Anda di halaman 1dari 11

SUBJEK & OBJEK HUKUM PERJANJIAN

Makalah ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Perjanjian Syariah

Dosen Pengampuh: Moh. Ramdan Suyitno, M.H

Disusun oleh:
Kelompok 2

Nazia Oktaviani Machmud 202042005


Nur Vadillah Umar 202042004

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SULTAN AMAI GORONTALO
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat dan karuni-Nya
lah kami dapat menyelesaikan tugas makalah untuk mata kuliah Hukum perjanjian syariah.
Shalawat beserta salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad SAW.
Selanjutnaya, kami berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan kita mengenai Hukum perjanjian syariah terutama tentang Subjek dan objek hukum
perjanjian. Kami menyadari bahwa didalam tugas ini terdapat kekurangan-kekurangan dan jauh
dari apa yang kami harapkan. Semoga makalah ini dapat berguna dan dipahami bagi kami sendiri
maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-
kata yang kurang berkenan dan kami mohon kritik dan saran yang membangun.

Gorontalo, September 2022

KELOMPOK 2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL………………………………………………………………………………

KATA PENGANTAR……………………………………………………………………….........

DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………........

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG……………………………………………………………………..
B. RUMUSAN MASALAH…………………………………………………………………..

BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………………………….

A. Pengertian perjanjian……………………………………………………………………
B. Subjek hukum perjanjian………………………………………………………………..
C. Objek hukum perjanjian…………………………………………………………...........

BAB III PENUTUP……………………………………………………………………………….

KESIMPULAN…………………………………………………………………………….

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………………..
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Perjanjian pada hakikatnya sering terjadi di dalam masyarakat bahkan sudah menjadi suatu
kebiasaan. Perjanjiaan itu menimbulkan suatu hubungan hukum yang biasa disebut dengan
perikatan. Perjanjian merupakan suatu perhubungan hukum mengenai harta benda antara dua
pihak, dalam mana suatu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan sesuatu hal,
sedang pihak lain menuntut pelaksanaan janji itu. Sedangkan pengertian perjanjian dalam Pasal
1313 KUHPerdata adalah “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau
lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.” Dalam hukum perjanjian menganut
asas kebebasan berkontrak. Kebebasan berkontrak merupakan kebebasan para pihak yang terlibat
dalam suatu perjanjian untuk dapat menyusun dan menyetujui klausul-klausul dari perjanjian
tersebut, tanpa campur tangan pihak lain. Perjanjian tertulis adalah perjanjian yang dibuat oleh
para pihak dalam bentuk tulisan atau kontrak.Perjanjian Non Contractual (lisan) merupakan suatu
perjanjian yang dibuat oleh para pihak dalam wujud lisan (cukup kesepakatan lisan para pihak).
Subjek hukum terdiri dari manusia serta badan hukum. Maka dari pada itu semua manusia dan
badan hukum dapat melakukan perjanjian, dengan syarat manusia (orang) dan badan hukum
tersebut sudah dinyatakan cakap menurut hukum. Pada umumnya yang menjadi objek dari suatu
perjanjian adalah barang atau barang tapi seiring berjalannya waktu perjanjian kerja dijadikan
objek perjanjian. Dimana hal ini diatur dalam Pasal 1601 KUH Perdata.

B. Rumusan masalah

1. Apa itu hukum perjanjian?


2. Apa saja yang menjadi subjek hukum perjanjian?
3. Apa saja yang menjadi objek hukum perjanjian?
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian hukum perjanjian

Kata perjanjian berasal dari kata “overeenkomst” yang kemudian diterjemahkan menjadi
kata “perjanjian” atau “persetujuan”. Banyak pendapat yang berbeda mengenai pengertian
perjanjian. Wiryono Projodikoro memaknai perjanjian dari kata “verbentenis” sedangkan kata
“overeenkomst” diartikan sebagai “persetujuan”. 1 Sedangkan menurut R. Subekti “verbentenis”
diartikan sebagai peraturan atau perikatan, sedangkan kata “overeenkomst” diartikan sebagai
persetujuan atau perjanjian. 2

Dalam istilah perjanjian atau kontrak terkadang masih dipahami secara rancu, banyak
pelaku bisnis mencampuradukkan kedua istilah tersebut seolah merupakan pengertian yang
berbeda. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah “suatu perbuatan dengan mana satu
orang atau lebih mengikat dirinya terhadap satu orang atau lebih”.

Syarat syahnya Perjanjian menurut pasal 1320 KUH Perdata : 3

1. Sepakat mereka yang mengikatkan diri. Dalam suatu perjanjian harus ada kesepakatan antara
para pihak, yaitu persesuaian pernyataan kehendak antara kedua belah pihaktidak ada paksaan dan
lainnya, dengan diberlakukannya kata sepakat mengadakan perjanjian maka berarti bahwa kedua
belah pihak haruslah mempunyai kebebasan kehendak , para pihak tidak mendapat tekanan yang
mengakibatkan adanya cacat bagi perwujudan kehendak.

2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan. Cakap bertindak yaitu kecakapan atau kemampuan
kedua belah pihak untuk melakukan perbuatan hukum. Orang yang cakap atau berwenang adalah

1 Wiryono Prajodikoro, 1981, Hukum Perdata Tentang Persetujuan-PersetujuanTertentu, Bandung, Sumur


Bandung, hlm. 11.
2 Subekti R, 1976, Aspek-Aspek Hukum Perikatan Nasional, Bandung, Alumni, hlm. 12-13
3 Abdul Kadir Muhammad, 1992, Hukum Perikatan, Bandung, PT. Citra Aditya, hlm. 78.
orang dewasa (berumur 21 tahun atau sudah menikah). Sedangkan orang yang tidak berwenang
melakukan perbuatan hukum menurut Pasal 1330 KUH Perdata meliputi:

(a) anak dibawah umur (minderjarigheid),

(b) orang dalam pengampunan (curandus),

(c) orang- orang perempuan [istri].

3. Suatu hal Tertentu. Suatu perjanjian haruslah mempunyai objek tertentu, sekurang-kurangnya
dapat ditentukan bahwa objek tertentu itu dapat berupa benda yang sekarang ada dan nanti aka
nada misalnya jumlah, jenis dan bentuknya. Berkaitan dengan hal tersebut benda yang dijadikan
objek perjanjian harus memenuhi beberapa ketentuan yaiu:

a. Barang itu adalah barang yang dapat diperdagangkan.

b. Barang yang dipergunakan untuk kepentingan umum antara lain seperti jalan umum, pelabuhan
umum, gedung-gedung umum, dan sebagaimana tidaklah dapat dijadikan objek perjanjian.

c. Dapat ditentukan jenisnya.

d. Barang yang akan datang.

4. Suatu sebab yang halal Dalam suatu perjanjian diperlukan adanya sebab yang halal, artinya ada
sebab- sebab hukum yang menjadi dasar perjanjian yang tidak dilarang peraturan, keamanan dan
ketertiban umum dan sebagainya.

Sedangkan yang menjadi asas-asas umum dalam melakukan perjanjian adalah sebagai berikut: 4

a. Kebebasan berkontrak

b. Kebebasan konsensualitas

c. Kebebasan personalia

4 Gunawan Widjaja, Ahmad Yani, Jaminan Fidusia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), h.18
B. Subjek hukum perjanjian

Subjek dari perbuatan hukum adalah subjek hukum. Subjek hukum terdiri dari manusia
serta badan hukum. Maka dari pada itu semua manusia dan badan hukum dapat melakukan
perjanjian, dengan syarat manusia (orang) dan badan hukum tersebut sudah dinyatakan cakap
menurut hukum.5

1) Subjek Perjanjian berupa Manusia (Orang)

R. Subekti berpendapat yang dikatakan subjek perjanjian adalah: 6

a) Yang membuat perjanjian (orang) sudah cakap atau sanggup melakukan perbuatan hukum
tersebut.

b) Para pihak yang membuat perjanjian harus melaksanakan perjanjian dengan dasar kebebasan
menentukan kehendaknya. Artinya dalam membuat perjanjian tidak ada paksaan dari pihak
manapun, tidak ada kehilafan, atau penipuan. Karena sepakat diantara keduanya akan mengikat
mereka.

2) Badan Hukum

Badan hukum adalah badan-badan perkumpulan dari orang-orang yang diciptakan oleh hukum.
Badan hukum sebagai subjek hukum dapat bertindak hukum (melakukan perbuatan hukum) seperti
halnya manusia. Karena badan hukum dapat melakukan persetujuan-persetujuan. Persetujuan-
persetujuan yang dilakukan oleh badan hukum menggunakan perantara orang sebagai
pengurusnya.7

Badan hukum dibedakan menjadi dua:8

a) Badan Hukum Publik (Publiek Recht Persoon)

Badan hukum publik adalah badan hukum yang didirikan secara publik dimana tujuan
pendiriaanya untuk kepentingan publik atau orang banyak. Dengan demikian badan hukum publik

5 Subekti R, 1970, Hukum Perjanjian, Jakarta, PT. Pembimbing Masa, hlm. 16.
6 Subekti R, 1970, Hukum Perjanjian, Jakarta, PT. Pembimbing Masa, hlm. 16.
7 Subekti R, 1970, Hukum Perjanjian, Jakarta, PT. Pembimbing Masa, hlm. 16.
8 Subekti R, 1970, Hukum Perjanjian, Jakarta, PT. Pembimbing Masa, hlm. 16.
merupakan badan hukum negara yang dibentuk oleh yang berkuasa (pemerintah) dengan dasar
Undang-Undang yang dijalankan secara fungsional. Contohnya adalah Bank Indonesia dan
Perusahaan Negara

b) Badan Hukum Privat (Privat Recht Persoon)

Badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum sipil atau perdata yang mana didirikan untuk
kepentingan orang yang ada di dalam badan hukum itu sendiri. Berbeda dengan badan hukum
publik yang tidak mencari keuntungan didalamnya, badan hukum privat didirikan karena untuk
mencari keuntungan sebuah kelompok, yang bergerak dibidang sosial, pendidikan, ilmu
pengerahuan, dan lain-lain dengan mengacu pada hukum yang sah. Contohnya adalah Perserooan
Terbatas, Koperasi, Yayasan.

C. Objek hukum Perjanjian

Objek perjanjian harus dapat ditentukan. Tidak dilihat dari apakah barang itu sudah ada untuk
sekarang atau yang akan ada nanti. Sehingga yang dapat menjadi objek perjanjian antara lain:

1) Barang yang dapat diperdagangkan (Pasal 1332 KUH Perdata)

2) Barang yang dapat ditentukan jenisnya ( Pasal 1333 KUH Perdata) Tidak menjadi masalah jika
untuk sekarang jumlahnya tidak bisa ditentukan, yang jelas dikemudian hari jumlahnya dapat
ditentukan.

3) Barang-barang yang akan ada dikemudian hari (Pasal 1334 ayat (2) KUH Perdata)

Selain itu ada barang yang tidak dapat dijadikan objek perjanjian, antara lain:

1) Barang diluar perdagangan. Misalnya senjata resmi yang dipakai negara

2) Barang yang dilarang Undang-Undang. Misalnya narkoba

3) Warisan yang belum terbuka

Subekti menambahkan terkait objek perjanjian:

1) Yang telah dijanjikan para pihak harus jelas agar dapat mementukan hak dan kewajiban para
pihak.
2) Yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan Undang-Undang, ketentuan umum, kesusilaan
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Perjanjian adalah “persetujuan tertulis maupun lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih
masing- masing berjanji akan menaati apa yang tersebut didalam persetujuan”. Perjanjian
dianggap sah apabila memenuhi empat syarat yang disebutkan dalam pasal 1320 tersebut. Syarat
kesepakatan dan syarat cakap disebut sebagai syarat subjektif sedangkan syarat suatu hal tertentu
dan syarat suatu sebab yang halal disebut dengan syarat objektif. Subjek dari perbuatan hukum
adalah subjek hukum. Subjek hukum terdiri dari manusia serta badan hukum. Maka dari pada itu
semua manusia dan badan hukum dapat melakukan perjanjian, dengan syarat manusia (orang) dan
badan hukum tersebut sudah dinyatakan cakap menurut hukum. Objek perjanjian harus dapat
ditentukan. Tidak dilihat dari apakah barang itu sudah ada untuk sekarang atau yang akan ada
nanti. Sehingga yang dapat menjadi objek perjanjian antara lain:

1) Barang yang dapat diperdagangkan (Pasal 1332 KUH Perdata)

2) Barang yang dapat ditentukan jenisnya ( Pasal 1333 KUH Perdata) Tidak menjadi masalah jika
untuk sekarang jumlahnya tidak bisa ditentukan, yang jelas dikemudian hari jumlahnya dapat
ditentukan.

3) Barang-barang yang akan ada dikemudian hari (Pasal 1334 ayat (2) KUH Perdata)
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Kadir Muhammad, 1992, Hukum Perikatan, Bandung, PT. Citra Aditya

Gunawan Widjaja, Ahmad Yani, Jaminan Fidusia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001)

Subekti R, 1976, Aspek-Aspek Hukum Perikatan Nasional, Bandung, Alumni

Subekti R, 1970, Hukum Perjanjian, Jakarta, PT. Pembimbing Masa

Wiryono Prajodikoro, 1981, Hukum Perdata Tentang Persetujuan-PersetujuanTertentu, Bandung, Sumur


Bandung

Anda mungkin juga menyukai