Pembentukan Umat
Pembentukan Umat
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk
menyerukan), ‘Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah thaghut itu.’” (QS. An-Nahl, 16: 36)[2]
Lebih spesifik lagi yang dimaksud ‘umat’ disini adalah umat Islam. Jadi yang dimaksud
dengan takwinul ummah dalam materi ini adalah: Membentuk Umat/Masyarakat Islam.
****
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu
bercerai berai, dan ingatlah akan ni’mat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa
Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah
kamu karena ni’mat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi
jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah
menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.” (QS. Ali Imran,
3: 103)
Pertama, al-i’tisham bi hablillah (berpegang teguh pada tali Allah). Maksudnya adalah
berpegang teguh kepada kitabullah, yakni Al-Qur’anul karim; dan petunjuk Nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, yakni sunnahnya;[5] berpegang teguh kepada
dinul Islam agar tidak tergelincir dari agama itu.[6]
Maka, bukanlah umat atau masyarakat Islam yang hakiki jika tidak berpegang teguh
kepada nilai-nilai Islam yang dimuat di dalam Al-Qur’an. Mengenai surat Ali Imran ayat
103 di atas, Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullah berkata: “Ayat-ayat
ini mengandung anjuran Allah kepada hamba-hamba–Nya, kaum mukminin agar
mendirikan syukur atas nikmat-nikmat–Nya yang besar yaitu dengan bertakwa kepada–
Nya dengan sebenar-benar takwa, dan agar mereka menaati–Nya dan meninggalkan
kemaksiatan terhadap–Nya secara tulus ikhlas untuk–Nya, dan agar mereka menegakkan
agama mereka dan berpegang teguh kepada tali itu (yaitu agama dan kitabNya) sebagai
sebab antara mereka dengan–Nya.”[7]
Kedua, ‘adamut tafarruq (tidak berpecah belah). Maksudnya adalah terbebas dari hal-hal
dapat menjerumuskan ke dalam perpecahan yang timbul dari perbedaan dalam agama.
[8] Terbebas dari bercerai berai, permusuhan dan mendengki, karena semua itu akan
menjadikan umat Islam lemah dan mudah dihancurkan.[9]
Maka, bukanlah umat atau masyarakat Islam yang hakiki jika tumbuh berkembang di
dalamnya sikap saling mendengki, tipu menipu, benci membenci, belakang
membelakangi antara satu sama lain; menyimpang dari ketaatan kepada
Allah Ta’ala dan rasul-Nya, serta mengikuti hawa nafsu dan tujuan lain selain keridhoan-
Nya.
“Janganlah kamu saling dengki mendengki, tipu menipu, benci membenci, belakang
membelakangi antara satu sama lain. Janganlah sebahagian kamu menjual barangan
atas jualan orang lain. Hendaklah kamu menjadi hamba-hamba Allah yang bersaudara.
Seorang muslim adalah saudara bagi seorang muslim; dia tidak boleh menzaliminya,
membiarkannya (dalam kehinaan), membohonginya dan menghinanya. Ketaqwaan itu di
sini – sambil Baginda menunjuk ke dadanya sebanyak tiga kali –Cukuplah seseorang itu
mendapat keburukan apabila dia menghina saudaranya yang muslim. Setiap orang
muslim ke atas muslim itu haram darahnya, hartanya dan maruah dirinya.” (HR. Muslim)
Ketiga, ta’liful qulub (menautkan hati). Maksudnya adalah menyatukan hati di atas cinta
kepada-Nya dan cinta kepada Rasul-Nya, dan tumbuhnya rasa saling mencintai antara
satu dengan yang lain. Menjadi saudara seagama, saling mengasihi dan saling
menasihati.[10] Bekerjasama dan bersatu dalam kalimat Islam.[11]
Hal ini seperti diungkapkan dalam hadits yang diriwayatkan dari An-Nu’man bin
Basyir radhiallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Seorang mu’min terhadap mu’min yang lain, ibarat sebuah bangunan yang sebagiannya
mengokohkan bagian yang lain” (dan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjalinkan
antara jari-jarinya)” (Muttafaq ‘alaih).
Pertautan hati yang hakiki hanya dapat terwujud dengan landasan iman. Ia tidak bisa
direkatkan dengan harta dan kenikmatan dunia; jika pun nampak bertaut dan bersatu,
ketahuilah itu hanyalah pertautan dan persatuan yang semu.
وب ِه ْم وَ ٰلَكِنَّ اللَّ َه َألَّفَ بَ ْينَ ُه ْم ۚ ِإنَّ ُه عَ ِزيزٌ حَ ِكي ٌم َأ ِ ْلَوْ َأ ْن َفقْتَ مَا ِفي اَأْلر
ِ ُض جَ ِميعًا مَا لَّفْتَ بَيْنَ ُقل
“Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu
tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati
mereka. Sesungguhnya Dia Maha Gagah lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al-Anfal, 8: 63)
Allah Ta’ala berfirman,
“Orang muslim adalah saudara muslim lainnya, ia tidak akan menganiayanya dan tidak
akan menyerahkannya (kepada musuh). Barangsiapa membantu keperluan
saudaranya maka Allah membantu keperluannya. Barangsiapa menghilangkan suatu
kesukaran dari orang muslim, maka Allah akan menghilangkan satu kesukaran-
kesukaran yang ada pada hari kiamat. Dan barangsiapa yang menutupi (aib) seorang
muslim, maka Allah akan menutupi (aibnya) pada hari kiamat.” (HR. Bukhari dan
Muslim).
وَ ِعيَا َد ُة،ساَل ِم َّ رَ ُّد ال: ٌس ِل ِم عَ لَى ا ْلمُسْ ِل ِم خَ مْ س ْ حَ قُّ ا ْل ُم: سلَّم َقا َل ُ هللا عَ ْن ُه َأنَّ رَ سُو َل الَّه صَ لَّى
َ َهللا عَ لَ ْي ِه و ُ ي َ ضِ َعَ نْ َأ ِبي ُهرَ يْرَ َة ر
َ ِإ َذا لَ ِقيتَ ُه َف: ٌّ حَ قُّ ا ْلمُسْ ِل ِم ِست: س ُمتَّ َف ٌق عَ لَ ْي ِه وَ ِفي ِروَ ايَة ِلمُسْ ِل ٍم
سلِّ ْم ِ َاط ِ ش ِميْتُ ا ْلع
ْ َ وَ ت،ِ وَ ِإجَ ابَ ُة الدَّعْ وَ ة، وَ اتِّبَا ُـع ا ْلجنَاِئ ِز، َا ْلم َِريْض
وَ ِإ َذا َماتَ َفات ِْبعْ ُه،ُمرضَ َف ُع ْده ِ وَ ِإ َذا. ش ِّم ْت ُهَ وَ ِإ َذا عَ طَسَ َفحَ ِم َد اللَّه َف،ُستَنْصَ حَ كَ َفانْصَ حْ لَه ْ وَ ِإ َذا ا،ُ وَ ِإ َذا دَعَ اكَ َفَأ ِج ْبه، عَ لَ ْي ِه.
Harakatul Inqadz
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang
yang beruntung.” (QS. Ali Imran, 3: 104)
Catatan Kaki:
[2] Terdapat beberapa makna lain dari kata ‘umat’ yang disebut di dalam Al-Qur’an,
yaitu: imam (QS. 16: 120), agama (QS. 43: 22, 21: 92), dan waktu (12: 45)
[3] Ulasan khusus tentang hal ini akan kita kemukakan di materi pembahasan
selanjutnya setelah materi takwinul ummah ini, insya Allah.