Anda di halaman 1dari 7

Pembentukan Umat

Kata ‘umat’ (al-ummah) yang dimaksud disini bermakna ‘golongan’, ‘kelompok


manusia’, ‘masyarakat’ atau ‘bangsa’.

Al-ummah bermakna semua komunitas yang segala urusannya terhimpun, baik dalam


satu agama tertentu, dalam waktu tertentu atau tempat tertentu, atau himpunan itu
terjadi karena ketundukan secara alamiah; atau karena suatu ikhtiar atau usaha yang
dikomandoi oleh perorangan atau beberapa orang yang bekerja sama dalam sebuah
organisasi untuk tujuan tertentu.  Jamak al-ummah adalah al-umam.  Sedangkan posisi
perorangan atau sekelompok orang yang menggerakkan itu, atau seseorang yang
menjadi pusat ketundukan tersebut, dikatakan pemimpin (al-imam). Jamak al-
imam adalah al-aimmah yang pelembagaannya disebut al-imamah bermakna
kepemimpinan.[1]

Kata ummah  dengan makna seperti ini, diantaranya disebutkan dalam firman


Allah Ta’ala,

ْ َ‫سواًل َأ ِن اعْ بُدُوا اللَّ َه و‬


َ‫اجتَ ِنبُوا الطَّا ُغوت‬ ُ َ‫وَ لَ َق ْد بَ َع ْثنَا ِفي ُك ِ ّل ُأ َّم ٍة ر‬

“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk
menyerukan), ‘Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah thaghut itu.’” (QS. An-Nahl, 16: 36)[2]

Lebih spesifik lagi yang dimaksud ‘umat’ disini adalah umat Islam. Jadi yang dimaksud
dengan takwinul ummah dalam materi ini adalah: Membentuk Umat/Masyarakat Islam.

****

Terbentuknya al-ummah  ditopang oleh dua faktor: takwinus


syakhshiyyah  (pembentukan pribadi) dan takwinu ruhul jama’ah  (pembentukan
semangat persatuan, kesatuan, atau kebersamaan).

Takwinus syakhshiyah  yang dimaksud disini adalah takwinus syakhshiyyatil


Islamiyah;  membentuk kepribadian Islam. Yakni pribadi-pribadi yang tertanam dalam
jiwanya: al-iman  (keimanan), dan at-taqwa  (ketakwaan), serta tumbuh
darinya islamiyyatul hayah  (islamisasi kehidupan).[3]
Sedangkan takwinu ruhil jama’ah  yang dimaksud disini adalah upaya untuk membentuk
rasa persatuan, kesatuan, atau kebersamaan masyarakat Islam, ditandai dengan
terwujudnya kondisi: al-i’tisham bi hablillah  (berpegang teguh pada tali [agama]
Allah), ‘adamut tafarruq  (tidak berpecah belah), ta’liful qulub  (menautkan hati), dan al-
ukhuwwatul Islamiyyah    (persaudaraan Islam).

Hal ini sebagaimana diperintahkan oleh Allah Ta’ala  di dalam Al-Qur’an,

‫وب ُك ْم َفَأصْ ب َْحتُ ْم ِبنِعْ َم ِت ِه ِإخْ وَ انًا‬ ‫َأ‬ ‫َأ‬


ِ ُ‫َصمُوا ِبحَ ْب ِل اللَّ ِه جَ ِميعًا وَ اَل تَ َف َّر ُقوا ۚ وَ ا ْذ ُك ُروا نِعْ َمتَ اللَّ ِه عَ لَ ْي ُك ْم ِإ ْذ ُك ْنتُ ْم عْ دَا ًء َف لَّفَ بَيْنَ ُقل‬
ِ ‫وَ اعْ ت‬
ُ َّ َ ُ َ َّ َ ٰ َ ُ َ ‫َأ‬ َ
َ‫َّار ف ْن َقذك ْم ِم ْن َها ۗ كذلِكَ يُبَ ِيّنُ الل ُه لك ْم آيَا ِت ِه ل َعلك ْم تَ ْهتَدُون‬ َ ُ
ِ ‫شفَا ُح ْفرَ ٍة مِنَ الن‬ َ ٰ‫وَ ك ْنتُ ْم عَ لى‬

“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu
bercerai berai, dan ingatlah akan ni’mat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa
Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah
kamu karena ni’mat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi
jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah
menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.” (QS. Ali Imran,
3: 103)

Mari kita mengulas hal di atas satu persatu secara ringkas:[4]

Pertama, al-i’tisham bi hablillah  (berpegang teguh pada tali Allah). Maksudnya adalah
berpegang teguh kepada kitabullah, yakni Al-Qur’anul karim; dan petunjuk Nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam,  yakni sunnahnya;[5] berpegang teguh kepada
dinul Islam agar tidak tergelincir dari agama itu.[6]

Maka, bukanlah umat atau masyarakat Islam yang hakiki jika tidak berpegang teguh
kepada nilai-nilai Islam yang dimuat di dalam Al-Qur’an. Mengenai surat Ali Imran ayat
103 di atas, Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullah  berkata: “Ayat-ayat
ini mengandung anjuran Allah kepada hamba-hamba–Nya, kaum  mukminin agar
mendirikan syukur atas nikmat-nikmat–Nya yang besar yaitu dengan bertakwa kepada–
Nya dengan sebenar-benar takwa, dan agar mereka menaati–Nya dan meninggalkan
kemaksiatan terhadap–Nya secara tulus ikhlas untuk–Nya, dan agar mereka menegakkan
agama mereka dan berpegang teguh kepada tali itu (yaitu agama dan kitabNya) sebagai
sebab antara mereka dengan–Nya.”[7]
Kedua, ‘adamut tafarruq  (tidak berpecah belah). Maksudnya adalah terbebas dari hal-hal
dapat menjerumuskan ke dalam perpecahan yang timbul dari perbedaan dalam agama.
[8] Terbebas dari bercerai berai, permusuhan dan mendengki, karena semua itu akan
menjadikan umat Islam lemah dan mudah dihancurkan.[9]

Maka, bukanlah umat atau masyarakat Islam yang hakiki jika tumbuh berkembang di
dalamnya sikap saling mendengki, tipu menipu, benci membenci, belakang
membelakangi antara satu sama lain; menyimpang dari ketaatan kepada
Allah Ta’ala  dan rasul-Nya, serta mengikuti hawa nafsu dan tujuan lain selain keridhoan-
Nya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam  bersabda,

‫ ا ْلمُسْ ِل ُم َأخُ و‬،‫هللا ِإخْ وَ ان ًا‬


ِ ‫ وَ ُكونُوا ِعبَا َد‬،‫ض‬ ٍ ‫ض ُك ْم عَ لَى بَي ِْع بَ ْع‬ُ ‫ وَ الَ ي َِبعْ بَ ْع‬،‫ وَ الَ َتدَابَ ُروا‬،‫ضوا‬ َ ‫ وَ الَ َتب‬،‫ وَ الَ َت َناجَ شُوا‬،‫سدُوا‬
ُ ‫َاغ‬ َ ‫الَ َتحَ ا‬
‫ب امْ ِرٍئ مِنَ الش َِّّر‬ ِ ْ‫ات ـ ِبحَ س‬ َ َ‫ التَّ ْقوَ ى ه ُهنَا ـ وَ ي ُِشي ُر ِإلَى صَ د ِْر ِه ثَال‬،ُ‫ وَ الَ ي َْح ِق ُره‬،ُ‫ وَ الَ يَ ْك ِذبُه‬،ُ‫ وَ الَ يَخْ ُذلُه‬،ُ‫ الَ يَظْ ِل ُمه‬:‫ا ْلمُسْ ِل ِم‬
ٍ ‫ث َم َّر‬
ْ ‫س ِل ِم عَ لَى ا ْل ُم‬
ُ ْ‫ وَ ِعر‬،ُ‫ وَ مَالُه‬،ُ‫ َد ُمه‬:‫س ِل ِم حَ رَ ا ٌم‬
‫ض ُه‬ ْ ‫َأنْ ي َْحقِرَ َأخَ ا ُه ا ْل ُم‬
ْ ‫ ُك ُّل ا ْل ُم‬،‫س ِل َم‬

“Janganlah kamu saling dengki mendengki, tipu menipu, benci membenci, belakang
membelakangi antara satu sama lain. Janganlah sebahagian kamu menjual barangan
atas jualan orang lain. Hendaklah kamu menjadi hamba-hamba Allah yang bersaudara.
Seorang muslim adalah saudara bagi seorang muslim; dia tidak boleh menzaliminya,
membiarkannya (dalam kehinaan), membohonginya dan menghinanya. Ketaqwaan itu di
sini – sambil Baginda menunjuk ke dadanya sebanyak tiga kali –Cukuplah seseorang itu
mendapat keburukan apabila dia menghina saudaranya yang muslim. Setiap orang
muslim ke atas muslim itu haram darahnya, hartanya dan maruah dirinya.” (HR. Muslim)

Ketiga, ta’liful qulub  (menautkan hati). Maksudnya adalah menyatukan hati di atas cinta
kepada-Nya dan cinta kepada Rasul-Nya, dan tumbuhnya rasa saling mencintai antara
satu dengan yang lain. Menjadi saudara seagama, saling mengasihi dan saling
menasihati.[10] Bekerjasama dan bersatu dalam kalimat Islam.[11]

Hal ini seperti diungkapkan dalam hadits yang diriwayatkan dari An-Nu’man bin
Basyir radhiallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa  sallam bersabda:

‫س َه ِر وَ ا ْل ُحمَّى‬ َ َ‫شتَ َكى ِم ْن ُه عُضْ ٌو تَدَاعَ ى لَ ُه سَاِئ ُر ا ْلج‬


َّ ‫س ِد ِبال‬ َ َ‫اح ِم ِه ْم وَ تَعَاط ُ ِف ِه ْم َمثَ ُل ا ْلج‬
ْ ‫س ِد ِإ َذا ا‬ ُ َ‫َمثَ ُل ا ْل ُمْؤ ِمنِينَ ِفي تَوَ ا ِ ّد ِه ْم وَ تَر‬
“Perumpamaan orang-orang beriman dalam cinta, kasih sayang, simpati mereka
bagaikan satu jasad, jika salah satu anggota tubuhnya ada yang mengeluh, maka bagian
yang lain juga mengikutinya dengan rasa tidak bisa tidur dan demam.” (HR. Muslim No.
2586, Ahmad No. 18373)

Disebutkan pula dalam hadits yang diriwayatkan dari Abu Musa radhiyallahu


‘anhu bahwa  Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫شبَّكَ بَيْنَ َأصَ ِاب ِع ِه‬


َ َ‫ض ُه بَعْض ًا و‬ ِ ‫ ا ْل ُمْؤ مِنُ ل ْل ُمْؤ ِم ِن َكا ْلبُ ْني‬.
ُ َ‫َان ي‬
ُ ‫ش ُّد بَ ْع‬

“Seorang mu’min terhadap mu’min yang lain, ibarat sebuah bangunan yang sebagiannya
mengokohkan bagian yang lain” (dan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjalinkan
antara jari-jarinya)” (Muttafaq ‘alaih).

Pertautan hati yang hakiki hanya dapat terwujud dengan landasan iman. Ia tidak bisa
direkatkan dengan harta dan kenikmatan dunia; jika pun nampak bertaut dan bersatu,
ketahuilah itu hanyalah pertautan dan persatuan yang semu.

‫وب ِه ْم وَ ٰلَكِنَّ اللَّ َه َألَّفَ بَ ْينَ ُه ْم ۚ ِإنَّ ُه عَ ِزيزٌ حَ ِكي ٌم‬ ‫َأ‬ ِ ْ‫لَوْ َأ ْن َفقْتَ مَا ِفي اَأْلر‬
ِ ُ‫ض جَ ِميعًا مَا لَّفْتَ بَيْنَ ُقل‬

“Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu
tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati
mereka. Sesungguhnya Dia Maha Gagah lagi Maha Bijaksana.”  (QS. Al-Anfal, 8: 63)

Keempat, al-ukhuwwatul Islamiyyah  (persaudaraan Islam). Maksudnya adalah


tumbuhnya rasa persaudaraan dengan jalinan hati, rasa saling mencintai, saling
mengasihi dan saling menasihati serta bekerjasama dengan didasari agama dan
keimanan.

Allah Ta’ala  berfirman,

َ ‫ِإنَّمَا ا ْل ًمْؤ ِمنُوْ نَ ِإخْ وَ ٌة َفَأصْ ِل ُحوْ ا َبيْنَ َأخَ وَ ْي ُك ْم وَ اتَّقُوْ ا‬


َ‫هللا لَ َعلَّ ُك ْم تُرْ حَ مُوْ ن‬
“Sesungguhnya orang-orang Mukmin adalah bersaudara. Karena itu, damaikanlah kedua
saudara kalian, dan bertakwalah kalian kepada Allah supaya kalian mendapatkan
rahmat.” (QS. Al-Hujurat, 49: 10).

Wujud nyata tegaknya al-ukhuwwatul Islamiyah  adalah tidak berbuat zalim kepada


sesama muslim; membelanya, membantu keperluannya, dan menutupi aib-aibnya. Hal
ini sebagaimana disebutkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

‫هللا عَ ْن ُه‬ َ ‫رَّج عَ نْ مُسْ ِل ٍم ُكرْ بَ ًة َف‬


ُ ‫رَّج‬ َ ‫هللا ِفى حا جَ ِت ِه وَ مَنْ َف‬ ُ َ‫س ِل ُم ُه وَ مَنْ َكانَ ِفى حَ ا جَ ِة َأخَ يَ ِه َكان‬ ْ ُ‫س ِل ُم َأخُ و ْلمُسْ ِل ِم اَل يَظْ ِل ُم ُه وَ اَل ي‬
ْ ‫ا ْل ُم‬
‫هللا يَوْ َم ا ْل ِقيَامَة‬
ُ ‫ستَرَ ُه‬ َ ْ‫ب يَوْ ِم ا ْل ِقيَا َم ِة وَ من‬
ْ ‫ستَرَ ُم‬
َ ‫س ِلمًا‬ ِ َ‫ُكرْ بَتً مِنْ كر‬

“Orang muslim adalah saudara muslim lainnya, ia tidak akan menganiayanya dan tidak
akan menyerahkannya (kepada musuh). Barangsiapa  membantu  keperluan
saudaranya  maka Allah  membantu  keperluannya. Barangsiapa menghilangkan suatu
kesukaran dari orang muslim, maka Allah akan menghilangkan satu kesukaran-
kesukaran yang ada pada hari kiamat. Dan barangsiapa yang menutupi (aib) seorang
muslim, maka Allah akan menutupi (aibnya) pada hari kiamat.” (HR. Bukhari dan
Muslim).

Selain itu, diwujudkan pula dengan menunaikan hak-hak mereka. Rasulullah shallallahu


‘alaihi wa sallam  bersabda,

‫ وَ ِعيَا َد ُة‬،‫ساَل ِم‬ َّ ‫ رَ ُّد ال‬: ٌ‫س ِل ِم عَ لَى ا ْلمُسْ ِل ِم خَ مْ س‬ ْ ‫ حَ قُّ ا ْل ُم‬: ‫سلَّم َقا َل‬ ُ ‫هللا عَ ْن ُه َأنَّ رَ سُو َل الَّه صَ لَّى‬
َ َ‫هللا عَ لَ ْي ِه و‬ ُ ‫ي‬ َ ‫ض‬ِ َ‫عَ نْ َأ ِبي ُهرَ يْرَ َة ر‬
َ ‫ ِإ َذا لَ ِقيتَ ُه َف‬: ٌّ‫ حَ قُّ ا ْلمُسْ ِل ِم ِست‬: ‫س ُمتَّ َف ٌق عَ لَ ْي ِه وَ ِفي ِروَ ايَة ِلمُسْ ِل ٍم‬
‫سلِّ ْم‬ ِ ‫َاط‬ ِ ‫ش ِميْتُ ا ْلع‬
ْ َ‫ وَ ت‬،ِ‫ وَ ِإجَ ابَ ُة الدَّعْ وَ ة‬،‫ وَ اتِّبَا ُـع ا ْلجنَاِئ ِز‬، َ‫ا ْلم َِريْض‬
‫ وَ ِإ َذا َماتَ َفات ِْبعْ ُه‬،ُ‫مرضَ َف ُع ْده‬ ِ ‫ وَ ِإ َذا‬. ‫ش ِّم ْت ُه‬َ ‫ وَ ِإ َذا عَ طَسَ َفحَ ِم َد اللَّه َف‬،ُ‫ستَنْصَ حَ كَ َفانْصَ حْ لَه‬ ْ ‫ وَ ِإ َذا ا‬،ُ‫ وَ ِإ َذا دَعَ اكَ َفَأ ِج ْبه‬،‫ عَ لَ ْي ِه‬.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu,  ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa


sallam bersabda: “Haknya seorang muslim terhadap orang muslim yang lain ada
lima,  yaitu menjawab salam, mengunjungi yang sakit, mengikuti jenazahnya, memenuhi
undangannya dan bertasymit kepada yang bersin.” (Muttafaq ‘alaih).

Di dalam hadits riwayat Muslim disebutkan,

‫وَ ِإ َذا اسْ تَنْصَ حَ كَ َفانْصَ حْ لَ ُه‬


“Apabila dia meminta nasehat kepadamu maka berilah nasehat kepadanya…” (HR.
Muslim)

Harakatul Inqadz

Upaya takwinul ummah ini merupakan harakatul inqadz  (gerakan penyelamatan) yang


harus selalu digelorakan di tengah-tengah umat oleh al-muhtadun;  mereka yang telah
diberikan nikmat petunjuk agama—para ulama, da’i, murabbi, mua’llim—sehingga umat
ini benar-benar terbentuk menjadi al-ummatul Islamiyyah.  Mereka wajib
menggelorakan dakwah dan amar ma’ruf nahi munkar sebagaimana diperintahkan oleh
Allah Ta’ala,

َ‫وف وَ يَ ْن َهوْ نَ عَ ِن ٱ ْلمُن َك ِر ۚ وَ ُأ ۟و ٰلَِٓئكَ ُه ُم ٱ ْل ُم ْف ِل ُحون‬


ِ ‫وَ ْلتَ ُكن ِّمن ُك ْم ُأ َّم ٌة يَ ْد ُعونَ ِإلَى ٱ ْلخَ ي ِْر وَ يَْأ مُرُ ونَ ِبٱ ْلمَعْ ُر‬

“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang
yang beruntung.” (QS. Ali Imran, 3: 104)

Catatan Kaki:

[1] Masyarakat Islam (Al-Ummah), Dimensi Masa Kerasulan dan Kekhalifahan,  Ayat


Dimyati

[2] Terdapat beberapa makna lain dari kata  ‘umat’ yang disebut di dalam Al-Qur’an,
yaitu: imam (QS. 16: 120), agama (QS. 43: 22, 21: 92), dan waktu (12: 45)

[3] Ulasan khusus tentang hal ini akan kita kemukakan di materi pembahasan
selanjutnya setelah materi takwinul ummah  ini, insya Allah.

[4] Kita akan membahas point-point ini secara khusus di pembahasan-pembahasan


berikutnya.
[5] Lihat: Tafsir Al-Muyassar (Kementrian Agama Saudi Arabia) dan Tafsir Al-
Mukhtashar  (Markaz Tafsir Riyadh).

[6] Lihat: Al-Qur’anul Karim wa tafsiruhu  (Kementrian Agama RI)

[7] Lihat: Tafsir As-Sa’di.

[8] Zubdatut Tafsir Min fathil Qadir,  Syaikh Muhammad Sulaiman Al-Asyqar.

[9] Al-Qur’anul Karim wa Tafsiruhu,  Kementrian Agama RI.

[10] Lihat: Tafsir Al-Muyassar (Kementrian Agama Saudi Arabia) dan Tafsir Al-


Mukhtashar  (Markaz Tafsir Riyadh).

[11] Tafsir Al-Wajiz, Syaikh Wahbah Az-Zuhaili.

Anda mungkin juga menyukai