Anda di halaman 1dari 14

Tugas Makalah Kewirausahaan

Kajian Mengenai Entrepreneur University

Oleh :

Thoriq Yusuf Nurhadi

NIM: 22072075

PRODI D3 TEKNIK MESIN

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2022
BAB I

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Pemerintah dan seluruh stake holder yang terlibat merupakan unit yan

g bertugas melakukan riset, membina, dan mengembangkan UKM, agar

memiliki wawasan dan pengetahuan tentang kewirausahaan. Berbagai akt

ivitas yang dilakukan oleh beberapa kementrian dengan tujuan untuk men

gembangkan budaya social kewirausahaan di lingkungan akademik dan m

asyarakat. Pusat Pengembangan Kewirausahaan di perguruan tinggi mer

upakan salah satu pusat studi yang berperan sebagai wadah pelaksanaan

Tri Dharma Perguruan Tinggi bagi para civitas akademika yang memiliki p

engetahuan entrepreneurship. Berbagai alternative kegiatan yang dapat di

laksanakan, agar perguruan tinggi menjadi pusat kajian dan pengembang

an kewirausahaan yang mandiri, inovatif, profesional serta mampu membe

ri solusi terhadap permasalahan masyarakat lokal dan perkembangan glo

bal. Upaya tersebut diharapkan untuk menciptakan sumber daya manusia

yang tangguh sehingga mampu menciptakan lapangan kerja bagi para lul

usan PT maupun pembinaan dan pendampingan kegiatan usaha ekonomi

masyarakat.1

Program-program kewirausahaan untuk mahasiswa diluncurkan oleh b

eberapa kementerian sebagai respon atas tingginya pengangguran alumn

us perguruan tinggi. Data pengangguran terdidik di Indonesia berdasarkan

1
Abd. Rahman Rahim, A. R. & Basri Basir, . Peran kewirausahaan dalam membangun ke
tahanan ekonomi bangsa. Jurnal Economic Resource, 1(2), (2019), 130-135. Hlm. 130-
131
data Badan Pusat Statistik menunjukkan, jumlah pengangguran sarjana p

ada Februari 2013 telah mencapai 360.000 orang, atau 5,04% dari total p

engangguran yang mencapai 7,17 juta orang.3 Organization for Economic

Cooperation Development (OECD) melaporkan lulusan perguruan tinggi In

donesia gagal mengimbangi keinginan pasar. Banyak perusahaan sulit me

nemukan orang yang bisa berpikir kritis dan mampu membuat transisi yan

g mulus dalam bekerja. Hal ini ditengarai karena lulusan perguruan tinggi

biasanya tidak memiliki pengalaman kerja yang cukup. Kualitas lulusan ya

ng tidak sesuai dengan kebutuhan dunia kerja itulah yang kemudian meny

ebabkan penyerapan lulusan sarjana di dunia kerja mengalami pelambata

n. Pendidikan kewirausahaan akan semakin digalakkan di perguruan tingg

i agar lulusan perguruan tinggi mampu mandiri. Pendidikan kewirausahaa

n di perguruan tinggi diharapkan bisa menyiapkan mahasiswa untuk beran

i mandiri, tidak lagi terfokus menjadi pencari kerja. 2

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam makalah ini adalah:

1. Apa itu Entrepreneurship?

2. Bagaimana sejarah perkembangan dari Entrepreneurship?

3. Apa itu Entrepreneurship university?

4. Apa saja tipe-tipe dari aktivitas Entrepreneur?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penulisan

2
Lilik Rahmawati, Pengembangan Kewirausahaan Islam di UIN Sunan Ampel Surabaya
Menuju Islamic Entrepreneurial University. OECONOMICUS Journal of Economics, 3(1),
(2018), 81-100. Hlm. 81-82
A. Tujuan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah:

1. Untuk mengetahui pengertian dari Entrepreneurship

2. Untuk mengetahui bagaimana sejarah perkembangan

Entrepreneurship

3. Untuk mengetahui definisi dari Entrepreneurship university

4. Untuk mengetahui apa saja tipe-tipe dari aktivitas

Entrepreneurship

B. Manfaat

Manfaat dari penulisan ini secara teoritis, penelitian ini diharapkan dap

at menambah dan melengkapi kajian-kajian mengenai kewirausahaan. Se

cara praktis, penelitian ini juga dapat bermanfaat kepada beberapa pihak

yaitu pertama, bagi mahasiswa dapat menambah wawasan kewirausahaa

n dan terbentuk jiwa enterpreneur yang senantiasa berpikir, bersikap, dan

bertindak kreatif dan inovatif Kedua, bagi pimpinan perguruan tinggi sebag

ai sumbangan informasi untuk menentukan kebijakan pengembangan ara

h program kewirausahaan di Universitas Negeri Padang. Ketiga, bagi pen

eliti lain untuk digunakan sebagai bahan referensi melanjutkan maupun m

engembangkan penelitian sejenis.

5.
BAB II

Pembahasan

A. Konsep Entrepreneurship

Kewirausahaan pertama kali muncul pada abad 18 diawali dengan pe

nemuan-penemuan baru seperti mesin uap, mesin pemintal, dll. Tujuan ut

ama mereka adalah pertumbuhan dan perluasan organisasi melalui inova

si dan kreativitas. Keuntungan dan kekayaan bukan tujuan utama. Secara

sederhana arti wirausahawan (entrepreneur) adalah orang yang berjiwa b

erani mengambil resiko untuk membuka usaha dalam berbagai kesempat

an Berjiwa berani mengambil resiko artinya bermental mandiri dan berani

memulai usaha, tanpa diliputi rasa takut atau cemas sekalipun dalam kond

isi tidak pasti.3

Joseph Schumpeter menjelaskan wirausahawan adalah seorang inova

tor yang mengimplementasikan perubahanperubahan di dalam pasar mela

lui kombinasi-kombinasi baru. Penrose mengartikan sebagai kegiatan kew

irausahaan mencakup indentifikasi peluang-peluang di dalam system ekon

omi. Kapasitas atau kemampuan manajerial berbeda dengan kapasitas ke

wirausahaan. Kesimpulan dari kewirausahaan adalah proses penciptaan s

esuatu yang berbeda nilainya dengan menggunakan usaha dan waktu yan

g diperlukan, memikul resiko finansial, psikologi dan sosial yang menyertai

nya, serta menerima balas jasa moneter dan kepuasan pribadi. Istilah wira

usaha muncul kemudian setelah dan sebagai padanan wiraswasta yang s

3
Anonim, “Hakikat dan Konsep Dasar Kewirausahaan” 4 Juli 2019, diakses dari
https://binus.ac.id/entrepreneur/2019/07/04/hakikat-dan-konsep-dasar-kewirusahaan/
pada 6 September 2022
ejak awal sebagian orang masih kurang sreg dengan kata swasta. Persep

si tentang wirausaha sama dengan wiraswasta sebagai padanan entrepre

neur. Perbedaannya adalah pada penekanan pada kemandirian (swasta)

pada wiraswasta dan pada usaha (bisnis) pada wirausaha. Istilah wirausa

ha kini makin banyak digunakan orang terutama karena memang penekan

an pada segi bisnisnya.4

Richard Cantilon menyatakan seorang entrepreneur sebagai seorang

yang membayar harga tertentu untuk produk tertentu yang kemudian

dijual dengan harga yang tidak pasti sambil membuat keputusan tentang

upaya mencapai dan memanfaatkan sumber daya dan menerima resiko

berusaha. J.B. Say memperkenalkan istilah entrepreneurship dalam

diskusi entrepreneur sebagai orang yang memindahkan sumber daya

ekonomi dari area yang produktivitasnya rendah area yang

produktivitasnya tinggi. Peter F. Druker juga menyatakan agar tercapainya

hasul maka sumber daya yang harus dialokasi ke peluang-peluang dan

bukan ke masalah-masalah, maksimalisasi peluang merupakan sebuah

definisi yang berarti, bahkan sangat tepat untuk pekerjaan entrepreneurial.

Peter F. Druker mengimplikasi bahwa efektivitas bukanlah efisiensi yang

bersifat esensial di dalam lingkungan bisnis.5

B. Sejarah Perkembangan Entrepreneurship

Pada periode awal, definisi dari entrepreneur adalah sebuah “go -

between”. Contohnya adalah Marco Polo yang berusaha membangun

4
Ibid
5
M. Muchson. Entrepreneurship (Kewirausahaan). , (2017) Guepedia. Hlm. 13-14
sebuah jalur perdagangan ke arah timur jauh. Marco Polo

menandatangani sebuah kontrak dengan peminjam untuk menjual

barangnya. Kontrak pada zaman ini umumnya menyediakan pinjaman

pada peminjam (petualang) pada tingkat bunga 22,5% termasuk asuransi.

Saat penjual (petualang) berhasil menjual barangnya, keuntungan akan

dibagi antara penjual (petualang) dengan pemberi modal. Biasanya

pemberi modal mendapatkan lebih. Istilah Entrepreneur mengalami sedikit

perubahan pada zaman tengah (middle ages). Entrepreneur diartikan

sebagai seorang yang mengatur sebuah proyek produksi yang besar.

Individu ini tidak mengambil resiko apapun, tapi hanya mengatur proyek

dengan menggunakan sumber daya yang telah disediakan, biasanya oleh

pemerintahan suatu negara.

Entrepreneurship mulai ada sebelum abad 17, pada masa ini sejarah

mengenai entrepreneurship dibagi 6


dalam beberapa periode. Pada

periode awal entrepreneurship hanya dijelaskan secara sederhana, saat

itu para pedagang melakukan pertukaran dagangan dan juga beberapa

orang memberikan pinjaman modal kepada para pedagang. Memasuki

periode tengah, entrepreneurship sedikit mengalami perubahan, pada

masa ini istilah entrepreneur diberikan kepada orang yang memiliki usaha

produksi yang besar dan individu ini mengatur bagaimana jalannya

produksi. Memasuki abad 17, entrepreneur diartikan sebagai orang yang

terikat kontrak dengan pemerintah dalam usaha mereka. Abad 18,

entrepreneur adalah orang yang memiliki modal dan individu ini berbeda

6
Dikutip dari http://library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2006-2-00986-MNSI_bab
%202.pdf pada 6 September 2022 Hlm. 6
dengan orang yang membutuhkan modal. Memasuki abad 19 hingga saat

ini, entrepreneur bukan lagi diartikan sebagai seorang manajer yang

mengatur jalannya bisnis tetapi merupakan individu yang memiliki usaha

sendiri dan modal sendiri.7

Sedangkan di Indonesia, entrepreneurship mulai dikenal sejak masa

kolonial. Pada masa itu VOC menggunakan pribumi untuk melakukan

usaha demi keuntungan Belanda. Dan saat awal kemerdekaan, muncul

beberapa organisasi pedagang hingga saat ini banyak organisasi

pengusaha tersebar di Indonesia. Perkembangan entrepreneurship di

Indonesia

C. Entrepreneurship University

Tentunya ada cukup banyak alasan mengapa perlu Entrepreneurship

University. Ada 7 aspek yang menjadi pendorong, yaitu8:

1. Semakin meningkatnya minat dan upaya masyarakat untuk

menempuh pendidikan tinggi, yang berdampak kepada tanggung jawab

pemerintah untuk menyediakan pendidikan tinggi yang bermutu. Kondisi

ini terjadi tidak hanya di Indonesia, melainkan cenderung dialami juga di

Arnerika dan Negara-negara di Eropah. The massifiction of Higher

Education yang didorong oleh Employability Agerda menjadi focus

perhatian para peneliti di bidang pendidikan (Rinne dan Koivula 2009).

2. Employability Agenda merupakan aspek yang sangat penting,

dimana pemerintah telah berkcmitmen untuk membuka kesempatan bagi

7
Ibid hlm. 7-8
8
Hanif Al Kadri, Entrepreneur University Sebagai Suatu Kajian. (2011). Hlm. 14-17
warganegaranya untuk menempuh pendidikan, termasuk ke jenjang

pendidikan tinggi. Hal ini tercakup pada butir menimbang dalam Undang-

undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional yang menyatakan bahwa:". .. . ... sistem pendidikan

nasional harus marnpu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan,

peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan

untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan

kehidupan lokal, nasional, dan global". Hal ini menjadi beban yang cukup

besar untuk pemerintah menyediakan dukungan dana yang memadai agar

pendihkan yang diselenggarakan berkualitas. Disisi lain, masyarakat

(dalam ha1 ini mahasiswa) di wajibkan untuk turut menanggung beban

biaya pendidikannya melalui berbagai bentuk kontribusi pendanaan,

misalnya biaya kuliah per semester. Masyarakat yang telah mengeluarkan

biaya pendidikan tentunya berharap bahwa mereka akan memperoleh

layanan pendidikan yang berkualitas yang akan mendukung mereka pada

saat lulus untuk memperoleh pekerjaan dengan gaji yang meniadai (paling

tidak sebagai imbal balik atas biaya yang telah dikeluarkannya selama

menempuh pendidikan). Padahal dalam kenyataannya, pellingkatan

angkatan ke rja berpendidiltan (tinggi) kurang selaras dengan peningkatan

kesempatan kerja. Kondisi ini menyebabkan munculnya angka

pengangguran terdidik yang cukup tinggi. Rerdasarkan data BPS, Jumlah

lulusan Perguruan Tinggi di Indonesia yang berstatus penganggur terbuka

pada tahun 2012 adalah sebanyak 634.990, mereka terdiri dari lulusan D

LIIVIIVakademi sebanyak 196.780 orang dan Universitas sebanyak


438.210 orang. Jumlah lulusan Perguruan Tinggi di Indonesia yang masuk

kedalam kelompck setengah penganggur (bekeja dibawah jam kerja

normal atau kurang dari 35 jam perminggu) pada tahun 2012 (Sakernas

2012) jumlahnya bahkan lebih besar lagi. Untuk lulusan D I/II/III/akademi

sebanyak 687.944 orang dan Universitas sebanyak 1.662.5 12 orang.

Jumlah pengangguran ini disatu sisi mengindikasikan banyaknya lulusan

perguruan tinggi yang tidak sesuai dengan kebutuhan tenaga kerja.

Kemungkinan tidak sesuai dari berbagai aspek, misalnya jeniskeahlian

ataupun tingkat keahliannya Disisi lain kondisi tersebut dapat juga

menggambarkan rendahnya ketersediaan kesempatan kerja ataupun

rendahnya penciptaan lapangan kerja baru. Hal ini pada gilirannya

menyebabkan penciptaan pasar ke ja yang lebih terbuka dan kompetitif

bagi lulusan perguruan tinggi, yang kemudian membutuhkan respon

lembaga pendidikan untuk meningkatkan "kompetensi" kewirausahaan

mereka.

3. Tantangan Globalisasi. Masa depan kesempatan kerja bagi para

lulusan, dalarn konteks pasar ke rja global, ditandai dengan seringnya

tersedia kesempatan ke rja, jenis pekerjaan dan lokasi kerja yang sering

berubah melibatkan tenaga kerja potensial dengan jangka waktu kerja

kontrak ataupun terpaksa berwirausahal involuntary self employment

(Rajan et al, 1997). Hal ini menuntut kapasitas lulusan untuk mampu

berpikir dan bertindak secara lokal maupun global dengan cara wirausaha.

Kemampuan mereka untuk mengembangkan kapasitas ini menjadi hgsi


dari sifatlkarakter universitas itu sendiri serta strategi untuk menjemktani

hubungan lokal-global.

4. Strategi Lnternasionalisasi Universitas. Komitrnen untuk

mengimplementasikan internasionalisasi melibatkan unsur pengambiia~?

risiko kewirausahaan dark pilihan stratejik (Nights, 2003). 5. Konfigurasi

Global Knowledge telah memberikan nilai tambah kepada universitas

untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, menggalang ke rjasama

penelitian, pertukaran akademisi, meningkatkan kerjasama dalarn

program pendidikan jarak jauh, dan sebagainya. Kesemua ha1 tersebut

berpengaruh besar terhadap kapasitas penguasaan multi bahasa.

Pengaruh tersebsar terhadap internasionalisasi adalah munculnya Global

Knowledge Economy (Peter, 2003) yang substansinya dapzt dengan

mudah diakses melalui internet (Senges, 2007). Web secara efektif telah

mencakup monopoli pengetahuan lokal dan nasional yang secara

tradisional dinikmati oleh universitas. Hal ini juga telah menciptakan

kombinasi dan fokus baru untuk pengetahuan (Delanty, 2001) dalarn ha1

tidak dibedakamya disiplin tradisional dan lebih terbukanya terhadap

organisasi pengetahuan berdasarkan "perlu diketahui" clan isu masalah.

6. Kerjasama Regional dan Lokal. Peran regional dari perguruan tinggi

paling disorot di bidang transfer clan kerjasarna pengetahuan (Boucher et

a1 2003, Charles 2003 dan 2006, IHEP 2007, Arbo dan Benneworth

2008). Hubungan potensial antara kontribusi universitas terhadap inovasi

dan kontribusi terhadap pembangunan suatu daerah sudah sangat jelas

(Smith 2007). Jaringan kerjasama ini urnurnnya tercennin dari fokus


perturnbuh kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan penelitian, dan

pengembangan teknologi dan pengetahuan yang dieksplorasi universitas.

Dengan demikian istilah 'Enfrepreneuriul Univer.siry' sering dikaitkan

dengan gagasan universitas sebagai pusat inovasi (Sole-Parellada et al,

200 1). Tampaknya secara luas konteks bahwa kesuksesan inovasi selalu

meilbatkan proses yang sangat interaktif antara perguruan tinggi, industri

dan pemerintah. Proses keterlibatan seperti ini dikenzl dengan istilah

Model Triple Helix (Benner dan Sandstrom 2000, Shinn 2002 Leydesdorff

dan Meyer 2003, Zhou 2008, Etzkowitz 2008).

D. Tipe-tipe dari aktivitas Entrepreneurship


BAB III

Penutup

Anda mungkin juga menyukai