Anda di halaman 1dari 11

PANDANGAN BARAT TENTANG ILMU PENGETAHUAN

Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas


Mata Kuliah : Islam dan Ilmu Pengetahuan
Dosen Pengampu : Novia Ballianie, M.Pd.I

Disusun Oleh Kelompok 3:


Tegar Bintang Saputri (2120207031)
Nur Saffana (2120207032)
Kelas 21072

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH PALEMBANG
2022
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, dan hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul PANDANGAN BARAT TENTANG ILMU
PENGETAHUAN.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu
dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar
kami dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga dengan tersusunnya makalah ini dapat
menjadi tambahan wawasan bagi yang membacanya.

29 Agustus 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Ilmu Pengetahuan Menurut Perspektif Barat


Pengetahuan adalah sesuatu yang diketahui. Ilmu adalah pengetahuan,
tetapi pengetahuan belum tentu merupakan ilmu, sebab pengetahuan dapat
diperoleh dengan atau tanpa metode ilmiah, artinya dapat diperoleh melalui
pengalaman sehari-hari atau berupa informasi yang kita terima dari seseorang
yang memiliki kewibawaan atau otoritas tertentu. Sedangkan ilmu mesti
diperoleh dengan metode ilmiah, yaitu dengan menggunakan metode berpikir
deduktif dan induktif.1
Pengetahuan adalah keseluruhan gagasan, pemikiran, ide, konsep dan
pemahaman yang dimiliki manusia tentang dunia dan segala isinya, termasuk
manusia dan kehidupannya. Sedangkan ilmu pengetahuan adalah keseluruhan
sistem pengetahuan manusia yang telah dibakukan secara sistematis.
Pengetahuan lebih spontan sifatnya, sedangkan ilmu pengetahuan lebih sistematis
dan reflektif. Pengetahuan jauh lebih luas dari ilmu pengetahuan, karena
pengetahuan mencakup segala sesuatu yang diketahui manusia tanpa perlu
dibakukan secara sistematis.

1. Hakikat Ilmu Pengetahuan Menurut Perspektif Barat


Hakikat Ilmu Pengetahuan berasal dari dua suku kata yaitu ilmu dan
pengetahuan. Secara etimologi, ilmu dalam bahasa Inggris disebut sebagai
science, yang merupakan serapan dari bahasa latin scientia, yang merupakan
turunan dari kata scire, dan mempunyai arti mengetahui (to know), yang juga

2
berarti belajar (to learn).2 Science juga bermakna pengetahuan yang
mempunyai ciri-ciri, tanda-tanda dan syarat-syarat yang khas3.
2. Definisi Ilmu Pengetahuan Menurut Para Ahli
Ilmu pengetahuan secara terminologi terdapat beberapa pendapat para
ahli, diantaranya:
a. Ralph Ross dan Ernest Van Den Haag menulis: “Science is empirical,
rational, general and cumulative; and it is all four at once” (ilmu adalah
yang empiris, yang rasional, yang umum dan bertimbun-bersusun; dan
keempat-empatnya serentak).
b. Karl Pearson (1857-1936) merumuskan: “Science is the complete and
consistent description of the facts of experience in the simplest possible
terms” (Ilmu pengetahuan adalah lukisan atau keterangan yang lengkap
dan konsisten tentang fakta pengalaman dengan istilah yang
sesederhana/sesedikit mungkin).
c. Prof. Dr. Ashley Montagu, guru besar antropologi di Rutgers University
menyimpulkan: Science is a systematized knowledge derived from
observation, study and experimentation carried on order to determine the
nature of principles of what being studied” (ilmu pengetahuan adalah
pengetahuan yang disusun dalam satu sistem yang berasal dari
pengamatan, studi dan percobaan untuk menentukan hakikat dan prinsip
tentang hal yang sedang dipelajari).
d. Driver dan Bel, pakar konstruktivis, mengatakan bahwa ilmu pengetahuan
bukan hanya kumpulan hukum atau daftar fakta. Ilmu pengetahuan,
terutama sains, adalah ciptaan pikiran manusia dengan semua gagasan dan
konsepnya yang ditemukan secara bebas (Suparno, 1997: 17).
e. Menurut Endang Saefuddin Anshori ilmu pengetahuan adalah Usaha
pemahaman manusia yang disusun dalam satu sistem mengenai kenyataan,

3
struktur, bagian-bagian dan hukumhukum tentang hal-ihwal yang
diselidiki (alam, manusia, dan agama) sejauh yang dapat dijangkau daya
pemikiran yang dibantu penginderaan yang kebenarannya diuji secara
empiris, riset dan eksprimen. 4
Dari berbagai pendapat di atas, maka dapat diambil benang merah
bahwa ilmu pengetahuan adalah suatu fakta yang bersifat empiris atau
gagasan rasional yang dibangun oleh individu melalui percobaan dan
pengalaman yang teruji kebenarannya.

B. Ciri-Ciri Umum Ilmu Pengetahuan.


Dari berbagai definisi tentang ilmu pengetahuan dapat diidentifikasi
beberapa ciri ilmu pengetahun, antara lain sebagai berikut:
a. Ilmu bersifat rasional, artinya proses pemikiran yang berlang-sung dalam
ilmu harus dan hanya tunduk pada hukum-hukum logika.
b. Ilmu itu bersifat objektif, artinya ilmu pengetahuan didukung oleh bukti-
bukti (evidences) yang dapat diverifikasi untuk menjamin keabsahannya.
c. Ilmu bersifat matematikal, yakni cara kerjanya runtut berdasarkan patokan
tertentu yang secara rasional dapat dipertanggungjawabkan, dan hasilnya
berupa fakta2 yang relevan dalam bidang yang ditelaahnya.
d. Ilmu bersifat umum (universal) dan terbuka, artinya harus dapat dipelajari
oleh tiap orang, bukan untuk sekelompok orang tertentu.
e. Ilmu bersifat akumulatif dan progresif, yakni kebenaran yang diperoleh
selalu dapat dijadikan dasar untuk memperoleh kebenaran yang baru,
sehingga ilmu pengetahuan maju dan berkembang.
f. Ilmu bersifat communicable artinya dapat dikomunikasikan atau dibahas
bersama dengan orang lain. 5

4
C. Objek Ilmu Pengetahuan
Menurut Suhartono, obyek dalam ilmu pengetahun terbagi menjadi dua;
obyek material dan formal. Obyek material adalah obyek yang dihadirkan dalam
pemikiran atau penelitian; baik yang bersifat materi (seperti benda-benda)
maupun yang non-materi (seperti masalah, konsep, ide-ide). Sementara, obyek
formal berarti dari sudut pandang mana suatu obyek itu diselidiki. Misalnya
penelitian tentang manusia ditinjau dari aspek faal tubuhnya; maka obyek
materialnya adalah manusia sementara obyek formalnya adalah aspek susunan
tubuhnya. 6

D. Sumber Ilmu Pengetahuan


Sumber Pengetahuan Menurut Mulyadi Kartanegara, sumber ilmu
pengetahuan merupakan alat atau sesuatu darimana individu memperoleh
informasi tentang suatu objek. Karena manusia mendapatkan informasi dari
indera dan akal, maka tiga alat itulah yang dianggap sebagai sumber ilmu
pengetahuan. Dengan kata lain, sumber ilmu pengetahuan adalah empirisme
(indera) dan rasionalisme (akal). 7
Empirisme adalah pengetahuan yang
diperoleh dengan perantaraan panca indera. Paham empirisme berpendirian
bahwa pengetahuan berasal dari pengalaman. John Locke yang merupakan tokoh
dalam teori ini mengemukakan bahwa manusia ibarat kertas putih, maka
pengamalan panca inderawinya yang akan menghiasi jiwa manusia dari
mempunyai pengetahuan yang sederhana hingga menjadi pengetahuan yang
kompleks (Tafsir, 2007: 24). Selain itu, David Hume mengemukakan bahwa
manusia sejak lahir tidak mempunyai pengetahuan sama sekali, pengetahuannya
didapatkan melalui pengideraan. Hasil dari pengamatan melalui inderanya, maka
menghasilkan dua hal; kesan (impression) dan ide (idea). Rasionalisme
merupakan kebalikan dari empirisme yang berpendirian bahwa sumber

5
pengetahuan terletak pada akal. Akal memang membutuhkan bantuan panca
indera untuk memperoleh data dari alam nyata, tetapi hanya akal yang mampu
menghubungkan data satu sama lainnya, sehingga terbentuklah pengetahuan.
Menurut Von Glasersfeld (Bakhtiar, 1997: 41), pengetahuan itu dibentuk oleh
struktur konsepsi seseorang sewaktu dia berinteraksi dengan lingkungannya.
Lingkungan dapat berarti dua macam. Pertama, lingkungan yang menunjuk pada
keseluruhan obyek dan semua relasinya yang diabstraksikan dari pengalaman.
Kedua, lingkungan yang menunjuk pada sekeliling hal itu yang telah
diisolasikan. Pendeknya, sumber pengetahuan yang diakui keabsahannya dalam
perspektif Barat hanya rasionalisme dan empirisme. Kebenaran Pengetahuan
Kebenaran pengetahuan merupakan implikasi dari sumber pengetahuan itu
sendiri. Jika pengetahuan Barat mengandalkan empiris dan rasional, maka
menurut pandangan mereka, pengetahuan dikatakan benar apabila sesuai dengan
kenyataan yang ada dan sesuai dengan akalnya. Dari sini, teori kebenaran dapat
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu kebenaran realisme dan idealisme. Padangan
realisme berpendapat bahwa pengetahuan dianggap benar dan tepat apabila
sesuai dengan kenyataan (Bakhtiar, 1997: 37-38). Teori ini didukung oleh
Bertand Russell dengan teori korespondensinya, Charles S. Peirce dengan teori
pragmatismenya dan para ahli konstruktivis. Sedangkan kebenaran idealisme
menandaskan bahwa hakikat kebenaran pengetahuan didasarkan pada alam ”ide”,
terutama akal. Realita yang ditangkap panca indera manusia sudah ditentukan
sebelumnya dalam alam ”ide” itu. Pandangan ini didukung oleh Socrates dan
Aristoteles dengan teori koherensinya. Berdasarkan dua teori tersebut, maka
kebenaran dalam pengetahuan Barat bersifat relatif. Karena pengetahuan itu
bukan barang mati yang sekali jadi, melainkan suatu proses yang terus
berkembang. Dan tidak menutup kemungkinan pengetahuan yang lama akan
digugurkan oleh pengetahuan yang baru karena dianggap sudah tidak relevan
lagi. Kesimpulan yang bisa diambil adalah pengetahuan yang benar bisa dilihat
dari dua hal, yaitu kesesuaiannya dengan realitas atau fakta yang ada dan

6
kesesuaiannya dengan akal manusia yang bersifat subyektif. Hal ini
menunjukkan bahwa kebenaran pengetahuan dalam perspektif Barat bersifat
relatif, karena pengetahuan akan berkembang terus-menerus dan pengetahuan
yang lama akan digugurkan oleh pengetahuan yang baru.

Dalam karangannya berjudul “Pengantar Filsafat Ilmu” (1997:88), The


Liang Gie mengatakan bahwa ilmu dapat dilihat sebagai aktivitas yang dilakukan
untuk memperoleh ilmu pengetahuan, sebagai metode bagaimana aktivitas itu
dilakukan, dan sebagai ilmu pengetahuan atau produk dari aktvitas tersebut.
Ketiga hal itu merupakan kesatuan logis yang mesti ada secara berurutan dan
bersifat dinamis. Ilmu harus diusahakan dengan aktivitas manusia, aktivitas itu
harus dilaksanakan dengan metode tertentu, dan akhirnya aktivitas metodis itu
mendatang pengetahuan yang sistematis. Dengan kata lain, menurut The Liang
Gie, ilmu ialah “aktivitas penelitian, metode ilmiah, dan pengetahuan sistematis.”
Mengenai sifat obyektif dari ilmu pengetahuan menimbulkan beberapa
persoalan, karena obyektif itu diartikan sebagai bebas nilai, atau bersifat netral,
tidak dipengaruhi oleh subyektivitas orang yang meneliti ilmu itu. Dalam
penelitian kualitatif, istilah obyektif kurang tepat dipakai karena nuansa subyektif
dalam penelitian kualitatif sangat dominan, sehingga obyektivitas hasil penelitian
diragukan. Selain itu hasil suatu penelitian ilmiah tidak sama antara yang satu
dengan yang lain terutama antara ilmu-ilmu yang berbeda karasteristiknya,
sehingga istilah intersubyektif lebih diperlukan dalam ilmu-ilmu social daripada
ilmu alamiah. Dilihat secara filosofis adalah sangat sukar untuk menyatakan
sesuatu itu sebagai obyektif karena sesungguhnya segala hal yang ada dalam
alam semesta ini adalah hasil dari suatu kesepakatan antara individu atau

7
kelompok yang memiliki otoritas dalam satu bidang ilmu, yang kemudian diikuti
oleh masyarakat luas.

Anda mungkin juga menyukai