Anda di halaman 1dari 19

RANGKUMAN MATERI UJIAN TULIS

HUKUM PERDATA INTERNASIONAL

A. PERTEMUAN 1
“ISTILAH, DEFINISI, DAN RUANG LINGKUP HPI”
1. Istilah
1) Private International Law
2) International Private Law
3) Internationales Privaatrecht
4) Droit International Prive
5) Diritto Internazionale Privato
6) Conflict of Laws
2. Definisi
a. Menurut Prof. G.C. Cheshire (Inggris)
“Private International Law comes into operation whenever the court is faced with
a claim that contains a foreign element.”
“Hukum Perdata Internasional berlaku di pengadilan setiap kali terdapat gugatan
yang mengandung adanya unsur asing”
b. Menurut Prof. Cheshire
“Private International Law, then is that part of law which comes into play when
the issue before the court affects some fact, event, or transaction that is so closely
connected with a foreign system of law as to necessitate recourse to that system”
“Hukum Perdata Internasional adalah bagian dari hukum yang berperan ketika
terdapat masalah di pengadilan yang dapat mempengaruhi beberapa fakta,
peristiwa, ataupun transaksi yang memiliki hubungan erat dengan sistem hukum
asing, sehingga membutuhkan jalan untuk mendapat akses ke sistem tersebut”
c. Menurut Prof. R. H. Graveson
“The Conflict of Laws, or Private Internasional Law, is that branch of law which
deals with cases in which some relevant fact has a connection with another system
of law on either territorial or personal grounds, and may, on that account, raise a
question as to the application of one’s own or the appropriate alternative (ussually
foreign) law to the determination of the issue, or as to the exercise of jurisdiction
by one’s own or foreign courts”
“Hukum Perdata Internasional adalah cabang hukum yang menangani kasus-kasus
yang memiliki hubungan dengan sistem hukum lain, baik atas daasar teritorial
atau perihal pribadi. Yang dimana dalam kasus tersebut timbul pertanyaan
mengenai penerapan hukum mana yang harus digunakan atau alternatid yang
sesuai untuk penentuan masalah dan untuk pelaksanaan yurisdiksi oleh
pengadilan sendiri maupun asing”
d. Menurut Sudargo Gautama
“Hukum Perdata Internasional sebagai suatu keseluruhan peraturan dan
keputusan hukum yang menunjukkan stelsel hukum manakah yang berlaku atau
apakah yang merupakan hukum, jika hubungan-hubungan atau peristiwa antara
warga (warga) negara pada suatu waktu tertentu memperlihatkan titik-titik
pertalian dengan stelsel dan kaidah-kaidah hukum dari dua atau lebih negara yang
berbeda dalam lingkungan kuasa tempat, pribadi, dan soal-soal lainnya”
e. Menurut Prof. Mochtar Kusumaatmadja
“Hukum Perdata Internasional ialah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang
mengatur hubungan perdata yang melintasi batas negara. Dengan perkataan lain,
hukum yang mengatur hubungan hukum perdata antara para pelaku hukum yang
masing-masing tunduk pada hukum perdata (nasional) yang berlainan”
3. Sifat HPI
 Pandangan Internasionalistis
Tobias Asser yang merupakan Bapak dari Konvensi HPI di Den haag, memiliki
visi internasionalistis yang dimana Ia mencoba untuk mencari satu sistem HPI
melalui konvensi-konvensi Internasional dan berusaha untuk menciptakan
suatu macam HPI yang dapat diterima oleh semua negara di dunia.
Namun visi tersebut GAGAL, dikarenakan sangat tidak mungkin bagi seluruh
negara di dunia untuk mengaplikasikan satu sistem HPI yang sama. Karena
setiap negara memiliki;
1) Status personal
2) Prinsip Nasionalitas (Eropa Kontinental)
3) Prinsip Domisili (Anglo Saxon)
4. Masalah Pokok HPI
a. Hakim atau badan peradilan manakah yang berwenang untuk menyelesaikan
persoalan-persoalan yuridis yang mengandung unsur asing
b. Hukum manakah yang harus diberlakukan untuk mengatur dan atau
menyelesaikan persoalan-persoalan yuridis yang mengandung unsur-unsur asing
c. Bilamana atau sejauhmana suatu pengadilan harus memperhatikan dan mengakui
hak-hak atau kewajiban-kewajiban hukum yang terbit berdasarkan hukum atau
putusan hakim asing
5. Ruang Lingkup HPI
1) Choice of Law; Rechtstoepassingsrecht (yang tersempit)
Hukum Perdata Internasional hanya terbatas pada masalah hukum yang
diberlakukan (rechtstoepassingrecht). Di sini yang dibahas hanyalah masalah-
masalah yang berkenaan dengan hukum yang harus diberlakukan. Hal-hal lain
yang berkenaan dengan kompetensi hakim, status orang asing, dan
kewarganegaraan tidak termasuk bidang HPI. Sistem semacam ini dianut oleh
HPI Jerman dan Belanda
2) Choice of Law + Choice of Jurisdiction (yang lebih luas)
Menurut sistem ini, HPI tidak hanya terbatas pada persoalan-persoalan
conflict of law (tepatnya choice of law), tetapi termasuk pula persoalan conflict
of jurisdiction (tepatnya choice of jurisdiction), yakni persoalan yang bertalian
dengan kompetensi atau wewenang hakim. Jadi HPI tidak hanya menyangkut
masalah hukum yang diberlakukan, tetapi juga hakim manakah yang
berwenang. Sistem HPI yang lebih luas ini dikenal di Inggris, Amerika Serikat,
dan negara-negara Anglo Saxon lainnya.
3) Choice of Law + Choice of Jurisdiction + Condition des Etrangers (yang lebih
luas lagi)
Dalam sistem ini HPI tidak hanya menyangkut persoalan pilihan hukum dan
pilihan forum atau hakim, tapi juga menyangkut status orang asing (condition
des etrangers = statuutlingen = statuut). Sistem semacam ini dikenal di
negaranegara latin, yaitu Italia, Spanyol, dan negara-negara Amerika Selatan.
4) Choice of Law + Choice of Jurisdiction + Condition des Etrangers + Nationalite
(yang terluas)
Menurut sistem ini HPI menyangkut persoalan pilihan hukum, pilihan forum
atau hakim, status orang asing, dan kewarganegaraan (nasionalite). Masalah
kewarganegaraan ini menyangkut persoalan tentang cara memperoleh dan
hilangnya kewarganegaraan. Sistem yang sangat luas ini dikenal dalam HPI
Perancis, dan juga dianut kebanyakan penulis HPI.

CATATAN BUKU
SKEMA HPI
HPI

PERDATA PERDATA INTERNASIONAL TITIK TAUT WARGA


NEGARA

 Orang
Yang diatur didalam
 Benda
 perikata BW/KUHPERDATA
n
 Hukum mengenai Orang yang diatur dalam KUHPerdata biasanya adalah
mengenai hukum keluarga.

Perkawinan  Sah atau tidaknya perkawinan


Hukum Keluarga :  Pembatalan
Perceraian  Pre-nup (perjanjian pra nikah)
 Perdagangan Internasional dan perkawinan WNA juga termasuk dalam ruang
lingkup perdata internasional.
 Conflict of Law: seakan-akan terjadi adanya konflik norma
 Benda Bergerak
Tidak bergerak
Terdaftar (HAKI)

 Hukum perdata internasional diatur dalam konsep-konsep secara umunm,


karena belum ada undang-undang/kitab yang mengatur.
 Tujuan harus dimilikinya aturan:
1) Semakin banyak & involve di masyarakat
2) Keteraturan
3) Kestabilitasan
 Jika terjadi perkara, pertanyaan yang harus dijawab adalah;
1) Apa hukum yang digunakan?
2) Pengadilan mana yang berwenang?
3) Pelaksanaan putusan pengadilan atau arbitrase asing?
 Konsep hukum perdata internasional = ketertiban umum
 Hukum publik internasional = masalah antar negara
 Perdata internasional tidak sama dengan masalah antar negara
 Unsur perdata internasional:
1) Mengenai perdata (individu & privat)
2) Memiliki elemen asing (kewarganegaraan & tempat objek)
 Kata kunci perdata internasional;
!!!Hukum perdata yang memiliki unsur atau elemen asing!!!
B. PERTEMUAN 2

“SEJARAH UMUM DAN SUMBER HUKUM HPI”

1. Masa Imperium Romawi


 Kekuasaan imperium romawi yang sangat luas
 Dalam wilayah imperium romawi terdiri atas orang-orang romawi dan orang-
orang bukan romawi (bangsa taklukan/orang asing/peregrini)
 Peregrini tunduk pada hukum mereka sendiri
 Hubungan hukum antara peregrini dari 1 bangsa taklukan dengan peregrini dari
bangsa taklukan lain menggunakan ius gentium/laws of nation.
 Ius gentium:
Terdiri atas kaidah ius privatum dan ius gentium. Ius privatum berkembang
menjadi HPI dan ius gentium berkembang menjadi HI.
 Hubungan hukum antara orang romawi dan peregrini diselesaikan oleh hakim
pengadilan khusu yaitu prearetor peregrinis dengan menggunakan ius civile.
2. Asas HPI yang Berkembang pada Masa Romawi Kuno
a. Asas Lex Rei Sitae
Perkara-perkara yang menyangkut benda-benda tidak bergerak tunduk pada
hukum dimana benda itu berada.
b. Asas Lex Domicile
Hak dan kewajiban perseorangan harus diatur oleh hukum tempat kediaman
tetap.
c. Asas Lex Loci Contractus
Perjanjian (yang melibatkan pihak-pihak dari warga yang berbeda) berlaku
hukum dari tempat perjanjian di buat.
3. Masa Pertumbuhan Asas Personal (Abad ke 6-10 M)
 Akhir abad ke-6 bangsa romawi dikalahkan
 Ius civile tidak berlaku, berlaku prinsip personal, yaitu hukum yang berlaku
bergantung pada individu yang bersangkutan
4. Prinsip HPI yang Berkembang pada Masa Ini
1) Hukum yang berlaku pada setiap perkara atau proses penyelesaian sengketa
hukum adalah ’hukum personal pihak tergugat’.
2) Kemampuan untuk melakukan perbuatan hukum seseorang ditentukan oleh
‘hukum personal’ orang tersebut.
3) Proses pewarisan harus dilakukan berdasarkan ‘hukum personal dari pihak
pewaris’.
4) Peralihan hak atas benda harus dilakukan berdasarkan ‘hukum pihak
transferer’.
5) Penyelesaian perkara hukum akibat perbuatan melawan hukum dari pihak
pelaku perbuatan melawan hukum.
6) Pengesahan perkawinan dilakukan berdasarkan ‘hukum personal pihak
suami’.
5. Masa Renaisance dan Reformasi
 Adanya pergeseran dari prinsip personal kepada prinsip teritorial
 Setiap negara-kota memiliki statuta sendiri
 Mobilitas manusia semakin tinggi, termasuk perdagangan dan pendidikan
 Menimbulkan masalah-masalah yang menjadi bibit awal berkembangnya ilmu
HPI
6. Mazhab Italia Abad ke-14
 Bartolus De Sassoferato
1) Statuta suatu kota dapat dikelompokkan menjadi:
a. Statuta tentang status hukum seseorang (statuta personal)
b. Statuta tentang status benda (statuta realia). Mengikuti kuasa
tertorial.
c. Statuta tentang pembuatan hukum (statuta mixta)
2) Setiap jenis statuta dapat ditentukan lingkup berlakunya
 Statuta personalia objek pengaturannya adalah orang, dalam
persoalan-persoalan hukum yang menyangkut pribadi dan
keluarga.
 Statuta realia objek pengaturannya adalah benda/status hukum
dari benda. Jenis statuta ini pada dasarnya berlaku atas dasar
prinsip teritorial, artinya ia hanya berlaku didalam wilayah
kekuasaan penguasa kota yang memberlakukannya.
 Statuta mixta adalah statuta-statuta yang berkenaan dengan
perbuatan-perbuatan hukum oleh subjek hukum atau perbuatan-
perbuatan hukum terhadap benda-benda. Termasuk dalam hal ini
adalah perbuatan melawan hukum.
 Perkembangan Teori Statuta di Perancis
 Pada abad ke-16 provinsi-provinsi di Perancis memiliki sistem hukum
tersendiri yang disebut coutume
 Adanya keanekaragaman coutume tersebut dan makin meningkatnya
perdagangan antar provinsi, maka konflik hukum antar provinsi makin
meningkat pula
 Charles Dumoulin memperluas pengertian statuta personalia hingga
mencakup pilihan hukum (hukum yang dikehendaki oleh para pihak)
sebagai hukum yang seharusnya berlaku dalam perjanjian atau kontrak
 Bertrand D’Argentre yang harus diperluas itu adalah statuta realia,
sehingga yang diutamakn bukanlah otonomi (kebebasan) para pihak,
melainkan otonomi provinsi.
 Teori statuta di Belanda
 Prinsip dasar yang dijadikan titik tolak dalam teori Statuta Belanda
adalah Kedaulatan Ekslusif Negara. jadi statuta yang dimaksud adalah
hukum suatu negara yang berlaku di dalam teritorial suatu negara
 Berdasarkan ajaran D’Argentre, Ulrik Huber mengajukan tiga prinsip
dasar yang dapat digunakan untuk menyelesaikan perkara-perkara
HPI, yaitu;
1) Hukum dari suatu negara mempunyai daya berlaku yang
mutlak hanya di dalam batas-batas kedaulatannya saja
2) Semua oranng baik yang menetap maupun sementara, myang
berada di dalam wilayah suatu negara berdaulat harus menjadi
subjek hukum dari negara itu dan terikat pada hukum negara
itu
3) Berdasarkan alasan sopan santun antar negara (comitas
gentium), diakui pula bahwa setap pemerintah negara yang
berdaulat mengakui bahwa hukum yang sudah berlaku di
negara asalnya akan tetap memiliki kekuatan berlaku dimana-
mana sejauh tidak bertentangan dengan kepentingan subjek
hukum dari negara yang memberikan pengakuan itu
 Dianggap sebagai perbuatan hukum yang sah menurut hukum
setempat, harus diakui / dianggap sah juga di negara lain (termasuk
negara forum) meskipun hukum negara lain itu menganggap
perbuatan semacam itu batal
 Dianggap sebagai perbuatan hukum yang batal menurut hukum
setempat, akan dianggap batal di manapun juga termasuk di dalam
wilayah negara forum
7. Masa Modern
a. Von Savigny
 Pengakuan terhadap hukum asing bukan semata-mata berdasarkan asas
comitas, akan tetapi berpokok pangkal pada kebaikan atau kemanfaatan
fungsi yang dipenuhinya bagi semua pihak (negara atau manusia) yang
bersangkutan
 Cita-cita Manchini adalah mencapai unifikasi HPI melalui persetujuan-
persetujuan internasional, sedangkan Von Savigny ingin mencapainya dalam
wujud suatu HPI yang bersifat supra nasional
 Kenyataannya hingga kini belum dapat diberlakukan asas-asas HPI yang
seragam dan berlaku umum
 Setiap hubungan hukum selama ini harus diselesaikan menurut caranya
sendiri, dan inipun bergantung pada kebiasaan, undang-undang, putusan-
putusan pengadilan (yurisprudensi) di dalam masing-masing masyarakat
hukum
 Akhir-akhir ini terdapat kecenderungan kuat secara internasional untuk
membangun dan menetapkan kaidah-kaidah atau asas-asas HPI melalui jalur
dan mekanisme serta menuangkannya ke dalam sumber-sumber hukum
internasional publik (misalnya melalui konvensi-konvensi hukum
internasional).
 Contohnya seperti aturan-aturan dalam ICC (International Chamber of
Commerce), Incoterm (International Commercial Term) 2010, CISG (United
Nations Convention on Contracts for the International Sale of Goods) 1980,
ICSID (International Center For Settlement Of Investment Disputes) yang dapat
digunakan / diterapkan oleh pelaku usaha atau pebisnis dari berbagai negara.

C. PERTEMUAN 3 & 4
“TITIK TAUT”
1. Istilah
 Anknopingspunten (Belanda)
 Connecting factors / point of contract (Inggris)
2. Definisi
Titik atau atau titik pertalian adalah hal-hal atau keadaan yang menyebabkan
berlakunya suatu stelsel hukum
“Fakta-fakta di dalam sekumpulan fakta perkara HPI yang menunjukan
pertautan antara perkara itu dengan suatu tempat (negara) tertentu. Dan
karena itu menciptakan relevansi antara perkara yang bersangkutan dengan
sistem hukum dari tempat itu”.
3. Titik Taut Primer
Faktor-faktor atau keadaan-keadaan atau sekumpulan fakta yang melahirkan
atau menciptakan hubungan HPI. Terdiri atas;
1) Kewarganegaraan
Perbedaan kewarganegaraan di antara para pihak yang melakukan suatu
hubungan hukum akan melahirkan persoalan HPI.
2) Negara bendera kapal
Bendera kapal dan pesawat udara menunjuk pada tempat dimana suatu
kapal atau pesawat udara di daftarkan untuk memperoleh kebangsaan
dan menetapkan hukum mana yang menguasao kapal atau pesawat
udara itu. Kebangsaan kapal atau pesawat udata ditentukan
berdasarkan di negara mana kapal atau pesawat udara itu didaftarkan.
3) Domisili
a. Tempat tinggal sesungguhnya
Tempat tinggal yang sesungguhnya merupakan tempat dimana
seseorang sesungguhnya berada. Tempat tinggal sesungguhnya
dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu;
a) Tempat tinggal bebas
Tempat tinggal bebas adalah kediaman yang tidak terikat atau
tidak tergantung pada orang lain. Dengan kata lain, seseorang
bebad menentukan tempat tinggalnya sendiri.
b) Tempat tinggal tidak bebas
Tempat tinggal tidak bebas adalah kedaiaman yang terikat,
tergantung, atau mengikuti tempat tinggal orang lain.
Menurut pasal 21-22 KUHPerdata, ada beberapa orang yang
domisilinya mengikuti domisili orang lain, yakni:
 Seorang istri mengikuti domisili suaminya
 Anak-anak yang belum dewasa mengikuti domisili wali
 Orang dewasa yang ditaruh di bawah pengampuan
mengikuti domisili pengampunya
 Para butuh mengikuti domisili majikan jika mereka
tinggal dalam rumah majikan

Domisili berdasarkan Hukum Inggris dibagi menjadi 3, yakni;

 Domicily of Origin:
domisili yang bergantung pada domisili ayahnya
ketika seseorang dilahirkan dalam pekawinan sah.
Sedangkan bagi anak tidak sah, domisili ibunyalah
yang menentukan.
 Domicily of Choice:
Tempat kedaiamanpermanen seseorang yang dipilih
orang itu atas dasar kemauan bebasnya.
 Domicily by Operation of Law/domicile of
dependence:
Yaitu tempat keadiaman permanen seseorang karena
kebergantungannya pada orang lain, misalnya; anak
dibawah umur akan mengikuti orangtuanya, istri yang
mengikuti domisili suaminya.
4) Tempat kediaman
5) Tempat kedudukan badan hukum
Badan hukum sebagai subjek hukum juga memiliki kebangsaan dan
tempat kedudukan (legal seat). Umumnya kebangsaan badan hukum
ditentukan berdasarkan tempat (atau negara) di mana pendirian badan
hukum tersebut di daftarkan.
6) Pilihan hukum internasional
Penentuan pilihan hukum para pihak ditentukan/disebutkan dalam
kontrak tang disetujui oleh para pihak.
4. Titik Taut Sekunder
Titik pertalian sekunder adalah faktor-faktor atau sekumpulan fakta yang
menentukan hukum mana yang harus digunakan atau berlaku dalam suatu
hubungan HPI.
1) Tempat terletak benda (lex situs/lex rei sitae)
2) Tempat dilangsungkannya perbuatan hukum (lex loci actus)
3) Tempat dilangsungkannya atau diresmikan perkawinan (lex loci
celebrationis)
4) Tempat ditandatanganinya kontrak (lex loci contractus)
5) Tempat dilaksanaknnya perjanjian (lex loci solutionis/lex loci
executionis)
6) Tempat terjadinya perbuatan melawan hukum (lex loci delicti commisi)
7) Pilihan hukum (choice of law)
5. Status Personal
Status personal adalah kelompok kaidah yang mengikuti seseorang kemanapun
ia pergi. Status personal adalah kondisi atau keadaan suatu pribadi dalam
hukum yang diberikan/diakui oleh negara untuk mengamankan dan melindungi
lembaga-lembaganya.
Status personal meliputi hak dan kewajiban kemampuan dan ketidakmampuan
bersikap tindak dibidang hukum yang unsur-unsurnya tidak dapat berubah atas
kemauan pemiliknya. Lingkungan kuasa berlaku extra teritorial atau universal.
1) Asas nasionalitas
Status personal seseorang ditetapkan berdasarkan hukum
kewarganegaaran (lex patriae) orang itu. Berdasarkan asas Mobilia
Sequntur Personam, maka asas pemberlakuan lex patriae ini berlaku
juga dalam penentuan status benda-benda bergerak, dalam arti bahwa
status benda bergerak ditetapkan berdasrkan hukum yang berlaku
untuk menetapkan status personal orang yang memiliki atau menguasai
benda itu.
Pasal 16 AB; “ketentuan perundang-undangan mengenai status dan
wewenang orang-orang tetap mengikat untuk kaula-kaula Belanda
(WNI) jikalau mereka bereda di luar negeri.
Bukan ganya WNI tapi juga WNA di Indonesia status personalnya tunduk
pada hukum nasional masing-masing.
Terdapat 2 asas utama yang dapat digunakan untuk menentukan
kewarganegaraan seseorang, yaitu;
a) Asas tempat kelahiran (ius soli)
Kewarganegaraan seseorang yang ditentukan oleh tempat
kelahirannya
b) Asas keturunan (ius sanguinis)
Kewarganegaraan seseorang yang ditentukan berdasarkan
keturunannya
2) Asas teritorialitas
Asas domisili diarikan sesuai dengan konsep yang tumbuh di dalam
sistem-sistem hukum common law, dan yang umumnya diartikan
sebagai permanent home atau tempat hidup seseorang secara
permanen. Prinsip domisili banyak dianut oleh negara-negara Anglo
Saxon, diantaranya; seluruh negara bekas jajahan Inggris yang
menganut sistem common law (Amerika Serikat, Malaysia, Austalia),
Scotlandia, Africa Selatan, dan negara Amerika Latin (Brazil, Argentina,
Peru).
6. Isi dan Luas Bidang
a. Konsepsi luas
1) Wewenang untuk mempunyai hak-hak hukum pada umumnya
2) Kemampuan melakukan perbuatan hukum
3) Perlindungan dan kpeentingan perseorangan (seperti kehormatan,
nama, dan perusahaan dagang)
4) Hubungan kekeluargaan; hubungan suami-istri, ayah-anak, wali-anak
dibawah perwalian
5) Hukum kekeluargaan; perkawinan, perceraian, adopsi, pengesahan,
menjadi dewasa
b. Konsepsi lebih sempit
Di Perancis, masalah harta benda perkawinan, pewarisan, serta ajaran
tentang ketidakmampuan khusus tidak masuk dalam status personal.
7. Menentukan Status
Terdapat 2 asas atau aliran dalam menentukan status personal, yaitu:
1) Asas Nasionalitas (kewarganegaraan)
Prinsip nasionalitas beritik berat pada segi personalia, menentukan
bahwa hukum-hukum yang berhubungan dengan status seseorang
(WN/WNA) erat hubungannya dengan orang-orang tersebut, oleh
karenanya hukum nasional orang tersebut yang ditentukan oleh
kewarganegaraan melekat dan mengikuti kemanapun seseorang pergi.
Prinsip ini menghendaki warga negaranya untuk mengembara ke luar
negeri sedapat mungkin tetap tunduk kepada hukum sendiri.
Alasan PRO terhadap prinsip nasionalitas/kewarganegaraan;
a) Prinsip yang paling cocok dengan perasaan hukum seseorang.
Hukum nasional yang dibuat oleh warga negara suatu negara
tertentu adalah lebih cocok bagi WNnya.
b) Lebih permanen dari hukum domisili, karena kewarganegaraan
tidak mudah untuk dirubah-rubah seperti halnya domisili.
c) Prinsip kewarganegaraan lebih banyak membawa kepastian
hukum, karena pengertian keWNan kebih mudah diketahui
daripada domisili seseorang.
2) Asas Teritorialitas
Prinsip domisili bertitik berat pada segi teritorial. Menentukan bahwa
semua hubungan-hubungan orang yang berkaitan dengan soal-soal
perorangan, kekeluargaan, warisan, atau ‘status personil’nya ditentukan
oleh domisilinya. Oleh karenanya prinsip ini menentukan bahwa setiap
orang yang berada di dalam wilayah suatu negara dianggap tunduk pada
hukum negara tersebut. Prinsip ini bertujuan agar para imigran tunduk
pada hukum perdata dari Negara yang baru di bangun itu.
Alsan PRO terhadap prinsip domisili:
a) Prinsip ini adalah hukum dimana seseorang sesungguh hidup.
Dimana seseorang sehari-hari hidup, tidak saja
beradptasi/mencocokan diri terhadap kebiasaan-kebiasaan,
bahsa, pandangan sosial, tetapi juga terhadap ketentuan-
ketentuan hukum di negara yang bersangkutan yang mengenai
status personalnya.
b) Prinsip nasionalitas seringkali membutuhkan prinsip domisili
dalam praktek prinsip nasionalitas/kewarganegaraan seringkali
tidak dapat dilaksanan dengan baik tanpa diabntu prinsip
domisili.
c) Prinsip domisili sama dengan hukum sang hakim. Diajukannya
perkara kehadapan hakim dari tempat tinggalnyanpara
pihak/tergugat yang menentukan kompetensi jurisdiksi hakim.
Dalam kepentingan para pihak hakim seyogyanya memakai
hukumnya sendiri, karena seoran hakim lebih mengenal hukum
nasionalnya daripada hukum asing.
d) Cocok untuk negara-negara dengan pluralisme hukum.
e) Demi kepentingan adapatasi dan asimilasi para imigran. Prinsip
domisili mencewgah adanya kelompok orang/imigran yang
mempertahankan hubungan meraka dan ikatan-ikatan dengan
negara mereka, sehingga prinsip ini dapat mempercepat adaptasi
dan asimilasi orang-orang asing.

D. PERTEMUAN 5
“PERKAWINAN CAMPURAN”

1. Isu HPI di Provinsi NTB


a. Perkawinan campuran
b. Status anak
c. Harta perkawinan dalam perkawinan campuran
d. Praktek nominee
2. Perkawinan Campuran (dengan unsur HPI)
 Antara WNI dengan WNA dilakukan di Indonesia
 Antara WNI dengan WNA dilakukan di Luar Negeri
 Antara WNi dengan WNI di Luar Negeri
 Antara WNA dengan WNA (sama kewarganegaraan) di Indonesia
 Antara WNA dengan WNA (berbeda kewarganegaraan) di Indonesia
3. Pengaturan Perkawinan Campuran
Pasal 57 Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan:
“perkawinan antara dua orang di Indonesia tunduk pada hukum yang
berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak
berkewarganegaraan asing dan salah satu pihak berkewarganegaraan
Indonesia”
Pengaturan ini hanya mencakup perkawinan antara WNI dengan WNA.
4. Syarat Perkawinan Campuran
Perkawinan campuran yang ada di Indonesia harus memenuhi syarat-syarat
perkawinan sebagaiman disebutkan dalam Pasal 2 Undang-Undang No.1 tahun
1974 tentang perkawinan, yaitu;
1) Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-
masing agamnya dan kepercayaannya itu.
2) Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
5. Pencatatan Perkawinan Campuran
Perkawinan WNI yang dilakukan di luar negeri diatur dalam pasal 56 Undang-
Undang No.1 tahun 1974 yang menyatakan;
1) Perkawinan di Indonesia antara dua orang warganegara Indonesia atau
seorang warganegara Indonesia dengan warga negara Asing adalah sah
bilamana dilakukan menurut hukum yang berlaku di negara dimana
perkawinan itu dilangsungkan dan bagi warganegara Indonesia tidak
melanggar ketentuan Undang-undang ini.
2) Dalam waktu 1 (satu) tahun setelah suami istri itu kembali di wilayah
Indonesia, surat bukti perkawinan mereka harus didaftarkan di Kantor
Pencatat perkawinan tempat tinggal mereka.
Pasal 60 ayat (1) Undang-Undang No.1 tahun 1974 tentang perkawinan hanya
menyebutkan bahwa perkawinan campuran tidak dapat dilangsungkan sebelum
terbukti bahwa syarat-syarat perkawinan yang ditentukan oleh hukum yang
berlaku bagi pihak masing-masing telah dipenuhi, sehingga baik WNA maupun
WNI harus memenuhi syarat sebagaimana diatur pada hukum negaranya
masing-masing.

Anda mungkin juga menyukai