Penyusun
1
Daftar Isi
Kata Pengatar....................................................................................................................1
Daftar Isi............................................................................................................................2
Pengertian Pernikahan.......................................................................................................3
Tujuan Pernikahan.............................................................................................................3
Dalil-Dalil Pernikahan.......................................................................................................4
Hukum Pernikahan............................................................................................................5
Rukun dan Syarat Pernikahan...........................................................................................10
Hak dan Kewajiban Pasca Pernikahan..............................................................................13
Hikmah Pernikahan...........................................................................................................17
Pernikahan Dalam Undang-Undang..................................................................................19
Daftar Pustaka...................................................................................................................20
2
Pengertian Pernikahan
Nikah secara bahasa adalah berkumpul dan bergabung. Berkata Imam Nawawi : “Nikah
secara bahasa adalah bergabung, kadang digunakan untuk menyebut ‘akad nikah’, kadang
digunakan untuk menyebut hubungan seksual”.
Al-Fara’, seorang ahli bahasa Arab mengatakan bahwa kata “Nukah al Mar-atu”memiliki
makna “organ kewanitaan”. Jika orang Arab mengatakan “nakaha al-mar-ata”, maka itu
berarti “telah menggauli di organ kewanitaannya”.
Adapun nikah secara istilah berarti akad yang dilakukan antara laki-laki dan perempuan
yang dengannya dihalalkan baginya untuk melakukan hubungan seksual.
Tujuan Pernikahan
1. Sebagai ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah SWT
2. Untuk 'iffah (menjauhkan diri dari hal-hal yang dilarang), ihshon (membentengi diri)
dan mubadho'ah (bisa melakukan hubungan intim)
3. Menghindari fitnah
4. Memperbanyak ummat Muhammad SAW
5. Menyempurnakan agama
6. Menikah termasuk sunnahnya para utusan Allah
7. Melahirkan anak
8. Menjaga masyarakat
9. Legalitas untuk melakukan hubungan intim
10. Mempertemukan tali keluarga
11. Saling mengenal dan saling menyayangi
12. Menjadikan ketenangan dan kecintaan dalam jiwa suami dan isteri
13. Sebagai pilar untuk membangun rumah tangga islami yang sesuai dengan ajaran-Nya
14. Satu tanda kebesaran Allah SWT
15. Memperbanyak keturunan ummat Islam dan menyemarakkan bumi melalui proses
pernikahan
3
Dalil-Dalil Pernikahan
a. Surat Ar-Rum, 30 : 21
[ َت ِلقَوْ ٍم يَتَفَ َّكرُون َ ِق لَ ُك ْم ِم ْن َأ ْنفُ ِس ُك ْم َأ ْز َواجًا لِتَ ْس ُكنُوا ِإلَ ْيهَا َو َج َع َل بَ ْينَ ُك ْم َم َو َّدةً َو َرحْ َمةً ۚ ِإ َّن فِي ٰ َذل
ٍ ك آَل يَا َ ََو ِم ْن آيَاتِ ِه َأ ْن خَ ل
]٣٠:٢١
Artinya : Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu
isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram
kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada
yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.
b. Surat An-Nisa’, 4 : 34
ٌ ََات َحافِظ
ات ٌ ات قَانِت ُ ْض َوبِ َما َأ ْنفَقُوا ِم ْن َأ ْم َوالِ ِه ْم ۚ فَالصَّالِ َح َ ض َل هَّللا ُ بَ ْع
ٍ ضهُ ْم َعلَ ٰى بَع َّ َالرِّ َجا ُل قَوَّا ُمونَ َعلَى النِّ َسا ِء بِ َما ف
ضا ِج ِع َواضْ ِربُوه َُّن ۖ فَِإ ْن َأطَ ْعنَ ُك ْم فَاَل َ ب بِ َما َحفِظَ هَّللا ُ ۚ َوالاَّل تِي تَخَافُونَ نُ ُشو َزه َُّن فَ ِعظُوه َُّن َوا ْه ُجرُوه َُّن فِي ْال َم ِ لِ ْل َغ ْي
]٤:٣٤[ تَ ْب ُغوا َعلَ ْي ِه َّن َسبِياًل ۗ ِإ َّن هَّللا َ َكانَ َعلِيًّا َكبِيرًا
Artinya : Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah
telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan
karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu
maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika
suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang
kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di
tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka
janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha
Tinggi lagi Maha Besar.
4
d. Surat Al-Baqarah, 2 : 223
[ َث لَ ُك ْم فَْأتُوا َحرْ ثَ ُك ْم َأنَّ ٰى ِشْئتُ ْم ۖ َوقَ ِّد ُموا َأِل ْنفُ ِس ُك ْم ۚ َواتَّقُوا هَّللا َ َوا ْعلَ ُموا َأنَّ ُك ْم ُماَل قُوهُ ۗ َوبَ ِّش ِر ْال ُمْؤ ِمنِين
ٌ ْنِ َساُؤ ُك ْم َحر
]٢:٢٢٣
Artinya : Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka
datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. Dan
kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan
ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira orang-
orang yang beriman.
Hukum-Hukum Pernikahan
Hukum pernikahan terbagi menjadi 2, yakni hukum asal dari pernikahan, dan hukum
menikah dilihat dari kondisi pelakunya.
5
pemuda untuk menikah dengan sabdanya “falyatazawaj” (segeralah dia
menikah), kalimat tersebut mengandung perintah. Di dalam kaidah ushul fiqh
disebutkan bahwa : “al ashlu fi al amr lil wujub “ (Pada dasarnya perintah itu
mengandung arti kewajiban).
“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan
yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain)
yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan
dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu
miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya” [QS. An-
Nisa’, 4 : 4].
Berkata Imam al-Maziri : “Ayat di atas merupakan dalil mayoritas ulama (bahwa
menikah hukumnya sunnah), karena Allah subhanahu wa ta’ala memberikan
pilihan antara menikah atau mengambil budak secara sepakat. Seandainya menikah
itu wajib, maka Allah tidaklah memberikan pilhan antara menikah atau mengambil
budak. Karena menurut ulama ushul fiqh bahwa memberikan pilihan antara yang
wajib dan yang tidak wajib, akan menyebabkan hilangnya hakikat wajib itu sendiri,
dan akan menyebabkan orang yang meninggalkan kewajiban tidak berdosa”.
Perintah yang terdapat dalam hadist Abdullah bin Mas’ud di atas bukan
menunjukkan kewajiban, tetapi menunjukan ‘al-istihbab’ (sesuatu yang dianjurkan).
7
2. Bahwa menikah maslahatnya kembali kepada orang yang melakukannya, terutama
yang berhubungan dengan pelampiasan syahwat, sehingga dikatakan bahwa
perintah di atas sebagai bentuk pengarahan saja.
Adapun hukum nikah jika menilik kondisi orang yang melakukannya, adalah
sebagai berikut.
1. Nikah hukumnya wajib, bagi orang yang mempunyai hasrat yang tinggi untuk
menikah karena syahwatnya bergejolak sedangkan dia mempunyai kemampuan
ekonomi yang cukup. Dia merasa terganggu dengan gejolak syahwatnya,
sehingga dikhawatirkan akan terjerumus di dalam perzinaan. Atau karena
seorang penuntut ilmu yang tidak bisa konsentrasi dalam belajar akibat
memikirkan pernikahan, maka hukumnya menjadi wajib untuk menikah, dengan
catatan jika dia mampu untuk menjalankan pernikahan secara materi dan fisik,
serta bisa bertanggung jawab, atau menurut perkiraannya akan meambah
semangat dalam belajar ketika dia sudah menikah.
2. Nikah hukumnya sunah bagi orang yang mempunyai syahwat, dan mempunyai
harta, tetapi tidak khawatir terjerumus dalam maksiat dan perzinaan. Imam
Nawawi di dalam Syareh Shahih Muslim menyebutkan judul dalam Kitab Nikah
sebagai berikut : “Bab Dianjurkannya Menikah Bagi Orang Yang Kepingin
Sedangkan Dia Mempunyai Harta”.
3. Nikah hukumnya mubah, bagi orang yang mempunyai syahwat, tetapi tidak
mempunyai harta. Atau bagi orang yang mempunyai harta tetapi tidak
mempunyai syahwat.
4. Nikah hukumnya makruh bagi orang yang tidak punya harta dan tidak ada
keinginan untuk menikah (lemah syahwat). Dikatakan makruh, karena dia tidak
membutuhkan perempuan untuk dinikahi, tetapi dia harus mencari harta untuk
menafkahi istri yang sebenarnya tidak dibutuhkan olehnya.
8
Tentu akan lebih baik, kalau dia mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhannya
terlebih dahulu. Selain itu, istrinya akan sedikit tidak terurus, dan kemungkinan
tidak akan mendapatkan nafkah batin, kecuali sedikit sekali, karena sebenarnya
suaminya tidak membutuhkannya dan tidak terlalu tertarik dengan wanita. Begitu
juga seseorang yang mempunyai keinginan untuk menikah, tetapi tidak punya
harta yang cukup, maka baginya menikah adalah makruh.
Adapun seseorang yang mempunyai harta tetapi tidak ada keinginan untuk
menikah (lemah syahwat), para ulama berbeda pendapat :
Pendapat Pertama : Dia tidak dimakruhkan menikah tetapi lebih baik baginya
untuk konsentrasi dalam ibadah. Ini adalah pendapat Imam Syafi’I dan mayoritas
ulama Syafi’iyah.
Pendapat Kedua : Menikah baginya lebih baik. Ini adalah pendapat Abu
Hanifah dan sebagian dari ulama Syafi’iyah serta sebagian dari ulama Malikiyah.
Kenapa? karena barangkali istrinya bisa membantunya dalam memenuhi
kebutuhan sehari-harinya, seperti memasak, menyediakan makanan dan
minuman, menyuci dan menyetrika bajunya, menemaninya ngobrol, berdiskusi
dan lain-lainnya. Menikah sendiri tidak mesti melulu melakukan hubungan seks
saja, tetapi ada hal-hal lain yang didapat sepasang suami selama menikah, seperti
kebersamaan, kerjasama, keakraban, menjalin hubungan keluarga, ketenangan
dan ketentraman.
5. Nikah hukumnya haram, bagi yang merasa dirinya tidak mampu bertanggung
jawab dan akan menelantarkan istri dan anak. Syekh al-Utsaimin memasukan
pernikahan yang haram adalah pernikahan yang dilakukan di Darul Harbi (negara
yang memusuhi umat islam), karena dikhawatirkan musuh akan mengalahkan
umat Islam dan anak-anaknya akan dijadikan budak. Tetapi jika dilakukan dalam
keadaan darurat, maka dibolehkan.
9
Rukun dan Syarat Pernikahan
Mahram adalah adalah orang yang tidak boleh dinikahi karena masih ada pertalian
darah yang dekat. Allah berfirman tentang ajuran memilih pasangan hendaknya yang
bukan mahram pada QS An-Nisa 4:22
Macam mahram menurut Islam :
A. Mahram sebab keturunan:
A. Ibu dari bapak atau dari ibu, dan seterusnya
B. Anak, cucu, dan seterusnya kebawah
C. Saudara perempuan seibu dan sebapak
D. Saudara perempuan seibu atau sebapak saja
E. Bibi dari ibu atau bapak
F. Sepupu dari ibu atau dari bapak.
10
B. Mahram sebab persusuan:
A. Ibu yang pernah menyusui
B. Saudara perempuan dari anak ibu yang menyusui
Wali ada dua macam, yaitu wali nasab dan wali hakim. Wali nasab ialah wali yang
berdasarkan pertalian darah. Berdasarkan urutan terdeat ialah :
a. Bapak kandung
b. Kakek dari bapak
c. Saudara laki-laki seibu sebapak
d. Saudara laki-lakisebapak
e. Anak laki-laki dari saudara laki-laki seibu sebapak
f. Anak laki-laki dari sebapak
g. Paman dari bapak yang sekandung
h. Paman dari bapak yang sebapak
i. Sepupu dari saudara bapak yang sekandung
j. Sepupu dari saudara bapak yang sebapak.
11
Wali hakim adalah wali hakim yang diangkat oleh calon pengantin karena wali nasab
sudah tidak ada, berhalangan hadir, atau ada perlimbahan dari wali nasab. Tidak ada
wali pernikahan tidak sah.
1) Saksi
Selain wali saksipun juga diwajibkan ada dalam pernikahan sebagaimana sabda Nabi
Muhammad riwayat dari Usamah bin Zaid, “Tidak sah melainkan dengan wali dan
dua orang saksi yang adil” (H.R Ahmad). Syarat menjadi saksi:
a. Sekurang-kurangya dua orang
b. Islam
c. Berakal
d. Baligh
e. Lelaki
f. Memahami kandungan lafaz ijab dan qabul
g. Dapat mendengar, melihat dan bercakap
h. Adil (Tidak melakukan dosa-dosa besar dan tidak berterusan melakukan dosa-
dosa kecil)
i. Merdeka
2) Ijab Qabul
Ijab adalah pengucapan wali yang berisi pernyataan menikahkan anaknya atau yang
menjadi anak karena pertalian darah. Seperti “Saya nikahkan engkau dengan anak
saya yang bernama Fulanah binti Fulan dengan maskawin kitab suci Al-Qur’an
tunai”.
Qabul adalah ucapan calon suami yang berisi penerimaan nikah dirinya dengan calon
istrinya. Seperti “Saya terima nikahnya Fulanah binti Fulan dengan maskawin tersebut
tunai.” Sedangan mahar atau maskawin yaitu pemberian oleh calon suami ke caon
istri yang diserahkan pada saat akad nikah. Mahar dalam bentuk benda apa saja
asalkan bermanfaat. Memberi mahar kepada calon istri hukumnya wajib seperti yang
dijelaskan pada QS. An-Nisa, 4 : 4.
Syarat ijab :
a. Tidak boleh menggunakan perkataan sindiran
b. Diucapkan oleh wali atau wakilnya
c. Tidak diikatkan dengan tempo waktu seperti mut’ah (seperti nikah kontrak)
12
d. Tidak menyebut prasyarat sewaktu ijab dilafadzka.
Sedangkan syarat qabul adalah :
a. Ucapan harus sesuai dengan ucapan ijab
b. Tidak ada perkataan sindiran
c. Dilafadzkan oleh calon suami atau wakilnya (atas sebab-sebab tertentu)
d. Tidak diikatkan dengan tempo waktu seperti mut’ah (seperti nikah kontrak)
e. Tidak menyebut prasyarat sewaktu qabul dilafadzkan
f. Menyebut nama calon isteri
g. Tidak diselangi dengan perkataan lain
13
B. Hak suami atas istri
1. Ditaati istrinya dalam kebaikan.
Istrinya wajib mentaati dalam hal yang bukan maksiat kepada Allah dan dalam
kebaikan. Istri tidak wajib mentaati suaminya dalam hati yang tidak sanggup
dikerjakannya atau hal-hal yang menyusahkannya. Firman Allah :
“Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan
untuk menyusahkannya.” [QS. An-Nisa’, 4 : 34]
Rasul SAW bersabda: “Seandainya aku diperbolehkan memerintahkan
seseorang supaya bersujud kepada seseorang maka aku akan perintahkan
seorang istri bersujud kepada suaminya”(H.R.At-Tirmidzi)
2. Istri wajib menjaga harta suaminya, wajib menjaga kehormatannta dan tidak
boleh keluar dari rumahnya kecuali seizin suaminya. Firman Allah :
”Wanita-wanita shalihah adalah wanita yang taat kepada Allah lagi memelihara
diri ketika suaminya tidak ada” [QS. An-Nisa’, 4 : 34]
3. Menghendaki berpergian dengan istrinya.
4. Dimintai izin oleh istri jika seorang istri ingin berpuasa sunnah dan suami berada
di rumah.
A. Kewajiban suami
1. Suami hendaknya menyadari bahwa istri adalah suatu ujian dalam menjalankan
agama. (At-Taubah: 24)
2. Seorang istri bisa menjadi musuh bagi suami dalam mentaati Allah dan Rasul-Nya.
(At-Taghabun: 14)
3. Hendaknya senantiasa berdo’a kepada Allah meminta istri yang sholehah. (AI-
Furqan: 74)
Memberi nasehat,
Pisah kamar
‘Nusyuz’ adalah: Kedurhakaan istri kepada suami dalam hal ketaatan kepada
Allah.
6. Orang mukmin yang paling sempurna imannya ialah, yang paling baik akhlaknya dan
paling ramah terhadap istrinya / keluarganya. (HR. Tirmidzi)
7. Suami tidak boleh kikir dalam menafkahkan hartanya untuk istri dan anaknya.(Ath-
Thalaq: 7)
9. Suami hendaklah jangan selalu mentaati istri dalam kehidupan rumah tangga.
Sebaiknya terkadang menyelisihi mereka. Dalam menyelisihi mereka, ada
keberkahan. (HR. Baihaqi, Umar bin Khattab ra., Hasan Bashri)
10. Suami hendaknya bersabar dalam menghadapi sikap buruk istrinya. (HR. Abu Ya’la)
11. Suami wajib menggauli istrinya dengan cara yang baik. Dengan penuh kasih sayang,
tanpa kasar dan zalim.(An-Nisa’: 19)
12. Suami wajib memberi makan istrinya apa yang ia makan,memberinya pakaian, tidak
memukul wajahnya, tidak menghinanya, dan tidak berpisah ranjang kecuali dalam
rumah sendiri. (HR. Abu Dawud).
13. Suami wajib selalu memberikan pengertian, bimbingan agama kepada istrinya, dan
menyuruhnya untuk selalu taat kepada Allah dan Rasul-Nya. (AI-Ahzab: 34, At-
Tahrim : 6 ; HR. Muttafaqun Alaih)
15
14. Suami wajib mengajarkan istrinya ilmu-ilmu yang berkaitan denganwanita (hukum-
hukum haidh, istihadhah, dll.). (HR. AI-Ghazali)
15. Suami wajib berlaku adil dan bijaksana terhadap istri. (An-Nisa’: 3)
16. Suami tidak boleh membuka aib istri kepada siapapun. (HR. Nasa’i)
17. Apabila istri tidak mentaati suami(durhaka kepada suami), maka suami wajib
mendidiknya dan membawanya kepada ketaatan, walaupun secara paksa. (HR. AI-
Ghazali)
18. Jika suami hendak meninggal dunia, maka dianjurkan berwasiat terlebih dahulu
kepada istrinya. (AI- Baqarah: 40)
B. Kewajiban istri
1. Hendaknya istri menyadari bahwa hak (kedudukan) suami setingkat lebih tinggi
daripada istri. (Al- Baqarah: 228)
2. Istri wajib mentaati suaminya selama bukan kemaksiatan. (An-Nisa’:39)
Menyerahkan dirinya,
Mentaati suami,
4. Istri hendaknya selalu memenuhi hajat biologis suaminya, walaupun sedang dalam
kesibukan. (HR. Nasa’ i, HR. Muttafaqun Alaih)
16
5. Apabila seorang suami mengajak istrinya ke tempat tidur untuk menggaulinya, lalu
sang istri menolaknya, maka penduduk langit akan melaknatnya sehingga suami
meridhainya. (HR. Muslim)
6. Istri hendaknya mendahulukan hak suami atas orang tuanya. Allah swt. mengampuni
dosa-dosa seorang Istri yang mendahulukan hak suaminya daripada hak orang tuanya.
(HR. Tirmidzi)
7. Yang sangat penting bagi istri adalah ridha suami. Istri yang meninggal dunia dalam
keridhaan suaminya akan masuk surga. (HR. Ibnu Majah, HR. TIrmidzi)
8. Kepentingan istri mentaati suaminya, telah disabdakan oleh Nabi saw.: “Seandainya
dibolehkan sujud sesama manusia, maka aku akan perintahkan istri bersujud kepada
suaminya. .. “(HR. Timidzi)
10. Istri hendaknya senantiasa membuat dirinya selalu menarik di hadapan suami (HR.
Thabrani)
11. Istri wajib menjaga kehormatan suaminya baik di hadapannya atau di belakangnya
(saat suami tidak di rumah). (An-Nisa’: 34)
Hikmah Pernikahan
1. Menikah merupakan Sunnah para Nabi dan Rasul
Firman Allah: Dan sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa Rasul sebelum kamu dan
Kami memberikan kepada mereka isteri-isteri dan keturunan. Dan tidak ada hak bagi
seorang Rasul mendatangkan sesuatu ayat melainkan dengan izin Allah. Bagi tiap-tiap
masa ada Kitab. (QS. Ar-Ra'd : 38).
19
Pernikahan Dalam Undang-Undang
20
Daftar Pustaka
21