PENDAHULUN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Dengue Hemorrhagic fever (DHF) adalah penyakit infeksi yang
disebabkan oleh virus dengue tipe 1-4, dengan manifestasi klinis berupa demam
yang terjadi secara mendadak 2-7 hari. Dapat disertai gejala perdarahan dengan
atau tanpa adanya syok, dengan hasil pemeriksaan laboratorium yang
menunjukkan adanya trombositopenia (trombosit kurang dari 100.000) dan
peningkatan hematokrit 20% atau lebih dari nilai normal.1,4,5 Infeksi virus dengue
dapat disertai dengan terjadinya kebocoran plasma. Perubahan patofisiologi pada
infeksi virus dengue menentukan perbedaan perjalanan penyakit antara DHF
dengan dengue fever (DF). Perubahan patofisiologis tersebut dapat berupa
kelainan hemostasis dan perembesan plasma. Kedua kelainan tersebut dapat
diketahui dengan terjadinya trombositopenia dan peningkatan hematokrit.1 Virus
dengue masuk ke dalam tubuh manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypty
dan Aedes albopictus dengan manifestasi klinis berupa demam, nyeri otot
(myalgia) dan/ atau nyeri sendi (arthralgia) yang disertai leukopenia, ruam
(maculopapular skin rush), limfadenopati, trombositopenia dan diatesis
hemoragik.1,3,5
2.2 Epidemiologi
DHF secara internasional dianggap sebagai penyakit yang disebabkan
virus dan di transmisikan oleh nyamuk yang paling signifikan.DHF endemik
lebih dari 100 negara di seluruh dunia, terutama di daerah tropis dan sub-tropis. Di
Amerika Serikat, DHF yang disebabkan oleh spesies Aedes aegypti dapat
ditemukan secara musiman di Louisiana, Florida bagian selatan, New Mexico,
Arizona, Texas, Georgia, Alabama, Mississippi, North dan South Carolina,
Kentucky, Oklahoma, dan Tennessee. Dalam 50 tahun terakhir, kejadian DF telah
meningkat 30 kali lipat.3
c. Host
Setelah masa inkubasi yang terjadi sekitar 4-10 hari, infeksi oleh salah
satu dari empat serotipe virus dapat menghasilkan spektrum yang luas dari
penyakit ini, walaupun sebagian besar infeksi tidak menunjukkan gejala atau
subklinis. Infeksi primer diduga menginduksi munculnya kekebalan protektif
seumur hidup dengan serotipe yang terinfeksi.8 Individu yang menderita infeksi
3
dilindungi dari penyakit klinis dengan serotipe yang berbeda dalam 2-3 bulan dari
infeksi primer, tetapi tanpa kekebalan lintas pelindung jangka panjang. Anak-anak
muda khususnya mungkin kurang mampu jika dibandingkan dengan orang dewasa
untuk mengimbangi kebocoran kapiler dan akibatnya memiliki risiko yang lebih
tinggi untuk mengalami dengue shock.
Dalam proses transmisi, nyamuk menggigit penderita yang terinfeksi
virus dengue, dimana virus dengue banyak terdapat di dalam darah penderita
terutama pada hari ke 5. Beberapa penderita tidak menunjukkan gejala yang
signifikan namun dapat mentransmisikan virus ke dalam nyamuk yang
menggigitnya. Setelah virus masuk ke dalam nyamuk, virus tersebut akan
memerlukan tambahan 8-12 hari inkubasi sebelum dapat ditularkan ke manusia
lain. Nyamuk tersebut tetap terinfeksi selama sisa hidupnya, yang mungkin dari
beberapa hari hingga beberapa minggu.8
Data terbaru menunjukkan bahwa aktivasi sel endotel bisa memediasi
terjadinya kebocoran plasma. Kebocoran plasma diduga berhubungan dengan
efek fungsional daripada merusak sel-sel endotel. Trombositopenia mungkin
berhubungan dengan terjadinya perubahan dalam megakaryocytopoieses oleh
infeksi sel hematopoietik manusia dan gangguan pertumbuhan sel progenitor,
disfungsi platelet (aktivasi platelet dan agregasi) serta terjadi peningkatan
penghancuran atau konsumsi. Perdarahan mengakibatkan trombositopenia dan
disfungsi trombosit yang terkait atau disseminated intravascular coagulation.
Kesimpulannya, ketidakseimbangan sementara antara mediator inflamasi, sitokin
dan kemokin terjadi selama perjalanan dengue yang parah, didorong oleh beban
virus pada fase awal yang tinggi sehingga menyebabkan terjadinya disfungsi sel
endotel vaskular dan kekacauan sistem hemokoagulasi yang menyebabkan
kebocoran plasma dan syok.
5
Halstead pada tahun 1973 mengajukan hipotesis secondary heterologous
infection yang menyatakan DHF terjadi bila seseorang terinfeksi ulang virus
dengue dengan tipe yang berbeda. Jika terdapat antibodi yang spesifik terhadap
jenis virus tertentu maka antibodi tersebut dapat mencegah penyakit, tetapi
sebaliknya apabila antibodi terdapat dalam tubuh merupakan antibodi yang tidak
dapat menetralisasi virus, justru dapat menimbulkan penyakit yang berat.1
Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan mengenai virus lain
yang akan menginfeksi dan kemudian membentuk kompleks antigen-antibodi
yang akan berikatan dengan reseptor dari membran sel leukosit terutama
makrofag. Sebagai respon terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator
vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh
darah, sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok.1,11
Patogenesis terjadinya kebocoran plasma pada DHF dapat dilihat pada
Gambar 1. Pada gambar 1 digambarkan bahwa terjadi konsentrasi kompleks imun
yang tinggi akibat reinfeksi yang mengakibatkan reaksi amnestik antibodi.
Infeksi virus dengue menyebabkan aktivasi makrofag yang memfagositosis
kompleks virus-antibodi sehingga virus berkembang di makrofag. Infeksi
makrofag oleh virus dengue menyebabkan aktivasi T-helper dan T-sitotoksis
sehingga diproduksilah limfokin dan interferon gamma. Interferon gamma akan
mengaktivasi monosit sehingga disekresikanlah berbagai mediator inflamasi,
seperti TNF-α, IL-1, PAF (platelet activating factor), IL-6, dan histamin yang
megakibatkan terjadinya disfungsi sel endotel dan terjadilah kebocoran plasma.
6
Gambar 2.Imunopatogenesis DHF1
Patogenesis terjadinya syok berdasarkan hipotesis infeksi sekunder (teori
secondary heterologous infection) dapat dilihat pada Gambar 2. Sebagai akibat
infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berlainan pada seorang pasien,
respon antibodi anamnestik yang akan terjadi dalam waktu beberapa hari
mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit dengan menghasilkan titer
tinggi antibodi IgG antidengue. Disamping itu, replikasi virus dengue terjadi juga
di dalam limfosit yang bertransformasi dengan akibat terdapatnya virus dalam
jumlah banyak. Hal ini akan mengakibatkan terbentuknya kompleks antigen-
antibodi (virus antibody complex) yang selanjutnya akan mengakibatkan aktivasi
sistem komplemen.
Pelepasan C3a dan C5a akibat aktivasi C3 dan C5 menyebabkan
peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya plasma dari
ruang intravaskuler ke ruang ekstravaskuler. Pada pasien dengan syok berat,
volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari 30% dan berlangsung selama
24 – 48 jam. Perembesan plasma yang erat hubungannya dengan kenaikan
permeabilitas dinding pembuluh darah ini terbukti dengan adanya peningkatan
kadar hematokrit, penurunan kadar natrium dan terdapatnya cairan di dalam
rongga serosa (efusi pleura dan asites). Syok yang tidak tertanggulangi secara
adekuat akan menyebabkan asidosis dan anoksia, yang dapat berakibat fatal, oleh
karena itu pengobatan syok sangat penting guna mencegah kematian.1,11
7
Gambar 3. Patogenesis Terjadinya Syok Pada DHF.11
Sebagai respon terhadap infeksi virus dengue, kompleks antigen antibodi
selain mengaktivasi sistem komplemen, juga menyebabkan agregasi trombosit
dan mengaktivasi sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah.
Kedua faktor tersebut akan mengakibatkan perdarahan pada DBD. Agrerasi
trombosit terjadi sebagai akibat dari perlekatan kompleks antigen-antibodi pada
membran trombosit mengakibatkan pengeluaran ADP (adenosin diphosphat),
sehingga trombosit dihancurkan oleh RES (reticulo endothelial system) sehingga
terjadi trombositopenia (degranulasi trombosit). Agregasi trombosit ini akan
menyebabkan pengeluaran platelet faktor III mengakibatkan terjadinya
koagulapati konsumtif (KID; koagulasi intravaskular deseminata), ditandai
dengan peningkatan FDP (fibrinogen degradation product ) sehingga terjadi
penurunan faktor pembekuan. 1,11
Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit,
sehingga walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak berfungsi
dengan baik. Di sisi lain, aktivasi koagulasi akan menyebabkan aktivasi faktor
Hagemen sehingga terjadi aktivasi sistem kinin kalikrein sehingga memacu
peningkatan permeabilitas kapiler yang dapat mempercepat terjadinya syok. Jadi,
perdarahan masif pada DHF diakibatkan oleh trombositopenia, penurunan faktor
pembekuan (akibat KID), kelainan fungsi trombosit, dan kerusakan dinding
endotel kapiler. Akhirnya perdarahan akan memperberat syok yang terjadi.1
8
Gambar 4. Patogenesis Terjadinya Perdarahan pada DHF.12
Trombositopenia pada infeksi dengue tejadi melalui mekanisme
supresi sumsum tulang, destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit.
Gambaran sumsum tulang pada masa awal infeksi (<5 hari) menunjukkan
keadaan hiposeluler dan supresi megakariosit. Setelah tubuh dapat
mengkompensasi, maka akan terjadi peningkatan proses hematopoiesis.
Kadar trombopoietin dalam darah pada saat terjadi trombositopenia akan
menunjukkan kenaikan, hal ini menunjukkan adanya stimulasi
thrombopoiesis sebagai mekanisme kompensasi terhadap keadaan
thrombositopenia.
2.5 Manifestasi Klinis
Infeksi dengan hanya salah satu dari empat serotipe dengue dapat
menghasilkan spektrum penuh dan beratnya penyakit. Spektrum penyakit
dapat berkisar dari, sindrom demam non-spesifik ringan, demam berdarah
klasik (DF), dengan bentuk parah dari penyakit, DHF dan demam berdarah
shock syndrome (DSS). Bentuk parah biasanya terwujud setelah hari 2-7
fase demam dan sering ditandai dengan tanda-tanda peringatan klinis dan
laboratorium. Walaupun tidak ada agen terapeutik untuk infeksi dengue,
kunci keberhasilan penanganan adalah penggunaan waktu yang tepat dan
kebijaksanaan perawatan suportif, termasuk pemberian cairan isotonik
intravena atau koloid, serta pemantauan ketat tanda-tanda vital dan status
hemodinamik, keseimbangan cairan, dan parameter hematologi.8
9
Gambar 5. Manifestasi Klinis Infeksi Virus Dengue8
Pada umumnya pasien mengalami demam selama 2-7 hari, yang diikuti
oleh fase kritis selama 2-3 hari. Pada waktu fase ini pasien sudah tidak demam,
akan tetapi mempunyai resiko untuk terjadi renjatan jika tidak mendapat
pengobatan yang adekuat. Gejala lain seperti mual muntah, diare, ruam kulit,
nyeri kepala serta nyeri otot dan tulang. Nyeri kepala dapat menyeluruh atau
terpusat pada supraorbita dan retroorbita. Nyeri otot terutama pada tendon.1,2,10
Gambaran klinis penderita dengue terdiri atas 3 fase yaitu fase febris, fase
kritis dan fase pemulihan. Pada fase febris, Biasanya demam mendadak tinggi
pada hari 1 – 3 hari mencapai 40o C, disertai muka kemerahan, eritema kulit, nyeri
seluruh tubuh, mialgia, artralgia dan sakit kepala.Pada beberapa kasus ditemukan
nyeri tenggorok, injeksi faring dan konjungtiva, anoreksia, mual dan muntah.
Pada fase ini dapat pula ditemukan tanda perdarahan seperti ptekie, perdarahan
mukosa, walaupun jarang dapat pula terjadi perdarahan pervaginam dan
perdarahan gastrointestinal. Fase kritis, terjadi pada hari 3 – 6 sakit dan ditandai
dengan penurunan suhu tubuh disertai kenaikan permeabilitas kapiler dan
timbulnya kebocoran plasma yang biasanya berlangsung selama 24 – 48
jam.Kebocoran plasma sering didahului oleh leukopeni progresif disertai
penurunan hitung trombosit.Pada fase ini dapat terjadi syok. Fase pemulihan, bila
fase kritis terlewati maka terjadi pengembalian cairan dari ekstravaskuler ke
intravaskuler secara perlahan pada 48 – 72 jam setelahnya. Keadaan umum
penderita membaik, nafsu makan pulih kembali, hemodinamik stabil dan diuresis
membaik.10
2.6 Diagnosis
Diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis menurut WHO
tahun 2011 terdiri dari kriteria klinis dan laboratoris. Kriteria klinis berdasarkan WHO
2011:8
1. Demam akut, tinggi mendadak 2-7 hari pada beberapa kasus, eritema kulit,
10
nyeri seluruh tubuh, mialgia, artralgia dan sakit kepala.
2. Terdapat manifestasi perdarahan yang ditandai
dengan :
- Uji tourniket positif (yang palinng umum)
- Petekie, ekimosis, purpura
- Perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi
- Hematemesis dan/atau melena
3. Syok, dengan manifestasi takikardi, perfusi jaringan yang buruk
ditandai dengan nadi lemah, hipotensi, kulit pucat, dingin, lemah.
Kriteria Laboratoris:
- Trombositopenia (100.000/mm3 atau kurang)
- Terdapat minimal satu tanda-tanda kebocoran plasma atau tanda
hemokonsentrasi sebagai berikut:
o Peningkatan hematokrit > 20% dibandingkan standar sesuai
dengan umur dan jenis kelamin.
o Penurunan hematokrit >20% setelah mendapatkan terapi
cairan, dibandingkan dengan nilai hematokrit
sebelumnya.Tanda kebocoran plasma seperti efusi pleura,
asites atau hipoalbuminemia.
Dua kriteria klinis pertama ditambah trombositopenia atau
peningkatan hematokrit, cukup untuk menegakkan diagnosis klinis demam
berdarah dengue. Adanya pembesaran hati selain dua kriteria klinis
pertama adalah dugaan terjadinya demam berdarah dengue sebelum onset
kebocoran plasma. Efusi pleura (X-ray dada atau ultrasonografi) adalah
bukti objektif terjadinya kebocoran plasma dan terjadinya hipoalbumin
dapat memperkuat diagnosis terutama pada pasien anemia, perdarahan
berat, kondisi ketika tidak adanya hematocrit dasar, dan peningkatan
hematocrit kurang dari 20% akibat pemberian terapi intravena secara dini.
Pada kasus syok, peningkatan hematokrit dan adanya trombositopenia,
mendukung diagnosa demam berdarah dengue. ESR yang rendah (kurang
dari 10 mm/satu jam pertama) selama syok membedakan DSS dari syok
septik.1,8,9,
Berdasarkan tingkat keparahan, WHO (2004) membagi demam berdarah
dengue menjadi 4 derajat, yaitu: 8,11
1. Derajat 1: Demam yang disertai gejala tidak khas dan satu-satunya
manifestasi perdarahan adalah uji torniquet.
11
2. Derajat 2: Derajat 1, disertai perdarahan terjadinya spontan di kulit dan
perdarahan lainnya.
3. Derajat 3: Adanya kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah,
tekanan nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis di
daerah sekitar mulut,
kulit dingin dan lembab, dan tampak gelisah.
4. Derajat 4: Syok berat, dimana nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah
tidak terukur.
DF/DHF Derajat Gejala Laboratorium
DF Demam disertai 2 atau lebih tanda: • Leukopenia(wbc
- sakit kepala ≤
- nyeri retro orbital 5000sel/mm3)
- myalgia/ nyeri otot • Trombositopenia(Platelet
- arthralgia <150 000 cells/mm3).
- ruam • Peningkatan HCT (5% –
- tidak adanya tanda 10% ).
kebocoran plasma • Tidak ada bukti
kebocoran plasma
12
Pemeriksaan yang umumya dan signifikan dilakukan adalah pemeriksaan darah
lengkap. Diagnosis DHF secara definitif dapat dilakukan dengan isolasi virus,
identifikasi virus dan serologis.11
a. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan untuk menunjang
diagnosis DBD adalah pemeriksaan darah lengkap, urine, serologi dan isolasi
virus. Yang signifikan dilakukan adalah pemeriksaan darah lengkap, selain itu
untuk mendiagnosis DBD secara definitif dengan isolasi virus, identifikasi virus
dan serologis.8
Isolasi virus
isolasi virus dengue dari spesimen klinis mungkin dilakukan pada sampel
yang diambil dalam 6 hari pertama sejak sakit dan segera diproses tanpa
penundaan. Spesimen yang cocok untuk isolasi virus termasuk : serum fase
akut, jaringan otopsi pada kasus yang fatal. (khusunya hati, limpa, kelenjar
limfe dan timus), serta dari nyamuk yang diambil dari area yang endemis.
Deteksi antigen virus
merupakan glikoprotein yamg diproduksi oleh semua flavivirus (NS1).
Antigen NS1 muncul di hari pertama gejala penyakit dan menghilang di hari
ke 5-6. Oleh karena itu, tes NS1 bisa dijadikan sarana untuk diagnostik yang lebih
cepat.
Respon imunologis dan uji serologis
Metode ini terdiri dari : IgM-capture enzyme-linked immunosorbent
assay (MAC-ELISA), IgG-ELISA, IgM/IgG ratio, Haemagglutination
inhibition test, Complement fixation test, Neutralization test,
14
Gambar 6. Keadaan IgG dan IgM berdasarkan onset gejala8,12
Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologis (foto toraks PA tegak dan lateral dekubitus kanan)
dilakukan dengan tujuan melihat ada tidaknya efusi pleura, terutama pada
hemitoraks kanan dan pada keadaan perembesan plasma hebat, efusi dapat
ditemukan pada kedua hemitoraks.Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi
dengan pemeriksaan ultrasonografi.Kelainan yang bisa didapatkan antara lain
dilatasi pembuluh darah paru, kardiomegali atau efusi perikard, dan
hepatomegaly. 1
2.8 Diagnosis Banding
Diagnosis banding perlu dipertimbangkan apabila terdapat kesesuaian
klinis dengan demam tifoid, chikungunya, dan campak. Pada awal perjalanan
penyakit yaitu pada fase demam, diagnosis banding dapat mencakup infeksi
bakteri, virus, atau infeksi parasit yang mirip dengan infeksi dengue seperti
demam tifoid, campak, malaria dan demam chikungunya.10
Demam berdarah dengue berbeda dengan demam tifoid, dimana jenis
demam tifoid yang lama dan suhu tubuh lebih meningkat biasanya pada sore
hari dan menurun pada pagi hari.Pola demam berperti anak tangga. Gejala lain
sama dengan DHF seperti sakit kepala, mual, muntah, nyeri otot. Pada
pemeriksaan penunjang dilakukan uji widal.10 Demam berdarah dengue dengan
demam chikungunya berbeda. Pada demam chikungunya biasanya seluruh
15
anggota keluarga dapat terserang dan cara penularannya mirip dengan penularan
influenza. Pada demam chikungunya, serangan demam mendadak lebih
mendadak dibandingkan dengan demam berdarah dengue, masa demam lebih
pendek, suhu lebih tinggi, hampir selalu disertai ruam makulopapular, adanya
injeksi konjungtiva dan lebih sering disertai dengan nyeri sendi. Proporsi uji
tourniquet positif, petekie dan epistaksis hampir sama dengan demam berdarah
dengue. Pada demam chikungunya tidak ditemukan adanya perdarahan
gastrointestinal, syok, dan tidak terjadinya peningkatan.1
Pada penyakit malaria, gejala klinis yang muncul yaitu biasanya demam
menggigil secara berkala dan biasanya terjadi sakit kepala secara bersamaan, suhu
badan menurun, terdapat anemia, splenomegali (pembesaran limpa), dan terjadi
ikterus (hemolisis dan gangguan hepar). Namun pada demam berdarah dengue,
demam terjadi secara mendadak, suhu dapat mencapai 380C - 400C yang terjadi 2
hingga 7 hari, terdapat manifestasi perdarahan, hepatomegali, terdapat tanda-tanda
syok, lemah, mual, muntah, sakit kepala, diare, dan ruam merah dan sakit pada
otot dan persendian. Pada tes laboratorium demam berdarah dengue biasanya
dilakukan uji serologi IgM, IgG, dan ELISA, dan mendeteksi antigen viral dengan
metode PCR serta dengan cara fluorosensi imunoglobulin. Sedangkan pada
malaria, tes laboratorium bisanya ditemukan parasit dalam darah yang dipulas
dengan Giemsa.8
Campak biasanya muncul dengan gejala klinis berupa adanya bercak
merah yang dapat hilang apabila di tekan. Bercak merah timbul pada hari ke-3
sampai dengan hari ke 5, yang kemudian akan berkurang pada minggu kedua dan
menimbulkan bekas terkelupas dan bercak kehitaman. Bercak merah muncul
diawali dengan adanya keluhan pilek dan batuk ketika munculnya demam pada
hari pertama.Sedangkan bercak yang timbul pada demam berdarah dengue muncul
pada hari ke-2 sampai 3. Pada hari ke-4 dan 5 bercak menghilang tanpa diikuti
proses terkelupas dan bercak kehitaman pada kulit. Selain gejala klinis tersebut
yang membedakan penyakit demam berdarah dengue dengan campak adalah pada
demam berdarah dengue terjadi penurunan trombosit/trombositopenia
(<100.000/uL) dan terjadi hemokonsentrasi lebih dari 20%. Selain itu pada DHF
akan tampak hasil positif pada pemeriksaan antibodi IgG dan IgM.8
Idiopatic Thrombocytopenic Purpura (ITP) sulit dibedakan dengan DHF,
oleh karena didapatkan demam disertai perdarahan di bawah kulit. Pada hari-
hari pertama, diagnosis ITP sulit dibedakan dengan penyakit DBD, tetapi pada
ITP demam cepat menghilang, tidak dijumpai hemokonsentrasi, dan pada fase
16
penyembuhan DBD jumlah trombosit lebih cepat kembali normal daripada ITP.
Perdarahan dapat juga terjadi pada leukemia atau anemia aplastik. Pada
leukemia demam tidak teratur, kelenjar limfe dapat teraba dan anak sangat
anemis. Pemeriksaan darah tepi dan sumsum tulang akan memperjelas diagnosis
leukemia. Pada anemia aplastik anak sangat anemik, demam timbul karena
infeksi sekunder. 3
2.9 Penatalaksanaan
Pemantauan pasien DBD/DHF selama fase krisis (trombositopenia
sekitar 100.000 sel / mm3)
Fase kritis DBD merupakan periode terjadinya kebocoran plasma yang
dimulai sekitar waktu dari penurunan suhu badan hingga normal atau transisi
dari demam ke tidak demam. Trombositopenia adalah indikator yang
sensitif pada kebocoran plasma, tetapi juga dapat diamati pada pasien
dengan DD. Peningkatan hematokrit > 10% dari baseline merupakan
indikator objektif awal kebocoran plasma. Pemberian cairan intravena
harus dimulai jika asupan oral buruk atau peningkatan hematokrit terus
berlanjut serta jika terdapat warning sign.
Parameter-parameter berikut harus dipantau:
Keadaan umum, nafsu makan, muntah, perdarahan serta tanda dan gejala
lainnya.
Perfusi perifer dapat dilakukan sesering mungkin sesuai indikasi
karena hal tersebut merupakan petanda awal syok dan mudah/cepat untuk
dilakukan.
Tanda-tanda vital seperti suhu, denyut nadi, laju pernapasan dan tekanan
darah harus diperiksa setidaknya setiap 2-4 jam pada pasien non-syok dan 1-2
jam pada pasien syok.
Hematokrit serial harus dilakukan setidaknya setiap empat sampai
enam jam dalam kasus yang stabil dan harus lebih sering pada pasien yang
tidak stabil atau dicurigai mengalami perdarahan. Harus dicatat bahwa
hematokrit harus dilakukan sebelum resusitasi cairan. Jika hal ini tidak
dilakukan, maka pemeriksaan hematokrit harus dilakukan setelah bolus
cairan dan jangan saat pemberian bolus cairan sedang berjalan.
Jumlah urine harus dicatat setidaknya setiap 8 sampai 12 jam pada
kasus tidak berat, per jam pada pasien dengan syok atau dengan kelebihan
cairan. Selama periode ini jumlah output urine harus sekitar 0,5 ml/kg/
jam (harus didasarkan pada berat badan ideal).
Terapi cairan intravena pada DBD selama
17
periode kritis Indikasi cairan IV:
Jika pasien tidak bisa diberi asupan oral yang memadai atau muntah.
Jika HCT terus meningkat 10% -20% meskipun rehidrasi oral sudah
diberikan.
Adanya ancaman munculnya yok
Prinsip-prinsip umum terapi cairan pada DHF meliputi berikut ini:
Larutan kristaloid isotonik harus diberikan selama fase kritis kecuali bayi
usia < 6 bulan lebih tepat menggunakan natrium klorida 0,45%.
Larutan koloid Hiper-onkotik (osmolaritas > 300 mOsm / l) seperti
dekstran 40 atau larutan starch dapat digunakan jika kebocoran plasma masif,
dan tidak ada respon dengan pemberian kristaloid dalam jumlah yang
optimal (seperti yang direkomendasikan). Larutan koloid iso-onkotik
seperti plasma dan hemaccel kemungkinan tidak efektif.
Pemberian cairan untuk pemeliharaan +5% dehidrasi harus diberikan untuk
sekedar mempertahankan volume intravaskular dan sirkulasi.
Durasi pemberian terapi cairan intravena tidak boleh melebihi 24 hingga 48 jam
bagi mereka dengan syok. Namun, bagi pasien yang tidak syok, durasi
terapi cairan intravena bisa lebih lama namun tidak lebih dari 60 sampai 72
jam. Hal ini karena pasien yang tidak syok baru saja memasuki fase kebocoran
plasma sementara pasien yang sudah syok, kebocoran plasma berlangsung
dalam durasi yang lebih panjang hingga terapi intravena dimulai.
Pada pasien obesitas, yang digunakan sebagai panduan untuk menghitung
volume cairan adalah berat badan ideal.
19
Gambar 8 : Kecepatan pemberian infus pada kasus non-syok
Manajemen syok : DBD derajat I I I
SSD merupakan syok hipovolemik disebabkan oleh kebocoran plasma dan
ditandai dengan meningkatnya resistensi vaskuler sistemik, dengan manifestasi
tekanan nadi yang menyempit (tekanan sistolik dipertahankan dengan peningkatan
tekanan diastolik, misalnya 100/90 mmHg ) . Ketika hipotensi muncul, selain
kebocoran plasma, kita harus menduga bahwa mungkin telah terjadi pendarahan yang
masif, dimana yang paling sering adalah perdarahan saluran cerna yang bisa saja tidak
tampak/tersembunyi.
Perlu dicatat bahwa resusitasi cairan dari SSD berbeda dari syok yang lain
misalnya syok septik . Sebagian besar kasus SSD akan memberikan respon terhadap
pemberian cairan 10 ml/kg (pada anak-anak) atau 300-500 ml (pada orang dewasa) dalam
1 jam atau bila perlu secara bolus. Selanjutnya, pemberian cairan harus mengikuti
grafik seperti pada gambar 9. Namun, sebelum memutuskan untuk mengurangi jumlah
cairan I V yang diberikan, kondisi klinis, tanda-tanda vital , produksi urin dan nilai
hematokrit harus diperiksa terlebih dahulu untuk memastikan perbaikan klinis.
Kotak 14. Pemeriksaan laboratorium (ABCS) untuk pasien dengan kondisi syok atau dengan
komplikasi, dan pasien yang tidak menunjukkan perbaikan klinis meski telah diberi terapi cairan
yang
adekuat
Singkatan Pemeriksaan L a b o r a t o r i um K e pe n t i ng an
A-Asidosis Analisa gas darah (kapiler dan Menandakan syok yang sedang berlangsung. Keterlibatan
vena) organ juga harus dievaluasi ; fungsi hati, BUN dan
20
B-Bleeding Hematokrit k r e a t i ni n
Jika terjadi penurunan nilai HCT dibandingkan
dengan nilai sebelumnya atau jika tidak berubah, lakukan
C-Calsium Elektrolit, Ca ++ cross-
match untuk transfusi darah secepatnya
Hipokalsemia terjadi pada kebanyakan DBD namun tanpa
gejala. Pemberian suplementasi kalsium pada kondisi yang
lebih berat/kompleks dapat diindikasikan. Dosis yang
dianjurkan 1 ml/kg maksimal 10cc kalsium
glukonas, dilarutkan dengan perbandingan 1:2, diberikan
S-Blood Sugar Kadar gula darah (fingerstick) secara I V
perlahan (dapat diulang tiap 6 jam jika diperlukan)
Kebanyakan kasus DBD disertai penurunan selera makan
dan muntah. Hipoglikemia dapat terjadi pada pasien
Penting diketahui bahwa kecepatan cairan I V dapat dikurangi jika telah terjadi
perbaikan perfusi perifer ; tetapi harus tetap diteruskan sampai minimum 24 jam dan
dapat dihentikan setelah 36-48 jam. Pemberian cairan yang berlebihan akan
menyebabkan efusi masif karena peningkatan permeabilitas kapiler. Algoritme
pemberian cairan untuk pasien dengan SSD dapat dilihat pada kotak 15.
Kotak 15. Algoritme pemberian cairan pada pasien SSD
22
Manajemen fase pemulihan
Pemulihan dapat dikenali oleh perbaikan dalam parameter klinis, nafsu
makan dan keadaan umum.
Status hemodinamik seperti perfusi perifer yang baik dan kestabilan tanda-
tanda vital harus diperhatikan.
Penurunan HCT kembali ke baseline atau lebih rendah serta diuresis
yang berangsur normal.
Cairan intravena harus dihentikan.
Pada pasien dengan efusi masif dan ascites, hypervolemia dapat terjadi dan
terapi diuretik dapat dipertimbang untuk mencegah edema paru.
Hipokalemia dapat terjadi karena adanya stres dan upaya diuresis harus
diimbangi dengan asupan buah-buahan atau suplemen yang kaya akan kalium.
Bradikardia cukup sering ditemukan dan pemantauan intensif perlu
dilakukan untuk kemungkinan komplikasi yang jarang seperti blok
irama jantung atau kontraksi prematur ventrikel (VPC).
Pulihnya ruam kulit ditemukan pada 20% -30% dari
pasien. Tanda-tanda pemulihan
Nadi, tekanan darah dan laju pernapasan
stabil Suhu normal.
Tidak ada bukti perdarahan eksternal atau
internal. Nafsu makan membaik.
Tidak ada muntah, tidak ada sakit
perut produksi urin baik.
Hematokrit yang stabil pada nilai baseline.
Ruam petekie yang muncul pada fase penyembuhan bisa disertai rasa
gatal, terutama pada ekstremitas.
Kriteria untuk pemulangan pasien
Tidak adanya demam selama setidaknya 24 jam tanpa menggunakan terapi
anti-demam.
Nafsu makan
membaik.
Perbaikan klinis
Terlihat.
Jumlah produksi urine memuaskan.
Minimal 2-3 hari telah berlalu setelah sembuh dari shock
Tidak ada gangguan pernapasan akibat efusi pleura dan tidak ada ascites.
Jumlah trombosit lebih dari 50 000 / mm3. Jika tidak, pasien dapat
23
dianjurkan untuk menghindari kegiatan traumatis setidaknya 1-2 minggu
hingga trombosit menjadi normal. Pada kebanyakan kasus yang kompleks,
trombosit meningkat normal dalam waktu 3-5 hari.
2.10 Pencegahan
Demam berdarah dapat dicegah dengan melakukan memberantas
terhadap jentik-jentik nyamuk Demam Berdarah (Aedes aegypti) dengan cara
melakukan PSN (Pembersihan Sarang Nyamuk). Upaya ini merupakan cara yang
terbaik, ampuh, murah,
mudah dan dapat dilakukan oleh seluruh masyarakat, yaitu16:
1. Membersihkan (kuras) tempat penyimpanan air (seperti: bak mandi / WC,
drum, dan lain-lain) sekurang-kurangnya 1 kali seminggu. Rutin
mengganti air di vas bunga, tempat minum burung dan lain-lain sekurang-
kurangnya satu kali seminggu.
2. Menutup dengan rapat tempat penampungan air, seperti ember, drum, dan
lain-lain agar tidak menjadi tempat berkembang biaknya nyamuk di tempat
tersebut.Taburkan bubuk ABATE pada tempat-tempat air yang tidak mungkin
atau sulit dikuras untuk membunuh jentik-jentik nyamuk. Ulangi hal ini setiap
2-3 bulan sekali
3. Buang sampah pada tempatnya dan mengubur barang-barang bekas,
seperti kaleng bekas, ban bekas, botol-botol pecah, dan lain-lain yang
dapat menampung air hujan, agar tidak menjadi tempat berkembang biak
nyamuk. Menutup lubang-lubang pagar pada pagar bambu dengan tanah
atau adukan semen.
4. Lipatlah pakaian/kain yang bergantungan dalam kamar agar nyamuk tidak
hinggap di dalam pakaian.
24
BAB III
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. H
No RM : 060265
Umur : 40 tahun
JenisKelamin : Laki-laki
Suku : Jawa
Bangsa : Indonesia
Agama : Islam
Alamat : Perum PMKS 1
Pekerjaan : Petani
Status Pernikahan : Menikah
Tanggal MRS :15 Maret 2022
Tanggal Pemeriksaan:15 Maret 2022
II. ANAMNESIS
Keluhan Utama: Demam
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD selasih dengan keluhan demam sejak 3 hari
25
SMRS. Demam dirasakan mendadak dan demam dikatakan tidak pernah turun.
Demam dikatakan memburuk baik saat pagi hari maupun malam hari. Pasien
minum obat tablet dari klinik untuk meringankan keluhannya, namun demam
dikatakan tidak kunjung membaik dan tetap tinggi. Demam dikatakan
menganggu aktivitas dan tidur pasien.
Pasien juga mengeluh nyeri kepala sejak 3 hari SMRS. Sakit kepala
dikatakan berlokasi di bagian atas kepala hingga ke bagian mata. Sakit kepala
dikatakan muncul pada saat terjadinya demam. Sakit kepala dirasakan seperti
tertekan benda berat. Sakit kepala dirasakan sepanjang hari dan terasa
memberat ketika suhu tubuh meningkat.Sakit kepala tidak membaik dengan
beristirahat.
26
Pasien mengeluh muntah bercak darah sejak 1 hari SMRS.
Muntah darah dikatakan muncul mendadak sebanyak 1 kali yakni
pada malam hari SMRS dengan volume muntah darah 1 sendok
makan. Riwayat trauma sebelum terjadi muntah darah disangkal
oleh pasien. Riwayat perdarahan di gusi dan hidung disangkal oleh
pasien.
Pasien juga mengeluh mual sejak 3 hari SMRS. Mual
dirasakan hilang timbul dan mulai memberat sejak 1 hari SMRS.
Keluhan mual disertai dengan muntah 4 kali. Pasien juga
mengeluhkan mencret 2 kali sejak 1 hari SMRS. Saat pemeriksaan
dilakukan, pasien masih mengeluh mual. Tidak ada riwayat
keluhan lain seperti nyeri ulu hati, nyeri perut, sesak nafas, batuk,
bintik-bintik merah di kulit, penglihatan kabur sejak pasien demam
pertama kali hingga pemeriksaan ini dilakukan.
27
Saat ini pasien tinggal disebuah rumah kontrakan dengan
istri dan anaknya. Pasien mengatakan limbah rumah tangga
dibuang melalui pipa yang disalurkan ke selokan di depan rumah.
Pasien mengaku merokok sejak usia muda dan biasa
menghabiskan 1 bungkus perhari. Riwayat mengkonsumsi alkohol
disangkal oleh pasien.
IV. PEMERIKSAAN FISIK (Saat awal Masuk UGD/15Maret 2022)
Keadaan Umum : Sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis, GCS (E4V5M6)
Tekanan darah : 130/90 mmHg
Nadi : 90 x/menit reguler, lemah
Respirasi : 20 x/menit
reguler Suhu aksila : 38,2 °C
Berat badan : 68 kg
Tinggi badan : 165 cm
BMI : 24,97 kg/m2
Status General
Mata : anemia -/-, ikterus-/-, odem palpebra -/-,
refleks pupil +/+ isokor, lakrimasi -/-,
conjunctival bleeding -/-
THT : tonsil T1 T1, faring hiperemis (-), lidah
typhoid (-)
Telinga :bentuk normal, sekret tidak ada
Hidung :bentuk normal, malar rash (-)
Tenggorokan : tonsil T1/T1 hiperemis (-), faring
hiperemis (-)
Lidah : ulkus (-), papil lidah atrofi (-),
lidah kotor (-)
28
(-),ulkus (-)
Leher : pembesearan kelenjar getah
bening (-) Thoraks : Simetris
Cor
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Batas atas: setinggi ICS II
Batas bawah: setinggi ICS V
Batas kanan: PSL
dekstra
Batas kiri: MCL sinistra
Auskultasi : S1S2 tunggal, regular,
murmur (-)
Pulmo
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Vokal fremitus normal
normal normal
normal
normal
normal normal
Perkusi :
Sonor sonor
sonor sonor
sonor sonor
Abdomen
Inspeksi :simetris(+),distensi(-),me
teorismus(-) Auskultasi : bising usus (+)
normal
29
Palpasi : nyeri tekan (-), hepar dan
lien tidak teraba Perkusi : timpani,
asites (-)
Ekstrimitas : akral hangat, CRT < 2’’
Pemeriksaan penunjang
30
FOTO THORAX
Kesan :
Pulmo tak tampak keluhan
Cardiomegaly disertai elongation arcus aorta
PENATALAKSANAAN
- IVFD RL 20 tpm
- Inj. Omeprazole/24 jam
- Sistenol 3x1
- Psidii 3x1
- Sukralfat syr 4x2cth
- Hepa q 3x1
- Channa 3x1
PROGNOSIS
Quo Ad Vitam : ad bonam
Quo ad fungsionam : Dubia ad bonam
Quo ad Sanationam : Dubia ad bonam
31
FOLLOW UP
Tanggal S O A P
16/03/22 Demam (+), TD : 111/68 mmhg DHF - IVFD RL 20 tpm
mual (-), RR :20 x/i - Inj. Omeprazole/24
sakit kepala N : 89 x/i jam
(+) T : 38,5oc - Sistenol 3x1
Hb : 14,3 g/dl - Psidii 3x1
Leukosit : 1.440/mm3 - Sukralfat syr
Eritrosit : 4,94 juta 4x2cth
Trombosit:62.800/mm3 - Hepa q 3x1
Hematokrit :41,1 % - Channa 3x1
Hb : 16,8 g/dl
Leukosit : 3.950/mm3
Eritrosit : 5.71 juta
Trombosit:13.600/mm3
Hematokrit :47,1 %
32
BAB III
PEMBAHASAN
33
Sitokin yang menyebabkan demam seperti IL-1 dan IL-6, TNF-α, IFN-γ.
Virus dengue merupakan pirogen eksogen. Pada saat virus sudah
menginfeksi dan berada di dalam darah, ada 2 respon imun yang bekerja.
Yaitu respon imun nonspesifik yang bekerja di awal dan cepat serta respon
imun spesifik yang bekerja lebih lambat. Makrofag akan segera bereaksi
dengan memfagositosis virus dan memprosesnya sehingga makrofag
menjadi APC (antigen presenting cell). Makrofag juga akan mensekresi
sitokin yang merangsang inflamasi, sitokin utama yang disekresi oleh
makrofag adalah IL-1 yang merupakan pirogen endogen. Pirogen adalah
bahan yang menginduksi demam yang dipicu baik faktor eksogen atau
endogen seperti IL-1.
Selain itu ada juga proses respon imun nonspesifik yang
diperankan oleh sel NK. Sel NK membunuh sel yang terinfeksi, sebelum
respon imun spesifik bekerja. Antigen yang menempel di makrofag ini
akan mengaktivasi sel T-helper dan menarik makrofag lain untuk
memfagosit lebih banyak virus. Dimulailah mekanisme respon imun
spesifik. Sel T yang diaktivasi adalah CD4+. CD4+ ini akan mengaktivasi
Th-2 untuk membentuk antibody lagi sehingga meningkatkan opsonisasi
dan aktivasi komplemen. CD4+ juga mengaktivasi Th-1 yang akan
mengaktivasi CD8+ melalui presentasi oleh molekul MHC-1. CD8+ ini
bersifat sitotoksik dan menghancurkan peptida virus. Th-1 akan
melepaskan IFN-γ, IL-2, dan limfokin. Sedangkan Th-2 melepaskan IL-4,
IL-5, IL-6, dan IL-10. Selanjutnya IFN-γ akan merangsat monosit
melepaskan TNF-α, IL-1, PAF, IL-6, dan histamin. Limfokin juga
merangsang makrofag melepas IL-1, IL-2 juga merupakan stimulan
pelepasan IL-1, TNF-α, dan IFN-γ. Pada Jalur komplemen, kompleks
imun akan menyebabkan aktivasi jalur komplemen sehingga dilepaskan
C3a dan C5a (anafilatoksin) yang meningkatkan jumlah histamin. Hasil
akhir respon imun tersebut adalah peningkatan IL-1,TNF-α, IFN-γ, IL-2,
dan histamin.
34
IL-1,TNF-α, IFN-γ dikenal sebagai pirogen endogen sehingga
timbul demam. IL-1 bekerja pada termoregulator sedangkan TNF-α dan
IFN-γ bekerja tidak secara langsung karena merekalah yang merangsang
pelepasan IL-1. Daerah spesifik IL-1 adalah pre-optik dan hipotalamus
anterior dimana terdapat corpus callosum lamina terminalis. Corpus
callosum lamina terminalis terletak di dinding rostral ventriculus III dan
merupakan sekelompok saraf termosensitif (cold and hot sensitive
neurons). IL-1 masuk ke dalam corpus callosum lamina terminalis melalui
kapiler dan merangsang sel memproduksi serta melepaskan PGE2, selain
itu, IL-1 juga dapat memfasilitasi perubahan asam arakhidonat menjadi
PGE2. Selanjutnya PGE2 yang terbentuk akan berdifusi ke dalam
hipotalamus atau bereaksi dengan cold sensitive neurons. Hasil akhir
mekanisme tersebut adalah peningkatan thermostatic set point yang
menyebabkan aktivasi sistem saraf simpatis untuk menahan panas
(vasokonstriksi) dan memproduksi panas dengan menggigil.
Selain menyebabkan demam, IL-1 juga bertanggung jawab
terhadap gejala lain seperti timbulnya rasa kantuk/tidur, supresi nafsu
makan, dan penurunan sintesis albumin serta transferin. Penurunan nafsu
makan merupakan akibat dari kerjasama IL-1 danTNF-α. Keduanya akan
meningkatkan ekspresi leptin oleh sel adiposa. Peningkatan leptin dalam
sirkulasi menyebabkan negatif feedback ke hipotalamus ventromedial
yang berakibat pada penurunan intake makanan.
IFN-γ sebenarnya berfungsi sebagai penginduksi makrofag yang
poten, menghambat replikasi virus, dan menstimulasi sel B untuk
memproduksi antibody. Namun, bila jumlahnya terlalu banyak akan
menimbulkan efek toksik seperti demam, rasa dingin, nyeri sendi, nyeri
otot, nyeri kepala, muntah, dan somnolan.
Dalam keadaan normal, manusia mensekresi mukus di dalam saluran
pernafasan yang berfungsi sebagai pembersih berbagai macam kotoran
seperti debu yang tidak tersaring melalui silia hidung. Apabila terdapat debu
35
yang berlebihan, maka mukus yang disekeresikan akan semakin bertambah.
Infeksi atau iritasi pada saluran nafas juga menyebabkan hipersekresi mukus
pada saluran napas, kemudian, apabila terjadi hipersekresi mukus, terjadi
hipertrofi kelenjar submukosa pada trakea dan bronkus dan akhirnya mukus
tertimbun di dalam saluran napas. Ditandai juga dengan peningkatan sekresi
sel goblet disaluran napas kecil, bronkus dan bronkiolus. Kondisi ini
kemudian merangsang membran mukosa untuk selanjutnya mengaktifkan
rangsang batuk dengan tujuan untuk mengeluarkan benda asing yang telah
mengiritasi saluran napas.
Dari pemeriksaan darah rutin yang dilakukan didapatkan penurunan
kadar trombosit (trombositopenia), yaitu 99.300. Trombositopenia pada
infeksi dengue terjadi melalui mekanisme: 1) supresi sumsum tulang, 2)
destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit. Gambaran sumsum tulang
pada fase awal infeksi (<5 hari) menunjukkan keadaan hiposeluler dan
supresi megakariosit. Setelah keadaan nadir tercapai akan terjadi
peningkatan proses hematopoesis termasuk megakariopoesis. Kadar
trombopoetin dalam darah pada saat terjadi trombositopenia justru
menunjukan kenaikan, hal ini menunjukan terjadinya stimulasi
trombopoesis sebagai mekanisme kompensasi terhadap keadaan
trombositopenia. Destruksi trombosit terjadi melalui pengikatan fragmen
C3g, terdapatnya antibodi virus dengue, konsumsi trombosit selama proses
koagulopati dan sekuestrasi perifer. Gangguan fungsi trombosit terjadi
melalui mekanisme gangguan pelepasan ADP, peningkatan kadar b-
tromboglobulin dan PF4 yang merupakan petanda degranulasi trombosit.
Tatalaksana yang diberikan pada pasien ini yang paling utama
adalah terapi suportif. Pemberian IVFD RL 20 tpm. Pemeliharaan volume
cairan sirkulasi merupakan tindakan yang paling penting. Asupan cairan
pasien harus tetap dijaga, terutama cairan oral. Jika asupan cairan oral
pasien tidak mampu dipertahankan, maka dibutuhkan suplemen cairan
melalui intravena untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi.
Diberikan omeprazole dan sukralfat untuk mengurangi produksi asam
36
lambung, Psidii cap 3x1 tab untuk meningkatkan jumlah trombosit dengan
mekanisme menghambat replikasi virus dengue dan meningkatkan jumlah
GM-CSF yang menstimulasi pembentukan megakariosit sebagai bahan awal
trombosit, channa 3x1 untuk membantu mengurangi nyeri kepala, sistenol
3x1 untuk mengurangi demam, imboost F tab 1 x 1 sebagai multivitamin,
pencegahan anemia, dan penambah tenaga untuk masa penyembuhan.
Adapun prognosis pada pasien ini yaitu dubia ad bonam. Prognosis penyakit
ini baik dengan terapi suportif yang adekuat.
37
BAB V
KESIMPULAN
38
DAFTAR PUSTAKA
3
University of Pennsylvania. 2014