Anda di halaman 1dari 13

A.

Keimanan kepada Qadla dan Qadar


1. Pengertian Beriman kepada Qadla dan Qadar
Al-qadha dan al-qadar merupakan salah satu rukun iman
yang wajib hukumnya untuk diyakini secara penuh oleh segenap
umat Islam sebagaimana diriwayatkan dalam hadits dari Umar ibnu
Al-Khattab ra. bahwa Rasulullah saw. ditanya oleh seorang laki-
laki, yaitu malaikat yang menyerupai manusia: Wahai Muhammad
apakah iman itu? Beliau menjawab: ‘Engkau beriman kepada
Allah, malaikat-Nya, para Raul-Nya, kitab-kitab-Nya, hari akhir,
qadar yang baik maupun yang buruk.’ Ia berkata: ‘Engkau benar’.
Maka kami pun merasa keheranan, ia yang bertanya ia pula yang
membenarkannya (HR. Ibnu Majah dan HR. At-Tirmizi).
Demikian pula halnya degan para sahabat, mereka sepakat
bahwa iman kepada qadar merupakan suatu hal yang sangat
prinsipil bagi umat muslim. Hal ini terungkap dalam hadits: Telah
menceritakan kepada kami Muhammad bin Katsir berkata, telah
mengabarkan kepada kami Sufyan dari Abu Sinan dari Wahb bin
Khalid Al Himshi dari Ibnu Ad Dailami ia berkata: ‘Aku
mendatangi Ubay bin Ka’ab, lalu aku katakan kepadanya, ada
sesuatu yang mengganjal sesuatu dalam hatiku tentang perkara
takdir, maka ceritakanlah kepadaku tentang sesuatu semoga Allah
menghilangkan keresahan itu dari dalam hatiku’. Ia menjawab,
‘jika Allah menyiksa semua makhluk yang ada di langit dan di
bumi, maka itu bukanlah suatu kezaliman yang Ia lakukan atas
mereka, dan sekiranya Dia memberikan rahmat kepada mereka,
sesungguhnya rahmat-Nya adalah lebih baik dari amalan yang
mereka lakukan. Jika engkau bersedekah dengan emas sebesar
gunung uhud di jalan Allah, maka Allah tidak akan menerimanya
hingga engkau beriman dengan takdir. Dan engkau mengetahui
bahwa apa saja yang di takdirkan menjadi bagianmu tidak akan
meleset darimu, dan apa yang tidak ditakdirkan untuk menjadi
bagianmu tidak akan engkau dapatkan. Jika engkau meninggal
bukan di atas keyakinan yang demikian ini, maka engkau akan
masuk neraka’. Abu Ad Dailami berkata, ‘kemudian aku
mendatangi Abdullah bin Mas’ud, lalu ia mengatakan seperti itu
pula. Aku mendatangi Hudzaifah Ibnul Yaman, lalu ia mengatakan
seperti itu pula. Lalu ia mendatangi Zaid bin Tsabit, lalu ia
menceritakan kepadaku sebuah hadits Nabi saw. seperti itu pula’
(HR. Abu Dawud).
Mengacu pada kedua hadits tersebut, jelaslah bahwa
meyakini sepenuhnya alqadha dan al-qadar merupakan salah satu
syarat imannya seorang muslim, dan oleh karenanya, para ulama
salaf merumuskan enam rukun iman di mana iman kepada qadha
dan qadar merupakan pilar keenam yang pengaruhnya sangat
krusial bagi kehidupan umat Islam.
Pemahaman yang salah terhadap makna mengimani al-
qadha dan al-qadar ini telah terjadi pada masyarakat muslim,
terutama setelah masa kekhalifahan seperti pengaruhnya pada gaya
hidup umat Islam yang pesimis, fatalis, dan statis (Sulidar,
Ardiansyah, dan Prabowo, 2017, hlm. 6). Dengan demikian, maka
perlu kiranya kita pahami secara cermat makna dari konsep al-
qadha dan al-qadar ini. Banyak kaum muslim yang memaknai
istilah al-qadha dan al-qadar dengan ungkapan “takdir”, yakni
sesuatu yang telah menjadi kehendak Sang Pencipta. Jika ditelaah
lebih jauh, kedua konsep ini memiliki makna yang berbeda.
Mengacu pada tulisan Al-‘Attar (2010), terdapat beberapa term
yang berkaitan dengan qadha, di antaranya qadara, qaddara, qudira,
qaddir, qadīr, qādir, qadr, qudūr, maqdūr, qadā, dan qudiyā.
Sementara itu, Ibnu Manzur (1119 H, hlm 74) menganalisis kata
al-qadha dan beberapa kata turunan dari qadara yang mengarahkan
maknanya pada ‘amila, sana‘a, khalaqa, hakama, dan al-taqdīr
(melakukan, membuat, menciptakan, memutuskan, dan
merancang). Di sini tampak bahwa dalam arti bahasa, qadha berarti
keputusan atau ketetapan. Secara etimologis, konsep qadha
bermakna sebagai suatu ketetapan atau keputusan Allah Swt. atas
manusia yang ditetapkan sejak zaman azali.
Sedangkan qadar dalam arti bahasa bermakna sebagai
ukuran atau pertimbangan. Secara etimologis, konsep qadar
bermakna sebagai suatu ketetapan Allah berdasarkan ukuran pada
setiap diri umat manusia sesuai kehendak-Nya pada zaman azali.
Makna secara luas dari konsep qadar ini adalah bahwa qadar
merupakan gambaran kepastian mengenai hukum Allah. Terkait
perbedaan makna dari kedua istilah ini, Ibnu Hajar al-Asqalani (Al-
Asqalani, 1378 H, 11/477) mengungkapkan bahwa para ulama
mengatakan al-qadha adalah ketetapan global secara keseluruhan di
zaman azali, sementara qadar adalah bagian-bagian dan rincian dari
ketetapan global itu. Perumpamaan yang menunjukkan perbedaan
makna qadha dan qadar ini dijelaskan An-Nawawi (2011) dalam
kitab Kasyifatus Saja Syarah Safinatun Naja sebagai berikut:
“Kehendak Allah yang berkaitan pada azali, misalnya kau kelak menjadi
orang alim atau berpengetahuan adalah qadha. Sementara penciptaan
ilmu di dalam dirimu setelah ujudmu hadir di dunia sesuai dengan
kehendak-Nya pada azali adalah qadar”
Maksud dari perumpamaan di atas adalah bahwa perbedaan
antara al-qadha dan al-qadar terletak pada ketetapan Allah pada
zaman azali dengan al-qadha sebagai ketetapan akan menjadi apa
seseorang itu kelak, sedangkan al-qadar sebagai realisasi Allah atas
al-qadha pada diri orang tersebut sesuai kehendak-Nya. Pada
hakikatnya, tidak ada suatu peristiwa pun yang menimpa makhluk
sebagai sebuah kebetulan, karena semua itu sudah menjadi qadha
dan qadar-Nya.
Hal ini ditegaskan dalam firman Allah Swt. Tiada suatu
bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu
sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh)
sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu
adalah mudah bagi Allah. Qs. Alhadîd [57]: 22 Meskipun pada
hakikatnya al-qada dan al-qadar manusia ditentukan oleh Allah
Swt., namun manusialah yang menjadi penentu takdirnya sendiri.
Allah memberi kesempatan kepada hamba-Nya untuk berikhtiar
sehingga dapat mendorong seorang hamba memaksimalkan potensi
yang telah Allah anugerahkan. Kemudian manusia diperintahkan
untuk senantiasa beribadah dan berusaha dengan diberikan-Nya
petunjuk melalui ajaran-ajaran agama, serta tetap bersandar kepada
segala ketetapan Allah Swt.
Sebagaimana ditegaskan dalam ayat berikut: Dan yang
menentukan qadar (masing-masing) dan memberi petunjuk. Qs. Al
‘Alâ [87]: 3 Apapun perbedaan arti dari kata al-qadha dan al-qadar
ini, pada intinya memiliki makna yang sejalan, yaitu
ketetapan/keputusan Allah Swt. atas makhluknya, dan hal ini
bukanlah hal yang krusial untuk diperdebatkan, karena perbedaan
tersebut hanyalah dalam memahami batasan-batasannya. Hal
terpenting yang perlu dipahami dan didalami adalah implementasi
dari makna mengimani al-qada dan al-qadar dalam menjalankan
roda kehidupan kita di dunia sebagai umat muslim.1
B. Akhlak Terpuji Dalam Pergaulan Remaja
1. Pengertian Akhlak
Ada dua pendekatan yang digunakan untuk mendefinisikan
akhlak, yaitu pendekatan linguistik (kebahasaan), dan pendekatan
terminologik (istilah). Dari sudut kebahasaan, akhlak berasal dari
bahasa Arab yaitu Isim Mashdar (bentuk infinitif) dari kata
akhlaqa, yukhliqu, ikhlaqan, sesuai dengan Wazan Tsulasi Mazid
af’ala, yuf’ilu, if’alan, yang berarti al-Sajiyyah (perangai), al-
1
Mulyana Abdullah,” Implementasi Iman Kepada Al-Qadha Dan Al-Qadar Dalam
Kehidupan Umat Muslim”, Jurnal Pendidikan Agama Islam -Ta’lim ,No. 1, Vol.18, Th 2020, 2-4
thabi’ah (kelakuan, tabiat, watak dasar), al-‘adat (kebiasaan,
kelaziman), al-muru’ah (peradaban yang baik), dan al- din
(agama). secara linguistik kata akhlak merupakan isim jamid atau
isim ghoiru musytaq, yaitu isim yang tidak memiliki akar kata,
melainkan kata tersebut memang sudah ada demikian adanya.
Kata “akhlak” berasal dari bahasa Arab yang sudah meng-
Indonesia, dan merupakan jamak taksir dari kata khuluq, yang
berarti tingkah laku, budi pekerti, tingkah laku atau tabiat.10
Kadang juga diartikan syakhsiyyah yang artinya lebih dekat
dengan kepribadian. Kepribadian merupakan ciri atau karakteristik
atau gaya atau sifat khas dari diri seseorang yang bersumber dari
bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan, misalnya
keluarga pada masa kecil, dan juga bawaan seseorang sejak lahir.2
2. Pengertian Akhlak Mahmudah/ Terpuji
Secara etimologi, akhlak mahmudah adalah akhlak terpuji.
Mahmudah merupakan bentuk dari kata hamida, yang berarti
dipuji. Akhlak mahmudah atau akhlak terpuji disebut pula dengan
akhlak al-karimah (akhlak mulia), atau al-akhlak al-munjiyat
(akhlak yang menyelamatkan pelakunya) (Samsul Munir Amin:
2016, 180). Sedangkan pengertian akhlak terpuji atau mahmudah
secara terminologi akan penulis jelaskan berdasarkan pendapat
beberapa ulama seperti yang diungkap oleh Samsul Munir Amin
(2016: 180-181), antara lain:
1. Menurut Al-Ghazali, akhlak terpuji (mahmudah) merupakan
sumber ketaatan dan kedekatan kepada Allah Swt., sehingga
mempelajari dan mengamalkannya merupakan kewajiban
individual setiap muslim.
2. Menurut Ibnul Qayyim, pangkal akhlak terpuji adalah
ketundukan dan keinginan yang tinggi. Sifat-sifat terpuji,

2
Fitria Ik,” Konsep Akhlak Mahmudah Dan Madzmumah Perspektif Hafidz Hasan Al-
Mas’udi Dalam Kitab Taysir Al-Khallaq”, Ilmuna, No.1,Vol.2,Th 2020, 53-54
menurutnya berpangkal dari kedua hal tersebut. Ia memberikan
gambaran tentang bumi yang tunduk pada ketentuan Allah Swt.
Ketika air turun menimpanya, bumi merespons dengan kesuburan
dan menumbuhkan tanaman-tanaman yang indah. Demikian pula
manusia, tatkala diliputi rasa ketundukan kepada Allah Swt.,
kemudian turun taufik dari Allah Swt., ia akan meresponnya
dengan sifat-sifat terpuji.
3. Menurut Abu Dawud As-Sijitsani, akhlak terpuji adalah
perbuatanperbuatan yang disenangi, sedangkan akhlak tercela
adalah perbuatan-perbuatan yang harus dihindari.
Jadi, yang dimaksud dengan akhlak mahmudah adalah
perilaku manusia yang baik dan disenangi menurut individu
maupun sosial, serta sesuai dengan ajaran yang bersumber dari
Tuhan. Akhlak mahmudah dilahirkan oleh sifat-sifat mahmudah
yang terpendam dalam jiwa manusia, demikian pula akhlak
madzmumah, dilahirkan oleh sifat-sifat madzmumah. Oleh karena
itu, sikap dan tingkah laku yang lahiradalah cermin dari sifat atau
kelakuan batin dari seseorang (Samsul Munir Amin: 2016, 180-
181).3
3. Akhlak Terpuji Dalam Pergaulan
Adapun menurut Etika dalam Islam adalah ukuran kebaikan
dan keburukan yang bersifat mutlak jadi pedomannya adalah
menurut Al-Quran dan Hadist Nabi Muhammad, yang di dalamnya
terdapat nilai-nilai luhur dan sifat-sifat terpuji. Nilai-nilai luhur
yang tercakup dalam Islam sebagai sifat terpuji (mahmudah) antara
lain :

a. Al-amanah (berlaku jujur) Menurut bahasa Arab amanah


mempunyai arti kejujuran, kesetiaan dan ketulusan hati, Menurut

3
Agus Syukur,” Akhlak Terpuji dan Implementasinya di Masyarakat”, Jurnal Kajian Islam
Dan Masyarakat, No.2, Vol.3, Th 2020,145-146
Arifin dan Said pengertian amanah adalah suatu pertanggung
jawaban yang hanya dapat di bebankan kepada manusia. Dengan
demikian, tampaklah selalu amanat bergandengan dengan hikmat
kebijaksanaan dan kemanusiaan. Amanat adalah suatu tanggung
jawab terhadap terlaksananya seluruh kewajiban sosial dan akhlak.
Kesanggupan mengemban amanah merupakan kewajiaban yang
berkaitan dengan pertanngungjawaban vertikal di sisi Allah Swt.
Sifat amanah adalah salah satu keadaan jiwa yang terpuji dalam
tuntunan ahklakul karimah.
b. Birul walidaini (berbuat baik kepada orang tua)
Dalam etika Islam dorongan dan kehendak berbuat baik kepada
kedua orang tua telah menjadi salah satu akhlak yang mulia.
Perwujudan dari sifat mahmudah berbuat baik kepada ayah dan ibu
meliputi segala aspek kegiatan manusia, baik perbuatan maupun
ucapan. Dapat dinilai sebagai sumber baik kepada orang tua jika
anak mendoakan kepada Allah agar keduanya mendapat rahmat-
Nya bertingkah sopan, lemah lembut, dan hormat di hadapan ayah
dan ibu.
c. Ash Shidqu ( berlaku benar ) Ash shidqu adalah benar, atau
jujur dalam pengertian etika Islam sifat ash shidqu adalah sikap
mental yang mampu memberi dorongan kuat untuk beramal
dengan sungguh-sungguh baik dalam ucapan, perbuatan, maupun
dalam tata hubungan antarsesama. Hal ini merupakan kunci
kebaikan individual dan kemasyarakatan.
Kebenaran atau kejujuran adalah sendi terpenting bagi berdiri
tegaknya masyarakat sebab hanya dengan kebenaran maka akan
terciptanya adanya saling pengertian satu sama lain. Seperti tolong
menolong. Jika sifat ash shidqu tersebut diwujudkan dalam
kehidupan seharihari kebenaran atau kejujuran yang telah
mempribadi dapat tercermin dalam perbuatan dan perkataan setiap
pemilik sifat. Jika seorang tidak bersikap jujur dirinya akan
bertingkah laku tidak baik karena dapat merusak dan merugikan
orang lain. Bahkan bisa merugikan dirinya sendiri baik yang
bersifat material ataupun nonmaterial.
d. Al Haya ( Malu) Menurut bahasa al-haya berarti “malu”
sedangkan menurut pengertian etika Islam. malu termasuk akhlaq
yang terpuji ( Ahlakul mahmudah) karena sifat malu berfungsi
sebagai penghalang bagi seseorang untuk melakukan perbuatan-
perbuatan tercela, perbuatan yang bisa merusak nilai-nilai
kemanusiaanya sendiri karena merusak normanorma agama sosial
dan kesusilaan. Al haya yang dimaksud ialah malu terhadap Allah
dan malu kepada diri sendiri di kala akan melanggar peraturan-
peraturan Allah. Bagi seorang mukmin, rasa malu kepada allah
merupakan basis nilainilai keutamaan dan menjadi dasar Ahklak
yang mulia. sebab malu pada Allah akan menjadi dasar timbulnya
perasaan malu terhadap orang lain dan diri sendiri.
e. Al-iffah ( memelihara kesucian diri) Dituntut dalam Islam kita
harus menjaga diri dari segala keburukan dan menjaga kehormatan
pada setiap waktu. Dengan menjaga diri secara baik, status
kesucian dapat di pertahankan Di dalam etika Islam, nilai iffah
menjadi salah satu nilai luhur yang harus dimiliki oleh setiap
pribadi muslim. Salah satu perwujudan dari nilai iffah adalah
menjaga kesucian pria dan wanita dari hubungan seks di luar
perkawinan yang sah.
f. Ar rahmah (kasih sayang). Kasih sayang merupakan pembawaan
naluri setiap orang. Perwujudan sifat kasih sayang di dalam etika
Islam meliputi : perlakuan kasih sayang di dalam keluarga dan
lingkungan antar bangsa. Jika seseorang memiliki sifat ar-rahmah
maka ia akan memiliki tingkah laku suka menyambung tali
kekeluargaan, memiliki tali persaudaraan yang kuat, suka
menolong orang yang mengalami kesulitan, dan mudah
memaafkan.
g. Al Iqtishad ( berlaku hemat) Hemat dalam penggunaan harta,
merupakan jalan tengah antara boros dan kikir. Perbuatan tersebut
merupakan langkah untuk membelanjakan harta kekayaan dengan
sebaik-baiknya.
h. Qonaah dan Zuhud Menurut bahasa qonaah berarti menerima
apa adanya atau tidak serakah sedangkan zuhud berarti sederhana.
Sifat ini akan menjadikan manusia yang berkepribadian sederhana
dan keadaan jiwanya tidak serakah dalam perwujudan kehidupan
sehari-hari bukan berarti bermalasmalasan atau menganggur , sifat
Qonaah dan zuhud dapat menghalangi seseorang dalam
memperoleh rezeki yang haram dan tertipu dalam kenikmatan
duniawi( Sudarsono, 1989 : 42-57).4
4. Dampak Negatif pergaulan Remaja Yang Tidak Sesuai Dengan
Akhlak Islam
Perilaku menyimpang dalam pergaulan remaja jelaskan akan
membaqa dampaknegative baik bagi diri sendiri, orang lain, dan
lingkungan. Dampak negatif perilaku menyimpang dalam
pergaulan remaja antara lain:
Bagi diri sendiri
1. Dilabeli sebagai remaja kurang berguna
2. Memendam rasa malu yang sulit dihilangkan
3. Kurang dipecaya dalam keluarga dan pergaulan
4. Menjatuhkan diri sendiri
5. Dianggap imannya masih tipis
6. Mempermalukan orang tua dan sekolahnya
7. Kurang mulia di mata Allah Swt.

Bagi orang lain


1. Tidak bisa kenyamanan bagi orang lain
2. Kurang disenangi dalam pergaulan

4
Teori Tentang Pendidikan Akhlak Dan Etika Pergaulan Remaja
3. Menyedihkan hati orang tua dan keluarga
4. Tidak mendapat pengakuan dari orang lain
5. Teman dan tetangga malas mendekati
6. Tidak pantas sebagai contoh bagi oran lain
7. Orang lain ketakutan dipengaruhi

Bagi lingkungan
1. Membawa nama buruk lingkungan
2. Diabaikan dan tidak disukai dalam masyarakat
3. Dianggap mencemari lingkungan sekitar
4. Tidak ada gunanya di masyarakat
5. Tidak diberi peran lagi karena masyarakat sudah tidak percaya
6. Dianggap orang yang perlu dibina agar tidak mengotori
lingkungan
7. Menyimpang dari norma-norma masyarakat dan agama5

Adab pergaulan remaja menurut Islam adalah sopan dan santun


dalam pergaulan remaja yang sesuai dengan ajaran Allah Swt. dan
Rasul-Nya Muhammada Saw. dimana, kapan saja, dan terhadap
siapa saja sesama remaja. Adab pergaulan sesame remaja
selayaknya dijaga terutama adab pergaulan dengan lawan jenis.
Jadi bukanberarti sama-sama masih remaja (masih muda) lantas
bergaul asal bahagia, gembirabersama tanpa batas-batas tertentu
atau tanpa melaksanakan apa yang diajarkan olehagama. Adab
pergaulan remaja menurut Islam setidaknya meliputi hal-hal
sebagai
berikut:
1. Menjaga sopan dan santun
Meskipun sesama remaja, dalam pergaulan tetap menjaga sopan
dan satun dalam bertindak dan bertutur kata. Sikap ini cermin mau

5
Muta'allimah. Buku Siswa Akidah Akhlak. Jakarta :Kementerian Agama .2019,129-130
menghargai teman sesamaremaja meskipun kadang berbeda
pendapat. Walaupun dengan gaya ala remaja
sikap sopan santun dan santun harus dijaga.
2. Mengerti dan memahami
Sikap mengerti dan memahami perlu dibiasakan dalam pergaulan
remaja. Remajayang mau mengerti dan memahami teman sesama
remaja akan terjalin persahabatan lebih lama dan harmonis sampai
kapanpun. Bahkan sudah berpisahpun tetap terkenang rasa
pengertian dan pemahaman di masa lampau yang sulit dilupakan
begitu saja. Tentu saha mengerti dan memahami dalam kebaikan.
3. Mengajak ke arah kebaikan
Mengajak ke arah kebaikan ini terutama mangajak untuk
meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah Swt. Selain
itu mengajak beramal shalih sesuaikapasitasnya sebgai seorang
remaja. Remaja yang baik tdak pernah Lelah mengajak teman-
temannya ke jalan kebaikan menuju ridha Allah Swt.
4. Lapang dada dan suka membantu
Pergaulan remaja yang penuh warna dan liku-liku dalam bentuk
gaya dan model yang beraneka ragam sangat berpotensi
memancing suatu permalahan bari dikalangan remaja itu sendiri.
Oleh karena itu perlu adanya sikap lapang dada dan suka
membantu sesama remaja. Jika terjadi hal-hal yang kurang
menyenangkan diterima dengan lapang dada (ikhlas) begitu pula
jika ada yang perlu bantuan harus dibantuuntuk memecahkan
masalah dan mungkin bantuan dalam bentuk yang lain dalam
kapasitas sebgai remaja.
5. Berlaku jujur dan adil
Berlaku jujur dan adil sangat penting dalam pergaulan remaja. Sifat
bohong akanmendatangkan masalah dan merugikan teman. Begitu
pula pilih kasih terhadapteman jugan akan merugikan orang lain.
Remaja yang jujur pikirannya akan
tenang dan jernih dan remaja yang adil sikapnya akan terarah tanpa
ada sesuatuyang ditutup-tutupi. Alangkah bahagianya menjadi
remaja yang jujur dan adil.
6. Berlomba-lomba mencari ilmu
Maksudnya mampu menghidupkan semangat remaja dalam
mencari ilmu terutama ilmu agama. Dari sini dapat saling mengisi
satu sama lain tentang keilmuan di bidang tertentu. Dan berpeluang
meraih prestasi bagi remaja bahkan dapat mendatangkan rezeki
bagi remaja.6

6
Muta'allimah. Buku Siswa Akidah Akhlak. Jakarta :Kementerian Agama .2019,124-125

Anda mungkin juga menyukai