Disusun oleh :
MAWARA, ROCKY
REBA, ALDI
LOLONG, LAIDY
TELENGI, KAREN
TAMPI, KEZIA
UNIVERSITAS KLABAT
FAKULTAS KEPERAWATAN
AIRMADIDI
Latar Belakang
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) didefinisikan sebagai penyakit atau gangguan paru yang
memberikan kelainan ventilasi berupa ostruksi saluran pernapasan yang bersifat progresif dan tidak
sepenuhnya reversible. Obstruksi ini berkaitan dengan respon inflamasi abnormal paru terhadap partikel
asing atau gas yang berbahaya. Pada PPOK, bronchitis kronik dan emfisema sering ditemukan Bersama,
meskipun keduanya memiliki proses yang berbeda.
Akan tetapi menurut PDPI 2010, bronchitis kronik dan emfisema tidak dimasukkan definisi PPOK,
karena bronchitis kronik merupakan kronik diagnosis klinis, sedangkan emfisema merupakan diagnosis
patologi. Bronchitis kronik merupakan suatu gangguan klinis yang ditandai oleh pembentukan mucus yang
meningkat dan bermanifestasi sebagai batuk kronik. Emfisema merupakan suatu perubahan anatomis
parenkim paru yang ditandai oleh pembesaran alveoulus dan ductus alveolaris serta destruksi dinding
alveolar.
Prevalensi PPOK
Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan
aliran udara di saluran napas yang bersifat progressif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari
bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan keduanya. Bronkitis kronik adalah kelainan saluran napas yang
ditandai oleh batuk kronik berdahak minimal 3 bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya dua tahun berturut-
turut, tidak disebabkan penyakit lainnya.
Emfisema suatu kelainan anatomis paru yang ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus
terminal, disertai kerusakan dinding alveoli. Banyak penyakit dikaitkan secara langsung dengan kebiasaan
merokok, dan salah satu yang harus diwaspadai ialah PPOK. Angka kesakitan penderita PPOK laki-laki
mencapai 4%, angka kematian mencapai 6% dan angka kesakitan wanita 2%, angka kematian 4%, umur di
atas 45 tahun. 1,2,3 Data badan kesehatan dunia World Health Organization (WHO) dari seluruh perokok di
dunia, 84% (1,09 milyar orang) berada di negara berkembang. Depkes RI (2004) melaporkan bahwa
penduduk Indonesia hampir 70% telah mulai merokok di usia anak-anak dan remaja. Kondisi ini
menyebabkan mereka akan sulit berhenti merokok dan membuat mereka mempunyai risiko yang tinggi
mendapatkan penyakit yang berhubungan dengan rokok pada usia pertengahan.
Di Amerika Serikat, PPOK mengenai lebih dari 16 juta orang, lebih dari 2,5 juta orang Italia, lebih
dari 30 juta di seluruh dunia dan menyebabkan 2,74 juta kematian pada tahun 2000. Di Indonesia, PPOK
menempati urutan kelima sebagai penyakit penyebab kematian dan diperkirakan akan menduduki peringkat
ke-3 pada tahun 2020 mendatang.4,5 Penyakit Paru Obstruksi Kronik yang biasa disebut sebagai PPOK
merupakan penyakit kronik yang ditandai dengan keterbatasan aliran udara di dalam saluran napas yang tidak
sepenuhnya reversibel. Gangguan yang bersifat progresif ini disebabkan karena terjadinya inflamasi kronik
akibat pajanan partikel atau gas beracun yang terjadi dalam kurun waktu yang cukup lama dengan gejala
utama sesak nafas, batuk dan produksi sputum. Sehingga PPOK berkorelasi dengan jumlah total partikel
yang telah dihirup oleh seseorang selama hidupnya.
Merokok merupakan faktor risiko utama dalam menyebabkan perkembangan dan peningkatan PPOK.
Di Indonesia diperkirakan terdapat sekitar 4,8 juta penderita PPOK. Angka ini bisa meningkat dengan
semakin banyaknya jumlah perokok karena 90% penderita PPOK adalah perokok atau bekas perokok.
Kasus
Seorang Wanita berusia 68 tahun dengan keluhan sesak napas mengalami Penyakit Paru Obstruksi Kronik on
HD dirawat di ruang ICU, diambil darah AGDnya dan didapatkan hasil PO2 :76 (menurun),PCO2 : 55
(meningkat).Klien tampak sesak dengan respirasi 30x/menit. Klien tampak kebingungan dengan
penyakitnya.Tekanan darah 140/90 mmHg, frekuensi nadi 80 x/menit, frekuensi nafas 26 x/menit.
Etiology PPOK
1. Kebiasaan merokok, polusi udara, paparan debu, asap dan gas-gas kimiawi.
2. Faktor Usia dan jenis kelamin sehingga mengakibatkan berkurangnya fungsi paru-paru, bahkan pada
saat gejala penyakit tidak dirasakan.
3. Infeksi sistem pernafasan akut, seperti peunomia, bronkitis, dan asma orang dengan kondisi ini
berisiko mendapat PPOK.
4. Kurangnya alfa anti tripsin. Ini merupakan kekurangan suatu enzim yang normalnya melindungi paru-
paru dari kerusakan peradangan orang yang kekurangan enzim ini dapat terkena empisema pada usia
yang relatif muda, walaupun tidak merokok.
Faktor resiko penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah hal-hal yang berhubungan yang mempengaruhi
menyebabkan terjadinya PPOK pada seseorang atau kelompk tertentu. Faktor resiko tersenut meliputi:
1. Faktor penjamu (host): Faktor penjamu yang utama adalah genetik, hiper responsif jalan napas dan
pertumbuhan paru. Dalam kasus yang jarang terjadi, faktor genetik dapat menyebabkan orang yang
tidak pernah merokok memiliki resiko terkena PPOK., seperti kelainan genetik yang menyebabkan
kekurangan α1-antitrypsin (AAT) .
Defisiensi AAT adalah satu-satunya faktor resiko genetik PPOK yang ada, kemungkinan beberapa
gen merupakan faktor risiko tambahan, para peneliti belum dapat membuktikan hal ini (Samiadi,
2017). Menurut American Lung Assosiation sejumlah kecil orang memiliki bentuk PPOK langka
yang disebut emfisema terkait hiper-1, bentuk PPOK ini disebabkan oleh kondisi genetik (warisan)
yang mempengaruhi kemampuan tubuh untuk menghasilkan protein (Alpha-1) yang melindungi paru-
paru (Association, 2017). Faktor resiko lainnya dapat terjadi jika anggota keluarga memiliki riwayat
mengidap penyakit PPOK sebelumnya, hal ini akan menimbulkan resiko lebih tinggi terkena penyakit
PPOK pada anggota keluarga yang lainnya (Kemenkes, 2018).
2. Faktor Perilaku (Kebiasaan): Faktor perilaku atau kebiasaan adalah faktor yang paling riskan
penyebab penyakit PPOK. Faktor risiko utama PPOK adalah merokok, merokok menjadi penyebab
sampai 90% kematian PPOK di dunia menurut American Lung Association (ALA). Para perokok
kira-kira 13 kali lebih mungkin untuk mengalami kematian akibat penyakit PPOK daripada mereka
yang tidak pernah merokok, paparan jangka panjang terhadap asap tembakau sangatlah berbahaya.
Semakin lama tahun dan semakin banyak bungkus rokok yang dihisap, maka semakin besar pula
risiko terkena penyakit PPOK. Perokok batang dan perokok cerutu semuanya sama berisikonya,
paparan terhadap asap rokok pasif (secondhand smoke) juga meningkatkan risiko terkena PPOK.
Asap rokok yang dihirup oleh perokok pasif pasif mengandung baik asap dari tembakau yang terbakar
dan asap yang dihembuskan perokok (Samiadi, 2017). Ketika rokok terbakar, ia menciptakan lebih
dari 7.000 bahan kimia, banyak yang berbahaya. Racun dalam asap rokok melemahkan pertahanan
paru-paru terhadap infeksi, sehingga saluran udara menjadi sempit, racunnya juga menyebabkan
pembengkakan di saluran udara dan menghancurkan kantung udara (Association, 2017). Merokok
merupakan penyebab PPOK terbanyak (95% kasus) di negara berkembang. Perokok aktif dapat
mengalami hipersekresi mucus dan obstruksi jalan napas kronik, perokok pasif juga menyumbang
terhadap symptom saluran napas dan PPOK dengan peningkatan kerusakan paru-paru akibat
menghisap partikel dan gas-gas berbahaya.
3. Faktor Lingkungan (Polusi Udara): Polutan dalam ruangan dan luar ruangan juga dapat menyebabkan
kondisi penyebab PPOK jika paparan bersifat intens atau berkepanjangan. Polusi udara dalam
ruangan meliputi partikulat dari asap bahan bakar padat yang digunakan untuk memasak dan
pemanasan contohnya termasuk tungku kayu dengan ventilasi yang buruk, pembakaran biomassa atau
batubara, atau memasak dengan api. Paparan terhadap polusi lingkungan dalam jumlah besar adalah
faktor risiko yang lain, kualitas udara dalam ruangan memainkan peran penting dalam perkembangan
PPOK di negara-negara berkembang. Paparan jangka panjang terhadap debu, bahan kimia, dan gas
industri dapat mengiritasi dan mengakibatkan peradangan saluran napas dan paru-paru, sehingga
meningkatkan kemungkinan PPOK. Orang-orang dengan profesi yang sering berhadapan dengan
paparan debu dan uap kimia, seperti penambang batu bara, pekerja biji-bijian, dan pembuat cetakan
logam, memiliki reiiko lebih besar untuk terkena penyakit ini. Satu studi di American Journal of
Epidemiology menemukan bahwa fraksi PPOK yang dikaitkan dengan pekerjaan diperkirakan
mencapai 19,2% secara keseluruhan dan 31,1% di antara mereka yang tidak pernah merokok
(Samiadi, 2017). Hampir 3 miliar orang di seluruh dunia menggunakan biomassa dan batu bara
sebagai sumber utama energi untuk memasak, pemanasan, dan kebutuhan rumah tangga. Banyaknya
polusi udara dalam ruangan bertanggung jawab untuk sebagian besar risiko PPOK daripada merokok
atau polusi udara luar (WHO, 2018).
4. Faktor Usia: PPOK paling sering dialami oleh orang yang berusia minimal 40 tahun yang memiliki
riwayat merokok. Insidensi ini meningkat seiring bertambahnya usia(Samiadi, 2017). PPOK akan
berkembang secara perlahan selama bertahun-tahun, gejala penyakit umumnya muncul pada pengidap
yang berusia 35 hingga 40 tahun (Kemenkes, 2018).
PPOK berkembang secara perlahan dan tidak menunjukkan gejala khusus pada tahap awal. Gejalanya
baru muncul setelah bertahun-tahun, ketika sudah terjadi kerusakan yang signifikan pada paru-paru.
Sejumlah gejala yang biasanya dialami oleh penderita PPOK adalah:
Patogenesis PPOK Patogenesis terjadinya PPOK belum sepenuhnya diketahui walaupun beberapa
teori telah dikemukakan. Ada beberapa mekanisme utama terjadinya PPOK, yaitu adanya proses inflamasi
kronik pada saluran napas, stress oksidatif, gangguan keseimbangan antara proteolitik dan anti proteolitik.
Inflamasi kronik dari saluran napas karena masuknya sel inflamasi ke paru sebagai respons terhadap asap
rokok. Beberapa sel inflamasi seperti makrofag, netrofil, sel T CD8+ telah diketahui berperan dalam proses
inflamasi pada saluran napas pasien PPOK.
Stres oksidatif yang dapat menyebabkan gangguan fungsi sel atau bahkan kematian sel serta dapat
menginduksi kerusakan matriks ekstraseluler paru. Stres oksidatif selanjutnya akan mempengaruhi
keseimbangan antara proteolitik dan anti proteolitik melalui aktivasi protease dan mengnonaktifkan
antiproteinase. Gangguan keseimbangan antara proteolitik dan anti proteolitik pada paru, mengakibatkan
kerusakan parenkim paru sehingga terjadi emfisema. Peningkatan aktivitas proteolitik ini merupakan
konsekuensi dari respons inflamasi, yaitu pelepasan enzim proteolitik oleh sel inflamasi seperti makrofag dan
netrofil atau juga karena faktor genetik yaitu defisiensi al-antitripsin.
Form NCP (Nursing Care Plans)
Pt. Name: Bpk. Aldy. W Age: 28thn Room/Bed: mawar/08 Medical Diagnosis: PPOK Physician’s Name: Dr. Leidy.L
Pt. Name : tuan. Age:8 Room/Bed:808/18 Medical Diagnosis: Tipus Name:Dr. Kezia
Date/ Planning
No Nursing Diagnosis Implementation Evaluation
Time Goal Interventions Rationales
1. 20 Dx: bersihan jalan NOC : NIC : Pasien dengan penyakit 1.Telah melakukan S : “sus, saya masih
Sep napas b/d Respiratory Cough Enhancement, paru obstruktif kronik tindakan auskultasi batuk-batuk dan
2020 bronkopasma, Status: Airway Airway Manageent. (PPOK) memiliki hipertrofi paru-paru setelah sedikit
jam peningkatan Patency dan hiperplasia sel goblet batuk sesuai dengan mengeluarkan dahak
08.00- produksi sekret, dengan peningkatan kebutuhan untuk serta masih sulit
14.00 sekresi Seteah dilakukan 1.Auskultasi paru-paru produksi lendir. mencatat dan bernafas
WITA tertahan, tebal, tindakan setelah batuk sesuai mendokumentasikan
sekresi kental, keerawatan dengan kebutuhan Gangguan gerakan silia setiap perubahan O:
penurunan energi selama 3x 24 jam untuk mencatat dan berkontribusi pada sekresi signifikan pada suara - Auskulltasi
atau kelemahan. diharapkan mendokumentasikan yang tertahan dan batuk napas. klien mulai
bersihan jalan setiap perubahan yang kurang efektif. mereda
Subjektif : nafasndapat signifikan pada suara 2.Telah mengkaji - Klien batuk
- “sus, saya ditingkatkan, napas: Suara napas Pasien-pasien ini perubahan secret dengan
batuk- dengan kriteria menurun atau tidak mengalami penurunan konsistensi, jumlah, sputum
batuk hasil: ada suara napas dalam berbagai warna, bau. kental
yang 1. Batuk efektif Suara kasar derajat tergantung pada berwarna
disertai (meningkat) Adanya ronki stadium penyakit mereka. 3.Telah yang sudah
dengan 2. Produksi halus memperhatikan mulai normal
dahak dan sputum(menurun Kaji perubahan Penurunan atau tidak setiap perubahan - Kilen terlihat
sulit ) frekuensi adanya suara napas dari warna pada bibir, mulai
bernafas 3. Mengi pernapasan, sumbat lendir atau mukosa bukal, atau bernafas
(menurun) kedalaman, dan obstruksi jalan napas utama dasar kuku. dengan
Objektif : 4. Wheezing penggunaan lainnya. normal
- Auskulltasi (menurun) otot bantu 4.Telah mengkaji
terdengan 5. Dyspnea napas atau Suara kasar menunjukkan status hidrasi pasien A :tujuan belum
suara (menurun) posisi tripod. adanya cairan di sepanjang turgor kulit, membran tercapai
nafas 6. Ortopnea saluran udara yang lebih mukosa, dan lidah.
tambahan (menurun) 2.Kaji karakteristik atau besar.
ronki dan 7. Sulit bicara perubahan sekret: 5.telah melakukan P : lanjutlan
wheezing (menurun) konsistensi, jumlah, Krekels halus dapat tindakan intervensi
- Klien 8. Sianosis warna, bau. mengindikasikan menggunakan
batuk (menurun) keterlibatan jantung atau oksimetri nadi untuk
dengan 9. Gelisah 3.Perhatikan setiap jebakan sekresi. memantau saturasi
perubahan warna pada oksigen, menilai gas
sputum (menurun) bibir, mukosa bukal, Perubahan laju dan ritme darah arteri (ABGS).
kental 10. Frekuensi atau dasar kuku. pernapasan merupakan
berwarna nafas(membaik) tanda awal gangguan 6.Telah mengkaji
putih 11. Pola nafas 4.Kaji status hidrasi pernapasan. kemampuan fisik
- Kilen (membaik) pasien : turgor kulit, pasien dengan
sesak membran mukosa, dan Sebagai kompromi menjadi aktivitas kehidupan
nafas lidah. lebih besar, penggunaan sehari-hari (ADLS),
- TD : otot-otot aksesori menjadi termasuk kemampuan
140/90 5.Gunakan oksimetri jelas dan pasien mengeluarkan
- N : 86 nadi untuk memantau mengasumsikan postur sputum.
x/menit saturasi oksigen; tripod untuk memfasilitasi
- RR : 30 menilai gas darah arteri pernapasan. 7.Teah mengkaji hasil
x/menit (ABGS). spirometri fungsi paru
- S : 36,7 C Tanda infeksi adalah dahak
6.Kaji kemampuan fisik yang berubah warna; bau Terapeutik
pasien dengan aktivitas mungkin ada.
kehidupan sehari-hari 1.Telah memberikan
(ADLS), termasuk Sekresi kental dan ulet agonis beta-2-
kemampuan meningkatkan hipoksemia adrenergik (mis.
mengeluarkan sputum. dan mungkin menunjukkan albuterol,
Perhatikan jika pasien dehidrasi. levalbuterol) dengan
mengalami dispnea inhaler dosis terukur
percakapan. Sianosis lebih sering terjadi (MDI) atau nebulizer,
pada pasien dengan seperti yang
7.Kaji kemungkinan bronkitis kronis. ditentukan.
hasil spirometri fungsi
paru Pasien dengan emfisema 2.Telah diberikan
mengembangkan sianosis antikolinergik seperti
Terapeutik pada tahap selanjutnya dari ipratropium bromide
1.Berikan agonis beta- penyakit ini. (Atrovent) dengan
2.adrenergik (mis., MDI atau nebulizer
albuterol, levalbuterol) Bersihan jalan napas atau inhalasi bubuk
dengan inhaler dosis terganggu dengan hidrasi kering tiotropium
terukur (MDI) atau yang tidak memadai dan (Spiriva) hanya dalam
nebulizer, seperti yang penebalan sekresi hubungannya dengan
ditentukan. berikutnya. mungkin agonis beta-2-
2.Berikan antikolinergik menunjukkan adanya adrenergik.
seperti ipratropium Hipoksia dapat terjadi
bromide (Atrovent) akibat peningkatan sekresi 3.Telah memberikan
dengan MDI atau paru dan kelelahan kortikosteroid IV
nebulizer atau inhalasi pernapasan. (diikuti dengan steroid
bubuk kering oral) selama
tiotropium (Spiriva) Saturasi oksigen harus eksaserbasi akut.
hanya dalam dipertahankan pada 90%
hubungannya dengan atau lebih. ABGS mungkin 4.Telah mengajurkan
agonis beta-2- menunjukkan hiperkapnia pasien untuk
adrenergik. terkompensasi. Kelelahan mengeluarkan sekret.
dapat membatasi
3.Antisipasi pemberian efektivitas batuk. 5.Telah melakukan
kortikosteroid IV tindakan membantu
(diikuti dengan steroid Hipoksemia dapat pasien dengan teknik
oral) selama membatasi toleransi batuk yang efektif:
eksaserbasi akut. aktivitas. Sesak napas Belat dada. Minta
selama aktivitas normal pasien menggunakan
4.Anjurkan pasien menunjukkan gangguan otot perut. Gunakan
untuk mengeluarkan pernapasan. teknik batuk yang
sekret. sesuai (misalnya,
Parameter fungsi paru quad, huff).
5.Bantu dengan teknik menentukan keparahan
batuk yang efektif: penyakit, prognosis, dan 6.Telah membantu
Belat dada. Minta respons terhadap terapi. klien dalam
pasien menggunakan memobilisasi sekret
otot perut. Gunakan Bronkodilator inhalasi untuk memfasilitasi
teknik batuk yang short-acting ini bekerja pembersihan jalan
sesuai (misalnya, quad, dengan cepat untuk napas
huff). membuka saluran udara,
membuatnya lebih mudah 7.Telah melakukan
6.Bantu dalam untuk bernapas dan tindakan dengan
memobilisasi sekret mengurangi pengisapan
untuk memfasilitasi bronkokonstriksi. nasotrakeal sesuai
pembersihan jalan indikasi jika pasien
napas: Tingkatkan Obat-obat ini telah terbukti tidak mampu
kelembapan ruangan. bekerja secara sinergis membersihkan sekret
• Berikan agen dengan agonis beta-2- secara efektif.
mukolitik sesuai resep. adrenergik untuk
• Lakukan fisioterapi meredakan 8.Telah melakukan
dada: drainase bronkokonstriksi. intubasi dan ventilasi
postural, perkusi, dan mekanis, jika
vibrasi. Kortikosteroid mengurangi diperlukan, dengan
• Anjurkan 2 sampai 3 pembengkakan dan transfer ke tempat
liter asupan cairan peradangan di saluran perawatan akut
kecuali udara.
dikontraindikasikan.
Dorong aktivitas dan Batuk adalah cara yang
perubahan posisi setiap paling membantu untuk
2 jam. mengeluarkan sebagian
besar sekret.
7.Lakukan pengisapan
nasotrakeal sesuai Teknik batuk terkontrol
indikasi jika pasien membantu memobilisasi
tidak mampu sekresi dari saluran udara
membersihkan sekret yang lebih kecil ke saluran
secara efektif. udara yang lebih besar
Gunakan kateter lunak karena batuk dilakukan
yang dilumasi dengan lebih efektif.
baik.
Batuk ekspirasi paksa
8.Antisipasi intubasi melalui jalan napas terbuka
dan ventilasi mekanis, (sambil mengatakan "huh")
jika diperlukan, dengan mungkin efektif untuk
transfer ke tempat memindahkan lendir yang
perawatan akut terperangkap ke dalam
saluran udara yang lebih
besar agar pasien batuk.
Meningkatkan kelembapan
udara inspirasi akan
menurunkan kekentalan
sekret dan memudahkan
pembuangannya.
Aktivitas membantu
memobilisasi sekresi dan
mencegah pengumpulan di
paru-paru.
Pengisapan diindikasikan
bila pasien tidak dapat
mengeluarkan sekret dari
saluran napas dengan batuk
karena kelemahan, sumbat
lendir yang kental, atau
sekret yang berlebihan. Ini
juga dapat merangsang
batuk.
243-Article Text-1997-2-10-20201205.pdf
1023.full.pdf
COPD ventilator.pdf
1471-2466-14-184.pdf
1315.full.pdf
1479972315601946.pdf