Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN MINI RISET

MATA KULIAH PENGELOLAAN KELAS


JURUSAN PAI FTIK IAIN PONOROGO

Kelompok : Kelompok 5
Anggota Kelompok : 1. Tiara Indah Wahyuni (201200405)
2. Ummi Robikhatul Jannah (201200415)
3. Yushima Ifatus Sa’diyah (201200429)

A. Judul
Implementasi Metode Cerita Dalam Mengembangkan Nilai-nilai Agama di RA
Muslimat NU 027 Mangunsuman
B. Latar Belakang Penelitian
Dewasa ini, pentingnya menanamkan akhlak mulia pada anak hendaknya
ditanamkan sejak dalam kandungan. Salah satunya adalah melalui lembaga
pendidikan khususnya Taman Kanak-Kanak yang berbaris islam, karena pendidikan di
Taman Kanak-Kanak memiliki peran yang sangat penting untuk mengembangkan
kepribadian anak serta mempersiapkan mereka untuk memasuki jenjang pendidikan
selanjutnya. Akhlak mulia adalah suatu perangai (watak tabiat) yang menetap kuat
dalam jiwa seseorang dan merupakan sumber timbulnya perubahan-perubahan tertentu
dari dirinya, secara mudah dan ringan tanpa perlu dipikirkan dan direncanakan
sebelumnya (Lestari, 2016).1 Anak adalah manusia merupakan makhluk etis atau
makhluk yang mampu memahami kaidah-kaidah moral dan mampu menjadikannya
sebagai pedoman dalam bertutur kata, bersikap, dan berperilaku. Oleh karena itu,
diharapkan pendidikan dapat menanamkan nilai-nilai agama kepada anak, melalui
kegiatan pembelajaran yang menyenangkan. Terlebih lagi dalam kegiatan
pembelajaran untuk Taman kanak-kanak pendidik harus menggunakan metode yang
menarik sehingga siswa dapat menerima pelajaran sekaligus menerapkannya secara
spontan dalam setiap sehari-harinya.
Dalam proses pendidikan, metode mempunyai kedudukan yang sangat signifikan
untuk mencapai tujuan. Bahkan metode sebagai seni dalam mentransfer ilmu
pengetahuan kepada peserta didik dianggap lebih signifikan dibandingkan dengan
1
Lestari, S, “Upaya Meningkatkan Akhlak Mulia Pada Anak Usia 5-6 Tahun Di Taman Kanak-
Kanak Al-Hikmah Tayan Hilir”, Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran Khatulistiwa, Nomor 4 (2019), h.14
materi itu sendiri. Ada sebuah ungkapan yang berbunyi “al-thariqat aham min al-
maddah” (metode jauh lebih penting dibandingkan materi) 2. Ini adalah sebuah realita
bahwa cara penyampaian yang komunikatif lebih disukai oleh peserta didik walaupun
sebenarnya materi yang disampaikan kurang menarik. Begitu pula sebaliknya materi
yang cukup baik karena disampaikan dengan kurang metode yang kurang menarik
maka materi tersebut kurang dapat dicerna oleh peserta didik.
Berkenaan dengan penanaman nilai-nilai agama, salah satu metode yang tepat
untuk menanamkan serta mengembangkan nilai-nilai keagamaan siswa di Taman
Kanak-kanak bisa dilakukan dengan metode cerita kepada peserta didik. Metode cerita
salah satu metode yang sangat efisien bagi anak Taman Kanak-kanak yang cenderung
suka dengan bermain dan sangat suka mengambil contoh dari apa yang mereka lihat
kemudian diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut Abudin Nata, metode berceita adalah suatu metode yang mempunyai daya
tarik yang menyentuh perasaan anak. Islam menyadari sifat alamiah. Manusia untuk
menyenangi cerita yang pengaruhnya besar terhadap perasaan.3 Oleh karenanya
kegiatan bercerita harus diusahakan menjadi pengalaman bagi anak di Taman Kanak-
kanak yang bersifat unik dan menarik yang menggetarkan perasaan anak dan
memotivasi siswa untuk diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, lewat
cerita perang anak-anak dilatih untuk memiliki keberanian dan kebanggaan terhadap
pahlawanpahlawan islam. Bisa saja kisah-kisah tersebut diperagakan dalam berbagai
kesempatan, misalnya dalam perayaan tertentu atau ketika bertamasya. Untuk itu,
dengan menerapkan metode bercerita tersebut, dapat memberikan hal positif kepada
anak dalam segi sosial emosional anak maupun moral dan nilai-nilai agama pada
anak.4
Terkait pembahasan di atas, peneliti tertarik untuk mengetahui bagaimana hasil
implementasi metode cerita dalam mengembangkan nilai-nilai agama di RA Muslimat
NU 027 Mangunsuman. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan metode
menggunakan metode studi kasus. Subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah
informan yaitu kepala sekolah. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah observasi, wawancara (interview) dan dokumen analisis. Adapun
2
Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pres, 2002), h.
109
3
Abudin Nata, http://www.pustakaskripsi.com/metode-cerita-dalam-pendidikan-islam-di-taman-
kanak-kanak-aisyiyah-bustanul-athfal-sapen-405.html, di akses pada tanggal 10 November 2013
4
Helmiati, Model Pembelajaran, (Yogyakarta: Aswaja Pressindi, 2012), h. 146
teknik analisa data yang digunakan bersifat deskriptif kualitatif. Data yang diperoleh
berupa data kualitatif antara lain data hasil observasi, wawancara, dan
dokumendokumen penting yang dibutuhkan mengenai implementasi metode cerita.
C. Rumusan Masalah
1. Mengapa guru memilih metode cerita dalam proses pembelajaran di RA Muslimat
NU 027 Mangunsuman?
2. Bagaimana implementasi metode cerita dalam mengembangkan nilai-nilai agma di
RA Muslimat NU 027 Mangunsuman?
D. Kajian Teori
1. Hakikat Metode Bercerita
a) Hakikat Metode Bercerita
Metode merupakan cara kerja yang sistematis yang fungsinya merupakan
alat untuk memudahkan pelaksanaan kegiatan dalam mencapai suatu tujuan.
Sedangkan metode pembelajaran adalah adalah suatu cara atau system yang
digunakan dalam pembelajaran yang bertujuan agar anak didik dapat
mengetahui, memahami, menggunakan dan menguasai bahan pelajaran tertentu.5
Oleh karena itu dalam memilih suatu metode yang akan dipergunakan dalam
program kegiatan anak di taman kanak-kanak harus mempunyai alasan yang
kuat dan faktor-faktor yang mendukung pemilihan metode tersebut. Anak lebih
mudah belajar melalui metode-metode yang menarik dan menyenangkan. Ada
beberapa metode pembelajaran yang dapat diterapkan pada taman kanak-kanak
salah satunya adalah metode bercerita.
Bercerita adalah suatu kegiatan yang dilakukan seseorang secara lisan
kepada orang lain dengan alat tentang apa yang harus disampaikan dalam bentuk
pesan, informasi, atau hanya sebuah dongeng yang dikemas dalam bentuk cerita
yang dapat didengarkan dengan rasa menyenangkan. Pada pendidikan anak usia
dini, bercerita adalah salah satu metode pengembangan bahasa yang dapat
mengembangkan beberapa aspek fisik maupun psikis anak sesuai dengan
tahapannya. Salah satunya yaitu kemampuan berbicara Nurgiyantoro
berpendapat bahwa bercerita merupakan kegiatan berbahasa yang bersifat
produktif. Artinya dalam bercerita seseorang melibatkan pikiran, kesiapan
mental, keberanian, perkataan yang jelas sehingga dapat dipahami oleh orang

5
M Fadilah, Desain Pembelajaran PAUD. (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), hal. 161
lain. Dengan kata lain, bercerita adalah salah satu keterampilan berbicara yang
bertujuan untuk memberikan informasi kepada orang lain dengan cara
menyampaikan berbagai macam ungkapan, perasaan yang sesuai dengan apa
yang dialami, dirasakan, dilihat, dan dibaca. Bercerita diungkapkan melalui
ekspresi yang menarik terlihat disenangi oleh si pendengar cerita. Bercerita
sangat penting bagi perkembangan anak.6
Metode bercerita adalah cara penyampaian atau penyajian materi
pembelajaran secara lisan dalam bentuk cerita dari guru kepada anak
didik7.Metode bercerita merupakan salah satu pemberian pengalaman belajar
bagi anak TK dengan membawakan cerita kepada anak secara lisan. Cerita yang
digunakan harus menarik, dan mengundang perhatian anak dan tidak terlepas
dari tujuan pendidikan bagi anak.8
b) Tujuan Metode Bercerita
Kegiatan bercerita merupakan kegiatan pemberian pengalaman belajar pada
anak agar anak memperoleh penguasaan isi cerita yang telah disampaikan
dengan baik. Tujuan kegiatan bercerita adalah:
a) Menghibur para siswanya untuk menikmati sajian cerita yang dikemas
dengan ide yang menarik, pengimajinasian yang luas, dan penyajian yang
memukau.
b) Menambah wawasan dan pengetahuan umum bagi para siswa.
c) Memakai gaya bahasa penyampaian yang indah
d) Menumbuhkan daya khayal yang tinggi
e) Membersihkan akhlak
f) Melatih para siswanya untuk mengungkapkan ide cerita dengan kata-kata
sederhana.
Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa metode bercerita
bertujuan untuk menghibur, melatih anak berkomunikasi dengan baik,
memahami pesan dari cerita dan mampu mengungkapkan ide cerita serta
menambah wawasan dan pengetahuan bahasa secara luas.
c) Manfaat Metode Bercerita

6
Lilis.Madyawati, Strategi Pengembangan Bahasa Pada Anak.( Jakarta: Prenada Media Group,
2016).hlm.162
7
8Masitoh, Strategi Pembelajaran TK. (Jakarta: Universitas Terbuka, 2008), hlm 35
8
Moeslichatoen, Metode Pengajaran di taman Kanak-Kanak. (Jakarta: PT. Rhinneka Cipta, 2004), hal.157
Dengan bercerita sebagai salah satu metode mengajar di pendidikan anak usia
dini khususnya, maka ada beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari
penyampaian cerita, meliputi:
a) Kegiatan bercerita membantu pembentukan pribadi dan moral anak,
memberikan sejumlah pengetahuan sosial nilainilai moral keagamaan.
b) Kegiatan bercerita memberikan pengalaman belajar untuk melatih
pendengaran dan konsentrasi anak.
c) Memberikan pengalaman belajar dan memungkinkan anak mengembangkan
kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor.
d) Memberikan pengalaman belajar yang unik dan menarik, serta dapat
mengatakan perasaan, membangkitkan semangat dan menimbulkan
keasyikan tersendiri.
e) Menyalurkan kebutuhan imajinasi dan fantasi. Pada saat menyimak cerita,
imajinasi anak mulai di rangsang. Imajinasi yang dibangun anak saat
menyimak cerita memberikan pengaruh positif terhadap kemampuan anak
dalam menyelesaikan masalah secara kreatif.
f) Memacu kemampuan verbal anak. Melalui cerita anak bukan saja senang
menyimak cerita tetapi juga senang bercerita atau berbicara. Anak belajar
tata cara berdialog dan bernarasi.9
d) Macam-macam Metode Bercerita
Ada beberapa teknik metode bercerita yang dapat digunakan yaitu:
a) Membaca langsung dari buku cerita
b) Bercerita dengan menggunakan ilustrasi gambar dalam buku
c) Menceritakan dongeng
d) Bercerita dengan menggunakan papan flannel
e) Bercerita dengan menggunakan media boneka
f) Dramatisasi suatu cerita
g) Bercerita sambil memainkan jari tangan10

e) Rancangan Metode Bercerita

9
1Lilis.Madyawati, Strategi Pengembangan Bahasa Pada Anak.( Jakarta: Prenada Media Group,
2016), hal.168
10
Moeslichatoen, Metode Pengajaran di taman Kanak-Kanak. (Jakarta: PT. Rhinneka Cipta, 2004),
hal.158-160
Dalam membahas rancangan kegatan bercerita akan dibicarakan rancangan persiapan
guru, rancangan pelaksanaan kegiatan bercerita, dan rancangan penilaian kegiatan
bercerita. Secara umum persiapan guru untuk merancang kegiatan bercerita adalah
sebagai berikut:
1) Menetapkan tujuan dan tema yang dipilih Sebagaimana telah dijelaskan tujuan
metode bercerita terutama dalam rangka memberikan pengalaman belajar melalui
cerita guru untuk mencapai tujuan pembelajaran.
2) Menetapkan bentuk bercerita yang dipilih Bila kita telah menetapkan rancangan
tujuan dan tema selanjutnya guru memilih salah satu diantara bentuk-bentuk bercerita.
3) Menentukan rancangan atau alat yang digunakan dalam bercerita.
4) Menetapkan rancangan
Langkah -langkah kegiatan bercerita, yaitu:
a) Mengkomunikasikan tujuan dan tema dalam kegiatan bercerita kepada anak.
b) Mengatur tempat duduk anak.
c) Pembukaan kegiatan bercerita
d) Pengembangan cerita yang dituturkan guru.
e) Menetapkan rancangan cara-cara bertutur yang dapat menggetarkan perasaan anak.
f) Penutup kegiatan bercerita dengan mengajukan pertanyaan pertanyaan yang
berkaitan dengan isi cerita. 11
2. Tinjauan Umum Tentang Nilai-nilai Agama
a) Pengertian Nilai-nilai Agama
Nilai adalah suatu perangkat keyakinan ataupun perasaan yang diyakini sebagai
suatu identitas yang memberikan corak yang khusus kepada pola pikiran, perasaan,
keterkaitan maupun perilaku.12 Namun akan berbeda jika nilai itu dikaitkan dengan
agama, karena nilai sangat erat kaitannya dengan perilaku dan sifat-sifat manusia,
sehingga sulit ditemukan batasannya itu, maka timbulah bermacam-macam pengertian
di antaranya:
1) Dalam Kamus Bahasa Indonesia Nilai adalah sifat-sifat atau hal-hal yang
penting atau berguna bagi kemanusiaan.13

11

Moeslichaton, Metode Pengajaran Di Taman Kanak-Kanak, (Jakarta: Rhineka Cipta, 2000), hal.
176-180
12
Zakiah Daradjat, Dasar-Dasar Agama Islam.( Jakarta:Bulan Bintang. 1992), hal. 260
13
Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia(Jakarta: Balai Pustaka,1989)
2) Menurut Drs. KH. Muslim Nurdin dkk Nilai adalah suatu perangkat
keyakinan ataupun parasaan yang diyakini sebagai suatu identitas yang
memberikan corak khusus kepada pola pikiran, perasaan dan perilaku.14
3) Nilai adalah suatu seperangkat keyakinan atau perasaan yang diyakini sebagai
suatu identitas yang memberikan corak yang khusus kepada pola pemikiran,
perasaan, keterikatan maupun perilaku.15
Menurut Harun Nasution (1974:9-10), Agama juga berasal dari kata, yaitu Al-Din,
religi (relegere, religare)dan Agama. Al-Din (Semit) berarti undang-undang atau hukum.
Kemudian dalam bahasa arab, kata ini mengandung arti menguasai, menundukkan, patuh,
utang, balasan, kebiasaan. Sedang kata “ AGAMA” berasal dari bahasa sansekerta terdiri
dari: “A” = tidak,” GAM “ = pergi, sedangkan kata akhiran “A”= merupakan sifat yang
menguatkan yang kekal. Jadi istilah “ AGAM” atau “AGAMA” berarti tidak pergi atau
tidak berjalan, tetap ditempat atau diwarisi turun-temurun alias kekal (kekal, eternal).
Sehingga pada umumnya kata A-GAM atau AGAMA mengandung arti pedoman hidup
yang kekal.16
Selanjutnya Taib Thahir Abdul Mu’in mengemukakan agama sebagai suatu peraturan
Tuhan yang mendorong jiwa seseorang yang mempunyai akal untuk kehendak dan
pilihannya sendiri mengikuti peraturan tersebut, guna mencapai kebahagiaan hidupnya di
dunia dan akhirat.17
Secara etimologi, nilai keagamaan berasal dari dua kata yakni: nilai dan keagamaan.
Menurut Rokeach dan Bank mengatakan bahwasanya nilai merupakan suatu tipe
kepercayaan yang berada pada suatu lingkup sistem kepercayaan dimana seseorang
bertindak atau menghindari suatu tindakan, atau mengenai sesuatu yang dianggap pantas
atau tidak pantas. Sedangkan keagamaan merupakan suatu sikap atau kesadaran yang
muncul yang didasarkan atas keyakinan atau kepercayaan seseorang terhadap suatu
agama.18
b) Sumber Nilai Agama
Nilai-nilai Agama Islam sangat besar pengaruhnya dalam kehidupan sosial, bahkan
tanpa nilai tersebut manusia akan turun ketingkatan kehidupan hewan yang amat
14
Muslim dkk, Moral Dan Kognisi Islam. (Bandung : CV Alfabeta, 1993), hal. 209
15
Abu Ahmadi dan Noor Salimi, Dasar-dasar Pendidikan Agama Islam, cet. Ke-5, (Jakarta: Bumi
Aksara, 2008), hal. 202
16
H.Baharuddin, Mulyono, Psikologi Agama, (Malang, Departemen Agama Universitas Islam Negeri
(UIN) Malang), hal. 9
17
Abuddin Nata, MA, Metodologi Studi Islam(Jakarta : PT. Raja Grafindo 2003), hal.14
18
Asmaun Sahlan, Meujudkan Budaya Religius di Sekolah, (Malang: UIN Maliki Press, 2010), hal. 1
rendah karena agama mengandung unsur kuratif terhadap penyakit sosial. Nilai itu
bersumber dari:
1) Nilai Ilahi, yaitu nilai yang dititahkan Tuhan melalui para Rasul-Nya yang
berbentuk taqwa, iman, adil yang diabadikan dalam wahyu Ilahi. 19 Al-Quran
dan Sunnah merupakan sumber nilai Ilahi,sehingga bersiafat statis dan
kebenarannya mutlak. Nilai-nilai Ilahi mungkin dapat mengalami perubahan,
namun secara instrinsiknya tetap tidak berubah. Hal ini karena bila instrinsik
nilai tersebut berubah makna kewahyuan dari sumber nilai yang berupa kitab
suci Al-Quran akan mengalami kerusakan.
2) Nilai Insani atau duniawi yaitu Nilai yang tumbuh atas kesepakatan manusia
serta hidup dan berkembang dari peradaban manusia. Nilai moral yang pertama
bersumber dari Ra’yu atau pikiran yaitu memberikan penafsiran atau
penjelasan terhadap Al-Quran dan Sunnah, hal yang berhubungan dengan
kemasyarakatan yang tidak diataur dalam Al-Quran dan Sunnah. Yang kedua
bersumber pada adat istiadat seperti tata cara komunikasi, interaksi antar
sesama manusia dan sebagainya. Yang ketiga bersumber pada kenyataan alam
seperti tata cara berpakaian, tata cara makan dan sebagainya.
c) Macam-Macam Nilai Agama Islam
Dalam agama Islam ada dua kategori nilai. Pertama, nilai yang bersifat normatif
yaitu nilai-nilai dalam Islam yang berhubungan baik dan buruk, benar dan salah,
diridai dan dikutuk Allah. Kedua, nilai yang bersifat operatif, yaitu nilai dalam Islam
mencakup hal yang menjadi prinsip standarisasi perilaku manusia mencakup:
a. Wajib, apabila dikerjakan mendapat pahala dan apabila ditinggalkan mendapat
dosa
b. Sunnah, apabila dikerjakan mendapat pahala dan apabila ditinggalkan tidak
berdosa
c. Mubah, apabila dikerjakan tidak mendapat dosa dan apabila tidak dikerjakan
mendapat pahala
d. Makruh, apabila dikerjakan tidak mendapat dosa (tapi dibenci Allah) dan bila
tidak dikerjakan tidak mendapat kedua-duanya (pala dan dosa) e. Haram,

19
Muhaimin, Pemikiran Pendidikan Islam (Bandung: Trigenda Karya, 1993), hal. 11
apabila dikerjakan mendapat dosa dan apabila tidak dikerjakan mendapat
pahala20
Adapun sistem nilai itu dapat digolongkan menjadi tiga golongan yaitu;
a. Nilai keagamaan, nilai yang berkaitan dengan bidang agama.
b. Nilai kemasyarakatan, nilai yang berkaitan dengan bidang sosial.
c. Nilai kesusilaan, nilai yang berkaitan dengan etika atau norma-norma21
Berdasarkan sistem nilai-nilai yang dipakai di dalam pendidikan dapat membedakan
antara pendidikan kemasyarakatan, pendidikan kesusilaan, pendidikan keagamaan,
pendidikan Islam dan pendidikan yang lainnya. Selanjutnya Muhaimin juga mengatakan
bahwa nilai-nilai keislaman atau agama mempunyai dua segi yaitu: “segi normatif” dan
“segi operatif”. Segi normatif menitik beratkan pada pertimbangan baik buruk, benar salah,
hak dan batil, diridhoi atau tidak. Sedangkan segi operatif mengandung lima kategori yang
menjadi prinsip standarisasi prilaku manusia, yaitu baik buruk, setengah baik, netral,
setengah buruk dan buruk. Yang kemudian dijelaskan sebagai berikut:
1. Wajib (baik) Nilai yang baik yang dilakukan manusia, ketaatan akan memperoleh
imbalan jasa (pahala) dan kedurhakaan akan mendapat sanksi.
2. Sunnah (setengah baik) Nilai yang setengah baik dilakukan manusia, sebagai
penyempurnaan terhadap nilai yang baik atau wajib sehingga ketaatannya diberi
imbalan jasa dan kedurhakaannya tanpa mendapatkan sangsi.
3. Mubah (netral) Nilai yang bersifat netral, mengerjakan atau tidak, tidak akan
berdampak imbalan jasa atau sangsi.
4. Makruh (setengah baik) Nilai yang sepatutnya untuk ditinggalkan. Di samping kurang
baik, juga memungkinkan untuk terjadinya kebiasaan yang buruk yang pada akhirnya
akan menimbulkan keharaman.
5. Haram (buruk) Nilai yang buruk dilakukan karena membawa kemudharatan dan
merugikan diri pribadi maupun ketenteraman pada umumnya, sehingga apabila subyek
yang melakukan akan mendapat sangsi, baik langsung (di dunia) atau tidak langsung
(di akhirat)22
Kelima nilai yang tersebut di atas cakupannya menyangkut seluruh bidang yaitu
menyangkut nilai ilahiyah ubudiyah, ilahiyah muamalah, dan nilai etik insani yang
20
Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1987), hal. 140
21
Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: PT. Al- Ma’arif, 1962), hal.
23.
22
Muhaimin dan Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam, (Bandung: Trigenda Karya, 1993), hal.
117.
terdiri dari nilai sosial, rasional, individual, biofisik, ekonomi, politik dan estetik. Dan
sudah barang tentu bahwa nilai-nilai yang jelek tidak dikembangkan dan ditinggalkan.
Namun demikian sama-sama satu nilai kewajiban masih dapat didudukkan mana
kewajiban yang lebih tinggi dibandingkan kewajiban yang lainnya yang lebih rendah
hierarkinya.
E. Hasil dan Pembahasan
RA Muslimat NU 027 Mangunsuman merupakan salah satu Taman Kanak-kanak
yang berada Jalan Kawung, Desa Mangunsuman, Kecamatan Siman, Kabupaten
Ponorogo. Dalam satu kelas siswa berjumlah 17 anak. Tingkat usia kanak-kanak
merupakan kesempatan pertama yang sangat baik bagi pendidik untuk membina
kepribadian anak yang akan menentukan masa depan mereka agar semenjak kecil
sudah terbiasa dengan nilai-nilai kebaikan dan dapat mengenal Allah SWT. 23
Dengan diberikannya landasan nilai-nilai agama kepada anak Taman Kanak-kanak
seorang anak belajar membedakan prilaku yang benar dan yang salah. Misalnya,
seorang anak taman kanak-kanak dapat belajar bahwa mereka tidak boleh menjadi
anak yang senang berbohong.
Maka, dalam upaya menanamkan dan mengembangkan nilai-nilai agama di RA
Muslimat NU guru lebih memilih metode cerita dalam penyampaian nilai-nilai
kebaikan tersebut. Dampak dari penerapan metode cerita sangat terlihat ketika anak-
anak sangat atusias dalam belajar sehingga anak mudah memahami apa yang telah di
sampaikan atau di ceritakan oleh guru seakan-akan anak ada pada tokoh yang ada
dalam cerita. Metode cerita ini dapat dikatakan metode sebagai yang menyenagkan
bagi para siswa di RA Muslimat NU.
Berdasarkan hasil wawancara oleh kepala sekolah RA Muslimat NU 027 yang
mengatakan “Anak usia 5-6 tertarik pada cerita-cerita pendek yang berkisah tentang
peristiwa yang sering dialaminya atau dekat dengan kehidupannya sehari-hari karena
pada 5-6 usia condong untuk meniru.” Hal tersebut sejalan dengan pemikiran
Zakiyah Darajat yaitu “Anak pada usia pra-sekolah tertarik kepada cerita-cerita
pendek seperti cerpen yang berkisah tentang peristiwa yang sering dialaminya atau
dekat dengan kehidupannya, terlebih lagi cenderung akan memilih suatu permainan

23
Muhammad Fadlillah, Pendidikan Karakter Anak Usia Dini, (Yogyakarta: Ar-Ruuz Media, 2013), h.
186
yang bertujuan mendorong anak untuk tertarik dan kagum kepada agama islam.“ 24
Maka, setiap cerita yang disa/mpaikan, didengar, dilihat dan dibaca oleh anak
hendaknya mempunyai mutu dan nilai-nilai pedagogis, agar jangan sampai mereka
menemukan tauladan yang tidak baik dalam cerita-cerita tersebut.25
Penerapan metode cerita dalam menanamkan nilai-nilai keagamaan kepada siswa di
RA Muslimat NU 027 ada beberapa tahapan yang dilakukan oleh guru :
Pertama, guru memilih materi cerita sebelum memulai cerita, Guru terlebih dahulu
memilih cerita yang berhubungan dengan sebuah materi pembelajaran sehingga cerita
yang disampaikan dapat membuat siswa paham dan mengerti. Anak didik pada usia
Taman Kanak-kanak masih sangat terbatas kemampuannya. Pada umur ini
kepribadiannya mulai terbentuk dan ia sangat peka terhadap tindakan-tindakan orang
disekelilingnya.26 Maka materi yang dipilih oleh guru lebih sederhana dan disesuaikan
dengan kemampuannya.
Misalnya, menceritakan kisah-kisah yang mengandung nilai-nilai agama, seperti
kisah Nabi Muhammad yang selalu berbuat baik, bertanggung jawab, jujur, mandiri,
berbakti kepada orang tua, dan lainnya. Sehingga sosok Rasulullah tersebut juga patut
dijadikan suri tauladan yang baik untuk anak-anak. Kemudian guru juga guru
menceritakan kisah kancil dan juga Malin Kundang yang dianggap bukan contoh yang
baik bagi anak-anak karena kancil sikapnya yang licik dan Malin Kundang yang
durhaka kepada orang tuanya. Dari cerita-cerita tersebut, peserta didik bisa
membedakan baik dan buruk suatu perbuatan. Saat bercerita guru tidak hanya
bernarasi saja tapi juga memberikan praktek lewat cerita seperti apa sikap yang baik
dicontoh dan harus dimiliki, seperti bersikap menolong sesama, jujur, berbakti kepada
orang tua, dan lainnya. Pemilihan materi cerita tersebut sejalan dengan pemikiran Ilyas
yaitu “Metode bercerita merupakan kegiatan yang mengisahkan suatu peristiwa atau
kejadian di masa lampau baik itu kisah nyata seperti kisah dari para Nabi dan
Rasul ,kisah para sahabat nabi, atau pun kisah dari tokok-tokoh islam lainnya yang
dapat memberikan pembelajaran di dalamnya.27

24
Daradjat Zakiah, Pendidikan Islam Dalam Keluarga dan Sekolah, (Jakarta: CV Ruhama, 1995), h.
152
25
Moh.Habibu Rahmad, dkk, Pengembangan Nilai Moral Dan Agama Ank Usia Dini : Panduan Bagi
Orang Tua, Guru, Mahasiswa Dan Praktis PAUD, (Tasikmalaya: Edu Publisher, 2020), h. 215
26
Martinis Yamin, Panduan Paud, (Bandung: Gaung Persada Press Group, 2014), h. 49
27
Soekanto, Seni Cerita Islam, (Jakarta: Bumi Mitra Press, 2001), h. 137
Kedua, pengelolaan kelas yang dijadikan tempat untuk bercerita. Guru membuat
suasana kelas menjadi senyaman mungkin sehingga apa yang disampaikan lewat cerita
membuat peserta didik mudah memahami. Dalam proses pembelajaran guru bukan
hanya bercerita dalam ruangan namun juga di luar kelas (out door), sehingga proses
pembelajaran yang disampaikan lewat cerita dapat disukai dan dinikmati peserta didik.
Ketiga, guru melakukan strategi penyampaian dengan notasi nada yang membuat
siswa happy, ketakutan, tertawa, menangis dan bahkan terharu mendengarkan cerita
tersebut sehingga membantu peserta didik dalam mengembangkan imajinasi mereka.
Dengan hasil imajinasinya diharapkan mereka seolah-olah masuk dalam cerita tersebut
dan mampu seperti tokoh-tokoh dalam cerita yang disampaikan oleh guru. Guru juga
mendemontrasikan sehingga peserta didik dengan mudah mereka dapat pahami apa
yang disampaikan, dan dapat terapkan pada kehidupan sehari-hari dengan baik.
Selain itu, upaya yang dilakukan guru dalam dalam menanamkan nilai-nilai agama
yaitu dengan pembiasaan. Pembiasaan ini mempunyai peranan penting dalam
kehidupan manusia dalam kehidupan manusia karena dapat menghemat banyak sekali
kekuatan dan spontan agar kekuatan itu dapat dipergunakan untuk kegiatan-kegiatan di
lapangan lain. Jadi, penanaman nilai-nilai agama pada anak tidak hanya diperkenalkan
lewat narasi, namun juga melalui contoh-contoh nyata sehingga dapat ditiru oleh
peserta didik. Pembiasaan-pembiasaan yang dilakukan guru oleh peserta didik di RA
Muslimat NU 027 dalam upaya menanamkan nilai-nilai keagamaan, antara lain:
1. Disiplin : guru membiasakan datang tepat waktu, guru mengarahkan peserta didik
untuk membiasakan salam setiap masuk kelas, guru membuat aturan dan tata tertib
untuk dipatuhi setiap peserta didik.
2. Jujur : guru melarang peserta didik menyontek saat ujian.
3. Tanggung jawab : guru mengajak peserta didik merapikan kembali mainan yang
sudah digunakan sesuai tempat semula dan mengucapkan minta maaf apabila
melakukan perbuatan yang salah.
4. Religius : membiasakan peserta didik untuk membaca do’a sebelum dan sesudah
kegiatan pembelajaaran dan membaca asma’ul husna saat pembelajaran dimulai.
5. Sopan santun : guru mengajarkan berbahasa yang santun dan bersikap ramah
kepada siapapun.
Hasil dari penerapan metode cerita ini, guru menemukan perubahan-perubahan
akhlak peserta didik, seperti:
1. Peserta didik mengucapkan salam saat memasuki kelas
2. Peserta didik mulai berbicara sopan kepada guru.
3. Peserta didik mulai menunjukan sikap bertanggung jawab terhadap kelasnya,
seperti membersihkan kelas, mengerjakan tugas sekolah.
4. Peserta didik mulai menunjukan kedisiplinan yang baik seperti datang tepat
waktu, selalu mengikuti arahan guru, dan mengucapkan maaf saat berbuat salah
kepada temannya.
5. Peseta didik mulai menunjukan sikap jujur.
Hasil penelitian di atas juga selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh (Linda
Arsita, Mengembangkan nilai-nilai Agama dan Moral Anak Usia Dini melalui Metode
Cerita di TK Dharma Wanita Kecamatan Sukarame Bandar Lampung, 2017), bahwa
penerapan metode cerita dapat mengembangkan nilai-nilai agama dan moral peserta
didik kelas B2 di TK Dharma Wanita Sukarame Bandar Lampung, dengan hasil
berkembang sangat baik mencapai 87% dengan target keberhasilan 80%. Hal ini
terlihat dari adanya perkembangan kemampuan anak yang telah mencapai indikator
perkembangan : mampu memahami perilaku baik dan buruk, menghormati agama
orang lain, memahami perilaku mulia, membiasakan diri beribadah, mengenal agama
yang dianut.
F. Kesimpulan
Guru RA Muslimat NU 027 lebih memilih metode cerita dalam menanamkan nilai
nilai agama sebab anak usia 5-6 tertarik pada cerita-cerita pendek yang berkisah
tentang peristiwa yang sering dialaminya atau dekat dengan kehidupannya sehari-hari
karena pada 5-6 usia condong untuk meniru. Dari penerapan metode cerita tersebut,
terlihat anak-anak lebih atusias dalam pembelajaran. Hal tesebut baik untuk
menanamkan nilai-nilai agama pada usia Taman Kanak-kanak. Penerapan metode
cerita dalam menanamkan nilai-nilai keagamaan kepada siswa di RA Muslimat NU
027 ada beberapa tahapan yang dilakukan oleh guru yaitu (1) guru memilih materi
cerita yang sederhana dan sesuai dengan kemampuan anak usia Taman Kanak-kanak,
(2) pengelolaan kelas yang dijadikan tempat untuk bercerita dengan menjadikan
suasana kelas senyaman mungkin untuk anak-anak, (3) guru melakukan strategi
penyampaian dengan notasi nada yang membuat siswa happy, ketakutan, tertawa,
menangis dan bahkan terharu mendengarkan cerita sehingga membantu peserta didik
dalam mengembangkan imajinasi mereka dan seolah terbawa dalam cerita tersebut.
Tidak hanya becerita saja, guru juga melakukan pembiasaan. Pembaisaan tersebut
sebagai contoh nyata dalam menerapkan nilai-nilai agama, salah satunya dalam
menanamkan nilai kedispilanan upaya yang dilakukan guru yaitu selalu datang tepat
waktu saat memasuki kelas.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kegiatan penanaman nilai-nilai agama di RA
Muslimat NU 027 Mangunsuman sudah terlaksana dengan baik. Sementara
implementasi metode cerita dalam menanamkan nilai-nilai agama ditemukan
perubahan-perubahan akhlak seperti, peserta didik mengucapkan salam saat memasuki
kelas, berbicara sopan kepada guru. membersihkan kelas, mengerjakan tugas sekolah.
datang tepat waktu, selalu mengikuti arahan guru, dan mengucapkan maaf saat
berbuat salah kepada temannya, dan menunjukan sikap jujur.
G. Daftar Pustaka
Lestari, S, “Upaya Meningkatkan Akhlak Mulia Pada Anak Usia 5-6 Tahun Di Taman Kanak-Kanak
Al-Hikmah Tayan Hilir”, Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran Khatulistiwa, Nomor 4 (2019),
h.14
Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pres, 2002), h. 109
Abudin Nata, http://www.pustakaskripsi.com/metode-cerita-dalam-pendidikan-islam-di-taman-kanak-
kanak-aisyiyah-bustanul-athfal-sapen-405.html, di akses pada tanggal 10 November 2013
Helmiati, Model Pembelajaran, (Yogyakarta: Aswaja Pressindi, 2012), h. 146
M Fadilah, Desain Pembelajaran PAUD. (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), hal. 161
Lilis.Madyawati, Strategi Pengembangan Bahasa Pada Anak.( Jakarta: Prenada Media Group,
2016).hlm.162
Masitoh, Strategi Pembelajaran TK. (Jakarta: Universitas Terbuka, 2008), hlm 35
Moeslichatoen, Metode Pengajaran di taman Kanak-Kanak. (Jakarta: PT. Rhinneka Cipta, 2004),
hal.157
1Lilis.Madyawati, Strategi Pengembangan Bahasa Pada Anak.( Jakarta: Prenada Media Group, 2016),
hal.168
Moeslichatoen, Metode Pengajaran di taman Kanak-Kanak. (Jakarta: PT. Rhinneka Cipta, 2004),
hal.158-160
Moeslichaton, Metode Pengajaran Di Taman Kanak-Kanak, (Jakarta: Rhineka Cipta, 2000), hal. 176-
180
Zakiah Daradjat, Dasar-Dasar Agama Islam.( Jakarta:Bulan Bintang. 1992), hal. 260
Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia(Jakarta: Balai Pustaka,1989)
Muslim dkk, Moral Dan Kognisi Islam. (Bandung : CV Alfabeta, 1993), hal. 209
Abu Ahmadi dan Noor Salimi, Dasar-dasar Pendidikan Agama Islam, cet. Ke-5, (Jakarta: Bumi Aksara,
2008), hal. 202
H.Baharuddin, Mulyono, Psikologi Agama, (Malang, Departemen Agama Universitas Islam Negeri (UIN)
Malang), hal. 9
Abuddin Nata, MA, Metodologi Studi Islam(Jakarta : PT. Raja Grafindo 2003), hal.14
Asmaun Sahlan, Meujudkan Budaya Religius di Sekolah, (Malang: UIN Maliki Press, 2010), hal. 1
Muhaimin, Pemikiran Pendidikan Islam (Bandung: Trigenda Karya, 1993), hal. 11
Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1987), hal. 140
Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: PT. Al- Ma’arif, 1962),
hal.23
Muhaimin dan Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam, (Bandung: Trigenda Karya, 1993),
hal. 117.
Muhammad Fadlillah, Pendidikan Karakter Anak Usia Dini, (Yogyakarta: Ar-Ruuz Media, 2013), h. 186
Daradjat Zakiah, Pendidikan Islam Dalam Keluarga dan Sekolah, (Jakarta: CV Ruhama, 1995), h. 152
Moh.Habibu Rahmad, dkk, Pengembangan Nilai Moral Dan Agama Ank Usia Dini : Panduan Bagi
Orang Tua, Guru, Mahasiswa Dan Praktis PAUD, (Tasikmalaya: Edu Publisher, 2020), h. 215
Martinis Yamin, Panduan Paud, (Bandung: Gaung Persada Press Group, 2014), h. 49
Soekanto, Seni Cerita Islam, (Jakarta: Bumi Mitra Press, 2001), h. 137
H. Lampiran

Gambar 1.1 Wawancara oleh Ibu Kepala Sekolah RA Muslimat Nu 027

Gambar 1.2 Proses pembelajaran dalam kelas (Indoor)


Gambar 1.3 Proses pembelajaran di luar kelas (outdoor)

Gambar 1.4 Alat peraga untuk metode cerita

Anda mungkin juga menyukai