88
Gambar 5-3. Sketsa Pemasangan Bangunan Bagi .......................................................90
Gambar 5-4. Pintu Sorong Digabung dengan Ambang Tetap .....................................91
xviii Kriteria Perencanaan - Standar Pintu Pengatur Air Irigasi: Spesifikasi Teknis
Umum 1

1. BAB I
UMUM

1.1 Lingkup Spesifikasi

Spesifikasi meliputi perencanaan, bahan, keterampilan, pabrikasi, pengecatan,


pemeriksaan, pemasangan dan masa pemeliharaan terhadap pintu pengatur debit yang
dipasang pada jaringan irigasi dan pembuangan.

Spesifikasi dan gambar menstandarkan perencanaan, pabrikasi dan pengecatan pintu


pengatur debit agar diperoleh peningkatan efektivitas operasi dan pemeliharaan,
mampu tukar pada suku bagian dan penggantian pintu.

Gambar disertai dengan spesifikasi yang tercantum dalam tabel dalam Lampiran I
Spesifikasi.

1.2 Batasan

(i) “Pembuat Pintu” adalah perusahaan berbadan hukum yang bertanggung


jawab untuk perencanaan di bengkel, pabrikasi dan pengecatan untuk pintu
pengatur debit.

(ii) “Kontraktor” adalah perusahaan berbadan hukum yang bertanggung jawab


untuk pelaksanaan sipil tempat yang akan dipasang pintu.

(iii) “Pemilik Pekerjaan” adalah Direktur Jenderal Sumber Daya Air yang
diwakili oleh Direktur Irigasi dan Rawa (Direktorat Jenderal Sumber Daya
Air).

(iv) “Direksi” adalah pemilik pekerjaan atau wakilnya atau Konsultan yang
bertanggung jawab terhadap pekerjaan sipil dan perencanaan hidrolis dan
pekerjaan yang akan dipasang pintu.
2 Kriteria Perencanaan - Standar Pintu Pengatur Air Irigasi: Spesifikasi Teknis

1.3 Tegangan Kerja dan Perencanaan

Perencanaan, ukuran dan bahan untuk semua bagian pintu sedemikian sehingga tidak
rusak maupun berakibat melentur dan bergetar yang berpengaruh buruk terhadap
operasi pintusaat menerima beban rencanayang paling berat. Mekanisme dibuat
sedemikian untuk menghindari kemacetan karena korosi dan tertahannya kotoran.

Semua bagian pintu yang harus dilepas atau dilepas untuk maksud servis atau
penggantian harus terpasang pada tempatnya dengan pengikat yang tahan korosi.

Tipe, bahan dan ukuran dari semua pengikat harus dipilih yang mampu menahan
secara aman beban maximum yang dikenakan padanya.

Pintu harus terpercaya dan aman sewaktu operasi dan harus bebas dari tegangan yang
tidak dikehendaki, bagian struktur harus dilengkapi lubang pengering atau hal lain
yang penting agar pintu bekerja dengan memuaskan.

Semua pintu yang dibuat harus direncanakan sesuai dengan kondisi iklim yang
berlaku di Indonesia, khususnya saat menyesuaikan terhadap pengembangan dan
pengkerutan yang disebabkan oleh perubahan suhu.

Pintu akan sesuai untuk operasi pada suhu luar antara 100 sampai 350 C, tetapi untuk
pintu yang langsung terkena sinar matahari kemungkinan suhunya lebih tinggi.

1.4 Standarisasi dan Pemeliharaan

Bila dimungkinkan, bagian yang berkaitan harus dikerjakan dengan ketelitian yang
cukup untuk menjamin agar dapat mudah diganti baru dan bila diperlukan oleh
Direksi, mudah diganti baru harus dibuktikan dengan kenyataan penggantian berbagai
bagian.

Perencanaan harus sedemikian sehingga semua bagian instalasi mudah diperiksa dan
dipelihara secukupnya dan dipergunakan sebagai pertimbangan utama adalah
Umum 3

kesinambungan operasi, harus disediakan lubang penguras pada bagian yang


kemungkinan air menggenang atau tertahan.

1.5 Satuan Ukuran

Dalam surat-menyurat, ketentuan teknik dan perhitungan, dan pada semua gambar,
harus mempergunakan ukuran satuan metrik.

Pada gambar atau brosur cetak yang mempergunakan satuan lain, harus dicantumkan
tanda ukuran metrik yang sesuai.

1.6 Pelat Nama

Setiap pintu harus diberi pelat nama/nomenklatur yang tertulis dalam bahasa
Indonesia, pada pelat harus tercantum tipe pintu (Pintu Sorong, Pintu Romijn Tipe II,
dst) dan ukurannya (bentang dan tinggi daun pintu) untuk pengenalan dimasa
mendatang untuk keperluan pemeliharaan dan penggantian suku bagian.

1.7 Perubahan Bahan dan Peralatan

Pembuatan pintu dilarang melakukan perubahan apapun yang menyangkut bagian


struktur atau peralatan dan bahan yang ditentukan untuk pintu, yang telah ditetapkan
atau tercantum dalam spesifikasi atau gambar tanpa persetujuan tertulis dari Direksi.

Perubahan tersebut atau penggantian harus tidak merugikan kepentingan Pemilik


Pekerjaan dan tidak membawa akibat kenaikan harga pintu.

1.8 Persetujuan Direksi

Dimanapun kata “disetujui direksi” atau kata sejenis yang terdapat dalam spesifikasi,
harus dinilai dan diartikan bahwa Pembuat Pintu meminta persetujuan Direksi dan
bahwa Direksi memberikan persetujuan dalam bentuk tulisan yang dicantumkan pada
hal khusus yang dimaksud. Persetujuan Direksi semacam itu tidak mengurangi
tanggung jawab Pembuat Pintu terhadap kewajiban memenuhi ketentuan kontrak.
4 Kriteria Perencanaan - Standar Pintu Pengatur Air Irigasi: Spesifikasi Teknis

1.9 Gambar

(i) Penerbitan Gambar

Gambar yang diberikan kepada peserta lelang untuk maksud pelelangan


daftarnya tercantum dalam Lampiran I dalam Spesifikasi ini.

Gambar di sini menunjukkan tipe pintu yang diperlukan, ukuran kelonggaran


yang memungkinkan dapat dipasangkan pada bangunan yang berkaitan dan
bagian lain yang tepat. Perubahan pintu dan roda gigi dari yang tercantum
pada gambar tidak diperkenankan.

Jenis/tipe, ukuran bentang, jumlah unit dan standar gambar pintu yang
dibutuhkan hendaknya dicantumkan dalam spesifikasi/dokumen lelang.

(ii) Persetujuan Gambar

Gambar kerja, perhitungan rinci untuk pintu harus dibuat dan disampaikan
untuk memperoleh persetujuan direksi di dalam waktu yang disediakan untuk
keperluan tersebut sesuai dengan Program yang diajukan Pembuat Pintu
dalam lelangnya, setelah menerima keputusan pemenang tender dari Pemilik
Pekerjaan.

Setelah perhitungan rinci dikerjakan, maka perlu diprioritaskan penyelesaian


dan pengajuan gambar susunan terpasang (arrangement) dan rangka pengarah
(Guide frame) serta posisi baut/angker penguat, dan posisi lubang coakan
lubang baut rangka alat angkat.

1.10 Tata Cara Persetujuan Gambar

Salinan gambar pendahuluan untuk persetujuan harus disampaikan kepada Direksi.


Gambar yang telah disetujui akan dicap dengan cap DISETUJUI DIREKSI dan satu
salinan dari tiap gambar yang telah disetujui akan dikembalikan kepada Pembuat
Pintu.
Umum 5

Pembuat Pintu akan memberikan salinan tiap gambar yang telah disetujui kepada
Pemborong dan Pemilik Pekerjaan.

Persetujuan seperti tersebut diatas yang diberikan oleh Direksi tidak akan mengurangi
tanggung jawab Kontraktor terhadap setiap kewajiban yang tercantum dalam kontrak.

1.11 Pengiriman Dimuka untuk Angker

Angker, pelat dudukan dan lain-lain yang dipasang pada pekerjaan pembetonan tahap
pertama untuk memudahkan penyetelan dan pemasangan bagian yang tertanam harus
disiapkan oleh Pembuat Pintu dan dikirim lebih dahulu dari bagian peralatan yang
lain untuk memenuhi program yang telah disusun dengan kontraktor pada saat
dicantumkan dalam kontrak.

1.12 Standar dan Keterampilan Kerja

(1) Umum
Semua bahan harus baru, sesuai standar yang cocok untuk pekerjaan yang
dibuat. Semua bahan harus memenuhi Standar Nasional Indonesia/Standar
Industri Indonesia yang terakhir kecuali ditentukan lain atau diizinkan
oleh Direksi.

Semua keterampilan kerja harus berkualitas agar mampu menjamin


operasi yang halus dan tanpa getar dalam semua kondisi operasi.

Perencanaan, ukuran dan bahan dari semua bagian harus sedemikian


sehingga tegangan yang diterima tidak menyebabkan distorsi karena
keausan, atau kerusakan akibat kondisi yang paling buruk dalam kerjanya.

Semua suku bagian harus sesuai dengan ukuran dan kelonggaran yang
tercantum dalam gambar yang telah disetujui. Semua sambungan,
permukaan acuan, bagian yang berpasangan harus dikerjakan mesin dan
semua tuangan harus dihaluskan permukaan setempat untuk mur.
6 Kriteria Perencanaan - Standar Pintu Pengatur Air Irigasi: Spesifikasi Teknis

Semua mutu pekerjaan akhir dengan mesin harus tampak pada gambar
yang telah disetujui. Semua sekrup, baut, baut tanam dan mur dan ulir
harus memenuhi Standar Nasional Indonesia/Standar Industri Indonesia
terakhir atau Standar ISO (The International Standards Organisation)
yang mencakup suku bagian ini, dan harus memenuhi standar ukuran
metrik.

(2) Spesifikasi Standar


Standar Nasional Indonesia telah digunakan dalam seluruh spesifikasi ini.
Standar Internasional atau Nasional yang lain dimungkinkan digunakan
untuk memenuhi persyaratan, seizin direksi.

Apabila terdapat ketidaksesuaian antara spesifikasi dalam berbagai hal


dengan berbagai standar atau kode diatas, maka spesifikasi harus dipegang
dan dipenuhi.

(3) Perakitan di tempat Pembuatan


Semua suku bagian dan peralatan akan dirakit di Bengkel Pembuat Pintu
sebelum pengiriman, dan tes harus dilakukan oleh Pembuat Pintu sesuai
dengan yang disyaratkan untuk disaksikan dan diterima oleh Direksi
bahwa telah memenuhi kondisi kerja. Semua suku bagian yang dilepas
harus diberi tanda dan penyenter secukupnya untuk menjamin perakitan di
lapangan secara benar.

(4) Tuangan
Semua tuangan harus padat, halus dan benar bentuk, pekerjaan akhir rapih
dan berkualitas seragam dan kondisi bebas dari rongga-rongga, keropos,
pengerasan setempat, cacat kerut, retak atau kerusakan bopeng dan harus
berfungsi baik untuk keperluannya.

Tuangan tidak boleh diperbaiki, disumbat, atau dilas tanpa seizin Direksi.
Izin semacam ini hanya diberikan bila kerusakan kecil dan tidak berakibat
Umum 7

fatal terhadap kekuatan saat pemakaian atau pengerjaan mesin pada


tuangan. Pemisahan kotoran atau campuran yang berlebihan pada titik
kritis pada hasil tuangan harus ditolak, filet terbesar yang cocok dengan
perencanaan harus dibuat untuk menyesuaikan terjadinya perubahan
penampang.

Permukaan yang tidak dimesin dan tampak pada instalasi harus


diusahakan agar mempunyai penampilan yang bagus sehingga tidak
memerlukan penghalusan permukaan dilapangan sebelum dicat. Tuangan
harus memenuhi dan mutu sebagai berikut:

(A) Tuangan Besi


FC2O atau yang sederajat yang disetujui.

(B) Tuangan Baja


Tuangan baja harus dilunakkan sepenuhnya dan mutu SC42, atau
yang sederajat yang disetujui.

(C) Tuangan Brons


BC2 atau yang sederajat yang disetujui.

(D) Tuangan Brons Fosfor


PBC2B atau yang sederajat yang disetujui.

(E) Tuangan Brons Alumunium


AB2 atau yang sederajat yang disetujui.

(5) Tempaan
Tempaan harus bermutu SF 40 atau yang sederajat yang disetujui. Ingat
harus dituang dengan tuangan logam, keterampilan kerja harus prima dari
segala segi, hasil tempaan harus bebas dari kerusakan yang berpengaruh
terhadap kekuatan dan umur, termasuk cacat lipatan, alur, retak rambut,
8 Kriteria Perencanaan - Standar Pintu Pengatur Air Irigasi: Spesifikasi Teknis

retak-retak, kulit yang mengelupas, sisik, keropos, pengerasan setempat,


inklusi bukan logam yang berlebihan dan segregasi.

Filet terbesar yang cocok dengan perencanaan harus dibuat untuk


menyesuaikan adanya perubahan penampang. Semua permukaan yang
telah selesai dari hasil tempaan harus halus dan tanpa luka bekas alat.

(6) Baja Konstruksi dan Sambungan


(A) Pelat baja, potongan baja profil dan lembaran untuk pintu harus sesuai
dengan SNIdan bermutu SM41 atau SS41 atau yang sederajat yang
disetujui.

(B) Pelat dan batangan baja tahan karat harus sesuai dengan SNI dan
bermutu S316 (BS) atau lainnya yang sederajat yang disetujui.

(C) Baut, mur dan cincin dari kuningan dan baja harus memenuhi SNI
atau yang sederajat yang disetujui.

(7) Batang dan Pelat Brons


Batang dan pelat brons harus sesuai dengan SNI dan bermutu tersebut
dibawah ini:

(A) Brons Mangan


B25 atau yang sederajat yang disetujui.

(B) Brons Fosfor


B30 atau yang sederajat yang disetujui.

(C) Brons Alumunium


B44 atau yang sederajat yang disetujui.

(8) Baja untuk Roda Gigi


Bahan baja untuk roda gigi harus sesuai dengan SNI dan bermutu sebagai
berikut.
Umum 9

(A) Untuk roda gigi kerucut dan pinyon


Mutu S45C dengan pengerjaan celup dingin dan temper, atau yang
sederajat yang disetujui.

(B) Untuk mur penggerak pintu, poros silang dan poros pinyon mutu Bj
60 atau yang sederajat yang disetujui.

(9) Bahan Lain

(A) Logam bantalan melumas sendiri harus sesuai dengan ASTM B22
paduan E, dengan pelunasan L atau JIS H.5115(1979)LBC3.

(B) Sling standar harus memenuhi SNI atau Spesifikasi


Standar Inggris BS 302 atau yang sederajat yang disetujui. Sling
harus digalvanis dan mempunyai sebuah inti kawat.

(C) Kaitan sling harus kaitan standar pabrik yang sesuai untuk tipe sling
yang digunakan.

(D) Karet penyekat harus cetakan dan bahan mutu tinggi, tipe tread
compound. Polimer dasar harus karet alam, suatu polimer ikatan
butadin dan sterin atau senyawa dari keduannya.

Campuran harus mengandung tidak kurang dari 70% volume dari polimer
dasar, dan sisanya terdiri dari reinforce corbon black, zincoxide
accelators, antioxidants, vukanizing agents dan/atau plasticizers.
10 Kriteria Perencanaan - Standar Pintu Pengatur Air Irigasi: Spesifikasi Teknis

Campuran harus mempunyai sifat fisik sebagai tersebut dibawah ini.

Tabel 1-1. Sifat Fisik dan Batas Campuran

Sifat Batas Batas


2
- Kekuatan tarik minimum 210 kg/cm
- Perpanjangan batas 450 minimum
- Kekerasan Durameter (dasar, tipe A) 50 – 70
- Berat Spesifik 1,1 – 1,3
- Daya serap air (70% C selama 48 jam) 5% x terhadap berat
- Peruhahan akibat Kompresi 30%, maximum
(persentasi dari total lenturan aslinya)
- Kekuatan tarik setelah penyepuhan bom 80% minimum tarik
Oksigen selama 48 jam pada 700 C kekuatan sebelum
penyepuhan

(10) Pekerjaan Mesin.

(A) Umum
Semua toleransi, kelonggaran dan ukuran untuk suatu logam antara
bidang luncur dan bagian yang silindris harus sesuai dengan SNI/SII
atau yang standar sederajat yang disetujui untuk klass suaian. Bahan
secukupnya untuk dikerjakan mesin harus memungkinkan memasang
bantalan untuk meyakinkan pengerjaan permukaan bahan benar.

Permukaan bantalan harus benar untuk menjamin kontak penuh.


Permukaan tap dan luncur harus dislep dan semua permukaan harus
diselesaikan dengan cukup halus dan teliti untuk menjamin operasi
yang baik sewaktu dirakit. Semua lubang di bor dengan templit dan
baut dipasang dengan teliti.
Umum 11

(B) Penyelesaian akhir Permukaan


Penyelesaian akhir Permukaan harus ditunjukkan pada gambar yang
dibuat oleh Pembuat Pintu dan harus sesuai dengan SNI/SII atau
standar lain yang setaraf.

(C) Pasak dan Alur Pasak


Pasak dan Alur Pasak harus sesuai dengan ketentuan SII atau standar
lain yang setaraf, kecuali ditentukan lain.

(D) Pen dan Lubang Pen


Lubang pen harus dibor persis ukuran, halus dan lurus, tepat tegak
lurus pada as bagian yang terkait. Pengeboran harus dikerjakan
setelah bagian yang terkait dipasang secara tepat pada posisinya.

Pen harus dibuat dari baja mutu baik dan dikeraskan dan terpasang
tepat pada posisinya. Roda atau rol untuk pintu harus dirakit pada pen
yang dapat dilepas dan mempunyai bus melumas sendiri dan cincin
kuningan.

(E) Pelumasan
Sebelum perakitan semua permukaan bantalan, permukaan gigi roda,
tap dan alur harus dibersihkan secara hati-hati dan dilumasi dengan
oli atau gemuk yang ditentukan. Sebelum operasi, setiap sistem
pelumasan harus dicek. Metal bantalan mampu melumas sendiri
harus dibersihkan dengan lap yang bersih, dan dilumuri pelumas yang
telah ditentukan sebelum dipasang. Bahan pelarut tidak boleh
dipergunakan pada metal bantalan melumas sendiri. Spesifikasi
semua pelumas yang disetujui harus tercantum pada buku petunjuk
operasi dan pemeliharaan.
12 Kriteria Perencanaan - Standar Pintu Pengatur Air Irigasi: Spesifikasi Teknis

1.13 Pemotongan Bahan

Pemotongan bahan harus dilaksanakan dengan gergaji, nyala gas atau pisau gilotin.
Semua permukaan bekas potongan harus digerinda untuk memperoleh hasil yang
halus dan tepi yang benar. Harus tidak terjadi distorsi pada bahan akibat cara
pemotongan.

1.14 Pengerjaan Celup Dingin dan Temper

Semua roda gigi kerucut dan pinyon, setelah dikerjakan mesin, harus dicelup dingin
dan ditemper sesuai dengan SII atau standar lain yang diizinkan, untuk pengerasan
permukaan gigi roda. Roda gigi kerucut dipanaskan sampai suhu yang diperlukan,
cantumkan dalam standar, dan celupkan dalam air, dalam keadaan masih basah
susupkan roda gigi tersebut pada gundukan bahan temper yang semua ketentuannya
harus dicantumkan.

1.15 Pekerjaan Las

Semua las dapat dilaksanakan dengan tenaga orang dengan cara las lindung busur
metal atau secara las busur otomatis.

Pembuat pintu wajib mengajukan prosedur pengelasan untuk memperoleh persetujuan


direksi. Setelah prosedur pengelesan disetujui, Pembuat Pintu harus mencantumkan
ini pada gambar khusus yang merupakan gambar satu kesatuan dalam kontrak.
Simbol las harus tercantum dalam gambar yang dibuat Pembuat Pintu ditempat yang
memerlukan pengelasan.

Tes tembus warna (deypenetrant) harus dikerjakan oleh Pembuat Pintu pada semua
las-lasan. Semua las-lasan yang penting menurut pertimbangan Direksi, akan
menerima tegangan penuh, atau tampaknya tidak memenuhi standar las, harus di tes
dengan cara magnetis sesuai dengan petunjuk Direksi.
Umum 13

Alat ukur yang sesuai wajib terpasang untuk pembacaan besar arus dan tegangan
listrik selama waktu pengelasan berlangsung.

Semua bagian yang di las yang memerlukan pekerjaan akhir dengan mesin harus di
las dahulu sebelum di mesin, kecuali tercantum ketentuan lain.

Semua las-lasan harus tidak terputus dan kedap air. Panjang kaki las sudut minimum
5 mm, kecuali tercantum ketentuan lain.

Semua cacat las-lasan harus dibersihkan sampai dasar logam yang baik dan daerah
tersebut perlu di tes dengan tembus warna atau ultrasonik untuk meyakinkan bahwa
cacat telah benar-benar terhapus sebelum dilakukan perbaikan las.

Pelat yang akan disambung dengan las harus dipotong teliti sesuai dengan ukurannya.
Ukuran dan bentuk tepi sambungan sedemikian sehingga dimungkinkan fusi dan
penetrasi secara sempurna dan tepi pelat dibentuk yang benar untuk menerima
berbagai kondisi pengelasan.

Permukaan pelat sejarak 25 mm dan tepi yang dilas harus benar-benar bersih dari
karat, gemuk dan kelupasan, sampai permukaan tampak mengkilat.

1.16 Kualifikasi Tukang Las

Semua tukang las dan operator las diwajibkan, mempunyai kemampuan melakukan
pengelasan posisi rata dan tegak yang dibuktikan dalam sertifikat tukang las yang
dimiliki atau dalam tes kualifikasi, sesuai dengan standar yang diizinkan.

Apabila menurut Direksi, kerja setiap tukang las pada setiap saat tampak meragukan,
dia perlu lulus tes kualifikasi ulang yang sesuai. Semua biaya tes kualifikasi adalah
tanggung jawab Pembuat Pintu.

1.17 Batang Las

Batang las tipe hidrogen rendah tertutup atau yang sederajat yang disetujui.
14 Kriteria Perencanaan - Standar Pintu Pengatur Air Irigasi: Spesifikasi Teknis

1.18 Sambungan Baut dan Paku Keling

Pembuat Pintu berkewajiban menyediakan paku keling yang diperlukan, rivet gun,
baut, mur, cincin dan lain lain, untuk menyambung antara profil yang menggunakan
baut, mur, dan cincin.

Sambungan dengan baut yang menerima getaran harus dikunci secara baik. Semua
lubang baut dibuat dengan dibor dan tepinya sedikit dimunculkan atau dibenamkan.

1.19 Perakitan di Lapangan

Perakitan dilapangan bila dimungkinkan agar mempergunakan sambungan baut.


Perakitan dilapangan dengan las dapat dipertimbangkan apabila Direksi memandang
sambungan dengan baut tidak praktis, dalam hal yang demikian persiapan pengelasan
harus dilakukan di tempat pembuatan pintu sebelum diangkut ke lapangan dan
permukaan yang sudah dipersiapkan harus dilindungi sepenuhnya selama dalam
pengangkutan maupun penyimpanan dilapangan. Pembuat Pintu harus menyediakan
batang las untuk penyelesaian perakitan di lapangan.

1.20 Bantalan

Bahan untuk bantalan brons yang melumas sendiri (oiless bushing) harus
dipergunakan sebagai bantalan untuk roda yang terbenam diair. Bantalan dan suku
bagian yang bergerak yang bekerjanya diatas air dapat mempergunakan pelumasan
tipe gemuk dengan mempersiapkan dahulu agar diperoleh pelumasan yang efisien
yakni dengan memasang nipel gemuk untuk memasukkan gemuk dengan pompa
gemuk. Pembuat pintu mengajukan usul yang terinci tentang berbagai bantalan
kepada Direksi untuk memperoleh persetujuan sebelum dimulai pekerjaan.
Umum 15

1.21 Tegangan Rencana

(1) Baja Konstruksi


Tegangan rencana yang diizinkan untuk beban normal pada baja konstruksi
adalah seperti yang tercantum dibawah ini :

Tabel 1-2.Tegangan Rencana Pada Baja Konstruksi

SS41 dan SM41 SM50


Bahan Baja
Tebal < 40 mm Tebal < 40 mm

i) Tegangan Tarik Axial


1.200 kg/cm2 1.600 kg/cm2
(per netto luas penampang)

ii) Tegangan Tekan Axial Bila 0< (l/ r) < 1l0 Bila 0 < (l/r) < 90
1.100 - 0,048(1/r)2kg/cm2 l.500 – 0,09 (l/r)2 kg/cm2
Bila (l/r) > 110 Bila (1/r) > 90
6.350.000 (1/r)2kg/cm2 6.350.000 (1/r)2kg/cm2
Dimana:
l = panjang tekuk bagian yang ditinjau (cm)
r = radius giroskop minimum dan luas penampang
bagian yang ditinjau (cm)
Pelat sambungan 1.100 kg/cm2 1.500 kg/cm2

iii) Tegangan Lentur


Tegangan Tarik Lentur 1.200 kg/cm2 1.600 kg/cm2
(per netto luas penampang)

Tegangan Tekan Lentur 1.100-0,5(1/b)2kg/cm2 1.500-0,9(l/b)2 kg/cm2


(per bruto luas penampang) syarat (l/b) < = 30 syarat (l/b) < = 30
Dimana :
l = panjang penumpu flens (cm)
b = lebar flens (cm)

Apabila flens tekan langsung


1.100 kg/cm2 1.500 kg/cm2
Dilas atau dikeling
iv) Tegangan Geser
700 kg/cm2 900 kg/cm2
(per bruto luas penampang)

v) Tegangan Permukaan 2.200 kg/cm2 2.900 kg/cm2


16 Kriteria Perencanaan - Standar Pintu Pengatur Air Irigasi: Spesifikasi Teknis

Bagian struktur dan sambungan yang meneruskan gaya dari roda gigi penggerak
direncanakan sebagai berikut:

(i) Untuk operasi normal dipergunakan tegangan rencana yang diizinkan,


seperti tercantum dalam Tabel 1-1. diatas.

(ii) Untuk pintu yang seret atau macet, merupakan operasi tidak normal dapat
dipergunakan batas tegangan adalah 0,9 kali tegangan mulur.

Periksa Lampiran III “Perencanaan Alat-Alat Pengangkat” Buku “STANDAR


PERENCANAAN IRIGASI, JILID KP-04”, untuk menghitung gaya tekan
maximum pada kondisi kerja abnormal.

Tegangan maximum baja mutu SS41 dan SM41 adalah sebagai berikut :

Tegangan mulur x 0,90 = 2.400 x 0,90 = 2.160 kg/cm2


Tegangan tarik (axial & lentur) = 2.160 kg/cm2
Tegang geser 0,70 x Teg. mulur x 0,90
0,70 x 2.400 x 0,90 = 1.510 kg/cm2
Tegangan permukaan = 2.160 kg/cm2
Baut yang mengalami tegangan tarik = 2.160 kg/cm2
Baut yang mengalami tegangan geser = 1.510 kg/cm2
Baut yang mengalami tegangan permukaan
2.500 x 1,50 = 3.750 kg/cm2

Tegangan yang diizinkan untuk las sudut untuk semua kondisi operasi
1.150 kg/cm2.
Umum 17

(2) Baja Karbon Tuang dan Baja Karbon Tempa


Tegangan yang diizinkan pada beban normal untuk baja karbon dan tempa
adalah sebagai berikut :

Tabel 1-3. Tabel Tegangan Rencana untuk Baja Karbon Tuang dan Baja Karbon Tempa

Tegangan Tegangan Tegangan Tegangan


Simbol Tarik Tekan Geser Permukaan
kg/cm2 kg/cm2 kg/cm2 kg/cm2
SC42 700 700 400 1.200
SC46 750 750 400 1.250
SC49 800 800 450 1.350
SC55 900 900 500 1.550
SC40 1.100 1.100 600 1.850
SF45 1.250 1.250 700 2.100
SF50 1.400 1.400 800 2.350
SF60 1.700 1.700 1.000 2.900

Tegangan yang diizinkan untuk kondisi kerja tidak normal dapat dipergunakan
30% lebih tinggi dari harga tersebut dalam tabel diatas.

(3) Bahan Roda Gigi


Tegangan rencana yang diizinkan untuk beban normal untuk roda gigi tercantum
pada tabel dibawah ini:
Tabel 1-4. Tegangan Rencana
Tegangan Tegangan Tegangan Tegangan
Bahan Tarik Tekan Geser Permukaan
(kg/cm2) (kg/cm2) (kg/cm2) (kg/cm2)
Brons Mangan B25 350 350 250 250
Brons Forfor B30 300 300 200 200
Tirons Alumunium 450 450 300 300
B44
Baja S45C 750 750 400 1.300
Baja Bj52 1.000 1.000 700 1.800
Baja Bj60 1.100 1.100 800 2.000
18 Kriteria Perencanaan - Standar Pintu Pengatur Air Irigasi: Spesifikasi Teknis

Tegangan yang diizinkan untuk kondisi kerja tidak normal dapat dipergunakan
30% lebih tinggi dari harga tersebut dalam tabel diatas.

(4) Tebal Minimum


Suatu kelonggaran tebal sebesar 2 mm harus ditambahkan pada tebal pelat daun
pintu dari hasil perhitungan tebal berdasar tegangan rencana, tetapi tidak ada
tebal pelat daun pintu kurang dari 8 mm kecuali ditentukan lain atau tercantum
dalam gambar. Apabila tidak tercantum pada gambar, pelat (selain pelat daun
pintu), profil siku atau profil T, web dan baja konstruksi dan penampang kanal
yang dipergunakan dalam konstruksi pintu harus mempunyai tebal minimum 6
mm.

Apabila tidak tercantum pada gambar, pekerjaan baja yang terendam air terus
menerus atau tidak terus menerus, seperti sponing yang tertanam, kerangka dan
lain-lain, harus mempunyai tebal minimum 10 mm, dengan pengecualian untuk
baja konstruksi dan penampang kanal yang harus mempunyai tebal minimum 8
mm.

(5) Pelendutan
Semua bagian struktur pokok dan pelat daun pintu harus diperhitungkan
lendutannya tidak lebih dari 1/600 bentangnya pada kondisi pembebanan
maximum yang ditentukan, kecuali ada ketentuan lain yang tercantum dalam
spesifikasi.
Perlindungan Terhadap Korosi dan Pengangkutan 19

2. BAB II
PERLINDUNGAN TERHADAP KOROSI DAN PENGANGKUTAN

2.1 Perlindungan, Pembersihan dan Pengecatan

2.1.1 Umum

Semua bagian yang akan tertanam dalam beton harus dibersihkan dan dilindungi
dengan pencucian semen atau cara lain yang diizinkan sebelum meninggalkan tempat
pembuatan pintu (pabrik). Sebelum dipasang, harus dikerok dan dibersihkan
seluruhnya dari karat dan kotoran yang menempel. Pekerjaan pembersihan tersebut
jangan sampai mengakibatkan keburukan terhadap kekuatan atau fungsi dan operasi
peralatan tersebut.

Semua suku bagian mesin atau permukaan bantalan harus dibersihkan dan dilindungi
terhadap korosi dengan mempergunakan pernis pencegah karat yang disetujui
sebelum meninggalkan tempat pembuatan pintu. Apabila hal ini tidak dapat dilakukan
pada suku bagian tertentu maka harus dilindungi yakni menutup dengan gemuk kental
yang sukar cair.

Setelah pemasangan, semua suku bagian tersebut harus dibersihkan dengan larutan
dan dilap atau digosok mengkilap. Semua peralatan harus dicat sesuai dengan
ketentuan. Pengecetan peralatan adalah termasuk pekerjaan penyiapan logam, mencat,
perlindungan dan pengeringan lapisan lindung cat, maupun penyediaan semua
peralatan, tenaga kerja dan bahan yang diperlukan untuk seluruh pekerjaan
pengecatan.

Cat harus disediakan di lapangan secukupnya untuk memperbaiki setiap kerusakan


selama dalam pengangkutan.

Cat harus produksi pabrik yang bermutu dan dipilih dengan persetujuan Direksi.
20 Kriteria Perencanaan - Standar Pintu Pengatur Air Irigasi :Spesifikasi Teknis

Permukaan harus dibersihkan dengan cara semprotan untuk kemudian pelapisan cat
meni pertama dilakukan dalam keadaan panas, kering dan bebas debu dalam waktu
selambat-lambatnya 4 jam setelah pembersihan.

Permukaan yang saling kontak untuk sub bagian yang dirakit ditempat pembuatan
(pabrik) dan yang nanti akan tetap kontak atau tersembunyi setelah dirakitan
dibengkel, harus dibersihkan dan dicat meni sekali pertama sebelum dirakit, dan
saling ditautkan sewaktu cat masih basah.

Kontak permukaan antara baja dan kayu yang terbuka terhadap lingkungan yang
basah atau korosif harus dilapis dengan adukan aspal panas segera sebelum ditautkan.
Cincin besar dipasang dibawah mur dan kepala baut untuk mencegah penyusupan air
kedalam kayu. Mur, baut dan cincin juga harus di lapis dengan cara yang sama.

Pembersihan dan pengecatan seluruh permukaan pintu setelah dirakit harus dilakukan
dibengkel. Prosedur pengecatan menyangkut: alat yang digunakan, tebal tiap lapisan,
waktu pengeringan tiap lapisan dan kelembaban udara ruangan yang diizinkan harus
mengikuti petunjuk/manual pengecatan dari pabrik cat yang dipakai. Untuk itu
pengadaan bahan cat harus disyaratkan adanya manual pengecatan yang dikeluarkan
dari pabrik cat bersangkutan.

2.1.2 Persiapan Permukaan

Semua oli, lilin, gemuk dan kotoran harus dibersihkan dengan zat pelarut dari
permukaan yang akan dicat.

Semua percikan las, terak, beram, lepasan karat dan semua benda asing harus di
buang dengan sikat kawat baja dan semburan pasir atau butiran baja (steel grit)
sampai bersih benar. Tekanan udara kering untuk semburan pasir paling sedikit 80
sampai 100 lb/sqin. Butiran pasir alam harus mempunyai permukaan tajam, keras dan
tidak ada pasir halus serta benda yang mudah pecah. Sebelum dipakai pasir harus
dibersihkan/dicuci dan dikeringkan agar tidak mengandung garam.
Perlindungan Terhadap Korosi dan Pengangkutan 21

Harus diperhatikan benar pada pembersihan pojok-pojok dan sudut-sudut konvergen.


Apabila terbentuk karat atau permukaan tercemar setelah dibersihkan sebelum di cat
maka pembersihan ulang harus dilakukan dengan intensitas yang sama seperti
sebelumnya.

Permukaan yang tidak akan dicat harus dilindungi dengan tutup yang cocok dan
sesuai selama pekerjaan pembersihan dan pengecatan pada pekerjaan di dekatnya.
Suatu cara yang efektif harus dilakukan untuk menghilangkan ceceran oli dan uap air
dari pipa pencatu udara alat penyemprot. Semua persiapan terhadap permukaan yang
akan dicat harus memperoleh izin direksi sebelum dilakukan pengecatan.

2.1.3 Pelaksanaan Prosedur

Semua cat, setelah dioleskan, harus memberikan lapisan tipis permukaan yang sangat
halus. Cat harus diaduk seluruhnya, ditapis, demikian dilakukan selama
dipergunakan. Jangan melakukan pengecatan pada permukaan logam yang suhunya
kurang dari 10OC. Permukaan yang akan dilapis cat harus bebas dari kelembaban
selama pengecatan. Pengecatan dilakukan dengan kuas atau semprot tanpa udara
(airless). Tiap lapis harus dibiarkan kering dan mengeras lebih dulu seluruhnya
sebelum dilakukan pengecatan berikutnya. Metode pelaksanaan pengecatan
menyangkut: alat untuk mengecat, tebal tiap polesan/film, waktu pengeringan tiap
polesan/film dan temperatur ruang tempat mengecat harus mengikuti
petunjuk/manual pengecatan dari pabrik cat bersangkutan.

2.1.4 Permukaan yang Tidak Dicat

Permukaan brons dan kuningan dari gigi roda, permukaan besi yang dihaluskan,
permukaan yang mengalami kontak gulung atau geser setelah dirakit di lapangan, dan
sling tidak perlu dicat.

Semua permukaan baja tahan korosi yang untuk bantalan dan suku bagian mesin
jangan dicat.
22 Kriteria Perencanaan - Standar Pintu Pengatur Air Irigasi :Spesifikasi Teknis

Pada tahap akhir pembersihan, semua permukaan harus ditutup dengan film plastik
lekat untuk melindungi kerusakan mekanis kecil dan korosi selama pengapalan dan
penyimpanan dilapangan.Film harus dilepas segera menjelang pemasangan peralatan
di lapangan.

2.1.5 Pengaturan Pengecatan

Pengecatan harus dilaksanakan sebagai berikut :

(i) Daun pintu dan kerangka pintu harus dikerjakan dengan 2 kali pelapisan dasar
dengan cat meni Zinc Rich, total tebal film saat kering 50 micron dan 3 kali
pelapisan cat Coaltar Epoxy Resin mencapai total tebal film saat kering adalah
450 micron. Seluruh tebal cat kering adalah 500 micron.

(ii) Rumah roda gigi penggerak pintu, poros silang dan roda kemudi dan lain-lain
harus di cat meni 2 kali dengan cat Zinc Rich, dengan total ketebalan film 50
micron, sekali lapis cat alumunium dan sekali lapis akhir cat alumunium, tebal
film kering adalah 50 micron. Seluruh tebal cat adalah 100 micron.

Pelaksanaan pengecatan harus dilakukan di bengkel diruang yang terlindung dari


hujan, embun, debu.

Semua cat harus produksi pabrik yang sama. Semuanya harus sesuai dengan kondisi
iklim di Indonesia.Merk dan rumusan kandungan cat harus memperoleh persetujuan
Direksi.Pembuat Pintu harus menyampaikan contoh cat selambat-lambatnya dua
bulan sebelum dipergunakan.

2.2 Perlindungan Pintu Terhadap Korosi Di Daerah Pantai

Pintu yang dipasang didaerah pantai atau daerah yang telah diketahui berkondisi
merusak, harus diperhatikan benar-benar terhadap bahan yang dipergunakan dan
pemberian perlindungan terhadap korosi.
Perlindungan Terhadap Korosi dan Pengangkutan 23

Bahan baja tahan karat agar dipergunakan untuk permukaan sekat dan geser pada
daun pintu, baut penahan, pen dan mur penggerak.

Semua las harus berkesinambungan untuk mencegah masuknya air. Semua daun pintu
dan rangka harus digalvanis. Setelah digalvanis maka permukaan tersebut harus
disapu dengan zat pembersih sebagai persiapan permukaan untuk menerima lapisan
cat. Petunjuk pabrik cat, ahli lingkungan kelautan, harus memberikan saran yang
paling sesuai untuk zat pembersih dan cat pelapis untuk dipergunakan diatas lapisan
yang digalvanis, untuk kondisi kelautan di Indonesia.

2.3 Galvanis

Apabila baja atau besi tempa di haruskan di galvanis, maka khusus untuk pintu tersier
pekerjaan galvanis dilaksanakan setelah pekerjaan pabrikasi selesai dikerjakan. Pintu
harus dibersihkan dan dicuci dalam larutan asam belerang atau fosfor yang disertai
pembilasan dengan air dan pengasaman dalam asam fosfor. Semuanya harus dicuci
seluruhnya dikeringkan dan dicelup dalam cairan seng dan di sikat sedemikian
sehingga seluruh logam terlapis rata dan penambahan berat setelah pencelupan tidak
kurang dari 610 gram per m2 luas yang digalvanis, kecuali untuk pipa-pipa yang
memerlukan 460 gram per m2.

2.4 Ketentuan Pemeriksaan

Semua pekerjaan pelaksanaan harus dilakukan pemeriksaan di bengkel pembuat


pintuoleh Direksi selama dan sesudah pembuatan, dan kesaksian Direksi diperlukan
pada saat pengetesan, tanpa tambahan biaya, bahwa pelaksanaan tes semacam itu
adalah syarat biasa untuk penerimaan instalasi atau bahan yang dimasalahkan, dan
dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dan mempergunakan cara yang telah ditentukan
dalam Standar Nasional atau Internasional yang sudah di setujui.

Pemeriksaan di bengkel pembuat pintu dilakukan dengan sasaran dan tahapan sebagai
berikut:
24 Kriteria Perencanaan - Standar Pintu Pengatur Air Irigasi :Spesifikasi Teknis

1) Sebelum dilakukan pabrikasi


Pemeriksaan dilakukan terhadap semua bahan yang akan digunakan untuk
pekerjaan pintu. Pemeriksaan ini untuk meyakinkan apakah jenis, standar,
ukuran bahan metal/non metal yang akan digunakan sesuai dengan spesifikasi
kontrak. Bilamana dianggap perlu, uji laboratorium dilakukan terhadap bahan-
bahan yang pendukung data teknisnya kurang lengkap.

2) Selama pelaksanaan pabrikasi.


Pemeriksaan dengan cara mengamati langsung proses pemotongan bahan,
pengelasan, perakitan dan pengecatan yang dilakukan secara sampling.
Pemeriksaan ini untuk meyakinkan bahwa proses tersebut telah dilakasanakan
sesuai dengan spesifikasi.

3) Sebelum dikirim ke lapangan


Pemeriksaan secara sampling terhadap kondisi operasi dari pintu yang telah
selesai dirakit dan dilanjutkan dengan pemeriksaan pengepakan sebelum dikirim
ke lapangan. Pemeriksaan ini untuk meyakinkan bahwa operasional pintu yang
telah dirakit telah dapat dioperasikan dengan lancar.

Semua peralatan dan bahan baru dapat di kirim ke lapangan setelah mendapat
persetujuan direksi.

Seberapa jauh pemeriksaan dan kesaksian pada pengetesan diperlukan harus


disepakati secara tuntas antara Pembuat Pintu dan Direksi apabila semua detail dari
barang dan asal perolehan tersedia.

2.5 Prosedur Perakitan dan Pemeriksaan

(i) Perakitan di tempat Pembuat Pintu

20% jumlah dari tiap ukuran pintu harus sudah sepenuhnya terakit di tempat
Pembuatan Pintu untuk diperiksa oleh Direksi dan apabila diperlukan, dicoba
Perlindungan Terhadap Korosi dan Pengangkutan 25

sebelum di kirim. Apabila jumlahnya kurang dari 5 untuk satu jenis ukuran,
maka satu pintu harus terakit penuh.

(ii) Pemeriksaan di tempat kerja Pembuat Pintu.

Pemeriksaan bahan, keterampilan tenaga kerja, pabrikasi dan percobaan rakitan


suku-suku bagian di tempat kerja Pembuat Pintu, sesuai dengan pasal terdahulu
dalam spesifikasi, harus dilakukan oleh Direksi termasuk hal tersebut dibawah
ini :

(a) Periksa pada baja dan bahan lain yang dipergunakan untuk meyakinkan telah
sesuai dengan standar yang telah tercantum dalam spesifikasi
teknik/disetujui. Laporan pabrik yang memuat sifat fisik dan analisa kimia
perlu dicantumkan.

(b) Ukuran dan toleransi diperiksa untuk meyakinkan bahwa telah sesuai
dengan gambar kerja yang disetujui.

(c) Pemeriksaan dan pengetesan las.

(d) Pemeriksaan terhadap pembersihan dan pengecatan pekerjaan baja.

(e) Penyaksian pemasangan dan pengetesan di tempat pekerjaan pembuatan.

(f) Pemeriksaan terhadap cara pengepakan suku bagian untuk pengiriman.

2.6 Persiapan dan Penyimpanan Baut

Sebelum dikirim Pembuat Pintu harus melindungi semua baut (selain baut kasar, baut
Lewis dan baut yang digalvanis) dengan dipanasi dan celup sewaktu panas dalam
minyak biji rami yang mendidih, atau akan di lindungi dengan cara lain yang disetujui
direksi. Pembuat Pintu harus mengepak baut secara hati-hati sehingga akhirnya tidak
rusak atau kotor selama pengiriman, penyimpanan dan pengangkutan ke lapangan.
26 Kriteria Perencanaan - Standar Pintu Pengatur Air Irigasi :Spesifikasi Teknis

2.7 Pengepakan dan Penandaan

Pembuat Pintu harus mengepak, memberi tanda dan bila perlu, mengamankan semua
instalasi sewaktu dalam pengiriman, pembongkaran, pemindahan, penyimpanan
ditempat terbuka dan angkutan setempat ke lapangan, sesuai dengan pasal yang
bersangkutan dalam SII atau spesifikasi standar Inggris BS 1133.

Harus memperhatikan perlindungan terhadap suku bagian yang mudah rusak akibat
kondisi iklim yang berlaku di Indonesia, dan bentuk pak harus sedemikian sehingga
melindungi dari kerusakan karena pemindahan biasa atau lama disimpan ditempat
terbuka.

Suku bagian yang kecil harus di kotak dan di beri tanda yang sesuai di luarnya. Suku
bagian yang lebih besar harus dilindungi seperlunya dan diberi tanda yang sesuai dan
dibuat daftar.

Daftar isi peti kayu, kotak dan ikatan harus disertakan dan disampaikan kepada
Direksi pada setiap penghantaran dan tiap kiriman.

Supaya diperhatikan cara pemberian tanda sub-rakitan dan suku bagian lain untuk
membantu mengenalnya di lapangan. Cara pemberian tanda yang dipergunakan pada
suku bagian tertentu atau sub rakitan harus mudah di kenal dari gambar Pembuat
Pintu dan juga dari spesifikasi pengiriman.

Bila dimungkinkan, suku bagian untuk tiap lokasi dipak terpisah sehingga seluruh
peralatan yang diperlukan untuk tiap lokasi dapat mudah dipisahkan dan diangkut ke
tiap lokasi.

2.8 Petunjuk Pemasangan, Operasi dan Pemeliharaan

Kontraktor harus meminta persetujuan Direksi, sedini mungkin dan sebelum


pengiriman peralatan, petunjuk yang berkaitan dengan prosedur yang benar untuk
pemasangan, perakitan, operasi dan pemeliharaan peralatan. Buku-buku petunjuk ini
harus disampaikan segera menyertai persetujuan gambar.
Perlindungan Terhadap Korosi dan Pengangkutan 27

Buku petunjuk tersebut harus dimintakan persetujuan seperti yang dilakukan pada
gambar.

Buku petunjuk harus menguraikan secara terperinci prosedur pemasangan tiap suku
bagian dan penggunaan semua perlengkapan pembantu pemasangan, peralatan dan
alat-alat ukur.

Buku petunjuk harus menguraikan secara terperinci prosedur perakitan, penyetelan,


operasi dan pembongkaran setiap suku bagian dan cukup jelas terurai dan tergambar.
Pemeliharaan setiap suku bagian harus terurai, termasuk frekuensi pemeriksaan dan
pelumasan yang dianjurkan dan hal-hal lain yang penting.

Buku petunjuk harus memuat secara terpisah dan menyeluruh, bagian yang
menguraikan prosedur operasi untuk mengontrol pintu, dan memuat gambar skema
peralatan yang mudah dibaca untuk menangkap pengertian yang terkandung dalam
uraian.

Buku petunjuk harus memuat daftar lengkap semua gambar yang dipergunakan,
daftar suku bagian yang dianjurkan. Daftar suku bagian harus termasuk kode pembuat
pintu (pabrik), nomor seri dan petunjuk pemesanan. Daftar suku bagian harus hanya
memuat detail peralatan yang diadakan, dan bukan termasuk acuan umum atau uraian
dari peralatan yang mirip yang mempunyai model sama tetapi berbeda detailnya.

2.9 Suku Cadang, Alat Khusus, dan lain-lain

Suku cadang yang dianjurkan oleh Pembuat Pintu, termasuk semua peralatan, pompa
gemuk dan lain-lain, guna pemeliharaan pintu harus disediakan dan dikirim sampai
gudang lapangan.
28 Kriteria Perencanaan - Standar Pintu Pengatur Air Irigasi :Spesifikasi Teknis
Pemasangan dan Masa Pemeliharaan 29

3. BAB III
PEMASANGAN DAN MASA PEMELIHARAAN

3.1 Pemasangan

Pemasangan pintu harus mengikuti prosedur yang ditentukan dan ‘Disetujui’


“Petunjuk Pemasangan, Operasi dan Pemeliharaan” yang diberikan oleh Pembuat
Pintu.Kontraktor harus bertanggung jawab menyediakan tenaga kerja, alat angkat
antara lain kran, shear-legs, turfors, dan lain-lain, agar pintu dan perlengkapannya
dan bahan dapat dipindahkan sampai di tempat dan pintu dapat dipasang.

Pembuat Pintu harus bertanggung jawab menyediakan perlengkapan khusus dan


peralatan untuk pemasangan pintu dan pengawasan terhadap tenaga kerja kontraktor.

Pintu harus dapat dibawa ke tempat pemasangan dengan memenuhi ketentuan sub bab
2.7 spesifikasi ini. Pintu yang ukurannya memungkinkan harus dipra-rakit di tempat
kerja pembuat pintu dan siap dipasang langsung pada struktur. Apabila hal ini tidak
mungkin, pintu dirakit di lapangan dan cat seperlunya sebelum pemasangan.

Untuk menjamin bahwa bagian rangka benar-benar tegak lurus satu dengan yang lain,
maka pada pra-rakit dan perakitan di lapangan diperlukan penggunaan ganjal penegak
sementara.

Ganjal-ganjal ini disekrupkan ke suku bagian rangka, berujud baut mampu lepas,
untuk memegang rangka pada keadaan tegak lurus selama pelaksanaan pemasangan.
Setelah pemasangan selesai maka ganjal penegak sementara dapat diambil.

Pintu harus dipasangkan pada coakan yang telah dipersiapkan pada struktur dengan
alat angkat, yang disediakan oleh Kontraktor. Pintu harus dilindungi secukupnya dari
kerusakan akibat pengangkutan.

Pengepakan dengan kayu harus dipergunakan untuk menjamin kerataan ambang


bawah dan baji-baji kayu perlu dipergunakan untuk menjamin ketegakan dan
kekokohan sementara terhadap kemapanan pintu.
30 Kriteria Perencanaan - Standar Pintu Pengatur Air Irigasi :Spesifikasi Teknis

Pintu harus disiku dan waterpas untuk menjamin pada posisinya yang benar pada
coakan dalam struktur.

Pintu harus dioperasikan dalam satu daur operasi penuh, dan tertutup rapat ke terbuka
penuh kembali ketertutup rapat.

Pintu harus selalu dipasang pada posisi tertutupnya. Apabila Direksi telah puas bahwa
pintu baik, kemudian pintu dapat dicor beton pada posisinya.

3.2 Tes Tahap Selesai

Pada tahap pemasangan dan penyetelan selesai, maka peralatan harus diuji operasi
tanpa beban (dry test). Selanjutnya untuk dapat diterima oleh Direksi, maka tiap pintu
harus dilakukan uji operasi buka dan tutup penuh dengan mempergunakan peralatan
yang disediakan untuk keperluan tersebut, pada kondisi beban air maximum yang
ditentukan, kecuali Direksi menentukan lain.

3.3 Masa Pemeliharaan

Setelah selesai termasuk tes tahap akhir, maka selama masa pemeliharaan sesuai
kontrak pengawas dari kontraktor masih tetap diperlukan untuk mengontrol operasi
permulaan dari instalasi dan memberi petunjuk dan latihan pada staf dari Pemilik
Kerja dengan prosedur yang benar untuk operasi dan pemeliharaan instalasi.
Pintu Pengatur Debit 31

4. BAB IV
PINTU PENGATUR DEBIT

4.1 Pintu Boks Tersier dan Kuarter

4.1.1 Tipe Daun Pintu dari Baja

4.1.1.1 Umum

Pintu sorong tipe pelat tegak dan mampu diangkat tangan dibuat untuk dipasang pada
struktur boks tersier dan kuarter seperti tercantum dalam gambar.

Tiap pintu harus dirancang untuk tahan dan mampu diangkat terhadap ketinggian air
maximum 0,30 m di hulu dengan tanpa air di hilir.

Untuk perhitungan gaya geser pada pintu karena beban tekan air pada pelat daun
pintu, koefisien geser dipergunakan 0,40 untuk baja lunak terhadap baja lunak.

Besarnya bentang pintu yang diperlukan ditentukan oleh Direksi, tetapi apabila tidak
ada pertimbangan lain bentang bebas dari bukaan dibuat lebih besar dari 0,50 m.

Lendutan dari pelat daun pintu dibatasi sampai 1/360 dari bentang pintu sebelum
suatu pengurangan 1 mm dari tebal pintu, untuk kelonggaran korosi, dilakukan.
Bagaimanapun tebal pelat daun pintu tidak boleh kurang dari 5 mm.

Pintu harus dapat dikunci pada posisi terbuka penuh, tertutup rapat dan pada posisi
ditengah kedua posisi tersebut. Semuanya dapat dilihat di gambar.

4.1.1.2 Rangka Pintu

Rangka pintu dibuat dengan pengelasan terdiri dari sponing baja, bagian ambang
bawah dan ambang atas.

Bagian sponing terdiri dari susunan baja profil siku dan batang pelat dikerjakan
secara pabrikasi untuk menyangga daun pintu dalam seluruh gerakannya.

Bagian ambang bawah dan atas dibuat dari baja profil siku dan dilas ujung-ujungnya
pada bagian sponing.
32 Kriteria Perencanaan - Standar Pintu Pengatur Air Irigasi: Spesifikasi Teknis

Baja angker dilaskan pada bagian sponing dan ambang bawah untuk pemegangnya
kuat dalam coakan dan struktur bila nantinya dicor beton di tempat.

Setelah daun pintu diselipkan dalam sponing, pelat penutup dilas pada ujung atas
bagian sponing agar daun pintu tidak dapat dilepas lagi.

Bagian sponing dibor seperti yang ditentukan pada gambar untuk memasangkan pena
pengunci daun pintu.

4.1.1.3 Daun Pintu

Daun pintu terdiri dari pelat baja yang dilengkapi dengan lubang tempat
pengangkatan dengan tangan.Lubang tersebut diperkuat dengan batang bulat yang
dilas.

Daun pintu dilubangi dengan bor untuk penempatan pen pengunci daun pintu dan
disatukan dengan pemegang rantai.

Pemegang rantai dan pen pengunci dibuat dari batang baja bulat seperti tampak pada
gambar dan diberi rantai dengan ukuran dan panjang sedemikian sehingga pen
pengunci dapat dimasukkan dalam lubang pada kerangka dan daun pintu yang
posisinya pas.

Pen pengunci harus dilengkapi gembok dengan 2 buah kunci.

4.1.2 Tipe Daun Pintu Galass Fiber Reinforce Plastic (GFRP)

4.1.2.1 Umum

Pintu sorong tipe pelat GFRP tegak dan mampu diangkat tangan dibuat untuk
dipasang pada struktur boks tersier dan kuarter seperti tercantum dalam gambar.

Tiap pintu harus dirancang untuk tahan dan mampu diangkat terhadap ketinggian air
maximum 0,30 m di hulu dengan tanpa air di hilir.
Pintu Pengatur Debit 33

Untuk perhitungan gaya geser pada pintu karena beban tekan air pada pelat daun
pintu, koefisien geser dipergunakan 0,1 untuk fiber glass terhadap baja lunak.

Ukuran pintu untuk daun pintu menggunakan bahan GFRP telah distandarkan oleh
Balai Irigasi PU sebagai berikut:

Tabel 4-1. Ukuran Pintu untuk Daun Pintu

Bentang Tinggi Daun Tebal Pelat GFRP


Tipe
(cm) (cm) (cm)

PU.FIGASI.01.500 50 75 1,2

PU.FIGASI.01.1200 128 180 2,0

4.1.2.2 Rangka Pintu

Rangka pintu dibuat dengan pengelasan terdiri dari sponing baja, bagian ambang
bawah dan ambang atas.

Bagian sponing terdiri dari susunan baja profil siku dan batang pelat dikerjakan
secara pabrikasi untuk menyangga daun pintu dalam seluruh gerakannya.

Bagian ambang bawah dan atas dibuat dari baja profil siku dan dilas ujung-ujungnya
pada bagian sponing.

Baja angker dilaskan pada bagian sponing dan ambang bawah untuk pemegangnya
kuat dalam coakan dan struktur bila nantinya dicor beton di tempat.

Setelah daun pintu diselipkan dalam sponing, pelat penutup dilas pada ujung atas
bagian sponing agar daun pintu tidak dapat dilepas lagi.

Pintu harus dapat dikunci pada posisi terbuka penuh, tertutup rapat dan pada posisi
ditengah kedua posisi tersebut. Semuanya dapat dilihat di gambar.
34 Kriteria Perencanaan - Standar Pintu Pengatur Air Irigasi: Spesifikasi Teknis

4.1.2.3 Daun Pintu

Daun pintu dibuat dari bahan Glass Fiber Reinforce Plastic (GFRP) hasil penelitian
Balai Irigasi PU. Bahan GFRP merupakan bahan komposisi dari serat gelas (kasar
dan halus) seperti jenis Woven Roving (WR) dan Chopped Strand Mat (CSM) dengan
bobot 450g/m² dan 300g/m².

Perletakan serat gelas diatur secara simetris dengan posisi sudut ikatan yang
digunakan dalam WR adalah 900 dan CSM dengan pola acak sehingga pintu bahan
campuran ini memiliki sebaran kekuatan secara merata diseluruh bagian.

Komposisi campuran matrik (polymer) untuk pembuatan fiberglass menggunakan dua


buah jenis resin tipe isopthalic polyester resin dan orthopthalic polyester resin.

Perbandingan resin dengan serat fiber adalah 40:60.

Cara/proses pembuatan daun pintu fiberglass bahan GFRP

Setelah pencampuran bahan dengan komposisi yang telah siap, pembuatan daun pintu
fiberglass adalah sebagai berikut:

a. Pembuatan mold (wadah cetak) dengan bahan kayu dan papan multiplex.

b. Setelah mold (cetakan) selesai, terlebih dahulu permukaan dalam dari cetakan
dilumasi dengan dempul untuk memperhalus permukaan, kemudian dipoles
dengan mirrorglass untuk mempermudah pembongkaran mold setelah kering.

c. Setelah mirrorglass kering dan cetakan telah siap digunakan, proses pembuatan
daun pintu air siap dimulai.

d. Letakkan serat fiber lapis pertama padamold dengan balutan mat/mesh (serat
halus) dan yang kedua dengan roving (serta kasar) serta balutan terakhir dengan
serat lagi, semua lapisan serat itu dilumuri dengan minyak resin yang telah
dicampur katalis dan sedikit bubuk calcium carbonat (Talk). Takaran campuran
minyak resin + katalis tergantung lamanya proses pengeringan yang hendak
Pintu Pengatur Debit 35

diinginkan, contoh: 5 liter minyak resin dilaruti 5 cc cairan catalis memerlukan


waktu pengeringan 3 – 5 menit (dengan asumsi cuaca cerah).

e. Ratakan balutan coran kesemua permukaan dengan menggunakan kuas roll.

f. Setelah kering daun pintu bisa dilepas dari cetakan. Haluskan daun pintu dengan
amplas disk dan gerinda.

Berdasarkan hasil pengujian laboratorium,bahan ini mempunyai:


1) Kuat tarik minimal : 405 kg/cm2
2) Kuat lentur minimal (σ) : 823 kg/cm2
3) Berat Jenis minimal : 1,3
4) Modulus elastisitas : 3,50 x 105 kg/m2
5) Keausan maksimal : 0,073 mm/menit
6) Penyerapan air maksimal : 0,06 %

Daun pintu dilubangi dengan bor untuk penempatan pen pengunci daun pintu dan
disatukan dengan pengikat rantai.

Pemegang rantai dan pen pengunci dibuat dari batang baja bulat seperti tampak pada
gambar dan diberi rantai dengan ukuran dan panjang sedemikian sehingga pen
pengunci dapat dimasukkan dalam lubang pada kerangka dan daun pintu yang
posisinya pas. Pen pengunci harus dilengkapi gembok dengan 2 buah kunci.

4.2 Pintu Sorong untuk Saluran dan Gorong-Gorong Bentang Sampai 1,20 m.

4.2.1 Umum

Pintu sorong vertikal yang digerakkan tenaga orang untuk saluran atau gorong-gorong
dibuat seperti tampak pada gambar.

Pintu sorong dengan setang tunggal terdapat 4 tipe, yakni sebagai berikut:
(a) tipe rangka pendek untuk saluran, seri 1A sampai 4A
(b) tipe rangka pendek untuk saluran, seri 1B sampai 4B
36 Kriteria Perencanaan - Standar Pintu Pengatur Air Irigasi: Spesifikasi Teknis

(c) tipe rangka panjang untuk saluran > seri 2C


(d) tipe rangka panjang untuk gorong-gorong >4C

Pintu sorong tipe rangka pendek untuk saluran dan gorong-gorong, seri 1A sampai 4A
dan 1B sampai 4B dipasang pada:
(i) Pintu pengambilan tersier
(ii) Pintu pengatur pada saluran
(iii) Pintu pembilas saluran kecil

Pintu sorong tipe rangka panjang untuk saluran dan gorong-gorong, seri 2C sampai
4C dipasang pada:
(i) pintu pembilas bendung tributari
(ii) pintu pengambilan pada saluran
(iii) pintu pembilas saluran besar

Tiap pintu dirancang tahan dan beroperasi terhadap tinggi muka air di hulu seperti
yang tercantum dalam tabel “Detail Pintu Spesifik” yang tercantum dalam gambar,
tanpa air di hilir, dan mampu diangkat penuh setinggi ‘tinggi pintu’ atau tinggi celah
(untuk tipe gorong-gorong).

Untuk perhitungan geseran gerak pintu, akibat beban tekanan air pada pelat daun
pintu, dipergunakan koefisien geser sebesar 0,30 faktor gesek untuk baja terhadap
brons.

Ukuran setang penggerak dan tipe roda gigi dipilih dengan mempergunakan tabel
“Bagian Standar” yang ditunjukkan pada gambar dan apabila diperlukan dapat dicek
dengan perhitungan sesuai dengan prosedur pada Lampiran 3 “Perencanaan Alat-alat
Pengangkat” Buku “STANDAR PERENCANAAN IRIGASI, JILID KP-04”.

Tiap pintu akan terdiri dari kerangka termasuk sponing dan permukaan penyekat,
ambang bawah dan bagian penumpu roda gigi, daun pintu mampu gerak dengan
permukaan penyekat, dan setang penggerak dan roda gigi penggerak.
Pintu Pengatur Debit 37

Pintu sorong tipe gorong-gorong dilengkapi dengan bagian ambang dudukan seal atas
agar daun pintu menutup rapat celah, dengan menurunkan daun pintu pada posisi
terendah.

Bantalan penumpu tengah setang diperlukan, seperti dalam ketentuan, untuk pintu
Sorong tipe rangka panjang guna mencegah timbulnya tekuk pada setang penggerak.

4.2.2 Ukuran Pintu dan Roda Gigi Penggerak

Ukuran pintu (bentang dan tinggi) ditentukan oleh Direksi apabila diperlukan untuk
proyek irigasi baru atau oleh Direksi/Pembuat Pintu dalam hal yang berkaitan dengan
kontrak pemeliharaan khusus, termasuk ukuran setang dan tipe roda gigi.

Pintu yang dipasang pada proyek irigasi baru mempergunakan ukuran standar sebagai
berikut:

(a) Pintu sorong tipe rangka pendek untuk saluran


(i) bentang bebas 600 mm x tinggi 800 mm
(ii) bentang bebas 800 mm x tinggi 1.000 mm
(iii) bentang bebas 1.000 mm x tinggi 1.500 mm
(iv) bentang bebas 1.500 mm x tinggi 2.000 mm

(b) Pintu sorong tipe rangka pendek untuk gorong-gorong


(i) bentang bebas 600 mm x tinggi 600 mm
(ii) bentang bebas 800 mm x tinggi 800 mm
(iii) bentang bebas 1.000 mm x tinggi 1.000 mm

(c) Pintu sorong tipe rangka panjang untuk saluran dan gorong-gorong
(i) bentang bebas 800 mm x tinggi 1.000 mm
(ii) bentang bebas 1.000 mm x tinggi 1.200 mm
(iii) bentang bebas 1.200 mm x tinggi 1.500 mm

Ukuran pintu untuk penggantian struktur yang sudah ada pada kontrak pemeliharaan
khusus dipilih dari batas standar ukuran pintu dalam tabel “Bagian Standar” yang
38 Kriteria Perencanaan - Standar Pintu Pengatur Air Irigasi: Spesifikasi Teknis

terdapat pada gambar. Bentang dan tinggi pintu harus berukuran secara bertingkat
seratus milimeter yakni: 400, 500, …………….., 800, 900 dan seterusnya.

Bentang pintu dan tinggi bersamaan dengan tinggi ketahanan dan tinggi operasi,
tinggi struktur dan lain-lain harus dimasukkan ke dalam tabel “Detail Pintu Spesifik”
pada gambar pintu.

Dari keterangan ini suatu perbandingan dapat dibuat berdasar keterangan dalam
“Bagian Standar”, ukuran diameter, panjang setang dan tipe roda gigi dapat dipilih
bersama dengan ketentuan untuk bantalan setang penggerak.

Tabel “Detail Pintu Spesifik” supaya diisi seluruhnya, dan ini memberikan ukuran
detail kepada Pembuat Pintu. Bilamana diperlukan ukuran setang penggerak dan tipe
roda gigi dapat dicek dengan perhitungan yang garis besarnya tercantum dalam subb
bab 4.2.1 spesifikasi ini.

4.2.3 Bantalan Tengah Penumpu Setang Penggerak

Bantalan tengah penumpu setang penggerak harus dipasang apabila panjang setang
penggerak yang tidak tertumpu lebih besar dari ukuran yang tercantum dalam tabel
“Bagian Standar”.

Posisi bantalan tengah penumpu setang penggerak harus berjarak 2H + 350 mm dari
muka ambang dasar sampai tengah bantalan. Rangka dudukan bantalan tengah diikat
dengan baut kerangka tegak pintu.

4.2.4 Rangka Pintu

Rangka pintu terdiri dari potongan baja profil siku dan pelat-pelat baja yang ditautkan
dengan baut atau paku keling untuk membentuk bagian sponing, ambang bawah dan
bagian penumpu roda gigi. Apabila diperlukan bantalan tengah penumpu setang
penggerak dapat dipasang, dan dalam hal pintu sorong untuk gorong-gorong
Pintu Pengatur Debit 39

diperlukan bagian ambang atas. Semua dikaitkan pada ujungnya dengan bagian
sponing.

Bagian sponing, dibuat seperti dalam gambar, memanjang dari ambang bawah sampai
muka teratas dinding atas dan akan menumpu dan menuntun seluruh gerak daun
pintu. Angker baja dilaskan pada bagian sponing untuk pegangan kuat bagian ini
dalam coakan struktur bila nanti dilakukan pengecoran beton di tempat tersebut.

Bagian sponing dipasang permukaan brons yang dihaluskan mesin, tempat pintu
meluncur dan sebagai sekat tegak dari muka ambang bawah sampai bagian teratas
dari pintu sewaktu pada posisi tertutup penuh. Permukaan brons dipasangkan pada
sponing dengan baut kuningan kepala benam.

Bagian ambang bawah akan terdiri potongan baja profil siku (satu atau dua) yang
permukaan atasnya di mesin untuk menahan pelat daun pintu dan menyekat apabila
pintu pada posisi menutup penuh. Ujung bagian ambang bawah harus dikaitkan
bagian sponing dengan baut, semuanya jelas dapat diperiksa di gambar.

Bagian penumpu roda gigi terdiri dari sepasang baja profil kanal atau potongan siku,
yang direnggangkan untuk peletakan unit roda gigi penggerak dan dilas dengan pelat-
pelat ujung. Bilamana diperlukan pelat penumpu roda gigi dilas melintang potongan
kanal. Bagian penumpu setang penggerak terdiri dari potongan baja profil kanal
lengkap dengan pelat ujung untuk dibautkan ke bagian sponing dan rumah bantalan.

Rumah bantalan dibuat dari baja seperti tampak pada gambar dan dibor untuk
dikaitkan pada potongan kanal dengan baut.

Rumah bantalan dipasang dengan bus brons dengan ukuran diameter luar standar
tetapi harus dimesin bagian dalamnya untuk menyesuaikan diameter setang
penggerak yang diperlukan.
40 Kriteria Perencanaan - Standar Pintu Pengatur Air Irigasi: Spesifikasi Teknis

Lubang baut dipelat ujung potongan kanal bersama dengan lubang pada rumah
bantalan dibor longgar untuk memungkinkan penyetelan bantalan tengah penumpu
setang penggerak.

Bagian ambang atas terdiri dari potongan baja profil siku yang dilengkapi dengan
brons yang permukaannya dihaluskan mesin dipasang pada siku dengan baut
kuningan kepala benam. Siku diperkuat dengan pelat dan dipasang pada bagian
sponing dengan baut pada ujung-ujungnya.

4.2.5 Daun Pintu

Daun pintu dibuat dari baja yang dilas terdiri dari pelat yang diperkuat siku pengaku
horisontal dan pelat sirip. Profil siku memperkuat sisi vertikal.

Tipe pintu sorong untuk saluran, siku dan pelat diletakkan di hilir dari pelat daun
pintu sedang untuk gorong-gorong di hulu dari pelat daun pintu.

Braket pengangkat dipasang pada bagian atas daun pintu untuk mengkaitkan pintu
dengan setang penggerak dengan baut dari baja tahan karat.

Daun pintu dilengkapi permukaan baja yang dimesin sebagai peluncur dan penyekat
pada sisinya dan dalam hal untuk gorong-gorong pada tipe pintu sorong dilengkapi
penyekat atas, semuanya itu untuk dapat berpasangan dengan yang ada dirangka.

Pinggir bagian bawah pelat pintu dimesin untuk berpasangan dengan bagian ambang
bawah yang dimesin, agar memperoleh penyekatan yang baik mengatasi kebocoran
air sewaktu posisi pintu tertutup penuh.

4.2.6 Roda Gigi Penggerak Pintu

Pintu sorong untuk saluran dan gorong-gorong dilengkapi dengan roda gigi yang
dilayani tenaga orang seperti pada gambar dan ditunjukkan dalam tabel “Bagian
Standar”. Semua pintu sorong diangkat dan diturunkan dengan setang penggerak
tunggal.
Pintu Pengatur Debit 41

Unit roda gigi standar tipe A, B dan C dipergunakan sesuai dengan tabel.

Diameter engkol untuk roda gigi tipe A adalah 600 mm dan diameter roda kemudi
untuk roda gigi tipe B dan C 700 mm.

Ukuran setang penggerak standar diameter luar 42 mm dengan kisar ulir 8 mm


dipergunakan untuk yang berkaitan dengan roda gigi tipe A.

Setang penggerak dilengkapi dengan pemegang untuk memasang daun pintu,


penyetop pintu mampu atur diatas dan dibawah unit roda gigi penggerak untuk
membatasi gerak pintu dalam kedua arah tersebut.

4.3 Pintu Sorong Saluran, Bentang sampai 2,50 m

4.3.1 Umum

Pintu sorong vertikal yang digerakkan orang untuk tipe saluran terbuka harus
dilengkapi, seperti ditunjukkan gambar, untuk dipasang pada bangunan pengatur.

Tiap pintu dirancang sanggup menahan dan beroperasi mengatasi ketinggian air di
hulu sampai bagian teratas pintu, dengan pintu tegak di ambang bawah, dengan tanpa
air di hilir.

Pintu harus mampu dinaikkan bebas dari ambang bawah pintu setinggi ketinggian
pintu.

Untuk perhitungan geseran gerakan pintu, yang disebabkan oleh tekanan air pada
pelat daun pintu, dipergunakan koefisien geseran 0,30 (koefisien gesek untuk baja
dikerjakan mesin terhadap brons).

Tiap pintu terdiri dari rangka yang disertai sponing penuntun dan pelat luncur
penyekat, ambang bawah dan bagian penumpu roda gigi, daun pintu mampu gerak
dalam kondisi bergesek dengan permukaan penyekat, setang penggerak dan roda gigi
penggerak.
42 Kriteria Perencanaan - Standar Pintu Pengatur Air Irigasi: Spesifikasi Teknis

4.3.2 Ukuran Pintu dan Roda Gigi Penggerak

Ukuran pintu (bentang & tinggi) ditentukan oleh Direksi bila ditujukan untuk proyek
irigasi baru atau oleh Direksi/Pembuat Pintu untuk kontrak Pemeliharaan Khusus,
termasuk pula ukuran setang penggerak dan tipe roda gigi.

Pintu untuk instalasi proyek irigasi baru berukuran standar sebagai berikut:
(i) bentang bebas 1.500 mm x tinggi 900 mm
(ii) bentang bebas 2.000 mm x tinggi 1.300 mm
(iii) bentang bebas 2.500 mm x tinggi 1.700 mm

Ukuran pintu untuk penggantian bangunan yang telah ada pada kontrak pemeliharaan
khusus dapat dipilih dari batas standar ukuran pintu dalam tabel “Bagian Standar”
yang tercantum dalam gambar.

Bentang dan tinggi pintu berukuran bertingkat dalam ratusan milimeter yakni: 1.200,
1.300, ………………., 1.600, 1.700 dan seterusnya.

Bentang dan tinggi pintu bersama dengan tinggi muka air tertahan permukaan
bangunan dan lain-lain dimasukkan dalam tabel “Detail Pintu Spesifik” pada gambar
pintu.

Dari keterangan ini dapat dibuat perbandingan dengan keterangan yang terdapat
dalam tabel “Bagian Standar”, sehingga dapat dipilih ukuran & panjang setang
penggerak dan tipe roda gigi.

Tabel “Detail Pintu Spesifik” harus diisi sepenuhnya karena ini memberikan
keterangan detail kepada Pembuat Pintu.

Bila diperlukan ukuran setang dan tipe roda gigi dapat dicek dengan perhitungan
sesuai dengan prosedur Lampiran 3 “Perencanaan Alat-Alat Pengangkat” Buku
Standar Perencanaan Irigasi, jilid KP - 04.
Pintu Pengatur Debit 43

4.3.3 Rangka Pintu

Rangka pintu terbuat dari sponing penuntun dari baja yang terbentuk dengan
melengkungkan pelat atau potongan baja profil siku disatukan dengan las membentuk
penampang “U” atau dari sepasang profil kanal yang dirakit membentuk penampang
khususnya rangka tegak dan penumpu roda gigi.

Bagian penumpu roda gigi dan rangka tegak dihubungkan pada ujung-ujungnya
kebagian sponing dengan baut.

Bagian sponing memanjang dari permukaan ambang bawah sampai diatas bagian
puncak dinding, menumpu dan menuntun pintu sepanjang gerakannya. Angker baja
dilaskan pada sponing untuk menanamkannya secara kokoh dalam coakan struktur
bila dicor beton ditempat tersebut.

Bagian sponing dari rangka tegak diberi lapisan permukaan dari pelat baja tahan
korosi yang permukaannya dikerjakan mesin. Lapisan ini merupakan landasan luncur
roda dan perapat karet, yang memanjang dari permukaan ambang bawah kebagian
teratas pintu saat posisi pintu terangkat penuh.

Pelat baja tahan karat sebagai lapisan permukaan dipasang pada rangka pengarah
(sponing) dengan cara dilas dengan kawat las baja tahan karat.

Ujung atas bagian sponing terdapat pelat tatakan yang dilaskan untuk memegang
bagian penumpu roda gigi, sedang bagian ujung bawah terdapat profil siku yang dilas
untuk pegangan ambang bawah.

Ambang bawah terdiri dari potongan baja profil siku/propel kanal yang permukaan
atasnya dilapisi pelat anti karat dikerjakan mesin untuk menumpu daun pintu dan
perapat karet pada saat posisi pintu tertutup penuh. Ambang bawah dilengkapi dengan
baut penyetel kerataan sewaktu dalam coakan struktur sebelum dilakukan pengecoran
beton.
44 Kriteria Perencanaan - Standar Pintu Pengatur Air Irigasi: Spesifikasi Teknis

Penumpu roda gigi terdiri dari sepasang potongan baja profil kanal, direnggangkan
untuk pemasangan roda gigi penggerak dan mengkaitkan pada pelat tatakan di ujung
atas bagian sponing dengan baut.

4.3.4 Daun Pintu

Daun pintu terbuat dari baja yang dilas terdiri dari pelat lebar yang diperkuat pada
bagian hulu/hilir dengan sederet mendatar potongan baja profil siku/kanal dan bagian
sisi/pinggir tegak. Kotak-kotak pelat daun pintu diperkuat dengan pelat sirip tegak.

Badan pinggir atas dari pelat daun pintu diperkuat dengan profil kanal siku, sedang
pinggir bawah diperkuat dengan batang pelat penyekat.

Pemasangan karet penyekat pada daun pintu dijepit pelat anti karat dan dibaut dengan
baut anti karat.

Daun pintu dipasangi permukaan sekat dari karet dan sepatu luncur terbuat dari
bronze yang dimesin sepanjang sisinya untuk berpasangan dengan yang ada dirangka.

Braket pengangkat dilas pada bagian atas daun pintu untuk mengkaitkan daun pintu
kesetang penggerak, dengan pen daribaja tahan karat.

4.3.5 Roda Gigi Penggerak Pintu

Pintu sorong untuk saluran dilengkapi dengan roda gigi penggerak pintu yang
digerakkan tenaga orang seperti terlihat dalam gambar dan ditunjukkan dalam tabel
“Bagian Standar”.

Pintu dinaikan dan diturunkan dengan unit roda gigi kerucut tengah yang memutar
dua murpenggerak lewat poros silang.

Unit roda gigi tipe B, C dan D dipergunakan seperti dalam tabel. Unit roda gigi tipe B
dan C dipergunakan menyatu dengan mur penggerak, sedang unit roda gigi D
dipasang di tengah untuk digerakkan dengan roda kemudi.
Pintu Pengatur Debit 45

Apabila unit roda gigi tipe B dipergunakan maka diameter roda kemudi adalah 500
mm dan dengan unit roda gigi tipe C diameter roda kemudi adalah 700 mm.

Setang penggerak dilengkapi dengan pemegang untuk dapat dipasang daun pintu,
penyetop pintu mampu atur berada diatas dan dibawah unit roda gigi penggerak untuk
membatasi gerak pintu ke atas dan bawah.

4.4 Pintu Romijn

4.4.1 Umum

Pintu Romijn yang digerakkan tenaga orang dan dilengkapi pintu penguras, seperti
dalam gambar, dipasang sebagai bangunan pengatur.

Pintu Romijn yang dipasang pada bangunan baru dibuat dengan bentang standar 500,
750, 1.000, 1.250 dan 1.500 mm. Apabila dipasangkan pada bangunan yang sudah
ada maka dibuat sesuai dengan gambar tetapi bentangnya menyesuaikan dengan
bangunan yang sudah ada.

Apabila pintu Romijn berukuran tidak standar, maka pintu tersebut harus ditera untuk
mengukur debit.

Direksi harus mengisi sepenuhnya tabel “Detail Pintu Spesifik” pada gambar, agar
Pembuat Pintu mampu membuat pintu yang dimaksud.

Tiap pintu Romijn dirancang untuk menerima aliran air dari hulu dalam ketinggian
penuh yang sama dengan ketinggian kenaikan pintu atas secara penuh, dengan
sebelah hilirnya kering, dan menahan beban air karena lewatnya air diatas meja ukur,
pada sembarang kedudukan, pada setiap ketinggian air sampai ketinggian penuh di
hulu dan dengan sembarang muka air yang lebih rendah yang bersangkutan di hilir
pintu, dapat diatur dengan roda gigi penggerak, dalam sembarang kedudukan yang
masih dalam batas gerakannya, untuk mengatur aliran lewat diatas meja ukurnya,
kedalaman air yang melewati diatas meja ukur (dan hal inilah debit diperoleh) harus
46 Kriteria Perencanaan - Standar Pintu Pengatur Air Irigasi: Spesifikasi Teknis

diukur dengan alat ukur, dengan pintu dalam segala kedudukan dengan berbagai
kombinasi tinggi permukaan di hulu dan hilir seperti disebutkan diatas.

Untuk perhitungan gaya geser pada pintu yang ditimbulkan oleh beban air pada pelat
daun pintu, dipergunakan koefisien geser sebesar 0,40 untuk baja lunak terhadap baja
lunak.

Pintu Romijn juga harus mampu menggontor saluran, di tempat pintu dipasang,
dengan memanfaatkan daun pintu bawah dan pintu Romijn tersebut.

Pintu Romijn terdiri dari kerangka yang mempunyai dua sponing penuntun dengan
ambang bawah dan bagian penumpu roda gigi, daun pintu atas dan bawah termasuk
bingkai pengangkat dan bangku ukur, roda gigi penggerak dan alat ukur debit.

4.4.2 Rangka Pintu

Rangka pintu tersusun dari potongan baja profil kanal siku dan pelat, yang saling
ditautkan dengan baut atau paku keling untuk membentuk dua sponing penuntun
ambang bawah dan bagian penumpu.

Bagian sponing penuntun dibuat memanjang ke atas mulai dari ambang bawah
sampai diatas permukaan tertinggi dinding dan menumpu, menuntun pintu atas dan
bawah dalam gerakannya. Angker baja dilaskan kebagian sponing untuk menjamin
rangka tertanam kuat dalam coakan struktur bila dirakit di tempat sewaktu
pemasangan.

Ambang bawah terdiri dari potongan baja profil siku yang dimesin permukaan
atasnya tempat menopang dan menyekat sewaktu pintu bawah diturunkan
sepenuhnya.

Bagian penumpu roda gigi terdiri dari sepasang potongan baja profil siku/kanal,
digabungkan pada ujungnya dengan pelat dan diberi jarak untuk pemasangan roda
gigi penggerak pintu.
Pintu Pengatur Debit 47

Apabila diperlukan pelat penumpu roda gigi dilas melintang pada potongan profil
siku.Bagian ambang bawah dan penumpu roda gigi dihubungkan pada ujung-
ujungnya kebagian sponing dengan baut.

Satu sisi sponing diperpanjang sampai diatas bagian penumpu roda gigi, seperti
tampak pada gambar, untuk memasang dan menuntun gerak alat ukur debit.

Rangka pintu harus dilengkapi alat pengunci termasuk gembok, agar pintu bawah
dapat dikunci pada kedudukan tertutup penuh.

4.4.3 Pintu Bawah

Pintu bawah yang dipergunakan untuk menggontor terdiri dari pelat baja segi empat
yang diperkuat pada muka sebelah hulu dengan pelat baja dan dilengkapi dengan
batang yang dilas pada bagian atas pelat daun pintu sisi sebelah hilir sebagai
penyekat.

Pintu dipasang dengan dilaskan pada dua profil siku sisi tegak yang memanjang
keatas, dalam sponing penuntun, melampaui bagian teratas pintu atas yang kemudian
di las dengan bagian pengangkat yang horisontal. Bagian sisi dipasang pelat baja
untuk mengurangi kelonggaran antara bagian sisi dan sponing hal ini mengurangi
kemungkinan pintu tersumbat kotoran.

Bagian pengangkat terdiri dari pelat baja yang cukup diperkuat dengan batang pelat
untuk menahan gaya yang bekerja, dibor seperti terlihat pada gambar agar dapat
dipasang pen pengangkat yang terpasang pada pengait yang melekat pada pintu atas.

Satu profil siku bagian sisi vertikal menonjol keatas melewati sisi atas bagian
pengangkat, dipadukan kedudukan dengan alat pengunci pada rangka pintu.

Profil siku bagian sisi vertikal berhenti pada pelat yang berlubang untuk dapat
dipasang pena dan pengunci. Harus disediakan satu gembok dengan dua kunci guna
mencegah dioperasikannya pintu bawah oleh yang tidak berwenang.
48 Kriteria Perencanaan - Standar Pintu Pengatur Air Irigasi: Spesifikasi Teknis

4.4.4 Pintu Atas

Pintu atas terdiri dari lembar pelat baja segi empat yang diperkuat pada sisi muka
sebelah hilir dengan baja profiI siku dan batang pelat dan dilengkapi dengan batang
penyekat yang dilaskan pada pelat daun pintu pada sisi hulu, sepanjang pinggiran
bawah. Batang penyekat harus padu dengan batang penyekat pada pintu bawah untuk
membentuk penyekat horisontal pada kedudukan pintu bawah tertutup dan pintu atas
berkedudukan terangkat penuh.

Sekat sisi karet, termasuk sekat pojok dipasang pada pintu untuk mencegah
kebocoran air apabila pintu pada kedudukan tertutup.

Sekat sisi berupa strip karet rata, dijepit pada daun pintu dengan batang pelat brons
dan dikencangkan dengan sekrup kepala benam baja tahan karat yang dibenamkan
dalam lubang tirus pada pelat daun pintu.

Strip sekat akan menyekat dan meluncur menyandar pada bagian sponing. Sekat
pojok berpenampang “P”, dijepit pada pelat daun pintu dengan dua baut baja tahan
karat dan penjepit dari brons, yang dilubangi tirus untuk menempatkan baut. Sekat
pojok berhubungan dengan batang sekat pada pintu atas. Semua dapat dilihat pada
gambar.

Meja ukur, mendatar, mampu lepas, dipasang pada sisi atasnya pintu. Meja ukur
dibentuk seperti pada gambar untuk memperoleh bentuk mencu yang mempunyai
efisiensi aliran yang tinggi. Pelat meja ukur harus diperkuat secukupnya untuk
menahan getaran saat terjadi aliran.

Pelat meja ukur diberi penguat yang sesuai dan dilengkapi dengan baja profil siku
untuk penyekrupan dengan baut baja tahan karat, untuk mentautkan baja profil siku
yang dilas disisi atas pelat pintu atas.
Pintu Pengatur Debit 49

Pelat meja ukur harus ditumpu, dikakukan dan diperkuat dengan pelat pencegah
getaran. Pelat penguat ditautkan dengan baut baja tahan karat pada pelat pengaku
pelat meja ukur dan pelat pengaku pada daun pintu.

Pintu dilekatkan dengan las pada 2 baja profil siku sisi vertikal yang memanjang
keatas, dalam sponing penuntun, lewat diatas dari bagian teratas pintu yang kemudian
dilas satukan dengan bagian pengangkat horisontal.

Bagian pengangkat terdiri dari pelat baja dikakukan dengan batang pelat yang sesuai
untuk menahan gaya operasional dan dibor untuk memasang penghubung setang
penggerak dan alat pengangkat pintu bawah.

Alat pengangkat pintu bawah berujud pen pengangkat, menembus bagian pengangkat
dan terbawa oleh potongan kanal. Pena pengangkat tertahan pada kedudukannya oleh
ring yang dilas.

Sebuah profil siku bagian sisi diperpanjang ke atas melewati sisi teratas bagian
pengangkat, menjadi pemegang alat ukur mampu gerak. Pemegang alat ukur mampu
gerak terbuat dari pelat yang dikakukan kemudian dilaskan pada profil siku bagian
sisi vertikal dan dibor dengan lubang memanjang untuk menempelkan alat ukur
seperti terlihat pada gambar.

4.4.5 Roda Gigi Penggerak

Pintu Romijn dilengkapi dengan roda gigi penggerak yang dijalankan dengan tenaga
orang, seperti dapat dilihat dalam gambar. Pintu dengan bentang sampai dengan
1.200 mm dipasangi mur penggerak tunggal dan roda gigi tipe A.

Diameter engkol 350 mm untuk bentang pintu sampai dengan 600 mm dan diameter
500 mm untuk bentang pintu sampai dengan 700 mm atau lebih.

Pintu bentang lebih dari 1.200 mm harus dioperasikan dengan dua batang dan dua
mur penggerak yang berpasangan dengan unit roda gigi tipe B dan unit roda gigi
tengah tipe D.
50 Kriteria Perencanaan - Standar Pintu Pengatur Air Irigasi: Spesifikasi Teknis

Roda kemudi yang dipergunakan untuk unit roda gigi kerucut tipe D berdiameter
700 mm.

Mur penggerak, lengkap dengan pemegang untuk dipasang pada pintu atas, harus
dilengkapi dengan penyetop pintu mampu atur yang diatas dan dibawah unit roda gigi
penggerak untuk membatasi gerak pintu atas ke atas dan ke bawah.

Baut bertingkat dari baja tahan karat lengkap dengan mur dan cincin harus disediakan
bersama mur penggerak.

4.4.6 Alat Ukur

Dan alat ukur harus dipasang pada pintu Romijn, seperti terlihat pada gambar agar
dapat mengukur debit yang lewat diatas pelat meja ukur.

Alat ukur yang tidak bergerak dibagi dalam jenjang sentimeter dipasang pada bagian
sponing disisi sebelah hilir, sedang alat ukur yang mampu gerak dibagi dalam jenjang
liter dipasang pada pemegang diprofil siku bagian sisi vertikal pintu yang
diperpanjang.

Kedua alat ukur tersebut terbuat dari bahan brons yang digravir dengan jenjang
pembagian dan angka seperti tercantum dalam gambar.

Alat ukur yang tidak bergerak ditempel dibagian sponing dengan skrup penyetel
kuningan kepala benam yang dimasukkan dalam lubang yang dibor tirus di kaki profil
siku bagian sponing.

Alat ukur yang bergerak ditempel pada pemegang dengan baut kuningan. Lubang
memanjang dipersiapkan di pelat pemegang untuk penyetelan vertikal alat ukur.

4.5 Pintu CRUMP-DE GRUYTER

4.5.1 Umum

Petunjuk operasi pintu Crump-De Gruyter harus disediakan, seperti yang tercantum
dalam gambar untuk dipasang pada bangunan pengatur.
Pintu Pengatur Debit 51

Pintu Crump-De Gruyter untuk dipasang pada bangunan baru dibuat dengan ukuran
bentang 500, 750, 1.000, 1.250 dan 1.500 mm. Ukuran tersebut untuk bangunan yang
sudah ada agar dibuat sesuai dengan gambar tetapi bentangnya disesuaikan dengan
bangunan lama. Untuk pintu yang berukuran tidak standar, pintu harus ditera untuk
mengukur debit.

Direksi harus mengisi penuh tabel “Detail Pintu Spesifik” dalam gambar agar
Pembuat Pintu dapat melaksanakan pembuatan pintu. Tiap pintu dirancang sanggup
menahan dan beroperasi terhadap ketinggian air di hulu sama dengan h max tanpa air
disebelah hilir.

Untuk perhitungan geseran gerak pintu, dipergunakan koefisien geseran sebesar 0,30
untuk baja dimesin terhadap brons.

Tiap pintu terdiri dari rangka beserta sponing penuntun dan permukaan penyekat,
daun pintu mampu gerak, roda gigi penggerak, alat ukur dan grafik debit.

4.5.2 Rangka Pintu

Rangka pintu terdiri dari potongan baja profil siku dan batang pelat yang dibaut atau
dikeling bersama membentuk bagian sponing, ambang bawah dan bagian penumpu
roda gigi.

Bagian sponing dibuat seperti dalam gambar yang memanjang ke atas dari permukaan
ambang bawah sampai diatasnya bagian teratas dinding dan menumpu dan menuntun
pintu dalam gerakannya.

Angker baja dilaskan pada bagian sponing untuk menanamkannya dalam coakan
bangunan sewaktu dicor beton di tempat.

Bagian sponing dilengkapi dengan permukaan brons yang dimesin dan pada
permukaan tersebut pintu menggeser dan tersekat berdiri memanjang dari permukaan
ambang bawah sampai bagian teratas pintu bilamana dalam kedudukan terbuka
penuh.
52 Kriteria Perencanaan - Standar Pintu Pengatur Air Irigasi: Spesifikasi Teknis

Permukaan brons dipasang pada sponing dengan baut kuningan kepala benam.

Penumpu roda gigi terdiri dari sepasang potongan baja profil siku atau kanal saling
ditautkan pada ujungnya dengan pelat dan direnggangkan untuk pemasangan roda
gigi penggerak pintu.

Bilamana diperlukan pelat penumpu roda gigi dapat dilaskan melintang pada
penampang kanal.

Ambang bawah dan bagian penumpu roda gigi dihubungkan pada ujungnya kebagian
sponing dengan baut.

4.5.3 Daun Pintu

Daun pintu dibuat dengan konstruksi baja dilas dari pelat yang ditekuk dan dibentuk
dengan pengakukan pelat dan siku baja, semuanya tampak dalam gambar.

Daun pintu dipasangi permukaan luncur dan sekat dari baja yang dimesin yang
diletakkan sedemikian sehingga cocok berpasangan dengan yang ada dirangka.

Lubang tap setengah lingkaran harus disediakan pada arah sebelah hilir pada pintu.

Pintu ditempelkan dengan las pada siku sisi vertikal memanjang ke atas melewati
bagian teratas pintu yang kemudian dilas dengan bagian pengangkat yang
kedudukannya horisontal.

Bagian pengangkat horisontal berupa baja pelat yang dikakukan dan diperkuat dengan
sebuah potongan baja profil kanal.

Bagian pengangkat dibor seperti terlihat dalam gambar untuk mengkaitkan dengan
setang penggerak pintu, pengkaku harus dibuat pada kaitan untuk mencegah tekuk
pada pelat.
Pintu Pengatur Debit 53

4.5.4 Roda Gigi Penggerak

Pintu Crump-De Gruyter dilengkapi dengan roda gigi penggerak yang diputar tangan,
seperti tercantum dalam gambar maupun tabel.

Pintu bentang sampai dengan 800 mm dipasang mur penggerak tunggal dan roda gigi
tipe A dengan diameter engkol 500 mm.

Pintu bentang lebih dari 800 mm sampai dengan 1.200 mm dipasang mur penggerak
tunggal tetapi dengan unit roda gigi kerucut tipe C. Diameter roda kemudi 300 mm.

Untuk pintu bentang lebih dari 1.200 mm dipasang mur penggerak ganda yang
berpasangan dengan unit roda gigi tipe B dan unit roda gigi kerucut tipe D. Diameter
roda kemudi yang diperlukan untuk unit roda gigi tersebut adalah 700 mm.

Mur penggerak lengkap dengan pemegang untuk dikaitkan ke pintu, dilengkapi pula
dengan penyetop pintu maupun atur untuk diatas dan dibawah unit roda gigi
penggerak untuk membatasi gerakan pintu atas dalam dua arah gerakan.

Harus disediakan baut bertingkat dari baja tahan karat dengan mur dan cincin,
termasuk mur penggerak.

4.5.5 Alat Ukur dan Pelat Debit

Setiap pintu dilengkapi dengan sebuah petunjuk kedudukan pintu dan pelat debit,
sehingga petugas pintu mampu mengatur dan mengukur debit yang lewat bangunan.

Alat penunjuk kedudukan pintu, dibagi dalam jenjang sentimeter, dipasang pada pelat
pemegang yang menempel pada bagian sponing dan rangka pintu, seperti terlihat
dalam gambar.

Alat ukur ini digunakan bersama dengan bagian pengangkat pintu yang pinggir
teratasnya berlaku sebagai jarum penunjuk untuk pembacaan kedudukan sisi bawah
pintu relatip terhadap ambang bawah.
54 Kriteria Perencanaan - Standar Pintu Pengatur Air Irigasi: Spesifikasi Teknis

Pelat debit dengan grafik yang digravir memberikan batasan debit untuk setiap
kombinasi dari bukaan pintu dan tinggi permukaan air di hulu diatas ambang bawah,
dipasang pada sebalik pelat pemegang alat ukur.

Pelat pemegang dilas pada bagian sponing dari rangka pintu pada sisi sebelah
hulunya.

Skala penunjuk kedudukan pintu dan pelat debit dibuat dari bahan brons yang
digravir dengan pembagian jenjang, grafik dan angka seperti dalam gambar.

Tiap pintu bentang standar dilengkapi dengan pelat debitnya yang sudah ditera sesuai
dengan pintu.

Skala penunjuk kedudukan pintu disediakan dengan lubang memanjang untuk


memungkinkan penyetelan skala dan pemasangan pada pelat pemegangnya dengan
sekrup penyetel kepala benam dari kuningan yang masuk kelubang tirus pada pelat
pemegang. Pelat debit dipasang pada pelat penumpu dengan cara yang sama tetapi
tidak memerlukan lubang memanjang untuk penyetelan.

4.5.6 Unit Roda Gigi Penggerak Tipe A

Unit roda gigi penggerak Tipe A dibuat untuk digunakan pada pintu ukuran yang
lebih kecil seperti terlihat dalam gambar dan ditentukan diklausul yang sesuai dalam
spesifikasi ini.

Roda gigi penggerak berupa unit roda gigi berdiri sendiri yang digerakkan tangan,
mampu menggerakkan pintu dengan beban tekanan air maximum seperti yang
ditentukan, dan mampu menahan pintu tidak bergerak dalam segala kedudukan
sewaktu engkol dilepaskan.

Kerja roda gigi dapat dilayani oleh satu orang.

Kerja roda gigi dirancang untuk gaya kerja normal dengan tegangan normal diizinkan
untuk bahan yang digunakan.
Pintu Pengatur Debit 55

Kerja roda gigi juga dirancang untuk gaya abnormal akibat seret atau macetnya pintu,
dalam kondisi ini dipergunakan 30% lebih dari tegangan yang diizinkan untuk bahan
yang digunakan.

Acuan dipergunakan Lampiran 3 “Perencanaan Alat-Alat Pengangkat” Buku “Standar


Perencanaan Irigasi, Jilid KP-04” untuk menghitung gaya tekan maximum pada
keadaan operasi tidak normal.

Unit roda gigi penggerak terdiri dari sebuah mur penggerak dari brons alumunium
berpasangan dengan setang penggerak terbuat dari baja karbon yang berkait dengan
pintu. Mur penggerak diletakkan di antara bantalan peluru axial diatas dan dibawah
mur yang ditumpu oleh rumah bantalan (rumah penumpu mur) dari besi tuang.

Mur penggerak diputar oleh engkol yang dipasang langsung pada mur. Rumah
penumpu mur harus dapat dipasang dan ditumpu oleh bagian penumpu roda gigi
penggerak dari rangka pintu.

Ulir setang penggerak adalah ulir segi empat modifikasi tunggal dan diameter luar
dan kisar seperti yang ditentukan dalam gambar. Ulir pada setang penggerak dan mur
penggerak harus dikerjakan dengan mesin. Mur penggerak dibor ditiga tempat
sebagai saluran gemuk untuk menjamin adanya gemuk dibagian ulirnya dan dibuat
alur pasak untuk memasang engkol.

Bantalan axial adalah tipe bantalan peluru tunggal axial yang mempunyai rumah
cincin rata dan mempunyai nomor seri 511 pada SKF atau dari pembuat lain yang
disetujui.

Rumah penumpu mur, sesuai untuk mencegah masuknya debu ke bantalan peluru
axial, dibuat dengan penuangan terdiri dari dua setengah bagian dan dikerjakan mesin
untuk dapat dipasang mur penggerak dan bantalan. Rumah tersebut dibor untuk
dipasang baut pengencang dan dilengkapi nipel gemuk untuk memasukkan gemuk ke
mur penggerak.
56 Kriteria Perencanaan - Standar Pintu Pengatur Air Irigasi: Spesifikasi Teknis

Engkol pemutar, dibuat dengan diameter sesuai dengan gambar, dipasang dengan
pasak yang mentautkan dengan alur pasak yang ada di mur penggerak. Pasak dibuat
dari baja dipasang dan dilas pada bos engkol.

Setang penggerak dilengkapi penyetop mampu atur, diatas dan dibawah roda gigi
untuk mencegah pintu terlalu diturunkan atau terlalu diangkat.

Unit roda gigi dilengkapi dengan alat pengunci dan gembok, lengkap dengan dua
kunci, untuk mencegah operasi pintu yang tidak semestinya, semuanya tampak pada
gambar.

Penyetop pintu mampu atur dipasang dengan sekrup penyetel yang mempunyai
lekukan pada ujungnya untuk pengencangan dengan kunci allan, untuk menjaga agar
penyetop pintu tidak dapat diubah atau diambil kecuali oleh orang yang berwenang
untuk itu.

4.5.7 Unit Roda Gigi Penggerak Pintu Tipe B, C dan D.

Unit roda gigi penggerak pintu tipe B dan C dibuat untuk pintu ukuran yang lebih
besar seperti terlihat dalam gambar dan ditentukan dikalusul yang sesuai dalam
spesifikasi.

Roda gigi penggerak tipe D hanya dibuat dan dipergunakan untuk pemakaian pintu
dengan sistem mur penggerak ganda.

Unit penggerak, tipe roda gigi kerucut merupakan unit roda gigi mandiri yang diputar
tangan, maupun bekerja pada beban yang ditentukan dan menahan pintu dalam segala
kedudukan apabila pemutarnya dilepaskan.

Roda gigi penggerak harus mampu dilayani oleh satu orang.

Roda gigi penggerak dirancang untuk gaya kerja normal dengan tegangan diizinkan
normal untuk bahan yang dipergunakan.
Pintu Pengatur Debit 57

Roda gigi penggerak juga dirancang untuk gaya kerja tidak normal yang ditimbulkan
oleh seret atau pintu macet, untuk kondisi ini kenaikan 30% lebih dari tegangan
diizinkan normal dapat diambil untuk bahan yang dipergunakan.

Acuan dipergunakan Lampiran 3 “Perencanaan Alat-Alat Pengangkat” Buku “Standar


Perencanaan Irigasi, jilid KP-04” untuk menghitung gaya tekan maximum pada
keadaan operasi tidak normal.

Unit roda gigi penggerak pintu tipe B dan C dapat dipergunakan untuk sistem mur
penggerak tunggal maupun ganda.

Apabila dipergunakan sistem mur penggerak tunggal pinyon roda gigi kerucut
dipasang dengan pasak pada poros pinyon yang dilengkapi dengan roda kemudi.

Apabila dipergunakan sistem mur penggerak ganda pinyon dipasang dengan pasak
pada poros silang. Poros silang diputar dengan unit roda gigi tipe D, Roda gigi
kerucut, dari unit tipe D, dipasang dengan pasak pada poros silang ditengahnya.
Pinyon dari unit tipe U dipasang dengan pasak pada poros pinyon yang dilengkapi
dengan roda kemudi.

Unit tipe B mempunyai angka reduksi 1,5:1 sedang tipe C mempunyai angka reduksi
2:1.

Unit roda gigi penggerak tipe B dan C terdiri dari mur penggerak dari brons
alumunium yang berpasangan dengan setang penggerak dan baja karbon yang
ditempatkan di antara bantalan axial diatas dan dibawah mur dan ditumpu oleh rumah
bantalan besi tuang.

Mur penggerak diputar dengan Pinyon lewat roda gigi kerucut, yang dipasangkan
dengan pasak langsung ke mur penggerak.

Rumah penumpu mur dibaut dan didukung di penumpu roda gigi yang merupakan
bagian dari rangka pintu.
58 Kriteria Perencanaan - Standar Pintu Pengatur Air Irigasi: Spesifikasi Teknis

Ulir setang penggerak berbentuk Ulir Segi Empat Modifikasi Tunggal dan
mempunyai diameter luar dan kisar seperti yang ditentukan dalam gambar. Ulir
disetang & mur penggerak harus dikerjakan dengan mesin.

Mur penggerak dibor ditiga tempat sebagai saluran gemuk untuk menjamin
kebutuhan gemuk diulirnya dan dilengkapi dengan alur pasak untuk memasang roda
gigi kerucut.

Mur penggerak bagian luarnya berukuran standar yang ulir dalamnya dimesin untuk
menyesuaikan dengan ukuran setang penggerak yang dipilih untuk pintu.

Bantalan axial adalah bantalan peluru tipe axial tunggal yang mempunyai sarang
cincin rata dan mempunyai seri 512 buatan SKF atau pembuat lain yang disetujui.

Rumah bantalan sesuai untuk mencegah masuknya debu ke bantalan peluru axial dan
dapat dibautkan kebagian penumpu roda gigi di rangka pintu, bersamaan pula braket
penyangga poros pinyon.

Braket penyangga yang dilengkapi dengan nipel gemuk, memegang bantalan brons
fosfor poros pinyon. Rumah bantalan juga dilengkapi dengan nipel gemuk untuk
menjamin gemuk bagi mur penggerak dan bantalan axial.

Harus disediakan pula pelat penutup dengan baut pengencang.

Roda gigi kerucut dan pinyon harus dikerjakan mesin dari bahan baja karbon dengan
pengerjaan celup dingin dan temper, seperti ditunjukkan dalam gambar dan
dilengkapi dengan alur pasak untuk dipasangkan pada mur penggerak dan poros
pinyon atau poros silang.

Disediakan roda kemudi yang dilengkapi pasak untuk mengunci dengan poros
pinyon.

Setang penggerak harus dilengkapi dengan penyetop mampu atur diatas dan dibawah
roda gigi untuk mencegah agar pintu tidak bergerak ke atas dan ke bawah lebih dari
yang ditentukan.
Pintu Pengatur Debit 59

Penyetop pintu mampu atur dipasang dengan sekrup penyetel yang mempunyai ceruk
di ujungnya untuk pengencangan dengan kunci allan, untuk menjamin agar penyetop
pintu tidak diubah atau dilepas kecuali oleh orang yang berwenang untuk itu.

Unit roda gigi penggerak tipe D mempunyai angka reduksi 1,50L.

Unit roda gigi penggerak tipe D terdiri dari pelat dasar dari besi tuang lengkap dengan
braket penyangga, roda gigi kerucut, poros silang, poros pinyon dan roda kemudi.

Pelat dasar dituang lengkap dengan bagian penopang roda gigi untuk menopang poros
pinyon dan juga braket untuk menopang poros silang lengkap dengan roda gigi
kerucutnya. Braket penyangga yang dilengkapi dengan nipel gemuk, memegang
bantalan brons fosfor untuk poros pinyon.Braket penyangga poros silang diakhiri
dengan rumah-rumahan yang terbelah, lengkap dengan baut pengencang dan bantalan
brons untuk menumpu poros silang.

Pelat dasar dilubangi dengan bor untuk dipasangkan kebagian penumpu roda gigi dari
rangka pintu dan dilengkapi dengan baut pengencang.

Poros silang yang terbuat dari baja karbon harus dikerjakan dengan mesin dan
dilengkapi dengan alur pasak pada ujung-ujungnya agar dapat dipasangkan pinyon
kerucut yang berpasangan dengan unit roda gigi tipe B dan C. Poros silang juga
dilengkapi dengan sebuah alur pasak ditengahnya untuk penempatan roda gigi
kerucut.

Poros pinyon yang terbuat dari baja karbon harus dikerjakan mesin dan dilengkapi
dengan alur pasak pada ujung-ujungnya untuk dipasangi pinyon kerucut dan roda
kemudi.

Roda gigi kerucut dan pinyon harus dikerjakan dengan mesin dan baja karbon dengan
pengerjaan pencelupan dingin dan temper, seperti ditunjukkan dalam gambar dan
dilengkapi dengan alur pasak untuk dapat dipasang seperti ketentuan diatas. Semua
pasak harus pasak baja.
60 Kriteria Perencanaan - Standar Pintu Pengatur Air Irigasi: Spesifikasi Teknis

Roda kemudi sebagai pemutar, detail dan ukuran tercantum dalam gambar harus
dilengkapi dengan pasak untuk dikuncikan keporos pinyon.

Untuk mencegah operasi yang tidak semestinya dari pintu maka semua roda gigi
penggerak harus dilengkapi dengan gembok dan rantai, gembok dirantai dengan dua
buah kunci.

Rantai harus diselubungi selang karet untuk mencegah kerusakan pekerjaan cat pada
pintu dan dipasang pada bagian penumpu roda gigi dari rangka pintu seperti
tercantum dalam gambar.

4.6 Pintu Radial

4.6.1 Umum

Pintu radial yang dilayani dengan tenaga orang dibuat sesuai dengan gambar untuk
dipasang diatas dan melintang pada bangunan pengatur.

Tiap pintu direncanakan mampu menahan dan bekerja terhadap tekanan tinggi air
dibagian hulu sampai bagian atas pintu, pada keadaan pintu tertutup rapat dengan
tanpa air dihilir.

Tiap pintu harus dapat dinaikkan penuh dari ambang bawah pintu setinggi ketinggian
pintu ditambah 100 mm.

Pintu radial terdiri dari bagian tertanam dalam beton, konstruksi pintu, lengan pintu
dan poros, platform kerja dan unit roda gigi penggerak.
Pintu Pengatur Debit 61

4.6.2 Ukuran Pintu dan Roda Gigi Penggerak

Ukuran pintu (bentang dan tinggi) ditentukan oleh Direksi apabila dipergunakan
untuk proyek irigasi baru atau oleh Direksi/Pabrik pembuat pintu dalam hal pekerjaan
eksploitasi & pemeliharaan (E&P), begitu juga tipe unit roda gigi penggerak.

Pintu untuk dipasang di proyek irigasi baru mempergunakan ukuran standar sebagai
berikut:

Tabel 4-2. Tabel Pintu dengan Ukuran Standar

Bentang Bebas Maksimum (mm)


Tinggi Pintu (mm)
(dengan RG tipe I) (dengan RG tipe II)
(i) 1.500 2.500 4.000
(ii) 1.700 2.500 4.000
(iii) 1.900 2.500 3.500
(iv) 2.200 2.000 3.500
(v) 2.500 Tidak digunakan 3.000
(vi) 2.700 Tidak digunakan 3.000

Ukuran pintu untuk penggantian bangunan lama dalam rangka pekerjaan E&P
(Eksploitasi & Pemeliharaan) harus dipilih dari batas ukuran dalam tabel “Ukuran
Pintu Standar” yang ditunjukkan dalam gambar. Bentang dan tinggi pintu ditentukan
ukurannya bertingkat dalam seratus milimeter yakni 1.500, 1.600, . . . , 2.500, 2.600,
dan seterusnya.

Bentang dan tinggi beserta tinggi muka air tertahan, tinggi bangunan dan lain-lain
ukuran harus dicantumkan dalam tabel “Detail Pintu Spesifik” pada gambar pintu.

Dari keterangan ini pada gambar akan diperoleh radius pintu dan letak sumbu putar.
Pembandingan dapat dilakukan dengan keterangan yang dapat diperoleh dalam Tabel
62 Kriteria Perencanaan - Standar Pintu Pengatur Air Irigasi: Spesifikasi Teknis

4-2. “Ukuran Pintu Standar” yang memberikan posisi vertikal dan horisontal platform
kerja, terhadap kedudukan pintu, dan tipe roda gigi yang diperlukan.

Tabel “Detail Pintu Spesifik” harus diisi sepenuhnya, hal ini memberikan ukuran
detail seluruhnya untuk pabrik pembuat pintu.

4.6.3 Bagian yang Tertanam

Bagian yang tertanam terdiri dari bagian penuntun sisi yang melengkung dipasang
masuk dalam coakan beton pir dan pangkal jembatan, bagian ambang bawah dipasang
masuk kedalam coakan beton lantai dan balok pena putar dengan kaitan pena putar
dan jangkar yang dipasang tertanam dalam beton pir dan pangkal jembatan.

Bagian tertanam dirancang untuk memungkinkan penyetelan kelurusan dan


kedudukan yang benar dari bagian yang satu terhadap bagian yang lain sebelum dicor
beton.

Bagian sisi merupakan baja yang berdiri keatas dari ambang bawah sampai muka
dinding samping dan permukaan lengkung dikerjakan mesin secara halus tempat
bertumpu dan bergesernya perapat sisi pintu.Bagian sisi diujung bawah harus benar-
benar terpasang kuat pada ambang dan dilengkapi dengan alat penyetel agar dapat
dilakukan pemasangannya secara teliti dalam kedudukan vertikal yang benar dan
terpegang erat dalam coakan sewaktu dicor beton.

Ambang bawah terbuat dari baja yang permukaan atasnya dikerjakan mesin secara
teliti untuk dudukan perapat bawah dari pintu. Ambang bawah dipasang dengan
sekrup pendatar untuk memungkinkan pelurusan secara teliti dalam coakan beton
lantai. Bagian ujung ambang bawah dibor untuk dipasangkan bagian perapat sisi yang
lengkung.

Balok tumpuan putar yang melintang pada bentangan pintu dibuat dari pelat dan
profil baja canai dan dilengkapi dengan perlengkapan pada setiap ujung untuk
meneruskan beban tumpuan langsung ke jangkar yang semuanya telah ditunjukkan
Pintu Pengatur Debit 63

dalam gambar. Hubungan antara balok dan jangkar dapat disetel dan disenter selama
pemasangan sebelum dimatikan pada kedudukan akhir sebelum pengecoran beton.

Balok harus dilengkapi dengan pelat tambatan dan dudukan yang dikerjakan mesin
yang sesuai untuk pemasangan kaitan tumpuan putar. Semua bagian jangkar
diperlukan saat pekerjaan pengecoran beton tahap pertama bersama dengan batang
angker utama sendiri yang harus dipasok dan dikirim oleh pabrik pembuat pintu
mendahului dari bagian pintu yang lain.

Kaitan tumpuan putar harus dari baja yang dudukannya dikerjakan mesin sesuai
dipasang di pelat dudukan pada balok tumpuan putar. Kaitan tumpuan putar tempat
dipasangnya pena putar yang terbuat dari baja tahan karat yang dipasang dengan
pengunci agar tidak berputar.

Kerangka baja dari jangkar untuk balok tumpuan putar direncana untuk mampu
menahan beban tumpuan putar dan mampu membagikan beban ke konstruksi beton.

4.6.4 Konstruksi Pintu, Lengan Pintu danTumpuan Putar

Konstruksi pintu, lengan pintu dan tumpuan putar direncana untuk memungkinkan
memperoleh kemudahan sewaktu pemasangan dan pemeliharaan selanjutnya.

Pintu akan terdiri dari jumlah yang minimum dari bagian terakit yang disatukan
dengan baut membentuk sebuah konstruksi yang kokoh dan kuat. Penggunaan
penopang kecil dihindarkan.

Konstruksi pintu terdiri dari pelat pintu baja lengkung ditopang disisi sebelah hilir
oleh bagian yang mendatar dan bagian penguat tegak pada tepinya.Bagian yang
mendatar dilas pada pelat daun pintu dan juga pada bagian penguat tepi yang nantinya
dirakitkan pada lengan pintu dengan baut.

Lengan pintu merupakan rangka dalam bentuk “A”, dikonstruksi dari siku baja canai
dibentuk penampang kotak. Lengan pintu mempunyai bantalan yang berada di
puncak.
64 Kriteria Perencanaan - Standar Pintu Pengatur Air Irigasi: Spesifikasi Teknis

Bantalan terbuat dari baja dan sesuai dipasangi bus brons melumas sendiri tanpa
pemeliharaan.

Pintu dibuat rapat air dibagian samping dan dasar terhadap pengaruh tekanan air dari
arah udik.

Perapat samping terbuat dari bilah karet berpenampang J, atau bahan lain yang
disetujui, dipasang pada pintu dengan picak penjepit dibaut dan sedemikian sehingga
rapat kepermukaan bagian samping yang tertanam.

Baut pengikat dari baja tahan karat dan rakitan perapat samping harus dapat distel dan
mudah dilepas bila diperlukan untuk pemeliharaan.

Roda penuntun samping (empat buah tiap pintu) dipasang pada bagian penguat ujung,
untuk menuntun gerak pintu sepanjang lintasannya. Roda penuntun berputar pada
bagian yang menyatu dengan bagian samping dan dilengkapi dengan pelat latun agar
dapat distel sesuai dengan kelonggaran yang diperlukan. Roda penuntun dilengkapi
dengan poros pendek terbuat dari baja tahan karat dan bus brons melumas sendiri
tanpa memerlukan pemeliharaan.

Perapat bawah dipergunakan batang kayu keras sesuai dengan bagian penguat pintu
horisontal sisi bawah dan dipasangkan dengan baut baja tahan karat, semua
ditunjukkan dalam gambar.

Pintu diangkat dengan sling baja yang dikaitkan pada kait pengangkat yang
dilekatkan disisi udik pelat pintu dekat ke gelagar horisontal terbawah pintu.

Kait pengangkat dibuat dari siku dan pelat disertai blok tap baja beserta bus brons
melumas sendiri tanpa pemeliharaan dan ruang untuk sekrup penyetel dari baja
tempa. Sekrup tersebut harus mampu menyetel panjang sling pengangkat pintu.
Sekrup penyetel satu ujungnya dibentuk porok yang dikaitkan dengan soket konis
tertutup yang dipasang pada ujung sling pengangkat pintu. Hubungan tersebut
dilengkapi dengan baut baja tahan karat termasuk mur dan pen penjamin belah.
Pintu Pengatur Debit 65

Untuk mencegah sling pengangkat pintu merusak cat pelat pintu, bilah baja tahan
karat, sebagai pelindung terhadap geseran sling, dilaskan pada pelat pintu seperti yang
ditunjukkan dalam gambar.

4.6.5 Anjungan Kerja

Sebuah anjungan kerja dari baja harus dibuat untuk setiap pintu, direncana untuk
menopang roda gigi penggerak dan beban karena operasi pintu.

Anjungan dilengkapi dengan pelat tumpu, baut pemegang dan lain-lain dibuat
sedemikian sehingga mampu menyesuaikan terhadap pengembangan dan penyusutan
akibat perubahan suhu.

Anjungan dilengkapi susuran tangan dan tiang, bagian dari dek tersebut yang tidak
tertutup oleh kotak roda gigi, bantalan dan lain-lain harus dipasangi dek dan pelat
bordes.

Anjungan kerja dibuat pekerjaan baja dilas yang terdiri dari dua potong gelagar baja
canai, membentuk bagian luar dan melintang pada bentangan pintu, dengan siku-siku
baja canai melintang (arah hulu-hilir) sebagai penumpu roda gigi penggerak. Siku-
siku tersebut dilobangi untuk pemasangan baut pemegang unit roda gigi.

Dek pelat bordes diperkuat, seperti ditunjukkan dalam gambar dengan picak baja
dilaskan pada bagian bawah dan pelat bordes, untuk mencegah pelengkungan yang
berlebih dari pelat. Pelat bordes dipasang pada kerangka baja dengan baut pengikat
kepala benam.

Susuran tangan dan tiang dibuat dari pipa baja lunak dan profil siku, seperti yang
ditunjukkan dalam gambar.

4.6.6 Unit Roda Gigi Penggerak Tipe I dan II

Tiap pintu radial dilengkapi dengan unit roda gigi penggerak tipe I atau tipe II
tergantung bentang dan tinggi pintu.Kedua tipe roda gigi yang tersusun dari gigi
66 Kriteria Perencanaan - Standar Pintu Pengatur Air Irigasi: Spesifikasi Teknis

cacing penopang dan unit roda gigi lurus yang diputar orang, yang mampu menahan
pintu menggantung dalam segala kedudukan bila engkol pemutar dilepas.

Unit roda gigi memutar dua teromol sling yang berada dianjungan kerja diatas kait
pengangkat pintu. Roda gigi tipe II perlu dilengkapi dengan sepasang roda gigi lurus
reduksi.Semua ditunjukkan dalam gambar.

Roda gigi penggerak dapat menggerakkan pintu dalam keadaan menerima beban air
maksimum yang ditentukan dengan tenaga satu orang lewat engkol putar.

Roda gigi penggerak direncana untuk gaya-gaya operasi normal dengan tegangan
diizinkan yang normal untuk bahan-bahan yang dipergunakan.

Gaya operasi normal memperhitungkan berat pintu dan semua gaya yang diperlukan
untuk mengatasi geseran diperapat pintu dan bantalan.

Roda gigi penggerak juga direncanakan untuk gaya abnormal yang diakibatkan macet
atau tertahannya pintu, untuk keadaan semacam ini tegangan diizinkan maksimum
adalah seperti tercantum dalam sub bab 1.21 dalam spesifikasi, untuk bahan yang
dipergunakan tidak dilampaui.

Gaya normal yang diberikan pada engkol putar diperhitungkan 13 kg. Diperhitungkan
pula bahwa seseorang dapat memberikan gaya maximum 40 kg dalam waktu singkat.
Sehingga gaya abnormal yang ditimbulkan akibat macet atau tertahan pintu
dipergunakan 3x gaya operasi normal.

Roda gigi penggerak tipe I dipergunakan untuk pintu radial yang mempunyai
ketentuan ukuran sebagai berikut:
(i) Pintu memiliki bentang bebas maksimum 2.500 mm.
(ii) Pintu memiliki bentang bebas maksimum 2.500 mm dengan tinggi pintu
maksimum 1.900 mm.
(iii) Pintu memiliki bentang bebas maksimum 2.000 mm dengan tinggi pintu
maksimum 2.200 mm.
Pintu Pengatur Debit 67

Roda gigi penggerak tipe II dipergunakan untuk pintu radial yang mempunyai
ketentuan ukuran sebagai berikut:
(i) Pintu memiliki bentang bebas lebih besar dari 2.500 mm sampai bentang bebas
maksimum 3.500 mm, dengan tinggi pintu maksimum 1.700 mm.
(ii) Pintu memiliki bentang bebas lebih besar dari 2.500 mm sampai bentang bebas
maksimum 3.500 mm, dengan tinggi pintu maksimum 2.200 mm.
(iii) Pintu memiliki bentang bebas lebih besar dari 2.500 mm sampai bentang bebas
maksimum 3.000 mm, dengan tinggi pintu maksimum 2.700 mm.

Roda gigi penggerak tipe I terdiri dari sebuah unit roda gigi cacing dan roda gigi lurus
lengkap dengan indikator kedudukan pintu, poros silang, dan teromol sling beralur
lengkap dengan sling pengangkat diameter 10 mm dan sebuah penumpu poros bawah.
Semuanya tersusun seperti ditunjukkan dalam gambar. Satu teromol sling mempunyai
flens untuk dapat dipasang kopling penyetel.

Roda gigi cacing dan gigi lurus lengkap dengan penumpu poros merupakan bagian
untuk kedua roda gigi penggerak tipe I dan II.

Roda gigi penggerak tipe II terdiri dari sebuah unit roda gigi cacing dan gigi lurus
lengkap dengan indikator kedudukan pintu, sepasang roda gigi lurus dan pinyon,
lengkap dengan penumpu bawah (yang sesuai pula untuk tipe I), poros silang lengkap
dengan kopeling bus (selongsong), dua buah teromol sling beralur lengkap dengan
sling pengangkat pintu diameter 12 mm dan penumpu teromol. Semuanya tersusun
seperti ditunjukkan dalam gambar. Sebuah teromol sling mempunyai flens untuk
dapat dipasang kopling penyetel.

Unit roda gigi cacing dan gigi lurus yang diputar tenaga orang mempunyai angka
reduksi 70:1.

Unit roda gigi terdiri dari roda gigi cacing dan gigi lurus yang dikerjakan mesin. Roda
gigi cacing dan gigi lurus bekerja dalam bak pelumas dan seluruh unit roda gigi
tertutup dalam rumah-rumahan yang sesuai yang direncana sejauh mungkin
68 Kriteria Perencanaan - Standar Pintu Pengatur Air Irigasi: Spesifikasi Teknis

mencegah masuknya debu bersama hembusan angin. Unit roda gigi dilengkapi pula
dengan engkol pemutar yang dapat dilepas.

Sebuah indikator kedudukan pintu dengan pembagian skala per 50 mm dipasang pada
unit roda gigi menunjukkan kedudukan muka bagian bawah pintu terhadap muka
ambang bawah.

Roda gigi lurus luar dan pinyon dikerjakan mesin dan mempunyai angka reduksi
2:1. Pinyon dipasang dengan pasak ke poros unit roda gigi sedang roda gigi lurus
dipasang dengan pasak ke poros silang. Suatu tutup dari kawat kasa dipasang
mengelilingi unit roda gigi untuk mencegah kecelakaan.

Teromol penggulung sling diberi alur untuk tempat sling pengangkat dan
dihubungkan ke unit roda gigi dengan poros silang baja yang ditumpu pada bantalan
bus brons yang melumas sendiri tanpa pemeliharaan. Pelat baja penutup yang dapat
dilepas dipasangkan diatas teromol penggulung sling.

Poros silang dilengkapi dengan sebuah kopling penyetel agar memungkinkan


penyetelan secara baik kedudukan sudut satu teromol penggulung terhadap yang lain.

Semua poros silang mempunyai satu diameter standar untuk memenuhi standarisasi.

Diameter minimum teromol beralur penggulung sling sebesar 19 kali diameter sling
pengangkat pintu.

Sling pengangkat pintu adalah sling kawat baja 6 x 36 kelompok tali bulat dengan inti
serat konstruksi 14/7 atau 7/7/1.

Kapasitas beban terputus minimum dari sling baja tidak boleh kurang dan 6x gaya
kerja normal sling.

Sling pengangkat adalah sling baja digalvanis yang mempunyai sebuah inti serat.
Sling dipersiapkan secara sendiri-sendiri untuk memperoleh panjang yang benar dan
sepatu ujung harus dipasang diujung sling sebagai pekerjaan pabrik sebelum dibawa
Pintu Pengatur Debit 69

ke lapangan. Sling dibungkus dan dipak secara baik untuk diangkut ke lapangan
dalam tempat yang direncanakan untuk mencegah kerusakan pada lapisan galvanis.

Sling dilapisi dengan suatu pelapis pelindung air yang sesuai dan/atau pelumas yang
ditentukan oleh pabrik pembuat sling dan bahan pelapis secukupnya diberikan untuk
keperluan pemeliharaan dan disertakan ke lapangan dan disimpan digudang bersama
dengan petunjuk pemakaian yang diperlukan.

Semua bantalan bus adalah jenis bus bronze melumas sendiri tanpa pemeliharaan.

Dilengkapi engkol pemutar yang dapat dilepas sesuai dengan detail dan ukuran yang
ditunjukkan dalam gambar, untuk operasi unit roda gigi. Gembok beserta kunci harus
disediakan untuk mencegah penggunaan unit roda gigi oleh yang tidak berwenang.

4.7 Pintu Otomatis

4.7.1 Umum

Pintu otomatis dibuat seperti yang ditunjukkan dalam gambar, untuk dipasang pada
bangunan pengatur elevasi atau pada saluran pembuangan akhir.

Pintu otomatis ditinjau dari faktor lokasi pemasangan ada dua tipe yaitu:
 Tipe klep seimbang, yang umumnya dipasang pada saluran gorong-gorong.
 Tipe pintu seimbang, yang umumnya dipasang saluran terbuka.

Pintu seimbang dibuat seperti yang ditunjukkan dalam gambar untuk dipasang pada
bangunan pengatur elevasi atau pada bangunan pembuangan akhir.
 Pintu Seimbang Rangka Lurus
 Pintu Seimbang Tipe Doell Beauchez
 Pintu Seimbang Tipe Vlugter
 Pintu Seimbang Tipe Van Veen

Pintu seimbang rangka lurus dibuat seperti yang ditunjuk dalam gambar untuk
dipasang pada bangunan gorong-gorong pembuang akhir, sedangkan pintu seimbang
70 Kriteria Perencanaan - Standar Pintu Pengatur Air Irigasi: Spesifikasi Teknis

Tipe: Doell Beauchez, tipe Vlugter dan Tipe Van Veen dipasang pada bangunan
pengatur elevasi air. Ketiga pintu klep seimbang terakhir dapat dilihat dalam gambar
tipe berikut ini:

R
Hwl

Gambar 4-1. Pintu Seimbang Rangka Lurus


Pintu Pengatur Debit 71

Gambar 4-2. Pintu Seimbang Tipe Doell Beauchez

Pintu otomatis tipe Doell Beauchez mempunyai balas tetap dan balas yang bisa diatur
posisinya tergantung kondisi air di hulu. Jika tinggi air di hulu turun sehingga tekanan
statis air berkurang maka pintu akan tidak seimbang sehingga pintu tidak bisa
membuka. Untuk itu balas digeser mendekat engsel sehingga momen putar pintu
menjadi lebih kecil. Dengan demikian pintu dapat membuka dalam keadaan tinggi air
lebih rendah. Ketelitian dalam desain keseimbangan pintu dapat dibantu dengan
adanya beban penyeimbang yang dapat disetel menurut kebutuhan.
72 Kriteria Perencanaan - Standar Pintu Pengatur Air Irigasi: Spesifikasi Teknis

Gambar 4-3. Pintu Seimbang Tipe Van Veen

Secara garis besar pintu tipe VanVeen ini dalam fungsi dan gerakan sama dengan tipe
Beauchez, hanya konstruksi pemberatnya (balas) menggunakan tangki yang isi air.
Pengaturan beban untuk mencapai keseimbangan dengan menambah dan mengurangi
isi air, konstruksi rangka pintu lebih sederhana dari tipe Doell Beauchez.
Pintu Pengatur Debit 73

Balas Gerak

Berat Pengimbang

R
H1 Drum
H2

Gambar 4-4. Pintu Seimbang Tipe Vlugter

Pintu seimbang tipe Vlugter hampirsama konstruksinya dengan tipe Sudut Begemann,
hanya daun pintu berbentuk drum. Beban pemberat dapat diatur dengan cara
menggeser posisi beban mendekat dan menjauhi engsel sesuai kebutuhan.

Para perencana diharapkan dapat mendesain secara teliti agar keseimbangan sesuai
kebutuhan dapat dipenuhi.

Bobot beban penyeimbang dapat diatur sepenuhnya dalam dua arah mendekati atau
menjauhi engsel putar, dengan menggunakan batang ulir penyetel. Semua pena dan
pen direncana mempergunakan baja tahan karat untuk menghindari korosi dan
74 Kriteria Perencanaan - Standar Pintu Pengatur Air Irigasi: Spesifikasi Teknis

bantalan dipasang bus dan bahan brons mampu melumas sendiri tanpa pemeliharaan.
Spesifikasi juga termasuk pengecatan pintu yang tercelup dalam air asin.

Pemasangan pintu ini dipermudah dengan menghubungkan kaitan bantalan penumpu


putar pada kerangka pintu, sehingga terjamin semua bagian telah saling terhubung.

Kehati-hatian harus dijaga selama pemasangan untuk menjamin keselamatan tenaga


kerja pemasang, karena pintu cenderung berayun membuka atau menutup selama
pemasangan.

Batang baja rangka tulangan ditunjukkan dalam gambar untuk dimasukkan dalam
beton ambang atas untuk mencegah keretakan pada beton.

Pintu klep baja dibuat untuk penggunaan didaerah yang tidak bergaram, sedang Pintu
Klep Seimbang Kayu dibuat untuk dipergunakan didaerah yang bergaram.

Pintu klep direncana agar mampu menahan tekanan hidrostatik sebelah hilir sesuai
dengan spesifikasi tanpa air disebelah lain. Pintu diberi bobot-lawan sedemikian
sehingga pintu mampu membuka otomatis saat muka air dihilir turun dibawah muka
air diudik dan akan menutup saat muka air sama tinggi. Tiap pintu terdiri dari
kerangka, pintu dengan sumbu putar dan bobot lawan.

4.7.2 Ukuran Pintu

Ukuran pintu (bentang dan tinggi) ditentukan oleh Direksi bila dipasang diproyek
irigasi baru atau oleh Direksi/pabrik pintu untuk pekerjaan eksploitasi dan
pemeliharaan (E&P).

Pintu untuk dipasang diproyek irigasi baru mempunyai ukuran standar sebagai
berikut:
(i) 1.000 mm bentang x 1.000 mm tinggi
(ii) 1.200 mm bentang x 1.200 mm tinggi
(iii) 1.400 mm bentang x 1.400 mm tinggi
(iv) 1.600 mm bentang x 1.600 mm tinggi
Pintu Pengatur Debit 75

(v) 1.800 mm bentang x 1.800 mm tinggi

Pintu Klep Seimbang dengan daun pintu baja dan kayu mempunyai ukuran standar
sama.

Ukuran pintu untuk penggantian dibangun lama pada pekerjaan E&P dipilih dalam
daerah standar ukuran pintu dalam tabel “Bagian Standar”, yang tercantum dalam
gambar. Bentang dan tinggi pintu berukuran bertahap seratus milimeter yakni 1200,
1300, ………….1600, 1700 dan seterusnya.

Bentang dan tinggi pintu bersama dengan muka air tertahan, tinggi bangunan dan
lain-lain dimasukkan dalam tabel “Detail Pintu Spesifik” di gambar pintu.

Berdasar keterangan ini suatu perbandingan dapat dibuat terhadap keterangan yang
terdapat dalam tabel “Bagian Standar”, ukuran penyesuai “X” dan jumlah unit bobot
lawan yang diperlukan untuk ditetapkan.

Tabel “Detail Pintu Spesifik” diisi sepenuhnya, hal ini memberikan keseluruhan detail
bagi pabrik pembuat pintu.

4.7.3 Kerangka Pintu

Tiap pintu harus menutup berpasangan dengan sebuah rangka baja persegi yang
dipasang pada bangunan/ bagian akhir saluran pembuangan/gorong-gorong. Kerangka
terdiri dari bagian-bagian yang dikerjakan dari kanal baja canai atau profil lain yang
sesuai, disambungkan sedemikian rupa dengan baut dan diberi jangkar untuk
memungkinkan pelurusan, pendataran dan pentautan secara teliti pada rangka
sebelum dicor beton. Penyetop dari kayu untuk pintu, lengkap dengan baut angker
harus disediakan sesuai dengan yang tercantum dalam gambar.

4.7.4 Pintu dan Pena Putar

Tiap pintu dikonstruksi berupa panel agar memudahkan pengangkutan, panel dirakit
dilapangan dengan baut untuk membentuk pintu jadi.Pena suai dipergunakan agar
76 Kriteria Perencanaan - Standar Pintu Pengatur Air Irigasi: Spesifikasi Teknis

menjamin perakitan yang teliti pada pintu.Paking karet setebal dua milimeter
dipasang disela sambungan untuk mencegah kebocoran air.

Bilah perapat karet dipasang sekeliling tepi pintu yang akan merapat terhadap flens
bagian kerangka kanal. Perapat karet dipasang ditempatnya dengan picak penjepit dan
baut baja. Pintu dilengkapi kait pengangkat seperti yang ditunjukkan dalam gambar.

Dua buah lengan pintu vertikal terbuat dari baja pelat ditekuk, dirakitkan ke pintu
dengan pena baja tahan karat dan memanjang keatas melewati batas dalam gorong-
gorong agar dapat dipasang tumpuan putar, seterusnya berakhir pada kerangka bobot-
lawan.

Tumpuan putar, tempat berputarnya pintu dipasangi bus brons melumas sendiri tanpa
pemeliharaan dan berputar pada pena putar pada kait yang dipabrikasi dan ditumpu
oleh rangka pintu.

Semua pintu baja, tiap panel pintu dikonstruksi dari pelat dilas pada picak dan terdiri
dari pelat pintu yang sesuai untuk diberi penguat mendatar dan dirakit dengan
kerangka segi empat mengelilingi pinggirnya.

Dalam hal pintu kayu dan baja, tiap panel pintu terdiri dari kerangka baja dengan unit
isian kayu.

Kerangka baja terdiri dari profil siku baja konstruksi dengan pengelasan di keempat
pojok, semua las digerenda rata.

Semua siku tegak panel mempunyai picak baja, dilaskan pada salah satu kaki profil,
untuk pemasangan penghubung pintu yang terbuat dari baja tahan karat dan pena
peletakan pintu. Semua las digerenda rata.

Unit isian kayu terdiri dari unit tengah, unit ujung atas dan unit ujung bawah,
semuanya dengan ketebalan standar 50 mm. Unit tengah memiliki tinggi total standar
300 mm, sedangkan ketinggian unit ujung atas dan unit ujung bawah ditunjukkan
dalam gambar, untuk menyesuaikan ukuran pintu tertentu yang dikehendaki.
Pintu Pengatur Debit 77

Unit kayu dirakitkan ke kerangka pintu panel dengan baut dan ditahan pada
tempatnya dengan pengikat baja seperti yang ditunjukkan dalam gambar.

Agar dapat dicegah kebocoran air antara unit-unit kayu, muka atas dan bawah dari
tiap unit dibuat lekuk untuk sambungan bibir lurus, seperti yang ditunjukkan dalam
gambar. Suatu membran karet dipasang disela bagian yang tegak dan sambungan
berimpit untuk mencegah kebocoran air, membran karet tersebut ditempelkan pada
salah satu kayu dengan suatu perekat.

Agar dapat diperoleh perapatan yang baik antara kayu dan kerangka baja, paking
karet setebal dua milimeter dipasang disela sambungan untuk mencegah kebocoran
air.

Semua kayu yang dipergunakan untuk konstruksi pintu adalah JATI (tectona
grandis), kayu berkekuatan kelas II dengan berat jenis rata-rata 700 kg/m3,
penyimpangan berat jenis tidak boleh melebihi + 15%.

Kayu harus memenuhi ketentuan NI-5 PKKI 1961 (Peraturan Konstruksi Kayu
Indonesia).

Uji kayu harus dilaksanakan sesuai dengan NI-5 PKKI 1961.

Perlindungan terhadap kayu untuk memenuhi persyaratan penggunaan dalam air


harus memenuhi ketentuan dalam NI-5 PKKI 1961.

4.7.5 Bobot-Lawan

Bobot lawan untuk tipe klep seimbang rangka lurus terdiri dari unit bobot lawan besi
tuang dengan ukuran penampang 200 mm x 40 mm dan panjangnya menyesuaikan
ketentuan pintu yang dikehendaki atau untuk tipe pintu seimbang lainnya beban
penyeimbang dapat dari beton dan air. Berat jenis besi tuang adalah 7210 kg/m4.
Jumlah unit yang diperlukan untuk pintu tertentu mengikuti ketentuan dalam
spesifikasi sub bab 4.7.2.
78 Kriteria Perencanaan - Standar Pintu Pengatur Air Irigasi: Spesifikasi Teknis

Bobot lawan selain berupa air dilengkapi dengan sekrup penyetel dan perakit yang
dipasang pada rangka bobot lawan. Kedudukan bobot lawan dapat diubah-ubah dan
akhirnya dikunci pada kedudukannya setelah pemasangan ditempat sehingga pintu
akan membuka otomatis saat muka air dihilir turun dibawah muka air rencana diudik
sebesar 10 cm atau kurang dan menutup bila muka air sama.

4.7.6 Elevasi Dasar Saluran

Endapan yang terjadi pada dasar saluran mengakibatkan pintu terganjal sehingga
tidak bisa menutup penuh. Untuk menghindari terjadinya endapan maka dasar saluran
dibagian bawah/hilir pintu dibuat lebih rendah 30 cm untuk daerah topografi terjal
sedangkan untuk daerah landai cukup 20 cm.

4.8 Pintu Sorong Kayu - Tipe Setang Penggerak Ganda

4.8.1 Umum

Pintu sorong kayu yang digerakkan orang tipe untuk saluran, seperti tercantum dalam
gambar, dibuat untuk dipasang pada pintu pengatur utama.

Tiap pintu direncana menahan dan bekerja terhadap tinggi air sebelah udik sampai
puncak pintu, kedudukan pintu berdiri pada ambang bawahnya dengan keadaan tanpa
air disebelah hilir.

Tiap pintu harus dapat diangkat keatas sepenuhnya dari ambang bawah pintu setinggi
pintu.

Untuk keperluan perhitungan geseran kerja pintu akibat beban air terhadap pintu,
dipergunakan koefisien geser 0,30 untuk baja tahan karat yang dimesin terhadap
brons.

Tiap pintu memiliki bagian-bagian rangka dengan Sponing dan permukaan perapat,
ambang bawah dan penumpu unit roda gigi, daun pintu kayu dan permukaan perapat,
setang dan roda gigi penggerak.
Pintu Pengatur Debit 79

Bantalan penopang setang dipergunakan bilamana ditentukan untuk mencegah tekuk


pada setang.

4.8.2 Ukuran Pintu

Ukuran pintu (bentang dan tinggi) ditentukan oleh Direksi bila dipergunakan untuk
proyek irigasi baru atau oleh Direksi/Pabrik Pembuat Pintu untuk proyek eksploitasi
& pemeliharaan.

Pintu yang dipergunakan untuk proyek irigasi baru mempunyai ukuran standar
sebagai berikut:
(i) 1.200 mm bentang bebas x 2.600 mm tinggi x 100 mm tebal
(ii) 1.500 mm bentang bebas x 2.200 mm tinggi x 100 mm tebal
(iii) 2.000 mm bentang bebas x 1.800 mm tinggi x 120 mm tebal
(iv) 2.500 mm bentang bebas x 1.400 mm tinggi x 120 mm tebal.

Ukuran pintu untuk penggantian pada bangunan lama pada proyek E&P dipilih dalam
daerah standar ukuran pintu dalam tabel “Bagian Standar” yang tercantum dalam
gambar. Bentang dan tinggi pintu berukuran bertahap seratus milimeter, yakni 1.200,
1.300, ……, 1.600, 1.700 dan seterusnya.

Bentang pintu dan tinggi bersama dengan muka air tertahan, tinggi bangunan dan
lain-lain, dimasukkan dalam tabel “Detail Pintu Spesifik”, pada gambar pintu.

Dari keterangan ini suatu perbandingan dapat dilakukan antara keterangan yang
tercantum dalam gambar dan dalam tabel “Bagian Standar”, panjang setang dan tebal
pintu dapat dipilih bersama dengan keperluan bantalan setang.

Tabel “Detail Pintu Spesifik” diisi sepenuhnya, hal ini memberikan keseluruhan detail
bagi pabrik pembuat pintu.

Apabila diperlukan ukuran setang dan tipe roda gigi dapat dicek dengan perhitungan
mengikuti tata cara dalam Lampiran III “Perencanaan Peralatan Pengangkat” dan
buku “Standar Perencanaan Irigasi” jilid KP-04.
80 Kriteria Perencanaan - Standar Pintu Pengatur Air Irigasi: Spesifikasi Teknis

4.8.3 Bantalan Penopang Setang

Bantalan penopang setang diperlukan apabila bagian panjang setang yang tidak
tertumpu melebihi ukuran yang tercantum digambar.

Bantalan penopang setang dipasang pada rangka pintu pada jarak tidak kurang dari
H + 270 mm atau pada jarak lebih besar dari 2.500 mm pada sumbu setang terukur
dari pena penghubung pintu sampai sisi bawah bantalan.

4.8.4 Kerangka Pintu

Kerangka pintu terdiri dari bagian sponing yang dipabrikasi dari profil baja konstruksi
U dan pelat, ambang bawah dan bagian penopang roda gigi. Bagian ambang bawah
dan penopang roda gigi dikaitkan ujung-ujungnya ke bagian sponing dengan baut.Bus
diperlukan dapat dilengkapi dengan bantalan penopang setang.

Bagian sponing memanjang dari permukaan ambang bawah sampai permukaan


teratas dinding dan akan menumpu dan menuntun pintu dalam gerakannya. Bagian
Sponing dilengkapi dengan perangkat penyetel agar dapat ditegakkan secara teliti dan
benar pada tempatnya dan terpegang erat pada coakan sewaktu dilakukan pengecoran
beton.

Pada bagian sponing dilengkapi dengan permukaan baja tahan karat yang dimesin
tempat pintu meluncur dan rapat memanjang dari permukaan ambang bawah sampai
puncak pintu saat kedudukan terbuka penuh. Pelat permukaan baja tahan karat
dilaskan ke sponing.

Bagian ambang bawah terbentuk dari profil siku baja tempat pintu bertumpu dan
rapat pada kedudukan tertutup penuh. Bagian ambang bawah dipasang dengan sekrup
pendatar untuk penyetelan dan mendatarkan rangka pintu saat dimasukkan dalam
coakan bangunan sebelum dilakukan pengecoran beton ditempat tersebut.

Bagian penumpu roda gigi terdiri dari sepasang profil baja U, direnggang untuk
menempatkan unit roda gigi penggerak pintu dan dihubungkan dengan baut ke bagian
Pintu Pengatur Debit 81

ujung atas dari bagian sponing. Bila diperlukan dapat dilas pelat penumpu roda gigi
melintang profil U, semuanya ditunjukkan dalam gambar.

Bantalan penopang setang dipabrikasi dari pelat baja termasuk bumbung baja sebagai
rumah bantalan. Bantalan penopang tersebut dikaitkan dengan bagian sponing
mempergunakan baut, semuanya ditunjukkan dalam gambar. Rumah bantalan sesuai
untuk dipasangi bus brons pada tempatnya dengan baut baja tap. Lubang baut pada
penumpu baut dibor dengan ukuran dilonggarkan untuk penyetelan bantalan
penopang.

Pelat latun dipasang antara bantalan penumpu dan bagian sponing.

4.8.5 Daun Pintu

Daun pintu dikonstruksi dari unit kayu yang diikat satukan dengan pelat baja dan
dirakit ditempatnya dengan baut pengikat, semuanya membentuk pintu yang kokoh.

Semua kayu yang dipergunakan dalam konstruksi pintu harus kayu kelas I dan
memenuhi ketentuan dalam NI-5 PKKI 1961 (Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia).

Apabila pintu kayu dibuat ditempat pintu akan dipasang, kayu kelas I setempat dapat
dipergunakan. Tegangan perencanaan yang diizinkan untuk kayu yang dipilih harus
memenuhi ketentuan dalam NI-5 PKKI 1961.

Pengujian kayu dilakukan menurut ketentuan NI-5 PKKI 1961.

Perlindungan kayu untuk memenuhi persyaratan pemakaian dalam air harus sesuai
dengan ketentuan dalam NI-5 PKKI 1961.

Unit kayu yang dipergunakan dalam konstruksi pintu adalah tinggi standar 200 mm
dengan tebal standar 100 mm atau 120 mm tergantung pada bentang pintu dan beban
air (periksa spesifikasi subbab 4.8.2).

Untuk mencegah kebocoran air antara unit kayu, muka atas dan bawah tiap unit
dibuat erong-erong untuk penempatan pasak. Pabrik pembuat pintu harus menjamin
82 Kriteria Perencanaan - Standar Pintu Pengatur Air Irigasi: Spesifikasi Teknis

bahwa sambungan erong-erong tersebut terpasang rapat untuk menjadi sambungan,


bermutu kelas I.

Agar diperoleh perapatan yang tepat antara daun pintu kayu dan bagian ambang
bawah kerangka pintu, sisi bawah unit kayu terbawah dibuat alur (pengos) seperti
ditunjukkan dalam gambar.

Penuntun gerakan pintu lateral dalam bagian sponing baja, balok menjelang balok
akhir dari unit atas dan bawah dipanjangkan secara lateral melebihi dari balok yang
lain, seperti ditunjukkan dalam gambar.

Empat pasang sabuk baja dibaut ke unit kayu untuk memegang unit-unit tersebut pada
tempatnya, sehingga membentuk struktur pintu yang kokoh.Tiap unit kayu
mempunyai empat baut sabuk yang menembusnya.

Dua pasang sabuk terluar yang juga sebagai bagian pengangkat dan akanberakhir
pada ujung atasnya pada kaitan setang penggerak.

Permukaan luncur dan perapat dipasang dengan baut pada sisi hilir pintu,
berpasangan dengan permukaan baja tahan karat yang ditempatkan dengan las pada
bagian sponing.

Permukaan luncur dan perapat adalah picak brons posfor dipersiapkan dan dibor
sesuai dengan yang ditunjukkan dalam gambar.

Baut-baut pengikat sebuah untuk tiap unit kayu, murnya berada masuk dalam coakan
unit kayu disisi udik, sehingga tidak ada mur atau ujung baut menonjol keluar
permukaan disisi udik pintu kayu, jadi menghindari goresan pada bagian sponing.

Cincin alas yang ukurannya dilebihkan dipasang terjepit mur untuk menghindari luka
pada kayu saat mur dikencangkan sebelum ditautkan, ter dioleskan dalam coakan
kayu.
Pintu Pengatur Debit 83

Kaitan penghubung setang penggerak, dibuat dari baja seperti ditunjukkan dalam
gambar kaitan ditautkan pada ujung atas sabuk pengangkat pintu dan diikat
ditempatnya dengan baut.

Setang penggerak pintu dihubungkan dengan kaitan dengan pena baja tahan karat
penghubung pintu.

4.8.6 Unit Roda Gigi Penggerak Pintu

Pintu sorong kayu dibuat dengan dilengkapi dengan unit roda gigi yang diputar orang
seperti yang ditunjukkan dalam gambar.

Pintudinaikkan dan diturunkan dengan unit roda gigi kerucut tengah yang
menggerakkan dua setang lewat poros silang.

Unit roda gigi standar tipe C dan D dipergunakan seperti yang ditunjukkan dalam
gambar. Unit roda gigi tipe C dioperasikan berkaitan dengan setang penggerak sedang
unit roda gigi tipe D dipasang ditengah untuk dioperasikan dengan roda kemudi (roda
tangan).

Diameter roda tangan penggerak adalah 700 mm.

Ukuran setang standar berdiameter luar 60 mm dengan kisar ulir 8 mm dapat


dipergunakan berpasangan dengan unit roda gigi tipe C.

Setang penggerak dilengkapi dengan kaitan untuk pemasangannya dengan daun pintu
termasuk penyetop pintu yang dapat distel diatas dan dibawah unit roda gigi
penggerak untuk membatasi gerak keatas dan kebawah pintu.

Bilamana diperlukan penutup pelat baja dapat dipasangkan diatas unit roda gigi
penggerak, seperti yang ditunjukkan dalam gambar.

Tutup tersebut dibuat dari pelat tebal 2 mm dan diberi penguat bilah ukuran 20 x 2
mm dengan pemotongan seperlunya.
84 Kriteria Perencanaan - Standar Pintu Pengatur Air Irigasi: Spesifikasi Teknis

Dilengkapi pintu masuk, dengan pengunci, pada tutup untuk memudahkan pekerjaan
perawatan unit roda gigi.Tutup dilengkapi dengan baut untuk pemasangan pada
bagian penumpu roda gigi.

4.9 Pintu Sorong Kayu - Tipe Setang Tunggal

4.9.1 Umum

Pintu sorong kayu yang digerakkan orang arab vertikal tipe setang tunggal mirip
dengan pintu sorong setang ganda yang terdapat pada sub bab 4.8.1 sampai dengan
4.8.6 pada spesifikasi, kecuali yang ditentukan dalam spesifikasi bab dibawah ini.

4.9.2 Ukuran Pintu

Pintu yang dipasang di proyek irigasi baru mempunyai ukuran standar sebagai
berikut :
(i) 1.500 mm bentang bebas x 1.400 mm tinggi x 80 mm tebal
(ii) 1.200 mm bentang bebas x 1.200 mm tinggi x 80 mm tebal
(iii) 1.000 mm bentang bebas x 1.000 mm tinggi x 80 mm tebal
(iv) 800 mm bentang bebas x 800 mm tinggi x 80 mm tebal

Ukuran pintu maximum dengan mur penggerak tunggal adalah1.500 mm bentang


bebas x 1.400 mm tinggi x 80 mm tebal.

4.9.3 Bantalan Penopang Setang

Bantalan penopang setang harus dipasang untuk panjang setang yang tidak tertumpu
mencapai lebih dari ukuran yang ditunjukkan dalam gambar.

Bantalan penopang setang dipasang pada kerangka pintu pada jarak tidak kurang dari
H + 350 mm atau pada jarak lebih dari 2.500 mm terukur pada sumbu setang dari
pena penghubung pintu sampai garis tengah bantalan.

Bantalan penopang setang terbuat dari profil baja konstruksi lengkap dengan pelat
landasan untuk ikatan baut ke bagian sponing dan sebuah rumah bantalan.
Pintu Pengatur Debit 85

Rumah bantalan dipabrikasi dari baja seperti yang ditunjukkan pada gambar dan dibor
untuk pemasangan pada profil U dengan baut. Pada rumah bantalan dipasang bus
brons yang ditempatkan dengan baut tanam baja. Lubang baut pada pelat ujung profil
U dan yang pada rumah bantalan dibor dengan ukuran lebih untuk memungkinkan
melakukan penyetelan bantalan penopang setang.

4.9.4 Daun Pintu

Unit kayu yang pergunakan untuk konstruksi pintu mur tunggal mempunyai tinggi
standar 200 mm dengan tebal standar 80 mm.

Tiga pasang sabuk baja harus dipasang dengan baut ke unit kayu sebagai pemegang
tiap unit pada tempatnya, sehingga membentuk pintu yang kokoh. Tiap unit kayu
mempunyai tiga baut sabuk yang menembusnya.

Pasang sabuk tengah juga sebagai bagian pengangkat pintu dan berakhir pada ujung
atas pada kaitan setang penggerak.

4.9.5 Unit Roda Gigi Penggerak Pintu

Pintu sorong kayu dilengkapi dengan roda gigi penggerak seperti tercantum dalam
gambar.

Pintu dinaikkan dan diturunkan dengan unit roda gigi standar tipe B, dipasang
ditengah dan memutar setang penggerak tunggal. Unit roda gigi dilengkapi dengan
roda kemudi (roda tangan) dengan diameter 700 mm.

Sebuah setang standar dengan ukuran diameter luar 60 mm dan kisar ulir 8 mm
dipergunakan berpasangan dengan unit roda gigi penggerak.

Setang penggerak dilengkapi dengan kaitan untuk berpasangan dengan daun pintu,
dan penyetop pintu yang dapat diatur diatas dan dibawah unit roda gigi penggerak,
untuk membatasi gerak pintu keatas maupun kebawah.
86 Kriteria Perencanaan - Standar Pintu Pengatur Air Irigasi: Spesifikasi Teknis
Pintu Pengatur Elevasi Muka Air 87

5. BAB V
PINTU PENGATUR ELEVASI MUKA AIR

5.1 Umum

Pintu pengatur elevasi muka air pada bangunan bagi adalah pintu sorong /pintu
stoplog yang dipasang sedemikian sehingga dapat mengatur permukaan air di hulu
bangunan bagi dengan cara melepaskan air kehilir lewat atas pintu (over flow).
Pengaturan air pada bangunan bagi harus didesain agar air lewat atas pintu (over
flow), sehingga air tidak terlalu drop. Lokasi pintu pengatur pada bangunan bagi
seperti pada sketsa dibawah ini:

Saluran Primer pintu pengatur elevasi


muka air

Gambar 5-1. Pintu Pengatur Elevasi Muka Air

Untuk maksud itu, maka ditentukan perencanaan untuk pengatur elevasi pada
bangunan bagi menggunakan tipe sebagai berikut.

5.2 Jenis Pintu Pengatur Elevasi Muka Air

5.2.1 Pintu Pengatur Elevasi Tipe Stoplog

Pintu pengatur elevasi dengan menggunakan tipe stoplog dibatasi pada ukuran
maksimum lebar 1 meter dan tinggi 1 meter. Ketebalan kayu perbatang stoplog 8 cm
dan tinggi 10 cm. Bahan kayu jati atau kayu lain yang harus memenuhi dari segala
segi, ketentuan dalam NT-5 PKKI 1961 “Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia”.
88 Kriteria Perencanaan - Standar Pintu Pengatur Air Irigasi: Spesifikasi Teknis

Tiap batang stoplog harus dilengkapi alat pemegang yang digunakan saat mengangkat
tiap batang dari stoplog.

Pada sponing/alur stoplog supaya dilengkapi dengan alat pengunci sedemikian


sehingga batang stoplog tidak mudah diangkat oleh orang yang bukan petugas pintu.

Guna menjamin kebocoran yang terjadi dalam penggunaan stoplog ini maka dalam
pemasangannya harus menggunakan rangka pengarah pada tiga sisi tumpuan (dua
disamping dan satu didasar) dengan bahan baja siku 80 x 80 mm seperti pintu sorong.

5.2.2 Pintu Sorong Ganda

Pemilihan pintu sorong ganda untuk pintu pengatur elevasi muka air disebelah hulu
pintu digunakan hanya untuk ukuran pintu pengatur dengan bentang 2,500 mm> B >
1.000 mm. Pintu pengatur dengan ukuran tersebut menggunakan dua drat setang dan
dilengkapi dengan alat penggerak roda gigi tipe B,C,D sesuai gambar PA-03 atau PA
03 addendum. Konstruksi pintu ini menggunakan sistem perapat bahan seal karet
dengan bentuk–bentuk sebagai berikut:

tipe note balok


tipe note balok
tipe balok tipe note balok miring
segi empat tipe V

Gambar 5-2. Pintu Sorong


Pintu Pengatur Elevasi Muka Air 89

Tipe note balok umumnya dipasang pada perapat sisi pier atau pada bagian atas
(bentuk gorong-gorong), sedangkan tipe balok dipasang sebagai perapat pada dasar
pintu.

Pemasangan pintu sorong ganda sebagai pintu pengatur elevasi air membutuhkan
bangunan (beton) ambang tetap. Fungsi operasional pintu tipe ini adalah agar dapat
mengatur elevasi muka air disebelah hulu melalui bukaan atas (overflow) dalam
kondisi debit air saluran masuk normal dan bukaan bawah (underflow) bila keadaan
debit air saluran masuk dibawah normal. Pengoperasian pintu ini independen.
90 Kriteria Perencanaan - Standar Pintu Pengatur Air Irigasi: Spesifikasi Teknis

Sketsa pemasangan dilokasi bangunan bagi:

Decksert Alat Angkat


Jembatan Kerja

El.air

Pintu Atas

Ambang Tetap

Pintu Bawah

Dasar Saluran

Potongan memanjang saluran

Gambar 5-3. Sketsa Pemasangan Bangunan Bagi


Pintu Pengatur Elevasi Muka Air 91

Karena pintu daun ganda difungsikan untuk mengatur keluaran air lewat atas dan
lewat bawah, maka masing-masing pintu dapat dioperasikan naik-turun secara
independen. Pintu bawah mempunyai sistem seal pada keempat sisi sedangkan pintu
atas mempunyai sistem seal pada tiga sisi yaitu dua disamping dan satu pada dasar
daun pintu.

5.2.3 Pintu Sorong Digabung dengan Ambang Tetap

Alternatif untuk pintu pengatur elevasi air dapat digunakan pintu sorong yang
dipasang digabung dengan ambang tetap. Skema pemasangan seperti sketsa dibawah
ini.

Alat Angkat

Decksert Jembatan Kerja

Pintu Pengetur Elevasi

½H

Gambar 5-4. Pintu Sorong Digabung dengan Ambang Tetap

Pintu pengatur dapat bergerak naik turun/membuka menutup air guna mengatur
elevasi muka di hulu pintu pengatur. Pengaturan elevasi dengan tipe pintu gabungan
ini agar keluaran air hanya lewat atas pintu (overflow). Dengan demikian elevasi
92 Kriteria Perencanaan - Standar Pintu Pengatur Air Irigasi: Spesifikasi Teknis

muka air di hulu selalu dapat dijaga dengan kata lain air di hulu tidak terlalu rendah
sehingga dapat mengganggu aliran ke saluran bagi.

Konstrukasi pintu sorong yang dipasang menggunakan dua drat setang yang
dilengkapi dengan roda gigi tipe B, C dan D pada standar gambar dalam buku PA-
03,dengan sistem seal karet pada tiga sisi.

Ukuran pintu (bentang dan tinggi) ditentukan oleh Direksi atau oleh Direksi/Pembuat
Pintu dalam hal yang berkaitan dengan kontrak, termasuk ukuran setang dan tipe roda
gigi.

Pintu harus dirancang sedemikian sehingga kuat dan aman menahan beban rencana
sesuai dengan tinggi maksimum muka air di hulu serta dapat dioperasikan dengan
lancar.

Perhitungan rinci harus disiapkan oleh pihak pabrikan pembuat pintu dan disetujui
direksi.

Untuk perhitungan geseran gerakan pintu, yang disebabkan oleh tekanan air pada
pelat daun pintu, dipergunakan koefisien geseran 0,30 (koefisien gesek untuk baja
dikerjakan mesin terhadap brons).

Tiap pintu terdiri dari rangka yang disertai sponing penuntun dan pelat luncur
penyekat, ambang bawah dan bagian penumpu roda gigi, daun pintu mampu gerak
dalam kondisi bergesek dengan permukaan penyekat, setang penggerak dan roda gigi
penggerak.

5.3 Rangka Pintu

Rangka pintu terbuat dari sponing penuntun dari baja yang terbentuk dengan
melengkungkan pelat atau potongan baja profil siku disatukan dengan las membentuk
penampang “U” dengan bagian-bagian ambang bawah dan penumpu roda gigi.
Pintu Pengatur Elevasi Muka Air 93

Bagian penumpu roda gigi dan ambang bawah di hubungkan pada ujung-ujungnya
kebagian sponing dengan baut.

Bagian sponing memanjang dari permukaan ambang bawah sampai diatas bagian
puncak dinding, menumpu dan menuntun pintu sepanjang gerakannya. Angker baja
dilaskan pada sponing untuk menanamkannya secara kokoh dalam coakan struktur
bila dicor beton ditempat tersebut.

Bagian sponing diberi lapisan permukaan dari pelat baja tahan korosi yang
permukaannya dikerjakan mesin. Lapisan ini merupakan landasan luncur roda dan
perapat karetyang memanjang dari permukaan ambang bawah kebagian teratas pintu
saat posisi pintu terangkat penuh.

Pelat baja tahan korosi sebagai lapisan permukaan dipasang pada rangka pengarah
(sponing) dengan cara dilas dengan kawat las baja tahan korosi.

Ujung atas bagian sponing terdapat pelat tatakan yang dilaskan untuk memegang
bagian penumpu roda gigi, sedang bagian ujung bawah terdapat profil siku yang dilas
untuk pegangan ambang bawah.

Ambang bawah terdiri dari potongan baja profil siku/profil kanal yang permukaan
atasnya dilapisi pelat tahan korosi dikerjakan mesin untuk menumpu daun pintu dan
perapat karet pada saat posisi pintu tertutup penuh. Ambang bawah dilengkapi dengan
baut penyetel kerataan sewaktu dalam coakan struktur sebelum dilakukan pengecoran
beton.

Penumpu roda gigi terdiri dari sepasang potongan baja profil kanal, direnggangkan
untuk pemasangan roda gigi penggerak dan mengkaitkan pada pelat tatakan di ujung
atas bagian sponing dengan baut.

5.4 Daun Pintu

Daun pintu terbuat dari baja yang dilas terdiri dari pelat lebar yang diperkuat pada
bagian hulu/hilir dengan sederet mendatar potongan baja profil kanal dan bagian
94 Kriteria Perencanaan - Standar Pintu Pengatur Air Irigasi: Spesifikasi Teknis

sisi/pinggir tegak dan mendatar diperkuat dengan profil kanal yang sama dengan
penguat horizontal. Kotak-kotak pelat daun pintu diperkuat dengan pelat sirip tegak.

Pemasangan karet penyekat pada daun pintu dijepit pelat tahan karat dan dibaut
dengan baut tahan karat.

Daun pintu dipasangi permukaan sekat dari karet dan sepatu luncur terbuat dari
bronze yang dimesin sepanjang sisinya untuk berpasangan dengan yang ada dirangka.

Braket pengangkat dilas pada bagian atas daun pintu untuk mengkaitkan daun pintu
kesetang penggerak, dengan pen dari baja tahan karat.

5.5 Roda Gigi Penggerak Pintu

Pintu sorong untuk saluran dilengkapi dengan roda gigi penggerak pintu yang
digerakkan tenaga orang seperti terlihat dalam gambar dan ditunjukkan dalam tabel
“Bagian Standar”.

Pintu dinaikan dan diturunkan dengan unit roda gigi kerucut tengah yang memutar
dua mur penggerak lewat poros silang.

Unit roda gigi tipe B, C dan D dipergunakan seperti dalam tabel. Unit roda gigi tipe B
dan C dipergunakan menyatu dengan mur penggerak, sedang unit roda gigi D
dipasang di tengah untuk digerakkan dengan roda kemudi.

Apabila unit roda gigi tipe B dipergunakan maka diameter roda kemudi adalah 500
mm dan dengan unit roda gigi tipe C diameter roda kemudi adalah 700 mm.

Setang penggerak dilengkapi dengan pemegang untuk dapat dipasang daun pintu,
penyetop pintu mampu atur berada diatas dan dibawah unit roda gigi penggerak untuk
membatasi gerak pintu ke atas dan bawah.
Lampiran 95

LAMPIRAN

Lampiran: Daftar Gambar BI – 03

NO. GAMBAR JUDUL

WD 101 PINTU TERSIER DAN KUARTER


WD 102 PINTU SORONG UNTUK SALURAN DAN GORONG-GORONG -
SUSUNAN - LEMBAR 1
WD 103 PINTU SORONG UNTUK SALURAN DAN GORONG-GORONG -
DETAIL - LEMBAR 2
WD 104 PINTU SORONG UNTUK SALURAN DAN GORONG-GORONG -
DETAIL - LEMBAR 3
WD 105 PINTU SORONG UNTUK SALURAN - SUSUNAN - LEMBAR 1
WD 106 PINTU SORONG UNTUK SALURAN - DETAIL - LEMBAR 2
WD 107 PINTU ROMIJN - SUSUNAN - LEMBAR 1
WD 108 PINTU ROMIJN - SUSUNAN - LEMBAR 2
WD 109 PINTU ROMIJN - DETAIL - LEMBAR 3
WD 110 PINTU ROMIJN - DETAIL - LEMBAR 4
WD 111 PINTU ROMIJN - PENGUKUR - LEMBAR 5
WD 112 PINTU ROMIJN - PENGUKUR - LEMBAR 6
WD 113 PINTU CRUMP - DE GRUYTER - SUSUNAN - LEMBAR 1
WD 114 PINTU CRUMP - DE GRUYTER - DETAIL - LEMBAR 2
WD 115 PINTU CRUMP - DE GRUYTER - DETAIL - LEMBAR 3
WD 116 PINTU CRUMP - DE GRUYTER - PENGUKUR - LEMBAR 4
WD 117 UNIT RODA GIGI PENGGERAK PINTU TIPE A - SUSUNAN
WD 118 UNIT RODA GIGI PENGGERAK PINTU TIPE B DAN C –
SUSUNAN
WD 119 UNIT RODA GIGI PENGGERAK PINTU TIPE D - SUSUNAN
WD 120 UNIT RODA GIGI PENGGERAK PINTU TIPE B DAN C - DETAIL
BAGIAN
WD 121 UNIT RODA GIGI PENGGERAK PINTU TIPE D - DETAIL
BAGIAN
WD 122 UNIT RODA GIGI PENGGERAK PINTU TIPE B,C & D - DETAIL
BAGIAN
96 Kriteria Perencanaan - Standar Pintu Pengatur Air Irigasi :Spesifikasi Teknis

NO. GAMBAR JUDUL

WD 123 PINTU RADIAL - SUSUNAN - LEMBAR 1


WD 124 PINTU RADIAL - SUSUNAN - LEMBAR 2
WD 125 PINTU RADIAL - DETAIL - LEMBAR I
WD 126 PINTU RADIAL - DETAIL - LEMBAR 2
WD 127 PINTU RADIAL - DETAIL - LEMBAR 3
WD 128 PINTU RADIAL - DETAIL - LEMBAR 4
WD 129 UNIT RODA GIGI PENGGERAK PINTU RADIAL TYPE I -
SUSUNAN
WD 130 UNIT RODA GIGI PENGGERAK PINTU RADIAL TYPE II -
SUSUNAN
WD 131 UNIT RODA GIGI PENGGERAK PINTU RADIAL TYPE I & II -
DETAIL BAGIAN - LEMBAR 1
WD 132 UNIT RODA GIGI PENGGERAK PINTU RADIAL TYPE I & II -
DETAIL BAGIAN - LEMBAR 2
WD 133 UNIT RODA GIGI PENGGERAK PINTU RADIAL TYPE I & II -
DETAIL BAGIAN - LEMBAR 3
WD 134 UNIT RODA GIGI PENGGERAK PINTU RADIAL TYPE I & II -
DETAIL BAGIAN - LEMBAR 4
WD 135 UNIT RODA GIGI PENGGERAK PINTU RADIAL TYPE I & II -
DETAIL BAGlAN - LEMBAR 5
WD 136 UNIT RODA GIGI PENGGERAK PINTU RADIAL TYPE I & II -
DETAIL BAGlAN - LEMBAR 6
WD 137 UNIT RODA GIGI PENGGERAK PINTU RADIAL TYPE II
DETAIL BAGIAN - LEMBAR 7
WD 138 KLEP SEIMBANG - SUSUNAN
WD 139 KLEP SEIMBANG - DETAIL - LEMBAR 1
WD 140 PINTU KLEP SEEMBANG - DETAIL - LEMBAR 2
WD 141 PINTU KLEP SEIMBANG - DETAIL - LEMBAR 3
WD 142 PINTU SORONG KAYU – SUSUNAN
WD 143 PINTU SORONG KAYU - DETAIL - LEMBAR 1
WD 144 PINTU SORONG KAYU - DETAIL – LEMBAR 2
WD 145 PINTU SORONG KAYU DETAIL – LEMBAR 3

Anda mungkin juga menyukai