Anda di halaman 1dari 15

PAPER

KEBIJAKAN FISKAL

OLEH

Kelompok 10

 Ni Made Devi Yani ( 17 / 2102014177 )


 Kadek Melda Trisna Dewi ( 06 / 2102014155 )
 Ni Luh Sri Widari ( 13 / 2102014168 )
 Ni Wayan Hemadani ( 20 / 2102014181 )
 2A. Manajemen Pagi

FAKULTAS EKONOMI, BISNIS DAN PARIWISATA


UNIVERSITAS HINDU INDONESIA
2022
A. Definisi Kebijakan Fiskal

Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan ekonomi makro yang otoritas utamanya
berada di tangan pemerintah dan diwakili oleh Kementerian Keuangan. Hal tersebut diatur dalam
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, yang menyebutkan
bahwa presiden memberikan kuasa pengelolaan keuangan dan kekayaan negara kepada Menteri
Keuangan selaku pengelola fiskal dan wakil pemerintah dalam pemilikan kekayaan negara yang
dipisahkan. Kebijakan fiskal umumnya merepresentasikan pilihan-pilihan pemerintah dalam
menentukan besarnya jumlah pengeluaran atau belanja dan jumlah pendapatan, yang secara
eksplisit digunakan untuk mempengaruhi perekonomian. Dalam tataran praktisnya
dimanifestasikan melalui anggaran pemerintah, yang di Indonesia lebih dikenal dengan APBN
(Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara).
PANDANGAN KEYNES Kebijakan fiskal ialah sangat penting untuk mengatasi
pengangguran yang relatif serius. Melalui kebijakan fiskal pengeluaran agregat dapat ditambah
dan langkah ini akan menaikkan pendapatan nasional dan tingkat penggunaan tenaga kerja. Di
bidang perpajakan langkah yang perlu dilaksanakan adalah mengurangi pajak pendapatan.
Pengurangan pajak ini akan menambah kemampuan masyarakat untuk membeli barang dan
ditingkatkan lagi dengan cara menaikkan pengeluaran pemerintah. Seterusnya pengeluaran
agregat dapat lebih ditingkatkan lagi dengan cara menaikan pengeluaran pemerintah untuk
membeli barang dan jasa yang diperlukannya maupun untuk menambah investasi pemerintah.
Kebijakan fiskal memiliki berbagai tujuan dalam menggerakkan aktivitas ekonomi negara,
yaitu peningkatan pertumbuhan ekonomi, kestabilan harga, pemerataan pendapatan. Namun
demikian, dampak kebijakan kepada aktivitas ekonomi negara sangatlah luas. Berbagai indikator
ekonomi lainnya pun mengalami perubahan sebagai akibat pelaksanaan kebijakan yang
dilakukan oleh pemerintah. Dampak kebijakan kepada pertumbuhan ekonomi diharapkan selalu
positif, sedangkan dampak kepada inflasi diharapkan negatif. Namun secara teori, kebijakan
fiskal mengembang yang dilakukan dengan peningkatan pengeluaran pemerintah tanpa
terjadinya peningkatan sumber pajak, sebagai sumber keuangan utama pemerintah, akan
mengakibatkan peningkatan defisit anggaran.
Kebijakan fiskal adalah langkah-langkah pemerintah untuk mengelola pengeluaran dan
perpajakan atau penggunaan instrumen-instrumen fiskal untuk mempengaruhi bekerjanya sistem
ekonomi agar memaksimumkan kesejahteraan ekonomi. Kebijakan fiskal sering didefinisikan
sebagai pengelolaan anggaran pemerintah untuk mempengaruhi suatu perekonomian, termasuk
kebijakan perpajakan yang dipungut dan dihimpun, pembayaran transfer, pembelian barang-
barang dan jasa-jasa oleh pemerintah, serta ukuran defisit dan pembiayaan anggaran, yang
mencakup semua level pemerintahan.
 Tujuan Kebijakan Fiskal
Setelah membahas pengertian kebijakan fiskal, kali ini kita akan membahas beberapa tujuan
kebijakan fiskal diciptakan. Selengkapnya tentang tujuan kebijakan fiskal adalah sebagai berikut:

1. Menjaga dan Mengembangkan Perekonomian Negara

Poin pertama tujuan kebijakan fiskal adalah demi menjaga stabilitas sekaligus mengembangkan
kondisi ekonomi negara. Penerapan kebijakan fiskal diharapkan mampu mempengaruhi seluruh
sektor ekonomi negara dan memperbaiki masalah di dalamnya, mulai dari sektor korporat,
perbankan, hingga usaha mikro.

2. Meningkatkan Kualitas SDM

Tujuan kebijakan fiskal salah satunya adalah meningkatkan kualitas SDM masyarakat, terutama
dari segi teknologi dan perekonomian. Apabila kualitas SDM meningkat, harapannya SDM
tersebut punya kapabilitas bersaing di dunia kerja nasional dan internasional, sehingga bisa
meningkat kesejahteraan hidupnya.

3. Menjaga Stabilitas Harga Barang

Ada banyak faktor yang mempengaruhi harga barang dalam pasar, mulai dari faktor positif
seperti meningkatnya demand sampai faktor negatif seperti terjadinya penimbunan dan
monopoli. Salah satu tujuan kebijakan fiskal di Indonesia adalah demi menjaga harga barang
tetap terjangkau bagi masyarakat dan terhindar dari fluktuasi karena pihak tidak
bertanggungjawab.

4. Mendorong Investasi

Tujuan kebijakan fiskal yang terakhir adalah untuk menciptakan iklim investasi lebih baik bagi
pelaku pasar modal, utamanya investor. Sehingga negara bisa memperoleh lebih banyak
pendapatan dari pajak usaha.
 Fungsi Kebijakan Fiskal
Di samping memiliki beberapa tujuan kebijakan fiskal memiliki beberapa fungsi, di mana
fungsi tersebut melengkapi keberadaan dan penguatan fiskal di dunia ekonomi sendiri, fungsi-
fungsi itu antara lain:
1. Mengoptimalkan Penggunaan SDM dan SDA
Sumber daya merupakan salah satu komponen penting yang harus ada dalam sebuah
negara, tanpa kehadiran dua komponen tersebut maka kegiatan perekonomian akan terencam
musnah. Sumber daya pada dasarnya dibagi menjadi dua yakni sumber daya alam dan sumber
daya manusia. Sumber daya alam sebagai bahan dasar untuk kegiatan produksi namun juga
langsung bisa dikonsumsi oleh manusia. Sedangkan sumber daya manusia sebagai aspek
pengelola dari sumber daya alam yang masih mentah menjadi produk yang siap pakai atau sudah
matang siap untuk dikonsumsi.
2. Mengoptimalkan Kegiatan Investasi
Investasi merupakan salah satu kegiatan yang bisa mendatangkan keuntungan bagi
pemerintah dan negara tentunya. Dengan terbukanya lahan atau tempat untuk berinvestasi maka
peluang usaha-usaha yang mendatangkan keuntungan besar untuk pemasukan bagi devisa
negara. Bagaimanapun kehadiran kebijakan fiskal untuk membuka seluas-luasnya peluang bagi
para pemilik modal untuk menginvestasikan modalnya.

Indikator Kebijakan Fiskal


Dalam kebijaksanaan fiskal, indikator yang biasanya dipakai adalah anggaran defisit,
yakni selisih antara pengeluaran pemerintah dengan penerimaan, yang biasa diformulasikan
sebagai berikut:
Defisit = G – tY + R
Di mana:
G = Pengeluaran pemerintah
t = Tarif pajak
Y = Pendapatan nasional
R = Pengeluaran untuk transfer
Sebetulnya, formulasi di atas kurang tepat jika dipakai sebagai indikator bagi
kebijaksanaan fiskal. Sebabnya adalah karena penerimaan pajak dan transfer tergantung dari
pendapatan, sehingga semua faktor yang mempengaruhi pendapatan juga akan mempengaruhi
defisit. Oleh karena itu defisit ini tidak lagi merupakan variabel eksogen, sehingga kurang tepat
dipakai sebagai indikator kebijaksanaan fiskal, sebab besarnya defisit sulit untuk dikontrol oleh
pemerintah. Pemerintah dapat mempengaruhi defisit dengan merubah G, t, atau R, tetapi hal ini
bukan merupakan satu-satunya faktor.

Kedua, faktor yang mempengaruhi defisit anggaran pemerintah adalah kebijaksanaan


moneter. Kebijaksanaan moneter yang ekspansif cenderung akan menaikkan pendapatan,
sedangkan yang kontraktif akan menurunkan pendapatan. Kedua kebijakan itu pada akhirnya
memang akan mempengaruhi penerimaan pajak, sehingga akan mempengaruhi pula defisit
anggaran belanja. Sebab itu kita bisa keliru jika menggunakan defisit anggaran belanja untuk
mengukur kebijaksanaan fiskal pemerintah.

 Jenis Kebijakan Fiskal


Kebijakan fiskal adalah kebijakan pemerintah yang terbagi menjadi beberapa kategori.
Selengkapnya tentang jenis kebijakan fiskal adalah sebagai berikut:

1. Dari Segi Teoretis


a. Kebijakan Fiskal Fungsional
Pengertian kebijakan fiskal fungsional adalah kebijakan yang diambil demi meningkatkan
kualitas ekonomi secara makro, dengan dampak yang baru terlihat dalam jangka panjang. Contoh
kebijakan fiskal fungsional misalnya pemberian beasiswa kuliah, bantuan pendanaan start-up,
dan sebagainya.

b. Kebijakan Fiskal Disengaja/Terencana


Kebijakan fiskal disengaja adalah kebijakan manipulasi anggaran negara. Fungsi kebijakan
fiskal satu ini adalah untuk menghadapi masalah tertentu, misalnya pandemi dan krisis ekonomi.
Contoh kebijakan fiskal disengaja adalah alokasi APBN bagi sektor kesehatan di masa pandemi
dan relaksasi pajak usaha.
c. Kebijakan Fiskal Tak Disengaja/Insidental
Kebijakan fiskal tak disengaja yaitu kebijakan berupa penetapan keputusan/aturan untuk
melindung stabilitas ekonomi sektor non-pemerintah, contohnya penetapan harga eceran
tertinggi.

2. Dari Segi Neraca Pembayaran

a. Kebijakan Fiskal Seimbang


Kebijakan fiskal satu ini diambil untuk menjaga keseimbangan pemasukan dan
pengeluaran negara. Fungsi kebijakan fiskal satu ini adalah agar negara tidak punya terlalu
banyak hutang. Meski terdengar positif, regulasi fiskal seimbang memiliki risiko besar, karena
tidak semua negara punya kemampuan memenuhi seluruh kebutuhan warganya.

b. Kebijakan Fiskal Surplus


Pengertian kebijakan fiskal surplus adalah jenis kebijakan fiskal yang diambil ketika
pemasukan lebih banyak dari pengeluaran. Fungsi kebijakan fiskal surplus adalah demi
mencegah terjadinya inflasi.

c. Kebijakan Fiskal Defisit


Kebalikan dari jenis kebijakan fiskal surplus, kebijakan fiskal defisit adalah regulasi fiskal
guna mengatasi kekurangan pemasukan dibanding pengeluaran. Salah satu contoh kebijakan
fiskal defisit adalah utang luar negeri.

d. Kebijakan Fiskal Dinamis


Jenis kebijakan fiskal terakhir dari segi penerapan adalah regulasi fiskal dinamis, yaitu
kebijakan ekonomi yang diambil sewaktu-waktu saat negara membutuhkan.

1. ekonomi monetaris
Model ekonomi monetaris berdasar pada model pasar lama, namun dengan berbagai
perubahan untuk menegasi kebijakan-kebijakan Keynesian yang dianggap mengalami
kegagalan , Awal mula model ekonomi monetaris, sebagai contoh, diawali pada krisis fiskal
seperti yang dialami Inggris. Kala itu, terjadi peningkatan jumlah pengangguran di Inggris
seiring dengan meningkatnya inflasi. Inflasi yang terjadi justru diiringi oleh ekonomi yang
stagnan sehingga berujung pada stagilasi, namun tidak diikuti oleh kondisi pasar tenaga kerja
yang membaik. Tingginya gaji buruh dianggap membuat produksi menjadi tidak kompetitif.
Sebagai konsekuensi dan digesernya tingkat pengangguran dari prioritas pertama, meningkatnya
pengangguran dapat mengurangi inflasi. Menurut prinsip Keynesian, upah buruh harus
dikorbankan dalam upaya untuk memerangi inflasi. Inflasi kemudian dapat dikendalikan dalam
jangka panjang oleh investasi untuk meningkatkan produktivitas dan dalam jangka pendek oleh
kebijakan pendapatan. Akan tetapi, tidak terjadi peningkatan pada ketersediaan lapangan kerja
dan harga terus mengalami kenaikan. Kegagalan prinsip Keynesian untuk menangani
pengangguran dan inflasi kemudian melahirkan pemikiran mengenai model ekonomi monetaris
Model ekonomi monetaris lahir dari pemikiran neoliberalisme dan berpusat pada suplai
uang, yakni dengan keyakinan bahwa inflasi diakibatkan oleh meningkatnya suplai uang
sehingga jumlah uang yang beredar harus dikurangi. Jika prinsip Keynesian dipusatkan untuk
menekan jumlah pengangguran, maka prinsip Keynesian dipusatkan untuk menekan inflasi.
Secara garis besar, prinsip monetaris meyakini bahwa perekonomian tak hanya harus diperbaiki
secara fiskal namun juga secara moneter, seperti dengan meningkatkan suku bunga dan
mengurangi belanja pemerintah. Berbeda dengan prinsip Keynesian, prinsip monetaris
beranggapan bahwa inflasi dapat diatasi dengan jumlah pengangguran yang sedikit di jangka
panjang. Jumlah pengangguran sendiri bisa ditekan jika harga barang produksi Inggris bersifat
kompetitif baik di dalam maupun di luar negeri
Menurut prinsip monetaris, terdapat empat strategi yang dapat dilakukan untuk
mengendalikan kondisi moneter melalui pengurangan kuantitas uang. Pertama, menaikkan suku
bunga. Naiknya suku bunga ditujukan untuk mengurangi hutang dan kredit sehingga dapat
mengurangi jumlah uang yang beredar, karena akan muncul kecenderungan untuk menabung
daripada untuk membelanjakan uang. Kedua, mengurangi belanja pemerintah. Anggaran belanja
pemerintah didapat dari hutang negara atau mencetak uang tambahan, sehingga mengurangi
pengeluaran pemerintah dapat mengurangi suplai uang. Ketiga, menghindari tuntutan akan
kenaikan upah buruh dan kebangkrutan dengan mengurangi suplai uang dan kredit.
Berkurangnya tuntutan untuk menaikkan upah buruh dapat meningkatkan investasi sehingga
dapat meningkatkan anggaran belanja negara dan mengurangi inflasi. Hal ini didasari
pemahaman monetaris bahwa meningkatkan upah buruh akan meningkatkan suplai uang
sehingga meningkatkan konsumsi dan mengarah pada terjadinya inflasi. Keempat, meningkatnya
demand barang dan jasa pada sektor swasta akan mendorong pertumbuhan ekonomi
Dalam menanggulangi permasalahan yang dihadapi oleh negara-negara underdeveloped,
World Bank atau Bank Dunia memberikan pinjaman langsung dan pengarahan kebijakan. Bank
Dunia terdiri dari lima institusi dengan spesialisasi masing-masing, salah satunya The
International Bank for Reconstruction and Development atau IBRD. IBRD memberikan
pinjaman kepada negara-negara dunia ketiga yang dinilai dapat mempertanggungjawabkan
pinjamannya dengan tujuan membantu perkembangan negara-negara tersebut (Peet 2003, 111-2).
Pinjaman ini tidak semerta-merta diberikan karena negara-negara peminjam diharuskan untuk
membenahi struktur ekonominya atau dikenal dengan structural adjustment loans (Peet 2003,
120-1). Structural adjustment mengarahkan penyesuaian negara baik dalam kebijakan fiskal
maupun kebijakan moneter serta mengarahkan reformasi ekonomi negara. Ekonom John
Williamson kemudian mengemukakan Washington Consensus pada tahun 1989, yakni daftar
sepuluh rekomendasi kebijakan bagi negara-negara yang bersedia mereformasi ekonominya
(Naim 2000, 87). Kesepuluh rekomendasi tersebut meliputi disiplin kebijakan fiskal agar
pemerintah menjaga defisit fiskal seminimum mungkin demi menghindari inflasi, prioritas
pengeluaran pemerintah untuk berbagai infrastruktur publik dalam rangka mengurangi atau
menghapus subsidi, reformasi pajak dengan memperluas basis pajak dan memoderasi tingkat
pajak, pengendalian suku bunga berdasarkan pasar keuangan domestik yang riil demi
meningkatkan tabungan dan mempertahankan arus modal, pengendalian nilai tukar mata uang
secara kompetitif, liberalisasi perdagangan melalui minimalisasi tarif, penerimaan foreign direct
investment, privatisasi industri agar lebih efisien, deregulasi untuk mendorong persaingan pelaku
ekonomi, dan yuridiksi bagi kepemilikan pribadi (Naim 2000, 89).

2. Ekonomi Klasik
Ekonomi klasik secara umum dianggap untuk aliran modern pertama dalam sejarah
konsep ekonomi. Pemikir dan pengembang utama aliran ini selang lain adalah Adam Smith,
Jean-Baptiste Say, David Ricardo, Thomas Malthus dan John Stuart Mill.

The Wealth of Nations karya Adam Smith pada tahun 1776 dianggap untuk penanda
dimulainya era ekonomi klasik. Aliran ini mengemuka sampai menengah ratus tahun ke-19, dan
belakang ditukarkan oleh ekonomi neoklasik, yang lahir di Britania Raya pada tahun 1870.
Rumusan ekonomi klasik diperdebatkan oleh sejumlah pakar, terutama pada periode 1830–1870-
an, dan keberlanjutannya ke ekonomi neoklasik. Istilah "ekonomi klasik" awalnya dicetuskan
oleh Karl Marx untuk merujuk pada ekonomi Ricardian – aliran ekonomi yang dikembangkan
oleh David Ricardo dan James Mill serta pendahulunya. Namun, penggunaan istilah ini belakang
diperluas untuk merujuk pada seluruh pengikut Ricardo.

Ekonomi klasik mencetuskan bahwa pasar bebas sama sekali akan mengatur dirinya
sendiri jika tidak benar campur tangan dari pihak apapun. Adam Smith mengatakannya dengan
metafora "tangan tak terlihat", yang akan menggerakkan pasar menuju keseimbangan alami
mereka tanpa keadaan campur tangan dari luar.

Tidak seperti ekonomi Keynesian, ekonomi klasik menekankan pada pelaksanaan harga
fleksibel, baik dari anggota upah ataupun benda/barang. Penekanan lainnya benar pada Hukum
Say: penawaran menciptakan permintaan sendiri – manfaatnya, produksi agregat akan
memproduksi pendapatan yang cukup untuk membiayai seluruh pengeluaran yang dihasilkan.
Selisih dengan Keynes, yang mencetuskan bahwa harus benar penghematan, pengeluaran uang,
atau pemakaian instrumen pembiayaan lainnya untuk membiayai pengeluaran dan menutupi
biaya produksi. Postulat lainnya yang ditekankan oleh ekonomi klasik adalah keseimbangan
selang tabungan dan investasi, dengan asumsi bahwa suku bunga fleksibel akan selalu menjaga
ekuilibrium.

3. Ekonomu Keynesian
Keynesian economy adalah teori ekonomi tentang pengeluaran total dalam
perekonomian dan pengaruhnya terhadap output dan inflasi Teori ini dikembangkan oleh
ekonom Inggris John Maynard Keynes di tahun 1930-an dalam upaya untuk memahami Depresi
Besar. Keynes menganjurkan untuk meningkatkan pengeluaran pemerintah dan menurunkan
pajak untuk merangsang permintaan dan menarik ekonomi global keluar dari depresi.
Selanjutnya, teori ini juga digunakan untuk merujuk pada konsep bahwa kinerja ekonomi yang
optimal dapat dicapai, dan kemerosotan ekonomi dapat dicegah. Dengan mempengaruhi
permintaan agregat melalui kebijakan stabilisasi aktivis dan intervensi ekonomi oleh pemerintah.

Ekonomi Keynesian dianggap sebagai teori “sisi permintaan” yang


berfokus pada perubahan ekonomi dalam jangka pendek. Ilmu ekonomi
Keynesian merepresentasikan cara baru dalam memandang pengeluaran,
output, dan inflasi. Sebelumnya, pemikiran ekonomi klasik berpendapat
bahwa perubahan siklus dalam pekerjaan dan hasil ekonomi akan sederhana
dan dapat menyesuaikan sendiri. Menurut teori klasik ini, jika permintaan
agregat dalam perekonomian turun, kelemahan dalam produksi dan
pekerjaan akan memicu penurunan harga dan upah.

Tingkat inflasi dan upah yang lebih rendah akan mendorong pengusaha untuk melakukan
investasi modal dan mempekerjakan lebih banyak orang. Akhirnya dapat membuka lapangan
kerja dan memulihkan pertumbuhan ekonomi. Keynes menegaskan dalam bukunya, The General
Theory of Employment, Interest, and Money dan karya lainnya bahwa selama resesi, kekakuan
struktural dan karakteristik tertentu dari ekonomi pasar akan memperburuk kelemahan ekonomi
dan menyebabkan permintaan agregat turun lebih jauh. Misalnya, teori ekonomi Keynesian
membantah anggapan yang dianut oleh beberapa ekonom bahwa upah yang lebih rendah dapat
memulihkan lapangan kerja penuh. Alasannya bahwa pengusaha tidak akan menambah
karyawan untuk memproduksi barang yang tidak dapat dijual karena permintaan lemah.

Demikian pula, kondisi bisnis yang buruk dapat menyebabkan perusahaan mengurangi
investasi modal, daripada memanfaatkan harga yang lebih rendah untuk berinvestasi di pabrik
dan peralatan baru. Ini juga akan berdampak pada pengurangan pengeluaran dan lapangan kerja
secara keseluruhan.
Berbicara mengenai perkembangan kondisi ekonomi, inflasi adalah salah satu elemen
yang paling krusial dan tidak dapat dipisahkan. Inflasi yang begitu tinggi dapat menyebabkan
ketidakpastian ekonomi yang berdampak pada rendahnya tingkat investasi. Selain itu, inflasi
juga membuat suatu negara tidak dapat berkompetisi di lingkup perdagangan internasional. Hal
ini disebabkan karena barang domestik akan lebih mahal dibandingkan barang impor, sehingga
konsumen cenderung mengkonsumsi barang impor. Di sisi lain, ekspor akan semakin berkurang
karena harga barang domestik tidak dapat bersaing di pasar internasional yang kompetitif.
Namun, tidak adanya inflasi (tingkat inflasi 0%) juga bukan indikasi perekonomian yang baik.
Beberapa ekonom berpendapat bahwa inflasi (dengan tingkat yang tepat) sangat dibutuhkan
untuk mendorong konsumsi dan meningkatkan profitabilitas perusahaan.

Dengan demikian, penting bagi suatu negara untuk mempertahankan inflasi pada tingkat
yang tepat (moderate inflation) untuk meningkatkan dan mencapai stabilitas ekonomi. Konsep
inflasi berfokus pada peredaran uang berlebih di masyarakat, sehingga kebijakan yang diambil
pemerintah untuk mengatasi inflasi adalah kebijakan yang mempengaruhi peredaran uang. Salah
satu kebijakan yang digunakan pemerintah adalah kebijakan fiskal (fiscal policy). Kebijakan
fiskal adalah kebijakan yang melibatkan penyesuaian pendapatan dan pengeluaran pemerintah
untuk mengatur peredaran uang (disebut juga fiscal stimulus). Dengan kebijakan ini, pemerintah
dapat meningkatkan (disebut juga kebijakan fiskal ekspansif) maupun menurunkan jumlah uang
beredar (disebut juga kebijakan fiskal kontraktif). Umumnya, ketika perekonomian sedang lesu,
pemerintah akan memberlakukan kebijakan fiskal ekspansif. Sebaliknya, ketika perekonomian
memuncak, pemerintah mengimplementasikan kebijakan fiskal kontraktif.

Pada dasarnya, kebijakan fiskal dibagi menjadi dua jenis, namun penggunaannya di
beberapa negara hanya sebanyak dua jenis yaitu kebijakan fiskal ekspansif dan kebijakan fiskal
kontraktif. Penerapan kebijakan fiskal ekspansif dan kontraktif, biasanya mengacu pada kondisi
ekonomi yang sedang terjadi. Lalu, apa yang membedakan kedua jenis kebijakan fiskal tersebut?
Berikut penjelasannya.
1. Kebijakan Fiskal Ekspansif

Jenis kebijakan fiskal ekspansif merupakan kebijakan yang akan diambil oleh suatu
negara ketika kondisi pertumbuhan ekonominya berada di posisi rendah. Pertumbuhan ekonomi
yang berada di posisi rendah tersebut dapat dilihat berdasarkan beberapa faktor seperti tingkat
pengangguran yang naik, industri yang melemah, dan berkurangnya daya beli oleh
masyarakatnya. Untuk mengatasi kondisi ekonomi tersebut, maka suatu negara dapat
menerapkan kebijakan fiskal ekspansif dengan melakukan penurunan nilai pajak serta
peningkatan anggaran belanja negara. Ketika kedua cara tersebut diterapkan, maka diharapkan
mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang berada di posisi rendah secara perlahan.

Kebijakan fiskal ekspansif dilakukan dengan menaikkan belanja negara dan menurunkan
tingkat pajak. Nah, kebijakan fiskal jenis ini dilakukan pada saat perekonomian mengalami
penurunan daya beli masyarakat, dan tingkat pengangguran yang tinggi. Tujuannya adalah untuk
mendorong pertumbuhan ekonomi yang sehat.

Contoh kebijakan fiskal ekspansif ialah seperti yang terjadi saat ini, dimana BKF
sepanjang tahun 2020-2021 menerapkan kebijakan fiskal ekspansif. Dimana ekspansif berarti
defisit belanja pemerintah tetap besar untuk menjaga perekonomian sepanjang pandemi covid-
19.

2. Kebijakan Fiskal Kontraktif

Lain halnya dengan kebijakan fiskal ekspansif, kebijakan fiskal kontraktif akan
diterapkan oleh suatu negara ketika kondisi ekonomi berada di keadaan memprihatinkan, di
mana tingkat inflasi yang terus meningkat dan kurs mata uang yang melemah. Ketika kondisi
ekonomi ini terjadi, maka suatu negara dapat menerapkan kebijakan fiskal kontraktif. Cara yang
dapat dilakukan adalah dengan meminimalisir setiap pengeluaran serta menambah pemasukan
negara.

Misalnya saja dengan meningkatkan tarif pajak untuk sementara waktu hingga kondisi
ekonomi negara kembali ke posisi yang lebih stabil atau kondusif. Sehingga pemerintah dapat
mengambil keputusan selanjutnya secara hati-hati dengan mempertimbangkan risiko yang
terjadi.

Kebijakan fiskal kontraktif adalah kebijakan menurunkan belanja negara dan menaikkan
tingkat pajak. Kebijakan ini bertujuan untuk menurunkan daya beli masyarakat dan mengatasi
inflasi. Caranya dengan membuat pemasukan lebih besar daripada pengeluarannya. Kebijakan
jenis ini dikeluarkan saat perekonomian pada kondisi yang ekspansi yang mulai memanas
(overheating) untuk menurunkan tekanan permintaan.

Contoh dari kebijakan fiskal tersebut yakni saat Ibu Menteri Keuangan RI Sri Mulyani
mengeluarkan kebijakan untuk menaikkan tarif Pajak Penghasilan Orang Pribadi (PPh OP)
menjadi 35% khusus bagi orang berpenghasilan tinggi.

KURVA KEBIJAKAN FISKAL


Cara kerja Kebijakan Fiskal

Pada awalnya keseimbangan berada pada titik E0, kemudian pengeluaran pemerintah
mengalamai kenaikan sebesar ∆G sehingga AD juga naik. Kenaikan AD menyebabkan kurva IS
bergeser ke kanan, mengakibatkan income atau output naik dari Y0 ke Y1. Kenaikan income
menyebabkan permintaan terhadap uang naik sehingga untuk kembali ke titik keseimbangan
maka bunga juga ikut naik ke i1 sehingga tercapai keseimbangan pada titik E1. Apabila tingkat
bunga tetap pada i0 maka income harusnya naik mencapai Y2 dengan keseimbagan E2 sesuai
dengan besarnya multiplier kali ∆G (αG ∆G). Pada titik E2 ini telah tercapai keseimbagan pada
pasar barang karena pengeluaran telah sama dengan output (income). Tetapi karena adanya
keterkaitan antara pasar barang dengan pasar uang maka perobahan pada pasar barang (kenaikan
income) menyebabkan pasar uang tidak seimbang karena kenaikan income telah menyebabkan
naiknya permintaan uang yang selanjutnya mendorong kenaikan tingkat bunga. Kenaikan tingkat
bunga menyebabkan investasi swasta berkurang sehingga mengurangi kenaikan AD. Disinilah
keterkaitan antara pasar barang dan pasar uang terjadi. Hanya pada titik E1 income sama dengan
pengeluaran agregat dan permintaanuang sama dengan ketersediaan supply uang. Titik E1 adalah
titik dimana pasar barang dan pasar uang dalam keadaan seimbang.

Kesimpulan
Kebijakan ekonomi memiliki peran yang sangat penting dalam suatu tatanan
negarasebagai penstabilan ekonomi. Pemerintah menjalankan kebijakan fiskal adalahdengan
maksud untuk mempengaruhi jalannya perekonomian, atau dengan katalain, kebijakan fiskal
pemerintah berusaha mengarahkan jalannya perekonomianmenuju keadaan yang diinginkannya.
Sehingga, dengan adanya kebijakan fiskal ini pemerintah berharap dapat mengendalikan dan
mengawasi keadaan ekonomi
DAFTAR PUSTAKA

http://d-claudia-a-e-p-fisip14.web.unair.ac.id/artikel_detail-171092-SOH305%20(Ekonomi%20Politik
%20Internasional)-Model%20Ekonomi%20Monetarisme:%20Washington%20Consensus%20dan
%20Structural%20Adjustment%20Loans.html

file:///C:/Users/WWW.ACER.CO.ID/Downloads/284224-instrumen-kebijakan-makroekonomi-dalam-m-
f5884851.pdf

https://dosen.yai.ac.id/v5/dokumen/materi/030013/70_20210604100127_Pertemuan-10_Ekonomi
%20Makro_Kebijakan%20Fiskal%20dan%20Moneter.pdf

Anda mungkin juga menyukai