net/publication/322343447
CITATIONS READS
0 19,823
1 author:
Darwis Panguriseng
Universitas Muhammadiyah Makassar
72 PUBLICATIONS 25 CITATIONS
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
All content following this page was uploaded by Darwis Panguriseng on 09 January 2018.
Disusun Oleh :
Dr. Ir. H. Darwis, M.Sc.
Semua konstruksi dan bangunan Teknik Sipil pasti berdiri di atas tanah, tanah
merupakan material yang sangat mempengaruhi kinerja konstruksi bangunan
sipil. Perbaikan tanah merupakan usaha meningkatkan kapasita tanah yang
rendah/lemah, karena tanah yang berada pada suatu daerah selalu memiliki
karaktersitik yang berbeda dengan tanah di daerah yang lainnya.
Penerbit : Pustaka AQ
Nyutran MG II /14020 Yogyakarta
FB- Pustaka AQ
Imprint Penerbit
YLJK2 Indonesia
ISBN : 978-602.0938-48.6
“Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu
dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh
langit. dan Dia Maha mengetahui segala sesuatu.”
(al-Baqarah: 29)
Sang Khalik telah mempercayakan kepada manusia untuk
memanfaatkan sumberdaya yang ada di Bumi sesuai kebutuhan
hidupnya, namun tidak akan membiarkan Bumi porak poranda karena
manusia merusak alam guna memenuhi kepentingannya yang selalu
melebihi kebutuhan yang sebenarnya.
Pembangunan berbagai bentuk dan dimensi konstruksi, sering
hanya merupakan perwujudan dari ambisi manusia untuk memenuhi
kepentingan belaka. Kemudian manusia memanfaatkan anugrah Allah
berupa akal yang kemudian menghasilkan teknologi praktis dan
menggunakannya berupa inovasi rancang bangun untuk memenuhi
ambisi tersebut. Sangat disayangkan apabila hasil olah pikir manusia itu,
justru melampaui batas sehingga menimbulkan dampak kerusakan pada
sumber dayaalam yang ada, yang meng- akibatkan sumberdaya alam
tersebut hancur dan tidak akan berkesinambungan untuk dimanfaatkan
oleh generasi yang akan lahir di kemudian hari.
Pertumbuhan populasi dan kepentingan manusia hidup
berkelompok, telah melahirkan konsep-konsep land use yang tidak
mengindahkan lagi daya dukung lahan, melainkan semata-mata
mementingkan kepentingan masing-masing. Dari sisi masyarakat akan
menggunakan lahan berdasarkan kepentingan untuk efisiensi biaya dan
rasa nyaman yang relatif, sedangkan dari sisi pengambil kebijakan
(government and planner) penggunaan lahan semata-mata didasarkan
pada kepentingan seni tata ruang permukaan belaka. Akibatnya lahan
sawah yang bertanah lunak disulap menjadi lahan gedung yang butuh
lapisan tanah keras, lereng tanah yang labil diubah menjadi jalur jalan
yang butuh tanah stabil, bantaran sungai untuk ruang aliran air setiap
puncak musim hujan, didesak oleh bangunan permukiman, dan lain
sebagainya.
Desakan kepentingan manusia dalam penggunaan lahan yang
menyimpang dari esensi penciptaanNya itulah yang melahirkan inovasi
bagi para engineer untuk mengubah lahan bertanah lunak menjadi
bertanah keras, lereng yang labil menjadi stabil, bantaran sungai yang
BAB – I
PENGERTIAN &
JENIS STABILISASI TANAH
BAB – II
TEORI
PERBAIKAN TANAH
dapat berasal dari abu batu, abu terbang, abu sekam, dan
lain sebagainya.
4. Perbaikan tanah dengan larutan kimia (solvent
stabilization); yang mana berbagai bahan kimia yang biasa
digunakan untuk meningkatkan parameter tanah, seperti
larutan soda kaustik (NaOH), larutan asam sulfat (H2SO4),
dan berbagai larutan lain. Cairan pencampur yang sekarang
banyak digunakan cukup bervarisi, yang mana beberapa
pabrikan telah mengembangkan berbagai jenis cairan
additive sebagai bahan stabilizer untuk perbaikan tanah.
5. Perbaikan tanah dengan pemadatan ; yaitu penyaluran
enersi tumbukan dan/atau vibrasi (dynamic load) secara
langsung ke lapisan tanah yang kurang padat (gembur).
Metode ini dimaksudkan untuk memperbaiki parameter
tanah yang berhubungan dengan daya dukung, kuat geser,
penurunan, dan permeabilitas tanah.
6. Perbaikan tanah dengan konsolidasi ; yaitu pemberian
beban statis secara langsung di atas lapisan tanah (static
load), sehingga tanah akan terkompresi sebelum
pelaksanaan konstruksi dilakukan. Pemberian beban awal
semacam ini disebut preloading, dengan beban yang
biasanya diambil lebih besar dari beban konstruksi yang
akan bekerja. Metode konsolidasi pada dasarnya memiliki
tujuan yang sama dengan metode pemadatan, namun
bentuk bebannya yang berbeda, dan metode konsolidasi
membutuhkan waktu proses yang lebih lama.
7. Perbaikan tanah dengan teknik pengeringan (dewatering) ;
yaitu upaya peningkatan bearing capacity tanah melalui
proses pengeringan tanah, sehingga kadar air tanah
menurun, dan meningkatkan tegangan efektif di dalam
nilai parameter tanah seperti berat volume (), dan sudut geser
dalam tanah (). Dampak samping dari penggunaan resin
dalam stabiliasi tanah, ada yang bersifat positif seperti
penurunan angka pori dan porositas tanah, namun juga
memberikan dampak negatif berupa akumulasi residu resin di
dalam tanah yang sangat sulit dikeluarkan/dipisahkan dari
massa tanah.
BAB – III
PERBAIKAN TANAH
DENGAN METODE KIMIAWI
K+
K+
akan terhubung satu sama lain, yang membentuk massa tanah dan
susunan akan menentukan sifat-sifat dari tanah yang terbentuk.
Susunan semacam ini dapat diillustrasikan seperti gambar berikut.
oksigen
+
hidrogen 105o hidrogen
Mekanisme (1)
Permukaan kation
partikel
Mekanisme (2)
lempung
oksigen
Mekanisme (3)
hidrogen
Air Kristal
ser Montmorillonite
10 Ao
NH +C2SH or CSH
2CH
Yang mana :
S = SiO2 H = H2O N = Na2O
A = Al2O3 C = CaO2
Residual product = silika, alumina, atau kalsium aluminat.
Berdasarkan illustrasi di atas, dapat dipahami bahwa pada
pekerjaan perbaikan tanah dengan kapur, pemadatan tanah harus
dilaksanakan pada saat kondisi campuran tanah dengan kapur
masih memiliki kadar air. Pemadatan akan memberikan hasil yang
maksimal apabila pemadatan dilakukan pada kondisi kadar air
campuran tanah-kapur berada pada nilai yang optimum (wopt).
Mekanisme reaksi antara tanah liat dengan kapur, oleh
Berger (2007), dibagi atas dua tahapan waktu, yakni :
1. Reaksi Seketika (Immidiate Reaction), yang terjadi dalam
hitungan jam, menyebabkan terjadinya pengurangan kadar air
di dalam tanah. Reaksi ini berlangsung dengan mekanisme
sebagai berikut :
CaO + H2O → Ca (OH)2 + panas*)
efek reaksi sebelum
hidrasi kapur.
Reaksi ini diikuti dengan proses flokulasi dan/atau aglomerasi
partikel tanah liat, ditunjukkan dengan perubahan tekstur
tanah, yang akan menyebabkan penurunan plastisitas,
sekaligus peningkatan kapasitas tanah (workability of soil).
2. Reaksi Jangka Panjang (Medium & Long Term Reaction), yang
terjdi dalam hitungan hari, minggu, bulan dan/atau tahun.
Reaksi yang terjadi pada tahap ini disebut reaksi pozzolanic
antara partikel kapur dan tanah liat. Tingkat reaksi pozzolanic
tergantung pada tiga hal, yakni :
(1) Jumlah dan bentuk stabilitas dari mineral tanah.
(2) Temperature (setiap peningkatan 10oC / 50oF, maka
kecepatan reaksi akan berganda)
5. Perubahan Properties :
Sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya bahwa
perbaikan tanah dengan bahan kapur dapat mempunyai berbagai
sasaran, tergantung dari kondisi tanah yang ada dan kebutuhan
konstruksi yang akan dibangun di atas lapisan tanah tersebut. Dari
beberapa hasil penelitian yang dilakukan oleh beberapa ahli,
tergambar perubahan terhadap beberapa parameter tanah yang
diperbaiki dengan bahan kapur, antara lain :
1) Perubahan parameter sifat indeks tanah :
Beberapa indikator perubahan parameter sifat indeks tanah
yang distabilisasi dengan kapur, seperti hasil penelitian Metcalf
(1959) yang menggambarkan hubungan antara kadar kapur dengan
perubahan sifat indeks tanah seperti yang tergambar di bawah ini :
jika tanah reaktif, maka reaksi tanah kapur (yang dibuktikan dengan
kenaikan kekuatan), dapat dicapai dengan jumlah normal (antara
3% - 7%) dari kapur berkualitas tinggi. Tetapi jika diinginkan untuk
memaksimalkan kekuatan, maka perhatian pada beberapa faktor
seperti tipe kapur, persentase kapur, dan lain-lain, akan menjadi
faktor yang sangat signifikan.
Hasil penelitian Marshall (1967) terhadap perbaikan tanah
lempung dengan bahan kapur, secara spesifik memberikan
beberapa kesimpulan penting, antara lain :
1. Jenis kapur sangat mempengaruhi peningkatan kekuatan dari
campuran kapur-tanah. Dari tiga jenis kapur komersial di
Illinois yang digunakan, kapur Dolomit (Dolomitic Lime)
menghasilkan peningkatan kekuatan yang lebih tinggi
dibanding kapur Padam (Calcitic Lime Class C), dan kapur Tohor
(Calcitic Lime Class A) yang memberikan hasil peningkatan
kekuatan campuran paling rendah.
2. Persentase kapur menghasilkan efek signifikan, baik terhadap
peningkatan kekuatan maupun terhadap penurunan plastisitas
pada tanah yang berbutir halus. Pencampuran dengan 5 dan 7
persen lebih unggul dari pada 3 persen.
3. Umur campuran (curing time), pada suhu 73oF memperlihatkan
pengaruh yang signifikan terhadap kekuatan tanah. Kekuatan
pada 56 hari lebih besar dari kekuatan pada 28 hari.
Menurut Marshall bahwa reaksi antara tanah dengan kapur
memang bersifat kompleks, karena dipengaruhi oleh banyak faktor.
Akan tetapi kompleksitas reaksi tersebut seharusnya tidak
membatasi penerapan stabilisasi kapur di lapangan praktis. Sifat
plastisitas, penyusutan, dan kemampuan kerja dari tanah berbutir
halus secara substansial diperbaiki dengan perlakuan kapur, dan
campuran tanah kapur yang memiliki kekuatan tinggi dapat dicapai
memang benar. Oleh karena kondisi tanah yang diteliti oleh Galvao
el al., adalah jenis tanah liat (clay) dengan partikel yang halus,
sedagkan jenis tanah yang diteliti oleh Jawad el al., merupakan
tanah lempung kepasiran (sandy clay).
(c)do = Kuat tekan bebas (UCS) pada umur 0 hari, dalam kPa.
K = Faktor tanah (K = 70.C untuk tanah berbutir halus, dan K
= 10.C untuk tanah berbutir kasar).
C = Kadar semen dalam persen.
Formula Mitchell di atas, hanya diperuntukkan bagi
campuran tanah-semen yang tidak direndam sesudah
pencampuran. Sedangkan menurut Wojciech & Gluchowski (2013),
bahwa untuk menghitung kuat tekan bebas pada tanah yang
diperbaiki dengan semen baik campuran yang direndam maupun
yang tidak direndam, dapat digunakan persamaan sebagai berikut :
c
z 1 a bx 3 .................... (3.7)
y
Yang mana :
z = Kuat tekan (compressive strength of sandy-silty clay)
x = Kadar air tanah sebelum dicampur.
y = Umur campuran tanah-semen (hari).
a = 0,194743202; b = 0,0000002776; dan c = 4,46434566.
Dengan mengetahui nilai kuat tekan bebas pada campuran
tanah-semen, maka parameter lain dapat dihitung, seperti nilai
kohesi tanah, modulus elastis tanah, dan lain-lain. Dalam hal ini
oleh beberapa ahli telah mengusulkan formula yang diantaranya
adalah Thompson (1967), dengan persamaan sebagai beikut :
c 9,3 0,292 c .6,895 .................... (3.8)
6,895
E 9,98 0,1235 c .6,895 .................... (3.9)
6,895
Yang mana :
C = kohesi campuran tanah-semen (kPa)
E = Modulus elastis campuran tanah-semen.
c = Kuat tekan bebas (UCS) sesuai umur (hari), dalam kPa.
84 | Dasar-dasar Teknik Perbaikan Tanah
Bab-3 : Perbaikan Tanah Dengan Metode Kimia
kadar semen 20%. Pada kadar semen 40%, nilai k mencapai nilai
terendahnya sebesar 8,33×10-8 m/s. Hasil pengujian menunjukkan
bahwa kadar semen optimum yang digunakan untuk mengurangi
nilai k pada perbaikan tanah gambut adalah 20% dan 10%, baik
pada umur tiga dan maupun tujuh hari.
Permeabilitas tanah yang distabilisasi dengan semen
menurun dari 6,2 × 10-4 menjadi 2,4 × 10-4 ms-1, karena kadar
semen meningkat dari 0% menjadi 40%. Dari serangkaian uji
permeabilitas (permeability falling test) pada tanah gambut baik
tanah yang distabilisasi maupun yang tidak distabilisasi dilakukan,
dan hasilnya ditunjukkan pada berikut.
Gambar 3.61. Kadar NaOH vs UCS pada Umur 7 hari, Suhu 35oC
dan Kadar Semen 12,5% (Zangana, 2012)
cair turun 60,42% (131 menjadi 51,85%), batas plastis turun 42,86%
(50,00 menjadi 28,57%), indeks plastisitas turun 71,26% (81,00
menjadi 23,28%), susut linier turun 66,64% (15,11 menjadi 5,04%),
indeks swelling turun 83,43% (115,00 menjadi 19,05%), dan kadar
air optimum turun 28,57% (28,00 menjadi 20,00%). Sedangkan
persentase kenaikan sebesar 11,38% (1,67 menjadi 1,86 g/m3,
pada kepadatan kering maksimum), 31,78% (29,20 menjadi 38,48%,
pada CBR tidak rata), 257,67% (4,3 menjadi 15,38%, pada CBR
basah), dan 26,98% (67,86 menjadi 86,17 kN/m2 pada nilai kuat
tekan bebas).
Perbaikan tanah dengan garam terbukti dapat mengurangi
potensi pengembangan tanah dan meningkatkan kekuatannya
(Durotoye et al., 2016). Pengaruh dan tingkat reduksi (%) terhadap
perlakuan NaCl pada sifat-sifat teknis tanah ekspansif yang mereka
teliti, dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3.7. Reduksi Parameter Teknis Akibat NaCl pada Tanah
Ekspansif (Durotoye et al., 2016).
NaCl content (%) 0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5
Liquid Limit (%) 131.00 104.00 85.71 51.85 51.72 51.35
% Reduction - 20.61 45.29 60.42 60.52 60.80
Plastic Limit (%) 50.00 43.17 37.63 28.57 28.54 28.44
% Reduction - 13.66 24.74 42.86 42.92 43.12
Plasticity Index (%) 81.00 60.83 48.08 23.28 23.18 22.91
% Reduction - 24.90 40.64 71.26 71.38 71.72
Linear Shrinkage Limit
15.11 10.07 6.47 5.04 5.04 5.04
(%)
% Reduction - 33.36 57.18 66.64 66.64 66.64
Specific gravity 2.74 2.71 2.68 2.64 2.63 2.62
% Reduction - 1.09 2.19 3.65 4.01 4.38
OMC (%) 28 24 22 20 20 19
% Reduction - 14.29 21.43 28.57 28.57 32.14
Free Swell Index (%) 115.00 80.95 42.85 19.05 18.10 16.67
% Reduction - 29.61 62.74 83.43 84.26 85.50
campuran NaCl < CaCl2 < MgCl2. Menurut penulis hal ini mungkin
disebabkan oleh perbedaan kuantitas unsur klorida pada ketiga
bahan stabilizer tersebut. Hal ini menarik untuk diteliti lebih lanjut.
Jika pada tanah lempung ekspansif perbaikan dengan garam
dinilai cukup efektif, namun lain halnya pada tanah lempung lunak
yang memiliki salinitas tinggi kibat terendam air pasang surut
misalnya. Jenis tanah dengan kondisi demikian biasanya perbaikan
parameternya cukup efektif dengan penggunaan bahan semen
sebagai stabilizer. Oleh Dingwen et al. (2013) melakukan penelitian
terhadap tanah lempung lunak dengan konsentrasi garam natrium
klorida tinggi. Beberapa hasil penelitian sebenarnya telah
mengungkap pengaruh konsentrasi garam terhadap sifat-sifat
teknis tanah yang telah dibahas pada beberapa literatur. Namun
karena Dingwen el al. (2013) menilai bahwa laporan hasil penelitian
tersebut tidak kosisten antara yang satu dengan yang lainnya. Oleh
karena itu mereka melakukan studi terhadap dampak garam
natrium klorida terhadap sifat kekuatan dan kekakuan pada tanah
lempung laut “Lianyungang” di China, kemudian dilakukan
stabilisasi semen dengan kadar yang bervariasi. Tanah lempung
dengan berbagai konsentrasi garam natrium klorida disiapkan
secara artifisial dan diperbaiki dengan berbagai tngkat kadar semen
(Portland Cement). Serangkaian uji kuat tekan bebas (UCS)
terhadap tanah-semen setelah periode perlakuan 7, 14, dan 28 hari.
Hasilnya menunjukkan bahwa konsentrasi garam natrium klorida
yang tinggi di dalam tanah, memiliki efek yang merugikan terhadap
kuat tekan bebas (UCS) dan kekakuan pada lempung yang
diperbaiki dengan semen. Efek yang merugikan dari konsentrasi
garam pada kekuatan dan kekakuan tanah lempung yang diperbaiki
semen secara langsung berhubungan dengan kebutuhan semen
dalam campuran. Tanah yang dicampur dengan kadar semen tinggi
efek yang berbeda pula, baik terhadap nilai strain volumetrik Δh/h
(swelling), maupun terhadap kuat tekan bebas (UCS). Rangkuman
hasil penelitian Lajurkar et al. (2016), dapat dilihat pada tabel
berikut :
Tabel 3.10. Tegangan Volumetrik (Swelling) & UCS
Final
Initial Change
water
Concen- water in % Reduc- % In-
Sam- content Swell- UCS
tration of content water tion in crease in
ple after ing Kg/cm2
CaCl2 before content swelling UCS
diffu-
diffusion (w%)
sion
S1 0 % CaCl2 39,55% 16 % 12,987 - 0,34 -
0,5 %
S2 36,76% 13 % 10,209 21,391 0,57 67,0154
CaCl2
1,0 %
S3 36,03% 12 % 9,596 26,110 0,60 76,9500
CaCl2
1,5 %
S4 33,09% 9% 8,515 34,433 0,64 87,7485
CaCl2 23,88 %
2,0 %
S5 32,86% 9% 9,095 29,968 0,72 113,1328
CaCl2
2,5 %
S6 38,06% 14 % 11,196 13,790 0,49 44,0548
CaCl2
3,0 %
S7 38,52% 15 % 12,427 4,316 0,41 19,8776
CaCl2
Sumber : Lajurkar et al. (2016).
tanpa fly ash nilai CBR dapat mencapai 4,52 atau mencapai
kenaikan sebesar ± 113% dari nilai awal. Bahkan dengan
pencampuran 1% aluminium klorida dan 10% fly ash, nilai CBR
meningkat sampai mencapai 9,62 (± 354% dari nilai awal).
.
Immersed Unconfined Compression Strength - psi
BAB – IV
PERBAIKAN TANAH
DENGAN METODE FISIK
volume kering pada kadar air optimum tersebut, karena air yang
ditambahkan bukan lagi melunakkan partikel tanah, tetapi justru
mengisi rongga yang seharusnya diisi oleh butiran padat. Untuk
menjelaskan korelasi antara penambahan kadar air dengan
perubahan berat volume tanah, seperti yang diperlihatkan pada
gambar berikut.
bila kadar air tanah terlalu rendah, maka saat pemadatan partikel
tanah tidak mudah terdistorsi untuk menyusun komposisi yang
rapat, sehingga berat volume kering yang dihasilkan juga menjadi
kecil, karena sebagian besar pori terisi udara. Oleh karena itu sangat
penting di dalam pekerjaan pemadatan untuk mencari nilai kadar
air optimum (wopt), yang dapat memberikan hasil pemadatan yang
optimal dengan capaian berat volume kering yang maksimum pada
tanah.
Jenis tanah yang digambarkan dengan distribusi ukuran
butir, bentuk butiran, berat jenis, dan mineral lempung yang
terdapat dalam tanah, sangat berpengaruh pada berat volume
kering maksimum dan kadar air optimum pada tanah. Untuk
menggambarkan hubungan tersebut, berdasarkan hasil pengujian
terhadap berbagai jenis tanah berdasarkan prosedur ASTM D-698,
diperlihatkan dalam gambar berikut ini.
hanya 1 sampai 1,5 dari luasnya yang dapat diganti dengan tanah
yang baik (replacement area).
Abdel Salam (2007) dan Abdel Fatah (2014) menyelidiki
pengaruh penggunaan berbagai jenis tanah, dan ketebalan lapisan
pengganti untuk peningkatan daya dukung dan pengurangan
penurunan konsolidasi pada tanah liat lunak secara eksperimental.
Kedua peneliti tersebut menyimpulkan bahwa, dengan
meningkatnya ketebalan lapisan pengganti, maka penurunan
vertikal (vertical settlement) akan berkurang.
Berkaitan dengan keraguan dan perdebatan terhadap
ketebalan lapis pengganti yang optimum untuk meningkatkan
kinerja tanah yang bersifat lunak, maka Gaafer et al. (2015)
menyimpulkan bahwa ada kebutuhan mendesak untuk
mempelajari teknik pemindahan dan penggantian untuk
memperbaiki perilaku tanah dengan mempertimbangkan
persyaratan geoteknik (yaitu daya dukung dan penurunan), serta
biaya untuk mencapai ketebalan lapisan pengganti optimum, dan
bahan yang paling sesuai dengan total biaya minimum dari
konstruksi pondasi yang dikerjakan.
Penerapan metode penggantian tanah secara konvensional
dapat dilakukan untuk perbaikan lapisan tanah permukaan yang
dangkal. Akan tetapi jika lapisan tanah yang hendak diperbaiki
cukup dalam, seperti misalnya untuk peningkatan daya dukung
pada pondasi tiang, maka metode ini dapat dilakukan dengan
melakuka kombinasi dengan metode lain, seperti metode
pemadatan dalam (deep soil mixing = DSM), metode stone column,
vibro replecement, dan lain-lain. Uraian tentang penggambungan
beberapa metode akan dibahas pada bab selanjutnya.
BAB – V
PENGEMBANGAN METODE
PERBAIKAN TANAH
air dan udara dihentikan. Pada titik ini tanah dipadatkan oleh
getaran probe yang akan menimbulkan kawah (crater) di sekitar
vibrator, dan crater tersebut dapat diisi ulang dengan bahan
granular. Begitu proses pengisian dan pemadatan selesai, probe
perlahan ditarik ke atas secara bertahap setiap 12 inch. Zona
pemadatan di sekitar probe akan terbentuk (silindris), dan tingkat
pemadatan yang dicapai dapat dibaca pada alat pressuremeter.
Material yang digunakan untuk pengisian ulang harus bebas dari
lumpur, kerikil atau batu pecah.
(a) Pengeboran awal (b) Injeksi bgn bawah (c) Injeksi bgn atas
Gambar 5.10. Proses Pelaksanaan Compaction Grouting
(James D. Hussin, 2006)
yang membuat kolom bantalan beban yang terbuat dari pasir kasar
atau batu kerikil atau batu pecah pada lapisan tanah kohesif dan
tanah granular yang kandungan partikel halus yang tinggi (Sayar
dan Khalilpasha 2013). Vibro-replacement memiliki keunggulan
ekonomi dibandingkan perbaikan tanah tradisional, terutama
untuk peningkatan daya dukung, peningkatan kekuatan geser,
peningkatan ketahanan terhadap likuifaksi, dan pengurangan
penurunan pada tanah.
Vibro-replacement adalah metode untuk memperbaiki
karakteristik tanah melalui pengeboran, getaran, dan pengisian
material pengganti. Jika material pengisi digunakan batu, maka
akan terbentuk konstruksi kolom batu (stone column) seperti yang
telah diuraikan sebelumnya. Vibro-replacement menggunakan
kepala bergetar yang besar dan menempel pada mesin. Bobot
eksentrik dan motor listrik yang terletak di bagian atas dari kepala
getaran menciptakan getaran. Getaran tersebut bergerak ke tanah
di sekitarnya sehingga terjadi perpindahan dan pemadatan tanah
itu (Sondermann & Wehr 2004). Begitu vibrator telah mencapai
kedalaman desain, maka batu segera mengisi kekosongan yang ada
melalui bagian atas atau bawah vibrator. Vibrator naik dengan
interval 0,5 sampai 1,0 meter, untuk memungkinkan batu pengisi
menjadi padat dan stabil pada tempatnya (Sondermann dan Wehr
2004). Ada empat metode vibro-replacement seperti yang akan
dibahas di bawah ini, dan setiap metode tersebut memiliki teknik
yang sangat berbeda satu sama lain.
A. Wet Top Feed Method
Metode ini merupakan metode yang paling umum, yaitu
dengan mengumpan bahan isian dari atas dengan bantuan air
(wet top feet method). Kekuatan air yang keluar melalui kepala
vibrator yang sudah terpasang di ujung rig alat bor. Tekanan air
Gambar 5.16. Wet Top Feed Method (Krishna et. al. 2004)
Gambar di atas menunjukkan mekanisme pada wet top feet
method sebagai salah satu teknik vibro replacement.
Permasalahan pada penerapan metode ini adalah masalah
pasokan dan pembuangan air. Prosesnya membutuhkan air
dalam jumlah yang besar, dan biasanya diangkut ke lokasi.
Pembuangan air harus dilakukan dengan prosedur yang baik dan
tepat karena sejumlah partikel halus sangat mudah ikut dalam
Gambar 5.17. Dry Bottom Feed Method (Krishna et. al. 2004)
DAFTAR PUSTAKA
A. K. Gabr. 2012. "The Uncertainties of Using Replacement Soil in
Controlling Settlement". Journal of American Science ; Volume. 8,
No. 12, pp. 662-665, 2012.
A. R. Estabragh; I. Beytolahpour; and A. A. Javadi. 2011. “Effect of Resin
on the Strength of Soil-Cement Mixture”. Journal of Materials in
Civil Engineering / Vol. 23 Issue 7 - July 2011.
Ahnberg, H., Bengtsson, P.-E. and Holm., G. (2001), “Effect of initial
loading on the strength of stabilized peat”. Proceedings of the ICE-
Ground Improvement, Volume 5, Issue 1, pages 35-40
Ali Reza Zandieh and Shahaboddin Yasrobi. 2009. Retracted Article :
“Study of Factors Affecting the Compressive Strength of Sandy
Soil Stabilized with Polymer”. Original Paper. 28 November 2009.
Amer Ali Al-Rawas, A.W.Hago, Hilal Al-Sarmi. 2005. “Effect of lime,
cement and Sarooj (artificial pozzolan) on the swelling potential of
an expansive soil from Oman”. Building and Environment, Volume
40, Issue 5, May 2005, Pages 681-687.
Andan A. Basma and Erdil R. Tuncer. 2007. “Effect of Lime on Volume
Change and Compressibility of Expansive Clays”. Transportation
Research Record 1295. Jordan University of Science and
Technology Publication of this paper sponsored by Committee on
Lime and Lime-Fly Ash Stabilization.
Anil Misra, Debabrata Biswas and Sushant Upadhyaya (13 Decemeber
2004), "Physio- mechanical behavior of self cementing class C
flyash-clay mixtures," www.sciencedirect.com
Anonimus. 1953. “Stabilization of Soil with Asphalt”. Technical Bulletin
No. 200. American Road Builders Association, 1953.
Anonimus. 1966. “Laboratory Studies Set Coarse Grading Limits for Soil-
Cement”. Soil Cement News, No. 84, Portland Cement
Association, January 1966.
Anonimus. 1970. “Bituminous Base Course Practices”. Highway Research
Board Committee MC-47, Bituminous Aggregate Bases,
presented at 49th Annual Meeting HRB, 1970.
Anonimus. 2016. Soil “Stabilization”. Ruston Paving Company Inc.
http://www.rustonpaving.com/stabilization.aspx. Diunduh
tanggal 15 Mei 2017.
António Alberto S. Correia1 and Maria Graça Rasteiro. 2016.
“Nanotechnology Applied to Chemical Soil Stabilization”. Elsevier,
Procedia Engineering Volume 143, 2016, Pages 1252–1259.
Krishna, H., Raju, V.R., and Wegner, R., (2004). “Ground Improvement
using Vibro Replacement in Asia 1994 to 2004 : A 10 Year Review.”
Proc., 5th Int. Conf. on Ground Improvement Techniques., Kuala
Lampur, Malaysia.
L.S. Wong, R. Hashim and F.H. Ali. 2008. “Strength and Permeability of
Stabilized Peat Soil”. Journal of Applied Sciences, 8: 3986-3990.
Lambe, T. W. 1962. “Foundation Engineering”, edited by G. A. Leonards,
McGraw-Hill Book Co.
Laurence Latta and John B. Leonard. 1975. Epoxy Resin Soil Stabilizing
Compositions. United States Patent. Jul. 28, 1975.
Loan T.K.DAM, Isamu SANDANBATA, Makoto KIMURA. 2006. “Vacuum
Consolidation Method – Worldwide Practice and the Latest
Improvement in Japan”. Research Assistant, Hazama Corporation.
(2006.12).
M. Mirzababaei, S. Yasrobi, and A. Al-Rawas. “Effect of polymers on
swelling potential of expansive soils”. Proceedings of the Institution
of Civil Engineers - Ground Improvement. Volume 162, Issue 3.
2009.
M. Yıldız, A.S. Soğancı. 2012. “Effect of freezing and thawing on strength
and permeability of lime-stabilized clays”. Scientia Iranica A (2012)
19 (4), 1013–1017.
MacLean, D. J. and P. T. Sherwood. 1961. “Study of the Occurrence and
Effects of Organic Matter in Relation to the Stabilization of Soils
with Cement”. Proceedings, Fifth International Conference on Soil
Mechanics and Foundation Engineering, 1961.
Mahmoud Halaweh. 2006. “Effect of alkalis and sulfates on Portland
cement Systems”. A dissertation submitted in partial fulfillment of
the requirements for the degree of Doctor of Philosophy of
University of South Florida. December 8, 2006.
Manikant Mandal and Dr. Mayajit Mazumdar (1995), "A Study on the
effect of sodium carbonate as an additive to stabilized soil," Indian
Highways, December 1995, pp. 31–36.
Marshall R. Thompson. 1967. “Factor Influencing The Plasticity and
Strength of Lime-Soil Mixtures”. By the Board Of Trustees Of the
University Of Illinois.
Marwa Abdel Fatah. 2014. "Improvement Of Bearing Capacity Of Soft Clay
Soil Beneath Shallow Foundation Using Cohesionless Soil
Replacement". Menoufiya University, Egypt, 2014.
INDEX
Over Consolidated 37
Pastic Index 151
Perkuatan Tanah 7, 8, 10
Permeability 105
Permeation Resin 9, 15, 19
Plastic Limit 100, 116
Plasticity 43, 52, 116
Pozzolanic 47, 48, 49, 58, 79, 107
Preloading 9, 14, 88, 174, 175, 176
Settlement 7, 12, 24, 65, 70, 98, 106, 157, 160, 175, 179, 181, 182, 201,
208, 210
Shear Strength 127, 231
Shrinkage Limit 116
Skeleton 16, 64
Soda Kaustik 14, 18, 107
Sodium Klorida 114
Soil Ash 9, 13, 17
Soil Cement 9, 13, 16
Soil Improvement 4, 7, 8
Soil Lime 9, 13, 17
Soil Properties 6, 150
Soil Reinforcement 4, 7, 8, 10
Soil Replacement 181, 197, 218
Soil Stabilization 4, 5, 137
Specific Surface 24, 30, 38, 39, 40
Stabilisasi Tanah 5, 6, 7, 8, 9, 10, 13, 18, 19, 74, 80, 92, 96, 100, 128, 137,
147, 149, 185, 187
Stabilizer 14, 18, 20, 23, 38, 41, 42, 43, 44, 45, 71, 73, 74, 76, 77, 81, 91,
93, 97, 106, 107, 115, 122, 136, 150, 157, 183, 186, 187, 189, 193
Stone Column 182, 202, 203, 204, 205, 219
Swelling Potential 5, 16, 45, 58, 59, 62, 66, 91, 95
Swelling Pressure 63, 96, 126, 134
Tetrahedral 27, 28, 29
Unconfined Compression Strength 49, 55, 57, 151, 152, 153
Vertical Drain 8, 18, 172, 173, 238
Vibro Replacement 218, 220
Vibroflotation 9, 16, 198, 199, 200, 201, 202
Volume Change 25, 133, 154, 160
GLOSARIUM